BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Resiko 2.1.1. Pengertian Resiko dan Sumber Resiko Berikut beberapa definisi resiko dari berbagai sumber : 1. Resiko menurut Kamus Besar Bahasa indonesia yaitu “akibat kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan”. 2. Resiko menurut Philippe Jorion (2001) adalah volatilitas yang muncul karena adanya kondisi ketidakpastian dan eksposure terhadap suatu peristiwa yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomis. 3. Menurut Brigham Houston (2006) menuliskan bahwa resiko diartikan sebagai “peluang akan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan”. Secara umum Resiko merupakan kejadian atau peristiwa yang tidak sesuai dengan harapan yang mengakibatkan kerugian ekonomis. Faktor – faktor penyebab timbulnya resiko akan mempengaruhi return suatu investasi terhadap nilai yang diharapkan atau yang disebut sebagai expected return. Menurut Zalmi Zubir (2011) sumber resiko diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Interest rate risk, yaitu resiko yang disebabkan oleh perubahan tingkat bunga tabungan dan tingkat bunga pinjaman. Tingkat bunga yang tinggi 5 dapat menyebabkan return yang diperoleh dari deposito lebih tinggi daripada return saham/investasi beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan Investor lebih tertarik berinvestasi pada deposito daripada membeli saham. 2. Market risk (Resiko pasar), yaitu resiko yang disebabkan oleh gejolak return suatu investasi sebagai akibat dari fluktuasi transaksi di pasar keseluruhan. Dengan kata lain resiko pasar merupakan resiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel harga pasar dari portofolio yang dimiliki Perusahaan, yang dapat merugikan Perusahaan tersebut. Variabel pasar antara lain suku bunga dan nilai tukar, termasuk derivasi dari kedua jenis resiko pasar tersebut. Resiko pasar antara lain terdapat pada aktivitas treasury serta investasi, kegiatan pembiayaan dan pendanaan, serta kegiatan pembiayaan perdagangan. Akibatnya, return saham – saham yang terkait dengan perubahan faktor – faktor tersebut juga akan terpengaruh. 3. Inflation risk, yaitu resiko yang disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat sebagai akibat dari kenaikan harga barang – barang secara umum. Daya beli yang rendah membuat Perusahaan akan kesulitan berproduksi karena harga jualnya tidak terjangkau oleh konsumen sehingga harga sahamnya pun ikut melemah, pada akhirnya Investor pun akan meminta tingkat bunga yang tinggi sebagai kompensasi daya beli masyarakat yang merosot dan jika bank meningkatkan tingkat bunga tabungan, maka investasi pada saham akan menjadi kurang menarik. 6 4. Business risk, yaitu resiko yang disebabkan oleh tantangan bisnis yang dihadapi perusahaan semakin berat, baik akibat tingkat persaingan yang makin ketat, perubahan peraturan pemerintah, maupun klaim dari masyarakat terhadap perusahaan karena merusak lingkungan. Yang pada akhirnya membuat harga saham perusahaan tersebut semakin melemah. 5. Financial risk, yaitu resiko keuangan yang berkaitan dengan struktur modal yang digunakan untuk mendanai kegiatan perusahaan. Utang perusahaan yang besar mempunyai resiko yang besar juga karena sebagian besar laba operasi perusahaan akan digunakan untuk membayar biaya bunga pinjaman tersebut. 6. Liquidity risk, yaitu resiko yang berkaitan dengan kesulitan untuk mencairkan portofolio atau menjual saham karena tidak ada yang membeli saham tersebut. Resiko likuiditas tersebut dapat timbul akibat dihentikannya transaksi perdagangan saham perusahaan karena melanggar peraturan pasar modal. Investor yang memegang saham perusahaan yang tidak likuid akan menanggung resiko yang tinggi karena harganya akan jatuh pada waktu dijual, sehingga real return berada jauh dibawah expected return. 7. Exchange rate risk atau currency risk, yaitu resiko yang terjadi karena perubahan nilai tukar mata uang yang menyebabkan real return lebih kecil daripada expected return. 8. Country risk, yaitu resiko yang berkaitan dengan investasi lintas negara yang disebabkan oleh kondisi politik, keamanan, dan stabilitas 7 perekonomian negara tersebut. Ketidakstabilan yang terjadi pada suatu negara dapat membuat resiko investasi menjadi tinggi karena return yang didapat juga menjadi tidak pasti. Kemungkinan terburuk dari suatu resiko usaha adalah tidak tercapainya misi dan tujuan dari perusahaan yang pada akhirnya akan timbul ketidakpercayaan dari publik. Publik selalu selalu menuntut adanya transparansi dari Perusahaan, diantaranya terkait dengan peningkatan kinerja Perusahaan, resiko apa saja yang dihadapi Perusahaan, laporan keuangan perusahaan, dan sebagainya. Oleh karenanya, dalam menentukan prioritas strategi dan program dalam pencapaian tujuan organisasi diperlukan manajemen resiko. 2.1.2 Manajemen Resiko Menurut Brealey Myers (2003) resiko dalam investasi yaitu return yang diperoleh unpredictable, ukuran penyebaran resiko dari return tersebut biasanya diukur dengan menggunakan standar deviasi. Semakin tinggi nilai standar deviasinya maka semakin tinggi resiko yang dihadapi. Hal tersebut biasanya dialami aset tunggal. Namun, resiko dari aset tunggal tersebut dapat dieliminir dengan melakukan diversifikasi. Untuk itu diperlukan suatu usaha untuk menggunakan sumber daya yang ada secara efektif untuk mengatasi kerugian dari kondisi ketidakpastian dan eksposur yang dihadapi untuk mencapai tujuan atau sasaran secara efektif dan efisien. Atau yang disebut juga sebagai manajemen resiko. 8 Peran dari manajemen resiko menurut Hanafi (2006) diharapkan dapat mengantisipasi lingkungan yang cepat berubah, mengembangkan good corporate governance, mengoptimalkan penyusunan strategic management, mengamankan sumber daya dan asset yang dimiliki organisasi, dan mengurangi reactive decision making dari manajemen puncak. Tujuannya membuat organisasi sadar akan resiko, sehingga laju organisasi dapat dikendalikan. Manajemen resiko organisasi memiliki banyak istilah, pada intinya manajemen organisasi terdiri dari prasarana dan proses manajemen resiko. Proses mapping manajemen resiko menurut Hanafi (2006) pada intinya mencakup : identifikasi, pengukuran resiko dan pengelolaan resiko. Proses penerapan manajemen resiko diawali dengan identifikasi resiko. Tujuan dilakukannya identifikasi resiko adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis resiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan Perusahaan. Secara umum langkah – langkah dalam identifikasi resiko yaitu pertama, mengidentifikasi resiko dan mempelajari karakteristik resiko tersebut serta melakukan evaluasi. Kedua, melakukan prioritisasi resiko, mengukur resiko tersebut seberapa besar dampaknya terhadap kinerja perusahaan dan menentukan prioritas resiko tersebut. Setelah mengidentifikasi resiko, proses berikutnya adalah pengukuran resiko yang digunakan untuk mengukur profil resiko yang dihadapi guna memperoleh gambaran efektivitas penerapan manajemem resiko. Metode pengukuran resiko dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. 9 Proses selanjutnya adalah mengelola resiko, pengelolaan resiko mencakup aktivitas perencanaan (penyusunan visi, misi dan sebagainya), pengelolaan resiko (diversifikasi, asuransi dan sebagainya), aspek governance (struktur organisasi, staf dan lainnya) dan sistem pelaporan (umpan balik). Langkah berikutnya adalah revisit, mengevaluasi ulang langkah – langkah yang sudah dilakukan. Elemen – elemen tersebut bertujuan membuat organisasi menjadi sadar resiko untuk meningkatkan nilai organisasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko perusahaan. Uraian langkah – langkah diatas sebagaimana digambarkan dalam Siklus manajemen resiko berikut : Gambar 2.1 Siklus Manajemen Resiko (Proses mapping resiko) MEMAHAMI IDENTIFIKASI REVISIT EVALUASI KELOLA PRIORITISASI Sumber : Manajemen Resiko (Mamduh hanafi, 2006) Menurut Prof. Imam Ghozali (2007), Sistem informasi manajemen resiko merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dimiliki dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Perusahaan, dalam rangka penerapan manajemen resiko yang efektif. Intinya, perusahaan harus memiliki sistem manajemen resiko yang dapat memastikan : a. Terukurnya resiko secara akurat, informatif dan tepat waktu, baik eksposure resiko secara keseluruhan atau komposit maupun eksposure setiap jenis resiko 10 yang melekat pada kegiatan usaha Perusahaan maupun eksposure per jenis aktivitas fungsional Perusahaan; b. Dipatuhinya penerapan manajemen resiko terhadap kebijakan, prosedur dan penetapan limit resiko; c. Tersedianya hasil atau realisasi penerapan manajemen resiko dibandingkan dengan target yang ditetapkan oleh Perusahaan sesuai dengan kebijakan dan strategi penerapan manjemen resiko. 2.2 Pengertian Pasar Modal dan Peranan Pasar Modal Menurut Husnan (2003) Pasar modal adalah “pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual-belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, otoritas publik, maupun perusahaan swasta.” Pengertian pasar modal secara umum menurut keputusan Menteri keuangan RI No. 1548/KMK/1990 adalah : “suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank – bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga atau aset keuangan jangka panjang yang beredar.” Secara khusus, menurut Sunariyah (2010) pasar modal merupakan suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan asset keuangan jangka panjang seperti saham, obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek. Dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 yang dimaksud pasar modal adalah segala kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta 11 lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pertemuan antara penwaran dan permintaan dana jangka panjang dalam bentuk efek disebut bursa efek. Lebih jauh bursa efek menurut UU No. 8 Tahun 1995 adalah “pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak – pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.” Dilihat dari pengertian akan pasar modal diatas, maka jelaslah bahwa pasar modal juga merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk mencari dana dengan cara menjual hak kepemilikan perusahaan kepada masyarakat atau yang disebut saham yang bertujuan agar terpenuhinya kebutuhan dana jangka panjang Perusahaan. Setiap jenis instrumen pasar modal tersebut merupakan bukti kepemilikan modal dari lembaga yang mengeluarkannya yang dapat diperjualbelikan. Pemegang instrumen pasar modal mengharapkan memperoleh keuntungan dengan menahan instrumen tersebut. Menurut Tendi haruman (2005) Pasar modal menyediakan dua fungsi pokok bagi masyarakat yang memiliki kepentingan yang berbeda, yaitu sebagai fungsi ekonomi dan keuangan. Fungsi ekonomi dari pasar modal yaitu menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (Investor) dan pihak yang memerlukan dana (emiten). Sedangkan fungsi keuangan dari pasar modal yaitu menyediakan dana yang diperlukan peminjam dana (emiten), dimana para pemilik dana (Investor) dapat menyerahkan dana tersebut tanpa harus terlibat secara langsung dalam bentuk kepemilikan aktiva riil yang digunakan dalam kegiatan investasi tersebut. 12 Pasar modal dapat dikatakan merupakan salah satu sarana efektif untuk mempercepat akumulasi dana bagi pembiayaan pembangunan melalui mekanisme pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut ke sektor – sektor yang produktif. Pihak – pihak yang terkait dengan pasar modal menurut SK Menteri keuangan RI Nomor 1548/KMK.013/1990 tentang pasar modal antara lain yaitu : 1. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam LK) merupakan Badan yang dibentuk oleh Pemerintah yang ditugaskan untuk mengatur, mengikuti perkembangan pasar modal, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga – lembaga dan profesi – profesi penunjang yang berkaitan dengan pasar modal serta memberi pendapat kepada Menteri Keuangan terkait kebijakan operasional pasar modal. 2. Emiten yaitu Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa yang bertujuan untuk belanja operasional perusahaan, perluasan usaha. 3. Investor, yaitu Pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya dalam efek – efek yang diperdagangkan di pasar modal. 4. Lembaga Penunjang, yaitu lembaga yang turut serta mendukung beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun Investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal. Lembaga penunjang menrupakan tempat penitipan harta, biro administrasi efek, wali amanat dan penanggung yang menyediakan jasanya. 13 5. Profesi Penunjang Pasar Modal antara lain terdiri dari akuntan, penilai perusahaan, notaris, dan konsultan hukum. 6. Pelaksana Bursa. 7. Perusahaan Efek adalah perusahaan yang telah memperoleh ijin usaha sebagai penjamin efek, perantara pedagang efek (broker / pialang), dan Manajer Investasi. 8. Lembaga kliring dan penyelesaian penyimpanan merupakan lembaga yang bertujuan untuk membantu segala proses administrasi serta penimpanan efek. 9. Reksa dana merupakan pihak dimana kegiatan utamanya adalah melakukan investasi, investasi kembali atau perdagangan efek. Peranan pasar modal pada suatu negara menurut Sunariyah (2011) antara lain : (1) Sebagai fasilitas atau tempat bertemu antara pembeli dan penjual untuk menentukan harga saham atau efek – efek yang diperdagangkan. (2) dapat menciptakan peluang bagi emiten untuk memenuhi return yang diinginkan oleh Investor. (3) Sebagai tempat bagi para Investor untuk menjual kembali saham atau efek yang dimilikinya setiap saat. (4) Sebagai alternatif investasi bagi masyarakat dengan demikian dapat menciptakan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam perkembangan perekonomian negara. (5) mengurangi biaya informasi dan transaksi surat berharga. 14 Dengan demikian instrumen – instrumen dalam pasar modal dapat menjadi alternatif Investasi bagi Investor karena memberikan berbagai keuntungan dan dapat memperkecil resiko dengan diversifikasi investasi. 2.3 Saham 2.3.1. Pengertian Saham Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular. Menurut Husnan (2002:303), menyebutkan bahwa : “sekuritas (saham) merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan pemodal tersebut menjalankan haknya. “ Sedangkan, menurut Tandelilin (2001) “saham merupakan surat bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham.” Pengertian saham menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001) yaitu “merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas yang berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut.” Dengan demikian saham merupakan tanda penyertaan kepemilikan perusahaan berupa selembar kertas, dengan menyertakan modal di perusahaan tersebut maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. 15 Berikut jenis – jenis saham dan penjelasannya secara singkat antara lain (Darmadji dan Fakhruddin, 2001) : 1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim a. Saham Biasa (common stock) yaitu saham yang menempatkan pemiliknya yang paling akhir dalam pembagian dividen dan mendapatkan hak atas aset perusahaan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi dan pemegang saham preferen dibayar sebesar nilai par sekuritas mereka. b. Saham Preferen (Preferred Stock) yaitu merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa. Dikatakan memiliki karakteristik obligasi karena memperoleh pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil, seperti yang dikehendaki Investor. Apabila saham preferen berjenis cumulative, maka jika belum menerima pembayaran dividen tahun lalu akan diakumulasikan dengan dividen tahun berjalan; 2. Ditinjau dari cara peralihannya a. Saham Atas Unjuk (Bearer Stocks) artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, sehingga mudah dipindahtangankan antar Investor dan secara hukum siapa yang memegang saham tersebut, maka pihak tersebut yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS. 16 b. Saham Atas Nama (Registered Stocks) artinya pada saham tersebut ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, di mana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu. 3. Ditinjau dari kinerja perdagangan a. Blue – Chip Stocks atau saham unggulan, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi (kinerja keuangan dan perusahaannya sangat baik, selalu mencatat laba bersih yang meningkat dari tahun ketahun), biasanya menjadi leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. Dalam hal ini BMRI diklaim termasuk saham bluechip. b. Income Stocks yaitu merupakan saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata – rata dividen pada tahun sebelumnya. c. saham pertumbuhan (Growth Stocks – Well Known) yaitu Saham – saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. d. Saham Spekulatif (Speculative Stock) yaitu Saham suatu perusahaan yang secara konsisten belum bisa memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi memiliki kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang. 17 e. Saham Siklikal (Cyclical Stocks) yaitu Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Menurut Sunariyah (2006) Pada dasarnya ada dua keuntungan membeli atau memiliki saham, diantaranya adalah memperoleh dividen (pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang diperoleh perusahaan) dan capital gain yaitu merupakan selisih positif antara harga jual dan harga beli, umumnya Investor dengan orientasi jangka pendek mengejar keuntungan melalui capital gain. . 2.3.2. Resiko Investasi Saham Sebagai instrumen investasi, saham memiliki resiko, resiko investasi pada saham menurut Sunariyah (2006) diantaranya adalah : 1. Tidak mendapat dividen (perusahaan mengalami kerugian sehingga tidak dapat membagikan dividen kepada pemegang sahamnya), 2. Capital Loss yang merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana Investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. 3. Resiko likuidasi yaitu dimana Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam kondisi tersebut pemegang saham menempati posisi paling akhir dalam mendapatkan haknya setelah kreditor dan pemegang obligasi. 4. Saham delisting, perusahaan yang sahamnya dikeluarkan dari bursa bisa terjadi karena kinerjanya yang buruk, mengalami kerugian dalam kurun 18 waktu beberapa tahun sehingga tidak dapat membagikan dividen kepada pemegang sahamnya berturut – turut. Dan delisting saham bisa juga terjadi karena Perusahaan tersebut go privat. 5. Saham dihentikan sementara (Suspensi), pada umumnya saham di suspend karena saham tersebut mengalami lonjakan harga yang luar biasa, suatu perusahaan dinyatakan pailit oleh kreditornya, atau berbagai kondisi lain yang menyebabkan otoritas bursa menghentikan perdagangan saham untuk sementara waktu. Dari penjelasan – penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Oleh karena itu, seorang Investor harus memiliki teknik dalam menganalisa saham. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam menganalisis saham suatu perusahaan dari berbagai sumber yaitu : (1) Analisis Teknikal yang merupakan upaya untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati perubahan harga saham di periode yang lalu, dan upaya untuk menentukan kapan Investor harus membeli, menjual atau mempertahankan sahamnya dengan menggunakan indikator-indikator teknis atau menggunakan analisis grafik. Analisis ini menggunakan data pasar dari saham, seperti harga dan volume transaksi penjualan saham untuk menentukan nilai saham. (2) Analisis Fundamental, yaitu analisis dengan menggunakan data fundamental yaitu Laporan Keuangan Perusahaan, seperti laba, dividen, penjualan, struktur modal, resiko dan sebagainya. Analisis ini akan membandingkan 19 nilai intrinsik dengan harga pasarnya untuk menentukan apakah harga saham pasar sudah mencerminkan nilai intrinsiknya atau belum. 2.3.3. Return Pada dasarnya tujuan Investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return. Harapan keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan investasi yang dilakukan. Dalam investasi, harapan keuntungan tersebut sering disebut sebagai return. Pada dasarnya tidak ada yang dapat menghitung secara pasti berapa return yang didapat dari seorang Investor terhadap investasinya. Namun return dapat diperkirakan atau yang sering disebut sebagai expected return. Disamping memperkirakan berapa besarnya resiko yang terkait dengan investasi bersangkutan, perlu mengestimasi return harapan dari suatu sekuritas. Resiko sebagai sisi lain dari return menunjukan kemungkinan penyimpangan antara return harapan dari return aktual yang diperoleh. Eduardus Tandelilin (2001) mengemukakan bahwa : “Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi Investor berinteraksi dan juga merupakan imbalan atas keberanian Investor dalam menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya”. Suad Husnan (2005) menyebutkan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) adalah laba yang akan diterima oleh pemodal atas investasinya pada perusahaan emiten dalam waktu yang akan datang dan tingkat keuntungan ini sangat dipengaruhi oleh prospek perusahaan di masa yang akan datang. 20 Seorang Investor akan mengharapkan return tertentu di masa yang akan datang tetapi jika investasi yang dilakukannya telah selesai maka Investor akan mendapat return realisasi (realized return) yang telah dilakukan. Di samping memperhitungkan return, Investor juga perlu mempertimbangkan tingkat resiko suatu investasi sebagai dasar pembuatan keputusan investasi. Singkatnya return adalah keuntungan yang diperoleh Investor dari dana yang ditanamkan pada suatu investasi. Sumber-sumber return investasi menurut Agus Sartono (2001) terdiri dari dua komponen utama yaitu yield dan capital gain (loss). Yield merupakan pendapatan imbalan yang berasal dari instrumen keuangan. Yield dapat bernilai positif dan negatif. Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi. Contohnya besarnya yield pada obligasi ditunjukkan dari bunga obligasi atau bunga deposito yang diterima. Sedangkan pada saham, yield ditunjukkan oleh besarnya dividen yang kita peroleh. Total return adalah akumulasi dari actual gain/loss dan yield. Sebagaimana dirumuskan sebagai berikut : Total return = Yield + Capital Gain (loss) ................................................ (2-1) Untuk menghitung estimasi return sekuritas aset tunggal harus memperhitungkan probabilitas bahwa sesuatu yang tidak diharapkan akan terjadi. Ekspektasi return dari suatu aset merupakan perkalian antara return dari masing – masing instrumen dalam suatu portofolio dengan tingkat probabilitasnya, dengan rumus sebagai berikut (Agus Sartono, 2001) : 21 n E(R) = Σ (Rj.Pj) ....................................................................................(2-2) j=1 dimana : E(R) : Expected rates of return (tingkat keuntungan yang diharapkan) Pj : probabilitas setiap kondisi kejadian ke-j Rj : tingkat keuntungan yang akan diperoleh untuk setiap kondisi kejadian ke-j n : banyaknya return yang mungkin terjadi Pada umumnya yield bernilai nol, namun pada deviden tidak ada data besaran yield. Hal tersebut disebabkan kumpulan portofolio dapat berubah sepanjang waktu yang mengakibatkan penetapan nilai suatu aset didasarkan pada harga dari aset tersebut. Rata – rata pengembalian return secara aritmatik (arithmatic rate of return) dengan asumsi nilai yield adalah nol, dapat dirumuskan sebagai berikut : Pt+1 ............................................................................(2-3) Po Beberapa alasan yang mengakibatkan penggunaan rata – rata pengembalian R = Ln ( ) geometrik di dalam menghitung nilai tingkat pengembalian (rate of return), disebabkan caranya yang lebih konsisten dalam proses perhitungannya dan mampu menghitung periode berganda. Jika tingkat returnnya kecil, maka perbedaan hasil perhitungan dari kedua metode tidak berbeda jauh. 22 2. 4 Varians Professor Markowitz mengubah pandangan para Investor mengenai resiko dengan cara memperkenalkan resiko secara kuantitatif artinya dapat diukur dan didefinisikan sebagai ukuran statistik yang disebut sebagai varians. Markowitz berpendapat bahwa varians sama dengan resiko dari sebuah investasi. Artinya, jika aktiva tidak memiliki resiko maka variansnya adalah sama dengan nol. Secara khusus Ghozali (2007) mengemukakan bahwa Markowitz mengkuantifisir resiko sebagai varians return yang diharapkan dari aktiva. Expected return, varians dan standar deviasi memberikan informasi sifat distribusi probabilitas yang berkaitan dengan satu jenis saham atau investasi. Dapat disimpulkan bahwa varians merupakan alat ukur resiko dari variabel acak yang mengukur besar penyimpangan dari penghasilan yang mungkin disekitar nilai yang diharapkan. Dalam teori probabilitas dan statistika, varians atau ragam dari peubah acak (distribusi probabilitas) adalah ukuran penyebaran dari data yang menunjukkan seberapa jauh data tersebar di sekitar rata-rata. Varians merupakan salah satu parameter dari suatu populasi, untuk data contoh, digunakan istilah simpangan baku. Semakin besar varians atau deviasi standar maka semakin besar resiko investasi. Hal ini disebabkan karena deviasi standar merupakan akar kuadrat dari varians. Menurut Frank J. Fabozzi (2000) varians dapat dibenarkan berdasarkan bukti empiris yang menyatakan distribusi return yang diharapkan di masa lalu bersifat normal atau simetris. Karena pengembalian yang diharapkan dari varians 23 merupakan dua parameter yang diasumsikan dipertimbangkan oleh Investor dalam proses pembuatan keputusan. Dalam kaitannya dengan return, varians dari variabel acak adalah ukuran penyimpangan hasil yang mungkin bagi tingkat return disekitar return yang diharapkan. Formulasi untuk menghitung varians dari variabel acak dari data historis adalah sebagai berikut (Frank J. Fabozzi) : ( varians = ∑ ) ......................................................................(2-4) Dimana : Xt : observasi t pada variabel X X : rata – rata contoh nilai untuk variabel Xt T : urutan observasi pada contoh Dengan demikian formulasi standar deviasi nya adalah : SD (Ri) = √ ( )...................................................................................(2-5) varians yang dikaitkan dengan distribusi return mengukur penyebaran dimana distribusi dikelompokkan disekitar return yang diharapkan. Markowitz berpendapat varians tersebut diartikan sebagai besaran resiko dari investasi. Jika penyimpangan pengembalian yang diharapkan dari aktiva 0, maka aktiva tersebut tidak memiliki resiko. 2.5 Value At Risk Faktor-faktor yang menyebabkan gejolak harga saham dapat dibagi menjadi faktor makro dan mikro. Faktor makro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Tingkat suku bunga yang tinggi, 24 inflasi, tingkat produktivitas nasional, politik dan lain sebagainya dapat memiliki dampak penting pada potensi keuntungan perusahaan hingga pada akhirnya juga akan mempengaruhi harga sahamnya. Sedangkan faktor mikro adalah faktor-faktor yang berdampak secara langsung pada perusahaan itu sendiri. Perubahan manajemen, harga dan ketersediaan bahan mentah, produktivitas pekerja dan lain sebagainya yang akan dapat mempengaruhi kinerja keuntungan perusahaan tersebut secara individual. Penyebab volatilitas atau gejolak harga adalah karena sering adanya perbedaan opini tentang kemana arah profitabilitas perusahaan tersebut. Ketika banyak orang berpikir bahwa profitabilitas suatu perusahaan menurun, maka akan lebih banyak yang menjual sahamnya sehingga harganya juga akan menurun. Tentu saja, hal yang sebaliknya juga dapat terjadi. A. E. Ahmed dan S. Z. Suliman (2011) menyebutkan bahwa ukuran yang paling populer terhadap resiko adalah volatilitas, volatilitas merupakan kondisi dinamik dari suatu asset. Jadi dapat dikatakan bahwa volatilitas merupakan ukuran ketidakpastian dari pergerakan harga saham di waktu yang akan datang atau kecepatan naik turunnya return sebuah saham Volatilitas tidak hanya terbatas pada saham tetapi juga seluruh instrumen investasi, baik reksadana, emas, obligasi atau instrumen-instrumen lainnya. Semakin tinggi volatilitasnya, maka ’kepastian’ return suatu saham semakin rendah. Biasanya yang digunakan untuk mengukur volatilitas adalah standar deviasi. 25 Menurut philippe Jorion VaR di definisikan “VaR summarize the worst loss over a target horizon with a given level of confidence.” Secara sederhana, VaR ingin menjawab pertanyaan “seberapa besar (dalam persen atau sejumlah uang tertentu) Investor dapat merugi selama waktu investasi tertentu dengan tingkat kepercayaan tertentu”. VaR menginterpretasikan resiko dengan kerugian maksimal. Menurut Cormac Butler (1999) perhitungan value at risk secara umum terdiri atas 3 cara yaitu metode variance-covariance, metode historical simulation dan monte carlo simulation. Dari definisi VaR di atas, terlihat bahwa ada dua parameter penting yang harus ditentukan untuk menghitung VaR, yaitu tingkat kepercayaan (c) dan horison waktu (T). Biasanya tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%, 97,5%, atau 99%, sedangkan horison waktu yang biasa digunakan adalah harian, bulanan, tahunan. Langkah – langkah perhitungan Value at risk menurut Jorion (2001) pertama yaitu melakukan penilaian terhadap suatu instrumen keuangan sesuai dengan harga pasar, mengukur variabilitas faktor resiko yang ada, menentukan periode waktu dan tingkat keyakinan (confident level) pada akhirnya akan didapat hasil perhitungan VaR yang menunjukkan kerugian potensial yang mungkin dihadapi oleh Perusahaan. Misalnya diketahui bahwa nilai suatu instrumen keuangan sesuai dengan harga pasar sebesar 100 Miliar, variabilitas faktor resiko sebesar 15% per annum, periode waktu 10 hari kerja, dan tingkat keyakinan 99%. Dengan demikian maka didapat hasil perhitungan VaR yang diilustrasikan sebagai berikut : 26 Sumber : Value at Risk (Jorion, 2001) 100 Miliar x 15% x (10/252) x 2.33 = 7 Miliar VaR mengukur kerugian maksimum pada tingkat kepercayaan tertentu, jadi VaR diekspresikan dengan nilai positif. Dimana relatif VaR didefinisikan sebagai nilai kerugian relatif terhadap rata-rata dari batasan (Jorion, 2001) : ………………(2.6) Pada umumnya VaR digambarkan sebagai berikut : Sumber : Risk management and shareholders value in banking (Andrea Resti & Andrea Sironi, 2007) 27 Lebih lanjut gambar diatas dapat dijelaskan pada ilustrasi berikut : Sumber : Value at risk (Phillipe Jorion, 2001) Pada gambar diatas menjelaskan distribusi pendapatan harian sebuah perusahaan. Untuk menghitung VaR diasumsikan bahwa pendapatan harian berdistribusi normal. Dari distribusi tersebut dapat diperoleh nilai rata – rata pendapatan harian perusahaan tersebut. Ketika pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari nilai rata-ratanya, berarti perusahaan tersebut memperoleh keuntungan, sebaliknya, ketika pendapatan yang diperoleh lebih rendah dari nilai rataratanya, berarti perusahaan tersebut mengalami kerugian. Semakin rendah pendapatannya, maka semakin besar kerugian yang diderita perusahaan (karena kerugiannya sebesar selisih nilai rata-rata pendapatan dengan pendapatan yang lebih rendah). Kerugian terbesar dengan tingkat kepercayaan tertentu, misal c,. Berdasarkan formulasi diatas dapat dihitung sebagai berikut : c = 95%. Average revenue = $5.1 juta. 28 Jumlah observasi = 254. Dengan data tersebut kita dapat mencari nilai W* dengan menggunakan data error sebesar 5% dari jumlah observasi yaitu 254*5% = 12.7. Kemudian diketahui bahwa terdapat 11 data observasi di sebelah kiri $10 juta dan 15 data disebelah kiri -$9 juta. Dengan interpolasi diperoleh bahwa observasi ke 12,7 adalah -$9.6 juta. Dengan demikian maka nilai W* adalah -$9.6 juta. VaR keuntungan harian, diukur secara relatif pada nilai ratarata, adalah VaR = E(W) – W* = $5.1 – (-$9.6) = $14.7 juta. Kelebihan dari VaR menurut Sartono et al (2006) antara lain : Dapat diaplikasikan ke seluruh produk finansial yang diperdagangkan, angka yang diperoleh merupakan hasil perhitungan secara agregat atau menyeluruh terhadap risiko produk-produk sebagai suatu kesatuan, VaR memberikan estimasi kemungkinan mengenai timbulnya kerugian yang jumlahnya lebih besar daripada angka kerugian yang telah ditentukan, selain itu VaR juga memperhatikan perubahan harga aset - aset yang ada dan pengaruhnya terhadap aset-aset yang lain Hal ini memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap berkurangnya risiko yang diakibatkan oleh diversifikasi kelompok produk atau portofolio. 2.5.1 Metode Varians Covarians Metode ini dipopulerkan oleh JP. Morgan pada awal tahun 1990 pada saat mempublikasikan The Risk Metrics Technical Document. Metode variance covariance mengasumsikan bahwa return berdistribusi normal dan return portofolio bersifat linier terhadap return aset tunggalnya. Kedua faktor 29 ini menyebabkan estimasi yang lebih rendah terhadap potensi volatilitas aset atau portofolio di masa depan. Variance-covariance approach atau disebut juga delta normal method memiliki keunggulan dari sisi kemudahan komputasi dan implementasi. Kelebihan dari metode variance covariance menurut Sironi & Resti (2007) adalah yaitu (1) metode ini menyajikan keuntungan utama dari pendekatan simulasi yang akan dianalisis yaitu kesederhanaan dalam intensitas perhitungannya, (2) metode ini merupakan versi asli dari model VaR, (3) Mendorong adanya database yang didasarkan pada pendekatan ini yang telah digunakan oleh Industri dalam jumlah besar. Penentuan value at risk dengan metode variance covariance mengukur potensi kerugian maksimal dari satu instrumen atau portofolio dengan menggunakan volatilitas dari return saham yang telah terjadi untuk periode waktu tertentu. Untuk mengukurnya perlu ditentukan tingkat keyakinan yang akan dipilih kemudian ditentukan nilai Z-nya. Adapun rumus menghitung value at risk menurut Jorion (2001) dengan metode variance covariance dari satu exposure adalah sebagai berikut : VaR = Vo x σ x α x √t .......................................................................(2-7) Dimana : Vo = Eksposure σ = Volatilitas α = nilai Z score pada tingkat kepercayaan 5% t = time horizon 30 a. Uji Stasioneritas Dalam menganalisis data time series diperlukan uji stasioneritas untuk menguji apakah data return dan standar deviasi yang telah dihitung layak digunakan untuk menaksir nilai dimasa yang akan datang. Artinya data tersebut flat, memiliki rata-rata dan varians yang konstan sepanjang waktu serta tidak terdapat fluktuasi periodik (Damodar N. Gujarati, Dawn C. Porter, 2012). Pada prinsipnya, pendekatan ini berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variable – variable ekonomi. Untuk itu ada beberapa metode untuk menguji stasioneritas data ada beberapa metode yang dapat digunakan seperti metode grafik dan unit root test / uji akar – akar unit. Dalam penelitian ini untuk menguji stasioneritas dari return menggunakan uji akar – akar unit. Terdapat beberapa metode untuk menguji akar unit, salah satunya dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller test (ADF Test) dengan bantuan software Eviews 5.0 untuk menentukan apakah data time series memiliki akar unit atau tidak stasioner. Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Artinya resiko terjadinya kesalahan dari hasil penelitian ini dibatasi hanya sebesar 5 %. Menurut Gujarati (2012), ADF dapat diuji dengan persamaan sebagai berikut : ∆Yt = β1+β2t+δYt-1+∑ ∆Yt-1+εt…………………..…(2.8) dimana εt = pure white noise error term, ∆Yt-1 = (Yt-1 - Yt-2) dan seterusnya. Selain itu, perlu dilakukan juga uji nilai t-statistik dari estimasi δ, 31 untuk mengetahui apakah data time series bersifat stasioner atau tidak. Uji statistik memiliki rumus sebagai berikut: thit = δ / Sδ………………………………………………………….. (2.9) Dengan pengujian hipotesis yaitu H0 = δ = 0 (terdapat akar-akar unit atau tidak stasioner) dengan hipotesis alternatifnya yaitu H1 = δ < 0 (tidak terdapat akar-akar unit atau stasioner). Menurut Winanro (2006) data dikatakan stasioner bila nilai ADF test statistik < 5%. Selanjutnya jika data telah stasioner maka data dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya, namun bila belum stasioner maka dapat dilakukan differencing tahap pertama pada program Eviews untuk mengetahui pada derajat perbedaan keberapa data akan mengalami stasioner. b. Uji Normalitas Menurut Jorion (2001) Dalam menganalisis perhitungan VaR, return harus memenuhi asumsi berdistribusi secara normal. Distribusi normal merupakan distribusi kontinyu yang mensyaratkan variable yang diukur harus kontinyu dalam hal ini return saham. Karakteristik dari distribusi normal adalah sebagai berikut (Lind Marchal Mason, 2002) : 1. Kurva normal berbentuk bell dan memiliki puncak tunggal ditengah yaitu nilai yang diharapkan dari distribusi. 2. Distribusi normal tersebut simetris terhadap nilai rata – ratanya. Apabila kurva tersebut dipotong sebelah secara vertical di nilai tengahnya, maka dua bagian tersebut akan seperti cermin. 32 3. Kurva normal jatuh dengan mulus di kedua arah dari nilai pusat yang asimtotik, artinya bahwa kurva semakin dekat dan lebih dekat ke sumbu X tetapi tidak pernah benar-benar menyentuh itu. yaitu, "ekor" kurva memperpanjang tanpa batas di kedua arah. Karakteristik tersebut digambarkan sebagai berikut : Sumber : Statistical techniques in business & economics (Lind Marchal Mason, 2002) Ada beberapa pendekatan untuk menguji normalitas, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan grafik (histogram) dan uji Jarque-Bera dengan bantuan software Eviews. Menurut Suwarno (2011) Caranya dengan membandingkan nilai Jarque-Berra hitung dengan nilai chi-square table. Residual dari data dikatakan normal apabila nilai Jarque Berra hitung lebih kecil dari nilai chi square table, dan sebaliknya bila nilai jarque-Berra hitung lebih besar dari chi square maka data tidak berdistribusi dengan normal. Distribusi normal digambarkan berbentuk lonceng dengan kemiringan (skewness) = 0 dan ketinggian kurtosis 3. Menurut Bodie yang dikutip oleh Agung Buchdadi (2007) Apabila distribusi data tidak normal maka nilai α dikoreksi dengan pendekatan Cornish Fisher Expansion : 33 ′ = − ( − 1) ...................................................................(2-10) Z – Score α (5%) = 1.645 Dimana : α : nilai alpha sesuai nilai probabilitas Jarque Berra α’ : nilai alpha koreksi ε : nilai skewness (kemencengan) c. Uji Heteroskedastisitas Residu adalah variabel tidak diketahui sehingga diasumsikan bersifat acak. Heteroskedastisitas terjadi ketika hubungan antara volatilitas dan residu membentuk sebuah pola. Sedangkan pengertian homoskedastisitas adalah kondisi ketika nilai residu pada tiap nilai volatilitas bervariasi dan variasinya cenderung konstan. (Foster, 2006) Satu asumsi penting dari model regresi linear klasik adalah bahwa gangguan (disturbance) yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastik; yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama atau dengan kata lain distribusi probabilitas gangguan dianggap tetap sama untuk seluruh pengamatan; yaitu varian adalah sama untuk seluruh nilai-nilai variabel bebas. Akibat yang ditimbulkan dari adanya heteroskedastisitas (Winarno, 2006) adalah : a. Estimator metode kuadrat terkecil tidak mempunyai varian yang minimum (tidak lagi best), sehingga hanya LUE (linier unbiased estimator). Meskipun 34 demikian, estimator metode kuadrat terkecil masih bersifat linier dan tidak bias. b. Perhitungan standar error tidak dapat lagi dipercaya kebenarannya, karena varian tidak minimum. Varian yang tidak minimum mengakibatkan estimasi regresi tidak efisien. c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji t dan uji F tidak dapat lagi dipercaya karena standard error nya tidak dapat dipercaya. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji white. Tujuan dari pengujian ini adalah agar taksirannya bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) artinya data memiliki varians yang konstan. Rumus varians apabila data return homoskedastis (Soegijono, 2006) : = ∑ [( − )] …………………………………............…….…(2.11) Dimana R : return dan n adalah jumlah observasi. dan rumus untuk menghitung nilai standar deviasi : = √ d. ………………………………………………………...........…....(2.12) Uji ARCH dan GARCH Salah satu asumsi yang mendasari estimasi dengan metode OLS adalah residual harus terbebas dari otokorelasi. Selain itu, Asumsi lain yang sering digunakan adalah variabel penggangu atau residual yang bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila residual tidak bersifat konstan maka terkandung masalah heteroskedastisitas. 35 Sebagai jalan keluarnya ada metode khusus yang digunakan untuk menghadapi kondisi seperti ini yaitu metode ARCH (Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity). Yang dikembangkan oleh Robert Engle pada tahun 1982. Dalam perkembangannya muncul variasi dari metode seperti ini yaitu Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) yang dikembangkan oleh Tim Bollerslev pada tahun 1986 dan 1994. Apabila data retutn bersifat heterokedastis maka perhitungan ARCH/GARCH dapat dilakukan melalui bantuan program Eviews. 2.6 Penelitian Sebelumnya Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis Estimasi Value at risk untuk menghitung resiko harga saham, antara lain sebagai berikut : 1. Oom Komariyah (2005) melakukan penelitian berjudul “Analisis pengukuran harga saham syariah dengan pendekatan model variance covariance dan historical simulation”. Dalam penelitiannya nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan metode variance covariance lebih besar disbanding dengan metode historical simulation. Namun, keduanya dinyatakan valid untuk mengukur potensi kerugian dari saham – saham syariah. 2. Povilas Aniunas, Jonas Nedzveckas, Rytis Krusinskas (2009) melakukan penelitian yang dituangkan kedalam Jurnal yang berjudul “Variance Covariance Risk Value Model for currency market”. Dalam jurnalnya 36 tersebut, mereka mengusulkan untuk menerapkan metode varians - kovarians dan menyajikan nilai resiko tersebut bersama dengan metodologi perhitungan loss level. 3. Ibnuhardi Faizaini Ihsan, Respatiwulan, Pangadi dalam melakukan penelitian yang disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika 2012. Dalam pembahasan mengenai pengukuran Value at Risk (VaR) pada aset tunggal dan portofolio dengan metode Variance-Covariance yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu Perhitungan VaR dengan metode VarianceCovariance dapat diterapkan pada aset tunggal dan portofolio yang mempunyai return berdistribusi normal. Perubahan nilai return merupakan perubahan harga aset (volatilitas) yang dapat dinyatakan dalam bentuk standar deviasi return. Untuk perhitungan pada aset tunggal bisa diperpanjang dengan periode waktu tertentu (t). Atas dasar rujukan – rujukan penelitian tersebut diatas, peneliti memanfaatkannya sebagai bahan referensi penelitian karena data – data yang ada cukup relevan dan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Disamping itu, teori dan model yang digunakan dapat membantu peneliti dalam menggunakan konsep – konsep yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Yang membedakan penelitian yang dilakukan penulis dengan beberapa penelitian tersebut adalah obyek penelitian, waktu/periode penelitian, dan variabel penelitian. 37