TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria) -----------------------------------------------------------------------------------------------------Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : IV Rapat Ke : -Jenis Rapat : Rapat Kerja Sifat Rapat : Terbuka Hari/Tanggal : Senin, 24 Juni 2012 Waktu : 15.00 WIB - Selesai Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara / KK III) Acara : A. Pengesahan jadwal acara dan mekanisme pembahasan RUU tentang Pertanahan. B. Penjelasan DPR RI atas RUU tentang Pertanahan. C. Penyampaian pandangan dan pendapat Presiden/Pemerintah terhadap RUU tentang Pertanahan. Ketua Rapat : Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si/ Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Dra. Hani Yuliasih/Kabag.Set Komisi II DPR RI Hadir : A. Tamu: 1. Menteri Hukum dan Ham beserta jajarannya 2. Kepala BPN RI beserta jajarannya. 3. Kementerian Negara BUMN 4. Kementerian Dalam Negeri 5. Kementerian Perumahan Rakyat 6. Kementerian Kehutanan 7. Kementerian Pertanian 8. Kementerian Keuangan B.26 dari jumlah 48 Anggota Komisi II DPR RI I. PENDAHULUAN 1. Rapat Kerja Komisi II DPR RI pada hari Senin tangal 24 Juni 2012 dibuka pukul 15.45 WIB yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR RI, Yth. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si dan dinyatakan terbuka untuk umum. 2. Ketua Rapat menyampaikan agenda Rapat Kerja pada hari ini yakni terkait dengan pengesahan jadwal acara dan mekanisme pembahasan RUU tentang Pertanahan, penjelasan DPR RI atas RUU tentang Pertanahan dan penyampaian pandangan dan pendapat Presiden/Pemerintah terhadap RUU tentang Pertanahan. 3. Pimpinan Komisi II DPR RI menyampaikan keterangan/penjelasan singkat mengenai RUU tentang Pertanahan ini yang merupakan Usul DPR RI (Inisiatif Komisi II DPR RI) diantaranya yakni: A. Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2012 mengamanatkan RUU tentang Pertanahan sebagai salah satu RUU yang diprioritaskan menjadi Usul Inisiatif DPR RI. Komisi II DPR RI yang ruang lingkup tugasnya meliputi Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, dan Pertanahan, merupakan alat kelengkapan DPR RI yang ditugaskan untuk melaksanakan amanat Prolegnas tersebut. B. Pembentukan RUU tentang Pertanahan merupakan salah satu amanat Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang memerintahkan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria (khususnya pertanahan) dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor. Dengan demikian pembentukan RUU tentang Pertanahan merupakan suatu upaya untuk meminimalisasi ketidaksinkronan UU sektoral terkait bidang pertanahan. C. Sebagai UU pokok, UUPA tidak mengatur secara rinci tentang obyek pengaturannya, termasuk mengenai tanah yang menjadi obyek utama yang diaturnya. Oleh karena itu, diperlukan UU yang akan melengkapi atau merinci aturan-aturan pokok tentang pertanahan yang ada di UUPA. RUU tentang Pertanahan ini dimaksudkan sebagai pelengkap dari UUPA. Dengan demikian RUU tentang Pertanahan ini merupakan peraturan pelaksana dari UUPA sebagai lex generalis, sedangkan yang khusus mengatur tentang pertanahan saja sebagai lex specialis. D. Adapun Sistematika dalam RUU tentang Pertanahan yang telah di susun ini terbagi dalam 14 (empat belas) BAB dan 102 (seratus dua) Pasal, dengan rincian sebagai berikut: BAB I : KETENTUAN UMUM Memuat 18 (delapan belas) batasan pengertian atau definisi yang digunakan dalam RUU tentang Pertanahan. BAB II : ASAS Asas yang menjiwai materi muatan RUU tentang Pertanahan meliputi: a. kebangsaan; b. hak menguasai negara; c. kenasionalan; d. pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat; e. fungsi sosial dan ekologis; f. keadilan dalam perolehan dan pemanfaatan tanah; g. keanekaragaman dalam kesatuan hukum; h. perencanaan dalam penggunaan tanah; dan i. asas umum pemerintahan yang baik. BAB III : HUBUNGAN NEGARA, MASYARAKAT HUKUM ADAT, DAN ORANG DENGAN TANAH Terdiri atas 3 bagian dan 9 pasal, yang mengatur mengenai hubungan negara dengan tanah, hak pengelolaan, dan hak ulayat masyarakat hukum adat. BAB IV : HAK ATAS TANAH Terdiri atas 9 bagian yang dirinci dalam 29 pasal, yang mengatur mengenai: a. b. c. d. e. f. g. h. i. prinsip hak atas tanah; macam hak atas tanah; hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa untuk bangunan; hak penggunaan ruang di atas tanah dan ruang di bawah tanah; dan hapusnya hak atas tanah. BAB V : REFORMA AGRARIA Terdiri atas 5 bagian dan 10 pasal, yang mengatur mengenai obyek reforma agraria, penerima tanah obyek reforma agraria, penyelenggaraan reforma agraria, akses reform, serta hak dan kewajiban penerima tanah obyek reforma agraria. BAB VI : PENDAFTARAN TANAH Terdiri atas 2 pasal, yang mengatur mengenai prinsip pendaftaran tanah dan kegiatan pendaftaran tanah. BAB VII : PEROLEHAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAN PENGALIHFUNGSIAN TANAH Terdiri atas 5 pasal, yang mengatur mengenai perolehan tanah untuk kepentingan umum yang dilakukan melalui pengadaan tanah dan pencabutan hak atas tanah. BAB VIII : PENYEDIAAN TANAH UNTUK PERIBADATAN DAN SOSIAL Mengatur perlindungan terhadap perwakafan tanah dan lembaga sejenis menurut agama yang dianut masyarakat Indonesia. BAB IX : PENYELESAIAN SENGKETA Terdiri atas 8 bagian dan 36 pasal. Penyelesaian sengketa pertanahan pada prinsipnya mengedepankan penyelesaian melalui musyawarah untuk mufakat di antara para pihak. Namun demikian, RUU ini mengamanatkan pembentukan pengadilan pertanahan guna menangani perkara pertanahan. BAB X : PENATAAN, PENGENDALIAN, PENGGUNAAN, DAN PEMANFAATAN TANAH Mengatur mengenai pemantauan, penataan, dan pengendalian terhadap penggunaan dan pemanfaatan tanah. BAB XI : SANKSI Bab ini mengatur mengenai sanksi terhadap pemegang hak atas tanah yang mengalihfungsikan tanah tanpa izin instansi yang berwenang, berupa hapusnya hak. BAB XII : KETENTUAN PIDANA Mengatur sanksi pidana, antara lain terhadap pelanggaran ketentuan pengalihfungsian bidang tanah yang diperuntukan atau digunakan untuk ruang publik, situs purbakala, cagar alam dan konservasi, atau secara topografis dan geologis dapat membahayakan kehidupan manusia, flora, dan fauna yang dilindungi. BAB XIII : KETENTUAN PERALIHAN Memuat penyesuaian pengaturan mengenai: a. Hak pengelolaan, hak guna usaha, dan hak guna bangunan yang sudah ada sebelum berlakunya UU ini masih tetap diberlakukan sampai dengan berakhirnya jangka waktu hak-hak tersebut. b. Penyelesaian perkara pertanahan dilaksanakan oleh pengadilan negeri sebelum terbentuknya pengadilan pertanahan. BAB XIV : KETENTUAN PENUTUP Terdiri atas 2 pasal yang memuat ketentuan mengenai status peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan yang sudah ada sebelum UU ini berlaku dan saat mulai berlakunya UU ini. 4. Pemerintah menyampaikan beberapa pandangan dan pendapat terhadap RUU tentang Pertanahan diantaranya sebagai berikut: A. Pemerintah mengharapkan RUU ini dapat menjadi salah satu landasan yuridis dalam rangka mewujudkan Reforma Agraria sesuai dengan falsafah yang tekandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan prinsip-prinsip pembaruan agrarian sesuai dengan Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. B. Hak Pengelolaan perlu diatur secara tegas apakah termasuk jenis hak atas tanah atau hanya bersifat pemberian sebagian kewenangan Negara di bidang pertanahan kepada Pemerintah, Pemerintah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain itu perlu pula dipertimbangkan mengenai Hak Pengelolaan yang sudah diberikan, temasuk hak-hak atas tanah yang telah diberikan di atas Hak Pengelolaan. C. Agar memberikan kepastian hukum dan menghindari perbedaan penafsiran yang berakibat terjadinya konflik kepentingan, hak ulayat masyarakat hukum adat perlu diatur secara lebih terperinci. Pengakuan dan perlindungan hak ulayat masyarakat hukum adat atas tanah harus diberikan dengan syarat dan kriteria yang jelas, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum adat setempat sepanjang masih hidup, serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. D. Sanksi pidana dalam RUU ini perlu dibahas secara lebih mendalam, mengingat ancaman pidana terhadap delik-delik terkait pertanahan sudah banyak diatur dalam KUHP dan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengatur bahwa ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. E. Gagasan pengaturan mengenai peradilan pertanahan perlu dibahas secara lebih mendalam. Sampai saat ini, sengketa pertanahan yang bersifat perdata dan pidana diselesaikan melalui peradilan umum, sedangkan sengketa terkait keputusan pejabat diselesaikan melalui peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat mengenai hal ini perlu diharmonisasikan dengan peraturan perundang-undangan lainnya untuk menghindari tumpang tindih kewenangan pembentukan lembaga peradilan, mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Badan Peradilan sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bidang Kekuasaan Kehakiman. II. KESIMPULAN 1. Komisi II DPR RI dan Pemerintah menyepakati rancangan jadwal dan mekanisme pembahasan RUU tentang Pertanahan yang waktunya akan disesuaikan dengan agenda kegiatan dari Komisi II DPR RI serta memperhatikan pula kegiatan-kegiatan dari Pemerintah. 2. Disepakati akan diagendakan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan beberapa pakar/ahli untuk mendapatkan masukan terkait pembahasan RUU tentang Pertanahan yang akan dibahas di Komisi II DPR RI dan diharapkan Tim Pemerintah untuk dapat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI tersebut. III. PENUTUP Rapat ditutup Pukul 16.55 WIB. KETUA RAPAT, Ttd DRS. AGUN GUNANJAR SUDARSA, BcIP, M.Si A-219