ekstrak daun kaktus pakis giwang

advertisement
Tesis
EKSTRAK DAUN KAKTUS PAKIS GIWANG
(EUHPHORBIA MILII) MENGHAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT
STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO
I MADE AGUS SUNADI PUTRA
NIM 0990761030
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
Tesis
EKSTRAK DAUN KAKTUS PAKIS GIWANG
(EUHPHORBIA MILII) MENGHAMBAT
PERTUMBUHAN BAKTERI METHICILLIN-RESISTANT
STAPHYLOCOCCUS AUREUS SECARA IN VITRO
Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Biomedik
pada Program Pascasarjana Universitas Udayana
I MADE AGUS SUNADI PUTRA
NIM 0990761030
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 8 Pebruari 2012
Pembimbing I,
Pembimbing II,
dr. Komang Januartha Putra Pinatih, M.Kes
NIP 1967012219601101
Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika,M.Kes
NIP 196603091998021003
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS
NIP. 194612131971071001
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.A.A.Raka udewi,SpS(K)
NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 8 Pebruari 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor
Universitas Udayana No. 0144/UN14.4/HK/2012
Tanggal 16 Januari 2012
Ketua: dr. Komang Januartha Putra Pinatih, M.Kes
Anggota:
1.
2.
3.
4.
Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika,M.Kes
Prof.Dr.dr.J Alex Pangkahila,M.Sc.,Sp.And
Dr.dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa,M.Si
Dr.dr. I Dewa Made Sukrama,M.Si.Sp.MK(K)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: I Made Agus Sunadi Putra
NIM
: 0990761030
Program Studi
: S2 Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Judul Tesis
: Ekstrak Daun Kaktus Pakis Giwang (Euphorbia milii)
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus secara In Vitro
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 20 Pebruari 2012
Yang membuat pernyataan
(I Made Agus Sunadi Putra)
NIM : 0990761030
UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama – tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-Nyalah,
tesis yang berjudul ”Ekstrak Daun Kaktus Pakis Giwang (Euhphorbia milii)
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus
secara in vitro” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada dr. Komang Januartha Putra Pinatih, M.Kes, selaku pembimbing I
yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan
saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian
tesis ini. Terimakasih sebesar – besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr.dr. I
Putu Gede Adiatmika,M.Kes selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan
kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Prof.
Dr. Dr. I Made Bakta,Sp.PD (KHOM), selaku Rektor Universitas Udayana atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih penulis sampaiakan
juga kepada Prof. Dr. Dr.A.A Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana dan Ketua Program Biomedis Prof. Dr.dr. Wimpie
Pangkahila,SpAnd,FAACS. , atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
mengikuti program magister di Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis
ucapkan terima kasih kepada Drs. I Gede Made Saskara Edi,M.Psi.,Apt selaku
Direktur Akademi Farmasi Saraswati Denpasar atas ijin dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti program magister.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, dr
Komang Januarta ; Dr.dr. I Putu Gede Adiatmika; Dr.dr. I Dewa Made Sukrama,
M.Si.,SpMK(K) dan Dr.dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa,M.Si; Prof.Dr.dr.J.Alex
Pangkahila,Sp.And.,FAACS yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan
koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus disertai penghargaan
kepada seluruh guru – guru serta dosen – dosen yang telah membimbing penulis,
mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih
kepada Ibu Ni Wayan Sudiarni dan Bapak I Nyoman Sunatra yang telah mengasuh
dan membesarkan penulis, memberikan dasar – dasar berpikir logik dan suasana
demokratis sehingga tercipta suasana yang baik untuk berkembangnya kreativitas.
Akhirnya penulis sampaikan kepada istri tercinta Ni Wayan Suliastri,SE serta
putra – putri terkasih Ni Luh Putu Diastri Putri Sunadi dan I Kadek Prabu Putra
Sunadi yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan penulis kesempatan untuk
lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
dan penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu secara
lengkap, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, Pebruari 2012
Ttd
Penulis
ABSTRAK
EKSTRAK DAUN KAKTUS PAKIS GIWANG (EUHPHORBIA
MILII) MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS
SECARA IN VITRO
Meningkatnya pemakaian antibiotika menyebabkan meningkatnya resistensi
bakteri terhadap antibiotika. Ada beberapa macam keadaan dimana mikroorganisme
resisten terhadap antibiotik, antara lain methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA). Untuk mengatasi masalah resistensi salah satunya dengan memakai bahan
tanaman seperti daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii).
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni. Untuk mengetahui
pengaruh daun kaktus pakis giwang terhadap pertumbuhan MRSA dilakukan dengan
cara membuat ekstrak daun dengan pelarut etanol 70%. Dibuat konsentrasi ekstrak
25%, 50%, 75% dan 100% untuk uji daya hambat menggunakan cakram terhadap
pertumbuhan MRSA dengan metode difusi dengan media agar.
Dengan uji statistik didapatkan ada pengaruh secara bermakna ekstrak daun
kaktus pakis giwang terhadap pertumbuhan MRSA. Terjadinya efek hambatan
tersebut diduga disebabkan karena daun kaktus pakis giwang mengandung zat anti
bakteri yaitu senyawa saponin.
Uji perbandingan berdasarkan konsentrasi antara kelima kelompok perlakuan
didapatkan rerata diameter daya zona hambat MRSA kelompok kontrol
0,0000+0,0000; kelompok ekstrak Euphorbia milii 25% 14,2500+0,5000; kelompok
ekstrak Euphorbia milii 50% 18,0000+0,8165; kelompok ekstrak Euphorbia milii
75% 20,0000+0,0000 dan kelompok ekstrak Euphorbia milii 100% 22,0000+0,8165.
Dapat disimpulkan peningkatan konsentrasi ekstrak Euphorbia milii dalam etanol
70% berpengaruh terhadap diameter zona hambat MRSA yang dihasilkan dari
percobaan secara in vitro.
Kata kunci : Euphorbia milii,
Staphylococcus aureus
Ekstrak etanol 70%,
Methicillin-resistant
ABSTRACT
EUHPHORBIA MILI EXTRACT HAMPERING THE GROWTH
OF METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS
IN VITRO
Increased use of antibiotics leading to increased bacterial resistant. There are
several kinds of circumstances in which the microorganisms resistant to antibiotics,
including methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). To overcome the
resistance problem by using one plant materials such as fern leaf earrings cactus
(Euphorbia milii).
This study uses a purely experimental methods. To determine the influence of
cactus fern leaf earrings on the growth of MRSA is done by making the leaf extract
with 70% ethanol solvent. Created extract concentration of 25%, 50%, 75% and
100% power to test the growth inhibitory against MRSA using disc agar diffusion
method.
With the statistical tests found no significant effect of cactus fern leaf extract
on the growth of MRSA earrings. The occurrence of these barriers effect caused by
cactus fern leaf earrings contain anti-bacterial substances are compounds saponins.
Comparison test based on the concentration between the five treatment groups
obtained a mean diameter of the zone of inhibition of MRSA control group
0.0000+0.0000; group 25% extract of Euphorbia milii 14.2500+0.5000; group 50%
extract of Euphorbia milii 18.0000+0 , 8165; group 75% extract of Euphorbia milii
20.0000+0.0000 and the 100% extract of Euphorbia milii 22.0000+0.8165. It can be
concluded increasing concentrations of ethanol extract of Euphorbia milii in the 70%
inhibitory effect on MRSA zone diameters resulting from in vitro experiments.
Key words : Euphorbia milii, 70% ethanol extract, Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus
DAFTAR ISI
halaman
SAMPUL DALAM............................................................................................ i
PERSYARATAN GELAR ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH .......................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................
1.3.1 Tujuan umum ..........................................................................
1.3.2 Tujuan khusus ..........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................
1.4.1 Manfaat teoritis.........................................................................
1.4.2 Manfaat praktis .........................................................................
1
1
4
5
5
5
5
5
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................
2.1 Kaktus Pakis Giwang (Euphorbia milii) ................................................
2.1.1 Sejarah dan asal – usul Euphorbia milii .....................................
2.1.2 Morfologi Euphorbia milii ........................................................
2.2 Staphylococcus aureus .........................................................................
2.3 Methicillin-resisten Staphylococcus aureus ..........................................
2.4 Furunkle (Bisul) ...................................................................................
2.5 Anti Bakteri ..........................................................................................
2.6 Ekstraksi ...............................................................................................
2.7 Maserasi ................................................................................................
7
7
7
8
13
15
17
18
20
21
BAB III KERANGKA PIKIR , KONSEP, DAN HIPOTESIS............................
3.1 Kerangka Pikir ......................................................................................
3.2 Kerangka Konsep ..................................................................................
3.3 Konsep Penelitian .................................................................................
3.3 Hipotesis ...............................................................................................
22
22
23
24
25
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................
4.1 Rancangan Penelitian ...........................................................................
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................
4.3 Sumber Data Populasi dan Sampel ........................................................
4.3.1 Populasi ....................................................................................
4.3.2 Sampel ......................................................................................
4.4 Variabel Penelitian ...............................................................................
4.5 Definisi Operasional .............................................................................
4.6 Alat dan Bahan .....................................................................................
4.7 Alur Penelitian .....................................................................................
4.8 Prosedur Penelitian...............................................................................
4.8.1 Tahap persiapan ........................................................................
4.8.2 Tahap pengujian .......................................................................
4.8.3 Penilaian kemampuan ekstrak daun kaktus pakis giwang
(Euphorbia milii) terhadap pertumbuhan kultur MRSA .............
4.9 Tahap Pengolahan Data ........................................................................
4.9.1 Analisis deskriptip .......................................................................
4.9.2 Uji normalitas dan homogenitas ...................................................
4.9.3 Uji Efek perlakuan .......................................................................
4.9.4 Analisis kualitatif.........................................................................
26
26
27
27
27
27
28
29
30
32
33
33
35
BAB V HASIL PENELITIAN ..........................................................................
5.1 Hasil Penelitian ....................................................................................
5.2 Uji Deskriptif .......................................................................................
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data ................................................
5.4 Analisis Efek Perlakuan .......................................................................
5.5 Analisis Kualitas ..................................................................................
48
48
49
50
51
52
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ..............................................
6.1 Subyek Penelitian .................................................................................
6.2 Distribusi Data Hasil Penelitian ............................................................
6.3 Pengaruh Ekstrak Daun Kaktus Pakis Giwang (Euphorbia milii)
terhadap Diameter Xona Hambat MRSA .............................................
54
54
54
44
44
44
45
45
47
56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 61
7.1 Simpulan .............................................................................................. 61
7.2 Saran ................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62
LAMPIRAN ...................................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 4.1 Daftar Alat Penelitian ......................................................................... 30
Tabel 4.2 Daftar Bahan Penelitian ...................................................................... 31
Tabel 5.1 Zona Hambat MRSA .......................................................................... 49
Tabel 5.2 Rerata dan Simpangan Baku ............................................................... 49
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Masing – masing Kelompok ..................... 50
Tabel 5.4 Perbedaan Antara Dua Kelompok Perlakuan ...................................... 51
Tabel 5.5 Kualitas Daya Hambat ........................................................................ 53
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1 Euphorbia milii............................................................................... 8
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus .................................................................... 13
Gambar 2.3 Furunkle ......................................................................................... 17
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 24
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ..................................................................... 26
Gambar 4.2 Alur Penelitian ................................................................................ 32
Gambar 4.3 Alur Pengujian Koloni ................................................................... 36
Gambar 4.4 Uji Kekeruhan MRSA dibandingkan dengan 0,5 McFarland ........... 41
Gambar 4.5 Menimbang Agar Mueller Hinton ................................................... 42
Gambar 4.6 Pemanasan dan pelarutan agar dalam 100ml aquadest ..................... 42
Gambar 4.7 Proses sterilisasi dalam autoclave.................................................... 42
Gambar 4.8 Penuangan larutan agar dalam cawan petri ...................................... 43
Gambar 4.9 Proses inkubasi pada suhu 37oC selama 24 Jam .............................. 43
Gambar 5.1 Hasil pengukuran zona hambat ....................................................... 48
Gambar 5.2 Grafik diameter zona hambat MRSA .............................................. 52
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
atm
: atmosfer
BPOM
: Badan Pemeriksa Obat dan Makanan
cm
: centimeter
DIC
: Disseminated intravascular coagulation
kg
: kilogram
KHM
: Konsentrasi Hambat Minimum
MIC
: Minimum Inhibition Concentration
mm
: milimeter
MRAB
: Methicillin-resitant Acinobacter baumanii
MRSA
: Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
n
: jumlah sampel
NA
: nutrient agar
NB
: nutrient broth
p
: signifikansi
pH
: derajat keasaman
VRE
: Vancomycin-resistant Enterococci
α
: tingkat kemaknaan
DAFTAR LAMPIRAN
Rerata dan Simpangan Baku .............................................................................. 68
Uji Normalitas Data ........................................................................................... 68
Uji Homogenitas ................................................................................................ 69
Kruskal-Wallis Test............................................................................................ 71
Mann-Whitney Test ............................................................................................ 72
Chi-Square test ................................................................................................. 78
Keterangan Kelaikan Etik ................................................................................. 80
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Infeksi merupakan kasus yang paling banyak dijumpai di komunitas maupun rumah
sakit dimana angka kesakitan dan kematiannya masih tinggi. Tingginya kasus infeksi
menyebabkan pemakaian antibiotikaa semakin meningkat. Antibiotikaa merupakan obat
untuk membunuh bakteri penyebab infeksi, tetapi di lain pihak pemberian antibiotikaa
membuat bakteri resisten.
Resistensi antibiotika bisa menyebabkan pengobatan menjadi sangat mahal dan
bahaya lainnya yang lebih berbahaya adalah bisa mengancam jiwa. Resistensi antibiotika
sampai beberapa tahun kedepan mungkin tetap akan menjadi salah satu permasalahan
kesehatan bangsa, yang mana bahaya dari resistensi antibiotikaa ini mungkin akan semakin
berbahaya sebahaya penyakit menular lainnya bila tidak ditangani dengan tepat. Salah satu
penyakit infeksi kulit yang sering dijumpai
adalah
furuncle atau umum disebut bisul. Meningkatnya pemakaian antibiotikaa
menyebabkan meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotikaa (Mahon dkk, 2007).
Resistensi timbul bila suatu antibiotikaa kehilangan kemampuannya untuk secara efektif
mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakteri, dengan kata lain bakteri mengalami
“resistensi” dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotikaa dalam jumlah
yang cukup untuk pengobatan.
Dalam kurun waktu ±50 tahun ini telah terjadi peningkatan kejadian infeksi yang
disebabkan oleh mikoorganisme yang resisten terhadap berbagai agen antimikroba atau
antibiotika. Suatu mikroorganisme dianggap multi resisten jika banyak diantara antibiotika
yang biasa digunakan tidak dapat membunuh mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme
dengan resistensi multi-obat akan banyak menyebabkan banyak masalah dalam lingkungan
perawatan kesehatan dan bahkan dalam masyarakat (Alangaden, 1997; EPIC, 2006).
Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya peningkatan ini, diantaranya adalah
salah pemilihan dan penggunaan dari agen antibiotika sehingga muncul adanya
mikroorganisme yang resisten. Hal ini akan menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, serta peningkatan biaya perawatan (Alangaden, 1997).
Ada beberapa macam keadaan dimana mikroorganisme resisten terhadap
antibiotika, salah satunya dan paling banyak mendapat perhatian adalah Methicillinresistant Staphylococcus aureus atau MRSA (EPIC, 2006). MRSA adalah Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap antibiotika β-laktam, termasuk penicillinase-resistant
penicillins (methicillin, oxacillin, nafcillin) dan cephalosporin (Dellit dkk, 2004). MRSA
merupakan penyebab utama infeksi di rumah sakit dan telah meluas dengan cepat di
banyak bagian dunia. Makin lama makin sulit untuk melawan MRSA dan cara terbaik untuk
mencegah penularannya masih banyak diperdebatkan. Di samping menjadi masalah di
rumah – rumah sakit di dunia, MRSA juga makin banyak ditemukan kembali dari pasien di
fasilitas perawatan jangka panjang seperti wisma para usia lanjut, dan bahkan dari orangorang di masyarakat atau di tempat-tempat olah raga (EPIC, 2006).
Untuk mengatasi masalah resistensi perlu dicari cara untuk mengatasi masalah
infeksi dan resistensi tersebut. Salah satu cara mengatasi infeksi yang dilakukan masyarakat
adalah dengan menggunakan tanaman. Pemanfaatan tanaman obat atau bahan obat alam
pada umumnya sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru. Obat-obat dapat
ditemukan dari berbagai sumber bahan alam atau diciptakan secara sintesis dalam
laboratorium. Sepanjang sejarah, bahan yang berasal dari tanaman merupakan suatu
gudang dari obat-obatan baru yang potensial. Hanya sebagian kecil dari jenis tanaman yang
diidentifikasi dan telah diselidiki untuk bahan obat. Sumbangan-sumbangan besar tertentu
dalam terapi obat modern yang menakjubkan dapat disebabkan oleh penelitian yang
berhasil dari obat-obat tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Ansel, 1989).
Di Indonesia ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan dan lebih dari 1000 jenis
tumbuhan obat yang dimanfaatkan dalam industri obat tradisional, di mana ada
beberapa simplisia atau bahan alam yang banyak dipakai (lebih dari 10 ton per tahun)
oleh industri obat tradisional untuk memproduksi obat tradisional/obat bahan alam
(Badan POM, 2005). Obat adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi (Departemen Kesehatan,1992).
Salah satu tanaman yang mempunyai khasiat obat adalah Euphorbia milii
(Kaktus pakis giwang). Secara farmakologi Euphorbia milii mengandung beberapa
gugus senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Batang tanaman
Euphorbia
milii
mengandung
glikosida
sianopora,
glikosida
antrakuinon,
euphorbone, taraxerone, taraxenon, epifriedelanol, sterol, progesterone, karbohidrat,
asam sitrat dan asam malat. Daunnya mengandung, peroksidase, saponin, kalsium
oksalat, subtasi peptic, dan amilum. Sementara itu getahnya mengandung euphorbol,
euphol dan cyeloartenol (Lingga, 2006). Daun banyak gunakan sebagai obat bisul
(furuncle) , radang kulit bernanah (piodermi), tersiram air panas, luka bakar
(Wikipedia, 2011). Dalam hal ini dilakukan penelitian untuk melihat khasiat
Euphorbia milii sebagai penghambat pertumbuhan MRSA.
Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai
kemampuan ekstrak daun Euphorbia milii atau kaktus pakis giwang untuk
menghambat pertumbuhan MRSA. Dalam hal ini akan digunakan sampel
Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin (MRSA / Methicillinresistant Staphylococcus aureus).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan , maka penelitian
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii) dapat
menghambat pertumbuhan MRSA secara in vitro?
2. Apakah ada perbedaan daya hambat antara ekstrak daun kaktus pakis giwang
(Euphorbia milii) konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan100% terhadap MRSA
secara in vitro?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak daun kaktus pakis giwang
(Euphorbia milii) dalam menghambat pertumbuhan MRSA secara in vitro.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia
milii) dapat menghambat pertumbahan MRSA secara in vitro.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan daya hambat antara ekstrak daun
kaktus pakis giwang (Euphorbia milii) konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan100%
terhadap MRSA secara in vitro.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Sebagai informasi mengenai efek dari ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia
milii) untuk menghambat pertumbuhan bakteri khususnya MRSA.
1.4.2 Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmuwan terkait sebagai referensi
tambahan untuk membuat obat antibakterial alami dari tanaman kaktus pakis giwang,
khususnya dalam membasmi bakteri MRSA. Informasi dari penelitian ini juga diharapkan
dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tanaman liar sebagai
obat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kaktus Pakis Giwang (Euphorbia milii)
2.1.1 Sejarah dan asal-usul Euphorbia milii
Euphorbia diperkirakan berasal dari Madagaskar, sebuah kepulauan di Afrika yang
beriklim tropis. Penemu tanaman ini dan yang mempopulerkannya menjadi tanaman hias
bernama Euphorbus, seorang dokter dari Mauritania, Afrika Utara, yang telah berjasa pada
rajanya (Purwanto,2006). Karena untuk menghormati jasanya, tanaman ini di beri nama
ilmiah Euphorbia milii. Dari afrika, tanaman ini masuk dan menyebar di daratan asia melalui
Cina. Dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya, Thailand adalah negara yang
paling serius mengembangkan tanaman ini. Penyebaran tanaman ini tidak lepas dari jasa
pedagang pada zaman kerajaan Sukhothai. Etnis Cina di Thailand meletakkan euphorbia di
depan rumah untuk menghalau roh jahat. Mereka menancapkan dupa serta mengikat tali
merah di bagian pot. Tanaman tersebut dipercaya membawa keberuntungan, kesuksesan
dan kemakmuran. Semakin besar dan banyak bunga, semakin beruntung dan sukses pula
pemiliknya (Soedijono dan hartono, 2007). Melalui campur tangan para petani bunga yang
terampil muncullah berbagai jenis euphrbia hibrida yang tampil memikat (Kusumayani dan
Andoko, 2004).
Sebagaimana halnya tanaman lain, euphorbia juga diberi nama latin untuk
mempermudah komunikasi. Sistem tata nama berdasarkan Binomial Nomenclature yang
dipelopori oleh Carolus Lineaeus pada tahun 1750-an yang terdiri atas dua kata, yaitu genus
dan spesies. Sistem klasifikasi euphorbia menurut Lawrence (1959) adalah sebagai berikut :
Divisi
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Archichlamydeae
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Euphorbia
Spesies
: Euphorbia milii
Euphorbia griffthii, dll
Nama Lokal menurut Dalimartha tahun 2003:
Kaktus pakis giwang (lndonesia); Tie hai tang (China), Mahkota duri (Jawa tengah)
2.1.2 Morfologi Euphorbia milii
Gambar 2.1 Euphorbia milii
Secara morfologi, tanaman Euphorbia milii dibagi atas beberapa bagian yaitu akar,
batang, daun, bunga, buah dan biji.
1. Akar
Akar euphorbia, sebagaimana semua tanaman dikotil, adalah akar tunggang. Akan tetapi,
tanaman yang diperbanyak dengan stek memiliki perakaran serabut. Akar tersebut
tumbuh langsung dari pangkal batang. Akar yang sehat berwarna putih kecoklatcoklatan, sedangkan akar yang sudah tua berwarna coklat (Purwanto, 2006).
2. Batang
Batang euphorbia ada dua macam, yaitu bulat dan bersudut. Batang ini tumbuh tegak
menjulang ke atas, tetapi beberapa spesies ada yang melengkung. Sebagaimana
tanaman kaktus, euphorbia tidak berkayu. Akan tetapi, dengan semakin bertambahnya
umur tanaman batang akan mengeras. Batang ini ditumbuhi duri, ada yang berduri
tunggal, ganda, dan duri yang berkelompok (Purwanto, 2006).
3. Daun
Bentuk daun euphorbia bervariasi, meskipun tidak terlalu banyak, ada yang berbentuk
bulat telur dan lonjong. Masing-masing daun mempunyai ketebalan berbeda-beda.
Hampir semua daun tidak bertangkai tetapi duduk pada batang. Tepi daun tidak
bergerigi. Ujung daun juga bervariasi, ada yang runcing, tumpul dan ujung terbelah.
Susunan daun euphorbia berselang-seling atau saling berhadapan dan duduk pada ruas
batang tanaman. (Purwanto, 2006). Pilih tanaman berdaun sehat, besar, tebal,
permukaan halus, segar, dan mulus. Tulang daun menonojol, terutama tulang pada
bagian tengah keras. Warna bervariasi mulai dari hijau muda hingga tua. Secara umum,
daun euphorbia tunggal berbentuk pipih, bergelombang atau melengkung. Munculnya
euphorbia impor semakin banyak dengan variasi tanaman yang beragam, termasuk ciri
dari daunnya, beberapa variasi bentuk daun sebagai berikut :
a) Bentuk daun ada empat macam, yaitu simetri yang ditandai dengan ujung
daun lancip, oval dengan ujung daun lancip mengecil, lurus dengan ujung
daun agak membulat dan bentuk hati dengan ujung daun terbelah menjadi dua
bulatan.
b) Pangkal daun ada tiga macam, yaitu pangkal melebar, lanset dan lancip
mengecil (Hapsari dan Budiana, 2007).
4. Bunga
Bunga euphorbia muncul membentuk dompolan-dompolan, setiap dompol terdiri atas 432 kuntum. Ada empat bagian utama bunga, yaitu mahkota bunga semu, benang sari,
putik dan bakal buah. Mahkota bunga yang berwarna-warni yang kita kenal sebagai
bunga sebetulnya adalah brachtea (seludang) bunga yang sudah mengalami modifikasi
sehingga menyerupai mahkota. Oleh karena itu, sering kali bunga euphorbia disebut
bermahkota semu (Purwanto, 2006).
Umumnya tanaman ini memiliki bunga sejati yang sempurna dengan organ seksual
jantan dan betina yang lengkap. Namun, ada juga yang memilki bunga yang tidak
sempurna yang tidak memiliki organ seksual dan bersifat steril, sehingga tidak dapat
digunakan untuk perbanyakan generatif. Beberapa kultivar memiliki bunga yang
keseluruhannya merupakan bunga yang tidak sempurna. Ada pula tanaman yang
sebagian bunganya merupakan bunga sempurna dan beberapa kondisi tumbuh bunga
yang tidak sempurna.
5. Buah
Tanaman ini termasuk mudah berbuah. Buah muncul karena adanya pembuahan atau
bersatunya benang sari dan putik. Penyerbukan dapat terjadi secara alami dengan
bantuan serangga atau manusia. Buah muncul setelah 3-6 hari dari penyerbukan
(Hapsari dan Budiana, 2007). Buah berbentuk seperti kapsul dan tersusun membentuk
dompolan yang terdiri atas 3-4 buah. Buah ini terletak di ujung tangkai bunga. Buah
muda berwarna hijau dan apabila sudah tua buah akan berwarna coklat. Buah tua harus
segera dipetik, sebelum pecah dengan sendirinya. Pemetikan buah dilakukan pada pagi
hari, karena pada siang hari biji yang sudah kering akan terpelanting bila terkena sinar
matahari (Purwanto, 2006).
6. Biji
Biji euphorbia terdapat di dalam buah. Biji yang berwarna coklat tua ini berbentuk bulat,
dengan diameter antara 0,3-0,5 cm. Biji akan terbentuk setelah 3-6 hari sejak
penyerbukan dan dapat segera disemaikan setelah dipetik (Purwanto, 2006).
Penyakit yang dapat diobati:
Pendarahan haid, bisul, radang kulit, luka bakar, kena air panas, hepatistis.
1. Bunga: Funcional uterine bleeding (Pendarahan menstruasi fungsional).
2. Batang: Hepatitis.
3. Daun: Bisul, radang kulit bernanah (Piodermi), tersiram air panas, luka
bakar.
Cara Pemakaian:
1. Functional Uterine Bleeding: lima belas bunga segar, tambahkan daging,
rebus
sebagai sup.
2. Bisul dan radang kulit bernanah
Daun segar dilumatkan, tambahkan gula merah secukupnya kemudian tempelkan
pada tempat yang sakit.
3. Hepatistis
9 – 15 gram batang segar direbus. Minum airnya.
Daun, batang dan bunga mengandung saponin dan tannin. Bunganya juga
mengandung flavonoid. Terasa pahit, astringen, netral, sedikit beracun (toxic).
Untuk memastikan bahwa tanaman yang akan diteliti merupakan tanaman kaktus
pakis giwang (Euphorbia milii), perlu dilakukan determinasi dengan cara mencocokkan
tanaman dengan kunci determinasi yang terdapat dapam literatur. Adapun kunci
determinasi menurut Puspita tahun2009 untuk Euphorbia milii adalah:
1.b. Tumbuh-tumbuhan dengan bunga sejati setidak-tidaknya dengan benangbenang sari dan/atau putik. Tumbuh-tumbuhan berbunga 2
2.b. Tidak terdapat alat pembelit. Tumbuh-tumbuhan dapat juga memanjat atau
membelit (dengan batang, sumbu daun, atau tangkai daunnya) 3
3.b. Daun-daunnya tidak berbentuk jarum dan tidak dalam berkas 4
4.b. Bukan bangsa rumput-rumputan. Daun dan bunganya lain 6
6.a. Tidak berdaun atau tidak dengan daun yang nyata (golongan 3) 34
34.b. Cabang-cabang atau bagian batang bersegi atau bulat 37
37.a. Batangnya tebal dan berdaging (succulent). Tumbuhan bergetah (tusuk atau
kerat). Batangnya beralur persegi atau bulat.
Apabila sesuai dengan kunci tersebut di atas maka dapat dipastikan bahwa tanaman yang
diuji adalah Euphorbia milii.
2.2 Staphylococcus aureus
Staphylococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat biasanya
tersusun dalam bentuk menggerombol yang tidak teratur seperti anggur yang
memungkinkan dirinya dapat terbagi dalam beberapa bentuk (Brown dkk.,2005).
Staphylococcus bertambah dengan cepat pada beberapa tipe media dengan aktif
melakukan metabolisme, melakukan fermentasi karbohidrat dan menghasilkan
bermacam-macam pigmen dari warna putih hingga kuning gelap. Staphylococcus cepat
menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba (Jawetz dkk, 2005).
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus
Source: http://en.wikipedia.org
Klasifikasi Staphylococcus aureus (Salle, 1961):
Kingdom : Protozoa
Divisio
: Schyzomycetes
Class
: Schyzomycetes
Ordo
: Eubacterialos
Family
: Micrococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Species
: Staphylococcus aureus
Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di bawah
suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 20 - 35ºC.
Koloni pada media padat berbentuk bulat, lambat dan mengkilat (Jawetz dkk, 2005).
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan infeksi pada setiap jaringan atau alat
tubuh manusia dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu
peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan
penyakit bisul, postula, pemfigus neonatorum, hordeolum, mastitis, pneumonia, karbunkel,
infeksi luka dan luka bakar, osteomielitis akut, abses perinefrik, keracunan makanan, dan
enteritis (Gibson, 1996).
Staphylococcus aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu faktor virulensi yang
menyebabkan penyakit berat pada normal hast, faktor differensiasi yang menyebabkan
penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat berbeda, faktor persisten bakteri pada
lingkungan dan manusia yang membawa gejala karier, dan faktor resistensi terhadap
berbagai antibiotika yang sebelumnya masih efektif. Staphylococcus aureus menghasilkan
katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen (Spicer, 2000 ; Jawetz
dkk, 2005).
Genom staphylococcus terdiri dari kromosom melingkar (± 2800 bp), dengan
prophages, plasmid, dan transposons (Holden et al., 2004). Gen-gen yang akan menentukan
virulensi dan resistensi terhadap antibiotika ditemukan pada kromosom ini. Lima puluh
persen berat dinding sel staphylococcus terdiri dari peptidoglikan. Peptidoglikan ini berisi
subunit-subunit polisakarida dari
N-acetylglucosamine dan N-acetylmuramic acid.
Rantai peptidoglikan ini akan terikat pada N-acetylmuramic acid melalui jembatan
pentaglisin spesifik untuk Staphylococcus aureus. Peptidoglikan bekerja seperti endotoksin,
yaitu merangsang pelepasan sitokin oleh makrofag, aktivasi komplemen, dan agregasi
platelet. Perbedaan struktur peptidoglikan dari strain staphylococcus memberikan
kontribusi pada variasi kemampuannya untuk menimbulkan disseminated intravascular
coagulation (DIC) (Lowy, 1998).
2.3 Methicillin-resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
Lebih dari 80% strain Staphylococcus aureus menghasilkan penicilinase, dan
penicillinase-stable betalactam seperti methicillin, cloxacillin, dan fluoxacillin yang telah
digunakan sebagai terapi utama dari infeksi Staphylococcus aureus selama lebih dari 35
tahun. Strain yang resisten terhadap kelompok penicillin dan beta-lactam ini muncul tidak
lama setelah penggunaan agen ini untuk pengobatan (Duckworth dkk., 1998).
Methicillin merupakan penicillinase-resistant semisynthetic penicillin, pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1959 (Kowalski dkk., 2005). Methicillin digunakan untuk
mengatasi infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus resisten terhadap penicillin.
Namun, di Inggris pada tahun 1961 telah dilaporkan adanya isolat Staphylococcus aureus
yang resisten terhadap methicillin (Brown dkk., 2005). Kemudian infeksi MRSA secara cepat
menyebar di seluruh negara-negara Eropa, Jepang, Australia, Amerika Serikat, dan seluruh
dunia selama berpuluh-puluh tahun serta menjadi infeksi yang multidrug-resistant (Enright
dkk., 2002; Samathkumar, 2007).
Antara tahun 1996-1999 dilaporkan bahwa 23 rumah sakit di Kanada terdapat 6%
dari seluruh isolat Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin, dengan rerata
4,14 kasus MRSA per 1000 pasien yang dirawat dari 35% pasien dengan infeksi. Sebagian
besar isolat diperoleh dari MRSA yang berasal dari ruang perawatan akut (72,6%), 7,2%
diperoleh dari bangsal perawatan, 4,6% diperoleh dari komunitas masyarakat, dan sisanya
(15,6%) tidak diketahui asalnya (BC Center for Disease Control, 2001).
Selama tahun 2006 di Laboratorium Patologi Klinik RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat)
Dr. Sardjito Yogyakarta diperoleh 3729 isolat kuman, yaitu 1128 dari spesimen darah, 825
dari spesimen urin, 957 dari spesimen sputum, dan 819 spesimen pus. Proporsi beberapa
jenis kuman Gram positif ternyata cukup signifikan. Spesies yang menonjol adalah
Staphylococcus
epidermidis,
Staphylococcus
aureus,
dan
Staphylococcus
viridians
(Wijisaksono, 2007).
2.4 Furunkle (Bisul)
Furunkle atau Bisul (bahasa Latin: abscessus) adalah sekumpulan nanah
(neutrofil mati) yang telah terakumulasi di rongga di jaringan setelah terinfeksi
sesuatu (umumnya karena bakteri atau parasit) atau barang asing (seperti luka
tembakan/tikaman). Bisul adalah reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari
menyebar nya barang asing di tubuh. Bisul merupakan peradangan yang terjadi pada
daerah folikel rambut kulit dan sekitarnya. Penyebab bisul yang paling sering dialami
adalah bakteri Staphylococcus aureus, karena itu bisul dapat juga diartikan sebagai
infeksi lokal pada kulit dalam. Awalnya hanya folikel rambut yang terinfeksi, tetapi
karena adanya gesekan, iritasi, dan kurang bersihnya perawatan tubuh, infeksi
tersebut dapat menyebar ke jaringan sekitarnya, dan terjadilah bisul (Wikipedia,
2011).
Gambar 2.3 Furuncle
Source: http://www.graphicshunt.com
Penyebab awalnya dapat juga karena rambut yang tumbuh ke dalam, luka,
ataupun dikarenakan masuknya benda asing ke dalam kulit. Bisul biasanya berawal
dari benjolan merah dan lunak di daerah kulit, yang lama kelamaan akan menjadi
lebih keras. Kemudian di tengah benjolan tersebut akan terbentuk puncak berwarna
putih yang akan memecah atau harus dikeluarkan oleh dokter (melalui prosedur
bedah minor). Cairan yang keluar ini disebut nanah, berisi sel darah putih (yang
dikirim tubuh untuk melawan bakteri yang menginfeksi daerah kulit tersebut ),
bakteri dan protein (Common,2011).
2.5 Antibakteri
Istilah – istilah yang berhubungan dengan antimikroba adalah bakteriostatik dan
bakteriosidal.
Bakteriostatik
adalah sifat antibakteri
yang
memiliki
kemampuan
mengahambat perkembangbiakan bakteri, sedangkan bakterisidal adalah antimikroba yang
memiliki sifat mematikan bakteri. Kerja bakterisidal berbeda deari bakteriostatik dalam hal
tidak dapat dipulihkan lagi. (Jawet dkk, 2005).
Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tumbuhan diketahui dapat
menghambat beberapa mikroorganisme patogen maupun perusak makanan. Zat aktif
tersebut dapat berasal dari bagian tumbuhan seperti biji, buah, rimpang, batang, daun, dan
umbi. Kemampuan senyawa antimikroba untuk menghambat aktivitas pertumbuhan
mikroba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, pH (keasaman),
ketersediaan oksigen, dan interaksi/sinergi antara beberapa faktor tersebut (Ardiansyah,
2007).
Menurut McKane dan Kandel tahun 1996, uji resistensi bakteri oleh zat antimikroba dapat
dilakukan dengan beberapa metoda, yaitu:
1. Metoda Difusi Agar
Metoda difusi agar ini dicetuskan oleh Kirby-Bauer sehingga dapat pula disebut
sebagai metoda Kirby-Bauer yang menjadikan diameter daya hambat yang terbentuk
sebagai tolak ukur resisten atau tidaknya suatu mikroorganisme terhadap zat antimikroba.
Metoda ini dilakukan pada medium padat yang diinokulasikan mikroorganisme atau
patogen ke dalamnya dan meletakkan cakram kertas yang telah mengandung zat
antimikroba pada medium tersebut. Diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar
cakram kertas diukur setelah mikroorganisme diinkubasikan selama 24 jam. Pada medium
yang tidak terdapat zona hambat menunjukkan bahwa bekteri tersebut bersifat resisten.
2. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Test
Metoda ini merupakan metoda yang akurat untuk mengetahui sensitivitas
mikroorganisme terhadap pengaruh zat antimkroba. MIC adalah jumlah bahan antimikroba
terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Metoda MIC dapat disebut
pula Broth Dilution Method. Pada konsentrasi zat antimikroba yang paling efektif dapat
diketahui dari tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada medium setelah
diinkubasikan.
3. Metoda Otomatis
Metoda otomatis merupakan suatu metoda yang dapat dengan cepat menentukan
sensitivitas bakteri terhadap zat antimikroba. Pada metode ini, digunakan alat khusus untuk
dapat mengetahui pertumbuhan mikroorganisme yang dilihat dari kekeruhannya pada
medium cair. Jika zat antimikroba yang diujikan tidak efektif maka mikroorganisme akan
tetap melakukan perbanyakan diri pada medium tersebut.
4. Metoda Antibiogram
Pada metode ini dilakukan pemilihan zat antimikroba untuk menghambat suatu
mikroorganisme. Berbagai zat antimikroba diujikan pada suatu mikroorganisme, sehingga
didapatkan salah satu bahan yang paling efektif dalam menghambat mikroorganisme
tersebut. Antibiogram ini dapat meramalkan seberapa besar sensitivitas mikroorganisme
terhadap suatu zat antimikroba. Zat antimikroba yang efektif dapat dijadikan sebagai pilihan
bahan yang tepat untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme sasaran.
2.6 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan
bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material lainnya (Mahmud, 2010).
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi
masuk ke dalam pelarut (Dinda,2008).
2.7 Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasal latin, artinya merendam),
merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara direndam menggunakan pelarut bukan air
(non polar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai
dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka
ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang
penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi
proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam
sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang
berada di luar sel belum terisi zat aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif
di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak
menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan
di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi. Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di dalam
dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing 50% (Mahmud,
2010).
BAB III
KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pikir
Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama baik di masyarakat maupun di
rumah sakit. Selain itu penyakit infeksi merupakan penyebab kesakitan dan kematian di
negara berkembang. Pemilihan antibiotika sebagai terapi infeksi memiliki peran penting
dalam mencapai kesembuhan kepada pasien. Selain itu, timbul permasalahan lain yaitu
terdapat penyakit infeksi dengan bakteri penyebab yang telah resisten terhadap berbagai
antibiotika. Hilangnya efektifitas antibiotika ini sudah dilaporkan semenjak ditemukannya
penicillin pada tahun 1940, dimulai dengan Staphylococcus aureus. Sekarang, masalah ini
menjadi perhatian kembali karena mulai meningkatknya resistensi bakteri terhadap
berbagai macam antibiotika. Salah satu masalah yang muncul akhir-akhir ini adalah MRSA
(Methicillin resistant Staphylococcus aureus). MRSA adalah strain bakteri Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap methicillin dan antibiotika golongan beta laktam lainnya
seperti penicillin dimana antibiotika golongan ini merupakan antibiotika yang sering
digunakan.
Staphylococcus aureus maupun MRSA pada umumnya menyerang kulit, dan masyarakat
umum mengenalnya dengan nama bisul (Furunkle). Furunkle (bisul) merupakan peradangan
yang terjadi pada daerah folikel rambut kulit dan sekitarnya. Penyebab bisul yang paling
sering dialami adalah bakteri Staphylococcus aureus, karena itu bisul dapat juga diartikan
sebagai infeksi lokal pada kulit dalam. Awalnya hanya folikel rambut yang terinfeksi, tetapi
karena adanya gesekan, iritasi, dan kurang bersihnya perawatan tubuh, infeksi tersebut
dapat menyebar ke jaringan sekitarnya, dan terjadilah bisul.
Masyarakat Indonesia telah memiliki cara pengobatan tradisional untuk penyakit bisul
sejak jaman dulu, seperti menggunakan cocor bebek, lobak, lidah buaya, daun kamboja,
kaktus pakis giwang, dan lain – lain. Untuk memastikan pengaruh pemakaian tanaman
khususnya kaktus pakis giwang (Euphorbia milii), dilakukan penelitian secara in vitro.
3.2 Kerangka Konsep
MRSA merupakan penyebab utama infeksi di rumah sakit dan telah meluas
dengan cepat di banyak bagian dunia. Makin lama makin sulit untuk melawan MRSA
dan cara terbaik untuk mencegah penularannya masih banyak diperdebatkan. Di
samping menjadi masalah di rumah sakit di dunia, MRSA juga makin banyak
ditemukan kembali dari pasien di fasilitas perawatan jangka panjang seperti wisma
para usia lanjut, dan bahkan dari orang-orang di masyarakat atau di tempat-tempat
olahraga (EPIC, 2006).
Ekstrak etanol daun kaktus pakis giwang merupakan salah satu bahan yang
diyakini berpotensi sebagai salah satu obat untuk mengatasi infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Staphylococcus aureus termasuk MRSA karena mengandung berbagai
macam alkaloid seperti saponin (Herawati,2004).
Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian secara in vitro untuk mengetahui efek
ekstrak daun kaktus pakis giwang dalam berbagai konsentrasi (25%, 50%, 75%,
100%) terhadap pertumbuhan bakteri MRSA.
3.3 Konsep Penelitian
Ekstrak Daun Kaktus Pakis Giwang
(Euphorbia Milii)
25%, 50%, 75%, 100%
Faktor Internal :
Faktor Eksternal :
- Waktu pengeraman MRSA
- Media pengeraman MRSA
- Suhu pengeraman MRSA
- Cara penghitungan koloni MRSA
- Sterilisasi alat dan bahan
Pertumbuhan MRSA terhambat
(Terdapat zona hambat)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis
1. Ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii) mempunyai efek
menghambat pertumbuhan MRSA secara in vitro.
2. Ada perbedaan daya hambat antara ekstrak daun kaktus pakis giwang
(Euphorbia milii) konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap
pertumbuhan MRSA secara in vitro.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1.Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental murni (true experiment),
memakai kelompok kontrol dengan menggunakan rancangan post test only control
group design (Marczyk dkk,2005). Bagan rancangan penelitian sebagai berikut:
K
P1
S
RA
P2
P3
P4
O0
O1
O2
O3
O4
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan :
S
= Sampel penelitian, MRSA diambil dari satu serotype
RA = Random alokasi untuk meletakkan difusi disk (perlakuan) pada plate
K
= Kontrol negatif dengan etanol 70%
P1
= Perlakuan dengan ekstrak kaktus pakis giwang 25%
P2
= Perlakuan dengan ekstrak kaktus pakis giwang 50%
P3
= Perlakuan dengan ekstrak kaktus pakis giwang 75%
P4
= Perlakuan dengan ekstrak kaktus pakis giwang 100%
O0 = Nilai observasi pada kelompok K
O1 = Nilai observasi pada kelompok P1
26
O2 = Nilai observasi pada kelompok P2
O3 = Nilai observasi pada kelompok P3
O4 = Nilai observasi pada kelompok P4
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas
Udayana Denpasar.
Waktu penelitian akan dimulai dari bulan Desember 2011 – Januari 2012.
4.3 Sumber Data Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Dalam uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar digunakan
inokulum bakteri Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang diambil
dari sampel di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Penentuan
besar sampel
ditetapkan sesuai dengan penetapan baku uji bakteri yaitu menggunakan 108CFU/ml
bakteri.
4.3.2. Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah daun kaktus pakis giwang segar yang didapat di
seputaran Kota Denpasar. Daun kemudian dikeringkan dan dibuat serbuk. Serbuk tersebut
dimaserasi dengan etanol 70% selama 48 jam dan dilanjutkan dengan tahap destilasi
menggunakan rotary evaporator. Selanjutnya dibuat konsentrasi ekstrak 25%, 50%, 75% dan
100% untuk pengujian.
Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan sesuai dengan rumus
Federer (1977):
(n-1)(t-1) ≥ 15
.......................................................................................... (1)
n = banyaknya pengulangan
t = perlakuan, dalam hal ini ada 5 perlakuan (K, P1, P2, P3, P4)
(n-1) (5-1)
= 15
(n-1) (4)
= 15
n-1
= 15/4
n-1
= 3,75 ≈ 4
Jadi banyaknya pengulangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebanyak 4
kali. Sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 20 sampel.
4.4 Variabel Penelitian
Dalam penelitian menggunakan 3 variabel yaitu :
1. Variabel Bebas: Daun kaktus pakis giwang yang dibuat dari simplisia daun yang
dimaserasi, kemudian dibuat berbagai konsentrasi (25%,50%, 75%, 100%) dengan
pelarut etanol 70%.
2. Variabel Tergantung : Terjadinya area terang sekitar cakram dengan menggunakan
jangka sorong, yang menunjukkan adanya hambatan bakteri sebelum dan sesudah
perlakuan.
3. Variabel Kendali :
a. Suhu pada saat pengeraman MRSA dengan satuan derajat celcius (oC).
b. Waktu pengeraman MRSA dengan satuan Jam
c. Media pengeraman MRSA
d. Jumlah koloni MRSA
4.5 Definisi Operasional
1. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap antibiotika β-laktam, termasuk penicillinaseresistant penicillins (methicillin, oxacillin, nafcillin) dan cephalosporin.
2. Jumlah koloni MRSA adalah jumlah MRSA yang sesuai dengan 108CFU/ml
diperoleh dari membuat kekeruhan bakteri setara dengan 0,5 McFarland.
3. Ekstrak kasar etanol adalah ekstrak daun kaktus pakis giwang yang diperoleh
dari hasil maserasi dan destilasi simplisia daun Euphorbia milii dengan
menggunakan pelarut etanol 70%.
4. Daya hambat adalah kemampuan ekstrak daun kaktus pakis giwang
konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% dalam menghambat pertumbuhan
bakteri MRSA yang dilihat dari diameter zona hambatnya.
5. Diameter zona hambat adalah nilai rata-rata diameter zona bening yang
terbentuk pada medium Nutrient Agar, diukur dengan menggunakan jangka
sorong dengan satuan millimeter (mm).
6. Suhu adalah satuan besaran yang menyatakan derajat panas yang diperlukan
untuk pertumbuhan optimal MRSA yang diukur menggunakan thermometer
dengan skala derajat celcius.
7. Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya peristiwa mulai dari
masuknya media pertumbuhan MRSA ke incubator selama proses inkubasi
sampai dikeluarkannya media dengan satua jam.
8. Media pengeraman adalah tempat
untuk menumbuhkan bakteri MRSA
aureus yaitu media Nutrien Broth.
9. Jumlah koloni adalah jumlah kelompok bakteri sejenis yang diamati dan
dihitung pada media pertumbuhan.
4.6 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah alat – alat untuk keperluan
sterilisasi, ekstraksi bahan, pengukuran bakteri uji dan pengujian aktivitas zat antibakteri
seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Daftar Alat Penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Nama Alat
Beker glas
Gelas ukur
Waterbath shaker incubator
Pinset
Lemari inkubator
Autoklaf
Penggaris
Tabung reaksi
Labu erlenmeyer
Spidol permanen
Pipet
Cawan petri
Blender
Micropipet
Timbangan analitik
Box transfer
Kawat ose
Api spiritus
Vortex mixer
Hot plate
Digital camera
Colony counter
Rotary evaporator
Gunting
Gelas arloji
Lemari es
pH meter
Spesifikasi
100 ml
10ml, 50ml, 250ml
Milimeter
13 x 150 mm
50, 250, 500, dan 1000ml
Diameter 9 cm
Sony
Jumlah
2 buah
1 buah
1 buah
4 buah
1 buah
1 buah
1 buah
26 buah
4 buah
1 buah
3 buah
30 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
Adapun bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah seperti yang
tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel4.2 Daftar Bahan Penelitian
No
1
Nama Bahan
Medium Blood Agar (Base)
Jumlah
40g/1 liter
No
Nama Bahan
Jumlah
2
Medium Mueller Hinton Agar
34g/1 liter
3
Biakan MRSA
1 tabung
4
Daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii)
100 gram
5
Etanol 70%
2 liter
6
Aquadest
5 liter
7
Kertas saring Whatman No.1
8
Cakram kertas
9
Kapas
1 bungkus
10
Benang kasur
1 gulung
11
Korek api
12
Plastik tahan panas
13
Kertas label
1 pak
14
NaCl 0,85%
1 liter
15
Aluminium foil
1 gulung
20
Kain kassa
1 bungkus
4 lembar
Secukupnya
1 buah
1 bungkus
4.7 Alur Penelitian
Alur penelitian dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini.
MRSA
Blood Agar (Base)
Pembuatan kekeruhan sebanding 108CFU/ml
1. Uji Pengecatan
Gram
2. Uji Katalase
3. Uji Koagulase
4. Uji bacitracin
5. Uji Cefoxitin
Mueller Hinton
Random difusi disk
Etanol
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
Ekstrak
95%
Euphorbia milii
Euphorbia milii
Euphorbia milii
Euphorbia milii
Diameter zona hambat MRSA
Tabulasi data
Analisis data
Gambar 4.2 Alur Penelitian
4.8 Prosedur Penelitian
Langkah penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pengujian, dan tahap pengolahan data.
4.8.1 Tahap persiapan
a. Sterilisasi Alat dan Bahan
Dilakukan pengumpulan alat-alat yang akan digunakan kemudian dilakukan
pembuatan media NA (Nutrient Agar) dan NB (Nutrient Broth). Setelah itu, semua alat
dan bahan tersebut disterilisasi di dalam autoklaf selama 15 menit dengan mengatur
tekanan sebesar 1,5 kg/cm2 (1 atm) dan suhu sebesar 121oC yang sebelumnya telah
dibungkus dengan plastik tahan panas. Alat-alat yang tidak tahan panas disterilisasi
dengan cara disemprotkan etanol 95%.
b. Ekstraksi Daun Kaktus Pakis Giwang (Euphorbia milii)
Daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii) dicuci dengan air bersih lalu dikeringanginkan (tidak terkena sinar matahari langsung) selama satu minggu sampai daun
kering. Daun yang telah kering dihaluskan hingga berbentuk serbuk dengan
menggunakan blender dan dikumpulkan hingga sebanyak 20 gram. Serbuk daun
tersebut dicampurkan dengan pelarut etanol 70% sebanyak 250 ml dan disimpan pada
labu erlenmeyer. Labu tersebut ditutup dan dikocok setiap 30 menit sekali selama 6
jam lalu larutan tersebut dibiarkan (dimaserasi) selama 48 jam. Setelah itu, larutan
disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No.1. Kemudian, hasil saringan
tersebut diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator hingga
didapatkan ekstrak kasar etanol. Serbuk daun yang masih terlihat hijau setelah
penyaringan dilarutkan kembali dengan etanol 70% sebanyak 200 ml dan dimaserasi
kembali selama 48 jam. Larutan tersebut disaring dengan kertas saring whatman dan
diekstraksi pula dengan rotary evaporator. Ekstrak yang diperoleh kemudian
dikumpulkan dan dihitung berat totalnya. Ekstrak diasumsikan telah berkonsentrasi
100% dan siap diencerkan menjadi berbagai konsentrasi dengan menggunakan pelarut
etanol 70%. Selanjutnya, ekstrak disimpan dalam botol gelap atau botol bening yang
ditutup alumunium foil pada suhu 5oC untuk mencegah terjadinya perubahan kimiawi
(Ogbulie dkk, 2007).
c. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun kaktus pakis giwang
Ekstrak kental daun kaktus pakis giwang dibuat konsentrasi 25%, 50%, 75% dan
100% dengan menggunakan etanol 70%. Untuk membuat konsentrasi suatu larutan
dengan jumlah gram zat dalam 100ml etanol.
1. Konsentrasi 25% = 25gram ekstrak daun kaktus pakis giwang dalam labu
ukur 100ml ditambahkan etanol 70% sampai batas tanda.
2. Konsentrasi 50% = 50gram ekstrak daun kaktus pakis giwang dalam labu
ukur 100ml ditambahkan etanol 70% sampai batas tanda.
3. Konsentrasi 75% = 75gram ekstrak daun kaktus pakis giwang dalam labu
ukur 100ml ditambahkan etanol 70% sampai batas tanda.
4. Konsentrasi 100% = 100gram ekstrak daun kaktus pakis giwang dalam
labu ukur 100ml ditambahkan etanol 70% sampai batas tanda.
4.8.2 Tahap pengujian
A. Pembuatan Blood Agar
1.
Menimbang Blood Agar (base) 4g, kemudian dilarutkan dalam 100ml
aquadest dengan pemanasan, kemudian dimasukkan ke dalam autoclave
pada 121atm selama 15 menit.
2.
Ditaruh di Waterbath hingga suhu ± 50oC, kemudian ditambahkan 5%
darah kambing dan diaduk hingga homogen.
3.
Dituangkan ke dalam cawan peteri dengan diameter 10cm
4.
Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk mengetahui sterilitas
media.
5.
Apabila menunjukkan media dalam keadaan steril, bisa langsung
digunakan sebagai media penanaman MRSA.
6.
Media yang telah ditanami MRSA diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
Jam
B. Pengujian Koloni
Tahap pengujian dapat dilihat pada bagan berikut.
Pengecatan gram
Positif cocci
Uji Katalase
+
-
+
Uji Koagulase
Uji bacitrasin
Streptococcaceae
-
+
Staphylococcus auresus
Uji Cefoxitin
-
+
Non MRSA
MRSA
Gambar 4.3 Alur Pengujian Koloni (Connie dkk, 2011)
Koloni yang tumbuh dan dicurigai sebagai staphylococcus dipastikan dengan
melakukan pewarnaan Gram untuk mengetahui sifat Gram dan morfologi secara
mikroskopis dan uji katalase untuk membedakannya dengan streptococcus. Koloni
staphylococcus yang didapatkan kemudian diidentifikasi dengan uji koagulasi
(Tirnata,2008).
Untuk memastikan lagi bahwa koloni yang tumbuh adalah Staphylococcus aureus,
dilanjutkan dengan uji bacitrasin (Connie dkk, 2011). Kemudian dilakukan uji lanjutan
untuk memastikan bakteri tersebut MRSA dengan uji menggunakan cefoxitin. Hasil
menunjukkan MRSA ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat di sekitar cakram
cefoxitin.
B.1 Pengecatan Gram
a. Buat preparat ulas (smear) yang telah difiksasi dari MRSA
b. Teteskan Kristal violet sebagai pewarna utama, tunggu lebih kurang
satu menit
c. Cuci dengan aquades mengalir
d. Teteskan lugol , kemudian tunggu selama 1 menit
e. Cuci dengan aquades mengalir
f. Teteskan alkohol 96% sebagai larutan pemucat, diamkan 30detik,
kemudian cuci dengan aquades mengalir
g. Teteskan safranin, tunggu selama 1 sampai 2menit, kemudian cuci
dengan aquades mengalir
h. Keringkan preparat kemudian diamati secara mikroskopis berbentuk
coccus atau bulat, susunan seperti anggur dan bersifat gram positif
(ungu).
Hal
ini
untuk
meyakinkan
bakteri
tumbuh
adalah
Staphylococcus aureus
B.2. Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang
diuji. Kebanyakan bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah
H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalasi diduga penting untuk untuk
pertumbuhan aerobic karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai
enzim pernafasan bersifat racun terhadap sel mikroba.
Uji dilakukan dengan langkah – langkah:
a. Mengambil kultur sampel dengan ose secara aseptis dari agar miring
b. Biakan digoreskan pada petri disk agar sel rata dan tidak bertumpuk
c. Kultur mikroba ditetesi 1-2 tetes H2O2 3% , agar aktivitas katalase
pada mikroba dapat diketahui
d. Petri disk ditutup kembali agar tidak ada kontaminasi dan
memaksimalkan mikroba untuk merombak H2O2
e. Amati ada tidaknya gelembung – gelembung kecil. Jika terdapat
gelembung maka dalam petri disk tersebut merupakan bakteri katalase
positif, sebaliknya jika tidak ada gelembung termasuk bakteri katalase
negatif. Staphylococcus aureus termasuk bakteri katalase positif
B.3. Uji Koagulase
Uji koagulasi dilakukan dengan menanam koloni ke dalam tabung yang telah
berisi plasma darah kelinci, campur hingga rata dan inkubasikan selama 4 hingga
24 jam. Hasil koagulase positif Staphylococcus aureus ditunjukkan dengan
terbentuknya gumpalan, sedangkan disebut staphylococcus koagulase negatif
(CNS) bila setelah 24 jam tidak terjadi penggumpalan (Koneman et al., 1992;
Fox, 2000; Cappucino and Sherman, 2005).
B.4. Uji Bacitracin
Uji bacitracin dilakukan dengan cara menanam bakteri pada media agar
darah, kemudian pada media tersebut tempatkan bacitracin disk. Biakkan pada
incubator pada suhu 36-37oC selama 24 jam. Amati zona hambat di sekitar
bacitracin disk. Bakteri Staphylococcus resisten atau tidak menunjukkan zona
hambat pada uji bacitracin (Baker dkk, 1986).
B.5. Uji Cefoxitine
a. Sediakan media perbenihan Agar Mueller Hinton
b. Buat suspensi bakteri yang akan diuji dalam akuades steril dengan
tingkat kekeruhan yang sesuai dengan standar McFarland 0,5,
setara dengan jumlah bakteri 108 CFU (Colony Forming Unit)
pada tiap satu milimeter suspensi bakteri
c. Tanamkan suspensi bakteri tersebut pada media perbenihan yang
disediakan dengan mengapuskannya menggunakan kapas lidi
steril.
d. Biarkan seluruh biakan mengering selama lima menit
e. Letakkan cakram Cefoxitine 30μg pada permukaan media
f. Tekan dengan perlahan cakram metilsilin tersebut dengan
menggunakan kapas lidi steril untuk memastikan cakram melekat
pada permukaan agar. Jangan menekan cakram sampai terbenam
ke dalam agar.
g. Inkubasikan pada suhu 37ËšC selama 24 jam
h. Amati zona hambat di sekitar cakram. Dinyatakan resisten bila
diameter zona hambat ≤ 14 mm, intermediet bila zona hambat 1517 mm, dan sensitif bila zona hambat ≥ 18 mm.
C. Pembuatan kekeruhan MRSA sebanding dengan 108CFU/ml
1. Membuat larutan NaCl 0,9%
2. Masukkan koloni MRSA yang telah dijuji biokimia tadi ke dalam
tabung yang berisi NaCl 0,9%
3. Setarakan kekeruhan larutan NaCl 0,9% + MRSA dengan
0,5McFarland
Gambar 4.4 Uji kekeruhan MRSA dibandingkan dengan 0,5
McFarland
D. Pembuatan Media Mueller Hinton
1. Menimbang Mueller Hinton agar 3,4g, kemudian larutkan dalam
100ml aquadest dengan pemanasan dan diaduk secara konstan dan
disterilkan dalam autoclave pada 121atm selama 15 menit.
2. Didinginkan dengan cara ditaruh di waterbath hingga suhu + 50oC,
3. Dituangkan ke dalam cawan petri dengan diameter 10cm
4. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam untuk mengetahui
sterilitas media
5. Apabila menunjukkan media dalam keadaan steril, bisa langsung
digunakan sebagai media uji terhadap MRSA
6. Media yang telah ditanami MRSA diinkubasi pada suhu 37oC selama
24 jam
Gambar 4.5 Menimbang Agar Mueller Hinton
Gambar 4.6 Pemanasan dan pelarutan agar dalam 100ml aquadest
Gambar 4.7 Proses sterilisasi dalam autoclave
Gambar 4.8 Penuangan larutan agar dalam cawan petri
Gambar 4.9 Proses inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
E. Pengujian Ekstrak Daun Kaktus Pakis Giwang terhadap MRSA
1. Dengan menggunakan lidi kapas steril, MRSA dioleskan merata pada
media agar Mueller Hinton pada petri. Buat media Mueller Hinton
sebanyak 4 buah.
2. Rendam paper disk pada aquadest, ekstrak daun kaktus pakis giwang
dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%. Buat masing –
masing sebanyak 4 paper disk.
3. Tanam masing – masing paper disk tersebut ke dalam petri yang
telah ditanami MRSA
4. Media uji tersebut kemudian dieramkan dalam incubator selama 24
jam pada suhu 37oC.
4.8.3 Penilaian kemampuan ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii)
terhadap pertumbuhan kultur MRSA
Untuk menilai kemampuan hambat ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia
milii) terhadap pertumbuhan MRSA dilakukan dengan cara mengukur zona bening yang
terlihat disekitar difusi disk (Wasitaninggrum, 2009).
4.9 Tahap Pengolahan Data
Untuk menganalisis data hasil penelitian ini dipakai:
4.9.1 Analisis deskriptif
Analisis data ini digunakan untuk memberikan gambaran tentang mean dan standar
deviasi yang didapatkan dari hasil penelitian.
4.9.2 Uji normalitas dan homogenitas
a. Uji Normalitas
Distribusi data diameter zona hambat dari masing – masing kelompok percobaan
diuji dengan Shapiro Wilks dengan tingkat kemaknaan 5%. Hipotesis yang diuji
adalah:
Ho : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal (p>0,05)
Ha : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal (p<0,05)
b. Uji Homogenitas
Varian data diameter zona hambat antar kelompok percobaan diuji
homogenitasnya dengan tingkat kemaknaan α=5%. Dengan hipotesis
statistik:
Ho
: variansi tiap kelompok sama/homogen (p>0,05)
Ha : variansi tiap kelompok tidak homogen (p<0,05)
4.9.3 Uji efek perlakuan
a. Perbedaan rerata diameter zona hambat antar kelompok perlakuan diuji
dengan uji non parametrik
yaitu uji Kruskal-Wallis dengan tingkat
kemaknaan α=5% dengan hipotesis statistik:
Ho : Sampel berasal dari populasi yang sama (p>0,05)
Ha : Sampel berasal dari populasi yang berbeda (p<0,05)
b. Dilanjutkan dengan analisis perbedaan antar perlakuan dengan metode uji
non parametrik Mann Whitney, pada tingkat kemaknaan α=5% dengan
hipotesis statistik sebagai berikut:
1) Untuk K-P1 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kontrol dengan konsentrasi 25%
H1 : ada perbedaan antara kontrol dengan konsentrasi 25%
2) Untuk K-P2 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kontrol dengan konsentrasi 50%
H1 : ada perbedaan antara kontrol dengan konsentrasi 50%
3) Untuk K-P3 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kontrol dengan konsentrasi 75%
H1 : ada perbedaan antara kontrol dengan konsentrasi 75%
4) Untuk K-P4 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kontrol dengan kons.100%
H1 : ada perbedaan antara kontrol dengan kons.i 100%
5) Untuk Pl-P2 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kons. 25% dengan kons.50%
H1 : ada perbedaan antara kons. 25% dengan kons.50%
6) Untuk Pl-P3 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kons. 25% dengan kons.75%
H1 : ada perbedaan antara kons. 25% dengan kons.75%
7) Untuk Pl-P4 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kons. 25% dengan kons.100%
H1 : ada perbedaan antara kons. 25% dengan kons.100%
8) Untuk P2-P3 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kons. 50% dengan kons.75%
H1 : ada perbedaan antara kons. 50% dengan kons.75%
9) Untuk P2-P4 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kons. 50% dengan kons.100%
H1 : ada perbedaan antara kons. 50% dengan kons.100%
10) Untuk P3-P4 :
Ho : tidak ada perbedaan antara kons. 75% dengan kons.100%
H1 : ada perbedaan antara kons. 75% dengan kons.100%
4.9.4 Analisis kualitatif
Dalam analisis kualitatif ini dilakukan dengan cara mengelompokkan zona
hambat ke dalam empat kelompok yaitu sangat kuat, kuat, sedang dan lemah.
Analisis hubungan antara konsentrasi ekstrak daun kaktus pakis giwang
(Euphorbia milii) dengan kualitas daya hambat menggunakan tabulasi silang
dengan tingkat signifikan hubungan diuji dengan uji Chi Square.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak empat plate dengan inkubasi koloni
Methicillin-resisten Staphylococcus aureus (MRSA) sesuai dengan 108CFU/ml dibuat
kekeruhan yang setera dengan 0,5 Mac Farland. MRSA pada masing – masing plate terbagi
menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu kelompok K (kontrol), P1 (Ethanol 70%), P2 (Ekstrak
Euphorbia milii 25%), P3 (Ekstrak Euphorbia milii 50%), P4 (Ekstrak Euphorbia milii 75%), P5
(Ekstrak Euphorbia milii 100%). Pembahasan hasil penelitian ini meliputi uji normalitas,
homogenitas data, dan uji efek perlakuan.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil uji ekstrak ethanol 70% daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii) terhadap
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ditunjukkan pada gambar 5.1.
Ekstrak 50%
Ekstrak 100%
Ekstrak 75%
Ekstrak 25%
Kontrol Negatif
(Ethanol 70%)
Gambar 5.1 Hasil pengukuran zona hambat
Dalam penelitian ini zona hambat yang diukur dengan jangka sorong diperlihatkan pada
tabel 5.1
48
Tabel 5.1
Zona Hambat MRSA
Diameter zona hambat (mm)
Konsentrasi Ekstrak
(dalam ethanol 70%)
0%
25%
50%
75%
100%
0
14
18
20
22
0
15
19
20
23
0
14
18
20
22
0
14
17
20
21
5.2 Uji Deskriptif
Data yang diperoleh dicari rerata dan simpangan baku dengan uji deskriptif
diperoleh hasil seperti pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Rerata dan Simpangan Baku
Konsentrasi
n
Rerata
Simpangan Baku
0%
4
0,0000
0,0000
25%
4
14,2500
0,5000
50%
4
18,0000
0,8165
75%
4
20,0000
0,0000
100%
4
22,0000
0,8165
Tabel 5.2 menunjukkan rerata diameter zona hambat MRSA kelompok kontrol
0,0000+0,0000; kelompok ekstrak Euphorbia milii 25% 14,2500+0,5000; kelompok ekstrak
Euphorbia milii 50% 18,0000+0,8165; kelompok ekstrak Euphorbia milii 75% 20,0000+0,0000
dan kelompok ekstrak Euphorbia milii 100% 22,0000+0,8165.
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data
Data diameter zona hambat MRSA sesudah perlakuan pada masing – masing
kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk, dengan nilai α=0,05.
Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05) untuk ekstrak dengan konsentrasi
50% dan 100%, sedangkan untuk ekstrak dengan konsentrasi 25% menunjukkan data
berdistribusi tidak normal (p<0,005) dan homogen yang ditampilkan pada Tabel 5.3.Untuk
kelompok kontrol dan kelompok konsentrasi 75% diabaikan karena diameter zona hambat
MRSA hasil penelitian konstan.
Tabel 5.3
Hasil Uji Normalitas Data Masing – masing Kelompok
Kelompok Perlakuan
n
p
Ekstrak Euphorbia milli 25%
4
0,001
Ekstrak Euphorbia milli 50%
4
0,683
Ekstrak Euphorbia milli 100%
4
0,683
Dari hasil uji normalitas data tersebut, dilanjutkan dengan uji efek perlakuan untuk
mengetahui perbedaan rerata diameter zona hambat antar kelompok perlakuan. Karena
data berdistribusi tidak normal maka uji perlakuan yang dipakai adalah uji Kruskal-Wallis.
Sedangkan untuk uji homogenitas
berdasarkan rerata (based on mean)
didapatkan
p=0,919>0,05. Ini berarti data penelitian homogen.
5.4 Analisis Efek Perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata diameter zona hambat MRSA antar
kelompok sesudah diberikan perlakuandengan nilai α=0,05. Nilai p yang didapat dari uji
Kruskal-Wallis adalah 0,001 < 0,005, oleh karena itu hipotesis Ho ditolak, bahwa terdapat
perbedaan dari kelompok perlakuan.
Untuk mengetahui sampel mana yang berbeda dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Dari
hasil uji Mann Whitney didapatkan data sesuai dengan tabel 5.4.
Tabel 5.4
Perbedaan Antara Dua Kelompok Perlakuan
Konsentrasi (%)
n
0
25
4
Rerata Diameter
Zona Hambat
2,50
6,50
P
0,011
0
50
0
75
0
100
25
50
25
75
25
100
50
75
50
100
75
100
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2,50
6,50
2,50
6,50
2,50
6,50
2,50
6,50
2,50
6,50
2,50
6,50
2,50
6,50
2,50
6,50
2,50
6,50
0,013
0,008
0,013
0,017
0,011
0,017
0,013
0,019
0,013
Dari tabel 5.4 di atas dapat dilihat ekstrak dengan konsentrasi yang lebih tinggi mempunyai
nilai mean lebih besar dibandingkan ekstrak dengan konsentrasi lebih rendah (6,50 > 2,50).
Nilai p untuk semua perbandingan konsentrasi lebih kecil dari 0,05. Jadi hipotesis Ho ditolak,
perbedaan konsentrasi mempengaruhi diameter zona hambat MRSA.
Pada gambar grafik di bawah ini terlihat pemberian ekstrak daun Euphorbia milii
mempengaruhi diameter zona hambat MRSA. Semakin besar konsentrasi yang diberikan,
semakin besar zona hambat yang terjadi.
Gambar 5.2 Grafik diameter zona hambat MRSA
5.5 Analisis Kualitas
Analisis kualitas daya hambat diuji dengan Chi-Square dengan nilai α=0,05. Kekuatan
daya hambat bakteri dikategorikan menurut Davis dan Stout (1971) menjadi: sangat kuat
(>20mm), kuat (10-20mm), sedang (5-10mm) dan lemah (<5mm).
Hasil analisis kemaknaan dengan uji Chi-Square terdapat pada table 5.5
Tabel 5.5
Kualitas Daya Hambat
Kualitas
Kelompok Subyek
Kontrol
Ekstrak 25%
Ekstrak 50%
Ekstrak 75%
Ekstrak 100%
Lemah
Sedang
Kuat
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
4
0
0
Sangat
Kuat
0
0
0
4
4
X2
p
40,000
0,000
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia
milii) dengan berbagai konsentrasi mempengaruhi kualitas zona hambat MRSA. Ini
ditunjukkan dengan nilai p<0,05.
BAB VI
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
6.1 Subyek Penelitian
Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia
milii) terhadap daya hambat Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) secara in
vitro maka dilakukan penelitian pada plate inkubasi di Laboratorium Mikrobiologi
Universitas Udayana.
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 4 (empat) plate sebagai
sampel, yang tergagi dalam 5 (lima) kelompok, yaitu kelompok kontrol (Ethanol 70%),
Ekstrak Euphorbia milii 25%, Ekstrak Euphorbia milii 50%, Ekstrak Euphorbia milii 75% dan
Ekstrak Euphorbia milii 100%.
6.2 Distribusi Data Hasil Penelitian
Uji perbandingan berdasarkan konsentrasi antara kelima kelompok perlakuan
didapatkan rerata diameter daya zona hambat MRSA kelompok kontrol 0,0000+0,0000;
kelompok ekstrak Euphorbia milii 25% 14,2500+0,5000; kelompok ekstrak Euphorbia milii
50% 18,0000+0,8165; kelompok ekstrak Euphorbia milii 75% 20,0000+0,0000 dan kelompok
ekstrak Euphorbia milii 100% 22,0000+0,8165.
Untuk uji distribusi digunakan uji Saphiro-wilk dengan nilai signifikansi 0,05.
Berdasarkan hasil uji tersebut kelompok kontrol dan konsentrasi 75% diabaikan karena
diameter zona hambat MRSA hasil penelitian konstan. Untuk ekstrak dengan konsentrasi
25% menunjukkan hasil uji dengan nilai signifikansi 0,001; konsentrasi 50% menunjukkan
hasil uji dengan nilai signifikansi 0,683 serta konsentrasi 100% juga menunjukkan hasil uji
dengan nilai signifikansi 0,683. Dengan demikian ada satu sampel yaitu pada konsentrasi
54
25% menunjukkan populasinya berdistribusi tidak normal, sehingga untuk mengetahui
perbedaan rerata diameter zona hambat antar kelompok perlakuan dipakaiuji non
parametrik yaitu uji Kruskal-Wallis dengan nilai α=0,05.
Uji perbandingan antara kelima kelompok dengan uji Kruskal-Wallis menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan bermakna diameter zona hambat pertumbuhan MRSA dengan
perlakuan kontrol, konsentrasi ekstrak 25%, konsentrasi ekstrak 50%, konsentrasi ekstrak
75% dan konsentrasi ekstrak 100% (p<0,05).
Untuk mengetahui sampel mana yang berbeda dilanjutkan dengan uji MannWhitney, dengan membandingkan sampel satu dengan sampel yang lain, pada nilai α=0,05.
Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan
kelompok konsentrasi 25% (p<0.05), kelompok kontrol dengan kelompok konsentrasi 50%
(p<0,05), kelompok kontrol dengan kelompok konsentrasi 75% (p<0,05), kelompok kontrol
dengan kelompok konsentrasi 100% (p<0,05), kelompok konsentrasi 25% dengan kelompok
konsentrasi 50% (p<0,05), kelompok konsentrasi 25% dengan kelompok konsentrasi 75%
(p<0,05), kelompok konsentrasi 25% dengan kelompok konsentrasi 100% (p<0,05),
kelompok konsentrasi 50% dengan kelompok konsentrasi 75% (p<0,05), kelompok
konsentrasi 50% dengan kelompok konsentrasi 100% (p<0,05) dan kelompok konsentrasi
75% dengan kelompok konsentrasi 100% (p<0,05). Hasil juga menunjukkan semakin
besarnya konsentrasi dari 25% sampai dengan 100%, semakin besar pula daya hambat
terhadap MRSA seperti ditunjukkan oleh grafik pada gambar 5.1.
Pada uji Chi-square juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsentrasi
dengan kualitas diameter zona hambat MRSA. Dengan demikian peningkatan konsentrasi
ekstrak Euphorbia milii dalam etanol 70% berpengaruh terhadap diameter zona hambat
MRSA yang dihasilkan dari percobaan secara in vitro.
6.3 Pengaruh Ekstrak Daun Kaktus Pakis Giwang (Euphorbia milii) Terhadap Diameter
Zona Hambat MRSA
MRSA merupakan penyebab utama infeksi di rumah sakit dan telah meluas dengan
cepat di banyak bagian dunia. Makin lama makin sulit untuk melawan MRSA dan cara
terbaik untuk mencegah penularannya masih banyak diperdebatkan. Di samping menjadi
masalah di rumah rumah sakit di dunia, MRSA juga makin banyak ditemukan kembali dari
pasien di fasilitas perawatan jangka panjang seperti wisma para usia lanjut, dan bahkan dari
orang-orang di
masyarakat atau di tempat-tempat olahraga. MRSA adalah S. aureus yang resisten terhadap
antibiotika β-laktam,
termasuk penicillinase-resistant penicillins (methicillin, oxacillin,
nafcillin) dan cephalosporin (Dellit dkk., 2004; EPIC, 2006).
Masalah MRSA di rumah sakit di samping penyebab lain, bisa juga disebabkan
karena pasien yang masuk telah terjangkit MRSA sebelumnya, kemungkinan terinfeksi pada
perawatan sebelumnya dari rumah sakit yang lain. Jika tidak diketahui bahwa pasien
tersebut
membawa koloni atau terinfeski MRSA, dan jika tidak diambil tindakan
pencegahan infeksi yang tepat pada saat dia masuk rumah sakit, maka pasien tersebut
cukup berpotensi menularkan organisme kepada pasien lain dan staf di dalam rumah sakit
(Awang, 2006).
Euphorbia milii merupakan salah satu spesies dari 2000 spesies lain dari genus
Euphorbia. Spesies yang asli diberi nama Euphorbia milii varietas splendens/E.splendens.
Varietas ini tumbuh sedikit menjalar (scrambing), memiliki seludang bunga (cyathia)
berwarna merah berukuran 1 cm dan berbunga sejati berwarna kuning, dapat tumbuh
mencapai 60-240 cm. Di Indonesia, Euphorbia milii ini dikenal dengan nama Pakis giwang
(Wikipedia1,2011).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terjadi peningkatan bermakna
diameter zona hambat Methicillin-resistant Staphylococcus aureus pada kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii).
Terjadinya efek hambatan tersebut kemungkinan disebabkan karena daun kaktus pakis
giwang mengandung zat anti bakteri yaitu senyawa saponin. Pada penelitian terdahulu oleh
Herawati terhadap Artemia salina Leach, menunjukkan bahwa getah dari tanaman
Euphorbia milii Des Moulins ternyata mengandung senyawa terpenoid dan saponin yang
mempunyai efek toksik(Herawati,2004).
Pada penelitian Septiningsih tahun 2005 juga menyebutkan saponin yang
terkandung dalam ekstrak papaya dalam etanol 70% mampu mempercepat penyembuhan
luka. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai antimikroba (Robinson, 2005). Senyawa
saponin akan merusak membran sitoplasma dan membunuh sel (Assani,1994).
Saponin juga dinyatakan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Saponin mempunyai efek menghambat pertumbuhan bakteri gram positif tetapi tidak dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dan jamur (Soetan, dkk,2006).
Mekanisme kerja antibakteri ada lima diantaranya, menghambat metabolism sel
mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu permeabilitas membrane
sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba dan menghambat sintesis atau
merusak asam nukleat sel mikroba (Ganiswara, 1995).
Pada perusakan membrane sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya akan
menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi
gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu
mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran sel akan bocor dan bakteri
akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian (Noviana,2004).
Saponin adalah sejenis sabun yang berasal dari tanaman yang dapat
memperlihatkan sifat antibakteri. Saponin dapat membentuk larutan koloidal dalam air. Bila
dikocok akan membuih. Kemampuan menurunkan tegangan permukaan ini disebabkan
molekul saponin terdiri dari hidroforb dan hirofil. Saponin dibagi menjadi 2 golongan yaitu
saponin sterol dan saponin triterpen. Saponin sterol bila terhidrolisis akan membentuk
senyawa sterol dan saponin triterpen bila terhidrolisis akan membentuk senyawa terpen
(Sirait, 2007).
Hal ini juga dilaporkan pada penelitian Noor dan kawan – kawan (2006) bahwa senyawa
saponin yang terdapat pada ekstrak daun tanjung (Mimusops elengi) mempunyai aktivitas
antibakteri.
Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membrane sel
bakteri seihingga menyebabkan sel bakteri lisis (Wang dkk, 2000). Jadi mekanisme kerja
saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang mengganggu permeabilitas membrane
sel mikroba, yang mengakibatkan kerusakan membrane sel dan menyebabkan keluarnya
berbaggai komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat,
nukleotida dan lain – lain (Ganiswara, 1995).
Menurut Robinson (1991) dinyatakan bahwa senyawa glikosida seperti saponin dan
glikosida jantung tidak larut dalam pelarut non polar. Senyawa ini paling cocok diekstraksi
dari tumbuhan dengan memakai etanol atau methanol panas 70% sampai 75%. Pada
penelitian ini ekstraksi dilakukan dengan menggunakan etanol 70%, diharapkan yang
terlarut adalah senyawa saponin. Untuk membuktikan lebih lanjut perlu dilakukan
identifikasi senyawa saponin, serperti menggunakan kromatografi.
Beberapa penelitian dengan menggunakan Euphorbia milii juga banyak dilakukan
seperti penggunaan getah pada pengobatan tumor yang dilakukan oleh Degaldo dkk tahun
2003. Juga penelitian yang dilakukan oleh Bakry dkk tahun 2011 mengenai pengaruh getah
Euphorbia milii terhadap pertumbuhan larva Schistosoma mansoni pada host.
Berdasarkan hasil penelitian perbedaan konsentrasi mempengaruhi diameter zona
hambat yang dihasilkan. Pada konsentrasi yang lebih besar memperlihatkan daya hambat
terhadap pertumbuhan bakteri MRSA semakin besar pula. Ini diperlihatkan oleh diameter
zona yang dihasilkan. Diameter yang dimaksud merupakan nilai rata – rata diameter zona
bening yang terbentuk pada media, diukur dengan menggunakan jangka sorong dengan
satuan millimeter.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak daun kaktus pakis giwang pada
bakteri MRSA didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii) mempunyai efek
menghambat pertumbuhan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus secara
in vitro.
2. Pada pemberian ekstrak daun kaktus pakis giwang (Euphorbia milii)
konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% didapatkan semakin besar konsentrasi
semakin besar diameter zona hambat secara in vitro.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari konsentrasi hambat
minimum (KHM) dari ekstrak daun pakis giwang terhadap MRSA.
2. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan kandungan kimia
yang terdapat dalam ekstrak etanol 70% Euphorbia milii
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelarut yang memberikan
konsentrasi maksimal dari zat antibakteri yang terdapat dalam tanaman
Euphorbia milii
4. Untuk penerapan penggunaan ekstrak daun Euphorbia milii sebagai perlu
dilakukan penelitian menentukan dosis optimal penggunaan pada pengobatan
terhadap infeksi MRSA
61
DAFTAR PUSTAKA
Alangaden, G.J. 1997. Overview of Antimicrobial Resistance National Foundation for
Infectious
Diseases.
Available
from:
http://www.nfid.org/publications/id_archive/antimicrobial.html.
[cited 2011
October 27]
Anonim1.
2011.
Kaktus
Pakis
Giwang.
Available
at:
http://ramuherbal.wordpress.com/2011/04/20/kaktus-pakis-giwang/ . [cited 2011
Juli 15]
Anonim2, 2011. Penyebab dan Cara Mengobati Bisul.
Available at:
http://sehatzblog.blogspot.com/2011/05/penyebab-cara-mengobati-bisul.html
[cited 2011 Juli 15]
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press.
Ardiansyah. 2007. Senyawa Antimikroba Tumbuhan. Bagian Kedua. Available from:
http://kompas.com [cited 2010 September 30]
Ariyoso.
2009.
Uji
Kruskal-Wallis.
Available
from:
http://ariyoso.wordpress.com/2009/11/07/uji-kruskal-wallis/ [cited 2012 January 5]
Awang, N. 2006. Essential Practices in Infection Control. Ansell Cares. Edisi 2 . Prakarsa
Badan
Penasehat
Pengendalian
Infeksi.
Malaysia.
Available
from:http://150.101.90.21/mam_asset/.pdf?col=/client_db/ANSL&id=01ffa7c0646b
3fb20000010e7d4643cc&type=pdf [cited 2012 January 30]
Badan Pom RI.2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Salah Satu Tahapan
Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. InfoPOM, volume 6, No.4 Edisi
Juli 2005, hal. 1-5
Baker,J.S., Hackett, M.F., Simard, D.J., 1986. Variations in Bacitracin Susceptibility Observed
in Staphylococcus and Micrococcus Spesies; Journal of Clinical Microbiology, May
1986, p.963-964
Bakry, Fayes., Mohamed, Raga. 2011. Inpact of Euphorbia milii Latex on Infectivity of
Schistosoma mansoni Larvar Stages to Their Host. Journal of Evolutionory Biology
Research
Vol.3(7),
pp.101-107,
November
2011.
Available
fromt:
http://www.academicjournals.org/jebr [cited 2012 January 28]
BC Centre for Disease Control. 2001. British Columbia Guidelines for Control of Antibiotic
Resistant Organisms (AROs) [Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) and
Vancomycin-resistant Enterococci (VRE)].
62
Beishir, L. 1991. Microbiology in Practice: A Self-Instructional Laboratory Course. 5th ed.
HarperCollins Publishers Inc. New York. USA.
Brown, D.F.J., Edwards, D.I., Hawkey, P.M., Morrison, D., Ridgway, G.L., Towner, K.J., Wren,
M.W.D. 2005. Guidelines for the laboratory diagnosis and susceptibility testing of
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). J Antimicrob Chemother,
56:1000–1018.
Cappucino, J. G. and N. Sherman. 2005. Microbiology: A Laboratory Manual. 7th ed. Pearson
Education Inc. USA.
Common,Wikimedia.2011,
Berkas:Abszess.jpg.
Available
http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Abszess.jpg [cited 2011 Juli 15]
from:
Connie,R., Donald,C., Manuselis,G. 2011. Textbook of Diagnostic Microbioloby, Fourth
Edition., W.B Saunders Company
Dalimartha,S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Trubus Agriwidia, hal. 36 – 38
Delgado,IF., De-Carvalho, De-Olivera. Kuriyama,S., Oliveira, Souza., Paumgartten. 2003.
Absence of Tumor Promoting Activity of Euphorbia milii Latex on The Mouse Back
Skin. Toxicology Letters 145 (2003) 175-180. Available from :
http://www.sciencedirect.com [cited 2012 January 28]
Dellit, T., Duchin, J., Hofmann, J., Olson, E.G. 2004. Interim Guidelines for Evaluation &
Management of Community Associated Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
Skin and Soft Tissue Infection in Outpatient Settings.
Departemen Kesehatan RI, 1992. Pemanfaatan Tanaman Obat. Jakarta
Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia edisi IV, Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan.
Digunawan,2010.Maseras.
Available
from:
http://obtrando.files.wordpress.com
/2010/11/ekstraksi-tanaman-dengan-maserasi_perkolasi_soxhlet.pdf [cited 2011
Juli 22]
Dinda,
2008. Ekstraksi.
Available from:
2008/11/ekstraksi.html [cited 2011 Juli 22]
http://medicafarma.blogspot.com/
Duckworth, G., Cookson, B., Humphreys, H., Heathcock, R. 1998. Revised Methicillinresistant Staphylococcus aureus Infection Control Guideline for Hospitals, Report of a
combined working party of the British Society for Antimicrobial Chemotherapy, the
Hospital Infection Society and the Infection Control Nurses Association. Brit Soc
Antimicrob Chemother.
Dwiatmojo,Bagus. 2011. Deteksi Strain Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Pada Unit Ambulans RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung . hal. 48 – 49.
Enright, M.C., Robinson, D.A., Randle, G., Feil, E.J., Grundmann, H., Spratt, B.G. 2002. The
evolutionary history of methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). PNAS
99(11):7687–7692.
EPIC. 2006. Apakah organisme multi-resistan itu dan bagaimana timbulnya? in Essential
Practices in Infection Control. Ansell Cares, 2:1-6.
Fox, M. T. 2000. Identification of Gram-Positive Bacteria: Normal Flora Staphylococci.
Ganiswara,S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta
Gibson, J.M. (1996). Mikrobiologi dan Patologi Modern Untuk Perawat. Diterjemahkan dari
buku Modern Microbiology and Patology for Nurses oleh I.K.G. Soma Prasada.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hamdiyati,Y., Kusnadi, Rahadian. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Patikan Kebo
(Euphorbia hirta) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis. Jurnal
Pengajaran MIPA Vol. 12 No 2 Desembar 2008
Hapsari, B. dan Budiana, N.S. 2007. Euphorbia milii. Penebar Swadaya. Jakarta.
Haryana,A. 2011. Obat Herbal dan Obat Tradisional Bisul. Available fromt:
http://www.tanaman-obat.com/jual-obat-herbal/259-obat-herbal-dan-obattradisional-bisul [cited 2011 Juli 25]
Herawati, R., D., 2004, Uji Toksisitas Getah Euphorbia milii Des Moulins Terhadap Artemia
salina Leach. Skripsi Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Holden, M.T.G., Feil, E.J., Lindsay, J.A., Peacock, S.J., Day, N.J.P., Enright, M.C. 2004.
Complete genomes of two clinical Staphylococcus aureus strains: Evidence for the
rapid evolution of virulence and drug resistance. PNAS, 101(26):9786-9791.
Jawetz, M., Adelberg’s. 2005 Mikrobiologi Kedokteran. edisi 23. Alih Bahasa: Huriwati
Hartanto dkk. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Johnson, T. R. and C. L. Case. 1995. Laboratory Experiments in Microbiology. 4th ed. The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California. USA.
Katno. Pramono. 2008.Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional. Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu. Fakultas Farmasi UGM
Khoeriah, 2010. Ringkasan Uji Statistik dengan SPSS. Available from:
http://khoeriah.blog.com/2010/03/14/ringkasan-spss/ [cited 2011 January 5]
Koneman, E. W., Allen, W., M. Janda, P. C. , Shreckenberger and Winn, Jr. 1992. Color Atlas
and Textbook of Diagnostic Microbiology. 4th ed. J. B. Lippincott Company.
Philadelphia, Pennsylvania. USA.
Kowalski, T.J., Berbari, E.F., Osmon D.R. 2005. Epidemiology, Treatment, and Prevention of
Community-Acquired Methicillin-resistant Staphylococcus aureus Infections. Mayo
Clin Proc, 80(9):1201-1208.
Kusumayani,L. Andoko,A. 2004. Membuat Euphorbia Tampil Indah dan Menawan
Lauhari,N. 2010. Tanaman Obat Kaktus Pakis Giwang. Available
http://informasidantips.com/search/obat+menghentikan+mens/
[cited
Agustus 24]
from:
2011
Lawrence, G. H. M. 1959. Taxonomy of Vascular Plant. New York : The Macmillan Co.
Lia,
2011.
Laporan
Farmakognosi
(repaired).
Available
http://www.scribd.com/doc/56609221/15/b-Deskripsi [cited 2011 Juli 22]
from:
Lingga,L. 2006. Sukses Menanam & Merawat Euphorbia milii, Jakarta, Hal. 14-16
Lowy, F.D. 1998. Staphylococcus Aureus Infections. NEJM, 339(8):520-532.
Mahmud,
R.
2010.
Prinsip
Ekstraksi
Maserasi.
Available
from:
http://kumpulilmu.blogspot.com/ 2010/04/prinsip-ekstraksi-maserasi.html [cited
2011 Juli 22]
Marczyk,G.R., DeMatteo,D.,dan Festinger,D.2005,Essentials of Research Design and
Methodology, Hoboken, NJ: John Wiley & Sons, New Jersey.
Moran, G. 2011. Deadly Skin Infection. Available from: http://www.cbsnews.com /2300 204_162-10007550.html [cited 2011 December 13]
Noor,S., Poeloengan, M., Yulianti, T. 2006. Analisis Senyawa Kimia Sekunder dan Uji Daya
Antibakteri Ekstrak Daun Tanjung (Mimusops elengi L) terhadap Salmonela typhi
dan Shigella boydii. Balai Penelitian Veteriner Fakultas Farmasi ISTN Jakarta.
Noviana,L.2004. Identifikasi Senyawa Flavonoid Hasil Isolasi dari Propolis Lebah Madu (Apis
Mellifera) dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri (Staphylococcus aureus. Skripsi
Mahasiswa Jurusan Kimia Universitas Brawijaya Malang.
Ogbulie et al. 2007. Antibacterial Activities and Toxicological Potentials of Crude ethanolic
Extracts of Euphorbia hirta. African Journal of Biotechnology. 6, (13), 1544-1548
Pocock SJ.2008. Clinical Trials A Practical Approach. England : John Wiley & Sons Ltd. The
Atrium, South Gate, Chichester, West Sussex.
Purwanto, A. W. 2006. Euphorbia Tampil Prima dan Semarak Berbunga. Kanisius.
Yogyakarta.
Puspita,
2009.
Euphorbia
milii
.
Available
from:
http://www.puspitaklaten.co.cc/2009/07/kegunaan-khasiat.html [cited 2011 Juli 21]
Sampathkumar, P. 2007. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus: The Latest Health
Scare. Mayo Clin Proc, 82(12):1463-1467.
Septiningsih, E. 2008 . Efek Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol 70% Daun Pepaya
(Carica papaya L.) dalam Sediaan Gel pada Kulit Punggung Kelinci new zealand,
UMM Surakarta, Solo
Soedijono, B. dan Rudi H. 2007. Agar Euphorbia Tampil Menawan. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sirait, Midian. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. ITB. Bandung
Soetan, K., Oyekunle, M., Aiyelaaagbe, O., Fafunso, M. 2006. Evaluation of the Antimicrobial
Activity of Saponins Extract of Sorghum Bicolor L. Moench. Departement of
Biochemistry, University of Ibadan, Ibadan.
Supranto, J.2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Penerbit PT Rineka Cipta
Jakarta
The Center for Food Security & Public Health. 2011. Methicillin Resistant Staphylococcus
aureus
(MRSA).
Available
from:
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/mrsa.pdf. [cited 2011 November 17]
Tirnata. L.P. 2008. Identifikasi Staphylococcus aureus Penyebab Mastitis dengan Uji
Fermentasi Mannitol dan Deteksi Produksi Asetoin pada Sapi Perah di Wilayah Kerja
Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur Grati Pasuruan. Fakultas Kedokterah
Hewan Universitas Airlangga Surabaya.
Volk, Wesley A dan Wheeler, Margareth F. 1989. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Wang, Y., McAllister, T. A., Yanke, L. J., & Cheeke, P. R. 2000. Effect of steroidal saponin from
Yucca schidigera extract on ruminal microbes. Journal of Applied Microbiology, 88,
887–896. Available from: http://onlinelibrary.wiley.com [cited 2012 January 28].
Wasitaninggrum, IDA. 2009. Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
dari Isolat Susu Sapi Segar terhadap Beberapa Antibiotika. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiah Surakarta.
Wijisaksono, D.P. 2007. Terapi optional “baru” untuk infeksi gram (+): peran vancomycin.
Dalam: M. Sja’bani, S. Nurdjanah, K. Widayati, M.R. Ikhsan, A. Widiatmoko (eds.)
Naskah lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan IX Ilmu Penyakit Dalam FK UGM. Hal.
13-24. Yogyakarta. PGTKI Press002E
Wikipedia. 2011. Bisul . Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Bisul
Agustus 4]
Wikipedia1,2011.
Euphorbia
milii.
Available
wiki/Euphorbia_milii [cited 2011 Desember 20]
from:
[cited 2011
http://id.wikipedia.org/
LAMPIRAN
Rerata dan Simpangan Baku
Diameter
Konsent
rasi
Mean
0%
N
Std. Deviation
.0000
4
.00000
25%
14.2500
4
.50000
50%
18.0000
4
.81650
75%
20.0000
4
.00000
100%
22.0000
4
.81650
Total
14.8500
20
8.07384
Uji Normalitas Data
Case Processing Summary
Cases
Valid
Missing
Total
Konsent
rasi
Diameter
N
Percent
N
Percent
N
Percent
0%
4
100.0%
0
.0%
4
100.0%
25%
4
100.0%
0
.0%
4
100.0%
50%
4
100.0%
0
.0%
4
100.0%
75%
4
100.0%
0
.0%
4
100.0%
100%
4
100.0%
0
.0%
4
100.0%
b,c
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a
Shapiro-Wilk
Konsent
rasi
Diameter
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
25%
.441
4
.
.630
4
.001
50%
.250
4
.
.945
4
.683
100%
.250
4
.
.945
4
.683
a. Lilliefors Significance Correction
b. Diameter is constant when Konsentrasi = 0%. It has been omitted.
c. Diameter is constant when Konsentrasi = 75%. It has been omitted.
68
Uji Homogenitas
a,b
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic
Diameter
df1
df2
Sig.
Based on Mean
.086
2
9
.919
Based on Median
.273
2
9
.767
.273
2
8.854
.767
.104
2
9
.903
Based on Median and with
adjusted df
Based on trimmed mean
a. Diameter is constant when Konsentrasi = 0%. It has been omitted.
b. Diameter is constant when Konsentrasi = 75%. It has been omitted.
Multiple Comparisons
Diameter
LSD
(I)
(J)
95% Confidence Interval
Konsent Konsent Mean Difference
rasi
rasi
(I-J)
0%
25%
-14.25000
50%
-18.00000
75%
-20.00000
100%
-22.00000
25%
50%
75%
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
*
.39791
.000
-15.0981
-13.4019
*
.39791
.000
-18.8481
-17.1519
*
.39791
.000
-20.8481
-19.1519
*
.39791
.000
-22.8481
-21.1519
*
.39791
.000
13.4019
15.0981
*
.39791
.000
-4.5981
-2.9019
*
.39791
.000
-6.5981
-4.9019
*
.39791
.000
-8.5981
-6.9019
*
.39791
.000
17.1519
18.8481
*
.39791
.000
2.9019
4.5981
*
.39791
.000
-2.8481
-1.1519
*
.39791
.000
-4.8481
-3.1519
*
.39791
.000
19.1519
20.8481
*
.39791
.000
4.9019
6.5981
0%
14.25000
50%
-3.75000
75%
-5.75000
100%
-7.75000
0%
18.00000
25%
3.75000
75%
-2.00000
100%
-4.00000
0%
20.00000
25%
5.75000
100%
*
.39791
.000
1.1519
2.8481
*
.39791
.000
-2.8481
-1.1519
*
.39791
.000
21.1519
22.8481
*
.39791
.000
6.9019
8.5981
*
.39791
.000
3.1519
4.8481
*
.39791
.000
1.1519
2.8481
50%
2.00000
100%
-2.00000
0%
22.00000
25%
7.75000
50%
4.00000
75%
2.00000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Konsent
rasi
Diameter
N
Mean Rank
0%
4
2.50
25%
4
6.50
50%
4
10.50
75%
4
14.50
100%
4
Total
20
18.50
a,b
Test Statistics
Diameter
Chi-Square
18.650
df
4
Asymp. Sig.
.001
a. Kruskal Wallis Test
b.
Grouping
Konsentrasi
Variable:
Mann-Whitney Test (0-25)
Ranks
Konsen
trasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
0%
4
2.50
10.00
25%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.530
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
.011
a
.029
Mann-Whitney Test (0-50)
Ranks
Konsen
trasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
0%
4
2.50
10.00
50%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.477
Asymp. Sig. (2-tailed)
.013
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.029
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Mann-Whitney Test (0-75)
Ranks
Konsen
trasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
0%
4
2.50
10.00
75%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.646
Asymp. Sig. (2-tailed)
.008
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.029
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Mann-Whitney Test (0-100)
Ranks
Konsent
rasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
0%
4
2.50
10.00
100%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.477
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
.013
a
.029
Mann-Whitney Test (25-50)
Ranks
Konsen
trasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
25%
4
2.50
10.00
50%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.381
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.017
a
.029
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Mann-Whitney Test (25-75)
Ranks
Konsen
trasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
25%
4
2.50
10.00
75%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.530
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.011
a
.029
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Mann-Whitney Test (25-100)
Ranks
Konsent
rasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
25%
4
2.50
10.00
100%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.381
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
.017
a
.029
Mann-Whitney Test (50-75)
Ranks
Konsen
trasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
50%
4
2.50
10.00
75%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.477
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
.013
a
.029
Mann-Whitney Test (50-100)
Ranks
Konsent
rasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
50%
4
2.50
10.00
100%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.337
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.019
a
.029
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Mann-Whitney Test (75-100)
Ranks
Konsent
rasi
Diameter
N
Mean Rank
Sum of Ranks
75%
4
2.50
10.00
100%
4
6.50
26.00
Total
8
b
Test Statistics
Diameter
Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
10.000
Z
-2.477
Asymp. Sig. (2-tailed)
.013
a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.029
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Chi Square Test
Crosstab
Count
Kualitas
Lemah
Konsentrasi
Total
Kuat
Sangat Kuat
Total
0%
4
0
0
4
25%
0
4
0
4
50%
0
4
0
4
75%
0
4
0
4
100%
0
0
4
4
4
12
4
20
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
8
.000
Likelihood Ratio
38.011
8
.000
Linear-by-Linear Association
14.250
1
.000
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
40.000
20
a. 15 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,80.
Download