BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, sektor yang memegang peranan penting setelah sektor pertanian adalah sektor manufaktur. Tetapi dalam era globalisasi sekarang ini Indonesia mengalami kemerosotan yang cukup besar terutama di bidang ekonomi akibat dari kenaikan berbagai harga khususnya harga minyak dunia yang berdampak pada kenaikan harga lainnya serta ketidakpastian politik sehingga perusahaan manufaktur dihadapkan pada suatu keadaan yang mrngharuskan mereka mampu untuk bersaing mempertahankan kelangsungan hidupnya (Zulian Zamil : 2003). PT. Pindad merupakan perusahaan BUMN yang menjalankan usahanya dalam produksi peralatan militer baik untuk mendukung kebutuhan Pertahanan dan Keamanan (TNI dan Polisi) juga untuk produk komersial. Produksi di PT. Pindad berdasarkan job order, dimana Pindad tidak akan melaksanakan kegiatan produksi apabila Pindad belum menerima kontrak penjualan. Unsur biaya produksi yang ada di Pindad, kecuali biaya bahan adalah tetap, sehingga biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik akan tetap dikeluarkan pada saat produksi tidak ada. Kondisi yang penulis temukan pada bahan baku yang digunakan oleh pindad sebagian besar adalah barang impor, sehingga harga bahan baku akan sangat dipengaruhi oleh nilai kurs yang berlaku pada saat pembelian. Kenaikan harga minyak dunia tahun 2008 ini mengakibatkan estimasi penawaran harga untuk permintaan persediaan oleh bagian Perencanaan dan Pengendalian Material kepada bagian Pengadaan untuk produksi pada triwulan I bulan Januari hingga Maret 2008 mengalami kenaikan 40 %. Selain masalah kenaikan harga, sumber pemasok pun menjadi masalah karena agen untuk bahan baku yang diperlukan perusahaan hanya ada satu di Indonesia, hal ini akan menghambat proses produksi perusahaan karena produk yang dihasilkan oleh Departemen Cor ini tidak akan terbentuk jika salah satu bahan baku tidak tersedia dan tidak dapat diganti dengan bahan baku lain yang sejenis karena akan mempengaruhi kualitas yang dihasilkan. Manajemen persediaan merupakan fungsi manajemen operasional yang penting. Karena persediaan melibatkan sejumlah besar modal dan penyampaian barang kepada para langganan. Manajemen persediaan mempunyai pengaruh pada seluruh fungsi bisnis, terutama fungsi-fungsi operasi, pemasaran dan keuangan. Persediaan yang cukup akan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada para pelanggan, hal ini merupakan hal yang penting bagi pemasaran. Operasi memerlukan persediaan untuk menunjang kelancaran dan efisiensi dalam proses produksi. Keuangan harus menunjang dalam penyediaan persediaan, oleh karena itu alokasi dana bagi persediaan merupakan salah satu fungsi keuangan yang penting. Menurut Richardus Eko (1999 : 251) : ”Persediaan adalah suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam rangka mengantisipasi untuk dapat memenuhi permintaan”. Permintaan sumber daya tersebut dapat secara internal, yakni antar bagian atau fungsi yang ada dalam organisasi, atau secara eksternal. Persediaan yang ada dalam perusahaan manufaktur biasanya berupa bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi, bahan penolong dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran dari suatu produk. Pengelolaan persediaan terkait dengan biaya dalam persediaan dan pengawasan persediaan. M. Manullang (2005 : 53) pengawasan persediaan mencakup cara-cara pemesanan, jumlah pesanan ekonomis, penentuan besarnya persediaan penyelamat dan titik pemesanan kembali. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan persediaan, pemesanan bahan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu order point system adalah sistem atau cara pemesanan yang dilakukan ketika persediaan yang ada telah mencapai suatu titik tertentu dan order cycle system yaitu sistem pemesanan bahan dengan interval waktu yang tetap. Jumlah atau besar pesanan yang dilakukan sebaiknya juga dapat meminimalkan biaya-biaya yang timbul di dalamnya. Dari biaya-biaya itu, yang sangat berpengaruh dalam penentuan jumlah pesanan yang ekonomis hanya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Jumlah pesanan yang ekonomis (Economic Order Quantity atau EOQ) merupakan jumlah pesanan yang memiliki baiaya pemesanan dan biaya penyimpanan per tahun minimum. Manullang (2005 : 55). Persediaan penyelamat atau safety stock adalah persediaan tambahan yang dilakukan untuk melindungi atau mengantisipasi terjadinya kekurangan bahan serta dapat mengurangi dampak kerugian akibat stock out tersebut meski untuk itu akan menambah besarnya biaya penyimpaan. Manullang (2005 : 61). Titik pemesanan kembali atau reorder point adalah waktu minimal untuk melakukan pemesanan ulang sehingga bahan pesanan dapat diterima tepat waktu sedangkan persediaan diatas safety stock adalah sama dengan nol. Manullang (2005 : 64). Teknologi maju mengubah secara dramatis pola perilaku dalam suatu perusahaan. Keunggulan suatu perusahaan terhadap para pesainganya ditentukan oleh faktor waktu, mutu, biaya dan sumber daya manusia. Salah satu alat agar perusahaan mempunyai keunggulan adalah dengan mengembangkan dan menerapkan konsep Just In Time. Supriyono (1999 : 83) Idealnya, perusahaan menggunakan Just In Time (JIT) untuk pembelian dan produksi. Menurut Supriyono (1999 : 124) ”Just In Time adalah suatu filosofi yang memusatkan pada eliminasi aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi sesuai dengan permintaan konsumen dan membeli bahan sesuai dengan kebutuhan produksi”. Jika perusahaan mengadopsi JIT menurut M. Nafarin (2004 : 457), biaya variabel per unit yang dijual berkurang dan biaya tetap meningkat. Misalnya tenaga kerja langsung dianggap biaya tetap dibandingkan variabel, biaya langsung disisi lain masih merupakan biaya variabel berdasarkan unit. Penerapan JIT yang berhasil menghasilkan perbaikan penting seperti mutu yang lebih baik, meningkatkan produktivitas, mengurangi waktu tunggu, mengurangi persediaan dalam jumlah besar, mengurangi waktu penyetelan dan menurunkan biaya produksi. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai masalah tersebut dengan judul ”Analisis Pengelolaan Persediaan Bahan Baku” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini masalah yang dapat penulis kemukakan adalah: Apakah perusahaan telah mengelola persediaan bahan baku dengan memadai. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini dilakukan adalah untuk menghimpun data yang diperlukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi, mempelajari dan memahami pengelolaan persediaan bahan baku dalam pelaksanaannya, sedangkan tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui kememadaian pengelolaan persediaan bahan baku 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak yang berkepentingan. 1. Perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih baik mengenai pengelolaan persediaan bahan baku Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna dalam memberikan informasi mngenai pengelolaan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh pihak perusahaan. 2. Bagi penulis Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara teori yang diperoleh dengan penerapannya dalam praktek. Untuk meningkatkan wawasan serta pengetahuan mengenai pengelolaan persediaan bahan baku. 3. Peneliti lain Sebagai informasi dan bahan referensi yang dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan serta sebagai titik tolak bagi penelitian lebih lanjut yang lebih luas dan mendalam. 1.5 Kerangka Pemikiran Pada perusahaan industri, pihak manajemen menitikberatkan perhatiannya pada tersedianya bahan baku untuk proses produksi, sehingga operasional perusahaan industri tidak terganggu. Persediaan mencakup persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi. Dalam penulisan skripsi ini yang akan dibahas hanya mengenai persediaan bahan baku yang dititikberatkan pada pengelolaan persediaan bahan baku. Persediaan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perusahaan dan menjadi harta lancar saat dapat dijual kepada konsumen. Sehingga persediaan menjadi bagian terbesar dari aktiva lancar yang ada dalam neraca dan bagian yang terbesar pula dalam modal kerja. Seperti yang diutarakan oleh Arrens dan Loebbecke (2000 : 646) : “Inventory is general a major item an the balance sheet and it is often the largest items making up the account included in the work capital”. Oleh karena itu persediaan tersebut harus selalu ada di dalam perusahaan untuk menunjang kelangsungan hidup proses produksi. Menurut Lalu Sumayang (2003 : 197) : ”Persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi. Dari sudut pandang sebuah perusahaan maka persediaan adalah sebuah investasi modal yang dibutuhkan untuk menyimpan material pada kondisi tertentu”. Persediaan menurut Manullang (2005 : 65) merupakan jumlah bahan atau barang yang disediakan oleh perusahaan, baik itu merupakan barang jadi, barang dalam proses, maupun bahan mentah, untuk menjaga kelancaran proses produksi. Bahan baku menurut Nafarin (2004 : 82) merupakan bahan langsung, yatiu bahan yang membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi. Bahan baku adalah bahan utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utma dari suatu produk. Bahan baku biasanya mudah ditelusuri dalam suatu produk dan harganya relatif tinggi dibandingkan dengan bahan pembantu. Persediaan bahan baku dalam perusahaan harus dikelola dengan baik, dimulai dengan baik mulai dari perencanaan sampai dengan pengendalian persediaan dan juga dimulai dari kegiatan pengadaannya sampai dengan penyampaiannya. Seperti yang diutarakan oleh Lalu Sumayang (2003 : 200) bahwa : ”Pengelolaan persediaan mempunyai arti penting karena persediaan merupakan investasi yang membutuhkan modal yang besar, mempengaruhi ke pelanggan lain, mempunyai pengaruh pada fungsi lain seperti operasi, pemasaran dan keuangan”. Hal ini berarti dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksananya proses produksi. Unsur-unsur pengelolaan bahan baku yang mendukung proses produksi yang efektif diantaranya adalah ; perencanaan, pembelian, penerimaan dan penyimpanan, pengeluaran dan pengendalian. Pengelolaan persediaan bahan baku yang baik diperlukan dalam perusahaan kecil, perusahaan menengah, maupun perusahaan besar namun yang cukup mendasar yaitu perbedaan jumlah unit persediaan bahan baku yang ada, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang terkait dalam kegiatan pengelolaan persediaan bahan baku tersebut. Persediaan adalah salah satu elemen utama dari modal kerja yang terus menerus mengalami perubahan Manullang (2004 : 49). Tanpa persediaan, perusahaan akan menghadapi resiko, yaitu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan atas barang produksi. Nafarin (2004 : 83) Semua perusahaan ingin mencapai laba maksimal. Laba tertinggi dapat dicapai bila dana berputar dengan cepat. Oleh karena itu, dana yang diinvestasikan diusahakan sekecil mungkin, termasuk investasi dalam persediaan, baik persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Tetapi pada umumnya perusahaan tidak dapat setiap kali beroperasi mempunyai saldo persediaan nol. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor persaingan, faktor lingkungan, dan faktor lainnya. Besar kecilnya persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor, seperti yang dikemukakan oleh Nafarin (2004 : 83) : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Anggaran produksi. Harga beli bahan baku. Biaya peyimpanan bahan baku. Ketepatan pembuatan standar pemakaian bahan baku. Ketepatan pemasok dalam menyerahkan bahan baku. Jumlah bahan baku setiap kali pesan. Manajemen persediaan merupakan kegiatan menentukan tingkat dan komposisi persediaan. Kegiatan tersebut akan membantu perusahaan dalam melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan pembelanjaan perusahaan yang efektif dan efisien. Termasuk di dalamnya adalah pengaturan dan pengawasan atas pengadaan bahan kebutuhan sesuai dengan jumlah dan waktu yang diperlukan dengan biaya minimum. Dalam pengawasan persediaan, perlu diperhitungkan cara, jumlah, agar tidak terjadi pemborosan, dan waktu pemesanan. Sedangkan khusus persediaan perlu ditentukan besar persediaan penyelamat (safety stock) yaitu jumlah minimun, dan besar persediaan pada waktu pemesanan kembali dilakukan. Persediaan akan menimbulkan biaya yang merupakan bagian dari harga pokok produksi. Adapun unsur biaya yang terdapat dalam persediaan dapat digolongkan seperti yang dikatakan oleh Manullang (2005 : 51) : a. biaya pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam pemesanan barang atau bahan, sejak pemesanan dilakukan hingga barang tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang b. biaya penyimpanan adalah biaya yang diperlukan dalam penyimpanan persediaan. c. Biaya akibat persediaan yang kurang, biaya ini timbul sebagai akibat jumlah persediaan yang lebih kecil dari yang diperlukan. d. Biaya kapasitas gudang. Pekerjaan di gudang beraneka ragam sehingga terjadi biaya kesibukan gudang seperti biaya lembur dan biaya pemecatan. Menurut Manullang (2005 : 50) kegiatan pengawasan persediaan meliputi perencanaan persediaan, penjadwalan pemesanan, pengaturan penyimpanan dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut bertujuan menjaga tersedianya persediaan yang optimum di dalam suatu perusahaan, meliputi : 1. Cara-cara pemesanan • Order point system, dapat digunakan apabila bahan baku yang digunakan tertentu, jenisnya tidak banyak, dan ketentuan waktu pemesanan tidak jelas. • Order cycle system, dapat digunakan untuk mengawasi persediaan barang dengan jenis yang beragam dan bernilai tinggi serta waktu pemesanan tetap. 2. Jumlah pesanan ekonomis • Pendekatan tabel, penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis ini dilakukan denagn cara menyusun suatu tabel atau daftar jumlah pesanan dan jumlah biaya per tahun. • Pendekatan grafik, penentuan jumlah pesanan yang ekonomis dengan cara menggambarkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dalam suatu grafik. Sumbu horizontal menunjukkan jumlah pemesanan per tahun dan sumbu vertikal menunjukkan besarnya biaya pemesanan, penyimpanan serta biaya total. • Pendekatan rumus, penentuan jumlah pesanan menggunakan rumus matematika. EOQ = 2 xRxS PxI R : kuantitas yang diperlukan selama periode tertentu. S : biaya pemesanan setiap kali pesan P : harga bahan per unit. I : biaya penyimpanan bahan di gudang ( % ). PxI : besarnya biaya penyimpanan per unit. ekonomis yang 3. Persediaan penyelamat • Penggunaan bahan baku rata-rata, merupakan salah satu dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku sebelum periode tertentu. • Faktor waktu, terdapat jeda waktu ( lead time) yang cukup panjang antara saat melakukan pemesanan untuk penggantian atau pengisian kembali persediaan dengan saat penerimaan barang. 4. Titik pemesanan kembali • Menetapkan jumlah penggunaan selama lead time dan ditambah dengan persentase tertentu. • Menetapka penggunaan lead time dan ditambah dengan penggunaan selama periode tertentu sebagai safety stock. Menurut Nafarin (2004 : 84) : ”jumlah pesanan ekonomis (Economic Order Quantity atau EOQ) adalah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minima atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.” Jumlah atau besar pesanan yang dilakukan sebaiknya juga dapat meminimalkan biaya yang timbul di dalamnya. Dari biaya itu, yang sangat berpengaruh dalam penentuan jumlah pesanan yang ekonomis hanya biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Besarnya biaya penyimpanan dan biaya pemesanan dipengaruhi oleh besarnya bahan yang dipesan. Semakin besar bahan yang dipesan semakin besar biaya pemesanan dan penyimpanan. Menurut Nafarin (2004 : 85) Pembelian berdasarkan EOQ dapat dibenarkan bila syarat berikut ini terpenuhi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bahan tidak mudah rusak dan pengiriman bahan tidak terlambat. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan per unit konstan. Kebutuhan bahan relatif stabil sepanjang tahun (periode). Harga beli bahan per unit konstan sepanjang periode. Setiap saat bahan diperlukan selalu tersedia di pasar. Bahan yang dipesan tidak terikat dengan bahan yang lain. Suatu sistem persediaan yang kini mendapat banyak perhatian pada dua dekade terakhir ini adalah metode Just In Time (tepat-waktu). Tepat waktu dapat berarti bahwa dalam suatu rangkaian proses produksi, suku cadang, atau komponen bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi, tiba pada waktu yang diperlukan dan hanya dalam jumlah yang diperlukan. Dengan demikian perusahaan yang menggunakan sistem ini akan mendekati tingkat persediaan nol Richardus Eko dan Djoko Pranoto (1999 : 142). Metode ini menekankan semua material harus menjadi bagian yang aktif dalam sistem produksi dan tidak boleh menimbulkan masalah. Dalam JIT, persediaan diusahakan seminimal mungkin yang diperlukan untuk menjaga agar tetap berlangsungnya proses produksi. Bahan baku harus tersedia dalam waktu yang tepat pada saat diperlukan serta dengan spesifikasi dan mutu yang tepat sesuai dengan yang dikehendaki. Menurut Supriyono (1999 : 124) ”Just In Time adalah suatu filosofi yang memusatkan pada eliminasi aktivitas pemborosan dengan cara memproduksi sesuai dengan permintaan konsumen dan membeli bahan sesuai dengan kebutuhan produksi”. Dalam sistem JIT, pengertian konsumen mencakup konsumen internal dan konsumen eksternal. JIT dapat meningkatkan mutu, fleksibilitas, dan efisiensi biaya. Fleksibilitas diperlukan agar tanggap terhadap permintaan konsumen dengan produk dan pelayanan bermutu tinggi, bervariasi, dan berharga murah. JIT banyak diterapkan untuk pembelian dan pemanufakturan (produksi). Tujuan strategis JIT menurut Supriyono (1999 : 124) adalah : • Meningkatkan laba. • Memperbaiki posisi persaingan perusahaan. Menurut Supriyono (1999 : 146) : ”pembelian JIT adalah sistem pembelian barang berdasar tarikan permintaan sehingga barang yang dibeli dapat diterima tepat waktu, tepat jumlah, bermutu tinggi dan berharga murah.” JIT pembelian mengharuskan adanya sistem penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan penyerahan segera untuk memenuhi permintaan konsumen atau penggunaan produksi. JIT pembelian dapat megurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian menurut Supriyono (1999 : 146) dengan cara : 1. Megurangi jumlah pemasok. 2. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi dengan pemasok. 3. Memiliki konsumen dengan program pembelian yang mapan. 4. Mengeliminasi atau mengurangi aktivitas dan biaya yang tidak bernilai tambah. 5. Mengurangi waktu dan biaya untuk program pemeriksaan mutu. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas yang sesuai dengan topik dan tujuan penelitian, maka penulis membuat hipotesis deskriptif untuk perusahaan sebagai berikut : ”Pengelolaan persediaan bahan baku telah memadai ” 1.6 Objek dan Metodologi Penelitian 1.6.1 Operasional Variabel Variabel Pengelolaan Indikator 1. Perencanaan Sub Indikator a. Anggaran produksi. persediaan persediaan b. Harga beli bahan baku. bahan baku bahan baku c. Biaya penyimpanan bahan baku. d. Ketepatan pembuatan standar pemakaian bahan baku. e. Ketepatan pemasok dalam menyerahkan bahan baku. f. Jumlah bahan baku setiap kali pesan. 2. Pembelian berdasarkan EOQ a. Kualitas bahan dan pengiriman. b. Biaya pemesanan dan penyimpanan. c. Kebutuhan relatif stabil. 3. Pembelian berdasarkan JIT d. Harga beli per unit konstan. e. Bahan selalu tersedia di pasar. f. Bahan tidak saling terikat. a. Mengurangi jumlah pemasok. b. Mengurangi/ mengeliminasi waktu dan biaya nego. c. Memiliki konsumen dengan program pembelian mapan. d. Mengurangi/ mengeliminasi aktivitas dan biaya yang tidak bernilai tambah. e. Mengurangi waktu dan biaya untuk program pemeriksaan mutu. 1.6.2 Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu : 1. Penelitian lapangan (Field Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan penyelidikan dan pengamatan langsung terhadap tempat yang menjadi objek penelitian dengan cara : a. Observasi ,yaitu mengumpulkan data dengan cara megamati secara langsung kepada sumber data yang akan dianalisis guna melengkapi keterangan-keterangan yang diperoleh untuk kemudian dituliskan dalam skripsi ini. b. Wawancara, yaitu pengumpulan data-data yang diperoleh dengan cara mengadakan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang terkait 2. Penelitian kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data-data sekunder guna mendukung data-data primer yang diperoleh selama penelitian. Pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari buku-buku, catatan kuliah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kegunaan dari studi ini adalah dengan memperoleh sebanyak mungkin dasar-dasar teori yang diharapkan akan dapat menunjang data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini. 1.6.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dengan pendekatan studi kasus. Metode studi kasus menurut Mulyadi (2004 : 182) adalah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Adapun pendekatan deskriptif analisis menurut Sugiyono (2004 : 142) yaitu suatu pendekatan dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual. 1.6.4 Pembuktian Hipotesis Pembuktian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara pengelolaan persediaan yang dilakukan perusahaan dengan teori yang berhubungan dengan pengelolaan persediaan. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian di PT.Pindad yang berlokasi di Jl. Jendral Gatot Subroto 517 Bandung. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan selesai.