PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUAL ISLAMI TERHADAP SIKAP PERMISIF TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA Mulianti Widanarti H. Fuad Nashori Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam IndonesiaYogyakarta Email : [email protected]; [email protected] Abstract This study aimed to determine the effect of Islamicsexual education to permissive behaviour towards teenager premarital sexual behavior. Subject in this research were 30 student of class VIII SMP " X " Sleman, which was divided into two groups the experimental group and control group.The data was collected using The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale, interviews and observations. The research design used was pre post control group design. Analysis of the study were quantitative and qualitative analysis. Quantitative analysis using the Mann Whitney to determine attitude toward premarital sexual behavior after a given Islamic sexual education . The qualitative analysis was done based on observation, interviews and worksheets. The result of analysis, post test Z= - 4.028, P= 0,000 (nilai sig < 0,05) and the follow up the value of Z= - 4.481, P= 0,000 (nilai sig < 0,05). The coclusion of this study is that there is a difference between the control group and the experimental group after the intervention of Islamic sexual education. This is consistent with the result of the calculation of effect size -0,81 meaning Islamic sexual education gives high impact on permissive behaviourtowards teenager premarital sexual behavior. Keywords: Islamic sexual education, permissive behaviour, premarital sexual behavior Besarnya jumlah remaja di Indonesia makin menambah besarnya jumlah permasalahan yang ditimbulkan oleh remaja sebagai akibat dari kompleksnya permasalahan pada masa transisi remaja. Adanya peningkatan dorongan seksual dan perubahan yang alami terjadi pada masa remaja terkadang menimbulkan masalah yang cukup serius. Banyaknya remaja yang terlibat dalam aktivitas seksual sering ditimbulkan sebagai akibat dari sikap permisif, eksperimentasi seksual, dan minimnya informasi yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual sehingga seringkali menimbulkan ancaman terhadap kesehatan reproduksi dan perilaku seksual yang beresiko pada remaja (Haryanto & Suarayasa, 2013). Berkaitan dengan banyaknya populasi remaja saat ini pula, para peneliti banyak yang tertarik menangani permasalahan aktivitas seksual pada remaja (Shaw, 2009). Aktivitas seksual di kalangan remaja mendapat perhatian nasional karena konsekuensi yang ditimbulkan telah menjadi beban sosial yang sangat besar, seperti kehamilan tidak diinginkan pada remaja dan infeksi menular seksual (Wibawanti, 2013) Sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah sudah menjadi kecenderungan pada remaja di berbagai belahan dunia. Mereka seringkali menganggap bahwa berciuman atau bahkan berhubungan seksual sebelum menikah merupakan hal yang wajar untuk dilakukan pada saat pacaran. Sarwono (2010) menyatakan bahwa semakin permisif (serba boleh) sikap remaja, maka makin besar kemungkinan remaja melakukan hubungan seks pranikah. Dalam beberapa tahun terakhir, siswa di SMP X cenderung memiliki sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini terlihat dari gaya pacaran yang dilakukan beberapa siswa. Gaya pacaran yang dilakukan tidak hanya diisi dengan sekedar mengobrol, tetapi sudah pada tahap yang lebih jauh. Beberapa siswa yang diwawancarai, misalnya H, menyatakan bahwa dalam berpacaran perilaku seperti bergandengan tangan dan berciuman adalah hal yang wajar, asalkan tidak sampai terlalu jauh seperti melakukan hubungan seksual. Hal senada juga diungkapkan oleh D dan R. Siswa-siswa kelas VIII ini mengatakan bahwa pacaran yang sehat adalah yang tidak melampaui batas, misalnya hanya berpelukan dan berciuman saja, yang melampaui batas adalah hingga melakukan hubungan intim, karena akan mengakibatkan kehamilan. Selanjutnya B siswa kelas VIII juga berpendapat bahwa berciuman, berpelukan adalah hal yang wajar dalam berpacaran. Hal itu merupakan ungkapan kasih sayang. Adapun alasan dilakukannya perilaku tersebut menurut beberapa siswi adalah sebagai ungkapan cinta kepada kekasihnya, penasaran, dan juga karena kurang mendapat perhatian dari kedua orang tua. Dianawati (2009) mengungkapkan bahwa maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja akhir-akhir ini, antara lain disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas dan benar. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman (yang belum tentu benar), membaca buku-buku porno, melihat gambar-gambar porno dari buku maupun internet, bisa juga dari penjelasan orang tua yang kurang lengkap. Semua pengetahuan yang serba tanggung ini, justru membuat banyak remaja mencoba mencari tahu dengan cara melakukannya sendiri sehingga banyak remaja yang bersikap permisif dalam berperilaku seksual. Selain itu, banyak remaja yang umumnya kurang menyadari akibat yang ditimbulkan dari tindakannya tadi. Dampak yang diakibatkan dari sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah cukup serius, antara lain turunnya kesehatan mental. Hal ini justru karena adanya sikap menyesal, lebih celaka lagi bila hubungan itu menyebabkan kehamilan, perasaan bersalah menghantui mereka, kesehatan mental juga akan menurun. Bahkan, tidak jarang pelaku memilih jalan aborsi , akibat psikososial lainnya adalah ketegangan mental dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba saja berubah jika seorang hamil di luar nikah, dimana seorang pria aka ,menjadi serorang bapak dan wanita seorang ibu padahal keduanya mungkin sama-sama belum siap baik secara jasmani maupun rohani (Rofiah, 2011) Peneliti melihat pendidikan seks sebagai sesuatu yang urgen. Pentingnya pendidikan seks seiring dengan derasnya promosi budaya liberal tentang seks, budaya hidup hedonis dan permisif. Liberalitas budaya terhadap generasi muslim mengakibatkan menurunnya keimanan, sistem etika dan tatanan nilai. Ditutupya informasi tentang seks dengan nilai agama akan mengantarkan anak dalam mencari informasi tentang seks dari sumber yang tidak bertanggung jawab. Dalam Islam, upaya mengatasi kebutuhan seksual sebelum menikah dilakukan secara preventif. Beberapa ayat al-Qur’an dapat dijadikan dasar dalam memberikan pengetahuan tentang masalah seksual. Oleh sebab itu, peneliti memilih untuk menggunakan pendidikan seksual Islami sebagai intervensi dalam penelitian ini. Materi dalam pelatihan ini antara lain adalah pemahaman konsep tentang pendidikan seksual Islami beserta aplikasinya dalam dunia pendidikan untuk menurunkan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Metode yang digunakan dalam pelatihan adalah ceramah interaktif, refleksi, exercise, games, dengan prinsip experiential learning (belajar berdasarkan pengalaman). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada penurunan sikap permisif terhadap perilaku seks pranikah setelah mengikuti program pendidikan seksual Islami. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan menggunakan variabel bebas berupa pendidikan seksual Islami, variabel tergantung berupa sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Rancangan ekperimen yang digunakan adalah pre-post control group design. Pada desain ini, diawal penelitian dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantung pada subjek. Kemudian setelah diberikan perlakuan dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel tergantung pada subjek dengan alat ukur yang sama (Seniati dkk, 2005). Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tabel 1. Rancangan eksperimen Kelompok Prates Perlakuan Pascates Tindak lanjut KE Y1 X Y2 Y3 KK Y1 - Y2 Y Keterangan : KE : Kelompok Eksperimen KK : Kelompok Kontrol Y1 : Pengukuran Prates Y2 : Pengukuran Pascates Y3 : Pengukuran Tindak Lanjut X : Perlakuan Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah 30 orang siswa SMP”X” Sleman. Partisipan penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang memiliki usia antara 12 – 15 tahundan beragama Islam. Sebanyak 15 siswa masuk kelompok eksperimen dan sebanyak 15 siswa masuk kelompok control. Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang akan dianalisis secara kuantitatif, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalahThe Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale. Data untuk analisis kualitatif diperoleh berdasarkan hasil observasi partisipan selama mengikuti pendidikan seksual Islami, data lembar-lembar kerja yang diberikan, dan data evaluasi partisipan setelah mengikuti pendidikan seksual Islami. The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale pada penelitian ini dibuat untuk digunakan sebagai alat ukut mengungkap sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah siswa. The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scaleterdiri dari 12 pernyataan. Setiap pernyataan yang mengacu salah satu dari tiga perilaku seksual yaitu berciuman, petting dan berhubungan seksual yang dilakukan dalam keadaan emosional tertentu (bertunangan, jatuh cinta, perasaan kasih sayang yang kuat, tidak merasa sayang) (Walton,2005). Intervensi Intervensi yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pendidikan seksual Islami yang akan dilaksanakan satu kali pertemuan yang terdiri dari 5 sesi, dimana setiap sesi membutuhkan waktu kurang lebih 60-70 menit. Kelompok eksperimen akan mendapat pendidikan seksual Islami terlebih dahulu, didahului prates, kemudian dilakukan pengukuran pascates dan tindak lanjut dengan menggunakan The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale. Sementara itu kelompok control bertindak sebagai waiting list. Mereka diberi perlakuan setelah semua pengukuran, baik prates, pascates, Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis data kuantitatif yang digunakan untuk menguji data-data yang diperoleh dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis Uji MannWhitney. Analisis data ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pendidikan seksual Islami terhadap sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah pada siswa kelas VIII SMP “X” Yogyakarta Analisis secara kualitatif.Analisis kualitatif dilakukan secara individual dan bertujuan untuk menjelaskan prosesproses pendidikan seksual Islamiyang dialami masing-masing individu.Analisis ini dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh dari observasi yang dilakukan terhadap partisipan selama mengikuti pendidikan seksual Islami data lembarlembar kerja yang diberikan dan data evaluasi partisipan setelah mengikuti pendidikan seksual Islami. HASIL PENELITIAN Deskripsi Partisipan Ada perbedaan skor The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale pada setiap pengukuran. Hal ini terlihat dari table di bawah ini : 40 35 30 25 20 15 10 5 0 prates pascates tindak lanjut subjek 1 subjek 3 subjek 5 subjek 7 subjek 9 subjek 11 subjek 13 subjek 15 maupun tindak lanjut, sudah selesai. Hal ini bertujuan agar terlihat perbedaan pada kelompok eksperimen pasca perlakuan dan kelompok kontrol yang belum mendapat perlakuan saat dilakukan pengukuran The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale. Grafik 1.Perbandingan skor The ReissPremarital Sexual Permissiveness scale siswa sebelum pelatihan, setelah pelatihan dan enam minggu setelah pelatihan. Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian Subjek Kelompok Eksperimen Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4 Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8 Subjek 9 Subjek 10 Subjek 11 Subjek 12 Subjek 13 Subjek 14 Subjek 15 Kelompok Kontrol Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Subjek 4 Subjek 5 Subjek 6 Subjek 7 Subjek 8 Subjek 9 Subjek 10 Subjek 11 Subjek 12 Subjek 13 Subjek 14 Subjek 15 Pra tes Kategori Pascates Kategori Tindak lanjut Kategori 27 34 24 23 30 35 30 25 27 25 22 24 27 26 30 S S S R S S S S S S S S S S S 21 23 19 22 17 17 22 21 17 17 19 17 22 17 17 R R R R R R R R R R R R R R R 16 22 14 14 12 22 20 14 15 14 18 13 20 14 12 R R R R R R R R R R R R R R R 33 32 33 25 24 24 24 24 23 22 23 23 26 27 26 S S S S S S S S R R R R S S S 27 27 29 28 23 21 26 28 23 21 23 22 26 26 22 S S S S R R S S R R R R S S R 28 28 30 27 22 22 27 27 22 22 24 22 27 27 22 S S S S R R S S R R S R S S R Angka pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen terjadi penurunan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah yang lebih rendah pada pengukuran setelah diberikan pendidikan seksual islami (pascates) maupun enam minggu setelah pendidikan seksual islami (tindak lanjut). Hasil Analisis Kuantitatif Setelah dilakukan uji normalitas diperoleh data tidak berdistribusi normal. Dengan demikian maka analisis hasil dilakukan dengan uji mann-whitney. Priyatno (2012) mengatakan uji mannwhitney ini digunakan untuk menguji perbandingan dua rata-rata kelompok sampel yang independen. Analisis ini termasuk non parametrik sehingga tidak mensyaratkan data berdistribusi normal. Dari data pascates The Reiss Premarital Sexual Permissiveness scale siswa diketahui nilai Z= -4.028 dengan p= 0,000 (nilai sig < 0,05). Hal ini berarti hipotesis diterima yaitu ada perbedaan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen pada saat prates (2 minggu setelah pendidikan seksual Islami). Kemudian sikap permisif terhadap perilaku seksual dilihat lagi hasilnya enam minggu setelah pelatihan (tindak lanjut) diketahui nilai Z= -4.481 dengan p= 0,000 (nilai sig < 0,05) yang berarti hipotesis diterima yaitu ada perbedaan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah pada saat tindak lanjut. Seberapa jauh efektivitas pendidikan seksual Islami yang diberikan kepada kelompok eksperimen dalam menurunkan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah dapat diketahui melalui ukuran effect size. Effect size merupakan ukuran mengenai besarnya efek suatu variabel pada variabel lain, besarnya perbedaan maupun hubungan, yang bebas dari pengaruh besarnya sampel. Variabel-variabel yang terkait biasanya berupa variabel respon, atau disebut juga variabel dependen. Effect size juga dapat dianggap sebagai ukuran mengenai kebermaknaan hasil penelitian dalam tataran praktis (Santoso, 2010). Kriteria yang diusulkan oleh Cohan (Santoso, 2010) besar kecilnya ukuran efek yaitu : 0 < d < 0,2 efek kecil 0,2 < d <0,8 efek sedang d > 0,8 efek besar Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh Es = -0,73 (pada saat dilakukan pengukuran pasca tes) dan Es= -0,81 (pada saat dilakukan pengukuran tindak lanjut). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan seksual Islami memberikan pengaruh yang sedang terhadap penurunan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah (pada pengukuran pascates), dan memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah (pada saat tindak lanjut). PEMBAHASAN Pendidikan seksual islami adalah sebuah kegiatan terencana yang bertujuan untuk menurunkan sikap permisife terhadap perilaku seksual pranikah. Adapun isi dari pendidikan seksual islami mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Ulwan (2012), Madani (2003), dan Miqdad (2001) Pendekatan pelatihan dipilih karena pelatihan merupakan suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah aspek kognitif, afektif serta keahlian (Kikpatrick, dalam Salas dkk, 2001).Pendidikan seksual islami dirancang berdasarkan teori experiental learning yang menyatakan bahwa pelatihan mampu mengubah struktur kognitif, sikap serta ketrampilan yang dimiliki peserta. Salah satu kelebihan pelatihan adalah dalam pelatihan individu tidak belajar seorang diri akan tetapi belajar dalam suatu kelompok, karena pelatihan diikuti oleh lebih dari satu peserta. Diterimanya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menggambarkan bahwa pendidikan seksual islami mempengaruhi sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja. Dapat diartikan semakin remaja tidak mempunyai pengetahuan yang baik tentang pendidikan seksual islami akan memiliki sikap permisive terhadap perilaku seksual pranikah. Hal ini sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Zelnik dan Kim (Rofiah, 2011). Berdasar hasil penelitian tersebut didapatkan simpulan bahwa remaja yang mendapat pendidikan seks, tidak cenderung lebih sering melakukan hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapat pendidikan seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki. Selanjutnya penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hunaida (2003) bahwa aplikasi pendidikan seks islami dapat mengeliminasi beberapa penyimpangan seksual serta penanaman kebiasaan yang bermanfaat. Pada pendidikan seksual islami ini menggunakan metode yang diungkapkan oleh Ulwan (2012), yaitu penyadaran, peringatan dan pengikatan. Pada sesi pertama dilakukan penyadaran kepada peserta bahwa mereka adalah remaja muslim yang telah memasuki usia aqil baligh. Sebagai remaja yang telah memasuki usia akil baligh, mereka memiliki kewajiban-kewajiban agama yang harus dilakukan dan ditaati. Untuk memudahkan penerimaan remaja terhadap aturan –aturan yang harus dilaksanakan pada saat memasuki usia aqil baligh, maka terlebih dahulu ditumbuhkan suatu kebanggaan terhadap diri mereka, yaitu identitas mereka sebagai remaja muslim. Hal yang pertama dilakukan dalam pendidikan seksual islami ini adalah dengan memberikan gambaran profil remaja muslim berprestasi. Profil dari remaja muslim tersebut adalah seorang muslimah yang ideal, di mana memiliki ketaatan dalam beribadah, berprestasi, rajin, berbakti kepada kedua orang tua dan memiliki kegiatan-kegiatan positif yang dapat meningkatkan kualitas dirinya. Selain itu, trainer juga memaparkan tentang ilmuwan-ilmuwan muslim, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan sebagainya. Selain itu, trainer juga menerangkan Allah yang maha hebat, Al quran yang luar biasa. Yang kedua yaitu tahapan “peringatan”. Metode peringatan ini merupakan metode positif terbesar dalam rangka mencegah anak berbuat keji dan mungkar. Metode ini memberikan gambaran kepada anak tentang hakekat bahaya yang muncul dari hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan oleh anak dan akan tergelincir di dalam kegiatan hedonisme. Dalam pendidikan seksual Islami ini, peserta diberikan gambaran mengenai akibat-akibat yang ditimbulkan dari adanya perilaku seksual pranikah.Selain itu diberikan gambaran kasus tentang perilaku seksual pranikah beserta dampaknya. Selanjutnya tahapan “pengikatan”, yaitu peserta diberikan pemahaman tentang adab bergaul dan disertai dengan mengajarkan bagaimana mengendalikan hawa nafsu. Di sini juga diajarkan terapi doa untuk mengendalikan hawa nafu tersebut. Upaya pengenalan pendidikan seksual islami pada siswa dilakukan dengan pendekatan pelatihan.Pendekatan pelatihan dipilih karena pelatihan merupakan suatu metode pembelajaran yang bertujuan untuk mengubah aspek kognitif, afektif serta hasil ketrampilan atau keahlian (Kikpatrick dalam Salas dkk, 2001). Johnson dan Johnson (2001) menyatakan bahwa metode pelatihan berdasarkan prinsip experiental learning, yaitu bahwa perilaku manusia terbentuk berdasarkan hasil pengalaman yang terlebih dahulu dimodifikasi untuk menambah efektivitas dan semakin lama perilaku menjadi suatu kebiasaan dan berjalan dengan otomatis serta individu semakin berusaha memodifikasi perilaku yang sesuai dengan situasi. Pada pendidikan seksual islami didasarkan pada prinsip pembelajaran experiential learning. Experiential learning sendiri ada lima tahapan, yaitu experiencing, publishing, processing, generalizing dan applying (Aryani & Supriyanto, 2003). Pendidikan seksual Islami untuk mengubah sikap permisive subjek terhadap perilaku seksual pranikah, tahapan pertama experiencing yaitu di mana indvidu atau kelompok melakukan aktivitas. Pada pendidikan seksual islami ini peserta melakukan beberapa aktivitas, seperti menganalisis sebuah kasus, yaitu subjek diminta untuk menganalisis kasus tentang perilaku seksual pranikah. Setelah melakukan analisis peserta diminta untuk mempresentasikan apa yang telah ditulisnya. ada tahapan ini subjek sudah masuk pada tahapan publishing. Pada tahap ini subjek mengemukakan apa yang ia pikirkan dan rasakan setelah membaca kasus tersebut, langkah apa yang akan ia lakukan saat berada pada posisi tokoh dalam cerita tersebut. Setelah itu peserta akan masuk pada tahapan processing di mana peserta saling memberikan masukan antar sesama peserta dari hasil diskusi pada presentasi. Akhirnya peserta akan saling mengambil sisi positive sesama peserta lain. Tahapan selanjutnya, yaitu generalizing di mana peserta melihat pengalaman mereka, dan bagaimana hal itu dapat digunakan. Peserta di sini mengkaitkan cerita pada kasus tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Peserta mulai mengungkapkan perasaannya mengenai permasalahannya yang dihadapi pada kehidupan sehari hari. Semua peserta diberi kesempatan untuk berbicara dan saling memberi tanggapan dan masukan kepada peserta lain. Di sini peserta mendapatkan umpan balik yang positif dari peserta yang lain. Rose (Musyafik, 2005) menjelaskan bahwa umpan balik adalah proses memberikan kesempatan pada individu untuk memberikan informasi, observasi dan kesan tentang penampilan seseorang atau sikap umum dalam kehidupan senyatanya atau dalam suatu permainan peran. Peserta diharapkan menyadari perilakunya dan memperbaiki ke arah yang lebih baik. Goldstein (Musyafik, 2005) menyebutkan bahwa umpan balik bertujuan agar klien atau subjek mengetahui bagaimana ia mengikuti langkah-langkah yang diajarkan, pada saat dia keluar dari langkah tersebut dan pada saat ia melakukan langkah-langkah dengan baik. Selain itu umpan balik deberikan untuk mengeksplorasi pengaruh psikologis melalui permainan peran dan memberi dorongan pada klien untuk mencoba perilaku baru yang didapatkan selama perlakuan pada situasi kehidupan nyata. Tahapan akhir adalah applying. Trainer membantu peserta menerapkan apa yang sudah digeneralisasi pada tahap sebelumnya ke dalam keadaan nyata. Pada tahap ini trainer mulai mengerucutkan pendapat-pendapat peserta dan membuatnya menjadi satu harapan kecil yang ingin dicapai bersama. Di sini peserta mulai membuat action plan (komitmen pada diri) mereka kemudian menuliskan dan membacakannya. Peserta melakukan komitmen dan perilaku mereka yang baru saat sudah berada diluar pelatihan, sehingga setelah dua minggu pelatihan dilakukan pengukuran kembali. Pendidikan seksual islami memberikan beberapa manfaat bagi peserta, antara lain siswa memiliki ketrampilan untuk menjaga diri mereka dalam bergaul dengan lawan jenis, memiliki kebanggaan sebagai remaja muslim sehingga memudahkan mereka untuk bisa menerima aturan-aturan yang ada dalam al quran, menambah keinginan untuk lebih rajin dalam beribadah, dan dapat membentengi diri dari pengaruh negatif terutama seks pranikah. Penurunan sikap terhadap perilaku seksual pranikah yang terjadi dalam penelitian ini dikarenakan pendidikan seksual islami mengajarkan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah dan akibat-akibat yang ditimbulkan.Faktor yang mendukung keberhasilan pemberian pendidikan seksual islami adalah modul materi yang diberikan kepada siswa disusun secara sistematik dan menarik sehingga mempermudah subjek dalam memahami materi.Disamping itu, pelatih dapat menyampaikan materi pelatihan dengan jelas dan dapat dimengerti oleh siswa. Pengalaman, penguasaan materi, kualitas interpersonal yang baik dan kerja sama antara trainer dan tim pelatihan merupakan modal utama dalam menjalankan pelatihan dengan baik. Trainer mampu memimpin pelatihan dengan baik, mampu menumbuhkan suasana keterbukaan dan keakraban diantara peserta, mampu menjelaskan materi dengan bahasa yang mudah dipahami peserta, sehingga menimbulkan rasa ketertarikan dan rasa butuh peserta terhadap pendidikan seksual islami.Suasana keakraban yang sudah dibangun dari awal pendidikan seksual islami memberikan dampak positive bagi peserta sehingga membuat suasana hangat dan keakraban antara peserta dan trainer tumbuh. Ketertarikan peserta terhadap materi yang disampaikan oleh trainer menimbulkan rasa ingin tahu sehingga peserta sadar akan pentingnya pendidikan seksual islami. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan seksual islami dalam penelitian ini dapat mengurangi sikap permisife siswa di SMP X. Hal ini dapat dilihat dari adanya sikap hati-hati siswa dalam berinteraksi dengan lawan jenis, siswi perempuan lebih rapi dalam mengenakan hijabnya. Berdasarkan analisis kualitatif didapatkan bahwa siswa mendapatkan beberapa manfaat selama melakukan pendidikan seksual islami seperti, memiliki kebanggaan sebagai remaja muslim, mengetahui kewajibankewajiban yang harus dilakukan saat memasuki usia akil baligh, mengetahui tentang perilaku seks bebas dan akibatnya, bagaimana menjaga pergaulan dan membuat action plan dari pendidikan seksual yang sudah dilakukan Rekomendasi Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa pendidikan seksual Islami memberikan sumbangan efektif yang besar terhadap penurunan sikap permisife siswa terhadap perilaku seksual pranikah, sehingga pihak sekolah dapat menggunakan pendidikan seksual Islami sebagai solusi dari permasalahan yang ada di sekolah. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat dijadikan dasar ilmiah untuk kajian program pelatihan pendidikan seksual Islami dalam suatu usaha preventif dan juga usaha menurunkan sikap terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja muslim.Pendidikan seksual Islami dapat ditetapkan sebagai pegangan pada siswa muslim yang memiliki sikap permisif terhadap perilaku seksual pranikah Melihat dampak positif dari pendidikan seksual Islami, maka diharapkan pendidikan seksual Islami ini dapat terus diimplementasikan dan dikembangkan di ranah pendidikan. Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian ulang (replikasi penelitian) atau dengan subjek yang berbeda dan lebih memperhatikan kepada waktu, misalnya dengan menambah waktu jam pelatihan agar permasalahan siswa lebih terperinci dan dapat terungkap dengan jelas Peneliti selanjutnya juga dapat melakukan penelitian ulang dengan tema yang sama, dan dengan modul yang berbeda. Yaitu modul yang dapat digunakan oleh semua kalangan (semua agama). DAFTAR PUSTAKA Ariyani, D., & Supriyanto, S. (2003). Peningkatan efektivitas tim kerja asuhan keperawatan melalui metode arung alam. Jurnal Administrasi, Kebijakan, Kesehatan 1 (3), 140145 Dianawati, A. (2009). Pendidikan seks untuk remaja.Jakarta : Kawan Pustaka. Haryanto, R., & Suarayasa, K. (2013).Perilaku seksual pranikah pada siswa SMA Negeri 1 Palu.Jurnal Academica. 5, 11181125 Hunaida, W. 2003. Pendidikan seks bagi remaja di MAM 02 Banyutengah Panceng Gresik.Surabaya : Pasca sarjana Johnson, D.W, & Johnson, F.P. (2001).Joining together: group theory and group skills.Boston: Allyn & Bacon. Madani, Y. (2003). Pendidikan seks untuk anak dalam islam. panduan bagi orang tua, ulama, guru dan kalangan lainnya. (Irwan Kurniawan). Jakarta : Pustakan Zahra Miqdad, A.A.A. (2001) .Pendidikan seksualitas bagi remaja : menurut hukum Islam.Yogyakarta : Mitra Pustaka Musyafik, M. (2005). Peningkatan efikasi diri melalui pelatihan outbond pada mahasiswa tingkat awal. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Priyatno, D. (2012). Belajar praktis analisis parametrik dan non parametrik dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. Rofiah. (2011). Pelatihan pendidikan seks berdasarkan teori kontrol diri dari Everil untuk mengurangi sikap permisif remaja dalam berpacaran. Tesis. (tidak diterbitkan). Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta Salas, E., Fowlkes, J. E., Stout, R. J., Milanovich, D. M., Prince, C. (2001). Does CRM training improve teamwork skills in the cockpit? : two evaluation studies. The Journal of the Human Factors and Ergonomics Society, 41 (2), 326-343. Santoso, A. (2010). Studi deskriptif effect size penelitian-penelitian di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Darma.Jurnal Penelitian, 14,1 Sarwono, S.W. (2010). Psikologi remaja.Jakarta : PT . Raja Grafindo Persada Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi,B.N. (2011). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Tunas Jaya Lestari. Ulwan, N.A. (2012). Pedoman pendidikan anak dalam Islam.Semarang : Asy-syifa’ Walton,M.D. (2005). Differences among athletes and non-athletes in sex role orientation and attitudes towards women: comparing results from 1982 and 2005. Electronic Theses and Disertations : The University of Maine, Digital Commons@Umaine Wibawanti, P. (2013). Efektivitas program kesehatan reproduksi melalui ceramah oleh guru terhadap peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap permisif terhadap seks pranikah pada siswa SMP. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Universitas Gajah Mada