PENGAMATAN KOMUNITAS BENTIK DAN IKAN TARGET di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan Taman Wisata Alam Teluk Lasolo Penulis Jensi Sartin Derta Prabuning Amkieltiela : Reef Check Indonesia : Reef Check Indonesia : WWF-Indonesia Kontributor Estradivari, Adhi Andriyamsyah, Anung Wijaya, Putu Suastana, Mahmudin, Muhammad Rais, Rahmadani, Yusran Rahman, Risfandi, Ira, Taufik Abdillah, Evi Nurul Ihsan, Kartika Sumolang, Christian Novia Handayani, Ignatia Dyahapsari, Jibril Firman Sofyan, Erlangga Diga Samuel Sitorus, Jan Manuputty, Iman Hermawan, Nisa Syahidah, Sugiyanta, Toufik Alansar, Muhammad Ikhsan, Nuryani Kusumadewi, dan Akbar Bahar. Untuk informasi lebih lanjut tentang Ekspedisi Sulawesi Tenggara (#XPDCSULTRA) silahkan kunjungi www.wwf.or.id/xpdcsultra atau hubungi: Sugiyanta Amkieltiela Southern & East Sulawesi Project Leader Marine Science & Management Officer Email: [email protected] Email: [email protected] Knowledge ©2016 WWF-Indonesia. Perbanyakan dan diseminasi bahan-bahan di dalam buku ini untuk kegiatan pendidikan maupun tujuan-tujuan non komersial diperbolehkan tanpa memerlukan izin tertulis dari pemegang hak cipta selama sumber disebutkan dengan benar. Perbanyakan dari bahan-bahan dari buku ini untuk dijual atau tujuan komersial lainnya tidak diperbolehkan tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta. Foto sampul oleh: Evi Nurul Ihsan/WWF-Indonesia Desain & Tata Letak oleh: Amkieltiela/WWF-Indonesia KATA SAMBUTAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA Laut adalah anugerah sang Pencipta, sumber penghidupan umat manusia. Kepedulian kita akan keberlanjutan sumberdaya laut adalah wujud kesyukuran kepada Sang Pencipta dan penghargaan pada hakekat kehidupan itu sendiri. Laut adalah masa kini dan masa depan kita “dalam ruang imajiner tak bertuan”. Diperlukan kearifan dalam penataan dan pengendalian untuk optimalisasi pemanfaatan yang berkeadilan agar terhindar dari “tragedy kepemilikan bersama”. Laut adalah ruang pengabdian yang luas dengan kompleksitas permasalahan yang tinggi. Pemanfaatan komoditi perikanan dan jasa kelautan melibatkan berbagai sektor dan stakeholder dengan kepentingan yang berbeda-beda. Perumusan kebijakan yang baik membutuhkan pemahaman karakteristik wilayah dan sosio-kultural budaya masyarakat. Ketersediaan data dan informasi menjadi syarat utama yang membutuhkan waktu, tenaga dan anggaran yang tidak sedikit dalam wilayah kerja yang cukup luas. Atas kesadaran itu, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tenggara membuka ruang komunikasi dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam melaksanakan program kerja yang menuntut kualitas dan dapat di implementasikan. Kegiatan ini adalah salah satu bentuk kemitraan antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO), dalam hal ini Yayasan WWF Indonesia melalui Project WWF-SESS. Kegiatan ini, dapat memberikan gambaran kondisi ekosistem pesisir dan aktivitas perikanan baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Selanjutnya data tersebut dapat menjadi acuan dalam penataan kawasan konservasi dan pembentukan jejaring pengelolaan kawasan konservasi. Terima kasih kepada Yayasan WWF atas dedikasi dan dukungannya dalam mendukung program Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tenggara. Semoga laporan ini dapat memberi arah bagi pembangunan kelautan dan perikanan khususnya di Sulawesi Tenggara. ii Kendari, Februari 2017 Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tenggara Ir. H. Askabul Kijo, M.Si iii KATA SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO Bismillahirrahmanaarrahim Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kegiatan ekspedisi pada tanggal 14 sampai 25 Oktober 2016 yang dilaksanakan bersama oleh WWF-Indonesia, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tenggara dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Halu Oleo merupakan perwujudan kerjasama antara ketiga lembaga tersebut yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh masing-masing pimpinan lembaga tersebut pada tahun 2015. Kesepakatan bersama tersebut merupakan kepedulian tinggi serta kekhawatiran terhadap kondisi sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir dan laut. Seyogyanya sumberdaya pesisir dan laut tersebut memberikan manfaat besar kepada umat manusia, khususnya kepada mereka yang memanfaatkan langsung sumberdaya tersebut. Permasalahan muncul karena pemanfataan sumberdaya tersebut tidak terkendali dan kerusakan lingkungan yang sangat luas mulai dari darat (upland) sampai kepada wilayah pesisir dan laut itu sendiri. Sumberdaya tersebut diyakini dapat menompang ekonomi bangsa ini jika dikelola dengan baik dan tepat. Peranan dan kontribusinya terlihat sangat jelas pada tahun 1997 – 1998 ketika bangsa Indonesia saat itu mengalami krisis moneter. Berdasarkan hal tersebut saya meyakini bahwa sumberdaya di wilayah pesisir dan laut dapat menjadi “the land of tommorow” bagi bangsa ini. Manfaat dan peran sumberdaya yang terdapat didalamnya seharusnya menjadi “the way of life” bagi masyarakat Indonesia. Kesadaran ini mengharuskan semua stakeholder memposisikan sumberdaya ini untuk dikelola dengan baik dan benar agar terhindar dari bencana sosial, ekonomi dan lingkungan yang biaya permulihannya sangat mahal seperti ditunjukan oleh beberapa daerah dan negara lain yang mengalami kerusakan sumberdaya pesisir dan lautnya. Agar perumusan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut tersebut tepat dan akurat maka data tentang sumberdaya tersebut harus tersedia. iv Kegiatan ekspedisi bersama ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data biofisik perairan di beberapa wilayah penting di Kabupaten Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kota kendari dan Konawe Selatan. Kegiatan ekspedisi tersebut dilaksanakan melalui Project WWF-SESS dari WWF-Indonesia. Tim ekspedisi yang terlibat terdiri atas dosen FPIK UHO, staf DKP Provinsi Sulawesi Tenggara, dan LSM. Hasil dari ekspedisi ini dapat memberikan gambaran umum tentang kondisi biofisik perairan di lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi atau di luar kawasan konservasi perairan. Diharapkan semua pihak yang berkepentingan dapat memanfaatkan sumber informasi dari hasil ekspedisi ini. Kami menyampaikan terima kasih kepada mitra kerja FPIK UHO, yaitu WWFIndonesia dan DKP Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara bersama-sama saling mendukung menyelenggarakan kegiatan ekspedisi ini. Wabillahi taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kendari, Februari 2017 Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Prof. Ir. La Sara, M.Si., Ph.D. v KATA PENGANTAR DIREKTUR CORAL TRIANGLE PROGRAM WWFINDONESIA WWF-Indonesia merupakan organisasi konservasi yang sudah lama bekerja di Indonesia dan mulai mengembangkan program kelautan sejak tahun 1993. Mulai tahun 2014, WWF-Indonesia program kelautan bekerja dengan menggunakan pendekatan eco-regional yang memprioritaskan 3 bentang laut, salah satunya adalah Bentang Laut Sunda Banda (Sunda Banda Seascape – SBS). SBS sendiri terbagi lagi menjadi 3 sub-seascape, salah satunya adalah Southern-Eastern Sulawesi Sub-seascape (SESS) yang terbentang dari bagian Tenggara hingga Timur Pulau Sulawesi dengan perairan seluas lebih dari 14 juta hektar. Saat ini, SESS memiliki 17 kawasan konservasi baik yang berada dibawah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KemenKP) maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 12 kawasan konservasi terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk mengembangkan pengelolaan yang efektif, WWF-Indonesia mendukung inisiasi jejaring kawasan konservasi perairan (KKP) oleh Pemerintah Kabupaten Sulawesi Tenggara. Jejaring KKP dapat meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem, spesies penting, komoditas perikanan ekonomis, serta meningkatkan daya lenting kawasan dengan membagi beban dan resiko konservasi. Dengan begitu, kesejahteraan masyarakat terutama yang bergantung pada sektor kelautan dapat terjamin. Ekspedisi Sulawesi Tenggara (#XPDCSULTRA) merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia bersama Yayasan Reef Check Indonesia berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara WWF-Indonesia dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tenggara dan Universitas Halu Oleo (UHO). Kegiatan ini melibatkan peneliti dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara, Balai Taman Nasional Wakatobi, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), dan Yayasan Bahari. Ekspedisi ini mengumpulkan data dasar (baseline) kesehatan terumbu vi karang di perairan Timur Provinsi Sulawesi Tenggara. Idealnya pengumpulan data ini dilakukan setiap 2-3 tahun sekali (repetisi) untuk mengukur dampak pengelolaan terhadap kesehatan terumbu karang dan menghasilkan rekomendasi pengelolaan yang adaptif. Terima kasih atas dukungan DKP Provinsi Sulawesi Tenggara dan seluruh tim peneliti dalam pendukung kesuksesan kegiatan Ekspedisi Sulawesi Tenggara (#XPDCSUTLRA). Jakarta, Maret 2017 Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia Wawan Ridwan vii RINGKASAN EKSEKUTIF Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk dalam Southern-Eastern Sulawesi Subseascape (SESS). Sebagian besar kawasan ini, yaitu 74 persen (110.000 km2) merupakan perairan. Hingga saat ini, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 12 kawasan konservasi, baik yang berada dibawah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem dan spesies penting, maka perlu dibentuk jejaring KKP. Hal ini sudah mulai diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sejak Tahun 2015. Hasil kajian Musthofa, et al. (2016) merekomendasikan dibentuknya 3 (tiga) cluster jejaring KKP, salah satunya adalah jejaring antara Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan Taman Wisata Alam (TWA) Teluk Lasolo hingga Pulau Wawonii. Area inilah yang menjadi fokus pengambilan data Ekspedisi Sulawesi Tenggara 2016. Pengambilan data dilakukan untuk menilai status dan tren ekosistem terumbu karang antar waktu untuk menghasilkan rekomendasi pengelolaan yang adaptif. Ekspedisi Sulawesi Tenggara dilakukan pada tanggal 14 hingga 25 Oktober 2016 di 38 titik yang tersebar di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik lokasi, tutupan bentik (PIT), serta kelimpahan dan biomassa ikan karang (UVC dan Long Swim). Metode yang digunakan mengacu pada “Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang WWF-Indonesia” (Amkieltiela & Wijonarno, 2015) pada kedalaman 10 meter sejajar garis pantai. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase tutupan karang keras di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi berturut-turut adalah 49 + 6.35%; 44 + 4.84%; dan 36 + 3.45%. Selain tutupan karang keras, persentasi pecahan karang menjadi salah satu kategori yang diperhatikan. Pecahan karang merupakan salah satu indikator adanya praktek perikanan yang merusak yang juga dapat memperlambat proses pemulihan terumbu karang karena kondisinya yang tidak stabil sebagai lokasi pelekatan planula karang. Pecahan karang ditemukan diseluruh kawasan dengan rentang 2.3 – 35.3%. Pecahan karang viii diatas 10% ditemukan di 27 lokasi, yaitu 3 lokasi di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), 8 lokasi di dalam TWA Teluk Lasolo, dan 16 lokasi di luar kawasan konservasi. Oleh karena itu, perlu adanya langkah untuk menstabilkan substrat khususnya kawasan dengan tutupan pecahan karang yang cukup tinggi. Informasi lainnya yang dikumpulkan adalah kelimpahan dan biomassa ikan karang. Analisa terhadap kelimpahan dan biomassa ikan karang dilakukan untuk 16 famili dan 6 famili. 16 famili ikan target pengamatan meliputi Acanthuridae, Scaridae/Scarini, Siganidae, Labridae, Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Caesionidae, Haemulidae, Nemipteridae, Sphyraenidae, Carcharhinidae, Sphyrnidae, Dasyatidae, Scombridae, dan Carangidae. Rerata kelimpahan 16 famili ikan karang di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi berturut-turut adalah 5670 + 2294 individu/ha; 3544 + 956 individu/ha; dan 3544 + 956 individu/ha. Sedangkan rerata biomassanya adalah 387 + 96 kg/ha; 456 + 146 kg/ha; dan 266 + 51 kg/ha. 6 famili ikan karang yang di analisa terdiri atas Lutjanidae, Serranidae, Haemulidae, Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae. Rerata kelimpahan 6 famili ikan karang di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi berturut-turut adalah 1090 + 250 individu/ha; 1499 + 637 individu/ha; dan 732 + 115 individu/ha. Sedangkan rerata biomassanya adalah 204 + 48 kg/ha; 326 + 133 kg/ha; dan 177 + 38 kg/ha. Hal menarik lainnya adalah tim juga menemukan bintang laut mahkota berduri (crown-of-thorns starfish) di 23 dari 38 lokasi. Perlu adanya pengendalian masukan nutrient dari daratan (run-off) dan sedimentasi untuk menekan ledakan populasi dan kelulushidupan larva bintang laut mahkota berduri, serta perlu dilakukan pengendalian populasi bintang laut mahkota berduri. ix DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA .............................................................. ii KATA SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO ..................................................... iv KATA PENGANTAR DIREKTUR CORAL TRIANGLE PROGRAM WWFINDONESIA .................................................................................................... vi RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................... viii Daftar Gambar ............................................................................................... xi Daftar Tabel ................................................................................................. xiii Daftar Lampiran .......................................................................................... xiii 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1.1. Latar belakang....................................................................................... 1 1.2. Tujuan Pemantauan .............................................................................. 2 2. METODE...................................................................................................... 2 2.1. Lokasi Pengamatan ............................................................................... 2 2.2. Waktu Pelaksanaan .............................................................................. 4 2.3. Tim Pengamat ....................................................................................... 4 2.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 5 2.4.1. Karakteristik Lokasi ......................................................................... 5 2.4.2. Pengumpulan Data Komunitas Bentik ............................................ 5 2.4.3. Pengumpulan Data Komunitas Ikan Target Pengamatan ............... 6 2.5. Analisa Data .......................................................................................... 8 2.5.1. Penutupan karang........................................................................... 9 2.5.2. Kelimpahan dan biomassa ikan target pengamatan ....................... 9 3. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 10 3.1. Karakteristik Lokasi ............................................................................. 10 3.2. Penutupan Karang Keras .................................................................... 13 3.3. Kelimpahan Ikan target pengamatan ................................................... 23 3.4. Biomassa Ikan target pengamatan ...................................................... 30 4. KESIMPULAN ........................................................................................... 37 5. REKOMENDASI PENGELOLAAN ............................................................ 38 6. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 39 LAMPIRAN .................................................................................................... 41 x Daftar Gambar Gambar 1. Peta rute dan pengambilan data Ekspedisi Sulawesi Tenggara .... 3 Gambar 2. Metode pengamatan bentik Point Intersecept Transect (PIT) ........ 6 Gambar 3. Pengumpulan data ikan menggunakan metode UVC untuk ikan kecil (10-35 cm) dan ikan besar (>35 cm) ......................................................... 7 Gambar 4. Pengumpulan data ikan menggunakan metode long-swim untuk ikan besar (>35 cm) (Perhatikan lingkaran hijau)...................................... 8 Gambar 5. Karakteristik terumbu pada lokasi pengamatan di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) (N=6), TWA Teluk Lasolo (N=10), dan luar kawasan konservasi (N=22) berdasarkan: a. tipe terumbu; b. zona terumbu; dan c. keterpaparan terumbu ...................................... 12 Gambar 6. Rerata persentase penutupan karang keras di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ............................................................................................... 13 Gambar 7. Rerata persentase penutupan bentik di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ............................................................................................... 14 Gambar 8. Persentase penutupan bentik pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................................................................. 15 Gambar 9. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi................................................................................ 23 Gambar 10. Kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................................. 25 Gambar 11. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi......................................................................... 26 Gambar 12. Kelimpahan rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ........................................... 27 xi Gambar 13. Kelimpahan rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan) dan ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................... 28 Gambar 14. Kelimpahan 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ......... 29 Gambar 15. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi................................................................................ 30 Gambar 16. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ........................................... 31 Gambar 17. Biomassa rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan) dan ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................... 32 Gambar 18. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi................................................................................ 34 Gambar 19. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan per lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................................. 35 Gambar 20. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional per lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ......... 36 xii Daftar Tabel Tabel 1. Informasi Karakteristik Lokasi ............................................................ 5 Tabel 2. Jumlah lokasi berdasarkan karakteristik terumbu ............................ 11 Tabel 3. Jumlah lokasi pengamatan sesuai kategori kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan karang keras sesuai KepMen LH No. 04 Tahun 2001 ........................................................................................................ 14 Tabel 4. Jumlah lokasi kemunculan COTs di lokasi pengamatan .................. 17 Daftar Lampiran Lampiran 1. Kategori bentik yang digunakan dalam survei ............................ 41 Lampiran 2. Lembar pencatatan data bentik .................................................. 42 Lampiran 3. Lembar pencatatan data ikan target pengamatan ...................... 43 Lampiran 4. Lembar pencatatan data karakteristik lokasi .............................. 44 Lampiran 5. Metadata tabulasi karakteristik lokasi......................................... 45 xiii 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sejak 2014, WWF-Indonesia menerapkan pendekatan eco-regional dalam pengelolaan 3 bentang laut prioritas, salah satunya yaitu Bentang Laut Sunda Banda/Sunda Banda Seascape (SBS). SBS yang terletak di Kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle) yang merupakan hotspot keanekaragaman hayati di dunia, dibagi menjadi 3 sub-seascape. Salah satunya adalah Southern-Eastern Sulawesi Sub-seascape (SESS). Kawasan SESS memiliki luas perairan lebih dari 14 juta hektar dan terbentang mulai dari bagian Tenggara hingga Timur Pulau Sulawesi (Mustofa, et al., 2016). SESS memiliki topografi dan kondisi oseanografi yang sesuai untuk mendukung keberagaman biota dan habitat-habitat penting. Namun, kawasan ini juga mendapat ancaman dari kegiatan pemanfataan yang destruktif, dampak pemanasan global, dan peningkatan keasaman laut (Burke, et al., 2012). Saat ini, SESS memiliki total 17 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang tersebar di 3 provinsi dimana 12 diantaranya terletak di Sulawesi Tenggara. Sebagian besar wilayah Sulawesi Tenggara merupakan perairan, yaitu seluas 110.000 km2 atau 74%. Pada tahun 2015, pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mulai menginisiasi jejaring KKP. Jejaring KKP ini didesain untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem dan spesies penting serta daya lenting kawasan dengan membagi beban dan resiko. Untuk memastikan optimalisasi jejaring KKP, kajian biofisik dibutuhkan untuk melihat keterkaitan antar KKP. Hasil kajian yang sudah dilakukan merekomendasikan dibentuknya 3 (tiga) cluster jejaring KKP di Provinsi Sulawesi Tenggara. Salah satu cluster tersebut terletak di sebelah Timur yang terdiri dari dua kawasan konservasi yaitu Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan Taman Wisata Alam (TWA) Teluk Lasolo dan satu pulau besar yaitu Pulau Wawonii. Area ini menjadi fokus Ekspedisi Sulawesi Tenggara kali ini dalam menilai status dan 1 tren ekosistem terumbu karang antar waktu karena memiliki kawasan konservasi yang relatif baru dicadangkan/ditetapkan. Hal ini memudahkan pemantauan berkala untuk menghasilkan rekomendasi pengelolaan dalam mendukung pemanfaatan sumber daya laut yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. 1.2. Tujuan Pemantauan Survei ekologi terumbu karang di wilayah Sulawesi Tenggara ini bertujuan untuk menilai status kesehatan ekosistem terumbu karang. 2. METODE 2.1. Lokasi Pengamatan Pengambilan data dilakukan di total 39 (tiga puluh sembilan) titik, yaitu 10 titik di dalam TWA Teluk Lasolo, 6 titik di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), dan 23 titik di luar kedua kawasan konservasi (luar kawasan konservasi) (Gambar 1). Analisa dilakukan untuk 38 titik karena data dari titik STR24 dikumpulkan pada kedalaman 5 meter, sehingga tidak digunakan dalam Analisa. Lokasi pengamatan dipilih menggunakan metode acak bertingkat (stratified random sampling) berdasarkan representasi di dalam kawasan konservasi, kesamaan pada lokasi luar kawasan konservasi di luar KKP, dan tipe habitat. Lokasi pengamatan dibuat menyebar di seluruh kawasan untuk keterwakilan geografis. TWA Teluk Lasolo merupakan kawasan terluas diantara dua kawasan lainnya dan sudah resmi ditetapkan melalui SK Kep. Menhut No. 451/Kpts-II/1999 seluas 81.800 ha. TWA Teluk Lasolo secara administrasi terletak Kabupaten Konawe, yang terdiri dari 2 (dua) pulau besar yaitu Pulau Bahubulu dan Pulau Labengke. Dari hasil analisis Marxan dan konektivitas larva, Teluk Lasolo memiliki nilai konservasi tinggi (Mustofa, et al., 2016). Potensi dengan adanya penutupan terumbu karang adalah adanya berbagai jenis ikan, moluska, 2 beberapa jenis burung laut, penyu sisik dan penyu hijau (Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara, 2013). KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) telah dicadangkan melalui SK Gubernur No.98 Tahun 2016 seluas 21.786,14 ha. Kawasan ini mencakup 3 (tiga) kabupaten/kota, yaitu Kota Kendari, Kabupaten Konawe, dan Kab. Konawe Selatan. Pulau Wawonii merupakan lokasi yang potensial untuk dibentuk KKP. Pulau Wawonii secara administrasi terletak Kabupaten Konawe Kepulauan (Wawonii) denga luas wilayah sekitar ±1.513,98km 2 yang terdiri dari daratan ±867,58km2, perairan (laut) ± 646,40 km2 dan garis pantai 178 km2 (Fickhar, 2014). Atas dasar kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan dan kelautan serta sektor pariwisata (terutama wisata bahari) menjadi sektor andalan dan potensi bagi daerah ini. Pemilihan ketiga lokasi ini berdasarkan lokasinya yang berdekatan dan merupakan kelompok jejaring KKP di SESS (Southern-Eastern Sulawesi Subseascape) sesuai dengan analisa 3K (Keterulangan, Keterwakilan, Keterkaitan Jarak), Marxan, dan konektivitas larva (Mustofa, et al., 2016). Gambar 1. Peta rute dan pengambilan data Ekspedisi Sulawesi Tenggara 3 2.2. Waktu Pelaksanaan Rangkaian kegiatan Ekspedisi Sulawesi Tenggara dilakukan pada tanggal 14 hingga 25 Oktober 2016. 2.3. Tim Pengamat Tim pengamat terdiri dari 17 orang dengan tugas sebagai berikut: 1) Kapten kapal/boat driver: speed boat dan rubber boat Bertanggung jawab dalam membawa kapal menuju lokasi pengambilan data (berdasarkan koordinat lokasi), bertanggung jawab pada keselamatan penumpang selama ekspedisi, berkoordinasi dengan ketua tim dalam mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan rute perjalanan (jika kondisi/cuaca di laut tidak memungkinkan untuk dilalui). 2) Peneliti Ikan Besar dan Kecil Peneliti ikan atas nama Putu Suastana, Jibril Firman, Kartika Sumolang, Evi Nurul Ihsan, dan Erlangga Diga. Peneliti melakukan survei sesuai tugas pokok; melakukan pengamatan ikan besar atau kecil. 3) Peneliti Bentik Peneliti bentik atas nama Taufik Abdillah, Yusran Rahman, dan Rahmadani. Peneliti melakukan survei dengan tugas pokok melakukan pengamatan bentuk pertumbuhan substrat bentik. 4) Pembentang dan penggulung transek (Roll Master) Penyelam pembentang dan penggulung transek atas nama Adhi Andriyamsyah, Muhammad Rais, Anung Wijaya, dan Risfandi. Peneliti bertugas untuk membentangkan 5 transek dengan panjang masing-masing 50 meter. Peneliti perlu memperhatikan posisi 3 transek pertama agar memudahkan pengambilan data oleh peneliti bentik. 4 5) Pencatat data karakteristik lokasi Pencatat data karakteristik lokasi dilakukan oleh Muhammad Rais dan Mahmudin. Peneliti bertugas untuk mencatat informasi karakteristik lokasi dari masing-masing lokasi pengambilan data dan disepakati oleh tim. 2.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam Ekspedisi Sulawesi Tenggara ini mengacu pada Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang WWF-Indonesia (Amkieltiela & Wijonarno, 2015) yang dikembangkan dari Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan (Ahmadia, et al., 2013). 2.4.1. Karakteristik Lokasi Data karakteristik lokasi yang dicatat antara lain tipe dan letak terumbu, kelerengan terumbu, keterpaparan terumbu, serta informasi pemanfaatan lokasi. Lembar data dan tabulasi data karakteristik lokasi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Tabel 1. Informasi Karakteristik Lokasi Karakteristik terumbu Jenis Kelerangan terumbu Terumbu tepi (fringing), gosong terumbu (patch), gosong pasir (sandbar) Landai (slope), tebing (wall), datar (flat) Sudut kelerengan Dalam derajat Tipe terumbu Keterpaparan terumbu Terlindung (sheltered), semi-terpapar (semi-exposed), terpapar (exposed) Terumbu belakang (back reef), puncak (reef crest), Zona terumbu terumbu depan (fore reef) Informasi Tipe perikanan; kehadiran, ukuran dan jenis kapal; jenis alat tangkap yang dijumpai, kehadiran/indikasi pemanfaatan penyebab kerusakan (bom, bleaching, COTs, dll) 2.4.2. Pengumpulan Data Komunitas Bentik Pengambilan data komunitas bentik menggunakan Point Intercept Transect (PIT) (Amkieltiela & Wijonarno, 2015). Metode ini digunakan untuk mengetahui 5 persentase penutupan karang dan komposisi substrat dasar. PIT dilakukan menggunakan transek yang dibentangkan sejajar garis pantai pada kedalaman 10 m. Pengamat bentik berenang di sepanjang transek 50 m x 3 dan mencatat kategori bentik yang berada tepat dibawah pita transek yaitu setiap interval 0.5 m sepanjang transek, dimulai dari titik 0.5 m dan berakhir pada 50 m. Survei lengkap akan menghasilkan 300 titik yang berasal dari 100 titik per transek x 3 transek (Gambar 2). Jika transek tidak terbentang tepat di atas area terumbu, dipilih lereng terumbu pada kedalaman yang sama dan bersebelahan dengan pita. Kategori bentik dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan lembar data bentik dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 2. Metode pengamatan bentik Point Intersecept Transect (PIT) 2.4.3. Pengumpulan Data Komunitas Ikan Target Pengamatan Pengumpulan data ikan target pengamatan dilakukan dengan metode sensus visual bawah air. Sensus visual ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis, jumlah, dan mengestimasi ukuran ikan spesies-spesies target pada lokasi pengamatan di kedalaman 10 m (Gambar 3). Ikan target pengamatan dikelompokkan menjadi dua kategori ukuran, yaitu ikan kecil (Total Length/TL 10-35 cm) dan ikan besar (TL > 35 cm) (Amkieltiela & Wijonarno, 2015). Lembar data pengumpulan ikan target pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 3. 6 Pengumpulan data dilakukan sebagi berikut: 1. Untuk pengamatan ukuran ikan kecil (10-35 cm), pengamat berenang 12 m diatas dasaran di sepanjang transek 50m x 5, dengan lebar pengamatan transek 5 m (2,5 m ke kanan dan 2,5 m ke kiri). Ikan yang berada di luar batas tidak dihitung. 2. Untuk pengamatan ukuran ikan besar (>35 cm), pengamat berenang 3 meter di atas dasaran dengan lebar pengamatan transek 20 m (10 m ke kanan dan 10 m ke kiri) di sepanjang transek 50m x 5. 3. Pada saat kedua pengamat ikan telah mencapai bagian akhir dari meteran transek 5 x 50 m, kedua pengamat akan melanjutkan dalam arah yang sama dengan melakukan renang jauh (long swim) untuk pengamatan ikan terumbu besar. Metode long swim dilakukan dengan cara berenang selama 15 menit pada kecepatan standar (±20 m per menit) secara paralel dengan tubir terumbu (reef crest) pada kedalaman 3-5 m sehingga memungkinkan untuk memantau secara serempak di mana jenis ikan besar (ukuran > 35 cm) sering muncul dan memiliki mobilitas tinggi (Gambar 4). Dalam hal ini, pengamat ikan kecil berperan sebagai buddy. Gambar 3. Pengumpulan data ikan menggunakan metode UVC untuk ikan kecil (10-35 cm) dan ikan besar (>35 cm) 7 Gambar 4. Pengumpulan data ikan menggunakan metode long-swim untuk ikan besar (>35 cm) (Perhatikan lingkaran hijau) Daftar Spesies Ikan target pengamatan Jenis ikan target pengamatan yang diamati dalam survei meliputi ikan karnivora yang pada umumnya merupakan spesies kunci dalam perikanan dan ikan herbivora yang berperan penting dalam kelentingan ekosistem terumbu karang. Ikan target pengamatan meliputi: 1. Ikan herbivora: famili Acanthuridae (Ikan butana/kuli pasir/tabasan), Scarini (Ikan Kakatua), Siganidae (Ikan Baronang), Labridae khusus dari genus Cheilinus atau ikan Napoelon. 2. Ikan karnivora: famili Seranidae (Kerapu), Lutjanidae (Kakap), Lethrinidae (Lencam), Carangidae (Kuwe, Selar, Kembung, Sulir), Scombridae (Tenggiri, Tuna Gigi Anjing/Dog tooth tuna), Caesionidae (Ikan Ekor Kuning), Haemulidae (Ikan gerot-gerot), Nemipteridae (Ikan Kurisi), Sphyraenidae (Barakuda), Carcharhinidae (Hiu abu-abu, sirip putih dan sirip hitam), Sphyrnidae (Hiu kepala martil), Dasyatidae (Pari). 2.5. Analisa Data Data yang dikumpulkan dianalisa dengan membagi lokasi pengamatan menjadi TWA Teluk Lasolo, KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), dan luar kawasan (lokasi luar kawasan konservasi), yang meliputi analisa terhadap: • Karakteristik lokasi • Persentase penutupan bentik • Kelimpahan ikan target pengamatan 8 • Biomassa ikan target pengamatan 2.5.1. Penutupan karang Persentase penutupan karang dan kategori bentik lainnya dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kategori bentik dikelompokkan menjadi: • karang keras, • karang lunak, • alga, • substrat tersedia untuk penempelan/rekrutmen karang baru, • patahan karang • kategori lainnya. • karang memutih. Ditambahkan untuk merekam adanya pemutihan karang di lokasi pengamatan. 2.5.2. Kelimpahan dan biomassa ikan target pengamatan Analisa kelimpahan dan biomasssa ikan target pengamatan dilakukan dengan per lokasi serta dibedakan antara ikan herbivora dan ikan karnivora. Dalam analisa, data renang jauh (long swim) tidak dimasukkan dalam analisa karena tidak dilakukan trekking GPS. Kelimpahan ikan target pengamatan dihitung berdasarkan jumlah ikan yang ditemukan pada lokasi pengamatan dalam tiap satuan luas transek pengamatan. Xi= ni/A, dimana Xi= Kelimpahan ikan karang i (individu/Ha) Ni= jumlah total ikan karang pada pemantauan i A= Luas transek pengamatan Biomassa ikan target pengamatan dihasilkan dari perhitungan hubungan panjang-berat, berdasarkan nilai indeks a dan b untuk tiap jenis ikan, dan 9 panjang total ikan. Perhitungan berat dilakukan menggunakan rumus: W = a.Lb dimana, W = berat ikan (kg) L = panjang total (cm) a dan b = nilai konstanta setiap jenis/spesies ikan Nilai berat (W) kemudian dikonversi ke dalam biomassa (kg/ha) berdasarkan luasan dengan rumus berikut: W : berat (kg) A : luas transek pengamatan (m2) Selain analisa secara total, dilakukan analisa khusus untuk 6 famili, yaitu ikan ekonomis penting yaitu: famili Seranidae (Kerapu), Lutjanidae (Kakap), Haemulidae (Ikan gerot-gerot), dan ikan fungsional yaitu Acanthuridae (Ikan butana/kuli pasir/tabasan), Scarini (Ikan Kakatua), Siganidae (Ikan Baronang). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Lokasi Dari 38 lokasi pengamatan, 90% berupa karang tepi, 79% memiliki kelerangan terumbu landai (slope) dengan rata-rata kemiringan 53°, 64% berupa terumbu yang terpapar (exposed), dan 55% berada di terumbu depan (forereef) (Tabel 2). 10 Tabel 2. Jumlah lokasi berdasarkan karakteristik terumbu Jumlah lokasi Karakteristik Tipe terumbu pengamatan Presentase Terumbu Tepi (fringing) 35 92% Gosong terumbu 2 5% (patch) 1 3% Gosong pasir (sandbar) Kelerangan Landai (slope): 5-45° 31 82% terumbu Tebing (wall) 2 5% Datar (flat): >5° 5 13% Keterpaparan Semi-terpapar 14 37% terumbu Terpapar 24 63% Zona Terumbu Terumbu belakang 1 3% Terumbu puncak 16 42% Terumbu depan 21 55% Berdasarkan karakteristik terumbu, KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) lokasi pengamatan 100% berupa karang tepi dan tipe kelerangan datar, 70% berupa terumbu yang terpapar dan sisanya semi-terpapar, serta arus yang cenderung berarus lemah (50%) sisanya cenderung sedang dan tidak berarus. (Gambar 5). Lokasi pengamatan di TWA Teluk Lasolo lebih dari 80% berupa karang tepi serta sisanya gosong pasir, sekitar 80% terumbu kelerangan landai (slope) sisanya berupa tebing, dan 70% berupa terumbu terpapar sisanya cenderung semi-terpapar. Lokasi luar kawasan konservasi cenderung berupa karang tepi (90%) dengan kelerengan landai dan terpapar (>70%). 11 a Karang Tepi gosong terumbu b gosong pasir 100% 100% 80% 80% 60% 60% 40% 40% 20% 20% landai tebing 0% 0% KKPD Prov TWA Teluk SULTRA Lasolo c datar Terpapar Semi-Terpapar KKPD Prov TWA Teluk Kontrol SULTRA Lasolo Kontrol Terlindung 100% 80% 60% 40% 20% 0% KKPD Prov TWA Teluk SULTRA Lasolo Kontrol Gambar 5. Karakteristik terumbu pada lokasi pengamatan di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) (N=6), TWA Teluk Lasolo (N=10), dan luar kawasan konservasi (N=22) berdasarkan: a. tipe terumbu; b. zona terumbu; dan c. keterpaparan terumbu Bekas kerusakan akibat penggunaan bom juga ditemukan di beberapa lokasi, termasuk juga pengamat mendengar ledakan/penggunaan bom hingga 9 kali selama survei. Penggunaan bom dapat mengakibatkan kerusakan fisik terumbu secara masif, dimana penutupan patahan karang yang ditemukan di hampir semua lokasi pengamatan baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Selain itu, tim pengamat juga menjumpai tanda-tanda fisik terjadinya penggunaan bom di kawasan terumbu karang di minimal 16 lokasi termasuk di masing-masing 3 lokasi di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo. 12 3.2. Penutupan Karang Keras Rerata penutupan karang keras di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masingmasing 49% ± 6.35%; 44% ± 4.84%; dan 36% ± 3.45% (Gambar 6). Gambar 6. Rerata persentase penutupan karang keras di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi Lokasi pengamatan dengan kategori sangat baik ditemukan hanya 1 lokasi yaitu di STR13 di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) sebesar 76%, kategori baik sebanyak 11 lokasi termasuk 5 diantaranya berada di lokasi luar kawasan konservasi, kategori sedang sebanyak 17 lokasi dimana 10 diantaranya ada di lokasi luar kawasan konservasi, dan kategori buruk sebanyak 9 lokasi dimana 7 diantaranya ada di lokasi luar kawasan konservasi (Tabel 3). Secara total, 44% lokasi pengamatan di kawasan konservasi KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo dalam kategori baik hingga sangat baik. Sebaliknya, 77% lokasi pengamatan di lokasi luar kawasan konservasi masuk dalam kategori buruk hingga sedang. 13 Tabel 3. Jumlah lokasi pengamatan sesuai kategori kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan karang keras sesuai KepMen LH No. 04 Tahun 2001 Kategori kondisi KKPD Provinsi TWA Teluk Luar Sulawesi Tenggara Lasolo Kawasan (Teluk Staring) Konservasi Sangat baik (>75%) 1 0 0 Baik (50-75%) 2 4 5 Sedang (25-50%) 3 4 10 Buruk (<25%) 0 2 7 Secara keseluruhan, untuk kategori bentik karang lunak (3-4%), alga (5-8%), patahan karang (13-17%), dan substrat yang tersedia untuk rekrutmen (1214%) cenderung sama antara di dalam kawasan dan luar kawasan konservasi. Namun, kategori “lainnya” dijumpai di luar kawasan konservasi yaitu sebesar 26%, TWA Teluk Lasolo sebesar 19%, dan KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) sebesar 13% (Gambar 7). Gambar 7. Rerata persentase penutupan bentik di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 14 Gambar 8. Persentase penutupan bentik pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 15 Hasil analisa per lokasi pengamatan menunjukkan penutupan karang lunak tertinggi ditemukan di STR20 di lokasi luar kawasan konservasi sebesar 26%. Substrat tersedia di atas 20% ditemukan di 7 lokasi yang tersebar di ketiga kawasan. Substrat “lainnya” ditemukan mendominasi pada 1 dari 5 lokasi pengamatan di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) yaitu sebesar 43%, pada 2 dari 10 lokasi pengamatan di TWA Teluk Lasolo masingmasing sebesar 37% dan 48%, dan di 6 dari 22 lokasi pengamatan lokasi luar kawasan konservasi dengan penutupan antara 34-56% (Gambar 8). Untuk penutupan bentik yang berpotensi mengancam kondisi terumbu karang, penutupan alga di atas 10% ditemukan di 5 lokasi yang tersebar di di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi, dimana penutupan alga tertinggi yaitu sebesar 23% ditemukan di STR18 di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring). Patahan karang di atas 10% ditemukan di 3 dari 6 lokasi pengamatan di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), di 8 dari 10 lokasi pengamatan di TWA Teluk Lasolo, dan di 15 dari 22 lokasi pengamatan lokasi luar kawasan konservasi. Pemutihan karang masih dijumpai di 3 lokasi pengamatan yaitu di STR15 di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dengan penutupan sebesar 1%, STR33 di TWA Teluk Lasolo dengan penutupan sebesar 1%, dan di STR41 lokasi di luar kawasan konservasi dengan penutupan sebesar 3%. Pada fase bulan panas (April-Juli) 2016, Derajat Pemanasan Mingguan (DHW) perairan Sulawesi Tenggara tercatat mencapai 2 DHW yang berdasarkan bleaching warning atau peringatan pemutihan, yang artinya mengalami pemanasan 2°C selama 1 minggu. Hal ini umumnya belum mampu mengakibatkan terjadinya pemutihan karang massal yang biasa terjadi mulai dari 4 DHW (NOAA Coral Reef Watch, 2013). Namun, dengan prediksi kejadian pemutihan karang di tahun-tahun kedepan yang menunjukkan potensi peningkatan intensitas dan frekuensi kejadian, perlu dipertimbangkan langkahlangkah tanggap terhadap pemutihan karang. Pertama, untuk menyusun langkah yang comprehensive perlu dilakukan perekaman yang menyeluruh mengenai pola kejadian pemutihan karang di lokasi. Sehingga diperlukan pengumpulan data terumbu karang pada bulan-bulan panas, dan respon 16 terumbu setelah terjadinya pemutihan karang. Informasi ini dapat dianalisa untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang mampu bertahan, toleran, mampu pulih, bahkan mampu beradaptasi terhadap anomali suhu. Pengamat juga menemukan bintang laut mahkota berduri (crown-ofthorns starfish) yang merupakan predator karang. Meskipun ditemukan berada di luar transek, bintang berduri ditemukan di 23 dari 38 lokasi pengamatan, baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah lokasi kemunculan COTs di lokasi pengamatan Lokasi Pengamatan Tidak ditemukan KKPD Prov Sulawesi Ditemukan 2 4 3 7 10 12 Tenggara (Teluk Staring) TWA Teluk Lasolo Luar Kawasan Konservasi Sebagai catatan, bintang laut mahkota berduri menyebabkan penurunan sebesar 42% penutupan karang selama periode 1985-2012 di Great Barrier Reef Australia (De'ath, et al., 2012). Kualitas air yang buruk, misalnya akibat masukan nutrien (run-off) dari darat, terbukti memicu frekuensi ledakan populasi COTs, dimana larva COTs cenderung memiliki tingkat kelulushidupan yang lebih tinggi pada perairan dengan kandungan nutrien yang tinggi (Fabricius, et al., 2010). Sebagai catatan, 7 lokasi pengamatan (STR23-28, dan STR39) berada di sekitar lokasi penambangan nikel, yang berpotensi meningkatkan run-off, baik melalui aktifitas pembukaan lahan, pengupasan tanah, pemboran/penggalian, pembersihan galian, hingga stockpiling (Vale, 2016). Studi oleh Ahmad Fasmi (2013) dari P20 LIPI melaporkan bahwa meskipun kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni dalam air laut di perairan Teluk Lasolo relatif masih baik untuk kehidupan biota laut dan belum tercemar, namun kadar Ni ditemukan relatif tinggi dalam sedimen dan melebihi batas aman untuk biota laut. Bahkan, kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni dalam air laut dan sedimen di Teluk Lasolo relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Teluk Kendari. 17 3.3. Kelimpahan Ikan target pengamatan KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) memiliki rerata kelimpahan ikan target pengamatan sebesar 5670 ± 2294 individu/ha, TWA Teluk Lasolo sebesar 3544 ± 956 individu/ha, dan lokasi luar kawasan konservasi sebesar 2332 ± 543 individu/ha (Gambar 9). Kelimpahan seluruh ikan target pengamatan ini merupakan rerata total dari 16 (enam belas) famili ikan target pengamatan yang terdata. Seluruh ikan target pengamatan terdiri dari jenis ikan herbivora, yaitu famili Acanthuridae, Scarini, Siganidae, Labridae (khusus genus Cheilinus atau ikan Napoelon), dan jenis ikan ikan karnivora, yaitu famili Seranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Carangidae, Scombridae, Caesionidae, Haemulidae, Nemipteridae, Sphyraenidae, Carcharhinidae, Sphyrnidae, dan Dasyatidae. Gambar 9. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi Rerata kelimpahan ikan karnivora target di ketiga kawasan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rerata kelimpahan ikan herbivora target. Rerata kelimpahan ikan karnivora di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) sebesar 4773 ± 2350 individu/ha, TWA Teluk Lasolo dengan rerata sebesar 2333 ± 655 individu/ha, dan luar kawasan konservasi sebesar 1711 ± 515 23 individu/ha. Sedangkan untuk rerata kelimpahan ikan herbivora target di ketiga kawasan tersebut berturut-turut adalah 898 ± 294 individu/ha; 1211 ± 456 individu/ha; dan 620 ±106 individu/ha. Empat lokasi dengan rerata kelimpahan ikan target pengamatan (ikan karnivora dan herbivora) tertinggi adalah STR13 (Pulau Hari) di KKPD Prov Sultra, STR32 (Pulau Sisi) TWA Teluk Lasolo, dan 2 (dua) lokasi di Luar Kawasan Konservasi yaitu di STR07 (Wawonii) dan STR 23 (Waworaha) (Gambar 10). Dalam tingkat famili, Scarini dan Acanthuridae merupakan kelompok ikan herbivora dengan kelimpahan tertinggi baik di dalam kawasan konservasi maupun luar kawasan konservasi. Sedangkan untuk kelimpahan tertinggi kelompok karnivora adalah famili Caesionidae, baik di dalam kawasan konservasi maupun luar kawasan konservasi (Gambar 11). 24 Gambar 10. Kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 25 Gambar 11. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 26 Selain seluruh 16 (enam belas) famili ikan target pengamatan, analisa data juga difokuskan kepada 6 (enam) famili. Enam famili tersebut, yaitu Ikan Ekonomis Penting (Serranidae, Haemulidae, dan Lutjanidae) dan Ikan Fungsional (Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae). Rerata kelimpahan 6 famili ikan sebesar 1909 + 250 individu/ha di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring); 1499 + 637 individu/ha di TWA Teluk Lasolo; dan 732 + 115 individu/ha. Rerata kelimpahan Ikan Fungsional lebih tinggi dibandingkan dengan rerata ikan ekonomis penting di ketiga kawasan (Gambar 12). Gambar 12. Kelimpahan rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi Famili Acanthuridae dan Hamulidae merupakan memiliki rerata kelimpahan yang berbeda signifikan di ketiga kawasan, yaitu KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi (Gambar 13). 27 Gambar 13. Kelimpahan rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan) dan ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 28 Gambar 14. Kelimpahan 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 29 3.4. Biomassa Ikan target pengamatan Rerata Biomassa ikan target pengamatan di KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) sebesar 387 ± 96 kg/ha; TWA Teluk Lasolo sebesar 457 ± 146 kg/ha; dan di luar kawasan konservasi sebesar 266 ± 51 kg/ha (Gambar 15). Biomassa seluruh ikan target pengamatan ini merupakan rerata total dari 16 (enam belas) famili ikan target pengamatan yang terdata. Seluruh ikan target terdiri dari jenis ikan herbivora, yaitu famili Acanthuridae, Scarini, Siganidae, Labridae (khusus genus Cheilinus atau ikan Napoelon), dan jenis ikan karnivora, yaitu famili Seranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Carangidae, Scombridae, Caesionidae, Haemulidae, Nemipteridae, Sphyraenidae, Carcharhinidae, Sphyrnidae, dan Dasyatidae. Gambar 15. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi Tidak ada perbedaan yang signifkan pada rerata biomassa ikan herbivora dan ikan karnivora di ketiga kawasan. Rerata biomassa ikan herbivora di KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masing-masing sebesar 174± 51 kg/ha, 280 ± 124 kg/ha, dan 137 ± 36 kg/ha. Rerata biomassa ikan karnivora di KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan lokasi luar kawasan konservasi masing-masing sebesar 212 ± 90 kg/ha, 177 ± 47 kg/ha, dan 129 ± 28 kg/ha. 30 Scarini merupakan kelompok ikan herbivora dengan biomassa tertinggi di ketiga kawasan, diikuti oleh Acanthuridae. Biomassa tertinggi ikan karnivora adalah famili Caesionidae, di ketiga kawasan, diikuti oleh Lutjanidae (Gambar 18). Gambar 16. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi Hasil analisa 6 famili ikan karang menunjukkan bahwa rerata biomassa ikan karang di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masing-masing sebesar 204 + 48 kg/ha; 326 + 133 kg/ha; dan 177 + 38 kg/ha. Rerata biomassa Ikan Fungsional lebih tinggi dibandingkan rerata biomassa Ikan Ekonomis Penting di ketiga kawasan (Gambar 16). Ikan Fungsional memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan terumbu karang, termasuk dalam memulihkan terumbu karang yang mengalami kerusakan. Tidak hanya itu, studi menunjukkan bahwa perubahan fase dari terumbu yang didominasi karang menjadi terumbu yang didominasi alga cenderung dimulai dengan penurunan kelimpahan ikan fungsional herbivora (Hughes, 1994), dan sebaliknya penurunan penutupan makroalga 31 sangat terkait dengan peningkatan biomassa ikan fungsional herbivora (Mumby, et al., 2006). Gambar 17. Biomassa rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan) dan ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi Famili Scarini memiliki nilai biomassa tertinggi dibandingkan kedua famili ikan fungsional lainnya (Acanthuridae dan Siganidae). Rerata biomassa famili Scarini di TWA Teluk Lasolo (176 + 119 kg/ha); KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) (134 + 48 kg/ha); dan luar kawasan konservasi (70 + 25 kg/ha). Sedangkan biomassa ikan ekonomis penting di dominasi oleh famili 32 Lutjanidae. Rerata biomassa famili Lutjanidae tertinggi ditemukan di luar kawasan konservasi, yaitu 35 + 11 kg/ha. Famili Lutjanidae di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo berturutturut adalah 22 + 11 kg/ha dan 20 + 10 kg/ha (Gambar 17). Tidak ada perbedaan signifikan pada biomassa rerata ikan target pengamatan antar lokasi baik pada 16 famili maupun 6 famili (ikan ekonomis penting dan fungsional). Meskipun lokasi pengamatan STR32 yang terletak di TWA Teluk Lasolo cenderung lebih tinggi dibanding lokasi lainnya, namun cenderung tidak berbeda dengan STR23 yang terletak di luar kawasan konservasi (Gambar 19 dan Gambar 20). Meskipun, struktur populasi ikan berasosiasi dengan kompleksitas habitat serta faktor biologi seperti penutupan karang, intervensi pengelolaan juga terbukti memengaruhi baik kelimpahan maupun biomassa (Friedlander, et al., 2003). Secara khusus, penerapan kawasan konservasi diharapkan mampu mengendalikan pemanfaatan dan meningkatkan, secara umum, populasi dari ikan. 33 Gambar 18. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 34 Gambar 19. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan per lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 35 Gambar 20. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional per lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi 36 4. KESIMPULAN 1. Rerata penutupan karang keras di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masing-masing sebesar 49 ± 6.35%; 44 ± 4.84%; dan 36 ± 3.45%. 2. Penutupan patahan karang di atas 10% ditemukan di 68% dari 38 lokasi pengamatan, termasuk diantaranya di 50% dan 80% lokasi pengamatan di KKPD Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo. 3. Hanya 5 lokasi pengamatan yang memiliki penutupan alga di atas 10%, namun penutupan alga tertinggi (23%) ditemukan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring). 4. Rerata kelimpahan 16 famili di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masingmasing sebesar 5670 + 2294 individu/ha; 3544 + 956 individu/ha; dan 2332 + 543 individu/ha. Rerata kelimpahan ikan herbivora lebih tinggi dibandingkan dengan ikan karnivora di ketiga kawasan. Sedangkan rerata kelimpahan 6 famili di ketiga kawasan berturut-turut adalah 1909 + 250 individu/ha; 1499 + 637 individu/ha; dan 732 + 115 individu/ha. Rerata kelimpahan Ikan Fungsional lebih tinggi dibandingkan dengan rerata ikan ekonomis penting di ketiga kawasan. 5. Rerata biomassa 16 famili ikan karang di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masing-masing sebesar 387 + 96 kg/ha; 457 + 146 kg/ha; dan 266 + 51 kg/ha. Rerata biomassa ikan herbivora lebih tinggi dibandingkan dengan ikan karnivora di ketiga kawasan. Sedangkan rerata biomassa 6 famili ikan karang di ketiga kawasan berturut-turut sebesar 204 + 48 kg/ha; 326 + 133 kg/ha; dan 177 + 38 kg/ha. Rerata biomassa Ikan Fungsional lebih tinggi dibandingkan rerata biomassa Ikan Ekonomis Penting di ketiga kawasan. 6. Persebaran bintang laut mahkota berduri (crown-of-thorns starfish) yang merupakan predator karang, ditemukan di 23 dari 38 lokasi pengamatan. 37 5. REKOMENDASI PENGELOLAAN 1. Perlu diambil langkah untuk menstabilkan substrat khususnya yang memiliki patahan karang cenderung tinggi. Langkah pengelolaan yang dapat dipertimbangkan antara lain: • Pengetatan dan peningkatan pengawasan untuk memastikan tidak adanya penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya, • Memastikan penghentian aktifitas penggunaan bom/peledak dalam pemanfaatan perikanan dengan meningkatkan patroli dan menegakkan peraturan. 2. Perlu dilakukan pengendalian masukan nutrien dari daratan (run-off) dan sedimentasi, karena ada indikasi penutupan alga yang relatif tinggi termasuk di dalam kawasan konservasi. Nutrien yang tinggi di perairan terbukti mendukung ledakan populasi dan kelulushidupan larva bintang laut mahkota berduri, serta mendukung tumbuhnya alga (ganggang laut) yang merupakan pesaing-ruang untuk karang. 3. Dalam jangka pendek, perlu dilakukan pengendalian populasi bintang laut mahkota berduri (crown-of-thorns starfish) khususnya di kawasan konservasi dan kawasan yang memiliki nilai ekonomis penting lainnya (lokasi penyelaman, dll) dengan pengambilan langsung sesuai dengan metode yang ada. 38 6. DAFTAR PUSTAKA Ahmadia, G., Wilson, J. & Green, A., 2013. Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan. 2nd penyunt. Jakarta: Coral Triangle Support Partnership. Amkieltiela & Wijonarno, A., 2015. Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Perairan. 2nd penyunt. Jakarta: WWFIndonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara, 2013. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Tenggara. [Online] Available at: http://www.bksdalatihan.hol.es [Diakses 21 November 2016]. Burke, L., Reytar, K., Spalding, M. & Perry, A., 2012. Reefs at Risk Revisited in the Coral Triangle. s.l.:World Resources Institute. De'ath, G., Fabricius, K. E., Sweatman, H. & Puotinen, M., 2012. The 27-year decline of coral cover on the Great Barrier Reefs and its causes. New York, s.n. English, S., Wilkinson, C. & Baker, V., 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. 2nd penyunt. Townsville: Australian Institute of Marine Science. Fabricius, K. E., Okaji, K. & De'ath, G., 2010. Three lines of evidence to link outbreaks of the crown-of-thorns seastar Acanthaster planci to the release of larval food limitation. Coral Reefs, Volume 29, pp. 593-605. Fasmi, A., 2003. Dampak Aktivitas Perkotaan dan Penambangan Nikel Terhadap Tingkat Kontaminasi Logam Berat dalam Air Laut dan Sedimen. Ilmu Kelautan, 18(2), pp. 71-78. Fickhar, R., 2014. Rhisdhan Blogspot. [Online] Available at: http://rhisdhan.blogspot.co.id/2014/11/vbehaviorurldefaultvmlo.html [Diakses 1 February 2017]. Friedlander, A. M. et al., 2003. Effects of habitat, wave exposure, and marine protected area status on coral reef fish assemblages in the Hawaiian archipelago. Coral Reefs, 22(3), pp. 291-305. 39 Hughes, T. P., 1994. Catastrophes, phase shifts, and large-scales degradation of a Carriben coral reef. Science-AAAS-Weekly Paper, 265(5178), pp. 1547-1551. Mumby, P. J. et al., 2006. Fishing, trophic cascades, and the process of gazing on coral reefs. Science, 311(5757), pp. 98-101. Mustofa, A., Dirga, D., Handayani, C. N. & Estradivari, 2016. Hasil Kajian Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Berdasarkan Keanekaragaman Hayati dan Konektivitas Larva di Southern-Eastern Sulawesi SubSeascape (SESS) dan sekitarnya, Jakarta: WWF-Indonesia. NOAA Coral Reef Watch, 2013. NOAA Coral Reef Watch. [Online] Available at: http://coralreefwatch.noaa.gov/satellite/hdf/index.php [Diakses 5 February 2015]. Vale, 2016. Vale. [Online] Available at: http://www.vale.com/indonesia/bh/business/mining/nickel/nickelindonesia/pages/default.aspx [Diakses 24 November 2016]. 40 LAMPIRAN Lampiran 1. Kategori bentik yang digunakan dalam survei 41 Lampiran 2. Lembar pencatatan data bentik 42 Lampiran 3. Lembar pencatatan data ikan target pengamatan 43 Lampiran 4. Lembar pencatatan data karakteristik lokasi 44 Lampiran 5. Metadata tabulasi karakteristik lokasi SITE ID SITE NAME SITE TYPE COUNTRY MPA ZONE SUBZONE REEFTYPE REEF SLOPE REEF SLOPE ANGLE REEF ZONE REEF EXPOSURE REEF DIRECTION CURRENT LAT LON BLEACHING (%) DAMAGED SUBSTRATE DAMAGED SUBSTRATE COMMENT UTILIZATION FISHERIES TYPE NUM OF BOATS TYPE OF BOAT BOAT SIZE HOW MANY HAVE ENGINES? TYPE OF FISHING GEAR Unique ID number given to the site Name of Site "Site in MPA", "Control" "Indonesia" Name of MPA; if outside of MPA put "other" "Limited Use", "Control", "Core", "Protection", "Traditional Use", "Within MPA" "Tourism", "Open Access", "Core", "Protection", "Traditional Use" "Fringing", "Patch", "Atoll", "Sandbar" "Flat", "Slope", "Wall" Value of reef angle "Crest", "Fore", "Back" "Exposed", "Semi Exposed", "Sheltered" "Left", "Right" "none", "weak", "moderate", "strong" Latitude in degree - minute - second decimal; Ex. 8°13'20.93"S Longitude in degree - minute - second decimal; Ex. 125° 8'12.20"E Give estimate of bleaching percent cover Y/N Type of substrate damage; "dynamite", "cyanide", "anchor", "storm", etc. "traditional" (one man net fishing, traditional line fishing, small trap, etc), "commercial" (small scale), mariculture Number of boats seen Give type of boat; "canoe", "outrigger", etc. <5GT, 5-10GT, 10-20GT, etc. Number of boats with engines visible One word or small phrase describing type of fishing gear 45