4 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Perilaku Dari segi biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia berperilaku karena mempunyai aktivitas masing-masing.Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain, berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bermain dan sebagainya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Pada dasarnya tingkah laku adalah respon atau stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Skinner (dalam Suryabrata, 2006:271-274) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa “ Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) “. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori “S – O - R”atau Stimulus – Organisme – Respon. 4 5 Mekanisme pembentukan perilaku menurut Skiner (dalam Suryabrata 2006: 271) terbagi atas 2 aliran, yaitu: 1. Aliran Behaviorisme: a. S > R atau S > O > R S = Stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O=organisme (individu/manusia).Karena stimulus datang dari lingkungan. b. W>S>O>R>W (W = world) di sini dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu :Lingkungan objektif (umgebung=segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan S) dan Lingkungan efektif (umwelt=segala sesuatu yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponsnya). 2. Aliran Holistik atau Humanis Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what(apa), how(bagaimana), dan why (mengapa). What(apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber 6 dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik) Gambar Proses Terbentuknya Perilaku oleh Skiner (dalam Suryabrata 2006 : 113) STIMULUS ORGANISME RESPONS Stimulus (rangsangan) berupa lingkungan, manusia, benda dan hal lain yang bisa memotivasi organisme tersebut. Pada gambar di atas, stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima maka proses berhenti disini. Tetapi bila stimulus tersebut diterima oleh organisme berarti stimulus tersebut efektif dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). Akhirnya dengan adanya dukungan dan dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu berupa respon. Respon inilah yang disebut dengan perilaku individu. Skiner kemudian membedakan adanya dua jenis respon yaitu: (1) Respondent respon (reflexive response), yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu yang dapat menimbulkan respon – respon yang relatif tetap misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, begitu juga respon yang mencakup perilaku emosional (2). Operant respon (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian 7 diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu yang dapat memperkuat respon misalnya pemberian penghargaan atau token terhadap anak pembangkang yang mau menuruti perintah guru misalnya tidak mengganggu teman disaat belajar sehingga, dengan reinforcement tersebut dia akan berperilaku lebih baik lagi. Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentukrespon akan berbeda dari setiap orang. Ini dipengaruhi oleh dua variabel seperti yang dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich (dalam Liliweri, 1997:155) 1. Variabel (Karakteristik) Individu, terdiri dari beberapa faktor, Yaitu: a. Faktor Fisiologis yaitu kemampuan dan keterampilan phisik yang dimiliki manusia, seperti kemampuan fisik dan kemampuan mental. b. Faktor Psikologis yaitu tanggapan psikologis individu yang bersangkutan, seperti: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, pengalaman, motivasi. c. Faktor Demografi, terdiri dari: umur, jenis kelamin, dan etnis. 2. Variabel Lingkungan, terdiri dari beberapa faktor yaitu: Terdiri dari keluarga, masyarakat (sosial) dan budaya, dan pendidikan atau sekolah. 8 2.2 Perkembangan Anak 2.2.1 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar Setiap anak dilahirkan ke dunia dengan membawa hereditas atau faktor pembawaan/ turunan yang bersifat alamiah. Hereditas merupakan aspek bawaan yang memiliki potensi untuk berkembang, Seberapa jauh perkembangan anak dapat terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, Bergantung pada kualitas hereditas dan lingkungan yang mempengaruhinya. Lingkungan merupakan faktor penting disamping hereditas yang menentukan perkembangan anak. Perkembangan dapat berhasil dengan baik, jika faktor-faktor tersebut saling melengkapi. Untuk mencapai perkembangan anak yang baik harus ada asuhan terarah asuhan terhadap proses perkembangan dengan melalui proses belajar sering disebut pendidikan. Pendidikan bertanggung jawab dalam memberikan asuhan terhadap proses perkembangan anak. Bimbingan dan konseling sebagai komponen pendidikan merupakan pemberian layanan bantuan kepada individu dalam upaya pengembangan potensi diri dan tugas-tugas perkembangan.Yusuf &Nurihsan (2011: 196) menyatakan bahwa “Tugas- tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan anak. Apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam rentang kehidupan anak. Apabila gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri anak yang bersangkutan, menimbulkan penolakanpenolakan masyarakat dan kesulitan dalam menuntaskan perkembangan selanjutnya “. Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang seyogianya dimiliki anak sesuai dengan usia atau fase 9 perkembangannya. Hurlock (dalam Yusuf & Nurihsan 2011: 196) Mengemukakan bahwa “tugas-tugas perkembangan merupakan harapan-harapan sosial masyarakat”. Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah dasar atau usia 7-12 Tahun atau masa kanak-kanak akhir yaitu : 1)Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan. 2) Belajar membentuk sikap positif, yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai mahluk biologis atau dapat merawat kebersihan dan kesehatan diri. 3)Belajar bergaul dengan teman sebaya. 4) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. 5) Belajar keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung. 6)Belajar mengembangkan konsep agama, ilmu pengetahuan, adatistiadat sehari-hari. 7) Belajar mengembangkan kata hati atau pemahaman baik- buruk, benar- salah. 8) Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi atau bersikap mandiri. 9) Belajar mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan sosial dan mulai mengenal dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. 2.2.2 Perkembangan Perilaku Anak Perilaku anak terdiri dari berbagai macam bentuk, tergantung dari aspek mana dilihatnya, seperti perilaku termotivasi, perilaku tidak termotivasi, perilaku reflek, perilaku otomatis, perilaku yang dipelajari, perilaku instingtif, dan sebagainya. Secara psikologi, bentuk-bentuk perilaku individu yaitu berupa:1) Perilaku sadar (yaitu perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan syaraf). Perilaku sadar ini hanya sekitar 40% yang dialami oleh manusia. 2) Perilaku tidak sadar (perilaku yang sopan atau instingtif). Perilaku ini terjadi di ambang sadar 10 atau alam tidak sadar. Perilaku tidak sadar ini biasanya untuk menyimpan semua harapan, keinginan, dan ketakutan manusia 3) Perilaku tampak dan tidak tampak. 4) Perilaku sederhana dan kompleks; 5) Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor. Selain itu terdapat pula bentuk-bentuk perilaku dilihat dari jenis responnya, yaitu: 1) Perilaku pasif (respons internal)Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata. Contoh : berpikir, berfantasi, berangan-angan. 2) Perilaku aktif (respons eksternal)Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati langsung, berupa tindakan nyata. Contoh: membantah guru,orang tua,mengganggu teman, bermain, belajar dan sebagainya. 2.2.3 Perilaku sosial Anak Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerja sama. Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang caracara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman anak bergaul denagn orang-orang 11 dilingkungannya, baik orang tua, saudara,teman sebaya maupun orang dewasa lainnya Yusuf (dalam Nurihsan & Agustin, 2011:36) Pada proses selanjutnya perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat serta mendorong memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan normanorma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua itu lazim disebut sosialisasi. Sueann Robinson Amron ( dalam Nurihsan& Agustin, 2011:36) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.Sosialisasi dari orang tua ini sangatlah penting bagi anak, Karena anak usia sekolah dasar masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri kearah kematangan. Melalui pergaulan atau hubunngan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai membentuk tingkah laku sosial. Perkembangan perilaku sosial anak ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Dari sini anak sudah mulai menyadari bahwa diluar dirinya ada orang lain, Maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya dia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar menjadi mahluk sosial ini disebut sosialisasi. Loree (dalam Nurihsan & Agustin, 2011: 37) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi 12 itu merupakan suatu proses dimana individu terutama anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul dan bertingkah laku seperti orang lain, Bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya. Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, Anak memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Yusuf (dalam Nurihsan & Agustin, 2011:38) mengidentifikasi bahwa perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosial kurang kondusif, Maka anak cenderung menampilkan perilaku maladjustment seperti membangkang. 2.3 Pengertian Anak Pembangkang Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan membangkang artinya tidak mau menurut atau menentang. Istilah yang sama dengan pembangkang adalah pemberontak.gejalanya dapat dilihat dari perilakunya ingin menguasai,seperti keras kepala atau berkemauan keras, dan tidak patuh.(Dewi 2005 : 133)mengatakan bahwa, “Anak pembangkang memilikikemauan yang tinggi untuk menguasai lingkungannya termasuk teman-temannya”. Ia ingin menguasai tata cara, alat permainan dan siapa yang boleh ikut bermain anak ini juga mengendalikan jalannya permainan jika permainan tidak sesuai dengan kemauannya akan mengganggu dan menyakiti temannya yang sedang bermain. Anak pembangkang menunjukkan perilaku keras kepala, memaksakan kehendak pada orang lain baik teman orang tua, dan guru. Anak ini akan memberi jawaban 13 dan alasan tentang perilakunya meskipun perilakunya salah dan melakukan pembelaan diri. Oleh karena itu anak ini kelihatan tidak patuh dan tidak mau menurut dengan aturan yang sudah ditetapkan bahkan sebaliknya ia melakukan sesuatu yang dilarang sehingga yang bersangkutan tidak diterima dimanapun dia berada. 2.4 Ciri-Ciri Anak Pembangkang Anak pembangkang menunjukkan ciri-ciri perilaku sebagai berikut : (a) perlawanan pasif, maksudnya anak selalu melakukan perlawanan dalam bentuk pasif seperti, menunda sesuatu yang diperintahkan kepadanya, anak mencibir, cemberut, diam dan menghindar. (b) membangkang terang-terangan maksudnya melakukan tindakan agresif secara verbal atau melontarkan makian. (c) melakukan tindakan yang merupakan kebalikan dari yang diharapkan darinya. Menurut Ray Levy, dkk (dalam Dewi 2005 : 134) mengemukakan ada 4 (empat) ciri anak pembangkang , yaitu : (1) senang mengusai, (2) memanfaatkan keadaan, (3) tak melihat keterlibatandirinya dalam suatu persoalan, (4) selalu berpikir negatif terhadap sesuatu. Anak pembangkang sering memanfaatkan situasi atau keadaaan sekitar persoalan untuk membela dirinya. Untuk dapat mempertahankan diri anak ini biasanya sangat cepat menangkap respon orang lain, keadaan sekitar kejadian untuk dijadikan alasan pembelaan diri. Informasi ini dimanfatkan untuk kepentingan sendiri dalam usaha pembelaan diri ditengah-tengah persoalan cara seperti ini dilakukan oleh anak dalam keluarga atau dilingkungan bermain. Anak pembangkang tidak melihat keterlibatan dirinya dalam suatu persoalan sebaliknya 14 mereka menganggap dirinya dalam persoalan itu sebagai korban dan berusaha meyakinkan kepada orang lain bahwa dia tidak bersalah. Anak pembangkang lebih cepat melihat sesuatu tindakan atau perilaku dari sisi negatif juga suka membangkitkan kemarahan dan konflik diantara teman, saudara, orang tua dan guru. Namun walaupun dicaci maki oleh temannya dia tetap dapat berbantahan dengan tenang dan tertawa dan mudah melupakan kemarahan orang tua bahkan guru. 2.5 Faktor-faktor Penyebab Anak Membangkang Ada 2 (dua) faktor yang harus diperhatikan yang menyebabkan anak membangkang yaitu faktor internal dan eksternal. a. Faktor Internal Faktor-faktor internal meliputi fisik dan psikis. Yang termasuk faktor fisik diantaranya yaitu : konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar dan sistem otot, kesehatan, penyakit dan apabila anak mengalami kelelahan, lapar. Sedangkan kondisi psikis yaitu, Perkembangan sosial, moral dan emosional tidak matang anak sering mengalami frustasi dan konflik. b. Faktor Eksternal Faktor ini meliputi kondisi lingkungan. Menurut ( Yusuf&Nurihsan 2011: 175) menyatakan bahwa, “Lingkungan adalah segala hal yang mempengaruhi individu, Sehingga individu itu terlibat / terpengaruh karenanya. Semenjak masa konsepsi dan masa-masa selanjutnya, perkembangan anak dipengaruhi oleh mutu makanan yang diterimanya, temperatur udara disekitarnya, suasana dalam 15 keluarga, sikap-sikap orang sekitar, hubungan dengan sekitarnya, suasana pendidikan”. Dengan kata lain individu akan menerima pengaruh dari lingkungan, memberi respon kepada lingkungan, mencontoh atau belajar tentang berbagai hal dari lingkunganbaik keluarga, sekolah dan masyarakat hal ini akan di uraikan sebagai berikut : a. Kondisi lingkungan Orang Tua Seiring dengan perjalanan hidupnya yang diwarnai oleh faktor eksternal ( perubahan sosial budaya) maka, masing-masing keluarga mengalami perubahan yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan fungsinya ( fungsional-normal), Namun ada juga keluarga yang mengalamikeretakan atau ketidak harmonisan ( disfungsional-tidak normal). Alexander A. Schneiders 1960:405 (dalam Yusuf &Nurihsan 2011:179) mengemukakan bahwa, keluarga yang ideal ditandai oleh ciri-ciri : a) minimnya perselisihan antar orangtua atau orangtua-anak. b) Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan c) Penuh kasih sayang d) Ada kesempatan untuk berpikir, merasa dan berperilaku e) Saling menghormati, menghargai diantara orangtua dan anak f) Musyawarah keluarga dalam memecahkan masalah atau kesulitan g) menjalin kebersamaan atau kerjasama antara orangtua dan anak h) Orangtua memiliki emosi yang stabil. i) Berkecukupan dalam bidang ekonomi dan mengamalkan nilai-nilai agama. Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi seperti diatas, maka kelurga tersebut telah mengalami stagnasi atau disfungsi yang pada gilirannyaakan merusak stabilitas keluarga tersebut khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak. Misalnya, Orang tua dalam keadaan tertekan 16 atau bermasalah misalnya, perceraian atau ada masalah perkawinan. Krisis di rumah tangga ini dapat menjadi sumber anak menjadi pembangkang. Anak mendapatkan pengalaman kehidupan dirumah yang terus penuh dengan pertengkaran, ketegangan sehingga anak terabaikan.Lemahnya aturan yang dibuat oleh orang tua. Hari ini tindakan pelanggaran yang dilakukan anak tegas dinyatakan tidak boleh, tetapi esok hari tindakan yang sama diperbolehkan. Cara demikian menyebabkan anak tidak mendapat kejelasan tentang perilaku yang benar dan yang salah, disiplin yang terlalu keras dan kaku. Orang tua cenderung melakukan usaha yang otoriter tanpa pertimbangkan keadaan anak. Jika anak melanggar aturan oleh orang tua langsung dihukum, walaupun sebenarnya pelanggaran yang terjadi akibat dari kepatuhan anak tentang perintah guru di sekolah, Kritik yang berlebihan dari orang tua tentang hasil kerja anak juga membuat anak menjadi pembangkang, Disiplin yang tidak konsisten. Faktor keluarga inilah yang sangat berpengaruh terutama mengakibatkan anak berperilaku membangkang karena kondisi lingkungan keluarga yang tidak kondusif. b. Kondisi Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moralspritual, intelektual, emosional maupun sosial. Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak. Hurlock (dalam Yusuf & Nurihsan 2011:180) mengemukakan bahwa “sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan 17 kepribadian anak (siswa) baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara berperilaku”. Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga, dan guru subtitusi orang tua. Ada beberapa alasan,mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, Yaitu :(a) Para siswa harus hadir di sekolah, (b) Sekolah memberikan pengaruh kepada anak sejak dini, seiring dengan masa perkembangan konsep dirinya, (c) Anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada ditempat lain di luar rumah, (d) Sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan (e) Sekolah memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan dirinya secara realistik. Hal yang paling penting di sekolah adalah faktor guru yang menjadi pengajar bagi anak. Bahkan perilaku membangkang dapat diakibatkan oleh Guru yang cenderung menghasilkan atau memperburuk anak pembangkang misalnya,: (1) Guru yang suka memaksakan kehendak yaitu, dan tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan anaknya. (2) Guru yang acuh, yaitu guru menganggap bahwa perilaku membangkang adalah hal yang wajar nantinya akan berubah dengan sendirinya. (3) guru yang pencemas yaitu, Guru yang ragu-ragu mengatasi perilaku negatif anak. Pengaruh-pengaruh lain juga yang menimbulkan sikap pembangkang adalah jadwal kegiatan yang terlalu padat, perpindahan gaya dan pendekatan guru misalnya guru yang lama ramah berganti dengan guru yang kurang ramah, guru 18 yang ketat mengorganisir waktu biasanya selalu mendesak kegiatan anak agar cepat selesai hal ini membuat anak pembangkang justru tidak melakukan apapun. c. Kondisi Lingkungan Masyarakat Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala pembangkangbersumber dari keadaan masyarakat disekitar lingkungan tempat tinggal. Misalnya anak sering melihat perilaku orang dewasa disekitar tempat tinggal yang suka membangkang atau bisa jadi mengikuti perilaku teman sebaya misalnya anak dari tetangga yang suka memperlihatkan perilaku membangkang. Teman sebaya mempunyai peranan penting terhadap tingkah laku anak. Karena bagi anak teman sebaya sering ditempatkan dalam posisi prioritas dibandingkan orangtua ataupun guru. Jadi, dapat ditarik kesimpulan melalui penjelasan diatas bahwa, Perilaku membangkang bukan bawaan dari lahir atau merupakan suatu keturunan, tetapi sesuatu yang dipelajari dari orang-orang disekitarnya. Anak belajar dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.