BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama antara lain adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara itsbat nikah bagi pasangan suami istri yang tidak mempunyai akta nikah. Aturan pengesahan perkawinan/itsbat nikah, dibuat atas dasar adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan agama atau tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang1. Hal ini diatur dalam penjelasan pasal 49 angka 22 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang pada awalnya perkawinan yang 1 Mahkamah Agung RI, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II Edisi 2009, hal. 207. 1 2 disahkan hanya perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakuknya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, akan tetapi pasal 7 Kompilasi Hukum Islam memberikan peluang untuk pengesahan perkawinan yang tidak dicatat oleh PPN yang dilangsungkan sebelum atau sesudah berlakunya UndangUndang Nomor 1 tahun 1974 untuk kepentingan perceraian, bahkan dalam perkembangannya juga untuk melegalkan pernikahan dengan istri kedua, ketiga dan seterusnya dengan mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. Melaksanakan perkawinan merupakan hak azasi setiap warga Negara, penegasan tersebut termuat dalam pasal 28 B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan kedua. Dalam pasal tersebut dinyatakan : (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Meskipun perkawinan merupakan hak azasi, bukan berarti bahwa setiap warga Negara secara bebas dapat melaksanakan perkawinan, akan tetapi harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku, yang menurut pasal 2 ayat ( 2 ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dibuktikan dengan Akta Nikah, Jo. Pasal 5, dan 6 Kompilasi Hukum Islam. Fakta yang terjadi saat ini adalah banyak praktek kawin liar atau nikah sirri atau tidak dicatatkan, disebut juga nikah bawah tangan, menurut pelaku nikah bawah tangan alasan tersebut antara lain : 3 a. Adanya pandangan bahwa pernikahan yang dilakukan berdasarkan agama, telah memenuhi syarat dan rukunnya, maka perkawinan tersebut dianggap sah, karenanya tak perlu dicatatkan. b. Untuk menghilangkan jejak, sehingga bebas dari tuntutan hukum dan hukuman administrasi dari instansinya. c. Takut diketahui istri tua, sehingga melakukan poligami liar dan sebagainya. d. Atau alasan klasik yaitu biaya yang mahal atau segudang alasan pribadi lainnya. Para pelaku nikah bawah tangan pada umumnya tidak mempunyai akta nikah, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah dalam kehidupan selanjutnya, karena tanpa akta nikah segala perbuatan hukum yang berkaitan dengan akibat pernikahan, seperti saat ia membutuhkan akta nikah guna memperoleh kepastian hukum perkawinannya dan umumnya untuk persyaratan administrasi anaknya, dan salah satunya digunakan untuk mengurus surat keterangan pensiun janda atas suaminya yang telah meninggal dunia, untuk mengurus paspor haji, dan lain sebagainya, sekarang ini dapat diatasi dengan itsbat nikah. Dengan itsbat nikah tersebut pasangan nikah bawah tangan bisa diputihkan atau dilegalkan status perkawinannya berdasarkan waktu saat nikah bawah tangan dilakukannya, dengan cara begitu anak-anak yang lahir juga memiliki kedudukan hukum yang kuat. Anak juga memiliki hak memperoleh pelayanan administrasi kependudukan, berupa akta kelahiran, selain itu tentu saja hak hukumnya sebagai ahli waris dari orang tuanya juga terjamin atau pada 4 pokoknya suami istri maupun anaknya mendapatkan perlindungan hukum setelah itsbat nikah. Oleh karena ada kebutuhan yang mendesak, demi kepastian hukum atas perkawinannya dan kepastian hukum tentang status anaknya, maka keduanya (suami istri) mengajukan perkara permohonan itsbat nikah (voluntair) ke Pengadilan Agama, kasus suami istri yang mengajukan permohonan itsbat nikah tersebut adalah hal biasa. Akan tetapi itsbat nikah menjadi luar biasa bahkan sangat menarik untuk dibahas jika itsbat nikah diajukan oleh orang yang sudah mempunyai akta nikah, karena dalam kasus ini para Pemohon telah menikah secara sah yang tercatat pada KUA kecamatan Tekung dan telah mendapat kutipan Akta Nikah nomor : 104/13/V/2008 tanggal 14 Mei 2008 . Bermula dari pengakuan suami istri (para Pemohon) pada tahun 2006 telah menikah sirri, dari pernikahan tersebut lalu mempunyai anak dan pada tahun 2008 para pemohon menikah secara sah dan dicatatkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku dengan mendapatkan Akta Nikah, lalu para Pemohon mengajukan permohonan untuk mendapatkan Akta kelahiran anaknya, lalu pejabat yang berwenang menolaknya dengan alasan tanggal kelahiran anaknya tidak sesuai dengan peristiwa perkawinan dalam Akta Nikah yang dimilikinya, karena tanggal kalahiran anak lebih dulu dari pada pernikahan resminya, sehingga para Pemohon tidak akan menggunakan Akta Nikah tersebut. Selanjutnya para Pemohon mengajukan itsbat nikah terhadap nikah sirrinya yang telah dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2006 ke Pengadilan Agama Lumajang, mungkin para Pemohon sadar bahwa nikah sirrinya tidak mempunyai 5 kepastian hukum maupun perlindungan hukum, bahkan banyak madlorotnya dari pada manfaatnya. Dalam menghadapi kasus itsbat nikah bagi para Pemohon yang sudah mempunyai Akta Nikah tersebut, Pengadilan Agama dihadapkan pada persoalan yang dilematis yaitu mengabulkan atau menolaknya, bila dikabulkan akan melegalkan nikah di bawah tangan, di sisi lain itsbat nikah terhadap nikah di bawah tangan yang telah memenuhi syarat dan rukunnya serta tidak melanggar hukum perkawinan dapat disahkah melalui itsbat nikah, jika ditolak berarti Pengadilan Agama menafikan akad nikah yang sah menurut syari’at Islam, selain itu banyak perempuan dan anak-anak yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dan keadilan. Oleh karena itu Pengadilan Agama dituntut untuk memberikan putusan dengan pertimbangan yang mengandung kemaslahatan yang lebih besar sesuai dengan rasa keadilan dengan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rupanya majelis hakim Pengadilan Agama Lumajang dalam memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara itsbat nikah ini menggunakan hukum pembuktian, dengan mempertimbangkan keterangan para saksi yang diajukan para Pemohon yang akhirnya Majlis Hakim Pengadilan Agama Lumajang berkesimpulan untuk menolak permohonan para Pemohon2 Disamping itu dalam mengambil putusan atas permohonan itsbat nikah tersebut, ternyata salah satu hakim anggota mengajukan Dessenting Opinion, dengan alasan antara lain, Para Pemohon dengan Termohon tidak mempunyai 2 Salinan Putusan Pengadilan Agama Lumajang Nomor : 314/Pdt.G/2010/PA. Lmj. Tanggal 12 Mei 2011. 6 hubungan hukum yang menjadikan permohonan. Para Pemohon tidak jelas/kabur dan Para Pemohon telah mempunyai Akta Nikah, sehingga perkara itsbat nikah ini seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard) bukan ditolak. Berawal dari kasus yang telah penulis paparkan diatas, penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah karya ilmiyah dalam bentuk Skripsi yang berjudul “Dissenting Opinion Hakim Dalam Perkara Itsbat Nikah No 0314/Pdt.G/2011/P.A.Lmj di Pengadilan Agama Lumajang.” B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, maka terdapat rumusan masalah sebagaimana berikut : 1. Bagaimana pertimbangan hukum dan latar belakang hakim yang sepakat (majority opinion) dalam menolak perkara itsbat nikah Nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj? 2. Apa pertimbangan hukum yang melatar belakangi hakim yang dissenting opinion memutus negatif (niet onvankelijke verklaard) dalam perkara itsbat nikah Nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj? 3. Bagaimana akibat hukum bagi para Pemohon setelah perkara Permohonan Itsbat Nikahnya diputus? 7 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan pertimbangan hukum dan latar belakang hakim yang sepakat (majority opinion) dalam menolak perkara itsbat nikah Nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj. 2. Untuk menganalisis pertimbangan hukum yang melatar belakangi hakim yang dissenting opinion memutus negatif (niet onvankelijke verklaard) dalam perkara itsbat nikah Nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj 3. Untuk menganalisis akibat hukum bagi para Pemohon setelah perkara Permohonan Itsbat Nikahnya diputus. D. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan kajian ilmiah tentang bagaimana hakim menerapkan hukum acara dalam perkara itsbat nikah yang para Pemohonnya telah memiliki Akta Nikah. 2. Untuk mengetahui sejauh mana penulis dapat menguasai dan menganalisa kasus itsbat nikah dan pranata dissenting opinion dalam penerapan hukum oleh hakim. 3. Untuk mencari solusi yang tepat dan memberikan rekomendasi kepada pihak yang terkait dengan masalah perkawinan, agar di masyarakat tidak ditemukan lagi pernikahan sirri /bawah tangan. 4. Sebagai persyaratan bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) pada Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 8 E. Batasan Penelitian Penelitian dalam karya ilmiah ini terbatas pada pertimbangan hukum majelis hakim pada kasus perkara itsbat Nikah Nomor : 0314/ Pdt.G/2010/ PA. Lmj. Tanggal 12 Mei 2011 yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa Pengadilan Agama Lumajang, Menolak permohonan para Pemohon. kemudian penulis berusaha menganalisanya dengan menuangkan hasil analisa tersebut ke dalam bab III Skripsi ini F. Definisi Operasional Dalam setiap usulan atau rancangan penelitian, apapun format penelitian yang digunakan, perlu penegasan batasan pengertian yang operasional dari setiap istilah, konsep dan variable yang terdapat, baik dalam judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan hipotesis penelitian. Pendefinisian tersebut bukannya kata per kata, tetapi per “istilahan” yang dipandang masih belum operasional. 3 Pemberian definisi operasional terhadap sesuatu istilah bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga untuk menuntun peneliti itu sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian bersangkutan (misalnya di dalam menyusun instrument atau variable-varibel yang hendak diteliti, dan juga dalam menetapkan populasi dan sampel, serta di dalam menginterpretasikan hasil penelitian).4 3 4 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta; Rajawali Pers, 1999), 107. Ibid. 9 Berkaitan dengan hal tersebut penulis akan mendeskripsikan beberapa istilah yang digunakan dalam judul karya ilmiah ini, dengan maksud agar penulis lebih terarah terhadap hal yang diteliti. Adapun kata dan istilah tersebut sebagai berikut: 1. Putusan adalah kesimpulan akhir yang diambil oleh majelis hakim yang diberi wewenang untuk itu dalam menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa antara pihak-pihak yang berberkara dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Sedangkan menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H Putusan adalah suatu pernyataan oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak yang berperkara.5 2. Menurut Bagir Manan Dissenting opinion adalah pranata yang membenarkan perbedaan pendapat hakim (minoritas) atas putusan pengadilan.6 Menurut Artidjo Alkostar dissenting opinion merupakan suatu perbedaan pendapat hakim dengan hakim lain.7 Sedangkan menurut Pontang Moerad dissenting opinion merupakan opini atau pendapat yang dibuat oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju (disagree) dengan keputusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis hakim.8 5 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta; Yayasan Al- Hikmah, 2000), 173. 6 Bagir Manan. Dissenting Opinion. (Jakarta: IKAHI, 2006) , 11. 7 Artidjo Alkostar, Dissenting Opinions are Important, (Jakarta,Kompas, 2000), 1. 8 Pontang Moerad. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana. (Bandung: PT.Alumni, 2005), 111. 10 3. Permohonan ialah suatu permohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya. 9 4. Menurut Hukum Islam, Pengertian Itsbat Nikah ini berasal dari bahasa arab yaitu Al Itsbat yang berarti penetapan. Itsbat Nikah secara hukum merupakan permohonan Pengesahan Nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama untuk dinyatakan sahnya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum.10 G. Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Siti Aisyah tahun 2008, 11 skripsi berjudul “Pandangan Hakim Terhadap Itsbat Nikah Poligami Di Pengadilan Agama Bondowoso “. Penelitian ini berfokus pada pendapat para hakim pengadilan agama bondowoso terkait perkara itsbath poligami yang mana disinyalir belum pun materiil pada hukum positip yang berlaku namun dikomparasikan dengan dengan merujuk pada pasal 56 ayat (1): “pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutuskannya”. peneliti ingin menggali sejauh mana pandangan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso dalam menyikapi kasus itsbat poligami baik dari segi yuridis maupun proseduralnya. 9 Mukti Arto, Prkatek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 1996), 39 10 Tim Penyusun, Panduan Itsbat Nikah, (Tarakan; Pengadilan Agama Tarakan , 2011), 2. 11 Siti Aisyah, Judul Skripsi “Pandangan Hakim Terhadap Itsbat Nikah Poligami DiPengadilan Agama Bondowoso “ (Malang; Pustaka UIN MALIKI, 2008) 11 Yang mana penelitian ini lebih menekankan substansi ke arah hukum acara peradilan agamanya dibandingkan substansi materiil daripada dokumen-dokumen resmi sesuai dengan kesimpulan dari penelitian ini yang secara garis besar dapat digambarkan bahwasannya menurut para hakim pengadilan agama bondowoso, dalam perkara perdata ini tidak ada perbedaan antara itsbat poligami dan itsbat nikah yang mana landasan hukumnya dirujukkan pada KHI Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurul Huda tahun 2008, 12 skripsi berjudul “Pandangan Hakim Pengadilan Agama Dalam Pelaksanaan Itsbat Nikah Terhadap Pernikahan Sirri Yang Dilakukan Pasca Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Malang). Sekali lagi seperti sebelumnya, Penelitian ini berfokus pada pandangan para hakim yang dalam hal ini di dasarkan pada pendapat para hakim Pengadilan Agama Kota Malang dengan substansi itsbat nikah terhadap pernikahan sirri yang dilakukan pasca berlakunya UU No. 1 tahun 1974. Dalam penelitiannya, dipakai pendekatan kualitatif yang secara khusus didasarkan pada sumber-sumber utamanya yaitu pendapat para hakim dengan menganalisa data-data yang diperoleh dan mendeskripsikannya (bukan berdasar dokumen-dokumen resmi). Seperti pada kesimpulannya penelitian tersebut menunjukkan Pandangan Majelis hakim Pengadilan Agama Kota Malang dalam mengabulkan perkara tersebut adalah sudah benar berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus seperti penggunaan 12 Nurul Huda tahun 2008, Judul Skripsi “Pandangan Hakim Pengadilan Agama Dalam Pelaksanaan Itsbat Nikah Terhadap Pernikahan Sirri Yang Dilakukan Pasca Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Malang” (Malang; Pustaka UIN MALIKI 2010) 12 kaedah-kaedah fiqh,Kompilasi Hukum Islam, serta pertimbangan-pertimbangan lainnya. Penelitian berikutnya oleh Siti Rokhma tahun 2010, 13 skripsi berjudul “Pandangan Hakim Pengadilan Agama Bangil Terhadap Itsbat Nikah Pada Orang Yang Telah Meninggal Dunia”. Seperti sebelumnya, Penelitian ini berfokus pada pandangan para hakim yang dalam hal ini di dasarkan pada pendapat para hakim Pengadilan Agama Bangil dengan substansi itsbat nikah pada orang yang telah meninggal dunia. Dalam penelitiannya, dipakai pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian sosiologis (empiris). Yang mana dalam penjabarannya tidak secara khusus membahas kasus sesuai dengan dokumen resmi tertentu. Penelitian tersebut didasarkan pada kegelisahan peneliti jika pada praktiknya ditemukan adanya kasus itsbat dengan latar belakang subjek hukum yang telah meninggal dunia. Pada kesimpulannya, merujuk pada pendapat para Hakim Pengadilan Agama Bangil, disebutkan bahwa perkara itsbat tersebut dapat diproses asalkan pemohon harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan oleh Pengadilan Agama. Sebagaimana yang sudah peneliti jelaskan di atas, bahwa dengan adanya penelitian terdahulu ini dimaksudkan untuk membedakan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian yang peneliti lakukan secara esensi memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti yang peneliti sebutkan di atas. Paling tidak terdapat perbedaan tentang sebab terjadinya itsbat nikah, dimana sesuai dengan yang peneliti lakukan sekarang berdasarkan atas 13 Siti Rokhma tahun 2010,Judul Skripsi “Pandangan Hakim Pengadilan Agama Bangil Terhadap Itsbat Nikah Pada Orang Yang Telah Meninggal Dunia” Pustaka UIN MALIKI, 2010 13 fenomena nyata sesuai dengan objek kajian dokumen resmi berupa putusan majelis hakim. Meskipun objek penelitian (itsbat nikah) sama, namun peneliti memiliki asumsi bahwasannya perkara yang peneliti teliti dikaji lebih khusus serta terfokus pada kasus faktual yang sesuai dengan dokumen resmi yaitu itsbath nikah sesuai putusan perkara nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj, dimana juga terdapat suatu hal yang menarik berupa dissenting opinion salah satu hakim. Sehingga peneliti menempatkannya sebagai salah satu kajian utama dalam penelitian ini, hal tersebut juga merupakan salah satu poin perbedaan krusial antara ketiga penelitian sebelumnya dengan penenelitian yang dilakukan peneliti. Dan satu hal lagi, hakim yang mengadili perkara yang peneliti teliti berbeda dengan hakim yang dijadikan sumber penelitian yang diangkat oleh ketiga peneliti terdahulu tersebut. Ada tiga permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yakni tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yang menolak baik oleh hakim yang Majority Opinion maupun hakim yang menyatakan Dissenting Opinion, dan macam-macam latar belakang terjadinya perbedaan pendapat tersebut pada kasus perkara ini serta akibat hukum terhadap perkawinan yang telah dilakukan oleh yang bersangkutan setelah adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Lebih khususnya berkaitan dengan status akta nikah yang telah dikantongi pemohon. H. 1. Metode Penelitian Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif, yang dilakukan dengan cara menelaah data-data sekunder. Penelitian 14 normatif ini termasuk penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen, karena obyek yang diteliti berupa dokumen resmi yang bersifat publik, yaitu data resmi dari pihak Pengadilan Agama. 14 Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.15 Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 16 Oleh karena itu, sebagai sumber datanya hanyalah data sekunder,17 yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder; atau data tersier.18 2. Pendekatan Penelitian Yang dimaksud yaitu penelitian yang objeknya adalah permasalahan hukum, sedangkan hukum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat, maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam hukum positif. Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang- 14 Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam Praktek. (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), 13-14. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. (Jakarta : PT. RajGrafindo Persada, 2006),13. 16 Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada), 118. 17 Ronny Hanitijo Soemitro. Masalah-Masalah Sosiologi Hukum. (Bandung : Sinar Grafika, 1984),110. 18 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta; UI Press, 1984),54. 15 15 undangan (statute approach). 19 Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian, yang mana dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan hukum perkawinan. 3. Sumber Penelitian Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.20 Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan pengkajian hukum ialah sumber utamanya adalah bahan hukum bukan data atau fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. 21 Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, bahan hukum primer terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan dan putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primernya berupa putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu putusan perkara nomor : 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj. b. 19 Bahan Hukum Sekunder Johnny Ibrahim. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. (Malang; Bayumedia Publishing, 2006), 295. 20 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. (Jakarta; Kencana, 2005), 141. 21 Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Ilmu Hukum. (Bandung; Mandar Maju , 2002), 86. 16 Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder berupa literatur atau buku-buku referensi ilmiah seputar Hukum Acara Peradilan Agama, buku-buku yang membahas tentang itsbat nikah dan buku tentang metodologi penelitian. 4. Metode Pengumpulan Data untuk memperoleh data yang benar-benar valid dalam penelitian ini perlu ditentukan teknik-teknik pengumpulan data yang sesuai, maka peneliti ini menggunakan metode-metode sebagai berikut: a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau varibel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. 22 Metode pengumpulan data studi kepustakaan atau dokumentasi dilakukan dengan pencatatan berkas-berkas atau dokumen yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.23 Data yang diperoleh dengan metode ini berupa datadata yang berkenaan dengan arsip putusan perkara nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj yang dijadikan objek dalam penelitian ini. Metode ini juga yang digunakan oleh peneliti dalam mengakses kajian teori berupa buku-buku yang berhubungan dengan materi penelitian. b. Metode Interview Metode interview atau wawancara yaitu proses Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang saling berhadapan secara fisik dengan ketentuan 22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta : Jakarta. 2006, hal.231 23 Soerjono soekanto, sosiologi suatu pengantar, PT. Raja Grafindo : Jakarta. 2005, hal. 66 17 yang satu dapat melihat wajah yang lain, juga dapat mendengar dengan telinganya sendiri. 24 Fungsi wawancara dalam penelitian ini adalah melengkapi data yang ada, guna mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor: 0314/Pdt.G/2011/PA.Lmj Dalam penelitian ini peneliti langsung melakukan wawancara dengan hakim yang menangani dan memutus perkara tersebut serta pejabat struktural atau fungsional Pengadilan Agama terkait. 5. Metode Analisis Menurut pakar penelitian hukum Soerjono Soekanto, metode analisis data pada hakikatnya memberikan pedoman tentang cara seorang ilmuan mempelajari, menganalisis dan memahami lingkungan yang dihadapinya. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, dimana penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi riil yang sedang terjadi, dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menggunakan hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.25 Deskriptif di sini adalah menjabarkan, menggambarkan kajian tentang itsbat nikah, alasan-alasan pengajuan itsbat nikah, serta hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut secara jelas sesuai yang diatur dalam undang-undang perkawinan. 24 25 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andi Offset : Jakarta. hal 192 Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta; Bumi Aksara, 2003), 26. 18 Adapun analisa di sini adalah kelanjutan dari metode deskriptif yang menganalisa faktor-faktor yang dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini, pertimbangan hakim yang dissenting opinion, maupun yang majority opinion serta menganalisa kedua pendapat tersebut dan menganalisa tentang akibat hukum atas perkara permohonan itsbat nikah yang dijatuhi putusan dengan menolak perkara tersebut. I. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam pembahasan Skripsi ini penulis akan membagi ke dalam lima bab : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, penelitian terdahulu dan metodologi penelitian. BAB II : KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini membahas tentang pencatatan perkawinan dan sahnya perkawinan yang terdiri dari kriteria sahnya perkawinan, urgensi pencatatan perkawinan, tatacara perkawinan, perkawinan di bawah tangan dan penyelesaian hukum mengenai pelanggaran pencatatan perkawinan. Itsbat nikah yang terdiri dari dasar hukum itsbat nikah dan para pihak dalam perkara itsbat nikah. Dissenting opinion yang terdiri dari pengertian dissenting opinion, praktek pengadilan memeriksa dan memutus perkara 19 sebelum ada pranata dissenting opinion dan praktek pengadilan memeriksa dan memutus perkara setelah ada pranata dissenting opinion. BAB III: TEMUAN DATA DAN ANALISIS Pada bab ini membahas mengenai temuan data dan analisisnya, membahas tentang dasar pertimbangan hukum oleh hakim yang menolak perkara itsbat nikahnya, dasar pertimbangan hukum oleh hakim yang dissenting opinion dengan menyatakan tidak dapat diterima itsbat nikahnya. Kemudian dilanjutkan pada akibat hukum terhadap itsbat nikah bagi orang yang sudah mempunyai akta nikah pada putusan ditolaknya atas perkara nomor: 0314/Pdt.G/2011/P.A.Lmj. BAB IV: PENUTUP Dalam bab terakhir ini membahas mengenai kesimpulan dan saran disertai lampiran yang khususnya berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.