PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKTUALISASI DIRI PEREMPUAN MENIKAH DALAM KARIER DOMESTIK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun oleh : Sabina Wulung Rarasati 129114018 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN MOTTO “Success will follow you precisely because you had forgotten to think about it” (Viktor E. Frankl) “One is not born, rather becomes, a woman” (Simone de Beauvoir) “ Masalah itu, mendewasakan kita” (Seorang sahabat) iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan untuk Tuhan Yesus Kristus Pelindungku Bunda Maria Perawan Suci dan Santo Yosef Santa Sabina, pelindung Ibu Rumah Tangga Untuk keluarga kecilku, Bapak, Ibu, dan Mas, serta para sahabat serta teman-teman, atas semangat dan pernyertaanya. Untuk para ibu rumah tangga yang selalu menjadi pelita keluarganya v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI AKTUALISASI DIRI PEREMPUAN MENIKAH DALAM KARIER DOMESTIK Sabina Wulung Rarasati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah mengaktualisasikan diri di wilayah domestik dengan mengetahui cara aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik. Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik (usia 30-60 tahun) yang pernah berkarier di wilayah publik. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara (interview). Analisis data dilakukan dengan metode analisis isi kualitatif (AIK), menggunakan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa aktualisasi dapat dilakukan melalui wilayah domestik, sehingga miskonsepsi tentang aktualisasi diri hanya bisa dipenuhi di wilayah publik tidak sepenuhnya benar. Selain itu, peluang aktualisasi diri bagi perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik meluas karena dikotomi wilayah publik dan domestik yang semakin cair. Kata kunci: aktualisasi diri, karier domestik, karier publik. vii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SELF ACTUALIZATION OF MARRIED WOMEN IN DOMESTIC CAREER Sabina Wulung Rarasati ABSTRACT This study aims to explore how married women self actualize in domestic sphere through the ways of self actualization in each area of domestic sphere. The participants in this study are 6 married women who have a career in domestic area (ages 30-60) and who had a career in public area. The data were collected by interview method. Data analysis was done by qualitative content analysis method (QCA), using deductive approach, namely directional analysis. In this study, it was found that self actualization can be achieved through domestic territory which are in domestic sphere, so that selfactualization can only be met in the public domain is a misconception. In addition, the opportunities of self-actualization for married women who work in domestic area are getting bigger due to increasingly fluid dichotomy of the public and domestic spheres. Keywords: self-actualization, domestic career, public career. viii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KATA PENGANTAR Finally, this is my first research, akhirnya, selama 10 semester perkuliahan, karya ini selesai juga. Banyak pelajaran yang didapat dalam perjalanan ini, tapi dalam perjalanan ini..saya tahu, saya tidaklah sendiri, tetapi bersama begitu banyak teman-teman dan orang-orang hebat yang menyertai saya. Oleh karena itu dengan setulusnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Baik, terima kasih atas terkabulnya doa untuk selalu diberikan kekuatan khususnya dalam mengerjakan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. A. Supratiknya selaku dosen pembimbing yang mendidik mengantarkan penulis hingga akhir. 3. Ibu Christiana Handari atas doa-doanya yang tak pernah berhenti, Bapak Totok Hedi Santosa, pelindung keluargaku dan Mas Gogor atas dukungan dan semangatnya. 4. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, dan seluruh jajaran dekanat. 5. Dosen penguji skripsi ini, Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si dan Pak Eddy Suhartanto, M.Si untuk menjadikan skripsi ini lebih baik. 6. Ibu Diana Permata Sari, M.Sc atas saran dan kritikannya untuk skripsi ini. 7. Dosen pembimbing akademik, Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. 8. Para dosen Fakultas Psikologi. 9. Orang-orang hebat disekitarku, Om Nardi dan Om Johan yang mendukung dan turut memberi saran untuk menjadikan skripsi ini lebih baik. x PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. Si Manajer Maria Anita terima kasih atas jalan-jalan, makan-makan, karaoke, belanja, menggosip, menginap, sampai muncul ide skripsi ini. Thank U, Sangat! 11. “Anak-Anak Professor” sebagai teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi, semangat teman-teman! 12. Sahabat dan teman-teman yang menemani di fakultas psikologi dan temanteman angkatan 2012. 13. Teman-teman asisten tes Kognitif, Inventori, dan Grafis beserta anak-anak asisten yang turut mengembangkan penulis di perkuliahan. 14. Para partisipan dalam penelitian ini. 15. Yang datang dan tidak pergi untuk menemani, terima kasih. xi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii HALAMAN MOTTO .............................................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. vi ABSTRAK................................................................................................................vii ABSTRACT...............................................................................................................viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..............................ix KATA PENGANTAR .............................................................................................. x DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii DAFTAR TABEL.................................................................................................. xiv BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 12 C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 13 D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 13 1. Manfaat Teoritis .................................................................................. 13 2. Manfaat Praktis .................................................................................... 13 3. Manfaat Kebijakan .............................................................................. 13 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 14 A. Aktualisasi diri ........................................................................................... 14 1. Makna Aktualisasi Diri ................................................................. 14 2. Kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri............................ 15 B. Aktualisasi diri perempuan menikah melalui bidang-bidang kehidupan di wilayah domestik................................................................................... 22 C. Pandangan Positif dan Negatif dalam Wilayah Karier Domestik.............. 27 D. Kerangka Konseptual................................................................................. 30 xii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 32 A. Jenis dan Desain Penelitian........................................................................ 32 B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 33 C. Partisipan ................................................................................................... 34 D. Peran Peneliti ............................................................................................. 34 E. Metode Pengambilan Data ......................................................................... 35 F. Analisis dan Interpretasi Data .................................................................... 38 G. Kredibilitas Data ........................................................................................ 42 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 43 A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 43 B. Latar Belakang Partisipan dan Dinamika Proses Wawancara ................... 43 C. Hasil Penelitian .......................................................................................... 52 1. Wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores) ........................ 52 2. Wilayah perawatan keluarga (family day care)....................................56 3. Wilayah pengasuhan anak (childrearing) ........................................... 60 4. Wilayah kehidupan sosial .................................................................... 65 5. Wilayah manajemen operasional dan keuangan.................................. 67 D. Pembahasan................................................................................................ 69 1. Aktualisasi diri di wilayah domestik ................................................... 69 2. Miskonsepsi aktualisasi diri..................................................................77 3. Dikotomi wilayah publik dan domestik .............................................. 79 BAB V. PENUTUP ................................................................................................ 82 A. Kesimpulan ................................................................................................ 82 B. Keterbatasan Penelitian.............................................................................. 84 C. Saran .......................................................................................................... 84 1. Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................................. 84 2. Bagi Praktisi Psikologi ........................................................................ 85 3. Bagi Perempuan Menikah yang Berkarier di Wilayah Domestik........ 85 DAFTAR ACUAN ................................................................................................. 86 xiii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel 1. Wilayah karier perempuan menikah....................................................25 Tabel 2. Pedoman wawancara utama................................................................36 Tabel 3. Kriteria koding aktualisasi diri karier domestik..................................39 Tabel 4. Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara........................................43 Tabel 5. Wilayah persebaran aktualisasi diri perempuan menikah...................74 xiv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Litbang Kompas menjelang Hari Ibu 2015, sejumlah 1640 pelajar Sekolah Menengah Atas dari 12 kota besar di Indonesia menempatkan ibu sebagai tokoh penting bagi kehidupan mereka. Lebih lanjut, sebanyak 47, 1 persen menyebut ibu sebagai tempat curhat dibandingkan ayah, yang hanya mendapat 7,7 persen. Bahkan lebih dari 50 persen responden remaja memilih membangun komunikasi dengan ibu dibandingkan ayah (kurang dari 10 persen). Mereka juga tetap memilih ibu sebagai pahlawan (46,2 persen) meski mereka menyebut ayah kepala keluarga dan pencari nafkah (Litbang Kompas, 2015 dalam Vermonte, 2016). Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa ibu mempunyai peranan penting dalam kehidupan berkeluarga. Bahkan menurut Denys Lombard, kedudukan ibu di Indonesia memiliiki kedudukan yang jauh lebih tinggi daripada wanita pada masyarakat Asia lainnya dan memegang peranan penting yang sangat menonjol (Handayani & Novianto, 2004). Di sisi lain, ada anggapan bahwa ibu atau perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik yang juga sering disebut ibu rumah tangga kurang memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dibandingkan ibu atau perempuan pada umumnya yang berkarier di wilayah publik. Manusia pada hakikatnya mempunyai tujuan hidup untuk mengembangkan dirinya. Rogers (dalam Olson & Hergenhahn, 2013) mendefinisikannya sebagai kecenderungan mengaktualisasi (actualizing tendency) yang merupakan daya pendorong dalam hidup setiap orang, menyebabkan kita menjadi lebih terbedakan 1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (kompleks), lebih independen, dan lebih bertanggung jawab secara sosial. Selain Rogers, Maslow, seorang ahli psikologi humanistik sebelum Rogers, memaknai aktualisasi diri yang mencakup pemenuhan diri, sadar akan semua potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin (Feist & Feist, 2006). Berbeda dengan Rogers, Maslow menjelaskan aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan (Maslow, 1970 dalam Feist & Feist, 2006). Oleh karena itu, beberapa ahli mengartikan aktualisasi diri sebagai suatu proses. Selanjutnya Goble (1997) menekankan konsep aktualisasi-diri Maslow sebagai perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam. Oleh karena itu orang yang mengaktualisasi diri berarti menjadi manusia sepenuhnya yang dapat melihat potensi diri yang belum tentu orang lain tidak dapat melihatnya atau menemukannya. Untuk mencapai aktualisasi diri, menurut Maslow (Schultz, 1991) seseorang harus memuaskan terlebih dahulu empat kebutuhan yang berada dalam tingkat yang lebih rendah, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan rasa aman, dan (3) kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, dan (4) kebutuhankebutuhan akan penghargaan. Kebutuhan-kebutuhan ini setidaknya harus sebagian dipuaskan berdasarkan urutan ini, baru setelah itu bergerak pada kebutuhan aktualisasi diri. Ciri paling umum orang yang mengaktualisasi adalah kemampuannya melihat hidup secara sederhana, dalam arti tidak menuntut sesuatu harus berjalan seperti yang ia harapkan. Sebab, orang yang mengaktualisasi diri lebih mengutamakan sisi objektif mereka, yaitu melihat masalah berdasarkan fakta dan 2 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI realita yang ada daripada menggunakan sisi emosional mereka (Goble, 1997). Akan tetapi, untuk dapat disebut sebagai pribadi yang teraktualisasi, Maslow (Feist & Feist, 2006) mempunyai empat kriteria. Pertama, mereka bebas dari psikopatologi. Mereka bukan neurotik atau psikotik, bahkan tidak memiliki kecenderungan menuju gangguan-gangguan psikologis. Kedua, pribadi pengaktualisasi-diri bergerak maju melewati hierarki kebutuhan dan karenanya hidup di atas tingkatan eksistensi yang mapan dan tidak pernah merasakan ancaman bagi rasa aman mereka. Ketiga, pribadi yang mengaktualisasikan diri memegang erat-erat Bvalues. B-Values atau nilai-nilai “Being” (“Kehidupan”) merupakan indikator kesehatan psikologis dan merupakan kebalikan dari kebutuhan akan kekurangan (deficiency needs) yang memotivasi orang-orang yang nonaktualisasi diri. Nilainilai B bukanlah kebutuhan yang sama seperti makanan, perlindungan, atau persahabatan. Maslow menamakan nilai-nilai B sebagai “metakebutuhan” (metaneeds) untuk menunjukkan bahwa nilai-nilai ini merupakan level tertinggi dari kebutuhan. Ia membedakan antara motivasi berdasarkan kebutuhan biasa dan motivasi dari orang-orang yang mengaktualisasi diri, yang disebutnya sebagai metamotivasi. Mereka merasa nyaman, bahkan selalu menginginkan kebenaran, keindahan, keadilan, keefektifan, dan humor. Keempat, akhirnya, pengaktualisasian-diri berarti menggunakan dan mengeksploitasi secara penuh talenta diri, kapasitas, potensi, dan seterusnya. Ketika keempat kriteria tersebut telah dipenuhi, ketika orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang bebas dari psikopatologi dan memegang nilai-nilai “Being” maka mereka menganggap pekerjaan yang dihadapi 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebagai suatu kegemaran bagi dirinya karena adanya minat dan ketertarikan terhadap pekerjaan tersebut. Oleh karena adanya minat dan ketertarikan pada pekerjaan tersebut, maka timbul suatu kenikmatan pada saat melakukan pekerjaan. Selain itu, orang yang mengaktualisasi juga mengerjakan pekerjaan tersebut dengan segenap kemampuannya karena adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan tersebut (Goble, 1997). Artinya, ketika seseorang mempunyai kesehatan jiwa yang baik, maka ia akan lebih mempunyai peluang untuk mengembangkan diri dimanapun dan kapanpun ia berada. Sejalan dengan pendapat Maslow bahwa untuk mengaktualisasi diri seseorang harus mempunyai karier yang baik (Goble, 1997) perempuan menikah atau ibu rumah tangga mempunyai dua wilayah pilihan karier, yaitu wilayah publik dan wilayah domestik. Di wilayah karier publik, perempuan menikah dapat mengaktualisasikan diri melalui prestasi kerja, jaringan kerja (networking), pelatihan-pelatihan, kursus, atau dengan melanjutkan jenjang pendidikannya (Zainal, 2014). Sedangkan di wilayah karier domestik, perempuan menikah dapat mengaktualisasikan diri melalui bidang pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016). Kelebihan perempuan yang memilih menjalani karier publik adalah mendapat pengakuan, tampak lebih bahagia, lebih puas, rasa percaya diri yang besar, dan adanya kemandirian finansial (Matlin, 2008 ; Vermonte, 2016). 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kekurangannya, wanita karier yang sudah menikah lebih rentan mengalami konflik peran dibanding laki-laki (Harsiwi, 2004; Martins & Veiga, 2002; Kinnunon et al, 1998 dalam Handayani, 2013). Hal itu disebabkan dalam keluarga perempuan diidentikkan dengan peran ‘caregiver’. Ibu rumah tangga distereotipkan sebagai caretakers. Dalam keluarga, perempuan dipandang sebagai pengasuh yang tunduk, tergantung, dan akomodatif, dan dengan demikian lebih mungkin untuk dilihat pantas menjalani tugas melayani dan menempati posisi bawahan (De Armond et al., 2006, dalam Denmark & Paludi, 2008). Oleh karena itu, perempuan menikah yang berkarier di wilayah publik juga secara langsung harus membagi tanggung jawab kariernya dalam wilayah domestik. Berbeda dengan karier publik, kelebihan karier domestik antara lain mereka mempunyai standar mereka sendiri untuk dipenuhi, dapat merencanakan dan mengontrol karier mereka sendiri, tidak diawasi, dan tidak dikritik, serta dapat berkontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami dan istri (Santrock, 2002; Handayani, 2013). Sebaliknya, kekurangan yang didapat ketika perempuan memutuskan untuk berkarier di wilayah domestik antara lain adalah aktivitas tersebut tidak pernah berakhir, berulang-ulang, dan rutin yang biasanya mencakup membersihkan, memasak, mengawasi anak, berbelanja mencuci pakaian, dan beres-beres (Santrock, 2002). Lebih lanjut, peran pengasuh (caregiver) dianggap sebagai sumber signifkan dari stres pada perempuan-perempuan ini karena tidak mempunyai nilai untuk masa depan dalam hal dana pensiun atau sumber finansial yang lain. (Lemme, 1999; Santrock, 2002). 5 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Selain itu, karier domestik yang erat kaitannya dengan profesi ibu rumah tangga seringkali dianggap inferior dibandingkan dengan karier publik yang lebih identik dengan wanita karier, bukan hanya di kalangan para laki-laki namun juga di kalangan perempuan menikah. Kanwar (2014) menemukan bahwa 74 dari 89 perempuan memandang bahwa karier rumah tangga dapat menghambat pertumbuhan dan pembelajaran dalam hidup. Ketika ditanya alasannya, ditemukan bahwa hal ini berakar dari ide bahwa aktivitas ibu rumah tangga adalah mencuci piring, memasak, dan membersihkan rumah sepanjang hari, sehingga tidak mempunyai waktu untuk belajar dan mengeksplorasi identitasnya. Miskonsepsi yang muncul antara lain adalah bahwa uang yang digunakan untuk pendidikan akan terbuang sia-sia jika tidak mempunyai karier atau bekerja, menghambat kreativitas, dan kehidupan ibu rumah tangga yang membosankan (Kanwar, 2014). Kesalahpahaman lain tentang profesi ibu rumah tangga semakin terlihat, khususnya pada perempuan yang berpendidikan tinggi. Hal ini dipertegas dengan temuan Komarovsky, Lopata, dan Oakley (dalam Nilson, 1978) bahwa “hanya menjadi ibu rumah tangga” mempunyai prestise yang rendah, paling tidak di mata perempuan yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi dan mempunyai kesempatan untuk dapat menduduki suatu jabatan. Adanya miskonsepsi terhadap aktualisasi diri yang hanya dapat dipenuhi di wilayah publik menjadi keprihatinan peneliti karena berdampak pada pengabaian peran pengasuhan anak dan perawatan keluarga. Hal ini tampak misalnya pada fenomena di Korea Selatan, para ibu rumah tangga yang berpendidikan mengaktualisasikan dirinya dengan cara kembali ke universitas untuk memecahkan 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ketidakpuasan mereka dari peran penuh waktu ibu rumah tangga, terutama untuk mengembalikan identitas pribadi sebagai individu yang independen (Jang & Merriam, 2004). Hal ini disebabkan karena mereka berpikir bahwa mereka harus mengaktualisasikan diri dan menjadi mandiri secara finansial dengan bekerja di luar seperti laki-laki sepanjang hidup mereka (Cho, 2000 ; Lim & Chung, 1996 dalam Jang & Merriam, 2004). Selain itu, mereka juga menganggap keberadaan anak sebagai halangan untuk pengembangan karier dan pengekang kebebasan sehingga membuat mereka mengalami frustrasi yang berasal dari konflik diri dan tanggung jawab pengasuhan (Jang & Merriam, 2004). Padahal ahli psikoanalisis Freud menempatkan tokoh ibu paling penting dalam perkembangan seorang anak (Dagun, 1990). Oleh karena itu, jika karier domestik yang dikaitkan sebagai ibu rumah tangga diabaikan akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Pengamatan lain menunjukkan bahwa isolasi merupakan tantangan umum pada ibu yang tinggal di rumah dan dapat menyumbang untuk perasaan sedih dan kehilangan diri (Rubin & Wooten, 2007). Perasaan sedih dan kehilangan diri juga menjadi keprihatinan peneliti karena perasaan sedih dan kehilangan diri bertentangan dengan salah satu kriteria orang yang mengaktualisasi diri menurut Maslow, yaitu bebas dari psikopatologi (Feist & Feist, 2006) sehingga menurut pandangan peneliti, jika ibu rumah tangga dapat menghayati pekerjaannya di wilayah domestik, maka peluang untuk mengaktualisasi diri akan semakin terbuka. Dalam perkembangan lain, ada pandangan-pandangan negatif pada pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) dan kemungkinan untuk 7 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengaktualisasi diri pada wilayah domestik. Pandangan-pandangan negatif tersebut misalnya diungkapkan oleh Betty Friedan, seorang tokoh aliran feminis yang mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) dan pekerjaan sebagai seorang istri mengekang perempuan menikah. Ia meyakini bahwa secara tidak sadar perempuan memaksakan dirinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga (Friedan, 1979). Senada dengan Friedan, feminis sosialis Inggris, Ann Oakley (1974 : 225, dalam Hollows, 2008) mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga (domestik) berlawanan kemungkinan seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa orang yang merasa adanya kreativitas di dalam pekerjaan rumah tangga sebenarnya mengalami kesalahpahaman. Pandangan di atas berlawanan dengan pandangan feminis Marxis yang memandang secara positif dengan memberikan penghargaan pada pekerjaan domestik seperti mencuci, memasak, dan mengasuh anak (Tong, 2006). Tokoh psikologi, Abraham Maslow (dalam Feist & Feist, 2006) juga berpendapat bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri, tak terkecuali perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik lewat karier domestiknya. Beberapa temuan penelitian sebelumnya misalnya penelitian yang dilakukan Daniel, Gutmann dan Raviv (2011) juga memperlihatkan adanya kreativitas dalam aktivitas memasak yang termasuk dalam wilayah karier domestik. Kanwar (2014) juga mengatakan bahwa anggapan pekerjaan ibu rumah tangga menghambat pertumbuhan dan kreativitas adalah bias. Selain itu, Rubin & Wooten 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI (2007) juga menemukan adanya pemenuhan diri ibu rumah tangga melalui komunitas dan kegiatan di sekolah anak mereka. Oleh karena itu, dengan melihat pandangan negatif dan positif terhadap wilayah karier perempuan menikah dan adanya kemungkinan adanya peluang untuk mengaktualisasikan diri di wilayah domestik, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan diri dengan mengetahui cara aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan ibu rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016). Beberapa penelitian tentang aktualisasi diri perempuan di wilayah domestik pernah dilakukan, namun penelitian-penelitian tersebut menganggap bahwa wilayah domestik menghambat kesempatan seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Penelitian yang dilakukan oleh Budiati (2006) mencoba menggali aktualisasi diri perempuan dalam konteks sistem budaya Jawa yang terpaku pada nilai-nilai 3M yaitu masak (memasak), manak (melahirkan) dan macak (berdandan), bukan mengenai bagaimana cara ibu rumah tangga di Jawa dapat mengaktualisasikan diri dalam karier domestik sebagai ibu rumah tangga. Penelitian Rubin dan Wooten (2007) memberikan gambaran umum tentang pengalaman menjadi ibu rumah tangga, secara khusus ibu rumah tangga berpendidikan yang berkarier di wilayah domestik, dan membahas pengembangan diri di wilayah domestik namun kurang 9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI memfokuskan pada bagaimana cara ibu rumah tangga mengaktualisasikan diri melalui karier domestik ibu rumah tangga. Jang & Merriam (2004) juga meneliti tentang aktualisasi diri ibu rumah tangga, namun lebih berfokus pada pengalaman ibu rumah tangga yang ingin mengaktualisasikan diri di wilayah publik karena merasa dirinya terkekang di wilayah domestik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kanwar (2014) menunjukkan beberapa miskonsepsi tentang tidak adanya kreativitas bagi perempuan yang berkarier sebagai ibu rumah tangga, meliputi : (1) uang yang diberikan orangtua untuk pendidikan akan terbuang sia-sia, (2) terdapat sedikit kesempatan untuk mengembangkan dan berkreasi, dan (3) kehidupan ibu rumah tangga penuh dengan hal yang membosankan. Penelitian-penelitian tersebut tidak mengungkap bagaimana kriteria-kriteria aktualisasi diri perempuan menikah pada karier domestiknya. Berdasarkan defisiensi penelitian-penelitian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan diri melalui karier di wilayah domestik yang terdiri dari bidang-bidang kehidupan perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan ibu rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016). Partisipan yang dipilih adalah perempuan menikah berpendidikan SMA/SMK, D1/D2/D3, dan S1 karena tingkat pendidikan sudah terbukti mempunyai kemungkinan untuk menjadi pekerja daripada perempuan yang mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah (Jensen, 2000 dalam Kitterod, 2002). 10 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dari segi usia, partisipan dipilih dengan rentangan usia antara 30-60 tahun karena pada rentangan usia ini kepuasan kerja meningkat secara stabil sepanjang kehidupan kerja, baik orang dewasa yang berpendidikan tinggi, maupun tidak berpendidikan tinggi (Rhodes, 1983; Thamir, 1982 dalam Santrock 2002). Selain itu, partisipan juga dipilih yang pernah berkarier di wilayah publik lalu kemudian berkarier penuh di wilayah domestik karena dalam miskonsepsi aktualisasi diri banyak terjadi di kalangan perempuan berpendidikan dengan menjadi wanita karier (Cho, 2000 ; Lim & Chung, 1996 dalam Jang & Merriam, 2004). Desain penelitian ini menggunakkan analisis isi kualitatif (AIK), dengan menggunakan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah dengan cara mengumpulkan data wawancara menjadi satu, kemudian ditafsirkan dengan memberikan coding yang ditetapkan di awal sebagai satu unit analisis dan tidak dianalisis setiap bagian atau setiap kasus, berdasarkan kriteria koding yang dikembangkan dari teori aktualisasi diri Maslow (Hshieh & Shannon, dalam Supratiknya, 2015). Prosedur pengambilan data akan dilakukan dengan metode wawancara. Moleong mengatakan, wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pada metode wawancara, interviewer berhadapan langsung dengan interviewee untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian (Moleong, 2007). 11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Rumusan Masalah Pertanyaan utama: Bagaimana perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan dirinya melalui karier sebagai ibu rumah tangga? Pertanyaan turunan: 1. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan diri dalam bidang pekerjaan rumah tangga (household chores)? 2. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan diri dalam bidang perawatan keluarga (family day care)? 3. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan diri dalam bidang pengasuhan anak (childrearing)? 4. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan diri dalam bidang kehidupan sosial rumah tangga? 5. Bagaimana cara perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik mengaktualisasikan diri dalam bidang manajemen operasional dan keuangan rumah tangga? 12 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi bagaimana perempuan menikah mencapai aktualisasi diri di wilayah domestik dengan mengetahui cara aktualisasi diri di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial rumah tangga, serta manajemen operasional dan keuangan rumah tangga. D. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah : Manfaat Teoretis: Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan baru di bidang psikologi sosial, khususnya yang berkaitan dengan aktualisasi diri perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik. Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat bahwa ibu rumah tangga yang identik dengan karier domestik merupakan karier yang patut dihargai setara dengan karier yang berada di wilayah publik. Manfaat Kebijakan: Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan sumbangsih bagi kebijakan di Indonesia khususnya tentang perlindungan dan hak-hak perempuan yang berkarier di wilayah domestik. 13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian tinjauan pustaka dibagi menjadi empat sub-bab. Penulis akan menjelaskan konsep aktualisasi diri secara umum, kemudian, pada sub-bab aktualisasi diri perempuan menikah, penulis akan mengeksplorasi bidang kehidupan perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik. Setelah itu, dalam sub-bab “pandangan positif dan negatif terhadap karier domestik”, penulis akan memberikan gambaran tentang perbandingan ideologi yang berpengaruh pada konsep aktualisasi diri dan karier domestik. Pada bagian akhir, peneliti akan menyajikan kerangka konseptual penelitian. A. Aktualisasi Diri 1. Makna Aktualisasi Diri Menurut Maslow, aktualisasi diri adalah suatu proses perkembangan atau penemuan potensi yang terpendam dalam diri seseorang (Goble, 1997). Selanjutnya, orang yang mengaktualisasi diri adalah seseorang yang dapat menemukan suatu potensi dalam dirinya karena orang yang mengaktualisasi diri memegang erat nilai-nilai “Being” yaitu nilai-nilai yang menuju pada suatu pemenuhan diri (Goble, 1997). Untuk mencapai aktualisasi diri, seseorang harus memuaskan terlebih dahulu empat kebutuhan yang berada di bawah kebutuhan aktualisasi diri yaitu : (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan-kebutuhan rasa aman, (3) kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta, dan (4) kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (Feist & Feist, 2006). Penelitian ini secara khusus menggunakan 14 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI teori Maslow karena ia menganggap bahwa aktualisasi diri dapat dilakukan di manapun dan kapanpun (Feist & Feist, 2006) sehingga peneliti menduga bahwa perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri melalui karier domestiknya. Selain itu, perempuan menikah juga dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar yang terdiri dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan memiliki dan cinta, dan kebutuhan akan penghargaan yang menjadi prasyarat untuk aktualisasi diri. Untuk melihat aktualisasi diri perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik, berikut merupakan karakteristik aktualisasi diri menurut teori aktualisasi diri Maslow: 2. Kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri a. Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan Menurut Maslow (Feist & Feist, 2006) orang yang mengaktualisasi diri dapat cepat menangkap permasalahan lebih cepat dan kritis daripada orang pada umumnya. Oleh sebab itu, mereka lebih hati-hati dan cepat menangkap kenyataan secara lebih objektif berdasarkan pengamatan mereka walaupun pada kenyataanya ada hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan mereka baik terhadap orang lain maupun pada sesuatu hal yang ada di depan mereka. b. Spontanitas, kesederhanaan, dan kealamian Orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang spontan, sederhana, dan alami. Selain itu, orang yang mengaktualisasi merupakan orang 15 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang dapat melakukan sesuatu hal tanpa dipikirkan atau direncanakan terlebih dahulu. Orang yang mengaktualisasi diri juga menjunjung nilai-nilai kesederhanaan, artinya orang yang mengaktualisasi adalah orang yang apa adanya dan tidak dibuat-buat sehingga biasanya orang-orang ini ekspresif dan mau mengakui jika memang sedang merasakan suatu emosi tertentu. Di sisi lain ada persamaan antara orang-orang yang mengaktualisasi diri dengan anak-anak atau binatang yaitu sifat wajar atau alami dan sifat spontan mereka (Feist & Feist, 2006). c. Kreativitas Maslow melihat bahwa kreativitas dapat muncul dari mana saja. Oleh karena itu ia beranggapan bahwa orang-orang yang mengaktualisasi diri dapat memunculkan kreativitas dari mana saja, bahkan dari hal-hal yang sederhana sekalipun menjadi seseuatu yang lebih beragam dan tidak perlu mempunyai bakat khusus untuk memunculkan suatu kreativitas (Feist & Feist, 2006). d. Penghargaan yang selalu baru Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemampuan untuk dapat mempertahankan penilaian mereka terhadap sesuatu yang mungkin dianggap orang lain sebagai sesuatu yang sederhana dengan pandangan yang tetap positif. Hal ini disebabkan orang-orang yang mengaktualisasi dapat menghargai hal-hal yang dianggap kecil bagi orang-orang pada umumnya dengan penuh rasa syukur (Feist & Feist, 2006). 16 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI e. Diskriminasi cara dan tujuan Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai pandangan bahwa mereka tidak terlalu mementingkan bagaimana cara yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan dan lebih mementingkan tujuan. Yang dimaksud dengan mementingkan tujuan bukanlah dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar tetapi lebih bagaimana orang-orang yang mengaktualisasi tidak terlalu memperhatikan cara yang mungkin menghambat tujuan utama mereka (Feist & Feist, 2006). f. Tidak mengikuti enkulturasi (pembudayaan) Orang yang mengaktualisasi diri tidak mudah terpengaruh oleh kebiasaan atau tren pada umumnya yang dikriteria secara sepihak oleh pihak luar yang diikuti oleh orang-orang di sekitarnya atau pada zamannya, terutama jika memang kebiasaan atau tren tersebut tidak sesuai atau merasa tidak cocok dengan dirinya. Orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai nilai-nilai untuk suatu kebiasaan maupun perilaku sesuai dengan keyakinan yang dianggapnya benar yang diterapkan pada dirinya sendiri (Feist & Feist, 2006). g. Hubungan interpersonal yang kuat Orang-orang yang mengaktualisasi diri lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas dari suatu hubungan. Mereka mempunyai hubungan yang kuat dan mendalam terhadap orang-orang tertentu yang mereka anggap sehat dan memberikan kontribusi positif terhadap mereka. Akan tetapi, bukan berarti orang 17 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang mengaktualisasi diri enggan berteman dengan orang yang kurang sehat menurut mereka. Mereka tetap menghargai dan berempati terhadap mereka (Feist & Feist, 2006). h. Gemeinschaftgefuhl (rasa kemasyarakatan) Orang-orang yang mengaktualisasi mempunyai rasa keterikatan dan ketertarikan pada lingkungan sosialnya sehingga bukan hanya sekedar terikat secara formal dalam suatu masyarakat, namun yang lebih penting adalah perasaan menjadi bagian dari suatu masyarakat sehingga orang yang mengaktualisasi dapat secara tulus atau tidak mengharapkan keuntungan dalam bermasyarakat (Feist & Feist, 2006). i. Kebutuhan akan privasi Orang yang mengaktualisasikan diri tidak mengalami masalah atau tidak merasa kesepian ketika dirinya harus sendirian. Sebaliknya mereka juga tidak bermasalah ketika harus bersama-sama orang lain karena orang-orang ini pada dasarnya kebutuhan cinta dan keberadaanya telah tercukupi (Feist & Feist, 2006). j. Penerimaan diri, orang lain, dan alam Orang yang mengaktualisasi diri dapat menerima dirinya apa adanya dan tidak terlalu melihat kekurangan yang ada di dalam diri sehingga mereka tidak terlalu membela diri dan merasa bersalah ketika ada kritik yang ditujukan pada mereka. Mereka juga mempunyai rasa sayang terhadap binatang dan mempunyai 18 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI selera yang baik terhadap kebutuhan dasar manusia. Di sisi lain mereka juga menerima orang lain sebagaimana adanya serta dapat menoleransi kelemahan yang ada pada orang lain dan tidak merasa tertekan oleh kekuatan orang lain sehingga tidak mempunyai kebutuhan untuk mengendalikan, menginformasikan, atau mengubah orang lain menurut kemauannya (Feist & Feist, 2006). k. Berpusat pada tugas (task-oriented) Orang-orang yang mengaktualisasi diri adalah orang yang lebih mengutamakan tugas atau pekerjaan mereka (task-oriented) daripada masalah yang terjadi pada diri mereka. Oleh karena lebih mementingkan hal-hal yang ada di luar diri mereka, orang-orang yang mengaktualisasi diri mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengembangkan suatu misi dalam hidupnya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Sedangkan orang yang tidak mengaktualisasi diri lebih memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri dan cenderung melihat masalah-masalah yang ada kaitannya dengan diri mereka (Feist & Feist, 2006). l. Kemandirian Orang-orang yang mengaktualisasi merupakan orang yang berusaha untuk dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri namun ia tetap masih mempunyai kesadaran bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya tidak bergantung pada orang lain (Feist & Feist, 2006). 19 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI m. Rasa humor yang filosofis Rasa humor yang diciptakan orang-orang yang mengaktualisasikan diri biasanya terjadi pada situasi unik tertentu, spontan dan tidak dibuat-buat. Oleh karena itu orang yang ingin melihat ulang humor tersebut akan sia-sia karena humor tersebut tidak dapat diulangi lagi. Inilah yang dimaksud Maslow sebagai humor yang filosofis. n. Pengalaman puncak Pengalaman puncak adalah pengalaman tak terduga yang sulit dijelaskan dan memberi perasaan sangat hebat. Pengalaman puncak ini sendiri ikut membentuk kepribadian seseorang. Selama mengalami pengalaman puncak mereka biasanya merasa lebih rendah hati dan sekaligus lebih kuat. Mereka tidak mau mengubah hal-hal, merasa bisa menerima hal-hal baru, lebih mau memperhatikan apa yang didengar dan lebih mampu untuk mendengar. Pada saat yang sama, mereka merasa lebih bertanggung jawab atas aktivitas dan persepsi mereka, lebih aktif, dan lebih yakin pada diri sendiri. Orang-orang yang mengalami pengalaman puncak merasakan hilangnya rasa takut, kecemasan, dan konflik serta menjadi lebih mencintai, menerima, dan bersikap spontan. Walaupun orang-orang yang mengalami pengalaman puncak sering kali merasakan emosi seperti kagum, terkejut, senang, bahagia, hormat, rendah hati, dan berserah diri, mereka cenderung tidak menginginkan untuk mendapatkan apapun dari pengalaman tersebut. Mereka sering kali mengalami disorientasi waktu dan ruang, kehilangan kesadaran diri, sikap tidak mementingkan 20 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diri sendiri, dan kemampuan untuk melampaui segala perbedaan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. (Feist & Feist, 2006). o. Struktur watak demokratis Orang yang mengaktualisasi mempunyai prinsip kesetaraan pada orangorang disekitarnya oleh karena itu, orang-orang ini menanggap bahwa mereka bisa belajar dari siapa saja, bahkan pada orang-orang yang dipandang oleh-orang lainnya terbuang atau tidak berguna karena orang yang mengaktualisasi diri mempunyai sifat dasar yang rendah hati yang membuat dirinya dapat belajar dari siapa saja (Feist & Feist, 2006). p. Pembaktian pada pekerjaan Ketika orang yang mengaktualisasi diri merupakan orang-orang yang bebas dari psikopatologi dan memegang nilai-nilai “Being” maka orang-orang yang mengaktualisasikan diri menganggap pekerjaan yang dihadapi sebagai suatu kegemaran bagi dirinya karena adanya minat dan ketertarikan terhadap pekerjaan tersebut. Oleh karena adanya minat dan ketertarikan pada pekerjaan tersebut, maka timbul suatu kenikmatan pada saat melakukan pekerjaan. Selain itu, orang yang mengaktualisasi juga mengerjakan pekerjaan tersebut dengan segenap kemampuannya karena adanya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan tersebut (Goble, 1987). 21 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Aktualisasi diri perempuan menikah melalui bidang-bidang kehidupan di wilayah domestik Menurut Maslow, syarat orang yang mengaktualisasi diri adalah mempunyai karier yang baik. Tidak hanya itu, orang yang mengaktualisasi diri juga dapat menikmati kariernya dan sanggup untuk bertanggung jawab atas karier yang dijalani (Goble, 1987). Selain itu, ahli psikologi humanistik tersebut juga menambahkan bahwa mekarnya sebuah potensi juga dapat dilakukan dimanapun dan kapan pun (Feist & Feist, 2006), termasuk perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik. Sejalan dengan pendapat Maslow bahwa prasyarat untuk mewujudkan aktualisasi diri adalah memiliki karier yang baik. Ada dua kemungkinan wilayah karier bagi perempuan menikah, yaitu wilayah publik dan wilayah domestik. Di wilayah publik, bidang-bidang kehidupan karier yang dapat dipilih perempuan menikah untuk mengembangkan potensi antara lain adalah dengan cara mencapai prestasi kerja, memperluas jaringan kerja (networking), melalui pelatihanpelatihan, mengikuti kursus, atau dengan melanjutkan jenjang pendidikannya (Zainal, 2014). Ada beberapa alasan mengapa perempuan menikah memilih untuk berkarier di wilayah publik yaitu adanya keinginan untuk berkontribusi dalam pendapatan keluarga, dukungan dari suami untuk berkarier publik, keyakinan bahwa anak sudah dapat mandiri, dan keyakinan bahwa untuk mengaktualisasikan diri adalah dengan berkarier di wilayah publik (Sudirman, 2014). Di sisi lain, perempuan menikah yang berkarier di wilayah karier domestik juga berpeluang untuk mengaktualisasikan diri melalui bidang-bidang kehidupan 22 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI domestik yang mencakup pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), serta kehidupan sosial, manajemen operasional dan keuangan rumah tangga (Gatz et al dan Brody, 1985 dalam Lemme 1999; Lemme 1999; Gray, 2000; Etikawati, 2014; Latshaw 2016). Secara lebih rinci, wilayah karier domestik yang pertama adalah pekerjaan rumah tangga (household chores), yang mencakup bantuan instrumental seperti mendekorasi rumah, merapikan tempat tidur, menyetrika, mengepel lantai, membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan piring, merawat peliharaan rumah, membuang sampah, menata halaman, perbaikan kerusakan rumah, antar jemput, berbelanja, menyiapkan makanan, aktivitas menyetir, dan membereskan mainan (Gatz et al dalam Lemme, 1999; Latshaw, 2015). Bidang kehidupan karier domestik yang kedua adalah perawatan keluarga (family day care) yang mencakup dukungan emosional dan saran, perawatan pada relasi yang lebih tua, misalnya pada mertua atau orang tua dan perawatan pada suami yang dependen, misalnya pada suami yang sakit dalam jangka waktu lama atau mengalami disabilitas (Gatz et al; Brodi, 1985 dalam Lemme 1999). Bidang kehidupan yang ketiga adalah pengasuhan anak (childrearing) yang mencakup perawatan anak (basic care), kehadiran atau keterlibatan dalam aktivitas anak (accesibility), kendali (control), bimbingan (guidance), dukungan emosional dan perhatian (emotional support), perlindungan dan rasa aman (protection), dan pengharapan terhadap anak (ekspectation) (Etikawati, 2014). Bidang kehidupan karier domestik yang keempat adalah kehidupan sosial yang mencakup mengorganisasi kehidupan sosial dan menjaga relasi (Gray, 2000). Bidang kehidupan yang terakhir adalah manajemen 23 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI operasional dan keuangan rumah tangga yang terdiri dari mengelola keuangan, keputusan tentang perawatan dan mengatur penyedia layanan formal seperti perawat dan pembantu untuk datang ke rumah, membayar tagihan, dan bantuan keuangan langsung. Beberapa alasan mengapa perempuan menikah memilih karier di wilayah domestik antara lain lebih menghemat biaya dibandingkan memiliki aktivitas di luar, dapat mengerjakan banyak pekerjaan rumah tangga, dapat mengawasi anak-anak secara penuh, dapat mempunyai banyak waktu luang untuk diri sendiri, tidak kehilangan momen penting pertumbuhan anak, dan tidak akan menghadapi tuntutan-tuntutan untuk membagi peran di wilayah publik maupun domestik (Reed, 2012). Perbandingan antara wilayah karier publik dan domestik bagi perempuan menikah disajikan di Tabel 1. 24 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel 1. Wilayah Karier Perempuan Menikah Wilayah Karier Publik ï‚· Prestasi Kerja ï‚· ï‚· Jaringan Kerja (Networking) ï‚· Prestasi kerja merupakan faktor yang ï‚· paling penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karier seorang perempuan menikah. Kemajuan karier sebagian besar tergantung pada prestasi kerja yang baik dan etis. Ketika kinerjanya di bawah standar, dengan mengabaikan upaya-upaya pengembangan karier lain, bahkan tujuan karier yang paling sederhana sekalipun biasanya tidak bisa dicapai. Kemajuan karier umumnya terletak pada kinerja dan prestasi (Zainal, 2014) Jaringan kerja berarti perolehan ï‚· eksposur di luar perusahaan. Kontak pribadi dan profesional, utamanya melalui asosiasi profesi akan memberikan kontak kepada seseorang yang bisa jadi penting dalam mengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik (Zainal, 2014) Wilayah Karier Domestik ï‚· Bantuan Instrumental seperti mendekorasi rumah, merapikan tempat tidur, menyetrika, mengepel lantai, membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan piring, merawat peliharaan rumah, membuang sampah, menata halaman, perbaikan kerusakan rumah, antar jemput, berbelanja, menyiapkan makanan, aktivitas menyetir, dan membereskan mainan. (Gatz et al dalam Lemme, 1999; Latshaw, 2015) Perawatan ï‚· Keluarga (Family day ï‚· Care) ï‚· Dukungan emosional dan saran (Gatz et al. dalam Lemme, 1999) Perawatan pada relasi yang lebih tua (Brody 1985 dalam Lemme 1999) Perawatan pada suami yang dependen (Lemme, 1999). Pekerjaan Rumah Tangga (Household Chores) 25 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ï‚· Peluang untuk tumbuh (Growth opportunities) ï‚· Melalui pelatihan-pelatihan, kursus ï‚· dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada perempuan menikah untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana kariernya. (Zainal, 2014) ï‚· Pengasuhan ï‚· Anak (Childrearing) Kehidupan Sosial ï‚· ï‚· ï‚· Manajemen ï‚· Operasional dan Keuangan ï‚· Rumah Tangga ï‚· ï‚· 26 Perawatan anak (basic care), kehadiran atau keterlibatan dalam aktifitas anak (accesibility), kendali (control), bimbingan (guidance), dukungan emosional dan perhatian (emotional support), perlindungan dan rasa aman (protection), dan pengharapan terhadap anak (ekspectation) (Etikawati, 2014) Mengorganisasi kehidupan sosial (Gray, 2000) Menjaga relasi (Gray, 2000) Mengelola keuangan (Gatz et al. dalam Lemme, 1999) Keputusan tentang perawatan dan mengatur penyedia layanan formal, seperti perawat dan pembantu untuk datang ke rumah. (Gatz et al. dalam Lemme, 1999) Membayar tagihan (Latshaw, 2015) Bantuan keuangan langsung (Gatz et al. dalam Lemme, 1999) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI C. Pandangan Positif dan Negatif terhadap Karier Domestik Ada sebagian masyarakat modern, termasuk wanita karier yang cenderung menganggap karier di wilayah domestik secara negatif. Pandangan negatif ini menurut aliran konservatif (Robertson, 2000 & Schaffly dalam Brescoll & Uhlman, 2005) dipengaruhi oleh adanya gerakan kesetaraan (feminis). Hal tersebut disebabkan karena gerakan kesetaraan (feminis), khususnya feminis liberal, yang menganggap bahwa subordinasi kaum perempuan berakar pada kendala legal seperti mengucilkan atau menghalangi keterlibatan penuh dan setara kaum perempuan dalam ajang publik (Sumiyatiningsih, 2016). Hal ini terungkap misalnya oleh beberapa feminis gelombang kedua sekitar tahun 1960-an sampai dengan 1970-an seperti Betty Friedan yang mengklaim bahwa domestisitas membuat para perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik menjadi ‘sakit’. Selanjutnya ketika perempuan melihat diri mereka sebagai istri dan ibu, mereka kehilangan identitas diri mereka. Dengan alasan inilah Friedan percaya bahwa solusi yang paling baik adalah perempuan menolak keterlibatannya di karier domestiknya dan memahami bahwa domestisitas tidak akan mengisi rasa pemenuhannya sehingga ia menyarankan perempuan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, mempunyai pekerjaan yang digaji, dan mencari tempat di wilayah publik (Friedan, 1973). Senada dengan Friedan, Ann Oakley percaya bahwa peran sebagai istri bertentangan dengan identitas yang nyata dan berlawanan pada kesempatan seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Ia juga memandang bahwa orang yang merasakan adanya kreativitas dalam pekerjaan rumah tangga sedang mengalami kesalahpahaman (Hollows, 2008). 27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Walaupun ada pandangan yang menganggap karier domestik secara negatif, salah seorang feminis Marxis, Margaret Benston mengatakan bahwa memberikan ruang publik bagi perempuan tanpa diimbangi sosialisasi yang baik terhadap karier di wilayah domestik seperti memasak, membersihkan dan mengasuh anak, berarti menjadikan kondisi opresinya menjadi lebih buruk. Menurutnya, begitu setiap orang menyadari betapa sulitnya pekerjaan rumah tangga, masyarakat tidak akan lagi mempunyai dasar bagi opresi terhadap perempuan sebagai orang-orang yang tidak berguna atau lebih rendah sehingga dibutuhkan sosialisasi atau kesetaraan pada pekerjaan rumah tangga (Tong, 2011). Hal ini didukung dengan pandangan feminis domestik yang berargumen bahwa perempuan secara natural lebih cocok untuk kehidupan domestik dan diberi penghargaan yang tinggi. Hasilnya, feminis domestik mengklaim, perempuan harus diberikan hak untuk menyelesaikan masalah yang berada di publik karena keterlibatannya di domestik membuat mereka lebih superior dari laki-laki (Hayden, 1982; Matthews 1987 dalam Hollows 2008). Pandangan positif ini juga dapat dilihat misalnya pada masyarakat Jawa yang menekankan kelemahlembutan dan kehalusan sehingga karier domestik yang identik dengan kekuatan feminin menemukan ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa. Selain itu, sosok ibu atau perempuan menikah, secara spesifik dalam kultur Jawa memiliki posisi sangat penting sekaligus dipandang sebagai pusat rumah yang selalu dipercaya yang tidak dimiliki sosok bapak yang menjadi simbol publik (Handayani & Novianto, 2004). Di samping adanya pandangan positif dan negatif dalam karier domestik, ahli psikoanalisis setelah Freud, Jung (dalam Sadli, 2009) mengkategorikan prinsip 28 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI maskulin (logos) berciri kompetensi, logika berpikir, kuasa, dan prestasi terukur yang berorientasi pada prestasi (achievement) dan prinsip feminim (eros) yang dicirikan dengan keterikatan (reatedness), kepekaan (receptivity), cinta kasih, mengasuh berbagai potensi hidup yang mempunyai orientasi ‘communal’ atau memelihara hubungan. Artinya ketika perempuan menikah memilih karier di wilayah publik, maka ia menggunakan peran maskulin. Sebaliknya, ketika perempuan menikah memilih karier di wilayah domestik, maka ia menggunakan peran feminim. Dalam dunia psikologi, peran maskulin dan peran feminim tersebut lebih sering disebut sebagai stereotip gender yaitu gambaran tentang ciri sifat maupun peran laki-laki dan wanita (Handayani & Novianto, 2004). Oleh karena itu, adanya anggapan bahwa perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik dapat menghambat seseorang untuk berkembang dan memiliki nilai yang lebih rendah daripada perempuan yang berkarier di wilayah publik dapat dipertanyakan kembali. Sadli (2009) juga mengatakan bahwa menjadi kurang relevan untuk mempertentangkan karier publik dan karier domestik karena keduanya adalah pilihan yang setara dan sama-sama memerlukan tanggung jawab. 29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI D. Kerangka Konseptual Menurut Maslow, aktualisasi diri adalah sebuah kebutuhan untuk pemenuhan diri. Lebih lanjut, pada jaman sekarang wilayah aktualisasi diri bagi perempuan menikah dibagi menjadi dua wilayah karier yaitu wilayah publik dan wilayah domestik. Di wilayah publik, karier diidentikkan dengan prestasi kerja, jaringan kerja, dan potensi untuk mengembangkan diri untuk tumbuh melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan di wilayah domestik yang identik dengan karier domestik yaitu sebagai ibu rumah tangga dihadapkan dengan pekerjaan rumah tangga, perawatan keluarga, pengasuhan anak, manajemen operasional dan keuangan. Di zaman dahulu, ketika perempuan menikah, perempuan diidentikkan dengan ibu rumah tangga tradisional, dengan kata lain, perempuan mempunyai tugas untuk menjalankan karier di wilayah domestik. Akan tetapi, adanya gerakan kesetaraan perempuan (feminis) membuat adanya miskonsepsi wilayah domestik tidak memberikan ruang perempuan menikah untuk mengaktualisasikan diri, padahal menurut Maslow, peluang untuk mengaktualisasikan diri dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun asalkan seseorang dapat menghayati kariernya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti mempunyai perkiraan bahwa wilayah domestik tidak akan menghambat seseorang untuk mengaktualisasikan diri. Selain itu, peneliti juga memperkirakan bahwa peluang aktualisasi diri bagi perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik juga akan semakin luas karena pada zaman sekarang dikotomi wilayah domestik dan publik yang semakin kabur. 30 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Publik Perempuan Menikah Pemenuhan Diri (SelfFulfillment) Melalui Wilayah Domestik Pekerjaan Rumah Tangga (Household Chores) - Perawatan Keluarga (Family Day Care) - Pengasuhan anak (Childrearing) - Manajemen Keuangan dan Operasional Rumah Tangga \ Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian 31 Aktualisasi Diri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitan yang mencoba menggali makna menurut para partisipan, sehingga peneliti harus terjun langsung ke dalam lingkungan atau suasana alamiah partisipan untuk mengambil berbagai macam data, baik melalui wawancara, observasi maupun dokumen-dokumen. Penelitian kualitatif mencoba untuk mencari gambaran menyeluruh dari isu yang diteliti, sehingga bisa saja pelaksanaan penelitian ini lebih luas dari rencana penelitian yang telah disusun sebelumnya (Creswell, 2009, dalam Supratiknya, 2015). Desain penelitian menggunakan analisis isi kualitatif (AIK), yaitu penafsiran secara partisipantif dari isi data yang berupa teks dengan proses klasifikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan pengidentifikasian berbaga tema dan pola (Hsieh & Shannon, 2005, dalam Supratiknya, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana cara perempuan menikah mencapai aktualisasi diri melalui kariernya di wilayah domestik, meliputi wilayah-wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), kehidupan sosial rumah tangga, dan manajemen operasional dan keuangan rumah tangga. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, dengan pertanyaan wawancara utama di setiap bidang-bidang pekerjaan di wilayah karier domestik. 32 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Analisis data diawali dengan mentranskripsikan data lisan atau rekaman elektronik menjadi teks tertulis atau dokumen. Selanjutnya dengan analisis isi kualitatif (AIK), teks atau kata-kata tersebut dikelompokkan dalam beberapa kategori. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan deskripsi yang padat dan kaya tentang fenomena yang diteliti (Supratiknya, 2015). B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah aktualisasi diri perempuan menikah dalam karier domestik. Penelitian ini hendak mengungkap bagaimana perempuan menikah mengaktualisasikan dirinya di wilayah domestik dengan menggunakan kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri menurut teori Maslow. Kriteria orang yang mengaktualisasikan diri menurut Maslow adalah: persepsi yang lebih efisien akan kenyataan, spontanitas; kesederhanaan; dan kealamian, kreativitas, penghargaan yang selalu baru, diskriminasi cara dan tujuan, tidak mengikuti enkulturasi, hubungan interpersonal yang kuat, gemeinschafttgefuhl, kebutuhan akan privasi, penerimaan diri; orang lain; dan alam, berpusat pada tugas, kemandirian, rasa humor yang filosofis, pengalaman puncak, struktur watak demokratis, dan pembaktian pada pekerjaan. Wilayah domestik tempat perempuan menikah mengaktualisasikan diri adalah: (houshehold chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional rumah tangga. 33 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI C. Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik, berusia 30-60 tahun, mempunyai anak, pernah berkarier di wilayah publik minimal selama satu tahun, berpendidikan minimal sekolah menengah atas, tidak memiliki usaha skala besar (mempunyai karyawan), dan yang terakhir adalah kesediaan dan kesanggupan partisipan untuk menceritakan pengalamannya. Terkait dengan pemilihan partisipan, peneliti menggunakan teknik sampling berupa criterion sampling. Patton (2002) menjelaskan bahwa, criterion sampling bertujuan untuk meninjau dan mempelajari semua kasus yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti supaya sesuai dengan tujuan penelitian. D. Peran Peneliti Dalam penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen kunci. Artinya, peneliti memainkan peranan penting dalam pengambilan data. Selain itu, peneliti juga berperan menangkap suara partisipan dan mengolahnya. Peneliti turun sendiri ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data dengan mewawancarai partisipan dengan sebuah protokol yaitu instrumen pengumpulan data berupa pedoman wawancara atau pedoman observasi, namun tetap peneliti sendiri yang benar-benar mengumpulkan data (Supratiknya, 2015). Peneliti tidak memiliki kaitan apapun dengan lokasi penelitian maupun dengan partisipan. Peneliti memilih kediaman partisipan sebagai lokasi penelitian karena peneliti merasa bahwa rumah partisipan merupakan tempat yang terkait dengan topik penelitian dan merupakan tempat partisipan melakukan kegiatan 34 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sehari-hari sehingga partisipan dapat lebih nyaman untuk menceritakan pengalamannnya. Potensi paling buruk yang bisa terjadi dari penelitian ini adalah munculnya rasa malu dan sedih atau perasaan-perasaan lain yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri partisipan ketika menceritakan pengalamannya sebagai ibu rumah tangga. Untuk memastikan bahwa partisipan terbebas dari rasa tidak nyaman, peneliti menempuh prosedur informed consent yaitu dengan cara mempersilahkan partisipan untuk mengetahui tema penelitian, prosedur pengambilan data, dan potensi paling buruk yang mungkin terjadi di dalam penelitian. Isu sensitif yang mungkin muncul terkait etika adalah terbongkarnya identitas partisipan. Untuk menanggulangi hal itu, semua data mengenai identitas partisipan akan diminimalisir, peneliti akan menggunakan inisial atau P1, P2, dan seterusnya. E. Metode Pengambilan Data Dalam penelitian ini, metode utama dalam pengambilan data adalah wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas jawaban itu (Moleong, 2015). Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan wawancara. Pertanyaan yang disusun dapat dimodifikasi menurut respon partisipan sehingga memungkinkan peneliti dan partisipan untuk melakukan dialog. Di samping itu, peneliti dapat menyelidiki lebih jauh tentang hal-hal menarik dan penting yang mungkin muncul 35 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam wawancara. Sebelum wawancara dilakukan, ada beberapa langkah yang digunakan agar pengambilan data dapat dilaksanakan dengan baik. Tahapan pelaksanakan wawancara tersebut adalah: 1. Mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. 2. Membangun rapport, menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan dan memastikan kembali kesediaan partisipan untuk berpartisipasi dalam penelitian. 3. Menyusun kesepakatan jadwal dilakukannya wawancara antara peneliti dan partisipan. 4. Melaksanakan wawancara sesuai kesepakatan peneliti dan partisipan. Dalam sesi wawancara, peneliti menggunakan alat bantuan alat perekam (digital recorder). Di samping itu peneliti juga mencatat perilaku nonverbal dari partisipan selama proses wawancara berlangsung. Setelah data terkumpul peneliti melakukan transkrip wawancara dari hasil perekaman tersebut. Berikut adalah pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini: Tabel 2. Pedoman wawancara utama Wilayah karier domestik Pertanyaan utama Pekerjaan rumah tangga/ household Coba ceritakan bagaimana peranan chores) ibu dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga? Perawatan keluarga/ family day care) Coba ceritakan bagaimana peranan ibu dalam merawat anak atau anggota keluarga ibu? Pengasuhan anak (childrearing) Coba ceritakan bagaimana peranan ibu dalam mengasuh anak? 36 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kehidupan sosial Manajemen operasional keuangan rumah tangga Coba ceritakan bagaimana peranan ibu dalam kehidupan sosial keluarga ibu? dan Coba ceritakan bagaimana peranan ibu dalam manajemen operasional dan pengaturan keuangan keluarga ibu? 37 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI F. Analisis dan Interpretasi Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi kualitatif (AIK). AIK merupakan suatu metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi yang bersifat lisan, tertulis, atau visual (Supratiknya, 2015). Penelitian ini menghasilkan data berupa transkripsi dari hasil wawancara. Ketika data selesai ditranskripsi lalu data tersebut dikumpulkan menjadi satuan analisis. Data-data hasil penelitian tersebut kemudian dikategorikan berdasarkan kesamaan makna sehingga diperoleh suatu deskripsi yang padat terhadap fenomena yang sedang diteliti (Supratiknya, 2015). Analisis isi kualitatif (AIK) dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif atau analisis isi terarah. Peneliti akan melakukan pengodean terhadap transkripsi wawancara yang sudah dikumpulkan menjadi satuan analisis. Skema awal pengodean yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri dari teori Maslow yang diterapkan dalam lima wilayah bidang-bidang kehidupan rumah tangga yang terdiri dari pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan rumah tangga. Apabila peneliti masih menemukan data-data yang belum dimasukan ke dalam kode, maka peneliti akan membaca dan kembali menganalisis apakah data-data tersebut hanyalah termask subkategori atau perlu membuat suatu kode baru. Kriteria yang hendak digunakan dalam koding tertera dalam Tabel 3, yaitu: 38 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel 3. Kriteria koding aktualisasi diri karier domestik Aspek (beserta koding) Pekerjaan rumah tangga (Household chores) Wilayah Karier Domestik Perawatan keluarga Pengasuhan anak (Family day care) (Childrearing) Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan Cepat menangkap permasalahan dengan objektif Spontanitas Mengacu pada sifat spontan, tidak banyak berpikir. Kesederhanaan Apa adanya, tidak dibuat-buat Kealamian Sikap wajar Kreativitas Intelektualitas seseorang untuk mengkreasikan sesuatu menjadi lebih beragam Penghargaan yang selalu baru Berusaha mempertahankan penilaian secara postif 39 Kehidupan sosial rumah tangga Manajemen operasional dan keuangan rumah tangga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Struktur karakter demokratis Dapat belajar dari siapa saja Diskriminasi cara dan tujuan Mementingkan tujuan daripada cara Tidak mengikuti enkulturasi Tidak terpengaruh oleh kebiasaan atau tren yang dibuat secara sepihak dari pihak luar jika memang tidak cocok. Hubungan interpersonal yang kuat Mengutamakan kualitas dalam hubungan sosial Gemeinschagefuhl (Paguyuban) Mempunyai rasa ketertarikan dalam kemasyarakatan atau ketertarikan dalam suatu kelompok sosial. Kebutuhan akan privasi Mempunyai perasaan nyaman ketika bersama dengan orang lain maupun ketika sendirian tanpa merasa kesepian. Penerimaan akan diri, orang lain, dan alam Menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya, kebutuhan yang sedikit akan tuntutan kepada orang lain. 40 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Berpusat pada tugas Mengutamakan tugas sebagai hal utama daripada kepentingan pribadi Kemandirian Dapat mengambil keputusan dan tanggung jawab pada diri sendiri, mempunyai niat untuk tidak tergantung pada orang lain. Rasa humor yang filosofis Mempunyai rasa humor terhadap sesuatu yang sedang dijalani. Pengalaman puncak Pengalaman tak terduga yang sulit dijelaskan dan memberi perasaan sangat hebat. Pembaktian pada pekerjaan Merasakan kenikmatan pada pekerjaannya karena menganggap pekerjaannya sebagai kegemaran, bertanggung jawab pada pekerjaannya. . 41 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI G. Kredibilitas Data Peneliti biasanya melakukan beberapa strategi untuk menguji kredibilitas penelitiannya. Strategi pertama yang digunakan adalah member checking. Pada member checking, setelah data dirumuskan ke dalam tema-tema, peneliti akan membawa kembali kepada partisipan untuk mengetahui apakah tema-tema yang telah dirumuskan tersebut sudah akurat atau sesuai dengan diri partisipan. Strategi kedua yang digunakan adalah thick description atau deskripsi mendalam dimana peneliti menyajikan deskripsi yang sangat rinci tentang setting atau lingkungan penelitian dan dinamika ketika melaksanakan wawancara. Dengan cara itu, hasilhasil penelitian menjadi lebih realistik dan dapat dipercaya (Supratiknya, 2015). Strategi ketiga yang digunakan adalah dengan menuliskan latar belakang setiap partisipan sehingga peneliti dapat membuktikan bahwa setiap partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini benar adanya dan bukan sekedar partisipan fiktif Penelitian ini menggunakan dua strategi untuk menguji konsistensi hasil penelitian. Strategi yang pertama adalah peneliti memeriksa berungkali transkriptranskrip rekaman wawancara untuk memastikan tidak ada kesalahan yang serius saat proses transkripsi. Pada strategi yang kedua, peneliti juga membandingkan data dengan kode-kode yang telah dirumuskan. Hal ini bertujuan untuk menghindari pergeseran makna kode-kode yang mungkin terjadi selama proses transkripsi. 42 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini diadakan pada pertengahan Desember 2016 sampai awal bulan Februari. Proses pengambilan data menggunakan metode wawancara yang dilakukan oleh peneliti sendiri kepada enam ibu rumah tangga. Wawancara dilakukan di rumah partisipan. Durasi wawancara bervariasi antara 30 menit sampai paling lama 2,5 jam. Rangkuman waktu dan tempat diadakannya wawancara disajikan di Tabel 4. Tabel 4. Lokasi dan tempat pelaksanaan wawancara No Partisipan 1 P1 2 P2 3 P3 4 5 P4 P5 6 P6 Waktu 23 Desember 2016 3 Januari 2017 17 Januari 2017 28 Desember 2016 7 Januari 2017 13 Januari 2017 20 Januari 2017 22 Januari 2017 25 Januari 2017 28 Januari 2017 Lokasi Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan Rumah Partisipan 1 Februari 2017 Rumah Partisipan B. Latar belakang partisipan dan dinamika proses wawancara Wawancara dilakukan oleh peneliti secara tatap muka personal terhadap tiap partisipan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti menjelaskan secara garis besar mengenai penelitian dan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh partisipan. Tiap partisipan juga telah menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian ini yang 43 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dibuktikan dengan surat pernyataan persetujuan (informed consent) yang mencakup pemberian informasi lengkap tentang penelitian termasuk resiko-resiko dan pemberian kesediaan kesediaan untuk partisipasi oleh partisipan sesudah tahu seluk-beluk dan resikonya. Partisipan pertama adalah P1. PI adalah perempuan menikah berumur 33 tahun yang mempunyai gelar pendidikan sarjana dan pernah berkarier di wilayah publik selama enam setengah tahun sebagai HRD (Human Resources Development) dan terakhir mempunyai posisi sebagai Departement Head Human Resources Development di Jakarta. P1 memutuskan untuk berhenti berkarier di wilayah publik ketika pindah ke Yogyakarta dan memutuskan untuk merawat anaknya yang masih balita. Walaupun partisipan memperoleh dukungan penuh dari suami dalam mengambil keputusan untuk berkarier di wilayah domestik, partisipan tetap merasa kurang percaya diri dengan status tersebut. Ia tetap dibayangi perasaan bersalah tidak dapat memenuhi harapan ibunya untuk menjadi wanita karier dan mandiri di pihak lainnya. Belum lagi ia harus mendengar komentar dari mantan teman kerjanya bahwa partisipan terlihat tidak produktif . Untuk membangun rasa percaya diri, P1 membuka usaha kecil berupa toko yang menyediakan perlengkapan bayi di rumahnya baik secara offline maupun online. Di tempat yang sama, dengan pengalamannya sebagai HRD, ia juga membuka jasa konsultasi secara freelance. Selain dua hal tersebut, partisipan menggunakan link tempat kerjanya terdahulu, masyarakat sekitarnya untuk bersosialisasi sekaligus memasarkan produk MLM dimana ia menjadi salah satu distributornya. Menurut pengakuannya, dalam statusnya sebagai ibu rumah tangga, 44 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dengan tiga jenis kegiatan produktif tersebut ia memperoleh pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ketika ia berkarir sebagai HRD. Lebih dari itu, kini ia merasa dapat melakukan hal – hal yang ia sukai. Akan tetapi, kendati pendapatan yang menjadi lebih besar dan merasa mampu melakukan hal – hal yang ia sukai rupanya tidak dengan sendirinya membuat ia merasa nyaman dengan karir domestik tersebut. Jauh di lubuk hatinya, ia tetap merindukan untuk kembali berkarier di wilayah publik suatu saat nanti. Menurutnya wanita yang berkarir di wilayah publik adalah sesuatu yang membanggakan. Selain itu, partisipan juga beranggapan menjadi wanita karier sebagai satu – satunya cara yang ia yakini untuk mengaktualisasi diri. Pengambilan data dilangsungkan tiga kali, pada pengambilan data yang pertama wawancara berkisar kurang lebih selama 30 menit, pengambilan data yang kedua kurang lebih selama 60 menit, dan pengambilan data yang ketiga kurang selama lebih 30 menit di rumah partisipan. Pada saat wawancara yang pertama, partisipan mengenakan kaus putih dan celana panjang dan sesi wawancara bertempat di ruang tengah rumah partisipan. Saat proses wawancara yang pertama, P1 menjawab pertanyaan dengan cukup santai dan tanpa adanya pemberhentian sampai sesi selesai. Selain itu, P1 berbicara dengan lancar dan cepat ketika sesi wawancara berlangsung. Partisipan juga seringkali tertawa ketika bercerita tentang pengalamannya sendiri. Selanjutnya, pada pengambilan data yang kedua, pengambilan data dilakukan di ruang tamu rumah partisipan, pada saat sesi wawancara partisipan menggunakan baju tidur dan selama wawacara berlangsung partisipan sering berdeham karena partisipan mengaku sedang sakit flu dan lupa untuk memberitahu peneliti sebelumnya. Pada pengambilan data yang ketiga, 45 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pengambilan data dilakukan di ruang tengah rumah partisipan, selama sesi wawancara, wawancara sempat dihentikan sejenak karena partisipan berbicara pada suaminya dan meminta waktu untuk mengurus anaknya sebentar. Selanjutnya wawancara dengan partisipan dilakukan di dapur sembari partisipan memasak dan menyiapkan makan sore. Partisipan kedua adalah perempuan menikah berumur 37 tahun dengan gelar Diploma (D3). Ia pernah berkarier di wilayah publik selama enam tahun sebagai Branch Operational Support di Jakarta. Atas permintaan suaminya untuk lebih fokus mengasuh ketiga anaknya yang masih kecil, ia berhenti berkarier di wilayah publik. Awalnya partisipan merasa tidak terima dan keberatan menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Hal itu disebabkan karena partisipan memandang perjuangan menyelesaikan kuliah untuk kemudian meniti karir di wilayah publik untuk waktu yang tidak sebentar menjadi sia - sia. Bahkan ia menjadi semakin tidak percaya diri ketika mendengar komentar tetangga yang tertuju pada dirinya sebagai pengangguran. Bergulirnya waktu dan dukungan terus menerus dari suami, orangtua, mertua, dan anak-anaknya perlahan-lahan membuat ia mampu menerima dirinya sebagai ibu rumah tangga. Untuk membangkitkan kepercayaan dirinya yang sempat hilang, ia membuka toko kelontong kecil di dekat rumahnya. Akan tetapi, ketiga anaknya rupanya membuat ia sibuk luar biasa. Akhirnya toko kelontong tersebut dilanjutkan kakaknya dan partisipan bertekad bulat untuk fokus mengurus anak anaknya. Untuk kedepannya ketika anak-anaknya sudah cukup besar, partisipan masih mempunyai keinginan untuk berwirausaha sebagai perias atau sebagai MC Adat Jawa. Secara tegas partisipan tidak lagi memiliki keinginan untuk berkarier 46 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI di wilayah publik (institusi pemerintah, swasta) dengan pertimbangan pada saat itu tiba ia sudah tidak lagi muda. Pengambilan data wawancara dilakukan dua kali yaitu pada tanggal 28 Desember 2016 dan 7 Januari 2017 bertempat di rumah partisipan. Pada pengambilan data yang yang pertama, paritisipan menggunakan kemeja bergaris dan celana panjang dan sesi wawancara dilakukan di ruang tamu. Saat wawancara, meski terganggu dengan keberadaan anaknya yang selalu mengajaknya bicara dan ingin terlibat pembicaraan, P2 menjawab dengan cukup fokus dan bersemangat. Hal ini terlihat dari jawaban partisipan yang cukup panjang dan sesuai dengan konteks pertanyaaan yang diajukan. Bahkan kadang - kadang partisipan balik bertanya kepada peneliti untuk lebih mengerti maksud dari pertanyaan yang diajukan. Di waktu yang berbeda pada tempat yang sama, gangguan yang serupa dari ketiga anaknya, dan suara musik yang keras di luar rumah partisipan, pengambilan data kedua untuk melengkapi kekurangan dalam wawancara pertama dilakukan. Kali ini partisipan mengenakan kaus berwarna merah dan celana panjang hitam. Banyak sekali jeda pada wawancara kali ini karena ketiga anaknya jauh lebih terlibat dalam pembicaraan tidak hanya dengan partisipan tapi juga pada peneliti, mungkin karena sudah semakin akrab. Partisipan ketiga adalah seorang perempuan menikah berumur 46 tahun yang pernah menjadi karyawan (perias) selama dua tahun. Partisipan memutuskan untuk berhenti menjadi karyawan karena mempunyai anak. Selama menjadi ibu rumah tangga, partisipan pernah membantu keuangan keluarga dengan mengajar bahasa Indonesia untuk orang-orang Jepang dan berjualan untuk membantu perekonomian keluarga dengan membuka toko kecil. Akan tetapi karena adanya 47 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kerusuhan di Jakarta, partisipan memutuskan untuk menutup toko nya. Partisipan tidak merasa terbebani ketika ia tidak menjadi karyawan lagi dan mengurus anak, hal itu disebabkan karena setelah enam tahun setelah menikah, partisipan baru dikaruniai seorang anak. Pada saat anak partisipan sudah dewasa, partisipan sempat membuka usaha dengan membuka warung soto, tetapi karena kondisi fisik partisipan yang tidak memungkinkan, akhirnya warung soto miliknya terpaksa dihentikan walaupun partisipan sebenarnya memiliki keinginan untuk membuka warung. Alasan partisipan membuka warung soto adalah karena ia ingin memiliki teman bicara dan berinteraksi dengan orang lain jika membuka warung. Karena keterbatasan fisik, akhirnya partisipan banyak tinggal di rumah untuk menemani anak-anaknya dan mengurus rumah karena suami partisipan tidak tinggal satu kota dengan partisipan. Partisipan pernah mendengar komentar bahwa ibu rumah tangga merupakan pekerjaan yang mudah dari wanita yang bekerja di wilayah publik (karyawan) tetapi partisipan merasa bahwa ibu rumah tangga adalah sesuatu yang melebihi karier karena tidak terbatas waktu bekerja. Bagi partisipan, menjadi ibu rumah tangga bukan sesuatu yang membuat ia tidak percaya diri, ia malah merasa bahwa ia bangga karena dapat membesarkan anak-anaknya sendiri. Pengambilan data dilakukan dua kali. Pada pengambilan data yang pertama, partisipan mengenakan atasan kemeja berwarna hijau dan celana panjang. Ketika sesi wawancara, wawancara berlangsung cukup kondusif, partisipan menjawab pertanyaan peneliti dengan cepat dan lancar. Akan tetapi, di tengah sesi wawancara peneliti sempat memberi waktu jeda karena partisipan sempat menangis ketika diwawancarai. Ketika ditanya mengapa menangis, partisipan merasa terharu 48 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI karena anak-anaknya sudah mulai besar dan seringkali berinisiatif membantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena suami partisipan berada di kota yang berbeda dengan partisipan untuk mencari nafkah. Partisipan keempat adalah perempuan berusia 50 tahun dan mempunyai tingkat pendidikan D2. Partisipan mempunyai pengalaman berkarier di wilayah publik selama empat tahun. Partisipan pernah menjadi guru PMP, bekerja sebagai staff di showroom marketing, dan terakhir sebagai distributor MLM. Partisipan pernah menerima pesanan kue-kue dan manisan dan dititipkan di warung sebagai sarana untuk membantu perekonomian keluarga. Partisipan juga pernah menerima jahitan dan sempat berhenti karena menjadi agen distributor MLM. Partisipan memutuskan berhenti sebagai agen MLM karena tidak sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya sehingga ia tidak mempunyai pemasukan dari keanggotaanya kendati secara formal masih tercatat sebagai agen. Partisipan mengaku belum pernah mendengar komentar orang lain terkait status partisipan karena di lingkungan partisipan, banyak perempuan menikah yang juga berkarier di wilayah domestik. Ketika wawancara berlangsung, partisipan sering menanyakan apakah jawabannya sudah menjawab pertanyaan yang disampaikan peneliti atau belum. Partisipan juga terlihat cukup lama dalam berpikir untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti. Proses pengambilan data dilakukan dua kali. Pada pengambilan data yang pertama dilakukan di ruang tamu rumah partisipan, pada saat itu, partisipan menggunakan kemeja bermotif bunga dan celana panjang hitam. Sebelum sesi wawancara dimulai, partisipan banyak bertanya tentang bagaimana cara menjawab pertanyaan wawancara dan meminta peneliti untuk tidak 49 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menanyakan hal-hal yang sulit untuk dijawab sehingga peneliti berulangkali menjelaskan untuk menjawab apa adanya sesuai dengan keadaan diri partisipan. Pada pengambilan data yang kedua, partisipan menggunakan kemeja hitam bergaris dan celana panjang hitam. Ketika akhir sesi wawancara, partisipan banyak bertanya pada peneliti seperti misalnya apakah dari hasil wawancara dapat diketahui seseorang stress atau tidak, maka dari itu peneliti menjelaskan bahwa wawancara yang sudah dilakukan tidak untuk mencari kecenderungan stress seseorang. Partisipan kelima adalah perempuan menikah berumur 53 tahun yang mempunyai tingkat pendidikan sarjana (S1). Partisipan memiliki pengalaman berkarier di wilayah publik setelah lulus selama dua belas tahun diantaranya menjadi penerjemah di kantor media cetak koran berbahasa inggris, menjadi local staff di konsulat jendral jepang, dan yang terakhir adalah menjadi coordinator customer care perusahaan Telekomunikasi. Partisipan memilih berhenti berkarier di wilayah publik karena diberi peringatan dokter untuk memilih anak atau karier karena sudah delapan tahun tidak dikaruniai seorang anak dan karier yang dilakukan partisipan berisiko menimbulkan stress dan dapat menjadi pemicu yang dapat menyebabkan sulit untuk mendapat keturunan. Partisipan merasa tidak menyesal dengan menjadi ibu rumah tangga penuh waktu karena sudah menjadi pilihannya untuk memiliki anak dan dapat memiliki waktu untuk mengurus dan merawat keluarganya. Di sisi lain, partisipan ingin mempunyai pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah untuk menambah penghasilan dan membantu ekonomi keluarganya tetapi belum dapat terlaksana. Pada pengambilan data yang pertama, wawancara dilaksanakan di ruang makan 50 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rumah partisipan. Partisipan mengenakan atasan kaus bewarna abu-abu dan bawahan celana sepanjang lutut. Secara umum, pada sesi wawancara yang pertama, wawancara terbilang lancar, partisipan menjawab dengan cepat dan sangat antusias ketika bercerita. Hal ini terlihat dari partisipan yang memberikan jawaban yang sangat panjang ketika diberi pertanyaan oleh peneliti. Suasana di lokasi penelitian cukup tenang dan kondusif dan jauh dari kebisingan dan gangguan-gangguan lain karena hanya ada peneliti dan partisipan di lokasi. Ketika menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, partisipan berkali-kali bertanya pada pada peneliti apakah yang telah dijawabnya sudah menjawab pertanyaan peneliti apa belum. Akan tetapi karena sesi wawancara berlangsung selama 2,5 jam dan belum menjawab seluruh pertanyaan, peneliti menjadwalkan kembali untuk melakukan sesi wawancara di lain kesempatan. Pada pengambilan data yang kedua, sesi wawancara juga bertempat di ruang makan rumah partisipan. Pada kesempatan yang kedua, partisipan memakai atasan kaus hitam dan celana pendek abu-abu. Saat wawancara, partisipan juga menjawab dengan lancar dan banyak bercerita seperti saat pada pengambilan data yang pertama, partisipan juga kembali menanyakan apakah jawaban yang diberikan sudah menjawab pertanyaan apa belum. Partisipan keenam adalah perempuan menikah berumur 57 tahun dan mempunyai tingkat pendidikan S1. Partisipan mempunyai pengalaman berkarier di wilayah publik sebagai guru. Akan tetapi, karena partisipan merasa bahwa kariernya sebagai guru tidak mengembangkan dirinya padahal sudah berkarier selama kurang lebih dua puluh tahun, maka partisipan memilih untuk berkarier di wilayah domestik sehingga dapat meluangkan waktunya untuk keluarga dan anak- 51 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI anaknya. Wawancara dilangsungkan di ruang tamu rumah partisipan selama kurang lebih 45 menit. Saat itu partisipan memakai atasan sweater abu-abu dan celana coklat selutut. Saat wawancara berlangsung, suasana cukup kondusif, partisipan juga fokus terhadap sesi wawancara dan sesekali tertawa ketika menceritakan pengalamannya. Partisipan cenderung menjawab pertanyaan yang diajukan secara ringkas sehingga sesi wawancara tidak berlangsung terlalu lama. C. Hasil Penelitian Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, peneliti akan mengeksplorasi bagaimana cara perempuan menikah mencapai aktualisasi diri di wilayah domestik melalui karier domestik berdasarkan wilayah-wilayah yang sudah dirumuskan. Wilayah-wilayah tersebut terdiri dari wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial rumah tangga, dan yang terakhir manajemen operasional dan keuangan. Untuk memperkuat hasil, peneliti juga akan mengutip kutipan wawancara dari partisipan yang mendukung paparan hasil. Di bagian akhir, peneliti juga akan memperlihatkan tabel persebaran wilayah kriteria-kriteria aktualisasi diri yang dapat muncul dalam wilayah domestik perempuan menikah. 1. Wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores) Wilayah pekerjaan rumah tangga mencakup pekerjaan yang bersifat instrumental seperti mendekorasi rumah, merapikan tempat tidur, menyetrika, mengepel lantai, membersihkan kamar mandi, mencuci pakaian dan piring, merawat peliharaan rumah, membuang sampah, menata halaman, perbaikan 52 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kerusakan rumah, antar jemput anak, berbelanja, menyiapkan makanan, aktivitas menyetir, dan membereskan mainan. Dalam wilayah pekerjaan rumah tangga, ada delapan kriteria aktualisasi diri yang muncul dalam penelitian ini dengan urutan frekuensi mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: kreativitas, pembaktian pada pekerjaan, kemandirian, berpusat pada tugas, persepsi yang lebih efisien akan kenyataan, spontanitas, penghargaan yang selalu baru, dan diskriminasi cara dan tujuan. Kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul pada wilayah pekerjaan rumah tangga adalah kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk mengkreasikan sesuatu hal menjadi lebih beragam. Kreativitas yang muncul dalam wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores) misalnya pada aktivitas memasak. Pada aktivitas memasak, kreativitas muncul ketika partisipan mencari cara untuk memasak makanan dengan bantuan informasi resep atau tutorial video memasak yang diunduh dari internet. Hal ini dapat dilihat dari pendapat seorang partisipan (PI): “Kayak masak gitu kan akhirnya saya juga, seneng kan bikin apa bisa googling, pengen tahu caranya bikin apa misalnya steak tinggal googling terus bisa bikin dan bisa jadi enak”. Kriteria aktualisasi diri kedua yang paling sering dialami adalah pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pada pekerjaan adalah keadaan ketika seseorang menganggap pekerjaannya adalah kegemarannya dan menikmatinya. Hal ini misalnya terlihat pada salah seorang partisipan yang mempunyai kegemaran dan menikmati aktivitas mencuci baju seperti yang diungkapkan oleh seorang partisipan (P6): 53 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI “Caranya kan aku seneng ngumbahi ya, aku sebenernya seneng ngumbahi sampe pernah kepikiran pengen buka laundry, aku dari muda suka bersih-bersih”. Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul dalam pekerjaan rumah tangga adalah kemandirian. Kemandirian adalah karakteristik dimana seseorang mempunyai inisiatif untuk tidak tergantung pada orang lain. Kriteria kemandirian ini misalnya terungkap dari salah satu partisipan yang tidak menuntut suaminya untuk membantu dirinya mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti yang diungkapkan oleh seorang partisipan (P4) : “Saya juga tidak menuntut bapaknya untuk ngewangi itu enggak karena kan udah punya pekerjaan sendiri”. Kriteria aktualisasi diri keempat yang paling sering muncul adalah berpusat pada tugas. Berpusat pada tugas mengutamakan tugas sebagai hal utama daripada kepentingan diri sendiri. Hal ini misalnya terlihat pada aktivitas menyiapkan bekal (memasak) untuk kebaikan anaknya dari pagi hari pada salah satu partisipan (P3): “Ya tante pagi-pagi nyiapkan sarapan sama bekal untuk anak itu kan memang demi kebaikan anak sendiri kan daripada jajan di luar..terus memang kan tante usahakan biarpun sedikit harus sarapan kan anakanak itu semua dari dulu kan memang udah tante ini..gitu… pagi tuh memang biarpun sedikit harus sarapan…Jadi biarpun kita bangun pagi..jam berapapun kita ya tetep masak nyiapin sarapan untuk bekal.” Kriteria aktualisasi diri kelima yang paling sering muncul adalah persepsi yang lebih efisien akan kenyataan. Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan adalah intelektualitas seseorang untuk melihat permasalahan secara lebih objektif. Kriteria persepsi yang lebih efisien akan kenyataan misalnya terlihat pada seorang partisipan yang berusaha mensugesti dirinya sendiri untuk untuk melakukan pekerjaan rumah tangga (P1): 54 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI “Kalau dulu ya saya merasa terbebani ya, waktu jaman-jaman habis kerja terus resign, terus mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena saya merasa saya terlahir bukan untuk ginian, maksudnya saya lebih senang bekerja di suatu departemen, tapi saya berusaha membalikkan pola pikir saya dan mengelola konsekuensi yang diambil, dan mungkin ini kesempatan saya untuk belajar nanganin pekerjaan rumah tangga karena nggak ada pembantu, ibu, dan suami ke kantor, jadi saya berusaha mensugesti diri saya sendiri”. Kriteria aktualisasi diri keenam yang paling sering muncul adalah spontanitas. Spontanitas, yaitu sifat spontan dan tidak terlalu banyak berpikir. Kriteria aktualisasi diri ini misalnya terlihat dari pernyataan seorang partisipan (P6) yang mengatakan bahwa setiap pagi ketika bangun tidur langsung membersihkan rumah tanpa perlu berpikir lagi: “ Kalau setiap pagi bangun tidur langsung membersihkan yang di dalam rumah itu kan mungkin sudah spontan, ya tidak pakai berpikir”. Kriteria aktualisasi diri ketujuh yang paling sering muncul adalah penghargaan yang selalu baru. Penghargaan yang selalu baru adalah usaha seseorang untuk mempertahankan penilaian terhadap sesuatu tetap positif. Pada kriteria aktualisasi diri penghargaan yang baru misalnya terlihat dari salah satu partisipan (P5) yang tidak mengeluh ketika waktunya habis untuk memelihara barang-barang di rumah supaya tidak rusak dan tetap bersih karena merasa bahwa pekerjaan tersebut memang tugasnya: “Jadi waktunya emang habis untuk mengurusi rumah tapi saya tidak apa tidak mengeluh ya ini kan memang tugasnya ibu rumah tangga itu kan memelihara supaya barang-barang yang ada di rumah itu tidak rusak dan rumah bisa bersih”. Kriteria aktualisasi diri kedelapan yang paling sering muncul adalah diskriminasi cara dan tujuan. Diskriminasi cara dan tujuan adalah bagaimana seseorang lebih mementingkan tujuan daripada cara. Kriteria diskriminasi cara dan tujuan ini misalnya terlihat ketika salah seorang partisipan lebih memilih untuk 55 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menyiapkan sendiri bekal untuk anaknya daripada membeli bekal di luar yang diungkapkan oleh seorang partisipan (P3): “Kalau mbikin bekal sendiri itu kan ibaratnya gini lho kebersihannya kan udah terjamin ya terus bahan-bahannya juga kan kita milih sendiri jadi dah tahu oh ini mana yang baik untuk anak kan…gitu.. jadi ya itu kalau tujuan tante sih gitu, lebih suka mbikin sendiri…lebih puas lah untuk..untuk anak-anak gitu lho…ya untuk keluarga lah…daripada jajan kan…daripada kita pagi-pagi pergi keluar cari sarapan apa kan lebih baik mbikin sendiri”. Dari hasil di atas, dapat disimpulkan jika pekerjaan rumah tangga yang dianggap membosankan dan menghambat perkembangan diri atau aktualisasi diri dapat dipertimbangkan kembali karena di wilayah pekerjaan rumah tangga beberapa kriteria aktualisasi diri dapat muncul. Selain itu, peluang pengembangan potensi di wilayah pekerjaan rumah tangga juga semakin luas dengan semakin mudah dan cepatnya seseorang untuk mendapatkan informasi. 2. Wilayah perawatan keluarga (family day care) Wilayah perawatan keluarga mencakup dukungan emosional dan saran, perawatan pada relasi yang lebih tua, misalnya orang tua atau mertua dan perawatan pada suami yang dependen karena sakit atau cacat fisik. Dari hasil yang didapatkan pada kategori perawatan keluarga, terdapat sembilan kriteria aktualisasi diri yang muncul, dengan urutan frekuensi mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah sebagai berikut: pembaktian pada pekerjaan, berpusat pada tugas, kemandirian, kesederhanaan, struktur watak demokratis, penerimaan diri; orang lain; dan alam, hubungan interpersonal yang kuat, kebutuhan akan privasi, dan persepsi yang lebih efisien akan kenyataan. 56 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kriteria aktualisasi diri pertama yang paling sering muncul dalam wilayah perawatan keluarga adalah pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pada pekerjaan adalah keadaan dimana seseorang menganggap pekerjaannya adalah kegemarannya, menikmatinya, dan merasa bertanggung jawab akan pekerjaan tersebut. Misalnya hal ini terwujud pada partisipan yang merasa bertanggung jawab merawat orang tuanya (P6): “Ya gimana ya itu kan perasaan kasih ya..gimana menceritakannya..karena ya kalau terhadap orang tua, orang tua saya dulu yang membuat saya jadi seperti ini...lalu sekarang dia sudah tua, tidak bisa apa-apa ya saya yang berkewajiban gantian memperhatikan dia” Kriteria aktualisasi diri kedua yang juga paling sering muncul dalam wilayah perawatan keluarga adalah berpusat pada tugas. Berpusat pada tugas adalah sikap seseorang untuk lebih memprioritaskan pekerjaannya daripada kepentingan diri sendiri. Misalnya pada salah satu partisipan (P1), ia rela untuk meninggalkan tawaran karier publik untuk fokus pada keluarganya: “Saya fokusnya yang penting saya sama suami saya lagi membina keluarga gak ada konsep untuk jauh-jauhan, kalau nggak percuma saya nikah gitu lho. Yaudah trus saya tinggal aja gitu lho karena karena pikirannya nanti saya di Bali paling kerja lagi, jadi biasa saja. Prioritasnya lebih ke keluarga, kalau saya punya suami saya mau membina keluarga”. Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul adalah kemandirian. Kemandirian adalah karakteristik dimana seseorang mempunyai inisiatif untuk tidak tergantung pada orang lain. Kriteria kemandirian itu misalnya terlihat bahwa partisipan lebih memilih untuk menangani masalahnya sendiri tanpa melibatkan suami yang terlihat pada pernyataan partisipan ketiga (P3): “Nggak mungkin kalau ada apa-apa kita nggak mungkin langsung cerita sama suami kan karena apa nanti takutnya kan nanti jadi beban buat suami selama tante masih bisa nanganin tante tanganin ya paling 57 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kita kumpul ngomong sama anak-anak itu aja nggak...nggak...selalu ada masalah tante cerita ke suami..nggak...karena takutnya ada masalah sedikit cerita ada masalah sedikit cerita...nanti takutnya jadi beban...udah mikirin kerjaan mikirin ini..kan, sebisa mungkin menyelesaikan masalah di rumah kalau bisa sendiri supaya tidak membebani”. Kriteria aktualisasi diri keempat yang paling sering muncul adalah kesederhanaan. Kesederhanaan adalah karakteristik dimana seseorang bersikap wajar dan apa adanya. Kriteria aktualisasi diri ini diperlihatkan pada sikap partisipan yang dapat bersyukur dari hal-hal kecil, bahwa ia tidak menghambat suaminya yang terlihat pada partisipan lima (P5) : “ Ya seneng aja, maksudnya bahwa aku tidak menghambat suami, gitu aja aku merasa bersyukur karena aku tidak menghambat suamiku” Kriteria aktualisasi diri kelima yang paling sering muncul adalah struktur watak demokratis. Struktur watak demokratis adalah sikap rendah hati sehingga dapat belajar dari siapapun. Kriteria aktualisasi diri itu misalnya terlihat bahwa partisipan dapat melihat bahwa dirinya dapat belajar sabar dari anak dan suaminya yang sulit yang terlihat pada pernyataan partisipan 5 (P5): “Oh rupanya ini dan saya akui anak yang sulit dan suami yang dulu juga sulit itu membuat saya jadi sekarang lebih sabar dan lebih mengendalikan diri”. Kriteria aktualisasi diri keenam yang paling sering muncul dalam wilayah perawatan keluarga adalah penerimaan diri, orang lain, dan alam. Penerimaan orang lain adalah ketika seseorang menerima orang lain sebagaimana adanya seperti yang dinyatakan oleh partisipan bahwa dirinya tetap merawat keluarganya walaupun kadang mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan (P6): “Mungkin karena kalau saya pribadi itu meskipun disakiti mungkin menyakiti ya kadang-kadang anggota keluarga itu menyakiti saya tapi gimana ya kalau saya pribadi tidak memasukkan ke dalam hati. Jadi meskipun kadang-kadang kalaupun bertengkar atau marah tetap saja 58 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI saya menyiapkan apa kesukaannya, menyiapkan makan siang, makan malam itu tetap jadi mungkin itu berbeda kalau orang lain tetapi kalau di dalam keluarga itu tidak ada yang namanya marah atau dendam atau sakit hati ya sudah kalau saya disakiti lalu saya tidak merawat lagi itu tidak ada ee di kamus saya.” Kriteria aktualisasi diri ketujuh yang paling sering muncul dalam wilayah perawatan keluarga adalah hubungan interpersonal yang kuat. Hubungan interpersonal yang kuat adalah lebih mengutaman kualitas daripada kuantitas hubungan. Hal ini misalnya terwujud dengan cara meluangkan banyak waktu untuk anak-anak daripada harus bekerja yang terlibat orang banyak (P6): “Kalau saya bekerja di luar itu nanti waktu keluarga itu semakin sedikit, jadi saya memperhatikan keluarga itu waktunya singkat sekali tidak bisa leluasa seperti kalau saya di rumah, kalau saya di rumah kan saya bisa mengalokasikan waktu saya sebanyak-banyaknya untuk keluarga.” Kriteria aktualisasi diri kedelapan yang paling sering muncul dalam wilayah perawatan keluarga adalah kebutuhan akan privasi. Kebutuhan akan privasi adalah sikap seseorang ketika tidak masalah ketika ia sendirian atau bersama-sama dengan orang lain. (P6): “Ya tidak masalah, malah kadang-kadang juga menyenangkan juga sendirian di rumah itu karena merasa bebas to, mau mengerjakan pekerjaan rumah itu tidak terburu-buru, mau mengerjakan hal-hal yang menyenangkan, ya mau ngapain aja itu tidak ada yang tidak ada beban kan kalau pas sendirian, jadi bagi saya itu ya kadang-kadang sendiri kadang-kadang berkumpul” Kriteria aktualisasi diri kesembilan yang paling muncul dalam wilayah perawatan keluarga adalah persepsi yang efisien akan kenyataan. Persepsi yang efisien akan kenyataan yaitu karakteristik kritis dan cepat menangkap suatu permasalahan. Hal ini misalnya ketika seorang partisipan memberi dukungan pada suaminya dengan cara menyadari bahwa suaminya perlu untuk bergaul dengan 59 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI orang lain sehingga ia tidak lagi menuntut suaminya untuk terus bersama dirinya (P5): “Dulu waktu masih pacaran menikah muda aku melarang, angger ketemu koncone aku nggak suka..karena aku merasa sendirian...dewean terus sendirian kan enggak enak...tapi lama-lama aku mikir...oh iya...dia kan butuh bertemu dengan orang-orang yang siapa tahu akan menjadi partnernya dia dalam mencari uang...akhirnya aku memberi kesempatan suami untuk bertemu dengan orang-orang yang membuat dia berpikir dia untuk mencari uang itu adalah kriteria dukungan istri, jadi itu tidak menghambat”. Dalam wilayah perawatan keluarga (family day care), kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul adalah pembaktian akan pekerjaan. Pembaktian pada pekerjaan adalah keadaan dimana seseorang menganggap pekerjaannya adalah kegemarannya, menikmatinya, dan merasa bertanggung jawab akan pekerjaan tersebut. Hal ini sesuai dengan tugas sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebagai ‘caregiver’. 3. Wilayah Pengasuhan Anak (childrearing) Pengasuhan anak terdiri dari perawatan anak, kehadiran atau keterlibatan dalam aktivitas anak, kendali, bimbingan, dukungan emosional, perhatian, perlindungan dan rasa aman, dan pengharapan terhadap anak. Terdapat sepuluh kriteria aktualisasi diri yang termasuk dalam wilayah pengasuhan anak (childrearing) yang mencakup kreativitas, berpusat pada tugas, persepsi yang lebih efisien akan kenyataan, kesederhanaan, struktur watak demokratis, penerimaan diri; orang lain; dan alam, penghargaan yang selalu baru, diskriminasi cara dan tujuan, pembaktian pada pekerjaan, dan kemandirian. 60 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kriteria aktualisasi diri yang pertama dan paling sering muncul pada wilayah pengasuhan anak adalah kreativitas. Kreativitas adalah intelektualitas seseorang untuk mengkreasikan sesuatu hal menjadi lebih beragam. Kriteriakriteria kreativitas yang muncul misalnya dapat dilihat dari salah satu partisipan yang menjadikan barang bekas dan barang-barang keperluan rumah tangga untuk menjadi stimulus untuk keperluan belajar anaknya yang masih kecil. Hal ini dapat dilihat dari pendapat salah seorang partisipan (PI): “Maksudnya dia suka pukul-pukul nih...apa aja di pukul...yaudah saya kasihin kaleng bekas....kadang saya kasih baskom.....kadang saya kasih wajan..biarin dipukul-pukul...dia belajar...oh ini suaranya beda...oh ini kalau di lempar jatuh..rusak, jadi mainan dia banyak yang rusak, jadi stimulusnya begitu.” Kriteria aktualisasi diri yang kedua yang paling sering muncul adalah berpusat pada tugas. Berpusat pada tugas adalah ketika seseorang lebih memprioritaskan tugas yang sedang dijalankan daripada kepentingan dirinya. Kriteria berpusat pada tugas misalnya terlihat pada pernyataan salah satu partisipan bahwa hidupnya sepenuhnya untuk anak-anaknya (P2): “Seperti itu sekitar tiga tahunan lah anak kedua itu lahir saya full untuk memberi segalanya, kasarannya sih hidup saya untuk mereka, gitu lah, seperti itu. Kriteria aktualisasi diri yang ketiga yang paling sering muncul adalah persepsi yang lebih efisien akan kenyataan. Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan adalah kemampuan seseorang untuk melihat permasalahan dengan cepat dan objektif. Kriteria ini misalnya terwujud dalam aktivitas salah seorang partisipan dalam hal mencarikan dan memilah sumber yang dapat dipercaya atau tidak untuk pengasuhan anak: “Saya banyak googling ya, baca kan dulu kuliah ada psikologi perkembangan dari kuliah dulu, kemaren-kemaren sempet baca sekarang gak sempat, googling pun juga kadang sumbernya banyak dan kadang berbenturan, 61 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI jadi ya mesti yang ini sih yang sumbernya kira-kira jelas, terus secara yang jelas logic juga masuk, jadi banyak hal yang tadinya gak tahu jadi tahu. Tapi bagus ya perkembagan internet jaman sekarang jadi banyak hal yang tadinya nggak tahu jadi tahu”. Kriteria aktualisasi diri yang keempat yang paling sering muncul adalah kesederhanaan. Kesederhanaan adalah sikap sesorang yang apa adanya dan tidak dibuat-buat. Kriteria kesederhanaan misalnya terlihat paa pernyataan salah satu partisipan kelima yang mengatakan bahwa ia sudah sangat senang ketika anaknya mau pergi ke sekolah dan tidak terlalu menuntut anaknya dalam hal sekolah (P5): “Tapi untung dia mau untung dia masih mau ya udah tak cobani, mau sekolah tapi itu setiap hari ada rutinitas yang saya lakukan sampai sekarang membujuk dia agar mau berangkat sekolah jadi kalau dia mau sekolah itu dah terima kasih ndak usah muluk muluk sekarang karena ee juga banyak masalah kan di sekolah itu homeschooling tu.” Kriteria aktualisasi diri yang kelima yang paling sering muncul adalah struktur watak demokratis. Struktur watak demokratis merupakan karakteristik seseorang di mana ia mempunyai sikap rendah hati terhadap orang lain sehingga ia dapat belajar dari siapa saja. Kriteria ini misalnya terlihat pada salah satu partisipan (P1) yang belajar dari proses merawat anaknya yang masih kecil. Partisipan menganggap bahwa bukan hanya anaknya saja yang belajar, ia juga dapat belajar cara menghadapi anak yang diperlihatkan pada pernyataan seorang partisipan (PI): “Ya kadang lagi muncul agresinya ini lho, ya itu, muncul, nyakarnyakar, godain, gitu ya, padahal sama neneknya itu galak, kalau dah ngomongin apa-apa suka haiyah...suka dibantah gitu (ketawa), dah mulai muncul...saya apa ya...saya menikmati sih proses...prosesnya itu...jadi bukan hanya dia yang belajar, saya juga belajar...gitu”. Kriteria aktualisasi diri yang keenam yang paling sering muncul adalah penerimaan diri, orang lain, dan alam. Penerimaan orang lain adalah ketika seseorang menerima orang lain sebagaimana adanya. Hal ini misalnya diperlihatkan 62 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI oleh salah satu partisipan (P5) yang akhirnya bisa menerima anaknya yang mempunyai sifat seenaknya sendiri: “Anakku belajar setengah jam itu udah matur nuwun, nggak tahan dia belajar lama-lama, jadi dia tipenya kalau belajar kudu dikemas jadi sesuatu yang menarik bagi dia, terus tipe berantakan...sak penake dewe mungkin anakku seperti itu, ya sudah dulu aku nggak bisa menerima tapi berjalannya waktu bisa menerima akhirnya, belajar menerima”. Kriteria aktualisasi diri yang ketujuh yang paling sering muncul adalah adalah penghargaan yang selalu baru. Penghargaan yang selalu baru adalah sikap untuk mempertahankan sesuatu tetap positif. Kriteria penghargaan yang selalu baru ini misalnya terlihat pada salah seorang partisipan (P4) yang menganggap pekerjaan mengasuh anak sebagai sesuatu yang berat karena dikerjakan sendiri. Akan tetapi rasa berat tersebut lama-kelamaan hilang karena ketika ia melihat tingkah laku anak-anaknya ia menjadi gembira. Artinya, partisipan dapat melihat pekerjaan yang terasa berat tersebut menjadi lebih positif karena sesuatu yang sederhana: “Kadang - kadang ya anu..kadang-kadang apa ya rasane waduh apaapa sendiri kok rasanya berat, rasanya berat (mengasuh anak) tapi ya itu nanti rasa-rasa yang seperti itu akhirnya hilang sendiri, mungkin apa...tingkah laku anak-anak yang bikin membuat saya gembira” Kriteria aktualisasi diri yang kedelapan yang paling sering muncul adalah diskriminasi cara dan tujuan. Diskriminasi cara dan tujuan adalah mementingkan tujuan daripada cara. Kriteria diskriminasi cara dan tujuan misalnya tercermin pada salah seorang partisipan yang lebih memilih merawat anaknya sendiri daripada menitipkan anaknya di day care (P1) : “Saya mau saya mau saya berhasil dengan anak saya dalam artian secara fisik secara mental gitu ya, ee secara emosional, secara physicall secara intelegensinya, apa ya apa ya maksudnya anak saya tumbuh kembangnya itu optimal sesuai dengan standar saya gitu lho bukan standar dari baby sitter atau standar siapapun yang saya titipin gitu. Saya taruh di day care juga belum tentu day care juga belum tentu punya standar yang sama seperti saya, gitu lho.” 63 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kriteria aktualisasi diri yang kesembilan yang paling sering muncul adalah pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pada pekerjaan adalah keadaan dimana seseorang merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaan sehingga menjadikan seseoarang bersungguh-sungguh terhadap pekerjaannya. Kriteria pembaktian terhadap pekerjaan ini misalnya diperlihatkan oleh salah satu partisipan (P1) yang menyatakan bahwa ia harus bertanggung jawab pada anaknya karena partisipan merasa bagaimana cara ia mengasuh anak akan berpengaruh pada tabiat anak nanti sehingga ia merasa bertanggung jawab terhadap pekerjaannya: “Keuntungannya bisa fokus ke anak sama keluarga, maksudnya kan kita harus bertanggung jawab untuk itu, nanti anak jadi orang baik atau orang jahat itu kan peran terbesar ada di diri kita sebagai ibu, jadi kontrol terhadap anak dan keluarga itu full di tangan saya” Kriteria aktualisasi diri yang kesepuluh yang paling sering muncul adalah kemandirian. Kemandirian adalah inisiatif seseorang untuk tidak bergantung dengan orang lain. Hal ini misalnya terlihat pada salah seorang partisipan (P3), dalam aktivitas bertanggung jawab penuh terhadap anak-anaknya ketika suami berada di luar kota: “Jadi tante gak ini ini banget ya biasa aja njalaninnya terutama karena bapak kan memang jarang pulang ya karena bapak kadang sebulan sekali kadang sebulan dua kali pulang, jadi selama nggak ada bapak ya tanggung jawab anak anak itu otomatis kan jatuh nya ke tante to selama nggak ada bapak, bapak kan ada di luar kota” Pada wilayah pengasuhan anak (childrearing) kriteria-kriteria aktualisasi diri paling banyak muncul pada perempuan menikah yang mempunyai anak remaja maupun anak di bawah remaja, hal tersebut wajar karena pada tahap ini orang tua masih menganggap anak pada kisaran umur ini merupakan tanggung jawab mereka dan belum sepenuhnya mandiri. Sedangkan pada perempuan menikah yang 64 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI anaknya sudah memasuki masa dewasa awal atau dewasa tidak banyak kriteria aktualisasi diri yang muncul karena kontrol dan tanggung jawab mereka terhadap anak juga makin berkurang. 4. Wilayah kehidupan sosial Wilayah kehidupan sosial rumah tangga mencakup mengorganisasi kehidupan sosial dan menjaga relasi dengan tetangga, rekan, saudara, maupun teman. Terdapat empat kriteria aktualisasi diri yang muncul, yaitu paguyuban, hubungan interpersonal yang kuat, kebutuhan akan privasi dan struktur watak demokratis. Kriteria aktualisasi diri pertama yang paling sering muncul pada wilayah kehidupan sosial rumah tangga yang pertama adalah paguyuban. Paguyuban adalah rasa kemasyarakatan yang dimiliki oleh seseorang. Kriteria paguyuban ini misalnya terlihat pada salah satu partisipan (P1) ingin melakukan sesuatu pada warga masyarakat karena mempunyai hutang budi: “ Jadi saya ada semacam hutang budi gitu lho, hutang budi sama sana yang membuat saya harus melakukan sesuatu untuk orang sana, makanya ketika arisan itu saya nggak ambil untung, jadi motivasinya itu menjalin relasi” Kriteria aktualisasi diri kedua yang paling sering muncul pada wilayah kehidupan sosial rumah tangga adalah hubungan interpersonal yang kuat. Hubungan interpersonal yang kuat merupakan sikap seseorang yang lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas suatu hubungan sosial. Kriteria hubungan interpersonal ini misalnya tercermin pada partisipan yang lebih mengutamakan hubungan secara kualitas (P2): 65 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI “Saya emang nggak suka yang arisan yang dalam jumlah yang besar gitu...memang nggak suka...kecuali ya...kalau trah memang mau nggak mau suka nggak suka memang harus dipupuk kan kalau arisan trah itu karena kalau dalam boso jawanya itu ngumpulke balung pisah”. Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul pada wilayah kehidupan sosial rumah tangga yang kedua adalah kebutuhan akan privasi. Kebutuhan akan privasi adalah ketika seseorang mempunyai perasaan nyaman ketika bersama dengan orang lain maupun ketika sendirian tanpa merasa kesepian. Hal ini misalnya terlihat dari pernyataan salah seorang partisipan (P5) yang tidak mempermasalahkan ketika ia mendapat komentar karena sempat tidak ikut arisan karena alasan ekonomi, akan tetapi tetap berusaha bergaul dengan warga perumahan tempat ia tinggal: “Misalnya dulu aku pernah juga dulu waktu itu sempat nggak ikut arisan karena alasan ekonomi jadinya harus memberi alasan pada ibu lingkungan...jadi aku nggak tak..nggak tak pikir...gitu lho, jadi saya nggak mikir mau komentar apa tidak saya pedulikan..yang penting aku tidak berbuat jahat..berusaha tetep srawung di perumahan...dan berusaha yang terbaik untuk rumahku rumah tanggaku” Kriteria aktualisasi diri keempat yang paling sering muncul pada wilayah kehidupan sosial rumah tangga adalah struktur watak demokratis. Struktur watak demokratis adalah kemampuan untuk belajar dari orang lain karena sikap rendah hati yang dimiliki. Hal ini misalnya muncul ketika salah seorang partisipan dapat mendapat nasehat dari kegiatannya mengikuti perkumpulan lansia (P3): “Apalagi ditambah ikut perkumpulan lansia tante seneng sih terus terang aja, ngliatnya tuh seneng biarpun maksudnya udah tua-tua semua itu lebih kan kalau nenek lansia itu kan apa ke kita bisa nasehatin jadi kita kan bisa dapet nasehat dari yang lebih tua dari kita, tante seneng terus terang aja” Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa karier di wilayah domestik tidak menghambat seseorang untuk berelasi yang mengakibatkan rasa terisolasi. Dari 66 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI hasil tersebut masih dapat ditemukan bahwa perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik tetap dapat menjalin relasi dan dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri melalui kegiatan bermasyarakat. 5. Wilayah manajemen operasional dan keuangan Wilayah manajemen operasional dan keuangan mencakup pengelolaan keuangan, keputusan tentang perawatan dan mengatur penyedia layanan formal seperti perawat dan pembantu untuk datang ke rumah, membayar tagihan keuangan dan bantuan keuangan langsung. Kriteria aktualisasi diri yang muncul di wilayah ini adalah kreativitas, kesederhanaan, kemandirian, dan yang terakhir adalah pembaktian pada pekerjaan. Kriteria aktualisasi diri pertama terbanyak yang muncul adalah kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu menjadi lebih beragam. Dalam hal ini, kreativitas misalnya muncul pada aktivitas bantuan keuangan langsung misalnya dengan cara berjualan perlengkapan bayi oleh salah satu partisipan (P1): “Kalau yang online kan tidak terbatas ya...dari instagram...dari olx...itu bisa dari mana-mana ya...dari luar kota gitu...kalau yang dari sini ya tetangga-tetangga sekitar gitu..keuntungannya kalau yang online itu customer saya tidak terbatas...jadi mereka bisa dari Indonesia dari manapun mereka tahu saya lagi jualan....terus ini customercustomernya baik yang tupperware atau baby shop ini juga sebagian besar customernya dari link dari tempat kerja saya gitu.” Kriteria aktualisasi diri kedua yang paling sering muncul adalah kesederhanaan. Kesederhanaan adalah karakteristik yang ada pada seseorang untuk bersikap apa adanya dan tidak dibuat-buat. Kriteria ini misalnya terwujud 67 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam pengaturan keuangan keluarga dengan berhemat yaitu dengan tidak mengadakan jasa asisten rumah tangga (P6): “Meskipun saya mungkin tidak bisa menghasilkan uang dari rumah tetapi paling tidak misalnya dengan tidak usah menggunakan pembantu saya itu sudah menghemat uang...misalnya kan seperti itu..itu kan berarti tidak menghambat” . Kriteria aktualisasi diri ketiga yang paling sering muncul adalah kemandirian. Kemandirian merupakan inisiatif seseorang untuk tidak bergantung dengan orang lain. Di dalam wilayah manajemen operasional dan rumah tangga, kemandirian diwujudkan misalnya yang diungkapkan oleh seorang partisipan (P4) yang mencari tambahan penghasilan dengan cara menitipkan makanan-makanan kecil ke warung: “Ada usaha lain, he-em, ya bikin kue, pernah bikin telor asin, terus buat manisan, saya titipkan warung-warung. Ya alasannya supaya saya selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga tapi saya juga ada masukan, bukan hanya dari suami saja.” Kriteria aktualisasi diri keempat yang paling sering muncul adalah pembaktian pada pekerjaan. Pembaktian pekerjaan merupakan situasi dimana seseorang merasakan kenikmatan dan tanggung jawab akan pekerjaan tersebut. Kriteria pembaktian pada pekerjaan ini misalnya terungkap pada salah satu partisipan (P6) yang merasa senang untuk membantu mengelola keungan karena selain sudah terbiasa mengelola uang, yang mencarikan uang adalah suaminya: “Ya kebetulan karena saya dari dulu sudah terbiasa mengelola uang ya senang, bisa membantu mengelola uang karena suami yang cari uang”. Dari wilayah manajemen operasional dan keuangan, dapat diketahui jika pada zaman sekarang, di wilayah domestik, kesempatan seseorang untuk melakukan aktivitas bantuan keuangan menjadi lebih terbuka dengan adanya pekerjaan yang tidak terikat waktu atau ruang. Di sisi lain, walaupun batas publik 68 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan domestik menjadi lebih terbuka karena adanya perkembangan teknologi atau pekerjaan yang dapat melampaui batas publik dan domestik, pekerjaan operasional seperti membayar pajak masih sering dilakukan oleh orang lain seperti suami sehingga kriteria aktualisasi diri di wilayah ini tidak terlalu tampak. D. Pembahasan Bagian ini akan dimulai dengan pembahasan terkait dengan aktualisasi diri perempuan menikah di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan yang terakhir adalah manajemen operasional dan keuangan rumah tangga. Setelah itu, akan dibahas mengenai miskonsepsi aktualisasi diri dan karier domestik. Terakhir, akan dibahas mengenai peluang aktualisasi diri di wilayah domestik yang meluas karena dikotomi wilayah publikdomestik yang semakin cair. 1. Aktualisasi diri di wilayah domestik Dalam wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores), kriteria aktualisasi diri yang muncul adalah kreativitas, pembaktian pada pekerjaan, kemandirian, berpusat pada tugas, persepsi yang lebih efisien akan kenyataan, spontanitas, penghargaan yang selalu baru, dan diskriminasi cara dan tujuan. Di antara kedelapan kriteria aktualisasi diri yang muncul di bidang pekerjaan rumah tangga, kriteria yang paling sering muncul adalah kreativitas. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya oleh Daniel, Gutmann, dan Raviv (2011) 69 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang menemukan bahwa kreativitas dapat ditemukan dari aktivitas memasak yang merupakan bagian dari pekerjaan rumah tangga di wilayah domestik. Sebaliknya, kriteria aktualisasi diri yang tidak muncul adalah kealamian, struktur watak demokratis, tidak mengikuti enkulturasi, hubungan interpersonal yang kuat, paguyuban, kebutuhan akan privasi, penerimaan akan diri; orang lain; dan alam, serta rasa humor yang filosofis. Ada faktor yang diduga menyebabkan kriteria-kriteria aktualisasi diri tersebut tidak semuanya muncul di wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores). Faktor tersebut adalah pekerjaan rumah tangga (household chores) merupakan pekerjaan yang tidak terlalu memerlukan keterlibatan atau kehadiran orang lain. Padahal dalam teori aktualisasi diri Maslow, ada beberapa kriteria aktualisasi diri yang hanya dapat dilihat melalui interaksi dengan orang lain sehingga ketidakmunculan kriteria-kriteria tertentu merupakan hal yang wajar. Pada wilayah karier domestik yang kedua, yaitu pada wilayah perawatan keluarga (family day care) kriteria-kriteria aktualisasi diri yang muncul adalah pembaktian pada pekerjaan, berpusat pada tugas, kemandirian, kesederhanaan, struktur watak demokratis, penerimaan diri; orang lain; dan alam, hubungan interpersonal yang kuat, kebutuhan akan privasi, dan persepsi yang lebih efisien akan kenyataan.. Akan tetapi kriteria yang paling menonjol dalam wilayah karier domestik adalah pembaktian pada pekerjaan yaitu keadaan dimana seseorang dapat bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan menikmatinya. Hal ini dapat dimengerti karena peran ibu lebih dikaitkan dengan pelaksana tugas-tugas rumah tangga dan pengasuhan anak (Brescoll & Uhlmann, 2005; Kim & Hoppe-Graff, 2001 dalam Etikawati, 2014). 70 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sebaliknya, kriteria yang tidak muncul dalam wilayah perawatan keluarga (family day care), antara lain adalah penghargaan yang selalu baru, paguyuban, tidak mengikuti enkulturasi, pengalaman puncak, rasa humor yang filosofis, kealamian, dan spontanitas. Kemungkinan bahwa tidak semua kriteria tidak muncul adalah seperti yang pernah dijelaskan pada bidang kehidupan rumah tangga (household chores) ada beberapa kriteria yang kemunculannya mengharuskan kemunculan orang, dalam arti masyarakat. Pada kategori yang ketiga, yaitu pada wilayah pengasuhan anak (childrearing) kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul sampai tidak paling sering muncul adalah kreativitas, berpusat pada tugas, persepsi yang lebih efisien akan kenyataan, kesederhanaan, struktur watak demokratis, penerimaan diri; orang lain; dan alam, penghargaan yang selalu baru, diskriminasi cara dan tujuan, pembaktian pada pekerjaan, dan kemandirian. Kriteria kreativitas khususnya paling sering muncul pada partisipan-partisipan yang masih mempunyai anak di masa perkembangan kanak-kanak dan remaja. Hal ini disebabkan pada masa kanak-kanak masih membutuhkan peran ibu secara penuh. Sedangkan pada masa remaja adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat (Steinberg, 1993 dalam Santrock 2002) sehingga partisipan dalam penelitian ini menggunakan berbagai cara untuk mendidik anaknya. Selanjutnya, kreativitas di wilayah domestik semakin sedikit pada partisipan yang mempunyai anak yang memasuki tahapan perkembangan dewasa awal karena peran orang tua untuk mengasuh semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena ciri pada masa dewasa awal adalah sudah ada kemandirian dalam membuat keputusan pada diri anak sendiri (Santrock, 2002). 71 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pada kategori yang keempat, yaitu pada wilayah kehidupan sosial rumah tangga kriteria-kriteria aktualisasi diri yang muncul adalah kriteria-kriteria aktualisasi seperti paguyuban, hubungan interpersonal yang kuat, dan struktur watak demokratis. Adanya peluang ibu rumah tangga dalam rangka pemenuhan diri di wilayah kehidupan sosial hampir sama dengan penelitian (Rubin & Wooten, 2007) yang menemukan bahwa partisipan melakukan pemenuhan diri (self fullfillment) melalui kegiatan sukarela pada sekolah anaknya atau pada komunitas di sekitarnya. Pada kategori yang kelima, yaitu pada wilayah manajemen operasional dan keuangan rumah tangga, kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul sampai yang tidak paling sering muncul adalah kreativitas, kesederhanaan, kemandirian, dan yang terakhir adalah pembaktian pada pekerjaan. Akan tetapi, kriteria yang paling sering muncul adalah kreativitas, khususnya kreativitas di dalam aktivitas bantuan keuangan keluarga. Akan tetapi kebanyakan kriteriakriteria yang muncul dalam penelitian ini adalah dari bantuan keuangan, tugas operasional seperti membayar pajak dan telepon, lima dari enam partisipan dikerjakan oleh orang lain, misalnya suami mereka. Hal ini sesuai dengan temuan (Kroska, 2003 dalam Latshaw 2015) bahwa perempuan lebih sedikit mengerjakan tugas-tugas maskulin seperti tugas mengurusi pekarangan rumah dan tugas-tugas maintenance rumah tangga. Ada beberapa kriteria-kriteria aktualisasi diri yang sama sekali tidak ditemukan dalam konteks wilayah domestik. Kriteria-kriteria aktualisasi diri yang tidak ditemukan di setiap wilayah tersebut antara lain adalah rasa humor yang filosofis, tidak mengkikuti enkulturas, dan pengalaman puncak. Ada hal-hal yang 72 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diduga menjadi penyebab kriteria-kritteria ini tidak ditemukan di wilayah domestik. Faktor pertama adalah rasa kriteria rasa humor filosofis sulit untuk diceritakan kembali karena pada kriteria ini sifatnya tidak berulang. Artinya, pengalaman ini merupakan suatu pengalaman unik yang terjadi pada situasi tertentu dan pada waktu tertentu, sehingga sulit untuk diungkapkan dan diceritakan lagi kepada peneliti. Kriteria kedua adalah tidak mengikuti enkulturasi atau pembudaayaan. Bisa dimengerti mengapa kriteria ini tidak muncul karena menurut Hollows (2008) budaya domestik sering direpresentasikan sebagai ‘outside’ dari modernitas dan malah sering diasosiasikan mempunyai peran kunci sebagai tempat untuk memproduksi modernitas. Artinya, wilayah domestik bukan sebagai objek dari pembudayaan atau enkulturasi tetapi malah sebagai penghasil kebudayaan sehingga kriteria aktualisasi diri dari Maslow, tidak mengikuti enkulturasi kurang relevan jika diterapkan sebagai kriteria aktualisasi diri pada konteks domestik. Yang terakhir adalah pengalaman puncak. Pengalaman puncak dalam penelitian ini juga tidak muncul. Akan tetapi Maslow mengatakan bahwa pengalaman puncak bukan merupakan kriteria yang membedakan antara orang yang mengaktualisasi diri dan tidak mengaktualisasi diri (Feist & Feist, 2006). Kriteria-kriteria aktualisasi diri Maslow juga tidak semuanya dapat muncul di setiap wilayah domestik yang terdiri dari wilayah pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga (family day care), pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan. Hal ini disebabkan setiap bidang kehidupan rumah tangga mempunyai ‘jenis karier’ nya sendiri-sendiri sehingga ada kriteria-kriteria yang tidak dapat muncul di wilayah 73 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI domestik. Secara lebih jelas persebaran aktualisasi diri perempuan menikah di wilayah domestik akan digambarkan di Tabel 5. 74 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel 5. Persebaran aktualisasi diri perempuan menikah di wilayah domestik Kriteria aktualisasi diri Wilayah Karier Domestik Pekerjaan Rumah Tangga Perawatan Keluarga Pengasuhan Anak (Household chores) (Family day care) (Childrearing) Kehidupan sosial Manajemen operasional dan keuangan rumah tangga Persepsi yang lebih efisien akan kenyataan P1, P2, P5 P5 P1, P2, P5 - - Spontanitas, kesederhanaan, dan kealamian P2, P6 P5 P2, P5 - P6 Kreativitas P1, P2, P3, P4, P5, P6 - P1, P2, P5 - P1, P3, P4, P5 Penghargaan yang selalu baru P3, P5 P3, P5, P6 - - - Struktur karakter demokratis - P5 P1, P2, P5 P3 - Diskriminasi cara dan tujuan P1, P3 - P1 - - - P6 - P2 - Tidak mengikuti enkulturasi Hubungan interpersonal yang kuat 75 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Gemeinschagefuhl (Paguyuban) - - - P1, P3, P5, P6 - Kebutuhan akan privasi - P6 - P5 - Penerimaan akan diri, orang lain, dan alam P5 - - - Berpusat pada tugas P3,P4, P1, P4 P6 P1,P2, P3, P5 - - Kemandirian P1, P3, P4, P6 P3 - - P4,P6 P1 - P1, P6 Rasa humor yang filosofis . Pengalaman puncak Pembaktian pada pekerjaan P1, P3, P4, P5, P6 P2,P5,P6 Tidak muncul kriteria sama sekali 76 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Miskonsepsi aktualisasi diri dan karier domestik Dari hasil penelitian, ditemukan kriteria-kriteria orang-orang yang mengaktualisasi diri dalam setiap bidang kehidupan di wilayah domestik yang terdiri dari pekerjaan rumah tangga (household chores), perawatan keluarga, pengasuhan anak (childrearing), kehidupan sosial, dan manajemen operasional dan keuangan keluarga. Artinya adanya miskonsepsi tentang aktualisasi diri yang berkembang di masyarakat dan membuat orang beranggapan bahwa seolah-olah aktualisasi diri hanya dapat dipenuhi di wilayah publik dapar dipertimbangkan kembali. Hal ini sesuai dengan teori awal Maslow tentang aktualisasi diri yang menyatakan bahwa aktualisasi diri dapat dilakukan oleh siapa saja (Feist & Feist, 2006). Bahkan penelitian-penelitian sebelumnya seperti penelitian yang diteliti oleh Daniel, Gutmann, dan Raviv (2011) menemukan bahwa aktualisasi diri dapat dicapai dengan cara memasak. Sedangkan Rubin & Wooten (2007) menemukan bahwa para perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik dapat memenuhi kebutuhan untuk perkembangan diri melalui kehidupan sosialnya. Di dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa para perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik juga dapat menemukan dirinya puas, bangga, bersyukur dan bahagia yang menurut Maslow merupakan kriteria seseorang yang mengaktualisasi diri yaitu bebas dari psikopatologi (Feist & Feist, 2006). Akan tetapi ada temuan yang cukup menarik dari penelitian ini. Perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik yang berusia relatif lebih muda, mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasikan diri yang lebih luas karena mereka sudah mengenal teknologi yang memungkinkan mereka dapat melampaui batas publik atau domestik. Lebih lanjut, perempuan menikah juga dapat mencari informasi 77 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI lebih lanjut cara pengasuhan anak melalui internet atau buku. Hal ini hampir sama dengan temuan penelitian sebelumnya dimana perempuan menikah berpendidikan dapat mestimulasi secara intelektual melalui membaca buku (Rubin & Wooten, 2007). Bahkan di zaman sekarang perempuan menikah juga dapat mengembangkan diri pada pekerjaan domestik seperti memasak secara lebih luas misalnya dengan melihat dan mempraktekkan cara memasak melalui video tutorial maupun resep karena kemudahan informasi di jaman sekarang. Selanjutnya, adanya miskonsepsi lain tentang perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik adalah (1) uang yang diberikan orangtua untuk pendidikan akan terbuang sia-sia, (2) sedikit kesempatan untuk mengembangkan dan berkreasi, dan (3) kehidupan ibu rumah tangga penuh dengan hal yang membosankan. Terkait pendidikan, dalam penelitian ini semua partisipan menyatakan bahwa pendidikan bermanfaat bagi mereka dalam melatih cara berpikir yang dapat diterapkan dalam pengasuhan anak, cara menghadapi suami, dan mengatur rumah tangga mereka. Selain itu, mereka merasa bahwa dengan pendidikan membuat mereka dapat berpikir jernih ketika ditimpa masalah di dalam keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Kanwar (2014) yang mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk melatih cara berpikir. Selanjutnya, miskonsepsi bahwa sedikit kesempatan untuk mengembangkan diri dan berkreasi juga tidak sepenuhnya benar karena berkat adanya banyak waktu luang, partisipan dapat mencoba hal-hal baru yang biasanya tidak dilakukan seperti misalnya membuka toko online atau mencoba berbagai resep makanan. Hal ini sesuai dengan teori Maslow bahwa kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk mejadikan sesuatu yang biasa menjadi unik dan bermakna (Feist & Feist. 2006). Jadi, 78 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kreativitas tidak tergantung tempat seseorang untuk berkarier. Miskonsepsi bahwa kehidupan ibu rumah tangga penuh hal yang membosankan juga tidak sepenuhnya benar karena para partisipan merasa ketika mereka berkarier di wilayah domestik mereka merasa puas melihat perkembangan anak mereka atau bersyukur dapat meluangkan waktu untuk mengurus anak yang perlu perhatian lebih. Bahkan, salah seorang partisipan merasa bahwa ia dapat melakukan hobi dan kegiatan yang tidak dapat ia lakukan ketika ia berkarier di wilayah publik. Selain itu beberapa partisipan juga mengatakan bahwa karier domestik melebihi karier publik karena dalam karier domestik pekerjaan mereka seperti tidak pernah selesai dan waktunya tidak terbatas. Temuan ini hampir sama dengan temuan Kanwar (2014) bahwa para perempuan yang berkarier di wilayah domestik menemukan mereka sibuk layaknya perempuan yang berkarier di wilayah publik. 3. Dikotomi wilayah karier domestik-publik Wilayah publik dan domestik sudah menjadi perdebatan sejak jaman dahulu yang membuat kaum feminis memperjuangkan kesetaraan perempuan dengan caranya masing-masing, mempertentangkan bagaimana perempuan menikah mencapai kesetaraan yaitu apakah dengan menghargai karier di wilayah domestik atau dengan mendapatkan ruang sebanyak-banyaknya di wilayah publik. Di satu sisi, ada feminis-feminis yang mengangkat kesetaraan perempuan dengan cara menghargai karier domestik seperti feminis Marxis dan feminis domestik (Hollows, 2008: Tong, 2011). Di sisi lain, ada feminis-feminis lain yang memahami bahwa kesetaraan antara perempuan dan laki-laki hanya bisa dicapai jika perempuan 79 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diberikan ruang di publik seperti feminis liberal yang mengingkan ruang publik serta pekerjaan yang digaji (Friedan, 1973). Adanya tuntutan perempuan terhadap ruang publik sendiri sebenarnya karena kaum feminis, khususnya feminis liberal dan feminis sosialis kebanyakan merupakan kaum kelas menengah yang banyak dipengaruhi produk publik seperti pendidikan. Oleh karena itu, pembagian peran publik dan domestik di Barat menurut Handayani dan Novianto (2004) tidak relevan jika diterapkan di Indonesia, terutama terjadi pada masyarakat Jawa golongan petani dan pedagang karena dalam masyarakat golongan ini wanita mengurus rumah tangga (domestik) sekaligus mencari nafkah (ekonomi-publik). Akan tetapi, ada temuan menarik di dalam penelitian ini terkait pembagian wilayah karier domestik dan publik. Di zaman sekarang perempuan menikah memiliki peluang yang lebih luas untuk mengembangkan diri dan tidak dibatasi wilayah karier publik atau domestik karena wilayah publik dan domestik yang semakin cair. Misalnya, di wilayah karier domestik perempuan menikah dapat membuka pekerjaan yang tidak terbatas ruang dan waktu bahkan salah satu partisipan di penelitian ini mengatakan bahwa pendapatan yang didapat ketika berkarier di wilayah publik dibandingkan dengan pendapatan di wilayah domestik lebih besar ketika ia berkarier di wilayah domestik. Hal ini disebabkan adanya perkembangan teknologi ataupun perkembangan pekerjaan-pekerjaan yang tidak terikat ruang dan waktu yang membuat pembagian wilayah domestik dan publik menjadi semakin cair sehingga perempuan menikah di jaman sekarang sebenarnya dapat melampaui batas publik dan domestik dengan tidak sepenuhnya 80 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI meninggalkan karier domestiknya. Artinya pada jaman sekarang, definisi berkarier dan tidak berkarier juga semakin melebur. 81 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai aktualisasi diri perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik, yaitu: 1. Secara umum, dari keseluruhan jawaban partisipan dapat ditarik kesimpulan bahwa perempuan menikah memiliki peluang untuk mengaktualisasikan melalui karier di wilayah domestik melalui bidang-bidang pekerjaan di wilayah domestik. Secara menggunakan khusus, teknologi partisipan memiliki yang peluang mempunyai yang lebih kemampuan besar untuk mengaktualisasikan diri di wilayah karier domestik karena dapat melampaui batas publik dan domestik. 2. Kriteria aktualisasi diri yang paling sering muncul adalah Kreativitas. Kriteria kreativitas paling banyak muncul di wilayah pekerjaan rumah tangga, pengasuhan anak, dan manajemen operasional, terutama pada partisipan yang menguasai teknologi dan masih memiliki anak pada usia kanak-kanak dan remaja. 3. Partisipan yang berusia lebih muda dan mempunyai anak yang berada pada masa kanak-kanak atau remaja menunjukkan lebih banyak kriteria aktualisasi diri, secara khusus kriteria kreativitas pada wilayah pengasuhan anak dibandingkan partisipan berusia lebih tua dan memiliki anak usia dewasa awal. 82 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. Konsep terkait perempuan menikah berkarier di domestik yang menyatakan bahwa (1) uang yang diberikan orangtua untuk pendidikan akan sia-sia, (2) terdapat sedikit kesempatan untuk mengembangkan dan berkreasi, (3) dan kehidupan yang penuh dengan hal yang membosankan, ternyata tidak terbukti. 5. Di zaman sekarang, dikotomi wilayah publik dan domestik menjadi semakin cair. Hal ini disebabkan adanya pekerjaan-pekerjaan yang tidak terikat ruang dan waktu sehingga sulit dibedakan pembatasan antara wilayah publik atau domestik. 6. Tidak semua kriteria-kriteria orang yang mengaktualisasi diri menurut Maslow dapat muncul di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik. Akan tetapi, perempuan menikah dapat mencapai aktualisasi di wilayah domestik. Sehingga paham yang mengatakan bahwa di wilayah domestik tidak memungkinkan seseorang untuk mengaktualisasikan diri merupakan bias. Bahkan pada zaman sekarang, peluang perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengaktualisasikan diri. 7. Kriteria-kriteria yang tidak muncul di setiap bidang kehidupan di wilayah domestik adalah pengalaman puncak, rasa humor yang filosofis, dan tidak mengikuti enkulturasi. 83 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI B. Keterbatasan Penelitian 1. Peneliti kurang mempertimbangkan status sosial ekonomi para partisipan. Selain itu peneliti juga tidak mencari tahu lebih lanjut dampak status sosial ekonomi pada pemilihan karier domestik di kalangan perempuan menikah dan kemungkinan adanya perbedaan wilayah aktualisasi diri di antara mereka. 2. Peneliti kesulitan untuk menggali keseluruhan peluang aktualisasi diri karier di wilayah domestik karena bentuk-bentuk karier domestik yang terlalu luas, khususnya di zaman sekarang dimana batas antara wilayah publik dan domestik yang semakin cair. C. Saran 1. Bagi Penelitian Selanjutnya a. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dipilih partisipan yang memasuki tahap perkembangan dewasa madya dan mempunyai anak pada masa kanak-kanak karena pada masa itu peluang untuk mengaktualisasikan lebih besar daripada partisipan yang mempunyai masa perkembangan dewasa akhir. b. Dapat dipertimbangkan lagi pemilihan partisipan terkait dengan mempertimbangkan status sosial ekonomi tertentu. c. Dapat dipertimbangkan dengan menggunakan partisipan yang lebih banyak dan lebih beragam latar belakangnya supaya data yang didapatkan semakin kaya. 84 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Bagi Praktisi Psikologi Bagi praktisi psikologi, agar lebih dapat membuka wawasan baru tentang karier ibu rumah tangga dan lebih peka terhadap bias-bias dan miskonsepsi yang mungkin banyak berkembang di masyarakat. 3. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat agar lebih menghargai perempuan menikah yang memilih berkarier di wilayah domestik dan menganggap ibu rumah tangga sebagai karier yang patut dihargai. 4. Bagi perempuan menikah yang berkarier di wilayah domestik Bagi para perempuan menikah yang memilih menjalani karier domestik agar lebih memiliki kebanggaan sebagai ibu rumah tangga dan dapat mencari peluang untuk tetap mengembangkan diri melalui karier domestiknya. 85 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI DAFTAR ACUAN Brescoll, V.E & Uhlmann, E.L. (2005). Attitudes toward traditional and nontraditional parents. Psychology of Women Quarterly, 29, 436-445. Budiati, A.C. (2006). Aktualisasi diri perempuan dalam sistem budaya jawa. Pamator, 1 (3), 51-59. Dagun, S. M. (1990). Psikologi keluarga: Peranan ayah dalam keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Daniel, M., Gutmann, Y, & Raviv, A. (2011). Cooking and Maslow’s hierarchy of needs: A qualitative analysis of amateur chef’s perspective. International Journal of Humanities and Social Sciences, 20 (1), 86-94. Denmark, F.L & Paludi, Michele A. (2008). Psychology of women: A handbook of issues and theories. London: Praeger. Etikawati, A.I. (2014). Apersepsi mengenai figur ayah dan ibu pada anak-anak di Yogyakarta. Jurnal Penelitian Sanata Dharma, 2 (17), 78-90. Feist, Jess & Feist, Gregory J. (2006). Theories of personality (sixth -ed.). New York: McGrawHill. Friedan, Betty. (1979). The feminine mystique. New York: Dell Publishing. Goble, Frank. (1997). Mazhab ketiga psikologi humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta: Kanisius. Gray, Edith. (2000). Employment, age, and children: How do they affect the division of household labour. Negoitating the life course discussion paper series, 3-21. Handayani, Arri. (2013). Keseimbangan kerja pada perempuan bekerja: Tinjauan teori border. Bulletin Psikologi, 2 (21), 90-101. Handayani, C.S & Novianto, A. (2004). Kuasa wanita jawa. Yogyakarta: Lkis. Hollows, Joanne. (2008). Domestic cultures in cultural and media studies. New York : Open University Press. Jang, S. Y. & Merriam, S. (2004). Korean culture and the reentry motivations of university- graduated women. Adult Education Quarterly, 4 (54), 273-290. Kanwar, Mitika. (2014). Misconception regarding housewives among youth female: A psychological perspective. Indian Journal of psychological sciences, 106-112. 86 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kitterod, R. H. (2002). Mother’s housework and childcare: Growing similiarities or stable inequalities? Acta Sociologica, (45), 127-147. Latshaw, B. A. (2016). From mopping to mowing: Masculinity and housework in stay at home father households. Journal of men’s studies, 3 (23), 252-270. Lemme, B. H. (1999). Development in adulthood. Needham Height: Allyn & Bacon. Matlin, Margaret W. (2008). The psychology of women. Belmont, CA: Wadsworth. Moleong, Lexy. (2015). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Olson, M. H. & Hergenhahn, B.R. (2013). Teori-teori kepribadian. Edisi kedelapan. Jakarta: Pustaka Pelajar. Nilson, L. B. (1978). The social standing of housewife. Journal of marriage and family, 3 (40), 541-548. Patton, Michael Quinn. (2009). Qualitative research and evaluations methods. London: Sage Publications. Reed, Brian. (2012, Februari 1). 5 Alasan perlu jadi ibu rumah tangga. Diakses tanggal 2 Mei 2017 dari http://lifestyle.kompas.com/read/2012/02/01/12291736/5.alasan.perlu.jadi. ibu.rumah.tangga. Rubin, S.E & Wooten, H.R. (2007). Highly educated stay-at-home mothers: A study of commitment and conflict. The family journal: Counseling and theraphy for couples and families. 4 (15), 336-345. Sadli, Saparinah. (2009). Berbeda tetapi setara: Pemikiran tentang kajian perempuan. Jakarta: Penerbit buku kompas. Santrock, J.W. (2002). Life-span development : Jilid 2 (ed. ke-5). Jakarta: Erlangga. Schultz, Duane. (1991). Psikologi pertumbuhan: Model-model kepribadian sehat. Yogyakarta: Kanisius. Smith, Jonathan. A. (2009). Psikologi kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudirman, S.A. (2014). Mother and carrier: Phenomenology study of dual-carrier family. Jurnal Ilmiah Kajian Gender, 1 (4), 47-67. Sumiyatiningsih. (2016). Pergeseran peran laki-laki dan perempuan dalam kajian feminis. Jurnal studi agama dan masyarakat WASKITA, 125-137. Supratiknya, A. (2007). Kiat merujuk sumber acuan dalam penulisan karya ilmiah. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. 87 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam psikologi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. Tong, Rosarie P. Femnist thought: Pengantar paling komphrehensif kepada arus utama pemikiran feminis. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra. Vermonte, S. F (2016). Sumbangan ibu rumah tangga. Harian Kompas. hlm.7 Zainal, V. R (2014). Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan: Dari teori ke praktik. Jakarta: Penerbit Rajawali Press. 88