16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Massa Komunikasi massa menurut Bittner adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang14. Sementara definisi komunikasi massa sendiri yang memiliki kaitan erat dengan media yang dibahas dalam penelitian ini menyatakan bahwa komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah, tabloid) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak, dan selintas (khususnya media elektronik)15. Menurut Alexis S. Tan (1981), fungsi komunikasi massa tersebut adalah: 5 1. Menyajikan informasi (berita-berita atau hal-hal yang disajikan). 2. Fungsi sebagai hiburan. 3. Mendorong kohesi sosial. 4. Persuasi. 5. Sebagai transmisi budaya. 14 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1998. Hal 188 15 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2000. Hal 62 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 17 6. Korelasi. 7. Pengawasan atau kontrol sosial. 8. Pewarisan sosial, dalam hal ini media massa sebagai pendidik yang mencoba meneruskan atau mewariskan suatu ilmu pengetahuan, nilai, norma, pranata, dan etika dari generasi ke generasi selanjutnya. 2.2. Media Massa Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam hubungannya satu sama lain.16 Efek dari media massa yang berkaitan dengan pesan serta jenis perubahan yang terjadi pada khalayak, terdiri dari: 17 1. Efek kognitif (berhubungan menonton dengan fikiran). Meliputi peringkat kesadaran, belajar, dan tambah ilmu. Efek media massa dapat membentuk dan merubah citra, yaitu dunia menurut persepsi kita atau gambaran tentang realitas yang tidak selalu sesuai dengan realitas. 2. Efek afektif (berhubungan emosi, perasaan, attitude atau sikap). Efek ini timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. 3. Efek konatif/behavioral (berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu). Salah satu perilaku proposional 16 Burhan Soehadi. Media Komunikasi Massa dan Perannya dalam Pembentukan Opini Publik. Medan: Fakultas Hukum USU. 1978. Hal 38. 17 Jalaluddin Rakhmat. Op, cit. Hal 223. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 18 adalah memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Keterampilan tersebut diperoleh dari saluran interpersonal, seperti orang tua, atasan, teman, pelatih atau guru. 2.3. Media Online Pengertian Media Online secara khusus yaitu terkait dengan pengertian media dalam konteks komunikasi massa. Media singkatan dari media komunikasi massa dalam bidang keilmuan komunikasi massa mempunyai karakteristik tertentu, seperti publisitas dan periodisitas. Pengertian media online secara khusus adalah media yang menyajikan karya jurnalistik (berita, artikel, feature) secara online.18 2.3.1 Karakteristik Media Online 1. Kapasitas luas 2. Pemuatan dan editing naskah bisa kapan saja dan di mana saja. Bahkan 24 jam nonstop. 3. Jadwal terbit bisa kapan saja bisa, setiap saat. 4. Cepat, begitu di-upload langsung bisa diakses semua orang. 5. Menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet. 6. Aktual, berisi info aktual karena kemudahan dan kecepatan penyajian. 2.3.2 Jurnalistik Online Kegiatan jurnalistik yang menggunaka internet sebagai medianya dinamakan Jurnalistik Online. Jurnalistik online disebut sebagai jurnalistik modern karena menggunakan sebuah media baru yang memiliki karakteristik 18 Asep Syamsul M. Romli dalam buku Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online (Nuansa, Bandung, 2012) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 19 berbeda dengan media massa yang telah ada. Adapun karakteristik jurnalistik online adalah sebagai berikut : 19 a. Bersifat Real – time Fakta atau peristiwa yang mengandung nilai berita langsung dipublikasikan pada saat kejadian berlangsung ( live ). Jurnalis online bisa langsung membuat berita di situs berita tersebut. b. Bersifat Interaktif Berita dari jurnalis online dapat berupa informasi yang secara langsung terhubung dengan sumber – sumber lain. sehingga pengguna media online dapat mengakses informasi secara efisien dan efektif serta mendapatkan pemahaman dan titik pandang yang lebih luas dan berbeda dari informasi tersebut. c. Membentuk Hubungan Partisipatif Jurnalistik online membuka peluang kepada para jurnalis online untuk menyediakan features yang memungkinkan beritanya tersampaikan sesuai dengan preferensi masing – masing penikmat media online. d. Adanya Unsur Multimedia Jurnalistik online mampu menyajikan sebuah berita dengan inovasi yang lebih beragam dibandingkan dengan media konvensional. e. Hemat Biaya 19 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, Hal 113 – 120. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 20 Kegiatan jurnalistik secara online lebih menghemat biaya dibandingkan dengan kegiatan di media konvensional karena tidak menggunakan biaya berlangganan dan pengguna media online memiliki kebebasan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. 2.4. Berita Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran, Internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga atau orang banyak. Laporan berita merupakan tugas profesi wartawan, saat berita dilaporkan oleh wartawan laporan tersebut menjadi fakta / ide terkini yang dipilih secara sengaja oleh redaksi pemberitaan / media untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita yang terpilih dapat menarik khalayak banyak karena mengandung unsurunsur berita.Stasiun televisi biasanya memiliki acara berita atau menayangkan berita sepanjang waktu. Kebutuhan akan berita ada dalam masyarakat, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf.20 Sebuah fakta atau peristiwa tidak dapat begitu saja menjadi berita, melainkan memiliki ketentuan untuk menjadi berita yang dinamakan nilai berita. 20 Stephens, Mitchell (2007). A History of News. Third edition. New York: Oxford University Press. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 21 Nilai - nilai berita menurut Brian S Brooks, George Kennedy, Darly R. Moen, dan Don Ranly adalah sebagai berikut : 21 a. Aktual ( Timeliness ) : Berita yang sedang atau baru saja terjadi. b. Keanehan ( Unusualness ) : Berita tentang suatu keanehan atau peristiwa yang luar biasa. c. Dampak ( Impact ) : Berita memiliki dampak yang sangat luas dan berhubungan dengan kepentingan masyarakat. d. Kedekatan ( Proximity ) : Berita adalah sesuatu yang dekat, terjadi di sekitar, baik secara psikologis atau geografis. e. Informasi ( Information ) : Berita adalah hal yang bisa menghilangkan ketidakpastian. f. Konflik ( conflict ) : Berita harus memiliki konflik sehingga menimbulkan suatu minat untuk terus mengikuti tersebut hingga perkembangan berita mencapai titik penyelesaian. g. Orang Penting ( Public Figure ) 21 : Berita tentang apa saja kegiatan Indah Suryawati, Op.Cit., 76 – 80. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 22 orang penting selalu menarik perhatian khalayak. h. Kejutan ( Suprising ) : Berita adalah kejutan yang mugkin belum pernah terjadi sebelumnya. i. Ketertarikan Manusia : Berita yang memainkan perasaan ( Human Interest ) khalayak yang menerimanya. j. Seks ( Sex ) : Berita yang berisi tentang peristiwa akibat dari naluriah dan alamiah terkait dengan sisi kemanusiaan manusia. Ada semacam standar atau nilai yang dipakai oleh jurnalis atau media untuk melihat realitas. Nilai atau ukuran tersebut tidak bersifat personal, tetapi dimaknai secara bersama – sama oleh komunitas jurnalis. Selain nilai berita, hal prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang disebut sebagai kategori berita. Secara umum, seperti dicatat Tuchman, jurnalis memakai lima kategori berita : 22 a. Hard News Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu. Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Semakin cepat diberitakan akan semakin baik. Bahkan ukuran keberhasilan dari kategori berita adalah dari sudut kecepatannya diberitakan. Kategori berita ini dipakai untuk melihat 22 Seto, Indiwan. Dasar – dasar Jurnalistik, Wacana Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Moestopo ( Beragama ), Hal 108 – 111. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 23 apakah informasi itu sampai kepada khalayak dan sejauh mana informasi tersebut diterima oleh khalayak. b. Soft News Kategori berita ini berhubungan dengan kisah manusiawi ( Human Interest ). Berita ini dapat diberitakan kapan saja. Karena yang menjadi ukuran dalam kategori ini bukanlah informasi dan kecepatan ketika diterima oleh khalayak, melainkan apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan perasaan khalayak. c. Spot News Kategori berita ini adalah sub klasifikasi dari berita yang berkategori hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan diliput tidak dapat direncanakan. d. Developing News Jenis berita ini adalah sub klasifikasi lain dari hard news. Baik spot news maupun development news umumnya berhubungan dengan peristiwa yang tidak terduga. Tetapi dalam developing news dimasukkan elemen lain, peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya. e. Continuing News Jenis berita ini adalah sub klasifikasi lain dari hard news. Dalam continuing news, peristiwa – peristiwa direncanakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ bisa diprediksikan dan 24 2.5 Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah fungsi penting dalam sistem politik. Pada setiap proses politik, komunikasi politik menempati posisi yang strategis. Bahkan, komunikasi politik dinyatakan sebagai “urat nadi” proses politik. Bagaimana tidak, aneka struktur politik seperti parlemen, kepresidenan, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, kelompok kepentingan, dan warganegara biasa memperoleh informasi politik melalui komunikasi politik ini. Setiap struktur jadi tahu apa yang telah dan akan dilakukan berdasarkan informasi ini. Komunikasi politik banyak menggunakan konsep-konsep dari ilmu komunikasi oleh sebab, ilmu komunikasi memang berkembang terlebih dahulu ketimbang komunikasi politik. Konsep-konsep seperti komunikator, pesan, media, komunikan, dan feedback sesungguhnya juga digunakan dalam komunikasi politik. Titik perbedaan utama adalah, komunikasi politik mengkhususkan diri dalam hal penyampaian informasi politik. Sebab itu, perlu terlebih dahulu memberikan definisi komunikasi politik yang digunakan di dalam tulisan ini. R.M. Perloff mendefinisikan komunikasi politik sebagai proses dengan mana pemimpin, media, dan warganegara suatu bangsa bertukar dan menyerap makna pesan yang berhubungan dengan kebijakan publik. Dalam definisi ini, Perloff menjadi media sebagai pihak yang ikut melakukan komunikasi politik. Definisi komunikasi politik adalah seluruh proses transmisi, pertukaran, dan pencarian informasi (termasuk fakta, opini, keyakinan, dan lainnya) yang dilakukan oleh para partisipan dalam kerangka kegiatan-kegiatan politik yang terlembaga. Definisi ini menghendaki proses komunikasi politik yang dilakukan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 25 secara terlembaga. Sebab itu, komunikasi yang dilakukan di rumah antarteman atau antarsaudara tidak termasuk ke dalam fokus kajian.23 2.5.1 Skema Kerja Komunikasi Politik Skema komunikasi politik. berguna untuk melakukan analisis atas proses komunikasi politik . Komunikator = Partisipan yang menyampaikan informasi politik Pesan Politik = Informasi, fakta, opini, keyakinan politik Media = Wadah (medium) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (misalnya surat kabar, orasi, konperensi pers, televisi, internet, Demonstrasi, polling, radio) Komunikan = Partisipan yang diberikan informasi politik oleh komunikator FeedBack = Tanggapan dari Komunikan atas informasi politik yang diberikan oleh komunikator Secara operasional, komunikasi politik juga dapat dinyatakan sebagai proses penyampaian pesan-pesan politik dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu hingga memberikan efek (feedback).24 23 R.M. Perloff, Political Communication: Politics, Press, and Public in America (New Jersey and London : Lawrence Erlbaum, 1998) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 26 2.5.1 Efek Komunikasi Politik Efek yang muncul akibat terjadinya komunikasi politik : 1. Hypodermic Model Hypodermic Model berkembang selama 1930-an sebagai respon atas berkembangkan Fasisme dan Nazisme di Eropa. Efek komunikasi politik dalam model ini dipersamakan dengan efek bola billyard, dalam mana proses komunikasi politik langsung memunculkan efek yang bisa diprediksi dan diukur. 2. Mediated-Limited Model Mediated-Limited Model mendominasi studi komunikasi pada 1960-an dan turut dipopulerkan oleh para sarjana semiologi semisal Umberto Eco. Bagi model ini, efek komunikasi membutuhkan pemahaman atas semiotika sosial tatkala suatu komunikasi politik berlangsung, pluralitas makna yang mungkin diperoleh oleh audiens yang berasal dari aneka kelompok berbeda, serta variasi respon yang kemudian muncul. Variasi makna dan respon ini bergantung utamanya pada konteks tatkala pesan diterima, yang memasukkan faktor-faktor seperti afiliasi politik, usia, etnisitas, dan gender serta tipe pesan yang ditransmisikan. Mediated-Limited Model terdiri atas: (1) Dominant Decoding : di mana Komunikan saling berbagi pandangan dunia dengan komunikator dalam hal menginterpretasi fakta-fakta yang “bergerak” di bawah perdebatan ekonomi dan politik yang berlangsung serta solusi-solusi yang harus ditempuh. 24 R.M. Perloff, Political Communication: Politics, Press, and Public in America (New Jersey and London : Lawrence Erlbaum, 1998) http://digilib.mercubuana.ac.id/ 27 (2) Negotiated Decoding: di mana komunikasi menyetujui sejumlah aspek dari pesan sambil menolak sebagian lainnya. (3) Oppositional Decoding: di mana komunikan menolak baik nilai ataupun proposal penyelesaian yang ada di pesan politik.25 2.6. Konsep Berita George fox mott dalam new survey of journalism mengingatkan, paling tidak terdapat delapan konsep berita yang harus diperhatikan oleh para praktisi dan pengamat media mass. Kedelapan konsep itu meliputi:26 1. Berita Sebagai Rekaman Rekaman peristiwa dalam pengertian “dokumentasi” dapat disajikan dalam berita dengan menyisipkan erkaman suara nara suber dan peristiwa, atau penyiaran proses peristiwa detik demi detik secra utuh melalui reportase dan siaran langsung sebagai rekaman gambaran peristiwa. Menurut pakar linguistic, tulisan lebih menekankan struktur dan makna, sedangakan lisan atau ujaran lebih mengutamakan perhatian, pengertian, dan penerimaan. Dalam perspektif teori jurnalistik, berita sebagai rekaman peristiwa yang terdokumentasikan itu, telah membuka luas ladang penelitian bagi media massa, antara lain dengan berpijak pada parakdigama Harold D. Lasswell. Dulu, dikenla dengan teori sanalisis isi media walupun 25 Muslim Mufti. (2012). Teori-Teori Politik. Bandung: Pustaka Setia. 26 Sumandria, AS Haris, Cet.4 2011, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media., h.71-79 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 28 difakultas dan jurusan-jurusan komunikasi kurang diminati. Menurut Barelson, analisis isi adalah teknik penlitian untuk melukiskan isi kiomunikasi yang nyata secara ojektif, sistematik dan kuantitatif. Kini, berkembang sejumlah teori, pendektan, dan model “baru” dalam penelitian analisis teks media,, yakni analisis wacana, analisis semiotic dan analisis bingkai (framing). 2. Berita Sebgai Fakta Objektif Berita adalah laporan tentang fakta secara apa adanya (das Sein), dan bukan laporan tentang fakta yang seharusnya (das Sollen). Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau arah pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut. 3. Berita Sebagai Interpretasi Teori jurnalistik mengingatkan, tidak semua berta dapa berbicara sendiri. Sering terjadi, berita yang diluput dan dilaporkan media, hanya serpihan-serpihan fakta yang belum berbicara. Tugas media adalah membuat fakta yang seorlah membisi itu menjadi dapat berbicara sendiri kepada khalayak pembaca, pendengar, atu pemirsa dalam bahasa yang enak dibbaca dan mudah dicerna. Untuk itu, redaksi menyajikan analisis berita, menyelenggarakan wawancara dengan para ahli, menggelar diskusi, dan memberikan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 29 interpretasi terhadap berbagai fenomena dan fakta yang muncul, antara lain melalui artikel dan tajuk rencana. 4. Berita Sebagai Sensasi Sensasi berasal dari kata sense, artinya alat pengindraan, sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekalli berhubungan dengan kegiatan alat indra. Sensasi itu sendiri merupkan bagian dari persepsi. Persepsi adalah pengalaman tentang obejk, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi. Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas, sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi motivasi, dan memori. Sensasi atau sensasional dianggap lebih mendekatai alam mistikal dan irasional, daripada mengikuti alur logika serta mengembangkan pendekatan rasional. Dalam bahasa lain, sensasional adalah salah satu bentuk tahayul pers yang harus dijauhi. 5. Berita sebagai minat insani atau pemicu bangkitanya emosional dan bangkitnya faktor-faktor interaksi sosial. Dengan laporan berita emosional seperti bencana dan konflik, media massa bermaksud menggalang dan membangkitkan atensi serta motivasi untuk tetap bersatu, tetap bersaudara, tetap saling berkkomunikasi dan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 30 saling mencintai. Media merasa terpanggil untuk senantiasa menumbuhkan kepekaan individual dan kepekaan sosial masyarakat. 6. Berita Sebagai Ramalan/Perkiraan-Prakiraan) Berita sanggup memberikan interpretasi, prediksi, dan konklusi. Pandangan semacam ini mewajibkan siapapun yang kerap berhubungan dengan media massa, untuk tidak lari ke “dunia uji nyali” melalui “berbagai penampakan” yang mungkin menyesatkan. 7. Berita Sebagai Gambar Dalam dunia jurnalistik dikenal aksioma: satu gambar seribu kata (one picture one thousand word). Jadi, betapa dahsyatnya efek sebuah gambar dibandingkan dengan kata-kata. Sekarang dalam dunia persuratkabaran, gambar karikatur merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memengaruhi khalayak setelah kolom editorial dan artike. Sikap dan bahkan perilaku public dapa digerkkan dengan bantuan gambar kkarikatur. Sebab gambar, foto, dan karikatur merupakan pesan-pesan yang hidup sekaligus menghidupkan deskripsi verbal lainnya. Karna itu, surat kabar dan majalah hanya akan menjadi lembaran-lembaran mati yang membosankan jika hadir tanpa foto dan gambar. Hasil penelitian menunjukkan, menyampaikan pesan secara visual melaui media seperti surat kabar, buku, atau poster, jauh lebih cepat menimbulakn atensi serta lebih mudah dipahami maksud serta isinya oleh khalayak dibandingkan apabila pesan itu hanya disampaikan melalui rangkaian kata-kata secara verbal. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 31 2.6.1 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas Menurut Eriyanto―media adalah agen konstruksi. Pandangan kontruksionis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebaliknya bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakkannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.27 Menurut Fishman dalam buku Eriyanto, menyebutkan ada dua kecenderungan studi bagaimana proses produksi berita dibentuk, yaitu: a. Pandangan seleksi berita, intinya proses produksi berita adalah proses seleksi. Pandangan ini mengandalkan seolah-olah ada realitas yang benarbenar riil yang ada diluar diri wartawan. Realitas yang riil itulah yang akan diseleksi oleh wartawan untuk kemudian dibentuk dalam sebuah berita. b. Pandangan pembentukan berita, dalam perspektif ini peristiwa itu bukan berita, melainkan sebaliknya, dibentuk. Wartawanlah yang membentuk peristiwa: mana yang disebut berita dan mana yang tidak. 28 Media massa melakukan konstruksi makna dalam setiap tampilan medianya baik secara sadar ataupun tidak, dengan maksud tertentu atau tidak. Ketika ada peristiwa yang kompleks tersebut diinterprestasikan dalam skema 27 bid, Hlm. 25. 28 Ibid, Hlm. 100. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 32 pembuatan berita. Semua hipotesis dan kerangka demikian ada dalam pikiran wartawan yang akan digunakan untuk mengorganisasir begitu banyak peristiwa dan fakta yang ditemui di lapangan. Supaya menjadi peristiwa yang bermakna, wartawan berusaha mengembangkan ceritanya. Media massa khususnya wartawan mempunyai pandangan tersendiri dalam memaknai suatu peristiwa yang terjadi, dan mewujudkannya ke dalam teks media. Mereka mengkonstruksikan peristiwa itu sesuai dengna idealisme masingmasing. Perbedaan konstruksi juga terjadi antara berita yang satu dengan yang lain di dalam sebuah media, disesuaikan dengan realitas yang terjadi. 2.7 Framing Media Massa Analisis framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkap rahasia dibalik sebuah perbedaaan bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian dari teknis jurnalistik, melainkan menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Dalam pandangan Maxwell Mc Combs dan Salma Ghanem, framing merupakan suatu set perangkat how to think, tidak sekedar what to think. Asumsinya, elemen isu yang ditonjolkan mempunyai ruang lebih besar untuk dipertimbangkan pembaca. Penonjolan terhadap fakta http://digilib.mercubuana.ac.id/ 33 tertentu dan melahirkan presepsi berbeda, karena penekanan hanya pada satu prespektif akan menutup prespektif lainnya.29 Analisis framing dikembangkan oleh Zhodang Pan, Robert N. Entman, dan William A. Gamson. Framing pada intinya merujuk kepada usaha pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu diskursus ( discourse ) untuk menekankan kerangka berpikir terhadap peristiwa yang di wacanakan di dalam berita. Analisis framing digunakan untuk menganalisa bagaimana media massa mengemas peristiwa, media massa “merekontruksi ulang” realita, peristiwa, suasana, keadaan, tentang orang, benda, bahkan pendapat-pendapat berkaitan dengan peristiwa tersebut. Redaksional media massa; wartawan, editor, redaktur, redaktur pelaksana, pimpinan redaksi yang mencari, meliput peristiwa, penulisan ulang-pengabungan-pengabungan sebagai proses editing, dan menyeleksi berita-berita mana yang layak dimuat dalam surat kabar. Kriteria berita berisi 5W + 1 H (apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana), baik untuk laporan/berita langsung (hard news)maupun soft news atau feature. Berita tidak saja berisi informasi tentang sesuatu hal, tetapi informasi tersebut harus menarik dan penting, atau memiliki nilai berita (news valeu).Misalnya: “ada pekerja yang mati mengenaskan” itu adalah “informasi”, tetapi bila pekerja tersebut mati karena ledakan pipa gas di aareal lumpur panas Lapindo, itu baru informasi yang menarik perhatian dan dianggap penting-layak untuk diketahui. Sesuatu yang menarik biasanya sesuatu yang tidak lazim, tidak biasa, aneh, berbeda, dframatis, tidak pernah-atau jarang terjadi, yang tidak 29 Eriyanto. 2002. Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 34 diharapkan, tidak seperti yang seharusnya, yang diperkirakan menyebabkan hal yang lebih baik atau lebih buruk dsb. Sesuatu yang penting biasanya apabila melibatkan orang banyak, kepentingan orang banyak, banyak orang yang merasakan, dsb. Siregar (1999) dalam Bharata (2004:171) mengemukakan bahwa : Redaksional media akan berusaha subyektifitas tentang yang apa yang menarik dan penting menurutnya akan menarik dan penting menurut pembaca. Nilai berita ini apabila dijabarkan lebih lanjut adalah significane (penting), timliness (waktu; pen :news is new), magnitude (besar,pen:serius), proximity (kedekatan), prominence (ketenaran) dan human interest. Apakah berita itu obyektif. Pendapat Everette E Denis dari kubu positifis mengemukakan bahwa obyektifitas berita dapat diukur dengan memisahkan antara fakta dan opini, menghindari pandangan emosiaonal dalam melihat peristiwa, memperhatikan prinsip keseimbangan dan keadilan, dan melihat pristiwa dari dua sisi (cover both side). Sedangkan John C Merril obyektifitas dalam jurnalistik merupakan hal yang tidak mungkin. Proses kerja jurnalistik mulai dari pencarian berita, peliputan, editing, kemudian juga seleksi berita merupakan kerja yang subyektif, disarikan dari Bharata (2004:169). Entman dalam Bharata (2004:181) mengemukakan : ide perihal framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson pada tahun 1995. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta menyediakan kategori-kategori standard untuk mengapresiasikan realitas. Framing pada dasarnya merupakan pemberian definisi, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 35 penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Dimensi framing dimulai dengan pemilihan berita dan memberikan penekanan atau penonjolan aspek atau isu tertentu dalam berita. Hal tersebut dilakukan dengan penempatan berita di halaman utama, penulisan kata atau kalimat tertentu pada gambar pendukung, pemakaian grafis yang kontras sehingga memiliki peluang untuk diingat dalam peta mental pembaca. Selanjutnya framing berkaitan dengan pengunaan kata, kalimat dalam berita, simbol, konsepsi, ide, pengambaran dsb, sehingga frame berita dapat dilihat dari makna dibalik kata, kalimat, simbol, ide dsb yang memberikan gambaran tertentu dan makna tertentu dari teks media tersebut. Suatu realitas yang sama yang dikemas oleh wartawan yang berbeda akan menghasilkan berita yang berbeda, karena perbedaan sudut pandang dan penekanan dari aspek-aspek yang berbeda. Dengan demikian ada realitas yang sebenarnyadan realitas-realitas yang merupakan bentukan media yang nota bene merupakan kontruksi-pemaknaan pemahaman wartawan beserta dewan redaksional atas realitas yang sebenarnya.30 Menurut Sobur (2004; 162), “Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita”. Berdasarkan pengertian tersebut, penulis memahami bahwa framing adalah bagaimana wartawan melaporkan sebuah peristiwa berdasarkan sudut pandang yang ingin ia sampaikan 30 Sobur, Alex, “Analisis Teks Media”, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 36 kepada pembaca. Pada proses penyeleksian itu, tidak semua fakta yang didapat wartawan dituangkan pada berita. Namun, ada fakta yang sengaja ditonjolkan, tapi ada juga fakta yang dibuang. Semua itu tergantung dengan apa yang ingin ia sampaikan pada pemberitaan tersebut. Menurut Eriyanto (2002; 10): “Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksikan realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.” Dari kedua tujuan penggunaan analisis framing yang diungkapkan Eriyanto, pada penelitian ini penulis menggunakan framing untuk melihat bagaimana media mengkonstruksikan realitas. Dalam pengkonstruksian tersebut, media menggunakan sudut pandang mereka dalam menulis berita. Hal itu dimaksudkan untuk membentuk opini publik agar sesuai dengan apa yang dipikirkan media. Gitlin mengungkapkan, “Pembuatan frame itu sendiri didasarkan atas berbagai kepentingan internal maupun eksternal media, baik teknis, ekonomis, politis ataupun ideologis” (Hamad, 2004; 22). Dapat dikatakan bahwa pada proses konstruksi, media dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam penyeleksian isu tersebut. Sedangkan Aditjondro, seperti yang dikutip Sudibyo mendefinisikan: Framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 37 istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sobur, 2004; 165). Dengan kata lain menurut Aditjondro, framing digunakan untuk merekonstruksikan realitas dengan cara membelokkan suatu kejadian berdasarkan pandangan wartawan. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menyimpulkan framing adalah metode yang igunakan untuk menyajikan berita dengan cara mengkonstruksi realitas sesuai dengan apa yang dipikirkan media. “…Setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian yang dilaporkan”.31 Jadi, apa yang disampaikan media adalah laporan mengenai realitas yang telah dikonstruksikan berdasarkan sudut pandang media. Lebih lanjut Hamad mengatakan, “Seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Maksudnya adalah, apa yang dikonstuksikan media bukan semata-mata tanpa maksud dan tujuan. Semua dilakukan untuk menceritakan kembali realitas kepada khalayak, namun dari sudut pandang media. Ada beberapa model yang digunakan dalam analisis framing, antara lain sebagai berikut:32 a. Framing Model Murray Edelman Murray Edelman adalah ahli komunikasi yang banyak menulis mengenai bahasa dan simbol politik dalam komunikasi … Menurut Edelman, apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita 31 Hamad, Ibnu, “Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa”, Granit, Jakarta, 2004. 32 Eriyanto. 2002. Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 38 membingkai dan mengkonstruksi/menafsirkan realitas. Realitas yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara berbeda . Berdasarkan penyataan Edelman, dapat dipahami bahwa dari sebuah realitas, kita dapat membingkainya sesuai dengan apa yang kita tafsirkan. Sebuah realitas yang sama bisa saja menjadi berbeda ketika dikonstruksikan secara berbeda. Jadi, meskipun realitasnya sama, hasil yang akan dicapai berbeda-beda tergantung bagaimana kita menafsirkan realitas tersebut. Edelman mensejajarkan framing sebagai ketegorisasi. Kategori dalam pandangan Edelman, merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori, membantu manusia memahami realitas yang beragam dan tidak beraturan tersebut menjadi realitas yang mempunyai makna . Edelman menambahkan “Kategorisasi itu merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik”. Dengan kata lain, fungsi kategorisasi adalah untuk mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik untuk memahami realitas. Salah satu aspek kategorisasi penting dalam pemberitaan adalah rubrikasi: bagaimana suatu peristiwa (dan berita) dikategorisasikan dalam rubrik-rubrik tertentu. Rubrikasi ini haruslah dipahami tidak semata-mata sebagai persoalan teknis atau prosedur standar dari pembuatan berita . http://digilib.mercubuana.ac.id/ 39 Rubrikasi digunakan untuk membantu pembaca agar lebih mudah memahami suatu peristiwa yang sudah dikonstruksikan. Lebih lanjut Edelman menjelaskan “Rubrikasi ini menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan” b. Framing Model Robert N. Entman Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis memahami framing bagi Entman digunakan untuk menonjolkan suatu aspek yang ingin ditonjolkan dengan menempatkan isu-isu tertentu yang penting untuk diketahui pembaca. Menurut Entman “Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagaimana yang ditonjolkan/ dianggap penting oleh pembuat teks”. Maksudnya adalah suatu teks akan menjadi lebih bermakna ketika sudah dikonstruksi dengan menggunakan penonjolan tertentu pada sebuah realitas. “Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak”. Dengan menyeleksi isu, wartawan dapat membingkai peristiwa dengan memasukkan atau mengeluarkan isu tergantung sudut pandang yang ingin mereka sampaikan. Dengan melakukan penonjolan http://digilib.mercubuana.ac.id/ 40 tertentu, mereka dapat menekankan dan membuat sebuah peristiwa menjadi penting dan menarik untuk diketahui khalayak. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan…Wartawan memutuskan apa yang akan ia beritakan, apa yang diliput dan apa yang harus dibuang, apa yang ditonjolkan dan apa yang harus disembunyikan kepada khalayak. Maksudnya adalah framing dilakukan untuk mendefinisikan masalah sesuai dengan pandangan wartawan. Wartawan juga dapat memilih berita apa yang ingin ia sampaikan kepada khalayak. Maksudnya ialah wartawan dapat melakukan penonjolan tertentu pada sebuah peristiwa sesuai sudut pandang yang ingin ia sampaikan. Define problems (pendefinisian masalah), Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa? Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah) Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah?, Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame/ bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari peristiwa . http://digilib.mercubuana.ac.id/ 41 c. Framing Model William A. Gamson Gagasan Gamson terutama menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi yang lain. Dalam pandangan Gamson, wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atau suatu isu atau suatu peristiwa. Dapat dipahami, menurut Gamson fungsi framing adalah untuk menghubungkan wacana yang ada di media dengan pendapat umum yang sedang berkembang mengenai suatu peristiwa yang terjadi. “Gamson melihat wacana media (khususnya berita) terdiri atas sejumlah kemasan (package) melalui mana konstruksi atas suatu peristiwa dibentuk”. Jadi, semua berita yang diberitakan media adalah hasil konstruksi berdasarkan cara pandang dan ideologi media. d. Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Eriyanto dalam bukunya “Analisis Framing” mengatakan model framing yang diperkenalkan oleh Pan dan Kosicki ini adalah salah satu model yang paling populer dan banyak dipakai. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Penonjolan dilakukakan agar suatu pesan lebih bermakna dan mudah dipahami oleh khalayak. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologis. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah http://digilib.mercubuana.ac.id/ 42 informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu…kedua, konsepsi sosiologis pandangan sosiologis lebih melihat bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi untuk membuat sebuah berita penting untuk diketahui khalayak. Dengan menggunakan frame tertentu sebuah penonjolan akan lebih mudah dipahami khalayak. “Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan”. Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi ke dalam empat struktur besar. Yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. 1. Sintaksis. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. 2. Skrip. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam mengkonstruksi berita. Bagaimana suatu berita dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagianbagian dengan urutan tertentu. 3. Tematik. Tema yang dihadirkan atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan sumber dihadirkan untuk menyebut struktur tematik dari berita. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang dipakai, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 43 bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan. 4. Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih wartawan untuk menekankan arti yang diinginkan wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi ntertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran.33 Model-model framing di atas mempunyai kesamaan , yaitu secara umum membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas, menyajikannya dan menampilkannya kepada khalayak. Model-model tersebut mempunyai beragam cara dan pendekatan. Mengutip Jisuk Woo, paling tidak ada tiga kategori dasar elemen framing. Pertama, level makrostruktural. Level ini dapat dilihat sebagai pembingkaian dalam tingkat wacana. Kedua, level mikrostruktural. Elemen ini memusatkan perhatian pada bagian atau sisi mana dari peristiwa dilupakan/dikecilkan. tersebut ditonjolkan Ketiga, elemen retoris. dan bagian mana yang Elemen ini memusatkan perhatian pada bagaimana fakta ditekankan. Perbandingan di antara model-model tersebut diantaranya; model Entman dan Edelman, tidak merinci secara detil elemen retoris. Meskipun dalam tingkatan 33 Eriyanto, “Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi, dan Polotik Media)”, LKiS,Yogyakarta, 2002. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 44 analisisnya mereka menunjukkan bagaimana kata, kalimat atau gambar dapat dianalisis sebagai bagian integral memahami frame, tetapi mereka tidak mengajukan gambaran detail mengenai elemen retoris tersebut. Model mereka terutama bergerak pada level bagaimana peristiwa dipahami dan bagaimana pemilihan fakta yang dilakukan oleh media. Model dan Pan dan Kosicki, disertakan dalam unit analisis mereka apa saja elemen retoris yang perlu diperhatikan untuk menunjukkan perangkat framing. Model Gamson yang banyak ditekankan adalah penandaan dalam bentuk simbolik baik lewat kiasan maupun retorika yang secara tidak langsung mengarahkan perhatian khalayak. Model Pan dan Kosicki banyak diadaptasi pendekatan linguistik dengan memasukkan elemen seperti pemakaian kata, menulis struktur dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaiman peristiwa dibingkai media.34 Makro Struktural Mikro Struktural Retoris Murray Edelman √ √ Robert N Entman √ √ William Gamson √ √ √ Zhongdang Pan √ √ √ dan Gerald M Kosick 34 Eriyanto. 2002. Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 45 Berdasarkan latar belakang penelitian ini, penulis memilih menggunkanan framing menurut Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Zhongdang pan dan Gerald M, Kosicki melihat framing bagian dari proses besar bagaimana public menafsirkan isu-isu atau kebijakan politik tertentu. Ini secara sempurna terjadi dalam proses politik di amerika : bagaimana politisi dan partisipan politik terlibat dalam perdebatan, menciptakan perangkat simbolik untuk mendapatkan keuntungan dan legitimasi simbolik, menciptakan consensus dan tindakan bersama dari khalayak. Analisis framing memusatkan perhatian, terutama pada studi secara sistematis bahasa politik. Framing sangat sensitive terhadap pemakaan bahasa tertentu, melalui mana seorang politisi menggunakan sejumlah langkah dan strategi tertentu dalam mengemas suatu pesan. Pernyataan dari pembuat kebijakan, isi media adalah bagian dari proses besar system politik demikian.Jurnalis memutuskan apa yang akan ia beritakan, apa yang diliput,dan apa yang harus dibuang, apa yang ditonjolkan dan apa yang harus disembunyikan dari khalayak. Realitas dalam sebuah berita tercipta tak lepas dari subjektifitas dan konsepsi jurnalis mulai dari peristiwa terjadi hingga penyebab peristiwa terjadi diabtraksikan menjadi sebuah berita dan disajikan kepada khalayak. Lebih spesifik, bagaimana media membingkai peristiwa dalam kontruksi tertentu hingga menjadi titik perhatian bukan apakah media memberitakan dengan positif atau negatif, melainkan bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 46 2.8. Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckman menjelaskan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara simultan melalui tiga tahap, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Tiga proses ini terjadi di antara individu satu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Berger dan Luckman adalah proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi-sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini ialah masyarakat transisi-modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an, di mana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Dengan demikian, teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckman tidak memasukkan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas.35 2.8.1 Proses Kelahiran Konstruksi Sosial Media Massa Ketika masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckman ini memiliki kemandulan dan ketajaman atau dengan kata lain mampu menjawab perubahan zaman, karena masyarakat transisi-modern di Amerika Serikat telah habis dan berubah menjadi masyarakat modern dan postmodern, dengan demikian hubungan-hubungan sosial antarindividu dengan kelompoknya, pimpinan dengan 35 Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 47 kelompoknya, orang tua dengan anggota keluarganya menjadi sekunder-rasional. Hubungan-hubungan sosial primer dan semi-sekunder hampir tak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan postmodern. Maka, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckman menjadi tidak bermakna lagi. Di dalam buku yang berjudul, Konstruksi Sosial Media Massa; Realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Thomas Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi hal yang substansial dalam proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Artinya, sifat dan kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial atas realitas yang berjalan lambat itu. Substansi “konstruksi sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial yang berlangsung sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori, dan opini massa cenderung sinis.36 Dari konten konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut 1) Tahap menyiapkan materi konstruksi 36 Bungin, Burhan. 2007. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 48 Ada tiga hal penting dalam tahap atau proses persiapan materi konstruksi, yaitu: a) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan penggandaan modal. Semua elemen media massa, termasuk orang-orang media massa berpikir untuk melayani kapitalisnya, ideologi mereka adalah membuat media massa laku di masyarakat. b) Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini adalah empati, simpati, dan berbagai partisipasi kepada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah untuk “menjual berita” dan menaikkan rating untuk kepentingan kapitalis. c) Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun, akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan jati dirinya, walaupun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar. 2) Tahap sebaran konstruksi Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing berbeda, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 49 namun prinsip utamanya adalah real-time. Media elektronik memiliki konsep real-time yang berbeda dengan media cetak. Karena sifatnya yang langsung (live), maka yang dimaksud dengan real-time oleh media elektronik adalah seketika disiarkan, seketika itu juga pemberitaan sampai ke pemirsa atau pendengar. Namun bagi varian-varian media cetak, yang dimaksud dengan real-time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu, atau bulan, seperti harian, mingguan, dan bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real-time yang tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut.37 2.9 Kontroversi Media Massa Dunia ini dengan segala isi dan peristiwanya tidak bisa melepaskan diri dari kaitannya dengan media massa dan demikian juga sebaliknya, media massa tidak bisa melepaskan diri dari dunia dengan segala isi dan peristiwanya. Hal ini disebabkan karena hubungan antara keduanya sangatlah erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Segala isi dan peristiwa yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa. Segala peristiwa-peristiwa di dunia ini dapat diketahui melalui pemberitaan atau publikasinya dalam aneka wujud (berita, artikel, laporan penelitian, dan lain sebagainya), dari yang kurang menarik sampai yang sangat menarik, dari yang tidak menyenangkan sampai yang sangat menyenangkan, tanpa ada batasan kurun waktu. Pada dasarnya, kondisi di 37 Bungin, Burhan. 2007. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 50 dunia nyata mempengaruhi media massa, dan ternyata keberadaan media massa juga dapat mempengaruhi kondisi nyata dunia. 38 Namun media juga tidak selalu memberikan informasi yang benar-benar berdasarkan fakta, media terkadang memanfaatkan kemampuan mereka sebagai pengendali opini publik untuk malah menyamarkan fakta yang ada dan menciptakan fakta-fakta yang mereka ulas berkali-kali seolah itu merupakan fakta yang benar. Dan dari sinilah opini publik berubah dan mulai tebentuk dengan keragaman fakta baru yang diangkat oleh media. Media memang luar biasa dalam memberi pengaruh di kehidupan masyarakat, segala yang diangkat oleh media akan menjadi sebuah peluru kendali yang tak mudah diralat apabila pelempar opini tidak menarik atau merubah fakta yang dikemukakan atau diangkat. Dan kemampuan media memberi pengaruh memang luar biasa dan sulit untuk diprediksi pula sebesar apa dampaknya.39 “Media is like weather. Like the weather, the media are pervasive and always around us, it has influences are difficult to predict, because the factors that explain such effect are large in number and their interaction is very complex. The effects are very difficult to perceive until someone points them out. “ (Potter, 2001: 260) Berikut contoh-contoh pemberitaan media massa yang kontroversi : 1. Diskresi Ahok Soal Reklamasi Memicu Kontroversi 38 Rivers, William L, Jay W. Jensen, Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern, Edisi Kedua, Jakarta: Kencana, 2003. 39 Potter, W. James. Media Literacy, Second Edition. United States of America: Sage Publications, Inc., 2001. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 51 TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Podomoro Land Ariesman Widjaja mengklaim diminta pemerintah Jakarta membangun 13 proyek yang anggarannya akan dijadikan pengurang kontribusi tambahan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Komisi Pemberantasan Korupsi sedang menelisik pengakuan ini karena belum ada dasar hukum kontribusi tersebut hingga kini. Ariesman menjadi tersangka penyuap Mohamad Sanusi, politikus Gerindra anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, agar menurunkan kontribusi pengembang dari 15 persen menjadi 5 persen dari nilai penjualan lahan. Penangkapan Sanusi membuat DPRD urung mengesahkan peraturan daerah yang mengatur kontribusi itu.Ariesman mengatakan Podomoro telah mengeluarkan Rp 6 miliar untuk membiayai penggusuran kompleks prostitusi Kalijodo pada awal April lalu. Sumbangan ini melanggar aturan karena bantuan perusahaan tak boleh berbentuk uang tunai. “Saya sudah cek datanya, tak ada sumbangan itu,” kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Senin 16 Mei 2016. “Di KPK juga tak ada.”Dalam catatan rapat 18 Maret 2014 yang berisi daftar proyek pengurang kontribusi tiap pengembang, penertiban Kalijodo juga tak tercatat. “Kalijodo sepenuhnya dikerjakan Dinas Tata Air,” ucap Ahok. Uang Rp 6 miliar itu, kata dia, digunakan untuk membangun jalan inspeksi yang ditransfer langsung kepada kontraktor. “Dan itu bukan di Kalijodo,” ujar Ahok. Pembangunan Kalijodo memakai dana tanggung jawab sosial Sinar Mas Land. Proyek yang dikerjakan Podomoro sebagai pengurang reklamasi malah pembangunan rumah susun Daan Mogot di Jakarta Barat. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 52 Rumah susun ini dibangun mulai 2013. Podomoro harus membangun empat blok berisi 320 unit. Rumah susun itu ditempati antara lain oleh penduduk di Kedaung Angke yang digusur karena lahan rumahnya dijadikan jalur hijau. Nuri Sawitri, pengelola rumah susun Daan Mogot, membenarkan informasi bahwa Podomoro membangun rumah susun itu. Karena itu, kata dia, rumah susun ini baru beres akibat tak semua unit dan fasilitasnya dibangun oleh satu perusahaan. “Taman depan juga yang membangun Lions Club,” katanya, menyebut organisasi sosial asal Amerika Serikat itu. Sama seperti di Daan Mogot, Podomoro menyumbang furnitur rumah susun Marunda di Jakarta Utara. Sumbangan ini masuk daftar proyek Podomoro yang akan menjadi pengurang kontribusi tambahan yang diputuskan dalam rapat 18 Maret 2014 itu. “Setahu saya, furnitur disumbang oleh banyak perusahaan pada 2013,” kata Nurhayati, Kepala Pengelola Rumah Susun Sewa Marunda. Menurut Ahok, proyek pengurang kontribusi tambahan itu memakai diskresinya sebagai gubernur karena, waktu diputuskan pada 2014, belum ada dasar hukumnya. Keputusannya resmi dalam rapat sebagai pengikat komitmen pengembang. “Yang tak mau bikin, saya batalkan izin reklamasinya,” kata dia. Pengembang yang dimintanya membangun proyek pengurang kontribusi selain Podomoro adalah PT Jakarta Propertindo, PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Eka Paksi. Mantan Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Sarwo Handayani, mengatakan kontribusi tambahan diminta di muka karena pembenahan utara Jakarta mendesak. Pada akhir 2013, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 53 Jakarta dihembalang banjir. Pemerintah berinisiatif menerapkan kontribusi tambahan reklamasi untuk membiayai proyek penanggulangannya. “Saat itu emergency. Kami ingin cepat,” kata Sarwo. Sekretaris Perusahaan Jakarta Propertindo, Ahmad Hidayat, mengatakan perusahaannya menggarap empat proyek. Baru revitalisasi sisi barat Waduk Pluit yang rampung. “Masih berkoordinasi dengan Dinas Perumahan dan Dinas Tata Air,” kata dia. Jakarta Propertindo mereklamasi Pulau F. Sarwo mengatakan proyek yang sudah dikerjakan kelak dihitung kantor penilai independen. Nilainya akan menjadi pengurang kontribusi tambahan pengembang itu, yang dihitung dengan rumus 15 persen x nilai pajak lahan x luas lahan terjual. “Kalau masih kurang, akan diminta mengerjakan proyek lain sampai nilainya setara,” kata dia. http://digilib.mercubuana.ac.id/