BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Penentapan Kriteria Data Topex/ Poseidon Data pengamatan satelit altimetri bersumber dari basis data RADS (Radar Altimeter Database System). Data altimetri yang telah tersedia pada sistem basis data RADS berbentuk metadata dengan format SSpPPPPcCCC.XXX. Di mana SS merupakan nama satelit, PPPP merupakan nomor pass satelit altimetri, CCC merupakan nomor cycle satelit altimetri, dan XXX merupakan ekstensi. Sebagai contoh default pada pengambilan data satelit altimetri topex pass 14 cycle 15 txp0014c015.asc adalah : Pada contoh default data RADS di atas dapat dilihat keterangan - keterangan isi dari kolom pengamatan satelit altimeri. Selain itu sistem basis data RADS menyediakan kriteria pengambilan data satelit altimetri yang dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Penetapan kriteria ini bertujuan untuk menyeleksi data - data yang akan digunakan untuk proses selanjutnya, sehingga 39 diharapkan data - data yang terbawa memiliki kualitas yang baik. Kriteria ditetapkan dengan menggunakan batas minimum dan maksimum terhadap suatu hasil pengukuran satelit altimetri sehingga hasil pengukuran yang diterima adalah berada di antara batas minimum dan maksimum. Adapun kriteria yang digunakan adalah : Tabel 4.1 kriteria yang ditetapkan dalam RADS (sumber : user manual and format specification,RADS v2.2) Tx/Pn Kriteria (m) Min Orbital altitude 1300000 1400000 Altimeter range corrected 1300000 1400000 Dry troposfer correction -2.4 -2.1 Wet troposfer correction -0.6 -0.001 Ionospheric correction -0.4 0.04 Inverse barometer correction -1 1 Solid earth tide -1 1 Ocean tide -5 5 Load tide -0.5 0.5 Pole tide -0.1 0.1 -1 1 -200 200 Significant wave height 0 8 Backscatter coefficient 6 (db) 27 (db) Wind speed 0 30 Norm std dev of range 0 0.15 8.5 10.5 51176 0 Norm std dev of significant wave height 0 0.9 Sea level anomaly -5 5 Sea state bias Geoid or mass height Number of averaged 10-Hz Ku range measurement Engineering flags 4.2 Max Crossover Topex/ Poseidon Crossover Altimetri merupakan titik perpotongan antara penjejakan naik (pass ascending) dan penjejakan turun (pass descending) pada pengamatan satelit altimetri. Secara teoritis tinggi muka laut di titik crossover adalah memiliki nilai yang sama besar. Tapi pada kenyataannya perpotongan kedua penjejakan ini memiliki nilai pengukuran 40 yang berbeda. Perbedaan pada nilai crossover pada umumnya disebabkan oleh adanya kesalahan orbit pada pengamatan satelit altimetri. Tetapi untuk satelit Topex/Poseidon yang memiliki tingkat keakuratan orbit hingga 3-5 cm, pengaruh kesalahan orbit bukan merupakan penyebab terbesar perbedaan nilai crossover. Perbedaan ini disebabkan oleh Sea Surface Variability dan kesalahan pemodelan pasut, serta pengaruh yang lebih kecil yang disebabkan oleh kesalahan koreksi pengukuran satelit altimetri [Wisse at el, 1995]. Di wilayah perairan Indonesia Satelit Topex/ Poseidon melintas sebanyak 36 kali dalam satu kali perioda pengulangannya (cycle) yang terdiri dari 18 pass ascending dan 18 pass descending. Dalam satu kali perioda pengulangan (cycle) itu sendiri, satelit Topex/ Poseidon menghasilkan sejumlah 54 titik crossover di wilayah perairan Indonesia. Berikut visualisasi penjejakan (pass) satelit Topex/ Poseidon dapat dilihat pada gambar 4.1 : Gambar 4.1 lintasan (pass) satelit topex/ poseidon di wilayah Indonesia Untuk keperluan penentuan konstanta pasut laut dari data satelit Topex/ Poseidon, posisi pengamatan tinggi muka laut yang digunakan adalah titik crossover di perairan laut sebelah barat Sibolga (lautan Hindia). Titik crossover tersebut yakni perpotongan penjejakan (pass) 179 dengan 90, di mana pass 179 merupakan pass ascending dan pass 90 merupakan pass descending. 41 4.2.1 Penentuan Koordinat Titik Crossover Topex/ Poseidon Setiap penjejakan (pass) satelit altimetri akan menghasilkan suatu persamaan garis. Untuk beberapa titik pengamatan di satu pass tertentu, apabila dihubungkan akan menghasilkan garis dengan suatu persamaan garis lurus. Berikut visualisasi perpotongan pass 179 (ascending) dan pass 90 (descending) yang menghasilkan titik crossover. Gambar 4.2 penjejakan satelit topex/ poseidon pass 179/90 yang membentuk garis lurus Pada gambar 4.2 tersebut menggambarkan perpotongan pass 179 (kuning) dan pass 90 (hijau). Pada setiap pass di beberapa titik pengamatan jika dihubungkan akan menghasilkan suatu persamaan garis lurus. Dengan persamaan garis lurus y = a + bx maka setiap pass dapat diperoleh persamaannya. Selanjutnya peropotongan kedua pass tersebut memiliki gradien perpotongan dan menghasilkan nilai koordinat perpotongan. Oleh karena itu koordinat titik crossover di setiap cycle dapat diperoleh. Penentuan konstanta pasut laut dalam pembahasan tugas akhir ini menggunakan data pengamatan satelit altimetri Topex/ Poseidon dari tahun 1992 - 2002. Oleh karena itu penentuan konstanta pasut laut dilakukan dengan menggunakan 364 cycle pengamatan Topex/ Poseidon. 42 4.2.2 Penentuan Titik Normal Crossover Topex/ Poseidon Titik normal crossover merupakan titik yang digunakan dalam penentuan konstanta pasut laut dari data satelit altimetri. Dalam penjejakannya satelit Topex/ Poseidon memiliki perioda (cycle) 9.91564 hari. Satu perioda (cycle) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh satelit Topex/ Poseidon untuk menjejaki dan kembali ke posisi semula (awal). Sejak tahun 1992 satelit Topex/ Poseidon telah menjejaki 364 cycle hingga tahun 2002. Perlu untuk diketahui bahwa setiap cycle akan menghasilkan satu nilai koordinat titik crossover. Oleh karena itu diperlukan nilai koordinat titik crossover yang mewakili 364 cycle pengamatan dengan cara melakukan perata – rataan. Nilai rata rata tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai titik normal dalam penentuan konstanta pasut laut. Formulasi rata – rata titik crossover (titik normal) adalah sebagai berikut : n ∑ CP CPr = 1 n (4.1) di mana : CP = koordinat titik crossover n = jumlah cycle CPr = rata – rata koordinat crossover (titik normal) Koordinat geodetik titik normal crossover pass 179 dan 90 adalah 1°59’0.155” LU, 97°47’0.873” BT. 4.3 Penentuan Konstanta Pasut Laut 4.3.1 Penentuan Konstanta Pasut Laut Data Satelit Altimetri Topex/ Poseidon 4.3.1.1 Penentuan Sea Surface Height (SSH) Data yang digunakan pada pengamatan satelit altimetri dalam hal ini adalah data pengamatan satelit Topex/ Poseidon yang bersumber dari basis data RADS. Untuk keperluan penentuan konstanta pasut laut maka data tinggi muka laut yang digunakan sebelumnya direferensikan pada elipsoid (sea surface height). Elipsoid yang digunakan dalam hal ini adalah elipsoid WGS’84. Dengan diketahuinya ketinggian satelit topex/ poseidon di atas elipsoid WGS’84 dan jarak satelit Topex/ Poseidon terhadap permukaan laut sesaat, maka tinggi muka laut di atas ellipsoid (SSH) dapat ditentukan. Berikut 43 formulasi yang digunakan dalam penentuan Sea Surface Heigth (SSH) dapat dilihat pada persamaan berikut : SSH = H − h (4.2) di mana : SSH = sea surface height (SSH) H = tinggi satelit di atas bidang ellipsoid h = jarak satelit dengan permukaan laut sesaat Data SSH yang diperoleh mengandung komponen statik dan dinamik. Untuk memperoleh SSH yang hanya mengandung komponen statik, maka SSH selanjutnya direduksi terhadap adanya bias dan kesalahan pengukuran. Pereduksian SSH terhadap adanya bias dan kesalahan pengukuran dilakukan dengan cara pemberian koreksi. Berikut formulasi SSH yang tereduksi dari bias dan kesalahan pengukuran : SSH d = ( H − h) − ∑ ei (4.3) i di mana : SSH d = sea surface height (SSH) tereduksi H = tinggi satelit di atas ellipsoid h = jarak ukuran altimeter (tinggi satelit di atas muka laut) ∑ ei = total penjumlahan koreksi Lebih jelasnya total koreksi yang perlu diperhitungkan dalam mereduksi data SSH adalah : koreksi efek ionosfer koreksi efek troposfer basah koreksi efek troposfer kering koreksi efek pasang surut laut koreksi efek pasang surut bumi koreksi efek pasang surut kutub koreksi efek inverse tekanan udara koreksi efek pasang surut pembebanan koreksi gelombang permukaan 44 Sea surface height (SSH) untuk keperluan penentuan konstanta pasut laut merupakan SSH yang telah tereduksi, kecuali reduksi terhadap adanya bias pasang surut laut. Sehingga pada formulasi pereduksian SSH, koreksi efek pasang surut laut (ocean tide) tidak diikut sertakan. Berikut koreksi - koreksi yang diterapkan pada penentuan SSH tereduksi untuk keperluan penentuan konstanta pasut laut : Tabel 4.2 koreksi - koreksi untuk keperluan pereduksian SSH dalam penentuan pasut laut (sumber : user manual and format specification,RADS v2.2) Orbit Corrections Orbital altitude RSS Tx/ Pn JGM-3 Orbital altitude rate Altimeter range corrected for instrument effect Geophysical Corrections Dry troposfer correction ECMWF Wet troposfer correction ECMWF Ionospheric correction IRI-95 Model Tides Corrections Inverse barometer correction local - global mean presure Solid earth tide yes Ocean tide no Load tide FES2004 Pole tide yes Sea State Bias Sea State Bias Chambers BM4 Reference Geoid or mass height MSSCLS01 std dev of range 20-Hz, Ku Setelah memperoleh koordinat titik normal crossover pass 179/ 90 selanjutnya dilakukan penentuan sea surface height (SSH) di titik normal crossover dengan dua tahap yaitu interpolasi linear di tiap pass dan interpolasi spline di tiap cycle. Setelah memperoleh nilai SSH di titik normal crossover pass 179/ 90, maka dilakukan penentuan tinggi muka laut yang tereferensi pada mean sea surfce (MSSH). Dalam hal ini MSS 45 yang digunakan adalah MSSCLS01 (rata - rata tinggi muka laut dalam kurun waktu tertentu). Pengamatan Descending (pass 90) 0.8 Tinggi Muka Laut Tereferensi pada MSS (m) Tinggi Muka Laut tereferensi pada MSS (m) 0.8 MSS Tinggi Muka Laut Tereferensi pada Pengamatan Ascending (pass 179) 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 2.449 2.4495 2.45 2.4505 2.451 2.4515 2.452 Waktu Pengamatan Altimetri (waktu julian) 2.4525 6 x 10 2.449 2.4495 2.45 2.4505 2.451 2.4515 2.452 Waktu Pengamatan Altimetri (waktu julian) 2.4525 6 x 10 Gambar 4.3 profil tinggi muka laut tereferensi pada MSSCLS01 di titik normal crossover pass 179/ 90 Pada gambar 4.3 sebaran nilai tinggi muka laut yang tereferensi pada MSSCLS01 di atas dapat dilihat bahwa profil nilai MSSH membentuk suatu pola gelombang periodik tertentu. 4.3.1.2 Periode Alias Pengamatan Topex/ Poseidon (Aliasing Period) Data yang tidak kontinu akan menyebabkan terjadinya interval pengamatan. Dengan adanya interval pengamatan tersebut maka akan mempengaruhi nilai frekuensinya. Konsep aliasing dapat dijelaskan dengan prinsip kisaran frekuensi Nyquist, yaitu : fo <= f <= fn, fn >= 0, di mana fo = 0. Untuk pengamatan tinggi muka laut sesaat di stasiun pasang surut akan direkam dengan interval waktu pengamatan tiap 1 jam, sedangkan untuk pengamatan satelit altimetri topex/ poseidon akan direkam tiap interval waktu 9.91564 hari. Perbedaan interval pengamatan akan menyebabkan perbedaan frekuensi data yang akan dianalisis. Untuk pengamatan satelit altimetri perlu dilakukan pelipatan frekuensi turun (aliasing frequency) oleh karena frekuensi pengamatannya berada jauh di luar kisaran frekuensi Nyquist (di luar range 0 dan fn). Frekuensi yang digunakan sebagai analisis adalah 46 frekuensi yang berada di dalam kisaran frekuensi Nyquist (0 <= f <= fn). Nilai frekuensi alias sebanding dengan nilai frekuensi aslinya (Emery, 1998). 3.7 sinyal pasut M2 interval cuplik 1 jam sinyal pasut M2 alias 9.91564 hari 3.6 3.5 sinyal pasut M2 3.4 3.3 3.2 3.1 3 2.9 2.8 2.7 750 800 850 900 950 1000 waktu pengamatan 1050 1100 1150 1200 Gambar 4.4 aliasing frekuensi untuk komponen harmonik M2 Pada gambar 4.4 komponen harmonik M2 teraliasing oleh karena interval waktu pengamatan yang lama yaitu 9.91564 hari. Pada interval waktu pengamatan 1 jam sinyal pasut komponen M2 lebih rapat, sedangkan pada saat interval waktu pengamatan 9.91564 hari menjadi renggang. Frekuensi komponen M2 dengan interval waktu pengamatan 9.91564 hari teralias namun tetap sebanding dengan frekuensi M2 dengan interval waktu pengamatan 1 jam. 47 Tabel 4.3 periode komponen pasut laut Komponen Pasut Laut Perioda Tide Gauge (jam) Alias Perioda Topex/Poseidon (jam) M2 12.4206024 1489.8285600 S2 12.0000000 1410.5088000 N2 12.6583488 1189.1541600 K2 11.9672352 2079.8457600 K1 23.9344704 4159.6912800 O1 25.8193416 1096.9476000 P1 24.0658896 2134.1913600 M4 6.2102952 744.9144000 MS4 6.1033392 26492.9584800 Sa 8765.8128000 8765.8128000 Ssa 4382.9064000 4382.9064000 Q1 26.8683576 1665.1920000 V2 12.6259969 1566.0924319 La2 12.2217847 504.8178480 Mi2 12.8718535 487.6131576 T2 12.0164626 1214.8489086 M1 24.8412917 566.3248172 M3 8.2804306 913.5014072 M6 4.1402153 496.8357555 J1 23.0985409 786.3980631 S4 6.0000000 705.2375533 48 Tabel 4.4 kecepatan sudut komponen pasut laut Komponen Pasut Laut Kecepatan Sudut (°/jam) Alias Kecepatan Sudut Topex/Poseidon (°/jam) M2 28.9841015 0.2416385 S2 30.0000000 0.2552271 N2 28.4397283 0.3027362 K2 30.0821363 0.1730898 K1 15.0410681 0.0865449 O1 13.9430356 0.3281834 P1 14.9589318 0.1686822 M4 57.9682589 0.4832770 MS4 58.9841050 0.0135885 Sa 0.0410686 0.0410686 Ssa 0.0821373 0.0821373 Q1 13.3986000 0.2161913 V2 28.5126000 0.2298715 La2 29.4556000 0.7131285 Mi2 27.9680000 0.7382902 T2 29.9589000 0.2963331 M1 14.4920000 0.6356776 M3 43.4760000 0.3940881 M6 86.9520000 0.7245855 J1 15.5854000 0.4577834 S4 60.0000000 0.5104663 4.3.1.3 Penentuan Konstanta Pasut Laut di Titik Normal Crossover Penentuan konstanta pasut laut di titik normal crossover pass 179 dan 90 dihitung dengan menggunakan data tinggi muka laut yang tereferensi pada MSSCLS01 dan mengabaikan koreksi nodal. Penentuan konstanta pasut laut dilakukan dengan 2 tahap yakni : 1. Menggunakan 10 komponen harmonik yang terdiri dari M2 , S2 , N2, K2 , K1 , O1 , P1, Q1, 2N2, S1 (sama dengan komponen harmonik dalam FES2004). 2. Menggunakan 12 komponen harmonik yang terdiri dari M2 , S2 , N2, K2 , K1 , O1 , P1 , Q1, 2N2,S1, Sa, Ssa. 49 1. Konstanta Pass Ascending (pass 179) Menggunakan 10 komponen harmonik pasut laut Tabel 4.5 konstanta pasut laut pengamatan ascending (pass 179) dengan 10 komponen harmonik Fase Amplitude Komponen Pasut Laut Konstanta (m) Konstanta Standar Deviasi (m) Standar Deviasi Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik 332 15 0.500 0 3 0.972 0.002 70 11 0.941 0 6 0.625 0.001 341 50 0.589 0 13 0.909 0.820 0 28 0.015 0.062 0 6 0.968 0.513 0 12 0.762 38 0.970 0 32 0.512 39 0.289 0 33 0.127 M2 0.241 0.002 S2 0.122 N2 0.050 K2 0.026 0.002 96 59 K1 0.105 0.001 149 44 O1 0.054 0.001 119 31 P1 0.026 0.002 330 Q1 0.024 0.001 161 2N2 0.003 0.002 130 9 0.050 3 21 0.653 S1 0.023 0.002 172 18 0.751 0 27 0.009 Pada tabel 4.5 menunjukkan standar deviasi amplitude yang diperoleh dari penggunaan 10 komponen harmonik pasut laut adalah dalam orde milimeter (secara keseluruahan hampir sama), sedangkan untuk standar deviasi fase bervariasi dalam orde menit kecuali untuk komponen harmonik 2N2 dalam orde derajat. Komponen 2N2 adalah komponen yang memiliki kecepatan sudut dua kali komponen N2 (yang juga diikut sertakan dalam estimasi). Komponen - komponen di atas merupakan komponen yang digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 dalam analisis harmonik pasut laut. 50 Menggunakan 12 komponen harmonik pasut laut Tabel 4.6 konstanta pasut laut pengamatan ascending (pass 179) dengan 12 komponen harmonik Fase Amplitude Komponen Pasut Laut Konstanta (m) Konstanta Standar Deviasi (m) Derajat Menit Standar Deviasi Detik Derajat Menit Detik M2 0.239 0.001 331 24 0.418 0 2 0.305 S2 0.129 0.002 69 42 0.233 0 5 0.008 N2 0.055 0.001 338 55 0.259 0 9 0.004 K2 0.025 0.001 94 40 0.867 0 22 0.120 K1 0.107 0.001 153 6 0.808 0 4 0.643 O1 0.056 0.001 112 23 0.090 0 7 0.956 P1 0.026 0.001 326 38 0.843 0 21 0.947 Q1 0.028 0.001 169 28 0.464 0 20 0.802 2N2 0.005 0.001 175 4 0.778 2 20 0.729 S1 0.019 0.001 166 9 0.349 0 40 0.702 Sa 0.011 0.001 356 27 0.415 0 52 0.493 Ssa 0.067 0.001 100 59 0.614 0 8 0.311 Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil estimasi konstanta pasut laut dari data topex/ poseidon dengan menggunakan 12 komponen harmonik menunjukkan standar deviasi amplitude dalam orde milimeter (secara keseluruhan hampir sama), dan untuk standar deviasi fase bervariasi dalam orde menit kecuali untuk komponen 2N2 dalam orde derajat. Sama halnya dengan penentuan konstanta pasut laut yang menggunakan 10 komponen harmonik di mana nilai standar deviasi fase komponen 2N2 mencapai orde derajat. Di samping itu nilai standar deviasi amplitude dan fase yang dihasilkan dari penggunaan 12 komponen harmonik lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik. Komponen - komponen di atas merupakan komponen yang digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 yang ditambah dengan komponen periode panjang Sa dan Ssa. 51 Penentuan Pasut Laut (ascending/ pass 179) 3 Tinggi Muka Laut di atas MSS Hasil Prediksi Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi 2 Tinggi muka laut (m) 10 Komponen Harmonik 2.5 1.5 1 0.5 0 -0.5 0 50 100 150 200 250 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 300 350 3 Tinggi Muka Laut di atas MSS Hasil Prediksi Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi 2 Tinggi muka laut (m) 12 Komponen Harmonik 2.5 1.5 1 0.5 0 -0.5 0 50 100 150 200 250 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 300 350 Gambar 4.5 penentuan pasut laut untuk pengamatan ascending (pass 179) di titik normal crossover Pada gambar 4.5 RMS perbedaan tinggi muka laut yang tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi antara penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik adalah berbeda 1.4 cm (cukup signifikan). Di mana RMS untuk penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik masing - masing adalah adalah 0.103m dan 0.089 m. Dapat dianalisis juga penggunaan 12 komponen harmonik menghasilkan RMS yang lebih kecil (penambahan 52 komponen harmonik memperkecil RMS perbedaan antara tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi). Di samping itu pada profil perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi terlihat bahwa masih ada pola gelombang periodik tertentu, yang mengindikasikan adanya komponen - komponen harmonik tertentu lainnya yang belum disertakan. Trend Linear Koreksi Histogram Koreksi 45 40 0.99 0.98 35 Frekuensi Muncul 0.95 0.90 0.75 Probability 10 Komponen Harmonik Normal Probability Plot 0.999 0.997 0.50 0.25 0.10 0.05 30 25 20 15 10 0.02 0.01 5 0.003 0.001 -0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 Data 0.05 0.1 0.15 0.2 0 -0.4 0.25 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 Nilai Koreksi (m) 0.2 0.3 0.4 50 45 0.99 0.98 40 0.95 0.90 Frekuensi Muncul 35 0.75 Probability 12 Komponen Harmonik Normal Probability Plot 0.999 0.997 0.50 0.25 30 25 20 0.10 0.05 15 0.02 0.01 10 0.003 0.001 -0.25 -0.2 5 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 Data 0.1 0.15 0.2 0.25 0 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 Nilai Koreksi (m) 0.1 0.2 0.3 Gambar 4.6 trend linear dan histogram koreksi untuk pengamatan ascending (pass 179) di titik normal crossover Pada gambar 4.6 menunjukkan nilai koreksi yang diperoleh dari estimasi konstanta pasut laut telah terdistribusi normal, sehingga hasil estimasi dapat diterima. 53 2. Konstanta Pass Descending (pass 90) Menggunakan 10 komponen harmonik pasut laut Tabel 4.7 konstanta pasut laut pengamatan descending (pass 90) dengan 10 komponen harmonik Fase Amplitude Komponen Pasut Laut Konstanta (m) Konstanta Standar Deviasi (m) Standar Deviasi Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik M2 0.255 0.002 231 16 0.617 0 3 0.317 S2 0.106 0.002 96 28 0.160 0 7 0.647 N2 0.057 0.002 105 19 0.606 0 11 0.091 K2 0.040 0.002 111 14 0.054 0 16 0.085 K1 0.078 0.001 316 33 0.119 0 8 0.416 O1 0.046 0.001 198 44 0.503 0 17 0.737 P1 0.035 0.001 153 22 0.912 0 21 0.682 Q1 0.016 0.002 125 41 0.690 0 48 0.138 2N2 0.008 0.002 212 42 0.093 1 35 0.526 S1 0.009 0.002 246 21 0.720 1 7 0.232 Pada tabel 4.7 menunjukkan standar deviasi amplitude dari penggunaan 10 komponen harmonik berkisar dalam orde millimeter (secara keseluruhan hampir sama), sedangkan untuk fase bervariasi dalam orde menit kecuali untuk komponen 2N2 dan S1 dalam orde derajat. Apabila dibandingkan dengan pada saat pengamatan ascending, komponen yang memiliki standar deviasi fase hingga orde derajat adalah hanya komponen 2N2. Komponen - komponen pada tabel di atas merupakan komponen yang digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 dalam analisis harmonik pasut laut. 54 Menggunakan 12 komponen harmonik pasut laut Tabel 4.8 konstanta pasut laut pengamatan descending (pass 90) dengan 12 komponen harmonik Fase Amplitude Komponen Pasut Laut Konstanta (m) Konstanta Standar Deviasi (m) Derajat Menit Standar Deviasi Detik Derajat Menit Detik M2 0.260 0.001 231 2 0.714 0 2 0.516 S2 0.105 0.002 94 10 0.471 0 5 0.548 N2 0.055 0.001 107 12 0.418 0 11 0.678 K2 0.031 0.001 98 29 0.633 0 20 0.065 K1 0.082 0.002 311 56 0.510 0 9 0.110 O1 0.043 0.002 196 57 0.863 0 17 0.712 P1 0.034 0.001 160 59 0.915 0 21 0.253 Q1 0.012 0.001 120 20 0.268 1 4 0.462 2N2 0.003 0.001 245 53 0.085 3 38 0.555 S1 0.007 0.001 281 16 0.225 1 30 0.915 Sa 0.025 0.001 334 4 0.554 0 21 0.417 Ssa 0.059 0.001 102 47 0.282 0 11 0.551 Pada tabel 4.8 menunjukkan hasil estimasi konstanta pasut laut dari data Topex/ Poseidon dengan menggunakan 12 komponen harmonik menghasilkan standar deviasi amplitude dalam orde milimeter (secara keseluruhan hampir sama), sedangkan standar deviasi fase bervariasi dalam orde menit kecuali untuk komponen Q1, 2N2, dan S1 dalam orde derajat. Apabila dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik, komponen yang sama menghasilkan standar deviasi hingga orde derajat adalah 2N2 dan S1. Penggunaan 12 komponen harmonik secara umum memperkecil nilai standar deviasi amplitude, sedangkan untuk fase bervariasi, jika dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen. Komponen - komponen di atas merupakan komponen yang digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 yang ditambah dengan komponen periode panjang Sa dan Ssa. 55 Penentuan Pasut Laut (descending/ pass 90) 3 Tinggi Muka Laut di atas MSS Hasil Prediksi Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi 2 Tinggi muka laut (m) 10 Komponen Harmonik 2.5 1.5 1 0.5 0 -0.5 0 50 100 150 200 250 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 300 350 3 Tinggi Muka Laut di atas MSS Hasil Prediksi Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi 2 Tinggi muka laut (m) 12 Komponen Harmonik 2.5 1.5 1 0.5 0 -0.5 0 50 100 150 200 250 300 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 350 Gambar 4.7 penentuan pasut laut untuk pengamatan descending (pass 90) di titik normal crossover Pada gambar 4.7 menunjukkan RMS perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi untuk penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik adalah berbeda 1 cm (cukup signifikan). Di mana RMS untuk penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik masing - masing adalah 0.108 m dan 0.098 m. Dapat dianalisis juga penggunaan 12 komponen harmonik memberikan nilai RMS yang lebih kecil 56 dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen (penambahan parameter komponen harmonik mampu memperkecil nilai RMS perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi). Di samping itu pada profil perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi terlihat bahwa masih ada pola gelombang periodik tertentu yang mengindikasikan masih terdapatnya komponen harmonik lainnya yang belum disertakan (sama kasusnya dengan saat pengamatan ascending). Histogram Koreksi Normal Probability Plot 45 0.999 0.997 40 0.99 0.98 35 Frekuensi Muncul 0.95 0.90 0.75 Probability 10 Komponen Harmonik Trend Linear Koreksi 0.50 0.25 0.10 0.05 20 15 5 0.003 0.001 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 Data 0.1 0.15 0.2 0 -0.4 0.25 Normal Probability Plot -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 Nilai Koreksi (m) 0.2 0.3 0.4 60 0.999 0.997 0.99 0.98 50 Frekuensi Muncul 0.95 0.90 0.75 Probability 25 10 0.02 0.01 -0.25 -0.2 12 Komponen Harmonik 30 0.50 0.25 40 30 20 0.10 0.05 0.02 0.01 0.003 0.001 -0.3 10 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0 -0.3 Data -0.2 -0.1 0 0.1 Nilai Koreksi (m) 0.2 0.3 0.4 Gambar 4.8 trend linear dan histogram koreksi untuk pengamatan descending (pass 90) di titik normal crossover Pada gambar 4.8 menunjukkan nilai koreksi yang diperoleh dari estimasi konstanta pasut laut dengan metode analisis harmonik least square telah terdistribusi normal sehingga dapat diterima secara statistik. 57 4.3.2 Perbedaan Konstanta Pasut Laut Ascending - Descending Dari hasil perhitungan konstanta amplitude dan fase pada pengamatan Topex/ Poseidon, maka dilakukan pembandingan konstanta yang dihasilkan. Secara teori nilai amplitude dan fase di titik normal crossover antara pengamatan ascending dan descending adalah sama. Pembandingan dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana perbedaan nilai amplitude dan fase yang dihasilkan dari estimasi least square di titik normal crossover pass 179/ 90. Perbedaan konstanta pasut laut dapat dilihat pada gambar berikut : Fase 0.35 450 amplitude ascending amplitude descending 0.3 fase ascending fase descending 400 350 0.25 Fase (derajat) Amplitude (m ) 300 0.2 0.15 250 200 150 0.1 100 0.05 50 0 1 2 3 4 5 6 7 Komponen Pasut 8 9 0 10 0.35 1 2 3 4 5 6 7 Komponen Pasut 8 9 10 450 amplitude ascending amplitude descending 0.3 fase ascending fase descending 400 350 0.25 Fase (derajat) 300 Amplitude (m) Ascending - Descending 12 Komponen Ascending - Descending 10 Komponen Amplitude 0.2 0.15 250 200 150 0.1 100 0.05 0 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Komponen Pasut 10 11 12 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Komponen Pasut 10 11 12 Gambar 4.9 perbedaan nilai amplitude dan fase pengamatan topex/ poseidon antara pass ascending (pass 179) dan pass descending (pass 90) 58 Keterangan gambar 4.9 : 1 = M2 6 = O1 11 = Sa 2 = S2 7 = P1 12 = Ssa 3 = N2 8 = Q1 4 = K2 9 = 2N2 5 = K1 10 = S1 Pada gambar 4.9 menunjukkan adanya perbedaan nilai konstanta pasut laut antara pengamatan ascending (pass 179) - descending (pass 90) yang lebih dipengaruhi oleh fase. Secara teori konstanta pasut laut yang dihasilkan di titik normal crossover adalah sama (mendekati sama) antara pengamatan ascending - descending. Perbedaan konstanta pasut laut antara pengamatan ascending - descending kemungkinan besar masih dipengaruhi oleh aliasing frekuensi serta pengaruh kesalahan orbit topex/ poseidon dan faktor nodal yang belum dipertimbangkan. 4.4 Analisis Crossover Analisis crossover merupakan perhitungan selisih pengukuran SLA pass ascending dengan pass descending di titik persilangan pass (titik normal crossover). Secara teori selisih crossover yang ideal adalah nol namun karena adanya perbedaan waktu pengamatan pass ascending dan pass descending serta adanya kesalahan dan bias yang terdapat pada pengukuran, maka mengakibatkan adanya perbedaan nilai SLA di titik normal crossover. Perhitungan SLA di titik normal crossover dilakukan dengan mengabaikan adanya koreksi orbit satelit. 4.4.1 Sea Level Anomaly Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut FES2004 Model koreksi pasut laut FES2004 adalah model global yang digunakan untuk mereduksi data satelit altimetri dari bias pasut laut dan pasut pembebanan. Dalam hal ini model pasut global FES2004 digunakan untuk pereduksian terhadap bias pasut laut. Model pasut laut global FES2004 berkembang dari model FES 1994, FES 1995, FES 1999, dan FES 2002. Model FES2004 berasal dari pengembangan model hidrodinamika Code aux Element Finis Pour La Maree Oceanique (CEFMO) dan model Code Assimilation de dones Oriente Representeur (CADOR) yang diharapkan mampu 59 menyelesaikan permasalahan sirkulasi laut secara global dengan resolusi tinggi. Di samping itu model pasut laut FES2004 lebih ditujukan pada pemecahan permasalahan sirkulasi lautan di wilayah lintang yang jauh dari equator, di mana pengaruh gaya benda benda langit lebih dominan. Komponen - komponen pasut laut semi - diurnal dan diurnal yang terdapat pada pemodelan FES 2004 adalah M2, S2, N2, K2, 2N2, dan K1, O1, Q1, P1, S1. Perhitungan nilai amplitude komponen - komponen pasut menggunakan model FES2004 divalidasi dengan 671 data pengamatan tide gauge stasiun pasut laut yang tersebar di seluruh dunia. Perkembangan resolusi ketelitian model pasut laut FES (Finite Element Sollution) semakin berkembang dari tahun 1994 hingga 2004. Tinggi muka laut sesaat (SST) yang diperoleh dari pengukuran satelit altimetri terlebih dahulu dihilangkan komponen dinamiknya, sehingga yang dihasilkan adalah hanya mengandung komponen statik saja. Tinggi muka laut yang hanya mengandung komponen statik dinamakan sea level anomaly (SLA). Rumus yang digunakan pada penentuan sea level anomaly (SLA) menggunakan koreksi model pasang surut global adalah : SLA = SST − ∑ ei (4.4) i di mana : SLA = sea level anomaly (m) SST = sea surface topography (m) ei = koreksi instrumen, koreksi atmosfer, koreksi antar muka udara-laut, dan koreksi geofisik eksternal (m) (nilai ei diperoleh dari basis data RADS v2.2 altimetri) Sea level anomaly yang diperoleh selanjutnya dilakukan filtering menggunakan filtering spline terhadap cycle pengamatan. 4.4.2 Sea Level Anomaly Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut Topex/ Poseidon Sea level anomaly tereduksi model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon adalah sea level anomaly yang diperoleh dari pengamatan pasut laut oleh satelit altimetri Topex/ Poseidon. Setelah memperoleh nilai konstanta pasut laut dari data Topex/ Poseidon, maka selanjutnya dilakukan penentuan sinyal pasut laut yang ditimbulkannya. Sinyal pasut laut 60 merupakan penjumlahan (superposisi) dari komponen - komponen gelombang harmonik pasut laut. Rumus yang digunakan untuk menentukan sinyal pasut laut dapat dilihat pada persamaan berikut : n SP = ∑ Ai . cos(ωi . t ) + Bi . sin(ωi . t ) (4.5) i =1 di mana : SP = sinyal pasang surut waktu ke - t (m) Ai = komponen absis vektor konstanta pasut ke - i (m) Bi = komponen ordinat vektor konstanta pasut ke - i (m) ωi = kecepatan sudut konstanta pasut ke - i (rad/jam) t = waktu (jam) Setelah sinyal pasut laut diperoleh, maka selanjutnya dilakukan penentuan sea level anomaly (SLA). Rumus yang digunakan dalam penentuan sea level anomaly (SLA) adalah : SLA = MSSH − SP (4.6) di mana : SLA = sea level anomaly MSSH = tinggi muka laut yang tereferensi pada MSS SP = sinyal pasut laut Data MSSH di titik normal crossover pangamatan pasut laut Topex/ Poseidon direduksi terhadap efek bias pasut laut yang dihasilkan dari analisis harmonik penentuan sinyal pasut laut (rekontruksi sinyal pasut) sehingga menghasilkan sea level anomaly (SLA). 4.4.3 Penggabungan Sea Level Anomaly Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut FES2004 dan Model Koreksi Topex/ Poseidon Setelah memperoleh nilai sea level anomaly (SLA) dengan menggunakan model koreksi pasut laut FES2004 dan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon, maka untuk keperluan perbandingan dilakukan penggabungan penggambaran profil SLA yang dihasilkan. Berikut gambar penggabungan sea level anomaly (SLA) di titik normal crossover pass 179/ 90 dengan menggunakan model koreksi pasut laut FES2004, Topex/ Poseidon 10 komponen harmonik, dan Topex/ Poseidon 12 komponen harmonik : 61 Sea Level Anomaly (SLA) SLA model FES2004 SLA model Tx/Pn 10 komponen SLA model Tx/Pn 12 komponen 0.4 Sea Level Anomaly Ascending (pass 179) 0.6 0.2 0 -0.2 -0.4 0 50 300 350 SLA model FES2004 SLA model Tx/Pn 10 komponen SLA model Tx/Pn 12 komponen 0.6 0.4 Sea Level Anomaly Descending (pass 90) 100 150 200 250 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 0.2 0 -0.2 -0.4 0 50 100 150 200 250 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 300 350 Gambar 4.10 penggabungan sea level anomaly (SLA) hasil reduksi model koreksi pasut laut Pada gambar 4.10 SLA yang diperoleh dari model koreksi pasut laut FES2004 dan Topex/ Poseidon memperlihatkan profil yang hampir sama walupun tidak seluruhnya seragam. Penggunaan model koreksi Topex/ Poseidon dengan 10 dan 12 komponen harmonik juga memperlihatkan profil SLA yang secara umum hampir sama. 62 Berikut tabel nilai RMS sea level anomaly (SLA) dari penggunaan model koreksi pasut laut FES2004, Topex/ Poseidon 10 komponen, dan Topex/ Poseidon 12 komponen : Tabel 4.9 RMS sea level anomaly penggunaan model koreksi pasut laut Model FES2004 Model Tx/Pn 10 Model Tx/Pn 12 Komponen Komponen Pengamatan RMS (m) 0.119 0.103 0.089 Ascending (pass 179) RMS (m) 0.126 0.109 0.100 Descending (pass 90) Pada tabel 4.9 RMS SLA penggunaan model koreksi pasut laut dari data Topex/ Poseidon memberikan hasil yang lebih kecil (lebih baik) dibandingkan dengan model FES2004. Di samping itu penggunaan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon dengan 12 komponen menghasilkan nilai RMS yang lebih kecil (lebih baik) dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen. Perbedaan nilai RMS SLA antara penggunaan model koreksi pasut laut FES2004, Tx/ Pn 10 komponen, dan Tx/ Pn 12 komponen adalah cukup signifikan mencapai 2.6 cm. 4.4.4 Selisih Crossover Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut Setelah memperoleh nilai SLA dari hasil pereduksian bias pasut laut menggunakan model koreksi FES2004 dan model koreksi topex/ poseidon, maka selanjutnya dilakukan perhitungan selisih SLA di titik normal crossover (dalam hal ini dengan mengabaikan koreksi orbit). Perhitungan selisih SLA di titik normal crossover adalah dengan persamaan berikut : ΔSLA = SLAasc − SLAdsc (4.7) di mana : ΔSLA = selisih SLA crossover (m) SLAasc = sea level anomaly pengamatan ascending (m) SLAdsc = sea level anomaly pengamatan descending (m) 63 Cycle (1 - 90) SLA reduksi FES2004 SLA reduksi tx/pn 10 komponen SLA reduksi tx/pn 12 komponen 0.4 0.3 0.2 0.1 0 SLA reduksi FES2004 SLA reduksi tx/pn 10 komponen SLA reduksi tx/pn 12 komponen 0.5 S elisih S L A C ro sso ver S elisih S L A C ro sso ver 0.5 Selisih SLA Cycle (91 - 180) 0.4 0.3 0.2 0.1 10 20 30 40 50 60 70 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 80 0 90 100 Cycle (181 - 270) S elisih S L A Crossover S elisih S L A Crossover Selisih SLA 180 SLA reduksi FES2004 SLA reduksi tx/pn 10 komponen SLA reduksi tx/pn 12 komponen 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 170 Cycle (271 - 364) SLA reduksi FES2004 SLA reduksi tx/pn 10 komponen SLA reduksi tx/pn 12 komponen 0.5 110 120 130 140 150 160 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 0.4 0.3 0.2 0.1 190 200 210 220 230 240 250 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 260 270 0 280 290 300 310 320 330 340 Waktu Pengamatan Altimetri (cycle) 350 360 Gambar 4.11 selisih SLA di titik normal crossover pass 179/ 90 pengamatan topex/ poseidon (cycle 1 364) Pada gambar 4.11 selisih SLA di titik normal crossover dengan menggunakan model koreksi pasut laut FES2004 dan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon masih menunjukkan adanya perbedaan yang kurang seragam. Demikian juga halnya antara penggunaan model koreksi Topex/ Poseidon dengan 10 dan 12 komponen harmonik menunjukkan masih adanya perbedaan, yang kurang seragam. Profil selisih SLA yang kurang konsisten (kurang seragam) tersebut, kemungkinan besar disebabkan oleh masih 64 adanya kesalahan orbit Topex/ Poseidon yang belum dipertimbangkan. Namun secara keseluruhan rata - rata selisih SLA dari penggunaan model koreksi pasut laut yang berbeda menghasilkan nilai rata - rata yang hampir sama. Berikut tabel nilai maksimum, rata - rata, minimum, dan RMS selisih SLA di titik normal crossover pass 179/ 90 (cycle 1 - 364) : Tabel 4.10 nilai selisih SLA di titik normal crossover pengamatan topex/ poseidon dari 364 cycle Selisih SLA Model FES2004 Model Tx/Pn 10 komponen Model Tx/Pn 12 Komponen Maksimum (m) 0.317 0.358 0.350 Rata - Rata (m) 0.087 0.086 0.085 Minimum (m) 0.000 0.000 0.000 RMS (m) 0.108 0.109 0.108 Pada tabel 4.10 hasil reduksi model Topex/ Poseidon menghasilkan nilai selisih SLA crossover yang hampir sama dengan reduksi model FES2004, walupun tidak seluruhnya seragam (dapat dilihat dari nilai RMS selisih SLA yang diperoleh). Hal ini menunjukkan bahwa reduksi bias pasut laut dengan model yang diperoleh dari data Topex/ Poseidon menghasilkan kualitas yang hampir sama dengan model FES2004 di wilayah perairan dalam (kedalaman > 1000 m). Penggunaan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon dengan 12 komponen harmonik menghasilkan RMS selisih SLA yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik, namun tidak terlalu signifikan (perbedaan 1 mm). Dalam hal ini 12 komponen harmonik yang digunakan pada pemodelan koreksi pasut laut yang diperoleh dari data Topex/ Poseidon merupakan komponen - komponen harmonik yang digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 untuk analisis harmonik dan ditambah dengan komponen periode panjang Sa, Ssa. Ketidakseragaman nilai selisih SLA kemungkinan besar disebabkan oleh masih adanya kesalahan sistematik pada orbit Topex/ Poseidon dan belum diterapkannya koreksi nodal dalam pengestimasian konstanta pasut laut. 65 Dari berbagai analisis yang diperoleh dari hasil pengolahan data, maka dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik dalam penentuan konstanta pasut laut Topex/ Poseidon memberi perbedaan yang cukup signifikan. RMS perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi untuk pengamatan ascending mencapai 1.4 cm, sedangkan untuk pengamatan descending perbedaan mencapai 1 cm (antara penggunaan 10 dengan 12 komponen harmonik). 2. Standar deviasi amplitude dan fase dari penggunaan 12 komponen harmonik secara umum lebih kecil jika dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik. 3. Penggunaan 12 komponen harmonik menghasilkan RMS perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik (penambahan parameter konstanta harmonik memperkecil nilai RMS, namun harus memperhatikan pemilihan komponen harmonik yang sesuai dengan karakteristik kedalaman oleh karena sensitif mempengaruhi fase). 4. Terdapat perbedaan hasil estimasi konstanta pasut laut di titik normal crossover antara pengamatan ascending dengan pengamatan descending. Perbedaan yang signifikan terdapat pada fase yang dihasilkan. Untuk penggunaan 10 komponen harmonik RMS perbedaan amplitude dan fase konstanta masing - masing adalah 1.36 cm, 120.89°, sedangkan untuk penggunaan 12 komponen perbedaannya 1.4 cm, 109.69 °. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya pengaruh aliasing frekuensi serta masih adanya kesalahan sistematik orbit topex/ poseidon dan faktor koreksi nodal yang belum dipertimbangkan. 5. Dari penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik dengan standar deviasi fase terbesar adalah pada komponen 2N2, baik untuk pengamatan ascending maupun descending. 6. RMS profil sea level anomaly (SLA) penggunaan model koreksi pasut laut dari data Topex/ Poseidon memberikan hasil yang lebih kecil (lebih baik) dibandingkan dengan model FES2004. Perbedaan nilai RMS SLA antara 66 penggunaan model koreksi pasut laut FES2004, Tx/ Pn 10 komponen, dan Tx/ Pn 12 komponen adalah cukup signifikan mencapai 2.6 cm. 7. RMS profil sea level anomaly (SLA) penggunaan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon dengan 12 komponen menghasilkan nilai RMS yang lebih kecil (lebih baik) dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen (perbedaan mencapai 1.4 cm). 8. Profil selisih sea level anomaly (SLA) ascending - descending dari penggunaan model koreksi pasut laut FES2004 dan Topex/ Poseidon secara keseluruhan memberi nilai yang tidak jauh berbeda, walupun tidak seluruhnya seragam (masih ada pengaruh kesalahan sistematik orbit dan faktor koreksi nodal). Hal tersebut dapat dibuktikan dari RMS selisih SLA ascending - descending yang dihasilkan tidak berbeda signifikan hanya mencapai 1 mm antara penggunaan model FES2004 dengan model yang diperoleh dari data Topex/ Poseidon. Profil selisih SLA yang hampir sama dengan model koreksi pasut laut FES2004 adalah penggunaan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon dengan 12 komponen harmonik (komponen - komponen harmonik yang terdapat pada Model FES2004 dan ditambah komponen Sa, Ssa). Nilai RMS selisih SLA yang hampir sama tersebut mengindikasikan hampir samanya kualitas antara model koreksi pasut laut FES2004 dengan model yang diperoleh dari Topex/ Poseidon. 67