Poseidon Data pengamatan satelit altimetri bersumber

advertisement
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
4.1
Penentapan Kriteria Data Topex/ Poseidon
Data pengamatan satelit altimetri bersumber dari basis data RADS (Radar
Altimeter Database System). Data altimetri yang telah tersedia pada sistem basis data
RADS berbentuk metadata dengan format SSpPPPPcCCC.XXX. Di mana SS merupakan
nama satelit, PPPP merupakan nomor pass satelit altimetri, CCC merupakan nomor cycle
satelit altimetri, dan XXX merupakan ekstensi. Sebagai contoh default pada pengambilan
data satelit altimetri topex pass 14 cycle 15 txp0014c015.asc adalah :
Pada contoh default data RADS di atas dapat dilihat keterangan - keterangan isi dari
kolom pengamatan satelit altimeri.
Selain itu sistem basis data RADS menyediakan kriteria pengambilan data satelit
altimetri yang dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Penetapan kriteria ini bertujuan
untuk menyeleksi data - data yang akan digunakan untuk proses selanjutnya, sehingga
39
diharapkan data - data yang terbawa memiliki kualitas yang baik. Kriteria ditetapkan
dengan menggunakan batas minimum dan maksimum terhadap suatu hasil pengukuran
satelit altimetri sehingga hasil pengukuran yang diterima adalah berada di antara batas
minimum dan maksimum. Adapun kriteria yang digunakan adalah :
Tabel 4.1 kriteria yang ditetapkan dalam RADS
(sumber : user manual and format specification,RADS v2.2)
Tx/Pn Kriteria (m)
Min
Orbital altitude
1300000
1400000
Altimeter range corrected
1300000
1400000
Dry troposfer correction
-2.4
-2.1
Wet troposfer correction
-0.6
-0.001
Ionospheric correction
-0.4
0.04
Inverse barometer correction
-1
1
Solid earth tide
-1
1
Ocean tide
-5
5
Load tide
-0.5
0.5
Pole tide
-0.1
0.1
-1
1
-200
200
Significant wave height
0
8
Backscatter coefficient
6 (db)
27 (db)
Wind speed
0
30
Norm std dev of range
0
0.15
8.5
10.5
51176
0
Norm std dev of significant wave height
0
0.9
Sea level anomaly
-5
5
Sea state bias
Geoid or mass height
Number of averaged 10-Hz Ku range measurement
Engineering flags
4.2
Max
Crossover Topex/ Poseidon
Crossover Altimetri merupakan titik perpotongan antara penjejakan naik (pass
ascending) dan penjejakan turun (pass descending) pada pengamatan satelit altimetri.
Secara teoritis tinggi muka laut di titik crossover adalah memiliki nilai yang sama besar.
Tapi pada kenyataannya perpotongan kedua penjejakan ini memiliki nilai pengukuran
40
yang berbeda. Perbedaan pada nilai crossover pada umumnya disebabkan oleh adanya
kesalahan orbit pada pengamatan satelit altimetri. Tetapi untuk satelit Topex/Poseidon
yang memiliki tingkat keakuratan orbit hingga 3-5 cm, pengaruh kesalahan orbit bukan
merupakan penyebab terbesar perbedaan nilai crossover. Perbedaan ini disebabkan oleh
Sea Surface Variability dan kesalahan pemodelan pasut, serta pengaruh yang lebih kecil
yang disebabkan oleh kesalahan koreksi pengukuran satelit altimetri [Wisse at el, 1995].
Di wilayah perairan Indonesia Satelit Topex/ Poseidon melintas sebanyak 36 kali
dalam satu kali perioda pengulangannya (cycle) yang terdiri dari 18 pass ascending dan
18 pass descending. Dalam satu kali perioda pengulangan (cycle) itu sendiri, satelit
Topex/ Poseidon menghasilkan sejumlah 54 titik crossover di wilayah perairan Indonesia.
Berikut visualisasi penjejakan (pass) satelit Topex/ Poseidon dapat dilihat pada gambar
4.1 :
Gambar 4.1 lintasan (pass) satelit topex/ poseidon di wilayah Indonesia
Untuk keperluan penentuan konstanta pasut laut dari data satelit Topex/ Poseidon,
posisi pengamatan tinggi muka laut yang digunakan adalah titik crossover di perairan laut
sebelah barat Sibolga (lautan Hindia). Titik crossover tersebut yakni perpotongan
penjejakan (pass) 179 dengan 90, di mana pass 179 merupakan pass ascending dan pass
90 merupakan pass descending.
41
4.2.1
Penentuan Koordinat Titik Crossover Topex/ Poseidon
Setiap penjejakan (pass) satelit altimetri akan menghasilkan suatu persamaan
garis. Untuk beberapa titik pengamatan di satu pass tertentu, apabila dihubungkan akan
menghasilkan garis dengan suatu persamaan garis lurus. Berikut visualisasi perpotongan
pass 179 (ascending) dan pass 90 (descending) yang menghasilkan titik crossover.
Gambar 4.2 penjejakan satelit topex/ poseidon pass 179/90 yang membentuk garis lurus
Pada gambar 4.2 tersebut menggambarkan perpotongan pass 179 (kuning) dan
pass 90 (hijau). Pada setiap pass di beberapa titik pengamatan jika dihubungkan akan
menghasilkan suatu persamaan garis lurus. Dengan persamaan garis lurus y = a + bx
maka setiap pass dapat diperoleh persamaannya. Selanjutnya peropotongan kedua pass
tersebut memiliki gradien perpotongan dan menghasilkan nilai koordinat perpotongan.
Oleh karena itu koordinat titik crossover di setiap cycle dapat diperoleh.
Penentuan konstanta pasut laut dalam pembahasan tugas akhir ini menggunakan
data pengamatan satelit altimetri Topex/ Poseidon dari tahun 1992 - 2002. Oleh karena
itu penentuan konstanta pasut laut dilakukan dengan menggunakan 364 cycle pengamatan
Topex/ Poseidon.
42
4.2.2
Penentuan Titik Normal Crossover Topex/ Poseidon
Titik normal crossover merupakan titik yang digunakan dalam penentuan
konstanta pasut laut dari data satelit altimetri. Dalam penjejakannya satelit Topex/
Poseidon memiliki perioda (cycle) 9.91564 hari. Satu perioda (cycle) merupakan waktu
yang dibutuhkan oleh satelit Topex/ Poseidon untuk menjejaki dan kembali ke posisi
semula (awal). Sejak tahun 1992 satelit Topex/ Poseidon telah menjejaki 364 cycle
hingga tahun 2002. Perlu untuk diketahui bahwa setiap cycle akan menghasilkan satu
nilai koordinat titik crossover. Oleh karena itu diperlukan nilai koordinat titik crossover
yang mewakili 364 cycle pengamatan dengan cara melakukan perata – rataan. Nilai rata rata tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai titik normal dalam penentuan konstanta
pasut laut. Formulasi rata – rata titik crossover (titik normal) adalah sebagai berikut :
n
∑ CP
CPr =
1
n
(4.1)
di mana :
CP
= koordinat titik crossover
n
= jumlah cycle
CPr
= rata – rata koordinat crossover (titik normal)
Koordinat geodetik titik normal crossover pass 179 dan 90 adalah 1°59’0.155” LU,
97°47’0.873” BT.
4.3
Penentuan Konstanta Pasut Laut
4.3.1
Penentuan Konstanta Pasut Laut Data Satelit Altimetri Topex/ Poseidon
4.3.1.1 Penentuan Sea Surface Height (SSH)
Data yang digunakan pada pengamatan satelit altimetri dalam hal ini adalah data
pengamatan satelit Topex/ Poseidon yang bersumber dari basis data RADS. Untuk
keperluan penentuan konstanta pasut laut maka data tinggi muka laut yang digunakan
sebelumnya direferensikan pada elipsoid (sea surface height). Elipsoid yang digunakan
dalam hal ini adalah elipsoid WGS’84. Dengan diketahuinya ketinggian satelit topex/
poseidon di atas elipsoid WGS’84 dan jarak satelit Topex/ Poseidon terhadap permukaan
laut sesaat, maka tinggi muka laut di atas ellipsoid (SSH) dapat ditentukan. Berikut
43
formulasi yang digunakan dalam penentuan Sea Surface Heigth (SSH) dapat dilihat pada
persamaan berikut :
SSH = H − h
(4.2)
di mana :
SSH
= sea surface height (SSH)
H
= tinggi satelit di atas bidang ellipsoid
h
= jarak satelit dengan permukaan laut sesaat
Data SSH yang diperoleh mengandung komponen statik dan dinamik. Untuk
memperoleh SSH yang hanya mengandung komponen statik, maka SSH selanjutnya
direduksi terhadap adanya bias dan kesalahan pengukuran. Pereduksian SSH terhadap
adanya bias dan kesalahan pengukuran dilakukan dengan cara pemberian koreksi. Berikut
formulasi SSH yang tereduksi dari bias dan kesalahan pengukuran :
SSH d = ( H − h) − ∑ ei
(4.3)
i
di mana :
SSH d = sea surface height (SSH) tereduksi
H
= tinggi satelit di atas ellipsoid
h
= jarak ukuran altimeter (tinggi satelit di atas muka laut)
∑
ei = total penjumlahan koreksi
Lebih jelasnya total koreksi yang perlu diperhitungkan dalam mereduksi data SSH
adalah :
ƒ
koreksi efek ionosfer
ƒ
koreksi efek troposfer basah
ƒ
koreksi efek troposfer kering
ƒ
koreksi efek pasang surut laut
ƒ
koreksi efek pasang surut bumi
ƒ
koreksi efek pasang surut kutub
ƒ
koreksi efek inverse tekanan udara
ƒ
koreksi efek pasang surut pembebanan
ƒ
koreksi gelombang permukaan
44
Sea surface height (SSH) untuk keperluan penentuan konstanta pasut laut
merupakan SSH yang telah tereduksi, kecuali reduksi terhadap adanya bias pasang surut
laut. Sehingga pada formulasi pereduksian SSH, koreksi efek pasang surut laut (ocean
tide) tidak diikut sertakan. Berikut koreksi - koreksi yang diterapkan pada penentuan SSH
tereduksi untuk keperluan penentuan konstanta pasut laut :
Tabel 4.2 koreksi - koreksi untuk keperluan pereduksian SSH dalam penentuan pasut laut
(sumber : user manual and format specification,RADS v2.2)
Orbit Corrections
Orbital altitude
RSS Tx/ Pn
JGM-3
Orbital altitude rate
Altimeter range corrected
for instrument effect
Geophysical Corrections
Dry troposfer correction
ECMWF
Wet troposfer correction
ECMWF
Ionospheric correction
IRI-95 Model
Tides Corrections
Inverse barometer correction
local - global mean presure
Solid earth tide
yes
Ocean tide
no
Load tide
FES2004
Pole tide
yes
Sea State Bias
Sea State Bias
Chambers BM4
Reference
Geoid or mass height
MSSCLS01
std dev of range
20-Hz, Ku
Setelah memperoleh koordinat titik normal crossover pass 179/ 90 selanjutnya
dilakukan penentuan sea surface height (SSH) di titik normal crossover dengan dua tahap
yaitu interpolasi linear di tiap pass dan interpolasi spline di tiap cycle. Setelah
memperoleh nilai SSH di titik normal crossover pass 179/ 90, maka dilakukan penentuan
tinggi muka laut yang tereferensi pada mean sea surfce (MSSH). Dalam hal ini MSS
45
yang digunakan adalah MSSCLS01 (rata - rata tinggi muka laut dalam kurun waktu
tertentu).
Pengamatan Descending (pass 90)
0.8
Tinggi Muka Laut Tereferensi pada MSS (m)
Tinggi Muka Laut tereferensi pada MSS (m)
0.8
MSS
Tinggi Muka Laut Tereferensi pada
Pengamatan Ascending (pass 179)
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
0.6
0.4
0.2
0
-0.2
-0.4
-0.6
2.449
2.4495
2.45
2.4505
2.451
2.4515
2.452
Waktu Pengamatan Altimetri (waktu julian)
2.4525
6
x 10
2.449
2.4495
2.45
2.4505
2.451
2.4515
2.452
Waktu Pengamatan Altimetri (waktu julian)
2.4525
6
x 10
Gambar 4.3 profil tinggi muka laut tereferensi pada MSSCLS01 di titik normal crossover pass 179/ 90
Pada gambar 4.3 sebaran nilai tinggi muka laut yang tereferensi pada MSSCLS01
di atas dapat dilihat bahwa profil nilai MSSH membentuk suatu pola gelombang periodik
tertentu.
4.3.1.2 Periode Alias Pengamatan Topex/ Poseidon (Aliasing Period)
Data yang tidak kontinu akan menyebabkan terjadinya interval pengamatan.
Dengan adanya interval pengamatan tersebut maka akan mempengaruhi nilai
frekuensinya. Konsep aliasing dapat dijelaskan dengan prinsip kisaran frekuensi Nyquist,
yaitu : fo <= f <= fn, fn >= 0, di mana fo = 0.
Untuk pengamatan tinggi muka laut sesaat di stasiun pasang surut akan direkam
dengan interval waktu pengamatan tiap 1 jam, sedangkan untuk pengamatan satelit
altimetri topex/ poseidon akan direkam tiap interval waktu 9.91564 hari. Perbedaan
interval pengamatan akan menyebabkan perbedaan frekuensi data yang akan dianalisis.
Untuk pengamatan satelit altimetri perlu dilakukan pelipatan frekuensi turun (aliasing
frequency) oleh karena frekuensi pengamatannya berada jauh di luar kisaran frekuensi
Nyquist (di luar range 0 dan fn). Frekuensi yang digunakan sebagai analisis adalah
46
frekuensi yang berada di dalam kisaran frekuensi Nyquist (0 <= f <= fn). Nilai frekuensi
alias sebanding dengan nilai frekuensi aslinya (Emery, 1998).
3.7
sinyal pasut M2 interval cuplik 1 jam
sinyal pasut M2 alias 9.91564 hari
3.6
3.5
sinyal pasut M2
3.4
3.3
3.2
3.1
3
2.9
2.8
2.7
750
800
850
900
950
1000
waktu pengamatan
1050
1100
1150
1200
Gambar 4.4 aliasing frekuensi untuk komponen harmonik M2
Pada gambar 4.4 komponen harmonik M2 teraliasing oleh karena interval waktu
pengamatan yang lama yaitu 9.91564 hari. Pada interval waktu pengamatan 1 jam sinyal
pasut komponen M2 lebih rapat, sedangkan pada saat interval waktu pengamatan 9.91564
hari menjadi renggang. Frekuensi komponen M2 dengan interval waktu pengamatan
9.91564 hari teralias namun tetap sebanding dengan frekuensi M2 dengan interval waktu
pengamatan 1 jam.
47
Tabel 4.3 periode komponen pasut laut
Komponen Pasut Laut
Perioda Tide Gauge (jam)
Alias Perioda Topex/Poseidon (jam)
M2
12.4206024
1489.8285600
S2
12.0000000
1410.5088000
N2
12.6583488
1189.1541600
K2
11.9672352
2079.8457600
K1
23.9344704
4159.6912800
O1
25.8193416
1096.9476000
P1
24.0658896
2134.1913600
M4
6.2102952
744.9144000
MS4
6.1033392
26492.9584800
Sa
8765.8128000
8765.8128000
Ssa
4382.9064000
4382.9064000
Q1
26.8683576
1665.1920000
V2
12.6259969
1566.0924319
La2
12.2217847
504.8178480
Mi2
12.8718535
487.6131576
T2
12.0164626
1214.8489086
M1
24.8412917
566.3248172
M3
8.2804306
913.5014072
M6
4.1402153
496.8357555
J1
23.0985409
786.3980631
S4
6.0000000
705.2375533
48
Tabel 4.4 kecepatan sudut komponen pasut laut
Komponen Pasut Laut
Kecepatan Sudut (°/jam)
Alias Kecepatan Sudut Topex/Poseidon (°/jam)
M2
28.9841015
0.2416385
S2
30.0000000
0.2552271
N2
28.4397283
0.3027362
K2
30.0821363
0.1730898
K1
15.0410681
0.0865449
O1
13.9430356
0.3281834
P1
14.9589318
0.1686822
M4
57.9682589
0.4832770
MS4
58.9841050
0.0135885
Sa
0.0410686
0.0410686
Ssa
0.0821373
0.0821373
Q1
13.3986000
0.2161913
V2
28.5126000
0.2298715
La2
29.4556000
0.7131285
Mi2
27.9680000
0.7382902
T2
29.9589000
0.2963331
M1
14.4920000
0.6356776
M3
43.4760000
0.3940881
M6
86.9520000
0.7245855
J1
15.5854000
0.4577834
S4
60.0000000
0.5104663
4.3.1.3 Penentuan Konstanta Pasut Laut di Titik Normal Crossover
Penentuan konstanta pasut laut di titik normal crossover pass 179 dan 90 dihitung
dengan menggunakan data tinggi muka laut yang tereferensi pada MSSCLS01 dan
mengabaikan koreksi nodal. Penentuan konstanta pasut laut dilakukan dengan 2 tahap
yakni :
1. Menggunakan 10 komponen harmonik yang terdiri dari M2 , S2 , N2, K2 , K1 ,
O1 , P1, Q1, 2N2, S1 (sama dengan komponen harmonik dalam FES2004).
2. Menggunakan 12 komponen harmonik yang terdiri dari M2 , S2 , N2, K2 , K1 ,
O1 , P1 , Q1, 2N2,S1, Sa, Ssa.
49
1. Konstanta Pass Ascending (pass 179)
Menggunakan 10 komponen harmonik pasut laut
Tabel 4.5 konstanta pasut laut pengamatan ascending (pass 179) dengan 10 komponen harmonik
Fase
Amplitude
Komponen Pasut Laut
Konstanta (m)
Konstanta
Standar Deviasi (m)
Standar Deviasi
Derajat
Menit
Detik
Derajat
Menit
Detik
332
15
0.500
0
3
0.972
0.002
70
11
0.941
0
6
0.625
0.001
341
50
0.589
0
13
0.909
0.820
0
28
0.015
0.062
0
6
0.968
0.513
0
12
0.762
38
0.970
0
32
0.512
39
0.289
0
33
0.127
M2
0.241
0.002
S2
0.122
N2
0.050
K2
0.026
0.002
96
59
K1
0.105
0.001
149
44
O1
0.054
0.001
119
31
P1
0.026
0.002
330
Q1
0.024
0.001
161
2N2
0.003
0.002
130
9
0.050
3
21
0.653
S1
0.023
0.002
172
18
0.751
0
27
0.009
Pada tabel 4.5 menunjukkan standar deviasi amplitude yang diperoleh dari
penggunaan 10 komponen harmonik pasut laut adalah dalam orde milimeter (secara
keseluruahan hampir sama), sedangkan untuk standar deviasi fase bervariasi dalam orde
menit kecuali untuk komponen harmonik 2N2 dalam orde derajat. Komponen 2N2 adalah
komponen yang memiliki kecepatan sudut dua kali komponen N2 (yang juga diikut
sertakan dalam estimasi). Komponen - komponen di atas merupakan komponen yang
digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 dalam analisis harmonik pasut
laut.
50
Menggunakan 12 komponen harmonik pasut laut
Tabel 4.6 konstanta pasut laut pengamatan ascending (pass 179) dengan 12 komponen harmonik
Fase
Amplitude
Komponen Pasut Laut
Konstanta (m)
Konstanta
Standar Deviasi (m)
Derajat
Menit
Standar Deviasi
Detik
Derajat
Menit
Detik
M2
0.239
0.001
331
24
0.418
0
2
0.305
S2
0.129
0.002
69
42
0.233
0
5
0.008
N2
0.055
0.001
338
55
0.259
0
9
0.004
K2
0.025
0.001
94
40
0.867
0
22
0.120
K1
0.107
0.001
153
6
0.808
0
4
0.643
O1
0.056
0.001
112
23
0.090
0
7
0.956
P1
0.026
0.001
326
38
0.843
0
21
0.947
Q1
0.028
0.001
169
28
0.464
0
20
0.802
2N2
0.005
0.001
175
4
0.778
2
20
0.729
S1
0.019
0.001
166
9
0.349
0
40
0.702
Sa
0.011
0.001
356
27
0.415
0
52
0.493
Ssa
0.067
0.001
100
59
0.614
0
8
0.311
Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa hasil estimasi konstanta pasut laut dari data
topex/ poseidon dengan menggunakan 12 komponen harmonik menunjukkan standar
deviasi amplitude dalam orde milimeter (secara keseluruhan hampir sama), dan untuk
standar deviasi fase bervariasi dalam orde menit kecuali untuk komponen 2N2 dalam
orde derajat. Sama halnya dengan penentuan konstanta pasut laut yang menggunakan 10
komponen harmonik di mana nilai standar deviasi fase komponen 2N2 mencapai orde
derajat. Di samping itu nilai standar deviasi amplitude dan fase yang dihasilkan dari
penggunaan 12 komponen harmonik lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan 10
komponen harmonik. Komponen - komponen
di atas merupakan komponen yang
digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 yang ditambah dengan
komponen periode panjang Sa dan Ssa.
51
Penentuan Pasut Laut (ascending/ pass 179)
3
Tinggi Muka Laut di atas MSS
Hasil Prediksi
Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi
2
Tinggi muka laut (m)
10 Komponen Harmonik
2.5
1.5
1
0.5
0
-0.5
0
50
100
150
200
250
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
300
350
3
Tinggi Muka Laut di atas MSS
Hasil Prediksi
Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi
2
Tinggi muka laut (m)
12 Komponen Harmonik
2.5
1.5
1
0.5
0
-0.5
0
50
100
150
200
250
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
300
350
Gambar 4.5 penentuan pasut laut untuk pengamatan ascending (pass 179)
di titik normal crossover
Pada gambar 4.5 RMS perbedaan tinggi muka laut yang tereferensi pada MSS
dengan hasil prediksi antara penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik adalah berbeda
1.4 cm (cukup signifikan). Di mana RMS untuk penggunaan 10 dan 12 komponen
harmonik masing - masing adalah adalah 0.103m dan 0.089 m. Dapat dianalisis juga
penggunaan 12 komponen harmonik menghasilkan RMS yang lebih kecil (penambahan
52
komponen harmonik memperkecil RMS perbedaan antara tinggi muka laut tereferensi
pada MSS dengan hasil prediksi). Di samping itu pada profil perbedaan tinggi muka laut
tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi terlihat bahwa masih ada pola gelombang
periodik tertentu, yang mengindikasikan adanya komponen - komponen harmonik
tertentu lainnya yang belum disertakan.
Trend Linear Koreksi
Histogram Koreksi
45
40
0.99
0.98
35
Frekuensi Muncul
0.95
0.90
0.75
Probability
10 Komponen Harmonik
Normal Probability Plot
0.999
0.997
0.50
0.25
0.10
0.05
30
25
20
15
10
0.02
0.01
5
0.003
0.001
-0.25 -0.2 -0.15 -0.1 -0.05
0
Data
0.05
0.1
0.15
0.2
0
-0.4
0.25
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
Nilai Koreksi (m)
0.2
0.3
0.4
50
45
0.99
0.98
40
0.95
0.90
Frekuensi Muncul
35
0.75
Probability
12 Komponen Harmonik
Normal Probability Plot
0.999
0.997
0.50
0.25
30
25
20
0.10
0.05
15
0.02
0.01
10
0.003
0.001
-0.25 -0.2
5
-0.15 -0.1
-0.05
0
0.05
Data
0.1
0.15
0.2
0.25
0
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
Nilai Koreksi (m)
0.1
0.2
0.3
Gambar 4.6 trend linear dan histogram koreksi untuk pengamatan ascending (pass 179)
di titik normal crossover
Pada gambar 4.6 menunjukkan nilai koreksi yang diperoleh dari estimasi
konstanta pasut laut telah terdistribusi normal, sehingga hasil estimasi dapat diterima.
53
2. Konstanta Pass Descending (pass 90)
Menggunakan 10 komponen harmonik pasut laut
Tabel 4.7 konstanta pasut laut pengamatan descending (pass 90) dengan 10 komponen harmonik
Fase
Amplitude
Komponen Pasut Laut
Konstanta (m)
Konstanta
Standar Deviasi (m)
Standar Deviasi
Derajat
Menit
Detik
Derajat
Menit
Detik
M2
0.255
0.002
231
16
0.617
0
3
0.317
S2
0.106
0.002
96
28
0.160
0
7
0.647
N2
0.057
0.002
105
19
0.606
0
11
0.091
K2
0.040
0.002
111
14
0.054
0
16
0.085
K1
0.078
0.001
316
33
0.119
0
8
0.416
O1
0.046
0.001
198
44
0.503
0
17
0.737
P1
0.035
0.001
153
22
0.912
0
21
0.682
Q1
0.016
0.002
125
41
0.690
0
48
0.138
2N2
0.008
0.002
212
42
0.093
1
35
0.526
S1
0.009
0.002
246
21
0.720
1
7
0.232
Pada tabel 4.7 menunjukkan standar deviasi amplitude dari penggunaan 10
komponen harmonik berkisar dalam orde millimeter (secara keseluruhan hampir sama),
sedangkan untuk fase bervariasi dalam orde menit kecuali untuk komponen 2N2 dan S1
dalam orde derajat. Apabila dibandingkan dengan pada saat pengamatan ascending,
komponen yang memiliki standar deviasi fase hingga orde derajat adalah hanya
komponen 2N2. Komponen - komponen pada tabel di atas merupakan komponen yang
digunakan oleh model koreksi pasut laut global FES2004 dalam analisis harmonik pasut
laut.
54
Menggunakan 12 komponen harmonik pasut laut
Tabel 4.8 konstanta pasut laut pengamatan descending (pass 90) dengan 12 komponen harmonik
Fase
Amplitude
Komponen Pasut Laut
Konstanta (m)
Konstanta
Standar Deviasi (m)
Derajat
Menit
Standar Deviasi
Detik
Derajat
Menit
Detik
M2
0.260
0.001
231
2
0.714
0
2
0.516
S2
0.105
0.002
94
10
0.471
0
5
0.548
N2
0.055
0.001
107
12
0.418
0
11
0.678
K2
0.031
0.001
98
29
0.633
0
20
0.065
K1
0.082
0.002
311
56
0.510
0
9
0.110
O1
0.043
0.002
196
57
0.863
0
17
0.712
P1
0.034
0.001
160
59
0.915
0
21
0.253
Q1
0.012
0.001
120
20
0.268
1
4
0.462
2N2
0.003
0.001
245
53
0.085
3
38
0.555
S1
0.007
0.001
281
16
0.225
1
30
0.915
Sa
0.025
0.001
334
4
0.554
0
21
0.417
Ssa
0.059
0.001
102
47
0.282
0
11
0.551
Pada tabel 4.8 menunjukkan hasil estimasi konstanta pasut laut dari data Topex/
Poseidon dengan menggunakan 12 komponen harmonik menghasilkan standar deviasi
amplitude dalam orde milimeter (secara keseluruhan hampir sama), sedangkan standar
deviasi fase bervariasi dalam orde menit kecuali untuk komponen Q1, 2N2, dan S1 dalam
orde derajat. Apabila dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik,
komponen yang sama menghasilkan standar deviasi hingga orde derajat adalah 2N2 dan
S1. Penggunaan 12 komponen harmonik secara umum memperkecil nilai standar deviasi
amplitude, sedangkan untuk fase bervariasi, jika dibandingkan dengan penggunaan 10
komponen. Komponen - komponen di atas merupakan komponen yang digunakan oleh
model koreksi pasut laut global FES2004 yang ditambah dengan komponen periode
panjang Sa dan Ssa.
55
Penentuan Pasut Laut (descending/ pass 90)
3
Tinggi Muka Laut di atas MSS
Hasil Prediksi
Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi
2
Tinggi muka laut (m)
10 Komponen Harmonik
2.5
1.5
1
0.5
0
-0.5
0
50
100
150
200
250
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
300
350
3
Tinggi Muka Laut di atas MSS
Hasil Prediksi
Perbedaan Tinggi Muka Laut di atas MSS dengan Hasil Prediksi
2
Tinggi muka laut (m)
12 Komponen Harmonik
2.5
1.5
1
0.5
0
-0.5
0
50
100
150
200
250
300
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
350
Gambar 4.7 penentuan pasut laut untuk pengamatan descending (pass 90)
di titik normal crossover
Pada gambar 4.7 menunjukkan RMS perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada
MSS dengan hasil prediksi untuk penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik adalah
berbeda 1 cm (cukup signifikan). Di mana RMS untuk penggunaan 10 dan 12 komponen
harmonik masing - masing adalah 0.108 m dan 0.098 m. Dapat dianalisis juga
penggunaan 12 komponen harmonik memberikan nilai RMS yang lebih kecil
56
dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen (penambahan parameter komponen
harmonik mampu memperkecil nilai RMS perbedaan tinggi muka laut tereferensi pada
MSS dengan hasil prediksi). Di samping itu pada profil perbedaan tinggi muka laut
tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi terlihat bahwa masih ada pola gelombang
periodik tertentu yang mengindikasikan masih terdapatnya komponen harmonik lainnya
yang belum disertakan (sama kasusnya dengan saat pengamatan ascending).
Histogram Koreksi
Normal Probability Plot
45
0.999
0.997
40
0.99
0.98
35
Frekuensi Muncul
0.95
0.90
0.75
Probability
10 Komponen Harmonik
Trend Linear Koreksi
0.50
0.25
0.10
0.05
20
15
5
0.003
0.001
-0.15 -0.1
-0.05
0
0.05
Data
0.1
0.15
0.2
0
-0.4
0.25
Normal Probability Plot
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
Nilai Koreksi (m)
0.2
0.3
0.4
60
0.999
0.997
0.99
0.98
50
Frekuensi Muncul
0.95
0.90
0.75
Probability
25
10
0.02
0.01
-0.25 -0.2
12 Komponen Harmonik
30
0.50
0.25
40
30
20
0.10
0.05
0.02
0.01
0.003
0.001
-0.3
10
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0
-0.3
Data
-0.2
-0.1
0
0.1
Nilai Koreksi (m)
0.2
0.3
0.4
Gambar 4.8 trend linear dan histogram koreksi untuk pengamatan descending (pass 90)
di titik normal crossover
Pada gambar 4.8 menunjukkan nilai koreksi yang diperoleh dari estimasi
konstanta pasut laut dengan metode analisis harmonik least square telah terdistribusi
normal sehingga dapat diterima secara statistik.
57
4.3.2
Perbedaan Konstanta Pasut Laut Ascending - Descending
Dari hasil perhitungan konstanta amplitude dan fase pada pengamatan Topex/
Poseidon, maka dilakukan pembandingan konstanta yang dihasilkan. Secara teori nilai
amplitude dan fase di titik normal crossover antara pengamatan ascending dan
descending adalah sama. Pembandingan dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh
mana perbedaan nilai amplitude dan fase yang dihasilkan dari estimasi least square di
titik normal crossover pass 179/ 90. Perbedaan konstanta pasut laut dapat dilihat pada
gambar berikut :
Fase
0.35
450
amplitude ascending
amplitude descending
0.3
fase ascending
fase descending
400
350
0.25
Fase (derajat)
Amplitude (m )
300
0.2
0.15
250
200
150
0.1
100
0.05
50
0
1
2
3
4
5
6
7
Komponen Pasut
8
9
0
10
0.35
1
2
3
4
5
6
7
Komponen Pasut
8
9
10
450
amplitude ascending
amplitude descending
0.3
fase ascending
fase descending
400
350
0.25
Fase (derajat)
300
Amplitude (m)
Ascending - Descending 12 Komponen
Ascending - Descending 10 Komponen
Amplitude
0.2
0.15
250
200
150
0.1
100
0.05
0
50
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Komponen Pasut
10
11
12
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Komponen Pasut
10
11
12
Gambar 4.9 perbedaan nilai amplitude dan fase pengamatan topex/ poseidon antara pass ascending (pass
179) dan pass descending (pass 90)
58
Keterangan gambar 4.9 :
1
= M2
6
= O1
11
= Sa
2
= S2
7
= P1
12
= Ssa
3
= N2
8
= Q1
4
= K2
9
= 2N2
5
= K1
10
= S1
Pada gambar 4.9 menunjukkan adanya perbedaan nilai konstanta pasut laut antara
pengamatan ascending (pass 179) - descending (pass 90) yang lebih dipengaruhi oleh
fase. Secara teori konstanta pasut laut yang dihasilkan di titik normal crossover adalah
sama (mendekati sama) antara pengamatan ascending - descending. Perbedaan konstanta
pasut laut antara pengamatan ascending - descending kemungkinan besar masih
dipengaruhi oleh aliasing frekuensi serta pengaruh kesalahan orbit topex/ poseidon dan
faktor nodal yang belum dipertimbangkan.
4.4
Analisis Crossover
Analisis crossover merupakan perhitungan selisih pengukuran SLA pass
ascending dengan pass descending di titik persilangan pass (titik normal crossover).
Secara teori selisih crossover yang ideal adalah nol namun karena adanya perbedaan
waktu pengamatan pass ascending dan pass descending serta adanya kesalahan dan bias
yang terdapat pada pengukuran, maka mengakibatkan adanya perbedaan nilai SLA di
titik normal crossover. Perhitungan SLA di titik normal crossover dilakukan dengan
mengabaikan adanya koreksi orbit satelit.
4.4.1
Sea Level Anomaly Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut FES2004
Model koreksi pasut laut FES2004 adalah model global yang digunakan untuk
mereduksi data satelit altimetri dari bias pasut laut dan pasut pembebanan. Dalam hal ini
model pasut global FES2004 digunakan untuk pereduksian terhadap bias pasut laut.
Model pasut laut global FES2004 berkembang dari model FES 1994, FES 1995, FES
1999, dan FES 2002. Model FES2004 berasal dari pengembangan model hidrodinamika
Code aux Element Finis Pour La Maree Oceanique (CEFMO) dan model Code
Assimilation de dones Oriente Representeur (CADOR) yang diharapkan mampu
59
menyelesaikan permasalahan sirkulasi laut secara global dengan resolusi tinggi. Di
samping itu model pasut laut FES2004 lebih ditujukan pada pemecahan permasalahan
sirkulasi lautan di wilayah lintang yang jauh dari equator, di mana pengaruh gaya benda benda langit lebih dominan. Komponen - komponen pasut laut semi - diurnal dan diurnal
yang terdapat pada pemodelan FES 2004 adalah M2, S2, N2, K2, 2N2, dan K1, O1, Q1,
P1, S1. Perhitungan nilai amplitude komponen - komponen pasut menggunakan model
FES2004 divalidasi dengan 671 data pengamatan tide gauge stasiun pasut laut yang
tersebar di seluruh dunia. Perkembangan resolusi ketelitian model pasut laut FES (Finite
Element Sollution) semakin berkembang dari tahun 1994 hingga 2004.
Tinggi muka laut sesaat (SST) yang diperoleh dari pengukuran satelit altimetri
terlebih dahulu dihilangkan komponen dinamiknya, sehingga yang dihasilkan adalah
hanya mengandung komponen statik saja. Tinggi muka laut yang hanya mengandung
komponen statik dinamakan sea level anomaly (SLA). Rumus yang digunakan pada
penentuan sea level anomaly (SLA) menggunakan koreksi model pasang surut global
adalah :
SLA = SST − ∑ ei
(4.4)
i
di mana :
SLA
= sea level anomaly (m)
SST
= sea surface topography (m)
ei
= koreksi instrumen, koreksi atmosfer, koreksi antar muka udara-laut, dan
koreksi geofisik eksternal (m)
(nilai ei diperoleh dari basis data RADS v2.2 altimetri)
Sea level anomaly yang diperoleh selanjutnya dilakukan filtering menggunakan filtering
spline terhadap cycle pengamatan.
4.4.2
Sea Level Anomaly Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut Topex/ Poseidon
Sea level anomaly tereduksi model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon adalah sea
level anomaly yang diperoleh dari pengamatan pasut laut oleh satelit altimetri Topex/
Poseidon. Setelah memperoleh nilai konstanta pasut laut dari data Topex/ Poseidon, maka
selanjutnya dilakukan penentuan sinyal pasut laut yang ditimbulkannya. Sinyal pasut laut
60
merupakan penjumlahan (superposisi) dari komponen - komponen gelombang harmonik
pasut laut. Rumus yang digunakan untuk menentukan sinyal pasut laut dapat dilihat pada
persamaan berikut :
n
SP = ∑ Ai . cos(ωi . t ) + Bi . sin(ωi . t )
(4.5)
i =1
di mana :
SP
= sinyal pasang surut waktu ke - t (m)
Ai
= komponen absis vektor konstanta pasut ke - i (m)
Bi
= komponen ordinat vektor konstanta pasut ke - i (m)
ωi
= kecepatan sudut konstanta pasut ke - i (rad/jam)
t
= waktu (jam)
Setelah sinyal pasut laut diperoleh, maka selanjutnya dilakukan penentuan sea
level anomaly (SLA). Rumus yang digunakan dalam penentuan sea level anomaly (SLA)
adalah :
SLA = MSSH − SP
(4.6)
di mana :
SLA
= sea level anomaly
MSSH
= tinggi muka laut yang tereferensi pada MSS
SP
= sinyal pasut laut
Data MSSH di titik normal crossover pangamatan pasut laut Topex/ Poseidon direduksi
terhadap efek bias pasut laut yang dihasilkan dari analisis harmonik penentuan sinyal
pasut laut (rekontruksi sinyal pasut) sehingga menghasilkan sea level anomaly (SLA).
4.4.3
Penggabungan Sea Level Anomaly Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut
FES2004 dan Model Koreksi Topex/ Poseidon
Setelah memperoleh nilai sea level anomaly (SLA) dengan menggunakan model
koreksi pasut laut FES2004 dan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon, maka untuk
keperluan perbandingan dilakukan penggabungan penggambaran profil SLA yang
dihasilkan. Berikut gambar penggabungan sea level anomaly (SLA) di titik normal
crossover pass 179/ 90 dengan menggunakan model koreksi pasut laut FES2004, Topex/
Poseidon 10 komponen harmonik, dan Topex/ Poseidon 12 komponen harmonik :
61
Sea Level Anomaly (SLA)
SLA model FES2004
SLA model Tx/Pn 10 komponen
SLA model Tx/Pn 12 komponen
0.4
Sea Level Anomaly
Ascending (pass 179)
0.6
0.2
0
-0.2
-0.4
0
50
300
350
SLA model FES2004
SLA model Tx/Pn 10 komponen
SLA model Tx/Pn 12 komponen
0.6
0.4
Sea Level Anomaly
Descending (pass 90)
100
150
200
250
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
0.2
0
-0.2
-0.4
0
50
100
150
200
250
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
300
350
Gambar 4.10 penggabungan sea level anomaly (SLA) hasil reduksi model koreksi pasut laut
Pada gambar 4.10 SLA yang diperoleh dari model koreksi pasut laut FES2004
dan Topex/ Poseidon memperlihatkan profil yang hampir sama walupun tidak seluruhnya
seragam. Penggunaan model koreksi Topex/ Poseidon dengan 10 dan 12 komponen
harmonik juga memperlihatkan profil SLA yang secara umum hampir sama.
62
Berikut tabel nilai RMS sea level anomaly (SLA) dari penggunaan model koreksi
pasut laut FES2004, Topex/ Poseidon 10 komponen, dan Topex/ Poseidon 12 komponen :
Tabel 4.9 RMS sea level anomaly penggunaan model koreksi pasut laut
Model FES2004
Model Tx/Pn 10
Model Tx/Pn 12
Komponen
Komponen
Pengamatan
RMS (m)
0.119
0.103
0.089
Ascending (pass 179)
RMS (m)
0.126
0.109
0.100
Descending (pass 90)
Pada tabel 4.9 RMS SLA penggunaan model koreksi pasut laut dari data Topex/ Poseidon
memberikan hasil yang lebih kecil (lebih baik) dibandingkan dengan model FES2004. Di
samping itu penggunaan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon dengan 12 komponen
menghasilkan nilai RMS yang lebih kecil (lebih baik) dibandingkan dengan penggunaan
10 komponen. Perbedaan nilai RMS SLA antara penggunaan model koreksi pasut laut
FES2004, Tx/ Pn 10 komponen, dan Tx/ Pn 12 komponen adalah cukup signifikan
mencapai 2.6 cm.
4.4.4
Selisih Crossover Tereduksi Model Koreksi Pasut Laut
Setelah memperoleh nilai SLA dari hasil pereduksian bias pasut laut
menggunakan model koreksi FES2004 dan model koreksi topex/ poseidon, maka
selanjutnya dilakukan perhitungan selisih SLA di titik normal crossover (dalam hal ini
dengan mengabaikan koreksi orbit). Perhitungan selisih SLA di titik normal crossover
adalah dengan persamaan berikut :
ΔSLA = SLAasc − SLAdsc
(4.7)
di mana :
ΔSLA = selisih SLA crossover (m)
SLAasc = sea level anomaly pengamatan ascending (m)
SLAdsc = sea level anomaly pengamatan descending (m)
63
Cycle (1 - 90)
SLA reduksi FES2004
SLA reduksi tx/pn 10 komponen
SLA reduksi tx/pn 12 komponen
0.4
0.3
0.2
0.1
0
SLA reduksi FES2004
SLA reduksi tx/pn 10 komponen
SLA reduksi tx/pn 12 komponen
0.5
S elisih S L A C ro sso ver
S elisih S L A C ro sso ver
0.5
Selisih SLA
Cycle (91 - 180)
0.4
0.3
0.2
0.1
10
20
30
40
50
60
70
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
80
0
90
100
Cycle (181 - 270)
S elisih S L A Crossover
S elisih S L A Crossover
Selisih SLA
180
SLA reduksi FES2004
SLA reduksi tx/pn 10 komponen
SLA reduksi tx/pn 12 komponen
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
170
Cycle (271 - 364)
SLA reduksi FES2004
SLA reduksi tx/pn 10 komponen
SLA reduksi tx/pn 12 komponen
0.5
110
120
130
140
150
160
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
0.4
0.3
0.2
0.1
190
200
210
220
230
240
250
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
260
270
0
280
290
300
310
320
330
340
Waktu Pengamatan Altimetri (cycle)
350
360
Gambar 4.11 selisih SLA di titik normal crossover pass 179/ 90 pengamatan topex/ poseidon (cycle 1 364)
Pada gambar 4.11 selisih SLA di titik normal crossover dengan menggunakan
model koreksi pasut laut FES2004 dan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon masih
menunjukkan adanya perbedaan yang kurang seragam. Demikian juga halnya antara
penggunaan model koreksi Topex/ Poseidon dengan 10 dan 12 komponen harmonik
menunjukkan masih adanya perbedaan, yang kurang seragam. Profil selisih SLA yang
kurang konsisten (kurang seragam) tersebut, kemungkinan besar disebabkan oleh masih
64
adanya kesalahan orbit Topex/ Poseidon yang belum dipertimbangkan. Namun secara
keseluruhan rata - rata selisih SLA dari penggunaan model koreksi pasut laut yang
berbeda menghasilkan nilai rata - rata yang hampir sama.
Berikut tabel nilai maksimum, rata - rata, minimum, dan RMS selisih SLA di titik
normal crossover pass 179/ 90 (cycle 1 - 364) :
Tabel 4.10 nilai selisih SLA di titik normal crossover pengamatan topex/ poseidon dari 364 cycle
Selisih SLA
Model FES2004
Model Tx/Pn 10 komponen
Model Tx/Pn 12 Komponen
Maksimum (m)
0.317
0.358
0.350
Rata - Rata (m)
0.087
0.086
0.085
Minimum (m)
0.000
0.000
0.000
RMS (m)
0.108
0.109
0.108
Pada tabel 4.10 hasil reduksi model Topex/ Poseidon menghasilkan nilai selisih
SLA crossover yang hampir sama dengan reduksi model FES2004, walupun tidak
seluruhnya seragam (dapat dilihat dari nilai RMS selisih SLA yang diperoleh). Hal ini
menunjukkan bahwa reduksi bias pasut laut dengan model yang diperoleh dari data
Topex/ Poseidon menghasilkan kualitas yang hampir sama dengan model FES2004 di
wilayah perairan dalam (kedalaman > 1000 m). Penggunaan model koreksi pasut laut
Topex/ Poseidon dengan 12 komponen harmonik menghasilkan RMS selisih SLA yang
lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik, namun tidak
terlalu signifikan (perbedaan 1 mm). Dalam hal ini 12 komponen harmonik yang
digunakan pada pemodelan koreksi pasut laut yang diperoleh dari data Topex/ Poseidon
merupakan komponen - komponen harmonik yang digunakan oleh model koreksi pasut
laut global FES2004 untuk analisis harmonik dan ditambah dengan komponen periode
panjang Sa, Ssa. Ketidakseragaman nilai selisih SLA kemungkinan besar disebabkan oleh
masih adanya kesalahan sistematik pada orbit Topex/ Poseidon dan belum diterapkannya
koreksi nodal dalam pengestimasian konstanta pasut laut.
65
Dari berbagai analisis yang diperoleh dari hasil pengolahan data, maka dapat
dirangkum sebagai berikut :
1. Penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik dalam penentuan konstanta pasut laut
Topex/ Poseidon memberi perbedaan yang cukup signifikan. RMS perbedaan
tinggi muka laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi untuk pengamatan
ascending mencapai 1.4 cm, sedangkan untuk pengamatan descending perbedaan
mencapai 1 cm (antara penggunaan 10 dengan 12 komponen harmonik).
2. Standar deviasi amplitude dan fase dari penggunaan 12 komponen harmonik
secara umum lebih kecil jika dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen
harmonik.
3. Penggunaan 12 komponen harmonik menghasilkan RMS perbedaan tinggi muka
laut tereferensi pada MSS dengan hasil prediksi yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen harmonik (penambahan
parameter
konstanta
harmonik
memperkecil
nilai
RMS,
namun
harus
memperhatikan pemilihan komponen harmonik yang sesuai dengan karakteristik
kedalaman oleh karena sensitif mempengaruhi fase).
4. Terdapat perbedaan hasil estimasi konstanta pasut laut di titik normal crossover
antara pengamatan ascending dengan pengamatan descending. Perbedaan yang
signifikan terdapat pada fase yang dihasilkan. Untuk penggunaan 10 komponen
harmonik RMS perbedaan amplitude dan fase konstanta masing - masing adalah
1.36 cm, 120.89°, sedangkan untuk penggunaan 12 komponen perbedaannya 1.4
cm, 109.69 °. Perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya pengaruh aliasing
frekuensi serta masih adanya kesalahan sistematik orbit topex/ poseidon dan
faktor koreksi nodal yang belum dipertimbangkan.
5. Dari penggunaan 10 dan 12 komponen harmonik dengan standar deviasi fase
terbesar adalah pada komponen 2N2, baik untuk pengamatan ascending maupun
descending.
6. RMS profil sea level anomaly (SLA) penggunaan model koreksi pasut laut dari
data Topex/ Poseidon memberikan hasil yang lebih kecil (lebih baik)
dibandingkan dengan model FES2004. Perbedaan nilai RMS SLA antara
66
penggunaan model koreksi pasut laut FES2004, Tx/ Pn 10 komponen, dan Tx/ Pn
12 komponen adalah cukup signifikan mencapai 2.6 cm.
7. RMS profil sea level anomaly (SLA) penggunaan model koreksi pasut laut
Topex/ Poseidon dengan 12 komponen menghasilkan nilai RMS yang lebih kecil
(lebih baik) dibandingkan dengan penggunaan 10 komponen (perbedaan
mencapai 1.4 cm).
8. Profil selisih sea level anomaly (SLA) ascending - descending dari penggunaan
model koreksi pasut laut FES2004 dan Topex/ Poseidon secara keseluruhan
memberi nilai yang tidak jauh berbeda, walupun tidak seluruhnya seragam (masih
ada pengaruh kesalahan sistematik orbit dan faktor koreksi nodal). Hal tersebut
dapat dibuktikan dari RMS selisih SLA ascending - descending yang dihasilkan
tidak berbeda signifikan hanya mencapai 1 mm antara penggunaan model
FES2004 dengan model yang diperoleh dari data Topex/ Poseidon. Profil selisih
SLA yang hampir sama dengan model koreksi pasut laut FES2004 adalah
penggunaan model koreksi pasut laut Topex/ Poseidon dengan 12 komponen
harmonik (komponen - komponen harmonik yang terdapat pada Model FES2004
dan ditambah komponen Sa, Ssa). Nilai RMS selisih SLA yang hampir sama
tersebut mengindikasikan hampir samanya kualitas antara model koreksi pasut
laut FES2004 dengan model yang diperoleh dari Topex/ Poseidon.
67
Download