Pengamatan Komunitas Bentik dan Ikan Target

advertisement
PENGAMATAN KOMUNITAS BENTIK DAN IKAN TARGET
di Kawasan Konservasi Perairan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan
Taman Wisata Alam Teluk Lasolo
Penulis
Jensi Sartin
Derta Prabuning
Amkieltiela
: Reef Check Indonesia
: Reef Check Indonesia
: WWF-Indonesia
Kontributor
Estradivari, Adhi Andriyamsyah, Anung Wijaya, Putu Suastana, Mahmudin,
Muhammad Rais, Rahmadani, Yusran Rahman, Risfandi, Ira, Taufik Abdillah,
Evi Nurul Ihsan, Kartika Sumolang, Christian Novia Handayani, Ignatia
Dyahapsari, Jibril Firman Sofyan, Erlangga Diga Samuel Sitorus, Jan
Manuputty, Iman Hermawan, Nisa Syahidah, Sugiyanta, Toufik Alansar,
Muhammad Ikhsan, Nuryani Kusumadewi, dan Akbar Bahar.
Untuk informasi lebih lanjut tentang Ekspedisi Sulawesi Tenggara
(#XPDCSULTRA) silahkan kunjungi www.wwf.or.id/xpdcsultra atau hubungi:
Sugiyanta
Amkieltiela
Southern & East Sulawesi Project
Leader
Marine Science &
Management Officer
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Knowledge
©2016 WWF-Indonesia. Perbanyakan dan diseminasi bahan-bahan di dalam
buku ini untuk kegiatan pendidikan maupun tujuan-tujuan non komersial
diperbolehkan tanpa memerlukan izin tertulis dari pemegang hak cipta selama
sumber disebutkan dengan benar. Perbanyakan dari bahan-bahan dari buku
ini untuk dijual atau tujuan komersial lainnya tidak diperbolehkan tanpa izin
tertulis dari pemegang hak cipta.
Foto sampul oleh: Evi Nurul Ihsan/WWF-Indonesia
Desain & Tata Letak oleh: Amkieltiela/WWF-Indonesia
KATA SAMBUTAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
Laut adalah anugerah sang Pencipta, sumber penghidupan umat manusia.
Kepedulian kita akan keberlanjutan sumberdaya laut adalah wujud kesyukuran
kepada Sang Pencipta dan penghargaan pada hakekat kehidupan itu sendiri.
Laut adalah masa kini dan masa depan kita “dalam ruang imajiner tak bertuan”.
Diperlukan kearifan dalam penataan dan pengendalian untuk optimalisasi
pemanfaatan yang berkeadilan agar terhindar dari “tragedy kepemilikan
bersama”.
Laut adalah ruang pengabdian yang luas dengan kompleksitas permasalahan
yang tinggi. Pemanfaatan komoditi perikanan dan jasa kelautan melibatkan
berbagai sektor dan stakeholder dengan kepentingan yang berbeda-beda.
Perumusan kebijakan yang baik membutuhkan pemahaman karakteristik
wilayah dan sosio-kultural budaya masyarakat.
Ketersediaan data dan
informasi menjadi syarat utama yang membutuhkan waktu, tenaga dan
anggaran yang tidak sedikit dalam wilayah kerja yang cukup luas.
Atas
kesadaran itu, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tenggara
membuka ruang komunikasi dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam
melaksanakan program kerja yang menuntut kualitas dan dapat di
implementasikan.
Kegiatan ini adalah salah satu bentuk kemitraan antara Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO),
dalam hal ini Yayasan WWF Indonesia melalui Project WWF-SESS. Kegiatan
ini, dapat memberikan gambaran kondisi ekosistem pesisir dan aktivitas
perikanan baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi. Selanjutnya data
tersebut dapat menjadi acuan dalam penataan kawasan konservasi dan
pembentukan jejaring pengelolaan kawasan konservasi.
Terima kasih kepada Yayasan WWF atas dedikasi dan dukungannya dalam
mendukung program Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi
Tenggara.
Semoga laporan ini dapat memberi arah bagi pembangunan
kelautan dan perikanan khususnya di Sulawesi Tenggara.
ii
Kendari, Februari 2017
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Ir. H. Askabul Kijo, M.Si
iii
KATA SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO
Bismillahirrahmanaarrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kegiatan ekspedisi pada tanggal 14 sampai 25 Oktober 2016 yang
dilaksanakan bersama oleh WWF-Indonesia, Dinas Kelautan dan Perikanan
(DKP) Provinsi Sulawesi Tenggara dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
(FPIK) Universitas Halu Oleo merupakan perwujudan kerjasama antara ketiga
lembaga tersebut yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU)
yang ditandatangani oleh masing-masing pimpinan lembaga tersebut pada
tahun 2015. Kesepakatan bersama tersebut merupakan kepedulian tinggi serta
kekhawatiran terhadap kondisi sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir
dan laut. Seyogyanya sumberdaya pesisir dan laut tersebut memberikan
manfaat besar kepada umat manusia, khususnya kepada mereka yang
memanfaatkan langsung sumberdaya tersebut.
Permasalahan muncul karena pemanfataan sumberdaya tersebut tidak
terkendali dan kerusakan lingkungan yang sangat luas mulai dari darat (upland)
sampai kepada wilayah pesisir dan laut itu sendiri. Sumberdaya tersebut
diyakini dapat menompang ekonomi bangsa ini jika dikelola dengan baik dan
tepat. Peranan dan kontribusinya terlihat sangat jelas pada tahun 1997 – 1998
ketika bangsa Indonesia saat itu mengalami krisis moneter. Berdasarkan hal
tersebut saya meyakini bahwa sumberdaya di wilayah pesisir dan laut dapat
menjadi “the land of tommorow” bagi bangsa ini. Manfaat dan peran
sumberdaya yang terdapat didalamnya seharusnya menjadi “the way of life”
bagi masyarakat Indonesia. Kesadaran ini mengharuskan semua stakeholder
memposisikan sumberdaya ini untuk dikelola dengan baik dan benar agar
terhindar dari bencana sosial, ekonomi dan lingkungan yang biaya
permulihannya sangat mahal seperti ditunjukan oleh beberapa daerah dan
negara lain yang mengalami kerusakan sumberdaya pesisir dan lautnya.
Agar perumusan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut tersebut
tepat dan akurat maka data tentang sumberdaya tersebut harus tersedia.
iv
Kegiatan ekspedisi bersama ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data
biofisik perairan di beberapa wilayah penting di Kabupaten Konawe Utara,
Konawe Kepulauan, Kota kendari dan Konawe Selatan. Kegiatan ekspedisi
tersebut dilaksanakan melalui Project WWF-SESS dari WWF-Indonesia. Tim
ekspedisi yang terlibat terdiri atas dosen FPIK UHO, staf DKP Provinsi
Sulawesi Tenggara, dan LSM. Hasil dari ekspedisi ini dapat memberikan
gambaran umum tentang kondisi biofisik perairan di lokasi yang ditetapkan
sebagai kawasan konservasi atau di luar kawasan konservasi perairan.
Diharapkan semua pihak yang berkepentingan dapat memanfaatkan sumber
informasi dari hasil ekspedisi ini.
Kami menyampaikan terima kasih kepada mitra kerja FPIK UHO, yaitu WWFIndonesia dan DKP Provinsi Sulawesi Tenggara yang secara bersama-sama
saling mendukung menyelenggarakan kegiatan ekspedisi ini.
Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kendari, Februari 2017
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo,
Prof. Ir. La Sara, M.Si., Ph.D.
v
KATA PENGANTAR DIREKTUR CORAL TRIANGLE PROGRAM WWFINDONESIA
WWF-Indonesia merupakan organisasi konservasi yang sudah lama bekerja di
Indonesia dan mulai mengembangkan program kelautan sejak tahun 1993.
Mulai tahun 2014, WWF-Indonesia program kelautan bekerja dengan
menggunakan pendekatan eco-regional yang memprioritaskan 3 bentang laut,
salah satunya adalah Bentang Laut Sunda Banda (Sunda Banda Seascape –
SBS). SBS sendiri terbagi lagi menjadi 3 sub-seascape, salah satunya adalah
Southern-Eastern Sulawesi Sub-seascape (SESS) yang terbentang dari
bagian Tenggara hingga Timur Pulau Sulawesi dengan perairan seluas lebih
dari 14 juta hektar.
Saat ini, SESS memiliki 17 kawasan konservasi baik yang berada dibawah
kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KemenKP) maupun
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 12 kawasan
konservasi terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk mengembangkan
pengelolaan yang efektif, WWF-Indonesia mendukung inisiasi jejaring kawasan
konservasi perairan (KKP) oleh Pemerintah Kabupaten Sulawesi Tenggara.
Jejaring KKP dapat meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem, spesies
penting, komoditas perikanan ekonomis, serta meningkatkan daya lenting
kawasan dengan membagi beban dan resiko konservasi. Dengan begitu,
kesejahteraan masyarakat terutama yang bergantung pada sektor kelautan
dapat terjamin.
Ekspedisi Sulawesi Tenggara (#XPDCSULTRA) merupakan kegiatan yang
diselenggarakan oleh WWF-Indonesia bersama Yayasan Reef Check
Indonesia berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara WWF-Indonesia dengan
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Tenggara dan
Universitas Halu Oleo (UHO). Kegiatan ini melibatkan peneliti dari Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Tenggara, Balai
Taman Nasional Wakatobi, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut
(BPSPL) Makassar, Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), dan Yayasan
Bahari. Ekspedisi ini mengumpulkan data dasar (baseline) kesehatan terumbu
vi
karang di perairan Timur Provinsi Sulawesi Tenggara. Idealnya pengumpulan
data ini dilakukan setiap 2-3 tahun sekali (repetisi) untuk mengukur dampak
pengelolaan
terhadap
kesehatan
terumbu
karang
dan
menghasilkan
rekomendasi pengelolaan yang adaptif.
Terima kasih atas dukungan DKP Provinsi Sulawesi Tenggara dan seluruh tim
peneliti dalam pendukung kesuksesan kegiatan Ekspedisi Sulawesi Tenggara
(#XPDCSUTLRA).
Jakarta, Maret 2017
Direktur Program Coral Triangle
WWF-Indonesia
Wawan Ridwan
vii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk dalam Southern-Eastern Sulawesi Subseascape (SESS). Sebagian besar kawasan ini, yaitu 74 persen (110.000 km2)
merupakan perairan. Hingga saat ini, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 12
kawasan konservasi, baik yang berada dibawah kewenangan Kementerian
Kelautan dan Perikanan maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem dan
spesies penting, maka perlu dibentuk jejaring KKP. Hal ini sudah mulai diinisiasi
oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sejak Tahun 2015. Hasil kajian
Musthofa, et al. (2016) merekomendasikan dibentuknya 3 (tiga) cluster jejaring
KKP, salah satunya adalah jejaring antara Kawasan Konservasi Perairan
Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan Taman Wisata
Alam (TWA) Teluk Lasolo hingga Pulau Wawonii. Area inilah yang menjadi
fokus pengambilan data Ekspedisi Sulawesi Tenggara 2016. Pengambilan data
dilakukan untuk menilai status dan tren ekosistem terumbu karang antar waktu
untuk menghasilkan rekomendasi pengelolaan yang adaptif.
Ekspedisi Sulawesi Tenggara dilakukan pada tanggal 14 hingga 25 Oktober
2016 di 38 titik yang tersebar di dalam maupun di luar kawasan konservasi.
Data yang dikumpulkan mencakup karakteristik lokasi, tutupan bentik (PIT),
serta kelimpahan dan biomassa ikan karang (UVC dan Long Swim). Metode
yang digunakan mengacu pada “Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu
Karang WWF-Indonesia” (Amkieltiela & Wijonarno, 2015) pada kedalaman 10
meter sejajar garis pantai.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase tutupan karang keras di
dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo,
dan luar kawasan konservasi berturut-turut adalah 49 + 6.35%; 44 + 4.84%;
dan 36 + 3.45%. Selain tutupan karang keras, persentasi pecahan karang
menjadi salah satu kategori yang diperhatikan. Pecahan karang merupakan
salah satu indikator adanya praktek perikanan yang merusak yang juga dapat
memperlambat proses pemulihan terumbu karang karena kondisinya yang
tidak stabil sebagai lokasi pelekatan planula karang. Pecahan karang
ditemukan diseluruh kawasan dengan rentang 2.3 – 35.3%. Pecahan karang
viii
diatas 10% ditemukan di 27 lokasi, yaitu 3 lokasi di dalam KKPD Provinsi
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), 8 lokasi di dalam TWA Teluk Lasolo, dan
16 lokasi di luar kawasan konservasi. Oleh karena itu, perlu adanya langkah
untuk menstabilkan substrat khususnya kawasan dengan tutupan pecahan
karang yang cukup tinggi.
Informasi lainnya yang dikumpulkan adalah kelimpahan dan biomassa ikan
karang. Analisa terhadap kelimpahan dan biomassa ikan karang dilakukan
untuk 16 famili dan 6 famili. 16 famili ikan target pengamatan meliputi
Acanthuridae, Scaridae/Scarini, Siganidae, Labridae, Serranidae, Lutjanidae,
Lethrinidae,
Caesionidae,
Haemulidae,
Nemipteridae,
Sphyraenidae,
Carcharhinidae, Sphyrnidae, Dasyatidae, Scombridae, dan Carangidae.
Rerata kelimpahan 16 famili ikan karang di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi berturut-turut
adalah 5670 + 2294 individu/ha; 3544 + 956 individu/ha; dan 3544 + 956
individu/ha. Sedangkan rerata biomassanya adalah 387 + 96 kg/ha; 456 + 146
kg/ha; dan 266 + 51 kg/ha.
6 famili ikan karang yang di analisa terdiri atas Lutjanidae, Serranidae,
Haemulidae, Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae. Rerata kelimpahan 6
famili ikan karang di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA
Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi berturut-turut adalah 1090 + 250
individu/ha; 1499 + 637 individu/ha; dan 732 + 115 individu/ha. Sedangkan
rerata biomassanya adalah 204 + 48 kg/ha; 326 + 133 kg/ha; dan 177 + 38
kg/ha. Hal menarik lainnya adalah tim juga menemukan bintang laut mahkota
berduri (crown-of-thorns starfish) di 23 dari 38 lokasi. Perlu adanya
pengendalian masukan nutrient dari daratan (run-off) dan sedimentasi untuk
menekan ledakan populasi dan kelulushidupan larva bintang laut mahkota
berduri, serta perlu dilakukan pengendalian populasi bintang laut mahkota
berduri.
ix
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
PROVINSI SULAWESI TENGGARA .............................................................. ii
KATA SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN UNIVERSITAS HALU OLEO ..................................................... iv
KATA PENGANTAR DIREKTUR CORAL TRIANGLE PROGRAM WWFINDONESIA .................................................................................................... vi
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................... viii
Daftar Gambar ............................................................................................... xi
Daftar Tabel ................................................................................................. xiii
Daftar Lampiran .......................................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar belakang....................................................................................... 1
1.2. Tujuan Pemantauan .............................................................................. 2
2. METODE...................................................................................................... 2
2.1. Lokasi Pengamatan ............................................................................... 2
2.2. Waktu Pelaksanaan .............................................................................. 4
2.3. Tim Pengamat ....................................................................................... 4
2.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 5
2.4.1. Karakteristik Lokasi ......................................................................... 5
2.4.2. Pengumpulan Data Komunitas Bentik ............................................ 5
2.4.3. Pengumpulan Data Komunitas Ikan Target Pengamatan ............... 6
2.5. Analisa Data .......................................................................................... 8
2.5.1. Penutupan karang........................................................................... 9
2.5.2. Kelimpahan dan biomassa ikan target pengamatan ....................... 9
3. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 10
3.1. Karakteristik Lokasi ............................................................................. 10
3.2. Penutupan Karang Keras .................................................................... 13
3.3. Kelimpahan Ikan target pengamatan ................................................... 23
3.4. Biomassa Ikan target pengamatan ...................................................... 30
4. KESIMPULAN ........................................................................................... 37
5. REKOMENDASI PENGELOLAAN ............................................................ 38
6. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 39
LAMPIRAN .................................................................................................... 41
x
Daftar Gambar
Gambar 1. Peta rute dan pengambilan data Ekspedisi Sulawesi Tenggara .... 3
Gambar 2. Metode pengamatan bentik Point Intersecept Transect (PIT) ........ 6
Gambar 3. Pengumpulan data ikan menggunakan metode UVC untuk ikan kecil
(10-35 cm) dan ikan besar (>35 cm) ......................................................... 7
Gambar 4. Pengumpulan data ikan menggunakan metode long-swim untuk
ikan besar (>35 cm) (Perhatikan lingkaran hijau)...................................... 8
Gambar 5. Karakteristik terumbu pada lokasi pengamatan di dalam KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) (N=6), TWA Teluk Lasolo
(N=10), dan luar kawasan konservasi (N=22) berdasarkan: a. tipe terumbu;
b. zona terumbu; dan c. keterpaparan terumbu ...................................... 12
Gambar 6. Rerata persentase penutupan karang keras di dalam KKPD Prov
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan
konservasi ............................................................................................... 13
Gambar 7. Rerata persentase penutupan bentik di dalam KKPD Prov Sulawesi
Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan
konservasi ............................................................................................... 14
Gambar 8. Persentase penutupan bentik pada setiap lokasi pengamatan di
dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo,
dan luar kawasan konservasi .................................................................. 15
Gambar 9. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD
Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar
kawasan konservasi................................................................................ 23
Gambar 10. Kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan pada setiap lokasi
pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring),
TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................................. 25
Gambar 11. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam
KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan
luar kawasan konservasi......................................................................... 26
Gambar 12. Kelimpahan rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan
fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA
Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ........................................... 27
xi
Gambar 13. Kelimpahan rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan) dan
ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk
Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................... 28
Gambar 14. Kelimpahan 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional
pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ......... 29
Gambar 15. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD
Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar
kawasan konservasi................................................................................ 30
Gambar 16. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan
fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA
Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ........................................... 31
Gambar 17. Biomassa rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan) dan
ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk
Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................... 32
Gambar 18. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD
Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar
kawasan konservasi................................................................................ 34
Gambar 19. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan per lokasi
pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring),
TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi .................................. 35
Gambar 20. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan
fungsional per lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi ......... 36
xii
Daftar Tabel
Tabel 1. Informasi Karakteristik Lokasi ............................................................ 5
Tabel 2. Jumlah lokasi berdasarkan karakteristik terumbu ............................ 11
Tabel 3. Jumlah lokasi pengamatan sesuai kategori kondisi terumbu karang
berdasarkan penutupan karang keras sesuai KepMen LH No. 04 Tahun
2001 ........................................................................................................ 14
Tabel 4. Jumlah lokasi kemunculan COTs di lokasi pengamatan .................. 17
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Kategori bentik yang digunakan dalam survei ............................ 41
Lampiran 2. Lembar pencatatan data bentik .................................................. 42
Lampiran 3. Lembar pencatatan data ikan target pengamatan ...................... 43
Lampiran 4. Lembar pencatatan data karakteristik lokasi .............................. 44
Lampiran 5. Metadata tabulasi karakteristik lokasi......................................... 45
xiii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sejak 2014, WWF-Indonesia menerapkan pendekatan eco-regional dalam
pengelolaan 3 bentang laut prioritas, salah satunya yaitu Bentang Laut Sunda
Banda/Sunda Banda Seascape (SBS). SBS yang terletak di Kawasan Segitiga
Terumbu
Karang
Dunia
(Coral
Triangle)
yang
merupakan
hotspot
keanekaragaman hayati di dunia, dibagi menjadi 3 sub-seascape. Salah
satunya adalah Southern-Eastern Sulawesi Sub-seascape (SESS). Kawasan
SESS memiliki luas perairan lebih dari 14 juta hektar dan terbentang mulai dari
bagian Tenggara hingga Timur Pulau Sulawesi (Mustofa, et al., 2016). SESS
memiliki topografi dan kondisi oseanografi yang sesuai untuk mendukung
keberagaman biota dan habitat-habitat penting. Namun, kawasan ini juga
mendapat ancaman dari kegiatan pemanfataan yang destruktif, dampak
pemanasan global, dan peningkatan keasaman laut (Burke, et al., 2012).
Saat ini, SESS memiliki total 17 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang
tersebar di 3 provinsi dimana 12 diantaranya terletak di Sulawesi Tenggara.
Sebagian besar wilayah Sulawesi Tenggara merupakan perairan, yaitu seluas
110.000 km2 atau 74%. Pada tahun 2015, pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara mulai menginisiasi jejaring KKP. Jejaring KKP ini didesain untuk
meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem dan spesies penting serta
daya lenting kawasan dengan membagi beban dan resiko.
Untuk memastikan optimalisasi jejaring KKP, kajian biofisik dibutuhkan untuk
melihat
keterkaitan antar KKP.
Hasil kajian
yang sudah dilakukan
merekomendasikan dibentuknya 3 (tiga) cluster jejaring KKP di Provinsi
Sulawesi Tenggara. Salah satu cluster tersebut terletak di sebelah Timur yang
terdiri dari dua kawasan konservasi yaitu Kawasan Konservasi Perairan
Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan Taman Wisata
Alam (TWA) Teluk Lasolo dan satu pulau besar yaitu Pulau Wawonii. Area ini
menjadi fokus Ekspedisi Sulawesi Tenggara kali ini dalam menilai status dan
1
tren ekosistem terumbu karang antar waktu karena memiliki kawasan
konservasi yang relatif baru dicadangkan/ditetapkan. Hal ini memudahkan
pemantauan berkala untuk menghasilkan rekomendasi pengelolaan dalam
mendukung pemanfaatan sumber daya laut yang bertanggung jawab dan
berkelanjutan.
1.2. Tujuan Pemantauan
Survei ekologi terumbu karang di wilayah Sulawesi Tenggara ini bertujuan
untuk menilai status kesehatan ekosistem terumbu karang.
2. METODE
2.1. Lokasi Pengamatan
Pengambilan data dilakukan di total 39 (tiga puluh sembilan) titik, yaitu 10 titik
di dalam TWA Teluk Lasolo, 6 titik di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk
Staring), dan 23 titik di luar kedua kawasan konservasi (luar kawasan
konservasi) (Gambar 1). Analisa dilakukan untuk 38 titik karena data dari titik
STR24 dikumpulkan pada kedalaman 5 meter, sehingga tidak digunakan
dalam Analisa. Lokasi pengamatan dipilih menggunakan metode acak
bertingkat (stratified random sampling) berdasarkan representasi di dalam
kawasan konservasi, kesamaan pada lokasi luar kawasan konservasi di luar
KKP, dan tipe habitat. Lokasi pengamatan dibuat menyebar di seluruh kawasan
untuk keterwakilan geografis.
TWA Teluk Lasolo merupakan kawasan terluas diantara dua kawasan lainnya
dan sudah resmi ditetapkan melalui SK Kep. Menhut No. 451/Kpts-II/1999
seluas 81.800 ha. TWA Teluk Lasolo secara administrasi terletak Kabupaten
Konawe, yang terdiri dari 2 (dua) pulau besar yaitu Pulau Bahubulu dan Pulau
Labengke. Dari hasil analisis Marxan dan konektivitas larva, Teluk Lasolo
memiliki nilai konservasi tinggi (Mustofa, et al., 2016). Potensi dengan adanya
penutupan terumbu karang adalah adanya berbagai jenis ikan, moluska,
2
beberapa jenis burung laut, penyu sisik dan penyu hijau (Balai Konservasi
Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara, 2013).
KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) telah dicadangkan melalui
SK Gubernur No.98 Tahun 2016 seluas 21.786,14 ha. Kawasan ini mencakup
3 (tiga) kabupaten/kota, yaitu Kota Kendari, Kabupaten Konawe, dan Kab.
Konawe Selatan. Pulau Wawonii merupakan lokasi yang potensial untuk
dibentuk KKP. Pulau Wawonii secara administrasi terletak Kabupaten Konawe
Kepulauan (Wawonii) denga luas wilayah sekitar ±1.513,98km 2 yang terdiri dari
daratan ±867,58km2, perairan (laut) ± 646,40 km2 dan garis pantai 178 km2
(Fickhar, 2014). Atas dasar kondisi tersebut, maka potensi sektor perikanan
dan kelautan serta sektor pariwisata (terutama wisata bahari) menjadi sektor
andalan dan potensi bagi daerah ini.
Pemilihan ketiga lokasi ini berdasarkan lokasinya yang berdekatan dan
merupakan kelompok jejaring KKP di SESS (Southern-Eastern Sulawesi Subseascape) sesuai dengan analisa 3K (Keterulangan, Keterwakilan, Keterkaitan
Jarak), Marxan, dan konektivitas larva (Mustofa, et al., 2016).
Gambar 1. Peta rute dan pengambilan data Ekspedisi Sulawesi Tenggara
3
2.2. Waktu Pelaksanaan
Rangkaian kegiatan Ekspedisi Sulawesi Tenggara dilakukan pada tanggal 14
hingga 25 Oktober 2016.
2.3. Tim Pengamat
Tim pengamat terdiri dari 17 orang dengan tugas sebagai berikut:
1) Kapten kapal/boat driver: speed boat dan rubber boat
Bertanggung jawab dalam membawa kapal menuju lokasi pengambilan data
(berdasarkan koordinat lokasi), bertanggung jawab pada keselamatan
penumpang selama ekspedisi, berkoordinasi dengan ketua tim dalam
mengambil tindakan yang diperlukan sehubungan dengan rute perjalanan
(jika kondisi/cuaca di laut tidak memungkinkan untuk dilalui).
2) Peneliti Ikan Besar dan Kecil
Peneliti ikan atas nama Putu Suastana, Jibril Firman, Kartika Sumolang, Evi
Nurul Ihsan, dan Erlangga Diga. Peneliti melakukan survei sesuai tugas
pokok; melakukan pengamatan ikan besar atau kecil.
3) Peneliti Bentik
Peneliti bentik atas nama Taufik Abdillah, Yusran Rahman, dan Rahmadani.
Peneliti melakukan survei dengan tugas pokok melakukan pengamatan
bentuk pertumbuhan substrat bentik.
4) Pembentang dan penggulung transek (Roll Master)
Penyelam pembentang dan penggulung transek atas nama
Adhi
Andriyamsyah, Muhammad Rais, Anung Wijaya, dan Risfandi. Peneliti
bertugas untuk membentangkan 5 transek dengan panjang masing-masing
50 meter. Peneliti perlu memperhatikan posisi 3 transek pertama agar
memudahkan pengambilan data oleh peneliti bentik.
4
5) Pencatat data karakteristik lokasi
Pencatat data karakteristik lokasi dilakukan oleh Muhammad Rais dan
Mahmudin. Peneliti bertugas untuk mencatat informasi karakteristik lokasi
dari masing-masing lokasi pengambilan data dan disepakati oleh tim.
2.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam Ekspedisi Sulawesi
Tenggara ini mengacu pada Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu
Karang WWF-Indonesia (Amkieltiela & Wijonarno, 2015) yang dikembangkan
dari Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi
Perairan (Ahmadia, et al., 2013).
2.4.1. Karakteristik Lokasi
Data karakteristik lokasi yang dicatat antara lain tipe dan letak terumbu,
kelerengan terumbu, keterpaparan terumbu, serta informasi pemanfaatan
lokasi. Lembar data dan tabulasi data karakteristik lokasi dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Tabel 1. Informasi Karakteristik Lokasi
Karakteristik terumbu
Jenis
Kelerangan terumbu
Terumbu tepi (fringing), gosong terumbu (patch),
gosong pasir (sandbar)
Landai (slope), tebing (wall), datar (flat)
Sudut kelerengan
Dalam derajat
Tipe terumbu
Keterpaparan terumbu Terlindung (sheltered), semi-terpapar (semi-exposed),
terpapar (exposed)
Terumbu belakang (back reef), puncak (reef crest),
Zona terumbu
terumbu depan (fore reef)
Informasi
Tipe perikanan; kehadiran, ukuran dan jenis kapal;
jenis alat tangkap yang dijumpai, kehadiran/indikasi
pemanfaatan
penyebab kerusakan (bom, bleaching, COTs, dll)
2.4.2. Pengumpulan Data Komunitas Bentik
Pengambilan data komunitas bentik menggunakan Point Intercept Transect
(PIT) (Amkieltiela & Wijonarno, 2015). Metode ini digunakan untuk mengetahui
5
persentase penutupan karang dan komposisi substrat dasar. PIT dilakukan
menggunakan transek yang dibentangkan sejajar garis pantai pada kedalaman
10 m. Pengamat bentik berenang di sepanjang transek 50 m x 3 dan mencatat
kategori bentik yang berada tepat dibawah pita transek yaitu setiap interval 0.5
m sepanjang transek, dimulai dari titik 0.5 m dan berakhir pada 50 m. Survei
lengkap akan menghasilkan 300 titik yang berasal dari 100 titik per transek x 3
transek (Gambar 2). Jika transek tidak terbentang tepat di atas area terumbu,
dipilih lereng terumbu pada kedalaman yang sama dan bersebelahan dengan
pita. Kategori bentik dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan lembar data
bentik dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 2. Metode pengamatan bentik Point Intersecept Transect (PIT)
2.4.3. Pengumpulan Data Komunitas Ikan Target Pengamatan
Pengumpulan data ikan target pengamatan dilakukan dengan metode sensus
visual bawah air. Sensus visual ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis,
jumlah, dan mengestimasi ukuran ikan spesies-spesies target pada lokasi
pengamatan di kedalaman 10 m (Gambar 3). Ikan target pengamatan
dikelompokkan menjadi dua kategori ukuran, yaitu ikan kecil (Total Length/TL
10-35 cm) dan ikan besar (TL > 35 cm) (Amkieltiela & Wijonarno, 2015).
Lembar data pengumpulan ikan target pengamatan dapat dilihat pada
Lampiran 3.
6
Pengumpulan data dilakukan sebagi berikut:
1. Untuk pengamatan ukuran ikan kecil (10-35 cm), pengamat berenang 12 m diatas dasaran di sepanjang transek 50m x 5, dengan lebar
pengamatan transek 5 m (2,5 m ke kanan dan 2,5 m ke kiri). Ikan yang
berada di luar batas tidak dihitung.
2. Untuk pengamatan ukuran ikan besar (>35 cm), pengamat berenang 3
meter di atas dasaran dengan lebar pengamatan transek 20 m (10 m ke
kanan dan 10 m ke kiri) di sepanjang transek 50m x 5.
3. Pada saat kedua pengamat ikan telah mencapai bagian akhir dari
meteran transek 5 x 50 m, kedua pengamat akan melanjutkan dalam
arah yang sama dengan melakukan renang jauh (long swim) untuk
pengamatan ikan terumbu besar. Metode long swim dilakukan dengan
cara berenang selama 15 menit pada kecepatan standar (±20 m per
menit) secara paralel dengan tubir terumbu (reef crest) pada kedalaman
3-5 m sehingga memungkinkan untuk memantau secara serempak di
mana jenis ikan besar (ukuran > 35 cm) sering muncul dan memiliki
mobilitas tinggi (Gambar 4). Dalam hal ini, pengamat ikan kecil berperan
sebagai buddy.
Gambar 3. Pengumpulan data ikan menggunakan metode UVC untuk ikan
kecil (10-35 cm) dan ikan besar (>35 cm)
7
Gambar 4. Pengumpulan data ikan menggunakan metode long-swim untuk
ikan besar (>35 cm) (Perhatikan lingkaran hijau)
Daftar Spesies Ikan target pengamatan
Jenis ikan target pengamatan yang diamati dalam survei meliputi ikan karnivora
yang pada umumnya merupakan spesies kunci dalam perikanan dan ikan
herbivora yang berperan penting dalam kelentingan ekosistem terumbu
karang. Ikan target pengamatan meliputi:
1. Ikan herbivora: famili Acanthuridae (Ikan butana/kuli pasir/tabasan),
Scarini (Ikan Kakatua), Siganidae (Ikan Baronang), Labridae khusus dari
genus Cheilinus atau ikan Napoelon.
2. Ikan karnivora: famili Seranidae (Kerapu), Lutjanidae (Kakap),
Lethrinidae (Lencam), Carangidae (Kuwe, Selar, Kembung, Sulir),
Scombridae (Tenggiri, Tuna Gigi Anjing/Dog tooth tuna), Caesionidae
(Ikan Ekor Kuning), Haemulidae (Ikan gerot-gerot), Nemipteridae (Ikan
Kurisi), Sphyraenidae (Barakuda), Carcharhinidae (Hiu abu-abu, sirip
putih dan sirip hitam), Sphyrnidae (Hiu kepala martil), Dasyatidae (Pari).
2.5. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dianalisa dengan membagi lokasi pengamatan menjadi
TWA Teluk Lasolo, KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), dan luar
kawasan (lokasi luar kawasan konservasi), yang meliputi analisa terhadap:
•
Karakteristik lokasi
•
Persentase penutupan bentik
•
Kelimpahan ikan target pengamatan
8
•
Biomassa ikan target pengamatan
2.5.1. Penutupan karang
Persentase penutupan karang dan kategori bentik lainnya dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Kategori bentik dikelompokkan menjadi:
•
karang keras,
•
karang lunak,
•
alga,
•
substrat tersedia untuk penempelan/rekrutmen karang baru,
•
patahan karang
•
kategori lainnya.
•
karang memutih. Ditambahkan untuk merekam adanya pemutihan
karang di lokasi pengamatan.
2.5.2. Kelimpahan dan biomassa ikan target pengamatan
Analisa kelimpahan dan biomasssa ikan target pengamatan dilakukan dengan
per lokasi serta dibedakan antara ikan herbivora dan ikan karnivora. Dalam
analisa, data renang jauh (long swim) tidak dimasukkan dalam analisa karena
tidak dilakukan trekking GPS. Kelimpahan ikan target pengamatan dihitung
berdasarkan jumlah ikan yang ditemukan pada lokasi pengamatan dalam tiap
satuan luas transek pengamatan.
Xi= ni/A, dimana
Xi= Kelimpahan ikan karang i (individu/Ha)
Ni= jumlah total ikan karang pada pemantauan i
A= Luas transek pengamatan
Biomassa ikan target pengamatan dihasilkan dari perhitungan hubungan
panjang-berat, berdasarkan nilai indeks a dan b untuk tiap jenis ikan, dan
9
panjang total ikan. Perhitungan berat dilakukan menggunakan rumus:
W = a.Lb dimana,
W
= berat ikan (kg)
L
= panjang total (cm)
a dan b
= nilai konstanta setiap jenis/spesies ikan
Nilai berat (W) kemudian dikonversi ke dalam biomassa (kg/ha) berdasarkan
luasan dengan rumus berikut:
W : berat (kg)
A : luas transek pengamatan (m2)
Selain analisa secara total, dilakukan analisa khusus untuk 6 famili, yaitu ikan
ekonomis penting yaitu: famili Seranidae (Kerapu), Lutjanidae (Kakap),
Haemulidae (Ikan gerot-gerot), dan ikan fungsional yaitu Acanthuridae (Ikan
butana/kuli pasir/tabasan), Scarini (Ikan Kakatua), Siganidae (Ikan Baronang).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakteristik Lokasi
Dari 38 lokasi pengamatan, 90% berupa karang tepi, 79% memiliki kelerangan
terumbu landai (slope) dengan rata-rata kemiringan 53°, 64% berupa terumbu
yang terpapar (exposed), dan 55% berada di terumbu depan (forereef) (Tabel
2).
10
Tabel 2. Jumlah lokasi berdasarkan karakteristik terumbu
Jumlah lokasi
Karakteristik
Tipe terumbu
pengamatan
Presentase
Terumbu Tepi (fringing)
35
92%
Gosong terumbu
2
5%
(patch)
1
3%
Gosong pasir (sandbar)
Kelerangan
Landai (slope): 5-45°
31
82%
terumbu
Tebing (wall)
2
5%
Datar (flat): >5°
5
13%
Keterpaparan
Semi-terpapar
14
37%
terumbu
Terpapar
24
63%
Zona Terumbu
Terumbu belakang
1
3%
Terumbu puncak
16
42%
Terumbu depan
21
55%
Berdasarkan karakteristik terumbu, KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk
Staring) lokasi pengamatan 100% berupa karang tepi dan tipe kelerangan
datar, 70% berupa terumbu yang terpapar dan sisanya semi-terpapar, serta
arus yang cenderung berarus lemah (50%) sisanya cenderung sedang dan
tidak berarus. (Gambar 5). Lokasi pengamatan di TWA Teluk Lasolo lebih dari
80% berupa karang tepi serta sisanya gosong pasir, sekitar 80% terumbu
kelerangan landai (slope) sisanya berupa tebing, dan 70% berupa terumbu
terpapar sisanya cenderung semi-terpapar. Lokasi luar kawasan konservasi
cenderung berupa karang tepi (90%) dengan kelerengan landai dan terpapar
(>70%).
11
a
Karang Tepi
gosong terumbu
b
gosong pasir
100%
100%
80%
80%
60%
60%
40%
40%
20%
20%
landai
tebing
0%
0%
KKPD Prov TWA Teluk
SULTRA
Lasolo
c
datar
Terpapar
Semi-Terpapar
KKPD Prov TWA Teluk Kontrol
SULTRA
Lasolo
Kontrol
Terlindung
100%
80%
60%
40%
20%
0%
KKPD Prov TWA Teluk
SULTRA
Lasolo
Kontrol
Gambar 5. Karakteristik terumbu pada lokasi pengamatan di dalam KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) (N=6), TWA Teluk Lasolo (N=10),
dan luar kawasan konservasi (N=22) berdasarkan: a. tipe terumbu; b. zona
terumbu; dan c. keterpaparan terumbu
Bekas kerusakan akibat penggunaan bom juga ditemukan di beberapa lokasi,
termasuk juga pengamat mendengar ledakan/penggunaan bom hingga 9 kali
selama survei. Penggunaan bom dapat mengakibatkan kerusakan fisik
terumbu secara masif, dimana penutupan patahan karang yang ditemukan di
hampir semua lokasi pengamatan baik di dalam maupun di luar kawasan
konservasi. Selain itu, tim pengamat juga menjumpai tanda-tanda fisik
terjadinya penggunaan bom di kawasan terumbu karang di minimal 16 lokasi
termasuk di masing-masing 3 lokasi di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo.
12
3.2. Penutupan Karang Keras
Rerata penutupan karang keras di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masingmasing 49% ± 6.35%; 44% ± 4.84%; dan 36% ± 3.45% (Gambar 6).
Gambar 6. Rerata persentase penutupan karang keras di dalam KKPD Prov
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan
konservasi
Lokasi pengamatan dengan kategori sangat baik ditemukan hanya 1 lokasi
yaitu di STR13 di dalam KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring)
sebesar 76%, kategori baik sebanyak 11 lokasi termasuk 5 diantaranya berada
di lokasi luar kawasan konservasi, kategori sedang sebanyak 17 lokasi dimana
10 diantaranya ada di lokasi luar kawasan konservasi, dan kategori buruk
sebanyak 9 lokasi dimana 7 diantaranya ada di lokasi luar kawasan konservasi
(Tabel 3).
Secara total, 44% lokasi pengamatan di kawasan konservasi KKPD Provinsi
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo dalam kategori baik
hingga sangat baik. Sebaliknya, 77% lokasi pengamatan di lokasi luar kawasan
konservasi masuk dalam kategori buruk hingga sedang.
13
Tabel 3. Jumlah lokasi pengamatan sesuai kategori kondisi terumbu karang
berdasarkan penutupan karang keras sesuai KepMen LH No. 04
Tahun 2001
Kategori kondisi
KKPD Provinsi
TWA Teluk
Luar
Sulawesi Tenggara
Lasolo
Kawasan
(Teluk Staring)
Konservasi
Sangat baik (>75%)
1
0
0
Baik (50-75%)
2
4
5
Sedang (25-50%)
3
4
10
Buruk (<25%)
0
2
7
Secara keseluruhan, untuk kategori bentik karang lunak (3-4%), alga (5-8%),
patahan karang (13-17%), dan substrat yang tersedia untuk rekrutmen (1214%) cenderung sama antara di dalam kawasan dan luar kawasan konservasi.
Namun, kategori “lainnya” dijumpai di luar kawasan konservasi yaitu sebesar
26%, TWA Teluk Lasolo sebesar 19%, dan KKPD Prov Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring) sebesar 13% (Gambar 7).
Gambar 7. Rerata persentase penutupan bentik di dalam KKPD Prov
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan
konservasi
14
Gambar 8. Persentase penutupan bentik pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring),
TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
15
Hasil analisa per lokasi pengamatan menunjukkan penutupan karang lunak
tertinggi ditemukan di STR20 di lokasi luar kawasan konservasi sebesar 26%.
Substrat tersedia di atas 20% ditemukan di 7 lokasi yang tersebar di ketiga
kawasan. Substrat “lainnya” ditemukan mendominasi pada 1 dari 5 lokasi
pengamatan di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) yaitu
sebesar 43%, pada 2 dari 10 lokasi pengamatan di TWA Teluk Lasolo masingmasing sebesar 37% dan 48%, dan di 6 dari 22 lokasi pengamatan lokasi luar
kawasan konservasi dengan penutupan antara 34-56% (Gambar 8).
Untuk penutupan bentik yang berpotensi mengancam kondisi terumbu karang,
penutupan alga di atas 10% ditemukan di 5 lokasi yang tersebar di di dalam
kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi, dimana penutupan
alga tertinggi yaitu sebesar 23% ditemukan di STR18 di dalam KKPD Prov
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring). Patahan karang di atas 10% ditemukan di
3 dari 6 lokasi pengamatan di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk
Staring), di 8 dari 10 lokasi pengamatan di TWA Teluk Lasolo, dan di 15 dari
22 lokasi pengamatan lokasi luar kawasan konservasi. Pemutihan karang
masih dijumpai di 3 lokasi pengamatan yaitu di STR15 di KKPD Provinsi
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dengan penutupan sebesar 1%, STR33 di
TWA Teluk Lasolo dengan penutupan sebesar 1%, dan di STR41 lokasi di luar
kawasan konservasi dengan penutupan sebesar 3%.
Pada fase bulan panas (April-Juli) 2016, Derajat Pemanasan Mingguan (DHW)
perairan Sulawesi Tenggara tercatat mencapai 2 DHW yang berdasarkan
bleaching warning atau peringatan pemutihan, yang artinya mengalami
pemanasan 2°C selama 1 minggu. Hal ini umumnya belum mampu
mengakibatkan terjadinya pemutihan karang massal yang biasa terjadi mulai
dari 4 DHW (NOAA Coral Reef Watch, 2013). Namun, dengan prediksi kejadian
pemutihan karang di tahun-tahun kedepan yang menunjukkan potensi
peningkatan intensitas dan frekuensi kejadian, perlu dipertimbangkan langkahlangkah tanggap terhadap pemutihan karang. Pertama, untuk menyusun
langkah yang comprehensive perlu dilakukan perekaman yang menyeluruh
mengenai pola kejadian pemutihan karang di lokasi. Sehingga diperlukan
pengumpulan data terumbu karang pada bulan-bulan panas, dan respon
16
terumbu setelah terjadinya pemutihan karang. Informasi ini dapat dianalisa
untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang mampu bertahan, toleran, mampu
pulih, bahkan mampu beradaptasi terhadap anomali suhu.
Pengamat juga menemukan bintang laut mahkota berduri (crown-ofthorns starfish) yang merupakan predator karang. Meskipun ditemukan berada
di luar transek, bintang berduri ditemukan di 23 dari 38 lokasi pengamatan, baik
di dalam maupun di luar kawasan konservasi (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah lokasi kemunculan COTs di lokasi pengamatan
Lokasi Pengamatan
Tidak ditemukan
KKPD Prov Sulawesi
Ditemukan
2
4
3
7
10
12
Tenggara (Teluk Staring)
TWA Teluk Lasolo
Luar Kawasan Konservasi
Sebagai catatan, bintang laut mahkota berduri menyebabkan penurunan
sebesar 42% penutupan karang selama periode 1985-2012 di Great Barrier
Reef Australia (De'ath, et al., 2012). Kualitas air yang buruk, misalnya akibat
masukan nutrien (run-off) dari darat, terbukti memicu frekuensi ledakan
populasi COTs, dimana larva COTs cenderung memiliki tingkat kelulushidupan
yang lebih tinggi pada perairan dengan kandungan nutrien yang tinggi
(Fabricius, et al., 2010). Sebagai catatan, 7 lokasi pengamatan (STR23-28, dan
STR39) berada di sekitar lokasi penambangan nikel, yang berpotensi
meningkatkan run-off, baik melalui aktifitas pembukaan lahan, pengupasan
tanah, pemboran/penggalian, pembersihan galian, hingga stockpiling (Vale,
2016). Studi oleh Ahmad Fasmi (2013) dari P20 LIPI melaporkan bahwa
meskipun kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni dalam air laut di perairan
Teluk Lasolo relatif masih baik untuk kehidupan biota laut dan belum tercemar,
namun kadar Ni ditemukan relatif tinggi dalam sedimen dan melebihi batas
aman untuk biota laut. Bahkan, kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni dalam
air laut dan sedimen di Teluk Lasolo relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
Teluk Kendari.
17
3.3. Kelimpahan Ikan target pengamatan
KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) memiliki rerata kelimpahan
ikan target pengamatan sebesar 5670 ± 2294 individu/ha, TWA Teluk Lasolo
sebesar 3544 ± 956 individu/ha, dan lokasi luar kawasan konservasi sebesar
2332 ± 543 individu/ha (Gambar 9). Kelimpahan seluruh ikan target
pengamatan ini merupakan rerata total dari 16 (enam belas) famili ikan target
pengamatan yang terdata. Seluruh ikan target pengamatan terdiri dari jenis
ikan herbivora, yaitu famili Acanthuridae, Scarini, Siganidae, Labridae (khusus
genus Cheilinus atau ikan Napoelon), dan jenis ikan ikan karnivora, yaitu famili
Seranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Carangidae, Scombridae, Caesionidae,
Haemulidae, Nemipteridae, Sphyraenidae, Carcharhinidae, Sphyrnidae, dan
Dasyatidae.
Gambar 9. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam
KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar
kawasan konservasi
Rerata kelimpahan ikan karnivora target di ketiga kawasan cenderung lebih
tinggi dibandingkan dengan rerata kelimpahan ikan herbivora target. Rerata
kelimpahan ikan karnivora di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring)
sebesar 4773 ± 2350 individu/ha, TWA Teluk Lasolo dengan rerata sebesar
2333 ± 655 individu/ha, dan luar kawasan konservasi sebesar 1711 ± 515
23
individu/ha. Sedangkan untuk rerata kelimpahan ikan herbivora target di ketiga
kawasan tersebut berturut-turut adalah 898 ± 294 individu/ha; 1211 ± 456
individu/ha; dan 620 ±106 individu/ha.
Empat lokasi dengan rerata kelimpahan ikan target pengamatan (ikan
karnivora dan herbivora) tertinggi adalah STR13 (Pulau Hari) di KKPD Prov
Sultra, STR32 (Pulau Sisi) TWA Teluk Lasolo, dan 2 (dua) lokasi di Luar
Kawasan Konservasi yaitu di STR07 (Wawonii) dan STR 23 (Waworaha)
(Gambar 10). Dalam tingkat famili, Scarini dan Acanthuridae merupakan
kelompok ikan herbivora dengan kelimpahan tertinggi baik di dalam kawasan
konservasi maupun luar kawasan konservasi. Sedangkan untuk kelimpahan
tertinggi kelompok karnivora adalah famili Caesionidae, baik di dalam kawasan
konservasi maupun luar kawasan konservasi (Gambar 11).
24
Gambar 10. Kelimpahan 16 famili ikan target pengamatan pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
25
Gambar 11. Kelimpahan rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA
Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
26
Selain seluruh 16 (enam belas) famili ikan target pengamatan, analisa data
juga difokuskan kepada 6 (enam) famili. Enam famili tersebut, yaitu Ikan
Ekonomis Penting (Serranidae, Haemulidae, dan Lutjanidae) dan Ikan
Fungsional (Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae). Rerata kelimpahan 6
famili ikan sebesar 1909 + 250 individu/ha di KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara (Teluk Staring); 1499 + 637 individu/ha di TWA Teluk Lasolo; dan
732 + 115 individu/ha. Rerata kelimpahan Ikan Fungsional lebih tinggi
dibandingkan dengan rerata ikan ekonomis penting di ketiga kawasan (Gambar
12).
Gambar 12. Kelimpahan rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan
fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA
Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
Famili Acanthuridae dan Hamulidae merupakan memiliki rerata kelimpahan
yang berbeda signifikan di ketiga kawasan, yaitu KKPD Prov Sulawesi
Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
(Gambar 13).
27
Gambar 13. Kelimpahan rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan)
dan ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk
Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
28
Gambar 14. Kelimpahan 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional pada setiap lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
29
3.4. Biomassa Ikan target pengamatan
Rerata Biomassa ikan target pengamatan di KKPD Prov Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring) sebesar 387 ± 96 kg/ha; TWA Teluk Lasolo sebesar 457 ± 146
kg/ha; dan di luar kawasan konservasi sebesar 266 ± 51 kg/ha (Gambar 15).
Biomassa seluruh ikan target pengamatan ini merupakan rerata total dari 16
(enam belas) famili ikan target pengamatan yang terdata. Seluruh ikan target
terdiri dari jenis ikan herbivora, yaitu famili Acanthuridae, Scarini, Siganidae,
Labridae (khusus genus Cheilinus atau ikan Napoelon), dan jenis ikan
karnivora, yaitu famili Seranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Carangidae,
Scombridae,
Caesionidae,
Haemulidae,
Nemipteridae,
Sphyraenidae,
Carcharhinidae, Sphyrnidae, dan Dasyatidae.
Gambar 15. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam
KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar
kawasan konservasi
Tidak ada perbedaan yang signifkan pada rerata biomassa ikan herbivora dan
ikan karnivora di ketiga kawasan. Rerata biomassa ikan herbivora di KKPD
Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan
konservasi masing-masing sebesar 174± 51 kg/ha, 280 ± 124 kg/ha, dan 137
± 36 kg/ha. Rerata biomassa ikan karnivora di KKPD Prov Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan lokasi luar kawasan konservasi
masing-masing sebesar 212 ± 90 kg/ha, 177 ± 47 kg/ha, dan 129 ± 28 kg/ha.
30
Scarini merupakan kelompok ikan herbivora dengan biomassa tertinggi di
ketiga kawasan, diikuti oleh Acanthuridae. Biomassa tertinggi ikan karnivora
adalah famili Caesionidae, di ketiga kawasan, diikuti oleh Lutjanidae (Gambar
18).
Gambar 16. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan
fungsional di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA
Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
Hasil analisa 6 famili ikan karang menunjukkan bahwa rerata biomassa ikan
karang di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk
Lasolo, dan luar kawasan konservasi masing-masing sebesar 204 + 48 kg/ha;
326 + 133 kg/ha; dan 177 + 38 kg/ha. Rerata biomassa Ikan Fungsional lebih
tinggi dibandingkan rerata biomassa Ikan Ekonomis Penting di ketiga kawasan
(Gambar 16). Ikan Fungsional memegang peranan penting dalam menjaga
kestabilan terumbu karang, termasuk dalam memulihkan terumbu karang yang
mengalami kerusakan. Tidak hanya itu, studi menunjukkan bahwa perubahan
fase dari terumbu yang didominasi karang menjadi terumbu yang didominasi
alga cenderung dimulai dengan penurunan kelimpahan ikan fungsional
herbivora (Hughes, 1994), dan sebaliknya penurunan penutupan makroalga
31
sangat terkait dengan peningkatan biomassa ikan fungsional herbivora
(Mumby, et al., 2006).
Gambar 17. Biomassa rerata setiap famili ikan ekonomis penting (kanan) dan
ikan fungsional (kiri) di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring),
TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
Famili Scarini memiliki nilai biomassa tertinggi dibandingkan kedua famili ikan
fungsional lainnya (Acanthuridae dan Siganidae). Rerata biomassa famili
Scarini di TWA Teluk Lasolo (176 + 119 kg/ha); KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara (Teluk Staring) (134 + 48 kg/ha); dan luar kawasan konservasi (70 +
25 kg/ha). Sedangkan biomassa ikan ekonomis penting di dominasi oleh famili
32
Lutjanidae. Rerata biomassa famili Lutjanidae tertinggi ditemukan di luar
kawasan konservasi, yaitu 35 + 11 kg/ha. Famili Lutjanidae di dalam KKPD
Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo berturutturut adalah 22 + 11 kg/ha dan 20 + 10 kg/ha (Gambar 17).
Tidak ada perbedaan signifikan pada biomassa rerata ikan target pengamatan
antar lokasi baik pada 16 famili maupun 6 famili (ikan ekonomis penting dan
fungsional). Meskipun lokasi pengamatan STR32 yang terletak di TWA Teluk
Lasolo cenderung lebih tinggi dibanding lokasi lainnya, namun cenderung tidak
berbeda dengan STR23 yang terletak di luar kawasan konservasi (Gambar 19
dan Gambar 20).
Meskipun, struktur populasi ikan berasosiasi dengan kompleksitas habitat serta
faktor biologi seperti penutupan karang, intervensi pengelolaan juga terbukti
memengaruhi baik kelimpahan maupun biomassa (Friedlander, et al., 2003).
Secara
khusus,
penerapan
kawasan
konservasi
diharapkan
mampu
mengendalikan pemanfaatan dan meningkatkan, secara umum, populasi dari
ikan.
33
Gambar 18. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA
Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
34
Gambar 19. Biomassa rerata 16 famili ikan target pengamatan per lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov Sulawesi Tenggara
(Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
35
Gambar 20. Biomassa rerata 6 famili ikan ekonomis penting dan ikan fungsional per lokasi pengamatan di dalam KKPD Prov
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi
36
4. KESIMPULAN
1. Rerata penutupan karang keras di dalam KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan
konservasi masing-masing sebesar 49 ± 6.35%; 44 ± 4.84%; dan 36 ±
3.45%.
2. Penutupan patahan karang di atas 10% ditemukan di 68% dari 38 lokasi
pengamatan, termasuk diantaranya di 50% dan 80% lokasi pengamatan
di KKPD Sulawesi Tenggara (Teluk Staring) dan TWA Teluk Lasolo.
3. Hanya 5 lokasi pengamatan yang memiliki penutupan alga di atas 10%,
namun penutupan alga tertinggi (23%) ditemukan di dalam KKPD Prov
Sulawesi Tenggara (Teluk Staring).
4. Rerata kelimpahan 16 famili di KKPD Provinsi Sulawesi Tenggara (Teluk
Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan konservasi masingmasing sebesar 5670 + 2294 individu/ha; 3544 + 956 individu/ha; dan
2332 + 543 individu/ha. Rerata kelimpahan ikan herbivora lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan karnivora di ketiga kawasan. Sedangkan
rerata kelimpahan 6 famili di ketiga kawasan berturut-turut adalah 1909
+ 250 individu/ha; 1499 + 637 individu/ha; dan 732 + 115 individu/ha.
Rerata kelimpahan Ikan Fungsional lebih tinggi dibandingkan dengan
rerata ikan ekonomis penting di ketiga kawasan.
5. Rerata biomassa 16 famili ikan karang di KKPD Provinsi Sulawesi
Tenggara (Teluk Staring), TWA Teluk Lasolo, dan luar kawasan
konservasi masing-masing sebesar 387 + 96 kg/ha; 457 + 146 kg/ha;
dan 266 + 51 kg/ha. Rerata biomassa ikan herbivora lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan karnivora di ketiga kawasan. Sedangkan
rerata biomassa 6 famili ikan karang di ketiga kawasan berturut-turut
sebesar 204 + 48 kg/ha; 326 + 133 kg/ha; dan 177 + 38 kg/ha. Rerata
biomassa Ikan Fungsional lebih tinggi dibandingkan rerata biomassa
Ikan Ekonomis Penting di ketiga kawasan.
6. Persebaran bintang laut mahkota berduri (crown-of-thorns starfish) yang
merupakan predator karang, ditemukan di 23 dari 38 lokasi
pengamatan.
37
5. REKOMENDASI PENGELOLAAN
1. Perlu diambil langkah untuk menstabilkan substrat khususnya yang
memiliki patahan karang cenderung tinggi. Langkah pengelolaan yang
dapat dipertimbangkan antara lain:
•
Pengetatan dan peningkatan pengawasan untuk memastikan
tidak adanya penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi
yang tidak sesuai dengan peruntukannya,
•
Memastikan penghentian aktifitas penggunaan bom/peledak
dalam pemanfaatan perikanan dengan meningkatkan patroli dan
menegakkan peraturan.
2. Perlu dilakukan pengendalian masukan nutrien dari daratan (run-off)
dan sedimentasi, karena ada indikasi penutupan alga yang relatif tinggi
termasuk di dalam kawasan konservasi. Nutrien yang tinggi di perairan
terbukti mendukung ledakan populasi dan kelulushidupan larva bintang
laut mahkota berduri, serta mendukung tumbuhnya alga (ganggang laut)
yang merupakan pesaing-ruang untuk karang.
3. Dalam jangka pendek, perlu dilakukan pengendalian populasi bintang
laut mahkota berduri (crown-of-thorns starfish) khususnya di kawasan
konservasi dan kawasan yang memiliki nilai ekonomis penting lainnya
(lokasi penyelaman, dll) dengan pengambilan langsung sesuai dengan
metode yang ada.
38
6. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadia, G., Wilson, J. & Green, A., 2013. Protokol Pemantauan Terumbu
Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan. 2nd penyunt.
Jakarta: Coral Triangle Support Partnership.
Amkieltiela & Wijonarno, A., 2015. Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu
Karang di Kawasan Konservasi Perairan. 2nd penyunt. Jakarta: WWFIndonesia.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara, 2013. Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Tenggara. [Online]
Available at: http://www.bksdalatihan.hol.es
[Diakses 21 November 2016].
Burke, L., Reytar, K., Spalding, M. & Perry, A., 2012. Reefs at Risk Revisited
in the Coral Triangle. s.l.:World Resources Institute.
De'ath, G., Fabricius, K. E., Sweatman, H. & Puotinen, M., 2012. The 27-year
decline of coral cover on the Great Barrier Reefs and its causes. New
York, s.n.
English, S., Wilkinson, C. & Baker, V., 1997. Survey Manual for Tropical
Marine Resources. 2nd penyunt. Townsville: Australian Institute of Marine
Science.
Fabricius, K. E., Okaji, K. & De'ath, G., 2010. Three lines of evidence to link
outbreaks of the crown-of-thorns seastar Acanthaster planci to the
release of larval food limitation. Coral Reefs, Volume 29, pp. 593-605.
Fasmi, A., 2003. Dampak Aktivitas Perkotaan dan Penambangan Nikel
Terhadap Tingkat Kontaminasi Logam Berat dalam Air Laut dan
Sedimen. Ilmu Kelautan, 18(2), pp. 71-78.
Fickhar, R., 2014. Rhisdhan Blogspot. [Online]
Available at: http://rhisdhan.blogspot.co.id/2014/11/vbehaviorurldefaultvmlo.html
[Diakses 1 February 2017].
Friedlander, A. M. et al., 2003. Effects of habitat, wave exposure, and marine
protected area status on coral reef fish assemblages in the Hawaiian
archipelago. Coral Reefs, 22(3), pp. 291-305.
39
Hughes, T. P., 1994. Catastrophes, phase shifts, and large-scales
degradation of a Carriben coral reef. Science-AAAS-Weekly Paper,
265(5178), pp. 1547-1551.
Mumby, P. J. et al., 2006. Fishing, trophic cascades, and the process of
gazing on coral reefs. Science, 311(5757), pp. 98-101.
Mustofa, A., Dirga, D., Handayani, C. N. & Estradivari, 2016. Hasil Kajian
Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Berdasarkan Keanekaragaman
Hayati dan Konektivitas Larva di Southern-Eastern Sulawesi SubSeascape (SESS) dan sekitarnya, Jakarta: WWF-Indonesia.
NOAA Coral Reef Watch, 2013. NOAA Coral Reef Watch. [Online]
Available at: http://coralreefwatch.noaa.gov/satellite/hdf/index.php
[Diakses 5 February 2015].
Vale, 2016. Vale. [Online]
Available at:
http://www.vale.com/indonesia/bh/business/mining/nickel/nickelindonesia/pages/default.aspx
[Diakses 24 November 2016].
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kategori bentik yang digunakan dalam survei
41
Lampiran 2. Lembar pencatatan data bentik
42
Lampiran 3. Lembar pencatatan data ikan target pengamatan
43
Lampiran 4. Lembar pencatatan data karakteristik lokasi
44
Lampiran 5. Metadata tabulasi karakteristik lokasi
SITE ID
SITE NAME
SITE TYPE
COUNTRY
MPA
ZONE
SUBZONE
REEFTYPE
REEF SLOPE
REEF SLOPE ANGLE
REEF ZONE
REEF EXPOSURE
REEF DIRECTION
CURRENT
LAT
LON
BLEACHING (%)
DAMAGED SUBSTRATE
DAMAGED SUBSTRATE
COMMENT
UTILIZATION
FISHERIES TYPE
NUM OF BOATS
TYPE OF BOAT
BOAT SIZE
HOW MANY HAVE
ENGINES?
TYPE OF FISHING GEAR
Unique ID number given to the site
Name of Site
"Site in MPA", "Control"
"Indonesia"
Name of MPA; if outside of MPA put "other"
"Limited Use", "Control", "Core", "Protection", "Traditional
Use", "Within MPA"
"Tourism", "Open Access", "Core", "Protection",
"Traditional Use"
"Fringing", "Patch", "Atoll", "Sandbar"
"Flat", "Slope", "Wall"
Value of reef angle
"Crest", "Fore", "Back"
"Exposed", "Semi Exposed", "Sheltered"
"Left", "Right"
"none", "weak", "moderate", "strong"
Latitude in degree - minute - second decimal; Ex.
8°13'20.93"S
Longitude in degree - minute - second decimal; Ex. 125°
8'12.20"E
Give estimate of bleaching percent cover
Y/N
Type of substrate damage; "dynamite", "cyanide", "anchor",
"storm", etc.
"traditional" (one man net fishing, traditional line fishing,
small trap, etc), "commercial" (small scale), mariculture
Number of boats seen
Give type of boat; "canoe", "outrigger", etc.
<5GT, 5-10GT, 10-20GT, etc.
Number of boats with engines visible
One word or small phrase describing type of fishing gear
45
Download