PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :[email protected] ABSTRAK Hak Tanggungan adalah jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika debitur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dan yang bersangkutan dengan hak mendahulukan dari pada kreditur-kreditur yang lain. Peranan lembaga keuangan dan perbankan sangat penting yaitu sebagai pemberi bantuan keuangan kepada pengusaha khususnya dan masyarakat pada umumnya yang disalurkan dalam bentuk kredit.Bahkan melalui program pemerintah, pemberian kredit kepada masyarakat diharapkan berkembang secara meluas ke lapisan masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah. Selain ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ke Tiga, dasar hukum tentang perikatan adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Pokok Agraria yang disingkat dengan UUPA, setelah lebih tiga puluh tahun menanti, maka pada tanggal 9 April 1996, lahirlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta BendaBenda yang berkaitan dengan tanah yang disingkat dengan UUHT, yang menjadi perwujudan dari ketentuan Pasal 51 UUPA, karena UUHT merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan UUPA, maka pembicaraan tentang UUHT tidak lepas dari pada UUPA itu sendiri. Kata Kunci : Hukum Jaminan, Hak Tanggungan. PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, walaupun kemajuan tersebut ditandai masa-masa cukup sulit karena baru saja bangkit dengan krisis yang berkepan jangan, secara umum kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan tidak diraih begitu saja akan tetapi memerlukan kerja keras serta kerja sama segenap lapisan masyarakat secara terus menerus serta berkesinambungan. Pembanguna yang dilakukan demi kemajuan Negara Indonesia merupakan pembangunan yang dilakukan secara menyuluruh sertah menyentuh segenap aspek kehidupan masyarakat dalam arti tidak hanya menitik beratkan pada suatu bidang tertentu saja. 160 Sebagai bagian dan pembangunan nasional, pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk memelihara agar pembangunan tersebut tetap dapat dilaksanakan secara berkesinambungan baik oleh perorangan maupun badan hukum, maka diperlukan dana pembiayaan yang tidak sedikit. Mengingat pentingnya kedudukan serta peranan dana perkreditan dalam penyediaan dana bagi proses pembangunan, maka sudah semestinya pihak-pihak yang terkait dengan lembaga jaminan tersebut mendapat perlindungan dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 Hak Tanggungan atas Tanah Beserta BendaBenda yang berkaitan dengan tanah yang menjadi dasar hukum untuk jaminan kredit dilembaga keuangan, benda-benda yang dapat dijadikan jaminan tentunya adalah benda-benda yang memiliki nilai ekonomis, baik benda bergerak ataupun benda tidak bergerak yang dapat menjadi jaminan pelunasan hutang secara utuh, salah satu benda jaminan tersebut adalah tanah melalui haknya. Jadi pada prinsipnya obyek hak tanggungan adalah hak atas tanah yang memenuhi persyaratan yaitu wajib didaftarkan untuk memenuhi syarat publisitas dan dapat dipindah tangankan. Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan juga ditetapkan persyaratan dan jangka waktu proses pembebanan hak tanggungan mulai dan tahap pemberian hak tanggungan di Kantor PPAT sampai tahap pendaftaran hak tanggungan di kantor pertanahan. Hal ini tentu akan menimbulkan konsekuensi dalam pelaksanaannya, mengingat banyaknya tugas yang diemban Kantor Badan Pertanahan mengenai masalah-masalah tanah. Ketentuan ini diatur dalam pasal 10 sampai dengan pasal 15 UUHT dan pelaksanaannya diatur dalam pasal 114 sampai dengan 199 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997. Dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 secara rinci diatur mengenai sebelum melaksanakan pembuatan akta pembebanan hak tanggungan selanjutnya disingkat dengan APHT menurut ketentuan pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo pasal 97 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah yang akan dijadikan jaminan dengan daftar-daftar yang ada dikantor tersebut, untuk keperluan itu perlu diperhatikan sertipikat yang asli. Sehingga jika dicermati bahwa dengan lahirnya undang-undang ini kita maju selangkah dalam mewujudkan tujuan UUPA untuk membangun hukum tanah nasional, serta terciptanya kesatuan dan kesederhanaan hukum mengenai hak-hak tanah bagi seluruhnya. Jadi dengan kata lain terbitnya UUHT ini amat berarti dalam unifikasi hukum tanah nasional, khususnya di bidang hak jaminan atas tanah. Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 Karena masalah perkreditan tersangkut dengan beberapa pihak, maka dengan undang-undang ini berbagai pihak diperhatikan kepentingan dan diberikan keseimbangan dan kepastian hukum.Pada kenyataannya dalam praktek sebelumnya UUHT dalam pelaksanaan penjaminan hak atas tanah telah terjadi hal yang tidak mendukung lebaga jaminan yang kuat yaitu bahwa yang terjadi dalam praktek hambatan dalam pelaksanaan eksekusi obyek hak jaminan, di samping beberapa hal lainnya yang perlu diberikan penegasan. Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah mekanisme pembebanan hak tanggungan terhadap hak atas tanah ? 2. Apa akibat hukum yang timbul dari pelaksanaan pembebanan hak tanggungan terhadap hak atas tanah sebagai obyek jaminan ? METHODA PENELITIAN Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu dengan Perundang-Undangan melalui penelaah dan analisa ketentuan-ketentuan hukum yang ada dan ditunjang oleh teori-teori yang dikemukakan para sarjana yang berhubungan dengan masalah yang diangkat. HASIL DAN PEMBAHASAN Prosedur Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Pembebanan hak tanggungan hanya dapat dilakukan oleh pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan, oleh karena itu pada waktu proses awal atau pada saat pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) oleh Notaris atau PPAT, atau pada saat pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT harus sudah ada keyakinan dan Notaris atau PPAT tersebut bahwa “Pemberian Hak Tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan terebut, walaupun mengenai kepastian kewenangan tersebut baru 161 dipersyaratkan pada saat hak tanggungan tersebut didaftarkan di Kantor Pertanahan Nasional. Secara garis besar proses pembebanan hak tanggungan menurut UUHT dilaksanakan melalui dua tahapan kegiatan, yaitu : a. Tahap Pemberian Hak Tanggungan Tahap pemberian hak tanggungan, dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT yang berwenang di tempat mana obyek hak tanggungan itu berada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti yang telah disebutkan karena hak tanggungan bersifat accesoir maka pemberian hak tanggungan haruslah merupakan ikatan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya antara kreditur dan debitur. Jadi dalam pelaksanaannya disini harus ada dahulu perjanjian utang piutang yang merupakan perjanjian pokok, baik yang ditujukan dengan Akta Otentik atau dibawah tangan tergantung pertimbangan krditur yang bersangkutan. Dalam pemberiannya, pemberi hak tanggungan wajib hadir di hadapat PPAT, jika tidak bisa hadir maka ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan SKMHT. Berdasarkan kehadiran para pihak tersebut atau dengan SKMHT dan adanya suatu perjanjian utang piutang yang dijamin pelunasannya, maka oleh PPAT yang bersangkutan akan dibuatkan APHT yang bentuknya telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 di mana mengenai materi atau substansinya seperti yang disebutkan Pasal 11 ayat (1) UUHT wajib dicantumkan sebagai berikut : 1. Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan; 2. Domisili antara pihak-pihak; 3. Penunjukan secara jelas mengenai utang atau utang-utang yang di jamin; 4. Nilai tanggungan; 5. Uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan. Disamping itu dapat dicantumkan janjijanji sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (2) 162 UUHT, mengenai pencantuman materi atau substansi dari APHT dapat dilihat secara jelas dalam blangko APHT yang bentuknya ditetapkan dengan PMA Nomor 3 Tahun 1996 dan telah disusun sedemikian rupa sehingga PPAT tinggal mengisi, mencoret atau menambah mengenai apa yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah mengisi mengani materi dari APHT tersebut, melainkan oleh penerima hak tanggungan harus didaftarkan dulu kekantor pertanahan yang bersangkutan. Proses pendaftaran ini bukan merupakan tahap pendaftaran hak tanggungan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang, pendaftaran ini masih merupakan bagian tahap pemberian hak tanggungan kebijaksanaan teknis ini diambil atau dilakukan untuk : 1. Meneliti keabsahan dan tanda bukti obyek hak tanggungan (sertifikat hak tanggungan); 2. Meneliti apakah obyek hak tanggungan tersebut bermasalah atau tidak masih dalam status sengketa atau tidak; 3. Meneliti apakah obyek tersebut sudah dibebani atau belum dibebani oleh suatu hutang. Terhadap obyek hak tanggungan yang sudah bersertifikat / terdaftar atas nama pemberian hak tanggungan dilakukan dengan / memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Membuat surat permohonan pendaftaran hak tanggungan dan penerima hak tanggungan; 2. Menyerahkan fotocopy identitas pemberi dan pemegang hak tanggungan; 3. Pembayaran panjer biaya pendaftaran hak tanggungan. Kemudian dicocokan asli sertifikat dengan buku tanah yang ada, setelah itu akan dikeluarkan tanda bukti pendaftaran sementara (kartu kuning) dan akta tersebut diserahkan lagi kepada PPAT untuk diselesaikan tahap pemberian hak tanggungan tersebut dengan pengisian nomor akta, tanggal dan tandatangan PPAT, sampai pada proses yang dimaksudkan dengan tahaf pemberian hak tanggungan dengan persyaratan-persyaratan ke kantor BPN, sampai tahap ini hak tanggungan tersebut belum lahir. Sedangkan untuk obyek hak Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 tanggungan yang berupa hak atas tanah yang belum terdaftar atas nama pemberi hak tanggungan, baik yang belum bersertifikat karena diperoleh melalui peralihan atau pemindahan hak atau karena pemecahan hak atas tanah induk yang sudah terdaftar, maka dalam pemberian hak tanggungannya, pendaftaran hak tanggungan sebelum penandatanganan akta seperti diatas, dilakukan bersama dengan permohonan pendaftaran atau peralihan hak atas nama pemberi hak tanggungan. Dimana setelah didapatkan bukti pendaftarannya maka PPAT akan menandatangani APHT tersebut untuk penyelesaian tahap pemberian hak tanggungan. b. Tahap Pemberian Hak Tanggungan Setelah pemberian nomor akta, pencantuman tanggal dan sekaligus penandatanganan akta oleh PPAT yang bersangkutan maka APHT beserta surat-surat lain yang diperlukan bagi pendaftarannya, wajib dikirim oleh PPAT selambat-lambatnya tujuh (7) hari kerja setelah penandatanganan kepada kantor pertanahan. Pendaftaran hak tanggungan tersebut dilakukan oleh kantor BPN setempat dengan membuat buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan dan mencatantnya dalam buku hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Untuk memperoleh kepastian mengenai saat pendaftaranya maka tanggal buku tanah hak tanggungan yang bersangkutan adalah tanggal hari ketujuh setelah peneriamaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya, jika hari ketujuh, hari libur maka buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Dengan pencatatan ini maka lahirlah hak tanggungan. Pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan yang dilakukan secara teknis adalah berdasarkan ketentuan dalam PMA Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pendaftaran hak tanggungan sesuai dengan keadaan obyek hak tanggungan. Pelaksanaan pendaftaran hak tanggungan baru Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 bisa dilaksankan apabila kepada BPN telah diselesaikan pendaftaran yang dimaksudkan dalam tahaf pemberian hak tanggungan dan telah dikirimnya berkas-berkas secara lengkap oleh PPAT yang bersangkutan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, sebagai contoh yang umum, berkas-berkas yang diperlukan untuk pendaftaran hak tanggungan yang obyeknya sudah terdaftar atas nama pemberi hak tanggungan adalah sebagai berikut : 1. Surat pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap dua (2) dan memuat daftar jenisjenis surat yang disampaikan; 2. Surat permohonan pendaftaran hak tanggungan dari penerima hak tanggungan; 3. Sertifikat asli hak atas tanah; 4. Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan pemegang hak tanggungan; 5. Lembaran ke – dua (2) akta pemberian hak tanggungan; 6. Salinan akta pemberian hak tanggungan yang sudah di paraf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kapala Kantor Pertanahan untuk pembuatan sertifikat hak tanggungan; 7. Bukti pelunasan biaya pendaftaran hak tanggungan. Setelah penerimaan berkas tersebut secara lengkap maka oleh kantor BPN akan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan membukukan hak tanggungan tersebut serta mencatat dan memberikan nomor hak tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikat yang dijadikan obyek hak tanggungan adalah hari ketujuh itu jatuh pada hari libur maka buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya, dengan dibukukannya hak tanggungan ini maka lahirlah hak tanggungan tersebut. Dalam waktu tujuh hari setelah pendaftaran hak tanggungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan diatas maka Kepala Kantor BPN menerbitkan sertifikat hak tanggungan menurut bentuk yang ditetapkan dengan PMA Nomor 3 Tahun 1996, pemberitahuan telah selesainya sertifikat dicantumkan pada papan pengumuman yang ada dikantor pertanahan, sertifikat hak tanggungan ini kemudian diserahkan kepada 163 pemegang hak tanggungan atau kuasanya oleh kepala kantor pertanahan. Sampai proses ini selesailah proses pendaftaran hak tanggungan, sedangkan sertifikat tanah obyek hak tanggungan dikembalikan lagi kepada pemberi hak tanggungan sepanjang tidak diperjanjian lain pada pasal 14 ayat (4) UUHT, tapi kebanyakan dalam praktek sertifikat itu dibawa sekaligus oleh kreditur dengan tujuan untuk memudahkan eksekusi hak tanggungan. Sedangkan mengenai pendaftaran hak tanggungan yang obyeknya hak atas tanah yang sudah didaftar tapi belum atas nama pemilik, hak atas tanah yang merupakan,hasil pemecahan, serta hak atas tanah yang belum terdaftar sama sekali yang bersal dan tanah adat, mengenai persyaratan-persyaratan dan tata cara pendaftarannya serta lahirnya hak tanggungan tersebut secara jelas dapat dilihat dalam PMA atau kepala BPN Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan. Dalam praktek yang sering terjadi dalam pembebanan hak tanggungan dengan obyek tanggungan hak atas tanah yang belum terdaftar atas nama pemberi hak tanggungan jarang terjadi, hal ini disebabkan karena para kreditur kebanyakan hanya mau menjaminkan piutangnya dengan obyek hak tanggungan yang sudah terdaftar atas nama pemberi hak tanggungan karena proses pembebanan hak tanggugngan atau lahirnya hak tanggungan akan cepat, sedangkan untuk obyek hak tanggungan yang belum terdaftar atas nama pemberi hak tanggungan, lahirnya hak tanggungan tersebut harus menunggu selesainya pendaftaran I peralihan hak tersebut atas nama pemberi hak tanggungan dan juga beberapa kreditur yang mau membebankan hak tanggungan pada hak atas tanah yang belum terdaftar atau dengan bukti kepemilikan pipil, para kreditur ini berani mengikatkan jaminan pada bukti hak atas tanah yang masih berupa pipil karena berdasarkan kepercayaannya pada debitur dan setelah didapatnya kejelasan dan PPAT bahwa berkas-berkas yang diperlukan untuk penegasan hak melalui konversi telah lengkap lebih lanjut ditambahkan bahwa pengikatan jaminan hak kreditur pada tanah yang bukti haknya masih berupa pipil tidak menjadi permasalahan karena diperbolehkan 164 oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, BPN pada prinsipnya menerima setiap pendaftaran hak tanggungan yang dibuktikan dengan APHT, hal itu sepenuhnya merupakan hak kreditur. Akibat Hukum yang Timbul dari Pembebanan Hak Tanggungan Seperti diketahui apabila piutang macet adalah merupakan tagihan dan bank swasta, dan perorangan termasuk badan hukum swasta maka penangannya dilakukan melalui pengadilan negeri. Dewasa ini, kredit yang diberikan oleh Bank-Bank swasta hampir selalu sejalan dengan hak tanggungan, bila debitur lalai untuk melaksakan kewajibannya untuk melaksakan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kreditnya, maka akan timbul piutang macet. Dengan adanya piutang macet ini, maka pihak bank dapat memohonkan eksekusi terhadap hak tanggungan yang dijadikan jaminan oleh debitur. Sebelum diadakan lelang, maka terlebih dahulu dilakukan teguran terhadap si debitur oleh pengadilan negeri setempat, untuk dapat melakukan eksekusi hak tanggungan harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Debitur berada dalam keadaan wanprestasi. 2. Benda yang dijaminkan dengan hak tanggungan tersebut benar-benar telah mempunyai sertifikat hak tanggungan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 khususnya pada Pasal 20 ayat (1) UUHT eksekusi dilakukan berdasarkan : a. Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 6 yang diperkuat dengan janji yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT huruf e ; dan b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 c. umum menurut tatacara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lainnya. Dengan adanya titel eksekusi dan sertifikat hak tanggungan, pemegang hak tanggungan mempunyai hak eksekusi yang sama dengan putusan pengadilan yang definitif, maka cukup jelas apabila kreditur dalam keadaan wanprestasi atau cedera janji maka pemegang hak tanggungan (kreditur) pertama dapat menjual atas kekuasaan sendiri benda yang dijaminkan dengan hak tanggungan (obyek hak tanggungan) melalui pelelangan umum menurut tata cara yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana hasil penjualan tersebut berhak diambil seluruhnya atau sebagian pelunasan hutang-hutang debitur kepada kreditur dengan hak yang didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Mekanisme pembebanan hak tanggungan terhadapa hak atas tanah adalah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan yakni melalui tiga (3) tahap kegiatan yaitu : a. Pembuatan perjanjian utang piutang (Perjanjian Kredit); b. Tahap pemberian hak tanggungan, dengan dibuatnya akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT yang didahului dengan perjanjian hutang yang dijamin; c. Tahap pendaftaran di Kantor Pertanahan yang merupakan saat lahirnya hak tanggungan tersebut. 2. Akibat hukum yang timbul dari pelaksanaan pembebanan hak tanggungan terhadap hak tanggungan terhadap hak atas tanah adalah kreditur sebagai penerima hak tanggungan memiliki kewenangan untuk Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 2 September 2016 mengelola obyek hak tanggungan sesuai akta pembebanan hak tanggungan yang telah disampaikan dengan debitur sebagai pemberi hak tanggungan hal ini berarti pengelolaan obyek hak tanggungan berpindah tangan dan debitur kepada kreditur sehingga piutang tersebut lunas, dan apabila debitur cedera janji atau wanprestasi dan jalan damai tidak berhasil maka kreditur dapat melaporkan hal ini ke Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Negeri akan melakukan teguran kepada debitur, apabila debitur tetap lalai maka Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan agar tanah obyek tersebut disita. Saran 1. Pemerintah dan seluruh komponennya yang terkait dalam proses pelaksanaan pembebanan hak tanggungan hendaknya proaktif menjelaskan kepada masyarakat umum pengguna jasa keuangan mengenai proses pelaksanaan pembebanan hak tanggungan agar tidak menimbulkan kesulitan. 2. Lembaga keuangan (bank) hendaknya selalu mengingat nasabahnya (debitur) melaksanakan tanggungjawab yaitu mengadakan pelunasan atas hutangnya kepada debitur, sehingga barang-barang milik debitur yang dijaminkan tidak dilelang. DAFTAR PUSTAKA Maria S.W. Sumarjdono, 1996, Prinsip Dasar dan Beberapa Isyu di Seputaran Undang-undang Hak Tanggungan, Liberty, Jogjakarta. Maria S.W. Sumarjdono, 2000, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Huplementasi Kompas, Jakarta. Setiawan, 1992, Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bina Cipta, Bandung. Subekti. R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerd), hilermasa, Jakarta. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah (UUHT). Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 165