penggabungan ebtanas dan umptn

advertisement
1
UJIAN NASIONAL: EVALUATIF & PREDIKTIF ?
Djemari Mardapi
Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia
Dosen Pascasarjana UNY
,
Ketika Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dilaksanakan pada
tahun 2001 sudah ada usaha untuk menggunakan hasilnya sebagai alat seleksi masuk ke
perguruan tinggi negeri. Namun saat itu pimpinan Rayon A, Rayon B, Rayon C ujian
masuk ke perguruan tinggi negeri
dalam diskusi yang dipimpin oleh Prof. Moegiadi
(alm) di Pusat Pengembangan Sistem Pengujian (Pusbangsisjian), nama saat itu, dan
sekarang bernama Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik), memerlukan bukti tentang
kualitas hasil Ebtanas. Pembicaran ini terhenti ketika Ebtanas berubah menjadi Ujian
Akhir Nasional dan muncul kembali ketika dilaksanakan Ujian Nasional mulai tahun
2005. Pemanfaatan hasil ujian nasional untuk seleksi sering dibahas di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dengan tujuan untuk efisiensi pelaksanaan seleksi masuk ke
perguruan tinggi negeri.
Setiap tahun sering dibicarakan masalah ujian nasional yang bersifat evaluatif dan
ujian masuk perguruan tinggi negeri yang bersifat prediktif. Tulisan ini bermaksud
memperjelas makna evaluatif dan prediktif.
Ujian Nasional
Ujian Nasional (UN) bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional. Penilaian adalah kegiatan menafsirkan hasil pengukuran atau untuk
mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik. Bahan ujian nasional berasal dari
kurikulum yang digunakan yang di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi dasar dan
kompetensi dasar ini digunakan untuk menyusun kisi-kisi ujian nasional. Kisi-kisi ujian
nasional merupakan acuan untuk menulis butir soal ujian nasional. Siapapun penulisnya
bila menggunakan kisi-kisi yang sama diharapkan akan menghasilkan tingkat kesulitan
soal yang sama.
Ujian nasional merupakan kegiatan pengukuran, penilaian, dan evaluasi hasil
pembelajaran. Pengukuran merupakan kegiatan melakukan kuantifikasi suatu objek atau
1
2
gejala, sedangkan penilaian atau asesmen merupakan kegiatan menafsirkan hasil
pengukuran yang berupa angka. Penilaian juga didefinisikan sebagai kegiatan
menentukan pencapaian belajar peserta didik. Pengertian evaluasi pendidikan adalah
kegiatan untuk melakukan judgment terhadap hasil penilaian, seperti lulus atau tidak dan
berhasil atau tidak. Evaluasi juga ditafsirkan sebagai kegiatan untuk menentukan
pencapaian belajar kelompok, seperti kelas atau sekolah. Jadi, pengukuran, penilaian,
dan evaluasi pendidikan bersifat hirarki. Evaluasi memerlukan informasi hasil penilaian,
sedang penilaian memerlukan data hasil pengukuran.
Instrumen atau soal tes yang digunakan dalam ujian nasional harus memiliki bukti
kesahihan (valid) dan keandalan (reliable). Ada tiga jenis kesahihan dalam pengukuran,
yaitu kesahihan konstruk, isi, dan kreteria. Kesahihan konstruk berarti tes mengukur
seperti yang direncanakan, kesahihan isi adalah tes mengukur hasil pembelajaran,
sedangkan kesahihan terkait kriteria artinya hasil tes dapat digunakan untuk melakukan
prediksi atau ramalan. Kesahihan terkait kriteria ada dua yaitu kesahihan konkuren dan
kesahihan prediktif.
Bedanya terletak pada kriteria yang digunakan dan
saat
memperoleh data kriteria.
Dilihat dari tujuan dan kegiatan yang dilakukan, ujian nasional termasuk kegiatan
untuk melakukan evaluasi sehingga bersifat evaluatif. Sesuai dengan kurikulum yang
digunakan yaitu berbasis kompetensi maka penafsiran terhadap hasil ujian nasional
menggunakan acuan kriteria. Acuan kiteria menggunakan asumsi bahwa hampir semua
orang bisa belajar apa saja hanya waktu yang diperlukan berbeda. Dengan kata lain
kecepatan belajar peserta didik tidak sama. Oleh karena itu, ada kriteria kelulusan pada
ujian nasional dan kriteria ini ditentukan sebelum ujian dilaksanakan. Penentuan kriteria
kelulusan bisa dilakukan dengan menggunakan metode standard setting (Cizek, 2001)
dan bisa juga dengan judgment oleh tim. Apabila kriteria ini sudah dicapai oleh 80 %
atau lebih peserta ujian, kriteria ini biasanya dinaikkan dengan maksud agar kualitas
pendidikan meningkat. Hal ini dikarenakan kriteria kelulusan pada dasarnya merupakan
tantangan bagi guru dan peserta didik untuk mencapainya.
2
3
Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Ujian seleksi menekankan pada bukti kesahihan terkait kriteria. Kesahihan ini ada
dua yaitu kesahihan konkuren dan kesahihan
prediktif. Kesahihan
ini merupakan
besarnya hubungan antara skor tes masuk dengan skor kriteria. Kriteria
kesahihan
konkuren adalah hubungan atau korelasi antara skor tes yang digunakan dengan skor tes
yang baku (sebagai kriteria), sedangkan kesahihan prediktif adalah hubungan antara skor
tes seleksi dengan keberhasilan belajar sebagai kriteria), yang sering digunakan adalah
besarnya indeks prestasi. Jadi, bedanya kedua kesahihan tersebut terletak pada waktu
yang diperlukan untuk memperoleh skor kriteria. Ujian masuk perguruan tinggi negeri
memerlukan bukti besarnya kesahihan prediktif yang maknanya calon mahasiswa yang
memiliki skor tinggi diramalkan sukses belajar di perguruan tinggi, sedangkan yang
memiliki skor rendah diramalkan tidak sukses belajar di perguruan tinggi.
Tingkat kesulitan soal ujian masuk perguruan tinggi agar dapat membedakan yang
akan sukses belajar dengan yang tidak sukses harus sesuai dengan status perguruan
tinggi. Perguruan tinggi yang sangat kompetetif, peminatnya sangat banyak dan
kemampuannya tinggi, harus menggunakan tes masuk dengan tingkat kesulitan yang
tinggi agar dapat memilih calon yang terbaik. Perguruan tinggi yang kurang kompetitif,
peserta ujian tidak banyak dan kemampuannya biasa, maka tingkat kesulitan soal
menengah ke bawah. Apabila tingkat kesulitan soal ujian sama untuk semua perguruan
tinggi, maka keshahihan prediktifnya akan berbeda antar perguruan tinggi dengan
klasifikasi yang berbeda. Kesahihan prediktif ditentukan oleh daya beda butir soal,
sedangkan daya beda butir soal ditentukan oleh tingkat kesulitan soal. Oleh karena itu
untuk memperoleh bukti kesahihan prediktif yang tinggi, tingkat kesulitan soal
ditentukan oleh kualifikasi perguruan tinggi.
Ujian Nasional dan Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Pertanyaan yang sering muncul adalah ujian nasional yang bertujuan untuk
menilai pencapaian kompetensi lulusan apakah memiliki kesahihan prediktif. Materi yang
diujikan pada ujian nasional merupakan materi yang diperlukan belajar di perguruan
tinggi dan sering disebut dengan kemampuan awal peserta didik. Oleh karena itu, tentu
ada hubungan antara skor ujian nasional dengan skor keberhasilan belajar di perguruan
3
4
tinggi. Adanya hubungan ini merupakan bukti bahwa ujian
nasional juga dapat
digunakan untuk memprediksi keberhasilan belajar peserta didik di perguruan tinggi.
Ujian
nasional
peserta didik. Walau
merupakan
penilaian pencapaian belajar (achievement test)
ujian nasional menekankan pada kesahihan isi namun juga
memiliki kesahihan prediktif, hanya besarnya tentu tergantung pada kualifikasi perguruan
tinggi. Pada ujian untuk seleksi tentu penekanannya pada kesahihan prediktif agar dapat
memilih calon yang terbaik. Ujian seleksi yang baik menurut Sumadi Suryabrata (1990)
harus memenuhi empat hal, yaitu: mendorong peserta didik mengikuti pembelajaran di
sekolah sesuai dengan kurikulum yang digunakan, memiliki daya prediksi, adil (equity),
dan ekonomis. Agar peserta didik tetap memiliki motivasi mengikuti pembelajaran pada
semester akhir, tentu tes yang digunakan harus memuat bahan yang diajarkan. Daya
prediksi merupakan besarnya hubungan antara tes masuk dengan keberhasilan belajar di
perguruan tinggi. Inilaih yang sering disebut bahwa tes seleksi bersifat prediktif, karena
harus memiliki hubungan yang kuat antara skor tes masuk dengan keberhasilan belajar.
Adil berarti peserta didik yang memiliki potensi yang sama harus memiliki peluang
yang sama untuk masuk ke perguruan tinggi. Untuk itu tes seleksi merupakan tes
potensi belajar, yaitu potensi untuk belajar di perguruan tinggi. Ekonomis memiliki
makna bahwa tes yang digunakan diusahakan semurah mungkin dan seefisien mungkin
dalam makna waktu dan biaya.
Untuk memenuhi empat syarat tes seleksi yang baik, seleksi yang digunakan
harus menggunakan hasil ujian nasional agar siswa termotivasi
belajar sesuai dengan
kurikulum. Selain itu agar aspek keadilan dipenuhi tes yang digunakan harus bisa
menjaring peserta didik yang memiliki potensi belajar. Untuk itu, tes yang digunakan
berupa tes potensi belajar. Jadi, bila ditinjau dari aspek pembelajaran dan prediksi ada
dua tes yang digunakan untuk seleksi masuk ke perguruan tinggi. Untuk memenuhi aspek
ekonomis, sistem seleksi sebaiknya menggunakan hasil ujian nasional.
Pertanyaan yang timbul untuk meningkatkan efisien seleksi masuk perguruan
tinggi, apakah soal ujian nasional bisa digabung dengan soal tes potensi belajar? Hal ini
bisa dilakukan apabila soal pada ujian nasional mencakup soal level berpikir tingkat
tinggi, yaitu level aplikasi, analisis, dan evaluasi. Materi soal tetap berasal dari kurikulum
yang digunakan hanya level berpikir untuk mengerjakan soal yang meningkat. Hal ini
4
5
bisa ditelaah soal-soal yang digunakan pada Trend International Mathematics and
Science Study (TIMSS) dan soal-soal pada Programme for
International Student
Assessment (PISA). Level soal yang digunakan pada TIMSS dan PISA bisa menjadi
acuan untuk mengembangkan soal UN dan sekaligus untuk seleksi masuk ke perguruan
tinggi. Selain itu bentuk soal yang digunakan American Coillege Testing (ACT) juga
bisa dijadikan acuan karena ACT pada dasarnya tes pencapaian belajar, namun juga
digunakan untuk seleksi.
5
6
6
Download