hubungan keefektifitasan model praktik keperawatan profesional

advertisement
HUBUNGAN KEEFEKTIFITASAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN
PROFESIONAL DENGAN ETOS KERJA PERAWAT DI RSUD
DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
YATINI
NIM: ST. 14 075
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat petunjuk dan rahmayNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul: ”Hubungan Keefektifitasan Model Praktik Keperawatan Profesional
dengan Etos Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa dorongan,
bimbingan dan motivasi dari semua pihak, penulis tidak akan mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta, yang telah memberi izin penelitian kepada penulis.
2. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada semua maha-siswanya.
3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes., selaku pembimbing
yang telah memberikan
bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
4. Anis Nurhidayati, S.ST, M.Kes., selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
5. dr. Setyorini, M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang telah memberikan ijin penelitian
kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.
7. Para responden yang telah memberikan waktunya untuk mengisi kuesioner dan
mendukung terselesaikannya penelitian ini.
8. Keluargaku yang telah memberikan dukungan, doa, nasihat, kasih sayang dan
semangat bagi penulis dalam mengerjakan proposal skripsi ini.
9. Teman-teman ST14 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini. Tiada kata yang pantas penulis sampaikan
kepada semuanya, kecuali ucapan terima kasih yang tak terhingga serta iringan doa
semoga kebaikan Bapak/Ibu/Saudara mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha
Kuasa. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Surakarta, 30 Januari 2016
Yatini
NIM. ST. 14 075
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ...........................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN.....................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................
iv
KATA PENGANTAR ............................................................................
v
DAFTAR ISI .........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xi
ABSTRAK ... .........................................................................................
xii
BAB
BAB
I. PENDAHULUAN ..................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian .........................................................
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ................................................................
6
2.2. Keaslian Penelitian .........................................................
51
2.3 Kerangka Teori ...............................................................
52
2.4 Kerangka Konsep ...........................................................
53
2.5 Hipotesis ........................................................................
53
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................
54
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .........
54
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................
56
3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .....
56
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...................
58
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ..........................................
60
3.7 Pengolahan dan Analisis Data .........................................
61
3.8 Etika Penelitian ..............................................................
64
BAB IV. HASIL PENELITIAN ............................................................
66
4.1 Analisis Univariat ...........................................................
66
4.2 Analisis Bivariate ...........................................................
69
PEMBAHASAN ...................................................................
70
5.1 Keefektifitasan Model Praktek Keperawatan Profesional .
73
5.2 Etos Kerja .......................................................................
75
5.3 Hubungan Efektifitasan Model Praktek Keperawatan Profesional dengan Etos Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri .............................................
78
BAB VI. PENUTUP ............................................................................
81
6.1 Simpulan ........................................................................
81
6.2 Saran ..............................................................................
81
BAB V.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1
Keaslian Penelitian
51
3.3
Proporsi Besarnya Sampel Penelitian
56
3.2
Definisi Operasional Variabel
57
4.1.
Distribusi Frekuensi Umur Responden
65
4.2.
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
66
4.3.
Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden
66
4.4.
Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden
66
4.5.
Distribusi Frekuensi tentang Efektifitas MPKP
67
4.6.
Distribusi Frekuensi tentang etos kerja
67
4.7.
Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman (τ)
68
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Teori
52
2.2
Kerangka Konsep
53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Nama Lampiran
1.
Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden
2.
Surat Permohonan Menjadi Responden
3.
Kuesioner Penelitian
4.
Jadwal Penelitian
5.
Berkas Konsultasi
6.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
7.
Hasil Analisis Data
8.
Surat Ijin Penelitian dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKES) Kusuma Husada Surakarta
9.
Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian dari RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri.
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Yatini
Hubungan Keefektifitasan Model Praktik Keperawatan Profesional dengan Etos
Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri
Abstrak
Keefektifitasan pelaksanaan model asuhan keperawatan profesional dalam
suatu ruangan berdampak pada etos kerja perawat yang merupakan tanggungjawab
secara profesional terhadap hasil keperawatannya. Tujuan dari penelitian ini untuk
menganalisis hubungan keefektifitasan model praktik keperawatan profesional
dengan etos kerja perawat.
Metode yang digunakan adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan
cross sectional. Jumlah sampel 69 perawat dan teknik pengambilan sampel dengan
proportional random sampling. Alat analisis yang digunakan dengan korelasi rank
spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Keefektifitasan model praktek
keperawatan profesional (MPKP) sebagian besar tergolong efektif yaitu sebanyak
42 orang (60,9%) dan lainnya tergolong tidak efektif sebanyak 27 reponden
(39,1%); 2) Etos kerja yang dimiliki perawat sebagian besar mempunyai etos kerja
cukup yaitu sebanyak 35 orang (50,7%), etos kerja baik sebanyak 21 orang
(30,4%), dan paling sedikit perawat tergolong mempunyai etos kerja kurang
sebanyak 13 orang (18,8%); 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara
keefektifitasan model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja perawat
di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri (rxy = 0,812; p-value = 0,000)
dan kekuatan hubungan tergolong kuat.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan
antara keefektifitasan model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja
perawat.
Kata kunci: Keefektifitasan model praktik keperawatan profesional, etos kerja,
perawat.
Daftar Pustaka: 38 (2005 – 2014)
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Yatini
The Relationship between the Effectiveness of Nursing Professional Practice
Model and Work Ethic of Nurses at dr. Soediran Mangun Soemarso Regional
Public Hospital of Wonogiri
ABSTRACT
The effectiveness of the implementation of a professional model of care in a
section gives influence to nurses’ work ethic, which belongs to professional
responsibility for their work. The research aims at analyzing the relationship
between the effectiveness of the nursing professional practice model and the work
ethic of nurses.
The research employed descriptive correlational method with cross sectional
approach. The total number of samples is 69 nurses selected using proportional
random sampling. The data were later analyzed using Spearman’s rank
correlation.
The research findings depict that: (1) in case of the effectiveness of the
nursing professional practice model, most of the respondents with total number of
42 respondents (60.9%) consider that the model is effective, while the other 27 do
not (39.1%); (2) there are 35 (50.7%) nurses having moderate level of work ethic,
21 (30.4%) having high level of work ethic, and 13 (18.8%) having low level of
work ethic; and (3) there is a significant relationship between the effectiveness of
the nursing professional practice model and the work ethic of nurses at dr.
Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri (rxy = 0.812; pvalue = 0.000) which is considered strong.
Keywords: the effectiveness of the nursing professional practice model, work ethic,
nurses.
Bibliography : 38 (2005-2014)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mutu pelayanan di Rumah Sakit sangat ditentukan oleh pelayanan
keperawatan atau asuhan keperawatan. Perawat sebagai pemberi jasa
keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan di Rumah Sakit, sebab
perawat berada dalam 24 jam memberikan asuhan keperawatan. Tanggung
jawab yang demikian berat jika tidak ditunjang dengan sumber daya manusia
yang memadai, dapat menimbulkan sorotan publik (pasien dan keluarga)
maupun profesi lain terhadap kinerja perawat. Kondisi di atas menuntut
perawat bekerja secara sungguh-sungguh dan profesional, oleh karena itu
diperlukan model asuhan keperawatan secara profesional (Nursalam, 2008).
Model Asuhan Keperawatan Profesional merupakan suatu sistem
(struktur, proses, dan nilai-nilai) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk
menopang pemberian asuhan tersebut. Menurut Grant & Massey dan Marquis
& Huston dalam Nursalam (2008) ada 4 metode pemberian asuhan
keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di
masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan diantaranya
keefektifitasan model asuhan keperawatan fungsional, model asuhan
keperawatan profesional kasus, model asuhan keperawatan profesional tim,
model asuhan keperawatan profesional primer.
Keefektifitasan pelaksanaan model asuhan keperawatan profesional
dalam suatu ruangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
1
pendidikan, beban kerja, jumlah tenaga kerja perawat, motivasi perawat,
sarana prasarana, adapun faktor yang berhubungan dengan model praktik
keperawatan profesional di Rumah Sakit adalah etos kerja. Terwujudnya
keefektifitasan model praktek keperawatan membutuhkan suatu etos kerja dan
kedisiplinan pada diri perawat, sehingga diperlukan suatu pemantauan
kedisiplinan dari pimpinan rumah sakit. Pimpinan bertanggung jawab
terhadap pengelolaan dari kedisiplinan (peraturan, sanksi dan penghargaan)
yang diberlakukan secara seragam, pantas, konsisten dan tidak diskriminatif
untuk mencapai sasaran-sasaran rumah sakit (Gillies, 2006).
Etos kerja sering diartikan sebagai perilaku kerja yang etis menjadikan
kebiasaan kerja yang berporoskan etika atau dengan nama lain yang lebih
sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan yang baik yang berlandaskan
etika yang harus dilakukan ditempat kerja. Etos kerja dalam organisasi
mencakup motivasi yang menggerakkan, karakteristik utama, spirit dasar,
pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasiaspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsip-prinsip dan standar-standar yang
menjadi dasar perilaku dan nilai-nilai yang diadopsi individu-individu
manusia di dalam organisasi atau konteks sosialnya (Damayanti, 2008).
Hasil studi pendahuluan berdasarkan hasil observasi dan wawancara
dengan salah satu kepala ruangan di ruang perawatan RSUD dr. Soediran
Mangun Soemarso Wonogiri menggunakan model asuhan keperawatan tim.
Data tentang dokumentasi keperawatan yang diambil dari 7 status pasien
didapatkan 4 status (57,14%) dokumentasi keperawatan masih kurang lengkap
dan 3 status (42.86%) dukumentasi keperawatan sudah lengkap. Belum
terlaksananya ronde keperawatan. Timbang terima selama ini telah dilakukan
tetapi belum terlaksana secara optimal, serta belum adanya program
sentralisasi obat di ruang keperawatan pasien RSUD dr. Soediran Mangun
Soemarso Wonogiri. Saat ini model praktik pelayanan keperawatan
profesional di Rumah Sakit belum mencerminkan praktek pelayanan
profesional dimana aktivitas keperawatan belum sepenuhnya berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan pasien, oleh karenaitu diperlukan etos kerja dari
perawat. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Model
Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit dr. Soediran Mangun
Soemarso Wonogiri belum dilaksanakan secara optimal.
Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang Hubungan Keefektifitasan Model Praktik Keperawatan Profesional
dengan Etos Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah : “Adakah
hubungan Keefektifitasan Model Praktik Keperawatan Profesional dengan Etos
Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri?”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
keefektifitasan model praktik keperawatan profesional dengan etos kerja
perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi
karakteristik
responden
(umur,
jenis
kelamin,
pendidikan dan lama bekerja).
2. Mengidentifikasi keefektifitasan model praktik keperawatan profesional
di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
3. Mengidentifikasi etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
4. Menganalisis hubungan keefektifitasan model praktik keperawatan
profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah :
1. Bagi Rumah Sakit
Mendapatkan
gambaran
mengenai
keefektifitasan
model
praktik
keperawatan profesional menurut persepsi perawat pelaksana, sehingga
dapat
memberikan
masukan
pada
pihak
Rumah
Sakit
dalam
mengoptimalkan penerapan MPKP dalam meningkatkan etos kerja perawat.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah pustaka institusi pendidikan tentang keefektifitasan model
praktik keperawatan profesional dan hubungannya dengan etos kerja
perawat.
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan digunakan sebagai pembelajaran peneliti
dalam melakukan penelitian terkait dengan keefektifitasan model praktik
keperawatan profesional hubungannya dengan etos kerja perawat.
4. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan
keefektifitasan model praktek keperawatan profesional hubungannya
dengan etos kerja perawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1 Perawat
2.1.1.1 Pengertian Perawat
Berdasarkan Undang-undang R.I No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, perawat diartikan sebagai orang yang memiliki kemampuan
dan kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan
(Ali, 2010). Perawat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.0202/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik perawat, definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Kemenkes, RI, 2010).
Menurut Henderson (1980) yang dikutip oleh Nursalam (2008),
perawat adalah upaya membantu individu yang sehat maupun sakit,
dari lahir sampai meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas seharihari secara mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan, atau
pengetahuan yang dimiliki seorang perawat. Perawat merupakan orang
yang mengurus dan melindungi dan orang yang dipersiapkan untuk
merawat orang sakit, orang yang cidera, dan lanjut usia. Oleh sebab itu,
perawat berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan pasien
6
untuk menyembuhkan (proses penyembuhan) dan meningkatkan
kesehatan.
2.1.1.2 Pengertian Keperawatan
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa
pemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu yang sehat
maupun sakit yang mengalamí gangguan fisik, psikis, dan sosial agar
dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan
kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada
pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi
dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam,
2008).
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial
spriritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan
masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia. Roy dalam Nursalam (2008) mendefínisikan
bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respons adaptasi yang
berhubungan dengan empat model respons adaptasi. Perubahan
internal, eksternal dan stimulus input bergantung dari kondisi koping
individu. Kondisi koping menggambarkan tingkat adaptasi seseorang.
Tingkat adaptasi ditentukan oleh stimulus fokal kontekstual dan
residual. Stimulus fokal adalah suatu respons yang diberikan secara
langsung terhadap input yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya
bergantung pada tingkat perubahan yang berdampak terhadap
seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain yang
merangsang
seseorang
baik
internal
maupun
eksternal
serta
mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara
subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah
karakteristik atau riwayat seseorang dan timbul secara relevan sesuai
dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.
Tindakan keperawatan yang diberikan adalah meningkatkan respons
adaptasi pada situasi sehat dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan
oleh perawat dalam memanipulasi stimulus fokal, kontekstual atau
residual pada individu. Dengan memanipulasi semua stimulus tersebut,
diharapkan
individu
akan
berada
pada
zona
adaptasi.
Jika
memungkinkan, stimulus fokal yang dapat mewakili semua stimulus
harus dirangsang dengan baik.
2.1.1.3 Peran Perawat Sebagai Tenaga Kesehatan
Menurut Gunarsa (2009), perawat yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan dalam upaya penyembuhan dan pencegahan
penyakit memiliki ciri khas, yaitu:
a. Keadaan fisik dan kesehatan. Seorang perawat harus memiliki
kondisi badan yang baik, sehat, dan mempunyai energi yang banyak.
Bila perawat kurang sehat atau kurang stamina, maka dapat
mempengaruhi
segala
keputusan,
aktifitas dan
tidak dapat
konsentrasi pada pekerjaannya atau tidak konsentrasi pada pasien
yang sedang dihadapinya.
b. Penampilan menarik. Pasien yang dirawat akan menyenangi seorang
perawat yang berpenampilan bersih, berpenampilan segar dan
menarik, hal ini akan membuat pasien merasa senang dan
mengurangi kecemasan akan penyakit yang dideritanya.
c. Kejujuran. Perawat harus menjalankan tugasnya dengan jujur, agar
pasien yakin bahwa sikap perawat sepenuhnya dipengaruhi oleh
minat pengabdian yang murni untuk kesejahteraan manusia.
d. Keriangan. Seorang perawat hendaknya dapat menghadapi dan
menutupi
kesulitan,
kesedihan
serta
kekecewaanya
tanpa
memperlihat-kannya kepada orang lain.
e. Berjiwa suportif. Perawat harus memilik jiwa yang suportif dalam
melaksanakan tugasnya, bila ada perawat lain yang lebih unggul
maka perawat tersebut bersedia mengikuti perawatan yang lebih
efektif.
f. Rendah hati. Perawat memiliki sifat rendah hati yaitu, memberikan
kesan yang baik kepada orang lain melalui perbuatan dan
tindakannya dengan mendengarkan cerita dan keluhan-keluhan
pasien dengan baik.
g. Murah hati. Perawat juga harus memiliki sifat murah hati yaitu dapat
memberikan pertolongan dan bantuan kepada pasien setiap waktu
diperlukan.
h. Keramahan, Simpati dan Kerjasama. Perawat harus memiliki sikap
yang ramah, simpati dan dapat bekerja sama dengan pasien untuk
memperlancar komunikasi interpersonal (terapeutik) dalam upaya
penyembuhan pasien.
i. Dapat dipercaya. Perawat dapat dipercaya dan mempercayai setiap
perkataan maupum keluhan-keluhan yang diungkapkan pasien
terhadap penyakit yang dideritanya.
j. Loyalitas. Seorang perawat harus memiliki sikap loyal terhadap
teman kerjanya dan terutama kepada pasien agar tercipta saling
percaya. Dengan saling percaya maka akan diperoleh hubungan
interpersonal yang baik dalam peningkatan kesehatan.
k. Pandai bergaul. Perawat yang baik akan pandai bergaul dan dapat
menempatkan dirinya pada saat menghadapi pasien, dengan
menghormati, meghargai dan dapat menjadi seorang pendengar yang
baik.
l. Pandai menimbang atau menjaga perasaan. Perawat harus dapat
menjaga perasaan pasien dengan mempertimbangkan apa yang
diucapkan dan diperbuatnya kepada pasien.
m. Memiliki jiwa humor. Perawat yang memiliki jiwa humor dapat
mengurangi ketegangan pada pasien.
n. Bersikap sopan santun. Perawat yang memiliki sopan santun akan
disenangi oleh teman seprofesi dan pasien.
Menurut Arwani (2010), peran perawat dalam menjalankan
tugasnya sebagai perawat adalah :
a. Peran dalam terapeutik (interpersonal) : berperan sebagai kegiatan
yang ditujukan langsung pada pencegahan, pengobatan penyakit dan
proses penyembuhan.
b. Expressive/Mother substitute role, yaitu kegiatan yang bersifat
langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa
aman, dilindungi, dirawat, didukung dan diberi semangat/dorongan
oleh perawat.
Menurut Jhonson dan Martin (2007), peran ini bertujuan untuk
menghilangkan ketegangan dalam kelompok pelayanan seperti, dokter,
tenaga perawat lain (tenaga kesehatan yang lain) dan pasien. Sedangkan
menurut Schulmann (Ali, 2010), perawat berperan sebagai ibu bagi
pasien (dianggap seperti hubungan ibu dan anak), yaitu:
a. Hubungan interpersonal ditandai dengan kelembutan hati, dan rasa
kasih sayang,
b. Melindungi dari ancaman bahaya,
c. Memberi rasa aman dan nyaman,
d. Memberi dorongan untuk mandiri.
Peran perawat di atas memberikan gambaran bahwasanya
perawat dengan pasien terdapat hubungan yang sangat erat, yaitu
hubungan interpersonal seperti hubungan ibu dengan anaknya.
Hubungan tersebut dapat diartikan sebagai hubungan perawat dan
pasien. Hubungan yang ditandai dengan adanya kelembutan hati, rasa
kasih sayang yang diberikan kepada pasien dan keterbukaan,
melindungi dari ancaman bahaya/ mengobati dari rasa sakit,
memberikan rasa aman dan nyaman ketika menderita sakit sampai
sembuh. Dan memberikan semangat untuk sembuh, dan setelah sembuh
tetap memberikan semangat untuk menjaga dan meningkatkan
kesehatan. Perawat berperan penting dalam memberikan perhatian
kepada pasien dalam segala hal yang mencakup kesehatan pasien. Jika
obat fungsinya mengobati penyakit pasien, sedangkan perawat
fungsinya memberikan semangat, dorongan untuk cepat sembuh,
mengajak pasien bercerita dan bersenda gurau untuk menghibur dan
meringankan beban (penyakit) yang diderita oleh pasien.
Keterampilan interpersonal seorang perawat meliputi seluruh
tindakan kemanusian yang menghargai tubuh, fikiran dan jiwa orang
lain, dalam hal melihat pasien dengan senyum dan keramah-tamahan,
mendengarkan dengan empati keluhan pasien dan memberikan respon
dengan perasaan kasihan. Seorang perawat yang professional tidak
hanya dilihat dari keahlian atau keterampilannya dibidang medis, tetapi
dilihat juga dari keterampilannya melakukan komunikasi interpersonal,
seperti keramah-tamahan perawat dengan pasien, sering bertukar fikiran
dengan pasien, memberikan semangat dan membangkitkan rasa percaya
diri pasien, memberikan penghargaan yang positif kepada pasien, dan
lain-lain yang dapat membuat pasien merasa senang, cepat sembuh dan
berusaha melakukan peningkatan kesehatan (Goodner, 2004). Selain
memiliki peran, perawat juga memilik fungsi. Fungsi perawat adalah
pekerjaan perawat yang harus dilaksanakan sesuai dengan peranannya
sebagai perawat. Adapun fungsi perawat menurut Phaneuf (Ali, 2010),
yaitu:
a. Melaksanakan instruksi yang diberikan oleh dokter.
b. Observasi gejala dan respon pasien yang berhubungan dengan
penyakit dan penyebabnya.
c. Memantau pasien, menyusun dan memperbaiki rencana keperawatan
secara terus-menerus berdasarkan pada kondisi pasien.
d. Supervisi semua pihak yang ikut terlibat dalam perawatan pasien.
e. Mencatat dan melaporkan keadaan pasien.
f. Melaksanakan prosedur dan tehnik keperawatan.
g. Memberikan pengarahan dan penyuluhan untuk meningkatkan
kesehatan fisik dan mental pasien.
Selain fungsi perawat di atas, menurut PK. St. Carolus (Ali,
2010), perawat memiliki tiga fungsi yaitu:
a. Fungsi Pokok
Fungsi pokoknya adalah membantu individu, keluarga dan
masyarakat baik sehat maupun sakit dalam melaksanakan kegiatan
yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi
kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa
bantuan
apabila
mereka
memiliki
kekuatan,
kemauan
dan
pengetahuan.
b. Fungsi Tambahan
Fungsi tambahan yaitu membantu pasien/individu, keluarga, dan
masyarakat
dalam
melaksanakan
rencana
pengobatan
yang
ditentukan oleh dokter.
c. Fungsi Kolaboratif
Fungsi kolaboratif yaitu sebagai anggota tim kesehatan, perawat
bekerja dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan
yang mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
penyembuhan dan rehabilitasi.
2.1.1.4 Klasifikasi Pendidikan Perawat
Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu kepada UU No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenis pendidikan
keperawatan di Indonesia mencakup:
a. Pendidikan Vokasional, yaitu jenis pendidikan diploma sesuai
dengan jenjangnya
untuk
memiliki keahlian
ilmu terapan
keperawatan yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.
b. Pendidikan Akademik; yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan
pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin
ilmu pengetahuan tertentu.
c. Pendidikan Profesi, yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana
yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan persyaratan keahlian khusus.
Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor. Sesuai
dengan amanah UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tersebut Organisasi
Profesi yaitu Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan
Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), bersama dukungan dari
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), telah menyusun dan
memperbaharui kelengkapan sebagai suatu profesi.
Berdasarkan jenis, jenjang, gelar akademik dan level KKNI;
Jenis Pendidikan Keperawatan Indonesia meliputi :
a. Pendidikan Vokasi; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada
kesiapan penerapan dan penguasaan keahlian keperawatan tertentu
sebagai perawat
b. Pendidikan Akademik; yaitu pendidikan yang diarahkan terutama
pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu keperawatan
yang mengcakup program sarjana, magister, doktor.
c. Pendidikan Profesi; yaitu pendidikan yang diarahkan untuk
mencapai kompetensi profesi perawat.
Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan Indonesia dan sebutan Gelar:
a. Pendidikan
jenjang
Diploma
Tiga
keperawatan
mendapat sebutan Ahli Madya Keperawatan (AMD.Kep)
lulusannya
b. Pendidikan
jenjang
Ners
(Nurse)
yaitu
(Sarjana+Profesi),
lulusannya mendapat sebutan Ners(Nurse),sebutan gelarnya (Ns)
c. Pendidikan jenjang Magister Keperawatan, Lulusannya mendapat
gelar (M.Kep)
d. Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari:
1) Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, lulusannya (Sp.KMB)
2) Spesialis Keperawatan Maternitas, Lulusannya (Sp.Kep.Mat)
3) Spesialis Keperawatan Komunitas, Lulusannya (Sp.Kep.Kom)
4) Spesialis Keperawatan Anak, Lulusannya (Sp.Kep.Anak)
5) Spesialis Keperawatan Jiwa, Lulusannya (Sp.Kep.Jiwa)
6) Pendidikan jenjang Doktor Keperawatan, Lulusannya (Dr.Kep)
2.1.1.5 Konsep Utama Keperawatan
Terdapat lima konsep utama keperawatan yaitu (Suwignyo,
2007) :
a. Tanggung jawab perawat
Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang
pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (misalnya
kenyamanan fisik dan rasa aman ketika dalam medapatkan
pengobatan atau dalam pemantauan. Perawat harus mengetahui
kebutuhan pasien untuk membantu memenuhinya. Perawat harus
mengetahui
benar
peran
profesionalnya,
aktivitas
perawat
profesional yaitu tindakan yang dilakukan perawat secara bebas dan
bertanggung jawab guna mencapai tujuan dalam membantu pasien.
Ada beberapa aktivitas spontan dan rutin yang bukan aktivitas
profesional perawat yang dapat dilakukan oleh perawat, sebaiknya
hal ini dikurangi agar perawat lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas
yang benar-benar menjadi kewenangannya.
b. Mengenal perilaku pasien
Mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa
yang dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukan
pasien.
c. Reaksi segera
Reaksi segera meliputi persepsi, ide dan perasaan perawat
dan pasien. Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal
dari perawat dan persepsi individu pasien berfikir dan merasakan.
d. Disiplin proses keperawatan
Menurut George dalam Suwignyo (2007) mengartikan
disiplin proses keperawatan sebagai interaksi total (totally
interactive) yang dilakukan tahap demi tahap, apa yang terjadi
antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu, perilaku pasien,
reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus
dilakukan, mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya
serta untuk melakukan tidakan yang tepat.
e. Kemajuan/peningkatan
Peningkatan berarti tumbuh lebih, pasien menjadi lebih
berguna dan produktif.
2.1.1.6 Perawat Profesional
Kelompok kerja Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia di tahun 2001 merumuskan kompetensi yang harus dicapai
oleh perawat profesional adalah sebagai berikut (Nurachmah, 2007):
a. Menunjukkan landasan pengetahuan yang memadai untuk praktek
yang aman.
b. Berfungsi sesuai dengan peraturan / undang – undang ketentuan lain
yang mempengaruhi praktek keperawatan.
c. Memelihara lingkungan fisik dan psichososial untuk meningkatkan
keamanan, kenyamanan dan kesehatan yang optimal.
d. Mengenal kemampuan diri sendiri dan tingkat kompetensi
profesional.
e. Melaksanakan pengkajian keperawatan secara komprehensif dan
akurat pada individu dan kelompok di berbagai tatanan.
f. Merumuskan kewenangan keperawatan melalui konsultasi dengan
individu/kelompok dengan memperhitungkan regiman therapeutic
anggota lainnya dari tim kesehatan.
g. Melaksanakan asuhan yang direncanakan.
h. Mengevaluasi perkembangan terhadap hasil yang diharapkan dan
meninjau kembali sesuai data evaluasi
i. Bertindak untuk meningkatkan martabat dan integritas individu dan
kelompok
j. Melindungi hak–hak individu dan kelompok
k. Membantu individu atau kelompok membuat keputusan berdasarkan
informasi yang dimiliki
2.1.2 Efektifitas
2.1.2.1 Pengertian
Efektifitas adalah tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan
atau sasaran. Efektifitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang
lebih luas mencakup berbagai factor didalam maupun diluar diri seorang,
oleh karena itu efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas,
tetapi juga dapat dilihat dari sisi persepsi atau sikap individu (Roymond,
2008). Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasaran
dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya.
Efektifitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran
yang telah ditetapkan, jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran,
berarti makin tinggi efektifitasnya (Siagian, 2005). Pengertian-pengertian
efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu
ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kualitas, kuantitas dan
waktu ) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana targetnya tersebut
sudah ditentukan terlebih dahulu.
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) yaitu suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi
perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli,
2006). Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi
perawat profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek struktur ditetapkan
jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan
derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan
klien menjadi hal penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan
jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat untuk
melakukan tindakan keperawatan (Nursalam, 2008).
2.1.2.2 Tujuan MPKP
Tujuan penerapan MPKP menjadi salah satu daya ungkit
pelayanan yang berkualitas. Metode ini sangat menekankan kualitas
kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada profesionalisme
keperawatan antara lain melalui penerapan standar asuhan keperawatan.
Standar Asuhan Keperawatan merupakan pernyataan kualitas yang
diinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap
klien. Menjamin efektifitas asuhan keperawatan pada klien, harus tersedia
kreteria dalam area praktek yang mengarahkan keperawatan mengambil
keputusan dan melakukan intervensi keperawatan secara aman. Adanya
standar asuhan keperawatan dimungkinkan dapat memberikan kejelasan
dan pedoman untuk mengidenfikasi ukuran dan penilaian akhir. Standar
asuhan keperawatan dapat meningkatkan dan memfasilitasi perbaikan dan
pencapaian kualitas asuhan keperawatan.
Tujuan dari MPKP adalah :
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan
asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan/
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan.
2.1.2.3 Metode Penugasan MPKP dalam Keperawatan
a. Metode Kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang
pertama kali digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut
merupakan metode pemberian asuhan keperawatan yang paling
banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan
asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat
bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya
kebutuhan klien. (Sitorus, 2006). Era perang dunia II, jumlah
pendidikan keperawatan dari berbagai jenis program meningkat dan
banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang
bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang
diharapkan
dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran, kemudian dikembangkan metode fungsional. (Sitorus,
2006).
b. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat
diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua
klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006). Pada metode ini, kepala ruang
menentukan tugas setiap perawat dalam satu ruangan. Perawat akan
melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan
kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan
klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan
tugas-tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak
mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006).
Metode ini kurang efektif karena :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang
menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian
asuhan keperawatan terfragmentasi
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu
perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif,
kecuali mungkin kepala ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas
terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali
klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang
ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.
Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional
beberapa perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan
keefektifan metode tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan
profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim digunakan untuk
menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).
c. Metode tim
Metode
tim
keperawatan,
yaitu
sekelompok
tenaga
merupakan
seorang
metode
perawat
keperawatan
pemberian
profesional
dalam
asuhan
memimpin
memberikan
asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif (Douglas, 2009). Metode tim didasarkan pada keyakinan
bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga
menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua
tim,
sebagai
perawat
profesional
harus
mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus
dapat
membuat
keputusan
tentang
prioritas
perencanaan,
supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab
ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota
kelompok dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin.
Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara,
terutama melalui renpra tertulis yang merupakan pedoman
pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan
berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala
ruang diharapkan telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim
keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka
Hasil
penelitian
Lambertson
dalam
Douglas
(2009)
menunjukkan bahwa metode tim jika dilakukan dengan benar adalah
metode
pemberian
asuhan
yang
tepat
untuk
meningkatkan
kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya.
Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan belum
optimal sehingga pakar menge mbangkan metode keperawatan primer
(Sitorus, 2006).
d. Metode perawatan primer
Menurrut Gillies (2008), keperawatan primer merupakan suatu
metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan
yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan seorang perawat
tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan, pemberian, dan
koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien dirawat. Pada
metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab
terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer
(primary nurse) disingkat dengan PP.
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu
akuntabilitas, otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu
kontinuitas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan komitmen.
Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan bertanggungjawab
selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di
suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara
komprehensif, dan merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang
peling mengetahui keadaaan klien. Apabila PP tidak sedang bertugas,
kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain
(associated
nurse).
PP
bertanggungjawab
terhadap
asuhan
keperawatan klien dan menginformasikan keadaan klien kepada
kepala ruangan, dokter, dan staff keperawatan (Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk
memberikan
asuhan
keperawatan,
tetapi
juga
mempunyai
kewengangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial,
kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain-lain.
Diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi
terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Metode keperawatan primer
memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat, dokter,
dan rumah sakit (Gillies, 2008).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih
dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara
individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya
layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan
dan koordinasi asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan
paralel.
Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan
bagi PP untuk pengembangan diri melalui implementasi ilmu
pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena adanya otonomi dalam
membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien. Staf medis
juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa
mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan
komprehensif (Sitorus, 2006).
Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar
mengetahui keadaan klien. Keuntungan yang diperoleh oleh rumah
sakit adalah rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak
tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan perawat yang bermutu
tinggi. Huber (2006) menjelaskan bahwa pada keperawatan primer
dengan asuhan berfoukus pada kebutuhan klien, terdapat otonomi
perawat dan kesinambungan asuhan yang tinggi.
e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam Kozier et al (2005)
menjelaskan baha differentiated practice adalah suatu pendekatan
yang bertujuan menjamin mutu asuhan melalui pemanfaatan sumbersumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu model
kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat
terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab
dan struktur peran yang sesuai dengan kemampuannya. Pada model
pendidikan, penetapan tugas keperawatan didasarkan pada tingkat
pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan ditetapkan apa
yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan
antar tenaga tersebut diatur.
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan
kesehatan secara multi disiplin yang bertujuan meningkatkan
pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim kesehatan dan sumbersumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan kesehatan
yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2006) mengatakan
bahwa manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan
kesehatan yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan
kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama manajemen
kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta
masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode
manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan
berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi,
berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus,
2006).
RSUD
dr.
Soediran
Mangun
Sumarso
Wonogiri
memberlakukan MPKP model tim sejak tahun 2010 sampai sekarang,
hal ini sesuai Keputusan Direktur No. 81 tahun 2010.
2.1.2.4 Komponen MPKP
Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan diberbagai rumah
sakit Hoffart dan Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima
komponen, yaitu: (Sitorus, 2006)
a. Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik
keperawatan profesional. Nilai-nilai profesional ini merupakan inti
dari MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien,
menghargai klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap
ditingkatkan dalam suatu proses keperawatan.
b. Pendekatan manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi kebutuhan
dasar tersebut seorang perawat harus melakukan pendekatan
penyelesaian masalah, sehingga dapat diidentifikasi masalah klien,
dan nantinya dapat diterapkan terapi keperawatan yang tepat untuk
masalah klien.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional,
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya
metode kasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta
manajemen kasus. Praktik keperawatan profesional, metode yang
paling memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional
adalah metode yang menggunakan the breath of keperawatan primer.
d. Hubungan profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh beberapa
anggota tim kesehatan, namun fokus pemberian asuhan kesehatan
adalah klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat,
maka perlu kesepakatan tentang cara melakukan hubungan kolaborasi
tersebut.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
Suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak atas
kompensasi dan penghargaan. Pada suatu profesi, kompensasi yang
didapat merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang terlebih
dahulu dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan pada
MPKP dapat disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada
kesepakatan
bahwa
layanan
keperawatan
adalah
pelayanan
profesional.
2.1.2.5 Karakteristik MPKP
Karakteristik MPKP menurut Sitorus (2006) adalah :
a. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien.
b. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP,
terdapat beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan
yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan
Perawat Asosiet (PA). Di samping jenis tenaga tersebut terdapat juga
seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab terhadap
manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan
terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan.
c. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar
renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan
renpra sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan
mencakup 14 kebutuhan dasar manusia (Potter & Perry, 2007).
d. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP
digunakan metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat
satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan
yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager
(CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan
asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners
spesialis pada masa yang akan datang.
2.1.2.6 Langkah-langkah dalam MPKP
Langkah-langkah dalam MPKP menurut Sitorus (2006) adalah :
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal
yang harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006).:
1) Pembentukan Tim
MPKP apabila akan diimplementasikan di rumah sakit yang
digunakan sebagai tempat proses belajar bagi mahasiswa
keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini melibatkan staf dari
institusi yang berkaitan, sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan
kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan.
Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang
penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari institusi
pendidikan. (Sitorus, 2006).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian
mutu
asuhan
keperawatan
meliputi
kepuasan
klien/keluarga kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali
dari dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi
noksomial. (Sitorus, 2006).
3) Presentasi MPKP
Langkah selanjutnya adalah dilakukan presentasi tentang MPKP
dan hasil penilaian mutu asuhan kepada pimpinan rumah sakit,
departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang terlibat. Pada
presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
4) Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat
implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
a) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang
tersebut. Hal ini diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat
tersebut akan mendapat pembinaan tentang kerangka kerja
MPKP
b) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut
terdiri dari 1 swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan
dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat dari ruang
rawat lain.
5) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan
dari
klasifikasi
klien
berdasarkan
derajat
ketergantungan. Menetapkan jumlah tenaga keperawtan di suatu
ruangrawat
didahului
dengan
menghitung
jumlah
klien
derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal
selama 7 hari berturut-turut (Sitorus, 2006).
6) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang
digunakan adalah metode modifikasi keperawatan primer, dengan
demikian dalam suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga,
meliputi (Sitorus, 2006):
a) Kepala ruang rawat
b) Clinical care manager
c) Perawat primer
d) Perawat asosiet
7) Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi
waktu perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan
klien. Adanya standar renpra menunjukan asuhan keperawtan
yang diberikan berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang
kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan
professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya
terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose
keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan
dan kolom keterangan. (Sitorus, 2006).
8) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Di samping standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain
yang diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Format pengkajian awal keperawatan
b) Format implementasi tindakan keperawatan
c) Format kardex
d) Format catatan perkembangan
e) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
f) Format laporan pergantian shif
g) Resume perawatan
9) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama
dengan fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun
fasilitas tambahan yang di perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang
berisi nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini
digunakan pertama kali sat melakukan kontrak dengan
klien/keluarga.
b) Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan
timnya serta dokter yang merawat klien.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah
berikut ini :
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di
ruang yang sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau
malam sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya
dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi
gangguan dari luar.
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam
melakukan ronde dengan porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan
setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA,
juga sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang
kondisi klien.
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar
renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan
asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang
direncenakan mengacu pada standar tersebut.
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi
dengan klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan
antara perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan
keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling
percaya antara perawat dan klien dapat terbina. Kontrak diawali
dengan pemberian orientasibagi klien dan keluarganya.
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus
dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus
klien yang dirawatnya, melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih
mempelajari kasus yang ditanganinya secara mendalam.
7) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam
membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala.
Agar terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku
komunikasi CCM yang menjadi sangat diperlukan karena CCM
terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur
gilirannya untuk memberikan bimbingan kepada PP dan PA.
Apabila sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku
komunikasi CCM tidak diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
8) Memberi
bimbingan
kepada
tim
tentang
dokumentasi
keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat
kepada klien, oleh karena itu pengisisan dokumentasi secara tepat
menjadi penting.
c. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen evaluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh
CCM dua kali dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk
mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang ditemukan dan
dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evluasi hasil
(outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
1) Memberika instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk
setiap klien pulang.
2) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai
berdasarkan dokumentasi.
3) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang
rawat).
4) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
e. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem)
pemberian
asuhan
keperawatan.
Implementasi
MPKP
dapat
memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai dengan
implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang MPKP
diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem
yang tepat untuk menerapkannya.
1) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat
ini, PP pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan
sehingga mempunyai kemampuan sebagai SKp/Ners, setelah
mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP
(bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
2) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada
MPKP tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan
asuhan keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir,
diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan berperan
sebagai CCM, oleh karena itu kemampuan perawat SKp/ Ners
ditingkatkan menjadi ners spesialis.
3) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada
tingkat ini perawat denga kemampuan sebagai ners spesialis
ditingkatkan menjadi doktor keperawatan. Perawat diharapkan
lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang
dapat
meningkatkan
asuhan
keperwatan
sekaligus
mengembangkan ilmu keperawatan.
2.1.2.7 Tingkatan MPKP
Tingkatan MPKP menurut Sudarsono (2010), berdasarkan
pengalaman mengembangkan model PKP dan masukan dari berbagai
pihak perlu dipikirkan untuk mengembangkan suatu model PKP yang
disebut Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (PKPP). Ada
beberapa jenis model PKP yaitu:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan
model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat
III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan
doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan
riset
dan
membimbing
memanfaatkan
hasil-hasil
para
riset
perawat
dalam
melakukan
riset
memberikan
sera
asuhan
keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II. Pada model ini akan
mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada
ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis
keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat
spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang asuhan
keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya, kemudian
melakukan
riset
memberikan
dan
asuhan
memanfaatkan
keperawatan.
hasil-hasil
Jumlah
riset
perawat
dalam
spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area
spesialisnya. Di samping hal tersebut kemudian melakukan riset dan
memanfaatkan
hasil-hasil
riset
dalam
memberikan
asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk
10 perawat primer (1:10).
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I. Pada model ini perawat
mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan
untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan
metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek
Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal
untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan
keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3
komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.
2.1.2.8 Pilar-pilar MPKP
a. Pilar 1: Pendekatan manajemen keperawatan
Terdiri dari :
(1) Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang
MPKP meliputi ( perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan
rencana jangka pendek, harian, bulanan dan tahunan).
(2) Pengorganisasian dengan menyusun struktur organisasi, jadwal
dinas, dan daftar alokasi pasien.
(3) Pengarahan
Terdapat kegiatan delegasi, supervisi, menciptakan iklim motivasi,
manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencakup pre dan
post conference, dan manajemen konflik.
b. Pilar 2: Sistem penghargaan
Manajemen sumber daya manusia diruang MPKP berfokus pada
proses rekruitmen, seleksi kerja orientasi, penilaian kerja, staf
perawat. Proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP
dan setiap ada penambahan perawatan baru.
c. Pilar 3: Hubungan profesional
Hubungan profesional dalam pemberian pelayanan keperawatan (tim
kesehatan) dalam penerimaan pelayanan keperawatan (klien dan
keluarga). Pada pelaksanaannya hubungan profesional secara internal
artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan
misalnya perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain,
adapun hubungan profesional secara eksternal adalah hubungan antara
pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
d. Pilar 4: Manajemen asuhan keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan di MPKP adalah
asuhan keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan.
Efektifitas Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
menurut Solihati (2012) dapat diketahui dengan :
1) Efektif, jika memiliki ≥ Mean
2) Tidak Efektif, jika memiliki < Mean.
2.1.3 Etos Kerja
2.1.3.1 Pengertian Etos Kerja
Menurut Tasmara (2007), bahwa etos kerja adalah totalitas
kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang,
meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong diri
manusia untuk bertindak dan meraih amal yang optimal. Damayanti
(2008) secara lebih khusus dapat mengartikan bahwa etos kerja itu
sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup,
atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada
identitas diri yang telak bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung
di dalam hal ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan
religius, kepercayaan yang telah diyakini dalam kehidupan seseorang.
Jansen (2007), menyatakan etos kerja profesional adalah
seperangkat perilaku kerja positif yang berakar pada kesadaran yang
kental, keyakinan yang fundamental, disertai komitmen yang total pada
paradigma kerja yang integral. Menurut Max Weber (1998) dalam
Jansen (2007), pakar manajemen, etos kerja diartikan sebagai perilaku
kerja yang etis yang menjadi kebiasaan kerja yang berporoskan etika.
Kata lain yang lebih sederhana, etos kerja yaitu semua kebiasaan baik
yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti
disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif,
bersemangat,
mampu
bekerja
sama,
sadar
lingkungan,
loyal,
berdedikasi, bersikap santun, dan sebagainya. Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah
seperangkat perilaku kerja yang etis yang lahir sebagai buah keyakinan
fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja
yang integral yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi
seseorang, sekelompok orang yang bisa mewarnai manfaat suatu
pekerjaan.
2.1.3.2 Makna Etos Kerja
Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan
suatu sikap, maka dapat ditegaskan bahwa etos kerja mengandung
makna sebagai aspek evaluatif yang dimiliki oleh individu dalam
memberikan penilaian terhadap kegiatan kerja. Mengingat kandungan
yang ada dalam pengertian etos kerja, adalah unsur penilaian, maka
secara garis besar dalam penilaian itu, dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu penilaian positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok
masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang positif, apabila
menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja
manusia.
b. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat
luhur bagi eksistensi manusia.
c. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi
kehidupan.
d. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan
dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita,
e. Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Bagi individu atau kelompok masyarakat, yang dimiliki etos kerja
yang negatif, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu;
a. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,
b. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,
c. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh
kesenangan,
d. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,
e. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
Nitisemito (2006), mengatakan bahwa indikasi rendahnya
semangat dan kegairahan kerja antara lain turunnya produktivitas kerja,
tingkat absensi yang naik, labour turnover (tingkat perputaran buruh)
yang tinggi, tingkat kerusuhan yang naik, kegelisahan dimana-mana,
dan tuntutan yang sering terjadi serta pemogokan. Etos kerja yang
dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi
sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi
kehidupan manusia yang sedang “membangun”, maka etos kerja yang
tinggi akan dijadikan sebagai prasyaraat yang mutlak, yang harus
ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka
pandangan dan sikap kepada manusianya untuk menilai tinggi terhadap
kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja
yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang
semestinya (Marumpa, 2008).
Berpijak pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa etos kerja
merupakan bagian penting dari keberhasilan manusia, baik dalam
komunitas kerja yang terbatas, maupun dalam lingkungan sosial yang
lebih luas yang tentunya ditentukan oleh sikap, perilaku dan nilai-nilai
yang diadopsi individu-individu manusia di dalam komunitas atau
konteks sosialnya. Meningkatkan etos kerja merupakan tugas dan
tanggung jawab semua lapisan dalam unit kerja masing-masing
terutama pimpinan unit kerja
dalam membina serta membimbing
bawahannya supaya dapat bekerja dengan baik dan benar sesuai dengan
tugas dan fungsinya masing-masing.
2.1.3.3 Nilai-nilai dalam Etos Kerja
Herzberg yang dikutip oleh Gibson (2005), menunjukkan bahwa
untuk mencapai tujuan organisasi yang baik diperlukan orang yang
memiliki kemampuan yang tepat, termasuk etos kerjanya. Beberapa
penelitian riset mendukung asumsi bahwa etos kerja merupakan faktor
penting yang menentukan pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik. Ford
(1999) dalam Jansen (2007), menyatakan bahwa 17 sampai dengan 18
percobaan di sebuah organisasi memperlihatkan peningkatan yang
positif sesudah adanya etos kerja yang baik. Penelitian tersebut
menyatakan bahwa etos kerja memberikan prestasi yang lebih baik dan
kepuasan yang lebih baik pula.
Menumbuhkan etos kerja kepada karyawan memang tidak
mudah karena etos kerja tak dapat dipaksakan secara tiba-tiba. Namun,
bukan tidak ada solusinya. Jansen (2007), mengemukakan cara terbaik
untuk mengatasi penurunan etos kerja yaitu dengan langsung
membenahi pangkal masalahnya, yaitu motivasi kerja sebagai akar yang
membentuk etos kerja. Secara sistematis, Jansen (2007), memetakan
motivasi kerja dalam konsep yang ia sebut sebagai “Delapan Etos Kerja
Profesional” antara lain:
a. Etos pertama: kerja adalah rahmat.
Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor,
sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah
itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan
udara tanpa biaya sepeser pun, dengan bekerja seseorang akan
menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kita
punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk
menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu
anugerah yang patut disyukuri. Sungguh sangat tidak professional
jika kita merespons semua nikmat itu dengan bekerja ogahogahan.
b. Etos kedua: kerja adalah amanah.
Apa pun pekerjaan kita, dokter, perawat, pramuniaga,
pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah amanah. Pegawai
negeri menerima amanah dari Negara, perawat menerima amanah
dari pasien. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan
menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai
bentuknya.
c. Etos ketiga: kerja adalah panggilan.
Apa pun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah
darma. Seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang
sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu
kepada para muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk
menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat, jika
pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, seseorang bisa
berucap pada diri sendiri seperti: “saya bekerja untuk mencapai hasil
yang terbaik”.
d. Etos keempat: kerja adalah aktualisasi.
Apapun pekerjaan seseorang, entah dokter, akuntan, ahli
hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat
seseorang lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk
mengembangkan potensi diri dan membuat seseorang merasa ada.
Sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong
tanpa pekerjaan. Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari
kebutuhan
psikososial
manusia.
Dengan
bekerja,
misalnya,
seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa pede ketika berjumpa
koleganya.
e. Etos kelima: kerja itu ibadah.
Tidak memperdulikan apa pun agama atau kepercayaan,
semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada
gilirannya akan membuat seseorang bisa bekerja secara ikhlas,
bukan demi mencari uang atau jabatan semata.
f. Etos keenam: kerja adalah seni.
Apa pun pekerjaannya, bahkan seorang peneliti pun, semua
adalah seni. Kesadaran ini akan membuat seseorang bekerja dengan
enjoy seperti halnya melakukan hobby. Jansen mencontohkan
Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel, ia mengaku
bahwa rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling
bergengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya.
g. Etos ketujuh: kerja adalah kehormatan.
Seremeh
apa
pun
pekerjaannya,
itu
adalah
sebuah
kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka
kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada seseorang.
Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer.
Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja (menulis), meskipun
Jansen dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas, Jansen
berpendapat bahwa menulis merupakan sebuah kehormatan.
Hasilnya, sudah mafhum, semua novelnya menjadi karya sastra
kelas dunia.
h. Etos kedelapan: kerja adalah pelayanan.
Apa pun pekerjaannya, pedagang, polisi, bahkan penjaga
mercu suar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada
sesama. “Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan
dilengkapi keinginan untuk berbuat baik,”.
2.1.3.4 Konsep Etos Kerja dalam Keperawatan
Situasi profesi keperawatan yang sedang mengembangkan diri,
maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang
mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam profesi keperawatan untuk
membuka pandangan dan sikap kepada para perawat untuk menilai
tinggi terhadap kerja keras dan sungguhsungguh, dan mengikis sikap
kerja yang asal-asalan yang tidak berorientasi terhadap mutu atau
kualitas yang semestinya. Keperawatan sebagai profesi memerlukan
standar pengendalian sikap dan perilaku melalui pengaturan etika
profesi dalam bentuk Kode Etik Keperawatan yang disosialisasikan
secara baik kepada perawat untuk membentuk perawat yang mempunyai
karakter. Perilaku perawat yang professional dapat ditunjukakan dari
kemampuannya dalam menerapkan ilmu pengetahuan ilmiah dan
teknologi keperawatan, memiliki ketrampilan yang professional, serta
menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan dalam melaksanakan
praktek keperawatan.
Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi, untuk mengatur
sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan
moralitas. Etika profesi perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan
didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi
perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience, justice, truth
telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lain-lain. Etika profesi
bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan
dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis
atau dewan kehormatan etik.
Pengukuran etos kerja dalam penelitian ini adalah : (Riwidikdo, 2009).
1. Baik : Jika (X) > Mean + 1 SD
2. Cukup : Jika Mean – 1 SD ≤ X ≤ Mean + 1 SD
3. Kurang : Jika (X) < Mean – 1 SD.
2.2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan, belum pernah ditemukan pada
penelitian yang sama, namun ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat
dijadikan acuan, hal ini dapat disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1. Keaslian Penelitian
No
Nama Peneliti
Judul
1
Arum dan
Mukhlisin
(2008)
Kajian Penerapan
Model Praktik
Keperawatan
Profesional (MPKP)
dalam pemberian
asuhan keperawatan
di rumah sakit.
2
Mulyaningsih
(2013)
Hubungan antara
supervisi dan
karakteristik individu
dengan kinerja
perawat dalam
penerapan MPKP di
RSJD Surakarta.
3
Arni, dkk.
(2014)
Hubungan motivasi
intrinsik dan ekstrinsik
dengan
penerapan
model
keperawatan
profesiona (MPKP) di
ruang rawat.
Metode
Jenis penelitian
deskriptif developmental, alat
analisis data
dengan mentranskrip dari data
yang ter-kumpul
kemu-dian dibaca
berulang-ulang
untuk menetapkan tema yang
terkait.
Jenis penelitian
deskriptif korelasi
dengan rancangan
cross sectional.
Alat analisis yang
digunakan dengan
analisis
Chisquare.
Jenis penelitian
deskriptif korelasi
dengan rancangan
cross sectional.
Alat analisis yang
digunakan dengan
analisis
ChiSquare.
Hasil
Pelaksanaan
MPKP
belum menggambarkan
model
MPKP
yang
normatif, gambaran hasil
penelitian menunjukan
wahwa pelaksanaan
asuhan keperawatan
adalah model modifikasi
tim dan modifikasi MPKP
pemula, pembinaan
bangsal percontohan
dengan evaluasi yang
terus menerus belum
dilakukan.
Terdapat
hubungan antara supervisi
dan karakteristik individu
dengan kinerja perawat
dalam penerapan MPKP
di RSJD Surakarta.
Ada hubungan antara
motivasi perawat dengan
penerapan model praktik
keperawatan profesional
di RS Grestelina.
2.3. Kerangka Teori
Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan di muka, maka dapat
dibuat suatu kerangka teori sebagai berikut :
Lima konsep utama
keperawatan :
a. Tanggung jawab perawat
b. Mengenal perilaku
pasien
c. Reaksi segera
d. Disiplin proses
keperawatan
e. Kemajuan/peningkatan
Faktor yang mempengaruhi
efektifitas MPKP:
1. Nilai-nilai profesional
2. Pendekatan manajemen
3. Metode pemberian askep
4. Hubungan profesional
5. Sistem kompensasi dan
penghargaan.
Efektifitas Model Praktek
Keperawatan Profesional
(MPKP)
Komponen MPKP :
1. Nilai-nilai profesional
2. Pendekatan manajemen
3. Metode pemberian asuhan
keperawatan
4. Hubungan profesional
5. Sistem kompensasi dan
penghargaan
Etos Kerja
Perawat
Delapan etos kerja dalam
keperawatan:
1. Kerja adalah rahmat.
2. Kerja adalah amanah.
3. Kerja adalah panggilan.
4. Kerja adalah aktualisasi.
5. Kerja itu ibadah.
6. Kerja adalah seni.
7. Kerja adalah kehormatan.
8. Kerja adalah pelayanan.
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Sumber: Jansen (2005); Bimo (2008); dan Suwignyo, 2007)
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen:
Variabel Dependen :
Efektifitas Model Praktek
Keperawatan Profesional (MPKP)
Etos Kerja Perawat
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
2.5. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan duga atau
dalil
sementara
yang
kebenarannya
akan
dibuktikan
dalam
penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ho : Tidak ada hubungan keefektifitasan model praktek keperawatan profesional
dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri.
Ha : Ada hubungan keefektifitasan model praktek keperawatan profesional
dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri.
.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan
rancangan penelitian diskriptif corelational yaitu penelitian yang diarahkan
untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat (Notoatmodjo, 2010). Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional yaitu dengan
melakukan pengukuran sesaat untuk mengetahui hubungan keefektifitasan
model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr.
Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti
(Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang
bekerja di instalasi rawat inap RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri. Hasil studi pendahuluan pada bulan Juni 2015 yang dilakukan
oleh peneliti didapatkan bahwa jumlah perawat sebanyak 218 orang.
3.2.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009). Besarnya sampel dalam penelitian
ini harus representatif bagi populasi, oleh karena jumlah populasi kurang
dari 10.000 maka penentuan besarnya sampel menggunakan proportional
54
random sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
proporsi dengan kriteria-kriteria tertentu. Perhitungan besar sampel
minimum penelitian ini diambil dengan rumus: (Notoatmodjo, 2010).
n =
N
1+ N . d 2
Keterangan :
n
= Besar sampel yang diperlukan
N = Jumlah populasi
d
= Kesalahan maksimum yang diperbolehkan 0,1 (10%)
Perhitungan :
n
=
218
218
=
= 68,55346, dibulatkan menjadi 69 perawat.
2
3,18
1 + 218 . (0,1)
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan sampel sebanyak 69 orang.
Adapun kriteria sampel yang dikehendaki adalah :
1. Syarat inklusi :
a. Perawat pelaksana yang bertugas di ruang perawatan
b. Perawat yang bekerja minimal dua tahun
c. Perawat yang bersedia menjadi responden
2. Kriteria eksklusi :
a. Perawat yang sedang menjalani cuti
b. Pendidikan SPK
c. Perawat yang tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil
Teknik pengambilan sampel proporsi dilakukan untuk memperoleh
sampel yang representatif, subyek diambil setiap ruangan yang ditentukan
sebanding dengan banyaknya subyek dalam tiap ruangan. Teknik
pengambilan sampel menggunakan rumus proportional random sampling
(Sugiyono, 2013), yaitu:
ni =
Ni
xn,
N
Keterangan :
ni : jumlah tiap strata sampel
Ni : jumlah tiap strata populasi
n : jumlah (total) sampel
N : jumlah (total) populasi
Proporsi sampel setiap ruangan sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Proporsi Besarnya Sampel Penelitian
Ruangan
Perhitungan
Σ Perawat
Anggrek
Mawar
Teratai
Melati
Bougenvile
Anyelir
Wijaya Kusuma
Pavilium A
Pavilium B
Peristi
Cempaka
Dahlia
Jumlah
19
16
18
16
15
16
18
18
18
15
16
16
218
19 : (218/69)
16 : (218/69)
18 : (218/69)
16 : (218/69)
15 : (218/69)
16 : (218/69)
18 : (218/69)
18 : (218/69)
18 : (218/69)
15 : (218/69)
16 : (218/69)
16 : (218/69)
Σ Sampel
6
6
7
5
6
5
6
6
6
6
5
5
69
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 28 September – 20 Oktober
2015. Adapun tempat penelitian dilakukan di RSUD dr. Soediran Mangun
Suemarso Wonogiri.
3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi:
3.4.1. Variabel bebas :
Variabel bebas adalah variabel yang berpengaruh yang
menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah efektifitas model praktek keperawatan
profesional.
3.4.2. Variabel terikat:
Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan
berubah karena pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat pada
penelitian ini adalah etos kerja perawat.
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel.
No Variabel
1
2
Definisi Operasional
Alat Ukur
Efektifitas
model praktek
keperawatan
profesional
Efektifitas
model Kuesioner
praktik
keperawatan
profesional adalah suatu
sistem yang terdiri dari
struktur, proses dan
nilai-nilai profesional
akan
mengatur
pemberian
asuhan
keperawatan termasuk
lingkungan yang dapat
menopang pemberian
asuhan
keperawatan
tersebut di RSUD dr.
Soediran
Mangun
Soemarso.
Etos
Kerja Etos kerja merupakan Kuesioner
Perawat
kepribadian
perawat
dalam
menyikapi
pekerjaannya.
Hasil Ukur
Skala
3) Efektif
≥ 113
4) Tidak Efektif
< 113.
(Solihati, 2012)
Ordinal
1. Baik :
(x) > 67
2. Cukup :
(x) = 51-67
3. Kurang
(x) < 51
(Riwidikdo,
2009)
Ordinal
3.5. Alat Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, yaitu:
1. Kuesioner Efektifitas Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
berbentuk closed question/pertanyaan tertutup, dengan pilihan jawaban
multy choice yaitu: apabila pertanyaan bersifat favourable jawaban SS
(Sangat Setuju) skor 4, Setuju (S) skor 3, Kurang Setuju (KS) skor 2, dan
Tidak Setuju (TS) skor 1, sebaliknya apabila bentuk pertanyaan bersifat
unfavourable jawaban SS (Sangat Setuju) skor 1, Setuju (S) skor 2, Kurang
Setuju (KS) skor 3, dan Tidak Setuju (TS) skor 4. Jumlah pertanyaan ada 33
butir.
2. Kuesioner tentang etos kerja perawat berbentuk closed question/ pertanyaan
tertutup, dengan pilihan jawaban multy choice yaitu : apabila pertanyaan
bersifat favourable jawaban SS SS (Sangat Setuju) skor 4, Setuju (S) skor
3, Kurang Setuju (KS) skor 2, dan Tidak Setuju (TS) skor 1, sebaliknya
apabila bentuk pertanyaan bersifat unfavourable jawaban SS (Sangat
Setuju) skor 1, Setuju (S) skor 2, Kurang Setuju (KS) skor 3, dan Tidak
Setuju (TS) skor 4. Jumlah pertanyaan ada 18 butir.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data
penelitian. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Studi Kepustakaan
Mengumpulkan literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti sebagai landasan teori.
b. Memilih tempat penelitian
Peneliti memilih tempat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri sebagai tempat penelitian kemudian melakukan pendekatan
dengan pimpinan, menyampaikan rencana penelitian serta meminta
saran berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.
c. Studi pendahuluan
Setelah judul penelitian diajukan untuk mendasari permasalahan yang
akan diteliti maka peneliti mengadakan studi pendahuluan dengan
melakukan wawancara bersama dengan para perawat di RSUD dr.
Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.
d. Penyusunan dan seminar proposal
Setelah proposal penelitian selesai disusun dan disetujui oleh
Pembimbing I dan Pembimbing II, peneliti mengadakan seminar
proposal penelitian.
e. Permohonan ijin penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin
penelitian ke pihak Direktur RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso
Wonogiri dengan membawa pengantar permohonan ijin penelitian dari
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap dalam melakukan penelitian. Data diambil pada
tanggal 28 September – 20 Oktober 2015, pengamatan ditujukan pada para
perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Pada tahap ini,
yang dilakukan antara lain :
a. Peneliti bertemu dan meminta bantuan kepada Kepala Ruang masingmasing ruang di RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri atau
perawat yang bertanggung jawab di tempat penelitian untuk
mengumpulkan data dari perawat berkaitan dengan keefektifitasan
MPKP dan etos kerja perawat.
b. Peneliti mengadakan pendekatan kepada calon responden dengan
menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kemudian responden yang
bersedia menjadi responden menandatangani informed consent dan
responden diberi lembar kuesioner berkaitan dengan keefektifitasan
MPKP dan etos kerja perawat.
c. Setelah responden mengisi lembar kuesioner, peneliti mengambil
lembar kuesioner tersebut untuk dikumpulkan dan dianalisis data dalam
rangka mengetahui hasil penelitian.
3. Tahap Pelaporan
Data yang telah selesai dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel
dan narasi. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Membuat tabel sesuai dengan kelompok data yang ada.
b. Mendeskripsikan data secara kuantitatif dari data yang ada.
c. Menginterpretasikan
data-data
tersebut
dengan
teori-teori
dari
penelusuran kepustakaan yang ada.
3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas instrument dalam penelitian tidak dilakukan,
hal ini dikarenakan instrumen yang digunakan sudah pernah diujicobakan oleh
penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Solihati (2012) untuk
MPKP dengan hasil validitas terendah sebesar 0,412 dan nilai validitas terbesar
sebesar 0,748, sedangkan nilai reliabilitasnya sebesar 0,816. Adapun penelitian
yang dilakukan oleh Setiadi (2009) tentang etos kerja perawat dengan hasil
validitas terkecil sebesar 0,384 dan nilai validitas terbesar sebesar 0,792 dengan
nilai reliabilitasnya sebesar 0,883.
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data, perlu
diolah dulu. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui suatu
proses dengan tahapan sebagai berikut:
a.
Editing
Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah isian
lembar kuesioner sudah lengkap atau belum. Editing dilakukan di
tempat pengumpulan data, sehingga apabila ada kekurangan dapat
segera di lengkapi.
b.
Coding
Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban-jawaban/hasilhasil yang ada menurut macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan jalan
manandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka,
kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja guna mempermudah
membacanya. Hal ini penting untuk dilakukan karena alat yang
digunakan untuk analisa data dalam komputer yang memerlukan suatu
kode tertentu. Coding dalam penelitian ini dapat dijelaskan seperti di
bawah ini :
1) Karakteristik responden
a) Umur
: - 21 - 35 tahun
= code 1
- 36 – 45 tahun
= code 2
- > 45 tahun
= code 3
b) Jenis Kelamin
: - Laki-laki
- Perempuan
= code 1
= Code 2
c) Tingkat pendidikan : - D3-Keperawatan
= code 1
- S1-Keperawatan
= code 2
d) Masa Kerja
: - < 5 tahun
= code 1
- antara 5–10 tahun = code 2
- > 10 tahun
2) Keefektifitasan MPKP: - Tidak Efektif
3) Etos Kerja Perawat
c.
= code 3
= code 1
- Efektif
= code 2
: - Kurang
= code 1
- Cukup
= code 2
- Baik
= code 3
Scoring
Pemberian nilai pada masing-masing jawaban dari pertanyaan
yang diberikan kepada responden sesuai dengan ketentuan penilaian
yang telah ditentukan.
d.
Tabulating
Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabeltabel sesuai kriteria sehingga didapatkan jumlah data sesuai dengan
kuesioner.
2. Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan tahapan perbaikan
data, pemberian kode, dan setelah itu dilakukan tabulasi. Analisis data
dilakukan dengan analisis univariate dan bivariate (Notoatmodjo, 2010),
sebagai berikut:
a. Analisis Univariate
Analisis univariate dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dan hasil
penelitian yang meliputi karakteristik responden, efektifitas model
praktek keperawatan profesional dan etos kerja perawat.
b. Analisis Bivariate
Analisis bivariate dilakukan terhadap tiap dua variabel yang
diduga ada perbedaan yang signifikan. Analisis ini digunakan untuk
menggambarkan dua variabel yang diduga ada hubungan keeratan
(Sugiyono, 2009). Uji bivariat dilakukan melalui pengujian statistik
dengan analisis korelasi rank spearman, hal ini dikarenakan data
berskala ordinal sehingga analisis yang sesuai menurut Dahlan (2011)
adalah analisis rank spearman.
Interpretasi yang ditentukan:
1) Bila hasil rxyhit < rxytab(0,235) atau nilai p > 0,05, artinya bahwa tidak
ada hubungan antara keefektifitasan model praktek keperawatan
profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun
Soemarso Wonogiri.
2) Bila hasil rxyhit ≥ rxytab(0,235) atau nilai p < 0,05, artinya bahwa ada
hubungan
antara
keefektifitasan
model
praktek
keperawatan
profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun
Soemarso Wonogiri.
3.8. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus menerapkan etika
penelitian : (Hidayat, 2011)
1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Informad consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberi lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Hal ini bertujuan agar responden
mengerti maksud dan tujuan penelitian dan dampak yang ditimbulkan.
2. Anonimity (tanpa nama)
Identitas
responden
tidak
perlu
dicantumkan
pada
lembar
pengumpulan data, cukup menggunakan kode pada masing-masing lembar
pengumpulan data.
3. Confidentialty (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil
penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang hubungan keefektifitasan model praktek keperawatan
profesional dengan etos kerja perawat dilakukan di RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri pada tanggal 28 September – 20 Oktober 2015 dengan jumlah
responden sebanyak 69 orang.
4.1 Analisis Univariat
4.1.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini membahas tentang
umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja responden. Hal ini dapat
dikemukakan seperti tampak pada pembahasan berikut :
a. Umur
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden
No
Umur
F
%
1. < 30 tahun
17
24,6
2. 30 – 40 tahun
46
66,7
3. > 40 tahun
6
8,7
Total
69
100
Sumber: data primer diolah tahun 2015
Dari tabel 4.1 di atas diketahui bahwa sebagian besar umur
responden antara 30-40 tahun yaitu sebanyak 46 orang (66,7%) dan
paling sedikit adalah responden yang berumur > 40 tahun yaitu
sebanyak 6 orang (8,7%), sedangkan yang mempunyai umur kurang
dari 30 tahun sebanyak 17 orang (24,6%).
65
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah
(%)
Laki-laki
21
30,4
Perempuan
58
69,6
Jumlah
69
100,0
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai jenis kelamin perempuan (63,6%) dan lainnya berjenis
kelamin laki-laki (30,4%).
c. Pendidikan
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pendidikan Akhir
Pendidikan
Jumlah
(%)
D3-Keperawatan
54
78,3
S1-Keperawatan
15
21,7
Jumlah
69
100,0
Tabel 4.3. menunjukkan bahwa responden yang mempunyai
tingkat
pendidikan
D3-Keperawatan
(78,3%)
dan
mempunyai
pendidikan S1-Keperawatan (21,7%).
d. Masa Kerja
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Masa Kerja
Masa Kerja
f
< 5 tahun
12
5 – 10 tahun
35
> 10 tahun
22
Total
69
Sumber: data primer diolah tahun 2015
No
1.
2.
3.
%
17.4
50.7
31.9
100
Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa mayoritas responden
mempunyai masa kerja antara 5-10 tahun sebanyak 35 orang (50,7%),
responden yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak
12 orang (17,4%), dan responden yang mempunyai masa kerja lebih
dari 10 tahun sebanyak 22 orang (31,9%).
4.1.2 Keefektifitasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
Hasil distribusi frekuensi tentang keefektifitasan Model Praktek
Keperawatan Profesional (MPKP) disajikan dalam tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi tentang Keefektifitasan Model Praktek
Keperawatan Profesional
Keefektifitasan MPKP
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Efektif
27
39,1
Efektif
42
60,9
Jumlah
69
100,0
Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
Berdasarkan Tabel 4.4 data tentang keefektifitasan Model Praktek
Keperawatan Profesional (MPKP) pada perawat di Rumah Sakit dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar tergolong efektif yaitu sebanyak
42 orang (60,9%) dan lainnya tergolong tidak efektif yaitu sebanyak 27 orang
(39,1%).
4.2.3 Etos Kerja Perawat
Hasil distribusi frekuensi tentang etos kerja perawat di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri disajikan
dalam tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi tentang Etos Kerja Perawat
Etos Kerja Perawat
Frekuensi
Persentase (%)
Kurang
13
18,8
Cukup
35
50,7
Baik
21
30,4
Jumlah
69
100,0
Sumber: Data primer yang diolah, 2015.
Berdasarkan Tabel 4.5. etos kerja yang dimiliki perawat di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar mempunyai etos kerja
cukup sebanyak 35 orang (50,7%), kemudian baik sebanyak 21 orang
(30,4%), dan paling sedikit perawat tergolong mempunyai etos kerja kurang
sebanyak 13 orang (18,8%).
4.2 Analisis Bivariat
Hubungan Keefektifitasan Model Praktek Keperawatan Profesional
dengan Etos Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri
Penelitian ini menggunakan uji korelasi rank spearman (τ) yaitu untuk
mengetahui hubungan keefektifitasan model praktek keperawatan profesional
dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
Berikut hasil analisis yang telah diuji yang tersajikan dalam tabel 4.6.
Tabel 4.6
Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman (τ)
Nilai Rank Spearman
Variabel
Keefektifitasan MPKP dengan
Etos Kerja Perawat
0,812
p-value
0,000
Berdasarkan tabel 4.6, diketahui nilai korelasi hitung sebesar 0,812
dengan nilai probabilitas 0,000 (p value < 0,05), sehingga Ha diterima dan Ho
ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keefektifitasan
model praktek keperawatan profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, artinya bahwa semakin efektif model
praktek keperawatan profesional yang ada pada perawat maka semakin baik
dan meningkat pula etos kerja perawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soediran Mangun Sumarso. Adapun kekuatan hubungan tersebut tergolong
mempunyai kekuatan hubungan yang kuat.
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas mengenai analisis univariat dan analisis bivariat
sebagaimana yang telah dikemukakan pada Bab IV sebelumnya yang berupa
analisis univariat yaitu mendeskripsikan variabel keefektifitasan model praktek
keperawatan profesional dan etos kerja perawat serta menganalisis bivariate dengan
menghubungkan antara keefektifitasan model praktek keperawatan profesional
dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
5.1 Karakteristik Responden
1. Umur
Penelitian
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden
mempunyai umur antara 30-40 tahun yaitu sebanyak 46 orang (66,7%). Hal
ini menunjukkan bahwa responden memiliki usia yang matang dalam
berfikir dan bekerja atau masih dalam usia produktif. Sejalan dengan
pendapat Nursalam (2007) bahwa semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.
Karena dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam
berpikir semakin baik sehingga akan termotivasi setiap melakukan
pekerjaan dalam melayani pasien secara profesional.
Hal ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan oleh Arni, dkk
(2014) bahwa sebagian besar perawat yang diteliti adalah usia 21-40 tahun,
69
dengan usia yang masih muda tersebut dilihat dari pengalaman-pengalaman
yang didapat dari tindakan keperawatan. Hal ini diungkapkan oleh Potter
dan Perry (2009) bahwa usia akan mempengaruhi jiwa seseorang yang
menerima untuk mengolah kembali pengertian-pengertian atau tanggapan,
sehingga dapat dilihat bahwa semakin tinggi usia seseorang, maka proses
pemikirannya untuk bekerja melakukan tindakan di rumah sakit lebih
matang. Biasanya orang muda pemikirannya radikal sedangkan orang
dewasa lebih moderat.
2. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 69,6%. Seorang
perempuan memiliki sifat atau naluri keibuan yang sangat dibutuhkan bagi
seorang perawat. Dengan sifat atau naluri yang dimiliki tersebut maka
diharapkan perawat perempuan dapat lebih memberikan perhatian kepada
pasien. Karena perhatian yang diberikan oleh perawat dapat meningkatkan
kenyamanan pasien selama dirawat di rumah sakit (Mulyaningsih, 2013).
Namun demikian, menurut Rivai & Mulyadi (2010), bahwa semua
perawat baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai peluang
untuk menunjukkan kinerja yang baik dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasien. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat
ahli yang menyatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang berarti
antara jenis kelamin perempuan dengan jenis kelamin laki-laki dalam
produktifitas kerja dan dalam kepuasan kerja. Pria dan wanita juga tidak ada
perbedaan yang konsisten dalam kemampuan memecahkan masalah,
ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, dan
kemampuan belajar.
3. Pendidikan
Penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
mempunyai tingkat pendidikan Diploma 3 (90,8%). Tingkat pendidikan
perawat dengan rasio akademik lebih banyak akan memudahkan dalam
menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi.
Hasil ini diperkuat oleh Purwadi dan Sofiana (2006) yang
membuktikan bahwa perawat dengan pendidikan Diploma 3 dan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi mempunyai efisiensi kerja dan penampilan
kerja yang lebih baik dari pada perawat dengan pendidikan SPK. Oleh
karena itu, pendidikan seseorang merupakan faktor yang penting sehingga
kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar
mendapatkan hasil yang maksimal.
4. Masa Kerja
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden
mempunyai masa kerja antara 5-10 tahun sebanyak 35 orang (50,7%),
responden yang mempunyai masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 12
orang (17,4%), dan responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 10
tahun sebanyak 22 orang (31,9%).
Pada awal bekerja, perawat memiliki kepuasan kerja yang lebih, dan
semakin menurun seiring bertambahnya waktu secara bertahap lima atau
delapan tahun dan meningkat kembali setelah masa lebih dari delapan
tahun, dengan semakin lama seseorang dalam bekerja, akan semakin
terampil dalam melaksanakan pekerjaan (Hariandja, 2008).
Seseorang yang sudah lama mengabdi kepada organisasi memiliki
tingkat kepuasan yang tinggi. Hal ini juga dinyatakan oleh Sastrohadiworjo
(2005), bahwa semakin lama seseorang bekerja semakin banyak kasus yang
ditanganinya sehingga semakin meningkat pengalamannya, sebaliknya
semakin singkat orang bekerja maka semakin sedikit kasus yang
ditanganinya. Pengalaman bekerja banyak memberikan kesadaran pada
seseorang perawat untuk melakukan suatu tindakan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Mulyaningsih (2013) yang menyatakan pengalaman merupakan salah satu
faktor dari masa kerja, dan sebagian besar perawat memiliki masa kerja
antara 8-10 tahun 67,5%.
5.2 Keefektifitasan Model Praktek Keperawatan Profesional Perawat di
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Berdasarkan hasil penelitian tentang keefektifitasan model praktek
keperawatan profesional (MPKP) diketahui bahwa sebagian besar mempunyai
model praktek keperawatan profesional yang efektif yaitu sebanyak 42 orang
(60,9%) dan yang paling sedikit responden mempunyai model praktek
keperawatan profesional tergolong tidak efektif yaitu sebanyak 27 reponden
(39,1%). Efektifitas sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas
mencakup berbagai faktor didalam maupun diluar diri seorang. Dengan
demikian efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, tetapi
juga dapat dilihat dari sisi persepsi atau sikap individu (Roymond, 2008).
Keefektifitasan model praktek keperawatan profesional perawat
tergolong efektif ini diantaranya dipengaruhi oleh faktor usia. Sebagian besar
perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri berusia antara 3040 tahun yaitu sebanyak 46 orang (66,7%). Menurut Dessler (1997) dalam
Mulyaningsih (2013), bahwa pada usia tersebut seseorang berada pada tahap
pemantapan pilihan karir untuk mencapai tujuan dan puncak karir. Usia dapat
mendukung efektifitasan model praktek keperawatan profesional, karena usia
biasanya berkaitan dengan masa kerja. Namun demikian, orang yang berusia
muda juga dapat menunjukkan efektifitas yang baik.
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) merupakan suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006). Model praktik
keperawatan profesional (MPKP) juga merupakan suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional,
mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan
tersebut diberikan. Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan
berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien menjadi hal penting, karena
bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak
ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan (Nursalam,
2008).
Nilai profesional dikatakan baik dapat dilihat dari intelektual,
komitmen, modal, otonomi, kendali dan tanggung gugat perawat (Sitorus,
2011). Nilai intelektual terdiri dari tiga komponan yang sangat terkait; body of
knowledge, pendidikan spesialisasi, dan penggunaan pengetahuan dalam
berfikir kritis serta kreatif. Komitmen moral, perilaku perawat harus dilandasi
aspek kmoral yang meliputi : beneficience/tidak membahayakan klien, adil,
fidelity/ meminimalkan resiko. Otonomi berarti adanya kebebasan dan
wewenang melakukan tindakan secara mandiri, kendali merupakanimpliaksi
pengaturan/pengarahan terhadap orang lain. Tanggung gugat merupakan
tanggung jawab terhadap tindakan yang telah diberikan. Perawat sebagai
petugas kesehatan yang waktunya 24 jam bertemu klien setiap hari, dalam
memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari nilai-nilai profesional.
Peraat bila akan melakukan suatu tindakan keperawatan selalu memberikan
informasi kepada klien dan keluarga, danm perawat akan menghargai setiap
keputusan klien, bertanggung jawab atas tindakan yang diberikan kepada klien.
5.3 Etos Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Hasil penelitian diketahui bahwa etos kerja yang dimiliki perawat di
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri sebagian besar mempunyai
etos kerja cukup sebanyak 35 orang (50,7%), kemudian baik sebanyak 21
orang (30,4%), dan paling sedikit perawat tergolong mempunyai etos kerja
kurang sebanyak 13 orang (18,8%).
Etos kerja menurut Damayanti (2008) merupakan suatu usaha
komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang
imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang telak
bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung di dalam hal ini, adalah sesuatu
yang telah diberikan oleh tuntutan religius, kepercayaan yang telah diyakini
dalam kehidupan seseorang.
Dari hasil penelitian dalam hal etos kerja bahwa kerja adalah ibadah,
perawat sudah banyak yang mengerti dan memahami makna sebuah pekerjaan,
dimana perawat bisa serius dalam arti sungguh-sungguh, sepenuh hati dalam
bekerja karena mereka sadar bahwa mereka sedang mengabdi pada Tuhan dan
semua hasil yang mereka kerjakan adalah merupakan olah kerja yang
dipersembahkan kepada Tuhan. Dalam hal kerja adalah seni, perawat kadangkadang dalam pekerjaan masih belum bisa aktif dan kreatif dalam menuangkan
ide-ide, gagasan, dan daya cipta sehingga mereka kadang masih belum bisa
merasakan sukacita dan bahagia dalam melayani setiap pelanggan. Hal ini
disebabkan karena perawat masih sebagian baru lulus dari pendidikan dengan
pengalaman yang kurang sedangkan dalam lahan pekerjaan banyak perawatperawat yang sudah berpengalaman sehingga menyebabkan perawat merasa
memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan ide dan gagasan. Dalam hal
kerja adalah pelayanan, perawat sebagian sudah menyadari kalau pekerjaan
dan profesinya sebagai seorang perawat adalah hal yang mulia. Mereka bisa
dengan segenap hati, segenap pikiran dan dengan kerendahan hati dalam
melakukan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena selama pendidikan sudah
ditanamkan dalam diri perawat tentang melayani kebutuhan setiap pelanggan
secara holistik dan koprehensif.
Ketiga indikator etos kerja yang sudah dijelaskan diatas sangatlah
sesuai dengan apa yang sudah diungkapkan oleh Sinamo (2005) bahwa etos
kerja dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal timbul dari faktor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan
dengan segala dampaknya, mencari kebermaknaan kerja, frustasi, faktor-faktor
yang menyebabkan kemalasan. Faktor eksternal datangnya dari luar seperti
faktor fisik, lingkungan pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman dan
latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan kerja serta janji dan ancaman.
Dikatakan juga bahwa kerja adalah ibadah mempunyai arti bekerja serius
penuh kecintaan. Ibadah yang benar harus dilakukan dengan serius dan
sungguh-sungguh. Begitu pula bekerja yang benar. Kesadaran ini pada
gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari
uang atau jabatan semata.
Kerja adalah seni, artinya bekerja cerdas penuh kreativitas. Kerja
sebagai seni akan mendatangkan kesukaan dan gairah kerja yang bersumber
pada aktivitas-aktivitas keatif, artistik, dan interaktif. Aktivitas seni menuntut
penggunaan potensi kreatif dalam diri kita, baik untuk menyelesaikan masalahmasalah kerja yang timbul maupun untuk memunculkan ide atau hal-hal yang
baru. Kerja adalah pelayanan, artinya bekerja paripurna penuh kerendahan hati.
Kemuliaan datang dari pelayanan. Orang yang melayani adalah orang yang
mulia. Selanjutnya, pekerjaan dan profesi yang melayani adalah pekerjaan dan
profesi yang mulia karena merupakan bentuk pelayanan yang riil bagi sesama
baik secara fungsional maupun herarkis. Seseorang perlu mengabdi kerja pada
hal-hal mulia sehingga dengan sendirinya akan memenuhi aspirasi kemuliaan
diri kita sendiri, dengan mengabdikan kerja kita pada hal-hal mulia, maka
obyek yang kita abdi lebih mulia (Sunarno, 2006).
5.4 Hubungan Efektifitasan Model Praktek Keperawatan Profesional dengan
Etos Kerja Perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
Berdasarkan hasil analisis korelasi Rank Spearman (τ) diketahui bahwa
nilai korelasi hitung sebesar 0,812 dengan nilai probabilitas 0,000 (p value <
0,05), sehingga Ha diterima dan Ho ditolak, artinya bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara keefektifitasan model praktek keperawatan profesional
dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri,
artinya bahwa semakin efektif model praktek keperawatan profesional yang ada
pada perawat maka semakin baik dan meningkat pula etos kerja perawat di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso. Adapun kekuatan
hubungan tersebut tergolong mempunyai kekuatan hubungan yang kuat.
Hasil penelitain ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Rosanti (2006), yang meneliti tentang penerapan Model Praktek Keperawatan
Profesional (MPKP) terhadap kinerja perawat di ruang inap penyakit dalam,
hasil penelitannya menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
MPKP terhadap penerapan standar asuhan keperawatan danpersepsi pasien
perawat tentang etos kerja dan kinerja dengan nilai p-value 0,05.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Mulyaningsih (2013),
yang meneliti hubungan antara supervisi
dan
karakteristik individu dengan kinerja perawat dalam penerapan MPKP, hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara supervisi dan
karakteristik individu dengan kinerja perawat dalam penerapan MPKP. Di
samping itu penelitian ini semakna dengan penelitian yang dilakukan oleh Arni,
dkk (2014), yang meneliti tentang hubungan motivasi intrinsik dan eks-trinsik
dengan penerapan model keperawatan profesiona (MPKP) di ruang rawat, hasil
penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi perawat dengan
penerapan model praktik keperawatan profesional di rumah sakit.
Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Imelda (2012) yang meneliti tentang pengaruh kompetensi perawat, jenis
kelamin perawat, kondisi pasien dan penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional dengan kinerja perawat, hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan MPKP menjadi faktor dominan yang mempengaruhi kinerja perawat
(β = 0,494).
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Karakteristik responden, sebagian besar mempunyai umur antara 30-40
tahun (66,7%), berjenis kelamin perempuan (69,6%), berpendidikan D-3
Keperawatan (78,3%) dan mempunyai masa kerja antara 5-10 tahun
(50,7%).
2. Keefektifitasan model praktek keperawatan profesional (MPKP) sebagian
besar tergolong efektif yaitu sebanyak 42 orang (60,9%) dan lainnya
tergolong tidak efektif sebanyak 27 reponden (39,1%).
3. Etos kerja yang dimiliki perawat sebagian besar mempunyai etos kerja
cukup sebanyak 35 orang (50,7%), etos kerja baik sebanyak 21 orang
(30,4%), dan paling sedikit perawat tergolong mempunyai etos kerja kurang
sebanyak 13 orang (18,8%).
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara keefektifitasan model praktek
keperawatan profesional dengan etos kerja perawat di RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri (rxy = 0,812; p-value = 0,000) dan kekuatan
hubungan tergolong kuat.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat
disarankan sebagai berikut :
79
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan bagi pihak Rumah Sakit agar meningkatkan pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesioanal (MPKP) tanpa mengesampingkan usia, jenis kelamin, dan
lama bekerja perawat dalam penerapan MPKP.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan menambah jumlah jam mata kuliah Riset Keperawatan dan
Manajemen Keperawatan guna memberi cukup banyak ilmu sehingga
menambah wawasan mahasiswa dalam penyusunan skripsi dan lebih
memperdalam pengetahuan tentang manajemen.
3. Bagi Peneliti berikutnya
Sebagai database untuk penelitian lebih lanjut mengenai keefektifitasan
model praktek keperawatan profesional hubungannya dengan etos kerja
perawat, dan peneliti lain dapat meneliti faktor yang mempengaruhi etos
kerja tidak hanya keefektifitasan MPKP.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. 2010. Dasar-dasar Kepemimpinan dalam Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Arni. R, Eka Hasriyanti, Suarnianti. 2014. Hubungan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dengan Penerapan Model Keperawatan Profesiona (MPKP) di ruang
rawat. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 6 Tahun 2014.
Arum dan Mukhlisin. 2008. Kajian Penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan keperawatan di rumah sakit.
Jurnal Publikasi Keperawatan. Surakarta: UMS.
Arwani, & Supriyatno, H. 2010. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC
Dahlan, Sopiyudin, M. 2011. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan:
Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat. Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika.
Damayanti, Ninin. 2008. “Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Terendah di
Asia Tenggara.” dalam http://www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal
16 Juli 2015.
Bimo, W. 2008. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Ghozali, Imam. 2009. Analisis Multivariate dengan Menggunakan SPSS.
Semarang: UNDIP Press.
Gibson. 2005. Organisasi: Prilaku, Struktur dan Proses. Jakarta: Erlangga.
Gillies. 2006. Nursing Management: A System Approach, (third edition).
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Gunarsa, S. D. 2009. Psikologi Perawatan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Goodner, B. 2004. Panduan Tindakan Klinik Praktis (The Nurse’s survival guide).
Jakarta : EGC
Hidayat, Alimul A.A., 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif,
Jakarta : Heath Books.
Imelda. MM. 2012. Pengaruh Kompetensi Perawat, Jenis Kelamin Perawat,
Kondisi Pasien dan Penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional
dengan Kinerja Perawat. Tesis (tidak dipublikasikan). Jakarta: UEU.
Jansen, S. Martin. 2007. 8 Etos Kerja Profesional. Jakarta: Institut Dharma
Mahardika.
Kemenkes RI, 2010. Buku Panduan Hari Kesehatan Nasional. Jakarta : Kemenkes
RI.
Marumpa. 2008. Kiat Meningkatkan Etos Kerja yang Positif. Medan: USU.
Mulyaningsih. 2013. Hubungan antara supervisi dan karakteristik individu dengan
kinerja perawat dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta. Jurnal STIKES
Aisyiyah. Surakarta.
Nitisemito, Alex. 2006. Manajemen Personalia, Edisi kedua, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Notoatmodjo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurachmah, Chomsatun. 2007. Asuhan Keperawatan Bermutu di RS Jakarta:
Seminar Keperawatan RS Islam Cempaka Putih. http://www.pdpersi.co.id.
Diakses tanggal 16 Juli 2015.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan, ed
2. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan. Jakarta Salemba Medika
Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan. Buku 1,
Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.
Purwadi dan Sofiana. 2006. Hubungan Model Praktek Keperawatan dengan
Kinerja Perawat di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Jurnal STIKES
Aisyiyah. Surakarta.
Rivai, V., Mulyadi, D. 2010. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Rosanti, Evi. 2006. Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam dan VIP
RSUD Solok. Tesis (tidak dipublikasikan), Yogyakarta: Perpustakaan Pusat
UGM.
Roymond H. Simamora. (2008). Buku Ajar Pendidikan Dalam Keperawatan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Siagian, Sondang. 2005. Manajemen Stratejik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sitorus, Ratna. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.
Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suwignyo. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ibu hamil
Memilih Pelayanan antenatal Care di Poliklinik Kebidanan dan Penyakit
Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Available at:
http://eprints.undip.ac.id/5299/. Diakses: 1 Juli 2015.
Tasmara, Toto. 2007. Etos Kerja Pribadi Muslim, Cet. II Jakarta: Dana Bhakti
Wakaf.
Download