BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Remaja a. Pengertian Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan fisik yang tampak lebih jelas tubuh berkembang pesat mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi (Agustiani, 2006). Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis dimana usianya yaitu antara 1019 tahun. Masa ini adalah suatu periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas (Widyastuti et all., 2009). b. Pembatasan Usia Remaja Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut WHO disebut remaja apabila anak telah mencapai usia 10-18 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10-19 tahun 6 7 dan belum kawin (Widyastuti et all., 2009). Undang-undang No. 4 tahun 1978, remaja adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah. Namun, menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai usia 1618 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal. Menurut undang- undang perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu usia 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak lakilaki (Proverawati & Misaroh, 2009). c. Karakteristik remaja Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang waktu kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1994) dalam Widaningsih (2008) mengemukakan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut. 1) Masa remaja sebagai periode yang penting Masa remaja dalam kehidupan ini penting, namun kadar kepentingannya berbeda-beda. Terdapat beberapa periode yang lebih penting dibandingkan dengan periode lainnya karena akibat langsung terhadap sikap dan perilaku dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjangnya tetap sama pentingnya. 8 2) Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan di sini tidak berarti terputus dengan masa sebelumnya tetapi merupakan peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan memberi dampak pada tahap perkembangan selanjutnya. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak tetapi juga bukan seorang dewasa. Status ini menguntungkan karena memberi waktu pada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya. 3) Masa remaja sebagai periode perubahan Sejak awal masa remaja dimana perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Terdapat empat perubahan yang terjadi pada masa remaja, yaitu: a) Perubahan emosi Meningkatnya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi karena perubahan emosi biasanya terjadi lebih cepat selama awal masa remaja, maka meningkatnya emosi lebih menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja. 9 b) Perubahan tubuh, minat dan peran Perubahan tubuh, minat dan peran sesuai dengan yang diharapkan oleh kelompok sosial akan menimbulkan masalah baru yang lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan oleh remaja dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap merasa banyak masalah sampai dia sendiri menyelesaikannya. c) Perubahan minat dan pola perilaku Perubahan minat dan pola perilaku menyebabkan nilai-nilai yang dianut juga berubah. Nilai yang pada masa kanak-kanak dianggap penting, pada masa remaja menjadi tidak penting lagi. d) Perubahan sikap Perubahan sikap menyebabkan remaja menjadi ambivalen. Di satu pihak remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi di pihak lain remaja yang sering merasa takut untuk bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang akan timbul. e) Masa remaja sebagai masa bermasalah Masalah remaja seringkali menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena pertama remaja tidak mempunyai pengalaman dalam mengatasi masalah karena 10 sepanjang masa anak-anak bila ada masalah selalu diselesaikan oleh orang tua. Kedua karena remaja merasa dirinya mandiri dan merasa mampu mengatasi masalahnya sendiri tanpa minta bantuan orang lain. Akibatnya seringkali terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. f) Masa remaja sebagai usia mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Pada awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompoknya masih tetap penting bagi remaja. Lama kelamaan remaja mulai mendambakan identitas diri, remaja tidak puas lagi bila dirinya sama dengan orang kebanyakan. Remaja ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama remaja ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya. g) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa remaja mempunyai arti yang bernilai, tetapi banyak pula yang bersikap negatif dan stereotif bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak dapat dipercaya, tidak rapih dan cenderung berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus selalu mengawasi dan membimbing mereka. 11 Pandangan seperti ini akan menyebabkan masa peralihan remaja ke masa dewasa menjadi sulit karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai remaja sehingga akan timbul pertentangan antara orang tua dengan remaja serta menyebabkan adanya jarak diantara keduanya. h) Masa remaja sebagai masa yang tidak objektif terhadap penilaian terhadap diri sendiri dan orang lain. Remaja seringkali memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihat dirinya sendiri maupun melihat orang lain. Mereka belum mampu melihat secara apa adanya dan apabila ada ketidaksesuaian antara yang diharapkan dengan kenyataannya maka remaja akan meningkat emosinya. i) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Berlalunya usia belasan menyebabkan remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip yang negatif dan berusaha memberi kesan seorang yang hampir dewasa misalnya dalam berpakaian dan bertindak. Remaja mulai memusatkan perhatian pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa seperti perilaku merokok, minum-minuman keras, mengggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perubahan seksual. Dengan berperilaku seperti 12 itu, remaja beranggapan akan memberikan citra remaja yang diinginkan. Beberapa masalah yang sering dihadapi oleh remaja dalam kaitannya dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya antara lain: a) Kesulitan dalam hubungannya dengan orang tua b) Masalah keretakan keluarga c) Masalah dengan teman sebaya d) Kesulitan belajar dan mendapat pekerjaan e) Masalah penyalahgunaan obat f) Masalah seksualitas 2. Perilaku Seks Pranikah a. Pengertian Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim antara laki-laki dan perempuan (Poltekkes Depkes, 2010). Hubungan seks pranikah adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini disebut juga koitus, koitus secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak ada satu agamapun yang mengijinkan seks diluar ikatan pernikahan (Wahid, 2011) 13 Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja tanpa adanya ikatan pernikahan, sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing- masing (Sarwono, 2012). Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seks pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual dari tahap yang paling ringan hingga tahap yang paling berat yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama. b. Bentuk-bentuk perilaku seks pranikah pada remaja Bentuk-bentuk perilaku seks pranikah pada remaja antara lain: 1) Berpelukan Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu (Irawati dan Prihyugiarto, 2005). 2) Cium kering Perilaku seksual cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir (Ginting, 2008). Dampak dari cium pipi dapat mengakibatkan imajinasi atau fantasi seksual menjadi 14 berkembang di samping juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke bentuk aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati (Irawati dan Prihyugiarto, 2005). 3) Cium basah Aktivitas cium basah berupa sentuhan bibir dengan bibir (Irawati dan Prihyugiarto, 2005). Dampak dari cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual hingga tidak terkendali, dan apabila dilakukan terus menerus akan menimbulkan perasaan ingin mengulanginya lagi (Ginting, 2008). 4) Meraba bagian tubuh yang sensitif Merupakan suatu kegiatan meraba atau memegang bagian tubuh yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis (Ginting, 2008). Dampak dari tersentuhnya bagian yang paling sensitif tersebut akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat, akibatnya dapat melakukan aktivitas seksual selanjutnya seperti intercourse (Irawati dan Prihyugiarto, 2005). 5) Petting Merupakan keseluruhan aktivitas seksual non intercourse (hingga menempel kan alat kelamin), dampak dari petting yaitu timbulnya ketagihan (Ginting, 2008). 15 6) Oral seksual. Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang menggunakan bibir, mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita bagian di sekitar vulva yaitu labia, klitoris, dan bagian dalam (Ginting, 2008). 7) Intercourse atau bersenggama Merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki. c. Faktor- Faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seks pranikah Faktor –faktor yang menyebabkan perilaku seks pranikah pada remaja dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1) Faktor Internal Menurut Havighurt dalam Sarwono (2011), faktor internal atau lebih lazimnya dari dalam diri seseorang remaja itu sendiri. Seorang remaja akan menghadapi tugas-tugas perkembangan sehubungan dengan perubahan fisik dan peran sosial. Keinginan untuk dimengerti lebih dari orang lain dapat menjadi penyebab remaja melakukan tindakan penyimpangan, sikap yang terlalu merendakan diri sendiri atau selalu meninggikan diri sendiri. Jika terlalu merendahkan diri sendiri remaja lebih mencari jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu, 16 dia beranggapan jika saya tidak begini saya dapat dianggap orang lain tidak gaul, tidak mengikuti perkembangan zaman. Faktor internal yang menjadi penyebab seks pranikah pada remaja antara lain, pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap seksualitas, kerentanan yang dirasakan terhadap risiko kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktivitas sosial, usia, dan agama (Suryoputro et all, 2006). a) Faktor Hormonal Perkembangan fisik termasuk organ seksual yaitu terjadinya kematangan serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Pada kehidupan psikologis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis. Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas (Santrock, 2003). Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis. Matangnya fungsi-fungsi seksual maka timbul pula dorongan-dorongan dan 17 keinginan-keinginan untuk pemuasan seksual. Sebagian besar dari remaja biasanya sudah mengembangkan perilaku seksualnya dengan lawan jenis dalam bentuk pacaran atau percintaan. Bila ada kesempatan para remaja melakukan sentuhan fisik, mengadakan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang remaja tersebut mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual (Pangkahila dalam Soetjiningsih, 2004). Meskipun fungsi seksual remaja perempuan lebih cepat matang dari pada remaja laki-laki, tetapi pada perkembangannya remaja laki-laki lebih aktif secara seksual dari pada remaja perempuan. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan adanya perbedaan sosialisasi seksual antara remaja perempuan dan remaja laki-laki. Bahkan hubungan seks sebelum menikah dianggap ”benar” apabila orangorang yang terlibat saling mencintai ataupun saling terikat. Mereka sering merasionalisasikan tingkah laku seksual mereka dengan mengatakan pada diri mereka sendiri bahwa mereka terhanyut cinta. Sejumlah peneliti menemukan bahwa remaja perempuan, lebih dari pada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta (Santrock, 2003). 18 b) Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan tentang reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh memberi gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan anak (remaja). Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat kurang (Poltekkes Depkes, 2010). Kurangnya pengetahuan juga dapat dilihat pada waktu/ saat mengalami pubertas, mereka tidak pernah memahami tentang apa yang akan dialaminya (Soetjiningsih, 2010). Pengetahuan seksualitas yang baik dapat menjadikan remaja memiliki tingkah laku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas pada remaja menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. 19 c) Sikap terhadap perilaku seks pranikah Azwar (2009) berpendapat, sikap seksual pranikah remaja dipengaruhi oleh banyak hal, selain dari faktor pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, pengalaman pribadi, lembaga pendidikan, lembaga agama dan emosi dari dalam individu. Remaja mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa, termasuk dalam aspek seksualnya. Dengan demikian memang dibutuhkan sikap yang bijaksana dari para orang tua, pendidik dan masyarakat pada umumnya serta tentunya dari remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi itu dengan selamat (Sarwono, 2006). Sikap dapat bersifat positif dan pula sifat negatif (Azwar, 2009): a) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi mengharapkan objek tertentu b) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Remaja yang mendapat informasi yang benar cenderung mempunyai sifat negatif sebaliknya remaja yang kurang pengetahuannyan tentang seksual cenderung 20 mempunyai sikap positif/sikap menerima adanya perilaku seksual sebagai kenyataan sosiologis (Bungin, 2001). Dari hasil penelitian di Palembang tentang sikap remaja terhadap perilaku seksual berisiko berat, menunjukkan bahwa 42,5% yang bersifat permisif, yaitu sikap yang memperbolehkan apa yang dulunya tidak diperbolehkan dengan alasan tabu (Soleha, 2007). d) Gaya hidup Gaya hidup remaja pada era globalisasi banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Pengaruh teknologi terutama media massa memberikan kontribusi pada perubahan gaya hidup remaja. Remaja yang memiliki aktivitas dan hobi dalam memanfaatkan media visual seperti menonton video dan film pornografi bisa saja tanpa mereka sadari akan mempengaruhi pengetahuan serta sikap dalam bertindak ke arah gaya hidup yang berisiko melakukan perilaku seksual pranikah. Gaya hidup berikutnya yang berkaitan dengan perilaku seksual adalah konsumsi makanan. Konsumsi makanan seafood seperti kerang dapat meningkatkan hasrat perilaku seksual karena mengandung zat aphrosidiak. Sedangkan sumber makanan hewani dapat berisiko melakukan perilaku seksual dikarenakan bumbu yang 21 digunakan seperti cabai, jahe, merica dalam jumlah banyak dimana rempah ini mengandung zat aphrosidiak (perangsang gairah seks) (Andriani, 2013). e) Pengendalian diri Menurut Smet (2008) kontrol diri yaitu kemampuan mengenal apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi melalui tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol melalui tindakan pribadi. Kontrol diri dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku yang mengandung makna, yaitu untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin tinggi kontrol diri seseorang, maka akan semakin intens pula orang tersebut mengadakan pengendalian terhadap tingkah laku f) Aktivitas sosial Remaja yang tidak dapat memanfaatkan waktu luang dengan baik, cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang kurang berguna. Kekosongan aktivitas dapat membuat remaja memikirkan hal-hal yang negatif dan berusaha mencari kesenangan dan kepuasan dalam dirinya, seperti melakukan masturbasi, onani dan melamun. Remaja yang melakukan aktivitas yang padat, kecil kemungkinan 22 mempunyai kesempatan berpikir yang negatif atau melakukan perilaku seksualitas bebas (Hudson, 2003). g) Usia Peningkatan umur akan mempengaruhi kematangan seks seseorang. Dalam kaitannya dengan kematangan fisik, Sanderowitz (1985) dalam sarwono (2010) mencatat bahwa di berbagai masyarakat sekarang ada kecenderungan menurunnya usia kematangan seksual seseorang sebagaimana tercermin dalam menurunnya usia menarche. Secara biologis rata-rata waktu menstruasi pertama (menarche) cenderung terjadi pada usia lebih muda. Hal ini disebabkan adanya hormon-hormon seksual yang bekerja dalam diri seseorang. Peristiwa ini adalah normal terjadi pada setiap anak, untuk anak perempuan 10-15 tahun dan 12-16 tahun untuk anak laki-laki. Masing-masing individu bervariasi usia pubertasnya. Menurunnya usia kematangan seksual sehubungan dengan membaiknya gizi sejak masa kanak-kanak di satu pihak dan meningkatnya informasi melalui media massa atau hubungan antar orang di pihak lain. Penelitian lain juga berpendapat bahwa gejala menurunnya usia menarche (haid yang pertama) disebabkan oleh hubungan antar jenis yang serba boleh (permissif) sehingga mempercepat pematangan 23 tubuh. Menurunnya usia kematangan seksual ini akan diiukuti oleh meningkatnya aktivitas seksual pada usia-usia dini (Sarwono, 2010). h) Agama Agama merupakan hal yang penting dalam kehidupan remaja. Menurut Santrock (2007), salah satu pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah berkaitan dengan aktivitas seksual. Meskipun pengajaran agama yang bervariasi dan berubah-ubah itu dapat mempersulit dalam menyimpulkan doktrin-doktrin religius, namun pada umumnya ajaran agama tidak menganjurkan hubungan seks pranikah. Para remaja yang sering mengunjungi layanan religius cenderung lebih banyak mendengar pesan-pesan agar menjauhkan diri dari seks. Keterlibatan remaja dalam organisai religius juga dapat meningkatkan peluang bahwa mereka akan berteman dengan remaja lain yang memiliki sikap yang tidak menyetujui seks pranikah. 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri seorang remaja. Menurut Havinghurt dalam Sarwono (2011), faktor eksternal terbesar yang memberi dampak terjadinya perilaku menyimpang seorang remaja yaitu lingkungan dan sahabat. 24 Seorang sahabat yang sering berkumpul bersama dalam satu geng, otomatis dia akan tertular oleh sikap dan sifat kawannya tersebut. Kasih sayang dan perhatian orang tua tidak sepenuhnya tercurahkan, membuat seorang anak tidak betah berada di dalam rumah tersebut, mereka lebih sering untuk berada di luar bersama kawan-kawannya. Apalagi keluarga yang kurang harmonis dan kurang komunikasi dengan orang tua dapat menyebabkan seorang anak melakukan penyimpangan sosial serta seks bebas yang melanggar nilainilai dan norma social. Faktor eksternal yang menjadi penyebab perilaku seks pranikah pada remaja antara lain, kontak dengan media informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu (Suryoputro et al., 2006). a) Media Informasi Menurut Rohmahwati (2008), paparan media massa, baik cetak (Koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektronik (TV, VCD, Internet), mempunyai pengaruh terhadap remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Pada dasarnya media pornografi sangat besar pengaruhnya pada remaja saat ini, akibat faktor pengaplikasian yang salah banyak remaja menyalagunakan 25 media pornografi sehingga terjadilah tindakan seksual yang tidak sehat. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa yang dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, buku pornografi, foto, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya (Sarwono, 2010). b) Keluarga Orang tua, baik karena ketidaktahuan maupun sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak. Bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini (Sarwono, 2010). Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. 26 Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian,dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Rohmahwati, 2008). c) Sosial budaya Sarwono (2012) mengatakan, walaupun pada zaman sekarang ini banyak terjadi perilaku seks bebas tetapi sebenarnya dalam masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilai tradisional. Nilai tradisional dalam perilaku seksual yang paling utama adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini tercermin dalam bentuk keinginan mempertahankan kegadisan seseorang sebelum menikah. Orang tua belum memiliki kesiapan dengan perubahan dan kemampuan anak-anak dalam beradaptasi dengan nilai-nilai yang baru. Mereka masih khawatir anak-anak akan mendapatkan pengaruh negatif dari nilai-nilai baru tersebut. Hal ini yang membuat anak mengalami kebingungan dalam memahami nilai-nilai kontradiktif yang diterapkan orang tua kepada mereka. Tidak mengherankan jika pada usianya mereka masih memperlihatkan kehidupan emosional yang kurang matang dan relasi sosial yang kurang berkembang. Mereka juga kesulitan untuk menjadi 27 individu yang lebih berbudaya, yang mewarnai kehidupan perilaku mereka sehari-hari. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut. Tentu saja pada kenyataannya budaya antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka. Peran budaya yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan dalam membentuk kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat. Karena melalui kebudayaan manusia dapat bertukar pikiran. Apalagi di jaman sekarang yang dimana teknologi informasi sangat menjadi acuan atau pengaruh dalam pertukaran kebudayaan dalam masyarakat berbangsa maupun bernegara. Masyarakat sering sekali menerima langsung kebudayaankebudayaan negatif yang seharusnya dan memang bertentangan dengan norma-norma, karena kebudayaan 28 negatif inilah yang tidak dapat mengubah kepribadian seseorang/masyarakat sehingga remaja menelan begitu saja apa yang dilihatnya dari budaya barat. d) Nilai dan norma Kasus mengenai perilaku seksual pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan, sementara di masyarakat terjadi pergeseran nilai–nilai moral yang semakin jauh sehingga masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal perilaku seksual pranikah merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu (Sarwono, 2010). Selain fakto-faktor di atas, ada beberapa faktor yang menyebabkan remaja melakukan perilaku seks pranikah, antara lain: 1) Adanya dorongan biologis Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat meningkat karena ada pengaruh dari luar. Misalnya dengan membaca buku atau melihat film atau majalah yang menampilkan gambar-gambar yang membangkitkan erotisme. Di era teknologi informasi yang tinggi sekarang ini. Remaja sangat mudah mengakses gambar-gambar tersebut melalui telepon 29 genggam dan akan selalu dibawa dalam setiap langkah remaja (Politeknik Kesehatan, 2010). Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain). Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama yang berlaku di mana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melakukan hal tersebut (Sarwono, 2010). 2) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks pranikah karena mengingat ini merupakan dosa besar yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun keimanan ini dapat hilang dan tidak tersisa bila remaja dipengaruhi oleh obat-obat misalnya shabu- 30 shabu. Obat ini akan mempengaruhi pikiran remaja sehingga pelanggaran terhadap nilai-nilai agama dan moral dinikmati dengan tanpa rasa bersalah. 3) Adanya kesempatan melakukan hubungan seks pranikah Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat penting, adanya kesempatan baik ruang maupun waktu untuk dipertimbangkan karena bila tidak, maka hubungan seks pranikah tidak akan terjadi. Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan hubungan seksual didukung oleh halhal sebagai berikut. a) Kesibukan orang tua yang memyebabkan kurangnya perhatian pada remaja. b) Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan. c) Pergesaran nilai-nilai moral dan etika di masyarakat dapat membuka peluang yang mendukung hubungan seksual pranikah pada remaja. d) Kemiskinan. 4) Adanya kecenderungan yang makin bebas Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat dari berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga 31 kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria (Politeknik Kesehatan, 2010). 5) Hubungan dengan pacar Ada beberapa hubungan dengan pacar yang menyebabkan perilaku seks pranikah, antara lain: a) Frekuensi pertemuan dengan pacarnya yang makin sering tanpa kontrol yang baik menyebakan hubungan akan makin mendalam. b) Hubungan antar mereka makin romantis. c) Penerimaan aktivitas seksual pacarnya. d) Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya (Soetjiningsih, 2010). 6) Status ekonomi Mereka yang hidup dengan fasilitas berkecukupan akan mudah melakukan pesiar ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan atau tuntunan, mereka mencari kesempatan untuk memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu (Soetjiningsih, 2010). 7) Tekanan dari teman sebaya Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin menunjukkan penampilan diri yang salah untuk menunjukkan 32 kemantapannya, misal mereka ingin menunjukkan bahwa mereka sudah mampu seorang perempuan untuk melayani kepuasan seksnya. 8) Karakteristik remaja Remaja merasa sudah saatnya untuk melakukan aktivitas seksual sebab mereka merasa matang secara fisik. Dengan melakukan aktivitas seksual mereka ingin menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya. Mereka juga kehilangan kontrol sebab tidak tahu batas-batasnya mana yang boleh dan mana tidak boleh (Soetjiningsih, 2010). d. Dampak dari melakukan hubungan seks pranikah Menurut Depkes RI (2005) dan Sarwono (2003), perilaku seks pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut. 1) Bagi Remaja a) Remaja pria menjadi tidak perjaka, dan remaja wanita tidak perawan. b) Menambah risiko tertular PMS, seperti GO, Sifilis, herpes simpleks (genitalis), clamidia, HIV/AIDS, dan hepatitis. c) Remaja putri terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran kandungan yang tidak aman, infeksi organorgan reproduksi, anemia, kemandulan dan kematian karena perdarahan atau keracunan kehamilan. 33 d) Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, rasa berdosa, hilang harapan masa depan. e) Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan bekerja. f) Melahirkan bayi yang kurang/tidak g) Dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. 2) Bagi keluarga a) Menimbulkan aib keluarga. b) Menambah beban ekonomi keluarga. c) Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan akibat tekanan masyarakat di lingkungannya (ejekan). 3) Bagi Masyarakat. a) Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun. b) Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi. c) Menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga derajat kesejahteraan masyarakat menurun. 34 B. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Peneliti dalam hal ini ingin menggali secara mendalam fenomena perilaku seks pranikah pada remaja di Kabupaten Tegal. Berdasarkan latar belakang di atas, remaja sudah melakukan perilaku seks pranikah mulai dari berpegangan tangan sampai melakukan hubungan seksual. Perilaku seks didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, melalui perbuatan yang tercermin dalam tahap-tahap perilaku seksual dari tahap yang paling ringan hingga tahap yang paling berat yang dilakukan sebelum pernikahan yang resmi menurut hukum maupun agama. Perilaku sek pranikah banyak dilakukan remaja. Remaja merupakan masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Secara fisik perkembangan remaja pada masa seperti ini ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik yang dimulai dari pembentukan menimbulkan hormon mamotropin rangsangan seksual. dan hormon Sedangkan gonadotropin secara yang psikologis perkembangannya ditandai dengan rasa keingintahuan yang tinggi mengenai seks dan seksualitas (Santrock, 2006). Ketidakmampuan remaja menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut dapat menyebabkan perilaku menyimpang yang salah satunya adalah perilaku seks pranikah. Banyaknya perilaku seks pranikah di kalangan remaja juga dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu faktor dari dalam diri remaja (pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual 35 dan reproduksi, perilaku kerentanan yang dirasakan terhadap risiko kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktivitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), dan faktor dari luar remaja (peran keluarga, peran teman sebaya, kontak dengan sumber-sumber informasi, sosial-budaya, nilai, dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu). Apabila terdapat faktor lain di luar dugaan peneliti, maka peneliti berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data dengan metode wawancara mendalam. 36 C. KERANGKA KONSEP Remaja Terjadi perubahan: Fisik, emosi, minat, peran, pola perilaku Ketidakmampuan mengendalikan diri terhadap perubahan dorongan seksual Rasa keingintahuan akan seks yang tinggi Perilaku Seks pranikah Faktor Internal 1. Faktor hormonal 2. Pengetahuan kesehatan reproduksi 3. Sikap terhadap seksualitas 4. Pengendalian diri 5. Pemahaman tingkat agama 6. Aktivitas sosial 7. Gaya hidup 8. Usia Faktor Eksternal 1. Peran keluarga 2. Peran teman sebaya 3. Media Informasi 4. Situasi dan Kondisi 5. Nilai dan norma 6. Sosial budaya Keterangan: -------------- : tidak diteliti __________ : diteliti Gambar 1. Kerangka Konsep