analisis pengelolaan persediaan bahan baku

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
rakyat, sektor yang memegang peranan penting setelah sektor pertanian adalah
sektor manufaktur. Tetapi dalam era globalisasi sekarang ini Indonesia mengalami
kemerosotan yang cukup besar terutama di bidang ekonomi akibat dari kenaikan
berbagai harga khususnya harga minyak dunia yang berdampak pada kenaikan
harga lainnya serta ketidakpastian politik sehingga perusahaan manufaktur
dihadapkan pada suatu keadaan yang mrngharuskan mereka mampu untuk
bersaing mempertahankan kelangsungan hidupnya (Zulian Zamil : 2003).
PT. Pindad merupakan perusahaan BUMN yang menjalankan usahanya
dalam produksi peralatan militer baik untuk mendukung kebutuhan Pertahanan
dan Keamanan (TNI dan Polisi) juga untuk produk komersial. Produksi di PT.
Pindad berdasarkan job order, dimana Pindad tidak akan melaksanakan kegiatan
produksi apabila Pindad belum menerima kontrak penjualan. Unsur biaya
produksi yang ada di Pindad, kecuali biaya bahan adalah tetap, sehingga biaya
tenaga kerja dan biaya overhead pabrik akan tetap dikeluarkan pada saat produksi
tidak ada.
Kondisi yang penulis temukan pada bahan baku yang digunakan oleh
pindad sebagian besar adalah barang impor, sehingga harga bahan baku akan
sangat dipengaruhi oleh nilai kurs yang berlaku pada saat pembelian. Kenaikan
harga minyak dunia tahun 2008 ini mengakibatkan estimasi penawaran harga
untuk permintaan persediaan oleh bagian Perencanaan dan Pengendalian Material
kepada bagian Pengadaan untuk produksi pada triwulan I bulan Januari hingga
Maret 2008 mengalami kenaikan 40 %. Selain masalah kenaikan harga, sumber
pemasok pun menjadi masalah karena agen untuk bahan baku yang diperlukan
perusahaan hanya ada satu di Indonesia, hal ini akan menghambat proses produksi
perusahaan karena produk yang dihasilkan oleh Departemen Cor ini tidak akan
terbentuk jika salah satu bahan baku tidak tersedia dan tidak dapat diganti dengan
bahan baku lain yang sejenis karena akan mempengaruhi kualitas yang dihasilkan.
Manajemen persediaan merupakan fungsi manajemen operasional yang
penting. Karena persediaan melibatkan sejumlah besar modal dan penyampaian
barang kepada para langganan. Manajemen persediaan mempunyai pengaruh pada
seluruh fungsi bisnis, terutama fungsi-fungsi operasi, pemasaran dan keuangan.
Persediaan yang cukup akan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada
para pelanggan, hal ini merupakan hal yang penting bagi pemasaran. Operasi
memerlukan persediaan untuk menunjang kelancaran dan efisiensi dalam proses
produksi. Keuangan harus menunjang dalam penyediaan persediaan, oleh karena
itu alokasi dana bagi persediaan merupakan salah satu fungsi keuangan yang
penting.
Menurut Richardus Eko (1999 : 251) :
”Persediaan adalah suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu
atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam rangka
mengantisipasi untuk dapat memenuhi permintaan”.
Permintaan sumber daya tersebut dapat secara internal, yakni antar bagian
atau fungsi yang ada dalam organisasi, atau secara eksternal. Persediaan yang ada
dalam perusahaan manufaktur biasanya berupa bahan mentah, barang dalam
proses, barang jadi, bahan penolong dan komponen-komponen lain yang menjadi
bagian keluaran dari suatu produk.
Pengelolaan persediaan terkait dengan biaya dalam persediaan dan
pengawasan persediaan. M. Manullang (2005 : 53) pengawasan persediaan
mencakup cara-cara pemesanan, jumlah pesanan ekonomis, penentuan besarnya
persediaan penyelamat dan titik pemesanan kembali. Dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan persediaan, pemesanan bahan yang dibutuhkan dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu order point system adalah sistem atau cara
pemesanan yang dilakukan ketika persediaan yang ada telah mencapai suatu titik
tertentu dan order cycle system yaitu sistem pemesanan bahan dengan interval
waktu yang tetap.
Jumlah atau besar pesanan yang dilakukan sebaiknya juga dapat
meminimalkan biaya-biaya yang timbul di dalamnya. Dari biaya-biaya itu, yang
sangat berpengaruh dalam penentuan jumlah pesanan yang ekonomis hanya biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Jumlah pesanan yang ekonomis (Economic
Order Quantity atau EOQ) merupakan jumlah pesanan yang memiliki baiaya
pemesanan dan biaya penyimpanan per tahun minimum. Manullang (2005 : 55).
Persediaan penyelamat atau safety stock adalah persediaan tambahan yang
dilakukan untuk melindungi atau mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan
serta dapat mengurangi dampak kerugian akibat stock out tersebut meski untuk itu
akan menambah besarnya biaya penyimpaan. Manullang (2005 : 61). Titik
pemesanan kembali atau reorder point adalah waktu minimal untuk melakukan
pemesanan ulang sehingga bahan pesanan dapat diterima tepat waktu sedangkan
persediaan diatas safety stock adalah sama dengan nol. Manullang (2005 : 64).
Teknologi maju mengubah secara dramatis pola perilaku dalam suatu
perusahaan. Keunggulan suatu perusahaan terhadap para pesainganya ditentukan
oleh faktor waktu, mutu, biaya dan sumber daya manusia. Salah satu alat agar
perusahaan mempunyai keunggulan adalah dengan mengembangkan dan
menerapkan konsep Just In Time. Supriyono (1999 : 83) Idealnya, perusahaan
menggunakan Just In Time (JIT) untuk pembelian dan produksi.
Menurut Supriyono (1999 : 124)
”Just In Time adalah suatu filosofi yang memusatkan pada eliminasi
aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi sesuai dengan
permintaan konsumen dan membeli bahan sesuai dengan kebutuhan
produksi”.
Jika perusahaan mengadopsi JIT menurut M. Nafarin (2004 : 457), biaya variabel
per unit yang dijual berkurang dan biaya tetap meningkat. Misalnya tenaga kerja
langsung dianggap biaya tetap dibandingkan variabel, biaya langsung disisi lain
masih merupakan biaya variabel berdasarkan unit. Penerapan JIT yang berhasil
menghasilkan perbaikan penting seperti mutu yang lebih baik, meningkatkan
produktivitas, mengurangi waktu tunggu, mengurangi persediaan dalam jumlah
besar, mengurangi waktu penyetelan dan menurunkan biaya produksi.
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan judul ”Analisis
Pengelolaan Persediaan Bahan Baku”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini masalah yang dapat
penulis kemukakan adalah:
Apakah perusahaan telah mengelola persediaan bahan baku dengan memadai.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini dilakukan adalah untuk menghimpun data yang
diperlukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi, mempelajari dan memahami
pengelolaan persediaan bahan baku dalam pelaksanaannya, sedangkan tujuan
penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui kememadaian pengelolaan persediaan bahan baku
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak yang berkepentingan.
1. Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih baik
mengenai pengelolaan persediaan bahan baku
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna dalam
memberikan informasi mngenai pengelolaan persediaan bahan baku yang
dilakukan oleh pihak perusahaan.
2. Bagi penulis
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara teori yang diperoleh dengan
penerapannya dalam praktek.
Untuk meningkatkan wawasan serta pengetahuan mengenai pengelolaan
persediaan bahan baku.
3. Peneliti lain
Sebagai informasi dan bahan referensi yang dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta sebagai titik tolak bagi penelitian lebih lanjut yang lebih
luas dan mendalam.
1.5 Kerangka Pemikiran
Pada perusahaan industri, pihak manajemen menitikberatkan perhatiannya
pada tersedianya bahan baku untuk proses produksi, sehingga operasional
perusahaan industri tidak terganggu. Persediaan mencakup persediaan bahan
baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, persediaan
barang jadi. Dalam penulisan skripsi ini yang akan dibahas hanya mengenai
persediaan bahan baku yang dititikberatkan pada pengelolaan persediaan bahan
baku. Persediaan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perusahaan
dan menjadi harta lancar saat dapat dijual kepada konsumen. Sehingga persediaan
menjadi bagian terbesar dari aktiva lancar yang ada dalam neraca dan bagian yang
terbesar pula dalam modal kerja.
Seperti yang diutarakan oleh Arrens dan Loebbecke (2000 : 646) :
“Inventory is general a major item an the balance sheet and it is often
the largest items making up the account included in the work capital”.
Oleh karena itu persediaan tersebut harus selalu ada di dalam perusahaan untuk
menunjang kelangsungan hidup proses produksi.
Menurut Lalu Sumayang (2003 : 197) :
”Persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan
mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Dari sudut pandang
sebuah perusahaan maka persediaan adalah sebuah investasi modal
yang dibutuhkan untuk menyimpan material pada kondisi tertentu”.
Persediaan menurut Manullang (2005 : 65) merupakan jumlah bahan atau
barang yang disediakan oleh perusahaan, baik itu merupakan barang jadi, barang
dalam proses, maupun bahan mentah, untuk menjaga kelancaran proses produksi.
Bahan baku menurut Nafarin (2004 : 82) merupakan bahan langsung, yatiu bahan
yang membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi. Bahan
baku adalah bahan utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utma dari
suatu produk. Bahan baku biasanya mudah ditelusuri dalam suatu produk dan
harganya relatif tinggi dibandingkan dengan bahan pembantu.
Persediaan bahan baku dalam perusahaan harus dikelola dengan baik,
dimulai dengan baik mulai dari perencanaan sampai dengan pengendalian
persediaan dan juga dimulai dari kegiatan pengadaannya sampai dengan
penyampaiannya.
Seperti yang diutarakan oleh Lalu Sumayang (2003 : 200) bahwa :
”Pengelolaan persediaan mempunyai arti penting karena persediaan
merupakan investasi yang membutuhkan modal yang besar,
mempengaruhi ke pelanggan lain, mempunyai pengaruh pada fungsi
lain seperti operasi, pemasaran dan keuangan”.
Hal ini berarti dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksananya
proses produksi. Unsur-unsur pengelolaan bahan baku yang mendukung proses
produksi yang efektif diantaranya adalah ; perencanaan, pembelian, penerimaan
dan penyimpanan, pengeluaran dan pengendalian.
Pengelolaan persediaan bahan baku yang baik diperlukan dalam
perusahaan kecil, perusahaan menengah, maupun perusahaan besar namun yang
cukup mendasar yaitu perbedaan jumlah unit persediaan bahan baku yang ada,
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang terkait dalam kegiatan
pengelolaan persediaan bahan baku tersebut. Persediaan adalah salah satu elemen
utama dari modal kerja yang terus menerus mengalami perubahan Manullang
(2004 : 49). Tanpa persediaan, perusahaan akan menghadapi resiko, yaitu tidak
dapat memenuhi keinginan pelanggan atas barang produksi.
Nafarin (2004 : 83) Semua perusahaan ingin mencapai laba maksimal.
Laba tertinggi dapat dicapai bila dana berputar dengan cepat. Oleh karena itu,
dana yang diinvestasikan diusahakan sekecil mungkin, termasuk investasi dalam
persediaan, baik persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan
persediaan barang jadi. Tetapi pada umumnya perusahaan tidak dapat setiap kali
beroperasi mempunyai saldo persediaan nol. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain faktor persaingan, faktor lingkungan, dan faktor lainnya. Besar
kecilnya persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan ditentukan oleh
beberapa faktor, seperti yang dikemukakan oleh Nafarin (2004 : 83) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Anggaran produksi.
Harga beli bahan baku.
Biaya peyimpanan bahan baku.
Ketepatan pembuatan standar pemakaian bahan baku.
Ketepatan pemasok dalam menyerahkan bahan baku.
Jumlah bahan baku setiap kali pesan.
Manajemen persediaan merupakan kegiatan menentukan tingkat dan
komposisi persediaan. Kegiatan tersebut akan membantu perusahaan dalam
melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan pembelanjaan
perusahaan yang efektif dan efisien. Termasuk di dalamnya adalah pengaturan dan
pengawasan atas pengadaan bahan kebutuhan sesuai dengan jumlah dan waktu
yang diperlukan dengan biaya minimum. Dalam pengawasan persediaan, perlu
diperhitungkan cara, jumlah, agar tidak terjadi pemborosan, dan waktu
pemesanan. Sedangkan khusus persediaan perlu ditentukan besar persediaan
penyelamat (safety stock) yaitu jumlah minimun, dan besar persediaan pada waktu
pemesanan kembali dilakukan.
Persediaan akan menimbulkan biaya yang merupakan bagian dari harga
pokok produksi. Adapun unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat
digolongkan seperti yang dikatakan oleh Manullang (2005 : 51) :
a. biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam pemesanan barang
atau bahan, sejak pemesanan dilakukan hingga barang tersebut dikirim dan
diserahkan serta diinspeksi di gudang
b. biaya penyimpanan adalah biaya yang diperlukan dalam penyimpanan
persediaan.
c. Biaya akibat persediaan yang kurang, biaya ini timbul sebagai akibat
jumlah persediaan yang lebih kecil dari yang diperlukan.
d. Biaya kapasitas gudang. Pekerjaan di gudang beraneka ragam sehingga
terjadi biaya kesibukan gudang seperti biaya lembur dan biaya pemecatan.
Menurut Manullang (2005 : 50) kegiatan pengawasan persediaan meliputi
perencanaan persediaan, penjadwalan pemesanan, pengaturan penyimpanan dan
lain-lain. Semua kegiatan tersebut bertujuan menjaga tersedianya persediaan
yang optimum di dalam suatu perusahaan, meliputi :
1. Cara-cara pemesanan
•
Order point system, dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan
tertentu, jenisnya tidak banyak, dan ketentuan waktu pemesanan tidak
jelas.
•
Order cycle system, dapat digunakan untuk mengawasi persediaan barang
dengan jenis yang beragam dan bernilai tinggi serta waktu pemesanan
tetap.
2. Jumlah pesanan ekonomis
•
Pendekatan tabel, penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis ini
dilakukan denagn cara menyusun suatu tabel atau daftar jumlah pesanan
dan jumlah biaya per tahun.
•
Pendekatan grafik, penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan cara
menggambarkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dalam suatu
grafik. Sumbu horizontal menunjukkan jumlah pemesanan per tahun dan
sumbu vertikal menunjukkan besarnya biaya pemesanan, penyimpanan
serta biaya total.
•
Pendekatan
rumus,
penentuan
jumlah
pesanan
menggunakan rumus matematika.
EOQ =
2 xRxS
PxI
R : kuantitas yang diperlukan selama periode tertentu.
S : biaya pemesanan setiap kali pesan
P : harga bahan per unit.
I : biaya penyimpanan bahan di gudang ( % ).
PxI : besarnya biaya penyimpanan per unit.
ekonomis
yang
3. Persediaan penyelamat
•
Penggunaan bahan baku rata-rata, merupakan salah satu dasar untuk
memperkirakan penggunaan bahan baku sebelum periode tertentu.
•
Faktor waktu, terdapat jeda waktu ( lead time) yang cukup panjang antara
saat melakukan pemesanan untuk penggantian atau pengisian kembali
persediaan dengan saat penerimaan barang.
4. Titik pemesanan kembali
•
Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan
persentase tertentu.
•
Menetapka penggunaan lead time dan ditambah dengan penggunaan
selama periode tertentu sebagai safety stock.
Menurut Nafarin (2004 : 84) :
”jumlah pesanan ekonomis (Economic Order Quantity atau
EOQ) adalah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan
biaya yang minima atau sering dikatakan sebagai jumlah
pembelian yang optimal.”
Jumlah atau besar pesanan yang dilakukan sebaiknya juga dapat
meminimalkan biaya yang timbul di dalamnya. Dari biaya itu, yang sangat
berpengaruh dalam penentuan jumlah pesanan yang ekonomis hanya biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Besarnya biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan dipengaruhi oleh besarnya bahan yang dipesan. Semakin besar bahan
yang dipesan semakin besar biaya pemesanan dan penyimpanan.
Menurut Nafarin (2004 : 85) Pembelian berdasarkan EOQ dapat
dibenarkan bila syarat berikut ini terpenuhi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bahan tidak mudah rusak dan pengiriman bahan tidak terlambat.
Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per unit konstan.
Kebutuhan bahan relatif stabil sepanjang tahun (periode).
Harga beli bahan per unit konstan sepanjang periode.
Setiap saat bahan diperlukan selalu tersedia di pasar.
Bahan yang dipesan tidak terikat dengan bahan yang lain.
Suatu sistem persediaan yang kini mendapat banyak perhatian pada dua
dekade terakhir ini adalah metode Just In Time (tepat-waktu). Tepat waktu dapat
berarti bahwa dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang, atau
komponen bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi, tiba pada waktu
yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan. Dengan demikian
perusahaan yang menggunakan sistem ini akan mendekati tingkat persediaan nol
Richardus Eko dan Djoko Pranoto (1999 : 142). Metode ini menekankan semua
material harus menjadi bagian yang aktif dalam sistem produksi dan tidak boleh
menimbulkan masalah. Dalam JIT, persediaan diusahakan seminimal mungkin
yang diperlukan untuk menjaga agar tetap berlangsungnya proses produksi. Bahan
baku harus tersedia dalam waktu yang tepat pada saat diperlukan serta dengan
spesifikasi dan mutu yang tepat sesuai dengan yang dikehendaki.
Menurut Supriyono (1999 : 124)
”Just In Time adalah suatu filosofi yang memusatkan pada eliminasi
aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi sesuai dengan
permintaan konsumen dan membeli bahan sesuai dengan kebutuhan
produksi”.
Dalam sistem JIT, pengertian konsumen mencakup konsumen internal dan
konsumen eksternal. JIT dapat meningkatkan mutu, fleksibilitas, dan efisiensi
biaya. Fleksibilitas diperlukan agar tanggap terhadap permintaan konsumen
dengan produk dan pelayanan bermutu tinggi, bervariasi, dan berharga murah. JIT
banyak diterapkan
untuk pembelian dan pemanufakturan (produksi). Tujuan
strategis JIT menurut Supriyono (1999 : 124) adalah :
•
Meningkatkan laba.
•
Memperbaiki posisi persaingan perusahaan.
Menurut Supriyono (1999 : 146) :
”pembelian JIT adalah sistem pembelian barang berdasar tarikan
permintaan sehingga barang yang dibeli dapat diterima tepat waktu,
tepat jumlah, bermutu tinggi dan berharga murah.”
JIT pembelian mengharuskan adanya sistem penjadwalan pengadaan barang
dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk
memenuhi permintaan konsumen atau penggunaan produksi. JIT pembelian dapat
megurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian
menurut Supriyono (1999 : 146) dengan cara :
1. Megurangi jumlah pemasok.
2. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan
pemasok.
3. Memiliki konsumen dengan program pembelian yang mapan.
4. Mengeliminasi atau mengurangi aktivitas dan biaya yang tidak
bernilai tambah.
5. Mengurangi waktu dan biaya untuk program pemeriksaan mutu.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas yang sesuai dengan topik dan
tujuan penelitian, maka penulis membuat hipotesis deskriptif untuk perusahaan
sebagai berikut :
”Pengelolaan persediaan bahan baku telah memadai ”
1.6 Objek dan Metodologi Penelitian
1.6.1 Operasional Variabel
Variabel
Pengelolaan
Indikator
1. Perencanaan
Sub Indikator
a. Anggaran produksi.
persediaan
persediaan
b. Harga beli bahan baku.
bahan baku
bahan baku
c. Biaya penyimpanan bahan baku.
d. Ketepatan pembuatan standar pemakaian
bahan baku.
e. Ketepatan pemasok dalam menyerahkan
bahan baku.
f. Jumlah bahan baku setiap kali pesan.
2. Pembelian
berdasarkan
EOQ
a. Kualitas bahan dan pengiriman.
b. Biaya pemesanan dan penyimpanan.
c. Kebutuhan relatif stabil.
3. Pembelian
berdasarkan
JIT
d. Harga beli per unit konstan.
e. Bahan selalu tersedia di pasar.
f. Bahan tidak saling terikat.
a. Mengurangi jumlah pemasok.
b. Mengurangi/ mengeliminasi waktu dan
biaya nego.
c. Memiliki
konsumen dengan program
pembelian mapan.
d. Mengurangi/ mengeliminasi aktivitas
dan biaya yang tidak bernilai tambah.
e. Mengurangi waktu dan biaya untuk
program pemeriksaan mutu.
1.6.2 Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian
ini yaitu :
1. Penelitian lapangan (Field Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan penyelidikan
dan pengamatan langsung terhadap tempat yang menjadi objek
penelitian dengan cara :
a.
Observasi ,yaitu mengumpulkan data dengan cara megamati secara
langsung kepada sumber data yang akan dianalisis guna melengkapi
keterangan-keterangan yang diperoleh untuk kemudian dituliskan
dalam skripsi ini.
b.
Wawancara, yaitu pengumpulan data-data yang diperoleh dengan
cara mengadakan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang
terkait
2. Penelitian kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data-data sekunder guna
mendukung data-data primer yang diperoleh selama penelitian.
Pengumpulan
data
sekunder
ini
dilakukan
dengan
cara
studi
kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari buku-buku, catatan kuliah
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kegunaan dari studi ini
adalah dengan memperoleh sebanyak mungkin dasar-dasar teori yang
diharapkan akan dapat menunjang data-data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini.
1.6.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis dengan pendekatan studi kasus. Metode studi kasus menurut Mulyadi
(2004 : 182) adalah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan
suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Adapun pendekatan
deskriptif analisis menurut Sugiyono (2004 : 142) yaitu suatu pendekatan dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk
memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual.
1.6.4 Pembuktian Hipotesis
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara
pengelolaan persediaan yang dilakukan perusahaan dengan teori yang
berhubungan dengan pengelolaan persediaan.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian di PT.Pindad
yang berlokasi di Jl. Jendral Gatot Subroto 517 Bandung. Penelitian dilakukan
pada bulan Juni sampai dengan selesai.
Download