1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran tanah karena pembebasan energi tiba-tiba di kerak Bumi (Elnashai dan Luigi, 2008). Sejarah gempa bumi sudah ada selama manusia hidup dan merupakan salah satu sumber bencana alam yang berpotensi berbahaya terhadap aktivitas manusia. Gempa bumi merupakan suatu kejadian alami yang sampai saat ini belum dapat diprediksi waktu, kapan dan seberapa kuat intensitas gempa bumi yang akan terjadi secara akurat. Gempa bumi menjadi salah sumber bencana yang wajib diwaspadai manusia, karena selain tidak dapat diprediksi, gempa bumi juga sering mengakibatkan kerusakan yang cukup fatal, seperti kerusakan pada infrastruktur, jalan raya bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Indonesia adalah salah satu negara yang tidak luput dari ancaman gempa bumi. Letak Indonesia berada pada batas antara 3 lempeng utama yaitu Lempeng Benua Eurasia, Lempeng Samudra Hindia-Australia, dan Lempeng Samudra Pasifik. Letak Indonesia yang berada di 3 lempeng aktif merupakan salah satu indikasi bahwa Indonesia memiliki potensi gempa bumi yang cukup besar (Irsyam, dkk, 2010). Kebanyakan gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan dari lempeng yang bergerak. Gempa Bumi biasanya terjadi di perbatasan lempeng-lempeng aktif tersebut. Namun ada beberapa gempa bumi lain yang terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Seperti yang diketahui, dampak bahaya gempa bumi terhadap manusia bukan berasal dari bahaya primer melainkan bahaya sekunder. Kerusakan biasanya terjadi akibat intensitas getaran di permukaan tanah. Kekuatan dan durasi dari getaran ini tergantung pada magnitudo dan jarak lokasi serta karakteristik di daerah tersebut (Kramer, 1996). Oleh karena itu pencegahan akibat ancaman kerusakan dari gempa bumi perlu dilakukan. Banyak ahli mulai mempelajari seismic hazard dan menemukan berbagai macam cara untuk mengatasi dampak dari bencana gempa bumi, salah satunya dengan studi kawasan rawan bencana 2 gempa bumi. Studi studi kawasan rawan bencana gempa bumi sudah mulai marak dilakukan saat ini. Berbagai negara sudah mulai melakukan studi ini termasuk Indonesia. Studi kawasan rawan bencana gempa bumi mengacu pada daya tahan suatu lapisan permukaan apabila dikenai getaran. Daya tahan ini bisa memperkuat atau memperlemah tergantung sifat fisis suatu lapisan batuan. Studi ini sangat dipengaruhi oleh site effect. Salah satu contoh kerusakan dari gempa bumi adalah gempa bumi yang pernah melanda suatu kota di Mexico City. Gempa bumi tersebut terjadi pada tanggal 19 September 1985 dan menimbulkan ribuan korban jiwa serta hancurnya infrastruktur di daerah tersebut dapat dijadikan pelajaran bahwa site effect memiliki pengaruh penting dalam studi kawasan rawan bencana gempa bumi. Pada site effect dapat dilihat bahwa tidak semua tempat memiliki karakteristik yang sama. Suatu bangunan bisa mengalami kerusakan fatal akibat getaran gempa bumi sementara bangunan disebelahnya tidak rusak sama sekali. Site effect ini yang kemudian menjadi salah satu poin penting dalam studi kawasan rawan bencana gempa bumi. Pada negara seperti Indonesia yang memiliki iklim tropis, lapisan permukaan batuan menjadi mudah lapuk dan nantinya bisa mempengaruhi site effect. Pada negara-negara yang sudah menerapkan studi ini, pembangunan wilayah akan sangat dipengaruhi dari studi kawasan rawan bencana gempa bumi di daerah tersebut. Studi kawasan rawan bencana gempa bumi berperan penting dalam mitigasi bencana gempa bumi karena dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam meminimalisir kerusakan akibat bahaya gempa bumi. I.2. Rumusan Masalah Jayapura adalah ibukota provinsi Papua dan merupakan daerah yang padat penduduk. Jayapura merupakan daerah yang sangat mungkin mengalami kerentanan terhadap efek gempa bumi dikarenakan letaknya yang dekat dengan zona subduksi dan dibagian selatan merupakan basin yang terendapkan oleh aluvial. Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai penyebaran nilai karakteristik batuan yang terdiri dari frekuensi/periode dominan, amplifikasi, Vs30 3 dan Peak Ground Acceleration yang digunakan sebagai parameter indikasi tingkat kerawanan gempa bumi di daerah tersebut. I.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daerah di Kota Jayapura dan sekitarnya yang memiliki tingkat kerawanan bencana akibat gempa bumi melalui karakteristik penyebaran frekuensi/periode dominan, Vs30, amplifikasi dan Peak Ground Acceleration (PGA). 1.4. Batasan Masalah Dari identifikasi masalah yang terpapar di atas dapat diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu, maka masalah yang menjadi obyek penelitian dibatasi hanya pada Kota Jayapura dan sekitarnya menggunakan analisis Ground Motion Prediction Equations untuk mendapatkan nilai penyebaran Peak Ground Acceleration dengan metode Boore dan Atkinson (2008) yang kemudian menghasilkan daerah penyebaran kawasan rawan bencana gempa bumi di Kota Jayapura dan sekitarnya. I.5. Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kota Jayapura dan sekitanya yang terletak di 1°28”17,26”LS - 3°58’082”LS dan 137°34’10,6”BT - 141°0’8’22”BT yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Papua dan berada di daerah paling timur Indonesia. Luas kota Jayapura adalah 940 km2 atau 940.000 Ha.