BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Geomorfologi pada daerah penelitian diamati dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan yang kemudian diintegrasikan dengan interpretasi peta topografi dan citra SRTM. Pada peta topogafi dan citra SRTM didapatkan sejumlah data berupa pola kelurusan, tipe genetik sungai, pola aliran sungai, bentukan lembah sungai, kemiringan lereng serta tingkat erosi yang terjadi. Morfologi daerah penelitian terdiri dari punggungan dan dataran aluvial. Elevasi permukaan di daerah penelitian berada pada 25-200 meter di atas permukaan laut (Gambar 3.1). 3.1.1 Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Gambar 3.1 Elevasi daerah penelitian berdasarkan peta SRTM. Berdasarkan pengamatan dari peta topografi, citra SRTM, dan pengamatan lapangan, satuan geomorfologi di daerah penelitian dibagi menjadi tiga satuan dengan mengacu pada klasifikasi bentuk muka bumi (Brahmantyo dan Bandono, 2006), yaitu dengan penamaan morfologi dan genesa. Satuan geomorfologi di daerah penelitian terdiri dari Satuan Perbukitan Homoklin dan Satuan Dataran Aluvial (Lampiran D-2). 13 3.1.1.1 Satuan Perbukitan Homoklin Satuan Perbukitan Homoklin menempati sekitar ± 80% dari seluruh daerah penelitian dan berada pada bagian selatan, meliputi Desa Tegalbale, Desa Godo, Desa Larangan, Desa Lampor, Ngencek, dan Gunung Tunggangan. Berdasarkan pengamatan dari peta topografi, satuan ini dicirikan oleh morfologi perbukitan yang memanjang timurlaut – baratdaya. Topografi satuan ini dicirikan dengan kontur yang rapat. Elevasi satuan ini berada pada kisaran 80 - 120 mdpl. Kemiringan lapisan batuannya hampir searah dengan kemiringan lerengnya. Kemiringan lapisan batuannya berkisar antara 20º – 40º, dengan arah jurus baratdaya – timurlaut dan kemiringan sudut lereng 15º 40º. Batuan penyusun satuan ini umumnya batugamping, batupasir, napal dan batulempung. Perbukitan Homoklin Gambar 3.2. Satuan Perbukitan Homoklin. (Foto diambil dari Desa Karangwono menghadap ke selatan) 3.1.1.2 Satuan Dataran Aluvial Satuan ini menempati sekitar ± 20% dari seluruh daerah penelitian dan berada pada bagian dan utara. Daerahnya meliputi Desa Keben, Desa Karangwono, Desa Bonorejo, Desa Gunungpanti, Desa Sinomwidodo, dan Desa Gunungpanti. 14 Dataran Aluvial Gambar 3.3. Satuan Dataran Aluvial yang didominasi oleh daerah persawahan (Foto diambil dari Desa Sabetan menghadap ke Selatan). Satuan ini dicirikan oleh topografi dengan kontur yang sangat renggang dengan kemiringan lereng landai hingga datar (Gambar 3.3). Batuan penyusun satuan ini umumnya batulempung, napal, batugamping dan endapan aluvial yang terdiri dari material yang tidak terkonsolidasi. Elevasi satuan ini berada pada 25 – 50 mdpl. Besar kemiringan sudut lereng pada satuan ini berkisar 0º - 3º. 3.1.2 Pola Aliran Sungai dan Tipe Genetik Sungai Pola aliran sungai daerah penelitian ini, secara umum membentuk pola aliran sungai trellis yang dicirikan dengan percabangan sungai utama dan anak sungai yang hampir tegak lurus (Gambar 3.4). Sungai dengan pola aliran trellis ini biasanya berada pada daerah perlipatan dengan kemiringan tertentu dan berada pada perselingan batuan yang lunak dan resisten. Pola aliran sungai ini dapat terlihat di Sungai Kedungtimah, Sungai Kedung Pereng, Sungai Silit Bucat, dan Sungai Gendring. Pada umumnya sungaisungai di daerah penelitian memiliki lereng yang landai dan memiliki lembah sungai yang berbentuk U, yaitu pada Sungai Kedungtimah, Sungai Tegalbale, dan Sungai Gunungpanti. 15 K : konsekuen S: subsekuen O: obsekuen Gambar 3.4 Tipe genetik dan pola aliran sungai pada daerah penelitian. Gambar 3.5 Lembah sungai yang berbentuk U pada Sungai Tegalbale. 16 Gambar 3.6 Tipe genetik sungai konsekuen pada Sungai Tambar (Foto menghadap ke arah selatan dan tanda panah adalah arah aliran sungai). Berdasarkan tipe genetiknya (Gambar 3.6), daerah penelitian memiliki sungai-sungai yang termasuk ke dalam tipe konsekuen yang memiliki aliran air searah dengan kemiringan lapisan tersebut seperti pada kali Kedungkembang, dan Kali Gendring, tipe sungai subsekuen yang alirannya searah dengan jurus lapisan, terdapat di sungai Tegalbale, serta sungai obsekuen yang arah alirannya berlawanan dengan arah kemiringan lapisan batuan, berada di sungai-sungai sekitar Gunung Salam. 17 3.1.3 Tahapan geomorfik Secara umum daerah penelitian ini dipengaruhi oleh proses deformasi, erosi dan pelapukan yang berlangsung pada daerah tersebut. Proses seperti erosi dan pelapukan masih terus berlangsung hingga saat ini. Pada daerah penelitian terdapat dua jenis erosi yang terjadi yaitu proses erosi lateral dan erosi vertikal. Erosi lateral dicirikan dengan lembah sungai yang berbentuk U seperti pada Sungai Tegalbale (Gambar 3.5). (A) (B) Foto 3.7 Sungai Kedungpereng (A) dan Sungai Kedungkembang di Desa Larangan (B) dengan arus sungai yang deras dan memperlihatkan erosi vertikal. Pada umumnya proses erosi lateral dicirikan dengan arus sungai yang lambat dan batuan dasar yang mulai tidak terlihat. Terbentuknya Sungai Tegalbale merupakan bagian dari proses erosi lateral yang terjadi pada daerah penelitian yang saat ini membentuk dataran aluvial. Proses erosi vertikal pada daerah penelitian diperlihatkan pada Sungai Kedungpereng dan Kedungkembang (Gambar 3.7A dan 3.7B) yang terjadi pada sungai dengan arus sungai yang cepat dan batuan dasar yang masih terlihat. 18 Morfologi pada daerah penelitian masih terlihat bentukan struktur antiklin (proses konstruksional) di tinggian sebelah selatan dan di bagian utara terjadi proses perubahan akibat proses eksogenik seperti pelapukan, dan erosi yang terjadi di daerah tersebut. Perubahan morfologi yang terjadi pada daerah penelitian menghasilkan suatu bentukan perbukitan homoklin dan dataran aluvial yang berada pada daerah penelitian seperti saat ini. Berdasarkan kondisi dan keadaan morfologi yang terjadi pada daerah penelitian berada pada tahapan geomorfik muda hingga dewasa. 3.2 Stratigrafi Daerah Penelitian Batuan yang tersingkap pada daerah penelitian adalah batuan sedimen. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis laboratorium, maka dapat dibuat suatu kolom stratigrafi tidak resmi pada daerah penelitian yang terdiri dari tujuh satuan tidak resmi dengan urutan dari tua ke muda yaitu: Satuan Batugamping Packstone, Satuan Batulempung Berlapis, Satuan Batupasir Selang-seling Batugamping, Satuan Napal, Satuan Batugamping Grainstone, Satuan Batulempung Masif, dan Satuan Aluvial (Tabel. 3.1 ). 3.2.1 Satuan Batugamping Packstone Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini tersingkap pada bagian paling selatan daerah penelitian, berada pada dasar sungai aliran Sungai Kedungtimah dan Sungai Kedungkembang, Ngencek, Desa Jentir, dan Desa Larangan. Satuan ini menempati ± 15% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna biru tua pada peta geologi (Lampiran D-3). Satuan ini memiliki jurus batuan secara umum berarah barat daya – timur laut dengan kemiringan 30º - 40º. Berdasarkan kolom profil penampang stratigrafi, ketebalan satuan ini diperkirakan adalah lebih dari 80 meter. 19 Litologi Satuan ini dicirikan dengan oleh batugamping bioklastik, berlapis, dengan ketebalan 30 – 80 cm (Gambar 3.8). Batugamping ini berwarna putih kecoklatan dan abu-abu hingga kuning kecoklatan apabila lapuk, ukuran butiran pasir sedang hingga pasir kasar, bentuk butir menyudut tanggung hingga membundar tanggung, terpilah sedang, kemas tertutup, kompak, dan keras Pada analisis sayatan tipis dari sampel batuan NG-02A memperlihatkan adanya batugamping bertekstur bioklastik dengan dominasi butiran (55%) yang terdiri dari foraminifera kecil, foraminifera besar, algae dan butiran silisiklastik berupa kuarsa dan mineral opak. Secara umum, batuan ini memiliki persentase butiran yang lebih banyak daripada lumpurnya, dengan butiran terkemas pada matriksnya. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) nama batuan ini adalah Packstone (Lampiran A). Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan tabel distribution chart analisis biostratigrafi nannoplankton di lintasan Sungai Kedunglawah (Lampiran C-2), menunjukkan adanya kemunculan dari species nannoplankton Discoaster neohamatus, maka didapatkan kisaran umur dari satuan ini adalah NN9 dan/atau lebih tua (Martini, 1971) atau Kala Miosen Akhir bagian bawah. Analisis mengenai lingkungan pengendapan ditentukan dengan menggunakan hasil analisis fosil nannoplankton yang terkandung pada beberapa sampel. Fosil nannoplankton terkandung adalah Helicosphaera selii dan Helicosphaera carteri yang menunjukkan lingkungan pengendapan Neritik Luar (Lampiran C). Lingkungan pengendapan pada satuan batuan ini diperkuat berdasarkan diagram kelimpahan-keragaman sampel batuan NG-25 yang menunjukkan tingkat keragaman dan kelimpahan nannoplankton yang sedikit atau dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dangkal. 20 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan pada hubungan stratigrafi, hasil analsis biostratigrafi nannoplankton, dan kesamaan ciri litologi yang dapat dibedakan dengan satuan lainnya, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Bulu yang berumur Miosen Akhir (Pringgoprawiro, 1983 dalam Sribudiyani dkk., 2003). Hubungan satuan ini dengan Satuan Batulempung Berlapis yang berumur lebih muda adalah selaras, dibuktikan dengan tidak adanya selang waktu antara pengendapan keduanya dan kedudukan lapisan batuan yang tidak berubah. Gambar 3.8. Singkapan batugamping berlapis tebal pada Satuan Batugamping Packstone di Sungai Kedungtimah. (Lokasi pengamatan: NG-01) Gambar 3.9. Singkapan batugamping berlapis tipis pada Satuan Batugamping Packstone di daerah Ngencek, Gunung Nunggangan. (Lokasi pengamatan: NG23) 21 3.2.2 Satuan Batulempung Berlapis Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini tersingkap memanjang pada bagian timurlaut Satuan Batugamping Berlapis daerah penelitian, berada pada dasar sungai aliran Sungai Kedungtimah dan Sungai Kedungkembang, Ngencek, Desa Lampor, dan Desa Larangan. Satuan ini menempati ± 10% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna hijau muda pada peta geologi (Lampiran D-3) Satuan ini memiliki jurus batuan secara umum berarah baratdaya – timurlaut dengan kemiringan 30º - 40º. Berdasarkan kolom profil stratigrafi, ketebalan satuan ini diperkirakan adalah ± 250 meter. Litologi Satuan ini dicirikan dengan oleh litologi berupa batulempung dengan batugamping sebagai sisipan (Gambar 3.10). Batulempung pada satuan ini berwarna abu-abu keputihan, getas, karbonatan, berlapis dengan ketebalan 20 – 100 cm, banyak mengandung foraminifera kecil, terdapat sisipan batugamping pasiran dengan tebal 10 – 20 cm. Sisipan batugampingnya berwarna coklat kekuningan, bioklastik, ukuran butir pasir halus hingga pasir sedang, bentuk butir membundar hingga membundar tanggung, kemas tertutup, terpilah baik, kompak, keras, dan memiliki ketebalan 10 – 20 cm. Pada analisis sayatan tipis dari sampel batuan NG-14 memperlihatkan adanya batugamping bertekstur bioklastik dengan dominasi butiran (60%) yang terdiri dari foraminifera kecil, foraminifera besar, algae dan butiran silisiklastik berupa kuarsa dan mineral opak. Secara umum, batuan ini memiliki persentase butiran yang lebih banyak daripada lumpurnya, dengan butiran terkemas pada matriksnya. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) nama batuan ini adalah Packstone (Lampiran A). 22 Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan tabel distribution chart analisis biostratigrafi nannoplankton di lintasan Sungai Kedunglawah (Lampiran C-2), menunjukkan adanya kemunculan Discoaster neohamatus dan kemunculan awal Discoaster berggrenii, maka didapatkan kisaran umur dari satuan ini adalah NN10 atau Kala Miosen Akhir (Martini, 1971). Analisis mengenai lingkungan pengendapan ditentukan dengan menggunakan hasil analisis fosil nannoplankton yang terkandung pada beberapa sampel. Analisis dicirikan dengan kehadiran nannoplankton Discoaster challengeri, Sphenolithus neoabies, dan Helicosphaera carteri yang menunjukkan lingkungan pengendapan Batial Atas (Lampiran C). Lingkungan pengendapan pada satuan batuan ini diperkuat berdasarkan diagram kelimpahan-keragaman nannoplankton pada sampel batuan NG26 dan NG-02B (Lampiran C) yang menunjukkan tingkat keragaman dan kelimpahan nannoplankton yang meningkat apabila dibandingkan dengan satuan yang lebih tua atau dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dalam. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan pada hubungan stratigrafi, hasil analsis biostratigrafi nannoplankton, dan kesamaan ciri litologi yang dapat dibedakan dengan satuan lainnya, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Wonocolo yang berumur Miosen Akhir (Pringgoprawiro, 1983 dalam Sribudiyani dkk., 2003). Hubungan satuan ini dengan Satuan Batugamping Packstone yang berumur lebih tua adalah selaras, dibuktikan dengan tidak adanya selang waktu antara pengendapan keduanya dan kedudukan lapisan batuan yang tidak berubah. 23 Gambar 3.10. Singkapan batulempung berlapis pada Satuan Batulempung Berlapis ditepiSungai Nggaber sebelah selatan. (Lokasi pengamatan: NG-02B) Gambar 3.11. Singkapan sisipan batugamping pada Satuan Batulempung Berlapis di daerah Sungai Kedungbuluh (Lokasi pengamatan: KD-10). 24 3.2.3 Satuan Batupasir Selang-seling Batugamping Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini tersingkap memanjang pada bagian timurlaut satuan Batulempung Berlapis, berada pada dasar sungai aliran Sungai Kedungkembang, sebelah Selatan Sungai Tegalbale, Sungai Silit Bucat, Sungai Gendring, Sungai Kedungpereng, Desa Kedunglawah, Desa Muteh, dan Desa Pelemgatel. Satuan ini menempati ± 15% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna kuning pada peta geologi (Lampiran D-3) Satuan ini memiliki jurus batuan secara umum berarah baratdaya – timurlaut dengan kemiringan 30º - 50º. Berdasarkan kolom profil penampang stratigrafi, ketebalan satuan ini diperkirakan adalah ± 480 meter. Litologi Satuan ini dicirikan dengan oleh litologi berupa batupasir yang berselangseling dengan batugamping (Gambar 3.13 ) Batupasir pada satuan ini berwarna abu-abu kekuningan, besar butir ukuran pasir sedang hingga pasir kasar, bentuk butir menyudut tanggung hingga membundar tanggung, kemas terbuka, terpilah buruk, kompak, keras, mengandung butiran berupa kuarsa, dan memiliki ketebalan lapisan 10 – 75 cm (Gambar 3.12). Analisis petrografi pada sampel batuan KD10 (Lampiran A) menunjukkan batupasir ini berupa Quartzwacke (Pettijohn, 1957). Batugamping pada satuan ini berwarna coklat kekuningan, bioklastik, besar butir pasir sedang hingga pasir kasar, bentuk butir menyudut tanggung hingga membundar tanggung, kemas terbuka, terpilah buruk, kompak, dan memiliki ketebalan lapisan 15 – 80 cm. Pada analisis sayatan tipis dari sampel batuan NG-27 memperlihatkan adanya batugamping bertekstur bioklastik dengan dominasi butiran (60%) 25 yang terdiri dari foraminifera kecil, foraminifera besar, algae dan butiran silisiklastik berupa kuarsa dan mineral opak. Secara umum, batuan ini memiliki persentase butiran yang lebih banyak daripada lumpurnya, dengan butiran terkemas pada matriksnya. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) nama batuan ini adalah Packstone (Lampiran A). Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan tabel distribution chart analisis biostratigrafi nannoplankton di lintasan Sungai Kedunglawah (Lampiran C-2), menunjukkan adanya kemunculan awal dari species nannoplankton Discoaster neohamatus dan kemunculan awal Ceratholithus rugosus, maka didapatkan kisaran umur dari satuan ini adalah NN10 hingga NN12 atau Kala Miosen Akhir bagian atas hingga Pliosen Bawah (Martini, 1971). Analisis mengenai lingkungan pengendapan ditentukan dengan menggunakan hasil analisis fosil nannoplankton yang terkandung pada beberapa sampel. Analisis dicirikan dengan kehadiran nannoplankton Helicosphaera selii dan Helicosphaera carteri yang menunjukkan lingkungan pengendapan Neritik Luar (Lampiran C). Lingkungan pengendapan pada satuan batuan ini diperkuat berdasarkan diagram kelimpahan-keragaman nannoplankton pada sampel batuan GP09, KD-10, dan NG-11 (Lampiran C) yang menunjukkan tingkat keragaman dan kelimpahan nannoplankton yang menurun apabila dibandingkan dengan satuan yang lebih tua atau dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dangkal. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan pada hubungan stratigrafi, hasil analsis biostratigrafi nannoplankton, dan kesamaan ciri litologi yang dapat dibedakan dengan satuan lainnya, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Ledok yang berumur Miosen Akhir (Pringgoprawiro, 1983 dalam Sribudiyani dkk., 2003). Hubungan satuan ini dengan Satuan Batulempung Berlapis yang berumur lebih tua adalah selaras, dibuktikan dengan tidak adanya 26 selang waktu antara pengendapan keduanya dan kedudukan lapisan batuan yang tidak berubah. Gambar 3.12. Singkapan batupasir pada Satuan Batupasir Selangseling Batugamping di Desa Pelemgatel. (Lokasi pengamatan : KD-07) Gambar 3. 13 Singkapan perselingan batupasir dan batugamping pada Satuan Batupasir Selang-seling Batugamping di Desa Kedunglawah. (Lokasi pengamatan: NG-27B). 27 3.2.4 Satuan Napal Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini tersingkap memanjang pada bagian timurlaut Satuan Batupasir, berada pada dasar sungai aliran Sungai Tegalbale dan Sungai Silit Bucat bagian Utara, Desa Bugel, Desa Tegalbale, dan Desa Larangan. Satuan ini menempati ± 15% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna biru muda pada peta geologi (Lampiran D-3) Satuan ini memiliki jurus batuan secara umum berarah barat daya – timur laut dengan kemiringan 30º - 40º. Berdasarkan reskonstruksi penampang geologi, ketebalan satuan ini diperkirakan adalah ± 512 meter. Litologi Satuan ini dicirikan dengan oleh litologi berupa napal (Gambar 3.15). Litologinya dicirikan dengan napal berwarna abu-abu hingga putih kehijauan, ukuranbutir lempung hingga pasir halus, getas, karbonatan, dan masif,. Pada analisis kalsimetri pada sampel batuan GP-02 memperlihatkan kadar karbonat sebesar 50%. Berdasarkan klasifikasi campuran lempung-gamping (Pettijohn, 1957 dalam Koesoemadinata, 1985), sampel ini termasuk ke dalam klasifikasi napal (Lampiran B). Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan tabel distribution chart analisis biostratigrafi nannoplankton di lintasan Sungai Kedunglawah (Lampiran C-2), menunjukkan adanya kemunculan awal dari species nannoplankton Ceratholituhs rugosus dan kemunculan akhir Discoaster pentaradiats, maka didapatkan kisaran umur dari satuan ini adalah NN13 hingga NN17 atau Kala Pliosen Bawah (Martini, 1971). Analisis mengenai lingkungan pengendapan ditentukan dengan menggunakan hasil analisis fosil nannoplankton yang terkandung pada beberapa sampel. Analisis dicirikan dengan kehadiran nannoplankton 28 Gephyrocapsa aperta dan Discoaster challengeri yang menunjukkan lingkungan pengendapan Batial Atas hingga Batial Bawah (Lampiran C). Lingkungan pengendapan pada satuan batuan ini diperkuat berdasarkan diagram kelimpahan-keragaman nannoplankton pada sampel batuan LR02, KB-05, dan NG-10 (Lampiran C) yang menunjukkan tingkat keragaman dan kelimpahan nannoplankton yang meningkat dengan sangat tajam apabila dibandingkan dengan satuan yang lebih tua atau dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dalam. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan pada hubungan stratigrafi, hasil analsis biostratigrafi nannoplankton, dan kesamaan ciri litologi yang dapat dibedakan dengan satuan lainnya, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Mundu yang berumur Pliosen Awal (Pringgoprawiro, 1983 dalam Sribudiyani dkk., 2003). Hubungan satuan ini dengan Satuan Batupasir Selang-seling Batugamping yang berumur lebih tua adalah selaras, dibuktikan dengan tidak adanya selang waktu antara pengendapan keduanya dan kedudukan lapisan batuan yang tidak berubah. Gambar 3.14. Singkapan napal masif berukuran pasir halus di Sungai Kedungkembang, Desa Larangan (Lokasi pengamatan: LR-04) 29 Gambar 3.15 . Singkapan napal masif berukuran lempung di Desa Tegalbale (Lokasi pengamatan: NG-04) 3.2.5 Satuan Batugamping Grainstone Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini tersingkap memanjang pada bagian timurlaut Satuan Napal daerah penelitian, berada pada dasar sungai aliran Sungai Tambar, Desa Godo, Desa Taman, Desa Lemahbang dan Desa Bonorejo. Satuan ini menempati ± 13% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna biru pada peta geologi (Lampiran D-3) Satuan ini memiliki jurus batuan secara umum berarah barat daya – timur laut dengan kemiringan 30º - 40º. Berdasarkan reskonstruksi penampang geologi, ketebalan satuan ini diperkirakan adalah ± 320 meter. Litologi Satuan ini dicirikan dengan oleh batugamping (Gambar 3. 17) berwarna putih kekuningan, bioklastik, ukuran butir pasir sedang hingga kasar, terpilah buruk, kemas terbuka, kompak, terdapat pecahan cangkang moluska (Gambar 3.18), foraminifera besar, foraminifera kecil, dan berlapis dengan ketebalan lapisan ketebalan 30 - 120 cm. Pada analisis sayatan tipis dari sampel batuan GK-01 memperlihatkan adanya batugamping bertekstur bioklastik dengan dominasi butiran (65%) yang terdiri dari foraminifera kecil, foraminifera besar, algae dan butiran 30 silisiklastik berupa kuarsa, glaukonit, mineral opak. Secara umum, batuan ini memiliki persentase butiran yang lebih banyak daripada lumpurnya, dengan adanya kontak antar butirnya. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) nama batuan ini adalah Grainstone (Lampiran A). Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan tabel distribution chart analisis biostratigrafi nannoplankton di lintasan Sungai Tambar – Sungai Nggaber (Lampiran C-3), menunjukkan adanya kemunculan awal dari species nannoplankton Discoaster pentaradiatus dan kemunculan Emiliania huxleyi maka didapatkan kisaran umur dari satuan ini adalah NN18 hingga NN20 Kala Pliosen Atas – Plistosen (Martini, 1971). Analisis mengenai lingkungan pengendapan ditentukan dengan menggunakan hasil analisis fosil nannoplankton yang terkandung pada beberapa sampel. Analisis dicirikan dengan kehadiran nannoplankton Gephyrocapsa carteri, Gephyrocapsa ericsoni, Gephyrocapsa oceanica, dan Helicosphaera sellii yang menunjukkan lingkungan pengendapan Neritik Luar (Lampiran C). Lingkungan pengendapan pada satuan batuan ini diperkuat berdasarkan diagram kelimpahan-keragaman nannoplankton pada sampel batuan GK01 dan LR-07 (Lampiran C) yang menunjukkan tingkat keragaman dan kelimpahan nannoplankton yang menurun tajam apabila dibandingkan dengan satuan yang lebih tua atau dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dangkal. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan pada hubungan stratigrafi, hasil analsis biostratigrafi nannoplankton, dan kesamaan ciri litologi yang dapat dibedakan dengan satuan lainnya, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Selorejo yang berumur Pliosen Atas (Pringgoprawiro, 1983 dalm Sribudiyani, dkk., 2003). Hubungan satuan ini dengan Satuan Napal yang berumur 31 lebih tua adalah selaras, dibuktikan dengan tidak adanya selang waktu antara pengendapan keduanya dan kedudukan lapisan yang tidak berubah. Gambar 3.16 Singkapan batugamping bertekstur bioklastik di Desa Bonorejo. (Lokasi pengamatan: KD-03) Gambar 3.17. Singkapan batugamping berlapis pada Satuan Batugamping Grainstone. (Lokasi pengamatan: GP-03). 32 Foto 3.18. Pecahan cangkang moluska pada Satuan Batugamping Grainstone. (Lokasi pengamatan: LR-14) 3.2.6 Satuan Batulempung Masif Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini tersingkap memanjang pada bagian paling timurlaut daerah penelitian, berada pada dasar sungai aliran Sungai Kedungtimah dan Sungai Kedungkembang, Ngencek, Desa Jentir, dan Desa Larangan. Satuan ini menempati ± 15% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna hijau tua pada peta geologi (Lampiran D-3). Satuan ini memiliki jurus batuan secara umum berarah barat daya – timur laut dengan kemiringan 30º - 40º. Berdasarkan reskonstruksi penampang geologi, ketebalan satuan ini diperkirakan adalah lebih dari 80 meter. Litologi Satuan ini dicirikan dengan oleh batulempung (Gambar 3.19) berwarna abu-abu kebiruan, getas, karbonatan, pecahan konkoidal, dan masif. 33 Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan tabel distribution chart analisis biostratigrafi nannoplankton di lintasan Sungai Tambar – Sungai Nggaber (Lampiran C-3), menunjukkan adanya kemunculan awal dari species nannoplankton kemunculan Emiliania huxleyi maka didapatkan kisaran umur dari satuan ini adalah NN21 dan/atau lebih muda atau Kala Plistosen (Martini, 1971). Analisis mengenai lingkungan pengendapan ditentukan dengan menggunakan hasil analisis fosil nannoplankton yang terkandung pada sampel tersebut. Analisis dicirikan dengan kehadiran nannoplankton Emiliania huxleyi yang menunjukkan lingkungan pengendapan Neritik Luar (Lampiran C). Lingkungan pengendapan pada satuan batuan ini diperkuat berdasarkan diagram kelimpahan-keragaman nannoplankton pada sampel batuan GP01B (Lampiran C) yang menunjukkan tingkat keragaman dan kelimpahan nannoplankton yang sedikit meningkat apabila dibandingkan dengan satuan yang lebih tua atau dapat diinterpretasikan sebagai lingkungan laut dangkal. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan pada hubungan stratigrafi, hasil analsis biostratigrafi nannoplankton, dan kesamaan ciri litologi yang dapat dibedakan dengan satuan lainnya, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Lidah yang berumur Plistosen (Pringgoprawiro, 1983 dalam Sribudiyani dkk., 2003). Hubungan satuan ini dengan Satuan Batugamping Grainstone yang berumur lebih tua adalah selaras, dibuktikan dengan tidak adanya selang waktu antara pengendapan keduanya dan kedudukan lapisan yang tidak berubah. 34 Gambar 3.19. Singkapan batulempung masif pada Satuan Batulempung Masif di Sungai Tambar, Desa Godo. (Lokasi pengamatan: GP-03B) Gambar 3.20 Singkapan batulempung pada Satuan Batulempung di daerah Sungai Tegalbale. (Lokasi pengamatan: GP-02B) 3.2.7 Satuan Aluvial Satuan aluvial terdapat pada aliran-aliran sungai di daerah penelitian menempati ± 7% dari luas daerah penelitian ditandai dengan warna abuabu pada peta geologi (Lampiran D-3). Satuan ini berupa endapan sungai yang belum terkonsolidasi (Gambar 3.21), terdiri atas material lepas-lepas 35 berupa batugamping, batupasir, dan batulempung, material tersebut berukuran pasir kasar hingga bongkah dan berbentuk menyudut tanggung – membundar. Satuan ini adalah satuan yang paling muda pada daerah penelitian. Satuan Aluvial ini berumur Resen (Pringgoprawiro, 1983 dalam Sribudiyani dkk., 2003) dan masih terus diendapkan hingga sekarang. Lingkungan pengendapan satuan ini adalah darat. Penyebaran aluvial terdapat pada aliran sungai yang sudah cukup lebar di daerah penelitian, yaitu pada sungai-sungai di daerah Desa Sabetan, Desa Karangwono, dan Desa Gunungpanti (Foto. ). Gambar 3.21 Endapan aluvial berukuran kerikil hingga bongkah di sepanjang Sungai Tegalbale sebelah utara. Gambar 3.22 Endapan aluvial berukuran kerikil hingga pasir kasar di sekitar Sungai Gunungpanti. 36 3.2.8 Resume Satuan Stratigrafi Daerah Penelitian Berdasarkan data lapangan dan uraian deskripsi dari masing-masing satuan batuan di atas, didapat urutan stratigrafi sebagai berikut: Tabel 3.1. Kolom stratigrafi umum tidak resmi di daerah penelitian (tanpa skala). 37 3.3 Struktur Geologi Daerah Penelitian Analisis struktur geologi pada daerah penelitian didasarkan pada interpretasi kelurusan pada peta topografi dan observasi langsung pada daerah penelitian mengenai gejala-gejala struktur yang berkembang. Observasi gejala struktur yang berkembang di lapangan adaah berupa perubahan kedudukan lapisan yang mencolok. Kehadiran rekahan-rekahan (shear fracture) maupun rekahanrekahan yang terisi (gash fracture) di daerah penelitian cukup sulit ditemukan mengingat kondisi litologi yang dominan di daerah penelitian adalah batugamping yang telah lapuk dan telah mengalami pelarutan yang berlangsung intensif. Jenis struktur yang berkembang di lapangan adalah struktur berupa sesar. Dalam interpretasi awal dari gejala struktur geologi di daerah penelitian, hal pertama yang diperhatikan adalah interpretasi kelurusan punggungan, lembah dan sungai dari peta topografi dan SRTM (Gambar 3.23). Hasil kelurusan yang terdapat di daerah penelitan disajikan dalam diagram bunga dan berarah utaraselatan. Gambar 3.23 Pola kelurusan pada peta SRTM daerah penelitian dan diagram bunga. 38 3.3.1 Pengamatan Struktur Geologi di Lapangan Struktur Sayap Lipatan Struktur lipatan yangberada di daerah penelitian didasarkan pada adanya kemiringan lapisan dan rekostruksi penampang geologi. Struktur lipatan yang berada di daerah penelitian merupakan bagian dari sayap Antiklinorium Rembang berdasarkan Peta Geologi Lembar Rembang (Kadar dan Sudijono, 2003). Struktur sayap lipatan antiklin ini memiliki kemiringan lapisan batuan 27º – 43º dengan arah kemiringan bearah baratlaut dan menempati hampir seluruh wilayah di daerah penelitian. Struktur Sesar Struktur sesar yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur berupa sesar mendatar, yaitu Sesar Bonorejo yang memiliki arah relatif baratdaya - timurlaut. Sesar tersebut dicurigai terjadi pada Sungai Bonorejo yang mengalir di daerah kawasan Bonorejo - Keben dan penamaan sesar tersebut didasarkan pada nama desa yaitu Desa Bonorejo yang dilalui sesar tersebut. Struktur geologi berupa sesar mendatar tersebut merupakan sesar hasil interpretasi dari data-data yang didapat. Interpretasi tersebut berdasarkan pada pengamatan langsung di lapangan dan interpretasi kelurusan pada peta SRTM dan peta topografi yang dapat dijelaskan sebagai berikut : - pada pengamatan di lapangan ditunjukkan adanya perubahan kedudukan yang acak - hasil interpretasi pola kelurusan pada peta SRTM dan peta topografi didapatkan suatu pola kelurusan pada daerah tersebut. - rekonstruksi persebaran litologi menunjukkan adanya offset yang mengindikasikan adanya sesar. Offset yang terbentuk dari rekonstruksi persebaran litologi menunjukkan bahwa pergerakan sesar tersebut adalah mengiri. Sesar Bonorejo ini melewati empat satuan yang terdapat pada daerah penelitian yaitu Satuan 39 Batupasir Selang-seling Batugamping, Satuan Napal, Satuan Batugamping Grainstone, dan Satuan Batulempung Masif. 3.3.2 Mekanisme Pembentukan Struktur Geologi Struktur geologi berupa sesar mendatar adalah struktur yang diinterpretasikan berkembang di daerah penelitian. Pada pengamatan di lapangan ditemukan gejala perubahan kedudukan yang acak. Data berupa breksiasi, shear fracture maupun gash fracture tidak dapat terekam dengan baik di lapangan. Struktur geologi berupa sesar mendatar dapat dijelaskan mekanisme pembentukannya dengan teori model pure shear (Twiss dan Moores, 1992). Berdasarkan teori model pure shear (Gambar 3.24) tersebut ditunjukkan bahwa arah tegasan utama akan membentuk dua sumbu yang membentuk sudut 600 dan pada kedua sumbu tersebut terbentuk sesar mendatar. Sesar mendatar daerah penelitan adalah baratdaya - timurlaut dengan gaya tegasan utama berarah utara-selatan. Gambar 3.24 Teori model pure shear (Twiss dan Moores, 1992) 40 Waktu pembentukan sesar mendatar tersebut pada daerah penelitian diperkirakan terjadi setelah pengendapan Satuan Napal, Satuan Batugamping Grainstone, dan Satuan Batulempung Masif, yaitu pada pasca Plistosen. Perkiraan umur tersebut didasarkan karena sesar tersebut melewati Satuan Batugamping Selang-seling Batugamping, Satuan Napal, Satuan Batugamping Grainstone, dan Satuan Batulempung Berlapis yang ketiganya berumur Pliosen Bawah - Plistosen. Hal ini sesuai dengan pola Pulau Jawa yang pada saat Plio-Plistosen merupakan zona subduksi dengan gaya tegasan utama utara-selatan (Pulonggono, 1994). 41