PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) Tadjuddin* Abstrak: Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari berbagai macam tipe dapat menjadi salah satu pilihan dalam pembelajaran akuntansi. Tentunya pemilihan tipe dalam model pembelajaran kooperatif disesuaikan dengan materi yang diajarkan kepada peserta didik. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang sesuai untuk pembelajaran akuntansi adalah tipe Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi. Model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsepkonsep yang yang sulit dalam akuntansi. Kata Kunci : Pembelajaran, Akuntansi Kooperatif Tipe Think-Pair-Share I. Pendahuluan Alternatif model pembelajaran yang menarik perhatian dan minat peserta didik dalam belajar diantaranya adalah menempatkan peserta didik secara kelompok-kelompok. Peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya, apalagi masih banyak peserta didik yang canggung untuk bertanya kepada pendidiknya. Selain itu, dengan berkelompok peserta didik mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mempraktikkan sikap atau perilaku pada situasi sosial yang bermakna bagi mereka. Bagi mereka yang tidak suka dengan pelajaran akuntansi secara tidak langsung akan dituntut untuk belajar akuntansi dan untuk membantu temannya sehingga memotivasi belajar mereka. Hal ini akan berpengaruh pula pada prestasi belajar peserta didik. Semakin mereka mau belajar akuntansi maka akan semakin mudah bagi mereka untuk memahami konsep akuntansi dan mempraktekkannya sehingga prestasi belajar yang akan diperoleh meningkat. * Tajuddin, Dosen tetap STAIN Palopo sementara mengikuti pendidikan pada program pasca sarjana (S3) di Universitas Pajajaran Bandung. 10 Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 11 Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar (Solihatin,2007:5). Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, pengembangan kualitas diri peserta didik terutama aspek afektif dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang fungsinya kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan pada peserta didik untuk memperoleh dan memberi masukan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta ketrampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran (Solihatin, 2007:6). Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Erman, dkk, 2003:260). II. Hakikat Pembelajaran Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik dan peserta didik yang berinteraksi edukatif antara satu dengan lainnya. Driscoll dalam Robert E. Slavin (2008:179) mendefinisikan pembelajaran sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Namun bukan perubahan yang disebabkan oleh perkembangan (seperti tumbuh makin tinggi) tetapi karena pebelajar merasakan dan mengalami sendiri pembelajaran melalui pengalamannya. Sementara Gino et al (1996:32) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor interen dan faktor eksteren dalam kegiatan belajar mengajar”. Sedangkan pembelajaran menurut Damyati dan Mujiono (2002:247) yaitu kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Selanjutnya, Damyati dan Mujiono (2002:286) menerangkan bahwa hakekat pembelajaran diantaranya adalah: 12 Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 1) Kegiatan yang dimaksud untuk membelajarkan pebelajar; 2) Program pembelajaran yang dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu sistem; 3) Kegiatan yang dimaksud untuk memberikan pengalaman belajar kepada pebelajar; 4) Kegiatan yang mengarahkan pebelajar ke arah pencapaian tujuan pembelajaran; 5) Kegiatn yang melibatkan komponen-komponen tujuan, isi pelajaran, sistem penyajian dan sistem evaluasi dalam realisasinya. Kegiatan belajar mengajar terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan dan memiliki ketergantungan satu sama lain dan bekerja sama membentuk sebuah sistem agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Nana Sudjana (2009:22) proses belajar mengajar terdiri dari empat unsur utama, yaitu : 1) Tujuan Sebagai arah dari proses belajar-mengajar yang hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. 2) Bahan Seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar-mengajar agar sampai pada tujuan yang telah ditetapkan. 3) Metode dan alat Cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. 4) Penilaian Upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar peserta didik. Ciri-ciri pembelajaran adalah tanda-tanda adanya upaya pendidik mengatur unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran, sehingga dapat mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar agar terjadi proses belajar, dan tujuan belajar dapat tercapai. Adapun ciri-ciri pembelajaran tersebut seperti yang diungkapkan Gino et al (1996:12) terletak pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar, yaitu : 1) Motivasi belajar dan upaya memotivasi siswa yang belajar; Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 13 2) 3) 4) 5) Bahan belajar dan upaya penyediaannya; Alat bantu belajar dan upaya penyediaannya; Suasana belajar dan upaya pengembangannya; Kondisi subyek yang belajar dan upaya penyiapan serta peneguhannya. Berdasarkan pada definisi yang telah diungkapkan, dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh pendidik untuk membuat peserta didik belajar sehingga terjadi perubahan dalam diri peserta didik. III. Pembelajaran Kooperatif Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik, agar tujuan tersebut dapat tercapai, proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman. Salah satu model pembelajaran yang berkembang saat ini adalah pembelajaran kooperatif. Robert A.Slavin (2009:4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik diharapkan saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah kemampuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing sehingga pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukannya menjadi masalah. Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, dkk dalam bukunya Isjoni (2009:27-28), yaitu: 1) Hasil belajar akademik. Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang yang sulit. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui 14 Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 3) Pengembangan keterampilan sosial. Cooperative learning mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilanketerampilan sosial penting dimiliki peserta didik karena saat ini banyak peserta didik masih kurang dalam hal keterampilan sosial Pembelajaran kooperatif dapat mencapai hasil yang maksimal jika memenuhi lima unsur yang harus diterapkan, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Apabila kelima unsur tersebut dapat di penuhi, maka pembelajaran kooperatif yang memotivasi peserta didik untuk belajar dapat diterapkan dengan positif. Selanjutnya Sugiyanto (2008:38-39) menyebutkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif; 2) Interaksi tatap muka; 3) Akuntabilitas individual; 4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari sekumpulan strategi pendidik dalam menerapkan model pembelajara kooperatif, yaitu Student Team-Achievement Division (STAD), Jigsaw, investigasi kelompok (Teams Games Tournaments/TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Number Head Together (NHT) (Trianto, 2007:49). IV. Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Model pembelajaran kooperatif terdiri dari berbagai macam tipe. Tentunya pemilihan tipe dalam model pembelajaran kooperatif disesuaikan dengan materi yang diajarkan kepada peserta didik . Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang sesuai untuk mata kuliah akuntansi adalah tipe metode Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi. Tipe pembelajaran ini merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang sangat populer karena mudah pengelolaan kelasnya. Pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 15 Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekan-rekannya dari Universitas Maryland. Arends dalam Trianto (2009:81) menyatakan bahwa “TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas”. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosesur yang digunakan dalam Think Pair Share (TPS) dapat memberi peserta didik banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu. Think Pair Share (TPS) memberi peserta didik kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Melalui cara seperti ini diharapkan peserta didik mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Pembelajaran Think Pair Share (TPS) perlu diterapkan oleh seorang pendidik karena beberapa alasan, di antaranya sebagai berikut: 1) Think Pair Share (TPS) membantu menstrukturkan diskusi; 2) Think Pair Share (TPS) meningkatkan partisipasi peserta didik dan meningkatkan banyaknya informasi yang diingat siswa. Think Pair Share (TPS) membuat peserta didik belajar satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih besar. Rasa percaya diri peserta didik meningkat dan semua peserta didik mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan Pendidik, tidak seperti biasanya hanya peserta didik tertentu saja yang menjawab; 3) Think Pair Share (TPS) meningkatkan kualitas kontribusi peserta didik dalam diskusi kelas; 4) Peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Pembelajaran Think Pair Share (TPS) mampu membuat peserta didik merasakan: 1) Saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari satu sama lain; 2) Menjunjung akuntabilitas individu karena mau tidak mau mereka harus saling berbagi ide dan wakil kelompok harus berbagi ide pasangannya dan pasangan yang lain atau keseluruh kelas; Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 16 3) Punya kesempatan yang sama untuk berpartisipasi karena seyogyanya tidak boleh ada peserta didik yang mencoba mendominasi; 4) Interaksi antar peserta didik cukup tinggi karena akan terlibat secara aktif dan sengaja berbicara atau mendengarkan. V. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Tahap utama dalam pembelajaran Think Pair Share (TPS) menurut Ibrahim (2000:26-27) adalah sebagai berikut: 1) Tahap Pertama: Thinking (berpikir) Pada tahap ini Pendidik mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran. Kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. 2) Tahap Kedua: Pairing (berpasangan) Pendidik meminta peserta didik untuk berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi yang diharapkan dapat berbagi jawaban dari pertanyaan atau ide bila persoalan telah diidentifikasi. Biasanya Pendidik memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan. 3) Tahap Ketiga: Sharing (berbagi) Pada tahap akhir Pendidik meminta kepada pasangan untuk berbagi pada seluruh kelas. Hal ini akan efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai kurang lebih seperempat pasangan memiliki kesempatan untuk presentasi. Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think Pair Share (TPS) adalah: Langkah : Pendidik menyampaikan pertanyaan. pertama Aktifitas : Pendidik melakukan apersepsi, kemudian menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Langkah kedua : Peserta didik berpikir secara individual Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 17 Aktifitas : Pendidik memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk memikirkan jawaban dari suatu permasalahan yang telah disampaikan oleh pendidik. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta setiap peserta didik untuk menuliskan jawaban atau hasil pemikirannya. Langkah ketiga : Setiap peserta didik mendiskusikan pemikirannya dengan pasangannya Aktifitas : Pendidik mengorganisasikan peserta didik untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Pendidik memotivasi peserta didik untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan lembar kerja peserta didik sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok. Langkah keempat : Peserta didik berbagi jawaban dengan seluruh kelas Aktifitas : Peserta didik mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok di depan kelas. Langkah kelima : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah aktifitas : Pendidik membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan. hasil Dalam tahapan Thinking, Pairing, dan Sharing inilah, kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi yang meliputi kemampuan mendengar, berbicara, membaca maupun menuliskan gagasan atau pendapatnya ketika 18 Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 pembelajaran berlangsung akan terlihat. Adanya pemberian masalah dilakukan untuk melihat penguasaan dan pemahaman peserta didik mengenai materi yang telah dipelajarinya. VI. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS) Anita Lie (2008:46) mengemukakan bahwa model kelompok berpasangan memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1) Meningkatkan partisipasi; 2) Cocok untuk tugas sederhana; 3) Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok; 4) Interaksi lebih mudah; 5) Lebih mudah dan cepat membentuknya. Model Think Pair Share (TPS) ini memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan partisipasinya kepada orang lain. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri. Model ini dapat digunakan dalam semua mata kuliah atau mata pelajaran pada semua tingkatan peserta didik. Selain kelebihan tersebut di atas, model kelompok berpasangan juga memiliki beberapa kelemahan antara lain (Anita Lie, 2008:46): 1) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitori; 2) Lebih sedikit ide yang muncul; 3) Jika ada perselisihan tidak ada penengah. VII. Prestasi Belajar Akuntansi Prestasi merupakan kecakapan atau hasil konkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Dewi Salma Prawiradilaga (2008:18) menyatakan bahwa indikator keberhasilan pencapaian suatu tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar. Prestasi yang baik tentu didapat dengan proses belajar yang baik. Nana Syaodih Sumadinata (2003:102) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar dapat disebut juga sebagai hasil belajar yang merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensi atau kapasitas yang dimiliki seseorang yang dapat dilihat dari perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, kemampuan berpikir, maupun keterampilan motorik”. Sama halnya dengan Nana Sudjana (2009:22) yang menyatakan Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 19 bahwa, “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Hasil belajar peserta didik pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Hasil belajar tersebut dapat diketahui melalui proses evaluasi. Menurut S. Nasution (2005:78) bahwa evaluasi berguna untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah mencapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan. Olehnya itu, evaluasi memegang peranan penting dalam segala bentuk pembelajaran karena dengan evaluasi akan diketahui prestasi yang diperoleh peserta didik sehingga pendidik dapat menentukan balikan untuk memperbaiki pembelajaran selanjutnya. Menurut Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih (2003:2) bahwa “Akuntansi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu sistem informasi yang berfungsi menyediakan informasi kuantitatif dari suatu unit organisasi atau kesatuan ekonomi yang ditujukan kepada pemakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi”. Berdasarkan definisi tersebut, akuntansi dapat diartikan sebagai proses yang meliputi identifikasi, pengukuran, dan pelaporan informasi ekonomi dalam kegiatannya dan dalam kegunaannya informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi berguna dalam penilaian dan pengambilan keputusan mengenai kesatuan usaha yang bersangkutan. Jadi, prestasi belajar akuntansi merupakan bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seorang peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya dalam bidang akuntansi. VIII. Penutup Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh pendidik untuk membuat peserta didik belajar sehingga terjadi perubahan dalam diri peserta didik. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik diharapkan saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah kemampuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing sehingga pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukannya menjadi masalah. Salah satu jenis pembelajaran kooperatif yaitu pendekatan Think Pair Share (TPS). Model Think Pair Share (TPS) ini memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan partisipasinya kepada orang lain. Selain itu, Think Pair Share (TPS) sangat sistematis sehingga waktu yang diberikan 20 Volume 13, Nomor 1, Januari 2011 kepada peserta didik untuk berpikir sudah cukup dan memungkinkan peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang diberikan oleh pendidik sehingga dapat memperbaiki rasa percaya diri. Model ini dapat digunakan dalam semua mata kuliah atau mata pelajaran pada semua tingkatan peserta didik. Akuntansi sebagai suatu disiplin ilmu yang diajarkan di perguruan tinggi maupun di sekolah, tentunya dapat menggunakan metode ini dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran akuntansi. Daftar Rujukan Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih. 2003. Akuntansi PengantarPendekatan Terpadu. Edisi 1, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Anita, Lie. 2008. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Dewi Salma Prawiradilaga. 2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Damyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Gino, Suwarni, Suripto, dan Sutijan. Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta: UNS Press. Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta. Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nana Syaodih Sukmadinata. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Robert E.Slavin. 2009. Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media. S. Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Solihatin, Etin dkk.2007. Cooperative Learning Pembelajaran IPS. Jakarta : Bumi Aksara. Analisis Model Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana.