ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP BERDASARKAN KEJADIAN NET DEATH RATE DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TAMAN PURING SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) S OLEH : Rika Apriyanti Hernawan NIM: 1112101000039 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M i Lembar Pengesahan ii iii iv Abstrak FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Desember 2016 Rika Apriyanti Hernawan, NIM: 1112101000039 ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP BERDASARKAN KEJADIAN NET DEATH RATE (NDR) DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TAMAN PURING (RSMTP) xiii+77 halaman, 9 tabel, 3 bagan, 6 lampiran ABSTRAK Pencapaian indikator mutu pelayanan yang paling bermasalah di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring adalah pencapaian indikator mutu NDR rawat inap. Pencapaian NDR di RSMTP ini bermasalah karena selalu tidak sesuai dengan standar yang ditentukan Depkes yang angkanya terus naik dari tahun 2013 sampai tahun 2015. . Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara, daftar tilik, observasi dan telaah dokumen. Informan yang akan menjadi narasumber dalam pengambilan data primer di RSMTP meliputi kepala instalasi rawat inap, 4 orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien, dokter harian rawat inap, dan perawat yang ikut merawat pasien yang diambil secara purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. Jumlah 12 pasien meninggal > 48 jam dari total 40 pasien yang meninggal selama 6 bulan ini mengartikan bahwa terjadi 0,3% kejadian NDR, sedangkan standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam adalah 0,24%. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian > 48 jam masih tinggi dan belum memenuhi standar. Kejadian ini disebabkan beberapa faktor yaitu sumber daya manusia baik dari segi kuantitas dan kualitasnya yang masih kurang, SOP yang belum lengkap dan pelaksanaannya belum maksimal, penatalaksanaan medis maupun keperawatan yang belum maksimal serta evaluasi dari penatalaksanaan medis maupun keperawatan belum dilaksanakan. Kata Kunci: Mutu, Net Death Rate, Rawat inap, Rumah Sakit Daftar Bacaan: 70 (1990-2016) v Abstract FACULTY OF MEDICINE AND PUBLIC HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH SERVICE MANAGEMENT SPECIALISATION Thesis, December 2016 Rika Apriyanti Hernawan, NIM: 1112101000039 ANALYSIS QUALITY OF INPATIENT SERVICE UNDER THE OCCURRENCE OF NET DEATH RATE (NDR) IN MUHAMMADIYAH TAMAN PURING HOSPITAL xiii+ 77 pages, 9 tables, 3 charts, 6 attachments ABSTRACT The most problem of quality indicators achievment in Muhammadiyah Taman Puring Hospital is quality indicators achievment of NDR‟s hospitalization service. This problematic came from the prescribed standards in Ministry of Health, the grade standard were always rised from 2013 until 2015. This study were qualitative reaserch that using data collecting such as interviewed, checklisted, observationed and studied of the document. The narasumber of primary data in RSMTP was impatient heads and four head of ward, doctors who treated the patient, the doctor-patient daily, the nurse who took care for patients with purposive sampling. The result of this study showed that from January to June 2016 there were 20 patients with 12 cases NDR medical records were found. A total of 12 patients who died> 48 hours from a total of 40 patients who died during the six months of this means as much as 0.3% incidence NDR, while the standards of the Department of Health (2008) for the death of> 48 hours was 0.24%. This meant that at Muhammadiyah Hospital mortality rate of> 48 hours is still high and had not met the standards due to several factors that can be seen from human sources such as quantity and quality were still lacking, SOP was not completed and implementation was not maximized, medical management and nursing was not maximized and the evaluation of medical management and nursing had not been implemented. Keywords: Quality, Net Death Rate, Inpatient, Hospital Reading List: 70 (1990-2016) vi Kata Pengantar KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji, syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP BERDASARKAN KEJADIAN NET DEATH RATE DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TAMAN PURING”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada jurusan kesehatan masyarakat fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat walafiat dan kelancaran sehingga penulis dapat menjalankan magang dan membuat laporan dengan lancar. 2. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan dukungan dan semangat 3. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. dr. Nahari, SPA selaku direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. 6. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D sebagai pembimbing I dan ibu Yuli Amran, SKM, MKM sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan meluangkan waktu sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik. vii 7. Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM, Baequni, Ph.D. dan Yuyun Umniyatun SKM, MARS sebagai penguji skripsi yang telah memberi saran dan kritik yang sangat membangun bagi penulis. 8. Seluruh dosen program studi kesehatan masyarakat yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. 9. Nurzia Ulhaq, Ayu Savitri, Juwita, Ayu Sajida, Mariatul, Yulia, Laily, Syifa, Riskah, Evi Luthfiyah selaku sahabat-sahabat satu perjuangan yang senantiasa selalu saling memberi semangat dan dukungan. 10. Annisa Widia, Tiara Kurnia, Intan Purnamasari, Winda Aisyah, Amy Noerul, Reni Purnamasari, Lusiana selaku sahabat-sahabat tercinta yang senantiasana selalu memberikan semangat dan dukungan. 11. Rekan-rekan MPK 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. Berbagai pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan proposal skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya, penulis menyampaikan terima kasih. Jakarta, September 2016 Penulis viii Daftar Isi Daftar Isi Pernyataan Persetujuan ............................................................ Error! Bookmark not defined. Lembar Pengesahan ...................................................................................................................ii Lembar Pernyataan .................................................................. Error! Bookmark not defined. Abstrak ...................................................................................................................................... iv Abstract ..................................................................................................................................... vi Kata Pengantar .........................................................................................................................vii Daftar Isi ................................................................................................................................... ix Daftar Tabel .............................................................................................................................. xi Daftar Bagan ............................................................................................................................xii Bab I Pendahuluan ..................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 7 1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................................... 7 1.4 Tujuan ............................................................................................................................ 8 1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................................................... 8 1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................................................... 8 1.5 Manfaat .......................................................................................................................... 9 1.5.1 Bagi Rumah Sakit ................................................................................................ 9 1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................................ 9 1.5.3 Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................................................. 9 1.6 Ruang Lingkup............................................................................................................. 10 Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................................... 11 2.1 Rumah Sakit ................................................................................................................. 11 2.2 Instalasi Rawat Inap ..................................................................................................... 12 2.2.1 Definisi Instalasi Rawat Inap ............................................................................. 12 2.2.2 Tenaga Medis dan Paramedis ............................................................................ 12 2.2.3 Penatalaksanaan Medis dan Paramedis .............. Error! Bookmark not defined. 2.2.4 Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws) ........................................ 13 2.2.5 Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat-obatan ................................. 17 2.2.6 Standar Pelayanan Rawat Inap........................................................................... 20 2.3 Mutu Pelayanan Rumah Sakit ...................................................................................... 25 2.3.1 Pengertian .......................................................................................................... 25 ix 2.3.2 Manajemen Mutu Klinis .................................................................................... 30 2.3.3 Pengukuran dan Peningkatan Mutu ................................................................... 32 2.3.4 Mutu Pelayanan Rawat Inap .............................................................................. 39 2.4 Net Death Rate (NDR) ................................................................................................. 40 2.5 Kerangka Teori ............................................................................................................ 45 Bab III Kerangka konsep ......................................................................................................... 47 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................................................... 47 3.2 Definisi Istilah .............................................................................................................. 48 Bab IV Metode Penelitian ........................................................................................................ 50 4.1 Jenis Penelitian............................................................................................................. 51 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 51 4.3 Informan Penelitian ...................................................................................................... 51 4.4 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................................................... 53 4.5 Sumber Data................................................................................................................. 53 4.6 Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 54 4.7 Metode Pengolahan Data ............................................................................................. 55 4.8 Teknik Analisa Data .................................................................................................... 57 4.9 Penyajian Data ............................................................................................................. 59 4.10 Triangulasi Data ........................................................................................................... 59 Bab V Hasil Penelitian ............................................................................................................ 60 5.1 Distribusi Analisis Penyebab Kematian Berdasarkan Resume Audit.......................... 60 5.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................... 63 5.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM) ................................................................................................................ 63 5.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP ................................. 71 5.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan................ 77 5.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ....................................... 80 5.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................................................... 84 5.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis x dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring. 84 Bab VI Pembahasan ................................................................................................................. 87 6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 87 6.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................... 87 6.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM) ................................................................................................................ 88 6.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP ................................. 94 6.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan................ 98 6.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ..................................... 101 6.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ....................................................... 105 6.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring…106 Bab VII Simpulan dan Saran ................................................................................................. 110 7.1 Simpulan .................................................................................................................... 110 7.2 Saran .......................................................................................................................... 112 Daftar pustaka ........................................................................................................................ 114 Lampiran ................................................................................................................................ 121 Daftar Tabel xi DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap ........................................................ 25 Tabel 4.1 Kode Informan dan Kode RM ...................................................................................... 53 Tabel 5.1 Analisis Penyebab Kematian > 48 Jam Menurut Resum Audit Tahun 2016 di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ............................................................. 62 Tabel 5.2 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedi di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 .............................................................. 64 Tabel 5.3 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 .............................................................. 66 Tabel 5.4 Rekapitulasi Tenaga Medis dan Paramedis yang mengikuti pelatihan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 ..................................................... 68 Tabel 5.5 Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian pasien > 48 Menurut Masukan/Input Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016............................................................................................................................. 70 Tabel 5.6 Rekapitulasi Kelengkapan SOP Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016......................................................................................... 72 Tabel 5.7 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 jam Menurut Masukan/Input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 ... 75 Tabel 5.8 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Menurut Masukan/Input Fasilitas Alat kesehatan.... 79 Tabel 5.9 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam Menurut Proses Penatalaksanaan medis dan paramedic di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 ....................................................................................................... 82 Daftar Bagan DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Kerangka Teori ............................................................................................................ 46 Bagan 3.1 Kerangka Konsep......................................................................................................... 48 Bagan 3.2 Definisi Istilah ............................................................................................................. 48 xii BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat, ini berarti permintaan pelayanan kesehatan akan bertambah banyak, tetapi rumah sakit sebagai bagian dari sarana pelayanan kesehatan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam hal ini faktor mutu dan efisiensi pelayanan yang kurang memadai juga merupakan penyebab belum dimanfaatkannya rumah sakit (Syafharini, 2012). Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia baik yang diselenggarakan pemerintah pusat maupun daerah harus memperhatikan mutu/kualitas pelayanan. Beberapa hal yang menjadi alasan diatas, pertama, mutu pelayanan kesehatan merupakan hak masyarakat/warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Kedua, mutu pelayanan kesehatan dapat menjadi jaminan bagi pelanggan/masyarakat untuk mencapai hasil berupa optimalisasi derajat kesehatan masyarakat (Leebov, 1991). Hal ini sejalan dengan Undang– Undang Nomor 8 Tahun 2000 Perlindungan terhadap konsumen dan Undang–Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Menurut Donabedian (1982), pengertian mutu pelayanan kesehatan dengan pendekatan secara komprehensif mencakup Structure/Input, Process dan Output. Strukture/input adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabil yang dimiliki oleh penyedia fasilitas pelayanan kesehatan. Komponen Struktur/input meliputi perlengkapan, sumber daya 1 dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja. Komponen Proses pada dasarnya adalah berbagai aktifitas yang merupakan interaksi antara penyedia fasilitas pelayanan kesehatan (misal dokter) dengan pasien yang menerima pelayanan kesehatan. Komponen Output/keluaran merujuk pada berbagai perubahan kondisi dan status kesehatan yang didapat oleh pasien setelah terakses dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang meliputi morbiditas, mortalitas dan tingkat kepuasan pasien. Menurut Pohan (2003), penilaian mutu pelayanan kesehatan dilakukan dengan membandingkan pencapaian terhadap Standar Pelayanan Kesehatan yang telah ditetapkan. Pengukuran mutu bisa dilakukan salah satunya dengan mengukur kinerja rumah sakit yang dapat diketahui melalui beberapa indikator, yaitu : BOR (Bed Occupation Rate), AvLOS (Averate Length Of Stay), BTO (Bed Turn Over), TOI (Turn Over Internal), NDR (Net Death Rate), GDR (Gross Death Rate), dan Rerata kunjungan klinik per hari (Syafharini, 2012). Indikator-indikator mutu yang digunakan dalam statistik rumah sakit seperti BOR, LOS, TOI dan BTO berfungsi untuk memantau kegiatan yang ada di unit rawat inap dengan cara menilai dan mengevaluasi kegiatan yang ada di unit rawat inap untuk perencanaan maupun laporan pada instansi vertikal. Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai cakupan pelayanan unit rawat inap adalah BOR dan BTO, sedangkan indikator yang digunakan untuk menilai mutu pelayanan unit rawat inap adalah GDR dan NDR, dan indikator yang di gunakan untuk menilai efisiensi pelayanan unit rekam medis adalah LOS dan TOI (Depkes, 2008). Kematian adalah salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan yang penting. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari tahun 2005-2010 diperkirakan terdapat 850 kematian per 100.000 penduduk yang terjadi setiap tahunnya (WHO, 2010). Di Inggris 2 dan Wales pada tahun 2005 lebih kurang 73% dari total kematian terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit. Tingginya angka kematian di rumah sakit merupakan pertanda kemungkinan adanya masalah mutu pelayanan yang memerlukan tindakan perbaikan, dan kurang lebih 22,7% kematian yang terjadi di rumah sakit sebenarnya dapat dihindarkan dengan perawatan yang optimal (Hayward, 2001). NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian > 48 jam setelah dirawat untuk tiap – tiap 1000 penderita keluar baik hidup maupun mati. NDR merupakan indikator mutu pelayanan yang penting karena berhubungan dengan kemampuan rumah sakit dalam menyelamatkan jiwa pasien yang ditanganinya. Jika NDR pada sebuah rumah sakit cenderung meningkat, maka kemungkinan terjadi penurunan performance dalam rumah sakit tersebut (Depkes, 2008). Selain itu NDR yang tinggi pada suatu rumah sakit dapat menggambarkan mutu yang kurang di suatu rumah sakit. Mutu yang kurang ini, dapat disebabkan oleh faktor input rumah sakit, pasien dan lingkungan (Rahmawaty, 2013). Standar ideal yang ditetapkan Depkes (2008) dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk kematian > 48 jam / NDR di rumah sakit khusus rawat inap adalah 0,24%. Indikator NDR ini lebih bermakna di dalam penilaian mutu pelayanan rumah sakit, karena jika dibandingkan dengan yang meninggal > 48 setelah dirawat, lebih memberikan gambaran upaya rumah sakit di dalam menyelamatkan jiwa pasien. Sedangkan pasien yang meninggal < 48 jam setelah dirawat, sangat dipengaruhi oleh kondisi penyakit yang diderita pasien pada waktu masuk rumah sakit. Oleh karena itu untuk menilai mutu pelayanan di rumah sakit, indikator angka kematian yang dipakai adalah angka kematian > 48 jam setelah dirawat (NDR) (Depkes RI, 2003). 3 Penelitian Syafharini (2012) mengenai analisis mutu sistem pelayanan rumah sakit menyebutkan bahwa bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya Net Death Rate (NDR) antara lain adanya beberapa kesenjangan yang timbul yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang bermutu. Hal ini ditunjukkan dengan proses supervisi dan evaluasi tidak berjalan secara benar, kerja sama tim kurang terpadu, sehingga keadaan tim menyebabkan terjadinya gangguan pada proses pelayanan kepada pelanggan. Penelitian Nurfany (2009) mengenai analisis mutu rumah sakit di RSUD Bangil Pasuruan menyatakan bahwa gambaran sesungguhya tentang mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat melalui angka kejadian Net Death Rate (NDR). Meningkatnya Nilai NDR pada sebuah rumah sakit merupakan sebuah indikasi telah terjadi penurunan kinerja yang berakibat menurunnya kualitas atau mutu pelayanan di rumah sakit tersebut. Selama tiga tahun terakhir dari tahun 2006-2008 di RSUD Bangil ini memiliki rata-rata NDR sebesar 52/‰ jauh dari standar Depkes (2008) yaitu 25/‰. Faktor – faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kejadian NDR adalah tingkat pendidikan pasien, jenis penyakit dan ketepatan diagnosis. Dalam penelitian Prastiwi (2010) disebutkan bahwa berdasarkan Indikator Mutu Pelayanan dan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, menunjukkan Angka Kematian pasien > 48 jam RSUD Kota Bekasi masih belum memenuhi standar. Faktor yang mempengaruhi NDR di rumah sakit ini adalah faktor SDM, SOP, fasilitas dan penatalaksanaan medis. Menurut Rasmanto, Koentjoro, Djasri (2005) pada penelitian Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian di RSD Kol. Abundjani Bangko Provinsi Jambi menyebutkan penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil 4 dari audit dan review terjadi dalam area (urutan sesuai urutan penyebab penyimpangan kematian terbanyak) administrasi/manajemen, anggota SMF/individual, unit pelayanan rawat inap, dan pelayanan klinik khusus. Setelah melihat pemaparan dari permasalahan mutu pelayanan kesehatan yang disini difokuskan pada angka kematian, maka penulis memilih Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sebagai tempat penelitian untuk melihat mutu pelayanan kesehatan khususnya dari segi angka kematian. Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (RSMTP) merupakan usaha kesehatan swasta yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Salah satu upaya penyembuhan pasien di rumah sakit ini adalah melalui pengobatan dan perawatan yang dilaksanakan dalam ruang rawat inap di rumah sakit. Oleh karena itu diketahuinya mutu pelayanan rawat inap di rumah sakit ini menjadi penting. Mutu RSMTP secara garis besar jika dilihat dari data kinerja rumah sakit masih belum maksimal karena masih banyak indikator mutu yang belum mencapai standar yang telah ditentukan. Salah satu indikator mutu RSMTP yang belum mencapai standar adalah tingginya angka pencapaian kematian > 48 jam/NDR rawat inap rumah sakit dari tahun 2013 sampai tahun 2015. Setelah dilakukan studi pendahuluan di RSMTP didapatkan data NDR rumah sakit sebesar 0,38% pada tahun 2013; 0,37% pada tahun 2014; 1,52% pada tahun 2015 sedangkan standar NDR untuk rawat inap dari Depkes (2008) dalam SPM adalah 0,24 %. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak RSMTP diketahui bahwa penyebab tingginya NDR rawat inap pada beberapa tahun terakhir ini bisa dilihat dari sumber daya manusianya baik dari segi perawat yang kurang memadai jumlahnya maupun dari segi kualitas sumber daya manusia sendiri yang belum terjamin karena dalam mejalankan tugasnya sendiri pemantauan SOP jarang dilakukan sehingga masih sering terjadi masalah. 5 Selain itu permasalahan dari sumber daya manusia ini juga terjadi karena belum semua sumber daya manusia yang terlibat sering mengikuti pelatihan yang terstandar. Dalam hal proses pelayanan bisa diketahui bahwa permasalahan yang terjadi diantaranya adalah kurangnya pemantauan Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai penatalaksanaan medis dan keperawatan sehingga masih sering terjadi masalah dalam penatalaksanaan medis dan keperawatan tersebut. Permasalahan yang terjadi seperti masalah dalam respon time yang dilihat dari segi ketepatan dan kecepatan diagnosis, serta ketepatan dan kecepatan tindakan. Permasalahan ketepatan diagnosis karena di rumah sakit ini karena pernah sebelumnya beberapa kali terjadi kesalahan dalam mendiagnosis gejala dan penyakit pasien, kecepatan diganosis karena di rumah sakit ini juga pernah terjadi keterlambatan diagnosis karena tidak berfungsinya suatu alat yang menyebabkan pasien meninggal. Permasalahan ketepatan tindakan karena di rumah sakit ini pernah terjadi kegagalan dalam pengawasan pemberian cairan kepada pasien dan juga salah dalam membaca dignosa yang menyebabkan tindakan yang diambil juga salah serta kecepatan tindakan karena pernah terjadi keterlambatan tindakan dalam memberikan suatu cairan kepada pasien sehingga terjadi komplikasi yang menyebabkan pasien meninggal. Dengan melihat angka pencapaian NDR yang bervariasi dengan tidak menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun bahkan selalu tidak sesuai standar menurut Depkes, maka dirasa perlu untuk menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR di RSMTP. 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ditemukan bahwa dari semua pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit yang paling bermasalah adalah pada pencapaian indikator mutu NDR rawat inap. Pencapaian NDR di RSMTP ini bermasalah karena selalu tidak sesuai dengan standar yang ditentukan Depkes yang terus naik dari tahun 2013 sampai tahun 2015, dari hasil wawancara diketahui bahwa tingginya NDR di RSMTP ini disebabkan beberapa faktor yaitu sumber daya manusia, SOP, penatalaksanaan medis dan keperawatan. Berdasarkan hal-hal ini maka permasalahan kematian pasien > 48 jam menjadi penting untuk diteliti karena dapat menggambarkan bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan bagaimana tenaga profesional melaksanakan standar dan prosedur-prosedur pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi kepada pasien (Rahmawaty, 2013). Oleh karena itu, dengan tingginya angka NDR di rumah sakit menunjukan adanya masalah dalam pemenuhan jasa layanan yang menyebabkan terjadinya gangguan pada proses pelayanan kepada pelanggan. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan karena sangat berpengaruh terhadap perfomance rumah sakit oleh karena itu peneliti ingin mengetahui gambaran mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR di RSMTP. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana distribusi analisis penyebab kematian berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ? 2. Bagaimana mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ? 7 3. Bagaimana mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring? 4. Bagaimana output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring? 5. Bagaimana keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring? 1.4 Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum Menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya distribusi analisis penyebab kematian berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring 2. Diketahuinya mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring 8 3. Diketahuinya mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring 4. Diketahuinya output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring 5. Diketahuinya keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring. 1.5 Manfaat 1.5.1 Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi para perumus kebijakan kesehatan khususnya manajemen Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien. 1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR tinggi di rumah sakit. 1.5.3 Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan 9 analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR tinggi di rumah sakit. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring pada tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan manajemen pelayanan kesehatan program studi kesehatan masayarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada bulan Juli 2016 sampai September 2016. Data yang dibutuhkan pada penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam, daftar tilik serta observasi sedangkan pengumpulan data sekunder melalui telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala instalasi rawat inap dan 4 orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien, dokter harian rawat inap, perawat yang ikut merawat pasien. 10 2 Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, tindakan medik yang dilaksanakan selama 24 jam melalui upaya kesehatan perorangan. Rumah Sakit mempunyai program peningkatan mutu yang bisa dilakukan evaluasinya secara internal dan eksternal guna melakukan evaluasi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kepada pasien. Program evaluasi peningkatan mutu internal dapat dilakukan dengan metode misalnya berbasis review dokumen rekam medis, audit medis, patient safety, observasi kinerja klinis atau survey terhadap pelanggan internal dan Program evaluasi peningkatan mutu eksternal dapat dilakukan antara lain melalui Akreditasi, ISO. Departemen Kesehatan mewajibkan Rumah Sakit kelas C terakreditasi lima Pelayanan, Rumah Sakit kelas B diwajibkan terakreditasi dua belas sampai enam belas pelayanan dan untuk RS kelas A diwajibkan terakreditasi untuk enam belas pelayanan (Depkes RI, 2007). Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang paling kompleks dengan produksi (output) yang sangat beragam, padat karya, padat ilmu, padat modal dan padat tehnologi (highly technology) Di sisi lain rumah sakit dituntut harus memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tehnologi yang tepat guna. Untuk menghadapi tantangan tersebut, pengelolaan rumah sakit hendaknya dilakukan secara profesional dengan memperhatikan kualitas pemberian pelayanan yang memadai dan selalu mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi (Depkes RI, 2007). 11 2.2 Instalasi Rawat Inap 2.2.1 Definisi Instalasi Rawat Inap Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yng merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya (Jati, 2009). 2.2.2 Tenaga Medis dan Paramedis Tenaga medis merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam menentukan kualitas pelayanan yang diberikan. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dan rumah sakit. Global Health Workforce Alliance (2011) menyebutkan bahwa terpenuhinya jumlah tenaga kerja ini juga sangat penting karena tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Selain itu terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi penting untuk keberhasilan suatu rumah sakit, seperti yang dikemukakan oleh Ilyas (2004) yang menyatakan bahwa salah satu upaya penting yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk menjawab tantangan globalisasi adalah dengan merencanakan kebutuhan sumber daya manusia yang dimilikinya secara tepat jumlah dan sesuai dengan fungsi pelayanan. 12 Depkes (2003) menyatakan bahwa jumlah tenaga paramedis yang harus mendapat pelatihan khusus minimal seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan 90% dari keseluruhan jumlah paramedis yang bertugas. Notoadmodjo (1998) menyatakan bahwa pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan karena dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para karyawan, meningkatkan produktivitas kerja para karyawan. Produktivitas kerja para karyawan meningkat, berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan. Dalam penelitian Siagian (1996) disebutkan bahwa pelatihan SDM dapat meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dan membantu terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor – faktor motivasional sehingga pegawai lebih paham akan tugasnya dn lebih termotivasi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Fitri (2009) yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dan kompetensi perawat dirumah sakit. 2.2.3 Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws) Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak 13 akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan. Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit, Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah sakit (HBL) antara rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit tersebut. Namun demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya. Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance (Atmoko, 2010). Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata 14 urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja (Atmoko, 2010). Secara umum, SOP merupakan gambaran langkah-langkah kerja (sistem, mekanisme dan tata kerja internal) yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk mencapai tujuan instansi pemerintah. SOP sebagai suatu dokumen/instrumen memuat tentang proses dan prosedur suatu kegiatan yang bersifat efektif dan efisisen berdasarkan suatu standar yang sudah baku. Pengembangan instrumen manajemen tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa proses pelayanan di seluruh unit kerja pemerintahan dapat terkendali dan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Atmoko, 2010). Monitoring adalah kegiatan untuk mengikuti suatu program dan pelaksanaanya secara mantap, teratur dan terus menerus dengan cara mendengar, melihat dan mengamati dan mencatat keadaan serta perkembangan program tersebut (Sigit, 2000). Monitoring melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau diharapkan dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring meliputi kegiatan pengumpulan dan analisis data tentang proses dan hasil dari pelaksanaan program atau kegiatan dan memberikan rekomendasi untuk melakukan tindakan koreksi. Monitoring Pengendalian adalah tindak lanjut dari monitoring. Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses pelaksanaan kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring akan memberikan umpan balik, apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah terjadi 15 adanya penyimpangan dari yang direncanakan, atau bahkan perencanaan yang tidak tepat atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan. Hasil monitoring dipakai sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan kegiatan tetap pada tracknya sampai pada tindakan koreksi dan/ atau penyesuaian.Pengertian inilah yang dilmaksud sebagai pengendalian, sehingga sering pengendalian tidak dapat dipisahkan atau bahkan sulit dibedakan dengan monitoring itu sendiri. Monitoring dan pengendalian adalah sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga disebut sebagai on-going evaluation atau former evaluation (Rahmah, 2008). Pengawasan adalah aktivitas yang biasa dilakukan untuk memastikan bahwa suatu proses pekerjaan dilakukan sesuai dengan yang seharusnya (Sigit, 2000). Kemenkes RI juga disebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan itu meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Pohan, 2009). Dari beberapa pernyataan diatas dapat diketahui bahwa komite mutu sangat diperlukan untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit sehingga bisa menjaga mutu yang sudah bagus dan meningkatkan yang masih kurang.Evaluasi mutu juga sangat penting untuk dilaksanakan baik secara programatau kegitan dan kinerja karena evaluasi sendiri merupakan suatu penilaian sedangkan evaluasi program, merupakan suatu istilah 16 dalam manajemen yang cukup populer pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah suatu hal yang baru. (Thoha, 2001). Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan (Thoha, 2001). Dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai atau belum (Thoha, 2001). Menurut Syafharini (2012) tidak berjalannya program komite mutu dalam meningkatkan kualitas pelayanan, merupakan kesalahan manusia (human error) yang disebabkan oleh : a. Kurangnya sosialisasi program yang mengakibatkan kurang pahamnya para karyawan akan program yang akan diimplementasikan dan manfaat dari program tersebut. b. Tidak tegasnya sanksi yang diberikan manajemen terhadap karyawan yang tidak melakukan program tersebut. 2.2.4 Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat-obatan Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang untuk melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung dari tipe rumah 17 sakit. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak diperlukan, bagian farmasi bertanggung jawab. atas pengawasan dan kualitas obat. Persediaan obat harus cukup, penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal kadaluarsanya, dan sebagainya (Syafharini, 2012). UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Kemudian ayat 6 mengamanahkan bahwa pemeliharaan peralatan harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Pentingnya kelengkapan alat kesehatan ini disebutkan juga dalam Depkes (2008) yang menyatakan bahwa peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi lengkap jenis, siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik. Pentingnya penyediaan sarana prasarana yang lengkap disebutkan dalam Rahmah (2008) yang menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas salah satunya melalui upaya penyediaan alat kesehatan yang baik, aman, cukup jumlah dan layak pakai. Agar peralatan kesehatan selalu dalam kondisi baik, aman dan layak pakai, diperlukan pemeliharaan preventif meliputi pemeliharaan berkala dan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi. Selain penyediaan sarana prasarana pemeliharaanya juga penting. Pemeliharaan sarana dan prasarana bisa dilihat salah satunya dari kecepatan waktu, dimana kecepatan 18 waktu yang dimaksud adalah waktu yang dibutuhkan dimulai dari laporan alat rusak diterima sampai dengan petugas pemeriksaan menanggapi. Standar Depkes menentukan bahwa dalam 15 menit kerusakan sudah harus ditanggapi oleh petugas untuk perbaikan (Depkes, 2008). Pemeliharaan peralatan kesehatan adalah suatu upaya yang dilakukan agar peralatan kesehatan selalu dalam kondisi laik pakai. Dapat difungsikan dengan baik dan menjamin usia pakai lebih lama. Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan terdapat berbagai kriteria dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan (Syafharini, 2012). Menurut ISO 9001 dalam Sigit (2001) bahwa Untuk mengendalikan keakuratan dan kesesuaian hasil dari peralatan medik manajemen rumah sakit secara berkesinambungan harus melakukan pemeliharaan dan pemantauan fungsi alat secara seksama. Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik (Depkes, 2008). Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mamputelusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran dan/atau internasional (Rantau, 2014). Dalam Undang-undang No. 44 tahun 2009 pasal 16 ayat 2 disebutkan bahwa peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai 19 Pengujian Fasilitas Kesehatan dan / atau institusi pengujian fasilitas Fasilitas Kesehatan dan / atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang. 2.2.5 Penatalaksanaan Medis dan Paramedis Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi manajemen kontinuitas, koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal: a. Ketepatan diagnosis b. Ketepatan dan kecukupan terapi c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga. Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat. Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya yang dominan juga pelayanannya menggunakan pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses keperawatan. Standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Selain itu standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) juga menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan 20 fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan baik. Penelitian Mulyatiningsih (2013) menyatakan adanya hubungan kemampuan medis dan paramedic dalam menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien sehingga menjadi penting untuk diperhatikan dan diperbaiki. Penelitian Sri (2013) menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kesalahan diagnosis dengan kenyamanan dan keselamatan pasien. Penatalaksanaan medis dan paramedic yang tidak baik salah satunya akan menyebabkan infeksi nosocomial oleh karena itu rumah sakit harus melakukan pengendalian infeksi nosokomial (INOK). Menurut Depkes INOK adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit apabila: 1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa inkubasi suatu infeksi. 2. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit 3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi pada lokasi yang berbeda. Batasan dalam menegakkan diagnosa INOK selain yang ditetapkan Depkes juga oleh SENIC (Study on the Efficacy of Nosocomial Infection Control) sebagaimana disampaikan CDC (2003) yaitu ada dua jenis INOK : 21 1. Endogenous infection, self–infection, atau auto–infection yaitu agen penyebab infeksi sudah ada pada pasien pada saat masuk ke rumah sakit, tetapi tidak ada tanda infeksi, dan infeksi kemudian berkembang selama tinggal di rumah sakit. 2. Cross–contamination followed by cross–infection yaitu selama tinggal di rumah sakit pasien mengalami kontak dengan agen baru infeksi yang menyebabkan terjadinya kontaminasi dan berkembang menjadi infeksi. Dengan kata lain INOK adalah infeksi yang tidak diderita atau tidak tampak pada saat seorang pasien masuk ke rumah sakit tetapi didapatkan pasien setelah masuk/ dirawat di rumah sakit. INOK tidak saja terjadi pada penderita tetapi juga pada orang yang kontak dengan rumah sakit termasuk staf rumah sakit, sukarelawan, pengunjung, pekerja, pedagang dan lainnya. CDC (2002) yang memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Langkah – langkah ini merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions. Kemudian komponen kedua adalah melakukan transmission– based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis. 22 Depkes (2007) juga menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak, dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau pengunjung. Langkah Standar precaution meliputi : 1. Cuci tangan dilakukan bila : Tangan terlihat kotor, sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, menggunakan sabun dengan air mengalir atau menggunakan antiseptic berbahan dasar alkohol (alcohol based hand rub) sesuai dengan prosedur cuci tangan 2. Kebersihan perorangan dan pakaian: Semua petugas kesehatan wajib menjaga kesehatan dan kebersihannya masing – masing, kuku harus bersih dan dipotong pendek, tidak diperbolehkan menggunakan kuku palsu, rambut harus dicukur pendek atau diikat rapih, kumis dan cambang harus dicukur rapih, semua petugas kesehatan harus menggunakan seragam kerja yang bersih dan menggunakan seragam khusus bagi petugas di ICU, Laboratorium dan unit luka bakar, tutup kepala wajib digunakan oleh petugas di ICU, OK atau bila melakukan tindakan invasive 3. Pemakaian Alat Pelindung Diri (ADP): a. Sarung tangan dipakai setiap kali kontak dengan pasien, darah atau cairan tubuh lainnya, cukup satu pasang dan tidak perlu steril kecuali bila melakukan tindakan 23 pembedahan, diganti untuk setiap pasien, bila terlihat kotor atau robek, buang pada tempat yang telah disediakan. b. Masker digunakan untuk melindungi mulut dan hidung jenis masker disesuaikan dengan peruntukannya. c. Pelindung Mata digunakan untuk melindungi mulut dan sekitarnya sehingga harus menutupi daerah mata dan sekitarnya, kacamata perorangan tidak dapat digunakan sebagai pelindung mata. d. Jubah atau apron. Jubah bersih digunakan setiap hari untuk tindakan invasif atau pembedahan, jubah dibuat dari bahan katun yang nyaman dipakai, apron terbuat dari bahan yang tahan terhadap cairan. 4. Pencegahan luka tusukan (needle stick injury): Gunakan jarum dan siring sekali pakai, jangan melakukan tindakan menutup jarum kembali (recapping), buang jarum dan benda tajam lainnya pada tempat yang tahan tusukan. 2.2.6 Standar Pelayanan Rawat Inap Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. Disusunnya SPM diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan. Pelaksanaan pelayanan di instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan medis dan penunjang klinis meliputi rekam medis dan kegiatan pemeliharaan sarana. Dengan pelayanan rekam medis dan pemeliharaan sarana yang baik, pasien di rawat inap akan merasa puas dan nyaman dalam 24 proses penyembuhannya. Adapun SPM untuk jenis layanan rawat inap berdasarkan ketentuan Depkes adalah sebagai berikut. Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap Jenis Layanan Rawat Inap 2.3 Indikator Pemberi Pelayanan Standar a. Dokter spesialis b. Perawat min pendidikan D3 Dokter penanggung jawab pasien 100% Ketersediaan pelayanan dasar Anak, Penyakit dalam, kebidanan, bedah Jam visite dokter spesialis 08.00-14.00 setiap hari kerja Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5% Kejadian infeksi nosocomial ≤ 1,5% Tidak ada pasien jatuh yang berakibat 100% cacat/meninggal Kematian pasien > 48 jam ≤ 0,24% Kejadian pulang paksa/atas permintaan ≤ 5% sendiri (PAPS) Kepuasan pelanggan ≥ 90% Rawat inap pasien TBC a. ≥ 60% a. Penegakan diagnosis TB melalui b. ≥ 60% pemeriksaan mikroskopis TB b. Terlaksana kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS Mutu Pelayanan Rumah Sakit 2.3.1 Pengertian Berbagai definisi mutu banyak dikemukakan para pakar, agak berbeda beda namun saling melengkapi yang menambah pengertian dan wawasan tentang mutu. Menurut Gaspersz (2003) definisi mutu atau kualitas bervariasi dari definisi konvensional 25 sampai definisi strategik. Definisi konvensional menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti performans (performance), keandalan (reability), mudah dalam penggunaannya (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Definisi strategik menyatakan mutu atau kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan. Berdasarkan konsep definisi mutu baik konvensional maupun strategik, pada dasarnya mengacu pada pengertian pokok. Berdasarkan pengertian dasar mutu di atas, terlihat bahwa mutu atau kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focused quality). Menurut Crosby (1979), ada empat hal yang mutlak (absolut) menjadi bagian integral dari menajemen mutu, yaitu bahwa : 1. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of Quality is conformance to requirements). 2. Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention). 3. Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is Zero Defect). 4. Ukuran mutu adalah harga ketidak sesuaian (The measurement of quality is the price of nonconformance). Menurut Nasution (2004), mutu dalam jasa kuncinya adalah pihak penyelenggara jasa memenuhi harapan atau bahkan melebihi harapan pelanggan akan mutu pelayanan jasa yang diberikan. Keberhasilan mempertahankan pelanggan mungkin adalah ukuran terbaik untuk mutu dan kemampuan perusahaan jasa. Sasaran mutu suatu perusahaan manufaktur mungkin berbunyi tanpa cacat (zero defect), sedangkan untuk penyedia jasa adalah tidak ada pelanggan yang lari (zero customer defections). 26 Seperti yang dikatakan oleh Chief Executive American Express "Janjikan hanya apa yang dapat anda berikan dan berikan lebih dari yang anda janjikan" (Nasution, 2004). Oleh karena itu menurut Kotler (1990) pihak penyelenggara sebaiknya tidak hanya menyediakan pelayanan jasa yang lebih baik setiap kali, tetapi juga perbaikan terhadap pelayanan yang tidak sesuai harapan pelanggan. Mutu pelayanan kesehatan rumah sakit bisa diartikan kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan profesi, standar menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien, efektif serta aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosio budaya. Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian mutu pelayanan kesehatan karena mutu itu sangat melekat dengan faktor-faktor subyektivitas yang berkepentingan, yaitu: pasien, pemberi pelayanan kesehatan, penyandang dana, masyarakat ataupun pemilik sarana kesehatan. Penyedia jasa perlu mengenali dan menggali harapan pelanggan yang menyangkut mutu jasa, karena mutu jasa selalu bervariasi tergantung interaksi antara karyawan dan pelanggan (Pohan, 2003). Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit adalah kegiatan yang menyeluruh, komprehensif, integratif, sistematik, berkelanjutan dalam bentuk struktur, proses dan output serta outcome dengan memanfaatkan peluang yang ada. Menurut Gaspersz (2005), upaya peningkatan mutu produk (barang dan jasa pelayanan) yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dapat dilakukan dengan pendekatan Total Quality Management (TQM) atau Continuous Quality Improvement (CQI) yang prinsip pokoknya secara ringkas adalah: 27 1. Berorientasi dan berfokus pada mutu dan kepuasan pelanggan. 2. Komitmen pimpinan dan partisipasi menyeluruh (total) semua karyawan serta kerja sama tim. 3. Pendekatan ilmiah, pendidikan dan latihan, menyelesaikan masalah serta mengambil keputusan. 4. Peningkatan terus menerus dengan Siklus Deming (Siklus PDCA). 5. Perbaikan sistem manajemen. Menurut Depkes (2005), aspek mutu pelayanan rumah sakit berkaitan dengan medikolegal, sehingga perlu adanya evaluasi dari struktur input, struktur proses dan struktur luaran. Luaran dari sistem pelayanan rumah sakit adalah hasil dari struktur input dan proses berupa unsur-unsur manajemen pelayanan di rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit dengan luaran yang memenuhi standar diawali adanya sumberdaya (input) yang memenuhi standar diikuti proses yang memenuhi standar. Masalah terhadap mutu pelayanan bisa dilihat dan diperbaiki dengan menggunakan pendekatan sistem seperti diatas. Mutu pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien sebagai konsumen ditentukan oleh mutu pelayanan yang diberikan oleh berbagai profesi pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan manajemen yang terdapat di dalam organisasi. Dengan demikian, akan terjadi hubungan timbal balik antara profesi pelayanan kesehatan dengan pasien, antara profesi pelayanan kesehatan dengan manajemen pelayanan kesehatan dan antara manajemen pelayanan kesehatan dengan pasien. 28 Menurut Pohan (2003), mutu pelayanan dalam organisasi seperti rumah sakit bisa digambarkan dalam bentuk segitiga sama sisi, pasien dan profesi kesehatan pada sisi alas segitiga, sedangkan manajemen pada sisi alas segitiga. Segitiga tersebut menggambarkan hubungan interaktif antara berbagai pihak yang terkait, yaitu pasien, profesi pelayanan kesehatan, penentu kebijakan dan pengambil keputusan. Organisasi pelayanan kesehatan sedikit berbeda dengan organisasi yang lain karena yang dihasilkan adalah berbagai jenis jasa pelayanan kesehatan serta di dalamnya bekerja berbagai macam kelompok profesi pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan tenaga medis menjadi bagian penting dalam pelayanan rawat inap di rumah sakit, karena tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit. Fungsi utama dari pelayanan tenaga medis adalah memberikan pelayanan medis yang berkualitas (berdasarkan ilmu, tehnik, etika kedokteran yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan). Menurut Pohan (2003), pelayanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai paling sedikit tiga dimensi atau unsur, yaitu : 1. Pertama, Dimensi Konsumen, yaitu apakah pelayanan kesehatan itu memenuhi seperti apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pasien/konsumen, yang akan diukur dengan kepuasan pasien atau keluhan pasien/konsumen. 2. Kedua, Dimensi Profesi, yaitu apakah pelayanan kesehatan itu telah memenuhi kebutuhan pasien/konsumen, seperti apa yang telah ditentukan oleh profesi pelayan kesehatan, dan akan diukur dengan menggunakan prosedur atau standar profesi, yang diyakini akan memberi hasil dan kemudian hasil itu dapat pula diamati. 29 3. Ketiga, Dimensi Manajemen, atau Dimensi Proses, yaitu bagaimana proses pelayanan kesehatan itu menggunakan sumberdaya yang paling efisien dalam memenuhi kebutuhan dan harapan/keinginan pasien/konsumen tersebut. Menurut Donabedian (1980), perilaku dokter kepada pasien dalam tehnis manajemen, manajemen lingkungan sosial, psikologi, manajemen terpadu, kontinyuitas dan koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup benerapa hal, yaitu: 1. Ketepatan diagnosis 2. Ketepatan dan kecukupan terapi 3. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap 4. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga 2.3.2 Manajemen Mutu Klinis Tujuan yang paling utama dalam pelayanan kesehatan adalah menghasilkan outcome yang menguntungkan bagi pasien, provider dan masyarakat. Pencapaian outcome yang diinginkan sangat tergantung dari mutu pelayanan kesehatan. Mutu klinis merupakan bagian dari mutu pelayanan kesehatan. Pada kenyataanya definisi dari mutu klinis sulit untuk dapat ditetapkan secara universal, namun demikian dikembangkannya konsep clinical governance yang dapat dijelaskan sebagai pengelolaan klinis atau manajemen untuk penjagaan (quality assurance) dan peningkatan mutu (quality improvement) pelayanan klinis / rumah sakit, merupakan salah satulangkah maju, dalam upaya manajemen mutu pelayanan (Nurfany, 2009). Manajemen mutu ini berkembang diri berbagai area yang berbeda yang meliputi jaminan mutu (quality assurance), kaji ulang utilisasi (utilization review), manajemen resiko dan peningkatan mutu. Salah satu model yang dikembangkan di rumah sakit 30 adalah penilaian mutu terpadu (integrated quality assesment) yang memadukan empat komponen dasar yaitu : 1. Jaminan mutu (quality assurance) 2. Manajemen resiko (risk manajemen) 3. Manajemen utilisasi (utilization management) dan 4. Pengendalian infeksi (infection control) Ada dua pendekatan dalam memahami istilah clinical governance. Pendekatan pertama menyebutnya sebagai manajemen klinis. Manajemen klinis (clinical governance) adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan dalam hal mana salah satu elemen intinya adalah audit klinis. Audit klinis berfungsi sebagai pendorong dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk meninjau ulang rekam medis pasien dalam memberikan pelayanan yang lebih baik. Audit klinis sering sering diartikan sebagai pengelolaan klinis atau manajemen klinis. Pendekatan kedua menjelaskan tentang manajemen mutu klinis (Azwar, 2002). Dalam perkembangannya manajemen klinis (clinical governance) harus dapat meyediakan sebuah payung yang didalamnya semua aspek mutu dapat dikumpulkan dan dipantau secara berkesinambungan. Pendekatan ini sering disebut manajemen mutu klinis. Sesungguhnya ide dari clinical governance yang pertama kali dikembangkan oleh National Health Services (NHS) di Inggris dibangun dari ide yang sebelumnya telah dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) yang menggambarkan mutu dalam emapt elemen yaitu (Azwar, 2002) : 1. Manajemen profesi 2. Manajemen utilisi sumber daya (efisiensi) 31 3. Manajemen resiko 4. Kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan Manajemen profesi lebih menitik beratkan pada mutu profesional pelayanan. Salah satu upaya adalah dengan melakukan penilaian mutu klinis (clinical quality assessment) merupakan suatu proses untuk menilai apakah suatu pelayanan yang diberikan kepada pasien telah sesuai stándar pelayanan yang ditetapkan. Manajemen utilisi merupakan sekelompok kegiatan yang digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan sumber daya dari suatu pelayanan kesehatan, tentunya hal ini terkait dengan ketepatan informasi yang digunakan untuk melakukan pengukuran serta penentuan indikator penilaian yang digunakan (Azwar, 2002). 2.3.3 Pengukuran dan Peningkatan Mutu Lingkup mutu dalam pelayanan kesehatan dibuat menjadi dua langkah, utama yaitu pengukuran mutu dan peningkatan mutu, langkah-langkah ini dimodifikasi dari Quality Assurance Cycle. Menurut Pohan (2003), langkah pengukuran mutu tersebut dapat dipilah-pilah menjadi beberapa langkah sebagai berikut : 1. Pembentukan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan 2. Penyusunan standar pelayanan kesehatan 3. Pemilihan tehnik pengukuran mutu 4. Pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar pelayanan kesehatan dengan kenyataan yang tercapai. Sedangkan langkah peningkatan mutu dapat pula diuraikan menjadi beberapa langkah sebagai berikut. 32 1. Penentuan sebab terjadinya kesenjangan antara kenyataan kinerja pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan kesehatan. 2. Penyusunan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang telah terjadi. 3. Pemilihan rencana kegiatan yang terbaik 4. Pelaksanaan rencana kegiatan terpilih 5. Pengukuran atau penilaian ulang standar Dalam lingkaran pendekatan jaminan mutu diatas terdapat dua langkah utama, yaitu: 1. Pengukur mutu Kegiatan pengukuran mutu menyangkut kegiatan pembebntukan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan, penyusunan standar dan mengukur apa yang telah tercapai. 2. Peningkatan Mutu Ketika peningkatan mutu yang menyangkut kegiatan mencari sebab terjadinya kesenjangan mutu, penyusunan rencana kegiatan dan pelaksanaan rencana kegiatan. Keberhasilan atau kegagalan dari suatu prakarsa peningkatan mutu jelas akan dipengaruhi oleh sistem mutu atau budaya mutu dimana pelayanan kesehatan itu diselengarakan. Keadaan yang sebaliknya dapat terjadi, dimana suatu prakarsa mutu yang berhasil mungkin akan menjadi pendorong terjadinya perubahan yang sebelumnya tidak mendukung organisasi pelayanan kesehatan. Pengalaman dari beberapa negara industri menunjukkan bahwa persoalan budaya mutu tersebut telah dapat diatasi dengan cara memperkenalkan pendekatan manajemen mutu terpadu (TQM). Pendekatan manajemen mutu terpadu berdasarkan suatu keyakinan bahwa mutu sebagai apa yang dikatakan oleh 33 konsumen dan upaya peningkatan mutu itu harus berintegrasi kedalam organisasi pelayanan kesehatan. Terdapat banyak lembaga baik nasional maupun internasional dengan menerapkan berbagai metode dalam melakukan penilaian dan evaluasi pelayanan rumah sakit. Departemen Kesehatan sebagai kementerian kesehatan dalam lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas kualitas dan kuantitas kesehatan masyarakat sekaligus sebagai regulator pelayanan kesehatan rujukan yang diberikan rumah sakit. Akreditasi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu pelayanan rumah sakit. Akreditasi rumah sakit merupakan upaya melindungi pasien dari pelayanan sub standard dan melindungi tenaga kesehatan dari tuntutan hukum melalui pelayanan yang sesuai standard dan prosedur. Menurut bechmarking sistem Akreditasi Rumah Sakit di Indonesian dan Australia tahun 2002, bahwa hal yang tidak dilakukan di Indonesia adalah akreditasi di Australia yang diselenggarakan oleh The Australian Council of Healthcare Standards (ACHS) melaksanakan Evaluation and Quality Improvement Program (EQuIP) secara berkesinambungan dengan adanya komunikasi perbaikan dan penjaminan pelaksanaan mutu pelayanan sesuai standar antara pihak ACHS dengan rumah sakit selama empat tahun. Donabedian (1982), menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, hal ini pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh World Health Organitation (WHO) yaitu: 1. Standar struktur 2. Standar proses 34 3. Standar keluaran atau output 1. Standar struktur/input Standar struktur atau masukan menentukan tingkat sumberdaya yang diperlukan agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya antara lain ialah: personel, pasien, peralatan, bahan gedung, pencatatan, keuangan, singkatnya semua sumberdaya yang digunakan untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan seperti yang tersebut dalam standar pelayanan kesehatan. Standar struktur antara lain ialah tenaga kesehatan yang kompeten, peralatan pemeriksaan, yaitu sound timer, obat , yaitu antibiotika, kamar pemeriksaan, pasien dan waktu konsultasi harus ditentukan. 2. Standar proses/process Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai, proses akan menjelaskan apa yang dikerjakan, untuk siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan bagaimana standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Dalam contoh standar pelayanan ISPA yang terdapat dalam bab kesembilan, maka sebagai proses adalah, petugas kesehatan memeriksa balita yang batuk, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti apa yang telah ditentukan dalam standar pelayana kesehatan. Semua hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dicatata dengan lengkap dan akurat dalam rekam medik. 3. Standar luaran/output Standar keluaran atau output atau hasil pelayanan kesehatan ialah hasil pelayanan kesehatan yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan kesehatan dan ini sangat penting. Kriteria „outcome‟ yang umum digunakan antara lain : 35 a. Kepuasan pasien b. Pengetahuan Pasien c. Fungsi Pasien d. Indikator Kesembuhan, Kematian, Komplikasi dll. Salah satu pengukuran mutu pelayanan kesehatan dengan membandingkan terhadap Standar Pelayanan Kesehatan yang telah ditetapkan. Pengertian Standar Pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yang menyangkut input/masukan, proses dan keluaran/output (Pohan, 2003). Standar pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu ke dalam terminologi operasional. Standar, indikator dan nilai ambang batas merupakan unsur–unsur yang akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diukur. Indikator didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengetahui adanya perubahan yang dikaitkan dengan target/standar yang telah ditentukan sebelumnya. Jenis-jenis indikator bisa dikelompokkan berdasarkan; Input (berkaitan dengan man, money, material, method dan management), process (berkaitan dengan proses yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu baik barang maupun jasa), output (berkaitan dengan sesuatu yang dihasilkan bisa dalam bentuk barang ataupun selesainya pekerjaan jasa), outcome (berkaitan dengan ukuran yang dirasakan pelanggan, biasanya merupakan persepsi pelanggan terhadap pemanfaatan layanan), benefit (berkaitan dengan ukuran terhadap manfaat bagi pelanggan atau bagi pemberi pelayanan) dan impack (berkaitan dengan ukuran dampak dari suatu produk secara luas dan biasanya jangka panjang) (Pohan, 2003). 36 Menurut Pohan (2003), pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu : 1. Pengukuran mutu prospektif Pengukuran mutu prospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan sebelum pelayanan kesehatan diselengarakan, maka oleh sebab itu pengukurannya ditujukan terhadap struktur atau masukan pelayanan kesehatan dengan asumsi bahwa pelayanan kesehatan harus memiliki sumberdaya tertentu agar dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu, seperti: a. Pendidikan profesi kesehatan Pendidikan profesi pelayanan kesehatan ditujukan agar menghasilkan profesi pelayanan kesehatan yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dapat mendukung pelayanan kesehatan yang bermutu. b. Perizinan atau „Licensure‟ Perizinan merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan. SID (Surat Izin Dokter) dan SIP (Surat Izin Praktek) yang diberikan merupakan suatu pengakuan bahwa dokter tersebut memenuhi syarat untuk melakukan profesi dokter. Demikian pula halnya degan profesi kesehatan lain, harus mempunyai izin kerja sesuai dengan profesinya. Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya kompetensi tenaga kesehatan yang ada atau mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. c. Standardisasi Dengan menerapkan standardisasi, seperti standardisasi peralatan, tenaga, gedung, sistem, organisasi, anggaran, dll, maka diharapkan fasilitas pelayanan kesehatan 37 menjadi bermutu. Standardisasi akan membangun klasifikasi pelayanan kesehatan. Contohnya standardisasi pelayanan rumah sakit akan dapat mengelompokkan atau mengklasifikasikan rumah sakit dalam berbagai kelas tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D. Rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B. d. Sertifikasi (certification) Sertifikasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Misalnya, pengakuan sebagai dokter spesialis adalah sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan oleh departemen kesehatan atau dinas kesehatan sedang sertifikasi oleh pendidikan profesi (Dpdikbud, CHS, Organisasi Profesi). e. Akreditasi Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu instuisi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit telah memenuhi beberapa standar pelayanan kesehatan tertentu. Indonesia telah melakukan akreditasi rumah sakit umum yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan. 2. Pengukuran mutu konkuren Pengukuran mutu konkuren yaitu pengukuran pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan selama pelayanan kesehatan sedang berlangsung, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan melihat rekam medik, wawancara dengan pasien/ keluarga/petugas kesehatan, dan melakukan pertemuan dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan. 3. Pengukuran mutu retrospektif 38 Pengukuran mutu retrospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan dan biasanya merupakan gabungan beberapa kegiatan yang berikut : a. Menilai rekam medis Memeriksa dan kemudian menilai catatan rekam medik atau catatan lain dan kegiatan ini disebut sebagai audit. b. Wawancara Wawancara dengan pasien dan keluarga/teman/petugas kesehatan. c. Membuat Kuisioner Membuat kuisioner yang dibagikan kepada pasien dan keluarga/teman/petugas kesehatan. d. Melakukan pertemuan Melakukan pertemuan dengan pasien dan petugas kesehatan terkait 2.3.4 Mutu Pelayanan Rawat Inap Menurut Jacobalis (2000) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah: a. Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku b. Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya c. Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien d. Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya. 39 Menurut Muslihuddin (1996), Mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik apabila: a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit. b. Menyediakan pelayanan yang profesional. Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut: a. Petugas harus mampu melayani dengan cepat b. Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu membuat kepercayaan pada pasien. c. Ruangan yang bersih dan nyaman, d. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai tambah. 2.4 Net Death Rate (NDR) Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, diperlukan berbagai indikator Selain ltu agar informasi yang ada dapat bermakna harus ada nilai parameter yang akan dipakai sebagai nilai banding antar fakta dengan standar yang diinginkan. Terdapat banyak sekali indikator yang dipakai untuk menilai suatu rumah sakit, salah satunya adalah Net Death Rate (NDR). Definisi mengenai Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian > 48 jam setelah pasien dirawat per seribu pasien yang keluar Rumah Sakit ( hidup + mati), hal ini bisa digambarkan dalam rumus sebagai berikut (Nurfany, 2009) : 40 NDR : Jumlah pasien mati > 48 jam dirawat X 100 Jumlah pasien keiuar (hidup dan mati) Nilai NDR yang dianggap masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 penderita keluar rumah sakit (hidup maupun mati). Indikator ini lebih bermakna di dalam penilaian mutu pelayanan rumah sakit, karena jika dibandingkan dengan yang meninggal > 48 setelah dirawat, lebih memberikan gambaran upaya rumah sakit di dalam menyelamatkan jiwa pasien. Sedangkan, pasien yang meninggal < 48 jam setelah dirawat, sangat dipengaruhi oleh kondisi penyakit yang diderita pasien pada waktu masuk rumah sakit. Oleh karena itu, untuk menilai mutu pelayanan di rumah sakit, indikator angka kematian yang dipakai adalah angka kematian > 48 jam setelah dirawat (NDR) (Depkes RI, 2003). NDR (Net Death Rate) merupakan indikator mutu pelayanan yang penting karena berhubungan dengan kemampuan rumah sakit dalam menyelamatkan jiwa pasien yang ditanganinya. Jika NDR pada sebuah rumah sakit cenderung meningkat, maka kemungkinan terjadi penurunan performance dalam rumah sakit tersebut (Kementrian Kesehatan, 2012). Net Death Rate (NDR) merupakan salah satu key performance indicator sebuah rumah sakit. Meningkatnya Nilai NDR pada sebuah rumah sakit merupakan sebuah indikasi telat terjadi penurunan kinerja yang berakibat menururmya kualitas atau mutu pelayanan di rumah sakit tersebut (Depkes RI, 2003). Tingginya Net Death Rate (NDR) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain oleh karena adanya beberapa kesenjangan yang timbul yang 41 mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang bermutu. Jika keadaan tersebut di atas terjadi di dalam sebuah rumah sakit, maka suatu proses perawatan kepada pasien akan sangat terganggu. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan oleh karena sangat berpengaruh terhadap perfomance rumah sakit yang pada akhirnya dapat menggambarkan mutu pelayanan yang rendah di rumah sakit tersebut (Nurfany, 2009). Menurut menyebutkan Zeithaml, kesenjangan Parasuraman antara dan spesifikasi Berry kualitas (1990) jasa dalam bukunya (spesifikasi kualitas pelayanan) dan penyampaian jasa (service delivery) disebut kesenjangan penampilan jasa pelayanan (The service performance Gap) yang mempunyai beberapa indikator kunci yaitu antara lain : proses supervisi dan evaluasi tidak berjalan secara benar, kerja sama tim kurang terpadu, sehingga keadaan tim menyebabkan terjadinya gangguan pada proses pelayanan kepada pelanggan. Penelitian sebelumnya mengenai NDR diantaranya ada penelitian dari Aloysius tahun 2006 tentang Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Faktor Manajemen Di Ruang Perinatologi RSUD. Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro Nilai NDR pada ruang Neonatus RSUD Bojonegoro meningkat lebih dari 50% pada tahun 2000 - 2001 yakni dari 32/1000 manjadi 73/1000. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis faktor manajemen di ruang Neonatus yang akan digunakan antuk menyusun rekomendasi upaya penurunan nilai NDR di ruang Neonatus. Penelitian dilakukan berdasarkan analisis manajemen terhadap karekteritik responden yang meliputi faktor sumber daya manusia (SDM), faktor sistem informasi manajemen (SIM), faktor metode, faktor fasilitas, faktor proses pelayanan, faktor kerjasama tim dan faktor supervisi dan evaluasi. 42 Hasil penelitian berdasarkan analisis faktor manajemen di ruang Neunatus RSUD dan hasil perbandingan dengan standar didapat hasil berikut: 1) Karakteristik petugas sebagian besar adalah wanita, usia 20-30 tahun tugas pokok sebagai perawat dengan status sukarelawan, 2) Faktor SDM menunjukan kurangnya pelatihan pendidikan minimal dan rendahnya komitmen petugas, sedangkan beban kerja perawat di ruang Neonatus tergolong tinggi, 3) Faktor SIM perlu diperbaiki: tata cara pengolahan dan intervensi oleh pimpinan, 4) Faktor metode dan proses pelayanan menunjukkan perlu perbaikan prosedur tetap dan prosedur asuhan keperawatan di ruang Neonatus, 5) Faktor fasilitas menunjukkan ruang perawatan dan peralatan di ruang Neunatus masih kurang dan segi jumlah maupun jenisnya dan 6) Faktor kerjasama tim supervisi dan evaluasi (Aloysius, 2006). Kesenjangan tarjadi pada pedidikan perawat, tata cara pengolahan dan intervensi SIM rekam medis, SOP, serta kelengkapan fasilitas ruang perawatan maupun peralatan. Rakomendasi yang diusulkan adalah penambahan jumlah perawat, peningkatan pendidikan minimal dan pelatihan perawat, pengadaan SOP ruang Neonatus dalam rangka memperbaiki sistem mformasi manajemen, rekam medis dan asunan keperawatan, serta penambahan serta untuk ruang Neonatus RSUD Bojonegoro. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa diduga yang menjadi penyebab peningkatan nilai NDR adalah faktor manajemen karena banyak terdapat kesenjangan dengan standard Depkes dan standard internasional terutama pada faktor SDM, metode dan fasilitas sehingga perlu dilakukan advokasi kepada pimpinan dan pengambil keputusan untuk membentuk komitmen pihak rumah sakit terhadap upaya rekumendasi yang telah disusun (Aloysius, 2006). 43 Penelitian Niken (2009) mengenai Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Melalui Audit Kematian Di RSUD Kota Bekasi Tahun 2009, penelitian ini melihat dari segi sumber daya manusia, SOP dan alat kesehatan. Sumber Daya Manusia (SDM) baik tenaga medis maupun paramedis yang berhubungan dengan kematian pasien lebih dari 48 jam dalam melihat gambaran mutu pelayanan di ICU secara kualitas dan kuantitas dibandingkan dengan standar menurut Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) masih belum memadai. Secara kualitas yaitu; keakuratan dalam menegakkan diagnosa dokter jaga di bagian IGD masih kurang, kemampuan mengintepretasi pemeriksaan Elektro Kardiografi (EKG) masih kurang, kemampuan perawat melakukan pengawasan ketat pasien terapi cairan, tanda-tanda vital di ICU masih kurang. Secara kuantitas yaitu; perlu penambahan jumlah dokter umum dengan pelatihan khusus ICU minimal dua orang dokter sehingga dokter jaga ICU selama 24 jam, perlu penambahan perawat dengan pelatihan khusus ICU minimal empat orang sehingga perbandingan jumlah perawat dengan tempat tidur 4 : 5. Standart Operational Prosedur (SOP) yang dibuat oleh masing-masing kelompok profesional atau bidang terkait dan ditandatangani pimpinan institusi/rumah sakit. Instalasi ICU RSUD Kota Bekasi belum memiliki SOP yang lengkap sesuai pelayanan yang bisa diberikan ICU. SOP wajib ada dalam kegiatan melakukan pelayanan di RSUD agar bisa dilakukan monitor dan evaluasi kegiatan pelayanan di Instalasi ICU secara efektif sehingga jika ditemukan suatu permasalahan ataupun tanggung gugat terhadap komplain pasien bisa memberikan solusi pemecahan masalah yang tepat. Instalasi ICU RSUD Kota Bekasi agar bisa memberikan pelayanan yang berkualitas harus melakukan assesment ulang tentang fasilitas terutama alat kesehatan sesuai standar pelayanan 44 minimal di ICU menurut Depkes 2008. Dengan fasilitas yang tidak memenuhi standart mengakibatkan pelayanan tidak berkualitas sehingga meningkatkan angka kematian di ICU meningkat (Niken, 2009). Pemeriksaan penunjang CT Scan di RSUD Kota Bekasi belum ada, hal ini menyebabkan keterlambatan waktu terapi dan diagnosa pasti sesuai penyebabnya pada akhirnya akan meningkatkan angka kematian di ICU. Berdasarkan distribusi kematian menurut penanggung jawab pasien jumlah terbanyak kasus kematian lebih dari 48 jam adalah dari dokter syaraf sehingga adanya CT Scan di RSUD Kota Bekasi menjadi prioritas (Niken, 2009). 2.5 Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dibuat maka dapat disimpulkan kerangka teori seperti yang ditujukan pada bagan 2.1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Penulis dalam menyusun kerangka teori mengacu dari Donabedian (1982) yang menggambarkan penilaian mutu dengan membandingkan terhadap standar yang menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu standar input, standar proses dan standar output. Hal ini juga disebabkan karena menurut Donabedian (1982), mutu pelayanan kesehatan bisa dilihat dengan melakukan pendekatan secara komprehensif meliputi input/masukan, process/proses dan output/luaran. 45 Input: Sumber Daya Kebijakan Output: Proses: Interaksi provider dengan pasien Fasilitas Morbiditas Mortalitas Kepuasan pasien Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber: Donabedian (1982) Kerangka teori diatas juga sesuai dengan Pohan (2003) yang menyebutkan bahwa pengukuran mutu pelayanan kesehatan bisa dilakukan dengan cara membandingkan hasil terhadap standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan, dimana standar pelayanan kesehatan menyangkut input, proses dan output. Hal ini juga sesuai dengan Depkes (2008) yang menyebutkan NDR sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan, sehingga menjadi acuan bagi Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring menetapkan ukuran angka kematian pasien > 48 jam di rawat inap sebagai salah satu standar pelayanan minimum (SPM) dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. 46 3 Kerangka konsep BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka peneliti membuat kerangka konsep yang ditunjukkan dalam bagan 3.1. Peneliti ingin menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Dalam sistem manajemen mutu, input yang baik dan bermutu akan memberikan hasil berupa proses yang baik dan pada akhirnya akan memberikan output yang bermutu baik pula. Demikian sebaiknya output yang kurang bermutu berasal dari proses dan input yang kurang bermutu pula. Dari kerangka teori Donabedian tentang mutu pelayanan diperjelas menjadi kerangka konsep sebagai berikut : 1. Komponen input yaitu Sumberdaya, meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), Kebijakan meliputi SOP dan Fasilitas meliputi alat kesehatan. 2. Komponen Proses yaitu proses interaksi provider dengan pasien meliputi, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan. 3. Komponen Output, Output dari proses manajemen mutu pelayanan rumah sakit adalah mortalitas, morbiditas dan kepuasan pasien. Sesuai latar belakang masalah dalam penelitian ini yaitu angka kematian > 48 jam yang tidak sesuai dengan standar maka peneliti tidak menjadikan morbiditas dan kepuasan dalam faktor output. 47 Adapun pendekatan sistem manajemen mutu tersebut dimulai dari input berupa Sumber Daya Manusia (SDM), pasien, kebijakan meliputi SOP dan fasilitas meliputi alat kesehatan, rekam medis, ruang perawatan yang semua ini sebagai masukan. Input masukan ini akan berpengaruh untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi provider terhadap pasien meliputi, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan. Keterkaitan antara input dan proses ini akan menghasilkan luaran berupa kematian lebih dari 48 jam di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Input: Proses: Output: Sumber Daya Penatalaksanaan medis SOP Penatalaksanaan keperawatan Angka kejadian Kematian > 48 jam (NDR) Alat Kesehatan Bagan 3.1 Kerangka Konsep 3.2 Definisi Istilah Bagan 3.2 Definisi Istilah Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) Definisi Istilah Tenaga Perawat, Bidan dan Dokter serta Tenaga kesehatan lainya yang terlibat dalam pemberian pelayanan kesehatan di instalasi rawat inap RSMTP Cara Ukur Telaah Dokumen Indept Interview 48 Alat Ukur Hasil Ukur Dokumen Rekam Memperoleh Medis, Pedoman Gambaran Wawancara Penyimpangan Input Pelayanan (SDM) dari standar yang telah ditentukan dilihat dari segi kuantitas dan kualitas Faktor Standar Operasional Prosedur Definisi Istilah Prosedur pelayanan teknis dan administrasi dari bidang medis dan keperawatan yang telah disusun dan diberlakukan dan dipedomani dalam pemberian pelayanan kepada pasien di instalasi rawat inap RSMTP Alat Kesehatan Peralatan kesehatan dengan standar peralatan pelayanan pasien instalasi rawat inap secara umum dan spesialistik minimal yang digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan pasien di instalasi rawat inap RSMTP, seperti: suction pump, ventilator, devibrilator, regulator oksigen dan lain-lain Penatalaksanaan Penatalaksanaan Medis tahap kegiatan standar prosedur medis mulai dari penegakan Cara Ukur Telaah Dokumen Indept Interview Alat Ukur Hasil Ukur Dokumen Rekam Memperoleh Medis, Pedoman Gambaran Wawancara Penyimpangan Input Pelayanan (SOP) dari standar yang telah ditentukan Telaah Dokumen Indept Interview Dokumen Rekam Memperoleh Medis, Pedoman Gambaran Wawancara Penyimpangan Input Pelayanan (Alat Medis) dari stanar yang telah ditentukan dilihat dari segi kelengkapan alat dan kecukupan jumlah alat yang sudah ada jika dibandingkan dengan alat yang dibutuhkan. Telaah Dokumen Indept Interview Daftar Tilik Dokumen Rekam Medis, Pedoman Wawancara, Pedoman Daftar Tilik 49 Memperoleh Gambaran Mutu Proses Pelayanan melalui penyebab kematian Faktor Definisi Istilah diagnosis tindakan dan pengobatan dalam rangka mempertahankan dan mendukung keselamatan jiwa serta tindakan mencegah terjadinya komplikasi Penatalaksanaan Penatalaksanaan keperawatan tahap kegiatan asuhan keperawatan dalam upaya mempertahankan dan mendukung keselamatan jiwa serta memberikan asuhan kepada pasien di rawat inap Kematian > 48 Kematian > 48 jam jam dari pasien Instalasi rawat inap 4 Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur beralasan atau tidak beralasan dari proses penatalaksanaan medis Telaah Dokumen Indept Interview Daftar Tilik Dokumen Rekam Medis, Pedoman Wawancara, Pedoman Daftar Tilik Memperoleh Gambaran Mutu Proses Pelayanan melalui penyebab kematian beralasan atau tidak beralasan dari proses penatalaksanaan perawatan Telaah dokumen Dokumen rekam medis Memperoleh angka jumlah kematian pasien > 48 jam AB IV METODE PENELITIAN 50 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pengamatan dan analisis dokumen rekam medik kematian pasien lebih dari 48 jam di rawat inap tahun 2016 untuk mengetahui penyimpangan struktur input dan struktur proses. Area penyimpangan diamati dengan menggunakan pedoman wawancara dan daftar tilik analisis penyimpangan mortalitas yang menyebabkan tingginya angka kematian lebih dari 48 jam di rawat inap RSMTP. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yang terletak di Jl. Gandaria I No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2016. 4.3 Informan Penelitian Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pemilihan informan yang berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya orang yang paling mengetahui atau mempunyai otoritas pada objek atau situasi yang akan diteliti. Dengan demikian informan tersebut mampu memberikan petunjuk kemana saja peneliti dapat melakukan pengumpulan data (Sugiyono, 2009). Informan yang akan menjadi narasumber dalam pengambilan data primer di RSMTP meliputi kepala instalasi rawat inap dan 4 orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien, dokter 51 harian rawat inap, perawat yang ikut merawat pasien yang diambil secara purposive sampling. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan, pada tahap pertama yaitu tahap analisis penyebab kematian dengan menggunakan daftar tilik. Dalam tahap ini rekam medik dikelompokkan berdasarkan nama responden/informan yaitu dokter yang merawat pasien sekaligus menjadi dokter penanggung jawab pasien dan diberikan pengkodean berdasarkan informan untuk memudahkan apabila diperlukan melihat ulang rekam medis yang dimaksud. Responden/informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki informan sebagai dokter spesialis di bidang keahlian kedokteran berkaitan dengan masalah penelitian (asas kesesuaian). Jumlah informan sesuai pengelompokan diagnosa penyakit berdasarkan keahlian spesialisasi ilmu kedokteran seluruh rekam medis yang diteliti (asas kecukupan). Penjadwalan waktu dan tempat dengan responden/informan untuk penggisian daftar tilik analisis penyimpangan mortalitas dengan terlebih dahulu memperkenalkan maksud, tujuan serta latar belakang dilakukan penelitian. Sedangkan untuk tahap kedua yaitu tahap menganalisis mutu pelayanan dengan menggunakan wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi. Untuk informan pada tahap kedua adalah 8 dokter penanggungjawab yang menjadi informan pada tahap pertama ditambah dokter kepala instalasi rawat inap. Berikut nama dokter (inisial) yang merawat sekaligus menjadi penanggung jawab beserta penomeran dengan kode rekam medis. Jumlah seluruh rekam medis yang 52 dilakukan audit 12 rekam medis, terbagi menjadi 8 dokter penanggung jawab ditambah 1 dokter kepala instalasi rawat inap. Tabel 4.1 Kode Informan dan Kode RM Kode Informan I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 4.4 Kode RM 101-103 104-106 107 108 109 110 111 112 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara dan daftar tilik yang tergolong dalam bagian wawancara mendalam untuk mewawancarai informan terkait dengan analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Instrumen penelitian lain dalam pengumpulan data adalah dengan melakukan telaah dokumen. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat bantu berupa alat tulis, kamera, dan perekam suara agar dapat memperkuat akurasi data. 4.5 Sumber Data Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan yaitu: 53 a. Data primer, adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan pada objek penelitian atau field research. Data primer yaitu hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen. b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari data yang dimiliki oleh RSMTP yaitu dengan mengamati isi rekam medik dari set rekam medik pasien meninggal > 48 jam tahun 2013 sampai 2015 yang tersimpan di bagian Rekam Medik RSMTP. Isi rekam medis memuat segala identitas dan informasi medis pasien sejak berinteraksi dengan tenaga profesional di rumah sakit, di dalamnya terdapat catatan dokter, perawat dalam melaksanakan standar pelayanan profesi, pemeriksaan penunjang, pemberian terapi serta perkembangan kondisi pasien. 4.6 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan studi retrospektif karena proses pengumpulan data yang dilakukan adalah untuk pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan (Pohan, 2003). a. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari informan, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face). Wawancara mendalam peneliti lakukan kepada pihak RSMTP yang berkaitan dengan objek penelitian. b. Daftar Tilik Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten, diikuti dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan, dan 54 diberi tanda (check-mark) (KBBI, 2014). Daftar tilik yang digunakan dalam penelitian ini diisi dengan melibatkan dokter penanggung jawab dalam pembacaan dokumen rekam medis. c. Telaah Dokumen Telaah dokumen merupakan suatu cara melakukan penyelidikan, kajian, pemeriksaan terkait suatu hal melalui dokumen-dokumen yang mengatur sebuah kegiatan (KBBI, 2014). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan dokumen rekam medis, undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hasil pengamatan dan wawancara peneliti bandingkan kesesuainnya menggunakan dokumen-dokumen tersebut. 4.7 Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan analisis data yang dijabarkan oleh Miles & Hubberman (1984) dalam Sugiyono (2016). Berikut akan dijabarkan langkah-langkah analisis data pada pendekatan tersebut : 1. Reduksi Data Reduksi data pada penelitian ini yaitu proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti. Data mentah yang didapatkan dari hasil wawancara, daftar tilik maupun telaah dokumen akan piliah dan digolongkan sesuai kerangka konsep penelitian yaitu input (SDM, SOP, Alat kesehatan), proses (pentalaksanaan medis dan keperawatan) dan output (pencapaian kejadian NDR). Proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti dilakukan 55 dengan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan membuang data mentah yang sekiranya tidak diperlukan. Proses mereduksi data ini juga dibantu dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu yang sama sehingga mempermudah peneliti dalam membuat kategori dalam rangka untuk mengetahui hal-hal yang penting. 2. Penyajian Data Data yang sudah di reduksi sesuai kerangka konsep penelitian, selanjutnya akan dijadikan uraian singkat dan disajikan kedalam sebuah transkip verbatim dan matriks hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi. Matriks akan dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian yang juga terbagi input (SDM, SOP, Alat kesehatan), proses (pentalaksanaan medis dan keperawatan) dan output (pencapaian kejadian NDR). Data yang sekiranya dapat menjawab pertanyaan penelitian akan diuraikan berdasarkan metode pengumpulan data baik itu hasil wawancara mendalam, hasil daftar tilik maupun hasil telaah dokumen. 3. Analisis Data Setelah data diolah dan membentuk sebuah matriks maka tahapan selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Metode analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis data yang dikemukakan oleh Spradely (1980) dalam Sugiyono (2016) dengan tahapan analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan analisis tema kultural. 56 4. Penarikan Kesimpulan Pada tahapan ini peneliti akan menggunakan gagasan yang sudah dihasilkan dari analisis data untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan akan dibuat dengan cara meninjau kembali gagasan yang sudah didapat dengan teori-teori yang mendasari gagasan tersebut. Gagasan input, proses dan output yang telah didapat sebelumnya akan ditinjau ulang dengan teori yang mendasari input, proses dan output pada mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR tinggi. 4.8 Teknik Analisa Data Metode analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknis analisis data dengan model Spradley (1980) dalam Sugiyono (2016). Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Metode ini terdiri dari empat tahapan, yaitu: a. Analisis Domain Analisis domain pada penelitian ini hakikatnya adalah upaya peneliti untuk memperoleh gambaran umum pada data rekam medis pasien untuk menjawab fokus penelitian yaitu nilai NDR yang tinggi. Caranya ialah dengan membaca naskah data rekam medis secara umum dan menyeluruh untuk memperoleh fokus penelitian nilai NDR di dalam data tersebut. Pada tahap ini peneliti belum perlu membaca dan memahami data secara rinci dan detail karena targetnya hanya untuk memperoleh fokus penelitian NDR. Hasil analisis ini masih berupa pengetahuan dan informasi umum mengenai fokus penelitian NDR dan beberapa subfokus dari NDR yang ditemukan seperti input dan proses dari kejadian NDR. 57 b. Analisis Taksonomi Setelah pada tahap analisis domain ditemukan fokus penelitian atau domain yaitu masalah NDR, maka selanjutnya pada tahap ini domain NDR ini mulai dipahami secara mendalam, dan membaginya lagi menjadi sub-domain yang terdiri dari subdomain input dan proses, dan dari sub-domain itu dirinci lagi menjadi bagian-bagian yang lebih khusus yaitu input disub-domainkan lagi yang terdiri dari SDM, SOP dan alat kesehatan. Sub-domain proses juga di sub-domainkan lagi yang terdiri dari penatalaksanaan medis dan keperawatan. Setelah itu sub-domain yang ada pada input seperti SDM disub-domainkan lagi menjadi dokter, perawat, kepala instalasi rawat inap dan kepala ruangan perawatan. Kemudian sub-domain pada proses yaitu penetalaksanaan medis dan keperawatan jnuga disubdomainkan lagi menjadi ketepatan diagnosis, ketepatan tindakan, kecepatan diagnosis, kecepatan tindakan dan lain-lain hingga tidak ada lagi yang tersisa. Pada tahap analisis ini peneliti juga mendalami domain dan sub-domain tersebut lewat konsultasi dengan bahan-bahan pustaka yang berkaitan untuk memperoleh pemahaman lebih dalam. c. Analisis Komponensial Pada tahap ini peneliti mengkontraskan antar unsur yang diperoleh pada analisis taksonomi. Unsur input dan proses serta unsur didalamnya lagi yaitu SDM, SOP, alat kesehatan, penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan, serta unsur didalamnya lagi seperti dokter, perawat, kepala instalasi rawat inap dan kepala ruangan perawatan ketepatan diagnosis, ketepatan tindakan, kecepatan diagnosis, kecepatan tindakan dan lain-lain ini dikontraskan dengan dicari fungsi dan tujuannya sehingga 58 bisa dilihat perbedaan dan persamaannya untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan mendalam serta rinci mengenai fokus penelitian atau domain NDR. d. Analisis Tema Kultural Setelah melewati 3 tahap analisis sebelumnya maka selanjutnya pada tahap ini peneliti berusaha menemukan hubungan-hubungan yang terdapat pada unsur input serta unsur didalamnya dan unsur proses serta unsur didalamnya terhadap fokus penelitian atau domain NDR. 4.9 Penyajian Data Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan transkip verbatim dan matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil daftar tilik rekam medis dan telaah dokumen. 4.10 Triangulasi Data Triangulasi data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara melihat realibilitas dan validitas data yang diperoleh. Pengambilan data penelitian dilakukan secara terus menerus baik melalui telaah dokumen, daftar tilik maupun wawancara. Pada penelitian ini triangulasi sumber dilakukan dengan cross chek data terhadap informan yang berbeda dimulai dari dokter yang merawat, perawat yang merawat, kepala instalasi, lalu kepala ruang perawatan. Sedangkan triangulasi metode dengan mengetahui penyimpangan struktur input dan proses menggunakan daftar tilik dan pedoman wawancara mendalam. 59 5 BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Analisis Penyebab Kematian Berdasarkan Resume Audit Hasil dari telaah dokumen rekam medis pasien meninggal lebih dari 48 jam di rawat inap dengan menggunakan daftar tilik yang diisi sendiri oleh informan yaitu dokter penanggung jawab, diperoleh informasi bahwa analisis penyebab kematian dari kasus terminal adalah pasien dengan dignosa sepsis dan sirosis masing-masing 8,3 % dari total resume kasus kematian. Penyebab kematian dari kasus terminal ini juga didukung dengan data tidak adanya SOP indikasi masuk dan indikasi keluar rawat inap khususnya ICU di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring maka bisa dihubungkan dengan adanya kesalahan penempatan pasien di ruang ICU bukan pasien gawat darurat dengan harapan hidup tinggi sehingga bisa menyebabkan meningkatnya angka kematian pasien lebih dari 48 jam di ICU sekaligus menghalangi pasien yang seharusnya dirawat di ICU. Selain kasus terminal, hasil resume audit juga menginformasikan bahwa analisis penyebab kematian dari kasus keterlambatan diagnosa terhadap seluruh informan menunjukkan berhubungan dengan tidak tersedianya pemeriksaan penunjang CT Scan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ditunjang pada umumnya pasien dengan kondisi tidak transportable. Sehingga tidak tersedianya CT Scan yang pada umumnya dibutuhkan oleh pasien dengan kondisi tidak transportable ini menyebabkan keterlambatan diagnosa yang bisa membantu meningkatkan angka kematian pasien di rawat inap. Keterlambatan diagnosa ini selain berkaitan dengan tidak tersedianya CT Scan juga 60 didukung oleh adanya kesalahan diagnosa diawal sehingga terjadilah keterlambatan yang mmenyebabkan meninggalnya pasien. Analisis penyebab kematian berdasarkan resume audit juga menginformasikan bahwa selain kasus terminal dan kasus keterlambatan diagnosis dilakukan pula analisis penyebab kematian dari kasus komplikasi (komplikasi dari penyakit dasar). Analisis penyebab kematian dari kasus komplikasi tersebut menunjukkan adanya penyebab kasus komplikasi karena penyakit dasar Non Independent Diabetes Melitus (NIDDM) dengan komplikasi Cronik renal failure (CRF) dan Cronik Heart Failure (CHF) yaitu sebanyak 8,3%. Selain beberapa kasus kematian berdasarkan resume audit yang disebutkan sebelumnya, analisis penyebab kematian juga dilakukan pada kasus infeksi nosokomial yang menginformasikan bahwa pada seluruh pasien meninggal ditemukan gejala-gejala yang mengarah kepada adanya infeksi nosokomial yaitu sebanyak 16,7%. Selain kasus infeksi nosokomial analisis penyebab kematian berdasarkan rekam medis juga menginformasikan bahwa dilakukan pula analisis penyebab kematian dari kasus asuhan keperawatan yang menunjukkan kasus ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan ketat dan terus menerus oleh paramedik terhadap terapi cairan yaitu sebanyak 16,7% dan disebabkan juga oleh kurangnya kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan paramedis untuk mengenali tanda-tanda vital sebanyak 16,7%. Analisis penyebab kematian pasien > 48 jam berdasarkan resume audit dengan macam-macam kasus bisa dilihat juga pada tabel berikut : 61 Tabel 5.1 Analisis Penyebab Kematian > 48 Jam Menurut Resum Audit Tahun 2016 di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring No 1. 2. 3 Resume Audit Rekam Medis Kasus Terminal (Berdasarkan kondisi pasien, berdasarkan diagnosa penyakit, berdasarkan diagnosa dari informan/dokter penanggung jawab) Keterlambatan diagnose 4 Komplikasi (perjalanan penyakit dasar lebih dari) Infeksi nosokomial 5 Asuhan Keperawatan Analisa Penyebab Kematian - Sirosis - Sepsis Tidak adanya sarana Pemeriksaan Penunjang Seperti CTScan - Awal diagnosa typus, seharusnya DBD NIDMM, CRF, CHF Jumlah - Pasien ditemukan gejala-gejala serta pemeriksaan rendah yang menagarah adanya lepsis - Kegagalan pemberian dan pengawasan pemberian cairan - Pengawasan hebat dan terus Menerus pemeriksaan Vital 62 % - 1 1 - 8,3% 8,3% - 2 - 16,7% - 1 - 8,3% 1 8,3% 2 16,7% - 2 - 16.7% - 2 - 16,7% Total 12 100 % Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 5.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring Mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini bisa dilihat dari hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan daftar tilik. 5.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM) Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas bagaimana input sumber daya manusia yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input sumber daya manusia di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sendiri terdiri dari dokter penanggungjawab/ dokter spesialis, dokter jaga dan perawat. Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan langsung dengan pasien di rawat inap. Input SDM di rumah sakit ini bisa dilihat dari segi kuantias dan kualitas. Dari segi kuantitas ditemukan dari hasil telaah dokumen bahwa input pelayanan faktor SDM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring terdiri dari tenaga medis yang meliputi dokter umum yang berjumlah 8 orang dengan 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan untuk dokter spesialis dibagi kedalam kelompok medik dasar (min.2 untuk masing-masing spesialisasi), penunjang 63 (min.1 untuk masing-masing spesialisasi) dan spesialis gigi dan mulut (min.1) yang berjumlah 44 orang dengan 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan, serta perawat yang berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana 18 orang yang telah mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Kuantitas SDM di rumah sakit ini juga bisa dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.2 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedi di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Tenaga Medis Jumlah Dokter Umum 8 orang Dokter Spesialis 44 orang Perawat 40 orang Jumlah tempat tidur 71 Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 Untuk setiap pelayanannya, manajemen rumah sakit menempatkan satu kepala pelayanan sebagai penanggung jawab pelayanan untuk menjamin kesinambungan pelayanan termasuk untuk pelayanan rawat inap. Penanggung jawab untuk rawat inap adalah seorang dokter yang mengkoordinasikan kegiatan pelayanan rawat inap sesuai kebutuhan pasien. Selain hasil telaah dokumen kuantitas input SDM rumah sakit ini bisa dilihat juga dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan yang menunjukkan bahwa 64 kuantitas yang telah disebutkan sebelumnya dari hasil telaah dokumen dikatakan belum mencukupi dan dianggap masih kurang terutama jumlah dokter jaga dan perawat. Pernyataan ini disebabkan jumlah dokter jaga dan perawat yang ada masing-masing belum bisa memenuhi kebutuhan untuk melayani pasien terutama ketika pasien banyak atau penuh sehingga sering terjadi saling tarik menarik SDM dari satu unit rawat inap ke unit rawat inap lainnya yang terkadang menyebabkan pasien menjadi tidak nyaman dan ini juga didukung oleh banyaknya perawat yang mengundurkan diri di tahun ini dan penambahan gedung baru rumah sakit yang tentunya akan menambah bed yang seharusnya perbandingan perawat dan bed 2:3 sehingga disebutkan kurang. Hal ini dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut: “Disni tuh gimana yah kalau soal kecukupan jumlah dokter udah lumayan walaupun dokter jaga sepertinya sih masih kurang orang sering rebutan sana sini kadang” (I-1) “Selama ini tuh disini sering ada masalah di bagian dokter jaganya soalnya belum cukup sepertinya jumlahnya karena ketika dibutuhkan masih tarik sana sini” (I-5) “Selama ini sih kalo di rawat inap jumlah dokter penanggung jawab sudah mencukupi hanya saja dokter jaga memang masih kurang dan baru lumayan tercukupi diakhir tahun 2016 ini” (I-9) “Kalo soal jumlah perawat sepertinya masih kurang sih ditambah lagi banyak yang mengundurkan diri tahun ini” (I-1) “Kalau jumlah perawat sepertinya masih kurang sekali yah apalagi kita sekarang ada gedung baru jadi otomatis kebutuhannya naik tapi ini malah banyak perawat yang keluar jadinya jelaslah kurang” (I-5) “Jumlah perawat memang masih belum sesuai dengan jumlah bed yang ada perbandingannya kalo ga salah dari depkes gitu ada”(I-9) Selain dilihat dari segi kuantitas, input SDM di rumah sakit ini juga dilihat dari segi kualitas. Dari hasil telaah dokumen didapatkan bahwa frekuensi pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan 65 keperawatan yang diikuti SDM rumah sakit baik dokter spesialis, dokter jaga maupun perawat masih jarang, hal ini karena dari dokter umum yang berjumlah 8 orang hanya 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan dari dokter spesialis yang berjumlah 44 orang hanya 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan, serta dari perawat yang berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana hanya 18 orang yang telah mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Kuantitas SDM jika dibandingkan dengan standar Depkes (2008) di rumah sakit ini bisa dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.3 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Tenaga Medis Jumlah Dokter Umum 8 orang Dokter Spesialis 44 orang Perawat 40 Jumlah tidur tempat 71 Standar DepKes 9 orang Min.2 Spesialis Dasar, 1 Spesialis penunjang dan 1 Dokter Gigi Jumlah Perawat : TT = 2:3 Keterangan Belum Terpenuhi Terpenuhi Belum Terpenuhi Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, kualitas SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini dari segi pelatihan memang masih sangat kurang 66 frekuensi pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan yang diikuti baik dokter spesialis, dokter jaga maupun perawat. Dari ketiga kategori SDM ini yang terhitung masih sering mengikuti pelatihan adalah perawat walaupun tetap saja dinyatakan kurang karena yang mengikuti pelatihan belum merata semua perawat. Hal ini dibuktikan denga kutipan wawancara sebagai berikut: “Frekuensinya masih terbilang sangat kurang kalau untuk dokter mengikuti pelatihan” (I-5) “Masih belum sering dan paling hanya beberapa dokter belum semua pernah juga” (I-7) “Untuk frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter baik dokter spesialis maupun dokter jaga memang masih sangat jarang” (I-9) “Pelatihan untuk perawat sudah cukup sering frekuensinya walaupun belum semua perawat mendapatkannya” (I-9) Frekuensi pelatihan ini juga disebut kurang karena dari dokter umum yang berjumlah 8 orang hanya 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan dari dokter spesialis yang berjumlah 44 orang hanya 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan, serta dari perawat yang berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana hanya 18 orang yang telah mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Dari total masingmasing jumlah pelatihan yang pernah diikuti SDM tentu saja masih kurang dan belum memenuhi karena jika dibandingkan dengan standar Depkes (2003) bahwa jumlah tenaga paramedis yang yang harus mendapat pelatihan khusus yang dibutuhkan dokter maupun perawat seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan minimal 90% dari keseluruhan jumlah paramedis yang bertugas Frekuensi kesenjangan SDM yang mendapatkan pelatihan dengan jumlah totalnya bisa dilihat pada tabel berikut: 67 Tabel 5.4 Rekapitulasi Tenaga Medis dan Paramedis yang mengikuti pelatihan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Tenaga Medis Jumlah Standar Depkes (2003) Dokter Umum 8 orang SDM yang pernah mengikuti pelatihan 1 orang 90% Dokter Spesialis Perawat 44 orang Keterangan Belum memenuhi 17 orang Belum memenuhi 48 18 orang Belum memenuhi Sumber: Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Selain frekuensi pelatihan SDM, kualitas SDM juga bisa dilihat dari kemampuan dokter dalam mendiagnosa pasien. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini masih banyak dokter jaga yang diagnosa awalnya kurang tajam dan menyebabkan terjadinya under diagnose ataupun kesalahan diagnosa awal, under diagnose ini juga bisa dilihat dari pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga yang kurang tajam dan tentu saja ini tidak sesuai jika dibandingkan dengan data hasil kelulusan Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (2008) bahwa ketenagaan dokter jaga di unit IGD telah 100% tersertifikasi pelatihan kegawat daruratan medis. Hal ini dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut: “Kalo kemampuan dokter jaga biasanya tuh di analisa awal untuk diagnosa suspek yang kurang tajam sebelum konsul jadinya suka ada miss” (I-1) “Emm suka terjadi ada under diagnosis kadang dari dokter jaga padahal udah sertifikasi” (I-4) “Pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dokter jaga sering kurang tajam” (I-5) 68 “Dokter jaga di rumah sakit kami sudah tersertifikasi cuman memang masih lumayan sering terjadi kekurang tajaman diganosa awal di igd sebelum masuk ranap” (I-9) Selain dilihat dari frekuensi pelatihan dan kemampuan mendignosa pasien, kualitas SDM juga dapat dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di rumah sakit ini masih ada beberapa dokter jaga yang belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan masih ada juga dokter jaga yang salah ataupun belum mahir membaca hasil ECG sehingga menyebabkan masalah bagi pasien, selain itu di rumah sakit ini juga masih terjadi kegagalan pemantauan cairan pada pasien yang dilakukan oleh perawat dan menyebabkan bahaya pada pasien. Hal ini dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut: “Kalo untuk kemampuan sebener nya asih ada beberapa dokter jaga belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan belum mahir baca ECG yang menyebabkan keterlambatan diagnose” (I-1) “Kalau untuk kemampuan dokter dan paramedis pernah terjadi kegagalan pemantauan cairan oleh perawat dan kalau dokter ada beberapa dokter jaga yang yang belum mahir melakukan pemantauan cairan tertentu” (I-9) Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini, peneliti juga melihat mutu input SDM dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam melalui daftar tilik. Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan secara tegas tentang variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu pelayanan salah satunya yaitu tentang permasalahan paramedis, dimana terjadi 69 kurangnya kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda schok) dan dapat diketahui juga bahwa ada faktor kurangnya pemahaman paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat inap dalam hal melaksanakan kegiatan universal precaution untuk mencegah adanya infeksi nosokomial. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian pasien > 48 jam menurut masukan input bisa dilihat juga pada tabel berikut : Tabel 5.5 Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian pasien > 48 Menurut Masukan/Input Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 No 1. Kode RM 103 No Rekam Medis 02177875 2. 108 12209575 3 109 02008257 4 105 01354878 5 101 12847179 6 107 01288580 Analisa Penyebab Kematian Fungsi pemantauan dan support terapi cairan dari paramedis tidak berjalan karena tidak sempat idealnya perbandingan jumlah pasien dengan perawat sama. Kemungkinan besar terjadi infeksi nosokomial, dengan tindakan- tindakan infasive dari paramedis yang kurang steril. Timbulnya sepsis kemungkinan karena infeksi nosokomial petugas kurang menjaga kesterilan pada saat melakukan tindakan. Kurangnya fungsi pengawasan dan pengukuran kebutuhan cairan oleh paramedis, sehingga menyebabkan edema paru dan gagal nafas A suhan keparawatan dalam hal pengawasan pasien, tanda vital tidak terpantau sehingga kondisi syok terlambat untuk diatasi. Kegagalan asuhan keperawatan dalam pengawasan kebutuhan cairan pasien. Penatalaksanaan terapi cairan untuk menghindari terjadinya gagal ginjal lebih lanjut gagal. 70 Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Permasalahan pada mutu input SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring baik dari segi kuantitas maupun kualitas yaitu masih kurangnya jumlah SDM pada bagian dokter jaga yang harusnya ada 9 orang di RS ini hanya ada 8 orang dan perawat yang harusnya memenuhi jumlah perbandingan 2:3 dengan tempat tidur di RS ini hanya ada 40 perawat dengan 71 tempat tidur. Frekuensi pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan yang diikuti oleh dokter spesialis, dokter jaga dan perawat masih jarang dan belum merata. Kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien juga masih kurang tajam sehingga sering terjadi under diagnose yang menyebabkan masalah bagi pasien. Dan yang terakhir dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai medis dan paramedis di rawat inap masih sering terjadi masalah seperti ada beberapa dokter jaga yang belum menguasai atau mahir dalam mlakukan fungsi pemantauan cairan tertentu dan masih ada perawat yang gagal dalam melakukan pemantauan cairan tertentu. 5.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas bagaimana input standar operasional prosedur (SOP) yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan SOP yang bermutu pula. Input SOP pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan petugas terhadap SOP, 71 pelaksanaan sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP, evaluasi dari pelaksanaan SOP. Input mutu dari segi kelengkapan SOP berdasarkan telaah dokumen diketahui bahwa dari 16 SOP rawat inap yang harus ada baru 10 SOP rawat inap yang sudah ada di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini. Berikut tabel perbandingan antara SOP rumah sakit dengan Depkes 2008: Tabel 5.6 Rekapitulasi Kelengkapan SOP Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Pedoman Kebijakan Akreditasi Rumah Sakit (Rawat Inap) Depkes tahun 2008 1. SOP hubungan kerja denga unit lain 2. Bagan organisasi 3. Uraian tugas bagan organisasi 4. SOP alur pasien masuk ke rawat inap 5. SOP merujuk pasien 6. SOP pasien emergency 7. SOP visit dokter 8. SOP penggunaan, pemeliharaan dan perbaikan alat kesehatan 9. SOP Pencatatan dan Pelaporan kegiatan pelayanan 10. SOP evaluasi hasil perawatan pasien 11. SOP tatacara pemerikasaan laboratorium dan radiologi 12. SOP kewenangan ka Instalasi/dokter jaga 13. SOP Pelayanan medis dan standar terapi 14. SOP pencegahan infeksi 15. SOP konsul antar dokter jaga/spesialis/konsulen 16. SOP pemulangan pasien 72 Ketersediaan Kebijakan Akreditasi Rumah Sakit (Rawat Inap) di RSMTP 1. Belum ada 2. Ada 3. Ada 4. Ada 5. Ada 6. Ada 7. Belum ada 8. Ada 9. Belum ada 10. Belum ada 11. Ada 12. Ada 13. Belum ada 14. Belum ada 15. Ada 16. Ada Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 Berdasarkan hasil wawancara kelengkapan SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa SOP rawat inap di rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini karena dari 16 SOP yang harus ada ternyata baru 10 SOP yang sudah ada ditambah lagi masih jarangnya sosialisasi SOP yang menyebabkan masih banyak SOP yang belum diketahui oleh petugas dan hal ini juga terlihat dari masih ada beberapa fungsi atau proses pelayanan yang belum tegas pengaturannya seperti jam visit dan pencegahan infeksi terutama infeksi nosokomial. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut: “Selama ini masih jarang ada sosialisasi SOP jadi sepertinya sih masih belum lengkap” (I-3) “Belum lengkap SOP nya setahu saya soalnya masih ada beberapa yang belum tegas pengaturannya seperi jam visit” (I-5) “Untuk masalah kelengkapan SOP memang belum lengkap karena dari 16 SOP yang harus ada masih ada 6 SOP yang belum ada dn itupun belum semuanya tersosialisasikan” (I-9) Setelah melihat input SOP dari segi kelengkapan, input SOP juga bisa dilihat dari segi pelaksanaan SOP nya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring belum semuanya dilaksanakan karena belum semua SOP tersosialisasikan dan sebagian besar yang dilaksanakan hanya SOP yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medisnya saja, hal ini juga disebabkan tidak adanya fungsi pemantauan dan evaluasi SOP sehingga terlaksana atau tidaknya SOP tidak bisa dilihat sepenuhnya dan biasanya hanya baru terlihat ketika terjadi kasus pada pasien. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut: 73 “Saya merasanya sih sudah sesuai SOP cuman karena ga pernah ada evaluasi juga jadinya gatau yang kita lakukan sudah sesuai atau belum” (I-1) “Saya belum tau semua atau tersosialisasikan semua SOP jadinya ya kalo ditanya pelaksanaan juga jadinya ga tau ga bisa nilai” (I-2) “Paling beberapa seperti SOP pelaksanaan perawatan medis yang benar benar dilaksanakan yang lainnya gatau” (I-7) “Belum semuanya dilaksanakan yang jelas” (I-8) “Untuk pelaksanaan masing-masing SOP selama ini belum pernah ada pemantauan ataupun evaluasi jadi ga ketahuan kalau ga ad kasus” (I-9) Selanjutnya input SOP dilihat dari segi kepatuhan petugas di rawat inap. Berdasarkan hasil wawancara input SOP jika dilihat dari segi kepatuhan petugas diketahui bahwa belum semua petugas baik dokter maupun perawat patuh terhadap SOP, hal ini disebabkan karena terkadang masih ada petugas yang belum tahu kalau tindakan yang diambil ada SOP nya atau tidak dan hal ini juga disebabkan karena belum semua SOP tersosialisasikan, selain itu juga mengenai kepatuhan ini tidak bisa diketahui secara pasti karena fungssi evaluasi dan pemantauannya tidak berjalan. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut: “Belum semua dokter atau petugas di rs ini tau SOP tertentu jadi gimana bisa patuh” (I-4) “Kalau memang ada dan tahu SOP nya pasti patuh lah saya mba, cuman kadang ya gitu sosialisasinya jarang” (I-5) “Untuk masalah kepatuhan memang belum semua petugas patuh sih akan SOP tapi ini juga belum bisa dilihat secara pasti karena fungsi pengawasan dan evaluasi yang belum jalan” (I-9) Input SOP dilihat dari segi sosialisasi, berdasarkan hasil wawancara SOP dirumah sakit belum semuanya tersosialisasikan, memang pernah ada beberapa kali sosialisasi tapi belum sampai SOP yang terbaru dan itu juga termasuk jarang sehingga ini mempengaruhi terlaksana atau tidaknya SOP. Hal ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut : “Kalo soal sosialisasi sop disini tuh belum semuanya disosialisasikan sepertinya soalnya sih saya jarang ngerasa nerima sosialisasi” (I-1) 74 “Pernah sih dulu sosialisasi SOP tapi jarang juga keitungnya” (I-7) “Untuk sosialisasi SOP selama ini belum semunya tersosialisasikan dari 10 ada 4 lagi yang belum tersosialisasikan” (I-9) Input SOP dilihat dari segi pemantauan dan evaluasi, berdasarkan hasil wawancara di rumah sakit ini memang belum pernah ada pemantauan atau evaluasi SOP karena tim mutu di rumah sakit ini sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi baru diadakan ketika terjadi kasus, jadi belum ada sistem pemantauan dan evaluasi yang teratur. Hal ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut : “Evaluasi dan pemantauan SOP rawat inap belum pernah ada karena tim evaluasi dan pemantauan seperti tim mutu sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi baru ada kalau terjadi kasus” (I-9) Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti juga melihat mutu input SOP dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam menurut input SOP melalui daftar tilik. Berikut hasil daftar tilik analisis penyebab kematian yang menginformasikan secara tegas tentang variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan seperti tentang permasalahan belum adanya SOP tentang pedoman dan pencegahan infeksi nosokomial di rawat inap (standar precaution tidak dilakukan SDM, pencegahan melalui pemasangan infus tidak dilakukan, pencegahan melalui meminimalisasi rute penularan. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian Menurut Masukan/Input SOP bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.7 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 jam Menurut Masukan/Input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 No 1. Kode RM No Rekam Medis 103 2014877 Analisa Penyebab Kematian Penurunan kesadaran lama membuat rentan 75 No Kode RM No Rekam Medis Analisa Penyebab Kematian infeksi ditambah tindakan medis yang tidak steril (tidak melakukan standart precaution) membuat besar kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial. 2. 109 02008357 Timbulnya sepsis kemungkinan karena infeksi nosokomial kurang menjaga kesterilan pada saat melakukan tindakan. 3 111 01997556 Timbulnya kondisi sepsis karena pasien dengan penurunan kesadaran pada perawatan lama membuat kemungkinan infeksi menjadi tinggi, terutama pneumonia. Kemungkinan besar terjadi infeksi nosokomial, batas waktu pemasangan infus tidak dilakukan pemindahan posisi 4 104 01315760 Terdapat tanda-tanda sepsis kemungkinan karena infeksi nosokomial mengingat sterilitas pelayanan di rawat inap kurang terisolasi sehingga memudahkan jalannya rute penularan 5 102 01322090 Pasien mengalami sepsis, terbukanya rute penularan melalui tenaga rumah sakit maupun pengunjung Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Permasalahan pada mutu input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yaitu kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan Depkes (2008). Pelaksanaan dan kepatuhan petugas terhadap SOP belum sepenuhnya terlaksana karena masih banyak SOP yang belum tersosialisasikan dan belum adanya fungsi pemantauan dan evaluasi sehingga tidak bisa terlihat pasti terlaksana atau tidaknya dan patuh atau tidaknya. Pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana karena dari 10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan. Pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan SOP sendiri juga di rumah sakit ini belum berjalan dan tidak pernah ada, hal ini disebabkan oleh tidak berjalannya tim mutu selama 3 tahun ini 76 dan belum dibentuknya tim khusus oleh manajemen rumah sakit sehingga biasanya evaluasi baru ada ketika terjadi kasus pada pasien saja. 5.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas bagaimana input alat kesehatan yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan peralatan yang bermutu pula. Input alat kesehatan pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah alat kesehatannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai kelengkapan alat kesehatan di RS Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini karena masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien terlebih lagi jika pasien yang membutuhkan CT-Scan dan hemodialisanya tidak transportable dan tetap harus dirujuk, maka hal tersebut bisa membahayakan kondisi pasien. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut : “Belum lengkap semua ya seperti fasilitas pemeriksaan penunjang penting tidak ada, yaitu CT pasien dengan stroke atau trauma kepala terlambat ditegakkan diagnose pastinya apalagi jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan transportasi” (I-1) “Masih belum lengkap sih alkesnya ga adanya CT Scan bisa ngebuat diagnosa jadi terlambat atau jadi kurang akurat ditambah lagi kalo maksa CT Scan di RS luar kadang-kadang kondisi pasien tidak memungkinkan” (I-4) 77 “Alat kesehatan di rs ini dari segi kelengkapan memang belum bisa disebut lengkap sih karena belum ada CT-Scan, hemodialisa, EKG yang masih kurang, oksigen sentral dan troly emergency juga belum ada” (I-9) Selain kelengkapan input alat kesehatan juga bisa dilihat dari kecukupan jumlah alkesnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kecukupan alat kesehatan di RS Muhammadiyah ini belum mencukupi jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan pasien karena masih ada yang belum sama sekali seperti CT-Scan, hemosialisa, oksigen sentral, troly emergency dan ada juga yang masih perlu ditambah seperti jumlah EKG yang baru ada 2 buah. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut: “Disini tuh alkesnya belum memenuhi kebutuhan pasien jumlahnya terutama kalau pasien sedang banyak yang membutuhkan” (I-8) “Di rs ini alkes terhitungnya belum cukup jumlahnya karena masih banyak yang harus ditambah seperti EKG” (I-6) “Kalau yang ada sih sudah cukup hanya yang jadi masalah ialah yang belum ada sama sekali seperti CT-Scan dan hemodialisa”(I-7) Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti juga melihat mutu input alat kesehatan dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam melalui daftar tilik. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian menginformasikan secara tegas tentang variable masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan yakni salah satunya diketahui bahwa peralatan CT Scan diperlukan berada di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring untuk mendukung penegakan diagnose secara pasti terlebih apabila kondisi pasien tidak transportabel sehingga penataksanaan pasien selanjutnya lebih cepat dan tepat. Selain CT Scan alat hemodialisa juga belum tersedia serta oksigen sentral troly emergency juga belum ada dan ditambah lagi EKG yang hanya ada dua dari banyaknya ruang rawat serts kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas 78 pemeliharaan alat dalam laporan antar unitnya sehingga menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian yang berhubungan dengan variabel masukan peralatan salah satunya alat kesehatan juga dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.8 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Menurut Masukan/Input Fasilitas Alat kesehatan No 1. Kode RM No Rekam Medis 107 1320967 Analisa Penyebab Kematian Tidak bisa memastikan apakah ada perdarahan atau tidak dalam otak karena tidak dilakukan CT Scan kepala 2. 111 01297082 Diagnosa pasti lokasi penekanan akibat tumor tidak bisa ditegakkan karena tidak dilakukan CT Scan kepala 3. 103 1120967 Tidak dilaksanakan hemodialisa dengan pertimbangan kasusnya end stage, mengingat pelaksanaan HD pasienpasien dengan ventilator tidak transportabel untuk dilakukan HD di ruang HD. Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlahnya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap dan cukup karena masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawatinap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien. 79 5.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring Analisis mutu proses pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas bagaimana proses yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan peralatan yang bermutu pula. Proses pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan paramedic, evaluasi kinerja medis dan paramedic serta hasil evaluasi kinerja medis dan paramedic. Berdasarkan hasil observasi mengenai penatalaksanaan medis dan paramedis diketahui bahwa proses penatalaksanaan medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini terlihat bahwa tenaga paramedisnya belum melaksanakan standart preacuation sehingga tinggi risiko infeksi nosokomialnya. Berdasarkan hasil wawancara mengenai penatalaksanaan medis dan paramedic diketahui bahwa proses penatalaksanaan medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain, hal-hal ini disebabkan juga salah satunya oleh petugas yang belum melaksanakan standart preacuation sehingga tinggi risiko infeksi nosokomialnya. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut: “Proses medisnya yang disini mah masih ada beberapa petugas yang belum melaksanakan standart preacuation jadi aja tinggi risiko infeksi nosokomialnya” (I-1) 80 “Selama ini sih masih sering terjadi kesalahan diagnosis oleh dokter jaga jadi kadang tindakan yang diambil juga belum maksimal jatohnya” (I-3) “Ya secara keseluruhan sih dalam prosesnya jelaslah yah masih sering terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain” (I-9) Berdasarkan hasil wawancara mengenai evaluasi kinerja medis dan paramedic diketahui bahwa evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medic ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi dan hal ini juga dikarena pengurus komite medis double task antara fungsional dan operasional, sedangkan untuk evaluasi kinerja paramedic dulu sempat dilakukan melalui pengisian buku evaluasi individu namun hal itu sudah tidak berjalan semenjak 3 tahun ini. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut: “Di rs ini tuh gimana ya mba masa masing-masing SMF ga pernah ngevaluasi tindakan yang dilakukan perawat padahal ya itu juga ada intruksinya.”(I-1) “Jadi kalo disini tuh emang belum pernah ada evaluasi baik medis maupun paramedis karena emang dasarnya sih belum ada kesepakatan yang dikoordinasi komite medic sebagai profesionalisme di rs untuk membuat aturan” (1-3) “Ya sebenernya evaluasi kinerja medis maupun paramedic di rs ini belum pernah dilaksanakan karena kalau dulu paramedic ada buku harian evaluasi cuman uh 3 tahun ini ga jalan dan untuk medis memang sama sekali belum pernah ada”(I-9) Berdasarkan hasil wawancara mengenai hasil evaluasi kinerja medis dan paramedic diketahui hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di rs muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedic sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya dan sebelum 3 tahun sekarang evaluasinya berjalan dengan hasil yang cukup baik namun masih banyak kurang di sikap terhadap pasien dan kurangnya pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut : 81 “Ya jelas belum pernah ada hasilnya lah mba karena ga pernah ada evaluasinya” (I-4) “Belum pernah ada hasilnya untuk evaluasi kinerja medis karena belum pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedik sebelum 3 tahun sekarang ada hasilnya cukup baik ya cuman gitu masih banyak yang kurangnya apalagi kalo di sikap terhadap pasientuh banyak komplenan dan disini juga perawatnya kurang dalam pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada” (I-9) Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti juga melihat mutu proses penatalaksanaan medis dan paramedis dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam menurut input alat kesehatan melalui daftar tilik. Hasil daftar tilik ini menginformasikan bahwa penatalaksanaan paramedis belum memadai karena adanya masalah penatalaksanaan pasien akibat pengawasan ketat paramedis kurang memadai. Hal ini karena faktor jumlah paramedis yang tidak seimbang dengan jumlah tempat tidur serta jumlah paramedis terlatih belum seluruhnya. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian menurut proses penalaksanaan medis dan paramedic dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 5.9 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam Menurut Proses Penatalaksanaan medis dan paramedic di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 1. 107 No Rekam Medis 0127893 2. 106 1237869 3 101 2103458 No Kode RM Analisa Penyebab Kematian - Pengawasan kebutuhan cairan kurang baik sehingga menyebabkan overload dan edema paru. - Masalah pada asuhan keperawatan Tidak terlaksananya asuhan keparawatan dalam hal pengawasan pasien, tanda vital tidak terpantau sehingga kondisi syok terlambat untuk diatasi. - Pengawasan kebutuhan cairan kurang baik sehingga menyebabkan 82 No Kode RM No Rekam Medis Analisa Penyebab Kematian overload dan edema paru. - Masalah pada asuhan keperawatan 4 103 3054869 - Tidak berhasilnya penatalaksanaan terapi cairan untuk menghindari terjadinya gagal ginjal lebih lanjut. - Kegagalan asuhan keperawatan dalam pengawasan kebutuhan cairan pasien. 5 112 0125867 -Kegagalan terapi cairan untuk mengatasi kondisi dehidrasi berat. Fungsi pemantauan dan support dari paramedis tidak berjalan. - Tidak terlaksananya pemantauan kebutuhan cairan yang objektive melalui pemasangan CVP 6 111 0237489 Ketidaktepatan dalam pengawasan kebutuhan cairan dan observasi tanda-tanda vital, sehingga syok hipovolemik tidak diatasi. Ketidak berhasilan asuhan keperawatan 7 110 2013876 - Kegagalan mengatasi kondisi ketidakstabilan gula darah. - Tidak terlaksananya pemasangan ventilator untuk mengatasi kondisi gagal napas Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 Permasalahan pada mutu input proses pelayanan rawat inap bisa dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan paramedic serta hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Masalah pada proses penatalaksanaan medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini yaitu masih terjadinya kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain. Selain itu evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum 83 pernah sama sekali dilakukan oleh komite medic ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi. Hasil evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedis sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya. 5.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari hasil telaah dokumen rekam medis yang menunjukkan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. 5.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring. Analisis mutu pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas input sumber daya manusia, kebijakan yang meliputi SOP dan fasilitas meliputi alat kesehatan yang semua ini sebagai masukan. Input masukan ini akan berpengaruh untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi provider terhadap pasien meliputi, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan. Keterkaitan antara input dan proses ini akan menghasilkan luaran berupa kematian lebih dari 48 jam di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring 84 Permasalahan pada mutu input SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring baik dari segi kuantitas maupun kualitas yaitu masih kurangnya jumlah SDM pada bagian dokter jaga dan perawat; frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter spesialis, dokter jaga dan perawat masih jarang dan belum merata; kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien juga masih kurang tajam sehingga sering terjadi under diagnose yang menyebabkan masalah bagi pasien. Dan yang terakhir dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai medis dan paramedis di rawat inap masih sering terjadi masalah seperti ada beberapa dokter jaga yang belum menguasai atau mahir dalam mlakukan fungsi pemantauan cairan tertentu dan masih ada perawat yang gagal dalam melakukan pemantauan cairan tertentu. Permasalahan pada mutu input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yaitu kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan Depkes (2008). Pelaksanaan dan kepatuhan petugas terhadap SOP belum sepenuhnya terlaksana karena masih banyak SOP yang belum tersosialisasikan dan belum adanya fungsi pemantauan dan evluasi sehingga tidak bisa terlihat pasti terlaksana atau tidaknya dan patuh atau tidaknya, pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana karena dari 10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan, pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan SOP sendiri juga di rumah sakit ini belum berjalan dan tidak pernah ada yang disebabkan oleh tidak berjalannya tim mutu selama 3 tahun ini dan belum dibentuknya tim khusus oleh manajemen rumah sakit sehingga biasanya evaluasi baru ada ketika terjadi kasus pada pasien saja. Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlahnya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap dan cukup 85 karena masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawatinap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien. Permasalahan pada mutu input yang sudah dipaparkan diatas ini tentu saja akan mempengaruhi proeses pelayanan yang dilakukan sehingga terjadi pula masalah pada proses pelayanan seperti permasalahan pada penatalaksanaan medis dan paramedic. Permasalahan ini diantaranya terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain. Evaluasi kinerja medis dan paramedic. Evaluasi kinerja medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi. Hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Diketahui bahwa hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di RS Muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedis sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya. Mutu input yang mempengaruhi berjalannya proses dan keterkaitan keduanya yang saling mempengaruhi satu sama lain tentu saja akan mempengaruhi luaran pelayanan salah satunya berupa angka NDR di rumah sakit ini yang tidak sesuai standar yaitu 0,3 % sedangkan standarnya 0,24% karena tidak didukung oleh input dan proses yang sesuai standar. 86 6 B VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahapan, tahap analisis penyebab kematian dengan menggunakan daftar tilik dan tahap menganalisis mutu pelayanan dengan menggunakan wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: a. Terdapat selisih jumlah antara data laporan rumah sakit (20 rekam medis) dengan jumlah rekam medis yang ditemukan di bagian rekam medis (12 rekam medis) yaitu sebanyak 8 rekam medis. Hal ini bisa menimbulkan bias dalam menginterpretasi hasil penelitian. b. Responden atau informan pada tahap pertama dalam pembuatan resume audit adalah dokter yang merawat pasien sekaligus dokter penanggung jawab pasien sendiri, hal ini bisa menimbulkan kemungkinan bias karena pengaruh subyektifitas responden/informan untuk menilai diri sendiri tentang penatalaksanaan medis terhadap pasien yang dirawatnya sendiri. 6.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring Pembahasan mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di 87 instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini dibuat oleh peneliti berdasarkan dari hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan daftar tilik yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. 6.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM) Input sumber daya manusia di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sendiri terdiri dari dokter penanggungjawab/dokter spesialis, dokter jaga dan perawat. Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan langsung dengan pasien di rawat inap. Input SDM di rumah sakit ini bisa dilihat dari segi kuantias dan kualitas. Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa kuantitas SDM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring belum sepenuhnya memenuhi standar Depkes (2008). Hal ini disebabkan karena jumlah dokter umum di rumah sakit ini hanya 8 orang sedangkan jumlah yang diharuskan pada standar Depkes (2008) adalah 9 orang, jumlah perawat juga belum memenuhi standar karena di rumah sakit ini hanya ada 40 orang perawat dengan 71 tempat tidur sedangkan jumlah perawat yang diharuskan pada standar Depkes (2008) adalah jumlah perawat dan tempat tidur dengan perbandingan 2:3. Sedangkan untuk jumlah dokter spesialis sudah memenuhi standar karena dokter spesialis di rumah sakit ini berjumlah 44 orang yang jika dibandingkan dengan standar Depkes (2008) jumlah dokternya dibagi kedalam kelompok medik dasar (min.2 untuk masing-masing spesialisasi), penunjang (min.1 untuk masing-masing spesialisasi) dan spesialis gigi dan mulut (min.1). 88 Kuantitas SDM di rumah sakit ini dikatakan belum mencukupi dan dianggap masih kurang terutama jumlah dokter jaga dan perawat. Pernyataan ini disebabkan jumlah dokter jaga dan perawat yang ada masing-masing belum bisa memenuhi kebutuhan untuk melayani pasien terutama ketika pasien banyak atau penuh sehingga sering terjadi saling tarik menarik SDM dari satu unit rawat inap ke unit rawat inap lainnya yang terkadang menyebabkan pasien menjadi tidak nyaman. Hal ini juga didukung oleh banyaknya perawat yang mengundurkan diri di tahun ini, ditambah lagi dengan adanya penambahan gedung baru rumah sakit yang tentunya akan menambah jumlah bed, sehingga belum memadai karena jumlah yang seharusnya adalah jumlah dengan perbandingan perawat dan bed 2:3. Ketidakcukupan SDM secara jumlah ini tentu akan menghambat dan berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, hal ini sejalan dengan Global Health Workforce Alliance (2011) yang menyebutkan bahwa terpenuhinya jumlah tenaga kerja ini juga sangat penting karena tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Selain itu terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi penting untuk keberhasilan suatu rumah sakit, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ilyas (2004) yang menyatakan bahwa salah satu upaya penting yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk menjawab tantangan globalisasi adalah dengan merencanakan kebutuhan sumber daya manusia yang dimilikinya secara tepat jumlah dan sesuai dengan fungsi pelayanan. SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring jika dilihat dari segi kualitas bisa disebut masih kurang atau belum memadai, hal ini disebabkan karena masih ada 89 beberapa aspek kualitas SDM yang belum terpenuhi. Salah satu aspek kualitas ini adalah frekuensi pelatihan yang diikuti SDM, baik itu dokter spesialis, dokter jaga maupun perawat. Dari ketiga kategori SDM ini yang terhitung masih sering mengikuti pelatihan adalah perawat walaupun tetap saja dinyatakan kurang karena belum semua perawat mengikuti pelatihan sehingga belum merata. Jumlah pelatihan yang pernah diikuti SDM masih kurang dan belum memenuhi jika dibandingkan dengan standar Depkes (2003) yang menyatakan bahwa jumlah tenaga paramedis yang harus mendapat pelatihan khusus minimal seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan 90% dari keseluruhan jumlah paramedis yang bertugas. Sedangkan, frekuensi pelatihan yang diikuti SDM di rumah sakit ini masih belum mencapai 90% sehingga terdapat kesenjangan antara standar dan pencapaian. Kurangnya frekuensi pelatihan akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien dan produktivitas petugas. Oleh karena itu, meningkatkan frekuensi pelatihan ini menjadi penting. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Notoadmodjo (1998) yang menyatakan bahwa pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi karyawan karena dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para karyawan, meningkatkan produktivitas kerja para karyawan. Produktivitas kerja para karyawan meningkat, berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh keuntungan. Pelatihan menjadi penting karena bermanfaat bagi SDM itu sendiri untuk pengembangan diri dan rumah sakit, hal ini juga sejalan dengan penelitian Siagian (1996) 90 yang menyebutkan bahwa pelatihan SDM dapat meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dan membantu terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor – faktor motivasional sehingga pegawai lebih paham akan tugasnya dn lebih termotivasi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Fitri (2009) yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dan kompetensi perawat dirumah sakit. Selain frekuensi pelatihan SDM, kualitas SDM juga bisa dilihat dari kemampuan dokter dalam mendiagnosa pasien. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini masih banyak dokter jaga yang diagnosa awalnya kurang tajam dan menyebabkan terjadinya under diagnosa ataupun kesalahan diagnosa awal, under diagnosa ini juga bisa dilihat dari pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga yang kurang tajam. Hal serupa juga terjadi pada dokter spesialis dan perawat yang sama-sama kurang dalam mengikuti pelatihan sehingga mendukung munculnya kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan. Hal ini berbanding terbalik dengan data hasil kelulusan Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (2008) yang menyatakan bahwa ketenagaan dokter jaga di unit IGD yang menyatakan bahwa telah 100% tersertifikasi pelatihan kegawat daruratan medis. Adanya sertifikasi kelulusan dokter jaga seharusnya menjadikan angka kesalahan diagnose menjadi lebih sedikit tapi pada faktanya malah masih banyak terjadi kesalahan diagnose oleh dokter jaga yang tentunya akan mempengaruhi kenyamanan dan kualitas pelayanan yang diterima pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Sri (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kesalahan diagnosis dengan kenyamanan 91 dan keselamatan pasien. Adanya ketidakmampuan beberapa dokter jaga di rumah sakit ini dalam mendiagnosa pasien tentu saja berbanding terbalik dengan standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Selain dilihat dari frekuensi pelatihan dan kemampuan mendignosa pasien, kualitas SDM juga dapat dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di rumah sakit ini masih ada beberapa dokter jaga yang belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan masih ada juga beberapa dokter jaga yang belum mahir membaca hasil ECG sehingga menyebabkan masalah bagi pasien, selain itu di rumah sakit ini juga masih terjadi kegagalan pemantauan cairan pada pasien yang dilakukan oleh perawat dan menyebabkan bahaya pada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyatiningsih (2013) yang menyatakan adanya hubungan kemampuan medis dan paramedic dalam menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien. Selain itu kurangnya kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap berbanding terbalik dengan standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan baik. 92 Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan secara tegas tentang variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu pelayanan salah satunya yaitu tentang permasalahan paramedis, dimana terjadi kurangnya kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda schok). Selain itu dapat diketahui juga bahwa ada faktor kurangnya pemahaman paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat inap dalam hal melaksanakan kegiatan universal precaution untuk mencegah adanya infeksi nosokomial. Perawat yang tidak melaksanakan standart precaution dan universal precaution dapat menghambat pencegahan infeksi nosokomial yang pada akhirnya akan membahayakan kondisi pasien sehingga pelaksanaan standart precaution menjadi penting dilakukan di rumah sakit. Hal ini sejalan dengan CDC (2002) yang memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Langkah – langkah ini merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions. Kemudian komponen kedua adalah melakukan transmission–based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis. 93 Pernyataan pentingnya pelaksanaan standard precautions ini juga sejalan dengan Depkes (2007) menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak, dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau pengunjung. 6.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas bagaimana input standar operasional prosedur (SOP) yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input SOP pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan petugas terhadap SOP, pelaksanaan sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP dan evaluasi dari pelaksanaan SOP. Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen mengenai kelengkapan SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa SOP rawat inap di rumah sakit ini belum lengkap. Pernyataan ini dikarenakan dari 16 SOP yang harus ada, ternyata di rumah sakit ini baru ada 10 SOP, ditambah lagi masih jarangnya sosialisasi SOP yang menyebabkan masih banyak SOP yang belum diketahui oleh petugas dan hal ini juga terlihat dari masih adanya beberapa fungsi atau proses pelayanan yang belum tegas pengaturannya seperti jam visit dan pencegahan infeksi terutama infeksi nosokomial. Hal ini menunjukkan pentingnya kelengkapan SOP dalam proses pelayanan karena seperti 94 yang disebutkan dalam teori yang dikemukakan oleh Atmoko (2010) bahwa lengkapnya SOP penting karena SOP sendiri adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator - indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. SOP jika dilihat dari fungsinya menjadi semakin penting karena SOP sendiri berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar Satuan Kerja (Atmoko, 2010). Selanjutnya input SOP juga bisa dilihat dari segi pelaksanaan dan kepatuhan petugas terhadap SOP, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring belum semuanya dilaksanakan karena belum semua SOP tersosialisasikan dan kebanyakan yang dilaksanakan hanya SOP yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medisnya saja. SOP yang belum sepenuhnya terlaksana juga disebabkan tidak adanya fungsi pemantauan dan evaluasi SOP sehingga terlaksana atau tidaknya SOP tidak bisa dilihat sepenuhnya yang menyebabkan tidak adanya tindakan tegas bagi yang tidak melaksanakan, yang hal ini juga menyebabkan tidak adanya efek jera bagi petugas. Selain itu bentuk kepatuhan terhadap SOP sendiri belum semua petugas patuh baik dokter maupun perawat, hal ini disebabkan karena 95 terkadang masih ada petugas yang belum mengetahui kalau tindakan yang diambil oleh petugas tersebut ada SOP nya atau tidak dan hal ini juga disebabkan karena belum semua SOP tersosialisasikan. Input SOP dilihat dari segi sosialisasi. Berdasarkan hasil wawancara SOP dirumah sakit ini belum semuanya tersosialisasikan, memang pernah ada beberapa kali sosialisasi tapi sosialisasi tersebut belum sampai SOP yang terbaru dan itu juga termasuk jarang frekuensinya sehingga ini mempengaruhi terlaksana atau tidaknya SOP karena secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi pengetahuan petugas mengenai SOP. Pentingnya sosialisasi ini sejalan dengan penelitian Judha (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan petugas dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP yang pengetahuan itu salah satunya bisa didapatkan melalui pengadaan sosialisasi. Pernyataan sebelumnya juga sejalan dengan penelitian Natasia (2014) yang juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan petugas dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP yang pengetahuan. Input SOP dilihat dari segi pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan hasil wawancara di rumah sakit ini memang belum pernah ada pemantauan atau evaluasi SOP karena tim mutu di rumah sakit ini sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi baru diadakan ketika terjadi kasus, jadi belum ada sistem pemantauan dan evaluasi yang teratur. Tidak adanya sistem pemantauan dan evaluasi yang teratur ini menjadikan pelayanan yang diberikan di rumah sakit belum sepenuhnya sesuai pedoman yang ada dan hal ini bisa menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan selama proses pelayanan. Hal ini menunjukkan pentingnya pemantauan dan evaluasi SOP. 96 Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi yang juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Rahma (2008) yang mengharuskan adanya pemantauan dan evaluasi untuk berjalannya duatu proses pelayanan dengan baik karena monitoring melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau diharapkan dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring meliputi kegiatan pengumpulan dan analisis data tentang proses dan hasil dari pelaksanaan program atau kegiatan dan memberikan rekomendasi untuk melakukan tindakan koreksi. Monitoring pengendalian adalah tindak lanjut dari monitoring. Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses pelaksanaan kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring akan memberikan umpan balik, apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah terjadi adanya penyimpangan dari yang direncanakan, atau bahkan perencanaan yang tidak tepat atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan. Hasil monitoring dipakai sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan kegiatan tetap pada tracknya sampai pada tindakan koreksi dan atau penyesuaian. Pengertian inilah yang dimaksud sebagai pengendalian, sehingga sering pengendalian tidak dapat dipisahkan atau bahkan sulit dibedakan dengan monitoring itu sendiri. Monitoring dan pengendalian adalah sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga disebut sebagai on-going evaluation atau former evaluation (Rahma, 2008). Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan secara tegas tentang variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan tersebut seperti 97 permasalahan belum adanya SOP tentang pedoman dan pencegahan INOK di rawat inap (standar precaution tidak dilakukan SDM, pencegahan melalui pemasangan infus tidak dilakukan, pencegahan melalui meminimalisasi rute penularan. Pentingnya pengadaan SOP tentang pedoman dan pencegahan INOK ini sejalan dengan Depkes (2007) yang menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak, dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau pengunjung. Pernyataan ini juga sejalan dengan dengan CDC (2002) dengan memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Standar ini merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions dan yang kedua melakukan transmission–based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis. 6.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan Input alat kesehatan pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah alat kesehatannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai 98 kelengkapan alat kesehatan di RS Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini dikarenakan masih adanya beberapa alat yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien terlebih lagi jika pasien yang membutuhkan CT-Scan dan hemodialisanya tidak transportable dan tetap harus dirujuk, maka hal tersebut bisa membahayakan kondisi pasien. Masalah kurang lengkapnya alat kesehatan ini harus segera dipenuhi dan diselesaikan karena sejalan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Kemudian ayat 6 mengamanahkan bahwa pemeliharaan peralatan harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Pentingnya kelengkapan alat kesehatan ini sejalan dengan Depkes (2008) yang menyatakan bahwa peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi lengkap jenis, siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik. Selain dari segi kelengkapan, input alat kesehatan juga bisa dilihat dari kecukupan jumlahnya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kecukupan alat kesehatan di RS Muhammadiyah ini belum mencukupi jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan pasien 99 karena masih ada yang belum sama sekali seperti CT-Scan, hemosialisa, oksigen sentral, troly emergency dan ada juga yang masih perlu ditambah seperti jumlah EKG yang baru ada 2 buah. Dengan demikian kecukupan jumlah alat kesehatan pun menjadi penting dan hal ini sejalaan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Hal ini sejalan pula dengan teori yang dikemukakan oleh Rahmah (2008) yang menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas salah satunya melalui upaya penyediaan alat kesehatan yang baik, aman, cukup jumlah dan layak pakai. Agar peralatan kesehatan selalu dalam kondisi baik, aman dan layak pakai, diperlukan pemeliharaan preventif meliputi pemeliharaan berkala dan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian menginformasikan secara tegas tentang variable masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan seperti salah satunya diketahui bahwa peralatan CT Scan diperlukan berada di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring untuk mendukung penegakan diagnosa secara pasti, terlebih apabila kondisi pasien tidak transportable sehingga penataksanaan pasien selanjutnya lebih cepat dan tepat. Selain CT Scan, alat hemodialisa juga belum tersedia serta oksigen sentral dan troly emergency juga belum ada, ditambah lagi EKG yang hanya ada dua dari banyaknya ruang rawat serta kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas 100 pemeliharaan alat dalam laporan antar unitnya sehingga menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas pemeliharaan alat kesehatan ini juga salah satunya disebabkan tidak adanya SOP yang mengatur hubungan kerja dengan unit lain di rumah sakit ini yang berbanding terbalik dengan Pedoman Kebijakan Akreditasi Rumah Sakit (Rawat Inap) Depkes tahun 2008 yang mengharuskan adanya SOP hubungan kerja dengan unit lain sehingga bisa dipantau prosesnya dan lebih teratur. 6.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas bagaimana proses berjalannya pelayanan pasien di rawat inap mempengaruhi mutu pelayanan rawat inap rumah sakit. Proses pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan paramedis serta hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa dalam proses penatalaksanaan medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini masih terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain. Masalah – masalah ini disebabkan salah satunya oleh petugas yang belum melaksanakan melaksanakan standart preacuation sehingga tinggi risiko infeksi nosokomialnya. Hal ini sejalan dengan standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam 101 Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Pernyataan sebelumnya juga sejalan dengan penelitian Mulyatiningsih (2013) yang menyatakan adanya hubungan kemampuan medis dan paramedic dalam menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien sehingga menjadi penting untuk diperhatikan dan diperbaiki. Selain itu kurangnya kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap berbanding terbalik dengan standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan baik. Sedangkan pentingnya melaksanakan standart preacuation disebutkan oleh Depkes (2007) yang menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak, dilakukan dengan standar precaution. Pentingnya pelaksanaan standart precaution ini karena standart precaution sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau pengunjung. Pernyataan ini juga sejalan dengan dengan CDC (2002) dengan memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk 102 semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Ini merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions dan yang kedua melakukan transmission–based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis. Berdasarkan hasil wawancara mengenai evaluasi kinerja medis dan paramedis diketahui bahwa evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi. Hal ini juga dikarenakan pengurus komite medis memiliki double task antara fungsional dan operasional, sedangkan untuk evaluasi kinerja paramedis dahulu sempat dilakukan melalui pengisian buku evaluasi individu namun hal itu sudah tidak berjalan semenjak 3 tahun ini. Jika dilihat dari segi kepentingannya tentu saja berjalannya komite mutu ini sangat penting untuk meningkatkan mutu layanan rumah sakit karena dari pengertian mutu pelayanan itu sendiri adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata dan penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azwar, 2010). Selain itu dalam Kemenkes RI juga disebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan itu meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Pohan, 2009). 103 Dari beberapa pernyataan sebelumnya dapat diketahui bahwa komite mutu sangat diperlukan untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit sehingga bisa menjaga mutu yang sudah bagus dan meningkatkan yang masih kurang. Evaluasi mutu juga sangat penting untuk dilaksanakan baik secara programatau kegitan dan kinerja karena evaluasi sendiri merupakan suatu penilaian sedangkan evaluasi program, merupakan suatu istilah dalam manajemen yang cukup populer pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah suatu hal yang baru (Thoha, 2001). Menurut hasil penelitian Syafharini (2012) tidak berjalannya program komite mutu dalam meningkatkan kualitas pelayanan, merupakan kesalahan manusia (human error) yang disebabkan oleh : a. Kurangnya sosialisasi program yang mengakibatkan kurang pahamnya para karyawan akan program yang akan diimplementasikan dan manfaat dari program tersebut. b. Tidak tegasnya sanksi yang diberikan manajemen terhadap karyawan yang tidak melakukan program tersebut. Berdasarkan hasil wawancara mengenai hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis diketahui hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di rumah sakit muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedis sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya. Sedangkan sebelum 3 tahun ini evaluasinya berjalan dengan hasil yang cukup baik namun masih banyak yang kurang pada sikap petugas terhadap pasien dan kurangnya pencegahan infeksi nosokomial. Hasil evaluasi kinerja yang tidak ada akan menjadi kendala rumah sakit untuk melakukan perbaikan, pentingnya peranan evaluasi ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh 104 Thoha (2001) yang menyebutkan bahwa evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan . Dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai atau belum (Thoha, 2001). Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan bahwa penatalaksanaan paramedis belum memadai karena adanya masalah penatalaksanaan pasien akibat pengawasan ketat paramedis kurang memadai. Hal ini karena faktor jumlah paramedis yang tidak seimbang dengan jumlah tempat tidur serta jumlah paramedis terlatih belum seluruhnya. 6.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari hasil telaah dokumen rekam medis yang menunjukkan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. Jumlah 12 pasien yang meninggal > 48 jam dari total 40 pasien yang meninggal selama 6 bulan ini berarti sebanyak 0,3% kejadian NDR, sedangkan standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam adalah 105 0,24%. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian > 48 jam masih tinggi dan belum memenuhi standar. 6.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring. Mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini bisa dilihat dari hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan daftar tilik. Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring salah satunya membahas bagaimana input sumber daya manusia yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input sumber daya manusia di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sendiri terdiri dari dokter penanggungjawab/ dokter spesialis, dokter jaga dan perawat dimana jumlah dokter jaga dan perawatnya masih kurang yaitu harusnya ada 9 orang di RS ini ada 8 orang sedangkan untuk jumlah perawat yang harusnya memenuhi perbandingan 2:3 dengan jumlah tempat tidur di RS ini hanya ada 40 perawat dengan 71 tempat tidur. Selain jumlah kualitas juga sangat mempengaruhi cara kerja SDM yang salah satunya dipengaruhi oleh pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnosa, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan. 106 Pentingnya pengaruh input SDM terhadap proses pelayanan yang selanjutnya akan mempengaruhi output mutu pelayanan ini sejalan dengan hasil penelitian Karassavidou et al. (2009) dapat diketahui, bahwa dimensi personal (human factor) dianggap penting bagi pasien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chilgren (2008) yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien meliputi kecepatan waktu pelayanan, sikap dan perilaku karyawan (dokter dan karyawan lainnya), serta kejelasan informasi yang diberikan. Untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang sesuai dengan harapan pasien, kompetensi SDM, terutama SDM yang berhubungan langsung dengan proses perawatan, sangat penting Selain input SDM, untuk mengetahui mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring kemudian dibahas pula bagaimana input standar operasional peosedur (SOP) yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan SOP yang bermutu pula. Input SOP pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan petugas terhadap SOP, pelaksanaan sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP, evaluasi dari pelaksanaan SOP. Pengaruh input SOP terhadap proses pelayanan yang selanjutnya akan mempengaruhi output mutu pelayanan ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Atmoko (2010) bahwa SOP penting karena SOP sendiri adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. 107 Selain input SDM dan SOP, untuk mengetahui mutu pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, maka dibahas pula bagaimana input alat kesehatan yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan peralatan yang bermutu pula. Input alat kesehatan pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah alat kesehatannya. Pengaruh input alat kesehatan terhadap proses pelayanan yang selanjutnya akan mempengaruhi output mutu pelayanan sejalan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Kemudian Ayat 6 mengamanahkan bahwa Pemeliharana peralatan harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan Kemudian selain input untuk mengetahui mutu pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, maka dibahas pula bagaimana proses berjalannya pelayanan pasien di rawat inap mempengaruhi mutu pelayanan rawat inap rumah sakit. Proses pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan paramedis serta hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Pengaruh proses pelayanan terhadap output mutu pelayanan sejalan dengan penelitian Niken (2009) yang menyatakan bahwa proses pelayanan penatalaksanaan medis dan paramedic yang sesuai berkaitan dengan mutu pelayanan. 108 Adanya keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output mutu salah satunya kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap rumah sakit ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Donabedian, (1982), yang menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan dengan pendekatan secara komprehensif meliputi input/masukan, process/proses dan output/luaran. Adapun pendekatan sistem manajemen mutu tersebut dimulai dari input berupa Sumber Daya Manusia (SDM), pasien, Kebijakan meliputi SOP dan Fasilitas sebagai masukan untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi provider terhadap pasien yang akan menghasilkan berupa mutu pelayanan. Sedangkan salah satu mutu pelayanannya berupa kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap rumah sakit ini sesuai dengan dengan Depkes (2008) yang menyebutkan NDR sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan, maka demikian juga Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring menetapkan ukuran angka kematian pasien > 48 jam di rawat inap sebagai salah satu standar pelayanan minimum (SPM) dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. 109 7 BAB VII PENUTUP BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 SIMPULAN Berdasarkan latar belakang, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah: 1. Permasalahan pada mutu input di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yaitu : a. Sumber Daya Manusia (SDM) a) Masih kurangnya jumlah SDM pada bagian dokter jaga dari yang harusnya ada 9 hanya ada 8 orang dan perawat hanya ada 40 orang dengan jumlah tempat tidur 71 belum memenuhi perbandingan 2:3. b) Frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter spesialis, dokter jaga dan perawat masih jarang dan belum merata seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan. b. Standar Operasional Prosedur (SOP) a) Kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan Depkes (2008). b) Pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana karena dari 10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan, Untuk permasalahan ini disarankan RS untuk lebih rutin mengadakan sosialisasi SOP. 110 c) Pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan SOP di rumah sakit ini belum berjalan dan tidak pernah ada. c. Alat Kesehatan Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupannya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap karena masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CTScan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien. 2. Permasalahan pada mutu proses pelayanan rawat inap bisa dilihat dari segi: a. Penatalaksanaan medis dan paramedis. Permasalahan ini diantaranya terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain, b. Evaluasi kinerja medis dan paramedis. Evaluasi kinerja medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi, 3. Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari: 111 a. Hasil telaah dokumen rekam medis yang menunjukkan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. b. Jumlah 12 pasien yang meninggal > 48 jam ini dari total 40 pasien yang meninggal selama 6 bulan ini berarti sebanyak 0,3% kejadian NDR, sedangkan standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam adalah 0,24%. c. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian > 48 jam masih tinggi dan belum memenuhi standar. 7.2 SARAN 1. Sebaiknya pihak rumah sakit melakukan koordinasi antara bagian SMF Umum dan Bagian Diklat untuk mengirim dokter dan perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan. 2. Sebaiknya pihak rumah sakit membuat SOP yang belum ada (hubungan kerja dengan unit lain, uraian tugas bagan organisasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan, evaluasi hasil perawatan, tatacara pemeriksaan laboratorium, kewenangan ka instalasi dan okter jaga, konsul antar dokter jaga/konsulen, pencegahan infeksi). 3. Sebaiknya pihak rumah sakit melengkapi kekurangan alat kesehatan yang diperlukan seperti CT-Scan, alat hemodialisa, troly emergency dan oksigen sentral untuk memenuhi kebutuhan pasien. 4. Sebaiknya rumah sakit menindak lanjuti permasalahan medis (kesenjangan yang ditemukan antara keakuratan penegakan dignosa oleh dokter jaga IGD dengan dokter 112 konsulen) melalui Sub Komite Medik sesuai peran nya untuk menegakkan etika disiplin profesi medis, mutu pelayanan berbasis Evidance Based Medicine. 5. Sebaiknya pihak rumah sakit memaksimalkan fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja tenaga dokter dan keperawatan agar tenaga dokter dan keperawatan bekerja sesuai dengan prosedur dan asuhan keperawatan yang seharusnya sehingga dapat terhindar dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan 113 Daftar pustaka Daftar Pustaka Aditama, Tjandra Yoga, 2002 Manajemen Administrasi Rumah Sakit; Edisi 2, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta. Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (2008) Aloysius, A (2006). Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Faktor Manajemen di Ruang Perinatologi RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Tesis Surabaya, Universitas Airlangga. Aripin, Aloysius. 2004. Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Manajemen di Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Tesis. Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga Atmoko, Tjipto. (2010). Standar Operasional Prosedur (Sop) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Diakses dari : http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/BX32jRZz1284857253.pdf, pada 25 Oktober 2016 Azwar, Azrul. (2010). Menjaga Mutu pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran Pemecahan Masalah. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta. Budiono, Sugeng. (2014). Pelaksanaan Program Manajemen Pasien dengan Risiko Jatuh di Rumah Sakit. Diakses dari : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/519/403, pada 22 Maret 2016. CDC. Departmen Of Health and Human Services. (2002), „Guideline for Hand Hygiene in Health-Care Settings‟, Morbidity and Mortality Weekly Report,Vol 51, No. RR-16. 114 Chilgren, A. A. (2008). Manager And The New Definition Of Quality. Journal Of Healthcare Management, 53 (4): 221. Depkes RI, (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI DepKes RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. (2006). Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta. DepKes RI. (2007). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit Depkes RI. (2008), Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, Depkes RI Dijen Bina Yan Med KARS, Jakarta. Donabedian (1988), Avendis, M.D, M.P.H, (1980), Exploratung in Quality Assessment and Monitoring, Vol I, The Definition of Quality and Approaches to its Assessment, Health Administration Press, Ann Arbor, Michigan. Gaspersz, V. (2006). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah cetakan keempat, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Global Health Workforce Alliance . (2011). Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 – 2025. Diakses dari : http://www.who.int/workforcealliance/countries/inidonesia_hrhplan_2011_2025.pdf, pada 25 Oktober 2016 115 Hayward RA and Hofer TP. Estimating Hospital Deaths Due to Medical Errors: Preventability is in the Eye of the Reviewer. Journal of the American Medical Association. 2001; 286(4): 415-420. Horton LA. Calculating and Reporting Healthcare Statistics. 3rd edition. Chicago: American Health Information Management Association Press; 2007. http://www.who.int/patientsafety/research/methods_measures/human_factors/human_fact ors_review.pdf, pada 22 Maret 2016 Ilyas, Yaslis. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formula, Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. ISO 9001:2008 an International Standard for Quality Management System ISO 9001:2008 Awareness & implementation, SGS, March 2009 Jacobalis, S., 2000. Beberapa Teknik dalam Manajemen Mutu, Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta. Jati, Sutopo Patria. Beberapa Konsep Dasar tentang Manajemen Rumah Sakit, 2009 Karassavidou, E. (2009). Quality In Nhs Hospitals: No One Knows Better Than Patients. Measuring Business Excellence J,13 (1): 34-46 KBBI. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Diakses dari : Kbbi.web.id, pada 22 Maret 2016. Konsil Kedokteran Indonesia. (2013). Standar Kompetensi Kedokteran Indonesia. Diakses dari : http://pd.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/SKDI-disahkan.pdf pada 21 Oktober 2016. Kotler, P. (1990). Marketing Management, Analysis, Planning and Control, New Jersey: Prentice Hall. Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 116 Leebov, Wendy and Ersoz, Jean C, 1991, The Health care manajer‟s guide to continous quality improvement, Chicago, American Health Association. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Minimal Pelayanan Rumah Sakit Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008. Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2008. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Nomor: 856/Menkes/SK/IX/2009. Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2009. Mulyatiningsih, Sri. (2013). Determinan Perilaku Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien Di Rawat Inap RSAU Dr Esnawan Antariksa Jakarta. Diakses dari : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334194-T32569-Sri%20Mulyatiningsih.pdf pada 20 Oktober 2016. Muslihuddin, Adji. (1996). Pola Pelayanan Keperawatan di Indonesia Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Rumah Sakit. Jakarta. Nasution, M. N. (2004). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta: Penerbit Ghalia. Natasia, Nazvia. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di ICU-ICCU RSUD Gambiran Kota Kediri. Diakses dari : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/download/513/393 pada 11 November 2016. Niken, Ellya. (2009). Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Melalui Audit Kematian Di RSUD Kota Bekasi Tahun 2009. Diakses http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20271804-T%2028456-Analisis%20mutufull%20text.pdf pada 20 Agustus 2016. 117 dari : Notoatmodjo , S. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Nurfany, Ayu. (2009). Analisis Faktor Penyebab Net Death Rate Tinggi Di Ruang Rawat Inap Interne RSUD Bangil. Universitas Airlangga Philip B. Crosby. (1979). The Conformance of Requirements, New Jersey: Prentice Hall. Pohan, Imbalo.S. (2009). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Prastiwi, Niken (2010). Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (Icu) Melalui Audit Kematian Di RSUD Kota Bekasi. Diakses dari : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20271804-T%2028456-Analisis%20mutufull%20text.pdf pada 25 Maret 2016. Rahmah, Annisa. (2008). Analisis Sistem Pemeliharaan Peralatan Kesehatan Di Rumah Sakit Kota Medan. Diakses dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6662/3/08E00700.pdf.txt. Dikases pada 22 Maret 2016. Rahmawati AF dan Supriyanto S. Health Service Quality Based On Dabholkar Dimension At Ward Room Of Internal Disease. Journal Administrasi Kesehatan Indonesia. 2013. Rasmanto J, Koentjoro T, Djasri H, 2005, Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian di RSD Kol.Abundjani Bangko Provinsi Jambi. Ratnamiasih, Ina. (2012). Kompetensi SDM dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. Diakses dari : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=153066&val=5913&title=Kompeten si%20SDM%20dan%20Kualitas%20Pelayanan%20Rumah%20Sakit, pada 25 Maret 2016 118 Republik Indonesia. (2000). Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perlindungan terhadap Konsumen. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2004). Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009. Sekretariat Negara. Jakarta. Rustiyanto, Ery. (2010). Statistik Rumah Sakit untuk Pengambilan Keputusan, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sarma, Hartaty. (2008). Manajemen Upaya Literatur Promosi Kesehatan. Diakses dari : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126569-S-5231-Manajemen%20upaya-Literatur.pdf, pada 26 Maret 2016. Siagian, SP. (2000). Filsafat Administrasi, Gunung Agung , Jakarta Soejadi. (1996). Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit, Grafik Barber Johnson sebagai Salah Satu Indiktor. Katriga Bina: Jakarta. Sugiyono. (2009). Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Metode Penelitian Manajemen. Yogyakarta. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d, Bandung: CV Alfabeta. Sumi, Anis. (2013). Analisis Kejadian Pasien Pulang Paksa Di Rumah Sakit TNI AU Lanud Iswahjudi. Diakses dari : http://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/308/280, pada 22 Maret 2016 Supriyanto, Edi. (2012). Analisa Faktor-faktor Penyebab Tidak Lengkapnya Laporan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit di Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota 119 Kediri. Diakses dari : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/514/396, pada 22 Maret 2016. Supriyanto, S., & Damayanti, N. A., (2007). Perencanaan dan Evaluasi. Surabaya: Airlangga University Press Syafharini, Amerina. (2012). Analisis Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Universitas Sumatra Utara. Thoha, M., (2001). Perilaku Organisasi–Konsep Dasar dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tjiptono, F. dan Diana, A. (2003). Total Quality Management. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi offset. WHO. Human Factors in Patient safety Review of Topics and Tools. [Online Journal] 2010. Diakses dari : Zeithaml VA, Parasuraman A, and Berry LL. DeliveringStandar Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations. New York: Simon and Schuster; 1990. 120 8 Lampiran Lampiran Tabel Analisis penyebab kematian > 48 jam menurut Resume audit rekam medis No Resume Audit Rekam Medis 1. Kasus Terminal (Berdasarkan kondisi pasien, berdasarkan diagnosa penyakit, berdasarkan diagnose dari informan/dokter penanggung jawab) Keterlambatan diagnose Komplikasi (perjalanan penyakit dasar lebih dari) Infeksi nosocomial Asuhan Keperawatan 2. 3 4 5 Analisa Penyebab Kematian Jumlah % Tabel Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian No 1. 2. 3 4 5 Kode RM No Rekam Medis Analisa Penyebab Kematian Pedoman wawancara Pedoman wawancara input sumber daya manusia 1. Bagaimana kecukupan jumlah dokter di instalasi rawat inap? 2. Bagaimana kecukupan jumlah perawat di instalasi rawat inap? 3. Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh dokter? 121 4. Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh perawat? 5. Bagaimana kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien ? 6. Bgaimana pengawasan terapi metabolik oleh dokter jika dibandingkan dengan indikator yang telah ditentukan? 7. Bagaimana kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock) ? Pedoman wawancara input SOP 1. Bagaimana kelengkapan SOP pelayanan rawat? 2. Bagaimana pelaksanaan dari SOP tersebut? 3. Bagaimana pelaksanaan dari pemantauan SOP pelayanan rawat inap terhadap praktek yang dilakukan? Pedoman wawancara input fasilitas alat kesetahan 1. Bagaimana kelengkapan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan pelayanan rawat inap? 2. Bagaimana kecukupan jumlah fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan pelayanan rawat inap? 3. Bagaimana pemeliharaan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan pelayanan rawat inap? 122 Pedoman wawancara proses penatalaksanaan paramedik 1. Bagaimana evaluasi kinerja medis yang dilakukan di rawat inap oleh manajemen atau oleh komite medik? 2. Bagaimana pelaksanaaan metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik? 3. Bagaimana hasil dari metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik? 123 LAMPIRAN Transkip Verbatim Pertanyaan Informan Bagaimana kecukupan jumlah dokter di instalasi rawat inap? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 Verbatim INPUT Sumber Daya Manusia (SDM) “Disni tuh gimana yah kalau soal kecukupan jumlah dokter udah lumayan walaupun dokter jaga sepertinya sih masih kurang orang sering rebutan sana sini kadang” “Disini sih kayaknya jumlah dokter sudah lumayan cukup ga masalah sih kayaknya” “Kalo menurut saya sih disini jumlah dokter sudah cukup sepertinya” “Emm gimana yah ga bisa dibilang cukup soalnya jumlah dokter bagian dokter jaganya masih kurang” “Selama ini tuh disini sering ada masalah di bagian dokter jaganya soalnya belum cukup sepertinya jumlahnya karena ketika dibutuhkan masih tarik sana sini” “Ya kalo ditanya masalah cukup ngganya dokter mah itu masih kurang jumlah dokternya terutama dokter jaga” “Rs ini mah jumkah dokternya kayak yang sedikit jadi kalo menurut saya sih masih belum mencukupi” “Dulu sih kayak banyak gtu jumlahnya dokter 124 Kode (J1-1) (J1-1) (J1-1) (J1-2) (J1-2) (J1-2) (J1-2) (J1-2) Keterangan (J1-1) = pernyataan dengan kata kunci cukup (J1-2) = pernyataan dengan belum cukup Total : 4 orang mengatakan cukup dan 5 orang mengatakan belum cukup Pertanyaan Informan I-9 Bagaimana kecukupan jumlah perawat di instalasi rawat inap? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Verbatim tuh tapi kesini-kesini dilihat lagi jadi masih kurang jumlahnya” “Selama ini sih kalo di rawat inap jumlah dokter penanggung jawab sudah mencukupi hanya saja dokter jaga memang masih kurang dan baru lumayan tercukupi diakhir tahun 2016 ini” “Kalo soal jumlah perawat sepertinya masih kurang sih ditambah lagi banyak yang mengundurkan diri tahun ini” “Kalau dilihat dari setiap saya visit sepertinya sih masih kurang yah ga sesuai bed nya” “Kayaknya jumlah perawat udah mencukupi kok ga pernah ngerasa ada masalah gara-gara itu saya soalnya” “Jumlah perawat dirumah sakit ini sih sepertinya sudah cukup yah” “Kalau jumlah perawat sepertinya masih kurang sekali yah apalagi kita sekarang ada gedung baru jadi otomatis kebutuhannya naik tapi ini malah banyak perawat yang keluar jadinya jelaslah kurang” “Masih kurang mencukupi dan belum sesuai bed rawat inap sih sepertinya kalo menurut aku” “Perawat di rs ini sepertinya cukup cukup saja” “Masih kurang perawat nya apalagi ditambah yang resign banyak sekali tahun ini” “Jumlah perawat memang masih belum sesuai dengan jumlah bed yang ada perbandingannya 125 Kode Keterangan (J1-1) (J2-2) (J2-2) (J2-1) (J2-1) (J2-2) (J2-2) (J2-1) (J2-2) (J2-2) (J2-1) = sudah cukup (J2-2) = belum cukup Total : 3 orang mengatakan cukup dan 6 orang mengatakan belum cukup Pertanyaan Informan Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh dokter? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh perawat? I-1 I-2 I-3 I-4 Verbatim kalo ga salah dari depkes gitu ada” “Kalau setahu saya sih pelatihan baik untuk dokter spesialis maupun dokter jaga masih jarang diikuti” “Masih jarang kalau untuk mengikuti pelatihan yang dibutuhkan sih kayaknya orang saya aja kayaknya jarang banget gitu” “Terbilang sangat jarang sekali sih mba frekuensi ikut pelatihannya” “Jarang kalau pelatihan untuk dokter khusus gtu aku ikutannya” “Frekuensinya masih terbilang sangat kurang kalau unhtuk pelatihan” “Jarang kalau untuk ikutan pelatihan gitu gitu sih kadang infonya juga suka telat gitu” “Masih belum sering dan paling hanya beberapa dokter belum semua pernah juga” “Hanya beberapa orang saja kalau ga salah dan itu juga belum sering” “Untuk frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter baik dokter spesialis maupun dokter jaga memang masih sangat jarang” “Saya rasa sih selama ini kalo sering ngganya emang udh sering cuman kayaknya ga semua ikut” “gimana ya kalo perawat sih disini sering denger kok kalo mereka ada pelatihan” “emm udh lumayan sering sih kayaknya kalo perawat cuman belom semua aja” “ sering sih kayaknya cuman ga rata gitu kayaknya” 126 Kode (J3-2) (J3-2) Keterangan (J3-1) = frekuensi sering (J3-2) = frekuensi jarang Total : 0 orang mengatakan frekuensi sering dan 9 orang mengatakan frekuensi jarang (J3-2) (J3-2) (J3-2) (J3-2) (J3-2) (J3-2) (J3-2) (J4-1) = frekuensi sering (J4-2) = frekuensi jarang Pertanyaan Informan I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Bagaimana kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien ? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 Verbatim “ emm pelatihan perawat jarang denger sih kalo dari perawat unit ranap” “ kalo pelatihan perawat mah kayaknya lumayan sering cuman ga semua gitu orang perawat yang diranap aja paling koordnya doang” “ jarang deh kayaknya setahu aku ga rata sih yah” “pelatihan perawat disini lumayan sering kok, orang hrd sering ngumumin gitu” “Pelatihan untuk perawat sudah cukup sering frekuensinya walaupun belum semua perawat mendapatkannya” “Kalo kemampuan dokter jaga biasanya tuh di analisa awal untuk diagnosa suspek yang kurang tajam sebelum konsul jadinya suka ada miss” “Ada sih beberpa kali diagnosa dokter jaga di depan (IGD) kurang tajam waktu konsul” “Selama ini sih paling dokter jaga yang konsul kemampuannya kurang untuk menegakkan diagnosa pasien” “Emm suka terjadi ada under diagnosis kadang dari dokter jaga padahal udah sertifikasi” “Pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dokter jaga sering kurang tajam” “Dokter jaga disini karena sudah tersetifikasi ya sejauh ini ketika saya menangani pasien belum ada masalah dengan diagnosa dokter jaga” 127 Kode Keterangan (J4-1) (J5-2) (J5-2) (J5-2) (J5-2) (J5-2) (J5-1) (J5-1) = sudah mahir / tajam (J5-2) = belum mahir / belum tajam Total : 2 orang mengatakan sudah mahir dan 7 orang mengatakan belum mahir Pertanyaan Informan I-7 I-8 I-9 Bagaimana kemampuan dokter dan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock) ? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 Verbatim “Kemampuan diganosa dokter jaga sudah cukup lumayan walaupun memang kadang ada masalah” “Sejauh ini diagnose awalnya memang keseringan kurang tajam” “Dokter jaga di rumah sakit kami sudah tersertifikasi cuman memang masih lumayan sering terjadi kekurang tajaman diganosa awal di igd sebelum masuk ranap” “Kalo untuk kemampuan sebener nya asih ada beberapa dokter jaga belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan belum mahir baca ECG yang menyebabkan keterlambatan diagnose” “Belum bisa dibilang mampu semua secara sempurna ngga sih soalnya ada aja namanya manusia kalo bikin salah apalagi dokter jaga agak sering sih mungkin karena baru” “Gimana ya kalo ngomongin mampu ngganya pas proses ya mampu cuman ya gtu ada aja salahnya kayak perawat kadang suka gagal pas mantau cairan” “Kalo disini kadang yang agak sering salah atau gagal sih kemampuan pantau cairan gitu perawat kalo perawat baru sih seringnya” “Ga sering sih mba cuman ya ada aja dokter jaga yang salah baca ECG ya namanya juga baru tapi mereka udh sertifikasi kok mungkin nervous mba” “Disini sih kalau dokter ada beberapa dokter jaga yang yang belum mahir melakukan 128 Kode (J5-1) Keterangan (J5-2) (J5-2) (J6-2) (J6-2) (J6-1) (J6-2) (J6-2) (J6-2) (J6-1) = Sudah mahir (J6-2) = Belum mahir Pertanyaan Informan I-7 I-8 I-9 Bagaimana kelengkapan SOP pelayanan rawat inap? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 Verbatim pemantauan cairan tertentu jadinya suka agak harus diperhatiin gitu” “Sudah kehitung mampu lah mba orang udah pada sertifikasi kok kebanyakan” “Ya kalo mampu mah mampu tapi salah mah ada aja namanya juga manusia mba cuman ga banyak kok paling beberapa dokter jaga aja kadang” “Kalau untuk kemampuan dokter dan paramedis pernah terjadi kegagalan pemantauan cairan oleh perawat dan kalau dokter ada beberapa dokter jaga yang yang belum mahir melakukan pemantauan cairan tertentu” Standar Operasional Prosedur (SOP) “Belum lengkap sepertinya kalau SOP karena saya juga masih ngerasa jarang disosialisasikan SOP” “Sepertinya sih sudah cukup lengkap SOP nya” “Selama ini masih jarang ada sosialisasi SOP jadi sepertinya sih masih belum lengkap” “Masih ada beberapa yang belum ada sih sop nya selihat saya” “Belum lengkap SOP nya setahu saya soalnya masih ada beberapa yang belum tegas pengaturannya seperi jam visit” “Belum lengkap sih spertinya SOP nya” “Masih ada yang kurang SOP nya seperti jam visit kami juga belum diatur” “Sudah lengkap sepertinya sih kalau masalah 129 Kode Keterangan (J6-1) (J6-2) (J6-2) (J7-2) (J7-1) (J7-2) (J7-2) (J7-2) (J7-2) (J7-2) (J7-1) (J7-1) = Sudah lengkap (J7-2) = Belum lengkap Total : 2 orang mengatakan sudah lengkap dan 7 orang mengatakan belum lengkap Pertanyaan Informan I-9 Bagaimana pelaksanaan dari masing-masing SOP tersebut? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Bagaimana petugas kepatuhan dalam I-1 Verbatim SOP” “Untuk masalah kelengkapan SOP memang belum lengkap karena dari 16 SOP yang harus ada masih ada 6 SOP yang belum ada dn itupun belum semuanya tersosialisasikan” “Saya merasanya sih sudah sesuai SOP cuman karena ga pernah ada evaluasi juga jadinya gatau yang kita lakukan sudah sesuai atau belum” “Saya belum tau semua atau tersosialisasikan semua SOP jadinya ya kalo ditanya pelaksanaan juga jadinya ga tau ga bisa nilai” “Belum semua SOP disosialisasikan jadi ya saya ga yakin sesuai atau tidak” “Kalau yang tindakan medis sih saya ga mungkin melakukan diluar SOP hanya saja saya juga ga tau semua SOP” “Kadang melaksanakan kadang tidak tapi untuk yang medis itu selalu dilaksanakan” “Agak susah sih untuk melaksanakan semua SOP karena saya belum tau semua SOP” “Paling beberapa seperti SOP pelaksanaan perawatan medis yang benar benar dilaksanakan yang lainnya gatau” “Belum semuanya dilaksanakan yang jelas” “Untuk pelaksanaan masing-masing SOP selama ini belum pernah ada pemantauan ataupun evaluasi jadi ga ketahuan kalau ga ad kasus” “Untuk masalah patuh saya pasti patuh kalau tau masalahnya kadang saya tau juga ngga 130 Kode Keterangan (J7-2) (J8-3) (J8-3) (J8-1) = melaksanakan (J8-2) = belum sepenuhnya melaksanakan (J8-3) = belum mengetahui semua SOP nya (J8-3) (J8-1) (J8-2) (J8-2) (J8-1) (J8-2) (J8-3) (J9-3) (J9-1) = sudah patuh (J9-2) = belum patuh Pertanyaan melaksanakan masingmasing SOP tersebut? Informan I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Bagaimana pelaksanaan sosialisasi masing-masing SOP tersebut terhadap petugas di rawat inap? I-1 I-2 I-3 Verbatim ada SOP nya atau ngga” “Kalau memang disosialisakan pasti kami berusaha patuh kalo ke sop mah” “Memang belum semua staf patuh bukan hanya dokter saja disini banyak kok orang kadang gatau sopnya” “Belum semua dokter atau petugas tau SOP tertentu jadi gimana bisa patuh” “Kalau memang ada dan tahu SOP nya pasti patuh lah saya mba, cuman kadang ya gitu sosialisasinya jarang” “Kalau dibilang semuanya patuh SOP pasti bohong yah orang pasti ada aja yang ga patuh kalo gatau mah” “Kalau masalah kepatuhan tidak bisa digambarkan sih kalo menurut aku karena ga ad evaluasi kepatuhan juga disini tuh” “Ya kadang patuh kadang gapatuh kalau lupa atau gatau ada SOPnya” “Untuk masalah kepatuhan memang belum semua petugas patuh sih akan SOP tapi ini juga belum bisa dilihat secara pasti karena fungsi pengawasan dan evaluasi yang belum jalan” “Kalo soal sosialisasi sop disini tuh belum semuanya disosialisasikan sepertinya soalnya sih saya jarang ngerasa nerima sosialisasi” “Pernah sih dulu disosialisasikan sop nya tapi jarang banget keitungnya apalagi sekarangsekarang kalo ada yang baru jarang banget” “Jarang banget sih kalo disini tuh ada 131 Kode (J9-3) (J9-2) Keterangan (J9-3) = tidak mengetahui SOP nya (J9-4) = tidak bisa digambarkan kepatuhannya (J9-2) (J9-3) (J9-2) (J9-4) (J9-2) (J9-2) (J10-2) (J10-1) (J10-2) (J10-1) = sudah rutin sosialisasi (J10-2) = belum rutin sosialisasi Pertanyaan Informan I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Bagaimana pelaksanaan dari pemantauan SOP pelayanan rawat inap terhadap praktek yang dilakukan? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 Verbatim sosialisasi SOP” “Jarang sih yah ada sosialisasi SOP jadi kadang aku aja gatau kalao udah ada sop baru” “Jarang ada kalo sosialisasi SOP disini tuh jadinya aja gimana mau patuh” “Belum pernah disosialisasiin sih SOP nya kayaknya di rs ini tuh” “Pernah sih dulu sosialisasi SOP tapi jarang juga keitungnya” “kalo soal sosialisasi sop Suka ada kok sosialisasi SOPnya cuman ya gitu ga semua dapet kayaknya” “Untuk sosialisasi SOP selama ini belum semunya tersosialisasikan dari 10 ada 4 lagi yang belum tersosialisasikan” “Di rs ini sih belum ada kayaknya kalo pemantauan sop orang dari manajemennya memang belum ada sepertinya” “Belum ada soalnya tim mutunya gajalan disini udah 3 tahun” “Belum ada setahu saya soalnya belum ada timnya” “Belum ada sih kayaknya mau pemantauan atau juga evaluasi sop kalo disini” “Belum ada soalnya ga ada tim khususnya” “Belum pernah ada pemantauan selama ini jadi ketahuannya kalau ada kasus aja” “Belum pernah ada selama ini soalnhya tim mutunya ga ada” “Emm disini tuh belum pernah ada 132 Kode Keterangan (J10-2) (J10-2) (J10-2) (J10-1) (J10-1) (J10-2) (J11-2) (J11-2) (J11-2) (J11-2) (J11-2) (J11-2) (J11-2) (J11-2) (J11-2) = belum ada pelaksanaan pemantauan SOP Pertanyaan Informan I-9 Bagaimana evaluasi dari pelaksanaan masing masing SOP tersebut? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Bagaimana kelengkapan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan pelayanan I-1 Verbatim pemantauan apalagi soal sop ga ad orangnya soalnya” “Gimana ya soalnya pelaksanaan pemantauan selama ini memang belum berjalan karena tidak ada tim mutunya” “Selama ini sih belum adaevaluasi sop kayaknya soalnya dari manajemennya memang belum ada sepertinya” “Evaluasi sop disini sih emang belum ada soalnya tim mutu nya gajalan disini udah 3 tahun” “Belum ada setahu saya soalnya belum ada timnya” “Emm evaluasi sop di rs ini tuh belum ada kayaknya orang ga ad timnya” “Belum ada soalnya ga ada tim khususnya” “Disini tuh belum pernah ada evaluasi selama ini jadi ketahuannya ada masalah atau ngga itu kalau ada kasus aja” “Belum pernah ada sih selama inikalo evaluasi soalnya tim mutunya ga ada” “Gimana ya disini mah emang belum pernah ada evaluasi kecuali kalau ada kasus” “Kalau menurut saya sih memang disini pelaksanaan evaluasi selama ini memang belum berjalan karena tidak ada tim mutunya” Alat Kesehatan “Belum lengkap semua ya seperti fasilitas pemeriksaan penunjang penting tidak ada, yaitu CT pasien dengan stroke atau trauma kepala terlambat ditegakkan diagnose pastinya 133 Kode Keterangan (J11-2) (J12-2) (J12-2) = belum ada evaluasi (J12-2) (J12-2) (J12-2) (J12-2) (J12-2) (J12-2) (J12-2) (J12-2) (J13-2) (J13-2) = belum lengkap fasilitasnya Pertanyaan rawat inap? Informan I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 Verbatim apalagi jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan transportasi” “Belum semuanya lengkap karena tidak adanya CT Scan untuk dilakukan CT Scan di RS luar kondisi pasien tidak memungkinkan untuk di transportasi” “Ga lengkap karena CT Scan di RS tidak ada membuat pasien dengan trauma kepala terlambat ditegakkan diagnosa pasti terutama untuk menentukan apakah perlu dilakukan operasi atau tidak” “Masih belum lengkap sih alkesnya ga adanya CT Scan bisa ngebuat diagnosa jadi terlambat atau jadi kurang akurat ditambah lagi kalo maksa CT Scan di RS luar kadang-kadang kondisi pasien tidak memungkinkan” “Ga lengkap di RS ini belum ada CT-Scan juga belum tersedia alat hemodialisa jadi suka agak ribet kalau ada pasien yang tiba-tiba perlu sehingga harus nyari RS lain” “Menurut saya belum lengkap karena selain ga ad CT-Scan sama hemodialisa nyatanya EKG disini cuman ada 2 padahal rung rawat banyak jadinya suka susah kalau sana sani butuh” “Disini tuh belum lengkap alkesnya selain yang besar-besar seperti CT-Scan sama hemodialisa disini juga oksigen sentral sama troly emergency juga belum ada” “Eh kalo alkes sih disini disebut lengkap juga ngga sih soalnya alat penting seperti CT-Scan 134 Kode (J13-2) (J13-2) (J13-2) (J13-2) (J13-2) (J13-2) (J13-2) Keterangan Pertanyaan Informan I-9 Bagaimana kecukupan jumlah fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan pelayanan rawat inap I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Verbatim belum ada” “Alat kesehatan di rs ini dari segi kelengkapan memang belum bisa disebut lengkap sih karena belum ada CT-Scan, hemodialisa, EKG yang masih kurang, oksigen sentral dan troly emergency juga belum ada” “Jumlahnya alkes disini tuh belom lengkap tentu ada aja beberapa yang belum cukup kalo lagi dibutuhin seperti EKG” “Belum cukup karena masih ada beberapa yang cuman satu dari seluruh ruang rawat inap atau bahkan tidak ada” “Tentu belum cukup masih banyak hal yang harus ditambahkan dan dilengkapi” “Belum cukup jumlahnya karena kadang suka ada alat yang ga ada cadangannya seperti EKG nanti direbutin sana sini” “Belum cukup jumlahnya karena kita oksigen pusat saja belum ada” “Di rs ini alkes terhitungnya belum cukup jumlahnya karena masih banyak yang harus ditambah seperti EKG” “Kalau yang ada sih sudah cukup hanya yang jadi masalah ialah yang belum ada sama sekali seperti CT-Scan dan hemodialisa” “Disini tuh alkesnya belum memenuhi kebutuhan pasien jumlahnya terutama kalau pasien sedang banyak yang membutuhkan” “Belum lengkap sih alat kesehatannya di rs ini karena masih ada yang belum sama sekali ada dan masih ada yang perlu ditambah” 135 Kode Keterangan (J13-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) (J14-2) = belum cukup jumlah fasilitasnya Pertanyaan Bagaimana proses pelaksanaan penatalaksanaan medic dan paramedic di rawat inap? Informan I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 I-8 I-9 Verbatim PROSES “Proses medisnya yang disini mah masih ada beberapa petugas yang belum melaksanakan standart preacuation jadi aja tinggi risiko infeksi nosokomialnya” “Sampe sekarang itu kejadian yang agak sering itu masih ada aja kegagalan pemantauan cairan pada pasien” “Selama ini sih masih sering terjadi kesalahan diagnosis oleh dokter jaga jadi kadang tindakan yang diambil juga belum maksimal jatohnya” “Emm agak abstrak sih kalo proses itu tapi yang jelas disini itu masih sering terjadi kegagalan asuhan keperawatan” “Prosesnya sih yang agak beresiko itu kayak masih ada aja beberapa petugas yang belum melaksanakan standart preacuation jadi tinggi risiko infeksi nosokomialnya” “Jelas disini itu belum sempurna prosesnya orang masih sering terjadi kegagalan asuhan keperawatan” “Eh gimana ya disini tuh soalnya masih ada beberapa petugas yang belum melaksanakan standart preacuation jadi tinggi risiko infeksi nosokomialnya” “Masih ada aja beberapa petugas yang belum melaksanakan standart preacuation jadi aja makin tinggikan risiko infeksi nosokomialnya agak bahaya juga” “Ya secara keseluruhan sih dalam prosesnya 136 Kode (J15-1) (J15-2) (J15-3) (J15-4) (J15-1) (J15-4) (J15-1) (J15-1) (J15-5) Keterangan (J15-1) = belum melaksanakan standart preacuation (J15-2) = kegagalan pematauan cairan (J15-3) = kesalahan diagnosis (J15-4) = kegagalan asuhan perawatan (J15-5) = semua Pertanyaan Informan Bagaimana evaluasi kinerja medis yang dilakukan di rawat inap oleh manajemen atau oleh komite medik? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 Verbatim jelaslah yah masih sering terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain” “Di rs ini tuh gimana ya mba masa masingmasing SMF ga pernah ngevaluasi tindakan yang dilakukan perawat padahal ya itu juga ada intruksinya” “Ya disini mah komite mediknya aja ga melakukan evaluasi rutin ditambah lagi belum ada pengaturan previlage medis antar dokter jadinya belom jelas mba” “Jadi kalo disini tuh emang belum pernah ada evaluasi baik medis maupun paramedis karena emang dasarnya sih belum ada kesepakatan yang dikoordinasi komite medic sebagai profesionalisme di rs untuk membuat aturan” “Ya sampe sekarang itu belum ada evaluasi yang dilakukan salah satunya karen masih banyak aturan yang belum dibuat seperti kewenangan konsul yang belum diatur ya masih banyak sih mba yang belom dibuat” “Kalo evaluasi disini itu belum pernah dilakukan ya mau itu evaluasi medis maupun paramedic, soalnya di rs ini tim mutunya belum ada dan komite medisnya juga belum membuat aturannya” “Selama ini sih belum pernah ada evaluasi soalnya setahu saya yang memegang tim mutu 137 Kode (J16-2) (J16-2) (J16-2) (J16-2) (J16-2) (J16-2) Keterangan (J16-2) = Belum pernah dilakukan evaluasi kinerja medis Pertanyaan Informan I-7 I-8 I-9 Bagaimana hasil dari metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik? I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 Verbatim atau komite mediknya juga double task antara fungsional dan operasional jadinya sibuk sana sini” “Emm sama sekali belum pernah ada evaluasi sih kalo yang dilakukan disini soalnya ya gtu belum jelas aturannya” “Karena belum pernah jadi saya juga gatau bagaimana pelaksanaannya” “Ya sebenernya evaluasi kinerja medis maupun paramedic di rs ini belum pernah dilaksanakan karena kalau dulu paramedic ada buku harian evaluasi cuman uh 3 tahun ini ga jalan dan untuk medis memang sama sekali belum pernah ada” “Ya dini mah gimana yak mba orang pasti belum pernah ada hasil karena emang ga pernah terjadi evaluasinya mba” “Jelas ga ada hasilnya kan wong belum pernah dilakukan evaluasi kinerja medis toh mba” “Disini itu sampe sekarang belum pernah ada hasil ya soalnya ga pernah terjadi evaluasinya” “Ya jelas belum pernah ada hasilnya lah mba karena ga pernah ada evaluasinya” “Sampe sekarang sih ga pernah ada hasil lah wong evaluasinya aja ga ada” “Belum pernah ada hasil nya jelas, ya gimana mau ada sekarang aja evaluasinya ga jalan mba” “Ga ada hasilnya kan belum pernah dilakukan 138 Kode Keterangan (J16-2) (J16-2) (J16-2) (J17-2) (J17-2) (J17-2) (J17-2) (J17-2) (J17-2) (J17-2) (J17-2) = tidak ada hasil evaluasi Pertanyaan Informan I-8 I-9 Verbatim evaluasinya mba, saya ja gatau nih gajelas” sekarang siapa yang megang “Ga ada hasilnya kan belum pernah dilakukan sama sekali paling kalo ada kasus aja mba baru evaluasi” “Belum pernah ada hasilnya untuk evaluasi kinerja medis karena belum pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedik sebelum 3 tahun sekarang ada hasilnya cukup baik ya cuman gitu masih banyak yang kurangnya apalagi kalo di sikap terhadap pasientuh banyak komplenan dan disini juga perawatnya kurang dalam pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada” 139 Kode (J17-2) (J17-2) Keterangan Matriks Hasil Wawancara Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 Kecukupan jumlah dokter di instalasi rawat inap Untuk mengenai kecukupan jumlah dokter sudah sebagian sudah mencukupi walaupun ada yang kurang seperti jumlah dokter jaga Jumlah dokter sudah hamper mencukupi Jumlah dokter sepertinya sudah cukup Jumlah dokter yang masih kurang di bagian dokter jaganya Belum cukup sepertinya karena ketika dibutuhkan masih saling tarik menarik dokter dari satu unit ke unit lain Kecukupan jumlah perawat di instalasi rawat inap Jumlah perawat sepertinya masih kurang ditambah lagi banyak perawat yang mengundurka n diri pada tahun ini Jumlah perawat masih kurang jika dilihat berdasarkan kunjungan visit dokter Jumlah perawat sepertinya sudah mencukupi Jumlah perawat dirumah sakit ini sudah cukup Frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh dokter Dokter spesialis maupun dokter jaga di rumah sakit ini masih jarang mengikuti pelatihan Masih jarang mengikuti pelatihan yang dibutuhkan Terbilang sngat jarang sekali mengikuti pelatihan Dokter jarang mengikuti pelatihan jumlah perawat sepertinya masih kurang sekali hal ini semakin terlihat karena sekarang rumah sakit mempunyai gedung baru Frekuensinya masih terbilang sangat kurang kalau unhtuk pelatihan I-6 I-7 INPUT Sumber Daya Manusia Jumlah Masih belum dokternya mencukupi masih kurang terutama dokter jaga Masih kurang mencukupi dan beum sesuai bed rawat inap Jarang kalau untuk ikutan pelatihan 140 Perawat di rs ini sepertinya cukup 1-8 1-9 Masih kurang jumlahnya Jumlah dokter penanggung jawab sudah mencukupi hanya saja dokter jaga memang masih kurang dan baru hampir tercukupi diakhir tahun 2016 ini Jumlah perawat memang masih belum sesuai dengan jumlah bed yang ada perbandingan nya Jumlah perawat masih kurang apalagi ditambah banyak sekali perawat yang mengundurka n diri tahun ini Hanya beberapa orang saja yang sudah pernah mengikuti pelatihan Untuk frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter baik dokter spesialis maupun dokter jaga memang masih sangat jarang Observasi Telaah Dokumen Kesimpulan Berdasarkan hasil telah dokumen Jumlah dokter umum 8 orang sedangkan untuk dokter spesialis berjumlah 44 orang Jumlah dokter diinstalasi rawat inap belum mencukupi pada bagian dokter jaga Berdasarkan hasil telaah dokumen jumlah perawat di rumah sakit ini yang aktif di tahun 2016 ini adalah 40 perawat Jumlah perawat di rumah sakit muhammadiyah ini masih kurag dan belunm sesuai dengan tempat tidur yang ada Hasil telaah dokumen menujukkan bahwa jumlah dokter umum 8 orang dengan 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan untuk dokter spesialis berjumlah 44 orang dengan Frekuensi pelatihan untuk dokter masih jarang dilakukan baik spesialis maupun dokter jaga Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh perawat. Untuk perawat frekuensi pelatihannya sudah cuku sering walaupun belum merata Sudah cukup sering mengikuti pelatihan Untuk perawat pelatihan yang diikuti sepertinya sudah sering Sudah cukup sering mengikuti pelatihan Perawat sepertinya masih jarang mengikuti pelatihan Untuk perawat frekuensi pelatihan nya sudah cukup sering walaupun belum merata Masih jarang mengikuti pelatihan Untuk perawat frekuensi pelatihannya sudah cuku sering walaupun belum merata Kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien. Analisa awal untuk diagnosa suspek yang kurang tajam dari dokter jaga sebelum konsul Diagnosa dokter jaga di depan (IGD) kurang tajam waktu konsul Dokter jaga yang konsul kemampuan nya kurang untuk menegakkan diagnosa pasien Masih terjadi under diagnosis dari dokter jaga Pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dokter jaga sering kurang tajam Dokter jaga disini karena sudah tersetifikasi sejauh ini belum ada masalah dengan diagnosa dokter jaga Kemampuan diganosa dokter jaga sudah cukup walaupun terkadang terjadi masalah Sejauh ini diagnose awalnya sering kurang tajam Kemampuan dokter dan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock). Masih ada beberapa dokter jaga belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan belum mahir membaca ECG yang menyebabkan keterlambatan diagnose Belum bisa dibilang mampu seemua karena ada beberapa dokter jaga melakukan kesalahan Masih terjadi kegagalan pemantauan cairan oleh perawat Masih terjadi kegagalan pemantauan cairan oleh perawat Masih ada beberapa dokter jaga yang salah dalam membaca ECG Masih ada beberapa dokter jaga yang gagal dalam melakukan pemantauan cairan Sudah bisa disebut mampu karena sudah tersertifikasi Belum bisa dibilang mampu seemua karena ada beberapa dokter jaga melakukan kesalahan Pelatihan untuk perawat sudah cukup sering frekuensinya walaupun belum semua perawat mendapatkan nya Dokter jaga di rumah sakit kami sudah tersertifikasi hanya saja memang masih cukup sering terjadi kekurang tajaman diganosa awal di igd sebelum masuk ranap Kalau untuk kemampuan dokter dan paramedis pernah terjadi kegagalan pemantauan cairan oleh perawat dan untuk dokter ada beberapa dokter jaga yang belum mahir melakukan pemantauan cairan tertentu Bagaimana Belum sudah cukup Selama ini Masih ada Standar Operasional Prosedur (SOP) Belum lengkap Belum Masih ada 141 Sudah lengkap Untuk Observasi Telaah Dokumen 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan Hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa perawat berjumlah 40 orang dimana 22 orang yang telah mendapatkan pelatihan. Kesimpulan Frekuensi pelatihan bagi perawat sudah cukup sering namun belum semuanya pernah mengikuti Diagnose awal yang dilakukan oleh dokter jaga masih banyak yang kurang tajam walaupun dokter jaga di rumah sakit sudah tersertifikasi Ada beberapa dokter jaga yng belum menguasai atau mahir dalam mlakukan fungsi pemantauan ciran tertentu dan masih ada perawat yang gagal dalam melakukan pemantauan cairan tertentu Hasil SOP rawat inap di Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 masalah kelengkapan SOP memang belum lengkap karena dari 16 SOP yang harus ada masih ada 6 SOP yang belum ada dan itupun belum semuanya tersosialisasi kan Untuk pelaksanaan masingmasing SOP selama ini belum pernah ada pemantauan ataupun evaluasi jadi tidak akan tahu jika tidak ada kasus Untuk masalah kepatuhan memang belum semua petugas patuh akan SOP tapi ini juga belum bisa dilihat secara pasti karena fungsi pengawasan dan evaluasi yang belum berjalan Untuk sosialisasi SOP belum semunya kelengkapan SOP pelayanan rawat inap? lengkap untuk SOP karena jarang ada sosialisasi SOP lengkap SOP nya masih jarang ada sosialisasi SOP jadi sepertinya masih belum lengkap beberapa yang belum ada sop nya SOP nya karena masih ada beberapa proses pelayananyang belum tegas pengaturannya seperi jam visit lengkap SOP nya yang kurang SOP nya seperti jam visit juga belum diatur kalau untuk masalah SOP Pelaksanaan dari masing-masing SOP Sudah dilakasanakan, tapi karena tidak ada evaluasinya sehingga belum tahu kesesuaiannya Belum tahu dan belum tersosialisasi kan semua SOP Belum semua SOP disosialisasikan sehingga belum tahu kesesuaiannya Kalau untuk tindakan medis tidak mungkin melakukan diluar SOP hanya saja belum semua SOP dikethui petugas Untuk pelaksanaan SOP terkadang melaksanakan terkadang tidak Kesulitan untuk melaksana kan semua SOP karena belum tahu semua SOP Paling beberapa seperti SOP pelaksanaan perawatan medi yang benar benar dilaksanakan sedangkan yang lainnya tidak tahu Belum semuanya dilaksanakan Kepatuhan petugas dalam melaksanakan masing-masing SOP Belum semuanya patuh dikarenakan belum mengetahui semua SOP Kalau memang disosialisasi kan pasti kami berusaha patuh Memang belum semua staf patuh bukan hanya dokter saja Belum semua dokter atau petugas mengetahui SOP tertentu Kalau memang ada dan mengetahui SOP nya pasti patuh Belum semunya patuh terhadap SOP Kalau masalah kepatuhan tidak bisa digambarkan karena tidak evaluasi kepatuhan Belum sepenuhnya patuh terhadap SOP karena ada beberapa SOP yang belum diketahui Pelaksanaan sosialisasi masing-masing SOP terhadap Belum semuanya disosialisasi kan sepertinya Pernah disosialisasi kan tapi jarang Jarang ada sosialisasi SOP Jarang ada sosialisasi SOP Jarang ada sosialisasi SOP Belum pernah disosialisasi kan SOP Pernah sosialisasi SOP tapi jarang Sudah sering ada sosialisasi SOP 142 Observasi observasi menunjukkan bahwa dari 16 SOP yang harus ada, masih ada 6 SOP yang belum ada Telaah Dokumen Kesimpulan rumah sakit ini belum semunya ada dan lengkap Pelaksanaan SOP di rs ini belum sepenuhnya terlaksana dan belum sepenuhnya bisa dilihat karena fungsi evaluasi dan pemantauannya sedang tidak jalan Kepatuhan petugas terhadap SOP dirumah sakit ini belum terlaksana sepenuhnya karena juga belum bisa dilihat secara utuh karena pengawasan dan evaluasi yang tidak ada Sosialisasi SOP di rs ini belum sepenuhnya terlaksana karena Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 petugas di rawat inap Pelaksanaan dari pemantauan SOP pelayanan rawat inap terhadap praktek yang dilakukan Belum ada manajemen nya Belum ada karena tim mutunya sudah tidak berjalan disini selama 3 tahun Belum ada karena belum ada timnya Belum ada sepertinya Belum ada karena tidak ada tim khususnya Belum pernah ada pemantauan selama ini jadi diketahuinya kalau ada kasus aja Belum pernah ada selama ini karena tim mutunya tidak ada Belum pernah ada pemantauan Evaluasi dari pelaksanaan masing masing SOP Belum ada dari manajemen nya Belum ada karena tim mutu nya tidak berjalan disini sudah 3 tahun Belum ada karena belum ada timnya Belum sepertinya Belum ada karena tidak ada tim khususnya Belum pernah ada evaluasi selama ini Belum pernah ada selama ini karena tim mutunya tidak ada Belum pernah ada evaluasi kecuali kalau ada kasus Disini belum lengkap alkesnya selain yang besar-besar seperti CTScan dan hemodialisa disini juga oksigen sentral dan troly emergency juga belum ada Belum lengkap soalnya alat penting seperti CT-Scan belum ada Kelengkapan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan pelayanan rawat inap Belum lengkap semua ya seperti fasilitas pemeriksaan penunjang penting tidak ada, yaitu CTScan untuk pasien dengan stroke atau trauma kepala terlambat ditegakkan diagnose pastinya ditambah lagi jika kondisi Belum semuanya lengkap karena tidak adanya CT Scan, sedangkan untuk dilakukan CT Scan di RS luar kondisi pasien tidak memungkin kan untuk di transportasi Tidak lengkap karena CT Scan di RS tidak ada membuat pasien dengan trauma kepala terlambat ditegakkan diagnosa pasti terutama untuk menentukan apakah perlu dilakukan Masih belum lengkap, tidak adanya CT Scan diagnosa pasti terlambat terapi kurang akurat CT Scan di RS luar terkadang kondisi pasien tidak memungkin kan lengkap di RS ini belum ada CT-Scan juga belum tersedia alat hemodialisa jadi suka agak ribet kalau ada pasien yang tiba-tiba perlu sehingga harus nyari RS lain Alat Kesehatan Belum lengkap karena selain tidak ada CTScan dan hemodialisa pada kenyatanya EKG disini juga hanya ada 2 sedangkan ruang rawat banyak yang menjadikan sering kesulitan kalau sedang dibutuhkan dibeberapa tempat 143 1-9 tersosialisasi kan dari 10 ada 4 lagi yang belum tersosialisasi kan Pelaksanaan pemantauan selama ini memang belum berjalan karena tidak ada tim mutunya Pelaksanaan evaluasi selama ini memang belum berjalan karena tidak ada tim mutunya Alat kesehatan di rs ini dari segi kelengkapan memang belum bisa dianggap lengkap karena belum ada CT-Scan, hemodialisa, EKG yang masih kurang, oksigen sentral dan troly emergency juga belum ada Observasi Telaah Dokumen Kesimpulan dari 10 SOP yang ada, sop yang disosialisasikan baru 6 SOP Pemantauan SOP rawat inap belum pernah ada karena tim evaluasi dan pemantauan seperti tim mutu sudah 3 tahun tidak berjalan Evaluasi SOP rawat inap belum pernah ada karena tim evaluasi dan pemantauan seperti tim mutu sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi baru ada kalau terjadi kasus Kelengkapan alat kesehatan di RS Muhammadiyah Taman Puring belum lengkap karena masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG dan ada beberapa alat yang belum ada seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency Item I-1 Kecukupan jumlah fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan pelayanan rawat inap Proses pelaksanaan penatalaksanaan medic dan paramedic di rawat inap I-2 pasien tidak memungkinka n untuk dilakukan transportasi Jumlahnya tentu ada beberapa yang belum cukup seperti EKG Masih ada beberapa petugas yang belum melaksanakan standart preacuation sehingga menjadi tinggi risiko infeksi nosocomial nya I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 Observasi Telaah Dokumen Kesimpulan Belum cukup jumlahnya karena terkadang ada alat yang tidak ada cadangan nya seperti EKG Belum cukup jumlahnya karena oksigen pusat saja belum ada Di rs ini alkes terhitungnya belum cukup jumlahnya karena masih banyak yang harus ditambah seperti EKG Kalau yang ada sudah cukup hanya yang jadi masalah ialah yang belum ada sama sekali seperti CTScan dan hemodialisa Belum memenuhi kebutuhan pasien jumlahnya terutama kalau pasien sedang banyak yang membutuhkan Belum lengkap alat kesehatan di rs ini karena masih ada yang belum sama sekali tersedia dan masih ada yang perlu ditambah Hasil observasi menunjukk an jika di rumah sakit ini belum ada CTScan dan alat hemodialisa , oksigen senter, troly emergency sedangkan untuk EKG baru hanya ada 2 buah. Kecukupan alat kesehatan di RS Muhammadiyah ini belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pasien karena masih ada yang belum sama sekali tersedia seperti CT-Scan, hemosialisa, oksigen sentral, troly emergency dan ada juga yang masih perlu ditambah seperti jumlah EKG Masih ada beberapa petugas yang belum melaksanakan standart preacuation sehingga menjadi tinggi risiko infeksi nosokomialnya Dalam prosesnya masih sering terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang Hasil observasi menujukka n bahwa di rumah sakit ini memang standar precaution belum sepenuhnya dilaksanaka n seperti pemakaian sarung tangan, masker, seragam khusus dan lain-lain. Proses penatalaksanaan medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini ternyata masi terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain operasi atau tidak Belum cukup karena masih ada beberapa yang hanya berjumla satu alat dari seluruh ruang rawat inap atau bahkan tidak ada Masih ada kegagalan pemantauan cairan pada pasien Tentu belum cukup karena masih banyak hal yang harus ditambahkan dan dilengkapi Selama ini masih sering terjadi kesalahan diagnosis oleh dokter jaga sehingga terkadang tindakan yang diambil juga belum maksimal Masih sering terjadi kegagalan asuhan keperawatan PROSES Penatalaksanaan Medis Dan Paramedis Masih ada Masih sering Masih ada beberapa terjadi beberapa petugas yang kegagalan petugas belum asuhan yang belum melaksana keperawatan melaksanak kan standart an standart preacuation preacuation sehingga sehingga menjadi menjadi tinggi risiko tinggi infeksi risiko nosocomial infeksi nya nosokomial nya 144 Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 Evaluasi kinerja medis yang dilakukan di rawat inap oleh manajemen atau oleh komite medic. Masingmasing SMF tidak pernah mengevaluasi tindakan yang dilakukan perawat atas instruksi yang diberikan komite medik tidak melakukan evaluasi rutin serta belum adanya pengaturan previlage medis antar dokter Belum pernah ada evaluasi baik medis maupun paramedis karena belum ada kesepakatan yang dikoordinasi komite medic sebagai profesionalisme di rs untuk membuat aturan Belum ada evaluasi yang dilakukan salah satunya karen masih banyak aturan yang belum dibuat seperti kewenangan konsul yang belum diatur Belum pernah dilakukan evaluasi medis maupun paramedis di rs ini hal ini juga disebabkan karena tim mutu belum ada dan komite medis yang belum membuat aturannya Selama ini belum pernah ada evaluasi karena pihak yang memegang tim mutu atau komite mediknya juga double task antara fungsional dan operasional sehingga menjadi tidak terpegang. Belum pernah ada evaluasi yang dilakukan disini Karena belum pernah dilakukan sehingga pelaksanaanya juga belum tahu seperti apa Hasil dari metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik. Belum pernah ada hasil karena tidak pernah terjadi Tidak ada hasilnya karena belum pernah dilakukan Belum pernah ada hasil karena tidak pernah terjadi Belum pernah ada hasil karena tidak pernah terjadi Belum pernah ada hasil karena tidak pernah terjadi Belum pernah ada hasil karena tidak pernah terjadi Tidak ada hasilnya karena belum pernah dilakukan Tidak ada hasilnya karena belum pernah dilakukan 145 1-9 lain Evaluasi kinerja medis maupun paramedic di rs ini belum pernah dilaksanakan karena kalau dulu paramedic ada buku harian evaluasi hanya saja sudah 3 tahun ini tidak berjalandan untuk medis memang sama sekali belum pernah ada Belum pernah ada hasilnya untuk evaluasi kinerja medis karena belum pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedik sebelum 3 tahun sekarang ada hasilnya cukup baik Observasi Telaah Dokumen Kesimpulan Evaluasi kinerja medis di RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medic ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi dan hal ini juga dikarena pengurus komite medis double task antara fungsional dan operasional, sedangkan untuk evaluasi kinerja paramedic dulu sempat dilakukan melalui pengisian buku evaluasi individu namun hal itu sudah tidak berjalan semenjak 3 tahun ini Hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di rs muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedic sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya Item I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 I-7 1-8 1-9 namun masih banyak yang kurang di sikap terhadap pasien dan kurangnya pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada 146 Observasi Telaah Dokumen Kesimpulan Lembar Observasi Standar Pencegahan Infeksi Nosokomial No Standart Precaution P1 1. 2. 3. Cuci tangan dilakukan bila : a. Tangan terlihat kotor b. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau kontak dengan permukaan yang terkontaminasi c. Menggunakan sabun dengan air mengalir atau menggunakan antiseptik berbahan dasar alkohol (alcohol based hand rub) sesuai dengan prosedur cuci tangan Kebersihan perorangan dan pakaian : a. Semua petugas kesehatan wajib menjaga kesehatan dan kebersihannya masing – masing b. Kuku harus bersih dan dipotong pendek, tidak diperbolehkan menggunakan kuku palsu c. Rambut harus dicukur pendek atau diikat rapih d. Kumis dan cambang harus dicukur rapih e. Semua petugas kesehatan harus menggunakan seragam kerja yang bersih dan menggunakan seragam khusus bagi petugas di ICU, Laboratorium dan unit luka bakar. f. Tutup kepala wajib digunakan oleh petugas di ICU, OK atau bila melakukan tindakan invasive Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) a. Sarung tangan - Dipakai setiap kali kontak dengan pasien, darah atau cairan tubuh lainnya. - Cukup satu pasang dan tidak perlu steril kecuali bila melakukan tindakan pembedahan. - Diganti untuk setiap pasien, bila terlihat kotor atau robek - Buang pada tempat yang telah disediakan b. Masker 147 v Pelaksanaan P3 P4 P2 P5 P6 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v X V v v v v X x x x x x X x x x x x X v v v v v v v v v v V V No Standart Precaution X V x v Pelaksanaan P3 P4 x x v v v v v v v V v v v v v V v v v v v v v v v v V V v v v v v v v v v v v v v v v V v v P1 - Digunakan untuk melindungi mulut dan hidung - Jenis masker disesuaikan dengan peruntukannya c. Pelindung Mata Digunakan untuk melindungi mulut dan sekitarnya sehingga harus menutupi daerah mata dan sekitarnya d. Jubah atau apron - Jubah bersih digunakan setiap hari untuk tindakan invasif atau pembedahan - Jubah dibuat dari bahan katun yang nyaman dipakai - Apron terbuat dari bahan yang tahan terhadap cairan Pencegahan luka tusukan (needle stick injury) a. Gunakan jarum dan siring sekali pakai b. Jangan melakukan tindakan menutup jarum kembali (recapping) c. Buang jarum dan benda tajam lainnya pada tempat yang tahan tusukan 148 P2 P5 P6 x v X V