I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research on Cancer/IARC juga melaporkan bahwa saat ini KPD merupakan jenis kanker dengan insidensi tinggi pada wanita sekaligus peringkat pertama (25,1%) sebagai kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Pada tahun 2008 diperkirakan terdapat 1,3 juta kasus KPD yang menyebabkan kematian 458.400 wanita (Jemal et al., 2011). Jumlah kasus KPD meningkat pada tahun 2012 menjadi 1,7 juta penderita dan menyebabkan kematian 522.000 wanita di berbagai negara (Globocan-IARC, 2012). Tantangan pengendalian kanker sangat besar, ditambah karakteristik populasi penduduk dengan usia yang semakin lanjut. Oleh karenanya, peningkatan prevalensi penyakit kanker sulit dihindari, tidak hanya di negara maju tetapi juga di negara berkembang termasuk Indonesia. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi kanker di Indonesia meningkat sebesar 1,4 per mil penduduk dimana resiko kanker pada wanita relatif lebih tinggi daripada pria (Litbangkes RI, 2013). Laporan lain menyatakan bahwa pada tahun 2007 angka kejadian KPD sebanyak 26 kasus per 100.000 wanita Indonesia dan menjadi penyebab kematian terbanyak akibat kanker (Kemenkes RI, 2010). 1 2 Sebagian besar penderita KPD di Indonesia berobat pada stadium lanjut sehingga sulit ditangani. Umumnya pasien adalah penderita kanker stadium stadium III (48,2%) dan stadium IV (7,1%) (Aryandono, 2006). Hal ini merupakan permasalahan bagi penatalaksanaan KPD di Indonesia karena penanganan pada stadium lanjut memerlukan biaya besar dan hasilnya pun tidak maksimal. Kombinasi terapi KPD seperti pengangkatan tumor, radioterapi dan kemoterapi masih diaplikasikan hingga sekarang. Namun demikian, efektifitas dan respon terapi bervariasi pada setiap pasien, termasuk diantaranya respon terhadap obat Doxorubicin. Doxorubicin (Dox) merupakan antibiotik antitumor golongan antrasiklin yang paling sering digunakan sebagai kemoterapi, baik secara tunggal maupun kombinasi dengan obat lainnya (Lukyanova et al., 2009). Kekambuhan (relapse) dan resistensi seringkali dilaporkan pada pasien kanker payudara pasca terapi Doxorubicin. Temuan kasus klinis tersebut dapat dijelaskan melalui studi in vitro bahwa kanker memiliki sifat dan perilaku biologis yang berbeda-beda pada tiap pasien. Oleh karena itu, penanganan pasien KPD di masa mendatang diharapkan mulai mengarah kepada personalized therapy. Perkembangan biologi molekuler di bidang onkologi telah membuka pemahaman baru tentang terapi berbasis personalisasi. Seiring dengan selesainya Human Genome Project, telah diidentifikasi berbagai mekanisme biologis yang diperantarai protein dan diatur oleh regulasi ekspresi gen. Secara laboratoris, abnormalitas ekspresi gen akan menyebabkan anomali intaseluler seiring dengan meningkatnya keganasan sel kanker dan resistensi obat. 3 Berbagai gen, baik onkogen maupun tumor supresor, serta jalur sinyal transduksi tertentu telah diketahui peranannya dalam keganasan kanker dan resistensi kemoterapi. Pada tingkat ekspresi gen, diketahui pula peranan molekulmolekul yang mengatur ekspresi gen. Salah satunya adalah microRNA (miR) sebagai regulator ekspresi gen (Volinia et al., 2010). MicroRNA dapat berfungsi sebagai onkogen atau tumor supresor. Apabila miR mentarget mRNA gen tumor supresor, maka miR bersifat onkogen. Sebaliknya jika miR mentarget mRNA onkogen, maka miR tersebut bersifat tumor supresor. Sejumlah miR telah diidentifikasi ekspresinya pada berbagai jenis kanker. Dari sekian banyak miR yang terekpresi pada kanker, homo sapiens-microRNA21 (hsa-miR-21) adalah salah satu miR yang paling sering mengalami overekspresi (Vazquez dan Sellers, 2000). Demikian pula pada kasus KPD, hsamiR-21 mengalami peningkatan ekspresi (Yan et al., 2008; Qi et al., 2009). Dalam regulasi pasca translasi (post translational regulation), miR menghasilkan sinyal modulasi negatif ekspresi protein dalam bentuk represi translasi atau degradasi mRNA gen yang mengkode protein tertentu (Qi et al., 2009). Beberapa gen tumor supresor diketahui menjadi target supresi hsa-miR-21. Sejauh ini telah diidentifikasi dua dari tiga jenis target gen hsa-miR-21 pada KPD, yaitu tropomyosin/TM1 (Zhu et al., 2007) dan Programmed Cell Death 4/PDCD4 (Frankel et al., 2008). Adapun target gen yang ketiga yaitu phosphatase tensin homolog/PTEN belum diidentifikasi dengan baik terutama pada kasus KPD (Meng et al., 2007). PTEN berfungsi sebagai gen tumor supressor (Tumor Supressor Gene/TSG) yang menghambat fosforilasi PIP pada 4 jalur transduksi sinyal PI3K pathway sehingga apoptosis dapat berlangsung. Mutasi jalur PI3K paling sering terjadi pada KPD dan menyebabkan resistensi sel sehingga jalur ini menjadi target terapi molekuler penting untuk terapi KPD. Ekspresi gen PTEN yang mengkode protein PTEN sebagai faktor antiapoptosis pada jalur PI3K tidak terlepas dari regulasi hsa-miR-21. Penelitian Qi et al. (2009) mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan regulasi hsa-miR-21 secara konsisten pada KPD. Peran hsa-miR-21 pada KPD semakin dipahami berdasarkan hasil penelitian menggunakan inhibitor hsa-miR-21 yang membuktikan bahwa penghambatan (inhibisi) hsa-miR-21 terhadap mRNA gen PTEN menyebabkan berkurangnya pertumbuhan, invasi dan metastasis sel kanker (Lu et al., 2008). Korelasi antara ekspresi hsa-miR-21 dan mRNA gen PTEN pada sel lini MCF-7 resisten Doxorubicin (MCF-7/Dox) merupakan topik yang menarik untuk diteliti guna memahami peran hsa-miR-21 dan PTEN dalam mekanisme resistensi Doxorubicin pada KPD. Studi sebelumnya menyebutkan bahwa delesi dan/atau mutasi gen tumor supresor PTEN berdampak anomali intraseluler berupa kegagalan apoptosis, penurunan daya adhesi sel, disfungsi regulasi siklus sel dan abnormalitas transduksi sinyal seluler (Di Cristofano dan Pandolfi, 2000). Studi in vitro tentang ekspresi miR-21 dan PTEN serta mekanisme regulasi diantara kedua molekul tersebut dapat membantu memahami peran dan fungsi hsa-miR-21 pada kasus KPD. Dengan demikian, penelitian ini memiliki arti penting dalam mempelajari interaksi hsa-miR-21 dan target mRNA gen PTEN serta kaitannya dengan PI3K pathway pada sel lini MCF-7/Dox sebagai model resistensi. 5 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana ekspresi hsa-miR-21 dan phosphatase and tensin homolog (PTEN) pada sel lini MCF-7/Dox? 2. Apakah hsa-miR-21 berpengaruh terhadap ekspresi gen PTEN pada sel lini MCF-7/Dox? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui ekspresi hsa-miR-21 dan PTEN pada sel lini MCF-7/Dox; 2. Mengetahui pengaruh hsa-miR-21 terhadap ekspresi PTEN pada sel lini MCF-7/Dox sebagai model resistensi kemoterapi. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang regulasi hsa-miR-21 terhadap mRNA PTEN yang berperan dalam mekanisme apoptosis dan resistensi kemoterapi Doxorubicin. Hal ini sangat bermanfaat sebagai upaya pengembangan target terapi kanker payudara terutama pada jalur sinyal transduksi PI3K dengan cara memodifikasi ekspresi hsa-miR-21 sebagai regulator ekspresi gen PTEN.