POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA PEMINDANGAN IKAN BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : [email protected] DAFTAR ISI 1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 4 a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 4 b. Pola Pembiayaan Usaha ................................ ............................... 6 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 9 a. Permintaan ................................ ................................ ................ 9 b. Penawaran................................ ................................ ................. 9 c. Analisa Peluang Pasar dan Persaingan ................................ .......... 11 d. Produk ................................ ................................ .................... 12 e. Harga ................................ ................................ ..................... 12 f. Distribusi ................................ ................................ ................. 13 g. Promosi ................................ ................................ ................... 14 h. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ... 14 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 15 a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 15 b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................. 15 c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 17 d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 19 e. Teknologi................................ ................................ ................. 20 f. Teknis Produksi ................................ ................................ ......... 21 g. Jumlah, Jenis dan Kualitas Produksi ................................ ............. 25 h. Kendala Produksi ................................ ................................ ...... 27 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 29 a. Pola Usaha ................................ ................................ ............... 29 b. Asumsi Parameter dan Perhitungan ................................ ............. 29 c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional ................................ .......... 30 d. Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit ................ 32 e. Produksi dan Pendapatan ................................ ........................... 35 f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ................................ ...... 36 g. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ ... 41 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial................................ ... 44 a. Aspek Ekonomi dan Sosial ................................ .......................... 44 b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 44 7. Penutup ................................ ................................ ..................... 46 a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 46 b. Saran ................................ ................................ ..................... 47 Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 1 1. Pendahuluan Di Indonesia, tingkat konsumsi ikan mengalami peningkatan mulai dari 19,98 kg/kapita/tahun (1998) menjadi 21,78 kg/kapita/tahun (2001). Konsumsi ikan pada masa mendatang akan terus meningkat seiring dengan peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan perkembangan otak. Para ahli gizi merekomendasikan bahwa konsumsi ikan sebaiknya bisa mencapai 25,55 kg/kapita/tahun (Dahuri, R, 2002). Tidak hanya untuk konsumsi domestik saja, masyarakat di manca negara juga memiliki tingkat konsumsi yang relatif tinggi untuk komoditi ikan ini. Bahkan di beberapa negara maju seperti Jepang tingkat konsumsi ikan dapat mencapai 110 kg per kapita per tahun. Karakteristik konsumsi ikan menurut Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 1999 mencapai 16,3 kg per kapita per tahun yang merupakan peningkatan sekitar 70 % dari tahun 1961–1963. Tingkat konsumsi ini tentu saja akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perekonomian dunia. Dengan mengkonsumsi ikan dapat mengurangi resiko dari berbagai penyakit terutama penyumbatan pembuluh darah (arteriosclerosis), meningkatkan kecerdasan otak, karena produk perikanan merupakan sumber asam lemak tak jenuh omega-3, taurin, dan lain sebagainya khususnya untuk jenis ikan seperti lemuru, tuna, dan tongkol (Agustini, TW, dkk. 2005). Menurut Murdjijo (1996), potensi hasil laut Indonesia, khususnya perikanan cukup besar, diperkirakan mencapai 6,7 juta ton per tahun terdiri dari 4,4 juta ton di perairan Nusantara dan 2,3 juta ton di Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia (ZEEI). Untuk memberikan nilai tambah terhadap hasil perikanan, mengingat ikan mudah busuk, perlu dibuat alternatif pengolahan atau pengawetan guna memperpanjang masa simpan dan distribusinya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui proses pembekuan, pengalengan, pengasinan, pemindangan, atau pengasapan. Industri Kecil Menengah umumnya melakukan pengolahan dan pengawetan secara tradisional yakni dengan pembuatan ikan asin/ikan kering, ikan pindang produk fermentasi (terasi dan peda) dan ikan asap. Disamping cara pembuatannya mudah peralatannya pun sederhana. Lubis (1987) mengatakan ikan sebagai bahan pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral, vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh dan kecerdasan manusia. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 2 Gambar 1.1. Ikan yang akan dipindang Ikan termasuk jenis makanan yang rentan terhadap kerusakan (pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Oleh karena itu, ikan yang sudah ditangkap harus segera mendapat proses pengolahan, di antaranya melalui pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan ini adalah melalui pemindangan. Wahyuni (2002) menyebutkan bahwa dengan semakin meningkatnya produksi ikan, maka diperlukan suatu penanganan pasca panen yang cepat yakni melalui pengawetan yang memadai agar nilai kenaikan produksi tidak sia-sia. Pengawetan ini diperlukan untuk memperpanjang masa simpan ikan terutama di saat-saat musim ikan melimpah. Penyusunan pola pembiayaan pemindangan ikan ini didasarkan pada informasi yang didapatkan dari survey lapangan terhadap pengusaha pemindangan ikan di beberapa daerah di Indonesia. Daerah yang disurvey adalah Kabupaten Pati, khususnya di daerah Juwana. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, dapat disimpulkan bahwa pola usaha pemindangan ikan ini terbagi menjadi 2 (dua). Pertama, pengusaha pemindangan ikan yang melakukan seluruh kegiatan produksi termasuk penangkapan ikan. Kedua adalah pengusaha pemindangan ikan yang tidak melakukan penangkapan ikan, namun bahan baku atau ikan yang akan dipindang dibeli dari pedagang pengumpul. Dalam penyusunan pola pembiayaan pemindangan ikan ini, pola usaha yang dijadikan sampel adalah pola usaha kedua. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 3 2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan a. Profil Usaha Pengusaha pemindangan ikan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok menurut cakupan kegiatan usaha: Gambar 2.1. Penangkapan Ikan dan Ikan yang sudah ditangkap 1. Kelompok Pola usaha 1: Pengusaha pemindangan ikan yang melakukan seluruh aktivitas usaha, mulai dari penangkapan ikan, pengolahan dan perdagangan. Pada umumnya kelompok pola usaha ini merupakan usaha skala menengah dan besar. 2. Kelompok Pola usaha 2: Pengusaha yang membeli ikan dari nelayan atau pedagang kecil kemudian mengolah ikan tersebut melalui pemindangan ikan, memasarkan, baik menjual secara langsung untuk pasar lokal maupun ke pedagang besar. Pola usaha seperti ini umumnya adalah usaha skala kecil dan menengah. Produksi tangkapan ikan tidak dapat diprediksikan layaknya jenis ikan yang dibudidayakan. Hasil tangkapan ikan yang akan dipindang sangat tergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Umumnya, pada waktu musim panas (kemarau), yakni antara bulan April hingga akhir Oktober, demikian pula pada saat musim hujan yang disertai dengan angin kencang, jumlah tangkapan ikan yang akan dipindang menurun. Umumnya tangkapan ikan meningkat pada bulan November hingga akhir Maret setiap tahunnya. Produksi ikan segar di Kabupaten Pati tahun 2004 terbesar berasal dari budidaya tambak. Potensi tambak Kabupaten Pati terbesar di 7 (tujuh) kecamatan yaitu masing-masing di kecamatan Batangan, Juwana, Wedarijaksa, Trangkil, Margoyoso, Tayu dan Dukuhseti. Potensi tambak terbesar berada di kecamatan Juwana. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 4 Kabupaten ini menjadi salah satu penghasil ikan laut di Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu sektor perikanan menjadi salah satu diantara sumber mata pencaharian bagi penduduknya. Sektor ini menyerap sekitar 14.900 tenaga kerja. Perkembangan sektor tersebut didukung oleh ketersediaan sumberdaya alam dan tempat pelelangan ikan (TPI) yang tersebar di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Batangan, Juwana, Tayu, dan Dukuhseti. TPI Bajomulyo di kecamatan Juwana merupakan TPI dengan nilai lelang terbesar, dengan nilai Rp 117,93 milyar (tahun 2004) atau 94,14% dari total nilai hasil lelang dari seluruh TPI. Sedangkan jenis ikan yang banyak ditangkap adalah ikan layang-layang. Produksi ikan segar dari budi daya tambak setiap tahun terus meningkat. Di tahun 1997 hasil tambak 4.070 ton, di tahun 2001 meningkat menjadi 13.350 ton. Lahan tambak tersebar di Kecamatan Juwana. Jenis ikan bandeng dan udang banyak dibudidayakan di sini. Dari tambak tersebut dihasilkan 10,46 ton ikan bandeng dan 2,11 ton udang per hektar. Bahkan bandeng asal Juwana terkenal di Semarang dalam bentuk bandeng presto. Selain ikan segar, banyak pula diusahakan pengawetan/pengeringan ikan menjadi ikan asin, ikan pindang, ataupun ikan asap. Industri pengawetan ikan memproduksi 3.992 ton ikan asin, dan 3.919 ton ikan pindang dan ikan asap. Untuk hasil perikanan laut dan tambak, Juwana menjadi primadona. Apalagi, di kecamatan ini selain terdapat TPI terbesar, juga terdapat pelabuhan laut tempat hilir-mudiknya kapal niaga maupun kapal nelayan. Tabel 2.1. Produksi Ikan Segar Budidaya Tambak per Jenis Ikan di Kabupaten Pati Tahun 2004 (Kg) Bulan Jenis Tangkapan Bandeng Udang Rucah Jembret Jumlah Januari 1.751.483 156.533 50.883 21.592 1.980.491 Pebruari 849.236 80.968 48.533 4.917 983.654 Maret 661.318 87.797 64.805 5.656 819.574 April 521.753 89.677 75.074 5.884 692.388 Mei 522.160 95.296 78.904 6.345 702.705 Juni 583.119 112.866 115.579 8.924 820.488 Juli 574.033 109.866 111.431 9.130 804.460 Agustus 1.134.018 130.398 56.112 7.092 1.327.620 September 1.580.185 101.819 42.263 6.071 1.730.338 Oktober 1.908.254 113.494 38.941 14.249 2.074.938 November 2.454.034 130.877 48.325 17.439 2.650.675 Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 5 Desember 1.430.699 Jumlah 97.630 36.087 13.191 1.577.607 13.970.292 1.307.221 766.937 120.490 16.164.940 Sumber Dinas Kelautan dan Perikanan Pati, 2005 b. Pola Pembiayaan Usaha Untuk penyusunan buku ini, dilakukan survey di Juwana, Pati, Jawa Tengah. Di lokasi survey diperoleh informasi bahwa usaha pemindangan ikan telah memperoleh pembiayaan dari perbankkan. Sedangkan perbankkan yang telah mencairkan kreditnya untuk usaha tersebut adalah Swamitra Bukopin dan BRI Cabang Pati. Berdasarkan diskusi dengan bank dan dinas/instansi terkait, dapat disimpulkan bahwa bank-bank yang membiayai usaha pemindangan ikan ini tidak memiliki skema pinjaman khusus untuk pembiayaan usaha pemindangan ikan. Kredit yang disalurkan untuk usaha pemindangan ikan ini digolongkan sebagai kredit umum. Kriteria dan jenis pinjaman yang disalurkan Bank BRI pada usaha pemindangan ikan adalah Kredit Usaha Kecil (KUK) Modal Kerja dan KUK Investasi. 1. Bank BRI Bank BRI Cabang Pati telah menyalurkan kredit untuk bidang perikanan, begitu pula kredit untuk pengolahan ikan melalui pemindangan ikan. Kebijakan yang diterapkan manajemen Bank BRI menyebutkan bahwa segala bentuk pinjaman kurang dari Rp 100.000.000,- dapat dilayani di kantor BRI Unit Juwana I dan BRI Unit Juwana II. Tetapi bila nilai kredit lebih besar dari Rp 100.000.000,- maka kredit akan dilayani di BRI Cabang Pati. Bank BRI Cabang Pati menetapkan tingkat bunga pinjaman modal kerja untuk usaha pemindangan sebesar 1,25% hingga 2% menurun per bulan dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun dan periode angsuran pokok dan bunga secara bulanan. Untuk mendapatkan kredit untuk usaha pemindangan ikan ini, pengusaha disyaratkan untuk menyediakan beberapa persyaratan, antara lain sertifikat tanah/bangunan tempat usaha, barang/aset bergerak, dll. Jangka waktu yang dibutuhkan pengusaha untuk memperoleh kredit dari Bank BRI Cabang Pati ini relatif singkat. Pengusaha sudah dapat mencairkan kredit dalam waktu 14 hari sejak masa pengajuan kredit. Besarnya kredit yang disalurkan untuk usaha pemindangan ikan di Juwana yang disalurkan oleh BRI Cabang Pati ada yang mencapai nilai Rp 250 juta. Kiat-kiat BRI Cabang Pati dalam menarik nasabah dilakukan dengan menawarkan kredit langsung ke nasabah dan promosi melalui media iklan spot di radio, pemasangan spanduk dan Umbul-umbul, penyebaran brosur dan lain-lain. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 6 Guna mengantisipasi terjadinya permasalahan, maka pihak BRI Cabang Pati menerapkan kebijakan kelengkapan permohonan kredit dengan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya: Surat AKTE/SIUP Laporan keuangan Surat bukti kepemilikan jaminan Teknik Analisis Investasi/Keuangan Namun, ada kalanya meskipun pemohon sudah mampu melengkapi persyaratan permohonan kredit, ada kemungkinan kredit tersebut ditolak. Alasan penolakan dapat disebabkan : Prospek pasar yang tidak jelas Syarat jaminan kurang/tidak jelas Syarat administrasi tidak lengkap Syarat ijin usaha tidak jelas/tidak sesuai Bidang usaha sudah jenuh Bentuk Kredit yang diberikan oleh BRI Cabang Pati maupun di Kantor BRI Unit Juwana I dan Kantor BRI Unit Juwana II diantaranya : a. Kupedes (Kredit Umum Pedesaan) yaitu: suatu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI Unit (bukan oleh Kantor Cabang BRI atau Bank lain), untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil yang layak. Keistimewaan Kupedes diantaranya diberikan IPTW (Insentif Pembayaran Tepat Waktu) bagi nasabah yang tertib mengangsur pinjamannya secara tepat waktu selama periode tertentu yaitu sebesar 1/4 bagian dari suku bunga. Agunan yang harus disediakan oleh calon nasabah nilainya harus cukup mengcover jumlah Kupedes yang diterimanya beserta kewajiban-kewajibannya (pinjaman pokok + bunga). b. Kredit Modal Kerja: Fasilitas kredit yang digunakan untuk operasional perusahaan yang berhubungan dengan maupun proses produksi sampai dengan barang tersebut sejumlah dana yang tertanam dalam aktiva lancar yang untuk menjalankan aktivitas perusahaan. membiayai pengadaan dijual atau diperlukan c. Kredit Investasi: Fasilitas kredit yang diberikan untuk membantu pembiayaan pemohon dalam memperoleh barang modal/aktiva tetap perusahaan seperti untuk pengadaan mesin-mesin/peralatan, pendirian bangunan untuk proyek baru atau rehabilitasi, dan modernisasi proyek yang sudah ada. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 7 2. Swamitra Mina Juwana Swamitra Mina adalah nama dari suatu bentuk kerjasama/kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi untuk mengembangkan serta memodernisasi usaha simpan pinjam melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas, dengan tetap memperhatikan peraturan Perundang-Undangan yang masih berlaku. Kerjasama/kemitraan yang dibangun didasarkan pada pertimbangan kepentingan yang sama untuk menciptakan nilai tambah bagi kedua belah pihak, baik bagi Koperasi ataupun Bank Bukopin. Mitra BANK BUKOPIN dalam pengelolaan SWAMITRA ini adalah : KSP (Koperasi Simpan Pinjam) KOPPAS (Koperasi Pasar) KSU (Koperasi Serba Usaha) KUD (Koperasi Unit Desa) Koperasi-Koperasi Primer dan Lembaga Keuangan Mikro lainnya yang mempunyai Unit Usaha Simpan Pinjam Swamitra merupakan salah satu bentuk realisasi dari misi Bank Bukopin untuk turut berperan aktif mengembangkan usaha kecil melalui kerjasama dengan pihak Koperasi membangun/meningkatkan usaha simpan pinjam milik Koperasi bersangkutan, guna memberikan pelayanan yang lebih luas kepada Anggota Swamitra. Nasabah yang dapat dilayani Swamitra adalah : Anggota, Calon Anggota, dan Anggota Luar Biasa dari Koperasi bersangkutan, dan atau Koperasi lainnya dan anggotanya (sesuai Peraturan Pemerintah yang berlaku). Calon Peminjam harus telah menjadi Anggota dari Koperasi pendiri Swamitra bersangkutan, dengan memenuhi persyaratan keanggotaan sesuai AD/ART Koperasi tersebut. Produk Pinjaman terdiri dari : - Pinjaman Berulang - Pinjaman Fleksibel - Pinjaman Insidentil - Pinjaman Angsuran Harian Bila dilihat dari produk pinjaman berdasar jenis/bidang usaha yang dilakukan, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh Swamitra Mina untuk usaha pengolahan ikan khususnya pemindangan ikan sebesar Rp 56.907.713,- atau 0,014% dari total kredit yang telah disalurkan. Kredit yang disalurkan untuk usaha pemindangan ikan dapat dinyatakan lancar. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 8 3. Aspek Pemasaran a. Permintaan Ikan pindang sudah dikenal oleh masyarakat sejak lama. Permintaan terhadap ikan pindang di dalam negeri cukup prospektif. Ikan pindang banyak dipasarkan di Jawa Tengah seperti Semarang, Solo, dan Banyumas juga ke Yogyakarta dan untuk Jawa Timur ke Surabaya, Malang, Sidoarjo, dan Pasuruan. Potensi perikanan tersebar di beberapa daerah di seluruh Provinsi Jawa Tengah berupa perikanan darat, air tawar dan laut, sekaligus memanfaatkan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Produksi perikanan pada 2007 (hingga bulan Juli) meliputi perikanan laut 268.9 ribu ton dan perikanan darat 79.4 ribu ton. Kedua jenis komoditas perikanan ini masih dapat dikembangkan lebih optimal lagi, dengan menggunakan peralatan penangkap ikan yang modern. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Jawa Tengah masih membutuhkan banyak investor, baik swasta lokal maupun asing. Hasil perikanan di Jawa Tengah pada tahun 2006 adalah sebagai berikut: perikanan laut 292.5 ribu ton dengan nilai sekitar Rp 697,3 miliar; perikanan darat kurang lebih 18.7 ribu ton (meliputi ikan sawah, keramba, kolam, tambak, dan perairan umum) dengan nilai sekitar Rp 72.5 miliar. Dengan potensi sumber daya kelautan (perikanan) yang melimpah, negeri ini memiliki peluang yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian nasional, khususnya dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dan optimal. Hal itu didasarkan pada berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa permintaan akan hasil perikanan cenderung terus meningkat, baik untuk permintaan dari dalam maupun luar negeri. b. Penawaran Jawa Tengah, sebagai salah satu lokasi penelitian usaha pemindangan ikan memiliki beberapa kota dan kabupaten yang menjadi sentra produksi pemindangan ikan yaitu Kota Semarang dan Kabupaten Pati, tepatnya di Kecamatan Juwana. Pengolahan ikan menggunakan cara pemindangan ini dilakukan karena di Kabupaten Pati, TPI Bajomulyo Juwana mempunyai jumlah produksi paling banyak (99,933%) dan nilainya juga paling tinggi (99,53%) bila dibandingkan dengan jumlah dan nilai produksi di TPI Pecangaan Batangan dan TPI Margomulyo Tayu. Tingginya jumlah dan nilai produksi di TPI Bajomulyo Juwana mendorong penduduk di Juwana untuk memanfaatkan hasil perikanan tersebut melalui pengolahan, antara lain pemindangan ikan. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 9 1. Tabel 3.1. Jumlah dan Nilai Produksi Ikan basah Hasil Pelelangan Ikan Laut Segar di Kabupaten Pati Tahun 2006 TPI TPI TPI TPI TPI Bajomulyo Bajomulyo Pecangaan Pecangaan Margomulyo Bulan Juwana Juawana Produksi Nilai Produksi Nilai Produksi (Kg) (Rp 000) (Kg) (Rp 000) (Kg) Januari 3.291.490 11.052.258 Pebruari 1.796.748 Maret Batangan Batangan Tayu TPI Margomulyo Tayu Nilai (Rp 000) 3.109 18.310 1.630 63.472 6.762.613 347 13.800 1.008 42.060 1.870.990 7.658.515 1.948 9.740 891 41.259 April 1.646.135 6.613.739 205 9.300 622 30.338 Mei 3.119.421 11.282.083 2.440 19.900 530 24.043 Juni 3.054.392 10.972.116 833 10.000 1.335 54.180 Juli 3.510.320 11.103.398 1.507 12.040 667 30.576 Agustus 6.975.199 15.644.107 2.250 17.540 966 44.592 September 5.946.951 16.780.582 964 8.500 895 45.944 Oktober 6.574.455 16.098.993 3.051 42.730 306 15.142 November 3.755.437 9.612.487 1.750 21.000 138 6.903 Desember 4.794.611 15.218.868 3.104 34.040 600 28.959 46.366.149 138.799.759 21.508 216.900 9.588 427.468 0,046% 0,156% 0,021% 0,307% Jumlah % 99,933% 99,538% 2. Sumber : DKP Kabupaten Pati, 2007 Pengusaha bisnis pemindangan ikan di Kabupaten Pati, pada umumnya mendapatkan ikan dari nelayan. Sedangkan pemasaran pindang ikan sebagian besar dilakukan secara langsung ke pasar (pelanggan). Pasar ikan pindang masih bersifat lokal, yaitu seputar Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 3.2. Ikan Pindang yang siap dijual Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 10 c. Analisa Peluang Pasar dan Persaingan Dalam era perdagangan bebas, perdagangan produk perikanan dapat membuka peluang peningkatan usaha bidang perikanan, baik dalam skala kecil, menengah, maupun besar. Namun di sisi lain, persaingan yang dihadapi juga akan semakin berat. Oleh karena itu, dalam upaya memenangkan persaingan perlu adanya peningkatan daya saing melalui peningkatan mutu, produktivitas, dan efisiensi usaha dengan memperhatikan aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan hasil survey lapangan, keberhasilan usaha di bidang pemindangan ikan sangat dipengaruhi oleh pengalaman usaha yang dimiliki pengusaha dalam menjalankan usaha sejenis. Pemindangan ikan yang bahan bakunya sangat tergantung pada alam memerlukan pengetahuan yang baik mengenai perkembangan cuaca dan musim penangkapan ikan. Pengetahuan yang baik mengenai musim ini akan membantu pengusaha menentukan kapasitas produksinya dan menyesuaikan dengan perkembangan permintaan pasar. Dari survey lapangan juga terlihat indikasi bahwa pengusaha pemindangan ikan yang mendapatkan pinjaman relatif besar dari bank umumnya memiliki usaha yang berkembang dan berjalan lancar, sementara pengusaha yang mendapatkan pinjaman lebih sedikit biasanya usaha yang dikelolanya kurang berkembang pesat. Penyebab hal seperti ini adalah minimnya modal sehingga pengusaha tidak mampu membeli bahan baku ikan yang tergolong mahal dalam jumlah besar. Selain itu, pengusaha yang memiliki modal dalam jumlah besar umumnya mampu terlebih dahulu membeli hasil tangkapan dengan cara pembayaran di muka hasil tangkapan ikan sebelum nelayan-nelayan tersebut berangkat ke laut. Dengan cara seperti ini, hasil tangkapan ikan akan diserahkan ke pengusaha yang sudah membayar hasil tangkapan terlebih dahulu. Peluang pasar pemindangan ikan masih terbuka lebar, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus pasar global. Ikan sebagai bagian dari makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari tentunya akan memiliki kesinambungan permintaan. Selain itu selera masyarakat dan kesadaran pentingnya mengkonsumsi ikan juga menjadi faktor penting terhadap permintaan ikan, termasuk ikan pindang sebagai salah satu jenis ikan yang tahan lama karena telah diawetkan melalui pemindangan. Hasil pemindanan Ikan tidak hanya dijual di pedagang perantara. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pemindangan ikan juga sudah dipasarkan ke pasar swalayan yang berarti konsumennya adalah golongan masyarakat berpendapatan rendah sampai tinggi (semua golongan). Hal ini juga terkait dengan produksi ikan pindang yang kualitasnya terdiri dari beberapa tingkatan, mulai dari kualitas rendah sampai tinggi. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 11 d. Produk Semua kegiatan pemindangan yang kebanyakan terpusat di Bajomulyo, Kecamatan Juwana, Pati, tiap hari terus berproduksi hingga puluhan ton. Jika saat ini muncul kendala, hanyalah soal ketersediaan bahan baku. Pasalnya, ikan jenis layang tangkapan dari laut memang berkurang akibat beberapa faktor, seperti naiknya harga bahan bakar solar sehingga beberapa kapal penangkap enggan melaut. Di samping itu, juga akibat situasi cuaca yang tidak menguntungkan karena terjadinya gelombang besar di laut, sehingga kapal-kapal penangkap yang masuk untuk melelangkan ikan hasil tangkapannya di Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Juwana sedikit berkurang. Akan tetapi, untuk penyediaan bahan baku para pemindang masih bisa membeli ikan jenis itu pada pabrik yang terdapat di lingkungan lokasi pemindangan. Juwana yang selama ini mencitrakan diri sebagai pusat pemindangan ikan, baik ikan laut jenis layang maupun ikan bandeng hasil tambak, tetap tidak tergoyahkan dengan merebaknya masalah formalin sebagai bahan pengawet makanan. Untuk upaya pemindangan ikan (terutama bandeng), dari hasil survey di lapangan hanya dilakukan kalau sedang musim panen bandeng dari tambak dan ada pesanan pindang bandeng. Pada hari-hari biasa, ikan jenis itu banyak dijual mentah di pasar-pasar, itu pun bukan hanya bandeng dari Juwana, tapi ada pula yang dari Tayu, Dukuhseti, Margoyoso, dan bahkan ada yang berasal dari Gresik, Jawa Timur. Guna mengantisipasi banyaknya pesanan yang datang, maka langkah yang dilakukan adalah dengan menambah jumlah tenaga kerja. Mereka bertugas mempersiapkan ikan yang akan dipindang ke dalam keranjang kecil. Isi tiap keranjangnya, rata-rata dua buah. e. Harga Perkembangan harga ikan pindang dipengaruhi berbagai hal, namun faktor yang paling dominan adalah harga ikan sebagai bahan baku (±82%). Sementara harga ikan sendiri dipengaruhi oleh hasil tangkapan/produksi. Pada bulan Agustus hingga November pada umumnya merupakan musim ramai ikan. Sehingga jumlah ikan yang tersedia melimpah. Kondisi ini justru menyebabkan harga bahan baku ikan menurun, dampaknya harga pindang juga menurun, rata-rata menjadi Rp 11.000,- per kg. Sedangkan pada bulan April hingga Juli, jumlah ketersediaan ikan relatif normal, sehingga harga pindang berkisar pada harga Rp 12.250,- per kg. Pada bulan Desember hingga bulan Maret, terjadi kondisi paceklik ikan. Hal ini karena jumlah ikan yang tersedia relatif tidak terlalu banyak. Kondisi ini Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 12 menyebabkan harga ikan yang akan diolah menjadi mahal. Dampaknya terjadi kenaikan biaya. Pada bulan-bulan tersebut harga ikan yang di pindang bisa mencapai Rp 13.500,- per kg f. Distribusi Dalam setiap usaha jalur distribusi produk memiliki peran penting, dengan demikian tata niaga dan efektivitas sistem pemasaran berperan penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Gambar 3.3. Ikan Pindang yang Siap Didistribusikan ke Konsumen Pemasaran dan perdagangan ikan pindang selama ini berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan harga output, sementara harga input pemindangan ikan dipengaruhi oleh ketersediaan dan hasil tangkapan. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey, pengusaha pemindangan ikan memasarkan produknya dengan beberapa cara, yakni: 1. Memasarkan ikan pindang secara langsung ke konsumen 2. Memasarkan ikan pindang secara langsung ke pedagang besar kemudian pedagang besar ini yang memasarkan ikan pindang tersebut ke tingkat pengecer hingga sampai pada konsumen akhir. Bagan di bawah ini menunjukkan beberapa jalur distribusi ikan pindang dari pengusaha hingga ke konsumen akhir melalui beberapa lembaga pemasaran seperti produsen, pedagang besar dan pengecer. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 13 Gambar 3.4. Jalur Pemasaran Ikan Pindang melalui Pedagang Besar dan Pengecer Gambar 3.5.Jalur Pemasaran Ikan Pindang melalui Pengecer g. Promosi Guna lebih meningkatkan omset penjualan, pengusaha pengolahan ikan pindang bekerja sama dengan beberapa instansi terkait (DKP, Dinas Koperasi, dan Dinas Perindustrian) sering mengikuti pameran dagang. Kegiatan promosi ikan pindang ini juga untuk mensosialisasikan program budaya gemar mengkonsumsi ikan. Disamping itu juga menunjukkan bahwa untuk mengawetkan ikan dapat dilakukan dengan melakukan pemindangan. Tetapi dari temuan di lapangan, banyak pengusaha pemindangan ikan yang belum mencantumkan label atau merk dagang dari hasil produksinya. Sehingga konsumen sering mengalami kesulitan ketika ingin mendapatkan ikan pindang jenis tertentu. h. Kendala Pemasaran Kendala pemasaran ikan pindang yang signifikan pada dasarnya tidak ada. Pemasaran lebih banyak ditujukan untuk pasar dalam negeri, umumnya pengemasan dan aspek keamanan pengiriman ikan pindang masih menjadi kendala. Kendala terjadi pada saat cuaca sangat panas dan terjadi kemacetan yang membutuhkan waktu lama di jalan. Hal ini akan mempercepat proses kemunduruan mutu ikan pindang. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 14 4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha Lokasi pemindangan ikan yang baik adalah dekat dengan sumber bahan baku utama serta memiliki akses yang mudah terhadap sumber air dan garam sebagai bahan pembantu. Selain itu juga kemudahan untuk dapat dijangkau dengan transportasi umum, mengingat bahwa dalam pengolahan ikan pindang juga dibutuhkan alat/wadah berupa reyeng/keranjang bambu yang biasanya dipasok dari luar daerah. Kemudahan keterjangkauan tersebut juga akan mendukung dalam proses pemasaran/distribusi produk akhir. Berdasarkan hal tersebut di atas maka lokasi pemindangan ikan sebaiknya tidak jauh dari pantai, tidak jauh dari jalan raya/jalan, karena ikan pindang yang biasanya diolah dari bahan baku/jenis ikan kecil akan dapat segera ditangani sebelum mengalami proses kemunduran mutu. b. Fasilitas Produksi dan Peralatan Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam pengolahan ikan pindang harus dipastikan tidak mengandung karat, tidak merupakan sumber zat renik, tidak sedang mengalami kerusakan dan mudah dibersihkan. Peralatan utama yang umum digunakan untuk pemindangan ikan dikelompokkan menurut tahap kegiatannya, yakni: Gambar 4.1. Pengolahan Ikan Pindang Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pemindangan bervariasi mulai dari bentuk maupun ukuran. Untuk pemindangan air garam biasanya membutuhkan keranjang bambu, rafia, bambu, tungku, kayu bakar, pemberat, kertas koran/jerami, krat bambu. Sedangkan pada pemindangan air garam dibutuhkan peralatan seperti periuk/kuali, jerami atau daun pisang kering yang telah dibersihkan, pemberat, kantong plastik atau daun jati. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 15 Tabel 4.1 Tahap, Peralatan dan Fungsi dalam Usaha Pemindangan Ikan Tahap Alat Pompa air/sumur Fungsi Sumber air untuk pencucian dan perebusan ikan yang akan dipindang Persiapan Timbangan Menimbang ikan dan garam Tong Wadah ikan setelah selesai ditimbang Ember Wadah pencucian ikan sebelum diolah Keranjang plastik Wadah merebus ikan dan meniriskan ikan setelah direbus Kompor Sumber api untuk merebus air dan garam Tungku Merebus air dan garam Pengaduk Terbuat dari bahan kayu atau plastik atau bahan lain yang tidak mencemari ikan pindang. Pengaduk dipakai untuk mengaduk ikan dan garam serta air Perebusan dengan garam Keranjang plastik Tempat ikan pindang yang akan direbus, keranjang ini digunakan agar ikan pindang tidak berserak waktu masuk ke tungku perebusan Seser Mengambil kotoran-kotoran yang terdapat dalam air rebusan Ayak Pengeringan/ Penjemuran Meratakan Pengemasan ikan pindang sebelum dikeringkan Blower/kipas angin Mendinginkan ikan pindang yang baru diangkat dari perebusan, Kledet Menjemur ikan pindang setelah diolah Plastik Tempat penyimpanan ikan pindang yang sudah Penyimpanan dan sebaran dijemur untuk kelompok kemasan kecil Kranjang (Besek) Tempat penyimpanan ikan pindang yang sudah diolah untuk dipasarkan Basket Wadah ikan pindang yang sudah diolah Sumber: Data primer, diolah Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 16 c. Bahan Baku Bahan baku utama untuk proses pembuatan ikan pindang adalah semua jenis ikan yang biasanya memiliki karakteristik dan disukai oleh konsumen sesuai dengan daerahnya. Biasanya bahan baku ikan pindang adalah jenis ikan yang berukuran kecil/sedang dengan kelimpahan yang cukup besar terutama saat musim ikan seperti ikan bandeng, lemuru, kembung, layang, selar dan badong/ani-ani. Sedangkan untuk ikan ukuran besar adalah ikan tongkol dan cakalang. Bahan baku (ikan) tersebut biasanya diperoleh di daerah Juwana, Rembang, Tuban, Muncar, Perigi, Sarang dan lainnya dengan harga sekitar Rp 7.000 hingga Rp 10.000,- per kg. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Perubahan kimiawi dan kontaminasi mikroorganisme pada ikan setelah mati menyebabkan pembusukan, selain itu suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan proses pembususkan pada ikan akan semakin cepat. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya. Apabila bahan bakunya segar maka mutu ikan olahan yang dihasilkan juga semakin bagus demikian juga sebaliknya. Ikan yang paling baik sebagai bahan baku ikan pindang adalah ikan segar. Oleh karena itu semakin segar bahan baku yang digunakan maka mutu pindang yang dihasilkan juga akan semakin bagus. Ikan yang sudah tidak segar akan mengakibatkan rasa pindang yang kurang sedap. Berikut digambarkan tentang ciri-ciri ikan segar yang digunakan sebagai bahan baku pindang. Tabel 4.4 Ciri Utama Ikan Segar dan Ikan Yang Mulai Busuk Parameter Ikan Segar Warna kulit terang kusam, pucat dan Kulit masih kuat berlendir banyak. Kulit mulai terlihat tubuh, tidak mudah mengendur di sobek, terutama beberapa tempat pada bagian perut. Kulit berwarna dan jernih. membungkus Kulit Ikan yang mulai busuk Warna-warna tertentu. Kulit mudah robek khusus yang ada dan warna-warna masih jelas. khusus sudah hilang. Sisik Sisik menempel kuat pada tubuh Sisik mudah terlepas dari tubuh. sehingga sulit Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 17 dilepas. Mata Mata tampak Mata tampak terang, jernih, suram, tenggelam menonjol dan dan berkerut. cembung. Insang Insang berwarna Insang berwarna merah sampai coklat suram atau merah tua, terang abu-abu dan dan lamella insang lamella insang terpisah. berdempetan. Insang tertutup Lendir insang keruh lendir berwarna dan berbau asam, terang dan bau menusuk hidung. segar seperti bau ikan. Daging Daging kenyal, menandakan rigor mortis masih mortis telah berlangsung. selesai. Daging dan bagian Daging dan bagian tubuh lain berbau tubuh lain mulai segar. berbau busuk. Bila daging ditekan Bila ditekan dengan dengan jari tidak jari tampak bekas tampak bekas lekukan. Daging melekat kuat pada tulang Daging lunak, menandakan rigor lekukan. Daging mudah lepas dari tulang Daging lembek dan Daging perut utuh isi perut sering dan kenyal keluar. Ikan segar akan tenggelam Dalam air Ikan yang sudah sangat busuk akan mengapung dipermukaan. Sumber : Sofyan Ilyas, (1988) Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 18 . Ciri-ciri ikan segar menurut pengolah adalah tidak ada kerusakan, dan kondisi fisik insang terlihat bersih, insang berwarna merah dan mata seolaholah akan keluar. Ciri ikan segar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah mata cerah dengan bola mata menonjol dan kornea tampak jernih, insang berwarna cemerlang tanpa lendir, lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah dan belum terdapat perubahan warna, sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh, bau isi perut segar, bau segar, bau rumput laut, bau spesifik jenis, konsistensi padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging tulang belakang. Kondisi ikan yang digunakan untuk pindang khususnya untuk ikan setelah thawing mempunyai daging yang sangat lembek dan bila ditekan dengan jari terdapat lekukan bekas jari pada bagian yang ditekan, umumnya sudah tidak dapat kembali seperti kondisi semula. Gambar 4.4. Bahan baku usaha pemindangan Ikan Bahan baku utama lainnya adalah garam. Garam yang digunakan adalah garam kristal yang masih asli berasal dari petani garam yang belum mengalami pengolahan lanjutan. Pemberian garam dilakukan dengan konsentrasi tertentu sekitar 5 – 20%. Garam selain digunakan sebagai penyedap rasa, juga dimaksudkan untuk mengawetkan produk pindang. d. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang terlibat dalam pemindangan ikan tidak perlu memiliki ketrampilan khusus. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey lapangan, diperoleh keterangan bahwa jumlah tenaga kerja tetap biasanya lebih sedikit dari tenaga tidak tetap karena faktor bahan baku tergantung pada musim. Pada saat tangkapan ikan yang dipindang meningkat, para pengusaha akan menambah tenaga kerjanya; umumnya tenaga kerja tambahan ini banyak dipekerjakan pada saat perebusan dan penjemuran. Tenaga kerja tetap maupun tidak tetap yang bekerja di perusahaan pemindangan ikan umumnya adalah masyarakat sekitar lokasi pemindangan. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 19 Gambar 4.2. Tenaga Kerja Pengolah Ikan Pindang Upah tenaga kerja pada usaha pemindangan ikan ini bervariasi. Upah ditentukan berdasarkan pengalaman, status dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Upah tenaga kerja tetap yang sudah berpengalaman di Juwana adalah Rp 40.000,- per hari, sedangkan tenaga kerja tidak tetap dibayar Rp 30.000,- per hari. Sistem pengupahan yang umunya berlaku di sekitar Kecamatan Juwana umumnya berbeda dengan pengupahan di lokasi survey lain. Di wilayah ini, sistem pengupahan dikenal dengan istilah tonase, di mana besarnya upah untuk sekelompok pekerja ditentukan berdasarkan jumlah ikan yang dipindang. Misalkan sekelompok tenaga kerja tetap sebanyak 5 orang yang melakukan pemindangan ikan sebanyak 1.000 kg (1 ton) ikan yang dipindang maka kelima tenaga kerja adalah 5 orang x Rp 40.000,- per hari = Rp 200.000,per hari. Apabila terdapat tenaga kerja tambahan (tenaga kerja tidak tetap), maka tenaga kerja tidak tetap ini akan mendapat upah Rp 30.000,- per hari. Sedangkan upah tenaga manajemen adalah 2 kali upah tenaga kerja tetap, yaitu Rp 80.000,- per hari. Sehingga bila produksi rata-rata ikan pindang 1.000 kg per hari, maka pengusaha minimal mengeluarkan dana sebesar Rp 1.505.000,- untuk membayar upah tenaga kerja setiap hari. Bila jumlah produksi meningkat, maka tenaga kerja akan mendapat tambahan sesuai dengan jumlah peningkatan ikan pindang yang diproduksi. Tetapi bila jumlah produksi mengalami penurunan yang signifikan (lebih dari 25%), maka perusahaan akan mengurangi jumlah karyawan tidak tetap. e. Teknologi Ikan pindang sangat digemari oleh masyarakat, karena mempunyai rasa yang khas dan tidak terlalu asin. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim (Afrianto dan Liviawaty, 2000). Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 20 Proses pemindangan ikan menggunakan teknologi sederhana karena dalam proses pemindangan belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan berat, canggih dan komputer. Teknologi pemindangan ikan yang bersifat tradisional sebagian besar masih menggunakan peralatan yang dapat diperoleh dengan mudah seperti kayu bakar, potongan bambu, keranjang bambu, daun pisang/bambu, dengan proses yang dilakukan secara manual. f. Teknis Produksi Ikan pindang adalah ikan awetan dengan kadar garam rendah. Pengolahannya secara tradisional merupakan gabungan dari penggaraman dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Pembuatan ikan pindang dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Penanganan bahan baku Jenis ikan yang biasa dibuat pindang, antara lain : ikan bandeng, tongkol, cangkalang, lemuru , kumbuy, dan selar. Bahan baku tersebut biasanya diperoleh di daerah Juwana Rembang, Tuban, Muncar, Perigi, Sarang. Bahan baku ini diangkut dengan menggunakan alat transportasi truk. Harga bahan baku ikan segar adalah sekitar Rp 7.000 hingga Rp 10.000,- per kg. Bahan baku yang akan diolah menjadi ikan pindang dimasukkan ke dalam blong (drum dari fiber). Untuk setiap satu blong yang berukuran tinggi kurang lebih 1 m ditambahkan satu blok es (10 kg) dan 500 gr garam. Penanganan ikan segar bertujuan mengusahakan agar kesegaran ikan dapat dipertahankan selama mungkin. Setidak-tidaknya masih cukup segar waktu ikan sampai ke tangan konsumen. Setelah ikan datang, dimasukkan ke dalam bak semen dengan ukuran 2,2 x 1,44 x 1 m. Dalam kondisi tertentu, misalnya kondisi ikan kurang segar maupun dalam jumlah yang terlalu banyak, maka perlu penanganan dengan bahan pembantu berupa es batu. Dalam hal ini penanganan pertama kali adalah menyusun es bentuk balok (1 balok = 10 kg) yang dihancurkan menjadi es curai pada bagian dasar, kemudian ikan disusun selapis demi selapis antara ikan dan es sesuai jumlah bahan baku yang tersedia. Setelah itu pengolah akan melakukan proses sortasi terhadap bahan baku ikan segar. Menurut Hadiwiyoto (1993), tujuan dari sortasi adalah mendapatkan hasil yang seragam, ukurannya, jenisnya, maupun mutunya. Oleh karena itu, sortasi ini dikerjakan beberapa kali. Biasanya mula-mula dilakukan sortasi mutu, kemudian jenisnya, lalu ukurannya. 2. Pencucian Proses pencucian ikan dilakukan dalam bak semen dengan ukuran 184 x 144 x 66 cm dan mempunyai tebal 13 cm. Banyaknya volume air yang digunakan dalam proses pencucian adalah 950 liter. Proses pencucian diawali dengan mengisi bak dengan air. Banyaknya air disesuaikan dengan banyaknya bahan Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 21 baku. Dalam air tersebut ditambahkan garam (5 kg) dan es balok (10 kg). Penambahan garam pada pencucian mampu membantu penghilangan air pada saat penirisan. Air yang digunakan adalah air tawar yang diperoleh dari sumur galian. Proses pencucian dilakukan satu kali sebelum proses perebusan. Teknik pencuciannya yaitu ikan segar direndam dan dicelup-celupkan ke dalam air. Proses ini dilakukan hingga ikan sudah dianggap bersih. Maksud dilakukan proses pencucian adalah untuk membersihkan kotoran dan darah maupun kotoran lain. 3. Penataan dan Penyusunan Bahan Baku dalam Wadah Ikan yang telah mengalami proses pencucian disusun dan ditata dalam wadah yang terbuat dari anyaman bambu yang biasa disebut “reyeng”. Wadah ini mempunyai ukuran yang bervariasi sesuai dengan ukuran ikan, baik ikan yang berukuran besar ataupun ikan yang berukuran sedang dan kecil. Di lokasi penelitian, wadah “reyeng” ini dibeli dari daerah Salatiga dan Banjarnegara dengan harga Rp 25-150 per satuan wadah. Penyusunan bahan baku terdiri atas penyusunan bahan baku untuk ikan besar dan ikan kecil. Untuk ikan berukuran besar dengan panjang 16-25 cm disusun dalam wadah yang berukuran 23 x 11 x 5 cm. Cara penyusunannya yaitu ikan diletakkan sejajar dalam wadah dengan posisi tubuh ikan menghadap ke arah yang sama. Untuk ikan berukuran sedang atau besar ini dalam satu wadah atau “reyeng” diisi maksimal dua ikan. Untuk ikan yang berukuran kecil dengan panjang 12-13 cm, ikan disusun dalam wadah yang berukuran 14 x 5 x 3 cm. Cara penyusunannya sama dengan ikan berukuran besar yaitu disusun secara sejajar. Untuk ikan berukuran kecil ini dalam satu wadah atau “reyeng” diisi maksimal empat ikan. Setelah ikan disusun dalam “reyeng”, maka “reyeng” tersebut ditata atau disusun lagi dengan cara ditumpuk menjadi 1 “bendel”. Tiap “bendel” terdiri atas 20 reyeng untuk ukuran ikan kecil atau 6 reyeng untuk ukuran ikan besar. Tiap susunan reyeng diberi dua bilah bambu kecil sebagai sekat. Hal ini dimaksudkan agar ikan dalam wadah tidak hancur karena tekanan wadah di atasnya pada saat penyusunan reyeng-reyeng menjadi 1 “bendel”. Tiap “bendel” disusun dan ditata lagi serta diikat menggunakan tali rafia agar dalam proses perebusannya ke dalam bak perebusan nanti berjalan lebih mudah. Bendel-bendel yang telah diikat menggunakan tali rafia disusun dalam “bangkrak”. Bangkrak merupakan tempat bendel yang berbentuk persegi panjang terbuat dari bilah-bilah kayu. Pengolah menggunakan bangkrak dengan ukuran 60x100 cm. Teknik penyusunan bendel dalam bangkrak yaitu tiap bangkrak diletakkan 10 bendel reyeng (sekitar 200 reyeng untuk ukuran kecil) dan 10 bendel reyeng ( sekitar 60 reyeng untuk ikan besar), setelah Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 22 itu bagian atas ditutup dengan bangkrak lagi. Kemudian bangkrak bagian atas dan bawah dijepit dengan menggunakan kawat besi yang terdapat pada bagian kanan dan kiri bangkrak. Bangkrak-bangkrak yang berisi reyeng sudah siap ke tahap proses selanjutnya yaitu proses perebusan. 4. Perebusan Maksud dari perebusan adalah mengurangi kadar air dalam daging ikan dan sekaligus membunuh sebagian bakteri, sedangkan garamnya selain berfungsi sebagai penambah rasa juga digunakan untuk menarik air lebih banyak agar ikannya menjadi semakin awet (Irawan, 1995). Di tempat pengolahan menggunakan bedeng-bedeng sebagai tempat perebusan. Tiap bedeng terdiri dari empat bak perebusan, tiap bak mempunyai ukuran 80 x 60 x 50 cm. Proses perebusan menggunakan kayu bakar sebagai sumber pemanasan. Kayu bakar diperoleh dari daerah sekitar pengolahan. Sedangkan bak perebusan terbuat dari bahan stainlees steel, sehingga bak ini lebih tahan lama dan tidak mudah rusak karena tidak mengalami korosi atau pengkaratan. Bak-bak perebusan tersebut akan diisi dengan larutan air garam. Sedangkan larutan air garam ini dibuat di tempat tersendiri yaitu di bak air garam. Bak tempat pembuatan larutan air garam ini mempunyai ukuran 3,5 x 1 x 0,75 m. Di tempat pengolahan terdapat dua bak pembuatan air garam. Cara pembuatan larutan air garam yaitu bak air garam diisi dengan menggunakan air tawar sebanyak 1.750 liter dengan menambahkan garam kurang lebih 360 kg. Jadi konsentrasi larutan garam yang digunakan adalah 20%. Garam yang ditambahkan dimasukkan ke dalam karung yang tembus air, menggunakan 9 karung di mana tiap karung diisi dengan 40 kg garam. Karung-karung tadi digantungkan di atas bak air garam sehingga bila terkena air, garam akan larut ke dalam air. Larutan air garam yang telah siap untuk proses perebusan dimasukkan dalam bak perebusan menggunakan pompa air. Apabila air kurang bersih/jernih, maka digunakan tawas. Tawas yang ditambahkan kurang lebih 25 kg (konsentrasi tawas dalam larutan 1,42 persen). Nilai ambang batas tawas yang diperbolehkan berdasarkan SNI 19-0232-2005 adalah 0,5 ppm. Air yang digunakan untuk perebusan adalah air tawar yang diperoleh dari sumur galian. Garam yang digunakan dalam proses pembuatan larutan air garam adalah jenis garam krosok. Garam krosok tersebut disimpan dalam gudang menggunakan karung yang berlantai tanah sehingga terlihat kurang bersih. Proses perebusan dimulai bila suhu larutan sudah mencapai 70-90o C. Cara perebusan yaitu bangkrak yang berisi reyeng dimasukkan ke dalam bak hingga seluruh bagian dari bangkrak itu terendam dalam larutan air garam. Agar seluruh bagian bangkrak terendam dalam bak perebusan, maka bagian Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 23 atas dari bangkrak diberi bongkahan batu yang diikat dengan tali. Batu yang digunakan pengolah tidak bersih. Batu yang digunakan sebagai pemberat seharusnya dicuci sebelum digunakan. Hal ini karena batu bersentuhan langsung dengan air perebusan. Jika kondisi batu kotor dapat menjadi sumber kontaminasi pada ikan yang diolah. Ikan pindang dianggap sudah matang apabila bagian ekor sudah pecah dan timbul buih-buih pada air perebusan, hal inilah yang digunakan pengolah sebagai parameter bahwa ikan tersebut sudah matang. Larutan air garam yang digunakan untuk proses perebusan tidak diganti dengan larutan baru. Larutan air garam dari perebusan sebelumnya yang terlihat kotor ditambahkan tawas. Sehingga kotoran akan timbul ke permukaan dan bagian air yang kotor dibuang dengan menggunakan gayung plastik. Setelah itu volume air yang berkurang ditambah lagi dengan larutan air garam bersih. Kegiatan ini dilakukan tiap 5 kali proses perebusan. 5. Penyiraman Pindang yang dinyatakan telah masak diangkat dari bak perebusan, kemudian “bangkrak” diangkut di bagian teras bangunan untuk dilakukan proses penyiraman. Air yang digunakan adalah air garam bersih. Tujuan penyiraman adalah untuk membersihkan kotoran yang melekat selama perebusan, melunturkan bau tawas, mengembangkan ikan yang mengkerut setelah direbus serta agar ikan cepat dingin. 6. Penirisan Penirisan dilakukan untuk membuang sisa-sisa air proses perebusan maupun proses penyiraman. Pada proses penirisan ini tidak ada batasan waktu. Menurut Wibowo (2000) pendinginan makanan dapat dilakukan selama 1-1,5 jam. Dengan rentang waktu demikian diharapkan pindang telah dingin dan siap untuk dipasarkan. Pengolah sebaiknya memperhatikan rentang waktu penirisan sehingga pindang benar-benar dingin sesuai yang diharapkan. Pendistribusian pindang dalam kondisi hangat menyebabkan ikan cepat menimbulkan bau pada pindang. Secara sistematis, pemindangan ikan dapat digambarkan dalam Gambar 4.3 Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 24 Gambar 4.3. Diagram Alur Pembuatan Ikan Pindang g. Jumlah, Jenis dan Kualitas Produksi Secara umum ikan pindang yang dihasilkan oleh para pengolah di Jawa Tengah adalah ikan pindang bandeng, tongkol, cakalang, lemuru, kembung, dan selar. Ikan pindang yang dihasilkan oleh pengolah di daerah Juwana tergantung dari bahan baku yang digunakan, tetapi yang seringkali digunakan adalah jenis ikan selar dan lemuru. Apabila bahan baku yang digunakan bermutu tinggi maka produk ikan pindang yang dihasilkan juga mempunyai mutu yang tinggi. Berikut ini adalah deskripsi mutu ikan pindang yang berkualitas tinggi (Tabel 4.5). Menurut Adnan, M.dkk (1984), beberapa sifat atau keadaan yang dipakai untuk menetapkan kualitas atau mutu pindang yang baik adalah : Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 25 1. 2. 3. 4. 5. Warna pindang putih keabu-abuan, Permukaan kulit menjadi keset, Ikan tidak patah-patah tetapi dalam keadaan utuh, Tidak terlihat adanya lendir bakteri maupun kapang, Flavour yang menunjukkan kesegaran pindang Tabel 4.5. Deskripsi mutu ikan pindang yang berkualitas tinggi Parameter Deskripsi Ikan utuh tidak patah, mulus, tidak luka atau lecet, bersih, Rupa dan warna tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan lemak, garam, atau kotoran lain. Warna spesifik untuk tiap jenis, cemerlang, tidak berjamur, dan tidak berlendir. Bau Rasa Tekstur Bau spesifik pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau tengik, masam, basi, atau busuk. Gurih spesifik pindang, enak, tidak terlalu asin, rasa asin merata, dan tidak ada rasa asing. Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan tidak berair atau tidak basah (kesat). Sumber: Wibowo (2000) Daya awet ikan pindang bila disimpan di udara terbuka tanpa dilakukan penanganan yang baik kurang lebih 2-5 hari. Selain dikarenakan pindang disimpan di udara terbuka tanpa penanganan khusus, hasil produksi pindang (terutama pindang air garam) kandungan airnya cukup banyak. Ikan yang mempunyai ukuran yang lebih besar (seperti tongkol) mempunyai daya awet yang lebih singkat bila dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil (ikan layang atau lemuru). Daya awet pindang ini dapat ditingkatkan dengan cara perbaikan teknik pemindangan (kebersihan, suhu, kadar garam, penambahan bumbu, dll), penggunaan zat pengawet, perbaikan pengemasan maupun teknik penyimpanan produk. Cara lain yang digunakan untuk memperpanjang daya awet ikan pindang adalah dengan sterilisasi (Heruwati, 1985). Sedangkan menurut SNI mutu ikan pindang (Dirjen Perikanan 1994/ 1995) adalah sebagai berikut : Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 26 Tabel 4.6. Persyaratan mutu ikan pindang Persyaratan Mutu Jenis Uji Pindang Air Garam Pindang Garam a. Organoleptik - Nilai minimum 7 6 - Kapang Negatif Negatif 1 x 105 1 x 105 b. Mikrobiologi - TPC per gr, maks. - Escherichia coli MPN per gram, maks. 3 CFU 3 CFU - Salmonella *) Negatif Negatif - Vibrio cholera *) Negatif Negatif - Staphyloccocus aureus *) 1 x 103 1 x 103 - Air, % bobot/ bobot, maks. 70 70 - Garam, % bobot/ bobot, maks. 10 10 c. Kimia *) : bila diperlukan (rekomendasi) Tabel berikut memberikan gambaran tentang nilai gizi ikan pindang berupa protein, lemak, mineral dan vitamin. Tabel 4.3. Komposisi Pindang Komponen Kadar (%) Kalori 176,00 kal Protein 27,00 Lemak 3,00 Mineral 0,26 Vitamin B 0,07 mg Air 60,00 h. Kendala Produksi Kendala yang mungkin timbul dalam usaha pemindangan ikan adalah ketergantungan ketersediaan bahan baku terhadap alam. Hasil tangkapan ikan yang dipindang sangat dipengaruhi oleh musim. Pada bulan-bulan tertentu seperti bulan April hingga Oktober, hasil tangkapan ikan yang digunakan untuk proses pemindangan menurun, demikian juga pada saat air pasang dan musim penghujan bahkan sangat sedikit. Kondisi seperti ini Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 27 menyebabkan kontinuitas produksi tidak bisa berlangsung dengan baik sepanjang tahun. Selain itu, perkembangan dewasa ini menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan ikan yang artinya menurunnya pasokan bahan baku. Penurunan ini disebabkan beberapa faktor, antara lain semakin maraknya penggunaan bom peledak untuk menangkap ikan, adanya tumpang tindih tangkapan ikan yang dipindang dengan stok ikan lain, dan maraknya penangkapan ikan oleh nelayan asing di perairan Indonesia. Dari sisi produsen, produksi ikan pindang yang sebagian besar dilakukan pada usaha skala kecil di Indonesia, sebagian besar masih bersifat tradisional. Selain itu, mutu dan persyaratan peralatan pengolahan pemindangan ikan masih rendah. Hal ini menjadi salah satu masalah bagi sebagian pengusaha. Melihat kendala-kendala yang umumnya ditemui pada usaha pemindangan ikan ini, maka sebaiknya pengusaha perlu memperbaiki pola produksi baik dengan menggunakan alat produksi atau teknologi yang lebih maju maupun dengan mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan peningkatan mutu, perbaikan sanitaisi dan higien, juga yang tidak kalah penting adalah penjaminan keamanan produk. Sedangkan dari sisi pemerintah, instansi/dinas terkait di setiap daerah, terutama Dinas Perikanan dan Kelautan dan Dinas Koperasi Kabupaten Pati perlu memberikan pelatihanpelatihan dan dukungan infrastruktur yang berkaitan dengan perbaikan kualitas produk ikan pindang. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 28 5. Aspek Keuangan a. Pola Usaha Dalam analisis keuangan dipilih pola pemindangan ikan yang menggunakan teknologi sederhana. Kapasitas produksi yang dipilih merupakan kapasitas produksi rata-rata yang disesuaikan dengan musim tangkapan ikan yang akan dipindang, yaitu kapasitas produksi 1 ton per hari. Jangka waktu analisis keuangan didasarkan pada umur proyek, yakni 5 tahun. b. Asumsi Parameter dan Perhitungan Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun, ditentukan dari umur ekonomis peralatan utama yang digunakan dalam usaha pemindangan ikan. Penghitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk periode usaha selama 5 tahun, dengan memperhitungkan nilai sisa dari seluruh peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 5 tahun. Dalam usaha ini, seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha, baik berupa tanah dan bangunan diasumsikan menyewa milik orang lain. Mesin dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah seluruh mesin dan peralatan, baik yang dibeli maupun peralatan yang dibuat sendiri oleh pengusaha yang dapat dinilai dengan sejumlah uang. Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha pemindangan ikan ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan. Beberapa asumsi penting yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan Asumsi Satuan Jumlah/Nilai Periode proyek tahun 5 Luas tanah: m2 500 Luas bangunan m2 350 Sewa lahan dan bangunan Rp/thn 12.500.000 Produksi per tahun ikan pindang kg 300.000 Produksi per hari ikan pindang kg 1.000 Harga jual ikan ikan pindang (normal) Rp/kg 12.250 Harga jual ikan ikan pindang (ramai) Rp/kg 11.000 Harga jual ikan ikan pindang (sepi) Rp/kg 13.500 Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 29 Harga ikan (normal) Rp/kg 9.000 Harga ikan (musim ramai) Rp/kg 7,500 Harga ikan (musim sepi) Rp/kg 10,000 Penggunaan ikan 1 tahun Kg 300,000 Penggunaan ikan 1 hari Kg 1.000 Garam Rp/kg 550 Jumlah hari kerja dalam 1 thn hari 300 Discount rate 20,00% Sumber: Data Primer, diolah Luas tanah dan bangunan untuk usaha pemindangan ikan ini adalah 500 m² dan 350 m² berupa bangunan. Produksi dilakukan setiap hari (selain libur nasional dan Minggu), sehingga jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300 hari. Kapasitas produksi yang digunakan adalah 1 ton input ikan yang dipindang/hari yang menghasilkan 1.000 kg ikan. Dengan demikian, produksi selama setahun mencapai 300.000 kg. Harga beli ikan yang akan dipindang pada harga normal sebesar Rp 9.000/kg, sedangkan harga jual ikan pindang adalah Rp 12.250/kg. Secara lebih rinci asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan dalam lampiran. c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional 1. Biaya Investasi Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha pemindangan ikan ini dialokasikan untuk memulai usaha atau biaya-biaya yang diperlukan pada tahun 0 proyek yang meliputi biaya perijinan, sewa tanah dan bangunan, serta pembelian peralatan. Jumlah biaya investasi pada tahun 0 proyek adalah Rp 30.875.000,-. Secara lebih rinci kebutuhan biaya investasi sebagaimana pada Tabel 5.2. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 30 Tabel 5.2. Biaya Investasi Pemindangan Ikan UE = Umur Ekonomis Sumber : Data Primer, diolah 2. Biaya Operasional Biaya operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi pembelian bahan baku utama dan pembantu, peralatan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan utama, dan upah tenaga kerja. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dalam 1 tahun diperlukan biaya operasional sebesar Rp 3.297.827.080,-. Dari seluruh komponen biaya operasional, biaya terbesar adalah untuk pembelian bahan baku ikan yang akan dipindang, yakni sebesar Rp 2.709.000.000 selama 1 tahun produksi, dengan harga 1 Kg ikan sebesar Rp 9.000/kg. Untuk menghasilkan 1.000 kg ikan yang dipindang diperlukan 1 ton ikan yang dipindang dan asumsi hari kerja sebanyak 300 hari selama setahun. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 31 Tabel 5.3. Biaya Operasional Pemindangan Ikan (Rp/Tahun) *) Tenaga Manajemen dibayar Mingguan sebesar Rp 560.000,Modal kerja awal yang dibutuhkan untuk usaha pemindangan ikan sebesar Rp 335.801.915,-. Modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung berdasarkan siklus produksi pemindangan ikan, yakni 30 hari. Dari total modal kerja awal yang dibutuhkan yakni Rp 335.801.915,- sebanyak 45% (Rp 150.000.000) merupakan kredit dari bank, sedangkan sisanya sebesar Rp 185.801.915,merupakan dana pengusaha. d. Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit Kebutuhan dana untuk usaha pemindangan ikan terdiri dari kebutuhan investasi dan modal kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari kredit bank dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk investasi awal sebesar Rp 30.875.000. Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1 tahun sebesar Rp 335.801.915,- Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 32 Tabel 5.4. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja (1 Tahun) No 1 Rincian Biaya Proyek Total Biaya (Rp) Dana investasi yang bersumber dari a. Kredit 10.000.000 b. Dana sendiri 20.875.000 Jumlah dana investasi 30.875.000 Dana modal kerja yang bersumber 2 dari a. Kredit 150.000.000 b. Dana sendiri 185.801.915 Jumlah dana modal kerja 335.801.915 Total dana proyek yang bersumber 3 dari a. Kredit 160.000.000 b. Dana sendiri 206.676.915 Jumlah dana proyek 366.676.915 Sumber : Data Primer, diolah Dari survey lapangan diperoleh informasi bahwa jangka waktu kredit modal kerja yang disalurkan untuk pembiayaan usaha pemindangan ikan ini adalah 1 tahun, tingkat bunga sebesar 20% per tahun dengan sistem perhitungan bunga efektif menurun. Perhitungan pengembalian pinjaman kredit investasi dan kredit modal kerja ditunjukkan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 Untuk melaksanakan kegiatan operasional usaha Pemindangan Ikan ini, pengusaha meminjam kredit investasi sebesar Rp 10.000.000,- dan kredit modal kerja sebesar Rp 150.000.000 dari bank dengan jangka waktu kredit selama 1 tahun. Setiap bulan pengusaha membayar kewajiban di bank yaitu angsuran pokok sebesar Rp 833.333,- dan pinjaman pokok tersebut akan lunas pada akhir bulan ke-12, sedangkan bunga yang dibayarkan setiap bulan jumlahnya akan menurun karena sistem pembayaran bunga yang efektif menurun. Pembayaran bunga kredit investasi pada bulan 1 adalah Rp 166.667,- bulan ke-2 Rp 152.778,- dst. Sedangkan kredit modal kerja, setiap bulan pengusaha membayar angsuran pokok sebesar Rp 12.500.000 dan pinjaman pokok tersebut akan lunas pada akhir bulan ke-12, sedangkan bunga yang dibayarkan setiap bulan jumlahnya akan menurun karena sistem pembayaran bunga yang efektif menurun, pembayaran bunga pada bulan 1 adalah Rp 2.093.750,- bulan ke-2 Rp 1.919.271,- dst. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 33 Tabel 5.5. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi Bulan Angsuran Pokok Bunga Jumlah Saldo Akhir 10.000.000 Bulan 1 833.333 166.667 1.000.000 9.166.667 Bulan 2 833.333 152.778 986.111 8.333.333 Bulan 3 833.333 138.889 972.222 7.500.000 Bulan 4 833.333 125.000 958.333 6.666.667 Bulan 5 833.333 111.111 944.444 5.833.333 Bulan 6 833.333 97.222 930.556 5.000.000 Bulan 7 833.333 83.333 916.667 4.166.667 Bulan 8 833.333 69.444 902.778 3.333.333 Bulan 9 833.333 55.556 888.889 2.500.000 Bulan 10 833.333 41.667 875.000 1.666.667 Bulan 11 833.333 27.778 861.111 833.333 Bulan 12 833.333 13.889 847.222 0 Tahun 1 10.000.000 1.083.333 11.083.333 Sumber : Data Primer, diolah Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 34 Tabel 5.6. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja Bulan Angsuran Pokok Bunga Jumlah Saldo Akhir 150.000.000 Bulan 1 12.500.000 2.093.750 14.593.750 137.500.000 Bulan 2 12.500.000 1.919.271 14.419.271 125.000.000 Bulan 3 12.500.000 1.744.792 14.244.792 112.500.000 Bulan 4 12.500.000 1.570.313 14.070.313 100.000.000 Bulan 5 12.500.000 1.395.833 13.895.833 87.500.000 Bulan 6 12.500.000 1.221.354 13.721.354 75.000.000 Bulan 7 12.500.000 1.046.875 13.546.875 62.500.000 Bulan 8 12.500.000 872.396 13.372.396 50.000.000 Bulan 9 12.500.000 697.917 13.197.917 37.500.000 Bulan 10 12.500.000 523.438 13.023.438 25.000.000 Bulan 11 12.500.000 348.958 12.848.958 12.500.000 Bulan 12 12.500.000 174.479 12.674.479 0 Tahun 1 150.000.000 13.609.375 163.609.375 Sumber : Data Primer, diolah e. Produksi dan Pendapatan Output dari usaha pengolahan ikan dengan pemindangan ikan adalah ikan pindang. Ikan pindang yang diproduksi setiap tahun dengan asumsi sebanyak 300 hari kerja adalah 300.000 Kg dengan harga jual Rp 12.250,/kg sehingga menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp 3.675.000.000,per tahun seperti disajikan pada Tabel 5.7. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 35 Tabel 5.7. Produksi dan Pendapatan Pemindangan Ikan (Rp/Tahun) Hasil Produksi Tahun Jumlah Kg Harga (Rp) 1 300.000 12.250 3.675.000.000 2 300.000 12.250 3.675.000.000 3 300.000 12.250 3.675.000.000 4 300.000 12.250 3.675.000.000 5 300.000 12.250 3.675.000.000 Jumlah 1.500.000 Pendapatan (Rp) 18.375.000.000 Sumber : Data Primer, diolah f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama, usaha pemindangan ikan mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 242,399,877,- dengan profit margin sebesar 6,60%. Pada tahun selanjutnya besarnya keuntungan dan profit margin lebih tinggi sejalan dengan lunasnya kredit yang harus dibayar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa BEP rata-rata penjualan per tahun sebesar Rp 995,578,025,- sementara BEP rata-rata produksi per tahun sebesar 81,271.68 kg. Secara lebih rinci besarnya keuntungan, profit margin dan BEP setiap tahunnya ditunjukkan pada Tabel 5.8. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 36 Tabel 5.8. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp) Sumber : Data Primer, diolah Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan jika dilihat berdasarkan musim ikan setiap bulannya dapat dibagi menjadi 3 musim yaitu musim sepi (paceklik) yang terjadi pada bulan Desember hingga Maret, musim normal terjadi pada bulan April hingga Agustus dan musim ramai yang terjadi pada bulan September hingga November. Musim paceklik ikan ditandai dengan jumlah ikan yang tersedia tidak sebanding dengan permintaan. Kendatipun harga ikan bisa naik hingga mencapai Rp. 10.000,- per kg, tetapi harga jual pindang juga naik hingga dapat mencapai harga Rp 13.500,- per kg. Pada kondisi paceklik ikan pengusaha dapat menikmati profit margin sebesar 7,80% dengan BEP penjualan per bulan mencapai Rp 78.311.487,- dan BEP produksi per bulan mencapai 5.801 Kg. Pada Tabel 5.10 dijelaskan secara lebih detil Laba Rugi Usaha pada kondisi sepi ikan. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 37 Tabel 5.9. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp) pada kondisi Sepi No Sepi Uraian 1 Pendapatan 2 Pengeluaran Januari Februari Maret 337,500,000 337,500,000 337,500,000 304,920,945 304,920,945 304,920,945 a. Biaya Operasional b. Penyusutan 164,583 164,583 164,583 c. Bunga bank 1,444,444 1,444,444 1,444,444 Jumlah 306,529,973 306,529,973 306,529,973 30,970,027 30,970,027 30,970,027 Laba sebelum pajak - Pajak 15% 4,645,504 3 Laba rugi 26,324,523 4 Profit margin % 5 BEP rata-rata = a. Nilai penjualan b. Produksi 4,645,504 4,645,504 26,324,523 26,324,523 7.80% 7.80% 7.80% 78,311,487 78,311,487 78,311,487 5,801 5,801 5,801 Sumber : Data Primer, diolah Pada musin normal jumlah ikan yang tersedia untuk diolah relatif stabil. Dengan demikian maka harga jual pindang juga relatif stabil dengan harga Rp 12.250 per kg. Pada kondisi inil, profit margin yang bisa dinikmati oleh pengusaha sebesar 6,86%, dengan BEP penjualan per bulan mencapai Rp. 84.011.903,- dan BEP produksi per bulan mencapai 6.858 Kg. Pada Tabel 5.10 dijelaskan secara lebih detil Laba Rugi Usaha per bulan pada Kondisi musim ikan normal. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 38 Tabel 5.10 Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp) pada kondisi Normal No Normal Uraian 1 Pendapatan 2 Pengeluaran April Mei Juni Juli 306,250,000 306,250,000 306,250,000 306,250,000 a. Biaya Operasional 279,920,945 279,920,945 279,920,945 279,920,945 b. Penyusutan 164,583 164,583 164,583 164,583 c. Bunga bank 1,444,444 1,444,444 1,444,444 1,444,444 Jumlah 281,529,973 281,529,973 281,529,973 281,529,973 Laba sebelum pajak 24,720,027 24,720,027 24,720,027 24,720,027 - Pajak 15% 3,708,004 3 Laba rugi 4 Profit margin % 5 BEP rata-rata = 3,708,004 3,708,004 21,012,023 21,012,023 21,012,023 21,012,023 6.86% a. Nilai penjualan b. Produksi (kg) 3,708,004 6.86% 6.86% 6.86% 84,011,903 84,011,903 84,011,903 84,011,903 6,858 6,858 6,858 6,858 Sumber : Data Primer, diolah Pada bulan Agustus hingga bulan November ada kecenderungan terjadi kelebihan persediaan ikan yang akan dipindang. Peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan jumlah permintaan, sehingga harga jual justru menurun menjadi Rp 11.500,- per kg. dan pada kondisi terjadi kelebihan jumlah ikan. Pada kondisi musim ramai ikan maka profit margin usaha pemindangan ikan meningkat menjadi 9,57%, dengan BEP penjualan per bulan mencapai Rp. 63.809.360,- dan BEP produksi per bulan mencapai 5.801 Kg. Pada Tabel 5.10 dijelaskan secara lebih detil Laba Rugi Usaha per bulan pada Kondisi musim ikan ramai. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 39 Tabel 5.11 Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp) pada kondisi Ramai No Uraian 1 Pendapatan 2 Pengeluaran Ramai Agustus September Oktober November 275,000,000 275,000,000 275,000,000 275,000,000 242,420,945 242,420,945 242,420,945 242,420,945 b. Penyusutan 164,583 164,583 164,583 164,583 c. Bunga bank 1,444,444 1,444,444 1,444,444 1,444,444 244,029,973 244,029,973 244,029,973 244,029,973 30,970,027 30,970,027 30,970,027 30,970,027 4,645,504 4,645,504 4,645,504 4,645,504 26,324,523 26,324,523 26,324,523 26,324,523 9.57% 9.57% 9.57% 9.57% 63,809,360 63,809,360 63,809,360 63,809,360 5,801 5,801 5,801 5,801 a. Biaya Operasional Jumlah Laba sebelum pajak - Pajak 15% 3 Laba rugi 4 Profit margin % 5 BEP rata-rata = a. Nilai penjualan (Rp) b. Produksi (kg) Sumber : Data Primer, diolah Proyeksi Rugi Laba Pemindangan Ikan secara bulanan ini dikaitkan dengan kemampuan angsuran pinjaman sebagaimana Tabel 5.5 dan Tabel 5.6, dapat dikatakan bahwa dalam situasi yang tidak normal (sepi maupun ramai) usaha pemindangan ikan masih dapat memenuhi kewajiban keuangan kepada pihak perbankan. Di bawah ini ditunjukkan proyeksi biaya dan pendapatan yang akan diperoleh dari usaha pemindangan ikan. Biaya pada tahun ke-0 sebesar Rp 30.875.000,- dan pendapatan sebesar 0 karena pada tahap ini produksi belum dilaksanakan. Pada tahun ke-1 dan 2, besarnya pendapatan setiap tahun sebesar Rp 3.675.000.000,-, pengeluaran setiap tahun sebesar Rp 3.370.544.150,- dan surplus sebesar Rp 304.455.850,-. Pada tahun ke tiga, komponen biaya mengalami peningkatan menjadi Rp 3.371.394.150,- karena adanya biaya reinvestasi, sedangkan pendapatan tetap, dengan demikian surplus pada tahun ke-3 ini adalah sebesar Rp 303.605.850,-. Pada tahun ke-5, pendapatan meningkat menjadi Rp 305.320.731,- karena adanya nilai sisa dari aset investasi yang memiliki nilai ekonomis lebih dari 5 tahun dan nilai sisa aset reinvestasi, sehingga surplus usaha menjadi Rp 305.320.731,-. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 40 Tabel 5.12 Proyeksi Biaya dan Pendapatan Usaha Pemindangan Ikan (Rp). No Uraian 1 Pendapatan 2 Pengeluaran 3 Laba/Rugi Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 0 3.675.000.000 3.675.000.000 30.875.000 3.370.544.150 3.370.544.150 (30.875.000) 304.455.850 304.455.850 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 No Uraian 1 Pendapatan 3.675.000.000 3.675.000.000 3.675.864.881 2 Pengeluaran 3.371.394.150 3,370,544,150 3.370.544.150 3 Laba/Rugi 303.605.850 304.455.850 305.320.731 g. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan menetapkan suatu prediksi perubahan pada harga jual output dan harga beli input, yang akan mengakibatkan adanya perubahan pada pendapatan dan pengeluaran. Perubahanperubahan tersebut dapat menyebabkan perubahan pada arus kas yang digunakan sebagai bahan analisis sensitivitas. Untuk menguji tingkat sensitivitas usaha terhadap perubahan yang terjadi (penurunan pendapatan maupun kenaikan biaya) digunakan simulasi berikut: 1. Penurunan Pendapatan: Berdasarkan analisis pada arus kas dengan menggunakan asumsi dasar yang telah ditetapkan kemudian dilakukan simulasi penurunan pendapatan, meskipun pendapatan turun hingga sebesar 3% namun usaha ini masih layak dan menguntungkan untuk dilanjutkan karena nilai IRR lebih besar dari suku bunga kredit yang berlaku, yaitu sebesar 25.79%, nilai NPV positif sebesar Rp 47,745,487,- dan Net B/C Ratio yang lebih dari 1, yaitu sebesar 1.13. Sementara apabila terjadi penurunan pendapatan sebesar 4%, maka akan menyebabkan usaha Pemindangan ikan ini menjadi tidak layak dilaksanakan. Hasil perhitungan menunjukkan NPV negatif yaitu sebesar Rp (62,159,509), IRR kurang dari suku bunga kredit yaitu 12,04 % dan Net B/C Ratio kurang dari1, yaitu sebesar 0,83. Dengan demikian usaha pemindangan ikan sangat sensitif terhadap penurunan pendapatan hingga 4%. Hasil analisis sensitivitas seperti dirangkum pada Tabel 5.14. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 41 Tabel 5.14 Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun Kriteria No Kelayakan Turun 4% Turun 5% 1 NPV Rp 47,745,487 2 IRR 25.79% Rp (62,159,509) 12.04% 0.83 3 Net B/C ratio Penilaian 1.13 Layak Tidak layak dilaksanakan dilaksanakan Sumber : Data Primer, diolah 2. Peningkatan Biaya Operasional Pada tahap ini, dilakukan simulasi pada komponen biaya. Walaupun biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 3%, usaha ini masih layak dan menguntungkan untuk dilanjutkan karena diperoleh IRR sebesar 25,79% lebih besar dari suku bunga yang diharapkan (Suku bunga kredit 20%), Net B/C Ratio lebih dari 1 yaitu 1,13 dan NPV lebih besar dari 0 (positif) yaitu sebesar Rp 47,745,487,-. Namun jika kenaikan biaya operasional sampai 4%, usaha pemindangan ikan menjadi tidak layak, karena NPV negatif yaitu sebesar Rp (25,758,810 ), IRRkurang dari suku bunga kredit yaitu 16.77, dan Net B/C Ratio kurang dari 1, yaitu sebesar 0.93. Dengan demikian usaha pemindangan ikan sangat sensitif terhadap kenaikan biaya operasional hingga 4%. Hasil analisis sensitivitas seperti dirangkum pada Tabel 5.15. Tabel 5.15. Analisis Sensitivitas: Biaya Operasional Naik No Kriteria Kelayakan Naik 3,00% 1 NPV 2 IRR 3 Net B/C ratio Penilaian Rp Naik 4% 75,046,011 Rp (25,758,810 29.01% 16.77% 1.21 0.93 Layak dilaksanakan Tidak layak dilaksanakan Sumber : Data Primer, diolah 3. Penurunan Pendapatan dan Kenaikan Biaya Operasional Apabila pendapatan dan biaya operasional mengalami perubahan secara bersamaan, yaitu pendapatan mengalami penurunan sebesar 1 % dan secara bersamaan biaya operasional naik sebesar 1 %, usaha pemindangan ikan masih layak dilakukan karena nilai IRR lebih besar dari suku bunga kredit Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 42 20%, yaitu sebesar 39.40%, Net B/C Ratio lebih besar dari 1 yaitu sebesar 1.45, dan NPV positif yaitu sebesar Rp 166,750,658,-. Namun apabila terjadi penurunan pendapatan hingga sebesar 2% dan biaya operasional naik sebesar 2%, maka usaha pemindangan ikan sudah tidak layak karena IRR lebih kecil dari suku bunga kredit (20%), yaitu sebesar 14.43%, Net B/C Ratio kurang dari 1 yaitu sebesar 0,88 dan nilai NPV negatif yaitu Rp (43,426,699,-). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kondisi ini, usaha pemindangan ikan sensitif terhadap penurunan pendapatan hingga 2% sekaligus peningkatan biaya operasional sebesar 2%. Selengkapnya hasil analisis sensitivitas terlihat pada Tabel 5.16. Tabel 5.16. Analisis Sensitivitas : Perubahan Pendapatan dan Biaya No Pendapatan Turun Pendapatan Turun Kriteria 1,00% 2% Kelayakan Biaya Operasional Biaya Operasional Naik 1,00% Naik 2% 1 NPV Rp 166,750,658 Rp (43,426,699)) 2 IRR 39.40% 14.43% 3 Net B/C ratio 1.45 0.88 Penilaian Layak dilaksanakan Tidak layak dilaksanakan Sumber : Data Primer, diolah Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 43 6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial a. Aspek Ekonomi dan Sosial 1. Manfaat Ekonomi: Penciptaan Pendapatan dan Kesempatan Kerja Manfaat ekonomi dari usaha pemindangan ikan adalah penciptaan lapangan kerja yang pada akhirnya mampu menghasilkan pendapatan. Penciptaan pendapatan ini antara lain bagi pengusaha, karyawan dan tentunya bagi nelayan yang merupakan ujung tombak penyediaan ikan untuk diolah. Namun demikian, bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengolahan ikan ini terlihat bahwa penangkapan dan pengolahan ikan belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup ke tingkat yang lebih baik. Bagi nelayan, hasil tangkapan ikan laut, termasuk ikan yang dipindang (Cakalang, layang, bandeng, dll) sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini menyebabkan volume tangkapan ikan juga tidak tetap, dengan demikian pendapatan yang dapat mereka peroleh juga tidak tetap. Bagi sebagian besar pekerja pada pengolahan ikan, seperti pemindangan ikan, hasil tangkapan ikan yang tidak tetap menyebabkan sistem kerja yang diterapkan umumnya bersifat borongan dan pekerja menjadi pekerja tidak tetap, kondisi seperti ini tentunya menyebabkan sulitnya pekerja-pekerja ini memperoleh pendapatan dalam jumlah tetap. Pada tingkatan yang lebih tinggi, usaha pengolahan ikan seperti pemindangan ikan yang berperan menciptakan lapangan kerja dan penciptaan Pendapatan Daerah pada akhirnya juga akan menciptakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pajak, karena beberapa dari usaha pengolahan ikan tersebut juga sudah membayar biaya perijinan usaha. Usaha pemindangan ikan sampai saat ini masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, sehingga belum dapat memberikan devisa bagi negara. 2. Manfaat Sosial kan mengandung protein sekitar 18%-30%. Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang dibutuhkan manusia. Dengan demikian, manfaat penting usaha pemindangan ikan adalah pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap ikan. Ikan banyak mengandung unsur organik dan nonorganik yang sangat berguna bagi manusia. Komposisi unsur-unsur tersebut bervariasi menurut (a) jenis ikan; (b) umur, (c) jenis kelamin, (d) musim, (e) lingkungan hidup, terutama jumlah dan keadaan makanannya dan faktor-faktor lain. b. Dampak Lingkungan Pengolahan ikan umumnya menghasilkan limbah, termasuk pemindangan ikan. Pemindangan ikan yang banyak menggunakan garam dan air sebagai Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 44 bahan tambahannya juga akan menghasilkan limbah bagi lingkungan sekitarnya. Sifat ikan yang mudah membusuk dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Dampak lingkungan dari pengolahan ikan ini bisa ditemui di perkampungan nelayan yang ada di Indonesia. Dari hasil survei lapangan pada penelitian ini, sebagian besar perkampungan nelayan yang sekaligus juga merupakan lokasi pemindangan ikan mengalami pencemaran udara karena adanya bau busuk dari ikan. Meskipun lokasi pengolahan ikan sudah dipisahkan dari lokasi perkampungan, pencemaran udara juga masih dapat dirasakan. Oleh karena itu, perlu upaya adanya sistem pengolahan limbah yang lebih baik dan sosialisasi tentang pentingnya hidup bersih dan sehat di perkampungan nelayan. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 45 7. Penutup a. Kesimpulan 1. Usaha pemindangan ikan memiliki peluang dan potensi pengembangan di masa mendatang mengingat sumber perikanan laut maupun darat di Indonesia masih sangat luas. 2. Proses pemindangan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sederhana, bahan baku ikan yang akan dipindang terlebih dahulu dicuci hingga bersih. Ikan yang sudah dicuci tersebut kemudian disusun dalam reyeng (reyeng-reyeng tersebut kemudian diikat menjadi 1 bendel. Setelah itu ikan direbus agar kadar air dalam ikan berkurang dan dengan ditambahkan garam maka akan menambah rasa serta ikan menjadi lebih awet. Setelah direbus, ikan selanjutnya disiram dengan air dan dilakukan penirisan serta diakhiri dengan pendistribusian ikan yang sudah dipindang tersebut. 3. Usaha pengolahan ikan dengan cara memindang ikan layak dilaksanakan, karena usaha ini memberikan keuntungan, meskipun rentan terhadap perubahan komponen biaya bahan baku. 4. Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama, usaha pemindangan ikan mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 242.399.877,- dengan profit margin sebesar 6,60% setiap tahun. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa BEP rata-rata berdasarkan nilai penjualan per tahun sebesar Rp 995.578.025,- dan BEP rata-rata produksi per tahun sebesar 81.271 kg. 5. Hasil analisis kelayakan keuangan dengan menggunakan indikator NPV, IRR, dan Net B/C Ratio menunjukkan bahwa usaha pemindangan ikan ini diterima atau layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV > 0 yaitu sebesar Rp. 377.460.476,- ; IRR sebesar 61,73% lebih besar dari return yang diharapkan yaitu suku bunga kredit 20% dan Net B/C Ratio sebesar 2,03 lebih besar dari 1. 6. Dari hasil analisis sensitivitas, bila pendapatan turun 3%, dengan asumsi yang lain ceteris paribus, usaha pemindangan ikan masih dinyatakan layak. Namun bila pendapatan turun hingga 4% atau lebih dengan asumsi yang lain ceteris paribus, maka usaha pemindangan ikan sudah tidak layak dilakukan. 7. Selanjutnya dari hasil analisis sensitivitas untuk kenaikan biaya hingga 3% dengan asumsi yang lain ceteris paribus, usaha pemindangan ikan masih dinyatakan layak. Tetapi bila biaya operasional naik hingga 4% dengan asumsi yang lain ceteris paribus, maka usaha pemindangan ikan sudah tidak tidak layak. 8. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas terhadap adanya penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional, maka bila Pendapatan Turun 1% dan Biaya Operasional Naik 1%, maka usaha pemindangan ikan masih dinyatakan layak dilaksanakan. Tetapi bila Pendapatan Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 46 Turun 2% dan Biaya Operasional Naik 2,%, maka usaha pemindangan ikan dinyatakan tidak layak b. Saran 1. Tingginya pengaruh musim terhadap hasil tangkapan ikan perlu menjadi pertimbangan bagi pengusaha pemindangan ikan di masa mendatang. Selain itu, penurunan hasil tangkapan ikan dewasa ini telah mempengaruhi volume produksi. Penurunan hasil tangkap ini banyak dipengaruhi oleh pola tangkap yang diterapkan nelayan; metode dan alat tangkap yang tidak mendukung kelestarian dan ketersediaan ikan pindang di laut serta maraknya pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait, antara lain pemerintah, pengusaha dan nelayan perlu mencari metoda yang lebih optimal untuk penangkapan ikan yang akan dipindang. Selain itu, kemampuan untuk menjaga kekayaan dan sumber daya perikanan Indonesia juga perlu lebih ditingkatkan. 2. Dari sisi perbankan, usaha pemindangan ikan ini layak untuk dibiayai, namun perbankan dalam menyalurkan kredit investasi dan modal kerja perlu lebih memperhatikan aspek dan kemampuan pengusaha dalam mempertahankan kontinuitas produksi. Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan 47