BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1.
Hakikat Hasil Belajar
2.2. 1. Pengertian Belajar
Belajar telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Belajar terjadi
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bagi seorang pelajar,
belajar merupakan sebuah kewajiban. Beberapa ahli mengemukakan pengertian
belajar dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Reber (dalam
Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama,
belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai
perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat.
Sugihartono (2007:74) mendefinisikan belajar secara lebih rinci, dimana
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Syamsudin (Semiawan, 2009: 245)
Santrock dan
Yussen (dalam Sugihartono, 2007:74) mendefinisikan belajar sebagai perubahan
yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Pernyataan senada juga
diutarakan oleh Morgan (dalam Purwanto, 2007:84) menyatakan bahwa belajar
adalah perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belajar yang dikemukakan
oleh beberapa ahli, dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya ada beberapa kata
8
9
kunci di balik definisi kata belajar, yaitu perubahan, pengetahuan, perilaku,
pribadi, permanen dan pengalaman. Jika dirumuskan maka belajar merupakan
aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku
dan pribadi yang bersifat permanen seperti perubahan tingkah laku yang harus
dimiliki oleh setiap orang.
2.2.2. Ciri-ciri Belajar
Ciri-ciri belajar menurut Djamarah (2011: 15-16) antara lain:
a. Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu sekurangkurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam
dirinya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan
tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang
lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar yang
dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau
permanen. Berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar bersifat menetap.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
10
Berarti perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan
dicapai. Perubahan tingkah laku ini benar-benar disadari.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, kebiasaan, keterampilan,
pengetahuan, dan sebagainya.
2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Muhibbinsyah (dalam Sugihartono, 2007: 77) membagi faktorfaktor yang mempengaruhi belajar menjadi 3 macam, yaitu: 1) faktor internal,
yang meliputi keadaan jasmani dan rokhani siswa, 2) faktor eksternal yang
merupakan kondisi lingkungan di sekitar siswa, dan 3) faktor pendekatan belajar
yang merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.
2.2. Hakikat Hasil Belajar
Menurut
Sudjana
(2009:22)
mendefinisikan
hasil
belajar
adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Dan hasil belajar itu sendiri menurut Kingsley (Sudjana, 2009: 22)
terbagi menjadi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan,
(b) pengetahuan dan pengertian, dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis
hasil belajar tersebut dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum. Dalam pembagian macam hasil belajar, Gagne (dalam Sudjana,
2009:22) mempunyai pandangan berbeda yang membaginya menjadi lima
11
kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c)
strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.
Dalam sistem pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Bloom (dalam Sudjana, 2009: 22) yang secara garis besar membaginya menjadi
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Di bawah
ini akan lebih dijelaskan mengenai ketiga ranah tersebut, di antaranya:
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah kognitif
dilakukan dengan memberikan tugas untuk dikerjakan oleh siswa-siswi.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah
Afektif dilakukan dengan melihat sikap siswa dalam mengerjakan tugas yang
diberikan tugas dari guru.
c. Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interaktif.
12
Ranah Psikomotoris dilakukan dengan melihat keterampilan siswa dalam
mengerjakan tugas yang diberikan dari guru dalam memecahkan tugas yang telah
diberikan.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara
ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran dan pada penelitian ini peneliti hanya meneliti mengenai hasil
belajar dalam ranah kognitif, psikomotor dan ranah afektif.
Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia belajar baik berkenaan
dengan hasil belajar intelektual dan sikap maupun yang berkenaan dengan
keterampilan
2.2.1 Manfaat Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan dan pengajaran
dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang tampak pada siswa
merupakan akibat dari proses belajar mengajar yang dialaminya yaitu proses yang
ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh
guru dalam proses pengajarannya. Berdasarkan hasil belajar siswa, dapat
diketahui kemampuan dan perkembangan sekaligus tingkat keberhasilan
pendidikan dalam kelas. Sebagaimana dikemukakan oleh Bentos (dalam Kustiani
2006:20) yaitu:
13
“To learn is to change, to demonstrate change a person capabilities must
change. Learning has taken place when students: a. Know more than they know
before, b. Understand what they have not understood before, c. Develop a skill
that was not develop before, or e. Appreciate a subject that they have not
appreciate before”.
Kutipan tersebut dapat diartikan bahwa hasil belajar harus menunjukkan
perubahan keadaan menjadi lebih baik, sehingga dapat bermanfaat untuk: (a)
menambah pengetahuan, (b) lebih memahami sesuatu yang belum dipahami
sebelumnya, (c) lebih mengembangkan keterampilannya, (d) memiliki pandangan
yang baru atas sesuatu hal, (e) lebih menghargai sesuatu daripada sebelumnya.
Mengacu dari kutipan di atas disimpulkan bahwa istilah hasil belajar
merupakan perubahan dari peserta didik sehingga terdapat perubahan dari segi
pengetahuan, sikap dan keterampilan
2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Proses belajar mengajar diharapkan memberikan keberhasilan yang
memuaskan baik bagi sistem pengajaran, guru dan terutama peserta didik. Akan
tetapi pada kenyataannya dalam usaha pencapaian tujuan tersebut terkadang tidak
berjalan dengan lancer, sehingga dapat menghambat kemajuan belajar. Hambatan
inilah yang harus diketahui agar dapat dihindarkan sehingga tidak menimbulkan
kegagalan. Menurut Syah (2006 : 132) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik)
14
1) Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi
kesehatan, daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya.
2) Aspek psikologis yang
mempengaruhi
perolehan pembelajaran peserta didik,
kuantitas
dan
kualitas
diantaranya
yaitu
kondisi
rohani peserta didik, tingkat kecerdasan / intelegensi, sikap, bakat, minat,
dan motivasi peserta didik.
b. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik)
1) Lingkungan sosial, seperti para guru, staf administrasi, dan temanteman
sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orang tua dan keluarga
peserta didik itu sendiri.
2) Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat
keluarga
peserta
didik
dan
letaknya,
alat-alat
belajar,
keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.
c. Faktor Pendekatan Belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang
digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses
pembelajaran materi tertentu.
2.3 Metode Belajar
Metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk
mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun
bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula
pencapaian tujuan (Surakhmad, 2007:67).
Keberhasilan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan dengan
prestasi belajar, telah banyak para ahli mencoba untuk menyelidiki metode dan
15
peristiwa belajar dengan memandang dari berbagai aspek, sehingga menimbulkan
berbagai macam pengertian belajar.
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh perubahan tingkah laku
secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksinya dengan lingkungan. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono
(2009:9), belajar adalah suatu perubahan pada diri seseorang yang terjadi karena
pengalaman.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode belajar
adalah suatu cara dan proses usaha yang dilakukan individu dalam memperoleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan latihan untuk memperoleh
keterampilan baru.
Unsur-unsur dalam belajar antara lain sebagai berikut.
a. Pembelajar, dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga belajar dan
peserta latihan.
b. Rangsangan (stimulus).
Peristiwa
yang merangsang penginderaan
pembelajaran disebut situasi stimulus
c. Memori. Memori pembelajaran berisi berbagai kemampuan yang berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan aktivitas belajar
sebelumnya.
d. Respon. Respon dalam pembelajaran diamati pada akhir proses belajar
yang disebut perubahan perilaku atau perubahan kinerja (performance)
(Anni, 2006:3-4).
16
Oleh karena itu agar belajar berlangsung efektif pada diri siswa, guru
harus menguasai bahan belajar keterampilan dan evaluasi pembelajaran secara
terpadu.
2.3.1. Pengertian Metode Pemberian Tugas
Dalam interaksi belajar mengajar, metode-metode memegang peranan
yang sangat penting. Metode dalam kegiatan pengajaran sangat bervariasi,
pemilihannya disesuaikan tujuan pengajaran yang hendak dicapai. Seorang guru
tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik bila tidak dapat menguasai
satu atau beberapa metode mengajar.
Resitasi berasal dari bahasa inggris yaitu to cite yang artinya mengutip dan
re=kembali adalah siswa mengutip atau mengambil sendiri bagian-bagian
pelajaran itu dari buku-buku tertentu lalu belajar sendiri dan berlatih sampai siap
sebagaimana mestinya.
Dengan kata lain yang dimaksud dengan metode resitasi adalah guru
menyajikan bahan pelajaran dengan cara memberikan tugas kepada siswa untuk
dikerjakan dengan penuh rasa tanggung jawab. Drajat, (2006:154). Metode
pemberian tugas belajar atau resitasi yang sering disebut metode pekerjaan rumah
adalah suatu metode dimana siswa diberi tugas khusus diluar jam pelajaran.
Zuhairini,et. al., (2006:96)
Menurut Uzer Usman dan Lilis Setiawati bahwa metode resitasi atau
pemberian tugas adalah suatu cara penyajian pelajaran dengan cara guru memberi
tugas tertentu kepada siswa dalam waktu yang telah ditentukan dan siswa
mempertanggung jawabkan tugas yang dibebankan kepada siswa. Usman dan
17
Setiawati, (2007:128). Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain
mendefinisikan bahwa metode resitasi atau penugasan adalah metode penyajian
bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan
belajar. Djamarah dan Zain, (2006:53).
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa metode resitasi atau pemberian tugas adalah suatu cara
penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada
siswa untuk dikerjakan agar siswa melakukan kegiatan belajar dengan adanya
alokasi waktu yang telah ditentukan agar siswa dapat mempertanggungjawabkan
tugas tersebut kepada guru.
Metode resitasi atau pemberian tugas biasanya diberikan guru sebagai
pekerjaan rumah. Tetapi perbedaannya adalah untuk pekerjaan rumah guru
menyuruh
membaca
buku
dirumah
dan
dua
hari
lagi
memberi
pertanyaanprtanyaan dikelas. Sedangkan dalam pemberian tugas guru menyuruh
membaca dan mencari bahan lewat internet juga menambahkan tugas-tugas lain.
Roestiyah, (2005:75).
Metode ini digunakan untuk merangsang tekun, rajin dan giat belajar serta
dapat memanfaatkan waktu luang dengan berbagai aktifitas belajar. Adapun
resitasi pemberian tugas meliputi antara lain:menyusun karya tulis, menyusun
laporan mengenai bahan bacaan yang berupa buku, menyusun berita atau kejadian
yang diamati atau dialami. Pelaksanaan metode resitasi ini diberikan karena
pelajaran terlalu banyak sementara waktu sedikit, artinya banyaknya bahan yang
tersedia tidak seimbang dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan dan agar
18
bahan pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan. Usman dan
Setiawati, (2007:128).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pemberian tugas
adalah metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan
tugas berdasarkan petunjuk guru secara langsung. Dengan metode ini siswa dapat
mengenali fungsinya secara nyata. Tugas dapat diberikan kepada kelompok atau
perorangan.
Penggunaan suatu metode dalam proses belajar mengajar, seorang guru
sebaiknya tetap memonitoring keadaan siswa selama penerapan metode itu
berlangsung. Apakah yang diberikan mendapat reaksi yang positif dari siswa atau
sebaliknya justru tidak mendapatkan reaksi. Bila hal tersebut terjadi maka guru
sedapat mungkin mencari alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan
metode yang lain, yang sesuai dengan kondisi psikologi anak didik.
Semua guru harus menyadari bahwa semua metode mengajar yang ada,
saling menyempurnakan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena tidak ada
satupun metode yang sempurna tetapi ada titik kelemahannya. Oleh karena itu
penggunaan metode yang bervariasi dalam kegiatan mengajar akan lebih baik dari
pada penggunaan satu metode mengajar. Namun penggunaan satu metode tidaklah
salah selama apa yang dilakukan itu untuk mencapai tujuan pengajaran secara
efektif dan efisien.
Metode pemberian tugas sebagai salah satu metode yang dikaji penulis
dalam pembahasan ini tentunya juga memiliki kelemahan dan kelebihan seperti
19
halnya dengan metode yang lain. Mengenai kelemahan dan kelebihan metode
pemberian tugas adalah sebagai berikut :
2.3.2. Pelaksanaan Metode Pemberian Tugas
Dalam pelaksanaanya, metode resitasi bukan saja dilakukan oleh siswa di
rumah, akan tetapi pemberian tugas atau resitasi dapat dikerjakan atau
dilaksanakan disekolah, perpustakaan, laboratorium, masjid, dan lain-lain
tergantung jenis tugas yang diberikan. Adapun langkah-langkah pemberian tugas
(resitasi) yang perlu diperhatikan adalah: menetapkan tujuan pemberian tugas, hal
ini ddiperlukan dalam rangka memudahkan penentuan jenis tugas yang akan
diberikan kepada siswa,menetapkan jenis tugas yang akan diberikan kepada siswa,
menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas tersebut, menetapkan batas waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas,fase resitasi (mempertanggungjawabkan)
tugas yang diberikan kepada siswa, baik secara tertulis maupun lisan.
Dalam pelaksanaanya, metode resitasi terdapat tiga fase dalam pengajaran
yaitu:
a. Fase Pertama, yaitu pemberian tugas (resitasi)
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan: tujuan
yang akan dicapai, jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga siswa mengerti apa
yang ditugaskan tersebut, sesuai dengan kemampuan siswa, ada petunjuk atau
sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa,
b. Fase pelaksanaan tugas (resitasi)
Setelah memberikan tugas, guru harus memperhatikan pelaksanan dalam
pemberian tugas. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan tugas adalah
20
diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru, diberikan doromgan sehingga
siswa mau mengerjakan tugasnya, dan dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil
yang siswa peroleh dengan baik dan sistematik.
c. Fase mempertanggungjawabkan tugas (resitasi)
Fase ketiga adalah mempertanggungjawabkan tugas, hal yang harus
dikerjakan pada fase ini adalah laporan siswa baik lisan maupun tertulis dari apa
yang telah dikerjakannya, ada tanya jawab atau diskusi kelas dan penilaian hasil
pekerjaan siswa baik tes maupun nontes atau dengan cara lainnya. Fase
mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut dengan resitasi. Djamarah
dan Zain, (2006:53).
2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Pemberian Tugas
1. Siswa mendalami dan mengalami diri sendiri pengetahuan yang dicarinya.
2. Baik sekali untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang konstruktif.
3. Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas pekerjaan, sebab dalam
metode ini anak harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu (tugas)
yang telah dikerjakan.
4.
Memberi kebiasaan anak untuk belajar.
5.
Memberi tugas anak yang bersifat praktis
6. Siswa dapat mengembangkan daya berpikirnya sendiri, daya inisiatif, daya
kreatif, tanggung jawab dan melatih diri sendiri (Roestiyah, 2008:135).
Dari berbagai kelebihan-kelebihan yang telah dipaparkan di atas tentunya
metode pemberian tugas juga tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan sebagai
berikut :
21
1. Seringkali tugas di rumah itu dikerjakan oleh orang lain, sehingga anak
tidak tahu menahu tentang pekerjaan itu, berarti tujuan pengajaran tidak
tercapai.
2. Sulit untuk memberikan tugas karena perbedaan individual anak dalam
kemampuan dan minat belajar.
3. Seringkali anak-anak tidak mengerjakan tugas dengan baik, cukup hanya
menyalin pekerjaan temannya.
4. Apabila tugas itu terlalu banyak, akan mengganggu keseimbangan mental
anak (Roestiyah, 2008:135).
Dengan memahami kelebihan dan kelemahan metode pemikiran tugas di
atas, tentunya akan menunjang pelaksanaan proses belajar mengajar yang
dilakukan. Sebaliknya manakala guru tidak mengetahui kelebihan dan kekurangan
satu metode mengajar. Maka akan menemui kesulitan dalam memberikan bahan
pelajaran kepada siswa. Ini berarti guru tersebut gagal melaksanakan tugasnya
mengajarnya di depan kelas.
Salah satu dampak yang sering kita lihat dari penggunaan metode yang
tidak tepat yaitu ; anak atau siswa setelah diberi ulangan, sebagian besar tidak
mampu unt uk menjawab setiap item soal dengan baik dan benar. Akibatnya
sudah dapat dipastikan bahwa prestasi belajar anak didik rendah. Di sisi lain, anak
didik sering merasakan kebosanan. Situasi demikian menjadikan proses belajar
mengajar menjadi kurang efektif dan kurang efisien.
22
2.3.4 Penerapan Metode Pemberian Tugas dalam Pengajaran PKn
Dalam proses pengajaran PKn semua upaya yang dilakukan oleh guru
dalam melaksanakan kegiatan pengajarannya merupakan rangkaian proses yang
menentukan pencapaian hasil pengajaran, termasuk pemilihan metode yang tepat
untuk setiap pertemuan.
PKn sebagai bagian dari ilmu yang ada, merupakan ilmu yang sarat
dengan dengan fakta sehingga pengajarannya menuntut kemampuan pengetahuan
dari guru, disamping keterampilan pengajaran lainnya. Penerapan metode
pemberian tugas dalam proses pengajaran PKn, umumnya dimaksudkan untuk
melatih siswa agar mereka dapat aktif mengikuti sajian pokok bahasan yang telah
diberikan, baik di dalam kelas maupun di tempat lain yang representatif untuk
kegiatan belajarnya. Tugas yang diberikan kepada siswa dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk seperti daftar pertanyaan mengenai suatu pokok bahasan tertentu,
suatu perintah yang harus dibahas melalui diskusi atau perlu dicari uraiannya
dalam buku pelajaran yang lain. Dapat juga berupa tugas tertulis atau tugas lisan
yang lain, mengumpulkan sesuatu, membuat sesuatu, mengadakan observasi,
eksperimen dan berbagai bentuk tugas lainnya. Kesemuanya itu bertujuan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar.
Perlu dipahami bagi seorang guru bahwa waktu belajar siswa di sekolah
sangat terbatas untuk menyajikan sejumlah materi pelajaran yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut guru perlu memberikan
tugas-tugas kepada siswa diluar jam pelajaran, baik secara perorangan maupun
kelompok. Dalam hubungan ini, guru sangat diharapkan agar setelah memberikan
23
tugas kepada siswa supaya dicek atau diperiksa pada pertemuan berikutnya
apakah sudah dikerjakan oleh siswa atau tidak. Kesan model pengajaran seperti
ini memberikan manfaat yang banyak bagi siswa, terutama dalam meningkatkan
aktivitas dan motivasi belajarnya.
Teknik pemberian tugas atau resitasi biasanya digunakan dengan tujuan
agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan
latihan-latihan selama mengerjakan tugas. Dari proses seperti itu, siswa dalam
mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi akibat pendalaman dan pengalaman
siswa yang berbeda-beda pada saat menghadapi masalah atau situasi yang baru.
Disamping itu, siswa juga dididik untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan, aktivitas dan rasa tanggung jawab serta kemampuan siswa untuk
memanfaatkan waktu belajar secara efektif dengan mengisi kegiatan yang berguna
dan konstruktif. Bagi seorang guru dalam menerapkan metode pemberian tugas
tersebut diharapkan memperjelas sasaran atau tujuan yang ingin dicapai kepada
siswa. Demikian halnya dengan tugas sendiri, jangan sampai tidak dipahami tidak
dengan jelas oleh siswa tentang tugas yang harus dikerjakan.
Dalam penggunaan teknik pemberian tugas atau resitasi, siswa memiliki
kesempatan yang besar untuk membandingkan antara hasil pekerjaannya dengan
hasil pekerjaan orang lain. Ia juga dapat mempelajari dan mendalami hasil uraian
orang lain. Kesemuanya itu dapat memperluas cakrawala berfikir siswa,
meningkatkan pengetahuan dan menambah pengalaman berharga bagi siswa.
Sebagai petunjuk dalam penerapan metode pemberian tugas Roestiyah
(2008:136) mengemukakan perlunya memperhatikan langkah-langkah berikut:
24
1. Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan.
2. Pertimbangkan betul-betul apakah pemilihan teknik pemberian tugas itu
telah tepat untuk mencapai tujuan yang anda rumuskan.
3. Anda perlu merumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti.
Dalam menerapkan metode pemberian tugas seperti dikemukakan di atas,
guru hendaknya memahami bahwa suatu tugas yang diberikan kepada siswa
minimal harus selalu disesuaikan dengan kondisi obyektif proses belajar mengajar
yang dihadapi, sehingga tugas yang diberikan itu betul-betul bermakna dan dapat
menunjang efektifitas pengajaran. Mengingat pentingnya metode pemberian tugas
dalam proses belajar, sehingga dalam mencermati hal itu kalangan ahli pendidikan
banyak memberikan petunjuk dan penekanan khusus yang berkaitan dengan jenis
dan metode pemberian tugas kepada siswa. Kesemuanya berorientasi pada
pencapaian hasil belajar yang lebih baik.Khusus dalam pengajaran PKn, metode
pemberian tugas memegang peranan yang penting untuk meningkatkan
pengetahuan dan wawasan siswa terhadap materi pelajaran. Dengan pemahaman
seperti itu diharapkan siswa memiliki motivasi untuk belajar PKn secara
maksimal, agar siswa mampu menghubungkan pemahaman PKn dengan
perkembangan yang ada.
2.4 Karakteristik Pembelajaran PKn
Karakteristik dapat diartikan sebagai ciri-ciri atau tanda yang menunjukan
suatu hal berbeda dengan lainya. PKn sebagai mata pelajaran yang sangat penting
bagi siswa memiliki karakteristik yang cukup berbeda dengan cabang ilmu
pendidikan lainnya. Karakteristik PKn ini dapat dilihat dari objek, lingkup
25
materinya, strategi pembelajaran, sampai pada sasaran akhir dari pendidikan ini.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Winnylinova (2010:2) mengemukakan beberapa karakteristik Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) adalah : 1) PKn termasuk dalam proses ilmu sosial, 2)
PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar
sampai perguruan tinggi, 3) PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya
nilai kesadaran, bela
negara,
penghargaan
terhadap
hak
asasi
manusia,
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial,
ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti
korupsi, kolusi, dan nepotisme, 4) PKn memiliki ruang lingkup meliputi
aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa, Norma, hukum dan peraturan, Hak asasi
manusia, Kebutuhan
warga
negara, Konstitusi
Negara, Kekuasan
dan
Politik, Pancasiladan Globalisasi, 5) PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan
untuk terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan
watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga Negara,
6) PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah
dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di
Indonesia, 7) PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic Intellegence
(kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional,
emosional maupun sosial), Civic Responsibility (kesadaran akan hak dan
26
kewajiban
sebagai
warga
negara
yang
bertanggung
jawab)
dan Civic
Participation (kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung
jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan), 8)
PKn lebih tepat menggunakan pembelajaran kontekstual (CTL) untuk
mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga
negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, 8) PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value
Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajarmengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).
Dari karakteristik yang ada, terlihat bahwa PKn merupakan mata pelajaran
yang memiliki karakter berbeda dengan mata pelajaran lain. Walaupun PKn
termasuk kajian ilmu sosial namun dari sasaran / tujuan akhir pembentukan hasil
dari pelajaran ini mengharapkan agar siswa sebagai warga negara memiliki
kepribadian yang baik, bisa menjalankan hak dan kewajibannya dengan penuh
kessadaran karena wujud cinta atas tanah air dan bangsanya sendiri sehingga
tujuan
NKRI
bisa
terwujud.
Eriyanti,
(dalam
Winnylinova,
2010:3)
mengemukakan bahwa setiap negara pasti memiliki tujuan, hanya warga negara
yang baiklah yang dapat mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu PKn memiliki
peran yang sangat besar untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang bisa
mengemban semua permasalahan negara dan mencapai tujuan negaranya.
27
Keberadaan PKn dengan karakteristik seperti ini mestinya menjadi
perhatian besar bagi masyarakat, komponen pendidik dan negara. Hal ini
disebabkan karena PKn banyak mengajarkan niai-nilai pada siswanya. Niai-nilai
kebaikan, kebersamaan, pengorbanan, menghargai orang lain dan persatuan ini
jika di tanamkan dalam diri siswa bisa menjadi bekal yang sangat berhagra dalam
khidupan pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Siswalah yang akan menjadi
cikal bakal penerus bangsa dan yang akan mempertahankan eksistensi negara
maka dari itu mereka sangat memerlukan pelajaran PKn dalam konteks seperti ini.
Patrick (dalam Winnylinova, 2010:3)
mengemukakan bahwa PKn
memiliki kriteria dimana diartikan berkenaan dengan kepentingan warga negara.
Ada 4 kateori yaitu pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan, keahlian
kognitif
warga
negara,
keahlian
partisipatori
dan
kebaikan
pendidika
kewarganegaraan. Jika empat kategori ini hilang dari kurikulum PKn makan PKn
dapat dianggap cacat.
Walaupun pemerintah sudah memberi perhatian besar pada pelajaran PKn,
semua itu tidak akan cukup jika komponen pendidik, siswa, orang tua, dan
masyarakat tidak berpadu untuk bekerjasama menjalankan inti pelajaran PKn ini.
Berkaitan dengan kandungan nilai-nilai dalam PKn saja misalnya, banyak guru
yang luput mengajarkan nilai-nilai kehidupan pada saat mengajar karena terburu
dengan meteri sesuai kurikulum, siswa belajar hanya orientasi materi
sehingga civic intelligentsaja yang terpenuhi. Meskipun materi PKn saat ini tidak
banyak mencantumkan secara konkret nilai-nilai kehidupan dalam silabus
28
pengajaran, semsetinya guru mampu berperan memasukan nilai-nilai ini
sebagai hiden curicullum bagi siswa.
2.5 Hipotesis Tindakan
Jika digunakan pembelajaran pemberian tugas maka hasil belajar siswa
pada mata pelajaran PKn di kelas II SDN Kec Paguyaman Kab Boalemo
meningkat.”
2.6 Indikator Kinerja
Adapun indiator kinerja dalam penelitian ini adalah “jika Jumlah siswa
yang mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn dengan
menggunkan metode pembelajaran pemberian tugas mengalami peningkatan
mencapai 75% dari jumlah karakteristik subjek penelitian dan dinyatakan berhasil.
Download