Amanahdkk:Potensikonsorsiumbakteriendofitdariakartanamanubijalar ISSN: 2252-3979 150 http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/lenterabio Potensi Konsorsium Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Varietas Papua Patippi dalam Menambat Nitrogen Potency of Endophytic Bacteria Consortium of Sweet Potato (Ipomoea batatas) Roots Var. of Papua Patippi in Nitrogen Fixation Iskhawatun amanah*, Yuliani, Lisa Lisdiana Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya * e-mail: [email protected] ABSTRAK Bakteri endofit A1, B1, B2, dan B3 dari akar tanaman ubi jalar varietas papua patippi diketahui mampu menghasilkan hormon IAA dan melakukan penambatan nitrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potensi konsorsium bakteri endofit dalam meningkatkan penambatan nitrogen dan mendeskripsikan konsorsium yang paling optimal dalam menambat nitrogen serta waktu inkubasi yang optimal. Potensi penambatan nitrogen diperoleh dengan mengukur nilai akumulasi amonium yang dihasilkan selama 6 hari masa inkubasi menggunakan metode spektrofotometri dengan panjang gelombang 410 nm. Data akumulasi amonium konsorsium bakteri endofit dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan penambatan nitrogen yang ditunjukkan dengan akumulasi amonium yang dihasilkan. Rata- rata nilai akumulasi amonium tertinggi yang dihasilkan oleh keenam jenis konsorsium berkisar antara 10 mg/L - 13 mg/L. Konsorsium A1-B3 merupakan konsorsium yang paling optimal dalam menambat nitrogen, karena memiliki rata-rata nilai akumulasi amonium tertinggi yaitu sebesar 10,38 mg/L. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa waktu inkubasi yang diperlukan untuk akumulasi amonium secara optimal adalah 1 hari, karena pada waktu tersebut dihasilkan akumulasi amonium paling tinggi. Kata kunci: Potensi konsorsium; bakteri endofit; Ipomoea batatas var. papua patippi; penambatan nitrogen ABSTRACT The endophytic bacteria A1, B1, B2, and B3 that isolated from sweet potato’s roots var. papua patipii capable to produce IAA and involved in nitrogen fixation. The purpose of this research was to describe the potency of endophytic bacteria consortium in increasing nitrogen fixation and to describe the most optimum consortium in nitrogen fixation and optimum incubation’s time. Nitrogen fixation potency was observed by measured the accumulation of ammonium that produced during six day incubation period using spectrophotometric method with a wavelength of 410 nm. The data of accumulation of ammonium by endophytic bacteria consortium were analyzed descriptively. The results revealed that the endophytic bacteria consortium can increase nitrogen fixation which is indicated by the value of ammonium accumulation. The average of highest ammonium accumulation which produced by all of concortia was about 10 mg/L - 13 mg/L. A1-B3 consortium was the most optimum consortium in nitrogen fixation, because it has highest average value of ammonium accumulation at 10,38 mg/L. The results also showed that the incubation time required to accumulate the ammonium optimally was 24 hours, because at that time the highest accumulation of ammonium was produced. Key words: Potency of the consortium; the endophytic bacteria; Ipomoea batatas var. papua patippi; nitrogen fixation . PENDAHULUAN Bakteri endofit ialah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman (Saikia and Jain, 2007) tanpa menyebabkan penyakit (James dan Olivares, 1997), dan mampu melindungi tanaman dari patogen (France et al., 2009). Keberadaan bakteri endofit pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme. Salah satunya ialah dengan melakukan penambatan nitrogen dari udara (Hidayati et al., 2014). Bakteri endofit yang memiliki kemampuan dalam menambat nitrogen disebut sebagai bakteri endofit diazotrof. Bakteri endofit diazotrof mampu mereduksi N2 menjadi amonia (NH3) (Kumar and Rao, 2012), sehingga kemampuan penambatan nitrogen oleh bakteri endofit dapat diukur berdasarkan jumlah amonia yang dihasilkan. Reduksi N2 menjadi amonia (NH3) dikatalis oleh enzim nitrogenase yang tersusun dari dua kompleks protein yaitu protein Fe-Mo (Nitrogenase I) dan protein Fe (nitrogenase II) (Purwoko, 2007). Amanahdkk:Potensikonsorsiumbakteriendofitdariakartanamanubijalar 11 Penambatan nitrogen oleh bakteri endofit dapat dilakukan oleh isolat tunggal maupun konsorsium. Konsorsium merupakan pencampuran dua isolat bakteri yang berbeda jenis (Wuriesyliane et al., 2013). Bashan (1998) menyatakan bahwa mikrob konsorsium yang berinteraksi secara sinergis mampu memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan mikrob tunggal. Suriaman (2010) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa konsorsium bakteri Bacillus mycoides dengan Klebsiella ozaenae yang diisolasi dari akar tanaman kentang mampu menambat nitrogen lebih tinggi dibandingkan dengan isolat tunggal yaitu sebesar 1,399 ppm sedangkan isolat tunggal yang memiliki kemampuan paling tinggi dalam menambat nitrogen ialah K. ozaenae sebesar 1,106 ppm. Penelitian lain yang dilakukan oleh Vionita et al. (2015) menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit A1, B1, B2, dan B3 dari akar tanaman ubi jalar terbukti mampu menambat nitrogen yang ditunjukkan dengan jumlah akumulasi amonium yang terbentuk. Pada penelitian tersebut, diketahui bahwa isolat B3 merupakan isolat potensial yang mampu mengakumulasi amonium sebesar 8,41 mg/L. Isolat B3 dikatakan potensial dikarenakan mampu menambat nitrogen secara stabil selama 6 hari masa inkubasi. Kemampuan bakteri endofit A1, B1, B2, dan B3 yang diisolasi dari akar tanaman ubi jalar dalam menambat nitrogen masih dilakukan secara tunggal. Untuk itu perlu adanya penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan potensi konsorsium bakteri endofit A1, B1, B2, dan B3 dalam meningkatkan penambatan nitrogen. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan konsorsium yang mampu mengakumulasi amonium secara optimal serta waktu inkubasi yang optimal untuk mengakumulasi amonium. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan JanuariJuni 2016 di Laboratorium Mikrobiologi gedung C9 dan Laboratorium Mikroteknik gedung C10 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya serta Laboratorium IPA TERPADU gedung C12 Universitas Negeri Surabaya. Bahanbahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: media Nitrate Mineral Salts (NMS), media Nutrient Agar (NA), larutan NH4Cl (Larutan standart), larutan fisologis, reagen nessler, methylen blue, dan isolat bakteri endofit A1, B1, B2,dan B3 (Anggara et al., 2014). Alat yang digunakan dalam peneitian, yaitu: shaker incubator, sentrifuge, mikropipet, spektrofotometer uv-vis, dan haemositometer. Metode yang digunakan untuk menguji kemampuan konsorsium bakteri endofit dalam menambat nitrogen ialah metode spektrofotometri. Isolat bakteri endofit terlebih dahulu direkultur dalam media nutrient agar, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang (25-30oC) selama 24 jam. Isolat bakteri yang telah berusia 24 jam diambil sebanyak 4 ose yang kemudian diinokulasikan ke dalam 10 ml larutan fisiologis. Setiap isolat yang telah disuspensikan selanjutnya dikonsorsiumkan menjadi 6 jenis konsorsium yaitu konsorsium A1-B1, A1-B2, A1-B3, B1-B2, B1B3, dan B2-B3. Setiap isolat bakteri yang akan dikonsorsiumkan diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam 100 mL media NMS cair, selanjutnya diinkubasi selama 6 hari di dalam shaker incubator. Akumulasi amonium setiap jenis konsorsium bakteri endofit diukur setiap hari dengan cara mengambil 5 mL kultur bakteri endofit, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000xg. Supernatan yang dihasilkan diambil yang kemudian ditambahkan dengan reagen nessler. Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang (25-30oC) selama 30 menit. Masing-masing supernatan konsorsium bakteri endofit kemudian diukur akumulasi amoniumnya menggunakan spektrofotometer uv-vis dengan panjang gelombang 410 nm. Akumulasi jumlah amonium selanjutnya dihitung dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan kurva standart NH4Cl (Sagala, 2009). Jumlah bakteri dihitung menggunakan metode penghitungan langsung menggunakan haemositometer. Sel yang dihitung adalah sel yang tidak terwarnai oleh methylen blue. Data yang dihasilkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Data akumulasi amonium (NH4+) yang didapatkan dari masing-masing konsorsium isolat bakteri endofit setiap hainya dibandingkan antar jenis konsorsium untuk mengetahui kemampuan masing-masing konsorsium dalam mengakumulasi amonium. Data jumlah sel bakteri endofit yang diperoleh setiap harinya dibandingkan dengan data akumulasi amonium untuk mengetahui hubungan jumlah bakteri dengan kemampuannya dalam meningkatkan penambatan nitrogen. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan penambatan nitrogen yang ditunjukkan dengan nilai akumulasi amonium yang dihasilkan (Tabel 1). Rata-rata nilai akumulasi amonium tertinggi dihasilkan pada hari ke-1 dengan kisaran nilai akumulasi amonium yang dihasilkan keenam konsorsium 12LenteraBioVol.6No.1,Januari2017:10–15 sebesar 10 mg/L sampai 13 mg/L. Pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa konsorsium A1-B3 memiliki rata-rata nilai akumulasi amonium tertinggi yaitu sebesar 10,38 mg/L. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai akumulasi amonium masing-masing jenis konsorsium bakteri endofit mengalami fluktuasi setiap harinya. Fluktuasi nilai akumulasi amonium setiap jenis konsorsium bakteri endofit dapat dilihat pada Gambar 1. Grafik akumulasi amonium pada Gambar 1 menunjukkan bahwa konsorsium A1-B3 merupakan konsorsium yang mampu mengakumulasi amonium secara optimal karena memiliki nilai rerata akumulasi amonium tertinggi. Konsorsium A1-B3 mampu menghasilkan akumulasi amonium tertinggi sampai pada hari ke-3 dibandingkan dengan konsorsium bakteri endofit lainnya. Jumlah sel setiap jenis konsorsium bakteri endofit selama 6 hari inkubasi juga menunjukkan adanya fluktuasi. Fluktuasi jumlah sel bakteri dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 1. Hasil pengamatan dan pengukuran akumulasi amonium (NH4+) konsorsium bakteri endofit akar tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas) varietas papua patippi Jenis Konsorsium Akumulasi Amonium (mg/L) Hari Ke- Rata-rata (mg/L) 1 2 3 4 5 6 Isolat A1B1 11,58 8,91 8,75 10,76 10,91 9,73 10,11 Isolat A1B2 13,07 7,42 8,24 11,99 6,39 6,24 8,89 Isolat A1B3 13,74 11,27 10,19 10,30 6,24 10,55 10,38 Isolat B1B2 12,15 8,86 9,27 11,48 12,56 6,70 10,17 Isolat B1B3 10,86 9,42 6,80 7,37 6,90 6,08 7,91 Isolat B2B3 10,30 10,55 9,73 10,96 9,16 8,50 9,87 Gambar 1. Grafik akumulasi amonium konsorsium bakteri endofit Gambar 2. Grafik jumlah sel konsorsium bakteri endofit Amanahdkk:Potensikonsorsiumbakteriendofitdariakartanamanubijalar 13 Grafik jumlah sel bakteri pada Gambar 2 menunjukkan bahwa fase adaptasi (lag phase) terjadi pada hari ke-1. Jumlah bakteri yang mengalami peningkatan pada hari ke-2 menunjukkan bahwa bakteri berada pada fase perbanyakan (log phase), kecuali konsorsium A1B2 yang terus meningkat sampai pada hari ke-3. Pada hari ke-3, jumlah sel bakteri mengalami penurunan sampai pada hari ke-6. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri berada pada fase kematian (death phase). Pada Gambar 2 juga diketahui pola pertumbuhan bakteri tidak mengalami fase stasioner, kecuali konsorsium B1B2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akumulasi amonium tertinggi dihasilkan pada fase adaptasi (lag phase) yang terjadi pada hari ke1. Setelah itu, pada hari ke-2 bakteri mengalami peningkatan yang menunjukkan bakteri berada pada fase perbanyakan (log phase), namun jumlah akumulasi amonium pada fase ini justru mengalami penurunan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa penggunaan konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan penambatan nitrogen yang ditunjukkan dengan nilai akumulasi amonium yang dihasilkan. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa konsorsium A1-B3 memiliki potensi yang paling besar dalam menambat nitrogen, karena memiliki nilai akumulasi amonium yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsorsium lainnya (Gambar 1). Taringan et al. (2013) dalam penelitiannya mengenai bakteri penambat nitrogen dan penghasil hormon IAA dari rizosfer tanah perkebunan menyatakan bahwa isolat N3 dan I3 merupakan isolat yang paling potensial untuk digunakan sebagai biofertilizer. Hal tersebut dikarenakan, isolat ini mampu menambat nitrogen dan menghasilkan hormon IAA lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya selama 6 hari inkubasi. Konsorsium A1-B3 yang mampu mengakumulasi amonium dengan jumlah tertinggi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai biofertilizer yang membantu tanaman dalam memperoleh unsur hara N dalam bentuk amonium (NH4+), karena tanaman membutuhkan sumber nitrogen secara terus-menerus untuk menunjang proses metabolisme (Hardoim et al., 2008 dalam Vionita et al., 2015). Konsorsium A1-B3 juga mampu mengakumulasi amonium lebih tinggi dibandingkan dengan isolat B3 yang merupakan isolat potensial pada kultur tunggal yang memiliki kemampuan mengakumulasi amonium sebesar 8,41 mg/L (Vionita et al., 2015). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Knoth et al. (2014) yang menyatakan bahwa penggunaan konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan penyerapan N. Jumlah akumulasi nitrogen oleh konsorsium Poplar Mix A mencapai 1,35% sedangkan jumlah akumulasi nitrogen tertinggi oleh isolat tunggal sebesar 1,29%. Bashan (1998) menyatakan bahwa mikrob konsorsium yang sinergis mampu memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan mikrob dalam kultur tunggal. Konsorsium bakteri yang sinergis mampu menstimulasi aktivitas fisika maupun biokimia dengan meningkatkan beberapa aspek menguntungkan dari fisiologis tanaman. Komarawidjaja (2009) juga menerangkan bahwa kemampuan mikrob konsorsium yang lebih baik dibandingkan dengan mikrob tunggal dikarenakan adanya aktivitas enzim dari setiap jenis mikrob yang saling melengkapi sehingga mampu bertahan hidup menggunakan sumber nutien yang tersedia. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit mampu menghasilkan akumulasi amonium secara optimal pada hari ke1 yang ditunjukkan dengan tingginya nilai akumulasi amonium yang dihasilkan. Pada hari ke-1 bakteri berada pada fase adaptasi (lag phase). Monod (2007) menerangkan bahwa pada fase adaptasi bakteri aktif mensintesis enzim salah satunya ialah enzim nitrogenase yang digunakan dalam proses penambatan nitrogen. Peningkatan aktivitas nitrogenase akan meningkatkan penambatan N2 bebas sehingga semakin banyak amonium yang akan diakumulasikan (Setiawati et al., 2008). Kusnadi et al. (2003) juga menerangkan bahwa pada fase adaptasi (lag phase) bakteri berada dalam masa penyesuaian dengan melakukan penambatan nitrogen sampai sintesis sel mencapai taraf maksimal. Nilai akumulasi amonium tertinggi yang diperoleh pada masa inkubasi 1 hari ketika bakteri berada pada fase adaptasi dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Thomas et al. (1990) yang menjelaskan bahwa ekskresi amonium tertinggi oleh bakteri Anabaena siamensis terjadi pada tahap awal pertumbuhan mikrob. Penurunan nilai akumulasi amonium pada hari ke-2 justru diikuti dengan peningkatan jumlah sel bakteri (lag phase). Hal tersebut dikarenakan amonium yang dihasilkan oleh reproduksi bakteri endofit juga digunakan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan. Penurunan amonium terjadi ketika jumlah asam amino meningkat, yang selanjutnya asam amino ini akan digunakan untuk proses metabolisme bakteri endofit (Jorgensen et al., 1999). Purwoko (2007) juga menambahkan bahwa amonium yang 14LenteraBioVol.6No.1,Januari2017:10–15 diubah menjadi asam amino dimanfaatkan untuk pembelahan sel, sehingga terjadi peningkatan jumlah sel bakteri endofit. Pada hari ke-3 sampai ke-6 merupakan fase kematian bakteri endofit, yang diikuti dengan penurunan jumlah akumulasi amonium yang dihasilkan. Menurunnya jumlah akumulasi amonium dapat disebabkan karena pengubahan amonium menjadi nitrogen organik sebagai sumber nutrisi untuk mempertahankan sel dari kematian (Purwoko, 2007). Beberapa konsorsium bakteri justru menunjukkan peningkatan akumulasi amonium pada fase kematian. Hal tersebut dapat dikarenakan amonium yang dihasilkan dari fase kematian berasal dari lisisnya bakteri endofit. James (2000) menyatakan bahwa nirogen yang telah ditambat dapat ditransfer ke tanaman ketika bakteri sudah mati, dan melepasnya dalam bentuk amonium. Selain itu, kemampuan bakteri dalam memanfaatkan substrat karbon yang masih tersedia juga mempengaruhi fluktuasi amonium. Suriaman (2010) menyatakan bahwa kemampuan bakteri yang berbeda-beda dalam menambat nitrogen disebabkan oleh perbedaan kemampuan bakteri dalam memanfaatkan substrat dalam media tumbuh. Kurva pertumbuhan A1-B3 mengalami fluktuasi (naik-turun) selama 6 hari inkubasi, begitu juga dengan nilai akumulasi amonium yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan inhibisi umpan balik (feedback inhibition) pada kerja enzim. Purwoko (2007) menerangkan bahwa produk akhir yang dihasilkan dalam reaksi biosintesis selalu berperan sebagi alosterik negatif pada kerja enzim, sehingga kerja enzim nitrogenase yang berperan dalam penambatan nitrogen akan terhambat ketika akumulasi amonium mencapai maksimum. Selain itu, fluktuatifnya jumlah bakteri dapat disebabkan karena adanya perbedaan jenis bakteri yang mendominasi setiap harinya. Nugroho (2007) menyatakan bahwa perubahan dominansi menyebabkan naik-turunnya kurva pertumbuhan konsorsium. Populasi yang dominan merupakan populasi yang dapat memanfaatkan sumber karbon yang ada. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan penambatan nitrogen dan mengakumulasi amonium pada media. Akumulasi amonium tertinggi diperoleh pada waktu inkubasi 1 hari. Konsorsium A1-B3 juga diketahui sebagai konsorsium yang paling optimal dalam menambat nitrogen. SIMPULAN Konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan penambatan nitrogen yang ditunjukkan dengan akumulasi amonium yang dihasilkan. Rata- rata nilai akumulasi amonium tertinggi yang dihasilkan oleh keenam jenis konsorsium berkisar antara 10 mg/L - 13 mg/L. Konsorsium yang mampu mengakumulasi NH4+ secara optimal adalah konsorsium A1-B3 yang memilki rata-rata akumulasi amonium tertinggi yaitu sebesar 10,38 mg/L. Waktu inkubasi yang diperlukan untuk mengakumulasi NH4+ secara optimal adalah 1 hari, karena pada waktu tersebut dihasilkan akumulasi amonium paling tinggi. DAFTAR PUSTAKA Anggara BS, Yuliani, dan Lisdiana L, 2014. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit Penghasil Hormon Indole Acetic Acid dari Akar Tanaman Ubi Jalar. Jurnal LenteraBio. 3(3): 160-167. Bashan Y, 1998. Inoculants of Plant Growth-Promoting Bacteria for Use in Agriculture. Biotechnology Advances. 16 (4) : 729-770. Franche C, Lindstrom K, and Elmerich C, 2009. Nitrogen-Fixing Bacteria Associated with Leguminous and Non-Leguminous Plants. Plant soil. 321:35-59. Hidayati U, Chaniago IA, Munif A, Siswanto, and Santosa DA, 2014. Potency of Plant Growth Promoting Endophytic Bacteria from Rubber Plants (Hevea brasiliensis Mull. Arg.). Journal of Agronomy. 13(3): 147-152. James EK, 2000. Nitrogen Fixation in Endophytic and Associative Symbiosis. Field Crops Research. 65 (2000): 197-209 James EK and Olivares FL, 1997. Infection and Colonization of Sugarcane and Other Graminaceous Plants by Endophytic Diazotrophs. Journal Critical Reviews in Plant Sciences. 17(1): 77119. Jorgensen NOG, Kroer N, Coffin RB, and Hoch MP, 1999. Relations beetwen Bacterial Nitrogen Metabolism and Growth Efficiancy in an Estuarine and an Open-water Ecocystem. Journal Aquatic Microbiol Ecology. 18: 247-261. Knoth JL, Soo-Hyung K, Ettl GJ, and Doty SL, 2014. Biological Nitrogen Fixation and Biomass Accumulation Within Poplar Clones as a Result of Inoculations With Diazotrophic Endophyte Consortia. New Phytologist. 201: 599–609. Kumar S and Rao B, 2012. Biological Nitrogen Fixation : A Review. International Journal of Advanced Life Science. 1:1-9. Kusnadi, Periswati, Sulasmi A, Purwaningsih W, dan Rochintaniawati D, 2003. Mikrobiologi. Jakarta: Univesitas Indonesia Press. Komarawidjaja W, 2009. Karakteristik dan Pertumbuhan Konsorsium Mikroba Lokal dalam Amanahdkk:Potensikonsorsiumbakteriendofitdariakartanamanubijalar 15 Media Mengandung Minyak. Jurnal Teknik Lingkungan. 10(1): 114-119. Ludden PW, 2001. Nitrogenase Complex. Encyclopedia of Life Science:1-8. Monod J, 2007. The Growth of Bacterial Cultures. Microbiol. 3: 371-394. Nugroho A, 2007. Dinamika Populasi Konsorsium Bakteri Hidrokarbonoklastik: Studi Kasus Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Skala Laboratorium. Jurnal Ilmu Dasar. Vol 8(1): 13-23. Purwoko T, 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta : Bumi Aksara Setiawati MR, Arief DH, Suryatmana P, dan Hudaya R, 2008. Formulasi Pupuk Hayati Bakteri Endofitik Penambat N2 dan Aplikasinya untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Padi. http://blogs.unpad.ac.id/mieke/files/2010/12/A rtikel-Ilmiah-Andalan08-new1.pdf. Diunduh tanggal 25 Juni 2016. Suriaman E, 2010. Potensi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dalam Memfiksasi N2 di Udara dan Menghasilkan Hormon IAA (Indole Acetic Acid) Secara In Vitro. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Malang: Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim. Taringan ST, Jamilah I, dan Elimasni, 2013. Seleksi Bakteri Penambat Nitrogen dan Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dan Rizosfer Tanah perkebunan Kedelai (Glycine max L.). Saintia Biologi. 1(2): 42-48. Thomas SP, Zaritsky A and Boussiba S, 1990. Ammonium Excretion by an L-Methionone-DLSulfoximine Resistant Mutant of the Rice Field Cyanobacterium anabaena siamensis. Appl.Environ. Microbiol. 56: 3499-3504. Vionita Y, Rahayu YS, dan Lisdiana L, 2015. Potensi Isolat Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Penambatan Nitrogen. LenteraBio. 4(2): 124-130. Wuriesyliane, Gofar N, Madjid A, Widjajanti H, dan Putu NL, 2013. Pertumbuhan dan Hasil Padi pada Inseptisol Asal Rawa Lebak yang Diinokulasi Berbagai Konsorsium Bakteri Penyumbang Unsur Hara. Jurnal Lahan Suboptimal. 2(1): 18-27.