I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, untuk menghitung nilai arus listrik (I) dari suatu jaringan listrik sering menggunakan perhitungan rumus-rumus fisika. Mungkin jaringan listrik yang diberikan sangat sederhana terdiri dari beberapa resistor dan sumber tegangan listrik. Tetapi jika jaringan listrik yang diberikan terdiri dari banyak jaringan resistor, maka penentuan besarnya nilai arus listrik (I) yang mengalir pada jaringan listrik tersebut, mungkin memerlukan waktu yang cukup lama. Salah satu cara yang digunakan untuk menghitung nilai arus listrik (I) pada suatu jaringan listrik yang sangat kompleks yaitu dengan menggunakan perpaduan antara perhitungan matriks dan penggunaan Scilab 4.1. Resistor Pengganti di antara dua simpul α dan β, yaitu Rαβ dari jaringan resistor dapat dihitung dengan menggunakan nilai-nilai eigen dan vektor-vektor eigen yang ortonormal dari matriks Laplace L. Matriks Laplace L dapat diperoleh dari hubungan gambar jaringan resistor. Setelah diperoleh nilai Resistor Pengganti Rαβ, maka dapat dihitung besarnya nilai arus listrik (I) dari jaringan listrik tersebut dengan menggunakan Scilab 4.1. 1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara nilai-nilai eigen dan vektor-vektor eigen yang ortonormal dari suatu matriks Laplace L dalam mencari nilai Resistor Pengganti di antara dua simpul dan nilai arus listrik (I) yang mengalir pada suatu jaringan listrik yang kompleks. Jaringan listrik yang kompleks terdiri dari beberapa jaringan resistor dan beberapa sumber tegangan listrik (V). II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Berikut ini diberikan beberapa definisi tentang matriks yang menjadi landasan teori untuk bab pembahasan. Definisi 1 (Operasi Baris Dasar Matriks) I. Saling menukarkan baris ke-i dengan baris ke-j, diberi notasi Eij, dengan i ≠ j. II. Mengalikan baris ke-i dengan suatu konstanta k ≠ 0, diberi notasi Ei(k). III. Menempatkan atau mengisikan baris ke-i dengan k kali baris ke-j ditambah baris ke-i, diberi notasi Eij(k) dengan i ≠ j. [Leon, 1998] Definisi 2 (Bentuk Eselon Baris Tereduksi) Suatu matriks dikatakan memiliki bentuk eselon baris jika (i) entri bukan nol pertama dalam setiap baris adalah 1. (ii) jika baris k tidak seluruhnya mengandung nol, maka banyaknya entri nol di bagian muka pada baris k + 1 lebih besar dari banyaknya entri nol di bagian muka pada baris k, (iii) jika terdapat baris-baris yang entrinya semuanya adalah nol, maka baris-baris ini berada di bawah baris-baris yang memiliki entri-entri bukan nol. Suatu matriks dikatakan memiliki bentuk eselon baris tereduksi jika : (i) matriks memiliki bentuk eselon baris, (ii) entri bukan nol pertama dalam setiap baris adalah satu-satunya entri bukan nol dalam kolom yang bersangkutan. [Leon, 1998] Definisi 3 (Matriks Hermite) Misalkan M = (mij) adalah suatu matriks m × n dengan mij = aij + ibij untuk setiap i dan j, maka M dapat dituliskan dalam bentuk M = A + iB dengan A = (aij) dan B = (bij) mempunyai entri bilangan real. Dapat didefinisikan matriks sekawan M dengan M = A − iB . Tranpos dari M dilambangkan sebagai MH. Suatu matriks M disebut Hermite jika M = MH. [Leon, 1998] Ilustrasi : ⎛ 3 2 − i ⎞ maka M H = ⎛ 3 2 − i ⎞ M =⎜ ⎟ ⎜ 2+i 4 ⎟ ⎝ 2+i 4 ⎠ ⎝ ⎠ T T ⎛ 3 2+ i ⎞ = ⎛ 3 2−i ⎞ = M ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ 2−i 4 ⎠ ⎝ 2+ i 4 ⎠ =⎜ Definisi 4 (Kronecker Products ⊗) Misalkan A = (amn) mempunyai orde m×n dan B = (bst) mempunyai orde s×t, maka ⎛ a11 B a12 B " a1nB ⎞ ⎜ a 21 B a 22 B " a 2 nB ⎟ A⊗B = ⎜ ⎟ # % # ⎜⎜ # ⎟⎟ ⎝ am1 B am 2 B " amnB ⎠ dengan ukuran matriks A ⊗ B adalah ms×nt. Secara khusus, untuk u = (u1, u2, … , un)T, v = (v1, v2, … , vn)T ∈ Cn , dengan Cn adalah himpunan bilangan kompleks maka u ⊗ v = (u1 v1 , ... , u1v n , ... , u n v1 , ... , u n v n ) T [Zhang, 1999]