pola pembiayaan usaha kecil (ppuk) usaha

advertisement
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
USAHA PEMINDANGAN IKAN
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : [email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan................................ ............... 4
a. Profil Usaha ................................ ................................ ............... 4
b. Pola Pembiayaan Usaha ................................ ............................... 6
3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 9
a. Permintaan ................................ ................................ ................ 9
b. Penawaran................................ ................................ ................. 9
c. Analisa Peluang Pasar dan Persaingan ................................ .......... 11
d. Produk ................................ ................................ .................... 12
e. Harga ................................ ................................ ..................... 12
f. Distribusi ................................ ................................ ................. 13
g. Promosi ................................ ................................ ................... 14
h. Kendala Pemasaran ................................ ................................ ... 14
4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 15
a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ............ 15
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan ................................ .................. 15
c. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 17
d. Tenaga Kerja ................................ ................................ ........... 19
e. Teknologi................................ ................................ ................. 20
f. Teknis Produksi ................................ ................................ ......... 21
g. Jumlah, Jenis dan Kualitas Produksi ................................ ............. 25
h. Kendala Produksi ................................ ................................ ...... 27
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 29
a. Pola Usaha ................................ ................................ ............... 29
b. Asumsi Parameter dan Perhitungan ................................ ............. 29
c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional ................................ .......... 30
d. Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit ................ 32
e. Produksi dan Pendapatan ................................ ........................... 35
f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ................................ ...... 36
g. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ ... 41
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial................................ ... 44
a. Aspek Ekonomi dan Sosial ................................ .......................... 44
b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 44
7. Penutup ................................ ................................ ..................... 46
a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 46
b. Saran ................................ ................................ ..................... 47
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
1
1. Pendahuluan
Di Indonesia, tingkat konsumsi ikan mengalami peningkatan mulai dari 19,98
kg/kapita/tahun (1998) menjadi 21,78 kg/kapita/tahun (2001). Konsumsi
ikan pada masa mendatang akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat akan arti penting nilai
gizi produk perikanan bagi kesehatan dan perkembangan otak. Para ahli gizi
merekomendasikan bahwa konsumsi ikan sebaiknya bisa mencapai 25,55
kg/kapita/tahun (Dahuri, R, 2002). Tidak hanya untuk konsumsi domestik
saja, masyarakat di manca negara juga memiliki tingkat konsumsi yang
relatif tinggi untuk komoditi ikan ini. Bahkan di beberapa negara maju seperti
Jepang tingkat konsumsi ikan dapat mencapai 110 kg per kapita per tahun.
Karakteristik konsumsi ikan menurut Food and Agriculture Organization
(FAO) tahun 1999 mencapai 16,3 kg per kapita per tahun yang merupakan
peningkatan sekitar 70 % dari tahun 1961–1963. Tingkat konsumsi ini tentu
saja akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan
perekonomian dunia. Dengan mengkonsumsi ikan dapat mengurangi resiko
dari
berbagai
penyakit
terutama
penyumbatan
pembuluh
darah
(arteriosclerosis), meningkatkan kecerdasan otak, karena produk perikanan
merupakan sumber asam lemak tak jenuh omega-3, taurin, dan lain
sebagainya khususnya untuk jenis ikan seperti lemuru, tuna, dan tongkol
(Agustini, TW, dkk. 2005).
Menurut Murdjijo (1996), potensi hasil laut Indonesia, khususnya perikanan
cukup besar, diperkirakan mencapai 6,7 juta ton per tahun terdiri dari 4,4
juta ton di perairan Nusantara dan 2,3 juta ton di Zona Ekonomi Ekskusif
Indonesia (ZEEI). Untuk memberikan nilai tambah terhadap hasil perikanan,
mengingat ikan mudah busuk, perlu dibuat alternatif pengolahan atau
pengawetan guna memperpanjang masa simpan dan distribusinya. Hal
tersebut dapat dilakukan melalui proses pembekuan, pengalengan,
pengasinan, pemindangan, atau pengasapan. Industri Kecil Menengah
umumnya melakukan pengolahan dan pengawetan secara tradisional yakni
dengan pembuatan ikan asin/ikan kering, ikan pindang produk fermentasi
(terasi dan peda) dan ikan asap. Disamping cara pembuatannya mudah
peralatannya pun sederhana. Lubis (1987) mengatakan ikan sebagai bahan
pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral,
vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh dan kecerdasan
manusia.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
2
Gambar 1.1. Ikan yang akan dipindang
Ikan termasuk jenis makanan yang rentan terhadap kerusakan
(pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan
akibat pengaruh fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Oleh karena itu, ikan yang
sudah ditangkap harus segera mendapat proses pengolahan, di antaranya
melalui pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan ini adalah
melalui pemindangan. Wahyuni (2002) menyebutkan bahwa dengan semakin
meningkatnya produksi ikan, maka diperlukan suatu penanganan pasca
panen yang cepat yakni melalui pengawetan yang memadai agar nilai
kenaikan produksi tidak sia-sia. Pengawetan ini diperlukan untuk
memperpanjang masa simpan ikan terutama di saat-saat musim ikan
melimpah. Penyusunan pola pembiayaan pemindangan ikan ini didasarkan
pada informasi yang didapatkan dari survey lapangan terhadap pengusaha
pemindangan ikan di beberapa daerah di Indonesia. Daerah yang disurvey
adalah Kabupaten Pati, khususnya di daerah Juwana. Berdasarkan informasi
yang diperoleh di lapangan, dapat disimpulkan bahwa pola usaha
pemindangan ikan ini terbagi menjadi 2 (dua). Pertama, pengusaha
pemindangan ikan yang melakukan seluruh kegiatan produksi termasuk
penangkapan ikan. Kedua adalah pengusaha pemindangan ikan yang tidak
melakukan penangkapan ikan, namun bahan baku atau ikan yang akan
dipindang dibeli dari pedagang pengumpul. Dalam penyusunan pola
pembiayaan pemindangan ikan ini, pola usaha yang dijadikan sampel adalah
pola usaha kedua.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
3
2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
a. Profil Usaha
Pengusaha pemindangan ikan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
menurut cakupan kegiatan usaha:
Gambar 2.1. Penangkapan Ikan dan Ikan yang sudah ditangkap
1. Kelompok Pola usaha 1:
Pengusaha pemindangan ikan yang melakukan seluruh aktivitas
usaha, mulai dari penangkapan ikan, pengolahan dan perdagangan.
Pada umumnya kelompok pola usaha ini merupakan usaha skala
menengah dan besar.
2. Kelompok Pola usaha 2:
Pengusaha yang membeli ikan dari nelayan atau pedagang kecil
kemudian mengolah ikan tersebut melalui pemindangan ikan,
memasarkan, baik menjual secara langsung untuk pasar lokal
maupun ke pedagang besar. Pola usaha seperti ini umumnya adalah
usaha skala kecil dan menengah.
Produksi tangkapan ikan tidak dapat diprediksikan layaknya jenis ikan yang
dibudidayakan. Hasil tangkapan ikan yang akan dipindang sangat tergantung
pada kondisi iklim dan cuaca. Umumnya, pada waktu musim panas
(kemarau), yakni antara bulan April hingga akhir Oktober, demikian pula
pada saat musim hujan yang disertai dengan angin kencang, jumlah
tangkapan ikan yang akan dipindang menurun. Umumnya tangkapan ikan
meningkat pada bulan November hingga akhir Maret setiap tahunnya.
Produksi ikan segar di Kabupaten Pati tahun 2004 terbesar berasal dari
budidaya tambak. Potensi tambak Kabupaten Pati terbesar di 7 (tujuh)
kecamatan yaitu masing-masing di kecamatan Batangan, Juwana,
Wedarijaksa, Trangkil, Margoyoso, Tayu dan Dukuhseti. Potensi tambak
terbesar berada di kecamatan Juwana.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
4
Kabupaten ini menjadi salah satu penghasil ikan laut di Provinsi Jawa
Tengah. Oleh karena itu sektor perikanan menjadi salah satu diantara
sumber mata pencaharian bagi penduduknya. Sektor ini menyerap sekitar
14.900 tenaga kerja. Perkembangan sektor tersebut didukung oleh
ketersediaan sumberdaya alam dan tempat pelelangan ikan (TPI) yang
tersebar di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Batangan, Juwana, Tayu, dan
Dukuhseti. TPI Bajomulyo di kecamatan Juwana merupakan TPI dengan nilai
lelang terbesar, dengan nilai Rp 117,93 milyar (tahun 2004) atau 94,14%
dari total nilai hasil lelang dari seluruh TPI. Sedangkan jenis ikan yang
banyak ditangkap adalah ikan layang-layang.
Produksi ikan segar dari budi daya tambak setiap tahun terus meningkat. Di
tahun 1997 hasil tambak 4.070 ton, di tahun 2001 meningkat menjadi
13.350 ton. Lahan tambak tersebar di Kecamatan Juwana. Jenis ikan
bandeng dan udang banyak dibudidayakan di sini. Dari tambak tersebut
dihasilkan 10,46 ton ikan bandeng dan 2,11 ton udang per hektar. Bahkan
bandeng asal Juwana terkenal di Semarang dalam bentuk bandeng presto.
Selain ikan segar, banyak pula diusahakan pengawetan/pengeringan ikan
menjadi ikan asin, ikan pindang, ataupun ikan asap. Industri pengawetan
ikan memproduksi 3.992 ton ikan asin, dan 3.919 ton ikan pindang dan ikan
asap.
Untuk hasil perikanan laut dan tambak, Juwana menjadi primadona. Apalagi,
di kecamatan ini selain terdapat TPI terbesar, juga terdapat pelabuhan laut
tempat hilir-mudiknya kapal niaga maupun kapal nelayan.
Tabel 2.1.
Produksi Ikan Segar Budidaya Tambak per Jenis Ikan
di Kabupaten Pati Tahun 2004 (Kg)
Bulan
Jenis Tangkapan
Bandeng
Udang
Rucah Jembret
Jumlah
Januari
1.751.483
156.533
50.883
21.592
1.980.491
Pebruari
849.236
80.968
48.533
4.917
983.654
Maret
661.318
87.797
64.805
5.656
819.574
April
521.753
89.677
75.074
5.884
692.388
Mei
522.160
95.296
78.904
6.345
702.705
Juni
583.119
112.866
115.579 8.924
820.488
Juli
574.033
109.866
111.431 9.130
804.460
Agustus
1.134.018
130.398
56.112
7.092
1.327.620
September 1.580.185
101.819
42.263
6.071
1.730.338
Oktober
1.908.254
113.494
38.941
14.249
2.074.938
November 2.454.034
130.877
48.325
17.439
2.650.675
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
5
Desember 1.430.699
Jumlah
97.630
36.087
13.191
1.577.607
13.970.292 1.307.221 766.937 120.490 16.164.940
Sumber Dinas Kelautan dan Perikanan Pati, 2005
b. Pola Pembiayaan Usaha
Untuk penyusunan buku ini, dilakukan survey di Juwana, Pati, Jawa Tengah.
Di lokasi survey diperoleh informasi bahwa usaha pemindangan ikan telah
memperoleh pembiayaan dari perbankkan. Sedangkan perbankkan yang
telah mencairkan kreditnya untuk usaha tersebut adalah Swamitra Bukopin
dan BRI Cabang Pati.
Berdasarkan diskusi dengan bank dan dinas/instansi terkait, dapat
disimpulkan bahwa bank-bank yang membiayai usaha pemindangan ikan ini
tidak memiliki skema pinjaman khusus untuk pembiayaan usaha
pemindangan ikan. Kredit yang disalurkan untuk usaha pemindangan ikan ini
digolongkan sebagai kredit umum. Kriteria dan jenis pinjaman yang
disalurkan Bank BRI pada usaha pemindangan ikan adalah Kredit Usaha Kecil
(KUK) Modal Kerja dan KUK Investasi.
1. Bank BRI
Bank BRI Cabang Pati telah menyalurkan kredit untuk bidang perikanan,
begitu pula kredit untuk pengolahan ikan melalui pemindangan ikan.
Kebijakan yang diterapkan manajemen Bank BRI menyebutkan bahwa segala
bentuk pinjaman kurang dari Rp 100.000.000,- dapat dilayani di kantor BRI
Unit Juwana I dan BRI Unit Juwana II. Tetapi bila nilai kredit lebih besar dari
Rp 100.000.000,- maka kredit akan dilayani di BRI Cabang Pati.
Bank BRI Cabang Pati menetapkan tingkat bunga pinjaman modal kerja
untuk usaha pemindangan sebesar 1,25% hingga 2% menurun per bulan
dengan jangka waktu pinjaman selama 1 tahun dan periode angsuran pokok
dan bunga secara bulanan. Untuk mendapatkan kredit untuk usaha
pemindangan ikan ini, pengusaha disyaratkan untuk menyediakan beberapa
persyaratan, antara lain sertifikat tanah/bangunan tempat usaha,
barang/aset bergerak, dll. Jangka waktu yang dibutuhkan pengusaha untuk
memperoleh kredit dari Bank BRI Cabang Pati ini relatif singkat. Pengusaha
sudah dapat mencairkan kredit dalam waktu 14 hari sejak masa pengajuan
kredit.
Besarnya kredit yang disalurkan untuk usaha pemindangan ikan di Juwana
yang disalurkan oleh BRI Cabang Pati ada yang mencapai nilai Rp 250 juta.
Kiat-kiat BRI Cabang Pati dalam menarik nasabah dilakukan dengan
menawarkan kredit langsung ke nasabah dan promosi melalui media iklan
spot di radio, pemasangan spanduk dan Umbul-umbul, penyebaran brosur
dan lain-lain.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
6
Guna mengantisipasi terjadinya permasalahan, maka pihak BRI Cabang Pati
menerapkan
kebijakan
kelengkapan
permohonan
kredit
dengan
mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya:




Surat AKTE/SIUP
Laporan keuangan
Surat bukti kepemilikan jaminan
Teknik Analisis Investasi/Keuangan
Namun, ada kalanya meskipun pemohon sudah mampu melengkapi
persyaratan permohonan kredit, ada kemungkinan kredit tersebut ditolak.
Alasan penolakan dapat disebabkan :





Prospek pasar yang tidak jelas
Syarat jaminan kurang/tidak jelas
Syarat administrasi tidak lengkap
Syarat ijin usaha tidak jelas/tidak sesuai
Bidang usaha sudah jenuh
Bentuk Kredit yang diberikan oleh BRI Cabang Pati maupun di Kantor BRI
Unit Juwana I dan Kantor BRI Unit Juwana II diantaranya :
a. Kupedes (Kredit Umum Pedesaan) yaitu: suatu fasilitas kredit
yang disediakan oleh BRI Unit (bukan oleh Kantor Cabang BRI atau
Bank lain), untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha kecil
yang layak. Keistimewaan Kupedes diantaranya diberikan IPTW
(Insentif Pembayaran Tepat Waktu) bagi nasabah yang tertib
mengangsur pinjamannya secara tepat waktu selama periode tertentu
yaitu sebesar 1/4 bagian dari suku bunga. Agunan yang harus
disediakan oleh calon nasabah nilainya harus cukup mengcover
jumlah Kupedes yang diterimanya beserta kewajiban-kewajibannya
(pinjaman pokok + bunga).
b. Kredit Modal Kerja: Fasilitas kredit yang digunakan untuk
operasional perusahaan yang berhubungan dengan
maupun proses produksi sampai dengan barang tersebut
sejumlah dana yang tertanam dalam aktiva lancar yang
untuk menjalankan aktivitas perusahaan.
membiayai
pengadaan
dijual atau
diperlukan
c. Kredit Investasi: Fasilitas kredit yang diberikan untuk membantu
pembiayaan pemohon dalam memperoleh barang modal/aktiva tetap
perusahaan seperti untuk pengadaan mesin-mesin/peralatan,
pendirian bangunan untuk proyek baru atau rehabilitasi, dan
modernisasi proyek yang sudah ada.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
7
2. Swamitra Mina Juwana
Swamitra Mina adalah nama dari suatu bentuk kerjasama/kemitraan antara
Bank Bukopin dengan Koperasi untuk mengembangkan serta memodernisasi
usaha simpan pinjam melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan
dukungan sistem manajemen sehingga memiliki kemampuan pelayanan
transaksi keuangan yang lebih luas, dengan tetap memperhatikan peraturan
Perundang-Undangan yang masih berlaku. Kerjasama/kemitraan yang
dibangun didasarkan pada pertimbangan kepentingan yang sama untuk
menciptakan nilai tambah bagi kedua belah pihak, baik bagi Koperasi
ataupun Bank Bukopin. Mitra BANK BUKOPIN dalam pengelolaan SWAMITRA
ini adalah :





KSP (Koperasi Simpan Pinjam)
KOPPAS (Koperasi Pasar)
KSU (Koperasi Serba Usaha)
KUD (Koperasi Unit Desa)
Koperasi-Koperasi Primer dan Lembaga
Keuangan Mikro lainnya yang mempunyai Unit Usaha Simpan Pinjam
Swamitra merupakan salah satu bentuk realisasi dari misi Bank Bukopin
untuk turut berperan aktif mengembangkan usaha kecil melalui kerjasama
dengan pihak Koperasi membangun/meningkatkan usaha simpan pinjam
milik Koperasi bersangkutan, guna memberikan pelayanan yang lebih luas
kepada Anggota Swamitra.
Nasabah yang dapat dilayani Swamitra adalah : Anggota, Calon Anggota,
dan Anggota Luar Biasa dari Koperasi bersangkutan, dan atau Koperasi
lainnya dan anggotanya (sesuai Peraturan Pemerintah yang berlaku). Calon
Peminjam harus telah menjadi Anggota dari Koperasi pendiri Swamitra
bersangkutan, dengan memenuhi persyaratan keanggotaan sesuai AD/ART
Koperasi tersebut.
Produk Pinjaman terdiri dari :
- Pinjaman Berulang
- Pinjaman Fleksibel
- Pinjaman Insidentil
- Pinjaman Angsuran Harian
Bila dilihat dari produk pinjaman berdasar jenis/bidang usaha yang
dilakukan, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh Swamitra Mina untuk
usaha pengolahan ikan khususnya pemindangan ikan sebesar Rp
56.907.713,- atau 0,014% dari total kredit yang telah disalurkan. Kredit
yang disalurkan untuk usaha pemindangan ikan dapat dinyatakan lancar.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
8
3. Aspek Pemasaran
a. Permintaan
Ikan pindang sudah dikenal oleh masyarakat sejak lama. Permintaan
terhadap ikan pindang di dalam negeri cukup prospektif. Ikan pindang
banyak dipasarkan di Jawa Tengah seperti Semarang, Solo, dan Banyumas
juga ke Yogyakarta dan untuk Jawa Timur ke Surabaya, Malang, Sidoarjo,
dan Pasuruan.
Potensi perikanan tersebar di beberapa daerah di seluruh Provinsi Jawa
Tengah berupa perikanan darat, air tawar dan laut, sekaligus memanfaatkan
Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Produksi perikanan pada 2007 (hingga bulan
Juli) meliputi perikanan laut 268.9 ribu ton dan perikanan darat 79.4 ribu
ton. Kedua jenis komoditas perikanan ini masih dapat dikembangkan lebih
optimal lagi, dengan menggunakan peralatan penangkap ikan yang modern.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Jawa Tengah masih membutuhkan
banyak investor, baik swasta lokal maupun asing. Hasil perikanan di Jawa
Tengah pada tahun 2006 adalah sebagai berikut: perikanan laut 292.5 ribu
ton dengan nilai sekitar Rp 697,3 miliar; perikanan darat kurang lebih 18.7
ribu ton (meliputi ikan sawah, keramba, kolam, tambak, dan perairan umum)
dengan nilai sekitar Rp 72.5 miliar.
Dengan potensi sumber daya kelautan (perikanan) yang melimpah, negeri ini
memiliki peluang yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian
nasional, khususnya dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya
perikanan dan kelautan secara tepat dan optimal. Hal itu didasarkan pada
berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa permintaan akan hasil
perikanan cenderung terus meningkat, baik untuk permintaan dari dalam
maupun luar negeri.
b. Penawaran
Jawa Tengah, sebagai salah satu lokasi penelitian usaha pemindangan ikan
memiliki beberapa kota dan kabupaten yang menjadi sentra produksi
pemindangan ikan yaitu Kota Semarang dan Kabupaten Pati, tepatnya di
Kecamatan Juwana. Pengolahan ikan menggunakan cara pemindangan ini
dilakukan karena di Kabupaten Pati, TPI Bajomulyo Juwana mempunyai
jumlah produksi paling banyak (99,933%) dan nilainya juga paling tinggi
(99,53%) bila dibandingkan dengan jumlah dan nilai produksi di TPI
Pecangaan Batangan dan TPI Margomulyo Tayu. Tingginya jumlah dan nilai
produksi di TPI Bajomulyo Juwana mendorong penduduk di Juwana untuk
memanfaatkan hasil perikanan tersebut melalui pengolahan, antara lain
pemindangan ikan.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
9
1. Tabel 3.1.
Jumlah dan Nilai Produksi Ikan basah Hasil Pelelangan
Ikan Laut Segar di Kabupaten Pati Tahun 2006
TPI
TPI
TPI
TPI
TPI
Bajomulyo Bajomulyo Pecangaan Pecangaan Margomulyo
Bulan
Juwana
Juawana
Produksi
Nilai
Produksi
Nilai
Produksi
(Kg)
(Rp 000)
(Kg)
(Rp 000)
(Kg)
Januari
3.291.490 11.052.258
Pebruari
1.796.748
Maret
Batangan Batangan
Tayu
TPI
Margomulyo
Tayu Nilai
(Rp 000)
3.109
18.310
1.630
63.472
6.762.613
347
13.800
1.008
42.060
1.870.990
7.658.515
1.948
9.740
891
41.259
April
1.646.135
6.613.739
205
9.300
622
30.338
Mei
3.119.421 11.282.083
2.440
19.900
530
24.043
Juni
3.054.392 10.972.116
833
10.000
1.335
54.180
Juli
3.510.320 11.103.398
1.507
12.040
667
30.576
Agustus
6.975.199 15.644.107
2.250
17.540
966
44.592
September 5.946.951 16.780.582
964
8.500
895
45.944
Oktober
6.574.455 16.098.993
3.051
42.730
306
15.142
November
3.755.437
9.612.487
1.750
21.000
138
6.903
Desember
4.794.611 15.218.868
3.104
34.040
600
28.959
46.366.149 138.799.759
21.508
216.900
9.588
427.468
0,046%
0,156%
0,021%
0,307%
Jumlah
%
99,933%
99,538%
2. Sumber : DKP Kabupaten Pati, 2007
Pengusaha bisnis pemindangan ikan di Kabupaten Pati, pada umumnya
mendapatkan ikan dari nelayan. Sedangkan pemasaran pindang ikan
sebagian besar dilakukan secara langsung ke pasar (pelanggan). Pasar ikan
pindang masih bersifat lokal, yaitu seputar Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 3.2. Ikan Pindang yang siap dijual
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
10
c. Analisa Peluang Pasar dan Persaingan
Dalam era perdagangan bebas, perdagangan produk perikanan dapat
membuka peluang peningkatan usaha bidang perikanan, baik dalam skala
kecil, menengah, maupun besar. Namun di sisi lain, persaingan yang
dihadapi juga akan semakin berat. Oleh karena itu, dalam upaya
memenangkan persaingan perlu adanya peningkatan daya saing melalui
peningkatan mutu, produktivitas, dan efisiensi usaha dengan memperhatikan
aspek keamanan pangan dan pelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil survey lapangan, keberhasilan usaha di bidang
pemindangan ikan sangat dipengaruhi oleh pengalaman usaha yang dimiliki
pengusaha dalam menjalankan usaha sejenis. Pemindangan ikan yang bahan
bakunya sangat tergantung pada alam memerlukan pengetahuan yang baik
mengenai perkembangan cuaca dan musim penangkapan ikan. Pengetahuan
yang baik mengenai musim ini akan membantu pengusaha menentukan
kapasitas produksinya dan menyesuaikan dengan perkembangan permintaan
pasar. Dari survey lapangan juga terlihat indikasi bahwa pengusaha
pemindangan ikan yang mendapatkan pinjaman relatif besar dari bank
umumnya memiliki usaha yang berkembang dan berjalan lancar, sementara
pengusaha yang mendapatkan pinjaman lebih sedikit biasanya usaha yang
dikelolanya kurang berkembang pesat.
Penyebab hal seperti ini adalah minimnya modal sehingga pengusaha tidak
mampu membeli bahan baku ikan yang tergolong mahal dalam jumlah besar.
Selain itu, pengusaha yang memiliki modal dalam jumlah besar umumnya
mampu terlebih dahulu membeli hasil tangkapan dengan cara pembayaran di
muka hasil tangkapan ikan sebelum nelayan-nelayan tersebut berangkat ke
laut. Dengan cara seperti ini, hasil tangkapan ikan akan diserahkan ke
pengusaha yang sudah membayar hasil tangkapan terlebih dahulu.
Peluang pasar pemindangan ikan masih terbuka lebar, baik untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri maupun untuk menembus pasar global. Ikan
sebagai bagian dari makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari tentunya
akan memiliki kesinambungan permintaan. Selain itu selera masyarakat dan
kesadaran pentingnya mengkonsumsi ikan juga menjadi faktor penting
terhadap permintaan ikan, termasuk ikan pindang sebagai salah satu jenis
ikan yang tahan lama karena telah diawetkan melalui pemindangan.
Hasil pemindanan Ikan tidak hanya dijual di pedagang perantara.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pemindangan ikan juga sudah
dipasarkan ke pasar swalayan yang berarti konsumennya adalah golongan
masyarakat berpendapatan rendah sampai tinggi (semua golongan). Hal ini
juga terkait dengan produksi ikan pindang yang kualitasnya terdiri dari
beberapa tingkatan, mulai dari kualitas rendah sampai tinggi.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
11
d. Produk
Semua kegiatan pemindangan yang kebanyakan terpusat di Bajomulyo,
Kecamatan Juwana, Pati, tiap hari terus berproduksi hingga puluhan ton. Jika
saat ini muncul kendala, hanyalah soal ketersediaan bahan baku. Pasalnya,
ikan jenis layang tangkapan dari laut memang berkurang akibat beberapa
faktor, seperti naiknya harga bahan bakar solar sehingga beberapa kapal
penangkap enggan melaut.
Di samping itu, juga akibat situasi cuaca yang tidak menguntungkan karena
terjadinya gelombang besar di laut, sehingga kapal-kapal penangkap yang
masuk untuk melelangkan ikan hasil tangkapannya di Pusat Pendaratan Ikan
(PPI) Juwana sedikit berkurang. Akan tetapi, untuk penyediaan bahan baku
para pemindang masih bisa membeli ikan jenis itu pada pabrik yang terdapat
di lingkungan lokasi pemindangan.
Juwana yang selama ini mencitrakan diri sebagai pusat pemindangan ikan,
baik ikan laut jenis layang maupun ikan bandeng hasil tambak, tetap tidak
tergoyahkan dengan merebaknya masalah formalin sebagai bahan pengawet
makanan.
Untuk upaya pemindangan ikan (terutama bandeng), dari hasil survey di
lapangan hanya dilakukan kalau sedang musim panen bandeng dari tambak
dan ada pesanan pindang bandeng. Pada hari-hari biasa, ikan jenis itu
banyak dijual mentah di pasar-pasar, itu pun bukan hanya bandeng dari
Juwana, tapi ada pula yang dari Tayu, Dukuhseti, Margoyoso, dan bahkan
ada yang berasal dari Gresik, Jawa Timur.
Guna mengantisipasi banyaknya pesanan yang datang, maka langkah yang
dilakukan adalah dengan menambah jumlah tenaga kerja. Mereka bertugas
mempersiapkan ikan yang akan dipindang ke dalam keranjang kecil. Isi tiap
keranjangnya, rata-rata dua buah.
e. Harga
Perkembangan harga ikan pindang dipengaruhi berbagai hal, namun faktor
yang paling dominan adalah harga ikan sebagai bahan baku (±82%).
Sementara harga ikan sendiri dipengaruhi oleh hasil tangkapan/produksi.
Pada bulan Agustus hingga November pada umumnya merupakan musim
ramai ikan. Sehingga jumlah ikan yang tersedia melimpah. Kondisi ini justru
menyebabkan harga bahan baku ikan menurun, dampaknya harga pindang
juga menurun, rata-rata menjadi Rp 11.000,- per kg. Sedangkan pada
bulan April hingga Juli, jumlah ketersediaan ikan relatif normal, sehingga
harga pindang berkisar pada harga Rp 12.250,- per kg.
Pada bulan Desember hingga bulan Maret, terjadi kondisi paceklik ikan. Hal
ini karena jumlah ikan yang tersedia relatif tidak terlalu banyak. Kondisi ini
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
12
menyebabkan harga ikan yang akan diolah menjadi mahal. Dampaknya
terjadi kenaikan biaya. Pada bulan-bulan tersebut harga ikan yang di
pindang bisa mencapai Rp 13.500,- per kg
f. Distribusi
Dalam setiap usaha jalur distribusi produk memiliki peran penting, dengan
demikian tata niaga dan efektivitas sistem pemasaran berperan penting
dalam menentukan keberhasilan usaha.
Gambar 3.3. Ikan Pindang yang Siap Didistribusikan ke Konsumen
Pemasaran dan perdagangan ikan pindang selama ini berjalan sesuai dengan
mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan
harga output, sementara harga input pemindangan ikan dipengaruhi oleh
ketersediaan dan hasil tangkapan. Berdasarkan informasi yang diperoleh
pada saat survey, pengusaha pemindangan ikan memasarkan produknya
dengan beberapa cara, yakni:
1. Memasarkan ikan pindang secara langsung ke konsumen
2. Memasarkan ikan pindang secara langsung ke pedagang besar
kemudian pedagang besar ini yang memasarkan ikan pindang tersebut
ke tingkat pengecer hingga sampai pada konsumen akhir.
Bagan di bawah ini menunjukkan beberapa jalur distribusi ikan pindang dari
pengusaha hingga ke konsumen akhir melalui beberapa lembaga pemasaran
seperti produsen, pedagang besar dan pengecer.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
13
Gambar 3.4. Jalur Pemasaran Ikan Pindang melalui Pedagang Besar dan
Pengecer
Gambar 3.5.Jalur Pemasaran Ikan Pindang melalui Pengecer
g. Promosi
Guna lebih meningkatkan omset penjualan, pengusaha pengolahan ikan
pindang bekerja sama dengan beberapa instansi terkait (DKP, Dinas
Koperasi, dan Dinas Perindustrian) sering mengikuti pameran dagang.
Kegiatan promosi ikan pindang ini juga untuk mensosialisasikan program
budaya gemar mengkonsumsi ikan. Disamping itu juga menunjukkan bahwa
untuk mengawetkan ikan dapat dilakukan dengan melakukan pemindangan.
Tetapi dari temuan di lapangan, banyak pengusaha pemindangan ikan yang
belum mencantumkan label atau merk dagang dari hasil produksinya.
Sehingga konsumen sering mengalami kesulitan ketika ingin mendapatkan
ikan pindang jenis tertentu.
h. Kendala Pemasaran
Kendala pemasaran ikan pindang yang signifikan pada dasarnya tidak ada.
Pemasaran lebih banyak ditujukan untuk pasar dalam negeri, umumnya
pengemasan dan aspek keamanan pengiriman ikan pindang masih menjadi
kendala.
Kendala terjadi pada saat cuaca sangat panas dan terjadi kemacetan yang
membutuhkan waktu lama di jalan. Hal ini akan mempercepat proses
kemunduruan mutu ikan pindang.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
14
4. Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha
Lokasi pemindangan ikan yang baik adalah dekat dengan sumber bahan baku
utama serta memiliki akses yang mudah terhadap sumber air dan garam
sebagai bahan pembantu. Selain itu juga kemudahan untuk dapat dijangkau
dengan transportasi umum, mengingat bahwa dalam pengolahan ikan
pindang juga dibutuhkan alat/wadah berupa reyeng/keranjang bambu yang
biasanya dipasok dari luar daerah. Kemudahan keterjangkauan tersebut juga
akan mendukung dalam proses pemasaran/distribusi produk akhir.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka lokasi pemindangan ikan sebaiknya
tidak jauh dari pantai, tidak jauh dari jalan raya/jalan, karena ikan pindang
yang biasanya diolah dari bahan baku/jenis ikan kecil akan dapat segera
ditangani sebelum mengalami proses kemunduran mutu.
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam pengolahan ikan pindang
harus dipastikan tidak mengandung karat, tidak merupakan sumber zat
renik, tidak sedang mengalami kerusakan dan mudah dibersihkan. Peralatan
utama yang umum digunakan untuk pemindangan ikan dikelompokkan
menurut tahap kegiatannya, yakni:
Gambar 4.1. Pengolahan Ikan Pindang
Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pemindangan bervariasi mulai dari
bentuk maupun ukuran. Untuk pemindangan air garam biasanya
membutuhkan keranjang bambu, rafia, bambu, tungku, kayu bakar,
pemberat, kertas koran/jerami, krat bambu. Sedangkan pada pemindangan
air garam dibutuhkan peralatan seperti periuk/kuali, jerami atau daun pisang
kering yang telah dibersihkan, pemberat, kantong plastik atau daun jati.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
15
Tabel 4.1
Tahap, Peralatan dan Fungsi dalam Usaha Pemindangan Ikan
Tahap
Alat
Pompa air/sumur
Fungsi
Sumber
air
untuk
pencucian
dan
perebusan ikan yang akan dipindang
Persiapan
Timbangan
Menimbang ikan dan garam
Tong
Wadah ikan setelah selesai ditimbang
Ember
Wadah pencucian ikan sebelum diolah
Keranjang plastik
Wadah merebus ikan dan meniriskan
ikan setelah direbus
Kompor
Sumber api untuk merebus air dan
garam
Tungku
Merebus air dan garam
Pengaduk
Terbuat dari bahan kayu atau plastik
atau bahan lain yang tidak mencemari
ikan pindang. Pengaduk dipakai untuk
mengaduk ikan dan garam serta air
Perebusan
dengan garam
Keranjang plastik
Tempat
ikan
pindang
yang
akan
direbus, keranjang ini digunakan agar
ikan
pindang
tidak
berserak
waktu
masuk ke tungku perebusan
Seser
Mengambil
kotoran-kotoran
yang
terdapat dalam air rebusan
Ayak
Pengeringan/
Penjemuran
Meratakan
Pengemasan
ikan
pindang
sebelum dikeringkan
Blower/kipas angin
Mendinginkan ikan pindang yang baru
diangkat dari perebusan,
Kledet
Menjemur ikan pindang setelah diolah
Plastik
Tempat penyimpanan ikan pindang yang
sudah
Penyimpanan
dan
sebaran
dijemur
untuk
kelompok
kemasan kecil
Kranjang (Besek)
Tempat penyimpanan ikan pindang yang
sudah diolah untuk dipasarkan
Basket
Wadah ikan pindang yang sudah diolah
Sumber: Data primer, diolah
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
16
c. Bahan Baku
Bahan baku utama untuk proses pembuatan ikan pindang adalah semua
jenis ikan yang biasanya memiliki karakteristik dan disukai oleh konsumen
sesuai dengan daerahnya. Biasanya bahan baku ikan pindang adalah jenis
ikan yang berukuran kecil/sedang dengan kelimpahan yang cukup besar
terutama saat musim ikan seperti ikan bandeng, lemuru, kembung, layang,
selar dan badong/ani-ani. Sedangkan untuk ikan ukuran besar adalah ikan
tongkol dan cakalang. Bahan baku (ikan) tersebut biasanya diperoleh di
daerah Juwana, Rembang, Tuban, Muncar, Perigi, Sarang dan lainnya
dengan harga sekitar Rp 7.000 hingga Rp 10.000,- per kg.
Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan
makanan lain. Perubahan kimiawi dan kontaminasi mikroorganisme pada
ikan setelah mati menyebabkan pembusukan, selain itu suhu lingkungan
yang tinggi menyebabkan proses pembususkan pada ikan akan semakin
cepat. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
Apabila bahan bakunya segar maka mutu ikan olahan yang dihasilkan juga
semakin bagus demikian juga sebaliknya. Ikan yang paling baik sebagai
bahan baku ikan pindang adalah ikan segar. Oleh karena itu semakin segar
bahan baku yang digunakan maka mutu pindang yang dihasilkan juga akan
semakin bagus. Ikan yang sudah tidak segar akan mengakibatkan rasa
pindang yang kurang sedap. Berikut digambarkan tentang ciri-ciri ikan segar
yang digunakan sebagai bahan baku pindang.
Tabel 4.4
Ciri Utama Ikan Segar dan Ikan Yang Mulai Busuk
Parameter Ikan Segar


Warna kulit terang

kusam, pucat dan
Kulit masih kuat
berlendir banyak.

Kulit mulai terlihat
tubuh, tidak mudah
mengendur di
sobek, terutama
beberapa tempat
pada bagian perut.

Kulit berwarna
dan jernih.
membungkus
Kulit
Ikan yang mulai busuk
Warna-warna
tertentu.

Kulit mudah robek
khusus yang ada
dan warna-warna
masih jelas.
khusus sudah
hilang.

Sisik
Sisik menempel
kuat pada tubuh

Sisik mudah
terlepas dari tubuh.
sehingga sulit
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
17
dilepas.

Mata
Mata tampak

Mata tampak
terang, jernih,
suram, tenggelam
menonjol dan
dan berkerut.
cembung.

Insang

Insang berwarna

Insang berwarna
merah sampai
coklat suram atau
merah tua, terang
abu-abu dan
dan lamella insang
lamella insang
terpisah.
berdempetan.
Insang tertutup

Lendir insang keruh
lendir berwarna
dan berbau asam,
terang dan bau
menusuk hidung.
segar seperti bau
ikan.


Daging

Daging kenyal,
menandakan rigor
mortis masih
mortis telah
berlangsung.
selesai.
Daging dan bagian


Daging dan bagian
tubuh lain berbau
tubuh lain mulai
segar.
berbau busuk.
Bila daging ditekan

Bila ditekan dengan
dengan jari tidak
jari tampak bekas
tampak bekas
lekukan.

Daging melekat
kuat pada tulang

Daging lunak,
menandakan rigor
lekukan.


Daging mudah
lepas dari tulang

Daging lembek dan
Daging perut utuh
isi perut sering
dan kenyal
keluar.
Ikan segar akan
tenggelam
Dalam air

Ikan yang sudah
sangat busuk akan
mengapung
dipermukaan.
Sumber : Sofyan Ilyas, (1988)
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
18
.
Ciri-ciri ikan segar menurut pengolah adalah tidak ada kerusakan, dan
kondisi fisik insang terlihat bersih, insang berwarna merah dan mata seolaholah akan keluar. Ciri ikan segar menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
adalah mata cerah dengan bola mata menonjol dan kornea tampak jernih,
insang berwarna cemerlang tanpa lendir, lapisan lendir jernih, transparan,
mengkilat cerah dan belum terdapat perubahan warna, sayatan daging
sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang
belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya utuh,
bau isi perut segar, bau segar, bau rumput laut, bau spesifik jenis,
konsistensi padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging
tulang belakang. Kondisi ikan yang digunakan untuk pindang khususnya
untuk ikan setelah thawing mempunyai daging yang sangat lembek dan bila
ditekan dengan jari terdapat lekukan bekas jari pada bagian yang ditekan,
umumnya sudah tidak dapat kembali seperti kondisi semula.
Gambar 4.4. Bahan baku usaha pemindangan Ikan
Bahan baku utama lainnya adalah garam. Garam yang digunakan adalah
garam kristal yang masih asli berasal dari petani garam yang belum
mengalami pengolahan lanjutan. Pemberian garam dilakukan dengan
konsentrasi tertentu sekitar 5 – 20%. Garam selain digunakan sebagai
penyedap rasa, juga dimaksudkan untuk mengawetkan produk pindang.
d. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang terlibat dalam pemindangan ikan tidak perlu memiliki
ketrampilan khusus. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey
lapangan, diperoleh keterangan bahwa jumlah tenaga kerja tetap biasanya
lebih sedikit dari tenaga tidak tetap karena faktor bahan baku tergantung
pada musim. Pada saat tangkapan ikan yang dipindang meningkat, para
pengusaha akan menambah tenaga kerjanya; umumnya tenaga kerja
tambahan ini banyak dipekerjakan pada saat perebusan dan penjemuran.
Tenaga kerja tetap maupun tidak tetap yang bekerja di perusahaan
pemindangan ikan umumnya adalah masyarakat sekitar lokasi pemindangan.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
19
Gambar 4.2. Tenaga Kerja Pengolah Ikan Pindang
Upah tenaga kerja pada usaha pemindangan ikan ini bervariasi. Upah
ditentukan berdasarkan pengalaman, status dan jenis pekerjaan yang
dilakukan. Upah tenaga kerja tetap yang sudah berpengalaman di Juwana
adalah Rp 40.000,- per hari, sedangkan tenaga kerja tidak tetap dibayar Rp
30.000,- per hari.
Sistem pengupahan yang umunya berlaku di sekitar Kecamatan Juwana
umumnya berbeda dengan pengupahan di lokasi survey lain. Di wilayah ini,
sistem pengupahan dikenal dengan istilah tonase, di mana besarnya upah
untuk sekelompok pekerja ditentukan berdasarkan jumlah ikan yang
dipindang.
Misalkan sekelompok tenaga kerja tetap sebanyak 5 orang yang melakukan
pemindangan ikan sebanyak 1.000 kg (1 ton) ikan yang dipindang maka
kelima tenaga kerja adalah 5 orang x Rp 40.000,- per hari = Rp 200.000,per hari. Apabila terdapat tenaga kerja tambahan (tenaga kerja tidak tetap),
maka tenaga kerja tidak tetap ini akan mendapat upah Rp 30.000,- per hari.
Sedangkan upah tenaga manajemen adalah 2 kali upah tenaga kerja tetap,
yaitu
Rp 80.000,- per hari. Sehingga bila produksi rata-rata ikan pindang
1.000 kg per hari, maka pengusaha minimal mengeluarkan dana sebesar Rp
1.505.000,- untuk membayar upah tenaga kerja setiap hari. Bila jumlah
produksi meningkat, maka tenaga kerja akan mendapat tambahan sesuai
dengan jumlah peningkatan ikan pindang yang diproduksi. Tetapi bila jumlah
produksi mengalami penurunan yang signifikan (lebih dari 25%), maka
perusahaan akan mengurangi jumlah karyawan tidak tetap.
e. Teknologi
Ikan pindang sangat digemari oleh masyarakat, karena mempunyai rasa
yang khas dan tidak terlalu asin. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan
dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan
bertekanan normal, dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh
bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim (Afrianto dan Liviawaty, 2000).
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
20
Proses pemindangan ikan menggunakan teknologi sederhana karena dalam
proses pemindangan belum menggunakan mesin-mesin dan peralatan berat,
canggih dan komputer. Teknologi pemindangan ikan yang bersifat tradisional
sebagian besar masih menggunakan peralatan yang dapat diperoleh dengan
mudah seperti kayu bakar, potongan bambu, keranjang bambu, daun
pisang/bambu, dengan proses yang dilakukan secara manual.
f. Teknis Produksi
Ikan pindang adalah ikan awetan dengan kadar garam rendah.
Pengolahannya secara tradisional merupakan gabungan dari penggaraman
dan perebusan sehingga memberikan rasa yang khas. Pembuatan ikan
pindang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Penanganan bahan baku
Jenis ikan yang biasa dibuat pindang, antara lain : ikan bandeng, tongkol,
cangkalang, lemuru , kumbuy, dan selar. Bahan baku tersebut biasanya
diperoleh di daerah Juwana Rembang, Tuban, Muncar, Perigi, Sarang. Bahan
baku ini diangkut dengan menggunakan alat transportasi truk. Harga bahan
baku ikan segar adalah sekitar Rp 7.000 hingga Rp 10.000,- per kg. Bahan
baku yang akan diolah menjadi ikan pindang dimasukkan ke dalam blong
(drum dari fiber). Untuk setiap satu blong yang berukuran tinggi kurang lebih
1 m ditambahkan satu blok es (10 kg) dan 500 gr garam.
Penanganan ikan segar bertujuan mengusahakan agar kesegaran ikan dapat
dipertahankan selama mungkin. Setidak-tidaknya masih cukup segar waktu
ikan sampai ke tangan konsumen. Setelah ikan datang, dimasukkan ke
dalam bak semen dengan ukuran 2,2 x 1,44 x 1 m. Dalam kondisi tertentu,
misalnya kondisi ikan kurang segar maupun dalam jumlah yang terlalu
banyak, maka perlu penanganan dengan bahan pembantu berupa es batu.
Dalam hal ini penanganan pertama kali adalah menyusun es bentuk balok (1
balok = 10 kg) yang dihancurkan menjadi es curai pada bagian dasar,
kemudian ikan disusun selapis demi selapis antara ikan dan es sesuai jumlah
bahan baku yang tersedia.
Setelah itu pengolah akan melakukan proses sortasi terhadap bahan baku
ikan segar. Menurut Hadiwiyoto (1993), tujuan dari sortasi adalah
mendapatkan hasil yang seragam, ukurannya, jenisnya, maupun mutunya.
Oleh karena itu, sortasi ini dikerjakan beberapa kali. Biasanya mula-mula
dilakukan sortasi mutu, kemudian jenisnya, lalu ukurannya.
2. Pencucian
Proses pencucian ikan dilakukan dalam bak semen dengan ukuran 184 x 144
x 66 cm dan mempunyai tebal 13 cm. Banyaknya volume air yang digunakan
dalam proses pencucian adalah 950 liter. Proses pencucian diawali dengan
mengisi bak dengan air. Banyaknya air disesuaikan dengan banyaknya bahan
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
21
baku. Dalam air tersebut ditambahkan garam (5 kg) dan es balok (10 kg).
Penambahan garam pada pencucian mampu membantu penghilangan air
pada saat penirisan. Air yang digunakan adalah air tawar yang diperoleh dari
sumur galian.
Proses pencucian dilakukan satu kali sebelum proses perebusan. Teknik
pencuciannya yaitu ikan segar direndam dan dicelup-celupkan ke dalam air.
Proses ini dilakukan hingga ikan sudah dianggap bersih. Maksud dilakukan
proses pencucian adalah untuk membersihkan kotoran dan darah maupun
kotoran lain.
3. Penataan dan Penyusunan Bahan Baku dalam Wadah
Ikan yang telah mengalami proses pencucian disusun dan ditata dalam
wadah yang terbuat dari anyaman bambu yang biasa disebut “reyeng”.
Wadah ini mempunyai ukuran yang bervariasi sesuai dengan ukuran ikan,
baik ikan yang berukuran besar ataupun ikan yang berukuran sedang dan
kecil. Di lokasi penelitian, wadah “reyeng” ini dibeli dari daerah Salatiga dan
Banjarnegara
dengan
harga
Rp
25-150
per
satuan
wadah.
Penyusunan bahan baku terdiri atas penyusunan bahan baku untuk ikan
besar dan ikan kecil. Untuk ikan berukuran besar dengan panjang 16-25 cm
disusun dalam wadah yang berukuran 23 x 11 x 5 cm. Cara penyusunannya
yaitu ikan diletakkan sejajar dalam wadah dengan posisi tubuh ikan
menghadap ke arah yang sama. Untuk ikan berukuran sedang atau besar ini
dalam satu wadah atau “reyeng” diisi maksimal dua ikan.
Untuk ikan yang berukuran kecil dengan panjang 12-13 cm, ikan disusun
dalam wadah yang berukuran 14 x 5 x 3 cm. Cara penyusunannya sama
dengan ikan berukuran besar yaitu disusun secara sejajar. Untuk ikan
berukuran kecil ini dalam satu wadah atau “reyeng” diisi maksimal empat
ikan.
Setelah ikan disusun dalam “reyeng”, maka “reyeng” tersebut ditata atau
disusun lagi dengan cara ditumpuk menjadi 1 “bendel”. Tiap “bendel” terdiri
atas 20 reyeng untuk ukuran ikan kecil atau 6 reyeng untuk ukuran ikan
besar. Tiap susunan reyeng diberi dua bilah bambu kecil sebagai sekat. Hal
ini dimaksudkan agar ikan dalam wadah tidak hancur karena tekanan wadah
di atasnya pada saat penyusunan reyeng-reyeng menjadi 1 “bendel”. Tiap
“bendel” disusun dan ditata lagi serta diikat menggunakan tali rafia agar
dalam proses perebusannya ke dalam bak perebusan nanti berjalan lebih
mudah.
Bendel-bendel yang telah diikat menggunakan tali rafia disusun dalam
“bangkrak”. Bangkrak merupakan tempat bendel yang berbentuk persegi
panjang terbuat dari bilah-bilah kayu. Pengolah menggunakan bangkrak
dengan ukuran 60x100 cm. Teknik penyusunan bendel dalam bangkrak yaitu
tiap bangkrak diletakkan 10 bendel reyeng (sekitar 200 reyeng untuk ukuran
kecil) dan 10 bendel reyeng ( sekitar 60 reyeng untuk ikan besar), setelah
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
22
itu bagian atas ditutup dengan bangkrak lagi. Kemudian bangkrak bagian
atas dan bawah dijepit dengan menggunakan kawat besi yang terdapat pada
bagian kanan dan kiri bangkrak. Bangkrak-bangkrak yang berisi reyeng
sudah siap ke tahap proses selanjutnya yaitu proses perebusan.
4. Perebusan
Maksud dari perebusan adalah mengurangi kadar air dalam daging ikan dan
sekaligus membunuh sebagian bakteri, sedangkan garamnya selain berfungsi
sebagai penambah rasa juga digunakan untuk menarik air lebih banyak agar
ikannya menjadi semakin awet (Irawan, 1995). Di tempat pengolahan
menggunakan bedeng-bedeng sebagai tempat perebusan. Tiap bedeng
terdiri dari empat bak perebusan, tiap bak mempunyai ukuran 80 x 60 x 50
cm. Proses perebusan menggunakan kayu bakar sebagai sumber
pemanasan. Kayu bakar diperoleh dari daerah sekitar pengolahan.
Sedangkan bak perebusan terbuat dari bahan stainlees steel, sehingga bak
ini lebih tahan lama dan tidak mudah rusak karena tidak mengalami korosi
atau pengkaratan.
Bak-bak perebusan tersebut akan diisi dengan larutan air garam. Sedangkan
larutan air garam ini dibuat di tempat tersendiri yaitu di bak air garam. Bak
tempat pembuatan larutan air garam ini mempunyai ukuran 3,5 x 1 x 0,75
m. Di tempat pengolahan terdapat dua bak pembuatan air garam. Cara
pembuatan larutan air garam yaitu bak air garam diisi dengan menggunakan
air tawar sebanyak 1.750 liter dengan menambahkan garam kurang lebih
360 kg. Jadi konsentrasi larutan garam yang digunakan adalah 20%. Garam
yang ditambahkan dimasukkan ke dalam karung yang tembus air,
menggunakan 9 karung di mana tiap karung diisi dengan 40 kg garam.
Karung-karung tadi digantungkan di atas bak air garam sehingga bila
terkena air, garam akan larut ke dalam air.
Larutan air garam yang telah siap untuk proses perebusan dimasukkan
dalam bak perebusan menggunakan pompa air. Apabila air kurang
bersih/jernih, maka digunakan tawas. Tawas yang ditambahkan kurang
lebih 25 kg (konsentrasi tawas dalam larutan 1,42 persen). Nilai ambang
batas tawas yang diperbolehkan berdasarkan SNI 19-0232-2005 adalah 0,5
ppm.
Air yang digunakan untuk perebusan adalah air tawar yang diperoleh dari
sumur galian. Garam yang digunakan dalam proses pembuatan larutan air
garam adalah jenis garam krosok. Garam krosok tersebut disimpan dalam
gudang menggunakan karung yang berlantai tanah sehingga terlihat kurang
bersih.
Proses perebusan dimulai bila suhu larutan sudah mencapai 70-90o C. Cara
perebusan yaitu bangkrak yang berisi reyeng dimasukkan ke dalam bak
hingga seluruh bagian dari bangkrak itu terendam dalam larutan air garam.
Agar seluruh bagian bangkrak terendam dalam bak perebusan, maka bagian
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
23
atas dari bangkrak diberi bongkahan batu yang diikat dengan tali. Batu yang
digunakan pengolah tidak bersih. Batu yang digunakan sebagai pemberat
seharusnya dicuci sebelum digunakan. Hal ini karena batu bersentuhan
langsung dengan air perebusan. Jika kondisi batu kotor dapat menjadi
sumber kontaminasi pada ikan yang diolah.
Ikan pindang dianggap sudah matang apabila bagian ekor sudah pecah dan
timbul buih-buih pada air perebusan, hal inilah yang digunakan pengolah
sebagai parameter bahwa ikan tersebut sudah matang. Larutan air garam
yang digunakan untuk proses perebusan tidak diganti dengan larutan baru.
Larutan air garam dari perebusan sebelumnya yang terlihat kotor
ditambahkan tawas. Sehingga kotoran akan timbul ke permukaan dan bagian
air yang kotor dibuang dengan menggunakan gayung plastik. Setelah itu
volume air yang berkurang ditambah lagi dengan larutan air garam bersih.
Kegiatan ini dilakukan tiap 5 kali proses perebusan.
5. Penyiraman
Pindang yang dinyatakan telah masak diangkat dari bak perebusan,
kemudian “bangkrak” diangkut di bagian teras bangunan untuk dilakukan
proses penyiraman. Air yang digunakan adalah air garam bersih. Tujuan
penyiraman adalah untuk membersihkan kotoran yang melekat selama
perebusan, melunturkan bau tawas, mengembangkan ikan yang mengkerut
setelah direbus serta agar ikan cepat dingin.
6. Penirisan
Penirisan dilakukan untuk membuang sisa-sisa air proses perebusan maupun
proses penyiraman. Pada proses penirisan ini tidak ada batasan waktu.
Menurut Wibowo (2000) pendinginan makanan dapat dilakukan selama 1-1,5
jam. Dengan rentang waktu demikian diharapkan pindang telah dingin dan
siap untuk dipasarkan. Pengolah sebaiknya memperhatikan rentang waktu
penirisan sehingga pindang benar-benar dingin sesuai yang diharapkan.
Pendistribusian pindang dalam kondisi hangat menyebabkan ikan cepat
menimbulkan bau pada pindang. Secara sistematis, pemindangan ikan dapat
digambarkan dalam Gambar 4.3
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
24
Gambar 4.3. Diagram Alur Pembuatan Ikan Pindang
g. Jumlah, Jenis dan Kualitas Produksi
Secara umum ikan pindang yang dihasilkan oleh para pengolah di Jawa
Tengah adalah ikan pindang bandeng, tongkol, cakalang, lemuru, kembung,
dan selar. Ikan pindang yang dihasilkan oleh pengolah di daerah Juwana
tergantung dari bahan baku yang digunakan, tetapi yang seringkali
digunakan adalah jenis ikan selar dan lemuru. Apabila bahan baku yang
digunakan bermutu tinggi maka produk ikan pindang yang dihasilkan juga
mempunyai mutu yang tinggi. Berikut ini adalah deskripsi mutu ikan pindang
yang berkualitas tinggi (Tabel 4.5).
Menurut Adnan, M.dkk (1984), beberapa sifat atau keadaan yang dipakai
untuk menetapkan kualitas atau mutu pindang yang baik adalah :
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
25
1.
2.
3.
4.
5.
Warna pindang putih keabu-abuan,
Permukaan kulit menjadi keset,
Ikan tidak patah-patah tetapi dalam keadaan utuh,
Tidak terlihat adanya lendir bakteri maupun kapang,
Flavour yang menunjukkan kesegaran pindang
Tabel 4.5.
Deskripsi mutu ikan pindang yang berkualitas tinggi
Parameter
Deskripsi
Ikan utuh tidak patah, mulus, tidak luka atau lecet, bersih,
Rupa dan warna
tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan lemak, garam,
atau kotoran lain. Warna spesifik untuk tiap jenis, cemerlang,
tidak berjamur, dan tidak berlendir.
Bau
Rasa
Tekstur
Bau spesifik pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar,
tanpa bau tengik, masam, basi, atau busuk.
Gurih spesifik pindang, enak, tidak terlalu asin, rasa asin
merata, dan tidak ada rasa asing.
Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan tidak berair
atau tidak basah (kesat).
Sumber: Wibowo (2000)
Daya awet ikan pindang bila disimpan di udara terbuka tanpa dilakukan
penanganan yang baik kurang lebih 2-5 hari. Selain dikarenakan pindang
disimpan di udara terbuka tanpa penanganan khusus, hasil produksi pindang
(terutama pindang air garam) kandungan airnya cukup banyak. Ikan yang
mempunyai ukuran yang lebih besar (seperti tongkol) mempunyai daya awet
yang lebih singkat bila dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil (ikan
layang atau lemuru).
Daya awet pindang ini dapat ditingkatkan dengan cara perbaikan teknik
pemindangan (kebersihan, suhu, kadar garam, penambahan bumbu, dll),
penggunaan zat pengawet, perbaikan pengemasan maupun teknik
penyimpanan produk. Cara lain yang digunakan untuk memperpanjang daya
awet ikan pindang adalah dengan sterilisasi (Heruwati, 1985).
Sedangkan menurut SNI mutu ikan pindang (Dirjen Perikanan 1994/ 1995)
adalah sebagai berikut :
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
26
Tabel 4.6.
Persyaratan mutu ikan pindang
Persyaratan Mutu
Jenis Uji
Pindang Air Garam Pindang Garam
a. Organoleptik
- Nilai minimum
7
6
- Kapang
Negatif
Negatif
1 x 105
1 x 105
b. Mikrobiologi
- TPC per gr, maks.
- Escherichia coli MPN per gram, maks. 3 CFU
3 CFU
- Salmonella *)
Negatif
Negatif
- Vibrio cholera *)
Negatif
Negatif
- Staphyloccocus aureus *)
1 x 103
1 x 103
- Air, % bobot/ bobot, maks.
70
70
- Garam, % bobot/ bobot, maks.
10
10
c. Kimia
*) : bila diperlukan (rekomendasi)
Tabel berikut memberikan gambaran tentang nilai gizi ikan pindang berupa
protein, lemak, mineral dan vitamin.
Tabel 4.3.
Komposisi Pindang
Komponen
Kadar (%)
Kalori
176,00 kal
Protein
27,00
Lemak
3,00
Mineral
0,26
Vitamin B
0,07 mg
Air
60,00
h. Kendala Produksi
Kendala yang mungkin timbul dalam usaha pemindangan ikan adalah
ketergantungan ketersediaan bahan baku terhadap alam. Hasil tangkapan
ikan yang dipindang sangat dipengaruhi oleh musim. Pada bulan-bulan
tertentu seperti bulan April hingga Oktober, hasil tangkapan ikan yang
digunakan untuk proses pemindangan menurun, demikian juga pada saat air
pasang dan musim penghujan bahkan sangat sedikit. Kondisi seperti ini
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
27
menyebabkan kontinuitas produksi tidak bisa berlangsung dengan baik
sepanjang tahun.
Selain itu, perkembangan dewasa ini menunjukkan adanya penurunan hasil
tangkapan ikan yang artinya menurunnya pasokan bahan baku. Penurunan
ini disebabkan beberapa faktor, antara lain semakin maraknya penggunaan
bom peledak untuk menangkap ikan, adanya tumpang tindih tangkapan ikan
yang dipindang dengan stok ikan lain, dan maraknya penangkapan ikan oleh
nelayan asing di perairan Indonesia.
Dari sisi produsen, produksi ikan pindang yang sebagian besar dilakukan
pada usaha skala kecil di Indonesia, sebagian besar masih bersifat
tradisional. Selain itu, mutu dan persyaratan peralatan pengolahan
pemindangan ikan masih rendah. Hal ini menjadi salah satu masalah bagi
sebagian pengusaha.
Melihat kendala-kendala yang umumnya ditemui pada usaha pemindangan
ikan ini, maka sebaiknya pengusaha perlu memperbaiki pola produksi baik
dengan menggunakan alat produksi atau teknologi yang lebih maju maupun
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan peningkatan mutu,
perbaikan sanitaisi dan higien, juga yang tidak kalah penting adalah
penjaminan keamanan
produk. Sedangkan dari sisi pemerintah,
instansi/dinas terkait di setiap daerah, terutama Dinas Perikanan dan
Kelautan dan Dinas Koperasi Kabupaten Pati perlu memberikan pelatihanpelatihan dan dukungan infrastruktur yang berkaitan dengan perbaikan
kualitas produk ikan pindang.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
28
5. Aspek Keuangan
a. Pola Usaha
Dalam analisis keuangan dipilih pola pemindangan ikan yang menggunakan
teknologi sederhana. Kapasitas produksi yang dipilih merupakan kapasitas
produksi rata-rata yang disesuaikan dengan musim tangkapan ikan yang
akan dipindang, yaitu kapasitas produksi 1 ton per hari. Jangka waktu
analisis keuangan didasarkan pada umur proyek, yakni 5 tahun.
b. Asumsi Parameter dan Perhitungan
Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun, ditentukan dari umur ekonomis
peralatan utama yang digunakan dalam usaha pemindangan ikan.
Penghitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk
periode usaha selama 5 tahun, dengan memperhitungkan nilai sisa dari
seluruh peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 5 tahun.
Dalam usaha ini, seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha, baik
berupa tanah dan bangunan diasumsikan menyewa milik orang lain. Mesin
dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah seluruh
mesin dan peralatan, baik yang dibeli maupun peralatan yang dibuat sendiri
oleh pengusaha yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.
Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha pemindangan ikan ini
dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang
ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan.
Beberapa asumsi penting yang digunakan dalam perhitungan aspek
keuangan disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan
Asumsi
Satuan
Jumlah/Nilai
Periode proyek
tahun
5
Luas tanah:
m2
500
Luas bangunan
m2
350
Sewa lahan dan bangunan
Rp/thn
12.500.000
Produksi per tahun ikan pindang
kg
300.000
Produksi per hari ikan pindang
kg
1.000
Harga jual ikan ikan pindang (normal) Rp/kg
12.250
Harga jual ikan ikan pindang (ramai)
Rp/kg
11.000
Harga jual ikan ikan pindang (sepi)
Rp/kg
13.500
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
29
Harga ikan (normal)
Rp/kg
9.000
Harga ikan (musim ramai)
Rp/kg
7,500
Harga ikan (musim sepi)
Rp/kg
10,000
Penggunaan ikan 1 tahun
Kg
300,000
Penggunaan ikan 1 hari
Kg
1.000
Garam
Rp/kg
550
Jumlah hari kerja dalam 1 thn
hari
300
Discount rate
20,00%
Sumber: Data Primer, diolah
Luas tanah dan bangunan untuk usaha pemindangan ikan ini adalah 500 m²
dan 350 m² berupa bangunan. Produksi dilakukan setiap hari (selain libur
nasional dan Minggu), sehingga jumlah hari kerja dalam setahun adalah 300
hari.
Kapasitas produksi yang digunakan adalah 1 ton input ikan yang
dipindang/hari yang menghasilkan 1.000 kg ikan. Dengan demikian, produksi
selama setahun mencapai 300.000 kg. Harga beli ikan yang akan dipindang
pada harga normal sebesar Rp 9.000/kg, sedangkan harga jual ikan pindang
adalah Rp 12.250/kg. Secara lebih rinci asumsi yang digunakan dalam
perhitungan aspek keuangan disajikan dalam lampiran.
c. Biaya Investasi dan Biaya Operasional
1. Biaya Investasi
Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam
pengertian short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau
tidak terpengaruh oleh besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha
pemindangan ikan ini dialokasikan untuk memulai usaha atau biaya-biaya
yang diperlukan pada tahun 0 proyek yang meliputi biaya perijinan, sewa
tanah dan bangunan, serta pembelian peralatan. Jumlah biaya investasi pada
tahun 0 proyek adalah Rp 30.875.000,-. Secara lebih rinci kebutuhan biaya
investasi sebagaimana pada Tabel 5.2.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
30
Tabel 5.2.
Biaya Investasi Pemindangan Ikan
UE = Umur Ekonomis
Sumber : Data Primer, diolah
2. Biaya Operasional
Biaya operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya
produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi pembelian bahan
baku utama dan pembantu, peralatan, biaya pemeliharaan mesin dan
peralatan utama, dan upah tenaga kerja. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa
dalam 1 tahun diperlukan biaya operasional sebesar Rp 3.297.827.080,-.
Dari seluruh komponen biaya operasional, biaya terbesar adalah untuk
pembelian bahan baku ikan yang akan dipindang, yakni sebesar Rp
2.709.000.000 selama 1 tahun produksi, dengan harga 1 Kg ikan sebesar Rp
9.000/kg. Untuk menghasilkan 1.000 kg ikan yang dipindang diperlukan 1
ton ikan yang dipindang dan asumsi hari kerja sebanyak 300 hari selama
setahun.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
31
Tabel 5.3.
Biaya Operasional Pemindangan Ikan (Rp/Tahun)
*) Tenaga Manajemen dibayar Mingguan sebesar Rp 560.000,Modal kerja awal yang dibutuhkan untuk usaha pemindangan ikan sebesar
Rp 335.801.915,-. Modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang
diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung berdasarkan siklus
produksi pemindangan ikan, yakni 30 hari. Dari total modal kerja awal yang
dibutuhkan yakni Rp 335.801.915,- sebanyak 45% (Rp 150.000.000)
merupakan kredit dari bank, sedangkan sisanya sebesar Rp 185.801.915,merupakan dana pengusaha.
d. Kebutuhan Dana untuk Investasi, Modal Kerja dan Kredit
Kebutuhan dana untuk usaha pemindangan ikan terdiri dari kebutuhan
investasi dan modal kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang
bersumber dari kredit bank dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan
untuk investasi awal sebesar Rp 30.875.000. Sedangkan kebutuhan modal
kerja untuk 1 tahun sebesar Rp 335.801.915,-
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
32
Tabel 5.4.
Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja (1 Tahun)
No
1
Rincian Biaya Proyek
Total Biaya (Rp)
Dana investasi yang bersumber dari
a. Kredit
10.000.000
b. Dana sendiri
20.875.000
Jumlah dana investasi
30.875.000
Dana modal kerja yang bersumber
2
dari
a. Kredit
150.000.000
b. Dana sendiri
185.801.915
Jumlah dana modal kerja
335.801.915
Total dana proyek yang bersumber
3
dari
a. Kredit
160.000.000
b. Dana sendiri
206.676.915
Jumlah dana proyek
366.676.915
Sumber : Data Primer, diolah
Dari survey lapangan diperoleh informasi bahwa jangka waktu kredit modal
kerja yang disalurkan untuk pembiayaan usaha pemindangan ikan ini adalah
1 tahun, tingkat bunga sebesar 20% per tahun dengan sistem perhitungan
bunga efektif menurun. Perhitungan pengembalian pinjaman kredit investasi
dan kredit modal kerja ditunjukkan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6 Untuk
melaksanakan kegiatan operasional usaha Pemindangan Ikan ini, pengusaha
meminjam kredit investasi sebesar Rp 10.000.000,- dan kredit modal kerja
sebesar Rp 150.000.000 dari bank dengan jangka waktu kredit selama 1
tahun.
Setiap bulan pengusaha membayar kewajiban di bank yaitu angsuran pokok
sebesar Rp 833.333,- dan pinjaman pokok tersebut akan lunas pada akhir
bulan ke-12, sedangkan bunga yang dibayarkan setiap bulan jumlahnya akan
menurun karena sistem pembayaran bunga yang efektif menurun.
Pembayaran bunga kredit investasi pada bulan 1 adalah Rp 166.667,- bulan
ke-2 Rp 152.778,- dst. Sedangkan kredit modal kerja, setiap bulan
pengusaha membayar angsuran pokok sebesar Rp 12.500.000 dan pinjaman
pokok tersebut akan lunas pada akhir bulan ke-12, sedangkan bunga yang
dibayarkan setiap bulan jumlahnya akan menurun karena sistem
pembayaran bunga yang efektif menurun, pembayaran bunga pada bulan 1
adalah Rp 2.093.750,- bulan ke-2 Rp 1.919.271,- dst.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
33
Tabel 5.5.
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi
Bulan
Angsuran
Pokok
Bunga
Jumlah
Saldo Akhir
10.000.000
Bulan 1 833.333
166.667
1.000.000
9.166.667
Bulan 2 833.333
152.778
986.111
8.333.333
Bulan 3 833.333
138.889
972.222
7.500.000
Bulan 4 833.333
125.000
958.333
6.666.667
Bulan 5 833.333
111.111
944.444
5.833.333
Bulan 6 833.333
97.222
930.556
5.000.000
Bulan 7 833.333
83.333
916.667
4.166.667
Bulan 8 833.333
69.444
902.778
3.333.333
Bulan 9 833.333
55.556
888.889
2.500.000
Bulan 10 833.333
41.667
875.000
1.666.667
Bulan 11 833.333
27.778
861.111
833.333
Bulan 12 833.333
13.889
847.222
0
Tahun 1 10.000.000 1.083.333 11.083.333
Sumber : Data Primer, diolah
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
34
Tabel 5.6.
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja
Bulan
Angsuran
Pokok
Bunga
Jumlah
Saldo Akhir
150.000.000
Bulan 1 12.500.000
2.093.750
14.593.750
137.500.000
Bulan 2 12.500.000
1.919.271
14.419.271
125.000.000
Bulan 3 12.500.000
1.744.792
14.244.792
112.500.000
Bulan 4 12.500.000
1.570.313
14.070.313
100.000.000
Bulan 5 12.500.000
1.395.833
13.895.833
87.500.000
Bulan 6 12.500.000
1.221.354
13.721.354
75.000.000
Bulan 7 12.500.000
1.046.875
13.546.875
62.500.000
Bulan 8 12.500.000
872.396
13.372.396
50.000.000
Bulan 9 12.500.000
697.917
13.197.917
37.500.000
Bulan 10 12.500.000
523.438
13.023.438
25.000.000
Bulan 11 12.500.000
348.958
12.848.958
12.500.000
Bulan 12 12.500.000
174.479
12.674.479
0
Tahun 1 150.000.000 13.609.375 163.609.375
Sumber : Data Primer, diolah
e. Produksi dan Pendapatan
Output dari usaha pengolahan ikan dengan pemindangan ikan adalah ikan
pindang. Ikan pindang yang diproduksi setiap tahun dengan asumsi
sebanyak 300 hari kerja adalah 300.000 Kg dengan harga jual Rp 12.250,/kg sehingga menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp 3.675.000.000,per tahun seperti disajikan pada Tabel 5.7.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
35
Tabel 5.7.
Produksi dan Pendapatan Pemindangan Ikan (Rp/Tahun)
Hasil Produksi
Tahun
Jumlah
Kg
Harga (Rp)
1
300.000
12.250
3.675.000.000
2
300.000
12.250
3.675.000.000
3
300.000
12.250
3.675.000.000
4
300.000
12.250
3.675.000.000
5
300.000
12.250
3.675.000.000
Jumlah
1.500.000
Pendapatan (Rp)
18.375.000.000
Sumber : Data Primer, diolah
f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point
Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama, usaha
pemindangan ikan mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp
242,399,877,- dengan profit margin sebesar 6,60%.
Pada tahun
selanjutnya besarnya keuntungan dan profit margin lebih tinggi sejalan
dengan lunasnya kredit yang harus dibayar.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa BEP rata-rata penjualan per tahun
sebesar Rp 995,578,025,- sementara BEP rata-rata produksi per tahun
sebesar 81,271.68 kg. Secara lebih rinci besarnya keuntungan, profit
margin dan BEP setiap tahunnya ditunjukkan pada Tabel 5.8.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
36
Tabel 5.8.
Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp)
Sumber : Data Primer, diolah
Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan jika dilihat berdasarkan musim
ikan setiap bulannya dapat dibagi menjadi 3 musim yaitu musim sepi
(paceklik) yang terjadi pada bulan Desember hingga Maret, musim normal
terjadi pada bulan April hingga Agustus dan musim ramai yang terjadi pada
bulan September hingga November.
Musim paceklik ikan ditandai dengan jumlah ikan yang tersedia tidak
sebanding dengan permintaan. Kendatipun harga ikan bisa naik hingga
mencapai Rp. 10.000,- per kg, tetapi harga jual pindang juga naik hingga
dapat mencapai harga Rp 13.500,- per kg. Pada kondisi paceklik ikan
pengusaha dapat menikmati profit margin sebesar 7,80% dengan BEP
penjualan per bulan mencapai Rp 78.311.487,- dan BEP produksi per bulan
mencapai 5.801 Kg. Pada Tabel 5.10 dijelaskan secara lebih detil Laba Rugi
Usaha pada kondisi sepi ikan.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
37
Tabel 5.9.
Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp) pada kondisi Sepi
No
Sepi
Uraian
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
Januari
Februari
Maret
337,500,000
337,500,000 337,500,000
304,920,945
304,920,945 304,920,945
a. Biaya
Operasional
b. Penyusutan
164,583
164,583
164,583
c. Bunga bank
1,444,444
1,444,444
1,444,444
Jumlah
306,529,973
306,529,973 306,529,973
30,970,027
30,970,027 30,970,027
Laba sebelum
pajak
- Pajak 15%
4,645,504
3
Laba rugi
26,324,523
4
Profit margin %
5
BEP rata-rata =
a. Nilai penjualan
b. Produksi
4,645,504
4,645,504
26,324,523 26,324,523
7.80%
7.80%
7.80%
78,311,487
78,311,487
78,311,487
5,801
5,801
5,801
Sumber : Data Primer, diolah
Pada musin normal jumlah ikan yang tersedia untuk diolah relatif stabil.
Dengan demikian maka harga jual pindang juga relatif stabil dengan harga
Rp 12.250 per kg.
Pada kondisi inil, profit margin yang bisa dinikmati oleh
pengusaha sebesar 6,86%, dengan BEP penjualan per bulan mencapai Rp.
84.011.903,- dan BEP produksi per bulan mencapai 6.858 Kg. Pada Tabel
5.10 dijelaskan secara lebih detil Laba Rugi Usaha per bulan pada Kondisi
musim ikan normal.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
38
Tabel 5.10
Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp) pada kondisi Normal
No
Normal
Uraian
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
April
Mei
Juni
Juli
306,250,000 306,250,000 306,250,000 306,250,000
a. Biaya
Operasional
279,920,945 279,920,945 279,920,945 279,920,945
b. Penyusutan
164,583
164,583
164,583
164,583
c. Bunga bank
1,444,444
1,444,444
1,444,444
1,444,444
Jumlah
281,529,973 281,529,973 281,529,973 281,529,973
Laba sebelum
pajak
24,720,027 24,720,027 24,720,027 24,720,027
- Pajak 15%
3,708,004
3
Laba rugi
4
Profit margin %
5
BEP rata-rata =
3,708,004
3,708,004
21,012,023 21,012,023 21,012,023 21,012,023
6.86%
a. Nilai penjualan
b. Produksi (kg)
3,708,004
6.86%
6.86%
6.86%
84,011,903 84,011,903 84,011,903 84,011,903
6,858
6,858
6,858
6,858
Sumber : Data Primer, diolah
Pada bulan Agustus hingga bulan November ada kecenderungan terjadi
kelebihan persediaan ikan yang akan dipindang. Peningkatan ini tidak diikuti
dengan peningkatan jumlah permintaan, sehingga harga jual justru menurun
menjadi Rp 11.500,- per kg. dan pada kondisi terjadi kelebihan jumlah ikan.
Pada kondisi musim ramai ikan maka profit margin usaha pemindangan ikan
meningkat menjadi 9,57%, dengan BEP penjualan per bulan mencapai Rp.
63.809.360,- dan BEP produksi per bulan mencapai 5.801 Kg. Pada Tabel
5.10 dijelaskan secara lebih detil Laba Rugi Usaha per bulan pada Kondisi
musim ikan ramai.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
39
Tabel 5.11
Proyeksi Laba Rugi Usaha Pemindangan Ikan (Rp) pada kondisi Ramai
No
Uraian
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
Ramai
Agustus
September
Oktober
November
275,000,000
275,000,000
275,000,000
275,000,000
242,420,945
242,420,945
242,420,945
242,420,945
b. Penyusutan
164,583
164,583
164,583
164,583
c. Bunga bank
1,444,444
1,444,444
1,444,444
1,444,444
244,029,973
244,029,973
244,029,973
244,029,973
30,970,027
30,970,027
30,970,027
30,970,027
4,645,504
4,645,504
4,645,504
4,645,504
26,324,523
26,324,523
26,324,523
26,324,523
9.57%
9.57%
9.57%
9.57%
63,809,360
63,809,360
63,809,360
63,809,360
5,801
5,801
5,801
5,801
a. Biaya Operasional
Jumlah
Laba sebelum
pajak
- Pajak 15%
3 Laba rugi
4
Profit margin %
5
BEP rata-rata =
a. Nilai penjualan
(Rp)
b. Produksi (kg)
Sumber : Data Primer, diolah
Proyeksi Rugi Laba Pemindangan Ikan secara bulanan ini dikaitkan dengan
kemampuan angsuran pinjaman sebagaimana Tabel 5.5 dan Tabel 5.6, dapat
dikatakan bahwa dalam situasi yang tidak normal (sepi maupun ramai)
usaha pemindangan ikan masih dapat memenuhi kewajiban keuangan
kepada pihak perbankan.
Di bawah ini ditunjukkan proyeksi biaya dan pendapatan yang akan diperoleh
dari usaha pemindangan ikan. Biaya pada tahun ke-0 sebesar Rp
30.875.000,- dan pendapatan sebesar 0 karena pada tahap ini produksi
belum dilaksanakan. Pada tahun ke-1 dan 2, besarnya pendapatan setiap
tahun sebesar Rp 3.675.000.000,-, pengeluaran setiap tahun sebesar Rp
3.370.544.150,- dan surplus sebesar Rp 304.455.850,-.
Pada tahun ke tiga, komponen biaya mengalami peningkatan menjadi Rp
3.371.394.150,- karena adanya biaya reinvestasi, sedangkan pendapatan
tetap, dengan demikian surplus pada tahun ke-3 ini adalah sebesar Rp
303.605.850,-. Pada tahun ke-5, pendapatan meningkat menjadi Rp
305.320.731,- karena adanya nilai sisa dari aset investasi yang memiliki nilai
ekonomis lebih dari 5 tahun dan nilai sisa aset reinvestasi, sehingga surplus
usaha menjadi Rp 305.320.731,-.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
40
Tabel 5.12
Proyeksi Biaya dan Pendapatan Usaha Pemindangan Ikan (Rp).
No
Uraian
1
Pendapatan
2
Pengeluaran
3
Laba/Rugi
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
0 3.675.000.000 3.675.000.000
30.875.000 3.370.544.150 3.370.544.150
(30.875.000)
304.455.850
304.455.850
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
No Uraian
1
Pendapatan
3.675.000.000 3.675.000.000 3.675.864.881
2
Pengeluaran
3.371.394.150 3,370,544,150 3.370.544.150
3
Laba/Rugi
303.605.850
304.455.850
305.320.731
g. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menetapkan suatu prediksi perubahan
pada harga jual output dan harga beli input, yang akan mengakibatkan
adanya perubahan pada pendapatan dan pengeluaran.
Perubahanperubahan tersebut dapat menyebabkan perubahan pada arus kas yang
digunakan sebagai bahan analisis sensitivitas. Untuk menguji tingkat
sensitivitas usaha terhadap perubahan yang terjadi (penurunan pendapatan
maupun kenaikan biaya) digunakan simulasi berikut:
1. Penurunan Pendapatan:
Berdasarkan analisis pada arus kas dengan menggunakan asumsi dasar yang
telah ditetapkan kemudian dilakukan simulasi penurunan pendapatan,
meskipun pendapatan turun hingga sebesar 3% namun usaha ini masih
layak dan menguntungkan untuk dilanjutkan karena nilai IRR lebih besar dari
suku bunga kredit yang berlaku, yaitu sebesar 25.79%, nilai NPV positif
sebesar Rp 47,745,487,- dan Net B/C Ratio yang lebih dari 1, yaitu sebesar
1.13. Sementara apabila terjadi penurunan pendapatan sebesar 4%, maka
akan menyebabkan usaha Pemindangan ikan ini menjadi tidak layak
dilaksanakan. Hasil perhitungan menunjukkan NPV negatif yaitu sebesar Rp
(62,159,509), IRR kurang dari suku bunga kredit yaitu 12,04 % dan Net
B/C Ratio kurang dari1, yaitu sebesar 0,83. Dengan demikian usaha
pemindangan ikan sangat sensitif terhadap penurunan pendapatan hingga
4%. Hasil analisis sensitivitas seperti dirangkum pada Tabel 5.14.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
41
Tabel 5.14
Analisis Sensitivitas : Pendapatan Turun
Kriteria
No
Kelayakan
Turun 4%
Turun 5%
1
NPV
Rp 47,745,487
2
IRR
25.79%
Rp
(62,159,509)
12.04%
0.83
3
Net B/C ratio
Penilaian
1.13
Layak
Tidak layak
dilaksanakan
dilaksanakan
Sumber : Data Primer, diolah
2. Peningkatan Biaya Operasional
Pada tahap ini, dilakukan simulasi pada komponen biaya. Walaupun biaya
operasional mengalami kenaikan sebesar 3%, usaha ini masih layak dan
menguntungkan untuk dilanjutkan karena diperoleh IRR sebesar 25,79%
lebih besar dari suku bunga yang diharapkan (Suku bunga kredit 20%), Net
B/C Ratio lebih dari 1 yaitu 1,13 dan NPV lebih besar dari 0 (positif) yaitu
sebesar Rp 47,745,487,-. Namun jika kenaikan biaya operasional sampai
4%, usaha pemindangan ikan menjadi tidak layak, karena NPV negatif yaitu
sebesar Rp (25,758,810 ), IRRkurang dari suku bunga kredit yaitu 16.77,
dan Net B/C Ratio kurang dari 1, yaitu sebesar 0.93. Dengan demikian
usaha pemindangan ikan sangat sensitif terhadap kenaikan biaya operasional
hingga 4%. Hasil analisis sensitivitas seperti dirangkum pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15.
Analisis Sensitivitas: Biaya Operasional Naik
No
Kriteria Kelayakan Naik 3,00%
1
NPV
2
IRR
3
Net B/C ratio
Penilaian
Rp
Naik 4%
75,046,011
Rp (25,758,810
29.01%
16.77%
1.21
0.93
Layak dilaksanakan
Tidak layak
dilaksanakan
Sumber : Data Primer, diolah
3. Penurunan Pendapatan dan Kenaikan Biaya Operasional
Apabila pendapatan dan biaya operasional mengalami perubahan secara
bersamaan, yaitu pendapatan mengalami penurunan sebesar 1 % dan secara
bersamaan biaya operasional naik sebesar 1 %, usaha pemindangan ikan
masih layak dilakukan karena nilai IRR lebih besar dari suku bunga kredit
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
42
20%, yaitu sebesar 39.40%, Net B/C Ratio lebih besar dari 1 yaitu sebesar
1.45, dan NPV positif yaitu sebesar Rp 166,750,658,-. Namun apabila
terjadi penurunan pendapatan hingga sebesar 2% dan biaya operasional naik
sebesar 2%, maka usaha pemindangan ikan sudah tidak layak karena IRR
lebih kecil dari suku bunga kredit (20%), yaitu sebesar 14.43%, Net B/C
Ratio kurang dari 1 yaitu sebesar 0,88 dan nilai NPV negatif yaitu Rp
(43,426,699,-). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kondisi
ini, usaha pemindangan ikan sensitif terhadap penurunan pendapatan hingga
2% sekaligus peningkatan biaya operasional sebesar 2%. Selengkapnya hasil
analisis sensitivitas terlihat pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16.
Analisis Sensitivitas : Perubahan Pendapatan dan Biaya
No
Pendapatan Turun
Pendapatan Turun
Kriteria
1,00%
2%
Kelayakan
Biaya Operasional
Biaya Operasional
Naik 1,00%
Naik 2%
1
NPV
Rp 166,750,658
Rp (43,426,699))
2
IRR
39.40%
14.43%
3
Net B/C ratio
1.45
0.88
Penilaian
Layak dilaksanakan
Tidak layak
dilaksanakan
Sumber : Data Primer, diolah
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
43
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial
a. Aspek Ekonomi dan Sosial
1. Manfaat Ekonomi: Penciptaan Pendapatan dan Kesempatan Kerja
Manfaat ekonomi dari usaha pemindangan ikan adalah penciptaan lapangan
kerja yang pada akhirnya mampu menghasilkan pendapatan. Penciptaan
pendapatan ini antara lain bagi pengusaha, karyawan dan tentunya bagi
nelayan yang merupakan ujung tombak penyediaan ikan untuk diolah.
Namun demikian, bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengolahan ikan ini
terlihat bahwa penangkapan dan pengolahan ikan belum mampu
meningkatkan kesejahteraan hidup ke tingkat yang lebih baik. Bagi nelayan,
hasil tangkapan ikan laut, termasuk ikan yang dipindang (Cakalang, layang,
bandeng, dll) sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini menyebabkan volume
tangkapan ikan juga tidak tetap, dengan demikian pendapatan yang dapat
mereka peroleh juga tidak tetap. Bagi sebagian besar pekerja pada
pengolahan ikan, seperti pemindangan ikan, hasil tangkapan ikan yang tidak
tetap menyebabkan sistem kerja yang diterapkan umumnya bersifat
borongan dan pekerja menjadi pekerja tidak tetap, kondisi seperti ini
tentunya menyebabkan sulitnya pekerja-pekerja ini memperoleh pendapatan
dalam jumlah tetap.
Pada tingkatan yang lebih tinggi, usaha pengolahan ikan seperti
pemindangan ikan yang berperan menciptakan lapangan kerja dan
penciptaan Pendapatan Daerah pada akhirnya juga akan menciptakan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pajak, karena beberapa dari usaha
pengolahan ikan tersebut juga sudah membayar biaya perijinan usaha.
Usaha pemindangan ikan sampai saat ini masih sebatas untuk memenuhi
kebutuhan pasar domestik, sehingga belum dapat memberikan devisa bagi
negara.
2. Manfaat Sosial
kan mengandung protein sekitar 18%-30%. Ikan merupakan salah satu
sumber makanan yang dibutuhkan manusia. Dengan demikian, manfaat
penting usaha pemindangan ikan adalah pemenuhan kebutuhan konsumsi
masyarakat terhadap ikan. Ikan banyak mengandung unsur organik dan
nonorganik yang sangat berguna bagi manusia. Komposisi unsur-unsur
tersebut bervariasi menurut (a) jenis ikan; (b) umur, (c) jenis kelamin, (d)
musim, (e) lingkungan hidup, terutama jumlah dan keadaan makanannya
dan faktor-faktor lain.
b. Dampak Lingkungan
Pengolahan ikan umumnya menghasilkan limbah, termasuk pemindangan
ikan. Pemindangan ikan yang banyak menggunakan garam dan air sebagai
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
44
bahan tambahannya juga akan menghasilkan limbah bagi lingkungan
sekitarnya. Sifat ikan yang mudah membusuk dapat menimbulkan berbagai
masalah lingkungan.
Dampak lingkungan dari pengolahan ikan ini bisa ditemui di perkampungan
nelayan yang ada di Indonesia. Dari hasil survei lapangan pada penelitian ini,
sebagian besar perkampungan nelayan yang sekaligus juga merupakan
lokasi pemindangan ikan mengalami pencemaran udara karena adanya bau
busuk dari ikan. Meskipun lokasi pengolahan ikan sudah dipisahkan dari
lokasi perkampungan, pencemaran udara juga masih dapat dirasakan. Oleh
karena itu, perlu upaya adanya sistem pengolahan limbah yang lebih baik
dan sosialisasi tentang pentingnya hidup bersih dan sehat di perkampungan
nelayan.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
45
7. Penutup
a. Kesimpulan
1. Usaha pemindangan ikan memiliki peluang dan potensi pengembangan
di masa mendatang mengingat sumber perikanan laut maupun darat
di Indonesia masih sangat luas.
2. Proses pemindangan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan
teknologi yang sederhana, bahan baku ikan yang akan dipindang
terlebih dahulu dicuci hingga bersih. Ikan yang sudah dicuci tersebut
kemudian disusun dalam reyeng (reyeng-reyeng tersebut kemudian
diikat menjadi 1 bendel. Setelah itu ikan direbus agar kadar air dalam
ikan berkurang dan dengan ditambahkan garam maka akan
menambah rasa serta ikan menjadi lebih awet. Setelah direbus, ikan
selanjutnya disiram dengan air dan dilakukan penirisan serta diakhiri
dengan pendistribusian ikan yang sudah dipindang tersebut.
3. Usaha pengolahan ikan dengan cara memindang ikan layak
dilaksanakan, karena usaha ini memberikan keuntungan, meskipun
rentan terhadap perubahan komponen biaya bahan baku.
4. Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama,
usaha pemindangan ikan mampu menghasilkan keuntungan sebesar
Rp 242.399.877,- dengan profit margin sebesar 6,60% setiap tahun.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa BEP rata-rata berdasarkan nilai
penjualan per tahun sebesar Rp 995.578.025,- dan BEP rata-rata
produksi per tahun sebesar 81.271 kg.
5. Hasil analisis kelayakan keuangan dengan menggunakan indikator
NPV, IRR, dan
Net B/C Ratio menunjukkan bahwa usaha
pemindangan ikan ini diterima atau layak untuk dilaksanakan karena
nilai NPV > 0 yaitu sebesar Rp. 377.460.476,- ; IRR sebesar 61,73%
lebih besar dari return yang diharapkan yaitu suku bunga kredit 20%
dan Net B/C Ratio sebesar 2,03 lebih besar dari 1.
6. Dari hasil analisis sensitivitas, bila pendapatan turun 3%, dengan
asumsi yang lain ceteris paribus, usaha pemindangan ikan masih
dinyatakan layak. Namun bila pendapatan turun hingga 4% atau lebih
dengan asumsi yang lain ceteris paribus, maka usaha pemindangan
ikan sudah tidak layak dilakukan.
7. Selanjutnya dari hasil analisis sensitivitas untuk kenaikan biaya hingga
3% dengan asumsi yang lain ceteris paribus, usaha pemindangan ikan
masih dinyatakan layak. Tetapi bila biaya operasional naik hingga 4%
dengan asumsi yang lain ceteris paribus, maka usaha pemindangan
ikan sudah tidak tidak layak.
8. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas terhadap adanya penurunan
pendapatan dan kenaikan biaya operasional, maka bila Pendapatan
Turun 1% dan Biaya Operasional Naik 1%, maka usaha pemindangan
ikan masih dinyatakan layak dilaksanakan. Tetapi bila Pendapatan
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
46
Turun 2% dan Biaya Operasional Naik 2,%, maka usaha pemindangan
ikan dinyatakan tidak layak
b. Saran
1. Tingginya pengaruh musim terhadap hasil tangkapan ikan perlu
menjadi pertimbangan bagi pengusaha pemindangan ikan di masa
mendatang. Selain itu, penurunan hasil tangkapan ikan dewasa ini
telah mempengaruhi volume produksi. Penurunan hasil tangkap ini
banyak dipengaruhi oleh pola tangkap yang diterapkan nelayan;
metode dan alat tangkap yang tidak mendukung kelestarian dan
ketersediaan ikan pindang di laut serta maraknya pencurian ikan di
wilayah perairan Indonesia. Dengan demikian, pihak-pihak yang
terkait, antara lain pemerintah, pengusaha dan nelayan perlu mencari
metoda yang lebih optimal untuk penangkapan ikan yang akan
dipindang. Selain itu, kemampuan untuk menjaga kekayaan dan
sumber daya perikanan Indonesia juga perlu lebih ditingkatkan.
2. Dari sisi perbankan, usaha pemindangan ikan ini layak untuk dibiayai,
namun perbankan dalam menyalurkan kredit investasi dan modal
kerja perlu lebih memperhatikan aspek dan kemampuan pengusaha
dalam mempertahankan kontinuitas produksi.
Bank Indonesia – Usaha Pemindangan Ikan
47
Download