analisis wacana pesan dakwah dalam buku

advertisement
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH
DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
Muhammad Rico Zulkarnain
NIM: 104051001755
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH
DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Muhammad Rico Zulkarnain
NIM 104051001755
Di bawah bimbingan :
Drs. Jumroni M.Si.
NIP 150254959
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM
BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA” telah diujikan dalam sidang
Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
tanggal 03 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
Jakarta, 03 September 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap
Anggota
Sekretaris Merangkap
Anggota
Dr. Murodi, M.A
NIP:150 254 102
Wati Nilamsari, M.Si.
NIP:150 293 223
Anggota,
Penguji I
Penguji II
Drs. Suhaimi, M.Si.
NIP: 150 270 810
Drs. M. Luthfi, M.A
NIP: 150 268 782
Pembimbing,
Drs. Jumroni, M.Si.
NIP: 150 254 959
ABSTRAK
Muhammad Rico Zulkarnain
Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya Hamka
Media massa dapat digunakan sebagai sarana menyebarkan informasi kepada
masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran media massa seperti media cetak
dapat mengubah cara pandang, pemikiran bahkan perilaku yang membacanya. Lebih luas
lagi kehadiran media massa dapat digunakan sebagai saluran penyampaian nilai-nilai
dakwah kepada masyarakat. Salah satu media massa cetak ialah buku, seperti buku yang
diteliti dalam penelitian ini yaitu buku “Renungan Tasauf “ karangan Hamka. Melalui
buku ini Hamka berusaha berdakwah memberikan semangat keislaman yang telah lama
dilupakan oleh umatnya sendiri.
Alasan dilakukannya penelitian ini ialah untuk melihat seperti apa wacana tulisan
Hamka dari beberapa periode waktu yang berbeda, kemudian untuk melihat apakah selain
berceramah Hamka mampu menulis dengan baik dan mampu menyampaikan pesanpesan dakwahnya secara baik pula.
Buku Renungan Tasauf merupakan konsep-konsep pemikiran Hamka dalam
memurnikan kembali ajaran Islam. Konsep-konsep tersebut dituangkan ke dalam tulisan
di beberapa media massa dari periode waktu yang berbeda-beda. Dalam tulisan-tulisan
tersebut Hamka memasukkan nilai-nilai tasawuf. Melalui penelitian ini akan di ketahui
bagaimana struktur wacana tulisan-tulisan Hamka dalam buku renungan tasauf?
Bagaimana konteks sosialnya? Serta bagaimana kognisi sosialnya?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis wacana
dengan pendekatan kualitatif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi teks
dan mengumpulkan beberapa bahan baik dari Buku maupun Internet yang berkaitan
dengan penelitian.
Penelitian ini menggunakan teori analisis wacana Van Dijk. Analisis data dengan
kerangka analisis wacana Van Dijk yaitu meneliti analisis teks seperti; struktur makro
(tematik), superstruktur (skematik, bagaimana pendapat disusun dan dirangkai), struktur
mikro (bagaimana pilihan kata, kalimat, dan gaya bahasa). Kemudian dilakukan juga
analisis kognisi sosial dan analisis konteks sosial. Analisis kognisi sosial ialah analisis
terhadap kesadaran mental penulis dalam memahami peristiwa yang dituangkan dalam
teks, sedangkan analisis konteks sosial ialah suatu analisis terhadap suatu teks yakni
bagaimana teks dikonstruksi dan dipahami sebagai suatu pemahaman bersama oleh
masyarakat.
Tulisan Hamka dalam buku Renungan Tasauf memiliki muatan pesan dakwah
yang beragam. Dari hasil penelitian, ditemukan pesan dakwah dalam setiap teksnya. Jika
dilihat dari struktur tematik, maka pesan dakwahnya antara lain yaitu pertama, pesan
dakwah yang mengandung nilai Muamalah yakni pada teks Akal dan Khayal serta
Pemimpin Agama. Yang kedua, pesan dakwah yang mengandung nilai Aqidah yakni
pada teks Agama Ialah Cinta serta di Antara Cinta dan Fanatik. Dan yang ketiga, pesan
dakwah yang mengandung nilai Syariah yakni pada teks Lailatul Qadr serta Untuk Jadi
Perbandingan.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena dengan nikmat dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya
Hamka”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah membimbing umat kepada jalan yang diridhai Allah SWT dengan kasih
sayang dan kelembutan hatinya.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang
tulus dari hati yang paling dalam kepada:
1. Bapak Dr. Murodi, M.A., Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A., Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.
3. Ibu Umi Musyarofah, M.A., Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Bapak Drs. Jumroni. M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu
meluangkan waktu membimbing peneliti dengan penuh kesabaran di tengah
kesibukannya.
5. Seluruh Dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang telah memberikan
bimbingan, arahan serta masukan selama masa perkuliahan.
6. Orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Eko Sumarsono dan Ibunda
Nurhasanah, yang selalu dan tidak akan pernah lupa memberikan seluruh rasa
cinta dan kasih sayangnya baik moril, materiil maupun doanya yang tulus kepada
peneliti, sehingga peneliti bisa menyelesaikan perkuliahan. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan mereka dan memberikan yang terbaik kepada mereka.
7. Adik tersayang, Ade Safia Fariani, yang selalu menemani baik suka dan duka
dalam setiap harinya. Terima kasih atas dukungannya selama ini. Semoga Allah
SWT selalu memberikan kesuksesan, kesehatan dan kebaikan kepada Ade.
8. Keluarga besar Kedua Orang tua yang selama ini memberikan kasih sayangnya
kepada peneliti.
9. Keluarga besar warga Sasak Panjang tempat penulis KKN, mudah-mudahan
Bapak Iman dan warganya diberikan kesehatan selalu.
10. Saudari Risna, terima kasih atas dukungan doa dan semangat yang tidak hentihentinya kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat penulis, Rahmat, Abud, Dingo, Chomenk dan Rio. Semoga
persahabatan kita tetap terjalin. Teman-teman Revolution: Sodikin, Bone, Ali,
Munadi, Toge, Isal, Chemonk, Bagus dan lainnya terima kasih untuk kalian
semua.
12. Teman-teman seperjuangan kelas KPI A angkatan 2004 yang tetap kompak
sampai akhir semester, terimakasih terutama untuk: M.Irfan, Idrus, Ukasah,
Zainuri, Miftah, Sadad, Adoy, Budi, Ade Sodikin, Topik, AB3, Eka, Farah, Sofie,
Achie, Desi, Lina, Ela, dan teman-teman yang lainnya yang penulis cintai. Kalian
semua begitu istimewa. Mudah-mudahan persaudaraan kita tetap terjalin.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan. Amin. Akhirnya penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat
berlapang dada menerima masukan-masukan yang bersifat membangun. Semoga skripsi
ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah
khazanah perpustakaan.
Jakarta, September 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 5
D. Metodologi Penelitian .................................................................... 6
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 10
BAB II
KAJIAN TEORITIS ANALISIS WACANA DAN DAKWAH
A. Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk ..................................... 12
B. Pesan Dakwah ................................................................................ 18
C. Buku Sebagai Media Dakwah ........................................................ 22
BAB III
PROFIL HAMKA DAN GAMBARAN UMUM BUKU RENUNGAN
TASAUF
A. Profil Hamka .................................................................................. 26
1. Riwayat Hidup Hamka.............................................................. 26
2. Karya-karya Hamka ................................................................. 28
B. Sekilas Tentang Buku Renungan Tasauf ....................................... 31
BAB IV
ANALISIS
WACANA
PESAN
DAKWAH
DALAM
BUKU
RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA
A. Analisis Teks Dalam Buku Renungan Tasauf ............................... 34
1. Struktur Makro (Tematik) ........................................................ 34
2. Superstruktur (Skematik) ......................................................... 41
3. Struktur Mikro ......................................................................... 48
B. Konteks Sosial ............................................................................... 73
C. Kognisi Sosial ................................................................................. 75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 79
B. Saran ............................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 83
LAMPIRAN
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2008
Muhammad Rico Zulkarnain
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan peradaban manusia telah melunturkan nilai-nilai keislaman yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap orang kini menjadi terbiasa untuk
mengikuti cara-cara Barat baik dari segi perilaku, cara pandang, maupun pemikiran.
Seolah-olah pemikiran yang diciptakan oleh Barat merupakan tuntunan yang menjadi
keharusan untuk diikuti.
Seyogyanya sebagai bangsa yang memiliki populasi umat muslim terbanyak di
dunia, umat Islam di Indonesia dapat menjadi leader atau pemimpin bagi kemajuan
perkembangan Islam yang ada di dunia. Umat Islam di Indonesia juga selayaknya
dapat menjadi suri tauladan serta menjadi contoh kepada dunia luar bahwa Islam
adalah agama yang rahmatan lil’alamin yaitu agama yang membawa kedamaian dan
rahmat bagi seluruh alam.
Pada era globalisasi saat ini, informasi menjadi sangat penting terutama untuk
mentransformasikan nilai-nilai Islam dari satu generasi ke generasi lainnya. Era
informasi ditandai dengan maraknya berbagai macam media massa sebagai sarana
komunikasi dan alat pembentuk opini publik. Maka sudah seharusnya umat Islam
mampu memanfaatkan media massa tersebut untuk mendakwahkan ajaran agama
Islam.1
Islam sebagai agama dakwah, mewajibkan setiap pribadi muslim untuk
berdakwah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah adalah membawa orang
kepada kebenaran, yaitu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan di dunia dan
akhirat. Kebenaran yang menyebabkan orang berani berkorban karena yakin akan
pendiriannya.2
Dalam perkembangannya telah muncul dakwah melalui berbagai metode dan
berbagai cara. Semua itu dilakukan oleh para da’i untuk mengajak umat ke jalan yang
lurus. Merupakan suatu keharusan bagi juru dakwah agar tidak menempuh jalan yang
bertentangan dengan dakwah di dalam menyiarkan dakwah itu, misalnya dengan cara
perdebatan yang biasa digunakan orang sejak dahulu sebagai cara yang berhasil untuk
tabligh dakwah Islam, sehingga disusunlah kitab-kitab yang menjelaskan prinsipprinsip, dasar-dasar dan kaidah-kaidahnya.3
Dakwah sebagai manifestasi keimanan seorang muslim dapat disosialisasikan
dalam berbagai media tanpa mengurangi makna dan tujuan dakwah. Salah satu media
dakwah yang memiliki peluang yang besar di era informasi ini adalah dakwah melalui
media cetak.4 Mulai pada tahun 1950-an, peranan media cetak menjadi sangat
1
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: CV Pedoman,1997), h..33
Hamka, Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 40.
3
Amin Ahsan Ishlahi, Metode Dakwah Menuju Jalan Allah, (Jakarta: PT Litera Antarnusa,
1985), Cet. Ke-1, h. 72-73.
4
Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1995), Cet. Ke-1,
h.17.
2
menonjol, karena hampir semua koran dan majalah pada masa itu menyediakan rubrik
sastra, dan itu kemudian terus terjadi sampai kini.5
Sebagai sebuah literatur, tulisan dalam sebuah media cetak merupakan sebuah
hasil karya yang tidak akan lekang termakan usia. Berbeda jika hanya mendengarkan
pidato atau ceramah. Pada saat mendengarkan pidato mungkin seseorang menjadi
lebih bersemangat dan memahami isi dari ceramah tersebut. Akan tetapi lama
kelamaan esensi dakwah yang disampaikan akan hilang maknanya. Dalam sebuah
tulisan, pemikiran dari pemimpin-pemimpin ataupun ulama-ulama yang terdahulu
dapat ditransfer kepada kepada generasi penerus tanpa kehilangan esensi pemikiran
dari pengarangnya. KH. Isa Anshari dalam bukunya Mujahid Dakwah mengatakan
pidato lisan dari seorang orator sesaat dapat memikat jutaan massa tapi bisa lepas
kemudian tiada membekas dan tiada menyerap dalam hati. Tulisan atau pena seorang
pengarang cukup bicara satu kali melekat terus dalam hati menjadi buah tutur setiap
hari.6
Salah satu ulama besar yang selalu istiqamah berdakwah melalui tulisan ialah
Buya Hamka. Banyak sekali tulisan-tulisan yang dibuat Hamka mulai dari tulisan
agama sampai kepada tulisan fiksi seperti novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk.
Lebih dari seratus buku telah ditulis oleh Hamka. Buku yang diteliti pada penelitian
ini yaitu buku “Renungan Tasauf”. Buku Renungan Tasauf menurut observasi yang
dilakukan peneliti bukan merupakan buku best seller karena buku ini hanya
mengalamai dua kali cetakan. Peneliti sendiri hanya mempunyai cetakan pertama.
Pada saat ini buku renungan Renungan Tasauf sudah tidak lagi diterbitkan.
5
Maman S. Mahayana, Sembilan Jawaban Sastra Indonesia, Sebuah Orientasi Kritik, (Jakarta:
Bening Publishing, 2005), h. 440
6
KH. M. Isa Anshori, Mujahid Dakwah, (Bandung: Diponegoro, 1991), Cet. Ke-4, h. 34
Walaupun sudah tidak diterbitkan bukan berarti buku Renungan Tasauf ini tidak
memiliki keunggulan. Peneliti melihat kelebihan dari buku ini terutama sekali dari
segi isinya. Tulisan dalam buku Renungan Tasauf, merupakan buku yang dapat
membuat yang membaca menjadi bersemangat dalam menjalani kehidupan karena
Hamka memuat banyak nilai-nilai tasawuf yang sekarang ini jarang sekali disentuh
oleh penulis lain.
Hal yang menarik dari buku ini ialah merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan
Hamka dari beberapa periode waktu yang berbeda sehingga menimbulkan
ketertarikan peneliti untuk mengetahui bagaimana penyusunan pesan-pesan dakwah
dalam buku Renungan Tasauf. Melalui bukunya yang berjudul “Renungan Tasauf”,
Hamka mencoba untuk menjabarkan alur pemikirannya. Terutama tentang upayanya
membangkitkan nilai-nilai keislaman yang telah mengalami kemunduran di kalangan
umat Islam. Untuk itu penulis tertarik untuk membedah kedalaman pemikiran dan
nilai-nilai keislaman Hamka dalam buku Renungan Tasauf ini dengan judul skripsi
“Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku Renungan Tasauf Karya
Hamka”.
B. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul skripsi ini, dan supaya pembahasan masalah tetap fokus,
maka perlulah kiranya peneliti membatasi ruang lingkupnya sehingga tidak melebar
dan meluas ke dalam hal-hal yang terlalu menyimpang, apalagi tidak ada kaitannya
dengan pembahasan ini. Maka penelitian ini hanya akan membahas tentang analisis
pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam buku Renungan Tasauf dengan
menggunakan teori analisis wacana Teun A. Van Dijk. Dari delapan judul yang
terdapat dalam buku Renungan Tasauf, peneliti hanya meneliti kepada tulisan-tulisan
Hamka yang berasal dari media massa, sedangkan tulisan-tulisan yang berasal dari
ceramah tidak diteliti. Judul-judul yang akan diteliti di antaranya Akal Dan Khayal,
Agama Ialah Cinta, Di Antara Cinta Dan Fanatik, Lailatul Qadr, Untuk Jadi
Perbandingan, serta Pemimpin Agama. Alasan pembatasan hanya kepada enam judul
ini karena peneliti ingin membahas struktur tulisan Hamka dalam media massa, serta
ingin mengetahui apakah sebagai seorang da’i seperti Hamka mampu menulis sebaik
ketika berceramah di mimbar.
Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur wacana pesan dakwah tulisan Hamka di media massa dalam
buku Renungan Tasauf?
2. Bagaimana konteks sosial dalam buku Renungan Tasauf?
3. Bagaimana kognisi sosial dalam buku Renungan Tasauf?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mewacanakan pesan dakwah tulisan Hamka di media massa dalam buku
Renungan Tasauf dilihat dari struktur wacana makro, superstruktur dan struktur
mikro.
2. Untuk mengetahui konteks sosial yang ada dalam buku Renungan Tasauf.
3. Untuk mengetahui kognisi sosial yang ada dalam buku Renungan Tasauf.
Adapun manfaat penelitian adalah:
1. Manfaat Teroritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melihat apakah sebuah
buku, yaitu buku Renungan Tasauf dapat dianalisis dengan metode analisis
wacana Teun A. Van Dijk.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para teoritisi dan
praktisi untuk lebih memanfaatkan media cetak sebagai alat atau media
berdakwah kepada masyarakat.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ialah metode analisis wacana
dengan pendekatan kualitatif. Analisis wacana merupakan salah satu bentuk
alternatif untuk menganalisis pesan dalam media selain analisis isi kuantitatif.
Perbedaan antara analisis isi kuantitatif dengan analisis wacana ialah bahwa
analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa” sedangkan
analisis wacana menekankan kepada pertanyaan “bagaimana” dari pesan atau teks
komunikasi.
Terdapat beberapa model dalam analisis wacana, antara lain: model
Foucault, model Roger Fowler, model Theo van Leeuwen, model Sara Mills,
model Teun A. van Dijk, dan model Norman Fairclough.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis wacana van Dijk.
Teori analisis wacana van Dijk merupakan model analisis wacana yang paling
banyak digunakan. Ini dikarenakan model tersebut dapat mengelaborasikan
elemen-elemen wacana dalam suatu teks secara praktis.
Menurut van Dijk untuk menganalisis struktur teks dalam tulisan dapat
dikategorisasikan menjadi tiga elemen. Pertama struktur makro yang merupakan
makna yang paling umum dari sebuah teks, kedua superstruktur yang merupakan
kerangka di dalam struktur sebuah teks, dan yang ketiga adalah struktur mikro
yaitu bagian kecil dari suatu teks yang dapat diamati seperti kata, kalimat,
proposisi, anak kalimat, prafase, dan gambar.
Selain menganalisis teks, van Dijk juga memasukkan analisis kognisi sosial
dan konteks sosial dalam teori wacananya. Analisis kognisi sosial ialah analisis
terhadap kesadaran mental penulis dalam memahami peristiwa yang dituangkan
dalam teks, sedangkan analisis konteks sosial ialah suatu analisis terhadap suatu
teks yakni bagaimana teks dikonstruksi dan dipahami sebagai suatu pemahaman
bersama oleh masyarakat.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini ialah buku Renungan Tasauf. Sedangkan yang
menjadi objek penelitian ini adalah pesan-pesan dakwah Hamka dalam buku
Renungan Tasauf.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam
bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang
diselidiki.
Metode observasi yang dilakukan dalam penelitian ini ialah dengan cara
mengamati teks-teks dalam buku Renungan Tasauf kemudian dari
pengamatan tersebut dianalisis dengan teori wacana van Dijk.
b. Dokumentasi
Selain melakukan pengamatan terhadap buku Renungan Tasauf, peneliti
juga menggunakan metode dokumentasi untuk mengumpulkan data yang
berhubungan dengan penelitian. Data-data tersebut berasal dari buku-buku
yang terkait dengan penelitian ataupun mencari informasi yang berasal dari
internet.
4. Analisis Data
a. Proses Penafsiran data
Penelitian analisis wacana merupakan penelitian kualitatif yang lebih
menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit kategori. Dasar
dari analisis wacana ialah interpretasi, karena analisis wacana merupakan
bagian metode interpretatif yang mengandalkan penafsiran peneliti.
Proses penafsiran akan dilakukan peneliti dengan melihat data-data yang
menjadi bahan penelitian dalam hal ini ialah teks-teks dalam buku Renungan
Tasauf, kemudian akan ditafsirkan berdasarkan kerangka analisis wacana van
Dijk.
b. Penyimpulan Hasil Penelitian
Pesan-pesan dakwah dalam buku Renungan Tasauf setelah diamati akan
disimpulkan oleh peneliti. Kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini
merupakan jawaban dari rumusan masalah.
E. Tinjauan Pustaka
Terdapat cukup banyak skripsi yang membahas tentang analisis wacana.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis di perpustakaan Fakultas Dakwah
maupun di perpustakaan Utama maka penulis menemukan beberapa judul skripsi yang
menggunakan metode yang sama, antara lain: Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam
Kisah-kisah Sufi Karya Jalaluddin Rumi yang ditulis oleh Bunga Alkautsar, Analisis
Wacana Pesan Dakwah pada Rubrik Insani Tabloid Khalifah Edisi November Desember
2005 yang ditulis oleh Saat Safaat, Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Album Religi
Lahir Kembali Ustadz H. Jefri Al Buchori yang ditulis oleh Diana Syauqiyah dan
Analisis Wacana Pesan Dakwah Melalui Film Koran Bondrong yang ditulis oleh Lisa
Badaria.
Dari sekian banyak skripsi yang membahas tentang analisis wacana pesan
dakwah, tidak satupun penulis menemukan skripsi yang membahas analisis wacana pesan
dakwah buku Renungan Tasauf karya Hamka. Dapat disimpulkan bahwa penulis ialah
orang pertama yang mengangkat buku Renungan Tasauf sebagai subjek penelitian. Oleh
karena itu penulis akan mengajukan judul Analisis Wacana Pesan Dakwah Dalam Buku
Renungan Tasauf Karya Hamka.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini peneliti membagi pembahasan menjadi lima bab yang
meliputi:
BAB I
:
PENDAHULUAN
Membahas tentang: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
BAB II :
KAJIAN
TEORITIS
ANALISIS
WACANA
DAN
DAKWAH
Membahas tentang: Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk,
Pesan Dakwah, dan Buku Sebagai Media Dakwah.
BAB III :
PROFIL HAMKA DAN GAMBARAN UMUM BUKU
RENUNGAN TASAUF
Membahas tentang: Profil Hamka, dan Karya-karya Hamka,
Sekilas Tentang Buku Renungan Tasauf.
BAB IV :
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH DALAM BUKU
RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA
Membahas tentang: Analisis Teks Dalam Buku Renungan Tasauf,
Struktur Makro (Tematik), Superstruktur (Skematik), Struktur
Mikro, Konteks Sosial dan Kognisi Sosial.
BAB V :
PENUTUP
Membahas tentang: Kesimpulan dan Saran
BAB II
KAJIAN TEORITIS ANALISIS WACANA DAN DAKWAH
A. Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
1. Pengertian Analisis Wacana
Analisis wacana merupakan istilah yang dipakai sebagai perkataan bahasa
Inggris discourse, kata discourse berasal dari bahasa Latin discursus, dis: dari,
dalam arah yang berbeda dan curere: lari, sehingga berarti lari kian kemari.7
Banyak sekali perbedaan definisi tentang wacana, hal ini dikarenakan
perbedaan disiplin ilmu yang memakainya. Dalam salah satu kamus bahasa
Inggris terkemuka dijelaskan bahwa wacana adalah: komunikasi pikiran dengan
kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan.8
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga makna dari kata
wacana. Pertama, percakapan; ucapan; tutur. Kedua, keseluruhan cakapan yang
merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa yang realisasinya merupakan
bentuk karangan yang utuh.9
Berikut ini beberapa pengertian wacana dari para pakar komunikasi:
Menurut Mulyana Secara etimologis istilah wacana berasal dari bahasa
sansekerta wac atau wak atau vak yang memiliki arti ‘berkata’, ‘berucap’.
Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Kata ana yang
7
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-3, h. 9.
Ibid., h. 9.
9
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern
English Press, 2002), edisi ke-3, h.1709
8
berada
di
belakang
adalah
bentuk
sufiks
(akhiran)
yang
bermakna
‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana dapat dapat
diartikan sebagai perkataan atau tuturan.10
Paul Racouver (2002:30) berpendapat seperti dikutip dari buku Ema
Khotimah (Dosen Fakultas UNISBA) “bermula dari distingsi saussure antara
langue dan parole, kita dapat mengatakan, setidaknya pada tahap pengenalan
bahwa wacana merupakan peristiwa bahasa”. Aspek penting dari wacana
menurutnya adalah bahwa wacana dialamatkan atau diarahkan kepada
seseorang.11
Ismail Marhaimin mengartikan wacana sebagai “kemampuan untuk maju
(dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya”, dan
“komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.12
Dari definisi ini, wacana harus mempunyai dua unsur penting, yakni kesatuan
(unity) dan perpaduan (coherence).
Samsuri menyatakan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh
tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang
mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu
dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula memakai tulisan.13
Menurut Jos Daniel Parera Sebuah wacana tidak hanya terdiri dari kalimatkalimat gramatikal, tetapi sebuah wacana harus memberikan interpretasi yang
10
Mulyana, kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-prinsip Analisis Wacana
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 3.
11
Ema Khotimah, Analisis Wacana Ideologi Tandingan (Wacana Terorisme dalam MediaAnalisis Kritis Pemberitaan Abu Bakar Ba’asyir), (UNISBA, 2004), h. 19.
12
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10.
13
Ibid., h. 10.
bermakna bagi pembaca dan pendengarnya. Ini berarti, kalimat-kalimat yang
digunakan oleh pembicara ataupun penulis bukan hanya sesuai dengan susunan
gramatikal, tetapi juga kalimat-kalimat tersebut harus berhubungan secara logis
dan kontekstual.14
Alex Sobur merangkum pengertian wacana dari berbagai pendapat, ia
memandang wacana sebagai “rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang
mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis,
dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun
nonsegmental bahasa”.15
Analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi
kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih
menekankan pada pertanyaan “apa” (what), analisis wacana lebih melihat pada
“bagaimana” (how) dari pesan atau teks komunikasi.
2. Teori Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan
dikembangkan oleh para ahli, model van Dijk adalah model yang paling banyak
dipakai. Hal ini kemungkinan karena van Dijk mengelaborasikan elemen-elemen
wacana sehingga dapat didayagunakan dan dipakai secara praktis. Model analisis
wacana van Dijk sering disebut sebagai ”kognisi sosial”. Istilah ini diadopsi dari
14
15
Jos Daniel Parera, Teori Semantik, edisi kedua, (Jakarta: Erlangga, 2004), h, 219.
Sobur, Analisis Teks Media, h. 11.
pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan
proses terbentuknya sebuah teks.16
Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan
pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi
yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga bagaimana suatu teks
diproduksi, sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa
semacam itu.17
Wacana oleh van Dijk digambarkan memiliki tiga dimensi, yaitu: teks,
kognisi sosial dan konteks sosial. Ketiga bagian ini adalah bagian yang integral
dalam kerangka teori van Dijk, untuk itulah van Dijk menggabungkan ketiga
dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.
a. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan
yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga
tingkatan. Pertama, struktur makro. Ini merupakan makna global/ umum dari
suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur, ini merupakan
struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana
bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur
mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu
16
17
Ibid., h. 69
Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. 221
teks yakni, kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.18
Struktur teks van Dijk dapat digambarkan dan dijelaskan sebagai berikut:
Struktur Wacana
Struktur Makro
Superstruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Hal Yang Diamati
Tematik
Tema/ topik yang
dikedepankan dalam suatu
berita.
Skematik
Bagaimana bagian dan
urutan berita diskemakan
dalam teks berita utuh.
Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam teks berita
Sintaksis
Bagaimana kalimat (bentuk,
susunan) yang dipilih
Stilistik
Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks
Retoris
Bagaimana dan dengan cara
apa penekanan dilakukan
Elemen
Topik
Skema
(summary,
story).
Latar, detil,
maksud
Bentuk
kalimat,
koherensi,
kata ganti
Leksikon
(style)
Grafis,
metafora,
ekspresi19
b. Kognisi Sosial
Selain menjelaskan analisis teks, dalam analisis van Dijk juga dijelaskan
konsep tentang kognisi sosial. Kognisi sosial merupakan kesadaran mental
wartawan yang membentuk teks tersebut.
Dalam pandangan van Dijk, untuk membongkar bagaimana makna
tersembunyi dari teks, dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial.
Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai
18
19
Ibid., h. 225-226
Ibid., h. 228-229
makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya
proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam
memproduksi suatu berita, karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat
kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu
peristiwa.20
c. Konteks Sosial
Van Dijk berupaya untuk merumuskan pengertian konteks sosial atau
analisis sosial sebagai suatu usaha menganalisis bagaimana wacana
berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang
atau peristiwa digambarkan.
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat,
sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan
meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi
dalam masyarakat.
Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana
makna yang dihayati bersama.21 Penelitian ini sangat efektif dalam melihat
sejauh mana peranan teks membangun pemahaman bersama dalam
masyarakat.
20
21
Ibid., h. 260.
Ibid., h. 271
B. Pesan Dakwah
Pesan dakwah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung arti,
”perintah, permintaan, amanah, yang harus dikerjakan atau disampaikan kepada orang
lain yang berorientasi kepada pembentukan perilaku Islam.22 Dalam buku
Komunikasi Dakwah, Toto Tasmara mengatakan bahwa pesan dakwah adalah semua
pernyataan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah baik tertulis maupun lisan
dengan pesan-pesan (risalah) tersebut.23
Adapun pesan (materi dakwah) secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
1. Aqidah (keimanan)
Secara etimologi aqidah berasal dari kata al-Aqdu yang berarti ikatan,
kepastian, penetapan, pengukuhan, pengencangan dengan kuat dan juga berarti
yakin. Sedangkan secara terminologi, terdapat dua pengertian aqidah baik secara
umum maupun secara khusus. Secara umum yaitu aqidah berarti hukum yang
benar seperti keimanan dan ketauhidan kepada Allah. Percaya kepada Malaikat,
Rasul, Kitab, Qadha dan Qadhar serta hari akhir. Secara khusus aqidah bersifat
keyakinan bathiniyah yang mencakup rukun iman, tapi pembahasannya tidak
hanya tertuju pada masalah yang wajib diimani saja tetapi juga masalah yang
dilarang oleh Islam.24
22
New Life Options: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 761
23
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 43
24
Indriansyah Islamiyah, Universitas Islam Jakarta, Akhlak Istimaiyah, (Jakarta: PT. Parameter,
1998), h. 5
Aqidah dalam Islam adalah bersifat i’tiqad bathiniyah yang mencakup
masalah-masalah yang erat hubungannya dengan iman.25 Aqidah mengikat kalbu
manusia dan menguasai batinnya. Aqidah inilah yang membentuk moral (akhlaq)
manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dakwah Rasulullah
adalah aqidah atau keimanan. Dengan iman yang kukuh akan lahir keteguhan dan
pengorbanan yang akan selalu menyertai setiap langkah dakwah.26
2. Syariah
Aspek syariah adalah aspek yang berkaitan dengan amal ibadah, yang
berkenaan dengan pelaksanaan hukum, beberapa perintah dan larangan Allah
SWT. Syariah berkaitan dengan anggota badan atau jasmaniah.27
Secara etimologis (lughawi) syariah berarti jalan ke tempat pengairan atau
jalan yang harus diikuti atau tempat lalu air di sungai, arti terakhir ini digunakan
orang arab sampai sekarang. Menurut para ahli, definisi syariah ialah segala titah
Allah SWT yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang
mengenai akhlak, dengan demikian, syariah itu adalah nama bagi hukum-hukum
yang bersifat amaliah.28
Ada juga yang mengatakan syariah dari akar kata syara’a yakni
memperkenalkan, mengedepankan dan menetapkan sistem hukum yang
didasarkan wahyu atau juga disebut syara atau syir’ah hukum agama Islam yang
terkandung di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist dan dikembangkan melalui prinsip-
25
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1983), Cet-1, h.
60
26
Ali Yavie, Dakwah dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Makalah Seminar, 1992), h. 10
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta
Adi Pustaka, 1980), h. 896
28
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997), jilid 1, h. 1
27
prinsip analisis empat mazhab fiqih Islam yang ortodoks, yakni mazhab Syafi’i,
Hambali, Hanafi, dan Maliki bersama dengan sebuah mazhab ja’fari dari kalangan
syi’ah.29
3. Akhlak
Ibn Manzhur berkata, ’khulq
dan khuluq’ (dengan satu dhammah dan
dengan dua dhammah) berarti budi pekerti, dan agama. Kata ini dipakai untuk
menyatakan perangai seseorang yang tidak terdapat di dalam fitrahnya (dibuatbuat). Menurut istilah, akhlak ialah satu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
memunculkan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan dengan mudah, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. 30
Dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak
Khaliq dengan perilaku makhluk (manusia). Dengan kata lain, dalam pengertian
ini, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru
menggambarkan nilai yang hakiki, manakala suatu tindakan atau perilaku tersebut
didasarkan kepada kehendak Khaliq (Tuhan).31 Dari pengertian di atas, dapat
diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang
tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya.
Pesan atau materi akhlak meliputi:
a. Akhlak terhadap Allah SWT,
b. Akhlak terhadap sesama manusia (orang tua, diri sendiri, tetangga dan
masyarakat),
29
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, Kata Pengantar: Prof. Huston Smith, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 382
30
Asma Umar Hasan Fad’aq, Mengungkap Makna dan Hikmah Sabar, (Jakarta: Lentera, 1999),
h. 16-17
31
Dewan Redaksi Ensiklopedi, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 8-9
c. Akhlak terhadap lingkungan.32
4. Mu’amalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar
porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek
kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang
menjadikan seluruh bumi di masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam
mu’amalah di sini, diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan
Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.
Cakupan aspek mu’amalah jauh lebih luas daripada ibadah dengan alasan:
a. Dalam Al-Qur’an dan al-Hadis mencakup proporsi terbesar sumber hukum
yang berkaitan dengan urusan mu’amalah.
b. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar
daripada ibadah yang bersifat perorangan. Jika urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka tebusannya
adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan mu’amalah. Sebaliknya,
jika orang tidak baik dalam urusan mu’amalah, maka urusan ibadah tidak
dapat menutupinya.
c. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran
lebih besar daripada ibadah sunnah.33
C. Buku Sebagai Media Dakwah
1. Pengertian Media Dakwah
Dalam kamus telekomunikasi, media berarti sarana yang digunakan oleh
komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan suatu pesan kepada
32
Zahruddin dan Hasanudin Sinaga, Penghantar Studi Akhlak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), Cet -1, h. 74-79
33
Muhammad Munir, dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006),
Cet-1, h. 27-28
komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, banyaknya atau keduanya. Jadi
segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam berkomunikasi
disebut media komunikasi.34
Secara istilah media merupakan jamak dari bahasa latin yaitu “median”,
yang berarti alat perantara. Sedangkan secara istilah media berarti segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dapat
dirumuskan bahwa media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.35
Media dakwah adalah sarana atau perantara dalam menyampaikan pesan
dakwah kepada khalayak. Media dakwah atau dalam bahasa arab dikenal dengan
istilah wasilah dakwah, merupakan salah satu unsur dakwah di samping unsur
lainnya seperti da’i, mad’u (mitra dakwah), maddah (materi), thariqoh (metode
dakwah), atsar (efek).36
2. Macam-macam Media Dakwah
Media dakwah dapat digolongkan menjadi 5 golongan besar yaitu:
a. Lisan: termasuk dalam bentuk ini ialah khutbah, pidato, ceramah, kuliah,
diskusi, seminar, musyawarah, nasihat, ramah tamah, dalam anjang sana,
obrolan secara bebas setiap ada kesempatan, yang kesemuanya dilakukan
dengan lidah atau bersuara.
b. Tulisan (media cetak): Dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan
seperti: Buku-buku, majalah, surat kabar, buletin, risalah, kuliah-kuliah
tertulis, pamflet, pengumuman-pengumuman tertulis, spanduk dan lain
sebagainya. Da’i yang menguasai di bidang ini adalah da’i yang ahli dalam
jurnalistik yakni keterampian mengarang dan menulis.
c. Lukisan: yakni gambar-gambar hasil seni lukis, seperti foto dan lain
sebagainya, bentuk tertulis ini banyak menarik perhatian orang dan banyak
dipakai untuk menggambar suatu maksud ajaran yang ingin disampaikan
34
Gozali BC.TT., Kamus Istilah Komunikasi, (Bandung: Djambatan, 1992), h.227
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.163
36
M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), Cet-1, h.121
35
kepada orang lain, misalnya komik-komik bergambar yang dewasa ini sangat
disenangi anak-anak
Media Audio: yaitu penyampaian sebuah materi dakwah melalui gelombang
suara yang dapat diperdengar oleh khalayak luas misalnya radio yang
digunakan untuk penceramah, aktifitas sebuah radio sangat menunjang untuk
kegiatan berdakwah dikarenakan radio yang relatif harganya terjangkau bagi
masyarakat umum, radio pun bisa dibawa kemana-mana dikarenakan
bentuknya yang kecil sehingga seseorang bisa mendengarkan radio
dimanapun berada.
Media Audio Visual: yaitu cara penyampaian yang sekaligus merangsang
penglihatan dan pendengaran, misalnya, televisi, televisi dapat menyajikan
sebuah gambar maupun sebuah suara, televisi dapat menjangkau masyarakat
luas, televisi dewasa ini amat digandrungi oleh masyarakat pada umumnya, di
zaman yang global ini tanpa televisi dunia terasa hampa bagi penggemar
informasi, dengan adanya televisi dunia terasa sempit, kita dapat melihat
kutub utara dengan bantuan televisi tanpa harus pergi ke kutub utara dan
melihat berbagai penjuru dunia melalui media televisi ini, efektifitas sebuah
televisi untuk berdakwah pada zaman sekarang sangatlah tepat dikarenakan
dapat menjangkau umat yang berada di mana saja.
Internet: Internet adalah sejenis media massa yang agak baru, di Indonesia
internet baru dimanfaatkan pada tahun 1996. seseorang yang mempunyai
komputer dapat tersambung dan berkomunikasi dengan jaringan computer
lewat satelit. Penyiaran informasi melalui media internet tidak hanya oleh
suatu lembaga yang bergerak dalam penyiaran informasi namun dapat
dilakukan oleh perseorangan. Informasi yang dibuat seseorang dapat diketahui
orang banyak sepanjang ia mempunyai jaringan.
Akhlak: Yaitu suatu cara penyampaian langsung ditunjukkan dalam bentuk
perbuatan yang nyata seperti perbuatan-perbuatan yang terpuji.37
d.
e.
f.
g.
Dilihat dari segi sifatnya media dakwah dapat digolongkan menjadi 2
golongan, yaitu:
a. Media Tradisional, yaitu berbagai macam seni dan pertunjukan yang secara
tradisional dipentaskan di depan umum terutama sebagai hiburan yang
memiliki sifat komunikatif seperti ludruk, wayang kulit, dan drama
b. Media Modern, yaitu media yang dihasilkan dari teknologi antara lain televisi,
radio, pers dan lain-lain.38
3. Buku Sebagai Sarana Dakwah
37
Hamzah Yaqub, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: C.V.
Diponegoro, 1992), Cet ke- 1, h. 47-48
38
Adi Sasono, et. al. Solusi Islam Atas Problematika Umat, (Ekonomi, (Pendidikan dan
Dakwah), (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet ke-1, h. 154
Berdakwah tidak harus dengan berceramah. Dakwah bisa menggunakan
berbagai sarana. Di era modern sekarang ini, dakwah harus dikemas dengan
berbagai sarana, agar dakwah dapat berlangsung lebih efektif dan tidak
ketinggalan zaman. Yang penting inti dakwah yakni ”mengajak manusia ke jalan
Tuhan (ud’u ila sabili rabbika)” dapat tercapai.
Di era saat ini, ada banyak media yang bisa dijadikan sebagai sarana
dakwah. Selain media massa, seperti koran, majalah, radio, dan televisi, ada juga
sarana lain yang cukup efektif, yakni melalui buku. Melihat animo masyarakat
yang mulai menyukai buku sebagai sumber ilmu dan pengetahuan, menjadikan
dakwah melalui buku dapat dijadikan sebagai alternatif yang cukup representatif.
Banyak di masa sekarang ini buku-buku yang diterbitkan berupaya untuk
meluruskan
pemahaman
dan
koreksi
terhadap
gagasan-gagasan
yang
dikumandangkan oleh kalangan Islam Liberal yang membingungkan umat.
Dikatakan juga bahwa buku itu merupakan salah satu saran taushiyah antar
sesama muslim sehingga tidak menjadi orang yang merugi dan terhindar dari
penyimpangan.
Kecendrungan itu juga melahirkan fenomena menarik, yaitu buku dijadikan
sebagai sarana polemik (perang pena). Sehingga sebuah buku muncul, kemudian
muncul buku baru yang menanggapi kehadiran buku itu.
Apapun yang terjadi, buku memang telah mulai menjadi alternatif rujukan
umat. Sehingga menjadikan buku sebagai sarana dakwah, taushiyah, maupun
koreksi dan kritik terhadap sesama muslim, merupakan jalan yang layak untuk
ditempuh. Asalkan semuanya berangkat dari niat yang mulia, dan untuk tujuan
yang mulia pula, yaitu menuju pencerahan, menggapai kebenaran, dan tentu saja
menghindarkan umat dari ”penyimpangan dan kesesatan” sebagai inti dakwah.39
39
Badiatul Muchlisin Asti, Berdakwah dengan Menulis Buku, (Bandung: Media Qalbu, 2004),
Cet ke-1, h. 41-44
BAB III
PROFIL HAMKA DAN GAMBARAN UMUM
BUKU RENUNGAN TASAUF
A. Profil Hamka
1. Riwayat Hidup Hamka
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal masyarakat
dengan “Hamka”, lahir di sebuah desa bernama Tanah Sirah di Sungai Batang,
Maninjau, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari 1908 atau bertepatan dengan
14 Muharam 1326 Hijriyah.40
Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai
Haji Rasul, merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau,
sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau hingga
kelas dua. Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan
Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan
mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di
surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa,
Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus
Hadikusumo.
40
51
Nasir Tamara dkk, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), Cet Ke- 1, h.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di
Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun
1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan
Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958.
Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan
Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah.
Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan
khurafat, bid’ah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun
1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun
1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun
kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau
terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh
Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun
1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah
ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat
Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali
melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau
kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak
dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Hamka juga merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit.
Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah surat kabar seperti
Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada
tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun
1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar.
Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji
Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan
antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas alAzhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974;
dan gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan
pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam.
Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di
negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk
Malaysia dan Singapura, turut dihargai. 41
2. Karya-karya Hamka
Seperti yang diinformasikan oleh John L Esposito bahwa Hamka telah
menulis lebih dari seratus buku, termasuk fiksi, politik, adat minangkabau, sejarah
dan biografi, doktrin Islam, etika, tasawuf dan tafsir.42 Menurut Yudi Latif bahkan
Tak kurang dari 118 buku yang dikarangnya.43 Berikut ini adalah sebagian dari
karya-karya Hamka disusun berdasarkan tahun pembuatan:
41
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Hamka
42
John L. Esposito, Ensiklopedi Islam, (Bandung: Mizan, 2001), Cet Ke- 1, Jilid II, h. 147
43
Yudi Latif, Hamka, Berislam yang Estetik, http://id.buck1.com/blok/hamka-berislam-yangestetik-709
1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
2 Si Sabariah. (1928)
3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).
7. Hikmat Isra' dan Mikraj.
8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.
9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.
11. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai
Pustaka.
15. Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
16. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
17. Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
18. Tuan Direktur 1939.
19. Dijemput mamaknya,1939.
20. Keadilan Ilahy 1939.
21. Tasawuf Modern 1939.
22. Falsafah Hidup 1939.
23. Lembaga Hidup 1940.
24. Lembaga Budi 1940.
25. Majallah 'SEMANGAT ISLAM' (Zaman Jepang 1943).
26. Majallah 'MENARA' (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
27. Negara Islam (1946).
28. Islam dan Demokrasi,1946.
29. Revolusi Pikiran,1946.
30. Revolusi Agama,1946.
31. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
32. Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
33. Didalam Lembah cita-cita,1946.
34. Sesudah naskah Renville,1947.
35. Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
36. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi, Sidang Konverensi Meja
Bundar.
37. Ayahku,1950 di Jakarta.
38. Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
39. Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
40. Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
41. Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pada tahun
1950.
42. Kenangan-kenangan hidup 2.
43. Kenangan-kenangan hidup 3.
44. Kenangan-kenangan hidup 4.
45. Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.
46. Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
47. Sejarah Ummat Islam Jilid 3.
48. Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
49. Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.
50. Pribadi,1950.
51. Agama dan perempuan,1939.
52. Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.
53. 1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dari Pedoman Masyarakat, dibukukan
1950).
54. Pelajaran Agama Islam,1956.
55. Perkembangan Tasawuf dari abad ke abad,1952.
56. Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.
57. Empat bulan di Amerika Jilid 2.
58. Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk
Doktor Honoris Causa.
59. Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.
60. Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982
oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.
61. Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.
62. Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.
63. Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.
64. Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.
65. Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.
66. Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.
67. Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dari Mekkah).
68. Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dari Mekkah).
69. Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan
1970.
70. Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.
71. Himpunan Khutbah-khutbah.
72. Urat Tunggang Pancasila.
73. Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.
74. Sejarah Islam di Sumatera.
75. Bohong di Dunia.
76. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah
di Padang).
77. Pandangan Hidup Muslim,1960.
78. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.
79. Tafsir Al-Azhar [1] Juz 1-30. 44
Karya tulisnya tentang tafsir, yaitu Tafsir Al-Azhar 30 juz, sering disebutsebut banyak penulis lain sebagai karya monumental Hamka. Melalui karya ini,
44
Wikipedia Indonesia, Daftar Karya Buya Hamka, http://id.wikipedia.org/wiki/Hamka
Hamka mendemonstrasikan keluasaan pengetahuannya di hampir semua disiplin
yang tercakup oleh bidang-bidang ilmu-ilmu agama Islam serta pengetahuan non
keagamaan yang sarat dan kaya dengan berbagai informasi. Tafsir Al-azhar tidak
hanya diterbitkan di Indonesia, tetapi juga diterbitkan di Singapura oleh Pustaka
Nasional.
B. Sekilas Tentang Buku Renungan Tasauf
Buku Renungan Tasauf merupakan kumpulan enam karangan dan ceramah
Hamka dari tahun-tahun yang berbeda. Karangan pertama berjudul ”akal dan khayal”
ditulis oleh Hamka untuk majalah ”Indonesia” April tahun 1952, sebuah majalah
kebudayaan yang diterbitkan Badan Musyawarah kebudayaan Nasional di bawah
naungan kementerian P dan K. Waktu itu Hamka aktif sebagai anggota Badan
Kebudayaan tersebut bersama para ahli dan tokoh kebudayaan nasional lain.
Gaya bahasa yang agak puitis pada karya yang berjudul ”akal dan khayal” ini,
tentu saja sesuai dengan majalah Indonesia yang isinya penuh dengan karangan
tentang seni dan budaya. Agaknya tulisan ini menunjukkan keseniman Hamka, di
samping keulamaannya.
Karangan kedua ”Kewajiban dan Akhlak Kaum Muslim dalam Bernegara”,
adalah ceramah lisan dihadapan Majelis Pengajian PADI (Pengajian Dakwah Islam)
tanggal 26 Juni 1969, yang anggota-anggotanya kebanyakan para perwira tinggi
ABRI. Ceramah itu diadakan di rumah Menteri Penerangan Boediarjo. Majelis
Pengajian PADI kemudian menerbitkannya menjadi sebuah brosur yang dibagibagikan pada anggota-anggotanya.
Dua artikel dari majalah ”Panji Masyarakat” yang terbit sesudah tahun 70-an,
disertakan dalam himpunan ini, yaitu ”Agama ialah Cinta”, dan ”Di antara Cinta dan
Fanatik”. Karangan yang berjudul ”Kepercayaan dan Pengetahuan”, adalah pidato
pada upacara peresmian Perguruan Tinggi Islam Jakarta pada tahun 1951. Pada bulan
puasa Ramadhan, Hamka menulis satu karangan berjudul ”Lailatul Qadar”, dimuat
dalam majalah Gema Insani tahun 1965, tanpa mencantumkan namanya.
Karangan yang berjudul ”Untuk Menjadi Perbandingan” adalah tulisan dalam
majalah ”Gema Islam” tahun 1962. karangan ini merupakan kaca perbandingan
antara sikap Kristen dengan Islam terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, Hamka
mengingatkan pembaca Islam, akan bahaya taqlid, agar tidak mengulangi kesalahankesalahan kaum gereja Katholik yang bersifat reaksioner terhadap ilmu pengetahuan.
Terakhir adalah karangan yang berjudul ”Pemimpin Agama” yang dimuat
dalam ”Mimbar Agama” bulan Maret 1951, sebuah majalah yang diterbitkan oleh
Kementerian Agama sekitar tahun 50-an, dengan Hamka sendiri sebagai salah
seorang anggota Dewan Redaksinya. Buku himpunan karangan dan ceramah Hamka
ini dinamakan ”Renungan Tasauf” karena dalam dakwahnya, Hamka selalu
menggunakan pendekatan tasawuf, dan pendekatan cinta yang menyentuh batin
pembacanya.45
Buku Renungan Tasauf ini diterbitkan oleh Pustaka Panjimas dengan dua kali
cetakan. Cetakan pertama pada Juni 1985 dan cetakan kedua pada Oktober 1995.
Pada cetakan kedua buku ini ditambahkan dua karangan hamka, diantaranya berjudul
”Antara Doa dan Berita” dan ”Uzlah”, akan tetapi dari kedua tulisan tersebut tidak
diterangkan dari mana penerbit mendapatkannya. Buku ini berjumlah 115 halaman
45
Hamka, Renungan Tasauf, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1985), Cet Ke- 1, h. v- viii
pada cetakan pertama dan mengalami penambahan halaman menjadi 131 pada
cetakan kedua. Dalam buku ini tidak disebutkan nama editor yang mengumpulkan
karangan Hamka.
BAB IV
ANALISIS WACANA PESAN DAKWAH
DALAM BUKU RENUNGAN TASAUF KARYA HAMKA
A. Analisis Teks Dalam Buku Renungan Tasauf
Pada bab ini pembahasan akan difokuskan pada analisis teks melalui struktur
makro, superstruktur dan struktur mikro, selain itu akan dibahas pula analisis konteks
sosial dan analisis kognisi sosial. Sebelum melakukan pembahasan, terlebih dahulu
akan dipaparkan judul-judul yang akan diteliti dalam buku Renungan Tasauf, antara
lain; (A) Akal dan Khayal, (B) Agama Ialah Cinta, (C) Di antara Cinta dan Fanatik,
dan (D) Lailatul Qadr, (E) Untuk Jadi Perbandingan, (F) Pemimpin Agama.
1. Struktur Makro (Tematik)
Berdasarkan model analisis wacana van Dijk, struktur makro merupakan
tema atau dikenal dengan istilah tematik. Elemen tematik menunjuk pada
gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti,
ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin
diungkapkan wartawan (penulis) dalam pemberitaannya.46
Analisis tematik dalam penelitian ini akan dijabarkan dari enam buah judul
dalam buku ”Renungan Tasauf” yang ada secara berurutan.
a. Akal Dan Khayal
46
Eriyanto, Analisis Wacana, (Yogyakarta: LKIS, 2006), Cet. Ke-5, h. 229.
Dalam judul ”Akal dan Khayal” terdapat pesan dakwah. Pesan dakwah
yang paling dominan dalam teks ini ialah pesan dakwah yang berkaitan
dengan aspek Mu’amalah. Teks ini ingin membandingkan antara kebudayaan
Barat dengan kebudayaan Timur yang sangat berbeda. Kebudayaan Barat
yang menggunakan akal dan kebudayaan Timur yang menggunakan
khayalnya. Kebudayaan Barat selalu mengagung-agungkan logika dan
akalnya, sedangkan kebudayaan Timur mempercayai nilai-nilai keagamaan.
Menurut Hamka di antara Akal dan khayal tidak ada yang dapat dipisahkan,
oleh karenanya disamping kita menggunakan akal akan tetapi kita juga
diharuskan menggunakan khayal agar hidup lebih seimbang.
Kita mengaku, memang akal Barat telah menaklukkan kulit hidup
Timur. Tetapi akal Barat belum dapat dan sekali-kali tidak akan dapat
menaklukkan khayal dalam kemegahan dan kebesarannya.47
Gagasan inti yang ingin disampaikan Hamka dalam teks di atas ingin
menerangkan bahwa bangsa Barat yang menggunakan akalnya masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan bangsa Timur yang menggunakan khayalnya.
Kemajuan yang dicapai oleh bangsa Barat ialah kemajuan semu yang tidak
mempunyai nilai apa-apa. Sedangkan kebudayaan Timur, karena selalu
mengutamakan nilai-nilai Agama menjadi kebudayaan yang akan senantiasa
membuat kedamaian di muka bumi.
b. Agama Ialah Cinta
Pesan dakwah yang terdapat dalam teks Agama Ialah Cinta ialah pesan
Aqidah. Dalam judul ini Hamka menjelaskan bahwa ”cinta” adalah puncak
47
Hamka, Renungan Tasauf, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), Cet Ke- 1, h. 10
tertinggi dari pandangan hidup Muslim. Seorang muslim belum dikatakan
muslim yang sejati jika ia belum memahami hakikat ”cinta” yang sebenarnya.
Cinta dalam Islam berarti kita mencintai Allah dan Rasulullah melebihi cinta
kita kepada apapun, bahkan melebihi cinta kepada diri sendiri.
Selain dari mengikuti apa yang diperintahkan dan menghentikan apa
yang dilarang, karena ingin hendak dimasukkan ke dalam syurga dan takut
akan dibenamkan ke dalam neraka, maka puncak tertinggi dari pandangan
hidup seorang muslim adalah cinta.
Cinta seperti itu terkumpul kepada satu puncak, yaitu Allah. Dan supaya
hubungan mesra di antara insan sebagai hamba dengan Allah sebagai Tuhan,
maka Tuhan mengutus RasulNya Muhammad Saw. menjadi penunjuk jalan.48
Gagasan inti yang ingin disampaikan penulis dalam teks di atas
menggambarkan bagaimana cinta yang dimiliki seorang muslim merupakan
cinta yang tulus hanya kepada Allah dan cinta kepada Rasul sebagai penunjuk
jalan. Seorang muslim mencintai Allah dan Rasul-Nya karena mereka
mempunyai pandangan sebagai seorang muslim yang sejati bukan hanya
karena takut kepada api neraka.
Dalam teks ini terdapat ayat-ayat al-Quran. Ayat al-Quran yang
digunakan dalam teks Agama Ialah Cinta ialah surat al-A’Raf ayat 56 yang
berbunyi:
☺
☺
48
Ibid., h. 43
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Terdapat pula Hadis yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, dari
Anas, yang artinya:
“Tidaklah berarti iman seorang kamu sebelum aku ini lebih dicintainya
daripada anaknya, dan ayahnya dan sekalian manusia sekalipun.”
c. Di Antara Cinta Dan Fanatik
Pesan dakwah yang dikembangkan dalam teks ini ialah pesan dakwah
yang mengandung nilai-nilai Aqidah. Gagasan umum atau tema yang terdapat
dalam teks ini menerangkan tentang dua hal. Tema yang pertama
menerangkan bagaimana seharusnya seorang muslim mencintai Allah dan
Rasul serta agama islam dengan sepenuh hati, mencintai dengan
mengorbankan segala yang ada dalam diri baik berupa pengorbanan harta
benda maupun nyawa sekalipun. Gagasan inti tema yang pertama ini berasal
dari Ayat Al-Qur’an.
Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul, maka mereka itu
akan berada beserta orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah atas mereka,
yaitu dari Nabi-nabi dan orang-orang yang jujur (shiddiqin) dan orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh. Dan alangkah indahnya orangorang itu menjadi teman. (Surat an-Nisaa ayat 69).49
49
Ibid., h. 52
Tema yang kedua yang dikembangkan Hamka dalam teks ini ialah
membahas pandangan kaum orientalis terhadap kaum muslim yang sangat
cinta kepada umat islam yang cinta kepada agamanya dengan sebutan
”fanatik”.
Tiap-tiap orang bangkit melawan karena dorongan iman dan cintanya,
dicaplah dia fanatik. Dan penjajah pun berusahalah menghilangkan ,,fanatik”
itu dengan berbagai jalan. Yang terutama sekali ialah jalan pendidikan.
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh penjajah adalah berdasar kepada
,,neutraal” agama. Arti neutraal ialah positif menjauhkan segala yang berbau
agama, terutama Agama Islam dari pendidikan sejak dari pendidikan dasar
sampai kepada menengah sampai kepada tinggi.50
Gagasan inti dari teks di atas ingin menggambarkan bagaimana sikap
keimanan sebenar-benarnya dicap fanatik oleh orang kafir yang menjajah
Indonesia. Usaha yang dilakukan dalam memberantas sikap fanatik dilakukan
dengan menghilangkan pelajaran-pelajaran keagamaan.
Dalam tulisan ini selain terdapat Ayat dari Al-Qur’an yaitu surat AnNisa ayat 69 yang telah dijelaskan dalam gagasan inti di atas memuat pula
hadis tentang umat islam yang ingin sekali melihat Nabi. Hadis tersebut
dirawikan oleh Muslim dari Abu Hurairah yang artinya:
“Setengah daripada umatku yang sangat cinta kepadaku ialah orangorang yang datang sepeninggalku kelak. Mereka ingin sekali hendak melihat
aku, dengan kaum keluarganya dan harta bendanya banyak sekali.”
d. Lailatul Qadr
Dilihat dari teksnya, pesan dakwah yang paling dominan dalam teks
”Lailatul Qadr” ialah pesan dakwah yang mengandung nilai Syariah. Teks ini
50
Ibid., h. 56
mengandung nilai-nilai Syariah karena mengajak umat muslim untuk
beribadah demi mendapatkan malam Lailatul Qadr. Dalam judul ini Hamka
menjelaskan tentang bagaimana seorang muslim memaknai malam seribu
bulan atau malam Lailatul Qadr. Malam lailatul Qadr merupakan malam yang
sangat mulia karena pada malam tersebut nilai ibadah kita menjadi berlipat
ganda. Pada dalam malam tersebut tidak semua orang dapat mendapatkannya.
Bagi orang yang mendapat malam lailatul Qadr akan merasakan suasana
hatinya sangat tenang dan syahdu karena Allah memberikan keberkahan di
dalam hatinya.
Setiap waktu kita dianjurkan mencarinya, mencobanya. Syukur kalau
sering kita mendapatnya. Sembahyang lima waktu, ditambah dengan
sembahyang Nawafil (sunnat) pun adalah pintu untuk memasuki saat itu.
Puasa ramadhan lebih-lebih lagi, adalah pintu untuk memasuki suasana itu.
Moga-moga entah di malam yang mana, memang terbukalah pintu langit bagi
rohani kita. IBarat kita memutar knop radio, mencari-cari satu stasion
gelombang pemancar, padahal banyak gangguan, akhirnya bertemu juga; tidak
kita lepas-lepaskan lagi. Sekali bertemu, jadilah, nilainya sama dengan 1.000
bulan.51
Gagasan inti yang ingin disampaikan penulis dalam teks di atas ingin
memotivasi kita agar mendapatkan malam Lailatul Qadr. Agar mendapatkan
malam Lailatul Qadr seorang muslim harus berusaha karena Allah tidak
memberikannya dengan mudah. Usaha yang dilakukan ialah dengan cara
beribadah dengan hati yang ikhlas dan niat yang tulus ingin mendapat ridha
dari Allah. Setelah mendapatkan malam Lailatul Qadr kita merasa berat
meninggalkannya karena kenikmatan Rohani pada saat itu.
Dalam teks ini terdapat ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186 yang
berbunyi:
51
Ibid., h. 72-73
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka
itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
e. Untuk Jadi Perbandingan
Dalam teks ”Untuk Jadi Perbandingan” pesan dakwah yang paling
dominan ialah pesan Syariah. Teks ini pada intinya menceritakan tentang
sejarah kesalahan-kesalahan umat Kristiani pada masa dahulu dalam
mengambil keputusan. Pengalaman pahit di masa lalu menjadi proses
pembelajaran di masa sekarang, sehingga organisasi Gereja Katholik lebih
bijaksana dalam mengambil keputusan pada zaman sekarang. Menurut Hamka
para Alim Ulama Islam harus mencontoh yang diambil oleh organisasi gereja
Katholik agar belajar dari kesalahan dan mengembalikan semuanya kepada
ajaran agama.
Sebabnya ialah karena pengalaman-pengalaman pahit yang mereka
alami mereka jadikan pengalaman. Ignatius de Loyola dipandang sebagai
perintis jalan baru bagi perbaikan diri dalam kalangan Katholik.
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak lagi mereka tolak, tetapi mereka tilik.
Disediakan orang-orang yang akan mempelajarinya lebih mendalam.
Demikian pun research sekali-kali tidak mereka lengahkan, bahkan kalau
perlu mereka campuri.52
52
Ibid., h. 97
Gagasan inti yang ingin disampaikan dalam teks di atas ialah
menceritakan bagaimana gereja katholik mampu memperbaiki kesalahankesalahan yang dilakukan pada masa lalu. Mereka menjadi sangat menghargai
ilmu pengetahuan dengan berusaha melakukan berbagai macam penelitian.
f. Pemimpin Agama
Teks ”Pemimpin Agama” menggambarkan sikap ulama sebagai penerus
para Nabi. Dalam teks ini terdapat muatan pesan dakwah yang bernilai
Mu’amalah. Hamka menggambarkan ulama sebagai orang yang berani
menyatakan kebenaran walupun harus berhadapan dengan penguasa. Teks ini
memberikan nasihat kepada kita agar menghormati ulama yang memegang
teguh ajaran Islam.
Pemimpin Agama, ulama, kiyahi, lebai, ajengan! Itulah waris daripada
Nabi-nabi. Nabi yang tidak meninggalkan harta benda, tetapi meninggalkan
pengajaran dan tuntunan yang akan disampaikan kepada umat manusia.
Ulamalah pelita di waktu sangat gelap. Ulamalah penunjuk jalan di belukar
hidup yang tak tentu arah. Ulamalah pemberontak kekuasaan sewenangwenang, melawan kezaliman dan aniaya. Kebesarannya terletak dalam jiwa,
bukan dalam pakaiannya yang mentereng, baik jubah dan serban, atau tasbih
dan tongkat kebesaran.53
Gagasan inti dari teks di atas ialah ingin menggambarkan sosok ulama.
Ulama merupakan pewaris para Nabi melindungi umatnya dari sikap
kesewenang-wenangan penguasa yang zhalim.
2. Superstruktur (Skematik)
Struktur skematis atau superstruktur menggambarkan bentuk umum dari
suatu teks. Bentuk teks umumnya terdiri dari pendahuluan, isi dan penutup. Untuk
melihat bentuk teks itu seperti apa, dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu:
53
Ibid., h. 101
Pertama, summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan
lead (teras berita). Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan.
a) Akal Dan Khayal
1) Judul dan Lead
Dilihat dari judulnya, teks ”Akal dan Khayal” seolah ingin
membandingkan mana yang lebih baik antara keduanya. Hamka
membandingkan
bangsa
Barat
dengan mengilustrasikan kepada kebudayaan oleh
dan
Timur.
Kebudayaan
Barat
dipandang
kebih
mementingkan logika dan pikiran sedangkan kebudayaan Timur lebih
mementingkan nilai-nilai kepercayaan.
Lead atau dimulai dengan intisari menjelaskan bahwa kebudayaan
Barat dengan akalnya dapat memenuhi panca indra dengan kekuatan ilmu
pengetahuan sedangkan kebudayaan Timur dengan khayalnya dapat
menerangi hati seperti pelita di malam hari.
2) Story/body
Pada bagian isi Hamka menjelaskan tentang perjalanan Nabi Adam
dan Siti Hawa dalam menggunakan akal dan khayalnya, kemudian dengan
bahasa filsafat Hamka menerangkan bahwa akal tunduk kepada khayal.
Akal selalu ingin mencari tahu jawaban segala sesuatu namun khayal
percaya akan sesuatu yang tersembunyi.
Hai akal yang pongah! karena bodohnya. Di manakah kentong
tempatmu bertahan? Tempat engkau minta kenyataan itu? Di mana engkau
bersembunyi? ,,Ilmu Pasti! Ilmu Pasti; itulah bentengku”, kata Akal.
Mana yang tak sesuai dengan Akal, adalah ,,fantasi yang ,,nonsen”
belaka! Bolehkah aku bertanya” kata Khayal pula, ,,di manakah benteng
yang akhir dari ,,Ilmu Pasti itu?! Akal menjawab: ,,Di angka satu.” dari
satu dimulai segala hitungan, dan dengan satu diakhirinya.
,,Tunjukkanlah kepadaku, hai Akal, di manakah terletaknya angka
satu Ilmu Pasti itu? Di awang-awang yang mana?” Tiba-tiba, dengan suara
di antara kedengaran dengan tidak, Akal menjawab: ,,Dalam
Khayalku”..........kalau begitu, mengapa aku engkau lupakan? Padahal
kemajuan langkahmu, adalah lantaran doronganku?”54
b. Agama Ialah Cinta
1) Judul dan Lead
Judul memberikan gambaran apa yang ingin dibicarakan dalam
sebuah teks. Dalam judul ini Hamka memberikan nasihat kepada kita
bahwa keseluruhan ajaran agama ialah cinta. Dijelaskan kemudian dalam
bagian lead teks tersebut hadis tentang bagaimana iman seorang muslim
tidak akan berarti sebelum Rasulullah lebih dicintainya daripada keluarga
dan orang lain.
Dijelaskan lagi dalam lead selanjutnya secara eksplisit bahwa cinta
yang sebenar-benarnya terkumpul atau berasal dari cinta kepada Allah.
Selebihnya karena Allah mengutus Rasul-Nya maka kita juga harus
mencintai Rasul sebagai pembawa risalah Islam.
2) Story/ body
Tulisan dalam bagian tubuh berita teks ini memberikan penekanan
terhadap bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap alam ini. Dengan
kecintaan yang tulus terhadap Allah dan Rasulnya, maka dengan
sendirinya kita akan mencintai alam ini beserta isinya. Kemudian dalam
dimensi yang paling kecil, minimal kita mencintai tanah air kita dengan
54
Ibid., h. 4-5.
kecintaan yang disertai keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya terlebih
dahulu. Orang-orang yang mencintai Allah dan Rasulnya sanggup hijrah
atau berpindah negeri dari tanah airnya jika di tanah airnya sendiri mereka
tidak leluasa menegakkan cintanya kepada Allah dan Rasulnya.
Penekanan pada bagian teks ini kemudian bermaksud untuk
menjelaskan bagaimana seharusnya sikap kita terhadap penguasa yang
memimpin tanah air kita. Hamka menjelaskan jika penguasa berbuat
zalim, kita dapat melawan dengan tangan. Jika tidak mampu menantang
kemungkaran dengan tangan dapat dengan lidah, dan jika tidak mampu
dengan lidah dapat menantang dalam hati saja.
c. Di Antara Cinta Dan Fanatik
1) Judul dan Lead
Penjelasan dalam lead menekankan kepada hakikat cinta. Cinta yang
sejati akan timbul sebagai akibat dari kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Dijelaskan pula mencintai rasul bukanlah buat kita sembah
melainkan dijadikan teladan hidup, jadi yang patut disembah hanya Allah.
2) Story/body
Pada bagian isi Hamka menerangkan bahwa kecintaan kepada Allah
dan Rasul-Nya dapat membuat seorang muslim rela berkorban, bahkan
nyawanya sendiri rela untuk dikorbankan. Banyak contoh diterangkan
dalam bagian ini seperti para Mujahid dalam setiap zaman yang terus
berperang hingga bersedia mati syahid.
Iman kepada Allah dan Rasul-Nya membuat seorang muslimin rela
berjuang sampai titik darah penghabisan. Dengan iman yang membara di
dalam jiwa, bangsa penjajah menjadi sangat benci. Tidak sedikit umat
muslim yang dituduh ”fanatik”. Menurut pandangan penjajah sikap fanatik
harus dijauhkan dari diri setiap muslim karena dapat membahayakan
kehidupan. Kenyataannya tuduhan tersebut merupakan taktik atau siasat
belaka untuk menghancurkan kaum muslimin.
d. Lailatul Qadr
1) Judul dan Lead
Pada paragraf pembukaan berisi penjelasan tentang cerita di masa
lalu Hamka ketika memasuki bulan Ramadhan. Dijelaskan bahwa suasana
di kampungnya sangat meriah sekali dengan kegiatan-kegiatan beribadah
membaca Al-Qur’an dan shalat Tarawih. Pernah pada satu waktu Hamka
kecil mendengar dari Gurunya akan keutamaan malam Lailatul Qadr atau
malam seribu bulan. Gurunya menjelaskan bahwa pada malam itu
sujudlah semua yang ada di bumi dari mulai rumah-rumah, gununggunung bahkan air pun berhenti mengalir. Pada saat itu jika kita meminta
maka akan dikabulkan oleh sang pencipta.
2) Story/body
Malam Lailatul Qadr merupakan dambaan bagi seorang muslim.
Setiap orang ingin mendapatkan malam Lailatul Qadr. Memasuki bagian
isi Hamka memulainya dengan pertanyaan ”Dapatkah kiranya kita
menikmati Lailatul Qadr?”.
Hidup yang telah kita lalui merupakan nikmat yang diberikan Allah,
segala macam cobaan dan kesusahan diberikan kepada Allah semata-mata
merupakan ujian yang harus kita hadapi. Allah menganjurkan kepada kita
untuk selalu bersabar dalam menjalani setiap cobaan tersebut dan
istiqamah dalam jalan Islam. Setiap kita dapat bertemu dengan Lailatul
Qadr. Hanya saja semua bergantung kepada diri kita sendiri apakah
mampu untuk mendapatkannya.
e. Untuk Jadi Perbandingan
1) Judul dan Lead
Dalam leadnya Hamka memulai dengan menceritakan kisah-kisah
tragis tentang nasib ahli-ahli ilmu pengetahuan berhadapan dengan
penguasa-penguasa agama di zaman permulaan (Renaissance) di benua
Eropa.
Kisah pertama tentang Giordano Bruno. Tokoh ini mengeluarkan
pendapat bahwa alam yang luas ini bukanlah semata-mata dunia kita ini,
dan matahari bukanlah pusat alam. Disamping kita ada beribu, bahkan
berjuta alam lain yang dipenuhi pula oleh makhluk Tuhan. Singkatnya
Giordano dihukum mati karena pendapatnya tidak sesuai dengan pendapat
ulama-ulama gereja. Demikian pula Galileo Galilei yang dihukum akibat
pernyataannya yang menyatakan Bumi mengelilingi Matahari.
2) Story/body
Pada bagian isi Hamka menerangkan kesalahan-kesalahan ulama
Gereja pada waktu itu karena menghukum dengan kebodohan. Menurut
Hamka tidaklah dibenarkan satu golongan memberikan kuasa atas suatu
hukuman. Islam sebagai agama yang menunjung tinggi hukum sangat
peduli dengan masalah ini. Oleh karenanya dalam Islam terdapat proses
Ijma yaitu mempersamakan pendapat segolongan ulama dalam satu
perkara, di dalam suatu zaman. Proses Ijma tetap berasal dari Al-Qur’an
dan Hadist. sehingga dapat menghasilkan keputusan yang sesuai dengan
Al-Qur’an dan Hadist dan tidak menyimpang seperti yang dilakukan oleh
ulama-ulama Gereja di Barat.
f. Pemimpin Agama
1) Judul dan Lead
Lead yang terdapat dalam judul ini mendeskripsikan kebesaran
Ulama sebagai pewaris para Nabi yang berani berkata kebenaran dan
tegas menghadapi siapa saja yang berpaling dari agama Islam. Ulama
menuntun umat kepada jalan yang lurus dan mengajak kepada
kebaikan.
2) Story/body
Pada bagian isi Hamka menerangkan perjuangan para Ulama
diantaranya kisah Al Imam Darul Hijrah, Ibnu Samak, Imam Ahmad
Bin Hanbal dan lainnya. Kisah-kisah tersebut secara umum ingin
memberikan nasihat kepada kita bahwa perjuangan ulama tidak dapat
diganti dengan kekuasaan ataupun harta benda sekalipun. Ulama yang
sebenar-benarnya berbuat hanya demi mendapatkan cinta kepada
Allah.
3. Struktur Mikro
a) Semantik
Semantik merupakan salah satu kerangka analisis van Dijk yang melihat
kepada satuan terkecil dari struktur kebahasaan berupa kalimat, kata dan
hubungan antar kalimat. Pada analisis semantik, makna yang terkandung
dalam kalimat diteliti baik yang eksplisit (tertulis) maupun implisit
(tersembunyi).
1) Latar
Latar dalam sebuah teks ialah suatu keadaan situasional saat teks
dibuat. Dalam sebuah teks, latar belakang sebuah peristiwa dapat
dicantumkan atau tidak, tergantung dari kepentingan penulis. Latar
digunakan untuk mengarahkan makna dari suatu teks hendak dibawa
kemana. Latar yang ditampilkan dapat sesuai dengan kehendak penulis
atau bahkan bertentangan dengan pendapatnya.
(a) Akal Dan Khayal
Latar dalam teks ini terdapat pada bagian akhir teks dimana
Hamka menyatakan sikapnya tentang kemunduran yang akan dialami
oleh bangsa Barat. Bahwa kemajuan yang dicapai Barat akan
mencapai puncaknya dan bangsa Timur akan maju mengalahkan
keuatan Barat dengan khayalnya.
(b) Agama Ialah Cinta
Hamka menggambarkan kondisi keimanan seorang muslim
tercermin dari kecintaan terhadap Allah dan Rasulullah. Secara
eksplisit dijelaskan bahwa dengan mencintai Allah maka kita juga
mencintai pemimpin yang berkuasa. Hamka menjelaskan selain harus
taat kepada penguasa, Akan tetapi seorang muslim juga harus tegas
apabila pemimpin melakukan kesalahan. Seorang muslim yang baik
akan berusaha mencegah penguasa yang berlaku seenaknya dengan
cara-cara yang sesuai dengan tuntunan Islam.
(c) Di Antara Cinta Dan Fanatik
Sangatlah tepat jika seorang muslim mencintai Allah dan
Rasulnya dengan cinta yang sebenar-benarnya. Cinta semacam ini
berakar di dalam hati, tertuang dalam pemikiran dan menghasilkan
perbuatan. Pada zaman penjajahan, kecintaan semacam ini dinamakan
fanatik oleh bangsa penjajah. Menurut penjajah, sifat fanatik yang
berakar dalam diri umat islam dapat memberikan perlawanan melebihi
peluru ataupun senjata meriam, oleh karenanya, sifat fanatik ini harus
dihilangkan. Ada semacam ketidaksenangan terhadap umat muslim
sehingga dalam perguruan tinggi dilarang untuk diajarkan pelajaran
beragama. Pada prinsipnya Hamka ingin memberikan pemahaman
bahwa umat muslim memang seharusnya bersikap fanatik seperti itu
terlebih terhadap penjajah yang jelas-jelas menjajah negeri Indonesia.
(d) Lailatul Qadr
Hamka menyatakan dalam latarnya secara eksplisit bahwa
suasana Lailatul Qadr pun ada di luar Lailatul Qadr pada Bulan
Ramadhan. Cara kita mendapatkannya ialah berusaha. Siapa yang
ingin suasana Lailatul Qadr, atau suasana Tajalli (melihat Allah
dengan Hati) latihlah diri dengan mempelajarinya dari petunjuk yang
diajarkan Nabi dan mencontoh kehidupan orang-orang shaleh.
(e) Untuk Jadi Perbandingan
Penggunaan latar dalam teks ini ialah untuk menentang
kekuasaan yang sewenang-wenang yang dilakukan oleh pendeta
Gereja terhadap Ilmuan yang memberitakan kebenaran. Latar dalam
teks ini kemudian menjelaskan bahwa ulama-ulama di Indonesia juga
sama seperti apa yang dilakukan oleh pendeta Gereja di masa
Renaissance jika tidak memiliki niat untuk belajar keluar dari
kebodohan.
(f) Pemimpin Agama
Latar dalam teks ini memberikan pujian kepada Ulama karena
mampu menjadi pewaris para Nabi dalam membawa umat ke arah
yang lurus. Ulamalah tempat Umat mencurahkan masalah-masalahnya
dan Ulamalah orang yang tegar menghadapi penguasa yang sewenangwenang, mereka tidak tunduk kepada penguasa. Para Ulama hanya
takut jika tidak melaksanakan perintah Allah dan jika tidak mampu
menjauhi laranganNya.
2) Detail
Pengertian detail dalam kerangka analisis van Dijk ialah berita mana
yang disampaikan secara mendetail dan berita mana yang ditampilkan
secukupnya saja. Detail lebih merupakan kepada bentuk strategi penulis
yang ingin mengekspresikan sikapnya dengan cara sembunyi-sembunyi
(implisit).
(a) Akal Dan Khayal
Dalam teks ini hal yang ingin ditekankan oleh Hamka ialah ingin
menjatuhkan kebudayaan Barat, bahwa kebudayaan yang ada di Barat
dengan Akalnya tidak akan mampu menguasai kebudayaan di Timur.
Kebudayaan Timurlah sumber dari kebudayaan di dunia karena lebih
mendahulukan penggunaan Khayal yang berasal dari kepercayaan
terhadap Tuhan.
(b) Agama Ialah Cinta
Terdapat penekanan dalam hal ketaatan terhadap penguasa.
Dalam teks ini hamka menjelaskan bahwa umat muslim yang telah
memiliki iman yang sempurna pasti mentaati pemegang kekuasaan
yang menjalankan peraturan sesuai dengan kehendak Allah, dan akan
menantang penguasa yang berbuat seenaknya.
(c) Di Antara Cinta Dan Fanatik
Dalam teks ini Hamka memberikan sekelumit cerita di zaman
para sahabat. Cerita tentang bagaimana para sahabat akan sangat takut
apabila di surga nanti mereka tidak dapat lagi bertemu dengan Rasul.
Padahal di dunia ini sehari tidak bertemu Rasul saja para sahabat akan
sangat rindu bukan main. Oleh karenanya dijawab melalui Surat AnNisa ayat 69 yang artinya:
”Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul, maka
mereka itu akan berada beserta orang-orang yang diberi nikmat oleh
Allah atas mereka, yaitu dari Nabi-nabi yang jujur dan orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh. Dan alangkah
indahnya orang-orang itu menjadi teman”
(d) Lailatul Qadr
Teks Lailatul Qadr menekankan kepada ajakan kepada Umat
Muslim agar berusaha mendapatkan malam Lailatul Qadr. Malam
Lailatul Qadr bukan hanya didapatkan pada bulan Ramadhan namun
dapat dirasakan kapan saja asalkan kita mau berusaha.
(e) Untuk Jadi Perbandingan
Detail yang diangkat pada teks ini menjelaskan tentang
kebodohan pendeta Gereja yang menghukum para Ilmuan di masa
Renaissance yang nyata-nyata ingin membuktikan kebenaran.
Kemudian dijelaskan juga bagaimana pendeta gereja pada saat ini
telah berubah dari kesalahan-kesalahan mereka di masa lalu.
(f) Pemimpin Agama
Hal yang menjadi detail pada teks ini ialah tentang keistimewaan
malam Lailatul Qadr dimana setiap Muslim dapat merasakaannya
bahkan diluar bulan Ramadhan asalkan kita mau berusaha mencarinya.
Keistimewaan lailatul Qadr di deskripsikan kepada suasana hati yang
tenang, damai dan merasakan Allah dekat di hati.
b) Sintaksis
Elemen sintaksis merupakan suatu metode analisis van Dijk untuk
melihat pilihan kalimat apa yang disusun penulis dalam menampilkan diri
sendiri (penulis) secara positif dan lawan secara negatif.
1) Koherensi
Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana
seseorang (penulis) secara strategis menggunakan wacana untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang
saling terpisah, berhubungan atau malah sebab akibat. Biasanya hubungan
antar kalimat ini dihubungkan dengan kata hubung dan, akibat, tetapi,
lalu, karena, meskipun.
(a) Akal Dan Khayal
Dalam teks ini terdapat bentuk koherensi di saat menjelaskan
tentang perbandingan kebudayaan Barat dan Timur. Koherensi dalam
kalimat ditandai dengan kata penghubung ”tetapi” yang bermakna
pengingkaran.
Jangan dinantikan batu dengan batu. Sebab keduanya akan
hancur! Jangan ditangkis kemegahan akal dengan kemegahan akal
pula. Keduanya sama-sama akan bertemu jalan buntu. Barat telah
bangkrut karena tamadun yang semacam ini. Orang Timur tidak boleh
menapak jejak orang yang pergi ke dalam kehancuran tetapi
berusahalah memegang tangannya dan membawanya naik. Pandanglah
alam dari segi kesatuannya. Barat dan Timur, Utara dan Selatan,
adalah empat sudut dari satu alam. Kita dan dia adalah satu!
Penggunaan
kata
hubung
”tetapi”
dalam
teks
diatas
menghubungkan antar kalimat. Fungsi dari kata penghubung ”tetapi”
ingin menjelaskan secara implisit (tersembunyi) bahwa kebudayaan
Timur akan membantu siapa saja karena kebudayaan Timur
mengagungkan rasa kemanusiaan, sehingga jika kebudayaan Barat
hancur kebudayaan Timur menolong dan membawanya naik sebagai
representasi rasa kemanusiaan tersebut.
(b) Agama Ialah Cinta
Banyak terdapat koherensi dalam teks ini salah satunya dalam
penjelasan tentang mencintai alam semesta ini. Kata penghubung
dalam paragraf tersebut ditandai dengan kata ”karena” yang bermakna
penjelasan.
Kita mencintai seluruh alam ini, langit dan bumi ini, laut dan
darat ini, matahari dan bulan dan bintang-bintang, karena semuanya itu
adalah nikmat Allah kepada kita semua.
Kata penghubung ”karena” merupakan kata penghubung antar
kalimat utama dan kalimat penjelas. Fungsi dari kata penghubung
”karena” di atas ingin menjelaskan bahwa di dalam mencintai Allah
terdapat juga berbagai nikmatnya berupa alam ini yang harus dijaga
dengan penuh rasa syukur sebagai nikmat yang telah diberikan Allah.
(c) Di Antara Cinta Dan Fanatik
Koherensi dalam teks di antara cinta dan fanatik ini dijelaskan
dengan kata penghubung ”walaupun” ketika menjelaskan tentang cinta
kepada Allah dan Rasul.
Cinta kepada Rasul dalam rangka Iman kepada Allah masih akan
bernyala di hati mukmin selama Al-Qur’an masih ada. Pembuktian
cinta itu ialah dengan berjihad menegakkan agamanya, berjuang
mengokohkan hukumnya, melakukan da’wah di atas permukaan bumi
ini sehingga agamanya di atas dari segala agama, walaupun orangorang yang mempersekutukan Tuhan dengan yang lain tidak
menyukainya.
Koherensi dengan kata penghubung ”walaupun” secara implisit
(tersembunyi) ingin menerangkan bahwa sejatinya perjuangan umat
Islam dalam menegakkan agama Islam akan terus berkobar sampai
akhir zaman untuk melawan segala bentuk kemunkaran. Hal ini
dikarenakan keagungan Al-Qur’an sebagai kitab suci yang mampu
membangkitkan semangat umat Islam.
(d) Lailatul Qadr
Bentuk koherensi antar kalimat dalam teks ini ditandai dengan
menggunakan
kata
penghubung
”karena”.
Penggunaan
kata
penghubung tersebut dipakai penulis ketika menjelaskan tentang
makna Lailatul Qadr.
Lama kemudian, baru kita mengerti bahwa Lailatul Qadr ialah
malam Lailatin Mubarakatin. Malam yang diberkati, dan malam yang
diperingati. Karena pada malam itulah mulanya turun Al-Qur’an ke
dunia ini di dalam gua Hira, disampaikan oleh Jibril kepada Nabi kita
Muhammad Saw.
Kata penghubung ”karena” bermakna menjelaskan. Penggunaan
kata penghubung memberikan kesan bahwa mengapa dinamakan
Lailatul Qadr karena pada malam itu diturunkannya keberkahan atas
diturunkannya Al-Qur’an. Jadi keberkahan yang terjadi akibat AlQur’an diturunkan.
(e) Untuk Jadi Perbandingan
Dalam teks ”Untuk Jadi Perbandingan” terdapat koherensi yang
dinyatakan dengan penggunaan kata hubung dalam kalimat. Kata
hubung tersebut ialah ”walaupun”
Di samping itu mereka dirikan sekolah-sekolah tinggi, seminari,
akademi, ada yang khusus agama, ada yang berdasar jiwa agama dan
mereka bekerja keras menyiarkan agamanya, walaupun ke negerinegeri yang penduduknya telah Islam.
Teks diatas ialah ketika menjelaskan usaha-usaha yang dilakukan
Gereja Katholik dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan.
Penggunaan kata penghubung walaupun menandakan adanya usaha
yang sangat giat demi memajukan ilmu pengetahuan. Secara implisit
hal ini ingin menyoroti sikap Gereja Katholik yang bisa berbenah
terhadap kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan di zaman
Renaissance. Bahkan Kaum Gereja Katholik berani menyiarkan
agamanya ke negeri-negeri Islam. Mereka tidak merasa takut terhadap
umat lain.
(f) Pemimpin Agama
Dalam teks ”Pemimpin Agama” terdapat koherensi yang
dinyatakan dengan penggunaan kata hubung dalam kalimat. Kata
hubung yang digunakan ialah ”dan”.
Itulah pegangan Ulama sejak dahulu sampai sekarang. Berani
dalam kebenaran, berpegang teguh pada tali Allah, bukan karena
mengharapkan laba dunia yang tidak kekal, dan bukan karena takut
kepada sesama manusia.
Teks diatas merupakan penjelasan atas sikap-sikap yang harus
dimiliki seorang ulama. Kata hubung ”dan” merupakan kata hubung
yang menyatakan tambahan atas kalimat sebelumnya. Hamka ingin
memberikan penjelasan bahwa Ulama yang sebenarnya ialah Ulama
yang berpegang teguh kepada tali Allah, tidak mengharapkan
keuntungan, dan tidak takut kepada sesama manusia.
2) Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat merupakan salah satu bagian dari analisis teks
sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip
kausalitas. Prinsip kausalitas menjelaskan tentang susunan kalimat yang
terbentuk dari subyek, predikat dan obyek. Bentuk kalimat yang dipilih
merupakan kalimat yang dianggap sangat layak untuk di analisis terutama
diambil kalimat yang berhubungan dengan tema.
(a) Akal Dan Khayal
Dan Barat pun
Subjek
”digila”
Predikat
oleh akalnya
Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena
subjek diletakkan di awal kalimat. Kalimat di atas memberikan
keterangan kepada pembaca bahwa kebudayaan bangsa Barat digila
oleh akalnya. Maksud kata ”digila” ialah dipengaruhi atau dapat
bermakna sangat bergantung kepada akalnya.
(b) Agama Ialah Cinta
Iman
Subjek
tidak ada arti kalau cinta tidak
Keterangan (subjek)
tertumpah
Predikat
kepada Nabi
Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena
subjek diletakkan di awal kalimat. Subjek merupakan kata ’iman’ yang
berarti menunjukkan apa yang diterangkan dari predikat. Kalimat
diatas dapat diberi makna bahwa iman kepada Nabi tidak akan
tertumpah kalau tidak ada cinta kepada Nabi.
(c) Di Antara Cinta Dan Fanatik
Bangsa penjajah
Subjek
sangatlah benci kepada
Predikat
cinta semacam ini
Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena
subjek diletakkan di awal kalimat. Dalam kalimat ini kata yang ingin
ditekankan oleh Hamka kepada pembaca ialah kata ‘penjajah’. Bahwa
bangsa penjajah sangatlah membenci cinta kaum muslimin kepada
Allah dan Rasul-Nya. Akan terbalik pemaknaannya jika kalimat
diubah menjadi “cinta semacam ini sangat dibenci oleh penjajah”.
Dalam kalimat tersebut penekanan lebih kepada kata cinta kepada
Allah dan Rasul bukan kepada penjajah.
(d) Lailatul Qadr
Dia
Subjek
tersenyum penuh kasih
Keterangan (keadaan)
memandangi
Predikat
kita
Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena
subjek diletakkan di awal kalimat. Kalimat di atas menjelaskan
bagaimana nikmatnya jika kita mendapakan Lailatul Qadr sampaisampai kita merasakan Allah seperti tersenyum memandangi kita.
Allah terasa dekat di hati, dan jiwa terasa nyaman saat kita
mendapatkan Lailatul Qadr.
(e) Untuk Jadi Perbandingan
Lima puluh tahun lagi
Keterangan (waktu)
Khatoliklah
Subjek
yang akan menguasai
Predikat
Indonesia
Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena
subjek diletakkan di awal kalimat. Dalam kalimat ini menjelaskan
bahwa jika umat khatolik terus belajar dari pengalaman mereka
sedangkan umat Islam tidak dapat belajar dari kesalahannya, maka
agama Khatoliklah yang akan menguasai Indonesia. Secara Implisit
Hamka ingin mengingatkan agar Umat Islam dapat keluar dari
kebodohan agar dapat menjawab tantangan zaman.
(f) Pemimpin Agama
Mereka
Subjek
berani
Keterangan (sifat)
menyatakan
Predikat
kebenaran
Objek
Kalimat di atas merupakan bentuk dari kalimat aktif karena
subjek diletakkan di awal kalimat. Dalam susunan kalimat di atas
penulis ingin memberikan nasihat kepada pembaca bahwa Ulama
mampu menyatakan kebanaran. Kebenaran saat ini susah sekali
diucapkan jika berhadapan dengan harta dan jabatan, akan tetapi ulama
menolak itu semua dan berani berkata yang sebenarnya dan apa
adanya agar mendapat cinta Allah SWT.
3) Kata Ganti
Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk
menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam
mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti
“saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut
merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Tetapi, ketika memakai
kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap
bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator
dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa
yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara
keseluruhan.
(a) Akal Dan Khayal
Dalam teks Akal dan Khayal, terdapat penggunaan kata ganti
”dia”. Penggunaan kata ganti kita dalam teks ini untuk menunjuk
kepada satu golongan tertentu yang merupakan bukan bagian dari
penulis. Seperti pada paragraf di bawah ini:
Tamadun Barat belum berhenti mengalir, masih banyak tempat
lekung yang akan diisinya, di Barat di Timur, di Utara di Selatan.
Tetapi kekuatan itu akan patah, setelah dia berani menentang cahaya
matahari khayal Timur. Mulanya tentu dia akan murka dengan
garangnya. Lantaran murka dia gelap mata; ,,Sia-sia menjaring angin,
terasa ada, dapat tidak! Akhirnya dia pun mengaku karena putus asa!
Dari kalimat di atas, Hamka memakai kata ganti ”dia”.
Penggunaan kata ganti ”dia” menciptakan jarak antara apa yang
disukai dan apa yang tidak disukai penulis.Hal ini secara implisit dapat
dikatakan Hamka sebagai penulis tidak dekat, tidak suka atau tidak
adanya hubungan emosional terhadap kelompok tertentu dalam hal ini
ialah kebudayaan Barat, sehingga yang dipakai ialah kata ganti ”dia”.
(b) Agama Ialah Cinta
Dalam teks Agama Ialah Cinta, terdapat penggunaan kata ganti
”mereka”. Penggunaan kata ganti mereka di dalam teks ini ialah untuk
menunjukkan kepada kelompok tertentu seperti dalam paragraf di
bawah ini:
Yang munkar akan mereka tantang. Kalau mereka merasa kuat,
yang munkar itu akan mereka tantang dengan tangan. Kalau mereka
merasa kurang kuat, mereka akan menantangnya dengan lidah. Kalau
mereka merasa tidak sanggup menantang dengan lidah, mereka akan
menantang dalam hati saja. Menantang dalam hati itu masih
disebutkan ,,yang selemah-lemahnya iman.”
Maksud dari penggunaan kata ganti ”mereka” ditujukan kepada
orang-orang yang telah jatuh cinta kepada Allah dan Rasul, artinya
bahwa orang-orang yang dimaksudkan tersebut telah memiliki iman
yang tertanam kuat sehingga mampu melakukan kewajiban yang
diperintahkan oleh Allah Swt. Secara implisit Hamka mencoba
menjelaskan bahwa mereka itu ialah umat yang khusus, sehingga
disini dipakai kata ”mereka” yang seolah-olah ada terdapat jarak atau
perbedaan dengan umat islam yang kebanyakan.
(c) Di Antara Cinta Dan Fanatik
Pada teks di antara cinta dan fanatik, Hamka memakai kata ganti
”kita”. Penggunaan kata ganti ”kita” Di bagian awal kalimat di bawah
ini mempunyai makna tidak adanya batas antara penulis dan pembaca.
Selain itu penggunaan kata ganti kita di sini berfungsi menciptakan
perasaan bersama antara pembaca dan penulis. Berikut ini adalah
kalimatnya:
Kita mencintai Rasul bukanlah cinta buat disembah melainkan
cinta buat dijadikan teladan hidup. Bukan buat disamakan dengan
Tuhan, melainkan buat dijadikan orang yang dipercaya buat dijadikan
penunjuk jalan kehidupan ini, agar selamat dunia dan akhirat. Dasar
dari cinta ini ialah cita-cita yang tinggi buat menempuh hidup yang
lebih sempurna, lebih mendekati Nabi Saw.
(d) Lailatul Qadr
Pada teks Lailatul Qadr, Hamka memakai kata ganti ”kita”.
Penggunaan kata ganti kita seolah-olah menarik pembaca menjadi satu
pemahaman dengan apa yang dipikirkan penulis, sehingga menjadikan
tidak adanya jarak antara penulis dengan pembaca.
Pada suatu ketika, kita bertekun memikirkan diri dan memikirkan
Maha Pencipta diri! Kita munajat memanggil Dia. Tuhanku, tarik
tanganku, naikkan aku! Pada waktu itu kita lepaskan pengaruh yang
lain; dari harta benda, dari yang dicintai, lalu dibulatkan ingatan
kepada Yang Satu.
(e) Untuk Jadi Perbandingan
Pada teks Untuk Jadi Perbandingan, Hamka menggunakan kata
ganti ”mereka”. penggunaan kata ganti ”mereka” dalam paragraf di
bawah ini menunjuk kepada satu golongan tertentu yaitu Umat
Katholik, selain itu penggunaan kata ganti ”mereka” juga untuk
memberikan jarak antara penulis dan apa yang dimaksudkan ”mereka”
dalam tulisan. Fungsi dari penggunaan kata ganti mereka juga untuk
menunjukkan bahwa penulis bukanlah berasal dari golongan tersebut,
oleh karenanya penulis membatasi golongan tersebut dengan
pemakaian kata ganti ”mereka”.
Pengalaman-pengalaman itu ialah menyebabkan mereka dapat
mendapatkan diri di mana letak kepercayaan dan iman, di mana pula
letak ilmu pengetahuan. Mereka mendalami filsafat, bukan untuk
menjadi failosof yang keluar dari garis iman, tetapi untuk memperkuat
pendidikan iman. Bahkan di tanah air kita Indonesia sendiri pun,
mereka bekerja secara demikian.
(f) Pemimpin Agama
Sama seperti teks sebelumnya, dalam teks Pemimpin Agama,
penulis menggunakan kata ganti ”mereka” dalam teksnya. Penggunaan
kata ganti ”mereka” menunjuk kepada satu golongan yaitu Ulama.
Akan tetapi berbeda dengan penggunaan kata ganti ”mereka” pada
teks sebelumnya, penggunaan kata ganti ”mereka” dalam teks ini lebih
menunjukkan suatu penghormatan dan bentuk penghargaan penulis
terhadap Ulama. Penulis ingin membentuk pandangan bahwa Ulama
berbeda dengan yang lainnya karena memiliki keistimewaan yang
tidak dimiliki orang lain.
Riwayat Indonesia tidaklah boleh melupakan bahwasanya
kesadaran Nasional dan perjuangan kemerdekaan kita sekarang ini
dimulai oleh Ulama. ,,Mu’alim Besar” Tuanku Imam Bonjol, Pengeran
Abdulhamid Diponegoro, Teungku Cik Di Tiro dan lain-lain.
Merekalah yang menyatakan pelita di waktu seluruh alam telah gelap.
Merekalah yang merentangkan jalan di kala segala fihak telah putus
asa!
c) Stilistik
Elemen stilistik (leksikon) merupakan salah satu elemen wacana van
Dijk yang menganalisis teks dengan cara melihat bentuk pemakaian kata
seperti apa yang dipakai dalam teks. Terdapat kata yang mempunyai berbagai
macam kesamaan. Dari kesamaan kata-kata tersebut mana yang lebih dipakai
dalam teks oleh penulis. Misalnya kata ”meninggal”, mempunyai kata lain:
mati, tewas, gugur, meninggal, terbunuh, menghembuskan nafas terakhir, dan
sebagainya. Di antara berbagai kata tersebut seseorang dapat memilih di
antara pilihan kata yang tersedia. Pemilihan kata tertentu oleh penulis
menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas,
selain itu pemilihan kata tertentu juga mengisyaratkan penggambaran dari
sikap penulis yakni bagaimana pihak musuh digambarkan secara negatif
sedangkan pihak sendiri digambarkan secara positif.
1) Akal Dan Khayal
Teks tentang Akal dan Khayal menggunakan elemen stilistik dalam
paragraf yang berusaha menampilkan kelompok tertentu secara negatif.
Kelompok yang digambarkan secara negatif ialah kelompok Barat.
Pertentangan karena perselisihan pendapat dengan sendirinya akan
hilang. Dan kejadian-kejadian berturut dalam sejarah menginsafkan Barat
dalam kemiskinannya. Dia belum mengenal sphink hanyalah sehingga
,,ekor”nya, dan belum mengenal ,,Garuda” hanya sehingga ,,paruhnya”.
Maka tak faham ke mana terbangnya dengan sayapnya itu. Itulah
sebabnya maka kemajuan Barat dalam bentuknya yang selama ini, hanya
kemajuan yang cepat sekali menuju keruntuhan.
Penggunaan kata kemiskinan pada kalimat kedua pada paragraf di
atas secara implisit menekankan sikap penulis yang menempatkan lawan
secara negatif. Kata kemiskinan dalam kalimat di atas bisa disinonimkan
dengan kata kekurangan, ketidakmampuan atau ketidakberdayaan.
2) Agama Ialah Cinta
Pada teks agama ialah cinta penulis menggunakan elemen stilistik
pada paragrafnya dengan menggunakan kata diwariskan. Kata diwariskan
mempunyai persamaan dengan kata diturunkan atau diberikan. Berikut ini
ialah kalimatnya:
Sudah pasti ! Karena tanah air adalah sebagian dari permukaan bumi
yang telah diwariskan Tuhan kepada makhluk-Nya. Sebab itu maka
seorang yang mencintai Allah dan Rasul ingin sekali agar tanah-airnya
pada khususnya, dan dunia ini pada umumnya menjadi tempat berbuat
baik dan menjauhi apa yang dilarang oleh Tuhan.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata diwariskan berasal dari
kata dasar waris atau warisan. Kata warisan bermakna sesuatu yang
diwariskan. Sedangkan kata mewariskan dapat bermakna meninggalkan
sesuatu kepada... atau memberikan harta warisan kepada....
Jadi berdasarkan keterangan sebelumnya, bahwa penggunaan kata
diwariskan dalam paragraf di atas memiliki arti benda yang diwariskan
kepada manusia. Dalam hal ini yang mewariskan ialah Allah SWT dan hal
yang diwariskan ialah tanah air.
3) Di Antara Cinta Dan Fanatik
Pada teks di antara cinta dan fanatik terdapat penggunaan kata yang
bermakna sama dengan kata contoh atau panutan. Kata tersebut ialah
teladan. Berikut ini ialah kalimatnya:
Kita mencintai Rasul bukanlah cinta buat disembah melainkan cinta
buat dijadikan teladan hidup. Bukan buat disamakan dengan Tuhan,
melainkan buat dijadikan orang yang dipercaya buat dijadikan penunjuk
jalan kehidupan ini, agar selamat dunia dan akhirat. Dasar dari cinta ini
ialah cita-cita yang tinggi buat menempuh hidup yang lebih sempurna,
lebih mendekati Nabi SAW.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata teladan mempunyai arti
sesuatu yang dapat ditiru atau baik untuk dicontoh. Biasanya yang ditiru
ialah tentang perbuatan, kelakuan, sifat dan lainnya.
Teks di atas menjelaskan bahwa sebagai umat muslim sudah
selayaknya kita menjadikan Rasul sebagai teladan atau contoh yang patut
ditiru. Dengan meneladani sifat-sifat Rasul diharapkan kita dapat menjadi
manusia yang berbudi pekerti seperti yang dicontohkan Rasul.
Peneladanan akan sifat Rasul kemudian harus sesuai dengan aturan-aturan
yang ada dalam Islam. Dalam Meneladani sifat Rasul bukan berarti kita
menjadikan Rasul sebagai Tuhan melainkan sebagai utusan Tuhan, bukan
sebagai sesembahan melainkan sebagai penunjuk jalan agar selamat di
dunia dan di akhirat.
4) Lailatul Qadr
Pada teks Lailatul Qadr penulis menggunakan kata ”mengintai”.
Kata ”mengintai” mempunyai persamaan dengan kata mencari atau
mendapatkan.
Demikianlah! Suasana ,,Lailatul Qadr” ada juga di luar Lailatul
Qadr. Tetapi dengan ayat-ayat yang istimewa Tuhan Allah menganjurkan
kita mengintai ,,Lailatul Qadr” di dalam bulan puasa (Ramadhan).
Penggunaan kata mengintai seolah dipilih oleh penulis karena
penggunaan kata mengintai lebih bermakna adanya kesungguhan daripada
digunakan kata mendapatkan atau mencari. Pada intinya dengan
penggunaan kata mengintai penulis ingin mengajak agar pembaca
sungguh-sungguh mendapatkan Lailatul Qadr.
5) Untuk Jadi Perbandingan
Pada teks Untuk Jadi Perbandingan penulis menggunakan kata
”kebodohan”.
Kata
”kebodohan”
mempunyai
sinonim
dari
kata
kekeliruan, kesalahan atau ketidaktahuan.
Perubahan kepada yang lebih baik mudah terdapat dalam kalangan
Islam. Penyakitnya hanya satu saja. Tidak tiga, tidak empat. Penyakit itu
ialah kebodohan. Dan kebodohan bisa diobat dengan pengetahuan.
Kata kebodohan lebih bernada agak kasar bila dibandingkan dengan
kekeliruan
atau
kesalahan.
Pemakaian
kata
kebodohan
tersebut
dimaksudkan untuk menekankan sebagai sikap yang sangat tegas oleh
penulis kepada pembaca agar menjauhi sifat tersebut. Terutama di
kalangan Umat Islam yang harus mencontoh Umat Katholik yang belajar
dari kesalah-kesalahannya di masa lalu.
6) Pemimpin Agama
Pada teks Pemimpin Agama terdapat pemakaian kata ”budi”.
Pemakaian kata ”budi” mempunyai sinonim dengan kata akhlak, tabiat
atau perbuatan baik.
Kemerdekaan tidak dibatas oleh budi, adalah pangkal kacau (khaos).
Budi yang diengaruhi oleh kepentingan diri sendiri (manfa’at) adalah
pangkal serba-serbi bahaya. Demi kalau imbangan di antara kemerdekaan
diri dan kepentingan diri tidak lagi, di sanalah permulaan perbudakan!
Penggunaan kata budi dalam kalimat di atas dapat diganti dengan
memakai kata tabiat, akhlak, atau perbuatan baik. Akan tetapi penulis
lebih memilih kata ”budi” ini dikarenakan penggunaan kata ”budi” lebih
bermakna sopan karena dalam kalimat bermaksud mangingatkan akan
pentingnya ”budi” atau akhlak dalam kehidupan kemerdekaan sekarang
ini. Tanpa adanya akhlak maka akan terjadi kekacauan.
d) Retoris
Salah satu model penelitian analisis teks ialah retoris. Retoris merupakan
gaya yang diungkapkan seseorang dalam berbicara atau menulis. Adapun
yang diteliti dalam analisis retoris ini ialah grafis. Grafis merupakan ekspresi
dari penulis yang ingin menekankan bagian tertentu dalam teks, bentuk dari
penekanan tersebut dapat melalui pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis
bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, maupun
penggunaan gambar dan lainnya.
1) Akal Dan Khayal
Dalam teks Akal dan Khayal penggunaan gaya penulisan retoris di
lakukan dengan memberikan tanda baca pada kalimat atau kata yang ingin
ditekankan, seperti dalam paragraf berikut:
Maka tampillah ke muka hai Timur! Bubutkan tangan dari sakumu,
dan sekalah keringatnya yang mengalir dari dahinya dan hapuslah darah
yang melagur dari mulutnya. Dia pada hakikatnya adalah temanmu!
Kalau dia binasa, engkau pun binasa pula.
Penggunaan tanda seru di awal kalimat diatas dapat dilihat bahwa
penulis ingin memberikan seruan kepada bangsa Timur agar berani untuk
tampil dalam dunia ini. Penggunaan tanda kutip yang kedua bermaksud
memberikan pernyataan yang harus diingat bahwa bangsa Barat pada
hakikatnya ialah teman dari bangsa Timur sehingga keduanya harus saling
bantu membantu.
2) Agama Ialah Cinta
Sama seperti dalam teks sebelumnya. Teks agama ialah cinta juga
menggunakan gaya penulisan retoris dengan memberikan tanda baca pada
kalimat atau kata yang ingin ditekankan, seperti dalam paragraf berikut:
Mereka sanggup hijrah! Berpindah negeri! Tanah air, tumpah darah
tempat dia dilahirkan, dia sanggup meninggalkannya dan pindah ke tempat
lain, kalau di tanah airnya sendiri dia tidak leluasa lagi menegakkan
cintanya kepada Allahnya dan Rasulnya.
Penggunaan tanda seru pada kalimat di atas menggambarkan emosi
yang kuat dari penulis dalam memaknai keadaan kaum muslimin yang rela
menegakkan agama Islam. Terdapat juga rasa ketakjuban, keheranan dan
semangat yang begitu menyala-nyala dari penulis akan keadaan keimanan
umat muslim yang seperti itu. Mereka ingin menegakkan cinta kepada
Allah dan Rasul bahkan tidak ada satupun yang dapat menghalangi
kecintaan mereka sampai-sampai mereka rela pindah demi mendapatkan
ketenangan dalam beribadah.
3) Di Antara Cinta Dan Fanatik
Pada teks di antara cinta dan fanatik, penggunaan grafis dalam
kalimat ditandai dengan pemakaian huruf tebal dan tanda kutip. Berikut
ini ialah paragraf yang menggunakan huruf tebal dan tanda kutip:
Rasa cinta inilah yang mendorong beberapa pejuang, beberapa
mujahidin menyuarakan: ,,esa hilang, dua terbilang.” Atau yang di dalam
bahasa arab disebut; ,,isy kariman, au mut syahidan.” (Hiduplah dengan
kemuliaan atau matilah dalam keadaan syahid.”)
Terdapat bentuk grafis dengan huruf tebal dan tanda kutip. Kedua
bentuk grafis tersebut dapat membuat pembaca menjadi terfokus terhadap
kata-kata tersebut. Penggunaan grafis dengan tanda kutip tersebut
dikarenakan kalimat yang dikutip dan dipetik ialah kalimat yang berasal
dari bahasa asing yaitu bahasa Arab, sehingga dengan ditebalkan hurufnya
pembaca dapat membedakan kalimat tersebut dengan kalimat yang lain.
4) Lailatul Qadr
Pada teks Lailatul Qadr, unsur retoris dituliskan dalam teks dengan
memberikan grafis berupa tanda tanya. Berikut ini kalimatnya:
Coba engkau fikirkan kembali, berapa kali kesusahanmu yang telah
dilepaskanNya? Begini baru perasaan yang menimpa dirimu, engkau telah
merengek. Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Tuhan? Apakah
hubungan cintamu dengan Tuhan hanya sekadar untuk kesenangan? Demi
tiba sedikit cobaanNya, engkau telah mengeluh? Manatahu ujianNya yang
sekali ini adalah ujian tulen atas lancung kasihmu kepadanNya?
Mengapa begitu sayang?
Penggunaan tanda tanya dalam kalimat di atas bermaksud untuk
menanyakan sesuatu kepada pembaca. Penggunaan tanda tanya dalam teks
di atas dapat membuat pembaca menjadi berhenti sejenak untuk merenung
apa yang ditanyakan oleh penulis.
5) Untuk Jadi Perbandingan
Pada teks Untuk jadi Perbandingan terdapat penggunaan huruf tebal
dan tanda seru dalam kalimatnya. Seperti dalam kalimat di bawah ini:
Islam menganjurkan kebebasan berfikir dengan nama Ijtihad,, Islam
yang menyuruh berjuang menegakkan keyakinan dengan nama Jihad!
Sedang orang Katholik bisa, apatah lagi kita!
Penggunaan huruf tebal dalam kalimat di atas memiliki makna
bahwa penulis ingin menekankan kata tersebut yaitu kata Ijtihad dan
Jihad. Selain itu penggunaan huruf tebal dapat membuat pembaca menjadi
terfokus kepada kata tersebut yang akhirnya dapat mencerna apa yang
penulis maksudkan. Sedangkan penggunaan tanda seru pada akhir kalimat
di atas bermakna teguran, ajakan, dan menghimbau kepada umat Islam
agar memiliki kebebasan berfikir dan menegakkan keyakinan atas nama
jihad.
6) Pemimpin Agama
Dalam teks Pemimpin Agama, unsur retoris terdapat pada bagian
penutup teks tersebut yang seolah olah mengajak pembaca untuk
merenungkan isi teks tersebut. Unsur retoris yang digunakan oleh penulis
ialah memiringkan kalimat-kalimat pada paragraf akhir. Seperti dalam
kalimat di bawah ini:
Hai orang yang sombong dengan kemegahan dunia pinjaman
Tuhan! Kembalilah kepadaNya! Karena engkau akan bertanggung-jawab
di hadapanNya. Asalmu hanya daripada setetes, keluar dari lobang yang
hina, tidak berpakaian sehelai juga. Adapun kemegahan yang kalian
perebutkan, kursi dan pangkat, hanyalah pinjaman Allah dan pinjaman
rakyat karena memegang amanat yang diberikan ke atas dirimu.
Janganlah sombong, karena kalian akan kembali ke akhirat, hanyalah
dengan tiga lapis kain kafan juga!”
Bagian yang dimiringkan merupakan yang dipandang penting oleh
penulis sehingga menginginkan pembaca menaruh perhatian pada teks
tersebut. Pada bagian ini penulis bermaksud menyadarkan kepada orangorang yang sombong karena memiliki kekuasaan dan harta bahwa dunia
ini hanyalah titipan Tuhan. Kita tidak pantas untuk sombong karena kita
adalah hanyalah seorang hamba yang akan kembali kepadaNya.
B. Konteks Sosial
Analisis wacana pada model Teun A. Van Dijk merupakan model penelitian
analisis wacana yang tidak hanya menekankan pada analisis teks semata. Dalam
proses analisisnya terdapat bentuk analisis yang dinamakan konteks sosial. Analisis
konteks sosial dapat dimaknakan sebagai bentuk analisis untuk melihat konteks atau
latar belakang terbentuknya teks tersebut. Hal ini berkaitan pula dengan keadaan
situasional yang terjadi pada saat tulisan atau sebuah teks ditulis.
Dalam memahami konteks sosial dapat dikembangkan kepada analisis keadaan
masyarakat pada saat teks dibuat atau kepada pendekatan struktur kebudayaan di
mana tempat teks tersebut ditulis.
Teks “Akal dan Khayal” merupakan teks yang ditulis untuk memberikan
perbandingan antara kebudayaan Barat dan Kebudayaan Timur. Teks ini ditulis pada
majalah Kebudayaan Indonesia pada tahun 1952. Setiap kata yang disusun dalam
teks akal dan khayal secara implisit bertujuan untuk membela kebudayaan Timur dan
menempatkan kebudayaan Timur berada diatas kebudayaan Barat, dalam hal ini
Hamka menyudutkan bangsa Barat dengan kalimat-kalimat dalam teks tersebut.
Tulisan Hamka selanjutnya berjudul ”Agama Ialah Cinta” dan ”Diantara Cinta
dan Fanatik”, kedua tulisan tersebut ditulis di majalah Panji Masyarakat pada tahun
70-an. Isu yang berkembang dalam kedua teks menekankan pada bagaimana seorang
muslim seharusnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta kepada Allah dan Rasul
merupakan pegangan dalam hidup seorang muslim. Cinta yang demikian dapat
menyebabkan seorang muslim rela berkorban dan berjuang demi mendapatkan cinta
dari Allah. Sikap ini menjadi penyemangat para pahlawan yang rela berkorban
membela tanah airnya dan berjuang sekuat tenaga mengusir penjajah. Dalam wacana
yang berkembang di Barat, kondisi kecintaan tersebut dilabeli dengan istilah
”fanatik”. Hal ini yang kemudian berusaha dihilangkan oleh penjajah. Akan tetapi
sikap fanatik ini tidak dapat dibendung, melainkan justru semakin mengobarkan
semangat bangsa Indonesia yang akhirnya dapat merebut kemerdekaan.
Bagaimana konteks sosial pada teks Lailatul Qadr? Dalam teks ini Hamka
menyuguhkan cerita di dalam masa kecilnya. Teks Lailatul Qadr terinspirasi dari
pengalaman masa lalu dan juga kondisi masyarakat sekitarnya. Dalam teks ini Hamka
ingin mengajak kepada Masyarakat agar berusaha mendapatkan malam Lailatul Qadr.
Setiap kalimat-kalimat dalam teks ini dapat menggugah pembacanya dan memberikan
semangat baru agar laebih berusaha beribadah kepada Allah.
Teks untuk jadi perbandingan menceritakan sejarah umat Katholik di masa lalu.
Kabangkitan kembali dari keterpurukan Katholik menjadi tema utama kemudian pada
akhirnya berusaha memberikan pemahaman kepada umat Islam agar menjauhi
kebodohan dan belajar dari kesalahan-kesalahan di masa lalu agar Islam menjadi
agama yang Rahmatan lil’alamin.
Dalam teks pemimpin agama konteks sosial yang terjadi ialah ingin
memberikan pemahaman bersama kepada masyarakat akan pentingnya peranan ulama
dalam masa pembangunan negara. Ulama dapat menjadi pemimpin bagi Umat yang
lemah dan melindungi Umat dari kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh
penguasa.
C. Kognisi Sosial
Dalam buku analisis wacana karangan Eriyanto dijelaskan bahwa pendekatan
kognisi sosial didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi
makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran
mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas
representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita.
Tulisan-tulisan Hamka pada buku Renungan Tasauf merupakan tulisan yang
bertujuan untuk menggairahkan kembali nilai-nilai keislaman yang telah luntur.
Setiap tulisan Hamka didasarkan kepada analisis yang mendalam kepada ajaran Islam
yang mendasar akan tetapi tetap merambah ke disiplin ilmu lainnya seperti Ilmu
kenegaraan dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Tulisan-tulisan hamka seolah mampu
merangkum berbagai dimensi ilmu pengetahuan dan lintas sektor kehidupan. Selain
itu buku renungan tasauf merupakan buku yang sarat akan nilai-nilai dakwah hal ini
dikarenakan dalam setiap teksnya ditulis berdasarkan pemahaman atas ayat-ayat AlQur’an dan Hadis.
Dalam teks akal dan khayal tema yang disampaikan memang lebih kepada
filsafat dan kebudayaan. Hamka sedikit sekali menyinggung nilai-nilai Islam. Akan
tetapi bukan berarti tidak ada muatan dakwah, karena dalam teks tersebut Hamka
menceritakan sejarah Nabi Adam dan Siti Hawa yang pada dasarnya berasal dari AlQur’an.
Teks Agama Ialah Cinta memuat banyak sekali nilai-nilai dakwah. Nilai-nilai
dakwah tersebut lebih di tekankan kepada pentingnya nilai-nilai keimanan dalam
hidup beragama, salah satu yang dijelaskan dalam teks yaitu bagaimana seharusnya
seorang muslim mencintai Allah dan Rasulnya. Teks ini merupakan representasi
kognisi keilmuan Hamka yang dituangkan dalam teks. Selanjutnya, dalam
pembahasannya teks agama ialah cinta lebih bersifat menyadarkan masyarakat. Yang
disadarkan kepada masyarakat ialah tentang amar ma’ruf nahi munkar, yaitu
menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan yang munkar. Penyadaran kepada
masyarakat tersebut tidak dijelaskan secara eksplisit namun dijelaskan dengan
memakai contoh umat yang beriman.
Selanjutnya Pemikiran Hamka yang Istiqamah dalam menegakkan nilai-nilai
keislaman dapat terlihat dalam teks Di antara Cinta dan Fanatik. Dalam teks tersebut
Hamka mencoba melihat dan menganalisa apa itu pengertian fanatik baik menurut
pemahaman orang Islam maupun bangsa penjajah. Pemahaman apa itu fanatik coba di
kembangkan dalam sebuah strategi wacana yang kemudian menuju kepada sikap
Hamka yang mendukung perjuangan kaum muslim dalam melawan bangsa penjajah.
Dalam teks Lailatul Qadr pemahaman masa kecil Hamka menjadi penggerak
baginya untuk memahami makna Lailatul Qadr yang terjadi. Cerita Engku Lebai guru
mengaji Hamka kemudian dibandingkan dengan pegalamannya sendiri dalam
merasakan Lailatul Qadr sehingga tulisan yang dibuat dapat menyentuh hati
pembacanya. Jika dilihat maka tulisan Lailatul Qadr dapat memberikan nuansa
tasawuf yang menenangkan dan menentramkan bagi siapa saja yang membacanya.
Teks Untuk Jadi Perbandingan merupakan menjadi bukti bahwa Hamka sangat
menguasai ilmu-ilmu perbandingan agama. Seperti terlihat dalam teks ini Hamka
banyak sekali menjelaskan sejarah umat Katholik kemudian membandingkannya
dengan sejarah umat Islam terutama Umat Islam di Indonesia.
Teks terakhir ialah teks yang berjudul Pemimpin Agama. Teks ini sangat unik
sekali karena Hamka tentu saja sangat tahu sekali apa itu kewajiban seorang ulama,
karena ia sendiri ialah seorang Ulama. Sehingga dalam teks ini tidak terdapat hal
yang membingungkan melainkan dengan membacanya kita dapat merenung akan
sifat-sifat ulama di masa lalu yang begitu rela membela agamanya sebagai
perwujudan rasa cinta kepada Allah SWT.
Pada akhirnya peneliti menilai bahwa membaca teks dalam buku ini dapat
membuat kita bertamasya karena dalam setiap lembar halamannya menjanjikan nilainilai tasawuf yang menenangkan dan menyejukkan jiwa. Dengan buku ini dapat
diketahui bahwa keulamaan Hamka tidak hanya dalam mimbar saja melainkan dapat
juga mentransformasikan nilai-nilai dakwah melalui tulisan. Artinya bahwa Hamka
merupakan sosok ulama yang ideal karena mampu berdakwah dengan sangat baik
menggunakan lisan maupun tulisan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan telaah dan analisis terhadap teks dalam buku Renungan
Tasauf yang terdiri dari enam judul dan dibatasi kepada tulisan Hamka di Media
Massa, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut:
1. Konstruksi wacana tulisan Hamka dalam media massa memiliki banyak pesan
dakwah. Selain itu peneliti telah mengkategorisasikan bahwa setiap teks
mempunyai pesan dakwah yang berbeda-beda. Dalam teks Akal Dan Khayal serta
Pemimpin Agama, pesan dakwah yang paling dominan ialah pesan dakwah yang
mengandung nilai Mu’amalah, pada teks Agama Ialah Cinta serta Di Antara Cinta
Dan Fanatik pesan dakwah yang paling dominan ialah pesan dakwah yang
mengandung nilai Aqidah, sedangkan pada teks Lailatul Qadr serta Untuk Jadi
Perbandingan pesan dakwah yang paling dominan ialah pesan dakwah yang
mengandung nilai syariah.
2. Dilihat dari segi konteks sosial, peneliti berpendapat teks-teks dalam buku ini
dibuat untuk menambah pemahaman dan juga sebagai media dakwah kepada
masyarakat. Dari enam teks yang diteliti mempunyai konteks sosial yang berbedabeda. Teks akal dan khayal berusaha memberikan pemahaman kepada pembaca
akan kebesaran kebudayaan Timur yang selama ini sering direndahkan oleh
bangsa barat. Dalam hal ini Hamka ingin berusaha menyadarkan bahwa
kebudayaan Timur pun dapat mengalahkan kebudayaan Barat. Teks Di Antara
Cinta Dan Fanatik serta Agama Ialah Cinta merupakan teks yang sama-sama
ingin memberikan penyadaran kepada masyarakat akan apa yang dinamakan
Cinta kepada Allah dan Rasulullah. Kedua teks ini sama-sama menekankan
kepada bagaimana seharusnya umat Islam bersikap kepada Allah Swt dan
Rasulullah, karena banyak sekali penyalahgunaan yang terjadi di masyarakat
diantaranya misalnya pengkultusan Rasul atau menganggap Rasul itu Tuhan. Teks
Lailatul Qadr ingin memberikan nasihat kepada pembaca akan kebesaran malam
Lailatul Qadr. Bahwasanya keagungan Lailatul Qadr dapat dirasakan oleh siapa
saja dan dalam kondisi apapun serta tidak dibatasi hanya pada bulan Ramadahan
saja. Setiap muslim yang bersungguh-sungguh dalam beribadah dapat merasakan
Lailatul Qadr. Dalam teks Untuk jadi perbandingan Hamka ingin menyadarkan
kepada pembaca agar berani untuk belajar dari kesalahan yang diperbuat oleh
kaum Katholik. Umat muslim sebaiknya dapat bahu membahu melalui apa yang
diajarkan Islam dalam proses Ijma maupun Ijtihad. Pada teks Pemimpin Agama
Hamka memberikan gambaran terhadap sosok ulama yang membela agama.
Dalam teks ini Hamka menjelaskan kepada pembaca bahwa bangsa Indonesia
dalam perjuangannya mencapai kemerdekaan pun tidak dapat lepas dari
perjuangan para Ulama seperti Tuanku Imam Bonjol, Diponegoro dan lainnya.
3. Dari empat teks yang telah diteliti dapat dilihat kognisi sosial Hamka.
Kesemuanya menggambarkan niat yang tulus dari dalam diri Hamka untuk
membudayakan nilai-nilai keislaman. Hamka mampu menerapkan beberapa
disiplin ilmu, mulai dari ilmu agama, ilmu kenegaraan sampai ilmu
sosial.
Semuanya dirangkumnya dalam struktur pembahasan yang sistematis. Hal ini
membuktikan bahwa disamping sebagai ulama, hamka juga mahir dalam
membuat tulisan-tulisan yang menyentuh pembacanya.
B. Saran
1. Bagi civitas UIN tulisan-tulisan Hamka dalam buku renungan tasawuf merupakan
tulisan-tulisan yang sangat bagus dalam menyadarkan masyarakat kearah yang
lebih baik sehingga seyogyanya tulisan dan tulisan-tulisan Hamka yang lain dapat
dihargai dengan semestinya misalnya dengan diadakannya seminar membedah
tulisan-tulisan Hamka.
2. Para da’i sebaiknya dapat mencontoh apa yang dilakukan Hamka dalam hal
menulis tulisan Islami yang berkualitas, karena sekarang ini banyak sekali ulama
yang hanya pandai bicara sehingga kurang memiliki kemampuan yang memadai
dalam menulis.
3. Setiap karya-karya Hamka selayaknya diberikan apresiasi yang sebesar-besarnya
oleh negara karena Hamka ialah ulama besar yang pernah hidup di Indonesia.
Sekarang ini sangat susah mendapatkan buku-buku Hamka. Bentuk apresiasi yang
dilakukan misalnya menerbitkan kembali karya-karya Hamka yang sudah tidak
terbit lagi di Indonesia. Hal ini semuanya bertujuan menyadarkan masyarakat ke
arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, M. Isa. Mujahid Dakwah. Bandung: Diponegoro, 1991.
Ardhana, Sutirman Eka. Jurnalistik Dakwah. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1995.
Asti, Badiatul Muchlisin. Berdakwah dengan Menulis Buku. Bandung: Media Qalbu,
2004.
Aziz, M. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004.
Dewan Redaksi Ensiklopedi. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.
Eriyanto, Analisis Wacana. Yogyakarta: LKIS, 2006.
Esposito, John L. Ensiklopedi Islam. Bandung: Mizan, 2001.
Fad’aq, Asma Umar Hasan. Mengungkap Makna dan Hikmah Sabar. Jakarta: Lentera,
1999.
Ghazali, M Bahri. Dakwah Komunikatif. Jakarta: CV Pedoman, 1997.
Glasse, Cyril. Ensiklopedia Islam, Kata Pengantar: Prof. Huston Smith. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002.
Gozali. Kamus Istilah Komunikasi. Bandung: Djambatan, 1992.
Hamka. Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Hamka, Renungan Tasauf. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1985.
Ishlahi, Amin Ahsan. Metode Dakwah Menuju Jalan Allah. Jakarta: PT Litera Antarnusa,
1985.
Islamiyah, Indriansyah. Universitas Islam Jakarta. Akhlak Istimaiyah. Jakarta: PT.
Parameter, 1998.
Khotimah, Ema. Analisis Wacana Ideologi Tandingan (Wacana Terorisme dalam mediaAnalisis Kritis Pemberitaan Abu Bakar Ba’asyir). UNISBA, 2004.
Latif, Yudi. Hamka, Berislam yang Estetik, http://id.buck1.com/blok/hamka-berislamyang-estetik-709.
Mahayana, Maman S. Sembilan Jawaban Sastra Indonesia. Sebuah Orientasi Kritik,
Jakarta: Bening Publishing, 2005.
Mulyana, kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi, Prinsip-prinsip Analisis Wacana.
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.
Munir, Muhammad dan Wahyu Ilaihi. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media,
2006.
New Life Options: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1997.
Parera, Jos Daniel. Teori Semantik, edisi kedua. Jakarta: Erlangga, 2004.
Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern
English Press, 2002.
Sasono, Adi et. al. Solusi Islam Atas Problematika Umat. Ekonomi, (Pendidikan dan
Dakwah). Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Syarifudin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos wacana Ilmu, 1997.
Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.
Tamara, Nasir dkk. Hamka Di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan, 1983.
Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT.
Cipta Adi Pustaka, 1980.
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia. http//id.wikipedia
.org/wiki/Hamka
Wikipedia Indonesia, Daftar Karya Buya Hamka. http://id.wikipedia.org/wiki/Ha mka.
Yaqub, Hamzah. Publistik Islam teknik dakwah dan leadership. Bandung: C.V.
Diponegoro, 1992.
Yavie, Ali. Dakwah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Makalah Seminar, 1992.
Zahruddin dan Hasanudin Sinaga. Penghantar Studi Akhlak. Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
Download