BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Resiko
2.1.1.
Pengertian Resiko dan Sumber Resiko
Berikut beberapa definisi resiko dari berbagai sumber :
1. Resiko menurut Kamus Besar Bahasa indonesia yaitu “akibat kurang
menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau
tindakan”.
2. Resiko menurut Philippe Jorion (2001) adalah volatilitas yang muncul karena
adanya kondisi ketidakpastian dan eksposure terhadap suatu peristiwa yang
dapat mengakibatkan kerugian ekonomis.
3. Menurut Brigham Houston (2006) menuliskan bahwa resiko diartikan sebagai
“peluang akan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan”.
Secara umum Resiko merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak sesuai dengan
harapan yang mengakibatkan kerugian ekonomis.
Faktor – faktor penyebab timbulnya resiko akan mempengaruhi return
suatu investasi terhadap nilai yang diharapkan atau yang disebut sebagai expected
return. Menurut Zalmi Zubir (2011) sumber resiko diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Interest rate risk, yaitu resiko yang disebabkan oleh perubahan tingkat
bunga tabungan dan tingkat bunga pinjaman. Tingkat bunga yang tinggi
5
dapat menyebabkan return yang diperoleh dari deposito lebih tinggi
daripada
return
saham/investasi
beresiko
tinggi.
Hal
tersebut
menyebabkan Investor lebih tertarik berinvestasi pada deposito daripada
membeli saham.
2. Market risk (Resiko pasar), yaitu resiko yang disebabkan oleh gejolak
return suatu investasi sebagai akibat dari fluktuasi transaksi di pasar
keseluruhan. Dengan kata lain resiko pasar merupakan resiko yang timbul
karena adanya pergerakan variabel harga pasar dari portofolio yang
dimiliki Perusahaan, yang dapat merugikan Perusahaan tersebut. Variabel
pasar antara lain suku bunga dan nilai tukar, termasuk derivasi dari kedua
jenis resiko pasar tersebut. Resiko pasar antara lain terdapat pada aktivitas
treasury serta investasi, kegiatan pembiayaan dan pendanaan, serta
kegiatan pembiayaan perdagangan. Akibatnya, return saham – saham yang
terkait dengan perubahan faktor – faktor tersebut juga akan terpengaruh.
3. Inflation risk, yaitu resiko yang disebabkan oleh menurunnya daya beli
masyarakat sebagai akibat dari kenaikan harga barang – barang secara
umum. Daya beli yang rendah membuat Perusahaan akan kesulitan
berproduksi karena harga jualnya tidak terjangkau oleh konsumen
sehingga harga sahamnya pun ikut melemah, pada akhirnya Investor pun
akan meminta tingkat bunga yang tinggi sebagai kompensasi daya beli
masyarakat yang merosot dan jika bank meningkatkan tingkat bunga
tabungan, maka investasi pada saham akan menjadi kurang menarik.
6
4. Business risk, yaitu resiko yang disebabkan oleh tantangan bisnis yang
dihadapi perusahaan semakin berat, baik akibat tingkat persaingan yang
makin ketat, perubahan peraturan pemerintah, maupun klaim dari
masyarakat terhadap perusahaan karena merusak lingkungan. Yang pada
akhirnya membuat harga saham perusahaan tersebut semakin melemah.
5. Financial risk, yaitu resiko keuangan yang berkaitan dengan struktur
modal yang digunakan untuk mendanai kegiatan perusahaan. Utang
perusahaan yang besar mempunyai resiko yang besar juga karena sebagian
besar laba operasi perusahaan akan digunakan untuk membayar biaya
bunga pinjaman tersebut.
6. Liquidity risk, yaitu resiko yang berkaitan dengan kesulitan untuk
mencairkan portofolio atau menjual saham karena tidak ada yang membeli
saham
tersebut.
Resiko
likuiditas
tersebut
dapat
timbul
akibat
dihentikannya transaksi perdagangan saham perusahaan karena melanggar
peraturan pasar modal. Investor yang memegang saham perusahaan yang
tidak likuid akan menanggung resiko yang tinggi karena harganya akan
jatuh pada waktu dijual, sehingga real return berada jauh dibawah
expected return.
7. Exchange rate risk atau currency risk, yaitu resiko yang terjadi karena
perubahan nilai tukar mata uang yang menyebabkan real return lebih kecil
daripada expected return.
8. Country risk, yaitu resiko yang berkaitan dengan investasi lintas negara
yang disebabkan oleh kondisi politik, keamanan, dan stabilitas
7
perekonomian negara tersebut. Ketidakstabilan yang terjadi pada suatu
negara dapat membuat resiko investasi menjadi tinggi karena return yang
didapat juga menjadi tidak pasti.
Kemungkinan terburuk dari suatu resiko usaha adalah tidak tercapainya
misi dan tujuan dari perusahaan yang pada akhirnya akan timbul ketidakpercayaan
dari publik. Publik selalu selalu menuntut adanya transparansi dari Perusahaan,
diantaranya terkait dengan peningkatan kinerja Perusahaan, resiko apa saja yang
dihadapi Perusahaan, laporan keuangan perusahaan, dan sebagainya. Oleh
karenanya, dalam menentukan prioritas strategi dan program dalam pencapaian
tujuan organisasi diperlukan manajemen resiko.
2.1.2 Manajemen Resiko
Menurut Brealey Myers (2003) resiko dalam investasi yaitu return yang
diperoleh unpredictable, ukuran penyebaran resiko dari return tersebut biasanya
diukur dengan menggunakan standar deviasi. Semakin tinggi nilai standar
deviasinya maka semakin tinggi resiko yang dihadapi. Hal tersebut biasanya
dialami aset tunggal. Namun, resiko dari aset tunggal tersebut dapat dieliminir
dengan melakukan diversifikasi.
Untuk itu diperlukan suatu usaha untuk menggunakan sumber daya yang
ada secara efektif untuk mengatasi kerugian dari kondisi ketidakpastian dan
eksposur yang dihadapi untuk mencapai tujuan atau sasaran secara efektif dan
efisien. Atau yang disebut juga sebagai manajemen resiko.
8
Peran dari manajemen resiko menurut Hanafi (2006) diharapkan dapat
mengantisipasi lingkungan yang cepat berubah, mengembangkan good corporate
governance, mengoptimalkan penyusunan strategic management, mengamankan
sumber daya dan asset yang dimiliki organisasi, dan mengurangi reactive decision
making dari manajemen puncak. Tujuannya membuat organisasi sadar akan
resiko, sehingga laju organisasi dapat dikendalikan.
Manajemen resiko organisasi memiliki banyak istilah, pada intinya
manajemen organisasi terdiri dari prasarana dan proses manajemen resiko.
Proses mapping manajemen resiko menurut Hanafi (2006) pada intinya
mencakup : identifikasi, pengukuran resiko dan pengelolaan resiko. Proses
penerapan manajemen resiko diawali dengan identifikasi resiko. Tujuan
dilakukannya identifikasi resiko adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis
resiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan
Perusahaan.
Secara umum langkah – langkah dalam identifikasi resiko yaitu pertama,
mengidentifikasi resiko dan mempelajari karakteristik resiko tersebut serta
melakukan evaluasi.
Kedua, melakukan prioritisasi resiko, mengukur resiko tersebut seberapa
besar dampaknya terhadap kinerja perusahaan dan menentukan prioritas resiko
tersebut. Setelah mengidentifikasi resiko, proses berikutnya adalah pengukuran
resiko yang digunakan untuk mengukur profil resiko yang dihadapi guna
memperoleh gambaran efektivitas penerapan manajemem resiko. Metode
pengukuran resiko dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif.
9
Proses selanjutnya adalah mengelola resiko, pengelolaan resiko mencakup
aktivitas perencanaan (penyusunan visi, misi dan sebagainya), pengelolaan resiko
(diversifikasi, asuransi dan sebagainya), aspek governance (struktur organisasi,
staf dan lainnya) dan sistem pelaporan (umpan balik).
Langkah berikutnya adalah revisit, mengevaluasi ulang langkah – langkah
yang sudah dilakukan. Elemen – elemen tersebut bertujuan membuat organisasi
menjadi sadar resiko untuk meningkatkan nilai organisasi dan meningkatkan
efektivitas manajemen resiko perusahaan. Uraian langkah – langkah diatas
sebagaimana digambarkan dalam Siklus manajemen resiko berikut :
Gambar 2.1
Siklus Manajemen Resiko (Proses mapping resiko)
MEMAHAMI
IDENTIFIKASI
REVISIT
EVALUASI
KELOLA
PRIORITISASI
Sumber : Manajemen Resiko (Mamduh hanafi, 2006)
Menurut Prof. Imam Ghozali (2007), Sistem informasi manajemen resiko
merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Perusahaan, dalam rangka penerapan
manajemen resiko yang efektif. Intinya, perusahaan harus memiliki sistem
manajemen resiko yang dapat memastikan :
a. Terukurnya resiko secara akurat, informatif dan tepat waktu, baik eksposure
resiko secara keseluruhan atau komposit maupun eksposure setiap jenis resiko
10
yang melekat pada kegiatan usaha Perusahaan maupun eksposure per jenis
aktivitas fungsional Perusahaan;
b. Dipatuhinya penerapan manajemen resiko terhadap kebijakan, prosedur dan
penetapan limit resiko;
c. Tersedianya hasil atau realisasi penerapan manajemen resiko dibandingkan
dengan target yang ditetapkan oleh Perusahaan sesuai dengan kebijakan dan
strategi penerapan manjemen resiko.
2.2 Pengertian Pasar Modal dan Peranan Pasar Modal
Menurut Husnan (2003) Pasar modal adalah “pasar untuk berbagai
instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam
bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah,
otoritas publik, maupun perusahaan swasta.”
Pengertian pasar modal secara umum menurut keputusan Menteri
keuangan RI No. 1548/KMK/1990 adalah :
“suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah
bank – bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta
keseluruhan surat-surat berharga atau aset keuangan jangka panjang yang
beredar.”
Secara khusus, menurut Sunariyah (2010) pasar modal merupakan suatu
pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan asset
keuangan jangka panjang seperti saham, obligasi, dan jenis surat berharga lainnya
dengan memakai jasa para perantara pedagang efek.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 yang dimaksud pasar modal adalah segala
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
11
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pertemuan antara penwaran dan
permintaan dana jangka panjang dalam bentuk efek disebut bursa efek.
Lebih jauh bursa efek menurut UU No. 8 Tahun 1995 adalah “pihak yang
menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk
mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak – pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek diantara mereka.”
Dilihat dari pengertian akan pasar modal diatas, maka jelaslah bahwa pasar
modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk mencari dana
dengan cara menjual hak kepemilikan perusahaan kepada masyarakat atau yang
disebut saham yang bertujuan agar terpenuhinya kebutuhan dana jangka panjang
Perusahaan.
Setiap jenis instrumen pasar modal tersebut merupakan bukti kepemilikan
modal dari lembaga yang mengeluarkannya yang dapat diperjualbelikan.
Pemegang instrumen pasar modal mengharapkan memperoleh keuntungan
dengan menahan instrumen tersebut.
Menurut Tendi haruman (2005) Pasar modal menyediakan dua fungsi pokok
bagi masyarakat yang memiliki kepentingan yang berbeda, yaitu sebagai fungsi
ekonomi dan keuangan. Fungsi ekonomi dari pasar modal yaitu menyediakan
fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana
(Investor) dan pihak yang memerlukan dana (emiten). Sedangkan fungsi
keuangan dari pasar modal yaitu menyediakan dana yang diperlukan peminjam
dana (emiten), dimana para pemilik dana (Investor) dapat menyerahkan dana
tersebut tanpa harus terlibat secara langsung dalam bentuk kepemilikan aktiva riil
yang digunakan dalam kegiatan investasi tersebut.
12
Pasar modal dapat dikatakan merupakan salah satu sarana efektif untuk
mempercepat
akumulasi
dana
bagi
pembiayaan
pembangunan
melalui
mekanisme pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut
ke sektor – sektor yang produktif.
Pihak – pihak yang terkait dengan pasar modal menurut SK Menteri
keuangan RI Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang pasar modal antara lain yaitu :
1. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam LK) merupakan Badan yang
dibentuk oleh Pemerintah yang ditugaskan untuk mengatur, mengikuti
perkembangan pasar modal, melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap lembaga – lembaga dan profesi – profesi penunjang yang berkaitan
dengan pasar modal serta memberi pendapat kepada Menteri Keuangan
terkait kebijakan operasional pasar modal.
2. Emiten yaitu Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat
berharga atau melakukan emisi di bursa yang bertujuan untuk belanja
operasional perusahaan, perluasan usaha.
3. Investor, yaitu Pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya
dalam efek – efek yang diperdagangkan di pasar modal.
4. Lembaga Penunjang, yaitu lembaga yang turut serta mendukung
beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun
Investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar
modal. Lembaga penunjang menrupakan tempat penitipan harta, biro
administrasi efek, wali amanat dan penanggung yang menyediakan jasanya.
13
5. Profesi Penunjang Pasar Modal antara lain terdiri dari akuntan, penilai
perusahaan, notaris, dan konsultan hukum.
6. Pelaksana Bursa.
7. Perusahaan Efek adalah perusahaan yang telah memperoleh ijin usaha
sebagai penjamin efek, perantara pedagang efek (broker / pialang), dan
Manajer Investasi.
8. Lembaga kliring dan penyelesaian penyimpanan merupakan lembaga yang
bertujuan untuk membantu segala proses administrasi serta penimpanan
efek.
9. Reksa dana merupakan pihak dimana kegiatan utamanya adalah melakukan
investasi, investasi kembali atau perdagangan efek.
Peranan pasar modal pada suatu negara menurut Sunariyah (2011) antara
lain : (1) Sebagai fasilitas atau tempat bertemu antara pembeli dan penjual untuk
menentukan harga saham atau efek – efek yang diperdagangkan. (2) dapat
menciptakan peluang bagi emiten untuk memenuhi return yang diinginkan oleh
Investor. (3) Sebagai tempat bagi para Investor untuk menjual kembali saham
atau efek yang dimilikinya setiap saat. (4) Sebagai alternatif investasi bagi
masyarakat dengan demikian dapat menciptakan kesempatan bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam perkembangan perekonomian negara. (5) mengurangi
biaya informasi dan transaksi surat berharga.
14
Dengan demikian instrumen – instrumen dalam pasar modal dapat
menjadi alternatif Investasi bagi Investor karena memberikan berbagai
keuntungan dan dapat memperkecil resiko dengan diversifikasi investasi.
2.3 Saham
2.3.1. Pengertian Saham
Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang
paling popular. Menurut Husnan (2002:303), menyebutkan bahwa :
“sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal
(yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari
prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan
berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya. “
Sedangkan, menurut Tandelilin (2001) “saham merupakan surat bukti
bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham.”
Pengertian saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) yaitu
“merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu
perusahaan atau perseroan terbatas yang berwujud selembar kertas yang
menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang
menerbitkan surat berharga tersebut.”
Dengan demikian saham merupakan tanda penyertaan kepemilikan
perusahaan berupa selembar kertas, dengan menyertakan modal di perusahaan
tersebut maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim
atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS). Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang
ditanamkan di perusahaan tersebut.
15
Berikut jenis – jenis saham dan penjelasannya secara singkat antara lain
(Darmadji dan Fakhruddin, 2001) :
1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim
a. Saham Biasa (common stock) yaitu saham yang menempatkan
pemiliknya yang paling akhir dalam pembagian dividen dan mendapatkan
hak atas aset perusahaan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi dan
pemegang saham preferen dibayar sebesar nilai par sekuritas mereka.
b. Saham Preferen (Preferred Stock) yaitu merupakan saham yang
memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa.
Dikatakan memiliki karakteristik obligasi karena memperoleh pendapatan
tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil,
seperti
yang
dikehendaki
Investor.
Apabila
saham
preferen
berjenis cumulative, maka jika belum menerima pembayaran dividen
tahun lalu akan diakumulasikan dengan dividen tahun berjalan;
2. Ditinjau dari cara peralihannya
a. Saham Atas Unjuk (Bearer Stocks) artinya pada saham tersebut tidak
tertulis nama pemiliknya, sehingga mudah dipindahtangankan antar
Investor dan secara hukum siapa yang memegang saham tersebut, maka
pihak tersebut yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir
dalam RUPS.
16
b. Saham Atas Nama (Registered Stocks) artinya pada saham tersebut
ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya
harus melalui prosedur tertentu.
3. Ditinjau dari kinerja perdagangan
a. Blue – Chip Stocks atau saham unggulan, yaitu saham biasa dari suatu
perusahaan yang memiliki reputasi tinggi (kinerja keuangan dan
perusahaannya sangat baik, selalu mencatat laba bersih yang meningkat
dari tahun ketahun), biasanya menjadi leader di industri sejenis, memiliki
pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. Dalam hal
ini BMRI diklaim termasuk saham bluechip.
b. Income Stocks yaitu merupakan saham dari suatu emiten yang memiliki
kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata – rata dividen pada
tahun sebelumnya.
c. saham pertumbuhan (Growth Stocks – Well Known) yaitu Saham –
saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi,
sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi.
d. Saham Spekulatif (Speculative Stock) yaitu Saham suatu perusahaan
yang secara konsisten belum bisa memperoleh penghasilan dari tahun ke
tahun, akan tetapi memiliki kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa
mendatang.
17
e. Saham Siklikal (Cyclical Stocks) yaitu Saham yang tidak terpengaruh
oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum.
Menurut Sunariyah (2006) Pada dasarnya ada dua keuntungan membeli
atau memiliki saham, diantaranya adalah memperoleh dividen (pembagian
keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang
diperoleh perusahaan) dan capital gain yaitu merupakan selisih positif antara
harga jual dan harga beli, umumnya Investor dengan orientasi jangka pendek
mengejar keuntungan melalui capital gain.
.
2.3.2. Resiko Investasi Saham
Sebagai instrumen investasi, saham memiliki resiko, resiko investasi pada
saham menurut Sunariyah (2006) diantaranya adalah :
1. Tidak mendapat dividen (perusahaan mengalami kerugian sehingga tidak
dapat membagikan dividen kepada pemegang sahamnya),
2. Capital Loss yang merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu
kondisi dimana Investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.
3. Resiko likuidasi yaitu dimana Perusahaan yang sahamnya dimiliki,
dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan.
Dalam kondisi tersebut pemegang saham menempati posisi paling akhir
dalam mendapatkan haknya setelah kreditor dan pemegang obligasi.
4. Saham delisting, perusahaan yang sahamnya dikeluarkan dari bursa bisa
terjadi karena kinerjanya yang buruk, mengalami kerugian dalam kurun
18
waktu beberapa tahun sehingga tidak dapat membagikan dividen kepada
pemegang sahamnya berturut – turut. Dan delisting saham bisa juga terjadi
karena Perusahaan tersebut go privat.
5. Saham dihentikan sementara (Suspensi), pada umumnya saham di suspend
karena saham tersebut mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu
perusahaan dinyatakan pailit oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lain
yang menyebabkan otoritas bursa menghentikan perdagangan saham untuk
sementara waktu.
Dari penjelasan – penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang
pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan
perusahaan. Oleh karena itu, seorang Investor harus memiliki teknik dalam
menganalisa saham. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menganalisis
saham suatu perusahaan dari berbagai sumber yaitu :
(1) Analisis Teknikal yang merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham
dengan mengamati perubahan harga saham di periode yang lalu, dan upaya
untuk
menentukan
kapan Investor
harus
membeli, menjual
atau
mempertahankan sahamnya dengan menggunakan indikator-indikator teknis
atau menggunakan analisis grafik. Analisis ini menggunakan data pasar dari
saham, seperti harga dan volume transaksi penjualan saham untuk
menentukan nilai saham.
(2) Analisis Fundamental, yaitu analisis dengan menggunakan data fundamental
yaitu Laporan Keuangan Perusahaan, seperti laba, dividen, penjualan,
struktur modal, resiko dan sebagainya. Analisis ini akan membandingkan
19
nilai intrinsik dengan harga pasarnya untuk menentukan apakah harga saham
pasar sudah mencerminkan nilai intrinsiknya atau belum.
2.3.3.
Return
Pada dasarnya tujuan Investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan
return. Harapan keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu
dan resiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Dalam investasi, harapan
keuntungan tersebut sering disebut sebagai return.
Pada dasarnya tidak ada yang dapat menghitung secara pasti berapa return
yang didapat dari seorang Investor terhadap investasinya. Namun return dapat
diperkirakan atau yang sering disebut sebagai expected return. Disamping
memperkirakan
berapa
besarnya
resiko
yang
terkait
dengan
investasi
bersangkutan, perlu mengestimasi return harapan dari suatu sekuritas. Resiko
sebagai sisi lain dari return menunjukan kemungkinan penyimpangan antara
return harapan dari return aktual yang diperoleh.
Eduardus Tandelilin (2001) mengemukakan bahwa :
“Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi Investor
berinteraksi dan juga merupakan imbalan atas keberanian Investor dalam
menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya”.
Suad Husnan (2005) menyebutkan bahwa tingkat pengembalian yang
diharapkan (expected return) adalah laba yang akan diterima oleh pemodal atas
investasinya pada perusahaan emiten dalam waktu yang akan datang dan tingkat
keuntungan ini sangat dipengaruhi oleh prospek perusahaan di masa yang akan
datang.
20
Seorang Investor akan mengharapkan return tertentu di masa yang akan
datang tetapi jika investasi yang dilakukannya telah selesai maka Investor akan
mendapat return realisasi (realized return) yang telah dilakukan. Di samping
memperhitungkan return, Investor juga perlu mempertimbangkan tingkat resiko
suatu investasi sebagai dasar pembuatan keputusan investasi.
Singkatnya return adalah keuntungan yang diperoleh Investor dari dana
yang ditanamkan pada suatu investasi. Sumber-sumber return investasi menurut
Agus Sartono (2001) terdiri dari dua komponen utama yaitu yield dan capital gain
(loss). Yield merupakan pendapatan imbalan yang berasal dari instrumen
keuangan. Yield dapat bernilai positif dan negatif. Yield merupakan komponen
return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara
periodik dari suatu investasi. Contohnya besarnya yield pada obligasi ditunjukkan
dari bunga obligasi atau bunga deposito yang diterima. Sedangkan pada saham,
yield ditunjukkan oleh besarnya dividen yang kita peroleh.
Total return adalah akumulasi dari actual gain/loss dan yield.
Sebagaimana dirumuskan sebagai berikut :
Total return = Yield + Capital Gain (loss) ................................................ (2-1)
Untuk menghitung estimasi return sekuritas aset tunggal harus memperhitungkan
probabilitas bahwa sesuatu yang tidak diharapkan akan terjadi. Ekspektasi return
dari suatu aset merupakan perkalian antara return dari masing – masing instrumen
dalam suatu portofolio dengan tingkat probabilitasnya, dengan rumus sebagai
berikut (Agus Sartono, 2001) :
21
n
E(R) = Σ (Rj.Pj) ....................................................................................(2-2)
j=1
dimana :
E(R)
: Expected rates of return (tingkat keuntungan yang diharapkan)
Pj
: probabilitas setiap kondisi kejadian ke-j
Rj
: tingkat keuntungan yang akan diperoleh untuk setiap kondisi
kejadian ke-j
n
: banyaknya return yang mungkin terjadi
Pada umumnya yield bernilai nol, namun pada deviden tidak ada data besaran
yield. Hal tersebut disebabkan kumpulan portofolio dapat berubah sepanjang
waktu yang mengakibatkan penetapan nilai suatu aset didasarkan pada harga dari
aset tersebut. Rata – rata pengembalian return secara aritmatik (arithmatic rate of
return) dengan asumsi nilai yield adalah nol, dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pt+1
............................................................................(2-3)
Po
Beberapa alasan yang mengakibatkan penggunaan rata – rata pengembalian
R = Ln
(
)
geometrik di dalam menghitung nilai tingkat pengembalian (rate of return),
disebabkan caranya yang lebih konsisten dalam proses perhitungannya dan
mampu menghitung periode berganda. Jika tingkat returnnya kecil, maka
perbedaan hasil perhitungan dari kedua metode tidak berbeda jauh.
22
2. 4
Varians
Professor Markowitz mengubah pandangan para Investor mengenai resiko
dengan cara memperkenalkan resiko secara kuantitatif artinya dapat diukur dan
didefinisikan sebagai ukuran statistik yang disebut sebagai varians. Markowitz
berpendapat bahwa varians sama dengan resiko dari sebuah investasi. Artinya,
jika aktiva tidak memiliki resiko maka variansnya adalah sama dengan nol.
Secara khusus Ghozali (2007) mengemukakan bahwa Markowitz
mengkuantifisir resiko sebagai varians return yang diharapkan dari aktiva.
Expected return, varians dan standar deviasi memberikan informasi sifat distribusi
probabilitas yang berkaitan dengan satu jenis saham atau investasi.
Dapat disimpulkan bahwa varians merupakan alat ukur resiko dari variabel
acak yang mengukur besar penyimpangan dari penghasilan yang mungkin
disekitar nilai yang diharapkan.
Dalam teori probabilitas dan statistika, varians atau ragam dari peubah
acak (distribusi probabilitas) adalah ukuran penyebaran dari data yang
menunjukkan seberapa jauh data tersebar di sekitar rata-rata. Varians merupakan
salah satu parameter dari suatu populasi, untuk data contoh, digunakan istilah
simpangan baku. Semakin besar varians atau deviasi standar maka semakin besar
resiko investasi. Hal ini disebabkan karena deviasi standar merupakan akar
kuadrat dari varians.
Menurut Frank J. Fabozzi (2000) varians dapat dibenarkan berdasarkan
bukti empiris yang menyatakan distribusi return yang diharapkan di masa lalu
bersifat normal atau simetris. Karena pengembalian yang diharapkan dari varians
23
merupakan dua parameter yang diasumsikan dipertimbangkan oleh Investor dalam
proses pembuatan keputusan.
Dalam kaitannya dengan return, varians dari variabel acak adalah ukuran
penyimpangan hasil yang mungkin bagi tingkat return disekitar return yang
diharapkan. Formulasi untuk menghitung varians dari variabel acak dari data
historis adalah sebagai berikut (Frank J. Fabozzi) :
(
varians = ∑
)
......................................................................(2-4)
Dimana :
Xt : observasi t pada variabel X
X : rata – rata contoh nilai untuk variabel Xt
T : urutan observasi pada contoh
Dengan demikian formulasi standar deviasi nya adalah :
SD (Ri) = √
(
)...................................................................................(2-5)
varians yang dikaitkan dengan distribusi return mengukur penyebaran dimana
distribusi dikelompokkan disekitar return yang diharapkan. Markowitz
berpendapat varians tersebut diartikan sebagai besaran resiko dari investasi.
Jika penyimpangan pengembalian yang diharapkan dari aktiva 0, maka aktiva
tersebut tidak memiliki resiko.
2.5
Value At Risk
Faktor-faktor yang menyebabkan gejolak harga saham dapat dibagi
menjadi faktor makro dan mikro. Faktor makro adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Tingkat suku bunga yang tinggi,
24
inflasi, tingkat produktivitas nasional, politik dan lain sebagainya dapat
memiliki dampak penting pada potensi keuntungan perusahaan hingga pada
akhirnya juga akan mempengaruhi harga sahamnya.
Sedangkan faktor mikro adalah faktor-faktor yang berdampak secara
langsung pada perusahaan itu sendiri. Perubahan manajemen, harga dan
ketersediaan bahan mentah, produktivitas pekerja dan lain sebagainya yang
akan dapat mempengaruhi kinerja keuntungan perusahaan tersebut secara
individual.
Penyebab volatilitas atau gejolak harga adalah karena sering adanya
perbedaan opini tentang kemana arah profitabilitas perusahaan tersebut.
Ketika banyak orang berpikir bahwa profitabilitas suatu perusahaan menurun,
maka akan lebih banyak yang menjual sahamnya sehingga harganya juga akan
menurun. Tentu saja, hal yang sebaliknya juga dapat terjadi.
A. E. Ahmed dan S. Z. Suliman (2011) menyebutkan bahwa ukuran
yang paling populer terhadap resiko adalah volatilitas, volatilitas merupakan
kondisi dinamik dari suatu asset. Jadi dapat dikatakan bahwa volatilitas
merupakan ukuran ketidakpastian dari pergerakan harga saham di waktu yang
akan datang atau kecepatan naik turunnya return sebuah saham
Volatilitas tidak hanya terbatas pada saham tetapi juga seluruh
instrumen investasi, baik reksadana, emas, obligasi atau instrumen-instrumen
lainnya. Semakin tinggi volatilitasnya, maka ’kepastian’ return suatu saham
semakin rendah. Biasanya yang digunakan untuk mengukur volatilitas adalah
standar deviasi.
25
Menurut philippe Jorion VaR di definisikan “VaR summarize the
worst loss over a target horizon with a given level of confidence.”
Secara sederhana, VaR ingin menjawab pertanyaan “seberapa besar
(dalam persen atau sejumlah uang tertentu) Investor dapat merugi selama
waktu investasi tertentu dengan tingkat kepercayaan tertentu”. VaR
menginterpretasikan resiko dengan kerugian maksimal. Menurut Cormac
Butler (1999) perhitungan value at risk secara umum terdiri atas 3 cara yaitu
metode variance-covariance, metode historical simulation dan monte carlo
simulation.
Dari definisi VaR di atas, terlihat bahwa ada dua parameter penting
yang harus ditentukan untuk menghitung VaR, yaitu tingkat kepercayaan (c)
dan horison waktu (T). Biasanya tingkat kepercayaan yang digunakan adalah
95%, 97,5%, atau 99%, sedangkan horison waktu yang biasa digunakan
adalah harian, bulanan, tahunan.
Langkah – langkah perhitungan Value at risk menurut Jorion (2001)
pertama yaitu melakukan penilaian terhadap suatu instrumen keuangan sesuai
dengan harga pasar, mengukur variabilitas faktor resiko yang ada, menentukan
periode waktu dan tingkat keyakinan (confident level) pada akhirnya akan
didapat hasil perhitungan VaR yang menunjukkan kerugian potensial yang
mungkin dihadapi oleh Perusahaan. Misalnya diketahui bahwa nilai suatu
instrumen keuangan sesuai dengan harga pasar sebesar 100 Miliar, variabilitas
faktor resiko sebesar 15% per annum, periode waktu 10 hari kerja, dan tingkat
keyakinan 99%. Dengan demikian maka didapat hasil perhitungan VaR yang
diilustrasikan sebagai berikut :
26
Sumber : Value at Risk (Jorion, 2001)
100 Miliar
x
15%
x
(10/252) x
2.33
= 7 Miliar
VaR mengukur kerugian maksimum pada tingkat kepercayaan
tertentu, jadi VaR diekspresikan dengan nilai positif. Dimana relatif VaR
didefinisikan sebagai nilai kerugian relatif terhadap rata-rata dari batasan
(Jorion, 2001) :
………………(2.6)
Pada umumnya VaR digambarkan sebagai berikut :
Sumber : Risk management and shareholders value in banking
(Andrea Resti & Andrea Sironi, 2007)
27
Lebih lanjut gambar diatas dapat dijelaskan pada ilustrasi berikut :
Sumber : Value at risk (Phillipe Jorion, 2001)
Pada gambar diatas menjelaskan distribusi pendapatan harian sebuah
perusahaan. Untuk menghitung VaR diasumsikan bahwa pendapatan harian
berdistribusi normal.
Dari distribusi tersebut dapat diperoleh nilai rata – rata pendapatan
harian perusahaan tersebut. Ketika pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari
nilai rata-ratanya, berarti perusahaan tersebut memperoleh keuntungan,
sebaliknya, ketika pendapatan yang diperoleh lebih rendah dari nilai rataratanya, berarti perusahaan tersebut mengalami kerugian. Semakin rendah
pendapatannya, maka semakin besar kerugian yang diderita perusahaan
(karena kerugiannya sebesar selisih nilai rata-rata pendapatan dengan
pendapatan yang lebih rendah).
Kerugian terbesar dengan tingkat kepercayaan tertentu, misal c,.
Berdasarkan formulasi diatas dapat dihitung sebagai berikut :
c = 95%.
Average revenue = $5.1 juta.
28
Jumlah observasi = 254.
Dengan data tersebut kita dapat mencari nilai W* dengan
menggunakan data error sebesar 5% dari jumlah observasi yaitu 254*5% =
12.7. Kemudian diketahui bahwa terdapat 11 data observasi di sebelah kiri $10 juta dan 15 data disebelah kiri -$9 juta. Dengan interpolasi diperoleh
bahwa observasi ke 12,7 adalah -$9.6 juta. Dengan demikian maka nilai W*
adalah -$9.6 juta. VaR keuntungan harian, diukur secara relatif pada nilai ratarata, adalah VaR = E(W) – W* = $5.1 – (-$9.6) = $14.7 juta.
Kelebihan dari VaR menurut Sartono et al (2006) antara lain : Dapat
diaplikasikan ke seluruh produk finansial yang diperdagangkan, angka yang
diperoleh merupakan hasil perhitungan secara agregat atau menyeluruh terhadap
risiko produk-produk sebagai suatu kesatuan, VaR memberikan estimasi
kemungkinan mengenai timbulnya kerugian yang jumlahnya lebih besar daripada
angka kerugian yang telah ditentukan, selain itu VaR juga memperhatikan
perubahan harga aset - aset yang ada dan pengaruhnya terhadap aset-aset yang
lain Hal ini memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap berkurangnya
risiko yang diakibatkan oleh diversifikasi kelompok produk atau portofolio.
2.5.1
Metode Varians Covarians
Metode ini dipopulerkan oleh JP. Morgan pada awal tahun 1990 pada
saat mempublikasikan The Risk Metrics Technical Document. Metode
variance covariance mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal dan
return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. Kedua faktor
29
ini menyebabkan estimasi yang lebih rendah terhadap potensi volatilitas aset
atau portofolio di masa depan.
Variance-covariance approach atau disebut juga delta normal method
memiliki keunggulan dari sisi kemudahan komputasi dan implementasi.
Kelebihan dari metode variance covariance menurut Sironi & Resti (2007)
adalah yaitu (1) metode ini menyajikan keuntungan utama dari pendekatan
simulasi yang akan dianalisis yaitu
kesederhanaan dalam intensitas
perhitungannya, (2) metode ini merupakan versi asli dari model VaR, (3)
Mendorong adanya database yang didasarkan pada pendekatan ini yang telah
digunakan oleh Industri dalam jumlah besar.
Penentuan value at risk dengan metode variance covariance mengukur
potensi kerugian maksimal dari satu instrumen atau portofolio dengan
menggunakan volatilitas dari return saham yang telah terjadi untuk periode
waktu tertentu. Untuk mengukurnya perlu ditentukan tingkat keyakinan yang
akan dipilih kemudian ditentukan nilai Z-nya. Adapun rumus menghitung
value at risk menurut Jorion (2001) dengan metode variance covariance dari
satu exposure adalah sebagai berikut :
VaR = Vo x σ x α x √t .......................................................................(2-7)
Dimana :
Vo = Eksposure
σ = Volatilitas
α = nilai Z score pada tingkat kepercayaan 5%
t = time horizon
30
a.
Uji Stasioneritas
Dalam menganalisis data time series diperlukan uji stasioneritas untuk
menguji apakah data return dan standar deviasi yang telah dihitung layak
digunakan untuk menaksir nilai dimasa yang akan datang. Artinya data tersebut
flat, memiliki rata-rata dan varians yang konstan sepanjang waktu serta tidak
terdapat fluktuasi periodik (Damodar N. Gujarati, Dawn C. Porter, 2012). Pada
prinsipnya, pendekatan ini berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan
adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variable – variable
ekonomi.
Untuk itu ada beberapa metode untuk menguji stasioneritas data ada
beberapa metode yang dapat digunakan seperti metode grafik dan unit root test /
uji akar – akar unit. Dalam penelitian ini untuk menguji stasioneritas dari return
menggunakan uji akar – akar unit.
Terdapat beberapa metode untuk menguji akar unit, salah satunya dengan
menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller test (ADF Test) dengan bantuan
software Eviews 5.0 untuk menentukan apakah data time series memiliki akar unit
atau tidak stasioner.
Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan tingkat kepercayaan
sebesar 95%. Artinya resiko terjadinya kesalahan dari hasil penelitian ini dibatasi
hanya sebesar 5 %. Menurut Gujarati (2012), ADF dapat diuji dengan persamaan
sebagai berikut : ∆Yt = β1+β2t+δYt-1+∑
∆Yt-1+εt…………………..…(2.8)
dimana εt = pure white noise error term, ∆Yt-1 = (Yt-1 - Yt-2) dan
seterusnya. Selain itu, perlu dilakukan juga uji nilai t-statistik dari estimasi δ,
31
untuk mengetahui apakah data
time series bersifat stasioner atau tidak. Uji
statistik memiliki rumus sebagai berikut:
thit = δ / Sδ………………………………………………………….. (2.9)
Dengan pengujian hipotesis yaitu H0 = δ = 0 (terdapat akar-akar unit atau
tidak stasioner) dengan hipotesis alternatifnya yaitu H1 = δ < 0 (tidak terdapat
akar-akar unit atau stasioner).
Menurut Winanro (2006) data dikatakan stasioner bila nilai ADF test
statistik < 5%. Selanjutnya jika data telah stasioner maka data dapat digunakan
untuk perhitungan selanjutnya, namun bila belum stasioner maka dapat dilakukan
differencing tahap pertama pada program Eviews untuk mengetahui pada derajat
perbedaan keberapa data akan mengalami stasioner.
b.
Uji Normalitas
Menurut Jorion (2001) Dalam menganalisis perhitungan VaR, return harus
memenuhi asumsi berdistribusi secara normal. Distribusi normal merupakan
distribusi kontinyu yang mensyaratkan variable yang diukur harus kontinyu dalam
hal ini return saham. Karakteristik dari distribusi normal adalah sebagai berikut
(Lind Marchal Mason, 2002) :
1. Kurva normal berbentuk bell dan memiliki puncak tunggal ditengah yaitu
nilai yang diharapkan dari distribusi.
2. Distribusi normal tersebut simetris terhadap nilai rata – ratanya. Apabila
kurva tersebut dipotong sebelah secara vertical di nilai tengahnya, maka dua
bagian tersebut akan seperti cermin.
32
3. Kurva normal jatuh dengan mulus di kedua arah dari nilai pusat yang
asimtotik, artinya bahwa kurva semakin dekat dan lebih dekat ke sumbu X
tetapi tidak pernah benar-benar menyentuh itu. yaitu, "ekor" kurva
memperpanjang tanpa batas di kedua arah.
Karakteristik tersebut digambarkan sebagai berikut :
Sumber : Statistical techniques in business & economics (Lind
Marchal Mason, 2002)
Ada beberapa pendekatan untuk menguji normalitas, dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan grafik (histogram) dan uji Jarque-Bera dengan bantuan
software Eviews. Menurut Suwarno (2011) Caranya dengan membandingkan nilai
Jarque-Berra hitung dengan nilai chi-square table. Residual dari data dikatakan
normal apabila nilai Jarque Berra hitung lebih kecil dari nilai chi square table, dan
sebaliknya bila nilai jarque-Berra hitung lebih besar dari chi square maka data
tidak berdistribusi dengan normal.
Distribusi normal digambarkan berbentuk lonceng dengan kemiringan
(skewness) = 0 dan ketinggian kurtosis 3. Menurut Bodie yang dikutip oleh Agung
Buchdadi (2007) Apabila distribusi data tidak normal maka nilai α dikoreksi
dengan pendekatan Cornish Fisher Expansion :
33
′
=
−
(
− 1) ...................................................................(2-10)
Z – Score α (5%) = 1.645
Dimana :
α : nilai alpha sesuai nilai probabilitas Jarque Berra
α’ : nilai alpha koreksi
ε : nilai skewness (kemencengan)
c.
Uji Heteroskedastisitas
Residu
adalah
variabel
tidak
diketahui
sehingga
diasumsikan
bersifat acak. Heteroskedastisitas terjadi ketika hubungan antara volatilitas dan
residu membentuk sebuah pola. Sedangkan pengertian homoskedastisitas
adalah kondisi ketika nilai residu pada tiap nilai volatilitas bervariasi dan
variasinya cenderung konstan. (Foster, 2006)
Satu asumsi penting dari model regresi linear klasik adalah bahwa
gangguan (disturbance) yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah
homoskedastik; yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama atau
dengan kata lain distribusi probabilitas gangguan dianggap tetap sama untuk
seluruh pengamatan; yaitu varian adalah sama untuk seluruh nilai-nilai variabel
bebas.
Akibat yang ditimbulkan dari adanya heteroskedastisitas (Winarno, 2006)
adalah :
a. Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum
(tidak lagi best), sehingga hanya LUE (linier unbiased estimator). Meskipun
34
demikian, estimator metode kuadrat terkecil masih bersifat linier dan tidak
bias.
b. Perhitungan standar error tidak dapat lagi dipercaya kebenarannya, karena
varian tidak minimum. Varian yang tidak minimum mengakibatkan estimasi
regresi tidak efisien.
c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji t dan uji F tidak dapat lagi dipercaya
karena standard error nya tidak dapat dipercaya.
Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji white.
Tujuan dari pengujian ini adalah agar taksirannya bersifat BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator) artinya data memiliki varians yang konstan. Rumus varians
apabila data return homoskedastis (Soegijono, 2006) :
=
∑
[(
−
)] …………………………………............…….…(2.11)
Dimana R : return dan n adalah jumlah observasi.
dan rumus untuk menghitung nilai standar deviasi :
= √
d.
………………………………………………………...........…....(2.12)
Uji ARCH dan GARCH
Salah satu asumsi yang mendasari estimasi dengan metode OLS adalah
residual harus terbebas dari otokorelasi. Selain itu, Asumsi lain yang sering
digunakan adalah variabel penggangu atau residual yang bersifat konstan dari
waktu ke waktu. Apabila residual tidak bersifat konstan maka terkandung masalah
heteroskedastisitas.
35
Sebagai jalan keluarnya ada metode khusus yang digunakan untuk
menghadapi kondisi seperti ini yaitu metode ARCH (Auto Regressive Conditional
Heteroscedasticity). Yang dikembangkan oleh Robert Engle pada tahun 1982.
Dalam perkembangannya muncul variasi dari metode seperti ini yaitu Generalized
Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) yang dikembangkan
oleh Tim Bollerslev pada tahun 1986 dan 1994. Apabila data retutn bersifat
heterokedastis maka perhitungan ARCH/GARCH dapat dilakukan melalui
bantuan program Eviews.
2.6
Penelitian Sebelumnya
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis
Estimasi Value at risk untuk menghitung resiko harga saham, antara lain sebagai
berikut :
1. Oom Komariyah (2005) melakukan penelitian berjudul “Analisis pengukuran
harga saham syariah dengan pendekatan model variance covariance dan
historical simulation”. Dalam penelitiannya nilai yang diperoleh dari hasil
pengukuran dengan metode variance covariance lebih besar disbanding
dengan metode historical simulation. Namun, keduanya dinyatakan valid
untuk mengukur potensi kerugian dari saham – saham syariah.
2. Povilas Aniunas, Jonas Nedzveckas, Rytis Krusinskas (2009) melakukan
penelitian yang dituangkan kedalam Jurnal yang berjudul “Variance
Covariance Risk Value Model for currency market”. Dalam jurnalnya
36
tersebut, mereka mengusulkan untuk menerapkan metode varians - kovarians
dan menyajikan nilai resiko tersebut bersama dengan metodologi perhitungan
loss level.
3. Ibnuhardi Faizaini Ihsan, Respatiwulan, Pangadi dalam melakukan penelitian
yang disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika 2012. Dalam
pembahasan mengenai pengukuran Value at Risk (VaR) pada aset tunggal dan
portofolio dengan metode Variance-Covariance yang telah diuraikan, maka
dapat diambil kesimpulan yaitu Perhitungan VaR dengan metode VarianceCovariance dapat diterapkan pada aset tunggal dan portofolio yang
mempunyai return berdistribusi normal. Perubahan nilai return merupakan
perubahan harga aset (volatilitas) yang dapat dinyatakan dalam bentuk
standar deviasi return. Untuk perhitungan pada aset tunggal bisa diperpanjang
dengan periode waktu tertentu (t).
Atas dasar rujukan – rujukan penelitian tersebut diatas, peneliti
memanfaatkannya sebagai bahan referensi penelitian karena data – data yang ada
cukup relevan dan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Disamping itu,
teori dan model yang digunakan dapat membantu peneliti dalam menggunakan
konsep – konsep yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Yang
membedakan penelitian yang dilakukan penulis dengan beberapa penelitian
tersebut adalah obyek penelitian, waktu/periode penelitian, dan variabel
penelitian.
37
Download