STT]DI PERTINTTIKAI\I LAHAN SISTEM PERTAI\IIAN BERDASARKAI\ KELAS KEMAMPUAI\I LAHAN DI KECAMATAI\I BESULUTU Oleh: Djafor Meyt) ABSTRACT The study was conducted in Besulutu, a sub-district in Konawe, Sulawesi Tenggara. The study done using a survey method and analytical approach was intended to observe the agricultural systems based on their soil classes. Intensive observations were done on the randomly spanned spots. A field map with a scale of 1:50.000 was used. Detail soil characteristics were determined on each spot. The data were evaluated based on their soil classes and agricultural utilizations. The results showed that 0.54% (60.35 ha) of the study area were used for planting annual crops; (649.04 5.83% ha) for perennial crops mixed with staple food crops, 8.68 % (965.42 ha) for multi-cropping systems of staple food crops, 10.42o/o (1,159.54 ha) for mixed perennial crops combined with pasture crops, 19.03 % Q,116.96 ha) for mixed perennial crops combined with staple food crops, 23.12% (2,571.60 ha) for mixed perennial crops followed by soil conservation, 12.67 Vo ( 1,409.18 ha) for agroforestry, and 17.49 %" (1,945.53 ha) for soil conservation, respectively. Key words : agricultural system, soil feasibilitl PENDAHT'LUAI{ Penggunaan lahan pertanian di Sulawesi Tenggara dibedakan atas lahan sawah (* 90.000 ha) dan lahan kering (+ ha), Jenis komoditi yang dikembangkan yaitu : (a) tanaman pangan 3.600.000 (padi sawah ladang jagun& ubi kayu, ubi kacang-kacangan, dll.), (b) sayursa)ruran (bawang, kubis, kentang, sawi, dll.), (c) buah-buahan (mangga, rambutan, langsal jeruk, durian, papay4 pisan& dll.), (d) tanaman perkebunan (kelapa" hibrida kopi cengkeh, kakao, jambu mete, kapas, kemirio lada" jahe, vanili, sagrq dll.) (Ginting, 2007). jalar, Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe mempunyai luas wilayah ll.126 ha dan jumlah penduduk 9.240 jiwa (BPS, 2006), masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, dibuktikan dengan luasan pemanfaatan lahan untuk pertanian tegalan dan kebun campuran seluas 5.148,31 ha (46,27%) dari total luasan Kecamatan Besulutu, dengan sistem tebas-tebang-bakar saat membuka lahan baru (ekstensifikasi). Pada awal digunakan tanahnya masih subur sehingga ditanami tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Tetapi setelah tanatrnya kurang subur, mulai ditanami tanaman perkebunan seperti kakao, lada, cengkeh, jambu mete dan lain-lain. t) Snf fengaiar P& Penggunaan lahan saat ini tidak sesuar lagi dengan kemampuan lahannya, seperti usaha pertanian dilakukan pada lahan berlereng curam (bergelombang dan berbukit), pengelolaannya tidak memperhatikan kaidahkaidah konservasi tanah dan air, sehingga berpeluang terjadinya erosi, penurunan produktivitas lahan akibat ntsaknya fungsi tanah. Studi ini bertujuan untuk mengkaji peruntukan lahan sistem pertanian berdasarkan kemampuan lahannya di Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe. Studi ini menggunakan metode survei dengan pola pendekatan analitik (analytical approach), pengamatan intensif dilakukan pada setiap satuan lahan yang menjadi sampel area, dengan jarak observasi survei bebas (free survey). Peta kerja lapang dibuat dalam bentuk Peta Satuan Lahan skala : 50.000, dengan I cara tumpang susun antara : TopograffiBl, Peta Geologi, Peta Peta Jenis Penggunaan Tanah, dan Peta sehingga diperoleh 14 satuan Tanah, Peta Administrasi lahan. Deskripsi karakteristik lahan (external qnd internol soil characterisfl'cs) secara detail dilakukan dengan membuat titik observasi boring pewakil. Data yang dikumpulkan adalah kemiringan lereng, kedalaman efektif tanah, drainase, kerikiUbatuan permukaan, dan bahaya banjir. Sedangkan data yang dianalisis di Laboratorium adalah tekstur tanah (metode hrntsan Agroubotogi Fafultos Pertsnian (Jniversitas Halualeo, Kendori 135 136 pipet), permeabilitas tanah (metode double ring), dan salinitas metode (kandubivimeter). Data iklim dicatat di Stasiun Iklim Dinas Kimpraswil hovinsi SLJLTRA Pencatatan (1997-2007). Data yang dikumpulkan tersebut selanjuhya dievalnasi pada setiap satuan lahan dengan kriteria kelas kemampuan lahan, selanjutnya menjadi bahan kajian dalam menentukan arahan perencanaan sistem pertaniannya. Konsep Lahan dan Sistem Pertanian Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, topografi, tanah, hidrologi dan vegetasi dimana pada batasbatas tertentu mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan, termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusi4 baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (land scape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik, termasuk topografi (reliefl hidrologi bahkan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial berpengaruh terhadap p€nggunaan lahan (FAO,1976 dalam Djaenuddin dan Basuni, 1994\. Seiring dengan pesatnya pembangunan, pertumbuhan penduduk juga meningkat yang berimplikasi pula pada peningkaan pemenuhan kebutuhan pangan, sehingga setiap daerah dituntut untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi sumberdaya lahannya s@ara optimal untuk mendukung dan mengembangkan sektor pertanian yang tangguh dan handal sehingga mampu menjamin stabilitas sistem pertanian dan kelangsungan produktivitas yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk tanpa mengabaikan prinsipprinsip kelestarian lingkungan (Ginting, 2007). Pemanfaatan sumberdaya lahan guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk tersebut menyebabkan tedadinya tekanan terhadap sumberdaya lahan, seringkali melebihi daya dukungnya sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Untuk mengurangi terjadinya degradasi lahan dalam upaye menunjang pembangunan pertanian yang berkelanjutan, dan maka sebelum lahan itu diusahakan perlu dilakukan evaluasi berdasarkan kemampuannya. Evaluasi lahan sesuai dengan kemampuannya akan sangat membantu dalam perencanaan lahan dan penerapan sistem pertanian yang efektif dan berkelanjutan. Evaluasi lahan merupakan suatu proses pendugaan keragaan Qterformance) lahan apabila lahan digunakan untuk tujuan tertentu atau memprediksi keragaan lahan mengenai keuntungan yang diharapkan dari penggunaan lahan dan kendala pengguna:ilr lahan yang produktif serta degradasi lingkungan yang diperkirakan akan terjadi karena penggunaan lahan (Rayes,2006). Optimalisasi sumberdaya lahan dalam rangka mengembangkan sistem pertanian diperlukan pengelolaan menyeluruh dalam keseimbangan yang saling melengkapi dan mampu mensinergikan potensi tanah, tanaman dan lingkungannya yaitu antara lain mengenal karakteristik biofisik tanah, (l ) (2) menjaga dan meningkatkan tingkat kesuburan tanah melalui pemeliharaan proses biologi tanah yang berhubungan erat dengan siklus unsur hara alami dan indikator kesuburan tanah lainny4 (3) mengendalikan kerusakan tanah, dan (4) mengantisipasi pengaruh keragaman afrnosfer seperti iklim (Agussalim dan Amiruddin, 2007). Untuk mencapai pembangunan pertanian yang dapat memberikan hasil yang cukup tinggi bagi pertanian dalam jangka pendek tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dalam jangka panjang, diperlukan penerapan teknologi sistem usaha tani konservasi untuk membangun pertanian menjadi industri yang lestari berdasarkan pengembangan sistem pengelolaan lahan dan tanaman yang ekonomis dalam jangka pendek dan dapat mempertahankan produktivitas lahan yang cukup tinggi dalam waktu yang tidak terbatas (Sinukaban, 1995). Hadadi (2002) menyatakan bahwa sistem pertanian di Indonesia terdiri dari; (l) Sistem ladang merupakan sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem peralihan dari tahap budaya pengumpul ketahap budaya penanam. 'Pengolahan tanahnya sangat minimum, produktivitas tergantung pada ketersediaan lapisan humus yang ada, yang terjadi karena sistem hutan. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti padi ladang, jagung, atau umbi umbian. (2) - Sistem tegal pekarangan, berkembang di lahan-lahan kering yang jauh dari sumbersumber air yang cukup. Sistem ini di usahakan orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu, walaupun demikian AGRIPLAS,VoIUme 79 Nomor 02Mei zUE, ISSN08*0U8 tingkatan 137 pengusahaannya rendah. Pengelolaan tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman yang diusahakan terutama tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan. (3) Sistem sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan tembakau menggunakan sistem sawah. (4) Sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negar4 berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor yang mulai dengan bahan-bahan ekspor seperti kareg kopi, teh dan coklat yang merupakan hasil utama. Konsep Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi kesesuaian/kemampuan lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe p€nggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001). Jika suatu lahan memiliki sedikit faktor pembatas, maka kemampuannya akan tinggi dan penggunaan lahan untuk pertanian semakin luas dan akan memberi hasil yang memuaskan (Sitorus, 1996). Klasifikasi kemampuan lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian s@ara umum tanpa menjelaskan peruntukan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakantindakan pengelolaannya" dengan tujuan untuk mengelompokkan lahan yang dapat diusahakan bagi pertanian (arable hnA berdasarkan potensi dan pembatasnya agar dapat berproduksi secara berkesinambungan (Rayes, 2006). Skema klasifikasi kemampuan lahan sebagaimana disajikan pada Tabel l Kelas I : Tanah kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar, dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usahatani tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produltivitas tanah dan tanaman (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Walaupun tanah kelas I tidak mempunyai faktor penghambat, tetapi untuk mempertinggi produktivitas lahan maka dapat dilakukan usaha-usaha lain seperti pengapuran, penggunaan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau, penggunaan sisa-sisa tanaman dan pupuk kandang serta pergiliran tanaman (Arsyad, 2000). Tanah kelas II mempunyai penghambat yang dapat mengurangi pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, seperti pengelolaan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, pembuatan guludan, disamping tindakantindakan pemupukan. Faktor penghambat tanah kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari pengaruh berikut: (l) lereng yang landai (gentle slope), (2) kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah agak kurang ideal, (4) Kelas tr : baik, (5) sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau banjir, (7) drainase yang buruk (Wetness)yang mudah diperbaiki dengan saluran drainase, struktur tanah agak kurang dan (8) iklim sedikit (Hardjowigeno menghambat dan Widiatmaka, 2001). Penggunaan lahan pada kelas ini memerlukan tindakan-tindakan pengawetan yang ringan seperti pengelolaan tanah menurut kontur, penanaman dalam jalur (strip cropping), pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah dan pupuk hijau, guludan p€ngapuran (Sitorus, 1996) AGRIPLUS,VaIune 79 Nomot 02Mei 2Ut9' I*SN0854'0U8 dan 138 Tabel l. Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan. Intcnsitas dar pilihan p€ngguram rn€ningkaf Kelas kemampuan lahan cag.u Huten alam Hambatan ---+ Perianian Penggembalan Terbatas sedang intensif Terbetas iedang lntcnsif Sangat intensif I meningkat Kescsuaian T I dan pilihan Pengguna an Lahan Berkurang I Y I I I I \ \ \ I \ I I \ I I I Sumber: Hardjowigeno dot Widiatmaka, 2001. Kelas m : Tanah kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus, atau keduaduanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu dilakukan antara lain adalah penanaman dalam pembuatan teras, pergiliran rfip, tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanam tersebut lebih lama, disamping usatra-usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. Faktor penghambat kelas II adalatt salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (l) lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup bera! (3) sering tergenang air, (4) permeabilitas untuk tanah sawah sangat lambat, (5) masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, (6) dangkal, (7) daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanatl rendah dan tidak mudah diperbaiki, (9) salinitas atau Na sedang, (10) penghambat iklim sedang. Tanah yang berdrainase agak buruk dengan permeabilitas lambat perlu perbaikan drainase. Perlu pemilihan pola tanam yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi mudah diolah. Untuk mencegah pelumpuran dan meningkatkan permeabilitas tanah, perlu dilakukan penambahan bahan organik, disamping tidak mengolah tanah pada waktu basah (Hardowigeno dan Widiatmaka, 2001). Ditambahkan oleh Arsyad (2000) menyatakan bahwa tanafi pada lahan kelas III ini dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka margasatwa. w : Tanah kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, Kelas memerlukan pengelolaan yang sangat berhati- AGRIPLAEYoIUne 79 Nomot 02Mei 2009, ISSN08544ng 139 hati, atau kedua-duanya. Penggunaan tanah kelas [V sangat terbatas karena salah satu atau kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng curam, (2) kepekaan erosi besar, (3) erosi yang telah terjadi berat, (a) tanah dangkal, (5) daya menahan air rendah, (6) sering tergenang air (banjir) yang menimbulkan kerusakan berat (7) drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase, (8) salinitas atau Na agak tinggi, (9) penghambat iklim sedang. Pada tanah yang berlereng cunaln, bila digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pembuatan teras atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah atau ternak atau pupuk hijau selama 3 sampai 5 tahun. Untuk tanah yang berdrainase buruk, perlu membuat saluran-saluran drainase (Hardjowigeno dan Widiatmaka" 2001). Sitorus (1998) mengemukakan bahwa tanah pada kelas IV ini dapat dipergunakan untuk tanaman semusim pada tanaman, atau tanaman pertanian pada umumnya dengan usaha-usaha pengawetan yang sulit tanaman rumpul hutan produksi, padang pengembalaan hutan lindung dengan suaka alam. Kelas V : Tanah kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat ini. membatasi Akibatny4 tanah ini hanya cocok untuk tanaman rumpu ternak secara perrnanen atau dihutankan. Tanah ini datar, akan tetapi mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (l) drainase yang sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebar{iran, (3) berbatu-batu dan (4) penghambat iklim cukup besar. Sebagai contoh tanah kelas V ini adalah: (a) tanah di lembah-lembah yang sering kebanjiran sehingga tanaman tidak dapat berproduksi secara normal, (b) tanah datar dengan musim tumbuh yang pendek, (c) tanah datar yang berbatu, (d) daerah yang tegenang yang tidak cocok untuk tanaman pertanian tetapi cocok untuk rumput atau pohon-pohonan. Sitorus (1996) menyatakan bahwa tanah dalam kelas V ini tidak sesuai untuk tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami dengan vegetasi perrnanen seperti tanaman pakan penggunaan lahan ternak atau dihutankan. VI : Tanah kelas Vl mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput pakan ternak atau dihutankan. Kelas AGRIPLUS, Volume 19 l{omor Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Bila dihutankan, penebangan kayu harus Bila dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Tanah ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu: (l) lereng sangat curam, (2) bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5) drainase sangat buruk atau tergenang (6) daya menahan air rendah, (7) salinitas atau kandungan Na tinggi, dan (9) penghambat iklim besar. Ditambahkan pula oleh Arsyad (2000) lahan kelas VI pada peta klasifikasi kemampuan lahan biasanya diberi warna selektif. orange. VII : Tanah kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan Kelas hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan. Faktor penghambatnya lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut: (l) lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5) drainase terhambat (6) salinitas atau Na sangat tinggi, dan (7) iklim sangat menghambat (Hardjowigeno dan Widiatmakq 2001). Arsyad (2000) mengemukakan lahan kelas VII tidak cocok untuk budidaya pertanian. Jika dipergunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat. Tanah-tanah kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika dipergunakan untuk tanaman pertanian harus dibuatkan teras bangku yang ditunjang dengan caranara vegetatif untuk konservasi tanah serta tindakan pemupukan. Kelas VIII : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) menyatakan bahwa tanah kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau di bawah vegetasi alam. Tanah ini dapat digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan ljndung. Penghambat yang tidak dapat diperbaiki lagi adalah salah satu atau lebih sifat berikut: (l) erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah selalu tergenang, (4) barbatu-batu, (5) kapasitas menahan air sangat rendah, (6) salinitasnya atau kandungan Na sangat tinggi dan (7) sangat terjal. Arsyad (2000), sub-kelas adalah pengelompokan unit kemampuan lahan yang mempunyai jenis hambatan atau ancaman dominan yang sama jika 02 Mei 200, ISSN 0854'0128 140 dipergunakan untuk pertanian sebagai akibat sifat-sifat tanah, relief, hidrologi dan iklim. Terdapat beberapa jenis hambatan atau ancaman yang dikenal pada sub-kelas yaitu: ancaman erosi ditandai dengan huruf e; keadaan drainase atau kelebihan air atau ancaman banjir ditandai dengan huruf w; hambatan daerah perakaran ditandai dengan huruf s; dan hambatan iklim ditandai dengan huruf c. subkelas menunjukan kepada pemakai peta informasi tentang derajat dan jenis hambatan. Kelas kemampuan I tidak mempunyai subkelas. Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001 ) menjelaskan sub-kelas kemampuan lahan sebagai berikut: Sub-kelas erosi (e), terdapat pada lahan dimana erosi merupakan problema utama. Kepekaan erosi dan erosi yang telah terjadi merupakan petunjuk untuk penempatan dalam sub-kelas ini; Subkelas kelebihan air (w) terdapat pada lahan dimana kelebihan air merupakan faktor penghambat utama. Drainase yang buruk, air tanah yang'dangkal, dan bahaya banjir merupakan faktor-faktor yang digunakan untuk penentuan sub-kelas ini; Sub-kelas penghambat terhadap perakaran tanaman (s) meliputi lahan yang dangkal, banyak batu-batuan, daya pemegang air yang rendah, kesuburan rendah yang sulit diperbaiki, garam dan Na yang tinggi; Subkelas iklim (c) terdiri dari lahan, dimana iklim (suhu dan curah hujan) merupakan penghambat utama. Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis dibelakang angka kelas seperti berikut IIIe, IIw, IVs, dan sebagainy4 yang masing-masing menyatakan tanah kelas III yang disebabkan oleh faltor erosi (e), tanah berbatasan dengan Kecamatan Sampara, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Landono, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pondidaha Daerah penelitian mempunyai bentuklahan yang bervariasi mulai dari datar, berombak, bergelombang, berbukit 57,l4Yo. kelas II yang disebabkan oleh faktor air (w) dan tanah kelas IV yang disebabkan oleh HASIL DAI\[ PEMBAIIASAI\ terhambatnya perakaran tanaman (s). KEADAAI\I {'MT]M DAERAH PEI\iELITIAN Secara administrasi studi peruntukan lahan sistem pertanian berdasarkan kelas kemampuan lahan ini dilaksanakan di Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe dengan luas I 1.126 ha. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 03054'3'04002'32-LS dan 122016'22-- lzzo2z'55BT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bondoala, Sebelah Timur AGRIPLUS, Volume 79 Nomor dan bergunung. Dataran Rendah dengan lereng datar (0-3 %) seluas 1.539,45 ha (13,83 Yo), berombak (3-8 o/o) seluas 2.002,68 ha (18,00 %), bergelombang (8-15 %) seluas 3.576,59 ha (32,16 Yo), berbukit (15-25 %) seluas 2.06I,75 ha (18,52 To), dan bergunung (2545 %) seluas 1.945,53 ha (17,49 7o). Tersusun oleh tiga formasi geologi yaitu (l) Formasi Alangga (Qps) seluas 7.302,95 ha (56,34 o/o), (2) Formasi Meluhu (Js) seluas 2.911,9 ha (26,17 yo), dan (3) Formasi Ultrabasa (Ubm) seluas 911,15 ha (17,49 o/o), dengan 2 jenis tanah (PPT, 1983) yaitu Kambisol seluas 6.E00,42 ha (61,12 o/o), dan Podsolik seluas 4.325,58 ha (38,88 %). Mempunyai 4 macam penggunaan lahan yakni tegalan seluas 60,35 ha (0,54 %), kebun campuran seluas 5.087,96 ha(45,73 oZ), semak belukar seluas 2.374,6ha (21,34 o/o), dan hutan seluas 3.603,09 ha (32,38 o/o). Daerah penelitian mempunyai jumlah curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1.401,17 mm dengan kisaran curah hujan bulanan tertinggi 205,17 mm terjadi pada bulan April, dan curah hujan bulanan terendah 18,62 mm terjadi pada bulan September. Berdasarkan sistem Klasifikasi SchmidtFerguson daerah penelitian tergolong tipe iklim C (agak basah), dengan nilai Q : Hasil analisis Laboratorium maupun pengamatan dan pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa daerah kajian mempunyai tekstur tanah lempung berpasirlempung befliat; Permeabilitas tanah cepatlambat; kedalaman efektif tanah dangkaldalam; kemiringan lereng datar-agak curam; drainase tanah baik-agak buruk; tingkat bahaya erosi sangat ringan-berat; batuan permukaan tidak ada; ancaman banjir tidak ada1' dan salinitas dari bebas-terpengaruh sedikit. Hasil evaluasi kemampuan lahan pada masing-masing satuan lahan di Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe diperoleh 6 kelas kemampuan lahan, 02 Mei 2M\ dan arahan sistem ISSN 0854-0128 t4\ pertanian yang sesuai dengan kemampuan lahannya tersebut, sebagaimana disaj ikan pada Tabel 2. Unit Lahan I Unit lahan I, seluas 60,35 ha (0,54%) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan V dengan faktor pembatas permeabilitas yang lambat. Arahan sistem pertanian adalah tanaman pertanian, seperti jagung, legum, jahe dan lain-lain. Walaupun tanah pada kelas V yang di kategorikan tidak sesuai untuk tanaman pertanian, karena mempunyai faktor penghambat permeabilitas yang dapat diperbaiki dengan cara usaha perbanyakan pori-pori tanah yakni dengan penambahan bahan-bahan organik dan peresapan lubang berpori. Selain itu lokasinya yang dekat dari pemukiman masyarakat dan berlereng datar (0-3 Yo) dapat memudahkan dalam melakukan usaha pertanian guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta dapat menambah nilai ekonomi masyarakat. Unit Lahan 2 Unit lahan 2 seluas 649,04 ha (5,83%) dari luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan I, tidak mempunyai faktor penghambat sehingga arahan sistem pertaniannya adalah tanaman perkebunan yang dikombinasikan dengan tanaman pangan dimana tanaman pangan ini dapat berfungsi sebagai tanaman sela yang dikenal dengan sistem budidaya lorong, misalnya tanaman kakao yang diselingi dengan tanaman kacangkacangan agar dapat meningkatkan kesuburan tanah. Unit Lahan 3 Unit lahan 3 seluas 581,67 ha (5,23Yo) dari luas total daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan kelas I, tidak mempunyai faktor pembatas sehingga arahan sistem pertaniannya adalah pertanian tanaman pangan dengan sistem tumpang sari, misalnya menanam tanaman jagung dengan padi gogo. Selain itu pola tanam dengan tumpang gilir jugu bisa dilakukan, misalnya tanaman jagung yang menanam ditanam pada awal AGRIPLUS, Volume 79 Nomor musim hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung. Kedua sistem ini bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya secara optimal serta dapat mempertahankan status kesuburan tanahnya agar tetap stabil. Unit Lahan 4 Unit lahan 4 seluas 248,39 ha (2,23%o) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan V dengan faktor pembatas adalah permeabilitas tanah yang lambat, sehingga arahan sistem pertaniannya adalah penggembalaan intensif, dengan tetap mempertahankan tanaman perkebunan yang sudah ada seperti kelapa dan mangga, dengan ternak, ditanami tanaman rumput pakan seperti rumput gajah, rumput benggalq dan lainlain. Unit Lahan 5 Unit lahan 5 seluas 707,78ha (6,36%o) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan II, dengan faktor penghambat adalah lereng yang berombak dan erosi ringan, sehingga arahan sistem pertaniannya adalah kebun campuran kombinasi tanaman pangan, karena lereng yang berombak dapat berpotensi menyebabkan terjadinya erosi ringan, sehingga jika hendak digunakan untuk tanaman pangan atau tanaman semusim (seperti tanaman kacang-kacangan, jahe, dan lain-lain) maka perlu dilakukan usaha pengawetan tanah yang tingkatnya sedang misalnya dengan pola tanam tumpang sari, mulshing, dan pembuatan guludan. Unit Lahan 6 Unit lahan 6 seluas 383,75 ha (3,45Yo) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan [I, dengan faktor penghambat lereng yang berombak dan erosi ringan sehingga arahan sistem pertaniannya adalah pe43nian tanaman pangan dengan sistem tumpang sari atau pergiliran tanaman. Misalnya tanaman jagung diselingi dengan tanaman jahe atau tanaman legum. 02 Mei 2009, ISSN 0854-0128 t42 Tabel 2. Unit Penggunaan Lahan Aktual Laha n I 2 J 4 5 6 7 I 9 t0 l1 t2 l3 14 Arahan Sistem Pertanian Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Konawe Tegal ladang Kebun campuran Semak belukar Kebun campuran Kebun campuran Semak belukar Kebun campuran Kebun campuran Semak belukar Kebun campuran Hutan Kebun Campuran Hutan Hutan Kelas Kemampuan Lahan Vp I Vp I,E Vp ml ml III p,l l,e l,e fV [e VIII p,d Persen (Ha) (%) 3,63 7,14 17,49 I1.126,00 100,00 Tanaman Pangan Kebun Campuran + Penggembalaan Kebun Campuran Perkebunan * Tanaman Pangan Kebun Campuran Hutan + Tanaman Perkebunan Kebun Campuran Hutan + Tanaman Perkebunan CasarAlam Total Luasan 60,35 649,04 581,67 248,39 707,78 383,75 911,15 I 432,49 I 409,18 734,92 862,62 404,19 794,94 I 945,53 Pangan II hl,e fv lv Rencana Sistem Pertanran Tanaman Pertanian Perkebunan * Tanaman pangan Tanaman Pangan Kebun Campuran + Penggembalaan Kebun Campuran + Tanaman I II di Kecamatan Besulutu 0,54 5,93 523 2,23 6,36 3,45 8,19 12,99 12,67 6,61 7,75 Sumber: Hasil Analisis Data Primer Unit Lahan 7 Unit lahan 7 seluas 9ll,l5 ha(8,l9Yo) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan V dengan faktor pembatas adalah permeabilitas yang lamba! sehingga arahan sistem pertaniannya adalah penggembalaan intensif, dengan tetap mempertahankan tanaman perkebunan yang sudah ada seperti kelapa dan nenas, dengan ditanami tanaman rumput pakan ternak, seperti rumput gajah, rumput benggal4 dan lainlain. Unit Lahan 8 Unit lahan 8 seluas 1.432,49 ha (12,88oA) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan III dengan faklor pembatas lereng yang bergelombang, sehingga arahan sistem pertaniannya adalah kebun campuran seperti kelapa, mangga, pisang, ditanami searah garis kontur dan pembuatan teras. Unit Lahan 9 Unit lahan 9 seluas 1.409,18 ha (12,67%\ dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan III AGRIPLUS, Volume 19 Nomor dengan faktor pembatas lereng yang bergelombang sehingga arahan sistem pertaniannya adalah perkebunan dikombinasikan dengan tanaman pangan. Tanaman perkebunan sebagai tanaman utama yang dikombinasikan dengan tanaman semusim sebagai tanaman sela dengan teknik penanaman searah garis kontur dan terasering. Unit Lahan 10 Unit lahan l0 seluas 734,92 ha (6,610/o\ dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan nI dengan fahor pembatas permeabilitas yang agak cepat dan lereng yang bergelombang sehingga arahan sistem pertaniannya adalah kebun campuran, dengan pembuatan teras dan pemberian bahan organik dengan tepat guna mengurangi dampak erosi yang terjadi. Unit Lahan ll Unit lahan 1l seluas 862,62 ha (7,75%) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas lereng yang berbukit dan erosi berat, sehingga arahan pertaniannya adalah agroforestri 02 Mei 200, ISSN 0854-0128 sistem yaitu lahan 143 dihutankan kembali dengan tetap mem- dengan faktor pembatas lereng yang berbukit pertahankan tanaman perkebunan yang sudah dan erosi berat, sehingga arahan sistem ada. pertaniannya adalah agroforestri yaitu lahan Unit Lahan tetap mempertahankan tanaman perkebunan yang dihutankan kembali 12 Unit lahan 12 seluas 404,19 ha (3,63%) dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan IV dengan faktor pembatas lereng yang berbukit dan erosi beral sehingga arahan sistem pertaniannya adalah agroforestri yaitu lahan dihutankan kembali dengan tetap mempertahankan tanaman perkebunan yang sudah ada. Unit lahan 13 seluas 794,94 ha (7,l4%o\ dari total luas daerah studi mempunyai kelas kemampuan lahan IV 1- Peta sudah ada. Unit Lahan 14 Unit lahan 14 seluas 1.945,53 ha dari total luas daerah studi (17,49%) mempunyai kelas kemampuan lahan VIII dengan faktor pembatas permeabilitas yang cepat dan drainase yang berlebihan, sehingga pengolahan tanah menjadi lebih sulit dan juga dapat mengganggu perkembangan akar yang pada akhirnya dapat Unit Lahan 13 Gambar dengan menghambat Arahan sistem pertumbuhan tanaman. pertaniannya adalah sebaiknya dibiarkan dalam kondisi alami dan dijadikan cagar alam. Arahan Sistem Pertanian di Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe menjadi tan4man pangan dengan SIMPULAI\ Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : Unit lahan I (tegal ladang) seluas 60,35 ha (0,5 4yo> diarahkan menj ad i tanaman pertanian ; Unit lahan 2 (kebun campuran) seluas 649,04 ha (5,83%) diarahkan menjadi tanaman perkebunan yang dikombinasikan dengan tanaman pangan; Unit lahan 3 dan 6 (semak belukar) seluas 965,42 ha (8,68 %) diarahkan AGRIPLUS, Volume 19 Nomor sistem tumpang sari atau tumpang gilir; Unit lahan 4 dan 7 (kebun campuran) seluas 1.159,54 ha (10,42 %) tetap dipertahankan dan dapat dikombinasikan dengan padang (kebun pengembalaan; Unit lahan 5 campuran) seluas 707,78 ha (6,36 o/o) tetap dipertahankan yang dikombinasikan dengan tanaman pangan; Unit lahan 8,10 dan 12 (kebun campuran) seluas 2.571,60 ha (23,12 o/o) tetap dipertahankan dengan melakukan tindakan02 Mei 2009' ISSN 0854-0128 L44 tindakan konservasi tanah dan air; Unit lahan Penataran dan Latihan Pertanian dengan Pusat Penelitian Tanah. Bogor. 9 (semak belukar) seluas 1.409,18 ha (12,67%) diarahkan menjadi tanaman perkebunan yang dikombinasikan dengan tanaman pangan; Unit lahan I I dan 13 (hutan) seluas I .657,56 ha ( 14,89 %) Ginting, S. 2007. Pengembangan Lahan Kering Menuju Pertanian Berkelanjutan Di Sulawesi Tenggara. Pidato pengukuhan Guru Besar, Jurusan Budidaya pertanian Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. tetap dipertahankan yang dikombinasikan dengan tanaman perkebunan; Unit lahan 14 (hutan) seluas 1.945,53 ha (17,49 %) diarahkan menjadi cagar alam. DAFTAR PUSTAKA Kendari. Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Harjadi, S.S. 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. JakarCa. Agussalim dan Amiruddin. 2007. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Lahan Secara Di Sulawesi Tenggara. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa llmu Berkelanjutan Tanah Unhalu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi Tenggara. Kendari. Alwi, L. 2004. Perencanaan Pola Tani L,ahan Kering Untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan di Sub DAS Konaweha. Sulawesi Tenggara. Kendari. Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IpB. Press. Bogor. Asdah C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Uiversity Press. Yoryakarta. Badan Pusat Statistik. 2006. Kecamatan Sampara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten konawe. Kendari. Djaenuddin dan Basumi. 1994. Materi Pelatihan Evaluasi Lahan Kerja Sama Balai Kartasapoetr4 A.G. 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta. Rayes, U.L. 2006. Metode Sumberdaya l,ahan. ANDI. Inventarisasi Jakarta. Shadikin, A. 2005. Klasifikasi Kemampuan Lahan Di Kabupaten Sinjai Berdasarkan Sistem USDA. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas PerCanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Sinukaban N. 1995. Membangun Pertanian Dengan Usaha Yang Lestari dengan pertanian Konservasi. Orasi Ilmiah Guru Besar llrnu Konservasi Tanah dan Air. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sitorus, S.R.P. 1996. Evaluasi Sumberdaya Lahan. PT Tarsito. Bandung. Soerwarno. 1991. Hidrologi. Nova. Bandung. SuripirU 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi. Yoryakarta. Widianto dan Fahmuddtn, A. 2004. Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World Agroforesfy Centre ICRAF Asia. Bogor. AGRIPLUS,Volume 19 Nomor 02Mei 2M2 ISSNh1S4-LUS Southeast