perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Fisika
Fisika sebagai ilmu pengetahuan telah berkembang sejak awal abad ke 14 yang
lalu. Fisika bersama-sama dengan biologi, kimia, serta astronomi tercakup dalam
kelompok ilmu-ilmu alam (natural sciences) atau secara singkat disebut science. Dalam
bahasa Indonesia istilah science ini diterjemahkan menjadi sains atau ilmu pengetahuan
alam. Sains termasuk fisika merupakan salah satu bentuk ilmu. Oleh karena itu, ruang
lingkup kajiannya juga terbatas hanya pada dunia empiris, yakni hal-hal yang terjangkau
oleh pengalaman manusia. Alam dunia yang menjadi objek telaah fisika ini sebenarnya
tersusun atas kumpulan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang satu dengan lainnya
terkait dengan sangat kompleks. Sains atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya
merupakan
abstraksi
dari
aturan
atau
hukum
alam
yang
disederhanakan.
Penyederhanaan ini memang diperlukan sebab kejadian alam yang sebenarnya sangat
kompleks. Untuk itu, fisika maupun sains pada umumnya bekerja dengan landasan
beberapa asumsi yaitu bahwa objek-objek empiris mempunyai sifat keragaman,
memperlihatkan sifat berulang, dan kesemuanya jalin-menjalin mengikuti pola-pola
tertentu (Suriasumantri, 1982:7).
Fisika menganggap bahwa setiap gejala alam terjadi bukan karena kebetulan,
akan tetapi mengikuti pola-pola tertentu yang bersifat tetap atau disebut deterministik.
Namun, ciri-ciri deterministic di sini bukanlah bersifat mutlak melainkan hanya berarti
memiliki peluang untuk terjadi. Tujuan dasar setiap ilmu termasuk fisika adalah mencari
pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas yang dapat
diandalkan (Suriasumantri, 1982:19). Fisika sebagai ilmu merupakan landasan
pengembangan teknologi sehingga teori-teori fisika sangat membutuhkan tingkat
kecermatan yang tinggi. Oleh karena itu, fisika berkembang dari ilmu yang bersifat
kualitatif menjadi ilmu yang bersifat kuantitatif. Menurut Wospakrik (1993:1) fisika
adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk
mempelajari dan member pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses
commit to user
alam dan sifat zat serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses fisika
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar. Namun
demikian, pemahaman ini memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses yang
Bersangkutan dan penalaran teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen
dasarnya secara berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara kuantitatif.
Perumusan kuantitatif ini memungkinkan dilakukan analisis secara mendalam terhadap
masalah yang dikaji dan melakukan prediksi tentang hal-hal yang bakal terjadi
berdasarkan model penalaran yang diajukan. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan
daya prediksi dan kontrol fisika.
Peranan matematika di dalam perkembangan fisika, diakui memang sangat
besar. Suprapto (1990) di dalam makalah yang tidak diterbitkan menyebutkan bahwa
matematika lebih banyak diperlukan dalam peranannya sebagai “bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi”. Istilah bahasa di sini diartikan sebagai alat Komunikasi
dan alat mengelola. Bahasa matematika ini bagi fisika berfungsi sebagai penutup
kekurangan yang muncul dari bahasa verbal. Banyak pernyataan-pernyataan fisika yang
lebih efisien dan efektif apabila dinyatakan dalam bahasa matematika. Kelebihan bahasa
matematika jika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah bahwa matematika
mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan dilakukan pengukuran dan
pengolahan secara kuantitatif. Di samping itu, bahasa matematika
mampu
menghilangkan sifat kabur, ganda, dan emosional yang mungkin timbul ketika
menggunakan bahasa verbal (Ditjen Dikti, 1981:113). Pernyataan matematis
mempunyai sifat yang jelas, spesifik, informatif, dan mempunyai tingkat kecermatan
yang tinggi serta tidak menimbulkan konotasi yang bersifat emosional.
2. Pembelajaran Fisika
Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan
kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam
proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran
yang efektif dan efisien.
Pembelajaran fisika lebih banyak mengacu pada teori belajar konstruktivisme.
Trianto (2007), teori konstruktivisme adalah teori yang menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi
commit to user
sesuai. Hal yang terpenting dari teori kontruktivis ini adalah guru tidak hanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan siswa harus membangun sendiri
pengetahuan yang ada dibenaknya.
Sejalan dengan Brunner yang menyatakan “belajar adalah bagaimana individu
memilih, mempertahankan dan mentransformasikan informasi secara aktif”. Tekanan
utama belajar adalah menemukan sendiri yakni pada masalah apa yang dilakukan
manusia dengan informasi yang diterimanya. Sehingga, setelah memperoleh informasi
yang deskrit (bertingkat) itu diharapkan dapat mencapai pemahaman yang memberikan
kemampuan padanya. Dengan cara demikian siswa diharapkan menemukan makna
belajar, yakni menemukan dan memahami konsep-konsep melalui bahasanya sendiri.
Fisika merupakan bagian dari IPA atau sains sehingga bahan kajian mata
pelajaran fisika di SMA dikembangkan dari bahan kajian yang telah diajarkan di SMP,
diperluas sampai bahan kajian yang mengandung konsep abstrak dan dibahas secara
kuantitatif dan analisis. Pada pengajaran fisika di SMA, diharapkan siswa tidak hanya
menguasai konsep, prinsip, dan hukum-hukum saja, tetapi juga ditekankan pada aplikasi
penerapan melalui penelitian dan pemecahan masalah. Sehingga dengan demikian
nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
3. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses sains merupakan sejumlah keterampilan yang dibentuk
oleh komponen-komponen metode sains/scientific methods. Keterampilan proses
(prosess-skill ) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan
isinya (content).
Indrawati dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa:
“Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah
(baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan
suatu konsep atau prinsip atau teori , untuk mengembangkan konsep yang telah
ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu
penemuan(falsifikasi)".
Keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode
ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan.
Keterampilan proses sains sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk
menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan
commit to user
memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
Keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan intelektual yang
dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas,
yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang produk IPA.
Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa.
Semiawan dalam Nuh (2010: 1) berpendapat bahwa terdapat empat alasan
mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar
mengajar sehari-hari, yaitu:
(1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat
sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada
siswa; (2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep
yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret; (3) Penemuan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %,
tapi bersifat relatif; (4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep
tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
Metode ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains.
Metode ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan
ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Hess dalam
Mahmuddin (2010: 3), terdapat enam langkah-langkah metode ilmiah, yaitu:
(1) Mengajukan pertanyaan atau merumuskan masalah; (2) Membuat latar
belakang penelitian atau melakukan observasi; (3) Menyusun hipotesis; (4)
Menguji hipotesis melalui percobaan; (5) Menganalisa data dan membuat
kesimpulan; (6) Mengkomunikasikan hasil.
Pembelajaran
sains,
keenam
langkah-langkah
metode
ilmiah
tersebut
dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah keterampilan proses sains yang dapat
diajarkan dan dilatihkan kepada siswa.
a. Teori belajar yang mendukung KPS
KPS merupakan asimilasi dari berbagai keterampilan intelektual yang dapat
diterapkan
pada proses pembelajaran. Menggunakan KPS untuk mengajar ilmu
pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu sekaligus. Adapun teori
belajar yang mendukung pembelajaran KPS sebagai berikut:
1. Teori Belajar Bruner
Teori belajar Bruner lebih dikenal dengan belajar penemuan. Menurut teori
belajar Bruner cit. Wahab Jupri (2013:
23),toproses
commit
user belajar akan dapat berlangsung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
dengan aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan jika pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori dan
sebagainya melalui suatu percobaan. Belajar penemuan akan membangkitkan rasa
ingin tahu siswa serta menumbuhkan motivasi untuk terus belajar sampai
memperoleh jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Kegiatan ini mampu
mengajarkan keterampilan siswa dalam hal memecahkan masalah yang dihadapi.
Implementasi teori ini dalam penelitian adalah selama pembelajaran
menggunakan modul berbasis KPS siswa melakukan kegiatan penemuan melalui
kegiatan observasi, klasifikasi, interpretasi, hipotesis. Tahapan selanjutnya adalah
percobaan yang melibatkan siswa secara aktif untuk menjawab rumusan masalah,
hipotesis, serta rancangan terkait permasalahan yang disajikan dalam bentuk modul,
sehingga akan terbentuk pengetahuan setelah proses tersebut selesai. Hal ini sejalan
dengan pendapat Pujiastuti (2011) bahwa belajar adalah usaha mencari tahu dan
menemukan makna atau pengertian. Belajar tidak akan berhasil apabila siswa hanya
melakukannya karena takut atau untuk menyenangkan hati guru. Belajar akan
memberikan hasil yang autentik jika melalui serangkaian proses penyelidikan atau
penemuan, dimulai dengan hasrat atau keinginan untuk dapat mencapai jawaban
dari suatu permasalahan dan berlangsung dengan rangkaian kegiatan percobaan
yang sistematis untuk memecahkan masalah.
2. Teori Belajar Ausubel
Teori belajar menurut Ausubel lebih ditekankan pada kegiatan belajar yang
bermakna. Ausubel cit. Dahar (1988) mengklasifikasikan belajar kedalam dua
dimensi yaitu: a) dimensi tentang cara penyajian informasi atau materi kepada siswa
yang meliputi belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final
dan belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian
atau seluruh materi yang diajarkan; b) dimensi tentang cara siswa mengkaitkan
materi yang diberikan dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Jika Siswa
yang mampu menghubungkan atau mengkaitkan informasi pada pengetahuan yang
telah dimilikinya maka siswa tersebut dapat dikatakan telah belajar bermakna.
Tetapi jika siswa menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep
yang telah ada dalam struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi belajar hafalan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Implementasi teori belajar Ausubel pada penelitian ini adalah 3 tahapan KPS
selanjutnya yaitu pertanyaan, mengkomunikasi dan menerapkan konsep. Pada tahap
pertanyaan siswa disajikan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis dan
percobaan yang dilakukan. Selanjutnya adalah tahap mengkomunikasikan yakni
siswa menggambarkan data empiris hasil percobaan/ pengamatan dengan grafik/
tabel. Tahapan terakhir adalah menerapkan konsep, dalam hal ini siswa
menggunakan subkonsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang
sedang terjadi. Rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa ini akan menjadikan
proses belajar siswa lebih bermakna, karena informasi yang dipelajari siswa disusun
sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya, sehingga ingatan siswa menjadi
lebih kuat dan transfer belajar mudah dicapai.
3. Teori Belajar Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah teori belajar yang menekankan bahwa proses
pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan baru akan dilakukan oleh siswa
sendiri melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif
memperoleh pengetahuan baru yang bermakna. Selama proses pembelajaran
berlangsung, guru hanya berperan memfasilitas siswa dalam membentuk
pengetahuan mereka (Siregar dan Nara, 2010).
Implementasi teori konstruktivisme dalam penelitian ini adalah, siswa
dianggap mampu mengembangkan pengetahuan awal yang ia miliki melalui
serangkaian kegiatan yang disusun dalam modul berbasis KPS. Rangkaian kegiatan
siswa disusun berdasarkan Komponen tahapan KPS, sehingga selama pembelajaran
siswa akan melewati tahap demi tahap langkah tersebut sampai terbentuk
pengetahuan baru.
b. Langkah-langkah Pelaksanaaan KPS
Secara luas dan operasional langkah-langkah pelaksanaan KPS sebagai berikut:
1. Pembukaan
Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan siswa pada pokok permasalahan
agar siswa siap, baik secara mental, emosional maupun fisik. kegiatan ini antara
lain berupa:
a. Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialai siswa atau pun guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
b. Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari siswa, menunjukkan
gambar, slide, film atau benda lain.
2. Proses belajar mengajar
Proses belajar mengajar hendaknya mengikutkan siswa secara aktif, guna
mengembangkan kemajuan siswa antara lain keterampilan mengobservasi;
menginterpretasikan; memprediksi; mengaplikasikan konsep; mengklasifikasi;
merencanakan;
menggunakan
alat;
melaksanakan
penelitian,
serta
mengkomunikasikan hasil penemuannya.
a. Pengamatan
Tujuan kegiatan ini untuk melakukan pengamatan yang terarah tentang
gejala/ fenomena sehingga mampu membedakan yang sesuai dengan yang
tidak sesuai dengan permasalahan. Yang dimaksud disini adalah penggunaan
indra (mata, telinga, penciuman dan rangsangan) secara optimal dalam
rangka memperoleh informasi yang memadai.
b. Menginferensi atau menjelaskan
Menginferensi data ilmiah akan menuntun pada aktivitas memprediksi.
c. Interpretasi hasil pengamatan
Tujuan pengamatan ini untuk menginterpretasi hasil pengmatan atau
pengkuran suatu objek yang telah dilakukan berdasarkan pada pola
hubungan hasil pengamatan yang satu dengan yang lainnya
d. Memprediksi
Hasil interpretasi dari suatu pengamat kemudian digunakan untuk
memprediksi kejadian yang belum diamati/ akan dating.
e. Aplikasi konsep
Menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru atau dalam
penyelesaian suatu masalah.
f. Mengklasifikasi
Sebagaimana segala sesuatu mempunayai tempat, setiap tempat dan kejadian
memiliki
kelompoknya
sendiri-sendiri.
Bagaimana
kita
dapat
mengetahuinya? Kita tahu bahwa keterampilan ketiga dari science process
skills adalah pengklasifikasian.
g. Perencanaan penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
h. Pelaksanaan penelitian
Penelitian bertitik tolak dari seepangkat masalah untuk menguji hipotesis
tertentu yang memerlukan perencanaan penelitian lanjutan dalam bentuk
percobaan lain.
i. Menggunakan alat/bahan/sumber
Keterampilan menggunakan alat dalam mengukur objek merupakan bagian
penting di dalam kehidupan kita sejak dahulu, dank arena adanya
pengukuran, ilmuan dapat membandingkan benda-benda dan kejadiankejadian secara kuantitatif.
j. Mengkomunikasikan
Kegiatan ini bertujuan mengkomunikasikan proses dan hasil penelitian
kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam bentuk kata-kata,
grafik, bagan, maupun tabel, secara lisan atau tertulis.
c. Indikator Keterampilan Proses Sains
Menurut Muh. Tawil (2014) dalam Keterampilan-keterampilan sains dan
implementasinya dalam pembelajaran IPA menyatakan bahwa KPS mempunyai 11
indikator, yaitu:
1. Mengamati (observasi)
Menggunakan alat indera yang sesuai; mengumpulkan/menggunakan fakta yang
relevan.
2. Mengelompokkan/ Klasifikasi
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah; mencari persamaan dan perbedaan;
mengontraskan cirri-ciri; membandingkan; mencari dasar pengelompokan atau
penggolongan.
3. Menafsirkan/ Interpretasi
Menghubungkan hasil pengamatan; menemukan pola/ keteraturan dala suatu seri
pengamatan; menyimpulkan.
4. Meramalkan/ prediksi
Menggunakan pola-pola atau keteraturan hasil pengamatan; mengemukakan apa
yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum terjadi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
5. Melakukan komunikasi
Mendeskripsikan
atau menggambarkan data empiris hasil percobaan/
pengamatn dengan grafik/ tabel/ diagram atau mengubahnya dalam bentuk salah
satunya; menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas;
menjelaskan hasil percobaan/ penyelidikan; membaca grafik/ tabel/ diagram;
mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah/peristiwa.
6. Mengajukan pertanyaan
Bertanya apa bagaimana dan mengapa; bertanya untuk meminta penjelasan;
mengajukan pertanyaan yang berlatarkan hipotesis.
7. Mengajukan Hipotesis
Mengetahui bahwa ada lebih dari suatu kemungkinan penjelasan dari suatu
kejadian; menyadari bahwa satu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan
memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pememcahan masalah.
8. Merencanakan Percobaan/Penyelidikan
Menentukan alat dan bahan; menentukan variable/ faktor-faktor penentu;
menentukan apa yang akan diatur, diamati, dicatat; menentukan langkah kerja.
9. Menentukan Alat/ Bahan/ Sumber
Memakai alat dan bahan; mengetahui alas an mengapa menggunakan alat dan
bahan/ sumber.
10. Menerapkan Konsep
Menggunakan konsep/ prinsip yang telah dipelajari dala situasi baru;
menggunakan konsep/ prinsip pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa
yang sedang terjadi.
11. Melaksanakan Percobaan/ Penyelidikan
Hasil belajar dapat dibedakan menjadi pengetahuan (knowledge), penalaran
(reasoning), keterampilan (skills), hasil karya (product) dan afektif (affective).
4. Pembelajaran Fisika berbasis Keterampilan Proses Sains
Fisika sebagai proses sangat berkaitan dengan kata-kata kunci fenomena,
dugaan, pengamatan, pengukuran, penyelidikan, dan publikasi. Pembelajaran yang
merupakan tugas guru termasuk ke dalam bagian mempublikasikan itu. Dengan
demikian pembelajaran fisika sebagai proses hendaknya berhasil mengembangkan
commit to user
keterampilan proses sain pada diri siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
KPS merupakan asimilasi dari berbagai keterampilan intelektual yang dapat
diterapkan pada proses pembelajaran. Piaget dalam (Duherti, 2003) mengemukakan
bahwa kemampuan berfikir anak akan berkembang bila dikomunikasikan secara jelas
dan cermat yang dapat disajikan berupa grafik, diagram, table, gambar atau bahasan
isyarat lainnya.
Brunner dalam
(Hendrik, 2000) mengemukakan bahwa dalam pengajaran
dengan KPS penemuan anak akan menggunakan pikirannya untuk melakukan berbagai
konsep atau prinsip. Dalam proses penemuan (discovery) anak melakukan operasi
mental berupa pengukuran, prediksi, pengamatan inferensi, dan pengelompokkan.
Operasi
mental
yang
menyangkut
keterampilan
intelektual
tersebut
dapat
mengembangkan kemampuan anak dalam membentuk pengetahuan, anak akan
mengetahui lingkungan dengan bekal konsep atau pengetahuan (prior knowledge) yang
telah ada. Jika objek yang diamati dengan konsep prior tadi, maka pengetahuan anak
akan bertambah. Pada hakekatnya hasil kegiatan pengamatan itu menyebabkan
meningkatnya pengetahuan si anak. Oleh sebab itu proses mental di atas digunakan
sebagai dasar bagi pengembangan keterampilan proses sains untuk menemukan konsep
dan prinsip. Brunner menyatakan jika seorang individu belajar dan mengembangkan
pikirannnya, maka sebenarnya ia telah menggunakan potensi intelektual untuk berfikir
dan ia setuju bahwa melalui sarana keterampilan-keterampilan proses sains anak akan
dapat didorong secara internal membentuk intelektual secara benar.
Ausubel dalam (Dahar, 1989) berpendapat jika anak belajar dengan perolehan
informasi melalui penemuan, maka belajar ini menjadi belajar yang bermakna. Hal ini
termasuk apabila informasi yang diperolehnya dapat berkaitan dengan konsep atau
informasi yang sudah ada padanya.
Dari ketiga pakar di atas dapatlah ditarik kesimpulan yang menghubungkan
ketiganya dalam suatu bentuk dukungan terhadap penggunaan KPS yaitu adanya
kemampuan dan tahap intelektual serta pandangan belajar terhadap perkembangan
pengetahuan anak, maka cara belajar anak dengan mengembangkan berbagai aspek
discovery akan menyebabkan hasil belajar yang bermakna. Hal tersebut dapat terjadi
jika dikembangkan proses belajar mengajar dengan menerapkan pendekatan KPS.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
5. Modul
a.
Pengertian Modul
Modul merupakan satu unit program pembelajaran yang terencana, didesain
guna membantu peserta mencapai tujuan pelatihan. Paket program pembelajaran yang
bersifat self-contained dan self-instruction, yaitu bahan pembelajaran mandiri. Menurut
Indrawati (2009: 45) modul memiliki beberapa ciri yaitu hanya memuat satu konsep
saja, menggunakan berbagai media, memiliki beberapa strategi atau kegiatan, dan
terdapat tugas yang disusun secara sistematis. Jenis modul dapat dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu:
1)
Modul sederhana, yaitu bahan pembelajaran tertulis yang hanya terdiri atas 3-5
halaman, bahan pembelajaran ini dibuat untuk kepentingan pembelajaran 1-2 jam
pembelajaran.
2) Modul kompleks, yaitu bahan pembelajaran yang terdiri atas 40-60 halaman, untuk
20-30 jam pelajaran. Modul kompleks ini dapat dilengkapi bahan audio, video/film,
kegiatan percobaan, praktikum, dsb.
b. Karakteristik Modul
Depdiknas (2008) menyatakan karakter modul diantaranya self instruction, self
contained, stand alone, adaptive, dan user friendly.
1. Self Instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar
mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.
2. Self Contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau
sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan
dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi
pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang
utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit
kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan
kompetensi yang harus dikuasai.
3. Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung
pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media
pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan
harus menggunakan media yang lain untuk mempe- lajari dan atau mengerjakan
tugas pada modul tersebut.
4. Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel
digunakan.
5. User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi
commit
to user
dan paparan informasi yang tampil
bersifat
membantu dan bersahabat dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai
dengan keinginan.
Salah satu kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru dalam melaksanakan
tugasnya adalah mengembangkan bahan ajar dan media pembelajaran. Guru perlu
memiliki pemahaman media pendidikan antara lain jenis dan manfaat media
pendidikan, kriteria memilih dan menggunakan media pendidikan, menggunakan alat
bantu mengajar dan tindak lanjut penggunaan media dalam proses belajar (Haryanto,
2003). Dengan demikian, pengembangan bahan ajar sebagai salah satu media
pendidikan penting dilakukan supaya lebih efektif, efisien, dan tidak melenceng dari
kompetensi yang ingin dicapai.
Beberapa keuntungan bahan ajar yang dikemukakan oleh Steffen Peter
Ballstdaedt (dalam Majid, 2006:175), yaitu:
1. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan guru untuk
menunjukkan kepada siswa bagian mana yang sedang dipelajari.
2. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit.
3. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dengan mudah dipindah-pindahkan.
4. Menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu.
5. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca dimana saja.
6. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas,
seperti menandai, mencatat, membuat sketsa.
7. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar.
8. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.
Secara umum bahan ajar merupakan sarana pendukung saat pelaksanaan proses
pembelajaran berlangsung. Sehingga, saat proses pembelajaran dibutuhkan bahan ajar
yang dapat memudahkan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang akan
disampaikan.
Komponen modul dalam Depdiknas (2008), menyampaikan komponen isi
modul yaitu terdiri atas bagian pembuka (judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan
kompetensi, tes awal), bagian inti (tinjauan materi, hubungan dengan materi lain,
uraian materi, penugasan, rangkuman), dan bagian akhir (glosarium, tes akhir, indeks).
Sesuai penjelasan di atas dapat disimpulkan format modul dalam sistematika penyajian
materi adalah sebagai berikut.1) Tinjauan
mata
latihan; 2) Sajian materi modul: a.
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Pendahuluan, b. Kegiatan belajar (KB), c. Rangkuman, d. Tes formatif, e. Kunci
jawaban tes formatif; 3) Glosarium ; 4) Daftar pustaka. Bagian-bagian modul fisika
yang dikembangkan akan disesuaikan dengan acuan komponen yang sudah ditetapkan
oleh Depdiknas.
c. Komponen-Komponen Modul
Menurut Santyasa (2009:8) isi dari modul memiliki beberapa bagian yaitu
pendahuluan (penjelasan modul, sasaran umum pembelajaran, dan sasaran khusus
pembelajaran), kegiatan belajar (isi pembelajaran, rangkuman, tes, kunci jawaban dan
umpan balik) dan daftar pustaka. Depdiknas (2008) mengutarakan bahwa komponen isi
modul terdiri atas pembuka (judul, daftar isi, peta informasi, daftar tujuan kompetensi),
bagian inti (tujuan materi, hubungan dengan materi lain, uraian materi, penugasan,
rangkuman) dan bagian akhir (glosarium, tes akhir, daftar pustaka).
1) Sasaran Pembelajaran
Sasaran
atau
tujuan
pembelajaran
biasanya
digambarkan
dengan
kompetensi dan indikator apa saja yang ingin dicapai oleh siswa. Sasaran ini
biasanya telah ditetapkan terlebih dahulu yang akan digunakan untuk panduan
dalam mengisi konten di dalam modul. Sasaran pembelajaran selain itu juga dapat
diartikan sebagai hasil belajar yang telah dirumuskan secara rinci.
2) Isi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan di dalam modul harus melihat
beberapa hal berikut yaitu relevan dengan sasaran pembelajaran, tingkat kesukaran
sesuai dengan pikiran dan kegiatan siswa, memotivasi siswa, menarik siswa untuk
aktif, sesuai dengan prosedur pembelajaran, dan sesuai dengan media pembelajaran
yang ada.
3) Rangkuman
Rangkuman merupakan komponen modul yang berisi ide pokok pembelajaran
modul, sebagai tinjuan ulang serta pendalaman terhadap materi pembelajaran yang
telah siswa pelajari. Rangkuman dapat memberikan manfaat bagi siswa untuk lebih
mengingatnya.
4) Tes
Tes digunakan untuk mengetahui seberapa jauh siswa memahami materi yang
commit to user
telah diberikan. Selain itu tes juga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi guru
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
untuk mengenal seberapa jauh ketercapaian dan dibagian mana guru melakukan
perbaikan.
5) Daftar Pustaka
Daftar pustaka merupakan bagian penting dari modul. Dengan daftar pustaka
yang lengkap, mutakhir dan relevan siswa dapat mengkonfirmasi setiap informasi
yang didapatkan. Penulisan daftar pustaka berurutan berdasarkan alphabet untuk
nama pengarang.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa modul terdiri
dari 3 bagian utama yaitu pendahuluan, isi dan penutup. Pendahuluan adalah bagian
awal modul dimulai dari judul, daftar isi, peta konsep, kompetensi inti, kompetensi
dasar, indikator, dan tujuan pembelajaran. Bagian kedua adalah isi terdiri dari tujuan
materi, hubungan dengan materi lain, uraian materi, dan tugas kelompok/individu.
Bagian terakhir adalah penutup berisi rangkuman, kunci jawaban, glosarium, dan
daftar pustaka.
d. Pengembangan Modul Pembelajaran
Pelaksanaan pengembangan media pembelajaran membutuhkan persiapan dan
perencanaan. Hal ini dilakukan agar media tersebut bermanfaat sesuai dengan sasaran
pembelajaran. Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan langkah-langkah
dalam pengembangan modul. Langkah pengembangan modul menurut Purwanto et al
(2007:16) terdiri dari 4 tahap. Keempat tahapan tersebut diantanya adalah perencanaan,
penulisan, review uji coba dan revisi, finalisasi dan percetakan.
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilakukan agar dapat membantu siswa mencapai
pembelajaran secara efektif dan efisien. Pada tahapan ini dapat dilihat tingkat
keterbacaan, kedalaman materi yang dapat disesuaikan dengan siswa. Tujuan yang
akan dicapai dan materi yang harus disajikan terdapat pada garis besar isi modul
(GBIM). GBIM selanjutnya akan digunakan sebagai panduan dalam membuat
modul. GBIM berisi sasaran, tujuan umum dan tujuan khusus, materi pelajaran,
media yang digunakan dan strategi pembelajaran.
b. Tahap Penulisan
Tahap penulisan terdiri dari persiapan outline dan penulisan. Pelaksanaan
commit to user
tahapan ini tetap berdasar pada GBIM. Langkah periapan outline terdiri dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
menentukan topik yang akan di masukkan ke dalam modul, mengatur urutan topik
sesuai dengan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan outline. Langkah penulisan
terdiri dari penulisan draft 1, kemudian melengkapi draft 1 menjadi draft 2.
c. Tahap Review, Uji Coba dan Revisi
Kegiatan review dilakukan dengan meminta beberapa orang (ahli materi
dan ahli media) untuk membaca draft secara cermat dan meminta kritik dan saran.
Uji coba dilakukan sebanyak 2 kali yaitu kelompok kecil dan besar. Kegiatan
tersebut sama-sama bertujuan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap modul
yang ada berdasarkan saran-saran yang yang diberikan siswa. Kegiatan revisi
digunakan untuk memperbaiki modul tersebut berdasarkan masukan dari ahli, dan
hasil uji coba sebelumnya.
d. Tahap Finalisasi dan Percetakan
Modul yang telah di review, diuji coba dan direvisi maka selanjutnya yang
dilakukan adalah finalisasi dan mencetak modul tersebut. Tahapan finalisasi harus
mengedepankan beberapa langkah berikut pengecekan text, ilustrasi, catatan kaki,
tata huruf, heading penomoran halaman, layout, ilustrasi, dan penggunaan warna.
Pembuatan modul juga dapat mengikuti langkah-langkah menurut Sadiman dkk
(2011) diantaranya adalah
a. Analisis kebutuhan
b. Merumuskan tujuan instruktusional
c. Merumuskan butir-butir materi
d. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan
e. Menulis draft modul
f. Mengadakan tes dan revisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Berikut terdapat bagan yang menggambarkan pelaksanaan pengembangan modul
pembelajaran menurut Sadiman dkk (2011):
Identifikasi
kebutuhan
Perumusan butirbutir materi
Perumusan alat
pengukur
keberhasilan
Perumusan
tujuan
Revisi?
Penulisan naskah
media
Tes/ Uji coba
Tidak
Naskah
siap
produksi
Gambar 2.1 Langkah Pengembangan Modul
(Sumber: Sadiman, dkk, 2011:101)
Nurma dan Endang (2010) mengutarakan pendapatnya bahwa pengembangan
modul merupakan seperangkat prosedur yang dilakukan secara berurutan untuk
melaksanakan pengembangan sistem pembelajaran modul. Dalam mengembangkan
modul diperlukan prosedur tertentu yang sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai,
struktur isi pembelajaran yang jelas, dan memenuhi kriteria yang ada.
Adapun langkah-langkah pengembangan modul menurut Nasution (2003:
216) adalah ;
a. Merumuskan sejumlah tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk kelakuan siswa
yang dapat diamati dan diukur.
b. Urutan tujuan-tujuan menentukan langkah-langkah dalam modul.
c. Tes diagnostik untuk mengetahui latar belakang siswa, pengetahuan dan
kemampuan yang telah dimilikinya sebagai syarat awal untuk membuat modul.
d. Adanya butir tes dengan tujuan-tujuan modul.
e. Menyusun alasan atau rasional pentingnya modul bagi siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
f. Kegiatan-kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa
mencapai komptensi.
g. Menyusun post-test guna mengetahui ketercapaian hasil belajar.
h. Menyiapkan sumber-sumber bacaan yang dapat diakses siswa setiap waktu.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat pilih langkah-langkah
pengembangan modul yang sekiranya sesuai. Pemilihan langkah pengembangan
modul lebih mudah menggunakan model Purwanto et al (2007: 16) terdiri dari 4
tahap (perencanaan, penulisan, review uji coba dan revisi, finalisasi dan percetakan).
6. Kemampuan Pemecahan Masalah
Masalah (problem) berasal dari bahasa Yunani, yaitu problema yang berarti
kendala. Santyasa (2004) menyatakan problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan
pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan
jawaban. Pemecahan masalah (problem solving) adalah upaya peserta didik untuk
menemukan jawaban masalah yang dihadapi berdasarkan pengetahuan, pemahaman,
dan keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya (Santyasa, 2004).
Pemecahan masalah memerlukan dua atribut penting, yaitu representasi mental
dari masalah dan memerlukan beberapa manipulasi untuk menghasilkan solusi
(Jonassen, 2011). Kemampuan pemecahan masalah adalah kecakapan untuk
menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang
belum dikenal (Diyah, 2007). Khaeruddin et al., (2009) menyatakan kemampuan
memecahkan masalah juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok
untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya
dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang lumrah. Ledesma (2012) menyatakan
masalah dapat diajukan kepada siswa melalui dugaan verifikasi, serta transfer
pengetahuan yang diperoleh dalam kursus sebelumnya. Dalam pembelajaran sains,
selain mengajarkan untuk memahami pengetahuan dan mengaplikasikannya pada hal
baru, siswa juga perlu diajar mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
sehingga terbiasa berpikir secara ilmiah dalam kehidupan sehari-hari (Elvan: 2010).
Agar dapat mengajarkan pengembangan kemampuan pemecahan masalah siswa, maka
seorang guru juga harus memiliki kemampuan pemecahan masalah yang optimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tolok ukur kualitas
seseorang di zaman modern ini. `Pemecahan masalah dalam konteks pembelajaran sains
telah menjadi tema utama dalam penyelidikan. Selain itu, aktivitas pemecahan masalah
membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dan memfasilitasi
pembelajaran sains (Mukhopadhyay: 2013). Untuk menghadapi tantangan abad 21 lebih
baik guru mempersiapkan siswa untuk menjadi seorang penyelidik, pemecah masalah,
berpikiran kritis dan kreatif (Barell: 2010).
Empat komponen yang harus diskor dalam rangka penilaian terhadap
kemampuan pemecahan masalah yang dikembangkan oleh Polya (1971) yaitu: 1)
memahami masalah, 2) merencanakan solusi, 3) melaksanakan rencana solusi, dan 4)
pengecekan dan evaluasi. Suyitno (dalam Inayah, 2007) menyatakan suatu soal dapat
dikatakan sebagai masalah bagi siswa jika dipenuhi syarat-syarat yaitu: (1) siswa
memiliki pengetahuan prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut, (2) diperkirakan
siswa mampu mengerjakan soal tersebut, (3) siswa belum tahu algoritma/cara
menyelesaikan soal tersebut, dan (4) siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan
soal tersebut.
Menurut Polya dalam Erman Suherman dkk (2001: 79), solusi soal pemecahan
masalah memuat empat langkah:
1. Memahami masalah
Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin
mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.
2. Merencanakan penyelesaian
Kemampuan melakukan fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa
menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman mereka,
ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu
masalah.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak,
selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap
paling tepat.
4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan mulai dari fase pertama sampai
fase ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan dapat terkoreksi
kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan
masalah yang diberikan.
Pemecahan masalah menurut Polya tersebut dikembangkan lagi oleh Herman
Hudojo dan Akbar Sutawijadja (Herman Hudojo, 2005: 134-140) menjadi:
1. Pemahaman terhadap suatu masalah
Pemahaman dilakukan dengan membaca dan membaca ulang soal, mengidentifikasi
informasi yang diketahui, mengidentifikasi apa yang hendak dicari.
2. Perencanaan penyelesaian masalah
Di dalam merencanakan masalah seringkali diperlukan kreativitas. Sejumlah strategi
dapat membantu kita merumuskan suatu rencana penyelesaian suatu masalah.
Menurut Wheeler (Herman Hudojo, 2005: 137) strategi penyelesaian masalah antara
lain sebagai berikut : membuat tabel, membuat gambar, enduga, mengetes, dan
memperbaiki, mencari pola, menyatakan kembali permasalahan, menggunakan
penalaran,
menggunakan
variabel,
menggunakan
persamaan,
mencoba
menyederhanakan permasalahan, menghilangkan situasi yang tidak
mungkin,
bekerja mundur, menyusun model, menggunakan algoritma, menggunakan
penalaran yang tidak langsung, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan
kasus atau membagi menjadi bagian-bagian, memvalidasi semua kemungkinan,
menggunakan rumus, menyelesaikan masalah yang equivalen, menggunakan
simetri, dan menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan
informasi baru.
3. Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah
Langkah ini merupakan langkah Polya (1972) yang didefinisikan sebagai
menyelesaikan perencanaan penyelesaian.
4. Melihat kembali penyelesaian
Langkah ini untuk melihat apakah penyelesaian yang kita peroleh sudah sesuai
dengan ketentuan yang diketahui dan tidak terjadi kontradiksi merupakan langkah
terakhir yang penting.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Terdapat empat komponen untuk meriview suatu penyelesaian, yaitu :
a. Mengecek hasil
b. Mengintepertasikan jawaban yang diperoleh
c. Mencari adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama
d. Mencari adakah penyelesaian yang lain.
Menurut Gagne, dalam pemecahan masalah biasanya ada lima langkah yang
harus dilakukan (Erman Suherman dkk, 2003: 36) yaitu :
1) Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas
2) Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional
3) Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik
4) Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
5) Mengecek kembali hasil yang diperoleh
Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah yang diukur melalui
kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Dalam setiap permasalahan,
aspek memahami masalah diukur melalui menuliskan unsur yang diketahui dan unsur
yang ditanya, aspek merencanakan pemecahan diukur melalui menuliskan teori atau
metode yang dapat digunakan dalam masalah ini, aspek melakukan perhitungan diukur
melalui melaksanakan rencana pemecahan sesuai dengan teori atau metode yang
dipilih, aspek memeriksa kembali diukur melalui memeriksa kebenaran hasil yang
diperoleh.
6. Kalor dan Perpindahannya
a. Kalor sebagai Energi
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda
yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda
bersentuhan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kalor Berpindah dari Suhu Tinggi ke Suhu
Rendah (Sumber:Kanginan, 2013:345)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Kalor timbul akibat perbedaan suhu. Suhu adalah derajat panas atau
dinginnya suatu benda. Banyaknya kalor (Q) yang dibutuhkan untuk menaikkan
suhu suatu zat adalah sebanding dengan perubahan suhu (T) dan massa zat (m)
tersebut:
Q = m . c . T
(2.1)
dengan c adalah kalor jenis zat (kal g-1oC-1 atau joule kg-1k-1)
Satuan energi panas adalah kalori yang didefinisikan sebagai jumlah
energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1oC dengan massa 1 gram air
(1 kalori = 4,2 joule)
b. Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor
Kalor jenis adalah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg suatu
zat sebesar 1K atau 1 oC. Kapasitas kalor merupakan banyaknya kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1 oC. Dari Persamaan (2.1),
mc dapat dituliskan dalam bentuk Persamaan (2.2) berikut ini.
mc 
Q
T
(2.2)
Apabila kapasitas kalor dilambangkan dengan C, maka
C
Q
T
dengan C = mc
(2.3)
(2.4)
c. Asas Black
Gambar 2.3 Proses Menuangkan Air Dingin ke dalam
Air Panas (Sumber:Kanginan, 2013:329)
Perhatikan gambar (2.3), untuk mendinginkan secangkir kopi panas,
tambahkan air dingin ke dalam air panas tersebut dan mengaduknya agar tercampur
merata. Kesetimbangan akan tercapai apabila diperoleh air hangat yang suhunya di
commit
to userakan melepaskan energi sehingga
antara suhu air panas dan air dingin.
Air panas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
suhunya turun dan air dingin akan menerima energi sehingga suhunya naik dalam
proses pencampuran. Jika pertukaran kalor hanya terjadi antara air panas dan air
dingin (tidak ada kehilangan kalor ke udara sekitar dan ke cangkir), maka sesuai
prinsip kekekalan energi, yaitu kalor yang dilepaskan oleh air panas (Qlepas) sama
dengan kalor yang diterima air dingin (Qterima).
Energi adalah kekal, sehingga kehilangan energi Q dari suatu benda akan
muncul sebagai tambahan energi Q pada benda lainnya. Kekekalan energi juga
berlaku pada perpindahan kalor. Pada kalor berlaku hukum kekekalan energi atau
Asas Black, yaitu :
Qlepas = Qterima
(2.5)
Bila dinyatakan dalam massa (m), kalor jenis (c), dan perubahan suhu (T) maka
persamaan (2.5) dapat ditulis :
m1 . c1 . T1 = m2 . c2 . T2
m1 . c1 . (T1-Tc) = m2 . c2 . (Tc-T2)
(2.6)
dengan Tc adalah suhu campuran.
d. Perubahan Wujud Zat
Zat dapat digolongkan dalam tiga macam fase, yaitu padat, cair, dan gas.
Kalor dapat menyebabkan terjadinya perubahan wujud zat.
Uap
menyublim
menguap
mengembun
Cair
membeku
melebur
Padat
Gambar 2.4 Diagram Perubahan Wujud Zat
(Sumber:Kanginan, 2013:332)
Pada gambar (2.4) ditunjukkan diagram perubahan wujud zat. Melebur
adalah perubahan wujud dari padat menjadi cair, membeku adalah perubahan
wujud dari cair menjadi padat. Menguap adalah perubahan wujud dari cair
menjadi gas, mengembun adalah perubahan wujud dari gas menjadi cair.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Menyublim adalah perubahan wujud dari padat menjadi gas (tanpa melalui
wujud cair). Sedangkan deposisi adalah kebalikan dari menyublim, yaitu
perubahan wujud dari gas menjadi padat.
Kalor lebur adalah banyaknya kalor yang diterima untuk mengubah 1
gram zat dari padat menjadi cair pada titik leburnya. Suhu saat zat mengalami
peleburan disebut titik lebur zat. Kalor beku adalah banyaknya kalor yang
dilepaskan untuk mengubah 1 gram zat dari cair menjadi padat pada titik
bekunya. Suhu saat zat mengalami pembekuan disebut titik beku. Kalor lebur
sama dengan kalor beku untuk zat yang sama. Kedua jenis kalor laten ini disebut
kalor lebur (Lf). Jika banyak kalor yang diperlukan (Q) oleh zat yang massanya
(m) untuk melebur dapat ditulis
𝐐 = 𝑚 𝑳𝒇
(2.7)
Kalor uap adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh 1 gram zat
untuk mengubah wujudnya dari cair menjadi uap pada titik uapnya. Sedangkan
kalor embun (kalor kondensasi) adalah banyaknya kalor yang dilepaskan oleh 1
gram zat untuk mengubah wujud dari uap menjadi cair pada titik embunnya.
Kalor didih sama dengan kalor embun untuk zat yang sama. Kedua jenis kalor
laten ini disebut kalor didih (Lv). Jika banyak kalor yang diperlukan (Q) oleh zat
yang massanya (m) untuk melebur dapat ditulis
𝐐 = 𝑚 𝑳𝒗
(2.8)
Gambar 2.5. Grafik Suhu Terhadap Waktu Untuk Es yang
Dipanaskan Sampai Menjadi Uap Air (Sumber:
Kanginan, 2013:340)
Gambar 2.5 menunjukkan grafik suhu-kalor ketika sejumlah massa
tertentu es yang suhunya di bawah 0oC dipanaskan (diberi kalor). Suhu naik
commit to user
(dari a ke b) sampai titik lebur es 0oC dicapai. Antara a dan b hanya terdapat satu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
wujud, yaitu wujud padat (es). Kemudian ketika kalor terus ditambahkan (dari b
ke c), suhu tetap sampai semua wujud cair (air). Kemudian, suhu air akan naik
kembali (dari c ke d) sampai titik didih air 100oC dicapai. Antar c dan d hanya
terdapat satu wujud yaitu wujud cair (air). Pada titik didih (dari d ke e) kembali
suhu tetap walau kalor terus bertambah sampai semua air mendidih menjadi uap
air (wujud gas). Antara d dan e terdapat dua wujud yaitu wujud cair (air) dan
wujud gas/uap air). Kemudian suhu uap air akan naik kembali jika kalor terus
diberikan.
Jika kelajuan kalor yang diberikan yaitu kalor/waktu atau dengan
simbol ΔQ/ Δt adalah tetap yaitu dengan cara mengatur nyala api pemanasan
yang tetap, maka kemiringan grafik wujud cair (dari c ke d) lebih kecil daripada
kemiringan grafik wujud padat (dari a ke b), sehingga kemiringan grafik
kenaikan suhu (ΔT) terhadap kalor (Q) adalah:
T
1

Q
mc
(2.9)
Persamaan (2.9) menyatakan bahwa untuk massa tetap, kemiringan
grafik (ΔT/Q) sebanding dengan kebalikan nilai kalor jenis (1/c). Kalor jenis air
= 4200 J/kg K lebih besar daripada kalor jenis es = 2100 J/kg K. Oleh karena itu,
kemiringan grafik wujud cair (dari c ke d) lebih kecil daripada kemiringan grafik
wujud padat (dari a ke d). Hal yang harus diperhatikan adalah kalor jenis yang
digunakan untuk setiap bagian grafik yang mengalami kenaikan suhu. Dari a ke
b, wujud zat adalah es, sehingga kalor jenis yang digunakan pada rumus Q =
mcΔT adalah kalor jenis es, yaitu c = 2100 J/kg K. Dari c ke d, wujud zat adalah
air, sehingga kalor jenis yang digunakan adalah kalor jenis air, yaitu c = 4200
J/kg K. Dari e ke f, wujud zat adalah uap air, sehingga kalor jenis yang
digunakan dalah kalor jenis uap air = 2010 J/kg K.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
e. Perpindahan Kalor
Ada tiga cara perpindahan kalor yaitu:
1) Konduksi
Gambar 2.6 Partikel-partikel pada Ujung yang Dipanasi
Bergetar Lebih Cepat daripada Partikel-Partikel
pada Ujung yang Tidak Dipanasi
(Sumber: Kanginan, 2013:346)
Perhatikan gambar 2.6, perpindahan kalor secara konduksi dapat
terjadi dalam dua proses yaitu:
a) Pemanasan pada satu ujung zat menyebabkan partikel-partikel pada
ujung itu bergeser lebih cepat dan suhunya naik atau energi kinetiknya
bertambah. Partikel-partikel yang energi kinetiknya lebih besar ini
memberikan sebagian energi kinetiknya kepada
partikel-partikel
tetangganya melalui tumbukan sehingga partikel-partikel ini memiliki
energi kinetik lebih besar. Selanjutnya partikel-partikel ini memberikan
sebagian energi kinetiknya ke partikel-partikel tetangga berikutnya.
Demikian seterusnya sampai kalor mencapai ujung yang dingin (tidak
dipanasi). Proses perpindahan kalor seperti ini berlangsung lambat karena
untuk memindahkan lebih banyak kalor diperlukan beda suhu yang tinggi
di antara kedua ujung.
b) Dalam logam, kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas yang
terdapat dalam struktur atom logam. Elektron bebas ialah elektron yang
dengan mudah dapat berpindah dari satu atom ke atom lain. Di tempat
yang dipanaskan, energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena
elektron bebas mudah berpindah, pertambahan energi ini dengan cepat
dapat diberikan ke elektron-elektron lain yang letaknya lebih jauh
melalui tumbukan. Dengan cara ini kalor berpindah lebih cepat. Oleh
karena itu, logam termasuk konduktor yang sangat baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Gambar 2.7 Laju Perpindahan Kalor Secara Konduksi yang Melalui
Dinding (Sumber: Kanginan, 2013:348)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju kalor konduksi seperti pada
Gambar 2.7 sebagai berikut : (1) Beda suhu di antara kedua permukaan
∆T=T1-T2; (2) Ketebalan dinding d; (3) Luas permukaan A; (4) Konduktivitas
termal zat k, merupakan ukuran kemampuan zat menghantarkan kalor.
Jadi, banyak kalor Q yang melalui dinding selama waktu t, dinyatakan:
Q kAT

t
d
(2.10)
2) Konveksi
Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke
bagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri.
Gambar 2.8 Konveksi dalam Zat Cair
(Sumber: Kanginan, 2013:352)
Pada gambar 2.8 ditunjukkan peristiwa konveksi alami dalam air.
Ketika air yang diberi zat warna (beberapa butir kalium permanganat)
dipanasi, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil, sehingga air
bergerak naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang massa
jenisnya lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang
ditunjukkan oleh anak panah, disebut arus konveksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perpindahan kalor secara
konveksi adalah laju kalor Q/tcommit
ketika to
sebuah
user benda panas memindahkan kalor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
ke fluida sekitarnya secara konveksi adalah sebanding dengan luas
permukaan benda A yang bersentuhan dengan fluida dan benda suhu ∆T di
antara benda dan fluida. Secara matematis ditulis:
Q
 hAT
t
(2.11)
dengan h adalah koefisien konveksi
3) Radiasi
Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk
gelombang elektromagnetik.
Gambar 2.9 (a) Permukaan mengkilap (putih) adalah pemantul
yang baik. (b) Permukaan yang gelap adalah
penyerap radiasi yang baik(Sumber: Kanginan,
2013:355)
Berdasarkan gambar 2.9 dapat disimpulkan bahwa:
a)
Permukaan yang hitam dan kusam adalah penyerap kalor radisi yang
baik sekaligus pemancar kalor radiasi yang baik pula.
b)
Permukaan yang putih dan mengkilap adalah penyerap kalor radiasi yang
buruk sekaligus pemancar kalor yang buruk pula.
c)
Jika didinginkan agar kalor yang merambat secara radiasi berkurang,
permukaan (dinding) harus dilapisi suatu bahan mengkilap (misal
dilapisi dengan perak).
Hukum Stefan-Boltzmann, yang berbunyi energi yang dipancarkan
oleh suatu permukaan dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu (Q/t)
sebanding dengan luas permukaan (A) dan sebanding dengan pangkat empat
suhu mutlak permukaan itu (T4).
Secara matematis ditulis:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Q
 eAT 4
t
(2.12)
dengan σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann (σ = 5,67 x 10-8 Wm-2K-4) dan e
adalah emisivitas ( 0  e  1), pemantul sempurna (penyerap paling jelek)
memiliki e = 0, sedangkan penyerap sempurna sekaligus pemancar sempurna,
yaitu benda hitam sempurna memiliki e = 1.
Persamaan di atas berlaku apabila suhu di sekeliling lebih kecil
daripada suhu di permukaan benda. Apabila suhu disekeliling (T2) lebih besar
dari pada suhu di permukaan (T1) maka persamaannya :
Q
4
4
 eA(T2  T1 )
t
(2.13)
B. Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang relevan terkait dengan keterampilan
proses sains dan motivasi:
1. Rizki Amelia dkk (2014) mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
mahasiswa yang belajar dengan model Authentic Problem Based Learning lebih tinggi
dari pada siswa yang belajar dengan model Problem Based Learning dengan rata-rata 68
untuk kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen dan 58 untuk kemampuan
pemecahan masalah kelas kontrol.Model Authentic Problem Based Learning
berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah mahasiswa.
2. Rina Astuti (2012) dengan tujuan penelitiannya untuk mengetahui pengaruh
pendekatan pembelajaran keterampilan proses sains dengan eksperimen bebas
termodifikasi dan eksperimen terbimbing ditinjau dari sikap ilmiah dan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar. Pada penelitian tersebut terdapat 7 buah
kesimpulan, diantaranya adalah pendekatan keterampilan proses sains dengan
metode eksperimen berpengaruh terhadap prestasi belajar, metode eksperimen
terbimbing
lebih
efektif
dibandingkan
dengan
metode
eksperimen
bebas
termodifikasi.
3. Hadma Yuliani (2012) mentakan pendekatan keterampilan proses menggunakan
metode eksperimen dan demonstrasi, sikap ilmiah, kemampuan analisis, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
interaksinya terhadap prestasi belajar siswa. hasil penelitian menyimpulkan bahwa
terdapat pengearuh pembelajaran dengan metode terhadap hasil belajar afektif.
4. Hilal Aktamis (2008) tujuan penelitiannya adalah untuk menyelidiki efek
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses sains kepada
siswa untuk meningkatkan kreativitas siswa, sikap ilmiah dan prestasi belajar sains.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan proses sains
meningkatkan prestasi belajar dan kreativitas ilmiah siswa namum tidak ada
kemajuan yang signifikan pada sikap ilmiah jika dibandingkan dengan pembelajaran
yang perpusat pada guru.
5. Mohammad
Taufik dkk (2010) mengungkapkan bahwa Implementasi
KPM
merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas
proses dan hasil pembelajaran IPA (Fisika). Dampak penggunaan model tersebut
antara lain: (1) Meningkatnya peran siswa dalam pembelajaran dan membuka
peluang bagi siswa untuk melakukan kerja ilmiah; serta (2) Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah, penguasaan konsep, dan menumbuhkan kebiasaan berpikir
dalam menyikapi masalah.
6. Grace Teo Yew Mei (2007) penelitiannya bertujuan untuk mengeksplorasi
bagaimana cara-cara siswa yang telah berpartisipasi dalam inovasi kurikulum Sains
ALIVE memperoleh keterampilan proses dan merasakan hubungan sains dalam
kehidupan sehari-hari. Hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam persepsi siswa tentang kompetensi keterampilan dan menghasilkan presentase
yang tinggi dari siswa menunjukkan bahwa siswa lebih sadar akan hubungan dari
sains dengan kehidupan siswa sehari-hari.
7. Friska Oktavia Rosa (2014) menyatakan Pengembangan modul IPA berbasis
keterampilan proses sains ini dinilai efektif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai
signifikasi lebih rendah dari taraf signifikasi α =0,05 (tingkat kepercayaan 95%)
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menggunakan modul IPA berbasis
keterampilan proses sains lebih baik dari pembelajaran konvensional.
8. M. A. Hertiavi dkk (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa yang tergambar dari
meningkat secara signifikan hasil belajar siswa. Usaha yang dilakukan guru untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan
commitmasalah
to user siswa adalah mengusahakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
pemberian soal-soal yang berisi kemampuan pemecahan masalah dengan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti siswa dan isinya pun disesuaikan
dengan materi yang dipelajari.
9. P.S.U. Dewi dkk (2014) mengungkapkan bahwa hubungan antara bakat numerik
dengan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa adalah linear. Pada lajur
linearity diperoleh f = 317,649 dengan p<0,05 yang menunjukkan bahwa hubungan
antara bakat numerik dengan KPM fisika siswa adalah berarti. Berdasarkan hasil uji
linearitas tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa hubungan antara bakat numerik
dengan kpm fisika siswa adalah linear dan berarti.
C. Kerangka Berpikir
Proses belajar-mengajar mengandung kegiatan interaksi antara guru, siswa dan
komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif. Pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini menghasilkan banyak konsep yang harus
dipelajari siswa. Salah satu alternatif yang dikembangkan dalam pembelajaran yaitu
pembelajran dengan pendekatan keterampilan proses.
KPS adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah. Masalah dapat berupa masalah dunia nyata
atau simulasi. KPS memiliki beberapa tahapan yaitu observasi, klasifikasi, interpretasi,
hipotesis, percobaan, pertanyaan, mengkomunikasi dan menerapkan konsep.
Pengembangan modul berbasis KPS diperlukan untuk menunjang kemampuan
pemecahan masalah siswa siswa yang masih di bawah rata-rata. Sejalan dengan itu,
bidang sains khususnya fisika juga masih dianggap sulit oleh kebanyakan siswa. Dalam
hal ini, materi fisika yang dapat dikembangkan salah satunya adalah kalor. Karena,
banyak dijumpai aplikasi dari kalor dalam kehidupan nyata tetapi kadang siswa masih
kurang mampu mengaplikasi dan menganalisis persoalan matematis fenomena fisika
yang disajikan dengan baik. Hal ini dimungkinkan akibat kurangnya ketersediaan bahan
ajar yang dapat memacu kemampuan pemecahan masalah. Proses pembelajaran dapat
diimplementasikan dengan bahan ajar yang dapat mengembangkan kemampuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
mendesign dan menggunakan pertanyaan yang dapat menarik siswa pada proses
intruksional pada tingkat yang lebih tinggi.
Modul pembelajaran berbasis KPS, merupakan bahan ajar yang disusun
berdasarkan pembelajaran berbasis KPS, melatih siswa dalam melakukan pemecahan
masalah pada materi kalor yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Berikut adalah tabel yang menyajikan pola keterkaitan antara modul,
pembelajaran fisika berbasis KPS dan kemampuan pemecahan masalah .
Table 2.1 Pola keterkaitan modul, pembelajaran fisika berbasis KPS dan KPM
KPS
Obsevasi
Klasifikasi
Interpretasi
Mengajukan
Hipotesis
Percobaan
Modul
Disajikan gambar
Fenomena yang
berkaitan dengan
peristiwa atau kejadian
di sekitar.
Menyajikan
pertanyaan tentang
cirri-ciri, persamaan
dan perbedaan dari
fenomena yeng telah
diberikan sebelumnya.
Tahap ini merupakan
aktivitas
Mengidentifikasi
fakta-fakta
berdasarkan hasil
pengamatan
Aktivitas Siswa
Kemampuan
Pemecahan
Masalah
Mengidentifikasi
kejadian yang terlihat
pada gambar
Mencari perbedaan
atau persamaan,
mengontraskan ciriciri, membandingkan
dan mencari dasar
penggolongan.
Mengajukan perkiraan
tentang sesuatu yang
belum terjadi
berdasarkan suatu
kecendrungan/pola
yang sudah ada.
Dalam tahap ini
merumuskan hipotesis
disajikan jawaban
dari fenomena yang
sementara (hipotesis)
telah diberikan
dari masalah tersebut.
Siswa diwajibkan
mengisi kolom
hipotesis dengan
mengacu pada
pertanyaan yang
diajukan sebelumnya
Tahap ini merupakan
Melakukan percobaan
proses merencanakan
sesuai dengan prosedur
percobaaan,
LKS
menentukan alat/
bahan/ sumber, dan commit to user
Memahami
Masalah
Merencanakan
Penyelesaian
Masalah
Merencanakan
Penyelesaian
Masalah
Melaksanakan
Penyelesaian
Masalah Sesuai
Rencana
perpustakaan.uns.ac.id
KPS
Pertanyaan
Melakukan
Komunikasi
Menerapkan
Konsep
digilib.uns.ac.id
37
Modul
Aktivitas Siswa
melaksanakan
percobaan.
Disajikan pertanyaan Menjawab Pertanyaan
yang
berhubungan
dengan hipotesis dan
percobaan.
Tahap ini merupakan
proses
mendeskripsikan atau
menggambarkan data
empiris hasil
percobaan/ pengamatn
dengan grafik/ tabel/
diagram atau
mengubahnya dalam
bentuk salah satunya
Disajukan pertanyaan
yang berhubungan
dengan subkonsep
yang telah dipelajari
dalam situasi baru,
Kemampuan
Pemecahan
Masalah
Melaksanakan
Penyelesaian
Masalah Sesuai
Rencana
siswa mendeskripsikan
atau menggambarkan
data empiris hasil
percobaan/ pengamatn
dengan grafik/ table/
diagram atau
mengubahnya dalam
bentuk salah satunya
Melihat Kembali
Penyelesaian
Dengan demikian dengan adanya modul pembelajaran berbasis KPS ini
diharapkan membantu siswa dalam
melakukan pemecahan masalah berdasarkan
pembuktian yang dapat dilakukannya sendiri. Hasil pemecahan masalah yang
dilakukan peserta didik diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan
siswa itu sendiri, khususnya dalam pembelajaran fisika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Adapun skema kerangka berfikir yang dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut
ini.
Harapan
Pembelajaran KPS
dapat memberikan
kesempatan kepada
siswa untuk
menghayati proses
penemuan sebagai
suatu keterampilan
proses.
Fakta dan Kendala
Pembelajaran
fisika belum
melibatkan siswa
secara langsung
dalam proses
penemuan
konsep atau
pengetahuan
(prior
knowledge)
Keterbatasan
kurangnya
ketersediaan
bahan ajar yang
dapat memacu
kemampuan
pemecahan
masalah siswa
Siswa belum
terlibat aktif
dalam proses
pembelajaran.
Solusi
Solusi
KPS
Modul Pembelajaran
Penerapan pembelajaran
berbasis KPS
Modul fisika berbasis KPS untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah fisika siswa
Gambar 2.10 Kerangka Berpikir
commit to user
Download