ANALISIS MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus spp.) BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL- A DI PERAIRAN SIBOLGA, SUMATERA UTARA CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, 27 April 2012 Christin Novaria Surbakti C44080017 ABSTRAK CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan MUSTARUDDIN. Perairan Sibolga cukup strategis sebagai setral produksi perikanan di Sumatera Utara. Pada tahun 2010 hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan 16,70% dari jumlah total hasil tangkapan. Jumlah produktivitas primer di perairan dapat diperkirakan dengan konsentrasi klorofil-a. Klorofil- a adalah salah satu pigmen yang paling dominan di fitoplankton dan berperan dalam fotosintesis. Pengetahuan tentang penyebaran daerah dan musim penangkapan ikan merupakan faktor penting dalam kegiatan penangkapan. Penelitian bertujuan untuk menentukan sebaran klorofil-a di perairan Sibolga, menentukan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga, menganalisis pengaruh klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan teri, dan menentukan daerah penangkapan yang potensial untuk ikan teri di perairan Sibolga. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyebaran kandungan klorofil-a di perairan Sibolga pada tahun 20062010 berkisar 0,26-0,83 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3 . Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada musim peralihan timur-barat (September-November), yaitu 0,48 mg/m3 . Puncak musim penangkapan ikan teri di perairan Sibolga terdapat pada musim barat (Desember-Februari) dengan indeks musim penangkapan (IMP) sebesar 134,56 %. Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri pada time lag 23 hari. Daerah penangkapan ikan teri yang menjadi tempat pengoperasian bagan apung dan pukat tarik ikan di perairan Sibolga termasuk daerah pe nangkapan yang potensial. Kata kunci: klorofil-a, pola musim, Sibolga, teri ABSTRACT CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI, C44080017. Season and Regional Analysis of Anchovies Fishing (Stolephorus spp.) based on the Content of Chlorophyll-a in the Sibolga Waters, North Sumatra. Supervised by DOMU SIMBOLON and MUSTARUDDIN. Sibolga’s waters is an area which quite strategic as a central fishery production in North Sumatra. In 2010 production of fish catches landed 16,70% of total catches production. The number of primary productivity in the waters can be estimated by chlorophyll-a concentrations. Chlorophyll-a is one of the most dominant pigment in phytoplankton and play a role in photosynthesis. Knowledge about dissemination of area and fishing season are important factors in fishing activities. The study aims to determine the distribution of chlorophyll-a in the waters of Sibolga, determine the system of anchovy fishing season (Stolephorus spp.) in the waters of Sibolga, analyzing the influence o f chlorophyll-a towards the anchovies catch production, and determine the potential area for catching ancho vies in the waters of Sibolga . Research method which is used is survey method. The analysis result showed that the distribution of the content of chlorophyll- a in the waters of Sibolga in 2006-2010 ranged 0,26-0,68 mg/m3 with an average value of 0,45 mg/m3 . Chlorophyll-a concentration was highest in the east-west transition season (September-November), which is 0,48 mg/m3 . Peak of anchovy fishing season in the waters of Sibolga can be found in the west season (DecemberFebruary) with the Fishing Season Index (FSI) at 134,56%. The content of chlorophyll-a in the waters of Sibolga effect on the number of anchovies catches on the 23 day time lag. Anchovy fishing area is a floating point operation of the chart and drag seine fishing in the waters of Sibolga including potential fishing area. Key words: anchovies, chlorophyll-a, season system, Sibolga © Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menca ntumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB. ANALISIS MUSIM DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TERI (Stolephorus spp.) BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL- A DI PERAIRAN SIBOLGA, SUMATERA UTARA CHRISTIN NOVARIA SURBAKTI Skripsi sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 Judul Skripsi : Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara Nama : Christin Novaria Surbakti NRP : C44080017 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui: Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si NIP. 19650704 199002 1 001 Dr. Mustaruddin, S.TP NIP.19750205 200701 1 002 Diketahui, Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP. 19621223 198703 1 001 Tanggal lulus: 28 Mei 2012 PRAKATA Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan di Perairan Sibolga pada bulan Agustus 2011 ini adalah Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara. Penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan perikanan yang efektif dan efisien. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si dan Dr. Mustaruddin, S.TP, atas bimbingan, pengarahan selama proses pra penelitian, penelitian, dan penyusunan skripsi; 2) Dr. Ir. Ronny Wahju, M.Phil sebagai penguji tamu dan Vita Rumanti Kurniawati, S.Pi, M.T sebagai komisi pendidikan. 3) Dinas Perikanan dan Peternakan Sibolga, Sumatera Utara; 4) Bapak, Mamak, Adikku dan semua keluarga besar atas dukungan serta kasih sayang, motivasi, bantuan serta doanya hingga saat ini; 5) Beasiswa BUMN yang telah memberi biaya penelitian dan biaya hidup selama 4 semester terakhir. 6) Pak Julius P. Haloho, Pak Lucien dan Kak Irnawati Sinaga atas bantuannya selama berada di Sibolga; 7) Nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan di Sibolga; 8) Keluarga PSP 45, Imelda, Okta, Lina, Yasinta, Ida, Sihol, Ana, Ema, Izza, anggota kapal “troll line’’ dan teman-temanku yang lainnya yang tidak disebutkan satu per satu atas dukungan dan motivasi yang diberikan; 9) Teman-teman sekosan Nia dan Dewi atas motivasi dan doanya; 10) Bang Leo PSP 44 dan Bang Ega ITK 44 atas bantuannya; dan 11) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, 28 Mei 2012 Christin Novaria Surbakti RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan dari pasangan Bapak Cikepen Surbakti dan Ibu Alenta br Sembiring pada tanggal 20 November 1990 di Kabanjahe, Kab. Karo. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus dari SMA Masehi GBKP Berastagi pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di IPB melalui jalur masuk USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor. Selama menjalankan masa perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) sebagai Ketua Departemen Keseketariatan pada tahun 2010-2011. Penulis juga aktif sebagai Asisten Mata Kuliah Daerah Penangkapan Ikan pada tahun 2010-2012. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus spp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara” untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian akhir sarjana pada tanggal 28 Mei 2012. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 3 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4 2.1 Perikanan Teri ............................................................................................. 4 2.1.1 Identifikasi dan habitat penyebaran ikan teri .................................... 2.1.2 Tingkah laku ikan teri ........................................................................ 2.1.3 Makanan ............................................................................................. 2.1.4 Reproduksi ikan teri ........................................................................... 2.1.5 Produksi ikan Teri .............................................................................. 4 5 6 6 7 2.2 Produktivitas Primer dan Klorofil-a ............................................................ 7 2.3 Pola Musim Penangkapan ........................................................................... 10 2.4 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) ......................................................... 11 3 METODOLOGI ................................................................................................ 14 3.1 Tempat dan Waktu ...................................................................................... 14 3.2 Peralatan ...................................................................................................... 14 3.3 Jenis dan Sumber Data…………………………………………………… 14 3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 15 3.5 Analisis Data ............................................................................................... 15 3.5.1 Konsentrasi klorofil-a ........................................................................ 15 3.5.2 Pola musim penangkapan................................................................... 16 3.5.3 Hubungan hasil tangkapan dengan klorofil-a .................................... 18 3.5.4 Penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial ......................... 18 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................. 20 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga ............................ 20 4.2 Kondisi Perikanan Tangkap di Sibolga ....................................................... 21 4.2.1 Sumberdaya manusia (SDM) nelayan................................................ 21 4.2.2 Armada penangkapan ......................................................................... 22 i 4.2.3 Perkembangan jenis alat tangkap ....................................................... 24 4.3 Potensi Sumberdaya Ikan Teri di Sibolga................................................... 25 4.4 Unit Penangkapan Ikan Teri di Sibolga ...................................................... 26 4.4.1 Bagan apung ....................................................................................... 26 4.4.2 Pukat tarik ikan .................................................................................. 27 4.5 Metode Pengoperasian ................................................................................ 28 4.5.1 Metode pengoperasian bagan apung .................................................. 28 4.5.2 Metode pengoperasian pukat tarik ikan ............................................. 28 5 HASIL ............................................................................................................... 29 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga ................................................. 29 5.2 Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Teri.......................................................... 35 5.3 Dinamika Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri ...................................... 36 5.4 Pola Musim Penangkapan ........................................................................... 38 5.5 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a ...................... 39 5.6 Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Potensial ......................................... 41 6 PEMBAHASAN ............................................................................................... 43 6.1 Penyebaran Klofofil-a ................................................................................. 43 6.2 Hasil Tangkapan Ikan Teri.......................................................................... 46 6.3 Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri ....................................................... 47 6.4 Pola Musim Penangkapan Ikan Teri .......................................................... 48 6.5 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a ...................... 49 6.6 Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Teri ............................................... 51 7 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 53 7.1 Kesimpulan ................................................................................................. 53 7.2 Saran............................................................................................................ 53 8 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55 LAMPIRAN.......................................................................................................... 58 ii DAFTAR TABEL Halaman 1 Spektrum gelombang elektromagnetik dalam penginderaan jauh ................. 13 2 Pengklasifikasian konsentrasi klorofil-a ........................................................ 19 3 Kemiringan lereng berdasarkan kawasan di Sibolga ..................................... 20 4 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang ada di kota Sibolga tahun 2006-2010.......................................................................................................21 5 Jumlah dan jenis armada penangkapan ikan yang ada di kota Sibolga tercatat mulai tahun 2006-2010 ..................................................................... 22 6 Fasilitas yang terdapat di PPN Sibolga .......................................................... 24 7 Perkembangan jenis alat tangkap ikan di Sibolga.......................................... 25 8 Produksi ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010 ....................... 25 9 Nilai time lag ikan.......................................................................................... 50 iii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tatanan morfologi Stolephorus...................................................................... 4 2 Rantai makanan di laut................................................................................... 9 3 Sistem kerja penginderaan jauh ..................................................................... 12 4 Fluktuasi rata-rata konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006-2010 .................. 30 5 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim barat .......................................... 31 6 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan barat-timur ................ 32 7 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim timur ......................................... 34 8 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan timur-barat ................ 35 9 Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2010........................................... 36 10 Jumlah unit penangkapan ikan teri tahun 2006-2010 di peraira Sibolga ....... 37 11 Upaya penangkapan ikan teri bulanan pada tahun 2006-2010 ...................... 37 12 Nilai CPUE (ton/hari) ikan teri pada tahun 2006-2010 ................................. 38 13 Grafik IMP tahun 2006-2010 ......................................................................... 39 14 Hubungan antara CPUE dan konsentrasi klorofil-a ....................................... 40 15 Grafik korelasi silang antara hasil tangkapan dengan klorofil- a ................... 41 16 Posisi daerah penangkapan. ........................................................................... 42 17 Rantai makanan di perairan modifikasi dari Girsang (2008) ......................... 51 iv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta daerah penelitian ...................................................................................... 59 2 Tahap pengolahan citra klorofil-a .................................................................... 60 3 Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga........................................................ 63 4 Perhitungan nilai CPUEstd ikan teri pada tahun 2006-2010 ........................... 62 5 Penentuan nilai IMP dengan menggunakan metode rata-rata bergerak........... 70 6 Kandungan klorofil-a dan kategori DPI di setiap posisi penangkapan ............ 72 v 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Sibolga cukup strategis sebagai sentra produksi perikanan di Sumatera Utara. Perairan Sibolga memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar karena perairan tersebut memiliki banyak jenis ikan seperti kembung perempuan (Rastrellinger brachysoma), kembung lelaki (Rastrellinger kanagurta), parang-parang (Chirocentrus dorab), beloso (Saurida rumbii), layang (Decapterus spp), biji nangka (Upeneus sulphurcus), belado kuning (Atule male), bentong/buncilak (Alepes djeddaba), selar (Selar crumenopthalmus), baledang, sotong, dan ikan teri (Stolephorus spp.). Data laporan tahunan Dinas Perikanan Sibolga menyatakan pada tahun 2010 hasil tangkapan yang didaratkan sebesar 52.694,34 ton. Jumlah penduduk Sibolga pada tahun 2010 sebesar 96.034 orang, 6,9% mata pencaharian masyarakat kota Sibolga adalah sebagai nelayan yaitu sebanyak 6.621 orang. Ikan teri merupakan ikan ekonomis tinggi dan setiap penangkapan jumlah yang diperoleh cukup banyak dan bersifat pelagis. Mengkonsumsi ikan teri cukup baik karena mengandung kalsium terbaik untuk mencegah osteoporosis. Permintaan akan ikan teri cukup besar karena masyarakat banyak yang suka dari kalangan yang tinggi sampai kalangan terendah dan harganya yang relatif stabil. Ikan teri yang umumnya berkelompok (schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, selain itu juga memiliki kepekaan terhadap gerakan yang berasal dari luar dan ikan teri merupakan salah satu ikan pelagis kecil (Hutomo et al. 1987). Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri adalah jaring pantai, pukat kantong dan bagan. Penggunaan alat tangkap ini tergantung pada iklim, letak geografi dan topografi perairan. Di Palabuhanratu, Belawan, dan Kabupaten Tuban nelayan melakukan penangkapan ikan teri dengan bagan yang mengunakan alat bantu lampu karena ikan teri merupakan fototaksis positif. Bagan apung dan pukat tarik ikan adalah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Sibolga untuk menangkap ikan teri. 2 Makanan ikan teri adalah krustasea dan plankton-plankton yang ada di perairan. Sebaran daerah penangkapan ikan sangat berhubungan dengan sebaran klorofil-a sebagai indikasi kandungan produktivitas primer. Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa anorganik (Nybakken 1992). Melimpahnya produktivitas primer di perairan akan menarik perhatian ikan untuk mencari makan. Jumlah produktivitas primer di perairan dapat diperkirakan dengan konsentrasi klorofil-a. Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang paling dominan di fitoplankton dan berperan dalam fotosintesis. Cahaya matahari merupakan salah satu faktor fisika yang memegang peranan penting dalam perubahan produktivitas perairan. Pigmen klorofil menyerap energi cahaya matahari yang digunakan dalam proses fotosintesis. Distribusi klorofil-a dapat dideteksi dengan menggunakan satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM) dengan sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) (Girsang 2008). Teknologi penginderaan jauh (Remote Sensing) digunakan untuk membantu mendeteksi kondisi lingkungan laut seperti klorofil-a, suhu permukaan laut dan parameter-paremeter oseanografi dan biologi untuk mengetahui keadaan perairan sebenarnya. Kandungan klorofil-a dapat menentukan daerah penangkapan ikan di suatu perairan sehingga membantu nelayan, karena dengan metode ini nelayan dapat mengetahui daerah operasi penangkapan ikan lebih efektif dan efisien. Sebelum nelayan mengetahui pengideraan jauh, nelayan tradisional menentukan daerah penangkapan ikan dengan pengalaman mereka melaut atau tradisi dari nenek moyang mereka secara turun-temurun. Dari pengalaman nelayan dapat menentukan daerah penangkapan de ngan melihat keberadaan burung dan adanya buih serta riak kecil. Setelah mengetahui daerah penangkapan ikan maka akan mudah melakukan penangkapan. Namun demikian, cara tersebut kurang efektif dan efisien karena tingkat ketidakpastiannya cukup tinggi. Pengetahuan tentang penyebaran daerah dan musim penangkapan ikan merupakan faktor penting dalam kegiatan penangkapan ikan, termasuk perikanan teri. Informasi mengenai daerah penangkapan dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga. Pola musim dapat digunakan menentukan waktu yang tepat untuk 3 melakukan penangkapan ikan. Daerah dan musim penangkapan ikan teri umumnya bervariasi, tergantung pada faktor internal dan eksternal. internal seperti tingkah laku ikan. Faktor Faktor eksternal meliputi kondisi perairan seperti suhu, salinitas, kandungan klorofil-a dan faktor lainnya. Penelitian dilakukan untuk memahami hubungan antara sebaran klorofil-a dengan hasil tangkapan ikan teri, yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan teri dan musim penangkapan. Sehubungan dengan penentuan daerah penangkapan berdasarkan kandungan klorofil-a, nelayan diharapkan dapat lebih mudah menentukan daerah penangkapan dengan menggunakan teknologi yang sedang berkembang. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk : 1) Menentukan sebaran klorofil-a di perairan Sibolga; 2) Menentukan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga; 3) Menganalisis pengaruh klorofil-a terhadap hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.); dan 4) Menentukan daerah penangkapan yang potensial untuk ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi p ihak yang terkait seperti mahasiswa, nelayan dan pihak pemerintah dalam penentua n daerah penangkapan ikan teri. Bagi mahasiswa penelitian bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan terkait dengan daerah penangkapan ikan. Bagi nelayan adalah optimalisasi dalam operasi penangkapan ikan seperti hemat bia ya, waktu dan tenaga. Pihak pengelola perikanan perairan Sibolga dapat menggunakannnya untuk mengatur atau menentukan kebijakan pola penangkapan ikan khususnya ikan teri di perairan Sibolga. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Teri 2.1.1 Identifikasi dan habitat penyebaran ikan teri Klasifikasi lengkap mengenai ikan teri menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Subfilum: Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Clupeidae Subfamili : Engraulidae Genus :Stolephorus Spesies: Stolephorus spp. Sumber: Hutomo et al. (1987) Gambar 1 Tatanan morfologi Stolephorus Ikan teri (Stolephorus spp.) bersifat pelagik dan memenuhi perairan pesisir dan estuary (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987), tetapi ikan teri dapat hidup pada kisaran suhu 26-290 C. Teri pada umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, tetapi ada pula yang berukuran besar misalnya Stolephorus 5 commersoni, dan S. indicu yang berukuran mencapai panjang 17,5 cm (Nontji 1993). Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa teri termasuk ke dalam golongan ikan omnivora yang memiliki ciri anatomi yaitu gigi runcing pada gigi taringnya yang berfungsi untuk memangsa makanan, memiliki lambung, panjang usus sama atau lebih pendek dari panjang badannya. Menurut Subani (1982) dalam Priyanto (2001) terdapat 20 jenis ikan teri di Perairan Indo Pasifik. Nama- nama jenis serta wilayah sebarannya adalah 1) Jenis yang tidak terdapat di Samudra Pasifik, yaitu Stolephorus andhraensis, S. chinensis, S. dubiosus, S. holodon; 2) Jenis yang terdapat hanya di Samudra Pasifik, yaitu Stolephorus oligobranchus, S. purpureus, S. branchycephalus, S. pasificus, S. ronguilloi, S. tysoni, S. waitei; dan 3) Jenis yang mempunyai sebaran luas, baik di Samudra Pasifik. Tampak adanya kemungkinan arah migrasi ikan teri menuju utara. Berdasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi sehingga ikan teri melakukan penyebaran yang dilakukan dipengaruhi oleh perubahan musim pada perairan. Pola musim ikan teri terjadi secara periode setiap tahunnya (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). 2.1.2 Tingkah laku ikan teri Ikan teri memiliki jumlah mencapai ratusan bahkan sampai ribuan ekor dan hidup bergerombol terutama jenis yang berukuran kecil. Jenis ikan teri yang berukuran besar seperti jenis Stolephorus indikus dan Stolephorus commersonii lebih bersifat soliter (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Ikan teri bardasarkan sifatnya yang sering melakukan migrasi, untuk jenis ikan teri yang lebih besar biasanya bersifat soliter dikarenakan adanya asumsi ikan teri yang tertangkap dalam jumlah kecil. Ikan teri yang tertangkap oleh nelayan yang umumnya berkelompok memiliki respon yang positif terhadap cahaya dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa getaran yang berasal dari luar (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). 6 2.1.3 Makanan Stolephorus umumnya terdiri dari organisme pelagis, komposisinya berbeda pada masing- masing spesies. meskipun Jenis-jenis ikan teri yang berukuran besar seperti S. indikus dan S. commersonii memangsa sebagian besar larva ikan bersama dengan Sergestes dan Mysis. Jenis-jenis yang berukuran kecil memangsa krustasea kecil seperti Copepoda, Ostracoda, individu- individu kecil Mysis, Sergestes, dan Euphasia serta larva krustasea tingkat Nauplius dan Zoea (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Isi perut ikan teri didapat larva Bivalvia dan Gastropoda, Anelida, Pteropoda dan Diatomea. Stolephorus tri, Stolephorus baganensis dan Stolephorus insuralis memakan jenis-jenis Sergestes dan Mysis. Organisme lain yang didapatkan yaitu Copepoda dalam frekuensi dan jumlah yang lebih renda h (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Tham 1951 diacu dalam Hutomo et al. 1987 menyatakan bahwa di Selat Singapura terdapat juvenile S. heterolobus sampai ukuran 40 mm terutama memangsa fitoplankton dan copepod dan setelah dewasa mulai memangsa calanoid yang lebih besar seperti Leptochela, polychaets, Mysis, Larva Squilla, Lucifer dan branhyura serta larva decapods yang lain. 2.1.4 Reproduksi ikan teri Tiews et al. 1968 diacu dalam Hutomoet al. 1987, jenis-jenis Stolephorus berkelamin terpisah, ada yang jantan dan betina. Tingkat kematangan gonad Stolephorus secara umum, yaitu: 1) Tingkat I : Remaja (Immature); 2) Tingkat II : Tingkat tenang (Quiet Strage); 3) Tingkat III : Tingakat persiapan; 4) Tingkat IV : Tingkat penggabungan (Fusing Stage); 5) Tingkat V : Tingkat berkembang; 6) Tingkat VI : Dewasa; 7) Tingkat VII : Memijah sebagian; dan 8) Tingkat VIII : Memijah. Puncak-puncak pemijahan Stolephorus ini ternyata bersamaan dengan perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara antara bulan Apr il 7 dan Mei dan sebaliknya antara Desember ke Januari. Puncak-puncak pemijahan yang terjadi pada satu tahun tidak selalu terulang pada tahun-tahun berikutnya (Dalzell dan Wankowski (1980) diacu dalam Hotomo et al. 1987). 2.1.5 Produksi ikan Teri Produksi ikan teri dalam negeri dari tahun 2000 sampai tahun 2005 barvariasi adalah yaitu pada tahun 2000 mencapai 173.944 ton, pada tahun 2001 mencapai 190.182 ton, tahun 2002 mencapai 168.959 ton, tahun 2003 mencapai 161.141 ton, tahun 2004 mencapai 154.811 ton, dan tahun 2005 mencapai 151.926 ton. Ikan teri di Indonesia telah banyak di ekspor ke luar negeri, volume ekspor setiap tahunnya meningkat pada tahun 2001 mencapai 1.980 ton dengan nilai 7.930.000 US$, pada tahun 2005 meningkat tajam menjadi 2.443 ton dengan nilai 16.287.284 ton, dan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 5% menjadi 2.597 ton dengan nilai 16.437.255 US$ (DJPT 2008). Menurut DJPT (2005) produksi ikan teri di Sumatra Utara terjadi penurunan sebesar 1,42% pada tahun 1999-2003. 2.2 Produktivitas Primer dan Klorofil-a Plankton adalah organisme yang hidup melayang ata u mengambang di perairan. Plankton dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara makan, keberadaan/dominasi/sebaran, asal- usul, ukuran, bentuk dan koloni sel, serta alat penangkapan. Pengelompokan plankton yang paling umum didasarkan pada cara makannya. Berdasarkan cara makannya, plankton dapat dikelompokkan ke dalam bakterioplankton, fitoplankton, dan zooplankton (Wardhana 2003). Menurut Wardhana (2003) fitoplankton merupakan tumbuhan planktonik berklorofil yang umumnya terdiri atas Bacillariphyceae, Clorophyceae, Dinophyceae dan Haptophyceae. Selain berklorofil, fitoplankton juga memiliki bahan makanan cadangan yang umumnya berupa pati atau lemak, dinding sel yang tersusun dari selulosa, serta bentuk flagel yang beragam. merupakan kelompok planter yang mempunyai cara makan holozoik. Zooplankton 8 Menurut Odum (1971) fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopis yang hidupnya melayang dalam air dan pergerakannya pasif tergantung pada gerakan air. Fitoplankton memiliki berbagai fungsi yaitu: 1) Sebagai pemosok oksigen utama bagi organisme akuatik; 2) Mengubah zat anorganik menjadi zat organik; 3) Sebagai sumber makanan bagi zooplankton; 4) Menyerap gas- gas beracun seperti NH3 dan H2 S; 5) Sebagai indikator tingkat kesuburan perairan; 6) Sebagai indikator pencemaran, contohnya Skeletonema sp akan melimpah di perairan dengan kadar nutrisi tinggi; dan 7) Sebagai penyedia zat antibiotik seperti penisilin dan streptomisin. Sebaran klorofil-a di laut barvariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari, dan kosentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Fujita (1970) diacu dalam Hatta (2001) mengklasifikasikan alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa pigmennya yaitu tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c dan caratenoid untuk diatom, dinoflagellata dan alga coklat; serta tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru. Levinto (1982) diacu dalam Hatta (2001) menyatakan bahwa fitoplankton berfotosintesis menggunakan klorofil-a, c dan pigmen tambahan seperti protein fucoxanthin dan peridinin yang secara lengkap menggunkan semua cahaya da lam spectrum tampak. Sebaran klorofil-a di laut lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pesisir pantai dan semakin rendah pada lepas pantai. Namun beberapa daerah perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofl-a yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Valiela 1984). Tingkat kesuburan suatu ekosistem perairan dapat digambarkan dengan produktivitas primer. Indikator variabel produktifitas primer perairan adalah jumlah kuantitatif fotosintesis seperti kandungan oksigen (DO), jumlah dan kelimpahan komponen produsen. Kelimpahan komponen produsen akan berpengaruh terhadap keanekaragaman produktivitas perikanan. 9 Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Biasanya produktivitas primer dianggap sebagai pendanaan fotosintesis. Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produksi primer kotor atau produksi total. Jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan tumbuhan untuk respirasi (Nybakken 1992). Produktivitas primer dari suatu ekosistem, komunitas, atau berbagai unit kehidupan yang lain didefinisikan sebagai kecepatan daripada penyimpanan energi radiasi matahari melalui proses fotosintesis dan kemosintesis dari organisme. Lebih lanjut dijelaskan bahwa produktivitas primer dari tumbuhan hijau adalah sebagai jumla h energi yang disimpan per unit waktu per area (Odum 1971). Nontji (1993) mengatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia kira-kira 0,19 mg/m3 dan 0,16 mg/m3 selama musim barat sedangkan 0,24 mg/m3 selama musim timur. Faktor yang dapat meningkatkan konsentrasi klorofil-a di lautan adalah adanya peristiwa upwelling yang salah satu pemicunya adalah sistem angin muson. Hal ini berkaitan dengan daerah asal dimana massa air diperoleh. Rendahnya kosentrasi klorofil-a tersebut disebabkan konsentrasi nutrien lebih rendah akibat upwelling tidak terjadi dalam skala besar. Fitoplankton yang subur umunya terdapat diperairan sekitar muara sungai atau perairan lepas pantai yang mengalami upwelling. Kedua lokasi tersebut terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara kedalam lingkungan. Zat- zat hara yang ada di laut berasal dari daratan yang dialirkan oleh sungai. Pada tipe rantai makanan, produsen utama diawali dengan tumbuhan hijau yang ada di laut, selanjutnya dimakan oleh konsumen pertama hingga konsumen tertinggi. Sumber: Nybakken 1992 Gambar 2 Rantai makanan di laut 10 Produktivitas primer merupakan mata rantai makanan yang memegang peranan penting bagi sumberdaya perairan melalui produktivitas primer, energi akan mengalir dalam ekosistem perairan dimulai dengan fiksasi oleh tumbuhan hijau melalui proses fotosistesis. Peningkatan suplai zat hara dan tersedianya zat hara khususnya nitrogen dan fosfor merupakan faktor kimia perairan yang dapat mempengaruhi produktivitas primer disamping faktor fisik cahaya matahari dan temperatur. Oksigen merupakan komponen penting yang dibutuhkan organisme perairan yang berfungsi sebagai regulator pada proses metabolisme tanaman dan hewan air (Odum 1971). Fotosintesis adalah suatu proses permulaan yang penting dimana organisme dapat membantu atau mensintesa glukosa (karbohidrat) dari ikatan- ikatan anorganik karbondioksida (CO 2 ) dan air (HO 2 ). Hal ini menyangkut serangkaian reaksi- reaksi yang dapat disingkat sebagai reaksi berikut ini (Nybakken 1992): Karbondioksida + Air 6CO2 + 6H2 O Glukosa + Oksigen Matahari Nutrien C6 H12 O6 + 6O2 Hubungan makan- memakan sedemikian rupa sehingga setiap pemangsa memangsa beberapa jenis makanan dan setiap jenis makan dimakan oleh banyak jenis hewan, maka demikian tidak dapat dinyatakan sebagai deretan-deretan mata rantai yang terletak bersebelahan. Jika digambarkan maka jumlah seluruh rantai makanan dalam suatu masyarakat ini dimanakan jejaring makan (food web) (Romimohtarto 2005). 2.3 Pola Musim Penangkapan Pola musim penangkapan digunakan untuk menentukan waktu yang tepat untuk melakukan penangkapan. Menurut Dajan (1985) pola musim penangkapan dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode moving average (ratarata bergerak). Perhitungan pola musim penangkapan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan bulanan. Pengukuran variasi musim dilakukan dengan cara mengisolasi trend, variasi, cycle dan residu dari deret berkala asal. Variasi musim adalah fluktuasifluktuasi sekitar trend yang berulang secara teratur setiap tahun, residu 11 merupakan fluktuasi yang disebabkan oleh faktor-faktor random, trend menggambarkan gerakan deret berkala secara rata-rata dan variasi cycle adalah variasi deret berkala yang meliputi priode setahun lebih, dimana lama dan amplitude cycle tidak pernah sama. Variasi musim murni diperoleh dengan cara merata-ratakan deret berkala yang bebas dari trend dan cycle (Dajan 1985). Dajan (1985) mengatakan bahwa keunggulan menggunakan metode ratarata bergerak yaitu dapat mengisolasi fluktuasi musiman sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan operasi penangkapan dan dapat menghilangkan trend atau kecenderungan yang bisa dijumpai pada metode deret waktu. Metode ini juga memiliki kerugian yaitu tidak dapat menghitung pola musim penangkapan sampai tahun terakhir data. 2.4 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Penginderaan jauh adalah pengambilan atau pengukuran data/informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, objek atau benda yang menggunakan sebuah alat perekam tanpa berhubungan langsung dengan bahan studi. Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi dan sensor. Komponen dalam sistem ini bekerja sama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh objek tersebut. Sutanto (1987) menyebutkan ada empat komponen penting dalam sistem penginderaan jauh, yaitu: 1) Matahari, sebagai sumber energi berupa radiasi elektromagnetik. Matahari merupakan sumber energi radiasi elektronik yang paling penting untuk penginderaan jauh. Semua benda pada suhu di atas nol derajat absolut (00 K atau -2730 C) memancarkan radiasi elektromagnetik secara terus menerus, oleh sebab itu objek di bumi juga merupakan sumber radiasi; 2) Atmosfer, merupakan media lintasan dari energi elektromagnetik; 3) Sensor, yaitu alat mendeteksi radiasi gelombang elektromagnetik dari suatu objek dan mengubahnya kedalam bentuk sinyal yang bisa direkam; dan 4) Target, yaitu objek atau fenomena yang dideteksi oleh sensor. Prinsip kerja dari teknologi penginderaan jauh dapat dilihat pada Gambar 3. 12 Sumber : Sutanto 1994 Gambar 3 Sistem kerja penginderaan jauh Keberhasilan teknik penginderaan jauh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ketelitian dari suatu sensor serta kemampuan menginterpretasikan data secara tepat. Ketelitian sensor terkait dengan rancangan yang tepat dari sensor itu sendiri serta kalibrasi instrumen. Matahari merupakan sumber tenaga alamiah yang utama, yang dipancarkan ke segala arah, sebagian mengarah ke bumi. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatik dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah data. Ada tiga faktor fisika yang mendasari penginderaan jauh (Sutanto 1987) yaitu tenaga untuk penginderaan jauh, tenaga elektromagnetik, spektrum elektromagnetik untuk penginderaan jauh yang meliputi jendela atmosfer dan hambatan atmosfer. Spektrum gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan jauh disajikan dalam Tabel 1. Pendeteksian klorofil-a pada suatu perairan dilakukan dengan pengukuran radiasi warna perairan pada spektrum 433-520 nm dari kanal 2, 3, dan 4 dari sensor SeaWIFS dengan menggunakan sensor satelit SeaStar maka tingkat kandungan klorofil-a dapat diketahui. Pengukuran konsentrasi klorofil-a dengan menggunakan remote sensing dapat dilakukan oleh beberapa satelit yang salah satunya adalah satelit TERRA dengan sensor MODIS. 13 Tabel 1 Spektrum gelombang elektromagnetik dalam penginderaan jauh Spektrum/ saluran Gamma X Ultra Violet (UV) UV Fotografi λ 0,03 nm 0,03 – 3 nm 0,3nmm – 0,4 m 0,3 – 0,4 m Tampak Biru Hijau Merah Infra Merah (IM) IM Pantulan IM Fotografik IM Thermal 0,4 – 0,7 m 0,4 – 0,5 m 0,5 – 0,6 m 0,6 – 0,7 m 0,7 – 1.00 m 0,7 – 3 m 0,7 – 0,9 m 3– 5 m 8- 14 m 0,3 – 300 cm Gelombang Mikro Radar Gelombang Radio 0,3 – 300 cm Keterangan Diserap oleh atmosfer Diserap oleh atmosfer 0,3 m diserap oleh atmosfer Hamburan atmosfer berat sekali, diperlukan lensa kuarsa dan kamera Jendela atmosfer terpisah-pisah oleh saluran absorpsi Jendela atmosfer dalam spektrum ini Gelombang panjang yang mampu menembus awan, citra dapat dibuat dengan pasif dan aktif Penginderaan jauh sistem aktif Tidak digunakan dalam inderaja Sumber : Sutanto 1987 MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) adalah salah satu perangkat utama yang dibawa oleh Earth Observing System (EOS) satelit TERRA, yang merupakan bagian dari program antariksa AS. Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi diantara faktor- faktor ini (Mustafa 2004). Menurut Girsang (2008) MODIS merupakan instrumen kunci pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM). Satelit Terra melintasi bumi dari utara ke selatan pada pukul 10.30 pagi, sedangkan satelit Aqua melintasi bumi dari arah selatan ke arah utara dan melintasi ekuator pada pukul 01.30 siang. Kedua satelit ini dapat meliputi seluruh permukaan bumi dalam waktu satu sampai dua hari. Produk modis untuk perairan termasuk warna perairan, suhu permukaan laut, dan produksi primer perairan. Produk ini dapat digunakan untuk keperluan penelitian sirkulasi lautan, biologi laut, dan kimia laut termaksuk siklus karbon di perairan. 14 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama dilakukan pada bulan Agustus 2011 dengan mengumpulkan data hasil tangkapan, unit penangkapan ikan, operasi penangkapan ikan, kondisi daerah penangkapan ikan dan data produksi triwulan dan tahunan yang berdasarkan dari armada penangkapan ikan teri yang berada di kota Sibolga dengan lokasi penelitian pada Lampiran 1. Tahap kedua dilakukan pada bulan September untuk pengumpulan citra klorofil-a dari satelit dengan cara mendownload dari internet (http://oceancolor.gsfc.nasa.gov). 3.2 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Kamera, digunakan untuk mengambil gambar yang d ibutuhkan pada saat di lapangan; 2) Alat tulis, digunakan untuk mencatat data yang dibutuhkan; 3) Sofware Microsoft Office Excel untuk menghitung CPUE dan nilai kosentrasi klorofil-a; 4) Data sheet, yang digunakan untuk tempat mencatat data yang dibutuhkan; 5) Software Surfer 9.0, digunakan untuk membuat gambar sebaran konsentrasi klorofil-a; 6) Software SeaDas (Seadisp Data Analysis System) dengan sistem operasi Linux Ubuntu 10.04 digunakan untuk membaca nilai kosentrasi klorofil-a; dan 7) Program SPSS yang digunakan untuk menentukan hubungan hasil tangkapan dengan kandungan klorofil-a di perairan Sibolga. 3.3 Jenis dan Sumbe r Data Data yang diambil untuk penentuan musim ikan teri adalah jumlah hasil tangkapan dan upaya penangkapan setiap bulannya selama lima tahun (20062010). Penentuan daerah penangkapan ikan berdasarkan jenis ikan teri yang 15 tertangkap. Data tersebut diperoleh dari pihak dinas perikanan Sibolga dan para nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan teri. 3.4 Metode Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan metode survei. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yang digunakan ukuran (spesies) ikan teri yang ditangkap oleh nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan, pengambilan dilakukan experimental fishing. menggunakan metode survei melalui kegiatan Pengambilan sampel dengan purposive sampling merupakan metode penentuan jumlah nelayan yang akan diwawancarai. Kegiatan wawancara yang dilakukan terhadap nelayan yang berjumlah 30 orang. Data sekunder yang digunakan adalah data sebaran klorofil-a yang diperoleh dengan cara mendownload citra satelit MODIS. Selain itu, data sekunder lain yang diperlukan adalah data produksi bulanan, upaya penangkapan, dan sarana prasarana perikanan teri yang terdapat di perairan Sibolga. 3.5 Analisis Data 3.5.1 Konsentrasi klorofil-a Kosentrasi klorofil-a diketahui dengan mendownload data melalui situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. Data tersebut diolah untuk memperoleh nilai dan gambar sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga. Langkah- langkah yang dilakukan dalam pengolahan citra adalah sebagai berikut: 1) Pembacaan nilai kosentrasi klorofil-a dengan menggunakan program Seadas. Membuka program Seadas dengan pilihan applikasi dan membuka menu pilihan “terminal”, kemudian ketik seadas –em. 2) Seadas main menu muncul, pilih display kemudian masukkan data yang akan diolah. Memasukkan koordinat daerah penelitian pada lang range (N/S) dan long range (W/E). Pilih chlorophyll a concentrationpada select one or many products, kemudian load. Maka keluar band lish selection, klik display maka muncul gambar dari daerah penelitian yang akan diolah. 3) Lakukan pengaturan pada setup dengan pilihan: 16 a) Grid line; berfungsi untuk menampilkan garis koordinat (Longitude dan Latitude). b) Coastline; berfungsi untuk menampilkan garis pantai atau garis terluar dari pulau. c) Landmask; berfungsi untuk memberikan warna daratan pada citra. d) Color bar; berfungsi untuk menampilkan skala warna konsentrasi citra yang telah dipilih. 4) Nilai konsentrasi klorofil-a dapat disimpan dalam bentuk data ASCII dengan memilih functions, output, data dan ASCII (Lampiran 2). 5) Hasil dari ASCII diolah dalam Surfer 9.0. 3.5.2 Pola musim penangkapan Data hasil tangkapan ikan teri dianalisis berdasarkan perbandingan antara berat total hasil tangkapan yang didaratkan di Sibolga dengan jumlah upaya penangkapan ikan pada hari tertentu (CPUE). Secara sistematik nilai CPUE dapat ditulis sebagai berikut: CPUEi = Keterangan : CPUEi = jumlah tangkapan per upaya penangkapan bulan ke- i (ton/ hari); Ci = total hasil tangkapan bulan ke- i (ton); dan fi = total upaya penangkapan bulan ke- i (hari). Menurut Dajan (1985) pola musim penangkapan dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut: 1) Menyusun deret CPUE ni = CPUEi Keterangan: i = 1,2,3,…….60 ni = urutan ke- i 2) Menyusun deret jumlah CPUE selama 12 bulan untuk setiap bulan 17 Keterangan: p = 6,7,8,9…..54 np = urutan ke-p;dan j = urutan ke-j pada deret ke- i 3) Menyusun deret jumlah CPUE selama 24 bulan untuk setiap bulan Keterangan : q = 7,8,9….. 54 nq = urutan ke-q; dan k = urutan ke-k pada deret np. 4) Menyusun deret rata-rata bulanan selama 24 bulan untuk setiap bulan Keterangan : r = 7,8,9,…..54; nr = urutan ke-r; dan i = urutan ke- i pada deret nq 5) Menghitung rasio rata-rata untuk setiap bulan 6) Menyusun nilai rasio rata–rata dengan suatu matrik, kemudian menghitung rata-rata variasi musim dan selanjutnya penangkapan: menghitung indeks musim 18 x 100% 3.5.3 Hubungan hasil tangkapan dengan klorofil-a Hubungan antara konsentrasi klorofil-a dengan jumlah hasil tangkapan ikan teri dapat dilihat dengan membandingkan trend CPUEstd ikan teri selama lima tahun dan konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga. Hubungan hasil tangkapan dengan klorofil-a dianalisis dengan menggunakan SPSS. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari SPSS memiliki kisaran 0 ≤ r ≤ +1 (Sarwono 2006). Semakin tinggi nilai korelasi maka semakin erat hubungan antara dua variabel. Kisaran nilai korelasi adalah 0 = tidak ada korelasi 0 ≤ r < 0,25 = korelasi sangat lemah 0,25 ≤ r <0,5 = korelasi cukup 0,5 ≤ r < 0,75 = korelasi kuat 0,75 ≤ r < 1 = korelasi sangat kuat 1 = korelasi sempurna Jika dari analisis SPSS diperoleh nilai signifikansi < 0,05 maka hubungan hasil tangkapan dengan kandungan klorofil-a berbeda nyata. Apabila nilai signifikansi > 0,05 maka hubungan hasil tangkapan dengan kandungan klorofil-a tidak berbeda nyata. 3.5.4 Penentuan daerah penangkapan ikan yang potensial Penentuan daerah penangkapan ikan potensial didasarkan pada jenis ikan teri yang tertangkap dan sebaran nilai klorofil-a pada daerah penangkapan. Jenis (spesies) diidentifikasi untuk mengetahui spesies ikan teri jika tangkapan didominasi oleh ikan- ikan juvenil (teri nasi) menunjukkan penangkapan yang dilakukan tidak berwawasan lingkungan karena tidak memberi kesempatan bagi ikan untuk bereproduksi. Hal ini berarti daerah penangkapa n ikan tersebut kurang baik. Sebaliknya apabila jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan teri 19 (Stolephorus spp.) yang menjadi tujuan utama berarti daerah penangkapan ikan tersebut baik. Menurut Gower (1972) diacu dalam Widodo (1999) mengelompokkan daerah potensial berdasarkan pada pertimbangan konsentrasi klorofil-a di atas 0,2 mg/m3 menunjukkan bahwa adanya kehidupan fitoplankton sehingga dapat mempertahankan kelangsungan perkembangan perikanan. Klorofil-a di permukaan perairan dikelompokkan dalam tiga kategori (Tabel 2). Tabel 2 Pengklasifikasian konsentrasi klorofil-a Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3 ) Penilaian Kategori DPI < 0,1 Sedikit Kurang potensial 0,1 – 0,2 Sedang Sedikit potensial > 0,2 Banyak Potensial Sumber: Gower 1972 diacu dalam Widodo 1999 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang dari Utara ke Selatan mengikuti garis pantai di sebelah timur terdiri dari gunung dan lautan di barat. Wilayah Sibolga seluas 10,77 km2 atau 1.077 ha yang terdiri dari daratan Sumatera 889,16 ha daratan kepelautan 187,84 ha. Secara geografis kawasan ini terletak diantara 10 44’4564’’N dan 980 46’3164’’E dengan batas-batas wilayah: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah; 2) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah; 3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah; dan 4) Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Iklim di Kota Sibolga cukup panas karena hanya beberapa meter di atas permukaan laut dengan suhu maksimal 32 0 C dan minimum 21,60 C. Kota Sibolga terletak di atas permukaan laut 0-150 m, dan kemiringan lereng lahan bervariasi antara 0-2 persen sampai lebih dari 40 persen (Tabel 3). Tabel 3 Kemiringan lereng berdasarkan kawasan di Sibolga Kemiring an lereng (% ) Kawasan 0-2 Kawasan seluas 3,12 kilo meter persegi atau 29,10 persen meliputi daratan Sumatera seluas 2,17 kilo meter persegi dan kepulauan 0,95 kilo meter persegi 2-15 Lahan seluas 0,91 kilo meter persegi atau 8,49 persen yang meliputi daratan Sumatera seluas 0,73 kilo meter persegi dan kepulauan seluas 0,18 kilo meter persegi 15-40 Lahan seluas 0,31 kilo meter persegi atau 2,89 persen terdiri dari 0,10 kilo meter persegi wilayah daratan Sumatera dan kepulauan 0,21 kilo meter persegi >40 Lahan seluas 6,31 kilo meter persegi atau 59,51 persen terdiri dari lahan di daratan Sumatera seluas 5,90 kilo meter persegi dan kepulauan seluas 0,53 kilo meter persegi Sumber: Pemko Sibolga 2008 21 4.2 Kondisi Perikanan Tangkap di Sibolga 4.2.1 Sumberdaya manusia (SDM) nelayan Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan (Undang-Undang [UU] Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Menurut DJPT 1997, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang lainnya atau tanaman air; 2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air; dan 3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya, atau tanaman air. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah nelayan Sibolga sebanyak 6.621 jiwa, dengan tingkat pendidikan relatif rendah atau rata-rata sekolah dasar (SD). Nelayan tersebut tergabung ke dalam beberapa rumah tanggan perikanan (RTP) sebagaimana pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang ada di kota Sibolga tahun 2006-2010 Jenis RTP Perahu Tampa motor Motor Tempel Armada Perikanan 0 – 10 GT 10 – 30 GT >30 GT Jumlah 2006 20 98 Jumlah RTP 2007 2008 25 11 136 68 2009 53 77 2010 28 156 127 106 116 467 117 112 67 457 71 126 45 372 71 126 45 427 71 126 45 321 Sumber: Dinas Perikanan Sibolga 2011 Kepemilikan unit penangkapan dapat dikelompokan berdasarkan nela yan pemilik dan nelayan buruh. Biaya operasional penangkapan ikan diperoleh dari nelayan pemilik armada penangkapan sedangkan nelayan buruh mendapatkan 22 bagian dari bagi hasil yang telah ditentukan. Selain sebagai nelayan penangkapan ikan, adapun sebagian mata pencaharian masyarakat kota Sibolga adalah sebagai nelayan pengolah ikan sebanyak 125 unit usaha. Unit- unit pengolahan tersebut dapat menampung tenaga kerja sebanyak 625 orang. Pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat nelayan dalam penanganan produksi perikanan masih perlu ditingkatkan agar produk yang dihasilkan nilai dan daya saing yang lebih tinggi (Dinas Perikanan Sibolga 2011). 4.2.2 Armada penangkapan Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan (Undang- undang [UU] Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Kapal penangkapan ikan dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) Perahu tanpa motor (PTM) yaitu perahu yang digerakkan menggunakan tenaga penggerak dayung atau layar dan perahu tersebut berukuran sangat kecil. (2) Perahu motor tempel (PMT) yaitu kapal atau perahu yang digerakkan menggunakan tenaga penggerak mesin atau motor yang dipasang pada saat kapal dioperasikan dan dilepas pada saat selesai dioperasikan. (3) Kapal motor (KM) (Diniah 2008). Tabel 5 Jumlah dan jenis armada penangkapan ikan yang ada di kota Sibolga tercatat mulai tahun 2006-2010 Jenis Armada Perahu Tanpa motor Motor Tempel Armada Perikanan 0 – 10 GT 10 – 30 GT >30 GT Jumlah 2006 27 107 2007 27 136 127 132 215 608 161 125 137 586 Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011 Jumlah (Unit) 2008 2009 11 53 142 151 104 149 122 528 69 149 122 544 2010 28 221 69 149 122 579 23 Jumlah armada penangkapan di Sibolga terjad i penurunan pada tahun 2006-2008. Armada penangkapan dengan perahu tanpa motor mengalami penurunan dikarenakan semakin jauh lokasi daerah penangkapan yang berpotensi sehingga nelayan beralih ke perahu tempel dan perahu motor dan pada tahun 2009-2010 terjadi peningkatan jumlah kapal tanpa motor. Hal ini disebabkan oleh naiknya harga BBM sehingga nelayan kembali ke kapal tanpa motor. Jumlah armada penangkapan ikan pada tahun 2010 adalah 579 unit sebagaimana tercantum pada Tabel 5. Perikanan Sibolga sebagian besar didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga. PPN Sibolga merupakan prasarana perikanan tangkap milik pemerintah yang diberikan bagi semua penduduk khususnya masyarakat yang bergerak di sektor perikanan. Fasilitas yang ada di pelabuhan ini dibagi menjadi tiga jenis fasilitas yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas pendukung (Tabel 6). Prasarana-prasarana pada Tabel 6 dikelola oleh beberapa unit pelaksana teknis (UPT) dan perusahaan umum (Perum) yang memiliki wewenang langsung didalamnya. Unit pelaksanaan teknis (UPT) di pelabuhan memiliki instansi yang terkait seperti UPT pelabuhan perikanan, satuan kerja pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, kesehatan pelabuhan, dan polisi air. PPN Sibolga terdapat Perum seperti Pertamina dengan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Perusahaan umum (Perum) adalah perusahan yang dibangun pemerintah untuk membantu menyediakan kebutuhan masyarakat sekitarnya dan tujuannya bukan komersil atau mendapatkan keuntungan. 24 Tabel 6 Fasilitas yang terdapat di PPN Sibolga Jenis Fasilitas Fasilitas Pokok Kolam pelabuhan Dermaga Turap beton Jalan kompleks Tanah Fasilitas Fungsional Pagar keliling Gedung kantor Gedung pelelangan ikan Balai pertemuan nelayan Gedung pemasaran BBM Tangki BBM Toilet umum Gedung utility Pos jaga Lampu tanda pelabuhan Pagar kolam limbah Gapura pelabuhan Gudang ikan olahan Instalasi air tawar Instalasi listrik Gudang peralatan Lapangan parker Gorong-gorong Drainase Radio SSB Fasilitas Pendukung Rumah staf Mess operator Musholla Sumber : PPN Sibolga 2008 4.2.3 Volume 2,1 ha 247 m 382 m 21.461 m2 12,4 ha 1.824 m2 440 m2 864 m2 150 m2 159 m2 3 unit 150 m2 200 m2 20 m2 3 unit 125 m 1 unit 100 m2 150 m2 82.5 KVA 200 m2 4.500 m2 1 unit 2.575 m 1 unit 7 unit 150 m2 50 m2 Perkembangan jenis alat tangkap Perkembangan jenis alat tangkap ikan selama tahun 2006-2010 di Sibolga adalah sebagaimana tercantum pada Tabel 7. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan angka jumlah alat tangkap, hal ini disebabkan oleh banyaknya armada yang menambah jenis alat tangkapannya dalam satu unit kapal. Contoh penambahan jenis alat tangkap adalah bubu dan gillnet. 25 Tabel 7 Perkembangan jenis alat tangkap ikan di Sibolga Jenis Alat Tangkap Pukat Cincin Bagan Terapung Bagan Tancap Rawai Tetap Gill Net Pukat Ikan Pancing Ulur Bubu Tramel Net Serok Jumlah 2006 164 96 25 39 125 38 80 206 21 794 2007 102 74 25 5 124 30 141 392 26 18 937 2008 105 104 64 1 53 20 168 340 6 37 898 2009 105 104 42 1 53 20 168 340 6 37 876 2010 105 104 42 1 62 20 168 340 6 37 885 Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011 4.3 Potensi Sumberdaya Ikan Teri di Sibolga Produksi ikan teri berdasarkan alat tangkap pada tahun 2006-2010 berubah-ubah seperti yang terdapat pada Tabel 8. Tabel 8 Produksi ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010 Tahun 2006 Triwulan I II III IV 2007 I II III IV 2008 I II III IV 2009 I II III IV 2010 I II III IV Sumber : Dinas Perikanan Sibolga 2011 Jumalah produksi (ton) Bagan apung Pukat ikan 726,22 295,94 505,48 275,84 561,50 276,97 648,70 289,35 740,88 319,02 557,26 293,15 561,50 301,02 672,26 290,31 983,80 440,49 819,80 367,70 885,40 373,23 655,80 392,78 1149,50 540,90 1126,50 530,10 976,90 459,80 1011,50 476,00 535,10 251,80 497,70 234,20 825,1 262,7 551,10 261,4 26 Hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan d i Perairan Sibolga ditangkap dengan menggunakan alat tangkap bagan apung dan pukat tarik. Jumlah produksi ikan teri selama 5 tahun lebih didominan ditangkap dengan bagan apung. Setiap triwulannya jumlah produksi ikan teri berfluktuasi setiap tahunnya. Pada Tabel 8 terlihat bahwa jumlah produksi ikan teri tertinggi pada triwulan I. 4.4 Unit Penangkapan Ikan Te ri di Sibolga Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri sangat beragam, alat tangkap yang digunakan tergantung pada iklim, letak geografis, dan topografi lautan. Alat tangkap yang banyak digunakan adalah bagan, jaring pantai, pukat kantong dan jermal (Hutomo et al. 1987). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Sibolga untuk menangkap ikan teri adalah bagan apung dan pukat tarik ikan. 4.4.1 Bagan apung Bagan merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan- ikan pelagis. Subani dan Barus (1989) mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring angkat, pengoperasian bagan biasanya menggunakan lampu yang digunakan untuk memikat ikan agar berada di dalam jaring. Dilihat dalam pengoperasian dan bentuk, bagan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu bagan tancap, bagan rakit dan bagan perahu. Bagan apung di Perairan Sibolga terdiri dari bagian-bagian yang penting seperti rumah bagan, jaring bagan, serok, dan lampu. 1) Rumah bagan terbuat dari bambu dan kayu dan pada bagian belakang rumah bagan terdapat alat pengulung yang berfungsi menurunkan dan menaikkan jaring bagan pada saat penangkapan; 2) Jaring bagan umumnya terbuat dari bahan nilon atau benang katun Jaring tersebut diikat pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu, tapi kadang juga tanpa diberi bingkai pada bagan perahu; 3) Serok, berfungsi sebagai alat bantu dalam mengambil hasil tangkapan; dan 4) Lampu, ciri khas penangkapan dengan bagan ialah menggunakan lampu ( light fishing). Pengoperasian bagan dilakukan pada malam hari, sehingga 27 diperlukan lampu untuk menarik perhatian ikan agar berada di bagian atas jaring. Alat tangkap bagan yang mengunakan kapal dalam pengoperasiannya adalah bagan perahu, sedangkan jenis bagan yang lain misalnya bagan tancap tidak menggunakan kapal. Nelayan bagan tancap hanya menggunakan kapal sebagai alat transportasi menuju bagan dan kembali ke pantai. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap bagan berjumlah 3-5 orang. 4.4.2 Pukat tarik ikan Pukat tarik ikan (fish net) adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan cara cara menyapu dasar perairan atau menyaring kolom air dan ditarik oleh kapal (Diniah 2008). Pukat tarik ikan yang di operasikan di perairan Sibolga memiliki bentuk yang sama dengan trawl. Alat tangkap ini berbentuk kantong yang terdiri dari dua bagian sayap, badan jaring dan kantong. Bagian-bagian dari pukat tarik ikan adalah: 1) Sayap/kaki jaring adalah bagian jaring terpanjang yang terletak di ujung depan pukat tarik. Sayap jaring terdiri dari sayap atas dan sayap bawah; 2) Badan jaring adalah bagian jaring yang terpendek dan terletak diantara bagian kantong dan bagian sayap jaring; 3) Kantong jaring adalah bagian jaring yang terletak di ujung belakang dari pukat tarik; 4) Palang rentang adalah kelengkapan pukat tarik yang berbentuk batang bambu/kayu atau besi yang dugunakan sebagai alat pembuka mata jaring; 5) Papan rentang adalah kelengkapan pukat tarik yang berbentuk papan empat persegi panjang yang digunakan sebagai alat pembuka mulut jaring; 6) Tali iris bawah adalah tali yang berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui mulut jaring bagian bawah; 7) Tali iris atas adalah tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas, melalui bagian square jaring; dan 28 8) Tali selembar (warp rope) adalah tali yang berfungsi sebagai penghela di belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik pukat tarik ke atas geladak kapal. Pukat tarik ikan menggunakan kapal untuk menarik jaring sehingga menyapu kolom perairan. Jumlah kapal yang digunakan biasanya satu sampai dua kapal. Nelayan yang mengoperasikan pukat tarik ikan sebanyak 5-10 orang yang memiliki tugas yang berbeda. 4.5 Metode Pengoperasian 4.5.1 Metode pengope rasian bagan apung Pengoperasian bagan di Sibolga dilakukan dengan cara menurunkan jaring, selanjutnya dengan menyalakan lampu yang telah dipasang di sekitar rumah bagan. Setelah banyak ikan yang berkumpul di permukaan maka lampu dipadamkan, tetapi ada satu lampu yang tetap menyala. Tujuan dari pemadaman lampu adalah agar ikan berkumpul di permukaan air yang masih terkena cahaya lampu. Penurunan jaring oleh nelayan Sibolga dilakukan hingga kedalaman 10-15 m di bawah permukaan air. Pengangkatan jaring pada saat ikan sudah berkumpul banyak di bawah lampu yang masih menyala. Pengangkatan jaring tersebut tidak bergantung pada lamanya waktu, tetapi bergantung pada jumlah ikan yang sudah berkerumun dibawah lampu sehingga waring dinaikkan ke atas dengan bertahap menggunakan troller. Ikan-ikan yang tertangkap kemudian disimpan di keranjang. 4.5.2 Metode pengope rasian pukat tarik ikan Teknik pengoperasian pukat tarik di Sibolga dapat dilakukan dengan penurunan jaring terlebih dahulu. Penurunan jaring dilakukan dari bagian buritan kapal dan kapal bergerak maju dengan bantuan atau perentakan tali selambar. Panjang tali selambar disesuaikan dengan kedalaman perairan. Setelah jaring berada di dasar perairan maka dilakukan penarikan tali selambar pada buritan kapal. Penarikan jaring dilakukan selama 1-3 jam dengan kecepatan hela 2-4 knot. Pengangkatan jaring dilakukan dari buritan kapal atau sisi lambung kapal dengan menarik tali selambar. 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai 0,83 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3 . Konsentrasi klorofil-a pada setiap bulannya barvariasi bahkan terjadi variasi/fluktuasi pada bulan yang sama tetapi pada tahun yang berbeda. Perubahan musim setiap tahunnya memiliki kandungan klorofil-a yang berbeda pula di perairan Sibolga. Nilai variabilitas dari data kandungan klorofil-a setiap musim bervariasi. Sebaran klorofil-a perairan Sibolga pada musim barat (Desember– Februari) rata-rata 0,47 mg/m3 dengan klorofil- a dominan 0,27 mg/m3 dan variabilitas 0,17. Pada musim barat pada tahun 2006-2010 konsentrasi klorofil-a pada bulan Desember umunya lebih tinggi dibandingkan bulan Januari-Februari. Konsentrasi klorofil- a terendah pada musim barat dari tahun 2006-2010 adalah 0,26 mg/m3 terdapat pada bulan Februari 2008 sedangkan sebaran klorofil tertinggi pada bulan Desember 2010 sebesar 0,83 mg/m3 . Musim peralihan barat-timur terjadi pada bulan Maret, April dan Mei. Sebaran klorofil pada musim peralihan ini rata-rata 0,46 mg/m3 dan dominan sebesar 0,25 mg/m3 . Konsentrasi kolorifil-a terendah adalah 0,26 mg/m3 pada bulan Mei 2008 dan tertinggi adalah 0,68 mg/m3 bulan April tahun 2006 serta nilai rata-rata variabilitas 0,16. Sebaran klorofil-a pada musim timur (Juli-Agustus) memiliki rata-rata 0,40 mg/m3 dengan klorofil-a dominan sebesar 0,27 mg/m3 . Pada tahun 20062010 konsentrasi klorofil-a yang terendah adalah 0,27 mg/m3 pada bulan Agustus 2009 sedangkan konsentrasi tertinggi pada bulan Juni 2006 sebesar 0,50 mg/m3 . Pada musim timur, bulan Juni memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juli dan Agustus selama lima tahun berturut-turut. Nilai rata-rata variabilitas pada musim timur adalah 0,09. Pada musim peralihan timur-barat (September-November), konsentrasi klorofil-a memiliki rata-rata 0,48 mg/m3 dan dominan sebesar 0,30 mg/m3 . Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada bulan November 2008 yaitu sebesar 0,71 30 mg/m3 dan terendah pada bulan Oktober 2009 yaitu sebesar 0,32 mg/m3 . Sebaran klorofil-a pada musim peralihan timur-barat, bulan November memiliki nilai konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan bulan September dan Oktober. Nilai rata-rata variabilitas pada musim timur-barat adalah 0,15. Secara deret waktu, kandungan klorofil-a yang dapat dideteksi citra satelit dapat dilihat pada Gambar 4. Secara keseluruhan, trend konsentrasi klorofil-a yang terdapat di perairan Sibolga meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. 0.90 Klorofil-a (mg/m³) 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 2006 Musim Barat 2007 2008 Musim Peralihan 2009 Musim Timur 2010 Musim Peralihan 2 Gambar 4 Fluktuasi rata-rata konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006-2010 Pada Gambar 4, nilai kosentrasi klorofil-a setiap tahunnya bervariasi. Nilai konsentrasi klorofil-a meningkat pada saat musim barat kecuali pada tahun 2007 terjadi penurunan. Fluktuasi setiap bulannya mengikuti musim angin yang sedang berlangsung dan mencapai puncaknya pada musim barat. Sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial dapat dilihat pada Gambar 5 sampai Gambar 8. Perbedaan warna pada gambar nenunjuknan perbedaan konsentrasi klorofil-a yang terkandung di perairan Sibolga. 31 Gambar 5 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim barat Sebaran konsentrasi klorofil-a secara spasial pada musim barat cenderung tinggi dengan kisaran 0,15 mg/m3 sampai 4,96 mg/m3 (Gambar 5) dengan kandungan klorofil-a yang lebih tinggi terdapat disekitar pantai. Konsentrasi 32 klorofil-a menurun di sebelah barat daya perairan Sibolga. Pada bulan Februari, konsentrasi awan mencakup tepi pantai perairan Sibolga. Gambar 6 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan barat-timur 33 Pada bulan Meret-Mei (Gambar 6), kandungan klorofil-a berkisar antara 0,11-5,00 mg/m3 , dan perairan sekitar pantai cenderung memiliki klorofil-a yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengarah ke lepas pantai. Pada musim peralihan barat-timur ini, perairan yang memiliki kandungan klorofil-a rendah lebih luas (menyebar) dibandingkan dengan musim barat. Pada musim peralihan barat-timur kandungan klorofil-a yang tertinggi adalah bulan April. 34 Gambar 7 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim timur Pada musim timur (Juni-Agustus), konsentrasi klorofil-a mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan musim sebelumnya yaitu musim peralihan barat-timur. Kandungan klorofil-a pada musim timur berkisar antara 0,11-4,94 mg/m3 . Pada bulan Juni di bagian selatan terlihat menyebar kandungan klorofil yang berkisar 0,2 mg/m3 . 35 Gambar 8 Sebaran konsentrasi klorofil-a pada musim peralihan timur-barat Pada musim peralihan timur-barat terjadi peningkatan konsentrasi dibandingkan dengan musim timur. Kandungan klorofil-a berkisar 0,10-4,77 mg/m3 . Sebaran klorofil-a secara spasial dapat dilihat pada Gambar 8. Pada bulan November konsentrasi awan didominasi di tepi perairan Sibolga. 5.2 Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Teri Hasil tangkapan ikan teri yang diperoleh dari perairan Sibolga biasa ditangkap oleh pukat tarik ikan dan bagan apung. Jumlah total produksi ikan yang didaratkan di Sibolga pada tahun 2010 sebanyak 52.694,34 ton, dan salah satu tangkapan yang dominan adalah ikan teri yaitu 3.156,4 ton atau 16,70% dari total produksi. 36 Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat hingga puncak tertinggi pada tahun 2009 sebesar 6.271,2 ton. Eksploitasi pada tahun 2009 berpengaruh terhadap penurunan produksi pada tahun 2010 hingga 50% dari hasil tangkapan tahun sebelumnya. Dalam periode tahun 2006-2010, produksi ikan teri pada musim barat (Desember-Februari) relatif lebih banyak dibandingkan dengan musim sebelumnya. Puncak produksi ikan teri selama musim barat yaitu bulan Januari (Gambar 9). Hasil tangkapan ikan teri cenderung sedikit terdapat pada musim peralihan timur-barat (September-November). Hasil tangkapan yang berfluktuasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antara adanya perubahan cuaca setiap bulannya dan faktor oseanografi. 700 600 Catch (ton) 500 400 300 200 100 0 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 9 Hasil tangkapan ikan teri pada tahun 2006-2010 5.3 Dinamika Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Teri Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri di perairan Sibolga adalah bagan apung dan pukat tarik. Pada tahun 2006 jumlah bagan apung adalah 96 unit, pada tahun 2007 menurun menjadi 74 unit, dan meningkat kembali pada tahun 2008, 2009 dan 2010 masing- masing 104 unit. Unit penangkapan pukat tarik ikan cenderung menurun dari 38 unit pada tahun 2006, 37 30 unit pada tahun 2007 hingga sebanyak 20 unit pada tahun 2008, 2009 dan tahun 2010. 120 Jumlah (unit) 100 80 60 Bagan Apung 40 Pukat Tarik 20 0 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Gambar 10 Jumlah unit penangkapan ikan teri tahun 2006-2010 di peraira Sibolga 3000 2500 Effortstd (hari) 2000 1500 1000 500 0 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 11 Upaya penangkapan ikan teri bulanan pada tahun 2006-2010 Gambar 11 menunjukkan upaya penangkapan ikan teri yang telah distandarisasi dengan alat tangkap standar adalah pukat tarik ikan. penangkapan setiap bulannya berbeda. Upaya Upaya penangkapan pada bulan Desember, Januari, dan Februari sangat sedikit karena pada musim barat keadaan perairan tidak baik dan curah hujan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan melakukan operasi penangkapan dengan 38 frekuensi yang rendah. Nelayan bagan pada umumnya tidak melakukan penangkapan ikan terjadi waktu munculnya bulan terang (bulan tampak penuh) karena nelayan kesulitan untuk mendapatkan gerombolan ikan teri akibat pada saat bulan terang ini ikan teri cenderung menyebar di permukaan perairan. 5.4 Pola Musim Penangkapan Hasil tangkapan per unit effort standar diperoleh dari perbandingan total hasil tangkapan ikan teri dengan effort yang sudah distandarisasi. Nilai hasil tangkapan per unit effort standar (CPUE std) meningkat selama tahun 2006-2009 tetapi pada tahun 2010 terjadi penurunan secara drastis. Nilai CPUEstd tertinggi mencapai 682,15 kg/hari pada bulan Desember tahun 2009 (Gambar 12). Peningkatan CPUE tersebut disebabkan produksi ikan teri yang meningkat. 0.80 CPUE standar (ton/hari) 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 12 Nilai CPUE (ton/hari) ikan teri pada tahun 2006-2010 Indeks musim penangkapan (IMP) ikan teri selama lima tahun (20062010) yang diperoleh dengan menggunakan analisis deret waktu metode rata-rata bergerak (moving average) disajikan pada Lampiran 5. Nilai IMP setiap bulan bervariasi dan berkisar pada 79,25% sampai 153,66%. Nilai rata-rata IMP ikan teri di Perairan Sibolga adalah 99,48%. Nilai IMP tertinggi pada bulan Januari yaitu sebesar 153,66% dan nilai IMP yang terendah adalah 79,25% pada bulan Mei. Nilai rata-rata IMP pada musim timur lebih rendah dari 100 yaitu sebesar 82,60%. Nilai IMP pada bulan Desember, Januari, Februari (musim barat) lebih 39 besar dari 100% dan lebih tinggi dibandingkan dengan musim lainnya yaitu sebesar 134,56%. Namun demikian, pada pertengahan musim peralihan timurbarat (Oktober) IMP juga lebih besar dari 100% (Gambar 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa musim puncak penangkapan ikan teri di perairan Sibolga terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, dan Oktober. 180 160 Nilai IMP (%) 153,66 138,60 140 120 111,40 100 102,70 94,17 84,43 88,91 79,25 80,60 81,28 85,92 92,86 80 60 40 20 0 MB M B-T MT M T-B Keterangan: MB = Musim barat M B-T = Musim barat-timur MT = Musim timur M T-B = Musim timur-barat Gambar 13 Grafik IMP tahun 2006-2010 5.5 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a Kandungan klorofil-a sangat erat kaitannya dengan jumlah produksi ikan di suatu perairan. Jumlah fitoplankton yang ada di suatu perairan dipengaruhi oleh kandungan klorfil-a sehingga terbentuk rantai makanan. Hubungan klorofil-a dan CPUE selama lima tahun (2006-2010) dapat dilihat pada Gambar 14. Jumlah produksi ikan teri setiap tahunnya meningkat begitu juga dengan kandungan klorofil-a. Berdasarkan Gambar 14 tersebut terlihat bahwa adanya pengaruh konsentrasi klorofil-a terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri terutama pada 40 musim barat tetapi pengaruh tersebut tidak terlihat jelas pada Januari-Febuari 2006 dan Desember 2006-Febuari 2007. 0.80 0.90 0.70 0.80 Kandungan klorofil-a 0.60 0.50 0.50 0.40 0.40 0.30 0.30 0.20 Kandungan klorofil-a 0.70 0.60 CPUE (ton/hari) CPUE 0.20 0.10 0.00 0.00 Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt 0.10 2006 2007 2008 2009 2010 Gambar 14 Hubungan antara CPUE dan konsentrasi klorofil-a Penentuan hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan juga dapat diperoleh dengan menggunakan SPSS melalui hubungan korelasi silang. Hasil tangkapan dan kandungan klorofil-a memiliki jarak untuk korelasi (lag) terjadi pada hari ke 23 (Gambar 15). Nilai korelasi (r) diperoleh 0,1 dan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,579. Sebaran kandungan klorofil-a dan CPUEstd memiliki nilai sig (p-value) > 0,05 yaitu 0,474. Hal ini berarti bahwa kandungan klorofil-a berpotensi secara tidak nyata terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri pada hari ke 23 (time lag 23). 41 Gambar 15 Grafik korelasi silang antara hasil tangkapan dengan klorofil-a 5.6 Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Potensial Spesies ikan teri yang layak tangkap adalah ikan teri yang berukura n besar dan sudah matang gonad. Jenis ikan teri yang biasanya tertangkap oleh nelayan adalah juvenile ikan teri (teri nasi/teri berukuran kecil). Nelayan bagan lebih senang apabila menangkap ikan teri yang berukuran kecil dalam jumlah yang banyak bila dibandingkan dengan ikan teri yang berukuran besar. Daerah penangkapan ikan teri di perairan Sibolga pada tahun 2006-2010 berdasarkan evaluasi kandungan klorofil-a dapat dikategorikan daerah penangkapan potensial karena memiliki kandungan klorofil-a di atas 0,2 mg/m3 . Klorofil-a yang terkandung di perairan Sibolga selama lima tahun adalah 0,45 mg/m3 sehingga perairan tersebut menunjukkan adanya kehidupan fitoplankton yang dapat mempertahankan rantai makanan di perairan. Posisi daerah penangkapan ikan teri yang dilakukan oleh nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan berdasarkan kandungan klorofil-a dapat dilihat pada Gambar 16. Indikator kandungan klorofil-a membuktikan bahwa seluruh posisi penangkapan ikan teri tersebut termasuk dalam kategori daerah penangkapan ikan (DPI) yang potensial. Namun demikian, penentuan DPI potensial ini seyogyanya mempertimbangkan komposisi hasil tangkapan akan tetapi data jenis spesies dan 42 jumlah hasil tangkapan ikan teri pada masing- masing posisi penangkapan tersebut tidak dapat diperoleh. Gambar 16 Posisi daerah penangkapan 43 6 PEMBAHASAN 6.1 Penyebaran Klofofil-a Klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling dominan pada fitoplankton. Secara kualitatif konsentrasi klorofil-a dapat menggambarkan konsentrasi fitoplankton dalam suatu perairan (Alimina 2008). Konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga bervariasi/fluktuasi setiap bulannya. Pada tahun 2006-2010 data yang diperoleh dari pengolahan citra satelit MODIS menunjukkan bahwa kandungan klorofil-a dapat berubah-ubah sesuai keadaan perairan. Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga berkisar dari 0,26-8,3 mg/m3 dan ratarata kandungan klorofil- a pada tahun 2006-2010 sebesar 0,45 mg/m3 . Hal tersebut menunjukkan adanya fitoplankton yang melimpah di perairan Sibolga. Gambar 5 sampai Gambar 8 menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a semakin berkurang saat menuju lepas pantai. Daerah pesisir memiliki konsentrasi yang lebih tinggi bila di bandingkan di daerah lepas pantai. Hal tersebut disebabkan wilayah pesisir lebih banyak terakumulasi dengan zat- zat hara yang berasal dari aliran sungai yang ada di daerah daratan Sibolga. Perairan Indonesia mempunyai kandungan klorofil- a antara 0,5-1,0 mg/m3 berada di perairan pesisir timur Sumatera dan kandungan klorofil-a antara 0,3-0,5 mg/m3 berada di pesisir barat Sumatera. Nilai kandungan klorofil-a yang tinggi kemungkinan karena banyaknya sungai yang bermuara disana, sehingga membawa substrat yang mengandung unsur organik dan zat hara lainnya (Bakosurtanal 2004). Pada musim barat nilai rata-rata dari kandungan klorofil-a di perairan Sibolga sebesar 0,47 mg/m3 dengan nilai dominan 0,27 mg/m3 sehingga perairan tersebut berpotensi dalam kegiatan perikanan. Gambar 5 menunjukkan bahwa musim barat memiliki nilai kandungan klorofil- a yang tinggi di sekitar pantai Sibolga. Pada gambar bulan Februari tersebut terlihat bahwa di perairan tersebut berwarna putih dikarenakan pada saat bulan tersebut sinar matahari kurang sehingga tertutup awan. Konsentrasi klorofil-a yang mencapai maksimum pada musim barat diduga karena mendapatkan masukan material organik dan non organik yang terbawa dari pesisir yang terjadi pada musim hujan, zat hara yang datang dari daratan pada musim hujan yang dialirkan oleh sungai ke laut (run-off), 44 material dari tambak perikanan dan pengadukan dasar (Ramansyah 2009). Fluktuasi curah hujan bulanan diakibatkan karena adanya perbedaan pola angin yang terjadi di Indonesia. Pada musim barat, angin membawa banyak uap air yang berasal dari Samudra Pasifik sehingga menyebabkan curah hujan semakin tinggi (Nababan et al. 2009). Nilai variabilitas pada musim barat adalah 0,17. Nilai tersebut menunjukkan bahwa data kandungan klorofil-a bersifat homogen. Musim peralihan barat-timur memiliki nilai rata-rata kandungan klorofil-a sebesar 0,46 mg/m3 dan nilai dominan sebesar 0,25 mg/m3 . Keadaan tersebut tidak jauh beda dengan musim barat tetapi curah hujan sudah berkurang pada bulan Maret. Musim peralihan barat-timur nilai kandungan klorofil-a tertinggi pada bulan April hal tersebut dikarenakan pada bulan April penyinaran matahari sudah semakin meningkat sehingga fitoplankton dapat berkembang. Nilai variabilitas pada musim ini adalah 0,16 dan memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai variabilitas pada musim barat sehingga data penyebaran kandungan klorofila pada musim barat-timur lebih homogen. Pada bulan Juni sampai Agustus merupakan musim timur sehingga nilai kandungan klorofil-a menurun. Musim timur memiliki nilai rata-rata kandungan klorofil-a senilai 0,40 mg/m3 dan nilai dominan adalah 0,27 mg/m3 . Kandungan klorofil-a pada musim timur lebih kecil dibandingkan dengan kandungan klorofila pada musim barat dan musim peralihan barat-timur. Hal tersebut dikarenakan pada bulan Juni-Agustus terjadi musim kemarau sehingga zat-zat hara yang dibawa oleh aliran sungai ke perairan Sibolga sudah semakin berkurang. Musim timur memiliki penyebaran kandungan klorofil- a yang sangat homogen hal tersebut ditunjukkan dengan nilai variabilitas 0,09. Musim peralihan timur-barat (September-November) memiliki nilai kandungan klorofil-a yang lebih tinggi. Nilai rata-rata kandungan klorofil-a pada musim peralihan timur-barat sebesar 0,48 mg/m3 dan nilai dominan 0,30 mg/m3 . Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada bulan September, Oktober dan November memiliki nilai kandungan klorofil-a yang cukup tinggi. Awal curah hujan terjadi pada musim peralihan barat-timur sehingga kandungan klorofil-a pada perairan Sibolga tinggi. Hal ini berbeda dengan Syahdan et al. (2007) yang menyatakan bulan Juni kandungan klorofil-a tersebar secara heterogen pada seluruh sisi 45 kawasan perairan dengan kisaran konsentrasi yang lebih tinggi. Nilai variabilitas pada musim peralihan timur-barat adalah 0,15. Hal tersebut menunjukkan bahwa data penyebaran kandungan klorofil-a menyebar secara homogen. Keadaan perairan yang memiliki kandungan klorofil- a yang cukup tinggi membuat ikan teri berkumpul dalam jumlah banyak. Upwelling adalah proses naiknya massa air laut dari lapisan yang lebih dalam dan kaya akan nutrisi ke lapisan permukaan. Nutrisi (Fosfot dan Nitrat) merupakan makanan utama fitoplankton yang menghasilkan klorofil-a (Sediadi dan Edward 2000). Fitoplakton berkembang dikarenakan banyaknya curah hujan dan adanya peristiwa upwelling yang membawa banyak unsur hara ke perairan. Proses upwelling adalah suatu proses dimana masa air dingin didorong ke arah atas dari kedalamam sekitar 100-200 meter yang terjadi disepanjang pantai barat di banyak benua. Upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi populasi ikan akibat adanya pertumbuhan fitoplankton sebagai dasar dari rantai makanan di laut (Hutabarat dan Evans 1988). Pola SPL di Samudera Hindia timur saat fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) menunjukan bahwa fase pembentukan fenomena IOD terjadi pada bulan Juni, fase pematangan umumnya mencapai puncaknya pada bulan September dan untuk fase peluruhan terjadi pada bulan November. Hal tersebut mengakibatkan terbentuknya Upwelling di selatan Jawa pada bulan Juni, September dan November (Dipo et al. 2011). Klorofil-a mempunyai pengaruh terhadap kesuburan suatu perairan sehingga perairan dikatakan subur apabila kandungan zat hara yang terkandung di dalamnya cukup banyak. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi di perairan mengakibatkan perairan tersebut memiliki banyak fitoplankton. Fitoplankton adalah tumbuhan yang dapat membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada lapisan permukaan di waktu siang hari. Penambahan ini disebabkan oleh terlepasnya gas oksigen sebagai hasil dari proses fotosintesa. Peningkatan zat- zat hara di perairan akan mempengaruhi produktivitas primer di samping faktor cahaya matahari dan temperatur. 46 6.2 Hasil Tangkapan Ikan Teri Sumberdaya perikanan yang melimpah menyebabkan hubungan nakan- memakan semakin besar sehingga setiap pemangsa memangsa beberapa jenis makanan. Daerah penangkapan ikan teri dilakukan disekitar perairan Sibolga terkadang nelayan Sibolga juga melakukan operasi penangkapan ikan diluar daerah perairan Sibolga. Nelayan Sibolga menangkap ikan teri dengan menggunakan dua jenis alat tangkap yaitu pukat tarik ikan dan bagan apung. Jumlah hasil tangkapan ikan teri dengan bagan jauh lebih besar dibandingkan pukat tarik ikan. Hal ini disebabkan oleh cara pengoperasian, daerah pengoperasian kedua alat yang berbeda dan tingkah laku ikan teri terhadap alat bantu cahaya. Pada bagan apung ikan teri adalah target utama penangkapan dan ikan teri merupakan salah satu ikan fototaksis positif maka ikan berada di permukaan perairan sehingga bagan lebih banyak mendapatkan hasil tangkapan ikan teri dibandingkan dengan pukat tarik yang daerah pengoperasiannya di dasar perairan. Ikan teri cenderung lebih respon dan memilih iluminasi cahaya tinggi (Sudiman et al. 2004). Hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) pada alat tangkap bagan dan pukat tarik ikan terjadi peningkatan dari tahun 2006 sampai dengan 2009 sedangkan pada tahun 2010 terjadi penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah trip nelayan bagan untuk melakukan penangkapan ikan. Jumlah produksi ikan teri yang tertinggi selama lima tahun pada tahun 2009. Pengeksploitasian yang berlebihan pada tahun 2009 menyebabkan penurunan jumlah produksi pada tahun 2010. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah produksi 2009 sebesar 6.271,20 ton yang menurun hingga 50% pada tahun 2010. Jumlah produksi 2009-2010 lebih maksimal pada musim barat yang ditunjukkan oleh jumlah rata-rata produksi pada musim barat mencapai 200,10 ton. Pada musim peralihan timur-barat (September-November) jumlah rata-rata produksi lebih kecil dibandingkan musim- musim sebelumnya yaitu 170,24 ton. Jumlah produksi ikan teri bergantung pada musim dan keadaan perairan. Pada musim barat jumlah produksi ikan teri lebih banyak dibandingkan musim lain dikarenakan pada musim barat curah hujan lebih tinggi. Dan sebaliknya, apabila curah hujan berkurang maka jumlah produksi ikan teri juga berkurang. 47 Keberadaan ikan teri di suatu perairan dipengaruhi ada tidaknya makanan yang bisa mempertahankan kelangsungan hidup ikan teri. Pada tahun 2010 jumlah hasil tangkapan ikan teri yang didaratkan 16,70% dari jumlah total hasil tangkapan di perairan Sibolga. Ikan teri yang yang diproduksi biasanya diolah kembali menjadi ikan asin. Teri asin merupakan ikan olahan yang digemari masyarakat disemua kalangan. 6.3 Upaya Penangkapan (Effort) Ikan Te ri Upaya penangkapan terbesar selama 2009-2010 adalah 2010 dikarenakan jumlah produksi ikan teri yang diperoleh nelayan pada tahun 2009 sangat besar sehingga nelayan beranggapan bahwa pada tahun 2010 jumlah produksi ikan teri juga meningkat. Pada Gambar 11 menunjukkan upaya penangkapan ikan teri yang telah di standarisasi, dengan alat standar adalah pukat tarik. Upaya penangkapan standar terjadi penurunan secara signifikan. Upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan setiap bulannya berbeda tergantung keadaan perairan dan hari raya besar yang mereka rayakan. Hari- hari besar yang biasa mereka rayakan adalah Idul Fitri, dan Natal dimana pada saat hari tersebut banyak nelayan yang tidak melakukan penangkapan. Kegiatan pengoperasian bagan juga bergantung pada waktu yang berhubungan dengan bulan purnama, hal ini dikarenakan ikan- ikan pelagis seperti ikan teri yang bergerombol dikarenakan adanya cahaya. Ikan teri akan menyebar apabila banyaknya cahaya yang terpantul ke perairan sehingga nelayan kesulitan untuk menangkap dalam jumlah yang banyak. Pukat tarik ikan beroperasi di kolom perairan sehingga ikan teri adalah hasil tangkapan sampingan yang diperoleh nelayan. Nelayan melakukan penangkapan dengan bagan apung dan pukat tarik tidak hanya dalam satu hari penangkapan (oneday fishing) tetapi mereka melakukan operasi penangkapan beberapa hari (lebih dari 1 hari). Nelayan melakukan pengoperasian alat tangkap beberapa hari di laut tergantung jumlah hasil tangkapan yang mereka hasilkan. Apabila hasil tangkapan yang mereka dapatkan masih sedikit maka mereka akan melanjutkan perjalanan pencarian daerah penangkapan yang lebih potensial. 48 Upaya penangkapan pada musim peralihan barat-timur (Maret-Mei) selama tahun 2006-2010 lebih tinggi dibandingkan musim- musim lain. Pada musim peralihan barat-timur dengan rata-rata upaya penangkapan sebanyak 1276 hari, sedangkan pada musim barat upaya penangkapan berkurang yaitu 1014 hari dikarenakan pada musim barat curah hujan yang sangat tinggi dan keadaan perairan tidak stabil sehingga sebagian nelayan tidak melakukan operasi penangkapan ikan karena cuaca yang tidak mendukung. Unit penangkapan bagan apung pada tahun 2006-2010 semakin meningkat, kecuali pada tahun 2007. Berkurangnya unit penangkapan bagan apung pada tahun 2007 berpengaruh terhadap upaya penangkapan. Jumlah unit penangkapan yang terkecil terjadi pada tahun 2007, hal ini disebabkan kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) yang sudah naik kesekian kalinya sehingga beberapa nelayan tidak melakukan operasi penangkapan karena tidak adanya biaya untuk membeli perbekalan melaut. Unit penangkapan pukat tarik ikan selama tahun 2006-2010 mengalami penurunan. Pada tahun 2006 jumlah pukat tarik ikan berjumlah 38 unit, tahun 2007 sebanyak 30 unit dan pada tahun 2008-2010 sebanyak 20 unit. Penurunan unit penangkapan pukat ikan dikarenakan pemerintah melakukan pelarangan pengoperasian alat tangkap seperti pukat ikan berakibat habitat dan ekosistem laut rusak dan punah. Pada kanan kiri jaring terdapat besi pemberat (Katung-red), untuk setiap satu katung saja beratnya mencapai 250 kg dan untuk satu unit haruslah memiliki dua katung. 6.4 Pola Musim Penangkapan Ikan Te ri Nilai CPUEstd pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 4, dan terlihat bahwa pada tahun 2009 nilai CPUEstd lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2006-2008. Nilai CPUEstd lebih dominan pada musim barat bila dibandingkan dengan musim peralihan barat-timur, musim timur dan musim peralihan timur-barat. Pada musim barat dan musim peralihan timurbarat nilai rata-rata CPUEstd pada tahun 2006-2010 sebesar 0,28 ton/hari, musim peralihan barat-timur sebesar 0,23 ton/hari, dan musim timur sebesar 0,24 ton/hari. 49 Wilayah perairan sumberdaya ikan teri. Sibolga memiliki potensi dalam pemanfaatan Nilai IMP yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan moving average menunjukkan bahwa ikan teri melimpah pada musim barat di perairan Sibolga. Hal tersebut terbukti pada Gambar 13 yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata nilai IMP pada musim barat di atas 100% yaitu sebesar 134,56%. Nilai IMP pada musim timur sebesar 82,60% sehingga nilai tersebut berada dibawah 100%. Bulan Januari memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai IMP pada bulan lainnya, ini diduga karena ikan teri lebih menyukai perairan yang memiliki kandungan zat hara yang tinggi. Pola musim ikan teri saling berkaitan erat dengan keadaan perairan. Setiap tahunnya pola musim ikan teri dapat berubah sesuai perubahan keadaan perairan Sibolga. Nilai IMP pada musim barat meningkat yang berarti bahwa puncak penangkapan ikan teri terjadi pada musim barat. Nilai IMP meningkat karena kandungan klorofil-a pada musim barat meningkat dimana pada musim barat kandungan klorofil-a sebesar 0,47 mg/m3 , musim barat-timur sebesar 0,46 mg/m3 , musim timur sebesar 0,40 mg/m3 , dan musim timur-barat sebesar 0,48 mg/m3 . Hasil penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan penemuan Gunawan (2004) yang menyatakan bahwa musim penangkapan ikan teri di perairan Kabupaten Tuban pada musim peralihan timur-barat (Oktober) dan musim barat (Desember-Januari). Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa bulan Oktober nilai IMP meningkat drastis hal ini disebabkan ikan teri melakukan pemijahan. Tiews et al. 1970 diacu dalam Hutomo et al. 1987 di Teluk Manila mendapatkan bahwa S. heterolobus dan S. devisi memijah sepanjang tahun, tetapi ada puncak-puncak pemijahan selama musim timur laut dari Oktober sampai Maret. 6.5 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Konsentrasi Klorofil-a Kandungan klorofil-a di suatu perairan berhubungan dengan jumlah produksi ikan yang akan didaratkan oleh para nelayan. Pada tahun 2006-2010 jumlah produksi ikan teri meningkat maka jumlah kandungan klorofil-a juga meningkat terutama pada musim barat. Hal tersebut terkecuali pada tahun 2007 nilai produksi yang semakin menurun pada saat kandungan klorofil yang 50 meningkat. Hubungan kandungan klorofil-a melimpah pada musim peralihan timur-barat tetapi hasil tangkapan berkurang karena pada musim peralihan timurbarat keadaan perairan kurang baik sehingga nelayan tidak melakukan operasi penangkapan. Time lag berkaitan dengan rantai makanan yang merupakan proses makanmemakan di dalam suatu perairan. Fitoplankton merupakan produser utama yang dimakan oleh organisme herbivora dan organisme herbivora dimakan oleh organisme yang memiliki tingkat tropik lebih tinggi. Di laut terbuka fitoplankton merupakan pangkal rantai makanan yang terpenting sehingga kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan dapat memberikan indikasi melimpahnya sumberdaya ikan pada perairan tersebut. Time lag merupakan kurun waktu yang diperlukan untuk melakukan perpindahan senyawa organik dari fitoplankton hingga tingkat tropik pemangsa. Herbivora sebagai pemakan alga dan fotoplankton adalah konsumen primer serta herbivora dimakan oleh karnivora sebagaimana diperoleh data rantai makanan pada Gambar 17. Nilai Time lag ikan teri lebih pendek dibandingkan ikan yang lain seperti ikan tongkol, lemuru, cakalang dan tuna mata besar (Tabel 9). Tabel 9 Nilai time lag ikan Jenis Ikan Teri Lokasi Penelitian Sibolga Penulis, Tahun Surbakti, 2012 Time lag 23 hari Tongkol Palabuhanratu Girsang, 2008 3 bulan Lemuru Samudra Hindia bagian Lumban Gaol, 2003 4 bulan Timur Cakalang Perairan Binuangeun, Banten Tuna mata besar Samudra Timur Hindia Nababan, 2008 bagian Lumban Gaol, 2003 4 bulan 5 bulan 51 Gambar 17 Rantai makanan di perairan modifikasi dari Girsang (2008) Hasil yang diperoleh dari SPSS dengan analisis cross correlation adalah lag+23 hari. Lag+23 hari menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan Sibolga mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri pada 23 hari kemudian. Nilai korelasi (r) sebesar 0,1 hal ini menunjukkan bahwa hubungan kandungan klorofil-a dengan produksi ikan teri sangat lemah sedangkan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,579. Dengan demikian, kandungan klorofila-a di perairan Sibolga mempengaruhi hasil tangkapan ikan teri sebesar 57,9% . Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan dapat dijelaskan oleh kandungan klorofil-a sebesar 57,9% dan 42,1% dijelaskan oleh faktor-faktor yang lain seperti suhu, salinitas, arus, dan faktor- faktor teknis operasi penangkapan ikan. Nilai signifikan yang diperoleh adalah 0,474 sehingga hubungan hasil tangkapan dan kandungan klorofil-a belum terlihat nyata. 6.6 Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Teri Nelayan bagan apung dan pukat tarik ikan di Sibolga melakukan penangkapan hanya berdasarkan pengalaman. Penentuan posisi penangkapan ikan yang ditentukan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System). Berdasarkan indikator kandungan klorofil- a seluruh posisi daerah penangkapan tersebut termasuk dalam kategori daerah penangkapan ikan yang potensial (Lampiran 6). Namun demikian penentuan posisi penangkapan ikan berdasarkan 52 jumlah dan spesies (jenis) pada masing- masing posisi penangkapan tidak dapat diperoleh karena nelayan hanya memberi informasi bahwa mereka lebih menyukai apabila mereka mendapatkan hasil tangkapan ikan teri yang berukuran kecil karena harga ikan teri yang berukuran kecil lebih mahal bila dibandingkan dengan ikan teri yang berukuran besar. Jenis ikan teri yang tertangkap lebih banyak yang berukuran kecil atau masih dalam jenis juvenil (teri nasi) berart i penangkapan tidak berwawasan lingkungan karena tidak memberi kesempatan bagi ikan teri untuk bereproduksi. Nelayan ikan teri tidak mengutamakan kelestarian ikan teri melainkan mengutamakan keuntungan mereka. Ikan teri yang masih berukuran kecil tertangkap oleh alat tangkap bagan apung dikarenakan beberapa nelayan bagan di Sibolga menggunakan jaring yang berukuran kecil sehingga ikan- ikan yang berukuran kecil tertangkap. 53 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian mengenai musim dan daerah penangkapan ikan teri berdasarkan kandungan klorofil-a di perairan Sibolga adalah 1) Penyebaran kandungan klorofil- a di perairan Sibolga pada bulan JanuariDesember pada tahun 2006-2010 berkisar antara 0,26 mg/m3 -0,83 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,45 mg/m3 . Konsentrasi klorofil-a tertinggi pada musim peralihan timur-barat (September-November), yaitu 0,48 mg/m3 dan pada musim barat (Desember-Februari) 0,47 mg/m3 . Klorofil-a terendah pada musim timur yaitu 0,40 mg/m3 . 2) Puncak musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di perairan Sibolga terdapat pada musim barat (Desember-Februari) dengan indeks musim penangkapan (IMP) sebesar 134,56 %. 3) Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.). Hasil tangkapan dan kandungan klorofil-a mempunyai time lag 23 hari. 4) Daerah penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) yang menjadi tempat pengoperasian bagan apung dan pukat tarik ikan di perairan Sibo lga termasuk daerah penangkapan yang potensial. 7.2 Saran Saran yang diberikan mengenai pola musim dan daerah penangkapan ikan teri di perairan Sibolga adalah sebagai berikut: 1) Perlunya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan jumlah hasil tangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) dengan klorofil-a di perairan Sibolga di setiap posisi daerah penangkapan. 2) Perlunya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah produksi ikan teri di perairan Sibolga dengan faktor oseanografi lain seperti suhu, arus, salinitas dan lain- lain. 54 3) Perlunya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ukuran spesies yang tertangkap untuk mendukung terjadinya operasi penangkapan yang berwawasan lingkungan. 4) Perlunya sosialisasi terhadap penyebaran ikan teri secara temporal dan spasial (daerah penangkapan ikan) kepada nelayan agar mereka dapat mengoptimalkan operasi penangkapan ikan. 5) Para nelayan bagan Sibolga hendaknya lebih memperhatikan kelestarian ikan teri di perairan Sibolga dengan memperbesar ukuran jaring bagan apung dan pukat tarik ikan yang digunakan. 55 DAFTAR PUSTAKA Alimina N. 2008. Analisi Klorofil-a dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacores) di Perairan Sulawesi Tenggara. Jurnal Sumberdaya Insani Universitas Muhammadiyah Kendari. No. 14:9. Bakosurtanal. 2004. Sebaran chlorophyll-a di perairan Indonesia. Bogor: Pusat Survei Sumberdaya Alam Laut. [BPPI] Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. 1988. Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Bagan Rakit. Semarang: Derektorat Jendral Perikanan, Bagian Proyek Pengembangan Teknik Penangkapan Ikan. Dajan A. 1985. Pengantar Metode Statistik Jilid I. Jakarta: LP3ES. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 1997. Statistik Perikanan Laut Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikana (WPP). Jakarta: DKP. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Statistik Perikanan Laut Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikana (WPP). Jakarta : DKP. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2008. Statistik Perikanan Laut Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikana (WPP). Jakarta: DKP. Dinas Perikanan Kabupaten Sibolga. 2011. Data Statistik Perikanan. Sibolga: Dinas Perikanan Sibolga. Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Dipo P, Nurjana I, Syamsudin F. 2011. Kareteristik Oseanografi Fisika di Perairan Samudra Hindia Timur Pada Saat Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) Fase Positif Tahun 1994/1995, 1997/1998 dan 2006/2007. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. No. 2: 71-84. Girsang H. 2008. Studi Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Melalui Pemetaan Penyebaran Klorofil- a dan Hasil Tangkapan di Palabuhanratu, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Gunawan A. 2004. Analisis Pola musim Penangkapan dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Teri di Kabupaten Tuban, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 56 Hatta M. 2001. Sebaran klorofil-a dan Ikan Pelagis: Hubungannya dengan Kondisi Oseanografi di Perairan Utara Irian Jaya [Tesis]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Hutabarat, S dan Evans, MS. 1988. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan. Hutomo M, Burhanuddin, Djamali A, Martosewojo S. 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Jakarta: Pusat Panel dan Pengembangan Oseanology LIPI. Lumban Gaol, J. 2003. Kajian Karakter Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur dengan Menggunakana Multi Sensor Citra Satelit dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Tuna Mata Besar (Thunnus obesis). Disertasi. Bogor: Institut Peranian Bogor. Mustafa AJ. 2004. MODIS, Mengamati Lingkungan Global Dari Angkasa. Artikel Iptek-Bidang Teknologi Informasi dan Telekomunikasi. Nababan B. 2008. Analisis Sebaran Konsentrasi Klorofil-a dalam Kaitannya dengan Jumlah Hasil Tangkapan Ikan Cakalang di Perairan Binuangeun, Banten [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Nababan B, Zulkarnaen D, Lumban Gaol J. 2009. Variabilitas Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Utara Sumbawa Berdasarkan Data Satelit SeaWiFS. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. No 2:79 Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan. Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia Odum. 1971. Fundamentals Of Ecolog Third Edition. Philadelphia and London: W.B. Saunders Company. [Pemda] Pemerintah Daerah Kota Sibolga. 2008. Profil Kota Sibolga. www.sibolgakota.go.id [20 Januari 2011]. . Priyanto H. 2001. Pengaruh Tingkat Kepadatan Terhadap Ketahanan Umpan Hidup Teri (Stolephorus spp.) di Tempat Penyimpanan Sementara Gogona pada Perikanan Bagan Perahu (Leftnet) di Selat Bacan [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Hal 10-11. Ramansyah F. 2009. Penentuan Pola Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Selat Sunda dan Perairan Sekitarnya dengan Menggunakan Data Inderaan Aqua Modis [Skripsi]. Bogor: Program Studi dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor. 57 Romimohtarto, K dan Sri, J. 2005. Biologi Laut Pengetahuan tentang Biota Laut. Jakarta: Penerbit Djambatan. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bandung: Binacipta. Sarwono H. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sediadi dan Edward. 2000. Kandungan Klorofil- a Fitoplankton di Perairan PulauPulau Lease Maluku Tengah. Makalah (unpublish). Sinaga, M. 2009. Analisis hasil tangkapan pukat ikan kaitannya dengan kandungan klorofil-a dan suhu permukaan laut di perairan Tapanuli Tengah [Tesis]. Bogor: Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Subani W dan Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50:152-153. Subani. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Jakarta: Tanpa Lembaga. Sudirman, Baskoro MS, Purbayanto A, Monintja, Rismawan W, Arimoto T. 2004. Respon Rerina Mata Ikan Teri (Stolephorus insularis) Terhadap Cahaya dalam Proses Penangkapan Pada Bagan Rambo. Jurnal Torani Unhas. No. 3:12. Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh Jilid II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Syahdan M, Sondita M, Atmadipoera A, Simbolon D. 2007. Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara. Jurnal Buleti PSP. Vol XVI No. 2. Valiela I. 1984. Marine Ecological Processes. New York: Springer- Verlag. 546 p. Wardana W. 2003. Penggolongan Plankton. Jakarta: Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Perikanan. Widodo J. 1999. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh untuk Perikanan di Indonesia. Prosiding Seminar Validasi Data Inderaja untuk Bidang Perikanan. Jakarta 14 April 1999. BPPT Jakarta. ISBN; 979-95760. (II-1II-21). 58 LAMPIRAN 59 Lampiran 1 Peta daerah penelitian 60 Lampiran 2 Tahap pengolahan citra klorofil-a 1) Pengambilan citra klorofil-a di situs http:/www.oceancolor.gsfc.nasa.go.id 2) Citra yang akan di download pada level 3 dengan memilih aqua MODIS chlorophyll concentratiaon, monthly, dan 4 km sehingga muncul gambar seperti dibawah ini; 61 Lampiran 2 (lanjutan) 3) Setelah citra di download dalam bentuk SMI maka citra tersebut diolah di program Seadas dengan menggunakan operasi Linux Ubuntu 10.04. 4) Setelah itu maka akam muncul 5) Pada menu akanmuncul tulisan “Display” setelah di klik maka akan tampil seperti gambar dibawah ini: 62 Lampiran 2 (lanjutan) 6) Setelah mengatur koordinat yang akan di ambil, maka memilik chlorophyll a concentration kemudian klik load” maka akan muncul “Band List selection” kemudian di klik “Display” sehingga muncul: 7) Tampilan citra daerah perairan muncul maka akan dilakukan penyimpanan dalam bentuk ASCII agar dapat dibaca oleh Microsoft Office Exel. Cara penyimpanan dengan memilih “Function” Output Data ASCII. Masukkan pilihan yang dibituhkan. Maka data akan tersimpan. 63 Lampiran 3 Kandungan klorofil-a di perairan Sibolga Tahun 2006 2007 2008 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Kandungan Klorofil (mg/m³) Rata-rata Dominan Kisaran 0,29 0,19 0,17-2,84 0,45 0,31 0,13-0,51 0,29 0,16 0,14-1,54 0,68 0,38 0,17-5,00 0,43 0,26 0,14-4,43 0,50 0,31 0,19-4,94 0,46 0,36 1,17-2,31 0,28 0,14 0,13-1,84 0,44 0,33 0,17-3,12 0,46 0,29 0,20-1,76 0,52 0,46 0,19-3,44 0,55 0,28 0,19-3,55 0,42 0,26 0,15-2,37 0,37 0,21 0,15-1,54 0,46 0,29 0,17-2,72 0,48 0,30 0,15-2,73 0,48 0,26 0,22-4,75 0,48 0,49 0,14-4,03 0,47 0,29 0,17-2,72 0,33 0,23 0,15-2,17 0,34 0,23 0,16-2,47 0,41 0,23 0,16-3,11 0,51 0,23 0,18-3,63 0,31 0,21 0,18-0,45 0,37 0,33 0,26-1,53 0,29 0,27 0,16-0,38 0,64 0,18 0,16-4,45 0,49 0,18 0,15-3,41 0,26 0,18 0,11-1,22 0,43 0,26 0,18-3,44 0,40 0,32 0,17-2,16 0,38 0,17 0,16-1,48 0,39 0,36 0,15-1,48 0,52 0,13 0,12-3,27 0,71 0,56 0,26-4,77 0,73 0,49 0,18-4,96 Varian 0,07 0,09 0,03 0,26 0,16 0,22 0,10 0,05 0,19 0,10 0,08 0,22 0,10 0,04 0,10 0,13 0,21 0,10 0,11 0,04 0,09 0,18 0,17 0,01 0,01 0,00 0,45 0,15 0,02 0,09 0,05 0,04 0,04 0,26 0,30 0,46 64 Lampira 3 (Lanjutan) Tahun 2009 2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Kandungan Klorofil (mg/m³) Rata-rata Dominan Kisaran 0,39 0,27 0,19-4,78 0,44 0,27 0,17-4,12 0,40 0,26 0,15-3,28 0,41 0,29 0,14-3,10 0,50 0,30 0,21-3,69 0,35 0,24 0,17-1,94 0,47 0,28 0,16-3,86 0,27 0,13 0,11-2,12 0,35 0,28 0,10-1,11 0,32 0,24 0,13-1,67 0,53 0,24 0,16-4,15 0,56 0,25 0,19-3,34 0,40 0,30 0,21-2,13 0,63 0,28 0,20-4,96 0,40 0,24 0,11-3,75 0,53 0,35 0,17-2,87 0,45 0,15 0,18-4,43 0,40 0,29 0,17-3,05 0,36 0,27 0,14-3,42 0,42 0,29 0,13-3,74 0,43 0,17 0,12-1,56 0,58 0,55 0,12-2,36 0,66 0,24 0,14-3,06 0,83 0,15 0,14-5,57 Varian 0,08 0,04 0,11 0,13 0,19 0,04 0,18 0,03 0,03 0,03 0,34 0,23 0,06 0,44 0,15 0,17 0,21 0,09 0,08 0,15 0,10 0,12 0,27 0,69 Lampiran 4 Perhitungan nilai CPUEstd ikan teri pada tahun 2006-2010 Musim Bulan Barat Desember Januari Februari Catch ikan teri (ton) 2006 2007 2008 2009 2010 PI BA PI BA PI BA PI BA PI BA 97,12 244,50 98,80 274,55 146,41 219,34 177,36 335,70 94,64 185,10 99,77 288,80 103,19 321,20 152,15 330,60 193,65 388,75 86,5 180,00 103,84 234,02 115,53 227,08 147,23 327,93 185,51 383,06 84,88 176,10 Maret April Mei 92,33 95,21 85,72 203,40 100,30 192,60 141,11 325,27 161,74 377,69 80,42 179,00 177,88 98,95 171,86 132,61 274,20 186,7 396,20 76,96 167,40 153,60 96,54 206,60 128,21 273,70 156,87 378,70 77,67 166,10 Juni Juli Agustus 94,91 93,06 90,15 174,00 97,66 178,80 106,88 271,90 186,53 351,60 79,57 164,20 176,50 98,78 221,30 115,86 300,17 155,65 330,90 87,54 180,14 222,10 102,57 196,90 125,15 293,97 152,59 325,72 86,98 184,20 September Oktober November 93,76 94,71 97,52 162,90 156,40 247,80 Jumlah BaratTimur Jumlah Timur Jumlah TimurBarat Jumlah Keterangan: PI = Pukat Tarik Ikan BA = Bagan Apung 99,67 95,72 95,79 193,70 132,22 291,26 151,56 320,28 88,18 198,06 194,84 121,11 219,90 143,77 345,84 84,87 182,20 202,87 125,26 216,56 154,87 329,96 81,89 183,80 Rata-rata 187,35 214,46 198,52 200,11 185,39 177,80 172,37 178,52 170,61 175,99 178,03 174,88 173,16 163,94 173,63 170,24 65 Lampiran 4 (lanjutan) Musim Barat Desember Januari Februari 2006 PI BA 456 1536 570 1440 760 1728 Effort ikan teri (hari) 2007 2008 2009 PI BA PI BA PI BA 450 1184 230 1664 260 1664 390 1110 270 1560 300 1872 540 1332 370 1872 380 2080 2010 PI BA 250 1560 250 1872 380 2080 Maret April Mei 874 798 684 1728 1920 2208 600 660 570 1332 1480 1702 450 390 440 1872 2080 2392 460 420 460 2080 2392 2496 450 420 460 1768 2184 2496 Juni Juli Agustus 760 722 722 2016 1920 1728 690 630 690 1554 1480 1332 410 430 350 2184 2080 1872 420 440 360 2184 2080 1872 420 440 360 2288 2184 2080 September Oktober November 570 684 570 1920 2112 1920 510 420 540 1480 1628 1480 380 280 350 2080 2288 2080 400 300 360 2080 2184 2496 410 310 340 2912 2184 2080 Bulan Jumlah Barat-Timur Jumlah Timur Jumlah Timur-Barat Jumlah Keterangan: PI = Pukat Tarik Ikan BA = Bagan Apung Rata-rata 925,40 963,40 1152,20 1013,67 1161,40 1274,40 1390,80 1275,53 1292,60 1240,60 1136,60 1223,27 1274,20 1239,00 1221,60 1244,93 66 67 Lampiran 4 (lanjutan) Tahun 2006 Bagan apung CPUE FPI F std Januari 0,20 1,15 1649,95 Februari 0,14 0,99 1712,78 Maret 0,12 1,11 1925,39 April 0,09 0,78 1490,90 Mei 0,07 0,56 1225,65 Juni 0,09 0,69 1393,32 Juli 0,09 0,71 1369,36 Agustus 0,13 1,03 1778,77 September 0,08 0,52 990,33 Oktober 0,07 0,53 1129,53 November 0,13 0,75 1448,38 Desember 0,16 0,75 1147,98 Bulan Pukat tarik ikan CPUE FPI F std 0,18 1 570 0,14 1 760 0,11 1 874 0,12 1 798 0,13 1 684 0,12 1 760 0,13 1 722 0,12 1 722 0,16 1 570 0,14 1 684 0,17 1 570 0,21 1 456 CPUEstd 0,18 0,14 0,11 0,12 0,13 0,12 0,13 0,12 0,16 0,14 0,17 0,21 Tahun 2007 Bagan apung CPUE FPI F std Januari 0,29 1,09 1213,95 Februari 0,17 0,80 1061,40 Maret 0,14 0,86 1152,14 April 0,12 0,77 1146,31 Mei 0,12 0,72 1219,83 Juni 0,12 0,81 1263,28 Juli 0,15 0,95 1411,41 Agustus 0,15 0,99 1324,57 September 0,13 0,67 991,14 Oktober 0,12 0,53 854,92 November 0,14 0,77 1143,65 Desember 0,23 1,06 1250,48 Bulan Pukat tarik ikan CPUE FPI F std 0,26 1 390 0,21 1 540 0,17 1 600 0,15 1 660 0,17 1 570 0,14 1 690 0,16 1 630 0,15 1 690 0,20 1 510 0,23 1 420 0,18 1 540 0,22 1 450 CPUEstd 0,26 0,21 0,17 0,15 0,17 0,14 0,16 0,15 0,20 0,23 0,18 0,22 68 Lampiran 4 (lanjutan) Tahun 2008 Bagan apung CPUE FPI F std Januari 0,21 0,38 586,67 Februari 0,18 0,44 824,11 Maret 0,17 0,55 1037,29 April 0,13 0,39 806,41 Mei 0,11 0,39 939,30 Juni 0,12 0,48 1043,03 Juli 0,14 0,54 1114,04 Agustus 0,16 0,44 822,13 September 0,14 0,40 837,08 Oktober 0,10 0,22 508,40 November 0,10 0,29 605,11 Desember 0,13 0,21 344,57 Bulan Pukat tarik ikan CPUE FPI F std 0,56 1 270 0,40 1 370 0,31 1 450 0,34 1 390 0,29 1 440 0,26 1 410 0,27 1 430 0,36 1 350 0,35 1 380 0,43 1 280 0,36 1 350 0,64 1 230 CPUEstd 0,56 0,40 0,31 0,34 0,29 0,26 0,27 0,36 0,35 0,43 0,36 0,64 Tahun 2009 Bagan apung CPUE FPI F std Januari 0,21 0,32 602,25 Februari 0,18 0,38 784,66 Maret 0,18 0,52 1074,18 April 0,17 0,37 891,29 Mei 0,15 0,44 1110,49 Juni 0,16 0,36 791,68 Juli 0,16 0,45 935,41 Agustus 0,17 0,41 768,46 September 0,15 0,41 845,29 Oktober 0,16 0,33 721,65 November 0,13 0,31 767,00 Desember 0,20 0,30 492,12 Bulan Pukat tarik ikan CPUE FPI F std 0,65 1 300 0,49 1 380 0,35 1 460 0,44 1 420 0,34 1 460 0,44 1 420 0,35 1 440 0,42 1 360 0,38 1 400 0,48 1 300 0,43 1 360 0,68 1 260 CPUEstd 0,65 0,49 0,35 0,44 0,34 0,44 0,35 0,42 0,38 0,48 0,43 0,68 69 Lampiran 4 (lanjutan) Tahun 2010 Bagan apung CPUE FPI F std Januari 0,10 0,28 520,23 Februari 0,08 0,38 788,38 Maret 0,10 0,57 1001,62 April 0,08 0,42 913,57 Mei 0,07 0,39 983,73 Juni 0,07 0,38 866,71 Juli 0,08 0,41 905,43 Agustus 0,09 0,37 762,38 September 0,07 0,32 920,90 Oktober 0,08 0,30 665,51 November 0,09 0,37 763,12 Desember 0,12 0,31 488,96 Bulan Pukat tarik ikan CPUE FPI F std 0,35 1 250 0,22 1 380 0,18 1 450 0,18 1 420 0,17 1 460 0,19 1 420 0,20 1 440 0,24 1 360 0,22 1 410 0,27 1 310 0,24 1 340 0,38 1 250 CPUEstd 0,35 0,22 0,18 0,18 0,17 0,19 0,20 0,24 0,22 0,27 0,24 0,38 70 Lampiran 5 Penentuan nilai IMP dengan menggunakan metode rata-rata bergerak Tahun 2006 2007 2008 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Indeks waktu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 CPUE Standar 0,35 0,27 0,21 0,24 0,25 0,25 0,26 0,25 0,33 0,28 0,34 0,43 0,53 0,43 0,33 0,30 0,34 0,28 0,31 0,30 0,39 0,46 0,35 0,44 1,13 0,80 0,63 0,68 0,58 0,52 0,54 0,72 0,70 0,87 0,72 1,27 P Q R 0,29 0,30 0,32 0,33 0,33 0,34 0,34 0,35 0,35 0,35 0,37 0,37 0,37 0,42 0,45 0,48 0,51 0,53 0,55 0,57 0,60 0,63 0,66 0,69 0,76 0,78 0,79 0,80 0,81 0,82 0,33 0,36 0,38 0,40 0,42 0,43 0,45 0,46 0,48 0,49 0,52 0,53 0,57 0,60 0,62 0,64 0,66 0,68 0,70 0,72 0,74 0,76 0,78 0,80 0,84 0,82 0,80 0,79 0,78 0,77 0,90 0,82 1,04 0,85 1,03 1,26 1,55 1,24 0,96 0,84 0,92 0,76 0,84 0,70 0,86 0,96 0,70 0,83 2,05 1,40 1,04 1,08 0,88 0,75 0,71 0,92 0,88 1,09 0,88 1,55 71 Lampiran 5 (lanjutan) Tahun 2009 2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Indeks waktu 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 CPUE Standar 1,29 0,98 0,70 0,89 0,68 0,89 0,71 0,85 0,76 0,96 0,86 1,36 0,69 0,45 0,36 0,37 0,34 0,38 0,40 0,48 0,43 0,55 0,48 0,76 P 0,85 0,87 0,88 0,88 0,89 0,90 0,91 0,86 0,82 0,79 0,74 0,72 0,67 0,65 0,62 0,59 0,56 0,52 0,47 Q 0,76 0,76 0,75 0,74 0,72 0,71 0,69 0,67 0,65 0,65 96,23 96,29 96,32 96,33 96,34 96,35 96,34 96,33 96,31 R 1,51 1,13 0,80 1,01 0,77 0,98 0,78 0,99 0,93 1,22 1,16 1,91 1,03 0,69 0,58 0,62 0,61 0,72 0,84 72 Lampiran 6 Kandungan klorofil-a dan kategori DPI di setiap posisi penangkapan Musim Barat-Timur Barat Timur Posisi DPI Latitude Longitude 1˚40,456' 98˚40,312' 1˚47,993' 98˚47,378' 1˚43,044' 98˚27,769' 1˚47,474' 98˚25,584' 1˚30,952' 98˚40,147' 1˚35,062' 98˚40,367' 1˚43,980' 98˚48,575' 1˚47,984' 98˚26,572' 1˚48,347' 98˚46,578' 1˚43,247' 98˚50,147' 1˚40,456' 98˚40,312' 1˚47,993' 98˚47,378' 1˚43,044' 98˚27,769' 1˚47,474' 98˚25,584' 1˚30,952' 98˚40,147' 1˚35,062' 98˚40,367' 1˚43,980' 98˚48,575' 1˚47,984' 98˚26,572' 1˚48,347' 98˚46,578' 1˚43,247' 98˚50,147' 1˚40,456' 98˚40,312' 1˚47,993' 98˚47,378' 1˚43,044' 98˚27,769' 1˚47,474' 98˚25,584' 1˚30,952' 98˚40,147' 1˚35,062' 98˚40,367' 1˚43,980' 98˚48,575' 1˚47,984' 98˚26,572' 1˚48,347' 98˚46,578' 1˚43,247' 98˚50,147' Kandungan klorofil-a Kategori DPI 0,31 0,57 0,30 0,34 0,30 0,32 0,39 0,35 0,38 0,41 0,30 0,35 0,29 0,30 0,27 0,28 0,32 0,30 0,34 0,32 0,26 0,25 0,26 0,30 0,30 0,30 0,31 0,30 0,25 0,31 Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial 73 Lampiran 6 (lanjutan) Timur-Barat Musim Posisi DPI Latitude Longitude 1˚40,456' 98˚40,312' 1˚47,993' 98˚47,378' 1˚43,044' 98˚27,769' 1˚47,474' 98˚25,584' 1˚30,952' 98˚40,147' 1˚35,062' 98˚40,367' 1˚43,980' 98˚48,575' 1˚47,984' 98˚26,572' 1˚48,347' 98˚46,578' 1˚43,247' 98˚50,147' Kandungan klorofil-a Kategori DPI 0,34 0,33 0,36 0,39 0,37 0,31 0,34 0,37 0,39 0,39 Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial