ANALISIS MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN

advertisement
ANALISIS MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN
TERI (Stolephorus spp.) BERDASARKAN KANDUNGAN
KLOROFIL- A DI PERAIRAN SIBOLGA,
SUMATERA UTARA
CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Musim dan Daerah
Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di
Perairan Sibolga, Sumatera Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 27 April 2012
Christin Novaria Surbakti
C44080017
ABSTRAK
CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Analisis Musim dan Daerah
Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di
Perairan Sibolga, Sumatera Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan
MUSTARUDDIN.
Perairan Sibolga cukup strategis sebagai setral produksi perikanan di Sumatera
Utara. Pada tahun 2010 hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan 16,70% dari
jumlah total hasil tangkapan. Jumlah produktivitas primer di perairan dapat
diperkirakan dengan konsentrasi klorofil-a. Klorofil- a adalah salah satu pigmen
yang paling dominan di fitoplankton dan berperan dalam fotosintesis.
Pengetahuan tentang penyebaran daerah dan musim penangkapan ikan merupakan
faktor penting dalam kegiatan penangkapan.
Penelitian bertujuan untuk
menentukan sebaran klorofil-a di perairan Sibolga, menentukan pola musim
penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga, menganalisis
pengaruh klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan teri, dan menentukan daerah
penangkapan yang potensial untuk ikan teri di perairan Sibolga. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode survei. Hasil analisis menunjukkan
bahwa penyebaran kandungan klorofil-a di perairan Sibolga pada tahun 20062010 berkisar 0,26-0,83 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3 . Konsentrasi
klorofil-a tertinggi pada musim peralihan timur-barat (September-November),
yaitu 0,48 mg/m3 . Puncak musim penangkapan ikan teri di perairan Sibolga
terdapat pada musim barat (Desember-Februari) dengan indeks musim
penangkapan (IMP) sebesar 134,56 %. Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga
berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri pada time lag 23 hari.
Daerah penangkapan ikan teri yang menjadi tempat pengoperasian bagan apung
dan pukat tarik ikan di perairan Sibolga termasuk daerah pe nangkapan yang
potensial.
Kata kunci: klorofil-a, pola musim, Sibolga, teri
ABSTRACT
CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Season and Regional Analysis
of Anchovies Fishing (Stolephorus spp.) based on the Content of Chlorophyll-a in
the Sibolga Waters, North Sumatra. Supervised by DOMU SIMBOLON and
MUSTARUDDIN.
Sibolga’s waters is an area which quite strategic as a central fishery production in
North Sumatra. In 2010 production of fish catches landed 16,70% of total catches
production. The number of primary productivity in the waters can be estimated
by chlorophyll-a concentrations. Chlorophyll-a is one of the most dominant
pigment in phytoplankton and play a role in photosynthesis. Knowledge about
dissemination of area and fishing season are important factors in fishing activities.
The study aims to determine the distribution of chlorophyll-a in the waters of
Sibolga, determine the system of anchovy fishing season (Stolephorus spp.) in the
waters of Sibolga, analyzing the influence o f chlorophyll-a towards the anchovies
catch production, and determine the potential area for catching ancho vies in the
waters of Sibolga . Research method which is used is survey method. The
analysis result showed that the distribution of the content of chlorophyll- a in the
waters of Sibolga in 2006-2010 ranged 0,26-0,68 mg/m3 with an average value of
0,45 mg/m3 . Chlorophyll-a concentration was highest in the east-west transition
season (September-November), which is 0,48 mg/m3 . Peak of anchovy fishing
season in the waters of Sibolga can be found in the west season (DecemberFebruary) with the Fishing Season Index (FSI) at 134,56%. The content of
chlorophyll-a in the waters of Sibolga effect on the number of anchovies catches
on the 23 day time lag. Anchovy fishing area is a floating point operation of the
chart and drag seine fishing in the waters of Sibolga including potential fishing
area.
Key words: anchovies, chlorophyll-a, season system, Sibolga
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menca ntumkan atau
menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ANALISIS MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN
TERI (Stolephorus spp.) BERDASARKAN KANDUNGAN
KLOROFIL- A DI PERAIRAN SIBOLGA,
SUMATERA UTARA
CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI
Skripsi
sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi
: Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri
(Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di
Perairan Sibolga, Sumatera Utara
Nama
: Christin Novaria Surbakti
NRP
: C44080017
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Komisi Pembimbing
Ketua,
Anggota,
Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si
NIP. 19650704 199002 1 001
Dr. Mustaruddin, S.TP
NIP.19750205 200701 1 002
Diketahui,
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.
NIP. 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 28 Mei 2012
PRAKATA
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan di Perairan Sibolga pada bulan Agustus 2011 ini adalah Analisis
Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan
Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara.
Penelitian ini
diharapkan dapat mewujudkan perikanan yang efektif dan efisien.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1) Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si dan Dr. Mustaruddin, S.TP, atas bimbingan,
pengarahan selama proses pra penelitian, penelitian, dan penyusunan skripsi;
2) Dr. Ir. Ronny Wahju, M.Phil sebagai penguji tamu dan Vita Rumanti
Kurniawati, S.Pi, M.T sebagai komisi pendidikan.
3) Dinas Perikanan dan Peternakan Sibolga, Sumatera Utara;
4) Bapak, Mamak, Adikku dan semua keluarga besar atas dukungan serta kasih
sayang, motivasi, bantuan serta doanya hingga saat ini;
5) Beasiswa BUMN yang telah memberi biaya penelitian dan biaya hidup selama
4 semester terakhir.
6) Pak Julius P. Haloho, Pak Lucien dan Kak Irnawati Sinaga atas bantuannya
selama berada di Sibolga;
7) Nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan di Sibolga;
8) Keluarga PSP 45, Imelda, Okta, Lina, Yasinta, Ida, Sihol, Ana, Ema, Izza,
anggota kapal “troll line’’ dan teman-temanku yang lainnya yang tidak
disebutkan satu per satu atas dukungan dan motivasi yang diberikan;
9) Teman-teman sekosan Nia dan Dewi atas motivasi dan doanya;
10) Bang Leo PSP 44 dan Bang Ega ITK 44 atas bantuannya; dan
11) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, 28 Mei 2012
Christin Novaria Surbakti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Cikepen
Surbakti dan Ibu Alenta br Sembiring pada tanggal 20
November 1990 di Kabanjahe, Kab. Karo. Penulis merupakan
putri pertama dari dua bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Masehi GBKP Berastagi pada
tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB
melalui jalur masuk USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalankan masa perkuliahan, penulis aktif di Himpunan
Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) sebagai Ketua
Departemen Keseketariatan pada tahun 2010-2011. Penulis juga aktif sebagai
Asisten Mata Kuliah Daerah Penangkapan Ikan pada tahun 2010-2012.
Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul
“Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.)
Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara” untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan
Manajemen
Perikanan
Tangkap,
Departemen
Pemanfaatan
Sumberdaya
Perikanan. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian akhir sarjana pada tanggal 28
Mei 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3
1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
2.1 Perikanan Teri ............................................................................................. 4
2.1.1 Identifikasi dan habitat penyebaran ikan teri ....................................
2.1.2 Tingkah laku ikan teri ........................................................................
2.1.3 Makanan .............................................................................................
2.1.4 Reproduksi ikan teri ...........................................................................
2.1.5 Produksi ikan Teri ..............................................................................
4
5
6
6
7
2.2 Produktivitas Primer dan Klorofil-a ............................................................ 7
2.3 Pola Musim Penangkapan ........................................................................... 10
2.4 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) ......................................................... 11
3 METODOLOGI ................................................................................................ 14
3.1 Tempat dan Waktu ...................................................................................... 14
3.2 Peralatan ...................................................................................................... 14
3.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………………………… 14
3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 15
3.5 Analisis Data ............................................................................................... 15
3.5.1 Konsentrasi klorofil-a ........................................................................ 15
3.5.2 Pola musim penangkapan................................................................... 16
3.5.3 Hubungan hasil tangkapan dengan klorofil-a .................................... 18
3.5.4 Penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial ......................... 18
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................. 20
4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga ............................ 20
4.2 Kondisi Perikanan Tangkap di Sibolga ....................................................... 21
4.2.1 Sumberdaya manusia (SDM) nelayan................................................ 21
4.2.2 Armada penangkapan ......................................................................... 22
i
4.2.3 Perkembangan jenis alat tangkap ....................................................... 24
4.3 Potensi Sumberdaya Ikan Teri di Sibolga................................................... 25
4.4 Unit Penangkapan Ikan Teri di Sibolga ...................................................... 26
4.4.1 Bagan apung ....................................................................................... 26
4.4.2 Pukat tarik ikan .................................................................................. 27
4.5 Metode Pengoperasian ................................................................................ 28
4.5.1 Metode pengoperasian bagan apung .................................................. 28
4.5.2 Metode pengoperasian pukat tarik ikan ............................................. 28
5 HASIL ............................................................................................................... 29
5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga ................................................. 29
5.2 Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Teri.......................................................... 35
5.3 Dinamika Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri ...................................... 36
5.4 Pola Musim Penangkapan ........................................................................... 38
5.5 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a ...................... 39
5.6 Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Potensial ......................................... 41
6 PEMBAHASAN ............................................................................................... 43
6.1 Penyebaran Klofofil-a ................................................................................. 43
6.2 Hasil Tangkapan Ikan Teri.......................................................................... 46
6.3 Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri ....................................................... 47
6.4 Pola Musim Penangkapan Ikan Teri .......................................................... 48
6.5 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a ...................... 49
6.6 Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Teri ............................................... 51
7 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 53
7.1 Kesimpulan ................................................................................................. 53
7.2 Saran............................................................................................................ 53
8 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55
LAMPIRAN.......................................................................................................... 58
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Spektrum gelombang elektromagnetik dalam penginderaan jauh ................. 13
2
Pengklasifikasian konsentrasi klorofil-a ........................................................ 19
3
Kemiringan lereng berdasarkan kawasan di Sibolga ..................................... 20
4
Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang ada di kota Sibolga tahun
2006-2010.......................................................................................................21
5
Jumlah dan jenis armada penangkapan ikan yang ada di kota Sibolga
tercatat mulai tahun 2006-2010 ..................................................................... 22
6
Fasilitas yang terdapat di PPN Sibolga .......................................................... 24
7
Perkembangan jenis alat tangkap ikan di Sibolga.......................................... 25
8
Produksi ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010 ....................... 25
9
Nilai time lag ikan.......................................................................................... 50
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Tatanan morfologi Stolephorus...................................................................... 4
2
Rantai makanan di laut................................................................................... 9
3
Sistem kerja penginderaan jauh ..................................................................... 12
4
Fluktuasi rata-rata konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006-2010 .................. 30
5
Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim barat .......................................... 31
6
Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan barat-timur ................ 32
7
Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim timur ......................................... 34
8
Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan timur-barat ................ 35
9
Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2010........................................... 36
10 Jumlah unit penangkapan ikan teri tahun 2006-2010 di peraira Sibolga ....... 37
11 Upaya penangkapan ikan teri bulanan pada tahun 2006-2010 ...................... 37
12 Nilai CPUE (ton/hari) ikan teri pada tahun 2006-2010 ................................. 38
13 Grafik IMP tahun 2006-2010 ......................................................................... 39
14 Hubungan antara CPUE dan konsentrasi klorofil-a ....................................... 40
15 Grafik korelasi silang antara hasil tangkapan dengan klorofil- a ................... 41
16 Posisi daerah penangkapan. ........................................................................... 42
17 Rantai makanan di perairan modifikasi dari Girsang (2008) ......................... 51
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta daerah penelitian ...................................................................................... 59
2 Tahap pengolahan citra klorofil-a .................................................................... 60
3 Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga........................................................ 63
4 Perhitungan nilai CPUEstd ikan teri pada tahun 2006-2010 ........................... 62
5 Penentuan nilai IMP dengan menggunakan metode rata-rata bergerak........... 70
6 Kandungan klorofil-a dan kategori DPI di setiap posisi penangkapan ............ 72
v
1
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perairan Sibolga cukup strategis sebagai sentra produksi perikanan di
Sumatera Utara. Perairan Sibolga memiliki potensi sumberdaya perikanan yang
cukup besar karena perairan tersebut memiliki banyak jenis ikan seperti kembung
perempuan
(Rastrellinger
brachysoma),
kembung
lelaki
(Rastrellinger
kanagurta), parang-parang (Chirocentrus dorab), beloso (Saurida rumbii), layang
(Decapterus spp), biji nangka (Upeneus sulphurcus), belado kuning (Atule male),
bentong/buncilak (Alepes djeddaba), selar (Selar crumenopthalmus), baledang,
sotong, dan ikan teri (Stolephorus spp.). Data laporan tahunan Dinas Perikanan
Sibolga menyatakan pada tahun 2010 hasil tangkapan yang didaratkan sebesar
52.694,34 ton. Jumlah penduduk Sibolga pada tahun 2010 sebesar 96.034 orang,
6,9% mata pencaharian masyarakat kota Sibolga adalah sebagai nelayan yaitu
sebanyak 6.621 orang.
Ikan teri merupakan ikan ekonomis tinggi dan setiap penangkapan jumlah
yang diperoleh cukup banyak dan bersifat pelagis. Mengkonsumsi ikan teri cukup
baik karena mengandung kalsium terbaik untuk mencegah osteoporosis.
Permintaan akan ikan teri cukup besar karena masyarakat banyak yang suka dari
kalangan yang tinggi sampai kalangan terendah dan harganya yang relatif stabil.
Ikan teri yang umumnya berkelompok (schooling) memiliki respon yang
positif terhadap cahaya, selain itu juga memiliki kepekaan terhadap gerakan yang
berasal dari luar dan ikan teri merupakan salah satu ikan pelagis kecil (Hutomo et
al. 1987). Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri adalah jaring
pantai, pukat kantong dan bagan. Penggunaan alat tangkap ini tergantung pada
iklim, letak geografi dan topografi perairan. Di Palabuhanratu, Belawan, dan
Kabupaten Tuban nelayan melakukan penangkapan ikan teri dengan bagan yang
mengunakan alat bantu lampu karena ikan teri merupakan fototaksis positif.
Bagan apung dan pukat tarik ikan adalah alat tangkap yang digunakan oleh
nelayan Sibolga untuk menangkap ikan teri.
2
Makanan ikan teri adalah krustasea dan plankton-plankton yang ada di
perairan. Sebaran daerah penangkapan ikan sangat berhubungan dengan sebaran
klorofil-a sebagai indikasi kandungan produktivitas primer. Produktivitas primer
adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari
senyawa anorganik (Nybakken 1992).
Melimpahnya produktivitas primer di
perairan akan menarik perhatian ikan untuk mencari makan. Jumlah produktivitas
primer di perairan dapat diperkirakan dengan konsentrasi klorofil-a. Klorofil-a
merupakan salah satu pigmen yang paling dominan di fitoplankton dan berperan
dalam fotosintesis. Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang
memegang peranan penting dalam perubahan produktivitas perairan.
Pigmen
klorofil menyerap energi cahaya matahari yang digunakan dalam proses
fotosintesis.
Distribusi klorofil-a dapat dideteksi dengan menggunakan satelit Terra
(EOS AM) dan Aqua (EOS PM) dengan sensor Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer (MODIS) (Girsang 2008).
Teknologi penginderaan jauh
(Remote Sensing) digunakan untuk membantu mendeteksi kondisi lingkungan laut
seperti klorofil-a, suhu permukaan laut dan parameter-paremeter oseanografi dan
biologi untuk mengetahui keadaan perairan sebenarnya. Kandungan klorofil-a
dapat menentukan daerah penangkapan ikan di suatu perairan sehingga membantu
nelayan, karena dengan metode ini nelayan dapat mengetahui daerah operasi
penangkapan ikan lebih efektif dan efisien.
Sebelum nelayan mengetahui pengideraan jauh, nelayan tradisional
menentukan daerah penangkapan ikan dengan pengalaman mereka melaut atau
tradisi dari nenek moyang mereka secara turun-temurun.
Dari pengalaman
nelayan dapat menentukan daerah penangkapan de ngan melihat keberadaan
burung dan adanya buih serta riak kecil. Setelah mengetahui daerah penangkapan
ikan maka akan mudah melakukan penangkapan. Namun demikian, cara tersebut
kurang efektif dan efisien karena tingkat ketidakpastiannya cukup tinggi.
Pengetahuan tentang penyebaran daerah dan musim penangkapan ikan
merupakan faktor penting dalam kegiatan penangkapan ikan, termasuk perikanan
teri. Informasi mengenai daerah penangkapan dapat menghemat waktu, biaya dan
tenaga.
Pola musim dapat digunakan menentukan waktu yang tepat untuk
3
melakukan penangkapan ikan.
Daerah dan musim penangkapan ikan teri
umumnya bervariasi, tergantung pada faktor internal dan eksternal.
internal seperti tingkah laku ikan.
Faktor
Faktor eksternal meliputi kondisi perairan
seperti suhu, salinitas, kandungan klorofil-a dan faktor lainnya.
Penelitian dilakukan untuk memahami hubungan antara sebaran klorofil-a
dengan hasil tangkapan ikan teri, yang selanjutnya dapat digunakan untuk
menentukan daerah penangkapan ikan teri dan musim penangkapan. Sehubungan
dengan penentuan daerah penangkapan berdasarkan kandungan klorofil-a, nelayan
diharapkan dapat lebih mudah menentukan daerah penangkapan dengan
menggunakan teknologi yang sedang berkembang.
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk :
1) Menentukan sebaran klorofil-a di perairan Sibolga;
2) Menentukan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan
Sibolga;
3) Menganalisis pengaruh klorofil-a terhadap
hasil tangkapan ikan teri
(Stolephorus spp.); dan
4) Menentukan daerah penangkapan yang potensial untuk ikan teri (Stolephorus
spp.) di perairan Sibolga.
1.3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi p ihak yang terkait seperti
mahasiswa, nelayan dan pihak pemerintah dalam penentua n daerah penangkapan
ikan teri.
Bagi mahasiswa penelitian bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan terkait dengan daerah penangkapan ikan.
Bagi nelayan adalah
optimalisasi dalam operasi penangkapan ikan seperti hemat bia ya, waktu dan
tenaga. Pihak pengelola perikanan perairan Sibolga dapat menggunakannnya
untuk mengatur atau menentukan kebijakan pola penangkapan ikan khususnya
ikan teri di perairan Sibolga.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perikanan Teri
2.1.1
Identifikasi dan habitat penyebaran ikan teri
Klasifikasi lengkap mengenai ikan teri menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Subfilum: Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clupeidae
Subfamili : Engraulidae
Genus :Stolephorus
Spesies: Stolephorus spp.
Sumber: Hutomo et al. (1987)
Gambar 1 Tatanan morfologi Stolephorus
Ikan teri
(Stolephorus spp.) bersifat pelagik dan memenuhi perairan
pesisir dan estuary (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987), tetapi
ikan teri dapat hidup pada kisaran suhu 26-290 C. Teri pada umumnya berukuran
kecil sekitar 6-9 cm, tetapi ada pula yang berukuran besar misalnya Stolephorus
5
commersoni, dan S. indicu yang berukuran mencapai panjang 17,5 cm (Nontji
1993).
Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa teri termasuk ke dalam golongan
ikan omnivora yang memiliki ciri anatomi yaitu gigi runcing pada gigi taringnya
yang berfungsi untuk memangsa makanan, memiliki lambung, panjang usus sama
atau lebih pendek dari panjang badannya. Menurut Subani (1982) dalam Priyanto
(2001) terdapat 20 jenis ikan teri di Perairan Indo Pasifik. Nama- nama jenis serta
wilayah sebarannya adalah
1) Jenis yang tidak terdapat di Samudra Pasifik, yaitu Stolephorus andhraensis,
S. chinensis, S. dubiosus, S. holodon;
2) Jenis
yang terdapat
hanya di Samudra Pasifik,
yaitu Stolephorus
oligobranchus, S. purpureus, S. branchycephalus, S. pasificus, S. ronguilloi, S.
tysoni, S. waitei; dan
3) Jenis yang mempunyai sebaran luas, baik di Samudra Pasifik.
Tampak adanya kemungkinan arah migrasi ikan teri menuju utara.
Berdasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi sehingga ikan teri
melakukan penyebaran yang dilakukan dipengaruhi oleh perubahan musim pada
perairan. Pola musim ikan teri terjadi secara periode setiap tahunnya (Hardenberg
1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).
2.1.2
Tingkah laku ikan teri
Ikan teri memiliki jumlah mencapai ratusan bahkan sampai ribuan ekor
dan hidup bergerombol terutama jenis yang berukuran kecil. Jenis ikan teri yang
berukuran besar seperti jenis Stolephorus indikus dan Stolephorus commersonii
lebih bersifat soliter (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).
Ikan teri bardasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi, untuk jenis
ikan teri yang lebih besar biasanya bersifat soliter dikarenakan adanya asumsi
ikan teri yang tertangkap dalam jumlah kecil. Ikan teri yang tertangkap oleh
nelayan yang umumnya berkelompok memiliki respon yang positif terhadap
cahaya dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa getaran
yang berasal dari luar (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).
6
2.1.3
Makanan
Stolephorus
umumnya
terdiri dari organisme pelagis,
komposisinya berbeda pada masing- masing spesies.
meskipun
Jenis-jenis ikan teri yang
berukuran besar seperti S. indikus dan S. commersonii memangsa sebagian besar
larva ikan bersama dengan Sergestes dan Mysis. Jenis-jenis yang berukuran kecil
memangsa krustasea kecil seperti Copepoda, Ostracoda, individu- individu kecil
Mysis, Sergestes, dan Euphasia serta larva krustasea tingkat Nauplius dan Zoea
(Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987).
Isi perut ikan teri didapat larva Bivalvia dan Gastropoda, Anelida,
Pteropoda dan Diatomea.
Stolephorus tri, Stolephorus baganensis dan
Stolephorus insuralis memakan jenis-jenis Sergestes dan Mysis. Organisme lain
yang didapatkan yaitu Copepoda dalam frekuensi dan jumlah yang lebih renda h
(Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Tham 1951 diacu dalam
Hutomo et al. 1987 menyatakan bahwa di Selat Singapura terdapat juvenile S.
heterolobus sampai ukuran 40 mm terutama memangsa fitoplankton dan copepod
dan setelah dewasa mulai memangsa calanoid yang lebih besar seperti Leptochela,
polychaets, Mysis, Larva Squilla, Lucifer dan branhyura serta larva decapods yang
lain.
2.1.4
Reproduksi ikan teri
Tiews et al. 1968 diacu dalam Hutomoet al. 1987, jenis-jenis Stolephorus
berkelamin terpisah, ada yang jantan dan betina. Tingkat kematangan gonad
Stolephorus secara umum, yaitu:
1) Tingkat I
: Remaja (Immature);
2) Tingkat II
: Tingkat tenang (Quiet Strage);
3) Tingkat III
: Tingakat persiapan;
4) Tingkat IV
: Tingkat penggabungan (Fusing Stage);
5) Tingkat V
: Tingkat berkembang;
6) Tingkat VI
: Dewasa;
7) Tingkat VII
: Memijah sebagian; dan
8) Tingkat VIII
: Memijah.
Puncak-puncak pemijahan Stolephorus ini ternyata bersamaan dengan
perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara antara bulan Apr il
7
dan Mei dan sebaliknya antara Desember ke Januari. Puncak-puncak pemijahan
yang terjadi pada satu tahun tidak selalu terulang pada tahun-tahun berikutnya
(Dalzell dan Wankowski (1980) diacu dalam Hotomo et al. 1987).
2.1.5
Produksi ikan Teri
Produksi ikan teri dalam negeri dari tahun 2000 sampai tahun 2005
barvariasi adalah yaitu pada tahun 2000 mencapai 173.944 ton, pada tahun 2001
mencapai 190.182 ton, tahun 2002 mencapai 168.959 ton, tahun 2003 mencapai
161.141 ton, tahun 2004 mencapai 154.811 ton, dan tahun 2005 mencapai
151.926 ton. Ikan teri di Indonesia telah banyak di ekspor ke luar negeri, volume
ekspor setiap tahunnya meningkat pada tahun 2001 mencapai 1.980 ton dengan
nilai 7.930.000 US$, pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi 2.443 ton dengan
nilai 16.287.284 ton, dan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 5% menjadi
2.597 ton dengan nilai 16.437.255 US$ (DJPT 2008). Menurut DJPT (2005)
produksi ikan teri di Sumatra Utara terjadi penurunan sebesar 1,42% pada tahun
1999-2003.
2.2
Produktivitas Primer dan Klorofil-a
Plankton adalah organisme yang hidup melayang ata u mengambang di
perairan.
Plankton dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok
berdasarkan cara makan, keberadaan/dominasi/sebaran, asal- usul, ukuran, bentuk
dan koloni sel, serta alat penangkapan. Pengelompokan plankton yang paling
umum didasarkan pada cara makannya. Berdasarkan cara makannya, plankton
dapat dikelompokkan ke dalam bakterioplankton, fitoplankton, dan zooplankton
(Wardhana 2003).
Menurut Wardhana (2003) fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik
berklorofil
yang
umumnya
terdiri atas
Bacillariphyceae,
Clorophyceae,
Dinophyceae dan Haptophyceae. Selain berklorofil, fitoplankton juga memiliki
bahan makanan cadangan yang umumnya berupa pati atau lemak, dinding sel
yang tersusun dari selulosa, serta bentuk flagel yang beragam.
merupakan kelompok planter yang mempunyai cara makan holozoik.
Zooplankton
8
Menurut Odum (1971) fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang
hidupnya melayang dalam air dan pergerakannya pasif tergantung pada gerakan
air. Fitoplankton memiliki berbagai fungsi yaitu:
1) Sebagai pemosok oksigen utama bagi organisme akuatik;
2) Mengubah zat anorganik menjadi zat organik;
3) Sebagai sumber makanan bagi zooplankton;
4) Menyerap gas- gas beracun seperti NH3 dan H2 S;
5) Sebagai indikator tingkat kesuburan perairan;
6) Sebagai indikator pencemaran, contohnya Skeletonema sp akan melimpah di
perairan dengan kadar nutrisi tinggi; dan
7) Sebagai penyedia zat antibiotik seperti penisilin dan streptomisin.
Sebaran klorofil-a di laut barvariasi secara geografis maupun berdasarkan
kedalaman perairan.
Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas
cahaya matahari, dan kosentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan.
Fujita (1970) diacu dalam Hatta (2001) mengklasifikasikan alga laut berdasarkan
efisiensi fotosintesa pigmennya yaitu tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan
euglenoid; tipe klorofil-a, c dan caratenoid untuk diatom, dinoflagellata dan alga
coklat; serta tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.
Levinto (1982) diacu dalam
Hatta (2001) menyatakan bahwa fitoplankton
berfotosintesis menggunakan klorofil-a, c dan pigmen tambahan seperti protein
fucoxanthin dan peridinin yang secara lengkap menggunkan semua cahaya da lam
spectrum tampak.
Sebaran klorofil-a di laut lebih tinggi konsentrasinya pada
perairan pesisir pantai dan semakin rendah pada lepas pantai. Namun beberapa
daerah perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofl-a yang cukup tinggi.
Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan
melalui proses fisik massa air dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari
lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela 1984).
Tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan dapat digambarkan dengan
produktivitas primer.
Indikator variabel produktifitas primer perairan adalah
jumlah kuantitatif fotosintesis seperti kandungan oksigen (DO), jumlah dan
kelimpahan komponen produsen.
Kelimpahan komponen produsen akan
berpengaruh terhadap keanekaragaman produktivitas perikanan.
9
Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik
yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik.
Biasanya produktivitas
primer dianggap sebagai pendanaan fotosintesis. Jumlah seluruh bahan organik
yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produksi primer kotor atau
produksi total. Jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan
tumbuhan untuk respirasi (Nybakken 1992).
Produktivitas primer dari suatu
ekosistem, komunitas, atau berbagai unit kehidupan yang lain didefinisikan
sebagai kecepatan daripada penyimpanan energi radiasi matahari melalui proses
fotosintesis dan kemosintesis dari organisme.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa
produktivitas primer dari tumbuhan hijau adalah sebagai jumla h energi yang
disimpan per unit waktu per area (Odum 1971).
Nontji (1993) mengatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di
perairan Indonesia kira-kira 0,19 mg/m3 dan 0,16 mg/m3 selama musim barat
sedangkan 0,24 mg/m3 selama musim timur. Faktor yang dapat meningkatkan
konsentrasi klorofil-a di lautan adalah adanya peristiwa upwelling yang salah satu
pemicunya adalah sistem angin muson. Hal ini berkaitan dengan daerah asal
dimana massa air diperoleh. Rendahnya kosentrasi klorofil-a tersebut disebabkan
konsentrasi nutrien lebih rendah akibat upwelling tidak terjadi dalam skala besar.
Fitoplankton yang subur umunya terdapat diperairan sekitar muara sungai atau
perairan lepas pantai yang mengalami upwelling. Kedua lokasi tersebut terjadi
proses penyuburan karena masuknya zat hara kedalam lingkungan. Zat- zat hara
yang ada di laut berasal dari daratan yang dialirkan oleh sungai. Pada tipe rantai
makanan, produsen utama diawali dengan tumbuhan hijau yang ada di laut,
selanjutnya dimakan oleh konsumen pertama hingga konsumen tertinggi.
Sumber: Nybakken 1992
Gambar 2 Rantai makanan di laut
10
Produktivitas primer merupakan mata rantai makanan yang memegang
peranan penting bagi sumberdaya perairan melalui produktivitas primer, energi
akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan
hijau melalui proses fotosistesis. Peningkatan suplai zat hara dan tersedianya zat
hara khususnya nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat
mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan
temperatur. Oksigen merupakan komponen penting yang dibutuhkan organisme
perairan yang berfungsi sebagai regulator pada proses metabolisme tanaman dan
hewan air (Odum 1971). Fotosintesis adalah suatu proses permulaan yang penting
dimana organisme dapat membantu atau mensintesa glukosa (karbohidrat) dari
ikatan- ikatan anorganik karbondioksida (CO 2 ) dan air (HO 2 ). Hal ini menyangkut
serangkaian reaksi- reaksi yang dapat disingkat sebagai reaksi berikut ini
(Nybakken 1992):
Karbondioksida + Air
6CO2 + 6H2 O
Glukosa + Oksigen
Matahari
Nutrien
C6 H12 O6 + 6O2
Hubungan makan- memakan sedemikian rupa sehingga setiap pemangsa
memangsa beberapa jenis makanan dan setiap jenis makan dimakan oleh banyak
jenis hewan, maka demikian tidak dapat dinyatakan sebagai deretan-deretan mata
rantai yang terletak bersebelahan. Jika digambarkan maka jumlah seluruh rantai
makanan dalam suatu masyarakat ini dimanakan jejaring makan (food web)
(Romimohtarto 2005).
2.3
Pola Musim Penangkapan
Pola musim penangkapan digunakan untuk menentukan waktu yang tepat
untuk melakukan penangkapan. Menurut Dajan (1985) pola musim penangkapan
dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode moving average (ratarata bergerak). Perhitungan pola musim penangkapan menggunakan data hasil
tangkapan dan upaya penangkapan bulanan.
Pengukuran variasi musim dilakukan dengan cara mengisolasi trend,
variasi, cycle dan residu dari deret berkala asal. Variasi musim adalah fluktuasifluktuasi sekitar trend
yang berulang secara teratur setiap tahun, residu
11
merupakan fluktuasi yang disebabkan oleh faktor-faktor random, trend
menggambarkan gerakan deret berkala secara rata-rata dan variasi cycle adalah
variasi deret berkala yang meliputi priode setahun lebih, dimana lama dan
amplitude cycle tidak pernah sama. Variasi musim murni diperoleh dengan cara
merata-ratakan deret berkala yang bebas dari trend dan cycle (Dajan 1985).
Dajan (1985) mengatakan bahwa keunggulan menggunakan metode ratarata bergerak yaitu dapat mengisolasi fluktuasi musiman sehingga dapat
menentukan saat yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan dan dapat
menghilangkan trend atau kecenderungan yang bisa dijumpai pada metode deret
waktu. Metode ini juga memiliki kerugian yaitu tidak dapat menghitung pola
musim penangkapan sampai tahun terakhir data.
2.4
Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Penginderaan jauh adalah pengambilan atau pengukuran data/informasi
mengenai sifat dari sebuah fenomena, objek atau benda yang menggunakan
sebuah alat perekam tanpa berhubungan langsung dengan bahan studi. Empat
komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur
transmisi dan sensor. Komponen dalam sistem ini bekerja sama untuk mengukur
dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh objek tersebut.
Sutanto (1987) menyebutkan ada empat komponen penting dalam sistem
penginderaan jauh, yaitu:
1) Matahari, sebagai sumber energi berupa radiasi elektromagnetik.
Matahari merupakan sumber energi radiasi elektronik yang paling penting
untuk penginderaan jauh. Semua benda pada suhu di atas nol derajat absolut
(00 K atau -2730 C) memancarkan radiasi elektromagnetik secara terus
menerus, oleh sebab itu objek di bumi juga merupakan sumber radiasi;
2) Atmosfer, merupakan media lintasan dari energi elektromagnetik;
3) Sensor, yaitu alat mendeteksi radiasi gelombang elektromagnetik dari suatu
objek dan mengubahnya kedalam bentuk sinyal yang bisa direkam; dan
4) Target, yaitu objek atau fenomena yang dideteksi oleh sensor.
Prinsip kerja dari teknologi penginderaan jauh dapat dilihat pada Gambar 3.
12
Sumber : Sutanto 1994
Gambar 3 Sistem kerja penginderaan jauh
Keberhasilan teknik penginderaan jauh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
ketelitian dari suatu sensor serta kemampuan menginterpretasikan data secara
tepat. Ketelitian sensor terkait dengan rancangan yang tepat dari sensor itu sendiri
serta kalibrasi instrumen.
Matahari merupakan sumber tenaga alamiah yang
utama, yang dipancarkan ke segala arah, sebagian mengarah ke bumi. Proses
interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatik dengan
bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah data.
Ada tiga faktor fisika yang mendasari penginderaan jauh (Sutanto 1987)
yaitu tenaga untuk penginderaan jauh, tenaga elektromagnetik, spektrum
elektromagnetik untuk penginderaan jauh yang meliputi jendela atmosfer dan
hambatan atmosfer. Spektrum gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam
penginderaan jauh disajikan dalam Tabel 1.
Pendeteksian klorofil-a pada suatu perairan dilakukan dengan pengukuran
radiasi warna perairan pada spektrum 433-520 nm dari kanal 2, 3, dan 4 dari
sensor SeaWIFS dengan menggunakan sensor satelit SeaStar maka tingkat
kandungan klorofil-a dapat diketahui. Pengukuran konsentrasi klorofil-a dengan
menggunakan remote sensing dapat dilakukan oleh beberapa satelit yang salah
satunya adalah satelit TERRA dengan sensor MODIS.
13
Tabel 1 Spektrum gelombang elektromagnetik dalam penginderaan jauh
Spektrum/ saluran
Gamma
X
Ultra Violet (UV)
UV Fotografi
λ
0,03 nm
0,03 – 3 nm
0,3nmm – 0,4 m
0,3 – 0,4 m
Tampak
Biru
Hijau
Merah
Infra Merah (IM)
IM Pantulan
IM Fotografik
IM Thermal
0,4 – 0,7 m
0,4 – 0,5 m
0,5 – 0,6 m
0,6 – 0,7 m
0,7 – 1.00 m
0,7 – 3 m
0,7 – 0,9 m
3– 5 m
8- 14 m
0,3 – 300 cm
Gelombang Mikro
Radar
Gelombang Radio
0,3 – 300 cm
Keterangan
Diserap oleh atmosfer
Diserap oleh atmosfer
0,3 m diserap oleh atmosfer
Hamburan atmosfer berat sekali,
diperlukan lensa kuarsa dan kamera
Jendela atmosfer terpisah-pisah oleh
saluran absorpsi
Jendela atmosfer dalam spektrum ini
Gelombang panjang yang mampu
menembus awan, citra dapat dibuat
dengan pasif dan aktif
Penginderaan jauh sistem aktif
Tidak digunakan dalam inderaja
Sumber : Sutanto 1987
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah salah
satu perangkat utama yang dibawa oleh Earth Observing System (EOS) satelit
TERRA, yang merupakan bagian dari program antariksa AS.
Program ini
merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa
lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor- faktor ini (Mustafa
2004). Menurut Girsang (2008) MODIS merupakan instrumen kunci pada satelit
Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM). Satelit Terra melintasi bumi dari utara ke
selatan pada pukul 10.30 pagi, sedangkan satelit Aqua melintasi bumi dari arah
selatan ke arah utara dan melintasi ekuator pada pukul 01.30 siang. Kedua satelit
ini dapat meliputi seluruh permukaan bumi dalam waktu satu sampai dua hari.
Produk modis untuk perairan termasuk warna perairan, suhu permukaan laut, dan
produksi primer perairan. Produk ini dapat digunakan untuk keperluan penelitian
sirkulasi lautan, biologi laut, dan kimia laut termaksuk siklus karbon di perairan.
14
3 METODOLOGI
3.1
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dilakukan pada
bulan Agustus 2011 dengan mengumpulkan data hasil tangkapan, unit
penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan, kondisi daerah penangkapan ikan
dan data produksi triwulan dan tahunan yang berdasarkan dari armada
penangkapan ikan teri yang berada di kota Sibolga dengan lokasi penelitian pada
Lampiran 1. Tahap kedua dilakukan pada bulan September untuk pengumpulan
citra
klorofil-a
dari
satelit
dengan
cara
mendownload
dari
internet
(http://oceancolor.gsfc.nasa.gov).
3.2
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Kamera, digunakan untuk mengambil gambar yang d ibutuhkan pada saat di
lapangan;
2) Alat tulis, digunakan untuk mencatat data yang dibutuhkan;
3) Sofware Microsoft Office Excel untuk menghitung CPUE dan nilai kosentrasi
klorofil-a;
4) Data sheet, yang digunakan untuk tempat mencatat data yang dibutuhkan;
5) Software Surfer 9.0, digunakan untuk membuat gambar sebaran konsentrasi
klorofil-a;
6) Software SeaDas (Seadisp Data Analysis System) dengan sistem operasi Linux
Ubuntu 10.04 digunakan untuk membaca nilai kosentrasi klorofil-a; dan
7) Program SPSS yang digunakan untuk menentukan hubungan hasil tangkapan
dengan kandungan klorofil-a di perairan Sibolga.
3.3
Jenis dan Sumbe r Data
Data yang diambil untuk penentuan musim ikan teri adalah jumlah hasil
tangkapan dan upaya penangkapan setiap bulannya selama lima tahun (20062010). Penentuan daerah penangkapan ikan berdasarkan jenis ikan teri yang
15
tertangkap. Data tersebut diperoleh dari pihak dinas perikanan Sibolga dan para
nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan teri.
3.4
Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan dengan metode survei.
Penelitian ini
menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan ukuran
(spesies) ikan teri yang ditangkap oleh nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan,
pengambilan
dilakukan
experimental fishing.
menggunakan
metode
survei
melalui
kegiatan
Pengambilan sampel dengan purposive sampling
merupakan metode penentuan jumlah nelayan yang akan diwawancarai. Kegiatan
wawancara yang dilakukan terhadap nelayan yang berjumlah 30 orang.
Data sekunder yang digunakan adalah data sebaran klorofil-a yang
diperoleh dengan cara mendownload citra satelit MODIS.
Selain itu, data
sekunder lain yang diperlukan adalah data produksi bulanan, upaya penangkapan,
dan sarana prasarana perikanan teri yang terdapat di perairan Sibolga.
3.5
Analisis Data
3.5.1
Konsentrasi klorofil-a
Kosentrasi klorofil-a diketahui dengan mendownload data melalui situs
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data tersebut diolah untuk memperoleh nilai dan
gambar sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga. Langkah- langkah yang
dilakukan dalam pengolahan citra adalah sebagai berikut:
1) Pembacaan nilai kosentrasi klorofil-a dengan menggunakan program Seadas.
Membuka program Seadas dengan pilihan applikasi dan membuka menu
pilihan “terminal”, kemudian ketik seadas –em.
2) Seadas main menu muncul, pilih display kemudian masukkan data yang akan
diolah. Memasukkan koordinat daerah penelitian pada lang range (N/S) dan
long range (W/E). Pilih chlorophyll a concentrationpada select one or many
products, kemudian load. Maka keluar band lish selection, klik display maka
muncul gambar dari daerah penelitian yang akan diolah.
3) Lakukan pengaturan pada setup dengan pilihan:
16
a) Grid line; berfungsi untuk menampilkan garis koordinat (Longitude dan
Latitude).
b) Coastline; berfungsi untuk menampilkan garis pantai atau garis terluar dari
pulau.
c) Landmask; berfungsi untuk memberikan warna daratan pada citra.
d) Color bar; berfungsi untuk menampilkan skala warna konsentrasi citra
yang telah dipilih.
4) Nilai konsentrasi klorofil-a dapat disimpan dalam bentuk data ASCII dengan
memilih functions, output, data dan ASCII (Lampiran 2).
5) Hasil dari ASCII diolah dalam Surfer 9.0.
3.5.2
Pola musim penangkapan
Data hasil tangkapan ikan teri dianalisis berdasarkan perbandingan antara
berat total hasil tangkapan yang didaratkan di Sibolga dengan jumlah upaya
penangkapan ikan pada hari tertentu (CPUE). Secara sistematik nilai CPUE dapat
ditulis sebagai berikut:
CPUEi =
Keterangan :
CPUEi = jumlah tangkapan per upaya penangkapan bulan ke- i (ton/ hari);
Ci
= total hasil tangkapan bulan ke- i (ton); dan
fi
= total upaya penangkapan bulan ke- i (hari).
Menurut Dajan (1985) pola musim penangkapan dapat dianalisis dengan
menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) dengan
langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1) Menyusun deret CPUE
ni = CPUEi
Keterangan:
i
= 1,2,3,…….60
ni
= urutan ke- i
2) Menyusun deret jumlah CPUE selama 12 bulan untuk setiap bulan
17
Keterangan:
p
= 6,7,8,9…..54
np
= urutan ke-p;dan
j
= urutan ke-j pada deret ke- i
3) Menyusun deret jumlah CPUE selama 24 bulan untuk setiap bulan
Keterangan :
q
= 7,8,9….. 54
nq
= urutan ke-q; dan
k
= urutan ke-k pada deret np.
4) Menyusun deret rata-rata bulanan selama 24 bulan untuk setiap bulan
Keterangan :
r
= 7,8,9,…..54;
nr
= urutan ke-r; dan
i
= urutan ke- i pada deret nq
5) Menghitung rasio rata-rata untuk setiap bulan
6) Menyusun nilai rasio rata–rata dengan suatu matrik, kemudian menghitung
rata-rata
variasi musim dan selanjutnya
penangkapan:
menghitung
indeks
musim
18
x 100%
3.5.3
Hubungan hasil tangkapan dengan klorofil-a
Hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan jumlah hasil tangkapan
ikan teri dapat dilihat dengan membandingkan trend CPUEstd ikan teri selama
lima tahun dan konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga.
Hubungan hasil
tangkapan dengan klorofil-a dianalisis dengan menggunakan SPSS.
Nilai
koefisien korelasi yang diperoleh dari SPSS memiliki kisaran 0 ≤ r ≤ +1 (Sarwono
2006). Semakin tinggi nilai korelasi maka semakin erat hubungan antara dua
variabel. Kisaran nilai korelasi adalah
0
= tidak ada korelasi
0 ≤ r < 0,25
= korelasi sangat lemah
0,25 ≤ r <0,5 = korelasi cukup
0,5 ≤ r < 0,75 = korelasi kuat
0,75 ≤ r < 1
= korelasi sangat kuat
1
= korelasi sempurna
Jika dari analisis SPSS diperoleh nilai signifikansi < 0,05 maka hubungan
hasil tangkapan dengan kandungan klorofil-a berbeda nyata.
Apabila nilai
signifikansi > 0,05 maka hubungan hasil tangkapan dengan kandungan klorofil-a
tidak berbeda nyata.
3.5.4
Penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial
Penentuan daerah penangkapan ikan potensial didasarkan pada jenis ikan
teri yang tertangkap dan sebaran nilai klorofil-a pada daerah penangkapan. Jenis
(spesies) diidentifikasi untuk mengetahui spesies ikan teri jika tangkapan
didominasi oleh ikan- ikan juvenil (teri nasi) menunjukkan penangkapan yang
dilakukan tidak berwawasan lingkungan karena tidak memberi kesempatan bagi
ikan untuk bereproduksi. Hal ini berarti daerah penangkapa n ikan tersebut kurang
baik. Sebaliknya apabila jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan teri
19
(Stolephorus spp.) yang menjadi tujuan utama berarti daerah penangkapan ikan
tersebut baik.
Menurut Gower (1972) diacu dalam Widodo (1999) mengelompokkan
daerah potensial berdasarkan pada pertimbangan konsentrasi klorofil-a di atas 0,2
mg/m3 menunjukkan bahwa adanya kehidupan fitoplankton sehingga dapat
mempertahankan kelangsungan perkembangan perikanan.
Klorofil-a di
permukaan perairan dikelompokkan dalam tiga kategori (Tabel 2).
Tabel 2 Pengklasifikasian konsentrasi klorofil-a
Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3 )
Penilaian
Kategori DPI
< 0,1
Sedikit
Kurang potensial
0,1 – 0,2
Sedang
Sedikit potensial
> 0,2
Banyak
Potensial
Sumber: Gower 1972 diacu dalam Widodo 1999
20
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga
Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap
kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti
garis pantai di sebelah timur terdiri dari gunung dan lautan di barat. Wilayah
Sibolga seluas 10,77 km2 atau 1.077 ha yang terdiri dari daratan Sumatera 889,16
ha daratan kepelautan 187,84 ha. Secara geografis kawasan ini terletak diantara
10 44’4564’’N dan 980 46’3164’’E dengan batas-batas wilayah:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah;
2) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah;
3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah; dan
4) Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli
Tengah
Iklim
di Kota Sibolga cukup panas karena hanya beberapa meter di atas
permukaan laut dengan suhu maksimal 32 0 C dan minimum 21,60 C.
Kota
Sibolga terletak di atas permukaan laut 0-150 m, dan kemiringan lereng lahan
bervariasi antara 0-2 persen sampai lebih dari 40 persen (Tabel 3).
Tabel 3 Kemiringan lereng berdasarkan kawasan di Sibolga
Kemiring an lereng (% )
Kawasan
0-2
Kawasan seluas 3,12 kilo meter persegi atau 29,10 persen meliputi
daratan Sumatera seluas 2,17 kilo meter persegi dan kepulauan 0,95
kilo meter persegi
2-15
Lahan seluas 0,91 kilo meter persegi atau 8,49 persen yang meliputi
daratan Sumatera seluas 0,73 kilo meter persegi dan kepulauan
seluas 0,18 kilo meter persegi
15-40
Lahan seluas 0,31 kilo meter persegi atau 2,89 persen terdiri dari
0,10 kilo meter persegi wilayah daratan Sumatera dan kepulauan
0,21 kilo meter persegi
>40
Lahan seluas 6,31 kilo meter persegi atau 59,51 persen terdiri dari
lahan di daratan Sumatera seluas 5,90 kilo meter persegi dan
kepulauan seluas 0,53 kilo meter persegi
Sumber: Pemko Sibolga 2008
21
4.2
Kondisi Perikanan Tangkap di Sibolga
4.2.1
Sumberdaya manusia (SDM) nelayan
Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan (Undang-Undang [UU] Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Menurut
DJPT 1997, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang lainnya atau
tanaman air;
2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, binatang
air lainnya atau tanaman air; dan
3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktunya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, binatang
air lainnya, atau tanaman air.
Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah nelayan Sibolga sebanyak 6.621
jiwa, dengan tingkat pendidikan relatif rendah atau rata-rata sekolah dasar (SD).
Nelayan tersebut tergabung ke dalam beberapa rumah tanggan perikanan (RTP)
sebagaimana pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang ada di kota Sibolga tahun
2006-2010
Jenis RTP
Perahu Tampa motor
Motor Tempel
Armada Perikanan
0 – 10 GT
10 – 30 GT
>30 GT
Jumlah
2006
20
98
Jumlah RTP
2007
2008
25
11
136
68
2009
53
77
2010
28
156
127
106
116
467
117
112
67
457
71
126
45
372
71
126
45
427
71
126
45
321
Sumber: Dinas Perikanan Sibolga 2011
Kepemilikan unit penangkapan dapat dikelompokan berdasarkan nela yan
pemilik dan nelayan buruh. Biaya operasional penangkapan ikan diperoleh dari
nelayan pemilik armada penangkapan sedangkan nelayan buruh mendapatkan
22
bagian dari bagi hasil yang telah ditentukan. Selain sebagai nelayan penangkapan
ikan, adapun sebagian mata pencaharian masyarakat kota Sibolga adalah sebagai
nelayan pengolah ikan sebanyak 125 unit usaha. Unit- unit pengolahan tersebut
dapat menampung tenaga kerja sebanyak 625 orang. Pengetahuan, keterampilan,
dan kesadaran masyarakat nelayan dalam penanganan produksi perikanan masih
perlu ditingkatkan agar produk yang dihasilkan nilai dan daya saing yang lebih
tinggi (Dinas Perikanan Sibolga 2011).
4.2.2
Armada penangkapan
Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung yang digunakan
untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan
perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan (Undang- undang [UU] Nomor
31 Tahun 2004 tentang Perikanan).
Kapal penangkapan ikan dikelompokkan
menjadi tiga yaitu (1) Perahu tanpa motor (PTM) yaitu perahu yang digerakkan
menggunakan tenaga penggerak dayung atau layar dan perahu tersebut berukuran
sangat kecil.
(2) Perahu motor tempel (PMT) yaitu kapal atau perahu yang
digerakkan menggunakan tenaga penggerak mesin atau motor yang dipasang pada
saat kapal dioperasikan dan dilepas pada saat selesai dioperasikan. (3) Kapal
motor (KM) (Diniah 2008).
Tabel 5 Jumlah dan jenis armada penangkapan ikan yang ada di kota Sibolga
tercatat mulai tahun 2006-2010
Jenis Armada
Perahu Tanpa motor
Motor Tempel
Armada Perikanan
0 – 10 GT
10 – 30 GT
>30 GT
Jumlah
2006
27
107
2007
27
136
127
132
215
608
161
125
137
586
Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011
Jumlah (Unit)
2008
2009
11
53
142
151
104
149
122
528
69
149
122
544
2010
28
221
69
149
122
579
23
Jumlah armada penangkapan di Sibolga terjad i penurunan pada tahun
2006-2008.
Armada penangkapan dengan perahu tanpa motor mengalami
penurunan dikarenakan semakin jauh lokasi daerah penangkapan yang berpotensi
sehingga nelayan beralih ke perahu tempel dan perahu motor dan pada tahun
2009-2010 terjadi peningkatan jumlah kapal tanpa motor. Hal ini disebabkan oleh
naiknya harga BBM sehingga nelayan kembali ke kapal tanpa motor. Jumlah
armada penangkapan ikan pada tahun 2010 adalah 579 unit sebagaimana
tercantum pada Tabel 5.
Perikanan Sibolga sebagian besar didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Sibolga. PPN Sibolga merupakan prasarana perikanan tangkap
milik pemerintah yang diberikan bagi semua penduduk khususnya masyarakat
yang bergerak di sektor perikanan. Fasilitas yang ada di pelabuhan ini dibagi
menjadi tiga jenis fasilitas yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas
pendukung (Tabel 6).
Prasarana-prasarana pada Tabel 6 dikelola oleh beberapa unit pelaksana
teknis (UPT) dan perusahaan umum (Perum) yang memiliki wewenang langsung
didalamnya. Unit pelaksanaan teknis (UPT) di pelabuhan memiliki instansi yang
terkait seperti UPT pelabuhan perikanan, satuan kerja pengawasan sumberdaya
kelautan dan perikanan, kesehatan pelabuhan, dan polisi air.
PPN Sibolga
terdapat Perum seperti Pertamina dengan stasiun pengisian bahan bakar umum
(SPBU). Perusahaan umum (Perum) adalah perusahan yang dibangun pemerintah
untuk membantu menyediakan kebutuhan masyarakat sekitarnya dan tujuannya
bukan komersil atau mendapatkan keuntungan.
24
Tabel 6 Fasilitas yang terdapat di PPN Sibolga
Jenis Fasilitas
Fasilitas Pokok
Kolam pelabuhan
Dermaga
Turap beton
Jalan kompleks
Tanah
Fasilitas Fungsional
Pagar keliling
Gedung kantor
Gedung pelelangan ikan
Balai pertemuan nelayan
Gedung pemasaran BBM
Tangki BBM
Toilet umum
Gedung utility
Pos jaga
Lampu tanda pelabuhan
Pagar kolam limbah
Gapura pelabuhan
Gudang ikan olahan
Instalasi air tawar
Instalasi listrik
Gudang peralatan
Lapangan parker
Gorong-gorong
Drainase
Radio SSB
Fasilitas Pendukung
Rumah staf
Mess operator
Musholla
Sumber : PPN Sibolga 2008
4.2.3
Volume
2,1 ha
247 m
382 m
21.461 m2
12,4 ha
1.824 m2
440 m2
864 m2
150 m2
159 m2
3 unit
150 m2
200 m2
20 m2
3 unit
125 m
1 unit
100 m2
150 m2
82.5 KVA
200 m2
4.500 m2
1 unit
2.575 m
1 unit
7 unit
150 m2
50 m2
Perkembangan jenis alat tangkap
Perkembangan jenis alat tangkap ikan selama tahun 2006-2010 di Sibolga
adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 7. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan
angka jumlah alat tangkap, hal ini disebabkan oleh banyaknya armada yang
menambah jenis alat tangkapannya dalam satu unit kapal. Contoh penambahan
jenis alat tangkap adalah bubu dan gillnet.
25
Tabel 7 Perkembangan jenis alat tangkap ikan di Sibolga
Jenis Alat Tangkap
Pukat Cincin
Bagan Terapung
Bagan Tancap
Rawai Tetap
Gill Net
Pukat Ikan
Pancing Ulur
Bubu
Tramel Net
Serok
Jumlah
2006
164
96
25
39
125
38
80
206
21
794
2007
102
74
25
5
124
30
141
392
26
18
937
2008
105
104
64
1
53
20
168
340
6
37
898
2009
105
104
42
1
53
20
168
340
6
37
876
2010
105
104
42
1
62
20
168
340
6
37
885
Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011
4.3
Potensi Sumberdaya Ikan Teri di Sibolga
Produksi ikan teri berdasarkan alat tangkap pada tahun 2006-2010
berubah-ubah seperti yang terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8 Produksi ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010
Tahun
2006
Triwulan
I
II
III
IV
2007
I
II
III
IV
2008
I
II
III
IV
2009
I
II
III
IV
2010
I
II
III
IV
Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011
Jumalah produksi (ton)
Bagan apung
Pukat ikan
726,22
295,94
505,48
275,84
561,50
276,97
648,70
289,35
740,88
319,02
557,26
293,15
561,50
301,02
672,26
290,31
983,80
440,49
819,80
367,70
885,40
373,23
655,80
392,78
1149,50
540,90
1126,50
530,10
976,90
459,80
1011,50
476,00
535,10
251,80
497,70
234,20
825,1
262,7
551,10
261,4
26
Hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan d i Perairan Sibolga ditangkap
dengan menggunakan alat tangkap bagan apung dan pukat tarik. Jumlah produksi
ikan teri selama 5 tahun lebih didominan ditangkap dengan bagan apung. Setiap
triwulannya jumlah produksi ikan teri berfluktuasi setiap tahunnya. Pada Tabel 8
terlihat bahwa jumlah produksi ikan teri tertinggi pada triwulan I.
4.4
Unit Penangkapan Ikan Te ri di Sibolga
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri sangat beragam,
alat tangkap yang digunakan tergantung pada iklim, letak geografis, dan topografi
lautan. Alat tangkap yang banyak digunakan adalah bagan, jaring pantai, pukat
kantong dan jermal (Hutomo et al. 1987). Alat tangkap yang digunakan oleh
nelayan Sibolga untuk menangkap ikan teri adalah bagan apung dan pukat tarik
ikan.
4.4.1
Bagan apung
Bagan merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan-
ikan pelagis. Subani dan Barus (1989) mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring
angkat, pengoperasian bagan biasanya menggunakan lampu yang digunakan
untuk memikat ikan agar berada di dalam jaring. Dilihat dalam pengoperasian
dan bentuk, bagan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bagan tancap, bagan rakit dan
bagan perahu.
Bagan apung di Perairan Sibolga terdiri dari bagian-bagian yang penting
seperti rumah bagan, jaring bagan, serok, dan lampu.
1) Rumah bagan terbuat dari bambu dan kayu dan pada bagian belakang rumah
bagan terdapat alat pengulung yang berfungsi menurunkan dan menaikkan
jaring bagan pada saat penangkapan;
2) Jaring bagan umumnya terbuat dari bahan nilon atau benang katun Jaring
tersebut diikat pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu
atau kayu, tapi kadang juga tanpa diberi bingkai pada bagan perahu;
3) Serok, berfungsi sebagai alat bantu dalam mengambil hasil tangkapan; dan
4) Lampu, ciri khas penangkapan dengan bagan ialah menggunakan lampu ( light
fishing).
Pengoperasian bagan dilakukan pada malam hari, sehingga
27
diperlukan lampu untuk menarik perhatian ikan agar berada di bagian atas
jaring.
Alat tangkap bagan yang mengunakan kapal dalam pengoperasiannya
adalah bagan perahu, sedangkan jenis bagan yang lain misalnya bagan tancap
tidak menggunakan kapal.
Nelayan bagan tancap hanya menggunakan kapal
sebagai alat transportasi menuju bagan dan kembali ke pantai. Nelayan yang
mengoperasikan alat tangkap bagan berjumlah 3-5 orang.
4.4.2
Pukat tarik ikan
Pukat tarik ikan (fish net) adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari
jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan cara cara menyapu
dasar perairan atau menyaring kolom air dan ditarik oleh kapal (Diniah 2008).
Pukat tarik ikan yang di operasikan di perairan Sibolga memiliki bentuk yang
sama dengan trawl. Alat tangkap ini berbentuk kantong yang terdiri dari dua
bagian sayap, badan jaring dan kantong. Bagian-bagian dari pukat tarik ikan
adalah:
1) Sayap/kaki jaring adalah bagian jaring terpanjang yang terletak di ujung depan
pukat tarik. Sayap jaring terdiri dari sayap atas dan sayap bawah;
2) Badan jaring adalah bagian jaring yang terpendek dan terletak diantara bagian
kantong dan bagian sayap jaring;
3) Kantong jaring adalah bagian jaring yang terletak di ujung belakang dari pukat
tarik;
4) Palang rentang adalah kelengkapan pukat tarik yang berbentuk
batang
bambu/kayu atau besi yang dugunakan sebagai alat pembuka mata jaring;
5) Papan rentang adalah kelengkapan pukat tarik yang berbentuk papan empat
persegi panjang yang digunakan sebagai alat pembuka mulut jaring;
6) Tali iris bawah adalah tali yang berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap
jaring bagian bawah melalui mulut jaring bagian bawah;
7) Tali iris atas adalah tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan
menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas, melalui bagian square jaring;
dan
28
8)
Tali selembar (warp rope) adalah tali yang berfungsi sebagai penghela di
belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik pukat tarik ke atas geladak
kapal.
Pukat tarik ikan menggunakan kapal untuk menarik jaring sehingga
menyapu kolom perairan. Jumlah kapal yang digunakan biasanya satu sampai dua
kapal. Nelayan yang mengoperasikan pukat tarik ikan sebanyak 5-10 orang yang
memiliki tugas yang berbeda.
4.5
Metode Pengoperasian
4.5.1
Metode pengope rasian bagan apung
Pengoperasian bagan di Sibolga dilakukan dengan cara menurunkan
jaring, selanjutnya dengan menyalakan lampu yang telah dipasang di sekitar
rumah bagan. Setelah banyak ikan yang berkumpul di permukaan maka lampu
dipadamkan, tetapi ada satu lampu yang tetap menyala. Tujuan dari pemadaman
lampu adalah agar ikan berkumpul di permukaan air yang masih terkena cahaya
lampu.
Penurunan jaring oleh nelayan Sibolga dilakukan hingga kedalaman 10-15
m di bawah permukaan air. Pengangkatan jaring pada saat ikan sudah berkumpul
banyak di bawah lampu yang masih menyala. Pengangkatan jaring tersebut tidak
bergantung pada lamanya waktu, tetapi bergantung pada jumlah ikan yang sudah
berkerumun dibawah lampu sehingga waring dinaikkan ke atas dengan bertahap
menggunakan troller.
Ikan-ikan yang tertangkap kemudian disimpan di
keranjang.
4.5.2
Metode pengope rasian pukat tarik ikan
Teknik pengoperasian pukat tarik
di Sibolga dapat dilakukan dengan
penurunan jaring terlebih dahulu. Penurunan jaring dilakukan dari bagian buritan
kapal dan kapal bergerak maju dengan bantuan atau perentakan tali selambar.
Panjang tali selambar disesuaikan dengan kedalaman perairan. Setelah jaring
berada di dasar perairan maka dilakukan penarikan tali selambar pada buritan
kapal. Penarikan jaring dilakukan selama 1-3 jam dengan kecepatan hela 2-4
knot. Pengangkatan jaring dilakukan dari buritan kapal atau sisi lambung kapal
dengan menarik tali selambar.
29
5 HASIL
5.1
Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga
Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat
pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai 0,83
mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3 . Konsentrasi klorofil-a pada setiap
bulannya barvariasi bahkan terjadi variasi/fluktuasi pada bulan yang sama tetapi
pada tahun yang berbeda. Perubahan musim setiap tahunnya memiliki kandungan
klorofil-a yang berbeda pula di perairan Sibolga. Nilai variabilitas dari data
kandungan klorofil-a setiap musim bervariasi.
Sebaran
klorofil-a perairan Sibolga pada musim barat
(Desember–
Februari) rata-rata 0,47 mg/m3 dengan klorofil- a dominan 0,27 mg/m3 dan
variabilitas 0,17. Pada musim barat pada tahun 2006-2010 konsentrasi klorofil-a
pada bulan Desember umunya lebih tinggi dibandingkan bulan Januari-Februari.
Konsentrasi klorofil- a terendah pada musim barat dari tahun 2006-2010 adalah
0,26 mg/m3 terdapat pada bulan Februari 2008 sedangkan sebaran klorofil
tertinggi pada bulan Desember 2010 sebesar 0,83 mg/m3 .
Musim peralihan barat-timur terjadi pada bulan Maret, April dan Mei.
Sebaran klorofil pada musim peralihan ini rata-rata 0,46 mg/m3 dan dominan
sebesar 0,25 mg/m3 . Konsentrasi kolorifil-a terendah adalah 0,26 mg/m3 pada
bulan Mei 2008 dan tertinggi adalah 0,68 mg/m3 bulan April tahun 2006 serta
nilai rata-rata variabilitas 0,16.
Sebaran klorofil-a pada musim timur (Juli-Agustus) memiliki rata-rata
0,40 mg/m3 dengan klorofil-a dominan sebesar 0,27 mg/m3 . Pada tahun 20062010 konsentrasi klorofil-a yang terendah adalah 0,27 mg/m3 pada bulan Agustus
2009 sedangkan konsentrasi tertinggi pada bulan Juni 2006 sebesar 0,50 mg/m3 .
Pada musim timur, bulan Juni memiliki konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan Juli dan Agustus selama lima tahun berturut-turut.
Nilai rata-rata variabilitas pada musim timur adalah 0,09.
Pada musim peralihan timur-barat (September-November), konsentrasi
klorofil-a memiliki rata-rata 0,48 mg/m3 dan dominan sebesar 0,30 mg/m3 .
Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada bulan November 2008 yaitu sebesar 0,71
30
mg/m3 dan terendah pada bulan Oktober 2009 yaitu sebesar 0,32 mg/m3 . Sebaran
klorofil-a pada musim peralihan timur-barat, bulan November memiliki nilai
konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan bulan September dan Oktober. Nilai
rata-rata variabilitas pada musim timur-barat adalah 0,15.
Secara deret waktu, kandungan klorofil-a yang dapat dideteksi citra satelit
dapat dilihat pada Gambar 4. Secara keseluruhan, trend konsentrasi klorofil-a
yang terdapat di perairan Sibolga meningkat dalam kurun waktu lima tahun
terakhir.
0.90
Klorofil-a (mg/m³)
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
2006
Musim Barat
2007
2008
Musim Peralihan
2009
Musim Timur
2010
Musim Peralihan 2
Gambar 4 Fluktuasi rata-rata konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006-2010
Pada Gambar 4, nilai kosentrasi klorofil-a setiap tahunnya bervariasi.
Nilai konsentrasi klorofil-a meningkat pada saat musim barat kecuali pada tahun
2007 terjadi penurunan. Fluktuasi setiap bulannya mengikuti musim angin yang
sedang berlangsung dan mencapai puncaknya pada musim barat.
Sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial dapat dilihat pada Gambar 5
sampai Gambar 8.
Perbedaan warna pada gambar nenunjuknan perbedaan
konsentrasi klorofil-a yang terkandung di perairan Sibolga.
31
Gambar 5 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim barat
Sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada musim barat cenderung
tinggi dengan kisaran 0,15 mg/m3 sampai 4,96 mg/m3
(Gambar 5) dengan
kandungan klorofil-a yang lebih tinggi terdapat disekitar pantai. Konsentrasi
32
klorofil-a menurun di sebelah barat daya perairan Sibolga. Pada bulan Februari,
konsentrasi awan mencakup tepi pantai perairan Sibolga.
Gambar 6 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan barat-timur
33
Pada bulan Meret-Mei (Gambar 6), kandungan klorofil-a berkisar antara
0,11-5,00 mg/m3 , dan perairan sekitar pantai cenderung memiliki klorofil-a yang
lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengarah ke lepas pantai. Pada musim
peralihan barat-timur ini, perairan yang memiliki kandungan klorofil-a rendah
lebih luas (menyebar) dibandingkan dengan musim barat. Pada musim peralihan
barat-timur kandungan klorofil-a yang tertinggi adalah bulan April.
34
Gambar 7 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim timur
Pada musim timur (Juni-Agustus), konsentrasi klorofil-a mengalami
penurunan yang lebih besar dibandingkan musim sebelumnya yaitu musim
peralihan barat-timur. Kandungan klorofil-a pada musim timur berkisar antara
0,11-4,94 mg/m3 . Pada bulan Juni di bagian selatan terlihat menyebar kandungan
klorofil yang berkisar 0,2 mg/m3 .
35
Gambar 8 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan timur-barat
Pada musim peralihan timur-barat terjadi peningkatan konsentrasi
dibandingkan dengan musim timur. Kandungan klorofil-a berkisar 0,10-4,77
mg/m3 . Sebaran klorofil-a secara spasial dapat dilihat pada Gambar 8. Pada
bulan November konsentrasi awan didominasi di tepi perairan Sibolga.
5.2
Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Teri
Hasil tangkapan ikan teri yang diperoleh dari perairan Sibolga biasa
ditangkap oleh pukat tarik ikan dan bagan apung. Jumlah total produksi ikan yang
didaratkan di Sibolga pada tahun 2010 sebanyak 52.694,34 ton, dan salah satu
tangkapan yang dominan adalah ikan teri yaitu 3.156,4 ton atau 16,70% dari total
produksi.
36
Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi dan
cenderung meningkat hingga puncak tertinggi pada tahun 2009 sebesar 6.271,2
ton. Eksploitasi pada tahun 2009 berpengaruh terhadap penurunan produksi pada
tahun 2010 hingga 50% dari hasil tangkapan tahun sebelumnya. Dalam periode
tahun 2006-2010, produksi ikan teri pada musim barat (Desember-Februari)
relatif lebih banyak dibandingkan dengan musim sebelumnya. Puncak produksi
ikan teri selama musim barat yaitu bulan Januari (Gambar 9).
Hasil tangkapan ikan teri cenderung sedikit terdapat pada musim peralihan
timur-barat (September-November).
Hasil tangkapan yang berfluktuasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antara adanya perubahan cuaca setiap
bulannya dan faktor oseanografi.
700
600
Catch (ton)
500
400
300
200
100
0
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 9 Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2010
5.3
Dinamika Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri
Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri di perairan
Sibolga adalah bagan apung dan pukat tarik. Pada tahun 2006 jumlah bagan
apung adalah 96 unit, pada tahun 2007 menurun menjadi 74 unit, dan meningkat
kembali pada tahun 2008, 2009 dan 2010 masing- masing 104 unit.
Unit
penangkapan pukat tarik ikan cenderung menurun dari 38 unit pada tahun 2006,
37
30 unit pada tahun 2007 hingga sebanyak 20 unit pada tahun 2008, 2009 dan
tahun 2010.
120
Jumlah (unit)
100
80
60
Bagan Apung
40
Pukat Tarik
20
0
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 10 Jumlah unit penangkapan ikan teri tahun 2006-2010 di
peraira Sibolga
3000
2500
Effortstd (hari)
2000
1500
1000
500
0
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 11 Upaya penangkapan ikan teri bulanan pada tahun 2006-2010
Gambar 11 menunjukkan upaya penangkapan ikan teri yang telah
distandarisasi dengan alat tangkap standar adalah pukat tarik ikan.
penangkapan setiap bulannya berbeda.
Upaya
Upaya penangkapan pada bulan
Desember, Januari, dan Februari sangat sedikit karena pada musim barat keadaan
perairan tidak baik dan curah hujan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, nelayan
bagan apung dan pukat tarik ikan melakukan operasi penangkapan dengan
38
frekuensi yang rendah.
Nelayan bagan pada umumnya tidak melakukan
penangkapan ikan terjadi waktu munculnya bulan terang (bulan tampak penuh)
karena nelayan kesulitan untuk mendapatkan gerombolan ikan teri akibat pada
saat bulan terang ini ikan teri cenderung menyebar di permukaan perairan.
5.4
Pola Musim Penangkapan
Hasil tangkapan per unit effort standar diperoleh dari perbandingan total
hasil tangkapan ikan teri dengan effort yang sudah distandarisasi. Nilai hasil
tangkapan per unit effort standar (CPUE std) meningkat selama tahun 2006-2009
tetapi pada tahun 2010 terjadi penurunan secara drastis. Nilai CPUEstd tertinggi
mencapai 682,15 kg/hari pada bulan Desember tahun 2009 (Gambar 12).
Peningkatan CPUE tersebut disebabkan produksi ikan teri yang meningkat.
0.80
CPUE standar (ton/hari)
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 12 Nilai CPUE (ton/hari) ikan teri pada tahun 2006-2010
Indeks musim penangkapan (IMP) ikan teri selama lima tahun (20062010) yang diperoleh dengan menggunakan analisis deret waktu metode rata-rata
bergerak (moving average) disajikan pada Lampiran 5. Nilai IMP setiap bulan
bervariasi dan berkisar pada 79,25% sampai 153,66%. Nilai rata-rata IMP ikan
teri di Perairan Sibolga adalah 99,48%. Nilai IMP tertinggi pada bulan Januari
yaitu sebesar 153,66% dan nilai IMP yang terendah adalah 79,25% pada bulan
Mei. Nilai rata-rata IMP pada musim timur lebih rendah dari 100 yaitu sebesar
82,60%. Nilai IMP pada bulan Desember, Januari, Februari (musim barat) lebih
39
besar dari 100% dan lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya yaitu
sebesar 134,56%. Namun demikian, pada pertengahan musim peralihan timurbarat (Oktober) IMP juga lebih besar dari 100% (Gambar 13). Hal tersebut
menunjukkan bahwa musim puncak penangkapan ikan teri di perairan Sibolga
terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, dan Oktober.
180
160
Nilai IMP (%)
153,66
138,60
140
120
111,40
100
102,70 94,17
84,43 88,91 79,25 80,60 81,28 85,92
92,86
80
60
40
20
0
MB
M B-T
MT
M T-B
Keterangan:
MB
= Musim barat
M B-T
= Musim barat-timur
MT
= Musim timur
M T-B
= Musim timur-barat
Gambar 13 Grafik IMP tahun 2006-2010
5.5
Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a
Kandungan klorofil-a sangat erat kaitannya dengan jumlah produksi ikan
di suatu perairan. Jumlah fitoplankton yang ada di suatu perairan dipengaruhi
oleh kandungan klorfil-a sehingga terbentuk rantai makanan. Hubungan klorofil-a
dan CPUE selama lima tahun (2006-2010) dapat dilihat pada Gambar 14. Jumlah
produksi ikan teri setiap tahunnya meningkat begitu juga dengan kandungan
klorofil-a.
Berdasarkan Gambar 14 tersebut terlihat bahwa adanya pengaruh
konsentrasi klorofil-a terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri terutama pada
40
musim barat tetapi pengaruh tersebut tidak terlihat jelas pada Januari-Febuari
2006 dan Desember 2006-Febuari 2007.
0.80
0.90
0.70
0.80
Kandungan
klorofil-a
0.60
0.50
0.50
0.40
0.40
0.30
0.30
0.20
Kandungan klorofil-a
0.70
0.60
CPUE (ton/hari)
CPUE
0.20
0.10
0.00
0.00
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
Jan
Apr
Jul
Okt
0.10
2006
2007
2008
2009
2010
Gambar 14 Hubungan antara CPUE dan konsentrasi klorofil-a
Penentuan hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan juga dapat
diperoleh dengan menggunakan SPSS melalui hubungan korelasi silang. Hasil
tangkapan dan kandungan klorofil-a memiliki jarak untuk korelasi (lag) terjadi
pada hari ke 23 (Gambar 15). Nilai korelasi (r) diperoleh 0,1 dan koefisien
determinasi (R2 ) sebesar 0,579.
Sebaran kandungan klorofil-a dan CPUEstd
memiliki nilai sig (p-value) > 0,05 yaitu 0,474. Hal ini berarti bahwa kandungan
klorofil-a berpotensi secara tidak nyata terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri
pada hari ke 23 (time lag 23).
41
Gambar 15 Grafik korelasi silang antara hasil tangkapan dengan klorofil-a
5.6
Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Potensial
Spesies ikan teri yang layak tangkap adalah ikan teri yang berukura n besar
dan sudah matang gonad. Jenis ikan teri yang biasanya tertangkap oleh nelayan
adalah juvenile ikan teri (teri nasi/teri berukuran kecil). Nelayan bagan lebih
senang apabila menangkap ikan teri yang berukuran kecil dalam jumlah yang
banyak bila dibandingkan dengan ikan teri yang berukuran besar.
Daerah penangkapan ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010
berdasarkan
evaluasi kandungan
klorofil-a
dapat
dikategorikan
daerah
penangkapan potensial karena memiliki kandungan klorofil-a di atas 0,2 mg/m3 .
Klorofil-a yang terkandung di perairan Sibolga selama lima tahun adalah 0,45
mg/m3 sehingga perairan tersebut menunjukkan adanya kehidupan fitoplankton
yang dapat mempertahankan rantai makanan di perairan.
Posisi daerah penangkapan ikan teri yang dilakukan oleh nelayan bagan
apung dan pukat tarik ikan berdasarkan kandungan klorofil-a dapat dilihat pada
Gambar 16. Indikator kandungan klorofil-a membuktikan bahwa seluruh posisi
penangkapan ikan teri tersebut termasuk dalam kategori daerah penangkapan ikan
(DPI) yang potensial. Namun demikian, penentuan DPI potensial ini seyogyanya
mempertimbangkan komposisi hasil tangkapan akan tetapi data jenis spesies dan
42
jumlah hasil tangkapan ikan teri pada masing- masing posisi penangkapan tersebut
tidak dapat diperoleh.
Gambar 16 Posisi daerah penangkapan
43
6 PEMBAHASAN
6.1
Penyebaran Klofofil-a
Klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling dominan pada
fitoplankton.
Secara kualitatif konsentrasi klorofil-a dapat menggambarkan
konsentrasi fitoplankton dalam suatu perairan (Alimina 2008). Konsentrasi
klorofil-a di perairan Sibolga bervariasi/fluktuasi setiap bulannya. Pada tahun
2006-2010 data yang diperoleh dari pengolahan citra satelit MODIS menunjukkan
bahwa kandungan klorofil-a dapat berubah-ubah sesuai keadaan perairan.
Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga berkisar dari 0,26-8,3 mg/m3 dan ratarata kandungan klorofil- a pada tahun 2006-2010 sebesar 0,45 mg/m3 .
Hal
tersebut menunjukkan adanya fitoplankton yang melimpah di perairan Sibolga.
Gambar 5 sampai Gambar 8 menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a semakin
berkurang saat menuju lepas pantai. Daerah pesisir memiliki konsentrasi yang
lebih tinggi bila di bandingkan di daerah lepas pantai. Hal tersebut disebabkan
wilayah pesisir lebih banyak terakumulasi dengan zat- zat hara yang berasal dari
aliran sungai yang ada di daerah daratan Sibolga. Perairan Indonesia mempunyai
kandungan klorofil- a antara 0,5-1,0 mg/m3 berada di perairan pesisir timur
Sumatera dan kandungan klorofil-a antara 0,3-0,5 mg/m3 berada di pesisir barat
Sumatera.
Nilai kandungan klorofil-a yang tinggi kemungkinan karena
banyaknya sungai yang bermuara disana, sehingga membawa substrat yang
mengandung unsur organik dan zat hara lainnya (Bakosurtanal 2004).
Pada musim barat nilai rata-rata dari kandungan klorofil-a di perairan
Sibolga sebesar 0,47 mg/m3 dengan nilai dominan 0,27 mg/m3 sehingga perairan
tersebut berpotensi dalam kegiatan perikanan. Gambar 5 menunjukkan bahwa
musim barat memiliki nilai kandungan klorofil- a yang tinggi di sekitar pantai
Sibolga. Pada gambar bulan Februari tersebut terlihat bahwa di perairan tersebut
berwarna putih dikarenakan pada saat bulan tersebut sinar matahari kurang
sehingga tertutup awan. Konsentrasi klorofil-a yang mencapai maksimum pada
musim barat diduga karena mendapatkan masukan material organik dan non
organik yang terbawa dari pesisir yang terjadi pada musim hujan, zat hara yang
datang dari daratan pada musim hujan yang dialirkan oleh sungai ke laut (run-off),
44
material dari tambak perikanan dan pengadukan dasar (Ramansyah 2009).
Fluktuasi curah hujan bulanan diakibatkan karena adanya perbedaan pola angin
yang terjadi di Indonesia. Pada musim barat, angin membawa banyak uap air
yang berasal dari Samudra Pasifik sehingga menyebabkan curah hujan semakin
tinggi (Nababan et al. 2009). Nilai variabilitas pada musim barat adalah 0,17.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa data kandungan klorofil-a bersifat homogen.
Musim peralihan barat-timur memiliki nilai rata-rata kandungan klorofil-a
sebesar 0,46 mg/m3 dan nilai dominan sebesar 0,25 mg/m3 . Keadaan tersebut
tidak jauh beda dengan musim barat tetapi curah hujan sudah berkurang pada
bulan Maret. Musim peralihan barat-timur nilai kandungan klorofil-a tertinggi
pada bulan April hal tersebut dikarenakan pada bulan April penyinaran matahari
sudah semakin meningkat sehingga fitoplankton dapat berkembang.
Nilai
variabilitas pada musim ini adalah 0,16 dan memiliki nilai yang lebih kecil dari
nilai variabilitas pada musim barat sehingga data penyebaran kandungan klorofila pada musim barat-timur lebih homogen.
Pada bulan Juni sampai Agustus merupakan musim timur sehingga nilai
kandungan klorofil-a menurun. Musim timur memiliki nilai rata-rata kandungan
klorofil-a senilai 0,40 mg/m3 dan nilai dominan adalah 0,27 mg/m3 . Kandungan
klorofil-a pada musim timur lebih kecil dibandingkan dengan kandungan klorofila pada musim barat dan musim peralihan barat-timur. Hal tersebut dikarenakan
pada bulan Juni-Agustus terjadi musim kemarau sehingga zat-zat hara yang
dibawa oleh aliran sungai ke perairan Sibolga sudah semakin berkurang. Musim
timur memiliki penyebaran kandungan klorofil- a yang sangat homogen hal
tersebut ditunjukkan dengan nilai variabilitas 0,09.
Musim peralihan timur-barat (September-November) memiliki nilai
kandungan klorofil-a yang lebih tinggi. Nilai rata-rata kandungan klorofil-a pada
musim peralihan timur-barat sebesar 0,48 mg/m3 dan nilai dominan 0,30 mg/m3 .
Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada bulan September, Oktober dan November
memiliki nilai kandungan klorofil-a yang cukup tinggi. Awal curah hujan terjadi
pada musim peralihan barat-timur sehingga kandungan klorofil-a pada perairan
Sibolga tinggi. Hal ini berbeda dengan Syahdan et al. (2007) yang menyatakan
bulan Juni kandungan klorofil-a tersebar secara heterogen pada seluruh sisi
45
kawasan perairan dengan kisaran konsentrasi yang lebih tinggi. Nilai variabilitas
pada musim peralihan timur-barat adalah 0,15. Hal tersebut menunjukkan bahwa
data penyebaran kandungan klorofil-a menyebar secara homogen.
Keadaan perairan yang memiliki kandungan klorofil- a yang cukup tinggi
membuat ikan teri berkumpul dalam jumlah banyak. Upwelling adalah proses
naiknya massa air laut dari lapisan yang lebih dalam dan kaya akan nutrisi ke
lapisan permukaan.
Nutrisi (Fosfot dan Nitrat) merupakan makanan utama
fitoplankton yang menghasilkan klorofil-a (Sediadi dan Edward 2000).
Fitoplakton berkembang dikarenakan banyaknya curah hujan dan adanya
peristiwa upwelling yang membawa banyak unsur hara ke perairan.
Proses
upwelling adalah suatu proses dimana masa air dingin didorong ke arah atas dari
kedalamam sekitar 100-200 meter yang terjadi disepanjang pantai barat di banyak
benua. Upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi populasi ikan akibat
adanya pertumbuhan fitoplankton sebagai dasar dari rantai makanan di laut
(Hutabarat dan Evans 1988).
Pola SPL di Samudera Hindia timur saat fenomena Indian Ocean Dipole
(IOD) menunjukan bahwa fase pembentukan fenomena IOD terjadi pada bulan
Juni, fase pematangan umumnya mencapai puncaknya pada bulan September dan
untuk fase peluruhan terjadi pada bulan November. Hal tersebut mengakibatkan
terbentuknya Upwelling di selatan Jawa pada bulan Juni, September dan
November (Dipo et al. 2011).
Klorofil-a mempunyai pengaruh terhadap kesuburan suatu perairan
sehingga perairan dikatakan subur apabila kandungan zat hara yang terkandung di
dalamnya cukup banyak.
Konsentrasi klorofil-a yang tinggi di perairan
mengakibatkan perairan tersebut memiliki banyak fitoplankton.
Fitoplankton
adalah tumbuhan yang dapat membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut
pada lapisan permukaan di waktu siang hari. Penambahan ini disebabkan oleh
terlepasnya gas oksigen sebagai hasil dari proses fotosintesa. Peningkatan zat- zat
hara di perairan akan mempengaruhi produktivitas primer di samping faktor
cahaya matahari dan temperatur.
46
6.2
Hasil Tangkapan Ikan Teri
Sumberdaya perikanan yang melimpah menyebabkan hubungan nakan-
memakan semakin besar sehingga setiap pemangsa memangsa beberapa jenis
makanan. Daerah penangkapan ikan teri dilakukan disekitar perairan Sibolga
terkadang nelayan Sibolga juga melakukan operasi penangkapan ikan diluar
daerah perairan Sibolga.
Nelayan Sibolga menangkap ikan teri dengan
menggunakan dua jenis alat tangkap yaitu pukat tarik ikan dan bagan apung.
Jumlah hasil tangkapan ikan teri dengan bagan jauh lebih besar dibandingkan
pukat tarik ikan.
Hal ini disebabkan oleh cara pengoperasian, daerah
pengoperasian kedua alat yang berbeda dan tingkah laku ikan teri terhadap alat
bantu cahaya. Pada bagan apung ikan teri adalah target utama penangkapan dan
ikan teri merupakan salah satu ikan fototaksis positif maka ikan berada di
permukaan perairan sehingga bagan lebih banyak mendapatkan hasil tangkapan
ikan teri dibandingkan dengan pukat tarik yang daerah pengoperasiannya di dasar
perairan. Ikan teri cenderung lebih respon dan memilih iluminasi cahaya tinggi
(Sudiman et al. 2004). Hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) pada alat
tangkap bagan dan pukat tarik ikan terjadi peningkatan dari tahun 2006 sampai
dengan 2009 sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan. Hal ini disebabkan
oleh semakin meningkatnya jumlah trip nelayan bagan untuk melakukan
penangkapan ikan. Jumlah produksi ikan teri yang tertinggi selama lima tahun
pada tahun 2009.
Pengeksploitasian yang berlebihan pada tahun 2009
menyebabkan penurunan jumlah produksi pada tahun 2010. Hal ini dapat dilihat
dengan jumlah produksi 2009 sebesar 6.271,20 ton yang menurun hingga 50%
pada tahun 2010.
Jumlah produksi 2009-2010 lebih maksimal pada musim barat yang
ditunjukkan oleh jumlah rata-rata produksi pada musim barat mencapai 200,10
ton. Pada musim peralihan timur-barat (September-November) jumlah rata-rata
produksi lebih kecil dibandingkan musim- musim sebelumnya yaitu 170,24 ton.
Jumlah produksi ikan teri bergantung pada musim dan keadaan perairan. Pada
musim barat jumlah produksi ikan teri lebih banyak dibandingkan musim lain
dikarenakan pada musim barat curah hujan lebih tinggi. Dan sebaliknya, apabila
curah hujan berkurang maka jumlah produksi ikan teri juga berkurang.
47
Keberadaan ikan teri di suatu perairan dipengaruhi ada tidaknya makanan
yang bisa mempertahankan kelangsungan hidup ikan teri.
Pada tahun 2010
jumlah hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan 16,70% dari jumlah total hasil
tangkapan di perairan Sibolga. Ikan teri yang yang diproduksi biasanya diolah
kembali menjadi ikan asin. Teri asin merupakan ikan olahan yang digemari
masyarakat disemua kalangan.
6.3
Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Te ri
Upaya penangkapan terbesar selama 2009-2010 adalah 2010 dikarenakan
jumlah produksi ikan teri yang diperoleh nelayan pada tahun 2009 sangat besar
sehingga nelayan beranggapan bahwa pada tahun 2010 jumlah produksi ikan teri
juga meningkat. Pada Gambar 11 menunjukkan upaya penangkapan ikan teri
yang telah di standarisasi, dengan alat standar adalah pukat tarik.
Upaya
penangkapan standar terjadi penurunan secara signifikan. Upaya penangkapan
yang dilakukan oleh nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan setiap bulannya
berbeda tergantung keadaan perairan dan hari raya besar yang mereka rayakan.
Hari- hari besar yang biasa mereka rayakan adalah Idul Fitri, dan Natal dimana
pada saat hari tersebut banyak nelayan yang tidak melakukan penangkapan.
Kegiatan pengoperasian bagan juga bergantung pada waktu yang
berhubungan dengan bulan purnama, hal ini dikarenakan ikan- ikan pelagis seperti
ikan teri yang bergerombol dikarenakan adanya cahaya. Ikan teri akan menyebar
apabila banyaknya cahaya yang terpantul ke perairan sehingga nelayan kesulitan
untuk menangkap dalam jumlah yang banyak. Pukat tarik ikan beroperasi di
kolom perairan sehingga ikan teri adalah hasil tangkapan sampingan yang
diperoleh nelayan. Nelayan melakukan penangkapan dengan bagan apung dan
pukat tarik tidak hanya dalam satu hari penangkapan (oneday fishing) tetapi
mereka melakukan operasi penangkapan beberapa hari (lebih dari 1 hari).
Nelayan melakukan pengoperasian alat tangkap beberapa hari di laut tergantung
jumlah hasil tangkapan yang mereka hasilkan. Apabila hasil tangkapan yang
mereka dapatkan masih sedikit maka mereka akan melanjutkan perjalanan
pencarian daerah penangkapan yang lebih potensial.
48
Upaya penangkapan pada musim peralihan barat-timur (Maret-Mei)
selama tahun 2006-2010 lebih tinggi dibandingkan musim- musim lain.
Pada
musim peralihan barat-timur dengan rata-rata upaya penangkapan sebanyak 1276
hari, sedangkan pada musim barat upaya penangkapan berkurang yaitu 1014 hari
dikarenakan pada musim barat curah hujan yang sangat tinggi dan keadaan
perairan tidak stabil sehingga sebagian nelayan tidak melakukan operasi
penangkapan ikan karena cuaca yang tidak mendukung.
Unit penangkapan bagan apung pada tahun 2006-2010 semakin
meningkat, kecuali pada tahun 2007.
Berkurangnya unit penangkapan bagan
apung pada tahun 2007 berpengaruh terhadap upaya penangkapan. Jumlah unit
penangkapan yang terkecil terjadi pada tahun 2007, hal ini disebabkan kenaikan
BBM (Bahan Bakar Minyak) yang sudah naik kesekian kalinya sehingga beberapa
nelayan tidak melakukan operasi penangkapan karena tidak adanya biaya untuk
membeli perbekalan melaut. Unit penangkapan pukat tarik ikan selama tahun
2006-2010 mengalami penurunan.
Pada tahun 2006 jumlah pukat tarik ikan
berjumlah 38 unit, tahun 2007 sebanyak 30 unit dan pada tahun 2008-2010
sebanyak 20 unit.
Penurunan
unit penangkapan pukat ikan dikarenakan
pemerintah melakukan pelarangan pengoperasian alat tangkap seperti pukat ikan
berakibat habitat dan ekosistem laut rusak dan punah. Pada kanan kiri jaring
terdapat besi pemberat (Katung-red), untuk setiap satu katung saja beratnya
mencapai 250 kg dan untuk satu unit haruslah memiliki dua katung.
6.4
Pola Musim Penangkapan Ikan Te ri
Nilai CPUEstd pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 4, dan
terlihat bahwa pada tahun 2009 nilai CPUEstd lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun sebelumnya yaitu tahun 2006-2008. Nilai CPUEstd lebih dominan pada
musim barat bila dibandingkan dengan musim peralihan barat-timur, musim timur
dan musim peralihan timur-barat. Pada musim barat dan musim peralihan timurbarat nilai rata-rata CPUEstd pada tahun 2006-2010 sebesar 0,28 ton/hari, musim
peralihan barat-timur sebesar 0,23 ton/hari, dan musim timur sebesar 0,24
ton/hari.
49
Wilayah
perairan
sumberdaya ikan teri.
Sibolga
memiliki
potensi
dalam pemanfaatan
Nilai IMP yang diperoleh dari perhitungan dengan
menggunakan moving average menunjukkan bahwa ikan teri melimpah pada
musim barat di perairan Sibolga. Hal tersebut terbukti pada Gambar 13 yang
menunjukkan bahwa nilai rata-rata nilai IMP pada musim barat di atas 100% yaitu
sebesar 134,56%. Nilai IMP pada musim timur sebesar 82,60% sehingga nilai
tersebut berada dibawah 100%. Bulan Januari memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan nilai IMP pada bulan lainnya, ini diduga karena ikan teri lebih
menyukai perairan yang memiliki kandungan zat hara yang tinggi. Pola musim
ikan teri saling berkaitan erat dengan keadaan perairan.
Setiap tahunnya pola musim ikan teri dapat berubah sesuai perubahan
keadaan perairan Sibolga. Nilai IMP pada musim barat meningkat yang berarti
bahwa puncak penangkapan ikan teri terjadi pada musim barat.
Nilai IMP
meningkat karena kandungan klorofil-a pada musim barat meningkat dimana pada
musim barat kandungan klorofil-a sebesar 0,47 mg/m3 , musim barat-timur sebesar
0,46 mg/m3 , musim timur sebesar 0,40 mg/m3 , dan musim timur-barat sebesar
0,48 mg/m3 . Hasil penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan penemuan
Gunawan (2004) yang menyatakan bahwa musim penangkapan ikan teri di
perairan Kabupaten Tuban pada musim peralihan timur-barat (Oktober) dan
musim barat (Desember-Januari). Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa bulan
Oktober nilai IMP meningkat drastis hal ini disebabkan ikan teri melakukan
pemijahan. Tiews et al. 1970 diacu dalam Hutomo et al. 1987 di Teluk Manila
mendapatkan bahwa S. heterolobus dan S. devisi memijah sepanjang tahun, tetapi
ada puncak-puncak pemijahan selama musim timur laut dari Oktober sampai
Maret.
6.5
Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a
Kandungan klorofil-a di suatu perairan berhubungan dengan jumlah
produksi ikan yang akan didaratkan oleh para nelayan. Pada tahun 2006-2010
jumlah produksi ikan teri meningkat maka jumlah kandungan klorofil-a juga
meningkat terutama pada musim barat. Hal tersebut terkecuali pada tahun 2007
nilai produksi yang semakin menurun pada saat kandungan klorofil yang
50
meningkat. Hubungan kandungan klorofil-a melimpah pada musim peralihan
timur-barat tetapi hasil tangkapan berkurang karena pada musim peralihan timurbarat keadaan perairan kurang baik sehingga nelayan tidak melakukan operasi
penangkapan.
Time lag berkaitan dengan rantai makanan yang merupakan proses makanmemakan di dalam suatu perairan. Fitoplankton merupakan produser utama yang
dimakan oleh organisme herbivora dan organisme herbivora dimakan oleh
organisme yang memiliki tingkat tropik lebih tinggi. Di laut terbuka fitoplankton
merupakan pangkal rantai makanan yang terpenting sehingga kelimpahan
fitoplankton dalam suatu perairan dapat memberikan indikasi melimpahnya
sumberdaya ikan pada perairan tersebut. Time lag merupakan kurun waktu yang
diperlukan untuk melakukan perpindahan senyawa organik dari fitoplankton
hingga tingkat tropik pemangsa.
Herbivora sebagai pemakan alga dan
fotoplankton adalah konsumen primer serta herbivora dimakan oleh karnivora
sebagaimana diperoleh data rantai makanan pada Gambar 17. Nilai Time lag ikan
teri lebih pendek dibandingkan ikan yang lain seperti ikan tongkol, lemuru,
cakalang dan tuna mata besar (Tabel 9).
Tabel 9 Nilai time lag ikan
Jenis Ikan
Teri
Lokasi Penelitian
Sibolga
Penulis, Tahun
Surbakti, 2012
Time lag
23 hari
Tongkol
Palabuhanratu
Girsang, 2008
3 bulan
Lemuru
Samudra
Hindia
bagian Lumban Gaol, 2003
4 bulan
Timur
Cakalang
Perairan Binuangeun, Banten
Tuna mata besar
Samudra
Timur
Hindia
Nababan, 2008
bagian Lumban Gaol, 2003
4 bulan
5 bulan
51
Gambar 17 Rantai makanan di perairan modifikasi dari Girsang (2008)
Hasil yang diperoleh dari SPSS dengan analisis cross correlation adalah
lag+23 hari. Lag+23 hari menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan
Sibolga mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri pada 23 hari kemudian. Nilai
korelasi (r) sebesar 0,1
hal ini menunjukkan bahwa hubungan kandungan
klorofil-a dengan produksi ikan teri sangat lemah sedangkan koefisien determinasi
(R2 ) sebesar 0,579. Dengan demikian, kandungan klorofila-a di perairan Sibolga
mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri sebesar
57,9% .
Hal tersebut
menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan dapat dijelaskan oleh kandungan
klorofil-a sebesar 57,9% dan 42,1% dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain seperti
suhu, salinitas, arus, dan faktor- faktor teknis operasi penangkapan ikan. Nilai
signifikan yang diperoleh adalah 0,474 sehingga hubungan hasil tangkapan dan
kandungan klorofil-a belum terlihat nyata.
6.6
Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Teri
Nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan di Sibolga melakukan
penangkapan hanya berdasarkan pengalaman. Penentuan posisi penangkapan
ikan yang ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System).
Berdasarkan indikator kandungan klorofil- a seluruh posisi daerah penangkapan
tersebut termasuk dalam kategori daerah penangkapan ikan yang potensial
(Lampiran 6). Namun demikian penentuan posisi penangkapan ikan berdasarkan
52
jumlah dan spesies (jenis) pada masing- masing posisi penangkapan tidak dapat
diperoleh karena nelayan hanya memberi informasi bahwa mereka lebih
menyukai apabila mereka mendapatkan hasil tangkapan ikan teri yang berukuran
kecil karena harga ikan teri yang berukuran kecil lebih mahal bila dibandingkan
dengan ikan teri yang berukuran besar. Jenis ikan teri yang tertangkap lebih
banyak yang berukuran kecil atau masih dalam jenis juvenil (teri nasi) berart i
penangkapan tidak berwawasan lingkungan karena tidak memberi kesempatan
bagi ikan teri untuk bereproduksi. Nelayan ikan teri tidak mengutamakan
kelestarian ikan teri melainkan mengutamakan keuntungan mereka. Ikan teri
yang masih berukuran kecil tertangkap oleh alat tangkap bagan apung
dikarenakan beberapa nelayan bagan di Sibolga menggunakan jaring yang
berukuran kecil sehingga ikan- ikan yang berukuran kecil tertangkap.
53
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
Kesimpulan
dari
hasil penelitian
mengenai musim dan
daerah
penangkapan ikan teri berdasarkan kandungan klorofil-a di perairan Sibolga
adalah
1) Penyebaran kandungan klorofil- a di perairan Sibolga pada bulan JanuariDesember pada tahun 2006-2010 berkisar antara 0,26 mg/m3 -0,83 mg/m3
dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3 .
Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada
musim peralihan timur-barat (September-November), yaitu 0,48 mg/m3 dan
pada musim barat (Desember-Februari) 0,47 mg/m3 . Klorofil-a terendah pada
musim timur yaitu 0,40 mg/m3 .
2) Puncak musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga
terdapat pada musim barat (Desember-Februari) dengan indeks musim
penangkapan (IMP) sebesar 134,56 %.
3) Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.). Hasil tangkapan dan
kandungan klorofil-a mempunyai time lag 23 hari.
4) Daerah penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) yang menjadi tempat
pengoperasian bagan apung dan pukat tarik ikan di perairan Sibo lga termasuk
daerah penangkapan yang potensial.
7.2
Saran
Saran yang diberikan mengenai pola musim dan daerah penangkapan ikan
teri di perairan Sibolga adalah sebagai berikut:
1) Perlunya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan jumlah hasil
tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) dengan klorofil-a di perairan Sibolga di
setiap posisi daerah penangkapan.
2) Perlunya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah produksi ikan
teri di perairan Sibolga dengan faktor oseanografi lain seperti suhu, arus,
salinitas dan lain- lain.
54
3) Perlunya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ukuran spesies yang
tertangkap
untuk
mendukung
terjadinya
operasi penangkapan
yang
berwawasan lingkungan.
4) Perlunya sosialisasi terhadap penyebaran ikan teri secara temporal dan spasial
(daerah
penangkapan
ikan)
kepada
nelayan
agar
mereka
dapat
mengoptimalkan operasi penangkapan ikan.
5) Para nelayan bagan Sibolga hendaknya lebih memperhatikan kelestarian ikan
teri di perairan Sibolga dengan memperbesar ukuran jaring bagan apung dan
pukat tarik ikan yang digunakan.
55
DAFTAR PUSTAKA
Alimina N. 2008. Analisi Klorofil-a dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan
Madidihang (Thunnus albacores) di Perairan Sulawesi Tenggara. Jurnal
Sumberdaya Insani Universitas Muhammadiyah Kendari. No. 14:9.
Bakosurtanal. 2004. Sebaran chlorophyll-a di perairan Indonesia. Bogor: Pusat
Survei Sumberdaya Alam Laut.
[BPPI] Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. 1988. Petunjuk Pembuatan dan
Pengoperasian Bagan Rakit. Semarang: Derektorat Jendral Perikanan,
Bagian Proyek Pengembangan Teknik Penangkapan Ikan.
Dajan A. 1985. Pengantar Metode Statistik Jilid I. Jakarta: LP3ES.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1997. Statistik Perikanan Laut
Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikana (WPP). Jakarta: DKP.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Statistik Perikanan Laut
Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikana (WPP). Jakarta : DKP.
[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2008. Statistik Perikanan Laut
Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikana (WPP). Jakarta: DKP.
Dinas Perikanan Kabupaten Sibolga. 2011. Data Statistik Perikanan. Sibolga:
Dinas Perikanan Sibolga.
Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor: Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Dipo P, Nurjana I, Syamsudin F. 2011. Kareteristik Oseanografi Fisika di Perairan
Samudra Hindia Timur Pada Saat Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD)
Fase Positif Tahun 1994/1995, 1997/1998 dan 2006/2007. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis. No. 2: 71-84.
Girsang H. 2008. Studi Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Melalui
Pemetaan Penyebaran Klorofil- a dan Hasil Tangkapan di Palabuhanratu,
Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Gunawan A. 2004. Analisis Pola musim Penangkapan dan Tingkat Pemanfaatan
Ikan Teri di Kabupaten Tuban, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Program
Studi Pemanfaatan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor.
56
Hatta M. 2001. Sebaran klorofil-a dan Ikan Pelagis: Hubungannya dengan
Kondisi Oseanografi di Perairan Utara Irian Jaya [Tesis]. Bogor: Program
Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Hutabarat, S dan Evans, MS. 1988. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Departemen
Pendidikan Kebudayaan.
Hutomo M, Burhanuddin, Djamali A, Martosewojo S. 1987. Sumberdaya Ikan
Teri di Indonesia. Jakarta: Pusat Panel dan Pengembangan Oseanology
LIPI.
Lumban Gaol, J. 2003. Kajian Karakter Oseanografi Samudera Hindia Bagian
Timur dengan Menggunakana Multi Sensor Citra Satelit dan
Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus
obesis). Disertasi. Bogor: Institut Peranian Bogor.
Mustafa AJ. 2004. MODIS, Mengamati Lingkungan Global Dari Angkasa.
Artikel Iptek-Bidang Teknologi Informasi dan Telekomunikasi.
Nababan B. 2008. Analisis Sebaran Konsentrasi Klorofil-a dalam Kaitannya
dengan Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Binuangeun,
Banten [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Nababan B, Zulkarnaen D, Lumban Gaol J. 2009. Variabilitas Konsentrasi
Klorofil-a di Perairan Utara Sumbawa Berdasarkan Data Satelit SeaWiFS.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. No 2:79
Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT
Gramedia
Odum. 1971. Fundamentals Of Ecolog Third Edition. Philadelphia and London:
W.B. Saunders Company.
[Pemda] Pemerintah Daerah Kota Sibolga. 2008. Profil Kota Sibolga.
www.sibolgakota.go.id [20 Januari 2011].
.
Priyanto H. 2001. Pengaruh Tingkat Kepadatan Terhadap Ketahanan Umpan
Hidup Teri (Stolephorus spp.) di Tempat Penyimpanan Sementara Gogona
pada Perikanan Bagan Perahu (Leftnet) di Selat Bacan [Skripsi]. Bogor:
Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Hal 10-11.
Ramansyah F. 2009. Penentuan Pola Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Selat
Sunda dan Perairan Sekitarnya dengan Menggunakan Data Inderaan Aqua
Modis [Skripsi]. Bogor: Program Studi dan Teknologi Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
57
Romimohtarto, K dan Sri, J. 2005. Biologi Laut Pengetahuan tentang Biota Laut.
Jakarta: Penerbit Djambatan.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bandung:
Binacipta.
Sarwono H. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Sediadi dan Edward. 2000. Kandungan Klorofil- a Fitoplankton di Perairan PulauPulau Lease Maluku Tengah. Makalah (unpublish).
Sinaga, M. 2009. Analisis hasil tangkapan pukat ikan kaitannya dengan
kandungan klorofil-a dan suhu permukaan laut di perairan Tapanuli
Tengah [Tesis]. Bogor: Program Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Subani W dan Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50:152-153.
Subani. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Jakarta: Tanpa Lembaga.
Sudirman, Baskoro MS, Purbayanto A, Monintja, Rismawan W, Arimoto T. 2004.
Respon Rerina Mata Ikan Teri (Stolephorus insularis) Terhadap Cahaya
dalam Proses Penangkapan Pada Bagan Rambo. Jurnal Torani Unhas. No.
3:12.
Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh Jilid II. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Syahdan M, Sondita M, Atmadipoera A, Simbolon D. 2007. Hubungan Suhu
Permukaan Laut dan Klorofil-a Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi
Tenggara. Jurnal Buleti PSP. Vol XVI No. 2.
Valiela I. 1984. Marine Ecological Processes. New York: Springer- Verlag. 546
p.
Wardana W. 2003. Penggolongan Plankton. Jakarta: Balai Pengembangan dan
Pengujian Mutu Perikanan.
Widodo J. 1999. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh untuk Perikanan di
Indonesia. Prosiding Seminar Validasi Data Inderaja untuk Bidang
Perikanan. Jakarta 14 April 1999. BPPT Jakarta. ISBN; 979-95760. (II-1II-21).
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Peta daerah penelitian
60
Lampiran 2 Tahap pengolahan citra klorofil-a
1) Pengambilan citra klorofil-a di situs http:/www.oceancolor.gsfc.nasa.go.id
2) Citra yang akan di download pada level 3 dengan memilih aqua MODIS
chlorophyll concentratiaon, monthly, dan 4 km sehingga muncul gambar
seperti dibawah ini;
61
Lampiran 2 (lanjutan)
3) Setelah citra di download dalam bentuk SMI maka citra tersebut diolah di
program Seadas dengan menggunakan operasi Linux Ubuntu 10.04.
4) Setelah itu maka akam muncul
5) Pada menu akanmuncul tulisan “Display” setelah di klik maka akan tampil
seperti gambar dibawah ini:
62
Lampiran 2 (lanjutan)
6) Setelah mengatur koordinat yang akan di ambil, maka memilik chlorophyll a
concentration kemudian klik load” maka akan muncul “Band List selection”
kemudian di klik “Display” sehingga muncul:
7) Tampilan citra daerah perairan muncul maka akan dilakukan penyimpanan
dalam bentuk ASCII agar dapat dibaca oleh Microsoft Office Exel. Cara
penyimpanan dengan memilih “Function” Output
Data ASCII.
Masukkan pilihan yang dibituhkan. Maka data akan tersimpan.
63
Lampiran 3 Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga
Tahun
2006
2007
2008
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Kandungan Klorofil (mg/m³)
Rata-rata Dominan Kisaran
0,29
0,19
0,17-2,84
0,45
0,31
0,13-0,51
0,29
0,16
0,14-1,54
0,68
0,38
0,17-5,00
0,43
0,26
0,14-4,43
0,50
0,31
0,19-4,94
0,46
0,36
1,17-2,31
0,28
0,14
0,13-1,84
0,44
0,33
0,17-3,12
0,46
0,29
0,20-1,76
0,52
0,46
0,19-3,44
0,55
0,28
0,19-3,55
0,42
0,26
0,15-2,37
0,37
0,21
0,15-1,54
0,46
0,29
0,17-2,72
0,48
0,30
0,15-2,73
0,48
0,26
0,22-4,75
0,48
0,49
0,14-4,03
0,47
0,29
0,17-2,72
0,33
0,23
0,15-2,17
0,34
0,23
0,16-2,47
0,41
0,23
0,16-3,11
0,51
0,23
0,18-3,63
0,31
0,21
0,18-0,45
0,37
0,33
0,26-1,53
0,29
0,27
0,16-0,38
0,64
0,18
0,16-4,45
0,49
0,18
0,15-3,41
0,26
0,18
0,11-1,22
0,43
0,26
0,18-3,44
0,40
0,32
0,17-2,16
0,38
0,17
0,16-1,48
0,39
0,36
0,15-1,48
0,52
0,13
0,12-3,27
0,71
0,56
0,26-4,77
0,73
0,49
0,18-4,96
Varian
0,07
0,09
0,03
0,26
0,16
0,22
0,10
0,05
0,19
0,10
0,08
0,22
0,10
0,04
0,10
0,13
0,21
0,10
0,11
0,04
0,09
0,18
0,17
0,01
0,01
0,00
0,45
0,15
0,02
0,09
0,05
0,04
0,04
0,26
0,30
0,46
64
Lampira 3 (Lanjutan)
Tahun
2009
2010
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Kandungan Klorofil (mg/m³)
Rata-rata Dominan Kisaran
0,39
0,27
0,19-4,78
0,44
0,27
0,17-4,12
0,40
0,26
0,15-3,28
0,41
0,29
0,14-3,10
0,50
0,30
0,21-3,69
0,35
0,24
0,17-1,94
0,47
0,28
0,16-3,86
0,27
0,13
0,11-2,12
0,35
0,28
0,10-1,11
0,32
0,24
0,13-1,67
0,53
0,24
0,16-4,15
0,56
0,25
0,19-3,34
0,40
0,30
0,21-2,13
0,63
0,28
0,20-4,96
0,40
0,24
0,11-3,75
0,53
0,35
0,17-2,87
0,45
0,15
0,18-4,43
0,40
0,29
0,17-3,05
0,36
0,27
0,14-3,42
0,42
0,29
0,13-3,74
0,43
0,17
0,12-1,56
0,58
0,55
0,12-2,36
0,66
0,24
0,14-3,06
0,83
0,15
0,14-5,57
Varian
0,08
0,04
0,11
0,13
0,19
0,04
0,18
0,03
0,03
0,03
0,34
0,23
0,06
0,44
0,15
0,17
0,21
0,09
0,08
0,15
0,10
0,12
0,27
0,69
Lampiran 4 Perhitungan nilai CPUEstd ikan teri pada tahun 2006-2010
Musim
Bulan
Barat
Desember
Januari
Februari
Catch ikan teri (ton)
2006
2007
2008
2009
2010
PI
BA
PI
BA
PI
BA
PI
BA
PI
BA
97,12 244,50 98,80 274,55 146,41 219,34 177,36 335,70 94,64 185,10
99,77 288,80 103,19 321,20 152,15 330,60 193,65 388,75 86,5 180,00
103,84 234,02 115,53 227,08 147,23 327,93 185,51 383,06 84,88 176,10
Maret
April
Mei
92,33
95,21
85,72
203,40 100,30 192,60 141,11 325,27 161,74 377,69 80,42 179,00
177,88 98,95 171,86 132,61 274,20 186,7 396,20 76,96 167,40
153,60 96,54 206,60 128,21 273,70 156,87 378,70 77,67 166,10
Juni
Juli
Agustus
94,91
93,06
90,15
174,00 97,66 178,80 106,88 271,90 186,53 351,60 79,57 164,20
176,50 98,78 221,30 115,86 300,17 155,65 330,90 87,54 180,14
222,10 102,57 196,90 125,15 293,97 152,59 325,72 86,98 184,20
September
Oktober
November
93,76
94,71
97,52
162,90
156,40
247,80
Jumlah
BaratTimur
Jumlah
Timur
Jumlah
TimurBarat
Jumlah
Keterangan:
PI
= Pukat Tarik Ikan
BA
= Bagan Apung
99,67
95,72
95,79
193,70 132,22 291,26 151,56 320,28 88,18 198,06
194,84 121,11 219,90 143,77 345,84 84,87 182,20
202,87 125,26 216,56 154,87 329,96 81,89 183,80
Rata-rata
187,35
214,46
198,52
200,11
185,39
177,80
172,37
178,52
170,61
175,99
178,03
174,88
173,16
163,94
173,63
170,24
65
Lampiran 4 (lanjutan)
Musim
Barat
Desember
Januari
Februari
2006
PI
BA
456
1536
570
1440
760
1728
Effort ikan teri (hari)
2007
2008
2009
PI
BA
PI
BA
PI
BA
450
1184
230
1664
260
1664
390
1110
270
1560
300
1872
540
1332
370
1872
380
2080
2010
PI
BA
250
1560
250
1872
380
2080
Maret
April
Mei
874
798
684
1728
1920
2208
600
660
570
1332
1480
1702
450
390
440
1872
2080
2392
460
420
460
2080
2392
2496
450
420
460
1768
2184
2496
Juni
Juli
Agustus
760
722
722
2016
1920
1728
690
630
690
1554
1480
1332
410
430
350
2184
2080
1872
420
440
360
2184
2080
1872
420
440
360
2288
2184
2080
September
Oktober
November
570
684
570
1920
2112
1920
510
420
540
1480
1628
1480
380
280
350
2080
2288
2080
400
300
360
2080
2184
2496
410
310
340
2912
2184
2080
Bulan
Jumlah
Barat-Timur
Jumlah
Timur
Jumlah
Timur-Barat
Jumlah
Keterangan:
PI
= Pukat Tarik Ikan
BA
= Bagan Apung
Rata-rata
925,40
963,40
1152,20
1013,67
1161,40
1274,40
1390,80
1275,53
1292,60
1240,60
1136,60
1223,27
1274,20
1239,00
1221,60
1244,93
66
67
Lampiran 4 (lanjutan)
Tahun 2006
Bagan apung
CPUE FPI F std
Januari
0,20
1,15 1649,95
Februari
0,14
0,99 1712,78
Maret
0,12
1,11 1925,39
April
0,09
0,78 1490,90
Mei
0,07
0,56 1225,65
Juni
0,09
0,69 1393,32
Juli
0,09
0,71 1369,36
Agustus
0,13
1,03 1778,77
September 0,08
0,52
990,33
Oktober
0,07
0,53 1129,53
November 0,13
0,75 1448,38
Desember
0,16
0,75 1147,98
Bulan
Pukat tarik ikan
CPUE FPI
F std
0,18
1
570
0,14
1
760
0,11
1
874
0,12
1
798
0,13
1
684
0,12
1
760
0,13
1
722
0,12
1
722
0,16
1
570
0,14
1
684
0,17
1
570
0,21
1
456
CPUEstd
0,18
0,14
0,11
0,12
0,13
0,12
0,13
0,12
0,16
0,14
0,17
0,21
Tahun 2007
Bagan apung
CPUE FPI F std
Januari
0,29
1,09 1213,95
Februari
0,17
0,80 1061,40
Maret
0,14
0,86 1152,14
April
0,12
0,77 1146,31
Mei
0,12
0,72 1219,83
Juni
0,12
0,81 1263,28
Juli
0,15
0,95 1411,41
Agustus
0,15
0,99 1324,57
September 0,13
0,67
991,14
Oktober
0,12
0,53
854,92
November 0,14
0,77 1143,65
Desember
0,23
1,06 1250,48
Bulan
Pukat tarik ikan
CPUE FPI
F std
0,26
1
390
0,21
1
540
0,17
1
600
0,15
1
660
0,17
1
570
0,14
1
690
0,16
1
630
0,15
1
690
0,20
1
510
0,23
1
420
0,18
1
540
0,22
1
450
CPUEstd
0,26
0,21
0,17
0,15
0,17
0,14
0,16
0,15
0,20
0,23
0,18
0,22
68
Lampiran 4 (lanjutan)
Tahun 2008
Bagan apung
CPUE FPI F std
Januari
0,21
0,38
586,67
Februari
0,18
0,44
824,11
Maret
0,17
0,55 1037,29
April
0,13
0,39
806,41
Mei
0,11
0,39
939,30
Juni
0,12
0,48 1043,03
Juli
0,14
0,54 1114,04
Agustus
0,16
0,44
822,13
September 0,14
0,40
837,08
Oktober
0,10
0,22
508,40
November 0,10
0,29
605,11
Desember
0,13
0,21
344,57
Bulan
Pukat tarik ikan
CPUE FPI F std
0,56
1
270
0,40
1
370
0,31
1
450
0,34
1
390
0,29
1
440
0,26
1
410
0,27
1
430
0,36
1
350
0,35
1
380
0,43
1
280
0,36
1
350
0,64
1
230
CPUEstd
0,56
0,40
0,31
0,34
0,29
0,26
0,27
0,36
0,35
0,43
0,36
0,64
Tahun 2009
Bagan apung
CPUE FPI F std
Januari
0,21
0,32
602,25
Februari
0,18
0,38
784,66
Maret
0,18
0,52 1074,18
April
0,17
0,37
891,29
Mei
0,15
0,44 1110,49
Juni
0,16
0,36
791,68
Juli
0,16
0,45
935,41
Agustus
0,17
0,41
768,46
September 0,15
0,41
845,29
Oktober
0,16
0,33
721,65
November 0,13
0,31
767,00
Desember
0,20
0,30
492,12
Bulan
Pukat tarik ikan
CPUE FPI
F std
0,65
1
300
0,49
1
380
0,35
1
460
0,44
1
420
0,34
1
460
0,44
1
420
0,35
1
440
0,42
1
360
0,38
1
400
0,48
1
300
0,43
1
360
0,68
1
260
CPUEstd
0,65
0,49
0,35
0,44
0,34
0,44
0,35
0,42
0,38
0,48
0,43
0,68
69
Lampiran 4 (lanjutan)
Tahun 2010
Bagan apung
CPUE FPI F std
Januari
0,10
0,28
520,23
Februari
0,08
0,38
788,38
Maret
0,10
0,57 1001,62
April
0,08
0,42
913,57
Mei
0,07
0,39
983,73
Juni
0,07
0,38
866,71
Juli
0,08
0,41
905,43
Agustus
0,09
0,37
762,38
September 0,07
0,32
920,90
Oktober
0,08
0,30
665,51
November 0,09
0,37
763,12
Desember
0,12
0,31
488,96
Bulan
Pukat tarik ikan
CPUE FPI
F std
0,35
1
250
0,22
1
380
0,18
1
450
0,18
1
420
0,17
1
460
0,19
1
420
0,20
1
440
0,24
1
360
0,22
1
410
0,27
1
310
0,24
1
340
0,38
1
250
CPUEstd
0,35
0,22
0,18
0,18
0,17
0,19
0,20
0,24
0,22
0,27
0,24
0,38
70
Lampiran 5 Penentuan nilai IMP dengan menggunakan metode rata-rata bergerak
Tahun
2006
2007
2008
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Indeks
waktu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
CPUE
Standar
0,35
0,27
0,21
0,24
0,25
0,25
0,26
0,25
0,33
0,28
0,34
0,43
0,53
0,43
0,33
0,30
0,34
0,28
0,31
0,30
0,39
0,46
0,35
0,44
1,13
0,80
0,63
0,68
0,58
0,52
0,54
0,72
0,70
0,87
0,72
1,27
P
Q
R
0,29
0,30
0,32
0,33
0,33
0,34
0,34
0,35
0,35
0,35
0,37
0,37
0,37
0,42
0,45
0,48
0,51
0,53
0,55
0,57
0,60
0,63
0,66
0,69
0,76
0,78
0,79
0,80
0,81
0,82
0,33
0,36
0,38
0,40
0,42
0,43
0,45
0,46
0,48
0,49
0,52
0,53
0,57
0,60
0,62
0,64
0,66
0,68
0,70
0,72
0,74
0,76
0,78
0,80
0,84
0,82
0,80
0,79
0,78
0,77
0,90
0,82
1,04
0,85
1,03
1,26
1,55
1,24
0,96
0,84
0,92
0,76
0,84
0,70
0,86
0,96
0,70
0,83
2,05
1,40
1,04
1,08
0,88
0,75
0,71
0,92
0,88
1,09
0,88
1,55
71
Lampiran 5 (lanjutan)
Tahun
2009
2010
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Indeks
waktu
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
CPUE
Standar
1,29
0,98
0,70
0,89
0,68
0,89
0,71
0,85
0,76
0,96
0,86
1,36
0,69
0,45
0,36
0,37
0,34
0,38
0,40
0,48
0,43
0,55
0,48
0,76
P
0,85
0,87
0,88
0,88
0,89
0,90
0,91
0,86
0,82
0,79
0,74
0,72
0,67
0,65
0,62
0,59
0,56
0,52
0,47
Q
0,76
0,76
0,75
0,74
0,72
0,71
0,69
0,67
0,65
0,65
96,23
96,29
96,32
96,33
96,34
96,35
96,34
96,33
96,31
R
1,51
1,13
0,80
1,01
0,77
0,98
0,78
0,99
0,93
1,22
1,16
1,91
1,03
0,69
0,58
0,62
0,61
0,72
0,84
72
Lampiran 6 Kandungan klorofil-a dan kategori DPI di setiap posisi penangkapan
Musim
Barat-Timur
Barat
Timur
Posisi DPI
Latitude
Longitude
1˚40,456'
98˚40,312'
1˚47,993'
98˚47,378'
1˚43,044'
98˚27,769'
1˚47,474'
98˚25,584'
1˚30,952'
98˚40,147'
1˚35,062'
98˚40,367'
1˚43,980'
98˚48,575'
1˚47,984'
98˚26,572'
1˚48,347'
98˚46,578'
1˚43,247'
98˚50,147'
1˚40,456'
98˚40,312'
1˚47,993'
98˚47,378'
1˚43,044'
98˚27,769'
1˚47,474'
98˚25,584'
1˚30,952'
98˚40,147'
1˚35,062'
98˚40,367'
1˚43,980'
98˚48,575'
1˚47,984'
98˚26,572'
1˚48,347'
98˚46,578'
1˚43,247'
98˚50,147'
1˚40,456'
98˚40,312'
1˚47,993'
98˚47,378'
1˚43,044'
98˚27,769'
1˚47,474'
98˚25,584'
1˚30,952'
98˚40,147'
1˚35,062'
98˚40,367'
1˚43,980'
98˚48,575'
1˚47,984'
98˚26,572'
1˚48,347'
98˚46,578'
1˚43,247'
98˚50,147'
Kandungan klorofil-a
Kategori
DPI
0,31
0,57
0,30
0,34
0,30
0,32
0,39
0,35
0,38
0,41
0,30
0,35
0,29
0,30
0,27
0,28
0,32
0,30
0,34
0,32
0,26
0,25
0,26
0,30
0,30
0,30
0,31
0,30
0,25
0,31
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
73
Lampiran 6 (lanjutan)
Timur-Barat
Musim
Posisi DPI
Latitude
Longitude
1˚40,456'
98˚40,312'
1˚47,993'
98˚47,378'
1˚43,044'
98˚27,769'
1˚47,474'
98˚25,584'
1˚30,952'
98˚40,147'
1˚35,062'
98˚40,367'
1˚43,980'
98˚48,575'
1˚47,984'
98˚26,572'
1˚48,347'
98˚46,578'
1˚43,247'
98˚50,147'
Kandungan klorofil-a
Kategori
DPI
0,34
0,33
0,36
0,39
0,37
0,31
0,34
0,37
0,39
0,39
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Potensial
Download