kejadian atau gejala - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fenomena
Fenomena (kejadian atau gejala) adalah hasil daya tangkap indera manusia
tentang masalah yang ingin diketahui yang diabstraksikan dalam bentuk konsepkonsep.1 Fenomena adalah suatu peristiwa yang terjadi dikalangan dan lingkungan
masyarakat, fenomena juga dapat diartikan sebagai kejadian yang dapat diteliti oleh
siapapun. Fenomena kehidupan sosial jurnalis TV yang ada di Jakarta sangat terlihat
sangat kontras perbedaannya dengan masyarakat biasa pada umumnya. Dapat dilihat
dari keseharian jurnalis TV yang selalu mencari berita dengan cara yang seakan-akan
tidak pernah kenal lelah dan tidak mengenal waktu demi mendapatkan suatu berita
atau informasi yang dibutuhkan masyarakat.
Fenomena dari bahasa Yunani ; phainomenon, “apa yang terlihat”, dalam
bahasa Indonesia bisa berarti :2
a) Gejala
Misalkan gejala alam, seperti bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh
menjadi sebuah kejadian alam yang sangat fenomenal.
b) Hal-hal yang dirasakan oleh panca indera
1
Soelaeman M. Munandar, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial Edisi Revisi. Bandung :
PT. ERESCO, 1992. Hal 11
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena
8
9
Seperti gejala matahari yang dapat dirasakan oleh panca indera yakni oleh
pandangan mata
c) Hal-hal mistik atau klenik
Ada orang yang menjaga dirinya dari gangguan syetan atau untuk
membangun rasa percaya diri dengan mengikuti cara-cara musyrik tanpa
8
mereka sadari, mereka mengandalkan benda-benda jimat dalam berbagai
bentuk dan rupa, seperti : gelang, cincin, kalung, batu akik, batu kali, dan
sebagainya yang berasal dari dukun ataupun diperoleh dari tempat-tempat
yang dianggapnya keramat.
d) Fakta, kenyataan, kejadian
Fenomena bom bunuh diri yang dilegitimasikan atas nama agama ternyata
terjadi juga di Indonesia. Yakni, tragedy bom Bali. Biasanya kita hanya
mendengarnya di Palestina atau negara-negara timur tengah untuk melawan
Israel.
Contoh lainnya lagi seperti kejadian yang dialami para jurnalis TV yang
berdomisili di Jakarta dengan segala kisah-kisah yang sangat menarik untuk kita
cermati, dengan segala konflik yang terjadi dalam diri pribadi jurnalis itu sendiri
maupun konflik yang terjadi dari luar diri jurnalis tersebut. Kata turunan adjektif,
fenomenal, berarti : “sesuatu yang luar biasa”.
10
2.2 Teori Fenomenologi
Peneliti dalam pandangan fenomenologis, berusaha untuk memahami arti
peristiwa dan kaitan-kaitannya tehadap orang-orang yang berada dalam situasi
tertentu. Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh filsuf
Edmund Husserl dan Alfred Schutz. Pengaruh lainnnya berasal dari Webber yang
memberikan tekanan pada verstehen, yaitu pengertian interpretif terhadap
pemahaman manusia.3
Alfred Schutz mengaplikasikan fenomenologi dalam kehidupan sosial (social
life), menginvestigasi peristiwa sosial (social event) dan perspektif atau sudut
pandang yang secara nyata mengalaminya sendiri. Menurut Schutz, ketika orangorang menapaki kehidupannya sehari-hari, meraka membangun tiga asumsi dasar
(three fundamental assumptions), yaitu bahwa :
A. Realitas dan struktur dunia adalah konstan, dunia akan tetap seperti bagaimana
adanya.
B. Pengalaman yang dialaminya di dunia adalah abash (valid) pada akhirnya, orangorang itu berkeyakinan berkeakuratan persepsi mereka atas peristiwa-peristiwa
yang terjadi.
C. Orang-orang melihat diri mereka sendiri bahwa memiliki kekuatan untuk
bertindak dan menyelesaikan sesuatu untuk mempengaruhi dunia.
3
Moleong J. Lexy, Metode Penelititan Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Hal 17
11
Fenomenologi diartikan sebagai : 1) Pengalaman subjektif atau pengalaman
fenomenologikal ; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok seseorang
(Husserl). Terminologi fenomenologi sering digunakan untuk menunjuk pada
pengalaman subjektif dari berbagai jenis tipe subjek yang ditemui. Dalam arti yang
lebih spesifik, terminologi ini mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran
dari perspektif pertama seseorang. Sebagai suatu disiplin ilmu, hal itu dikemukakan
oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Fenomenologi juga digunakan sebagai perspektif filosofi dan juga pendekatan
dalam metode kualitatif. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang
menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan
interpretasi-interpretasi dunia. Dalam hal ini, para fenomenologis ingin memahami
bagaimana dunia muncul kepada orang lain.4
Nomena. Sebuah paham yang memandang sesuatu adalah tidak bisa
diungkapkan. Tapi mengungkap dirinya sendiri. Tidak bisa dideskripsikan, karena
pendeskripsian hanyalah subjeksi. Tapi mendeskripsi dirinya sendiri. Lepas dari
semua pendapat, pembenaran, maupun penyalahan akan dirinya. Semua orang
mampu
mendefinisikannya.
Namun
tidak
seorangpun
benar.
Karena
mendefinisikan dirinya sendiri. Dan definisi tersebut, tidak sekalipun terungkap...
4
Ibid. Hal 16-17.
dia,
12
2.3 Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal disebut juga komunikasi antarpersonal atau
antarpribadi. Perkataan pribadi (personal) dalam definisi ini mengandung
makna khusus pada diri orang itu yang berbeda dengan orang lain. Jadi
komunikasi ini terjadi antara seseorang dengan orang lain. Oleh karena itu
komunikasi interpersonal diklasifikasikan ke dalam komunikasi diadik dan
komunikasi triadik. Komunikasi diadik adalah komunikasi yang berlangsunug
antara dua orang, yang satu sebagai komunikator dan yang lain sebagai
komunikan.
Komunikasi triadik adalah komunikasi yang berlangsung antara tiga orang
atau tiga pihak, yang terdiri dari satu komunikator dan dua komunikan.
Apabila komunikasi berlangsung lebih dari dua atau tiga orang disebut dengan
komunikasi kelompok kecil.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang palng ampuh
dalam upaya mengubah sikap, opini, atau perilaku seseorang karena beberapa
alasan :
1. Komunikator dapat langsung mengtahui frame of reference
komunikan secara penuh dan utuh, seperti pendidikan, suku
bangsa, hobi, aspirasi, dan unsur lain yang penting artinya bagi
upaya mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan.
13
2. Komunikasi berlangsung dialogis berupa percakapan tanya jawab,
sehingga komunikator dapat mengetahui segala hal mengenai diri
komunikan. Dalam komunikasi dialogis, komunikator bisa
langsung memperbaiki gaya komunikasinya bila reaksi komunikan
negatif misalnya komunikan tidak mengerti,bimbang atau bingung.
3. Komunikasi berlangsung secara tatap muka saling berhadapan
sehingga komunikatro dapat menyaksikan ekspresi wajah, sikap,
gerak-gerik, dan lain-lain yang merupakan umpan balik onverbal
dalam proses komunikasi yang sedang berlangsung.
4. Komunikasi interpersonal biasanya dilakukan dengan tehnik
persuasif, sedangkan teknik komunikasi informatif digunakan
dalam menghadapi khalayak yang jumlahnya banyak atau
komunikasi dengan menggunakan media. Oleh karena itu,
komunikasi interpersonal hanya dipergunakan untuk memersuasi
orang orang tertentu yang punya pengaruh, punya lembaga/partai
atau punya banyak pengikut. Apabila ia berhasil diubah sikapnya,
opininya, periakunya, atau bahkan ideologinya, maka jajarannya
atau para pengikutnya akan berubah pula.
14
2.4 Interaksi sosial
Telah dikatakan bahwa interaksi sosial didahului oleh suatu kontak sosial
komunikasi. Hal mana kemi=udian memungkinkan interaksi. Sebgai sala satu tahap
penting dalam proses sosial (dan sosialisasi) perlu ditinjau lagi apakah sebenarnya
proses sosial dan interaksi sosial itu. Harold Lasswell dan Abraham Kaplan memberi
definisi tentang proses sosial sebagai berikut :
“the totality of value processes for all the values important in society”.
Dari definisi Lasswell dan Kaplan ini jelaslah betapa luasnya proses sosial itu, yaitu
bahwa ia mencapai semua kegiatan dalam masyarakat dengan melibatkan masalah
sistem nilai yang oleh individu atau kelompok diusahakan untuk disebarluaskan.
Ditinjau dari segi ini, menurut Lasswell dan Kaplan setiap proses sosial
melibatkan penerimaan atau penolakan dari norma-norma yang disbar secara sadar
ataupun tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung. Lasswell dan Kaplan
selanjutnya berpendapat bahwa norma-norma yang dilibatkan dapat dikelompokkan
dalam dua kelompok norma yang besar, yaitu yang disebutnya :
•
Welfare values (nilai kesejajteraan) dan
•
Deference values (nilai-nilai luhur/agung abstrak).
Menurut Lasswell dan Kaplan welfare values merupakan nilai-nilai yang
dianggap penting oleh dan untuk hidup manusia, agar supaya dapat hidup dengan
15
layak, mempunyai pendapatan yang mencukupi keperluan sehari-hari, nilai tentang
kesehatan badaniah dan tergolong pula di dalamnya perasaan aman dalam
memperoleh atau melanjutkan pekerjaan, agar supaya hidup terjamin.
Selanjutnya deference values merupakan kelompk nilai-nilai yang abstrak dan
perlu diperhatikan oleh orang yang hidup dalam masyarakatnya, khususnya dalam
kehidupan berkelompok/sosial. Dalam kelompok nilai ini tergolong masalah
pengaruh-mempengaruhi, status, penghargaan terhadap orang yang lebih tinggi atau
tua, nilai-nilai moral (=apa yang dianggap baik, buruk, tidak jujur, terpuji dan
seterusnya). Inilah nilai-nilai yang selalu secara sadar maupun tidak sadar terlibat
dalam interaksi sosial yang harmonis dapat dicapai. Interaksi sosial sebagai proses
pengaruh-mempengaruhi,
menghasilkan
hubungan
tetap
yang
kahirnya
memungkinkan pembentukan struktur sosial. Dalam kegiatan interaksi sosial,
interaksi menggunakan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan alat
dari interaksi dan alat dari proses sosial.
Karenanya pula, unsur-unsur komunikasi menjai faktor penentu dalam
interaksi sosial, karena komunikasi :
a. Menguunakan lambang
b. Memberi arti interpretasi kepada lambang
c. Merupakan nilai-nilai individu dan nilai kelompok
d. Menunjukkan tujuan lambang.
16
Bagaimana hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta
interpretasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi ini,
khususnya nilai dan arti
yang diberikan
kepada lambang-lambang
yang
dipergunakan.5
2.5 Definisi Pers
Definisi pers yaitu, suatu lembaga social dan wahana, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara dan gambar serta data grafik maupun bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik dan segala jenis salauran yang tersedia. Dimana pers
saat ini tidak hanya terbatas pada media cetak amaupun media elektronik tetapi juga
telah merambah ke berbagai medium informasi seperti internet.
Pers pada umumnya, dan pers Indonesia pada khususnya adalah sarana
sosialisasi per axellentiam. Apa saja yang dilakukan lewat pers kemudian berubah
wujudnya menjadi social ; komunikasi pribadi, komunikasi social, perkenalan pribadi
menjadi pergaulan social, kritik pribadi menjadi kritik social dan peringatan pribadi
menjadi control social. Dengan kata lain perkataan apa saja yang diumumkan
melewati pers, sebetulnya telah keluar dari ruang private dan memasuki apa yang
dinamakan forum publicium.6
5
Susanto, Astrid S. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bina Cipta, 1983. Hal 32-33
6
Jacob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, LP3ES
17
Pers mengandung dua arti. Arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers
hanya menunjuk kepada media cetak berkala : surat kabar, tabloid dan majalah.
Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala
melainkan juga mencakup media elektronik auditif dan media elektronik audiovisual
berkala yakni, radio televise, film, dan media online internet. Pers dalam arti luas
disebut media massa.7
Istilah pers dalam kosa kata Bahasa Indoensia diambil dari bahasa Belanda
yang mempunyai arti sama dengan press dalam bahasa Inggris. Pada awalnya, pers
merupakan sebutan bagi suatu alat proses cetak. Penemuan suatu alat proses cetak
(the movable type printing press) pertama oleh Johannes Gutenberg tahun 1456 yang
digunakan untuk mencetak Bilble dan buku-buku cetakan lain. Sementara surat kabar
pertama muncul di Eropa pada abad 17 Masehi. Surat kabar yang pertama muncul
adalah Mercurius Gallobelgieus dalam bahasa Latin tahun 1594 di Cologne (sekarang
Jerman) dan didistribusikan secara luas hingga mencapai Inggris. Di berbagai negara
Barat lain seperti di Inggris, surat kabar yang pertama diterbitkan adalah Oxford
Gazette tahun 1665 yang kemudian berubah menjadi London Gazette dan di Amerika
Koran pertama Benjamin Harris’s Publik tahun 1690.8
Dalam perkembangan artinya yang mutakhir, pers juga berarti institusi
penerbitan yang berawal dari penguunaan alat-alat cetak yang menggunakan teknik
7
Sumadiria AS Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture Panduan Praktis Jurnalis
Profesional. Bandung :Simbiosa Rekatama Media, 2006. Hal 31
8
Shaffat Idri, Kebebasan Tanggung Jawab dan Penyimpangan Pers. Jakarta : Prestasi Pustaka, 2008.
Hal 3
18
per situ. Institusi pers kini tidak hanya meliputi kerja cetak mencetak atau rekam
merekam saja, melainkan juga meliputi seluruh aktifitas profesional dalam penyiapan
bahan terbitan sampai dengan kegiatan penyebarluasan. Dapat dikatakan istilah pers
yang awalnya di adopsi dari bahasa Belanda itu secara etimologis dan secara teknis
telah mengalami perkembangan penggunaan kata itu hingga mencakup seluruh selukbeluk kegiatan pers itu sendiri.9
Sering dikatakan bahwa kebebasan pers di satu negara ditentukan oleh system
pers yang dianut oleh negara tersebut. Ketika “perang dingin” antara blok barat dan
blok timur masih berlangsung, terdapat empat system pers yang dianut oleh negaranegara di dunia ini, yaitu, otoriter, liberal, Marxis, dan tanggung jawab sosial. Setelah
berakhirnya perang dingin seperti ditulis J. Herbert Altschull, jumlah system pers
tersebut susut menjadi tiga, yaitu : pasar (di negara-negara kapitalis), Marxis (di
negara-negara sosialis) dan berkembang (di negara-negara yang sedang berkembang)
(Dalam Severin dan Tankard, Jr 1992:290).10
Akan tetapi pada kenyataannya pers di Indonesia harus tetap berpegang teguh
pada kode etik jurnalistik, mengingat di dunia hampir tidak ada satu pekerjaan pun
yang dilaksanakan tanpa etika. Keberadaan suatu etika pada umumnya harus
dijunjung tinggi karena hal itulah yang membuat seorang manusia menjadi lebih
beradab. Etika tersebut akan digunakan oleh seorang jurnalis sebagai pedoman tatkala
9
10
Ibid. Hal 4.
Nadhya Abrar Ana, Panduan Buat Pers Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1995. Hal 3
19
ia menjalankan profesianya agar ia tidak lepas dari tanggung jawabnya. Kode etik
jurnalistik merupakan aturan tata susila kewartawanan, norma tertulis yang mengatur
sikap, tingkah laku semua pelaku jurnalistik.
Berdasarkan definisi tersebut maka dalam menjalankan profesinya, seorang
wartawan harus berpegang teguh pada aturan-aturan yang yang terdapat dalam kode
etik jurnalistik tersebut. Pers akan selalu berkaitan dengan segala peristiwa apapun
yang tentu saja berhubungan dengan informasi, mulai dari masalah social, politik,
ekonnomi, hingga masalah penyampaian hiburan kepada masyarakat. Dalam hal ini
pers mulai menjalankan perannya sebagai abdi negara sekaligus masyarakat. Sampai
kapanpun dunia jurnalisme atau pers akan selalu dibutuhkan dan dicari karena dari
sinilah semua elemen masyarakat bisa mengetahui kejadian atau peristiwa-peristiwa
mengenai lingkungan sekitarnya, bahkan yang uptodate sekalipun.
Peran pers dirasa sangat berat karena dalam menjalankan profesinya, insaneinsan pers harus benar-benar mengutarakan fakta dari suatu peristiwa yang terjadi.
Artinya dalam jurnalisme tidak ada kata “main-main” dalam penyampaian informasi.
Apabila hal tersebut terjadi bisa menyebabkan akibat yang fatal. Disamping itu pers
harus mampu merencanakan visi dan misinya, mengorganisir sumber daya manusia
yang
ada
didalamnya,
mengkoordinasikan
mengkonsumsinya.
mengaktualisasi
industry
pers
ide-ide
agar
pekerjanya
masyarakat
serta
mampu
ketagihan
untuk
20
Karena pertumbuhan ekonomi dimana-mana dan sepanjang sejarahnya
cenderung naik, yang berarti naik pula komponen-komponen produksi jurnalistik,
maka saat ini dan mengikuti perkembangan zaman, pers telah dijadikan ajang lahan
bisnis oleh para pelaku jurnalistik yang ada dimanapun mereka berada dan bekerja.
Walaupun padahal segala kegiatan yang bersangkutan dengan kegiatan jurnalistik itu
diatur oleh pemerintah.
Jurnalisme yang berkembang sekarang ini sudah termasuk bebas. Berkaitan
dengan konteks kebebasan pers dalam era demokrasi saat ini, selain sebagai institusi
industry, pers tidak dapat meninggalkan posisinya sebagai pengawas atau control
social. Fungsi control social ini ditujukan pada pemerintah maupun Negara. Artinya
pers bertindak untuk mengawasi dan mengontrol jalannya kehidupan kenegaraan di
Negara ini. Meskipun demikian, pers dalam memberikan sebuah kejadian harus tetap
objektif. Objektifitas artinya tidak memberikan penilaian, tidak berpihak, dan tidak
boleh berprasangka.
Apalagi sekarang Indonesia sudah memasuki era kebebasan pers yang telah
diperjuangkan sejak 50 tahun terakhir. Namun pers yang bebas sebagai sarana utama
demokrasi dan informasi, saat ini dalam tahap awal. Menurut pendapat Drs. Ishadi
SK, M.Sc akan terjadi tiga ancaman yang amat serius dalam memasuki kebebasan
pers yang sedang dikembangkan sekarang diantaranya :
21
1.
Amat terbatasnya jumlah wartawan yang terdidik mampu secara
professional. Yang mungkin direkruit untuk menginformasikan segala
informasi yang berkembang di lingkungan masyarakat, dan yang mungkin
direkruit untuk menerbitkan 600 koran, majalah dan tabloid, yang izinnya
telah dikeluarkan sekarang ini. Dengan diizinkan beroperasinya 600 koran,
majalah dan tabloid terbaru, pertanyaan yang mencuat dari mana
wartawannya
direkruit.
Kekhawatiran
yang
berkembang
adalah
menurunnya kualitas jurnalistik media khususnya Koran, majalah dan
tabloid yang baru dan stasiun televise yang bari.
2. Banyaknya Koran dan penerbitan, akan menimbulkan persaingan yang
amat tajam diantara mereka, yang pada akhirnya akan menjurus
“kepentingan idealisme” akan terkalahkan dengan “kepentingan bisnis”.
Permasalahan-permasalahan tersebut diatas pada gilirannya akan membuat
atau melahirkan Koran dan stasiun televise dan penerbitan yang berselera rendah dan
tidak memenuhi standar.11
Pada umumnya ada lima hal yang menurut sosiolog tercakup dalam
profesionalisme, yang disarankan sebagai struktur sikap yang diperlukan bagi setiap
jenis profesi. Kelima hal itu, menurut Alex Sobur, dari Universitas Islam Bandung
dalam Etika Pers, Profesionalisme dengan Nurani (2001:83) adalah :
a.
Profesional menggunakan organisasi atau kelompok professional sebagai
kelompok utama. Tujuan-tujuan dan aspirasi professional bukanlah
11
Ishadi SK, Prospek Bisnis Informasi di Indonesia, Jakarta : Pustaka Belajar, 1999. Hal 230
22
diperuntukkan bagi seorang majikan atau status local dari masyarakat
setempat ; kesetiaannya adalah pada bidang tugas.
b. Profesional melayani masyarakat. Tujuannya, melayani masyarakat
dengan baik. Ia altruistic, mengutamakan kepentingan umum.
c. Profesional memiliki kepedulian atau rasa terpanggil dalam bidangnya.
Komitmen ini memperteguh dan melengkapi tanggung jawabnya dalam
melayani masyarakat. Ia melaksanakan profesinya karena merasa
komitmennya yang mendalam; dan ini menopangnya selama periodeperiode latihan dalam penekanan secara berulang-ulang.
d. Profesional memiliki rasa otonomi. Profesional membuat keputusankeputusan dan ia bebas untuk mengorganisasikan pekerjaannya di dalam
kendala-kendala fuungsional tertentu.
e.
Profesional mengatur dirinya sendiri (self regulation). Ia mengontrol
perilakunya sendiri.
Dalam halkerumitan tugas dan persyaratan
keterampilan, hanya rekan-rekan sepekerjaannya yang mempunyai hak
dan wewenang untuk melakukan penilaian.12
Maka untuk menampilkan realitas atau fakta pers harus senantiasa
menonjolkan aspek 5W+1H yang dirasa telah mewakili mengenai apa saja dalam
suatu peristiwa. Setidaknya ada enam unsure nilai berita, yaitu : penting atau tidaknya
12
Sumadiria Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung : Simbiosa Rekatama
Media :2006. Hal 47
23
suatu berita, kehangatan berita, dampak dari suatu peristiwa, kedekatan, ketenaran
dan human interest. Dimana hal-hal tersebut akan digunakan sebagai patokan untuk
penyampaian berita yang akan disebarluaskan.
2.5.1 Landasan Pers Nasional
a. Landasan Idil
b. Landasan Konstitusional
c. Landasan Yuridis Formal
d. Landasan Strategis Operasional
e.Landasan
Sosiologis
Kultural
f. Landasan Etis Profesional. 13
2.6 Pengertian Jurnalistik
Jurnalistik merupakan suatu kegiatan mencari, mengolah dan menyampaikan
informasi kepada khalayak luas. Pada intinya suatu berita itu harus jelas asalnya dan
isnya pun harus lengkap. Berita dipandang lengkap apabila member keterangan
tentang apa peristiwanya (what), siapa (who), kapan (when), dimana (where),
mengapa (why), dan bagaimana peristiwanya (how). Mencakup 5W+1H. Jurnalisme
berasal dari kata “Acta Journa” (catatan harian). Jurnalistik dalam bahasa belanda
adalah (journalistick), sedangkan dalam bahasa Inggris adalah “Journalism”. Dimana
keduanya berasal dari bahasa Perancis “Jour” yang berarti harian. Dapat disimpulkan
13
Ibid. Hal 51
24
bahwa jurnalistuk merupakan pengetahuan/ilmu mengenai catatan harian (berita)
dengan segala aspeknya mulai dari mencari, mengolah hingga menyebarkan.14
Menurut Fraser Bond, gagasan mengenai layanan kepada public ada dalam
ajaran dan praksis jurnalistik. Pertama-tama jurnalistik berusaha mengingatkan
khalayaknya tentang makna suatu peristiwa, cara yang biasa ditempuh Bond ialah
dengan memberikan informasi kepada khalayak (audience) dalam bentuk tajuk
rencana. Meskipun Bond tidak memerincinya, hal itu bias dilakukan melalui opini
wartawan (by line story) atau berita interpretasi, jurnalistik essai dan jurnalistik
proses.
Menurut Harold D. Lasswell dalam The Communication of Idea (1948),
media massa itu bisa berperan sebagai pengawal dilingkungan kita, yang dapat
mengungkap berbagai ancaman dan peluang yang mempengaruhi nilai-nilai
komunitas. Etapi menurut Frd S. Siebert dalam bukunya Communications in Modern
Society (1948) media massa tak mungkin memikul semua tanggung jawab dalam
semua penyebaran tentang kebenaran. Media hanya mungkin mengatakan banyak
tentang kebenaran sehingga public mengetahui kejadian-kejadian atau kegiatankegiatan yang sedang berlangsung. 15
Jurnalis adalah seorang yang melakukan jurnalisme, yaitu orang yang
menciptakan laporan sebagai profesi untuk disebarluaskan atau dipublikasi dalam
media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet.
14
15
Suroso. Menuju Pers Demokratis. Yogyakarta : Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan, 2001.
Askurifai Baskin, Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Hal 49
25
Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; dan mereka
diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan
dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat. 16
Aspek-aspek dalam jurnalisme meliputi proses pencarian, penulisan,
penyuntingan, hingga proses penyebarluasan berita dengan menggunakan media yang
ada, entah itu cetak maupun elektronik. Jurnalisme atau pers di Indonesia sejak lama
telah berkembang. Tentu saja, profesionalitasan wartawan merupakan perangkat
utama warga masyarakat memperoleh informasi yang benar mengenai masalah
public. Adapun masalah public merupakan fakta dalam kehidupan masyarakat yang
berkonteks dengan penyelenggaraan negara. Pikiran dan pendapat yang terbentuk
sebagai respon terhadap masalah public menjadi dasar dalam kehidupan public.
Merujuk rumusan Kode Etik Jurnalistik, jelas sekali bahwa jurnalis Indonesia
tidak boleh menyalahgunakan profesi dan tidak boleh menerima suap. Maksud
penyalahgunaan profesi itu dalam konteks tindakan yang mengambil keuntungan
pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
menjadi pengetahuan umum. Sedangkan suap lebih dipandang segala pemberian
dalam aneka bentuk, bisa uang, benda, atau fasilitas yang mempengaruhi
independensi.
Sikap independen mengarahkan jurnalis untuk mampu memberitakan
peristiwa, fakta, kejadian sesuai dengan nurani tanpa intervensi, kendali atau
pengaruh dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers. Melepaskan diri dari
16
http://www.lspp.org/baca_opini.php?noid=29
26
kepentingan pemilik perusahaan pers memang bukan tindakan gampang dan tanpa
resiko. Terlebih kalau pemilik perusahaan pers memiliki kiprah dibidang non pers,
misalnya sebagai pengusaha, politisi, budayawan, agamawan, profesional, maupun
komunitas tertentu. Salah-salah, tindakan independensi bisa berbuah petaka sikap
tersebut berbenturan dengan kemauan pemilik perusahaan pers.
Dalam hal ini pers merupakan suatu organisasi pelaku industry informasi,
selaku produsen, pers melakukan kegiatan industry berupa pencarian, pengumpulan,
dalam bentuk produk jurnalistik yang terdiri dari, berita (news) komentar atau
pandangan (views), dan iklan (advertising). Didasarkan pada sifat dan bentuk produk
jurnalistiknya, kita mengenal juga tiga macam informasi, seperti dalam surat kabar
atau barang cetakan lainnya. Seperti informasi yang disiarkan melalui radio, dan
audio visual, seperti informasi yang ditayangkan melalui siaran program televisi.17
2.7 Pengertian Jurnalis / Wartawan
Jurnalis merupakan insan-insan yang harus mampu mencari, mengolah, dan
menciptakan produk jurnalistiknya dengan menggunakan perasaan dan pikirannya
sehingga industry tersebut bisa hidup dengan jiwa dan semangat tertentu. Justru
karena itulah jurnalis / wartawan kini selalu dihadapkan pada berbagai tantangan
yang hebat, tidak terbatas hanya mengumpulkan fakta dari peristiwa yang terjadi
semata, namun pula dalam pengolahannya memerlukan profesionalisme yang
17
52
Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik :Seputar Organisasi, Produk, & Kode etik. Nuansa. Hal
27
memadai, baik dengan teknik-teknik komunikasinya maupun bidang pengetahuan
yang terkait dengan peristiwanya.18
Profesi sebagai jurnalis. Wartawan televisi tidak diperuntukkan bagi mereka
yang berjiwa lemah. Pekerjaan ini membutuhkan tenaga yang baik serta motivasi
yang cukup tinggi. Seorang wartawan atau reporter harus memiliki keigigihan dalam
mengejar berita, mau bekerja keras, bersedia masuk kantor pada hari libur dan siap
berangkat setiap saat ke lokasi liputan. Jadi profesi ini tidak cocok bagi orang-orang
yang bermental kantoran, dengan jadwal kerja yang teratur, masuk kantor jam 8 pagi
dan pulang pada jam 5 sore.19
Kemampuan menulis berita dengan baik dan benar adalah modal awal yang
harus dimiliki seorang jurnalis atau wartawan. Apalagi sebagai jurnalis pemula,
kemampuan menulis berita akan benar-benar diuji. Lazimnya jurnalis pemula, ia akan
lebih banyak mendapat tugas dilapangan untuk mencari dan meliput berita. Dari hasil
liputan serta bahan berita yang diperoleh , kemudian ditulis menjadi berita.20
Reporter merupakan faktor yang terpenting dalam semua kegiatan pembuatan
berita. Apakah dia bekerja didaerah ataupun meliput jalannya perkembangan dunia
tugasnya sama. Dia harus mengunjungi suatu peristiwa-peristiwa dan mencari
informasi yang beradadan dapat dijadikan berita. Kadang-kadang caranya tidak lebih
daripada tanya jawab biasa, kadang-kadang berperan seperti intelejen, keras hati, dan
18
19
20
Ibid. hal 54
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta : Ramdina Prakarsa. Hal 69
Shahab A.A, Cara Mudah Menjadi Jurnalis. Jakarta : Diwan Publishing, 2007. Hal 1
28
cerdik dalam penyelidikiannya. Dalam kehidupan sehari-harinya ia lebih mirip
seorang pahlawan dalam film roman, atau petugas yang sangat rajin.
Keistimewaannya, ia adalah petugas yang ulet, memiliki kecakapan pribadi
yang lebih sempurna ketimbang rasa sekedar ingin tahu saja, berkeras hati pada
kemauannya namun bukan anak kecil yang abadi. Dia memiliki sifat tidak puas pada
seseorang atau peristiwa yang terjadi. Rasa penasaran dalam hatinya yang kuat
menyebabkan dia lebih memilih pers sebagai tempat kerjanya yang utama. Baik tua
maupun muda, ia akan selalu merasa enjoy dalam bertugas memperhatikan jalannya
kehidupan manusia, memantau drama politik dari belakang layar, menempatkan
dirinya ditengah-tengah kota besar, menyaksikan segala kejadian alam, dan memiliki
kartu pers sebagai simpai hidupnya.
Semua reporter tergabung dibawah penguasaan redaktur tertentu (criminal,
olah raga, dan lain sebagainya). Mereka tergabung dalam jajaran redaksi yang disebut
desk. Dalam timnya para reporter dikenal sebagai beat man dan rekannya yang lain
disebut leg man. Dalam dunia jurnalistik kedua sebutan itu di bedakan oleh cara
pelaporannya. Beat man ditandai dengan tugas rutinnya meliput keadaan kota,
pengadilan, markas besar kepolisian, hotel-hotel dan sebagainya. Hari-hari tugasnya
dijalani untuk melakukan pencarian bahan berita, dan secara rutin mengadakan
pendekatan kepada pejabat-pejabat terkait. Melalui hubungan-hubungan demikian dia
jadi mahir dalam upayanya memeperoleh informasi yang kadang-kadang bersifat
rahasia dari relasinya yang ia bina itu. Leg man
adalah reporter khusus yang
29
ditugaskan meliput peristiwa-peristiwa tertentu oleh desk-nya. Mungkin ia seharian
menangangani wawancara, selanjutnya melaporkan suatu pidato, mengadakan suatu
penyelidikan, atau mengamati siding-sidang di komisi DPR. Untuk memperoleh
beritanya sebanyak mungkin, ia memerlukan sepasang “kaki” yang baik dan
mempunyai inisiatif yang tinggi.
Biasanya
ia
menulis
naskah
beritanya,
dan
dalam
beberapa
hal
ditambahkannya beberapa fakta, serta kemudian menghubungi para penyusun ulang
(re-writer)
berita
di
desk-nya
untuk
meminta
bantuan
mereka
dalam
menyempurnakan bentuk beritanya. Beberapa leg man membatasi dirinya hanya pada
memperoleh data atau faktanya saja, dan dalam penulisan beritanya diserahkan
kepada redaktur (desk) yang bersangkutan.21
Ada ketentuan bahwa berita itu tidak lain dari laporan peristiwa yang baru
terjadi disusun menurut fakta kejadiaannya. Anda mungkin bertanya, apakah disana
tidak boleh ada opini atau ulasan ?. Ya, benar tidak boleh, kecuali jika ditambahkan
fakta yang mengesankan makna dan implikasinya. Tetapi Laksamana Purn Sudomo
(Sinar Pagi, 12 September 1989) membenarkan bahwa pers boleh menulis fakta dan
opini, sejauh opini itu benar-benar merupakan hasil penyelidikan atau pengamatan
langsung yang dapat dipertanggung jawabkan.22
Sebagai wartawan penyiaran khususnya untuk televisi, maka seorang
wartawan harus membekali diri dengan pengalaman dan pengetahuan yang luas
21
Morissan, Opcit. Hal 56
Banjarnahor, Gundar. Wartawan Freelance Panduan Menulis Artikel Untuk Media Cetak dan
Elektronik. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994. Hal 1
22
30
melalui latihan-latihan yang intensif (mendalam) dan juga mengetahui benar
mengenai sifat-sifat media televisi. Menurut Mark W. Hall, sebelum menjadi
wartawan televisi sebaiknya ia memiliki pengalaman lebih dahulu sebagai wartawan
di media cetak yang baik. Dikatakan oleh Hall, seseorang menjadi wartawan
penyiaran yang baik harus diawali dengan wartawan tulis yang baik dahulu dan
selanjutanya baru menjadi wartawan televisi dalam arti sebenarnya. Sebagai reporter,
ia harus memahami ilmu jurnalistik, disamping itu ia juga harus kreatif, dalam arti
mengetahui benar peristiwa-peristiwa yang mempunyai nilai-nilai jurnalistik.
Wartawan televisi yang baik juga adalah seorang yang mampu menjadi
penyaji berita yang baik, dalam hal ini ia tidak hanya dituntut untuk dapat menulis
berita dengan baik dan benar, namun ia juga menyampaikan berita dengan ucapan
kata-kata yang baik didepan kamera, lengkap dengan mimik dan ekspresi yang
menunjang (memiliki body language). Jadi seorang reporter televisi juga dituntut
untuk dapat menjadi penyiar (news caster). Jelas disini bahwa yang dimaksudkan
dengan wartawan televisi adalah seorang yang profesinya di bidang pemberitaan dan
bekerja pada stasiun televisi (reporter dan juru kamera) yang hasil liputannya akan
disiarkan emlalui media televisi.23
Jadi dengan kata lain reporter dengan juru kamera ialah pasangan yang sangat
susah untuk dipisahkan dalam proses peliputan berita di televisi, karena dalam
peliputan berita di televisi apabila berita tidak mempunyai atau disertai dengan
gambar, berita itu tidak akan menjadi berita apa-apa. Walaupun ada juga yang bisa
23
Morissan, Opcit. hal 71
31
merangkap satu pekerjaan, misalnya seorang juru kamera bisa merangkap sebagai
sebagai reporter dalam peliputan berita televisi, walaupun sangat jarang kita bisa
temukan yang model seperti ini.
Adapun yang banyak menganggap bahwa memilih pekerjaan sebagai
wartawan adalah pekerjaan yang kurang menguntungkan dan lebih banyak berbohong
dan mengejar-ngejar privasi orang ataupun kehidupan manusia, baik dari segi
keluarga ataupun organisasi perusahaan dan kepentingan-kepentingan orang lain.
Memilih pekerjaan tetap atau pekerjaan utama sebagai wartawan televisi, tetap selalu
diperhitungkan oleh kebanyakan orang, karena disamping pekerjaan sebagai
wartawan itu sangat sulit dan menyita banyak waktu, wartawan juga mempunyai
resiko keselamatan diri yang cukup besar dan tanggung jawab yang sangat besar pula.
Pekerjaan yang punya tanggung jawab besar tehadap banyak orang dan
tanggung jawab kepada kepentingan orang, salah satunya adalah wartawan televisi,
karena apabila berita yang kita buat ternyata tidak sama dengan kenyataan yang
sebenarnya, kita akan mempunyai tanggung jawab moril yang sangat besar terhadap
masyarakat, dan akan menimbulkan kebohongan public. Apalagi wartawan atau
jurnalis mempunya kode etik sendiri dan banyak sekali orang yang memperhatikan
dari pekerjaan sebagai wartawan atau jurnalis TV sekarang ini, dan juga dengan
didorong dengan kemajuan televisi di Indonesia juga, setiap stasiun televisi ingin
mendapatkan berita yang paling actual dan eksklusif. Perkembangan itu, wartawan
atau jurnalis televisi lah yang paling menjadi bahan sorotan dalam program berita.
32
Dari penelitian terhadap tugas dan pekerjaan para wartawan tersebut,
Committee of Concerned Journalist akhirnya menyimpulkan bahwa sekurangkurangnya ada Sembilan inti prinsip jurnalisme yang harus dikembangkan :24
a. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
b. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat
c. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi
d. Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput
e. Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap
kekuasaan
f. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar public
g. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan
relevan
h. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komperehensif
i. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya.
2.8 Pengertian Televisi
Televisi
merupakan
hasil
produk
teknologi
tinggi
(hi-tech)
yang
menyampaikan isi pesan dalam bentuk audio visual gerak. Isi pesan audio visual
gerak memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir,
dan tindak individu. Jumlah individu ini menjadi relative besar bila isi pesan audio
24
Ishwara Luwi, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2005.
Hal 9
33
visual gerak ini disajikan melalui media televisi. Saat ini, berkat dukungan teknologi
satelit komunikasi dan serat optic, siaran televisi yang dibawa oleh gelombang
elektromagnetik, tidak mungkin lagi dihambat oleh ruang dan waktu. Bahkan
khalayak sasarannya tidak lagi bersifat local, nasional, dan regional, tetapi sudah
bersifat internasional atau global. Siaran televisi adalah siaran-siaran dalam bentuk
gambar dan suara yang dapat ditangkap langsung untuk melihat dan dilihat dan
didengarkan oleh umum, baik dengan system pemancaran gelombang radio dan atau
kabel maupun serat optic.25
Televisi merupakan gabungan dari media massa dengar dan gambar yang bisa
bersifat politis bisa pula informatif, hiburan dan pendidikan atau bahkan gabungan
dari ketiga unsur tersebut. Televisi menciptakan suasana tertentu yaitu para
pemirsanya dapat melihat sambil duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikan.
Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan.
Informasi yang disampaikan oleh televisi akan mudah dimengerti karena jelas
terdengar secara audio dan terlihat secara visual.26
Televisi merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang
diketemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak utama
dasar teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari Jerman yang
dilakuaknnya pada tahun 1884. Ia menentukan sebuah alat yang kemudian idsebut
25
Askurifai Baskin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Hal
16
26
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa sebuah analisis media televisi, 1996.hal. 6,.
34
sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuannyan tersebut melehirkan
electrische teleskop atau televise elektris.
Perkembangan pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak
siaran yang menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antasa satu negara dengan
negara yang lainnya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarakan signal
televise. Inilah yang disebut sebagai globalisasi dibidang informasi. Peristiwa yang
terjadi di daratan Eropa atau Amerika atau Rusia, pada saat yang sama dapat pula
diketahui oleh negara-negara lain dan sebaliknya, melalui bantuan satelit yang
mampu memultipancarkan siarannya
ke berbagai penjuru dunia tanpa adanya
hambatan geografis yang berarti.27
Media, terutama TV, mempunyai peran sangat besar untuk mengkonstruksi
budaya masyarakat manusia. Apa yang kita anggap sebagai realitas, seringkali adalah
produk dari pandangan media terhadap isu tersebut. Realitas terwujud dalam berbagai
bentuk sesuai dengan banyaknya media dan gambar. Dengan kata lain, simbol realitas
telah menggantikan realitas itu sendiri. Media massa bisa mempengaruhi bangunan
budaya masyarakat. Aspek kognitif, afektif (perasaan) dan konatif (perilaku)
penonton, dapat dipengaruhi oleh tayangan-tayangan televisi. Mengapa? Karena
implikasi dari frekuensi penyampaian yang intensif, yakni dalam rentang waktu
harian atau mingguan atau bulanan secara repetitif, dalam bentuk penyampaian yang
konstan melalui wahana cetak, suara dan gambar (audio visual). Pada kasus media
27
Iskandar Muda Deddy, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2005. Hal 4
35
audio visual dari televisi misalnya, secara menyeluruh mampu menstimulasi segenap
panca indera penonton secara emosional hingga mampu mempengaruhi sikap,
pandangan, persepsi, dan perasaan penontonnya.
Dunia pertelevisian tanah air mengalami perkembangan yang cukup pesat
beberapa tahun belakangan ini. Awalnya, kita hanya punya satu stasiun televisi, itu
pun dimiliki oleh pemerintah, namanya Televisi Republik Indonesia (TVRI). Pada
tahun 1989, lahirlah stasiun televisi Rajawali Citra Televisi (RCTI). Stasiun tersebut
menjadi televisi swasta pertama di Indonesia. Stasiun televisi yang kemudian l ahir
berturut-turut lahir adalah Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI), Indosiar, dan Andalas Televisi (AnTV). Sejak era reformasi bergulir,
televisi swasta pun semakin ramai bermunculan. Ada MetroTV, Transformasi
Televisi (Trans TV), TV 7 yang kini menjadi Trans 7, Lativi yang belakangan
menjadi TVOne, seta Global TV.28
Seiring perkembangannya zaman dan seiring berkembangnya media televisi
Indonesia saat ini, mengakibatkan harus adanya pekerja di dalamnya, dan untuk
mencari sebuah berita dan informasi yang ada dimana-mana dan tersebar luas, tentu
saja pihak stasiun televisi sangat banyak membutuhkan tenaga-tenaga professional di
bidang jurnalistik televisi.
2.9 Kesempatan Menjadi Jurnalis / Wartawan Televisi
28
KS Usman, Television News Reporting & Writing. Jakarta, Ghalia Indonesia, 2009. Hal 1
36
Beberapa waktu belakangan, dunia jurnalistik televisi tiba-tiba menjadi suatu
lapangan yang menarik. Banyak lulusan perguruan tinggi mendambakan bekerja
sebagai jurnalis televisi, bahkan pekerja media cetak berbondong-bondong hijrah ke
televisi. Banyak orang yang memutuskan bekerja di dnia jurnalistik televisi karena
mereka melihat disana ada tantangan, kepuasan, variasi, serta kemungkinan menjadi
terkenal dan gaji yang relative baik. Andrew Boyd, dalam bukunya Broadcast
Journalism, menyebutkan bahwa pekerjaan di dunia jurnalistik televisi sebagai the
best job in town.
Karier di dunia jurnalistik televisi meliputi berbagai jabatan ; misalnya penulis
(writer), asisten produser (producer assistant), produser (producer), produser
eksekutif (executive producer), wartawan (reporter), juru kamera (camera person),
coordinator liputan (assignment editor), pembawa berita (presenter), penyunting
(editor), dan lain sebagainya.
Reporter atau jurnalis bisa dikatakan merupakan posisi awal dalam karier
jurnalistik di televisi, selain juru kamera. Reporter sering dianggap sebagai ujung
tombak produksi berita televisi. Di dunia jurnalistik televisi, skill sebagai reporter
menjadi bekal dasar untuk menapak ke posisi-posisi atau jenjang karier berikutnya.
Dengan skill sebagai reporter di stasiun televisi Indonesia, bukan tidak mungkin juga
akan menjadi bekal untuk menapak karier sebagai jurnalis Internasional.29
29
Ibid. Hal 4
37
Kalau anda ingin berkarier sebagai penulis atau wartawan freelance, tugas
anda merekam semuanya dialog-dialog rakyat diimana saja, apakah mereka tukang
becak yang berkelakar di warung-warung tegal, sesame karyawan yang bercakapcakap dikantin kantor, atau orang-orang antri yang sedang menunggu giliran di
bangku-bangku panjang puskesmas, para calon pelanggan air PAM, pemasang baru
telepon, para pelapor di kantor polisi, orang-orang berperkara di pengadilan, dan
sebagainya. Disana perbincangan akan selalu diwarnai oleh keluhan-keluhan atas
pelayanan public, kesulitan-kesulitan perumahan, kemacetan lalu lintas, analisaanalisa
terhadap
penerapan
peraturan
perundang-undangan,
ketentuan
atau
kebjaksanaan pemerintah lainnya.30
Pada era sekarang juga kesempatan menjadi wartawan televise menjadi sangat
luas dengan tumbuh kembangnya televise local yang issue-nya akan diadakan
disetiap daerah di Indonesia. Di Ibukota DKI Jakarta sendiri sekarang ini sudah
mempunyai 4 televisi local yang sudah mendapatkan hak siar, yaitu : O Channel,
JakTV, DAai TV dan Space Toon. Dari contoh yang saya berikan, semakin terlhat
jelas bahwa kesempatan untuk menjadi jurnalis/wartawan televise di Indonesia
semakin terbuka untuk siapa saja.
Performa jurnalis/wartawan yang biasa terkenal dengan kegagahannya,
pertanyaan tajamnya, serta dengan bermodalkan notes dan kamera dikala berada di
30
Banjarnahor, Gundar. Wartawan Freelance Panduan Menulis Artikel Untuk Media Cetak dan
Elektronik. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994. Hal 3
38
depan nara sumber, baik artis, presiden sampai seorang petani maupun pengemis.
Torehan tintanya ternyata mampu untuk mengubah sejarah dan mengubah roda
kehidupan sosial. Seperti jaman Budi Oetomo,yang arogan menjadi persuasif dan
demokratis, yang kasar menjadi lembut dan pejabat korup bisa menjadi takut dan
tunduk dengan wartawan. Atas itulah, maka orang yang biasa berprofesi sebagai
wartawan menjadi tak pernah bisa nyenyak tidur. Baik dari pejabat setingkat lurah,
camat, mantri polisi, pasti akan merasa risih terhadap wartawan jika salah satu dari
mereka tak bekerja dengan benar mengurusi rakyatnya. Oleh sebab itu, sungguh
sangat disayangkan pabila torehan tintanya yang sangat diharapkan jutaan
masyarakat, ternyata membangkitkan amarah dan menimbulkan perpecahan serta
permusuhan antar sesama. Lantaran dipicu oleh tidak jelinya seroang wartawan
melihat nilai sebuah berita serta keseimbangan kelayakan publikasi.
Dengan kata lain, nilai sebuah berita itu sendiri hanya didasarkan pada
kelayakan daya jual atau konsumsi. Seperti halnya penayangan berita video mesum,
pembantaian dan lainnya yang berujung pada pengaruh psikologis dan perilaku
pengkonsumsi. Oleh sebab itu, jika dengan banyaknya media massa serta
menjamurnya jumlah wartawan pada saat ini, banyak juga ada yang memanfaatkan
profesi wartawan untuk mencari keuntungan sendiri. Terlebih, dengan membutakan
mata
penanya,
seorang
wartawan
tersebut
humanistiknya demi mengejar keuntungan (uang).
rela
mengorbankan
perasaan
39
Dalam pekerjaan sehari-hari wartawan memang kerap “menyakiti” orang,
misalnya menulis tentang pejabat yang korup, atlet yang gagal atau aktris yang tidak
sukses, pengusaha yang bangkrut dan banyak lagi. Namun bila hal ini dilakukan demi
melayani kepentingan yang lebih besar, maka hal ini masih dapat dianggap sebagai
efek samping yang layak diterima. Prinsip menyakiti –harm principle- ini
menyatakan bahwa kebebasan seseorang dibenarkan untuk dibatasi. Bila tindakan
orang itu merugikan orang banyak lainnya. Jurnalisme selalu merupakan pekerjaan
bagi orang-orang etis –Journalism has always been a business of ethical people, kata
novelis Leslie H. Whitten, sebab upah mereka rendah dan mereka menjalankan
pekerjaan karena percaya hal itu memang baik untuk dilakukan dan juga karena nama
mereka sebagai penulis.
Senang rasanya bagi seorang wartawan bila bisa menolong orang yang sedang
menghadapi kesulitan dengan menyampaikan berita dan gagasan berita tentang dunia
sekitar mereka. Dan memang inilahyang dibutuhkan masyarakat. Untuk lebih
meningkatkan kredibilitas, wartawan dianjurkan untuk menghargai audience-nya
dengan menyajikan prioritas utama untuk tidak menyakiti –primum non nocere.31
Kesempatan untuk masyarakat yang ingin menjadi wartawan televisi di
Indonesia itu sangat terbuka sangat lebar dan masih banyak tersedia, tetapi dengan
catatan mempunyai resiko yang sangat tinggi dan tingkat kesulitan yang sangat tinggi
31
Ishara Luwi, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. 2005. Hal
18
40
dan waktu yang tidak menentu kapan kita dibutuhkan dan kapan ada kejadian yang
mempunyai nilai jurnalistik di dalamnya.
Jadi yang tampak saat ini adalah, bahwa Fenomena Kehidupan Sosial Jurnalis
TV itu sendiri sebenarnya sangat menarik untuk kita telaah dan kita telusuri secara
mendalam, umumnya untuk masyarakat Indonesia dan khususnya untuk semua orang
yang ingin mengetahui perubahan kehidupan sosial jurnalis televisi di Indonesia dan
bahkan ingin menjadi salah satu Jurnalis Televisi di Indonesia, dan memilih
pekerjaan utama sebagai Jurnalis Televisi.
Download