permintaan kuantitas dan kualitas buah-buahan

advertisement
PERMINTAAN KUANTITAS DAN KUALITAS
BUAH-BUAHAN RUMAH TANGGA DI
PROVINSI LAMPUNG
RINI DESFARYANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Permintaan Kuantitas
dan Kualitas Buah-buahan Rumahtangga di Provinsi Lampung adalah benar karya
saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain pada tesis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
RINI DESFARYANI
NIM H453130091
4
RINGKASAN
RINI DESFARYANI. Permintaan Kuantitas dan Kualitas Buah-buahan
Rumahtangga di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh SRI HARTOYO dan
LUKYTAWATI ANGGRAENI.
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil buah-buahan yang
cukup besar. Tingkat produksi buah yang besar tersebut merupakan suatu hal yang
menunjang dari segi ketersediaan buah. Jika dihubungkan dengan tingkat konsumsi,
dapat diketahui bahwa buah yang tersedia ternyata tidak secara langsung menjamin
bahwa masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan konsumsinya dapat dilihat
dari tingkat konsumsi buah yang masih sangat rendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap permintaan buah-buahan rumah tangga di Provinsi Lampung,
(2) menganalisis respon perubahan permintaan kuantitas dan kualitas buah-buahan
akibat perubahan harga dan pendapatan di Provinsi Lampung. Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS (Badan
Pusat Statistik), yaitu data dari modul pengeluaran konsumsi dan kor rumah tangga
hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) untuk Provinsi Lampung tahun
2013. Data tersebut merupakan data kerat lintang (cross section) dengan sampling
unit rumah tangga. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan
model AIDS (Almost Ideal Demand System) dan model persamaan tunggal dengan
bentuk semilog.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel harga buah (baik harga sendiri
maupun harga silang), pengeluaran, dan jumlah anggota rumahtangga terbukti
berpengaruh terhadap permintaan buah-buahan. Berdasarkan nilai elastisitas harga
silang diketahui bahwa secara umum semua buah memiliki nilai elastisitas
permintaan yang bervariasi, ada yang positif dan negatif baik dari segi kuantitas
maupun kualitas. Secara umum, nilai elastisitas pendapatan bernilai positif pada
semua jenis buah yang dianalisis. Hal ini berarti peningkatan pada pendapatan akan
menyebabkan terjadinya peningkatan pada permintaan buah-buahan baik dari segi
kuantitas maupun kualitas.
Kata kunci:
permintaan buah, Almost Ideal Demand System, SUR, elastisitas,
kualitas, kuantitas
5
SUMMARY
RINI DESFARYANI. Quantity and Quality Demand of Fruits Households in
Lampung Province. Supervised by SRI HARTOYO and LUKYTAWATI
ANGGRAENI.
Lampung Province is one of the largest producers of fruits.That big
production level is a matter of support in terms availability of fruits. If associated
with consumption levels, can be known that these available fruits are not utilized
optimally by consumers. It can be seen from the level consumption of fruits that still
low.
This study aim to: (1) analyze factors that affect the demand of fruits
household at Lampung Province, (2) analyze the change response in quantity and
quality demand of fruits due to changes in price and income at Lampung Province.
Type of data used in this research is secondary data obtained from BPS (Central
Bureau of Statistic), that is data from module consumption expenditure and kor
household from SUSENAS result (Survei Sosial Ekonomi Nasional) for Lampung
Province in 2013. This data was cross section with sampling household unit. The
output data then analyze used AIDS (Almost Ideal Demand System) model, and
single equation models with semilog form.
The result shows that the variable price of fruits (either own price nor cross
price), expenditure, and family size shown affect the demands of fruits. Based on
value of the cross price elasticity, known that generally all fruits have a variation of
demand elasticity, there are positive or negative in terms of both quality and quantity.
Generally the value of income elasticity is positive on all types of fruits that analyzed.
This means the increase in income will affected an increase in the demand for fruits
both in terms of quantity and quality.
Keywords: demand of fruits, Almost Ideal Demand System, SUR, elasticity, quality,
quantity.
6
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
7
PERMINTAAN KUANTITAS DAN KUALITAS
BUAH-BUAHAN RUMAH TANGGA DI
PROVINSI LAMPUNG
RINI DESFARYANI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
8
Penguji Luar Komisi Pembimbing
: Dr. Ir. Harianto, M.S
Penguji Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
: Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S
9
10
PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat
Allah SWT karena berkat limpahan rahmat-Nya, tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik. Adapun judul dalam penelitian ini adalah Permintaan Kuantitas dan Kualitas
Buah-buahan Rumah Tangga di Provinsi Lampung. Tesis ini disusun sebagai tugas
akhir dari tugas belajar pada Program Magister Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si
selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan,
saran, dan motivasi terutama kaitannya dalam penyelesaian tesis ini .Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Harianto, M.S selaku penguji luar
komisi yang telah banyak memberikan saran terkait perbaikan tesis ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor atas segala ilmu yang diberikan selama
proses perkuliahan dan Insya Allah ilmu yang telah diberikan akan menjadi bekal
dan diamalkan oleh penulis. Terima kasih kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga
dan sahabat atas segala doa, dukungan, dan motivasi yang tak henti-hentinya
diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
Juli 2015
Rini Desfaryani
11
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa
pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama. Pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (Rusono et al. 2013). Dapat
diketahui bahwa pangan memiliki peran penting bagi setiap manusia terutama dalam
pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing.
Pertumbuhan pangan dengan segala permasalahannya mengalami
perkembangan yang sangat cepat. Hal ini terkait dengan perubahan-perubahan yang
terjadi antara lain karena adanya perkembangan penduduk yang sangat pesat dari sisi
jumlah, pergeseran pola konsumsi masyarakat, ataupun karena persoalan semakin
sempitnya ketersediaan lahan yang ada sebagai tempat berproduksi bahan-bahan
pangan.
Ruang lingkup pangan mencakup sub sistem yang terkait dan saling tergantung
satu sama lainnya, yang terdiri dari keamanan, ketahanan, dan keberlangsungan
pangan. Semua subsistem hendaknya dapat berjalan beriringan demi tercapainya
keadaan pangan yang stabil. Pemerintah diharapkan dapat mewujudkan suatu
keadaan negara yang terjamin dari segi keamanan, ketahanan, dan keberlangsungan
pangan.
Ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Menurut UU No.
7 tahun 1996, ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah
maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau. Peningkatan ketahanan pangan
menjadi prioritas utama yang sangat perlu dan mendesak untuk segera dilaksanakan
dalam pembangunan.
Ketahanan pangan mencakup tiga unsur pokok yang meliputi ketersediaan
pangan, distribusi, dan konsumsi (Khudori, 2010). Ketersediaan pangan dalam
jumlah yang cukup masih belum dapat menjamin tercukupinya kebutuhan konsumsi
pangan masyarakat. Pusat data dan sistem informasi pertanian (Pusdatin) tahun 2012
di dalam buku statistik konsumsi pangan 2012 menjelaskan bahwa konsumsi pangan
adalah jenis dan jumlah pangan (baik bentuk asli maupun olahan) yang dikonsumsi
oleh seseorang/penduduk dalam jangka waktu tertentu (maupun konsumsi normatif)
untuk hidup sehat dan produktif. Pangan harus tersedia dan dapat dijangkau oleh
masyarakat, serta pangan yang dikonsumsi dapat terjamin mutu gizinya. Ketiga unsur
pokok tersebut harus benar-benar diperhatikan agar dapat tercipta suatu keadaan
yang tahan pangan.
Jika dilihat dari aspek konsumsi, konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih
didominasi oleh pangan sumber karbohidrat. Kuntjoro (1984) dalam hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa rata-rata proporsi anggaran belanja sumber
karbohidrat terhadap jumlah pengeluaran bahan pangan penting masih sangat tinggi.
Sejalan dengan hal tersebut, Timmer (2004) menjelaskan bahwa tipe rumah tangga
masyarakat Indonesia mendapatkan lebih dari setengah energi dari makanan yang
berasal dari beras, dan menghabiskan sekitar 10 persen dari pendapatannya untuk
12
konsumsi beras tersebut. Sedangkan rumah tangga miskin mengalokasikan 20-25
persen dari total pengeluarannya untuk beras. Data terbaru juga memperlihatkan
bahwa konsumsi pangan masyarakat akan karbohidrat masih dalam jumlah yang
cukup besar dibandingkan sumber pangan lain walaupun trennya sudah mengalami
penurunan (Tabel 1).
Tabel 1 Persentase pengeluaran kelompok pangan terhadap total pengeluaran
pangan tahun 2008-2013 di Indonesia
Kelompok Pangan
2008
2009 2010
2011
2012
2013
Padi-padian
19.07 17.51 17.29 15.13 17.90 16.26
Umbi-umbian
1.05
1.00
0.95
1.02
0.86
0.88
Ikan
7.90
8.48
8.43
8.64
8.22
7.96
Daging
3.67
3.73
4.07
3.74
4.04
3.72
Telur dan susu
6.22
6.46
6.22
5.83
5.88
6.04
Sayur-sayuran
8.02
7.72
7.46
8.71
7.40
8.74
Kacang-kacangan
3.08
3.10
2.90
2.55
2.61
2.65
Buah-buahan
4.53
4.05
4.85
4.35
4.77
4.60
Minyak dan lemak
4.30
3.87
3.73
3.86
3.82
3.24
Bahan minuman
4.24
3.99
4.40
3.64
3.38
3.76
Bumbu-bumbuan
2.22
2.13
2.12
2.14
1.99
1.90
Konsumsi lainnya
2.76
2.63
2.50
2.17
2.15
2.05
Makanan dan minuman jadi 22.80 24.95 24.86 27.78 24.90 25.88
Tembakau dan sirih
10.13 10.38 10.21 10.44 12.07 12.32
Jumlah
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2009-2013 (diolah)
Pada Tabel 1 diketahui bahwa perkembangan konsumsi pangan untuk
kelompok padi-padian dan umbi-umbian tahun 2013 (17.14%) cenderung mengalami
penurunan daripada tingkat konsumsi pada tahun 2008 (20.13%). Jika dilihat dari
persentasenya terhadap pengeluaran pangan total, konsumsi untuk pangan sumber
karbohidrat masih relatif cukup besar dibandingkan konsumsi pangan lain seperti
sumber vitamin dan mineral yang terkandung di buah-buahan masih memiliki porsi
yang kecil (4.60%). Pada dasarnya tidak hanya kebutuhan akan karbohidrat saja yang
diperlukan. Konsumsi akan bahan pangan lain yang kaya akan vitamin dan mineral
seperti buah-buahan menjadi sangat penting untuk dicukupi kebutuhannya.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, pola pikir masyarakat
dalam konsumsi pun ikut berkembang. Pola konsumsi masyarakat secara perlahan
mengalami perubahan dengan meningkatkan konsumsi pangan yang bernilai tinggi
dan mengurangi konsumsi pangan sumber karbohidrat seperti padi dan umbiumbian. Senada dengan Indonesia, dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa
di India pun diversifikasi makanan yang dikonsumsi mulai menjauh dari dominasi
makanan sereal –– yang notabenenya merupakan sumber karbohidrat –– dan menuju
ke komoditi makanan yang bernilai tinggi seperti daging dan buah-buahan (Kumar
et al. 2006; 2007 dalam Kumar et al. 2011).
Konsumsi buah-buahan di Indonesia pada dasarnya sudah meningkat sebesar
8,21 % dari sebelumnya 31,93 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 menjadi sebesar
13
34,55 kg/kapita/tahun pada tahun 2011. Namun angka tersebut masih jauh di bawah
standar konsumsi yang direkomendasikan oleh FAO, yakni sebesar 73
kg/kapita/tahun (Hendriadi, 2013). Rendahnya konsumsi buah-buahan tersebut perlu
diklarifikasi apakah karena masih rendahnya kesadaran konsumsi masyarakat atau
karena masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.
Jika dilihat dari sisi ketersediaan buah dalam negri, daerah produsen buahbuahan tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia. Provinsi Lampung merupakan
salah satu daerah penghasil buah-buahan yang cukup besar. Produksi beberapa
komoditi buah-buahan di Provinsi Lampung ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Produksi beberapa komoditi buah-buahan di Provinsi Lampung tahun 20092013
Tahun (ton)
No Buah
2009
2010
2011
2012
2013
1
Mangga
15 517
12 840
24 752
21 725
13 797
2
Jeruk
11 006
8 685
5 626
3 791
1 619
3
Durian
30 463
36 682
42 550
45 396
26 519
4
Pisang
681 875 677 781 687 761
817 606
678 492
5
Pepaya
53 354
50 959 123 341
103 312
97 579
6
Salak
5 409
7 364
7 228
6 264
2 178
Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2011, 2012, 2014
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi buah-buahan di Provinsi Lampung
cukup besar. Terutama pada komoditi buah pisang, Provinsi Lampung merupakan
salah satu daerah sentra produksi pisang terbesar di Indonesia, begitu pun untuk buah
lain seperti pepaya dan durian. Tingkat produksi buah yang besar tersebut merupakan
suatu hal yang menunjang dari segi ketersediaan buah. Jika dihubungkan dengan
tingkat konsumsi, dapat diketahui bahwa buah yang tersedia ternyata tidak secara
langsung menjamin bahwa masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan
konsumsinya. Akses masyarakat juga menjadi penting untuk dilihat. Delisle (1990)
dalam Ofwona (2013) menjelaskan bahwa pola konsumsi makanan yang bervariasi
tergantung pada tingkat sosial ekonomi dan karakteristik rumah tangga. Penelitian
tentang permintaan buah-buahan menjadi penting untuk dilakukan terkait upaya
peningkatan konsumsi buah-buahan.
1.2 Masalah Penelitian
Buah merupakan salah satu komoditi pangan yang mengandung banyak
vitamin serta mineral yang merupakan komponen gizi penting bagi tubuh setiap
manusia. Selain itu, buah merupakan sumber serat yang sangat berguna bagi
pencernaan makanan dalam tubuh manusia. Buah merupakan salah satu kebutuhan
yang harus dipenuhi oleh setiap manusia guna menunjang kesehatan tubuh.
Jika dilihat dari aspek konsumsi, tingkat konsumsi buah-buahan di Provinsi
Lampung masih cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dari proporsi pengeluaran untuk
kelompok buah-buahan yang masih rendah. Pada tahun 2013 share pengeluaran
buah-buahan hanya sebesar 3,96% dari total pengeluaran pangan. Padahal dari sisi
ketersediaan, Provinsi Lampung memiliki hasil produksi buah-buahan yang cukup
14
besar. Hal ini mengindikasikan bahwa pangan yang tersedia dalam hal ini adalah
buah-buahan ternyata tidak langsung dapat diserap dengan baik oleh masyarakat.
Penelitian tentang permintaan sudah cukup banyak dilakukan, namun dalam
lingkup yang besar dan tidak spesifik. Penelitian-penelitian yang sebelumnya
dilakukan hanya menganalisis tentang permintaan buah-buahan secara agregat
(Kumar et al. 2011; Ofwona, 2013; Pusposari, 2012; Rachman, 2001; Dianarafah,
1999; Deaton, 1990). Kajian tentang permintaan buah dalam lingkup yang lebih
spesifik juga perlu untuk dilakukan karena ada perbedaan selera konsumen dalam
mengkonsumsi suatu komoditi buah dan buah lainnya.
Penelitian lain yang sudah dilakukan terhadap komoditi buah yang lebih
spesifik sudah pernah dilakukan oleh Hartoyo (1997) di Jawa Barat dan Sriwijayanti
et al. (2004) di DKI Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besaran
elastisitas untuk komoditi buah-buahan yang dianalisis memiliki magnitude yang
berbeda. Perbedaan hasil dimungkinkan terjadi karena perbedaan faktor-faktor
sosiodemografi yang ada di kedua daerah penelitian. Pertanyaan yang muncul adalah
faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap permintaan buah-buahan di
Provinsi Lampung ?
Hal yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan permintaan buah-buahan
bersifat dinamis dan dapat berubah antara lain karena unsur harga buah itu sendiri
dan tingkat pendapatan. Harga buah dapat berubah sewaktu-waktu terkait dengan
jumlah ketersediaannya. Perubahan harga tersebut dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada permintaan buah-buahan. Ditinjau dari tingkat pendapatan, tingkat
pendapatan penduduk di Provinsi Lampung mengalami peningkatan setiap tahunnya
(Tabel 3).
Tabel 3 Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan Provinsi Lampung
Rata-rata pengeluaran per
Tahun
kapita sebulan (Rp)
Tingkat perubahan (%)
2007
329 473
2008
334 055
1.39
2009
350 855
5.03
2010
411 603
17.31
2011
490 180
19.09
2012
517 710
5.62
2013
573 634
10.80
Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2008-2013
Tingkat pendapatan yang diproksi dari rata-rata tingkat pengeluaran
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada tingkat pendapatan per kapita pada
tiap tahunnya. Seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat, akan
berpengaruh terhadap pola pengeluaran dan konsumsi. Hartoyo (1997) dalam hasil
penelitiannya menjelaskan bahwa perubahan tingkat pendapatan sangat berpengaruh
terhadap perubahan jumlah buah-buahan yang diminta.
Hal yang perlu diperhatikan adalah perubahan pada harga dan pendapatan tidak
hanya menyebabkan perubahan konsumsi konsumen dari segi kuantitas, tetapi juga
dari segi kualitas. Beberapa penelitian terdahulu hanya memfokuskan pada respon
perubahan permintaan akibat perubahan harga dan pendapatan dari segi kuantitas
(Hartoyo, 1997; Sriwijayanti et al. 2004). Seperti yang disebutkan oleh Yu dan Abler
15
(2009) dalam Ogundari (2012) bahwa rekomendasi kebijakan yang didasarkan atas
analisis yang tidak melihat respon perubahan permintaan konsumen dari segi kualitas
akibat perubahan pendapatan dapat menjadi subjek kesalahan yang signifikan dalam
desain kebijakan dan proses perencanaan. Hal ini dikarenakan peningkatan
permintaan mungkin tidak memberikan indikasi adanya peningkatan permintaan
untuk kualitas. Jika hanya dari segi kuantitas, maka hanya akan tampak respon
perubahan permintaan buah-buahan dari segi kuantitas namun tidak tampak
perubahan pilihan konsumsi konsumen kaitannya dengan kualitas buah itu sendiri.
Kualitas buah yang dimaksud meliputi rasa, bentuk, warna, dan sebagainya.
Kualitas suatu buah itu sendiri dicerminkan dari tingkat harga. Buah dengan kualitas
rendah, maka harganya akan relatif lebih murah dibandingkan dengan yang
kualitasnya lebih tinggi pada suatu komoditi buah tertentu. Pada masing-masing
komoditi buah, dengan adanya peningkatan pada harga dan pendapatan
dimungkinkan akan menyebabkan terjadinya pertukaran konsumsi oleh konsumen,
baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Konsumen akan mengubah pilihan
konsumsinya dari buah yang kualitasnya rendah ke buah yang kualitasnya lebih
tinggi. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana respon perubahan permintaan
kuantitas dan kualitas buah-buahan akibat perubahan harga dan pendapatan di
Provinsi Lampung? Respon perubahan permintaan akibat perubahan harga dan
pendapatan masyarakat, baik dari kuantitas maupun kualitas perlu dikaji karena
merupakan informasi penting bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan
berkaitan dengan perbaikan konsumsi masyarakat.
Beberapa pertanyaan yang diajukan di atas merupakan permasalahan yang akan
dijawab dalam penelitian ini. Hal yang perlu ditekankan dalam penelitian ini adalah
bahwa perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu (Kumar et al.
2011; Ofwona, 2013; Pusposari, 2012; Dianarafah, 1999; Deaton, 1990) terletak pada
analisis yang dilakukan secara spesifik pada komoditas buah-buahan. Selain itu
dalam penelitian ini juga memperhatikan unsur sosiodemografi untuk mengetahui
faktor apa saja yang berpengaruh terhadap permintaan buah-buahan di Provinsi
Lampung. Penelitian ini diharapkan dapat menjembatani bagian dari kesenjangan
dalam penelitian sebelumnya dengan tidak hanya menganalisis respon perubahan
permintaan akibat perubahan harga dan pendapatan dari segi kuantitas, tetapi juga
dari segi kualitas.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis faktor- faktor yang berpengaruh terhadap permintaan buahbuahan rumah tangga di Provinsi Lampung.
2. Menganalisis respon perubahan permintaan kuantitas dan kualitas buah-buahan
akibat perubahan harga dan pendapatan di Provinsi Lampung.
16
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Pemerintah dan para pemangku kepentingan, sebagai masukan dan bahan
pertimbangan dalam penentuan dan perumusan kebijakan terkait upaya
peningkatan konsumsi buah-buahan.
2. Peneliti lain, sebagai informasi dan bahan referensi dalam melakukan
penelitian lain yang sejenis.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan buahbuahan dan respon perubahan permintaan kuantitas dan kualitas buah-buahan akibat
perubahan harga dan pendapatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari modul pengeluaran konsumsi pangan untuk kelompok buah-buahan hasil
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) untuk Propinsi Lampung tahun 2013.
Terdapat lima buah yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu buah jeruk, rambutan,
duku, pisang, dan pepaya. Kelima buah dipilih dengan alasan buah-buah tersebut
merupakan buah dengan tingkat konsumsi yang relatif tinggi di Provinsi Lampung.
Harga buah dalam penelitian ini secara implisit diperoleh berdasarkan pembagian
antara nilai pengeluaran buah dengan jumlah buah yang dikonsumsi pada masingmasing rumahtangga. Buah yang dikonsumsi oleh masing-masing rumahtangga tidak
dibedakan berdasarkan macam buah tersebut, misalnya pada buah jeruk, tidak
dibedakan apakah jeruk tersebut merupakan jeruk mandarin, jeruk medan, atau jeruk
lainnya tetapi dianggap sebagai satu kesatuan buah yang sama, yaitu buah jeruk.
Perbedaan pada harga pada satu jenis buah-buahan diasumsikan terjadi karena
perbedaan kualitas buah tersebut bukan karena perbedaan wilayah ataupun faktor
lainnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori-teori
2.1.1. Teori Permintaan
Permintaan menunjukkan jumlah barang yang bersedia dibeli oleh konsumen
pada berbagai tingkat harga dan periode waktu tertentu. Pada kurva permintaan, akan
dapat dilihat hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat harga
barang tersebut, dengan faktor yang lain dianggap konstan sebesar tertentu. Besarnya
jumlah barang yang diminta sangat tergantung pada harga barang tersebut. Semakin
tinggi harga barang, maka jumlah barang yang diminta akan semakin kecil.
Teori permintaan didasarkan atas teori prilaku konsumen (consumer behavior),
yang menunjukkan prilaku konsumen dalam mengkonsumsi barang. Konsumen akan
berusaha untuk memaksimalkan kepuasan dengan melakukan konsumsi dengan
batasan anggaran yang dimiliki. Sebaliknya, konsumen yang berusaha untuk
meminimumkan biaya, akan berusaha untuk mempertahankan kepuasannya. Dari hal
17
inilah akan didapatkan fungsi permintaan. Hubungan antara jumlah barang yang
diminta dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya disebut fungsi permintaan.
Fungsi permintaan konsumen menunjukkan jumlah optimal dari setiap barang
sebagai fungsi dari harga dan pendapatan yang dihadapi konsumen (Varian, 2006).
Terdapat dua macam fungsi permintaan, yaitu fungsi permintaan Marshallian
dan fungsi permintaan Hicksian. Fungsi permintaan Marshallian diderivasi dari
analisis maksimisasi utilitas. Fungsi permintaan Marshallian menunjukkan jumlah
komoditi yang akan dibeli oleh konsumen sebagai fungsi dari harga komoditi dan
pendapatannya (Henderson and Quandt, 1980). Beberapa ekonom sering
menggunakan istilah yang berbeda untuk mengatakan fungsi permintaan
Marshallian, seperti a consumer’s ordinary demand function (Henderson and
Quandt, 1980), uncompensated demand function (Nicholson, 2008). Fungsi
permintaan yang lainnya adalah fungsi permintaan Hicksian yang diderivasi dari
minimisasi biaya. Fungsi permintaan Hicksian menunjukkan jumlah komoditi yang
akan dibeli oleh konsumen sebagai fungsi dari harga komoditi pada kondisi utilitas
tertentu. Fungsi permintaan Hicksian sering disebut juga dengan compensated
demand function (Henderson and Quandt, 1980).
Secara matematis, fungsi permintaan Marshallian dan fungsi permintaan
Hicksian dapat dituliskan sebagai berikut :
Xm = f (px, py, M) ...................................................................................... (2.1)
Xh = f (px, py, U) ........................................................................................ (2.2)
Keterangan :
Xm dan Xh
: jumlah barang X yang diminta
Px
: harga barang x
py
: harga barang y
M
: pendapatan
U
: utilitas
Dapat dilihat bahwa fungsi permintaan Marshallian merupakan fungsi dari
harga dan pendapatan. Pada fungsi permintaan Marshallian, konsumen berusaha
memaksimumkan utilitas dengan batasan berupa anggaran sebesar tertentu. Jadi pada
fungsi permintaan Marshallian, utilitas akan berubah-ubah dan pendapatan nominal
adalah tetap. Sedangkan pada fungsi permintaan Hicksian, tingkat utilitas sudah
ditentukan, lalu dicari budget yang minimal. Jadi pada fungsi permintaan Hicksian,
pendapatan rill tetap dan pendapatan nominal yang diubah. Fungsi permintaan
Hicksian merupakan fungsi dari harga dan utilitas.
Deaton and Muellbauer (1980) menjelaskan ada beberapa karakteristik pada
fungsi permintaan, yaitu adding up, homogeneity, symmetry, dan negativity.
1. Adding up
Karakteristik ini menjelaskan bahwa jika dijumlahkan seluruh share belanja
suatu komoditi terhadap total belanja, maka hasilnya adalah sama dengan satu.
Maksudnya adalah total nilai dari permintaan konsumen merupakan total
pengeluaran konsumen.
Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
P1 X1 + P2 X2 = m ..................................................................................... (2.3)
𝑃1 𝑋1 𝑃2 𝑋2
+
= 1 ................................................................................... (2.4)
π‘š
π‘š
18
s1 + s2 = 1 ................................................................................................. (2.5)
dimana :
P1 : harga X1
P2 : harga X2
X1 : jumlah barang X1
X2 : jumlah barang X2
s1
: share pengeluaran untuk X1
s2
: share pengeluaran untuk X2.
2. Homogeneity
Karakteristik ini menjelaskan bahwa fungsi permintaan merupakan
homogenous degree of zero untuk harga dan pendapatan, maksudnya adalah jika
semua harga dan pendapatan naik dengan proporsi yang sama, maka permintaan
tidak akan berubah. Pada fungsi permintaan Hicksian merupakan homogenous
degree of zero hanya untuk harga pada fungsi permintaan Hicksian. Hal ini
dimaksudkan jika semua harga naik dengan kelipatan yang sama, maka permintaan
tidak akan berubah.
Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
hi (u,θp) = hi (u,p) = gi (θx, θp) = gi (x, p) ; untuk θ > 0 ......................... (2.6)
3. Symmetry
Penurunan koefisien harga silang pada permintaan Hicksian adalah simetri,
dimana untuk semua i ≠ j.
πœ•β„Žπ‘— (𝑒, 𝑝)
πœ•β„Žπ‘– (𝑒, 𝑝)
=
πœ•π‘π‘–
πœ•π‘π‘—
.......................................................................... (2.7)
Simetri menunjukkan bahwa apabila pendapatan riil konstan, maka jika terjadi
peningkatan pada harga komoditi ke-i, perubahan permintaan komoditi ke j akibat
perubahan harga komoditi ke i akan sama pengaruhnya dengan perubahan
permintaan komoditi ke i akibat perubahan harga komoditi ke j. Simetri merupakan
jaminan dan pengujian dari kekonsistenan pilihan konsumen. Tanpa ini, akan
memungkinkan konsumen membuat pilihan yang tidak konsisten.
4. Negativity
Karakteristik ini menunjukkan bahwa hubungan antara harga dan jumlah yang
diminta adalah negatif.
πœ•π‘₯𝑖
< 0 ................................................................................................. (2.8)
πœ•π‘π‘–
Hal ini sesuai dengan hukum permintaan (law of demand). Apabila terjadi
peningkatan pada harga suatu barang, maka permintaan terhadap barang tersebut
akan mengalami penurunan. Negativity berasal dari concavity fungsi biaya, yang
diperoleh dari fakta bahwa konsumen berusaha untuk meminimumkan biaya atau
equivalen dengan memaksimumkan utilitas.
19
2.1.2 Efek Substitusi dan Pendapatan
Ketika pendapatan berubah, maka hanya akan terlihat efek pendapatan. Jika
pendapatan meningkat, maka garis anggaran akan bergeser ke atas sejajar dengan
garis anggaran lama yang menyebabkan alokasi konsumsi konsumen pun berubah.
Konsumen akan bergerak ke kurva indiferen yang lain pada tingkat kepuasan yang
lebih tinggi. Adanya peningkatan pendapatan menyebabkan konsumsi konsumen
juga akan meningkat, sedangkan ketika harga suatu barang berubah, maka akan ada
dua efek yang terjadi: tingkat pertukaran dari satu barang ke barang lain (substitution
effect), dan perubahan total daya beli dari pendapatan (income effect) (Varian, 2006).
Begitu pula menurut Pindyck and Rubinfeld (2007), yang menjelaskan jatuhnya
harga barang akan menimbulkan dua efek, yaitu :
1. Konsumen akan cenderung membeli lebih banyak barang yang harganya menjadi
lebih murah dan membeli lebih sedikit barang tersebut yang sekarang harganya
relatif lebih mahal. Reaksi atas perubahan harga relatif barang ini disebut efek
substitusi (substitution effect).
2. Karena salah satu barang sekarang menjadi lebih murah, konsumen menikmati
kenaikan daya beli rill. Konsumen lebih untung karena dapat membeli jumlah
barang yang sama dengan uang yang lebih sedikit, sehingga konsumen memiliki
sisa uang untuk membeli barang tambahan. Perubahan permintaan akibat dari
perubahan dalam daya beli riil ini disebut efek pendapatan (income effect).
Secara geometris, Nicholson (2008) menjelaskan bahwa perubahan pada harga
barang akan mengubah slope kendala anggaran (budget constrain). Sebagai
konsekuensi pergerakan ke pilihan yang memaksimumkan utilitas, tidak hanya
menyebabkan konsumen pindah ke kurva indiferen yang lain, tetapi juga merubah
MRS (marginal rate of substitution). Pada efek substitusi, ketika konsumen
menginginkan untuk tetap mempertahankan utilitas dengan tetap berada pada kurva
indiferen yang sama, pola konsumsi harus diubah sehingga dapat memiliki MRS
yang sama pada rasio harga yang baru. Pada efek pendapatan, peningkatan karena
perubahan harga menyebabkan pendapatan riil konsumen berubah. Konsumen tidak
dapat tetap berada pada kurva indiferen yang sama dan harus bergerak ke kurva
indiferen yang lain. Secara grafis, efek yang diakibatkan oleh perubahan harga
barang dapat dilihat pada Gambar 1.
20
C
A
Sumber : Nicholson, 2008
Gambar 1. Efek substitusi dan pendapatan dari turunnya harga barang
Ketika harga barang x jatuh, dari p1x x ke p2x x, maka pilihan konsumen untuk
memaksimumkan utilitas akan bergeser dari x*, y* menjadi x**, y**. Pergerakan ini
dapat dibedakan menjadi dua analisis efek yang berbeda: pertama, efek substitusi
yang melibatkan pergerakan sepanjang kurva indiferen awal ke titik B, dimana MRS
sama dengan rasio harga yang baru. Efek substitusi x ∗ xB (diasosiasikan dengan
gerakan dari A ke B) mengubah harga relatif barang tetapi membuat pendapatan rill
(kepuasan) konstan. Kedua, efek pendapatan, xB x ∗∗ (yang dihubungkan dengan
gerakan B ke C) menjaga harga relatif konstan, tetapi meningkatkan daya beli. Efek
pendapatan melibatkan pergerakan ke tingkat utilitas yang lebih tinggi karena
pendapatan riil telah meningkat. Pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa baik efek
substitusi maupun efek pendapatan menyebabkan lebih banyak barang x yang harus
dibeli ketika harga turun. Pada Gambar 1 juga diketahui bahwa barang merupakan
barang normal karena efek pendapatan yang bernilai positif. Perlu diperhatikan
bahwa titik I/Py sama seperti sebelum terjadi perubahan harga. Hal ini disebabkan
tidak terjadi perubahan pada harga barang y, yaitu py.
21
2.1.3 Elastisitas Kuantitas dan Kualitas
Teori prilaku konsumen menjelaskan bahwa konsumen yang rasional akan
memilih konsumsi barang yang dapat memberikan kepuasan yang lebih tinggi
(Deaton and Muellbauer, 1980). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akan
berusaha untuk melakukan pilihan kualitas barang yang dibeli. Pilihan kualitas
dengan sendirinya merefleksikan pengaruh harga sebagai respon konsumen terhadap
perubahan harga dengan melakukan pertukaran baik dari segi kuantitas maupun
kualitas (Deaton, 1988).
Perubahan pengeluaran untuk konsumsi komoditi sebagai respon dari
perubahan pendapatan atau variabel penjelas lainnya dapat dibagi menjadi perubahan
pada kuantitas dan perubahan pada kualitas (Deaton, 1988; Harianto, 1994). Secara
sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:
πœ•πΈπ‘– = 𝑃𝑖 βˆ™ πœ•π‘žπ‘– + 𝑄𝑖 βˆ™ πœ•π‘ƒπ‘–
.................................................................. (2.9)
dimana ∂Ei merupakan perubahan pengeluaran pada komoditi ke-i, Pi merupakan
harga komoditi ke-i, dan Qi merupakan kuantitas komoditi ke-i yang dikonsumsi.
Jika pengeluaran pada suatu komoditi dinotasikan dengan E yang merupakan
perkalian antara kuantitas yang dikonsumsi (Q) dan tingkat harga (P), maka
elastisitas pengeluaran kaitannya dengan pendapatan (Y) didefinisikan sebagai:
πœ€π‘’π‘¦ =
πœ•πΈ π‘Œ
..................................................................................... (2.10)
πœ•π‘Œ 𝐸
dari persamaan (2.10) dapat dituliskan:
πœ€π‘’π‘¦ =
πœ• (𝑃𝑄) π‘Œ
πœ•π‘Œ
𝑃𝑄
..................................................................................... (2.11)
dengan
πœ• (𝑃𝑄)
πœ•π‘Œ
= 𝑃
πœ•π‘„
πœ•π‘Œ
+𝑄
πœ•π‘ƒ
........................................................................ (2.12)
πœ•π‘Œ
maka persamaan (2.11) dapat diubah menjadi :
πœ€π‘’π‘¦ = (𝑃
atau
πœ€π‘’π‘¦ =
πœ•π‘„
πœ•π‘Œ
πœ•π‘„ π‘Œ
πœ•π‘Œ 𝑄
πœ•π‘ƒ
+ 𝑄 πœ•π‘Œ )
+
πœ•π‘ƒ π‘Œ
πœ•π‘Œ 𝑃
π‘Œ
𝑃𝑄
.................................................................... (2.13)
............................................................................... (2.14)
disederhanakan menjadi:
πœ€πΈ = πœ€π‘„π‘’ + πœ€π‘„π‘™ ..................................................................................... (2.15)
Dimana πœ€πΈ merupakan elastisitas pengeluaran, πœ€π‘„π‘’ merupakan elastisitas kuantitas,
dan πœ€π‘„π‘™ merupakan elastisitas kualitas. Persamaan (2.15) menunjukkan jumlah dari
elastisitas kuantitas dan kualitas yang sama dengan elastisitas pengeluaran. Estimasi
elastisitas pengeluaran dan kuantitas umumnya berbeda. George and King (1971)
dalam Harianto (1994) memperkirakan bahwa umumnya elastisitas kualitas
sehubungan dengan pendapatan adalah positif. Kelompok tingkat pendapatan yang
lebih tinggi membayar lebih besar dibandingkan kelompok pendapatan rendah untuk
jumlah yang sama.
22
Sama seperti pendapatan, elastisitas kuantitas dan kualitas juga dapat diperoleh
dari harga silang (cross-price). Efek dari perubahan pada harga barang y (harga
silang) pada pengeluaran komoditi x, dengan variabel lain adalah konstan, dapat
dituliskan:
πœ•(𝑃π‘₯ 𝑄π‘₯ )
πœ•π‘„π‘₯
πœ•π‘ƒπ‘₯
πœ•πΈπ‘₯
=
= 𝑃π‘₯
+ 𝑄π‘₯
πœ•π‘ƒπ‘¦
πœ•π‘ƒπ‘¦
πœ•π‘ƒπ‘¦
πœ•π‘ƒπ‘¦
........................................... (2.16)
dimana Py merupakan harga komoditi y ( harga silang).
Elastisitas harga silang dapat dirumuskan sebagai berikut:
πœ€π‘₯𝑦 =
atau:
πœ€π‘₯𝑦
πœ•π‘„π‘₯ 𝑃𝑦
πœ•π‘ƒπ‘¦ 𝑄π‘₯
................................................................................. (2.17)
𝑄π‘₯ πœ•π‘„π‘₯
=
𝑃𝑦
πœ•π‘ƒπ‘¦
...................................................................... (2.18)
Substitusi persamaan (2.18) dalam persamaan (2.16) maka diperoleh:
πœ•πΈπ‘₯
𝑃π‘₯ 𝑄π‘₯
πœ•π‘ƒπ‘₯
= πœ€π‘₯𝑦
+ 𝑄π‘₯
πœ•π‘ƒπ‘¦
𝑃𝑦
πœ•π‘ƒπ‘¦
............................................................. (2.19)
dengan mengalikan masing-masing ruas dengan
πœ•πΈπ‘₯ 𝑃𝑦
πœ•π‘ƒπ‘₯ 𝑃𝑦
= πœ€π‘₯𝑦 +
πœ•π‘ƒπ‘¦ 𝐸π‘₯
πœ•π‘ƒπ‘¦ 𝑃π‘₯
𝑃𝑦
𝐸π‘₯
maka diketahui:
.................................................................... (2.20)
disederhanakan menjadi:
πœ€π‘ƒπΈπ‘¦
= πœ€π‘ƒπ‘„π‘’
+ πœ€π‘ƒπ‘„π‘™π‘¦
𝑦
...................................................................... (2.21)
𝑄𝑒
dimana πœ€π‘ƒπΈπ‘¦ adalah elastisitas pengeluaran terhadap harga silang, πœ€π‘ƒπ‘¦ adalah
𝑄𝑙
elastisitas kuantitas dari harga silang, dan πœ€π‘ƒπ‘¦ adalah elastisitas kualitas dari harga
silang. Elastisitas kualitas diperoleh dari selisih antara elastisitas pengeluaran dan
elastisitas kuantitas sehubungan dengan harga silang (cross price).
Berdasarkan rumus di atas diketahui bahwa elastisitas kualitas dalam penelitian
ini menunjukkan perubahan kualitas buah akibat perubahan baik itu pada pendapatan
maupun pada harga silang. Perubahan kualitas itu sendiri dicerminkan dari
perubahan harga pada suatu jenis buah. Pada dasarnya, perbedaan harga disebabkan
karena perbedaan pada apa-apa yang melekat pada masing-masing jenis buah. Jika
dibandingkan antara buah yang dijual di supermarket dan buah yang dijual di pasar,
dimana buah yang dijual di supermarket memiliki packaging yang lebih bagus,
tempat penjualannya bersih, pelayanannya bagus, dan sebagainya, sedangkan di
pasar, packagingnya kurang bagus, tempat penjualan kotor, becek, dan kurang
nyaman. Hal-hal tersebut yang menyebabkan terdapat perbedaan pada harga buah
yang dijual di kedua tempat yang berbeda tersebut walaupun pada dasarnya buah
yang diperjualbelikan adalah sama. Jadi, kualitas dilihat dari apa yang melekat pada
buah tersebut, misalnya dari segi tempat dan pelayanan yang menyebabkan
perbedaan pada harga. Perbedaan harga yang cukup besar mengindikasikan
23
perbedaan kualitas yang cukup besar pula, karena dalam hal ini, kualitas dicerminkan
dari tingkat harga.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang permintaan sudah cukup banyak dilakukan, diantaranya
dilakukan oleh Nurfarma (2005) yang meneliti tentang dampak krisis ekonomi
terhadap pola konsumsi dan permintaan pangan rumah tangga di Propinsi Sumatera
Barat dengan menggunakan model LA-AIDS. Beliau memasukkan unsur sosial
ekonomi yaitu jumlah anggota rumah tangga dan tingkat pendidikan dalam
penelitiannya dan menunjukkan hasil yang signifikan. Respon permintaan pangan
terhadap perubahan pendapatan lebih elastis dan polanya bervariasi antar kelompok
pendapatan. Secara agregat, kelompok buah-buahan bersifat inelastis. Nilai
elastisitas harga silang menunjukkan adanya hubungan yang komplementer dan
substitusi antar kelompok pangan. Hartoyo (1997) menganalisis permintaan buahbuahan di Jawa Barat dengan menggunakan model AIDS (Almost Ideal Demand
System). Hasil analisis menunjukkan bahwa elastisitas harga sendiri dari buah
mempunyai nilai yang inelastis, yang berarti permintaan buah-buahan tersebut tidak
responsif terhadap perubahan harga. Nilai elastisitas harga silang diketahui ada yang
bernilai positif dan negatif yang berarti ada yang memiliki hubungan komplementer
dan ada juga yang memiliki hubungan substitusi antar komoditi yang dianalisis.
Penelitian dengan menggunakan model AIDS sudah dilakukan oleh beberapa
peneliti (Jabarin and Al-Karablieh, 2011; Kumar et al. 2011; Ozelik and Sahinli,
2009; Deaton, 1990). Jabarin and Al-Karablieh (2011) melakukan penelitian untuk
mengestimasi elastisitas harga dan pendapatan dari 10 produk sayuran utama yang
dikonsumsi di Jordan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa semua nilai
elastisitas harga memiliki tanda yang negatif dan signifikan secara statistik.
Berdasarkan elastisitas pengeluaran, tomat, mentimun, dan kentang merupakan
barang pokok. Rata-rata budget share mengindikasikan konsumen menghabiskan 30
persen dari alokasi belanja sayuran mereka pada tomat dan kentang. Kumar et al.
(2011) mengestimasi elastisitas permintaan untuk komoditas makanan di India. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa estimasi elastisitas pendapatan bervariasi diantara
berbagai tingkat pendapatan dan elastisitas pendapatan terendah untuk kelompok
sereal, dan tertinggi untuk produk hortikultura dan produk ternak. Analisis efek harga
dan pendapatan berdasarkan estimasi sistem permintaan diketahui bahwa dengan
kenaikan harga bahan pangan, permintaan untuk makanan pokok (beras, gandum,
dan gula) tidak terpengaruh, tetapi komoditas pangan bernilai tinggi kemungkinan
akan terkena dampak negatif.
Ozelik and Sahinli (2009) menggunakan model AIDS untuk mengestimasi
elastisitas harga pada 12 kelompok komoditi di Turkey. Kelompok komoditi yang
dianalisis yaitu makanan dan minuman non alkohol; minuman beralkohol, rokok, dan
tembakau; pakaian; rumah dan sewa; perlengkapan dan perabotan rumah; kesehatan;
tranportasi; komunikasi; hiburan dan budaya; jasa pendidikan; restoran dan hotel;
berbagai barang dan jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elastisitas harga
ditemukan sejalan dengan parameter estimasi dari AIDS. Elastisitas harga dengan
model AIDS sesuai dengan teori ekonomi yang bernilai negatif. Untuk kelompok
makanan dan minuman non alkohol; minuman beralkohol, rokok, dan tembakau;
perlengkapan dan perabotan rumah; komunikasi; jasa pendidikan; restoran dan hotel,
24
serta berbagai barang dan jasa memiliki nilai elastisitas yang inelastis, yang berarti
permintaan tidak elastis. Sedangkan untuk kelompok pakaian; rumah dan sewa;
kesehatan; transportasi; hiburan dan budaya permintaannya adalah elastis.
Penelitian tentang respon perubahan harga dan pendapatan terhadap perubahan
permintaan kuantitas dan kualitas pernah dilakukan oleh Harianto (1994)
menggunakan bentuk semi-logarithmic single equation model. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa secara umum elastisitas kualitas terkait harga dan
pendapatan memiliki nilai yang positif. Elastisitas kuantitas kaitannya dengan tingkat
pendapatan adalah bernilai positif, sedangkan elastisitas kuantitas kaitannya dengan
harga silang ada yang bernilai positif dan ada yang bernilai negatif. Ogundari (2012)
menganalisis permintaan daging, ayam, dan ikan dari segi kualitas dan kuantitas.
Analisis tentang elastisitas kuantitas dan kualitas hanya dikaitkan dengan tingkat
pendapatan dengan menggunakan bentuk double-log single equation model. Hasil
analisis menunjukkan untuk semua komoditi yang dianalisis memiliki nilai elastisitas
kuantitas dan kualitas yang positif.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar yang harus dipenuhi oleh
setiap manusia. Pemenuhannya menjadi sangat penting demi terwujudnya
masyarakat yang memiliki daya saing. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat meliputi sisi ketersediaan, distribusi, dan
konsumsi. Dalam hal ini, permasalahan pangan yang perlu mendapat perhatian
adalah terkait tingkat konsumsi pangan non karbohidrat yang masih rendah,
khususnya buah-buahan.
Konsumsi buah-buahan di Provinsi Lampung masih cukup rendah yang terlihat
dari proporsi pengeluaran konsumsi untuk kelompok buah-buahan yang masih
rendah. Pada tahun 2013 share pengeluaran buah-buahan terhadap total pengeluaran
pangan hanya sebesar 3.96 persen yang bahkan masih di bawah rata-rata tingkat
konsumsi nasional yaitu sebesar 4.60 persen terhadap total pengeluaran pangan.
Padahal jika dilihat dari sisi ketersediaan, produksi buah-buahan di Lampung cukup
besar. Hal ini menunjukkan bahwa pangan yang tersedia dalam hal ini adalah buahbuahan ternyata tidak secara langsung menjamin bahwa masyarakat dapat memenuhi
seluruh kebutuhan konsumsinya.
Pada dasarnya Pemerintah memiliki peluang untuk dapat meningkatkan
konsumsi buah karena jika dilihat dari tren konsumsi buah di Provinsi Lampung,
menunjukkan tren yang positif dan juga ditunjang dari sisi ketersediaan buah-buahan
yang cukup besar. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi permintaan
buah-buahan, baik itu harga maupun pengeluaran. Perbedaan kondisi sosial ekonomi
masyarakat juga diduga berpengaruh terhadap permintaan buah-buahan. Jika dilihat
dari jumlah anggota rumah tangga, semakin banyak jumlah anggota rumah tangga
menyebabkan semakin banyak jumlah buah yang harus dibeli oleh suatu rumah
tangga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi buah-buahan rumah tangga, sehingga
permintaan buah-buahan rumah tangga tersebut akan lebih besar. Permintaan buahbuahan bersifat dinamis dan dapat berubah antara lain karena unsur harga dan tingkat
pendapatan. Pada masing-masing komoditi buah, dengan adanya peningkatan pada
harga dan pendapatan dimungkinkan akan menyebabkan terjadinya pertukaran
konsumsi oleh konsumen, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.
25
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan
ekonometrika terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan buahbuahan serta respon perubahan permintaan kuantitas dan kualitas buah-buahan akibat
perubahan harga dan pendapatan. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan yang pada akhirnya dapat memberi saran kebijakan yang perlu dilakukan
oleh Pemerintah untuk menunjang peningkatan konsumsi buah-buahan di Provinsi
Lampung. Alur kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.
Permasalahan pangan
Rendahnya konsumsi buah-buahan
Peluang peningkatan konsumsi buah-buahan
Analisis ekonometrika
Analisis deskriptif
Faktor yang berpengaruh terhadap
permintaan buah-buahan:
1. Harga buah bersangkutan
2. Harga buah lain
3. Pengeluaran
4. Jumlah anggota rumahtangga
Perubahan permintaan kuantitas dan
kualitas buah-buahan akibat
perubahan harga dan pendapatan
Kesimpulan
Saran kebijakan
Gambar 2. Alur kerangka pemikiran
2.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Diduga faktor yang berpengaruh terhadap permintaan buah-buahan adalah harga
buah itu sendiri, harga buah lain, pengeluaran, dan jumlah anggota rumah tangga.
2. Peningkatan harga buah lain diduga akan menyebabkan terjadinya peningkatan
pada permintaan kuantitas dan kualitas buah. Begitu pun peningkatan pada
pendapatan diduga akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada permintaan
kuantitas dan kualitas buah.
26
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik), yaitu data dari modul pengeluaran
konsumsi dan kor rumah tangga hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional)
untuk Propinsi Lampung tahun 2013. Data tersebut merupakan data kerat lintang
(cross section) dengan sampling unit rumah tangga. Data yang dianalisis dalam
penelitian ini merupakan data konsumsi pangan rumah tangga untuk kelompok
pangan buah-buahan. Adapun buah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah buah
jeruk, rambutan, duku, pisang, dan pepaya.
Data konsumsi pangan dalam SUSENAS diperoleh dengan metode recall
selama selang waktu satu minggu yang lalu. Dari data yang diperoleh diketahui
bahwa ada rumahtangga yang tidak mengkonsumsi jenis buah yang dianalisis pada
waktu periode survei, yang disebut dengan pengamatan kosong. Rumahtangga
tersebut harus tetap dimasukkan dalam analisis. Oleh karena itu, untuk mengatasi
masalah pengamatan kosong tersebut, rumah tangga sampel dikelompokkan
berdasarkan jumlah anggota rumahtangga dan tingkat pendapatan. Lalu kemudian
dicari nilai konsumsi dan pengeluaran rata-rata dari tiap-tiap kelompok. Analisis
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data kelompok tersebut.
Data lain yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah data kor yang
menggambarkan kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang digunakan untuk
mengetahui faktor sosiodemografi yang berpengaruh terhadap permintaan buahbuahan di Propinsi Lampung.
3.2 Metode Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan
ekonometrika. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan program Microsoft
Excel 2013 dan SAS 9.1.3.
3.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian ini digunakan metode analisis
ekonometrika dengan menggunakan model AIDS (Almost Ideal Demand System).
Model AIDS digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter permintaan
komoditi buah-buahan. Model AIDS merupakan pengembangan dari kurva Engel
dan persamaan Marshall yang diturunkan dari teori maksimisasi kepuasan. Model
AIDS dikembangkan oleh Deaton and Muellbauer (1980). Dari fungsi biaya dapat
didefinisikan minimum pengeluaran yang diperlukan untuk mencapai tingkat utilitas
yang spesifik pada tingkat harga tertentu. Adapun fungsi biaya AIDS adalah sebagai
berikut :
1
log c(u,p)= ∝0 + ∑π‘˜ ∝k log pk + 2 ∑π‘˜ ∑𝑗 𝛾 kj* log pk log pj +
uβ0∏π‘˜ 𝑝kβk ...................................................................... (3.1)
27
Fungsi permintaan dapat diturunkan secara langsung dari fungsi biaya tersebut,
dimana turunan dari harga adalah kuantitas permintaan : ∂c (u,p) / ∂pj = q. Dengan
mengalikan kedua sisi dengan pi / c(u,p), maka diperoleh :
πœ• π‘™π‘œπ‘” 𝑐(𝑒, 𝑝)
𝑝1 π‘ž1
=
= 𝑀𝑖 ................................................................. (3.2)
πœ• π‘™π‘œπ‘” 𝑝
𝑐(𝑒, 𝑝)
dengan wi merupakan pangsa anggaran komoditi ke i. Dengan demikian, diferensiasi
logaritma dari persamaan (3.2) memberikan share anggaran sebagai fungsi dari harga
dan utilitas :
wi = ∝i + ∑𝑗 𝛾ij log pj + βi log (x/p) .......................................................... (3.3)
dengan
1
γij = 2 (γij* + γji*)
............................................................................ (3.4)
Untuk memaksimumkan utilitas konsumen, total pengeluaran x sama dengan c (u,p)
dan persamaan ini dapat dibalik untuk memberikan persamaan u sebagai fungsi dari
p dan x, fungsi utilitas tidak langsung. Dari persamaan (3.1) dan (3.3) maka dapat
diperoleh fungsi permintaan AIDS sebagai berikut :
π‘₯
𝑀𝑖 = ∝𝑖 + ∑𝑗 𝛾𝑖𝑗 π‘™π‘œπ‘” 𝑝𝑗 + 𝛽𝑖 π‘™π‘œπ‘”(𝑃 )................................................... (3.5)
Agar fungsi permintaan yang diduga dapat konsisten dengan teori permintaan, maka
ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu aditif, kehomogenan, dan simetri
(Sitepu dan Sinaga, 2006). Beberapa syarat tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Aditif : ∑𝑖 ∝𝑖 = 1, ∑𝑖 𝛾𝑖𝑗 = 0, ∑𝑖 𝛽𝑖 = 0 ........................................... (3.6)
Homogen
: ∑𝑖 𝛾𝑖𝑗 = 0 ..................................................................... (3.7)
Simetri : 𝛾𝑖𝑗 = 𝛾𝑗𝑖 .................................................................................. (3.8)
Model AIDS yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
π‘₯
∗
𝑀𝑖 = 𝛼𝑖0
+ ∑ 𝛾𝑖𝑗 π‘™π‘œπ‘” 𝑝𝑗 + 𝛽𝑖 π‘™π‘œπ‘”( ∗ ) + 𝛼𝑖1 π‘™π‘œπ‘” π‘₯1 + 𝑒
𝑃
........... (3.9)
𝑗
Keterangan :
i, j
= 1,2,3,4,5 yang masing-masing menunjukkan kelompok komoditas buah
wi
= proporsi pengeluaran buah ke-i (𝑀𝑖 = 𝑝𝑖 π‘žπ‘– /π‘₯)
𝛼, 𝛾, 𝛽 = parameter regresi
pj
= harga buah ke-j (Rp)
x
= total pengeluaran buah-buahan (Rp)
P*
= indeks harga Stone
x1
= Jumlah anggota rumah tangga (orang)
Pendugaan parameter dilakukan dengan metode SUR (Seemingly Unrelated
Regression). Adapun buah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah buah jeruk,
rambutan, duku, pisang, dan pepaya. Kelima buah tersebut dipilih dengan
pertimbangan bahwa konsumsi kelima buah tersebut cukup besar di Provinsi
Lampung.
28
3.2.2 Respon Perubahan Permintaan Kuantitas Akibat Perubahan Harga dan
Pendapatan
Untuk menentukan elastisitas, baik elastisitas harga sendiri, elastisitas harga
silang, maupun elastisitas pengeluaran dalam penelitian ini diperoleh dari penurunan
model permintaan AIDS.
Penurunan rumus elastisitas dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Elastisitas pengeluaran
Diketahui bahwa :
𝑝𝑖 π‘žπ‘–
𝑀𝑖 =
𝑋
Sehingga diperoleh:
𝑀𝑖 𝑋
π‘žπ‘– =
𝑝𝑖
Dapat diubah menjadi:
........................................................................ (3.10)
......................................................................... (3.11)
ln qi
= ln wi + ln X – ln pi
............................................. (3.12)
∂ ln qi
= ∂ ln wi + ∂ ln X - ∂ ln pi
............................................. (3.13)
Dengan menurunkan persamaan (3.13) terhadap X maka:
πœ• 𝑙𝑛 π‘žπ‘–
πœ• 𝑙𝑛𝑀𝑖 πœ• 𝑙𝑛 𝑋 πœ• 𝑙𝑛 𝑝𝑖
..................................... (3.14)
=
+
−
πœ• 𝑙𝑛 𝑋
πœ• 𝑙𝑛 𝑋
πœ• 𝑙𝑛 𝑋 πœ• 𝑙𝑛 𝑋
πœ•π‘€π‘– ⁄𝑀𝑖
.................................................. (3.15)
=
+1
πœ• ln 𝑋
πœ• 𝑀𝑖
.................................................... (3.16)
=
+1
𝑀𝑖 πœ• ln 𝑋
=
πœ• 𝑀𝑖 1
+1
πœ• ln 𝑋 𝑀𝑖
.................................................... (3.17)
Berdasarkan persamaan (3.9) diketahui
πœ•π‘€π‘–
......................................................................... (3.18)
= 𝛽𝑖
πœ•π‘™π‘›π‘‹
Maka persamaan (3.17) dapat diubah menjadi:
πœ• ln π‘žπ‘–
𝛽𝑖
=
+1
πœ• ln 𝑋
𝑀𝑖
𝛽𝑖
πœ‚π‘–
=
+1
𝑀𝑖
......................................................................... (3.19)
......................................................................... (3.20)
29
2. Elastisitas harga sendiri
Dengan menurunkan persamaan (3.13) terhadap pi maka diperoleh:
πœ• 𝑙𝑛𝑀𝑖 πœ• ln 𝑋
πœ• ln 𝑝𝑖
πœ• ln π‘žπ‘–
=
+
−
πœ• ln 𝑝𝑖 πœ• ln 𝑝𝑖 πœ• ln 𝑝𝑖
πœ• ln 𝑝𝑖
...................................... (3.21)
=
πœ•π‘€π‘– ⁄𝑀𝑖
−1
πœ• ln 𝑝𝑖
.............................................................. (3.22)
=
πœ• 𝑀𝑖 1
−1
πœ• ln 𝑝𝑖 𝑀𝑖
.............................................................. (3.23)
Berdasarkan persamaan (3.9) diketahui :
πœ•π‘€π‘–
= 𝛾𝑖𝑖
πœ•π‘™π‘›π‘π‘–
......................................................................... (3.24)
Maka persamaan (3.23) dapat diubah menjadi:
πœ• ln π‘žπ‘–
𝛾𝑖𝑖
=
−1
πœ• ln 𝑝𝑖
𝑀𝑖
𝛾𝑖𝑖
𝑒𝑖𝑖
=
−1
𝑀𝑖
......................................................................... (3.25)
......................................................................... (3.26)
3. Elastisitas harga silang
Sama halnya seperti penurunan pada elastisitas harga sendiri di atas, dengan
menurunkan persamaan (3.13) terhadap pj maka diperoleh:
πœ• ln π‘žπ‘–
πœ• 𝑙𝑛𝑀𝑖 πœ• ln 𝑋
πœ• ln 𝑝𝑖
=
+
−
πœ• ln 𝑝𝑗
πœ• ln 𝑝𝑗 πœ• ln 𝑝𝑗 πœ• ln 𝑝𝑗
............................................ (3.27)
=
πœ•π‘€π‘– ⁄𝑀𝑖
πœ• ln 𝑝𝑗
......................................................................... (3.28)
=
πœ• 𝑀𝑖 1
πœ• ln 𝑝𝑗 𝑀𝑖
......................................................................... (3.29)
Berdasarkan persamaan (3.9) diketahui:
πœ• 𝑀𝑖
= 𝛾𝑖𝑗
πœ• ln 𝑝𝑗
......................................................................... (3.30)
Maka persamaan (3.29) dapat diubah menjadi:
𝛾𝑖𝑗
πœ• ln π‘žπ‘–
=
πœ• ln 𝑝𝑗
𝑀𝑖
𝛾𝑖𝑗
𝑒𝑖𝑗
=
𝑀𝑖
......................................................................... (3.31)
......................................................................... (3.32)
Elastisitas harga biasanya merupakan bilangan yang bernilai negatif. Jika harga
suatu barang naik, maka jumlah permintaan akan turun (Pindyck and Rubinfeld,
2007). Elastisitas harga merupakan negatif jika kurva permintaan yang bersesuaian
30
adalah downward sloping (Henderson and Quandt, 1980). Nilai elastisitas yang besar
menunjukkan bahwa jumlah barang yang diminta adalah sangat responsif terhadap
perubahan harga. Permintaan dikatakan elastis jika persentase perubahan pada
jumlah yang diminta lebih besar daripada persentase perubahan pada harga barang
tersebut, yaitu nilai elastisitas lebih besar dari 1 (satu). Permintaan merupakan elastis
unit jika persentase perubahan jumlah yang diminta adalah sama dengan persentase
perubahan pada harga, dimana elastisitas harga adalah sama dengan 1 (satu).
Sedangkan jika persentase perubahan jumlah yang diminta lebih kecil daripada
persentase perubahan harga barang tersebut, yaitu elastisitas bernilai kurang dari 1
(satu), maka permintaan adalah tidak elastis (Binger and Hoffman, 1988).
Pada umumnya elastisitas harga untuk suatu barang tergantung dari ada atau
tidaknya barang lain yang dapat menggantikannya (Pindyck and Rubinfeld, 2007).
Apabila ada barang substitusi lain yang sepadan, kenaikan harga akan menyebabkan
konsumen mengurangi pembelian barang itu dan menggantinya dengan barang lain.
Dengan demikian permintaan menjadi sangat elastis terhadap harga. Jika tidak ada
barang substitusi yang sesuai, maka permintaan cenderung akan tidak elastis.
Elastisitas silang bisa bernilai positif atau negatif. Nilai tersebut yang
menentukan hubungan antara kedua barang apakah komplementer, substitusi,
ataukah netral.
1. Jika nilai elastisitas silang adalah kurang dari 0 (nol), eij < 0, maka hubungan
kedua barang adalah komplementer. Apabila terjadi peningkatan pada harga
suatu barang, misalnya harga barang x1, maka akan menyebabkan
permintaan terhadap barang lainnya (x2) mengalami penurunan. Begitu pula
sebaliknya.
2. Jika nilai elastisitas lebih besar dari 0 (nol), eij > 0 maka hubungan kedua
barang adalah substitusi atau saling menggantikan. Apabila terjadi
peningkatan pada harga suatu barang, misalnya harga barang x1, maka akan
menyebabkan permintaan terhadap barang lainnya (x2) mengalami
peningkatan. Begitu pula sebaliknya.
3. Jika nilai elastisitas sama dengan 0 (nol), eij = 0, berarti kedua barang tidak
mempunyai hubungan kegunaan (netral). Apabila terjadi peningkatan pada
harga suatu barang, misalnya harga barang x1, maka tidak akan berpengaruh
terhadap permintaan barang lainnya (x2).
Pada persamaan (3.20) di atas masih merupakan elastisitas terhadap total
pengeluaran buah-buahan itu sendiri. Elastisitas pendapatan diperoleh dengan
meregresikan total pengeluaran buah-buahan dengan total pendapatan rumahtangga.
Data pendapatan diperoleh dari proksi terhadap nilai pengeluaran rumah tangga.
Model regresi yang digunakan dalam analisis ini adalah model double log, yaitu
sebagai berikut :
ln X = a + b ln Y ........................................................................................ (3.33)
Keterangan:
X
: pengeluaran buah total
Y
: pendapatan rumahtangga (total pengeluaran rumahtangga)
31
Nilai elastisitas pendapatan diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
ηt = b x ηi .................................................................................................. (3.34)
Keterangan :
ηt
: elastisitas pendapatan
: koefisien regresi
b
ηi
: elastisitas pengeluaran terhadap total pengeluaran buah-buahan.
Berdasarkan nilai elastisitas pendapatan, maka barang tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu barang normal, inferior, dan barang mewah.
1. Jika nilai elastisitas pendapatan lebih besar dari 1 (satu), ηt > 1, maka
merupakan barang mewah.
2. Jika nilai elastisitas pendapatan lebih besar dari 0 (nol) tetapi lebih kecil
dari 1 (satu), 0 < ηt < 1, maka merupakan barang normal.
3. Jika nilai elastisitas pendapatan lebih kecil dari 0 (nol), ηt < 0, maka
merupakan barang inferior.
3.2.3 Respon Perubahan Permintaan Kualitas Akibat Perubahan Harga dan
Pendapatan
Respon perubahan permintaan kualitas dilihat dari nilai elastisitas kualitas.
Elastisitas kualitas yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi elastisitas kualitas
sehubungan dengan pendapatan dan harga silang. Elastisitas kualitas dapat
dirumuskan sebagai perbedaan antara elastisitas pengeluaran dan elastisitas kuantitas
(Harianto, 1994). Secara matematis:
πœ€π‘„π‘™ = πœ€πΈ − πœ€π‘„π‘’ .................................................................................... (3.35)
Persamaan pengeluaran dan kuantitas dapat dirumuskan sebagai fungsi dari harga
sendiri, harga buah lain, dan pendapatan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
ei = f (pi, pc, Y) ......................................................................................... (3.36)
qi = f (pi, pc, Y) ......................................................................................... (3.37)
Berdasarkan fungsi ini, maka model yang digunakan dapat dituliskan sebagai
berikut:
𝑒𝑖 = ∝0 + ∝11 𝑙𝑛𝑝𝑖 + ∝21 𝑙𝑛𝑝𝑐 + ∝31 lnY + ∝41 𝑙𝑛π‘₯1 + 𝑒 ................. (3.38)
π‘žπ‘– = ∝0 + ∝12 𝑙𝑛𝑝𝑖 + ∝22 𝑙𝑛𝑝𝑐 + ∝32 lnY + ∝42 𝑙𝑛π‘₯1 + 𝑒 ................. (3.39)
Keterangan:
ei
= pengeluaran pada buah ke-i per minggu (Rp)
qi
= kuantitas buah ke-i yang dikonsumsi per minggu (kg)
Y
= pendapatan rumah tangga per kapita per minggu (Rp)
pi
= harga buah i (Rp)
pc = harga buah lain (harga silang) (Rp)
x1 = jumlah anggota rumah tangga (orang)
32
Seperti yang sudah disebutkan bahwa elastisitas kualitas merupakan selisih
antara nilai elastisitas pengeluaran dan elastisitas kuantitas. Berdasarkan model
persamaan yang telah dibuat pada persamaan (3.39) maka rumus elastisitas kualitas
kaitannya dengan pendapatan dalam penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:
πœ€π‘„π‘™ =
∝31
𝑒𝑖
−
∝32
π‘žπ‘–
............................................................................ (3.40)
Sedangkan rumus elastisitas kualitas kaitannya dengan harga silang adalah sebagai
berikut:
∝
∝
πœ€π‘„π‘™ = 21 − 22
................................................................ (3.41)
𝑒𝑖
π‘žπ‘–
Keterangan:
πœ€π‘„π‘™ = elastisitas kualitas
α
= koefisien regresi
ei
= pengeluaran pada buah ke-i per minggu (Rp)
qi
= kuantitas buah ke-i yang dikonsumsi per minggu (kg)
Elastisitas kualitas berkaitan dengan pendapatan yang bernilai positif
menunjukkan bahwa peningkatan pada tingkat pendapatan akan menyebabkan
terjadinya peningkatan permintaan dari segi kualitas. Sebaliknya, elastisitas kualitas
yang bernilai negatif menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan akan
menyebabkan terjadinya penurunan permintaan dari segi kualitas. Elastisitas kualitas
berkaitan dengan harga silang yang bernilai positif menunjukkan bahwa peningkatan
pada harga buah lain menyebabkan permintaan untuk buah tersebut akan meningkat
dari segi kualitas. Sebaliknya, elastisitas kualitas berkaitan dengan harga silang yang
bernilai negatif menunjukkan peningkatan pada harga buah lain menyebabkan
terjadinya penurunan pada permintaan buah tersebut dari segi kualitas.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Pengeluaran Rumah Tangga di Provinsi Lampung
Secara garis besar pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk konsumsi pangan dan
non pangan. Pengeluaran pangan meliputi pengeluaran untuk kelompok padi-padian,
umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buahbuahan, dan makanan lainnya. Sedangkan pengeluaran non pangan antara lain
meliputi pendidikan, kesehatan, dan rekreasi. Pengeluaran untuk pangan dan bukan
pangan pada dasarnya saling berkaitan. Dalam kondisi pendapatan terbatas,
pemenuhan kebutuhan pangan akan didahulukan sehingga pada kelompok
masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya
digunakan untuk konsumsi pangan (BPS, 2013).
Jika dilihat dari pangsa pengeluaran konsumsi pangan terhadap total
pengeluaran rumah tangga tahun 2013, diketahui bahwa pengeluaran rumah tangga
di Provinsi Lampung masih didominasi oleh pengeluaran pangan, yaitu sebesar 54.81
persen. Pola sama yang secara umum terjadi pada rumah tangga di Indonesia. Hal
33
ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan yang diperoleh oleh rumah
tangga dihabiskan untuk pengeluaran pangan.
Jika dilihat dari beberapa tahun, persentase rata-rata pengeluaran konsumsi
pangan cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 persentase pengeluaran
rata-rata untuk konsumsi pangan sebesar 49.99 persen dan pada tahun 2008
meningkat menjadi sebesar 51.89 persen. Angka persentase ini cenderung terus
meningkat hingga mencapai 54.81 persen pada tahun 2013. Secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Pengeluaran Rata-rata per kapita sebulan untuk pangan dan
non pangan di Provinsi Lampung tahun 2007-2013
Kelompok
Tahun
Pangan
Bukan Pangan
2007
49.66
50.34
2008
51.89
48.11
2009
52.20
47.80
2010
53.42
46.58
2011
53.35
46.65
2012
54.83
45.17
2013
54.81
45.19
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)
Apabila pangsa pengeluaran pangan dijadikan sebagai indikator
kesejahteraan rumah tangga, berarti dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan
rumahtangga di Provinsi Lampung masih rendah daripada tingkat kesejahteraan ratarata rumahtangga di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata pengeluaran
pangan rumahtangga di Provinsi Lampung yang masih lebih besar dibandingkan
persentase pengeluaran pangan di Indonesia, dimana diketahui bahwa dari data BPS
(2013) menyebutkan bahwa rata-rata rumahtangga di Indonesia mengalokasikan
sebesar 50.61 persen dari pendapatannya untuk kebutuhan pangan.
Pada kondisi terjadi peningkatan pendapatan, konsumen akan cenderung
membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan persentase yang semakin kecil
(Soekirman, 2000) dalam Mauludyani et al. (2008). Hal ini berbeda dengan keadaan
yang ada di Provinsi Lampung, peningkatan pendapatan setiap tahunnya ternyata
tidak dibarengi dengan penurunan pada pengeluaran pangan, justru yang terjadi
adalah sebaliknya. Pengeluaran pangan cenderung meningkat dari kurun waktu
2007-2013.
Apabila dilihat lebih detail pada pengeluaran kelompok pangan maka dapat
diketahui bahwa pengeluaran untuk konsumsi pangan didominasi oleh pengeluaran
pada jenis komoditi padi-padian dan umbi-umbian, yang notabene-nya merupakan
pangan sumber karbohidrat. Secara rinci persentase pengeluaran jenis komoditi
pangan terhadap total pengeluaran pangan di Provinsi Lampung dapat dilihat pada
Tabel 5.
34
Tabel 5. Persentase pengeluaran kelompok pangan terhadap total pengeluaran
pangan Provinsi Lampung tahun 2013
Kelompok Komoditi
Persentase (%)
- Padi-padian
20.04
- Umbi-umbian
0.57
- Ikan
6.55
- Daging
2.69
- Telur dan susu
5.87
- Sayur-sayuran
12.29
- Kacang-kacangan
3.50
- Buah-buahan
3.96
- Minyak dan lemak
3.96
- Bahan minuman
4.75
- Bumbu-bumbuan
2.10
- Konsumsi lainnya
2.04
- Makanan dan minuman jadi
17.47
- Tembakau dan sirih
14.22
Jumlah
100.00
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)
Pada Tabel 5 diketahui bahwa pengeluaran pangan untuk padi-padian dan
umbi-umbian masih sangat tinggi dibandingkan pengeluaran untuk masing-masing
jenis komoditi pangan lainnya. Seperti halnya keadaan yang terjadi pada rumah
tangga di Indonesia pada umumnya, keadaan yang sama juga terjadi di Provinsi
Lampung. Sebagian besar pengeluaran pangan dialokasikan untuk membeli pangan
sumber karbohidrat (20.61 persen).
Pada dasarnya bukan hanya kebutuhan akan karbohidrat saja yang perlu
dicukupi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan pangan lain seperti sumber protein,
vitamin, dan mineral juga perlu untuk diperhatikan, terutama untuk pangan sumber
vitamin dan mineral seperti buah-buahan yang kerap dilupakan terkait
pemenuhannya. Dapat dilihat dari persentase pengeluaran komoditi buah terhadap
total pengeluaran pangan yang masih relatif kecil (3.96 persen). Jika dihubungkan
dengan tingkat pendapatan, keadaan tersebut juga dimungkinkan terjadi karena
masih rendahnya tingkat pendapatan rata-rata di Provinsi Lampung. Keterbatasan
pendapatan tersebut yang menyebabkan unit rumah tangga lebih mendahulukan
untuk pemenuhan kebutuhan pangan pokok lainnya, seperti sumber karbohidrat
sebagai sumber energi untuk melakukan berbagai kegiatan, dan juga pangan lainnya
seperti ikan, sayuran, minyak, dan sebagainya, sehingga buah-buahan menjadi
komoditi yang kurang diperhatikan pemenuhan kebutuhan konsumsinya.
Secara umum, konsumsi buah rumahtangga di Provinsi Lampung berbeda
pada tiap tingkat pendapatan. Pada tingkat pendapatan tertentu, konsumen memiliki
kecendrungan konsumsi buah yang berbeda dengan konsumsi buah konsumen pada
kelompok pendapatan lainnya. Pada Tabel 6 disajikan secara rinci pangsa
pengeluaran buah-buahan yang dianalisis terhadap total pengeluaran buah
rumahtangga pada berbagai tingkat pendapatan.
35
Tabel 6. Pangsa pengeluaran buah-buahan terhadap total pengeluaran buah rumah
tangga pada tiap golongan pendapatan di Provinsi Lampung tahun 2013
Golongan Pendapatan
Jenis buah
Bawah
Menengah
Atas
Jeruk
0.084
0.198
0.245
Rambutan
0.313
0.203
0.080
Duku
0.136
0.152
0.158
Pisang
0.271
0.163
0.116
Pepaya
0.019
0.022
0.024
Apel
0.028
0.098
0.131
Durian
0.031
0.013
0.036
Salak
0.022
0.047
0.038
Jambu
0.012
0.013
0.014
Semangka
0.009
0.019
0.017
Lain-lain
0.075
0.072
0.141
Total
1.000
1.000
1.000
Sumber: Hasil olahan (2015)
Dapat dilihat bahwa pada tingkat pendapatan bawah dan menengah, buah
rambutan memiliki pangsa pengeluaran buah terbesar, yaitu berturut-turut sebesar
31.30 persen dan 20.30 persen terhadap pengeluaran buah total. Hal ini dapat
dimaklumi dilihat dari harga buah rambutan yang relatif murah dibanding buah
lainnya. Dalam kondisi pendapatan yang terbatas, rumahtangga golongan
pendapatan bawah cenderung akan memilih konsumsi buah dengan harga yang relatif
murah agar kebutuhan konsumsinya akan buah tetap dapat terpenuhi.
Pada golongan pendapatan atas diketahui pangsa pengeluaran buah terbesar
ada pada buah jeruk dengan pangsa pengeluaran sebesar 24.54 persen terhadap total
pengeluaran buah. Hal yang sama juga ditemui oleh Sriwijayanti et al. (2004) dalam
penelitiannya, dimana diketahui pangsa pengeluaran buah terbesar pada golongan
pendapatan atas terdapat pada buah jeruk. Pada golongan pendapatan atas, pangsa
pengeluaran buah terbesar ada pada buah dengan harga yang relatif tinggi, yaitu buah
jeruk, disusul kemudian duku, dan durian. Dapat dipahami bahwasanya rumahtangga
golongan pendapatan atas cenderung mengkonsumsi buah tersebut karena tingginya
harga buah menyebabkan buah-buah tersebut memiliki nilai prestise yang lebih
tinggi dibanding buah lain.
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa semakin tinggi pendapatan, maka
pangsa pengeluaran yang digunakan untuk mengkonsumsi buah rambutan dan pisang
akan semakin menurun. Sebaliknya, pangsa pengeluaran yang dikeluarkan untuk
mengkonsumsi buah jeruk, duku, pepaya, dan apel, akan semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya pendapatan. Rumahtangga pada tingkat pendapatan bawah
cenderung mengkonsumsi jenis buah-buahan yang harganya relatif rendah yang
kemudian seiring dengan peningkatan pendapatan, konsumsinya akan cenderung
menurun. Sebaliknya, pada buah yang harganya relatif tinggi, konsumsinya
cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pada pendapatan. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Hartoyo (1997) dimana dengan meningkatnya pendapatan
36
maka diduga akan menyebabkan terjadinya perubahan selera konsumen, yaitu dari
selera buah-buahan yang lebih murah ke buah-buahan yang lebih mahal.
4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Buah-buahan
Pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan akan
suatu komoditi. Dalam penelitian ini faktor yang dilihat adalah harga buah itu sendiri,
harga buah lain, pengeluaran, serta jumlah anggota rumah tangga. Pendugaan model
permintaan buah-buahan dilakukan dengan menggunakan metode SUR (Seemingly
Unrelated Regression) yang terdiri dari lima persamaan pangsa pengeluaran buahbuahan, yaitu buah jeruk, rambutan, duku, pisang, dan pepaya. Pangsa pengeluaran
yang dimaksud menunjukkan persentase pengeluaran jenis komoditi buah terhadap
total pengeluaran buah. Adapun dugaan parameter untuk masing-masing jenis buah
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Dugaan parameter masing-masing jenis buah
Harga
Jenis
Buah
Rambutan
Duku
Pisang
Pepaya Lainnya
Pengeluaran
0.0221 -0.0717
*
Rambutan -0.0717 0.0035
*
Duku
0.0031 0.0155
0.0031
0.0130
0.0155
0.0682
0.0278 0.0057
*
0.0019 -0.0174
0.1022
***
-0.1699
***
0.1256
***
-0.0937
**
-0.0024
Jeruk
Jeruk
Pisang
0.0130
Pepaya
0.0278 0.0019
*
0.0057 -0.0174
Lain-lain
0.0682
0.0762 -0.0529
-0.0529
0.0132
0.0370 -0.0529
*
***
-0.0789 0.0114
0.0370 -0.0789
*
**
-0.0529 0.0114
***
-0.0208 0.0070
*
0.0070 0.0721
0.0381
Jumlah
anggota
rumah
tangga
-0.1261
***
0.1609
***
-0.0505
0.0419
0.0038
-0.1261
Sumber: Hasil olahan (2015)
Keterangan:
***
**
:1%
:5%
*
: 10%
Dalam pendugaan model fungsi permintaan, dilakukan pembatasanpembatasan agar hasil yang diperoleh benar-benar mencerminkan dan sesuai dengan
teori permintaan. Adapun pembatasan yang dilakukan adalah terkait syarat adding
up, simetry, dan homogeneity dalam fungsi permintaan. Berdasarkan hasil estimasi,
diketahui bahwa koefisien parameter telah memenuhi syarat-syarat dari adding up,
simetry, dan homogeneity. Hal ini dapat diketahui dengan menjumlahkan parameter
intercep antar persamaan yang sama dengan satu, dan penjumlahan koefisien
parameter antar persamaan sama dengan nol, serta koefisien estimasi antar
persamaan adalah simetri.
Jika dibandingkan dengan hasil koefisien parameter dengan tanpa restriksi,
diketahui bahwa koefisien parameter yang diperoleh tidak memenuhi syarat-syarat
dalam fungsi permintaan, yaitu adding up, simetry, dan homogeneity (Lampiran 2).
Hal ini berarti koefisien parameter yang dihasilkan tidak sesuai dengan teori
permintaan. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan hasil estimasi dengan
restriksi sesuai dengan syarat-syarat dalam teori fungsi permintaan.
37
Secara umum diketahui bahwa permintaan buah dipengaruhi oleh harga, baik
itu harga buah sendiri, harga buah silang, pengeluaran, dan jumlah anggota
rumahtangga. Dari hasil estimasi pada Tabel 7 diketahui bahwa terdapat 16 koefisien
dugaan parameter atau sebesar 33.33 persen yang nyata pada taraf nyata 10 persen.
Semua koefisien dugaan parameter memiliki tanda yang sesuai dengan harapan
kecuali pada koefisien dugaan parameter harga buah sendiri pada buah pepaya yang
memiliki tanda negatif. Hal ini dapat dijelaskan dimana saat terjadi peningkatan pada
harga pepaya, maka penurunan jumlah buah pepaya yang diminta lebih besar
dibandingkan peningkatan harganya sehingga pangsa pengeluaran pepaya pun akan
semakin kecil.
4.3 Respon Perubahan Permintaan Kuantitas Akibat Perubahan Harga dan
Pendapatan
Nilai elastisitas dapat digunakan untuk melihat respon perubahan permintaan,
baik akibat perubahan harga maupun akibat perubahan pendapatan. Untuk melihat
respon perubahan permintaan akibat perubahan harga dapat dilihat dari nilai
elastisitas harga sendiri dan elastisitas harga silang. Nilai elastisitas diperoleh dengan
menggunakan rumus pada persamaan (3.26) dan (3.32). Adapun hasil perhitungan
elastisitas secara rinci ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai elastisitas harga sendiri dan harga silang pada masing-masing jenis
buah
Harga
Jenis buah
Jeruk Rambutan
Duku
Pisang Pepaya Lainnya
Jeruk
-0.693
0.030
0.126
0.268
0.055
-0.787
Rambutan
-0.250
0.054
0.238
0.007 -0.061
-0.988
Duku
0.022
0.109
-0.372
0.260 -0.554
-0.465
Pisang
0.052
0.274
-0.213 -0.947
-0.213
0.046
Pepaya
1.434
0.100
1.911 -2.732
0.362
-2.076
Lain-lain
0.029
-0.087
-0.396
0.057
0.035 -0.638
Sumber: Hasil olahan (2015)
Berdasarkan Tabel 8 di atas, diketahui bahwa nilai elastisitas harga sendiri
untuk semua buah-buahan memiliki tanda yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
jika terjadi peningkatan harga buah yang bersangkutan, maka jumlah buah tersebut
yang diminta akan turun. Dari hasil analisis terhadap semua jenis buah-buahan
diketahui bahwa hampir semua buah yang dianalisis memiliki nilai elastisitas
permintaan yang inelastis. Buah jeruk, rambutan, duku, pisang, dan buah lain
inelastis terhadap perubahan harga sendiri, dapat dilihat dari nilai elastisitasnya
berturut-turut yaitu sebesar -0.787, -0.988, -0.465, -0.947, dan -0.638. Hasil ini
sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu (Hartoyo, 1997; Sriwijayanti, 2004)
yang menyebutkan bahwa perubahan harga sendiri tidak terlalu berpengaruh
terhadap perubahan jumlah buah-buahan yang diminta. Wardani (2007) juga
menemukan hal yang sama, dimana pada buah jeruk dan pisang relatif inelastis
terhadap perubahan harganya sendiri. Permintaan untuk buah-buahan cenderung
inelastis karena buah termasuk komoditi yang dibutuhkan, terkait kandungan vitamin
38
yang terkandung di dalamnya. Semakin penting suatu komoditi, permintaannya akan
cenderung inelastis. Oleh karena itu, peningkatan atau penurunan harga sendiri pada
buah tidak akan terlalu berpengaruh terhadap jumlah buah yang diminta.
Dari semua buah yang dianalisis, terdapat satu buah yang sensitif terhadap
perubahan harga, yaitu buah pepaya dengan nilai elastisitas harga sendiri sebesar 2.076. Peningkatan pada harga buah pepaya sebesar 10 persen, akan menyebabkan
jumlah buah pepaya yang diminta turun sebesar 20.76 persen. Hal ini diduga terjadi
karena karakteristik buah pepaya yang ketersediaannya selalu ada sepanjang tahun
dengan harga yang relatif murah. Oleh karena itu jika terjadi peningkatan pada harga
buah pepaya, akan menyebabkan konsumen cenderung berpindah konsumsinya dari
buah pepaya ke buah lain dengan kandungan vitamin yang relatif sama seperti yang
ada dalam buah pepaya.
Jika dilihat dari tanda elastisitas harga silang, diketahui bahwa terdapat nilai
elastisitas yang bertanda positif dan negatif pada masing-masing jenis buah yang
dianalisis. Nilai elastisitas silang yang bernilai negatif menunjukkan bahwa
hubungan kedua buah adalah komplementer, sedangkan nilai yang positif
menunjukkan bahwa hubungan kedua buah adalah substitusi. Jika dilihat dari besaran
nilai elastisitas harga silang diketahui bahwa sebagian besar buah memiliki nilai
elastisitas silang yang kurang dari satu, yang menunjukkan bahwa buah-buah
tersebut relatif tidak responsif terhadap perubahan harga buah lain.
Pada buah jeruk, elastisitas harga silangnya terhadap harga rambutan bernilai
negatif (-0.693) yang menunjukkan bahwa hubungan kedua buah tersebut adalah
bersifat komplementer sedangkan elastisitas jeruk terhadap harga duku bernilai
positif (0.030) yang menunjukkan hubungan kedua buah tersebut adalah bersifat
substitusi. Jika harga buah duku meningkat sebesar 10 persen, maka jumlah jeruk
yang diminta akan meningkat sebesar 3 persen. Begitu pula nilai elastisitas jeruk
terhadap harga pisang, pepaya, dan buah lain memiliki nilai yang positif, namun
kurang dari 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan pada harga
buah-buah tersebut, maka jumlah buah jeruk yang diminta juga akan meningkat,
namun dengan peningkatan yang lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pada
harga buah-buah tersebut. Dapat dilihat dari besaran elastisitas harga silang,
diketahui bahwa jumlah buah jeruk yang diminta relatif kurang responsif terhadap
perubahan pada harga buah-buah lainnya yang ditunjukkan dengan nilai
elastisitasnya yang kurang dari satu.
Buah rambutan memiliki nilai elastisitas harga silang yang negatif terhadap
harga buah jeruk dan buah lain dengan nilai elastisitas masing-masing yaitu sebesar
-0.250 dan -0.061. Peningkatan pada harga buah jeruk dan buah lain sebesar 10
persen akan menyebabkan jumlah buah rambutan yang diminta turun sebesar kurang
dari 10 persen. Pada nilai elastisitas harga silang rambutan terhadap harga duku,
pisang, dan pepaya memiliki tanda yang positif yaitu berturut-turut sebesar 0.054,
0.238, dan 0.007. Elastisitas silang yang bertanda positif menunjukkan bahwa
hubungan rambutan terhadap buah duku, pisang, dan buah lain adalah substitusi.
Peningkatan pada harga buah-buah tersebut akan menyebabkan jumlah buah
rambutan yang diminta akan mengalami peningkatan. Berdasarkan nilai elastisitas
tersebut juga diketahui bahwa jumlah buah rambutan yang diminta cenderung kurang
sensitif terhadap perubahan harga buah-buah lainnya (jeruk, duku, pisang, pepaya,
buah lain).
39
Nilai elastisitas harga silang buah duku serta pisang terhadap harga jeruk dan
rambutan memiliki tanda yang positif, yang artinya hubungan kedua buah (duku dan
pisang) terhadap buah jeruk dan rambutan adalah substitusi. Peningkatan pada harga
jeruk dan rambutan akan menyebabkan terjadi peningkatan pada jumlah buah duku
dan pisang yang diminta. Nilai elastisitas harga silang yang bertanda positif juga
terjadi antara buah duku dengan harga buah pepaya serta antara buah pisang dengan
harga buah lainnya yang menunjukkan bahwa hubungan buah tersebut adalah
substitusi. Nilai elastisitas harga silang duku memiliki tanda yang negatif terhadap
harga buah pisang dan buah lainnya yang menunjukkan hubungan diantara buah
tersebut adalah komplementer. Pada elastisitas harga silang pisang terhadap harga
buah duku dan pepaya juga menunjukkan hal yang sama, yaitu memiliki tanda yang
negatif yang berarti hubungannya adalah komplementer. Berdasarkan nilai dari
elastisitas harga silang diketahui bahwa secara umum hubungan substitusi atau
komplementer antara buah-buah tersebut relatif tidak kuat karena nilai elastisitasnya
yang kurang dari satu.
Respon perubahan permintaan buah-buahan akibat adanya perubahan pada
pendapatan dapat dilihat dari nilai elastisitas pendapatan. Berdasarkan nilai
parameter estimasi yang diperoleh dari model AIDS, kita tidak dapat langsung
mengetahui respon perubahan permintaan buah akibat perubahan pendapatan karena
nilai parameter yang dihasilkan hanya dapat digunakan untuk melihat respon
perubahan permintaan buah akibat perubahan pengeluaran buah atau disebut
elastisitas pengeluaran buah. Elastisitas pengeluaran buah diperoleh dengan
menggunakan rumus pada persamaan (3.20). Adapun secara rinci nilai elastisitas
pengeluaran buah pada masing-masing jenis buah dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa buah jeruk, duku, dan buah lain
memiliki nilai elastisitas pengeluaran buah yang positif dan lebih besar dari satu,
yaitu berturut-turut sebesar 1.987, 1.882, dan 1.191. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan adanya perubahan pengeluaran buah, maka jumlah buah jeruk dan duku yang
diminta akan berubah dengan arah yang sama dengan arah perubahan pengeluaran
buah. Jika total pengeluaran buah meningkat sebesar 10 persen, maka jumlah buah
jeruk yang diminta akan meningkat sebesar 19.87 persen. Begitu halnya pada buah
duku, dengan adanya peningkatan total pengeluaran buah sebesar 10 persen, akan
menyebabkan jumlah buah duku yang diminta meningkat sebesar 18.82 persen.
Diketahui bahwasanya perubahan permintaan buah akan lebih besar daripada
perubahan pada pengeluaran buah. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan buah
cenderung responsif terhadap total perubahan pengeluaran buah rumahtangga.
Tabel 9. Nilai elastisitas pengeluaran buah
Jenis buah
Elastisitas pengeluaran buah
Jeruk
1.987
Rambutan
0.408
Duku
1.882
Pisang
0.623
Pepaya
0.876
Lain-lain
1.191
Sumber: Hasil olahan (2015)
40
Untuk buah rambutan, pisang, dan pepaya memiliki elastisitas pengeluaran
yang bertanda positif dan kurang dari satu, yaitu berturut-turut sebesar 0.408, 0.623,
dan 0.876. Peningkatan pada pengeluaran buah sebesar 10 persen akan menyebabkan
jumlah buah rambutan, pisang, dan pepaya yang diminta meningkat masing-masing
sebesar 4.08 persen, 6.23 persen, dan 8.76 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah buah rambutan, pisang, dan pepaya yang diminta kurang
responsif terhadap perubahan pengeluaran buah.
Berdasarkan nilai elastisitas pengeluaran, dapat dicari nilai elastisitas
pendapatan. Nilai elastisitas pendapatan dapat dicari nilainya dengan meregresikan
total pengeluaran buah-buahan dengan total pendapatan rumahtangga. Tabel hasil
regresi disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Dugaan parameter regresi total pengeluaran buah terhadap
total pendapatan rumahtangga
Variabel
Parameter
Pr > t
Intercept
-3.3159
0.0332
Pendapatan
0.9763
0.0001
Sumber: Hasil olahan (2015).
Diketahui bahwa koefisien regresi yang diperoleh yaitu sebesar 0.9763, yang
berarti jika total pendapatan rumahtangga meningkat sebesar 10 persen maka total
pengeluaran untuk buah-buahan akan meningkat sebesar 9.763 persen. Dengan
menggunakan koefisien regresi tersebut dan dengan menggunakan rumus pada
persamaan (3.34) dapat diketahui besaran elastisitas pendapatan seperti yang
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai elastisitas pendapatan
Jenis buah
Elastisitas pendapatan
Jeruk
1.940
Rambutan
0.398
Duku
1.838
Pisang
0.608
Pepaya
0.855
Lain-lain
1.163
Sumber: Hasil olahan (2015).
Elastisitas pendapatan yang disajikan pada Tabel 11 semuanya memiliki
tanda yang positif. Nilai elastisitas yang bertanda positif menunjukkan bahwa jika
pendapatan meningkat maka jumlah buah-buahan yang diminta juga akan
meningkat. Dari lima buah yang dianalisis, terdapat dua buah yang memiliki nilai
elastisitas pendapatan yang lebih besar dari satu, yaitu buah jeruk dan duku. Buah
jeruk memiliki nilai elastisitas sebesar 1.940 yang berarti dengan adanya peningkatan
pendapatan sebesar 10 persen maka jumlah buah jeruk yang diminta akan meningkat
sebesar 19.40 persen. Buah duku memiliki nilai elastisitas sebesar 1.838 yang berarti
dengan adanya peningkatan pada pendapatan sebesar 10 persen akan menyebabkan
jumlah buah duku yang diminta meningkat sebesar 18.38 persen. Dapat dilihat bahwa
peningkatan jumlah buah yang diminta lebih besar dibandingkan peningkatan
41
pendapatan yang menunjukkan bahwa buah jeruk dan duku cenderung elastis
terhadap perubahan pendapatan.
Nilai elastisitas pendapatan yang bernilai lebih besar dari satu pada buah
jeruk dan duku menunjukkan bahwa kedua buah termasuk dalam kategori buahbuahan yang mewah. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian terdahulu (Hartoyo,
1997) pada komoditi buah jeruk yang juga menyebutkan bahwa jeruk tergolong
dalam komoditi yang mewah. Hal ini dapat dimaklumi dilihat dari harga kedua buah
tersebut yang cukup tinggi dibandingkan harga buah rambutan, pisang, dan pepaya.
Harga buah yang tinggi menyebabkan buah tersebut cenderung memiliki nilai
prestise yang lebih tinggi dibanding ketiga buah lainnya (rambutan, pisang, dan
pepaya) sehingga dengan adanya peningkatan pendapatan akan menyebabkan
peningkatan permintaan buah tersebut lebih besar dibandingkan dengan peningkatan
pada pendapatan.
Buah rambutan, pisang, dan pepaya memiliki nilai elastisitas pendapatan
yang positif dan kurang dari satu. Nilai elastisitas rambutan, pisang, dan pepaya
berturut-turut adalah sebesar 0.398, 0.608, dan 0.855, dimana jika terjadi peningkatan
pendapatan sebesar 10 persen maka permintaan buah rambutan, pisang, dan pepaya
akan meningkat masing-masing sebesar 3.98 persen, 6.08 persen, dan 8.55 persen.
Dapat diketahui bahwa buah rambutan, pisang, dan pepaya termasuk dalam kategori
barang normal, yaitu jika pendapatan meningkat maka jumlah buah-buahan yang
diminta juga akan meningkat dengan peningkatan permintaan yang lebih kecil
dibandingkan peningkatan pendapatan. Pada dasarnya nilai elastisitas yang positif
masih memberikan peluang bahwa akan terjadi peningkatan pada konsumsi buahbuahan rumahtangga karena jika dilihat dari tingkat pendapatan terdapat tren yang
meningkat tiap tahunnya sehingga diprediksi akan dapat meningkatkan permintaan
buah-buahan rumahtangga.
4.4 Respon Perubahan Permintaan Kualitas Akibat Perubahan Harga dan
Pendapatan
Pada subbab ini dibahas mengenai respon perubahan permintaan dari segi
kualitas buah-buahan dengan menggunakan single equation model seperti yang
sudah pernah dilakukan oleh Harianto (1994); Fayaz et.al (2004); Inyengar (2015);
Jan et al. (2008); Gale dan Huang (2007). Beggs (1988) menjelaskan bahwa pada
sistem persamaan biasanya memuat persamaan yang baik dan yang buruk. Sistem
persamaan terdiri dari kombinasi informasi persamaan baik dan persamaan yang
buruk dan antar persamaan akan saling membantu sehingga didapatkan parameter
estimate yang lebih efisien. Dengan menggunakan sistem persamaan tunggal, maka
akan dapat dilihat pengaruh masing-masing persamaan dengan tidak adanya
pengaruh dari masing-masing persamaan.
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
permintaan. Perubahan pada tingkat pendapatan akan menyebabkan terjadinya
perubahan pada permintaan buah-buahan. Dengan asumsi buah merupakan barang
normal, maka peningkatan pada pendapatan akan menyebabkan permintaan kuantitas
buah-buahan juga akan meningkat. Permintaan yang dimaksud merupakan
permintaan yang ditunjukkan dengan berapa banyak permintaan buah (dalam satuan
berat, misalnya kg).
42
Pada dasarnya saat terjadi perubahan pada pendapatan, maka tidak saja hanya
akan merubah permintaan dari segi kuantitas tetapi juga akan merubah permintaan
dari segi kualitas buah-buahan yang dikonsumsi oleh rumahtangga. Gale dan Huang
(2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pada komoditi makanan, di China
pengeluaran makanan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang
dibayarkan saat pendapatan meningkat, yang dapat diartikan bahwa konsumen
dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi membayar lebih banyak makanan pada
tingkat harga yang lebih tinggi. Makanan pada tingkat harga yang lebih tinggi
menunjukkan bahwa konsumen membeli makanan pada kualitas yang lebih tinggi
pula.
Respon perubahan permintaan konsumen dalam membeli makanan dengan
tingkat kualitas yang berbeda seiring dengan perubahan pendapatan dapat dilihat dari
nilai elastisitas kualitas. Dalam penelitian ini, perubahan permintaan kualitas buah
ditunjukkan dengan perubahan permintaan konsumen terhadap buah pada tingkat
harga yang berbeda ketika terjadi perubahan baik pada harga silang maupun pada
pendapatan. Buah jeruk pada tingkat harga sebesar Rp. 13 000,- dianggap memiliki
kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk pada tingkat harga sebesar
Rp. 10 000,-. Begitupun pada buah rambutan, duku, pisang, dan pepaya, dimana
harga yang lebih tinggi pada buah-buah tersebut mencerminkan kualitas yang lebih
tinggi pula. Secara rinci, hasil analisis respon perubahan permintaan kualitas buahbuahan akibat perubahan pada pendapatan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Elastisitas kualitas kaitannya dengan pendapatan
𝑄𝑙
Jenis buah
Elastisitas kualitas (πœ€π‘Œ )
Jeruk
0.0067
Rambutan
0.0590
Duku
0.4104
Pisang
0.0177
Pepaya
0.8632
Sumber: Hasil olahan (2015)
Pada Tabel 12 di atas diketahui bahwa semua buah yang dianalisis memiliki
nilai elastisitas kualitas yang bertanda positif. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Jan et al. (2008) yang mendapatkan hasil bahwa elastisitas
kualitas semua kategori buah yang dianalisis memiliki tanda yang positif. Ketika
terjadi peningkatan pada pendapatan, maka konsumen akan meningkatkan kualitas
buah yang dikonsumsi dari buah yang kualitasnya rendah ke buah yang kualitasnya
lebih tinggi pada suatu jenis buah tertentu.
Lebih detail dapat dilihat dari nilai elastisitas kualitas pada masing-masing
buah hampir semuanya mempunyai nilai kurang dari satu yang menunjukkan bahwa
rumahtangga di Provinsi Lampung masih kurang memperhatikan kualitas buahbuahan yang dikonsumsi. Rumahtangga tidak merespon dengan cukup baik
peningkatan pendapatan terhadap peningkatan kualitas buah yang dikonsumsi. Dapat
dikatakan bahwa permintaan kualitas buah rumahtangga masih kurang sensitif
terhadap perubahan pendapatan.
Hal menarik yang dapat dilihat pada Tabel 12 adalah pada buah pepaya yang
memiliki nilai elastisitas kualitas yang cukup besar dibandingkan pada buah-buah
43
lainnya. Peningkatan pendapatan akan menyebabkan peningkatan yang cukup besar
pada permintaan kualitas buah pepaya. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga
pada masing-masing jenis pepaya itu sendiri cukup besar. Antara satu jenis buah
pepaya dengan jenis pepaya lainnya memiliki range harga yang cukup berbeda. Dari
hasil analisis diketahui bahwa ketika terjadi peningkatan pendapatan, konsumen akan
meresponnya dengan meningkatkan kualitas buah pepaya yang dikonsumsi, yang
berarti konsumen akan membeli buah pepaya pada tingkat harga yang lebih tinggi.
Sedangkan diketahui bahwa perbedaan harga pada masing-masing jenis buah pepaya
itu sendiri relatif berbeda jauh. Hal inilah yang menyebabkan nilai elastisitas kualitas
untuk buah pepaya yang cukup besar.
Respon perubahan permintaan selain dapat dilihat kaitannya dengan
pendapatan, juga dapat dilihat kaitannya dengan harga silang. Secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Elastisitas kualitas kaitannya dengan harga silang
𝑄𝑙
Elastisitas kualitas (πœ€π‘ƒπ‘¦ )
Jenis buah / harga silang
1. Jeruk
Harga rambutan
Harga duku
Harga pisang
Harga pepaya
0.0302
0.0890
0.0135
0.0059
2. Rambutan
Harga jeruk
Harga duku
Harga pisang
Harga pepaya
0.0075
-0.0609
-0.0081
-0.0007
3. Duku
Harga jeruk
Harga rambutan
Harga pisang
Harga pepaya
0.0275
0.0149
0.0346
0.1410
4. Pisang
Harga jeruk
Harga rambutan
Harga duku
Harga pepaya
0.0134
-0.0145
-0.0428
0.0061
5. Pepaya
Harga jeruk
Harga rambutan
Harga duku
Harga pisang
Sumber: Hasil olahan (2015)
-1.9571
6.1698
-2.9207
-0.8937
44
Tabel 13 menunjukkan bahwa konsumen akan memberikan respon terhadap
kualitas buah yang dikonsumsi sebagai akibat terjadinya perubahan pada harga relatif
buah. Nilai elastisitas kualitas buah kaitannya dengan harga silang memberikan tanda
yang bervariasi, ada yang positif dan ada juga yang negatif pada setiap jenis buah
yang dianalisis. Nilai elastisitas kualitas yang bervariasi antar komoditi yang
dianalisis kaitannya dengan perubahan harga silang juga pernah ditemui dalam
penelitian yang dilakukan oleh Harianto (1994), dimana pada setiap jenis komoditi
yang dianalisis diketahui ada yang bertanda positif dan ada juga yang bertanda
negatif. Nilai elastisitas kualitas yang bertanda negatif menunjukkan bahwa
rumahtangga akan membeli buah dengan kualitas yang relatif lebih rendah jika
terjadi peningkatan pada harga buah yang lainnya. Sedangkan nilai elastisitas
kualitas yang bertanda positif menunjukkan bahwa rumahtangga akan membeli buah
dengan kualitas yang lebih tinggi jika terjadi peningkatan pada harga buah lain.
Nilai elastisitas kualitas yang bertanda positif dapat dilihat pada jenis buah
jeruk dan duku. Peningkatan pada harga buah silang akan menyebabkan terjadinya
peningkatan pada permintaan kualitas buah jeruk dan duku rumahtangga.
Rumahtangga akan membeli buah jeruk dan duku dengan kualitas yang lebih tinggi
jika terjadi peningkatan pada harga buah silang. Namun jika dilihat lebih detail dari
besarannya, perubahan permintaan kualitas tersebut tidak cukup besar. Nilai
elastisitas kualitas yang masih jauh dari satu menunjukkan bahwa walaupun terjadi
peningkatan pada permintaan kualitas buah tersebut, peningkatannya hanya kecil dan
cenderung kurang responsif terhadap perubahan harga silang.
Pada buah rambutan, pisang, dan pepaya diketahui memiliki nilai elastisitas
kualitas yang bervariasi, ada positif dan negatif, namun secara umum memiliki nilai
yang negatif. Peningkatan pada harga buah silang akan menyebabkan permintaan
kualitas buah rambutan, pisang, dan pepaya menurun. Konsumen akan cenderung
membeli buah-buah tersebut dengan kualitas yang lebih rendah jika terjadi
peningkatan pada harga buah silang. Dalam penelitian ini, kualitas buah dicerminkan
dari harga, yang berarti konsumen akan membeli buah dengan harga yang lebih
rendah ketika terjadi peningkatan pada harga buah silang. Hal ini dimungkinkan
karena ketika terjadi peningkatan pada harga buah silang dan pada tingkat
pendapatan terbatas, dimana buah silang tersebut merupakan buah yang cukup
digemari, maka konsumen akan cenderung membeli buah lainnya dengan harga yang
lebih murah agar kebutuhan konsumsi buah silang tetap dapat terpenuhi.
Berdasarkan nilai elastisitas kualitas di atas diketahui bahwa permintaan
kualitas buah pepaya secara umum bersifat elastis terhadap perubahan harga buah
silang. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga pada tipe buah pepaya itu sendiri
adalah cukup besar. Antara buah pepaya california dan pepaya tipe lainnya, harga
bisa sangat berbeda. Jika harga berbeda-beda sangat besar, maka elastisitas
kualitasnya akan sangat berbeda pula. Itulah mengapa nilai elastisitas kualitas pada
buah pepaya relatif besar, yang berarti cenderung elastis kaitannya terhadap
perubahan harga silang. Sedangkan pada buah-buah lainnya, misalnya pada buah
rambutan dan pisang, harga relatif tidak berbeda yang menyebabkan nilai elastisitas
kualitasnya akan tidak terlalu besar.
Secara keseluruhan, nilai elastisitas pada masing-masing jenis buah memiliki
nilai yang kecil dan kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan
kualitas buah bersifat inelastis terhadap perubahan harga buah silang. Nilai elastisitas
kualitas yang bersifat inelastis menunjukkan bahwa permintaan kualitas buah
45
rumahtangga tidak responsif terhadap perubahan harga. Hal ini dapat dimaklumi
dilihat dari tingkat konsumsi buah di Provinsi Lampung yang masih rendah.
Rendahnya konsumsi ini sendiri diduga karena masih rendahnya tingkat pendapatan.
Pada tingkat pendapatan terbatas, rumahtangga akan terbatas dalam mengalokasikan
pengeluarannya, khususnya pengeluaran untuk buah-buahan. Alih-alih untuk dapat
meningkatkan kualitas buah yang dikonsumsi, untuk mencukupi kebutuhan
konsumsi buah dari segi kuantitas pun masih sulit untuk dilakukan.
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Harga buah (baik harga sendiri maupun harga silang), pengeluaran, dan jumlah
anggota rumahtangga terbukti berpengaruh terhadap permintaan buah-buahan.
2. Elastisitas kuantitas kaitannya dengan pendapatan pada semua jenis buah yang
dianalisis memiliki nilai yang positif sedangkan kaitannya dengan harga silang
diketahui bahwa secara umum semua buah memiliki nilai elastisitas yang
bervariasi, ada yang bernilai positif dan ada yang negatif.
3. Pada semua jenis buah yang dianalisis memiliki nilai elastisitas kualitas
kaitannya dengan pendapatan yang bernilai positif yang berarti peningkatan
pendapatan akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada permintaan kualitas
buah-buahan. Nilai elastisitas kualitas kaitannya dengan harga silang pada semua
buah secara umum memiliki nilai yang bervariasi, ada yang bernilai positif dan
ada yang negatif.
4. Nilai elastisitas kualitas yang cukup kecil baik kaitannya dengan pendapatan
maupun kaitannya dengan harga silang menunjukkan bahwa rumahtangga masih
kurang memperhatikan kualitas buah-buahan yang dikonsumsi.
5.1.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan, maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Dari pembahasan diketahui bahwa konsumsi buah di Provinsi Lampung masih
cukup rendah, bahkan di bawah rata-rata konsumsi nasional. Oleh karena itu
diperlukan upaya peningkatan konsumsi buah di Provinsi Lampung. Tingkat
konsumsi buah-buahan yang masih rendah diduga karena masih rendahnya
tingkat pendapatan, terutama pada buah dengan harga yang relatif tinggi seperti
jeruk dan duku. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan konsumsi buah
diperlukan upaya untuk mendorong peningkatan pada pendapatan masyarakat,
sehingga dengan adanya peningkatan pendapatan, konsumsi buah pun dapat
meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hasil analisis juga
menunjukkan bahwa secara umum permintaan kuantitas dan kualitas akan
cenderung meningkat dengan adanya peningkatan pada pendapatan.
46
2. Penelitian tentang permintaan yang membahas dari segi kualitas masih sangat
jarang dilakukan. Peneliti lain dapat mencoba melakukan penelitian sejenis pada
beberapa komoditas lainnya, dengan menambahkan beberapa unsur variabel
sosiodemografi, misalnya pendidikan ibu rumahtangga. Hal ini didasari oleh
alasan bahwa dalam keputusan konsumsi rumahtangga cenderung dilakukan oleh
ibu rumahtangga.
DAFTAR PUSTAKA
Beggs, J. J. 1988. Diagnostic Testing in Applied Econometrics. Economic Record.
Vol 64 (2):81-101.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
. 2010. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
. 2011a. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
. 2011b. Statistik Indonesia. Jakarta. Badan Pusat
Statistik.
. 2012a. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
. 2012b. Statistik Indonesia. Jakarta. Badan Pusat
Statistik.
. 2013a. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
. 2013b. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk
Indonesia Per Provinsi. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
. 2014. Statistik Indonesia. Jakarta. Badan Pusat
Statistik.
Binger, Brian R, Hoffman, Elizabeth. 1988. Microeconomics with Calculus.
Newyork. Harper Collins Publisher.
Deaton, A. 1988. Quality, Quantity, and Spatial Variation of Price. American
Economic Review, Vol 78 (3): 418-430.
. 1990. Price Elasticity from Survey Data (Extensions and Indonesian
Results). Journal of Econometrics. Vol 44 (3): 281-309.
Deaton, A, Muellbauer, J. 1980a. Economics and consumer behavior. Newyork.
Cambridge University Press.
. 1980b. An Almost Ideal Demand System. American
Economic Review. Vol 70 (3): 312-326.
47
Delisle, H. 1990. Patterns of Urban Food Consumption in Developing Countries:
Perspectives from the 1980s. Departement de Nutrition. Universite de
Montreal in Consultation with the Food and Nutrition division. FAO. Rome.
Dianarafah, D. 1999. Analisis Konsumsi Pangan di Propinsi Jawa Timur [Tesis].
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Fayaz, M., Jan, A. U., Jan, D. 2014. Quality elasticity of vegetable consumption in
Pakistan: a comparison of urban and rural households. Sarhad Journal of
Agriculture. Vol 30 (4): 451-458.
Gale, Fred and Huang, Kuo. 2007. Demand For Food Quantity And Quality In China.
Economic Research Report Number 32. Economic Research Service. United
States Department Of Agriculture.
George, P. S. And King, G. A. 1971. Consumer Demand for Food Commodities in
the U. S. With Projections for 1980. Giannini Foundation Monograph No. 26.
Barkeley. University of California.
Harianto. 1994. An Empirical Analysis of Food Demand in Indonesia: A Crosssectional Study [Disertasi]. Bundoora. La Trobe University.
Harianto; Fariyanti, A; Saliem, H.P; Suryani, E; Ariningsih, E; Rosiana, N; Jahroh,
S. 2008. Karakteristik dan Arah Perubahan Konsumsi dan Pengeluaran
Rumahtangga. Konsorsium Penelitian: Karakteristik Sosial Ekonomi Petani
pada Berbagai Agroekosistem. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Hartoyo, Sri. 1997. Analisis Permintaan Buah-buahan di Jawa Barat. Mimbar Sosek,
Journal of Agricultural and Resource Socio-Economics. Vol 10 (1): 26-33.
Henderson, JM, Quandt, RE. 1980. Microeconomic Theory A Mathematical
Approach. Third Edition. Singapore. McGraw-Hill, Inc.
Hendriadi, Agung. 2013. Optimalisasi Kegiatan Litkajibangdiklatluh dan Corporate
Management Untuk Peningkatan Kinerja Litbang Hortikultura. Rapat Kerja
Pusat Penelitian Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 26-29 Maret 2013.
Huang, K. S and Gale, F. 2009. Food demand in China: Income, quality, and nutrient
effects. China Agricultural Economic Review. Vol 1 (4): 395-409.
Inyengar, N.S. 1963. Estimation of Quality Elasticities for Certain Commodities
from National Sample Survey Data. Indian Journal of Statistics, Series B
(1960-2002). Vol. 25 (1/2): 15-22.
Jabarin, A.S and Al-karablieh, E.K. 2011. Estimating the Fresh Vegetables Demand
System in Jordan: A Linear Approximate Almost Ideal Demand System.
Journal of Agricultural Science and Technology. Vol 5 (3): 322-331.
Jan, A.U, Chishti, A.F, Khan, M. 2008. Estimating Consumers’ Response to Quality:
A Case of Pakistan Fruits. International Conference on Applied Economics
– ICOAE.
Khudori. 2010. Kondisi Pertanian Pangan Indonesia. Pangan. Vol 19 (3): 211-232.
48
Kumar, Praduman, Mruthyunjaya and Birthal, Pratap S. 2006. Changing
Consumption Pattern in South Asia. Agricultural Diversification and
Smallholders in South Asia, Eds: P.K. Joshi, Shok Gulati and Ralph
Cummings (Jr). Academic Foundation. New Delhi: 151-187.
Kumar, Praduman, Mruthyunjaya and Dey, Madan M. 2007. Long-term Changes in
Food Basket and Nutrition in India. Economic and Political Weekly,
(September 1): 3567- 3572.
Kumar, P, Anjani Kumar, Shinoj Parappurathu and Raju S.S. 2011. Estimation
Demand Elasticity for Food Commodities in India. Agricultural Economic
Research Review. Vol 24 (1): 1-14.
Kuntjoro, S.U. 1984. Permintaan Bahan Pangan Penting di Indonesia [Disertasi].
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Mauludyani, A.V.R; Martianto, Dradjat; Baliwati, Y.F. 2008. Pola Konsumsi dan
Permintaan Pangan Pokok berdasarkan Analisis Data SUSENAS 2005.
Jurnal Gizi dan Pangan. Vol.3 (2):101-117.
Nicholson, W. 2008. Microeconomic Theory Basic Principles and Extensions. Tenth
edition. USA. Thomson South-Western.
Nurfarma, M. 2005. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Pola Konsumsi dan
Permintaan Pangan Rumah Tangga di Propinsi Sumatera Barat [Tesis].
Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Ofwona, A. C. 2013. An Analysis of the Patterns of Food Consumption among
Households in Kenya. Journal of Emerging Trends in Economics and
Management Sciences (JETEMS) Vol 4 (1): 111-113.
Ogundari, K. 2012. Demand for Food Quantity Versus Quality in Beef, Chicken, and
Fish Consumption in Nigeria. Revista De Economia E Agronegocio. Vol 10
(1): 29-50.
Ozelik, A and Sahinli, M.A. 2009. Estimating Elasticites with the Almost Ideal
Demand System; Turkey Results. International Journal of Economic and
Sosial Research. Vol 5 (2):12-23.
Pindyck, R.S and Rubinfeld, D.L. 2007. Mikroekonomi. Edisi keenam. Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta. PT. Indeks Jakarta.
Pollak, R. A and Wales, T. J. 1992. Demand System Specification and Estimation.
Oxford: Oxford University press.
[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik Konsumsi
Pangan 2012. Jakarta.
Pusposari, F. 2012. Analisis Konsumsi Pangan Masyarakat di Propinsi Maluku
[Tesis]. Depok. Universitas Indonesia.
Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan
Timur Indonesia [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
49
Rusono, N; Suanri, A; Candradijaya, A; Muharam, A; Martino, I; Tejaningsih; Hadi,
P. U; Sri H. S; Maulana, M. 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 20152019. Jakarta Pusat. Direktorat Pangan dan Pertanian.
Sitepu, R. K and Sinaga, B.M. 2006. Aplikasi Ekonometrika (Estimasi, Simulasi, dan
Peramalan Menggunakan Program SAS). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Sriwijayanti, E; Sinaga, B.M; Kuntjoro, S.U; Harianto. 2004. Analisis Pola
Permintaan dan pengeluaran Konsumsi Buah-buahan di DKI Jakarta. Forum
Pascasarjana Vol 27 (2): 159-175.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyaraat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Departemen Pendidikan.
Timmer, C.P. 2004. Food Security in Indonesia: Current Challenges and the LongRun Outlook. Working Paper Number 48. Center for Global Development.
Varian, H.R. 2006. Intermediate Microeconomics. Seventh Edition. New York W.W.
Norton & Company.
Wardani, TPK. 2007. Analisis Pola Konsumsi dan Permintaan Buah pada Tingkat
Rumahtangga di Pulau Jawa Penerapan Model Almost Ideal Demand System
(AIDS) [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Yu, X and Abler, D. 2009. The Demand for Food Quality in Rural and Urban China.
American Journal of Agricultural Economics. Vol.91 (1): 57-69.
50
Lampiran 1. Hasil Estimasi Regresi Model AIDS dengan Restriksi Adding
Up, Symmetry, dan Homogeneity
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Ordinary Least Squares Estimation
Model
Dependent Variable
A
w1
Analysis of Variance
Source
DF
Squares
Sum of
Mean
Square F Value
Pr > F
Model
8 0.499681 0.062460
Error
57 0.741888 0.013016
Corrected Total
65 1.241568
4.80
0.0002
Root MSE
0.11409 R-Square
Dependent Mean
0.10348 Adj R-Sq
Coeff Var
110.24408
0.40246
0.31859
Parameter Estimates
Variable
Parameter Standard
DF Estimate
Error
t Value Pr > |t|
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-0.97976
0.053016
-0.03843
0.018743
0.009051
0.003671
0.028460
0.071051
-0.12268
1.166509
0.078162
0.044780
0.096048
0.045217
0.041130
0.034957
0.030262
0.024608
-0.84
0.68
-0.86
0.20
0.20
0.09
0.81
2.35
-4.99
0.4045
0.5003
0.3943
0.8460
0.8421
0.9292
0.4189
0.0224
<.0001
51
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Ordinary Least Squares Estimation
Model
B
Dependent Variable w2
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of
Squares
Mean
Square
F Value Pr > F
Model
8 1.279886 0.159986
Error
57 1.886533 0.033097
Corrected Total 65 3.166419
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
0.18193 R-Square
0.28691 Adj R-Sq
63.40866
4.83
0.0001
0.40421
0.32059
Parameter Estimates
Variable
Parameter Standard
DF Estimate Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.4089
0.7878
0.8929
0.8724
0.4445
0.1555
0.4196
<.0001
0.0004
1.547456
-0.03371
-0.00966
-0.02471
-0.05552
0.094402
0.045318
-0.21625
0.147225
1.860164
0.124640
0.071408
0.153162
0.072104
0.065588
0.055743
0.048257
0.039240
0.83
-0.27
-0.14
-0.16
-0.77
1.44
0.81
-4.48
3.75
52
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Ordinary Least Squares Estimation
Model
Dependent Variable
C
w3
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of
Squares
Mean
Square
F Value Pr > F
Model
8 0.421391 0.052674
Error
57 1.551539 0.027220
Corrected Total 65 1.972929
1.94
Root MSE
0.16498 R-Square
Dependent Mean
0.14238 Adj R-Sq
Coeff Var
115.87253
0.0721
0.21359
0.10321
Parameter Estimates
Variable
Parameter Standard
DF Estimate
Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.8804
0.6724
0.9000
0.8103
0.7940
0.9313
0.0697
0.0030
0.1369
0.255061
-0.04805
0.008171
0.033499
-0.01715
0.005147
-0.09344
0.135850
-0.05368
1.686942
0.113033
0.064758
0.138899
0.065390
0.059480
0.050552
0.043763
0.035586
0.15
-0.43
0.13
0.24
-0.26
0.09
-1.85
3.10
-1.51
53
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Ordinary Least Squares Estimation
Model
Dependent Variable
D
w4
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of
Squares
Mean
Square
Model
8 0.606877 0.075860
Error
57 1.668729 0.029276
Corrected Total 65 2.275607
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
0.17110 R-Square
0.24863 Adj R-Sq
68.81757
F Value Pr > F
2.59
0.26669
0.16377
Parameter Estimates
Variable
Parameter Standard
DF Estimate
Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.6503
0.7919
0.0122
0.4755
0.3164
0.0954
0.8124
0.0048
0.1158
0.797224
0.031072
0.173954
-0.10347
0.068550
-0.10461
-0.01250
-0.13312
0.058933
1.749492
0.117224
0.067159
0.144049
0.067814
0.061686
0.052427
0.045386
0.036906
0.46
0.27
2.59
-0.72
1.01
-1.70
-0.24
-2.93
1.60
0.0173
54
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Ordinary Least Squares Estimation
Model
Dependent Variable
E
w5
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of
Squares
Mean
Square
F Value
Model
8 0.029494 0.003687
Error
57 0.065262 0.001145
Corrected Total 65 0.094756
Root MSE
0.03384 R-Square
Dependent Mean 0.01936 Adj R-Sq
Coeff Var
174.73536
3.22
Pr > F
0.0044
0.31126
0.21460
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
Parameter Standard
DF Estimate Error
t Value
Pr > |t|
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.8892
0.2087
0.7483
0.1747
0.0003
0.1162
0.7606
0.9612
0.6431
-0.04844
0.029475
-0.00428
0.039152
-0.05119
-0.01946
0.003174
-0.00044
0.003400
0.345979
0.023182
0.013281
0.028487
0.013411
0.012199
0.010368
0.008975
0.007298
-0.14
1.27
-0.32
1.37
-3.82
-1.60
0.31
-0.05
0.47
55
System Weighted MSE
Degrees of freedom
System Weighted R-Square
1.0184
301
0.3438
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
Model
Dependent Variable
A
w1
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
Parameter Standard
DF Estimate Error
t Value
Pr > |t|
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.0163
0.7129
0.0696
0.9560
0.7427
0.0983
0.8520
0.0004
<.0001
-0.51577
0.022079
-0.07173
0.003149
0.013011
0.027761
0.005726
0.102183
-0.12605
0.208387
0.059710
0.038778
0.056782
0.039438
0.016520
0.030546
0.026929
0.023276
Model
Dependent Variable
-2.48
0.37
-1.85
0.06
0.33
1.68
0.19
3.79
-5.42
B
w2
Parameter Estimates
Variable
Parameter
DF Estimate
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1.390600
-0.07173
0.003485
0.015480
0.068185
0.001945
-0.01737
-0.16985
0.160851
Standard
Error
0.324747
0.038778
0.061461
0.053731
0.047413
0.012558
0.034154
0.043915
0.036472
t Value
4.28
-1.85
0.06
0.29
1.44
0.15
-0.51
-3.87
4.41
Pr > |t|
<.0001
0.0696
0.9550
0.7743
0.1559
0.8774
0.6130
0.0003
<.0001
56
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
Model
Dependent Variable
C
w3
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
Parameter
DF Estimate
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-0.72066
0.003149
0.015480
0.076236
-0.05293
0.037006
-0.07894
0.125649
-0.05046
Standard
Error
t Value
0.315847
0.056782
0.053731
0.092519
0.054968
0.018831
0.039228
0.041202
0.033730
-2.28
0.06
0.29
0.82
-0.96
1.97
-2.01
3.05
-1.50
Pr > |t|
0.0263
0.9560
0.7743
0.4134
0.3396
0.0543
0.0489
0.0035
0.1401
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
Model
Dependent Variable
D
w4
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
Parameter
DF Estimate
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.903269
0.013011
0.068185
-0.05293
0.013203
-0.05290
0.011437
-0.09369
0.041914
Standard
Error
t Value
0.293294
0.039438
0.047413
0.054968
0.063232
0.012838
0.037968
0.040149
0.034579
3.08
0.33
1.44
-0.96
0.21
-4.12
0.30
-2.33
1.21
Pr > |t|
0.0032
0.7427
0.1559
0.3396
0.8353
0.0001
0.7643
0.0232
0.2305
57
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
Model
Dependent Variable
E
w5
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
Parameter
DF Estimate
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-0.05744
0.027761
0.001945
0.037006
-0.05290
-0.02083
0.007018
-0.00240
0.003778
Standard
Error
t Value
0.068650
0.016520
0.012558
0.018831
0.012838
0.011871
0.009899
0.008560
0.006991
-0.84
1.68
0.15
1.97
-4.12
-1.75
0.71
-0.28
0.54
Pr > |t|
0.4063
0.0983
0.8774
0.0543
0.0001
0.0847
0.4813
0.7803
0.5910
Parameter Estimates
Variable
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
RESTRICT
Parameter
DF Estimate
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
-1
11.45864
114.1817
111.9074
93.13526
87.04828
65.10539
-2.31454
-15.9172
-26.5674
-42.7034
-18.8077
-42.5981
-14.0327
-6.96981
-26.9391
-13.3145
Standard
Error
4.090384
39.34931
34.66244
37.94473
36.15614
46.86402
18.57800
15.58187
19.32738
30.52482
17.65516
17.84703
24.85342
17.67466
26.72080
26.41986
t Value Pr > |t|
2.80
2.90
3.23
2.45
2.41
1.39
-0.12
-1.02
-1.37
-1.40
-1.07
-2.39
-0.56
-0.39
-1.01
-0.50
0.0041
0.0029
0.0008
0.0128
0.0147
0.1668
0.9022
0.3112
0.1713
0.1638
0.2907
0.0156
0.5769
0.6970
0.3176
0.6186
58
Lampiran 2. Hasil Estimasi Regresi Model AIDS Tanpa Restriksi Adding Up,
Symmetry, dan Homogeneity (Metode Seemingly Unrelated
Regression)
System Weighted MSE
1.0000
Degrees of freedom
285
System Weighted R-Square
0.3899
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
Model
Dependent Variable
A
w1
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-0.97976
0.053016
-0.03843
0.018743
0.009051
0.003671
0.028460
0.071051
-0.12268
1.166509
0.078162
0.044780
0.096048
0.045217
0.041130
0.034957
0.030262
0.024608
Model
Dependent Variable
t Value
-0.84
0.68
-0.86
0.20
0.20
0.09
0.81
2.35
-4.99
Pr > |t|
0.4045
0.5003
0.3943
0.8460
0.8421
0.9292
0.4189
0.0224
<.0001
B
w2
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
DF
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Parameter
Estimate
1.547456
-0.03371
-0.00966
-0.02471
-0.05552
0.094402
0.045318
-0.21625
0.147225
Standard
Error
t Value
1.860164
0.83
0.124640
-0.27
0.071408
-0.14
0.153162
-0.16
0.072104
-0.77
0.065588
1.44
0.055743
0.81
0.048257
-4.48
0.039240
3.75
Pr > |t|
0.4089
0.7878
0.8929
0.8724
0.4445
0.1555
0.4196
<.0001
0.0004
59
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
Model
Dependent Variable
C
w3
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.255061
-0.04805
0.008171
0.033499
-0.01715
0.005147
-0.09344
0.135850
-0.05368
Standard
Error
t Value
1.686942
0.113033
0.064758
0.138899
0.065390
0.059480
0.050552
0.043763
0.035586
Model
Dependent Variable
0.15
-0.43
0.13
0.24
-0.26
0.09
-1.85
3.10
-1.51
Pr > |t|
0.8804
0.6724
0.9000
0.8103
0.7940
0.9313
0.0697
0.0030
0.1369
D
w4
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
Parameter
DF Estimate
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.797224
0.031072
0.173954
-0.10347
0.068550
-0.10461
-0.01250
-0.13312
0.058933
Standard
Error
t Value
1.749492
0.117224
0.067159
0.144049
0.067814
0.061686
0.052427
0.045386
0.036906
0.46
0.27
2.59
-0.72
1.01
-1.70
-0.24
-2.93
1.60
Pr > |t|
0.6503
0.7919
0.0122
0.4755
0.3164
0.0954
0.8124
0.0048
0.1158
60
The SAS System
The SYSLIN Procedure
Seemingly Unrelated Regression Estimation
Model
Dependent Variable
E
w5
Parameter Estimates
Variable
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lp6
lpy
lx1
Parameter
DF Estimate
1
1
1
1
1
1
1
1
1
-0.04844
0.029475
-0.00428
0.039152
-0.05119
-0.01946
0.003174
-0.00044
0.003400
Standard
Error
t Value
0.345979
0.023182
0.013281
0.028487
0.013411
0.012199
0.010368
0.008975
0.007298
-0.14
1.27
-0.32
1.37
-3.82
-1.60
0.31
-0.05
0.47
Pr > |t|
0.8892
0.2087
0.7483
0.1747
0.0003
0.1162
0.7606
0.9612
0.6431
61
Lampiran 3. Hasil Estimasi Regresi Pendapatan terhadap Total Pengeluaran Buah
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL1
Dependent Variable: lYb
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
DF
Model
Error
Corrected Total
1
64
65
Sum of
Squares
Mean
Square
9.87958
9.33854
19.21812
9.87958
0.14591
Root MSE
0.38199
Dependent Mean
9.20982
Coeff Var
4.14761
F Value Pr > F
67.71
R-Square
Adj R-Sq
<.0001
0.5141
0.5065
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
t Value
Intercept
lYr
1
1
-3.31593
0.97628
1.52297
0.11865
-2.18
8.23
Pr > |t|
0.0332
0.0001
62
Lampiran 4. Hasil Estimasi Regresi Model Pengeluaran dan Kuantitas
(Single Log Equation Model)
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL1
Dependent Variable: vl1
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
Sum of
Squares
166367372
113261273
279628646
Mean
Square
F Value Pr > F
23766767
1952781
1397.41925 R-Square
1418.46269 Adj R-Sq
98.51646
12.17
<.0001
0.5950
0.5461
Parameter Estimates
Parameter
Estimate
Variable
DF
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
-34028
1
262.76813
1 -265.31453
1 -1221.81334
1
-24.13190
1
240.29457
1 3642.97627
1 1928.48801
Standard
Error
t Value
14194
-2.40
973.26249
0.27
535.65833
-0.50
1236.38099 -0.99
510.10766
-0.05
491.75608
0.49
533.17698
6.83
506.26410
3.81
Pr > |t|
0.0198
0.7881
0.6223
0.3272
0.9624
0.6269
0.0001
0.0003
63
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL2
Dependent Variable: vl2
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
Sum of
Squares
Mean
Square
651659
2737434
3389092
93094
47197
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
F Value
1.97
217.24901 R-Square
66.18865 Adj R-Sq
328.22700
Pr > F
0.0745
0.1923
0.0948
Parameter Estimates
Variable
DF
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
Parameter
Estimate
Standard
Error
t Value
Pr > |t|
-24.31109
19.70724
87.35311
-371.83243
-38.07875
-20.94480
244.56290
248.44344
2206.72170
151.30771
83.27582
192.21328
79.30360
76.45058
82.89006
78.70607
-0.01
0.13
1.05
-1.93
-0.48
-0.27
2.95
3.16
0.9912
0.8968
0.2985
0.0579
0.6329
0.7851
0.0046
0.0025
64
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL3
Dependent Variable: vl3
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
Sum of
Squares
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Mean
Square
56892512
52195642
109088154
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
F Value Pr > F
8127502
8999250
9.03
948.64370 R-Square
588.51252 Adj R-Sq
161.19346
<.0001
0.5215
0.4638
Parameter Estimates
Variable
DF
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
Parameter
Estimate
Standard
Error
-33806
9635.91347
87.98449
660.70317
-6.79627
363.63382
315.42800
839.32222
174.84457
346.28864
490.49231
333.83060
2006.41913 361.94934
1608.79683 343.67943
t Value
Pr > |t|
-3.51
0.13
-0.02
0.38
0.50
1.47
5.54
4.68
0.0009
0.8945
0.9852
0.7084
0.6155
0.1472
0.0001
0.0001
65
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL4
Dependent Variable: vl4
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
Sum of
Squares
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Mean
Square
312330
4942967
5255297
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
44619
85224
291.93075
109.61922
266.31348
F Value Pr > F
0.52
R-Square
Adj R-Sq
0.8131
0.0594
-0.0541
Parameter Estimates
Variable
DF
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
Parameter
Estimate
2377.85944
-85.28855
-88.06788
-302.42563
31.18286
114.33253
70.76115
50.84735
Standard
Error
t Value
2965.30664
203.32141
111.90281
258.28872
106.56509
102.73132
111.38444
105.76215
0.80
-0.42
-0.79
-1.17
0.29
1.11
0.64
0.48
Pr > |t|
0.4259
0.6764
0.4345
0.2464
0.7709
0.2703
0.5277
0.6325
66
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL5
Dependent Variable: vl5
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
Sum of
Squares
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Mean
Square
39623768
158018035
197641803
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
5660538
2724449
1650.59047
2677.75944
61.64073
F Value Pr > F
2.08
R-Square
Adj R-Sq
0.0604
0.2005
0.1040
Parameter Estimates
Variable
DF
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
Parameter
Estimate
Standard
Error
1453.49040
-773.33529
-48.19259
-635.12110
-130.98818
595.59602
780.56247
1711.43191
16766
1149.58899
632.70384
1460.37681
602.52414
580.84779
629.77294
597.98424
t Value
Pr > |t|
0.09
-0.67
-0.08
-0.43
-0.22
1.03
1.24
2.86
0.9312
0.5038
0.9395
0.6652
0.8287
0.3094
0.2202
0.0058
67
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL6
Dependent Variable: qn1
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
Sum of
Squares
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
0.63181
0.47099
1.10280
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
Mean
Square F Value
0.09026
0.00812
11.11
0.09011 R-Square
0.09280 Adj R-Sq
97.10043
Pr > F
<.0001
0.5729
0.5214
Parameter Estimates
Variable
DF
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
Parameter
Estimate
-1.17312
-0.06847
-0.02324
-0.09748
-0.00417
0.01471
0.23884
0.12715
Standard
Error
0.91534
0.06276
0.03454
0.07973
0.03289
0.03171
0.03438
0.03265
t Value
-1.28
-1.09
-0.67
-1.22
-0.13
0.46
6.95
3.89
Pr > |t|
0.2051
0.2798
0.5038
0.2264
0.8995
0.6446
0.0001
0.0003
68
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL7
Dependent Variable: qn2
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Sum of
Squares
Mean
Square
0.00992
0.06116
0.07108
0.00142
0.00105
F Value Pr > F
1.34
Root MSE
0.03247 R-Square
Dependent Mean
0.00809 Adj R-Sq
Coeff Var
401.56297
0.2466
0.1396
0.0357
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.27121
-0.00076
0.01586
-0.06463
-0.00480
-0.00633
0.02402
0.02489
Standard
Error
t Value
Pr > |t|
0.32985
0.02262
0.01245
0.02873
0.01185
0.01143
0.01239
0.01176
0.4143
0.9731
0.2078
0.0283
0.6871
0.5820
0.0575
0.0387
0.82
-0.03
1.27
-2.25
-0.40
-0.55
1.94
2.12
69
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL8
Dependent Variable: qn3
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
Sum of
Squares
Mean
Square
0.10398
0.10153
0.20551
0.01485
0.00175
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
F Value Pr > F
8.49
0.04184 R-Square
0.02689 Adj R-Sq
155.60306
0.0001
0.5060
0.4463
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
-1.38891
0.00206
-0.00360
0.01046
0.00816
0.01401
0.09103
0.07391
0.42498
0.02914
0.01604
0.03702
0.01527
0.01472
0.01596
0.01516
0.0018
0.9438
0.8234
0.7785
0.5950
0.3453
<.0001
<.0001
-3.27
0.07
-0.22
0.28
0.53
0.95
5.70
4.88
70
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL9
Dependent Variable: qn4
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
DF
Model
7
Error
58
Corrected Total 65
Sum of
Squares
0.01226
0.11286
0.12511
Mean
Square
0.00175
0.00195
F Value Pr > F
0.90
Root MSE
0.04411 R-Square
Dependent Mean 0.01884 Adj R-Sq
Coeff Var
234.09273
0.5129
0.0980
-0.0109
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.66994
-0.03396
-0.01357
-0.05198
-0.00436
0.02733
0.00635
0.00468
0.44806
0.03072
0.01691
0.03903
0.01610
0.01552
0.01683
0.01598
0.1403
0.2736
0.4255
0.1881
0.7876
0.0836
0.7075
0.7706
1.50
-1.11
-0.80
-1.33
-0.27
1.76
0.38
0.29
71
The SAS System
The REG Procedure
Model: MODEL10
Dependent Variable: qn5
Number of Observations Read
Number of Observations Used
66
66
Analysis of Variance
Source
DF
Model
Error
Corrected Total
7
58
65
Root MSE
Dependent Mean
Coeff Var
Sum of
Squares
Mean
Square
8.24981
19.48973
27.73954
F Value Pr > F
1.17854 3.51
0.33603
0.57968 R-Square
0.95164 Adj R-Sq
60.91373
0.0033
0.2974
0.2126
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter
Estimate
Standard
Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
lp1
lp2
lp3
lp4
lp5
lY
lx1
1
1
1
1
1
1
1
1
0.71836
-0.03146
-0.57526
0.09384
0.04590
0.21009
0.13310
0.52262
5.88815
0.40373
0.22220
0.51288
0.21160
0.20399
0.22117
0.21001
0.9033
0.9382
0.0122
0.8555
0.8290
0.3073
0.5497
0.0157
0.12
-0.08
-2.59
0.18
0.22
1.03
0.60
2.49
Download