pembelajaran akuntansi melalui metode kooperatif

advertisement
PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE
KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)
Tadjuddin*
Abstrak: Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Model
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari berbagai macam tipe dapat
menjadi salah satu pilihan dalam pembelajaran akuntansi. Tentunya
pemilihan tipe dalam model pembelajaran kooperatif disesuaikan
dengan materi yang diajarkan kepada peserta didik. Salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang sesuai untuk pembelajaran akuntansi
adalah tipe Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi.
Model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsepkonsep yang yang sulit dalam akuntansi.
Kata Kunci : Pembelajaran, Akuntansi Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
I. Pendahuluan
Alternatif model pembelajaran yang menarik perhatian dan minat
peserta didik dalam belajar diantaranya adalah menempatkan peserta didik
secara kelompok-kelompok. Peserta didik akan lebih mudah menemukan
dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling
mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya, apalagi masih
banyak peserta didik yang canggung untuk bertanya kepada pendidiknya.
Selain itu, dengan berkelompok peserta didik mendapat kesempatan yang
lebih luas untuk mempraktikkan sikap atau perilaku pada situasi sosial
yang bermakna bagi mereka.
Bagi mereka yang tidak suka dengan pelajaran akuntansi secara
tidak langsung akan dituntut untuk belajar akuntansi dan untuk membantu
temannya sehingga memotivasi belajar mereka. Hal ini akan berpengaruh
pula pada prestasi belajar peserta didik. Semakin mereka mau belajar
akuntansi maka akan semakin mudah bagi mereka untuk memahami
konsep akuntansi dan mempraktekkannya sehingga prestasi belajar yang
akan diperoleh meningkat.
*
Tajuddin, Dosen tetap STAIN Palopo sementara mengikuti pendidikan pada
program pasca sarjana (S3) di Universitas Pajajaran Bandung.
10
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
11
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan
sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan
bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan
meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar
(Solihatin,2007:5). Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran
kooperatif, pengembangan kualitas diri peserta didik terutama aspek
afektif dapat dilakukan secara bersama-sama.
Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif baik
digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang fungsinya kognitif,
afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi
saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk memperoleh dan
memberi masukan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan
moral, serta ketrampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran
(Solihatin, 2007:6). Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok
kecil yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah
masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk
mencapai tujuan bersama lainnya (Erman, dkk, 2003:260).
II. Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk
membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pihak-pihak yang
terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik dan peserta didik yang
berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Driscoll dalam Robert E.
Slavin (2008:179) mendefinisikan pembelajaran sebagai perubahan dalam
diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Namun bukan perubahan
yang disebabkan oleh perkembangan (seperti tumbuh makin tinggi) tetapi
karena pebelajar merasakan dan mengalami sendiri pembelajaran melalui
pengalamannya.
Sementara Gino et al (1996:32) mengemukakan bahwa,
“Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru membuat
siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor interen dan faktor eksteren
dalam kegiatan belajar mengajar”. Sedangkan pembelajaran menurut
Damyati dan Mujiono (2002:247) yaitu kegiatan guru secara terprogram
dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar aktif yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Selanjutnya, Damyati dan Mujiono (2002:286) menerangkan
bahwa hakekat pembelajaran diantaranya adalah:
12
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
1) Kegiatan yang dimaksud untuk membelajarkan pebelajar;
2) Program pembelajaran yang dirancang dan diimplementasikan
sebagai suatu sistem;
3) Kegiatan yang dimaksud untuk memberikan pengalaman
belajar kepada pebelajar;
4) Kegiatan yang mengarahkan pebelajar ke arah pencapaian
tujuan pembelajaran;
5) Kegiatn yang melibatkan komponen-komponen tujuan, isi
pelajaran, sistem penyajian dan sistem evaluasi dalam
realisasinya.
Kegiatan belajar mengajar terdiri atas beberapa unsur yang saling
berkaitan dan memiliki ketergantungan satu sama lain dan bekerja sama
membentuk sebuah sistem agar dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Menurut Nana Sudjana (2009:22) proses belajar
mengajar terdiri dari empat unsur utama, yaitu :
1) Tujuan
Sebagai arah dari proses belajar-mengajar yang hakekatnya
adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai
oleh peserta didik setelah menerima atau menempuh
pengalaman belajarnya.
2) Bahan
Seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari
kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses
belajar-mengajar agar sampai pada tujuan yang telah
ditetapkan.
3) Metode dan alat
Cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan.
4) Penilaian
Upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Penilaian berfungsi
sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil
belajar peserta didik.
Ciri-ciri pembelajaran adalah tanda-tanda adanya upaya pendidik
mengatur unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran, sehingga dapat
mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar agar terjadi
proses belajar, dan tujuan belajar dapat tercapai. Adapun ciri-ciri
pembelajaran tersebut seperti yang diungkapkan Gino et al (1996:12)
terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar, yaitu :
1) Motivasi belajar dan upaya memotivasi siswa yang belajar;
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
13
2)
3)
4)
5)
Bahan belajar dan upaya penyediaannya;
Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya;
Suasana belajar dan upaya pengembangannya;
Kondisi subyek yang belajar dan upaya penyiapan serta
peneguhannya.
Berdasarkan pada definisi yang telah diungkapkan, dapat dikatakan
bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh pendidik
untuk membuat peserta didik belajar sehingga terjadi perubahan dalam diri
peserta didik.
III. Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas
kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik, agar tujuan tersebut dapat
tercapai, proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tuntutan
perkembangan zaman. Salah satu model pembelajaran yang berkembang
saat ini adalah pembelajaran kooperatif.
Robert A.Slavin (2009:4) mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran dimana peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik diharapkan saling
membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah
kemampuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam
pemahaman masing-masing sehingga pembelajaran kooperatif dapat
membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukannya
menjadi masalah.
Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang
dirangkum Ibrahim, dkk dalam bukunya Isjoni (2009:27-28), yaitu:
1) Hasil belajar akademik.
Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam
tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau
tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli
berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep yang yang sulit.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan
saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui
14
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai
satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial.
Cooperative learning mengajarkan kepada peserta didik
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial penting dimiliki peserta didik karena saat
ini banyak peserta didik masih kurang dalam hal keterampilan
sosial
Pembelajaran kooperatif dapat mencapai hasil yang maksimal jika
memenuhi lima unsur yang harus diterapkan, yaitu saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar
anggota, dan evaluasi proses kelompok. Apabila kelima unsur tersebut
dapat di penuhi, maka pembelajaran kooperatif yang memotivasi peserta
didik untuk belajar dapat diterapkan dengan positif. Selanjutnya Sugiyanto
(2008:38-39) menyebutkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif,
yaitu:
1) Saling ketergantungan positif;
2) Interaksi tatap muka;
3) Akuntabilitas individual;
4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi.
Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan
bagian dari sekumpulan strategi pendidik dalam menerapkan model
pembelajara kooperatif, yaitu Student Team-Achievement Division
(STAD), Jigsaw, investigasi kelompok (Teams Games Tournaments/TGT),
dan pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan
Number Head Together (NHT) (Trianto, 2007:49).
IV. Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran kooperatif terdiri dari berbagai macam tipe.
Tentunya pemilihan tipe dalam model pembelajaran kooperatif disesuaikan
dengan materi yang diajarkan kepada peserta didik . Salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang sesuai untuk mata kuliah akuntansi adalah
tipe metode Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi.
Tipe pembelajaran ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang
sangat populer karena mudah pengelolaan kelasnya. Pembelajaran Think
Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi peserta didik.
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
15
Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Frank
Lyman dan rekan-rekannya dari Universitas Maryland. Arends dalam
Trianto (2009:81) menyatakan bahwa “TPS merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas”. Dengan asumsi
bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan
kelas secara keseluruhan dan prosesur yang digunakan dalam Think Pair
Share (TPS) dapat memberi peserta didik banyak waktu berpikir untuk
merespon dan saling membantu. Think Pair Share (TPS) memberi peserta
didik kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang
lain. Melalui cara seperti ini diharapkan peserta didik mampu bekerja
sama, saling membutuhkan dan bergantung pada kelompok-kelompok
kecil secara kooperatif.
Pembelajaran Think Pair Share (TPS) perlu diterapkan oleh
seorang pendidik karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut:
1) Think Pair Share (TPS) membantu menstrukturkan diskusi;
2) Think Pair Share (TPS) meningkatkan partisipasi peserta didik
dan meningkatkan banyaknya informasi yang diingat siswa.
Think Pair Share (TPS) membuat peserta didik belajar satu
sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak
mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam
kelompok yang lebih besar. Rasa percaya diri peserta didik
meningkat dan semua peserta didik mempunyai kesempatan
berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas
pertanyaan Pendidik, tidak seperti biasanya hanya peserta didik
tertentu saja yang menjawab;
3) Think Pair Share (TPS) meningkatkan kualitas kontribusi
peserta didik dalam diskusi kelas;
4) Peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial
mereka.
Pembelajaran Think Pair Share (TPS) mampu membuat peserta
didik merasakan:
1) Saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari satu
sama lain;
2) Menjunjung akuntabilitas individu karena mau tidak mau
mereka harus saling berbagi ide dan wakil kelompok harus
berbagi ide pasangannya dan pasangan yang lain atau keseluruh
kelas;
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
16
3) Punya kesempatan yang sama untuk berpartisipasi karena
seyogyanya tidak boleh ada peserta didik yang mencoba
mendominasi;
4) Interaksi antar peserta didik cukup tinggi karena akan terlibat
secara aktif dan sengaja berbicara atau mendengarkan.
V. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Tahap utama dalam pembelajaran Think Pair Share (TPS) menurut
Ibrahim (2000:26-27) adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pertama: Thinking (berpikir)
Pada tahap ini Pendidik mengajukan pertanyaan yang berkaitan
dengan pelajaran. Kemudian peserta didik diminta untuk
memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa
saat.
2) Tahap Kedua: Pairing (berpasangan)
Pendidik meminta peserta didik untuk berpasangan dengan
peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah
dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi yang diharapkan dapat
berbagi jawaban dari pertanyaan atau ide bila persoalan telah
diidentifikasi. Biasanya Pendidik memberi waktu 4-5 menit
untuk berpasangan.
3) Tahap Ketiga: Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir Pendidik meminta kepada pasangan untuk
berbagi pada seluruh kelas. Hal ini akan efektif dilakukan
dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan
sampai kurang lebih seperempat pasangan memiliki
kesempatan untuk presentasi.
Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think Pair
Share (TPS) adalah:
Langkah
: Pendidik menyampaikan pertanyaan.
pertama
Aktifitas
: Pendidik
melakukan
apersepsi,
kemudian
menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
materi yang akan disampaikan.
Langkah kedua
: Peserta didik berpikir secara individual
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
17
Aktifitas
: Pendidik memberikan kesempatan kepada setiap
peserta didik untuk memikirkan jawaban dari suatu
permasalahan yang telah disampaikan oleh pendidik.
Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta
setiap peserta didik untuk menuliskan jawaban atau
hasil pemikirannya.
Langkah ketiga
: Setiap
peserta
didik
mendiskusikan
pemikirannya dengan pasangannya
Aktifitas
: Pendidik mengorganisasikan peserta didik untuk
berpasangan dan memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mendiskusikan jawaban yang menurut
mereka paling benar atau paling meyakinkan.
Pendidik memotivasi peserta didik untuk aktif dalam
kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat
dilengkapi dengan lembar kerja peserta didik
sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang
dikerjakan secara kelompok.
Langkah
keempat
: Peserta didik berbagi jawaban dengan seluruh kelas
Aktifitas
: Peserta didik mempresentasikan jawaban atau
pemecahan masalah secara individual atau kelompok
di depan kelas.
Langkah
kelima
: Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan
masalah
aktifitas
: Pendidik membantu peserta didik untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan
masalah yang telah mereka diskusikan.
hasil
Dalam tahapan Thinking, Pairing, dan Sharing inilah, kemampuan
peserta didik dalam berkomunikasi yang meliputi kemampuan mendengar,
berbicara, membaca maupun menuliskan gagasan atau pendapatnya ketika
18
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
pembelajaran berlangsung akan terlihat. Adanya pemberian masalah
dilakukan untuk melihat penguasaan dan pemahaman peserta didik
mengenai materi yang telah dipelajarinya.
VI. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Think
Pair Share (TPS)
Anita Lie (2008:46) mengemukakan bahwa model kelompok
berpasangan memiliki beberapa kelebihan antara lain:
1) Meningkatkan partisipasi;
2) Cocok untuk tugas sederhana;
3) Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing
anggota kelompok;
4) Interaksi lebih mudah;
5) Lebih mudah dan cepat membentuknya.
Model Think Pair Share (TPS) ini memberikan kesempatan kepada
setiap peserta didik untuk menunjukkan partisipasinya kepada orang lain.
Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya
diri. Model ini dapat digunakan dalam semua mata kuliah atau mata
pelajaran pada semua tingkatan peserta didik.
Selain kelebihan tersebut di atas, model kelompok berpasangan
juga memiliki beberapa kelemahan antara lain (Anita Lie, 2008:46):
1) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitori;
2) Lebih sedikit ide yang muncul;
3) Jika ada perselisihan tidak ada penengah.
VII. Prestasi Belajar Akuntansi
Prestasi merupakan kecakapan atau hasil konkrit yang dapat
dicapai pada saat atau periode tertentu. Dewi Salma Prawiradilaga
(2008:18) menyatakan bahwa indikator keberhasilan pencapaian suatu
tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar. Prestasi yang baik
tentu didapat dengan proses belajar yang baik.
Nana Syaodih Sumadinata (2003:102) menyatakan bahwa,
“Prestasi belajar dapat disebut juga sebagai hasil belajar yang merupakan
realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensi atau kapasitas yang
dimiliki seseorang yang dapat dilihat dari perilaku dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, kemampuan berpikir, maupun keterampilan
motorik”. Sama halnya dengan Nana Sudjana (2009:22) yang menyatakan
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
19
bahwa, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Hasil belajar tersebut dapat diketahui melalui proses evaluasi. Menurut S.
Nasution (2005:78) bahwa evaluasi berguna untuk mengetahui sejauhmana
peserta didik telah mencapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan.
Olehnya itu, evaluasi memegang peranan penting dalam segala bentuk
pembelajaran karena dengan evaluasi akan diketahui prestasi yang
diperoleh peserta didik sehingga pendidik dapat menentukan balikan untuk
memperbaiki pembelajaran selanjutnya.
Menurut Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih (2003:2) bahwa
“Akuntansi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
informasi yang berfungsi menyediakan informasi kuantitatif dari suatu unit
organisasi atau kesatuan ekonomi yang ditujukan kepada pemakai sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi”.
Berdasarkan definisi tersebut, akuntansi dapat diartikan sebagai
proses yang meliputi identifikasi, pengukuran, dan pelaporan informasi
ekonomi dalam kegiatannya dan dalam kegunaannya informasi ekonomi
yang dihasilkan oleh akuntansi berguna dalam penilaian dan pengambilan
keputusan mengenai kesatuan usaha yang bersangkutan. Jadi, prestasi
belajar akuntansi merupakan bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seorang peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan
bobot yang dicapainya dalam bidang akuntansi.
VIII. Penutup
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh pendidik
untuk membuat peserta didik belajar sehingga terjadi perubahan dalam diri
peserta didik. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik diharapkan
saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk
mengasah kemampuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup
kesenjangan dalam pemahaman masing-masing sehingga pembelajaran
kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan
pembelajaran dan bukannya menjadi masalah. Salah satu jenis
pembelajaran kooperatif yaitu pendekatan Think Pair Share (TPS). Model
Think Pair Share (TPS) ini memberikan kesempatan kepada setiap peserta
didik untuk menunjukkan partisipasinya kepada orang lain. Selain itu,
Think Pair Share (TPS) sangat sistematis sehingga waktu yang diberikan
20
Volume 13, Nomor 1, Januari 2011
kepada peserta didik untuk berpikir sudah cukup dan memungkinkan
peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang diberikan oleh
pendidik sehingga dapat memperbaiki rasa percaya diri. Model ini dapat
digunakan dalam semua mata kuliah atau mata pelajaran pada semua
tingkatan peserta didik. Akuntansi sebagai suatu disiplin ilmu yang
diajarkan di perguruan tinggi maupun di sekolah, tentunya dapat
menggunakan metode ini dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
akuntansi.
Daftar Rujukan
Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih. 2003. Akuntansi PengantarPendekatan Terpadu. Edisi 1, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Anita, Lie. 2008. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta: Grasindo.
Dewi Salma Prawiradilaga. 2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
Damyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gino, Suwarni, Suripto, dan Sutijan. Belajar dan Pembelajaran I.
Surakarta: UNS Press.
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Robert E.Slavin. 2009. Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media.
S. Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar &
Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Solihatin, Etin dkk.2007. Cooperative Learning
Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara.
Analisis
Model
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:
Kencana.
Download