Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan

advertisement
Bab Tujuh
Pembentukan Modal Sosial
Melalui Lembaga Formal
dan Non Formal
Pengantar
Pembentukan modal sosial di dalam klaster cor logam Ceper, dilakukan
melalui lembaga formal seperti halnya koperasi, pola sub kontrak dan kemitraan
serta melaui lembaga non formal seperti halnya melalui hubungan keluarga.
Bab ini berisikan tentang bagaimana pembentukan modal sosial melalui
lembaga formal seperti koperasi, hubungan pola sub kontrak sehingga melahirkan
modal sosial serta pola kemitraan yang juga melahirkan modal sosial di klaster
ceper cor logam, demikian pula pembentukan modal sosial melalui lembaga non
formal hususnya melalui hubungan keluarga, diuraikan bagaimana modal sosial
diusahakan melalui kerjasama keluarga dalam suatu usaha serta kerjasama
187
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
usaha antar perusahaan keluarga. Pertemuan sosial yang merupakan budaya dari
masyarakat diurakaikan mengenai bagaimana bentuk kegiatan sosial budaya dan
bagaimana modal sosial dibentuk melaui lembaga non formal seperti halnya melalui
hubungan keluarga.
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal
Pembentukan modal sosial melalui lembaga formal dapat dilakukan
melalui kelembagaan koperasi, hubungan pola sub kontrak serta pola
kemitraan.
Pembentukan Modal Sosial melalui Kelembagaan Koperasi
Pada tahun 1954 Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk
membentuk koperasi. Maka para pelaku usaha cor logam membentuk
beberapa koperasi, antara lain yang terkenal bernama Koperasi G.P.3.T
yang terbentuk pada tahun 1954 dan koperasi cor logam” Prasodjo”
yang telah terbentuk dan berbadan hukum tahun 1962. Kedua koperasi
tersebut merupakan koperasi produksi dan penyedia bahan baku untuk
anggota (Koperasi Batur Jaya, 2004). Selain penyediaan bahan baku dan
pemasaran, koperasi tersebut juga memberikan bantuan pembinaan
kepada anggotanya. Peranan dua koperasi tersebut jelas sangat penting
sebagai wadah untuk membangun modal sosial dalam bentuk kerjasama
dan kepercayaan. Jalinan kerja sama yang sudah terbentuk karena adat
dan budaya menjadi lebih kuat dengan adanya koperasi. Dengan adanya
koperasi maka mulailah terjadi perubahan dalam masyarakat, bahwa
keberadaan kerja sama kemudian lebih didasarkan pada kepentingan
188
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
ekonomi dan bukan lagi karena adat dan budaya.
Peranan koperasi dalam menyediakan bahan baku kepada anggotanya
dirasakan sangat bermanfaat dan koperasi bahkan juga memberikan
bantuan pembinaan kepada anggotanya. Kondisi tersebut semakin
menumbuhkan kepercayaan baik diantara sesama anggota maupun dari
anggota terhadap koperasi. Pembentukan koperasi tersebut tidak terlepas
dari campur tangan pemerintah yang memfasilitasi proses terbentuknya
berupa peraturan dan bantuan modal kerja. Semangat pemerintah untuk
memfasilitasi pendirian koperasi tersebut jelas sangat erat kaitannya
dengan tujuan membangun modal sosial yang kokoh agar keberadaan cor
logam di Kabupaten Klaten dapat terangkat.
Namun, seiring dengan adanya perkembangan politik pada awal
tahun 1965-an, keberadaan koperasi dalam perjalanannya menjadi tidak
seperti yang diharapkan karena penuh dengan nuansa politik. Ikatan modal
sosial dalam bentuk bonding yang cenderung terbatas dalam hal jaringan,
dimanfaatkan oleh beberapa orang untuk kepentingan politik. Timbulah
kelompok-kelompok politik dalam koperasi tersebut dan puncaknya
dengan adanya peristiwa G-30-S PKI pada tahun 1965 menyebabkan
koperasi yang ditunggangi unsur politik tersebut akhirnya bangkrut dan
bubar.
Dari paparan tersebut jelas terlihat bahwa ikatan modal sosial
dalam bentuk bonding mempunyai sisi negatif berupa kepercayaan yang
didasarkan pada tokoh yang dihormati. Karena para pengurus koperasi,
yang juga merupakan tokoh yang dihormati, menjadi pengurus inti partai
maka anggota terpaksa bersedia membantu dengan menggunakan dana
koperasi untuk kepentingan partai tersebut. Tidak adanya transparansi
dan keterbukaan kemudian menjadikan anggota tidak percaya kepada
189
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
para pengurus yang terlibat dalam partai politik. Ketidakpercayaan
anggota tersebut melahirkan konflik antar anggota yang berdampak pada
menurunnya kepatuhan anggota terhadap aturan koperasi dan melahirkan
kelompok-kelompok yang terpecah belah. Hingga akhirnya koperasi
mengalami kebangkrutan.
Dalam rangka menumbuh kembangkan industri pedesaan, langkah
pemerintah untuk menunjang usaha tersebut adalah dengan memberikan
bantuan. Usaha pemerintah untuk memajukan klaster cor logam tersebut
melalui beberapa tahapan yaitu tahap pertama, berupa pendirian PT.
Mein Contractor, pada awal tahun 1973, yang berlokasi di Batur dengan
usaha memproduksi kaki mesin jahit. Dalam hal ini pemerintah berusaha
untuk mendorong kerjasama antara para pelaku usaha cor logam dengan
asosiasi pabrik mesin jahit di Indonesia. Tahap kedua, yaitu dimulai pada
awal 1975 melalui proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil
(BIPIK) di lingkungan Dirjen Industri Logam dan Mesin, yakni berusaha
untuk meningkatkan hasil produk dengan memberikan berbagai peralatan
permesinan (Koperasi Batur Jaya, 2000).
Pada tahun 1974 atas inisiatif dari para tokoh masyarakat Ceper,
dimana salah satunya adalah Ibu Rumini dan Bapak Margono telah
menggagas pembentukan koperasi. Pembentukan koperasi ini tidak
lepas juga dari dukungan pemerintah yang menggagas akan memberikan
bantuan peralatan kepada para pelaku usaha cor logam. Setelah melalui
pembahasan yang cukup panjang akhirnya pada tanggal 23 Juli tahun
1976 terbentuklah Koperasi
yang dinamakan KOPERASI PUSAT
PERMESINAN PENGERJAAN LOGAM BATUR JAYA, dengan jumlah
pelaku usaha usaha kurang lebih 103 pengusaha (Koperasi Batur Jaya,
2004). Dalam perkembangan koperasi saat ini (2010) jumlah pengusaha
190
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
sebanyak 224 pengusaha dimana yang tidak aktif kurang lebih 25%.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Anas Yusuf :
“Saat ini (2010) jumlah anggota koperasi sebanyak 224
pengusaha, yang aktif sekitar 171 pengusaha sedangkan yang
tidak aktif produksi sekitar 25 %. Syarat untuk menjadi anggota
Koperasi sangat mudah hanya ijin dan memiliki Nomor Pengusaha
Wajib Pajak (NPWP) dan membayar iuran wajib anggota.
Koperasi Batur Jaya dibentuk sebagai wadah yang bertujuan
memajukan usaha cor logam di wilayah ini. Dibentuknya
koperasi dengan harapan dapat membantu para pengusaha dalam
mengembangkan usaha melalui kegiatan bersama”.
Koperasi Batur Jaya merupakan wadah pembentukan modal sosial
karena merupakan tempat pembinaan anggota yang bertujuan untuk
peningkatan kualitas sumber daya anggotanya. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Yuli sebagai berikut :
“Beberapa pengusaha yang baru memulai usahanya
dapat meminta bantuan pada koperasi untuk mendapatkan
order. Koperasi ini juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan
berupa pemberian pelatihan yang bekerjasama dengan Yayasan
Dharma Bhakti Astra, ATMI Surakarta, POLMAN, GTZ
dan masih banyak lagi. Pelatihan yang diadakan, diantaranya
adalah pelatihan manajemen, analisa gambar, teknik-teknik
pembuatan cor logam, ecoeffisiensi, produksi bersih. Pelatihan ini
bertujuan agar para anggota dapat meningkatkan ketrampilan
191
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
dalam melaksanakan tugas-tugas mereka di perusahaan cor
logam sehingga kualitas produk yang dihasilkan meningkat pula.
Disamping itu, para pengusaha melalui pelatihan manajerial
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan manajerial
mereka”.
Dari kalangan para pengusaha muncul berbagai tanggapan mengenai
keberadaan koperasi tersebut. Sebagian besar berpendapat bahwa koperasi
sangat membantu dan bermanfaat. Berbagai keuntungan bisa didapat
dengan cara masuk sebagai anggota koperasi. Keuntungan tersebut dapat
berupa jatah order, pelatihan manajemen, dan proses pembuatan cor logam
secara lebih baik, termasuk merancang gambar serta memperkirakan
bahan. Meskipun demikian, masih ada beberapa pengusaha yang lain
berpendapat bahwa keberadaan koperasi tidak begitu menguntungkan
beberapa pihak. Pembagian order seringkali tidak merata dan hanya
kalangan tertentu saja yang banyak mendapatkannya. Namun masih ada
pula yang berpendapat bahwa meskipun tidak mendapatkan order namun
bermanfaat dalam hal memperoleh rekomendasi yang berguna untuk
mendapatkan kredit dari Perbankan (Susi, 1989).
Dalam periode pertumbuhan, peningkatan peranan koperasi sangat
pesat karena disamping pertumbuhan ekonomi sangat mendukung,
keberpihakan pemerintah baik dalam penyediaan bahan baku melalui
Krakatau Steel maupun dukungan pasar melalui order dari pemerintah
seperti dari Departemen Pekerjaan
Umum, Departemen Kesehatan
maupun Departemen Perhubungan serta dari perusahaan swasta. Demikian
juga pembinaan klaster cor logam langsung ditangani oleh Departemen
Perindustrian. Hal tersebut menyebabkan modal sosial pelaku usaha
192
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
pada waktu tersebut sangat tinggi baik berupa kepercayaan, kepedulian,
ketaatan terhadap norma maupun keterlibatan dalam organisasi.
Tingginya modal sosial tersebut banyak dipengaruhi oleh fasilitas
yang diberikan oleh koperasi kepada anggotanya dalam bentuk order,
pelatihan-pelatihan dan pengenalan teknologi, yang berdampak pada
kepercayaan, kebersamaan, ketaatan dan kepedulian masyarakat baik
terhadap sesama, organisasi maupun pemerintah sangat tinggi. Demikian
pula dukungan dari pemerintah pusat yang memberikan fasilitas peralatan
dan bantuan modal kepada koperasi Batur Jaya. Fasilitas tersebut telah
membuat koperasi semakin tumbuh berkembang dari tahun ke tahunnya.
Akhirnya keberhasilan membangun modal sosial pada koperasi Batur Jaya
tidak terlepas dari peranan para pengurus koperasi, khususnya pada awal
pembentukannya. Para pengurus koperasi harus mengeluarkan tenaga
dan biaya ekstra untuk meyakinkan para anggota dan pihak ekternal
membantu koperasi. Disamping juga manajemen koperasi dilakukan
secara transpran kepada seluruh anggota.
Meskipun koperasi bermanfaat bagi anggotanya namun perannya
mulai memudar karena ketidakpercayaan anggotanya. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Suyitno :
“Keberadaan koperasi ini memberikan kontribusi
yang besar bagi kelangsungan produksi mengingat koperasi
ini sering mengadakan pelatihan-pelatihan dan memberikan
order bagi anggota. Namun belakangan peran semakin
terpinggirkan karena adanya ketidakpercayaan
dan
persaingan usaha yang tidak sehat diantara anggota koperasi
sendiri. Kondisi industri pengecoran logam mengalami
193
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
penurunan aktivitas produksi tepatnya sejak tahun 1995 dan
mencapai puncaknya pada krisis ekonomi tahun 1998”.
Krisis moneter pada tahun 1998 berdampak pada menurunnya
pasar dan naiknya harga bahan bakar dituding sebagai faktor utama
dari permasalahan ekonomi tersebut. Para pengusaha cor logam, mulai
mengembangkan usahanya agar tidak mati. Dengan berbagai cara, antara
lain peningkatan mutu, teknologi, penurunan harga yang dilakukan secara
pribadi bukan dalam bentuk kelompok (koperasi). Akibat dari kondisi
ekonomi yang memburuk, maka modal sosial masyarakat menjadi rendah.
Tingkat kepercayaan anggota terhadap koperasi juga rendah,
karena Koperasi dianggap sebagai sampingan saja. Sementara agar usaha
berjalan maka modal sosial yang sudah terbentuk mulai ditinggalkan.
Rasa curiga, banting harga, persaingan lainnya yang tidak sehat diatara
pelaku usaha sudah menjadi pemandangan biasa di Ceper. Dampak dari
kemajuan teknologi tersebut juga menyebabkan modal sosial dari pelaku
usaha yang mempunyai teknologi tinggi cenderung rendah. Karena tidak
membutuhkan pelaku usaha yang lain, berdampak pada keluarnya pelaku
usaha tersebut dari kelompok atau Koperasi Batur Jaya.
Pada tahun 1970, karena dorongan permintaan pasar dan
ketersediaan teknologi tungku pembakaran yang lebih modern yaitu
tungku kupola, maka para anggota merasakan akan lebih menguntungkan
apabila mempunyai dapur pembakaran sendiri. Oleh karena itu, satupersatu para anggota mulai membeli tungku sendiri. Dampaknya adalah
bahwa pengusaha tidak lagi menggantungkan order dari koperasi dan
mampu mencari order sendiri. Berdasarkan kondisi tersebut, disepakati
dalam rapat koperasi bahwa untuk tetap membangun kebersamaan dalam
194
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
berusaha, maka koperasi hanya akan melaksanakan order yang sifatnya
pesanan dalam jumlah besar.
Koperasi tidak diperbolehkan menjadi
kompetitif dari anggota sendiri. Salah satu order dalam jumlah besar
adalah order dari PT. Kereta Api Indonesia (KAI) berupa rem blok kereta
api. Sedangkan order-order yang lain dan macam produknya sangat
bervariasi, dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan di Ceper yang
merupakan anggota Koperasi.
Dalam perjalanannya kebutuhan diversifikasi produk menjadi
sangat penting dikarenakan permintaan pasar akan variasi produk
semakin banyak dengan kualitas produk yang terstandar maka dibutuhkan
adanya teknologi tungku dapur yang lebih modern yaitu tungku induksi.
Anggota menyarankan koperasi untuk membeli tungku tersebut. Namun
berdasarkan rapat anggota koperasi keputusan untuk membeli tungku
induksi tidak disetujui. Akhirnya para anggota yang cukup besar usahanya
membeli tungku induksi sendiri. Hal tersebut, berdampak pada tingkat
ketergantungan anggota kepada koperasi semakin rendah. Dari aspek
modal sosial berdampak pada menurunnya modal sosial anggota terhadap
koperasi.
Agar modal sosial anggota tidak semakin menurun, maka para
pengurus melakukan aktivitas yang mendorong modal sosial, dalam
bentuk arisan haji, pelatihan dan pembagian fee yang adil. Dari upaya
para pengurus koperasi tersebut menimbulkan dampak positif berupa
peningkatan modal sosial anggota khususnya untuk kegiatan blok rem
maupun kegiatan sosial lainnya. Di satu sisi para anggota tetap menjalankan
usahanya masing-masing yang terlepas dari Koperasi Batur Jaya. Dampak
yang terjadi adalah adanya dualisme modal sosial. Berkaitan dengan jenis
usaha blok rem, masih dilakukan dengan kerjasama dan kebersamaan.
195
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
Tetapi untuk produk-produk lain, terjadi penurunan kepercayaan dan
kepatuhan terhadap norma, dengan adanya persaingan harga diantara
pelaku usaha di Ceper.
Meskipun demikian dibandingkan dengan klaster-klaster logam
yang lain di Jawa Tengah, misalnya knalpot di Purbalingga ataupun logam
kuningan di Pati maka modal sosial klaster cor logam di Klaten masih
cukup bagus. Peranan koperasi dalam membangun modal sosial, yang
berdampak pada peningkatan kesejahteraan angggota masih cukup besar.
Pembentukan Modal Sosial melalui Pola Subkontrak
Pada tahun 1985, ketika terjadi pesanan dalam jumlah besar,
banyak buruh pekerja yang mendirikan usaha sendiri dan berlaku
sebagai subkontrak dengan perusahaan yang lama. Demikian pula, karena
kebanjiran order maka beberapa pengusaha mengajak saudaranya untuk
mendirikan perusahaan baru sebagai subkontrak karena order tidak
sanggup diselesaikan sendiri. Dalam kaitan dengan order dari luar, maka
perusahaan besar yang ada di Ceper tersebut juga merupakan subkontrak
dari perusahaan besar tingkat Nasional, misalnya perusahaan Astra, Kubota,
dan lain-lain. Ada empat faktor yang mendorong berkembangnya praktek
subkontrak, yaitu: full capacity subcontracting, yaitu praktek subkontrak yang
timbul karena kontraktor menghadapi kegiatan yang melebihi kapasitas
produksinya (peak load) ; specialized subcontracting, yaitu praktek subkontrak
yang timbul karena para kontraktor mengetahui adanya sejumlah sub
kontraktor yang ternyata memiliki mesin/ alat khusus dan atau keahlian
khusus untuk membuat komponen tertentu; marginal subcontracting, yaitu
kontraktor memberi order kepada subkontraktor karena barang yang
196
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
dipesan terlalu sedikit jumlahnya atau jarang dipesan secara reguler; cost
saving subcontracting, yaitu kontraktor memberi order karena adanya biaya
yang lebih rendah di pihak subkontraktor (Saleh, 1986).
Para kontraktor menyerahkan pekerjaan kepada sub kontraktor
dilandasi oleh modal sosial berupa kepentingan untuk melakukan
kerjasama dalam pemenuhan order dan kepercayaan. Biasanya pekerjaan
hanya akan dibagi kepada para subkontraktor yang sudah terbiasa bekerja
selama ini. Masing-masing kontraktor sudah mempunyai sub kontraktor
sendiri-sendiri.
Dalam rangka memupuk modal sosial dengan subkontraktor, maka
kontraktor melakukan beberapa kegiatan antara lain arisan, bantuan
pembinaan dan bantuan alat. Kontraktor, selain membagi order juga
memberikan pembinaan teknologi dan mengajarkan tentang pengecoran
yang baik kepada sub kontraktor. Sistem ini mempunyai sisi positif
dan negatif bagi subkontraktor. Positif berupa order dan pembinaan
dari kontraktor kepada subkontrak secara rutin dan terus-menerus.
Tetapi mempunyai sisi negatif berupa harga yang masih bergantung
dengan kontraktor. Kontraktor cenderung menguasai sub kontraktor
yang ada, terkadang pembayaran terlambat sehingga mengganggu bagi
subkontraktor yang merupakan perusahaan kecil. Namun keuntungan
bagi subkontraktor dengan bekerjasama kontraktor akan menjawab
kesulitan pasar, alih teknologi dan pengetahuan, bahan baku serta modal.
Bagi kontraktor sendiri melakukan hubungan kerja dengan subkontrak
berarti bisa menghindari kebutuhan investasi lahan, peralatan, fluktuasi
permintaan dan ongkos produksi (Purbasari, 1997).
Perkembangan cor logam yang cukup tinggi pada tahun 1980
membuka kesempatan tenaga kerja yang cukup banyak. Buruh kerja
197
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
tidak hanya berasal dari desa setempat, namun sebagian besar datang dari
kabupaten lain. Bagi tenaga-tenaga terampil terbuka kesempatan luas
untuk mengembangkan dengan terlebih dahulu bekerja di perusahaan
untuk kemudian membuka perusahaan sendiri. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Yuli :
“Pengusaha
mula-mula
memberikan
pekerjaan
khusus kepada buruh kerja yang dianggap terampil dan dapat
dipercaya.
Karena dianggap baik, maka pengusaha tersebut
memberikan kesempatan kepada pekerja khusus tersebut untuk
mewakili perusahaannya dalam kegiatan bisnis. Ketika order
semakin besar, maka pekerja khusus tersebut disuruh mendirikan
perusahaan baru sebagai subkontraktor. Makin banyak tenaga
kerja yang dapat dipercaya maka para subkontraktor juga
semakin bertambah. Akhirnya para subkontraktor membentuk
jaringan usaha yang sifatnya non formal. Diantara para sub
kontraktor sering mengadakan pertemuan untuk membahas
bisnis dan pengembangan teknologi. Dalam pertemuan tersebut
dihadiri pula oleh kontraktor yang dulunya sebagai juragan
mereka. Modal sosial para sub kontraktor cukup tinggi, termasuk
hubungan subkontraktor dengan kontraktor”.
Selain modal sosial antara subkontrak dengan kontraktor terdapat pula
modal sosial antara pimpinan dan karyawan. Pada klaster cor logam Ceper
khususnya pada industri kecil, modal sosial pimpinan dan karyawan relatif
tinggi. Hubungan pimpinan dan karyawan relatif dekat karena jumlah
198
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
karyawan yang relatif lebih kecil. Mereka sering mengadakan pertemuanpertemuan antara pimpinan dan karyawan. Hal-hal yang dibahas antara
lain: disiplin kerja, peningkatan mutu, kecepatan kerja, pemeliharaan
mesin, kebersihan lingkungan, rasa memiliki, kesulitan pekerja, rasa
kebersamaan dan keselamatan kerja (Salam, 2000). Keberadaan modal
sosial yang tinggi tersebut, menyebabkan para pengusaha berusaha
tidak melakukan PHK terhadap karyawannya meskipun kondisi krisis.
Langkah yang dilakukan para pengusaha cor logam, dengan melakukan
penghematan biaya produksi, dalam bentuk penghematan bahan baku,
penggunaan limbah bahan baku dan model penggajian dengan sistem
borongan.
Pembentukan Modal Sosial melalui Kemitraan
Kegiatan kemitraan di Kecamatan Ceper diperkirakan mulai berjalan
pada tahun 1990. Ditandai dengan kegiatan Yayasan Dharma Bhakti Astra
(YDBA) memberikan pelatihan teknis/ manajerial dan keuangan kepada
unit-unit kecil, menengah serta koperasi. Koperasi yang pertama kali
mendapatkan pelatihan tersebut adalah Batur Jaya sedangkan pengusaha
kecil yang pertama kali mendapatkan pelatihan adalah PT. Baja Kurnia.
BUMN dan perusahaan besar skala nasional tersebut merupakan bapak
angkat dari program inti plasma antara perusahaan besar dengan
perusahaan kecil di cor logam Ceper.
Sebagaimana Eriyatno (1997) mengemukaan bahwa ada 4 aspek
penting yang digunakan dalam pembentukan kemitraan, yaitu: aspek
bisnis untuk menjamin kelayakan usaha, aspek kesejahteraan sosial untuk
199
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
menjamin manfaat usaha, aspek partisipasi untuk menjamin keberlanjutan
dan aspek teknologi untuk menjamin teknik dan mutu produksi (kualitas
produksi).
Oleh karena itu, untuk membangun 4 hal tersebut, dibutuhkan
adanya modal sosial yang kuat dari para pelaku usaha cor logam yang
merupakan plasma. Menurut Salam (2000), bentuk penguatan modal
sosial dilakukan dalam bentuk pembinaan berupa pelatihan, magang,
alih teknologi dan bantuan promosi. Diharapkan dengan pembinaan,
terjalin kerja sama yang harmonis disamping adanya kualitas produk
yang memenuhi syarat pembeli. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
BUMS (Badan Usaha Milik Swasta), antara lain: BUMS sebagai bapak
angkat memberikan pembinaan berupa: pelatihan, (misal dilakukan oleh
PT. Astra Internasional), magang, pembinaan/ penyuluhan, penyediaan
prototipe/ desain peralatan atau produk, penyediaan sarana promosi
dan informasi. Penyediaan sarana pameran, penerbitan buletin tentang
informasi teknologi (sebagai contoh buletin yang diterbitkan oleh YDBA
yang merupakan media informasi dan komunikasi usaha kecil dan
menengah).
Perkuatan bidang manajemen yang dilaksanakan oleh Pusat
Pengembangan Manajemen Astra (PPMA) yang dilaksanakan dalam 2
(dua) tahap yang pertama adalah melalui pelatihan standar manufaktur
Astra dengan membaurkan peserta dari industri kecil dengan karyawan
Astra setingkat Foreman dan Penyelia (supervisor), dengan demikian
diharapkan pola berpikir, motivasi kerja peserta dari industri kecil akan
dapat terbentuk seperti karyawan Astra. Dan yang kedua adalah melaui
pelatihan dengan memberikan bimbingan teknis di tempat kerja industri
kecil binaan yang dilakukan oleh instruktur PPMA.
200
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
Sedangkan Training Center PT. United Tractor (UT) yang mengadakan
pelatihan teknologi, khususnya teknik pengelasan plat dengan ketebalan 6
mm misalnya. Metoda yang digunakan hampir sama dengan pengembangan
manajemen, yaitu terdiri dari 3 (tiga) tahapan: pelatihan teori dan praktek
pengelasan selama 10 hari, magang selama 30 hari dan bimbingan teknis 2
(dua) kali di tempat kerja industri kecil.
Sesuai dengan penjelasan-penjelasan di atas, nampak bahwa proses
institusionalisasi formal dalam usaha bersama pada industri cor logam
di Ceper mengalami proses transformasi modal sosial. Sebelum koperasi
terbentuk, pelaku usaha menjalankan bisnis dengan dukungan keluarga,
kerabat dan lingkungan terdekat dalam bentuk relasi yang saling
mendukung, tidak ada perbedaan relasi sosial dan relasi ekonomi. Setelah
koperasi terbentuk, terjadi interaksi dan perubahan relasi, di mana relasi
sosial masih berjalan tanpa hambatan, namun relasi ekonomi dalam
bentuk koperasi berubah, selain munculnya kerjasama terbatas dengan
pertimbangan ekonomis, terjadi persaingan laten yang sangat kuat,
terjadi ketimpangan relasi dan muncul ketidakpercayaan. Ada kelemahan
mendasar di mana para pelaku usaha menjadi sangat oportunistik, menilai
kerjasama dari untung rugi sesaat. Seperti halnya pada hubungan plasma
inti, atau subkontrak, pilihan yang didasari sifat oportunistik sangat
kentara, meskipun di sisi lain muncul keuntungan-keuntungan usaha.
Dengan demikian, ada faktor penghambat dan pendukung dari institusi
formal terhadap modal sosial dalam mendukung perkembangan klaster
sebagaimana gambar 7.1.
201
oportunistik sangat kentara, meskipun di sisi lain muncul keuntungankeuntungan usaha. Dengan demikian, ada faktor penghambat dan
pendukung dari institusi formal terhadap modal sosial dalam
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
mendukung perkembangan klaster sebagaimana gambar 7.1.
keluarga ikatan
kelompok jaringan
Norma dan
nilai sosial pedoman
pra institu
sional
Modal Sosial
Bounding
Destruktif
; gagal
transformasi
relasi, nilai,
norma
institu
sional isasi
pendukung
konstruktif
; new
konsep
penghambat
Norma dan nilai = keadilan,
transparan
politik = kolusi
institusi = saluran
keluarga = kolusi
jaringan = bisnis
norma dan
nilai=keadilan
kelompok = kolusi
Modal
Sosial Baru
Modal Sosial Bridging
dan bonding
Linking
institusi = sub
kontrak, promosi
jaringan = kursus,
latihan, bantuan
politik = fasilitasi
kebijakan
kelompok =
partisipasi
Gambar 7.1 : Faktor Penghambat dan Pendukung Institusi Formal Terhadap Modal
Sosial
Gambar 7.1
Faktor Penghambat dan Pendukung Institusi Formal Terhadap Modal Sosial
Pembentukan Modal Sosial melalui Lembaga Non Formal
Pembentukan
modal
sosial Lembaga
melalui lembaga
non formal dapat
Pembentukan
Modal Sosial
melalui
Non Formal
162
Pembentukan modal sosial melalui lembaga non formal dapat
dilakukan melalui beberapa cara diantaranya: melalui keluarga dan melalui
berbagai pertemuan sosial. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
202
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
Pembentukan Modal Sosial Melalui Keluarga
Suyitno (informan kunci) yang adalah mantan Kepala Perindustrian
Kabupaten Klaten, mengatakan bahwa perusahaan cor logam di Batur
dan Ceper bisa disebut sebagai perusahaan keluarga. Pada awalnya
perusahaan itu cukup dikerjakan oleh anggota keluarga dan dibantu oleh
para tetangganya. Aset masih terbatas dan omset penjualan masih bisa
dilakukan oleh keluarga. Perusahaan cor logam dimulai + 1940an sebagai
generasi pertama dan tahun 1970an sebagai generasi kedua dan tahun 1990
sebagai generasi ketiga. Lebih lanjut ia mengatakan apabila diruntut dari
perjalanan regenerasi pengecoran sangat bervariasi. Sebagian pengusaha
menerima estafet kepemimpinan langsung dari orang tua dengan segenap
kondisi perusahaan, mulai dari mesin, modal, dan uang, dan bahkan
sekaligus dibuatkan perusahaannya. Sebagian besar budaya kerja yang
dilakukan oleh para penerusnya meniru apa adanya sebagaimana yang
telah diwarisi dari orang tuanya. Bahkan pelanggan dan produk lama yang
masih ada juga diwariskan, akibatnya produk tersebut adalah produk lama
yang terkadang sulit bersaing di pasar (Badaruddin, 2010).
Pekerjaan sebagai pengusaha cor logam itu seringkali telah berjalan
secara turun temurun, artinya usaha cor logam dari ayah, diturunkan
kepada anak-anaknya sejak jaman sebelum penjajahan Belanda sampai
kemerdekaan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jika pengusaha
merasa kurang mampu lagi mengelola perusahaannya, lalu mereka
memberikan estafet kepemimpinannya kepada anak-anaknya, dan orang
tua memberikan fasilitas mulai dari modal, pelanggan, peralatan, dapur
pengolahan dan tanah untuk pengembangan (Badaruddin, 2010).
203
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
Sebagai contoh adalah keluarga alamarhum Mashudi yang menyuruh
anak-anaknya ikut bekerja, mendidik cara bekerja dan memberi tanggung
jawab pekerjaan terhadap anak-anaknya. Salah seorang anaknya bernama
Muslikah, yang menerima warisan usaha dari alm. Mashudi, juga
mengatakan bahwa setelah anaknya berumah tangga maka juga akan
diajari tentang proses pengecoran, mencari bahan dan menjualnya. Jika
dirasa anaknya telah bisa bekerja, maka orang tua akan mempersilahkan
anaknya untuk bekerja sendiri (Badaruddin, 2010).
Perusahaan keluarga akan diwariskan kepada salah seorang anaknya.
Meskipun demikian, anak yang lain juga diberi bantuan modal untuk
mendirikan usaha cor logam baru. Sehingga banyak pengusaha cor logam
di Ceper masih ada hubungan saudara satu dengan yang lain. Beberapa
perusahaan berbentuk subkontrak yang menghubungkan perusahaan
orang tua sebagai perusahaan inti dan perusahaan-perusahaan anaknya
sebagai sub kontrak. Sebagaimana yang disampaikan Nunik (istri Didik
yang juga salah satu pemilik PT. Suyudi Sido Maju):
“Keluarga saya terdiri dari 6 bersaudara. Pada waktu orang
tua masih hidup, anak-anaknya disuruh membantu perusahaan
sebagai tenaga serabutan, baik sebagai administrasi, sopir, supervisi
pabrik dan lain-lain. Sehingga waktu anak-anaknya berumah
tangga, masing-masing anak diberi modal untuk mendirikan
perusahaan sendiri. Perusahaan orang tua yang bernama PT.
Suyudi Sido Maju kemudian diserahkan kepada salah satu anaknya
untuk meneruskan. Setelah itu PT. Suyudi Sido Maju berperan
sebagai perusahaan induk, sedangkan perusahaan anak-anak yang
lain merupakan subkontrak atau istilahnya departemen. Terdapat
204
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
3 perusahaan dibawah PT. Suyudi Sido Maju, yaitu PT. Dika
Masra, PT. Daya Cipta Utama dan PT. Putra Suyudi”.
Order perusahaan keluarga didapat dari perusahaan induk dan
tempat lain. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Didiek Parmadi yang
merupakan suami Nunik dan menjabat direktur PT. Dika Masra :
“Selama ini order didapatkan dari perusahaan induk
(Suyudi Sido Maju). Namun, tidak menutup kemungkinan
mendapatkan order dari tempat lain. Pada dasarnya masingmasing perusahaan, mempunyai produk yang berbeda satu
dengan yang lain sehingga bisa saling melengkapi. Namun ada
pula yang produknya sama, misalnya pompa air dari Panasonik.
Beberapa saudaranya juga menjadi subkontraktor untuk pompa
air Panasonik. Dalam membangun kebersamaan, keluarga sering
sekali mengadakan pertemuan keluarga, yang biasanya dalam
pertemuan keluarga tersebut juga membahas masalah bisnis”.
Disamping model perusahaan keluarga, dimana perusahaan orang
tua sebagai induk dan anak-anaknya sebagai cabang/departemen, terdapat
pula model perusahaan keluarga yang tidak menginduk pada salah satu
perusahaan orang tua. Sebagai contoh adalah perusahaan Sidodadi Jaya.
Sebagaimana diceritakan Bambang (informan kunci) :
Narno Wiryono merupakan kakek saya adalah mantan
direktur Sidodadi Jaya yang mempunyai 6 orang anak. Dari
6 orang anak tersebut, 4 orang anaknya mempunyai usaha
205
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
pengecoran, 1 orang pedagang bahan baku dan 1 orang lagi dulu
pengecoran tetapi karena tutup berubah menjadi pendidikan.
Perusahaan anak-anaknya adalah: Bonjor, Inti Baja, Solo
Casting, Sidodadi Jaya, Rekacipta Indopertama dan Pedagang
Bahan Baku. Dari 4 perusahaan tersebut, produknya masingmasing perusahaan berbeda-beda meskipun ada pula yang sama.
Keempat perusahaan tersebut berdiri sendiri-sendiri, dan bukan
merupakan perusahaan cabang dari Sidodadi Jaya. Sidodadi
Jaya juga masih ada sampai sekarang, yang kebetulan dipegang
oleh salah satu paman saya. Meskipun demikian, mereka tetap
menjalankan kerja sama bisnis diantara mereka.
Dalam memulai usaha para pengusaha seringkali mendapat dukungan
dari keluarga baik dalam belajar berusaha, pemberian modal, jejaring,
order maupun dalam bentuk bantuan produksi, karena perusahaan baru
untuk mencapai efisiensi diperlukan skala produksi tertentu (Rutten,
2003). Kerjasama dan dukungan dari keluarga merupakan salah satu aspek
penting dari perilaku ekonomi dari para pengusaha. Salah satu indikasi
dari kenyataan adanya hubungan keluarga adalah bahwa ada seperampat
dari para pengusaha (43 keluarga) di Ceper yang ternyata berada dalam
suatu struktur keluarga besar. Beberapa industri besar di Ceper jelasjelas dimiliki dan dikelola oleh keluarga, sehingga sebagian kerja dibagi
diantara para keluarganya. Juga dijumpai kasus suatu perusahaan keluarga
yang di pecah-pecah menjadi beberapa perusahaan yang dikelola oleh
anggota keluarga dalam rangka untuk menghindari pajak. Pada umumnya
skema hubungan usaha yang dipengaruhi oleh hubungan keluarga yang
terjadi seperti pada gambar 7.2
206
usaha yang dipengaruhi oleh hubungan keluarga yang terjadi seperti
pada gambar 7.2
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
Gambar 7.2 Skema Perusahaan Keluarga Cor Logam, Ceper
Gambar 7.2 Skema Perusahaan Keluarga Cor Logam, Ceper
Keterangan gambar :
1. Mula-mula perusahaan keluarga dilakukan sendiri dan dibantu para
Keterangan gambar :
tetangganya, pada umumnya dimulai sekitar tahun 1940, dan
1. Mula-mula
perusahaan
keluarga dilakukan sendiri dan dibantu
merupakan generasi
pertama,
2. para
Orang
tua kemudian
estafet
perusahaan
pada dan
salah
tetangganya,
pada menyerahkan
umumnya dimulai
sekitar
tahun 1940,
satu anaknya,
tetapi
anak yang lainnya juga dibantu mendirikan
merupakan
generasi
pertama,
usaha pengecoran. Perusahaan anak-anaknya kemudian menjadi
2. Orang tua kemudian menyerahkan estafet perusahaan pada salah satu
perusahaan cabang dari perusahaan orang tua. Kelompok ini
anaknya,
tetapi
anak yang
juga dibantu
mendirikan
usahadi
merupakan
generasi
kedualainnya
yang pada
umumnya
bermunculan
sekitar tahun
1970,
pengecoran.
Perusahaan
anak-anaknya kemudian menjadi perusahaan
3. cabang
Anak-anak
yang akhirnya
menjadi
oranginitua,
juga mewariskan
dari perusahaan
orang tua.
Kelompok
merupakan
generasi
166 kedua
yang pada umumnya bermunculan di sekitar tahun 1970,
3. Anak-anak yang akhirnya menjadi orang tua, juga mewariskan
pengecoran kepada anak-anaknya termasuk produk dan pelanggan.
Perusahaan orang tua dari generasi pertama tersebut pada akhirnya
207
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
menjadi perusahaan induk, sedangkan perusahaan anak-anaknya
menjadi perusahaan cabang atau istilahnya departemen. Dalam
mendapatkan order, masing-masing perusahaan memperoleh dari
perusahaan induk, meskipun juga diperbolehkan untuk mendapatkan
order ataupun bekerjasama dengan perusahaan lain. Biasanya yang
diajak kerjasama adalah perusahaan yang masih punya hubungan
famili.
Suyitno (informan kunci), mengatakan bahwa hampir semua pelaku
usaha berasal dari satu keluarga. Mulanya orang tua yang mempunyai
usaha, kemudian diteruskan anak-anaknya. Ada pula yang diteruskan
oleh menantu yang berasal dari luar Ceper. Anas Yusuf (informan kunci),
juga mengatakan bahwa beberapa pelaku usaha ada yang berasal dari luar
daerah Klaten, misalnya ayahnya dulunya dari Madiun, ayahnya Yahya
berasal dari Purworejo. Menurut Didik (informan kunci), personil yang
berasal dari luar Ceper biasanya lebih sukses daripada yang berasal dari
Ceper sendiri. Kemungkinan faktornya adalah personil dari luar Ceper
daya juangnya dan jiwa kewirausahaan lebih besar daripada dari dalam
Ceper sendiri.
Sebagai contoh adalah Musa Asy’arie (informan kunci), yang
menyatakan bahwa dorongan usahanya adalah sebagai bagian dari upaya
mengatasi problem ekonomi keluarga. Saat itu ia memasuki dunia usaha
karena situasi “kepepet”. Ia mengatakan ternyata menumpang di komplek
“Mertua Indah” dengan posisi belum bekerja tidak seindah warna aslinya
untuk menghidupi keluarga satu anak, dengan bergantung pada mertua
tidak mungkin lagi, sementara bekal ketrampilan usaha yang dimiliki
minim. Salah satu jalan yang dipilih bekerja sambil kuliah menjadi makelar
208
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
dengan menjual produk “pompa kodok”, meskipun tidak berhasil namun
tidak putus asa.
Musa Asy’rie sebagai pengusaha yang bukan berasal dari Ceper
tersebut, akhirnya mendirikan usaha pada tahun 1978 dengan nama PT.
Baja Kurnia. Untuk meraih cita-citanya ia menjual gagasan, semangat,
komitmen, kesungguhan, niat baik dan dapat memberi manfaat bagi
diri dan keuntungan orang lain. Adapun visi usaha dengan upaya
pengembangan melalui perusahaan PT. Baja Kurnia dengan upaya
membangun jaringan kemitraan usaha yang hidup dan menghidupi
sesamanya (Badaruddin, 2004). Musa membangun modal sosial jaringan
baik jaringan internal maupun jaringan eksternal dan membangun
kepercayaan melalui kesungguhan dan niat baik untuk memberi manfaat
bagi diri dan keuntungan orang lain.
Pembentukan Modal Sosial Melalui Pertemuan Sosial
Selain kerjasama bisnis maka pembentukan modal sosial juga dapat
lahir dari pertemuan-pertemuan sosial. Pertemuan sosial yang paling
banyak dilaksanakan adalah kegiatan keagamaan, antara lain pengajian,
pertemuan haji, sholat Jum’atan. Disamping itu juga kegiatan-kegiatan
hajatan, seperti pernikahan, sunatan, dan lain-lain. Menurut Husain
(informan kunci), pelaku usaha di Ceper sering bertemu satu dengan yang
lain. Banyak kegiatan keagamaan yang membuat mereka saling bertemu
satu dengan yang lain. Misalnya setiap Jum’at, mereka ketemu di Masjid
untuk sholat Jum’atan.
Setelah sholat Jum’atan tersebut, biasanya mereka juga membahas
209
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
tentang bisnis cor logam. Menurut Suyitno (informan kunci), beberapa
konflik yang terjadi di Ceper dapat diselesaikan dengan silaturahmi
melalui pengajian dan kegiatan sosial lainnya. Jarang ada konflik yang
berlarut-larut, semua masalah akan berakhir dengan damai. Karena sistem
kekeluargaan dan kekerabatan masih tinggi menyebabkan pelaku usaha
cenderung tidak terlibat dalam konflik. Kalaupun terjadi konflik, biasanya
tidak akan lama.
Beberapa kegiatan sosial budaya, yang hidup di Ceper diantaranya
sebagai berikut (Baharudin 2010):
1. Tradisi Walimahan
Tradisi walimahan (perkawinan) bagi para pengusaha dapat digunakan
sebagai ajang untuk menunjukkan kemewahan dan meninggikan
status sosial mereka. Walimahan dalam perkawinan anak, biasanya
dilakukan secara besar-besaran (mewah) yang dibagi menjadi dua
tahapan. Pertama, upacara perkawinan biasanya diadakan dirumah
masyarakat Batur sendiri yang dihadiri oleh sanak famili, tetangga dan
teman-teman dekat. Kedua, walimahan biasa dilaksanakan di gedunggedung pertemuan di luar daerah seperti Solo atau Yogyakarta, bahkan
di hotel dengan biaya besar. Alasan utama menyelenggarakan resepsi
pernikahan di luar Ceper untuk menghormati tamu berkaitan dengan
bisnis dan popularitas mereka serta dikaitkan dengan harga diri.
Menurut Didik (informan kunci) para pengusaha memanfaatkan
walimahan untuk membangun kerjasama yang lebih erat khususnya
dengan para pengusaha yang berada di luar Ceper. Dalam acara
perkawinan tersebut, tidak menutup kemungkinan undangan yang
merupakan para pengusaha juga melakukan pembicaraan yang
210
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
berkaitan dengan kegiatan bisnis cor logam.
2. Tradisi Selamatan.
Selain resepsi pernikahan, ada juga selamatan yang menjadi salah
satu tradisi budaya yang ada di Ceper. Selamatan sering dihubungkan
dengan peristiwa spesifik dalam kehidupan keluarga. Saat pengusaha
cor logam sudah berhasil dan meningkat usahanya, maka diadakan
selamatan, juga ketika memulai bisnis atau saat ada pesanan baru.
Budaya selamatan, diadakan sebagai sarana memperlihatkan
kesyukuran dan kesuksesan bisnis mereka. Dalam acara semalatan,
diundang tetangga terdekat dan teman-teman bisnis ataupun calon
partner bisnis. Tradisi tersebut, dapat meningkatkan modal sosial
diantara pelaku usaha cor logam.
3. Tahlilan
Tahlilan merupakan salah satu budaya agama. Acara tahlilan
biasanya digelar untuk memohon keselamatan bagi mereka yang
meninggal, keselamatan usaha, keselamatan hidup dan sebagai sarana
sadaqah yang benar agar terhindar dari bahaya. Acara tahlil dengan
mengundang tetangga sekitar. Setelah acara selesai, peserta tahlil
masih diberi oleh-oleh sebagai ucapan terima kasih. Upacara tersebut
memiliki pengaruh terhadap anggota masyarakat. Dalam bisnis, tahlil
juga ditujukan untuk membangun modal sosial berupa kepedulian
terhadap orang lain. Disamping tahlil juga menjadi ukuran taat dan
tidaknya anak terhadap orang tua.
4. Salawatan
Salawat yang sering dibacakan adalah Salawat Nariyah, merupakan
doa untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Dilihat dari unsur
keduniaan yaitu agar usaha kerjanya lancar dan terhindar dari bala’
211
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
dan kejahatan, biasanya dibawakan pada malam Senin. Salawat yang
lain adalah Salawat Tunjinah dimaksudkan agar diberi kelancaran
dalam keberhasilan segala usahanya. Masyarakat meyakini dengan
membaca salawat termasuk amal yang utama yang dilakukan
khusus karena keselamatan akan diberikan kepada yang membaca.
Pelaksanaan salawatan ini hampir seminggu sekali diadakan, sebagai
sarana berdoa agar perusahaan dan pekerja selamat. Biasanya dihadiri
oleh tetangga terdekat, khususnya para pekerja.
5. Yasinan
Yasinan merupakan kegiatan keagamaan yang dilakukan satu minggu
sekali. Dalam yasinan, mendoakan para leluhur yang telah meninggal
dunia, disamping juga digunakan untuk mendoakan dalam keadaan
kesusahan, misalnya ada yang sakit. Dengan yasinan para anak
menunjukkan bakti-nya kepada orang tua dalam bentuk doa. Acara
tersebut, juga digunakan untuk membangun kredibilitas pengusaha
yang mempunyai acara, disamping untuk membangun kebersamaan
dengan pelaku usaha yang lain dan para tenaga kerjanya.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa lembaga non formal, seperti
keluarga, kekerabatan, kelompok, jaringan sosial, norma dan aturan
sosial telah memberikan dukungan sangat penting bagi keberlangsungan
usaha. Berbagai macam pola dukungan tersedia, mulai dari pewarisan
sumberdaya, penggunaan sumber daya bersama, magang dengan kerabat
atau kelompok dan forum-forum sosial sangat membantu membangun
kekuatan usaha dan ikatan diantara para pelaku usaha, seperti dijelaskan
pada gambar 7.3.
212
Pembentukan
ModalSosial
Sosial
Melalui
Lembaga
Formal
danFormal
Non Formal
Pembentukan Modal
Melalui
Lembaga
Formal
dan Non
lembagalembaga sosial
pengayaan
nilai, norma,
dan relasi
keturunan
Usaha
Keluarga
Kekerabatan
forum-forum
sosial
Jaringan
dan
kelompok
relasi sosial
Perkawinan
Modal
Sosial
Bounding
Pola usaha
warisan
pola
magang
kerabat
permodalan
keluarga
jejaring
sosial
alat produksi
bersama
pembagian
pasar/order
7.3
Gambar 7.3 Pola Pembentukan ModalGambar
Sosial Melalui
Lembaga Non Formal maupun
Pola Pembentukan
Modal
Sosial Melalui Lembaga Non Formal maupun Lembaga Formal
Lembaga
Formal
Gambaran dari pola pembentukan modal sosial baik melalui
Gambaran
darimaupun
pola lembaga
pembentukan
modal sosial
baik melalui
lembaga
non formal
formal sebagaimana
dijelaskan
di
atas, merupakan
dinamika
interaksi
dan dukungan
lembaga
non formalsebuah
maupun
lembaga
formalrelasi
sebagaimana
dijelaskan
sumberdaya antara faktor-faktor sosial non profit yang humanistik dan
di atas, merupakan sebuah dinamika interaksi relasi dan dukungan
faktor-faktor ekonomi berorientasi profit dan bersifat oportunistik.
sumberdaya
antara
faktor-faktor
sosial non dan
profit
yang humanistik
Masing-masing
faktor
memiliki keunggulan
kelemahan
tersendiri, dan
di mana dapat
menghambat
atau mendukung
modal sosial.
Pada
faktor-faktor
ekonomi
berorientasi
profit peran
dan bersifat
oportunistik.
beberapa kasus, kehadiran institusi formal seperti koperasi menajamkan
Masing-masing
memiliki
keunggulan
dan kelemahan
tersendiri,
kecenderunganfaktor
penghambat
modal
sosial, seperti
tidak transparan
mengutamakan
keluarga
kerabat dalam
memberikan
order,Pada
di karena
mana dapat
menghambat
atauatau
mendukung
peran
modal sosial.
akses modal dan sebagainya, meskipun di sisi lain ada manfaat berupa
beberapa kasus, kehadiran institusi formal seperti koperasi menajamkan
saluran bisnis. Di sisi lain kehadiran kerjasama plasma inti atau kontrakkecenderungan
sosial,
seperti
tidak transparan
kontrak tertentupenghambat
menghasilkanmodal
dukungan
modal
sosial, karena
di situ
terdapat
keuntungan
yang
dibagi,
oportunistik
terwadahi
dan
secara
karena mengutamakan keluarga atau kerabat dalam memberikan
order,
sosial mendukung, sehingga memberikan dampak positif. Pada gambar
akses
modal dan sebagainya, meskipun di sisi lain ada manfaat berupa
7.4 tentang bagan mengenai gambaran proses pembentukan modal sosial
171
213
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
saluran bisnis. Di sisi lain kehadiran kerjasama plasma inti atau kontrakkontrak tertentu menghasilkan dukungan modal sosial, karena di situ
terdapat keuntungan yang dibagi, oportunistik terwadahi dan secara
sosial mendukung, sehingga memberikan dampak positif. Pada gambar
7.4 tentangPeranan
bagan
mengenai gambaran proses pembentukan modal sosial
dan Pemanfaatan Modal Sosial Pada Klaster Logam Ceper Klaten
dalam lembaga
formal dan non formal.
dalam lembaga formal dan non formal.
keluarga
kerabat
kelompok
norma dan
nilai sosial
institusi
non
formal
interaksi
nilai,
normai,
dan
relasi
koperasi
institusi
formal
jaringan bisnis
kontrak bisnis
forum sosial
institusi sosial
Modal
Sosial
klaster
Pola usaha
warisan
permodalan
persaingan
usaha laten
pembagian
pasar/order
kolusi dalam
kelompok
alat produksi
bersama
magang kerja
pola usaha
kekrabatan
tidak
transparan
peningkatan
ketrampilan
jejaring sosial
Gambar 7.4 Bagan Proses Pembentukan Modal Sosial Dalam Lembaga Formal dan
Gambar 7.4
Non Formal
Bagan 172
Proses Pembentukan Modal Sosial Dalam Lembaga Formal dan Non Formal
214
Pembentukan Modal Sosial Melalui Lembaga Formal dan Non Formal
Kesimpulan
Dalam perkembangan klaster cor logam Ceper setelah terbentuknya
koperasi GP3T dan koperasi cor logam “Prasojo” modal sosial mengalami
peningkatan, dan bentuk modal sosialnya adalah Bonding. Tipe
modal sosial bonding, dimana para pimpinan lembaga formal sangat di
“tokoh”kan dan menjadi panutan maka waktu terjadi gejolak G30 S/PKI,
dimana beberapa pengurus dan anggota berafiliasi dengan partai PKI,
maka mengakibatkan koperasi bubar dan akhirnya modal sosial menjadi
rentan, dan mengalami penurunan, karena modal kepercayaan antar
anggota mengalami penurunan.
Kondisi penurunan modal sosial mulai membaik dengan terbentuknya
koperasi Cor logam Baturjaya pada tahun 1976 dan modal sosial tumbuh
lagi setelah adanya
fasilitasi dari pemerintah yang lebih besar baik
dalam membuka akses pasar, pengembangan SDM maupun pengadaan
bahan baku dan adanya pola subkontraktor dan pola kemitraan plasma
inti sehingga modal sosial pelaku pada periode ini dapat dikatakan pada
tahap pertumbuhan sangat tinggi baik berupa kepercayaan kepedulian,
ketaatan terhadap norma maupun keterlibatan dalam organisasi. Dalam
perkembangan selanjutnya yaitu pada saat terjadi krisis ekonomi pada
tahun 1998, dimana pasar mengalami penurunan, modal sosial masyarakat
menjadi rendah. dan mulai ditinggalkan dan digantikan dengan rasa
curiga, banting harga, serta persaingan yang tidak sehat diantara pelaku
usaha. Demikian juga adanya tuntutan perubahan tehnologi, beberapa
pengusaha yang semula menggantungkan tungku Koperasi dan berinisiatif
membeli tungku kopola sendiri, sehingga terjadilah dualisme modal .
215
Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster
Proses institusionalisasi formal dalam usaha bersama juga diiringi
dengan proses transformasi modal sosial. Keberadaan lembaga formal
mengakibatkan terjadinya interaksi dan perubahan relasi seperti
munculnya kerjasama terbatas, persaingan laten, ketimpangan relasi dan
muncul ketidakpercayaan. Ini terjadi karena para pelaku usaha menjadi
sangat oportunistik dan berpikir hanya demi keuntungan sesaat. Dengan
demikian ada faktor pendukung dan penghambat dari institusi formal
terhadap modal sosial dalam perkembangan klaster.
Dari lembaga non-formal, modal sosial juga dapat terbentuk dari
hubungan kerja yang muncul dalam perusahaan-perusahaan yang masih
terikat secara kekeluargaan, orang tua sebagai pusat/inti dan perusahaan
anak-anaknya sebagai sub-kontraknya. Keberadaan pengusaha dari
luar juga mendorong terbentuknya modal sosial jaringan baik jaringan
internal maupun jaringan eksternal dan membangun kepercayaan
melalui kesungguhan dan niat baik untuk memberi manfaat bagi diri dan
keuntungan orang lain. Lembaga non formal, seperti keluarga, kekerabatan,
kelompok, jaringan sosial, norma dan aturan sosial telah memperkuat
keberadaan modal sosial yang telah terbentuk sehingga sangat membantu
membangun kekuatan usaha dan ikatan diantara para pelaku usaha.
216
Download