IMPLEMENTASI PEMIKIRAN POLITIK ABU AL A’ LA AL-MAUDUDI DALAM DINAMIKA POLITIK KONTEMPORER Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk memenuhi persyaratan Gelar Sarjana Ushuluddin dan Filsafat Oleh: MUHAMMAD IQBAL NIM: 101033221838 Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1427 H/2006 M ا ا ا ـ ـ “ Al a ht e l a hme n g u j iki t as e c a r as e r i u sd a l a md u ah a l : Pertama, Ia telah membiarkan manusia bebas, akan tetapi justru setelah memberikannya kebebasan itu Ia ingin melihat apakah manusia menyadari atau tidak kedudukan yang sebenarnya itu. Kedua, Ia ingin melihat apakah manusia bersedia percaya pada Allah sedemikian rupa sehingga mau mengorbankan jiwa atau hartanya sebagai p e ng a n t ia p ay a n gt e l a hd i j a n j i ka n “ Al-Maududi. PERSEMBAHAN Skripsi dan Kesarjanaan ini Penulis Persembahkan teruntuk; Yang terhormat Ayahanda DR. K.H.D. Silahuddin, M.A dan Ibunda Ny. Enok Maemunah serta keluargaku tercinta Segala pengalaman telah membimbing Ananda menempuh jalan hidup yang diguratkan taqdir ’ aMustajabmu untuk Ananda Agar Ayah....engkau hembuskan semangat dan alunan indah Do senantiasa Ananda yakin akan Kebesaran Yang Maha Kuasa Ibu... engkau bisikkan Harapan dan Cita-cita Mulia tuk Ananda Agar senantiasa Ananda Tegar dan Islah dalam mengarungi kehidupan fana ini Cinta kasih dan sayangmu tuk Ananda tidak akan pernah terganti oleh Apapun di hati ini Ayahanda....Ibunda....Kaulah Inspirasiku Inilah kenangan terbaikku untukmu ii TERUNTUK: Kekasih Setia Penulis, Adinda Silvia Rahmah Kepadamu Pula Skripsi ini Ku Persembahkan Sayangku... Waktu bukanlah detak detik jarum jam Bagiku... Waktu adalah debar dan detak jantungku Dimana dalam setiap denyutnya kau hadir di sana Dan tak sedikit pun aku kehilangan waktu Karena setiap hembusan nafasku...adalah rindu...milikmu Indahnya...belajar mengerti Bagaimana seharusnya hati ini mencintai dan dicintai Hi n g g a. S e n a n t i a s ak u t a b u r k a nb e r j u t ad o ’ ad a l a ms e t i a pt e p i a nr i n d u Agar tetap mengalir rasa itu Rasa...dimana kau dan aku menyatu Menjadi satu dalam mimpi...dalam rindu...dalam angan...dan harapan Beruntung aku memilikimu Sandaran...dan harapan masa depan Semoga...hatimu cukup teguh seperti waktu untuk tetap memiliki...mencintai...dan menyayangiku Apapun....adanya aku Kakanda PEDOMAN TRANSLITERASI ا ا ب ت ث ج ح خ د ذ ﺭ ز س ش ص = = = = = = = tidak dibaca a b t ts j h = = = = = = = kh d dz r z s sy = sh ض ط ظ ع غ ف ق ك ل ﻡ ﻥ و ـ ه ء ي Vocal Pendek : = = = = = = = dh th zh ‘ gh f q = = = = = = = k l m n w h …’ … = y Vocal Panjang : ______ (fathah) = a ______ (kasrah) = i __ ___ (dhammah) = u ______ا = a ______ = i ______ و = u ى Kata Sandang : Diftong : ل ا qamariyah = al ______ و = au ل ا syamsiah = sesuai dengan bunyi ى ______ = ai ______ و = uw (u pada akhir kata) ى = iy (i pada akhir kata) ______ KATA PENGANTAR ا ا ا ـ ـ Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat-Nyada l a m wuj udt a uf i khi da y a hs e r t a‘ i na ya h-Nya kepada penulis, sehingga karenanya selesailah penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda mulia Nabi Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan serta dorongan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta selama penyusunan sampai selesai penulisan skripsi ini. 2. Bapak Nawirudin, MA yang telah dengan sungguh-sungguh memberikan bimbingan selama penyusunan dan penulisan skripsi ini sampai selesai. 3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tuntunan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan 4. Bapak Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 5. Bapak Syamsuri, MA Ketua Jurusan Program Studi Pemikiran Politik Islam vi 6. Ibu Dra. Hj.Hermawati, MA dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA selaku ketua dan sekretaris Panitia Ujian, Bapak Dr. Masykur Hakim selaku Penguji I dan Bapak Agus Nugraha selaku Penguji II, yang senantiasa membangkitkan nalar sekaligus menggoncang rasionalitas penulis dalam meneliti lebih jauh materi politik Islam dan juga dalam memberikan semangat dan kemudahan kepada penulis selama menjalani perkuliahan dan detik-detik Ujian Munaqosah yang menegangkan. 7. Yang terhormat Ayahanda tercinta Dr. K.H.D. Silahuddin, MA dan Ibunda tercinta Ny. E. Maemunah,y a ngs e n a nt i a s ame mbe r i ka ndor onga ns e r t ado’ a restu terutama cinta dan kasih sayangnya kepada Ananda selama penulisan skripsi ini, ~tiada terkira jasa dan pengorbananmu tuk ananda, kini kepadamu kesarjanaan ini kupersembahkan~ Robbigfirli Waliwalidayya Warhamhuma Kama Robbayani Shaghira. Takkan pernah Ananda lupakan pe s a nmut uks e l a l ume ng uc a pka n“Bismillah “da l a m me l a k uk a ns e s ua t u pekerjaan. Ayah...Ibu... Kaulah Inspirasiku... 8. Adik-adikku tercinta, Muhammad Ihsan Fauzy, Ira Nadya Octavira, Muhammad Haikal Rahmatullah, Muhammad Rijaluddin Hakim, Muhammad Hi l a lFa t hur a hma n,ya ngs e na nt i a s ame mb e r i ka ns e ma ng a tda ndo ’ ake pa da penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Kekasih Setia Penulis, penghibur hati pelipur lara, Silvia Rahmah “ Te t e h” yang senantiasa menjadi tumpuan hati penulis dikala resah dan kalut yang vii sekaligus menjadi tempat berbagi rasa terutama dalam menyelesaikan skripsi ini. ~Semoga hatimu cukup teguh seperti waktu untuk tetap memiliki, mencintai dan menyayangiku... apapun adanya aku~ Cinta dan kasih sayangmu begitu berarti untukku. Kepadamu pula skripsi ini kupersembahkan 10. Ke l ua r g at e r hor ma tda r i“ teteh”Ba pa kK.H. Hamdun Ahmad, M.A beserta Ny. Endah Huwaida. Dikala mengingat mereka, senantiasa hadir Semangat dan cinta kasih mereka hingga membuat penulis selalu tegar dalam menulis skripsi ini. Tidak luput pula tuk A Daden, Teh Ai, Teh Ade, A Jajat, Lisda, Iqbal dan Fakri. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang kalian berikan. 11. Pe ngur usPond okPe s a nt r e nUl umulQur ’ a n,t e r u t a maBa pa kUs t a dzUj a ng Saepudin, S.Pd.I dan adik-adik santri yang selalu membantu penulis dalam proses terjelmanya skripsi ini, terutama untuk Dede Kobong, Saleh Sandriana, Isan, Ira, Ikal, Ijal, Ilal. 12. Teman- teman kos-an 87 yang pernah bikin film dokumenter, Abdul Manaf, Ginanjar, dan Pak Dukun, Hilman, de-el-el, canda tawa kalian semua selalu memberikan semangat bagi penulis dalam mengarungi hari-hari di kos-an. Terutama untuk Bapak Ibrahim beserta Ibu Pemilik Kos yang senantiasa memberikan fasilitas kamar untuk penulis. 13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan serta partisipasi positif dalam proses terjelmanya skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan tuntas. viii 14. Sahabat karib diskusiku di bangku kuliah PPI kelas B, Wahyu, Ramdhan, Manaf, Agus, Ajid, Susan, Adi, kuharap tali silaturahmi kita tidak putus 15. Semua sahabat dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis serahkan, semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik., Amin ya mujibassailin Jakarta, 13 Juli 2006 Penulis ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… i HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………… iv HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN....................................................... v KATAPENGANTAR………………………………………………………………… vi PEDOMAN TRANSLITERASI.................................................................................. x DAFTAR ISI………………………………………………………………………… xi BAB BAB I II PENDAHULUAN…………………………...……………………… . .1 . A. Latar Balakang Masalah……………………………………… . .1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………… 10 C. Tujuan Penelitian………………………………………………… 10 D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan………………………… 11 E. Sistematika Penulisan…………………………………………… 12 DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI……………… 14 A. Biografi Abu al-A’ l a al-Maududi………………………………… 14 B. Posisi Abu al-A’ l a al-Maududi dalam Kancah Pemikiran Politik Islam……………………………………………………………… xi 23 C. Karya-karya Abu al-A’ l a al-Maududi…………………………… 26 1. Risalah Intelektual Abu al-A’ l a al-Maududi……………. . 26 2. Karya-karya Abu al-A’ l a al-Maududi…………………… BAB III 29 ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK ABU AL’ ALA AL-MAUDUDI…………………………………………….… 30 A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’ l a al-Maududi………………… 30 B. Ijtihad Al-Maududi Dalam Pemikiran Politik Islam………….… 1. Konsep Theo-Demokrasi…….…………………………… … 33 33 2. Khilaf a h‘ Al aMi n haj al-Nubuwwah……………………… 37 3. Pa nda ng a nt e n t a ngNe ga r aI s l a m…………. ……………… 39 BAB IV PEMIKIRAN POLITIK ABU AL A’ LA AL-MAUDUDI DAN DALAM IMPLEMENTASINYA KEHIDUPAN KONTEMPORER………………………………………………. …… A. Negara dan Pemerintahan………………………………………… . 45 45 1. Kepala negara dan pemilihannya…………………….…… 47 2. Penguasa dan Persyaratannya………………… . ………… 50 3. Lembaga Negara Islam dan Fungsinya………….……… 57 4. Konsep Islam mengenai Kedaulatan…………….……… 62 5. Kewarganegaraan…………………………………… . … 64 xii B. Relevansi Pemikiran Politik al-Maududi dengan masa Depan Pemikiran Politik Islam………...………………………………. .. 69 C. Telaah Kritis……………………………………………………… 71 1. J ama’ ata lI s l ami ; Revolusi Damai……………………… 71 2. Gerakan Revolusi ....................................………………… 78 BAB V PENUTUP……………………………………………………………… 82 A. Kesimpulan ……………………………………………………… 82 B. Saran-Saran…………………………………………………… . 83 DAFTARPUSTAKA………………………………………………………………… 84 xiii BAB I 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari kacamata teori politik modern atau teori politik sekuler, teori politik Islam seperti yang dikembangkan oleh Maududi kelihatan unik, bahkan mungk i n“ ga nj i l ” .Keunikan atau katakanlah keganjilan teori politik Maududi terletak pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan (souverenitas) ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi dalam tatanan sistem politik modern pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam kenyataannya, kata-k a t a” kedaulatan rakyat” s e r i ng k a l i menjadi kata-kata kosong karena partisipasi rakyat dalam kebanyakan negara demokrasi hanyalah dilakukan empat atau lima tahun sekali dalam bentuk pemilu, sedangkan kendali pemerintah sesungguhnya berada di tangan sekelompok kecil penguasa yang menentukan seluruh kebijaksanaan dasar negara. Sekelompok penguasa itu bertindak atas nama rakyat, sekalipun sebagian pikiran dan tenaga yang mereka kerahkan bukan untuk rakyat, tetapi hanyalah untuk melestarikan kekuasaan yang mereka pegang dan untuk mengamankan vested interests mereka sendiri. Tampaknya Maududi s a ng a t me ma ha mi pr a kt e k“ kedaulatan rakyat” sebagaimana yang dikemukakan oleh teori demokrasi. Siapapun yang sedikit mendalami praktek demokrasi memang akan menyadari bahwa yang paling sering berlaku adalah hukum besi oligarki (the iron law of oligarchy), yaitu bahwa 2 sekelompok penguasa saling bekerja sama untuk menentukan berbagai kebijaksanaan politik, sosial dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana sesungguhnya aspirasi rakyat yang sebenarnya. Juga tidak boleh kita lupakan bahwa kelompok oligarch tersebut, yang berkuasa atas nama rakyat, selalu berusaha memperpanjang, bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan yang dipegangnya dengan selubung ideologi tertentu, dengan dalih konsensus nasional dan tindakantindakan semacam, dan pada saat yang sama para oligarch tersebut memojokkan setiap oposisi yang menentang legitimasi pemerintahannya dengan tuduhan-tuduhan subversi dan disloyalitas pada Negara. Di samping itu Maududi juga pasti sangat memahami bahwa suara mayoritas yang biasanya menentukan dalam sistem demokrasi, dapat menjurus kepada kesalahan–kesalahan fatal, karena mesin propaganda yang digerakan oleh pemerintah dapat saja menceritakan suara mayoritas 1 y a ng“ t e l a hd i a t ur ” . Itulah sebabnya mengapa Maududi tidak bergairah menyetujui demokrasi seperti yang dipraktekkan oleh kebanyakan negara modern, yang ternyata sistem politik yang dianggap modern itu gagal menciptakan keadilan sosio-ekonomi, sosiopolitik dan juga keadilan hukum. Jurang lapisan kaya dan lapisan miskin tetap menganga lebar, hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai pada formalitas empat atau lima tahun sekali dan, dalam prakteknya, yang memperoleh perlindungan hukum hanyalah mereka yang datang dari lapisan atas, sedangkan bagi rakyat kebanyakan, 1 Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan: 1984), cet. ke- I. h.20 3 rule of law tetap merupakan selogan kosong tanpa dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari dalam negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi (seperti misalnya negara –negara Barat yang mengagungkan demokrasi), bahkan juga negaranegara marxis yang menyebut dirinya sebagai demokrasi rakyat (pe op l e ’ s democracy).2 Penolakan Maududi terhadap teori kedaulatan rakyat bukan terutama berdasarkan bukti-bukti praktek demokrasi terlalu sering menyeleweng, namun terutama berdasar pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran yang menunjukan bahwa otoritas dan souverenitas tertinggi ada di tangan Tuhan. Di samping itu Tuhan sajalah yang berhak memberikan hukum (law-giver) bagi manusia. Manusia tidak berhak menciptakan hukum, menentukan apa yang boleh (halal) dan apa yang terlarang (haram). Hukum di sini berarti norma-norma dasar bagi penciptaan masyarakat yang adil dan sejahtera. Bukan hukum-hukum administratif atau hukumhukum lalu lintas dan lain sebagainya. 2 Maududi secara meyakinkan telah menunjukan kelemahan teori kedaulatan rakyat seperti yang dipraktekkan dalam demokrasi sekuler Barat. Di atas telah diterangkan bahwa sebagian besar rakyat tidak ikut dalam proses pemerintahan dan legislasi atau pembuatan hukum karena secara teoretis mereka telah mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para wakil rakyat lewat sistem pemilihan umum. Para wakil rakyat membuat dan memberlakukan hukum atas nama rakyat. Akan tetapi karena politik dan agama telah dipisahkan sama sekali sebagai akibat sekularisasi, masyarakat pada umumnya dan mereka yang aktif dalam bidang politik pada khususnya tidak lagi menganggap penting moralitas dan etik. Di samping itu mereka yang dapat mencapai puncak-puncak kekuasaan dalam negara biasanya adalah orang-orang yang berhasil mempengaruhi massa rakyat lewat tekanan kekuasaan, propaganda palsu atau uang. Dalam kenyataannya, para pemimpin ini bekerja dan berjuang bukan untuk kesejahteraan rakyat yang telah memilihnya, namun pertama-tama dan terutama untuk kepentingan kelompok atau kelasnya (sectoral or class interest) dan tidak jarang para pemimpin ini memaksakan kehendaknya kepada rakyat di negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi sekuler ( Inggris, Amerika, dan lain-lain.) yang dianggap sebagai surga demokrasi sekuler. Lihat Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h. 26-27 4 Tuntutan untuk menggali kembali landasan konsep hak-hak asasi manusia yang kelak menjadi dasar demokrasi, telah kembali menjadi wacana praksis yang terus menerus. Abu al-‘ Al a Al-Maududi, salah seorang pemikir terbesar dari dunia Islam dan pakar yang sangat besar pengaruhnya terhadap rakyat di berbagai penjuru, telah membahas masalah ini dalam konteks pedoman Tuhan yang terkandung dalam ’ a nda nSunnah melalui koridor bukan Demokrasi melainkan Theo-Demokrasi.3 Qur Namun sebenarnya, Al-Maududi menyimpan sebuah proyek raksasa, yang merupakan sebuah keinginan untuk mengimplementasikan pemikirannya, yang pada muaranya menjelma dalam koridor Negara Pakistan melalui J ama’ atalI s l amy . Hal ini yang mendorong Maududi mencari solusi sosio politik menyeluruh yang baru, untuk melindungi kaum muslimin. 4 Al-Maududi dalam formula strategi implementasi pemikiran politiknya s e r i ng ka l ime mpe r guna ka ni s t i l a h“ Revolusi“unt ukme nunj uka npe r ub a ha nr a di ka l yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukan pilihannya kepada proses 3 Abu a l‘ Al a al Maududi menciptakan istilah theo-demokrasi untuk menyimpulkan konsep politik dan pemerintahan dalam Islam. Secara esensial, theo-demokrasi Islam itu berarti bahwa Islam memberikan kadaulatan kepada rakyat, akan tetapi kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat terbatas dibawah pengawasan Tuhan, atau a limited popular soverignty under the suzerainty of God seperti diistilahkan ol e hAb ua l‘ Al a .Ma ududi ,Khilafah dan kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h.24 4 Sisa terakhir pemerintahan Muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan Muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintah saat itu, namun tidak digubris.Thariq Ramadhan, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr sampai Nasr dan Qardhawi, (Jakarta : PT Mizan Publika), h. 228 5 atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan revolusioner yang modern untuk mencapai tujuan mereka. Dalam studi kritis tentang Revolusi Perancis, Revolusi Rusia dan Revolusi Musthafa Kemal di Turki, Al-Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner dari Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan revolusioner kontemporer adalah dugaan bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu perubahan radikal untuk kebaikan akan tercapai. Gerakan revolusioner Barat di atas menurut Al-Maududi temasuk gerakan yang sifatnya jahiliyah. 5 Islam menurutnya berusaha untuk membawa revolusi total dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan petunjuk Tuhan. Revolusi ini mulai dengan memberikan manusia serangkaian kepercayaan, pandangan hidup, konsepsi realitas, skala baru dari nilai-nilai, keterikatan moral yang segar, dan transformasi motivasi dan pribadi. Ini membuka proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian perubahan dalam kehidupan individu, yang membawa 5 individu itu mengembangkan masyarakat imani. Maududi mempergunakan istilah Jahiliyah sebagai antitesis terhadap Islam. Ia memperghunakan istilah itu untuk menunjuk semua pandangan dunia dan sistem berfikir, kepercayaan dan perbuatan yang menolak kekuasaan Allah dan petunjukNya. Lih Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998), h.254 6 Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha untuk membawa perubahan sosial pada arah yang dikehendaki. 6 Usaha ini bermaksud untuk membina kembali kehidupan manusia secara utuh dan membawa kepada berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, kepada penegakkan orde baru, suatu orde yang dalam bentuk idealnya disebutkan oleh AlMaududis e ba g a i“Khilaf a h‘ al a Minhaj Al-Nubuwah”y a kn ik e k hi l a f a ha na t a spol a ke-Nabi-an, dan menjadi pola yang ideal dari orde sosial politik, di mana umat Muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian dan kedisinian. 7 Situasi dewasa ini dalam pandangan Al-Maududi, bahwa masyarakat Muslim berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah saw yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafaur Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan dari khilafah kepada monarkhi, dengan akibat-akibat perubahan yang penting pada peranan agama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan sadar atau tidak sadar pemisahan antara agama dan politik pun terjadi. 8 6 Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h. 39. 7 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998) h.255 8 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 33-35 7 Al-Maududi telah berusaha sekeras-kerasnya untuk mengembangkan program komprehensif yang akan mengubah dunia menjadi suatu masyarakat dan negara Islam yang ideal. Organisasi yang ia pimpin, Jama’ atalIslami merupakan alat utama yang dengan itu ia berusaha untuk melaksanakan program raksasa ini. Sebelum membahas rencana itu, tampaknya merupakan suatu keharusan untuk memahami dasar-dasar pertimbangan gerakan Al-Maududi. Pertimbangan itu adalah bahwa kaum intelektual memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap masyarakat umat manusia terutama dalam masyarakat modern. Ia menekankan bahwa Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita sekarang ini, apabila manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas tentang tatanan Islam, orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual manusia dan mempunyai kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan memegang tampuk kepemimpinan.9 Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti yang luas, dan bisa juga dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu masyarakat, orangorang yang perbuatannya dicontoh orang lain dan kata-katanya diikuti. Secara luas mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka kebetulan juga mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang lebih efektif dalam kehidupan manusia. 9 Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhammad al Baqir, (Bandung Mizan 1996) h. 69-72 8 Pendekatan Al-Maududi mengenai perubahan dalam tatanan masyarakat Islam bisa diperoleh dengan perantaraan tajdid. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari tekad yang membaja, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Jiwanya adalah kreativitas. Ia memperoleh inspirasi dari cita-cita yang tinggi, sekalipun usaha itu sendiri harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh realisme, dan disertai dengan persiapan moral dan material yang penuh. 10 Hal ini melibatkan tiga langkah pendahuluan : Menganalisis situasi yang ada dalam hubungan dengan konflik antara Islam dengan jahiliyah dalam konteks waktu dan tempat. Penilaian yang jelas dan langsung tentang situasi itu merupakan suatu keharusan untuk mengetahui bentuk-bentuk jahiliyah, sumber-sumber darimana ia tumbuh, dan segi-segi yang sensitif di mana ketegangan dan konflik terdapat antara Islam dan jahiliyah. Sumber-sumber kelemahan dalam kehidupan Muslim kontemporer juga harus diteliti, dan diagnosis yang tepat harus dilakukan hingga orang dapat memperoleh kejelasan tentang penyakit utama yang diderita masyarakat muslim dalam suatu periode sejarah tertentu. Tujuan pokok dari usaha intelektual ini adalah untuk memperkukuh strategi yang didasarkan kepada analisis tersebut, hingga prinsip-prinsip Islam sekali lagi terlaksana dalam kehidupan muslim 10 Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h. 18. 9 Guna mempersiapkan strategi yang realistis adalah juga penting untuk meneliti sumber-sumber yang terdapat dalam periode tertentu. Adalah hanya dalam evaluasi sendiri dan penelitian yang hati-hati terhadap sumber-sumber mental, moral dan material yang ada, maka rencana untuk kebangkitan Islam kembali bisa dilakukan. Usaha itu harus memanfaatkan cara-cara dan jalan yang paling efektif untuk mencapai tujuan proyek raksasa tersebut. 11 Pada titik ini, kita bisa melihat bahwa Al-Maududi telah berhasil menempatkan kajian Islam pada dimensi epistemologis dan ideologisnya. Keduanya terkait erat dengan corak Fundamentalisme sebagai faktor pembentuknya. Dan hal inilah yang menurut penulis sangat perlu dibahas berkaitan dengan pola dan formula pemikiran politik Islam yang disodorkan al-Maududi yang bisa jadi menambah khasanah pertimbangan sistem politik yang berkembang saat ini. Namun demikian, Al-Maududi telah memberikan kontribusi besar bagi munculnya kajian-kajian kritis atas Islam, khususnya melalui temuan-temuan metodisnya. Karena itu, para pemikir muslim pasca dirinya bisa mengambil pelajaran s e k a l i g usme l a k uk a nkont e ks t ua l i s a s ia t a s“ simbiosis mutualistik”a nt a r aI s l a m da n budayanya masing-masing. 11 h.256 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998) 10 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Fokus utama skrips ii nia da l a h“ I mpl e me nt a s iPe mi k i r a n Pol i t i kI s l a m Maududida l a m Di na mi k aPo l i t i kKont e mpor e r ” .Da l a m s kr i ps ii ni ,di r umus ka nke dalam beberapa sub masalah yaitu : (1) bagaimana corak dan konsep pemikiran politik Islam Maududi? (2) bagaimana Implementasi Pemikiran politik Maududi dalam kehidupan politik kontemporer ? (3) apa relevansi gagasan autentisitas AlAl a AlMaududi bagi masa depan pemikiran Islam dan dimana Posisi Abu al-‘ Maududi dalam kancah politik Islam? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini, secara khusus adalah mengangkat nilai lA’ l a al Maududi yang positif sejarah perjuangan tokoh Islam masa lalu yakni Abu a merupakan kontribusi positif atas percaturan politik kontemporer. Secara metodologis tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana corak dan konsep pemikiran politik Islam Al-Maududi. 2. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pola implementasi pemikiran politik Al-Maududi dalam menghadapi dinamika politik kontemporer 3. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi gagasan autentisitas Al-Maududi bagi masa depan pemikiran Islam dan sekaligus mengetahui dimanakah posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam 11 D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan Pembahasan mengenai Al-Maududi mempunyai keterkaitan erat dengan dua macam disiplin ilmu yakni, Pertama, menyangkut ilmu ketatanegaraan, dan kedua sangat berkaitan erat dengan ilmu Agama Islam, yakni berkenaan dengan wacana Pemikiran Politik Islam. Dalam pembahasan, kedua pendekatan keilmuan itu dituangkan secara terpadu, hingga pembahasannya menjadi terfokus. Lingkup pembahasan diarahkan sekitar pembentukan nalar politik Al Maududi yang berkaitan dengan karakter dasar pemikiran Al-Maududi, kebijakan politiknya, situasi dan kondisi politik pada masa itu, serta kondisi lingkungan yang ada pada waktu itu. Berdasarkan hal tersebut, sebagaimana telah dirumuskan dalam pembatasan masalah, maka masalah pokok tersebut akan diuraikan dengan membahas corak dan konsep politik Islam Al-Maududi, implementasi pemikiran politik AlMaududi, relevansi gagasan Al-Maududi bagi masa depan politik Islam dan Posisi Abu al-‘ Al a Al-Maududi dalam kancah politik Islam. Pada akhir pembahasan akan dirumuskan kesimpulan yang bersifat menjawab masalah pokok di atas setelah terlebih dahulu dikemukakan isi pembahasan. Penelitian terhadap masalah dilakukan melalui library research. Literatur sejarah yang mencatat perjuangan gerakan politik Al-Mududi dijadikan sumber utama, terutama sekali yang lebih fokus membahas pemikiran dan gerakan Al-Maududi seperti bukubuku karya Al-Maududi serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Buku-buku yang membahas politik dan ilmu hukum, juga dijadikan sumber 12 komplementer dalam penelitian. Buku-buku tulisan orientalis pun dipakai sebagai bahan serta data yang bersifat komparatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang fokusnya adalah analisa dan pemberian makna data. Metode yang akan digunakan untuk membahas berbagai aspek pembahasan adalah metode deskripsi. Metode deskripsi digunakan untuk menguraikan kondisi politik Islam pra Al-Maududi hingga terciptanya gagasan Al-Maududi di Pakistan ama’ a talI s l ami . Juga digunakan metode melalui organisasi yang dipimpinnya yaitu J induktif yakni ketika menguraikan gagasan utama dari Al-Maududi. Dengan melalui metode induktif segala makna yang terkandung pada materi penelitian diangkat menjadi sebuah kesimpulan dari wacana penelitian E. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan bab per bab, kemudian dijelaskan dalam sub-sub bab tema pembahasannya. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut: Bab pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri atas sub-sub bab yang menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan. Bab kedua penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang Abu al- A’ l a AlMaududi ”ya ngme l i put ibi og r a f i ,ba i ky a ngbe r s i f a tpr i ba dima upuns o s i a l .Ba bi ni 13 juga membahas risalah intelektualnya dan karya-karya Al-Maududi sejauh terkait dengan gagasan politiknya Bab ketiga penulis menjelaskan tentang anatomi dan kerangka pemikiran politik Abu al-A’ l a al-Maududi yang meliputi dasar pemikiran politiknya dan juga ijtihad Abu al-A’ l a al-Maududi dalam pemikiran politiknya. Bab keempat merupakan inti pembahasan tentang Pemikiran Politik Islam Al-Maududi. Bab ini merupakan evaluasi kritis penulis atas pemikiran Al-Maududi, s e k a l i g uspr oye kb e s a r ny a “ I mpl e me nt a s iPe mi ki r a nPol i t i kI s l a m” .Eva l ua s ii ni terdiri atas kritik konsep pembaharuannya tentang sistem kenegaraan Is l a m‘ theodemokrasi’s e ka l i g u se k s pl i ka s ia t a sdi me ns ii d e ol og i sda npr a k s i sda r ipe mi ki r a nAl Maududi kemudian menimbang relevansi gagasan pembaharuan tersebut bagi masa depan pemikiran Islam dan posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam. Bab kelima merupakan penutup yang berisi dari masalah yang dibahas dan disertai saran-saran ihwal studi lebih lanjut tentang Implementasi Politik Islam dalam pemikiran Abu al-A’ l a Al-Maududi. 14 BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI A. Biografi Abu al-A'la al-Maududi Sayyid1 Abu al-A'la Al-Maududi merupakan salah seorang pemikir dan perombak sosial terbesar dalam dunia Islam. Beliau dilahirkan di Aurangabad (Hiderabad, Deccan, India), pada tanggal 25 September 1903 dan memulai karier kemasyarakatannya sebagai seorang wartawan pada tahun 1920.2 Ayah Abu al-A'la al-Maududi, Ahmad Hasan yang dilahirkan pada tahun 1855 M di Delhi, berasal dari keluarga terhormat yang silsilah keturunannya dapat ditelusuri sampai kepada Nabi Muhammad Saw Keluarga Abu al-A'la al•Maududi telah mempunyai tradisi kepemimpinan spiritual yang terkenal sejak lama karena sebagian besar dari nenek moyangnya merupakan pemimpin dari tarekat-tarekat yang terkemuka. Nenek moyang Abu al-A'la al-Maududi datang ke anak benua Indo-Pakistan sejak lahir abad ke - 13 H atau abad ke 15 M. Sedangkan Ibu Abu al-A'la al-Maududi yang bernama Sayyidah Ruqayyah, adalah putri bungsu dari Mirza Qurban Ali Bik. Mirza adalah keturunan Turki dan berprofesi sebagai tentara, di samping sebagai pujangga dan sastrawan. 3 1 Sayyid artinya Tuan; nama gelar kehormatan atau sebutan kepada orang Arab keturunan Nabi Muhammad saw. Lih. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta :Balai Pustaka, 1995). h. 885 2 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.6 3 Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.102 15 Nama Maududi memang dikenal luas baik dikalangan orang-orang Islam maupun kalangan orang-orang di luar Islam. Di antara mereka ada yang memuji dan tidak sedikit pula yang mencibir keilmuan beliau. Guru pertama Maududi adalah ayahnya sendiri yang pernah berprofesi sebagai pengacara yang taat beragama. Ayahnya, Ahmad Hasan, sendiri pernah belajar di Universitas Aligarh, 4 (Universitas yang ditujukan untuk meneruskan perjuangan Sayyid Ahmad Khan)5 tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena pola pendidikan di Universitas tersebut sangat kebarat-baratan. Ketika dia menjalankan profesinya sebagai pegacara, dia sangat teliti dalam memilih pelanggannya. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak Islami dan hati nuraninya sehingga dia ditinggalkan oleh para pelanggannya. Dengan demikian berhentilah dia dari profesi tersebut. Setelah itu beliau hanya memusatkan pada pengajaran dan pendidikan anaknya. Maududi memulai pendidikanya di rumah sampai tamat tingkat dasar. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar tersebut, dia melanjutkan studinya di madrasah Fauqaniyah yang memadukan pendidikan modern barat dengan pendidikan Islam tradisional. Dia 4 Aligarh adalah gerakan yang merupakan kelanjutan dari usaha pembaruan Sayyid Ahmad Khan di bidang Pendidikan. Didirikan pada tahun 1875 di Aligarh, India dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan di kalangan umat Islam. Gerakan ini muncul setelah meninggalnya Sayyid Ahmad Khan tahun 1988. lembaga ini dikembangkan dan namanya kemudian diganti dengan “Moha mmad e nAngl o-Or i e n t alCol e g e ”( MAOC ), kemudian namanya berubah lagi diganti dengan “ Uni v e s i t yo fAl i ga r h”. Universitas ini dikenal sebagai pusat gerakan pembaruan Islam di India. Lihat : Ha s a nMu’ a r i fAmba r y( e t . a l)Esiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.120 5 Sayyid Ahmad Khan ( w. 1898 ) tokoh reformer dan modernis berkebangsaan India yang menyerukan agar bangsa India mengambil ide-ide dari Barat. Beliau mendirikan “Mohammade n Anglo-Or i e nt alCol e ge ” yang kemudian diganti namanya menjadi “Uni v e r s i t a sAl i gar h“ ,Ha s a n Mu’ a r i fAmb a r y( e t . a l )Esiklopedi Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h.213 16 dikenal sebagai seorang anak yang cerdas, dan menyelesaikan pendidikannya tepat pada waktunya dengan mendapatkan ijazah Maulawi 6 Selanjutnya Maududi berkeinginan untuk memasuki perguruan tinggi, tetapi keadaan ekonomi dan kesehatan ayahnya yang semakin memburuk menyebabkannya tidak bisa mewujudkan cita-citanya tersebut. Akhirnya Maududi ikut berpindah bersama ayahnya ke Hyderabad, dimana dia dapat melajutkan pendidikannya di Dar al-Ulum, di Deoband, suatu lembaga yang banyak mencetak ulama-ulama kharismatik di India pada masa itu. Pendidikan Maududi hanya berlangsung selama enam bulan karena harus merawat ayahnya yang akhirnya meninggal dunia. Meskipun pendidikan formal Maududi terhenti, dia terus menerus belajar sendiri untuk menambah ilmu. Hal ini bisa terjadi karena didukung oleh kemampuannya dalam menguasai beberapa bahasa asing. Selain menguasai Urdu sebagai bahasa Ibunya, Maududi juga memahami dengan baik bahasa Arab, Persia7 dan Inggris. Dengan berbekal bahasa tersebut, dia mampu menerima pelajaran dan bimbingan dari ulama-ulama yang berkompeten. 8 Setelah pendidikan formal Maududi terputus, dia menjadikan jurnalisme sebagai mata pencahariannya. Pada tahun 1918, dia telah menyumbangkan 6 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 159 7 Persia adalah bahasa yang digunakan oleh warga Iran. Merupakan bahasa dari etnis Persia dan merupakan etnis terbesar yang ada di Iran ( 63 % ), lihat : Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1986 ) cet ke-1, h.172 8 Dengan kemampuannya berbahasa Arab, dan Urdu dengan baik pada usia empat belas tahun, dia sudah bisa menerjemahkan Al-Mi r ’ a tAl -Jadidah (wanita modern) karya Qasim Amin, dari bahasa Arab ke Urdu., Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.103 17 tulisan- tulisan kepada surat kabar setempat yang berbahasa Urdu. Pada usia tujuh belas tahun, beliau menjadi redaktur harian Taj, Jabalpur dan kemudian redaktur al-Jami'ah, Delhi , satu di antara surat kabar Muslim India abad ke 19-20 yang paling populer. Tahun 1929, saat beliau berusia dua puluh enam tahun, beliau menerbitkan karyanya yang cemerlang dan monumental, al-Jihad fi al-lslam (Perang Suci dalam Islam). Buku ini belum pernah terdapat sebelumnya dalam literatur Islam dan tiada bandingannya sekalipun dalam bahasa Arab. Belakangan Abu al-Ala al-Maududi pindah dari Delhi ke Hyderabad (Deccan) dan pada tahun 1932 mulai menerbitkan Tarjuman al-Qur'an jurnal bulanan yang dipersembahkan guna kebangkitan Islam. Jurnal ini telah memelopori kebangkitan kembali kaum elit terpelajar India. 9 Pada tahun 1937, Dr Muhammad lqbal 10 menulis surat kepada Abu al-A'la al Maududi untuk pindah ke Punjab dan bekerja sama dengannya dalam karya riset raksasa rekonstruksi dan kodifikasi yurisprudensi Islam. Korespondensi ini diikuti dengan dua perternuan antara kedua tokoh tersebut. Akhirnya diputuskan babwa Abu al-A’ l a al-Maududi harus pindah ke Punjab dan memimpin suatu lembaga riset Islam Dar al-Islam. Abu al-A'la al-Maududi meninggalkan Hyderabad dan tinggal di Punjab pada bulan Maret 1938. Akan tetapi takdir menentukan lain, Dr. Muhammad 9 Buku Tarjuman Al-Qur ’ an merupakan buku yang mendapatkan sambutan hangat dari kaum Muslim sekaligus menegaskan bahwa al-Maududi merupakan tokoh yang sangat dihormati karena keluhuran intelektualnya, Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.106 10 Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1876 ( 1291 H ) dari keluarga golongan menengah Punjab, India. Pergi ke Lahore untuk meneruskan studinya hingga maraih gelar Master. Usia 29 tahun ia melanjutkan studinya di bidang filsafat Universitas Cambridge, Inggris. Dua tahun kemudian melanjutkan studinya di Munich Jerman Barat dan meraih gelar Ph.D. tesisnya yang terkenal adalah The Development of Metafisich in Persia, lihat : Harun Nasution (et al), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djembatan, 1992 ) cet ke-1, h.933 18 lqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan meninggalkan tugas yang maha berat yang seharusnya digarap bersama. Oleh karena itu Maududi terpaksa pindah meninggalkan Punjab untuk kemudian pindah ke Lahore, dimana dia menjadi staf pengajar pada Fakultas Ushuluddin di Islamiyah College tanpa bayaran.11 Setelah itu, tepatnya pada tahun 1948, Maududi pernah menyampaikan lima buah ceramah lewat Radio Pakistan, yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Islam bukan hanya di Pakistan melainkan juga di seluruh dunia. Ceramah tersebut mencakup lima bidang pokok dalam kehidupan umat Islam, yaitu bidang moral, politik, sosial, ekonomi dan spiritual. Kelima ceramah tersebut kemudian diterbitkan oleh Islamic Research Academy dalam bentuk buku yang diberjudul Islamic Way of Life.12 Di Lahore, Abu al-A'la al-Maududi juga bekerja selama hampir dua tahun sebagai Dekan Fakultas Theologi, Islamia College, Lahore, Tahun 1941 beliau mengorganisasikan Gerakan Renaisans 13 J a ma ’ a ta l -Islami 14 dan terpilih sebagai ketuanya. Setelah pembagian India - Pakistan, beliau mencanangkan gerakan 11 Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’ l a al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, (Bandung: Risalah, 1984 ), h.5 12 Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’ l a al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, (Bandung: Risalah, 1984 ), h.16 13 Gerakan Renaisan adalah gerakan pembangunan dan pengembangan kembali keilmuan untuk menghadap masa depan. Lihat : Anton M. Moelyono dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1988 ) , cet ke-1, h. 741 14 J ama’ atal -Islami adalah partai revivalis Islam di Pakistan. Organisasi ini merupakan salah satu gerakan Islam tertua dan paling berpengaruh dalam perkembangan revivalisme Islam di seluruh dunia Islam umumnya dan di Pakistan khususnya. Organisasi ini didirikan di Lahore, Pakistan pada tanggal 26 Agustus 1941. Dalam format besarnya, Ja ma ’ a ti n id i be n t u ku nt u kme ny a i n giLi g aMu s l i m dalam memimpin gerakan di pakistan, khususnya setelah resolusi Lahore tahun 1940 yang diusulkan oleh Liga Muslim untuk menciptakan negara Muslim yang terpisah dari India, lihat : Jhon Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 42 19 Konstitusi Islam dan Jalan Kehidupan Islam, kemudian Beliau ditahan pada tanggal 4 Oktober 1948. Setelah dua puluh bulan dalam penjara, beliau dibebaskan pada bulan Mei 1950. Sekali lagi, pada tahun 1953 beliau divonis mati dengan tuduhan menulis selebaran gelap yang sebenarnya tidak terlarang. Vonis ini diremisi menjadi hukuman seumur hidup, yang berarti kurungan ketat selama empat belas tahun. Tanggal 28 April 1955 dengan keputusan Mahkamah Agung beliau dilepaskan. Sekali lagi, pada tanggal 6 Januari 1964 beliau ditahan untuk ketiga kalinya, ketika Jama’ at al Islami dilarang oleh Ayub Khan,15 tanggal 9 Oktober 1964, beliau dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Punjab. Keempat kalinya, beliau ditahan pada tanggal 29 Januari 1967 karena menentang rezim Ayub Khan untuk merayakan Idul Fitri sebelum ru'yah al-hilal. Akibat adanya petisi tertulis, pemerintah membebaskan Abu al-A'la al Maududi setelah 2,5 bulan ditahan pada tanggal 15 Maret 1967. 16 Abu al-A’ l a al-Maududi mulai menulis karyanya Tafhim al-Qur'an (Ke Arah Pemahaman al-Quran) pada bulan Februari 1942. Ini merupakan karya paling revolusioner dan mengejutkan di zaman itu. Buku ini diselesaikan enam jilid setelah memakan waktu tiga puluh tahun empat bulan, tepatnya selesai pada tanggal 7 Juni 1972. Tafsir yang ditulis Maududi ini merupakan yang terbesar yang dipersiapkannya selama tiga puluh tahun. Ciri-ciri utama tafsir ini adalalah menyajikan arti dan risalah al-Qur'an dengan berbagai problema sehari-hari, baik secara individual maupun 15 Ayub Khan (w.1969 ) adalah Jenderal Angkatan Bersenjata Pakistan, menjadi kepala negara tahun 1958. John Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung : Mizan. 2001), h. 116 16 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.7 20 secara kolektif maupun sosial. Dia berusaha menjelaskan ayat-ayat Allah dalam konteks pesan yang menyeluruh. Pada tahun 1937, dia mulai betul-betul memperhatikan soal-soal politik. Mulai tahun itu dia terlibat lebih mendalam dan langsung. Ketika itu, India telah mendekati titik-titik kemerdekaan setelah kira-kira 150 tahun dikuasai oleb kerajaan Inggris. Pada saat itu, pengaturan konstitusional masa depan India yang merdeka telah menjadi perdebatan berbagai partai di India yang menentang Inggris. Dalam keadaan seperti itu, Maududi menyadari akan bahaya besar yang akan mengancam eksistensi kaum Muslimin.17 Menurutnya, umat Islam India dan umat-umat lain, terutama umat Hindu, bukanlah bangsa yang sama. Dengan tegas dia menyatakan bahwa kaum Muslimin memiliki identitas dan kebangsaan sendiri, yaitu Islam. Lebih jauh lagi dia mengungkapkan bahwa kaum Muslimin bersatu bukan karena ikatan ras, 18 geografis, bahasa, kepentingan bersama, ekonomi atau budaya, melainkan karena komitmen mereka untuk mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka. Maududi menolak keras paham nasionalisme, 19 karena sangat merugikan dan memojokkan Islam. 17 Cha r l e sJAda ms ,“ Maududi dan Negara Is l a m”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo i c eofr e s ur ge n t I s l am”, (Jakarta : CV.Rajawali, 1987 ), cet ke-1 h. 115 18 Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik suatu rumpun bangsa. Lihat : Anton M. Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 729 19 Nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri yang dibatasi oleh suku, bangsa dan wilayah teritorial. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 610., Dengan runtuhnya Gerakan Khilafah pada tahun 1924, kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap Nasionalisme yang diyakininya saat itu karena dia berpendapat bahwa Nasionalisme menyesatkan orang Turki dan Mesir yuang menyebabkan mereka morongrong kesatuan Muslim dengan cara menolak imperium 21 Maududi menolak faham demokrasi 20 dan sekuler21 yang dinyatakannya sebagai faham yang bertentangan dengan agama. Dia menyerukan kaum Muslimin untuk tidak berjuang atas faham-faham tersebut karena akan merugikan kelompok Muslim yang minoritas. Dia mendesak kaum Muslimin untuk tidak ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan yang dipimpin Kongres Nasional India dan para pendukung nasionalisme. Karena hal itulah, akhirnya Maududi memulai usaha pembaharuan Islam dengan mendirikan suatu organisasi, yaitu Jama'at al-Islami di Lahore pada bulan Agustus 1941, dan dia terpilih sebagai Amir (pemimpin) sampai tahun 1972. 22 Pada tanggal 28 Maret 1953, Maududi ditangkap dan dipenjarakan sehubungan dengan tulisannya yang berjudul “ The Qadiani Problems" Tulisan Maududi ini bertujuan untuk mendukung tuntutan rakyat yang menginginkan agar ‘ Ut s ma ni a hda nk e kha l i f a ha nMus l i m.Li h .Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.105 20 Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang segenap rakyatnya diberikan kesempatan untuk turut serta dipemerintahan dengan perataraan wakilnya. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 195., Adapun pernyataannya dengan faham demokrasi, dia melontarkan kritikan keras, karena menurutnya faham itu hanya akan menjadi tirani mayoritas. Jika kaum Muslimin menerima faham tersebut, mereka akan hancur dan kehilangan identitasnya.lihat Cha r l e sJAda ms ,“ Maududi dan Ne ga r aI s l am”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voi c eo f resurgent Islam, h. 115 21 Sekuler adalah faham kenegaraan yang menghendaki suatu kesusilaan atau budi pekerti tidak berdasarkan ajaran agama atau pemerintahan yang tidak mengikatkan ajaran agama sebagai landasan negara, Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), h. 797, Maududi mengkritik faham sekularisme karena suatu tatanan sosial tanpa agama tidak dapat diterima dan bertentangan dengan Islam. Dia menegaskan bahwa suatu sistem pemerintahan sekuler, secara teoritis akan mengambil sikap netral tersebut dalam prakteknya tidak akan pernah terwujud di India, Karena pemerintah hanya akan bersikap sekuler terhadap kelompok-kelompok agama minoritas, yaitu tidak membantu ataupun menekan mereka dan sebaliknya akan membantu dan mendukung agama mayoritas. lihat Cha r l e sJAda ms ,“ Maududi dan Negara I s l am”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voi c eofr e s u r ge nt I s l am, h. 117 22 Cha r l e sJAda ms ,“ Maududi dan Negara Islam” ,d a l a m John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Vo i c eofr e s ur ge n t Islam, h. 119 22 orang-orang Qadiani harus diperlakukan sebagai kelompok minoritas, alias non-Muslim dalam Konstitusi Pakistan, tetapi pemerintah tidak menerima tuntutan tersebut bahkan Maududi dituduh oleh pemerintah sebagai penghasut. Berkaitan dengan peristiwa itu, Maududi oleh pengadilan darurat dijatuhi hukuman mati ditiang gantungan. Ketika mendengar vonis pengadilan itu, Maududi sedikit pun tidak be r g e t a r ,ba hk a ns e ba l i knyadi ab e r ka t a :“ Jika ajal saya telah tiba, tak seorangpun dapat mencegah saya darinya; dan jika ajal belum tiba, mereka tidak dapat menggiring saya ke tiang gantungan meskipun mereka menggantung diri mereka sendiri unluk menggantung saya".23 Karena desakan dan protes yang berdatangan dari umat Islam baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya pemerintah terpaksa mengubah keputusan dan menggantikannya dengan hukuman empat belas tahun penjara.24 Akan tetapi, pada tanggal 25 Mei 1955, Maududi dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tinggi karena undang-undang yang menyebabkannya itu ditahan telah dibatalkan.25 Meskipun sering dipenjara, perjuangannya tidak pernah terhenti demi tercapainya cita-citanya, yaitu tegaknya tatanan Islam di negara Pakistan. Dalam usianya yang semakin lanjut, Maududi selalu aktif dalam berbagai kegiatan untuk mewujudkan negara Pakistan yang bedasarkan al-Qur'an dan al Sunnah. Sebagaimana diketahui, perjuangan Maududi selama enam puluh tahun 23 Lihat Al Maududi dalam Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.3 24 Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’ l a al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, h. 27 25 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.52 23 berhenti ketika ayahnya tiba pada tanggal 23 September 1979, yaitu setelah dirawat beberapa hari di sebuah rumah sakit di kota New York. Akhirnya umat Islam telah kehilangan salah seorang pejuang gigih yang terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Kegigihan dan ketekunannya dalam menegakkan ajaran Islam ini telah menimbulkan semangat kepada orang-orang yang ditinggalkannya untuk terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam. B. Posisi Abu al-A’ l a al-Maududi Dalam Kancah Pemikiran Politik Islam Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat memperhatikan terhadap doktrin dan ajaran Islam, Maududi selalu berusaha untuk membangun paradigma pemikirannya berdasarkan al-Qur'an dan al-Sunnah. Seperti kita ketahui bahwa Abu al-A'la al Maududi termasuk ulama yang berpikiran fundamentalis, yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna. Dalam hal ini Munawir Sadjali dalam analisisnya berpendapat bahwa terdapat tiga aliran dalam umat Islam tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa : 24 1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Didalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat. 2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad saw dan nempat al-Khulafa al-Rasyidin. Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan yang paling vokal adalah Maulana Abu a lA’ l a al Maududi. Aliran Kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur; dan Nabi tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini antara lain Ali Abd Raziq dan Dr. Thaha Husein. Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang seba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya 25 mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini yang terhitung cukup menonjol adalah Dr, Mohammad Husein Haikal, seorang pengarang Islam yng cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan Fi Manzil al-Wahyi26 Dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa dalam hal ini al-Maududi termasuk pada tokoh yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang kaffah dan Univarsal yang di dalamnya terdapat berbagai aspek aturan kehidupan termasuk dalam hal ketatanegaraan. Di negaranya, Maududi sering sejalan dengan pandangan ulama konservatif hingga hal itu menimbulkan kesan seolah-olah dia adalah seorang konservatif. Beliau sendiri menyatakan bahwa tidak ada ijtihad selain yang telah dijelaskan dalam nash syari'ah. Maududi mengakui keabsahan metodologi hukum Islam yang dikembangkan oleh para imam yang mendirikan madzhab. Maududi sering berbeda pendapat dengan kaum modernis dalam setiap pemahamannya, meskipun kaum modernis menyerukan untuk kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta menganjurkan ijtihad. 27 Sebagaimana pola pemikiran kaum fundamentalis yang lain, Maududi berpaling kepada masa lampau sedang kaum modernis memandang ke masa depan. 26 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 1-2 27 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.53 26 Kedua kelompok itu mengklaim sebagai pembaharuan mereka berbeda. Kaum reformis atau pembaharu, fundamentalis termasuk tetapi Maududi mengusahakan agar Islam pada masa klasik dapat diterapkan kembali. Dengan de mi ki a n,ke l ompoki nil e bi hc oc okd i s e buts e ba gi“ pe mur ni ’ ”da r i pa dape mba ha r u, sedangkan yang merupakan pembaharu adalah kaum modernis. 28 Jadi dalam hal ini ini kita bisa mengambil gambaran bahwa posisi al-Maududi dalam dinamika politik saat itu berada pada posisi ~atau bisa kita sebut sebagai tokoh~ Fundamentalis. Akan tetapi terdapat pula perbedaan antara Maududi dengan pemikiran kaum fundamentalis yang lain. Hal ini dikarenakan Maududi telah melakukan pembaharuan dalam bidang kenegaraan. Di bidang ini, terdapat beberapa konsep Maududi yang membedakannya dengan kaum konservatif maupun dengan kaum modernis. Misalnya konsep kedaulatan Tuhan dalam negara Islam. Pemahaman ini memunculkan faham theo-demokrasi, yaitu kekuasaan Tuhan berada ditangan umat Islam yang melaksanakannya sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. Dalam konsep khilafah, Maududi berpendapat bahwa bukan hanya kepala negara yang menjadi khalifah, melainkan semua orang baik laki-laki maupun perempuan. C. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi 1. Risalah Intelektual Abu al-A’ l a al-Maududi Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat produktif dalam menghasilkan karya-karya besar khususnya bagi pembaharuan dunia pemikiran Islam. Maududi 28 Harun Nasution, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, ( Jakarta: UI Press, 1989 ), h. 96 27 juga aktif dalam berbagai pergerakan yang merupakan manifestasi dari setiap buku yang berhasil ia buat. Adapun buku-buku yang berhasil ia buat meliputi berbagai disiplin ilmu, yaitu: tafsir, hadits, hukum, teologi, filsafat, sejarah dan berbagai bidang ilmu lainnya. Dalam mempelajari risalah pemikiran Maududi tidak bisa dihilangkan kh a s a n a hs e j a r a hpe mi ki r‘ J a ma l ud i na lAf gha ni ’y a ngme nj a dit okohu t a maya ng memancarkankan bias difergen pemikiran Islam. Beliau salah satu tokoh yang menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad kesembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak, dan peniruan membabi buta terhadap Barat di lain pihak, Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam, yang menekankan kualitas yang diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan akal, aktivisme politik, serta kekuatan Islam, Afghani mampu dan mempengaruhi kaum Muslim, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh mereka yang hanya meminjam gagasan Barat begitu saja. Karena seringnya dia melakukan perjalanan, khususnya ketika berada di Mesir dan India, dua wilayah yang menjadi perintis pembaruan Islam, maka tidak bisa dipungkiri juga bahwa Maududi pun terinspirasi oleh pemikiran murni dan hegemonik dari Afghani. Maududi tidak pernah mempelajari secara teknis dalam masalah ilmu-ilmu sosial, tetapi dengan ketekunannya dalam membaca berbagai buku yang membahas 28 berbagai disiplin ilmu tersebut disamping terus mengamati keadan dan kondisi masyarakat Islam serta perubahan yang dialaminya. Maududi dianggap sebagai pembaharu besar yang dapat disejajarkan dengan Hasan al-Banna29 di Mesir, 31 Muhammad Natsir30 d iI ndone s i a ,Al iSy a r i ’ a t i dan Mehdi Bazargan 32 di lran dan masih banyak lainnya. Dalam menentukan pijakan berfikirnya beliau selalu menyandarkan perhatiannya kepada al-Qur'an dan Hadits yang shahih. Seperti halnya para mujtahid yang lain, beliau menjadikan ijma (konvensi) dan qiyas (analogi) kerangka awal dan pijakan berpikirnya. Uraian-uraian diatas, dapat diketahui betapa besarnya peranan yang dimainkan oleh Maududi, baik dalam percaturan sosial politik maupun dalam pembaharuan pemikiran keagamaan baik dinegaranya maupun di dunia Islam pada umumnya. Hal ini dapat kita lihat dengan karya-karya beliau baik melalui buku yang beliau tulis sendiri atau hasil ceramahnya yang kemudian dipublikasikan oleh orang lain. 29 Hasan al-Banna (1906-1949 ) adalah pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir, lahir di Mahmudiyah Iskandariyah, Mesir. Lihat : Jhon L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 234 30 Muhammad Natsir (1908-1993 ) adalah cendikiawan, penulis, dan politikus Islam. Seorang nasionalis yang keras dan idealis Muslim yang konsisten dengan ajaran Islam. Natsir berpendapat bahwa kembali kepada tradisi Islam klasik yang intelektual dan mengacu kepada kitab suci merupakan langkah kunci untuk modernisasi masyarakat Muslim. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h.276 31 Al iSy ar i ’ at i(1933-1977 ) adalah seorang pemikir Islam sosial yang sangat penting abad 20. Lahir di desa Mazinan tepi gurun pasir Dasht-i-kavir, provinsi Khurasan bagian timur laut Iran. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 294 32 Mehdi Bazargan ( lahir 1907 ) adalah pembaharu dan modernis Iran. Ia merupakan salah satu tokoh oposisi Islam pada era pra dan pasca revolusi. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 304 29 2. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi Selama mengarungi perjalanan intelektual, Al-Maududi membuat karya-karya keilmuan hasil karya dari pemikirannya yang sangat mengagumkan banyak pemikir dan kaum intelektual di dunia. Di antara karya-karya beliau yaitu : 1. Birth Control, Delhi, Markazy Maktaba Islami, 1980 2. Islamic Way of Life, Pakistan: Islamic Publishing 1987 3. Islam Today, Kuwait: Dar al-Qolam, 1968 4. Islam and Nationalism: an Analysies of the Views of Azad, Iqbal and Maududi, Kuala Lumpur, 1994 5. Introduction to the Study of the Qur'an, Delhy: Markazy Maktabah Islami, tth 6. Toward Understanding Islam, Lahore: Islamic Foundation, 1966 7. Al-Riba, Jedah: Dar al-Suudiyah, 1987 8. The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic Publication, 1975 9. Unity of the Muslim Worl'd, Lahore: Islamic Publication 1967 10. Purdah and Status of Women in Islam, Delhy, Markazy maktabah Islami, 1995 11. A Short History of the Revivalism Movement in Islam, Lahore: Islamic Publication, 19721 12. Usus al-Iqtishad Baina al-Islam wa al-Nuzum al-Mu'ashirah wa Manzilat alIqtishad wa Haluha fi al-Islam, Lahore: Islamic Publication, 1971 13. Our Message, Lahore: Islamic Publication, 1988 14. The Qodiani Problem, Lahore: Islamic Publication, 1979 BAB III ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK ABU AL-A’ LA AL-MAUDUDI A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’ l a al-Maududi Elemen dasar dari pola pikir Al Maududi adalah konsepnya tentang ketauhidan yang sangat kental yang mendarah daging. Memang konsepsinya tentang Tuhan inilah yang ia tekankan dan ia menganggap bahwa konsepsi itu merupakan konsepsi tentang Tuhan yang genuine, sebagaimana diterangkan oleh semua Nabi dan Rasul Allah. Pernyataan "tidak ada tuhan melainkan Allah",1 suatu pernyataan yang tampaknya hanya mengakui dengan kukuh tentang keesaan sang Pencipta. Bagian pertama dari syahadat itu bukan hanya menerangkan tentang keesaan Tuhan sebagai Pencipta atau bahkan sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah, tetapi ia juga menerangkan tentang tidak adanya sesuatu yang menyerupai Tuhan sebagai yang Maha Kuasa, sebagai yang Maha Pengatur. Sebenarnya hanya Tuhanlah yang mempunyai hak untuk memberikan perintah yang menuntut manusia untuk beribadat dan berbakti dan menuntut ketaatan manusia secara total. Dalam hal ini Al-Maududi merujuk pada ayat al Qur’ an surat al Maidah ayat 1 sebagai berikut : 1 Hendaklah manusia tidak berkeyakinan bahwa selain Allah itu ada Pelindung, sandaran, yang dapat mencukupi keperluannya. Yang dapat menghilangkan kesulitan-kesulitan, dapat mengabulkan permohonan. Karena selain Allah itu tidak memiliki kekuasaaan sedikitpun. Lih .Muhammad Al-J a b’ ba r y ,Gerakan Kebangkita Islam, Studi Literatur Gerakan Islam Kontemporer dan teori dalam berbagai gerakan reformasi Islam, penerjemah Abu Ayyub Al Anshari, (Solo : Duta Rahmah 1996 ), h.258-259 Ma s ya r a ka ti nit e r be nt ukda r iha s i l‘ kont r a k’ya ngt e r j a dia nt a r ama nu s i ad a nKhaliqnya.3 Gagasan tentang Tuhan ini sangat prinsipil dan menjadi otoritas pertama yang menjadi dasar dalam mengarungi hidup di dunia. Semua prinsip, hukum, adat kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori atau ajaran yang tidak mengacu kepada petunjuk Tuhan diangggap sebagai menolak kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Maha Esa yang sebenarnya. Tunduk dan patuh kepada Tuhan berarti membawa seantero hidup manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan. 4 Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang ditentukan oleh-Nya. Petunjuk Tuhan itu meliputi pengetahuan, kebijaksanaan dan kemurahan Allah yang tidak terbatas, maka prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam kehidupan Islam adalah baik dan sehat dan juga tidak bisa dibandingkan ketinggiannya dengan 3 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), 4 Mukti ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, (Bandung : Mizan, 1998 ), h.244 h.59 33 sistem-sistem lain yang dibuat manusia. Pemikiran dan akal manusia mempunyai kesanggupan yang besar dalam bidang-bidang tertentu, umpamanya dalam bidang ilmu alam dan teknologi. Tetapi akal manusia tanpa dibantu oleh petunjuk Tuhan sama sekali tidak cukup untuk meletakkan prinsip-prinsip yang adil dan jujur terhadap segala macam aspek yang beraneka ragam dari kodrat manusia dan yang membawa kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Kadang-kadang hasil pengetahuan dan kebijaksanaan yang ada pada manusia demikian sedikitnya untuk bisa menunjukkan jalan yang sebenarnya bagi kehidupan manusia. 5 Karena alasan inilah, kerangka dasar pemikiran Maududi selalu diwarnai dengan cara hidup Islami sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur ’ a nda nSunn a h karena lebih baik dan lebih sesuai untuk dapat membawa kepada kebahagiaan manusia dan usaha untuk mencapai kebutuhannya apalagi keselamatannya di hari kiamat, lebih daripada sistem-sistem kehidupan yang dibuat oleh manusia baik dulu maupun sekarang. B. Ijtihad Al-Maududi dalam Pemikiran Politik Islam 1. Konsep Theo-Demokrasi Konsepsi Maududit e nt a ng ne ga r aI s l a m di da s a r ka na t a ss y a r i ’ a h,ya ng memberikan prinsip-pr i ns i pd a s a r ny a .Da l a m pe r s pe k t i fs ya r i ’ a h,me n ur utMa ududi, ada empat prinsip yang mendasari negara Islam : mengakui kedaulatan Tuhan, 5 Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157 34 mengakui otoritas Nabi, mengakui status perwakilan Tuhan6, dan menggunakan musyawarah bersama (mutual consultation). Dari titik pandang prinsip-prinsip ini, kedaulatan yang sebenarnya hanyalah milik Tuhan. Negara hanya berfungsi sebagai alat politik yang dengannya hukum-hukum Tuhan dijalankan, atau, meminjam ungkapan Charles Adams, ia tak punya hak untuk membuat atau menegakkan hukum atas namanya sendiri tapi bertindak sebagai agen dari pusatnya.7 Kalau begitu maka negara Islam yang dikonsepsikan Maududi adalah negara teokratis. Namun demikian, karena ia juga menekankan prasyarat-prasyarat Islam bagi musyawarah bersama (syura) di antara umat Islam dalam berbuat, maka negara ini juga punya sifat demokratis. Bentuk negara demikian paling baik disebut, sebagaimana disarankan oleh Maududi sendiri, adalah ”t he o-d e mok r as i ”8, yakni “ pe me r i nt a ha nd e mok r a t i si l a hi a h ”di ma n auma tI s l a md i be r ike da u l a t a nr a ky a t terbatas di bawah ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Dengan theo-demokrasi Maududi ingin mengungkapkan suatu konsep antitesis atas demokrasi Barat sekuler yang 6 Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang ditentukan oleh-Nya. Lih Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157 7 Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya “ Al -Khilafah wa Al-Mu l k ”, (Bandung : Mizan ), h. 64 8 Theo-Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan demokrasi Ilahi, karena di bawah naungan-Nya kaum Muslim telah diberi kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Dan juga dalam sistem ini diperlukan pola bermusyawarah untuk mufakat yang didasarkan atas alQurán dan Hadits. Lih Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 160 35 menurutnya didasarkan hanya pada kedaulatan rakyat, dan karena itu bertentangan dengan Islam. Negara Islam bertumpu pada dua prinsip : kedaulatan (sovereignty) Tuhan dan perwakilan (vicegerency) manusia. 9 Dalam teorinya yang komprehensif tentang hakikat pemerintahan Islam, Maududi juga membahas tujuan pemerintahan Islam ini dan juga sifat-sifat dasarnya. Dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur ’ a n,mi s a l nya QS : 57:25; 10 22:41,11 Maududi menyatakan tujuan positif dari negara Islam, termasuk perlindungan umat manusia dari eksploitasi atau tirani, menjamin kebebasan, dan membangun sistem seimbang mengenai keadilan sosial. Negara Islam, menurut Maududi, bersifat universal dan juga ideologis. Ia universal karena mencakup seluruh aspek kehidupan dan pada hakikatnya bersifat totalitarian. Ia bersifat Ideologis dalam pengertian bahwa ia didasarkan atas, atau bekerja demi ideologi tunggal : ideologi Islam (nidzam-aIIslami).12 9 M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 142 10 Dalam Al-Quran Surat Al-Hadiid ayat 25 yang menekankan tentang prinsip keadilan, yakni sbb : Øö Ó ? öÞáúÇÈ öÓ ? Ç? äáÇ ã?æÞ õí ?öá ? ä Ç? Òíöã úáÇ? æÈ ? ÇÊ óß ö áúÇ ? ãå?Ú ?? ã ÇóäáúÒ?úäóÃ? æÊ ö Çóä? í? ÈúáÇÈ ö Çä ó áóÓ ? Ñ? ÇóäáúÓ ? Ñ?óà Ï?Þ ó áó yang artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Neraca ( keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. 11 Surah Al-Hajj ayat 41 ini menekankan untuk selalu melakukan perbuatan yang baik agar tercipta kondisi sistem sosial dan kemasyarakatan yang aman dan sejahtera. Ayat tersebut sebagai berikut : öÑæ? ã ÃõúáÇ õÉ ? ÈöÞÇ? Ú öå á?öáæ? öÑóßúä? ã úáÇ öäÚ ? Çæ?? å óä? æ öÝæ? Ñ? Ú? ã úáÇÈ ö Çæ? Ñ? ã óÃæ? óÉÇßó? ÒáÇ Ç? æóÊÇ? Á? æ óÉÇóá? ÕáÇ Çæ? ã ÇóÞóà öÖ? ÑóÃáúÇ íÝ ö ? ã? å Ç? ä? ß? ã ? äöÅ ? äíöÐ? áÇ yang artinya : (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya me r e k ame ndi r i k ans e mb ahy ang ,me n una i k a nz ak at ,me n y ur u hbe r bua ty an gma ’ r u fda nme n c e gah dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. 12 Munawir Sadjali, Islam dan Tata Negara, Ajaran Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta UI Press, 1993), h.165 36 Dalam pandangan Maududi, ideologi Islam yang dirumuskan dari elaborasi sistematik atas wahyu al-Qur ’ a n,di r u mus ka nda l a ms e ma nga tp e ny e r a ha np a dake Esa-an dan kedaulatan Tuhan. Ia berfungsi sebagai acuan utama bagi sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya dari negara Islam. Karena menurut ideologi Islam, kedaulatan dan hak untuk membuat hak hanya milik Tuhan. Maududi menjelaskan bahwa legislasi hukum oleh lembaga-lembaga seperti badan legislatif dan konsultatif di ba t a s iol e hs y a r i ’ a h.Ma ududi melihat empat bentuk ijtihad dalam proses legislasi yang dilakukan oleh badan konsultatif (ia menyebutnya Maj l i sSy ur a):t a’ wi l (penafsiran), ijtihad (deduksi), qiyas (analogi), dan istihsan. Untuk membangun pemerintahan yang berideologi Islam, Maududi melihat perlunya revolusi Islam. Ia yakin bahwa tidak ada perjuangan untuk mendirikan negara Islam yang berhasil tanpa revolusi, karena revolusi ini dapat menciptakan suatu kesadaran sosial dan iklim moral yang sesuai dengan tuntutan ideologi Islam. Keberhasilan revolusi Islam, menurutnya tergantung pada kondisi dan sikap moral tertentu pendukungnya. Ini mencakup keyakinan pada ke-Esa-an dan ke-Maha Kuasa-an Tuhan, pemahaman yang benar tentang Islam, kesamaan pandangan, kekuasaan hukum yang kuat, dan pengorbanan secara menyeluruh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan yang sifatnya individualistik. Revolusi Islam Maududi dapat di tempuh dengan jihad, berjuang di jalan dan di dalam kehendak Tuhan. Ia menyatakan wajibnya jihad bagi umat Islam untuk menjaga negara Islam. 37 2. Khilaf a h‘ Al a Minhaj al-Nubuwwah Dalam Surat An Nur ayat 55 Allah swt berfirman : óÝóáúÎóÊ? ÓÇ Ç? ã óß öÖ? Ñóà úáÇ íöÝ? ã? å? äóÝöáúÎóÊ? Ó? íóá öÊÇ? ÍöáÇ? ÕáÇ Çæõáöã ? Ú? æ ? ãõßúäöã Çæõä? ã Ç? Á ? äíöÐ? áÇ ? å? ááÇ ? Ï? Ú? æ 38 Hal ini dilakukan untuk membina kehidupan manusia secara utuh menuju berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, yang disebutkan oleh Al-Maududi s e b a ga i“Khilaf ah‘ al a Minhaj Al-Nubuwah”y a knik e kh i l a f a ha na t a spol ake -Nabian, yang menjadi pola ideal dari orde sosial politik, di mana umat muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian dan kedisinian. Pola Implementasi ini bermaksud mengadakan perubahan total menuju tatanan I s l a my a ngi de a lda l a mk or i dor“ khilaf ah‘ al a minhaj al-Nubuwah”, maka dari itu terdapat elemen-elemen yang dibutuhkan di antaranya adalah : a. tujuan dan prinsip-prinsip Islam harus dijabarkan kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat pada waktunya. Ini mengharuskan bahwa konsep-konsep Jahiliyah yang berkembang pada suatu waktu tertentu harus dipelajari secara berhati-hati, dianalis dan teliti. Prinsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa sehingga relevansinya dan superioritasnya di atas prinsip-prinsip lain yang disampaikan oleh ideologi yang dibuat oleh manusia yang palsu menjadi jelas. Ini menuntut usaha intelektual yang keras, sehingga implementasi teoretis dan praktis dari pandangan Islam tentang dunia dengan jelas dapat dipahami, dan jalan hidup Islam dalam aneka ragamnya menjadi jelas. 39 b. Rangkaian moral dari kehidupan rakyat harus dibina kembali untuk mengembangkan ciri Islam yang sebenarnya dan melibatkannya dalam usaha untuk membawa reformasi dan pembinaan kembali. Kebiasaan sosial, adat istiadat, pendidikan, lembaga sosio-ekonomi dan kekuatan politik, semua itu harus berada dibawah usaha ini. Kehidupan sosial harus dibebaskan dari pelbagai macam bi d’ ah yang bertentangan dengan jiwa Islam, dan harus dibina kembali supaya sesuai dengan Sunnah. c. Seluruh usaha ini mengharuskan adanya ijtihad fi al din. Ini berarti bahwa cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam konteks perubahan. Pengertian yang jelas tentang cita Islam dan skema prioritas Islam, dan pembedaan yang teliti antara elemen-elemen yang esensial dan insidental yang terdapat dalam kehidupan nyata dari umat Muslim adalah soal yang sulit, yang harus dihadapi. 13 3. Pandangan Tentang Negara Islam Untuk mengetahui bagaimana pandangan politik dari Maududi tentang Negara Islam ini, perlu dilihat kembali pada ottobiografinya dan tulisan- tulisannya di a n t a r a ny ay a ngb e r j udul“ The Islamic Law and Constitution”y a ngbe r bi c a r as oa l politik. Dari tulisannya itu dapat diketahui bahwa eksposisi ideologisnya menangkap 13 h.256 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung : Mizan, 1992), 40 esensi ke Islaman yang menekankan pada pengertian Islam merupakan prinsip moral, etika, serta petunjuk di bidang politik. Secara rasional dia memandang Islam itu sebagai ideologis yang holistis seperti ideologi Barat, secara sistematis dapat terbentuk dalam gerakan kebangkitan Islam yang khas. 14 Maududi mengemukakan ideologi Islam sebagai pengganti dari ideologi Barat. Menurutnya penyebab kemunduran Islam India adalah British Raj, dia meminjam konsep dan gagasan Barat untuk menyusun perlawanan Islam terhadap Barat, demi mengemukakan bahwa Islam itu merupakan sistem sosial –politik yang efektif untuk menggantikan sosialisme dan menentang kapitalisme. Tidak mengherankan bila dalam tulisannya terdapat kata-k a t aBa r a ts e pe r t i ‘ Re vol us i I s l a m,Ne ga r aI s l a m,da nI de ol og iI s l a m’ .Se ba ga i ma naHasan Al-Banna, maka Maududi juga tidak ingin tasawuf dihapuskan, ia menginginkan membersihkan dari praktek yang tidak Islami. Tidak seperti Ayatullah Khomeini, yang sangat memperhatikan pemetaan jalan menuju kekuasaan; sementara Maududi hanya 15 memperhatikan bentuk negara Islam yang berdasarkan pada Sya r i ’ a h. Pokok-pokok pikiran Maududi tentang kenegaraan, diikuti dengan telaah mendalam, mengingat dari sekian banyak pemikir politik Islam, hanya Maududi 14 Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya Al“ Khilafah wa Al-Mul k ”, (Bandung : Mizan ), h 9-10 15 Sayyid Vali Reza Nashr, Editor Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung: Mizan, 1995), h. 109 41 yang menyajikan konsepsi kenegaraan yang lengkap dan rinci. 16 Ada tiga dasar pokok yang melandasi pikiran Maududi tentang kenegaraan menurut Islam : a.. Islam adalah suatu agama yang paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik. Dengan arti di dalam Islam terdapat sistem politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam tidak perlu atau bahkan dilarang meniru sistem Barat. Cukup kembali kepada sistem Islam dengan menunjuk pada politik semasa Al-Khulafa al-Rasyidin sebagai model sistem kenegaraan menurut Islam. b. Kekuasaan tertinggi yang ada dalam istilah politik disebut kedaulatan, adalah pada Allah, ummat manusia hanyalah sebagai pelaksana dari kedaulatan Allah tersebut sebagai khalifah-khalifah Allah di Bumi, dengan demikian maka tidak dapat dibenarkan kedaulatan rakyat, sebagai pelaksana dari kedaulatan Allah ummat manusia atau negara harus patuh kepada hukum- hukum sebagaimana yang tercantum di dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Sedangkan yang dimaksud dengan khalifahkhalifah Allah yang berwenang melaksanakan kedaulatan Allah itu adalah orang lakilaki dan perempuan Islam. c. Sistem politik Islam adalah sistem universal, tidak mengenal batas dan ikatan-ikatan geografis, bahasa, dan kebangsaan. Berlandaskan tiga dasar keyakinan itu, lahirlah konsepsi kenegaraan Islam, yang pokoknya : 16 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 165 42 1. Sistem kenegaraan Islam tidak dapat disebut demokrasi, karena dalam sistem ini kekuasaan negara sepenuhnya di tangan rakyat, dalam arti undang-undang dan hukum yang diundang-undangkan, diubah dan diganti semata-mata berdasarkan pendapat dan keinginan rakyat. Sistem politik Islam lebih tepat disebut teokrasi, meskipun arti teokrasi di sini berbeda dengan pengertian teokrasi di Eropa. Teokrasi Eropa adalah suatu sistem dimana kekuasaan negara berada di tangan kelas tertentu (pendeta) yang atas nama Tuhan menyusun undang-undang dan hukum untuk rakyat sesuai denganke i ngi na n k e l a si t u,pe me r i nt a hb e r l i ndungd ibe l a ka ng“ hukum- hukum Tuha n” .Se da ngk a nda l a m I s l a m t e okr a s idi a r t i k a nk e ku a s a a nTuha ni t u berada di tangan ummat Islam yang melaksanakannya sesuai apa yang disampaikan Al- Quran dan Sunnah Nabi. Atau bisa disebut dengan theo-demokrasi, karena dalam sistem ini Ummat Islam memiliki kedaulatan rakyat yang terbatas. 2. Pemerintah/badan eksekutif hanya dibentuk oleh ummat Islam dan pada merekalah hak untuk memecat dari jabatan tersebut. Penyelesaian soal-soal kenegaraan tidak mendapatkan hukum yang jelas dalam Islam, harus diputuskan menurut kesepakatan ummat. Untuk menafsirkan dan mengartikan suatu Nash, adalah merupakan hak ummat Islam seluruhnya yang telah mencapai tingkat mutjahid. Badan legislatif tidak boleh mengubah satu katapun dari Nash. 3. Kekuasaan Negara dilakukan oleh badan atau lembaga : Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif 17 17 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 166-167 43 Mengenai hubungan Negara dengan warga negara dan hubungan sesama warga negara; Negara memberikan perlindungan politik serta konstitusi berdasarkan ba t a s a nt e r i t or i a lne g a r a ,da nt i da kme nj a mi nme r e kaya ngt i ngga ld il ua r“ Da ra l I s l a m” .Me nge n a ihukum,Ma ududi ingin menerapkan hukum Islam yaitu Hudud, namun hal ini tidak pernah terealisasi sebab Hudud baru bisa terlaksana bila masyarakat telah terislamisasi, pada kenyataannya masyarakat yang telah terislamisasikan itu tidak akan menentang agama, maka hudud otomatis tidak terlaksana. 18 Dengan perancangan negara Islam di benaknya, Maududi menganjurkan pandangan Islam yang memobilisasi iman berdasarkan kebutuhan aksi politik dan mencoba merealisasikan Islam menjadi sistem keyakinan yang keras, berdasarkan ketaatan yang mutlak sesuai kehendak Allah, sehingga dapat menjadi struktur perintah yang bisa mentransformasikan masyarakat dan politik yang benar-benar Islami, dia mencoba untuk menafsirkan persoalan pokok seperti : Ilah, Rabb, Ibadah, dan Diin. Sehingga dalam sisi ekonomi ia berupaya mengembangkan hukum Islam, soal waris, riba, serta hak pekerja. 19 Dia ingin kehidupan masyarakat kembali mencontoh Rasul dan pemerintahan Khulafa al-Rasyidin. Meskipun Maududi dalam kiprah politiknya banyak berjasa dalam mengungkapkan ide politik Islam, menentang pemerintahan resmi, Ayub Khan, Ziaul-Haq, dan Zulfikar Ali Butho, Maududi mengalami hidup di penjara, ide18 Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.111 19 Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.112 44 ide politiknya hanya sebahagian yang dapat terlaksana dan sebahagian besar ide-ide yang muluk itu belum terealisasikan olehnya dan oleh orang-orang yang lain yang mendukungnya. Namun demikian Maududi diakui sebagai pemikir Islam (mujtahid) yang fundamental dan paling produktif. 20 20 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 170 BAB IV PEMIKIRAN POLITIK ABU ALA’ LA AL MAUDUDI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN KONTEMPORER A. Negara dan Pemerintahan Dalam kajian ini penulis memfokuskan bahasan khusus pada pemikiran politik meliputi konsep negara atau pemerintahan, kepala negara, struktur pemerintahan dan hukum menurut pandangan Maududi. Dari pemikiran yang berawal dari pembenahan sistem itulah Maududi mempunyai idealisme yang tinggi yaitu menjadikan Islam sebagai way of life –sebagai jalan hidup –secara totalitas dan harus menjadi pijakan bagi manusia khususnya bagi ummat Islam. Maududi menghendaki ummat Islam pada zaman modern ini apabila ingin kembali mengalami kejayaan dan keemasannya sebagaimana yang telah dilewati pada awal tradisi Islam, maka ummat Islam harus kembali kepada dua sumber hukum Islam (al-Qur ’ andanas -Sunnah) secara mutlak serta mengembalikan sistem pemerintahan yang sedang dijalankan pada abad modern ini kepada sistem yang telah dibangun Rasulullah SAW dan Khulafa ar-Rasyidin Dalam formula pemikiran Al Maududi, secara singkat tipe dari negara yang ditegakkan atas dasar-dasar tauhid (Kemaha Esaan Tuhan) risalah (Kerasulan Muhammad) dan khalifah seperti tersebut di atas. Al Qur-an pada hakikatnya dengan jelas mengatakan bahwa maksud dan tujuan dari negara ini ialah menegakkan, memelihara dan memperkembangkan ma’ r uf at(Ing. virtues) yang dikehendaki oleh Pencipta Alam agar menghiasi kehidupan manusia di dunia ini dan mencegah serta 46 membasmi segala munkarat (Ing. vices), yaitu kejahatan-kejahatan yang ada dalam kehidupan manusia. Negara dalam Islam bukanlah dimaksudkan untuk administrasi politik belaka, juga bukan buat dengannya memenuhi kehendak kolektif dari sesuatu golongan rakyat. Tidak! Islam mewajibkan negara itu supaya menggunakan segala alat yang ada padanya untuk mencapai cita-cita besar Islam sendiri, yaitu supaya sifat-sifat kesucian, keindahan, kebaikan, kemenangan dan kemakmuran yang dikehendaki Tuhan berkembang dalam kehidupan rakyat-Nya digerakkan dan dihidupkan, dan supaya segala macam penghisapan (exploitasi), kezaliman, kekacauan dan ketidak-adilan yang dalam pandangan Tuhan bersifat menghancurkan buat dunia dan merusak kehidupan makhluk-makhluk-Nya, ditindas dan dibasmi. 1 Islam meletakkan kewajiban atas negara, sebagaimana juga atas perorangan manusia, supaya memenuhi segala perjanjian-perjanjian, kontrak-kontrak dan kewajiban-kewajiban: supaya mengadakan ukuran dan timbangan yang uniform; supaya mengingat kewajiban-kewajiban di samping hak-hak, dan supaya jangan melupakan hak-hak dari orang-orang atau negara-negara lain dalam mengharapkan mereka memenuhi kewajiban-kewajiban mereka; supaya menggunakan kekuasaan dan otoritas untuk menegakkan keadilan dan bukan melakukan kedzaliman; supaya memandang tugas sebagai satu kewajiban suci dan memenuhinya dengan penuh teliti, dan supaya menganggap kekuasaan sebagai satu amanat dari Tuhan dan 1 Al Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1967 ), h.42 47 mempergunakan kekuasaan itu dengan kepercayaan bahwa pada satu ketika di hari akhirat ia akan harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya itu kepada Allah, Rabbal ‘ Alamin, Tuhan sekalian Alam. 2 Dalam membahas pemikiran Al-Maududi mengenai Negara dan Pemerintahan, penulis akan menguraikannya melalui beberapa sub-bab yang berkaitan dengan Negara dan Pemerintahan, di ataranya : 1. Kepala Negara dan Pemilihannya Kepala negara dipilih berdasarkan ketaqwaannya kepada Allah dan mengakui kedaulatan mutlak Allah serta mengikuti hukum-hukum-Nya. Memiliki kecerdasan dan mampu menjalankan roda pemerintahan serta memikul tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kepala negara merupakan pemimpin tertinggi yang bertanggung jawab kepada Allah dan masyarakat yang telah memilihnya. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, kepala negara harus berkonsultasi dengan penasehat-penasehatnya atau dengan lembaga ahl al-hall wa al-'aqdi. Kepala negara juga ikut andil dalam berbagai diskusi di dalam lembaga tersebut. Mengemukakan pendapatnya di hadapan para anggota lembaga, serta mendengarkan pendapat dari anggota yang lain. Akan tetapi, kepala negara berhak memutuskan sendiri berdasarkan kedudukannya sebagai kepala negara. 3 2 Al Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bitang,,1967), h.43 3 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 252 48 Menurut Maududi, kepala negara tidak harus mengikuti pendapat anggota lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi sekalipun didukung oleh suara terbanyak. Kepala negara dapat mengambil pendapat yang didukung oleh suara minoritas dalam lembaga bahkan mengabaikannya sama sekali. Dengan kata lain, kepala negara mempunyai hak veto (hak memutuskan perkara)4. Al-Maududi menyandarkan pendapatnya kepada ayat yang menyuruh sekelompok orang untuk bermusyawarah dalam menentukan suatu keputusan. Al-Qur'an menyatakan dalam surat Asy Syura ayat 38 sbb : ã? ? å ÇóäúÞ? Ò? Ñ Ç? ã öã ? æ ? ã? å óä? í? È ì? ÑæõÔ ? ã? å? Ñ? ã óÃ? æ óÉÇóá? ÕáÇ Çæ? ã ÇóÞóÃ? æ ? ãöå ? È? Ñöá Çæ? ÈÇ? ÌóÊ? ÓÇ ? äíöÐ? áÇ? æ 49 mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu5 . Dan jika kamu memiliki tekad yang bulat, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya " (Ali Imron: 159) Kedua ayat di atas mewajibkan dilaksanakannya. musyawarah dan juga mengarahkan kepada kepala negara bilamana setelah musyawarah tersebut beliau telah mengambil keputusan, maka beliau harus menegakkannya dengan tekad yang bulat dan dengan selalu bertawakal kepada Allah. 6 Selain itu, Maududi menyandarkan pendapat tersebut kepada preseden dimasa pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidun. Pada masa itu, khalifah dalam memintakan pertimbangan terhadap suatu masalah, meminta para penasihatnya untuk bersidang dan bermusyawarah, mereka datang dengan hati yang tulus, kepala terbuka dan dengan kemampuannya sendiri. Khalifah mengajukan permasalahan untuk dibahas s e c a r abe b a sde ng a nbe r ba g a ia r g ume nt a s iba i kd a l a m be nt uky a ng“ pr o"ma upun “ k ont r a " .Pa daa kh i r ny akha l i f a hme mpe r t i mba ngka nma nf a a tda nmudh a r a tda r i semua argumentasi yang diberikan dalam sidang permusyawaratan itu. Setelah mempertimbangkannya, khalifah memberikan keputusan akhir, yaitu suatu keputusan yang secara umum dapat diterima oleh sidang. Jarang terjadi setelah itu orang menolak atau mengubah keputusan itu, kalaupun ada mereka tetap menghormatinya, 5 Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal dunuawiyah lainnya, seperti politik, ekonomi dan lain-lain. 6 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h.252 50 karena keputusan itu datang dari khalifah. Para penasehat atau para sahabat pada waktu itu meyakini bahwa khalifah memiliki wawasan dan hikmah Islam yang dengannya mereka lebih suka memilih dan menerima pendapat khalifah.7 Konvensi para khalifah serta keputusan-keputusan para yuridis (ahli hukum) terkemuka pada akhirnya memberi kita pedoman untuk menyimpulkan bahwa tanggung jawab de facto8 semua urusan pemerintahan ada pada kepala negara. Meskipun kepala negara ini diwajibkan untuk bermusyawarah dengan para penasehatnya, tetapi dia tidak diwajibkan untuk menerima, mengikuti atau menganut keputusan atau pandangan berdasarkan mufakat atau keputusan mayoritas mereka. Dengan kata lain, dia dapat selalu menggunakan hak veto-nya. 2. Penguasa dan Persyaratannya Dalam upaya menegakkan hukum-hukum Tuhan di suatu negara harus dibentuk suatu negara yang dibentuk berdasarkan ajaran Islam. Karenanya semua unsur pemerintah bertanggung jawab dalam mewujudkan berdirinya suatu negara yang tunduk akan perintah Tuhan dengan selalu menegakkan ajaran-ajaran yang telah disampaikan Allah melalui Rasul-Nya. 7 `Abd al-Hamid al-Mutawalli, Mabadi Nizam al-Hukm fi al Islam, (Iskandariyaat : Al Ma’ arif, 1978), h. 243-245 8 De facto artiya menurut keadaan sebenarnya (tentang pengakuan suatu pemerintah), Anton M. Moelyono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), h. 230 51 Karenanya, selain para pejabat pemerintah yang akan memimpin negara, dia juga bertanggung jawab serta dapat dipercaya dalam pembuatannya, Maududi menerapkan syarat-syarat lain, yaitu: 1. Seorang muslim 2. Seorang laki-laki 3. Dewasa dan berakal 4. Warga negara dari negara Islam dimana pemilihan itu berlangsung9 Syarat pertama untuk menjadi penguasa bahwa dia harus seorang muslim didasarkan atas perintah al-Qur'an untuk memperoleh kekuasaan dari kalangan Muslim. Firman Allah dalam surat An –Nisaa ayat 59 : òÁ? íóÔ íöÝã?Ê õ? Ú? ÒÇóäóÊ? ä öÅóÝ? ãõßúäöã öÑ? ã ó?Ç íöáæõÃ? æ áó æ? Ó? ÑáÇ Çæ? ÚíöØÃó? æ? å? ááÇ ÇæÚ ?íöØ óà Çæõä? ã Ç? Á? äíöÐ? áÇ Ç? å? íóÃÇí ÇðáíöæúÃóÊ? ä? Ó? ÍóÃ? æ? Ñ? íóÎ ? ßöáóÐ öÑöÎÂúáÇ öã? æ? íúáÇ? æ öå ? ááÇöÈä ?æõäöã Äú õÊ? ãõÊúäõß ? ä öÅ öáæ? Ó? ÑáÇ? æ öå ? ááÇ ìóáöÅ å?æ? Ï? ÑóÝ Artinya : “Haior an g-orang beriman! Taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan taalilah orang-orang yang mempunyai kekuatan dari kalanganmu, jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya. jika kamu beriman kepada.A11ah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatiya " (An -N isa: 59). Ayat di atas menerangkan bahwa seorang Muslim harus taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta mentati pemimpinnya. Ketaatan kepada pemimpin berbeda dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah 9 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 266 52 ketaatan yang bersifat mutlak, sementara ketatan kepada pemimpin bersifat kondisional. Hal ini disebabkan bahwa ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan ketaatan yang sudah baku. Sebagai hamba-Nya manusia harus mematuhi segala perintah maupun larangan-Nya sebagai suatu ketaatan yang mutlak dan tidak perlu menanyakan kembali apa maksud dari perintah maupun larangan yang telah ditetapkanNya melalui al-Qur'an dan al-Hadits. Syarat kedua bahwa ia harus seorang laki-laki didasarkan pada salah satu ayat al-Qur'an. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 34 : ء ِ + َ . ا /َ 0 1َ َ ﻥ2 ﻣ ُ ا 5 2 6ُ َ ل + 7َ ا Artinya: "Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita " (An-Nisa: 34) Ayat di atas merupakan rujukan utama bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita maupun kaumnya. Hal ini menimbang beberapa kenyataan bahwa laki-laki bisa diandalkan menjadi seorang pemimpin daripada perempuan. Hal di atas berkaitan erat dengan kemampuan laki-laki baik dalam menguasai emosi maupun kekuatan yang ada pada dirinya. Sifat kepemimpinan biasanya muncul pada diri laki-laki. Syarat ketiga bahwa ia harus dalam keadaan dewasa dan berakal dijelaskan dalam al-Qur'an surat An –Nisa ayat 5 : ... َ ء + 8 َ 9 َ : ا ا 2 ; ُ = ْ ;> ُ و َ 53 Artinya : "Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya10" (An-Nisa: 5) Ayat tersebut menjelaskan bahwa seorang pemimpin hendaknya merupakan orang pilihan memiliki kecerdasan dan kedewasaan. Tidak mungkin suatu kaum dapat maju jika dipimpin oleh seorang pemimpin yang bodoh. Dalam mencari pemimpin yang pandai hendaknya masyarakat yang akan memilih dan memperhatikan betul siapa yang akan menjadi pilihannya. Begitu juga pemimpin yang pandai harus disertai dengan kejujuran. Sebab kejujuran merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Syarat keempat bahwa seorang pemimpin merupakan warga negara dari negara Islam. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur'an. Firman Allah surat al- Anfal ayat 72 yaitu : ا و ُ ?َ َ ﻧ او َ و ْ و َ ا َء َ ﻳ B ِ 5 ا ِو َ C 5 0 ِا D E ِ ﺳGِ َ Hْ 8 ِ ُ ِ 9 ﻧ ْ أ َ ْو َ 8 ِ ِ ا 2 َ ﻣ ْ J َ ا ِ و K ُ ه َ + 7َ َ او و ُ 7+ َ ه َ او َ 2 . ُ ﻣ َ ا َء َ ﻳ B ِ 5 ا5 ِﻥ إ /M 5 ء َ ِ َ O ْ G ٍ ْﻣ 8 ِ M ِ ﻳ + َ َ ْو َ ِ ْﻣ P ُ + َ اﻣ َ و + ِ 7 ُ 8 َ ﻳ ُ ا و َ ْ 2 . ﻣ َ ُ ا ء ﻳ َ B 5 ِ ا و ٍ Q َ ء ُ ْ R + َ و ْ ِ أ U ِ T R S ُ 8 ْ َ َ و أ ُ + َ ُ ِ C 5 0 ا ٌو َ ق+ W َ ْﻣ ِ 8 ُ . َ ْ َ ْو َ P ُ . َ ْ ٍ َ ﻡ 2 ْ 6/َ َ 0 1+ َ 5 ُإ ِ ?5 ْ . ُا P ُ ْ 0 َ R َ Hِ َ ﻳ K اGِ Hْ آ ُ و ُ ?ْ َ . M َ ِاﺳ ْ ِﻥ إ او َ و ُ 7+ ِ 8 َ ﻳ ُ ٌ ?َ ِ َ ﻥ2 0 ُ َ R ْ ; َ Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin) mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah 10 Orang belum sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum baligh atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur hartanya 54 ada perjanjian antera kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan" (Al-Anfal: 72) Maksudnya agar pemilih diperuntukan bagi warga yang tinggal di sekitar pemilihan itu berlangsung. Inilah empat persyaratan hukum yang menentukan apakah seseorang memenuhi persyaratan atau tidak untuk menjadi anggota Majelis Permusyawaratan dan jabatan kepala negara Islam. Tetapi masalahnya adalah: Siapakah di antara orang-orang yang secara hukum memenuhi persyaratan, harus kita pilih? Dan siapakah yang tidak boleh dipilih untuk jabatan-jahatan penting negara? Jawaban yang jelas terhadap pertanyaan paling penting ini juga dapat kita temukan dalam al Quran dan Hadits. Al-Quran menyatakan dalam surat an-Nisa ayat 58 : 55 C ِ 5 0 َا K . ْ 1ْ ِ P ُ ﻣ َ َ آ ْ أ َ 5 ِﻥ اإ 2 H ُ ﺭ َ + R َ M َ َ ِ D ﺋ ِ + E َ 6 َ و+ َ ً 2 R ُ Oْ ُ آ ُ + . َ 0 ْ R َ 7َ َ و/َ W ﻧ ْ أ ُ ٍو َ آ َ ْذ َ ِ ْﻣ آ ُ + . َ [ ْ 0 َ \+ َ 5 ﻧ ُإ ِ س+ . 5 ا+ 8 َ ﻳ : أ َ + ﻳ َ ٌ E ِ \ٌ َ 0 ِ 1َ َ C 5 0 ا 5 ِﻥ إ ْ آ ُ + [ َ ; ْ أ َ Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu dimata Allah adalah orang-orang yang paling bertaqwa " (al-Hujurat: 13) Ayat di atas menjelaskan bahwa kedudukan manusia adalah sama di sisi Allah kecuali dibedakan dengan ketaqwaannya. Mengenai salah satu syarat harus seorang laki-laki yang diajukan oleh Maududi, temyata tidak sepenuhnya dijalankan oleh beliau. Karena dalam prakteknya, beliau pernah mendukung Fatimah Jinnah, adik perempuan Ali Jinnah,11 ketika dia mencalonkan diri menjadi presiden Pakistan pada tahun 1964. Kenyataan di atas memberikan pengertian bahwa Abu al-A'la al-Maududi tidak mempersoalkan apakah harus laki-laki atau perempuan yang dibolehkan menjadi pemimpin. Sebab surat an-Nisa ayat 34: òÖ? Ú? Èìóá? Ú? ã? å? Ö? Ú? È? å? ááÇ óá? ÖóÝÇ? ã öÈöÁÇ? Ó? äáÇ ìóá? Ú? äæ? ã Ç? æóÞõáÇ? Ì? ÑáÇ Artinya: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)... " ( an-Nisa : 34) 11 M Ali Jinnah (1876-1948) adalah pemimpin agung dan Gubernur Jandral Pertama di Pakistan. Lahir di Lahore tahun 1876. Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern.,(Bandung: Mizan, 2001), h. 27 56 Ternyata dari kedua alasan di atas tidak dijelaskan secara pasti akan adanya larangan atas pencalonan wanita sebagai seorang pemimpin. Adapun yang tersirat dari kedua dalil di atas adalah kalimat berita yang menerangkan bahwa kaum laki-laki mempunyai kelebihan dibandingkan kaum perempuan dan bahwa suatu bangsa tidak akan mendapat kemenangan jika ia dipimpin oleh seorang perempuan. Selain itu, dalam usaha untuk melangsungkan roda pemerintahan hendaknya ada musyawarah antara penguasa dengan rakyatnya. Meskipun dalam hal ini Maududi tidak menjelaskan secara rinci musyawarah yang bagaimana yang seharusnya dijalankan oleh negara Islam. Maududi hanya menjelaskan bahwa musyawarah dapat dilakukan secara langsung dengan rakyat atau melalui wakil-wakilnya yang mereka pilih. Hal ini menunjukkan bahwa betapa ajaran Islam memberikan ruang yang luas dalam bermusyawarah menurut cara yang mereka anggap paling baik. Al-Qur'an dalam Surat Ali Imran ayat 159 memang memerintahkan musyawarah. Firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 59 yaitu: ã? ? å úä? Ú õÝ? Ú ÇóÝ? ßöá? æ? Í? äöã Çæ? ÖóÝúäÇóá öÈúáóÞúáÇ óÙíöáóÛ Ç? ÙóÝóÊúäõß ? æóá? æ ? ã? å óá óÊúäöá öå ? ááÇ ? äöã òÉ ? ã? Í? Ñ Ç? ã öÈóÝ ááÇ ? ? äöÅ öå ? ááÇ ìóá? Ú úá? ß? æóÊóÝóÊ? ã? Ò? Ú ÇóÐöÅ óÝöÑ? ã óÃúáÇ íöÝ? ã? å? ÑöæÇóÔ? æ? ã? å óá ? ÑöÝúÛóÊ? ÓÇ? æ 57 bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya " (Ali Imron: 159) Dalam ayat di atas, tidak dijelaskan bagaimana cara tertentu dalam bermusyawarah. Ketentuan dalam bermusyawarah dibiarkan begitu saja tanpa menentukan suatu sistem tersendiri. Ketentuan ini bukanlah sesuatu yang dilupakan, tetapi merupakan rahmat bagi manusia dan memberikan jalan kepada manusia untuk dapat memilih mana yang lebih pantas untuk digunakan. Hanya saja, bagaimanapun cara yang dilakukan untuk musyawarah, dalam permusyawaratan itu sendiri harus ada jaminan penuh untuk mengeluarkan pendapat secara bebas sejauh tidak bertentangan dengan nilai-nilai islami. 13 Musyawarah seperti yang telah diajarkan ini menunjukkan bahwa penguasa tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Jadi pada dasarnya penguasa dalam menjalankan pemerintahan adalah atas asas kesetujuan rakyat yang tertuang dalam musyawarah. 3. Lembaga Negara Islam dan Fungsinya Maududi membagi lembaga negara dalam Islam kepada lembaga legislatif, eksekutif dan lembaga yudikatif atau lazim hal ini kita sebut dengan trias politica. Ketiga lembaga tersebut berada di bawah pimpinan kepala negara. Masing-masing lembaga ini berfungsi secara terpisah serta berdiri sendiri antara satu dan lainnya. 14 13 Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya “ Al-Khilafah wa Al-Mul k ”, (Bandung : Mizan ), h.115 14 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 174 58 Istilah legislatif dalam Islam menurut Maududi disebut dengan Ahl al-hall wa Al-'aqdi (Lembaga, Penengah dan Pemberi Fatwa). Lembaga ini berfungsi membuat hukum yang tidak boleh bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya. Lembaga ini harus menjunjung tinggi dan mematuhi hukum Allah dan Rasul-Nya. Karenanya, kekuasaan perundang-undangan yang dimiliki lembaga ini terbatas dalam batas-batas hukum Allah dan Rasul-Nya. Adapun mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki oleh para anggota dari lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi ini, Selain mereka harus memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi o1eh penguasa yang telah disebutkan, juga harus terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan dalam mentafsirkan al-Qur'an, iman kepada syari'at dan bertekad bulat untuk mematuhinya, memahami dengan benar bahasa Arab yang dengannya memungkinkan untuk mengetahui ajaran-ajaran al-Qur'an dan Sunnah Nabi secara terperinci dan penerapannya. Selain itu, para anggota Ahl al halli wal-Aqdi harus memahami pendapat para ahli masa lampau.15 Akan tetapi, persyaratan untuk menjadi anggota lembaga Ahl al-hall wa al-aqdi, sebagaimana yang dikemukakan Maududi adalah suatu persyaratan yang tidak mungkin dimiliki secara pribadi pada masa sekarang. Hal ini dikarenakan luasnya ilmu pengetahuan. Persyaratan ini hanya bisa diperoleh secara kolektif dalam lembaga yang anggotanya mempunyai keahlian dalam berbagai bidang keilmuan. 15 Al- Maududi, Hukum dan konstitusi, Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h.97-98 59 Untuk itulah, anggota lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi selain Ulama, harus pula terdiri dari para intelektual, ahli ketatanegaraan, kehakiman, ekonomi, pertanian dan berbagai bidang keahlian yang lain.16 Lembaga negara lainnya adalah eksekutif menurut Maududi, istilah ulil amri (pemimpin) dan umara yang terdapat dalam al-Qur'an digunakan untuk menyatakan lembaga eksekutif yang mana pengelolaannya harus berada di bawah kepala negara. Kaum Muslimin diperintahkan untuk mentaatinya dengan syarat bahwa lembaga ini tidak memerintahkan untuk berbuat dosa dan tidak melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya. 17 Adapun fungsi dari lembaga eksekutif di antaranya : Pertama, menegakkan syari'at sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi serta menyiapkan masyarakat agar menjalankannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kedua, mensejahterakan kehidupan rakyat. 18 Penggunaan istilah ulil amri yang dikemukakan oleh Abu al-A'la al-Maududi adalah berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 59 yaitu: 60 Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil amri diantara kamu.. "(A I-Nisa: 59) Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, ketaatan kepada ulil amri beriringan dengan ketaatan kepada, Allah dan Rasul-Nya. Oleh sebab itu ketaatan kepada ulil amri mengikat sebagaimana ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan ketaatan yang mengikat itu adalah terhadap keputusan hukum yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif atau lembaga, Ahl al-hall wa al-'aqdi. Beberapa ulama menyebutnya Ahlul Ikhtiar merekalah yang bertindak sebagai wakil bagi umat secara keseluruhan dalam menggunakan apa yang menjadi hak murni bagi umat 19 Hal ini sesuai dengan pendapat dari Abu al-A'la al-Maududi sendiri, apabila terjadi perbedaan pendapat antara eksekutif atau kepala negara dengan lembaga legislatif, maka, pada akhirnya kepala negara harus mengikuti pendapat mayoritas dari anggota lembaga, legislatif atau lembaga Ahl al-hall wa al-'aqdi. Menurut Maududi, lembaga negara lainnya adalah Yudikatif atau al-Qadha (pengadilan). Lembaga hukum ini harus mandiri dan bebas dari pengaruh dan tekanan agar dapat menjatuhkan putusan secara adil dan memiliki kekuasaan tidak terbatas untuk mengumpulkan semua jenis pembuktian yang dipandang perlu demi terselenggaranya keadilan tersebut. 19 M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Terjemahan Abdul Hayyie al Kattani, dkk, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), h 176 61 Lembaga ini memperoleh wewenang langsung dari syari'at dan bertanggung jawab hanya kepada Allah. Hakim-hakimnya ditunjuk oleh eksekutif atau pemerintah dan bertugas melaksanakan pengadilan dan sesuai dengan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya, serta memiliki kekuasaan untuk membatalkan hukum-hukum dan perundang-undangan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif atau Ahl al-hall wa alaqdi, jika ketetapan itu bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.'' Pendapat Maududi ini bertentangan dengan pendapat dia sebelumnya. beliau mengatakan bahwa lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif adalah terpisah dan berdiri sendiri. Adanya wewenang lembaga yudikatif untuk membatalkan peraturanperaturan atau undang-undang oleh lembaga legislatif menunjukkan bahwa fungsi yudikatif lebih dominan dari pada lembaga yang lain. Meskipun Islam tidak mengharuskan bahwa ketiga lembaga itu legislatif, eksekutif dan yudikatif harus dipisahkan tetapi tidak ada keharusan bahwa semua lembaga juga harus disatukan. 20 Setelah memperoleh gambaran mengenai adanya kekuatan yudikatif atas eksekutif dengan kebolehan lembaga ini untuk membatalkan produk hukum legislatif yang dianggap bertentangan dengan hukum Allah. Akan tetapi, dalam hal ini maududi tidak memberi pembahasan mengenai persyaratan orang-orang yang berhak menduduki jabatan dalam lembaga yudikatif ini. 20 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 236 62 4. konsep Islam mengenai kedaulatan Dalam masalah kedaulatan Maududi memberikan pertanyaan mengenai siapa yang menikmati hak untuk berdaulat di suatu negara Islam. menurutnya, al-Qur'an memberikan jawaban yang tidak dapat diganggu gugat atas pertanyaan ini. al-Qur'an menyatakan bahwa kedaulatan dalam semua aspeknya hanya berada di tangan Tuhan. hanya Dialah yang merupakan pencipta dan penguasa sebenarnya di alam semesta ini. Karenanya, di tangan-Nyalah hak kedaulatan atas semua mahluk-Nya. Dalam terminologi sains modern, kata ini digunakan untuk mengartikan kemaharajaan mutlak atau kekuasaan raja yang paripurna. Kedaulatan memiliki hak yang tidak dapat diganggu gugat untuk memaksakan perintah–perintah-Nya kepada semua rakyat dari negara yang bersangkutan dan rakyat ini memiliki kewajiban mutlak untuk menaatinya tanpa memperhatikan apakah mereka bersedia atau tidak. 21 Dari penjelasan di atas, Maududi memberikan pernyataan bahwa kedaulatan hanyalah milik Allah semata. Pernyataan ini didasarkan atas dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur'an di antaranya surat Huud ayat 107 yaitu: 63 Ayat di atas menerangkan bahwasannya Allah maha berkehendak, dan hanya Allah yang dapat melaksanakan setiap kehendak-Nya. tidak ada yang dapat menentukan kehendak selain Allah. Dan surat al-Anbiyaa ayat 23 yaitu : apakah mereka dilahirkan di negara Islam atau telah berhijrah ke negara Islam, merupakan warga negara Islam dan menjadi saudara antara satu dengan lainnya. 23 Sementara itu, Maududi mengartikan dzimmy adalah semua kaum non-muslim yang bersedia tetap setia dan taat kepada negara Islam yang dijadikan tempat tinggal untuk mencari nafkah, tanpa memperdulikan di negara mana mereka dilahirkan, untuk para warga negara semacam ini, Islam memberi jaminan perlindungan kehidupan, nafkah dan kekayaan, serta jaminan kebudayaan, keimanan dan martabat. Negara hanya menerapkan undang-undang negara terhadap mereka, negara memberikan hak yang sama dengan kaum Muslimin dalam semua masalah perdata. Mereka diberi hak yang sama untuk bekerja kecuali dalam jabatan-jabatan kunci; mereka berhak atas semua kebebasan sipil bahkan untuk masalah-masalah ekonomi, tidak ada diskriminasi antara kaum muslimin dengan dzimmy. Lebih lanjut, kaum dzimmy dikecualikan dari tanggung jawab negara yang hanya di khususkan sepenuhnya bagi semua warga negara Muslim.24 Perbedaan kedua warga negara tersebut dalam suatu negara Islam secara jujur dikemukakan Maududi termasuk hak-hak yang diberikan dan yang tidak dapat diberikan kepada warga negara dzimmy. Dalam negara Islam, hak-hak warga negara Muslim ataupun yang nonmuslim dijamin dan dipelihara, yaitu: 23 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 269 24 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 271 67 1. jaminan keselamatan jiwa; 2. jaminan atas hak milik; 3. perlindungan atas kehormatan diri; 4. penjagaan kehidupan pribadi; 5. hak untuk menolak kedzaliman; 6. hak menyuruh kepada kebaikan dan melarang kejahatan; 7. kebebasan berkumpul dan memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat; 8. hak kebebasan beragama dan berkeyakinan; 9. hak pertanggungjawaban seseorang hanya pada perbuatan sendiri; 10. hak keamanan dari penindasan keagamaan; 11. hak untuk tidak dilakukan sesuatu tindakan tanpa ada kejahatan yang dilakukannya; 12. hak untuk mendapat tunjangan dari pemerintah terhadap fakir dan miskin; 13. perlakuan yang sama terhadap semua warga negara tanpa diskriminasi 25 Karenanya, sebagai imbalan dari hak-hak warga negara tersebut, pemerintah dari suatu negara Islam mempunyai hak-hak lainnya terhadap warga negaranya, yaitu: 1. 25 setiap warga negara harus tunduk kepada pemerintahnya Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya “ Al-Khilafah wa Al-Mu l k ”, (Bandung : Mizan ), h.76-81 68 2. warga negara harus mentaati hukum yang berlaku, berpegang padanya dan tidak menimbulkan kerusakan terhadap sistem atau aturan-aturannya 3. setiap warga negara harus memberikan dukungan dan bantuan dari semua usaha-usahanya yang baik 4. setiap warga negara harus bersedia mengorbankan jiwa dan raganya serta harta benda26 Pemikiran Maududi tentang siapa yang dikatakan warga negara dari suatu negara Islam, jelas menunjukkan bahwa kewarganegaraan seseorang tidak ditentukan oleh warna kulit, bahasa, kondisi geografis dan agama. Kewarganegaraan seseorang justru ditentukan oleh kelahiran, yakni setiap orang yang lahir di dalam wilayah kekuasaan negara Islam atau setiap orang yang memilih bertempat tinggal di wilayah negara Islam.27 B. Relevansi pemikiran politik al Maududi dengan masa depan pemikiran Politik Islam Haruslah diakui nilai peranan yang dimainkan oleh J ama’ ahI s l ami ahdi India Pakistan yang diprakarsai oleh Al Maududi dalam mengkritik ide Barat dan penyelewengan dari segi ilmiah dan keagamaan. Bantahan terhadap nilai-nilai dan 26 Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan,Terjemahan Muhammad Baqir, ( Bandung : Mizan, 1984), h. 81-82 27 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995), h. 269 69 faham-faham Barat serta faham-faham materialis yang menjadi tumpuan berdirinya peradaban Barat atau dalam hal ini Mukti Ali menyebutnya dengan corak dan bentuk peradaban Jahiliyah ternyata mampu menciptakan sistem sosial masyarakat sekaligus membuktikan bahwa Islam selain Ideal, merupakan entitas efektif yang mengungguli model Barat. Al Maududi telah mengutamakan cara penyerangan terhadap ide Barat dalam menghadapinya dengan kekuatan dan kepercayaan, serta mengkritik dan mengemukakan jalan pemecahannya. Terdapat berbagai macam corak yang luas dari sebagian atau campuran dari Jahiliyah. Ini terdiri dari pengakuan terhadap adanya pencipta, tetapi dicampur aduk dengan kepercayaan-kepercayaan yang palsu dengan mencampur aduk elemen-elemen tertentu dari petunjuk Allah dengan elemen-elemen lain yang palsu. 28 Islam menolak konsep Jahiliyah dalam segala bentuk dan coraknya karena dalam mekanisme konsep Islam, sesuatu yang haq (Islam) dan yang bathil (Jahiliyyah) tidak bisa disatukan dan Islam berusaha untuk membawa revolusi total dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan petunjuk Tuhan. Ini membuka proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian perubahan dalam kehidupan individu, yang membawa individu itu mengembangkan masyarakat imani. Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha 28 Ilyas Hasan, editor Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.110 70 untuk membawa perubahan sosial pada arah yang islami secara kaffah seperti zaman Nabi dan para sahabat 29. Ti da ka dake r a gu a nb a hwaJ a ma ’ a ta lI s l a midiI n di ada nPa ki s t a na d a l a h salah satu gerakan Islam kontemporer yang terbesar di Asia. Berdiri pada asas konsepsi keyakinan yang sehat, dan menuntut untuk kembali kepada kebersihan a q i d a hda nke j e r ni ha ns y a r i ’ a t .Ge r a ka ni nit e l a hme ma nt a p ka ndi r id e ng a n I s l a m me n j a gahubunga nny ade ng a ny a ngl a i nbe r da s a r ka ns y a r i ’ a tI s l a m me mpe r s i a pk a n diri dalam pertarungan yang melibatkannya melawan India, baik di Kasymir maupun dalam perang Banglades serta telah mengorbankan ribuan putra-putrinya untuk membela Islam. Sejak berdirinya sampai hari ini Ja ma ’ a ta lI s l a myi t ut e l a h me n e mpuh tahapan, seperti tahapan dakwah dan koreksi. Kemudian tahapan pendidikan dan penyusunan, lalu tahapan perjuangan dan pertarungan. Sistemnya bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, serta sejarah kaum salaf yang shaleh radliyallahu ‘ an humaj ma’i n. Sistem itu mencakup : 1. percontohan sebelum perkataan 2. melaksanakan aktivitas dakwah dan segala keperluannya 3. berpegang kuat pada peraturan dakwah 4. me mpe r ha t i ka np e nd i di k a nda nkons o l i d a s i / pe nyu s una nj a ma ’ a h 29 Syahrin Harahap, Islam Dinamis, Menegakkan nilai-nilai Ajaran Al-Qur ’ a nd al am 71 5. memperhatikan perbaikan masyarakat 6. perbaikan pemerintah Inilah, dan sesungguhnya tulisan-tulisan dan gaya berjuang al-Maududi yang ditinggalkan sekarang ini menjadi sumber yang kaya di antara sumber-sumber pengetahuan dan penyiaran Islam, dan tetap relevan dengan masa depan Politik Islam, di mana pun dan kapan pun. C. Telaah kritis 1. J ama ’ a t al I s l ami ; Revolusi Damai Untuk mewujudkan ide-ide besarnya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang bernuansakan Islam, Maududi tidak hanya menulis, melainkan juga mendirikan organisasi Islam yang kemudian menjelma menjadi Partai Islam yang disebut dengan J a ma’ at al Islami yang didirikan pada 26 Agustus 1940 di Lahore. Tidak hanya ideide Maududi, J ama’ ata lI s l amiternyata juga realisasi dari ide-ide salah seorang pemikir besar Pakistan lainya, yakni Muhammad Iqbal. Sebelum melaju pada pembahasan berikutnya mengenai Ja ma ’ a ta lI s l a mi penulis coba deskripsikan beberapa gerakan-gerakan yang bergulir yang melatar belakangi hadirnya gerakan Ja ma ’ a ta lI s l a mi .Da l a m ha li niDr .Ha f i dzMuha mma d a lJ a b’ b a r yme mba gidu age r a ka n -gerakan Islam dari sudut pandang sejarah. Pertama kehidupan Modern di Indonesia, (Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogra, 1997), h237 72 gerakan tumbuh sebelum runtuhnya khilafah Islam tahun 1343 H / 1924 M. di antaranya : 1. Gerakan Salafiyah di Jazirah Arab. Peletak dasar / founding fathernya adalah Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab lebih kurang tahun 1153 H 2. Gerakan Asy-Syaikh Utsman Faudi di Nigeria dan sekitarnya. Pendirinya Asy-Syekh Utsman bin faudi lebih kurang tahun 1224 H 3. Gerakan Ahmad bin Irfan di India, lebih kurang tahun 1240 H 4. Gerakan As-Sanusiyah di Libia, pendirinya Al-Imam Muhammad Ahmad bin Abdullah Al-Mahdi lebih kurang tahun 1297 H Bagian kedua adalah gerakan yang tumbuh setelah jatuhnya pemerintahan khalifah Islam. Bagian ini meliputi : 1. Al-Ikhwan Al-Muslimin di Mesir di bawah pimpinan Al-Imam AsySyahid Hasan Al-Banna tahun 1928 M 2. J a ma ’ a hAn-Nur di Turki di bawah pimpinan As-Sy a i khSa ’ i dAn-Nursi tahun 1925 M 3. Al-J a ma ’ a hAl -Islamiyah di India dan Pakistan di bawah pimpinan AsySyaikh Abu Al-A’ l a Al-Maududi tahun 1941 M 4. Darul Islam di Indonesia di bawah Pimpinan Al-Mujahid Marijan Kartosuwiryo tahun 1949 M 5. Hizbu At-Tahrir Al-Islami di Palestina didirikan oleh Asy-Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani tahun 1952 M 73 Di sini penulis tidak membeberkan sejarah gerakan tersebut di atas akan tetapi me mf okus ka np a da ge r a ka nJ a ma ’ a ta lI s l a mi .Sebagai gerakan Islam, J ama’ atal Islami memiliki tujuan yang sangat jelas yaitu: mencapai ridlo Allah dengan cara penegakan ajaran agama di muka bumi. Keanggotaannya terbuka untuk semua orang. Namun untuk menjadi anggota J ama’ a talI s l amidiperlukan penyaringan yang ketat dan sangat selektif. Penyeleksian ditujukan untuk membuat fondasi pergerakan agar sangat kokoh dan tidak goyah. Sebab sebuah gerakan, dalam pandangan Maududi, jika tidak memiliki lapisan dasar yang kuat dan dengan pandangan yang sangat kuat, akan sangat gampang dipatahkan. Soliditas pandangan dan wawasan para anggota J a ma’ atalI s l amimenjadi agenda utama gerakan ini. Dan ini sesuai dengan cara perubahan masyarakat yang diajarkan Maududi. Yakni perubahan yang dilakukan dari atas (top-down). Sebuah garapan yang mengincar tokoh-tokoh dan bukan massa. Sebab, dalam pandangan Maududi, perubahan sebuah masyarakat akan gampang berjalan jika para elit pemikirnya telah mengerti Islam yang benar. Tak heran jika para pengikutnya berasal dari para golongan terpelajar. 30 Cara seleksi yang ketat ini, agak sedikit menghambat partai ini untuk menggaet pengikut. Bahkan tak jarang dianggap eksklusif, karena membidik orang-orang tertentu. Tuduhan ini sebenarnya ama’ atal bersumber pada ketidak-mengertian mereka terhadap cara dan tujuan J Islami. 30 h. 71 Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir , (Bandung : Mizan ), 74 Dalam rangka mengadakan perubahan, menurut Maududi, harus diadakan revolusi Islam (inqalab islami). Namun revolusi yang Maududi maksud bukanlah revolusi berdarah sebagaimana yang dilakukan oleh kaum komunis yang menginginkan perubahan dalam sekejap mata. Maududi menekankan, revolusi harus dilakukan dengan cara gradual dan dengan penanaman keyakinan akan kebesaran Islam. Dalam sebuah pertemuan pada tahun 1945 ia menyatakan bahwa yang dia maksud dengan revolusi tidaklah mengerahkan seluruh massa. Revolusi yang dimaksudkan adalah inqilab-i-imamat (revolution in leadership). Dia mengatakan, yang mengadakan perubahan bukanlah otak masyarakat umumnya, namun para penggerak masyarakat dan pemimpinnya. Maududi menyatakan, revolusi Islam adalah sebuah revolusi dengan esensi damai dan tanpa tumpahan darah. Makanya dia menekankan pendidikan sebagai sarana utama dalam proses revolusi yang pada muaranya berujung pada terciptanya negara Islam Pakistan31 Dari kenyataan di atas dapat diambil gambaran bahwa Maududi memang tidak mau berkompromi dalam pembentukan negara Islam Pakistan. Berkompromi di sini maksudnya bahwa kompromi politik antar berbagai partai dalam majelis untuk menyusun undang-undang dasar, karena Jama'at al-Islami memang tidak berada dalam posisi seperti itu. Karenanya kompromi disini harus dipahami dalam kontek cara perjuangan yang mereka tempuh, yaitu demontrasi dan rapat-rapat umum. Hal tersebut dipandang efektif dalam mengumpulkan massa dan dapat memperbanyak 31 Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan. (Bandung: Mizan, 1998), h.261 75 simpatisan Jama'at al-Islami. Usaha Maududi dalam mewujudkan undang-undang dasar Islam melalui demontrasi dan rapat-rapat umum, suatu program dengan rumusan terperinci mengenai "Islam sebagai dasar negara", "Negara Islam", ataupun "Hukum Islam" memang sulit dijelaskan secara rinci hanya melalui pidato saja, karenanya Beliau membuat buku Islamic Law and Constitution. 32 Usaha tersebut pada akhirnya dapat membuahkan hasil. Setelah berusaha selama tujuh tahun, Majelis Konstituante Pakistan akhirnya mensahkan "Undang-undang Dasar Republik Islam Pakistan" pada tahun 1956. Prinsip-prinsip yang dikehendaki J ama’ atal -Islami,s e p e r t is e but a n“ Republik Islam", Islam sebagai "Ideologi Ne gar aPak i s t an" ,“k e daul at a nadadi t anganTuh an" ,pemerintah adalah “ pemegang amanah Tuhan”,“ syari'ah sebagai hukum t e r t i ngg i ”.33 Menurut Maududi, situasi dewasa ini adalah bahwa masyarakat Muslim berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah saw, yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafa al-Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan dari Khilafah kepada monarki yang kurang lebih duniawi, dengan akibat-akibat perubahan yang penting pada peranan ulama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan 32 Yusril, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina, 1999), h. 242 33 Yusril, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina, 1999), h. 242 76 sadar atau tidak sadar pemisahan antara agama dan politik terjadi. Juga di situ berkembang pemisahan pemimpin kepada pimpinan politik dan pimpinan agama dengan ruang lingkup yang terpisah dan wilayah pengaruh sendiri-sendiri.34 Sebagai akibat dari perubahan-perubahan di atas, kehidupan moral rakyat mulai kacau. Kesetiaan dan keterikatan mereka yang ikhlas menjadi lemah, dan jurang antara teori dan praktik mulai tampak dan semakin luas yang membawa kepada pemerkukuhan penyakit moral yang berupa kemunafikan. Maududi menganjurkan supaya bacaan Islam itu interpretatif, dengan maksud menggerakkan keshalehan dan iman, demi aksi politik. Usaha yang luas dilakukan sepanjang sejarah Muslim untuk membetulkan situasi itu. Tetapi kerusakan itu terus berlangsung hingga akhirnya umat Muslim bertekuk lutut di bawah kekuasaan kolonial Barat. Pada periode itu sistem asing dipaksakan kepada umat Muslim dalam semua lapangan hidup, termasuk dalam bidang pendidikan. Karena sistem pendidikan baru itulah, maka pemisahan antara agama dan politik dalam kehidupan praktis berangsur-angsur menjadi pemikiran yang diterima bagi masyarakat Muslim. Pada Waktu umat Muslim mengenyahkan belenggu dominasi asing dan mulai hidup sebagai rakyat yang merdeka, pimpinan negeri-negeri Muslim pada umumnya jatuh ke tangan orang-orang yang sikap mental dan gaya hidupnya telah dibentuk oleh sistem pendidikan kolonial, dan pengalaman mereka oleh penguasaan politik. Pemimpin-pemimpin ini sedikit sekali mempunyai pengertian yang sebenarnya tentang Islam. Mereka sejauh itu hidup 34 Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan. (Bandung: Mizan, 1998), h.258 77 di bawah ide-ide dan nilai-nilai non-Islam. Hal ini ditambah lagi dengan beberapa kelemahan yang diwarisi oleh umat Muslim dari periode-periode sejarah sebelumnya. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa tampaknya kelemahan pokok masyarakat Muslim adalah tidak adanya pengetahuan yang cukup tentang Islam, kemunafikan, lemahnya nilai-nilai moral Islam, ketegangan antara pimpinan dan massa yang dipimpin, dan rusaknya tata sosio-politik Islam. Rakyat umumnya mencintai Islam tetapi tidak memahami arti dan pesannya secara cepat. Bagaimana caranya untuk mengobati situasi yang sedemikian itu? jawab Maududi adalah dengan perantaraan iman dan perjuangan yang terus menerus, membentuk kesatuan, menyatukan potensi dan kekuatan umat Islam agar kembali terhormat di antara berbagai umat di dunia. 35 Tampaknya merupakan suatu keharusan untuk memahami dasar-dasar pertimbangan gerakan Maududi. Di antaranya peranan kaum terpelajar sangat penting dalam setiap masyarakat umat manusia, terutama dalam masyarakat modern. la menekankan bahwa Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita sekarang ini apabila manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas tentang tatanan Islam, orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual manusia dan mempunyai kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan memegang tampuk pimpinan. Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti yang luas, dan bisa juga dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu 78 masyarakat, orang-orang yang tindak-lakunya dicontoh orang lain dan kata-katanya diikuti. Secara luas mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka kebetulan juga mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang lebih efektif dalam kehidupan manusia. Karena negara mempunyai kontrol terhadap pendidikan, media massa, kehidupan ekonomi, maka usaha-usaha untuk membawa perubahan dalam kehidupan manusia pasti akan mengalami kegagalan kecuali apabila negara itu bekerja sama dalam usaha-usaha itu. 2. Gerakan revolusi Maududi seringkali mempergunakan istilah "revolusi"36 untuk menunjukkan perubahan radikal yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukkan pilihannya kepada proses atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan revolusioner yang modern untuk menggapai tujuan mereka.37 Dalam studi kritis tentang revolusi Perancis, revolusi Rusia dan revolusi Mustafa Kemal di Turki, Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner dari Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan revolusioner kontemporer adalah dugaan, bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi 35 M Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, Terjemahan Abdul Hayyie al Kattani, dkk, ( Jakarta : Gema Insani Press, 2001), h. 164 36 Revolusi yang dimaksudkan oleh Maududi adalah usaha gradual dan bertahap, tanpa menggunakan kekerasan, untuk mengadakan transformasi kehidupan umat Islam, perbaikan ahklak, dan memperkuat iman serta kepercayaan akan keunggulan ajaran dan pola hidup Islam. Lih. Islam dan tata negara, Munawir Sadjali. h. 161 37 Mukti ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan. (Bandung: Mizan, 1998), h.262 79 dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu perubahan radikal untuk kebaikan dapat tercapai. 38 Revolusi itu mengabaikan perubahan manusia itu sendiri: pandangannya, tujuan hidup, dorongan dan pribadinya. Tetapi Revolusi Islam mencari perubahan yang lebih radikal dan lebih tuntas, sekaligus dapat menciptakan suatu kesadaran sosial dan iklim moral yang kondusif 39 Perubahan itu mendorong untuk mempergunakan kebencian dan kekerasan, dan tidak membatasi mempergunakan kekuatan hanya kepada hal-hal yang tidak bisa dihindari dan secara moral dapat dibenarkan. Maududi tidak menyetujui apa yang dikatakan teknik-teknik revolusioner, dan menekankan bahwa kebangkitan Islam dapat dilakukan dengan Pola "revolusioner" yang lain. Jika tujuan akhir dari taktik itu adalah untuk membawa perubahan yang menyeluruh, maka untuk mencapai tujuan itu harus berangsur-angsur dan diperhitungkan. Dari pada menolak sama sekali sistem yang ada dan berusaha untuk menghancurkannya secara langsung dan total, ia menganjurkan untuk pendekatan yang berhati-hati. la menghendaki supaya sistem yang ada itu diteliti secara berhati-hati untuk menemukan apa yang salah yang dengan itu perlu diubah, dan apa yang baik perlu dipertahankan Lebih dari itu ketika ia 38 Demi mengemukakan bahwa Islam itu merupakan kekuatan sosio-politik yang efektif untuk menggantikan sosialisme dan menentang kapitalisme bagi itelektual Muslim, Maududi menjelaskan t u l i s a nd a npe mbi c a r a a n ny ad e n ga ni s t i l a hy a ngkh a sb a r a t“revolusi Islam” ,Negara Islam, dan Ideologi Islam. Lih Para perintis Zaman Baru Islam oleh Ali Rahema. h. 109 39 M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 143 80 mempertimbangkan pendekatan Islam harus revolusioner, itu berarti bahwa tertib baru yang diinginkan dan akan dibentuk itu harus sama sekali berbeda dari apa yang ada dan bahwa perubahan itu harus total dan komplit, maka sebenarnya Islam berusaha untuk mendapatkan transformasi itu secara berangsur-angsur dan dengan perantaraan gerak yang hati-hati dan diperhitungkan.40 Hal ini juga bertentangan dengan pendapat yang baik oleh orang-orang yang revolusioner maupun tidak revolusioner, yaitu dengan mempergunakan istilah dewasa ini, seperti "tujuan menghalalkan cara". Sebaliknya ia menekankan bahwa baik tujuan maupun cara harus jelas dan baik, karena hanya degan itulah perubahan yang sehat akan terjadi. Demikian beberapa pikiran yang dapat diperoleh dari tulisan-tulisan yang begitu banyak dari Abu A'la Maududi. Profesor Wilfred Cantwell Smith mengatakan bahwa salah satu jasa Maududi ialah bahwa ia sanggup mencarikan dasar-dasar dalam ajaran Islam secara tertulis tentang segala tindak laku umat manusia. 40 Di antara banyak sebab kegagalan dakwahnya, menurut Maududi, adalah karena tidak adanya contoh hidup masyarakat islami yang dapat disaksikan oleh mata ( revolusi hening ) dan dia percaya bahwa kalau saja umat Islam dapat menyaksikan suatu masyarakat yang para anggotanya hidup mengikuti pola hidup para sahabat nabi yang diliputi semangat, cinta kasih, kejujuran, keadilan dan kesediaan berkorban untuk kepentingan bersama niscaya mereka akan tertarik kepada ajaran dan pola hidup Islami 82 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disimpulkan berbagai hal yang merupakan jawaban dari masalah pokok yang menjadi bahasan skripsi, adalah sebagai berikut: 1. Abu al-A'la al-Maududi merupakan tokoh kharismatik yang disegani dalam memperjuangkan Islam dan mampu memberikan nuansa pemikiran politik yang dicita-citakan dalam politik Islam. Dia juga telah mampu menghadirkan politik Islam yang berangkat dari pemahamannya mengenai al-Qur'an dan al-Hadits 2. Intisari dari teori politik Islam Al-Maududi secara mendasar dimulai sejak ditinggalkannya sistem ke-khilafah-an dan dipakainya sistem mulk atau sistem kerajaan dalam politik pemerintahan saat itu. Dari dasar inilah Ia khilaf ah‘ al a mencoba mengusung konsep theo-demokrasi dengan prinsip “ minhaj al-Nubuwah”, yang kemudian ia implementasikan dalam organisasinya Ja ma ’ a h Islamiyah yang kini masih bisa kita lihat keberadaannya dalam politik pemerintahan Pakistan saat ini. 3. Pola dan formula Pemikiran politik al-Maududi yang tercipta dalam dinamika masyarakat Pakistan memberikan kontribusi positif terhadap masa depan politik Islam, di mana Islam dihadirkan sebagai sistem sosial kemasyarakatan atau bahkan memberikan ekspresi dan bias budaya dalam 83 mengatur sistem kemasyarakatan dan ketatanegaraan. Sehingga mengantarkan Al-Maududime n j a dif i gur“ pemurni” ~a t a u bo l e h ki t a sebut~ fundamentalis dalam sejarah pemikiran Islam melalui gerakangarakan revolusioner yang islami yang masih tetap hangat didiskusikan kapanpun dan di manapun. B. SARAN-SARAN Sebagai saran penulis mensikapi pemahaman Islam dan politik kenegaraan khususnya dalam konteks pemikiran politik Islam di antaranya: I. Sebaiknya partai politik berjuang untuk menegakkan syari'at Islam sebagai jalan mencari ridla Allah. 2. Memilih partai yang sungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya ajaran Islam di muka bumi. 3. Berusaha sekuat tenaga untuk menyadarkan para politikus untuk berpegang teguh pada ajaran Islam. Akhimya penulis berdoa kepada Allah agar apa yang telah kita kerjakan selama ini khususnya dalam perbaikan-perbaikan dalam bidang politik mendapat ridla di sisi-Nya. DAFTAR PUSTAKA Al-Qu r ’ anal -Kariim Abduh, Muhammad, Tafsir al-Manar, Mesir: Mathba'at al-Manar, Jilid I dan 5, 1954, Adams, Charles J, Maududi dan, Negara Islam , dalam John L Esposito (Ed.), Dinamika Kebangunan Islam, Terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul "Voices of Resurgent 1slam ", Jakarta: CV. Rajawali, 1987, cet. ke- I Ahmad, Khursyid, Islamic Way of 1ife, Lahore: Islamic Publication LTD, tth _____________& Anshari, Zafar Ishak, Maulana Sayyid Abu al-A'la al-Maududi an Introduction to His Vision of Islam and 1slamic Revival, dalam Khursid Ahmad & Zafar Ishak Anshari (Ed.) "Islamic Perpectives Studies in Honour of Maulana Sayyid Abu al-A'la al--Maududi". Leicester : Islamic Foundation, 1980, cet. ke-2 Ali, Ahmad Mukti., Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta: Rajawali, 1988, Cet. ke-2 ____________, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung : Mizan, 1998 cet ke-4 Azzra, Azyumardi, dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Dinamika Masa Kini, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002, Jilid 6 85 Azzam, Salim (ed), Concept of Islamic State, penerjemah, Malikul Awal dan Abu Jalil, Beberapa Pandangan Tentang Pernerintahan Islam, Bandung: Mizan, 1983, Cet. ke-1 Budiardjo, Meriam., Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, Pustaka Utama, 2002, cet. ke-12 Donohue, John J dan John L Esposito (ed), Islamic in Transition. Muslim Perspectives, penerjemah, Machnun Husein, Islam dan Pembaharuan, Ensiklopedi Masalah-masalah, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, Cet. ke- I Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an Departemen Agama RI. 1988/1989 Echols, John M, and Hasan Shadili, Kamus Inggris - Indonesia, Jakarta: PT.Gramedia Jakarta, 1989, cet. ke-27 Esposito, John L (ed), Voices of Resurgent Islam, penerjemah, Bakri Siregar, Dinamika Kebangunan Islam, Watak., Proses dan Tantangan, Jakarta: CV. Rajawali, 1987, Cet. Ke- I _____________, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2001, cet. ke-2 Gani, Soelistiyani Ismail, Pengantar 1lmu Politik, Jakarta: Gramedia, 1987, cet. ke-I Glasse, Cyril, Ensildopedi Islam, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1992, cet. ke- I Harahap, Syahrin, Islam Dinamis, Menegakkan nilai-nilai Ajaran Al-Qur ’ andal am kehidupan Modern di Indonesia, Yogra, 1997 Yogyakarta : PT Tiara Wacana 86 Hassan, Ahmad, The Concept of Ijma in Islam, Karachi: Islamic Publication, t. tp Hikam, Muhammad AS, Wacana Politik Hukum dan Demokrasi Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, cet. ke- I Iqbal, Muhammad, Drs, M. Ag., Fiqh Siyasah-Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, cet. ke- I Jameelah, Maryam, Islam and Modernism, Lahore: Islamic Publication, 1977 _____________, Biografi Abu al-A'la al-Maududi, terjemahan Dedi Djamaluddin Malik dari buku aslinya "Who is Maoodudi", Bandung: Risalah, 1984 Khan, Qomaruddin, Pemikiran Politik Islam Ibn Taimiyah, penterjemah Ahmad Wahyuddin, Bandung: Pustaka, 1983 Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Lentera, 1999 Ma'arif, Ahmad Syafi'i, IsIam dan Masalah kenegaraan, Jakarta: LP3ES, 1985, cet. ke- I Madjid, Nurcholis, 1slam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992, cet. ke-l ____________, Cita-Cita Politik Islam Modern, Jakarta: Paramadina, 2001, cet. ke- I Mahendra, Yusril lhza, Modernisme dan fundamentalisme dalam Politik Islam, Jakarta: Paramadina, 1999, Cet. ke- I Al-Maududi, Abu al-A'la, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, Bandung: Mizan: 1984, cet. ke- I 87 _____________,Hukum dan Konstitusi, Sistem Polilik Islam, penerjemah, Asep Hikmat, Bandung: Mizan, 1990, cet. ke- I ______________, Human Right in Islam, penerjemah Ahmad Nashir Budiman, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985, Cet. Ke-1 ______________, The Islamic Law and Constitution, penerjemah Asep Hikmat, Hukurn dan Konstitusi, Sistem Politik Islam, Bandung: Mizan, 1990, Cet. Ke- I _____________, Esensi al-Quran, penerjemah, Ahmad Muslim, Bandung: Mizan, 1984, cet. ke-I Al-Mawardi, Abu Hasan, Al-Ahkam al-Shulthaniyat, Beirut: Dar al-Fikr, tth Moeliono, Anton M, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, t.tp Mu'arif, Hasan Ambari, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999 Muhammad Al-J a b’ ba r y,Ha f i z h.DR,Gerakan Kebangkitan Islam, Studi Literatur Gerakan Islam Kontemporer dan teori dalam berbagai gerakan reformasi Islam, penerjemah Abu Ayyub Al Anshari, Duta Rahmah, Solo 1996 cet 1 Mujib, Muhammad, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994, cet. ke- I Mutawalli, Abd al-Hamid, Mabadi Nizam al-Hukm fi al-Islam, Iskandariyat: al Ma'arif. 1978, cet. Ke- 4 Nasution, Harun., Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, Cet, Ke-3 88 ___________, Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1989 ___________, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Djambatan, 1992, cet. ke-2 Noer, Deliar, Pengantar Ke Pemikiran Politik, Jakarta: CV. Rajawali, 1983, Cet. ke-1 ___________, Gerakan Modern IsIam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1980, Cet. ke- I Al-Qardhawi, Yusuf., Fiqh Siyasi, Kairo: Dar al-Qolam, 1996 Al-Qasimi, Ali Yusuf, A1-Mu’ z amal -Arabi al-Asasi, Beirut: Al-Rous, t. tp Rahman, Fazlur., Metode dan Alternatif, Neomodernisine lslam, penerjemah, Taufik Adnan Amal, Bandung: Mizan, 1989, Cet. Ke-2 ____________, Islam, Chicago: The University of Chicago Press, 1982, Cet. ke-2 ____________, Islam dan Modernitas, tentang Trasformasi Intelektual, penerjemah Ahsin Muhammad, Bandung : Pustaka, 1995, cet ke-2 Rahnema, Ali, Para Perintis Zaman Baru Islam, terjemahan dari Pioneers of Islamic Revival, terbitan Zed Book Ltd, 7 Cinthia Street, London, 1994, Bandung ; Mizan, 1998 Rais, M. Dhiauddin, Teori Politik Islam, Terjemahan Abdul Hayyie al Kattani, dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2001 Rauf, Abdul, Al-Quran dan Ilmu Hukum, Jakarta: Bulan Bintang, 1970. Cet. ke- I Sardar, Ziauddin, The Future of Muslim Civilization, penerjemah, Rahmani Astuti, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, Bandung: Mizan, 1986, cet. ke- I 8 9 Ash-Shadr, Sayyid Muhammad Baqir, Introduction to Islamic Political System, terjemah: Arif Mulyadi, Sistem Politik Islam, Jakarta: Lentera Basritama, 1987, cet. ke-2 Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1990, cet. ke- I Syamsuddin, M Din, Islam dan Politik Era Orde Baru, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2001 Sucipto, Hery, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr hingga Nasr dan Qardhawi, Jakarta : Penerbit Hikmah, 2003, cet ke-1