Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2-1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Pondasi adalah konstruksi yang menghubungkan suatu struktur dengan tanah, dimana tanah berfungsi sebagai penopangnya. Untuk membangun suatu struktur bangunan perlu direncanakan pondasi yang mampu menghubungkan struktur bangunan dengan tanah secara baik. Pondasi harus memenuhi dua persyaratan dasar, antara lain : a. Faktor keamanan terhadap keruntuhan geser (shear failure) dari tanah pendukung harus memadai. b. Penurunan pondasi dapat terjadi dalam batas toleransi dan penurunan sebagian (differential settlement) tidak boleh mempengaruhi fungsi struktur. Terdapat 2 klasifikasi pondasi, yaitu : a. Pondasi dangkal Adalah pondasi yang memindahkan beban langsung ke lapisan permukaan tanah. Pada prinsipnya pondasi dangkal hanya mengandalkan tahanan ujungnya saja, karena tahanan gesek dindingnya (tahanan selimut) kecil. Yang termasuk jenis pondasi dangkal adalah pondasi telapak (spread footing), pondasi memanjang (continous footing) dan pondasi rakit (mat foundation). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2-2 b. Pondasi dalam Adalah pondasi yang meneruskan beban struktur ke lapisan tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan. Pada prinsipnya pondasi dalam dapat mengandalkan tahanan ujung dan tahanan gesek dindingnya (tahanan selimut). Yang termasuk jenis pondasi dalam adalah pondasi sumuran dan pondasi tiang. Kolom Dinding (b) (a) Kolom Rakit (c) Pilar Jembatan Sumuran (d) Kolom Tiang (e) Gambar 2.1 Macam-macam Tipe Pondasi (a) Pondasi Memanjang ; (b) Pondasi Telapak (c) Pondasi Rakit (d) Pondasi Sumuran (e) Pondasi Tiang (Sumber : Hary Christiady Hardiyatmo, 2002) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2-3 Untuk membantu memilih jenis pondasi, Peck (1953) memberikan rumus digunakan yaitu : a. Untuk pondasi dangkal D ≤1 B (2.1) b. Untuk pondasi dalam D >4 B (2.2) M M P P V V D B D (a) B (b) Gambar 2.2 Peralihan Gaya Pada Pondasi (a) Dangkal (b) Dalam (Sumber : Coduto, 1994) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2.2 2-4 Pondasi Tiang Fungsi umum pondasi tiang adalah : a. Untuk memikul beban struktur atas dan menyalurkannya ke tanah pendukung yang kuat b. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu, sehingga pondasi bangunan dapat memberikan dukungan yang cukup untuk menahan beban dengan menggunakan gesekan dinding tanah sekitar c. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi gaya angkat (up-lift) pada pondasi atau dok dibawah muka air akibat momen guling atau tekanan hidrostatis d. Untuk menahan gaya horisontal dan gaya yang arahnya miring e. Untuk memadatkan tanah pasir agar daya dukung tanah bertambah f. Untuk mengurangi penurunan (sistem tiang-rakit dan cerucuk) g. Untuk memberikan tambahan faktor keamanan, khususnya pada kaki jembatan yang dapat mengalami erosi h. Untuk menahan longsor, misalnya pada tanah yang mudah tergerus air Pondasi tiang memperoleh daya dukungnya dari gesekan antara selimut tiang dengan tanah dan dari tahanan ujungnya, oleh karena itu pondasi tiang dibedakan atas : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2-5 a. Tiang dukung ujung (end bearing pile) Adalah tiang yang daya dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada pada zona tanah lunak di atas lapisan tanah keras. b. Tiang gesek (friction pile) Adalah tiang yang daya dukungnya lebih ditentukan oleh gaya gesek tiang dengan dinding tanah di sekitarnya. Pondasi tiang dapat dibedakan menjadi 3 kategori sebagai berikut : a. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah, sehingga menyebabkan terjadinya perpindahan volume tanah yang relatif besar. Yang termasuk dalam kategori tiang perpindahan besar (large displacement pile) adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang, dan tiang baja bulat. b. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), yaitu tiang berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah, sehingga menyebabkan terjadinya perpindahan volume tanah yang relatif kecil. Yang termasuk dalam kategori tiang perpindahan kecil (small displacement pile) adalah tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja profil H, tiang baja bulat dengan ujung terbuka, dan tiang ulir. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2-6 c. Tiang tanpa perpindahan (non-displacement pile) terdiri dari tiang yang dipasang ke dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Yang termasuk dalam kategori tiang tanpa perpindahan adalah tiang bor, yaitu tiang yang pengecorannya dilakukan langsung dalam lubang hasil pengeboran tanah. Klasifikasi tiang berdasarkan jenis bahan tiang dan pembuatannya terdiri atas 5 kategori yaitu : a. Pondasi tiang kayu Jenis pondasi tiang yang paling primitif adalah tiang kayu. Pondasi jenis ini mudah diperoleh, dapat dipotong sesuai dengan panjang yang diinginkan, dan pada kondisi lingkungan tertentu dapat bertahan lama, akan tetapi tiang kayu dapat mengalami pembusukan atau rusak akibat dimakan serangga. Tiang kayu diperoleh dari pohon yang berdiameter 150 - 400 mm dan panjang 6 - 15 m. beban maksimum yang dapat dipikul oleh tiang kayu tunggal adalah sekitar 270 – 300 kN. Pondasi tiang kayu sangat cocok digunakan sebagai tiang gesekan. Tiang ini umumnya mengalami kerusakan ringan saat dipancang, sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai tiang tahanan ujung pada tanah pasir padat atau tanah berbatu. Untuk mengatasi kerusakan pada pemancangan pondasi tiang kayu dapat ditempuh cara sebagai berikut : • Menggunakan palu ringan • Pada ujungnya diberi gelang baja, cincin besi dan sepatu dari besi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil • 2-7 Sebelum pemancangan dilakukan pemboran (pre-drilling) b. Pondasi tiang baja Pondasi tiang baja umumnya berbentuk pipa atau profil H dan umumnya tiang jenis ini ringan, kuat, mampu menahan beban yang berat dan penyambungan tiang dapat dilakukan dengan sangat mudah. Tiang baja pipa dapat dipancang dengan bagian ujung tertutup maupun terbuka. Berdasarkan pengalaman, bentuk ujung terbuka lebih menguntungkan dari segi kedalaman penetrasi dan dapat dikombinasi dengan pemboran bila diperlukan. Selain itu, tanah yang berada pada bagian dalam pipa dapat dikeluarkan dengan mudah dan dapat diisi kembali dengan beton jika diinginkan. Untuk penetrasi ke dalam tanah berbatu disarankan menggunakan tiang baja profil H., karena jenis ini tidak banyak mendesak volume tanah dan tidak menyebabkan penyembulan. Tiang pipa memiliki inersia lebih tinggi daripada tiang H, sehingga dapat digunakan untuk memikul beban lateral yang besar. Tipe lain dari tiang baja yang digunakan untuk memikul beban ringan adalah screw pile yang pemasangannya dilakukan dengan cara memutar tiang tersebut ke dalam tanah tanpa adanya penggalian. Tiang ini dapat digunakan untuk semua jenis tanah dan paling sering digunakan untuk menahan tarik (tension piles). Kelemahan dari tiang baja adalah memiliki sifat korosi terhadap asam maupun air. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2-8 c. Pondasi tiang beton pracetak Bentuk penampang tiang ini dapat berbagai rupa namun umumnya berbentuk lingkaran, persegi empat, segi tiga dan oktagonal. Pembuatan tiang beton pracetak adalah dengan cara dicetak di lokasi tertentu, kemudian diangkut ke lokasi pembangunan. Tiang beton pracetak dapat dibuat berlubang maupun tidak. Tiang beton pracetak dibuat berlubang dengan tujuan untuk menghemat berat tiang itu sendiri. Ukuran yang biasa dipakai untuk tiang yang tidak berlubang adalah berkisar antara 20 sampai 60 cm, sedangkan untuk tiang yang bagian tengahnya berlubang diameternya dapat mencapai 140 cm. Panjang tiang beton pracetak yang tidak berlubang biasanya berkisar antara 20 sampai 40 m, sedangkan untuk tiang beton pracetak yang bagian tengahnya berlubang panjang tiang dapat mencapai 60 m. Pondasi tiang beton pracetak dirancang agar mampu menahan gaya dan momen lentur yang timbul pada saat pengangkatan dan tegangan-tegangan saat pemancangan disamping beban yang harus dipikul. Tipe tiang ini dapat bersifat sebagai tiang gesekan maupun tiang tahanan ujung. Keuntungan tiang beton pracetak adalah sebagai berikut : • Bahan tiang dapat diperiksa sebelum dipasang • Prosedur pemasangan tidak dipengaruhi oleh air tanah • Tiang dapat dipancang sampai kedalaman yang dalam • Pemancangan tiang dapat menambah kepadatan tanah granuler Adapun kerugian dari tiang beton pracetak, yaitu : • Penggembungan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2-9 • Tiang kadang-kadang rusak akibat pemancangan • Bila diameter tiang terlalu besar akan sulit dilakukan pemancangan • Pemancangan tiang dapat mempengaruhi bangunan di sekitarnya • Penulangan dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi pada waktu pengangkutan dan pemancangan tiang d. Pondasi tiang beton cast-in-situ Seluruh pengerjaan pondasi jenis ini dilakukan di lokasi pembangunan. Tiang beton cast-in-situ terdiri dari 2 tipe, yaitu : • Tiang berselubung pipa Pada jenis ini, pipa baja dipancang terlebih dahulu ke dalam tanah kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor dan dicor. Pipa baja yang ada di lubang bor dan telah dicor dibiarkan didalam tanah. Yang termasuk jenis ini adalah tiang standard Raymond. • Tiang tidak berselubung pipa Pengerjaan tiang ini sama dengan tiang berselubung pipa hanya saja pipa baja yang telah dicor ditarik keluar. Yang termasuk jenis tiang ini adalah tiang Franky e. Pondasi tiang beton pratekan Tiang beton pratekan memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan memperkecil kemungkinan kerusakan saat pengangkatan dan pemancangan. Tiang jenis ini sangat cocok untuk kondisi dimana dibutuhkan tiang yang panjang dan memiliki daya dukung yang tinggi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 10 f. Pondasi tiang komposit Pondasi tiang komposit merupakan gabungan antara dua material yang berbeda, misalnya material baja dengan beton, material kayu dengan beton. Kesulitannya hanya pada ikatan antara kedua material tersebut terutama pada material kayu - beton sehingga jenis ini ditinggalkan. Ikatan antara bahan baja dan beton cukup baik. 2.2.1 Persyaratan Pondasi Tiang Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu pondasi tiang yaitu : a. Beban yang diterima oleh pondasi tidak melebihi daya dukung tanah maupun tegangan yang melebihi kekuatan bahan tiang untuk menjamin keamanan bangunan. b. Pembatasan penurunan yang terjadi pada bangunan dengan nilai penurunan maksimum yang dapat diterima dan tidak merusak struktur. c. Pengendalian atau pencegahan efek dari pelaksanaan konstruksi pondasi yang bertujuan untuk membatasi pergerakan bangunan atau struktur lain disekitarnya, misalnya : getaran saat pemancangan, galian dan lain-lain. 2.2.2 Prosedur Perancangan Pondasi Tiang a. Penyelidikan Tanah Penyelidikan tanah di lapangan dibutuhkan untuk data perancangan pondasi bangunan. Penyelidikan tanah dapat dilakukan dengan cara menggali lubang uji (test pit), pengeboran dan uji langsung di lapangan (in-situ test). Dari hasil BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 11 penyelidikan tanah, sifat teknis tanah dipelajari dan dijadikan pertimbangan dalam menganalisis daya dukung dan penurunan tanah. Penyelidikan tanah biasanya dilakukan berdasarkan besarnya beban bangunan, tingkat keamanan yang diinginkan, kondisi lapisan tanah, dan biaya yang tersedia. Tujuan dilakukan penyelidikan tanah adalah : • Untuk mendapatkan informasi mengenai lapisan tanah dan batuan di lokasi pembangunan, sehingga dapat diketahui lapisan tanah keras yang dapat dijadikan lapisan pendukung untuk pondasi. • Untuk mendapatkan informasi mengenai kedalaman Muka Air Tanah (MAT). Pada bangunan yang mempunyai lantai basement diperlukan informasi mengenai tinggi Muka Air Tanah (MAT), agar dapat ditentukan besarnya tekanan pada basement baik tekanan pada dinding basement maupun besarnya gaya angkat (uplift). Selain itu juga penyelidikan tanah diperlukan untuk pertimbangan metode konstruksi dan sistem dewatering lokasi. • Untuk mendapatkan informasi sifat-sifat fisis dan sifat-sifat mekanis tanah/batuan. Sifat-sifat fisis tanah adalah karakteristik dari suatu material yang diperoleh secara alami dan digunakan untuk klasifikasi tanah. Sifat-sifat mekanis tanah adalah respon material terhadap pembebanan dan digunakan untuk memperkirakan kemampuan tanah mendukung beban yang direncanakan dan deformasi pada tanah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil • 2 - 12 Menentukan parameter tanah untuk analisis. Parameter tanah dapat digunakan untuk analisis pondasi atau untuk simulasi proses konstruksi. Dalam hal tertentu, perancangan pondasi dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi langsung berdasarkan hasil uji lapangan, khususnya SPT (Standard Penetration Test) dan CPT (Cone Penetration Test). Penyelidikan tanah biasanya terdiri dari 3 tahap, yaitu : • Penggalian lubang uji atau pengeboran • Pengambilan contoh tanah • Pengujian contoh tanah Jarak pengambilan contoh tanah yang dilakukan bergantung pada tingkat ketelitian yang dikehendaki, biasanya pengambilan contoh tanah dilakukan pada jarak kedalaman 0,75 – 2 m. Sebelum dilakukan pengambilan contoh tanah perlu dilakukan penentuan jumlah, jarak dan kedalaman titik bor. • Jumlah titik bor Jumlah titik bor ditentukan oleh kondisi tanah, apabila kondisi tanah cukup homogen jumlah titik bor yang diperlukan untuk menggambarkan potongan melintang lebih sedikit dibandingkan jika kondisi tanah tidak homogen. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil • 2 - 13 Jarak titik bor Jarak antara titik bor untuk pekerjaan pondasi didasarkan jenis struktur bangunan yang direncanakan. Pedoman penentuan jarak titik bor adalah s sebagai berikut : Tabel 2.1 Pedoman Penentuan Jarak Titik Bor • Jenis Struktur Jarak Titik Bor (m) Gedung Tinggi 15 – 45 Bangunan industri 30 – 90 Kedalaman titik bor Pemboran harus dilakukan hingga kedalaman lapisan tanah cukup keras (nilai NSPT berkisar antara 30-50), tetapi bila di bawah lapisan tanah keras terdapat tanah kompresibel pengeboran harus dilakukan kembali (kecuali lapisan tersebut tidak mengakibatkan penurunan yang berlebihan). Bila terdapat rencana penggalian, maka kedalaman pemboran di lokasi tersebut sekurangnya 1,5 - 2 kali kedalaman galian. Batas atas dilakukan bila kondisi tanah lembek. Hal ini adalah untuk memungkinkan analisis kestabilan lereng galian dan mengevaluasi kemungkinan penyembulan (heaving). Bila didapati lapisan aquifer, maka pemboran mungkin dapat lebih dalam lagi. Bila kaki pondasi tiang diharapkan masuk ke dalam batuan, maka pengeboran dilakukan sekurangnya 3 m ke dalam lapis batuan tersebut. Untuk struktur yang berat seperti bangunan tinggi, satu titik bor perlu dilakukan hingga mencapai batuan dasar bila kondisi memungkinkan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 14 Tabel 2.2. adalah kedalaman minimum pemboran yang perlu dilakukan menurut Sowers (1979). Tabel 2.2 Kedalaman Minimum Pemboran Jenis Struktur Kedalaman Titik Bor (m) Sempit dan Ringan 3.S0.7 Luas dan Berat 6.S0.7 Keterangan : S adalah banyaknya lantai pada gedung tinggi Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara menekan tabung contoh tanah secara hati-hati (terutama untuk tanah tidak terganggu) yang dipasang pada ujung bawah batang bor. Pada waktu pengeboran dilakukan, contoh tanah dapat diperiksa dengan cara menarik pipa bor. Jika pada tahap ini ditemui perubahan jenis tanah, maka kedalaman perubahan jenis tanah perlu dicatat. Pada lapisan-lapisan yang dianggap penting untuk diketahui karakteristik tanahnya perlu dilakukan pengambilan contoh tanah secara kontinu. Apabila pengeboran dilakukan pada lapisan batuan pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dengan menggunakan alat bor putar (rotary drill). Teknik pengeboran dalam umumnya dipakai untuk penyelidikan tanah bagi kepentingan perancangan pondasi dalam. Dengan pengeboran, contoh tanah dan batuan dapat diambil dan diuji di laboratorium untuk klasifikasi dan pengujian sifat fisis maupun sifat mekanisnya. b. Menentukan Profil dan Karakteristik Teknis Tanah Dalam perancangan pondasi tiang yang pertama kali dilakukan adalah menentukan lapisan tanah, menggambarkan profil kadar air dan batas – batas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 15 Atterberg, menentukan kuat geser undrained dari Uji Triaksial UU atau Uji Geser Baling (vaneshear), dan menggambarkan hasil uji lapangan (in-situ test) dan menetapkan Muka Air Tanah (MAT) di lokasi proyek. Penggambaran potongan penampang perlu dilakukan apabila terdapat beberapa pengeboran dan uji sondir. Penggambaran penampangan melintang melalui beberapa titik bor dilakukan agar dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi tanah dalam arah potongan tersebut. Gambaran profil tanah dapat menjadi pertimbangan dalam merancang pondasi, misalnya : bila tidak terdapat lapisan tanah keras maka tiang dapat dirancang sebagai tiang tahanan gesek. c. Penentuan Jenis dan Dimensi Pondasi Tiang Faktor yang menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan jenis dan dimensi pondasi tiang adalah : 1. Daya dukung vertikal, tarik, dan lateral 2. Ketersediaan peralatan 3. Pengalaman konstruksi di lokasi proyek 4. Pertimbangan lingkungan (suara, getaran, jalan akses, dan lain - lain) 5. Ekonomi (biaya) d. Perancangan Pondasi Tiang Salah satu langkah dalam merancang pondasi tiang adalah menentukan daya dukung ujung tiang, daya dukung gesekan selimut, daya dukung tarik, daya dukung lateral. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 16 Masalah yang cukup kritis pada perancangan adalah menentukan parameter tanah yang tepat. Dalam banyak hal, meskipun metode analisis untuk daya dukung tiang cukup banyak dan dapat memberikan jawaban yang bervariasi, tetapi kesalahan yang terjadi akibat kekeliruan parameter tanah adalah lebih fatal (Peck 1988). e. Penentuan Komposisi Tiang Pengelompokan tiang dapat dilakukan berdasarkan beban yang bekerja di struktur atas. Apabila beban yang bekerja di struktur atas relatif kecil, kemungkinan beban dapat dipikul oleh pondasi tiang tunggal. Sedangkan jika beban yang bekerja di struktur atas relatif besar, maka pondasi tiang yang digunakan harus disatukan dengan sebuah kepala tiang (pile cap). f. Pengaruh Konstruksi pada Bangunan Di Sekitar Proyek Dalam merancang suatu pondasi tiang perlu dipertimbangkan pengaruh konstruksi pada bangunan di sekitar proyek ketika penggalian untuk pile cap maupun basement dilakukan.. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi perubahan daya dukung pondasi dari bangunan di sekitar proyek, misalnya : akibat galian pondasi yang dapat menimbulkan perubahan tegangan vertikal (overburden), gerakan lateral, dan perubahan Muka Air Tanah (MAT). 2.3 Pondasi Tiang Bor Tiang pancang dan tiang bor dibedakan karena mekanisme pemikulan beban yang relatif tidak sama, secara empirik menghasilkan daya dukung yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 17 berbeda, pengendalian mutu yang berbeda, dan cara evaluasi yang berbeda untuk masing masing jenis tiang tersebut. Pondasi tiang bor mempunyai karakteristik khusus karena cara pelaksanaannya yang dapat mengakibatkan perilaku di bawah pembebanan berbeda dengan perilaku tiang pancang. Hal - hal yang mengakibatkan timbulnya perbedaan antara pondasi tiang bor dan tiang pancang adalah sebagai berikut : a. Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya dengan material beton, sedangkan tiang pancang dimasukkan ke tanah dengan mendesak tanah disekitarnya (displacement pile) b. Beton dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa curing dibawah tanah c. Untuk menjaga kestabilan dinding lubang bor digunakan casing maupun slurry yang dapat membentuk lapisan lumpur pada dinding galian, serta dapat mempengaruhi mekanisme gesekan tiang dengan tanah d. Cara penggalian lubang bor disesuaikan dengan kondisi tanah Keuntungan pemakaian pondasi tiang bor adalah: a. Tidak ada resiko kenaikan Muka Air Tanah (MAT) b. Kedalaman tiang dapat divariasikan berdasarkan kondisi tanah setempat c. Pada pondasi tiang bor, saat penggalian dapat dilakukan pemeriksaan mengenai jenis tanah untuk membandingkan dengan jenis tanah yang diantisipasi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 18 d. Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang dalam maupun dengan diameter yang besar, dan dapat dilakukan pembesaran ujung bawahnya jika tanah dasar setempat berupa lempung. e. Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan pemancangan f. Gangguan lingkungan yang minimal karena suara, getaran dan gerakan dari tanah sekitarnya dapat dikatakan minimum g. Kemudahan terhadap perubahan konstruksi. Kontraktor dapat dengan mudah mengikuti perubahan diameter atau panjang tiang bor untuk mengkompensasikan suatu kondisi yang tidak terduga h. Umumnya daya dukung yang amat tinggi memungkinkan perancangan satu kolom dengan dukungan satu tiang (one column one pile) sehingga dapat menghemat kebutuhan untuk pile cap i. Kepala tiang mudah diperbesar bila diperlukan, misalnya : untuk meningkatkan inersia terhadap momen j. Tidak ada resiko penyembulan (heaving) Namun demikian terdapat juga beberapa kerugian dari pondasi tiang bor : a. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan bila tanah setempat berupa pasir atau tanah yang berkerikil b. Mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik karena dipengaruhi air tanah c. Air yang mengalir ke dalam lubang bor dapat mengurangi daya dukung tiang terhadap tanah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 19 d. Pelaksanaan konstruksi yang sukses sangat bergantung pada ketrampilan dan kemampuan kontraktor, dimana bila pelaksanaannya buruk dapat menyebabkan penurunan daya dukung yang cukup berarti e. Berbahaya jika terjadi tekanan artesis yang dapat menerobos ke atas Karena kedalaman dan diameter dari tiang bor dapat divariasi dengan mudah, maka jenis pondasi ini dipakai baik untuk beban ringan maupun untuk struktur berat seperti bangunan bertingkat tinggi dan jembatan. Dalam dekade terakhir ini pemakaian pondasi tiang bor semakin luas, seperti diantaranya : a. Pondasi jembatan b. Menara transmisi listrik c. Fasilitas dok d. Soldier pile e. Kestabilan lereng f. Dinding penahan tanah g. Pondasi bangunan ringan pada tanah lunak h. Pondasi bangunan tinggi, dan struktur yang membutuhkan gaya lateral yang cukup besar, dan lain-lain. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 20 Gambar 2.3 Macam-macam Kegunaan Pondasi Tiang Bor (Sumber : Universitas Katolik Parahyangan, 2001) 2.3.1 Perancangan Pondasi Tiang Bor 2.3.1.1 Daya Dukung Vertikal Pondasi Tiang Bor Rumus umum untuk menghitung daya dukung vertikal pondasi untuk tiang bor adalah : Qu = Qs + Qp BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA (2.3) Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 21 Dimana : Qu = daya dukung ultimit tiang (ton) Qp = daya dukung ultimit ujung tiang (ton) Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton) Dalam perhitungan daya dukung vertikal pondasi tiang bor, daya dukung selimut dan daya dukung ujung dapat dihitung dengan menggunakan Metode Reese & wright dan Metode Kulhawy. a. Daya dukung Ujung Tiang Daya dukung ultimit pada ujung tiang bor dinyatakan sebagai berikut : Qp = qp . A (2.4) Dimana : Qp = daya dukung ultimit ujung tiang (ton) qp = tahanan ujung per satuan luas (ton/m²) A = luas penampang tiang bor (m2) Pada tanah kohesif besar tahanan ujung per satuan luas (qp) dapat diambil sebesar 9 kali kuat geser tanah. Sedangkan pada tanah non kohesif, Reese mengusulkan korelasi antara qp dengan NSPT. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 22 Gambar 2.4 Tahanan Ujung Ultimit Pada Tanah Non Kohesif ( Sumber : Reese & Wright,1977 ) b. Daya Dukung Selimut Tiang Perhitungan daya dukung selimut tiang pada tanah homogen dapat dituliskan dalam bentuk : Qs = f . L . p (2.5) Dimana : Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton) f = gesekan selimut tiang (ton/m²) L = panjang tiang (m) p = keliling penampang tiang (m) Bila tiang bor terletak pada tanah yang berlapis, maka formula tersebut dapat dimodifikasi sebagai berikut : n Qs = ∑ fs × l × p i =1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA (2.6) Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 23 Dimana : Qs = daya dukung ultimit selimut tiang (ton) fs = gesekan selimut tiang (t/m²) l = panjang tiang (m) p = keliling penampang tiang (m) Nilai L dan p untuk perhitungan diatas diperoleh dari data tiang yang akan digunakan, sedangkan untuk nilai f diperoleh dari perhitungan menggunakan metode Reese & Wright (1977) Gesekan selimut tiang per satuan luas dipengaruhi oleh jenis tanah dan parameter kuat geser tanah. Untuk tanah kohesif dan non kohesif dapat dihitung dengan menggunakan formula : f =α.c (2.7) Dimana : α = faktor koreksi c = kohesi tanah (t/m²) Berdasarkan hasil penelitian Reese faktor koreksi (α) untuk tanah kohesif dapat diambil sebesar 0,55. Sedangkan untuk tanah non kohesif, nilai f dapat diperoleh dengan korelasi langsung dengan nilai NSPT. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 24 Gambar 2.5 Tahanan Selimut Ultimit Vs NSPT ( Sumber : Wright 1977 ) Untuk mendapatkan daya dukung ijin maka daya dukung ultimit yang didapatkan dibagi dengan faktor keamanan sebesar 2 – 3. 2.3.1.2 Daya Dukung Tarik Pondasi Tiang Bor Bila pondasi tiang dirancang untuk menahan gaya tarik maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Tiang beton harus dilengkapi dengan tulangan memanjang b. Sambungan tiang harus diperhitungkan untuk menahan gaya tarik c. Tiang harus diangker ke dalam pelat penutup tiang dan pelat penutup harus diikatkan dengan kolom. Perancangan pelat diperhitungkan terhadap tegangan akibat tarikan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA penutup tiang harus Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 25 d. Tahanan tiang terhadap gaya ke atas tiang tidak selalu sama dengan tahanan gesek tiang yang arah gayanya ke bawah. Untuk tiang gesek pada tanah lempung dapat dianggap sama, akan tetapi untuk tanah granuler hal ini tidak sama. Untuk tiang pada tanah lempung, tahanan tarik ultimit dinyatakan dalam persamaan : Tug = Tun + W (2.8) Dimana : Tug = daya dukung tarik total (ton) Tun = daya dukung tarik bersih (ton) W = berat efektif tiang (ton) Menurut rumusan Das dan Seeley (1982) : Tun = (L x p x cu x α ' ) (2.9) Dimana : L = panjang tiang (m) P = keliling dari tiang (m) cu = kohesi tanah (kN/m2) α’ = koefisien adhesi dari permukaan tiang Nilai α’ untuk pondasi tiang bor cor di tempat dinyatakan dengan rumus : a. Untuk nilai cu ≤ 80 kN/m2 α’ = 0,9 – 0,00625 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA (2.10) Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 26 b. Untuk nilai cu > 80 kN/m2 α’ = 0,4 (2.11) Gambar 2.6 Kapasitas Tiang Menahan Gaya Tarik (Sumber : Das, 1990) Untuk tanah pasir Das dan Seeley (1975) merumuskan : 1 Tun = p γ L2Ku tan δ 2 Dimana : Tun = daya dukung tarik netto (t/m2) P = keliling tiang (m) Ku = koefisien tarik γ = berat volume tanah (kN/m3) ; digunakan γ’ jika tanah terendam air δ = sudut gesek tanah (°) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA (2.12) Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil Gambar 2.7 (a) Korelasi Nilai fu (b) Korelasi Koefisien Ku (c) Variasi Nilai δ/φ dan (L/D)cr (Sumber : Das, 1990) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 - 27 Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 28 2.3.1.3 Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Bor Gambar 2.8 (a) Gaya Lateral Pada Tiang Pondasi (b) Gaya Tahanan Tanah Akibat Dibebani Lateral (c) Defleksi , Putaran Sudut, Momen, Geser, dan Tekanan Aktif Tanah Akibat Beban Lateral (Sumber : Das, 1990) Pondasi tiang harus dirancang dengan memperhitungkan beban horisontal atau beban lateral, seperti : beban angin, tekanan tanah lateral, beban gelombang air, benturan kapal, dan lain-lain. Dalam analisis, kondisi kepala tiang dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Kepala tiang terjepit (fixed head) Adalah tiang yang pada bagian atasnya terjepit, biasa digunakan pada gedung atau bangunan tinggi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 29 b. Kepala tiang bebas (free head) Adalah tiang yang pada bagian atasnya tidak terjepit, biasa digunakan pada jembatan. Beban lateral yang harus didukung pondasi tiang bergantung pada rangka bangunan yang mentransfer gaya lateral ke kolom bagian bawah. Pondasi tiang yang dipasang vertikal harus dirancang untuk menahan beban lateral yang cukup besar, maka tanah (khususnya pada bagian atas) yang berfungsi sebagai pendukung juga harus mampu menahan gaya yang bekerja. Tiang pondasi juga perlu dihubungkan dengan gelagar-gelagar horisontal yang berfungsi sebagai penahan gaya lateral. Gaya lateral besarnya bergantung pada kekakuan tiang, tipe tiang, macam tanah, penanaman ujung tiang ke dalam pelat penutup kepala tiang, sifat gaya-gaya dan besarnya defleksi yang terjadi. Apabila gaya lateral yang bekerja besar maka tiang yang dirancang dapat menggunakan tiang miring. Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah satu dari dua kriteria berikut : a. Beban lateral ijin yang ditentukan dengan membagi beban lateral ultimit dengan nilai faktor keamanan b. Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan (0,25 inch atau 0,00635 m) Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral selain perlu mempertimbangkan kondisi kepala tiang juga perlu dilakukan pertimbangan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 30 terhadap perilaku tiang. Untuk menentukan apakah tiang berperilaku seperti tiang panjang (elastis) atau tiang pendek (kaku) ditentukan dengan rumus seperti di bawah ini : Tabel 2.3 Kriteria Jenis Tiang Jenis tiang Modulus Tanah Kaku (Pendek) Elastis (panjang) a. R = 4 L≤2T L≤2R L≥4T L ≥ 3,5 R EI KD (2.13) Dimana : E = modulus elastisitas tiang (t/m2) I = momen inersia (m4) D = diameter tiang (m) ks = modulus subgrade tanah dalam arah horisontal (t/m3) ; dimana k s = 67 x cu B (2.14) K = modulus tanah (t/m3) ; dimana K = b. T = 5 ks 1,5 EI ηh (2.15) (2.16) Dimana : E = modulus elastisitas tiang (t/m2) I = momen inersia (m4) ηh = koefisien variasi modulus yang diperoleh Terzaghi dari hasil uji beban BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 31 tiang dalam yang terendam tanah pasir (t/m2); dimana ηh = 67 x cu (dengan cu = kohesi tanah (kN/m2) (2.17) Setelah kita menentukan jenis perilaku tiang, kita dapat menganalisis daya dukung ultimit tiang pondasi. Untuk tiang pondasi yang dirancang untuk menerima beban lateral juga harus meninjau besar defleksi maksimum yang terjadi akibat menerima beban tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan meninjau besar daya dukung ultimit lateral dan besar defleksi maksimum pada tiang pondasi tiang. Berikut metode untuk mencari besar daya dukung lateral pada tiang pondasi tiang dan defleksi maksimumnya, yaitu : a. Metode Brinch Hansen Metode ini berdasarkan teori tekanan tanah dan memiliki keuntungan karena dapat diterapkan baik pada tanah homogen, tanah dengan c-φ dan tanah berlapis, tetapi hanya berlaku untuk tiang pendek dan dalam solusinya membutuhkan cara coba-coba untuk mendapatkan titik rotasi dari tiang. b. Metode Broms Metode perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah mencapai nilai ultimit. Keuntungan metode Broms : • Dapat digunakan pada tiang panjang maupun tiang pendek • Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 32 Kerugian metode Broms : • Hanya berlaku untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah lempung saja atau tanah pasir saja • Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis Karena kedua metode diatas tidak dapat digunakan dalam penelitian maka tinjauan pustaka yang dilakukan hanya garis besar saja. c. Metode Reese & Matlock Disamping kapasitas lateral ultimit sebagai kriteria desain, dapat pula digunakan defleksi lateral ijin. Metode yang digunakan adalah Reese & Matlock yang menggunakan pendekatan reaksi subgrade. (a) (b) Gambar 2.9 Perlawanan Tanah dan Momen Lentur Tiang Panjang – Kepala Tiang Terjepit (a) Pada Tanah Pasir (b) Pada Tanah Lempung (Sumber, Broms, 1964) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil (a) (b) (c) 2 - 33 (d) Gambar 2.10 Pondasi Tiang dengan Beban Lateral H dan Momen M (a) Defleksi (b) Slope (c) Momen (d) Geser (e) Reaksi Tanah (Sumber: Reese & Matlock, 1956) • Kepala tiang bebas (free head) Rumus untuk menghitung defleksi akibat beban lateral untuk kondisi kepala tiang bebas adalah sebagai berikut : yx = yA + yB = Ay ⋅ H ⋅ T3 M.T 2 + By EI EI (2.18) Nilai Ay dan By dapat dilihat pada Tabel 2.4. Koefisien A dan B besarnya bervariasi tergantung pada harga Z. Rumus untuk mencari harga Z adalah : Z= x T Dimana : x = kedalaman yang ditinjau T = faktor kekakuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA (2.19) Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 34 Tabel 2.4 Koefisien A untuk Tiang Panjang (Zmax ≥ 5) Kondisi Kepala Tiang Bebas (Sumber : R.J. Woodwood. et.al., 1972) • Kepala tiang terjepit (fixed head) Untuk kepala tiang pondasi pada gedung tinggi biasanya dianggap terjepit (fixed head) maka rumus untuk menghitung defleksi yang terjadi pada tiang pondasi menurut Reese dan Matlock adalah : y x = cy H ⋅ T3 EI (2.20) Koefisien cy diperoleh dari grafik pada Gambar 2.11, dimana koefisien kedalaman diperoleh dari rumus 2.19. Untuk harga Zmax diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil Zmax = L T 2 - 35 (2.21) Gambar 2.11 Koefisien Defleksi (Cy) Pada Tiang Kepala Terjepit (Sumber Reese and Matlock, 1956) Nilai defleksi yang diijinkan untuk suatu gedung bertingkat adalah maksimal 0,25 inch atau 0,00635 m walaupun beban lateral yang bekerja berbeda-beda. 2.3.2 Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor Tiga metode pelaksanaan pondasi tiang bor adalah sebagai berikut : • Pelaksanaan dengan cara kering (dry method) Cara ini sesuai dengan jenis tanah kohesif dan pada tanah dengan muka air tanah yang berada pada kedalaman di bawah dasar lubang bor atau jika permeabilitas tanahnya sangat kecil, sehingga pengecoran beton dapat dilakukan sebelum pengaruh air terjadi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil • 2 - 36 Pelaksanaan dengan casing Casing diperlukan karena runtuhan tanah (caving) atau deformasi lateral dalam lubang bor dapat terjadi. Perlu dicatat bahwa slurry perlu dipertahankan sebelum casing masuk. Dalam kondisi tertentu, casing harus dimasukkan dengan menggunakan alat penggetar (vibrator). Penggunaan casing harus cukup panjang dan mencakup seluruh bagian tanah yang dapat runtuh akibat penggalian dan juga diperlukan bila terdapat tekanan artesis. Kadang-kadang casing sukar dicabut kembali bila beton sudah mengalami setting, tetapi sebaliknya casing tidak boleh dicabut mendahului elevasi beton karena tekanan air di sekeliling dinding dapat menyebabkan curing beton tidak sempurna. Casing juga dibutuhkan pada pengecoran di atas tanah atau di tengah-tengah air, misalnya pada pondasi untuk dermaga atau jembatan. • Pelaksanaan dengan Slurry Metode ini hanya dapat dilakukan untuk suatu situasi yang membutuhkan casing. Perlu dicatat disini bahwa tinggi slurry dalam lubang bor harus mencukupi untuk memberikan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan air di sekitar lubang bor. Akan tetapi, slurry tidak boleh didiamkan dalam jangka waktu yang lama pada lubang galian karena slurry akan menempel pada dinding lubang galian. Penempelan slurry akan menyebabkan kapasitas gesekan selimut tiang bor berkurang. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil Bentonite adalah bahan yang dipakai 2 - 37 sebagai slurry dengan mencampurkannya dengan air. Umumnya diperlukan bentonite sebanyak 4% hingga 6 % untuk pencampuran tersebut. 2.4 Pengujian Beban Pada Tiang Pondasi (Pile Load Tests) Pengujian beban pada tiang pondasi dilakukan dengan tujuan : a. Untuk menentukan grafik hubungan beban dan penurunan b. Untuk menentukan kapasitas ultimit tiang pondasi yang sebenarnya, yaitu dengan cara membandingkan hasil hitungan kapasitas tiang pondasi (dari rumus empiris statis ataupun dinamis) dengan kapasitas tiang pondasi dari hasil pengujian di lapangan c. Sebagai percobaan untuk meyakinkan bahwa keruntuhan pondasi tidak akan terjadi sebelum beban rencana tercapai. Beban ini nilainya beberapa kali dari beban kerja yang terpilih dalam perancangan. Berdasarkan Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 1991 mengenai Bangunan Dalam Wilayah DKI Jakarta menetapkan, untuk perencanaan pondasi dan struktur penahan tanah harus dilakukan percobaan pembebanan sebesar 200 % dari beban kerja rencana, baik untuk aksial tekan, aksial tarik dan beban lateral Menentukan letak titik pengujian perlu dilakukan sebelum menguji tiang pondasi. Letak titik pengujian adalah titik yang dekat dengan lokasi penyelidikan tanah, dimana karakteristik tanahnya telah diketahui dan lokasi yang mewakili kondisi yang paling buruk di lokasi rencana bangunan. Apabila tiang yang akan diuji BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 38 bukan bagian dari pondasi yang akan digunakan, sebaiknya memiliki ukuran yang sama dengan yang digunakan untuk mendukung bangunan. 2.4.1 Uji Pembebanan Statis (Static Loading Test) Sistem pembebanan dalam static loading test terbagi atas beberapa cara yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan pengujian tiang, antara lain : a. Dengan Metode blok-blok beton Satu landasan (platform) yang dibebani dengan beban yang berat dibangun dan diletakkan langsung di atas tiang uji. Cara ini biasanya memiliki resiko ketidakseimbangan beban yang dapat menimbulkan kecelakaan. Gambar 2.12 Pengujian Dengan Beban Langsung di Kepala Tiang b. Dengan Metode Hidrolis Gelagar reaksi yang dibebani dengan beban berat, dibangun melintasi tiang yang diuji. Sebuah dongkrak hidrolik (hydraulic jack) yang berfungsi untuk memberikan gaya kebawah dan pengukur besar beban (load gauge atau BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 39 proving ring) diletakkan diantara kepala tiang dan gelagar reaksi. Untuk memperkecil pengaruh pendukung gelagar reaksi terhadap penurunan tiang, pendukung gelagar disarankan harus berjarak lebih besar 1,25 m dari tiang uji. Gambar 2.13 Pengujian Dengan Sistem Dongkrak Hidrolik c. Dengan Metode Tiang Angker Yakni disekitar tiang uji dibangun pondasi sementara sebagai angker untuk mendapatkan gaya tekan. Gelagar reaksi diikat pada tiang-tiang angker yang dibangun di kedua sisi tiang. Dongkrak hidrolik dan alat pengukur besar gaya diletakkan diantara gelagar reaksi dan kepala tiang. Tiap angker harus berjarak paling sedikit 3 kali diameter tiang, diukur dari masing-masing sumbunya dan harus lebih dari 2 m. Jika tiang uji berupa tiang yang membesar pada ujungnya, jarak sumbu angker ke sumbu tiang harus 2 kali BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 40 diameter ujung atau 4 kali diameter badan tiang. Dipilih mana yang lebih besar. Gambar 2.14 Pengujian Dengan Tiang Angker (Tomlinson, 1980) Uji pembebanan statis memiliki 3 macam metode pembebanan, yaitu : a. Slow Maintained Load Test Method (SM Test) Metode ini mengikuti prosedur ASTM D1143-81 yang terdiri dari : • Penambahan beban terdiri dari 8 tahap yaitu 25 %, 50 %, 75 %, 100 %, 125 %, 150 %, 175 %, dan 200 % dari beban rencana • Untuk setiap penambahan beban, pembacaan penurunan diteruskan hingga penurunan tidak lebih dari 2,54 mm/jam, tetapi tidak lebih dari 2 jam • Pada saat penambahan beban sebesar 200 % dari beban rencana, beban ditahan selama 24 jam • Setelah penambahan beban sebesar 200 % selesai dilakukan, beban diturunkan secara bertahap untuk pengukuran rebound BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 41 Metode Slow Maintained Load Test Method (SM Test) membutuhkan waktu yang lama pada proses pengerjaannya. b. Swedish Cyclic Test Method (SC Test) Metode ini hampir sama dengan metode Slow Maintained Load Test Method (SM Test), hanya saja pada metode ini sebelum penambahan beban dilakukan pelepasan beban (unloading-reloading). Dengan dilakukan pelepasan beban, rebound dari setiap tahap dapat diketahui dan perilaku pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan dengan lebih baik. c. Quick Maintained Load Test Method (QM Test) Prosedur pada Quick Maintained Load Test Method (QM Test) adalah sebagai berikut : • Penambahan beban untuk pengujian dimulai dari 20 % sampai 300 % dari beban rencana dengan penambahan 15 % setiap tahapnya. • Penambahan bebannya dilakukan setiap periode 5 menit. Untuk pembacaan dilakukan setiap 2,5 menit. Selain itu, metode ini tidak memperhatikan pergerakan tiang. Metode Quick Maintained Load Test Method (QM Test) membutuhkan waktu 3 – 5 jam dalam proses pengerjaannya. Metode ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan penurunan pada suatu bangunan karena penambahan beban dilakukan dalam waktu yang singkat. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 42 d. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test) Metode CRP merupakan salah satu alternatif lain yang digunakan untuk pengujian tiang secara statis. Prosedur metode CRP adalah sebagai berikut : • Tiang dibebani terus menerus hingga kecepatan penetrasi ke dalam tanah konstan. Umumnya diambil patokan sebesar 0,254 cm/menit atau lebih rendah bila jenis tanah adalah lempung • Pengujian dihentikan apabila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang atau pergerakan tiang sudah cukup besar • Hasil pengujian tiang dengan metode CRP menunjukkan bahwa bebann runtuh relative tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan batasan kecepatan penurunan kurang dari 0,125 cm/menit pengujian tiang dibawah beban yang diterapkan secara kontinu oleh sebuah dongkrak hidrolis dengan kecepatan penetrasi tiang ke tanah konstan. Waktu yang digunakan untuk pengujian tergantung dari ukuran dan daya dukung tiang. Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interpretasi untuk menentukan besar beban ultimit. Ada berbagai metode interpretasi hasil uji pembebanan statis pada pondasi tiang bor, yaitu : a. Metode P – S Metode ini dilakukan dengan cara menarik garis lurus yang menyinggung lengkung kurva beban terhadap penurunan pondasi. Dari hasil perpotongan kedua garis tersebut ditarik ke arah sumbu beban akan diperoleh daya dukung ultimit tiang bor. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 43 b. Metode Fuller dan Hoy Metode Fuller dan Hoy hampir sama dengan metode P – S, hanya salah satu garis singgung harus membentuk sudut tangen 0,05 in/ton. Metode ini tidak efektif digunakan untuk tiang panjang. Interpretasi dapat dilakukan jika kurva penurunan – beban mencapai nilai ultimit, sehingga jika kurva tidak mencapai ultimit daya dukung ultimit dapat dicari dengan cara mengambil nilai beban uji maksimum (200 % dari beban rencana). 2.4.4.1 Uji Beban Vertikal (Axial Compression Loading Test) Uji beban vertikal digunakan untuk mengetahui besar daya dukung ultimit tiang untuk menerima gaya aksial. Gambar 2.15 menunjukkan jenis kurva penurunan – beban yang dialami oleh tiang vertikal dalam berbagai kondisi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 44 Gambar 2.15 Ciri Khusus Beban - Penurunan Pada Uji Pembebanan Vertikal yang Berada Pada : (a) Lempung lunak – kaku padat atau pasir tak padat (b) Lempung kaku (c) Tiang dukung ujung pada batu berpori lunak (d) Badan tiang dari beton lunak tergesek secara menyeluruh (e) Celah tiang tertutup akibat beban (f) Beton kurang kuat dan mengalami keretakan (Sumber : Tomlinson, 1977) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 45 2.4.4.2 Uji BebanTarik (Uplift Loading Test) Pada uji pembebanan tarik, pengukuran beban dengan gerakan tiang ditarik ke atas sama dengan seperti pengujian beban aksial. Uji beban tarik digunakan untuk mengetahui daya dukung ultimit pondasi tiang menahan tarik, seperti beban gempa, momen dan lain sebagainya. Interpretasi untuk menentukan beban keruntuhan pada uji tarik bisa bervariasi, tergantung pada besarnya gerakan yang bisa ditolerir, tetapi lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan uji tekan karena komponen perlawanan tidak bercampur dengan tahanan ujung. Cara untuk menentukan daya dukung ultimit untuk tarik dicapai pada defleksi kepala tiang sebesar 6,25 mm. Gambar 2.16 Uji Pembebanan Tarik (Sumber :Tomlinson, 1980) 2.4.4.3 Uji Beban Lateral (Lateral Loading Test) Uji beban lateral (horisontal) digunakan untuk mengetahui kekakuan defleksi tiang pada waktu beban telah bekerja. Beban lateral yang diijinkan dapat ditentukan dari nilai beban pada defleksi tiang tertentu (0,25 inchi atau 0,00635 m) yang dibagi dengan faktor keamanan (McNulty,1956). Pada uji pembebanan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 46 lateral yang diamati adalah pergeseran yang dialami pondasi akibat variasi pembebanan lateral. Pengujian dilakukan sampai defleksi tiang mencapai 2 inch. Uji pembebanan lateral dilakukan dengan cara menekan satu atau sepasang kepala dengan dongkrak hidrolik yang disandarkan pada suatu sistem reaksi yang berupa blok beban, pondasi tiang, maupun blok jangkar (Gambar 2.14). Pada saat pembebanan, pergerakan kepala tiang dapat diukur dengan dial gauge. Cara pengujian beban lateral dapat bervariasi, akan tetapi umumnya dilakukan dengan cara menambahkan beban secara berangsur-angsur sampai kecepatan gerakan tertentu. Alideth dan Davidson (1970) menunggu sampai 1 jam untuk tiap penambahan beban atau setelah gerakan kepala tiang kurang dari 0,01 inch per jam. Gambar 2.17 Uji Pembebanan Lateral (Sumber :Tomlinson, 1980) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 47 2.4.2 Uji Beban Dinamis (Dynamic Loading Test) Uji pembebanan dinamis awal dikembangkan hanya untuk pondasi tiang pancang, namun dengan cara analog uji pembebanan dinamis dapat diaplikasikan pada tiang bor. Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji Pile Driving Analyzer (PDA) yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case Institute of Technology, Ohio. Cara pengujian Pile Driving Analyzer (PDA) adalah dengan memasang strain transducer dan accelerometer di dekat kepala tiang yang kemudian alat tersebut dihubungkan ke komputer. Strain transducer dan accelerometer berguna untuk menginterpretasikan gelombang satu dimensi (one dimensional wave) yang dihasilkan tiang pondasi agar regangan dan percepatan yang terjadi di sepanjang tiang pondasi dapat diukur. Pada uji PDA digunakan model analitis yang menggabungkan data lapangan dengan teori perambatan gelombang untuk memprediksi besarnya daya dukung ultimit, distribusi gesekan selimut di sepanjang tiang dan simulasi perilaku beban terhadap penurunan dari tiang pondasi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil 2 - 48 Gambar 2.18 Komputer yang Digunakan Sebagai Perekam Gelombang Tiang (a) (b) Gambar 2.19 (a) Strain transducer dan accelerometer (b) DropHammer BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA