BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan
Pada era postmodern seperti dewasa ini, masyarakatnya dikenal dengan
masyarakat yang mengedepankan prestise, gaya hidup dan masyarakat yang
dikenal serba „instan‟. Masyarakat kontemporer adalah masyarakat yang tidak
dapat terlepas dari teknologi. Perkembangan teknologi yang demikian pesat
membuat kehidupan masyarakat postmodern seakan-akan tidak dapat terpisah
dengan teknologi, selalu melibatkan teknologi canggih dan modern. Teknologi
modern menurut Mochtar Lubis
cenderung mempercepat tempo kehidupan;
pengangkutan serba lebih cepat, komunikasi secepat kilatan cahaya. Siapa
terlambat, akan ketinggalan, dan akan kalah dalam persaingan (Mangunwijaya,
1985:2).
Masyarakat postmodern tidak lagi mengkonsumsi objek berdasarkan manfaat
atau fungsi dari objek, tindak konsumsi didasarkan atas simbol dan prestise.
Pembuatan teknologi tidak lagi dilatarbelakangi pemenuhan kebutuhan manusia.
Teknologi dijadikan komoditas dan diciptakan untuk membentuk kebutuhan baru,
diciptakan untuk memenuhi hasrat kesenangan manusia. Hal ini yang kemudian
memicu tumbuh dan lahirnya budaya baru dalam kehidupan manusia, utamanya
yang berkaitan dengan gaya hidup, dalam hal ini konsumerisme. Konsumerisme
tidak sekedar terbatas pada komoditas yang diperjualbelikan, melainkan lebih dari
2
itu, produk apapun yang digunakan dan dimanfaatkan, itu juga termasuk dalam
objek konsumsi.
Internet adalah salah satu teknologi komunikasi yang sangat melekat dalam
kehidupan masyarakat kontemporer, hampir setiap hari internet dipergunakan
sebagai sarana untuk memperoleh berbagai informasi dan untuk menjalin
komunikasi. Internet (interconnection networking) menurut Bungin (2006:135)
merupakan jaringan komputer yang memiliki kemampuan untuk menghubungkan
suatu komputer atau jaringan komputer satu dengan jaringan komputer yang lain.
Hal ini bertujuan untuk dapat saling berkomunikasi atau berbagi data tanpa
melihat jenis komputer itu sendiri. Internet merupakan bentuk konvergensi dari
beberapa teknologi penting terdahulu, seperti komputer, televisi, radio dan
telepon.
Internet dikembangkan dengan berbagai macam kreasi dan inovasi. Salah satu
hasil dari pengembangan internet sebagai media komunikasi adalah Situs-situs
jejaring sosial. Situs jejaring sosial menurut Aditya Hermansyah (2010:10) adalah
sebuah situs berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk
membuat profil, melihat daftar pengguna yang tersedia, serta mengundang atau
menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Tampilan dasar situs
jejaring sosial ini menampilkan halaman profil pengguna, yang di dalamnya
terdiri dari identitas diri dan foto pengguna.
Masyarakat kontemporer seakan berlomba memiliki akun di situs-situs
jejaring sosial, salah satunya adalah Facebook. Facebook memang bukanlah satusatunya situs jejaring sosial yang sedang diminati saat ini, tetapi pada penelitian
3
ini akan fokus pada Facebook, hal ini karena Facebook adalah situs jejaring sosial
yang memiliki fitur dan konten yang lebih lengkap dibandingkan situs jejaring
sosial yang lainnya. Selain itu, Facebook merupakan situs jejaring sosial yang
populer di Indonesia, terbukti dari penggunanya yang dari tahun ke tahun terus
bertambah.
Rata-rata pengguna Facebook menunjukan eksistensi dengan melakukan
berbagai cara, mulai dari rutin mengganti foto profil, berbagi foto diberbagai
moment ataupun rutin menulis status di Time Line. Facebook dapat dikatakan
telah bertransformasi menjadi trend dan gaya hidup khususnya di kalangan anak
muda, tidak terkecuali mahasiswa. Akan tetapi yang menjadi menarik dan perlu
digarisbawahi adalah penggunaan Facebook saat ini sebagian besar telah
menjadikan Facebook seolah-olah “buku harian” meskipun secara tidak langsung.
Berbagai hal dibagikan dan diinformasikan di Facebook, tidak ada lagi
pertimbangan-pertimbangan mengenai apakah hal yang akan disharekan tersebut
layak atau tidak untuk dibagikan ke Facebook yang notabene adalah ruang publik.
Para pengguna Facebook seakan sudah menganggap wajar dan normal hal-hal
yang bersifat pribadi (status-status ungkapan perasaan pribadi, foto-foto pribadi
yang mengandung unsur pornografi) diketahui oleh banyak orang. Hal inilah yang
menunjukan mulai adanya kekaburan antara konsep ruang privat dan ruang publik
dalam jejaring sosial Facebook. Pada tataran selanjutnya Facebook dapat
mengantarkan pada sebuah candu dalam masyarakat. Masyarakat menggunakan
Facebook tidak lagi hanya untuk tujuan komunikasi melainkan dipergunakan
untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan.
4
Postmodern tidak dapat dilepaskan dari postmodernisme, postmodernisme
secara sederhana dapat diartikan sebagai paham yang menolak grand narration
dan kebenaran absolut sebagai tolak ukur pada era modern. Postmodernisme,
adalah paham yang banyak mengangkat semiotika sebagai perspektif dalam
melihat fenomena kehidupan masyarakat postmodern. Salah satu tokoh
postmodernisme yang erat dengan semiotika dan pengkajian persoalan media
dalam masyarakat postmodern adalah Jean Baudrillard.
Jean Baudrillard adalah salah
seorang tokoh kunci dalam konsep
pascamodernisme atau postmodernisme. Pemikiran Baudrillard dikenal sebagai
kritik terhadap budaya yang berkembang pada masyarakat kontemporer, terutama
penggunaan media massa. Internet sebagai salah satu perkembangan media
informasi dan komunikasi massa telah memicu berbagai dampak pada kehidupan
mayarakat kontemporer.
Baudrillard menyatakan bahwa masyarakat saat ini tidak lagi didasarkan pada
pertukaran barang material dengan nilai guna, namun lebih pada komoditas
sebagai tanda dan simbol yang pembentukannya sepenuhnya bersifat sewenangwenang dan mempunyai signifikansi sejauh berada di dalam “kode” (Endraswara,
2009: 242). Hal yang demikian, kemudian mengakibatkan tindakan konsumtif
yang mengedepankan citra dan prestise. Baudrillard juga menyatakan bahwa
masyarakat sedang dalam belenggu tatanan cybernetics neocapitalist, teknologi
tinggi menghadapkan masyarakat pada problem besar, hal ini karena neocapitalist
memiliki tujuan dan kontrol total (Lubis, 2014: 187).
5
Menurut Baudrillard masyarakat berada pada hiperrealitas model-model dan
kode-kode yang sangat mempengaruhi pola pemikiran, tingkah laku dan makna.
Media informasi, hiburan, komunikasi memberikan pengalaman yang kuat dan
dominan serta melibatkan kehidupan sehari-hari yang dangkal. Situasi ini yang
kemudian mengantarakan masyarakat postmodern ke dalam ekstase yang penuh
dengan hiperrealitas melalui ranah atau dunia komputerisasi, multi media serta
berbagai pengalaman yang diberikan oleh teknologi baru/teknologi canggih
(Kellner, 2010: 404). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa komputer dan
internet adalah salah satu dari teknologi canggih saat ini yang menjadi pusat
dalam perkembangan pola pikir masyarakat, baik itu melalui berita maupun
informasi-informasi yang sengaja dibagikan dan disebar luaskan terus menerus
dan tanpa henti. Masyarakat pada tataran selanjutnya terlena dengan segala tanda
dan simbol yang melekat pada objek konsumsi, yang oleh Baudrillard disebut
sebagai ekstasi atau ekstase, ketika manusia tidak lagi mempersoalkan tujuan,
makna dan pesan melainkan kepuasan dan kesenangan atas sesuatu itu.
Berdasarkan pokok persoalan yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu
persoalan mengaburnya ruang privat dan ruang publik dalam Facebook, konten
postingan didalam Facebook tidak lagi dapat dikendalikan, terjadi pergeseran
fungsi ruang di Facebook. Berdasarkan hal itu pemikiran Ekstasi Komunikasi
Jean Baudrillard dipandang tepat oleh penulis untuk dijadikan sebagai objek
formal untuk mengkaji fenomena ruang semu Facebook, Hal itu karena Ekstasi
Komunikasi dari Jean Baudrillard juga menjelaskan mengenai kekaburan antara
ruang publik dan ruang privat di media massa.
6
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :
a. Apa itu konsep ruang semu Facebook?
b. Apa pandangan filosofis Jean Baudrillard mengenai Ekstasi
Komunikasi?
c. Apa pandangan filosofis teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard
terhadap konsep ruang semu Facebook ?
3. Keaslian Penelitian
Fokus kajian dalam penelitian ini adalah tentang konsep ruang semu Facebook
yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean
Baurillard. Sejauh penelusuran dan pengamatan mengenai karya-karya ilmiah di
lingkungan fakultas filsafat atau di luar fakultas filsafat. Penelitian yang
membahas dan mengkaji mengenai hal ini memang sudah ada. Akan tetapi penulis
tidak menemukan penelitian yang mengkaji konsep ruang semu Facebook yang
ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard. Berikut penulis
menemukan beberapa karya yang berkaitan dengan tema penelitian, yaitu :
a. Anni Zunaidah, 2002, Skripsi : “Multi Level Marketing dalam Kajian
Hiperrealitas Jean Baudrillard”, Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat,
Universitas Gadjah Mada.
Skripsi ini menjelaskan bahwa Multi Level Marketing (MLM) adalah
wacana bujuk rayu yang beroperasi melalui kepalsuan tanda dan
7
kesemuan makna, sebuah bentuk dari hipermarketing. MLM ini yang
kemudian dipandang sebagai mesin simulasi yang memproduksi berbagai
kegalauan tanda yang menurut Baudrillard adalah Hiperrealitas.
b. Nunung Qomariyah, 2007, Skripsi : “Analisis Simulacra Jean
Baudrillard atas Iklan Lux super power dan Iklan Gudang Garam di
Televisi”, Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah
Mada.
Skripsi ini menjelaskan tentang Iklan Lux super power dan Iklan Gudang
Garam yang ternyata di dalamnya merupakan sesuatu yang oleh
Baudrillard disebut Simulacra. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa apa
yang ditampilkan oleh iklan tersebut bukanlah suatu representasi
melainkan penciptaan model-model realitas yang tidak memiliki asalusul.
c. Taufik Dwi Wijayanto, 2008, Skripsi : “Friendster Sebagai Bentuk
Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard”, Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas
Filsafat, Universitas Gadjah Mada.
Skripsi ini menjelaskan bahwa friendster sebagai situs jejaring sosial
online ternyata mengandung Ekstasi Komunikasi, yaitu friendster telah
menciutkan seluruh fungsi menjadi satu dimensi, yaitu dimensi
komunikasi. Ekstasi merupakan kondisi mental dan spiritual di dalam
diri setiap orang yang berpusar sebagai sebuah pribadi yang hampa.
d. Hari Kristanto, 2010, Skripsi : “Facebook Sebagai Media Komunikasi
(Studi Deskriptif Kualitatif Motivasi dan Persepsi Penggunaan Facebook
8
Sebagai Media Komunikasi Jejaring Sosial dalam Pertemanan pada
Mahasiswa FISIP UNS Non Reguler angkatan 2007-2008)”, Jurusan
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Skripsi ini berisikan tentang Facebook sebagai media komunikasi di
kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu politik Universitas
Sebelas Maret angkatn 2007-2008 ternyata digunakan secara pasif,
sebagian besar mahasiswa tidak terlalu sering untuk log in di Facebook
karena aktivitas penggunaan Facebook hanya dilakukan saat waktu luang
saja.
e. Ratih Dwi Kusumaningtyas, 2010, Skripsi : “Peran Media Sosial Online
(Facebook) Sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di Surabaya
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Peran Media Sosial Online
(Facebook) sebagai Saluran Self
Disclosure Remaja Putri di
Surabaya)”, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Skripsi berisikan tentang peran Facebook yang sangat luar biasa sebagai
media saluran self disclosure remaja putri di Surabaya. Remaja putri di
Surabaya (informan penelitian) merasakan kenyamanan saat melakukan
self disclosure di Facebook, karena kebutuhan yang diharapkan dapat
terpenuhi pula oleh Facebook, meskipun self disclosure yang dilakukan
cenderung negatif.
9
f. Wolfgang Sigogo Xemandros, 2010, Skripsi : “Hiperrealitas dalam Iklan
menurut Pemikiran Jean Baudrillard”, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan
Ilmu Filsafat, Universitas Indonesia.
Skripsi ini menjelaskan tentang Iklan sebagai bentuk atau wujud dari
hiperrealitas. Iklan dipandang informasi yang bekerja dalam prinsip
semiotik, iklan sebagai relasi tanda yang tidak lagi memiliki referensi.
g. Sakinah Sudin, 2013, Skripsi : “Analisis Pemanfaatan Facebook Sebagai
Ruang Publik”, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu
Komunikasi, Universitas Hassanudin.
Skripsi Sakinah Sudin meneliti bahwa Facebook sebagai ruang publik
sudah tidak lagi dimanfaatkan sesuai fungsinya, dari hasil survei dan
analisisnya, Sudin menemukan bahwa Facebook lebih cenderung
dipergunakan
untuk
membagikan
hal-hal
yang
bersifat
pribadi
dibandingkan hal-hal yang bersifat umum.
h. Rr. Siti Murtiningsih, Desertasi : “Video Games Dalam Perspektif Teori
Simulacra Jean Baudrillard Dan Kontribusinya Bagi Pendidikan Di
Indonesia”, Program studi S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas
Gadjah Mada.
Desertasi dari Rr. Siti Murtiningsih meneliti bahwa video games
dipercayai dapat mengubah cara pandang anak-anak dalam memahami
dunia. Dunia yang ditampilkan oleh video games adalah dunia yang”
kurang-nyata” dan “setengah-nyata. Jean Baudrillard menyebut video
games sebagai sebuah simulasi kenyataan. Simulacra adalah ruang
10
tempat mekanisme simulasi berlangsung. Manusia dijebak dalam ruang
realitas yang dianggapnya nyata, padahal semu. Realitas tidak lagi
menjadi cermin kenyataan, melainkan model-model. Realitas hasil
teknologi baru ini mengalahkan realitas sesungguhnya, dan menjadi
acuan baru bagi masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa
permainan anak modern video games menyuguhkan sebuah “hiperrealitas” dari simulasi realitas atau Jean Baudrillard menyebutnya dengan
istilah “simulacra”.
4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perkembangan Ilmu dan Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam
pengkajian masalah-masalah sosial khususnya yang berkaitan dengan
penggunaan jejaring sosial Facebook di kalangan anak muda atau
mahasiswa. Selain itu dengan menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean
Baudrillard sebagai sudut pandang, diharapkan penelitian ini dapat
memperkaya perspektif dalam penelitian-penelitan sosial.
b. Bagi perkembangan Filsafat
Penelitian ini diharapkan dapat turut berperan serta dalam pengembangan
ilmu filsafat yang membahas persoalan-persoalan postmodern khususnya
yang menggunakan teori Jean Baudrillard. Hasil dari pengkajian konsep
ruang semu Facebook ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Baudrillard,
diharapkan dapat menjadi bahan pendukung atau referensi dalam diskusi
11
yang membahas tema yang sama, baik itu yang bersifat formal maupun
nonformal.
c. Bagi Bangsa Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi masyarakat
Indonesia dalam menghadapi persoalan yang berkaitan dengan penggunaan
jejaring sosial Facebook. Selain itu hasil analisis filosofis konsep ruang
semu Facebook ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard
diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang baru bagi masyarakat
awam.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan yang ditemukan dalam
rumusan masalah, yaitu :
1. Menjelaskan dan menguraikan Facebook sebagai ruang publik „baru‟ dan
konsep ruang semu Facebook
2. Memaparkan teori Jean Baudrillard tentang Ekstasi Komunikasi.
3. Menganalisis
dan
merefleksikan
konsep
ruang
semu
menggunakan teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard
Facebook
12
C. Tinjauan Pustaka
Media komunikasi tradisional seperti pos, telepon dan fax pada batas tertentu
mulai tergantikan dengan adanya sarana komunikasi alternatif yaitu internet,
meskipun begitu internet tidak dapat menggantikan secara penuh media
tradisional, hal itu karena masih terbatasnya kelompok masyarakat yang
menggunakan internet. “Memasyarakatkan” penggunaan internet menjadi harapan
agar suatu saat kelak pemakaiaannya semakin meluas dan setara dengan
pemakaian media komunikasi lainnya, dengan begitu program-program aplikasi
yang ada diinternet dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan untuk mencari
dan memperoleh Informasi (Prastowo, 1995:1).
Perkembangan internet yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan
manusia untuk memperoleh informasi, kini mulai mengalami perubahan. Internet
dewasa ini, lebih cenderung dimanfaatkan sebagai gaya hidup. Hal ini karena
internet yang merupakan bagian dari teknologi realitas virtual. Menurut Yasraf
Amir Piliang pada pengantar buku Ruang Yang Hilang Pandangan Humanis
Tentang
Budaya
Cyberspace
Yang
Merisaukan
(Slouka,
1999:16)
perkembangannya dianggap mampu memecahkan segala keterbatasan manusia
untuk mengembara di dalam berbagai bentuk realitas yang tanpa batas. Oleh
sebab itulah, muncul berbagai optimisme dalam menyongsong sebuah abad ketika
ruang dan waktu tidak lagi menjadi hambatan bagi umat manusia dalam
menjelajahi dunia realitas tersebut- optimisme yang merupakan warisan Marshall
Mcluhan. Realitas virtual dianggap dapat memperkaya kemampuan manusia
dalam merumuskan realitasnya sendiri. Artinya, manusia mempunyai peluang
13
besar menciptakan realitas baru, yang tidak pernah dialami sebelumnya. Manusia
mempunyai kekuasaan dalam memilih realitas yang diinginkannya, tanpa dibatasi
ruang dan waktu.
Situs jejaring sosial Facebook adalah salah satu hasil dari pengembangan
teknologi internet. Situs ini dipandang oleh penggunanya sebagai situs yang
memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam berkomunikasi di
lingkungan sosial. Situs jejaring sosial Facebook telah memberikan kemudahan
pada penggunanya untuk berinteraksi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya
tanpa batasan ruang dan waktu. Menurut Mardiana Wati dan A. R. Rizky (2009:13) Facebook merupakan jejaring sosial yang dapat dimanfaatkan oleh para
pengguna untuk saling mengenal dan berkomunikasi dalam berbagai keperluan
dan juga bersifat rekreasi. Facebook adalah situs jejaring sosial yang diluncurkan
pada 4 februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan
Universitas Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya
pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan
selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston
College,
Boston
University,
MIT,
Tufts),
Rochester,
Stanford,
NYU,
Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak
perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun
waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki
alamat surat email suatu universitas (seperti .edu, .ac, .uk) dari seluruh dunia dapat
juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini.
14
Facebook bukan hanya situs populer di kalangan remaja tetapi juga situs
yang hampir setiap orang sangat akrab dengannya, bahkan karena begitu
digandrunginya hingga seperti tiada hari tanpa Facebook. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Jejaring Sosial Facebook seakan-akan telah menjadi salah satu
kebutuhan
pokok
bagi
masyarakat
kontemporer
(http://media.kompasiana.com/buku/2010/11/13/mengenal-seluk-beluk-)
Ratih Dwi Kusumaningtyas (2010: xiv) dalam penelitian skripsinya yang
berjudul “Peran Media Sosial Online (Facebook) Sebagai Saluran Self Disclosure
Remaja Putri di Surabaya (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Peran Media
Sosial Online (Facebook) Sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di
Surabaya)” menyatakan bahwa Jejaring Sosial Facebook memiliki peranan yang
sangat penting sebagai salah satu media yang menyalurkan self disclosure bagi
remaja putri di Surabaya. Hal ini karena Facebook mampu membuat informasi
tersembunyi di kehidupan nyata (offline) cenderung diungkapkan pada Facebook
(online) secara terbuka oleh Facebooker (informan penelitian). Remaja putri di
Surabaya melakukan self disclosure di Facebook untuk memenuhi kebutuhan
menjalin pertemanan, khususnya pertemanan lama dan mengaktualisasikan diri.
Selain itu, kecenderungan terbesar Facebooker yang terdiri atas remaja putri di
Surabaya, yaitu melakukan self disclosure bersifat negatif.
Penelitian dari Hari Kristanto (2010:82) yang berjudul Facebook Sebagai
Media Komunikasi (Study Deskriptif Motivasi dan Persepsi Penggunaan
Facebook Sebagai Media Komunikasi Jejaring Sosial dalam Pertemanan Pada
Mahasiswa FISIP UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008) menganalisis bahwa
15
motivasi mahasiswa FISIP UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008 dalam
menggunakan Facebook adalah pasif. Hal ini karena jika dilihat dari seringnya
menggunakan Facebook para informan banyak yang menjawab kadang-kadang
atau tidak terlalu sering. Pada penelitian ini informan memiliki motif diversi yakni
sifat pasif dalam penggunaan Facebook, motif ini bertumpu pada perasaan senang
dan tidak senang, sehingga dengan motivasi diversi. Selain itu mahasiswa FISIP
UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008 menggunakan Facebook di dasari dengan
motif kognitif, yakni motif yang didorong oleh keinginan untuk mendapatkan
informasi tentang segala sesuatu yang bersifat baru di Facebook. Persepsi FISIP
UNS Non Reguler Angkatan 2007-2008 tentang penggunaan Facebook cenderung
beragam, mulai dari anggapan bahwa pengguna dapat menangkap berbagai
informasi dari Facebook, hingga anggapan bahwa fitur-fitur Facebook sangat
menarik seperti selling, tagging. Penggunaan Facebook dilain pihak juga tidak
dapat terlepas dari pengaruh adanya situs yang lain seperti Google, Kaskus,
Youtube.
Makalah Alfred Mulya Simandjuntak (2014:8-9) yang berjudul Fenomena
Facebook dan Modernisme berisikan bahwa Masyarakat modern adalah
masyarakat
yang
mengutamakan
rasio
berpikir
daripada
emosi
dan
mengutamakan kepentingannya daripada kepentingan sesamanya. Akan tetapi,
yang penulis alami, setelah membuka sendiri account di Facebook adalah:
hubungan yang terjalin antara Facebookers, lebih mengarah atas dasar kedekatan
emosi yaitu saling mendukung atau sekedar membuat lelucon.
Berdasarkan
pengamatan terhadap teman-teman yang menggunakan Facebook, Facebookers
16
justru mengakses account milik temannya daripada memperindah accountnya
sendiri. Hal ini tidak dapat dipungkiri juga bahwa „kegilaan‟ terhadap Facebook
telah memunculkan para pengguna yang narsis, merasa seakan-akan semua
perhatian tumpah kepadanya, apalagi dengan tampilan-tampilannya yang dapat
diatur sesuka hati. Terlepas dari kepopulerannya tersebut, akan ada suatu saat
penurunan baik kuantitas maupun kualitas Facebook karena pada dasarnya
manusia adalah makhluk yang bosan. Jadi selagi belum ada hal-hal baru, yang
sebenarnya juga termasuk lama, ditemukan maka Facebook akan masih tetap
menjadi situs pertemanan global yang paling dicari orang untuk saat ini.
Sakinah Sudin (2013: 73) pada penelitiannya menjelaskan bahwa pada
prinsipnya, Facebook adalah sebuah jejaring sosial yang berfungsi sebagai ruang
publik. Facebook sebagai ruang publik sudah seharusnya menjadi tempat
untuk menyampaikan hal-hal yang bersifat publik. Facebook, sebagaimana
media komunikasi lainnya, sudah selayaknya digunakan sebagai sarana
informasi, edukasi, dan hiburan. Akan tetapi pada kenyataannya, penggunaan
facebook telah beralih fungsi. Batas antara hal privat dan publik di facebook
semakin memudar.
Penelitian dari Taufik Dwi Wiajayanto (2008:98) juga berkaitan dengan
penelitian ini, hal ini karena dalam penelitannya menggunakan Jejaring sosial
sebagai objek material, dan Jean Baudrillard sebagai Objek formal meskipun
objek materialnya bukanlah Facebook melainkan Friendster. Hasil analisis dari
penelitiannya menyatakan bahwa Ekstasi Komunikasi yang ada dalam friendster
terlihat antara lain dari fitur-fitur yang terdapat dalam friendster, berikut adalah
17
fitur-fiturnya yaitu pesan, testimonial, photo, teman, dan iklan. Fitur-fitur penting
yang berperan dalam proses komunikasi di friendster berhubungan dengan ciri
dari Ekstasi Komunikasi yaitu menjadi kelebihan (overload) misalnya pesan tidak
terbatas jumlahnya. Manusia kehilangan identitas (tidak menjadi dirinya sendiri),
kehilangan makna atau isi pesan tidak dapat dimaknai oleh manusia lebih lanjut,
esensi hilang yaitu manusia kehilangan jati diri. Maksudnya, seperti dikatakan
Baudrillard yaitu ekstasi adalah lenyapnya sebuah pesan di dalam media. orang
akan hanyut dalam pesona media dan Jean Baudrillard melukiskan sebuah kondisi
komunikasi yaitu komunikasi berlangsung dalam sebuah ajang “permainan tanda”
(free play of signs) yang tanpa kendali, yang lalu terperangkap ke dalam logika
kecepatan medianya sendiri sehingga menciptakan tanda, citra, dan informasi.
Penelitian dari Ani Zunaidah (2002: 68) menunjukan bahwa fenomena
cyberspace bukan hanya berhenti pada ranah dunia komunikasi semata melainkan
sudah berkembang hingga aspek kehidupan yang lain, seperti dalam penelitiannya
yang berjudul Multi Level Marketing dalam kajian Hiperrealitas Jean Baudrillard
menyatakan bahwa sistem MLM yang mengadopsi kemajuan teknologi komputer
dan informasi (internet) pada gilirannya akan melahirkan simulasi distribusi,
sebuah deteritorial, yaitu ketika teritorial telah terserap dalam dunia maya
cyberspace, maka prinsip dan bentuk bentuk aktivitas sosial dalam MLM telah
melampaui prinsip dan bentuk aktvitas natural. Selain itu MLM dengan dukungan
cyberspace juga semakin jauh meninggalkan konsep lamanya yang konvensional
menuju era hipermarketing, tidak hanya memasarkan barang atau jasa, namun
juga mimpi-mimpi dan gaya hidup. MLM adalah wacana bujuk rayu yang
18
beroperasi melalui kepalsuan tanda dan kesemuan makna. Akibatnya, tidak ada
lagi kebenaran ataupun kepastian. Satu-satunya kontrol yang ada hanya
referendum yang berisi testimoni para distributor MLM yang telah tergabung,
serta opini para pakar yang berkompeten di bidangnya tentang keampuhan
produk, marketing plan yang jitu, atau besarnya bonus. Ia mampu menciptakan
sebuah kode kebenaran bagi masyarakat untuk menentukan sikap dan pilihan.
Kode kebenaran mewujud sebagai simulasi dan hiperrealitas atau lebih nyata dari
keyakinan masyarakat itu sendiri.
Penelitian Nunung Qomariyah yang berjudul “Analisis Simulacra Jean
Baudrillard atas Iklan Lux super power dan Iklan Gudang Garam di Televisi”
menjelaskan bahwa simulasi dalam pandangan Baudrillard adalah proses
penciptaan bentuk-bentuk nyata melalui model-model yang tidak ada asal-usulnya
atau tidak berbasis pada realitas, sehingga memungkinkan manusia mampu
membuat sesuatu tampak menjadi nyata. Iklan adalah hasil dari simulasi karena
iklan tidak menampilkan realitas yang sebenarnya, realitas asli ditutupinya dengan
menempelkan citra yang sangat jauh dari kenyataan. Sebagai contoh, iklan
Gudang Garam yang mencitrakan bahwa mengkonsumsi rokok ini justru akan
menjadi laki-laki yang kuat, hebat, perkasa, pemberani, sehat dan sebagainya.
Iklan sabun Lux mencitrakan bahwa kesuksesan bisa diraih hanya dengan modal
kecantikan dan kecantikan tersebut bisa diraih jika seseorang memakai produk
sabun Lux, karena sabun Lux dapat membuat kulit menjadi putih, mulus dan
indah, selain itu juga mampu menghadirkan keberanian, munculnya percaya diri
yang tinggi dan sebagainya (Nunung, 2007: ix).
19
Hasil penelitian Wolfgang Sigogo Xemandros yang berjudul “Hiperrealitas
Dalam Iklan” menyebutkan bahwa Iklan sebagai salah satu bentuk dari masivitas
informasi, yang bekerja di dalam prinsip semiotik, yakni mengenai relasi tanda.
relasi tanda ini tidak lagi bersifat referensial, melainkan berupa manifestasi dari
pertukaran simbolik. Kondisi ini adalah apa yang disebut sebagai hiperrealitas
oleh Jean Baudrillard; suatu situasi dimana masyarakat tidak lagi bisa membedabedakan status realitas. Iklan pada akhirnya bekerja di dalam prinsip hiperreal
(Xemandros,2010: viii).
Pembeda penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya adalah
analisis persoalan pada fenomena penggunaan Facebook dari segi filsafati
khususnya perspektif postmodernisme menggunakan teori Ekstasi Komunikasi
Jean Baudrillard. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap konsep ruang semu
Facebook yang selanjutnya dianalisis menggunakan teori Ekstasi Komunikasi
Baudrillard untuk mengupas lebih dalam dan menemukan hal mendasar di balik
persoalan tersebut.
D. Landasan Teori
Jean Baudrillard (1929-2007) dianggap sebagai salah satu “guru”
dalam kajian postmodernisme Perancis. Baudrillard merupakan teoretikus yang
penting dan provokatif selama periode 1970-an. Baudrillard telah membuka
jalan baru bagi teori sosial kontemporer dan menantang ortodoksi yang
dominan. Baudrillard menggambarkan munculnya masyarakat postmodern
yang diorganisasi oleh simulasi. Model, kode, komunikasi, informasi, dan media
20
merupakan penyebab patahan radikal dengan masyarakat modern (Kellner,
2010:143).
Kondisi terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang dapat diciptakan
secara artifisial lewat bantuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
mutakhir disebut Baudrillard sebagai teknologi simulasi. Simulasi adalah proses
penciptaan bentuk nyata melalui model-model yang tidak mempunyai asal-usul
atau referensi realitasnya sehingga manusia mampu membuat yang supernatural,
ilusi, fantasi, dan khayali menjadi tampak nyata. Teknologi simulasi yang
demikian ini dibangun oleh dimensi ruang baru, yang disebut dengan ruang
simulakrum.
Ruang simulakrum dapat diartikan sebagai ruang
nyata,
dari
imajinasi yang tercipta oleh data komputer. Oleh karena itu, pada hakikatnya
ruang
simulakrum
posrealitas,
adalah
dan hal itu
ruang digital yang menurut
adalah
dunia hiperrealitas.
Baudrillard adalah
Sebuah
dunia
yang
melampaui realitas, sebuah ruang imajinasi yang tercipta dari kecanggihan
teknologi komunikasi (Xemandros, 2010: 42-43).
Baudrillard menyatakan komunikasi adalah basah dan lengket, dan secara
keseluruhan mengorganisasi konsep-konsep berdasarkan suatu logika struktural
(Baudrillard, 2001 : 12). Prinsip ideal tentang waktu, tubuh dan kenikmatan telah
hilang dengan datangnya era miniaturisasi dengan mikro proses dan
remote
control. Bagian yang tersisa kemudian hanyalah dampak-dampak yang
terminiaturisasi, terpusat dan berdampak secara langsung. Perubahan standar ini
dapat dilihat dimana-dimana: tubuh manusia, tubuh manusia sendiri, membludak
dan melebar, dalam kompleksitas dan keragaman fungsinya karena dimasa
21
sekarang segala dipusatkan di otak dan kode genetik sebagai simpul terakhir
definisi operasional keberadaan (being) (Baudrillard, 2006:10).
Suatu proses yang sifatnya “intim” dalam kehidupan manusia, kini
telah menjadi santapan virtual media. Sebut saja misalnya gosip kehidupan
rumah tangga, aib dari seorang korban pelecehan dan kekerasan, belum lagi
pornografi dan pornoaksi. (Fardiyan, 2012: 67) Ruang Privat dan ruang publik
menjadi tidak bisa dibedakan, yang ada hanyalah kekaburan dan kesamaran.
Baudrillard menyatakan bahwa masyarakat sekarang tidak lagi hidup
dalam drama alienasi, ketika masih ada ruang privat. Masyarakat kontemporer
telah hidup dalam ekstase komunikasi. Ketika semua
telah
dikomodifikasi
(melalui manipulasi tanda-tanda), maka tahapan selanjutnya adalah semua
komoditas
harus
diinformasikan. Tidak
ada
lagi
yang tersembunyi dari
komunikasi. Inilah kecabulan yang dimaksud, dan manusia terobsesi pada
komunikasi tersebut. Segala fungsi dilenyapkan dalam suatu dimensi tunggal,
yaitu suasana/adegan
dilenyapkan dalam suatu
dimensi
tunggal
berupa
informasi. Itulah kecabulan komunikasi (Baudrillard, 2006:10-12).
Menurut Baudrillard pesona medium (teknologi, trik media) membuat
orang-orang terhanyut dan tidak lagi mempedulikan soal pesan yang terkandung
di
dalamnya.
Kegairahan
dalam
mengkomunikasikan,
memproduksi,
mensirkulasikan dan mengkonsumsi segala hal dalam bentuk tanda, citra (image )
yang dipentingkan bukanlah sampainya pesan, makna dan tujuan melainkan hanya
untuk sekedar kesenangan dan kegairahan, ekstasi komunikasi (Baudrillard,
1988:13). Berdasarkan uraian Baudrillard tersebut dapatlah dikatakan bahwa
22
komunikasi telah kehilangan arah dan tujuan, hal ini karena komunikasi tidak lagi
didasarkan atas pesan dan makna, komunikator dengan komunikan seakan telah
kehilangan fungsi, yang ada hanyalah kepuasan dan kesenangan atas tindakan
komunikasi itu sendiri.
Suatu ekstasi yang berada dalam penampakan citra diri (apprance) secara
habis-habisan dikerahkan dengan menggunakan seluruh potensi citra yang ada,
bahkan citra yang telah melewati kapasitas, kemampuan, kompetensi dan realitas
yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan kaitan antara waktu penayangan dan
kondisi psikologi massa, inilah yang disebut dengan ekstasi komunikasi (Piliang,
2004 : 1).
Menurut Baudrillard dunia telah dimampatkan dalam layar, citra, objek
dan tanda-tanda, dunia tidak lagi direpresentasi dalam tanda tetapi tanda telah
menjadi dunia. Kecenderungan semiotika dan pelipatan bahasa yaitu sebagai
bentuk Ekstasi Komunikasi. Dengan Ekstasi komunikasi ditandai dengan
lenyapnya transendensi, kedalaman, dan kebenaran dalam komunikasi. Proses
komunikasi dapat berlangsung di dalam suatu media (internet) meskipun orang
tidak memerlukan semua yang terdapat di sana dan informasi terus saja
ditampilkan meskipun banyak diantaranya tidak berguna, tetapi orang sudah
mengalami ekstasi dan menganggap media menjadi penting. Dalam ekstasi
komunikasi, tanda kehilangan hubungan dengan realitas yang direpresentasikan
yaitu pesan dan makna yang ingin disampaikan (Baudrillard, 1988:13).
23
E. Metode Penelitian
1. Bahan dan Materi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode kualitatif dan
kuantitatif, karena dalam penelitian ini tidak hanya didasarkan pada data
pustaka melainkan juga didukung oleh data dari hasil observasi lapangan.
Sumber atau materi penelitian diperoleh menggunakan berbagai sumber yang
terdiri dari buku, artikel, berita tentang Ruang Publik, Fenomena penggunaan
Facebook maupun tentang teori-teori Jean Baudrillard yang berkaitan dengan
Ekstasi Komunikasi. Bahan kepustakaan tersebut dikumpulkan dari berbagai
sumber yang relevan sehingga kajiannya selalu terarah sesuai dengan tema.
Sumber atau materi penelitian yang ada akan digunakan sebagai acuan
diklasifikasikan menjadi dua yakni bahan yang bersumber dari data primer
dan data sekunder.
a. Bahan data primer
Data primer merupakan bahan atau materi penelitian yang berdasarkan
data kepustakaan, berikut beberapa sumber yang menjadi bahan data
primer, yaitu :
1. Jean Baudrillard, 2006, Ekstasi komunikasi, diterjemahkan oleh Jimmy
Firdaus, Yogyakarta:Kreasi wacana
2. Jean Baudrillard, 2001, Galaxy Simulacra, Yogyakarta : LKIS
3. George Ritzer, 2008, Teori Sosial Postmodern, Yogyakarta, Kreasi
Wacana
24
4. Sumbo
Tinarbuko,
2009,
Mendengarkan
Dinding
Fesbukers,
Yogyakarta, Multicom
5. Abu Bakar Fahmi, 2011, Mencerna Situs Jejaring Sosial, Jakarta, PT
Elex Media Komputindo
b. Bahan Sekunder
Penelitian ini juga akan menggunakan data observasi lapangan untuk
mendukung data pustaka, yang akan disajikan dalam bentuk teks atau
tulisan. Selain itu, penelitian ini menggunakan sumber lain sebagai bahan
pelengkap dan tambahan, seperti: buku, majalah, surat kabar, ataupun
artikel-artikel internet yang berhubungan dengan tema penelitian, baik itu
objek material maupun objek formalnya.
2. Jalan Penelitian
Penelitian ini dijalankan berdasarkan beberapa tahapan yaitu
a. Tahap persiapan diawali dengan menentukan kategori data yang akan
dikumpulkan, mengumpulkan data kepustakaan yang berhubungan dengan
kajian penelitian dan melakukan observasi menyangkut penelitian guna
mendukung data kepustakaan yang telah diperoleh. Data yang telah
berhasil dikumpulkan kemudian dipisahkan berdasarkan kesesuaian
dengan objek materi dan formal
b. Tahap pengolahan data, yaitu mencakup pengolahan data-data yang telah
dikumpulkan, kemudian dilakukan penguraian masalah sesuai dengan
objek formal dan material yang selanjutnya dideskripsikan dan dianalisis
kiritis.
25
c. Tahap Penyusunan Laporan penelitian, yaitu melakukan penyusunan data
ke dalam bentuk laporan penelitian yang sistematis.
3. Analisis hasil
Berdasarkan buku karya Anton Bakker dan Achmad Charris
Zubair (1993:107-113) yang berjudul Metodologi Penelitian filsafat,
penelitian skripsi ini termasuk kedalam model penelitian yang
mengangkat persoalan-persoalan aktual yang merupakan masalah
kontroversial, entah struktural (misalnya komunikasi modern, peranan
keluarga di masyarakat), atau normatif (misalnya perang, eutanasi,
perkawinan campur). Masalah tersebut kemudian direfleksi secara
langsung,
sebagai
fenomena
atau
situasi
masyarakat
(multidimensional). Data-data yang digunakan kemudian diadakan
analisis filosofis, dan direfleksi menggunakan beberapa unsur metodis
umum, seperti yang berlaku bagi setiap penelitian filsafat antara lain :
a) Deskripsi, yakni berusaha menjelaskan secara luas persoalan
Facebook sebagai ruang publik „baru‟ dan konsep ruang semu
Facebook.
b) Koherensi intern, mencari keterkaitan logis antara konsep ruang
semu
Facebook
dengan
teori
Ekstasi
Komunikasi
Jean
Baudrillard
c) Interpretasi, yaitu memahami data mengenai Facebook secara
umum, kemudian menafsirkan konsep ruang semu Facebook dari
perspektif ekstasi komunikasi Baudrillard.
26
d) Refleksi,
Merefleksikan secara kritis konsep ruang semu
Facebook pada masyarakat kontemporer ditinjau dari teori ekstasi
Jean Baudrillard sesuai dengan keyakinan penulis berdasarkan
dari data yang sudah diperoleh secara lengkap dan kemudian
disampaikan dengan perspektif yang khas.
F. Hasil Yang Telah Dicapai
Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memperoleh penjelasan yang lebih spesifik mengenai Facebook
sebagai ruang publik „baru‟ dan menemukan penjelasan mengenai
konsep ruang semu Facebook.
2. Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang teori
Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard.
3. Memperoleh pandangan reflektif dan kritis dari konsep ruang semu
Facebook
menggunakan
teori
Ekstasi
Komunikasi
Jean
Baudrillard.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian yang berjudul “Konsep Ruang
Semu Facebook Ditinjau dari Ekstasi Komunikasi Jean Baudrilard”
ini terdiri dari lima bab yaitu:
A. BAB I berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah yang hendak dijawab dalam penelitian, tujuan
27
penelitian, tinjauan pustaka sebagai dasar dari landasan teori, metode
penelitian yang digunakan, hasil yang akan dicapai dan sistematika
penulisan.
B. BAB II berisi uraian mengenai fitur dan penggunaan Facebook secara
umum, fenomena penggunaan Facebook saat ini, Facebook sebagai
ruang publik „baru‟ dan konsep ruang semu Facebook.
C. BAB
III
membahas
tentang
objek
formal
penelitian
yaitu
mendeskripsikan biografi singkat dari Jean Baudrillard, tokoh-tokoh
yang mempengaruhi pemikiran Baudrillard, pemikiran-pemikiran
Baudrillard, teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard yang merupakan
pisau analisis dalam membahas konsep ruang semu Facebook.
D. BAB IV merupakan Kajian reflektif konsep ruang semu Facebook
ditinjau dari teori Ekstasi Komunikasi Jean Baudrillard.
E. BAB V merupakan penutup, rangkaian penulisan penelitian yang
berisikan kesimpulan dan saran.
Download