peran-orang-tua-dalam-membentuk-perilaku

advertisement
1
MS Word Export To Multiple PDF Files Software - Please purchase
license.PERAN ORANG TUA DALAM MEMBENTUK
PERILAKU KERJASAMA PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN
DI PAUD PASIR PUTIH
KECAMATAN TOLINGGULA
KABUPATEN GORONTALO UTARA
Asriyani Jailani,
Ruslin W. Badu, Irvin Novita Arifin
ABSTRAK
Penelitian ini bermaksud untuk mendiskripsikan Peran Orang Tua Dalam
Membentuk Perilaku Kerjasama Anak Usia 5-6 Tahun di PAUD Pasir Putih
Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara. Metode yang digunakan
adalah penelitian kualitatif dengan sumber data primer 5 (lima) orang tua, serta
seluruh orang anak didik dan sumber data sekunder berupa dokumen, tulisan serta
arsip-arsip yang mendukung penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya data
di analisis dengan langkah-langkah reduksi data, penyajian data dan verifikasi dan
pengumpulan keputusan.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Orang
Tua Dalam Membentuk Perilaku Kerjasama Anak Usia 5-6 Tahun di PAUD Pasir
Putih Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara belum semua orang tua
yang bisa menjalankan perannya dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil
wawancara menginformasikan bahwa secara umum belum semua orang tua bisa
menjalankan perannya dengan baik dari 5 indikator yaitu 1) membentuk kontak
sosial pada anak, 2) menanamkan keinginan berkelompok pada anak, 3)
membiasakan anak bergaul dengan teman sebayanya, 4) membimbing anak
bermain bersama, 5) membiasakan anak menolong teman dalam bermain. Dari
masing-masing indikator peneliti menemukan belum semua orang tua yang bisa
menjalankan perannya dengan baik. Hal ini di pengaruhi oleh berbagai kesibukan
orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup,tingkat pengetahuan orang tua yang
masih kurang memahami pentingnya pembentukan kerjasama pada anak sejak
usia dini, temuan lain yaitu rendahnya tingkat ekonomi orang tua, kurangnya
komitmen anggota keluarga dalam membentuk perilaku kerjasama anak sejak usia
dini. Kata kunci : Peran Orang Tua, Perilaku kerjasama
PENDAHULUAN
Masa anak-anak adalah masa yang paling rentan terhadap rangsangan dari
luar, baik rangsangan yang bersifat positif maupun negatif. Rangsangan tersebut
dapat berpengaruh di kehidupan anak selanjutnya. Pada usia satu tahun, anak
belum tahu tentang perilaku, anak akan mengetahui perilaku benar dan salahnya
dari dampak perbuatan yang dilakukannya. Untuk itu sejak usia satu tahun anak
2
sebaiknya sudah mulai diperkenalkan pada nilai-nilai atau tingkah laku yang
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini dapat dimulai dari
lingkungan keluarga, tetapi tentunya penerapan nilai-nilai perilaku kerjasama
harus disesuaikan dengan tahapan berpikir anak. Baumrind dalam Dariyo
(2004:97). Peran orang tua sangat diperlukan dalam menanamkan kebiasaan
bertingkah laku yang diharapkan dapat di munculkan oleh anak. Jadi, sebagai
orang terdekat dengan anak, orang tua dan para pengasuh hendaknya peka atau
tanggap apabila anak memberikan sinyal bahwa ia siap untuk diberi stimulasi
untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang tersembunyi agar tidak terjadi
kesalahan yang fatal. Perilaku yang menyimpang atau perilaku yang tidak mau
kerjasama dapat mempengaruhi perilaku-perilaku lainnya dan berdampak pada
konsentrasi belajar anak itu sendiri maupun anak lain, perilaku seperti itu pada
dasarnya mengganggu orang lain tanpa menghiraukan objek yang diganggu
tersebut. Baumrind dalam Dariyo (2004:97).
Orang Tua memegang peranan utama dan pertama bagi pendidikan anak,
mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak
lepas dari berbagai halangan dan tantangan, sedangkan guru disekolah merupakan
pendidik yang kedua setelah orang tua di rumah. Pada umunnya anak atau siswa
adalah merupakan insan yang masih perlu dididik atau diasuh oleh orang yang
lebih dewasa dalam hal ini adalah ayah dan ibu, jika orang tua sebagai pendidik
yang pertama dan utama ini tidak berhasil meletakkan dasar perilaku yang baik
maka akan sangat berat untuk berharap sekolah mampu membentuk anak menjadi
berbudi pekerti baik atau tidak nakal.Baumrind dalam Dariyo (2004:97)
Meski dunia pendidikan atau sekolah juga turut berperan dalam memberikan
kesempatan kepada anak untuk memiliki perilaku tidak nakal berdasarkan
pergaulan teman sebaya, pola asuh orang tua tetap merupakan pilar utama dan
pertama dalam membentuk anak untuk berakhlak baik. Orang tua mana yang tidak
mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak tidak suka bekerjasama. Tampaknya
memang itulah salah satu tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik
anak-anaknya. Baumrind dalam Dariyo (2004:97). Seorang anak yang tingkat
kerjasama rendah akan menyebabkan sesuatu hasil kegiatan tidak menyenangkan.
3
Oleh karenanya kerjasama anak harus ditingkatkan dengan baik sehingga anak
merasa puas dan terdorong semangatnya dalam bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Hurlock (dalam Sadiman, 2003: 38) bahwa "kegembiraan dan tingkat
kerja sama anak timbul bila anak merasakan sesuatu yang menimbulkan rasa
senang. Karena situasi yang lucu, menakjubkan, tak terduga, kehadiran orang lain
yang diharapkan. Prestasi yang memuaskan, suasana yang nyaman, dan
sebagainya. Rasa ini diekspresikan dengan tersenyum, tertawa, bertepuk tangan,
melompat-lompat, memeluk benda atau orang yang mendatangkan kegembiraan".
Berdasarkan pendapat tersebut disimpulkan bahwa kerja sama yang
menyenangkan memberikan peran penting dalam kehidupan anak. Oleh karenanya
para pendidik dituntut untuk menciptakan kondisi yang mampu menghadirkan
sesuatu yang terbaik. Selain pendapat tersebut maka disimpulkan bahwa kerja
sama anak dapat membantu untuk tumbuh berkembang dan dapat mengendalikan
aspek-aspek yang berkaitan dengan kesabaran, ketabahan, dan keuletan dalam
kerja sama. Hal ini sejalan dengan pendapat Fuchan (2004: 33) bahwa
perkembangkan kerja sama merupakan kemampuan mengenal emosi diri antara
orang lain, mengelola emosi, memotivasi diri, dan mengenali kemampuan orang
lain. Pengembangan kerja sama yang baik bagi anak memudahkan baginya
mengatur suasana hati, menghilangkan kecemasan, rasa bersalah, menekan
amarah yang tidak mengikuti dapat diatur dengan menggunakan kecerdasan
berfikir. Pengembangan kerja sama yang baik bagi anak memungkinkan
terciptanya hubungan yang berlangsung efektif antara guru dengan anak didik,
dan dapat mengantar dirinya untuk memiliki aktivitas belajar dan komunikasi
antara seseorang dengan orang lain.
Bagi anak yang memiliki pengembangan kerja sama yang memadai diyakini
akan mampu mendinamisir lingkungan belajar dan membangun iklim yang
kondusif, sehingga menimbulkan semangat dan motivasi belajar. Untuk itu kerja
sama merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap anak guna menjalin
hubungan kerja sama yang baik dan harmonis dengan guru dan sesama anak di
kelas sehingga tujuan pembelajaran di kelas dapat tercapai. Menurut Wijaya
(2001: 66-67) bahwa "Seorang anak yang memiliki kemampuan kerja sama yang
4
dirincikan dengan perilaku yaitu memiliki rasa keterbukaan, penuh hormat,
kemantapan hubungan dengan orang lain, terutama antara guru dan sesama anak
lain, memiliki kemandirian dan kepercayaan diri, dan mampu berdiskusi dengan
orang lain, menghargai perbedaan pendapat, memiliki kepuasan terhadap aktivitas
belajar." Sebaliknya anak yang kurang memiliki kerja sama yang baik dalam
aktivitas belajar dirincikan antara lain kurang menerima pendapat dari orang lain,
sering memotong pembicaraan orang, kurang sanggup mengontrol atau
mengendalikan diri dan tempramennya sekehendak hati. Uraian di atas
menunjukan bahwa keberhasilan aktivitas anak sangat tergantung dari
kemampuan anak dalam mengelola kerja sama yang dimilikinya. Anak yang
memiliki emosi yang baik mampu menguasai bahan pelajaran, mampu
mengkombinasikan berbagai cara belajar yaitu kerja sama, serta mampu
mengelola interaksi dengan orang lain. Pengembangan kerja sama yang baik bagi
seorang anak dipandang sebagai faktor yang mendasar dalam menentukan
aktivitas dan aktivitas belajar anak. Wijaya (2001: 66-67)
Orang tua adalah guru pertama bagi anak, sebab orang tua merupakan
teladan utama bagi seorang anak dalam membentuk perilaku kerjasama dengan
teman bermainnya. Seorang anak akan memperoleh pendidikan, maka orang tua
harus berperan aktif secara penuh, terutama peran orang tua mendidik anak dalam
membentuk perilaku kerjasama. Penekanan yang harus dilakukan oleh orang tua
kepada pendidikan anak adalah mendidik anak dengan norma-norma kerjasama.
Baik buruknya seorang anak dalam kerjasama tergantung dari peran orang tua.
Pembentukan perilaku kerjasama anak sejak dini adalah sesuatu yang sangat
penting, sebab fondasi utama dalam membentuk kepribadian anak. Wijaya (2001:
66-67).
Berdasarkan fenomena di lapangan pada PAUD Pasir Putih Tolinggula
peran orang tua dalam membentuk perilaku kerjasama anak dalam bermain belum
maksimal, padahal anak sangat membutuhkan peran orang tua. Hal ini tercermin
pada beberapa aspek yaitu orang tua jarang memberikan motivasi, kurang
bertindak sebagai fasilitator, kurang bertindak sebagai pembimbing. Kondisi ini
berdampak pada perilaku kerja sama yang masih rendah ketika bermain seperti
5
nampak perilaku anak yang cenderung tertutup dengan teman, belum
menunjukkan perilaku yang sopan santun, menunjukkan perilaku ingin menang
sendiri, kurang memiliki kemandirian, kurang memiliki kepercayaan diri, dan
kurang mampu berkomunikasi dengan orang lain.
Mengacu pada temuan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji masalah ini
dalam suatu penelitian dengan judul “Peran Orang Tua dalam Membentuk
Perilaku Kerjasama Anak Usia 5-6 tahun di PAUD Pasir Putih Kecamatan
Tolinggula
Kabupaten Gorontalo Utara”. Masalah dalam penelitian ini
dirumuskan yaitu bagaimanakah peran orangtua dalam membentuk perilaku
kerjasama anak di PAUD Pasir Putih Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo
Utara, Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan peran orangtua dalam
membentuk perilaku kerjasama anak di PAUD Pasir Putih Kecamatan Tolinggula
Kabupaten Gorontalo Utara. Manfaat teoritis sebagai bahan refrensi dan
perbandingan pada masalah yang lebih dalam terhadap penelitian lebih lanjut
tentang pembentukan sikap kerja sama anak di PAUD, adapun manfaat yang
diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut: Manfaat Praktis ;
Membiasakan anak dalam hal kerja sama yang baik. Meningkatkan peran dan
fungsi guru dalam menghadapi masalah yang terjadi pada anak sehingga
kompotensi akademik dan kualitas belajar akan membuahkan keberhasilan yang
diinginkan, Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
yang berbasis karakter anak, Meningkatkan rasa tanggung jawab pendidikan anak
dalam lingkungan keluarga.
KAJIAN TEORI
Perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat
sederhana maupun bersifat kompleks. Menurut Yusuf (2001: 2) bahwa perilaku
adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari
maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling
berinteraksi, sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks
sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang
menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah
6
alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Azwar (1999: 9) mendefinisikan
perilaku (behavior) sebagai aktivitas
yang di dasari oleh kodrat untuk
mempertanankan kehidupan setelah melakukan interaksi antara stimulus dengan
response).
Perilaku sebagai sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar untuk Thoha
(2003: 33) mengatakan perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari
interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya. Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut maka disimpulkan pengertian perilaku sebagai respon
individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan
merupakan suatu fungsi dari interaksi antara person atau individu dengan
lingkungannya. Perilaku adalah kelakuan, tabiat atau tingkah laku, atau perilaku
merupakan kegiatan individu atas sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut
yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan.
Menurut Yusuf (2001:12) definisi perilaku adalah tanggapan atau reaksi
individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Demikian yang dimaksud perilaku
manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia darimanusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan
lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak,
dari yang dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan. Pembentukan perilaku
melalui beberapa langkah dan menurut Uno (2006:2) diuraikan sebagai berikut: 1)
Jadwal Penguatan (Schedule of Reinforcement), 2) pembentukan (shaping), 3)
Modifikasi tingkah laku (behavior modification), 4) Generalisasi dan Dsikriminasi
Kecenderungan untuk terulang atau meluasnya tingkah laku yang diperkuat dari
satu situasi stimulus yang lain itu disebut generalisasi stimulus. Yusuf (2001:11)
mengatakan “tujuan yang diharapkan oleh pendidik anak usia dini, antara lain: 1)
Dapat memahami perilaku anak usia dini di lingkungan sekolahnya, 2) Dapat
memahami konsep pembentukan perilaku anak usia dini, agar dapat membantu
7
dalam mengatasi masalah perkembangan kepribadiannya, 3) Untuk mencapai
suatu usaha yang sejalan dalam pembentukan perilaku bagi anak dalam
lingkungan sekolah maupun keluarga demi terbentuknya akhlaq yang baik, 4)
Dalam pembentukan perilaku muslim dapat mengupayakan yang sejalan dengan
tujuan ajaran islam”.
Menurut Uno (2006:2) bahwa generalisasi stimulus mempunyai arti penting
bagi perbendaharaan dan integritas tingkah laku individu. Fenomena dari
generalisasi stimulus itu dengan mudah bisa kita jumpai dalam kehidupan seharhari. Sebagai contoh, seorang anak yang berada di rumah diperlakukan dengan
baik karena bertingkah laku baik akan menggeneralisasikan dan mengulang
tingkah laku baiknya itu di luar rumah. Di samping generalisasi stimulus, individu
mengembangkan tingkah laku adaptif atau penyesuaian dirinya melalui
kemampuan membedakan atau diskriminasi stimulus.
Diskriminasi stimulus merupakan kebalikan dari generalisasi stimulus, yakni
suatu proses belajar bagaimana merespon secara tepat terhadap berbagai stimulus
yang berbeda. Sebagai contoh, seorang anak kecil belajar membedakan antara
orang-orang yang termasuk anggota keluarga percaya bahwa kemampuan
mendiskriminasi
stimulus
ini
sama
pentingnya
dengan
kemampuan
menggeneralisasikan stimulus. Kemampuan mendiskriminasi stimulus ditentukan
oleh pengalaman belajar individu yang khas. Pada dasarnya pembentukan perilaku
itu sangat penting dalam dunia pendidikan, dan dilakukan sedini mungkin karena
dengan begitu ketika dewasa menjadi anak yang memiliki perilaku yang
diiginkan. Dengan adanya pembentukan perilaku dimungkinkan akan membentuk
tingkah laku yang menghasilkan akhlaq yang mulia.
Menurut Nurfitriah (2006:78) bahwa kerjasama merupakan upaya pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar
untuk menyesuaikan diri terhadap norma kelompok, moral, dan tradisi,
meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja
sama. Adapun perilaku kerjasama yang seharusnya dimiliki oleh anak usia
prasekolah. Menurut Nurgraha (2005: 23) diantaranya adalah: (a) Membuat
8
kontak sosial dengan orang diluar rumahnya, seperti mulai senang untuk bermain
dengan teman-teman baru dilingkungannya dan memiliki teman disekolah; (b)
Anak prasekolah sudah mulai ingin berkelompok namun belum memahami arti
dari sosialisasi yang sebenarnya. Mereka baru mulai belajar menyesuaikan diri,
dengan harapan dapat diterima oleh lingkungan sosialnya; (c) Hubungan dengan
orang dewasa. Anak selalu ingin dekat dengan orang dewasa baik dengan orang
tua maupun guru. Mereka selalu berusaha untuk berkomunikasi dan menarik
perhatian orang dewasa; (d) Anak yang berusia 3-4 tahun mulai bermain bersama
(cooperative play). Mereka tampak mulai mengobrol selama bermain, memilih
teman untuk bermain, mengurangi tingkah laku bermusuhan; (e) Anak yang
berusia 5 tahun diharapkan dapat memiliki beberapa kawan, mungkin satu sahabat
serta dapat memuji, memberi semangat, atau menolong anak lain ; (f) Usia 5 tahun
6 bulan anak diharapkan dapat mencari kemandirian lebih banyak, seringkali
puas, menikmati berhubungan dengan anak lain meski pada saat krisis muncul,
menyatakan pernyataan-pernyataan positif mengenai keunikan dan keterampilan
serta anak dapat berteman secara mandiri.
Sedangkan menurut Lawrence dan Hurlock (dalam Nurgraha, 2005: 128-129)
bahwa karakteristik kerjasama yang diharapkan dapat dimiliki oleh seorang anak
usia TK adalah sebagai berikut : a) Memiliki keterampilan bercakapcakap/komunikasi yang baik, b) Menjalin persahabatan dengan teman-teman
sepermainannya, c) Memiliki Sense of Humor, d) berperan serta dan dapat
bekerjasama dalam satu kelompok dan e) Memiliki tata krama atau berperilaku
baik. Hurlock (2006:12) mengemukakan mengenai karakteristik kerjasama anak
TK yang termasuk kedalam perilaku sosial yang baik diantaranya adalah
kerjasama, persaingan yang positif, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan
soaial, simpati dan empati, perilaku ramah, tidak mementingkan diri sendiri,
meniru, serta perilaku kelekatan.
Anak yang secara sosial-emosional siap untuk sekolah adalah anak yang
percaya diri, ramah tamah, dan dapat mengembangkan hubungan yang baik
dengan teman dan mampu mengkomunikasikan (kerja sama) dan rasa ilustasi
keramahan dan kesenangan secara tepat serta mampu mendekatkan instruksi dan
9
memberi perhatian terhadap tugas. Sebagai guru atau pendidik sedapat mungkin
berupaya untuk menghindarkan kerja sama yang tidak menyenangkan pada anak,
namun sebaliknya menciptakan kondisi yang menimbulkan suatu kerja sama yang
menyenangkan. Menurut Fuchan (2004: 54) bahwa "Aspek kerja sama dari suatu
perilaku, pada umumnya selalu melibatkan tiga aspek yaitu (1) rangsangan yang
menimbulkan emosi (stimulus) ; (2) perubahan-perubahan psikologi yang terjadi
pada individu; dan (3) pola sambutan." Berdasarkan kedua pendapat di atas maka
disimpulkan pengertian kerjasama yaitu suatu upaya seseorang untuk peka
terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, cenderung untuk memahami dan
berinteraksi dengan orang lain sehingga muncul interaksi dengan lingkungan di
sekelilingnya dengan mengandung tiga variable perilaku yaitu rangsangan yang
menimbulkan emosi, perubahan psikologi yang terjadi pada individu dan pola
sambutan terhadap orang lain.
Menurut Solehuddin (2000:89) bahwa dalam situasi tertentu, pola sambutan
yang berkaitan dengan kerja sama seringkali organisasinya bersifat kacau dan
mengganggu, kehilangan arah dan tujuan. Berkenaan dengan perubahan
jasmaniah yang terjadi terkait dengan kerja sama seseorang. Selanjutnya, dia
mengemukakan pula tentang ciri-ciri kerja sama yaitu: (1) lebih bersifat subyektif
daripada peristiwa psikologis lainnya seperti pengamatan dan berfikir; (2) bersifat
fluktuatif atau tidak tetap; dan (3) banyak bersangkut paut peristiwa pengenalan
panca indera dan subyektif. Perubahan aspek jasmaniah akan muncul pada waktu
individu menghayati suatu perilaku kerja sama, maka terjadi perubahan pada
aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak terlalu terjadi serempak,
mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. seseorang jika marah maka perubahan
yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada
pernafasannya, dan sebagainya. Perilaku anak diekspresikan melalui suatu
gerakkan atau sikap.
Kerja sama yang dihayati oleh seseorang diekspresikan melalui perilakunya,
terutama dalam ekspresi roman muka dan suara bahasa. Ekspresi kerja sama ini
juga dipengaruhi oleh pengalaman, belajar, dan kematangan. Kerjasama selain
kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup
10
kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antar
teman, memperoleh simpati dan anak
yang lain, dan sebagainya. Inti dari
pengertian kerja sama dari pendapat ini menunjuk pada kemampuan seorang anak
untuk peka terhadap perasaan orang lain. Anak yang memiliki kecerdasan
interpersonal cenderung mampu untuk mengenali berbagai kekuatan maupun
kelemahan yang ada pada dirinya sendiri. Anak semacam ini senang melakukan
intropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya, kemudian
mencoba untuk memperbaiki diri. Kerjasama adalah suatu perilaku dasar untuk
menjalin suatu hubungan yang hangat dengan orang lain, hubungan yang penuh
kepercayaan. Peran orangtua yang seharusnya adalah sebagai orang pertama
dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan terhadap anak-anaknya. Orangtua juga
harus bisa menciptakan situasi pengaruh perhatian orangtua dengan menanamkan
norma-norma untuk dikembangkan dengan penuh keserasian, sehingga tercipta
iklim atau suasana keakraban antara orangtua dan anak. Menurut Nurcholis
Madjid dalam Turmudji (2003:11) peran orang tua adalah peran tingkah laku,
teladan, dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati
oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh.
Meningkatkan kerja sama diwujudkan pada hubungan kekerabatan dengan
orang lain. Dalam prakteknya setiap guru harus memperhatikan aktivitas anak
dengan pasangan atau sahabat dekatnya; atau dalam aktivitas bekerja sama antara
satu anak atau lebih dalam sebuah proyek yang berdasarkan pada kesamaan minat.
Howard Gardner (dalam Hanifa, (2008: 2) mendefinisikan kerja sama berarti
peka terhadap perasaan, keinginan, dan ketakutannya sendiri. Selain itu anak juga
menyadari kelebihan dan kelemahan diri serta mampu menyusun perencanaan
(plan) dan tujuan (goal). Biasanya anak cerdas diri memiliki kesadaran atas
kemampuan diri dan cerdas intrapersonal (cerdas sosial). Maka dapat disimpulkan
bahwa kerja sama sebagai kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan
antarpribadi atau dengan orang lain yang ada di sekitar. Kemampuan ini harus
dilatih dan dikembangkan sejak masa kanak-kanak di samping kemampuan
akademiknya. Banyak sekali orang yang tidak menyadari betapa pentingnya kerja
sama ini. Padahal kemampuan intrapersonal yang baik sangat diperlukan dalam
11
kehidupan pribadi, lingkungan pekerjaan atau dalam bermasyarakat. Anak yang
kerja sama terlatih sejak kecil akan mudah bergaul, berteman, dan berkomunikasi
dengan orang-orang di sekitarnya, sehingga dapat lebih berhasil dalam
pekerjaannya atau mungkin mendapat jenjang karier lebih tinggi dan lebih cepat.
Fakta dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan, orang-orang yang kurang cerdas
secara
sosial
sulit
berkembang
dalam
pekerjaannya
atau
lingkungan
masyarakatnya, meskipun anak pandai secara akademik. Sedangkan anak yang
cerdas sosial walaupun tidak memiliki IQ tinggi, mampu menjalin hubungan,
kerja sama atau mempengaruhi dan memimpin orang lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di PAUD Pasir Putih Kecamatan Tolinggula
Kabupaten Gorontalo Utara pada bulan januari 2013 berjumlah total 15 orang,
perempuan 10 orang dan laki-laki 5 orang. Anak didik PAUD Pasir Putih
Kecamatan Tolinggula
Kabupaten Gorontalo Utara semuanya beragama islam.
Adapun orang tua dari anak didik PAUD Pasir Putih Kecamatan Tolinggula
Kabupaten Gorontalo Utara jenjang pendidikannya adalah SD 13 orang, SLTP 2
orang, dapat di pahami bahwa tingkat pendidikan orang tua yang berada di PAUD
Pasir Putih Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara berada pada
jenjang sekolah dasar, jika di bandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Hal
ini menandakan bahwa dari segi pendidikan, orang tua harus lebih meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya, sehingga hal ini tidak akan berdampak positif
terhadap kehidupan pada orang tua lainnya. Kondisi orang tua menurut tingkat
pekerjaannya menunjukan bahwa orang tua dari anak didik PAUD Pasir Putih
Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara lebih sebagian besar adalah
mengurus rumah tangga. Penelitian ini di lakukan untuk memperoleh gambaran
tentang peran orang tua dalam membentuk perilaku kerjasama anak di PAUD
Pasir Putih Desa Molangga Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara.
berdasarkan hasil temuan dalam wawancara di peroleh gambaran tentang peran
orang tua dalam membentuk perilaku kerjasama di PAUD Pasir Putih Desa
Molangga Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara, yang dapat di
dilihat sudah meningkat. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan
12
oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.
Menurut Soekamto (2008;12) peran adalah suatu konsep prihal apa yang dapat
dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peran meliputi
norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat, peran dalam arti ini merupakanrangkaian peraturan-peraturan yang
membentuk seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Berdasarkan uraian di
atas maka pengertian peran dapat dismpulkan sebagai serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu.
Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi
anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain.
Peran dapat tampil sebagai suatu pola tinglah laku yang (dianggap) harus
dilakukan seseorang untuk memantapkan kedudukannya. Pada umumnya peran
seseorang bertautan dengan harapan-harapan orang lain atau masyarakat terhadap
kedudukannya itu. Misalnya apabila seorang ayah menelantarkan anaknya, dalam
artian tidak melaksanakan perannya sebagai ayah seperti yang diharapkan adat
kebiasaan atau aturan yang berlaku dalam budaya suatu masyarakat ataupun
kaidah-kaidah agama, maka ia disebut seorang ayah yang tidak melaksanakan
perannya dengan baik. Sebab, dari seorang ayah diharapkan bahwa ia harus
mengurus dan mendidik anak dengan baik selaras dengan peran keayahannya
sebagai pendidik. Demikianlah peran itu bertautan dengan norma-norma yang
berlaku dalam suatu masyarakat tertentu ataupun kaidah-kaidah agama yang
dianut Soelaeman, (2004: 121).
Setiap keluarga terdiri atas beberapa anggota keluarga, maka masing-masing
anggota keluarga memiliki peran masing-masing, sesuai dengan kedudukannya
dalam
keluarga
yang
bersangkutan.
Pelaksanaan
masing-masing
peran
sebagaimana mestinya itu membantu mengukuhkan dan menambah keharmonisan
kehidupan keluarga yang bersangkutan, membantu anggota-anggota keluarga
lainnya serta unit keluarga sebagai suatu kesatuan dalam melaksanakan perannya
masing-masing. Soelaeman, (2004: 121). Setiap manusia yang menjadi bagian
dari masyarakat senantiasa mempunyai status atau kedudukan yang akan
menimbulkan suatu peran atau peran . Jadi status merupakan posisi di dalam suatu
13
sistem sosial. Peran adalah perilaku yang terkait dengan status tersebut. Peran
merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Peran merupakan pemeranan
dari perangkat hak dan kewajiban. Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan ia menjalankan
suatu peran . Peran menentukan apa yang diperbuat seseorang dalam masyarakat.
Soelaeman, (2004: 121).
Menurut Darajat (2003:12) orang tua adalah merupakan pendidik utama dan
pertama bagianak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima
pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam
kehidupan keluarga. Orangtua adalah ayah, ibu dan anak, baik melalui hubungan
biologis maupun sosial. Umumnya, orangtua memiliki peran yang sangat penting
dalam membesarkan anak. Menurut Ali (2010: 56) juga mengatakan bahwa orang
tua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan
terbesar dalam melaksanakan tanggung jawab ini. Dari satu sisi, orang tua adalah
pembawa warisan keturunan dan di sisi lain merupakan bagian dari masyarakat.
Jadi orangtua adalah orang dewasa pertama bagi anak yang harus mau menerima
terhadap segala tingkah laku anaknya, tempat anak menggantungkan, tempat ia
mengharapkan bantuan dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju
kedewasaan, serta bertanggung jawab penuh terhadap kesuksesan anak untuk
hidup di masa depan. Orangtua memegang peran penting untuk meningkatkan
prestasi belajar anak tanpa dorongan dan rangsangan dari orangtua maka
perkembangan dan prestasi belajar anak mengalamai hambatan.
Berdasarkan uraian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peran orangtua
adalah suatu tindakan untuk memberikan motivasi, bimbingan, fasilitas belajar,
serta perhatian yang cukup terhadap anak-anaknya untuk mencapai tahapan
tertentu. Orangtua akan berperan aktif untuk menunjang keberhasilan anak. Hal
ini bisa dicapai dengan bagaimana peran orangtua memberi motivasi, bimbingan,
fasilitas belajar serta perhatian yang cukup terhadap anak-anaknya. Kebiasaan
belajar yang baik dan disiplin diri harus dimiliki anak, selain itu kebutuhan untuk
berprestasi tinggi dan berdaya saing tinggi harus selalu ditanamkan pada diri anak
14
sedini mungkin. Jika hal ini telah dilakukan maka keberhasilan anak lebih mudah
untuk dicapai.
Peran orang tua terhadap pembentukan perilaku kerjasama anak harus di
mulai sejak dini. kerjasama merupakan salah satu fitrah manusia sebagai mahluk
sosial.semakin modern seseorang maka ia akan semakin banyak bekerjasama
dengan orang lain, bahkan seakan tak di batasi oleh ruang dan waktu tentunya
dengan perangkat yang modern pula. Perilaku kerjasama adalah gejala saling
mendekati untuk mengurus kepentingan bersama dan tujuan yang sama.
kerjasama dan pertentangan merupakan dua sifat yang dapat di jumpai dalam
seluruh proses sosial/masyarakat, di antara seseorang dengan orang lain,
kelompok dengan kelompok, dan kelompok dengan seseorang. serta di wujudkan
dengan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut suyanto
(2005:154) bahwa perilku kerjasama mempersiapkan anak untuk masa depannya
di masyarakat yaitu memacu anak untuk belajar secara aktif ketika ia bekerjasama
dan bukan hanya pasif. hal ini memotivasi anak untuk mencapai prestasi
akademik yang lebih baik, menghormati perbedaan yang ada dan kemajuan
kemampuan sosial. Menurut suyanto (2005:154) bahwa perilku kerjasama
mempersiapkan anak untuk masa depannya di masyarakat yaitu memacu anak
untuk belajar secara aktif ketika ia bekerjasama dan bukan hanya pasif. hal ini
memotivasi anak untuk mencapai prestasi akademik yang lebih baik,
menghormati perbedaan yang ada dan kemajuan kemampuan sosial.
Pendapat di atas merupakan dasar perlunya peran serta orang tua dalam
membentuk perilaku kerjasama pada anak di Paud Pasir Putih Desa Molannga
Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara menunjukan bahwa secara
umum orang tua membentuk perilaku kerjasama anak dapat di jelaskan sebagai
berikut:
1.
Membentuk Kontak Sosial Pada Anak
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran orang tua dalam membentuk
perilaku kerjasama anak hubungannya dengan membentuk kontak sosial pada
anak, dilakukan orang tua melalui membiasakan anak menghargai pendapat orang
lain, membiasakan anak menyesuaikan diri dalam bermain. namum peran itu
15
belum berjalan dengan baik, karenah belum semua orang tua mampu menjalankan
peran itu dengan baik. Temuan di lapangan bahwa orang tua membiasakan anak
menghargai orang lain memang ada, namun belum berjalan dengan baik,
kenyataan ini di pengaruhi oleh berbagai aturan yang sifatnya membiasakan anak
tidak berjalan dengan baik.
Kondisi lain yang menyebabkan orang tua kurang berperan dengan baik di
sebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan orang tua tentang cara
membiasakan anak yang tepat, sehingga orang tua yang terlalu memanjakan anak
dan ada juga dengan cara kekerasan.dari kedua cara itu tanpa di sadari oleh orang
tua hanya akan mengakibatkan anak untuk tidak menghargai orang lain dan
merusak harapan orang tua untuk membiasakan anak itu sia-sia.
2.
Menanamkan keinginan berkelompok pada anak
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran orang tua terhadap pembentukan
perilaku
kerjasama
anak
hubungannya
dengan
menanamkan
keinginan
berkelompok pada anak melalui menjalin persahabatan dengan teman,
menanamkan kebiasaan mengentrol emosi dalam bermain peran itu bisa berjalan
dengan baik jika orang tua selalu mengarahkan anak dengan baik pula. hal ini di
karenakan bahwa orang tua tersebut memang pendidikan dan kebiasaan di
lingkungan yang selalu di tiru anaknya.
Kenyataan lain juga ada orang tua yang selalu membiasakan anak mereka
untuk membentuk keinginan berkelompok pada anak melalui menjalin
persahabatan dengan teman, mengontrol emosi anak belum berjalan dengan baik.
hal ini di pengaruhi oleh lingkungan pergaulan anak itu sendiri. selain itu juga di
pengaruhi oleh kurangnya komitmen dalam sebuah rumah tangga sehingga apa
yang di inginkan tidak bisa berjalan dengan baik. selain kenyataan tersebut, maka
peneliti juga menemukan bahwa kerterbatasan ekonomi bisa menyebabkan peran
orang tua juga tidak bisa menumbuhkan kepedulian pada diri anak.
3.
Membiasakan anak bergaul dengan temannya.
Hasil penelitian secara umum menunjukan bahwa peran orang tua terhadap
pembentukan perilaku kerjasama anak hubungannya dengan membiasakan anak
begaul dengan temannya, melalui membiasakan anak memiliki tata krama dengan
16
temannya, memang ada. namun belum semua orangtua bisa membiasakan anak
menamkan kebiasaan-kebiasaan tersebut pada anak mereka dengan baik.
Hasil temuan di lapangan menunjukan bahwa tingkat kesibukan orangtua
dan pengaruh lingkungan juga menyebabkan kurangnya tata krama pada diri
anak, sehingga orangtua tidak sepenuhnya membiasakan anaknya juga kebiasaan
memanjakan anak dan tanpa di sadari oleh orang tua itu adalah cara yang kurang
tepat sehingga menyebabkan anak mereka tidak mampu untuk memiliki tata
krama terhadap temannya. Hal lain yang di temukan yaitu kurangnya komitmen
yang kuat antara keluarga sehingga tidak mampu membiasakan anaknya.karenah
anak sering terbiasa di bantu maka pembiasaan itu tidak akan terbentuk dalam diri
anak dengan baik.
4.
Membimbing anak bermain bersama
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran orang tua terhadap pembentukan
perilaku kerjasama anak hubungannya denagn membimbing anak bermain
bersama melalui memandirikan anak, bekerjasama dalam bermain, memang ada
pada orang tua. namun belum semua peran itu berjalan dengan baik kenyataan di
lapangan bahwa orang tua yang selalu meninngalkan anaknya di rumah bisa
membiasakan anak untuk mandiri. selain kenyataan tersebut di atas peneliti juga
menemukan bahwa pembiasaan orang tua sjak masih bayi juga berpengaruh pada
pembentukan kemandirian pada diri anak.kenyatan lain menunjukan bahwa orang
tua selalu membentak anak dan memukul bahkan tidak mau menghargai anak,
maka
bisa
mengakibatkan
rendahnya
pembentukan
kemandirian
anak,
bekerjasama anak, sehingga peran itu tidak bisa berjalan dengan baik.
5.
Membiasakan anak menolong teman dalam bermain
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran orang tua terhadap pembentukan
perilaku kerjasama anak hubungannya dengan membiasakan anak menolong
teman dalam bermain melalui menolong teman terasing, menyelesaikan masalah
dalam kelompok, memang ada. namun belum semua peran itu terlaksana dengan
baik. kenyataan di lapangan menunjukan bahwa ada orang tua yang selalu
membiarkan anaknya di bantu oleh orang lain, mengakibatkan anak tidak dapat
menyelesaikan masalah dalam kelompok. selain itu orang tua yang sering tidak
17
berada di rumah, sering membiarkan anaknya dan tidak mampu untuk bertindak
tegas mengakibatkan anak tersebut lalai. kenyataan lain ada juga orang tua yang
hanya mengharapkan pendidikan itu di sekolah sedangkan di rumah tidak di
ajarkan padahal pendidikan yang utama adalah keluarga. hal ini di sebabkan oleh
kurangnya pengetahuan orang tua serta keadaan ekonominya, selain itu orang tua
yang sering tidak berada di rumah, hal ini bisa mengakibatkan anak tidak terbiasa
dengan kasih saying dari orang tua sehingga berdampak pada diri anak yang
akibatnya tidak tertanan pada diri anak menolong sesama teman.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa
secara umum belum semua orang tua bisa menjalankan perannya dengan baik dari
5 indikator yaitu 1) membentuk kontak sosial pada anak, 2) menanamkan
keinginan berkelompok pada anak, 3) membiasakan anak bergaul dengan orang
teman sebayanya, 4) membimbing anak bermain bersama, 5) membiasakan anak
menolong teman dalam bermain. Masing-masing indikator peneliti menemukan
belum semua orang tua yang bisa menjalankan perannya dengan baik. Hal ini di
pengaruhi oleh berbagai kesibukan orang tua dalam memenuhi kebutuhan
hidup,tingkat pengetahuan orang tua yang masih kurang memahami pentingnya
pembentukan kerjasama pada anak sejak usia dini, temuan lain yaitu rendahnya
tingkat ekonomi orang tua, kurangnya komitmen anggota keluarga dalam
membentuk perilaku kerjasama anak sejak usia dini.
Melalui hasil penelitian, diharapkan pemerintah daerah dalam hal ini
instansi yang terkait untuk lebih melibatkan orang tua dalam membentuk perilaku
kerjasama anak usia dini sehingga kedepan mampu menciptakan generasi penerus
yang berguna bagi nusa dan bangsa. Penulis mengharapkan kepada pihak-pihak
terkait untuk mampu mensosialisasikan kepada orang tua tentang bagaimana
membentuk perilaku kerjasama pada anak yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 1999. Pendidikan Anak Usia Dini, Penerbit: Alfabeta
Darajat, Zakiah. 2003. Berawal dari Keluarga. Jakarta: Mizan.
18
Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Depdiknas. 2004. Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Dini Usia
Menu Pembelajaran Generik. Jakarta: Depdiknas.
Fuchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan Perilaku Kerjasama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hanifa, 2008. Bermain Kelompok Merangsang Kecerdasan Intrapersonal Anak.
Tersedia pada: (http//www/bermain-peran-merangsang-kecerdasan.html)
diakses pada tanggal 12 Oktober 2012.
Hurlock, 2006. Psikologi Perkembangan edisi kelima Erlangga Jakarta
Nurfitriah. 2006. Pengembangan Keterampilan Sosial Anak TK Melalui
Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif. Bandung: UPI
Nurgraha. 2005. Metode Pengembangan Sosial Emosional. Bandung: Universitas
Terbuka
Soelaeman, M.I. 2004. Pendidikan dalam Keluarga. Bandung: Alfabeta.
Solehuddin, M. 2000. Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Soekamto,Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. CV.Rajawali,jakarta
Suyanto, Slamet. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sudiman, A.M. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta.
Grafindo.
Turmudji, T. 2003. Pola Asuh Orang Tua dengan Agresivitas Remaja. Jurnal
Uno, Hamzah. 2006. Model Pembelajaran, Bumi Aksara
Wijaya, Cece. 2001. Pendidikan Remedial Sarana Pengembangan Mutu Sumber
Daya Manusia. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Husain. 2001. Teknik-teknik Pengubahan Tingkah Laku. Gorontalo: IKIP
Negeri Gorontalo.
Download