Batik resmi milik RI Pewarna alami masih terpinggirkan Written by Artikel Wednesday, 02 June 2010 14:15 - Last Updated Wednesday, 09 June 2010 19:34 JAKARTA Sejumlah kalangan menyambut gembira keputusan sidang resmi badan Perserikatan Bangsa-Bangsa urusan Budaya (UNESCO) yang resmi memutuskan batik sebagai warisan budaya dunia. Ungkapan bahagia diungkapkan perancang busaa ternama Poppy Dharsono. Sejak 1977, perancang ini sudah memperkenalkan desain batik Indonesia ke mancanegara. "Batik memang ada banyak, ada di China, Jepang, dan negara lain, tapi diakui batik Indonesia paling indah dan terus ada dari dulu hingga sekatrang masih populer," ujarnya kemarin. Bukan hanya itu saja, kekayaan ragam batik yang datang dari beberapa wilayah dan provinsi, menjadi bukti bahwa Indonesia layak menjadi sumber budaya di mana batik tumbuh dan berkembang. "Dulu barangkali budaya agama Hindu membawa motif batik dari India, tapi di sini diolah sehingga memperkaya khazanah batik itu sendiri," uja. Poppy sembari menyebutkan sejarah batik juga dapat dilihat dari History of Java karya Raffles. Poppy berharap, kecintaan masyarakat Indonesia dengan batik tidak berhenti sampai di sini. Apalagi setidaknya masyarakat Indonesia tidak perlu lagi jengah dengan klaim negara tetanggadengan kepemilikan mereka terhadap batik ini. Menurut pemerhati batik sekaligus Ketua Yayasan Sekapursirih Mimis Katoppo, salah satu cara yang paling efektif adalah dengan mendokumentasikan kekayaan batik seluruh Indonesia yang berjumlah tidak sedikit itu ke dalam buku. Bukan hanya motif dan asal usul batik, tapi lebih pada makna filosofi yang terkandung dari masing-masiing batik. "Batik Solo atau Yogya misalnya, masing-masing motifnya memiliki filosofi yang dalam," ujarnya. Mimis berharap, pengusaha dan pemerhati batik bukan hanya memopulerkan karya rancangan batik saja, tetapi bersedia menyisihkan biaya untuk pendokumentasian makna filsafat batik yang biayanya tidak sedikit. Jika selama ini orang hanya mengenal batik Yogya dan Solo, muncul batik Banyumas, Jambi, Bengkulu, Cirebon, Banyumas, dan Tasikmalaya. "Dulu-dulunya mungkin Betawi juga ada. Ada juga Banten. Belakangan, ada batik Cigugut warisan Pangeran Jatikusuma. Mumpung masih kuat, saya berkomitmen membantu kalau ada yang mau biayai," ujarnya. Batik memiliki nilai historis dan kedekatan emosional bagi warga Cirebon, Jawa Barat. Khususnya bagi sentra batik Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Sejauh ini, seni tradisional Tanah Air tersebut dinilai dapat mendongkrak kesejahteraan warga desa. Maklum, mayoritas penduduknya memang berprofesi sebagai perajin batik, setidaknya 1/2 Batik resmi milik RI Pewarna alami masih terpinggirkan Written by Artikel Wednesday, 02 June 2010 14:15 - Last Updated Wednesday, 09 June 2010 19:34 700 orang tercatat menjadi anggota koperasi batik Budi Tresna. Keberadaan batik memang menjadi penolong perekonomian rumah tangga Trusmi. Kain batik yang belum diolah menjadi pakaian mampu dijual mulai Rp30.000 hingga Rp4 juta. Setiap minggunya sentra kerajinan batik tersebut mendapatkan kunjungan pembeli dari daerah lain di Indonesia hingga mancanegara. Pewarna alami Sementara itu, perajin sekaligus peneliti pewarna alami batik asal Yogyakarta, Hendri Suprapto mengingatkan pentingnya perhatian pemerintah terhadap zat pewarna alami karena batik yang diproduksi secara alami yang paling dihargai di dunia internasional. "Harus diingat Pemerintah Belanda dan Jerman sejak 1 Agustus 1996 secara resmi melarang masuknya produk pakaian termasuk batik yang memakai zat warna sintesis. Isu ini kurang mendapat perhatian," ujar pengajar di STMA Kusumonegoro, Yogyakarta tersebut Sampai saat ini industri batik tradisional justru terus memakai pewarna buatan a.l. naphtol, direct, rapid, procion. remasol hingga indigosol yang telah dilarang, sementara ketersediaan pewarna alami sudah terlalu terpinggirkan. "Kalau kembali pada zat pewarna alami, proses pewamaannya butuh waktu lama. Untuk pencelupan saja butuh waktu 15-30 kali dengan warna yang monoton antara biru, cokelat dan merah," paparnya. rro2) ( [email protected] This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it . id) REPORTASE; K41/TH. 0. WULANDARI NOERMA KOMALASARI Sumber : Bisnis Indonesia 2/2