8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fenomena Fenomena (kejadian atau gejala) adalah hasil daya tangkap indera manusia tentang masalah yang ingin diketahui yang diabstraksikan dalam bentuk konsepkonsep.1 Fenomena adalah suatu peristiwa yang terjadi dikalangan dan lingkungan masyarakat, fenomena juga dapat diartikan sebagai kejadian yang dapat diteliti oleh siapapun. Fenomena kehidupan sosial jurnalis TV yang ada di Jakarta sangat terlihat sangat kontras perbedaannya dengan masyarakat biasa pada umumnya. Dapat dilihat dari keseharian jurnalis TV yang selalu mencari berita dengan cara yang seakan-akan tidak pernah kenal lelah dan tidak mengenal waktu demi mendapatkan suatu berita atau informasi yang dibutuhkan masyarakat. Fenomena dari bahasa Yunani ; phainomenon, “apa yang terlihat”, dalam bahasa Indonesia bisa berarti :2 a) Gejala Misalkan gejala alam, seperti bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh menjadi sebuah kejadian alam yang sangat fenomenal. b) Hal-hal yang dirasakan oleh panca indera 1 Soelaeman M. Munandar, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial Edisi Revisi. Bandung : PT. ERESCO, 1992. Hal 11 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomena 8 9 Seperti gejala matahari yang dapat dirasakan oleh panca indera yakni oleh pandangan mata c) Hal-hal mistik atau klenik Ada orang yang menjaga dirinya dari gangguan syetan atau untuk membangun rasa percaya diri dengan mengikuti cara-cara musyrik tanpa 8 mereka sadari, mereka mengandalkan benda-benda jimat dalam berbagai bentuk dan rupa, seperti : gelang, cincin, kalung, batu akik, batu kali, dan sebagainya yang berasal dari dukun ataupun diperoleh dari tempat-tempat yang dianggapnya keramat. d) Fakta, kenyataan, kejadian Fenomena bom bunuh diri yang dilegitimasikan atas nama agama ternyata terjadi juga di Indonesia. Yakni, tragedy bom Bali. Biasanya kita hanya mendengarnya di Palestina atau negara-negara timur tengah untuk melawan Israel. Contoh lainnya lagi seperti kejadian yang dialami para jurnalis TV yang berdomisili di Jakarta dengan segala kisah-kisah yang sangat menarik untuk kita cermati, dengan segala konflik yang terjadi dalam diri pribadi jurnalis itu sendiri maupun konflik yang terjadi dari luar diri jurnalis tersebut. Kata turunan adjektif, fenomenal, berarti : “sesuatu yang luar biasa”. 10 2.2 Teori Fenomenologi Peneliti dalam pandangan fenomenologis, berusaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya tehadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh filsuf Edmund Husserl dan Alfred Schutz. Pengaruh lainnnya berasal dari Webber yang memberikan tekanan pada verstehen, yaitu pengertian interpretif terhadap pemahaman manusia.3 Alfred Schutz mengaplikasikan fenomenologi dalam kehidupan sosial (social life), menginvestigasi peristiwa sosial (social event) dan perspektif atau sudut pandang yang secara nyata mengalaminya sendiri. Menurut Schutz, ketika orangorang menapaki kehidupannya sehari-hari, meraka membangun tiga asumsi dasar (three fundamental assumptions), yaitu bahwa : A. Realitas dan struktur dunia adalah konstan, dunia akan tetap seperti bagaimana adanya. B. Pengalaman yang dialaminya di dunia adalah abash (valid) pada akhirnya, orangorang itu berkeyakinan berkeakuratan persepsi mereka atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. C. Orang-orang melihat diri mereka sendiri bahwa memiliki kekuatan untuk bertindak dan menyelesaikan sesuatu untuk mempengaruhi dunia. 3 Moleong J. Lexy, Metode Penelititan Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Hal 17 11 Fenomenologi diartikan sebagai : 1) Pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal ; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok seseorang (Husserl). Terminologi fenomenologi sering digunakan untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis tipe subjek yang ditemui. Dalam arti yang lebih spesifik, terminologi ini mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang. Sebagai suatu disiplin ilmu, hal itu dikemukakan oleh Edmund Husserl (1859-1938). Fenomenologi juga digunakan sebagai perspektif filosofi dan juga pendekatan dalam metode kualitatif. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Dalam hal ini, para fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada orang lain.4 Nomena. Sebuah paham yang memandang sesuatu adalah tidak bisa diungkapkan. Tapi mengungkap dirinya sendiri. Tidak bisa dideskripsikan, karena pendeskripsian hanyalah subjeksi. Tapi mendeskripsi dirinya sendiri. Lepas dari semua pendapat, pembenaran, maupun penyalahan akan dirinya. Semua orang mampu mendefinisikannya. Namun tidak seorangpun benar. Karena mendefinisikan dirinya sendiri. Dan definisi tersebut, tidak sekalipun terungkap... 4 Ibid. Hal 16-17. dia, 12 2.3 Komunikasi interpersonal Komunikasi interpersonal disebut juga komunikasi antarpersonal atau antarpribadi. Perkataan pribadi (personal) dalam definisi ini mengandung makna khusus pada diri orang itu yang berbeda dengan orang lain. Jadi komunikasi ini terjadi antara seseorang dengan orang lain. Oleh karena itu komunikasi interpersonal diklasifikasikan ke dalam komunikasi diadik dan komunikasi triadik. Komunikasi diadik adalah komunikasi yang berlangsunug antara dua orang, yang satu sebagai komunikator dan yang lain sebagai komunikan. Komunikasi triadik adalah komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau tiga pihak, yang terdiri dari satu komunikator dan dua komunikan. Apabila komunikasi berlangsung lebih dari dua atau tiga orang disebut dengan komunikasi kelompok kecil. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang palng ampuh dalam upaya mengubah sikap, opini, atau perilaku seseorang karena beberapa alasan : 1. Komunikator dapat langsung mengtahui frame of reference komunikan secara penuh dan utuh, seperti pendidikan, suku bangsa, hobi, aspirasi, dan unsur lain yang penting artinya bagi upaya mengubah sikap, opini dan perilaku komunikan. 13 2. Komunikasi berlangsung dialogis berupa percakapan tanya jawab, sehingga komunikator dapat mengetahui segala hal mengenai diri komunikan. Dalam komunikasi dialogis, komunikator bisa langsung memperbaiki gaya komunikasinya bila reaksi komunikan negatif misalnya komunikan tidak mengerti,bimbang atau bingung. 3. Komunikasi berlangsung secara tatap muka saling berhadapan sehingga komunikatro dapat menyaksikan ekspresi wajah, sikap, gerak-gerik, dan lain-lain yang merupakan umpan balik onverbal dalam proses komunikasi yang sedang berlangsung. 4. Komunikasi interpersonal biasanya dilakukan dengan tehnik persuasif, sedangkan teknik komunikasi informatif digunakan dalam menghadapi khalayak yang jumlahnya banyak atau komunikasi dengan menggunakan media. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal hanya dipergunakan untuk memersuasi orang orang tertentu yang punya pengaruh, punya lembaga/partai atau punya banyak pengikut. Apabila ia berhasil diubah sikapnya, opininya, periakunya, atau bahkan ideologinya, maka jajarannya atau para pengikutnya akan berubah pula. 14 2.4 Interaksi sosial Telah dikatakan bahwa interaksi sosial didahului oleh suatu kontak sosial komunikasi. Hal mana kemi=udian memungkinkan interaksi. Sebgai sala satu tahap penting dalam proses sosial (dan sosialisasi) perlu ditinjau lagi apakah sebenarnya proses sosial dan interaksi sosial itu. Harold Lasswell dan Abraham Kaplan memberi definisi tentang proses sosial sebagai berikut : “the totality of value processes for all the values important in society”. Dari definisi Lasswell dan Kaplan ini jelaslah betapa luasnya proses sosial itu, yaitu bahwa ia mencapai semua kegiatan dalam masyarakat dengan melibatkan masalah sistem nilai yang oleh individu atau kelompok diusahakan untuk disebarluaskan. Ditinjau dari segi ini, menurut Lasswell dan Kaplan setiap proses sosial melibatkan penerimaan atau penolakan dari norma-norma yang disbar secara sadar ataupun tidak sadar, secara langsung atau tidak langsung. Lasswell dan Kaplan selanjutnya berpendapat bahwa norma-norma yang dilibatkan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok norma yang besar, yaitu yang disebutnya : • Welfare values (nilai kesejajteraan) dan • Deference values (nilai-nilai luhur/agung abstrak). Menurut Lasswell dan Kaplan welfare values merupakan nilai-nilai yang dianggap penting oleh dan untuk hidup manusia, agar supaya dapat hidup dengan 15 layak, mempunyai pendapatan yang mencukupi keperluan sehari-hari, nilai tentang kesehatan badaniah dan tergolong pula di dalamnya perasaan aman dalam memperoleh atau melanjutkan pekerjaan, agar supaya hidup terjamin. Selanjutnya deference values merupakan kelompk nilai-nilai yang abstrak dan perlu diperhatikan oleh orang yang hidup dalam masyarakatnya, khususnya dalam kehidupan berkelompok/sosial. Dalam kelompok nilai ini tergolong masalah pengaruh-mempengaruhi, status, penghargaan terhadap orang yang lebih tinggi atau tua, nilai-nilai moral (=apa yang dianggap baik, buruk, tidak jujur, terpuji dan seterusnya). Inilah nilai-nilai yang selalu secara sadar maupun tidak sadar terlibat dalam interaksi sosial yang harmonis dapat dicapai. Interaksi sosial sebagai proses pengaruh-mempengaruhi, menghasilkan hubungan tetap yang kahirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Dalam kegiatan interaksi sosial, interaksi menggunakan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan alat dari interaksi dan alat dari proses sosial. Karenanya pula, unsur-unsur komunikasi menjai faktor penentu dalam interaksi sosial, karena komunikasi : a. Menguunakan lambang b. Memberi arti interpretasi kepada lambang c. Merupakan nilai-nilai individu dan nilai kelompok d. Menunjukkan tujuan lambang. 16 Bagaimana hasil interaksi sangat ditentukan oleh nilai dan arti serta interpretasi yang diberikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi ini, khususnya nilai dan arti yang diberikan kepada lambang-lambang yang dipergunakan.5 2.5 Definisi Pers Definisi pers yaitu, suatu lembaga social dan wahana, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data grafik maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis salauran yang tersedia. Dimana pers saat ini tidak hanya terbatas pada media cetak amaupun media elektronik tetapi juga telah merambah ke berbagai medium informasi seperti internet. Pers pada umumnya, dan pers Indonesia pada khususnya adalah sarana sosialisasi per axellentiam. Apa saja yang dilakukan lewat pers kemudian berubah wujudnya menjadi social ; komunikasi pribadi, komunikasi social, perkenalan pribadi menjadi pergaulan social, kritik pribadi menjadi kritik social dan peringatan pribadi menjadi control social. Dengan kata lain perkataan apa saja yang diumumkan melewati pers, sebetulnya telah keluar dari ruang private dan memasuki apa yang dinamakan forum publicium.6 5 Susanto, Astrid S. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bina Cipta, 1983. Hal 32-33 6 Jacob Oetama, Perspektif Pers Indonesia, LP3ES 17 Pers mengandung dua arti. Arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala : surat kabar, tabloid dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik auditif dan media elektronik audiovisual berkala yakni, radio televise, film, dan media online internet. Pers dalam arti luas disebut media massa.7 Istilah pers dalam kosa kata Bahasa Indoensia diambil dari bahasa Belanda yang mempunyai arti sama dengan press dalam bahasa Inggris. Pada awalnya, pers merupakan sebutan bagi suatu alat proses cetak. Penemuan suatu alat proses cetak (the movable type printing press) pertama oleh Johannes Gutenberg tahun 1456 yang digunakan untuk mencetak Bilble dan buku-buku cetakan lain. Sementara surat kabar pertama muncul di Eropa pada abad 17 Masehi. Surat kabar yang pertama muncul adalah Mercurius Gallobelgieus dalam bahasa Latin tahun 1594 di Cologne (sekarang Jerman) dan didistribusikan secara luas hingga mencapai Inggris. Di berbagai negara Barat lain seperti di Inggris, surat kabar yang pertama diterbitkan adalah Oxford Gazette tahun 1665 yang kemudian berubah menjadi London Gazette dan di Amerika Koran pertama Benjamin Harris’s Publik tahun 1690.8 Dalam perkembangan artinya yang mutakhir, pers juga berarti institusi penerbitan yang berawal dari penguunaan alat-alat cetak yang menggunakan teknik 7 Sumadiria AS Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung :Simbiosa Rekatama Media, 2006. Hal 31 8 Shaffat Idri, Kebebasan Tanggung Jawab dan Penyimpangan Pers. Jakarta : Prestasi Pustaka, 2008. Hal 3 18 per situ. Institusi pers kini tidak hanya meliputi kerja cetak mencetak atau rekam merekam saja, melainkan juga meliputi seluruh aktifitas profesional dalam penyiapan bahan terbitan sampai dengan kegiatan penyebarluasan. Dapat dikatakan istilah pers yang awalnya di adopsi dari bahasa Belanda itu secara etimologis dan secara teknis telah mengalami perkembangan penggunaan kata itu hingga mencakup seluruh selukbeluk kegiatan pers itu sendiri.9 Sering dikatakan bahwa kebebasan pers di satu negara ditentukan oleh system pers yang dianut oleh negara tersebut. Ketika “perang dingin” antara blok barat dan blok timur masih berlangsung, terdapat empat system pers yang dianut oleh negaranegara di dunia ini, yaitu, otoriter, liberal, Marxis, dan tanggung jawab sosial. Setelah berakhirnya perang dingin seperti ditulis J. Herbert Altschull, jumlah system pers tersebut susut menjadi tiga, yaitu : pasar (di negara-negara kapitalis), Marxis (di negara-negara sosialis) dan berkembang (di negara-negara yang sedang berkembang) (Dalam Severin dan Tankard, Jr 1992:290).10 Akan tetapi pada kenyataannya pers di Indonesia harus tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, mengingat di dunia hampir tidak ada satu pekerjaan pun yang dilaksanakan tanpa etika. Keberadaan suatu etika pada umumnya harus dijunjung tinggi karena hal itulah yang membuat seorang manusia menjadi lebih beradab. Etika tersebut akan digunakan oleh seorang jurnalis sebagai pedoman tatkala 9 10 Ibid. Hal 4. Nadhya Abrar Ana, Panduan Buat Pers Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1995. Hal 3 19 ia menjalankan profesianya agar ia tidak lepas dari tanggung jawabnya. Kode etik jurnalistik merupakan aturan tata susila kewartawanan, norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku semua pelaku jurnalistik. Berdasarkan definisi tersebut maka dalam menjalankan profesinya, seorang wartawan harus berpegang teguh pada aturan-aturan yang yang terdapat dalam kode etik jurnalistik tersebut. Pers akan selalu berkaitan dengan segala peristiwa apapun yang tentu saja berhubungan dengan informasi, mulai dari masalah social, politik, ekonnomi, hingga masalah penyampaian hiburan kepada masyarakat. Dalam hal ini pers mulai menjalankan perannya sebagai abdi negara sekaligus masyarakat. Sampai kapanpun dunia jurnalisme atau pers akan selalu dibutuhkan dan dicari karena dari sinilah semua elemen masyarakat bisa mengetahui kejadian atau peristiwa-peristiwa mengenai lingkungan sekitarnya, bahkan yang uptodate sekalipun. Peran pers dirasa sangat berat karena dalam menjalankan profesinya, insaneinsan pers harus benar-benar mengutarakan fakta dari suatu peristiwa yang terjadi. Artinya dalam jurnalisme tidak ada kata “main-main” dalam penyampaian informasi. Apabila hal tersebut terjadi bisa menyebabkan akibat yang fatal. Disamping itu pers harus mampu merencanakan visi dan misinya, mengorganisir sumber daya manusia yang ada didalamnya, mengkoordinasikan mengkonsumsinya. mengaktualisasi industry pers ide-ide agar pekerjanya masyarakat serta mampu ketagihan untuk 20 Karena pertumbuhan ekonomi dimana-mana dan sepanjang sejarahnya cenderung naik, yang berarti naik pula komponen-komponen produksi jurnalistik, maka saat ini dan mengikuti perkembangan zaman, pers telah dijadikan ajang lahan bisnis oleh para pelaku jurnalistik yang ada dimanapun mereka berada dan bekerja. Walaupun padahal segala kegiatan yang bersangkutan dengan kegiatan jurnalistik itu diatur oleh pemerintah. Jurnalisme yang berkembang sekarang ini sudah termasuk bebas. Berkaitan dengan konteks kebebasan pers dalam era demokrasi saat ini, selain sebagai institusi industry, pers tidak dapat meninggalkan posisinya sebagai pengawas atau control social. Fungsi control social ini ditujukan pada pemerintah maupun Negara. Artinya pers bertindak untuk mengawasi dan mengontrol jalannya kehidupan kenegaraan di Negara ini. Meskipun demikian, pers dalam memberikan sebuah kejadian harus tetap objektif. Objektifitas artinya tidak memberikan penilaian, tidak berpihak, dan tidak boleh berprasangka. Apalagi sekarang Indonesia sudah memasuki era kebebasan pers yang telah diperjuangkan sejak 50 tahun terakhir. Namun pers yang bebas sebagai sarana utama demokrasi dan informasi, saat ini dalam tahap awal. Menurut pendapat Drs. Ishadi SK, M.Sc akan terjadi tiga ancaman yang amat serius dalam memasuki kebebasan pers yang sedang dikembangkan sekarang diantaranya : 21 1. Amat terbatasnya jumlah wartawan yang terdidik mampu secara professional. Yang mungkin direkruit untuk menginformasikan segala informasi yang berkembang di lingkungan masyarakat, dan yang mungkin direkruit untuk menerbitkan 600 koran, majalah dan tabloid, yang izinnya telah dikeluarkan sekarang ini. Dengan diizinkan beroperasinya 600 koran, majalah dan tabloid terbaru, pertanyaan yang mencuat dari mana wartawannya direkruit. Kekhawatiran yang berkembang adalah menurunnya kualitas jurnalistik media khususnya Koran, majalah dan tabloid yang baru dan stasiun televise yang bari. 2. Banyaknya Koran dan penerbitan, akan menimbulkan persaingan yang amat tajam diantara mereka, yang pada akhirnya akan menjurus “kepentingan idealisme” akan terkalahkan dengan “kepentingan bisnis”. Permasalahan-permasalahan tersebut diatas pada gilirannya akan membuat atau melahirkan Koran dan stasiun televise dan penerbitan yang berselera rendah dan tidak memenuhi standar.11 Pada umumnya ada lima hal yang menurut sosiolog tercakup dalam profesionalisme, yang disarankan sebagai struktur sikap yang diperlukan bagi setiap jenis profesi. Kelima hal itu, menurut Alex Sobur, dari Universitas Islam Bandung dalam Etika Pers, Profesionalisme dengan Nurani (2001:83) adalah : a. Profesional menggunakan organisasi atau kelompok professional sebagai kelompok utama. Tujuan-tujuan dan aspirasi professional bukanlah 11 Ishadi SK, Prospek Bisnis Informasi di Indonesia, Jakarta : Pustaka Belajar, 1999. Hal 230 22 diperuntukkan bagi seorang majikan atau status local dari masyarakat setempat ; kesetiaannya adalah pada bidang tugas. b. Profesional melayani masyarakat. Tujuannya, melayani masyarakat dengan baik. Ia altruistic, mengutamakan kepentingan umum. c. Profesional memiliki kepedulian atau rasa terpanggil dalam bidangnya. Komitmen ini memperteguh dan melengkapi tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat. Ia melaksanakan profesinya karena merasa komitmennya yang mendalam; dan ini menopangnya selama periodeperiode latihan dalam penekanan secara berulang-ulang. d. Profesional memiliki rasa otonomi. Profesional membuat keputusankeputusan dan ia bebas untuk mengorganisasikan pekerjaannya di dalam kendala-kendala fuungsional tertentu. e. Profesional mengatur dirinya sendiri (self regulation). Ia mengontrol perilakunya sendiri. Dalam halkerumitan tugas dan persyaratan keterampilan, hanya rekan-rekan sepekerjaannya yang mempunyai hak dan wewenang untuk melakukan penilaian.12 Maka untuk menampilkan realitas atau fakta pers harus senantiasa menonjolkan aspek 5W+1H yang dirasa telah mewakili mengenai apa saja dalam suatu peristiwa. Setidaknya ada enam unsure nilai berita, yaitu : penting atau tidaknya 12 Sumadiria Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feauture. Bandung : Simbiosa Rekatama Media :2006. Hal 47 23 suatu berita, kehangatan berita, dampak dari suatu peristiwa, kedekatan, ketenaran dan human interest. Dimana hal-hal tersebut akan digunakan sebagai patokan untuk penyampaian berita yang akan disebarluaskan. 2.5.1 Landasan Pers Nasional a. Landasan Idil b. Landasan Konstitusional c. Landasan Yuridis Formal d. Landasan Strategis Operasional e.Landasan Sosiologis Kultural f. Landasan Etis Profesional. 13 2.6 Pengertian Jurnalistik Jurnalistik merupakan suatu kegiatan mencari, mengolah dan menyampaikan informasi kepada khalayak luas. Pada intinya suatu berita itu harus jelas asalnya dan isnya pun harus lengkap. Berita dipandang lengkap apabila member keterangan tentang apa peristiwanya (what), siapa (who), kapan (when), dimana (where), mengapa (why), dan bagaimana peristiwanya (how). Mencakup 5W+1H. Jurnalisme berasal dari kata “Acta Journa” (catatan harian). Jurnalistik dalam bahasa belanda adalah (journalistick), sedangkan dalam bahasa Inggris adalah “Journalism”. Dimana keduanya berasal dari bahasa Perancis “Jour” yang berarti harian. Dapat disimpulkan 13 Ibid. Hal 51 24 bahwa jurnalistuk merupakan pengetahuan/ilmu mengenai catatan harian (berita) dengan segala aspeknya mulai dari mencari, mengolah hingga menyebarkan.14 Menurut Fraser Bond, gagasan mengenai layanan kepada public ada dalam ajaran dan praksis jurnalistik. Pertama-tama jurnalistik berusaha mengingatkan khalayaknya tentang makna suatu peristiwa, cara yang biasa ditempuh Bond ialah dengan memberikan informasi kepada khalayak (audience) dalam bentuk tajuk rencana. Meskipun Bond tidak memerincinya, hal itu bias dilakukan melalui opini wartawan (by line story) atau berita interpretasi, jurnalistik essai dan jurnalistik proses. Menurut Harold D. Lasswell dalam The Communication of Idea (1948), media massa itu bisa berperan sebagai pengawal dilingkungan kita, yang dapat mengungkap berbagai ancaman dan peluang yang mempengaruhi nilai-nilai komunitas. Etapi menurut Frd S. Siebert dalam bukunya Communications in Modern Society (1948) media massa tak mungkin memikul semua tanggung jawab dalam semua penyebaran tentang kebenaran. Media hanya mungkin mengatakan banyak tentang kebenaran sehingga public mengetahui kejadian-kejadian atau kegiatankegiatan yang sedang berlangsung. 15 Jurnalis adalah seorang yang melakukan jurnalisme, yaitu orang yang menciptakan laporan sebagai profesi untuk disebarluaskan atau dipublikasi dalam media massa, seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. 14 15 Suroso. Menuju Pers Demokratis. Yogyakarta : Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan, 2001. Askurifai Baskin, Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Hal 49 25 Wartawan mencari sumber mereka untuk ditulis dalam laporannya; dan mereka diharapkan untuk menulis laporan yang paling objektif dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat. 16 Aspek-aspek dalam jurnalisme meliputi proses pencarian, penulisan, penyuntingan, hingga proses penyebarluasan berita dengan menggunakan media yang ada, entah itu cetak maupun elektronik. Jurnalisme atau pers di Indonesia sejak lama telah berkembang. Tentu saja, profesionalitasan wartawan merupakan perangkat utama warga masyarakat memperoleh informasi yang benar mengenai masalah public. Adapun masalah public merupakan fakta dalam kehidupan masyarakat yang berkonteks dengan penyelenggaraan negara. Pikiran dan pendapat yang terbentuk sebagai respon terhadap masalah public menjadi dasar dalam kehidupan public. Merujuk rumusan Kode Etik Jurnalistik, jelas sekali bahwa jurnalis Indonesia tidak boleh menyalahgunakan profesi dan tidak boleh menerima suap. Maksud penyalahgunaan profesi itu dalam konteks tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Sedangkan suap lebih dipandang segala pemberian dalam aneka bentuk, bisa uang, benda, atau fasilitas yang mempengaruhi independensi. Sikap independen mengarahkan jurnalis untuk mampu memberitakan peristiwa, fakta, kejadian sesuai dengan nurani tanpa intervensi, kendali atau pengaruh dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers. Melepaskan diri dari 16 http://www.lspp.org/baca_opini.php?noid=29 26 kepentingan pemilik perusahaan pers memang bukan tindakan gampang dan tanpa resiko. Terlebih kalau pemilik perusahaan pers memiliki kiprah dibidang non pers, misalnya sebagai pengusaha, politisi, budayawan, agamawan, profesional, maupun komunitas tertentu. Salah-salah, tindakan independensi bisa berbuah petaka sikap tersebut berbenturan dengan kemauan pemilik perusahaan pers. Dalam hal ini pers merupakan suatu organisasi pelaku industry informasi, selaku produsen, pers melakukan kegiatan industry berupa pencarian, pengumpulan, dalam bentuk produk jurnalistik yang terdiri dari, berita (news) komentar atau pandangan (views), dan iklan (advertising). Didasarkan pada sifat dan bentuk produk jurnalistiknya, kita mengenal juga tiga macam informasi, seperti dalam surat kabar atau barang cetakan lainnya. Seperti informasi yang disiarkan melalui radio, dan audio visual, seperti informasi yang ditayangkan melalui siaran program televisi.17 2.7 Pengertian Jurnalis / Wartawan Jurnalis merupakan insan-insan yang harus mampu mencari, mengolah, dan menciptakan produk jurnalistiknya dengan menggunakan perasaan dan pikirannya sehingga industry tersebut bisa hidup dengan jiwa dan semangat tertentu. Justru karena itulah jurnalis / wartawan kini selalu dihadapkan pada berbagai tantangan yang hebat, tidak terbatas hanya mengumpulkan fakta dari peristiwa yang terjadi semata, namun pula dalam pengolahannya memerlukan profesionalisme yang 17 52 Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik :Seputar Organisasi, Produk, & Kode etik. Nuansa. Hal 27 memadai, baik dengan teknik-teknik komunikasinya maupun bidang pengetahuan yang terkait dengan peristiwanya.18 Profesi sebagai jurnalis. Wartawan televisi tidak diperuntukkan bagi mereka yang berjiwa lemah. Pekerjaan ini membutuhkan tenaga yang baik serta motivasi yang cukup tinggi. Seorang wartawan atau reporter harus memiliki keigigihan dalam mengejar berita, mau bekerja keras, bersedia masuk kantor pada hari libur dan siap berangkat setiap saat ke lokasi liputan. Jadi profesi ini tidak cocok bagi orang-orang yang bermental kantoran, dengan jadwal kerja yang teratur, masuk kantor jam 8 pagi dan pulang pada jam 5 sore.19 Kemampuan menulis berita dengan baik dan benar adalah modal awal yang harus dimiliki seorang jurnalis atau wartawan. Apalagi sebagai jurnalis pemula, kemampuan menulis berita akan benar-benar diuji. Lazimnya jurnalis pemula, ia akan lebih banyak mendapat tugas dilapangan untuk mencari dan meliput berita. Dari hasil liputan serta bahan berita yang diperoleh , kemudian ditulis menjadi berita.20 Reporter merupakan faktor yang terpenting dalam semua kegiatan pembuatan berita. Apakah dia bekerja didaerah ataupun meliput jalannya perkembangan dunia tugasnya sama. Dia harus mengunjungi suatu peristiwa-peristiwa dan mencari informasi yang beradadan dapat dijadikan berita. Kadang-kadang caranya tidak lebih daripada tanya jawab biasa, kadang-kadang berperan seperti intelejen, keras hati, dan 18 19 20 Ibid. hal 54 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta : Ramdina Prakarsa. Hal 69 Shahab A.A, Cara Mudah Menjadi Jurnalis. Jakarta : Diwan Publishing, 2007. Hal 1 28 cerdik dalam penyelidikiannya. Dalam kehidupan sehari-harinya ia lebih mirip seorang pahlawan dalam film roman, atau petugas yang sangat rajin. Keistimewaannya, ia adalah petugas yang ulet, memiliki kecakapan pribadi yang lebih sempurna ketimbang rasa sekedar ingin tahu saja, berkeras hati pada kemauannya namun bukan anak kecil yang abadi. Dia memiliki sifat tidak puas pada seseorang atau peristiwa yang terjadi. Rasa penasaran dalam hatinya yang kuat menyebabkan dia lebih memilih pers sebagai tempat kerjanya yang utama. Baik tua maupun muda, ia akan selalu merasa enjoy dalam bertugas memperhatikan jalannya kehidupan manusia, memantau drama politik dari belakang layar, menempatkan dirinya ditengah-tengah kota besar, menyaksikan segala kejadian alam, dan memiliki kartu pers sebagai simpai hidupnya. Semua reporter tergabung dibawah penguasaan redaktur tertentu (criminal, olah raga, dan lain sebagainya). Mereka tergabung dalam jajaran redaksi yang disebut desk. Dalam timnya para reporter dikenal sebagai beat man dan rekannya yang lain disebut leg man. Dalam dunia jurnalistik kedua sebutan itu di bedakan oleh cara pelaporannya. Beat man ditandai dengan tugas rutinnya meliput keadaan kota, pengadilan, markas besar kepolisian, hotel-hotel dan sebagainya. Hari-hari tugasnya dijalani untuk melakukan pencarian bahan berita, dan secara rutin mengadakan pendekatan kepada pejabat-pejabat terkait. Melalui hubungan-hubungan demikian dia jadi mahir dalam upayanya memeperoleh informasi yang kadang-kadang bersifat rahasia dari relasinya yang ia bina itu. Leg man adalah reporter khusus yang 29 ditugaskan meliput peristiwa-peristiwa tertentu oleh desk-nya. Mungkin ia seharian menangangani wawancara, selanjutnya melaporkan suatu pidato, mengadakan suatu penyelidikan, atau mengamati siding-sidang di komisi DPR. Untuk memperoleh beritanya sebanyak mungkin, ia memerlukan sepasang “kaki” yang baik dan mempunyai inisiatif yang tinggi. Biasanya ia menulis naskah beritanya, dan dalam beberapa hal ditambahkannya beberapa fakta, serta kemudian menghubungi para penyusun ulang (re-writer) berita di desk-nya untuk meminta bantuan mereka dalam menyempurnakan bentuk beritanya. Beberapa leg man membatasi dirinya hanya pada memperoleh data atau faktanya saja, dan dalam penulisan beritanya diserahkan kepada redaktur (desk) yang bersangkutan.21 Ada ketentuan bahwa berita itu tidak lain dari laporan peristiwa yang baru terjadi disusun menurut fakta kejadiaannya. Anda mungkin bertanya, apakah disana tidak boleh ada opini atau ulasan ?. Ya, benar tidak boleh, kecuali jika ditambahkan fakta yang mengesankan makna dan implikasinya. Tetapi Laksamana Purn Sudomo (Sinar Pagi, 12 September 1989) membenarkan bahwa pers boleh menulis fakta dan opini, sejauh opini itu benar-benar merupakan hasil penyelidikan atau pengamatan langsung yang dapat dipertanggung jawabkan.22 Sebagai wartawan penyiaran khususnya untuk televisi, maka seorang wartawan harus membekali diri dengan pengalaman dan pengetahuan yang luas 21 Morissan, Opcit. Hal 56 Banjarnahor, Gundar. Wartawan Freelance Panduan Menulis Artikel Untuk Media Cetak dan Elektronik. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994. Hal 1 22 30 melalui latihan-latihan yang intensif (mendalam) dan juga mengetahui benar mengenai sifat-sifat media televisi. Menurut Mark W. Hall, sebelum menjadi wartawan televisi sebaiknya ia memiliki pengalaman lebih dahulu sebagai wartawan di media cetak yang baik. Dikatakan oleh Hall, seseorang menjadi wartawan penyiaran yang baik harus diawali dengan wartawan tulis yang baik dahulu dan selanjutanya baru menjadi wartawan televisi dalam arti sebenarnya. Sebagai reporter, ia harus memahami ilmu jurnalistik, disamping itu ia juga harus kreatif, dalam arti mengetahui benar peristiwa-peristiwa yang mempunyai nilai-nilai jurnalistik. Wartawan televisi yang baik juga adalah seorang yang mampu menjadi penyaji berita yang baik, dalam hal ini ia tidak hanya dituntut untuk dapat menulis berita dengan baik dan benar, namun ia juga menyampaikan berita dengan ucapan kata-kata yang baik didepan kamera, lengkap dengan mimik dan ekspresi yang menunjang (memiliki body language). Jadi seorang reporter televisi juga dituntut untuk dapat menjadi penyiar (news caster). Jelas disini bahwa yang dimaksudkan dengan wartawan televisi adalah seorang yang profesinya di bidang pemberitaan dan bekerja pada stasiun televisi (reporter dan juru kamera) yang hasil liputannya akan disiarkan emlalui media televisi.23 Jadi dengan kata lain reporter dengan juru kamera ialah pasangan yang sangat susah untuk dipisahkan dalam proses peliputan berita di televisi, karena dalam peliputan berita di televisi apabila berita tidak mempunyai atau disertai dengan gambar, berita itu tidak akan menjadi berita apa-apa. Walaupun ada juga yang bisa 23 Morissan, Opcit. hal 71 31 merangkap satu pekerjaan, misalnya seorang juru kamera bisa merangkap sebagai sebagai reporter dalam peliputan berita televisi, walaupun sangat jarang kita bisa temukan yang model seperti ini. Adapun yang banyak menganggap bahwa memilih pekerjaan sebagai wartawan adalah pekerjaan yang kurang menguntungkan dan lebih banyak berbohong dan mengejar-ngejar privasi orang ataupun kehidupan manusia, baik dari segi keluarga ataupun organisasi perusahaan dan kepentingan-kepentingan orang lain. Memilih pekerjaan tetap atau pekerjaan utama sebagai wartawan televisi, tetap selalu diperhitungkan oleh kebanyakan orang, karena disamping pekerjaan sebagai wartawan itu sangat sulit dan menyita banyak waktu, wartawan juga mempunyai resiko keselamatan diri yang cukup besar dan tanggung jawab yang sangat besar pula. Pekerjaan yang punya tanggung jawab besar tehadap banyak orang dan tanggung jawab kepada kepentingan orang, salah satunya adalah wartawan televisi, karena apabila berita yang kita buat ternyata tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya, kita akan mempunyai tanggung jawab moril yang sangat besar terhadap masyarakat, dan akan menimbulkan kebohongan public. Apalagi wartawan atau jurnalis mempunya kode etik sendiri dan banyak sekali orang yang memperhatikan dari pekerjaan sebagai wartawan atau jurnalis TV sekarang ini, dan juga dengan didorong dengan kemajuan televisi di Indonesia juga, setiap stasiun televisi ingin mendapatkan berita yang paling actual dan eksklusif. Perkembangan itu, wartawan atau jurnalis televisi lah yang paling menjadi bahan sorotan dalam program berita. 32 Dari penelitian terhadap tugas dan pekerjaan para wartawan tersebut, Committee of Concerned Journalist akhirnya menyimpulkan bahwa sekurangkurangnya ada Sembilan inti prinsip jurnalisme yang harus dikembangkan :24 a. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran b. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat c. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi d. Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput e. Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan f. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar public g. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan h. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komperehensif i. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya. 2.8 Pengertian Televisi Televisi merupakan hasil produk teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audio visual gerak. Isi pesan audio visual gerak memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu. Jumlah individu ini menjadi relative besar bila isi pesan audio 24 Ishwara Luwi, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2005. Hal 9 33 visual gerak ini disajikan melalui media televisi. Saat ini, berkat dukungan teknologi satelit komunikasi dan serat optic, siaran televisi yang dibawa oleh gelombang elektromagnetik, tidak mungkin lagi dihambat oleh ruang dan waktu. Bahkan khalayak sasarannya tidak lagi bersifat local, nasional, dan regional, tetapi sudah bersifat internasional atau global. Siaran televisi adalah siaran-siaran dalam bentuk gambar dan suara yang dapat ditangkap langsung untuk melihat dan dilihat dan didengarkan oleh umum, baik dengan system pemancaran gelombang radio dan atau kabel maupun serat optic.25 Televisi merupakan gabungan dari media massa dengar dan gambar yang bisa bersifat politis bisa pula informatif, hiburan dan pendidikan atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut. Televisi menciptakan suasana tertentu yaitu para pemirsanya dapat melihat sambil duduk santai tanpa kesengajaan untuk menyaksikan. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dan komunikan. Informasi yang disampaikan oleh televisi akan mudah dimengerti karena jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual.26 Televisi merupakan perkembangan medium berikutnya setelah radio yang diketemukan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Peletak utama dasar teknologi pertelevisian tersebut adalah Paul Nipkow dari Jerman yang dilakuaknnya pada tahun 1884. Ia menentukan sebuah alat yang kemudian idsebut 25 Askurifai Baskin, Jurnalistik Televisi Teori dan Praktik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Hal 16 26 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa sebuah analisis media televisi, 1996.hal. 6,. 34 sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe. Penemuannyan tersebut melehirkan electrische teleskop atau televise elektris. Perkembangan pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak siaran yang menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antasa satu negara dengan negara yang lainnya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarakan signal televise. Inilah yang disebut sebagai globalisasi dibidang informasi. Peristiwa yang terjadi di daratan Eropa atau Amerika atau Rusia, pada saat yang sama dapat pula diketahui oleh negara-negara lain dan sebaliknya, melalui bantuan satelit yang mampu memultipancarkan siarannya ke berbagai penjuru dunia tanpa adanya hambatan geografis yang berarti.27 Media, terutama TV, mempunyai peran sangat besar untuk mengkonstruksi budaya masyarakat manusia. Apa yang kita anggap sebagai realitas, seringkali adalah produk dari pandangan media terhadap isu tersebut. Realitas terwujud dalam berbagai bentuk sesuai dengan banyaknya media dan gambar. Dengan kata lain, simbol realitas telah menggantikan realitas itu sendiri. Media massa bisa mempengaruhi bangunan budaya masyarakat. Aspek kognitif, afektif (perasaan) dan konatif (perilaku) penonton, dapat dipengaruhi oleh tayangan-tayangan televisi. Mengapa? Karena implikasi dari frekuensi penyampaian yang intensif, yakni dalam rentang waktu harian atau mingguan atau bulanan secara repetitif, dalam bentuk penyampaian yang konstan melalui wahana cetak, suara dan gambar (audio visual). Pada kasus media 27 Iskandar Muda Deddy, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Hal 4 35 audio visual dari televisi misalnya, secara menyeluruh mampu menstimulasi segenap panca indera penonton secara emosional hingga mampu mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan penontonnya. Dunia pertelevisian tanah air mengalami perkembangan yang cukup pesat beberapa tahun belakangan ini. Awalnya, kita hanya punya satu stasiun televisi, itu pun dimiliki oleh pemerintah, namanya Televisi Republik Indonesia (TVRI). Pada tahun 1989, lahirlah stasiun televisi Rajawali Citra Televisi (RCTI). Stasiun tersebut menjadi televisi swasta pertama di Indonesia. Stasiun televisi yang kemudian l ahir berturut-turut lahir adalah Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Indosiar, dan Andalas Televisi (AnTV). Sejak era reformasi bergulir, televisi swasta pun semakin ramai bermunculan. Ada MetroTV, Transformasi Televisi (Trans TV), TV 7 yang kini menjadi Trans 7, Lativi yang belakangan menjadi TVOne, seta Global TV.28 Seiring perkembangannya zaman dan seiring berkembangnya media televisi Indonesia saat ini, mengakibatkan harus adanya pekerja di dalamnya, dan untuk mencari sebuah berita dan informasi yang ada dimana-mana dan tersebar luas, tentu saja pihak stasiun televisi sangat banyak membutuhkan tenaga-tenaga professional di bidang jurnalistik televisi. 2.9 Kesempatan Menjadi Jurnalis / Wartawan Televisi 28 KS Usman, Television News Reporting & Writing. Jakarta, Ghalia Indonesia, 2009. Hal 1 36 Beberapa waktu belakangan, dunia jurnalistik televisi tiba-tiba menjadi suatu lapangan yang menarik. Banyak lulusan perguruan tinggi mendambakan bekerja sebagai jurnalis televisi, bahkan pekerja media cetak berbondong-bondong hijrah ke televisi. Banyak orang yang memutuskan bekerja di dnia jurnalistik televisi karena mereka melihat disana ada tantangan, kepuasan, variasi, serta kemungkinan menjadi terkenal dan gaji yang relative baik. Andrew Boyd, dalam bukunya Broadcast Journalism, menyebutkan bahwa pekerjaan di dunia jurnalistik televisi sebagai the best job in town. Karier di dunia jurnalistik televisi meliputi berbagai jabatan ; misalnya penulis (writer), asisten produser (producer assistant), produser (producer), produser eksekutif (executive producer), wartawan (reporter), juru kamera (camera person), coordinator liputan (assignment editor), pembawa berita (presenter), penyunting (editor), dan lain sebagainya. Reporter atau jurnalis bisa dikatakan merupakan posisi awal dalam karier jurnalistik di televisi, selain juru kamera. Reporter sering dianggap sebagai ujung tombak produksi berita televisi. Di dunia jurnalistik televisi, skill sebagai reporter menjadi bekal dasar untuk menapak ke posisi-posisi atau jenjang karier berikutnya. Dengan skill sebagai reporter di stasiun televisi Indonesia, bukan tidak mungkin juga akan menjadi bekal untuk menapak karier sebagai jurnalis Internasional.29 29 Ibid. Hal 4 37 Kalau anda ingin berkarier sebagai penulis atau wartawan freelance, tugas anda merekam semuanya dialog-dialog rakyat diimana saja, apakah mereka tukang becak yang berkelakar di warung-warung tegal, sesame karyawan yang bercakapcakap dikantin kantor, atau orang-orang antri yang sedang menunggu giliran di bangku-bangku panjang puskesmas, para calon pelanggan air PAM, pemasang baru telepon, para pelapor di kantor polisi, orang-orang berperkara di pengadilan, dan sebagainya. Disana perbincangan akan selalu diwarnai oleh keluhan-keluhan atas pelayanan public, kesulitan-kesulitan perumahan, kemacetan lalu lintas, analisaanalisa terhadap penerapan peraturan perundang-undangan, ketentuan atau kebjaksanaan pemerintah lainnya.30 Pada era sekarang juga kesempatan menjadi wartawan televise menjadi sangat luas dengan tumbuh kembangnya televise local yang issue-nya akan diadakan disetiap daerah di Indonesia. Di Ibukota DKI Jakarta sendiri sekarang ini sudah mempunyai 4 televisi local yang sudah mendapatkan hak siar, yaitu : O Channel, JakTV, DAai TV dan Space Toon. Dari contoh yang saya berikan, semakin terlhat jelas bahwa kesempatan untuk menjadi jurnalis/wartawan televise di Indonesia semakin terbuka untuk siapa saja. Performa jurnalis/wartawan yang biasa terkenal dengan kegagahannya, pertanyaan tajamnya, serta dengan bermodalkan notes dan kamera dikala berada di 30 Banjarnahor, Gundar. Wartawan Freelance Panduan Menulis Artikel Untuk Media Cetak dan Elektronik. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994. Hal 3 38 depan nara sumber, baik artis, presiden sampai seorang petani maupun pengemis. Torehan tintanya ternyata mampu untuk mengubah sejarah dan mengubah roda kehidupan sosial. Seperti jaman Budi Oetomo,yang arogan menjadi persuasif dan demokratis, yang kasar menjadi lembut dan pejabat korup bisa menjadi takut dan tunduk dengan wartawan. Atas itulah, maka orang yang biasa berprofesi sebagai wartawan menjadi tak pernah bisa nyenyak tidur. Baik dari pejabat setingkat lurah, camat, mantri polisi, pasti akan merasa risih terhadap wartawan jika salah satu dari mereka tak bekerja dengan benar mengurusi rakyatnya. Oleh sebab itu, sungguh sangat disayangkan pabila torehan tintanya yang sangat diharapkan jutaan masyarakat, ternyata membangkitkan amarah dan menimbulkan perpecahan serta permusuhan antar sesama. Lantaran dipicu oleh tidak jelinya seroang wartawan melihat nilai sebuah berita serta keseimbangan kelayakan publikasi. Dengan kata lain, nilai sebuah berita itu sendiri hanya didasarkan pada kelayakan daya jual atau konsumsi. Seperti halnya penayangan berita video mesum, pembantaian dan lainnya yang berujung pada pengaruh psikologis dan perilaku pengkonsumsi. Oleh sebab itu, jika dengan banyaknya media massa serta menjamurnya jumlah wartawan pada saat ini, banyak juga ada yang memanfaatkan profesi wartawan untuk mencari keuntungan sendiri. Terlebih, dengan membutakan mata penanya, seorang wartawan tersebut humanistiknya demi mengejar keuntungan (uang). rela mengorbankan perasaan 39 Dalam pekerjaan sehari-hari wartawan memang kerap “menyakiti” orang, misalnya menulis tentang pejabat yang korup, atlet yang gagal atau aktris yang tidak sukses, pengusaha yang bangkrut dan banyak lagi. Namun bila hal ini dilakukan demi melayani kepentingan yang lebih besar, maka hal ini masih dapat dianggap sebagai efek samping yang layak diterima. Prinsip menyakiti –harm principle- ini menyatakan bahwa kebebasan seseorang dibenarkan untuk dibatasi. Bila tindakan orang itu merugikan orang banyak lainnya. Jurnalisme selalu merupakan pekerjaan bagi orang-orang etis –Journalism has always been a business of ethical people, kata novelis Leslie H. Whitten, sebab upah mereka rendah dan mereka menjalankan pekerjaan karena percaya hal itu memang baik untuk dilakukan dan juga karena nama mereka sebagai penulis. Senang rasanya bagi seorang wartawan bila bisa menolong orang yang sedang menghadapi kesulitan dengan menyampaikan berita dan gagasan berita tentang dunia sekitar mereka. Dan memang inilahyang dibutuhkan masyarakat. Untuk lebih meningkatkan kredibilitas, wartawan dianjurkan untuk menghargai audience-nya dengan menyajikan prioritas utama untuk tidak menyakiti –primum non nocere.31 Kesempatan untuk masyarakat yang ingin menjadi wartawan televisi di Indonesia itu sangat terbuka sangat lebar dan masih banyak tersedia, tetapi dengan catatan mempunyai resiko yang sangat tinggi dan tingkat kesulitan yang sangat tinggi 31 Ishara Luwi, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. 2005. Hal 18 40 dan waktu yang tidak menentu kapan kita dibutuhkan dan kapan ada kejadian yang mempunyai nilai jurnalistik di dalamnya. Jadi yang tampak saat ini adalah, bahwa Fenomena Kehidupan Sosial Jurnalis TV itu sendiri sebenarnya sangat menarik untuk kita telaah dan kita telusuri secara mendalam, umumnya untuk masyarakat Indonesia dan khususnya untuk semua orang yang ingin mengetahui perubahan kehidupan sosial jurnalis televisi di Indonesia dan bahkan ingin menjadi salah satu Jurnalis Televisi di Indonesia, dan memilih pekerjaan utama sebagai Jurnalis Televisi.