aktualisasi diri perempuan menikah dalam karier

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
AKTUALISASI DIRI PEREMPUAN MENIKAH DALAM
KARIER DOMESTIK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Sabina Wulung Rarasati
129114018
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
“Success will follow you precisely because you had
forgotten to think about it”
(Viktor E. Frankl)
“One is not born, rather becomes, a woman”
(Simone de Beauvoir)
“ Masalah itu, mendewasakan kita”
(Seorang sahabat)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk
Tuhan Yesus Kristus Pelindungku
Bunda Maria Perawan Suci dan Santo Yosef
Santa Sabina, pelindung Ibu Rumah Tangga
Untuk keluarga kecilku,
Bapak, Ibu, dan Mas,
serta para sahabat serta teman-teman,
atas semangat dan pernyertaanya.
Untuk para ibu rumah tangga yang selalu menjadi pelita keluarganya
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
AKTUALISASI DIRI PEREMPUAN MENIKAH DALAM KARIER
DOMESTIK
Sabina Wulung Rarasati
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan
menikah mengaktualisasikan diri di wilayah domestik dengan mengetahui cara
aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik. Partisipan dalam
penelitian ini adalah 6 perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
(usia 30-60 tahun) yang pernah berkarier di wilayah publik. Pengambilan data
dilakukan dengan metode wawancara (interview). Analisis data dilakukan dengan
metode analisis isi kualitatif (AIK), menggunakan pendekatan deduktif, yakni
analisis terarah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa aktualisasi dapat dilakukan
melalui wilayah domestik, sehingga miskonsepsi tentang aktualisasi diri hanya bisa
dipenuhi di wilayah publik tidak sepenuhnya benar. Selain itu, peluang aktualisasi
diri bagi perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik meluas karena
dikotomi wilayah publik dan domestik yang semakin cair.
Kata kunci: aktualisasi diri, karier domestik, karier publik.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SELF ACTUALIZATION OF MARRIED WOMEN IN DOMESTIC CAREER
Sabina Wulung Rarasati
ABSTRACT
This study aims to explore how married women self actualize in domestic sphere
through the ways of self actualization in each area of domestic sphere. The participants
in this study are 6 married women who have a career in domestic area (ages 30-60)
and who had a career in public area. The data were collected by interview method.
Data analysis was done by qualitative content analysis method (QCA), using deductive
approach, namely directional analysis. In this study, it was found that self actualization
can be achieved through domestic territory which are in domestic sphere, so that selfactualization can only be met in the public domain is a misconception. In addition, the
opportunities of self-actualization for married women who work in domestic area are
getting bigger due to increasingly fluid dichotomy of the public and domestic spheres.
Keywords: self-actualization, domestic career, public career.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Finally, this is my first research, akhirnya, selama 10 semester perkuliahan,
karya ini selesai juga. Banyak pelajaran yang didapat dalam perjalanan ini, tapi
dalam perjalanan ini..saya tahu, saya tidaklah sendiri, tetapi bersama begitu
banyak teman-teman dan orang-orang hebat yang menyertai saya. Oleh karena itu
dengan setulusnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Baik, terima kasih atas terkabulnya doa untuk selalu
diberikan kekuatan khususnya dalam mengerjakan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku dosen pembimbing yang mendidik
mengantarkan penulis hingga akhir.
3. Ibu Christiana Handari atas doa-doanya yang tak pernah berhenti, Bapak
Totok Hedi Santosa, pelindung keluargaku dan Mas Gogor atas dukungan dan
semangatnya.
4. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma, dan seluruh jajaran dekanat.
5. Dosen penguji skripsi ini, Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si dan Pak Eddy
Suhartanto, M.Si untuk menjadikan skripsi ini lebih baik.
6. Ibu Diana Permata Sari, M.Sc atas saran dan kritikannya untuk skripsi ini.
7. Dosen pembimbing akademik, Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si.
8. Para dosen Fakultas Psikologi.
9. Orang-orang hebat disekitarku, Om Nardi dan Om Johan yang mendukung
dan turut memberi saran untuk menjadikan skripsi ini lebih baik.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10. Si Manajer Maria Anita terima kasih atas jalan-jalan, makan-makan, karaoke,
belanja, menggosip, menginap, sampai muncul ide skripsi ini. Thank U,
Sangat!
11. “Anak-Anak Professor” sebagai teman seperjuangan dalam mengerjakan
skripsi, semangat teman-teman!
12. Sahabat dan teman-teman yang menemani di fakultas psikologi dan temanteman angkatan 2012.
13. Teman-teman asisten tes Kognitif, Inventori, dan Grafis beserta anak-anak
asisten yang turut mengembangkan penulis di perkuliahan.
14. Para partisipan dalam penelitian ini.
15. Yang datang dan tidak pergi untuk menemani, terima kasih.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii
HALAMAN MOTTO .............................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. vi
ABSTRAK................................................................................................................vii
ABSTRACT...............................................................................................................viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..............................ix
KATA PENGANTAR .............................................................................................. x
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xiv
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 12
C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 13
D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 13
1. Manfaat Teoritis .................................................................................. 13
2. Manfaat Praktis .................................................................................... 13
3. Manfaat Kebijakan .............................................................................. 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 14
A. Aktualisasi diri ........................................................................................... 14
1. Makna Aktualisasi Diri ................................................................. 14
2. Kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri............................ 15
B. Aktualisasi diri perempuan menikah melalui bidang-bidang kehidupan
di wilayah domestik................................................................................... 22
C. Pandangan Positif dan Negatif dalam Wilayah Karier Domestik.............. 27
D. Kerangka Konseptual................................................................................. 30
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 32
A. Jenis dan Desain Penelitian........................................................................ 32
B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 33
C. Partisipan ................................................................................................... 34
D. Peran Peneliti ............................................................................................. 34
E. Metode Pengambilan Data ......................................................................... 35
F. Analisis dan Interpretasi Data .................................................................... 38
G. Kredibilitas Data ........................................................................................ 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 43
A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 43
B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara ................... 43
C. Hasil Penelitian .......................................................................................... 52
1. Wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores) ........................ 52
2. Wilayah perawatan keluarga (family day care)....................................56
3. Wilayah pengasuhan anak (childrearing) ........................................... 60
4. Wilayah kehidupan sosial .................................................................... 65
5. Wilayah manajemen operasional dan keuangan.................................. 67
D. Pembahasan................................................................................................ 69
1. Aktualisasi diri di wilayah domestik ................................................... 69
2. Miskonsepsi aktualisasi diri..................................................................77
3. Dikotomi wilayah publik dan domestik .............................................. 79
BAB V. PENUTUP ................................................................................................ 82
A. Kesimpulan ................................................................................................ 82
B. Keterbatasan Penelitian.............................................................................. 84
C. Saran .......................................................................................................... 84
1. Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................................. 84
2. Bagi Praktisi Psikologi ........................................................................ 85
3. Bagi Perempuan Menikah yang Berkarier di Wilayah Domestik........ 85
DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 86
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Wilayah karier perempuan menikah....................................................25
Tabel 2. Pedoman wawancara utama................................................................36
Tabel 3. Kriteria koding aktualisasi diri karier domestik..................................39
Tabel 4. Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara........................................43
Tabel 5. Wilayah persebaran aktualisasi diri perempuan menikah...................74
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Survei Litbang Kompas menjelang Hari Ibu 2015, sejumlah
1640 pelajar Sekolah Menengah Atas dari 12 kota besar di Indonesia menempatkan
ibu sebagai tokoh penting bagi kehidupan mereka. Lebih lanjut, sebanyak 47, 1
persen menyebut ibu sebagai tempat curhat dibandingkan ayah, yang hanya
mendapat 7,7 persen. Bahkan lebih dari 50 persen responden remaja memilih
membangun komunikasi dengan ibu dibandingkan ayah (kurang dari 10 persen).
Mereka juga tetap memilih ibu sebagai pahlawan (46,2 persen) meski mereka
menyebut ayah kepala keluarga dan pencari nafkah (Litbang Kompas, 2015 dalam
Vermonte, 2016). Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa ibu mempunyai
peranan penting dalam kehidupan berkeluarga. Bahkan menurut Denys Lombard,
kedudukan ibu di Indonesia memiliiki kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada
wanita pada masyarakat Asia lainnya dan memegang peranan penting yang sangat
menonjol (Handayani & Novianto, 2004). Di sisi lain, ada anggapan bahwa ibu atau
perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik yang juga sering disebut
ibu rumah tangga kurang memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri
dibandingkan ibu atau perempuan pada umumnya yang berkarier di wilayah publik.
Manusia pada hakikatnya mempunyai tujuan hidup untuk mengembangkan
dirinya. Rogers (dalam Olson & Hergenhahn, 2013) mendefinisikannya sebagai
kecenderungan mengaktualisasi (actualizing tendency) yang merupakan daya
pendorong dalam hidup setiap orang, menyebabkan kita menjadi lebih terbedakan
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(kompleks), lebih independen, dan lebih bertanggung jawab secara sosial. Selain
Rogers, Maslow, seorang ahli psikologi humanistik sebelum Rogers, memaknai
aktualisasi diri yang mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan
keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin (Feist & Feist, 2006). Berbeda dengan
Rogers, Maslow menjelaskan aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan (Maslow,
1970 dalam Feist & Feist, 2006). Oleh karena itu, beberapa ahli mengartikan
aktualisasi diri sebagai suatu proses. Selanjutnya Goble (1997) menekankan konsep
aktualisasi-diri Maslow sebagai perkembangan atau penemuan jati diri dan
mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam. Oleh karena itu orang yang
mengaktualisasi diri berarti menjadi manusia sepenuhnya yang dapat melihat
potensi diri yang belum tentu orang lain tidak dapat melihatnya atau
menemukannya.
Untuk mencapai aktualisasi diri, menurut Maslow (Schultz, 1991) seseorang
harus memuaskan terlebih dahulu empat kebutuhan yang berada dalam tingkat yang
lebih rendah, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan rasa aman,
dan (3) kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, dan (4) kebutuhankebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan-kebutuhan ini setidaknya harus sebagian
dipuaskan berdasarkan urutan ini, baru setelah itu bergerak pada kebutuhan
aktualisasi diri.
Ciri paling umum orang yang mengaktualisasi adalah kemampuannya
melihat hidup secara sederhana, dalam arti tidak menuntut sesuatu harus berjalan
seperti yang ia harapkan. Sebab, orang yang mengaktualisasi diri lebih
mengutamakan sisi objektif mereka, yaitu melihat masalah berdasarkan fakta dan
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
realita yang ada daripada menggunakan sisi emosional mereka (Goble, 1997). Akan
tetapi, untuk dapat disebut sebagai pribadi yang teraktualisasi, Maslow (Feist &
Feist, 2006) mempunyai empat kriteria. Pertama, mereka bebas dari psikopatologi.
Mereka bukan neurotik atau psikotik, bahkan tidak memiliki kecenderungan
menuju gangguan-gangguan psikologis. Kedua, pribadi pengaktualisasi-diri
bergerak maju melewati hierarki kebutuhan dan karenanya hidup di atas tingkatan
eksistensi yang mapan dan tidak pernah merasakan ancaman bagi rasa aman
mereka. Ketiga, pribadi yang mengaktualisasikan diri memegang erat-erat Bvalues. B-Values atau nilai-nilai “Being” (“Kehidupan”) merupakan indikator
kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari kebutuhan akan kekurangan
(deficiency needs) yang memotivasi orang-orang yang nonaktualisasi diri. Nilainilai B bukanlah kebutuhan yang sama seperti makanan, perlindungan, atau
persahabatan. Maslow menamakan nilai-nilai B sebagai “metakebutuhan”
(metaneeds) untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai ini merupakan level tertinggi
dari kebutuhan. Ia membedakan antara motivasi berdasarkan kebutuhan biasa dan
motivasi dari orang-orang yang mengaktualisasi diri, yang disebutnya sebagai
metamotivasi. Mereka merasa nyaman, bahkan selalu menginginkan kebenaran,
keindahan,
keadilan,
keefektifan,
dan
humor.
Keempat,
akhirnya,
pengaktualisasian-diri berarti menggunakan dan mengeksploitasi secara penuh
talenta diri, kapasitas, potensi, dan seterusnya.
Ketika keempat kriteria tersebut telah dipenuhi, ketika orang yang
mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang bebas dari psikopatologi dan
memegang nilai-nilai “Being” maka mereka menganggap pekerjaan yang dihadapi
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebagai suatu kegemaran bagi dirinya karena adanya minat dan ketertarikan
terhadap pekerjaan tersebut. Oleh karena adanya minat dan ketertarikan pada
pekerjaan tersebut, maka timbul suatu kenikmatan pada saat melakukan pekerjaan.
Selain itu, orang yang mengaktualisasi juga mengerjakan pekerjaan tersebut dengan
segenap kemampuannya karena adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan
tersebut (Goble, 1997). Artinya, ketika seseorang mempunyai kesehatan jiwa yang
baik, maka ia akan lebih mempunyai peluang untuk mengembangkan diri
dimanapun dan kapanpun ia berada.
Sejalan dengan pendapat Maslow bahwa untuk mengaktualisasi diri
seseorang harus mempunyai karier yang baik (Goble, 1997) perempuan menikah
atau ibu rumah tangga mempunyai dua wilayah pilihan karier, yaitu wilayah publik
dan wilayah domestik. Di wilayah karier publik, perempuan menikah dapat
mengaktualisasikan diri melalui prestasi kerja, jaringan kerja (networking),
pelatihan-pelatihan, kursus, atau dengan melanjutkan jenjang pendidikannya
(Zainal, 2014). Sedangkan di wilayah karier domestik, perempuan menikah dapat
mengaktualisasikan diri melalui bidang pekerjaan rumah tangga (household
chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing),
kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan rumah tangga (Gatz et
al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati,
2014; Latshaw 2016).
Kelebihan perempuan yang memilih menjalani karier publik adalah
mendapat pengakuan, tampak lebih bahagia, lebih puas, rasa percaya diri yang
besar, dan adanya kemandirian finansial (Matlin, 2008 ; Vermonte, 2016).
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kekurangannya, wanita karier yang sudah menikah lebih rentan mengalami konflik
peran dibanding laki-laki (Harsiwi, 2004; Martins & Veiga, 2002; Kinnunon et al,
1998 dalam Handayani, 2013). Hal itu disebabkan dalam keluarga perempuan
diidentikkan dengan peran ‘caregiver’. Ibu rumah tangga distereotipkan sebagai
caretakers. Dalam keluarga, perempuan dipandang sebagai pengasuh yang tunduk,
tergantung, dan akomodatif, dan dengan demikian lebih mungkin untuk dilihat
pantas menjalani tugas melayani dan menempati posisi bawahan (De Armond et al.,
2006, dalam Denmark & Paludi, 2008). Oleh karena itu, perempuan menikah yang
berkarier di wilayah publik juga secara langsung harus membagi tanggung jawab
kariernya dalam wilayah domestik.
Berbeda dengan karier publik, kelebihan karier domestik antara lain mereka
mempunyai standar mereka sendiri untuk dipenuhi, dapat merencanakan dan
mengontrol karier mereka sendiri, tidak diawasi, dan tidak dikritik, serta dapat
berkontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami dan istri (Santrock,
2002; Handayani, 2013). Sebaliknya, kekurangan yang didapat ketika perempuan
memutuskan untuk berkarier di wilayah domestik antara lain adalah aktivitas
tersebut tidak pernah berakhir, berulang-ulang, dan rutin yang biasanya mencakup
membersihkan, memasak, mengawasi anak, berbelanja mencuci pakaian, dan
beres-beres (Santrock, 2002). Lebih lanjut, peran pengasuh (caregiver) dianggap
sebagai sumber signifkan dari stres pada perempuan-perempuan ini karena tidak
mempunyai nilai untuk masa depan dalam hal dana pensiun atau sumber finansial
yang lain. (Lemme, 1999; Santrock, 2002).
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain itu, karier domestik yang erat kaitannya dengan profesi ibu rumah
tangga seringkali dianggap inferior dibandingkan dengan karier publik yang lebih
identik dengan wanita karier, bukan hanya di kalangan para laki-laki namun juga di
kalangan perempuan menikah. Kanwar (2014) menemukan bahwa 74 dari 89
perempuan memandang bahwa karier rumah tangga dapat menghambat
pertumbuhan dan pembelajaran dalam hidup. Ketika ditanya alasannya, ditemukan
bahwa hal ini berakar dari ide bahwa aktivitas ibu rumah tangga adalah mencuci
piring, memasak, dan membersihkan rumah sepanjang hari, sehingga tidak
mempunyai waktu untuk belajar dan mengeksplorasi identitasnya. Miskonsepsi
yang muncul antara lain adalah bahwa uang yang digunakan untuk pendidikan akan
terbuang sia-sia jika tidak mempunyai karier atau bekerja, menghambat kreativitas,
dan kehidupan ibu rumah tangga yang membosankan (Kanwar, 2014).
Kesalahpahaman lain tentang profesi ibu rumah tangga semakin terlihat, khususnya
pada perempuan yang berpendidikan tinggi. Hal ini dipertegas dengan temuan
Komarovsky, Lopata, dan Oakley (dalam Nilson, 1978) bahwa “hanya menjadi ibu
rumah tangga” mempunyai prestise yang rendah, paling tidak di mata perempuan
yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi dan mempunyai kesempatan
untuk dapat menduduki suatu jabatan.
Adanya miskonsepsi terhadap aktualisasi diri yang hanya dapat dipenuhi di
wilayah publik menjadi keprihatinan peneliti karena berdampak pada pengabaian
peran pengasuhan anak dan perawatan keluarga. Hal ini tampak misalnya pada
fenomena di Korea Selatan, para ibu rumah tangga yang berpendidikan
mengaktualisasikan dirinya dengan cara kembali ke universitas untuk memecahkan
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ketidakpuasan mereka dari peran penuh waktu ibu rumah tangga, terutama untuk
mengembalikan identitas pribadi sebagai individu yang independen (Jang &
Merriam, 2004). Hal ini disebabkan karena mereka berpikir bahwa mereka harus
mengaktualisasikan diri dan menjadi mandiri secara finansial dengan bekerja di luar
seperti laki-laki sepanjang hidup mereka (Cho, 2000 ; Lim & Chung, 1996 dalam
Jang & Merriam, 2004).
Selain itu, mereka juga menganggap keberadaan anak sebagai halangan
untuk pengembangan karier dan pengekang kebebasan sehingga membuat mereka
mengalami frustrasi yang berasal dari konflik diri dan tanggung jawab pengasuhan
(Jang & Merriam, 2004). Padahal ahli psikoanalisis Freud menempatkan tokoh ibu
paling penting dalam perkembangan seorang anak (Dagun, 1990). Oleh karena itu,
jika karier domestik yang dikaitkan sebagai ibu rumah tangga diabaikan akan
berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Pengamatan lain menunjukkan bahwa isolasi merupakan tantangan umum
pada ibu yang tinggal di rumah dan dapat menyumbang untuk perasaan sedih dan
kehilangan diri (Rubin & Wooten, 2007). Perasaan sedih dan kehilangan diri juga
menjadi keprihatinan peneliti karena perasaan sedih dan kehilangan diri
bertentangan dengan salah satu kriteria orang yang mengaktualisasi diri menurut
Maslow, yaitu bebas dari psikopatologi (Feist & Feist, 2006) sehingga menurut
pandangan peneliti, jika ibu rumah tangga dapat menghayati pekerjaannya di
wilayah domestik, maka peluang untuk mengaktualisasi diri akan semakin terbuka.
Dalam perkembangan lain, ada pandangan-pandangan negatif pada
pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) dan kemungkinan untuk
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengaktualisasi diri pada wilayah domestik. Pandangan-pandangan negatif
tersebut misalnya diungkapkan oleh Betty Friedan, seorang tokoh aliran feminis
yang mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) dan
pekerjaan sebagai seorang istri mengekang perempuan menikah. Ia meyakini
bahwa secara tidak sadar perempuan memaksakan dirinya untuk mengerjakan
pekerjaan rumah tangga (Friedan, 1979). Senada dengan Friedan, feminis sosialis
Inggris, Ann Oakley (1974 : 225, dalam Hollows, 2008) mengatakan bahwa
pekerjaan rumah tangga (domestik) berlawanan kemungkinan seseorang untuk
mengaktualisasikan diri. Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa orang yang
merasa adanya kreativitas di dalam pekerjaan rumah tangga sebenarnya mengalami
kesalahpahaman.
Pandangan di atas berlawanan dengan pandangan feminis Marxis yang
memandang secara positif dengan memberikan penghargaan pada pekerjaan
domestik seperti mencuci, memasak, dan mengasuh anak (Tong, 2006). Tokoh
psikologi, Abraham Maslow (dalam Feist & Feist, 2006) juga berpendapat bahwa
semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, tak
terkecuali perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik lewat karier
domestiknya. Beberapa temuan penelitian sebelumnya misalnya penelitian yang
dilakukan Daniel, Gutmann dan Raviv (2011) juga memperlihatkan adanya
kreativitas dalam aktivitas memasak yang termasuk dalam wilayah karier domestik.
Kanwar (2014) juga mengatakan bahwa anggapan pekerjaan ibu rumah tangga
menghambat pertumbuhan dan kreativitas adalah bias. Selain itu, Rubin & Wooten
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2007) juga menemukan adanya pemenuhan diri ibu rumah tangga melalui
komunitas dan kegiatan di sekolah anak mereka.
Oleh karena itu, dengan melihat pandangan negatif dan positif terhadap
wilayah karier perempuan menikah dan adanya kemungkinan adanya peluang untuk
mengaktualisasikan diri di wilayah domestik, maka penelitian ini mempunyai
tujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah yang berkarier di
wilayah domestik mengaktualisasikan diri dengan mengetahui cara aktualisasi diri
di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah
tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak
(childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan ibu
rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray,
2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016).
Beberapa penelitian tentang aktualisasi diri perempuan di wilayah domestik
pernah dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut menganggap bahwa
wilayah domestik menghambat kesempatan seseorang untuk mengaktualisasikan
diri. Penelitian yang dilakukan oleh Budiati (2006) mencoba menggali aktualisasi
diri perempuan dalam konteks sistem budaya Jawa yang terpaku pada nilai-nilai
3M yaitu masak (memasak), manak (melahirkan) dan macak (berdandan), bukan
mengenai bagaimana cara ibu rumah tangga di Jawa dapat mengaktualisasikan diri
dalam karier domestik sebagai ibu rumah tangga. Penelitian Rubin dan Wooten
(2007) memberikan gambaran umum tentang pengalaman menjadi ibu rumah
tangga, secara khusus ibu rumah tangga berpendidikan yang berkarier di wilayah
domestik, dan membahas pengembangan diri di wilayah domestik namun kurang
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memfokuskan pada bagaimana cara ibu rumah tangga mengaktualisasikan diri
melalui karier domestik ibu rumah tangga. Jang & Merriam (2004) juga meneliti
tentang aktualisasi diri ibu rumah tangga, namun lebih berfokus pada pengalaman
ibu rumah tangga yang ingin mengaktualisasikan diri di wilayah publik karena
merasa dirinya terkekang di wilayah domestik. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Kanwar (2014) menunjukkan beberapa miskonsepsi tentang tidak adanya
kreativitas bagi perempuan yang berkarier sebagai ibu rumah tangga, meliputi : (1)
uang yang diberikan orangtua untuk pendidikan akan terbuang sia-sia, (2) terdapat
sedikit kesempatan untuk mengembangkan dan berkreasi, dan (3) kehidupan ibu
rumah tangga penuh dengan hal yang membosankan. Penelitian-penelitian tersebut
tidak mengungkap bagaimana kriteria-kriteria aktualisasi diri perempuan menikah
pada karier domestiknya.
Berdasarkan defisiensi penelitian-penelitian di atas, penelitian ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana perempuan menikah yang berkarier di
wilayah domestik mengaktualisasikan diri melalui karier di wilayah domestik yang
terdiri dari bidang-bidang kehidupan perawatan keluarga (family day care),
pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan
keuangan ibu rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999;
Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016).
Partisipan yang
dipilih adalah perempuan menikah berpendidikan
SMA/SMK, D1/D2/D3, dan S1 karena tingkat pendidikan sudah terbukti
mempunyai kemungkinan untuk menjadi pekerja daripada perempuan yang
mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah (Jensen, 2000 dalam Kitterod, 2002).
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari segi usia, partisipan dipilih dengan rentangan usia antara 30-60 tahun
karena pada rentangan usia ini kepuasan kerja meningkat secara stabil sepanjang
kehidupan kerja, baik orang dewasa yang berpendidikan tinggi, maupun tidak
berpendidikan tinggi (Rhodes, 1983; Thamir, 1982 dalam Santrock 2002). Selain
itu, partisipan juga dipilih yang pernah berkarier di wilayah publik lalu kemudian
berkarier penuh di wilayah domestik karena dalam miskonsepsi aktualisasi diri
banyak terjadi di kalangan perempuan berpendidikan dengan menjadi wanita karier
(Cho, 2000 ; Lim & Chung, 1996 dalam Jang & Merriam, 2004).
Desain penelitian ini menggunakkan analisis isi kualitatif (AIK), dengan
menggunakan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah dengan cara
mengumpulkan data wawancara menjadi satu, kemudian ditafsirkan dengan
memberikan coding yang ditetapkan di awal sebagai satu unit analisis dan tidak
dianalisis setiap bagian atau setiap kasus, berdasarkan kriteria koding yang
dikembangkan dari teori aktualisasi diri Maslow (Hshieh & Shannon, dalam
Supratiknya, 2015).
Prosedur pengambilan data akan dilakukan dengan metode wawancara.
Moleong mengatakan, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Pada metode wawancara, interviewer berhadapan langsung dengan interviewee
untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang
dapat menjelaskan permasalahan penelitian (Moleong, 2007).
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan utama:
Bagaimana
perempuan
menikah
yang
berkarier
di
wilayah
domestik
mengaktualisasikan dirinya melalui karier sebagai ibu rumah tangga?
Pertanyaan turunan:
1. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang pekerjaan rumah tangga (household
chores)?
2. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang perawatan keluarga (family day care)?
3. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang pengasuhan anak (childrearing)?
4. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang kehidupan sosial rumah tangga?
5. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
mengaktualisasikan diri dalam bidang manajemen operasional dan keuangan
rumah tangga?
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi bagaimana perempuan
menikah mencapai aktualisasi diri di wilayah domestik dengan mengetahui cara
aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari
pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care),
pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial rumah tangga, serta manajemen
operasional dan keuangan rumah tangga.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah :
Manfaat Teoretis:
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan baru di bidang
psikologi sosial, khususnya yang berkaitan dengan aktualisasi diri perempuan
menikah yang berkarier di wilayah domestik.
Manfaat Praktis:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat bahwa ibu
rumah tangga yang identik dengan karier domestik merupakan karier yang patut
dihargai setara dengan karier yang berada di wilayah publik.
Manfaat Kebijakan:
Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan sumbangsih bagi kebijakan di
Indonesia khususnya tentang perlindungan dan hak-hak perempuan yang berkarier
di wilayah domestik.
13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian tinjauan pustaka dibagi menjadi empat sub-bab. Penulis akan
menjelaskan konsep aktualisasi diri secara umum, kemudian, pada sub-bab
aktualisasi diri perempuan menikah, penulis akan mengeksplorasi bidang
kehidupan perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik. Setelah itu,
dalam sub-bab “pandangan positif dan negatif terhadap karier domestik”, penulis
akan memberikan gambaran tentang perbandingan ideologi yang berpengaruh pada
konsep aktualisasi diri dan karier domestik. Pada bagian akhir, peneliti akan
menyajikan kerangka konseptual penelitian.
A. Aktualisasi Diri
1. Makna Aktualisasi Diri
Menurut Maslow, aktualisasi diri adalah suatu proses perkembangan atau
penemuan potensi yang terpendam dalam diri seseorang (Goble, 1997).
Selanjutnya, orang yang mengaktualisasi diri adalah seseorang yang dapat
menemukan suatu potensi dalam dirinya karena orang yang mengaktualisasi diri
memegang erat nilai-nilai “Being” yaitu nilai-nilai yang menuju pada suatu
pemenuhan diri (Goble, 1997). Untuk mencapai aktualisasi diri, seseorang harus
memuaskan terlebih dahulu empat kebutuhan yang berada di bawah kebutuhan
aktualisasi diri yaitu : (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan rasa aman,
(3) kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, dan (4) kebutuhan-kebutuhan
akan penghargaan (Feist & Feist, 2006). Penelitian ini secara khusus menggunakan
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
teori Maslow karena ia menganggap bahwa aktualisasi diri dapat dilakukan di
manapun dan kapanpun (Feist & Feist, 2006) sehingga peneliti menduga bahwa
perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik juga memiliki kesempatan
untuk mengembangkan diri melalui karier domestiknya. Selain itu, perempuan
menikah juga dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang
terdiri dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan memiliki
dan cinta, dan kebutuhan akan penghargaan yang menjadi prasyarat untuk
aktualisasi diri. Untuk melihat aktualisasi diri perempuan menikah yang berkarier
di wilayah domestik, berikut merupakan karakteristik aktualisasi diri menurut teori
aktualisasi diri Maslow:
2. Kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri
a. Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan
Menurut Maslow (Feist & Feist, 2006) orang yang mengaktualisasi diri
dapat cepat menangkap permasalahan lebih cepat dan kritis daripada orang pada
umumnya. Oleh sebab itu, mereka lebih hati-hati dan cepat menangkap kenyataan
secara lebih objektif berdasarkan pengamatan mereka walaupun pada kenyataanya
ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan mereka baik terhadap orang lain
maupun pada sesuatu hal yang ada di depan mereka.
b. Spontanitas, kesederhanaan, dan kealamian
Orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang spontan,
sederhana, dan alami. Selain itu, orang yang mengaktualisasi merupakan orang
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang dapat melakukan sesuatu hal tanpa dipikirkan atau direncanakan terlebih
dahulu.
Orang
yang
mengaktualisasi
diri
juga
menjunjung
nilai-nilai
kesederhanaan, artinya orang yang mengaktualisasi adalah orang yang apa adanya
dan tidak dibuat-buat sehingga biasanya orang-orang ini ekspresif dan mau
mengakui jika memang sedang merasakan suatu emosi tertentu. Di sisi lain ada
persamaan antara orang-orang yang mengaktualisasi diri dengan anak-anak atau
binatang yaitu sifat wajar atau alami dan sifat spontan mereka (Feist & Feist, 2006).
c. Kreativitas
Maslow melihat bahwa kreativitas dapat muncul dari mana saja. Oleh
karena itu ia beranggapan bahwa orang-orang yang mengaktualisasi diri dapat
memunculkan kreativitas dari mana saja, bahkan dari hal-hal yang sederhana
sekalipun menjadi seseuatu yang lebih beragam dan tidak perlu mempunyai bakat
khusus untuk memunculkan suatu kreativitas (Feist & Feist, 2006).
d. Penghargaan yang selalu baru
Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemampuan untuk
dapat mempertahankan penilaian mereka terhadap sesuatu yang mungkin dianggap
orang lain sebagai sesuatu yang sederhana dengan pandangan yang tetap positif.
Hal ini disebabkan orang-orang yang mengaktualisasi dapat menghargai hal-hal
yang dianggap kecil bagi orang-orang pada umumnya dengan penuh rasa syukur
(Feist & Feist, 2006).
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Diskriminasi cara dan tujuan
Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai pandangan bahwa
mereka tidak terlalu mementingkan bagaimana cara yang dipakai untuk mencapai
suatu tujuan dan lebih mementingkan tujuan. Yang dimaksud dengan
mementingkan tujuan bukanlah dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan
dengan nilai-nilai dasar tetapi lebih bagaimana orang-orang yang mengaktualisasi
tidak terlalu memperhatikan cara yang mungkin menghambat tujuan utama mereka
(Feist & Feist, 2006).
f. Tidak mengikuti enkulturasi (pembudayaan)
Orang yang mengaktualisasi diri tidak mudah terpengaruh oleh kebiasaan
atau tren pada umumnya yang dikriteria secara sepihak oleh pihak luar yang diikuti
oleh orang-orang di sekitarnya atau pada zamannya, terutama jika memang
kebiasaan atau tren tersebut tidak sesuai atau merasa tidak cocok dengan dirinya.
Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai nilai-nilai untuk suatu
kebiasaan maupun perilaku sesuai dengan keyakinan yang dianggapnya benar yang
diterapkan pada dirinya sendiri (Feist & Feist, 2006).
g. Hubungan interpersonal yang kuat
Orang-orang yang mengaktualisasi diri lebih mengutamakan kualitas
daripada kuantitas dari suatu hubungan. Mereka mempunyai hubungan yang kuat
dan mendalam terhadap orang-orang tertentu yang mereka anggap sehat dan
memberikan kontribusi positif terhadap mereka. Akan tetapi, bukan berarti orang
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang mengaktualisasi diri enggan berteman dengan orang yang kurang sehat
menurut mereka. Mereka tetap menghargai dan berempati terhadap mereka (Feist
& Feist, 2006).
h. Gemeinschaftgefuhl (rasa kemasyarakatan)
Orang-orang yang mengaktualisasi mempunyai rasa keterikatan dan
ketertarikan pada lingkungan sosialnya sehingga bukan hanya sekedar terikat secara
formal dalam suatu masyarakat, namun yang lebih penting adalah perasaan menjadi
bagian dari suatu masyarakat sehingga orang yang mengaktualisasi dapat secara
tulus atau tidak mengharapkan keuntungan dalam bermasyarakat (Feist & Feist,
2006).
i. Kebutuhan akan privasi
Orang yang mengaktualisasikan diri tidak mengalami masalah atau tidak
merasa kesepian ketika dirinya harus sendirian. Sebaliknya mereka juga tidak
bermasalah ketika harus bersama-sama orang lain karena orang-orang ini pada
dasarnya kebutuhan cinta dan keberadaanya telah tercukupi (Feist & Feist, 2006).
j. Penerimaan diri, orang lain, dan alam
Orang yang mengaktualisasi diri dapat menerima dirinya apa adanya dan
tidak terlalu melihat kekurangan yang ada di dalam diri sehingga mereka tidak
terlalu membela diri dan merasa bersalah ketika ada kritik yang ditujukan pada
mereka. Mereka juga mempunyai rasa sayang terhadap binatang dan mempunyai
18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
selera yang baik terhadap kebutuhan dasar manusia. Di sisi lain mereka juga
menerima orang lain sebagaimana adanya serta dapat menoleransi kelemahan yang
ada pada orang lain dan tidak merasa tertekan oleh kekuatan orang lain sehingga
tidak mempunyai kebutuhan untuk mengendalikan, menginformasikan, atau
mengubah orang lain menurut kemauannya (Feist & Feist, 2006).
k. Berpusat pada tugas (task-oriented)
Orang-orang yang mengaktualisasi diri adalah orang yang lebih
mengutamakan tugas atau pekerjaan mereka (task-oriented) daripada masalah yang
terjadi pada diri mereka. Oleh karena lebih mementingkan hal-hal yang ada di luar
diri mereka, orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemungkinan yang
lebih besar untuk mengembangkan suatu misi dalam hidupnya bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain.
Sedangkan orang yang tidak mengaktualisasi diri lebih memusatkan perhatian pada
diri mereka sendiri dan cenderung melihat masalah-masalah yang ada kaitannya
dengan diri mereka (Feist & Feist, 2006).
l. Kemandirian
Orang-orang yang mengaktualisasi merupakan orang yang berusaha untuk
dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri namun ia tetap masih mempunyai
kesadaran bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya tidak bergantung pada orang
lain (Feist & Feist, 2006).
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
m. Rasa humor yang filosofis
Rasa humor yang diciptakan orang-orang yang mengaktualisasikan diri
biasanya terjadi pada situasi unik tertentu, spontan dan tidak dibuat-buat. Oleh
karena itu orang yang ingin melihat ulang humor tersebut akan sia-sia karena humor
tersebut tidak dapat diulangi lagi. Inilah yang dimaksud Maslow sebagai humor
yang filosofis.
n. Pengalaman puncak
Pengalaman puncak adalah pengalaman tak terduga yang sulit dijelaskan
dan memberi perasaan sangat hebat. Pengalaman puncak ini sendiri ikut
membentuk kepribadian seseorang. Selama mengalami pengalaman puncak mereka
biasanya merasa lebih rendah hati dan sekaligus lebih kuat. Mereka tidak mau
mengubah hal-hal, merasa bisa menerima hal-hal baru, lebih mau memperhatikan
apa yang didengar dan lebih mampu untuk mendengar. Pada saat yang sama,
mereka merasa lebih bertanggung jawab atas aktivitas dan persepsi mereka, lebih
aktif, dan lebih yakin pada diri sendiri.
Orang-orang yang mengalami pengalaman puncak merasakan hilangnya
rasa takut, kecemasan, dan konflik serta menjadi lebih mencintai, menerima, dan
bersikap spontan. Walaupun orang-orang yang mengalami pengalaman puncak
sering kali merasakan emosi seperti kagum, terkejut, senang, bahagia, hormat,
rendah hati, dan berserah diri, mereka cenderung tidak menginginkan untuk
mendapatkan apapun dari pengalaman tersebut. Mereka sering kali mengalami
disorientasi waktu dan ruang, kehilangan kesadaran diri, sikap tidak mementingkan
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diri sendiri, dan kemampuan untuk melampaui segala perbedaan yang terjadi pada
kehidupan sehari-hari. (Feist & Feist, 2006).
o. Struktur watak demokratis
Orang yang mengaktualisasi mempunyai prinsip kesetaraan pada orangorang disekitarnya oleh karena itu, orang-orang ini menanggap bahwa mereka bisa
belajar dari siapa saja, bahkan pada orang-orang yang dipandang oleh-orang lainnya
terbuang atau tidak berguna karena orang yang mengaktualisasi diri mempunyai
sifat dasar yang rendah hati yang membuat dirinya dapat belajar dari siapa saja
(Feist & Feist, 2006).
p. Pembaktian pada pekerjaan
Ketika orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang bebas
dari psikopatologi dan memegang nilai-nilai “Being” maka orang-orang yang
mengaktualisasikan diri menganggap pekerjaan yang dihadapi sebagai suatu
kegemaran bagi dirinya karena adanya minat dan ketertarikan terhadap pekerjaan
tersebut. Oleh karena adanya minat dan ketertarikan pada pekerjaan tersebut, maka
timbul suatu kenikmatan pada saat melakukan pekerjaan. Selain itu, orang yang
mengaktualisasi
juga
mengerjakan
pekerjaan
tersebut
dengan
segenap
kemampuannya karena adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan tersebut
(Goble, 1987).
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Aktualisasi diri perempuan menikah melalui bidang-bidang kehidupan di
wilayah domestik
Menurut Maslow, syarat orang yang mengaktualisasi diri adalah
mempunyai karier yang baik. Tidak hanya itu, orang yang mengaktualisasi diri juga
dapat menikmati kariernya dan sanggup untuk bertanggung jawab atas karier yang
dijalani (Goble, 1987). Selain itu, ahli psikologi humanistik tersebut juga
menambahkan bahwa mekarnya sebuah potensi juga dapat dilakukan dimanapun
dan kapan pun (Feist & Feist, 2006), termasuk perempuan menikah yang berkarier
di wilayah domestik.
Sejalan dengan pendapat Maslow bahwa prasyarat untuk mewujudkan
aktualisasi diri adalah memiliki karier yang baik. Ada dua kemungkinan wilayah
karier bagi perempuan menikah, yaitu wilayah publik dan wilayah domestik. Di
wilayah publik, bidang-bidang kehidupan karier yang dapat dipilih perempuan
menikah untuk mengembangkan potensi antara lain adalah dengan cara mencapai
prestasi kerja, memperluas jaringan kerja (networking), melalui pelatihanpelatihan, mengikuti kursus, atau dengan melanjutkan jenjang pendidikannya
(Zainal, 2014). Ada beberapa alasan mengapa perempuan menikah memilih untuk
berkarier di wilayah publik yaitu adanya keinginan untuk berkontribusi dalam
pendapatan keluarga, dukungan dari suami untuk berkarier publik, keyakinan
bahwa anak sudah dapat mandiri, dan keyakinan bahwa untuk mengaktualisasikan
diri adalah dengan berkarier di wilayah publik (Sudirman, 2014).
Di sisi lain, perempuan menikah yang berkarier di wilayah karier domestik
juga berpeluang untuk mengaktualisasikan diri melalui bidang-bidang kehidupan
22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
domestik yang mencakup pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan
keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), serta kehidupan sosial,
manajemen operasional dan keuangan rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985
dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016).
Secara lebih rinci, wilayah karier domestik yang pertama adalah pekerjaan
rumah tangga (household chores), yang mencakup bantuan instrumental seperti
mendekorasi rumah, merapikan tempat tidur, menyetrika, mengepel lantai,
membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan piring, merawat peliharaan
rumah, membuang sampah, menata halaman, perbaikan kerusakan rumah, antar
jemput, berbelanja, menyiapkan makanan, aktivitas menyetir, dan membereskan
mainan (Gatz et al dalam Lemme, 1999; Latshaw, 2015). Bidang kehidupan karier
domestik yang kedua adalah perawatan keluarga (family day care) yang
mencakup dukungan emosional dan saran, perawatan pada relasi yang lebih tua,
misalnya pada mertua atau orang tua dan perawatan pada suami yang dependen,
misalnya pada suami yang sakit dalam jangka waktu lama atau mengalami
disabilitas (Gatz et al; Brodi, 1985 dalam Lemme 1999). Bidang kehidupan yang
ketiga adalah pengasuhan anak (childrearing) yang mencakup perawatan anak
(basic care), kehadiran atau keterlibatan dalam aktivitas anak (accesibility), kendali
(control), bimbingan (guidance), dukungan emosional dan perhatian (emotional
support), perlindungan dan rasa aman (protection), dan pengharapan terhadap anak
(ekspectation) (Etikawati, 2014). Bidang kehidupan karier domestik yang keempat
adalah kehidupan sosial yang mencakup mengorganisasi kehidupan sosial dan
menjaga relasi (Gray, 2000). Bidang kehidupan yang terakhir adalah manajemen
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
operasional dan keuangan rumah tangga yang terdiri dari mengelola keuangan,
keputusan tentang perawatan dan mengatur penyedia layanan formal seperti
perawat dan pembantu untuk datang ke rumah, membayar tagihan, dan bantuan
keuangan langsung. Beberapa alasan mengapa perempuan menikah memilih karier
di wilayah domestik antara lain lebih menghemat biaya dibandingkan memiliki
aktivitas di luar, dapat mengerjakan banyak pekerjaan rumah tangga, dapat
mengawasi anak-anak secara penuh, dapat mempunyai banyak waktu luang untuk
diri sendiri, tidak kehilangan momen penting pertumbuhan anak, dan tidak akan
menghadapi tuntutan-tuntutan untuk membagi peran di wilayah publik maupun
domestik (Reed, 2012). Perbandingan antara wilayah karier publik dan domestik
bagi perempuan menikah disajikan di Tabel 1.
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 1. Wilayah Karier Perempuan Menikah
Wilayah Karier Publik
ï‚·
Prestasi Kerja
ï‚·
ï‚·
Jaringan Kerja
(Networking)
ï‚·
Prestasi kerja merupakan faktor yang ï‚·
paling penting untuk meningkatkan
dan mengembangkan karier seorang
perempuan menikah. Kemajuan karier
sebagian besar tergantung pada
prestasi kerja yang baik dan etis.
Ketika kinerjanya di bawah standar,
dengan mengabaikan upaya-upaya
pengembangan karier lain, bahkan
tujuan karier yang paling sederhana
sekalipun biasanya tidak bisa dicapai.
Kemajuan karier umumnya terletak
pada kinerja dan prestasi (Zainal,
2014)
Jaringan kerja berarti perolehan ï‚·
eksposur di luar perusahaan. Kontak
pribadi dan profesional, utamanya
melalui
asosiasi
profesi
akan
memberikan kontak kepada seseorang
yang bisa jadi penting dalam
mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan
yang lebih baik (Zainal, 2014)
Wilayah Karier Domestik
ï‚·
Bantuan Instrumental seperti mendekorasi
rumah,
merapikan
tempat
tidur,
menyetrika,
mengepel
lantai,
membersihkan kamar mandi, mencuci
pakaian dan piring, merawat peliharaan
rumah, membuang sampah, menata
halaman, perbaikan kerusakan rumah,
antar jemput, berbelanja, menyiapkan
makanan, aktivitas menyetir, dan
membereskan mainan. (Gatz et al dalam
Lemme, 1999; Latshaw, 2015)
Perawatan
ï‚·
Keluarga
(Family day ï‚·
Care)
ï‚·
Dukungan emosional dan saran (Gatz et
al. dalam Lemme, 1999)
Perawatan pada relasi yang lebih tua
(Brody 1985 dalam Lemme 1999)
Perawatan pada suami yang dependen
(Lemme, 1999).
Pekerjaan
Rumah
Tangga
(Household
Chores)
25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ï‚·
Peluang untuk
tumbuh
(Growth
opportunities)
ï‚·
Melalui pelatihan-pelatihan, kursus ï‚·
dan juga melanjutkan jenjang
pendidikannya. Hal ini memberikan
kesempatan
kepada
perempuan
menikah
untuk
tumbuh
dan
berkembang sesuai dengan rencana
kariernya. (Zainal, 2014)
ï‚·
Pengasuhan
ï‚·
Anak
(Childrearing)
Kehidupan
Sosial
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Manajemen
ï‚·
Operasional
dan Keuangan ï‚·
Rumah
Tangga
ï‚·
ï‚·
26
Perawatan anak (basic care), kehadiran
atau keterlibatan dalam aktifitas anak
(accesibility),
kendali
(control),
bimbingan
(guidance),
dukungan
emosional dan perhatian (emotional
support), perlindungan dan rasa aman
(protection), dan pengharapan terhadap
anak (ekspectation) (Etikawati, 2014)
Mengorganisasi kehidupan sosial (Gray,
2000)
Menjaga relasi (Gray, 2000)
Mengelola keuangan (Gatz et al. dalam
Lemme, 1999)
Keputusan tentang perawatan dan
mengatur penyedia layanan formal, seperti
perawat dan pembantu untuk datang ke
rumah. (Gatz et al. dalam Lemme, 1999)
Membayar tagihan (Latshaw, 2015)
Bantuan keuangan langsung (Gatz et al.
dalam Lemme, 1999)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Pandangan Positif dan Negatif terhadap Karier Domestik
Ada sebagian masyarakat modern, termasuk wanita karier yang cenderung
menganggap karier di wilayah domestik secara negatif. Pandangan negatif ini
menurut aliran konservatif (Robertson, 2000 & Schaffly dalam Brescoll & Uhlman,
2005) dipengaruhi oleh adanya gerakan kesetaraan (feminis). Hal tersebut
disebabkan karena gerakan kesetaraan (feminis), khususnya feminis liberal, yang
menganggap bahwa subordinasi kaum perempuan berakar pada kendala legal
seperti mengucilkan atau menghalangi keterlibatan penuh dan setara kaum
perempuan dalam ajang publik (Sumiyatiningsih, 2016).
Hal ini terungkap misalnya oleh beberapa feminis gelombang kedua sekitar
tahun 1960-an sampai dengan 1970-an seperti Betty Friedan yang mengklaim
bahwa domestisitas membuat para perempuan menikah yang berkarier di wilayah
domestik menjadi ‘sakit’. Selanjutnya ketika perempuan melihat diri mereka
sebagai istri dan ibu, mereka kehilangan identitas diri mereka. Dengan alasan inilah
Friedan percaya bahwa solusi yang paling baik adalah perempuan menolak
keterlibatannya di karier domestiknya dan memahami bahwa domestisitas tidak
akan mengisi rasa pemenuhannya sehingga ia menyarankan perempuan untuk
mengenyam pendidikan yang tinggi, mempunyai pekerjaan yang digaji, dan
mencari tempat di wilayah publik (Friedan, 1973).
Senada dengan Friedan, Ann Oakley percaya bahwa peran sebagai istri
bertentangan dengan identitas yang nyata dan berlawanan pada kesempatan
seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Ia juga memandang bahwa orang yang
merasakan adanya kreativitas dalam pekerjaan rumah tangga sedang mengalami
kesalahpahaman (Hollows, 2008).
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Walaupun ada pandangan yang menganggap karier domestik secara negatif,
salah seorang feminis Marxis, Margaret Benston mengatakan bahwa memberikan
ruang publik bagi perempuan tanpa diimbangi sosialisasi yang baik terhadap karier
di wilayah domestik seperti memasak, membersihkan dan mengasuh anak, berarti
menjadikan kondisi opresinya menjadi lebih buruk. Menurutnya, begitu setiap
orang menyadari betapa sulitnya pekerjaan rumah tangga, masyarakat tidak akan
lagi mempunyai dasar bagi opresi terhadap perempuan sebagai orang-orang yang
tidak berguna atau lebih rendah sehingga dibutuhkan sosialisasi atau kesetaraan
pada pekerjaan rumah tangga (Tong, 2011).
Hal ini didukung dengan pandangan feminis domestik yang berargumen
bahwa perempuan secara natural lebih cocok untuk kehidupan domestik dan diberi
penghargaan yang tinggi. Hasilnya, feminis domestik mengklaim, perempuan harus
diberikan hak untuk menyelesaikan masalah yang berada di publik karena
keterlibatannya di domestik membuat mereka lebih superior dari laki-laki (Hayden,
1982; Matthews 1987 dalam Hollows 2008).
Pandangan positif ini juga dapat dilihat misalnya pada masyarakat Jawa
yang menekankan kelemahlembutan dan kehalusan sehingga karier domestik yang
identik dengan kekuatan feminin menemukan ruang untuk mengekspresikan diri
secara leluasa. Selain itu, sosok ibu atau perempuan menikah, secara spesifik dalam
kultur Jawa memiliki posisi sangat penting sekaligus dipandang sebagai pusat
rumah yang selalu dipercaya yang tidak dimiliki sosok bapak yang menjadi simbol
publik (Handayani & Novianto, 2004).
Di samping adanya pandangan positif dan negatif dalam karier domestik,
ahli psikoanalisis setelah Freud, Jung (dalam Sadli, 2009) mengkategorikan prinsip
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
maskulin (logos) berciri kompetensi, logika berpikir, kuasa, dan prestasi terukur
yang berorientasi pada prestasi (achievement) dan prinsip feminim (eros) yang
dicirikan dengan keterikatan (reatedness), kepekaan (receptivity), cinta kasih,
mengasuh berbagai potensi hidup yang mempunyai orientasi ‘communal’ atau
memelihara hubungan. Artinya ketika perempuan menikah memilih karier di
wilayah publik, maka ia menggunakan peran maskulin. Sebaliknya, ketika
perempuan menikah memilih karier di wilayah domestik, maka ia menggunakan
peran feminim.
Dalam dunia psikologi, peran maskulin dan peran feminim tersebut lebih
sering disebut sebagai stereotip gender yaitu gambaran tentang ciri sifat maupun
peran laki-laki dan wanita (Handayani & Novianto, 2004). Oleh karena itu, adanya
anggapan bahwa perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik dapat
menghambat seseorang untuk berkembang dan memiliki nilai yang lebih rendah
daripada perempuan yang berkarier di wilayah publik dapat dipertanyakan kembali.
Sadli
(2009) juga mengatakan
bahwa menjadi kurang relevan
untuk
mempertentangkan karier publik dan karier domestik karena keduanya adalah
pilihan yang setara dan sama-sama memerlukan tanggung jawab.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
D. Kerangka Konseptual
Menurut Maslow, aktualisasi diri adalah sebuah kebutuhan untuk
pemenuhan diri. Lebih lanjut, pada jaman sekarang wilayah aktualisasi diri bagi
perempuan menikah dibagi menjadi dua wilayah karier yaitu wilayah publik dan
wilayah domestik. Di wilayah publik, karier diidentikkan dengan prestasi kerja,
jaringan kerja, dan potensi untuk mengembangkan diri untuk tumbuh melalui
pendidikan dan pelatihan. Sedangkan di wilayah domestik yang identik dengan
karier domestik yaitu sebagai ibu rumah tangga dihadapkan dengan pekerjaan
rumah tangga, perawatan keluarga, pengasuhan anak, manajemen operasional dan
keuangan. Di zaman dahulu, ketika perempuan menikah, perempuan diidentikkan
dengan ibu rumah tangga tradisional, dengan kata lain, perempuan mempunyai
tugas untuk menjalankan karier di wilayah domestik. Akan tetapi, adanya gerakan
kesetaraan perempuan (feminis) membuat adanya miskonsepsi wilayah domestik
tidak memberikan ruang perempuan menikah untuk mengaktualisasikan diri,
padahal menurut Maslow, peluang untuk mengaktualisasikan diri dapat dilakukan
dimanapun dan kapanpun asalkan seseorang dapat menghayati kariernya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti mempunyai perkiraan bahwa
wilayah domestik tidak akan menghambat seseorang untuk mengaktualisasikan
diri. Selain itu, peneliti juga memperkirakan bahwa peluang aktualisasi diri bagi
perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik juga akan semakin luas
karena pada zaman sekarang dikotomi wilayah domestik dan publik yang semakin
kabur.
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Publik
Perempuan
Menikah
Pemenuhan
Diri (SelfFulfillment)
Melalui
Wilayah
Domestik
Pekerjaan Rumah Tangga
(Household Chores)
- Perawatan Keluarga (Family Day
Care)
- Pengasuhan anak (Childrearing)
- Manajemen Keuangan dan
Operasional Rumah Tangga
\
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
31
Aktualisasi Diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitan
yang mencoba menggali makna menurut para partisipan, sehingga
peneliti harus terjun langsung ke dalam lingkungan atau suasana alamiah partisipan
untuk mengambil berbagai macam data, baik melalui wawancara, observasi
maupun dokumen-dokumen. Penelitian kualitatif mencoba untuk mencari
gambaran menyeluruh dari isu yang diteliti, sehingga bisa saja pelaksanaan
penelitian ini lebih luas dari rencana penelitian yang telah disusun sebelumnya
(Creswell, 2009, dalam Supratiknya, 2015).
Desain penelitian menggunakan analisis isi kualitatif (AIK), yaitu
penafsiran secara partisipantif dari isi data yang berupa teks dengan proses
klasifikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian
berbaga tema dan pola (Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015).
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana cara perempuan
menikah mencapai aktualisasi diri melalui kariernya di wilayah domestik, meliputi
wilayah-wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga
(family day care), kehidupan sosial rumah tangga, dan manajemen operasional dan
keuangan rumah tangga. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
wawancara, dengan pertanyaan wawancara utama di setiap bidang-bidang
pekerjaan di wilayah karier domestik.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Analisis data diawali dengan mentranskripsikan data lisan atau rekaman
elektronik menjadi teks tertulis atau dokumen. Selanjutnya dengan analisis isi
kualitatif (AIK), teks atau kata-kata tersebut dikelompokkan dalam beberapa
kategori. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi yang padat dan kaya
tentang fenomena yang diteliti (Supratiknya, 2015).
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini adalah aktualisasi diri perempuan menikah
dalam karier domestik. Penelitian ini hendak mengungkap bagaimana perempuan
menikah mengaktualisasikan dirinya di wilayah domestik dengan menggunakan
kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri menurut teori Maslow.
Kriteria orang yang mengaktualisasikan diri menurut Maslow adalah:
persepsi yang lebih efisien akan kenyataan, spontanitas; kesederhanaan; dan
kealamian, kreativitas, penghargaan yang selalu baru, diskriminasi cara dan tujuan,
tidak
mengikuti
enkulturasi,
hubungan
interpersonal
yang
kuat,
gemeinschafttgefuhl, kebutuhan akan privasi, penerimaan diri; orang lain; dan alam,
berpusat pada tugas, kemandirian, rasa humor yang filosofis, pengalaman puncak,
struktur watak demokratis, dan pembaktian pada pekerjaan.
Wilayah domestik tempat perempuan menikah mengaktualisasikan diri
adalah: (houshehold chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan
anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional rumah tangga.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 perempuan menikah yang berkarier
di wilayah domestik, berusia 30-60 tahun, mempunyai anak, pernah berkarier di
wilayah publik minimal selama satu tahun, berpendidikan minimal sekolah
menengah atas, tidak memiliki usaha skala besar (mempunyai karyawan), dan yang
terakhir adalah kesediaan dan kesanggupan partisipan untuk menceritakan
pengalamannya. Terkait dengan pemilihan partisipan, peneliti menggunakan teknik
sampling berupa criterion sampling. Patton (2002) menjelaskan bahwa, criterion
sampling bertujuan untuk meninjau dan mempelajari semua kasus yang memenuhi
kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti supaya sesuai dengan tujuan penelitian.
D. Peran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen kunci. Artinya,
peneliti memainkan peranan penting dalam pengambilan data. Selain itu, peneliti
juga berperan menangkap suara partisipan dan mengolahnya. Peneliti turun sendiri
ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data dengan mewawancarai partisipan
dengan sebuah protokol yaitu instrumen pengumpulan data berupa pedoman
wawancara atau pedoman observasi, namun tetap peneliti sendiri yang benar-benar
mengumpulkan data (Supratiknya, 2015).
Peneliti tidak memiliki kaitan apapun dengan lokasi penelitian maupun
dengan partisipan. Peneliti memilih kediaman partisipan sebagai lokasi penelitian
karena peneliti merasa bahwa rumah partisipan merupakan tempat yang terkait
dengan topik penelitian dan merupakan tempat partisipan melakukan kegiatan
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sehari-hari sehingga partisipan dapat lebih nyaman untuk menceritakan
pengalamannnya.
Potensi paling buruk yang bisa terjadi dari penelitian ini adalah munculnya
rasa malu dan sedih atau perasaan-perasaan lain yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dalam diri partisipan ketika menceritakan pengalamannya
sebagai ibu rumah tangga. Untuk memastikan bahwa partisipan terbebas dari rasa
tidak nyaman, peneliti menempuh prosedur informed consent yaitu dengan cara
mempersilahkan partisipan untuk mengetahui
tema penelitian, prosedur
pengambilan data, dan potensi paling buruk yang mungkin terjadi di dalam
penelitian.
Isu sensitif yang mungkin muncul terkait etika adalah terbongkarnya
identitas partisipan. Untuk menanggulangi hal itu, semua data mengenai identitas
partisipan akan diminimalisir, peneliti akan menggunakan inisial atau P1, P2, dan
seterusnya.
E. Metode Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, metode utama dalam pengambilan data adalah
wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
jawaban itu (Moleong, 2015). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi
terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan wawancara. Pertanyaan yang
disusun dapat dimodifikasi menurut respon partisipan sehingga memungkinkan
peneliti dan partisipan untuk melakukan dialog. Di samping itu, peneliti dapat
menyelidiki lebih jauh tentang hal-hal menarik dan penting yang mungkin muncul
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam wawancara. Sebelum wawancara dilakukan, ada beberapa langkah yang
digunakan agar pengambilan data dapat dilaksanakan dengan baik. Tahapan
pelaksanakan wawancara tersebut adalah:
1. Mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria dan bersedia untuk berpartisipasi
dalam penelitian.
2. Membangun rapport, menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan
dilakukan dan memastikan kembali kesediaan partisipan untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
3. Menyusun kesepakatan jadwal dilakukannya wawancara antara peneliti dan
partisipan.
4. Melaksanakan wawancara sesuai kesepakatan peneliti dan partisipan. Dalam sesi
wawancara, peneliti menggunakan alat bantuan alat perekam (digital recorder). Di
samping itu peneliti juga mencatat perilaku nonverbal dari partisipan selama proses
wawancara berlangsung. Setelah data terkumpul peneliti melakukan transkrip
wawancara dari hasil perekaman tersebut.
Berikut adalah pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini:
Tabel 2. Pedoman wawancara utama
Wilayah karier domestik
Pertanyaan utama
Pekerjaan rumah tangga/ household Coba ceritakan bagaimana peranan
chores)
ibu dalam mengerjakan pekerjaan
rumah tangga?
Perawatan keluarga/ family day care) Coba ceritakan bagaimana peranan
ibu dalam merawat anak atau anggota
keluarga ibu?
Pengasuhan anak (childrearing)
Coba ceritakan bagaimana peranan
ibu dalam mengasuh anak?
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kehidupan sosial
Manajemen
operasional
keuangan rumah tangga
Coba ceritakan bagaimana peranan
ibu dalam kehidupan sosial keluarga
ibu?
dan Coba ceritakan bagaimana peranan
ibu dalam manajemen operasional
dan pengaturan keuangan keluarga
ibu?
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
F. Analisis dan Interpretasi Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi kualitatif
(AIK). AIK merupakan suatu metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi
yang bersifat lisan, tertulis, atau visual (Supratiknya, 2015). Penelitian ini
menghasilkan data berupa transkripsi dari hasil wawancara. Ketika data selesai
ditranskripsi lalu data tersebut dikumpulkan menjadi satuan analisis. Data-data
hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan kesamaan makna
sehingga diperoleh suatu deskripsi yang padat terhadap fenomena yang sedang
diteliti (Supratiknya, 2015).
Analisis isi kualitatif (AIK) dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
deduktif atau analisis isi terarah. Peneliti akan melakukan pengodean terhadap
transkripsi wawancara yang sudah dikumpulkan menjadi satuan analisis. Skema
awal pengodean yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri dari teori Maslow yang diterapkan
dalam lima wilayah bidang-bidang kehidupan rumah tangga yang terdiri dari
pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care),
kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan rumah tangga. Apabila
peneliti masih menemukan data-data yang belum dimasukan ke dalam kode, maka
peneliti akan membaca dan kembali menganalisis apakah data-data tersebut
hanyalah termask subkategori atau perlu membuat suatu kode baru. Kriteria yang
hendak digunakan dalam koding tertera dalam Tabel 3, yaitu:
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 3. Kriteria koding aktualisasi diri karier domestik
Aspek (beserta koding)
Pekerjaan
rumah
tangga
(Household
chores)
Wilayah Karier Domestik
Perawatan
keluarga
Pengasuhan
anak
(Family
day care)
(Childrearing)
Persepsi yang lebih efisien akan
kenyataan
Cepat menangkap permasalahan
dengan objektif
Spontanitas
Mengacu pada sifat spontan, tidak
banyak berpikir.
Kesederhanaan
Apa adanya, tidak dibuat-buat
Kealamian
Sikap wajar
Kreativitas
Intelektualitas seseorang untuk
mengkreasikan sesuatu menjadi lebih
beragam
Penghargaan yang selalu baru
Berusaha mempertahankan penilaian
secara postif
39
Kehidupan
sosial
rumah
tangga
Manajemen
operasional dan
keuangan
rumah tangga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Struktur karakter demokratis
Dapat belajar dari siapa saja
Diskriminasi cara dan tujuan
Mementingkan tujuan daripada cara
Tidak mengikuti enkulturasi
Tidak terpengaruh oleh kebiasaan
atau tren yang dibuat secara sepihak
dari pihak luar jika memang tidak
cocok.
Hubungan interpersonal yang
kuat
Mengutamakan kualitas dalam
hubungan sosial
Gemeinschagefuhl (Paguyuban)
Mempunyai rasa ketertarikan dalam
kemasyarakatan atau ketertarikan
dalam suatu kelompok sosial.
Kebutuhan akan privasi
Mempunyai perasaan nyaman ketika
bersama dengan orang lain maupun
ketika sendirian tanpa merasa
kesepian.
Penerimaan akan diri, orang lain,
dan alam
Menerima diri sendiri dan orang lain
apa adanya, kebutuhan yang sedikit
akan tuntutan kepada orang lain.
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berpusat pada tugas
Mengutamakan tugas sebagai hal
utama daripada kepentingan pribadi
Kemandirian
Dapat mengambil keputusan dan
tanggung jawab pada diri sendiri,
mempunyai niat untuk tidak
tergantung pada orang lain.
Rasa humor yang filosofis
Mempunyai rasa humor terhadap
sesuatu yang sedang dijalani.
Pengalaman puncak
Pengalaman tak terduga yang sulit
dijelaskan dan memberi perasaan
sangat hebat.
Pembaktian pada pekerjaan
Merasakan kenikmatan pada
pekerjaannya karena menganggap
pekerjaannya sebagai kegemaran,
bertanggung jawab pada
pekerjaannya.
.
41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
G. Kredibilitas Data
Peneliti biasanya melakukan beberapa strategi untuk menguji kredibilitas
penelitiannya. Strategi pertama yang digunakan adalah member checking. Pada
member checking, setelah data dirumuskan ke dalam tema-tema, peneliti akan
membawa kembali kepada partisipan untuk mengetahui apakah tema-tema yang
telah dirumuskan tersebut sudah akurat atau sesuai dengan diri partisipan. Strategi
kedua yang digunakan adalah thick description atau deskripsi mendalam dimana
peneliti menyajikan deskripsi yang sangat rinci tentang setting atau lingkungan
penelitian dan dinamika ketika melaksanakan wawancara. Dengan cara itu, hasilhasil penelitian menjadi lebih realistik dan dapat dipercaya (Supratiknya, 2015).
Strategi ketiga yang digunakan adalah dengan menuliskan latar belakang setiap
partisipan sehingga peneliti dapat membuktikan bahwa setiap partisipan yang
dilibatkan dalam penelitian ini benar adanya dan bukan sekedar partisipan fiktif
Penelitian ini menggunakan dua strategi untuk menguji konsistensi hasil
penelitian. Strategi yang pertama adalah peneliti memeriksa berungkali transkriptranskrip rekaman wawancara untuk memastikan tidak ada kesalahan yang serius
saat proses transkripsi. Pada strategi yang kedua, peneliti juga membandingkan data
dengan kode-kode yang telah dirumuskan. Hal ini bertujuan untuk menghindari
pergeseran makna kode-kode yang mungkin terjadi selama proses transkripsi.
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini diadakan pada pertengahan Desember 2016 sampai awal
bulan Februari. Proses pengambilan data menggunakan metode wawancara yang
dilakukan oleh peneliti sendiri kepada enam ibu rumah tangga. Wawancara
dilakukan di rumah partisipan. Durasi wawancara bervariasi antara 30 menit sampai
paling lama 2,5 jam. Rangkuman waktu dan tempat diadakannya wawancara
disajikan di Tabel 4.
Tabel 4. Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara
No Partisipan
1
P1
2
P2
3
P3
4
5
P4
P5
6
P6
Waktu
23 Desember 2016
3 Januari 2017
17 Januari 2017
28 Desember 2016
7 Januari 2017
13 Januari 2017
20 Januari 2017
22 Januari 2017
25 Januari 2017
28 Januari 2017
Lokasi
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
Rumah Partisipan
1 Februari 2017
Rumah Partisipan
B. Latar belakang partisipan dan dinamika proses wawancara
Wawancara dilakukan oleh peneliti secara tatap muka personal terhadap tiap
partisipan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti menjelaskan secara garis besar
mengenai penelitian dan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh partisipan. Tiap
partisipan juga telah menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian ini yang
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dibuktikan dengan surat pernyataan persetujuan (informed consent) yang mencakup
pemberian informasi lengkap tentang penelitian termasuk resiko-resiko dan
pemberian kesediaan kesediaan untuk partisipasi oleh partisipan sesudah tahu
seluk-beluk dan resikonya.
Partisipan pertama adalah P1. PI adalah perempuan menikah berumur 33
tahun yang mempunyai gelar pendidikan sarjana dan pernah berkarier di wilayah
publik selama enam setengah tahun sebagai HRD (Human Resources Development)
dan terakhir mempunyai posisi sebagai Departement Head Human Resources
Development di Jakarta. P1 memutuskan untuk berhenti berkarier di wilayah publik
ketika pindah ke Yogyakarta dan memutuskan untuk merawat anaknya yang masih
balita.
Walaupun partisipan memperoleh dukungan penuh dari suami dalam
mengambil keputusan untuk berkarier di wilayah domestik, partisipan tetap merasa
kurang percaya diri dengan status tersebut. Ia tetap dibayangi perasaan bersalah
tidak dapat memenuhi harapan ibunya untuk menjadi wanita karier dan mandiri di
pihak lainnya. Belum lagi ia harus mendengar komentar dari mantan teman
kerjanya bahwa partisipan terlihat tidak produktif .
Untuk membangun rasa percaya diri, P1 membuka usaha kecil berupa toko
yang menyediakan perlengkapan bayi di rumahnya baik secara offline maupun
online. Di tempat yang sama, dengan pengalamannya sebagai HRD, ia juga
membuka jasa konsultasi secara freelance. Selain dua hal tersebut, partisipan
menggunakan link tempat kerjanya terdahulu, masyarakat sekitarnya untuk
bersosialisasi sekaligus memasarkan produk MLM dimana ia menjadi salah satu
distributornya. Menurut pengakuannya, dalam statusnya sebagai ibu rumah tangga,
44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan tiga jenis kegiatan produktif tersebut ia memperoleh pendapatan yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan ketika ia berkarir sebagai HRD. Lebih dari itu,
kini ia merasa dapat melakukan hal – hal yang ia sukai.
Akan tetapi, kendati pendapatan yang menjadi lebih besar dan merasa
mampu melakukan hal – hal yang ia sukai rupanya tidak dengan sendirinya
membuat ia merasa nyaman dengan karir domestik tersebut. Jauh di lubuk hatinya,
ia tetap merindukan untuk kembali berkarier di wilayah publik suatu saat nanti.
Menurutnya wanita yang berkarir di wilayah publik adalah sesuatu yang
membanggakan. Selain itu, partisipan juga beranggapan menjadi wanita karier
sebagai satu – satunya cara yang ia yakini untuk mengaktualisasi diri.
Pengambilan data dilangsungkan tiga kali, pada pengambilan data yang
pertama wawancara berkisar kurang lebih selama 30 menit, pengambilan data yang
kedua kurang lebih selama 60 menit, dan pengambilan data yang ketiga kurang
selama lebih 30 menit di rumah partisipan. Pada saat wawancara yang pertama,
partisipan mengenakan kaus putih dan celana panjang dan sesi wawancara
bertempat di ruang tengah rumah partisipan. Saat proses wawancara yang pertama,
P1 menjawab pertanyaan dengan cukup santai dan tanpa adanya pemberhentian
sampai sesi selesai. Selain itu, P1 berbicara dengan lancar dan cepat ketika sesi
wawancara berlangsung. Partisipan juga seringkali tertawa ketika bercerita tentang
pengalamannya sendiri. Selanjutnya, pada pengambilan data yang kedua,
pengambilan data dilakukan di ruang tamu rumah partisipan, pada saat sesi
wawancara partisipan menggunakan baju tidur dan selama wawacara berlangsung
partisipan sering berdeham karena partisipan mengaku sedang sakit flu dan lupa
untuk memberitahu peneliti sebelumnya. Pada pengambilan data yang ketiga,
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengambilan data dilakukan di ruang tengah rumah partisipan, selama sesi
wawancara, wawancara sempat dihentikan sejenak karena partisipan berbicara pada
suaminya dan meminta waktu untuk mengurus anaknya sebentar. Selanjutnya
wawancara dengan partisipan dilakukan di dapur sembari partisipan memasak dan
menyiapkan makan sore.
Partisipan kedua adalah perempuan menikah berumur 37 tahun dengan
gelar Diploma (D3). Ia pernah berkarier di wilayah publik selama enam tahun
sebagai Branch Operational Support di Jakarta. Atas permintaan suaminya untuk
lebih fokus mengasuh ketiga anaknya yang masih kecil, ia berhenti berkarier di
wilayah publik. Awalnya partisipan merasa tidak terima dan keberatan menjadi ibu
rumah tangga penuh waktu. Hal itu disebabkan karena partisipan memandang
perjuangan menyelesaikan kuliah untuk kemudian meniti karir di wilayah publik
untuk waktu yang tidak sebentar menjadi sia - sia. Bahkan ia menjadi semakin tidak
percaya diri ketika mendengar komentar tetangga yang tertuju pada dirinya sebagai
pengangguran.
Bergulirnya waktu dan dukungan terus menerus dari suami, orangtua,
mertua, dan anak-anaknya perlahan-lahan membuat ia mampu menerima dirinya
sebagai ibu rumah tangga. Untuk membangkitkan kepercayaan dirinya yang sempat
hilang, ia membuka toko kelontong kecil di dekat rumahnya. Akan tetapi, ketiga
anaknya rupanya membuat ia sibuk luar biasa. Akhirnya toko kelontong tersebut
dilanjutkan kakaknya dan partisipan bertekad bulat untuk fokus mengurus anak anaknya. Untuk kedepannya ketika anak-anaknya sudah cukup besar, partisipan
masih mempunyai keinginan untuk berwirausaha sebagai perias atau sebagai MC
Adat Jawa. Secara tegas partisipan tidak lagi memiliki keinginan untuk berkarier
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
di wilayah publik (institusi pemerintah, swasta) dengan pertimbangan pada saat itu
tiba ia sudah tidak lagi muda.
Pengambilan data wawancara dilakukan dua kali yaitu pada tanggal 28
Desember 2016 dan 7 Januari 2017 bertempat di rumah partisipan. Pada
pengambilan data yang yang pertama, paritisipan menggunakan kemeja bergaris
dan celana panjang dan sesi wawancara dilakukan di ruang tamu. Saat wawancara,
meski terganggu dengan keberadaan anaknya yang selalu mengajaknya bicara dan
ingin terlibat pembicaraan, P2 menjawab dengan cukup fokus dan bersemangat. Hal
ini terlihat dari jawaban partisipan yang cukup panjang dan sesuai dengan konteks
pertanyaaan yang diajukan. Bahkan kadang - kadang partisipan balik bertanya
kepada peneliti untuk lebih mengerti maksud dari pertanyaan yang diajukan.
Di waktu yang berbeda pada tempat yang sama, gangguan yang serupa dari
ketiga anaknya, dan suara musik yang keras di luar rumah partisipan, pengambilan
data kedua untuk melengkapi kekurangan dalam wawancara pertama dilakukan.
Kali ini partisipan mengenakan kaus berwarna merah dan celana panjang hitam.
Banyak sekali jeda pada wawancara kali ini karena ketiga anaknya jauh lebih
terlibat dalam pembicaraan tidak hanya dengan partisipan tapi juga pada peneliti,
mungkin karena sudah semakin akrab.
Partisipan ketiga adalah seorang perempuan menikah berumur 46 tahun
yang pernah menjadi karyawan (perias) selama dua tahun. Partisipan memutuskan
untuk berhenti menjadi karyawan karena mempunyai anak. Selama menjadi ibu
rumah tangga, partisipan pernah membantu keuangan keluarga dengan mengajar
bahasa Indonesia untuk orang-orang Jepang dan berjualan untuk membantu
perekonomian keluarga dengan membuka toko kecil. Akan tetapi karena adanya
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kerusuhan di Jakarta, partisipan memutuskan untuk menutup toko nya. Partisipan
tidak merasa terbebani ketika ia tidak menjadi karyawan lagi dan mengurus anak,
hal itu disebabkan karena setelah enam tahun setelah menikah, partisipan baru
dikaruniai seorang anak. Pada saat anak partisipan sudah dewasa, partisipan sempat
membuka usaha dengan membuka warung soto, tetapi karena kondisi fisik
partisipan yang tidak memungkinkan, akhirnya warung soto miliknya terpaksa
dihentikan walaupun partisipan sebenarnya memiliki keinginan untuk membuka
warung. Alasan partisipan membuka warung soto adalah karena ia ingin memiliki
teman bicara dan berinteraksi dengan orang lain jika membuka warung. Karena
keterbatasan fisik, akhirnya partisipan banyak tinggal di rumah untuk menemani
anak-anaknya dan mengurus rumah karena suami partisipan tidak tinggal satu kota
dengan partisipan.
Partisipan pernah mendengar komentar bahwa ibu rumah tangga merupakan
pekerjaan yang mudah dari wanita yang bekerja di wilayah publik (karyawan) tetapi
partisipan merasa bahwa ibu rumah tangga adalah sesuatu yang melebihi karier
karena tidak terbatas waktu bekerja. Bagi partisipan, menjadi ibu rumah tangga
bukan sesuatu yang membuat ia tidak percaya diri, ia malah merasa bahwa ia
bangga karena dapat membesarkan anak-anaknya sendiri.
Pengambilan data dilakukan dua kali. Pada pengambilan data yang
pertama, partisipan mengenakan atasan kemeja berwarna hijau dan celana panjang.
Ketika sesi wawancara, wawancara berlangsung cukup kondusif, partisipan
menjawab pertanyaan peneliti dengan cepat dan lancar. Akan tetapi, di tengah sesi
wawancara peneliti sempat memberi waktu jeda karena partisipan sempat menangis
ketika diwawancarai. Ketika ditanya mengapa menangis, partisipan merasa terharu
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
karena anak-anaknya sudah mulai besar dan seringkali berinisiatif membantu
mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena suami partisipan berada di kota yang
berbeda dengan partisipan untuk mencari nafkah.
Partisipan keempat adalah perempuan berusia 50 tahun dan mempunyai
tingkat pendidikan D2. Partisipan mempunyai pengalaman berkarier di wilayah
publik selama empat tahun. Partisipan pernah menjadi guru PMP, bekerja sebagai
staff di showroom marketing, dan terakhir sebagai distributor MLM. Partisipan
pernah menerima pesanan kue-kue dan manisan dan dititipkan di warung sebagai
sarana untuk membantu perekonomian keluarga. Partisipan juga pernah menerima
jahitan dan sempat berhenti karena menjadi agen distributor MLM. Partisipan
memutuskan berhenti sebagai agen MLM karena tidak sesuai dengan kepercayaan
yang dianutnya sehingga ia tidak mempunyai pemasukan dari keanggotaanya
kendati secara formal masih tercatat sebagai agen. Partisipan mengaku belum
pernah mendengar komentar orang lain terkait status partisipan karena di
lingkungan partisipan, banyak perempuan menikah yang juga berkarier di wilayah
domestik.
Ketika wawancara berlangsung, partisipan sering menanyakan apakah
jawabannya sudah menjawab pertanyaan yang disampaikan peneliti atau belum.
Partisipan juga terlihat cukup lama dalam berpikir untuk menjawab pertanyaan
yang disampaikan oleh peneliti. Proses pengambilan data dilakukan dua kali. Pada
pengambilan data yang pertama dilakukan di ruang tamu rumah partisipan, pada
saat itu, partisipan menggunakan kemeja bermotif bunga dan celana panjang hitam.
Sebelum sesi wawancara dimulai, partisipan banyak bertanya tentang bagaimana
cara menjawab pertanyaan wawancara dan meminta peneliti untuk tidak
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menanyakan hal-hal yang sulit untuk dijawab sehingga peneliti berulangkali
menjelaskan untuk menjawab apa adanya sesuai dengan keadaan diri partisipan.
Pada pengambilan data yang kedua, partisipan menggunakan kemeja hitam
bergaris dan celana panjang hitam. Ketika akhir sesi wawancara, partisipan banyak
bertanya pada peneliti seperti misalnya apakah dari hasil wawancara dapat
diketahui seseorang stress atau tidak, maka dari itu peneliti menjelaskan bahwa
wawancara yang sudah dilakukan tidak untuk mencari kecenderungan stress
seseorang.
Partisipan kelima adalah perempuan menikah berumur 53 tahun yang
mempunyai tingkat pendidikan sarjana (S1). Partisipan memiliki pengalaman
berkarier di wilayah publik setelah lulus selama dua belas tahun diantaranya
menjadi penerjemah di kantor media cetak koran berbahasa inggris, menjadi local
staff di konsulat jendral jepang, dan yang terakhir adalah menjadi coordinator
customer care perusahaan Telekomunikasi. Partisipan memilih berhenti berkarier
di wilayah publik karena diberi peringatan dokter untuk memilih anak atau karier
karena sudah delapan tahun tidak dikaruniai seorang anak dan karier yang
dilakukan partisipan berisiko menimbulkan stress dan dapat menjadi pemicu yang
dapat menyebabkan sulit untuk mendapat keturunan.
Partisipan merasa tidak menyesal dengan menjadi ibu rumah tangga penuh
waktu karena sudah menjadi pilihannya untuk memiliki anak dan dapat memiliki
waktu untuk mengurus dan merawat keluarganya. Di sisi lain, partisipan ingin
mempunyai pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah untuk menambah
penghasilan dan membantu ekonomi keluarganya tetapi belum dapat terlaksana.
Pada pengambilan data yang pertama, wawancara dilaksanakan di ruang makan
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
rumah partisipan. Partisipan mengenakan atasan kaus bewarna abu-abu dan
bawahan celana sepanjang lutut. Secara umum, pada sesi wawancara yang pertama,
wawancara terbilang lancar, partisipan menjawab dengan cepat dan sangat antusias
ketika bercerita. Hal ini terlihat dari partisipan yang memberikan jawaban yang
sangat panjang ketika diberi pertanyaan oleh peneliti.
Suasana di lokasi penelitian cukup tenang dan kondusif dan jauh dari
kebisingan dan gangguan-gangguan lain karena hanya ada peneliti dan partisipan
di lokasi. Ketika menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, partisipan
berkali-kali bertanya pada pada peneliti apakah yang telah dijawabnya sudah
menjawab pertanyaan peneliti apa belum. Akan tetapi karena sesi wawancara
berlangsung selama 2,5 jam dan belum menjawab seluruh pertanyaan, peneliti
menjadwalkan kembali untuk melakukan sesi wawancara di lain kesempatan.
Pada pengambilan data yang kedua, sesi wawancara juga bertempat di ruang
makan rumah partisipan. Pada kesempatan yang kedua, partisipan memakai atasan
kaus hitam dan celana pendek abu-abu. Saat wawancara, partisipan juga menjawab
dengan lancar dan banyak bercerita seperti saat pada pengambilan data yang
pertama, partisipan juga kembali menanyakan apakah jawaban yang diberikan
sudah menjawab pertanyaan apa belum.
Partisipan keenam adalah perempuan menikah berumur 57 tahun dan
mempunyai tingkat pendidikan S1. Partisipan mempunyai pengalaman berkarier di
wilayah publik sebagai guru. Akan tetapi, karena partisipan merasa bahwa
kariernya sebagai guru tidak mengembangkan dirinya padahal sudah berkarier
selama kurang lebih dua puluh tahun, maka partisipan memilih untuk berkarier di
wilayah domestik sehingga dapat meluangkan waktunya untuk keluarga dan anak-
51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anaknya. Wawancara dilangsungkan di ruang tamu rumah partisipan selama kurang
lebih 45 menit. Saat itu partisipan memakai atasan sweater abu-abu dan celana
coklat selutut. Saat wawancara berlangsung, suasana cukup kondusif, partisipan
juga fokus terhadap sesi wawancara dan sesekali tertawa ketika menceritakan
pengalamannya. Partisipan cenderung menjawab pertanyaan yang diajukan secara
ringkas sehingga sesi wawancara tidak berlangsung terlalu lama.
C. Hasil Penelitian
Dalam
rangka
menjawab
pertanyaan
penelitian,
peneliti
akan
mengeksplorasi bagaimana cara perempuan menikah mencapai aktualisasi diri di
wilayah domestik melalui karier domestik berdasarkan wilayah-wilayah yang
sudah dirumuskan. Wilayah-wilayah tersebut terdiri dari wilayah pekerjaan rumah
tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak
(childrearing), kehidupan sosial rumah tangga, dan yang terakhir manajemen
operasional dan keuangan. Untuk memperkuat hasil, peneliti juga akan mengutip
kutipan wawancara dari partisipan yang mendukung paparan hasil. Di bagian akhir,
peneliti juga akan memperlihatkan tabel persebaran wilayah kriteria-kriteria
aktualisasi diri yang dapat muncul dalam wilayah domestik perempuan menikah.
1. Wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores)
Wilayah pekerjaan rumah tangga mencakup pekerjaan yang bersifat
instrumental seperti mendekorasi rumah, merapikan tempat tidur, menyetrika,
mengepel lantai, membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan piring,
merawat peliharaan rumah, membuang sampah, menata halaman, perbaikan
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kerusakan rumah, antar jemput anak, berbelanja, menyiapkan makanan, aktivitas
menyetir, dan membereskan mainan.
Dalam wilayah pekerjaan rumah tangga, ada delapan kriteria aktualisasi diri
yang muncul dalam penelitian ini dengan urutan frekuensi mulai dari yang tertinggi
sampai yang terendah sebagai berikut: kreativitas, pembaktian pada pekerjaan,
kemandirian, berpusat pada tugas, persepsi yang lebih efisien akan kenyataan,
spontanitas, penghargaan yang selalu baru, dan diskriminasi cara dan tujuan.
Kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul pada wilayah pekerjaan
rumah tangga adalah kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk
mengkreasikan sesuatu hal menjadi lebih beragam. Kreativitas yang muncul dalam
wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores) misalnya pada aktivitas
memasak. Pada aktivitas memasak, kreativitas muncul ketika partisipan mencari
cara untuk memasak makanan dengan bantuan informasi resep atau tutorial video
memasak yang diunduh dari internet. Hal ini dapat dilihat dari pendapat seorang
partisipan (PI):
“Kayak masak gitu kan akhirnya saya juga, seneng kan bikin apa bisa
googling, pengen tahu caranya bikin apa misalnya steak tinggal
googling terus bisa bikin dan bisa jadi enak”.
Kriteria aktualisasi diri kedua yang paling sering dialami adalah
pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pada pekerjaan adalah keadaan ketika
seseorang menganggap pekerjaannya adalah kegemarannya dan menikmatinya. Hal
ini misalnya terlihat pada salah seorang partisipan yang mempunyai kegemaran dan
menikmati aktivitas mencuci baju seperti yang diungkapkan oleh seorang partisipan
(P6):
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Caranya kan aku seneng ngumbahi ya, aku sebenernya seneng
ngumbahi sampe pernah kepikiran pengen buka laundry, aku dari muda
suka bersih-bersih”.
Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul dalam pekerjaan
rumah tangga adalah kemandirian. Kemandirian adalah karakteristik dimana
seseorang mempunyai inisiatif untuk tidak tergantung pada orang lain. Kriteria
kemandirian ini misalnya terungkap dari salah satu partisipan yang tidak menuntut
suaminya untuk membantu dirinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti
yang diungkapkan oleh seorang partisipan (P4) :
“Saya juga tidak menuntut bapaknya untuk ngewangi itu enggak karena
kan udah punya pekerjaan sendiri”.
Kriteria aktualisasi diri
keempat yang paling sering muncul adalah
berpusat pada tugas. Berpusat pada tugas mengutamakan tugas sebagai hal utama
daripada kepentingan diri sendiri. Hal ini misalnya terlihat pada aktivitas
menyiapkan bekal (memasak) untuk kebaikan anaknya dari pagi hari pada salah
satu partisipan (P3):
“Ya tante pagi-pagi nyiapkan sarapan sama bekal untuk anak itu kan
memang demi kebaikan anak sendiri kan daripada jajan di luar..terus
memang kan tante usahakan biarpun sedikit harus sarapan kan anakanak itu semua dari dulu kan memang udah tante ini..gitu… pagi tuh
memang biarpun sedikit harus sarapan…Jadi biarpun kita bangun
pagi..jam berapapun kita ya tetep masak nyiapin sarapan untuk bekal.”
Kriteria aktualisasi diri kelima yang paling sering muncul adalah persepsi
yang lebih efisien akan kenyataan. Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan
adalah intelektualitas seseorang untuk melihat permasalahan secara lebih objektif.
Kriteria persepsi yang lebih efisien akan kenyataan misalnya terlihat pada seorang
partisipan yang berusaha mensugesti dirinya sendiri untuk untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga (P1):
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Kalau dulu ya saya merasa terbebani ya, waktu jaman-jaman habis
kerja terus resign, terus mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena
saya merasa saya terlahir bukan untuk ginian, maksudnya saya lebih
senang bekerja di suatu departemen, tapi saya berusaha membalikkan
pola pikir saya dan mengelola konsekuensi yang diambil, dan mungkin
ini kesempatan saya untuk belajar nanganin pekerjaan rumah tangga
karena nggak ada pembantu, ibu, dan suami ke kantor, jadi saya
berusaha mensugesti diri saya sendiri”.
Kriteria aktualisasi diri keenam yang paling sering muncul adalah
spontanitas. Spontanitas, yaitu sifat spontan dan tidak terlalu banyak berpikir.
Kriteria aktualisasi diri ini misalnya terlihat dari pernyataan seorang partisipan (P6)
yang mengatakan bahwa setiap pagi ketika bangun tidur langsung membersihkan
rumah tanpa perlu berpikir lagi:
“ Kalau setiap pagi bangun tidur langsung membersihkan yang di dalam
rumah itu kan mungkin sudah spontan, ya tidak pakai berpikir”.
Kriteria aktualisasi diri ketujuh yang paling sering muncul adalah
penghargaan yang selalu baru. Penghargaan yang selalu baru adalah usaha
seseorang untuk mempertahankan penilaian terhadap sesuatu tetap positif. Pada
kriteria aktualisasi diri penghargaan yang baru misalnya terlihat dari salah satu
partisipan (P5) yang tidak mengeluh ketika waktunya habis untuk memelihara
barang-barang di rumah supaya tidak rusak dan tetap bersih karena merasa bahwa
pekerjaan tersebut memang tugasnya:
“Jadi waktunya emang habis untuk mengurusi rumah tapi saya tidak
apa tidak mengeluh ya ini kan memang tugasnya ibu rumah tangga itu
kan memelihara supaya barang-barang yang ada di rumah itu tidak
rusak dan rumah bisa bersih”.
Kriteria aktualisasi diri kedelapan yang paling sering muncul adalah
diskriminasi cara dan tujuan. Diskriminasi cara dan tujuan adalah bagaimana
seseorang lebih mementingkan tujuan daripada cara. Kriteria diskriminasi cara dan
tujuan ini misalnya terlihat ketika salah seorang partisipan lebih memilih untuk
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menyiapkan sendiri bekal untuk anaknya daripada membeli bekal di luar yang
diungkapkan oleh seorang partisipan (P3):
“Kalau mbikin bekal sendiri itu kan ibaratnya gini lho kebersihannya
kan udah terjamin ya terus bahan-bahannya juga kan kita milih sendiri
jadi dah tahu oh ini mana yang baik untuk anak kan…gitu.. jadi ya itu
kalau tujuan tante sih gitu, lebih suka mbikin sendiri…lebih puas lah
untuk..untuk anak-anak gitu lho…ya untuk keluarga lah…daripada
jajan kan…daripada kita pagi-pagi pergi keluar cari sarapan apa kan
lebih baik mbikin sendiri”.
Dari hasil di atas, dapat disimpulkan jika pekerjaan rumah tangga yang
dianggap membosankan dan menghambat perkembangan diri atau aktualisasi diri
dapat dipertimbangkan kembali karena di wilayah pekerjaan rumah tangga
beberapa kriteria aktualisasi diri dapat muncul. Selain itu, peluang pengembangan
potensi di wilayah pekerjaan rumah tangga juga semakin luas dengan semakin
mudah dan cepatnya seseorang untuk mendapatkan informasi.
2. Wilayah perawatan keluarga (family day care)
Wilayah perawatan keluarga mencakup dukungan emosional dan saran,
perawatan pada relasi yang lebih tua, misalnya orang tua atau mertua dan perawatan
pada suami yang dependen karena sakit atau cacat fisik. Dari hasil yang didapatkan
pada kategori perawatan keluarga, terdapat sembilan kriteria aktualisasi diri yang
muncul, dengan urutan frekuensi mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah
sebagai berikut: pembaktian pada pekerjaan, berpusat pada tugas,
kemandirian, kesederhanaan, struktur watak demokratis, penerimaan diri;
orang lain; dan alam, hubungan interpersonal yang kuat, kebutuhan akan
privasi, dan persepsi yang lebih efisien akan kenyataan.
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kriteria aktualisasi diri pertama yang paling sering muncul dalam wilayah
perawatan keluarga adalah pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pada
pekerjaan adalah keadaan dimana seseorang menganggap pekerjaannya adalah
kegemarannya, menikmatinya, dan merasa bertanggung jawab akan pekerjaan
tersebut. Misalnya hal ini terwujud pada partisipan yang merasa bertanggung jawab
merawat orang tuanya (P6):
“Ya gimana
ya itu kan perasaan kasih ya..gimana
menceritakannya..karena ya kalau terhadap orang tua, orang tua saya
dulu yang membuat saya jadi seperti ini...lalu sekarang dia sudah tua,
tidak bisa apa-apa ya saya yang berkewajiban gantian memperhatikan
dia”
Kriteria aktualisasi diri kedua yang juga paling sering muncul dalam wilayah
perawatan keluarga adalah berpusat pada tugas. Berpusat pada tugas adalah sikap
seseorang untuk lebih memprioritaskan pekerjaannya daripada kepentingan diri
sendiri. Misalnya pada salah satu partisipan (P1), ia rela untuk meninggalkan
tawaran karier publik untuk fokus pada keluarganya:
“Saya fokusnya yang penting saya sama suami saya lagi membina
keluarga gak ada konsep untuk jauh-jauhan, kalau nggak percuma saya
nikah gitu lho. Yaudah trus saya tinggal aja gitu lho karena karena
pikirannya nanti saya di Bali paling kerja lagi, jadi biasa saja.
Prioritasnya lebih ke keluarga, kalau saya punya suami saya mau
membina keluarga”.
Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul adalah
kemandirian. Kemandirian adalah karakteristik dimana seseorang mempunyai
inisiatif untuk tidak tergantung pada orang lain. Kriteria kemandirian itu misalnya
terlihat bahwa partisipan lebih memilih untuk menangani masalahnya sendiri tanpa
melibatkan suami yang terlihat pada pernyataan partisipan ketiga (P3):
“Nggak mungkin kalau ada apa-apa kita nggak mungkin langsung
cerita sama suami kan karena apa nanti takutnya kan nanti jadi beban
buat suami selama tante masih bisa nanganin tante tanganin ya paling
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kita kumpul ngomong sama anak-anak itu aja nggak...nggak...selalu ada
masalah tante cerita ke suami..nggak...karena takutnya ada masalah
sedikit cerita ada masalah sedikit cerita...nanti takutnya jadi
beban...udah mikirin kerjaan mikirin ini..kan, sebisa mungkin
menyelesaikan masalah di rumah kalau bisa sendiri supaya tidak
membebani”.
Kriteria aktualisasi diri keempat yang paling sering muncul adalah
kesederhanaan. Kesederhanaan adalah karakteristik dimana seseorang bersikap
wajar dan apa adanya. Kriteria aktualisasi diri ini diperlihatkan pada sikap
partisipan yang dapat bersyukur dari hal-hal kecil, bahwa ia tidak menghambat
suaminya yang terlihat pada partisipan lima (P5) :
“ Ya seneng aja, maksudnya bahwa aku tidak menghambat suami, gitu
aja aku merasa bersyukur karena aku tidak menghambat suamiku”
Kriteria aktualisasi diri kelima yang paling sering muncul adalah struktur
watak demokratis. Struktur watak demokratis adalah sikap rendah hati sehingga
dapat belajar dari siapapun. Kriteria aktualisasi diri itu misalnya terlihat bahwa
partisipan dapat melihat bahwa dirinya dapat belajar sabar dari anak dan suaminya
yang sulit yang terlihat pada pernyataan partisipan 5 (P5):
“Oh rupanya ini dan saya akui anak yang sulit dan suami yang dulu juga
sulit itu membuat saya jadi sekarang lebih sabar dan lebih
mengendalikan diri”.
Kriteria aktualisasi diri keenam yang paling sering muncul dalam wilayah
perawatan keluarga adalah penerimaan diri, orang lain, dan alam. Penerimaan
orang lain adalah ketika seseorang menerima orang lain sebagaimana adanya
seperti yang dinyatakan oleh partisipan bahwa dirinya tetap merawat keluarganya
walaupun kadang mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan (P6):
“Mungkin karena kalau saya pribadi itu meskipun disakiti mungkin
menyakiti ya kadang-kadang anggota keluarga itu menyakiti saya tapi
gimana ya kalau saya pribadi tidak memasukkan ke dalam hati. Jadi
meskipun kadang-kadang kalaupun bertengkar atau marah tetap saja
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
saya menyiapkan apa kesukaannya, menyiapkan makan siang, makan
malam itu tetap jadi mungkin itu berbeda kalau orang lain tetapi kalau
di dalam keluarga itu tidak ada yang namanya marah atau dendam atau
sakit hati ya sudah kalau saya disakiti lalu saya tidak merawat lagi itu
tidak ada ee di kamus saya.”
Kriteria aktualisasi diri ketujuh yang paling sering muncul dalam wilayah
perawatan keluarga adalah hubungan interpersonal yang kuat. Hubungan
interpersonal yang kuat adalah lebih mengutaman kualitas daripada kuantitas
hubungan. Hal ini misalnya terwujud dengan cara meluangkan banyak waktu untuk
anak-anak daripada harus bekerja yang terlibat orang banyak (P6):
“Kalau saya bekerja di luar itu nanti waktu keluarga itu semakin sedikit,
jadi saya memperhatikan keluarga itu waktunya singkat sekali tidak
bisa leluasa seperti kalau saya di rumah, kalau saya di rumah kan saya
bisa mengalokasikan waktu saya sebanyak-banyaknya untuk keluarga.”
Kriteria aktualisasi diri kedelapan yang paling sering muncul dalam wilayah
perawatan keluarga adalah kebutuhan akan privasi. Kebutuhan akan privasi
adalah sikap seseorang ketika tidak masalah ketika ia sendirian atau bersama-sama
dengan orang lain. (P6):
“Ya tidak masalah, malah kadang-kadang juga menyenangkan juga
sendirian di rumah itu karena merasa bebas to, mau mengerjakan
pekerjaan rumah itu tidak terburu-buru, mau mengerjakan hal-hal yang
menyenangkan, ya mau ngapain aja itu tidak ada yang tidak ada beban
kan kalau pas sendirian, jadi bagi saya itu ya kadang-kadang sendiri
kadang-kadang berkumpul”
Kriteria aktualisasi diri kesembilan yang paling muncul dalam wilayah
perawatan keluarga adalah persepsi yang efisien akan kenyataan. Persepsi yang
efisien akan kenyataan yaitu karakteristik kritis dan cepat menangkap suatu
permasalahan. Hal ini misalnya ketika seorang partisipan memberi dukungan pada
suaminya dengan cara menyadari bahwa suaminya perlu untuk bergaul dengan
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
orang lain sehingga ia tidak lagi menuntut suaminya untuk terus bersama dirinya
(P5):
“Dulu waktu masih pacaran menikah muda aku melarang, angger
ketemu koncone aku nggak suka..karena aku merasa sendirian...dewean
terus sendirian kan enggak enak...tapi lama-lama aku mikir...oh
iya...dia kan butuh bertemu dengan orang-orang yang siapa tahu akan
menjadi partnernya dia dalam mencari uang...akhirnya aku memberi
kesempatan suami untuk bertemu dengan orang-orang yang membuat
dia berpikir dia untuk mencari uang itu adalah kriteria dukungan istri,
jadi itu tidak menghambat”.
Dalam wilayah perawatan keluarga (family day care), kriteria aktualisasi diri
yang paling sering muncul adalah pembaktian akan pekerjaan. Pembaktian pada
pekerjaan adalah keadaan dimana seseorang menganggap pekerjaannya adalah
kegemarannya, menikmatinya, dan merasa bertanggung jawab akan pekerjaan
tersebut. Hal ini sesuai dengan tugas sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebagai
‘caregiver’.
3. Wilayah Pengasuhan Anak (childrearing)
Pengasuhan anak terdiri dari perawatan anak, kehadiran atau keterlibatan
dalam aktivitas anak, kendali, bimbingan, dukungan emosional, perhatian,
perlindungan dan rasa aman, dan pengharapan terhadap anak. Terdapat sepuluh
kriteria aktualisasi diri yang termasuk dalam wilayah pengasuhan anak
(childrearing) yang mencakup kreativitas, berpusat pada tugas, persepsi yang
lebih efisien akan kenyataan, kesederhanaan, struktur watak demokratis,
penerimaan diri; orang lain; dan alam, penghargaan yang selalu baru,
diskriminasi cara dan tujuan, pembaktian pada pekerjaan, dan kemandirian.
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kriteria aktualisasi diri yang pertama dan paling sering muncul pada
wilayah pengasuhan anak adalah kreativitas. Kreativitas adalah intelektualitas
seseorang untuk mengkreasikan sesuatu hal menjadi lebih beragam. Kriteriakriteria kreativitas yang muncul misalnya dapat dilihat dari salah satu partisipan
yang menjadikan barang bekas dan barang-barang keperluan rumah tangga untuk
menjadi stimulus untuk keperluan belajar anaknya yang masih kecil. Hal ini dapat
dilihat dari pendapat salah seorang partisipan (PI):
“Maksudnya dia suka pukul-pukul nih...apa aja di pukul...yaudah saya
kasihin kaleng bekas....kadang saya kasih baskom.....kadang saya kasih
wajan..biarin dipukul-pukul...dia belajar...oh ini suaranya beda...oh ini
kalau di lempar jatuh..rusak, jadi mainan dia banyak yang rusak, jadi
stimulusnya begitu.”
Kriteria aktualisasi diri yang kedua yang paling sering muncul adalah
berpusat pada tugas. Berpusat pada tugas adalah ketika seseorang lebih
memprioritaskan tugas yang sedang dijalankan daripada kepentingan dirinya.
Kriteria berpusat pada tugas misalnya terlihat pada pernyataan salah satu partisipan
bahwa hidupnya sepenuhnya untuk anak-anaknya (P2):
“Seperti itu sekitar tiga tahunan lah anak kedua itu lahir saya full untuk
memberi segalanya, kasarannya sih hidup saya untuk mereka, gitu lah,
seperti itu.
Kriteria aktualisasi diri yang ketiga yang paling sering muncul adalah
persepsi yang lebih efisien akan kenyataan. Persepsi yang lebih efisien akan
kenyataan adalah kemampuan seseorang untuk melihat permasalahan dengan cepat
dan objektif. Kriteria ini misalnya terwujud dalam aktivitas salah seorang partisipan
dalam hal mencarikan dan memilah sumber yang dapat dipercaya atau tidak untuk
pengasuhan anak:
“Saya banyak googling ya, baca kan dulu kuliah ada psikologi perkembangan
dari kuliah dulu, kemaren-kemaren sempet baca sekarang gak sempat,
googling pun juga kadang sumbernya banyak dan kadang berbenturan,
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
jadi ya mesti yang ini sih yang sumbernya kira-kira jelas, terus secara
yang jelas logic juga masuk, jadi banyak hal yang tadinya gak tahu jadi
tahu. Tapi bagus ya perkembagan internet jaman sekarang jadi banyak
hal yang tadinya nggak tahu jadi tahu”.
Kriteria aktualisasi diri yang keempat yang paling sering muncul adalah
kesederhanaan. Kesederhanaan adalah sikap sesorang yang apa adanya dan tidak
dibuat-buat. Kriteria kesederhanaan misalnya terlihat paa pernyataan salah satu
partisipan kelima yang mengatakan bahwa ia sudah sangat senang ketika anaknya
mau pergi ke sekolah dan tidak terlalu menuntut anaknya dalam hal sekolah (P5):
“Tapi untung dia mau untung dia masih mau ya udah tak cobani, mau
sekolah tapi itu setiap hari ada rutinitas yang saya lakukan sampai
sekarang membujuk dia agar mau berangkat sekolah jadi kalau dia mau
sekolah itu dah terima kasih ndak usah muluk muluk sekarang karena
ee juga banyak masalah kan di sekolah itu homeschooling tu.”
Kriteria aktualisasi diri yang kelima yang paling sering muncul adalah
struktur watak demokratis. Struktur watak demokratis merupakan karakteristik
seseorang di mana ia mempunyai sikap rendah hati terhadap orang lain sehingga ia
dapat belajar dari siapa saja. Kriteria ini misalnya terlihat pada salah satu partisipan
(P1) yang belajar dari proses merawat anaknya yang masih kecil. Partisipan
menganggap bahwa bukan hanya anaknya saja yang belajar, ia juga dapat belajar
cara menghadapi anak yang diperlihatkan pada pernyataan seorang partisipan (PI):
“Ya kadang lagi muncul agresinya ini lho, ya itu, muncul, nyakarnyakar, godain, gitu ya, padahal sama neneknya itu galak, kalau dah
ngomongin apa-apa suka haiyah...suka dibantah gitu (ketawa), dah
mulai muncul...saya apa ya...saya menikmati sih proses...prosesnya
itu...jadi bukan hanya dia yang belajar, saya juga belajar...gitu”.
Kriteria aktualisasi diri yang keenam yang paling sering muncul adalah
penerimaan diri, orang lain, dan alam. Penerimaan orang lain adalah ketika
seseorang menerima orang lain sebagaimana adanya. Hal ini misalnya diperlihatkan
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
oleh salah satu partisipan (P5) yang akhirnya bisa menerima anaknya yang
mempunyai sifat seenaknya sendiri:
“Anakku belajar setengah jam itu udah matur nuwun, nggak tahan dia
belajar lama-lama, jadi dia tipenya kalau belajar kudu dikemas jadi
sesuatu yang menarik bagi dia, terus tipe berantakan...sak penake dewe
mungkin anakku seperti itu, ya sudah dulu aku nggak bisa menerima
tapi berjalannya waktu bisa menerima akhirnya, belajar menerima”.
Kriteria aktualisasi diri yang ketujuh yang paling sering muncul adalah
adalah penghargaan yang selalu baru. Penghargaan yang selalu baru adalah sikap
untuk mempertahankan sesuatu tetap positif. Kriteria penghargaan yang selalu baru
ini misalnya terlihat pada salah seorang partisipan (P4) yang menganggap pekerjaan
mengasuh anak sebagai sesuatu yang berat karena dikerjakan sendiri. Akan tetapi
rasa berat tersebut lama-kelamaan hilang karena ketika ia melihat tingkah laku
anak-anaknya ia menjadi gembira. Artinya, partisipan dapat melihat pekerjaan yang
terasa berat tersebut menjadi lebih positif karena sesuatu yang sederhana:
“Kadang - kadang ya anu..kadang-kadang apa ya rasane waduh apaapa sendiri kok rasanya berat, rasanya berat (mengasuh anak) tapi ya
itu nanti rasa-rasa yang seperti itu akhirnya hilang sendiri, mungkin
apa...tingkah laku anak-anak yang bikin membuat saya gembira”
Kriteria aktualisasi diri yang kedelapan yang paling sering muncul adalah
diskriminasi cara dan tujuan. Diskriminasi cara dan tujuan adalah mementingkan
tujuan daripada cara. Kriteria diskriminasi cara dan tujuan misalnya tercermin pada
salah seorang partisipan yang lebih memilih merawat anaknya sendiri daripada
menitipkan anaknya di day care (P1) :
“Saya mau saya mau saya berhasil dengan anak saya dalam artian secara fisik
secara mental gitu ya, ee secara emosional, secara physicall secara
intelegensinya, apa ya apa ya maksudnya anak saya tumbuh kembangnya itu
optimal sesuai dengan standar saya gitu lho bukan standar dari baby sitter
atau standar siapapun yang saya titipin gitu. Saya taruh di day care juga belum
tentu day care juga belum tentu punya standar yang sama seperti saya, gitu
lho.”
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kriteria aktualisasi diri yang kesembilan yang paling sering muncul adalah
pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pada pekerjaan adalah keadaan dimana
seseorang merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan sehingga menjadikan
seseoarang bersungguh-sungguh terhadap pekerjaannya. Kriteria pembaktian
terhadap pekerjaan ini misalnya diperlihatkan oleh salah satu partisipan (P1) yang
menyatakan bahwa ia harus bertanggung jawab pada anaknya karena partisipan
merasa bagaimana cara ia mengasuh anak akan berpengaruh pada tabiat anak nanti
sehingga ia merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaannya:
“Keuntungannya bisa fokus ke anak sama keluarga, maksudnya kan
kita harus bertanggung jawab untuk itu, nanti anak jadi orang baik atau
orang jahat itu kan peran terbesar ada di diri kita sebagai ibu, jadi
kontrol terhadap anak dan keluarga itu full di tangan saya”
Kriteria aktualisasi diri yang kesepuluh yang paling sering muncul adalah
kemandirian. Kemandirian adalah inisiatif seseorang untuk tidak bergantung
dengan orang lain. Hal ini misalnya terlihat pada salah seorang partisipan (P3),
dalam aktivitas bertanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya ketika suami
berada di luar kota:
“Jadi tante gak ini ini banget ya biasa aja njalaninnya terutama karena
bapak kan memang jarang pulang ya karena bapak kadang sebulan
sekali kadang sebulan dua kali pulang, jadi selama nggak ada bapak ya
tanggung jawab anak anak itu otomatis kan jatuh nya ke tante to selama
nggak ada bapak, bapak kan ada di luar kota”
Pada wilayah pengasuhan anak (childrearing) kriteria-kriteria aktualisasi
diri paling banyak muncul pada perempuan menikah yang mempunyai anak remaja
maupun anak di bawah remaja, hal tersebut wajar karena pada tahap ini orang tua
masih menganggap anak pada kisaran umur ini merupakan tanggung jawab mereka
dan belum sepenuhnya mandiri. Sedangkan pada perempuan menikah yang
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
anaknya sudah memasuki masa dewasa awal atau dewasa tidak banyak kriteria
aktualisasi diri yang muncul karena kontrol dan tanggung jawab mereka terhadap
anak juga makin berkurang.
4. Wilayah kehidupan sosial
Wilayah kehidupan sosial rumah tangga mencakup mengorganisasi
kehidupan sosial dan menjaga relasi dengan tetangga, rekan, saudara, maupun
teman. Terdapat empat kriteria aktualisasi diri yang muncul, yaitu paguyuban,
hubungan interpersonal yang kuat, kebutuhan akan privasi dan struktur
watak demokratis.
Kriteria aktualisasi diri pertama yang paling sering muncul pada wilayah
kehidupan sosial rumah tangga yang pertama adalah paguyuban. Paguyuban
adalah rasa kemasyarakatan yang dimiliki oleh seseorang. Kriteria paguyuban ini
misalnya terlihat pada salah satu partisipan (P1) ingin melakukan sesuatu pada
warga masyarakat karena mempunyai hutang budi:
“ Jadi saya ada semacam hutang budi gitu lho, hutang budi sama sana
yang membuat saya harus melakukan sesuatu untuk orang sana,
makanya ketika arisan itu saya nggak ambil untung, jadi motivasinya
itu menjalin relasi”
Kriteria aktualisasi diri kedua yang paling sering muncul pada wilayah
kehidupan sosial rumah tangga adalah hubungan interpersonal yang kuat.
Hubungan interpersonal yang kuat merupakan sikap seseorang yang lebih
mementingkan kualitas daripada kuantitas suatu hubungan sosial. Kriteria
hubungan interpersonal ini misalnya tercermin pada partisipan yang lebih
mengutamakan hubungan secara kualitas (P2):
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“Saya emang nggak suka yang arisan yang dalam jumlah yang besar
gitu...memang nggak suka...kecuali ya...kalau trah memang mau nggak
mau suka nggak suka memang harus dipupuk kan kalau arisan trah itu
karena kalau dalam boso jawanya itu ngumpulke balung pisah”.
Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul pada wilayah
kehidupan sosial rumah tangga yang kedua adalah kebutuhan akan privasi.
Kebutuhan akan privasi adalah ketika seseorang mempunyai perasaan nyaman
ketika bersama dengan orang lain maupun ketika sendirian tanpa merasa kesepian.
Hal ini misalnya terlihat dari pernyataan salah seorang partisipan (P5) yang tidak
mempermasalahkan ketika ia mendapat komentar karena sempat tidak ikut arisan
karena alasan ekonomi, akan tetapi tetap berusaha bergaul dengan warga
perumahan tempat ia tinggal:
“Misalnya dulu aku pernah juga dulu waktu itu sempat nggak ikut
arisan karena alasan ekonomi jadinya harus memberi alasan pada ibu
lingkungan...jadi aku nggak tak..nggak tak pikir...gitu lho, jadi saya
nggak mikir mau komentar apa tidak saya pedulikan..yang penting aku
tidak berbuat jahat..berusaha tetep srawung di perumahan...dan
berusaha yang terbaik untuk rumahku rumah tanggaku”
Kriteria aktualisasi diri keempat yang paling sering muncul pada wilayah
kehidupan sosial rumah tangga adalah struktur watak demokratis. Struktur watak
demokratis adalah kemampuan untuk belajar dari orang lain karena sikap rendah
hati yang dimiliki. Hal ini misalnya muncul ketika salah seorang partisipan dapat
mendapat nasehat dari kegiatannya mengikuti perkumpulan lansia (P3):
“Apalagi ditambah ikut perkumpulan lansia tante seneng sih terus
terang aja, ngliatnya tuh seneng biarpun maksudnya udah tua-tua semua
itu lebih kan kalau nenek lansia itu kan apa ke kita bisa nasehatin jadi
kita kan bisa dapet nasehat dari yang lebih tua dari kita, tante seneng
terus terang aja”
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa karier di wilayah domestik tidak
menghambat seseorang untuk berelasi yang mengakibatkan rasa terisolasi. Dari
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
hasil tersebut masih dapat ditemukan bahwa perempuan menikah yang berkarier di
wilayah domestik tetap dapat menjalin relasi dan dapat memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri melalui kegiatan bermasyarakat.
5. Wilayah manajemen operasional dan keuangan
Wilayah manajemen operasional dan keuangan mencakup pengelolaan
keuangan, keputusan tentang perawatan dan mengatur penyedia layanan formal
seperti perawat dan pembantu untuk datang ke rumah, membayar tagihan keuangan
dan bantuan keuangan langsung. Kriteria aktualisasi diri yang muncul di wilayah
ini adalah kreativitas, kesederhanaan, kemandirian, dan yang terakhir adalah
pembaktian pada pekerjaan.
Kriteria aktualisasi diri pertama terbanyak yang muncul adalah
kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu
menjadi lebih beragam. Dalam hal ini, kreativitas misalnya muncul pada aktivitas
bantuan keuangan langsung misalnya dengan cara berjualan perlengkapan bayi oleh
salah satu partisipan (P1):
“Kalau yang online kan tidak terbatas ya...dari instagram...dari olx...itu
bisa dari mana-mana ya...dari luar kota gitu...kalau yang dari sini ya
tetangga-tetangga sekitar gitu..keuntungannya kalau yang online itu
customer saya tidak terbatas...jadi mereka bisa dari Indonesia dari
manapun mereka tahu saya lagi jualan....terus ini customercustomernya baik yang tupperware atau baby shop ini juga sebagian
besar customernya dari link dari tempat kerja saya gitu.”
Kriteria aktualisasi diri kedua yang paling sering muncul adalah
kesederhanaan. Kesederhanaan adalah karakteristik yang ada pada seseorang
untuk bersikap apa adanya dan tidak dibuat-buat. Kriteria ini misalnya terwujud
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam pengaturan keuangan keluarga dengan berhemat yaitu dengan tidak
mengadakan jasa asisten rumah tangga (P6):
“Meskipun saya mungkin tidak bisa menghasilkan uang dari rumah
tetapi paling tidak misalnya dengan tidak usah menggunakan pembantu
saya itu sudah menghemat uang...misalnya kan seperti itu..itu kan
berarti tidak menghambat”
.
Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul adalah
kemandirian. Kemandirian merupakan inisiatif seseorang untuk tidak bergantung
dengan orang lain. Di dalam wilayah manajemen operasional dan rumah tangga,
kemandirian diwujudkan misalnya yang diungkapkan oleh seorang partisipan (P4)
yang mencari tambahan penghasilan dengan cara menitipkan makanan-makanan
kecil ke warung:
“Ada usaha lain, he-em, ya bikin kue, pernah bikin telor asin, terus buat
manisan, saya titipkan warung-warung. Ya alasannya supaya saya
selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga tapi saya juga ada
masukan, bukan hanya dari suami saja.”
Kriteria aktualisasi diri keempat yang paling sering muncul adalah
pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pekerjaan merupakan situasi dimana
seseorang merasakan kenikmatan dan tanggung jawab akan pekerjaan tersebut.
Kriteria pembaktian pada pekerjaan ini misalnya terungkap pada salah satu
partisipan (P6) yang merasa senang untuk membantu mengelola keungan karena
selain sudah terbiasa mengelola uang, yang mencarikan uang adalah suaminya:
“Ya kebetulan karena saya dari dulu sudah terbiasa mengelola uang ya
senang, bisa membantu mengelola uang karena suami yang cari uang”.
Dari wilayah manajemen operasional dan keuangan, dapat diketahui jika
pada zaman sekarang, di wilayah domestik, kesempatan seseorang untuk
melakukan aktivitas bantuan keuangan menjadi lebih terbuka dengan adanya
pekerjaan yang tidak terikat waktu atau ruang. Di sisi lain, walaupun batas publik
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan domestik menjadi lebih terbuka karena adanya perkembangan teknologi atau
pekerjaan yang dapat melampaui batas publik dan domestik, pekerjaan operasional
seperti membayar pajak masih sering dilakukan oleh orang lain seperti suami
sehingga kriteria aktualisasi diri di wilayah ini tidak terlalu tampak.
D. Pembahasan
Bagian ini akan dimulai dengan pembahasan terkait dengan aktualisasi diri
perempuan menikah di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah tangga
(household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak
(childrearing), kehidupan sosial, dan yang terakhir adalah manajemen operasional
dan keuangan rumah tangga. Setelah itu, akan dibahas mengenai miskonsepsi
aktualisasi diri dan karier domestik. Terakhir, akan dibahas mengenai peluang
aktualisasi diri di wilayah domestik yang meluas karena dikotomi wilayah publikdomestik yang semakin cair.
1. Aktualisasi diri di wilayah domestik
Dalam wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores), kriteria
aktualisasi diri yang muncul adalah kreativitas, pembaktian pada pekerjaan,
kemandirian, berpusat pada tugas, persepsi yang lebih efisien akan kenyataan,
spontanitas, penghargaan yang selalu baru, dan diskriminasi cara dan tujuan.
Di antara kedelapan kriteria aktualisasi diri yang muncul di bidang pekerjaan rumah
tangga, kriteria yang paling sering muncul adalah kreativitas. Hal ini sejalan
dengan temuan penelitian sebelumnya oleh Daniel, Gutmann, dan Raviv (2011)
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang menemukan bahwa kreativitas dapat ditemukan dari aktivitas memasak yang
merupakan bagian dari pekerjaan rumah tangga di wilayah domestik.
Sebaliknya, kriteria aktualisasi diri yang tidak muncul adalah kealamian,
struktur watak demokratis, tidak mengikuti enkulturasi, hubungan interpersonal
yang kuat, paguyuban, kebutuhan akan privasi, penerimaan akan diri; orang lain;
dan alam, serta rasa humor yang filosofis. Ada faktor yang diduga menyebabkan
kriteria-kriteria aktualisasi diri tersebut tidak semuanya muncul di wilayah
pekerjaan rumah tangga (household chores). Faktor tersebut adalah pekerjaan
rumah tangga (household chores) merupakan pekerjaan yang tidak terlalu
memerlukan keterlibatan atau kehadiran orang lain. Padahal dalam teori aktualisasi
diri Maslow, ada beberapa kriteria aktualisasi diri yang hanya dapat dilihat melalui
interaksi dengan orang lain sehingga ketidakmunculan kriteria-kriteria tertentu
merupakan hal yang wajar.
Pada wilayah karier domestik yang kedua, yaitu pada wilayah perawatan
keluarga (family day care) kriteria-kriteria aktualisasi diri yang muncul adalah
pembaktian
pada
pekerjaan,
berpusat
pada
tugas,
kemandirian,
kesederhanaan, struktur watak demokratis, penerimaan diri; orang lain; dan
alam, hubungan interpersonal yang kuat, kebutuhan akan privasi, dan
persepsi yang lebih efisien akan kenyataan.. Akan tetapi kriteria yang paling
menonjol dalam wilayah karier domestik adalah pembaktian pada pekerjaan yaitu
keadaan dimana seseorang dapat bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan
menikmatinya. Hal ini dapat dimengerti karena peran ibu lebih dikaitkan dengan
pelaksana tugas-tugas rumah tangga dan pengasuhan anak (Brescoll & Uhlmann,
2005; Kim & Hoppe-Graff, 2001 dalam Etikawati, 2014).
70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebaliknya, kriteria yang tidak muncul dalam wilayah perawatan keluarga
(family day care), antara lain adalah penghargaan yang selalu baru, paguyuban,
tidak mengikuti enkulturasi, pengalaman puncak, rasa humor yang filosofis,
kealamian, dan spontanitas. Kemungkinan bahwa tidak semua kriteria tidak muncul
adalah seperti yang pernah dijelaskan pada bidang kehidupan rumah tangga
(household chores) ada beberapa kriteria yang kemunculannya mengharuskan
kemunculan orang, dalam arti masyarakat.
Pada kategori yang ketiga, yaitu pada wilayah pengasuhan anak
(childrearing) kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul sampai tidak
paling sering muncul adalah kreativitas, berpusat pada tugas, persepsi yang
lebih efisien akan kenyataan, kesederhanaan, struktur watak demokratis,
penerimaan diri; orang lain; dan alam, penghargaan yang selalu baru,
diskriminasi cara dan tujuan, pembaktian pada pekerjaan, dan kemandirian.
Kriteria kreativitas khususnya paling sering muncul pada partisipan-partisipan yang
masih mempunyai anak di masa perkembangan kanak-kanak dan remaja. Hal ini
disebabkan pada masa kanak-kanak masih membutuhkan peran ibu secara penuh.
Sedangkan pada masa remaja adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua
meningkat (Steinberg, 1993 dalam Santrock 2002) sehingga partisipan dalam
penelitian ini menggunakan berbagai cara untuk mendidik anaknya. Selanjutnya,
kreativitas di wilayah domestik semakin sedikit pada partisipan yang mempunyai
anak yang memasuki tahapan perkembangan dewasa awal karena peran orang tua
untuk mengasuh semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena ciri pada masa
dewasa awal adalah sudah ada kemandirian dalam membuat keputusan pada diri
anak sendiri (Santrock, 2002).
71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pada kategori yang keempat, yaitu pada wilayah kehidupan sosial rumah
tangga kriteria-kriteria aktualisasi diri yang muncul adalah kriteria-kriteria
aktualisasi seperti paguyuban, hubungan interpersonal yang kuat, dan struktur
watak demokratis. Adanya peluang ibu rumah tangga dalam rangka pemenuhan
diri di wilayah kehidupan sosial hampir sama dengan penelitian (Rubin & Wooten,
2007) yang menemukan bahwa partisipan melakukan pemenuhan diri (self
fullfillment) melalui kegiatan sukarela pada sekolah anaknya atau pada komunitas
di sekitarnya.
Pada kategori yang kelima, yaitu pada wilayah manajemen operasional dan
keuangan rumah tangga, kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul sampai
yang
tidak
paling sering
muncul
adalah
kreativitas,
kesederhanaan,
kemandirian, dan yang terakhir adalah pembaktian pada pekerjaan. Akan
tetapi, kriteria yang paling sering muncul adalah kreativitas, khususnya kreativitas
di dalam aktivitas bantuan keuangan keluarga. Akan tetapi kebanyakan kriteriakriteria yang muncul dalam penelitian ini adalah dari bantuan keuangan, tugas
operasional seperti membayar pajak dan telepon, lima dari enam partisipan
dikerjakan oleh orang lain, misalnya suami mereka. Hal ini sesuai dengan temuan
(Kroska, 2003 dalam Latshaw 2015) bahwa perempuan lebih sedikit mengerjakan
tugas-tugas maskulin seperti tugas mengurusi pekarangan rumah dan tugas-tugas
maintenance rumah tangga.
Ada beberapa kriteria-kriteria aktualisasi diri yang sama sekali tidak
ditemukan dalam konteks wilayah domestik. Kriteria-kriteria aktualisasi diri yang
tidak ditemukan di setiap wilayah tersebut antara lain adalah rasa humor yang
filosofis, tidak mengkikuti enkulturas, dan pengalaman puncak. Ada hal-hal yang
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diduga menjadi penyebab kriteria-kritteria ini tidak ditemukan di wilayah domestik.
Faktor pertama adalah rasa kriteria rasa humor filosofis sulit untuk diceritakan
kembali karena pada kriteria ini sifatnya tidak berulang. Artinya, pengalaman ini
merupakan suatu pengalaman unik yang terjadi pada situasi tertentu dan pada waktu
tertentu, sehingga sulit untuk diungkapkan dan diceritakan lagi kepada peneliti.
Kriteria kedua adalah tidak mengikuti enkulturasi atau pembudaayaan. Bisa
dimengerti mengapa kriteria ini tidak muncul karena menurut Hollows (2008)
budaya domestik sering direpresentasikan sebagai ‘outside’ dari modernitas dan
malah sering diasosiasikan mempunyai peran kunci sebagai tempat untuk
memproduksi modernitas. Artinya, wilayah domestik bukan sebagai objek dari
pembudayaan atau enkulturasi tetapi malah sebagai penghasil kebudayaan sehingga
kriteria aktualisasi diri dari Maslow, tidak mengikuti enkulturasi kurang relevan
jika diterapkan sebagai kriteria aktualisasi diri pada konteks domestik. Yang
terakhir adalah pengalaman puncak. Pengalaman puncak dalam penelitian ini juga
tidak muncul. Akan tetapi Maslow mengatakan bahwa pengalaman puncak bukan
merupakan kriteria yang membedakan antara orang yang mengaktualisasi diri dan
tidak mengaktualisasi diri (Feist & Feist, 2006).
Kriteria-kriteria aktualisasi diri Maslow juga tidak semuanya dapat muncul
di setiap wilayah domestik yang terdiri dari wilayah pekerjaan rumah tangga
(household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak
(childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan. Hal
ini disebabkan setiap bidang kehidupan rumah tangga mempunyai ‘jenis karier’ nya
sendiri-sendiri sehingga ada kriteria-kriteria yang tidak dapat muncul di wilayah
73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
domestik. Secara lebih jelas persebaran aktualisasi diri perempuan menikah di
wilayah domestik akan digambarkan di Tabel 5.
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 5. Persebaran aktualisasi diri perempuan menikah di wilayah domestik
Kriteria aktualisasi diri
Wilayah Karier Domestik
Pekerjaan Rumah
Tangga
Perawatan
Keluarga
Pengasuhan
Anak
(Household
chores)
(Family day care) (Childrearing)
Kehidupan sosial Manajemen
operasional dan
keuangan rumah
tangga
Persepsi yang lebih efisien akan
kenyataan
P1, P2, P5
P5
P1, P2, P5
-
-
Spontanitas, kesederhanaan, dan
kealamian
P2, P6
P5
P2, P5
-
P6
Kreativitas
P1, P2, P3, P4, P5,
P6
-
P1, P2, P5
-
P1, P3, P4, P5
Penghargaan yang selalu baru
P3, P5
P3, P5, P6
-
-
-
Struktur karakter demokratis
-
P5
P1, P2, P5
P3
-
Diskriminasi cara dan tujuan
P1, P3
-
P1
-
-
-
P6
-
P2
-
Tidak mengikuti enkulturasi
Hubungan interpersonal yang
kuat
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gemeinschagefuhl (Paguyuban)
-
-
-
P1, P3, P5, P6
-
Kebutuhan akan privasi
-
P6
-
P5
-
Penerimaan akan diri, orang lain, dan alam
P5
-
-
-
Berpusat pada tugas
P3,P4,
P1, P4 P6
P1,P2, P3, P5
-
-
Kemandirian
P1, P3, P4, P6
P3
-
-
P4,P6
P1
-
P1, P6
Rasa humor yang filosofis
.
Pengalaman puncak
Pembaktian pada pekerjaan
P1, P3, P4, P5, P6
P2,P5,P6
Tidak muncul kriteria sama sekali
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Miskonsepsi aktualisasi diri dan karier domestik
Dari hasil penelitian, ditemukan kriteria-kriteria orang-orang yang
mengaktualisasi diri dalam setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang
terdiri dari pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga,
pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan
keuangan keluarga. Artinya adanya miskonsepsi tentang aktualisasi diri yang
berkembang di masyarakat dan membuat orang beranggapan bahwa seolah-olah
aktualisasi diri hanya dapat dipenuhi di wilayah publik dapar dipertimbangkan
kembali. Hal ini sesuai dengan teori awal Maslow tentang aktualisasi diri yang
menyatakan bahwa aktualisasi diri dapat dilakukan oleh siapa saja (Feist & Feist,
2006). Bahkan penelitian-penelitian sebelumnya seperti penelitian yang diteliti oleh
Daniel, Gutmann, dan Raviv (2011) menemukan bahwa aktualisasi diri dapat
dicapai dengan cara memasak. Sedangkan Rubin & Wooten (2007) menemukan
bahwa para perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik dapat
memenuhi kebutuhan untuk perkembangan diri melalui kehidupan sosialnya.
Di dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa para perempuan menikah
yang berkarier di wilayah domestik juga dapat menemukan dirinya puas, bangga,
bersyukur dan bahagia yang menurut Maslow merupakan kriteria seseorang yang
mengaktualisasi diri yaitu bebas dari psikopatologi (Feist & Feist, 2006). Akan
tetapi ada temuan yang cukup menarik dari penelitian ini. Perempuan menikah yang
berkarier di wilayah domestik yang berusia relatif lebih muda, mempunyai
kesempatan untuk mengaktualisasikan diri yang lebih luas karena mereka sudah
mengenal teknologi yang memungkinkan mereka dapat melampaui batas publik
atau domestik. Lebih lanjut, perempuan menikah juga dapat mencari informasi
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih lanjut cara pengasuhan anak melalui internet atau buku. Hal ini hampir sama
dengan temuan penelitian sebelumnya dimana perempuan menikah berpendidikan
dapat mestimulasi secara intelektual melalui membaca buku (Rubin & Wooten,
2007). Bahkan di zaman sekarang perempuan menikah juga dapat mengembangkan
diri pada pekerjaan domestik seperti memasak secara lebih luas misalnya dengan
melihat dan mempraktekkan cara memasak melalui video tutorial maupun resep
karena kemudahan informasi di jaman sekarang.
Selanjutnya, adanya miskonsepsi lain tentang perempuan menikah yang
berkarier di wilayah domestik adalah (1) uang yang diberikan orangtua untuk
pendidikan akan terbuang sia-sia, (2) sedikit kesempatan untuk mengembangkan
dan berkreasi, dan (3) kehidupan ibu rumah tangga penuh dengan hal yang
membosankan. Terkait pendidikan, dalam penelitian ini semua partisipan
menyatakan bahwa pendidikan bermanfaat bagi mereka dalam melatih cara berpikir
yang dapat diterapkan dalam pengasuhan anak, cara menghadapi suami, dan
mengatur rumah tangga mereka. Selain itu, mereka merasa bahwa
dengan
pendidikan membuat mereka dapat berpikir jernih ketika ditimpa masalah di dalam
keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Kanwar (2014) yang mengatakan bahwa
tujuan utama pendidikan adalah untuk melatih cara berpikir. Selanjutnya,
miskonsepsi bahwa sedikit kesempatan untuk mengembangkan diri dan berkreasi
juga tidak sepenuhnya benar karena berkat adanya banyak waktu luang, partisipan
dapat mencoba hal-hal baru yang biasanya tidak dilakukan seperti misalnya
membuka toko online atau mencoba berbagai resep makanan. Hal ini sesuai dengan
teori Maslow bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk mejadikan
sesuatu yang biasa menjadi unik dan bermakna (Feist & Feist. 2006). Jadi,
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kreativitas tidak tergantung tempat seseorang untuk berkarier. Miskonsepsi bahwa
kehidupan ibu rumah tangga penuh hal yang membosankan juga tidak sepenuhnya
benar karena para partisipan merasa ketika mereka berkarier di wilayah domestik
mereka merasa puas melihat perkembangan anak mereka atau bersyukur dapat
meluangkan waktu untuk mengurus anak yang perlu perhatian lebih. Bahkan, salah
seorang partisipan merasa bahwa ia dapat melakukan hobi dan kegiatan yang tidak
dapat ia lakukan ketika ia berkarier di wilayah publik. Selain itu beberapa partisipan
juga mengatakan bahwa karier domestik melebihi karier publik karena dalam karier
domestik pekerjaan mereka seperti tidak pernah selesai dan waktunya tidak
terbatas. Temuan ini hampir sama dengan temuan Kanwar (2014) bahwa para
perempuan yang berkarier di wilayah domestik menemukan mereka sibuk layaknya
perempuan yang berkarier di wilayah publik.
3. Dikotomi wilayah karier domestik-publik
Wilayah publik dan domestik sudah menjadi perdebatan sejak jaman dahulu
yang membuat kaum feminis memperjuangkan kesetaraan perempuan dengan
caranya masing-masing, mempertentangkan bagaimana perempuan menikah
mencapai kesetaraan yaitu apakah dengan menghargai karier di wilayah domestik
atau dengan mendapatkan ruang sebanyak-banyaknya di wilayah publik. Di satu
sisi, ada feminis-feminis yang mengangkat kesetaraan perempuan dengan cara
menghargai karier domestik seperti feminis Marxis dan feminis domestik (Hollows,
2008: Tong, 2011). Di sisi lain, ada feminis-feminis lain yang memahami bahwa
kesetaraan antara perempuan dan laki-laki hanya bisa dicapai jika perempuan
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diberikan ruang di publik seperti feminis liberal yang mengingkan ruang publik
serta pekerjaan yang digaji (Friedan, 1973).
Adanya tuntutan perempuan terhadap ruang publik sendiri sebenarnya
karena kaum feminis, khususnya feminis liberal dan feminis sosialis kebanyakan
merupakan kaum kelas menengah yang banyak dipengaruhi produk publik seperti
pendidikan. Oleh karena itu, pembagian peran publik dan domestik di Barat
menurut Handayani dan Novianto (2004) tidak relevan jika diterapkan di Indonesia,
terutama terjadi pada masyarakat Jawa golongan petani dan pedagang karena dalam
masyarakat golongan ini wanita mengurus rumah tangga (domestik) sekaligus
mencari nafkah (ekonomi-publik).
Akan tetapi, ada temuan menarik di dalam penelitian ini terkait pembagian
wilayah karier domestik dan publik. Di zaman sekarang perempuan menikah
memiliki peluang yang lebih luas untuk mengembangkan diri dan tidak dibatasi
wilayah karier publik atau domestik karena wilayah publik dan domestik yang
semakin cair. Misalnya, di wilayah karier domestik perempuan menikah dapat
membuka pekerjaan yang tidak terbatas ruang dan waktu bahkan salah satu
partisipan di penelitian ini mengatakan bahwa pendapatan yang didapat ketika
berkarier di wilayah publik dibandingkan dengan pendapatan di wilayah domestik
lebih besar ketika ia berkarier di wilayah domestik. Hal ini disebabkan adanya
perkembangan teknologi ataupun perkembangan pekerjaan-pekerjaan yang tidak
terikat ruang dan waktu yang membuat pembagian wilayah domestik dan publik
menjadi semakin cair sehingga perempuan menikah di jaman sekarang sebenarnya
dapat melampaui batas publik dan domestik dengan tidak sepenuhnya
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meninggalkan karier domestiknya. Artinya pada jaman sekarang, definisi berkarier
dan tidak berkarier juga semakin melebur.
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan
mengenai aktualisasi diri perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik,
yaitu:
1. Secara umum, dari keseluruhan jawaban partisipan dapat ditarik kesimpulan
bahwa perempuan menikah memiliki peluang untuk mengaktualisasikan
melalui karier di wilayah domestik melalui bidang-bidang pekerjaan di wilayah
domestik.
Secara
menggunakan
khusus,
teknologi
partisipan
memiliki
yang
peluang
mempunyai
yang
lebih
kemampuan
besar
untuk
mengaktualisasikan diri di wilayah karier domestik karena dapat melampaui
batas publik dan domestik.
2. Kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul adalah Kreativitas. Kriteria
kreativitas paling banyak muncul di wilayah pekerjaan rumah tangga,
pengasuhan anak, dan manajemen operasional, terutama pada partisipan yang
menguasai teknologi dan masih memiliki anak pada usia kanak-kanak dan
remaja.
3. Partisipan yang berusia lebih muda dan mempunyai anak yang berada pada
masa kanak-kanak atau remaja menunjukkan lebih banyak kriteria aktualisasi
diri, secara khusus kriteria kreativitas pada wilayah pengasuhan anak
dibandingkan partisipan berusia lebih tua dan memiliki anak usia dewasa awal.
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Konsep terkait perempuan menikah berkarier di domestik yang menyatakan
bahwa (1) uang yang diberikan orangtua untuk pendidikan akan sia-sia, (2)
terdapat sedikit kesempatan untuk mengembangkan dan berkreasi, (3) dan
kehidupan yang penuh dengan hal yang membosankan, ternyata tidak terbukti.
5. Di zaman sekarang, dikotomi wilayah publik dan domestik menjadi semakin
cair. Hal ini disebabkan adanya pekerjaan-pekerjaan yang tidak terikat ruang
dan waktu sehingga sulit dibedakan pembatasan antara wilayah publik atau
domestik.
6. Tidak semua kriteria-kriteria orang yang mengaktualisasi diri menurut Maslow
dapat muncul di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik. Akan tetapi,
perempuan menikah dapat mencapai aktualisasi di wilayah domestik. Sehingga
paham yang mengatakan bahwa di wilayah domestik tidak memungkinkan
seseorang untuk mengaktualisasikan diri merupakan bias. Bahkan pada zaman
sekarang, peluang perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengaktualisasikan diri.
7. Kriteria-kriteria yang tidak muncul di setiap bidang kehidupan di wilayah
domestik adalah pengalaman puncak, rasa humor yang filosofis, dan tidak
mengikuti enkulturasi.
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti kurang mempertimbangkan status sosial ekonomi para partisipan.
Selain itu peneliti juga tidak mencari tahu lebih lanjut dampak status sosial
ekonomi pada pemilihan karier domestik di kalangan perempuan menikah dan
kemungkinan adanya perbedaan wilayah aktualisasi diri di antara mereka.
2. Peneliti kesulitan untuk menggali keseluruhan peluang aktualisasi diri karier di
wilayah domestik karena bentuk-bentuk karier domestik yang terlalu luas,
khususnya di zaman sekarang dimana batas antara wilayah publik dan domestik
yang semakin cair.
C. Saran
1. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dipilih partisipan yang memasuki tahap
perkembangan dewasa madya dan mempunyai anak pada masa kanak-kanak
karena pada masa itu peluang untuk mengaktualisasikan lebih besar daripada
partisipan yang mempunyai masa perkembangan dewasa akhir.
b. Dapat
dipertimbangkan
lagi
pemilihan
partisipan
terkait
dengan
mempertimbangkan status sosial ekonomi tertentu.
c. Dapat dipertimbangkan dengan menggunakan partisipan yang lebih banyak dan
lebih beragam latar belakangnya supaya data yang didapatkan semakin kaya.
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Bagi Praktisi Psikologi
Bagi praktisi psikologi, agar lebih dapat membuka wawasan baru tentang karier ibu
rumah tangga dan lebih peka terhadap bias-bias dan miskonsepsi yang mungkin
banyak berkembang di masyarakat.
3. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat agar lebih menghargai perempuan menikah yang memilih
berkarier di wilayah domestik dan menganggap ibu rumah tangga sebagai karier
yang patut dihargai.
4. Bagi perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik
Bagi para perempuan menikah yang memilih menjalani karier domestik agar lebih
memiliki kebanggaan sebagai ibu rumah tangga dan dapat mencari peluang untuk
tetap mengembangkan diri melalui karier domestiknya.
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ACUAN
Brescoll, V.E & Uhlmann, E.L. (2005). Attitudes toward traditional and
nontraditional parents. Psychology of Women Quarterly, 29, 436-445.
Budiati, A.C. (2006). Aktualisasi diri perempuan dalam sistem budaya jawa.
Pamator, 1 (3), 51-59.
Dagun, S. M. (1990). Psikologi keluarga: Peranan ayah dalam keluarga. Jakarta:
Rineka Cipta.
Daniel, M., Gutmann, Y, & Raviv, A. (2011). Cooking and Maslow’s hierarchy of
needs: A qualitative analysis of amateur chef’s perspective. International
Journal of Humanities and Social Sciences, 20 (1), 86-94.
Denmark, F.L & Paludi, Michele A. (2008). Psychology of women: A handbook of
issues and theories. London: Praeger.
Etikawati, A.I. (2014). Apersepsi mengenai figur ayah dan ibu pada anak-anak di
Yogyakarta. Jurnal Penelitian Sanata Dharma, 2 (17), 78-90.
Feist, Jess & Feist, Gregory J. (2006). Theories of personality (sixth -ed.). New
York: McGrawHill.
Friedan, Betty. (1979). The feminine mystique. New York: Dell Publishing.
Goble, Frank. (1997). Mazhab ketiga psikologi humanistik Abraham Maslow.
Yogyakarta: Kanisius.
Gray, Edith. (2000). Employment, age, and children: How do they affect the
division of household labour. Negoitating the life course discussion paper
series, 3-21.
Handayani, Arri. (2013). Keseimbangan kerja pada perempuan bekerja: Tinjauan
teori border. Bulletin Psikologi, 2 (21), 90-101.
Handayani, C.S & Novianto, A. (2004). Kuasa wanita jawa. Yogyakarta: Lkis.
Hollows, Joanne. (2008). Domestic cultures in cultural and media studies. New
York : Open University Press.
Jang, S. Y. & Merriam, S. (2004). Korean culture and the reentry motivations of
university- graduated women. Adult Education Quarterly, 4 (54), 273-290.
Kanwar, Mitika. (2014). Misconception regarding housewives among youth
female: A psychological perspective. Indian Journal of psychological
sciences, 106-112.
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kitterod, R. H. (2002). Mother’s housework and childcare: Growing similiarities or
stable inequalities? Acta Sociologica, (45), 127-147.
Latshaw, B. A. (2016). From mopping to mowing: Masculinity and housework in
stay at home father households. Journal of men’s studies, 3 (23), 252-270.
Lemme, B. H. (1999). Development in adulthood. Needham Height: Allyn &
Bacon.
Matlin, Margaret W. (2008). The psychology of women. Belmont, CA: Wadsworth.
Moleong, Lexy. (2015). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Olson, M. H. & Hergenhahn, B.R. (2013). Teori-teori kepribadian. Edisi
kedelapan. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Nilson, L. B. (1978). The social standing of housewife. Journal of marriage and
family, 3 (40), 541-548.
Patton, Michael Quinn. (2009). Qualitative research and evaluations methods.
London: Sage Publications.
Reed, Brian. (2012, Februari 1). 5 Alasan perlu jadi ibu rumah tangga. Diakses
tanggal 2 Mei 2017 dari
http://lifestyle.kompas.com/read/2012/02/01/12291736/5.alasan.perlu.jadi.
ibu.rumah.tangga.
Rubin, S.E & Wooten, H.R. (2007). Highly educated stay-at-home mothers: A
study of commitment and conflict. The family journal: Counseling and
theraphy for couples and families. 4 (15), 336-345.
Sadli, Saparinah. (2009). Berbeda tetapi setara: Pemikiran tentang kajian
perempuan. Jakarta: Penerbit buku kompas.
Santrock, J.W. (2002). Life-span development : Jilid 2 (ed. ke-5). Jakarta: Erlangga.
Schultz, Duane. (1991). Psikologi pertumbuhan: Model-model kepribadian sehat.
Yogyakarta: Kanisius.
Smith, Jonathan. A. (2009). Psikologi kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sudirman, S.A. (2014). Mother and carrier: Phenomenology study of dual-carrier
family. Jurnal Ilmiah Kajian Gender, 1 (4), 47-67.
Sumiyatiningsih. (2016). Pergeseran peran laki-laki dan perempuan dalam kajian
feminis. Jurnal studi agama dan masyarakat WASKITA, 125-137.
Supratiknya, A. (2007). Kiat merujuk sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah.
Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam
psikologi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Tong, Rosarie P. Femnist thought: Pengantar paling komphrehensif kepada arus
utama pemikiran feminis. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra.
Vermonte, S. F (2016). Sumbangan ibu rumah tangga. Harian Kompas. hlm.7
Zainal, V. R (2014). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan: Dari
teori ke praktik. Jakarta: Penerbit Rajawali Press.
88
Download