perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Hakikat Fisika Fisika sebagai ilmu pengetahuan telah berkembang sejak awal abad ke 14 yang lalu. Fisika bersama-sama dengan biologi, kimia, serta astronomi tercakup dalam kelompok ilmu-ilmu alam (natural sciences) atau secara singkat disebut science. Dalam bahasa Indonesia istilah science ini diterjemahkan menjadi sains atau ilmu pengetahuan alam. Sains termasuk fisika merupakan salah satu bentuk ilmu. Oleh karena itu, ruang lingkup kajiannya juga terbatas hanya pada dunia empiris, yakni hal-hal yang terjangkau oleh pengalaman manusia. Alam dunia yang menjadi objek telaah fisika ini sebenarnya tersusun atas kumpulan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang satu dengan lainnya terkait dengan sangat kompleks. Sains atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau hukum alam yang disederhanakan. Penyederhanaan ini memang diperlukan sebab kejadian alam yang sebenarnya sangat kompleks. Untuk itu, fisika maupun sains pada umumnya bekerja dengan landasan beberapa asumsi yaitu bahwa objek-objek empiris mempunyai sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang, dan kesemuanya jalin-menjalin mengikuti pola-pola tertentu (Suriasumantri, 1982:7). Fisika menganggap bahwa setiap gejala alam terjadi bukan karena kebetulan, akan tetapi mengikuti pola-pola tertentu yang bersifat tetap atau disebut deterministik. Namun, ciri-ciri deterministic di sini bukanlah bersifat mutlak melainkan hanya berarti memiliki peluang untuk terjadi. Tujuan dasar setiap ilmu termasuk fisika adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas yang dapat diandalkan (Suriasumantri, 1982:19). Fisika sebagai ilmu merupakan landasan pengembangan teknologi sehingga teori-teori fisika sangat membutuhkan tingkat kecermatan yang tinggi. Oleh karena itu, fisika berkembang dari ilmu yang bersifat kualitatif menjadi ilmu yang bersifat kuantitatif. Menurut Wospakrik (1993:1) fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan member pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses commit to user alam dan sifat zat serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses fisika 6 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar. Namun demikian, pemahaman ini memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses yang Bersangkutan dan penalaran teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen dasarnya secara berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara kuantitatif. Perumusan kuantitatif ini memungkinkan dilakukan analisis secara mendalam terhadap masalah yang dikaji dan melakukan prediksi tentang hal-hal yang bakal terjadi berdasarkan model penalaran yang diajukan. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya prediksi dan kontrol fisika. Peranan matematika di dalam perkembangan fisika, diakui memang sangat besar. Suprapto (1990) di dalam makalah yang tidak diterbitkan menyebutkan bahwa matematika lebih banyak diperlukan dalam peranannya sebagai “bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi”. Istilah bahasa di sini diartikan sebagai alat Komunikasi dan alat mengelola. Bahasa matematika ini bagi fisika berfungsi sebagai penutup kekurangan yang muncul dari bahasa verbal. Banyak pernyataan-pernyataan fisika yang lebih efisien dan efektif apabila dinyatakan dalam bahasa matematika. Kelebihan bahasa matematika jika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah bahwa matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan dilakukan pengukuran dan pengolahan secara kuantitatif. Di samping itu, bahasa matematika mampu menghilangkan sifat kabur, ganda, dan emosional yang mungkin timbul ketika menggunakan bahasa verbal (Ditjen Dikti, 1981:113). Pernyataan matematis mempunyai sifat yang jelas, spesifik, informatif, dan mempunyai tingkat kecermatan yang tinggi serta tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional. 2. Pembelajaran Fisika Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika lebih banyak mengacu pada teori belajar konstruktivisme. Trianto (2007), teori konstruktivisme adalah teori yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi commit to user sesuai. Hal yang terpenting dari teori kontruktivis ini adalah guru tidak hanya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri pengetahuan yang ada dibenaknya. Sejalan dengan Brunner yang menyatakan “belajar adalah bagaimana individu memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif”. Tekanan utama belajar adalah menemukan sendiri yakni pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya. Sehingga, setelah memperoleh informasi yang deskrit (bertingkat) itu diharapkan dapat mencapai pemahaman yang memberikan kemampuan padanya. Dengan cara demikian siswa diharapkan menemukan makna belajar, yakni menemukan dan memahami konsep-konsep melalui bahasanya sendiri. Fisika merupakan bagian dari IPA atau sains sehingga bahan kajian mata pelajaran fisika di SMA dikembangkan dari bahan kajian yang telah diajarkan di SMP, diperluas sampai bahan kajian yang mengandung konsep abstrak dan dibahas secara kuantitatif dan analisis. Pada pengajaran fisika di SMA, diharapkan siswa tidak hanya menguasai konsep, prinsip, dan hukum-hukum saja, tetapi juga ditekankan pada aplikasi penerapan melalui penelitian dan pemecahan masalah. Sehingga dengan demikian nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. 3. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan sejumlah keterampilan yang dibentuk oleh komponen-komponen metode sains/scientific methods. Keterampilan proses (prosess-skill ) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Indrawati dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa: “Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori , untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan(falsifikasi)". Keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan commit to user memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 Keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Semiawan dalam Nuh (2010: 1) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu: (1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa; (2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret; (3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif; (4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Metode ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains. Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Hess dalam Mahmuddin (2010: 3), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah, yaitu: (1) Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah; (2) Membuat latar belakang penelitian atau melakukan observasi; (3) Menyusun hipotesis; (4) Menguji hipotesis melalui percobaan; (5) Menganalisa data dan membuat kesimpulan; (6) Mengkomunikasikan hasil. Pembelajaran sains, keenam langkah-langkah metode ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah keterampilan proses sains yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa. a. Teori belajar yang mendukung KPS KPS merupakan asimilasi dari berbagai keterampilan intelektual yang dapat diterapkan pada proses pembelajaran. Menggunakan KPS untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu sekaligus. Adapun teori belajar yang mendukung pembelajaran KPS sebagai berikut: 1. Teori Belajar Bruner Teori belajar Bruner lebih dikenal dengan belajar penemuan. Menurut teori belajar Bruner cit. Wahab Jupri (2013: 23),toproses commit user belajar akan dapat berlangsung perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 dengan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan jika pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori dan sebagainya melalui suatu percobaan. Belajar penemuan akan membangkitkan rasa ingin tahu siswa serta menumbuhkan motivasi untuk terus belajar sampai memperoleh jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Kegiatan ini mampu mengajarkan keterampilan siswa dalam hal memecahkan masalah yang dihadapi. Implementasi teori ini dalam penelitian adalah selama pembelajaran menggunakan modul berbasis KPS siswa melakukan kegiatan penemuan melalui kegiatan observasi, klasifikasi, interpretasi, hipotesis. Tahapan selanjutnya adalah percobaan yang melibatkan siswa secara aktif untuk menjawab rumusan masalah, hipotesis, serta rancangan terkait permasalahan yang disajikan dalam bentuk modul, sehingga akan terbentuk pengetahuan setelah proses tersebut selesai. Hal ini sejalan dengan pendapat Pujiastuti (2011) bahwa belajar adalah usaha mencari tahu dan menemukan makna atau pengertian. Belajar tidak akan berhasil apabila siswa hanya melakukannya karena takut atau untuk menyenangkan hati guru. Belajar akan memberikan hasil yang autentik jika melalui serangkaian proses penyelidikan atau penemuan, dimulai dengan hasrat atau keinginan untuk dapat mencapai jawaban dari suatu permasalahan dan berlangsung dengan rangkaian kegiatan percobaan yang sistematis untuk memecahkan masalah. 2. Teori Belajar Ausubel Teori belajar menurut Ausubel lebih ditekankan pada kegiatan belajar yang bermakna. Ausubel cit. Dahar (1988) mengklasifikasikan belajar kedalam dua dimensi yaitu: a) dimensi tentang cara penyajian informasi atau materi kepada siswa yang meliputi belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final dan belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan; b) dimensi tentang cara siswa mengkaitkan materi yang diberikan dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Jika Siswa yang mampu menghubungkan atau mengkaitkan informasi pada pengetahuan yang telah dimilikinya maka siswa tersebut dapat dikatakan telah belajar bermakna. Tetapi jika siswa menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi belajar hafalan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 Implementasi teori belajar Ausubel pada penelitian ini adalah 3 tahapan KPS selanjutnya yaitu pertanyaan, mengkomunikasi dan menerapkan konsep. Pada tahap pertanyaan siswa disajikan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis dan percobaan yang dilakukan. Selanjutnya adalah tahap mengkomunikasikan yakni siswa menggambarkan data empiris hasil percobaan/ pengamatan dengan grafik/ tabel. Tahapan terakhir adalah menerapkan konsep, dalam hal ini siswa menggunakan subkonsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi. Rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa ini akan menjadikan proses belajar siswa lebih bermakna, karena informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya, sehingga ingatan siswa menjadi lebih kuat dan transfer belajar mudah dicapai. 3. Teori Belajar Kontruktivisme Kontruktivisme adalah teori belajar yang menekankan bahwa proses pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan baru akan dilakukan oleh siswa sendiri melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif memperoleh pengetahuan baru yang bermakna. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru hanya berperan memfasilitas siswa dalam membentuk pengetahuan mereka (Siregar dan Nara, 2010). Implementasi teori konstruktivisme dalam penelitian ini adalah, siswa dianggap mampu mengembangkan pengetahuan awal yang ia miliki melalui serangkaian kegiatan yang disusun dalam modul berbasis KPS. Rangkaian kegiatan siswa disusun berdasarkan Komponen tahapan KPS, sehingga selama pembelajaran siswa akan melewati tahap demi tahap langkah tersebut sampai terbentuk pengetahuan baru. b. Langkah-langkah Pelaksanaaan KPS Secara luas dan operasional langkah-langkah pelaksanaan KPS sebagai berikut: 1. Pembukaan Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan siswa pada pokok permasalahan agar siswa siap, baik secara mental, emosional maupun fisik. kegiatan ini antara lain berupa: a. Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialai siswa atau pun guru. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 b. Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari siswa, menunjukkan gambar, slide, film atau benda lain. 2. Proses belajar mengajar Proses belajar mengajar hendaknya mengikutkan siswa secara aktif, guna mengembangkan kemajuan siswa antara lain keterampilan mengobservasi; menginterpretasikan; memprediksi; mengaplikasikan konsep; mengklasifikasi; merencanakan; menggunakan alat; melaksanakan penelitian, serta mengkomunikasikan hasil penemuannya. a. Pengamatan Tujuan kegiatan ini untuk melakukan pengamatan yang terarah tentang gejala/ fenomena sehingga mampu membedakan yang sesuai dengan yang tidak sesuai dengan permasalahan. Yang dimaksud disini adalah penggunaan indra (mata, telinga, penciuman dan rangsangan) secara optimal dalam rangka memperoleh informasi yang memadai. b. Menginferensi atau menjelaskan Menginferensi data ilmiah akan menuntun pada aktivitas memprediksi. c. Interpretasi hasil pengamatan Tujuan pengamatan ini untuk menginterpretasi hasil pengmatan atau pengkuran suatu objek yang telah dilakukan berdasarkan pada pola hubungan hasil pengamatan yang satu dengan yang lainnya d. Memprediksi Hasil interpretasi dari suatu pengamat kemudian digunakan untuk memprediksi kejadian yang belum diamati/ akan dating. e. Aplikasi konsep Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau dalam penyelesaian suatu masalah. f. Mengklasifikasi Sebagaimana segala sesuatu mempunayai tempat, setiap tempat dan kejadian memiliki kelompoknya sendiri-sendiri. Bagaimana kita dapat mengetahuinya? Kita tahu bahwa keterampilan ketiga dari science process skills adalah pengklasifikasian. g. Perencanaan penelitian commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 h. Pelaksanaan penelitian Penelitian bertitik tolak dari seepangkat masalah untuk menguji hipotesis tertentu yang memerlukan perencanaan penelitian lanjutan dalam bentuk percobaan lain. i. Menggunakan alat/bahan/sumber Keterampilan menggunakan alat dalam mengukur objek merupakan bagian penting di dalam kehidupan kita sejak dahulu, dank arena adanya pengukuran, ilmuan dapat membandingkan benda-benda dan kejadiankejadian secara kuantitatif. j. Mengkomunikasikan Kegiatan ini bertujuan mengkomunikasikan proses dan hasil penelitian kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam bentuk kata-kata, grafik, bagan, maupun tabel, secara lisan atau tertulis. c. Indikator Keterampilan Proses Sains Menurut Muh. Tawil (2014) dalam Keterampilan-keterampilan sains dan implementasinya dalam pembelajaran IPA menyatakan bahwa KPS mempunyai 11 indikator, yaitu: 1. Mengamati (observasi) Menggunakan alat indera yang sesuai; mengumpulkan/menggunakan fakta yang relevan. 2. Mengelompokkan/ Klasifikasi Mencatat setiap pengamatan secara terpisah; mencari persamaan dan perbedaan; mengontraskan cirri-ciri; membandingkan; mencari dasar pengelompokan atau penggolongan. 3. Menafsirkan/ Interpretasi Menghubungkan hasil pengamatan; menemukan pola/ keteraturan dala suatu seri pengamatan; menyimpulkan. 4. Meramalkan/ prediksi Menggunakan pola-pola atau keteraturan hasil pengamatan; mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum terjadi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 5. Melakukan komunikasi Mendeskripsikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan/ pengamatn dengan grafik/ tabel/ diagram atau mengubahnya dalam bentuk salah satunya; menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas; menjelaskan hasil percobaan/ penyelidikan; membaca grafik/ tabel/ diagram; mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah/peristiwa. 6. Mengajukan pertanyaan Bertanya apa bagaimana dan mengapa; bertanya untuk meminta penjelasan; mengajukan pertanyaan yang berlatarkan hipotesis. 7. Mengajukan Hipotesis Mengetahui bahwa ada lebih dari suatu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian; menyadari bahwa satu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pememcahan masalah. 8. Merencanakan Percobaan/Penyelidikan Menentukan alat dan bahan; menentukan variable/ faktor-faktor penentu; menentukan apa yang akan diatur, diamati, dicatat; menentukan langkah kerja. 9. Menentukan Alat/ Bahan/ Sumber Memakai alat dan bahan; mengetahui alas an mengapa menggunakan alat dan bahan/ sumber. 10. Menerapkan Konsep Menggunakan konsep/ prinsip yang telah dipelajari dala situasi baru; menggunakan konsep/ prinsip pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi. 11. Melaksanakan Percobaan/ Penyelidikan Hasil belajar dapat dibedakan menjadi pengetahuan (knowledge), penalaran (reasoning), keterampilan (skills), hasil karya (product) dan afektif (affective). 4. Pembelajaran Fisika berbasis Keterampilan Proses Sains Fisika sebagai proses sangat berkaitan dengan kata-kata kunci fenomena, dugaan, pengamatan, pengukuran, penyelidikan, dan publikasi. Pembelajaran yang merupakan tugas guru termasuk ke dalam bagian mempublikasikan itu. Dengan demikian pembelajaran fisika sebagai proses hendaknya berhasil mengembangkan commit to user keterampilan proses sain pada diri siswa. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 KPS merupakan asimilasi dari berbagai keterampilan intelektual yang dapat diterapkan pada proses pembelajaran. Piaget dalam (Duherti, 2003) mengemukakan bahwa kemampuan berfikir anak akan berkembang bila dikomunikasikan secara jelas dan cermat yang dapat disajikan berupa grafik, diagram, table, gambar atau bahasan isyarat lainnya. Brunner dalam (Hendrik, 2000) mengemukakan bahwa dalam pengajaran dengan KPS penemuan anak akan menggunakan pikirannya untuk melakukan berbagai konsep atau prinsip. Dalam proses penemuan (discovery) anak melakukan operasi mental berupa pengukuran, prediksi, pengamatan inferensi, dan pengelompokkan. Operasi mental yang menyangkut keterampilan intelektual tersebut dapat mengembangkan kemampuan anak dalam membentuk pengetahuan, anak akan mengetahui lingkungan dengan bekal konsep atau pengetahuan (prior knowledge) yang telah ada. Jika objek yang diamati dengan konsep prior tadi, maka pengetahuan anak akan bertambah. Pada hakekatnya hasil kegiatan pengamatan itu menyebabkan meningkatnya pengetahuan si anak. Oleh sebab itu proses mental di atas digunakan sebagai dasar bagi pengembangan keterampilan proses sains untuk menemukan konsep dan prinsip. Brunner menyatakan jika seorang individu belajar dan mengembangkan pikirannnya, maka sebenarnya ia telah menggunakan potensi intelektual untuk berfikir dan ia setuju bahwa melalui sarana keterampilan-keterampilan proses sains anak akan dapat didorong secara internal membentuk intelektual secara benar. Ausubel dalam (Dahar, 1989) berpendapat jika anak belajar dengan perolehan informasi melalui penemuan, maka belajar ini menjadi belajar yang bermakna. Hal ini termasuk apabila informasi yang diperolehnya dapat berkaitan dengan konsep atau informasi yang sudah ada padanya. Dari ketiga pakar di atas dapatlah ditarik kesimpulan yang menghubungkan ketiganya dalam suatu bentuk dukungan terhadap penggunaan KPS yaitu adanya kemampuan dan tahap intelektual serta pandangan belajar terhadap perkembangan pengetahuan anak, maka cara belajar anak dengan mengembangkan berbagai aspek discovery akan menyebabkan hasil belajar yang bermakna. Hal tersebut dapat terjadi jika dikembangkan proses belajar mengajar dengan menerapkan pendekatan KPS. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 5. Modul a. Pengertian Modul Modul merupakan satu unit program pembelajaran yang terencana, didesain guna membantu peserta mencapai tujuan pelatihan. Paket program pembelajaran yang bersifat self-contained dan self-instruction, yaitu bahan pembelajaran mandiri. Menurut Indrawati (2009: 45) modul memiliki beberapa ciri yaitu hanya memuat satu konsep saja, menggunakan berbagai media, memiliki beberapa strategi atau kegiatan, dan terdapat tugas yang disusun secara sistematis. Jenis modul dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 1) Modul sederhana, yaitu bahan pembelajaran tertulis yang hanya terdiri atas 3-5 halaman, bahan pembelajaran ini dibuat untuk kepentingan pembelajaran 1-2 jam pembelajaran. 2) Modul kompleks, yaitu bahan pembelajaran yang terdiri atas 40-60 halaman, untuk 20-30 jam pelajaran. Modul kompleks ini dapat dilengkapi bahan audio, video/film, kegiatan percobaan, praktikum, dsb. b. Karakteristik Modul Depdiknas (2008) menyatakan karakter modul diantaranya self instruction, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly. 1. Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. 2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai. 3. Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempe- lajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. 4. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. 5. User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi commit to user dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Salah satu kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru dalam melaksanakan tugasnya adalah mengembangkan bahan ajar dan media pembelajaran. Guru perlu memiliki pemahaman media pendidikan antara lain jenis dan manfaat media pendidikan, kriteria memilih dan menggunakan media pendidikan, menggunakan alat bantu mengajar dan tindak lanjut penggunaan media dalam proses belajar (Haryanto, 2003). Dengan demikian, pengembangan bahan ajar sebagai salah satu media pendidikan penting dilakukan supaya lebih efektif, efisien, dan tidak melenceng dari kompetensi yang ingin dicapai. Beberapa keuntungan bahan ajar yang dikemukakan oleh Steffen Peter Ballstdaedt (dalam Majid, 2006:175), yaitu: 1. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan guru untuk menunjukkan kepada siswa bagian mana yang sedang dipelajari. 2. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit. 3. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dengan mudah dipindah-pindahkan. 4. Menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu. 5. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca dimana saja. 6. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa. 7. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar. 8. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri. Secara umum bahan ajar merupakan sarana pendukung saat pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung. Sehingga, saat proses pembelajaran dibutuhkan bahan ajar yang dapat memudahkan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang akan disampaikan. Komponen modul dalam Depdiknas (2008), menyampaikan komponen isi modul yaitu terdiri atas bagian pembuka (judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan kompetensi, tes awal), bagian inti (tinjauan materi, hubungan dengan materi lain, uraian materi, penugasan, rangkuman), dan bagian akhir (glosarium, tes akhir, indeks). Sesuai penjelasan di atas dapat disimpulkan format modul dalam sistematika penyajian materi adalah sebagai berikut.1) Tinjauan mata latihan; 2) Sajian materi modul: a. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 Pendahuluan, b. Kegiatan belajar (KB), c. Rangkuman, d. Tes formatif, e. Kunci jawaban tes formatif; 3) Glosarium ; 4) Daftar pustaka. Bagian-bagian modul fisika yang dikembangkan akan disesuaikan dengan acuan komponen yang sudah ditetapkan oleh Depdiknas. c. Komponen-Komponen Modul Menurut Santyasa (2009:8) isi dari modul memiliki beberapa bagian yaitu pendahuluan (penjelasan modul, sasaran umum pembelajaran, dan sasaran khusus pembelajaran), kegiatan belajar (isi pembelajaran, rangkuman, tes, kunci jawaban dan umpan balik) dan daftar pustaka. Depdiknas (2008) mengutarakan bahwa komponen isi modul terdiri atas pembuka (judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan kompetensi), bagian inti (tujuan materi, hubungan dengan materi lain, uraian materi, penugasan, rangkuman) dan bagian akhir (glosarium, tes akhir, daftar pustaka). 1) Sasaran Pembelajaran Sasaran atau tujuan pembelajaran biasanya digambarkan dengan kompetensi dan indikator apa saja yang ingin dicapai oleh siswa. Sasaran ini biasanya telah ditetapkan terlebih dahulu yang akan digunakan untuk panduan dalam mengisi konten di dalam modul. Sasaran pembelajaran selain itu juga dapat diartikan sebagai hasil belajar yang telah dirumuskan secara rinci. 2) Isi Pembelajaran Materi pembelajaran yang akan ditampilkan di dalam modul harus melihat beberapa hal berikut yaitu relevan dengan sasaran pembelajaran, tingkat kesukaran sesuai dengan pikiran dan kegiatan siswa, memotivasi siswa, menarik siswa untuk aktif, sesuai dengan prosedur pembelajaran, dan sesuai dengan media pembelajaran yang ada. 3) Rangkuman Rangkuman merupakan komponen modul yang berisi ide pokok pembelajaran modul, sebagai tinjuan ulang serta pendalaman terhadap materi pembelajaran yang telah siswa pelajari. Rangkuman dapat memberikan manfaat bagi siswa untuk lebih mengingatnya. 4) Tes Tes digunakan untuk mengetahui seberapa jauh siswa memahami materi yang commit to user telah diberikan. Selain itu tes juga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 untuk mengenal seberapa jauh ketercapaian dan dibagian mana guru melakukan perbaikan. 5) Daftar Pustaka Daftar pustaka merupakan bagian penting dari modul. Dengan daftar pustaka yang lengkap, mutakhir dan relevan siswa dapat mengkonfirmasi setiap informasi yang didapatkan. Penulisan daftar pustaka berurutan berdasarkan alphabet untuk nama pengarang. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa modul terdiri dari 3 bagian utama yaitu pendahuluan, isi dan penutup. Pendahuluan adalah bagian awal modul dimulai dari judul, daftar isi, peta konsep, kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran. Bagian kedua adalah isi terdiri dari tujuan materi, hubungan dengan materi lain, uraian materi, dan tugas kelompok/individu. Bagian terakhir adalah penutup berisi rangkuman, kunci jawaban, glosarium, dan daftar pustaka. d. Pengembangan Modul Pembelajaran Pelaksanaan pengembangan media pembelajaran membutuhkan persiapan dan perencanaan. Hal ini dilakukan agar media tersebut bermanfaat sesuai dengan sasaran pembelajaran. Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan langkah-langkah dalam pengembangan modul. Langkah pengembangan modul menurut Purwanto et al (2007:16) terdiri dari 4 tahap. Keempat tahapan tersebut diantanya adalah perencanaan, penulisan, review uji coba dan revisi, finalisasi dan percetakan. a. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dilakukan agar dapat membantu siswa mencapai pembelajaran secara efektif dan efisien. Pada tahapan ini dapat dilihat tingkat keterbacaan, kedalaman materi yang dapat disesuaikan dengan siswa. Tujuan yang akan dicapai dan materi yang harus disajikan terdapat pada garis besar isi modul (GBIM). GBIM selanjutnya akan digunakan sebagai panduan dalam membuat modul. GBIM berisi sasaran, tujuan umum dan tujuan khusus, materi pelajaran, media yang digunakan dan strategi pembelajaran. b. Tahap Penulisan Tahap penulisan terdiri dari persiapan outline dan penulisan. Pelaksanaan commit to user tahapan ini tetap berdasar pada GBIM. Langkah periapan outline terdiri dari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 menentukan topik yang akan di masukkan ke dalam modul, mengatur urutan topik sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan outline. Langkah penulisan terdiri dari penulisan draft 1, kemudian melengkapi draft 1 menjadi draft 2. c. Tahap Review, Uji Coba dan Revisi Kegiatan review dilakukan dengan meminta beberapa orang (ahli materi dan ahli media) untuk membaca draft secara cermat dan meminta kritik dan saran. Uji coba dilakukan sebanyak 2 kali yaitu kelompok kecil dan besar. Kegiatan tersebut sama-sama bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap modul yang ada berdasarkan saran-saran yang yang diberikan siswa. Kegiatan revisi digunakan untuk memperbaiki modul tersebut berdasarkan masukan dari ahli, dan hasil uji coba sebelumnya. d. Tahap Finalisasi dan Percetakan Modul yang telah di review, diuji coba dan direvisi maka selanjutnya yang dilakukan adalah finalisasi dan mencetak modul tersebut. Tahapan finalisasi harus mengedepankan beberapa langkah berikut pengecekan text, ilustrasi, catatan kaki, tata huruf, heading penomoran halaman, layout, ilustrasi, dan penggunaan warna. Pembuatan modul juga dapat mengikuti langkah-langkah menurut Sadiman dkk (2011) diantaranya adalah a. Analisis kebutuhan b. Merumuskan tujuan instruktusional c. Merumuskan butir-butir materi d. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan e. Menulis draft modul f. Mengadakan tes dan revisi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 Berikut terdapat bagan yang menggambarkan pelaksanaan pengembangan modul pembelajaran menurut Sadiman dkk (2011): Identifikasi kebutuhan Perumusan butirbutir materi Perumusan alat pengukur keberhasilan Perumusan tujuan Revisi? Penulisan naskah media Tes/ Uji coba Tidak Naskah siap produksi Gambar 2.1 Langkah Pengembangan Modul (Sumber: Sadiman, dkk, 2011:101) Nurma dan Endang (2010) mengutarakan pendapatnya bahwa pengembangan modul merupakan seperangkat prosedur yang dilakukan secara berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem pembelajaran modul. Dalam mengembangkan modul diperlukan prosedur tertentu yang sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, struktur isi pembelajaran yang jelas, dan memenuhi kriteria yang ada. Adapun langkah-langkah pengembangan modul menurut Nasution (2003: 216) adalah ; a. Merumuskan sejumlah tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk kelakuan siswa yang dapat diamati dan diukur. b. Urutan tujuan-tujuan menentukan langkah-langkah dalam modul. c. Tes diagnostik untuk mengetahui latar belakang siswa, pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya sebagai syarat awal untuk membuat modul. d. Adanya butir tes dengan tujuan-tujuan modul. e. Menyusun alasan atau rasional pentingnya modul bagi siswa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 f. Kegiatan-kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa mencapai komptensi. g. Menyusun post-test guna mengetahui ketercapaian hasil belajar. h. Menyiapkan sumber-sumber bacaan yang dapat diakses siswa setiap waktu. Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat pilih langkah-langkah pengembangan modul yang sekiranya sesuai. Pemilihan langkah pengembangan modul lebih mudah menggunakan model Purwanto et al (2007: 16) terdiri dari 4 tahap (perencanaan, penulisan, review uji coba dan revisi, finalisasi dan percetakan). 6. Kemampuan Pemecahan Masalah Masalah (problem) berasal dari bahasa Yunani, yaitu problema yang berarti kendala. Santyasa (2004) menyatakan problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban. Pemecahan masalah (problem solving) adalah upaya peserta didik untuk menemukan jawaban masalah yang dihadapi berdasarkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya (Santyasa, 2004). Pemecahan masalah memerlukan dua atribut penting, yaitu representasi mental dari masalah dan memerlukan beberapa manipulasi untuk menghasilkan solusi (Jonassen, 2011). Kemampuan pemecahan masalah adalah kecakapan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Diyah, 2007). Khaeruddin et al., (2009) menyatakan kemampuan memecahkan masalah juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang lumrah. Ledesma (2012) menyatakan masalah dapat diajukan kepada siswa melalui dugaan verifikasi, serta transfer pengetahuan yang diperoleh dalam kursus sebelumnya. Dalam pembelajaran sains, selain mengajarkan untuk memahami pengetahuan dan mengaplikasikannya pada hal baru, siswa juga perlu diajar mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sehingga terbiasa berpikir secara ilmiah dalam kehidupan sehari-hari (Elvan: 2010). Agar dapat mengajarkan pengembangan kemampuan pemecahan masalah siswa, maka seorang guru juga harus memiliki kemampuan pemecahan masalah yang optimal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tolok ukur kualitas seseorang di zaman modern ini. `Pemecahan masalah dalam konteks pembelajaran sains telah menjadi tema utama dalam penyelidikan. Selain itu, aktivitas pemecahan masalah membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dan memfasilitasi pembelajaran sains (Mukhopadhyay: 2013). Untuk menghadapi tantangan abad 21 lebih baik guru mempersiapkan siswa untuk menjadi seorang penyelidik, pemecah masalah, berpikiran kritis dan kreatif (Barell: 2010). Empat komponen yang harus diskor dalam rangka penilaian terhadap kemampuan pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Polya (1971) yaitu: 1) memahami masalah, 2) merencanakan solusi, 3) melaksanakan rencana solusi, dan 4) pengecekan dan evaluasi. Suyitno (dalam Inayah, 2007) menyatakan suatu soal dapat dikatakan sebagai masalah bagi siswa jika dipenuhi syarat-syarat yaitu: (1) siswa memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut, (2) diperkirakan siswa mampu mengerjakan soal tersebut, (3) siswa belum tahu algoritma/cara menyelesaikan soal tersebut, dan (4) siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut. Menurut Polya dalam Erman Suherman dkk (2001: 79), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah: 1. Memahami masalah Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. 2. Merencanakan penyelesaian Kemampuan melakukan fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. 4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 Melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan. Pemecahan masalah menurut Polya tersebut dikembangkan lagi oleh Herman Hudojo dan Akbar Sutawijadja (Herman Hudojo, 2005: 134-140) menjadi: 1. Pemahaman terhadap suatu masalah Pemahaman dilakukan dengan membaca dan membaca ulang soal, mengidentifikasi informasi yang diketahui, mengidentifikasi apa yang hendak dicari. 2. Perencanaan penyelesaian masalah Di dalam merencanakan masalah seringkali diperlukan kreativitas. Sejumlah strategi dapat membantu kita merumuskan suatu rencana penyelesaian suatu masalah. Menurut Wheeler (Herman Hudojo, 2005: 137) strategi penyelesaian masalah antara lain sebagai berikut : membuat tabel, membuat gambar, enduga, mengetes, dan memperbaiki, mencari pola, menyatakan kembali permasalahan, menggunakan penalaran, menggunakan variabel, menggunakan persamaan, mencoba menyederhanakan permasalahan, menghilangkan situasi yang tidak mungkin, bekerja mundur, menyusun model, menggunakan algoritma, menggunakan penalaran yang tidak langsung, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan kasus atau membagi menjadi bagian-bagian, memvalidasi semua kemungkinan, menggunakan rumus, menyelesaikan masalah yang equivalen, menggunakan simetri, dan menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru. 3. Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah Langkah ini merupakan langkah Polya (1972) yang didefinisikan sebagai menyelesaikan perencanaan penyelesaian. 4. Melihat kembali penyelesaian Langkah ini untuk melihat apakah penyelesaian yang kita peroleh sudah sesuai dengan ketentuan yang diketahui dan tidak terjadi kontradiksi merupakan langkah terakhir yang penting. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 Terdapat empat komponen untuk meriview suatu penyelesaian, yaitu : a. Mengecek hasil b. Mengintepertasikan jawaban yang diperoleh c. Mencari adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama d. Mencari adakah penyelesaian yang lain. Menurut Gagne, dalam pemecahan masalah biasanya ada lima langkah yang harus dilakukan (Erman Suherman dkk, 2003: 36) yaitu : 1) Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas 2) Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional 3) Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik 4) Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya 5) Mengecek kembali hasil yang diperoleh Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah yang diukur melalui kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Dalam setiap permasalahan, aspek memahami masalah diukur melalui menuliskan unsur yang diketahui dan unsur yang ditanya, aspek merencanakan pemecahan diukur melalui menuliskan teori atau metode yang dapat digunakan dalam masalah ini, aspek melakukan perhitungan diukur melalui melaksanakan rencana pemecahan sesuai dengan teori atau metode yang dipilih, aspek memeriksa kembali diukur melalui memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh. 6. Kalor dan Perpindahannya a. Kalor sebagai Energi Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Kalor Berpindah dari Suhu Tinggi ke Suhu Rendah (Sumber:Kanginan, 2013:345) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 Kalor timbul akibat perbedaan suhu. Suhu adalah derajat panas atau dinginnya suatu benda. Banyaknya kalor (Q) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu suatu zat adalah sebanding dengan perubahan suhu (T) dan massa zat (m) tersebut: Q = m . c . T (2.1) dengan c adalah kalor jenis zat (kal g-1oC-1 atau joule kg-1k-1) Satuan energi panas adalah kalori yang didefinisikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1oC dengan massa 1 gram air (1 kalori = 4,2 joule) b. Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor Kalor jenis adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg suatu zat sebesar 1K atau 1 oC. Kapasitas kalor merupakan banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 oC. Dari Persamaan (2.1), mc dapat dituliskan dalam bentuk Persamaan (2.2) berikut ini. mc Q T (2.2) Apabila kapasitas kalor dilambangkan dengan C, maka C Q T dengan C = mc (2.3) (2.4) c. Asas Black Gambar 2.3 Proses Menuangkan Air Dingin ke dalam Air Panas (Sumber:Kanginan, 2013:329) Perhatikan gambar (2.3), untuk mendinginkan secangkir kopi panas, tambahkan air dingin ke dalam air panas tersebut dan mengaduknya agar tercampur merata. Kesetimbangan akan tercapai apabila diperoleh air hangat yang suhunya di commit to userakan melepaskan energi sehingga antara suhu air panas dan air dingin. Air panas perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 suhunya turun dan air dingin akan menerima energi sehingga suhunya naik dalam proses pencampuran. Jika pertukaran kalor hanya terjadi antara air panas dan air dingin (tidak ada kehilangan kalor ke udara sekitar dan ke cangkir), maka sesuai prinsip kekekalan energi, yaitu kalor yang dilepaskan oleh air panas (Qlepas) sama dengan kalor yang diterima air dingin (Qterima). Energi adalah kekal, sehingga kehilangan energi Q dari suatu benda akan muncul sebagai tambahan energi Q pada benda lainnya. Kekekalan energi juga berlaku pada perpindahan kalor. Pada kalor berlaku hukum kekekalan energi atau Asas Black, yaitu : Qlepas = Qterima (2.5) Bila dinyatakan dalam massa (m), kalor jenis (c), dan perubahan suhu (T) maka persamaan (2.5) dapat ditulis : m1 . c1 . T1 = m2 . c2 . T2 m1 . c1 . (T1-Tc) = m2 . c2 . (Tc-T2) (2.6) dengan Tc adalah suhu campuran. d. Perubahan Wujud Zat Zat dapat digolongkan dalam tiga macam fase, yaitu padat, cair, dan gas. Kalor dapat menyebabkan terjadinya perubahan wujud zat. Uap menyublim menguap mengembun Cair membeku melebur Padat Gambar 2.4 Diagram Perubahan Wujud Zat (Sumber:Kanginan, 2013:332) Pada gambar (2.4) ditunjukkan diagram perubahan wujud zat. Melebur adalah perubahan wujud dari padat menjadi cair, membeku adalah perubahan wujud dari cair menjadi padat. Menguap adalah perubahan wujud dari cair menjadi gas, mengembun adalah perubahan wujud dari gas menjadi cair. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 Menyublim adalah perubahan wujud dari padat menjadi gas (tanpa melalui wujud cair). Sedangkan deposisi adalah kebalikan dari menyublim, yaitu perubahan wujud dari gas menjadi padat. Kalor lebur adalah banyaknya kalor yang diterima untuk mengubah 1 gram zat dari padat menjadi cair pada titik leburnya. Suhu saat zat mengalami peleburan disebut titik lebur zat. Kalor beku adalah banyaknya kalor yang dilepaskan untuk mengubah 1 gram zat dari cair menjadi padat pada titik bekunya. Suhu saat zat mengalami pembekuan disebut titik beku. Kalor lebur sama dengan kalor beku untuk zat yang sama. Kedua jenis kalor laten ini disebut kalor lebur (Lf). Jika banyak kalor yang diperlukan (Q) oleh zat yang massanya (m) untuk melebur dapat ditulis 𝐐 = 𝑚 𝑳𝒇 (2.7) Kalor uap adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 gram zat untuk mengubah wujudnya dari cair menjadi uap pada titik uapnya. Sedangkan kalor embun (kalor kondensasi) adalah banyaknya kalor yang dilepaskan oleh 1 gram zat untuk mengubah wujud dari uap menjadi cair pada titik embunnya. Kalor didih sama dengan kalor embun untuk zat yang sama. Kedua jenis kalor laten ini disebut kalor didih (Lv). Jika banyak kalor yang diperlukan (Q) oleh zat yang massanya (m) untuk melebur dapat ditulis 𝐐 = 𝑚 𝑳𝒗 (2.8) Gambar 2.5. Grafik Suhu Terhadap Waktu Untuk Es yang Dipanaskan Sampai Menjadi Uap Air (Sumber: Kanginan, 2013:340) Gambar 2.5 menunjukkan grafik suhu-kalor ketika sejumlah massa tertentu es yang suhunya di bawah 0oC dipanaskan (diberi kalor). Suhu naik commit to user (dari a ke b) sampai titik lebur es 0oC dicapai. Antara a dan b hanya terdapat satu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 wujud, yaitu wujud padat (es). Kemudian ketika kalor terus ditambahkan (dari b ke c), suhu tetap sampai semua wujud cair (air). Kemudian, suhu air akan naik kembali (dari c ke d) sampai titik didih air 100oC dicapai. Antar c dan d hanya terdapat satu wujud yaitu wujud cair (air). Pada titik didih (dari d ke e) kembali suhu tetap walau kalor terus bertambah sampai semua air mendidih menjadi uap air (wujud gas). Antara d dan e terdapat dua wujud yaitu wujud cair (air) dan wujud gas/uap air). Kemudian suhu uap air akan naik kembali jika kalor terus diberikan. Jika kelajuan kalor yang diberikan yaitu kalor/waktu atau dengan simbol ΔQ/ Δt adalah tetap yaitu dengan cara mengatur nyala api pemanasan yang tetap, maka kemiringan grafik wujud cair (dari c ke d) lebih kecil daripada kemiringan grafik wujud padat (dari a ke b), sehingga kemiringan grafik kenaikan suhu (ΔT) terhadap kalor (Q) adalah: T 1 Q mc (2.9) Persamaan (2.9) menyatakan bahwa untuk massa tetap, kemiringan grafik (ΔT/Q) sebanding dengan kebalikan nilai kalor jenis (1/c). Kalor jenis air = 4200 J/kg K lebih besar daripada kalor jenis es = 2100 J/kg K. Oleh karena itu, kemiringan grafik wujud cair (dari c ke d) lebih kecil daripada kemiringan grafik wujud padat (dari a ke d). Hal yang harus diperhatikan adalah kalor jenis yang digunakan untuk setiap bagian grafik yang mengalami kenaikan suhu. Dari a ke b, wujud zat adalah es, sehingga kalor jenis yang digunakan pada rumus Q = mcΔT adalah kalor jenis es, yaitu c = 2100 J/kg K. Dari c ke d, wujud zat adalah air, sehingga kalor jenis yang digunakan adalah kalor jenis air, yaitu c = 4200 J/kg K. Dari e ke f, wujud zat adalah uap air, sehingga kalor jenis yang digunakan dalah kalor jenis uap air = 2010 J/kg K. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 e. Perpindahan Kalor Ada tiga cara perpindahan kalor yaitu: 1) Konduksi Gambar 2.6 Partikel-partikel pada Ujung yang Dipanasi Bergetar Lebih Cepat daripada Partikel-Partikel pada Ujung yang Tidak Dipanasi (Sumber: Kanginan, 2013:346) Perhatikan gambar 2.6, perpindahan kalor secara konduksi dapat terjadi dalam dua proses yaitu: a) Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel-partikel pada ujung itu bergeser lebih cepat dan suhunya naik atau energi kinetiknya bertambah. Partikel-partikel yang energi kinetiknya lebih besar ini memberikan sebagian energi kinetiknya kepada partikel-partikel tetangganya melalui tumbukan sehingga partikel-partikel ini memiliki energi kinetik lebih besar. Selanjutnya partikel-partikel ini memberikan sebagian energi kinetiknya ke partikel-partikel tetangga berikutnya. Demikian seterusnya sampai kalor mencapai ujung yang dingin (tidak dipanasi). Proses perpindahan kalor seperti ini berlangsung lambat karena untuk memindahkan lebih banyak kalor diperlukan beda suhu yang tinggi di antara kedua ujung. b) Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas yang terdapat dalam struktur atom logam. Elektron bebas ialah elektron yang dengan mudah dapat berpindah dari satu atom ke atom lain. Di tempat yang dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena elektron bebas mudah berpindah, pertambahan energi ini dengan cepat dapat diberikan ke elektron-elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui tumbukan. Dengan cara ini kalor berpindah lebih cepat. Oleh karena itu, logam termasuk konduktor yang sangat baik. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 Gambar 2.7 Laju Perpindahan Kalor Secara Konduksi yang Melalui Dinding (Sumber: Kanginan, 2013:348) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju kalor konduksi seperti pada Gambar 2.7 sebagai berikut : (1) Beda suhu di antara kedua permukaan ∆T=T1-T2; (2) Ketebalan dinding d; (3) Luas permukaan A; (4) Konduktivitas termal zat k, merupakan ukuran kemampuan zat menghantarkan kalor. Jadi, banyak kalor Q yang melalui dinding selama waktu t, dinyatakan: Q kAT t d (2.10) 2) Konveksi Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke bagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri. Gambar 2.8 Konveksi dalam Zat Cair (Sumber: Kanginan, 2013:352) Pada gambar 2.8 ditunjukkan peristiwa konveksi alami dalam air. Ketika air yang diberi zat warna (beberapa butir kalium permanganat) dipanasi, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil, sehingga air bergerak naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang massa jenisnya lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang ditunjukkan oleh anak panah, disebut arus konveksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perpindahan kalor secara konveksi adalah laju kalor Q/tcommit ketika to sebuah user benda panas memindahkan kalor perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 ke fluida sekitarnya secara konveksi adalah sebanding dengan luas permukaan benda A yang bersentuhan dengan fluida dan benda suhu ∆T di antara benda dan fluida. Secara matematis ditulis: Q hAT t (2.11) dengan h adalah koefisien konveksi 3) Radiasi Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Gambar 2.9 (a) Permukaan mengkilap (putih) adalah pemantul yang baik. (b) Permukaan yang gelap adalah penyerap radiasi yang baik(Sumber: Kanginan, 2013:355) Berdasarkan gambar 2.9 dapat disimpulkan bahwa: a) Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radisi yang baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik pula. b) Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi yang buruk sekaligus pemancar kalor yang buruk pula. c) Jika didinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang, permukaan (dinding) harus dilapisi suatu bahan mengkilap (misal dilapisi dengan perak). Hukum Stefan-Boltzmann, yang berbunyi energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu (T4). Secara matematis ditulis: commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Q eAT 4 t (2.12) dengan σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann (σ = 5,67 x 10-8 Wm-2K-4) dan e adalah emisivitas ( 0 e 1), pemantul sempurna (penyerap paling jelek) memiliki e = 0, sedangkan penyerap sempurna sekaligus pemancar sempurna, yaitu benda hitam sempurna memiliki e = 1. Persamaan di atas berlaku apabila suhu di sekeliling lebih kecil daripada suhu di permukaan benda. Apabila suhu disekeliling (T2) lebih besar dari pada suhu di permukaan (T1) maka persamaannya : Q 4 4 eA(T2 T1 ) t (2.13) B. Penelitian yang Relevan Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan terkait dengan keterampilan proses sains dan motivasi: 1. Rizki Amelia dkk (2014) mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah mahasiswa yang belajar dengan model Authentic Problem Based Learning lebih tinggi dari pada siswa yang belajar dengan model Problem Based Learning dengan rata-rata 68 untuk kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen dan 58 untuk kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol.Model Authentic Problem Based Learning berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah mahasiswa. 2. Rina Astuti (2012) dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains dengan eksperimen bebas termodifikasi dan eksperimen terbimbing ditinjau dari sikap ilmiah dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar. Pada penelitian tersebut terdapat 7 buah kesimpulan, diantaranya adalah pendekatan keterampilan proses sains dengan metode eksperimen berpengaruh terhadap prestasi belajar, metode eksperimen terbimbing lebih efektif dibandingkan dengan metode eksperimen bebas termodifikasi. 3. Hadma Yuliani (2012) mentakan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi, sikap ilmiah, kemampuan analisis, dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 interaksinya terhadap prestasi belajar siswa. hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat pengearuh pembelajaran dengan metode terhadap hasil belajar afektif. 4. Hilal Aktamis (2008) tujuan penelitiannya adalah untuk menyelidiki efek pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains kepada siswa untuk meningkatkan kreativitas siswa, sikap ilmiah dan prestasi belajar sains. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan proses sains meningkatkan prestasi belajar dan kreativitas ilmiah siswa namum tidak ada kemajuan yang signifikan pada sikap ilmiah jika dibandingkan dengan pembelajaran yang perpusat pada guru. 5. Mohammad Taufik dkk (2010) mengungkapkan bahwa Implementasi KPM merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran IPA (Fisika). Dampak penggunaan model tersebut antara lain: (1) Meningkatnya peran siswa dalam pembelajaran dan membuka peluang bagi siswa untuk melakukan kerja ilmiah; serta (2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah, penguasaan konsep, dan menumbuhkan kebiasaan berpikir dalam menyikapi masalah. 6. Grace Teo Yew Mei (2007) penelitiannya bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana cara-cara siswa yang telah berpartisipasi dalam inovasi kurikulum Sains ALIVE memperoleh keterampilan proses dan merasakan hubungan sains dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam persepsi siswa tentang kompetensi keterampilan dan menghasilkan presentase yang tinggi dari siswa menunjukkan bahwa siswa lebih sadar akan hubungan dari sains dengan kehidupan siswa sehari-hari. 7. Friska Oktavia Rosa (2014) menyatakan Pengembangan modul IPA berbasis keterampilan proses sains ini dinilai efektif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikasi lebih rendah dari taraf signifikasi α =0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menggunakan modul IPA berbasis keterampilan proses sains lebih baik dari pembelajaran konvensional. 8. M. A. Hertiavi dkk (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang tergambar dari meningkat secara signifikan hasil belajar siswa. Usaha yang dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan commitmasalah to user siswa adalah mengusahakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 pemberian soal-soal yang berisi kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti siswa dan isinya pun disesuaikan dengan materi yang dipelajari. 9. P.S.U. Dewi dkk (2014) mengungkapkan bahwa hubungan antara bakat numerik dengan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa adalah linear. Pada lajur linearity diperoleh f = 317,649 dengan p<0,05 yang menunjukkan bahwa hubungan antara bakat numerik dengan KPM fisika siswa adalah berarti. Berdasarkan hasil uji linearitas tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa hubungan antara bakat numerik dengan kpm fisika siswa adalah linear dan berarti. C. Kerangka Berpikir Proses belajar-mengajar mengandung kegiatan interaksi antara guru, siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini menghasilkan banyak konsep yang harus dipelajari siswa. Salah satu alternatif yang dikembangkan dalam pembelajaran yaitu pembelajran dengan pendekatan keterampilan proses. KPS adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah. Masalah dapat berupa masalah dunia nyata atau simulasi. KPS memiliki beberapa tahapan yaitu observasi, klasifikasi, interpretasi, hipotesis, percobaan, pertanyaan, mengkomunikasi dan menerapkan konsep. Pengembangan modul berbasis KPS diperlukan untuk menunjang kemampuan pemecahan masalah siswa siswa yang masih di bawah rata-rata. Sejalan dengan itu, bidang sains khususnya fisika juga masih dianggap sulit oleh kebanyakan siswa. Dalam hal ini, materi fisika yang dapat dikembangkan salah satunya adalah kalor. Karena, banyak dijumpai aplikasi dari kalor dalam kehidupan nyata tetapi kadang siswa masih kurang mampu mengaplikasi dan menganalisis persoalan matematis fenomena fisika yang disajikan dengan baik. Hal ini dimungkinkan akibat kurangnya ketersediaan bahan ajar yang dapat memacu kemampuan pemecahan masalah. Proses pembelajaran dapat diimplementasikan dengan bahan ajar yang dapat mengembangkan kemampuan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 mendesign dan menggunakan pertanyaan yang dapat menarik siswa pada proses intruksional pada tingkat yang lebih tinggi. Modul pembelajaran berbasis KPS, merupakan bahan ajar yang disusun berdasarkan pembelajaran berbasis KPS, melatih siswa dalam melakukan pemecahan masalah pada materi kalor yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berikut adalah tabel yang menyajikan pola keterkaitan antara modul, pembelajaran fisika berbasis KPS dan kemampuan pemecahan masalah . Table 2.1 Pola keterkaitan modul, pembelajaran fisika berbasis KPS dan KPM KPS Obsevasi Klasifikasi Interpretasi Mengajukan Hipotesis Percobaan Modul Disajikan gambar Fenomena yang berkaitan dengan peristiwa atau kejadian di sekitar. Menyajikan pertanyaan tentang cirri-ciri, persamaan dan perbedaan dari fenomena yeng telah diberikan sebelumnya. Tahap ini merupakan aktivitas Mengidentifikasi fakta-fakta berdasarkan hasil pengamatan Aktivitas Siswa Kemampuan Pemecahan Masalah Mengidentifikasi kejadian yang terlihat pada gambar Mencari perbedaan atau persamaan, mengontraskan ciriciri, membandingkan dan mencari dasar penggolongan. Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecendrungan/pola yang sudah ada. Dalam tahap ini merumuskan hipotesis disajikan jawaban dari fenomena yang sementara (hipotesis) telah diberikan dari masalah tersebut. Siswa diwajibkan mengisi kolom hipotesis dengan mengacu pada pertanyaan yang diajukan sebelumnya Tahap ini merupakan Melakukan percobaan proses merencanakan sesuai dengan prosedur percobaaan, LKS menentukan alat/ bahan/ sumber, dan commit to user Memahami Masalah Merencanakan Penyelesaian Masalah Merencanakan Penyelesaian Masalah Melaksanakan Penyelesaian Masalah Sesuai Rencana perpustakaan.uns.ac.id KPS Pertanyaan Melakukan Komunikasi Menerapkan Konsep digilib.uns.ac.id 37 Modul Aktivitas Siswa melaksanakan percobaan. Disajikan pertanyaan Menjawab Pertanyaan yang berhubungan dengan hipotesis dan percobaan. Tahap ini merupakan proses mendeskripsikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan/ pengamatn dengan grafik/ tabel/ diagram atau mengubahnya dalam bentuk salah satunya Disajukan pertanyaan yang berhubungan dengan subkonsep yang telah dipelajari dalam situasi baru, Kemampuan Pemecahan Masalah Melaksanakan Penyelesaian Masalah Sesuai Rencana siswa mendeskripsikan atau menggambarkan data empiris hasil percobaan/ pengamatn dengan grafik/ table/ diagram atau mengubahnya dalam bentuk salah satunya Melihat Kembali Penyelesaian Dengan demikian dengan adanya modul pembelajaran berbasis KPS ini diharapkan membantu siswa dalam melakukan pemecahan masalah berdasarkan pembuktian yang dapat dilakukannya sendiri. Hasil pemecahan masalah yang dilakukan peserta didik diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan siswa itu sendiri, khususnya dalam pembelajaran fisika. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 Adapun skema kerangka berfikir yang dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut ini. Harapan Pembelajaran KPS dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati proses penemuan sebagai suatu keterampilan proses. Fakta dan Kendala Pembelajaran fisika belum melibatkan siswa secara langsung dalam proses penemuan konsep atau pengetahuan (prior knowledge) Keterbatasan kurangnya ketersediaan bahan ajar yang dapat memacu kemampuan pemecahan masalah siswa Siswa belum terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Solusi Solusi KPS Modul Pembelajaran Penerapan pembelajaran berbasis KPS Modul fisika berbasis KPS untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa Gambar 2.10 Kerangka Berpikir commit to user