BAB II LANDASAN TEORI A. Akuntansi Lingkungan Menurut AICPA

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Akuntansi Lingkungan
Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accounting)
dalam buletinnya, Akuntansi didefinisikan sebagai berikut :
Accounting is the art of recording, classifying and summarizing in a significant
manner and in the term of money, transaction and event which are and part, at
least of financial character and interpreting the result there of (1998).
Pengertian di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut “akuntansi
merupakan sebuah seni untuk mencatat, mengklasifikan, dan menjumlahkan nilai
dari transaksi yang sudah dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan dalam bentuk sistematis”.
Sedangkan lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pasal 1 angka 1
adalah :
“kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup,
termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
peri kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya”.
Akuntansi lingkungan atau Environmental Accounting (EA) merupakan
istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental
costs) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya
lingkungan adalah dampak yang timbul dari sisi keuangan mampun non-keuangan
yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas
lingkungan menurut Ikhsan (2008).
11
12
Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United
States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan adalah:
“Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan
biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan,
yang mampu mendorong dalam pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau
menghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan, sedang memperbaiki
kualitas lingkungan”(Ikhsan, 2008).
US EPA menambahkan bahwa istilah akuntansi lingkungan di bagi
menjadi dua. Pertama, akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara
langsung berdampak pada perusahaan secara menyeluruh (disebut dengan istilah
“biaya pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biya-biaya individu,
masyarakat
maupun
lingkungan
suatu
perusahaan
yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan. Akuntansi lingkungan juga didefinisikan sebagai
pencegahan, pengurangan, dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan,
bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadiankejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan-kegiatan tersebut (Ikhsan,
2008).
Bidang akuntansi lingkungan terus berkembang dalam mengidentifikasi
pengukuran-pengukuran dan mengomunikasikan biaya-biaya aktual perusahaan
atau
dampak
potensial
lingkungannya.
Biaya
ini
meliputi
biaya-biaya
pembersihan atau perbaikan tempat-tempat yang terkontaminasi, biaya pelestarian
lingkungan, biaya hukuman dan pajak, biaya pencegahan polusi teknologi dan
biaya manajemen pemborosan.
Biaya lingkungan dapat merupakan presentase yang signifikan dari biaya
operasional total. Melalui manajemen yang efektif, banyak dari biaya-biaya ini
13
yang dapat dikurangi atau dihapuskan. Untuk melakukannya, diperlukan
informasi biaya lingkungan yang menuntut manajemen untuk mendefinisikan,
mengukur, mengklasifikasikan, dan membebankan biaya lingkungan kepada
proses, produk, dan objek biaya lainnya. Akuntansi lingkungan menunjukkan
biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya,
selain itu juga digunakan untuk mengukur biaya kualitas dan jasa menurut
Trisnawati (2014). Biaya lingkungan dilaporkan sebagai sebuah kelompok
terpisah agar manajer dapat melihat pengaruhnya terhadap profitabilitas
perusahaan.
1. Model biaya kualitas lingkungan
Salah satu pendekatan yang digunakan adalah model biaya kualitas
lingkungan. Dalam model kualitas lingkungan total, kondisi ideal adalah tidak
adanya kerusakan lingkungan; kerusakan dianggap sebagai degradasi langsung
dari lingkungan (misalnya polusi air dan udara) atau degradasi tidak langsung
(misal penggunaan bahan baku dan energi yang tidak perlu). Biaya lingkungan
didefinisikan sebagai biaya-biaya yang terjadi karena adanya kualitas
lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk mungkin
terjadi. Oleh karenannya biaya lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention cost), yaitu biayabiaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya
limbah dan/atau sampah yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Contoh: biaya seleksi pemasok, seleksi alat pengendali polusi, desain
proses dan produk, training karyawan, dll.
14
b. Biaya deteksi lingkungan (environmental detection cost), yaitu biaya-biaya
untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan apakah, produk, proses,
dan aktivitas lainnya telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku
atau/tidak. Contoh: biaya audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk
dan proses, pelaksanaan pengujian pencemaran, pengukuran tingkat
pencemaran, dll.
c. Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental internal failure cost),
yaitu biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena diproduksinya
limbah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar. Contoh: biaya operasional
peralatan pengurang/penghilang polusi, pengolahan dan pembuangan
limbah beracun, pemeliharaan peralatan, daur ulang sisa bahan, dll.
d. Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external failure
cost), yaitu biaya-biaya untuk aktifitas yang dilakukan setelah melepas
limbah/sampah ke dalam lingkungan.
1) Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure
cost), yaitu biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan. Contoh :
biaya membersihakan danau atau tanah yang tercemar atau minyak
yang tumpah, penyelesaian klaim kecelakaan pribadi, hilangnya
penjualan karena reputasi lingkungan yang buruk, dll.
2) Biaya kegagalan eksternal yang tidak direalisasikan/ biaya sosial
(unrealized external failure cost/social cost), yaitu biaya sosial yang
disebabkan oleh perusahaan tetapi dialami dan dibayar oleh pihak-pihak
di luar perusahaan. Contoh: biaya perawatan medis karena kerusakan
15
lingkungan, hilangnya lapangan pekerjaan karena polusi, rusakan
ekosistem,dll.
Pelaporan biaya lingkungan menurut kategori memberikan dua hasil yang
penting, yaitu : (1) dampak biaya lingkungan terhadap profitabilitas, dan (2)
jumlah relatif yang dihabiskan untuk setiap kategori. Dari sudut pandang praktis,
biaya lingkungan akan menerima perhatian manajemen hanya jika jumlahnya
signifikan. Dalam kenyataannya, biaya lingkungan dapat secara signifikan
mempengaruhi profitabilitas perusahaan. Laporan biaya juga menyediakan
informasi yang berhubungan dengan distribusi relatif dari biaya lingkungan.
Biaya kegagalan lingkungan dapat dikurangi dengan menginvestasikan
lebih banyak aktivitas-aktivitas pencegahan dan deteksi. Dimungkinkan bahwa
model pengurangan biaya lingkungan akan berperilaku serupa dengan model
biasa kualitas total, yaitu bahwa biaya lingkungan yang terendah diperoleh pada
titik kerusakan nol, sama seperti titik cacat nol pada model biaya kualitas total.
Pengetahuan akan biaya lingkungan dan hubungannya dengan produk dapat
menjadi sebuah insentif untuk melakukan inovasi dan meningkatkan efisiensi.
2. Perlakuan Akuntansi atas biaya akuntansi lingkungan
a. Biaya Lingkungan dan Belanja
PSAK No. 33 edisi revisi 2012 tentang Aktivitas Pengupasan Lapisan
Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum taksiran
biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan
produksi tambang diakui sebagai beban. PSAP No.2 tentang Laporan Realisasi
Anggaran bahwa biaya pengelolaan limbah termasuk dalam elemen belanja
16
(Trisnawati, 2014). Kriteria menurut PSAP No. 02 bahwa belanja adalah
semua pengeluaran dari rekening kas umum Negara atau Daerah yang
mengurangi saldo anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan
yang tidak diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
b. Pengukuran biaya akuntansi lingkungan
Dalam SAP Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan paragraf 98,
pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan
memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran adalah
penentuan jumlah rupiah suatu transaksi yang harus dicatat. Pengukuran lebih
berhubungan dengan masalah penentuan jumlah rupiah yang pertama kali pada
saat suatu transaksi terjadi menurut Suwarjono, 2010 dalam Trisnawati, 2014.
c. Pengakuan biaya akuntansi lingkungan
Pengakuan ialah pencatatan suatu jumlah rupiah ke dalam sistem
akuntansi sehingga jumlah tersebut akan mempengaruhi suatu pos dan
terefleksi dalam laporan keuangan (Suwarjono, 2010) dalam dalam Trisnawati,
2014. Kriteria pengakuan menurut FASB meliputi empat aspek, yaitu
definition, measurability, relevance dan reliability. Berdasarkan kriteria
tersebut, maka biaya pengolahan limbah dapat diakui dan dicatat ke dalam
sistem pencatatan yang akan mempengaruhi laporan keuangan. Hal ini
didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut :
1) Definition (definisi), bahwa pengolahan limbah diakui sebagai belanja karena
mengurangi ekuitas atau kekayaan daerah.
17
2) Measurability (keterukuran), bahwa biaya-biaya yang timbul dapat diukur
dengan satuan uang yang berdasarkan jumlah yang dikeluarkan oleh Instalasi
Sanitasi sebagi penyelenggara pengolahan limbah.
3) Relevance (keberpautan), bahwa biaya-biaya tersebut timbul sebagai akibat
dari usaha pengolahan limbah yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
4) Reliability (keterandalan), bahwa biaya tersebut benar-benar terjadi dan dapat
dipertanggung jawabkan oleh Instalasi Sanitasi sebagai salah satu cost center
(pusat biaya).
Pada SAP Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan paragraf 84
pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria
pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan
menjadi bagian yang melengkapi unsur asset, kewajiban, ekuitas, pendapatanLRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO sebagaimana akan termuat pada
laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan.
d. Penyajian dan Pengungkapan biaya akuntansi lingkungan
Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia diatur
oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) yang menyarankan kepada perusahaan untuk
mengungkapkan tanggung jawab mengenai sosial dan lingkungan sebagaimana
tertulis pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 1 (Revisi 2009) paragraf 12
berbunyi:
“Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added
statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup
18
memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
Pengungkapan berkaitan dengan cara pembeberan atau penjelasan hal-hal
informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai, yaitu bagaimana
suatu informasi keuangan atau kebijakan akuntansi perusahaan tersebut
diungkapkan (Suwarjono, 2010 dalam Trisnawati, 2014). Berdasarkan PSAK No.
33 edisi revisi 2012 tentang Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup pada Pertambangan Umum entitas mengungkapkan dalam
catatan atas laporan keuangan atas pengolahan limbah adalah :
1) Kebijakan akuntansi atas pembebanan biaya pengolahan limbah.
2) Kegiatan PLH yang sudah dilakukan dan yang sedang berjalan.
3) Adanya kewajiban bersyarat sehubungan dengan pengelolaan lingkungan
hidup (PLH) dan kewajiban lainnya sebagaimana diatur pada Standar
Akuntansi Keuangan.
Berdasarkan PSAP No. 4 tentang Catatan atas Laporan Keuangan, dalam
rangka pengungkapan yang memadai, Catatan atas Laporan Keuangan
mengungkapkan hal-hal sebagai berikut (Trisnawati, 2014):
1) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi.
2) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro.
3) Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya.
4) Kebijakan akuntansi yang penting.
5) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan.
6) Informasi tambahan lainnya yang diperlukan.
19
3. Sistem akuntansi lingkungan
Sistem akuntansi lingkungan terdiri atas akuntansi konvensional dan ekologis:
a.
Akuntansi lingkungan konvensional mengukur dampak-dampak dari
lingkungan alam pada suatu perusahaan dalam istilah-istilah keuangan.
b. Akuntansi ekologis mencoba untuk mengukur dampak suatu perusahaan
berdasarkan lingkungan, tetapi pengukuran dilakukan dalam bentuk unit
fisik (sisa barang produksi dalam kilogram, pemakaian energi dalam
kiloujoules), akan tetapi standar pengukuran yang digunakan bukan dalam
bentuk satuan keuangan.
4. Ruang lingkup akuntansi lingkungan
Sedangkan lingkup akuntansi lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Bagian pertama didasarkan pada kegiatan akuntansi lingkungan suatu
perusahaan baik secara nasional maupun regional.
b. Bagian kedua berkaitan dengan akuntansi lingkungan untuk perusahaanperusahaan dan organisasi lainnya.
5. Faktor konsep akuntansi lingkungan
Beberapa faktor mengenai konsep akuntansi lingkungan :
a. Biaya konservasi lingkungan (diukur dengan menggunakan nilai satuan
uang).
b. Keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik).
20
c. Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dengan
nilai satuan uang/rupiah).
6. Dasar akuntansi lingkungan
Dimensi dasar dari akuntansi lingkungan di bagi ke dalam beberapa
kelompok, yaitu :
1. Relevansi
2. Keandalan
3. Netralitas
4. Dapat dimengerti
5. Dapat diperbandingkan
6. Dapat diverifikasi
7. Dasar menggunakan akuntansi lingkungan
Dengan mengidentifikasi dan mengendalikan biaya-biaya lingkungan,
sistem Akuntansi Manajemen Lingkungan dapat membantu manajer lingkungan
untuk menjustifikasi perencanaan produksi pembersih, dan mengidentifikasi caracara baru dan penghematan uang serta memperbaiki kinerja lingkungan pada
waktu yang bersamaan, mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan yang sering
tersembunyi dalam sistem akuntansi umum. Polluting products akan tampak lebih
menguntungkan dibandingkan dengan yang sebenarnya karena beberapa dari
biaya produksi tersembunyi, dan mungkin dijual dibawah harga. Produk
pembersih membawa beberapa biaya lingkungan melebihi polluting products
21
(seluruh overhead) mereka mungkin memiliki keuntungan di bawah estimasi dan
melebihi harga. Ketika harga produk memengaruhi permintaan, persepsi harga
yang rendah dari perbaikan permintaan polluting products mereka dan
memberanikan perusahaan untuk melanjutkan produksi mereka, barangkali
walaupun melebihi sedikit polluting product. Akhirnya, penerapan akuntansi
lingkungan akan dikalikan dengan keuntungan yang diperoleh dari alat-alat
manajemen lingkungan lainnya.
8. Fungsi dan peran akuntansi lingkungan
a. Fungsi Internal
Fungsi internal (pihak penyelenggara usaha) memungkinkan untuk
mengatur biaya konservasi lingkungan dan menganalisis biaya dari
kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang efektif dan efisien serta
sesuai dengan pengambilan keputusan.
b. Fungsi Eksternal
Fungsi ini berkaitan dengan aspek pelaporan keuangan SFAC No.1
menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan informasi yang
bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam
mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional.
Faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah pengungkapan
hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data akuntansi.
Informasi yang diungkapkan merupakan hasil yang diukur secara
kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan. Diharapkan dengan
22
publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi bagi perusahaanperusahaan dalam memenuhi pertanggungjawaban serta transparansi
mereka bagi para stakeholder yang secara simultan sangat berarti untuk
kepastian evaluasi dari kegiatan konservasi lingkungan.
9. Manfaat potensial akuntansi manajemen lingkungan
a. Bagi pemerintah
1) Semakin banyak industri yang mampu membenarkan programprogram
lingkungan
perusahaan
sendiri,
berdasarkan
penurunan
pada
kepentingan
keuangan,
politik
keuangan
dan
beban
perlindungan lingkungan lainnya bagi pemerintah.
2) Penerapan akuntansi lingkungan oleh industri dapat memperkuat
efektifitas
keberadaan
kebijakan
pemerintah/regulasi
dengan
lingkungan sebagai hasil dari kebijakan/aturan-aturan.
3) Pemerintah dapat menggunakan data akuntansi manajemen lingkungan
industri untuk menaksir dan melaporkan ilmu tentang ukuran kinerja
lingkungan dan keuangan untuk pemerintah.
4) Data akuntansi manajemen lingkungan industri digunakan untuk
menginformasikan program kebijakan pemerintah.
5) Pemerintah dapat menggunakan data akuntansi manajemen lingkungan
industri untuk mengembangkan ilmu tentang pengukuran dan
pelaporan manfaat lingkungan serta pengungkapan keuangan suka rela
23
dari industri, pendekatan inovatif dalam perlindungan lingkungan dan
program lain serta kebijakan-kebijakan pemerintah.
6) Data akuntansi manajemen lingkungan industri dapat digunakan untuk
akuntansi tingkat nasional atau regional.
b. Bagi masyarakat
1) Mampu untuk lebih efisien dan efektif menggunakan sumber-sumber daya
alam, termasuk air dan energi.
2) Mampu untuk mengurangi efektifitas biaya dari emisi.
3) Mengurangi biaya-biaya masyarakat luar yang berhubungan dengan polusi
seperti biaya terhadap monitoring lingkungan, pengendalian dan perbaikan
sebagaimana biaya kesehatan publik yang baik.
4) Menyediakan peningkatan informasi untuk meningkatkan kebijakan
pengambilan keputusan publik.
5) Menyediakan informasi kinerja lingkungan industri yang dapat digunakan
dalam luasnya kontek dari evaluasi kinerja lingkungan dan kondisi-kondisi
ekonomi area geografik.
c. Manfaat ekofisensi
Ekofisiensi menyatakan bahwa organisasi dapat menghasikan barang dan
jasa yang lebih bermanfaat sambil secara bersamaan mengurangi dampak
lingkungan yang negatif, konsumsi sumber daya, dan biaya. Ekofisiensi
mengimplikasikan bahwa peningkatan efisiensi ekonomi berasal dari perbaikan
kinerja lingkungan. Beberapa penyebab dan insentif untuk ekofisiensi antara
lain:
24
1) Permintaan pelanggan atas produk yang lebih bersih.
2) Pegawai yang lebih baik dan produktifitas yang lebih besar.
3) Biaya modal dan biaya asuransi yang lebih rendah.
4) Keuntungan sosial yang signifikan sehingga citra perusahaan menjadi
lebih baik.
5) Pengurangan biaya dan keunggulan bersaing.
10.
Membebankan biaya lingkungan
Produk dan proses merupakan sumber biaya lingkungan. Proses produksi
dapat menciptakan residu/limbah padat, cair dan gas yang selanjutkan dilepas ke
lingkungan dan berpotensi merusak lingkungan. Setelah produk dijual,
penggunaan dan pembuangannya oleh pelanggan juga dapat mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Biaya lingkungan pasca pembelian (environmental
postpurcase cost) semacam ini sering kali ditanggung oleh masyarakat, dan bukan
oleh perusahaan, sehingga merupakan biaya sosial. Perusahaan harus dapat
menentukan bagaimana membebankan biaya lingkungan ke produk dan proses.
Beberapa hal mendapat perhatian seperti berikut :
a. Biaya lingkungan penuh atau biaya privat penuh
1) Biaya lingkungan penuh (full environmental costing) adalah
pembebanan semua biaya lingkungan, baik yang bersifat privat
maupun sosial, ke produk. Biaya penuh memerlukan pengumpulan
data dari pihak luar perusahaan.
25
2) Biaya privat penuh (full private costing) adalah pembebanan biaya
privat ke produk individual. Biaya lingkungan yang disebabkan
oleh proses internal perusahaan dibebankan ke produk. Biaya
privat menggunakan data yang dihasilkan di dalam perusahaan.
Pembebanan biaya secara tepat dapat digunakan untuk mengetahui
profitabilitas suatu produk dan memungkinkan peluang perbaikan dalam
desain produk, efisiensi ekonomi, dan kinerja lingkungan.
b. Biaya lingkungan berbasis fungsi atau berbasis aktivitas
1) Perhitungan biaya berbasis fungsi membentuk suatu kelompok biaya
lingkungan dan menghitung tingkat/tarifnya dengan menggunakan
penggerak tingkat unit seperti jumlah jam tenaga kerja atau jam mesin.
Biaya lingkungan dibebankan ke setiap produk berdasarkan pemakaian
jam pemakaian jam tenaga kerja atau jam mesin. Pendekatan ini cukup
memadai untuk produk yang relatif homogen, namun untuk banyak
produk yang bervariasi, pendekatan berbasis fungsi ini dapat
mengakibatkan distorsi biaya, misalnya jika ternyata dari sekian
banyak produk, hanya satu jenis produk yang menghasilkan emisi
maka biaya lingkungan seharusnya hanya dibebankan pada produk
yang bersangkutan.
2) Perhitungan berbasis aktivitas membebankan biaya ke aktivitas
lingkungan dan kemudian menghitung tingkat atau tarif aktivitas.
Tingkat ini digunakan untuk untuk membebankan biaya lingkungan ke
26
produk berdasarkan penggunaan aktivitas. Untuk perusahaan yang
menghasilkan beragam produk, pendekatan berbasis aktivitas lebih
tepat digunakan
11. Penilaian biaya siklus
Biaya
produk
lingkungan
dapat
menunjukan
kebutuhan
untuk
meningkatkan pembenahan produk perusahaan. Pembenahan produk meliputi
praktik mendesain, membuat, mengolah, dan mendaur ulang produk untuk
meminimalkan dampak buruknya terhadap lingkungan. Untuk meningkatkan
pembenahan produk dilakukan penilaian siklus hidup (life cycle), yaitu
pengidentifikasian pengaruh lingkungan dari suatu produk selama siklus hidupnya
dan kemudian mencari peluang untuk memperoleh perbaikan lingkungan.
Penilaian siklus hidup membebankan biaya dan keuntungan pada pengaruh
lingkungan dan perbaikan.
Siklus hidup suatu produk meliputi: (1) ekstraksi sumber daya, (2)
pembuatan produk, (3) penggunaan produk, serta (4) daur ulang dan pembuangan.
Pengemasan produk merupakan bagian siklus hidup semacam ini menggabungkan
sudut pandang pemasok, produsen dan pelanggan. Penilaian biaya siklus hidup
merupakan bagian mendasar dari penilaian siklus hidup. Penilaian biaya siklus
hidup membebankan biaya ke dampak lingkungan dari beberapa desain produk.
Biaya ini adalah fungsi dari penggunaan bahan baku, energi yang dikonsumsi, dan
pelepasan ke lingkungan yang berasal dari manufaktur produk.
Penilaian siklus hidup didefinisikan oleh tiga tahapan formal:
27
a. Analisis persediaan (inventory analysis): memberikan perincian bahan
baku, energi, dan pelepasan ke lingkungan dari suatu produk.
b. Analisis dampak (impact analysis): menilai pengaruh lingkungan dari
beberapa desain dan memberikan peringkat relatif/penilaian biaya dari
pengaruh-pengaruh tersebut.
c. Analisis perbaikan (improvement analysis): bertujuan untuk mengurangi
dampak lingkungan yang ditunjukkan oleh analisis persediaan dampak.
12. Akuntansi pertanggungjawaban lingkungan berbasis strategi
Jika paradigma ekofiensi diterima, maka perspektif lingkungan dapat
diterima sebagai perfektif tambahan dalam Balance Scorecard karena perbaikan
kinerja lingkungan dapat menjadi sumber dari keunggulan bersaing. Sistem
manajemen berbasis strategi menyediakan kerangka kerja operasional untuk
memperbaiki kinerja lingkungan.
Perspektif lingkungan memiki lima tujuan utama, yaitu: (1) meminimalkan
penggunaan bahan baku atau bahan yang yang masih asli; (2) meminimalkan
penggunaan bahan berbahaya; (3) meminimalkan kebutuhan energi untuk
produksi dan penggunaan produk; (4) meminimalkan pelepasan limbah padat,
cair, dan gas; dan (5) memaksimalkan peluang untuk daur ulang.
Manajemen berbasis aktivitas menyediakan sistem operasional yang
menghasilkan perbaikan lingkungan. Aktivitas lingkungan diklasifikasikan
sebagai aktivitas bernilai tambah (value added) dan tidak bernilai tambah
(nonvalue added). Kunci dari pendekatan lingkungan ini adalah mengidentifikasi
28
akar penyebab aktivitas tak bernilai tambah kemudian mendesain ulang produk
serta proses untuk meminimalkan dan akhirnya menghilangkan aktivitas tak
bernilai tambah tersebut.
Perbaikan keuntungan harus menghasilkan keuntungan keuangan yang
signifikan. Hal ini berarti bahwa perusahaan telah mencapai trade off
yang
menguntungkan antara aktivitas kegagalan dan aktivitas pencegahan. Jika
keputusan ekofisien yang dibuat, maka total biaya lingkungan harus terhapus
bersamaan dengan perbaikan kinerja lingkungan. Hal ini bisa diukur dengan
menggunkan tren biaya lingkungan tak bernilai tambah dan tren total biaya
lingkungan, yaitu dengan: (1) mempersiapkan laporan biaya lingkungan yang tak
bernilai tambah dari periode berjalan dan membandingkannya dengan periode
sebelumnya, atau (2) menghitung biaya lingkungan total sebagai presentanse
penjualan dan menelusuri nilai ini selama beberapa periode.
29
B. Rumah Sakit
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit menurut WHO yang dimuat dalam WHO Technical Report
series No. 122/1957 yang berbunyi : “Rumah Sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
kesehatan paripurna, kuratif dan preventif kepada masyarakat, serta pelayanan
rawat jalan yang diberikannya guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah
sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan serta pusat
penelitian bio-medik” (Bastian, 2008).
2.
Fungsi utama Rumah Sakit
Fungsi utama rumah sakit adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan
maupun bagian mata rantai rujukan pelayanan kesehatan. Berdasarkan
pengalaman sampai saat ini, pengaduan mengenai pelanggaran maupun
malpraktek yang dilakukan oleh dokter tidak kurang 80% terjadi di rumah
sakit. Lagi pula, segala prinsip yang berlaku di rumah sakit secara
proporsional dapat juga diberlakukan di sarana pelayanan kesehatan lainnya
(Bastian,2008).
3.
Perkembangan Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan suatu lembaga yang padat modal, padat karya,
dan padat ilmu serta teknologi, di mana untuk mencapai efisiensi yang tinggi,
diperlukan profesionalisme yang andal dalam hal pengelolaan lembaga bisnis
yang modern. Namun, undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
(Khususnya dalam BAB III, Pasal 8, dan BAB VI, Pasal 57) mewajibkan
30
setiap peran serta masyarakat dalam berbagai penyelengggaraan upaya
kesehatan untuk selalu memperhatikan fungsi sosialnya. Demikian pula,
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dalam kode etik
Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) yang baru disahkan dalam kongresnya
yang ke VIII, dibulan november 2000, di Jakarta, menetapkan Rumah Sakit
sebagai suatu “Unit Sosio-Ekonomi” yang majemuk (Bastian, 2008).
4.
Sistem pengelompokan Rumah Sakit
Berikut ini sistem pengelompokan rumah sakit yang paling umum
digunakan saat ini :
a. Sistem pengelompokan yang paling dirasa bermanfaat dan bertahan lama
digunakan oleh Asosiasi Rumah Sakit Amerika (AHA), di mana
klasifikasi rumah sakit terbagi menjadi rumah sakit pemerintah
(komunitas) dan nonpemerintah (nonkomunitas) sesuai dengan tingkat
akses pemerintah pada rumah sakit itu.
b. Jenis pengelompokan lain adalah berdasarkan kepemilikan atau kontrol
atas kebijakan dan cara operasi rumah sakit. Rumah sakit di bawah
kepemilikan kelembagaan atau institusi dibagi dalam 4 kelompok : (1)
pemerintah nonfederal, (2) nonpemerintah nirlaba, (3) rumah sakit yang
dimiliki investor, dan (4) rumah sakit milik pemerintah daerah.
c. Berdasarkan rata-rata lama tinggal, rumah sakit dikelompokkan menjadi
rumah sakit jangka pendek atau jangka panjang. Menginap di rumah sakit
dikatakan singkat bila rata-rata tinggal kurang dari 30 hari; sementara rata-
31
rata nasional berada di bawah tujuh hari. Sedangkan dikatakan lama bila
tinggal lebih dari 30 hari.
d. Rumah sakit juga dapat dikelompokan menurut jumlah tempat tidur : 6-24
tempat tidur, 25 sampai 46, 50 sampai 99, 100-199, 200-299, 300399,400-499 dan 500 atau lebih. Kategori ini biasanya dikombinasikan
dengan pengelompokan lain misalnya Rumah Sakit Daerah, atau Rumah
Sakit pendidikan dan nonpendidikan dalam rangka menentukan biaya ratarata per jenis lembaga.
e. Rumah sakit juga dikelompokan menurut rumah sakit yang di akreditasi
dan yang bukan. Akreditasi menjadi sangat penting bagi rumah sakit untuk
alasan keuangan. Akreditasi juga merupakan tanda pembeda atas kualitas
pelayanan terhadap pasien yang diberikan oleh rumah sakit, dan bagi
banyak program non rumah sakit yang juga harus memenuhi syarat itu.
f. Rumah sakit pendidikan dan nonpendidikan. Rumah sakit pendidikan
berpartisipasi dalam pendidikan para dokter melaui program residensi.
Berdasarkan jenis dan jumlah program residensi yang ditawarkan, sebuah
rumah
sakit
juga
dapat
dikelompokan
sebagai
lembaga
yang
pendidikannya lebih diutamakan atau sebaliknya hanya sebagai pelengkap.
g. Rumah sakit menurut integrasi vertikal atau konsep regionalisasi . menurut
sistem ini, rumah sakit dibagi menjadi pusat layanan pertama, layanan
kedua dan layanan ketiga.
32
5. Tujuan organisasi
Rumah sakit yang ideal adalah tempat di mana orang-orang yang sakit bisa
mencari dan menerima perawatan, di samping memberikan pendidikan klinis
kepada para mahasiswa kedokteran, perawat serta seluruh ahli kesehatan.
Rumah sakit yang dimaksud juga memberikan pendidikan berkelanjutan bagi
para dokter praktek, dan secara bertahap menjalankan fungsi lembaga
pembelajaran yang lebih tinggi bagi seluruh lingkungan, komunitas serta
daerah. Selain peran pendidikannya, rumah sakit modern juga memimpin
studi penyelidikan dan penelitian dalam ilmu pengetahuan kedokteran, baik
tentang catatan klinis maupun para pasien, serta penelitian dasar dalam ilmu
fisika dan ilmu kimia. Pembangunan rumah sakit diatur atau dipengaruhi oleh
undang-undang negara, peraturan departemen kesehatan, peraturan daerah
dan standar lainnya (Bastian, 2008).
6. Modal
Pemberlakuan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Daerah akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan,
termasuk pembangunan kesehatan.
Desentralisasi upaya kesehatan memberi wewenang kepada kabupaten dan
kota untuk menentukan sendiri prioritas pembangunan kesehatan daerahnya
sesuai dengan kemampuan, kondisi, dan kebutuhan setempat. Dengan
sendirinya, keberhasilan pembangunan kesehatan di masa mendatang sangat
tergantung pada kemampuan sumber daya manusia yang ada di daerah.
33
Dewasa ini terjadi peningkatan peran pihak ketiga dalam mengatur
pembiayaan kesehatan melaui sistem asuransi, baik publik maupun swasta.
Keadaan ini akan semakin berkembang di Indonesia di masa yang akan
datang bila perdagangan antar negara menjadi semakin bebas. Dengan
demikian, kebijakan untuk menganut upaya pembangunan kesehatan dengan
sistem praupaya sangat menentukan arah pemberian pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Pelayanan diharapkan semakin merata dengan kualitas
yang lebih memadai.
7. Pertanggungjawaban
Sebagai bukti pertanggungjawaban unit pelayanan rumah sakit pemerintah
daerah, setiap Unit Rumah Sakit berkewajiban memberikan laporan akhir
sebagai bukti pertanggungjawaban atas pelakasanaan kegiatan usaha selama
suatu periode pelaporan. Laporan tersebut meliputi laporan alokasi dana,
laporan pendapatan, dan laporan pengeluaran ke pemerintah daerah setempat.
Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pusat
dan
Daerah,
pemerintah
daerah
berhak
menerima
laporan
pertanggungjawaban akhir dari unit Rumah Sakit Pemerintah. Dana yang
digunakan sebagai biaya opersional untuk pelayanan kesehatan unit
pelayanan kesehatan juga berasal dari pemerintah daerah setempat.
Sedangkan untuk unit pelayanan kesehatan nonpemerintah, modal berasal
dari pemilik yang biasanya berbentuk yayasan. Oleh karena itu, yayasan
34
merupakan pemilik unit tersebut, sehingga laporan pertanggungjawaban
diserahkan kepada pimpinan yayasan.
C. Limbah Rumah Sakit
Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel), dan gas yang dapat mengandung
mikroorganisme patogen bersifat infeksius, bahkan kimia beracun, dan sebagian
bersifat
radioaktif
(Depkes,
2006).
Menurut
Kepmenkes
No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit bisa mengandung bermacammacam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit dan tingkat
pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang (Djohan dan Halim, 2013).
Jenis-Jenis limbah rumah sakit
Berdasarkan Bentuknya
1. Limbah padat
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah yang berbentuk padat
akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri atas limbah medis padat dan
nonmedis (Keputusan Menkes RI NO.1204/MENKES/SK/X/2004), yaitu
sebagai berikut :
a) Limbah non-medis yaitu limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman,
dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada
teknologinya.
35
b) Limbah medis padat, yaitu limbah pada yang terdiri atas limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitoksis, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
c) Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme
tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan
penyakit pada manusia yang rentan.
d) Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan
sediaan bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan
bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan
yang sangat infeksius.
2. Limbah medis cair
Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal
dari
kegiatan
rumah
sakit
yang
kemungkinan
mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi
kesehatan (Depkes,2006) (Djohan dan halim,2013). Air limbah rumah
sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh
kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah cair domestik yakni buangan
kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun, dan radioaktif (Said, 1999) (Djohan dan Halim,
2013).
36
3. Limbah medis gas
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal
dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksik.
4. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
sel hidup.
Berdasarkan bahaya
1) Limbah Nonmedis
Limbah nonmedis di rumah sakit merupakan limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur,
perkantoran, taman dan halaman, unit pelayanan berupa karton, kaleng dan
botol, serta sampah dari ruangan pasien yang dapat dimanfaatkan kembali
apabila ada teknologinya.
2) Limbah Medis
Limbah medis merupakan limbah merupakan limbah yang berasal
dari pelayanan medis, perawatan, gigi, farmasi atau sejenis, pengobatan,
serta penelitian atau pendidikan yang menggunakan benda-benda beracun,
infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan
pengamanan tertentu.
Bentuk limbah medis bermacam-macam dan
berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokan
sebagai berikut.
37
a) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung, atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, dan pisau bedah. Semua benda tajam ini
mempunyai potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui
sobekan dan tusukan. Benda-benda tajam yang tebuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan
beracun, atau radioaktif.
b) Limbah Infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme
patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut
dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia rentan.
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut :
1) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif).
2) Limbah
laboratorium
yang
berkaitan
dengan
pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit
menular.
c) Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan,darah, dan
cairan tubuh yang biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
38
d) Limbah sitotoksik
Libah sitotoksik adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk komoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
sel hidup. Limbah yang terdapat limbah ini di dalamnya harus dibakar
dalam insinerator dengan suhu di atas 1.000°C.
e) Limbah farmasi
Limbah farmasi dapat berasal dari obat-obatan kadaluarsa,obatobat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi, obat-obatan yang dibuang oleh pasien atau
masyarakat, obat-obatan yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang
bersangkutan, dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
f) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan
bahan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi, dan
riset.
g) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio
isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.
Limbah ini dapat berasal dari tindakan kedokteran nuklir dan
bakteriologis, yang dapat berbentuk padat, cair atau gas.
39
h) Limbah plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik,
rumah sakit, dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang
disposable (sekali pakai) yang terbuat dari plastik dan juga plastik
peralatan serta perlengkapan medis.
Pemilahan dan cara pengumpulan limbah Rumah Sakit
1. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga atau sampah berbentuk padat yang terdapat
di Rumah Sakit pada umumnya diidentifikasi, apakah sampah tersebut
merupakan sampah basah, seperti sisa makanan, minuman, sayuran, serta
sampah lain yang dapat membusuk, atau sampah kering, seperti kemasan
plastik, kertas, dan sebagainya. Sampah basah ini harus dikumpulkan
dalam tempat sampah yang dilapis dengan kantong plastik hitam dan
tempat sampah tersebut harus tertutup.
Limbah padat rumah tangga yang bersifat kering seperti kertas dan
plastik dimasukan ke dalam tempat sampah yang dilapisi kantong plastik
berwarna
hitam.
Berdasarkan
Kepmenkes
No.
1204/MENKES/SK/X/2014 persyaratan tempat sampah atau pewadahan
untuk limbah padat rumah tangga antara lain sebagai berikut :
1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang mudah dibersikan pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
2) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan
40
3) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan
kebutuhan.
4) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadah melebihi 3 x 24 jam atau
apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah maka harus diangkut
supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang
pengganggu.
Pewadahan limbah padat nonmedis harus dipisahkan dari limbah medis
padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam. Setiap tempat
pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik warna hitam
sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang “domestik” warna
putih. Bila kepadatan lalat di sekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua)
ekor per block grill, maka perlu dilakukan pengendalian lalat.
2. Limbah Medis
Limbah medis di rumah sakit dipilah berdasarakan limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan,
dan limbah dengan kandungan logam, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam.
Berikut persyaratan untuk pewadah limbah medis padat :
1) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya
fiberglass.
41
2) Di setiap sumber penghasilan limbah medis harus tersedia tempat
pewadahan yang terpisah dengan limbah padat nonmedis.
3) Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian
telah terisi limbah.
4) Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus
(safety box) seperti botol atau karton yang aman.
5) Tempat pewadahan limbah padat medis infeksius dan sitotoksis yang tidak
langsung kontak dengan limbah harus segera dibersikan dengan larutan
disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong
plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut
tidak boleh digunakan lagi.
3.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Menurut Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahan berbahaya dan
beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat,
konsentrasi, dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lain. Adapun limbah B3 adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Limbah B3 di rumah sakit dipilah berdasarkan karakteristik dari
limbah
B3
tersebut.
Limbah
B3
di
kumpulkan
dalam
suatu
wadah/kemasan (apabila cair) dan suatu lokasi yang memang diperuntukan
42
untuk menampung limbah B3. Setiap penghasil limbah B3 termasuk
rumah sakit harus memiliki tempat penyimpanan sementara ini harus
mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Penyimpanan limbah B3
maksimal 90 hari, kecuali bagi penghasil dengan jumlah timbunan limbah
B3 lebih kecil dari 50 kg per hari (Djohan dan Halim, 2013).
4. Limbah Cair
Limbah cair di rumah sakit dipilah berdasarkan sumber dan
kandungan/sifat dari limbah cair itu sendiri. Limbah cair yang serupa
dikumpulkan melalui sistem perpipaan dalam bak penampung dengan
perlakuan yang berbeda bergantung pada sifat limbah cair yang akan
ditampung. Proses pengumpulan ini memerlukan grativikasi agar air
limbah yang dihasilkan dapat mengalir dan terkumpul di bak pengumpul
untuk mendapat perlakuan selanjutnya. Pada bangunan rumah sakit yang
bertingkat (vertikal), proses pengumpulan air limbah tentu akan lebih
mudah dengan pengaliran langsung ke bawah melalui sistem perpipaan,
tetapi pada bangunan rumah sakit yang tidak bertingkat (horizontal),
pengumpulan air limbah lebih sulit sehingga diperlukan bantuan pompa
dalam proses pengumpulan (Djohan dan Halim,2013).
5. Limbah Gas
Berbeda dengan bentuk limbah lainnya, limbah gas tidak dapat
dipilah dan dikumpulkan pada penampungan dan dalam kurun waktu
tertentu. Tidak tercampurnya limbah gas tertentu dengan limbah gas
lainnya bukan disebabkan karena pemilahan, tetapi lokasi setiap
43
peralatan/aktivitas penghasil limbah gas yang tidak berdekatan. Limbah
gas yang dihasilkan biasanya disalurkan ke udara terbuka dengan
menggunakan cerobong pada ketinggian tertentu hingga limbah gas
tersebut terbawa angin dan terurai.
6. Limbah Radoaktif
Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan
ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengondisian, penyimpanan, dan
pembuangan. Pengumpulan limbah radioaktif bergantung pada bentuk dari
limbah itu sendiri. Pada limbah radioaktif cair, pengumpulan dapat
dilakukan dengan menggunakan saluran dan tangki penampung (apabila
volume limbah besar) atau dengan pewadahan berupa botol plastik yang
ditempatkan dalam ember atau baki yang dapat menampung seluruh isi
botol tersebut bila tumpah atau bocor, kecuali untuk limbah yang karena
sifat kimianya harus ditampung di dalam botol gelas.
Wadah yang diberi bahan penyerap dapat dipergunakan untuk
menampung limbah radioaktif cair sehingga menjadi bentuk padat.
Sementara untuk wadah penampung limbah radioaktif padat dapat berupa
drum atau tong tertutup yang bagian dalamnya dilapisi dengan kantong
plastik atau kertas kedap air yang kuat dan mudah diambil supaya dengan
demikian limbah dapat dipindahkan tanpa menimbulkan kontaminasi.
Limbah radioaktif padat yang mudah terbakar ditampung dalam kertas
kedap air atau kantong plastik tebal. Bahan-bahan tertentu seperti
polyvinyl chloride (plastik) dengan volume yang besar mungkin perlu
44
ditampung tersendiri, karena bahan tersebut menimbulkan gas asam pada
waktu pembakaran dan besar kemungkinan dapat menibulkan karat pada
baja dan komponen-komponen instalasi pembakaran.
D. Limbah Medis
1. Pengertian limbah medis
Djojodibroto (1997) Djohan dan Halim (2013) menyatakan bahwa limbah
medis atau limbah klinis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis,
pelayanan perawatan, farmasi, laboratorium, radiografi, dan riset atau
pemelitian. kemudian, limbah tersebut digolongkan menjadi limbah benda
tajam,limbah infeksius, limbah jaringan tubuh, limbah sitotoksis, limbah
farmasi, limbah kimia, dan limbah radioaktif.
2. Kategori limbah medis
Berikut pembagian golongan limbah medis di rumah sakit :
a. Golongan A
1) Dressing bedah (seperti kasa/perban,kapas,plester), swab (kain/kasa
penyeka), dan semua limbah terkontaminasi.
2) Bahan linen khusus penyakit infeksi.
3) Seluruh jaringan tubuh manusia, hewan dari laboratorium, dan hal lain
yang berkaitan dengan swab dan dressing.
b. Golongan B
Syringe (suntikan) bekas, jarum, catidge (kemasan yang keras untuk obat),
pecahan gelas, dan benda tajam lainya.
45
c. Golongan C
Limbah laboratorium dan postpartum kecuali yang masuk golongan A.
d. Golongan D
Limbah bahan kimia dan farmasi tertentu.
e. Golongan E
Pelapis bed-pan disposable,urinoir,incontinence-pad, dan stamag bags.
3. Pengelolaan limbah medis
Pengelolaan limbah medis adalah suatu tindakan-tindakan yang dilakukan
terhadap limbah, yang dimulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber,
pengangkutan, penyimpanan/penampungan, serta tahap pengelolaan akhir yang
berarti pembuangan atau pemusnahan (Kusnoputranto, 2000) (Djohan dan
Halim, 2013). Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan limbah
dianggap
baik
jika
perkembangbiaknya
limbah
bibit
yang
penyakit,
diolah
serta
tidak
tidak
menjadi
menjadi
tempat
perantara
penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah tidak
mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak
menimbulkan kebakaran (Azwar, 1996) (Djohan dan Halim, 2013).
a. Pengumpulan
Limbah padat medis yang dihasilkan dari setiap unit di perawatan
dan penunjang perawatan dikumpulkan sesuai dengan peraturan dan
kebijakan masing-masing rumah sakit yang mengacu pada Kepmenkes
No. 1204 Tahun 2004. Pengumpulan limbah ini berdasarkan pemilahan
jenis limbah medis padat. Persyaratan tempat pengumpulan sama seperti
46
pada penjelasan mengenai “Pemilahan dan Cara Pengumpulan Limbah
Rumah Sakit” di atas. Penggunaan label yang sesuai dengan kategori
limbah. Detail warna dan lambang label pada wadah limbah medis adalah
sebagai berikut :
Gambar 2.1
Sumber: Djohan. A. J., and Devi Halim. 2013. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit.
Buku, Penerbit Salemba Medika, Indonesia
Standar pengumpulan serta penggunaan kode dan label medis ini berfungsi
untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit sehingga limbah dapat
dipisahkan di tempat sumbernya. Beberapa ketentuan juga memuat hal berikut :
47
1. Bangsal harus memiliki minimal dua macam tempat limbah, satu untuk
limbah medis (dilapisi kantong plastik berwarna kuning) dan satunya lagi
untuk nonmedis (dilapisi kantong warna hitam).
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap limbah medis.
3. Semua limbah dari kantor (seperti alat-alat tulis) dianggap limbah non
medis.
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai
limbah medis dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
b. Pengangkutan
Hal yang perlu diperhatikan saat proses ini adalah :
1. Kantong limbah harus diletakan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.
2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia atau
binatang.
3. Petugas yang menagani limbah harus menggunakan alat pelindung diri.
c. Penampungan
Limbah medis padat yang telah diangkut, ditampung di tempat
penampungan sementara (TPS) yang terdapat di rumah sakit. Kosntruksi TPS
limbah medis padat harus berupa bak penampungan yang permanen, tertutup,
dan memiliki kemiringan pada dasar bangunan agar mudah dibersihkan. Pada
TPS harus diberi simbol atau petunjuk yang menginformasikan bahwa bak
tersebut menampung limbah-limbah yang berbahaya sehingga tidak ada orang
lain selain petugas yang besentuhan dengan kantong limbah yang telah
dikumpulkan.
48
d. Pemusnahan atau Pembuangan Akhir
Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang limbah medis
bergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang
berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang
berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan limbah medis (medical
waste) yang mungkin diterapkan adalah sebagai berikut :
1. Insinerasi
2. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu
121°C).
3. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene exide atau
formaldehida).
4. Desinfeksi zat kimia dengan proses penggilingan atau grinding
(menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan).
5. Inaktivasi suhu tinggi.
6. Radiasi.
7. Microwave treatment.
8. Grinding dan shredding / pengoyak (proses homogenisasi bentuk atau
ukuran sampah).
9. Pemantapan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang
terbentuk.
Cara pemusnahan berdasarkan Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 tentang
persyaratan Kesehatan lingkungan rumah sakit tentang Persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut :
49
1. Limbah infeksius atau benda tajam
a. Disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam
autoclave. Limbah infeksius lainnya dengan cara disinfeksi.
b. Benda tajam diolah dengan insinerator dan kapsulnisasi.
c. Residu dari insinerator di buang ke pembuangan B3 atau dibuang ke
TPA.
2. Limbah Farmasi
Diolah dengan insinerator pirolitik, rotary klin, dikubur secara aman,
sanitary landfill, dibuang ke air limbah.
3. Limbah sitotoksis
Limbah ini dianjurkan untuk dikembalikan kepada distributor, atau
insinerasi pada suhu tinggi (1.200° C), dan degradasi kimia. Cara lainnya
dengan kapsulnisasi.
4. Limbah bahan kimiawi
Limbah kimia biasa bisa dibuang ke saluran air kotor. Limbah kimia
berbahya dalam jumlah kecil dimusnahkan dengan insinerator pirolitik,
kapsulnisasi, atau di timbun (landfill). Bila dalam jumlah besar harus
dimusnahkan dalam insinerator yang dilengkapi dengan alat pembersih
gas. Cara lainnya dengan mengembalikan kepada distributor.
5. Limbah dengan kandungan logam yang tinggi
Limbah seperti merkuri atau kandium disarankan dikirim ke negara yang
mempunyai fasilitas pengolahan limbah dengan kandungan logam berat
tinggi. Cara lain dengan membuang ke tempat penyimpanan yang aman
50
untuk limbah industri berbahaya. Bisa juga dengan cara kapsulnisasi
kemudian landfill.
6. Kontainer bertekanan
Menangani limbah ini dengan cara daur ulang atau penggunaan kembali.
Bisa juga dikembalikan kepada distributor.
7. Limbah radioaktif
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999, tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pasal 5, dan dan
penjelasannya ditentukan limbah ini dikumpulkan dalam kurun waktu
tertentu lalu mengirimkannya ke Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)
adalah instansi pengelola limbah radioaktif.
E. Lingkungan Hidup
Pengertian lingkungan hidup
Pengertian lingkungan hidup menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1997 pasal 1 (satu) ayat 1 (satu) tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagai berikut :
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain”
Pengertian lainnya menurut kamus bahasa Indonesia online lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan
51
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya; (2) lingkungan di luar suatu
organisme yang terdiri atas organisme hidup, seperti tumbuhan, hewan, dan
manusia. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di
sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.
Darwin, 2007 (Pratiwi), melihat ada empat hal alasan isu lingkungan
semakin signifikan, yaitu :
1.
Ukuran perusahaan yang semakin besar. Semakin besar perusahaan,
diperlukan akuntabilitas yang lebih tinggi dalam pembuatan keputusan
berkaitan dengan operasi, produk dan jasa yang dihasilkan.
2.
Aktivis dan LSM bidang lingkungan hidup telah tumbuh dengan pesat di
seluruh dunia termasuk Indonesia. Mereka akan mengungkap sisi negatif
perusahaan yang terkait dengan isu lingkungan hidup dan akan menuntut
tanggung jawab atas kerusakan lingkungan atau dampak sosial yang timbul
oleh operasi perusahaan.
3.
Reputasi dan citra perusahaan. Perusahaan-perusahaan saat ini menyadari
bahwa reputasi, merek, dan citra perusahaan merupakan isu strategis bernilai
tinggi dan harus dilindungi.
4.
Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat cepat. Isu lingkungan dan
sosial yang berdampak negatif akan menyebar dan dapat diakses dengan
mudahnya menggunakan teknologi informasi.
Dari kelima judul di landasan teori di atas mempunyai hubungan yang kuat
dalam penelitian yang penulis lakukan. Hubungan ini juga sudah dipertegas oleh
peneliti-peneliti sebelumnya. Hubungan itu antara akuntansi lingkungan, yang
52
diterapkan di rumah sakit, untuk terkait penanganan secara akuntansi dari adanya
limbah rumah sakit dan limbah medis yang kemungkinan besar jika tidak diolah
dengan baik akan mengakibatkan pencemaran lingkungan. Sebuah perusahaan
dalam menjalankan kegiatannya bisa menimbulkan kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh limbah namun ada cara yang bisa dilakukan untuk mencegah
(bila pencemaran belum terjadi) dan mendeteksi (jika ada kemungkinan terjadi
pencemaran) dan memperbaiki (jika sudah terjadi pencemaran). Cara itu adalah
dengan adanya penerapan akuntansi lingkungan dalam rumah sakit. Akuntansi
lingkungan ini dilakukan dengan memasukan biaya lingkungan dalam anggaran
perusahaan. Dengan biaya lingkungan yang terdiri atas biaya pencegahan
lingkungan, biaya deteksi lingkungan, biaya kegagalan internal lingkungan dan
biaya kegagalan eksternal lingkungan ini, kinerja lingkungan dapat ditingkatkan
hal ini dikemukakan Hansen dan Mowen, 2007 (Burhany, 2014).
F. Kajian Pustaka
Hasil-hasil penelitian terdahulu. Ada beberapa penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan akuntansi lingkungan diantaranya terdapat dalam tabel berikut :
Tabel 2.2
No Nama
Peneliti Dan
Tahun
Judul
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
53
1
Moh.
Syarif Analisis
Penelitian
kualitatif Rumah sakit Ibnu Sina Kota
Hidayatullah
Penerapan
dengan
(2015)
Akuntansi
kasus. Tujuan penelitian akuntansi.
Lingkungan
ini
Untuk
mengetahui
Mengetahui
penerapan akuntansi di penyajian,
Proses
perusahaan
Pengolahan
berpotensi menghasilakn 2010.
Limbah
dan limbah
Tanggung
model
adalah
Sosial
Pada
Rumah
sudah
menerapkan
Proses
untuk pengidentifikasian,
pengakuan,
bagaiman pengukuran,
jasa
dari
operasionalnya
Jawab
study Gresik
pencatatan,
dan
pengungkapan
yang dilakukan sesuai SAP per 31 Juni
Biaya-biaya lingkungan
kegiatan diakui sebagai biaya operasional.
Pengakuan menggunakan metode
akrual
basis.
menggunakan
Pengukuran
harga
perolehan
Sakit Ibnu Sina
yang di keluarkan oleh pihak
Kota Gresik
rumah
realisasi
sakit
dan
berdasarkan
anggaran
tahun
sebelumnya. Penyajian komponen
biaya lingkungan pada laporan
keuangan umum. Mencatat biayabiaya
lingkungan
secara
keseluruhan yakni dalam lingkup
satu ruang rekening secara umum
bersama
rekening
lain
yang
serumpun. RS Ibnu Sina sudah
54
mengungkapkan
adanya
pengelolahan limbah pada Catatan
Atas Laporan Keuangan mereka
namun
belum
mengungkapkan
secara khusus.
2
Nita
Sri Analisis
Penelitian
mengeluarkan
(2013)
Akuntansi Biaya kasus. Fokus utama pada
dalam
Lingkungan
perusahaannya
masalah
dan
biaya-biaya
pengakuan,
Pabrik pengukuran,
Gondorukem
studi
Sudah
Penerapan
dan
model
-
Mulyani
pada
dengan
kualitatif
penyajian
-
pengungkapan
pengelolaan lingkungan.
Jenis
data
primer
Metode
dan
menggunakan
analisis
-
khusus
biaya-
Biaya lingkungan diakui
sebagai biaya produksi
-
sekunder.
analisis
secara
biaya lingkungan.
yang
digunakan adalah data
akuntansi
mengidentifikasi
Terpentin mengenai alokasi biaya
(PGT) (2013)
tidak
lingkungan
Biaya
lingkungan
dianggarkan
data
pada
awal
periode dan diakui pada
metode
saat
deskriptif
biaya
tersebut
digunakan
komparatif.
untuk
operasional
pengelolaan
lingkungan.
-
Pengukuran menggunakan
satuan
rupiah
yang
55
dikeluarkan
perusahaan
dan berdasarkan realisasi
rata-rata dari tiga periode
sebelumnya
-
Penyajian
biaya
lingkungan
model
menganut
normatif,
yaitu
mengakui dan mencatat
biaya-biaya
lingkungan
secara lingkungan yakni
dalam lingkup satu ruang
rekening
secara
umum
bersama
rekening
lain
yang serumpun.
3
Reni
Analisis
Metode kualitatif. Data Biaya
Trisnawati
Perlakuan
primer
(2014)
Akuntansi
Laporan
limbah
dari berdasarkan jenis belanja seperti
atas hasil wawancara. Data belanja barang dan jasa terdiri dari
Pengelolahan
Limbah
diperoleh
pengolahan
sekunder
dalam laporan
berupa
data belanja
service.
Perlakuan
keuangan akuntansinya sudah sesuai dengan
perusahaan dan pedoman PSAP No.2. pengukuran biaya
Keuangan pada kebijakan
perusahaan pengelolaan limbah dengan satuan
RSD
pengolahan mata uang rupiah. Pengakuan
Soebandi
dr. untuk
limbah. Data dioeroleh biaya pengolahan limbah diukur
56
Jember
dari bagian keuangan dan dimasukan sebagai elemen dari
instalasi sanitasi. Metode belanja barang dan jasa, dan
analisis
data
yang belanja modal. Penyajian biaya
digunakan adalah metode pengolahan
limbah
masih
analisis deskriptif yaitu menyatu dalam laporan keuangan
dengan
menggunakan secara umum.
analisa perbandingan.
Download