BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Pengertian Perilaku Dari segi biologis

advertisement
4
BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1
Pengertian Perilaku
Dari segi biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia berperilaku karena mempunyai aktivitas masing-masing.Sehingga yang
dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas
dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain,
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bermain dan sebagainya. Perilaku baru
terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang
disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi
atau perilaku tertentu. Sehingga
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa,
Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan
respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Pada dasarnya tingkah laku adalah respon atau stimulus yang datang.
Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan
Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental
sama sekali. Skinner (dalam Suryabrata, 2006:271-274) seorang ahli psikologi
merumuskan bahwa “ Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar) “. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon,
maka teori skiner disebut teori “S – O - R”atau Stimulus – Organisme – Respon.
4
5
Mekanisme
pembentukan
perilaku
menurut
Skiner
(dalam
Suryabrata
2006: 271) terbagi atas 2 aliran, yaitu:
1.
Aliran Behaviorisme:
a.
S > R atau S > O > R
S = Stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku, aktivitas) dan
O=organisme (individu/manusia).Karena stimulus datang dari lingkungan.
b.
W>S>O>R>W
(W = world) di sini dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu :Lingkungan
objektif (umgebung=segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan secara
potensial dapat melahirkan S) dan Lingkungan efektif (umwelt=segala sesuatu
yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga
menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponsnya).
2.
Aliran Holistik atau Humanis
Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang
berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu
merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada
stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan
mekanisme perilaku individu dalam konteks what(apa), how(bagaimana), dan why
(mengapa). What(apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa
yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada
jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni
perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi
yang menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber
6
dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsik) maupun yang bersumber dari
luar individu (motivasi ekstrinsik)
Gambar Proses Terbentuknya Perilaku oleh Skiner (dalam Suryabrata
2006 : 113)
STIMULUS
ORGANISME
RESPONS
Stimulus (rangsangan) berupa lingkungan, manusia, benda dan hal lain
yang bisa memotivasi organisme tersebut. Pada gambar di atas, stimulus yang
diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut
tidak diterima maka proses berhenti disini. Tetapi bila stimulus tersebut diterima
oleh organisme berarti stimulus tersebut efektif dan dilanjutkan kepada proses
berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
Akhirnya dengan adanya dukungan dan dorongan dari lingkungan maka stimulus
tersebut mempunyai efek tindakan dari individu berupa respon. Respon inilah
yang disebut dengan perilaku individu. Skiner kemudian membedakan adanya dua
jenis respon yaitu: (1) Respondent respon (reflexive response), yaitu respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu yang dapat
menimbulkan respon – respon yang relatif tetap misalnya makanan yang lezat
menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup,
begitu juga respon yang mencakup perilaku emosional (2). Operant respon
(instrumental response), yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian
7
diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu yang dapat memperkuat respon
misalnya pemberian penghargaan atau token terhadap anak pembangkang yang
mau menuruti perintah guru misalnya tidak mengganggu teman disaat belajar
sehingga, dengan reinforcement tersebut dia akan berperilaku lebih baik lagi.
Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentukrespon
akan berbeda dari setiap orang. Ini dipengaruhi oleh dua variabel seperti yang
dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich (dalam Liliweri, 1997:155)
1.
Variabel (Karakteristik) Individu, terdiri dari beberapa faktor, Yaitu:
a. Faktor Fisiologis yaitu kemampuan dan keterampilan phisik yang
dimiliki manusia, seperti kemampuan fisik dan kemampuan mental.
b. Faktor
Psikologis
yaitu
tanggapan
psikologis individu yang
bersangkutan, seperti: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, pengalaman,
motivasi.
c. Faktor Demografi, terdiri dari: umur, jenis kelamin, dan etnis.
2.
Variabel Lingkungan, terdiri dari beberapa faktor yaitu:
Terdiri dari keluarga, masyarakat (sosial) dan budaya, dan pendidikan atau
sekolah.
8
2.2
Perkembangan Anak
2.2.1 Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Setiap anak dilahirkan ke dunia dengan membawa hereditas atau faktor
pembawaan/ turunan yang bersifat alamiah. Hereditas merupakan aspek bawaan
yang memiliki potensi untuk berkembang, Seberapa jauh perkembangan anak
dapat terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, Bergantung pada kualitas
hereditas dan lingkungan yang mempengaruhinya. Lingkungan merupakan faktor
penting
disamping
hereditas
yang
menentukan
perkembangan
anak.
Perkembangan dapat berhasil dengan baik, jika faktor-faktor tersebut saling
melengkapi. Untuk mencapai perkembangan anak yang baik harus ada asuhan
terarah asuhan terhadap proses perkembangan dengan melalui proses belajar
sering disebut pendidikan. Pendidikan bertanggung jawab dalam memberikan
asuhan terhadap proses perkembangan anak. Bimbingan dan konseling sebagai
komponen pendidikan merupakan pemberian layanan bantuan kepada individu
dalam upaya pengembangan potensi diri dan tugas-tugas perkembangan.Yusuf
&Nurihsan (2011: 196) menyatakan bahwa “Tugas- tugas perkembangan
merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang
kehidupan anak. Apabila berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan
kesuksesan dalam rentang kehidupan anak. Apabila gagal akan menyebabkan
ketidakbahagiaan pada diri anak yang bersangkutan, menimbulkan penolakanpenolakan masyarakat dan kesulitan dalam menuntaskan perkembangan
selanjutnya “. Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku
atau keterampilan yang seyogianya dimiliki anak sesuai dengan usia atau fase
9
perkembangannya. Hurlock (dalam Yusuf & Nurihsan 2011: 196) Mengemukakan
bahwa
“tugas-tugas
perkembangan
merupakan
harapan-harapan
sosial
masyarakat”. Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah dasar atau usia 7-12
Tahun atau masa kanak-kanak akhir yaitu : 1)Belajar memperoleh keterampilan
fisik untuk melakukan permainan. 2) Belajar membentuk sikap positif, yang sehat
terhadap dirinya sendiri sebagai mahluk biologis atau dapat merawat kebersihan
dan kesehatan diri. 3)Belajar bergaul dengan teman sebaya. 4) Belajar memainkan
peranan sesuai dengan jenis kelaminnya. 5) Belajar keterampilan dasar membaca,
menulis dan berhitung. 6)Belajar mengembangkan konsep agama, ilmu
pengetahuan, adatistiadat sehari-hari. 7) Belajar mengembangkan kata hati atau
pemahaman baik- buruk, benar- salah. 8) Belajar memperoleh kebebasan yang
bersifat pribadi atau bersikap mandiri. 9) Belajar mengembangkan sikap positif
terhadap kehidupan sosial dan mulai mengenal dan mengamalkan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.2 Perkembangan Perilaku Anak
Perilaku anak terdiri dari berbagai macam bentuk, tergantung dari aspek
mana dilihatnya, seperti perilaku termotivasi, perilaku tidak termotivasi, perilaku
reflek, perilaku otomatis, perilaku yang dipelajari, perilaku instingtif, dan
sebagainya. Secara psikologi, bentuk-bentuk perilaku individu yaitu berupa:1)
Perilaku sadar (yaitu perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan syaraf).
Perilaku sadar ini hanya sekitar 40% yang dialami oleh manusia. 2) Perilaku tidak
sadar (perilaku yang sopan atau instingtif). Perilaku ini terjadi di ambang sadar
10
atau alam tidak sadar. Perilaku tidak sadar ini biasanya untuk menyimpan semua
harapan, keinginan, dan ketakutan manusia 3) Perilaku tampak dan tidak tampak.
4) Perilaku sederhana dan kompleks; 5) Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan
psikomotor.
Selain itu terdapat pula bentuk-bentuk perilaku dilihat dari jenis responnya,
yaitu: 1) Perilaku pasif (respons internal)Perilaku yang sifatnya masih tertutup,
terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini
sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata.
Contoh : berpikir, berfantasi,
berangan-angan. 2) Perilaku aktif (respons eksternal)Perilaku yang sifatnya
terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati langsung, berupa
tindakan nyata.
Contoh: membantah guru,orang tua,mengganggu teman,
bermain, belajar dan sebagainya.
2.2.3 Perilaku sosial Anak
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat
juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi
suatu kesatuan, saling berkomunikasi dan bekerja sama. Anak dilahirkan belum
bersifat sosial. Dalam arti dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan
orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang caracara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui
berbagai kesempatan atau pengalaman anak bergaul denagn orang-orang
11
dilingkungannya, baik orang tua, saudara,teman sebaya maupun orang dewasa
lainnya Yusuf (dalam Nurihsan & Agustin, 2011:36)
Pada proses selanjutnya perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh
perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai
aspek kehidupan sosial atau norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat serta
mendorong memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan normanorma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua itu lazim
disebut sosialisasi. Sueann Robinson Amron ( dalam Nurihsan& Agustin,
2011:36) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing
anak kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.Sosialisasi dari orang tua ini
sangatlah penting bagi anak, Karena anak usia sekolah dasar masih terlalu muda
dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri
kearah kematangan. Melalui pergaulan atau hubunngan sosial, baik dengan
orangtua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya,
anak mulai membentuk tingkah laku sosial. Perkembangan perilaku sosial anak
ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya
keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa
tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Dari sini anak sudah mulai
menyadari bahwa diluar dirinya ada orang lain, Maka mulailah pula menyadari
bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya dia perbuat seperti yang diharapkan
orang lain. Proses belajar menjadi mahluk sosial ini disebut sosialisasi. Loree
(dalam Nurihsan & Agustin, 2011: 37) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi
12
itu merupakan suatu proses dimana individu terutama anak melatih kepekaan
dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan
tuntutan-tuntutan kehidupan (kelompoknya); belajar bergaul dan bertingkah laku
seperti orang lain, Bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, Anak memiliki karakteristik khusus
dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu.
Yusuf (dalam
Nurihsan &
Agustin, 2011:38)
mengidentifikasi
bahwa
perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila
lingkungan sosial kurang kondusif, Maka anak cenderung menampilkan perilaku
maladjustment seperti membangkang.
2.3
Pengertian Anak Pembangkang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan membangkang artinya
tidak mau menurut atau menentang. Istilah yang sama dengan pembangkang
adalah
pemberontak.gejalanya
dapat
dilihat
dari
perilakunya
ingin
menguasai,seperti keras kepala atau berkemauan keras, dan tidak patuh.(Dewi
2005 : 133)mengatakan bahwa, “Anak pembangkang memilikikemauan yang
tinggi untuk menguasai lingkungannya termasuk teman-temannya”. Ia ingin
menguasai tata cara, alat permainan dan siapa yang boleh ikut bermain anak ini
juga mengendalikan jalannya permainan jika permainan tidak sesuai dengan
kemauannya akan mengganggu dan menyakiti temannya yang sedang bermain.
Anak pembangkang menunjukkan perilaku keras kepala, memaksakan kehendak
pada orang lain baik teman orang tua, dan guru. Anak ini akan memberi jawaban
13
dan alasan tentang perilakunya meskipun perilakunya salah dan melakukan
pembelaan diri. Oleh karena itu anak ini kelihatan tidak patuh dan tidak mau
menurut dengan aturan yang sudah ditetapkan bahkan sebaliknya ia melakukan
sesuatu yang dilarang sehingga yang bersangkutan tidak diterima dimanapun dia
berada.
2.4
Ciri-Ciri Anak Pembangkang
Anak pembangkang menunjukkan ciri-ciri perilaku sebagai berikut : (a)
perlawanan pasif, maksudnya anak selalu melakukan perlawanan dalam bentuk
pasif seperti, menunda sesuatu yang diperintahkan kepadanya, anak mencibir,
cemberut, diam dan menghindar. (b) membangkang terang-terangan maksudnya
melakukan tindakan agresif secara verbal atau melontarkan makian. (c)
melakukan tindakan yang merupakan kebalikan dari yang diharapkan darinya.
Menurut Ray Levy, dkk (dalam Dewi 2005 : 134) mengemukakan ada 4 (empat)
ciri anak pembangkang , yaitu : (1) senang mengusai, (2) memanfaatkan keadaan,
(3) tak melihat keterlibatandirinya dalam suatu persoalan, (4) selalu berpikir
negatif terhadap sesuatu. Anak pembangkang sering memanfaatkan situasi atau
keadaaan sekitar persoalan untuk membela dirinya. Untuk dapat mempertahankan
diri anak ini biasanya sangat cepat menangkap respon orang lain, keadaan sekitar
kejadian untuk dijadikan alasan pembelaan diri. Informasi ini dimanfatkan untuk
kepentingan sendiri dalam usaha pembelaan diri ditengah-tengah persoalan cara
seperti ini dilakukan oleh anak dalam keluarga atau dilingkungan bermain. Anak
pembangkang tidak melihat keterlibatan dirinya dalam suatu persoalan sebaliknya
14
mereka menganggap dirinya dalam persoalan itu sebagai korban dan berusaha
meyakinkan kepada orang lain bahwa dia tidak bersalah. Anak pembangkang
lebih cepat melihat sesuatu tindakan atau perilaku dari sisi negatif juga suka
membangkitkan kemarahan dan konflik diantara teman, saudara, orang tua dan
guru. Namun walaupun dicaci maki oleh temannya dia tetap dapat berbantahan
dengan tenang dan tertawa dan mudah melupakan kemarahan orang tua bahkan
guru.
2.5
Faktor-faktor Penyebab Anak Membangkang
Ada 2 (dua) faktor yang harus diperhatikan yang menyebabkan anak
membangkang yaitu faktor internal dan eksternal.
a.
Faktor Internal
Faktor-faktor internal meliputi fisik dan psikis. Yang termasuk faktor fisik
diantaranya yaitu : konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar dan sistem otot,
kesehatan, penyakit dan apabila anak mengalami kelelahan, lapar. Sedangkan
kondisi psikis yaitu, Perkembangan sosial, moral dan emosional tidak matang
anak sering mengalami frustasi dan konflik.
b.
Faktor Eksternal
Faktor ini meliputi kondisi lingkungan. Menurut ( Yusuf&Nurihsan 2011:
175) menyatakan bahwa, “Lingkungan adalah segala hal yang mempengaruhi
individu, Sehingga individu itu terlibat / terpengaruh karenanya. Semenjak masa
konsepsi dan masa-masa selanjutnya, perkembangan anak dipengaruhi oleh mutu
makanan yang diterimanya, temperatur udara disekitarnya, suasana dalam
15
keluarga, sikap-sikap orang sekitar, hubungan dengan sekitarnya, suasana
pendidikan”. Dengan kata lain individu akan menerima pengaruh dari lingkungan,
memberi respon kepada lingkungan, mencontoh atau belajar tentang berbagai hal
dari lingkunganbaik keluarga, sekolah dan masyarakat hal ini akan di uraikan
sebagai berikut :
a.
Kondisi lingkungan Orang Tua
Seiring dengan perjalanan hidupnya yang diwarnai oleh faktor eksternal
( perubahan sosial budaya) maka, masing-masing keluarga mengalami perubahan
yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh dalam menerapkan fungsinya
( fungsional-normal), Namun ada juga keluarga yang mengalamikeretakan atau
ketidak harmonisan ( disfungsional-tidak normal). Alexander A. Schneiders
1960:405 (dalam Yusuf &Nurihsan 2011:179) mengemukakan bahwa, keluarga
yang ideal ditandai oleh ciri-ciri : a) minimnya perselisihan antar orangtua atau
orangtua-anak. b) Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan c) Penuh kasih
sayang d) Ada kesempatan untuk berpikir, merasa dan berperilaku e) Saling
menghormati, menghargai diantara orangtua dan anak f) Musyawarah keluarga
dalam memecahkan masalah atau kesulitan g) menjalin kebersamaan atau
kerjasama antara orangtua dan anak h) Orangtua memiliki emosi yang stabil. i)
Berkecukupan dalam bidang ekonomi dan mengamalkan nilai-nilai agama.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi seperti
diatas, maka kelurga tersebut telah mengalami stagnasi atau disfungsi yang pada
gilirannyaakan merusak stabilitas keluarga tersebut khususnya terhadap
perkembangan kepribadian anak. Misalnya, Orang tua dalam keadaan tertekan
16
atau bermasalah misalnya, perceraian atau ada masalah perkawinan. Krisis di
rumah tangga ini dapat menjadi sumber anak menjadi pembangkang. Anak
mendapatkan pengalaman kehidupan dirumah yang terus penuh dengan
pertengkaran, ketegangan sehingga anak terabaikan.Lemahnya aturan yang dibuat
oleh orang tua. Hari ini tindakan pelanggaran yang dilakukan anak
tegas
dinyatakan tidak boleh, tetapi esok hari tindakan yang sama diperbolehkan. Cara
demikian menyebabkan anak tidak mendapat kejelasan tentang perilaku yang
benar dan yang salah, disiplin yang terlalu keras dan kaku. Orang tua cenderung
melakukan usaha yang otoriter tanpa pertimbangkan keadaan anak. Jika anak
melanggar aturan oleh orang tua langsung dihukum, walaupun sebenarnya
pelanggaran yang terjadi akibat dari kepatuhan anak tentang perintah guru di
sekolah, Kritik yang berlebihan dari orang tua tentang hasil kerja anak juga
membuat anak menjadi pembangkang, Disiplin yang tidak konsisten. Faktor
keluarga inilah yang sangat berpengaruh terutama mengakibatkan anak
berperilaku membangkang karena kondisi lingkungan keluarga yang tidak
kondusif.
b.
Kondisi Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik
melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu siswa
agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moralspritual, intelektual, emosional maupun sosial. Mengenai peranan sekolah dalam
mengembangkan kepribadian anak. Hurlock (dalam Yusuf & Nurihsan 2011:180)
mengemukakan bahwa “sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan
17
kepribadian anak (siswa) baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara
berperilaku”. Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga, dan guru subtitusi
orang tua. Ada beberapa alasan,mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti
bagi perkembangan kepribadian anak, Yaitu :(a) Para siswa harus hadir di
sekolah, (b) Sekolah memberikan pengaruh kepada anak sejak dini, seiring
dengan masa perkembangan konsep dirinya, (c) Anak-anak banyak menghabiskan
waktunya di sekolah daripada ditempat lain di luar rumah, (d) Sekolah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan (e) Sekolah
memberi kesempatan pertama kepada anak untuk menilai dirinya dan kemampuan
dirinya secara realistik.
Hal yang paling penting di sekolah adalah faktor guru yang menjadi
pengajar bagi anak. Bahkan perilaku membangkang dapat diakibatkan oleh Guru
yang cenderung menghasilkan atau memperburuk anak pembangkang misalnya,:
(1) Guru yang suka memaksakan kehendak yaitu, dan tidak memberikan
kesempatan kepada anak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan
anaknya.
(2) Guru yang acuh, yaitu guru menganggap bahwa perilaku
membangkang adalah hal yang wajar nantinya akan berubah dengan sendirinya.
(3) guru yang pencemas yaitu, Guru yang ragu-ragu mengatasi perilaku negatif
anak.
Pengaruh-pengaruh lain juga yang menimbulkan sikap pembangkang adalah
jadwal kegiatan yang terlalu padat, perpindahan
gaya dan pendekatan guru
misalnya guru yang lama ramah berganti dengan guru yang kurang ramah, guru
18
yang ketat mengorganisir waktu biasanya selalu mendesak kegiatan anak agar
cepat selesai hal ini membuat anak pembangkang justru tidak melakukan apapun.
c.
Kondisi Lingkungan Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi
yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Kondisi studi
menunjukkan bahwa banyak gejala pembangkangbersumber dari keadaan
masyarakat disekitar lingkungan tempat tinggal. Misalnya anak sering melihat
perilaku orang dewasa disekitar tempat tinggal yang suka membangkang atau bisa
jadi mengikuti perilaku teman sebaya misalnya anak dari tetangga yang suka
memperlihatkan perilaku membangkang. Teman sebaya mempunyai peranan
penting terhadap tingkah laku anak. Karena bagi anak teman sebaya sering
ditempatkan dalam posisi prioritas dibandingkan orangtua ataupun guru.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan melalui penjelasan diatas bahwa, Perilaku
membangkang bukan bawaan dari lahir atau merupakan suatu keturunan, tetapi
sesuatu yang dipelajari dari orang-orang disekitarnya. Anak belajar dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Download