i ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP

advertisement
ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP
BERDASARKAN KEJADIAN NET DEATH RATE
DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TAMAN PURING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM)
S
OLEH :
Rika Apriyanti Hernawan
NIM: 1112101000039
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
i
Lembar Pengesahan
ii
iii
iv
Abstrak
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Desember 2016
Rika Apriyanti Hernawan, NIM: 1112101000039
ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT INAP BERDASARKAN KEJADIAN NET
DEATH RATE (NDR) DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH TAMAN PURING
(RSMTP)
xiii+77 halaman, 9 tabel, 3 bagan, 6 lampiran
ABSTRAK
Pencapaian indikator mutu pelayanan yang paling bermasalah di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring adalah pencapaian indikator mutu NDR rawat inap.
Pencapaian NDR di RSMTP ini bermasalah karena selalu tidak sesuai dengan standar yang
ditentukan Depkes yang angkanya terus naik dari tahun 2013 sampai tahun 2015.
.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode pengumpulan
data berupa wawancara, daftar tilik, observasi dan telaah dokumen. Informan yang akan menjadi
narasumber dalam pengambilan data primer di RSMTP meliputi kepala instalasi rawat inap, 4
orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien, dokter harian rawat inap, dan
perawat yang ikut merawat pasien yang diambil secara purposive sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016
terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. Jumlah 12 pasien
meninggal > 48 jam dari total 40 pasien yang meninggal selama 6 bulan ini mengartikan bahwa
terjadi 0,3% kejadian NDR, sedangkan standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam
adalah 0,24%. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian > 48
jam masih tinggi dan belum memenuhi standar. Kejadian ini disebabkan beberapa faktor yaitu
sumber daya manusia baik dari segi kuantitas dan kualitasnya yang masih kurang, SOP yang
belum lengkap dan pelaksanaannya belum maksimal, penatalaksanaan medis maupun
keperawatan yang belum maksimal serta evaluasi dari penatalaksanaan medis maupun
keperawatan belum dilaksanakan.
Kata Kunci: Mutu, Net Death Rate, Rawat inap, Rumah Sakit
Daftar Bacaan: 70 (1990-2016)
v
Abstract
FACULTY OF MEDICINE AND PUBLIC HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
HEALTH SERVICE MANAGEMENT SPECIALISATION
Thesis, December 2016
Rika Apriyanti Hernawan, NIM: 1112101000039
ANALYSIS QUALITY OF INPATIENT SERVICE UNDER THE OCCURRENCE OF
NET DEATH RATE (NDR) IN MUHAMMADIYAH TAMAN PURING HOSPITAL
xiii+ 77 pages, 9 tables, 3 charts, 6 attachments
ABSTRACT
The most problem of quality indicators achievment in Muhammadiyah Taman Puring
Hospital is quality indicators achievment of NDR‟s hospitalization service. This problematic
came from the prescribed standards in Ministry of Health, the grade standard were always
rised from 2013 until 2015.
This study were qualitative reaserch that using data collecting such as interviewed,
checklisted, observationed and studied of the document. The narasumber of primary data in
RSMTP was impatient heads and four head of ward, doctors who treated the patient, the
doctor-patient daily, the nurse who took care for patients with purposive sampling.
The result of this study showed that from January to June 2016 there were 20 patients
with 12 cases NDR medical records were found. A total of 12 patients who died> 48 hours
from a total of 40 patients who died during the six months of this means as much as 0.3%
incidence NDR, while the standards of the Department of Health (2008) for the death of> 48
hours was 0.24%. This meant that at Muhammadiyah Hospital mortality rate of> 48 hours is
still high and had not met the standards due to several factors that can be seen from human
sources such as quantity and quality were still lacking, SOP was not completed and
implementation was not maximized, medical management and nursing was not maximized
and the evaluation of medical management and nursing had not been implemented.
Keywords: Quality, Net Death Rate, Inpatient, Hospital
Reading List: 70 (1990-2016)
vi
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji, syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunianya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS MUTU PELAYANAN RAWAT
INAP BERDASARKAN KEJADIAN NET DEATH RATE DI RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH TAMAN PURING”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada jurusan kesehatan masyarakat fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat walafiat dan kelancaran sehingga
penulis dapat menjalankan magang dan membuat laporan dengan lancar.
2. Kedua orang tua dan adik-adikku tercinta yang selalu mendoakan, memberikan
dukungan dan semangat
3. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. dr. Nahari, SPA selaku direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring.
6. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D sebagai pembimbing I dan ibu Yuli Amran, SKM,
MKM sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan
meluangkan waktu sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik.
vii
7. Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM, Baequni, Ph.D. dan Yuyun Umniyatun
SKM, MARS sebagai penguji skripsi yang telah memberi saran dan kritik yang
sangat membangun bagi penulis.
8. Seluruh dosen program studi kesehatan masyarakat yang telah mengajarkan banyak
hal kepada penulis.
9. Nurzia Ulhaq, Ayu Savitri, Juwita, Ayu Sajida, Mariatul, Yulia, Laily, Syifa,
Riskah, Evi Luthfiyah selaku sahabat-sahabat satu perjuangan yang senantiasa
selalu saling memberi semangat dan dukungan.
10. Annisa Widia, Tiara Kurnia, Intan Purnamasari, Winda Aisyah, Amy Noerul, Reni
Purnamasari, Lusiana selaku sahabat-sahabat tercinta yang senantiasana selalu
memberikan semangat dan dukungan.
11. Rekan-rekan MPK 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Berbagai pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar meskipun dengan berbagai
keterbatasan yang dimiliki. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan proposal skripsi ini. Atas perhatian dan dukungannya, penulis menyampaikan
terima kasih.
Jakarta, September 2016
Penulis
viii
Daftar Isi
Daftar Isi
Pernyataan Persetujuan ............................................................ Error! Bookmark not defined.
Lembar Pengesahan ...................................................................................................................ii
Lembar Pernyataan .................................................................. Error! Bookmark not defined.
Abstrak ...................................................................................................................................... iv
Abstract ..................................................................................................................................... vi
Kata Pengantar .........................................................................................................................vii
Daftar Isi ................................................................................................................................... ix
Daftar Tabel .............................................................................................................................. xi
Daftar Bagan ............................................................................................................................xii
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................................... 7
1.4 Tujuan ............................................................................................................................ 8
1.4.1
Tujuan Umum ...................................................................................................... 8
1.4.2
Tujuan Khusus ..................................................................................................... 8
1.5 Manfaat .......................................................................................................................... 9
1.5.1
Bagi Rumah Sakit ................................................................................................ 9
1.5.2
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ........................................................ 9
1.5.3
Bagi Penelitian Selanjutnya ................................................................................. 9
1.6 Ruang Lingkup............................................................................................................. 10
Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................................... 11
2.1 Rumah Sakit ................................................................................................................. 11
2.2 Instalasi Rawat Inap ..................................................................................................... 12
2.2.1
Definisi Instalasi Rawat Inap ............................................................................. 12
2.2.2
Tenaga Medis dan Paramedis ............................................................................ 12
2.2.3
Penatalaksanaan Medis dan Paramedis .............. Error! Bookmark not defined.
2.2.4
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws) ........................................ 13
2.2.5
Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat-obatan ................................. 17
2.2.6
Standar Pelayanan Rawat Inap........................................................................... 20
2.3 Mutu Pelayanan Rumah Sakit ...................................................................................... 25
2.3.1
Pengertian .......................................................................................................... 25
ix
2.3.2
Manajemen Mutu Klinis .................................................................................... 30
2.3.3
Pengukuran dan Peningkatan Mutu ................................................................... 32
2.3.4
Mutu Pelayanan Rawat Inap .............................................................................. 39
2.4 Net Death Rate (NDR) ................................................................................................. 40
2.5 Kerangka Teori ............................................................................................................ 45
Bab III Kerangka konsep ......................................................................................................... 47
3.1 Kerangka Konsep ......................................................................................................... 47
3.2 Definisi Istilah .............................................................................................................. 48
Bab IV Metode Penelitian ........................................................................................................ 50
4.1 Jenis Penelitian............................................................................................................. 51
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................... 51
4.3 Informan Penelitian ...................................................................................................... 51
4.4 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................................................... 53
4.5 Sumber Data................................................................................................................. 53
4.6 Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 54
4.7 Metode Pengolahan Data ............................................................................................. 55
4.8 Teknik Analisa Data .................................................................................................... 57
4.9 Penyajian Data ............................................................................................................. 59
4.10 Triangulasi Data ........................................................................................................... 59
Bab V Hasil Penelitian ............................................................................................................ 60
5.1 Distribusi Analisis Penyebab Kematian Berdasarkan Resume Audit.......................... 60
5.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................... 63
5.2.1
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia
(SDM) ................................................................................................................ 63
5.2.2
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP ................................. 71
5.2.3
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan................ 77
5.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ....................................... 80
5.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................................................... 84
5.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis
x
dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death
Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring. 84
Bab VI Pembahasan ................................................................................................................. 87
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................................ 87
6.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ......................... 87
6.2.1
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia
(SDM) ................................................................................................................ 88
6.2.2
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP ................................. 94
6.2.3
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan................ 98
6.3 Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ..................................... 101
6.4 Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ....................................................... 105
6.5 Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death
Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman
Puring…106
Bab VII Simpulan dan Saran ................................................................................................. 110
7.1 Simpulan .................................................................................................................... 110
7.2 Saran .......................................................................................................................... 112
Daftar pustaka ........................................................................................................................ 114
Lampiran ................................................................................................................................ 121
Daftar Tabel
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap ........................................................ 25
Tabel 4.1 Kode Informan dan Kode RM ...................................................................................... 53
Tabel 5.1 Analisis Penyebab Kematian > 48 Jam Menurut Resum Audit Tahun 2016 di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ............................................................. 62
Tabel 5.2 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 .............................................................. 64
Tabel 5.3 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 .............................................................. 66
Tabel 5.4 Rekapitulasi Tenaga Medis dan Paramedis yang mengikuti pelatihan di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016 ..................................................... 68
Tabel 5.5 Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian pasien > 48 Menurut Masukan/Input
Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun
2016............................................................................................................................. 70
Tabel 5.6 Rekapitulasi Kelengkapan SOP Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring Tahun 2016......................................................................................... 72
Tabel 5.7 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 jam Menurut
Masukan/Input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016 ... 75
Tabel 5.8 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Menurut Masukan/Input Fasilitas Alat kesehatan.... 79
Tabel 5.9 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam Menurut Proses
Penatalaksanaan medis dan paramedic di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring tahun 2016 ....................................................................................................... 82
Daftar Bagan
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ............................................................................................................ 46
Bagan 3.1 Kerangka Konsep......................................................................................................... 48
Bagan 3.2 Definisi Istilah ............................................................................................................. 48
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat, ini berarti
permintaan pelayanan kesehatan akan bertambah banyak, tetapi rumah sakit sebagai bagian
dari sarana pelayanan kesehatan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam hal ini
faktor mutu dan efisiensi pelayanan yang kurang memadai juga merupakan penyebab belum
dimanfaatkannya rumah sakit (Syafharini, 2012).
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia baik yang diselenggarakan
pemerintah pusat maupun daerah harus memperhatikan mutu/kualitas pelayanan. Beberapa
hal yang menjadi alasan diatas, pertama, mutu pelayanan kesehatan merupakan hak
masyarakat/warga negara yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Kedua, mutu pelayanan
kesehatan dapat menjadi jaminan bagi pelanggan/masyarakat untuk mencapai hasil berupa
optimalisasi derajat kesehatan masyarakat (Leebov, 1991). Hal ini sejalan dengan Undang–
Undang Nomor 8 Tahun 2000 Perlindungan terhadap konsumen dan Undang–Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Menurut Donabedian (1982), pengertian mutu pelayanan kesehatan dengan
pendekatan secara komprehensif mencakup Structure/Input, Process dan Output.
Strukture/input adalah karakteristik pelayanan yang relatif stabil yang dimiliki oleh penyedia
fasilitas pelayanan kesehatan. Komponen Struktur/input meliputi perlengkapan, sumber daya
1
dan tatanan organisasi serta fasilitas fisik di lingkungan kerja. Komponen Proses pada
dasarnya adalah berbagai aktifitas yang merupakan interaksi antara penyedia fasilitas
pelayanan kesehatan (misal dokter) dengan pasien yang menerima pelayanan kesehatan.
Komponen Output/keluaran merujuk pada berbagai perubahan kondisi dan status kesehatan
yang didapat oleh pasien setelah terakses dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang meliputi morbiditas, mortalitas dan tingkat kepuasan pasien.
Menurut Pohan (2003), penilaian mutu pelayanan kesehatan dilakukan dengan
membandingkan pencapaian terhadap Standar Pelayanan Kesehatan yang telah ditetapkan.
Pengukuran mutu bisa dilakukan salah satunya dengan mengukur kinerja rumah sakit yang
dapat diketahui melalui beberapa indikator, yaitu : BOR (Bed Occupation Rate), AvLOS
(Averate Length Of Stay), BTO (Bed Turn Over), TOI (Turn Over Internal), NDR (Net Death
Rate), GDR (Gross Death Rate), dan Rerata kunjungan klinik per hari (Syafharini, 2012).
Indikator-indikator mutu yang digunakan dalam statistik rumah sakit seperti BOR,
LOS, TOI dan BTO berfungsi untuk memantau kegiatan yang ada di unit rawat inap dengan
cara menilai dan mengevaluasi kegiatan yang ada di unit rawat inap untuk perencanaan
maupun laporan pada instansi vertikal. Indikator-indikator yang digunakan untuk menilai
cakupan pelayanan unit rawat inap adalah BOR dan BTO, sedangkan indikator yang
digunakan untuk menilai mutu pelayanan unit rawat inap adalah GDR dan NDR, dan
indikator yang di gunakan untuk menilai efisiensi pelayanan unit rekam medis adalah LOS
dan TOI (Depkes, 2008).
Kematian adalah salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan yang penting. World
Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari tahun 2005-2010 diperkirakan terdapat
850 kematian per 100.000 penduduk yang terjadi setiap tahunnya (WHO, 2010). Di Inggris
2
dan Wales pada tahun 2005 lebih kurang 73% dari total kematian terjadi di fasilitas
pelayanan kesehatan rumah sakit. Tingginya angka kematian di rumah sakit merupakan
pertanda kemungkinan adanya masalah mutu pelayanan yang memerlukan tindakan
perbaikan, dan kurang lebih 22,7% kematian yang terjadi di rumah sakit sebenarnya dapat
dihindarkan dengan perawatan yang optimal (Hayward, 2001).
NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian > 48 jam setelah dirawat untuk tiap –
tiap 1000 penderita keluar baik hidup maupun mati. NDR merupakan indikator mutu
pelayanan yang penting karena berhubungan dengan kemampuan rumah sakit dalam
menyelamatkan jiwa pasien yang ditanganinya. Jika NDR pada sebuah rumah sakit
cenderung meningkat, maka kemungkinan terjadi penurunan performance dalam rumah sakit
tersebut (Depkes, 2008). Selain itu NDR yang tinggi pada suatu rumah sakit dapat
menggambarkan mutu yang kurang di suatu rumah sakit. Mutu yang kurang ini, dapat
disebabkan oleh faktor input rumah sakit, pasien dan lingkungan (Rahmawaty, 2013).
Standar ideal yang ditetapkan Depkes (2008) dalam Standar Pelayanan Minimal
(SPM) untuk kematian > 48 jam / NDR di rumah sakit khusus rawat inap adalah 0,24%.
Indikator NDR ini lebih bermakna di dalam penilaian mutu pelayanan rumah sakit, karena
jika dibandingkan dengan yang meninggal > 48 setelah dirawat, lebih memberikan
gambaran upaya rumah sakit di dalam menyelamatkan jiwa pasien. Sedangkan pasien
yang meninggal < 48 jam setelah dirawat, sangat dipengaruhi oleh kondisi penyakit yang
diderita pasien
pada
waktu masuk rumah sakit. Oleh karena itu untuk menilai mutu
pelayanan di rumah sakit, indikator angka kematian yang dipakai adalah angka kematian
> 48 jam setelah dirawat (NDR) (Depkes RI, 2003).
3
Penelitian Syafharini (2012) mengenai analisis mutu sistem pelayanan rumah sakit
menyebutkan bahwa bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya Net Death Rate (NDR)
antara lain adanya beberapa kesenjangan yang timbul yang mengakibatkan kegagalan
penyampaian jasa yang bermutu. Hal ini ditunjukkan dengan proses supervisi dan evaluasi
tidak berjalan secara benar, kerja sama tim kurang terpadu, sehingga keadaan tim
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses pelayanan kepada pelanggan.
Penelitian Nurfany (2009) mengenai analisis mutu rumah sakit di RSUD Bangil
Pasuruan menyatakan bahwa gambaran sesungguhya tentang mutu pelayanan rumah sakit
dapat dilihat melalui angka kejadian Net Death Rate (NDR). Meningkatnya Nilai NDR pada
sebuah rumah sakit merupakan sebuah indikasi telah terjadi penurunan kinerja yang
berakibat menurunnya kualitas atau mutu pelayanan di rumah sakit tersebut. Selama tiga
tahun terakhir dari tahun 2006-2008 di RSUD Bangil ini memiliki rata-rata NDR sebesar
52/‰ jauh dari standar Depkes (2008) yaitu 25/‰. Faktor – faktor yang mempunyai
pengaruh terhadap kejadian NDR adalah tingkat pendidikan pasien, jenis penyakit dan
ketepatan diagnosis.
Dalam penelitian Prastiwi (2010) disebutkan bahwa berdasarkan Indikator Mutu
Pelayanan dan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, menunjukkan Angka Kematian
pasien > 48 jam RSUD Kota Bekasi masih belum memenuhi standar. Faktor yang
mempengaruhi NDR di rumah sakit ini adalah faktor SDM, SOP, fasilitas dan
penatalaksanaan medis.
Menurut Rasmanto, Koentjoro, Djasri (2005) pada penelitian Evaluasi Mutu
Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian di RSD Kol. Abundjani Bangko Provinsi
Jambi menyebutkan penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil
4
dari audit dan review terjadi dalam area (urutan sesuai urutan penyebab penyimpangan
kematian terbanyak) administrasi/manajemen, anggota SMF/individual, unit pelayanan rawat
inap, dan pelayanan klinik khusus.
Setelah melihat pemaparan dari permasalahan mutu pelayanan kesehatan yang disini
difokuskan pada angka kematian, maka penulis memilih Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring sebagai tempat penelitian untuk melihat mutu pelayanan kesehatan khususnya
dari segi angka kematian. Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (RSMTP) merupakan
usaha kesehatan swasta yang terletak di daerah Jakarta Selatan. Salah satu upaya
penyembuhan pasien di rumah sakit ini adalah melalui pengobatan dan perawatan yang
dilaksanakan dalam ruang rawat inap di rumah sakit. Oleh karena itu diketahuinya mutu
pelayanan rawat inap di rumah sakit ini menjadi penting. Mutu RSMTP secara garis besar
jika dilihat dari data kinerja rumah sakit masih belum maksimal karena masih banyak
indikator mutu yang belum mencapai standar yang telah ditentukan.
Salah satu indikator mutu RSMTP yang belum mencapai standar adalah tingginya
angka pencapaian kematian > 48 jam/NDR rawat inap rumah sakit dari tahun 2013 sampai
tahun 2015. Setelah dilakukan studi pendahuluan di RSMTP didapatkan data NDR rumah
sakit sebesar 0,38% pada tahun 2013; 0,37% pada tahun 2014; 1,52% pada tahun 2015
sedangkan standar NDR untuk rawat inap dari Depkes (2008) dalam SPM adalah 0,24 %.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak RSMTP diketahui bahwa penyebab
tingginya NDR rawat inap pada beberapa tahun terakhir ini bisa dilihat dari sumber daya
manusianya baik dari segi perawat yang kurang memadai jumlahnya maupun dari segi
kualitas sumber daya manusia sendiri yang belum terjamin karena dalam mejalankan
tugasnya sendiri pemantauan SOP jarang dilakukan sehingga masih sering terjadi masalah.
5
Selain itu permasalahan dari sumber daya manusia ini juga terjadi karena belum semua
sumber daya manusia yang terlibat sering mengikuti pelatihan yang terstandar.
Dalam hal proses pelayanan bisa diketahui bahwa permasalahan yang terjadi
diantaranya adalah kurangnya pemantauan Standar Operasional Prosedur (SOP) mengenai
penatalaksanaan medis dan keperawatan sehingga masih sering terjadi masalah dalam
penatalaksanaan medis dan keperawatan tersebut. Permasalahan yang terjadi seperti masalah
dalam respon time yang dilihat dari segi ketepatan dan kecepatan diagnosis, serta ketepatan
dan kecepatan tindakan.
Permasalahan ketepatan diagnosis karena di rumah sakit ini karena pernah
sebelumnya beberapa kali terjadi kesalahan dalam mendiagnosis gejala dan penyakit pasien,
kecepatan diganosis karena di rumah sakit ini juga pernah terjadi keterlambatan diagnosis
karena tidak berfungsinya suatu alat yang menyebabkan pasien meninggal. Permasalahan
ketepatan tindakan karena di rumah sakit ini pernah terjadi kegagalan dalam pengawasan
pemberian cairan kepada pasien dan juga salah dalam membaca dignosa yang menyebabkan
tindakan yang diambil juga salah serta kecepatan tindakan karena pernah terjadi
keterlambatan tindakan dalam memberikan suatu cairan kepada pasien sehingga terjadi
komplikasi yang menyebabkan pasien meninggal.
Dengan melihat angka pencapaian NDR yang bervariasi dengan tidak menunjukkan
kecenderungan menurun dari tahun ke tahun bahkan selalu tidak sesuai standar menurut
Depkes, maka dirasa perlu untuk menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan
kejadian NDR di RSMTP.
6
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring
ditemukan bahwa dari semua pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit yang paling
bermasalah adalah pada pencapaian indikator mutu NDR rawat inap. Pencapaian NDR di
RSMTP ini bermasalah karena selalu tidak sesuai dengan standar yang ditentukan Depkes
yang terus naik dari tahun 2013 sampai tahun 2015, dari hasil wawancara diketahui bahwa
tingginya NDR di RSMTP ini disebabkan beberapa faktor yaitu sumber daya manusia, SOP,
penatalaksanaan medis dan keperawatan. Berdasarkan hal-hal ini maka permasalahan
kematian pasien > 48 jam menjadi penting untuk diteliti karena dapat menggambarkan
bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan bagaimana tenaga profesional melaksanakan
standar dan prosedur-prosedur pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi
kepada pasien (Rahmawaty, 2013). Oleh karena itu, dengan tingginya angka NDR di rumah
sakit menunjukan adanya masalah dalam pemenuhan jasa layanan yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada proses pelayanan kepada pelanggan. Keadaan ini tidak bisa
dibiarkan karena sangat berpengaruh terhadap perfomance rumah sakit oleh karena itu
peneliti ingin mengetahui gambaran mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR
di RSMTP.
1.3
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana distribusi analisis penyebab kematian berdasarkan kejadian Net Death Rate
(NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ?
2. Bagaimana mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring ?
7
3. Bagaimana mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat
inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring?
4. Bagaimana output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring?
5. Bagaimana keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net Death
Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring?
1.4
Tujuan
1.4.1
Tujuan Umum
Menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate
(NDR) di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring.
1.4.2
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi analisis penyebab kematian berdasarkan kejadian Net
Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah
Taman Puring
2. Diketahuinya mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya
Manusia (SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death
Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman
Puring
8
3. Diketahuinya mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
4. Diketahuinya output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
5. Diketahuinya keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia
(SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan
(penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output
pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Muhamammadiyah Taman Puring.
1.5
Manfaat
1.5.1
Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi para perumus kebijakan kesehatan
khususnya manajemen Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.
1.5.2
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan
dosen mengenai analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR
tinggi di rumah sakit.
1.5.3
Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan
oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
9
analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR tinggi di rumah
sakit.
1.6
Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kualitatif yang bertujuan menganalisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan
kejadian Net Death Rate (NDR) di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring pada
tahun 2016. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan manajemen pelayanan
kesehatan program studi kesehatan masayarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan pada bulan Juli 2016 sampai September 2016. Data yang dibutuhkan pada
penelitian ini berupa data sekunder dan data primer. Metode pengumpulan data primer
melalui wawancara mendalam, daftar tilik serta observasi sedangkan pengumpulan data
sekunder melalui telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari kepala
instalasi rawat inap dan 4 orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien,
dokter harian rawat inap, perawat yang ikut merawat pasien.
10
2
Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, gawat darurat, tindakan medik yang dilaksanakan selama 24 jam
melalui upaya kesehatan perorangan. Rumah Sakit mempunyai program peningkatan
mutu yang bisa dilakukan evaluasinya secara internal dan eksternal guna melakukan
evaluasi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan kepada pasien. Program
evaluasi peningkatan mutu internal dapat dilakukan dengan metode misalnya berbasis
review dokumen rekam medis, audit medis, patient safety, observasi kinerja klinis atau
survey terhadap pelanggan internal dan Program evaluasi peningkatan mutu eksternal
dapat dilakukan antara lain melalui Akreditasi, ISO. Departemen Kesehatan mewajibkan
Rumah Sakit kelas C terakreditasi lima Pelayanan, Rumah Sakit kelas B diwajibkan
terakreditasi dua belas sampai enam belas pelayanan dan untuk RS kelas A diwajibkan
terakreditasi untuk enam belas pelayanan (Depkes RI, 2007).
Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang paling kompleks dengan produksi
(output) yang sangat beragam, padat karya, padat ilmu, padat modal dan padat tehnologi
(highly technology) Di sisi lain rumah sakit dituntut harus memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan tehnologi yang tepat guna. Untuk menghadapi
tantangan tersebut, pengelolaan rumah sakit hendaknya dilakukan secara profesional
dengan memperhatikan kualitas pemberian pelayanan yang memadai dan selalu
mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi (Depkes RI, 2007).
11
2.2
Instalasi Rawat Inap
2.2.1 Definisi Instalasi Rawat Inap
Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat inap
adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yng merupakan
gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah
pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya (Jati, 2009).
2.2.2 Tenaga Medis dan Paramedis
Tenaga medis merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam menentukan
kualitas pelayanan yang diberikan. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan
medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik
berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan
kepada pasien dan rumah sakit.
Global Health Workforce Alliance (2011) menyebutkan bahwa terpenuhinya
jumlah tenaga kerja ini juga sangat penting karena tenaga kesehatan merupakan kunci
utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan
memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Selain
itu terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi penting untuk keberhasilan
suatu rumah sakit, seperti yang dikemukakan oleh Ilyas (2004) yang menyatakan bahwa
salah satu upaya penting yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk menjawab
tantangan globalisasi adalah dengan merencanakan kebutuhan sumber daya manusia yang
dimilikinya secara tepat jumlah dan sesuai dengan fungsi pelayanan.
12
Depkes (2003) menyatakan bahwa jumlah tenaga paramedis yang harus mendapat
pelatihan khusus minimal seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG,
pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan 90% dari keseluruhan jumlah
paramedis yang bertugas. Notoadmodjo (1998) menyatakan bahwa pentingnya
pendidikan dan pelatihan bagi karyawan karena dengan meningkatnya kemampuan atau
keterampilan para karyawan, meningkatkan produktivitas kerja para karyawan.
Produktivitas kerja para karyawan meningkat, berarti organisasi yang bersangkutan akan
memperoleh keuntungan.
Dalam penelitian Siagian (1996) disebutkan bahwa pelatihan SDM dapat
meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi
dan membantu terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor – faktor motivasional
sehingga pegawai lebih paham akan tugasnya dn lebih termotivasi. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian Fitri (2009) yang mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara
pelatihan dan kompetensi perawat dirumah sakit.
2.2.3 Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Laws)
Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan
melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit
yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan
dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan
internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi
antara lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien,
dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan
rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak
13
akses dokter terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan
kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan.
Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit, Standar
Operating
Procedure
(SOP),
Surat
Keputusan,
Surat
Penugasan,
Pengumuman,
Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah sakit (HBL) antara rumah
sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung
pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah
sakit tersebut.
Namun demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan
peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah
dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan
Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.
Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan
tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah
berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata
kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP
adalah menciptakan komitment mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja
instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance (Atmoko, 2010).
Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja
yang teratur, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana
tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku;
menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata
14
urutan dari pelaksanaan dan pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode
yang ditetapkan; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan
hubungan timbal balik antar Satuan Kerja (Atmoko, 2010).
Secara umum, SOP merupakan gambaran langkah-langkah kerja (sistem,
mekanisme dan tata kerja internal) yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu tugas untuk
mencapai tujuan instansi pemerintah. SOP sebagai suatu dokumen/instrumen memuat
tentang proses dan prosedur suatu kegiatan yang bersifat efektif dan efisisen berdasarkan
suatu standar yang sudah baku. Pengembangan instrumen manajemen tersebut
dimaksudkan untuk memastikan bahwa proses pelayanan di seluruh unit kerja
pemerintahan dapat terkendali dan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(Atmoko, 2010).
Monitoring adalah kegiatan untuk mengikuti suatu program dan pelaksanaanya
secara mantap, teratur dan terus menerus dengan cara mendengar, melihat dan mengamati
dan mencatat keadaan serta perkembangan program tersebut (Sigit, 2000).
Monitoring melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau
diharapkan dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring
meliputi kegiatan pengumpulan dan analisis data tentang proses dan hasil dari
pelaksanaan program atau kegiatan dan memberikan rekomendasi untuk melakukan
tindakan koreksi. Monitoring Pengendalian adalah tindak lanjut dari monitoring.
Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses pelaksanaan
kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring akan
memberikan umpan balik, apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah terjadi
15
adanya penyimpangan dari yang direncanakan, atau bahkan perencanaan yang tidak tepat
atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan. Hasil monitoring dipakai
sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan kegiatan tetap pada tracknya
sampai pada tindakan koreksi dan/ atau penyesuaian.Pengertian inilah yang dilmaksud
sebagai pengendalian, sehingga sering pengendalian tidak dapat dipisahkan atau bahkan
sulit dibedakan dengan monitoring itu sendiri. Monitoring dan pengendalian adalah
sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga disebut sebagai on-going evaluation atau
former evaluation (Rahmah, 2008).
Pengawasan adalah aktivitas yang biasa dilakukan untuk memastikan bahwa suatu
proses pekerjaan dilakukan sesuai dengan yang seharusnya (Sigit, 2000).
Kemenkes RI juga disebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan itu meliputi
kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang
dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk
tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Pohan,
2009).
Dari beberapa pernyataan diatas dapat diketahui bahwa komite mutu sangat
diperlukan untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit sehingga bisa menjaga mutu
yang sudah bagus dan meningkatkan yang masih kurang.Evaluasi mutu juga sangat
penting untuk dilaksanakan baik secara programatau kegitan dan kinerja karena evaluasi
sendiri merupakan suatu penilaian sedangkan evaluasi program, merupakan suatu istilah
16
dalam manajemen yang cukup populer pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah
suatu hal yang baru. (Thoha, 2001).
Evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan bagian yang penting dari proses
manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan
karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau
kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan (Thoha, 2001).
Dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau
pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui
sejauh mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai
atau belum (Thoha, 2001).
Menurut Syafharini (2012) tidak berjalannya program komite mutu dalam
meningkatkan kualitas pelayanan, merupakan kesalahan manusia (human error) yang
disebabkan oleh :
a. Kurangnya sosialisasi program yang mengakibatkan kurang pahamnya para
karyawan akan program yang akan diimplementasikan dan manfaat dari program
tersebut.
b. Tidak tegasnya sanksi yang diberikan manajemen terhadap karyawan yang
tidak melakukan program tersebut.
2.2.4 Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat-obatan
Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang untuk
melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung dari tipe rumah
17
sakit. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak diperlukan, bagian farmasi
bertanggung jawab. atas pengawasan dan kualitas obat. Persediaan obat harus cukup,
penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal kadaluarsanya, dan sebagainya (Syafharini,
2012).
UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan
bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan
mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan
layak pakai. Kemudian ayat 6 mengamanahkan bahwa pemeliharaan peralatan harus
didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan. Pentingnya
kelengkapan alat kesehatan ini disebutkan juga dalam Depkes (2008) yang menyatakan
bahwa peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan Kesehatan
yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam kondisi
lengkap jenis, siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik.
Pentingnya penyediaan sarana prasarana yang lengkap disebutkan dalam Rahmah
(2008) yang menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan melalui
pelayanan kesehatan yang berkualitas salah satunya melalui upaya penyediaan alat
kesehatan yang baik, aman, cukup jumlah dan layak pakai. Agar peralatan kesehatan
selalu dalam kondisi baik, aman dan layak pakai, diperlukan pemeliharaan preventif
meliputi pemeliharaan berkala dan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi.
Selain penyediaan sarana prasarana pemeliharaanya juga penting. Pemeliharaan
sarana dan prasarana bisa dilihat salah satunya dari kecepatan waktu, dimana kecepatan
18
waktu yang dimaksud adalah waktu yang dibutuhkan dimulai dari laporan alat rusak
diterima sampai dengan petugas pemeriksaan menanggapi. Standar Depkes menentukan
bahwa dalam 15 menit kerusakan sudah harus ditanggapi oleh petugas untuk perbaikan
(Depkes, 2008).
Pemeliharaan peralatan kesehatan adalah suatu upaya yang dilakukan agar
peralatan kesehatan selalu dalam kondisi laik pakai. Dapat difungsikan dengan baik dan
menjamin usia pakai lebih lama. Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan terdapat
berbagai kriteria dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan (Syafharini,
2012).
Menurut ISO 9001 dalam Sigit (2001) bahwa Untuk mengendalikan keakuratan
dan
kesesuaian
hasil
dari
peralatan
medik
manajemen
rumah
sakit
secara
berkesinambungan harus melakukan pemeliharaan dan pemantauan fungsi alat secara
seksama. Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan
Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan peralatan yang selalu dalam
kondisi siap pakai serta dapat difungsikan dengan baik (Depkes, 2008).
Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai
penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar
ukur yang mamputelusur (traceable) ke standar nasional untuk satuan ukuran dan/atau
internasional (Rantau, 2014). Dalam Undang-undang No. 44 tahun 2009 pasal 16 ayat 2
disebutkan bahwa peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai
19
Pengujian Fasilitas Kesehatan dan / atau institusi pengujian fasilitas Fasilitas Kesehatan
dan / atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
2.2.5 Penatalaksanaan Medis dan Paramedis
Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis
manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi manajemen kontinuitas,
koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal:
a. Ketepatan diagnosis
b. Ketepatan dan kecukupan terapi
c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap
d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga.
Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan
rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolok ukur keberhasilan
pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit di
mata masyarakat. Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial
dalam menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya yang dominan juga
pelayanannya menggunakan pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui
proses keperawatan.
Standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia
(2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik
terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Selain itu standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil
Kedokteran Indonesia (2013) juga menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan
20
fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan
tanda shock dengan baik.
Penelitian Mulyatiningsih (2013) menyatakan adanya hubungan kemampuan
medis dan paramedic dalam menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan,
pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien sehingga
menjadi penting untuk diperhatikan dan diperbaiki. Penelitian Sri (2013) menyatakan
bahwa ada hubungan positif antara kesalahan diagnosis dengan kenyamanan dan
keselamatan pasien.
Penatalaksanaan medis dan paramedic yang tidak baik salah satunya akan
menyebabkan infeksi nosocomial oleh karena itu rumah sakit harus melakukan
pengendalian infeksi nosokomial (INOK). Menurut Depkes INOK adalah infeksi yang
terjadi atau didapat di rumah sakit apabila:
1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/ gejala atau tidak dalam masa
inkubasi suatu infeksi.
2. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda
dari
mikroorganisme
pada
saat
masuk
rumah
sakit
atau
mikroorganisme penyebab sama tetapi pada lokasi yang berbeda.
Batasan dalam menegakkan diagnosa INOK selain yang ditetapkan Depkes juga
oleh SENIC (Study on the Efficacy of Nosocomial Infection Control) sebagaimana
disampaikan CDC (2003) yaitu ada dua jenis INOK :
21
1. Endogenous infection, self–infection, atau auto–infection yaitu agen penyebab
infeksi sudah ada pada pasien pada saat masuk ke rumah sakit, tetapi tidak ada
tanda infeksi, dan infeksi kemudian berkembang selama tinggal di rumah
sakit.
2. Cross–contamination followed by cross–infection yaitu selama tinggal di
rumah sakit pasien mengalami kontak dengan agen baru infeksi yang
menyebabkan terjadinya kontaminasi dan berkembang menjadi infeksi.
Dengan kata lain INOK adalah infeksi yang tidak diderita atau tidak tampak pada
saat seorang pasien masuk ke rumah sakit tetapi didapatkan pasien setelah masuk/
dirawat di rumah sakit. INOK tidak saja terjadi pada penderita tetapi juga pada orang
yang kontak dengan rumah sakit termasuk staf rumah sakit, sukarelawan, pengunjung,
pekerja, pedagang dan lainnya.
CDC (2002) yang memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation
Precautions) untuk mengendalikan INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan
melakukan standard precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan universal
precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk semua daerah lembab pada pasien
termasuk ekskresi dan sekresi. Langkah – langkah ini merupakan kombinasi dari BSI dan
universal precautions. Kemudian komponen kedua adalah melakukan transmission–
based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang
dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau
kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis.
22
Depkes (2007) juga menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang
yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau
tidak, dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution
sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan
tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko
penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan,
pasien atau pengunjung.
Langkah Standar precaution meliputi :
1. Cuci tangan dilakukan bila : Tangan terlihat kotor, sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien atau kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, menggunakan
sabun dengan air mengalir atau menggunakan antiseptic berbahan dasar alkohol
(alcohol based hand rub) sesuai dengan prosedur cuci tangan
2. Kebersihan perorangan dan pakaian: Semua petugas kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan kebersihannya masing – masing, kuku harus bersih dan dipotong
pendek, tidak diperbolehkan menggunakan kuku palsu, rambut harus dicukur pendek
atau diikat rapih, kumis dan cambang harus dicukur rapih, semua petugas kesehatan
harus menggunakan seragam kerja yang bersih dan menggunakan seragam khusus
bagi petugas di ICU, Laboratorium dan unit luka bakar, tutup kepala wajib digunakan
oleh petugas di ICU, OK atau bila melakukan tindakan invasive
3. Pemakaian Alat Pelindung Diri (ADP):
a. Sarung tangan dipakai setiap kali kontak dengan pasien, darah atau cairan tubuh
lainnya, cukup satu pasang dan tidak perlu steril kecuali bila melakukan tindakan
23
pembedahan, diganti untuk setiap pasien, bila terlihat kotor atau robek, buang pada
tempat yang telah disediakan.
b. Masker digunakan untuk melindungi mulut dan hidung jenis masker disesuaikan
dengan peruntukannya.
c. Pelindung Mata digunakan untuk melindungi mulut dan sekitarnya sehingga harus
menutupi daerah mata dan sekitarnya, kacamata perorangan tidak dapat digunakan
sebagai pelindung mata.
d. Jubah atau apron. Jubah bersih digunakan setiap hari untuk tindakan invasif atau
pembedahan, jubah dibuat dari bahan katun yang nyaman dipakai, apron terbuat dari
bahan yang tahan terhadap cairan.
4. Pencegahan luka tusukan (needle stick injury): Gunakan jarum dan siring sekali
pakai, jangan melakukan tindakan menutup jarum kembali (recapping), buang jarum
dan benda tajam lainnya pada tempat yang tahan tusukan.
2.2.6 Standar Pelayanan Rawat Inap
Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan tentang
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur
pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. Disusunnya SPM
diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah
sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam
melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan. Pelaksanaan
pelayanan di instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan medis dan penunjang klinis
meliputi rekam medis dan kegiatan pemeliharaan sarana. Dengan pelayanan rekam medis dan
pemeliharaan sarana yang baik, pasien di rawat inap akan merasa puas dan nyaman dalam
24
proses penyembuhannya. Adapun SPM untuk jenis layanan rawat inap berdasarkan ketentuan
Depkes adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimal Instalasi Rawat Inap
Jenis Layanan
Rawat Inap
2.3
Indikator
Pemberi Pelayanan
Standar
a. Dokter spesialis
b. Perawat
min
pendidikan D3
Dokter penanggung jawab pasien
100%
Ketersediaan pelayanan dasar
Anak, Penyakit dalam,
kebidanan, bedah
Jam visite dokter spesialis
08.00-14.00 setiap hari
kerja
Kejadian infeksi pasca operasi
≤ 1,5%
Kejadian infeksi nosocomial
≤ 1,5%
Tidak ada pasien jatuh yang berakibat 100%
cacat/meninggal
Kematian pasien > 48 jam
≤ 0,24%
Kejadian pulang paksa/atas permintaan ≤ 5%
sendiri (PAPS)
Kepuasan pelanggan
≥ 90%
Rawat inap pasien TBC
a. ≥ 60%
a. Penegakan diagnosis TB melalui
b. ≥ 60%
pemeriksaan mikroskopis TB
b. Terlaksana kegiatan pencatatan
dan pelaporan TB di RS
Mutu Pelayanan Rumah Sakit
2.3.1 Pengertian
Berbagai definisi mutu banyak dikemukakan para pakar, agak berbeda beda
namun saling melengkapi yang menambah pengertian dan wawasan tentang mutu.
Menurut Gaspersz (2003) definisi mutu atau kualitas bervariasi dari definisi konvensional
25
sampai definisi strategik. Definisi konvensional menggambarkan karakteristik langsung
dari suatu produk seperti performans (performance), keandalan (reability), mudah dalam
penggunaannya (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Definisi strategik
menyatakan mutu atau kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan
atau kebutuhan pelanggan. Berdasarkan konsep definisi mutu baik konvensional maupun
strategik, pada dasarnya mengacu pada pengertian pokok. Berdasarkan pengertian dasar
mutu di atas, terlihat bahwa mutu atau kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer
focused quality).
Menurut Crosby (1979), ada empat hal yang mutlak (absolut) menjadi bagian
integral dari menajemen mutu, yaitu bahwa :
1. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of
Quality is conformance to requirements).
2. Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention).
3. Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is Zero
Defect).
4. Ukuran mutu adalah harga ketidak sesuaian (The measurement of quality is
the price of nonconformance).
Menurut Nasution (2004), mutu dalam jasa kuncinya adalah pihak penyelenggara
jasa memenuhi harapan atau bahkan melebihi harapan pelanggan akan mutu pelayanan
jasa yang diberikan. Keberhasilan mempertahankan pelanggan mungkin adalah ukuran
terbaik untuk mutu dan kemampuan perusahaan jasa. Sasaran mutu suatu perusahaan
manufaktur mungkin berbunyi tanpa cacat (zero defect), sedangkan untuk penyedia jasa
adalah tidak ada pelanggan yang lari (zero customer defections).
26
Seperti yang dikatakan oleh Chief Executive American Express "Janjikan hanya
apa yang dapat anda berikan dan berikan lebih dari yang anda janjikan" (Nasution, 2004).
Oleh karena itu menurut Kotler (1990) pihak penyelenggara sebaiknya tidak hanya
menyediakan pelayanan jasa yang lebih baik setiap kali, tetapi juga perbaikan terhadap
pelayanan yang tidak sesuai harapan pelanggan. Mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
bisa diartikan kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat/konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan
profesi, standar menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara
wajar, efisien, efektif serta aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosio
budaya.
Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian mutu pelayanan kesehatan
karena mutu itu sangat melekat dengan faktor-faktor subyektivitas yang berkepentingan,
yaitu: pasien, pemberi pelayanan kesehatan, penyandang dana, masyarakat ataupun
pemilik sarana kesehatan. Penyedia jasa perlu mengenali dan menggali harapan
pelanggan yang menyangkut mutu jasa, karena mutu jasa selalu bervariasi tergantung
interaksi antara karyawan dan pelanggan (Pohan, 2003).
Upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit adalah kegiatan yang
menyeluruh, komprehensif, integratif, sistematik, berkelanjutan dalam bentuk struktur,
proses dan output serta outcome dengan memanfaatkan peluang yang ada.
Menurut Gaspersz (2005), upaya peningkatan mutu produk (barang dan jasa
pelayanan) yang memberikan kepuasan kepada pelanggan dapat dilakukan dengan
pendekatan Total Quality Management (TQM) atau Continuous Quality Improvement
(CQI) yang prinsip pokoknya secara ringkas adalah:
27
1. Berorientasi dan berfokus pada mutu dan kepuasan pelanggan.
2. Komitmen pimpinan dan partisipasi menyeluruh (total) semua karyawan serta
kerja sama tim.
3. Pendekatan ilmiah, pendidikan dan latihan, menyelesaikan masalah serta
mengambil keputusan.
4. Peningkatan terus menerus dengan Siklus Deming (Siklus PDCA).
5. Perbaikan sistem manajemen.
Menurut Depkes (2005), aspek mutu pelayanan rumah sakit berkaitan dengan
medikolegal, sehingga perlu adanya evaluasi dari struktur input, struktur proses dan
struktur luaran. Luaran dari sistem pelayanan rumah sakit adalah hasil dari struktur input
dan proses berupa unsur-unsur manajemen pelayanan di rumah sakit. Mutu pelayanan
rumah sakit dengan luaran yang memenuhi standar diawali adanya sumberdaya (input)
yang memenuhi standar diikuti proses yang memenuhi standar. Masalah terhadap mutu
pelayanan bisa dilihat dan diperbaiki dengan menggunakan pendekatan sistem seperti
diatas.
Mutu pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien sebagai konsumen
ditentukan oleh mutu pelayanan yang diberikan oleh berbagai profesi pelayanan
kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan manajemen yang terdapat di dalam
organisasi. Dengan demikian, akan terjadi hubungan timbal balik antara profesi
pelayanan kesehatan dengan pasien, antara profesi pelayanan kesehatan dengan
manajemen pelayanan kesehatan dan antara manajemen pelayanan kesehatan dengan
pasien.
28
Menurut Pohan (2003), mutu pelayanan dalam organisasi seperti rumah sakit bisa
digambarkan dalam bentuk segitiga sama sisi, pasien dan profesi kesehatan pada sisi alas
segitiga, sedangkan manajemen pada sisi alas segitiga. Segitiga tersebut menggambarkan
hubungan interaktif antara berbagai pihak yang terkait, yaitu pasien, profesi pelayanan
kesehatan, penentu kebijakan dan pengambil keputusan. Organisasi pelayanan kesehatan
sedikit berbeda dengan organisasi yang lain karena yang dihasilkan adalah berbagai jenis
jasa pelayanan kesehatan serta di dalamnya bekerja berbagai macam kelompok profesi
pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan tenaga medis menjadi bagian penting dalam pelayanan rawat
inap di rumah sakit, karena tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh
paling besar dalam menentukan kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di
rumah sakit. Fungsi utama dari pelayanan tenaga medis adalah memberikan pelayanan
medis yang berkualitas (berdasarkan ilmu, tehnik, etika kedokteran yang berlaku dan
dapat dipertanggungjawabkan).
Menurut Pohan (2003), pelayanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai
paling sedikit tiga dimensi atau unsur, yaitu :
1. Pertama, Dimensi Konsumen, yaitu apakah pelayanan kesehatan itu memenuhi
seperti apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pasien/konsumen, yang akan diukur
dengan kepuasan pasien atau keluhan pasien/konsumen.
2. Kedua, Dimensi Profesi, yaitu apakah pelayanan kesehatan itu telah memenuhi
kebutuhan pasien/konsumen, seperti apa yang telah ditentukan oleh profesi pelayan
kesehatan, dan akan diukur dengan menggunakan prosedur atau standar profesi, yang
diyakini akan memberi hasil dan kemudian hasil itu dapat pula diamati.
29
3. Ketiga, Dimensi Manajemen, atau Dimensi Proses, yaitu bagaimana proses pelayanan
kesehatan itu menggunakan sumberdaya yang paling efisien dalam memenuhi
kebutuhan dan harapan/keinginan pasien/konsumen tersebut.
Menurut Donabedian (1980), perilaku dokter kepada pasien dalam tehnis
manajemen, manajemen lingkungan sosial, psikologi, manajemen terpadu, kontinyuitas
dan koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup benerapa hal, yaitu:
1. Ketepatan diagnosis
2. Ketepatan dan kecukupan terapi
3. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap
4. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga
2.3.2 Manajemen Mutu Klinis
Tujuan yang paling utama dalam pelayanan kesehatan adalah menghasilkan
outcome yang menguntungkan bagi pasien, provider dan masyarakat. Pencapaian
outcome yang diinginkan sangat tergantung dari mutu pelayanan kesehatan. Mutu klinis
merupakan bagian dari mutu pelayanan kesehatan. Pada kenyataanya definisi dari mutu
klinis sulit untuk dapat ditetapkan secara universal, namun demikian dikembangkannya
konsep clinical governance yang dapat dijelaskan sebagai pengelolaan klinis atau
manajemen untuk penjagaan (quality assurance) dan peningkatan mutu (quality
improvement) pelayanan klinis / rumah sakit, merupakan salah satulangkah maju, dalam
upaya manajemen mutu pelayanan (Nurfany, 2009).
Manajemen mutu ini berkembang diri berbagai area yang berbeda yang meliputi
jaminan mutu (quality assurance), kaji ulang utilisasi (utilization review), manajemen
resiko dan peningkatan mutu. Salah satu model yang dikembangkan di rumah sakit
30
adalah penilaian mutu terpadu (integrated quality assesment) yang memadukan empat
komponen dasar yaitu :
1. Jaminan mutu (quality assurance)
2. Manajemen resiko (risk manajemen)
3. Manajemen utilisasi (utilization management) dan
4. Pengendalian infeksi (infection control)
Ada dua pendekatan dalam memahami istilah clinical governance. Pendekatan
pertama menyebutnya sebagai manajemen klinis. Manajemen klinis (clinical governance)
adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan
dalam hal mana salah satu elemen intinya adalah audit klinis. Audit klinis berfungsi
sebagai pendorong dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk meninjau ulang
rekam medis pasien dalam memberikan pelayanan yang lebih baik. Audit klinis sering
sering diartikan sebagai pengelolaan klinis atau manajemen klinis. Pendekatan kedua
menjelaskan tentang manajemen mutu klinis (Azwar, 2002).
Dalam perkembangannya manajemen klinis (clinical governance) harus dapat
meyediakan sebuah payung yang didalamnya semua aspek mutu dapat dikumpulkan dan
dipantau secara berkesinambungan. Pendekatan ini sering disebut manajemen mutu
klinis. Sesungguhnya ide dari clinical governance yang pertama kali dikembangkan oleh
National Health Services (NHS) di Inggris dibangun dari ide yang sebelumnya telah
dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) yang menggambarkan mutu
dalam emapt elemen yaitu (Azwar, 2002) :
1. Manajemen profesi
2. Manajemen utilisi sumber daya (efisiensi)
31
3. Manajemen resiko
4. Kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan
Manajemen profesi lebih menitik beratkan pada mutu profesional pelayanan.
Salah satu upaya adalah dengan melakukan penilaian mutu klinis (clinical quality
assessment) merupakan suatu proses untuk menilai apakah suatu pelayanan yang
diberikan kepada pasien telah sesuai stándar pelayanan yang ditetapkan. Manajemen
utilisi merupakan sekelompok kegiatan yang digunakan untuk mengukur efisiensi
penggunaan sumber daya dari suatu pelayanan kesehatan, tentunya hal ini terkait dengan
ketepatan informasi yang digunakan untuk melakukan pengukuran serta penentuan
indikator penilaian yang digunakan (Azwar, 2002).
2.3.3 Pengukuran dan Peningkatan Mutu
Lingkup mutu dalam pelayanan kesehatan dibuat menjadi dua langkah, utama
yaitu pengukuran mutu dan peningkatan mutu, langkah-langkah ini dimodifikasi dari
Quality Assurance Cycle. Menurut Pohan (2003), langkah pengukuran mutu tersebut
dapat dipilah-pilah menjadi beberapa langkah sebagai berikut :
1. Pembentukan kelompok jaminan mutu pelayanan kesehatan
2. Penyusunan standar pelayanan kesehatan
3. Pemilihan tehnik pengukuran mutu
4. Pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar pelayanan kesehatan dengan
kenyataan yang tercapai.
Sedangkan langkah peningkatan mutu dapat pula diuraikan menjadi beberapa
langkah sebagai berikut.
32
1. Penentuan sebab terjadinya kesenjangan antara kenyataan kinerja pelayanan
kesehatan dengan standar pelayanan kesehatan.
2. Penyusunan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang telah terjadi.
3. Pemilihan rencana kegiatan yang terbaik
4. Pelaksanaan rencana kegiatan terpilih
5. Pengukuran atau penilaian ulang standar
Dalam lingkaran pendekatan jaminan mutu diatas terdapat dua langkah utama, yaitu:
1. Pengukur mutu
Kegiatan pengukuran mutu menyangkut kegiatan pembebntukan kelompok jaminan
mutu pelayanan kesehatan, penyusunan standar dan mengukur apa yang telah
tercapai.
2. Peningkatan Mutu
Ketika peningkatan mutu yang menyangkut kegiatan mencari sebab terjadinya
kesenjangan mutu, penyusunan rencana kegiatan dan pelaksanaan rencana kegiatan.
Keberhasilan atau kegagalan dari suatu prakarsa peningkatan mutu jelas akan
dipengaruhi oleh sistem mutu atau budaya mutu dimana pelayanan kesehatan itu
diselengarakan. Keadaan yang sebaliknya dapat terjadi, dimana suatu prakarsa mutu yang
berhasil mungkin akan menjadi pendorong terjadinya perubahan yang sebelumnya tidak
mendukung organisasi pelayanan kesehatan. Pengalaman dari beberapa negara industri
menunjukkan bahwa persoalan budaya mutu tersebut telah dapat diatasi dengan cara
memperkenalkan pendekatan manajemen mutu terpadu (TQM). Pendekatan manajemen
mutu terpadu berdasarkan suatu keyakinan bahwa mutu sebagai apa yang dikatakan oleh
33
konsumen dan upaya peningkatan mutu itu harus berintegrasi kedalam organisasi
pelayanan kesehatan.
Terdapat banyak lembaga baik nasional maupun internasional dengan
menerapkan berbagai metode dalam melakukan penilaian dan evaluasi pelayanan rumah
sakit. Departemen Kesehatan sebagai kementerian kesehatan dalam lembaga pemerintah
yang bertanggung jawab atas kualitas dan kuantitas kesehatan masyarakat sekaligus
sebagai regulator pelayanan kesehatan rujukan yang diberikan rumah sakit. Akreditasi
yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan merupakan salah satu cara untuk
mengevaluasi mutu pelayanan rumah sakit. Akreditasi rumah sakit merupakan upaya
melindungi pasien dari pelayanan sub standard dan melindungi tenaga kesehatan dari
tuntutan hukum melalui pelayanan yang sesuai standard dan prosedur.
Menurut bechmarking sistem Akreditasi Rumah Sakit di Indonesian dan Australia
tahun 2002, bahwa hal yang tidak dilakukan di Indonesia adalah akreditasi di Australia
yang diselenggarakan oleh The Australian Council of Healthcare Standards (ACHS)
melaksanakan Evaluation and Quality Improvement Program (EQuIP) secara
berkesinambungan dengan adanya komunikasi perbaikan dan penjaminan pelaksanaan
mutu pelayanan sesuai standar antara pihak ACHS dengan rumah sakit selama empat
tahun.
Donabedian (1982), menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan
kedalam tiga kelompok, hal ini pada prinsipnya sama dengan yang dianjurkan oleh World
Health Organitation (WHO) yaitu:
1. Standar struktur
2. Standar proses
34
3. Standar keluaran atau output
1. Standar struktur/input
Standar struktur atau masukan menentukan tingkat sumberdaya yang
diperlukan agar standar pelayanan kesehatan dapat dicapai. Contohnya antara lain
ialah: personel, pasien, peralatan, bahan gedung, pencatatan, keuangan, singkatnya
semua sumberdaya yang digunakan untuk dapat melakukan pelayanan kesehatan
seperti yang tersebut dalam standar pelayanan kesehatan. Standar struktur antara lain
ialah tenaga kesehatan yang kompeten, peralatan pemeriksaan, yaitu sound timer,
obat , yaitu antibiotika, kamar pemeriksaan, pasien dan waktu konsultasi harus
ditentukan.
2. Standar proses/process
Standar proses menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan agar standar
pelayanan kesehatan dapat dicapai, proses akan menjelaskan apa yang dikerjakan,
untuk siapa, siapa yang mengerjakan, kapan dan bagaimana standar pelayanan
kesehatan dapat dicapai. Dalam contoh standar pelayanan ISPA yang terdapat dalam
bab kesembilan, maka sebagai proses adalah, petugas kesehatan memeriksa balita
yang batuk, dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik seperti apa yang
telah ditentukan dalam standar pelayana kesehatan. Semua hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik tersebut dicatata dengan lengkap dan akurat dalam rekam medik.
3. Standar luaran/output
Standar keluaran atau output atau hasil pelayanan kesehatan ialah hasil pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan kesehatan dan ini sangat
penting. Kriteria „outcome‟ yang umum digunakan antara lain :
35
a. Kepuasan pasien
b. Pengetahuan Pasien
c. Fungsi Pasien
d. Indikator Kesembuhan, Kematian, Komplikasi dll.
Salah satu pengukuran mutu pelayanan kesehatan dengan membandingkan
terhadap Standar Pelayanan Kesehatan yang telah ditetapkan. Pengertian Standar
Pelayanan kesehatan ialah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yang
menyangkut input/masukan, proses dan keluaran/output (Pohan, 2003).
Standar pelayanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan
mutu ke dalam terminologi operasional. Standar, indikator dan nilai ambang batas
merupakan unsur–unsur yang akan membuat jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat
diukur. Indikator didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengetahui adanya perubahan
yang dikaitkan dengan target/standar yang telah ditentukan sebelumnya. Jenis-jenis
indikator bisa dikelompokkan berdasarkan; Input (berkaitan dengan man, money,
material, method dan management), process (berkaitan dengan proses yang dilakukan
untuk menghasilkan sesuatu baik barang maupun jasa), output (berkaitan dengan sesuatu
yang dihasilkan bisa dalam bentuk barang ataupun selesainya pekerjaan jasa), outcome
(berkaitan dengan ukuran yang dirasakan pelanggan, biasanya merupakan persepsi
pelanggan terhadap pemanfaatan layanan), benefit (berkaitan dengan ukuran terhadap
manfaat bagi pelanggan atau bagi pemberi pelayanan) dan impack (berkaitan dengan
ukuran dampak dari suatu produk secara luas dan biasanya jangka panjang) (Pohan,
2003).
36
Menurut Pohan (2003), pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu :
1. Pengukuran mutu prospektif
Pengukuran mutu prospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang
dilakukan sebelum pelayanan kesehatan diselengarakan, maka oleh sebab itu
pengukurannya ditujukan terhadap struktur atau masukan pelayanan kesehatan
dengan asumsi bahwa pelayanan kesehatan harus memiliki sumberdaya tertentu agar
dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu, seperti:
a. Pendidikan profesi kesehatan
Pendidikan profesi pelayanan kesehatan ditujukan agar menghasilkan profesi
pelayanan kesehatan yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan perilaku
yang dapat mendukung pelayanan kesehatan yang bermutu.
b. Perizinan atau „Licensure‟
Perizinan merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu pelayanan
kesehatan. SID (Surat Izin Dokter) dan SIP (Surat Izin Praktek) yang diberikan
merupakan suatu pengakuan bahwa dokter tersebut memenuhi syarat untuk
melakukan profesi dokter. Demikian pula halnya degan profesi kesehatan lain,
harus mempunyai izin kerja sesuai dengan profesinya.
Mekanisme perizinan belum menjamin sepenuhnya kompetensi tenaga kesehatan
yang ada atau mutu pelayanan kesehatan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.
c. Standardisasi
Dengan menerapkan standardisasi, seperti standardisasi peralatan, tenaga, gedung,
sistem, organisasi, anggaran, dll, maka diharapkan fasilitas pelayanan kesehatan
37
menjadi bermutu. Standardisasi akan membangun klasifikasi pelayanan
kesehatan. Contohnya standardisasi pelayanan rumah sakit akan dapat
mengelompokkan atau mengklasifikasikan rumah sakit dalam berbagai kelas
tertentu, misalnya rumah sakit umum kelas A, kelas B, kelas C dan kelas D.
Rumah sakit jiwa kelas A dan kelas B.
d. Sertifikasi (certification)
Sertifikasi adalah langkah selanjutnya dari perizinan. Misalnya, pengakuan
sebagai dokter spesialis adalah sertifikasi. Di Indonesia perizinan itu dilakukan
oleh departemen kesehatan atau dinas kesehatan sedang sertifikasi oleh
pendidikan profesi (Dpdikbud, CHS, Organisasi Profesi).
e. Akreditasi
Akreditasi adalah pengakuan bahwa suatu instuisi pelayanan kesehatan seperti
rumah sakit telah memenuhi beberapa standar pelayanan kesehatan tertentu.
Indonesia telah melakukan akreditasi rumah sakit umum yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan.
2. Pengukuran mutu konkuren
Pengukuran mutu konkuren yaitu pengukuran pengukuran mutu pelayanan kesehatan
yang dilakukan selama pelayanan kesehatan sedang berlangsung, yaitu dengan
melakukan pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan
melihat rekam medik, wawancara dengan pasien/ keluarga/petugas kesehatan, dan
melakukan pertemuan dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan.
3. Pengukuran mutu retrospektif
38
Pengukuran mutu retrospektif yaitu pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang
dilakukan sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan dan biasanya merupakan
gabungan beberapa kegiatan yang berikut :
a. Menilai rekam medis
Memeriksa dan kemudian menilai catatan rekam medik atau catatan lain dan
kegiatan ini disebut sebagai audit.
b. Wawancara
Wawancara dengan pasien dan keluarga/teman/petugas kesehatan.
c. Membuat Kuisioner
Membuat kuisioner yang dibagikan kepada pasien dan keluarga/teman/petugas
kesehatan.
d. Melakukan pertemuan
Melakukan pertemuan dengan pasien dan petugas kesehatan terkait
2.3.4 Mutu Pelayanan Rawat Inap
Menurut Jacobalis (2000) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah
sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:
a. Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku
b. Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya
c. Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien
d. Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap lingkungan
rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian,
biaya yang diperlukan dan sebagainya.
39
Menurut Muslihuddin (1996), Mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik
apabila:
a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.
b. Menyediakan pelayanan yang profesional.
Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:
a. Petugas harus mampu melayani dengan cepat
b. Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu membuat
kepercayaan pada pasien.
c. Ruangan yang bersih dan nyaman,
d. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai tambah.
2.4
Net Death Rate (NDR)
Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit,
diperlukan berbagai indikator Selain ltu agar informasi yang ada dapat bermakna harus
ada nilai parameter yang akan dipakai sebagai nilai banding antar fakta dengan standar
yang diinginkan. Terdapat banyak sekali indikator yang dipakai untuk menilai suatu rumah
sakit, salah satunya adalah Net Death Rate (NDR). Definisi mengenai Net Death Rate
(NDR) adalah angka kematian > 48 jam setelah pasien dirawat per seribu pasien
yang keluar Rumah Sakit ( hidup + mati), hal ini bisa digambarkan dalam rumus sebagai
berikut (Nurfany, 2009) :
40
NDR : Jumlah pasien mati > 48 jam dirawat
X 100
Jumlah pasien keiuar (hidup dan mati)
Nilai NDR yang dianggap masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000
penderita keluar rumah sakit (hidup maupun mati). Indikator ini lebih bermakna di dalam
penilaian mutu pelayanan rumah sakit, karena jika dibandingkan dengan yang meninggal
> 48 setelah dirawat, lebih memberikan gambaran upaya rumah sakit di dalam
menyelamatkan jiwa pasien. Sedangkan, pasien yang meninggal < 48 jam setelah
dirawat, sangat dipengaruhi oleh kondisi penyakit yang diderita pasien pada waktu masuk
rumah sakit. Oleh karena itu, untuk menilai mutu pelayanan di rumah sakit, indikator
angka kematian yang dipakai adalah angka kematian > 48 jam setelah dirawat (NDR)
(Depkes RI, 2003).
NDR (Net
Death
Rate) merupakan indikator mutu pelayanan yang penting
karena berhubungan dengan
kemampuan
rumah
sakit
dalam menyelamatkan jiwa
pasien yang ditanganinya. Jika NDR pada sebuah rumah sakit cenderung meningkat,
maka
kemungkinan terjadi
penurunan performance dalam rumah sakit tersebut
(Kementrian Kesehatan, 2012).
Net Death Rate (NDR) merupakan salah satu key performance indicator sebuah
rumah sakit. Meningkatnya Nilai NDR pada sebuah rumah sakit merupakan sebuah
indikasi telat terjadi penurunan kinerja yang berakibat menururmya kualitas atau mutu
pelayanan di rumah sakit tersebut (Depkes RI, 2003).
Tingginya Net Death Rate (NDR) sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang antara lain oleh karena adanya beberapa kesenjangan yang timbul yang
41
mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang bermutu. Jika keadaan tersebut di
atas terjadi di dalam sebuah rumah sakit, maka suatu proses perawatan kepada
pasien akan sangat terganggu. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan oleh karena sangat
berpengaruh
terhadap
perfomance
rumah
sakit
yang
pada
akhirnya
dapat
menggambarkan mutu pelayanan yang rendah di rumah sakit tersebut (Nurfany, 2009).
Menurut
menyebutkan
Zeithaml,
kesenjangan
Parasuraman
antara
dan
spesifikasi
Berry
kualitas
(1990)
jasa
dalam
bukunya
(spesifikasi kualitas
pelayanan) dan penyampaian jasa (service delivery) disebut kesenjangan penampilan
jasa pelayanan (The service performance Gap) yang mempunyai beberapa indikator
kunci yaitu antara lain : proses supervisi dan evaluasi tidak berjalan secara benar, kerja
sama tim kurang terpadu, sehingga keadaan tim menyebabkan terjadinya gangguan
pada proses pelayanan kepada pelanggan.
Penelitian sebelumnya mengenai NDR diantaranya ada penelitian dari Aloysius
tahun 2006 tentang Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Faktor
Manajemen Di Ruang Perinatologi RSUD. Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro
Nilai NDR pada ruang Neonatus RSUD Bojonegoro meningkat lebih dari 50% pada
tahun 2000 - 2001 yakni dari 32/1000 manjadi 73/1000. Tujuan dari penelitian ini adalah
melakukan analisis faktor manajemen di ruang Neonatus yang akan digunakan antuk
menyusun rekomendasi upaya penurunan nilai NDR di ruang Neonatus. Penelitian
dilakukan berdasarkan analisis manajemen terhadap karekteritik responden yang meliputi
faktor sumber daya manusia (SDM), faktor sistem informasi manajemen (SIM), faktor
metode, faktor fasilitas, faktor proses pelayanan, faktor kerjasama tim dan faktor
supervisi dan evaluasi.
42
Hasil penelitian berdasarkan analisis faktor manajemen di ruang Neunatus RSUD
dan hasil perbandingan dengan standar didapat hasil berikut: 1) Karakteristik petugas
sebagian besar adalah wanita, usia 20-30 tahun tugas pokok sebagai perawat dengan
status sukarelawan, 2) Faktor SDM menunjukan kurangnya pelatihan pendidikan minimal
dan rendahnya komitmen petugas, sedangkan beban kerja perawat di ruang Neonatus
tergolong tinggi, 3) Faktor SIM perlu diperbaiki: tata cara pengolahan dan intervensi oleh
pimpinan, 4) Faktor metode dan proses pelayanan menunjukkan perlu perbaikan prosedur
tetap dan prosedur asuhan keperawatan di ruang Neonatus, 5) Faktor fasilitas
menunjukkan ruang perawatan dan peralatan di ruang Neunatus masih kurang dan segi
jumlah maupun jenisnya dan 6) Faktor kerjasama tim supervisi dan evaluasi (Aloysius,
2006).
Kesenjangan tarjadi pada pedidikan perawat, tata cara pengolahan dan intervensi
SIM rekam medis, SOP, serta kelengkapan fasilitas ruang perawatan maupun peralatan.
Rakomendasi yang diusulkan adalah penambahan jumlah perawat, peningkatan
pendidikan minimal dan pelatihan perawat, pengadaan SOP ruang Neonatus dalam
rangka memperbaiki sistem mformasi manajemen, rekam medis dan asunan keperawatan,
serta penambahan serta untuk ruang Neonatus RSUD Bojonegoro. Kesimpulan yang
dapat diambil bahwa diduga yang menjadi penyebab peningkatan nilai NDR adalah
faktor manajemen karena banyak terdapat kesenjangan dengan standard Depkes dan
standard internasional terutama pada faktor SDM, metode dan fasilitas sehingga perlu
dilakukan advokasi kepada pimpinan dan pengambil keputusan untuk membentuk
komitmen pihak rumah sakit terhadap upaya rekumendasi yang telah disusun (Aloysius,
2006).
43
Penelitian Niken (2009) mengenai Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit
(ICU) Melalui Audit Kematian Di RSUD Kota Bekasi Tahun 2009, penelitian ini melihat
dari segi sumber daya manusia, SOP dan alat kesehatan. Sumber Daya Manusia (SDM)
baik tenaga medis maupun paramedis yang berhubungan dengan kematian pasien lebih
dari 48 jam dalam melihat gambaran mutu pelayanan di ICU secara kualitas dan kuantitas
dibandingkan dengan standar menurut Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia
(PERDICI) masih belum memadai. Secara kualitas yaitu; keakuratan dalam menegakkan
diagnosa dokter jaga di bagian IGD masih kurang, kemampuan mengintepretasi
pemeriksaan Elektro Kardiografi (EKG) masih kurang, kemampuan perawat melakukan
pengawasan ketat pasien terapi cairan, tanda-tanda vital di ICU masih kurang. Secara
kuantitas yaitu; perlu penambahan jumlah dokter umum dengan pelatihan khusus ICU
minimal dua orang dokter sehingga dokter jaga ICU selama 24 jam, perlu penambahan
perawat dengan pelatihan khusus ICU minimal empat orang sehingga perbandingan
jumlah perawat dengan tempat tidur 4 : 5.
Standart Operational Prosedur (SOP) yang dibuat oleh masing-masing kelompok
profesional atau bidang terkait dan ditandatangani pimpinan institusi/rumah sakit.
Instalasi ICU RSUD Kota Bekasi belum memiliki SOP yang lengkap sesuai pelayanan
yang bisa diberikan ICU. SOP wajib ada dalam kegiatan melakukan pelayanan di RSUD
agar bisa dilakukan monitor dan evaluasi kegiatan pelayanan di Instalasi ICU secara
efektif sehingga jika ditemukan suatu permasalahan ataupun tanggung gugat terhadap
komplain pasien bisa memberikan solusi pemecahan masalah yang tepat. Instalasi ICU
RSUD Kota Bekasi agar bisa memberikan pelayanan yang berkualitas harus melakukan
assesment ulang tentang fasilitas terutama alat kesehatan sesuai standar pelayanan
44
minimal di ICU menurut Depkes 2008. Dengan fasilitas yang tidak memenuhi standart
mengakibatkan pelayanan tidak berkualitas sehingga meningkatkan angka kematian di
ICU meningkat (Niken, 2009).
Pemeriksaan penunjang CT Scan di RSUD Kota Bekasi belum ada, hal ini
menyebabkan keterlambatan waktu terapi dan diagnosa pasti sesuai penyebabnya pada
akhirnya akan meningkatkan angka kematian di ICU. Berdasarkan distribusi kematian
menurut penanggung jawab pasien jumlah terbanyak kasus kematian lebih dari 48 jam
adalah dari dokter syaraf sehingga adanya CT Scan di RSUD Kota Bekasi menjadi
prioritas (Niken, 2009).
2.5
Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dibuat maka dapat disimpulkan kerangka
teori seperti yang ditujukan pada bagan 2.1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mutu
pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring.
Penulis dalam menyusun kerangka teori mengacu dari Donabedian (1982) yang
menggambarkan
penilaian
mutu
dengan
membandingkan
terhadap
standar
yang
menganjurkan agar standar dan kriteria diklasifikasikan kedalam tiga kelompok yaitu standar
input, standar proses dan standar output. Hal ini juga disebabkan karena menurut Donabedian
(1982), mutu pelayanan kesehatan bisa dilihat dengan melakukan pendekatan secara
komprehensif meliputi input/masukan, process/proses dan output/luaran.
45
Input:
Sumber Daya
Kebijakan
Output:
Proses:
Interaksi provider
dengan pasien
Fasilitas
Morbiditas
Mortalitas
Kepuasan pasien
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Donabedian (1982)
Kerangka teori diatas juga sesuai dengan Pohan (2003) yang menyebutkan bahwa
pengukuran mutu pelayanan kesehatan bisa dilakukan dengan cara membandingkan hasil
terhadap standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan, dimana standar pelayanan kesehatan
menyangkut input, proses dan output. Hal ini juga sesuai dengan Depkes (2008) yang
menyebutkan NDR sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan, sehingga menjadi
acuan bagi Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring menetapkan ukuran angka kematian
pasien > 48 jam di rawat inap sebagai salah satu standar pelayanan minimum (SPM) dan
sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
46
3
Kerangka konsep
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1
Kerangka Konsep
Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka peneliti membuat kerangka konsep yang
ditunjukkan dalam bagan 3.1. Peneliti ingin menganalisis mutu pelayanan rawat inap
berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring.
Dalam sistem manajemen mutu, input yang baik dan bermutu akan memberikan
hasil berupa proses yang baik dan pada akhirnya akan memberikan output yang bermutu
baik pula. Demikian sebaiknya output yang kurang bermutu berasal dari proses dan input
yang kurang bermutu pula.
Dari kerangka teori Donabedian tentang mutu pelayanan diperjelas menjadi
kerangka konsep sebagai berikut :
1. Komponen input yaitu Sumberdaya, meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), Kebijakan
meliputi SOP dan Fasilitas meliputi alat kesehatan.
2. Komponen Proses yaitu proses interaksi provider dengan pasien meliputi,
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.
3. Komponen Output, Output dari proses manajemen mutu pelayanan rumah sakit adalah
mortalitas, morbiditas dan kepuasan pasien. Sesuai latar belakang masalah dalam
penelitian ini yaitu angka kematian > 48 jam yang tidak sesuai dengan standar maka
peneliti tidak menjadikan morbiditas dan kepuasan dalam faktor output.
47
Adapun pendekatan sistem manajemen mutu tersebut dimulai dari input berupa
Sumber Daya Manusia (SDM), pasien, kebijakan meliputi SOP dan fasilitas meliputi alat
kesehatan, rekam medis, ruang perawatan yang semua ini sebagai masukan. Input
masukan ini akan berpengaruh untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi
provider terhadap pasien meliputi, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan. Keterkaitan antara input dan proses ini akan menghasilkan luaran berupa
kematian lebih dari 48 jam di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring.
Input:
Proses:
Output:
Sumber Daya
Penatalaksanaan medis
SOP
Penatalaksanaan keperawatan
Angka kejadian
Kematian > 48
jam (NDR)
Alat Kesehatan
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
3.2
Definisi Istilah
Bagan 3.2 Definisi Istilah
Faktor
Sumber Daya
Manusia (SDM)
Definisi Istilah
Tenaga Perawat,
Bidan dan Dokter
serta Tenaga
kesehatan lainya
yang terlibat
dalam pemberian
pelayanan
kesehatan di
instalasi rawat
inap RSMTP
Cara Ukur
Telaah
Dokumen
Indept Interview
48
Alat Ukur
Hasil Ukur
Dokumen Rekam Memperoleh
Medis, Pedoman Gambaran
Wawancara
Penyimpangan
Input Pelayanan
(SDM) dari
standar yang
telah ditentukan
dilihat dari segi
kuantitas dan
kualitas
Faktor
Standar
Operasional
Prosedur
Definisi Istilah
Prosedur
pelayanan teknis
dan administrasi
dari bidang medis
dan keperawatan
yang telah disusun
dan diberlakukan
dan dipedomani
dalam pemberian
pelayanan kepada
pasien di instalasi
rawat inap
RSMTP
Alat Kesehatan Peralatan
kesehatan dengan
standar peralatan
pelayanan pasien
instalasi rawat
inap secara umum
dan
spesialistik
minimal yang
digunakan dalam
memberikan
pelayanan
kesehatan pasien
di instalasi rawat
inap RSMTP,
seperti: suction
pump,
ventilator,
devibrilator,
regulator oksigen
dan lain-lain
Penatalaksanaan Penatalaksanaan
Medis
tahap kegiatan
standar prosedur
medis mulai dari
penegakan
Cara Ukur
Telaah
Dokumen
Indept Interview
Alat Ukur
Hasil Ukur
Dokumen Rekam Memperoleh
Medis, Pedoman Gambaran
Wawancara
Penyimpangan
Input Pelayanan
(SOP) dari
standar yang
telah ditentukan
Telaah
Dokumen
Indept Interview
Dokumen Rekam Memperoleh
Medis, Pedoman Gambaran
Wawancara
Penyimpangan
Input Pelayanan
(Alat Medis) dari
stanar yang telah
ditentukan dilihat
dari segi
kelengkapan alat
dan kecukupan
jumlah alat yang
sudah ada jika
dibandingkan
dengan alat yang
dibutuhkan.
Telaah
Dokumen
Indept Interview
Daftar Tilik
Dokumen Rekam
Medis, Pedoman
Wawancara,
Pedoman Daftar
Tilik
49
Memperoleh
Gambaran Mutu
Proses Pelayanan
melalui penyebab
kematian
Faktor
Definisi Istilah
diagnosis tindakan
dan
pengobatan dalam
rangka
mempertahankan
dan
mendukung
keselamatan jiwa
serta tindakan
mencegah
terjadinya
komplikasi
Penatalaksanaan Penatalaksanaan
keperawatan
tahap kegiatan
asuhan
keperawatan
dalam upaya
mempertahankan
dan mendukung
keselamatan jiwa
serta memberikan
asuhan kepada
pasien di rawat
inap
Kematian > 48
Kematian > 48
jam
jam dari pasien
Instalasi rawat
inap
4
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
beralasan atau
tidak
beralasan dari
proses
penatalaksanaan
medis
Telaah
Dokumen
Indept Interview
Daftar Tilik
Dokumen Rekam
Medis, Pedoman
Wawancara,
Pedoman Daftar
Tilik
Memperoleh
Gambaran Mutu
Proses Pelayanan
melalui penyebab
kematian
beralasan atau
tidak
beralasan dari
proses
penatalaksanaan
perawatan
Telaah dokumen
Dokumen rekam
medis
Memperoleh
angka jumlah
kematian pasien
> 48 jam
AB IV METODE PENELITIAN
50
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Pengamatan dan analisis dokumen
rekam medik kematian pasien lebih dari 48 jam di rawat inap tahun 2016 untuk
mengetahui penyimpangan struktur input dan struktur proses. Area penyimpangan diamati
dengan menggunakan pedoman wawancara dan daftar tilik analisis penyimpangan
mortalitas yang menyebabkan tingginya angka kematian lebih dari 48 jam di rawat inap
RSMTP.
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yang
terletak di Jl. Gandaria I No. 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Juni sampai Juli 2016.
4.3
Informan Penelitian
Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling. Pemilihan informan yang berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya orang
yang paling mengetahui atau mempunyai otoritas pada objek atau situasi yang akan
diteliti. Dengan demikian informan tersebut mampu memberikan petunjuk kemana saja
peneliti dapat melakukan pengumpulan data (Sugiyono, 2009). Informan yang akan
menjadi narasumber dalam pengambilan data primer di RSMTP meliputi kepala instalasi
rawat inap dan 4 orang kepala ruangan perawatan, dokter yang merawat pasien, dokter
51
harian rawat inap, perawat yang ikut merawat pasien yang diambil secara purposive
sampling.
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan, pada tahap pertama yaitu tahap
analisis penyebab kematian dengan menggunakan daftar tilik. Dalam tahap ini rekam
medik dikelompokkan berdasarkan nama responden/informan yaitu dokter yang merawat
pasien sekaligus menjadi dokter penanggung jawab pasien dan diberikan pengkodean
berdasarkan informan untuk memudahkan apabila diperlukan melihat ulang rekam medis
yang dimaksud.
Responden/informan dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki informan
sebagai dokter spesialis di bidang keahlian kedokteran berkaitan dengan masalah
penelitian (asas kesesuaian). Jumlah informan sesuai pengelompokan diagnosa penyakit
berdasarkan keahlian spesialisasi ilmu kedokteran seluruh rekam medis yang diteliti (asas
kecukupan). Penjadwalan waktu dan tempat dengan responden/informan untuk
penggisian daftar tilik analisis penyimpangan mortalitas dengan terlebih dahulu
memperkenalkan maksud, tujuan serta latar belakang dilakukan penelitian.
Sedangkan untuk tahap kedua yaitu tahap menganalisis mutu pelayanan dengan
menggunakan wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi. Untuk informan
pada tahap kedua adalah 8 dokter penanggungjawab yang menjadi informan pada tahap
pertama ditambah dokter kepala instalasi rawat inap.
Berikut nama dokter (inisial) yang merawat sekaligus menjadi penanggung jawab
beserta penomeran dengan kode rekam medis. Jumlah seluruh rekam medis yang
52
dilakukan audit 12 rekam medis, terbagi menjadi 8 dokter penanggung jawab ditambah 1
dokter kepala instalasi rawat inap.
Tabel 4.1 Kode Informan dan Kode RM
Kode Informan
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
1-8
1-9
4.4
Kode RM
101-103
104-106
107
108
109
110
111
112
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara dan daftar tilik yang
tergolong dalam bagian wawancara mendalam untuk mewawancarai informan terkait
dengan analisis mutu pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian Net Death Rate (NDR)
tinggi di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Instrumen penelitian lain dalam
pengumpulan data adalah dengan melakukan telaah dokumen. Selain itu, peneliti juga
menggunakan alat bantu berupa alat tulis, kamera, dan perekam suara agar dapat
memperkuat akurasi data.
4.5
Sumber Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan yaitu:
53
a. Data primer, adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan pada objek penelitian
atau field research. Data primer yaitu hasil wawancara mendalam dan telaah dokumen.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari data yang dimiliki oleh RSMTP yaitu
dengan mengamati isi rekam medik dari set rekam medik pasien meninggal > 48 jam
tahun 2013 sampai 2015 yang tersimpan di bagian Rekam Medik RSMTP. Isi rekam
medis memuat segala identitas dan informasi medis pasien sejak berinteraksi dengan
tenaga profesional di rumah sakit, di dalamnya terdapat catatan dokter, perawat dalam
melaksanakan standar pelayanan profesi, pemeriksaan penunjang, pemberian terapi
serta perkembangan kondisi pasien.
4.6
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan studi retrospektif
karena proses pengumpulan data yang dilakukan adalah untuk pengukuran mutu pelayanan
kesehatan yang dilakukan sesudah pelayanan kesehatan selesai dilaksanakan (Pohan,
2003).
a. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelitian
ini, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari informan,
atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face).
Wawancara mendalam peneliti lakukan kepada pihak RSMTP yang berkaitan dengan
objek penelitian.
b. Daftar Tilik
Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten,
diikuti dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan, dan
54
diberi tanda (check-mark) (KBBI, 2014). Daftar tilik yang digunakan dalam penelitian
ini diisi dengan melibatkan dokter penanggung jawab dalam pembacaan dokumen
rekam medis.
c. Telaah Dokumen
Telaah dokumen merupakan suatu cara melakukan penyelidikan, kajian,
pemeriksaan terkait suatu hal melalui dokumen-dokumen yang mengatur sebuah
kegiatan (KBBI, 2014). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan dokumen
rekam medis, undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hasil
pengamatan dan wawancara peneliti bandingkan kesesuainnya menggunakan
dokumen-dokumen tersebut.
4.7
Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan
pendekatan analisis data yang dijabarkan oleh Miles & Hubberman (1984) dalam
Sugiyono (2016). Berikut akan dijabarkan langkah-langkah analisis data pada pendekatan
tersebut :
1. Reduksi Data
Reduksi data pada penelitian ini yaitu proses pemilihan dan pemusatan perhatian
pada penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti. Data
mentah yang didapatkan dari hasil wawancara, daftar tilik maupun telaah dokumen
akan piliah dan digolongkan sesuai kerangka konsep penelitian yaitu input (SDM,
SOP, Alat kesehatan), proses (pentalaksanaan medis dan keperawatan) dan output
(pencapaian kejadian NDR). Proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh peneliti dilakukan
55
dengan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting
dan membuang data mentah yang sekiranya tidak diperlukan. Proses mereduksi data
ini juga dibantu dengan memberikan kode pada aspek-aspek tertentu yang sama
sehingga mempermudah peneliti dalam membuat kategori dalam rangka untuk
mengetahui hal-hal yang penting.
2. Penyajian Data
Data yang sudah di reduksi sesuai kerangka konsep penelitian, selanjutnya akan
dijadikan uraian singkat dan disajikan kedalam sebuah transkip verbatim dan matriks
hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi. Matriks akan dibuat berdasarkan
pertanyaan penelitian yang juga terbagi input (SDM, SOP, Alat kesehatan), proses
(pentalaksanaan medis dan keperawatan) dan output (pencapaian kejadian NDR).
Data yang sekiranya dapat menjawab pertanyaan penelitian akan diuraikan
berdasarkan metode pengumpulan data baik itu hasil wawancara mendalam, hasil
daftar tilik maupun hasil telaah dokumen.
3. Analisis Data
Setelah data diolah dan membentuk sebuah matriks maka tahapan selanjutnya
adalah menganalisis data tersebut. Metode analisis yang dilakukan pada penelitian ini
adalah analisis data yang dikemukakan oleh Spradely (1980) dalam Sugiyono (2016)
dengan tahapan analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial dan
analisis tema kultural.
56
4. Penarikan Kesimpulan
Pada tahapan ini peneliti akan menggunakan gagasan yang sudah dihasilkan dari
analisis data untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan akan dibuat dengan cara
meninjau kembali gagasan yang sudah didapat dengan teori-teori yang mendasari
gagasan tersebut. Gagasan input, proses dan output yang telah didapat sebelumnya
akan ditinjau ulang dengan teori yang mendasari input, proses dan output pada mutu
pelayanan rawat inap berdasarkan kejadian NDR tinggi.
4.8
Teknik Analisa Data
Metode analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknis
analisis data dengan model Spradley (1980) dalam Sugiyono (2016). Dalam penelitian ini,
analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan.
Metode ini terdiri dari empat tahapan, yaitu:
a. Analisis Domain
Analisis domain pada penelitian ini hakikatnya adalah upaya peneliti untuk
memperoleh gambaran umum pada data rekam medis pasien untuk menjawab fokus
penelitian yaitu nilai NDR yang tinggi. Caranya ialah dengan membaca naskah data
rekam medis secara umum dan menyeluruh untuk memperoleh fokus penelitian nilai
NDR di dalam data tersebut. Pada tahap ini peneliti belum perlu membaca dan
memahami data secara rinci dan detail karena targetnya hanya untuk memperoleh
fokus penelitian NDR. Hasil analisis ini masih berupa pengetahuan dan informasi
umum mengenai fokus penelitian NDR dan beberapa subfokus dari NDR yang
ditemukan seperti input dan proses dari kejadian NDR.
57
b. Analisis Taksonomi
Setelah pada tahap analisis domain ditemukan fokus penelitian atau domain yaitu
masalah NDR, maka selanjutnya pada tahap ini domain NDR ini mulai dipahami
secara mendalam, dan membaginya lagi menjadi sub-domain yang terdiri dari subdomain input dan proses, dan dari sub-domain itu dirinci lagi menjadi bagian-bagian
yang lebih khusus yaitu input disub-domainkan lagi yang terdiri dari SDM, SOP dan
alat kesehatan. Sub-domain proses juga di sub-domainkan lagi yang terdiri dari
penatalaksanaan medis dan keperawatan. Setelah itu sub-domain yang ada pada input
seperti SDM disub-domainkan lagi menjadi dokter, perawat, kepala instalasi rawat inap
dan
kepala
ruangan
perawatan.
Kemudian
sub-domain
pada
proses
yaitu
penetalaksanaan medis dan keperawatan jnuga disubdomainkan lagi menjadi ketepatan
diagnosis, ketepatan tindakan, kecepatan diagnosis, kecepatan tindakan dan lain-lain
hingga tidak ada lagi yang tersisa. Pada tahap analisis ini peneliti juga mendalami
domain dan sub-domain tersebut lewat konsultasi dengan bahan-bahan pustaka yang
berkaitan untuk memperoleh pemahaman lebih dalam.
c. Analisis Komponensial
Pada tahap ini peneliti mengkontraskan antar unsur yang diperoleh pada analisis
taksonomi. Unsur input dan proses serta unsur didalamnya lagi yaitu SDM, SOP, alat
kesehatan, penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan, serta unsur
didalamnya lagi seperti dokter, perawat, kepala instalasi rawat inap dan kepala ruangan
perawatan ketepatan diagnosis, ketepatan tindakan, kecepatan diagnosis, kecepatan
tindakan dan lain-lain ini dikontraskan dengan dicari fungsi dan tujuannya sehingga
58
bisa dilihat perbedaan dan persamaannya untuk memperoleh gambaran menyeluruh
dan mendalam serta rinci mengenai fokus penelitian atau domain NDR.
d. Analisis Tema Kultural
Setelah melewati 3 tahap analisis sebelumnya maka selanjutnya pada tahap ini
peneliti berusaha menemukan hubungan-hubungan yang terdapat pada unsur input
serta unsur didalamnya dan unsur proses serta unsur didalamnya terhadap fokus
penelitian atau domain NDR.
4.9
Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan
transkip verbatim dan matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan
hasil daftar tilik rekam medis dan telaah dokumen.
4.10 Triangulasi Data
Triangulasi data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara melihat realibilitas
dan validitas data yang diperoleh. Pengambilan data penelitian dilakukan secara terus
menerus baik melalui telaah dokumen, daftar tilik maupun wawancara. Pada penelitian
ini triangulasi sumber dilakukan dengan cross chek data terhadap informan yang berbeda
dimulai dari dokter yang merawat, perawat yang merawat, kepala instalasi, lalu kepala
ruang perawatan. Sedangkan triangulasi metode dengan mengetahui penyimpangan
struktur input dan proses menggunakan daftar tilik dan pedoman wawancara mendalam.
59
5
BAB V HASIL PENELITIAN
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1
Distribusi Analisis Penyebab Kematian Berdasarkan Resume Audit
Hasil dari telaah dokumen rekam medis pasien meninggal lebih dari 48 jam di
rawat inap dengan menggunakan daftar tilik yang diisi sendiri oleh informan yaitu dokter
penanggung jawab, diperoleh informasi bahwa analisis penyebab kematian dari kasus
terminal adalah pasien dengan dignosa sepsis dan sirosis masing-masing 8,3 % dari total
resume kasus kematian. Penyebab kematian dari kasus terminal ini juga didukung dengan
data tidak adanya SOP indikasi masuk dan indikasi keluar rawat inap khususnya ICU di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring maka bisa dihubungkan dengan adanya
kesalahan penempatan pasien di ruang ICU bukan pasien gawat darurat dengan harapan
hidup tinggi sehingga bisa menyebabkan meningkatnya angka kematian pasien lebih dari
48 jam di ICU sekaligus menghalangi pasien yang seharusnya dirawat di ICU.
Selain kasus terminal, hasil resume audit juga menginformasikan bahwa analisis
penyebab kematian dari kasus keterlambatan diagnosa terhadap seluruh informan
menunjukkan berhubungan dengan tidak tersedianya pemeriksaan penunjang CT Scan di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ditunjang pada umumnya pasien dengan
kondisi tidak transportable. Sehingga tidak tersedianya CT Scan yang pada umumnya
dibutuhkan oleh pasien dengan kondisi tidak transportable ini menyebabkan keterlambatan
diagnosa yang bisa membantu meningkatkan angka kematian pasien di rawat inap.
Keterlambatan diagnosa ini selain berkaitan dengan tidak tersedianya CT Scan juga
60
didukung oleh adanya kesalahan diagnosa diawal sehingga terjadilah keterlambatan yang
mmenyebabkan meninggalnya pasien.
Analisis penyebab kematian berdasarkan resume audit juga menginformasikan
bahwa selain kasus terminal dan kasus keterlambatan diagnosis dilakukan pula analisis
penyebab kematian dari kasus komplikasi (komplikasi dari penyakit dasar). Analisis
penyebab kematian dari kasus komplikasi tersebut menunjukkan adanya penyebab kasus
komplikasi karena penyakit dasar Non Independent Diabetes Melitus (NIDDM) dengan
komplikasi Cronik renal failure (CRF) dan Cronik Heart Failure (CHF) yaitu sebanyak
8,3%.
Selain beberapa kasus kematian berdasarkan resume audit yang disebutkan
sebelumnya, analisis penyebab kematian juga dilakukan pada kasus infeksi nosokomial
yang menginformasikan bahwa pada seluruh pasien meninggal ditemukan gejala-gejala
yang mengarah kepada adanya infeksi nosokomial yaitu sebanyak 16,7%. Selain kasus
infeksi nosokomial analisis penyebab kematian berdasarkan rekam medis juga
menginformasikan bahwa dilakukan pula analisis penyebab kematian dari kasus asuhan
keperawatan yang menunjukkan kasus ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan ketat
dan terus menerus oleh paramedik terhadap terapi cairan yaitu sebanyak 16,7% dan
disebabkan juga oleh kurangnya kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan paramedis
untuk mengenali tanda-tanda vital sebanyak 16,7%. Analisis penyebab kematian pasien >
48 jam berdasarkan resume audit dengan macam-macam kasus bisa dilihat juga pada
tabel berikut :
61
Tabel 5.1 Analisis Penyebab Kematian > 48 Jam Menurut Resum Audit Tahun 2016 di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring
No
1.
2.
3
Resume Audit Rekam
Medis
Kasus Terminal
(Berdasarkan kondisi
pasien, berdasarkan
diagnosa penyakit,
berdasarkan diagnosa dari
informan/dokter
penanggung jawab)
Keterlambatan diagnose
4
Komplikasi (perjalanan
penyakit dasar lebih dari)
Infeksi nosokomial
5
Asuhan Keperawatan
Analisa Penyebab
Kematian
- Sirosis
- Sepsis
Tidak adanya
sarana
Pemeriksaan
Penunjang
Seperti CTScan
- Awal diagnosa
typus,
seharusnya
DBD
NIDMM, CRF, CHF
Jumlah
-
Pasien ditemukan
gejala-gejala
serta pemeriksaan
rendah yang
menagarah adanya
lepsis
- Kegagalan
pemberian dan
pengawasan
pemberian
cairan
- Pengawasan
hebat dan terus
Menerus
pemeriksaan
Vital
62
%
-
1
1
-
8,3%
8,3%
-
2
-
16,7%
-
1
-
8,3%
1
8,3%
2
16,7%
-
2
-
16.7%
-
2
-
16,7%
Total
12
100 %
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
5.2
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
Mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor
SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat
inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini bisa dilihat dari
hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan daftar tilik.
5.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM)
Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas bagaimana input sumber daya manusia yang
mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input sumber daya manusia
di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sendiri terdiri dari dokter
penanggungjawab/ dokter spesialis, dokter jaga dan perawat.
Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan langsung
dengan pasien di rawat inap. Input SDM di rumah sakit ini bisa dilihat dari segi kuantias
dan kualitas. Dari segi kuantitas ditemukan dari hasil telaah dokumen bahwa input
pelayanan faktor SDM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman
Puring terdiri dari tenaga medis yang meliputi dokter umum yang berjumlah 8 orang
dengan 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan untuk dokter spesialis dibagi
kedalam kelompok medik dasar (min.2 untuk masing-masing spesialisasi), penunjang
63
(min.1 untuk masing-masing spesialisasi) dan spesialis gigi dan mulut (min.1) yang
berjumlah 44 orang dengan 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan, serta perawat
yang berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana 18 orang yang telah
mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Kuantitas SDM di rumah sakit ini juga bisa
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.2 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedi di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Tenaga Medis
Jumlah
Dokter Umum
8 orang
Dokter Spesialis
44 orang
Perawat
40 orang
Jumlah tempat tidur
71
Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring tahun 2016
Untuk setiap pelayanannya, manajemen rumah sakit menempatkan satu kepala
pelayanan sebagai penanggung jawab pelayanan untuk menjamin kesinambungan
pelayanan termasuk untuk pelayanan rawat inap. Penanggung jawab untuk rawat inap
adalah seorang dokter yang mengkoordinasikan kegiatan pelayanan rawat inap sesuai
kebutuhan pasien.
Selain hasil telaah dokumen kuantitas input SDM rumah sakit ini bisa dilihat juga
dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan yang menunjukkan bahwa
64
kuantitas yang telah disebutkan sebelumnya dari hasil telaah dokumen dikatakan belum
mencukupi dan dianggap masih kurang terutama jumlah dokter jaga dan perawat.
Pernyataan ini disebabkan jumlah dokter jaga dan perawat yang ada masing-masing
belum bisa memenuhi kebutuhan untuk melayani pasien terutama ketika pasien banyak
atau penuh sehingga sering terjadi saling tarik menarik SDM dari satu unit rawat inap ke
unit rawat inap lainnya yang terkadang menyebabkan pasien menjadi tidak nyaman dan
ini juga didukung oleh banyaknya perawat yang mengundurkan diri di tahun ini dan
penambahan gedung baru rumah sakit yang tentunya akan menambah bed yang
seharusnya perbandingan perawat dan bed 2:3 sehingga disebutkan kurang. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut:
“Disni tuh gimana yah kalau soal kecukupan jumlah dokter udah lumayan
walaupun dokter jaga sepertinya sih masih kurang orang sering rebutan sana sini
kadang” (I-1)
“Selama ini tuh disini sering ada masalah di bagian dokter jaganya soalnya
belum cukup sepertinya jumlahnya karena ketika dibutuhkan masih tarik sana
sini” (I-5)
“Selama ini sih kalo di rawat inap jumlah dokter penanggung jawab sudah
mencukupi hanya saja dokter jaga memang masih kurang dan baru lumayan
tercukupi diakhir tahun 2016 ini” (I-9)
“Kalo soal jumlah perawat sepertinya masih kurang sih ditambah lagi banyak
yang mengundurkan diri tahun ini” (I-1)
“Kalau jumlah perawat sepertinya masih kurang sekali yah apalagi kita sekarang
ada gedung baru jadi otomatis kebutuhannya naik tapi ini malah banyak perawat
yang keluar jadinya jelaslah kurang” (I-5)
“Jumlah perawat memang masih belum sesuai dengan jumlah bed yang ada
perbandingannya kalo ga salah dari depkes gitu ada”(I-9)
Selain dilihat dari segi kuantitas, input SDM di rumah sakit ini juga dilihat dari
segi kualitas. Dari hasil telaah dokumen didapatkan bahwa frekuensi pelatihan
pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan
65
keperawatan yang diikuti SDM rumah sakit baik dokter spesialis, dokter jaga maupun
perawat masih jarang, hal ini karena dari dokter umum yang berjumlah 8 orang hanya 1
orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan dari dokter spesialis yang berjumlah 44
orang hanya 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan, serta dari perawat yang
berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana hanya 18 orang yang telah
mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Kuantitas SDM jika dibandingkan dengan
standar Depkes (2008) di rumah sakit ini bisa dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.3 Rekapitulasi Kebutuhan Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Tenaga Medis
Jumlah
Dokter Umum
8 orang
Dokter Spesialis
44 orang
Perawat
40
Jumlah
tidur
tempat 71
Standar
DepKes
9 orang
Min.2
Spesialis
Dasar,
1
Spesialis
penunjang
dan 1 Dokter
Gigi
Jumlah
Perawat : TT
= 2:3
Keterangan
Belum Terpenuhi
Terpenuhi
Belum Terpenuhi
Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, kualitas SDM di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini dari segi pelatihan memang masih sangat kurang
66
frekuensi pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG,
pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan yang diikuti baik dokter spesialis,
dokter jaga maupun perawat. Dari ketiga kategori SDM ini yang terhitung masih sering
mengikuti pelatihan adalah perawat walaupun tetap saja dinyatakan kurang karena yang
mengikuti pelatihan belum merata semua perawat. Hal ini dibuktikan denga kutipan
wawancara sebagai berikut:
“Frekuensinya masih terbilang sangat kurang kalau untuk dokter mengikuti
pelatihan” (I-5)
“Masih belum sering dan paling hanya beberapa dokter belum semua pernah
juga” (I-7)
“Untuk frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter baik dokter spesialis maupun
dokter jaga memang masih sangat jarang” (I-9)
“Pelatihan untuk perawat sudah cukup sering frekuensinya walaupun belum
semua perawat mendapatkannya” (I-9)
Frekuensi pelatihan ini juga disebut kurang karena dari dokter umum yang
berjumlah 8 orang hanya 1 orang yang sudah menerima pelatihan, sedangkan dari dokter
spesialis yang berjumlah 44 orang hanya 17 orang yang telah mendapatkan pelatihan,
serta dari perawat yang berjumlah 40 orang dengan minimal pendidikan D3 dimana
hanya 18 orang yang telah mendapatkan pelatihan dari total jumlah. Dari total masingmasing jumlah pelatihan yang pernah diikuti SDM tentu saja masih kurang dan belum
memenuhi karena jika dibandingkan dengan standar Depkes (2003) bahwa jumlah tenaga
paramedis yang yang harus mendapat pelatihan khusus yang dibutuhkan dokter maupun
perawat seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan
dan pelatihan asuhan keperawatan minimal 90% dari keseluruhan jumlah paramedis yang
bertugas Frekuensi kesenjangan SDM yang mendapatkan pelatihan dengan jumlah
totalnya bisa dilihat pada tabel berikut:
67
Tabel 5.4 Rekapitulasi Tenaga Medis dan Paramedis yang mengikuti pelatihan di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Tenaga
Medis
Jumlah
Standar
Depkes
(2003)
Dokter Umum 8 orang
SDM yang
pernah
mengikuti
pelatihan
1 orang
90%
Dokter
Spesialis
Perawat
44 orang
Keterangan
Belum
memenuhi
17 orang
Belum
memenuhi
48
18 orang
Belum
memenuhi
Sumber: Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Selain frekuensi pelatihan SDM, kualitas SDM juga bisa dilihat dari kemampuan
dokter dalam mendiagnosa pasien. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini masih banyak dokter jaga yang diagnosa
awalnya kurang tajam dan menyebabkan terjadinya under diagnose ataupun kesalahan
diagnosa awal, under diagnose ini juga bisa dilihat dari pelaporan hasil anamnesa dan
pemeriksaan fisik oleh dokter jaga yang kurang tajam dan tentu saja ini tidak sesuai jika
dibandingkan dengan data hasil kelulusan Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit
IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (2008) bahwa ketenagaan dokter jaga
di unit IGD telah 100% tersertifikasi pelatihan kegawat daruratan medis. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai berikut:
“Kalo kemampuan dokter jaga biasanya tuh di analisa awal untuk diagnosa
suspek yang kurang tajam sebelum konsul jadinya suka ada miss” (I-1)
“Emm suka terjadi ada under diagnosis kadang dari dokter jaga padahal udah
sertifikasi” (I-4)
“Pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dokter jaga sering kurang
tajam” (I-5)
68
“Dokter jaga di rumah sakit kami sudah tersertifikasi cuman memang masih
lumayan sering terjadi kekurang tajaman diganosa awal di igd sebelum masuk
ranap” (I-9)
Selain dilihat dari frekuensi pelatihan dan kemampuan mendignosa pasien,
kualitas SDM juga dapat dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan
fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan
pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda
shock).
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di rumah sakit ini masih ada beberapa
dokter jaga yang belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan masih
ada juga dokter jaga yang salah ataupun belum mahir membaca hasil ECG sehingga
menyebabkan masalah bagi pasien, selain itu di rumah sakit ini juga masih terjadi
kegagalan pemantauan cairan pada pasien yang dilakukan oleh perawat dan
menyebabkan bahaya pada pasien. Hal ini dibuktikan dengan kutipan wawancara sebagai
berikut:
“Kalo untuk kemampuan sebener nya asih ada beberapa dokter jaga belum
berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan belum mahir baca ECG
yang menyebabkan keterlambatan diagnose” (I-1)
“Kalau untuk kemampuan dokter dan paramedis pernah terjadi kegagalan
pemantauan cairan oleh perawat dan kalau dokter ada beberapa dokter jaga
yang yang belum mahir melakukan pemantauan cairan tertentu” (I-9)
Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini, peneliti
juga melihat mutu input SDM dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam
melalui daftar tilik. Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan
secara tegas tentang variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan
mutu pelayanan yang dihasilkan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring. Variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan
mutu pelayanan salah satunya yaitu tentang permasalahan paramedis, dimana terjadi
69
kurangnya kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga
paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan
tanda vital, pengawasan tanda schok) dan dapat diketahui juga bahwa ada faktor
kurangnya pemahaman paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga
paramedis di rawat inap dalam hal melaksanakan kegiatan universal precaution untuk
mencegah adanya infeksi nosokomial. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian pasien
> 48 jam menurut masukan input bisa dilihat juga pada tabel berikut :
Tabel 5.5 Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian pasien > 48 Menurut Masukan/Input
Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
No
1.
Kode
RM
103
No Rekam
Medis
02177875
2.
108
12209575
3
109
02008257
4
105
01354878
5
101
12847179
6
107
01288580
Analisa Penyebab Kematian
Fungsi pemantauan dan support terapi cairan dari
paramedis tidak berjalan karena tidak sempat
idealnya perbandingan jumlah pasien dengan
perawat sama.
Kemungkinan besar terjadi infeksi nosokomial,
dengan tindakan- tindakan
infasive dari paramedis yang kurang steril.
Timbulnya sepsis kemungkinan karena infeksi
nosokomial petugas kurang menjaga kesterilan
pada saat melakukan tindakan.
Kurangnya fungsi pengawasan dan pengukuran
kebutuhan cairan oleh paramedis, sehingga
menyebabkan edema paru dan gagal nafas
A suhan keparawatan dalam hal pengawasan
pasien, tanda vital tidak terpantau sehingga
kondisi syok terlambat untuk diatasi.
Kegagalan asuhan keperawatan dalam
pengawasan kebutuhan cairan pasien.
Penatalaksanaan terapi cairan untuk menghindari
terjadinya
gagal ginjal lebih lanjut gagal.
70
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Permasalahan pada mutu input SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring baik dari segi kuantitas maupun kualitas yaitu masih kurangnya jumlah SDM pada
bagian dokter jaga yang harusnya ada 9 orang di RS ini hanya ada 8 orang dan perawat
yang harusnya memenuhi jumlah perbandingan 2:3 dengan tempat tidur di RS ini hanya
ada 40 perawat dengan 71 tempat tidur. Frekuensi pelatihan seperti pelatihan pembacaan
diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan
yang diikuti oleh dokter spesialis, dokter jaga dan perawat masih jarang dan belum
merata. Kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien juga masih kurang tajam
sehingga sering terjadi under diagnose yang menyebabkan masalah bagi pasien. Dan
yang terakhir dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya
sebagai medis dan paramedis di rawat inap masih sering terjadi masalah seperti ada
beberapa dokter jaga yang belum menguasai atau mahir dalam mlakukan fungsi
pemantauan cairan tertentu dan masih ada perawat yang gagal dalam melakukan
pemantauan cairan tertentu.
5.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP
Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas bagaimana input standar operasional prosedur (SOP)
yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di
rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan SOP yang bermutu pula. Input SOP
pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat
dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan petugas terhadap SOP,
71
pelaksanaan sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP, evaluasi dari pelaksanaan
SOP.
Input mutu dari segi kelengkapan SOP berdasarkan telaah dokumen diketahui
bahwa dari 16 SOP rawat inap yang harus ada baru 10 SOP rawat inap yang sudah ada di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini. Berikut tabel perbandingan antara SOP
rumah sakit dengan Depkes 2008:
Tabel 5.6 Rekapitulasi Kelengkapan SOP Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring Tahun 2016
Pedoman Kebijakan Akreditasi Rumah
Sakit (Rawat Inap) Depkes tahun 2008
1. SOP hubungan kerja denga unit lain
2. Bagan organisasi
3. Uraian tugas bagan organisasi
4. SOP alur pasien masuk ke rawat
inap
5. SOP merujuk pasien
6. SOP pasien emergency
7. SOP visit dokter
8. SOP penggunaan, pemeliharaan dan
perbaikan alat kesehatan
9. SOP Pencatatan dan Pelaporan
kegiatan pelayanan
10. SOP evaluasi hasil perawatan pasien
11. SOP tatacara pemerikasaan
laboratorium dan radiologi
12. SOP kewenangan ka Instalasi/dokter
jaga
13. SOP Pelayanan medis dan standar
terapi
14. SOP pencegahan infeksi
15. SOP konsul antar dokter
jaga/spesialis/konsulen
16. SOP pemulangan pasien
72
Ketersediaan Kebijakan Akreditasi
Rumah Sakit (Rawat Inap) di RSMTP
1. Belum ada
2. Ada
3. Ada
4. Ada
5. Ada
6. Ada
7. Belum ada
8. Ada
9. Belum ada
10. Belum ada
11. Ada
12. Ada
13. Belum ada
14. Belum ada
15. Ada
16. Ada
Sumber : Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring tahun 2016
Berdasarkan hasil wawancara kelengkapan SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring diketahui bahwa SOP rawat inap di rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini
karena dari 16 SOP yang harus ada ternyata baru 10 SOP yang sudah ada ditambah lagi
masih jarangnya sosialisasi SOP yang menyebabkan masih banyak SOP yang belum
diketahui oleh petugas dan hal ini juga terlihat dari masih ada beberapa fungsi atau proses
pelayanan yang belum tegas pengaturannya seperti jam visit dan pencegahan infeksi
terutama infeksi nosokomial. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan wawancara
sebagai berikut:
“Selama ini masih jarang ada sosialisasi SOP jadi sepertinya sih masih belum
lengkap” (I-3)
“Belum lengkap SOP nya setahu saya soalnya masih ada beberapa yang belum
tegas pengaturannya seperi jam visit” (I-5)
“Untuk masalah kelengkapan SOP memang belum lengkap karena dari 16 SOP
yang harus ada masih ada 6 SOP yang belum ada dn itupun belum semuanya
tersosialisasikan” (I-9)
Setelah melihat input SOP dari segi kelengkapan, input SOP juga bisa dilihat dari
segi pelaksanaan SOP nya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan
SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring belum semuanya dilaksanakan
karena belum semua SOP tersosialisasikan dan sebagian besar yang dilaksanakan hanya
SOP yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medisnya saja, hal ini juga
disebabkan tidak adanya fungsi pemantauan dan evaluasi SOP sehingga terlaksana atau
tidaknya SOP tidak bisa dilihat sepenuhnya dan biasanya hanya baru terlihat ketika
terjadi kasus pada pasien. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara
sebagai berikut:
73
“Saya merasanya sih sudah sesuai SOP cuman karena ga pernah ada evaluasi
juga jadinya gatau yang kita lakukan sudah sesuai atau belum” (I-1)
“Saya belum tau semua atau tersosialisasikan semua SOP jadinya ya kalo
ditanya pelaksanaan juga jadinya ga tau ga bisa nilai” (I-2)
“Paling beberapa seperti SOP pelaksanaan perawatan medis yang benar benar
dilaksanakan yang lainnya gatau” (I-7)
“Belum semuanya dilaksanakan yang jelas” (I-8)
“Untuk pelaksanaan masing-masing SOP selama ini belum pernah ada
pemantauan ataupun evaluasi jadi ga ketahuan kalau ga ad kasus” (I-9)
Selanjutnya input SOP dilihat dari segi kepatuhan petugas di rawat inap.
Berdasarkan hasil wawancara input SOP jika dilihat dari segi kepatuhan petugas
diketahui bahwa belum semua petugas baik dokter maupun perawat patuh terhadap SOP,
hal ini disebabkan karena terkadang masih ada petugas yang belum tahu kalau tindakan
yang diambil ada SOP nya atau tidak dan hal ini juga disebabkan karena belum semua
SOP tersosialisasikan, selain itu juga mengenai kepatuhan ini tidak bisa diketahui secara
pasti karena fungssi evaluasi dan pemantauannya tidak berjalan. Pernyataan ini
dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:
“Belum semua dokter atau petugas di rs ini tau SOP tertentu jadi gimana bisa
patuh” (I-4)
“Kalau memang ada dan tahu SOP nya pasti patuh lah saya mba, cuman kadang
ya gitu sosialisasinya jarang” (I-5)
“Untuk masalah kepatuhan memang belum semua petugas patuh sih akan SOP
tapi ini juga belum bisa dilihat secara pasti karena fungsi pengawasan dan
evaluasi yang belum jalan” (I-9)
Input SOP dilihat dari segi sosialisasi, berdasarkan hasil wawancara SOP dirumah
sakit belum semuanya tersosialisasikan, memang pernah ada beberapa kali sosialisasi tapi
belum sampai SOP yang terbaru dan itu juga termasuk jarang sehingga ini mempengaruhi
terlaksana atau tidaknya SOP. Hal ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara
sebagai berikut :
“Kalo soal sosialisasi sop disini tuh belum semuanya disosialisasikan sepertinya
soalnya sih saya jarang ngerasa nerima sosialisasi” (I-1)
74
“Pernah sih dulu sosialisasi SOP tapi jarang juga keitungnya” (I-7)
“Untuk sosialisasi SOP selama ini belum semunya tersosialisasikan dari 10 ada 4
lagi yang belum tersosialisasikan” (I-9)
Input SOP dilihat dari segi pemantauan dan evaluasi, berdasarkan hasil
wawancara di rumah sakit ini memang belum pernah ada pemantauan atau evaluasi SOP
karena tim mutu di rumah sakit ini sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi
baru diadakan ketika terjadi kasus, jadi belum ada sistem pemantauan dan evaluasi yang
teratur. Hal ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut :
“Evaluasi dan pemantauan SOP rawat inap belum pernah ada karena tim
evaluasi dan pemantauan seperti tim mutu sudah 3 tahun tidak berjalan dan
biasanya evaluasi baru ada kalau terjadi kasus” (I-9)
Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti
juga melihat mutu input SOP dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48 jam
menurut input SOP melalui daftar tilik. Berikut hasil daftar tilik analisis penyebab
kematian yang menginformasikan secara tegas tentang variabel masukan/input SOP yang
berhubungan dengan mutu pelayanan yang dihasilkan di rawat inap Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan
mutu pelayanan seperti tentang permasalahan belum adanya SOP tentang pedoman dan
pencegahan infeksi nosokomial di rawat inap (standar precaution tidak dilakukan SDM,
pencegahan
melalui
pemasangan
infus
tidak
dilakukan,
pencegahan
melalui
meminimalisasi rute penularan. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian Menurut
Masukan/Input SOP bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.7 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 jam Menurut
Masukan/Input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016
No
1.
Kode RM No Rekam Medis
103
2014877
Analisa Penyebab Kematian
Penurunan kesadaran lama membuat rentan
75
No
Kode RM
No Rekam Medis
Analisa Penyebab Kematian
infeksi ditambah tindakan medis yang tidak
steril (tidak melakukan standart precaution)
membuat besar kemungkinan terjadinya infeksi
nosokomial.
2.
109
02008357
Timbulnya sepsis kemungkinan karena infeksi
nosokomial kurang menjaga kesterilan pada saat
melakukan tindakan.
3
111
01997556
Timbulnya kondisi sepsis karena pasien dengan
penurunan kesadaran pada perawatan lama
membuat kemungkinan infeksi menjadi tinggi,
terutama pneumonia. Kemungkinan besar
terjadi infeksi nosokomial, batas waktu
pemasangan infus tidak dilakukan pemindahan
posisi
4
104
01315760
Terdapat tanda-tanda sepsis kemungkinan
karena infeksi nosokomial mengingat sterilitas
pelayanan di rawat inap kurang terisolasi
sehingga memudahkan jalannya rute penularan
5
102
01322090
Pasien mengalami sepsis, terbukanya rute
penularan melalui tenaga rumah sakit maupun
pengunjung
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Permasalahan pada mutu input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring yaitu kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan
Depkes (2008). Pelaksanaan dan kepatuhan petugas terhadap SOP belum sepenuhnya
terlaksana karena masih banyak SOP yang belum tersosialisasikan dan belum adanya
fungsi pemantauan dan evaluasi sehingga tidak bisa terlihat pasti terlaksana atau tidaknya
dan patuh atau tidaknya. Pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana
karena dari 10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan. Pemantauan
dan evaluasi dari pelaksanaan SOP sendiri juga di rumah sakit ini belum berjalan dan
tidak pernah ada, hal ini disebabkan oleh tidak berjalannya tim mutu selama 3 tahun ini
76
dan belum dibentuknya tim khusus oleh manajemen rumah sakit sehingga biasanya
evaluasi baru ada ketika terjadi kasus pada pasien saja.
5.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan
Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas bagaimana input alat kesehatan yang mempengaruhi
berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu
jika didukung oleh masukan peralatan yang bermutu pula. Input alat kesehatan pada
pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari
segi kelengkapan dan kecukupan jumlah alat kesehatannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai kelengkapan
alat kesehatan di RS Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa alat kesehatan di
rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini karena masih ada beberapa yang masih kurang atau
jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan
dengan banyaknya ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat yang belum tersedia
seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan
terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien terlebih lagi jika pasien yang
membutuhkan CT-Scan dan hemodialisanya tidak transportable dan tetap harus dirujuk,
maka hal tersebut bisa membahayakan kondisi pasien. Pernyataan ini dibuktikan dengan
kutipan hasil wawancara sebagai berikut :
“Belum lengkap semua ya seperti fasilitas pemeriksaan penunjang penting tidak
ada, yaitu CT pasien dengan stroke atau trauma kepala terlambat ditegakkan
diagnose pastinya apalagi jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan
transportasi” (I-1)
“Masih belum lengkap sih alkesnya ga adanya CT Scan bisa ngebuat diagnosa jadi
terlambat atau jadi kurang akurat ditambah lagi kalo maksa CT Scan di RS luar
kadang-kadang kondisi pasien tidak memungkinkan” (I-4)
77
“Alat kesehatan di rs ini dari segi kelengkapan memang belum bisa disebut
lengkap sih karena belum ada CT-Scan, hemodialisa, EKG yang masih kurang,
oksigen sentral dan troly emergency juga belum ada” (I-9)
Selain kelengkapan input alat kesehatan juga bisa dilihat dari kecukupan jumlah
alkesnya, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kecukupan alat kesehatan di RS
Muhammadiyah ini belum mencukupi jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan pasien
karena masih ada yang belum sama sekali seperti CT-Scan, hemosialisa, oksigen sentral,
troly emergency dan ada juga yang masih perlu ditambah seperti jumlah EKG yang baru
ada 2 buah. Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:
“Disini tuh alkesnya belum memenuhi kebutuhan pasien jumlahnya terutama kalau
pasien sedang banyak yang membutuhkan” (I-8)
“Di rs ini alkes terhitungnya belum cukup jumlahnya karena masih banyak yang
harus ditambah seperti EKG” (I-6)
“Kalau yang ada sih sudah cukup hanya yang jadi masalah ialah yang belum ada
sama sekali seperti CT-Scan dan hemodialisa”(I-7)
Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti juga
melihat mutu input alat kesehatan dengan menganalisis penyebab kematian pasien > 48
jam melalui daftar tilik. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian menginformasikan
secara tegas tentang variable masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu
pelayanan yang dihasilkan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel
masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan yakni salah satunya
diketahui bahwa peralatan CT Scan diperlukan berada di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring untuk mendukung penegakan diagnose secara pasti terlebih apabila kondisi
pasien tidak transportabel sehingga penataksanaan pasien selanjutnya lebih cepat dan tepat.
Selain CT Scan alat hemodialisa juga belum tersedia serta oksigen sentral troly
emergency juga belum ada dan ditambah lagi EKG yang hanya ada dua dari banyaknya
ruang rawat serts kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas
78
pemeliharaan alat dalam laporan antar unitnya sehingga menyebabkan ketidaknyamanan
bagi pasien. Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian yang berhubungan dengan
variabel masukan peralatan salah satunya alat kesehatan juga dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.8 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring Menurut Masukan/Input Fasilitas Alat kesehatan
No
1.
Kode RM No Rekam Medis
107
1320967
Analisa Penyebab Kematian
Tidak bisa memastikan apakah ada
perdarahan atau tidak dalam otak
karena tidak dilakukan CT Scan
kepala
2.
111
01297082
Diagnosa pasti lokasi penekanan
akibat tumor tidak bisa ditegakkan
karena tidak dilakukan CT Scan
kepala
3.
103
1120967
Tidak dilaksanakan hemodialisa
dengan pertimbangan kasusnya end
stage, mengingat pelaksanaan HD
pasienpasien dengan ventilator tidak
transportabel untuk dilakukan
HD di ruang HD.
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan dan
kecukupan jumlahnya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap dan cukup karena masih
ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada
2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawatinap dan ada beberapa alat yang
belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang
menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien.
79
5.3
Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
Analisis mutu proses pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas bagaimana proses yang mempengaruhi berjalannya
pelayanan pasien di rawat inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung
oleh masukan peralatan yang bermutu pula. Proses pada pelayanan rawat inap di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan
paramedic, evaluasi kinerja medis dan paramedic serta hasil evaluasi kinerja medis dan
paramedic.
Berdasarkan hasil observasi mengenai penatalaksanaan medis dan paramedis
diketahui bahwa proses penatalaksanaan medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini
terlihat bahwa tenaga paramedisnya belum melaksanakan standart preacuation sehingga
tinggi risiko infeksi nosokomialnya.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai penatalaksanaan medis dan paramedic
diketahui bahwa proses penatalaksanaan medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini
terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas
yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan
kejadian nearmiss yang lain, hal-hal ini disebabkan juga salah satunya oleh petugas yang
belum melaksanakan standart preacuation sehingga tinggi risiko infeksi nosokomialnya.
Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:
“Proses medisnya yang disini mah masih ada beberapa petugas yang belum
melaksanakan standart preacuation jadi aja tinggi risiko infeksi nosokomialnya”
(I-1)
80
“Selama ini sih masih sering terjadi kesalahan diagnosis oleh dokter jaga jadi
kadang tindakan yang diambil juga belum maksimal jatohnya” (I-3)
“Ya secara keseluruhan sih dalam prosesnya jelaslah yah masih sering terjadi
kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku
petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan
keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain” (I-9)
Berdasarkan hasil wawancara mengenai evaluasi kinerja medis dan paramedic
diketahui bahwa evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum
pernah sama sekali dilakukan oleh komite medic ataupun tim mutu karena dari komite
medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi dan hal ini juga
dikarena pengurus komite medis double task antara fungsional dan operasional, sedangkan
untuk evaluasi kinerja paramedic dulu sempat dilakukan melalui pengisian buku evaluasi
individu namun hal itu sudah tidak berjalan semenjak 3 tahun ini. Pernyataan ini
dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut:
“Di rs ini tuh gimana ya mba masa masing-masing SMF ga pernah ngevaluasi
tindakan yang dilakukan perawat padahal ya itu juga ada intruksinya.”(I-1)
“Jadi kalo disini tuh emang belum pernah ada evaluasi baik medis maupun
paramedis karena emang dasarnya sih belum ada kesepakatan yang dikoordinasi
komite medic sebagai profesionalisme di rs untuk membuat aturan” (1-3)
“Ya sebenernya evaluasi kinerja medis maupun paramedic di rs ini belum pernah
dilaksanakan karena kalau dulu paramedic ada buku harian evaluasi cuman uh 3
tahun ini ga jalan dan untuk medis memang sama sekali belum pernah ada”(I-9)
Berdasarkan hasil wawancara mengenai hasil evaluasi kinerja medis dan paramedic
diketahui hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di rs muhammadiyah ini tidak ada
karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedic
sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya dan sebelum 3 tahun sekarang evaluasinya
berjalan dengan hasil yang cukup baik namun masih banyak kurang di sikap terhadap
pasien dan kurangnya pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada.
Pernyataan ini dibuktikan dengan kutipan hasil wawancara sebagai berikut :
81
“Ya jelas belum pernah ada hasilnya lah mba karena ga pernah ada evaluasinya”
(I-4)
“Belum pernah ada hasilnya untuk evaluasi kinerja medis karena belum pernah
dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedik sebelum 3 tahun sekarang ada
hasilnya cukup baik ya cuman gitu masih banyak yang kurangnya apalagi kalo di
sikap terhadap pasientuh banyak komplenan dan disini juga perawatnya kurang
dalam pencegahan infeksi nosokomial tapi data konkritnya tidak ada” (I-9)
Selain telaah dokumen dan wawancara mendalam dalam penelitian ini peneliti juga
melihat mutu proses penatalaksanaan medis dan paramedis dengan menganalisis penyebab
kematian pasien > 48 jam menurut input alat kesehatan melalui daftar tilik. Hasil daftar
tilik ini menginformasikan bahwa penatalaksanaan paramedis belum memadai karena
adanya masalah penatalaksanaan pasien akibat pengawasan ketat paramedis kurang
memadai. Hal ini karena faktor jumlah paramedis yang tidak seimbang dengan jumlah
tempat tidur serta jumlah paramedis terlatih belum seluruhnya. Hasil daftar tilik analisa
penyebab kematian menurut proses penalaksanaan medis dan paramedic dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 5.9 Hasil Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian Pasien > 48 Jam Menurut Proses
Penatalaksanaan medis dan paramedic di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring
tahun 2016
1.
107
No Rekam
Medis
0127893
2.
106
1237869
3
101
2103458
No
Kode RM
Analisa Penyebab Kematian
- Pengawasan kebutuhan cairan
kurang baik sehingga menyebabkan
overload dan edema paru.
- Masalah pada asuhan keperawatan
Tidak terlaksananya asuhan
keparawatan dalam hal pengawasan
pasien, tanda vital tidak terpantau
sehingga kondisi syok terlambat
untuk diatasi.
- Pengawasan kebutuhan cairan
kurang baik sehingga menyebabkan
82
No
Kode RM
No Rekam
Medis
Analisa Penyebab Kematian
overload dan edema paru.
- Masalah pada asuhan keperawatan
4
103
3054869
- Tidak berhasilnya penatalaksanaan
terapi cairan untuk menghindari
terjadinya gagal ginjal lebih lanjut.
- Kegagalan asuhan keperawatan
dalam pengawasan kebutuhan
cairan pasien.
5
112
0125867
-Kegagalan terapi cairan untuk
mengatasi kondisi dehidrasi berat.
Fungsi pemantauan dan support dari
paramedis tidak berjalan.
- Tidak terlaksananya pemantauan
kebutuhan cairan yang objektive
melalui pemasangan CVP
6
111
0237489
Ketidaktepatan dalam pengawasan
kebutuhan cairan dan observasi
tanda-tanda vital, sehingga syok
hipovolemik tidak diatasi. Ketidak
berhasilan asuhan keperawatan
7
110
2013876
- Kegagalan mengatasi kondisi
ketidakstabilan gula darah.
- Tidak terlaksananya pemasangan
ventilator untuk mengatasi
kondisi gagal napas
Sumber : Rekam Medis Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring Tahun 2016
Permasalahan pada mutu input proses pelayanan rawat inap bisa dilihat dari segi
penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan paramedic serta hasil
evaluasi kinerja medis dan paramedis. Masalah pada proses penatalaksanaan medis dan
paramedis di RS Muhammadiyah ini yaitu masih terjadinya kesalahan diagnosis,
kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya
risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang
lain. Selain itu evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum
83
pernah sama sekali dilakukan oleh komite medic ataupun tim mutu karena dari komite
medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi. Hasil evaluasi kinerja
medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan evaluasinya
tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedis sudah 3 tahun ini tidak
berjalan lagi evaluasinya.
5.4
Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari hasil telaah dokumen rekam medis yang
menunjukkan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus
NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan.
5.5
Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net
Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman
Puring.
Analisis mutu pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas input sumber daya manusia, kebijakan yang meliputi
SOP dan fasilitas meliputi alat kesehatan yang semua ini sebagai masukan. Input
masukan ini akan berpengaruh untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi
provider terhadap pasien meliputi, penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan. Keterkaitan antara input dan proses ini akan menghasilkan luaran berupa
kematian lebih dari 48 jam di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring
84
Permasalahan pada mutu input SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring baik dari segi kuantitas maupun kualitas yaitu masih kurangnya jumlah SDM pada
bagian dokter jaga dan perawat; frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter spesialis,
dokter jaga dan perawat masih jarang dan belum merata; kemampuan dokter jaga dalam
mendiagnosa pasien juga masih kurang tajam sehingga sering terjadi under diagnose
yang menyebabkan masalah bagi pasien. Dan yang terakhir dilihat dari kemampuan
dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya sebagai medis dan paramedis di rawat
inap masih sering terjadi masalah seperti ada beberapa dokter jaga yang belum menguasai
atau mahir dalam mlakukan fungsi pemantauan cairan tertentu dan masih ada perawat
yang gagal dalam melakukan pemantauan cairan tertentu.
Permasalahan pada mutu input SOP di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring yaitu kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan
Depkes (2008). Pelaksanaan dan kepatuhan petugas terhadap SOP belum sepenuhnya
terlaksana karena masih banyak SOP yang belum tersosialisasikan dan belum adanya
fungsi pemantauan dan evluasi sehingga tidak bisa terlihat pasti terlaksana atau tidaknya
dan patuh atau tidaknya, pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana
karena dari 10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan, pemantauan
dan evaluasi dari pelaksanaan SOP sendiri juga di rumah sakit ini belum berjalan dan
tidak pernah ada yang disebabkan oleh tidak berjalannya tim mutu selama 3 tahun ini dan
belum dibentuknya tim khusus oleh manajemen rumah sakit sehingga biasanya evaluasi
baru ada ketika terjadi kasus pada pasien saja.
Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan
dan kecukupan jumlahnya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap dan cukup
85
karena masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti
EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit
rawatinap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa,
oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang
diberikan kepada pasien.
Permasalahan pada mutu input yang sudah dipaparkan diatas ini tentu saja akan
mempengaruhi proeses pelayanan yang dilakukan sehingga terjadi pula masalah pada
proses pelayanan seperti permasalahan pada penatalaksanaan medis dan paramedic.
Permasalahan ini diantaranya terjadi kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan,
sering terjadi perilaku petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial,
kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain.
Evaluasi kinerja medis dan paramedic. Evaluasi kinerja medis dan paramedis di
RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis ataupun
tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan
evaluasi. Hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Diketahui bahwa hasil metode
evaluasi untuk kinerja medis di RS Muhammadiyah ini tidak ada karena tindakan
evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi paramedis sudah 3 tahun
ini tidak berjalan lagi evaluasinya.
Mutu input yang mempengaruhi berjalannya proses dan keterkaitan keduanya
yang saling mempengaruhi satu sama lain tentu saja akan mempengaruhi luaran
pelayanan salah satunya berupa angka NDR di rumah sakit ini yang tidak sesuai standar
yaitu 0,3 % sedangkan standarnya 0,24% karena tidak didukung oleh input dan proses
yang sesuai standar.
86
6
B VI PEMBAHASAN
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahapan, tahap analisis penyebab kematian dengan
menggunakan daftar tilik dan tahap menganalisis mutu pelayanan dengan menggunakan
wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi. Keterbatasan dalam penelitian ini
adalah:
a. Terdapat selisih jumlah antara data laporan rumah sakit (20 rekam medis) dengan
jumlah rekam medis yang ditemukan di bagian rekam medis (12 rekam medis) yaitu
sebanyak 8 rekam medis. Hal ini bisa menimbulkan bias dalam menginterpretasi hasil
penelitian.
b. Responden atau informan pada tahap pertama dalam pembuatan resume audit adalah
dokter yang merawat pasien sekaligus dokter penanggung jawab pasien sendiri, hal ini
bisa
menimbulkan
kemungkinan
bias
karena
pengaruh
subyektifitas
responden/informan untuk menilai diri sendiri tentang penatalaksanaan medis terhadap
pasien yang dirawatnya sendiri.
6.2
Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
Pembahasan mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia
(SDM), faktor SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di
87
instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini
dibuat oleh peneliti berdasarkan dari hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan
daftar tilik yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
6.2.1 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM)
Input sumber daya manusia di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring sendiri terdiri dari dokter penanggungjawab/dokter spesialis, dokter jaga dan
perawat. Semua SDM ini merupakan salah satu faktor input yang berhubungan langsung
dengan pasien di rawat inap. Input SDM di rumah sakit ini bisa dilihat dari segi kuantias
dan kualitas.
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa kuantitas SDM di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring belum sepenuhnya memenuhi
standar Depkes (2008). Hal ini disebabkan karena jumlah dokter umum di rumah sakit ini
hanya 8 orang sedangkan jumlah yang diharuskan pada standar Depkes (2008) adalah 9
orang, jumlah perawat juga belum memenuhi standar karena di rumah sakit ini hanya ada
40 orang perawat dengan 71 tempat tidur sedangkan jumlah perawat yang diharuskan
pada standar Depkes (2008) adalah jumlah perawat dan tempat tidur dengan
perbandingan 2:3. Sedangkan untuk jumlah dokter spesialis sudah memenuhi standar
karena dokter spesialis di rumah sakit ini berjumlah 44 orang yang jika dibandingkan
dengan standar Depkes (2008) jumlah dokternya dibagi kedalam kelompok medik dasar
(min.2 untuk masing-masing spesialisasi), penunjang (min.1 untuk masing-masing
spesialisasi) dan spesialis gigi dan mulut (min.1).
88
Kuantitas SDM di rumah sakit ini dikatakan belum mencukupi dan dianggap
masih kurang terutama jumlah dokter jaga dan perawat. Pernyataan ini disebabkan
jumlah dokter jaga dan perawat yang ada masing-masing belum bisa memenuhi
kebutuhan untuk melayani pasien terutama ketika pasien banyak atau penuh sehingga
sering terjadi saling tarik menarik SDM dari satu unit rawat inap ke unit rawat inap
lainnya yang terkadang menyebabkan pasien menjadi tidak nyaman. Hal ini juga
didukung oleh banyaknya perawat yang mengundurkan diri di tahun ini, ditambah lagi
dengan adanya penambahan gedung baru rumah sakit yang tentunya akan menambah
jumlah bed, sehingga belum memadai karena jumlah yang seharusnya adalah jumlah
dengan perbandingan perawat dan bed 2:3.
Ketidakcukupan SDM secara jumlah ini tentu akan menghambat dan berpengaruh
terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien, hal ini sejalan dengan Global Health
Workforce Alliance (2011) yang menyebutkan bahwa terpenuhinya jumlah tenaga kerja
ini juga sangat penting karena tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam
keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan memberikan
kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Selain itu
terpenuhinya jumlah SDM sesuai kebutuhan juga menjadi penting untuk keberhasilan
suatu rumah sakit, hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ilyas (2004) yang
menyatakan bahwa salah satu upaya penting yang dapat dilakukan oleh rumah sakit untuk
menjawab tantangan globalisasi adalah dengan merencanakan kebutuhan sumber daya
manusia yang dimilikinya secara tepat jumlah dan sesuai dengan fungsi pelayanan.
SDM di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring jika dilihat dari segi kualitas
bisa disebut masih kurang atau belum memadai, hal ini disebabkan karena masih ada
89
beberapa aspek kualitas SDM yang belum terpenuhi. Salah satu aspek kualitas ini adalah
frekuensi pelatihan yang diikuti SDM, baik itu dokter spesialis, dokter jaga maupun
perawat. Dari ketiga kategori SDM ini yang terhitung masih sering mengikuti pelatihan
adalah perawat walaupun tetap saja dinyatakan kurang karena belum semua perawat
mengikuti pelatihan sehingga belum merata.
Jumlah pelatihan yang pernah diikuti SDM masih kurang dan belum memenuhi
jika dibandingkan dengan standar Depkes (2003) yang menyatakan bahwa jumlah tenaga
paramedis yang harus mendapat pelatihan khusus minimal seperti pelatihan pembacaan
diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan
90% dari keseluruhan jumlah paramedis yang bertugas. Sedangkan, frekuensi pelatihan
yang diikuti SDM di rumah sakit ini masih belum mencapai 90% sehingga terdapat
kesenjangan antara standar dan pencapaian.
Kurangnya frekuensi pelatihan akan mempengaruhi kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien dan produktivitas petugas. Oleh karena itu, meningkatkan
frekuensi pelatihan ini menjadi penting. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Notoadmodjo (1998) yang menyatakan bahwa pentingnya pendidikan dan pelatihan
bagi karyawan karena dengan meningkatnya kemampuan atau keterampilan para
karyawan, meningkatkan produktivitas kerja para karyawan. Produktivitas kerja para
karyawan meningkat, berarti organisasi yang bersangkutan akan memperoleh
keuntungan.
Pelatihan menjadi penting karena bermanfaat bagi SDM itu sendiri untuk
pengembangan diri dan rumah sakit, hal ini juga sejalan dengan penelitian Siagian (1996)
90
yang menyebutkan bahwa pelatihan SDM dapat meningkatkan kemampuan para pekerja
menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dan membantu terjadinya internalisasi
dan operasionalisasi faktor – faktor motivasional sehingga pegawai lebih paham akan
tugasnya dn lebih termotivasi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Fitri (2009) yang
mengatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pelatihan dan kompetensi perawat
dirumah sakit.
Selain frekuensi pelatihan SDM, kualitas SDM juga bisa dilihat dari kemampuan
dokter dalam mendiagnosa pasien. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini masih banyak dokter jaga yang diagnosa
awalnya kurang tajam dan menyebabkan terjadinya under diagnosa ataupun kesalahan
diagnosa awal, under diagnosa ini juga bisa dilihat dari pelaporan hasil anamnesa dan
pemeriksaan fisik oleh dokter jaga yang kurang tajam. Hal serupa juga terjadi pada dokter
spesialis dan perawat yang sama-sama kurang dalam mengikuti pelatihan sehingga
mendukung munculnya kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan. Hal ini berbanding
terbalik dengan data hasil kelulusan Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit IGD
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring (2008) yang menyatakan bahwa ketenagaan
dokter jaga di unit IGD yang menyatakan bahwa telah 100% tersertifikasi pelatihan
kegawat daruratan medis.
Adanya sertifikasi kelulusan dokter jaga seharusnya menjadikan angka kesalahan
diagnose menjadi lebih sedikit tapi pada faktanya malah masih banyak terjadi kesalahan
diagnose oleh dokter jaga yang tentunya akan mempengaruhi kenyamanan dan kualitas
pelayanan yang diterima pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Sri (2013) yang
menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kesalahan diagnosis dengan kenyamanan
91
dan keselamatan pasien. Adanya ketidakmampuan beberapa dokter jaga di rumah sakit
ini dalam mendiagnosa pasien tentu saja berbanding terbalik dengan standar kompentensi
kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan
bahwa lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Selain dilihat dari frekuensi pelatihan dan kemampuan mendignosa pasien,
kualitas SDM juga dapat dilihat dari kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan
fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan
pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock).
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa di rumah sakit ini masih ada beberapa
dokter jaga yang belum berani mengambil tindakan pemantauan trombolitik dan masih
ada juga beberapa dokter jaga yang belum mahir membaca hasil ECG sehingga
menyebabkan masalah bagi pasien, selain itu di rumah sakit ini juga masih terjadi
kegagalan pemantauan cairan pada pasien yang dilakukan oleh perawat dan
menyebabkan bahaya pada pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian Mulyatiningsih
(2013) yang menyatakan adanya hubungan kemampuan medis dan paramedic dalam
menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital,
pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien.
Selain itu kurangnya kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan
fungsinya sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap berbanding terbalik dengan
standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013)
yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan fungsi ketepatan dan
pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan baik.
92
Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan secara tegas
tentang variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu
pelayanan yang dihasilkan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring. Variabel masukan/input (SDM) paramedis yang berhubungan dengan mutu
pelayanan salah satunya yaitu tentang permasalahan paramedis, dimana terjadi kurangnya
kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat
inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan tanda vital,
pengawasan tanda schok). Selain itu dapat diketahui juga bahwa ada faktor kurangnya
pemahaman paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga paramedis di rawat
inap dalam hal melaksanakan kegiatan universal precaution untuk mencegah adanya
infeksi nosokomial.
Perawat yang tidak melaksanakan standart precaution dan universal precaution
dapat menghambat pencegahan infeksi nosokomial yang pada akhirnya akan
membahayakan kondisi pasien sehingga pelaksanaan standart precaution menjadi
penting dilakukan di rumah sakit. Hal ini sejalan dengan CDC (2002) yang memberi
petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK
yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk
semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk
semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Langkah – langkah ini
merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions. Kemudian komponen kedua
adalah melakukan transmission–based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara
penularan) untuk pasien yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan
melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis.
93
Pernyataan pentingnya pelaksanaan standard precautions ini juga sejalan dengan
Depkes (2007) menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di
lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak,
dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution sendiri
adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh,
sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan
dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau
pengunjung.
6.2.2 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor SOP
Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas bagaimana input standar operasional prosedur (SOP)
yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input SOP pada
pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari
segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan petugas terhadap SOP, pelaksanaan
sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP dan evaluasi dari pelaksanaan SOP.
Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen mengenai kelengkapan SOP di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa SOP rawat inap di rumah
sakit ini belum lengkap. Pernyataan ini dikarenakan dari 16 SOP yang harus ada, ternyata
di rumah sakit ini baru ada 10 SOP, ditambah lagi masih jarangnya sosialisasi SOP yang
menyebabkan masih banyak SOP yang belum diketahui oleh petugas dan hal ini juga
terlihat dari masih adanya beberapa fungsi atau proses pelayanan yang belum tegas
pengaturannya seperti jam visit dan pencegahan infeksi terutama infeksi nosokomial. Hal
ini menunjukkan pentingnya kelengkapan SOP dalam proses pelayanan karena seperti
94
yang disebutkan dalam teori yang dikemukakan oleh Atmoko (2010) bahwa lengkapnya
SOP penting karena SOP sendiri adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas
pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan
indikator - indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai dengan tata kerja,
prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.
SOP jika dilihat dari fungsinya menjadi semakin penting karena SOP sendiri
berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis, dan dapat
dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan
sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses
pelaksanaan kegiatan berlangsung; sebagai sarana tata urutan dari pelaksanaan dan
pengadministrasian pekerjaan harian sebagaimana metode yang ditetapkan; menjamin
konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik
antar Satuan Kerja (Atmoko, 2010).
Selanjutnya input SOP juga bisa dilihat dari segi pelaksanaan dan kepatuhan
petugas terhadap SOP, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pelaksanaan SOP
di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring belum semuanya dilaksanakan karena
belum semua SOP tersosialisasikan dan kebanyakan yang dilaksanakan hanya SOP yang
berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medisnya saja. SOP yang belum sepenuhnya
terlaksana juga disebabkan tidak adanya fungsi pemantauan dan evaluasi SOP sehingga
terlaksana atau tidaknya SOP tidak bisa dilihat sepenuhnya yang menyebabkan tidak
adanya tindakan tegas bagi yang tidak melaksanakan, yang hal ini juga menyebabkan
tidak adanya efek jera bagi petugas. Selain itu bentuk kepatuhan terhadap SOP sendiri
belum semua petugas patuh baik dokter maupun perawat, hal ini disebabkan karena
95
terkadang masih ada petugas yang belum mengetahui kalau tindakan yang diambil oleh
petugas tersebut ada SOP nya atau tidak dan hal ini juga disebabkan karena belum semua
SOP tersosialisasikan.
Input SOP dilihat dari segi sosialisasi. Berdasarkan hasil wawancara SOP
dirumah sakit ini belum semuanya tersosialisasikan, memang pernah ada beberapa kali
sosialisasi tapi sosialisasi tersebut belum sampai SOP yang terbaru dan itu juga termasuk
jarang frekuensinya sehingga ini mempengaruhi terlaksana atau tidaknya SOP karena
secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi pengetahuan petugas
mengenai SOP. Pentingnya sosialisasi ini sejalan dengan penelitian Judha (2012) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan petugas
dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP yang pengetahuan itu salah satunya
bisa didapatkan melalui pengadaan sosialisasi. Pernyataan sebelumnya juga sejalan
dengan penelitian Natasia (2014) yang juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifkan antara tingkat pengetahuan petugas dengan kepatuhan perawat dalam
pelaksanaan SOP yang pengetahuan.
Input SOP dilihat dari segi pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan hasil
wawancara di rumah sakit ini memang belum pernah ada pemantauan atau evaluasi SOP
karena tim mutu di rumah sakit ini sudah 3 tahun tidak berjalan dan biasanya evaluasi
baru diadakan ketika terjadi kasus, jadi belum ada sistem pemantauan dan evaluasi yang
teratur. Tidak adanya sistem pemantauan dan evaluasi yang teratur ini menjadikan
pelayanan yang diberikan di rumah sakit belum sepenuhnya sesuai pedoman yang ada
dan hal ini bisa menyebabkan kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan selama
proses pelayanan. Hal ini menunjukkan pentingnya pemantauan dan evaluasi SOP.
96
Pentingnya dilakukan pemantauan dan evaluasi yang juga sejalan dengan teori
yang dikemukakan oleh Rahma (2008) yang mengharuskan adanya pemantauan dan
evaluasi untuk berjalannya duatu proses pelayanan dengan baik karena monitoring
melacak kinerja yang nyata terhadap apa yang direncanakan atau diharapkan dengan
menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Monitoring meliputi kegiatan
pengumpulan dan analisis data tentang proses dan hasil dari pelaksanaan program atau
kegiatan dan memberikan rekomendasi untuk melakukan tindakan koreksi. Monitoring
pengendalian adalah tindak lanjut dari monitoring.
Monitoring sebenarnya lebih ditekankan pada kegiatan mencermati proses
pelaksanaan kegiatan serta adanya perubahan lingkungan organisasi. Hasil monitoring
akan memberikan umpan balik, apakah kegiatan dapat berjalan semestinya, ataukah
terjadi adanya penyimpangan dari yang direncanakan, atau bahkan perencanaan yang
tidak tepat atau menjadi tidak tepat oleh adanya perubahan lingkungan. Hasil monitoring
dipakai sebagai dasar tindakan manajemen, mulai dari penjaminan kegiatan tetap pada
tracknya sampai pada tindakan koreksi dan atau penyesuaian. Pengertian inilah yang
dimaksud sebagai pengendalian, sehingga sering pengendalian tidak dapat dipisahkan
atau bahkan sulit dibedakan dengan monitoring itu sendiri. Monitoring dan pengendalian
adalah sebuah kesatuan kegiatan, yang sering juga disebut sebagai on-going evaluation
atau former evaluation (Rahma, 2008).
Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian menginformasikan secara tegas
tentang variabel masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan yang
dihasilkan di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel
masukan/input SOP yang berhubungan dengan mutu pelayanan tersebut seperti
97
permasalahan belum adanya SOP tentang pedoman dan pencegahan INOK di rawat inap
(standar precaution tidak dilakukan SDM, pencegahan melalui pemasangan infus tidak
dilakukan, pencegahan melalui meminimalisasi rute penularan.
Pentingnya pengadaan SOP tentang pedoman dan pencegahan INOK ini sejalan
dengan Depkes (2007) yang menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang
yang ada di lingkungan rumah sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau
tidak, dilakukan dengan standar precaution. Hal ini dikarenakan standar precaution
sendiri adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan
tubuh, sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko
penularan dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan,
pasien atau pengunjung. Pernyataan ini juga sejalan dengan dengan CDC (2002) dengan
memberi petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan
INOK yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions
untuk semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai
utnuk semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Standar ini
merupakan kombinasi dari BSI dan universal precautions dan yang kedua melakukan
transmission–based precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien
yang dicurigai atau terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau
kontak, atau terinfeksi dengan organisme yang epidemis.
6.2.3 Analisis mutu input pelayanan yang meliputi faktor Alat Kesehatan
Input alat kesehatan pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah alat
kesehatannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai
98
kelengkapan alat kesehatan di RS Muhammadiyah Taman Puring diketahui bahwa alat
kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap. Hal ini dikarenakan masih adanya beberapa
alat yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi seperti EKG yang hanya ada 2
buah jika dibandingkan dengan banyaknya ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat
yang belum tersedia seperti CT-Scan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency
yang menyebabkan terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien terlebih lagi
jika pasien yang membutuhkan CT-Scan dan hemodialisanya tidak transportable dan
tetap harus dirujuk, maka hal tersebut bisa membahayakan kondisi pasien.
Masalah kurang lengkapnya alat kesehatan ini harus segera dipenuhi dan
diselesaikan karena sejalan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16
ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah,
keamanan, keselamatan dan layak pakai. Kemudian ayat 6 mengamanahkan bahwa
pemeliharaan peralatan harus didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan. Pentingnya kelengkapan alat kesehatan ini sejalan dengan Depkes
(2008) yang menyatakan bahwa peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor yang
memegang peranan penting dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang berkesinambungan perlu didukung dengan
peralatan yang selalu dalam kondisi lengkap jenis, siap pakai serta dapat difungsikan
dengan baik.
Selain dari segi kelengkapan, input alat kesehatan juga bisa dilihat dari kecukupan
jumlahnya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kecukupan alat kesehatan di
RS Muhammadiyah ini belum mencukupi jumlahnya untuk memenuhi kebutuhan pasien
99
karena masih ada yang belum sama sekali seperti CT-Scan, hemosialisa, oksigen sentral,
troly emergency dan ada juga yang masih perlu ditambah seperti jumlah EKG yang baru
ada 2 buah. Dengan demikian kecukupan jumlah alat kesehatan pun menjadi penting dan
hal ini sejalaan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1
mengamanahkan bahwa peralatan medik dan non medik harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi kelengkapan dan kecukupan jumlah,
keamanan, keselamatan dan layak pakai. Hal ini sejalan pula dengan teori yang
dikemukakan oleh Rahmah (2008) yang menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat
perlu ditingkatkan melalui pelayanan kesehatan yang berkualitas salah satunya melalui
upaya penyediaan alat kesehatan yang baik, aman, cukup jumlah dan layak pakai. Agar
peralatan kesehatan selalu dalam kondisi baik, aman dan layak pakai, diperlukan
pemeliharaan preventif meliputi pemeliharaan berkala dan pelaksanaan pengujian dan
kalibrasi.
Hasil daftar tilik analisa penyebab kematian menginformasikan secara tegas
tentang variable masukan/input peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan
yang dihasilkan di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring. Variabel masukan/input
peralatan yang berhubungan dengan mutu pelayanan seperti salah satunya diketahui
bahwa peralatan CT Scan diperlukan berada di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring untuk mendukung penegakan diagnosa secara pasti, terlebih apabila kondisi
pasien tidak transportable sehingga penataksanaan pasien selanjutnya lebih cepat dan
tepat. Selain CT Scan, alat hemodialisa juga belum tersedia serta oksigen sentral dan troly
emergency juga belum ada, ditambah lagi EKG yang hanya ada dua dari banyaknya
ruang rawat serta kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas
100
pemeliharaan alat dalam laporan antar unitnya sehingga menyebabkan ketidaknyamanan
bagi pasien. Kurangnya koordinasi antara petugas rawat inap dengan petugas
pemeliharaan alat kesehatan ini juga salah satunya disebabkan tidak adanya SOP yang
mengatur hubungan kerja dengan unit lain di rumah sakit ini yang berbanding terbalik
dengan Pedoman Kebijakan Akreditasi Rumah Sakit (Rawat Inap) Depkes tahun 2008
yang mengharuskan adanya SOP hubungan kerja dengan unit lain sehingga bisa dipantau
prosesnya dan lebih teratur.
6.3
Analisis mutu proses pelayanan yang meliputi penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas bagaimana proses berjalannya pelayanan pasien di rawat
inap mempengaruhi mutu pelayanan rawat inap rumah sakit. Proses pada pelayanan rawat
inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi
penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan paramedis serta hasil
evaluasi kinerja medis dan paramedis.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa dalam proses
penatalaksanaan medis dan paramedis di RS Muhammadiyah ini masih terjadi kesalahan
diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku petugas yang mendukung
tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan, dan kejadian nearmiss
yang lain. Masalah – masalah ini disebabkan salah satunya oleh petugas yang belum
melaksanakan melaksanakan standart preacuation sehingga tinggi risiko infeksi
nosokomialnya. Hal ini sejalan dengan standar kompentensi kedokteran Indonesia dalam
101
Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang menyatakan bahwa lulusan dokter mampu
membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Pernyataan sebelumnya juga sejalan dengan
penelitian Mulyatiningsih (2013) yang menyatakan adanya hubungan kemampuan medis
dan paramedic dalam menjalankan fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan,
pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan keselamatan pasien sehingga
menjadi penting untuk diperhatikan dan diperbaiki.
Selain itu kurangnya kemampuan dokter dan perawat dalam menjalankan fungsinya
sebagai tenaga medis dan paramedis di rawat inap berbanding terbalik dengan standar
kompentensi kedokteran Indonesia dalam Konsil Kedokteran Indonesia (2013) yang
menyatakan bahwa lulusan dokter mampu melakukan fungsi ketepatan dan pemantauan
terapi cairan, pengawasan tanda vital, pengawasan tanda shock dengan baik. Sedangkan
pentingnya melaksanakan standart preacuation disebutkan oleh Depkes (2007) yang
menyatakan bahwa pencegahan infeksi bagi semua orang yang ada di lingkungan rumah
sakit tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak, dilakukan dengan standar
precaution.
Pentingnya pelaksanaan standart precaution ini karena standart precaution sendiri
adalah petunjuk tindakan pencegahan penularan infeksi melalui darah, cairan tubuh,
sekresi dan ekskresi kecuali keringat yang bertujuan untuk menurunkan risiko penularan
dari infeksi yang sudah ada atau belum diketahui pada petugas kesehatan, pasien atau
pengunjung. Pernyataan ini juga sejalan dengan dengan CDC (2002) dengan memberi
petunjuk isolasi bagi rumah sakit (Isolation Precautions) untuk mengendalikan INOK
yang terdiri dari dua komponen yaitu dengan melakukan standard precautions untuk
102
semua pasien. Ini mirip dengan universal precautions, tapi sarung tangan dipakai utnuk
semua daerah lembab pada pasien termasuk ekskresi dan sekresi. Ini merupakan kombinasi
dari BSI dan universal precautions dan yang kedua melakukan transmission–based
precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan) untuk pasien yang dicurigai atau
terdiagnosa infeksi yang dapat ditularkan melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi
dengan organisme yang epidemis.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai evaluasi kinerja medis dan paramedis
diketahui bahwa evaluasi kinerja medis dan paramedic di RS Muhammadiyah ini belum
pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis ataupun tim mutu karena dari komite
medis sendiri belum mengeluarkan aturan untuk tindakan evaluasi. Hal ini juga
dikarenakan pengurus komite medis memiliki double task antara fungsional dan
operasional, sedangkan untuk evaluasi kinerja paramedis dahulu sempat dilakukan melalui
pengisian buku evaluasi individu namun hal itu sudah tidak berjalan semenjak 3 tahun ini.
Jika dilihat dari segi kepentingannya tentu saja berjalannya komite mutu ini sangat
penting untuk meningkatkan mutu layanan rumah sakit karena dari pengertian mutu
pelayanan itu sendiri adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai
jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata dan
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azwar, 2010). Selain itu
dalam Kemenkes RI juga disebutkan bahwa mutu pelayanan kesehatan itu meliputi kinerja
yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat
menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga
sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Pohan, 2009).
103
Dari beberapa pernyataan sebelumnya dapat diketahui bahwa komite mutu sangat
diperlukan untuk mengetahui mutu pelayanan rumah sakit sehingga bisa menjaga mutu
yang sudah bagus dan meningkatkan yang masih kurang. Evaluasi mutu juga sangat
penting untuk dilaksanakan baik secara programatau kegitan dan kinerja karena evaluasi
sendiri merupakan suatu penilaian sedangkan evaluasi program, merupakan suatu istilah
dalam manajemen yang cukup populer pada dekade terakhir ini, akan tetapi ini bukanlah
suatu hal yang baru (Thoha, 2001).
Menurut hasil penelitian Syafharini (2012) tidak berjalannya program komite mutu
dalam meningkatkan kualitas pelayanan, merupakan kesalahan manusia (human error)
yang disebabkan oleh :
a. Kurangnya sosialisasi program yang mengakibatkan kurang pahamnya para
karyawan akan program yang akan diimplementasikan dan manfaat dari program
tersebut.
b. Tidak tegasnya sanksi yang diberikan manajemen terhadap karyawan yang tidak
melakukan program tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara mengenai hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis
diketahui hasil metode evaluasi untuk kinerja medis di rumah sakit muhammadiyah ini
tidak ada karena tindakan evaluasinya tidak pernah dilakukan sedangkan untuk evaluasi
paramedis sudah 3 tahun ini tidak berjalan lagi evaluasinya. Sedangkan sebelum 3 tahun
ini evaluasinya berjalan dengan hasil yang cukup baik namun masih banyak yang kurang
pada sikap petugas terhadap pasien dan kurangnya pencegahan infeksi nosokomial. Hasil
evaluasi kinerja yang tidak ada akan menjadi kendala rumah sakit untuk melakukan
perbaikan, pentingnya peranan evaluasi ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
104
Thoha (2001) yang menyebutkan bahwa evaluasi atau kegiatan penilaian merupakan
bagian yang penting dari proses manajemen dan didasarkan pada sistem informasi
manajemen. Evaluasi dilaksanakan karena adanya dorongan atau keinginan untuk
mengukur pencapaian hasil kerja atau kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang
telah ditetapkan .
Dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau
pelaksanaan suatu kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh
mana tujuan-tujuan yang sudah direncanakan oleh sebuah organisasi telah tercapai atau
belum (Thoha, 2001).
Hasil daftar tilik analisis penyebab kematian
menginformasikan
bahwa
penatalaksanaan paramedis belum memadai karena adanya masalah penatalaksanaan
pasien akibat pengawasan ketat paramedis kurang memadai. Hal ini karena faktor jumlah
paramedis yang tidak seimbang dengan jumlah tempat tidur serta jumlah paramedis terlatih
belum seluruhnya.
6.4
Gambaran output pencapaian kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring
Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari hasil telaah dokumen rekam medis yang
menunjukkan bahwa dari bulan Januari sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus
NDR dengan 12 rekam medis yang ditemukan. Jumlah 12 pasien yang meninggal > 48
jam dari total 40 pasien yang meninggal selama 6 bulan ini berarti sebanyak 0,3%
kejadian NDR, sedangkan standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam adalah
105
0,24%. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian > 48
jam masih tinggi dan belum memenuhi standar.
6.5
Gambaran keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output pencapaian kejadian Net
Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman
Puring.
Mutu input pelayanan yang meliputi faktor Sumber Daya Manusia (SDM), faktor
SOP, faktor alat kesehatan pada kejadian Net Death Rate (NDR) tinggi di instalasi rawat
inap Rumah Sakit Muhamammadiyah Taman Puring dalam penelitian ini bisa dilihat dari
hasil telaah dokumen, wawancara mendalam dan daftar tilik.
Analisis mutu input pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring salah satunya membahas bagaimana input sumber daya manusia yang
mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap. Input sumber daya manusia
di rawat inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring sendiri terdiri dari dokter
penanggungjawab/ dokter spesialis, dokter jaga dan perawat dimana jumlah dokter jaga
dan perawatnya masih kurang yaitu harusnya ada 9 orang di RS ini ada 8 orang
sedangkan untuk jumlah perawat yang harusnya memenuhi perbandingan 2:3 dengan
jumlah tempat tidur di RS ini hanya ada 40 perawat dengan 71 tempat tidur. Selain
jumlah kualitas juga sangat mempengaruhi cara kerja SDM yang salah satunya
dipengaruhi oleh pelatihan seperti pelatihan pembacaan diagnosa, pembacaan hasil ECG,
pemantauan cairan dan pelatihan asuhan keperawatan.
106
Pentingnya pengaruh input SDM terhadap proses pelayanan yang selanjutnya
akan mempengaruhi output mutu pelayanan ini sejalan dengan hasil
penelitian
Karassavidou et al. (2009) dapat diketahui, bahwa dimensi personal (human factor)
dianggap penting bagi pasien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Chilgren (2008)
yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien meliputi
kecepatan waktu pelayanan, sikap
dan perilaku karyawan (dokter dan karyawan
lainnya), serta kejelasan informasi yang diberikan. Untuk menghasilkan kualitas
pelayanan yang sesuai dengan harapan pasien, kompetensi SDM, terutama SDM
yang berhubungan langsung dengan proses perawatan, sangat penting
Selain input SDM, untuk mengetahui mutu input pelayanan rawat inap di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring kemudian dibahas pula bagaimana input standar
operasional peosedur (SOP) yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat
inap karena pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan SOP yang
bermutu pula. Input SOP pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan SOP, pelaksanaan SOP, kepatuhan
petugas terhadap SOP, pelaksanaan sosialisasi SOP, pelaksanaan pemantauan SOP,
evaluasi dari pelaksanaan SOP. Pengaruh input SOP terhadap proses pelayanan yang
selanjutnya akan mempengaruhi output mutu pelayanan ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Atmoko (2010) bahwa SOP penting karena SOP sendiri adalah
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat
penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif
dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja
yang bersangkutan.
107
Selain input SDM dan SOP, untuk mengetahui mutu pelayanan rawat inap di
Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring, maka dibahas pula bagaimana input alat
kesehatan yang mempengaruhi berjalannya pelayanan pasien di rawat inap karena
pelayanan di rawat inap akan bermutu jika didukung oleh masukan peralatan yang
bermutu pula. Input alat kesehatan pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring ini bisa dilihat dari segi kelengkapan dan kecukupan
jumlah alat kesehatannya. Pengaruh input alat kesehatan terhadap proses pelayanan yang
selanjutnya akan mempengaruhi output mutu pelayanan sejalan dengan UU No 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit pasal 16 ayat 1 mengamanahkan bahwa peralatan medik dan
non medik harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu baik dari segi
kelengkapan dan kecukupan jumlah, keamanan, keselamatan dan layak pakai. Kemudian
Ayat 6 mengamanahkan bahwa Pemeliharana peralatan harus didokumentasikan dan
dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan
Kemudian selain input untuk mengetahui mutu pelayanan rawat inap di Rumah
Sakit Muhammadiyah Taman Puring, maka dibahas pula bagaimana proses berjalannya
pelayanan pasien di rawat inap mempengaruhi mutu pelayanan rawat inap rumah sakit.
Proses pada pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring ini bisa
dilihat dari segi penatalaksanaan medis dan paramedis, evaluasi kinerja medis dan
paramedis serta hasil evaluasi kinerja medis dan paramedis. Pengaruh proses pelayanan
terhadap output mutu pelayanan sejalan dengan penelitian Niken (2009) yang
menyatakan bahwa proses pelayanan penatalaksanaan medis dan paramedic yang sesuai
berkaitan dengan mutu pelayanan.
108
Adanya keterkaitan mutu input pelayanan (faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
faktor SOP, faktor alat kesehatan) dan mutu proses pelayanan (penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan keperawatan) terhadap output mutu salah satunya kejadian Net
Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap rumah sakit ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Donabedian, (1982), yang menyatakan bahwa mutu pelayanan
kesehatan
dengan
pendekatan
secara
komprehensif
meliputi
input/masukan,
process/proses dan output/luaran. Adapun pendekatan sistem manajemen mutu tersebut
dimulai dari input berupa Sumber Daya Manusia (SDM), pasien, Kebijakan meliputi SOP
dan Fasilitas sebagai masukan untuk berlangsungnya tahap proses yaitu interaksi provider
terhadap pasien yang akan menghasilkan berupa mutu pelayanan. Sedangkan salah satu
mutu pelayanannya berupa kejadian Net Death Rate (NDR) di instalasi rawat inap rumah
sakit ini sesuai dengan dengan Depkes (2008) yang menyebutkan NDR sebagai salah satu
indikator mutu pelayanan kesehatan, maka demikian juga Rumah Sakit Muhammadiyah
Taman Puring menetapkan ukuran angka kematian pasien > 48 jam di rawat inap sebagai
salah satu standar pelayanan minimum (SPM) dan sekaligus sebagai salah satu indikator
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.
109
7
BAB VII PENUTUP
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
SIMPULAN
Berdasarkan latar belakang, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan sebelumnya, simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah:
1. Permasalahan pada mutu input di Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring yaitu :
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
a) Masih kurangnya jumlah SDM pada bagian dokter jaga dari yang harusnya
ada 9 hanya ada 8 orang dan perawat hanya ada 40 orang dengan jumlah
tempat tidur 71 belum memenuhi perbandingan 2:3.
b) Frekuensi pelatihan yang diikuti oleh dokter spesialis, dokter jaga dan
perawat masih jarang dan belum merata seperti pelatihan pembacaan
diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan pelatihan asuhan
keperawatan.
b. Standar Operasional Prosedur (SOP)
a) Kelengkapan SOP yang masih kurang lengkap jika dibandingkan dengan
Depkes (2008).
b) Pelaksanaan sosialisasi SOP juga belum sepenuhnya terlaksana karena dari
10 SOP yang ada masih ada 4 SOP yang belum tersosialisasikan,
Untuk permasalahan ini disarankan RS untuk lebih rutin mengadakan
sosialisasi SOP.
110
c) Pemantauan dan evaluasi dari pelaksanaan SOP di rumah sakit ini belum
berjalan dan tidak pernah ada.
c. Alat Kesehatan
Permasalahan pada mutu input alat kesehatan bisa dilihat dari segi kelengkapan
dan kecukupannya. Alat kesehatan di rumah sakit ini belum lengkap karena
masih ada beberapa yang masih kurang atau jumlahnya belum mencukupi
seperti EKG yang hanya ada 2 buah jika dibandingkan dengan banyaknya
ruangan unit rawat inap dan ada beberapa alat yang belum tersedia seperti CTScan, hemodialisa, oksigen sentral dan troly emergency yang menyebabkan
terhambatnya pelayanan yang diberikan kepada pasien.
2. Permasalahan pada mutu proses pelayanan rawat inap bisa dilihat dari segi:
a. Penatalaksanaan medis dan paramedis. Permasalahan ini diantaranya terjadi
kesalahan diagnosis, kegagalan pemantauan cairan, sering terjadi perilaku
petugas yang mendukung tingginya risiko infeksi nosokomial, kegagalan asuhan
keperawatan, dan kejadian nearmiss yang lain,
b. Evaluasi kinerja medis dan paramedis. Evaluasi kinerja medis dan paramedis di
RS Muhammadiyah ini belum pernah sama sekali dilakukan oleh komite medis
ataupun tim mutu karena dari komite medis sendiri belum mengeluarkan aturan
untuk tindakan evaluasi,
3. Gambaran output pencapaian kejadian NDR di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Muhammadiyah Taman Puring bisa dilihat dari:
111
a. Hasil telaah dokumen rekam medis yang menunjukkan bahwa dari bulan Januari
sampai Juni tahun 2016 terdapat 20 pasien kasus NDR dengan 12 rekam medis
yang ditemukan.
b. Jumlah 12 pasien yang meninggal > 48 jam ini dari total 40 pasien yang
meninggal selama 6 bulan ini berarti sebanyak 0,3% kejadian NDR, sedangkan
standar dari Depkes (2008) untuk kematian > 48 jam adalah 0,24%.
c. Hal ini mengartikan bahwa di Rumah Sakit Muhammadiyah angka kematian >
48 jam masih tinggi dan belum memenuhi standar.
7.2
SARAN
1. Sebaiknya pihak rumah sakit melakukan koordinasi antara bagian SMF Umum dan
Bagian Diklat untuk mengirim dokter dan perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan
seperti pelatihan pembacaan diagnose, pembacaan hasil ECG, pemantauan cairan dan
pelatihan asuhan keperawatan.
2. Sebaiknya pihak rumah sakit membuat SOP yang belum ada (hubungan kerja dengan
unit lain, uraian tugas bagan organisasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan,
evaluasi hasil perawatan, tatacara pemeriksaan laboratorium, kewenangan ka instalasi
dan okter jaga, konsul antar dokter jaga/konsulen, pencegahan infeksi).
3. Sebaiknya pihak rumah sakit melengkapi kekurangan alat kesehatan yang diperlukan
seperti CT-Scan, alat hemodialisa, troly emergency dan oksigen sentral untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
4. Sebaiknya rumah sakit menindak lanjuti permasalahan medis (kesenjangan yang
ditemukan antara keakuratan penegakan dignosa oleh dokter jaga IGD dengan dokter
112
konsulen) melalui Sub Komite Medik sesuai peran nya untuk menegakkan etika
disiplin profesi medis, mutu pelayanan berbasis Evidance Based Medicine.
5. Sebaiknya pihak rumah sakit memaksimalkan fungsi pengawasan dan evaluasi
terhadap kinerja tenaga dokter dan keperawatan agar tenaga dokter dan keperawatan
bekerja sesuai dengan prosedur dan asuhan keperawatan yang seharusnya sehingga
dapat terhindar dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan
113
Daftar pustaka
Daftar Pustaka
Aditama, Tjandra Yoga, 2002 Manajemen Administrasi Rumah Sakit; Edisi 2, Universitas
Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Akreditasi Rumah Sakit Depkes pelayanan unit IGD Rumah Sakit Muhammadiyah Taman
Puring (2008)
Aloysius, A (2006). Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Faktor Manajemen
di Ruang Perinatologi RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Tesis
Surabaya, Universitas Airlangga.
Aripin, Aloysius. 2004. Upaya Penurunan Net Death Rate Berdasarkan Analisis Manajemen di
Ruang Neonatus RSUD Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Tesis. Surabaya :
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga
Atmoko, Tjipto. (2010). Standar Operasional Prosedur (Sop) Dan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Diakses dari :
http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/BX32jRZz1284857253.pdf, pada 25 Oktober 2016
Azwar, Azrul. (2010). Menjaga Mutu pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran
Pemecahan Masalah. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Budiono, Sugeng. (2014). Pelaksanaan Program Manajemen Pasien dengan Risiko Jatuh di
Rumah Sakit. Diakses dari : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/519/403,
pada 22 Maret 2016.
CDC. Departmen Of Health and Human Services. (2002), „Guideline for Hand Hygiene in
Health-Care Settings‟, Morbidity and Mortality Weekly Report,Vol 51, No. RR-16.
114
Chilgren, A. A. (2008). Manager And The New Definition Of Quality. Journal Of
Healthcare Management, 53 (4): 221.
Depkes RI, (2003). Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI
DepKes RI Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. (2006). Pedoman Penyelenggaraan dan
Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta.
DepKes RI. (2007). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit
Depkes RI. (2008), Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, Depkes RI Dijen Bina Yan
Med KARS, Jakarta.
Donabedian (1988), Avendis, M.D, M.P.H, (1980), Exploratung in Quality Assessment and
Monitoring, Vol I, The Definition of Quality and Approaches to its Assessment, Health
Administration Press, Ann Arbor, Michigan.
Gaspersz, V. (2006). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six
Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah cetakan keempat, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Global Health Workforce Alliance . (2011). Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun
2011 – 2025. Diakses dari :
http://www.who.int/workforcealliance/countries/inidonesia_hrhplan_2011_2025.pdf,
pada 25 Oktober 2016
115
Hayward RA and Hofer TP. Estimating Hospital Deaths Due to Medical Errors: Preventability
is in the Eye of the Reviewer. Journal of the American Medical Association. 2001;
286(4): 415-420.
Horton LA. Calculating and Reporting Healthcare Statistics. 3rd edition. Chicago: American
Health Information Management Association Press; 2007.
http://www.who.int/patientsafety/research/methods_measures/human_factors/human_fact
ors_review.pdf, pada 22 Maret 2016
Ilyas, Yaslis. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formula, Depok:
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
ISO 9001:2008 an International Standard for Quality Management System
ISO 9001:2008 Awareness & implementation, SGS, March 2009
Jacobalis, S., 2000. Beberapa Teknik dalam Manajemen Mutu, Manajemen Rumah Sakit, Universitas
Gadjahmada, Yogyakarta.
Jati, Sutopo Patria. Beberapa Konsep Dasar tentang Manajemen Rumah Sakit, 2009
Karassavidou, E. (2009). Quality In Nhs Hospitals: No One Knows Better Than Patients.
Measuring Business Excellence J,13 (1): 34-46
KBBI. (2014). Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Diakses dari : Kbbi.web.id, pada 22 Maret
2016.
Konsil Kedokteran Indonesia. (2013). Standar Kompetensi Kedokteran Indonesia. Diakses dari :
http://pd.fk.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/12/SKDI-disahkan.pdf pada 21 Oktober
2016.
Kotler, P. (1990). Marketing Management, Analysis, Planning and Control, New Jersey:
Prentice Hall.
Laporan Kepala Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Taman Puring tahun 2016
116
Leebov, Wendy and Ersoz, Jean C, 1991, The Health care manajer‟s guide to continous quality
improvement, Chicago, American Health Association.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang Standar Minimal Pelayanan Rumah Sakit Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008.
Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2008.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
tentang
Standar
Instalasi
Gawat
Darurat
(IGD)
Rumah
Sakit
Nomor:
856/Menkes/SK/IX/2009. Jakarta: Menteri Kesehatan RI; 2009.
Mulyatiningsih, Sri. (2013). Determinan Perilaku Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan
Pasien Di Rawat Inap RSAU Dr Esnawan Antariksa Jakarta. Diakses dari :
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334194-T32569-Sri%20Mulyatiningsih.pdf pada 20
Oktober 2016.
Muslihuddin, Adji. (1996). Pola Pelayanan Keperawatan di Indonesia Dalam Upaya Meningkatkan
Mutu Rumah Sakit. Jakarta.
Nasution, M. N. (2004). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta:
Penerbit Ghalia.
Natasia, Nazvia. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaksanaan SOP Asuhan
Keperawatan
di
ICU-ICCU
RSUD Gambiran
Kota
Kediri.
Diakses dari :
http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/download/513/393 pada 11 November 2016.
Niken, Ellya. (2009). Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) Melalui Audit
Kematian
Di
RSUD
Kota
Bekasi
Tahun
2009.
Diakses
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20271804-T%2028456-Analisis%20mutufull%20text.pdf pada 20 Agustus 2016.
117
dari
:
Notoatmodjo , S. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Penerbit PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Nurfany, Ayu. (2009). Analisis Faktor Penyebab Net Death Rate Tinggi Di Ruang Rawat Inap
Interne RSUD Bangil. Universitas Airlangga
Philip B. Crosby. (1979). The Conformance of Requirements, New Jersey: Prentice Hall.
Pohan, Imbalo.S. (2009). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Prastiwi, Niken (2010). Analisis Mutu Pelayanan Intensive Care Unit (Icu) Melalui Audit
Kematian Di RSUD Kota Bekasi. Diakses dari :
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20271804-T%2028456-Analisis%20mutufull%20text.pdf pada 25 Maret 2016.
Rahmah, Annisa. (2008). Analisis Sistem Pemeliharaan Peralatan Kesehatan Di Rumah Sakit
Kota Medan. Diakses dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6662/3/08E00700.pdf.txt. Dikases pada
22 Maret 2016.
Rahmawati AF dan Supriyanto S. Health Service Quality Based On Dabholkar Dimension At
Ward Room Of Internal Disease. Journal Administrasi Kesehatan Indonesia. 2013.
Rasmanto J, Koentjoro T, Djasri H, 2005, Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit
Kematian di RSD Kol.Abundjani Bangko Provinsi Jambi.
Ratnamiasih, Ina. (2012). Kompetensi SDM dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. Diakses dari :
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=153066&val=5913&title=Kompeten
si%20SDM%20dan%20Kualitas%20Pelayanan%20Rumah%20Sakit, pada 25 Maret
2016
118
Republik Indonesia. (2000). Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perlindungan
terhadap Konsumen. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2004). Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit Pasal 29b
UU No.44/2009. Sekretariat Negara. Jakarta.
Rustiyanto, Ery. (2010). Statistik Rumah Sakit untuk Pengambilan Keputusan, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Sarma, Hartaty. (2008). Manajemen Upaya Literatur Promosi Kesehatan. Diakses dari :
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126569-S-5231-Manajemen%20upaya-Literatur.pdf,
pada 26 Maret 2016.
Siagian, SP. (2000). Filsafat Administrasi, Gunung Agung , Jakarta
Soejadi. (1996). Efisiensi Pengelolaan Rumah Sakit, Grafik Barber Johnson sebagai Salah Satu
Indiktor. Katriga Bina: Jakarta.
Sugiyono. (2009). Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Metode Penelitian Manajemen.
Yogyakarta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan r&d,
Bandung: CV Alfabeta.
Sumi, Anis. (2013). Analisis Kejadian Pasien Pulang Paksa Di Rumah Sakit TNI AU Lanud
Iswahjudi. Diakses dari :
http://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.php/rm/article/view/308/280, pada 22 Maret 2016
Supriyanto, Edi. (2012). Analisa Faktor-faktor Penyebab Tidak Lengkapnya Laporan Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit di Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota
119
Kediri. Diakses dari : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/514/396, pada 22
Maret 2016.
Supriyanto, S., & Damayanti, N. A., (2007). Perencanaan dan Evaluasi. Surabaya: Airlangga
University Press
Syafharini, Amerina. (2012). Analisis Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan Di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Universitas Sumatra Utara.
Thoha, M., (2001). Perilaku Organisasi–Konsep Dasar dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Tjiptono, F. dan Diana, A. (2003). Total Quality Management. Edisi Revisi. Yogyakarta : Andi
offset.
WHO. Human Factors in Patient safety Review of Topics and Tools. [Online Journal] 2010.
Diakses dari :
Zeithaml VA, Parasuraman A, and Berry LL. DeliveringStandar Quality Service: Balancing
Customer Perceptions and Expectations. New York: Simon and Schuster; 1990.
120
8
Lampiran
Lampiran
Tabel Analisis penyebab kematian > 48 jam menurut Resume audit rekam medis
No
Resume Audit Rekam Medis
1.
Kasus Terminal (Berdasarkan
kondisi pasien, berdasarkan
diagnosa penyakit, berdasarkan
diagnose dari informan/dokter
penanggung jawab)
Keterlambatan diagnose
Komplikasi (perjalanan
penyakit dasar lebih dari)
Infeksi nosocomial
Asuhan Keperawatan
2.
3
4
5
Analisa
Penyebab
Kematian
Jumlah
%
Tabel Daftar Tilik Analisa Penyebab Kematian
No
1.
2.
3
4
5
Kode RM No Rekam Medis
Analisa Penyebab Kematian
Pedoman wawancara
Pedoman wawancara input sumber daya manusia
1. Bagaimana kecukupan jumlah dokter di instalasi rawat inap?
2. Bagaimana kecukupan jumlah perawat di instalasi rawat inap?
3. Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh dokter?
121
4. Bagaimana frekuensi dari pelatihan tersertifikasi yang diikuti oleh perawat?
5. Bagaimana kemampuan dokter jaga dalam mendiagnosa pasien ?
6. Bgaimana pengawasan terapi metabolik oleh dokter jika dibandingkan dengan indikator
yang telah ditentukan?
7. Bagaimana kemampuan paramedis dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga
paramedis di rawat inap (fungsi ketepatan dan pemantauan terapi cairan, pengawasan
tanda vital, pengawasan tanda shock) ?
Pedoman wawancara input SOP
1. Bagaimana kelengkapan SOP pelayanan rawat?
2. Bagaimana pelaksanaan dari SOP tersebut?
3. Bagaimana pelaksanaan dari pemantauan SOP pelayanan rawat inap terhadap praktek
yang dilakukan?
Pedoman wawancara input fasilitas alat kesetahan
1. Bagaimana kelengkapan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan
pelayanan rawat inap?
2. Bagaimana kecukupan jumlah fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan
pelayanan rawat inap?
3. Bagaimana pemeliharaan fasilitas alat kesehatan yang digunakan dalam pemenuhan
pelayanan rawat inap?
122
Pedoman wawancara proses penatalaksanaan paramedik
1. Bagaimana evaluasi kinerja medis yang dilakukan di rawat inap oleh manajemen atau
oleh komite medik?
2. Bagaimana pelaksanaaan metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang
dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik?
3. Bagaimana hasil dari metode evaluasi kinerja medis yang berlaku di rawat inap yang
dilakukan oleh manajemen atau oleh komite medik?
123
LAMPIRAN
Transkip Verbatim
Pertanyaan
Informan
Bagaimana
kecukupan
jumlah dokter di instalasi
rawat inap?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
Verbatim
INPUT
Sumber Daya Manusia (SDM)
“Disni tuh gimana yah kalau soal kecukupan
jumlah dokter udah lumayan walaupun dokter
jaga sepertinya sih masih kurang orang sering
rebutan sana sini kadang”
“Disini sih kayaknya jumlah dokter sudah
lumayan cukup ga masalah sih kayaknya”
“Kalo menurut saya sih disini jumlah dokter
sudah cukup sepertinya”
“Emm gimana yah ga bisa dibilang cukup
soalnya jumlah dokter bagian dokter jaganya
masih kurang”
“Selama ini tuh disini sering ada masalah di
bagian dokter jaganya soalnya belum cukup
sepertinya jumlahnya karena ketika
dibutuhkan masih tarik sana sini”
“Ya kalo ditanya masalah cukup ngganya
dokter mah itu masih kurang jumlah dokternya
terutama dokter jaga”
“Rs ini mah jumkah dokternya kayak yang
sedikit jadi kalo menurut saya sih masih belum
mencukupi”
“Dulu sih kayak banyak gtu jumlahnya dokter
124
Kode
(J1-1)
(J1-1)
(J1-1)
(J1-2)
(J1-2)
(J1-2)
(J1-2)
(J1-2)
Keterangan
(J1-1) = pernyataan dengan
kata kunci cukup
(J1-2) = pernyataan dengan
belum cukup
Total :
4 orang mengatakan cukup
dan 5 orang mengatakan
belum cukup
Pertanyaan
Informan
I-9
Bagaimana
kecukupan
jumlah perawat di instalasi
rawat inap?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Verbatim
tuh tapi kesini-kesini dilihat lagi jadi masih
kurang jumlahnya”
“Selama ini sih kalo di rawat inap jumlah
dokter penanggung jawab sudah mencukupi
hanya saja dokter jaga memang masih kurang
dan baru lumayan tercukupi diakhir tahun
2016 ini”
“Kalo soal jumlah perawat sepertinya masih
kurang sih ditambah lagi banyak yang
mengundurkan diri tahun ini”
“Kalau dilihat dari setiap saya visit sepertinya
sih masih kurang yah ga sesuai bed nya”
“Kayaknya jumlah perawat udah mencukupi
kok ga pernah ngerasa ada masalah gara-gara
itu saya soalnya”
“Jumlah perawat dirumah sakit ini sih
sepertinya sudah cukup yah”
“Kalau jumlah perawat sepertinya masih
kurang sekali yah apalagi kita sekarang ada
gedung baru jadi otomatis kebutuhannya naik
tapi ini malah banyak perawat yang keluar
jadinya jelaslah kurang”
“Masih kurang mencukupi dan belum sesuai
bed rawat inap sih sepertinya kalo menurut
aku”
“Perawat di rs ini sepertinya cukup cukup
saja”
“Masih kurang perawat nya apalagi ditambah
yang resign banyak sekali tahun ini”
“Jumlah perawat memang masih belum sesuai
dengan jumlah bed yang ada perbandingannya
125
Kode
Keterangan
(J1-1)
(J2-2)
(J2-2)
(J2-1)
(J2-1)
(J2-2)
(J2-2)
(J2-1)
(J2-2)
(J2-2)
(J2-1) = sudah cukup
(J2-2) = belum cukup
Total :
3 orang mengatakan cukup
dan 6 orang mengatakan
belum cukup
Pertanyaan
Informan
Bagaimana frekuensi dari
pelatihan
tersertifikasi
yang diikuti oleh dokter?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Bagaimana frekuensi dari
pelatihan
tersertifikasi
yang diikuti oleh perawat?
I-1
I-2
I-3
I-4
Verbatim
kalo ga salah dari depkes gitu ada”
“Kalau setahu saya sih pelatihan baik untuk
dokter spesialis maupun dokter jaga masih
jarang diikuti”
“Masih jarang kalau untuk mengikuti
pelatihan yang dibutuhkan sih kayaknya orang
saya aja kayaknya jarang banget gitu”
“Terbilang sangat jarang sekali sih mba
frekuensi ikut pelatihannya”
“Jarang kalau pelatihan untuk dokter khusus
gtu aku ikutannya”
“Frekuensinya masih terbilang sangat kurang
kalau unhtuk pelatihan”
“Jarang kalau untuk ikutan pelatihan gitu gitu
sih kadang infonya juga suka telat gitu”
“Masih belum sering dan paling hanya
beberapa dokter belum semua pernah juga”
“Hanya beberapa orang saja kalau ga salah
dan itu juga belum sering”
“Untuk frekuensi pelatihan yang diikuti oleh
dokter baik dokter spesialis maupun dokter
jaga memang masih sangat jarang”
“Saya rasa sih selama ini kalo sering ngganya
emang udh sering cuman kayaknya ga semua
ikut”
“gimana ya kalo perawat sih disini sering
denger kok kalo mereka ada pelatihan”
“emm udh lumayan sering sih kayaknya kalo
perawat cuman belom semua aja”
“ sering sih kayaknya cuman ga rata gitu
kayaknya”
126
Kode
(J3-2)
(J3-2)
Keterangan
(J3-1) = frekuensi sering
(J3-2) = frekuensi jarang
Total :
0 orang mengatakan frekuensi
sering dan 9 orang
mengatakan frekuensi jarang
(J3-2)
(J3-2)
(J3-2)
(J3-2)
(J3-2)
(J3-2)
(J3-2)
(J4-1) = frekuensi sering
(J4-2) = frekuensi jarang
Pertanyaan
Informan
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Bagaimana kemampuan
dokter jaga dalam
mendiagnosa pasien ?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
Verbatim
“ emm pelatihan perawat jarang denger sih
kalo dari perawat unit ranap”
“ kalo pelatihan perawat mah kayaknya
lumayan sering cuman ga semua gitu orang
perawat yang diranap aja paling koordnya
doang”
“ jarang deh kayaknya setahu aku ga rata sih
yah”
“pelatihan perawat disini lumayan sering kok,
orang hrd sering ngumumin gitu”
“Pelatihan untuk perawat sudah cukup sering
frekuensinya walaupun belum semua perawat
mendapatkannya”
“Kalo kemampuan dokter jaga biasanya tuh di
analisa awal untuk diagnosa suspek yang
kurang tajam sebelum konsul jadinya suka ada
miss”
“Ada sih beberpa kali diagnosa dokter jaga di
depan (IGD) kurang tajam waktu konsul”
“Selama ini sih paling dokter jaga yang konsul
kemampuannya kurang untuk menegakkan
diagnosa pasien”
“Emm suka terjadi ada under diagnosis
kadang dari dokter jaga padahal udah
sertifikasi”
“Pelaporan hasil anamnesa dan pemeriksaan
fisik dokter jaga sering kurang tajam”
“Dokter jaga disini karena sudah tersetifikasi
ya sejauh ini ketika saya menangani pasien
belum ada masalah dengan diagnosa dokter
jaga”
127
Kode
Keterangan
(J4-1)
(J5-2)
(J5-2)
(J5-2)
(J5-2)
(J5-2)
(J5-1)
(J5-1) = sudah mahir / tajam
(J5-2) = belum mahir / belum
tajam
Total :
2 orang mengatakan sudah
mahir dan 7 orang
mengatakan belum mahir
Pertanyaan
Informan
I-7
I-8
I-9
Bagaimana kemampuan
dokter dan paramedis
dalam
menjalankan
fungsinya sebagai tenaga
paramedis di rawat inap
(fungsi ketepatan dan
pemantauan terapi cairan,
pengawasan tanda vital,
pengawasan tanda shock)
?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
Verbatim
“Kemampuan diganosa dokter jaga sudah
cukup lumayan walaupun memang kadang ada
masalah”
“Sejauh ini diagnose awalnya memang
keseringan kurang tajam”
“Dokter jaga di rumah sakit kami sudah
tersertifikasi cuman memang masih lumayan
sering terjadi kekurang tajaman diganosa
awal di igd sebelum masuk ranap”
“Kalo untuk kemampuan sebener nya asih ada
beberapa dokter jaga belum berani mengambil
tindakan pemantauan trombolitik dan belum
mahir baca ECG yang menyebabkan
keterlambatan diagnose”
“Belum bisa dibilang mampu semua secara
sempurna ngga sih soalnya ada aja namanya
manusia kalo bikin salah apalagi dokter jaga
agak sering sih mungkin karena baru”
“Gimana ya kalo ngomongin mampu ngganya
pas proses ya mampu cuman ya gtu ada aja
salahnya kayak perawat kadang suka gagal
pas mantau cairan”
“Kalo disini kadang yang agak sering salah
atau gagal sih kemampuan pantau cairan gitu
perawat kalo perawat baru sih seringnya”
“Ga sering sih mba cuman ya ada aja dokter
jaga yang salah baca ECG ya namanya juga
baru tapi mereka udh sertifikasi kok mungkin
nervous mba”
“Disini sih kalau dokter ada beberapa dokter
jaga yang yang belum mahir melakukan
128
Kode
(J5-1)
Keterangan
(J5-2)
(J5-2)
(J6-2)
(J6-2)
(J6-1)
(J6-2)
(J6-2)
(J6-2)
(J6-1) = Sudah mahir
(J6-2) = Belum mahir
Pertanyaan
Informan
I-7
I-8
I-9
Bagaimana kelengkapan
SOP pelayanan rawat
inap?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
Verbatim
pemantauan cairan tertentu jadinya suka agak
harus diperhatiin gitu”
“Sudah kehitung mampu lah mba orang udah
pada sertifikasi kok kebanyakan”
“Ya kalo mampu mah mampu tapi salah mah
ada aja namanya juga manusia mba cuman ga
banyak kok paling beberapa dokter jaga aja
kadang”
“Kalau untuk kemampuan dokter dan
paramedis pernah terjadi kegagalan
pemantauan cairan oleh perawat dan kalau
dokter ada beberapa dokter jaga yang yang
belum mahir melakukan pemantauan cairan
tertentu”
Standar Operasional Prosedur (SOP)
“Belum lengkap sepertinya kalau SOP karena
saya juga masih ngerasa jarang
disosialisasikan SOP”
“Sepertinya sih sudah cukup lengkap SOP
nya”
“Selama ini masih jarang ada sosialisasi SOP
jadi sepertinya sih masih belum lengkap”
“Masih ada beberapa yang belum ada sih sop
nya selihat saya”
“Belum lengkap SOP nya setahu saya soalnya
masih ada beberapa yang belum tegas
pengaturannya seperi jam visit”
“Belum lengkap sih spertinya SOP nya”
“Masih ada yang kurang SOP nya seperti jam
visit kami juga belum diatur”
“Sudah lengkap sepertinya sih kalau masalah
129
Kode
Keterangan
(J6-1)
(J6-2)
(J6-2)
(J7-2)
(J7-1)
(J7-2)
(J7-2)
(J7-2)
(J7-2)
(J7-2)
(J7-1)
(J7-1) = Sudah lengkap
(J7-2) = Belum lengkap
Total :
2 orang mengatakan sudah
lengkap dan 7 orang
mengatakan belum lengkap
Pertanyaan
Informan
I-9
Bagaimana pelaksanaan
dari masing-masing SOP
tersebut?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Bagaimana
petugas
kepatuhan
dalam
I-1
Verbatim
SOP”
“Untuk masalah kelengkapan SOP memang
belum lengkap karena dari 16 SOP yang harus
ada masih ada 6 SOP yang belum ada dn
itupun belum semuanya tersosialisasikan”
“Saya merasanya sih sudah sesuai SOP cuman
karena ga pernah ada evaluasi juga jadinya
gatau yang kita lakukan sudah sesuai atau
belum”
“Saya belum tau semua atau tersosialisasikan
semua SOP jadinya ya kalo ditanya
pelaksanaan juga jadinya ga tau ga bisa nilai”
“Belum semua SOP disosialisasikan jadi ya
saya ga yakin sesuai atau tidak”
“Kalau yang tindakan medis sih saya ga
mungkin melakukan diluar SOP hanya saja
saya juga ga tau semua SOP”
“Kadang melaksanakan kadang tidak tapi
untuk yang medis itu selalu dilaksanakan”
“Agak susah sih untuk melaksanakan semua
SOP karena saya belum tau semua SOP”
“Paling beberapa seperti SOP pelaksanaan
perawatan medis yang benar benar
dilaksanakan yang lainnya gatau”
“Belum semuanya dilaksanakan yang jelas”
“Untuk pelaksanaan masing-masing SOP
selama ini belum pernah ada pemantauan
ataupun evaluasi jadi ga ketahuan kalau ga ad
kasus”
“Untuk masalah patuh saya pasti patuh kalau
tau masalahnya kadang saya tau juga ngga
130
Kode
Keterangan
(J7-2)
(J8-3)
(J8-3)
(J8-1) = melaksanakan
(J8-2) = belum sepenuhnya
melaksanakan
(J8-3) = belum mengetahui
semua SOP nya
(J8-3)
(J8-1)
(J8-2)
(J8-2)
(J8-1)
(J8-2)
(J8-3)
(J9-3)
(J9-1) = sudah patuh
(J9-2) = belum patuh
Pertanyaan
melaksanakan
masingmasing SOP tersebut?
Informan
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Bagaimana pelaksanaan
sosialisasi masing-masing
SOP tersebut terhadap
petugas di rawat inap?
I-1
I-2
I-3
Verbatim
ada SOP nya atau ngga”
“Kalau memang disosialisakan pasti kami
berusaha patuh kalo ke sop mah”
“Memang belum semua staf patuh bukan
hanya dokter saja disini banyak kok orang
kadang gatau sopnya”
“Belum semua dokter atau petugas tau SOP
tertentu jadi gimana bisa patuh”
“Kalau memang ada dan tahu SOP nya pasti
patuh lah saya mba, cuman kadang ya gitu
sosialisasinya jarang”
“Kalau dibilang semuanya patuh SOP pasti
bohong yah orang pasti ada aja yang ga patuh
kalo gatau mah”
“Kalau masalah kepatuhan tidak bisa
digambarkan sih kalo menurut aku karena ga
ad evaluasi kepatuhan juga disini tuh”
“Ya kadang patuh kadang gapatuh kalau lupa
atau gatau ada SOPnya”
“Untuk masalah kepatuhan memang belum
semua petugas patuh sih akan SOP tapi ini
juga belum bisa dilihat secara pasti karena
fungsi pengawasan dan evaluasi yang belum
jalan”
“Kalo soal sosialisasi sop disini tuh belum
semuanya disosialisasikan sepertinya soalnya
sih saya jarang ngerasa nerima sosialisasi”
“Pernah sih dulu disosialisasikan sop nya tapi
jarang banget keitungnya apalagi sekarangsekarang kalo ada yang baru jarang banget”
“Jarang banget sih kalo disini tuh ada
131
Kode
(J9-3)
(J9-2)
Keterangan
(J9-3) = tidak mengetahui
SOP nya
(J9-4) = tidak bisa
digambarkan kepatuhannya
(J9-2)
(J9-3)
(J9-2)
(J9-4)
(J9-2)
(J9-2)
(J10-2)
(J10-1)
(J10-2)
(J10-1) = sudah rutin
sosialisasi
(J10-2) = belum rutin
sosialisasi
Pertanyaan
Informan
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Bagaimana pelaksanaan
dari pemantauan SOP
pelayanan rawat inap
terhadap praktek yang
dilakukan?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
Verbatim
sosialisasi SOP”
“Jarang sih yah ada sosialisasi SOP jadi
kadang aku aja gatau kalao udah ada sop
baru”
“Jarang ada kalo sosialisasi SOP disini tuh
jadinya aja gimana mau patuh”
“Belum pernah disosialisasiin sih SOP nya
kayaknya di rs ini tuh”
“Pernah sih dulu sosialisasi SOP tapi jarang
juga keitungnya”
“kalo soal sosialisasi sop Suka ada kok
sosialisasi SOPnya cuman ya gitu ga semua
dapet kayaknya”
“Untuk sosialisasi SOP selama ini belum
semunya tersosialisasikan dari 10 ada 4 lagi
yang belum tersosialisasikan”
“Di rs ini sih belum ada kayaknya kalo
pemantauan sop orang dari manajemennya
memang belum ada sepertinya”
“Belum ada soalnya tim mutunya gajalan
disini udah 3 tahun”
“Belum ada setahu saya soalnya belum ada
timnya”
“Belum ada sih kayaknya mau pemantauan
atau juga evaluasi sop kalo disini”
“Belum ada soalnya ga ada tim khususnya”
“Belum pernah ada pemantauan selama ini
jadi ketahuannya kalau ada kasus aja”
“Belum pernah ada selama ini soalnhya tim
mutunya ga ada”
“Emm disini tuh belum pernah ada
132
Kode
Keterangan
(J10-2)
(J10-2)
(J10-2)
(J10-1)
(J10-1)
(J10-2)
(J11-2)
(J11-2)
(J11-2)
(J11-2)
(J11-2)
(J11-2)
(J11-2)
(J11-2)
(J11-2) = belum ada
pelaksanaan pemantauan SOP
Pertanyaan
Informan
I-9
Bagaimana evaluasi dari
pelaksanaan
masing
masing SOP tersebut?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Bagaimana kelengkapan
fasilitas alat kesehatan
yang digunakan dalam
pemenuhan
pelayanan
I-1
Verbatim
pemantauan apalagi soal sop ga ad orangnya
soalnya”
“Gimana ya soalnya pelaksanaan pemantauan
selama ini memang belum berjalan karena
tidak ada tim mutunya”
“Selama ini sih belum adaevaluasi sop
kayaknya soalnya dari manajemennya
memang belum ada sepertinya”
“Evaluasi sop disini sih emang belum ada
soalnya tim mutu nya gajalan disini udah 3
tahun”
“Belum ada setahu saya soalnya belum ada
timnya”
“Emm evaluasi sop di rs ini tuh belum ada
kayaknya orang ga ad timnya”
“Belum ada soalnya ga ada tim khususnya”
“Disini tuh belum pernah ada evaluasi selama
ini jadi ketahuannya ada masalah atau ngga
itu kalau ada kasus aja”
“Belum pernah ada sih selama inikalo
evaluasi soalnya tim mutunya ga ada”
“Gimana ya disini mah emang belum pernah
ada evaluasi kecuali kalau ada kasus”
“Kalau menurut saya sih memang disini
pelaksanaan evaluasi selama ini memang
belum berjalan karena tidak ada tim mutunya”
Alat Kesehatan
“Belum lengkap semua ya seperti fasilitas
pemeriksaan penunjang penting tidak ada,
yaitu CT pasien dengan stroke atau trauma
kepala terlambat ditegakkan diagnose pastinya
133
Kode
Keterangan
(J11-2)
(J12-2)
(J12-2) = belum ada evaluasi
(J12-2)
(J12-2)
(J12-2)
(J12-2)
(J12-2)
(J12-2)
(J12-2)
(J12-2)
(J13-2)
(J13-2) = belum lengkap
fasilitasnya
Pertanyaan
rawat inap?
Informan
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
Verbatim
apalagi jika kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan transportasi”
“Belum semuanya lengkap karena tidak
adanya CT Scan untuk dilakukan CT Scan di
RS luar kondisi pasien tidak memungkinkan
untuk di transportasi”
“Ga lengkap karena CT Scan di RS tidak ada
membuat pasien dengan trauma kepala
terlambat ditegakkan diagnosa pasti terutama
untuk menentukan apakah perlu dilakukan
operasi atau tidak”
“Masih belum lengkap sih alkesnya ga adanya
CT Scan bisa ngebuat diagnosa jadi terlambat
atau jadi kurang akurat ditambah lagi kalo
maksa CT Scan di RS luar kadang-kadang
kondisi pasien tidak memungkinkan”
“Ga lengkap di RS ini belum ada CT-Scan
juga belum tersedia alat hemodialisa jadi suka
agak ribet kalau ada pasien yang tiba-tiba
perlu sehingga harus nyari RS lain”
“Menurut saya belum lengkap karena selain
ga ad CT-Scan sama hemodialisa nyatanya
EKG disini cuman ada 2 padahal rung rawat
banyak jadinya suka susah kalau sana sani
butuh”
“Disini tuh belum lengkap alkesnya selain
yang besar-besar seperti CT-Scan sama
hemodialisa disini juga oksigen sentral sama
troly emergency juga belum ada”
“Eh kalo alkes sih disini disebut lengkap juga
ngga sih soalnya alat penting seperti CT-Scan
134
Kode
(J13-2)
(J13-2)
(J13-2)
(J13-2)
(J13-2)
(J13-2)
(J13-2)
Keterangan
Pertanyaan
Informan
I-9
Bagaimana kecukupan
jumlah fasilitas alat
kesehatan yang digunakan
dalam pemenuhan
pelayanan rawat inap
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Verbatim
belum ada”
“Alat kesehatan di rs ini dari segi kelengkapan
memang belum bisa disebut lengkap sih
karena belum ada CT-Scan, hemodialisa, EKG
yang masih kurang, oksigen sentral dan troly
emergency juga belum ada”
“Jumlahnya alkes disini tuh belom lengkap
tentu ada aja beberapa yang belum cukup kalo
lagi dibutuhin seperti EKG”
“Belum cukup karena masih ada beberapa
yang cuman satu dari seluruh ruang rawat
inap atau bahkan tidak ada”
“Tentu belum cukup masih banyak hal yang
harus ditambahkan dan dilengkapi”
“Belum cukup jumlahnya karena kadang suka
ada alat yang ga ada cadangannya seperti
EKG nanti direbutin sana sini”
“Belum cukup jumlahnya karena kita oksigen
pusat saja belum ada”
“Di rs ini alkes terhitungnya belum cukup
jumlahnya karena masih banyak yang harus
ditambah seperti EKG”
“Kalau yang ada sih sudah cukup hanya yang
jadi masalah ialah yang belum ada sama
sekali seperti CT-Scan dan hemodialisa”
“Disini tuh alkesnya belum memenuhi
kebutuhan pasien jumlahnya terutama kalau
pasien sedang banyak yang membutuhkan”
“Belum lengkap sih alat kesehatannya di rs
ini karena masih ada yang belum sama sekali
ada dan masih ada yang perlu ditambah”
135
Kode
Keterangan
(J13-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2)
(J14-2) = belum cukup jumlah
fasilitasnya
Pertanyaan
Bagaimana proses
pelaksanaan
penatalaksanaan medic
dan paramedic di rawat
inap?
Informan
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
I-8
I-9
Verbatim
PROSES
“Proses medisnya yang disini mah masih ada
beberapa petugas yang belum melaksanakan
standart preacuation jadi aja tinggi risiko
infeksi nosokomialnya”
“Sampe sekarang itu kejadian yang agak
sering itu masih ada aja kegagalan
pemantauan cairan pada pasien”
“Selama ini sih masih sering terjadi kesalahan
diagnosis oleh dokter jaga jadi kadang
tindakan yang diambil juga belum maksimal
jatohnya”
“Emm agak abstrak sih kalo proses itu tapi
yang jelas disini itu masih sering terjadi
kegagalan asuhan keperawatan”
“Prosesnya sih yang agak beresiko itu kayak
masih ada aja beberapa petugas yang belum
melaksanakan standart preacuation jadi tinggi
risiko infeksi nosokomialnya”
“Jelas disini itu belum sempurna prosesnya
orang masih sering terjadi kegagalan asuhan
keperawatan”
“Eh gimana ya disini tuh soalnya masih ada
beberapa petugas yang belum melaksanakan
standart preacuation jadi tinggi risiko infeksi
nosokomialnya”
“Masih ada aja beberapa petugas yang belum
melaksanakan standart preacuation jadi aja
makin tinggikan risiko infeksi nosokomialnya
agak bahaya juga”
“Ya secara keseluruhan sih dalam prosesnya
136
Kode
(J15-1)
(J15-2)
(J15-3)
(J15-4)
(J15-1)
(J15-4)
(J15-1)
(J15-1)
(J15-5)
Keterangan
(J15-1) = belum
melaksanakan standart
preacuation
(J15-2) = kegagalan
pematauan cairan
(J15-3) = kesalahan diagnosis
(J15-4) = kegagalan asuhan
perawatan
(J15-5) = semua
Pertanyaan
Informan
Bagaimana evaluasi
kinerja medis yang
dilakukan di rawat inap
oleh manajemen atau oleh
komite medik?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
Verbatim
jelaslah yah masih sering terjadi kesalahan
diagnosis, kegagalan pemantauan cairan,
sering terjadi perilaku petugas yang
mendukung tingginya risiko infeksi
nosokomial, kegagalan asuhan keperawatan,
dan kejadian nearmiss yang lain”
“Di rs ini tuh gimana ya mba masa masingmasing SMF ga pernah ngevaluasi tindakan
yang dilakukan perawat padahal ya itu juga
ada intruksinya”
“Ya disini mah komite mediknya aja ga
melakukan evaluasi rutin ditambah lagi belum
ada pengaturan previlage medis antar dokter
jadinya belom jelas mba”
“Jadi kalo disini tuh emang belum pernah ada
evaluasi baik medis maupun paramedis karena
emang dasarnya sih belum ada kesepakatan
yang dikoordinasi komite medic sebagai
profesionalisme di rs untuk membuat aturan”
“Ya sampe sekarang itu belum ada evaluasi
yang dilakukan salah satunya karen masih
banyak aturan yang belum dibuat seperti
kewenangan konsul yang belum diatur ya
masih banyak sih mba yang belom dibuat”
“Kalo evaluasi disini itu belum pernah
dilakukan ya mau itu evaluasi medis maupun
paramedic, soalnya di rs ini tim mutunya
belum ada dan komite medisnya juga belum
membuat aturannya”
“Selama ini sih belum pernah ada evaluasi
soalnya setahu saya yang memegang tim mutu
137
Kode
(J16-2)
(J16-2)
(J16-2)
(J16-2)
(J16-2)
(J16-2)
Keterangan
(J16-2) = Belum pernah
dilakukan evaluasi kinerja
medis
Pertanyaan
Informan
I-7
I-8
I-9
Bagaimana hasil dari
metode evaluasi kinerja
medis yang berlaku di
rawat inap yang dilakukan
oleh manajemen atau oleh
komite medik?
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
Verbatim
atau komite mediknya juga double task antara
fungsional dan operasional jadinya sibuk sana
sini”
“Emm sama sekali belum pernah ada evaluasi
sih kalo yang dilakukan disini soalnya ya gtu
belum jelas aturannya”
“Karena belum pernah jadi saya juga gatau
bagaimana pelaksanaannya”
“Ya sebenernya evaluasi kinerja medis
maupun paramedic di rs ini belum pernah
dilaksanakan karena kalau dulu paramedic
ada buku harian evaluasi cuman uh 3 tahun ini
ga jalan dan untuk medis memang sama sekali
belum pernah ada”
“Ya dini mah gimana yak mba orang pasti
belum pernah ada hasil karena emang ga
pernah terjadi evaluasinya mba”
“Jelas ga ada hasilnya kan wong belum
pernah dilakukan evaluasi kinerja medis toh
mba”
“Disini itu sampe sekarang belum pernah ada
hasil ya soalnya ga pernah terjadi
evaluasinya”
“Ya jelas belum pernah ada hasilnya lah mba
karena ga pernah ada evaluasinya”
“Sampe sekarang sih ga pernah ada hasil lah
wong evaluasinya aja ga ada”
“Belum pernah ada hasil nya jelas, ya gimana
mau ada sekarang aja evaluasinya ga jalan
mba”
“Ga ada hasilnya kan belum pernah dilakukan
138
Kode
Keterangan
(J16-2)
(J16-2)
(J16-2)
(J17-2)
(J17-2)
(J17-2)
(J17-2)
(J17-2)
(J17-2)
(J17-2)
(J17-2) = tidak ada hasil
evaluasi
Pertanyaan
Informan
I-8
I-9
Verbatim
evaluasinya mba, saya ja gatau nih gajelas”
sekarang siapa yang megang
“Ga ada hasilnya kan belum pernah dilakukan
sama sekali paling kalo ada kasus aja mba
baru evaluasi”
“Belum pernah ada hasilnya untuk evaluasi
kinerja medis karena belum pernah dilakukan
sedangkan untuk evaluasi paramedik sebelum
3 tahun sekarang ada hasilnya cukup baik ya
cuman gitu masih banyak yang kurangnya
apalagi kalo di sikap terhadap pasientuh
banyak komplenan dan disini juga perawatnya
kurang dalam pencegahan infeksi nosokomial
tapi data konkritnya tidak ada”
139
Kode
(J17-2)
(J17-2)
Keterangan
Matriks Hasil Wawancara
Item
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
Kecukupan jumlah
dokter di instalasi
rawat inap
Untuk
mengenai
kecukupan
jumlah dokter
sudah
sebagian
sudah
mencukupi
walaupun ada
yang kurang
seperti jumlah
dokter jaga
Jumlah
dokter
sudah
hamper
mencukupi
Jumlah
dokter
sepertinya
sudah cukup
Jumlah
dokter yang
masih
kurang di
bagian
dokter
jaganya
Belum cukup
sepertinya
karena ketika
dibutuhkan
masih saling
tarik menarik
dokter dari
satu unit ke
unit lain
Kecukupan jumlah
perawat di instalasi
rawat inap
Jumlah
perawat
sepertinya
masih kurang
ditambah lagi
banyak
perawat yang
mengundurka
n diri pada
tahun ini
Jumlah
perawat
masih
kurang jika
dilihat
berdasarkan
kunjungan
visit dokter
Jumlah
perawat
sepertinya
sudah
mencukupi
Jumlah
perawat
dirumah
sakit ini
sudah
cukup
Frekuensi dari
pelatihan
tersertifikasi yang
diikuti oleh dokter
Dokter
spesialis
maupun
dokter jaga di
rumah sakit
ini masih
jarang
mengikuti
pelatihan
Masih
jarang
mengikuti
pelatihan
yang
dibutuhkan
Terbilang
sngat jarang
sekali
mengikuti
pelatihan
Dokter
jarang
mengikuti
pelatihan
jumlah
perawat
sepertinya
masih
kurang sekali
hal ini
semakin
terlihat
karena
sekarang
rumah sakit
mempunyai
gedung baru
Frekuensinya
masih
terbilang
sangat
kurang kalau
unhtuk
pelatihan
I-6
I-7
INPUT
Sumber Daya Manusia
Jumlah
Masih belum
dokternya
mencukupi
masih kurang
terutama dokter
jaga
Masih kurang
mencukupi dan
beum sesuai
bed rawat inap
Jarang kalau
untuk ikutan
pelatihan
140
Perawat di rs
ini
sepertinya
cukup
1-8
1-9
Masih kurang
jumlahnya
Jumlah dokter
penanggung
jawab sudah
mencukupi
hanya saja
dokter jaga
memang
masih kurang
dan baru
hampir
tercukupi
diakhir tahun
2016 ini
Jumlah
perawat
memang
masih belum
sesuai dengan
jumlah bed
yang ada
perbandingan
nya
Jumlah
perawat masih
kurang apalagi
ditambah
banyak sekali
perawat yang
mengundurka
n diri tahun ini
Hanya
beberapa
orang saja
yang sudah
pernah
mengikuti
pelatihan
Untuk
frekuensi
pelatihan yang
diikuti oleh
dokter baik
dokter
spesialis
maupun
dokter jaga
memang
masih sangat
jarang
Observasi
Telaah
Dokumen
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil telah
dokumen
Jumlah dokter
umum 8 orang
sedangkan
untuk dokter
spesialis
berjumlah 44
orang
Jumlah dokter
diinstalasi rawat
inap belum
mencukupi pada
bagian dokter jaga
Berdasarkan
hasil telaah
dokumen
jumlah perawat
di rumah sakit
ini yang aktif di
tahun 2016 ini
adalah 40
perawat
Jumlah perawat di
rumah sakit
muhammadiyah
ini masih kurag
dan belunm sesuai
dengan tempat
tidur yang ada
Hasil telaah
dokumen
menujukkan
bahwa jumlah
dokter umum 8
orang dengan 1
orang yang
sudah
menerima
pelatihan,
sedangkan
untuk dokter
spesialis
berjumlah 44
orang dengan
Frekuensi
pelatihan untuk
dokter masih
jarang dilakukan
baik spesialis
maupun dokter
jaga
Item
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
1-8
1-9
Frekuensi dari
pelatihan
tersertifikasi yang
diikuti oleh perawat.
Untuk perawat
frekuensi
pelatihannya
sudah cuku
sering
walaupun
belum merata
Sudah
cukup
sering
mengikuti
pelatihan
Untuk
perawat
pelatihan
yang diikuti
sepertinya
sudah sering
Sudah
cukup
sering
mengikuti
pelatihan
Perawat
sepertinya
masih jarang
mengikuti
pelatihan
Untuk perawat
frekuensi
pelatihan
nya sudah
cukup sering
walaupun
belum merata
Masih jarang
mengikuti
pelatihan
Untuk perawat
frekuensi
pelatihannya
sudah cuku
sering
walaupun
belum merata
Kemampuan dokter
jaga dalam
mendiagnosa pasien.
Analisa awal
untuk
diagnosa
suspek yang
kurang tajam
dari dokter
jaga sebelum
konsul
Diagnosa
dokter jaga
di depan
(IGD)
kurang
tajam
waktu
konsul
Dokter jaga
yang konsul
kemampuan
nya kurang
untuk
menegakkan
diagnosa
pasien
Masih
terjadi
under
diagnosis
dari dokter
jaga
Pelaporan
hasil
anamnesa
dan
pemeriksaan
fisik dokter
jaga sering
kurang tajam
Dokter jaga
disini karena
sudah
tersetifikasi
sejauh ini
belum ada
masalah
dengan
diagnosa
dokter jaga
Kemampuan
diganosa
dokter jaga
sudah cukup
walaupun
terkadang
terjadi
masalah
Sejauh ini
diagnose
awalnya
sering kurang
tajam
Kemampuan dokter
dan paramedis dalam
menjalankan
fungsinya sebagai
tenaga paramedis di
rawat inap (fungsi
ketepatan dan
pemantauan terapi
cairan, pengawasan
tanda vital,
pengawasan tanda
shock).
Masih ada
beberapa
dokter jaga
belum berani
mengambil
tindakan
pemantauan
trombolitik
dan belum
mahir
membaca
ECG yang
menyebabkan
keterlambatan
diagnose
Belum bisa
dibilang
mampu
seemua
karena ada
beberapa
dokter jaga
melakukan
kesalahan
Masih terjadi
kegagalan
pemantauan
cairan oleh
perawat
Masih
terjadi
kegagalan
pemantauan
cairan oleh
perawat
Masih ada
beberapa
dokter jaga
yang salah
dalam
membaca
ECG
Masih ada
beberapa
dokter jaga
yang gagal
dalam
melakukan
pemantauan
cairan
Sudah bisa
disebut
mampu
karena sudah
tersertifikasi
Belum bisa
dibilang
mampu
seemua karena
ada beberapa
dokter jaga
melakukan
kesalahan
Pelatihan
untuk perawat
sudah cukup
sering
frekuensinya
walaupun
belum semua
perawat
mendapatkan
nya
Dokter jaga di
rumah sakit
kami sudah
tersertifikasi
hanya saja
memang
masih cukup
sering terjadi
kekurang
tajaman
diganosa awal
di igd sebelum
masuk ranap
Kalau untuk
kemampuan
dokter dan
paramedis
pernah terjadi
kegagalan
pemantauan
cairan oleh
perawat dan
untuk dokter
ada beberapa
dokter jaga
yang belum
mahir
melakukan
pemantauan
cairan tertentu
Bagaimana
Belum
sudah cukup
Selama ini
Masih ada
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Belum lengkap
Belum
Masih ada
141
Sudah lengkap
Untuk
Observasi
Telaah
Dokumen
17 orang yang
telah
mendapatkan
pelatihan
Hasil telaah
dokumen
menunjukkan
bahwa perawat
berjumlah 40
orang dimana
22 orang yang
telah
mendapatkan
pelatihan.
Kesimpulan
Frekuensi
pelatihan bagi
perawat sudah
cukup sering
namun belum
semuanya pernah
mengikuti
Diagnose awal
yang dilakukan
oleh dokter jaga
masih banyak
yang kurang tajam
walaupun dokter
jaga di rumah sakit
sudah tersertifikasi
Ada beberapa
dokter jaga yng
belum menguasai
atau mahir dalam
mlakukan fungsi
pemantauan ciran
tertentu dan masih
ada perawat yang
gagal dalam
melakukan
pemantauan cairan
tertentu
Hasil
SOP rawat inap di
Item
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
1-8
1-9
masalah
kelengkapan
SOP memang
belum lengkap
karena dari 16
SOP yang
harus ada
masih ada 6
SOP yang
belum ada dan
itupun belum
semuanya
tersosialisasi
kan
Untuk
pelaksanaan
masingmasing SOP
selama ini
belum pernah
ada
pemantauan
ataupun
evaluasi jadi
tidak akan
tahu jika tidak
ada kasus
Untuk
masalah
kepatuhan
memang
belum semua
petugas patuh
akan SOP tapi
ini juga belum
bisa dilihat
secara pasti
karena fungsi
pengawasan
dan evaluasi
yang belum
berjalan
Untuk
sosialisasi
SOP belum
semunya
kelengkapan
SOP pelayanan
rawat inap?
lengkap untuk
SOP karena
jarang ada
sosialisasi
SOP
lengkap SOP
nya
masih jarang
ada sosialisasi
SOP jadi
sepertinya
masih belum
lengkap
beberapa
yang belum
ada sop nya
SOP nya karena
masih ada
beberapa proses
pelayananyang
belum tegas
pengaturannya
seperi jam visit
lengkap
SOP nya
yang kurang
SOP nya
seperti jam
visit juga
belum diatur
kalau untuk
masalah SOP
Pelaksanaan dari
masing-masing
SOP
Sudah
dilakasanakan,
tapi karena
tidak ada
evaluasinya
sehingga
belum tahu
kesesuaiannya
Belum tahu
dan belum
tersosialisasi
kan semua
SOP
Belum semua
SOP
disosialisasikan
sehingga belum
tahu
kesesuaiannya
Kalau
untuk
tindakan
medis tidak
mungkin
melakukan
diluar SOP
hanya saja
belum
semua SOP
dikethui
petugas
Untuk
pelaksanaan
SOP terkadang
melaksanakan
terkadang tidak
Kesulitan
untuk
melaksana
kan semua
SOP karena
belum tahu
semua SOP
Paling
beberapa
seperti SOP
pelaksanaan
perawatan
medi yang
benar benar
dilaksanakan
sedangkan
yang lainnya
tidak tahu
Belum
semuanya
dilaksanakan
Kepatuhan
petugas dalam
melaksanakan
masing-masing
SOP
Belum
semuanya
patuh
dikarenakan
belum
mengetahui
semua SOP
Kalau
memang
disosialisasi
kan pasti
kami
berusaha
patuh
Memang belum
semua staf
patuh bukan
hanya dokter
saja
Belum
semua
dokter atau
petugas
mengetahui
SOP
tertentu
Kalau memang
ada dan
mengetahui
SOP nya pasti
patuh
Belum
semunya
patuh
terhadap
SOP
Kalau
masalah
kepatuhan
tidak bisa
digambarkan
karena tidak
evaluasi
kepatuhan
Belum
sepenuhnya
patuh terhadap
SOP karena
ada beberapa
SOP yang
belum
diketahui
Pelaksanaan
sosialisasi
masing-masing
SOP terhadap
Belum
semuanya
disosialisasi
kan sepertinya
Pernah
disosialisasi
kan tapi
jarang
Jarang ada
sosialisasi SOP
Jarang ada
sosialisasi
SOP
Jarang ada
sosialisasi SOP
Belum
pernah
disosialisasi
kan SOP
Pernah
sosialisasi
SOP tapi
jarang
Sudah sering
ada sosialisasi
SOP
142
Observasi
observasi
menunjukkan
bahwa dari 16
SOP yang
harus ada,
masih ada 6
SOP yang
belum ada
Telaah
Dokumen
Kesimpulan
rumah sakit ini
belum semunya
ada dan lengkap
Pelaksanaan SOP
di rs ini belum
sepenuhnya
terlaksana dan
belum sepenuhnya
bisa dilihat karena
fungsi evaluasi
dan
pemantauannya
sedang tidak jalan
Kepatuhan petugas
terhadap SOP
dirumah sakit ini
belum terlaksana
sepenuhnya karena
juga belum bisa
dilihat secara utuh
karena
pengawasan dan
evaluasi yang
tidak ada
Sosialisasi SOP di
rs ini belum
sepenuhnya
terlaksana karena
Item
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
1-8
petugas di rawat
inap
Pelaksanaan dari
pemantauan SOP
pelayanan rawat
inap terhadap
praktek yang
dilakukan
Belum ada
manajemen
nya
Belum ada
karena tim
mutunya
sudah tidak
berjalan
disini selama
3 tahun
Belum ada
karena belum
ada timnya
Belum ada
sepertinya
Belum ada
karena tidak
ada tim
khususnya
Belum
pernah ada
pemantauan
selama ini
jadi
diketahuinya
kalau ada
kasus aja
Belum
pernah ada
selama ini
karena tim
mutunya
tidak ada
Belum pernah
ada
pemantauan
Evaluasi dari
pelaksanaan
masing masing
SOP
Belum ada
dari
manajemen
nya
Belum ada
karena tim
mutu nya
tidak
berjalan
disini sudah
3 tahun
Belum ada
karena belum
ada timnya
Belum
sepertinya
Belum ada
karena tidak
ada tim
khususnya
Belum
pernah ada
evaluasi
selama ini
Belum
pernah ada
selama ini
karena tim
mutunya
tidak ada
Belum pernah
ada evaluasi
kecuali kalau
ada kasus
Disini
belum
lengkap
alkesnya
selain yang
besar-besar
seperti CTScan dan
hemodialisa
disini juga
oksigen
sentral dan
troly
emergency
juga belum
ada
Belum lengkap
soalnya alat
penting seperti
CT-Scan belum
ada
Kelengkapan fasilitas
alat kesehatan yang
digunakan dalam
pemenuhan
pelayanan rawat inap
Belum
lengkap
semua ya
seperti
fasilitas
pemeriksaan
penunjang
penting tidak
ada, yaitu CTScan untuk
pasien dengan
stroke atau
trauma kepala
terlambat
ditegakkan
diagnose
pastinya
ditambah lagi
jika kondisi
Belum
semuanya
lengkap
karena
tidak
adanya CT
Scan,
sedangkan
untuk
dilakukan
CT Scan di
RS luar
kondisi
pasien tidak
memungkin
kan untuk
di
transportasi
Tidak
lengkap
karena CT
Scan di RS
tidak ada
membuat
pasien
dengan
trauma
kepala
terlambat
ditegakkan
diagnosa
pasti
terutama
untuk
menentukan
apakah perlu
dilakukan
Masih
belum
lengkap,
tidak
adanya CT
Scan
diagnosa
pasti
terlambat
terapi
kurang
akurat CT
Scan di RS
luar
terkadang
kondisi
pasien tidak
memungkin
kan
lengkap di
RS ini belum
ada CT-Scan
juga belum
tersedia alat
hemodialisa
jadi suka
agak ribet
kalau ada
pasien yang
tiba-tiba
perlu
sehingga
harus nyari
RS lain
Alat Kesehatan
Belum lengkap
karena selain
tidak ada CTScan dan
hemodialisa
pada
kenyatanya
EKG disini
juga hanya ada
2 sedangkan
ruang rawat
banyak yang
menjadikan
sering kesulitan
kalau sedang
dibutuhkan
dibeberapa
tempat
143
1-9
tersosialisasi
kan dari 10
ada 4 lagi
yang belum
tersosialisasi
kan
Pelaksanaan
pemantauan
selama ini
memang
belum
berjalan
karena tidak
ada tim
mutunya
Pelaksanaan
evaluasi
selama ini
memang
belum
berjalan
karena tidak
ada tim
mutunya
Alat kesehatan
di rs ini dari
segi
kelengkapan
memang
belum bisa
dianggap
lengkap
karena belum
ada CT-Scan,
hemodialisa,
EKG yang
masih kurang,
oksigen
sentral dan
troly
emergency
juga belum
ada
Observasi
Telaah
Dokumen
Kesimpulan
dari 10 SOP yang
ada, sop yang
disosialisasikan
baru 6 SOP
Pemantauan SOP
rawat inap belum
pernah ada karena
tim evaluasi dan
pemantauan
seperti tim mutu
sudah 3 tahun
tidak berjalan
Evaluasi SOP
rawat inap belum
pernah ada karena
tim evaluasi dan
pemantauan
seperti tim mutu
sudah 3 tahun
tidak berjalan dan
biasanya evaluasi
baru ada kalau
terjadi kasus
Kelengkapan alat
kesehatan di RS
Muhammadiyah
Taman Puring
belum lengkap
karena masih ada
beberapa yang
masih kurang atau
jumlahnya belum
mencukupi seperti
EKG dan ada
beberapa alat yang
belum ada seperti
CT-Scan,
hemodialisa,
oksigen sentral
dan troly
emergency
Item
I-1
Kecukupan jumlah
fasilitas alat
kesehatan yang
digunakan dalam
pemenuhan
pelayanan rawat inap
Proses
pelaksanaan
penatalaksanaan
medic dan
paramedic di
rawat inap
I-2
pasien tidak
memungkinka
n untuk
dilakukan
transportasi
Jumlahnya
tentu ada
beberapa yang
belum cukup
seperti EKG
Masih ada
beberapa
petugas yang
belum
melaksanakan
standart
preacuation
sehingga
menjadi tinggi
risiko infeksi
nosocomial
nya
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
1-8
1-9
Observasi
Telaah
Dokumen
Kesimpulan
Belum
cukup
jumlahnya
karena
terkadang
ada alat
yang tidak
ada
cadangan
nya seperti
EKG
Belum cukup
jumlahnya
karena
oksigen
pusat saja
belum ada
Di rs ini alkes
terhitungnya
belum cukup
jumlahnya
karena masih
banyak yang
harus ditambah
seperti EKG
Kalau yang
ada sudah
cukup
hanya yang
jadi
masalah
ialah yang
belum ada
sama sekali
seperti CTScan dan
hemodialisa
Belum
memenuhi
kebutuhan
pasien
jumlahnya
terutama kalau
pasien sedang
banyak yang
membutuhkan
Belum
lengkap alat
kesehatan di rs
ini karena
masih ada
yang belum
sama sekali
tersedia dan
masih ada
yang perlu
ditambah
Hasil
observasi
menunjukk
an jika di
rumah sakit
ini belum
ada CTScan dan
alat
hemodialisa
, oksigen
senter, troly
emergency
sedangkan
untuk EKG
baru hanya
ada 2 buah.
Kecukupan alat
kesehatan di RS
Muhammadiyah
ini belum
mencukupi untuk
memenuhi
kebutuhan pasien
karena masih ada
yang belum sama
sekali tersedia
seperti CT-Scan,
hemosialisa,
oksigen sentral,
troly emergency
dan ada juga yang
masih perlu
ditambah seperti
jumlah EKG
Masih ada
beberapa
petugas yang
belum
melaksanakan
standart
preacuation
sehingga
menjadi tinggi
risiko infeksi
nosokomialnya
Dalam
prosesnya
masih sering
terjadi
kesalahan
diagnosis,
kegagalan
pemantauan
cairan, sering
terjadi
perilaku
petugas yang
mendukung
tingginya
risiko infeksi
nosokomial,
kegagalan
asuhan
keperawatan,
dan kejadian
nearmiss yang
Hasil
observasi
menujukka
n bahwa di
rumah sakit
ini memang
standar
precaution
belum
sepenuhnya
dilaksanaka
n seperti
pemakaian
sarung
tangan,
masker,
seragam
khusus dan
lain-lain.
Proses
penatalaksanaan
medis dan
paramedic di RS
Muhammadiyah
ini ternyata masi
terjadi kesalahan
diagnosis,
kegagalan
pemantauan
cairan, sering
terjadi perilaku
petugas yang
mendukung
tingginya risiko
infeksi
nosokomial,
kegagalan asuhan
keperawatan, dan
kejadian nearmiss
yang lain
operasi atau
tidak
Belum
cukup
karena
masih ada
beberapa
yang hanya
berjumla
satu alat
dari seluruh
ruang rawat
inap atau
bahkan
tidak ada
Masih ada
kegagalan
pemantauan
cairan pada
pasien
Tentu belum
cukup karena
masih
banyak hal
yang harus
ditambahkan
dan
dilengkapi
Selama ini
masih sering
terjadi
kesalahan
diagnosis oleh
dokter jaga
sehingga
terkadang
tindakan yang
diambil juga
belum
maksimal
Masih sering
terjadi
kegagalan
asuhan
keperawatan
PROSES
Penatalaksanaan Medis Dan Paramedis
Masih ada
Masih sering
Masih ada
beberapa
terjadi
beberapa
petugas yang
kegagalan
petugas
belum
asuhan
yang belum
melaksana
keperawatan
melaksanak
kan standart
an standart
preacuation
preacuation
sehingga
sehingga
menjadi
menjadi
tinggi risiko
tinggi
infeksi
risiko
nosocomial
infeksi
nya
nosokomial
nya
144
Item
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
1-8
Evaluasi kinerja
medis yang
dilakukan di
rawat inap oleh
manajemen atau
oleh komite
medic.
Masingmasing SMF
tidak pernah
mengevaluasi
tindakan yang
dilakukan
perawat atas
instruksi yang
diberikan
komite
medik tidak
melakukan
evaluasi
rutin serta
belum
adanya
pengaturan
previlage
medis antar
dokter
Belum pernah
ada evaluasi
baik medis
maupun
paramedis
karena belum
ada kesepakatan
yang
dikoordinasi
komite medic
sebagai
profesionalisme
di rs untuk
membuat aturan
Belum ada
evaluasi
yang
dilakukan
salah satunya
karen masih
banyak
aturan yang
belum dibuat
seperti
kewenangan
konsul yang
belum diatur
Belum
pernah
dilakukan
evaluasi
medis
maupun
paramedis di
rs ini hal ini
juga
disebabkan
karena tim
mutu belum
ada dan
komite
medis yang
belum
membuat
aturannya
Selama ini
belum pernah
ada evaluasi
karena pihak
yang
memegang tim
mutu atau
komite
mediknya juga
double task
antara
fungsional dan
operasional
sehingga
menjadi tidak
terpegang.
Belum
pernah ada
evaluasi
yang
dilakukan
disini
Karena belum
pernah
dilakukan
sehingga
pelaksanaanya
juga belum tahu
seperti apa
Hasil dari
metode evaluasi
kinerja medis
yang berlaku di
rawat inap yang
dilakukan oleh
manajemen atau
oleh komite
medik.
Belum pernah
ada hasil
karena tidak
pernah terjadi
Tidak ada
hasilnya
karena
belum
pernah
dilakukan
Belum pernah
ada hasil karena
tidak pernah
terjadi
Belum
pernah ada
hasil karena
tidak pernah
terjadi
Belum
pernah ada
hasil karena
tidak pernah
terjadi
Belum pernah
ada hasil
karena tidak
pernah terjadi
Tidak ada
hasilnya
karena
belum
pernah
dilakukan
Tidak ada
hasilnya karena
belum pernah
dilakukan
145
1-9
lain
Evaluasi
kinerja medis
maupun
paramedic di
rs ini belum
pernah
dilaksanakan
karena kalau
dulu
paramedic ada
buku harian
evaluasi hanya
saja sudah 3
tahun ini tidak
berjalandan
untuk medis
memang sama
sekali belum
pernah ada
Belum pernah
ada hasilnya
untuk evaluasi
kinerja medis
karena belum
pernah
dilakukan
sedangkan
untuk evaluasi
paramedik
sebelum 3
tahun
sekarang ada
hasilnya
cukup baik
Observasi
Telaah
Dokumen
Kesimpulan
Evaluasi kinerja
medis di RS
Muhammadiyah
ini belum pernah
sama sekali
dilakukan oleh
komite medic
ataupun tim mutu
karena dari komite
medis sendiri
belum
mengeluarkan
aturan untuk
tindakan evaluasi
dan hal ini juga
dikarena pengurus
komite medis
double task antara
fungsional dan
operasional,
sedangkan untuk
evaluasi kinerja
paramedic dulu
sempat dilakukan
melalui pengisian
buku evaluasi
individu namun
hal itu sudah tidak
berjalan semenjak
3 tahun ini
Hasil metode
evaluasi untuk
kinerja medis di rs
muhammadiyah
ini tidak ada
karena tindakan
evaluasinya tidak
pernah dilakukan
sedangkan untuk
evaluasi
paramedic sudah 3
tahun ini tidak
berjalan lagi
evaluasinya
Item
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
I-7
1-8
1-9
namun masih
banyak yang
kurang di
sikap terhadap
pasien dan
kurangnya
pencegahan
infeksi
nosokomial
tapi data
konkritnya
tidak ada
146
Observasi
Telaah
Dokumen
Kesimpulan
Lembar Observasi Standar Pencegahan Infeksi Nosokomial
No
Standart Precaution
P1
1.
2.
3.
Cuci tangan dilakukan bila :
a. Tangan terlihat kotor
b. Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau kontak
dengan permukaan yang terkontaminasi
c. Menggunakan sabun dengan air mengalir atau menggunakan
antiseptik berbahan dasar alkohol (alcohol based hand rub)
sesuai dengan prosedur cuci tangan
Kebersihan perorangan dan pakaian :
a. Semua petugas kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
kebersihannya masing – masing
b. Kuku harus bersih dan dipotong pendek, tidak diperbolehkan
menggunakan kuku palsu
c. Rambut harus dicukur pendek atau diikat rapih
d. Kumis dan cambang harus dicukur rapih
e. Semua petugas kesehatan harus menggunakan seragam kerja
yang bersih dan menggunakan seragam khusus bagi petugas
di ICU, Laboratorium dan unit luka bakar.
f. Tutup kepala wajib digunakan oleh petugas di ICU, OK atau
bila melakukan tindakan invasive
Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Sarung tangan
- Dipakai setiap kali kontak dengan pasien, darah atau cairan
tubuh lainnya.
- Cukup satu pasang dan tidak perlu steril kecuali bila
melakukan tindakan pembedahan.
- Diganti untuk setiap pasien, bila terlihat kotor atau robek
- Buang pada tempat yang telah disediakan
b. Masker
147
v
Pelaksanaan
P3
P4
P2
P5
P6
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
X
V
v
v
v
v
X
x
x
x
x
x
X
x
x
x
x
x
X
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
V
V
No
Standart Precaution
X
V
x
v
Pelaksanaan
P3
P4
x
x
v
v
v
v
v
v
v
V
v
v
v
v
v
V
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
V
V
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
V
v
v
P1
- Digunakan untuk melindungi mulut dan hidung
- Jenis masker disesuaikan dengan peruntukannya
c. Pelindung Mata
Digunakan untuk melindungi mulut dan sekitarnya sehingga harus
menutupi daerah mata dan sekitarnya
d. Jubah atau apron
- Jubah bersih digunakan setiap hari untuk tindakan invasif
atau pembedahan
- Jubah dibuat dari bahan katun yang nyaman dipakai
- Apron terbuat dari bahan yang tahan terhadap cairan
Pencegahan luka tusukan (needle stick injury)
a. Gunakan jarum dan siring sekali pakai
b. Jangan melakukan tindakan menutup jarum kembali (recapping)
c. Buang jarum dan benda tajam lainnya pada tempat yang tahan
tusukan
148
P2
P5
P6
x
v
X
V
Download