1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Pada era postmodern seperti dewasa ini, masyarakatnya dikenal dengan masyarakat yang mengedepankan prestise, gaya hidup dan masyarakat yang dikenal serba „instan‟. Masyarakat kontemporer adalah masyarakat yang tidak dapat terlepas dari teknologi. Perkembangan teknologi yang demikian pesat membuat kehidupan masyarakat postmodern seakan-akan tidak dapat terpisah dengan teknologi, selalu melibatkan teknologi canggih dan modern. Teknologi modern menurut Mochtar Lubis cenderung mempercepat tempo kehidupan; pengangkutan serba lebih cepat, komunikasi secepat kilatan cahaya. Siapa terlambat, akan ketinggalan, dan akan kalah dalam persaingan (Mangunwijaya, 1985:2). Masyarakat postmodern tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan manfaat atau fungsi dari objek, tindak konsumsi didasarkan atas simbol dan prestise. Pembuatan teknologi tidak lagi dilatarbelakangi pemenuhan kebutuhan manusia. Teknologi dijadikan komoditas dan diciptakan untuk membentuk kebutuhan baru, diciptakan untuk memenuhi hasrat kesenangan manusia. Hal ini yang kemudian memicu tumbuh dan lahirnya budaya baru dalam kehidupan manusia, utamanya yang berkaitan dengan gaya hidup, dalam hal ini konsumerisme. Konsumerisme tidak sekedar terbatas pada komoditas yang diperjualbelikan, melainkan lebih dari 2 itu, produk apapun yang digunakan dan dimanfaatkan, itu juga termasuk dalam objek konsumsi. Internet adalah salah satu teknologi komunikasi yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat kontemporer, hampir setiap hari internet dipergunakan sebagai sarana untuk memperoleh berbagai informasi dan untuk menjalin komunikasi. Internet (interconnection networking) menurut Bungin (2006:135) merupakan jaringan komputer yang memiliki kemampuan untuk menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer satu dengan jaringan komputer yang lain. Hal ini bertujuan untuk dapat saling berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri. Internet merupakan bentuk konvergensi dari beberapa teknologi penting terdahulu, seperti komputer, televisi, radio dan telepon. Internet dikembangkan dengan berbagai macam kreasi dan inovasi. Salah satu hasil dari pengembangan internet sebagai media komunikasi adalah Situs-situs jejaring sosial. Situs jejaring sosial menurut Aditya Hermansyah (2010:10) adalah sebuah situs berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat daftar pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Tampilan dasar situs jejaring sosial ini menampilkan halaman profil pengguna, yang di dalamnya terdiri dari identitas diri dan foto pengguna. Masyarakat kontemporer seakan berlomba memiliki akun di situs-situs jejaring sosial, salah satunya adalah Facebook. Facebook memang bukanlah satusatunya situs jejaring sosial yang sedang diminati saat ini, tetapi pada penelitian 3 ini akan fokus pada Facebook, hal ini karena Facebook adalah situs jejaring sosial yang memiliki fitur dan konten yang lebih lengkap dibandingkan situs jejaring sosial yang lainnya. Selain itu, Facebook merupakan situs jejaring sosial yang populer di Indonesia, terbukti dari penggunanya yang dari tahun ke tahun terus bertambah. Rata-rata pengguna Facebook menunjukan eksistensi dengan melakukan berbagai cara, mulai dari rutin mengganti foto profil, berbagi foto diberbagai moment ataupun rutin menulis status di Time Line. Facebook dapat dikatakan telah bertransformasi menjadi trend dan gaya hidup khususnya di kalangan anak muda, tidak terkecuali mahasiswa. Akan tetapi yang menjadi menarik dan perlu digarisbawahi adalah penggunaan Facebook saat ini sebagian besar telah menjadikan Facebook seolah-olah “buku harian” meskipun secara tidak langsung. Berbagai hal dibagikan dan diinformasikan di Facebook, tidak ada lagi pertimbangan-pertimbangan mengenai apakah hal yang akan disharekan tersebut layak atau tidak untuk dibagikan ke Facebook yang notabene adalah ruang publik. Para pengguna Facebook seakan sudah menganggap wajar dan normal hal-hal yang bersifat pribadi (status-status ungkapan perasaan pribadi, foto-foto pribadi yang mengandung unsur pornografi) diketahui oleh banyak orang. Hal inilah yang menunjukan mulai adanya kekaburan antara konsep ruang privat dan ruang publik dalam jejaring sosial Facebook. Pada tataran selanjutnya Facebook dapat mengantarkan pada sebuah candu dalam masyarakat. Masyarakat menggunakan Facebook tidak lagi hanya untuk tujuan komunikasi melainkan dipergunakan untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan. 4 Postmodern tidak dapat dilepaskan dari postmodernisme, postmodernisme secara sederhana dapat diartikan sebagai paham yang menolak grand narration dan kebenaran absolut sebagai tolak ukur pada era modern. Postmodernisme, adalah paham yang banyak mengangkat semiotika sebagai perspektif dalam melihat fenomena kehidupan masyarakat postmodern. Salah satu tokoh postmodernisme yang erat dengan semiotika dan pengkajian persoalan media dalam masyarakat postmodern adalah Jean Baudrillard. Jean Baudrillard adalah salah seorang tokoh kunci dalam konsep pascamodernisme atau postmodernisme. Pemikiran Baudrillard dikenal sebagai kritik terhadap budaya yang berkembang pada masyarakat kontemporer, terutama penggunaan media massa. Internet sebagai salah satu perkembangan media informasi dan komunikasi massa telah memicu berbagai dampak pada kehidupan mayarakat kontemporer. Baudrillard menyatakan bahwa masyarakat saat ini tidak lagi didasarkan pada pertukaran barang material dengan nilai guna, namun lebih pada komoditas sebagai tanda dan simbol yang pembentukannya sepenuhnya bersifat sewenangwenang dan mempunyai signifikansi sejauh berada di dalam “kode” (Endraswara, 2009: 242). Hal yang demikian, kemudian mengakibatkan tindakan konsumtif yang mengedepankan citra dan prestise. Baudrillard juga menyatakan bahwa masyarakat sedang dalam belenggu tatanan cybernetics neocapitalist, teknologi tinggi menghadapkan masyarakat pada problem besar, hal ini karena neocapitalist memiliki tujuan dan kontrol total (Lubis, 2014: 187). 5 Menurut Baudrillard masyarakat berada pada hiperrealitas model-model dan kode-kode yang sangat mempengaruhi pola pemikiran, tingkah laku dan makna. Media informasi, hiburan, komunikasi memberikan pengalaman yang kuat dan dominan serta melibatkan kehidupan sehari-hari yang dangkal. Situasi ini yang kemudian mengantarakan masyarakat postmodern ke dalam ekstase yang penuh dengan hiperrealitas melalui ranah atau dunia komputerisasi, multi media serta berbagai pengalaman yang diberikan oleh teknologi baru/teknologi canggih (Kellner, 2010: 404). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa komputer dan internet adalah salah satu dari teknologi canggih saat ini yang menjadi pusat dalam perkembangan pola pikir masyarakat, baik itu melalui berita maupun informasi-informasi yang sengaja dibagikan dan disebar luaskan terus menerus dan tanpa henti. Masyarakat pada tataran selanjutnya terlena dengan segala tanda dan simbol yang melekat pada objek konsumsi, yang oleh Baudrillard disebut sebagai ekstasi atau ekstase, ketika manusia tidak lagi mempersoalkan tujuan, makna dan pesan melainkan kepuasan dan kesenangan atas sesuatu itu. Berdasarkan pokok persoalan yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu persoalan mengaburnya ruang privat dan ruang publik dalam Facebook, konten postingan didalam Facebook tidak lagi dapat dikendalikan, terjadi pergeseran fungsi ruang di Facebook. Berdasarkan hal itu pemikiran Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard dipandang tepat oleh penulis untuk dijadikan sebagai objek formal untuk mengkaji fenomena ruang semu Facebook, Hal itu karena Ekstasi Komunikasi dari Jean Baudrillard juga menjelaskan mengenai kekaburan antara ruang publik dan ruang privat di media massa. 6 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut : a. Apa itu konsep ruang semu Facebook? b. Apa pandangan filosofis Jean Baudrillard mengenai Ekstasi Komunikasi? c. Apa pandangan filosofis teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard terhadap konsep ruang semu Facebook ? 3. Keaslian Penelitian Fokus kajian dalam penelitian ini adalah tentang konsep ruang semu Facebook yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean Baurillard. Sejauh penelusuran dan pengamatan mengenai karya-karya ilmiah di lingkungan fakultas filsafat atau di luar fakultas filsafat. Penelitian yang membahas dan mengkaji mengenai hal ini memang sudah ada. Akan tetapi penulis tidak menemukan penelitian yang mengkaji konsep ruang semu Facebook yang ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard. Berikut penulis menemukan beberapa karya yang berkaitan dengan tema penelitian, yaitu : a. Anni Zunaidah, 2002, Skripsi : “Multi Level Marketing dalam Kajian Hiperrealitas Jean Baudrillard”, Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menjelaskan bahwa Multi Level Marketing (MLM) adalah wacana bujuk rayu yang beroperasi melalui kepalsuan tanda dan 7 kesemuan makna, sebuah bentuk dari hipermarketing. MLM ini yang kemudian dipandang sebagai mesin simulasi yang memproduksi berbagai kegalauan tanda yang menurut Baudrillard adalah Hiperrealitas. b. Nunung Qomariyah, 2007, Skripsi : “Analisis Simulacra Jean Baudrillard atas Iklan Lux super power dan Iklan Gudang Garam di Televisi”, Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menjelaskan tentang Iklan Lux super power dan Iklan Gudang Garam yang ternyata di dalamnya merupakan sesuatu yang oleh Baudrillard disebut Simulacra. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa apa yang ditampilkan oleh iklan tersebut bukanlah suatu representasi melainkan penciptaan model-model realitas yang tidak memiliki asalusul. c. Taufik Dwi Wijayanto, 2008, Skripsi : “Friendster Sebagai Bentuk Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard”, Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini menjelaskan bahwa friendster sebagai situs jejaring sosial online ternyata mengandung Ekstasi Komunikasi, yaitu friendster telah menciutkan seluruh fungsi menjadi satu dimensi, yaitu dimensi komunikasi. Ekstasi merupakan kondisi mental dan spiritual di dalam diri setiap orang yang berpusar sebagai sebuah pribadi yang hampa. d. Hari Kristanto, 2010, Skripsi : “Facebook Sebagai Media Komunikasi (Studi Deskriptif Kualitatif Motivasi dan Persepsi Penggunaan Facebook 8 Sebagai Media Komunikasi Jejaring Sosial dalam Pertemanan pada Mahasiswa FISIP UNS Non Reguler angkatan 2007-2008)”, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini berisikan tentang Facebook sebagai media komunikasi di kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik Universitas Sebelas Maret angkatn 2007-2008 ternyata digunakan secara pasif, sebagian besar mahasiswa tidak terlalu sering untuk log in di Facebook karena aktivitas penggunaan Facebook hanya dilakukan saat waktu luang saja. e. Ratih Dwi Kusumaningtyas, 2010, Skripsi : “Peran Media Sosial Online (Facebook) Sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di Surabaya (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Peran Media Sosial Online (Facebook) sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di Surabaya)”, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Skripsi berisikan tentang peran Facebook yang sangat luar biasa sebagai media saluran self disclosure remaja putri di Surabaya. Remaja putri di Surabaya (informan penelitian) merasakan kenyamanan saat melakukan self disclosure di Facebook, karena kebutuhan yang diharapkan dapat terpenuhi pula oleh Facebook, meskipun self disclosure yang dilakukan cenderung negatif. 9 f. Wolfgang Sigogo Xemandros, 2010, Skripsi : “Hiperrealitas dalam Iklan menurut Pemikiran Jean Baudrillard”, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia. Skripsi ini menjelaskan tentang Iklan sebagai bentuk atau wujud dari hiperrealitas. Iklan dipandang informasi yang bekerja dalam prinsip semiotik, iklan sebagai relasi tanda yang tidak lagi memiliki referensi. g. Sakinah Sudin, 2013, Skripsi : “Analisis Pemanfaatan Facebook Sebagai Ruang Publik”, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Hassanudin. Skripsi Sakinah Sudin meneliti bahwa Facebook sebagai ruang publik sudah tidak lagi dimanfaatkan sesuai fungsinya, dari hasil survei dan analisisnya, Sudin menemukan bahwa Facebook lebih cenderung dipergunakan untuk membagikan hal-hal yang bersifat pribadi dibandingkan hal-hal yang bersifat umum. h. Rr. Siti Murtiningsih, Desertasi : “Video Games Dalam Perspektif Teori Simulacra Jean Baudrillard Dan Kontribusinya Bagi Pendidikan Di Indonesia”, Program studi S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada. Desertasi dari Rr. Siti Murtiningsih meneliti bahwa video games dipercayai dapat mengubah cara pandang anak-anak dalam memahami dunia. Dunia yang ditampilkan oleh video games adalah dunia yang” kurang-nyata” dan “setengah-nyata. Jean Baudrillard menyebut video games sebagai sebuah simulasi kenyataan. Simulacra adalah ruang 10 tempat mekanisme simulasi berlangsung. Manusia dijebak dalam ruang realitas yang dianggapnya nyata, padahal semu. Realitas tidak lagi menjadi cermin kenyataan, melainkan model-model. Realitas hasil teknologi baru ini mengalahkan realitas sesungguhnya, dan menjadi acuan baru bagi masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa permainan anak modern video games menyuguhkan sebuah “hiperrealitas” dari simulasi realitas atau Jean Baudrillard menyebutnya dengan istilah “simulacra”. 4. Manfaat Penelitian a. Bagi Perkembangan Ilmu dan Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam pengkajian masalah-masalah sosial khususnya yang berkaitan dengan penggunaan jejaring sosial Facebook di kalangan anak muda atau mahasiswa. Selain itu dengan menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard sebagai sudut pandang, diharapkan penelitian ini dapat memperkaya perspektif dalam penelitian-penelitan sosial. b. Bagi perkembangan Filsafat Penelitian ini diharapkan dapat turut berperan serta dalam pengembangan ilmu filsafat yang membahas persoalan-persoalan postmodern khususnya yang menggunakan teori Jean Baudrillard. Hasil dari pengkajian konsep ruang semu Facebook ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Baudrillard, diharapkan dapat menjadi bahan pendukung atau referensi dalam diskusi 11 yang membahas tema yang sama, baik itu yang bersifat formal maupun nonformal. c. Bagi Bangsa Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi masyarakat Indonesia dalam menghadapi persoalan yang berkaitan dengan penggunaan jejaring sosial Facebook. Selain itu hasil analisis filosofis konsep ruang semu Facebook ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang baru bagi masyarakat awam. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan yang ditemukan dalam rumusan masalah, yaitu : 1. Menjelaskan dan menguraikan Facebook sebagai ruang publik „baru‟ dan konsep ruang semu Facebook 2. Memaparkan teori Jean Baudrillard tentang Ekstasi Komunikasi. 3. Menganalisis dan merefleksikan konsep ruang semu menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard Facebook 12 C. Tinjauan Pustaka Media komunikasi tradisional seperti pos, telepon dan fax pada batas tertentu mulai tergantikan dengan adanya sarana komunikasi alternatif yaitu internet, meskipun begitu internet tidak dapat menggantikan secara penuh media tradisional, hal itu karena masih terbatasnya kelompok masyarakat yang menggunakan internet. “Memasyarakatkan” penggunaan internet menjadi harapan agar suatu saat kelak pemakaiaannya semakin meluas dan setara dengan pemakaian media komunikasi lainnya, dengan begitu program-program aplikasi yang ada diinternet dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan untuk mencari dan memperoleh Informasi (Prastowo, 1995:1). Perkembangan internet yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan manusia untuk memperoleh informasi, kini mulai mengalami perubahan. Internet dewasa ini, lebih cenderung dimanfaatkan sebagai gaya hidup. Hal ini karena internet yang merupakan bagian dari teknologi realitas virtual. Menurut Yasraf Amir Piliang pada pengantar buku Ruang Yang Hilang Pandangan Humanis Tentang Budaya Cyberspace Yang Merisaukan (Slouka, 1999:16) perkembangannya dianggap mampu memecahkan segala keterbatasan manusia untuk mengembara di dalam berbagai bentuk realitas yang tanpa batas. Oleh sebab itulah, muncul berbagai optimisme dalam menyongsong sebuah abad ketika ruang dan waktu tidak lagi menjadi hambatan bagi umat manusia dalam menjelajahi dunia realitas tersebut- optimisme yang merupakan warisan Marshall Mcluhan. Realitas virtual dianggap dapat memperkaya kemampuan manusia dalam merumuskan realitasnya sendiri. Artinya, manusia mempunyai peluang 13 besar menciptakan realitas baru, yang tidak pernah dialami sebelumnya. Manusia mempunyai kekuasaan dalam memilih realitas yang diinginkannya, tanpa dibatasi ruang dan waktu. Situs jejaring sosial Facebook adalah salah satu hasil dari pengembangan teknologi internet. Situs ini dipandang oleh penggunanya sebagai situs yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam berkomunikasi di lingkungan sosial. Situs jejaring sosial Facebook telah memberikan kemudahan pada penggunanya untuk berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya tanpa batasan ruang dan waktu. Menurut Mardiana Wati dan A. R. Rizky (2009:13) Facebook merupakan jejaring sosial yang dapat dimanfaatkan oleh para pengguna untuk saling mengenal dan berkomunikasi dalam berbagai keperluan dan juga bersifat rekreasi. Facebook adalah situs jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Universitas Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat surat email suatu universitas (seperti .edu, .ac, .uk) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini. 14 Facebook bukan hanya situs populer di kalangan remaja tetapi juga situs yang hampir setiap orang sangat akrab dengannya, bahkan karena begitu digandrunginya hingga seperti tiada hari tanpa Facebook. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Jejaring Sosial Facebook seakan-akan telah menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat kontemporer (http://media.kompasiana.com/buku/2010/11/13/mengenal-seluk-beluk-) Ratih Dwi Kusumaningtyas (2010: xiv) dalam penelitian skripsinya yang berjudul “Peran Media Sosial Online (Facebook) Sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di Surabaya (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Peran Media Sosial Online (Facebook) Sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di Surabaya)” menyatakan bahwa Jejaring Sosial Facebook memiliki peranan yang sangat penting sebagai salah satu media yang menyalurkan self disclosure bagi remaja putri di Surabaya. Hal ini karena Facebook mampu membuat informasi tersembunyi di kehidupan nyata (offline) cenderung diungkapkan pada Facebook (online) secara terbuka oleh Facebooker (informan penelitian). Remaja putri di Surabaya melakukan self disclosure di Facebook untuk memenuhi kebutuhan menjalin pertemanan, khususnya pertemanan lama dan mengaktualisasikan diri. Selain itu, kecenderungan terbesar Facebooker yang terdiri atas remaja putri di Surabaya, yaitu melakukan self disclosure bersifat negatif. Penelitian dari Hari Kristanto (2010:82) yang berjudul Facebook Sebagai Media Komunikasi (Study Deskriptif Motivasi dan Persepsi Penggunaan Facebook Sebagai Media Komunikasi Jejaring Sosial dalam Pertemanan Pada Mahasiswa FISIP UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008) menganalisis bahwa 15 motivasi mahasiswa FISIP UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008 dalam menggunakan Facebook adalah pasif. Hal ini karena jika dilihat dari seringnya menggunakan Facebook para informan banyak yang menjawab kadang-kadang atau tidak terlalu sering. Pada penelitian ini informan memiliki motif diversi yakni sifat pasif dalam penggunaan Facebook, motif ini bertumpu pada perasaan senang dan tidak senang, sehingga dengan motivasi diversi. Selain itu mahasiswa FISIP UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008 menggunakan Facebook di dasari dengan motif kognitif, yakni motif yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan informasi tentang segala sesuatu yang bersifat baru di Facebook. Persepsi FISIP UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008 tentang penggunaan Facebook cenderung beragam, mulai dari anggapan bahwa pengguna dapat menangkap berbagai informasi dari Facebook, hingga anggapan bahwa fitur-fitur Facebook sangat menarik seperti selling, tagging. Penggunaan Facebook dilain pihak juga tidak dapat terlepas dari pengaruh adanya situs yang lain seperti Google, Kaskus, Youtube. Makalah Alfred Mulya Simandjuntak (2014:8-9) yang berjudul Fenomena Facebook dan Modernisme berisikan bahwa Masyarakat modern adalah masyarakat yang mengutamakan rasio berpikir daripada emosi dan mengutamakan kepentingannya daripada kepentingan sesamanya. Akan tetapi, yang penulis alami, setelah membuka sendiri account di Facebook adalah: hubungan yang terjalin antara Facebookers, lebih mengarah atas dasar kedekatan emosi yaitu saling mendukung atau sekedar membuat lelucon. Berdasarkan pengamatan terhadap teman-teman yang menggunakan Facebook, Facebookers 16 justru mengakses account milik temannya daripada memperindah accountnya sendiri. Hal ini tidak dapat dipungkiri juga bahwa „kegilaan‟ terhadap Facebook telah memunculkan para pengguna yang narsis, merasa seakan-akan semua perhatian tumpah kepadanya, apalagi dengan tampilan-tampilannya yang dapat diatur sesuka hati. Terlepas dari kepopulerannya tersebut, akan ada suatu saat penurunan baik kuantitas maupun kualitas Facebook karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bosan. Jadi selagi belum ada hal-hal baru, yang sebenarnya juga termasuk lama, ditemukan maka Facebook akan masih tetap menjadi situs pertemanan global yang paling dicari orang untuk saat ini. Sakinah Sudin (2013: 73) pada penelitiannya menjelaskan bahwa pada prinsipnya, Facebook adalah sebuah jejaring sosial yang berfungsi sebagai ruang publik. Facebook sebagai ruang publik sudah seharusnya menjadi tempat untuk menyampaikan hal-hal yang bersifat publik. Facebook, sebagaimana media komunikasi lainnya, sudah selayaknya digunakan sebagai sarana informasi, edukasi, dan hiburan. Akan tetapi pada kenyataannya, penggunaan facebook telah beralih fungsi. Batas antara hal privat dan publik di facebook semakin memudar. Penelitian dari Taufik Dwi Wiajayanto (2008:98) juga berkaitan dengan penelitian ini, hal ini karena dalam penelitannya menggunakan Jejaring sosial sebagai objek material, dan Jean Baudrillard sebagai Objek formal meskipun objek materialnya bukanlah Facebook melainkan Friendster. Hasil analisis dari penelitiannya menyatakan bahwa Ekstasi Komunikasi yang ada dalam friendster terlihat antara lain dari fitur-fitur yang terdapat dalam friendster, berikut adalah 17 fitur-fiturnya yaitu pesan, testimonial, photo, teman, dan iklan. Fitur-fitur penting yang berperan dalam proses komunikasi di friendster berhubungan dengan ciri dari Ekstasi Komunikasi yaitu menjadi kelebihan (overload) misalnya pesan tidak terbatas jumlahnya. Manusia kehilangan identitas (tidak menjadi dirinya sendiri), kehilangan makna atau isi pesan tidak dapat dimaknai oleh manusia lebih lanjut, esensi hilang yaitu manusia kehilangan jati diri. Maksudnya, seperti dikatakan Baudrillard yaitu ekstasi adalah lenyapnya sebuah pesan di dalam media. orang akan hanyut dalam pesona media dan Jean Baudrillard melukiskan sebuah kondisi komunikasi yaitu komunikasi berlangsung dalam sebuah ajang “permainan tanda” (free play of signs) yang tanpa kendali, yang lalu terperangkap ke dalam logika kecepatan medianya sendiri sehingga menciptakan tanda, citra, dan informasi. Penelitian dari Ani Zunaidah (2002: 68) menunjukan bahwa fenomena cyberspace bukan hanya berhenti pada ranah dunia komunikasi semata melainkan sudah berkembang hingga aspek kehidupan yang lain, seperti dalam penelitiannya yang berjudul Multi Level Marketing dalam kajian Hiperrealitas Jean Baudrillard menyatakan bahwa sistem MLM yang mengadopsi kemajuan teknologi komputer dan informasi (internet) pada gilirannya akan melahirkan simulasi distribusi, sebuah deteritorial, yaitu ketika teritorial telah terserap dalam dunia maya cyberspace, maka prinsip dan bentuk bentuk aktivitas sosial dalam MLM telah melampaui prinsip dan bentuk aktvitas natural. Selain itu MLM dengan dukungan cyberspace juga semakin jauh meninggalkan konsep lamanya yang konvensional menuju era hipermarketing, tidak hanya memasarkan barang atau jasa, namun juga mimpi-mimpi dan gaya hidup. MLM adalah wacana bujuk rayu yang 18 beroperasi melalui kepalsuan tanda dan kesemuan makna. Akibatnya, tidak ada lagi kebenaran ataupun kepastian. Satu-satunya kontrol yang ada hanya referendum yang berisi testimoni para distributor MLM yang telah tergabung, serta opini para pakar yang berkompeten di bidangnya tentang keampuhan produk, marketing plan yang jitu, atau besarnya bonus. Ia mampu menciptakan sebuah kode kebenaran bagi masyarakat untuk menentukan sikap dan pilihan. Kode kebenaran mewujud sebagai simulasi dan hiperrealitas atau lebih nyata dari keyakinan masyarakat itu sendiri. Penelitian Nunung Qomariyah yang berjudul “Analisis Simulacra Jean Baudrillard atas Iklan Lux super power dan Iklan Gudang Garam di Televisi” menjelaskan bahwa simulasi dalam pandangan Baudrillard adalah proses penciptaan bentuk-bentuk nyata melalui model-model yang tidak ada asal-usulnya atau tidak berbasis pada realitas, sehingga memungkinkan manusia mampu membuat sesuatu tampak menjadi nyata. Iklan adalah hasil dari simulasi karena iklan tidak menampilkan realitas yang sebenarnya, realitas asli ditutupinya dengan menempelkan citra yang sangat jauh dari kenyataan. Sebagai contoh, iklan Gudang Garam yang mencitrakan bahwa mengkonsumsi rokok ini justru akan menjadi laki-laki yang kuat, hebat, perkasa, pemberani, sehat dan sebagainya. Iklan sabun Lux mencitrakan bahwa kesuksesan bisa diraih hanya dengan modal kecantikan dan kecantikan tersebut bisa diraih jika seseorang memakai produk sabun Lux, karena sabun Lux dapat membuat kulit menjadi putih, mulus dan indah, selain itu juga mampu menghadirkan keberanian, munculnya percaya diri yang tinggi dan sebagainya (Nunung, 2007: ix). 19 Hasil penelitian Wolfgang Sigogo Xemandros yang berjudul “Hiperrealitas Dalam Iklan” menyebutkan bahwa Iklan sebagai salah satu bentuk dari masivitas informasi, yang bekerja di dalam prinsip semiotik, yakni mengenai relasi tanda. relasi tanda ini tidak lagi bersifat referensial, melainkan berupa manifestasi dari pertukaran simbolik. Kondisi ini adalah apa yang disebut sebagai hiperrealitas oleh Jean Baudrillard; suatu situasi dimana masyarakat tidak lagi bisa membedabedakan status realitas. Iklan pada akhirnya bekerja di dalam prinsip hiperreal (Xemandros,2010: viii). Pembeda penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya adalah analisis persoalan pada fenomena penggunaan Facebook dari segi filsafati khususnya perspektif postmodernisme menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap konsep ruang semu Facebook yang selanjutnya dianalisis menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Baudrillard untuk mengupas lebih dalam dan menemukan hal mendasar di balik persoalan tersebut. D. Landasan Teori Jean Baudrillard (1929-2007) dianggap sebagai salah satu “guru” dalam kajian postmodernisme Perancis. Baudrillard merupakan teoretikus yang penting dan provokatif selama periode 1970-an. Baudrillard telah membuka jalan baru bagi teori sosial kontemporer dan menantang ortodoksi yang dominan. Baudrillard menggambarkan munculnya masyarakat postmodern yang diorganisasi oleh simulasi. Model, kode, komunikasi, informasi, dan media 20 merupakan penyebab patahan radikal dengan masyarakat modern (Kellner, 2010:143). Kondisi terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang dapat diciptakan secara artifisial lewat bantuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni mutakhir disebut Baudrillard sebagai teknologi simulasi. Simulasi adalah proses penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak mempunyai asal-usul atau referensi realitasnya sehingga manusia mampu membuat yang supernatural, ilusi, fantasi, dan khayali menjadi tampak nyata. Teknologi simulasi yang demikian ini dibangun oleh dimensi ruang baru, yang disebut dengan ruang simulakrum. Ruang simulakrum dapat diartikan sebagai ruang nyata, dari imajinasi yang tercipta oleh data komputer. Oleh karena itu, pada hakikatnya ruang simulakrum posrealitas, adalah dan hal itu ruang digital yang menurut adalah dunia hiperrealitas. Baudrillard adalah Sebuah dunia yang melampaui realitas, sebuah ruang imajinasi yang tercipta dari kecanggihan teknologi komunikasi (Xemandros, 2010: 42-43). Baudrillard menyatakan komunikasi adalah basah dan lengket, dan secara keseluruhan mengorganisasi konsep-konsep berdasarkan suatu logika struktural (Baudrillard, 2001 : 12). Prinsip ideal tentang waktu, tubuh dan kenikmatan telah hilang dengan datangnya era miniaturisasi dengan mikro proses dan remote control. Bagian yang tersisa kemudian hanyalah dampak-dampak yang terminiaturisasi, terpusat dan berdampak secara langsung. Perubahan standar ini dapat dilihat dimana-dimana: tubuh manusia, tubuh manusia sendiri, membludak dan melebar, dalam kompleksitas dan keragaman fungsinya karena dimasa 21 sekarang segala dipusatkan di otak dan kode genetik sebagai simpul terakhir definisi operasional keberadaan (being) (Baudrillard, 2006:10). Suatu proses yang sifatnya “intim” dalam kehidupan manusia, kini telah menjadi santapan virtual media. Sebut saja misalnya gosip kehidupan rumah tangga, aib dari seorang korban pelecehan dan kekerasan, belum lagi pornografi dan pornoaksi. (Fardiyan, 2012: 67) Ruang Privat dan ruang publik menjadi tidak bisa dibedakan, yang ada hanyalah kekaburan dan kesamaran. Baudrillard menyatakan bahwa masyarakat sekarang tidak lagi hidup dalam drama alienasi, ketika masih ada ruang privat. Masyarakat kontemporer telah hidup dalam ekstase komunikasi. Ketika semua telah dikomodifikasi (melalui manipulasi tanda-tanda), maka tahapan selanjutnya adalah semua komoditas harus diinformasikan. Tidak ada lagi yang tersembunyi dari komunikasi. Inilah kecabulan yang dimaksud, dan manusia terobsesi pada komunikasi tersebut. Segala fungsi dilenyapkan dalam suatu dimensi tunggal, yaitu suasana/adegan dilenyapkan dalam suatu dimensi tunggal berupa informasi. Itulah kecabulan komunikasi (Baudrillard, 2006:10-12). Menurut Baudrillard pesona medium (teknologi, trik media) membuat orang-orang terhanyut dan tidak lagi mempedulikan soal pesan yang terkandung di dalamnya. Kegairahan dalam mengkomunikasikan, memproduksi, mensirkulasikan dan mengkonsumsi segala hal dalam bentuk tanda, citra (image ) yang dipentingkan bukanlah sampainya pesan, makna dan tujuan melainkan hanya untuk sekedar kesenangan dan kegairahan, ekstasi komunikasi (Baudrillard, 1988:13). Berdasarkan uraian Baudrillard tersebut dapatlah dikatakan bahwa 22 komunikasi telah kehilangan arah dan tujuan, hal ini karena komunikasi tidak lagi didasarkan atas pesan dan makna, komunikator dengan komunikan seakan telah kehilangan fungsi, yang ada hanyalah kepuasan dan kesenangan atas tindakan komunikasi itu sendiri. Suatu ekstasi yang berada dalam penampakan citra diri (apprance) secara habis-habisan dikerahkan dengan menggunakan seluruh potensi citra yang ada, bahkan citra yang telah melewati kapasitas, kemampuan, kompetensi dan realitas yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan kaitan antara waktu penayangan dan kondisi psikologi massa, inilah yang disebut dengan ekstasi komunikasi (Piliang, 2004 : 1). Menurut Baudrillard dunia telah dimampatkan dalam layar, citra, objek dan tanda-tanda, dunia tidak lagi direpresentasi dalam tanda tetapi tanda telah menjadi dunia. Kecenderungan semiotika dan pelipatan bahasa yaitu sebagai bentuk Ekstasi Komunikasi. Dengan Ekstasi komunikasi ditandai dengan lenyapnya transendensi, kedalaman, dan kebenaran dalam komunikasi. Proses komunikasi dapat berlangsung di dalam suatu media (internet) meskipun orang tidak memerlukan semua yang terdapat di sana dan informasi terus saja ditampilkan meskipun banyak diantaranya tidak berguna, tetapi orang sudah mengalami ekstasi dan menganggap media menjadi penting. Dalam ekstasi komunikasi, tanda kehilangan hubungan dengan realitas yang direpresentasikan yaitu pesan dan makna yang ingin disampaikan (Baudrillard, 1988:13). 23 E. Metode Penelitian 1. Bahan dan Materi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode kualitatif dan kuantitatif, karena dalam penelitian ini tidak hanya didasarkan pada data pustaka melainkan juga didukung oleh data dari hasil observasi lapangan. Sumber atau materi penelitian diperoleh menggunakan berbagai sumber yang terdiri dari buku, artikel, berita tentang Ruang Publik, Fenomena penggunaan Facebook maupun tentang teori-teori Jean Baudrillard yang berkaitan dengan Ekstasi Komunikasi. Bahan kepustakaan tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan sehingga kajiannya selalu terarah sesuai dengan tema. Sumber atau materi penelitian yang ada akan digunakan sebagai acuan diklasifikasikan menjadi dua yakni bahan yang bersumber dari data primer dan data sekunder. a. Bahan data primer Data primer merupakan bahan atau materi penelitian yang berdasarkan data kepustakaan, berikut beberapa sumber yang menjadi bahan data primer, yaitu : 1. Jean Baudrillard, 2006, Ekstasi komunikasi, diterjemahkan oleh Jimmy Firdaus, Yogyakarta:Kreasi wacana 2. Jean Baudrillard, 2001, Galaxy Simulacra, Yogyakarta : LKIS 3. George Ritzer, 2008, Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta, Kreasi Wacana 24 4. Sumbo Tinarbuko, 2009, Mendengarkan Dinding Fesbukers, Yogyakarta, Multicom 5. Abu Bakar Fahmi, 2011, Mencerna Situs Jejaring Sosial, Jakarta, PT Elex Media Komputindo b. Bahan Sekunder Penelitian ini juga akan menggunakan data observasi lapangan untuk mendukung data pustaka, yang akan disajikan dalam bentuk teks atau tulisan. Selain itu, penelitian ini menggunakan sumber lain sebagai bahan pelengkap dan tambahan, seperti: buku, majalah, surat kabar, ataupun artikel-artikel internet yang berhubungan dengan tema penelitian, baik itu objek material maupun objek formalnya. 2. Jalan Penelitian Penelitian ini dijalankan berdasarkan beberapa tahapan yaitu a. Tahap persiapan diawali dengan menentukan kategori data yang akan dikumpulkan, mengumpulkan data kepustakaan yang berhubungan dengan kajian penelitian dan melakukan observasi menyangkut penelitian guna mendukung data kepustakaan yang telah diperoleh. Data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dipisahkan berdasarkan kesesuaian dengan objek materi dan formal b. Tahap pengolahan data, yaitu mencakup pengolahan data-data yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan penguraian masalah sesuai dengan objek formal dan material yang selanjutnya dideskripsikan dan dianalisis kiritis. 25 c. Tahap Penyusunan Laporan penelitian, yaitu melakukan penyusunan data ke dalam bentuk laporan penelitian yang sistematis. 3. Analisis hasil Berdasarkan buku karya Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1993:107-113) yang berjudul Metodologi Penelitian filsafat, penelitian skripsi ini termasuk kedalam model penelitian yang mengangkat persoalan-persoalan aktual yang merupakan masalah kontroversial, entah struktural (misalnya komunikasi modern, peranan keluarga di masyarakat), atau normatif (misalnya perang, eutanasi, perkawinan campur). Masalah tersebut kemudian direfleksi secara langsung, sebagai fenomena atau situasi masyarakat (multidimensional). Data-data yang digunakan kemudian diadakan analisis filosofis, dan direfleksi menggunakan beberapa unsur metodis umum, seperti yang berlaku bagi setiap penelitian filsafat antara lain : a) Deskripsi, yakni berusaha menjelaskan secara luas persoalan Facebook sebagai ruang publik „baru‟ dan konsep ruang semu Facebook. b) Koherensi intern, mencari keterkaitan logis antara konsep ruang semu Facebook dengan teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard c) Interpretasi, yaitu memahami data mengenai Facebook secara umum, kemudian menafsirkan konsep ruang semu Facebook dari perspektif ekstasi komunikasi Baudrillard. 26 d) Refleksi, Merefleksikan secara kritis konsep ruang semu Facebook pada masyarakat kontemporer ditinjau dari teori ekstasi Jean Baudrillard sesuai dengan keyakinan penulis berdasarkan dari data yang sudah diperoleh secara lengkap dan kemudian disampaikan dengan perspektif yang khas. F. Hasil Yang Telah Dicapai Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh penjelasan yang lebih spesifik mengenai Facebook sebagai ruang publik „baru‟ dan menemukan penjelasan mengenai konsep ruang semu Facebook. 2. Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard. 3. Memperoleh pandangan reflektif dan kritis dari konsep ruang semu Facebook menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian yang berjudul “Konsep Ruang Semu Facebook Ditinjau dari Ekstasi Komunikasi Jean Baudrilard” ini terdiri dari lima bab yaitu: A. BAB I berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian, tujuan 27 penelitian, tinjauan pustaka sebagai dasar dari landasan teori, metode penelitian yang digunakan, hasil yang akan dicapai dan sistematika penulisan. B. BAB II berisi uraian mengenai fitur dan penggunaan Facebook secara umum, fenomena penggunaan Facebook saat ini, Facebook sebagai ruang publik „baru‟ dan konsep ruang semu Facebook. C. BAB III membahas tentang objek formal penelitian yaitu mendeskripsikan biografi singkat dari Jean Baudrillard, tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran Baudrillard, pemikiran-pemikiran Baudrillard, teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard yang merupakan pisau analisis dalam membahas konsep ruang semu Facebook. D. BAB IV merupakan Kajian reflektif konsep ruang semu Facebook ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard. E. BAB V merupakan penutup, rangkaian penulisan penelitian yang berisikan kesimpulan dan saran.