bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam
kebaktian yang dilakukan oleh gereja. Setidaknya khotbah selalu ada dalam setiap
kebaktian minggu. Meskipun begitu, khotbah seringkali mendapat perhatian yang
lebih utama daripada bagian liturgi yang lainnya. Tidak jarang jemaat lebih
mengutamakan untuk mendengarkan dan menghayati khotbah daripada bagian
liturgi yang lainnya1, seperti votum dan salam, pengakuan dosa, pengampunan
dosa, persembahan, dan pengutusan. Hal ini disebabkan karena pengertian
khotbah itu sendiri memiliki makna yang mungkin dirasa lebih dalam daripada
bagian kebaktian yang lain.
Khotbah sangat erat hubungannya dengan homiletika. Dalam bahasa
Inggris, istilah homiletics baru muncul pada abad ke 17, dan sejak itu dipakai
untuk menunjuk ilmu berkhotbah.2 Setiap orang yang akan berkhotbah seringkali
dipersiapkan dengan ilmu homiletika. Homiletika adalah suatu cabang teologi
yang membahas tentang hakikat pelayanan firman, bahan, dan bentuk bahasan
1
Pengalaman ketika penulis internship II, cukup banyak jemaat yang selalu membandingbandingkan antara satu khotbah dengan khotbah yang lainnya. Jemaat seringkali memilih
untuk mengikuti kebaktian dimana pengkhotbahnya akan memberikan khotbah dengan
menarik, atraktif, dan lucu.
2
H. Röthlisberger, Homiletik: Ilmu Berkhotbah. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1967. hal 7
1
firman, dan pelaksanaan pelayanan firman. 3 Ilmu homiletika diperlukan dalam
mempersiapkan khotbah di masa kini. Dalam homiletika, kebenaran-kebenaran
ilmiah diintegrasikan dengan kebenaran-kebenaran yang diwahyukan oleh Allah
berdasarkan keyakinan bahwa semua kebenaran adalah kebenaran Allah.4
Khotbah berkaitan erat dengan pemberitaan dan pengajaran. Dalam hal ini,
definisi khotbah menjadi berbeda di mata sarjana yang berbeda. 5 Pertama,
khotbah dapat diartikan sebagai usaha untuk mengangkat jemaat dari dosa dan
kekurangan beriman ke arah ketinggian yang membebaskan manusia, yaitu
pengetahuan tentang Kristus dengan mendorong mereka agar sedia percaya dan
diselamatkan. 6 Kedua, khotbah juga bisa diartikan sebagai tugas membawa
kemuliaan kebenaran ilahi turun ke dalam kemerosotan dan kesengsaraan keadaan
manusia.7
Berangkat dari pemahaman tradisi Protestan, khotbah diberi tempat yang
sentral/utama dalam kebaktian. Tokoh reformator Luther dan Calvin memiliki
teologi yang hampir sama dalam hal ini. Yang membedakan antara keduanya ialah,
bagi Luther ajaran harus ditampakkan melalui pemberitaan Firman Allah (Injil
Kristus) yang merupakan pusat dari kebaktian.8 Namun menurut Calvin, ibadah
3
Andreas B Subagyo. Sabda dalam Kata 1. Bandung: Yayasan Kalam Hidup. 2000. hal
14
4
Ibid hal 14
5
Definisi khotbah sangat tergantung pada teologi yang diyakini orang yang bersangkutan.
Selain teologi, unsur-unsur lain seperti bahasa, latar belakang, dan budaya juga ikut
menentukan pemahaman seseorang akan berkhotbah. Lihat kutipan dalam Hasan Sutanto.
Homiletik:Prinsip dan Metode Berkhotbah. Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2004. hal 18
6
Dietrich Ritschl. Teologi Pemberitaan Firman Allah:Mengapa Kita harus Berkhotbah.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1990. hal 1
7
Ibid hal 1
8
Christiaan de Jonge. Apa Itu Calvinisme? Jakarta:BPK Gunung Mulia. hal 167
2
dengan pelayanan firman saja belum merupakan ibadah dalam arti kata yang
penuh.9
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (untuk seterusnya disingkat
GPIB) yang mewarisi ajaran Calvin, menganggap bahwa khotbah merupakan
bagian dari kesatuan ibadah yang tidak berdiri sendiri. Khotbah dan sakramen
adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya sama penting,
keduanya merupakan pusat liturgia sehingga keduanya harus mendapat tekanan
yang sama.10 Karena khotbah dianggap sebagai bagian pelayanan dari kesatuan
ibadah, sehingga dalam hal ini khotbah lebih berfungsi membangun jemaat agar
turut aktif dalam mengambil bagian di dalam ibadah. Mendengarkan
khotbah/pengajaran akan Firman Allah menjadi penting karena melalui
pendengaran akan Firman Allah maka gereja dapat berkhotbah, gereja melayani
baptisan, gereja merayakan perjamuan, gereja mengucap syukur, bahkan anggotaanggota gereja dapat saling melayani seorang akan yang lain sehingga
pendengaran akan Firman Tuhan harus dilakukan berulang-ulang.
Khotbah yang disampaikan dalam kebaktian minggu tidak bisa dipisahkan
dari pengkhotbahnya/orang yang membawakan khotbah tersebut. Kelakuan
oknum yang berkhotbah menjadi sebuah kesaksian yang kuat daripada isi
khotbahnya, atau dengan perkataan lain, khotbahnya akan berpengaruh atau
berkuasa, karena diiyakan dan diperkuat oleh kelakuannya. 11 Dengan demikian
tidaklah mengherankan jika sebuah khotbah yang dianggap menarik oleh jemaat
bergantung pula dari kemampuan pengkhotbah dalam mempersiapkan khotbahnya
serta penampilan dari pengkhotbah tersebut.
9
Ibid hal 168
J.L.C.H Abineno. Unsur-unsur yang Dipakai Oleh Gereja-Gereja di Indonesia.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1985. hal 60
11
P.H.Pouw. Uraian Singkat Tentang Homiletik Ilmu Berkhotbah. 1993. hal 9
10
3
Isi khotbah yang mengundang tawa, berhubungan dengan isu-isu terkini
serta penampilan pengkhotbah yang atraktif, penuh senyuman, dan bersemangat di
atas mimbar seringkali membuat jemaat senang mendengarnya. Namun tidak bisa
dipungkiri pada kenyataannya seringkali khotbah yang sama sekali tidak
mengundang tawa, sedikit sekali menghubungkan dengan isu-isu terkini bahkan
penampilan pengkhotbah yang terlihat kaku dan hanya membacakan catatannya
juga akan tetap didengarkan oleh jemaat.
Jemaat sebagai pendengar dari sebuah khotbah bisa merasa puas ketika
mendengarkan khotbah yang dirasa menarik serta menjawab pergumulan mereka,
sebaliknya jemaat dapat merasa kecewa ketika khotbah yang mereka dengar
dirasa tidak menarik, tidak menjawab pergumulan mereka dan mungkin malah
menyindir kehidupan pribadi jemaat yang dianggap buruk oleh pengkhotbah.
Dalam hal ini, tugas seorang pengkhotbah dalam mempersiapkan khotbahnya
memang tidaklah sederhana. Seorang pengkhotbah diharapkan mampu untuk
menyajikan khotbah yang sekurang-kurangnya dapat menjawab pergumulan
jemaat. Pengkhotbah diharapkan dapat meramu dengan baik antara Firman Tuhan
yang bersumber dari Alkitab, masalah-masalah yang aktual, pergumulan jemaat,
dan menggabungkan dengan ilustrasi yang menarik menjadi sebuah khotbah yang
benar-benar berkualitas.
Jemaat yang berasal dari berbagai macam latar belakang yang berbeda
tentunya memiliki kerinduan yang berbeda pula yang ingin terjawab melalui
khotbah yang disampaikan. Namun bagaimanapun penampilan pengkhotbah dan
apapun isinya, khotbah dalam kebaktian minggu memaksa jemaat untuk mau tidak
mau harus mendengarkan khotbah tersebut. Penulis yang selama ini bergereja di
GPIB Penabur Solo mengamati akan hal ini. Jemaat mendengarkan khotbah
4
dalam kebaktian minggu meskipun terkadang sebenarnya khotbah tersebut dirasa
sangat lama (penyampaiannya bisa mencapai 1 jam) dan membosankan12. Jemaat
telah memberikan sinyal dan gerak gerik bahwa mereka tidak nyaman dengan
khotbah yang disampaikan dengan cara yang seperti ini, bahkan beberapa jemaat
telah menyampaikannya kepada pendeta dan majelis. 13 Kebiasaan seperti ini
makin lama membuat khotbah-khotbah yang disampaikan akhirnya menjadi
kurang menarik dan terasa menjemukan serta penyampaiannyapun menjadi
kurang bersemangat.
Tidak ada standar khusus dalam pemilihan pengkhotbah untuk berkhotbah
pada kebaktian minggu pagi ataupun kebaktian minggu sore di GPIB Penabur14,
namun kebanyakan jemaat memilih untuk mengikuti kebaktian minggu di pagi
hari selain dengan alasan jumlah jemaat yang hadir lebih banyak tetapi
pengkhotbah yang berkhotbah di kebaktian pagi dianggap lebih menarik daripada
pengkhotbah pada kebaktian sore15. Membandingkan jumlah jemaat yang hadir
dalam kebaktian minggu di pagi hari dan sore hari memang tidak bisa sematamata hanya didasarkan pada alasan isi khotbah dan siapa pengkhotbahnya saja,
12
Pengalaman penulis ketika penulis masih duduk di bangku SMU. Saat itu seorang
majelis (sekarang sudah meninggal) seringkali dipercaya untuk membawakan Firman
Tuhan dalam kebaktian minggu. Majelis ini sudah terkenal sangat lama dalam berkhotbah.
Bisa mencapai 1 jam lebih. Isi khotbahnyapun kurang menarik. Penulis mengatakan
kurang menarik karena penulis mengamati gerak-gerik jemaat ketika mereka sudah
merasa bosan mendengarkan khotbah tersebut. Banyak jemaat yang memberikan kode
pada majelis dan meminta agar majelis berusaha untuk mengingatkan pengkhotbah
bahwa khotbah yang dia berikan sudah terlalu lama.
13
Untuk selanjutnya majelis ini memang ditegur agar memperbaiki durasinya dalam
menyampaikan khotbah. Hingga akhir pelayanannya sebagai majelis dan terbentuknya
majelis baru, banyak jemaat yang memberikan masukan kepada majelis dan pendeta agar
memberikan pelatihan berkhotbah kepada pengkhotbah agar khotbah seperti ini tidak
terjadi lagi, namun ternyata hal seperti ini terjadi lagi pada majelis yang lain.
14
GPIB Penabur Solo menyelenggarakan 2 kali kebaktian minggu yaitu pada jam 07.30
wib dan 17.00 wib
15
Pendeta tamu dan pendeta jemaat lebih sering berkhotbah pada kebaktian minggu,
sedangkan majelis dan juga mahasiswa praktek lebih sering berkhotbah pada kebaktian
sore.
5
tetapi gereja mungkin perlu untuk memikirkan kembali dalam menyusun siapa
yang akan berkhotbah dalam kebaktian minggu baik di pagi hari maupun di sore
hari.
Jumlah kehadiran jemaat dalam kebaktian minggu di GPIB Penabur Solo
baik pada kebaktian pagi maupun sore tidak banyak mengalami peningkatan
angka yang signifikan setiap minggunya. Akhir-akhir ini cenderung lebih banyak
bangku-bangku di gereja yang kosong dan beberapa jemaat datang terlambat.16
Dalam hal ini, bagaimana isi khotbah dan siapa yang berkhotbah di GPIB Penabur
memang tidak dapat sepenuhnya dipersalahkan dan dianggap sebagai penyebab
utama mengapa bangku-bangku itu menjadi kosong.
Tetapi penulis merasa tertarik untuk mengamati lebih lanjut mungkinkah
khotbah-khotbah yang selama ini disampaikan dalam kebaktian minggu di GPIB
Penabur memiliki pengaruh (baik pengaruh yang baik maupun yang buruk) dalam
kehidupan jemaat? Bukan tidak mungkin khotbah-khotbah yang disampaikan
selama ini dirasa kurang menarik, kurang bersemangat hingga akhirnya
menimbulkan kebosanan jemaat. Dan bukan tidak mungkin juga jemaat yang
hingga saat ini masih memenuhi bangku-bangku gereja hanyalah orang-orang
yang menganggap bahwa khotbah adalah bagian dari liturgi kebaktian yang sakral,
sehingga karena kesakralannya jemaat tidak lagi kritis dalam mendengarkan
khotbah.
Berangkat dari keprihatinan yang penulis amati ini, penulis tertarik untuk
mengamati khotbah-khotbah yang disampaikan di GPIB Penabur Solo lebih
dalam. Tentu saja dalam pengamatan ini tidak dapat dipisahkan dengan siapa yang
16
Jemaat yang terlambat adalah beberapa anggota jemaat tetap yang sudah tahu jadwal
kebaktian minggu
6
membawakan khotbah tersebut. Sehingga akhirnya penulis tertarik untuk
mengamati khotbah yang disampaikan oleh setiap pengkhotbah di GPIB Penabur
Solo sehubungan dengan profesionalisme mereka sebagai seseorang yang
dipercaya untuk berkhotbah.
II. Rumusan Masalah
Latar belakang yang penulis paparkan di atas merupakan gambaran yang
penulis amati ketika khotbah sedang disampaikan dalam kebaktian minggu di
GPIB Penabur Solo, sehingga dengan berdasar pada latar belakang tersebut,
penulis merumuskan masalah menjadi berikut :
1. Apakah jemaat mempertimbangkan aspek-aspek teologis dan aspek
komunikasi terhadap khotbah-khotbah yang selama ini disampaikan dalam
kebaktian minggu di GPIB Penabur Solo?
2. Apakah tanggapan dan harapan jemaat terhadap khotbah-khotbah yang
selama ini disampaikan dalam kebaktian minggu di GPIB Penabur Solo?
III. Judul Tesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis mengajukan judul :
“Harapan Jemaat Masa Kini Terhadap Khotbah-Khotbah
dalam Kebaktian Minggu”
(Sebuah Penelitian Terhadap Khotbah-khotbah
dalam Kebaktian Minggu di GPIB Jemaat Penabur Solo)
7
IV. Hipotesis
Dari rumusan masalah di atas, penulis memiliki hipotesis sebagai berikut :
1. Jemaat kurang memperhatikan aspek-aspek teologis terhadap khotbahkhotbah yang selama ini disampaikan karena merasa tidak mengerti
dengan
bahasa
teologis
yang
disampaikan
namun
jemaat
mempertimbangkan aspek komunikasi.
2. Jemaat menganggap khotbah-khotbah yang selama ini disampaikan terlalu
kaku dan cenderung membosankan, metode pembawaan hampir sama
antara satu pengkhotbah dengan pengkhotbah yang lainnya, serta
penjelasan yang diberikan pengkhotbah tidak dapat dimengerti dengan
baik oleh jemaat dan jemaat berharap agar khotbah-khotbah disampaikan
dengan lebih menarik dan lebih dihubungkan dengan masalah-masalah
aktual baik yang terjadi di dunia global maupun permasalahanpermasalahan rumah tangga yang konkret serta disampaikan dengan
bahasa sederhana yang mudah dimengerti oleh jemaat.
V. Tujuan Penulisan Tesis
1. Mengetahui bagaimana jemaat memaknai khotbah-khotbah yang selama
ini disampaikan di GPIB Penabur Solo
2. Mengidentifikasi faktor-faktor teologis dan faktor-faktor komunikasi
yang mempengaruhi isi dan bentuk penyampaian khotbah
VI. Metodologi Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan serta hipotesis di atas, penulis
akan melakukan tinjauan literatur tentang hakekat, makna, peran, serta kedudukan
8
khotbah dari sudut pandang teologis. Penulis juga akan melakukan penelitian pada
kebaktian minggu di GPIB Penabur Solo selama bulan April 2009. Dalam hal ini,
kebaktian minggu di GPIB Penabur Solo dilakukan dua kali yaitu pada pagi hari
pukul 07.30 WIB dan sore hari pukul 17.00 WIB Penelitian akan dilakukan
dengan menyebarkan angket setiap kali kebaktian minggu selesai yang
menanyakan tentang bagaimana respon jemaat terhadap khotbah yang telah
disampaikan. Agar informasi yang didapat lebih akurat, penulis juga akan
melakukan wawancara dengan pertanyaan terbuka terhadap beberapa jemaat
sebagai sampel untuk mengetahui lebih dalam bagaimana harapan mereka
terhadap khotbah-khotbah tersebut.
VII. Sistematika Penulisan
Bab I
: PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, judul
tesis,
hipotesis, tujuan penulisan tesis, metodologi penelitian,
serta sistematika penulisan
Bab II
: KHOTBAH dan HAKIKAT KHOTBAH DALAM IBADAH
Menguraikan mengenai aspek-aspek teologis khotbah yang
didalamnya diterangkan tentang hakekat, makna, fungsi, dan
kedudukan khotbah dalam kebaktian, menguraikan aspek-aspek
teologis dalam khotbah dan menguraikan mengenai aspek-aspek
profesionalisme pengkhotbah
9
Bab III
:PERSEPSI
JEMAAT
GPIB
“PENABUR”
SOLO
TERHADAP KHOTBAH MINGGU
Menguraikan sejarah GPIB “Penabur”, menguraikan kajian
liturgi yang diterapkan dalam ibadah minggu GPIB, menguraikan
teologi khotbah yang selama ini dianut oleh GPIB, menyajikan
data identitas jemaat yang akan menjadi responden baik dalam
kuisioner maupun wawancara, menyajikan identitas para
pengkhotbah minggu di GPIB “Penabur” Solo, menyajikan data
hasil kuisioner dan wawancara kepada jemaat, pembahasan dan
analisis dari hasil wawancara dan kuisioner, serta menguraikan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil jawaban jemaat tersebut.
Bab IV
: PERSEPSI PENGKHOTBAH GPIB “PENABUR” SOLO
TERHADAP KHOTBAH MINGGU
Uraian
mengenai
alasan
pemilihan
para
pengkhotbah,
menguraikan pula mengenai persiapan yang dilakukan oleh para
pengkhotbah minggu serta analisis terhadap hasil wawancara
dengan para pengkhotbah minggu yang dikaitkan dengan aspekaspek profesionalisme pengkhotbah
Bab V
: KESIMPULAN dan PENUTUP
Menjawab rumusan masalah yang ada dalam bab I
10
Download