PENETAPAN KADAR FLAVONOID EKSTRAK ETANOL 60 % DAUN

advertisement
PENETAPAN KADAR FLAVONOID EKSTRAK
ETANOL 60 % DAUN TEH PUTIH (Camellia sinensis L.) DAN BENALU TEH
(Scurulla atropurpurea BL. Dans) HASIL IRADIASI GAMMA
Selvi Nurlita1), Bina Lohita Sari1), Dien Puji Rahayu2)
1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK,
2)
Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi — BATAN
ABSTRAK
Teh putih (Camellia sinensis L.) mempunyai kandungan flavonol yang merupakan
senyawa golongan flavonoid. Komposisi kimia flavonol pada teh yaitu katekin. Benalu teh
(Scurulla atropurpurea BL. Dans) mengandung flavonoid 3,3,4,5,7-pentahidroksi flavon
atau kuersetin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid pada ekstrak
etanol 60 % daun teh putih dan benalu teh iradiasi dengan dosis 0; 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5 kGy.
Proses irdiasi sampel dilakukan di Iradiator Karet Alam, PAIR – BATAN. Metode ekstraksi
yang digunakan adalah Microwave Assisted Extraction (MAE) menggunakan pelarut etanol
60% dengan perbandingan 1 : 6. Kandungan flavonoid diuji menggunakan pereaksi
aluminium klorida dengan metode kolorimetri. Hasil penetapan kadar flavonoid ekstrak
etanol 60% daun teh putih hasil iradiasi dengan dosis 0 kGy (non-iradiasi) ; 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ;
10,0 dan 12,5 kGy 2,558 mg SK/g, 2,498 mg SK/g, 3,731 mg SK/g, 3,138 mg SK/g, 2,678
mg SK/g dan 2,340 mg SK/g. Kadar flavonoid tertinggi pada dosis iradiasi 5 kGy.
Sedangkan kadar flavonoid pada benalu teh masing – masing dosis iradiasi sebesar 7,098 mg
SK/g, 5.684 mg SK/g, 5,791 mg SK/g, 8,841mg SK/g, 5,005 mg SK/g, 5,436 mg SK/g.
Kadar flavonoid tertinggi pada benalu teh pada dosis 7,5 kGy.
Kata kunci: Flavonoid, Ekstrak Etanol 60%, Teh Putih (Camellia sinensis L.), Benalu Teh
(Scurulla atropurpurea BL. Dans), Iradiasi Gamma
ABSTRACT
White tea (Camellia sinensis L.) has the flavonol content of which is a flavonoid compound.
The chemical composition of flavonols in tea are catechins. Tea parasite (Scurulla
atropurpurea BL. Dans) contains flavonoids or 3,3,4,5,7-pentahidroksi flavonoids quercetin.
This study is aimed to determine the levels of flavonoids in 60% ethanol extract of white tea
leaves and tea parasite irradiated with doses of 0; 2.5; 5; 7.5; 10; 12.5 kGy. Irradiation
process was conducted in Irradiators Natural Rubber, PAIR - BATAN. The extraction
method used was Microwave Assisted Extraction (MAE) using ethanol 60% with ratio of 1 :
6. Flavonoid tested using reagents aluminum chloride with colorimetric methods. The results
of the assay of 60% ethanol flavonoid extract of white tea leaves irradiated with doses of 0
kGy (non-irradiated); 2.5; 5.0; 7.5; 10.0 and 12.5 kGy is 2,558 mg QS/g, 2,498 mg QS/g,
3,731 mg QS/g, 3,138 mg QS/g, 2,678 mg QS/g dan 2,340 mg QS/g. The highest levels of
flavonoids in 5 kGy irradiation dose. Whereas the levels of flavonoids in tea parasite each each irradiation dose of 7,098 mg QS/g, 5.684 mg QS/g, 5,791 mg QS/g, 8,841mg QS/g,
5,005 mg QS/g, 5,436 mg QS/g. The highest levels of flavonoids in tea parasite at a dose of
7.5 kGy.
Keywords : Flavonoids, Ethanol 60 % Extract, White tea (Camellia sinensis L.), Tea Parasite
(Scurulla atropurpurea BL. Dans), Gamma Irradiation
PENDAHULUAN
Teh dibuat dari pucuk daun muda
tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O.K.)
dan berdasarkan proses pengolahannya,
produk teh dibagi menjadi empat jenis
yaitu teh hijau, teh hitam, teh oolong dan
teh putih (Rohdiana, 2003). Teh putih di
Indonesia dikembangkan di Gambung,
Jawa Barat, teh ini diproduksi menjadi teh
unggulan yang diberi nama Exellent
Gamboeng White Tea, Premium Tea of
Indonesia, oleh Pusat Penelitian Teh dan
Kina Bandung. Kandungan komponen
bioaktif dan karakteristik mutu seduhan
teh meliputi kafein klorofil, polifenol
teaflavin, dan tearubigin (Rohdiana 2015).
Teh putih mempunyai kandungan flavonol
yang merupakan senyawa golongan
flavonoid. Komposisi kimia flavonol pada
teh mirip katekin. Flavonol pada teh
meliputi kaemferol, kuersertin, dan
mirisetin. Flavonol merupakan antioksidan
alami yang mempunyai kemampuan
mengikat logam (Towaha, 2013).
Pada umumnya tanaman teh
perkebunan tidak terdapat benalu yang
tumbuh.
Benalu
teh
(Scurulla
atropurpurea) biasanya dapat ditemukan
pada tanaman teh bukan perkebunan.
Sebagai tumbuhan parasit pada the, benalu
memiliki berbagai manfaat. Khasiat benalu
untuk mengobati penyakit ternyata tidak
main – main. Beberapa penyakit berat
seperti kanker atau tumor dapat terobati
dengan tumbuhan ini. (Nasution, et al,
2013). Hal ini dikarenakan benalu teh
mengandung
flavonoid
3,3,4,5,7pentahidroksi flavon atau kuersetin
(Fitriya, 2011).
Pada penyimpanan simplisia yang
lama dapat terkontaminasi oleh mikroba .
Oleh karena itu diperlukan teknik
pengawetan simplisia. Teknik iradiasi
gamma mampu mengawetkan bahan
pangan dan bahan tanaman obat sehingga
dapat memperpanjang masa simpan.
Penggunaan iradiasi gamma memiliki
beberapa
keunggulan,
diantaranya
memiliki daya tembus tinggi terhadap
bahan, tidak menaikkan suhu bahan yang
diproses, bahan dapat diiradiasi setelah
dikemas, tidak meninggalkan residu dan
ramah lingkungan (Winarno et al., 2010).
Ekstraksi
dengan
metode
Microwave Assisted Extraction (MAE)
dapat
meningkatkan
efisiensi
dan
efektifitas ekstraksi bahan aktif berbagai
jenis rempah-rempah, tanaman herbal, dan
buah-buahan (Calinescu et al., 2001).
Ekstraksi MAE merupakan ekstraksi yang
memanfaatkan radiasi gelombang mikro
untuk mempercepat ekstraksi selektif
melalui pemanasan pelarut secara cepat
dan efisien (Jain et al., 2009). Ekstraksi
dengan metode MAE daun teh putih
dengan pelarut etanol 60% menghasilkan
kadar katekin lebih tinggi dibandingkan
dengan metode ekstraksi lain seperti
refluks, Ultrasound assisted extraction
(UAE) dan ekstraksi pada suhu kamar atau
maserasi. (Quan et al, 2006)
Penelitian ini akan menguji kadar
flavonoid total yang terkandung pada daun
teh putih dan benalu teh hasil iradiasi
gamma pada dosis 0; 2,5; 5,0; 7,5; 10 dan
12,5 kGy dan diekstraksi dengan metode
MAE.
METODE PENELITIAN
Alat
Alat
yang
digunakan
pada
penelitian ini meliputi grinder, mesh 20,
rotary evaporator, oven, cawan penguap,
iradiator karet alam (IRKA, Batan Pasar
Jumat), kertas saring, moisture balance,
microwave
(U
–
Rolux
®),
spektrofotometer UV – VIS (Optizen ®),
plat tetes, spatel, timbangan (Ohaus ®),
alat – alat gelas lainnya.
Bahan
Bahan yang digunakan pada
penellitian ini adalah simplisia kering daun
teh putih (Camellia sinensis) sebanyak
202,92 gram, benalu teh (Scurulla
atropurpurea) sebanyak 215,37 gram yang
didapat dari Pusat Penelitian Teh dan Kina
Gambung, Ciwidey, Kabupaten Bandung,
air suling, alkohol asam, alumunium
klorida, asam asetat, asam sulfat pekat,
etanol 60%, eter minyak tanah, etil asetat
P, ferri klorida, kuersetin, metanol,
natrium asetat, pereaksi meyer, pereaksi
bouchardat, serbuk Mg, Serbuk Zn.
Pengumpulan Bahan
Daun teh putih (DTP) dan Benalu
teh (BT) diperoleh dari perkebunan Pusat
Penelitian Teh dan Kina Gambung,
Ciwidey,
Kabupaten
Bandung.
Determinasi tumbuhan dilakukan di Pusat
Penelitian Teh dan Kina Gambung,
Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Iradiasi Daun Teh dan Benalu Teh
Simplisia masing – masing
ditimbang 20 g dalam kantong polietilen
dan ditutup rapat dengan sealer. Simplisia
Daun Teh Putih dan Benalu Teh diiradiasi
dengan dosis 0; 2,5; 5,0; 7;5; 10,0 dan 12,5
kGy. Proses irdiasi sampel dilakukan di
Iradiator Karet Alam (IRKA), PAIR –
BATAN,
Pembuatan Ekstrak Etanol 60% Daun
Teh Putih dan Benalu Teh
Ekstraksi dilakukan dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE).
Daun teh dan benalu teh diekstraksi
dengan pelarut etanol 60% (1 : 6 g/mL)
sebanyak 150 mL larutan sampel dengan
radiasi selama 4 menit 30 detik, kekuatan
daya 700 Watt. Larutan diradiasi dalam
microwave oven secara berkala (radiasi 30
detik dan dua menit dimatikan) untuk
menjaga suhu tidak naik di atas 80o C.
Dihitung rendemen ekstraknya. Hasil
ekstraksi dibiarkan sampai suhu kamar,
disaring dan disimpan dalam lemari
pendingin pada suhu 4o C. (Quan. et al,
2006)
Uji Fitokimia
Ekstrak daun teh putih dan benalu
teh dilakukan uji fitokimia meliputi
pemeriksaan senyawa golongan alkaloid,
flavonoid, saponin, glikosida dan steroid.
Uji fitokimia yang dilakukan berdasarkan
prosedur buku Materia Medika Indonesia
(DepKes RI, 1995)
Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak
Penentuan
kadar
flavonoid
dilakukan dengan kolorimetri yang
mengacu pada prosedur Chang et al.,
(2002) dengan beberapa modifikasi
menggunakan kuersetin sebagai standar.
Sebanyak 0,05 g ekstrak dilarutkan dengan
metanol sampai 50 mL. Larutan dipipet 10
mL dari masing – masing ekstrak kedalam
labu ukur 50 mL lalu ditambahkan akua
destilata kira-kira 20 mL, 1 mL AlCl3
10%, 1 mL natrium asetat 1 M dan
akuades sampai batas. Dikocok homogen
lalu biarkan selama waktu optimum, lalu
serapan diukur pada panjang gelombang
maksimal. Absorban yang dihasilkan
dimasukkan kedalam persamaan regresi
dari kurva standar kuersetin (Ahmad, et al.
2015).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi Tanaman
Daun teh yang digunakan sebagai
bahan penelitian telah dideterminasi di
Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung,
Ciwidey, Kabupaten Bandung. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa tanaman
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah spesies Camellia sinensis (L.) O.
Kuntze, suku Theaceae dan spesies
Scurulla atropurpurea suku Loranthaceae.
Hasil Iradiasi
Simplisia yang akan diradiasi
ditimbang seberat 20 gram, dikemas
menggunakan plastik yang tebal seperti
plastik polietilen dan di vacuum sealer
untuk menghindari rusaknya kemasan
yang digunakan saat proses iradiasi yang
dapat menyebabkan simplisia tercemar
kembali
oleh
kontaminasi
mikroorganisme. Penyinaran radiasi pada
simplisia dilakukan di iradiator karet alam
(IRKA) PAIR – BATAN. Sampel
diiradiasi dengan dosis 0; 2,5; 5,0; 7,5;
10,0 dan 12,5 kGy. Proses penyinaran
bahan menggunakan sinar gamma yang
merupakan jenis berupa radiasi pengion
yang diketahui dapat menimbulkan
perubahan kimia pada bahan yang
dilaluinya. Energi yang diserap oleh bahan
yang diiradiasi lebih sedikit dari pada
bahan
yang
dipanaskan,
sehingga
perubahan kimia ya ng disebabkan oleh
radiasi secara kuantitatif lebih sedikit
daripada perubahan karena proses
pemanasan (Dwiloka, 2002).
Uji Fitokimia
Pengujian fitokimia dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa
kimia dalam serbuk daun teh putih dan
benalu teh setelah mengalami proses
ekstraksi. Pengujian yang dilakukan yaitu
uji alkaloid, saponin, flavonoid, glikosida
dan steroid
Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia Serbuk Daun Teh
Putih
Hasil
Hasil
DTP
BT
Alkaloid
+
+
Flavonoid
+
+
Saponin
+
+
Glikosida
+
+
Steroid
+
+
Uji
Keterangan: + hasil menunjukkan adanya senyawa
fitokimia.
Hasil fitokimia yang didapat
menunjukkan bahwa daun teh putih dan
benalu teh mengandung senyawa golongan
flavonoid. Flavanoid teh merupakan
senyawa polifenol dengan katekol sebagai
penyusun utamanya dan biasa disebut
katekin (Martono dan Rudi, 2014),
sedangkan menurut Fitriya (2011)
flavonoid benalu teh merupakan senyawa
kuersetin.
Penentuan Kadar Flavonoid Ekstrak
Penetapan kadar flavonoid pada
ekstrak daun teh putih dan benalu teh
menggunakan metode kolorimetri yang
mengacu pada prosedur Chang et al.,
(2002) dengan beberapa modifikasi
menggunakan kuersetin sebagai standar.
Pada
pengukuran
kadar
flavonoid
dilakukan penambahan AlCl3 yang dapat
membentuk kompleks, sehingga terjadi
pergeseran panjang gelombang ke arah
visible (nampak) ditandai dengan larutan
menghasilkan warna yang lebih kuning.
Penambahan
natrium
asetat
untuk
mempertahankan panjang gelombang pada
daerah visible (tampak) (Chang et al.,
2002). Reaksi antara AlCl3 dengan
golongan flavonoid membentuk kompleks
antara gugus hidroksil dan keton yang
bertetangga yang tahan asam atau dengan
gugus ortohidroksil yang tidak tahan asam
dan bertetangga seperti pada gambar 1
(Markham, 1988).
0,0439 dengan nilai R2 = 0,9987 pada
kuersetin. Nilai R2 pada regresi linier harus
mendekati 1 yang artinya mendekati
liniearitas.
Penetapan
kadar
flavonoid
diujikan pada serbuk daun teh hasil
iradiasi untuk mengetahui perbedaan kadar
kandungannya pada masing-masing dosis
radiasi yaitu 0; 2,5; 5; 7,5; 10 dan 12,5
kGy. Pengujian dilakukan pada masingmasing dosis radiasi karena radiasi pada
suatu bahan simplisia dapat terjadi proses
perubahan kimiawi.
Hasil penetapan kadar flavonoid
dapat dilihat pada Tabel 2. Jika
dibandingkan dengan sampel non-iradiasi
atau dosis 0 kGy, sampel daun teh putih
dan benalu teh iradiasi pada dosis radiasi
2,5 kGy menurun. Kadar flavonoid
meningkat pada dosis radiasi 5 kGy
dengan kadar sebesar 3,731 ± 0,165 mg
SK/g lalu menurun pada dosis 7,5 – 12,5
kGy. Kadar flavonoid pada benalu teh
meningkat sampai dosis 7,5 kGy dengan
kadar sebesar 8,841 ± 0,383 mg SK/g dan
menurun pada dosis 10 – 12,5 kGy.
Tabel 2. Hasil penetapan kadar flavonoid daun
teh putih dan benalu teh
Gambar 1. Reaksi kompleks flavonoid – AlCl3
Penetapan kadar flavonoid pada
daun teh putih dan benalu teh dilakukan
penetapan panjang gelombang maksimum
dan waktu inkubasi optimum terlebih
dahulu. Panjang gelombang maksimum
dengan larutan standar kuersetin adalah
430 nm dengan waktu inkubasi optimum
25 menit. Penentuan kadar flavonoid dapat
diketahui dari persamaan regresi linier
kuersetin. Persamaan regresi linier
didapatkan dari grafik antara konsentrasi
dan absorbansi larutan standar. Persamaan
regresi yang didapatkan y = 0,0754x +
Kadar Flavonoid
Ekstrak Benalu
Teh (mg SK/g)
0 kGy
Kadar Flavonoid
Ekstrak Daun
Teh Putih (mg
SK/g)
2,558 ± 0,105
2,5 kGy
2,498 ± 0,360
5.684 ± 0,383
5 kGy
3,731 ± 0,165
5,791 ± 0,300
7,5 kGy
3,138 ± 0,048
8,841 ± 0,383
10 kGy
2,678 ± 0,003
5,005 ± 0,03
12,5 kGy
2,340 ± 0,04
5,436 ± 0,03
Dosis
Iradiasi
7,098 ± 0,128
Keterangan : SK = Satuan Kuersetin
Hal ini membuktikan adanya
perubahan kimia pada bahan simplisia
yang telah diiradiasi. Air yang terdapat
pada bahan dapat menyerap energi radiasi
membentuk berbagai hasil radiolisis, yang
selanjutnya dapat bereaksi dengan
komponen bahan simplisia. Proses ini
dinamakan pengaruh tidak langsung
iradiasi. Radiolisis air oleh sinar gamma
serta reaksi selanjutnya yang mungkin
terjadi dengan berbagai senyawa yang
diperkirakan terdapat dalam bahan
simplisia, yang digambarkan sebagai
berikut:
γ
H2O*
H2O* (eksitasi)
H2O+ + e– (ionisasi)
Pengaruh langsung terjadi melalui
eksitasi dan ionisasi berbagai komponen
yang terdapat di dalam bahan (Dwiloka,
2002).
Hasil data kadar flavonoid pada
kedua simplisia ini dapat dilihat bahwa
kadar flavonoid yang terkandung pada
benalu teh lebih besar dibandingkan
dengan yang terkandung pada daun teh
putih. Hal ini dikarenakan flavonoid utama
dalam benalu teh adalah kuersetin, selain
itu benalu hidup sebagai parasit yang
menempel pada tumbuhan tertentu seperti
teh dan menyerap hasil fotosintesis atau
zat – zat metabolit sekunder dari tanaman
inang sehingga dapat menyebabkan kadar
flavonoid pada benalu teh lebih besar
(Kusuma dan B. Muhammad, 2005). Pada
daun teh putih flavonoid utamanya adalah
katekin yang memiliki turunan seperti
epicatechin (EC), epigallocatechin (EGC),
epicatechin
gallate
(ECG)
dan
epigallocatechin gallate (EGCG) yang
sebagai penyusun senyawa tanin pada teh
sehingga kadar flavonoid total pada daun
teh putih lebih rendah.
Hasil
serupa
peningkatan
kandungan total flavonoid juga dilaporkan
oleh Chaerunnisa, (2015) pada infusa daun
teh hijau pada dosis 5 kGy memiliki
kandungan flavonoid tertinggi sebesar
3,180,03 mgSK/g. Penelitian lain
dilakukan oleh Mishra et al., (2006)
berkisar antara 89,4 mg/g sampai 93,8
mg/g daun teh. Perbedaan kadar total fenol
yang diuji secara statistik tidak signifikan.
Daun teh hasil iradiasi mengalami
peningkatan kadar total fenol pada dosis 1
– 2 kGy, menurun pada dosis iradiasi 5
kGy dan meningkat pada dosis 10 kGy.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
dosis iradiasi untuk eksrak etanol 60%
daun teh putih yang paling baik adalah
dosis 5 kGy yang menghasilkan kadar
flavonoid tertinggi pada daun teh putih
dengan nilai sebesar 3,731 ± 0,165
mgSK/g dan pada ekstak etanol 60%
benalu teh pada dosis yang paling baik
adalah dosis 7,5 kGy yaitu sebesar 8,841 ±
0,383 mgSK/g.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk penetapan kadar senyawa
flavonoid dengan metode lain, yaitu
dengan metode 2,4 dinitrofenilhidrazin
untuk flavonoid golongan flavanon dan
flavanonol sehingga dapat ditentukan
kadar flavonoid total pada daun teh putih
dan benalu teh.
Ekstraksi yang dilakukan dengan
cara ekstraksi dengan metode lain seperti
Ultrasound assisted extraction (UAE).
DAFTAR PUSTAKA
Abou-Zeid, H.M., and S.A. Abdel-Latif.
2014. Effects of Gamma Irradiation
on Biochemical And Antioxidant
Defense
System
in
Wheat
(Triticum aestivum L.) Seedlings.
International Journal of Advanced
Research. 2 (8): 287 – 300.
Ahmad, A.R., Juwita., Siti, A.D.R., Abdul,
M. 2015. Penetapan Kadar Fenolik
dan Flavonoid Total Ekstrak
Metanol Buah dan Buah Patikala
(Etlingera elatior (Jack) R.M.SM).
Pharmacy Science Reseach. 2 (1) :
1 – 10.
Calinescu, I., C, C. Ciuculescu, M.
Popescu, S. Bajenaru, G. Epure.
2001.
Microwaves
Assisted
Extraction of Active Principles
from Vegetal Material. Romanian
International
Conference
on
Chemistry
and
Chemical
Engineering, 12 : 1 – 6.
Camargo, A.C., S.G. Canniatti-Brazaca,
T.M.F. de Souza Vieira, M.A.B.
Regitano-d’Arce, M.A. CaloriDomingues.
2011.
Gamma
Radiation Effects on Peanut Skin
Antioxidants.
International
Nuclear Atlantic Conference. 13 :
3073 – 3084.
Chang, C.C., Yang., M.H., Wem, H.M.,
Chern, J.C., 2002, Estimation of
Total Flavonoid Content in Propolis
by
Two
Comlpementary
Colorimetric Methods, Journal of
Food and Drug Analysis, 10 (3) :
178 – 182.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia
Medika Indonesia, Edisi VI.
Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat Dan Makanan. Jakarta.
Halaman 337.
Dwiloka, B. 2002. Bahan Kuliah: Iradiasi
Pangan. Universitas Semarang.
Fitriya, 2011, Flavonoid Kuersetin dari
Tumbuhan Benalu Teh (Scurulla
atropurpureea BL. Dans). Jurnal
Penelitian
Sians.
Universitas
Sriwijaya, Indonesia. 14 (4)(C)
14408-33 – 14408-37
Jain, T., V. Jain, R. Pandey, A. Vyas, S. S.
Shukla. 2009. Microwave Assisted
Extraction for Phytoconstituents –
An Overview. Asian Journal
Research Chemistry , 1 (2) : 19-25.
Markham.
K.R.
1988.
Cara
Mengindentifikasi Flavonoid ,
terjemahan
K.
Radmawinata.
Penerbit ITB. Bandung
Mishra, B.B., S. Gautam, A. Sharma.
2006. Microbial Decontamination
of Tea (Camellia sinensis) by
Gamma Radiation. Journal of Food
Science. 71 (6) : 151 – 156.
Quan, P. T., Han, T, V., Ha Nguyen, H.,
De Nguyen, X., Tuyen, T. N. 2006.
Micrrowave - Assisted Extraction
Of Polyphenols From Fresh Tea
Shoot. Science & Technology
Development. 9 (8) : 69 – 75.
Rohdiana, D. 2003, Teh ini Menyehatkan.
Penerbit Alfabeta, Bandung.
Rohdiana, D. 2015, Teh: Proses,
Karakteristik
dan
Komponen
Fungsionalnya,
Foodreview.
Indonesia. 10 (8) : 34 – 37.
Towaha, J. 2013. Teh Putih Yang Langka
dan Mahal. Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar
(BALITTRI). Sukabumi
Download