BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. DEFINISI KONSEP Tujuan apapun yang dipilih dalam suatu penelitian harus berpijak pada teori dan konsep-konsep yang sudah ada. Teori yang rasional dan sistematis mempunyai peranan yang cukup penting sebagai pedoman atau pegangan karena “teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang saling berkaitan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena. Sebuah konsep, teori bermanfaat dalam menelaah masalah penelitian untuk analisis selanjutnya. Konsep yang diminati akan didefinisikan terlebih dahulu dengan tujuan memperkaya kosa kata, menghilangkan kerancuan, mengurangi kekaburan dan menjelaskan secara teoritis serta mempengaruhi sikap (Ihalauw, 2000). Menurut Dubin (Ihalauw, 2000) “Konsep adalah unsur dasar yang digunakan untuk membentuk teori”. Konsep dapat berfungsi sebagai landasan pijak bagi peneliti dalam melakukan penelitiannya sehingga penentuan konsep, definisi konsep, dan nalar konsep merupakan hal yang mutlak bagi peneliti. 16 2.1.1. Behavioral-intentions battery Ajzen (2002) berpendapat bahwa intentions battery mencerminkan behavioral- betapa sulitnya seseorang bersedia untuk mencoba, dan bagaimana memotivasinya untuk berperilaku. Definisi lain dikemukakan oleh Zeithaml et al. (1996) bahwa behavioral intentions battery adalah sikap mendukung atau tidak mendukung perusahaan yang dijabarkan dalam lima dimensi perilaku, yaitu loyalty, switch, pay more, internal response dan eksternal response, yang menjadi pendorong bagi pelanggan untuk bertindak. Setelah Raharso (2005) melakukan analisis faktor dengan agen value >1, saat ini telah ditemukan lima dimensi baru (walau sebagian besar sama), yaitu word-of-mouth, loyalty, response, switch, dan complain. Perilaku (behavior) adalah tindakan khusus yang ditujukan pada beberapa objek target. Sedangkan keinginan berperilaku (behavioral intention) adalah suatu proposisi yang menghubungkan diri dengan tindakan yang akan datang. Memperkirakan perilaku yang akan datang dari seorang konsumen, khususnya perilaku pembelian mereka, adalah aspek yang sangat penting dalam pemasaran. Ketika peramalan dan merencanakan perencanaan strategi, para pemasar perlu memprediksi perilaku pembelian dan 17 perilaku penggunaan konsumen beberapa minggu, bulan, atau kadangkala beberapa tahun sebelumnya. Niat untuk berperilaku meliputi perilaku yang diinginkan oleh pengunjung dan mengantisipasi tindakan yang mereka akan tunjukkan di masa depan. Menurut Zeithaml et al. (1996), battery digambarkan seperti : tetap setia ke perusahaan bahkan ketika harganya naik, niat untuk melakukan bisnis lebih dengan perusahaan di masa depan, dan niat memberi keluhan ketika masalah layanan terjadi. Battery di kemudian kembangkan menjadi dikelompokkan 13 menjadi 5 item yang dimensi : loyalitas kepada perusahaan, kecenderungan untuk beralih, kesediaan untuk membayar lebih, respon eksternal untuk masalah, dan respon internal untuk masalah. Loyalitas didefinisikan sebagai perilaku bias diungkapkan dari waktu ke waktu oleh pengunjung sehubungan dengan satu atau lebih alternatif dan merupakan fungsi dari proses psikologis (Jacoby dan Kyner 1973). Ikhwan Susila menambahkan pendapat behavioral-intentions terhadap merek menambahkan evaluasi & adalah atau pada terhadap jasa. saat merek 18 Faturrahman (2004), dari bahwa Assael hasil dari Lebih lanjut konsumen atau jasa, evaluasi Assael melakukan konsumen cenderung akan menggunakan merek atau jasa yang memberikan tingkat kepuasan tertinggi. Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa behavioral intentions sebagai minat berperilaku, yaitu minat konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa. Model ini dikembangkan oleh Fishbein untuk meningkatkan kemampuan model sikap terhadap objek dalam memprediksi perilaku konsumen. Selanjutnya menambahkan : Mowen dan Minor pertama, perilaku (2002) berasal dari formasi keinginan spesifik untuk berperilaku. Kedua, ini mencangkup bentuk baru yang disebut norma subjektif. Norma subjektif menilai apa yang dipercaya konsumen bahwa orang lain akan berpikir mereka harus melakukannnya. Dengan kata lain, norma subjektif memperkenalkan formulasi pengaruh referensi dari kelompok yang sangat kuat terhadap perilaku. Teori Reasoned Action menyatakan bahwa perilaku (behavior) seseorang sangat tergantung pada minat/maksud, sedangkan minat untuk berperlaku sangat tergantung pada sikap dan norma subjektif atas perilaku. Bigne (2005), Ekinci dan Hosany (2006), Alampay (2003), dan Rosen (1987) menjelaskan kecenderungan 19 seseorang menunjukkan intention (minat) terhadap suatu produk atau jasa dapat dilihat berdasarkan ciriciri di bawah ini. 1. Kemauan untuk mencari informasi terhadap suatu produk atau jasa. Konsumen yang memiliki intention cenderung mencari informasi yang lebih detail tentang produk atau jasa tersebut dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti bagaimana spesifikasi produk atau jasa yang digunakan, sebelum menggunakan produk atau jasa tersebut. 2. Kesediaan untuk membayar barang atau jasa. konsumen yang memiliki minat terhadap suatu produk atau pengorbanan jasa dapat dilihat yang dilakukan dari terhadap bentuk suatu barang atau jasa. Konsumen yang cenderung memiliki minat lebih terhadap suatu barang atau jasa akan bersedia untuk membayar barang atau jasa tersebut dengan tujuan konsumen yang berminat tersebut dapat menggunakan barang atau jasa tersebut. 3. Menceritakan hal yang positif. Konsumen yang memiliki minat besar terhadap suatu produk atau jasa, jika ditanya konsumen lain maka secara otomatis konsumen tersebut akan mencitrakan hal yang positif terhadap konsumen lain, karena konsumen yang memiliki 20 suatu minat secara eksplisit memiliki suatu keinginan dan kepercayaan terhadap suatu barang atau jasa yang digunakan. 4. Kecenderungan Konsumen yang untuk merekomendasikan. memiliki minat yang besar terhadap suatu barang, selain akan menceritakan hal yang positif, konsumen tersebut juga akan merekomendasikan kepada orang lain untuk juga menggunakan barang atau jasa tersebut. Penelitian pentingnya ini mencoba melihat behavioral-intentions bagaimana battery yang berpengaruh terhadap loyalitas menurut definisi yang dipaparkan Zeinthamil (1996). 21 2.1.2.Attitude Menurut pendapat Schiffman dan Kanuk (2007), “attitude is a learned predisposition to respond in a consistently favorable or un favorable manner with respect to a given object” Sikap adalah respon yang dipelajari secara konsisten yang diberikan individu terhadap sebuah objek, dalam bentuk senang atau tidak senang. Ihalauw (2003) menambahkan definisi sikap menurut Lefton adalah pola perasaan, keyakinan dan kecenderungan perilaku terhadap orang, ide, atau objek yang tetap dalam jangka waktu yang lama. Di kalangan diasumsikan ahli bahwa psikologi, sikap telah dipandang lama mampu memprediksi perilaku. Serangkaian penelitian tentang hubungan yang problematik antara sikap-perilaku telah banyak dilakukan oleh para ahli psikologi sosial. Akhirnya Martin Fishbein dan Icek Ajzen mulai mengembangkan sebuah kerangka guna mengatasi permasalahan mengenai hubungan sikap-perilaku. Kerangka teoritis tersebut terkenal dengan Theory of Reasoned Action (TRA). Selanjutnya TRA dikembangkan dan disempurnakan oleh Ajzen (2006) menjadi Theory of Planned Behavior (TPB). Menurut Brehm dan Kassin (1990), TRA dan TPB merupakan 22 dua teori yang penting untuk memahami dan memprediksi perilaku. Sikap (attitude) seseorang merupakan predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut (Swastha, 2002). Definisi attitude lain dapat dikemukakan kita Gerungan terjemahkan dengan (2004) sikap terhadap obyek tertentu yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan keputusan individu. Melalui sikap dapat mewakili apa yang disukai atau pun tidak disukai oleh seseorang. Sikap seorang konsumen mendorong konsumen untuk melakukan pemilihan terhadap beberapa produk. Sehingga sikap kadang diukur dalam bentuk pilihan konsumen. Pilihan konsumen itu sendiri dapat dikatakan sebagai suatu sikap terhadap sebuah obyek dan hubungannya dengan obyek lain. Menurut Fishbein dan Ajzen, sikap adalah perasaan umum yang menyatakan keberkenaan seseorang terhadap suatu obyek yang mendorong tanggapannya, baik dalam bentuk tanggapan positif 23 maupun negatif. Dalam sikap positif kecenderungan mengambil tindakan mendekati dan mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan sikap negatif kecenderungan mengambil tindakan untuk menjauh atau menghindari obyek tertentu, Subagyo (2000). Ada dua dimensi penting dalam pembentukan sikap dari setiap individu, (Fishbein dan Ajzen (1975) : 1. Behavioral Belief adalah keyakinan-keyakinan yang dimiliki seseorang merupakan keyakinan terhadap yang perilaku akan dan mendorong terbentuknya sikap. 2. Evaluation of behavioral belief merupakan evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Selanjutnya, menurut Azwar (2003), sikap terdiri dari beberapa aspek, sebagai berikut : 1). Aspek 24 kognitif, berhubungan dengan gejala mengenai pikiran yang berupa pengalaman, apa yang keyakinan, berwujud serta pengolahan, harapan individu tentang objek atau kelompok tertentu. Aspek kognitif tersebut berisikan persepsi, kepercayaan, stereotip yang dimiliki individu mengenai sesuatu. 2). Aspek Afektif, merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan perasaan yang mengandung masalah emosional. Aspek emosional ini biasanya berakar paling dalam pada aspek sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin dapat merubah perilaku seseorang. Aspek ini terwujud proses yang menyangkut perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, antipati, yang ditujukan pada obyek tertentu. 3). Aspek konatif, atau perilaku dalam kecenderungan sikap seseorang menunjukan di dalam bagaimana berperilaku dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Asumsi dasarnya adalah bahwa kepercayaan dan perasaan mempengaruhi perilaku. Jadi bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tertentu. Azwar (2003) menambahkan bahwa sikap terbentuk dari ada interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial 25 mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekitarnya. Sikap akan mengikuti perilaku pembelian apabila keterlibatan konsumen baik dengan produk maupun situasi pembelian rendah. Arus peristiwa ini cukup berbeda pada keputusan dengan keterlibatan rendah. Dalam hal ini, konsumen tidak termotivasi untuk melakukan ekstensif. penyelesaian Meskipun demikian, masalah mereka yang bergeser melalui proses keputusan terbatas di mana mereka hanya mempertimbangkan beberapa alternatif produk pada situasi kepercayaan superfisial terbatas dan terhadap hanya membentuk alternatif-alternatif tersebut. Mereka tidak mengevaluasi alternatif secara seksama, maka mereka mungkin tidak membentuk sikap apa pun terhadap alternatif tersebut. Kemudian pada situasi dengan keterlibatan rendah, sikap cenderung terjadi hanya setelah barang atau jasa 26 dibeli dan dialami, ketika konsumen mencerminkan bagaimana perasaan mereka tentang produk atau jasa tersebut. Jadi, keterlibatan cenderung apabila rendah terlibat konsumen dalam dalam pembelian, penyelesaian memiliki mereka masalah terbatas dan bergeser melalui apa yang disebut hierarki dengan kepercayaan, keterlibatan kemudian rendah, perilaku, dan formasi akhirnya formasi sikap (Mowen dan Minor,2002) Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu stimulus atau objek yang dihadapi, berdasarkan pendapat dan keyakinan individu yang menjadi dasar untuk berperilaku dimana sikap dapat bersifat positif atau negatif. 27 2.1.3.Subjective Norm Norma-norma subyektif (subjective norms) adalah pengaruh sosial yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku. keinginan Seseorang terhadap seandainya ia suatu terpengaruh akan obyek oleh memiliki atau perilaku orang-orang di sekitarnya untuk melakukannya atau ia meyakini bahwa lingkungan atau orang-orang disekitarnya mendukung terhadap apa yang ia lakukan. Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa norma subjektif sebagai komponen yang berisikan keputusan yang mempertimbangkan dibuat oleh pandangan individu setelah orang-orang yang mempengaruhi perilaku tertentu. Menurut Baron dan Byrne (2003), norma subyektif adalah persepsi individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak terwujudnya tindakan tersebut. memberikan Hogg penjelasan dan bahwa Vaughan norma (2005) subyektif adalah produk dari persepsi individu tentang beliefs yang dimiliki orang lain. Feldman (1995) menjelaskan bahwa norma subyektif adalah persepsi tentang tekanan sosial dalam melaksanakan perilaku tertentu. Norma subyektif yaitu keyakinan individu untuk mematuhi arahan atau anjuran orang di sekitarnya untuk turut dalam melakukan suatu aktifitas. 28 Theory of Reason Action (Fishbein, 1967; Fishbein & Ajzen, 1975) adalah salah satu yang paling perpengaruh manusia model dan dalam perilaku memprediksi disposisi. perilaku Teori ini mengusulkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh niat perilaku yang pada gilirannya, dipengaruhi oleh sikap terhadap tindakan dan oleh norma subyektif. Menurut Fisbein dan Ajzen (1975), norma subjektif secara umum memiliki 2 dimensi sebagai berikut : 1. Normatives beliefs, yaitu persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak. Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain yang penting dan berpengaruh bagi individu untuk melakukan atau tidak suatu perilaku. 2. Motivation to comply, yaitu motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. Norma subjektif dapat dilihat dalam dinamika antara dorongan-dorongan yang dipersepsikan individu dari orang-orang disekitarnya (significant others) dengan motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to comply) dalam melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tersebut. 29 Norma subyektif mengacu pada perilaku yang diharapkan oleh orang lain. Subagyo (2000) berpendapat bahwa norma subyektif datang dari pengaruh orang lain yang oleh seorang dianggap penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Dharmmesta (1998) yang mengatakan bahwa norma subjektif itu menyangkut persepsi seorang apakah orang lain yang dianggap penting akan mempengaruhi perilakunya. 2.1.4. Customer Delight Menurut Berman (2005), banyak kelebihan dari delight dibanding daripada hanya memuaskan seperti berikut. (1)Delight dipandang sebagai respons emosional yang dilakukan pelanggan terhadap suatu produk karena pengalaman positif yang diberikan kepada konsumen menjadi persyaratan yang sangat penting. (2)Customer delight lebih afektif dan lebih emosional (terkait dengan emosi seperti gairah, sukacita, dan perasaan senang). (3)Delight adalah hasil skema kejutan dari rangkaian perbedaan antara apa yang kita harapkan seputar pembelian dan penggunaan barang juga atas hasil kinerja yang dirasakan konsumen. (4)Delight lebih memiliki jejak memori lebih tinggi, karena pengalaman yang menyenangkan jauh lebih berkesan dari pengalaman yang dipandang hanya memuaskan. 30 Berbeda dengan konsep ketidakpuasan dan kepuasan (konsep ini sudah diteliti dan dipraktekkan secara luas), delight merupakan konsep yang relatif baru dan belum banyak dieksplorasi (Kwong & Yau, 2002; Verma, 2003). Raharso (2005) memasukan lima dimensi delight yang secara esensial merupakan kebutuhan dasar manusia yaitu justice, esteem, security, trust, dan variety. Dimensi justice, esteem, dan security berasal dari Schneider dan Bowen (1999, dalam Raharso, 2005) dan merupakan pusat dari delight. Dimensi trust dan variety diusulkan oleh Kwong dan Yau (2002). Tetapi karena belum ada purifikasi terhadap domain delight, maka Raharso melakukan uji validitas dan reabilitas terhadap kelima domain tersebut dan menghasilkan tiga domain delight, yaitu justice, esteem, dan finishing touch (Raharso, 2005). Definisi yang paling populer adalah definisi yang didasarkan atas model yang dikembangkan oleh Richard L. Oliver. Dalam artikelnya yang berjudul “A Cognitive Model of the Antecedents and Consequences of Satisfaction Decisions”, Oliver (1980) menyatakan bahwa konsumen memiliki harapan-tertentu (sering disebut sebagai ekspektasi) terhadap produk yang dia beli, misal: XYZ berharap mendapatkan pendidikan yang bermutu ketika 31 akan memilih kuliah di perguruan tinggi A. Setelah kuliah di perguruan tinggi tersebut, XYZ bisa menilai mutu pendidikan di perguruan tinggi A. Pengalaman mengkonsumsi kuliah tersebut menciptakan persepsi XYZ terhadap mutu pendidikan di perguruan tinggi tersebut. Perbandingan antara persepsi (yang bersifat empiris) dengan ekspektasi (yang bersifat ideal) dinamakan model diskonfirmasi harapan (Engel, et al., 1995; Rust & Oliver, 1994). Dari pemaparan di atas terlihat bahwa ada pengaruh customer delight intentions battery. Penelitian dilakukan Raharso sendiri terhadap behavioral- sebelumnya tidak yang memberikan kepastian bahwa variabel customer delight dapat mampu memprediksi behavioral-intentions battery konsumen pada industri lain, karena perasaan delight pada masing-masing industri berbeda. 32 2.2. PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1. Pengaruh attitudes terhadap behavioral-intentions battery jemaat. Sikap (attitude) adalah salah satu konsep penting yang digunakan pemasar untuk mengerti dan memahami konsumen, yang sehari-hari diperhadapkan dengan berbagai macam pilihan untuk bertindak dalam mengambil keputusan atau sikap. Dengan mengetahui sikap dari konsumen maka pemasar akan lebih mudah untuk merumuskan strategi-strategi dalam mempertahankan loyalitas konsumen. Assael Gordon (2004) Allport mengutip sebagai definisi berikut: sikap “sikap dari adalah predisposisi yang dipelajari untuk merespon suatu obyek atau sekelompok obyek dalam suatu cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan secara konsisten. Para ahli psikologi sosial menyadari bahwa sikap terhadap perilaku tertentu tidak dapat diamati atau diukur secara langsung, melainkan dapat disimpulkan dari respon evaluatif seseorang terhadap sikap objek tertentu. Sikap adalah ungkapan perasaan konsumen tentang suatu obyek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan 33 kepercayaan konsumen terhadap atribut dan manfaat dari obyek tersebut. Jika konsumen mempunyai tanggapan yang positif terhadap obyek, maka ia akan berusaha untuk mengunjungi suatu obyek tersebut. Jadi Dengan mengetahui sikap dari jemaat maka gereja akan lebih mudah untuk merumuskan strategi-strategi dalam mempertahankan loyalitas warga jemaat. Hasil penelitian Salim (2003), Albari dan Liriswati (2004) serta Sigit (2006) menunjukkan bahwa sikap berpengaruh terhadap minat konsumen. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : H1 : Attitude berpengaruh signifikan dan positif terhadap behavioral-intentions battery jemaat. 2. Pengaruh subjective norm terhadap behavioralintentions battery jemaat. Teori tindakan beralasan dari Fishbein dan Ajzen (1980) juga menegaskan sikap “normatif” yang mungkin dimiliki oleh seseorang tentang apa yang akan dilakukan orang lain (terutama, orangorang yang berpengaruh dalam kelompok) pada situasi yang sama. menggambarkan Teori tindakan pengintegrasian 34 beralasan komponen- komponen sikap secara menyeluruh kedalam struktur yang dimaksudkan untuk menghasilkan penjelasan yang lebih baik maupun peramalan yang lebih baik mengenai perilaku. Sumarwan masyarakat (2003), tentang norma sikap adalah baik dan aturan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Hampir semua masyarakat memiliki norma. Norma lebih spesifik dari nilai. Norma akan mengarahkan seseorang tentang perilaku yang diterima dan tidak diterima. Sumarwan menambahkan, norma terbagi ke dalam dua macam. Pertama adalah norma (enacted norms) yang disepakati berdasarkan aturan pemerintah dan ketatanegaraan, biasanya berbentuk peraturan, undang-undang. Norma ini harus dipatuhi oleh masyarakat, dan dalam banyak hal jika norma tersebut dilanggar, akan dikenakan sanksi. Norma kedua disebut cresive norm, yaitu norma yang ada dalam budaya dan bisa dipahami dan dihayati jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang sama. Norma subyektif menunjukkan tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan/perilaku, yang dapat membuat seseorang menjadi terpengaruh oleh 35 pandangan orang lain atau pun tidak terpengaruh sama sekali. Hasil penelitian Albari dan Liriswati (2004) serta Sigit (2006) menyatakan bahwa norma subyektif berpengaruh terhadap minat konsumen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma subyektif dimungkinkan dapat mempengaruhi minat untuk datang ke gereja. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : H2 : Subjective Norm berpengaruh signifikan dan positif terhadap behavioral-intentions batterry jemaat. 3. Pengaruh customer delight terhadap behavioralintentions battery jemaat. Raharso (2005) menyatakan bahwa justice secara signifikan mampu memprediksi perilaku WOM, loyalty, dan response. Dalam hal ini asumsinya adalah konsumen sangat menghargai transaksi yang jujur, melalui pemberian informasi yang lengkap dan benar, termasuk pilihan produk. Dengan memperlakukan konsumen secara adil, konsumen akan merasa bahwa pengorbanan yang dikeluarkan tidak sia-sia. 36 Hal ini kemudian menyebabkan konsumen akan menceritakan halhal yang positif (WOM positive) mengenai perusahaan, meningkatkan loyalitas, dan tetap menjalin bisnis dengan perusahaan sebagai bentuk respon atas tindakan perusahaan. Raharso lebih jauh menjelaskan bahwa selain justice, dimensi esteem juga secara signifikan mampu memprediksi perilaku WOM, loyalty, dan complain. Menurut Raharso, setiap konsumen adalah sebuah pribadi yang memiliki identitas, yang ingin diperlakukan secara istimewa. Identitas tersebut akan selalu melekat dan dibawa dalam melakukan transaksi. Dimensi terakhir delight adalah finishing touch (sentuhan akhir) juga ditemukan secara signifikan mampu memprediksi perilaku switch. Hal ini diperuntukan bagi konsumen yang merasa tidak puas. Walau konsumen telah melakukan serangkaian evaluasi, kemungkinan produk tidak bekerja secara optimal tetap ada. Apalagi kualitas layanan merupakan hal yang sulit distandarisasi karena merupakan interaksi sosial yang melibatkan banyak varibel yang rumit sehingga keluhan konsumen menjadi hal tidak terelakan (Raharso, 2005). Menurut Barlow & Maul, walau begitu keluhan pelanggan merupakan hadiah dari 37 pelanggan, bukan ancaman (Raharso, 2005). Bennet menambahkan, karena keluhan pelanggan dapat menghasilkan informasi bagi perusahaan, yang secara khusus dapat digunakan untuk memantau efektifitas program customer service (Raharso, 2005). Selain itu keluhan pelanggan akan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan produk, pelayanan dan mempertahankan pelanggan, dibanding pelanggan yang tidak mengeluh dan diam-diam meninggalkan perusahaan. Apabila hal ini dilihat dalam konteks organisasi gereja yang menyediakan produk utamanya yaitu “service” kepada jemaat sebagai konsumennya, gereja dituntut karyawannya mengoptimalkan (pendeta) kinerja untuk dapat mempertahankan konsumen (jemaat). Hal tersebut disebabkan jemaat yang mengeluh mempunyai harapan bahwa gereja akan merespon keluhan tersebut guna mengurangi rasa ketidakpuasannya. Hasil penelitian membuktikan bahwa perlakuan yang tepat mengeluh kepada akan pelanggan membuat (jemaat) pelanggan yang (jemaat) tersebut jauh lebih puas (bahkan mencapai tahap 38 delight) dan loyal, dibanding pelanggan yang tidak mengeluh (Verma, 2003). Cara perusahaan mengatasi keluhan pelanggan inilah yang disebut sentuhan akhir (finishing touch). Dengan demikian dapat dikatakan dimungkinkan bahwa customer mempengaruhi delight behavioral- intentions battery jemaat, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : H3 : Customer Delight berpengaruh dan signifikan dan positif terhadap behavioralintentions battery jemaat. 39 2.3. MODEL PENELITIAN Berdasarkan pengembangan hipotesis di atas maka model penelitian adalah sebagai berikut : Attitude X1 + H1 H1 +H2 Subjective norm X2 +H3 Customer delight X3 40 Behavioralintentions Battery Y