BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisikan kumpulan firman-firman Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. Sebagai kitab samawi yang terakhir. Proses turunnya Al-Qur’an berlangsung secara berangsur-angsur yang umumnya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa yang muncul, kemudian dihimpun menjadi sebuah kitab suci untuk dijadikan bukti sebagai petunjuk bagi para ilmuan, peringatan bagi mereka yang ingkar serta pedoman bagi orang yang lalai dan melampaui batas.1 Ayat-ayat al-Qur’an memiliki makna yang sangat luas dengan kemungkinan arti yang tak terbatas. Al-Qur’an adalah teks yang terbuka, yang memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas. Tidak satupun yang berhak mengklaim bahwa penafsiran yang dihasilkannya merupakan penafsiran yang paling benar dan menutup kemungkinan penafsiran dari pihak lain. Dengan demikian, ayat selalu terbuka untuk menerima interpretasi baru, tidak pernah pasti dan tetap dalam 1 Lihat Muhammad Farid Wajdi, Dairat Ma’rif al-Qarn al-Isyrin, Jilid VII (Beirut: al-Maktabah al-Islamiyah al-Jaadidah, t.th), h. 666. 1 interpretasi tunggal.2 Seirama dengan ungkapan tersebut Muhammad Abdullah Darraz berpendapat mengenai keterbukaan makna al-Qur’an. Ayat-ayat al-Qur’an setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya. Tidak mustahil, bila orang lain dipersilahkan memandangnya, ia akan melihat banyak cahaya.3 Dari pemaparan di atas, terlihat ada dua landasan dasar yang cukup untuk melihat urgensi tafsir, yaitu kebutuhan manusia untuk mengimplementasikan dua fungsi al-Qur’an dan makna ayat-ayatnya yang sangat terbuka, sehingga kajian atas maknanya terus menuntut penerjemahan aktual. Kebutuhan akan tafsir sebenarnya telah dirasakan sejak nabi masih hidup. Beberapa sahabat menbutuhkan penjelasan atas beberapa ayat al-Qur’an yang maknanya masih samar bagi mereka. Untuk itu mereka meminta penjelasan dari Nabi saw. 4 Hanya saja kebutuhan akan penafsiran al-Qur’an pada masa itu tidak sebesar dengan bebutuhan umat pada masa-masa berikutnya. 2 Lihat Suardi Putro, Islam dan Modernitas (Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998), h. 69. 3 Muhammad Abdullah Darraz, al-Naba’ al-Adzim (Cet. I; Mesir: Dar alMurabithin, 1997), h. 147-148. Lihat juga M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Cet. I; Bandung: Mizan, 1992), h. 16. 4 Pada kenyataannya, para sahabat menemukan beberapa ayat yang artinya masih samar bagi mereka. Mamun demikian, kasusnya sangat sedikit. Ini disebabkan karena mereka hidup bersama nabi yang perkataan dan perbuatannya merupakan personifikasi wahyu. Para sahabat dapat memahami arti ayat melalui apa yang ia saksikan dari ibadah, muamalah dan aktifitas Nabi. Lihat Muhammad Ibrahim ’Abd. AlRahman, al-Tafsir al-Nabawi li al-Qur’an al-Karim wa Mawqif al-Mufassirin minhu (Cairo: Maktabah al-Saqafah al-Diniyah, 1995), h. 24. 2 Kebutuhan akan penafsiran al-Qur’an semakin terasa semenjak putusnya wahyu dan meninggalnya Rasulullah saw. Semenjak itu, kajian dan penafsiran terhadap al-Qur’an semakin marak. Secara umum, dalam menafsirkan al-Qur’an ada empat metode yang biasanya dipergunakan oleh para mufassir.5 Dalam upaya memahami kandungan al-Qur’an, para ulama tafsir pada umumnya menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam mushaf. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, muncul gagasan untuk mengungkap petunjuk al-Qur’an terhadap suatu masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian topik yang sama untuk kemudian dikaitkan antara satu ayat dengan ayat yang 5 Secara umum ada empat metode yang dipergunakan dalam menafsirkan alQur’an, yaitu metode tahlili, metode tafsir yang berusaha untuk menerangkan arti ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya berdasarkan urut-urutan ayat dari Mushaf, dengan menonjolkan pengertian dan kandungan lafaz-lafaznya; sebab-sebab turunnya, hadis-hadis yang berhubungan dengannya, pendapat-pendapat para mufassir terdahulu dan mufassir itu sendiri yang tentunya diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya. Kemudian metode Mawdu’i, yaitu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an tentang suatu masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh ayat yang dimaksud, lalu menganalisannya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh dari al-Qur’an tentang masalah tersebut. Selanjutnya metode Ijmali adalah metode penafsiran al-Qur’an berdasarkan urut-urutan ayat secara ayat per ayat dengan suatu uraian yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi oleh, baik masyarakat awam maupun kaum intelektual. Terakhir adalah metode al-Muqarin adalah metode yang menafsirkan sekelompok ayat al-Qur’an atau surat tertentu, dengan cara membandingkan ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan itu. Lihat ’Abd, al-Hay al-Farmawi, al-Bidayat fi al-Tafsir al-Mawdu’i (Mesir: Maktabah Jumhuriyah Misr, 1997), h. 52. 3 lainnya, sehingga pada akhirnya dapat diambil kesimpulan tentang masalah tersebut menurut petunjuk al-Qur’an.6 Salah satu masalah yang dibicarakan al-Qur’an adalah al-Yahud. Yahudi sebagai salah satu agama yang diturunkan Allah swt. Kepada Nabi Musa as. Adalah agama yang menyeru pada tauhid (aqidat altawhid) dan masih memiliki persambungan aqidah dengan umat Islam. Allah swt. sendiri memberikan pembenaran terhadap sebagian ajaran al-Tawrah (kitab suci agama Yahudi), dan al-Injil (kitab suci agama Nasrani) serta mengoreksi sebagian lainnya.7 Konsep teologis8 dapat dijumpai dalam berbagai agama dan kitab sucinya. Sebab teologi memang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama, antara lain yang paling pokok adalah persoalan atau kajian teologi9. Oleh karena itu, salah satu konsekuensi logis manusia beragama (beriman) kepada adanya Tuhan adalah mengimani secara M. Quraish Shihab, op.cit., h.114. 6 7 Lihat QS. Ali Imran (3) : 3 8 Pengkajian dan penelitian tentang teologi tidak hanya diminati oleh kalangan akademisi teologi, akan tetapi juga para ahli filsafat, sejarah, sosiologi, antropologi dan ahli psikologi. Pasalnya, karena persoalan teologi meliputi banyak cakupan dan aspek pandangan yang beragam, dalam banyak topik dan disiplin ilmu. Maka itulah akan dijumpai persoalan asal-usul agama dan fenomenanya juga banyak dikaji oleh tokoh-tokoh seperti Emil Durkheim dari sosiologi, Sigmund Freud, C.G. Jung dan Erich Fromm dari psikologi, William James dari filsafat, E.B. Taylor, B. Malinouski, J.G.Frazer, dan R.H.Lewis dari antropologi, Rudholf Otto dari sejarawan, dan sebagainya lihat Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yokyakarta: LKIS 2002), h. 311-340. 9 Di abad pertengahan, kajian teologi pernah disebut sebagai the queen of the science (ilmu pengetahuan yang paling tinggi dan otoritatif, dimana semua hasil penelitian rasional harus sesuai dengan teologi. Saat itu, pandangan keagamaan mendominasi pemikiran manusia, yang jika ada perdebatan pandangan maka pandangan keagamaan harus dimenangkan. Berbeda dengan pada saat berkembangnya dunia dan sains empirisme, kajian teologi kemudian mengalami pasang surut dan mengalami kemandekan. Lebih jauh lihat Amin Abdullah, Studi Agama-agama, (Jakarta: PustakaPelajar, 1996), h. 43-44 4 mutlak akan wahyu-wahyu-Nya10, atau kitab-kitab-Nya11 yang diturunkan kepada utusan-utusan atau rasul-rasul Tuhan, serta tentang hari pembalasan (akhirat) dan mengimani Qadha (ketetapan)-Nya dan takdir-Nya. Agama-agama samawi menjalani sejarahnya sebagai agama ketuhanan yang sama, namun dalam corak ritual yang berbeda. Masingmasing memiliki kelebihan tersendiri. Allah mengistimewakan bani Israel atas bangsa-bangsa lain dari aspek keagamaannya karena agama Yahudi ketika itu adalah satu-satunya agama ketuhanan yang ada, dan ketika wahyu tentang hamba-hamba beriman yang diturunkan di masa itu dikhatabkan kepada bani Israel, karena merekalah satu-satunya yang memilih beriman kepada Allah. Sementara kaum paganisme (para penyembah berhala), bintang-bintang dan planet-planet serta api, 10 Istilah 'wahyu' yang popular di kalangan para ahli agama dimaknai sebagai kalamullah (perkataan Tuhan) yang diturunkan kepada para utusan Allah, melalui malaikat Jibril, untuk kemudian disampaikan dan didakwahkan oleh para utusannya itu. Lihat Muhammad Imarah, al-Wasith fi al-Mazahib wa al-Mushthalat al-Islamiyyat, (Kairo: al-Nahdhah, 2004), h. 173 11 Istilah 'kitab' digunakan oleh semua agama, sebagai kumpulan lembaranlembaran ajaran yang bersumber dari Allah, yang dinamai wahyu, sebagaimana dikenal dalam agama Yahudi adalah al-Taurat, bagi Nasrani adalah al-Injil dan bagi umat Islam adalah al-Qur'an. Hanya saja, istilah "kitab" kemudian mengalami perkembangan makna yang lebih luas, baik sebagai kitab suci maupun sebagai kitab penafsiran kitab suci, ataupun kitab-kitab yang tidak terkait dengan kitab suci ataupun kitab tafsiran atas kitab suci (holy book). Dalam bahasa Arab, terminology "al-Kitab al-Muqaddas" kerap digunakan secara bersama oleh kaum Yahudi dan Nasrani, baik untuk menunjuk Perjanjian Lama maupun Perjanjian baru. Mengenai ini diuraikan oleh Muhammad Ahmad Khadr (mantan wakil menteri agama Mesir), Sya'ab Allah al-Mukhtar, Kairo, ttp,tth, hal. 157 5 pohon, batu dan sebagainya tidak mengubah penyembahan mereka kepada Allah, sementara wahyu agama ketuhanan telah diturunkan. 12 Oleh karena itu, tidak mengherankan jika bani Israel diberikan kenikmatan dan karunia yang melimpah oleh Allah dan memuliakannya di atas umat-umat yang lain, karena keimanan dan ketakwaan mereka. Sehingga kepada bani Israel diturunkan Taurat sebagai petunjuk dan cahaya kehidupan, diberikan mukjizat yang mengagungkan, ditunjukkan kemenangan atas musuh-musuhnya, dan menjadikan banyak di antara mereka menjadi raja dan nabi.13 Namun kemudian keadaan menjadi berbeda setelah kedatangan Isa as., dimana Isa merupakan nabi terakhir yang diutus dari kalangan bani Israel, sebab di masa ini kebanykan bani Israel telah berbalik menjadi penentang Allah, menyeleweng dari agama yang benar, misalnya dengan melakukan perubahan dan memalsukan kitab Taurat,14 12 Muhammad Ahmad Khadr, Sya'ab allah al-Mukhtar, (Kairo: Toubiji li alNaskh wa al-Tashwir, tth). H. 210 13 Muhammad Ahmad Khadr, Sya'ab allah al-Mukhtar, (Kairo: Toubiji li alNaskh wa al-Tashwir, tth). h. 211 14 Mengenai pemalsuan kitab Taurat, diuraikan secara runtut dan mendalam oleh Ismail Nashir al-Shamady, melalui 3 karya bukunya yang diterbitkan oleh Penerbit 'Ala al-Din, di Damaskus, pada tahun 2005, buku-buku tersebut adalah; 1) Jilid satu berjudul, Naqd al-Nash al-Tauraty; al-Ta'rikh al-Tauraty al-Muzayyaf baena Israel al-Kan'aniyyat, wa Israel al-'Ibariyyat wa Israel al Shuhyuniyyat buku setebal 414 halaman ini mengkritisi bukti-bukti pemalsuan Taurat menurut pendekatan sastra dan historis yang dilakukan oleh Yahudi, bersamaan dengan teksteks peradaban Negara-negara Timur Dekat Kuno 2) Jilid dua, berjudul Al-Ta'rikh al- Tauraty wa al-Tarikh ; al-Ta'rikh al-Tauraty al-Muzayyaf baena Israel alKan'aniyyat, wa Israel al-'Ibariyyat wa Israel al Shuhyuniyyat, buku ini mengkaji Taurat dalam kaitan dengan sejarah dan geografis mengenai Palestina dan Israel, di masa lampau 3) Jilid Tiga, berjudul, Al-Ta'rikh al-Tarikhy maa baena al-Saby al- Babily wa Israel al-Shuhyuniyyat, al-Ta'rikh al-Tauraty al-Muzayyaf baena Israel alKan'aniyyat, wa Israel al-'Ibariyyat wa Israel al Shuhyuniyyat , buku ini menekankan 6 yang puncaknya perubahan akidah mereka adalah prilaku orang-orang Yahudi yang sangat bersemangat ingin membunuh nabi Isa. as 15 dan mengumumkan perang melawan pengikut nabi Isa as. 16 Padahal, sebagimana diketahu bersama bahwa risalah yang dibawa oleh nabi Isa as. dengan Inijilnya adalah juga agama ketuhanan. Agama Nasrani serupa ajarannya dengan agama Yahudi yang dianut oleh bani Israel. Namun yang terjadi adalah bahwa bani Israel menentang keberadaan Isa.as., bahkan berlangsung hingga kedatangan nabi Muhammad Saw. yang diutus untuk menyebarkan agama Islam. Melalui kitab al-Qur'an, orang-orang Yahudi dikenal sangat keras menentang keberadaan Muhammad. Dan apa yang dialami oleh penganut agama Nasrani berupa siksaan dari orang-orang Yahudi, dialami juga oleh Muhammad, dan ironisnya penganut agama Nasrani ikut melakukan permusuhan dengan Islam. Maka, baik Yahudi maupun Nasrani, pada bagian sejarah akhir Yahudi dalam Tauratnya, hingga pada masa Ghetto, atau Yahudi asing dan Yahudi Modern. 15 Mengenai semangat dan kegirangan membunuh Isa dan pengakuan mereka telah membunuh nabi Isa, yang sekaligus dibantah oleh Allah, telah diabadikan di dalam al-Qur'an pada surah an-Nisa' ayat 156-158, yang artinya; "Dan Karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina). Dan Karena Ucapan mereka: "Sesungguhnya kami Telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah Telah mengangkat Isa kepada-Nya. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". 16 Ibid 7 keduanya tidak memahami kesatuan esensi agama-agama samawi, sehingga keduanya menentang Islam. Adanya konsep kesatuan ajaran semua agama samawi sendiri, yang bersumber dari wahyu Allah, menjadikan wahyu sebagai sesuatu yang determinan bagi setiap manusia beragama atau beriman. 17 Sebagai contoh, di dalam al-Qur'an pada banyak tempat dikemukakan secara tegas mengenai kesatuan ajaran agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul sebagai berikut, misalnya ; Qs. al-Baqarah; 2; 62, al-Imran; 3;64, al-Anbiya; 21; 25, al-Mu'minun; 23; 23, al-A'raf; 7; 65 dan 73, alAnkabut; 29; 16, Yunus; 10;48, al-Maidah; 3; 69 dan 117 dan al-Ra'ad 13; 36, dan lain-lain.18 17 Konsep 'kesatuan ajaran' agama, sebenarnya secara mudah dapat dicermati dengan teliti dalam kajian-kajian sejarah para Nabi dan Rasul beserta ajarannya mulai dari Adam hingga Muhammad Saw. yang termaktub dalam kitab-kitab suci seperti alQur'an. Hanya saja, konsep "kesatuan ajaran" agama ini menjadi dilematis ketika ajaran-ajaran agama, misalnya agama-agama samawi, direduksi orisinalitas ajarannya oleh para penganutnya, baik dalam tataran teks, maupun dalam tataran makna dan kandungannya. Kondisi ini menyebabkan konsep "kesatuan ajaran" agama-agama samawi yang dikembangkan hingga saat ini, justru semakin memperumit persoalan, sebab bahasa-bahasa dan ungkapan terminologi yang digunakan seperti "Semua agama satu", "semua agama benar", "semua agama sama" yang tadinya dimaksudkan sebagai upaya mengembangkan sikap toleransi dalam beragama, namun justru membawa masalah baru, memperkeruh dan memperuncing permusuhan dalam beragama, karena redaksi yang digunakan justru memicu keraguan dan kebimbangan umat beragama untuk mengoreksi kebenaran agama yang dianutnya. Sebagai contoh tesis "semua agama benar", jika yang dimaksudkan di sini adalah semua ajaran agama-agama yang ada saat ini, maka hal itu akan mengantarkan setiap pemeluk agama akan kembali meragukan agama yang dianutnya sebagai agama yang diimani selama ini, sembari berkata "berarti lebih baik kalau menganut semua ajaran agama". Dalam konteks ini, penulis berpendapat bahwa persoalan teologis yang menjadi titik sentral perbedaan keyakinan setiap agama, seharusnya dibiarkan mengalir apa adanya, sebab jika persoalan teologis diotak-atik – meskipun dengan maksud yang dipandang baik - , maka penulis yakin justru akan menghilangkan makna teologi itu sendiri. 18 Klasifikasi ayat-ayat ini, lebih lengkap dapat dilihat dalam Muhammad Fu'ad al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur'an al-Karim, (Baerut: Dar al-Fikr, 1987) 8 Teologi keimanan19 dalam perspektif al-Qur'an, sebagaimana tercermin dalam rukun iman agama Islam, yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat, dan iman kepada hari akhirat serta qadha dan qadar, disamping beriman kepada kitab-kitab Allah dan rasul-rasul-Nya.20 Oleha karena Islam, pertama kali, memang datang dengan missi teologi, lalu kemudian berkembang ke dalam persoalan-persoalan lain.21 Salah satu yang menjadi titik sentral persoalan teologi adalah mengenai keimanan kepada kitab suci. Karena itu, tampaknya hampir semua agama sepakat berpandangan bahwa kitab suci menjadi keniscayaan diakuinya eksistensi setiap agama. Hal ini dikarenakan agama sebagai kebenaran yang konsekuensinya adalah memiliki sumber-sumber kebenaran pula yaitu kitab suci. Mengabaikan kitab suci dalam suatu agama, dipastikan akan berbalik menjadi suatu 19 Konsep dasar iman di dalam al-Qur'an memiliki pengertian transendental. Konsep Islam tentang Iman biasanya memperlawan dengan kata Kufur atau Musyrik, dan sering kali mensandingkan kata iman dengan amal shaleh, sedangkan keimanan yang paling banyak dikemukan di dalam ayat-ayat adalah iman kepada Allah berdampingan iman kepada hari Akhirat. Kemudian disusul dengan iman kepada Kitabkitab dan Rasul-rasul Allah. 20 Konsep Iman digambarkan oleh Faruq Sherif, dengan mengutip sejumlah ayat-ayat antara lain adalah Q.S. 30; 22-24, Q.S. 16; 69, Q.S. 29;35, 8;2-3, 9;112, 25;64, 49;14. 47; 12, 2;82-83, 16; 106, 2;25, 47;34, 3;86, 2;217, 4; 115, 3;80 dan 89, 63;3, 4; 137, 9; 12, 47;28, 5;54, 3;28, , 6; 108, 2;46, 104, dan 223, 2;46, 18; 105, 41;54, 32; 10, 11;29, dan sebagainya. Faruq Sherif, al-Qur'an menurut al-Qur'an, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), h, 162-167 21 Pergeseran teologi Yahudi dan Nasrani dari beriman menjadi golongan yang Ingkar; Pengingkaran kaum Yahudi dan Nasrani kepada Allah, dengan mengganti wahyu-wahyu Allah, membunuh para Nabi dan rasul utusan Allah, mempertuhankan ciptaan Allah, saling mengklaim tentang Tuhan dengan segala implikasinya kepada golongan masing-masing, menyebabkan Islam, sebagai agama yang datang untuk menentang klaim-klaim teologi Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, dalam pandangan penulis, persoalan teologi merupakan persoalan paling awal yang diperjuangkan Islam, dan bukan persoalan-persoalan lain. 9 kekacauan teologi, sebab kitab merupakan bagian vital dalam teologi suatu agama. Bagi umat Islam, al-Qur'an merupakan kitab suci terakhir menurut keyakinan dan akidahnya.22 Al-Qur'an juga diyakini umat Islam sebagai kitab kebenaran mutlak sepanjang masa, sejak diturunkannya hingga akhir zaman.23 Bagi orang Yahudi masa awal, kitab suci alTaurat - dan ini dijustifikasi oleh Injil dan al-Qur'an-, juga menjadi kitab kebenaran mutlak yang diyakini dan diamalkan dengan baik, meskipun di dalam perkembangannya kemudian kitab suci mereka diingkari kebenarannya sehingga dipalsukannya. Demikian halnya dengan kitab Injil bagi umat Nashrani di masa awal, menjadi kitab suci yang diyakini kebenarannya – dan ini juga dijustifikasi kebenarannya oleh al-Qur'an - , dan sebagaimana kitab alTaurat dipalsukan oleh kaum Yahudi, umat Nashrani juga memalsukan dengan melakukan penambahan maupun pengurangan atas teks aslinya. Fenomena-fenomena upaya pengingkaran terhadap kitab suci alTaurat, al-Injil, maupun al-Qur'an secara orisinil banyak dijumpai dalam ayat-ayat al-Qur'an.24 Oleh karena itu, al-Qur'an memperingatkan orang-orang beriman kepada Allah (umat Islam) agar tidak seperti orang Yahudi yang tidak 22 Qs. al-Maidah; 5: 3 Qs. al-Baqarah; 2:2 24 Fakta-fakta historis Yahudi (dan Nashrani) dapat dijumpai secara gamblang dalam al-Qur'an. Misalnya dalam QS. al-Baqarah: 75-76, Ali Imran: 93-95, AlMaidah:13, 41 dan sebagainya 23 10 mengamalkan kitab suci mereka yaitu Taurat. Dalam hal ini, Orang Yahudi diperumpamakan seperti keledai yang membawa kitab-kitab mereka yang tebal, karena telah mengingkarinya sehingga kemudian dipalsukan.25 Agama Islam dan agama Yahudi (seperti Yahudi di masa awal; ahlul kitab), keduanya merupakan agama kebenaran ( al-Haq). Keduanya memiliki kitab suci yang bersumber dari Allah, sehingga dengan demikian, baik Islam maupun Yahudi memiliki teologi ketuhanan yang sama yaitu Allah. Hal ini seiring dengan penempatan Islam di dalam alQur'an pada masa awal yang menempatkan secara obyektif bersamasama dengan agama lain, khususnya agama Yahudi dan Nasrani, sebagaimana dikemukakan dalam surah Ali-Imran, ayat 64; Artinya; Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Ajakan dakwah Muhammad Saw., di dalam ayat ini merupakan perintah dari Allah, yang ingin meyakinkan kepada kaum Yahudi dan 25 Lihat QS; 62: 5 11 Nasrani agar bersama-bersama meyakini dan mengakui kebenaran kitab-kitab suci yang diturunkan kepada bani Israel baik kepada Musa yaitu Taurat, Daud yaitu Zabur, Isa yaitu Injil, maupun wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Saw. yaitu al-Qur'an. Maka itulah dimensi wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad itu bersifat universal, yang senantiasa menjadi bukti dan persaksian bagi seluruh umat manusia dalam kehidupan mereka baik di dunia maupun di akhirat. Mengenai ini dapat dicermati dua firman Allah berikut ini Yang pertama, tentang kesaksian Islam atau agama kebenaran yang didasarkan pada wahyu-wahyu Allah, terhadap semua perbuatan manusia, dikemukakan di dalam surah al-Baqarah, ayat 143, Allah berfirman Artinya; Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; 12 dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. Yang kedua, Allah juga berfirman di dalam surah al-Hajj, ayat 78, yang menjelaskan hakikat Islam, sejak masa Ibrahim as. hingga masa Muhammad Saw. sebagaimana difirmankan; Artinya; Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong. Dari beberapa ayat di atas, yang menggambarkan hakikat kebenaran agama-agama Allah, yang diturunkan kepada hambanya melalui utusan-utusan-Nya sejak masa awal peradaban umat manusia, hingga masa utusannya yang terakhir kepada Muhammad Saw., diperintahkan Allah agar semua penganut agama Allah mengakuinya sebagai kebenaran. 13 Namun demikian, adalah fakta bahwa yang terjadi di lapangan adalah klaim-klaim kaum Yahudi dan Nasrani, yang hanya membenarkan agama mereka, sehinnga mengingkari agama-agama lain. Ketegaran dan ketegasan al-Qur'an kemudian memberikan garis dialogis serta tantangan bagi mereka untuk membuktikan kebenaran yang diyakininya,26 sebagaimana di firmankan Allah : Artinya; Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara 26 Watak kaum Yahudi dan Nasrani yang mengingkari agama Ibrahim dan saling mengklaim kebenaran, secara cermat diisyratkan oleh Dawam Raharjo dalam; Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur'an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta, Paramadina, 2002, cet.2, h. 147-149 14 mereka pada hari kiamat, berselisih padanya.27 tentang apa-apa yang mereka Keterangan ayat di atas, mengindikasikan kuat bahwa sikap menentang Yahudi dan Nasrani, yang saling mengklaim kebenaran pada golongannya masing-masing, telah dijawab secara tegas oleh al-Qur'an bahwa baik agama Yahudi maupun agama Nasrani sebenarnya memiliki kitab suci masing-masing.28 Ayat ini hanya bagian kecil dari sejumlah ayat yang menerangkan tentang klaim-klaim teologi Yahudi di dalam alQur'an, dan juga dijumpai dalam kitab-kitab suci mereka, baik dalam Taurat, Talmud, Mishna, maupun dalam Gemara, sebagaimana akan dianalisa dalam bab-bab penelitian selanjutnya. Dengan demikian titik persoalan yang merunyamkan problematikan teologi Yahudi (dan Nasrani) adalah pola pikir dan sikap penentangan mereka dalam menanggapi wahyu-wahyu yang terdapat dalam berbagai kitab suci maupun berupa lembaran (gulungan) wahyu dibawa oleh utusan-utusan Allah, seperti Nabi Ibrahim, Musa, Ya'qub, Daud hingga Isa dan Nabi Muhammad Saw. Dalam konteks perseteruan Yahudi dan Nasrani di masa awal, kaum Yahudi mengklaim bahwa Ibrahim yang dikenal sebagai bapak monotheisme adalah penganut agama mereka. Demikian halnya kaum Nasrani mengklaim Ibrahim adalah penganut Agama mereka. Artinya kaum Yahudi dan kaum Nasrani sama-sama mengklaim Ibrahim adalah 27 28 Al-Baqarah; 2; 111-113 Dawam Raharjo, Ensiklopedi al-Qur'an, op.cit., h. 148 15 penganut agama mereka masing-masing.29 Namun semua teologi semacam ini dibantah secara tegas dan tegas oleh al-Qur'an, bahwa Ibrahim bukanlah Yahudi dan bukan pula Nasrani, yang melakukan kemusyrikan, sebagaimana kaum Yahudi dan Nasrani mengingkari dan memusyrikkan Allah, akan tetapi Ibrahim adalah seorang yang Hanif (lurus) yaitu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah). 30 Secara khusus kaum Yahudi, yang lebih dikenal dengan sebutan bani Israil, atau bangsa Ibrani memiliki sejarah panjang dalam sejarah nabi-nabi dan rasul rasul. Di dalam al-Qur'an sendiri kata yang menunjuk pengertian kata 'Yahudi' yang berakar pada kata Hada- yahudu-haudan31, lalu kemudian berubah menjadi Hadu, hudna, dan hud32, yang kemudian berkembang menjadi beberapa bentuk kata baik penambahan maupun pengurangan huruf, disebutkan sebanyak 22 kali, 33 sebagaimana akan dikemukakan lebih rinci dalam pembahasan bab-bab selanjutnya. Terminologi 'Yahudi'34 telah menyimpan banyak konsep terutama konsep teologis. Dalam kaitan ini, kata 'Yahudi' dapat diasosiasikan 29 Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur'an ,h. 70-71 Di dalam surah Ali-Imran, ayat 161-163 dijelaskan penegasan bahwa Nabi Ibrahim bukanlah penganut Yahudi maupun Nasrani. 31 al-Raghib al-Ashfahani, Mufradat fi gharib al-Qur'an, Mesir, Mushtafa alBabi al-Halaby, 1961, h. 546 32 Faeruz Abadi, Lisan al-Arab, Juz 3, h. 439 33 Muhammad Fu'ad al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur'an alKarim, Baerut, Dar al-Fikr, 1987, h.739 34 Terminologi 'Yahudi" harus dibedakan dengan istilah 'Bani Israil', apalagi istilah 'Yahudi Israel' abad 20. Terminologi Yahudi mengalami perubahan signifikan dari zaman ke zaman, baik pada masa sebelum Nabi Muhammad, Masa Muhammad dan 30 16 dalam banyak aspek teologi, baik sebagai agama, maupun sebagai kaum yang mempercayai nabi-nabi dan rasul, demikian halnya dengan 'kitab suci' atau mashahifnya (lembaran-lembaran wahyu) sebagaimana diperoleh oleh nabi Ibrahim dan Musa. Hakikat teologi Yahudi di masa awal terjelma dalam firmanfirman Allah yang diturunkan kepada kaum Yahudi ketika itu. Wahyuwahyu teologis yang diturunkan kepada mereka meliputi persoalan tauhid, iman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya serta wahyu dan kitab suci-Nya, kebenaran (al-haq), dan sebagainya. Dan, al-Qur'an lah yang menjadi sumber valid dan orisinil mengenai hakikat teologi Yahudi di masa awal kelahirannya. Muhammad Nuruddin Syahadah, menguraikan tentang perintahperintah Allah kepada kaum Yahudi dengan membagi kepada beberapa bagian yaitu; 1)tauhid 2) iman, 3)mengikuti kebenaran 4) tsawabith al- Taurat (kekokohan Taurat) 5)al-Mitsaq (perjanjian) 6) al-Ifaa bi al'Ahd (memenuhi janji) 7)al-Taqwa 8)dakwah dan pelaksanaannya 9)Shabar dan shalat 10)hari Akhir 11)ayat-ayat Musa 12)mengimani risalah Muhammad.35 pasca Muhammad. Hal ini untuk menghindari kekeliruan dalam menggunakan kata 'Yahudi' dalam setiap term-term di bidang politik kebangsaan, ekonomi, agama, dan sebagainya. Oleh karena itu pengistilahan 'Yahudi' yang obyektif, orisinil dan benar baiknya dirujuk kepada kitab-kitab yang paling orisinil seperti kitab suci al-Qur'an. Untuk pembahasan ini secara luas akan dibahas dalam bab 2 penelitian disertasi ini. 35 Muhammad Nuruddin Syahadah, al-Yahudu wa al-Tathbi' fi al-Qur'an alKarim, Amma, dar Ammar, 1999, h. 63-70 17 Sebaliknya, teguran-teguran Allah kepada kaum Yahudi yang direkam di dalam al-Qur'an, yang sekaligus sebagai kesan negatif kaum Yahudi, sebagaimana diuraikan oleh Muhammad Sayyid Thanthawi,36 dapat ditemukan dalam sejumlah topik dan persoalan seperti persoalan tauhid, mengingkari perjanjian, buruknya akhlak mereka kepada Allah, kepada malaikat dan pembunuhan yang dilakukan kepada para Nabi serta sikap pengingkaran mereka kepada kebenaran.37 Kesan negatif dan positif di atas mengenai prilaku teologi kaum Yahudi di dalam al-Qur'an akan tampak bertolak belakang dengan apa yang termaktub keterangan tentang isi kitab yang diklaim "al-Taurat", "al-Talmud", dan macam-macam kitab suci lainnya, versi non alQur'an, atau yang diyakini kebenarannya oleh kaum Yahudi. Di dalam khazanah "kitab suci" kaum Yahudi di sepanjang zaman akan ditemukan sejumlah sumber pemikiran teologi yang berusaha mengaburkan teologi Ibrahim.38 36 Muhammad Sayyid Thanthawi, Banuu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruk, 2001, cet.1, hal 393 37 Mengenai persoalan yang dimaksud dapat dirujuk ke dalam al-Qur'an QS; alBaqarah; 83-87, al-Maidah; 12-13, al-Imran 182. 38 Mengenai ini dapat ditelusuri beberapa uraian menarik dan beragam mengenai al-'Ahd al-Qadim, al-Talmud dan Protokol-protokol pemimpin zionism, yang konon dijadikan sebagai sumber pemikiran dalam berbagai aspek ajaran agama, terutama aspek teologi, misalnya di dalam kitab; Ahmad Syalaby, al-Yahudiyah. Kairo, al-Nahdhah al-Mishriyah, 1996, cet. 11, hal 237-290; Muhammad Ahmad Khadr, Sya'ab allah al-Mukhtar, Kairo, Toubiji li al-Naskh wa al-Tashwir, tth. hal 25-29; Hasan Zhazha, al-Fikr al-Yahudiy, Athwaruh wa Mazahibuh, Baerut, Dar al-Syamiyah, 1999, cet. 4, hal. 9190; Yusuf Muhammad Yusuf, Israil; al-Bidayah wa al-Nihayat, ttp, 1994, cet1, hal. 130-167, dan lain sebagainya, sebagaimana akan diuraikan dalam bab-bab selanjutnya. 18 Karena itu, teologi kaum Yahudi dalam sejarahnya di sepanjang zaman, tidak saja sekedar sulit diteliti, akan tetapi lebih dari itu, sangat kompleks dan penuh dilematis, sebab mereka memiliki berbagai versi kitab suci yang diyakini kebenarannya, seperti klaim bahwa Talmud lebih suci dari pada Taurat, demikian halnya dengan kitab Mishnah dan Gemara yang dipandang sebagai kitab tafsiran suci, sehingga bagi yang orang Yahudi yang membaca Taurat tanpa Mishna dan Gemara, disebut sebagai golongan kafir. Sementara itu, Protokal Yahudi yang muncul di abad ke 18 juga dipandang sebagai lembaran-lembaran suci yang harus dipedomani oleh kaum Yahudi. Meskipun Protokolat ini lebih dikenal sebagai kitab politik dan ekonomi, namun tidak sedikit dari mereka yang menyebutnya sebagai lembaran-lembaran suci. Sebagaimana akan dibahas secara luas dan mendalam dalam bab empat penelitian ini, bahwa teologi ketuhanan, teologi kenabian, teologi kitab suci dan teologi keakhiratan Yahudi akan, akan didapati berbagai probelamatika konseptual dan teoritis, terkait dengan klaim-klaim teologis Yahudi yang dikembangkan dalam ranah pemikiran mereka. Di satu sisi, sebagian penganut Yahudi sebagaimana dinyatakan dalam berbagai ayat bahwa mereka demikian bersemangat dan panatik, bahkan menantang para nabi dan rasul untuk menghadirkan Tuhan yang khusus untuk mereka, yaitu tuhan yang dapat dilihat dengan mata kepada. Mereka juga sangat termotivasi untuk memandang Taurat 19 sebagai kitab universal, yang paling benar sehingga tidak lagi menerima kitab Injil di masa Isa as dan al-Qur'an di masa Muhammad saw. Hal lain, tampak dalam keyakinannya akan penghuni surga yang hanya dapat dihuni oleh golongan Yahudi, sedangkan golongan lain yang disebutnya golongan kufur akan masuk neraka semua. Kesemua klaimklaim kebenaran Yahudi tersebut, tidak diragukan sama sekali, sebagai bentuk pengingkaran yang total terhadap kandungan kitab suci mereka sendiri yang orisinil, yaitu Taurat, sebagaiman oleh kelompok minoritas Yahudi mengimaninya dan menjalankannya secara baik. Di sisi lain, sekolompok dari minoritas Yahudi pasca Musa ada yang masih beriman kepada Allah, berpegang teguh pada Taurat dan menerima Daud dengan zaburnya, Isa dengan Injilnya dan Muhammad dengan al-Qur'annya. Di antara lafazh-lafazh dan ungkapan yang digunakan al-Qur'an untuk menunjuk orang Yahudi yang beriman, dapat dijumpai sejumlah lafazh dan ungkapan seperti " allzhina Haaduu"39, "Umatun yahduna bi al-haq wa bihi ya'dilun"40, "minhum al-Shalihun"41 "bimaa Shabaruu"42, "minhum al-Mu'minuun"43, "minhum aimmatan Yahduna bi amrina lamaa shabaruu"44, dan lain sebagainya. 39 Lafazh ini, dalam waktu yang sama juga ada yang berkonotasi sumbang, lihat dalam pembahasan bab III. 40 Q.S. al-A'raf, ayat 159 41 Q.S. al-A'raf, ayat, 158 42 Q.S. al-A'raf, ayat 137 43 Q.S. al-A'raf, ayat 159 44 Q.S. al-Sajdah, ayat 24 20 Teologi keimanan orang-orang Yahudi minoritas yang orisinil tersebut di atas, merupakan hakikat teologi Yahudi menurut Taurat, Injil dan al-Qur'an. Bukan teologi yang terdapat di dalam Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru, yang diklaim sebagai ganti Taurat dan Injil. Keutamaan dan keistimewaan Yahudi bani Israel beriman di dalam alQur'an diabadikan oleh Allah, sebagai pelajaran bagi umat-umat lain. Allah memuliakan dan mengutamakan bani Israel dari pada kaum Fir'aun misalnya, direkam di dalam surah al-Baqarah, ayat 47; al-Maidah, ayat 20; al-Sajdah, ayat 23-24; al-Dukhan, ayat 32; Yunus, ayat 93, dan alJatsiyah, ayat 16.45 Demikianlah uraian al-Qur'an mengenai keadaan kaum Yahudi atau bani Israel, yang hampir semua kisah di dalam al-Qur'an memang menceritakan tentang kehidupannya. Hal ini sangat logis, sebab memang mayoritas kehidupan nabi dan rasul adalah berasal dari bani Israel, sehingga dengan sendirinya, kisah-kisah merekalah yang dominant diceritakan di dalam kitab suci al-Qur'an. 45 Keutamaan bani Israel di dalam ayat, tidak sebagai dalih untuk membenarkan klaim Yahudi sebagai "Sya'ab Allah al-Mukhtar" yaitu "bangsa pilihan Allah", sebab ayat-ayat di atas masing-masing memiliki konteks yang berbeda. Artinya, klaim Yahudi sebagai "Bangsa Pilihan Tuhan", yang mendekati arti kebahasaan dalam firman Allah "wa anni fadhdhaltukum 'ala al-Alamin" (Aku telah melebihkan kamu atas segala umat" dalam pandangan penulis, sama sekali berbeda dan tidak berhubungan secara teologis, sebab terbukti mereka menolak al-Qur'an secara nyata. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan memang, bahwa ayat ini dijadikan oleh bangs Yahudi sebagai justifikasi atas keutamaan dan keistimewaan bangsa Yahudi, yang mengklaim bangsanya sebagai "bangsa pilihan Tuhan". Dan bila ini dilakukan, berarti bangsa Yahudi bersikap hipokrit, karena mereka hanya mengambil wahyu Allah yang menguntungkan mereka. 21 Dari gambaran di atas dapat dipahami bahwa konsep teologi Yahudi yang orisinil sebagaimana dikemukakan di dalam al-Qur'an , jika dikaitkan dengan perkembangan wacana pemikiran yang berkembang, sejak masa pra kenabian Muhammad hingga memasuki abad 21 ini, telah menimbulkan berbagai problematika signifikan dan serius, serta substantif yang berimplikasi pada obyektifitas keilmuan. Oleh karena itu, judul atau pokok pembahasan disertasi ini " Konsep Teologi Yahudi dalam al-Qur'an" dipandang perlu dilakukan kajian dan penelitian, yang didasarkan pada beberapa pertimbangan teologis dan akademis. Pertama, pertimbangan teologis. Bahwa sebagai penganut Islam yang mengimani semua Rasul dan Utusan-Nya, serta kitab suci dan ajaran-Nya, dikaitkan dengan kesimpangsiuran pemaknaan teologi Yahudi selama ini, memerlukan penelitian yang lebih obyektif terhadap sumber-sumber pemikiran teologi yang berkembang di kalangan Yahudi. Sebab dalam keyakinan penulis, yang ditunjang dengan datadata dan sumber orisinil di dalam al-Qur'an, bahwa teologi Yahudi pada dasarnya adalah teologi agama yang benar, sebagimana Islam, namun akibat pemahaman mereka yang berubah total, maka kemudian teologi dibagi menjadi dua jenis yaitu teologi yang batil dan teologi yang benar. Kedua, pertimbangan akademis, bahwa dari berbagai karya penelitian maupun buku secara umum dan karya-karya lainnya tentang konsep teologi yahudi yang orisinil, tidak mendapat perhatian 22 pengkajian yang lebih memadai, sehingga menimbulkan "pelecehan akademis" yang tidak obyektif dalam memperlakukan suatu teologi dan ideology tertentu. Atas dasar pertimbangan yang menjadi dasar dan latar belakang pemikiran di atas, maka disertasi ini disusun dalam judul " Konsep Teologi Yahudi dalam Al-Qur'an ". B. PENGERTIAN ISTILAH, BATASAN MASALAH DAN PENGERTIAN JUDUL 1. Pengertian Istilah Yang dimaksud dengan konsep atau concept di sini adalah pengertian dan gambaran umum suatu ide atau pemikiran tertentu. 46 Kata konsep yang digandengkan dengan kata Yahudi yaitu konsep Yahudi, maka dimaksudkan di sini adalah pengertian-pengertian dan gambaran umum tentang Yahudi. Terkait dengan penelitian, pengertian dan gambaran umum di sini memuat suatu pemahaman bahwa suatu agama tidak dapat didefenisikan dan dijabarkan dalam satu aspek saja, akan tetapi dalam berbagai aspek keilmuan, misalnya aspek-aspek; teologi-ontologis, epistemologis maupun aksiologis, meskipun dalam penelitian ini dibatasi pada aspek ontologis saja, yaitu pandanganpandangan umum tentang teologi Yahudi. 46 Kamus Bahasa Indonesia 23 Sedangkan istilah Teologi, sebagaimana dikutip oleh Frank Whaling dari H.D Liddle dan R. Scott dari mengacu pada 'tuhan-tuhan' atau 'Tuhan'.47 Namun demikian, dalam penelitian ini istilah teologi yang dimaksud adalah konsep-konsep yang mengacu pada Tuhan yaitu Allah Swt. Dan bukan 'tuhan-tuhan' yang dipersepsikan oleh Frank Whaling. Harun Nasution menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan teologi di dalam Islam – al-Qur'an – adalah juga disebut ilmu tauhid yang mengkaji tentang sifat-sifat Tuhan terutama kajian pengertian peng-Esa-an Tuhan.48 Menurut Frank Whaling, gagasan teologi yang dikembangkan dewasa ini adalah teologi yang didasarkan pada asusmsi bahwa teologi bersifat khusus bagi masing-masing tradisi keagamaan, dimana teologi muncul dari suatu tradisi untuk mengkonsepsualisasikan dan mengeksprsikan pandangan dunia dan keimanan yang dipresentasikan oleh tradisi ini.49 Pengertian Yahudi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah agama Yahudi pada masa awal kemunculannya hingga masa Islam. Pembatasan pengertian di sini didasarkan pada agumentasi bahwa umat Yahudi baik pada masa pra Islam maupun pada pasca kehadiran Islam 47 Frank Whaling, dalam Aneka Pendekatan Studi Agama (Petter Connolly, Editor, h.313 48 Harun Nasution, Theologi Islam, h. ix 49 Ibid 24 telah mengalami problematika teologis yang berantakan, sehingga teologi mereka tampak tidak lagi mampu menunjukkan orisinalitasnya. Terakhir tentang pengertian al-Qur'an. Dari segi arti dan makna al-Qur'an, sebagai kitab suci, dapat dirumuskan pengetiannya sebagai kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah melalui malaikat Jibril selama kurang lebih 23 tahun di Jazirah Arabia (Mekah dan Madinah) yaitu sekitar antara tahun 10 Sebelum Hijriah (disingkat SH) hingga 13 Hijriah. Al-Qur'an telah mendefenisikan dirinya sendiri sebagaimana dijumpai dalam banyak tempat di dalam alQur'an, yang kemudian dirumuskan oleh Nabi Muhammad Saw, dan dikembangkan oleh para pengikutnya dari kalangan ahlul-ilmi (intelektual)-nya. Secara khusus dalam penelitian ini, al-Qur'an difokuskan pada posisi sebagai subyek, yang memberikan komentar dan medokumentasikan tentang teologi Yahudi, tauhid, keyakinan dan kisah-kisah serta pola pikir bangsa Yahudi dalam kehidupan beragama mereka. Dengan demikian al-Qur'an al-Karim sebagai kitab suci, yang sangat menentukan dalam memahami keberadaan sejarah agama-agama samawi, terutama agama yang dianut oleh mayoritas bani Israil, yaitu agama Yahudi. 25 2. Pembatasan Masalah Batasan masalah penelitian diringkas dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: a. Apa yang dimaksud dengan teologi Yahudi dalam perspektif alQur'an, asal-usul dan perkembangan Yahudi? b. Bagaimana al-Qur'an menjelaskan fenomena dan sumber-sumber teologi Yahudi (al-Taurat)? c. Bagaimana konsep orisinil pemikiran teologi Yahudi sebagaimana termaktub di dalam al-Qur'an? 3. Pengertian Judul Pengertian judul "Konsep Teologi Yahudi dalam al-Qur'an" memberikan pengertian umum yaitu studi atas suatu kumpulan teori dan konsep pemikiran agama Yahudi tentang teologi (akidah dan tauhid) dengan segala implikasinya seperti termaktub di dalam al-Qur'an. Dari judul penelitian di atas, terdapat dua variabel yaitu Yahudi dan al-Qur'an. Sementara pisau analisisnya adalah teologi dengan segala konsepsinya tentang Yahudi di dalam al-Qur'an, terutama menyangkut kitab suci al-Taurat, yang merupakan kitab suci kebenaran Yahudi yang dijustifikasi oleh al-Qur'an. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa pengertian judul disertasi ini berusaha mendeskripsikan secara obyektif hubungan- 26 hubungan logis antara teologi dengan al-Qur'an di satu sisi, dan Yahudi dan al-Qur'an pada sisi yang lain. Hubungan-hubungan tersebut akan mengungkap konsep-konsep teologi dalam agama Yahudi dengan menggunakan ayat-ayat yang bersumber dari kitab suci al-Qur'an. C. KAJIAN PUSTAKA Berbagai aspek kajian tentang Yahudi dalam kaitannya dengan alQur'an (atau Islam) telah dibahas oleh para pemikir, akademisi maupun peneliti di sepanjang zaman, namun masih bersifat umum dan parsia. Di samping itu pendekatan yang digunakan, belum tampak kajian teologis yang serius tentang teologi Yahudi dalam al-Qur'an. Meski demikian terdapat Karya-karya penelitian maupun karya lainnya yang terkait dengan pokok permasalahan penelitian disertasi ini, sehingga dapat dijadikan perbandingan dan sekaligus referensi. Karya-karya ilmiah tersebut, antara lain adalah sebagai berikut : Pertama, karya buku berjudul al-Yahudu fi al-Qur'an; tahlil 'ilmy 'ala nushus al-Qur'an fi al-Yahudi 'ala Dhau'i al-Ahdats al-Hadhirah ma'a qishash anbiya' Allah Ibrahim, Yusuf wa Musa 'alaehim al-Salam", oleh Afif Abdul Fattah Thabarah, diterbitkan oleh dar al-'ilmi li alMalayin, di Baerut, Libanon, pada tahun 1996, dalam cetakan kesebelas. Karya ini mendeskripsikan secara ilmiah mengenai fenomena Yahudi dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur'an dan mengkaitkannya dengan 27 peristiwa kekinian. Pada bagian awal, ia menguraikan kehidupan Yahudi di masa awal, hingga perseteruan Yahudi dengan Islam di masa Muhammad Saw. Dalam bagian terakhir dari buku ini, Afif Abdul Fattah berusaha menjelaskan metode al-Qur'an dalam menunjukkan wujud dan keesaan Allah. Dengan demikian pada bagian tertentu dari buku ini, dapat menjadi masukan dalam penelitian penulis, meskipun dalam kapasitas yang masih sangat terbatas, terutama dalam kaitannya dengan konsep teologi Yahudi dalam al-Qur'an. Kedua, karya buku berjudul hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, yang ditulis oleh Shalah Abdul Fattah al-Khalid, yang diterbitkan oleh penerbit oleh dar al-'Ulum li al-Nasyr wa al-Tauzi', Amman, Yordania pada tahun 2003. Dalam bagian pertama, buku ini berusaha menjelaskan mengenai kewajiban beriman kepada Rasul dan kitab-kitab yang dibawanya. Bagian selanjutnya hingga akhir ia membahas tentang Taurat di dalam al-Qur'an. Karya ini mengungkap secara cermat dan mendalam mengenai Taurat, baik taurat yang dibenarkan al-Qur,an maupun Taurat yang disangkal oleh al-Qur'an (palsu). Taurat sebagai kitab suci, yang merupakan salah satu petunjuk paling utama terkait dengan teologi agama Yahudi telah mengalami pemalsuan luar biasa yang dilakukan oleh penganut agama Yahudi di masanya. Ketiga, karya disertasi Muhammad Syekh Thanthawi, berjudul Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, yang diterbitkan dalam bentuk 28 buku, oleh Dar al-Syuruk, di Kairo, pada tahun 1997, cetakan kedua. Karya disertasi ini secara umum berusaha mendeskripsikan sejarah dan prilaku Bani Israil (Yahudi) dalam perspektif al-Qur'an dan al-Sunnah. Karya ini sekalgus menegaskan fenomena kerusakan moral yang berkembang di era modern merupakan warisan masa lampau, antara lain dari Bani Isail sebagaimana termaktub dalam kisah-kisah Bani Israil kitab suci al-Qur'an. Karya ini terkesan subyektif, meskipun sumbersumbernya orisinil, sebab kesan dominan dalam karya ini adalah dominasi negatif tentang fenomena tingkah laku orang-orang Yahudi baik sebagai umat beragama maupun sebagai bangsa yang eksis hingga sekarang. Keempat, buku berjudul Muaranat al-Adyan (bagian satu) alYahudiyah, karya Ahmad Syalaby, yang diterbitkan oleh Al-Nahdhah, cetakan keduabelas, pada tahun 1996, di Kairo. Pokok-pokok bahasan buku setebal 377 halaman ini, diawali dari pembahasan mengenai sejarah Yahudi, nabi-nabi bani Israil dan sumber-sumber pemikiran dan fenomena kejahatan-kejahatan Yahudi. Buku ini membantu penulisan disertasi ini untuk dijadikan sebagai referensi dalam mengembangkan perihal pembahasan mengenai konsep teologi Yahudi di dalam alQur'an. Meski demikian, karya ini masih mengkaji secara global, dan tidak secara spesifik meneliti tentang konsep teologi Yahudi menurut perspektif al-Qur'an. 29 Kelima, al-Yahudu wa al-Tathbi' fi al-Qur'an al-Karim, karya Muhammad Nuruddin Syahadah,yang diterbitkan di Amman, Yordania pada tahun 1999. Karya ini mengawali bahasannya dengan menguraikan sekilas tentang sejarah awal Yahudi sampai pada masa kini. Karya ini berusaha menyingkap akar-akar pemikiran bangsa Yahudi dalam kaitan dengan sikap permusuhannya dengan Islam melalui jalur pemikiran, ekonomi dan politik. Dengan demikian karya belum menukik mengulas mengenai teologi Yahudi secara mendalam, akan tetapi lebih pada kontek kekinian, meskipun tetap mengemukakan persoalan teologi Yahudi secara parsial. Namun demikian karya ini penting menjadi bahan bagi penulisan disertasi, sebab pada bagian-bagian tertentu menguraikan al-Qur'an dalam kaitannya dengan bangsa Yahudi. Terakhir, Banu Israil fi Mizan al-Qur'an, karya al-Bahy al-Khuly, yang terbitkan dan pertama kali dicetak oleh Dar al-Qalam, Damaskus, pada tahun 2003. karya setebal 380 halaman ini menemukan beberapa kesimpulan penting antara lain; bahwa mereka diperingatkan dengan tegas oleh nabi Ya'qub agar tidak membuat kisah-kisah palsu. Ia juga menemukan bahwa apa yang termaktub diabadikan di dalam al-Qur'an tentang kaum Yahudi merupakan catatan obyektif atas keadaan mereka dari generasi ke generasi. Juga ditemukan bahwa pada dasarnya penulis dan cendekiawan Eropa mencatat kebenaran al-Qur'an tentang peristiwa-peristiwa yang dijalani oleh kaum Yahudi di sepanjang 30 sejarah. Dengan demikian karya ini menjadi sangat menarik bagi penulis untuk menjadikan bahan penelitian disertasi penulis, yang selanjutnya penelitian ini dapat menemukan temuan lain tentang teologi Yahudi di dalam al-Qur'an. Karya-karya lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku tentang Taurat dan Talmud dalam aspek teologisnya, dimana sumber kedua kitab ini menjadi penting untuk mengkomunikasikan dengan apa yang terdapat di dalam al-Qur'an tentang teologi Yahudi. Diantara kitab tentang Taurat adalah karya Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, yang meneliti matan karya Imam Ibnu Hazm (384H 456 H), yang berjudul "Taurat al-Yahudi wa al-Imam Ibnu Hazm", yang diterbitkan di Damaskus, oleh Dar al- al-Qalam, pada tahun 2004, cetakan pertama. Karya setebal 567 halaman ini, mengupas secara mendalam mengenai Taurat. Mulai dari problematika terminologis sampai pada ragam kitab suci Yahudi yang diklaim sebagai kitab suci lain, yang merupakan kitab-kitab penafsiran dan penjabaran Taurat. Karya ini, sesuai dengan masa teks klasik yang diteliti, banyak sekali penjelasan dan komentar peneliti atas matan teks yang ditulis oleh Imam Ibnu Hazm, di masa Andalusia, Spanyol, pada paruh awal abad ke empat Hijriah. 31 Sedangkan karya tentang Talmud, digunakan karya terjemahan S.J. Moyal dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Arab, berjudul al- Talmud; Ashluhu wa tasalsuluh wa Aadabuh, diterbitkan di Damaskus, dar al-Takwin, pada tahun 2005. Karya ini memuat informasi tentang asal usul Talmud, kisah-kisah para penerima Taurat, kemudian mengenai para pendeta yang menafsirkan Taurat, sebagaimana dijabarkan dalam ayat-ayat Mishna. Karya ini penting dalam kaitan dengan tema penelitian, sebab sejarah Talmud juga sangat beragam dari satu buku ke buku yang lain. Kitab tentang Talmud yang lain adalah buku berjudul al-Kanz al- Marshud fi Qawaid al-Talmud, karya terjemahan Yusuf Nashrullah ke dalam bahasa Arab, dan dipengantari oleh Mushtafa Ahmad Zarqa dan Hasan Zhazha, dari bahasa. Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan dari dua buku yang ditulis oleh masing-masing Rohleng, seorang warga Prancis yang berjudul "al-Yahud 'ala Hasbi al-Talmud" dan Syarl Loren, seorang sejarawan berkebangsaan Prancis dalam bukunya " Tarikh Suriyah li sanat 1840 M". Buku ini memuat bahasan mengenai Talmud dalam kaitannya dengan fenomena kerusakan bumi dan kerusakan etika. Terakhir buku berjudul "Talmud kitab hitam Yahudi yang menggemparkan", karya Muhammad Asy-Syarqawi, diterbitkan oleh penerbit Sahara, di Jakarta, pada tahun 2004 yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari judul aslinya " al-Kitab al-Aswad, al-Kanz 32 al-Marshud fi Fadhaih al-Talmud". Karya lain adalah buku yang ditulis oleh Muhammad Mahmud Shubhi, berjudul al-Talmud wa atsaruh fi tadmir al-Basyaraiyyat wa alhadharat al-Insaniyyat yang diterbitkan oleh penerbit Dar al-Warraq, di Baerut, dan pertama kali dicetak pada tahun 2005. D. MANFAAT DAN KEGUNAAN PENELITIAN Wacana 'teologi global' dan 'teologi universal' yang kemudian melahirkan semacam 'etika global' yang semakin mengemuka, seiring dengan digelarnya pertemuan-pertemuan dan dialog-dialog ilmiah antar agama di abad 20 hingga abad 21 ini, merupakan fenomena yang patut dicermati dan membutuhkan kepekaan teologi tersendiri bagi setiap agama untuk melakukan penegaran interpretasi atas teologi mereka. Kebutuhan melakukan kajian-kajian tentang teologi agama masih dipandang signifikan hingga dewasa ini, mengingat peran agama masih dipandang urgen dan senantiasa menjadi bagian yang determinan dalam setiap pencapaian kemajuan peradaban modern. Secara historis Agama Yahudi, Nashrani dan Islam sebagai agama samawi yang lahir di wilayah dan kawasan Jazirah Arabia mendominasi konsep keagamaan di dunia Internasional dewasa ini, memerlukan pengkajian dan penelitian mendalam (reinterpretasi), terutama dalam pengembangan pemikiran teologi yang menjadi dasar pokok setiap 33 agama. Teologi agama samawi seperti Yahudi menjadi sangat fenomenal dalam perkembangannya, sehingga mendesak kaum intelektual dan cendkiawannya untuk melakukan penelitian tentangnya, dengan harapan agar persoalan teologi diantara agama-agama samawi semakin jelas titik-titik kesamaan teologinya. Di lingkungan akademisi tingkat pascasarjana di Indonesia belum ditemukan penelitian-penelitian mendalam dan komprehenshif tentang teologi Yahudi dalam perspektif al-Qur'an. Atau teologi kitab suci versus kitab suci di antara agama-agama yang ada, yang dalam hal ini adalah perspektif al-Qur'an (Islam) dalam memandang teologi Taurat (Yahudi). Hal ini penting, sebagai upaya untuk menyingkap hubungan teologis antar agama yang diyakini bersumber dari satu sumber mutlak yaitu wahyu (Allah). Oleh karena itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan temuan-temuan baru terkait dengan pemikiran teologi agama Yahudi yang diklaim sebagai agama kebenaran satu-satunya bagi pemeluknya, melalui perspektif al-Qur'an yang merekam berbagai informasi tentang fenomena teologi Yahudi dan Nashrani serta teologi-teologi lainnya. Di samping itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi setiap pengkaji teologi agama atau kitab suci di lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Secara khusus di lingkungan Universitas Islam Negri dan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia, 34 penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi akademisi-akademisi muslim dalam melakukan pembacaan terhadap fenomena teologis keagamaan yang berkembang. Di sisi lain penelitin disertasi ini juga bertujuan untuk memperkenalkan aliran teologi Yahudi yang masih dipahami secara parsial, juga dimaksudkan untuk memberikan pandangan yang lebih mendalam dan ilmiah kepada masyarakat yang masih memahami teologi Yahudi dengan argument-argumen nalar belaka, atau dengan menggunakan dalil-dalil naqli secara parsial, tanpa mempertautkan sejumlah dalil yang lebih utuh dan komprehenshif. E. METODE PENELITIAN DAN KERANGKA TEORITIS Jenis penelitian disertasi ini adalah penelitian kualitatif 50, yang menggunakan pendekatan deskriptif, historis dan komparatif. Sebagai penelitian yang bersifat deskriptif, salah satu konsekuensi logis adalah juga menjadi metode library research (pustaka). Dengan melakukan penelusuran kepustakaan terutama kepustakaan tentang kitab suci alQur'an di satu sisi dan al-Taurat pada sisi yang lain, berikut kitab Talmud yang dibuat oleh bangsa Yahudi. Penelitian kualitatif . Sebagaimana dikemukan oleh S. Nasution, diantara ciriciri penelitian kualitatif adalah; dari segi desain ia bersifat umum, fleksibel, dan berkembang dalam proses penelitian. Dari segi data bersifat bersifat deskriptif, dan menggunakan analisis induktif. S. Nasution, Penelitian Kuantitatif/Naturalistik, (Cet. III; Bandung: Tarsito, 2003), hal. 13 50 35 Mengingat al-Qur'an hanya dapat dipahami melalui ilmu interpretasi atau ilmu ulum al-Qur'an dan ulum al-Tafsir yang menjadi cikal bakal lahirnya pola dan model pemikiran tentang tafsir al-Qur'an, maka penelitian ini menetapkan sumber-sumber primer lain, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun pemikiran tentang penafsiran. Dalam pengertian lain, aspek-aspek teologis dalam al-Qur'an dikaji dari berbagai sumber tafsir yang bersifat tafsir teologis, baik berupa tafsir klasik maupun modern. Oleh karena itu, tersebutlah misalnya rujukan primer lain penelitian disertasi ini seperti tafsir al-Thabary, tafsir Ibnu Katsir, tafsir al-Qurtuby dan sebagainya. Disamping itu pemikiran tentang tafsir yang berusaha mengembangkan pola dan model penafsiran modern yang ditulis oleh para ahli dibidangnya seperti al-Zahaby, Wahbah Zuhaily, Sayyid Qutb, dan Quraisy Shihab. Selanjutnya, karya-karya para penulis dan peneliti tentang Yahudi dengan segala keterkaitannya, dijadikan sebagai sumber sekunder, sebagai interpretator terhadap al-Qur'an dan Tafsirnya, yang membahas tentang Yahudi dari aspek teologisnya dan keyakinannya. Misalnya karya Abdul Wahab al-Masiry, Muhammad Imarah dan karya Sina Abdul Latif Shabri. Sumber-sumber di atas akan digali dengan menggunakan kerangka teori teologis yan berkembang. Sebenarnya pendekatan 36 teologi dalam studi agama tertentu, dipandang oleh sebagian kalangan bersifat meragukan, namun bagi sebagian lain memandangnya sebagai yang bersifat debatable.51 Dengan demikian persolan teologi merupakan persoalan yang kompleks, sebab teologi suatu agama, dalam bagian particular akan berseteru dengan teologi agama lain, demikian halnya dalam bagian yang lebih universal dapat mengalami hal yang sama. Oleh karena itu, diperlukan suatu teori tentang comparative theology of religion (perbandingan teologi agama-agama)52 dalam meneliti suatu model teologi tertentu. Penelitian disertasi ini termasuk dalam konteks comparative theology of religion, sebab sesuai dengan judul "Teologi Yahudi dalam Perspektif al-Qur'an", secara jelas bermaksud mengkritisi dan menganalisa teologi agama Yahudi dalam perspektif al-Qur'an, sebuah kitab suci yang merupakan tema teologis dalam agama Islam, dan juga bagi setiap agama. Teologi agama menggambarkan peran transendensi manusia. Teologi transendensi manusia bermaksud menyatakan bahwa untuk berbicara mengenai kondisi dan situasi realita yang dihadapi, perlu menangkap kembali pesan-pesan dari hubungan antara alam, humanitas dan transendensi antara tubuh, pikiran dan jiwa antara ilmu 51 Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yokyakarta, LKIS 2002, hal. 340 52 Teori ini diambil dari terminology Frank Whailing dalam tulisannya mengenai pendekatan teologi dalam studi agama-agama. Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yokyakarta, LKIS 2002, hal. 312 37 kealamanan, ilmu humanitas, dan studi-studi keagamaan.53 Kristen berbicara tentang Tuhan, Yahudi berbicara tentang Yahweh dan Islam berbicara tentang Allah, demikian halnya Hindu tentang tuhan Brahma dan Budha berbicara tentang tuhan Nirvana, dimana dari konteks ini masing-masing menggunakan hubungan-hubungan dan media transenden dengan realita, seperti Tuhan Kristen melalui Yesus, Tuhan Yahudi melalui Taurat, dan Allah melalui al-Qur'an, Brahma melalui Atman (dewa personal), dan Nirvana melalui Budha atau Dharma.54 Hal demikian menjelaskan kepada kita bahwa kajian teologis umumnya tidak dapat dapat melepaskan dari tema tentang Tuhan, kitab suci, Rasul atau Nabi dan semacamnya karena melalui tema-tema teologi inilah akan dijumpai hakikat suatu ajaran agama. Lebih jauh, menurut Amin Abdullah, teologi agama tidak saja tidak saja menerangkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga melibatkan kesadaran kelompok penganut agama (sosiologi), pemenuhan kebutuhan untuk membentuk kepribadian dan ketenangan jiwa (psikologi), etika dan corak pandangan hidup untuk memenuhi kesejateraan hidup (ekonomi), hingga pada kaitannya dengan nilai-nilai etika secara fundamental (filosofis).55 Artinya, pendekatan agama harus 53 Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yokyakarta, LKIS 2002, hal. 358 54 Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yokyakarta, LKIS 2002, hal. 340. 55 M. Amin Abdullah, Studi Agama-agama, Jakarta, Pustaka Pelajar, 1996, hal. 10 38 melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam mendekatinya, yaitu dengan menggunakan multi dimensional approaches. Maka itu studi agama di masa sekarang, tidak dapat melepaskan diri dari persaingan disiplin ilmu-ilmu baru seperti psicology of religion (psikologi agama), sociology of religion (sosiologi agam), history of religion (sejarah agama) atau phenomenology of religion (fenomenologi agama). Penelitian disertasi ini, meskipun tidak mengunakan secara secara khusus dari sejumlah pendekatan tersebut di atas, namun dalam bagian-bagian tertentu, akan bersentuhan dengan pendekatan atau teori-teori tersebut, misalnya dalam studi historis agama Yahudi dari masa ke masa – sebagaimana akan diuraikan dalam bab 2 -, demikian halnya dalam bab 3 yang akan menganalisis hubungan Taurat dan alQur'an baik dalam perspektif agama Yahudi sendiri maupun dalam perspektif al-Qur'an. Sebagai studi penelitian teologi terhadap agama Yahudi dalam perspektif kitab suci al-Qur'an, maka tidak dapat dihindari klaim-klaim teologis sebagaimana yang dikemukakan al-Qur'an tentang hakikat agama Yahudi dan prilaku para penganut agama Yahudi. Sebab alQur'an telah mencatat sikap-sikap dan prilaku keagamaan Yahudi, disamping Nasrani, yang sikap-sikap itu sangat bersifat teologis, terlepas dari apakah semua ini sesuai dengan kitab-kitab suci agama Yahudi seperti Taurat, Talmud, dan Perjanjian Lama. 39 Al-Qur'an dalam perspektifnya sendiri, atau teologi al-Qur'an menurut perspektif al-Qur'an, memisahkan teologi yang benar dikalangan bani Israel di sepanjang sejarahnya dari teologi yang batil. Demikian halnya dengan teologi Nasrani, al-Qur'an melakukan hal sama atasnya digambarkan teologi yang benar dan yang bathil dari kalangan Nasrani. Bahkan beberapa teologi lain seperti teologi shabi'iun dan teologi majusi, juga dipisahkan fenomena teologi mereka di dalam alQur'an, teologi mana yang benar dan teologi mana yang batil, yang diterapkan di sepanjang sejarahnya. Namun demikian, dari sejumlah teologi yang termaktub di dalam al-Qur'an, tampak teologi Yahudi dan Nasrani mendominasi lembaran ayat-ayat al-Qur'an. Hal ini dikarenakan masa dan jangka perjalanan teologi mereka berlangsung demikian panjang, hingga memang mencapai ribuan tahun lamanya. Dalam mengesakan Allah misalnya, al-Qur'an menegaskan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa merupakan kepercayaan yang dibawakan oleh semua nabi dan rasul, mulai dari nabi Adam hingga nabi Muhammad Saw., namun manusia sendirilah yang menguban dan mengganti kepercayaan itu dengan yang lain. 56 Ahmad Amin, meringkas ayat-ayat Tauhid, dengan mengutip sejumlah ayat, yang menurutnya merupakan sari tauhid Islam yaitu QS. Al-Baqarah;2 ; 22, 115, 116, 56 Ahmad Amin, Islam dari masa ke Masa, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1993, cet. 3, hal 50 40 117, 163, 164, 177 dan 255, QS. Al-An'am ; 7; 151 dan al-Ikhlas; 115; 1-4.57 Lebih eksplisit lagi uraian Abdul Halim Mahmud, mantan Grand Syaekh universitas al-Azhar, Mesir, yang menyatakan bahwa keseluruhan bagian kandungan al-Qur'an, menjadikan kalimat " Laa ilaha illa Allah" sebagai inti dan substansi (jauhar) akidah Islam, bahkan kesatuan tauhid agama-agama tercermin dalam surah al-Syuura, ayat 13, yang menyatakan58; Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama (meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya) dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). Demikian para ulama-ulama Islam, berusaha menjelaskan teori Tauhid dalam perspektif al-Qur'an, yang memandang bahwa esesnsi teori teologis, ketauhidan, dalam Islam dan seluruh agama-agama samawi yang dibawakan oleh para utusan Allah adalah meng-Esa-kan Allah, yang dengan demikian, keseluruhan isi wahyu di dalam kitab- 57 Ibid, hal. 47-50 58 Abdul Halim Mahmud, al-Islamu wa al-'Aql, Kairo, Dar al-Ma'arif, tth, hal 115-116 41 kitab yang diturunkan Allah, menjadi bagian dari esensi tauhid kepada Allah. Teologi al-Qur'an tidak saja berpijak pada akal semata, akan tetapi lebih dari itu teologi al-Qur'an berpijak pada intuisi dan perasaan, dan karena itulah teologi dapat dialami oleh semua orang, baik orang berilmu secara medalam maupun orang bodoh. Jika sekiranya teologi hanya dapat dipahami oleh golongan berakal tinggi, berarti teologi itu tidak mengakar pada manusia. A. Hanafi menguraikan ini secara baik di dalam bukunya "Teologi Islam", yang mengatakan bahwa ulama-ulama teologi Islam percaya kepada Tuhan dan apa yang dibawakan oleh Rasul-rasul-Nya, kemudian kepercayaan itu hendak diperkuat dengan argument-argumen logika dan pikiran.59 Secara disiplin ilmu, keseluruhan teori teologi Islam banyak dikaji dalam disiplin ilmu yang disebut ilmu kalam. 60 Secara terminology, Ilmu Kalam adalah ilmu yang dengannya hakikat agama dapat dikokohkan dengan menggunakan argument-argumen yang menghilangkan keraguan yang muncul tentangnya.61 kokoh dan Dinamai Ilmu Kalam karena perdebatan (pembicaraan) didalamnya banyak berbicara tentang sifat takdir, keadilan Tuhan, perbuatan Allah dan perbuatan 59 A. Hanafi, Teologi Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna, tth, hal. 25 Tokoh popular Ilmu Kalam adalah Hasan al-Bashri (21 H – 110 H), yang pada awalnya tema pembicaraan ilmu ini adalah tentang sifat takdir (al-Qadr), sebelum munculnya pembicaraan dan perdebatan mengenai "al-Qur'an sebagai makhluk". 61 Muhammad Imarah, al-Wasith fi al-Mazahib wa al-Muhthalahat alIslamiyyat, Kairo, al-Nahdhah, 2004, hal. 241 60 42 manusia, kebebasan berkehendak, al-Jabar (paksaan), al-Takhyiir (pemilihan), dan al-Tasyiir .62 Sementara sang pembicara atau pendebat disebut mutakallim (pendebat kata-kata), dan karena itu pula para ahli debat yang pintar merangkai kata-kata disebut mutakallim, dan ini juga disebut teolog muslim. Nama lain dari ilmu kalam, juga kerap disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, Ilmu al-Nazhar wa al-Istidlal (pendapat dan cara berargumen), dan juga disebut al-Fiqh al-Akbar menurut Imam Abi Hanifah (80 H -150 H). Tema-tema ilmu kalam yang utama antara lain adalah tentang zat Allah dan sifat-sifat Allah. Tema lain yang merupakan bagian dari dua tema tersebut adalah tentang perbuatan Allah, tentang hisab Allah di akhirat atas perbuatan hamba-hamba-Nya selama di dunia.63 Namun demikian, inti dari semua pembicaraan Ilmu Kalam dapat dirumuskan sebagai ilmu tentang iman, akidah dan tauhid. Dalam kaitan dengan penelitian disertasi ini, adalah tema tentang keimanan kepada kitab-kitab suci, wahyu-wahyu Allah, yang diturunkan melalui malaikat Jibril, kepada utusan-utusan Allah. Melalui wahyu Allah lah diperoleh pemahaman tentang keimanan kepada Allah, Rasul-rasul Allah, malaikat-malaikat-Nya, hari kiamat, dan sebagainya. Artinya, konsep-konsep teologi Islam, keseluruhannya terdapat di dalam alQur'an. 62 63 Ibid, hal.243 Ibid, hal. 241 43 Dengan berawal dari keimanan kepada kitab suci al-Qur'an, akan menjadi modal dasar yang paling asasi dalam memahami keseluruhan bentuk teologi agama-agama di dunia ini. Sebab al-Qur'an telah merangkum model-model teologi yang telah ada sejak Adam as. hingga teologi Muhammad Saw. Hal ini menjadi keistimewaan tersendiri bagi al-Qur'an yang menjadi kitab teologi Islam yang bersifat universal. Dengan demikian semakin jelas corak teologi al-Qur'an dan bagaimana memahami teologi yang terdapat di dalamnya, berusaha meyakinkan kepada semua manusia bahwa baik agama Yahudi, Nasrani maupun Islam, secara teori didasarkan pada teologi ketauhidan atau teologi ketuhanan, disusul dengan teologi kenabian, dan seterusnya. F. GARIS-GARIS BESAR ISI DISERTASI Penelitian disertasi ini secara garis besar berisikan sebagai berikut: Pertama, dalam bab pendahuluan, mengemukakan faktor-faktor yang melatarbelakangi penulisan disertasi tentang konsep yahudi dalam al-Qur'an ditinjau dari aspek teologis. Kemudian merumuskan dan membatasi pokok permasalahan, mengungkapkan kerangka teori dan metode serta pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Kedua, mendeskripsikan pengertian etimologi maupun terminologi tentang yahudi dan problematikanya, berikut sejarah perkembangan 44 agama Yahudi dan Kaum Yahudi di sepanjang zaman, terutama dalam kaitannya dengan kajian teologis, dan secara spesifik bagian historis yang dikemukakan di dalam al-Qur'an. Dalam bab ini juga diuraikan sekte-sekte kegamaan Yahudi dan pemikirannya. Ketiga, menjelaskan dan mengkritisi mengenai kaum Yahudi dan Taurat dalam al-Qur'an, yang akan menguraikan sub bab bahasan Taurat dalam al-Qur'an, kesan positif dan negatif kaum Yahudi di dalam al-Qur'an. Keempat, mencermati dan mengkritisi pemikiran teologi Yahudi di dalam al-Qur'an meliputi konsep Tuhan, Kitab suci, Rasul dan keimanan terhadap alam akhirat. Kelima, mendeskripsikan hasil-hasil temuan penelitian, sekaligus mengajukan saran-saran ilmiah dalam pengembangan dan perluasan penelitian tentang Yahudi dalam perspektif lain. 45 BAB II MAKNA DAN SEJARAH YAHUDI A. MAKNA YAHUDI DAN PROBLEMATIKANYA 1. Secara Etimologi Secara kebahasaan, terjadi perbedaan pendapat apakah kata 'Yahudi' adalah kata serapan dari bahasa asing atau dari kata arab?. Sebagian berpendapat bahwa kata 'Yahudi' adalah pecahan dari dari bahasa Arab yaitu al-Hud (taubat), ada pula yang mengatakan 'Yahudi adalah nama Qabilah (keturunan, suku) yang disebut 'Yahuza' yang kemudian diarabkan, menggantikan hurup 'zda' menjadi 'da'. Ibnu Araby sendiri memaknai 'Yahudi' sebagai 'kembali dari kebaikan menuju keburukan atau sebaliknya dari keburukan kepada kebaikan'. Ada pula yang bependapat bahwa kata 'Yahudi' adalah serapan dari kata asing, dan bukan dari bahasa arab.64 Namun demikian, dari berbagai sumber yang dikemukakan oleh para ahli bahasa Arab ditemukan bahwa kata 'Yahudi' adalah berasal dari bahasa arab. Arti kata 'Yahudi' dalam bahasa Arab merupakan derivasi (tashrif) kata dari hada, yahudu, hudan dan tahawwada, yang berarti kembali kepada kebenaran.65 Jika dirujuk ke dalam kitab suci al- 64 65 Shalah Abudl Fattah Khalid, a;-Syakhshiyat al-Yahudiyat, hal. 26 Abdul Fattah Thabarah, al-Yahudu fi al-Qur'an, hal. 12 46 Qur'an, maka diperoleh akar kata Yahudi dalam beberapa bentuk, antara lain seperti dinyatakan dalam ayat yang berbunyi; Artinya; Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. 66 Dengan demikian secara etimologi, jika didasarkan pada keterangan di atas maka dapat dipahami bahwa arti pokok dari Yahudi adalah sifat kembali kepada kepada ( al-Haq) yaitu kebenaran. Inilah makna asal dari kata Yahudi. Namun makna di atas tidak tunggal ditemukan dalam berbagai literatur. Sebab dalam perkembangannya kemudian menjadi beragam arti jika dikaitkan dengan nama orang, sifat, kabilah dan kelompok tertentu. Mahir Ahmad Aga misalnya menguraikan, bahwa penamaan Yahudi dikarenakan kaum Yahudi bergerak-gerak (yatahawwad) ketika membaca kitab suci mereka yaitu kitab Taurat. 67 Dikatakan pula, dinamakan 'Yahudi' karena dinisbahkan kepada anak keempat dari keturunan Nabi Ya'qub, yang bernama 'Yahuda', yang nama aslinya adalah 'Yehuza', seorang pemimpin bagi 11 orang anak 66 QS : al-A'raf; 156 Mahir Ahmad Aga, Al-Yahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar al-Fikr, 2002, h. 28 67 47 keturunan Ya'qub lainnya. Penisbahan kepada 'Yehuza' dibenarkan dan dikuatkan oleh para ulama.68 Taqiyuddin al-Maqrizy sendiri, sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid Diyat, mengupas sumber kata 'Yahudi' dengan mengemukakan bahwa kata "yahudi" berasal dari sumber kata " Yahudan", oleh sebab itu, semua keturunan Ya'qub disebut yahudi, termasuk cucu-cucu Ya'qub keturunan dari anaknya 'Yahuza bin Ya'qub'.69 Murad Faraj al-Yahud, menguraikan dalam bentuk lain dengan mengembalikan kata "yahudi" kepada sumber kata "yadu" tanpa menyebutkan huruf 'ha' yang berarti tanda 'pujian dan syukur', karena ketika Yahuza dilahirkan ibunya berkata padanya 'udih' tanpa menyebut huruf 'ha'.70 Dengan demikian, sampai di sini dapat diketahui bahwa kata Yahudi diambil dari nama salah seorang anak keturunan Ya'qub, dan ini menunjukkan bahwa Yahudi tidak serta merta berarti agama, akan tetapi dapat berarti dan bermakna yang lain. Di sisi lain, kata 'Yahudi' di dalam tashrif dapat berarti dan menjadi kata kerja (fi'il)71 dan juga dapat menjadi ism (kata benda)72. 68 Ibid 69 Abdul Majid Diyat, Tarikh al-Yahudu wa atsaruhum fi Mishr li Taqiyuddin al-Maqrizy, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth, hal. 19 70 Ibid 71 Dalam bentuk fi'il madhi (Lampau) disebutkan pola-pola kata kerja hadu ; kata kerja lampau yang disandarkan kepada dhamir ghaib plural. Kemudian hudna; kata kerja lampau yang disandarkan kepada dhamir mutakallim, dan kata Hud ; Jama' (plural) dari haid, yang berarti taubat, yaitu kembali kepada kebenaran. Lihat dalam Lisan al-Arab, Jilid 3, hal. 439. 48 Sebagai kata kerja dijumpai penggunaannya di dalam al-Qur'an, seperti kata hudna (sebagaimana telah diutarakan di atas) yang berarti bertaubat dan kata tahawwada yang berarti bergerak-gerak. Sementara sebagai kata benda dijumpai kata 'al-Yahud' dan 'Yahudiyan' dan Huudan yang berarti bangsa atau kaum Yahudi, dan agama Yahudi. Namun tampaknya, dalam sebagai kata 'benda' tersebut - sebagaimana akan diuraikan dalam nomor 3 sub bahasan ini –, yang menjadi problematik dalam pemaknaannya, yaitu jika ia menjadi atau digunakan sebagai kata benda. Untuk itu, pemaknaan secara etimologi, masih berkemungkinan kabur jika tidak disempurnakan dalam makna terminologi. Oleh karena itu, arti dan makna Yahudi, akan lebih dipahami dalam pembahasan berikutnya. 2. Secara Terminologi Sebagai kelanjutan dari pemaknaan etimologi di atas, maka pemaknaan terminologi dalam bahasan ini akan disajikan secara terbuka bagi setiap penggunaan kata 'Yahudi' dalam berbagai lapangan dan aspek penggunaan. Di dapati bawa terminologi 'Yahudi', ada kalanya berdiri sendiri, dan ada kalanya digunakan term lain dengan maksud 72 Dalam bentuk ism (kata benda) yaitu 'Yahudi' yang dimakna sebagi sekelompok yang mensifati kata kerja hada. Abdul Baqi, Mu'jam al-Mufahras li alAlfazd al-Qur'an, hal 739 dan 775 49 yang sama yaitu ibraniyyun (Ibrani)73 dan Banu Israel (Bani Israil)74, bahkan nasab mereka juga menamai dirinya ' Samiyyin'75, ini di satu sisi. Pada sisi yang lain, penggunaan term 'Yahudi' kemudian berkembang sejak memasuki terminologi formal di bidang displin kajian sosiologi dan politik.76 Hal ini tampak sejak abad ke 19 hingga memasuki abad 21 73 Penamaan 'Ibrani' yang menunjuk kepada kaum Yahudi' digunakan sejak masa Ibrahim hingga Ya'qub, dan terus digunakan hingga saat ini. Namun umumnya para ahli mengatakan bahwa kata 'Ibrani' dinisbahkan kepada peristiwa 'abar (penyebrangan) nabi Ibrahim di sungai Eufrat dan sungai-sungai lainnya, dari wilayah Kildaniyah ke Kan'an. Terjadi perbedaan di kalangan sejarawan mengenai sungai tempat penyebrangan Ibrahim, ada yang mengatakan sungai Eufrat dan ada pula yang mengatakan sungai Yordan. Al-Arqam al-Za'by, Haqaiq 'an al-Yahudiyah, Suriah, Dar al-Muttahidah, 1990, hal.16; lihat pula Mahmud Nuruddin Syahadah, al-Yahudu wa alTathbi' fi al-Qur'an, hal.19; Abdul Jalil Syalaby, al-Yahud wa al-Yahudiyyah, Kairo, Dar Akhbar al-Yaum, Edisi Maret 1997, hal 11-15 ; lihat pula Ahmad Sa'ad al-Din alBasthy, Muqaranat al-Adyan ; al-Yahudiyyah wa al-Masihiyyah wa al-Islam wa alIstisyraq, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyah, Juz 1, 1994, hal. 16 74 Di dalam al-Qur'an kata Bani Israel diungkapkan dalam al-Qur'an sebanyak 41 kali. Bani Israel merupakan bangsa yang dikasihi Tuhan, diberikan karunia dan nikmat yang melimpah ruah, dan kenikmatan lainnya sebagaimana didapati dalam surah al-Shaaf; 61; 4, al-Baqarah; 2; 40 dan 83, al-Maidah; 5; 16, Thaha; 20; 80, Yunus 10; 93, al-Isra; 17; 104, Ali-Imran; 3; 105 yang kesemuanya selain berisikan selain seruan agar kaum Yahudi mengikuti ajaran para utusan/Rasul Bani Israel seperti yang dibawa oleh Nabi Isa sebagai penerus ajaran Nabi Musa, juga merupakan bangsa yang pembangkan dan penentang dan sulit diatur sebagaimana dijumpai dalam al-Isra; 17;4, al-Maidah;5;78, dan al-Naml;27;78. Al-Arqam al-Za'by menyatakan bahwa sebutan Israel dinisbahkan kepada nabi Allah Israel, Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim as. Kata Israel ini juga diambil dari kata 'isra' yang berarti hamba atau manusia, dan 'iel' yang berarti Tuhan, yang dengan demikian kata Israel berarti hamba Tuhan. Ibid. 75 Bangsa Yahudi juga menyebut dirinya dengan sebutan "Samiyyin", karena memandang nasabnya dari Sam bin Nuh as, lihat Al-Arqam al-Za'by, Haqaiq 'an alYahudiyah, Suriah, Dar al-Muttahidah, 1990, hal.16. Namun pandangan ini ditepis oleh Abdul Jalil Syalabi yang mengatakan bahwa peneliti modern berpandangan tentang penamaan "Samiyyin" bagi bangsa Ibrani/Yahudi, bahwa tidak demikian adanya, sebagaimana diceritakan dalam kitab safat takwin (kitab penciptaan) dalam kitab suci mereka yang menyebut sebagai "samiyyin", akan tetapi sesungguhnya penamaan itu ditujukan pada kelompok manusia tertentu, lihat Abdul Jalil Syalaby, al-Yahud wa alYahudiyyah, Kairo, Dar Akhbar al-Yaum, Edisi Maret 1997, hal 12 76 Penggunaan term 'Yahudi' dalam politik cendrung mengkaburkan pemaknaan Yahudi dalam terminologi teologi murni. Sebagai contoh dengan munculnya term-term 'zionism' atau al-Shuhyuny, dan 'protokolat' juga berpeluang melahirkan berbagai pemaknaan yang menjauhkan makna dari akar-akarnya, sehingga term Yahudi pun mengalami reduksi yang menjadikan munculnya pandangan negatif terhadap Yahudi dalam pengertian sebagai agama samawi. 50 sekarang, hal mana ada kalanya kata Israel menempati kata Yahudi atau sebaliknya. Banyak pendapat mengenai penamaan Yahudi. Semakin beragamnya term Yahudi digunakan, tidak lain sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membongkar hubungan-hubungan terminologis antara kata 'Yahudi', 'Ibrani' dan 'Israel' dari masa ke masa, baik secara historis, geografis, politik maupun secara teologis. Dari proses-proses ini kemudian akan ditemukan makna isthilahy (terminologi) yang lebih mumpuni. Namun demikian, yang pasti bahwa term Yahudi, Israel dan Ibrani dipandang sebagai term yang popular dalam sejarah Bani Israil kuno. Setiap term ini memiliki argument tersendiri. Jika istilah ' Ibrani' umumnya para ahli menisbahkan kepada nama 'Ibrahim Ibrani', maka istilah 'Israel' dinisbahkan kepada keturunan nenek moyang mereka yang berasal dari Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim.77 Dalam versi kitab Injil sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sa'ad alDin al-Basathi dari kitab kejadian, ayat 32 dan 35 dikatakan bahwa Ya'kub dinamai Israel, sesuai dengan bunyinya; "ketika Ya'qub di Tanya, siapa namamu? Ia berkata; Ya'qub, lalu dikatakan padanya, namamu 77 Oleh karena itu, ada versi yang mengatakan bahwa Ya'qub mendapat gelar 'Israel' yang berasal dari bahasa Ibrani, yang berarti kampiun (hamba) Tuhan, yang identik dengan nama 'Abdullah' dalam bahasa Arab. Dengan demikian jika diruntut, urutan kemunculan tiga terminologi pertama kali dikenal adalah Ibrani, kemudian Israel dan terakhir adalah Yahudi. Lihat, A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, Yokyakarta, Pinus Publisher, 2007, hal.13. 51 tidak akan disebut lagi Ya'qub, akan tetapi dengan nama Israel, sebab engkau berjihad bersama Allah dan manusia dan engkau berhasil".78 Orang-orang Ibrani menyebutnya "Yasrail" - dan bukan "Israel"- , yang terdiri dari kata "yasra" yang berarti ghalab (kemenangan) dan "iel" yang berarti al-Qaadir (yang maha mengetahui).79 Sementara itu, istilah Yahudi sendiri dirujuk kepada peristiwa pertobatan mereka dari menyembah selain Allah dan kembalinya kepada kebenaran (al-Haq). Artinya term Yahudi lebih berarti sebagai bentuk pertobatan bangsa Yahudi dari perbuatan dosa mereka. Hanya saja dalam kenyataannya, di dalam ayat-ayat al-Qur'an kata al-Yahud atau Yahudiyan, berkonotasi negatif, sehingga makna pertobatan menjadi kurang tepat. 3. Problematika Terminologis; antara Historis dan Teologis Dari pemaparan secara etimologi dan terminologi di atas, meskipun telah diduga tampak utuh, namun bukan berarti telah bebas dari problematika terminologis dalam tinjaun historis dan teologis. Sebab perkembangan makna suatu terminologi dari zaman ke zaman mengalami perubahan yang signifikan, baik yang berujung pada kesan 78 Ahmad Sa'ad al-Din al-Basthy, Muqaranat al-Adyan ; al-Yahudiyyah wa alMasihiyyah wa al-Islam wa al-Istisyraq, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyah, Juz 1, 1994, hal.17. 79 Ibid 52 negatif maupun kesan positif. Kesan positif negatif dan positif ini umumnya berorientasi teologis. Dalam penggunaan terminologi Yahudi yang beragam, maka menarik apa yang diuraikan oleh Adian Husain dalam membahas mengenai 'klaim historis Yahudi', bahwa term Yahudi digunakan selain sebagai bangsa, terminologi juga hingga sebagai saat ini, agama.80 maka Jika tampak dicermati demikian perang rumit permasalahannya, dikarenakan term ini memiliki makna ganda yaitu sebagai bangsa dan sebagai agama, bahkan sebagai kabilah yang dalam penggunaannya bisa saja dimaknai sebagai bangsa, namun orientasinya sebagai agama, demikian pula sebaliknya, atau mungkin juga pada keduanya sekaligus. Dalam penelitian ini akan dikemukakan sejumlah kata yang menunjuk pada pengertian 'Yahudi' yang digunakan dalam konteks yang beragam seperti bani Israel dan ahlul al-Kitab, dan lain-lain. Namun demikian, yang akan mendominasi adalah pengertian terminologi 'Yahudi' dalam konteks teologis, sebagaimana akan diuraikan pada pembahasan bab bab selanjutnya. Artinya, permahaman terhadap konsep teologi Yahudi sebagai agama samawi. 80 Yahudi sebagai agama (Judaisme) di dalam tradisi mereka baru muncul pada abad ke 19, seperti dikutip oleh Adian Husein dari Pilkington, bahwa rabbi-rabbi Yahudi di Amerika sepakat untuk mendefenisikan Judaisme sebagai pengalaman keagamaan sejarah dari bangsa Yahudi, yang dengan demikian agama Yahudi adalah agama sejarah. Artinya; penamaan, tata cara dan ritualnya dibentuk oleh sejarah. Adian Husein, Tinjauan Historis; Konflik Yahudi, Kristen dan Islam, Jakarta, Gema Insani, 2004, hal l5 dan 19 53 Problematika term 'Yahudi' di masa kini menjadi sangat krusial ketika derivasi kata 'Yahudi' dihubungkan ke dalam perlbagai disiplin kajian, tanpa menjelaskan apa yang dimaksudkannya. Tendensi teologis seringkali menjadi faktor dominan dalam mengasosialan kata Yahudi dalam berbagai wacana dan pembicaraan massa. Bagi dunia Islam, fokus term Yahudi hampir tidak mendapatkan ruang positif, sebagai agama Samawi. Penggunaan term 'Yahudi' dikaitkan dengan agama bangsa Israel abad 20, yang kemudian menyebabkan munculnya term 'pluralisme agama' memasuki problematika serius, dikarenakan penggunaan term 'Yahudi' sebagai agama, tidak dibedakan dengan term 'Yahudi' sebagai Bangsa. Seperti halnya penggunaan term 'Yahudi' dikaitkan dengan Negara Israel yang diproklamirkan sejak tahun 1947, seharusnya diposisikan sebagai kelompok manusia yang harus diberikan kebebasan untuk hidup di muka bumi, sehingga tidak perlu dipahami term 'Yahudi' sebagai agama dalam kontek kekinian, tetapi sebagai komunitas yang sejak masa klasik memang terkucilkan oleh mayoritas penduduk sekitarnya, dikarenakan oleh ulah mereka sendiri. Dalam kontek di atas, maka pendekatan historis dan teologis menjadi bagian penting dalam memasuki konteks terminologi. Yahudi dalam pengertian Bani Israel terkadang mengacaukan pemikiran penafsiran terhadap pemaknaan Yahudi sebagai agama. Oleh karena itu 54 sangat urgen dikaji lebih mendalam mengenai pemaknaan teologi Yahudi dalam term-term Yahudi dan Bani Isr ael. Iwadhullah al-Hijazi, sebagaimana dikutip oleh Sa'ad al-Din alHijazi mengatakan bahwa penggunaan term al-Yahud di dalam alQur'an digunakan untuk memperingatkan dan menunjuk sikap negatif mereka yaitu sikap kufur dan pembangkangannya kepada ajaran dan risalah para rasul dan nabi. Berbeda ketika kata 'bani Israel' digunakan sebagai bentuk penghormatan dan mengingatkan mereka akan nikmatnikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya, dan mengajaknya kepada jalan kebenaran.81 Oleh karena itu, secara khusus, penggunaan term-term Yahudi di dalam al-Qur'an ditemukan dalam berbagai konteks, seperti kata 'hadu', 'hudna', 'hûdan', 'al-Yahud' dan 'yahudiyan' yang berakar pada akar kata ha-wa-da, yang disebutkan sebanyak 30 kali dalam al-Qur'an, masingmasing; 11 kali dalam bentuk fi'il Madhi (kata kerja bentuk lampau), 10 kali dalam bentuk mashdar dan ism 'alam (kata benda nama) yaitu hud, dan 9 kali dalam bentuk ism 'alam (kata benda nama)Yahud yaitu al- Yahud dan Yahudiyyan. Kata Haaduu, yang terdiri dari kata dari ha-waw-dal mengandung pengertian; kembali secara perlahan-lahan, bersuara lembut dan berjalan dengan merangkak-rangkak. Menurut Muhammad Fu'ad Abdul 81 Sa'ad al-Din al-Basatahi, Muqanat al-Adyan, Kairo, Ma'had Dirasat alIslamiyat, 1994, hal. 21 55 Baqi. Kata Huud yang menunjuk kepada nama Nabi Hud disebutkan sebaganyak 7 kali. Sedangkan kata Huud yang menunjuk pada Yahudi sebanyak 3 kali. Sementara al-Yahud yang dapat berarti kaum atau bangsa, juga sebagai agama dan keyakinan, disebutkan sebanyak 10 kali. Penggunaan membingungkan kata Yahudi pembaca tentu mengenai saja diharapkan tidak Yahudi. Namun dalam kenyataannya, dalam perkembangan istilah Yahudi, tidak terhindarkan pemakaiannya oleh banyak kalangan dalam membahas bangsa Yahudi mengaitkannya dengan Israel sekarang ini, tanpa menelusuri Yahudi di masa lampau. Jebakan istilah 'Yahudi' dalam kancah politik dan ekonomi dalam perkembangan terakhir, telah menyeret agama ke dalam gerbong dialektika yang tiada akhirnya. Hingga abad 19 nama Yahudi atau Judais disebut sebagai agama muncul dalam bentuknya yang baru. Adian Husaini, sebagaimana dikutip dari Pilkington, mengatakan bahwa pada tahun 1937 para rabbi (pendeta) Yahudi bersepakat mendefinisikan Yahudi sebagai "pengalaman keagamaan sejarah dari bangsa Yahudi", yang dengan demikian agama Yahudi adalah agama sejarah, dan bahwa penamaan Yahudi, tata cara ritual Yahudi dibentuk oleh sejarah. 82 82 Adian Husain, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen dan Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 2004, hal 15 56 Orang-orang Yahudi kini lebih mengutamakan disebut sebagai israliyyun (bangsa Israel) atau banu Israel (anak keturunan Israel) dari pada Ibraniyyun (bangsa Ibrani) karena penamaan Israel merupakan sebutan Allah atas nenek moyang mereka yaitu Ya'qub, sebagaimana sebutan Israel juga terkait dengan janji keberkahan Allah yang diberikan Ya'qub dan anak keturunannya, juga atas tanah Kan'an dan terakhir karena sebutan Israel sebagai sya'ab mukhtaran (bangsa pilihan).83 Padahal secara historis, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, bahwa tahun 932 SM, yaitu masa wafatnya Nabi Sulaiman as, merupakan awal sejarah penggunaan istilah "Yahudi" dan "Israel". Menurutnya, penamaan spesifik tersebut dilatarbelakangi oleh faktor politik dan geografis pada masa perpecahan antara kerajaan Daud dan kerajaan Sulaiman. Secara politik masingmasing menunjuk pada politik kerajaan tertentu yaitu kerajaan 'Yahuza' di Utara dan kerajaan 'Israel' di Selatan. Dalam waktu yang sama secara geografis, berarti Yahudi di bagian Utara dan Israel di Selatan. 84 Dengan demikian term Yahudi dewasa ini, cenderung lebih bersifat historis ketimbang sebagai agama samawi, sebagaimana pemaknaannya di masa lampau. 83 Abdul Majid Diyat, Tarikh al-Yahudu wa atsaruhum fi Mishr li Taqiyuddin al-Maqrizy, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth, hal. 19 84 Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, al-Tarikh al-Diyanat al-Yahudiyyat, hal 27 57 B. YAHUDI PADA MASA SEBELUM ISLAM Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa penamaan dan terminologi 'Yahudi' lebih luas maknanya dari pada terminologi 'Ibrani' dan 'Bani Israel'.85 Meskipun secara historis dan penggunaannya, Ibrani dan Bani Israel lebih awal muncul, namun keluasan pembahasan terminologi 'Yahudi' dari pada Bani Israel dan Ibrani, besar kemungkinan term Yahudi amat terkait dengan pembahasan sebagai 'agama', yang merupakan fitrah wujud manusia sejak masa Nabi Adam as. Sejarah membuktikan bahwa kelompok bani Israel memiliki peran besar dalam pembentukan Yudaisme dan perkembangannya di sepanjang masa. Menurut Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, di antara persitiwa historis yang penting mengiringi pembentukan Yudaisme adalah ketika bani Israel meninggalkan Mesir, dan perseteruannya dengan bangsa Kan'an, hingga pada peristiwa bani Israel dengan bangsa Asyury, bangsa Babilyona dan bangsa Romawi. Peristiwa-peristiwa tersebut menyebabkan pembagian sejarah agama "Yudaisme" dibagi menjadi beberapa periode yaitu pertama, Masa kuno yang disebut 85 Dalam konteks historis, terdapat sejumlah pendapat yang beragam mengenai asal usul bangsa Yahudi, Ibrani dan Bani Israil. Antara lain dari pendapat itu adalah Jawwad Ali, yang mengatakan bahwa terminologi Yahudi lebih luas maknanya dari pada 'Ibrani' dan 'Bani Israel', yang menurutnya, selain disematkan kepada kaum Ibrani juga disematkan kepada non ibrani yang memeluk agama Yahudi. Lihat, Mahir Ahmad Aga, Al-Yahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar al-Fikr, 2002, h. 28 58 sebagai Yudaisme al-Aabaa (nenek moyang) mereka yang dipelopori oleh utusan Tuhan dari para Nabi dan Rasul-rasul kepada bani Israel secara turun temurun. Kedua, Masa Asyura, Babyliona dan Romawi merupakan periode yang berperan memberikan corak historis agama bani Israel yang bercorak baru.86 Berdasarkan hal di atas, maka Yudaisme mengalami perkembangan historis yang sangat determinan, bahkan mengalami perubahan nama dari masa ke masa, mulai dari nama 'agama ibriyah' di masa sejarah Ibrani, kemudia menjadi 'agama bani Israel' sejak masa Ya'qub hingga masa Babyliona, dan terakhir di masa yang paling mutakhir muncul zionoisme yang disebut sebagai agama.87 Untuk mengungkap semua ini maka diperlukan suatu uraian sejarah yang lebih runtut dan lebih akurat, karena sejarah merupakan guru terbaik peradaban manusia.88 Max J. Dimont membuat runtutan historika Judais sebelum masa Islam dengan membandingkan dengan sejarah Pagan. Ia mencatat bahwa sejarah Yahudi dimulai dari tahun sekitar tahun 2000 SM, ketika Abraham (Ibrahim) mengawali pengembaraannya hingga memasuki abad Masehi, masa kelahiran Yesus 86 Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, tarikh al-Diyanah al-Yahudiyyah, Kairo, Dar Quba, 1998, 254-255 87 Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, tarikh al-Diyanah al-Yahudiyyah, Kairo, Dar Quba, 1998, 254-255 88 Cicero mengatakan bahwa ketika kita melangkahhkan kaki, maka sesungguhnya langkah itu adalah berjalan di atas sejarah. Mahir Ahmad Aga, AlYahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar al-Fikr, 2002, h. 19 59 Kristus pada Abad 1 M.89 Uraian sejarah kisah hidup bangsa Yahudi dengan segala tantangan dan implikasinya dibahas oleh Max J. Dimont tidak saja pada masa Sebelum Masehi akan tetapi hingga memasuki abad Masehi abad ke 20, tahun 1947 M.90 Oleh karena itu, mengingat penelitian ini adalah bersifat normatif teologis, maka perpektif yang akan digunakan tentu saja tidak hanya menggunakan versi sejarah sebagaimana ditulis oleh Max. J. Dimont dan yang lainnya, akan tetapi menggunakan perspektif kitab suci al-Qur'an. Meski demikian, dalam rangka mengurai sejarah Yahudi lebih mendalam, runtut dan orisinil serta universal diperlukan dukungan pendekatan dan tinjauan historis yang berpangkal pada perangkat data dan sumber-sumber informasi yang universal dan akurat, baik berupa kitab suci dan penafsirannya, maupun uraian informasi-informasi dan penelitian yang dilakukan oleh kalangan ahli sejarah agama, khususnya sejarah agama samawi. Di antara sumber formal informasi universal dan akurat dalam mengungkap tentang Yahudi di masa lampau adalah kitab suci, seperti kitab suci al-Qur'an, yang isi dan kandungannya berasal dari pencipta alam semesta beserta isinya.91 Di sisi lain, kitab suci Perjanjian Lama 89 Max J. Dimont, Kisah Hidup Bangsa Yahudi, Ttt, Masaeni, 2002, hal.12-13; dan 58-59 dan hal 106 90 Ibid, hal.5 91 Sebagaimana diketahui bersama bahwa sepertiga dari isi al-Qur'an adalah kisah hidup manusia di sepanjang sejarah kehidupan sebelum masa Islam terutama kisah para Rasul dan Nabi beserta kaumnya. 60 menjadi sumber tunggal dalam mengungkap perihal Israel kuno hingga abad ke 19 M, bahkan kitab tersebut juga menjadi kitab utama dalam mengungkap keseluruhan sejarah kuno Timur dekat.92 Di samping sumber-sumber kitab suci al-Qur'an dan Perjanjian lama, juga terdapat sumber-sumber ilmiah baik yang berupa penemuan arkeolog, peninggalan-peninggalan kuno maupun manuskrip-manuskrip kuno yang bercerita tentang sejarah peradaban kuno , serta buku-buku sejarah tentang Yahudi yang ditulis oleh para pakar sejarah dan berupa ensiklopedi yang memuat ringkasan sejarah Yahudi yang disepakati oleh mayoritas sejarawan. 1. Asal Usul Yahudi Tidak mudah melakukan penelusuran dan pelacakan asal usul Yahudi yang akurat dan orisinil, sebab hingga kini belum ada penelitian yang memastikan hasil penelitiannya sebagai temuan yang dipastikan kebenarannya yang menyebabkan munculnya truth claim (klaim kebenaran). Menurut Barakat Ahmad, bahwa tidak terdapat suatu keterangan historis yang pasti mengenai awal munculnya pendudukan bangsa Yahudi di Jazirah Arabia, sebelum masa Islam. Namun menurutnya, pelacakan setidaknya dapat dirujuk kepada masa abad pertama Masehi, dimana sebuah bukti empiris ditemukan suatu kuburan yang 92 Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diny al-Yahudy; athwaruh wa mazahibuh, Baerut, Dar al-SYamiyah, 1999, cet, 4, hal 9 61 bertulisakan nama 'Yahudiyan' pada batu nisannya, yang diperkirakan batu itu berumur sejak sekitar pada tahun 42 M, atau dalam versi lain 45 Tahun SM.93 Lain halnya dengan William G. Carr yang menyatakan bahwa bangsa Yahudi yang ada sekarang, asal-usulnya masih disengketakan oleh sejarawan, apakah Yahudi itu golongan Semitik atau non semitik. Yahudi Semitik misalnya, oleh sebagian berpendapat bahwa mereka berasal dari Abraham, dan sebagian lain berpendapat bahwa mereka adalah bangsa campuran antara berbagai unsur ( mixed care) yang dipersatukan oleh watak dan nasib dari bangsa Suriyah, Akidan dan Phinisian.94 Kerumitan yang sama diakui oleh Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi, yang mengemukakan bahwa sejarawan belum mampu memberikan kepastian masa awal lahirnya Yahudi di dunia Arab, namun diduga dari keterangan para sejarawan dapat dipandang sebagai keterangan sejarah yang mendekati kebenaran.95 Menurutnya, mayoritas sejarawan berpendapat bahwa keberadaan Yahudi berawal dari hijrah pertama yang dilakukan oleh keturunan Sam bin Nuh as, yang dilakukan dari bagian selatan sungai Eufrat di Irak menuju Kan'an (Palestina 93 Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat alMashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 61-62 94 Menurut William, Yahudi kini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu Yahudi Semitik dan Yahudi Ezkinaz (non Semitik). William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, Jakarta, al-Kautsar, 2006, cet 4, hal 16-17 95 Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi Muqaranat al-Adyan (al-Yahudiyat wa alMasihiyat, wa al-Islam) wa al-Istisyraq, Kairo, Ma'had Zamalek, 1994, h.15 62 sekarang),96 yang telah didiami oleh bangsa Arab sejak 5000 tahun SM.97 Memperkuat pendapat tersebut, Muhammad Dhiya' Rahman alA'zhami menyebutkan bahwa sekitar 3000 tahun SM keturunan Kan'an bin Ham bin Nuh as. pertama kali berada di Palestina. 98 Seiring dengan pandangan di atas, Arqam al-Za'by mengatakan bahwa asal usul bangsa Yahudi berasal dari negri-ngeri Kaldaniyyun, dimana nabi Ibrahim as. berhijrah dari sana menuju Kan'an (Palestina sekarang), dan disanalah penduduk asli Palestina bermukim di atas sebidang tanah dan membangun tempat persembahan dan penyembelihan (mazbah) yaitu masing-masing dari bangsa Hatsiyyun, Yabusiyyun dan Kan'aniyyun.99 Dalam uraian lain ditemukan bahwa asal usul Yahudi berasal dari bangsa Semit. Terdapat beberapa kesamaan yang jelas antara bangsa Yahudi dan bangsa Semit lainnya seperti Babilion, Assyria, Kan'an, Aram, Habasyah, Nabath, Arab dan lain sebagainya.100 96 Menarik dikomentari tentang penduduk pertama Palestina, sebagaimana dikemukakan oleh para sejarawan dan arkeolog modern. Arkeolog Modern pada umumnya bersepakat bahwa bangsa Mesir dan Kan'an telah mendiami Palestina sejak tahun 3000 SM Hingga 1700 SM, selanjutnya disusul kedatangan bangsa Hyokos, Hittile dan Filistin mendiami Palestina. Uraian senada, lahir dari Charles Foster Kent, seperti dikutip oleh Ahmad Syalaby, bahwa bangsa Phoenik adalah bangsa yang pertama kali mendatangi Palestina sekitar 3000 SM, kemudian disusul oleh bangsa (kabilah) Kan'an pada tahun 2500 SM, lalu kabilah Palestin dari pulau Creta tahun 1200 SM. Adian Husein MA, Tinjauan Historis; Konflik Yahudi Kristen dan Islam, Jakarta, Gema Insani Press, 2004, hal 21-22 97 Ibid 98 Muhammad Dhiya' Rahman al-A'zhami, al-Yahudiyat wa al-Masihiyat, Madinah, Maktabah al-Dar, 1988, h. 35 99 Arqam al-Za'by, hal. 26 100 Mahir Ahmad Aga, hal.15 63 Ahmad Barakat menguraikan sejarah Yahudi di wilayah Arab dengan mengatakan, sebagaimana dikutip dari ' the encyclopedia of the jewish religion', bahwa kisah kelompok Yahudi pertama di wilayah Jazirah Arabia dapat diurut hingga masa Musa as, yang mengajak kepada para pengikutnya melakukan perlawanan kepada para penguasa yang disebut 'Amaliq', yang merupakan bangsa keturuan asli Aduumy yang disebut dalam kitab Yahudi sebagai musuh abadi terbesar bagi keturunan bani Israel.101 Dari beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa periode Ibrahim as dan keturunannya. merupakan awal keberadaan Yahudi. Bagaimanapun Ibrahim as. menjadi titik sentral yang menentukan dalam sejarah dan asal usul keturunan bangsa Yahudi. Nama Ibrahim as bin Azar, yang berasal dari Babyliona itu tidak dapat dilepaskan dari sejarah dan asal usul Yahudi.102 Karena itulah penamaan Yahudi sendiri diduga kuat berawal dari rumpun keturunan Ibrahim, kemudian anak keturunan Ishak bin Ibrahim yaitu masa anak keturunan Ya'qub as. yang bernama 'Yahudza'.103 101 Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 62 102 Diperkirakan Ibrahim as. bin Azar tampil dalam sejarah sekitar 3700 SM. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, Yokyakarta, Pinus Book, 2007, hal 15 103 Nama-nama anak Ya'qub yang 12 adalah; Rubin, simon, Lewi, Yahuza, Zebulon, Isak Hardan, Gad, Asyar, Naftaly, Yusuf Bunyamin. Ibid, hal.15 64 2. Sejarah Yahudi dari Periode Pengembaraan hingga Masa Muhammad Saw. Sejarah awal peradaban manusia, dicatat telah dimulai sejak tahun 5000 SM. Jika dicermati uraian sejarah dari para sejarawan, didapati bahwa sejarah awal Yahudi dimulai sejak tahun 2000 SM. Artinya, hingga masa Muhammad, sejarah Yahudi telah memasuki usia peradabannya menjadi 2500 tahun. Dengan demikian diantara sejarah agama samawi, sejarah Yahudi menjadi sejarah agama tertua. Sejarah hidup Yahudi dipetakan oleh Max J. Dimont, berawal dari periode masa pengembaraan yang berlangsung dari tahun 2000 SM hingga tahun 1200 SM, kemudian periode independent, periode yang berlangsung dari tahun 1200 SM. hingga tahun 900 SM. Lalu periode dominasi Assyria dan Babyliona, dari tahun 800 SM hingga tahun 500 SM. kemudian periode dominasi Persia yang berlangsung dari tahun 500 SM sampai 300 SM.104 J. Dimont juga membagi sejarah Yahudi lebih rinci, dari tahun 1300 SM hingga 100 SM. Selanjutnya, ia pun merincikan sejarah Yahudi dari 100 SM hingga 600 SM, yang secara garis besar berkisah tentang Mosses, Kristus dan Kaisar. Di sisi lain, secara khusus Periode Talmudik, yang berlangsung dari 500 SM hingga 1700 M, dan periode ini menjadi awal dari munculnya bibit-bibit 104 Max J. Dimont, Kisah Hidup Bangsa Yahudi, ttp, Masaseni, 2002, hal. 12 65 Talmud, yang dimulai dari munculnya kitab Mishna, lalu disusul kitab Gemara, dan dari sinilah kemudian memasuki era Talmud, hingga berakhirnya era Talmud di masa Getho-getho Eropa di abad pertengahan. Namun catatan penting dari periode ini adalah bahwa Talmudisme menuntaskan tiga hal yaitu mengubah sifat Jehovah, mengubah sifat orang Yahudi dan mengubah ide Yahudi tentang Pemerintahan. 105 Kemudian J.Dimont membagi sejarah Yahudi yang disebutnya sebagai periode Islamik yang berlangsung dari tahun 500 M – 1500 M. Dalam periode ini, ia menggambarkan sebagai periode singkat penganiayaan Yahudi, dimana orang-orang Yahudi bersama orangorang Kristen menolak bergabung dengan Muhammad, yang disebutnya sebagai penuntun hewan unta. Dalam bagian sejarah lain ia membagi sejarah Yahudi abad pertengahan yang diurut dari tahun 500 M hingga 1800 M. Periode sejarah Yahudi modern Yahudi dari tahun 1600 M sampai 1900 M. dan sebagai catatan penting bahwa jika sejarah Yahudi dalam periode pertengahan bergerak berlawanan arah dengan sejarah Kristen, maka sebaliknya, di abad modern sejarah Yahudi berjalan paralel dengan Kristen. Secara khusus periode modern dipandang sebagai suatu sindrom eksistensialis, dalam lima gejala utama yaitu 105 Ibid, hal. 133-136 66 illusinya Eropa Barat, regresifnya Eropa Timur, Amnesianya Amerika, mimpi buruknya Nazi dan kesadarannya Israelia. 106 Dalam uraian lain, dikemukakan Mahir Ahmad Aga, bahwa rumpun Bani Israel berkembang melalui rantai sejarah kenabian dari masa Ibrahim hingga Isa a.s. Menurut catatan sejarah, kerajaan Yahudi pertama berdiri tahun 1025 SM. Di masa awal-awal kerajaan Yahudi tersebut runtutan pemegang kepemimpinan di mulai Thalut atau Syaul, Daud, hingga Sulaiman.as.107 Berbeda dengan Michael Keene, meruntut periodesasi kerajaan-kerajaan tersebut, masing-masing yaitu Syaul sekitar tahun 1050 SM, kemudian Daud dari tahun 1000 SM hingga 951 SM, dan Sulaiman (Salomo) dari tahun 961 SM hingga 922 SM.108 3. Kisah Historis Yahudi Dalam Al-Qur'an Al-Qur'an dan kaum Yahudi, al-Qur'an dan Bani Israel, dan alQur'an dan ahlul kitab atau dengan sebutan yang lain sekalipun adalah tema-tema yang banyak dijumpai dalam penelitian dan pengkajian studi teologi Islam maupun pada bidang-bidang lainnya. Al-Qur'an baik pada periode diturunkannya di Mekah maupun Madinah telah merekam kisahkisah bani Israel mulai dari sifat-sifat, karakter, watak dan akhlak 106 Ibid, hal. 155, 177 dan 249 Mahir Ahmad Agha, op,cit, hal 35 108 Michael Keene, al-KItab; Sejarah, Proses terbentuk dan Pengaruhnya, 107 Yokyakarta, Kanisisus, 2006, hal.16-17 67 mereka secara umum dalam berinteraksi dengan risalah para Rasul dan Nabi, agama dan Tuhan.109 Mustafa Muslim menyebutkan bahwa kisah-kisah bani Israel dan Yahudi direkam lebih dari sepertiga surah di dalam al-Qur'an. Sebagai contoh, surah al-Baqarah, yang dinamai dengan sapi bani Israel; surah Ali-Imran yang dinamai sebagai keluarga/keturunan bani Israel; surah al-Maidah, yang merupakan hidangan makanan yang diminta oleh bani Israel. dan ; surah al-Isra, yang dinamai juga dengan surah bani Israel.110 Banyak orang yang mempertanyakan mengapa kisah-kisah Yahudi terbentang luas direkam di dalam al-Qur'an? Apa yang menjadi sasaran dan rahasia dibalik itu?. Apakah dimaksudkan agar kisah-kisah mereka yang menyimpang dari kalam Allah itu dan sikap menentang Allah, malaikat, dan para utusan Allah, dan kitab-kitab suci selain Taurat, dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi orang-orang Islam? ataukah ulah bangsa Yahudi terhadap bangsa Arab? Ataukah karena kitab "Taurat" yang diturunkan kepada bani Israel, Yahudi, dipandang oleh mereka sebagai kitab yang lebih sempurna dari al-Qur'an? Ataukah karena orang-orang Yahudi merupakan golongan yang paling gencar 109 Shalah Abdul Fattah Khalid, al-Syakhshiyat, al-Yahudiyat min Khilal alQur'an, h. 11 110 Mustafa Muslim, Ma'alim qur'aniyyah fi al-Shira' ma'a al-Yahud, Damaskus, dar al-qalam, 1999, hal.8 68 dan bersemangat melakukan permusuhan dan menghancurkan risalah Islam yang dibawa oleh Muhammad? Dalam konteks tersebut di atas, Mustafa Muslim, membenarkan faktor-faktor di atas sehingga kisah-kisah Yahudi direkam Allah dalam wahyu-Nya yang diturunkan kepada Muhammad, namun terdapat faktor lain yang tampaknya penting, yaitu karena perseteruan antara Yahudi dan orang-orang Islam akan berlangsung hingga akhir kiamat.111 Hikmah diabadikannya kisah-kisah Bani Israel adalah agar menjadi ibrah (pelajaran) bagi manusia secara umum dan penganut agama secara khusus. Sayyed Qutb, sebagaimana dikutip oleh Shalah Abdul Fattah, bahwa uraian Sayyed Qutb mengenai hikmah-hikmah dari kisah-kisah Bani Israel di dalam al-Qur'an mengandung hikmah dari berbagai aspek, terutama dalam kaitan dengan sikap-sikap bani Israel terhadap semua agama dan ajarannya.112 Sangat menarik apa yang uraikan oleh Shabir Thu'aemah, dalam sebuah uaraiannya yang berusaha meringkas sejarah bani Israel di dalam al-Qur'an dengan mengklasifikasi lafazh-lafazh yang menunjukkan kisah-kisah bani Israel atau Yahudi. Ia mengatakan bahwa kata "Israel" yang disebutkan sebanyak 2 (dua kali) dan kata "bani Israeel" disebutkan sebanyak 41 kali. Sementara itu, jika dilihat dari kisah para nabi mereka, masing-masing disebutkan dalam bilangan yang 111 Ibid 112 Shalah Abdul Fattah Khalid, al-Syakhshiyat, al-Yahudiyat min Khilal al- Qur'an, hal. 16 69 beragam yaitu nabi Ya'qub disebutkan sebanyak 41 kali sedangkan keturunan Ya'qub disebutkan 2 kali. Nama Ishak (bapak nabi Ya'qub) disebutkan sebanyak 17 kali, nama Ibrahim dan Ismail disebutkan sebanyak 69 kali, nama Yusuf bin Ya'kub disebutkan sebanyak 37 kali, nama Musa disebutkan 136 kali (27 turun di Mekah dan 109 turun di Madinah), nama Harun disebutkan sebanyak 20 kali, dan nama Isa disebutkan 25 kali, sedangkan ibu Isa, Maryam, disebutkan sebanyak 34 kali.113 Sementara itu, lafazh-lafazh yang terkait dengan wacana Yahudi dan bani Israel juga diuraikan oleh Shabir Thu'aimah dengan mengklasifikasi kata-kata "Ahl al-Kitab" disebutkan sebanyak 31 kali, yang diturunkan di Mekah, dan 9 kali diturunkan di Madinah. Kata "Taurat" disebutkan 18 kali (satu diantaranya turun di Mekah), kata "Injil" 12 kali ( satu diantaranya turun di Mekah), kata "Nashara" 1 kali.114 Sebenarnya banyak lagi lafazh-lafazh yang terkait dengan sejarah bani Israil dan kaum Yahudi, misalnya nama Daud, Sulaiman, Zakariya, Yahya dan sebagainya yang asal-usul mereka adalah keturunan bani Israel. Ditambah Lagi dengan kisah-kisah pelaku sejarah bani Israel dari garis saudara-saudara Yusuf, dan al-Aziz, Istri al-Aziz, 113 Shabir Thu'aimah, Banu Israel baena Naba' al-Qur'an wa khabar al-Ahd alqadim, Baerut, Alam al-Kutub, 1984, hal, 120 114 Shabir Thu'aimah, Banu Israel baena Naba' al-Qur'an wa khabar al-Ahd alqadim, Baerut, Alam al-Kutub, 1984, hal, 121 70 perempuan-perempuan dan raja-raja mereka, fir'aun, Haman, Qarun, raja Saba', Istri Imran, dan seterusnya. Namun demikian. kiranya rincian di atas dapat menjadi gambaran dan sekaligus sebagai hujjah bagi kita bahwa kisah-kisah historis bani Israel, memang cukup banyak dicatat sebagai peristiwa yang penuh makna dalam menyikapi teologi keberagamaan, terutama teologi agama kaum Yahudi. Yang pasti bahwa semua kisah di atas baru tercatat secara benar dan baik ketika di masa Muhammad Saw, yaitu dengan diturunkannya al-Qur'an kepadanya. Oleh karena itu, selanjutnya di sini akan diuraikan kisah Yahudi atau pengikut-pengikut ajaran bani Israel, di masa Islam, yaitu di masa Nabi Muhammad Saw. C. YAHUDI DI MASA AWAL ISLAM DAN SETELAHNYA Masa kehadiran Islam yang dibawa oleh Muhammad Saw. sejak pengangkatannya pada abad ke 7 M. menjadi suatu periode yang menentukan bagi tapak Yahudi di sepanjang zaman. Babak demi babak sejarah Yahudi di Masa Muhammad diabadikan dalam sebuah kitab suci, yaitu al-Qur'an. Diri Seorang Nabi Muhammad sendiri menjadi tokoh sentral yang menentukan dalam menyambungkan sejarah Yahudi dari masa sebelumnya hingga diturunkannya al-Qur'an hingga sempurna. Melalui dialog dan kontak-kontak yang terjadi antara Nabi Muhamamd Saw dan masyarakat Yahudi, juga nasrani, akan tampak jelas 71 rekamannya di dalam al-Qur'an dan al-Hadits. Maka itu, keteranganketerangan Rasulullah Saw. ini, mempertegas keberadaan dan kaum Yahudi dan ajaran-ajarannya yang diyakini kebenarannya oleh mayoritas penganut Yahudi di masa itu, bahkan melampaui masanya. 1. Yahudi Pada Masa Nabi Muhammad a. Periode Mekah Secara sosio historis, sebelum pengangkatan Muhammad sebagai Nabi, telah terjadi kontak antara Muhammad dengan kaum Yahudi bersama kaum penyembah berhala. Sejak Muhammad memasuki usia 12 tahun telah diperingatkan oleh seorang pendeta Kristen bernama Buhaira, melalui paman Muhammad Abu Thalib agar keponakannya dijaga keberadaannya dari orang-orang Yahudi, karena tanda-tanda kenabian yang dilihat pada diri Muhammad. Namun baru pada periode pengangkatan Muhammad sebagai nabi di Mekah hingga hijrahnya, kaum Yahudi berada dibelakang para pemuka Quraisy penyembah berhala (Paganisme) memerangi Muhammad sejak dakwah secara sembunyi-sembunyi dimulai.115 115 Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'Alaqah baena al-Yahud wa alNashara wa atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, Dar al-Ma'ali, 2000, hal 134135 72 Kaum Yahudi memang tidak menetap di Mekah, namun mereka aktif melakukan perjalanan ke Mekah, sehingga di Mekah belum terjadi pertemuan sengit antara Yahudi dan Muhammad Saw. 116 Sebagian kaum Yahudi seperti seperti juga kabilah Auz dan Khazraj mengunjungi Mekah dengan tujuan untuk perdagangan dan aktivitas lainnya, dan sebaliknya orang-orang Mekah mengunjungi Khaibar untuk tujuan keluarga dan kerabat dari keturunan mereka. 117 Dengan demikian sejak di Mekah kaum Yahudi telah mengetahui keberadaan Muhammad dan ajaran yang dibawa, melalui perjalanan yang intens dilakukan oleh kaum Yahudi dari Madinah ke Mekah. Nabi Muhammad sendiri telah mengetahui sebagian kisah hidup Yahudi ketika masih di Mekah, melalui wahyu-wahyu yang diturunkan, sebagaimana telah dikemukakan dalam sub bahasan B, nomor 3, di atas bahwa beberapa ayat diturunkan di Mekah terkait dengan tokoh-tokoh pelaku sejarah di masa Bani Israel. b. Periode Madinah (Yatsrib) Dari tahun 632 SM hingga 561 SM yang disebut sebagai "zaman Nebukhadnezzar", bangsa Yahudi telah berada di wilayah Madinah. Mereka hidup berpencar di daerah Taema', Khaibar, Yatsrib, Mudzainib 116 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar al-'Ulum, 2003, hal 60. 117 Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruq, 2000, cet.2, hal 123 73 dan Maahzhur.118 Jika dibandingkan dengan kelompok dan suku-suku lainnya seperti suku Auz dan Khazraj, kaum Yahudi lebih unggul dan menonjol dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan maupun militer. 119 Oleh karena itu, maka wajar jika dikemudian hari khususnya oleh imigran muhajirin yang dipimpin oleh Rasulullah Saw., mereka cukup diperhitungkan kekuatannya. Dalam uraian lain yang senada, dikemukakan Shabir Thaema, bahwa pada pertengahan pengangkatan nabi Muhammad Saw., secara geopolitik dan ekonomi, wilayah Hijaz Arab bagian Timur dikuasai oleh kabilah-kabilah Yahudi secara berimbang dengan wilayah kekuasaan bangsa Quraisy, penguasa Mekah. Jika kabilah-kabilah Yahudi menguasai menguasai Hijaz bagian Timur hingga Taima 120, maka kekuasaan Quraisy juga meliputi bagian selatan Hijaz yang dimulai dari Yatsrib sampai Thaif.121 Kaum Yahudi 'Bani Qaenuqa', seperti dikutip oleh Shabir Thaemah dari Ibnu Khaldun, bahwa Bani Qaenuqa' hidup bersama kabilah bani Auf dan bani al-Najjar hidup berdampingan bersama kabilah 'Auz dan Khazraj. Sementara Bani Quraizhah hidup di bagian 118 Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, Jakarta, Sahara Publisher, 2004, hal.9, 119 Ibid, hal 10 120 Kota Taema' dikenal sebagai kota para Nabi bagi kaum Yahudi, dan Taima juga dapat disebut sebagai kota pertama didiami di wilayah Jazirah Arabia oleh kabilah yang menyerupai kabilah Yahudi di masa lampau sebagaimana disebutkan dalam kitab suci mereka. Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 61 121 Shabir Thaemah, banu Israel fi al-Qur'an al-Karim wa Naba' al-'Ahd alQadim, Baerut, 'alam al-Kutub, 1984, cet.1, hal. 47 74 Selatan Timur Yatsrib, dan Bani al-Nadhir hidup di bagian Barat Yastrib. Namun, pusat utama Yahudi berada pada posisi selatan Hijaz (wilayah Khaebar) yaitu antara Yatsrib dan Taema. 122 Banyak lagi kelompok-kelompok Yahudi yang bermukim di Madinah (Yatsrib) saat kedatangan Nabi Muhammad Saw selaian Bani Nadhir dan Quraizhah yang dikenal itu, seperti Yahudi Bani 'Auf, Yahudi Bani al-Najjar, Yahudi Bani Sa'idah dan Yahudi Bani Jasm, Yahudi Bani Aus, Bani Tsa'labah, Bani Syathibah, Bani Zariq, Bani Haritsah dan Bani Quenqa'.123 Menurut Ahmad Barakat, sebagaimana disebutkan di dalam sirah Nabawi karya Ibnu Hisyam dan Sirah Nabawi Ibnu Ishak, bahwa nama-nama kelompok Yahudi tersebut tersebut umumnya termaktub dalam shahifat atau Piagam Madinah, kecuali Bani Zariqah dan Bani Hritsah tidak disebutkan sebab keduanya merupakan musuh Rasulullah Saw.124 Secara prinsip, pada masa Nabi Muhmmad, keberadaan Yahudi menduduki posisi terhormat. Awal pertemuan kaum Yahudi dengan Nabi Muhammad di Madinah menjadi titik awal eksistensi Yahudi (dan Nasrani) di tengah-tengah komunitas umat Islam. Konsep 'pluralisme' atau 'toleransi' agama pun telah tertancap di Madinah, sebagai konsep yang dilahirkan dari oleh Nabi Muhammad Saw. yang kemudian dirujuk 122 Ibid 123 Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 85-86 124 Ibid 75 sebagai dasar-dasar pemikiran konsep pluralisme kehidupan beragama. Nabi Muhammad senantiasa memperlakukan kaum Yahudi di Madinah dengan baik. Beliau memberikan kebebasan beragama dan jaminan atas nyawa dan harta mereka di bawah sebuah kesepakatan bersama. Meski demikian, Muhammad tetap menjalankan dakwahnya ditengah-tengah pluralitas keberagamaan di Madinah. Namun demikian sikap ideal Nabi Muhammad tersebut tidak mendapat sambutan positip dari kaum Yahudi Yatsrib. Mereka terutama dari kalangan kaum Yahudi dari bani Qaenuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraizdlah, dan kelompok-kelompok Yahudi lain-lainnya melakukan sikap permusuhan terhadap Muhammad, sehubungan dengan pesatnya perkembangan Islam di Madinah, yang sangat berbeda dengan dugaan sebelumnya bahwa ajaran yang dibawa oleh Muhammad adalah berasal dari bangsa atau keturunan mereka yaitu bani Israel, meskipun sebelumnya telah diketahui mengenai kedatangan Muhammad melalui kitab suci mereka.125 Muhammad Sayyed Thanthawi mencatat peperangan yang terjadi antara kelompok Islam dan kelompok Yahudi di masa Nabi Muhammad Saw selama di Madinah yaitu Perang Bani Qaenuqa, perang Bani Nadhir, perang Bani Quraizhah dan perang Khaibar. Perang Bani Qainuqa terjadi pada tahun ke 2 H, sedangkan perang bani Nadhir terjadi pada tahun ke 125 Sejarah Peradaban Islam (Siti Maryam dkk, Editor), Yokyakarta, LESFI Sunan IAIN Kalijaga, 2003, hal 264-310 76 4 H dan perang Bani Quraizhah terjadi setelah perang Nadhir, yaitu pada tahun ke 5 H.126 Puncak kisah kontak Yahudi dan Islam pada masa Nabi selama periode Madinah adalah ditandai dengan tercetusnya perjanjian "Piagam Madinah"127 atau Shahifat al-Madinah, yang merupakan perjanjian dan kesepakatan yang dibuat oleh Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat secara damai dan tenteram di tengah-tengah pluralitas keberagamaan. 2. Yahudi Pada Masa Sahabat, Tabi'in Hingga Utsmaniyyah Banyak orang Yahudi pada masa sepeninggal Nabi Muhammad Saw. masuk Islam. Abdullah bin Saba, misalnya, seorang Yahudi yang berasal dari Yaman adalah tokoh popular yang dikenal sebagai Yahudi masuk Islam dan melancarkan fitnah, Ali adalah wasiat Nabi sepeninggal Nabi, bahkan mengatakan bahwa Ali adalah seorang Nabi. Tidak hanya sampai di sini, bahkan ia berkata bahwa Ali adalah Tuhan. Karena itulah kemudian nama Abdullah bin Saba' dikenal sebagai tokoh yang banyak meriwayatkan keterangan-keterangan Israiliyyat. Abdullah bin Saba' 126 Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruq, 2002, Cet. 2 h. 365 127 Mengenai point-point kesepakatan "Piagam Madinah" yang terdiri dari 48 point atau pasal secara jelas memposisikan kaum Yahudi secara terhormat, dan tampak jelas prinsip-prinsip persamaan dalam kehidupan bermasyarakat. Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruq, 2002, Cet. 2 hal. 139-142 77 disebut sebagai tokoh yang menyulut fitnah hingga terbunuhnya Khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. 128 Pada masa Umayyah dan Abbasih, sebagaimana di masa Nabi, kaum Yahudi menjalani kehidupannya secara terhormat. Bangsa Yahudi mendapatkan perlindungan dari para khalifah di masa Umayyah dan Abbasiah, dan demikian seterusnya hingga masa Utsmananiyyah orangorang Yahudi tampak dalam sejarahnya di wilayah-wilayah Islam hidup dalam kebijaksanaan dan keramahan Islam terhadap mereka. Namun sejarah karakter Yahudi yang pembunuh para nabi dan rasul, menyebabkan mereka tidak pernah padam dari peperangan dari satu tempat ke tempat yang lain, dari satu bidang ke bidang lain, dan dari waktu ke waktu, senantiasa menginginkan dua hal, yaitu tanah yang dijanjikan dan sebagai bangsa pilihan Tuhan di sepanjang zaman. 3. Yahudi di Masa Modern/Masa Utsmaniyyah Pada masa pemerintahan Utsmaniyyah bangsa Yahudi kebanyakan hidup di wilayah Turki bagian Timur dan wilayah-wilayah lainnya seperti di Baghdad, Halab (Aleppo), Damaskus, Kairo dan Yaman. Keberadaan mereka sebagai 'ahl al-Zimmah' yang kehidupannya dijamin terlindungi sehingga dapat menjalani kebebasan hidup beragama, dan tidak sebagaimana nasib kaum Yahudi yang berada di 128 Mahir Ahmad Agha, al-Yahud, Fitnah al-Tarikh, hal 123 78 Spanyol dan Portugal.129 Ketika masa pemerintahan Bayazid II menjadi Khalifah, dua orang pendeta Yahudi Eropa datang meminta kepadanya agar mengizinkan mereka hijrah ke Negara Turki Utsmani, dan ia pun diizinkan oleh Bayazid.130 Kaum Yahudi berkembang pesat di Turki, hingga pada akhirnya menimbulkan keresahan dan pergolakan. Karakter kaum Yahudi yang telah ada sejak 4000 sebelumnya, kembali mengguncang Negara Turki, setelah memperoleh posisis strategis dan terhormat, di dunia bisnis, di pemerintahan, dunia pers, mereka pun mengatur program terselubung dengan berpura-pura masuk Islam, memakai nama-nama Islam, dan semua ini dilakukan untuk menghangcurkan Islam dan rakyat Turki. Kelompok ini dinamai "Yahudi Dunamah".131 Hingga tahun 1913 M orang-orang Yahudi Zionisme di Turki, berada di puncak pengaruhnya, dimana mereka telah memiliki wibawa di kalangan pejabat teras Turki Utsmaniyah, dan berhasil mendirikan "Partai Turki Muda", kemudian mendirikan "Partai Persatuan dan Pembangunan". Di balik topeng nasionalisme Turki mereka mendapat empat kursi menteri, salah satunya adalah Gawed, seorang ahli akuntan yang menduduki jabatan sebagai menteri keuangan, dan ia berasal dari Yahudi Dunamah.132 129 Mahir Ahmad Aga, al-yahud, fitnat al-Tarikh, hal 102 130 Ibid 131 Ibid Ibid 132 79 4. Yahudi dan Pembentukan Negara Palestina Agar sejarah Yahudi lebih dekat dengan zaman penelitian ini maka diperlukan uraian mengenai perkembangan temuan sejarah Yahudi di era modern, setidaknya hingga terbentuknya Negara Israel, yang diklaim sebagai hak dan milik bangsa Yahudi atau anak keturunan bani Israel. Sebab peralihan sejarah Yahudi yang paling dekat dengan zaman sekarang adalah masa dikenalnya bangsa Yahudi sebagai bangsa yang memiliki Negara sendiri, yang dimulai sejak tahun 1948. Sejarah bangsa Yahudi yang dijadikan sebagai matarantai sejarah Yahudi secara formal oleh pemerintah Negara Israel adalah didasarkan pada urutan sejarah yang dimulai dari masa Ibrahim sampai tahun berdirinya Negara Israel pada tahun 1948. Bagi bangsa Yahudi, pendirian Negara Israel adalah sah secara teologis dan historis, meskipun telah mendapat kritik historis dan teologis yang dipandang menyimpang seperti dilakukan oleh Paul Fundley, Roger Garoudy dan Israel Shahak.133 Selama 4000 tahun lamanya, yaitu dari abad 20 SM hingga abad 20 M, pengembaraan hidup Yahudi akhirnya eksis kembali menemukan peradabannya, jati dirinya, sebagai bangsa yang pernah menetap, kemudian berpindah-pindah, dan kemudian menetap dengan mendirikan Negara Israel di Palestina. 133 Adian Husain, Konflik, hal 20-21 80 Setidaknya ada dua doktrin primer yang dikembangkan oleh Israel Yahudi terkait dengan gerakan zionisme dan gerakan keagamaan mereka dalam sejarah modern, serta upaya kolonialisasi di Palestina yaitu; Israel sebagai "bangsa pilihan Tuhan" 134 dan "tanah yang dijanjikan Tuhan"135 atau Janji Tuhan atas tanah yang dijanjikan. Dua doktrin ini berasal dari kitab suci mereka yaitu Taurat dan Talmud, dan diformulasikan kembali dalam kitab "protokolat". 136 Dua doktrin inilah yang dijadikan ideologi Yahudi modern baik secara teologis, historis, politis maupun secara ekonomi. Terbukti pada tahun 1897, melalui konfrensi Basel, Hertsel mengatakan kepada peserta konfrensi; "kita berkumpul di sini adalah untuk meletakkan pondasi untuk membangun prinsip-prinsip yang dapat mengikatkan bangsa Yahudi". Ia juga berkata "zionis bukan merupakan aliran kecil yang ditunjang dengan kepulangan orang-orang Yahudi ke 134 Dikatakan di dalam Taurat, kitab Ulangan 7;6; "sebab engkaulah umat yang kudus bagi Allah, Tuhanmu, engkaulah yang dipilih oleh Allah, dari segala bangsa di muka bumi ini untuk menjadi kesayagannya". Sebagai penguat dari teks taurat ini, dikatakan pula dalam kitab Imamat 20;24 bahwa "Akulah Allah, Tuhanmu, yang memisahkan kamu dari bangsa-bangsa yang lain". Lihat, Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, hal. 114 135 Di dalam taurat, pada Kitab Kejadian; 15; 18-21 dikatakan "Pada hari itu Tuhan berjanji kepada "Iwam" seraya berkata untuk keturunanmu aku beri tanah ini dari sungai Mesir (Niel) hingga sungai besar (Eufrat)". Mahir Ahmad Aga, al-Yahud, fitnah al-Tarikh, hal 261 hal. 270. Dalam kitab Kejadian; 17; 7-9; "Akulah Allah Yang Maha Kuasa, hiduplah dihadapanku dengan tidak bercela. Dari pihakku, inilah janjiku kepadamu; engkau akan menjadi bapak sejumlah besar bangsa. Aku berjanji kepadamu dan kepada keturunanmu sepanjang masa bahwa aku akan menjadikan seluruh tanah Kan'an menjadi milikmu dan milik keturunamu untuk selama-lamanya. Dan aku menjadi Tuhan dari kalian semua. Kalian harus memegang teguh janjiku ini". Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, hal. 100 136 Mahir Ahmad Aga, al-Yahud, fitnah al-Tarikh, hal 261 81 Palestina, tetapi sebagai gerakan massa, pertain-petani, pekerjapekerja, manajer-manajer, interpreuner-interpreuner, sarjana-sarjana dan intelektual-intelektual".137 Oleh karena itu, konfrensi ini – sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syalabi, dari Max Margolois dan Alexander Marx, melalui bukunya berdua berjudul " A history of the Jewish People", kemudian menelorkan sebuah keputusan penting yang berbunyi; "sesungguhnya, cita-cita zionisme ialah mendirikan tanah air untuk bangsa Yahudi, yang diakui secara resmi dan secara hukum, sehingga dengan pendirian itu bangsa Yahudi dapat hidup aman, dari tekanan-tekanan, dan tanah air itu tiada lain adalah Palestina". 138 Adanya dukungan kuat dari Eropa dan Amerika, menjadi factor yang sangat menentukan dalam pembentukan Negara Israel di Palestina. Dengan demikian, sangat jelas, bahwa cita-cita bangsa Yahudi mencaplok Palestina untuk dijadikan sebagai Negara Yahudi agar eksistensinya lebih kuat di mata Dunia dan hukum internasional, merupakan keinginan yang didasarkan pada teologi agamanya di dalam kitab suci mereka. D. SEKTE-SEKTE KEAGAMAAN YAHUDI DAN PEMIKIRANNYA Setiap agama memiliki sekte-sekte atau aliran-aliran (mazhabmazhab) tertentu. Dalam sejarah keagamaan Yahudi para pakar 137 138 Max. J. Dimont, Kisah Hidup Bangsa Yahudi, opcit., hal. 348 Ahmad Syalaby, al-Yahudiyyah, hal. 105 82 menyebutkan ragam sekte dan aliran Yahudi Klasik dan modern. Hasan Zhaha membaginya menjadi 16 aliran yaitu; al-Asykenaz, al-Safard, al- Samiriyyun, al-Farisiyyun, al-Shadduqiyyun, al-qanauun,139 al-Asiyyin atau al-Asiniyyiin,140 al-Abiyyuiniyyin,141 al-Ghanusiyah al-Shabiah,142 al-Yuudjaniyah,143 al-qurra'un, al-Maranus,144 al-Danmah atau al- 139 sekte ini dalam kajian sejarah agama-agama sebenarnya dikenal sebagai bagian dari sekte al-Pharesien, namun sekte al-qannaun ini lebih ekstrem dan lebih radikal, keras, sehingga disebut sebagai golongan sesat Yahudi. Mereka senang menggunakan cara kekerasan, membunuh, merampok, terror untuk mencapai kepentingan politik dan kelompoknya. Mereka menentang ajaran iman yang selain dari ajaran sekte al-Rabbaniyyin (pendeta) dan al-Pharisien. Hasan Zhazha, al-Fikr alDiniy al-Yahud, hal.217-220 140 Sekte ini dikenal ajarannya antara lain; 1)mengasingkan diri dari orang 2) menggunakan pakaian putih dan suka wangi-wangian 3) memelihara rambut dan jenggot panjang 4) mengharamkan bentuk peribadatan dengan penyembelihan 5)mereka juga disebut sebut sebagai orang mengharamkan dirinya menikah, karena berhubungan badan antara laki-laki dan perempuan dipandang najis 6) percaya dengan qadha dan qadar 7) giat bekerja dan professional sehingga mereka tidak menerima zakat dan uluran tangan orang lain 8) menentang perbudakan dan mengakui kebebasan untuk semua orang. 9) berpegang teguh pada taurat, meskipun nyawa taruhannya. 10) mengharamkan makan daging dan semua yang mengalirkan darah serta hanya memakan bahan nabati. 11) hidup secara berkelompok dengan masing-masing pemimpinnya. 12) mempercayai terbitnya matahari sebagai masa terbaik dalam beribadah (shalat) sehingga mereka bangun dari tidurnya sebelum terbit matahari untuk melakukan ritual shalat. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.225-227 141 Al-Abiyuniyyun diartikan sebagai orang yang memihak kepada kaum lemah, fakir dan miskin. Karena itu sekte ini disebut sebagai sekte sufi dalam Yahudi. Ajarannya yang paling penting adalah penolakan mereka terhadap Trinitas. Sekte ini memandang Isa sebagai manusia biasa, sebagai rasul saja, tidak lebih dari itu. Maka itu dua musuh besar sekte ini yaitu; umat Kristenn yang dibawah ajaran kudus Paulus dan Yahudi yang berpegang pada Talmud. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.236-240 142 Sekte ini memiliki ajaran pokok yaitu; 1) Mempercayai ajaran Musa 2) beriman kepada Allah, malaikat dan jin, namun mereka juga menyembah bintangbintang tertentu 3)Percaya dengan hari akhir 4) Percaya dengan Yohana Ma'madan sebagai nabi utusan. 5) Mensucikan perkawinan, sehingga mereka mengharamkan perceraian dan poligami (dua istri), kecuali dalam kondisi darurat. 6) dikenal kaya dengan dongen dan hikayat tentang alam dan peristiwanya, yang kemudian dikenal sebagai penyebar Israiliyyat. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.241-243 143 Sekte ini disebut-sebut sebagai nama yang dinisbahkan kepada seseorang yang mengaku nabi dan disebut sebagai al-Mahdi al-Muntazhar, namanya adalah Yudjana, yang dikenal sebagai murid dari Abu Isa al-Ashfahani. Penganut sekte ini dikenal banyak melakukan ritual puasa, shalat dan zakat. Hasan Zhazha, al-Fikr alDiniy al-Yahud, hal.244-246 83 Daumanah,145 al-Ishlahiyyun,146 al-Falasyah147 dan banu Israel.148 Untuk yang terakhir sekte "Banu Israel" merupakan sekte yang asal usulnya muncul di India, sebelum abad pertengahan. Seorang musafir Yahudi, Benyamin Tatile, dikenal sebagai orang memperkenalkan sekte ini, disampin Musan bin Sam'un.149 Dinamai sekte ini karena umat-umat yang lain tidak menyukai sebutan "Yahudi". Mereka mempercayai alKitab, akan tetapi tidak mengenal Talmud, sebagaimana sekte-sekte kecil Yahudi lainnya. Sekte ini kemudian menyebar ke benua Asia, terutama di China, yang mulai ditemukan sejak abad ke 17 M. 150 144 Sekte ini lahir di Spanyol pada akhir abad ke 15, ketika katolik sedang di puncak kekuatan dan umat Islam berhasil diusir habis dari Spanyol. Nama Maranus dalam bahasa Spanyol dan Prancis diartikan dengan banyak makna yaitu; munafik, penghianat, pencuri, busuk, pembohong dan sejenisnya. Para ahli agama Yahudi di abad pertengahan menyebutnya sebagai orang yang tercela, namun tidak berdosa dan tidak dibebani hokum, sehingga mereka dipandang anak-anak Israel berhak memperoleh kewajiban dan hak, sementara generasi ahli agama Yahudi belakangan memandang al-Maranus sebagai kelompok yang serupa dengan khawarij dalam Islam. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.257-260 145 Sekte yang asal-usulnya dikenal dari dua tradisi yaitu tradisi Yahudi dan tradisi Islam. ajarannya yang utama antara lain; 1) perkawinan adalah sunnah yang wajib 2) mengharamkan poligami 3) mengutamakan hari nikah pada hari senin dan kamis 4) Pernikahan dilakukan oleh pemimpin sekte dan memberkahi pengantin sebanyak tujuh kali dan pesta musik berbahasa ibrani 5) Khitan adalah syariat baginya, sebagaimana wajib dalam agama Yahudi 6) memiliki kuburan khusus. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.261-263 146 Tokoh pendiri sekte ini adalah Musa Mandelson, bin Manahim (1729-1786) di Berlin. Ajarannya adalah; bahwa Yahudi adalah sebagai agama dan tidak sebagai bangsa, sehingga tidak menerima term Yahudi Inggris,Yahudi Rusia dan sebagainya. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.264-267 147 Sekte kecil Yahudi yang lahir di Habasyah, Afrika, dan ketika mereka memasuki Palestina, dibolehkan oleh para pendeta Yahudi di Israel, untuk memeluk agama Yahudi, dan bila tidak maka akan dicap kafir. Pada dasarnya mereka tidak menerima Talmud dan Mishna, tetapi menerima Perjanjian Lama yaitu kitab Musa dan kitab nabi-nabi setelahnya. Memiliki ragam upacara keagamaan. Memelihara ajaran khitan dan perkawinan. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.264-267 148 Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.201-274 149 Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.272 150 Ibid, hal.272 84 Dari aliran-aliran tersebut pada umumnya orang Yahudi membagi sekte dan aliran mereka membagi menjai dua sekte besar yaitu Asykenaz dan al-Safard.151 Sedangkan dari segi fanatisme sekte, secara umum ada dua aliran di antara aliran atau sekte di atas, yang paling ekstrem dan saling bermusuhan kuat adalah sekte al-Farisiyyun dan al-Shaduqiyyun. Adapun aliran atau sekte Asykenaz Yahudi hidup di Eropa bagian Timur. Kata Asykenaz menunjuk pada pemikiran Yahudi pada abad pertengahan di wilayah Eropa. Namun sebagian besar mereka hidup di bagian Selatan dan Timur Prancis, Jerman, Austria dan Negara-negara Eropa Timur umunya serta Uni sovyet. Penganut sekte Asykenaz ini telah kehilangan kemampuan berbahasa sebagaimana bahasa warisan nenek moyang mereka yaitu bahasa Ibrani, meskipun dalam beribadah mereka tetap menggunakan bahasa Ibrani. Dalam praktek beribadah, mereka berbeda dengan sekte-sekte lainnya, misalnya dari segi teksteks kitab ibadahnya, upacara keagamaan, dalam hal makanan, minuman, pakaian dan sebagainya.152 Sementara sekte al-Safard dikenal hidup di wilayah Laut Putih Tengah, dan kata al-Safard digunakan untuk menunjuk corak pemikiran Yahudi pada abad pertengahan di jazirah Iberia, yang meliputi Spanyol dan Portugal. Sebagaimana Asykenaz, sekte ini juga telah kehilangan 151 152 Ibid, h. 202 Ibid 85 kemampuan berbahasa Ibrani, terutama setelah peristiwa "Diaspora' pada tahun 70 M dan 135 M, sehingga mereka pun menggunakan bahasa Spanyol, yang disebut Ladino dan Latini, yang didominasi oleh bahasa latin Spanyol dan sedikit campuran bahasa Ibrani. 153 Namun dari sejumlah sekte dan aliran faham keagamaan Yahudi di sepanjang sejarahnya, dan masing-masing memandang golongannya sebagai kelompok yang berpegang teguh pada dasar-dasar dan ruh agama Yahudi, diklasifikasikan oleh Ali-Abdul Wahid Wafi menjadi lima kelompok saja yaitu; 1. Al-Farisiyyin (Pharisien) Al-Farisiyyin dikenal sebagai suku Yahudi kuno. 154 Kelompok atau golongan al-Pharisien155 ini merupakan aliran agama Yahudi yang banyak memiliki pengikut baik di masa klasik hingga masa modern di abad Masehi. Tidak diketahui persis kapan dan siapa yang mendirikan aliran ini. Namun kebanyakan berpendapat, sebagaimana dikemukakan 153 Ibid, hal.203 154 Ahmad Syalaby, Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006, hal. 207 155 ِ◌Dalam bahasa Ibrani nama al-Pharisien disebut "Furusyeim" yang diartikan sebagai orang-orang golongan istimewa. Maka itu mereka menggelar diri mereka sebagai "Hasadaem" yaitu orang-orang yang bertakwa. Lihat Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahudiy, hal. 210. Al-Farisiyyin juga dimaknai sebagai " memisahkan diri", sehingga kelompok ini diserupakan dengan aliran Mu'tazilah di dalam Islam. Maka itu, menurut Ahmad Syalabi, sebagaimana dikutip dari Guignebert, bahwa aktivitas alPharisien, adalah pada level pemikiran. Mereka lebih berorientasi pada penafsiranpenafsiran Kitab Taurat dan melakukan kritik di dalam kandungannya. Ahmad Syalaby, Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006, hal. 204-207 . Dijumpai pula makna Pharesien sebagai "yang terpisah" atau "yang terpencil". 86 oleh sejarawan Yahudi Vlavius Josephus, bahwa kelompok ini dibentuk pada masa Jonathan, yang merupakan teman dekat nabi Daud. 156 Kelompok ini dikenal dengan beberapa ajarannya yang sangat ekstrem, antara lain yaitu157; Pertama, mengakui semua isi kitab Perjanjian lama dan ucapan oral yang dinisbahkan kepada Taurat dan Talmud. Bahwa yang membuat Talmud adalah para rabbi (ahli fiqh) mereka. Kedua, meyakini hari pembalasan, dan meyakini bahwa orangorang shaleh yang meninggal akan menyebar di bumi ini untuk bergabung dengan kerajaan al-Masih al-Muntazhar, yang mempercayai akan datang ke bumi dan memasukkan semua manusia ke dalam agama Musa. Sebenarnya sekte al-Pharisien tidak saja diknenal sebagai aliran keagamaan, akan tetapi juga sebagai aliran politik. 158 Al-Pharisien dikenal sebagai partai yang popular. Isu utama politiknya adalah 156 Dijumpai keterangan Talmud yang menyatakan bahwa sekte al-Farisiyyin, muncul sekitar tahun 200 SM. Dikatakan pula bahwa dari para rabbi dari sekte inilah lahir para penyusun Talmud. Karena itu, sekte ini disebut sebagai sekte yang paling berbahaya, paling berpengaruh dan paling banyak anggotanya dari dulu hingga sekarang. Mereka mengikuti jejak rabbi Ezra (w.444 SM) dan juga para penulis tokohtokoh Sinagog yang mengakui bahwa Erza adalah guru besar Yahudi setelah Musa. Muhammad Asy-Syarqawi, Talmid; kitab Yahudi yang Menggemparkan, hal 55-56 157 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam, hal 62-74 158 Mengenai ini digambarkan oleh Ahmad Syalaby yang mengatakan bahwa beberapa peneliti memandang al-Pharisien ini tidak membentuk kelompok keagamaan, akan tetapi membentuk partai politik yang bernafaskan agama. Kelompok ini mengakui bahwa Negara Yahudi akan kembali menemukan tempatnya, yang karena itulah iya meyakini kedatangan Al-Masih yang akan mengembalikan kerajaan Tuhan yang hilang. Karena itu, sekte ini menginginkan agar bangsa Yahudi berpegang pada akidah nenek moyang mereka sebelum bangsa Yahudi jatuh ke tangan Palestina. Ahmad Syalaby, Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006, hal. 206-207 87 mengenai kebebasan beragama. Mereka meyakini bahwa untuk memperoleh kemerdekaan bukan ditempuh dengan jalan revolusi, akan tetapi melalui datangnya Putra Daud, sang juru selamat utusan Tuhan.159 Dari ajaran-ajaran al-Pharisien yang dikenal keras dan ekstrem ini mendapat kecaman dari kalangan masehi.160 Sekte ini dianggap sangat mengancam keberadaan agama masehi di masa awal abad masehi, karena kedudukannya di kedalaman dalam ilmunya, imperium kepemimpinannya Romawi yang bekerja dan sama melakukan program penghancuran dan kolonialisme.161 2. Al-Shaduqin (Saduceens) Sekte ini disebut sebagai sekte klasik yang sezaman dengan kelahiran sekte al-Pharasien. Bahkan sekte ini dianggap sebagai sekte yang paling awal muncul di dalam tradisi kesektean Yahudi. Asal usul sekte ini, menurut riwayat Pharisien kuno, bahwa seorang pembesar pendeta peribadatan Haekal II, yang hidup pada tahun 300 SM memiliki dua murid bernama Shaduq dan Betus, dan diprediksi penamaan al- Shadduqiyyun diambil dari nama Shaduq tersebut. Meskipun nama Betus 159 A.Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.25 Para penulis Injil menempatkan suku Yahudi kuno ini sebagai golongan penentang al-Masih, Isa. As. dan kerena itulah ia banyak ditinggalkan oleh para pengikutnya karena merasa telah melakukan aib. Hukselly, seorang peneliti, mengatakan bahwa kata al-Farisy menjadi suatu aib bagi orang yang mengatakannya. Ahmad Syalaby, Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006, hal. 206208 161 Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahudiy, hal. 210 160 88 juga disebut sebagai nama sekte yaitu al-Bitusiyyun, namun keduanya merupakan dua nama sekte yang pada hakikatnya sama, dengan tanpa menafikan adanya pandangan yang berpendapat bahwa al- Shadduqiyyun adalah sekte sendiri dan al-Bitusiyyun juga merupakan sekte sendiri.162 Ajaran pokok aliran ini dapat disimpulkan sebagai berikut; a. Tidak mengimani kebangkitan manusia dari kuburnya b. Tidak mengimani kehidupan yang abadi bagi manusia, mereka hanya percaya dengan kehidupan dunia c. Menolak adanya ganjaran kebaikan dan pembalasan keburukan di akhirat d. Mengingkari wujud malaikat dan setan e. Mengingkari Qadha dan Qadar atas manusia yang ditetapkan dari lauh al-Mahfuzh f. Meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri dan dengan demikian ia bebas berbuat dan bertanggung jawab secara bebas g. Mempercayai kesucian kitab Perjanjian Lama dan tidak percaya dengan Talmud dan sejenisnya.163 162 163 Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahudiy, hal. 214 Ibid, hal. 216 89 Sekte ini juga berkeyakinan bahwa pembalasan baik bagi orangorang shaleh dan pembalasan buruk bagi orang pendosa hanya dijalani selama hidup di dunia. Kelompok atau aliran ini dikenal sebagai partai kependetaan ( al- Kuhnat), dan sebagai penanggungjawab tentang peribadatan bangunan Haekal. Mereka terdiri tingkat masyarakat yang aristokrat, karena pengaruh dari Hellenisme, dan melakukan hubungan erat dengan bangsa Romawi. Kelompok ini dikenal sebagai aliran konservatif dan tekstual dalam memahami kitab suci.164 Aliran ini juga dikenal memegang teguh ajaran Yunani tentang kehendak bebas. Berbeda dengan aliran Pharisien yang berpandangan bahwa kehendak itu dibatasi dengan takdir Tuhan. 165 Oleh karena itu aliran ini, dalam banyak hal memiliki keserupaan dengan aliran Mu'tazilah dalam Islam. 3. Al-Samiriyyah atau al-Samiriyyun Penamaan al-Samiriyyah ini menurut Abdul Wahid Wafi kemungkinan karena aliran ini muncul di daerah Samiriy, salah satu wilayah di Palestina. Sebutan Samiriyyah digunakan untuk menyebut 164 Muhammad Ibrahim Fayyumi, Muhadharat fi Manhaj al-Din al-Muqarin, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyat, 1996, hal. 162; bandingkan A.Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.25 165 A. Maheswara, Kecerdasan Yahudi, hal.26 90 penganut Yahudi yang bukan dari kalangan bani Israel yang berasimilasi dengan bangsa Israel.166 Ajaran pokok aliran ini adalah menerima sebagian dari perjanjian lama, yakni mereka tidak menerima kecuali kitab pertama dari Perjanjian Lama, kemudia safar (kitab) Yusya' dan safr para Hakim ( al- qudhat) dan keseluruhan Talmud. Aliran ini juga tidak mempercayai hari kebangkitan dan hari kiamat. Ibnu Hazm, menyatakan sebagaimana dikutip oleh Ali Abdul Wahid Wafi, bahwa mereka membatilkan semua nabi bani Israel yang datang setelah Musa dan Yusuf. Maka itu, mereka mengingkari nabi Syam'un, Daud, Sulaiman, Ilyas, Yasa', Habquq, Zakaria dan yang lainnya.167 Hasan Zhazha secara baik menguraikan ajaran-ajaran pokok aliran al-Samiriyyun, dengan membagi ke dalam beberapa pokok akidah yang dianut, yaitu; a. Mengimanin bahwa Tuhan hanya satu, dan bahwa Tuhan itu adalah bersifat rohani b. Mengimani nabi Musa as. adalah rasul Allah, dan bahwa Musa adalah nabi penutup c. Mengimani bahwa Taurat yang dibawa Musa adalah suci, dan merupakan wahyu dari Allah, kalam Allah. 166 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam, hal 67 167 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam, hal 66-67 91 d. Mengimani bahwa bukit Jurzeim yang berseberangan dengan kota Nablus adalah tempat suci yang hakiki dan merupakan satusatunya kiblat bagi bani Israel.168 4. Al-Hasadiyyin Aliran ini lahir pada akhir abad ke 2 SM. Aliran ini memiliki perbedaan dengan sekte Yahudi lain baik dari segi akidah, ibadah maupun tradisinya.169 Di antara yang membedakan dengan sekte lain, misalnya dalam hal ibadah adalah bahwa sekte atau aliran ini mengharamkan adanya persembahan atau pengorbanan yang dipandang sebagai ibadah utama di dalam aliran Yahudi yang lain. Aliran ini banyak melakukan syiarnya dengan kegiatan mandi dan berwudhu. Mereka menentang peperangan dan diskriminasi antar ras.170 Sedangkan dari aspek hukum dan sistem kemanusiaan, sekte alHasadiyyin mengingkari perbedaan ras, dan menjunjung prinsip persamaan dalam nilai-nilai kemanusiaan yang sama, dan menjunjung perdamaian antar bangsa. Mereka juga menentang sistem perbudakan. Yang menarik bahwa sekte ini menentang kepemilikan individu atau 168 Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal. 206 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam, hal 67 170 Ibid 169 92 kapitalisme, dan memandang bahwa kepemilikan harta adalah kepemilikan bersama.171 Ciri yang unik adalah dari aspek hukum keluarga. sekte ini mengharamkan perkawinan dan menganjurkan hidup menduda, menjauhi wanita. Kebalikan dengan sekte lain Yahudi yang mewajibkan perkawinan bagi yang mampu, dan bagi yang tidak kawin sedangkan ia mampu disediakan hukuman seperti hukum pembunuh, karena dianggap telah memadamkan cahaya Tuhan, mengurangi perlindungan Tuhan atas bumi Israel dan menjauhkan rahmat Tuhan dari Israel. Sebagian ahli agama mereka berfatwa bahwa bagi yang telah berusia 20 tahun dan belum kawin, maka hakim dapat mengawinkan mereka secara paksa.172 Sebagian sejarawan berpendapat –meskipun dari segi bukti-bukti adalah lemah- bahwa Yohana al-Ma'madan atau nabi Yahya bin Zakaria as adalah penganut aliran ini.173 Sekte ini tidak berusia panjang, karena akhir abad 1M telah pupus, yang berarti sekte ini eksis selama 2 hingga 3 abad lamanya. 5. Al-Qurrain atau al-'Ananiyyin Kelompok aliran atau sekte al-Qurra'in merupakan kelompok keagamaan yang paling modern di antara empat aliran keagamaan Yahudi di atas. Didirikan pada akhir abad 8 M. oleh Anan bi Daud, salah 171 Ibid, hal 68 Ibid, hal. 69 173 Ibid, hal 70 172 93 seorang ulama Yahudi di Baghdad, pada masa pemerintahan Abbasiah, tepatnya di masa Khalifah Abbas Abi Ja'far yang masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 754 M hingga tahun 775M. Dinamakan al- 'Ananiyyin sebagai nisbah kepada pendirinya Anan bin Daud, sedangkan dinamai juga al-qurrain dinisbahkan kepada nama "Maqra"174 yang berarti kitab atau yang tertulis, yang termaktub di dalam kitab Perjanjian Lama, dan karena itulah mereka dikenal sebagai orang yang berpegang teguh hanya kepada kitab Perjanjian Lama saja.175 Ajaran pokok aliran adalah bahwa mereka hanya berpegang teguh pada apa yang berasal dari Perjanjian Lama saja, dan menolak Talmud yang ditulis oleh para rabbi sekte Pharisien, dan ajaran-ajaran lainnya seperti wasiat dan pengajaran dari para pendeta Yahudi. 176 Sekte ini sama dengan sekte Shadduqiyyin dan sekte al-Samiriyyin menolak Talmud. Pengikut dari Aliran ini masih menyebar di berbagai Negara hingga dewasa ini. 174 Hasan Zhazha menguraikan penamaan al-Qurrain, bahwa ia diambil dari kitab Taurat atau perjanjian lama, yaitu dari kata al-Maqra atau al-maqru., yang berarti sebuah kitab bacaan yang berisikan teks-teks suci yang tertulis dan diturunkan Tuhan, yang bernama "al-Maqra". Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diny alYahud, hal. 247 175 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam, hal 70 176 Muhammad Asy-Syarqawi, Talmid; kitab Yahudi yang Menggemparkan, hal 55-56 94 BAB III KLASIFIKASI KONSEP-KONSEP DASAR DAN SUMBER PEMIKIRAN TENTANG YAHUDI DI DALAM AL-QUR'AN Konsep dasar tentang Yahudi di dalam al-Qur'an dapat diklasifikasikan dalam beberapa pembagian dan bidang pemikiran yang menjadi identitasnya. Oleh karena itu dalam bab pembahasan ini akan dideskripsikan uraian ayat-ayat al-Qur'an dan penafsirannya mengenai Yahudi dengan menampilkan semua terminologi tentang konsep Yahudi yang termaktub di dalam al-Qur'an, baik yang menggunakan kata dasar ha-wa-da maupun yang menggunakan kata lain dan dimaksudkan untuk menunjuk Yahudi, atau yang terkait dengan agama dan kaum Yahudi seperti kata bani Israel, ahl al-Kitab dan sebagainya. Ayat-ayat yang dimaksud tersebut di atas, selanjutnya akan diklasifikasikan ke dalam pembagian lain yaitu ayat-ayat yang memuat kesan tentang kisah masa lampau kaum Yahudi dengan segala derivasinya, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif. Namun, sebelumnya terlebih dahulu akan diuraikan tentang hubungan al-Qur'an dengan al-Taurat agar dapat mengantarkan pemahaman kita 95 secara akurat mengenai konsep-konsep dasar dan sumber pemikiran kaum Yahudi. A. RELEVANSI AL-QUR'AN DENGAN TAURAT Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa kitab suci Taurat atau Torah dan kitab suci al-Qur'an, memiliki hubungan yang erat, karena keduanya bersumber dari wahyu Allah. Eratnya hubungan ini dapat dicermati ketika kandungan Taurat berbicara tentang "ke-Esa-an Allah", dan mengenai akan datanganya nabi-nabi dan ajarannya (risalahnya) setelah Musa sebagai penerima Taurat, yang dalam hal yang sama juga dikemukakan di dalam al-Qur'an. Sebagian berpendapat bahwa kata "Taurat" adalah berasal dari bahasa Ibrani "torah" yang berarti al-Ta'lim (Pengajaran) atau al- Syari'ah al-Diniyyah (syariat keagamaan). Taurat juga dimaknai sebagai al-Namus (wahyu) atau al-Huda (petunjuk).177 Taurat juga sering disebut oleh kaum Yahudi sebagai al-Asfar al-Khamsah (kitab suci Musa yang lima), dan bahkan terakhir disebut al-Ahd al-Qadim (perjanjian lama)178. Namun demikian kedua penamaan terakhir baik itu 177 Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004, hal 52; lihat pula Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruq, 2000, cet.2, hal. 71 178 Will Durant, penulis kisah-kisah peradaban, menyebutkan bahwa Perjanjian Lama tidak saja sebagai kitab syariat, akan tetapi juga sebagai kitab sejarah, syair, dan fsilsafat utama. Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004, hal 70. Perlu ditegaskan 96 "al-'Ahd al-qadim" maupun "asfar al-Khamsah", dianggap keliru menurut versi ensiklopedi Britanica, karena menurut mereka yang dipandang benar adalah nama kitab suci Taurat itu sendiri. 179 Lebih jauh, para ahli bahasa Arab dan mufassir berbeda pendapat mengenai asal kata Taurat, apakah kata Taurat berasal dari kata bahasa Arab atau bahasa asing? Untuk menguraikan mengenai perbedaan pendapat tentang Taurat secara etimologi dan terminology, maka perlu dikemukakan dua jenis pendapat yang berbeda, yaitu 180; Pertama, bahwa kata Taurat berasal dari bahasa Arab, dan bukan merupakan bahasa asing. Sebagaimana dikemukakan oleh al-Ragib alAshfahani, bahwa huruf 'ta' pada kata Taurat terdapat unsur maqlub (dibalik), yang asal katanya dari 'al-waryu yang berarti mengusir keburukan dengan pancaran cahaya. Kedua, bahwa kata Taurat merupakan kata asing yang menjadi nama untuk kitab yang diturunkan kepada nabi Musa. Berasal dari bahasa Ibrani yaitu 'Thauraa' yang berarti petunjuk. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Muhammad Thahir bin Asyura bahwa Taurat adalah nama kitab yang diturunkan kepada nabi Musa as. Kata Taurat kembali disini bahwa stilah Perjanjian Lama baru muncul sejak awal abad Masehi, untuk membedakan dengan kitab Injil dalam Perjanjian Baru. 179 Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, Jakarta, Sahara Publisher, 2004, hal 6 180 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar al-'Ulum, 2003, hal 55 97 juga dinisbahkan kepada tempat turunnya wahyu 'Taurat' di bukit 'Thur' di Sina, Mesir. Dari dua pendapat di atas, oleh Shalah Abdul Fatah merajihkan pandangan yang mengatakan bahwa kata Taurat adalah kata asing, yaitu berasal dari bahasa Ibrani, dan bukan berasal dari bahasa Arab. Adapun pandangan yang mengatakan bahwa Taurat berasal dari kata ' waray' atau 'taara' merupakan pendapat yang tertolak. Ia menambahkan, adalah tepat jika kata Taurat merupakan nama benda yaitu kitab yang diturunkan kepada nabi Musa as.181 Selanjutnya, Shalah Abdul Fattah Khalid, lebih jauh mengklasifikasi keterangan tentang Taurat di dalam al-Qur'an dengan membagi menjadi dua bagian yaitu Taurat al-Rabbaniyyah dan Taurat al-Yahudiyah. Taurat al-Rabbaniyyah diturunkan kepada Nabi Musa as, dan Taurat al- Yahudiyah adalah Taurat yang merupakan karangan para al-Ahbar (pendeta).182 Dalam konteks tersebut di atas muncul pertanyaan tentang siapa penulis kitab Taurat? Para ahlul Kitab sepakat bahwa yang menulis kitab Taurat yang ada pada mereka adalah nabi Musa as. sendiri, dan bahwa semua itu diturunkan Allah kepada nabi Musa as. tiada dusta didalamnya dan tiada pemalsuan. Bisa jadi pandangan ini didasarkan pada sejumlah bunyi ayat dalam kitab Keluaran 17;14, "lalu Tuhan 181 Ibid 182 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar al-'Ulum, 2003, hal 8. 98 berkata kepada Musa; Tulislah catatan-catatan di dalam sebuah kitab…". Dalam ayat 24;4 juga disebutkan "lalu Musa menulis semua perkataan Tuhan". Demikian di dalam ayat 34; 37-38, dikatakan " dan Tuhan berkata kepada Musa; tulislah bagimu kalimat-kalimat ini…"183 Argumen-argumen di atas yang dijadikan hujjah oleh kaum Yahudi yang mengklaim bahwa Musa as. sendiri adalah pernulis kitab Taurat, dibantah oleh para ahli baik dari kalangan mereka sendiri maupun dari kalangan non Yahudi. Spinonoza, seorang filosof Yahudi Polandia mengatakan bahwa seperti jelasnya terang matahari, Musa as bukanlah pengarang kitab Taurat, dan ia bukan penulisnya. Menurutnya, pengarang Taurat dilakukan oleh seseorang, beberapa abad pasca periode Musa. Spionoza juga berpendapat bahwa Musa menulis kitab lain, yang bentuk dan volumenya lebih kecil dari asfar al-Khamsah, yang disebut Taurat.184 Muhammad Farid Wajdi, yang juga mengutip dari Ensiklopedia Dairah al-Ma'ararif, Laros, ditemukan bahwa secara geolologi, historis dan linguistic, Taurat tidak ditulis oleh Musa, akan tetapi dikerjakan oleh pendeta yang tidak dikenal namanya, yang ditulis berdasarkan apa yang di dengar dari riwayat-riwayat sebelum Babilionia.185 183 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52 Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004, hal 72 184 185 Ibid 99 Namun terlepas dari kontroversi penulisan Taurat, karena Taurat (asfar al-Khamsah) atau Kitab lima, telah disepakati sebagai bagian dari perjanjian lama, sehinga yang terpenting sebenarnya adalah mempertegas Taurat yang dimaksudkan. Jika Taurat yang dijumpai dalam referensi selain al-Qur'an, maka akan dijumpai Taurat yang sama sekali berbeda substansi kandungannya dengan Taurat yang diinformasikan secara orisinil di dalam al-Qur'an. Dalam kitab Taurat versi referensi non al-Qur'an, dikatakan bahwa Isi Taurat terdiri dari lima kitab (Sifr) yaitu; Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat, Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan. Agar lebih mendalam pemahaman kita tentang Taurat versi non al-Qur'an, maka berikut ini diuraikan mengenai kandungan lima kitab Taurat. 1. Kitab Kejadian Kitab Kejadian (al-Takwin), disebut dalam bahasa Yunani dengan kata "Genesis", sementara dalam bahasa Ibrani disebut " beresit" yang berarti "permulaan". Kitab ini disebut kitab "Penciptaan", karena kitab ini membuka catatan tentang penciptaan alam semesta. Juga berbicara tentang sejarah janji-janji tuhan sejak nabi Adam as diciptakan hingga masa nabi Yusuf as.186 Secara garis besar, kitab ini dibagi menjadi 2 bagian; a) sejarah permulaan manusia, yang terdiri dari 11 yaitu pasal 1 sampai pasal 11 186 Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya, hal. 88; lihat juga Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52; Ahmad Syalaby, Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 241 100 b) sejarah keturunan manusia, terdiri dari 28 pasal dari pasal 12 sampai pasal 50.187 Di dalam kitab inilah dikisahkan cerita tentang laki-laki dan perempuan pertama atau penciptaan manusia pertama, kisah Nuh as dan air bah, mengenai permulaan bangsa Yahudi dari masa Ibrahim as dan Sarah, Ya'kub dan keturunannya hingga Yusuf as dan keluarganya di Mesir.188 2. Kitab Keluaran (Khuruj) Kitab Keluaran (al-Khuruj), disebut juga dengan kitab Eksodus (exodus) atau hijrah. Dikatakan keluaran karena terkait dengan keluarnya bani Israel dari Mesir menuju Timur Yordania. 189 Kitab ini Terdiri dari dua bagian; a) sejarah bani Israel di Mesir, yang terdiri dari 15 pasal yaitu; dari pasal 1 sampai pasal 15 b) sejarah bani Israel di gurun sahara, padang pasir dari pasal 16 sampai pasal 185, dan Mengenai Musa di Padang pasir, Sinai, cerita tentang penerimaan Musa atas Taurat, hingga perjalanannya ke Tanah Suci di Palestina, terdiri dari 26 pasal, mulai dari pasal 19 sampai pasal 45. Dan, di di dalam kitab inilah disebutkan wasiat sepuluh atau sepuluh perintah Tuhan.190 187 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52 Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya, hal. 88; Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 53; Ahmad Syalaby, Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 241 189 Ahmad Syalaby, Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 241 190 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 53 188 101 3. Kitab Imamat (al-Ahbar) Kitab Imamat (Leviticus) atau al-Ahbar, yang juga disebut al- Lawiyyin, dan dalam bahasa Ibrani disebut Vayikra yang berarti "ia memanggil". Kitab ini pertama-tama dikenal sebagai kitab hukum dari para imam karena berisi hukum-hukum tentang kurban bianatang. Meski demikian tema pertama kitab ini adalah tentang kekudusan, hal mana kaum Yahudi dikenal untuk menjadi kudus karena Tuhan itu Kudus, Tuhan adalah Kudus.191 Kitab ini terdiri dari 27 pasal, masingmasing; dari pasal 1 sampai 7 berisi mengenai hewan kurban yang dikorbankan untuk ibadah; dari pasal 8 sampai 10 membahas mengenai pengangkatan pendeta Harun dan anak-anaknya; dari pasal 11 sampai 16 tentang tata cara bersuci dan hukum najis; dari pasal 17 sampai 26 membahas tentang upacara keagamaan di tempat peribadatan ( al- haekal); dan pasal 27 mengenai syarat-syarat hewan kurban, manusia yang dikurbankan dan kepemilikan.192 4. Kitab Bilangan (al-'Adad) Kitab Bilangan (numeral) ini, dalam bahasa Ibrani disebut Bemibdar, yang berarti "dalam kemurkaan". Disebut bilangan karena berisikan angka-angka tentang statistik bani Israel, baik dari sukunya, prajuritnya, hingga pada jumlah harta dan kekayaannya, seperti tertulis dalam pasal 1, 4 dan 26. Juga termaktub didalamnya mengenai jumlah 191 192 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 54 Ibid 102 hewan kurban dan pendistribusiannya.193 Tampaknya kitab ini menyempurnakan kandungan kitab Keluaran. 5. Kitab Ulangan (Tikrar) Pada awalnya kitab ini dinamai "Repetisi" atau pengulangan Taurat, karena banyaknya pengulangan di sana sini. Sebgai contoh, di dalam kitab inilah terjadi pengulangan tentang wasiat sepuluh atau sepuluh perintah Tuhan, sebagaimana juga termaktub di dalam kitab Keluaran, meskipun dalam bentuk yang sedikit berbeda uraiannya. Di dalam kitab inilah disebutkan mengenai perpisahan dan keutamaan nabi Musa as. disebutkan sebelum ia meninggal di bukit Muab. Para penterjemah Yunani menyebutkan bahwa dalam kitab ini secara berulang dikemukakan tentang syariat.194 Adapun kandungan Taurat menurut versi al-Qur'an dikemukakan garis-garis besar substansi kandungan Taurat yaitu; sebagai kitab, petunjuk, cahaya, hikmah, berita para nabi dan rasul di masa bani Israel dan yang akan datang hingga Muhammad; kumpulan hukum-hukum Alah, tentang makanan dan minuman; termaktub mengenai tauhid dan 193 194 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 55 103 keimanan, kepada Iman kepada Allah, rasul dan Kitab-kitabnya, dan sebagainya.195 Selanjutnya, jika dirujuk kepada al-Qur'an, maka kata Taurat disebutkan sebanyak 18 kali, baik yang Makiyyah maupun yang Madaniyyah. Sebanyak 6 kali di sebutkan di dalam surah ali-Imran, dan 7 kali di dalam surah al-Maidah, dan masing-masing di surah al-A'raf, al-Taubah, al-Fath, al-Shaf dan al-Jum'ah disebutkan hanya 1 (satu) kali. Keseluruhan ayat-ayat tersebut merupakan ayat-ayat Madaniyyah kecuali ayat yang di surah al-Fath merupakan surah Makiyyah.196 Disebutkannya secara berulang kata "Taurat" di dalam al-Qur'an menjadi indikasi kuat mengenai hubungan erat dan kesamaan ajaran dasar antara al-Qur'an dan al-Taurat. Agar lebih dipahami secara mendalam hubungan al-Qur'an dengan kitab Taurat, maka diperlukan uraian menyeluruh tentang katakata Taurat dan pemaknaannya di dalam al-Qur'an. Digunakan ayatayat al-Qur'an karena tidak tersedia kitab suci Taurat. Ayat-ayat yang perlu dikemukakan di sini tentang kata "Taurat" antara lain adalah sebagai berikut; 1. Pensifatan tentang keberadaan Muhammad sebagai penutup rasul di dalam kitab Taurat (dan Injil), sebagaimana difirmankan; 195 Ahmad Syalaby, Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 257 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar al-'Ulum, 2003, hal 60. 196 104 Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[574]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orangorang yang beruntung.197 Sebagaimana telah dikemukakan bahwa sikap obyektifitas alQur'an mengenai kitab-kitab suci sebelumnya, tercermin jelas dalam ayat di atas yang merupakan perspektifnya mengenai kandungan Taurat. Bahwa diantara mereka mengimani akan lahirnya rasul penutup sebagaimana terdapat di dalam kitab Taurat dan Injil. Ayat ini juga menegaskan seruan ajaran Taurat yang juga mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, mengharamkan yang buruk. menghalalkan yang baik dan Dengan demikian, kesejajaran Taurat dengan al-Qur'an dari aspek amar ma'ruf dan nahi mungkar secara jelas ditegaskan dalam ayat tersebut. 197 QS al-A'raf; 157 105 2. Pemberitaan tentang perkataan Nabi Isa as. kepada bani Israel tentang kerasulan dirinya, sebagaimana telah dinyatakan dalam kitab Taurat, difirmankan Allah; Artinya; Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."198 Ayat ini lebih tegas dari pada ayat sebelumnya. Jika yang pertama hanya mengindisikan mengenai Muhammad, namun dalam ayat ini secara tegas diberitakan akan kedatangan utusan Allah yang bernama Ahmad atau Muhammad Saw. dan secara runtut disampaikan oleh Isa as, kepada bani Israel akan kebenaran ajaran Injil, sebagaimana kebenaran ajaran Taurat mengenai perihal kedatangan rasul baru dan penutup yaitu Muhammad Saw. Yang menarik lagi dari ayat ini adalah bahwa sudah diprediksikan akan sikap orang-orang yang akan mengingkari keberadaan Muhammad, dengan menganggapnya sebagai sihir belaka. 198 QS. Al-Shaff; 6 106 3. Pengabaian orang-orang Yahudi terhadap Taurat, dapat dijumpai dalam firman Allah; Artinya; Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, Kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. 199 Ayat ini memberikan kesan kuat mengenai penentang Taurat dari kalangan Yahudi bani Israel, dengan mendustakan ayat-ayat Allah, padahal ayat-ayat Allah yang di dalam al-Qur'an adalah juga kebenaran sebagaimana kebenaran kitab Taurat. Karena itulah mereka digambar seperti keledai karena memandang Taurat itu sebagai beban, sehingga tidak diamalkannya. 4. Penyampaian Rasulullah kepada sahabatnya mengenai Taurat, dikemukakan dalam firman Allah; 199 QS. al-Jumu'ah; 5 107 Artinya; Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.200 Kebalikan daripada sifat ingkar, ayat ini menggambarkan sifat orang-orang Yahudi bani Israel yang memiliki sifat jihad dan pengasih dalam menyebarkan dakwah Taurat. Demikian halnya al-Qur'an menggambarkan Muhammad dan para pengikutnya melakukan jihad dalam berdakwah dengan tetap memiliki sifat kasih saying. 5. Janji Allah kepada mereka yang mengimani Taurat (selain alQur'an dan Injil), difirmankan Artinya; 200 QS. Al-Fath; 29 108 Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar. 201 Kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an masing-masing menjanjikan pahala dan balasan bagi mereka yang mengorbankan dirinya demi memperjuangkan agama Allah. Masing-masing kitab ini meyakinkan akan janji Allah yang selalu ditepati dalam kaitan dengan balasan dan ganjaran perbuatan hamba-Nya. 6. Firman Allah yang menyatakan bahwa kitab Suci Taurat, Injil dan al-Qur'an adalah sama-sama merupakan wahyu dari Allah, Dia berfirman; Artinya; Alif laam miim.. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan Sebenarnya; membenarkan Kitab yang Telah. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sebelum (Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir 201 QS. At-Taubah; 9; 111 109 terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).202 Ayat di atas menjelaskan hakikat dasar bentuk akidah, baik mengenai tauhid kepada Allah, mengimani kitab-kitab beserta para nabi dan rasul yang menerima wahyu. Bahwa Taurat dan Injil menjadi petunjuk bagi manusia, menjadi pembeda kebenaran dari kebatilan, sebelum datangnya al-Qur'an. Dengan demikian baik Taurat, injil maupun al-Qur'an seiring dalam kebenarannya. Ketiga kitab inilah yang menjadi pembeda atau yang dapat membedakan dengan kitab-kitab lainnya. 7. Ketika Allah mengutus Isa sebagai Nabi dan sebagai Rasul, yang akan mengajarkan kitab Taurat dan Injil, Allah berfirman; Artinya; Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah Hanya cukup Berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia. Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, hikmah, Taurat dan Injil.203 202 203 QS. Ali-Imran; 3; 1-4 QS. Ali-Imran; 3; 47-48 110 Ayat tersebut berusaha meyakinkan kepada pengikut Isa bahwa Maryam dapat melahirkan Isa as tanpa disentuh oleh lelaki. Hal ini merupakan kuasa Allah atas apa yang dikehendaki, meskipun banyak yang merasa heran, takjub dan memandangnya tidak masuk akal, termasuk Maryam sendiri yang berkata "bagaimana mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang lelaki?". 8. Ketika Allah mengutus Isa as. kepada bani Israel sebagai Rasul, dan Isa pun mengumumkan kepada mereka tentang dirinya, dan apa yang akan disampaikan Isa kepada bani Israel, Allah berfirman; Artinya; Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang Telah diharamkan untukmu, dan Aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) daripada Tuhanmu. Karena itu bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. 204. Sebagaimana di ayat nomor 2 di atas, di ayat ini, Isa as. juga menyampaikan pembenaran Injil atas Taurat kepada bani Israel, yaitu 204 QS. Ali-Imran;3 ; 50 111 Taurat yang mengajrakan apa-apa yang diharamkan Allah dan mengenai tanda-tanda kekuasaan Allah. 9. Ketika Ahlul kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani mendustakan Allah, dengan menyatakan bahwa Ibrahim adalah pengikut mereka, dan bahwa kitab Taurat dan Injil diturunkan sebelum Ibrahim as., Allah berfirman; Artinya; Hai ahli kitab, Mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. apakah kamu tidak berpikir? 205 Ayat ini mengkisahkan prilaku ahlul kitab di masa nabi Muhmmad Saw. Para ahlul kitab mengklaim bahwa Ibrahim adalah termasuk bagian dari golongannya. Padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah masa Ibrahim as. Artinya Taurat dan Injil tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengklaim kebenaran Ibrahim sebagai kebenarannya juga. Sebab, Taurat dan Injil tidak diturnkan pada masa Ibrahim. 10. Ketika Allah memastikan sikap dusta kaum Yahudi dalam soal penghalalan semua makanan bagi bani Israel, pada hal 205 QS. Ali-Imran;3 ; 65 112 demikian adalah sebelum Taurat diturunkan kepada mereka, Allah berfirman; Artinya; Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar".206 Ayat ini menceritakan kisah perbuatan bani Israel, mengenai ajaran Taurat yang diduga telah mengharamkan beberapa makanan, padahal yang diharamkan oleh mereka adalah klaim haram yang telah ada sejak sebelum Taurat datang. Maka itulah, Allah menantang orangorang bani Israel, untuk menghadirkan Taurat yang dimaksud telah mengharamkan makanan-makanan. Akhirnya praduga mereka terbongkar kemudian bahwa mereka telah mengada-ada dalam hal pengharaman makanan. 11. Ketika Allah membantah keinginan Yahudi di Madinah yang mengingkari Muhammad, dengan memandang bahwa kitab Taurat di tangan mereka, sementara mereka tidak menjalankan kandungan Taurat, Dia berfirman; 206 QS.Ali-Imran; 3; 93 113 Artinya; Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang didalamnya (ada) hukum Allah, Kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu)? dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman.207 Ayat ini menepis keinginan orang-orang Yahudi di Madinah yang menginginkan pemutusan perkara-perkaranya dilakukan oleh nabi Muhammad saw., padahal sebenarnya hukum-hukum perkara mereka telah ada di dalam Taurat. Mereka melakukan ini hanya sebagai sikap provokasi, sebab setelah mendengar putusan hukum dari Muhammad saw misalnya, dipastikan mereka tidak akan menjalankan juga. Juga, sekiranya mereka percaya dengan Muhammad saw., maka tentu saja mereka akan menjadi orang yang menjalankan kandungan Taurat dan Injil sebelumnya, sebelum menjalankan apa yang datang dari nabi Muhammad saw. 12. Ketika Allah menurunkan kitab Taurat berikut sifat-sifat dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, Dia berfirman; 207 QS. Al-Maidah;5 ;43 114 Artinya; Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayatayat-Ku dengan harga yang sedikit. barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.208 Ayat yang merupakan lanjutan ayat sebelumnya ini, menegaskan kandungan Taurat yaitu petunjuk dan cahaya Allah. Yaitu petunjuk menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan, sedangkan Cahaya disini adalah syariat Allah yang akan menerangi kehidupan manusia. Maka itu diharapakan para nabi, orang Yahudi beriman dan pendeta-pendeta (rahbaniyyin) dapat menjadi saksi dengan memberikan keputusankeputusan perkara hukum, sebagai petunjuk dan penerang bagi kehidupan. 13. Ketika Allah menetapkan bahwa Nabi Isa as. adalah utusan Allah kepada bani Israel, yang datang untuk membenarkan 208 QS. Al-Maidah;5 ;44 115 kitab Taurat yang diturunkan sebelumnya, sebagaimana difirmankan; Artinya; Dan kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. dan kami Telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.209 Di dalam ayat ini disebutkan dua kali kata Taurat. Yang pertama sebagai kebenaran Taurat atas persaksian Isa as. Kata Taurat yang kedua adalah persaksian Injil atas kebenaran Taurat, yang mengandug petunjuk dan cahanya. Kemudian di dalam ayat ini digunakan kata Mushaddiq (pembenar), ini juga di karenakan pelaku pembenar yang berbeda yaitu pembenar yang dilakukan Isa, karena memerintahkan kepada umatnya agar menerapkan kandungan Taurat, dan pembenar yang kedua adalah wahyu yang termaktub di dalam Injil mengenai kebenaran Taurat. 14. Ketika Allah memberikan hukuman atas pengingkaran Ahlulkitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, karena tidak 209 QS. Al-Maidah;5 ;46 116 ingin mengamalkan kandungan Taurat dan Injil, yang sekiranya mereka mengamalkannya maka akan memperoleh nikmat-nikmat Allah, sebagaimana difirmankan; Artinya; Dan sekiranya ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. diantara mereka ada golongan yang pertengahan. dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.210 Ayat ini mengkhitab ahlul kitab, baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani di masa Muhammad Saw. Kepada mereka dijanjikan penghapusan atas kesalahan-kesalahannya kalau seandainya mereka beriman dan bertakwa, sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Muhammad dimasa dimana mereka hidup. Oleh karena itu, dalam ayat selanjutnya ditegaskan kembali bahwa jika sekiranya mereka mengamalkan apa yang terkandung di dalam Taurat, Injil dan kitabkitab wahyu lainnya maka tentu mereka akan memperoleh karunia dari langit dan bumi. Dalam konteks ini pula, golongan Yahudi dan Nasrani 210 QS. Al-Maidah;5 ; 65-66 117 diklasifikasikan oleh ayat ini menjadi dua golongan, yaitu; golongan yang pertengahan, dan ini golongan minoritas; kemudia golongan mayoritas adalah mereka yang amat buruk prilakunya, yaitu tidak beriman, tidak bertakwa, dan tidak mengamalkan kandungan Taurat, Injil, al-Qur'an dan kumpulan wahyu-wahyu Allah lainnya. 15. Ketika Rasulullah diperintahkan Allah menasehati kaum Yahudi bahwa mereka tidak akan memperoleh sesuatu kecuali jika mereka menegakkan apa yang terdapat dalam kitab Taurat dan Injil, Allah berfirman; Artinya; Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.211 Ayat ini menjelaskan kepada kitab bahwa golongan Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani – sebagaimana seruan Allah melalui lisan Muhammad saw, - adalah golongan yang tidak akan dipandang sebagai orang yang 211 beragama, sedikitpun, sampai mereka mau QS. Al-Maidah;5 ;68 118 mengamalkan Taurat, Injil dan al-Qur'an. Ayat ini juga mengindikasikan kesedihan Muhammad saw., akan apa yang akan disampaikannya kepada golongan ahlul Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, namun Allah menegaskan kepadanya agar tidak bersedih dengan prilaku kedurhakaan para ahlul kitab terhadap Taurat, Injil dan al-Qur'an. 16. Ketika Nabi memperoleh Isa difirmankan nikmat Allah di padanya Akhirat bahwa mereka sebagaimana ia diberikan nikmat di dunia berupa pengajaran tentang al-kitab, hikmah, Taurat dan Injil, Allah berfirman; Artinya; (ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (Ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, Kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (Ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati 119 dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata".212 Ayat ini berisi kisah yang mengilustrasikan hubungan Isa as dengan bani Israel, dimana kepada diri Isa as ditunjukkan kelebihankelebihan berupa mukjizat dari Allah yaitu; kemampuan menyembuhkan orang sakit hingga kepada kemampuan menghidupkan orang mati. Mukjizat lain adalah berupa ilmu yang diberikan Allah yaitu nikmat kemampuan tulis menulis, hikmah, dan Taurat serta Injil. Hal lain, sebagaimana Isa dilahirkan tanpa ayah juga merupakan karunia dan mukjizat dari Allah. Demikian halnya dengan kemampuan Isa as – melalui malaikat jibril (ruh al-qud) - berbicara sejak masih dalam buaian, sehingga di waktu dewasa dapat berbicara. Keseluruhan ayat-ayat di atas merupakan bentuk pengakuan dan penegasan al-Qur'an atas kebenaran kitab suci Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa as.. Artinya, bahwa relevansi dan hubungan ajarannya memiliki kesamaan sifat yaitu berkedudukan sebagai wahyu Allah dan sebagai kebenaran mutlak. Ayat-ayat di atas juga telah menjelaskan dengan menggunakan metode dialog yang terjadi antara 212 QS. Al-Maidah;5 ; 110 120 para nabi dan rasul utusan Allah dengan umat dan kaumnya yang sama sekali tidak mengindahkan Taurat, Injil dan al-Qur'an. Di sisi lain, sehubungan dengan ayat-ayat yang telah dikemukakan di atas mengenai relevansi kuat antara Taurat dan alQur'an, kembali dipertanyakan sebagian kalangan bagaimana keterangan orisinalitas informasi dan catatan tentang Taurat yaitu isi dan kandungan ajaran yang sebenarnya, sebagaimana wujud kitab suci alQur'an saat ini?. Apakah Taurat yang dimaksudkan di dalam al-Qur'an atau yang diturunkan kepada Nabi Musa as, juga seperti Taurat yang biasa diklaim oleh kaum Yahudi masa kini, dengan nama al-'Ahd al- Qadim (perjanjian lama) sebagai kitab suci? Mengenai hal tersebut, meskipun telah dijelaskan dalam bagian A bab ini, namun kembali akan dikaji dan dianalisa lebih mendalam dalam bab empat penelitian ini, namun sebagai komentar awal perlu dikemukakan dalam sub bab pembahasan ini bahwa kitab Taurat yang terdapat di dalam berberapa kitab yang diyakini kebenarannya sebagai wahyu Allah oleh kaum Yahudi seperti Talmud dan perjanjian lama, demikian halnya dalam ajaran protokolat mereka adalah palsu dan bukan wahyu Allah. Yang benar bahwa kitab Taurat yang sesungguhnya adalah kitab yang ajaran-ajarannya terdapat di dalam kitab suci Injil maupun kitab suci al-Qur'an. 121 B. KESAN POSITIF TENTANG YAHUDI DALAM AL-QUR'AN Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa di dalam alQur'an terdapat beberapa lafazh yang menunjuk pada komunitas Yahudi yaitu al-Yahud, Yahudiyyan, Huuudan, Hadu, bani Israel dan Ahl al- Kitab dan sebagainya. Namun demikian, dari semua term-term yang digunakan di dalam al-Qur'an, untuk hal yang menunjukkan kesan atau yang berkonotasi positif hanya terbatas pada kata-kata tertentu seperti lafazh haadu dan bani Israel. berikut ini akan diuraikan lafazh-lafzah yang menunjuk pada arti kaum Yahudi, yang kadang disebutkan dalam golongan orang-orang beriman, dan kadang disebutkan baik dengan orang beriman maupun dengan pelaku-pelaku syirik, namun tetap bermakna positif, karena tidak diikuti dengan kalimat ayat tentang kepastian siksa. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut; 1. Untuk penggunaan lafazh Haaduu yang bermakna positif di dalam al-Qur'an dapat dijumpai antara lain adalah; Pertama, di dalam surah al-Baqarah, ayat 62; Artinya; Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian 122 dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Bunyi ayat ini hampir sama dengan bunyi surah al-Maidah ayat 69, pada ayat 69 ini tidak terdapat kalimat falahum ajruhum 'inda rabbihim, sedangkan di ayat di atas terdapat kalimat itu. Kemudian di ayat 69 al-Maidah menggunakan fa laa khaufun, sedangkan di ayat di atas menngunakan wa laa khaufun. Lafazh Haadu di sini, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli tafsir, adalah mereka dari kalangan Yahudi yang beriman kepada Musa as dan ajarannya. Sayyid qutb menafsirkan allazhina Haaduu, dapat bermakna dua ; "orang-orang Yahudi yang kembali kepada ajaran kebenaran yaitu kepada Allah" dan ; "anak keturunan Yahuza". 213 Karena itu dalam akhir uraiannya menafsirkan ayat ini ia berkata; bahwa siapapun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan mengerjakan amal shaleh, maka mereka semuanya akan memperoleh ganjaran dari Allah, sehingga mereka tidak perlu takut dan bersedih. 214 Dengan demikian lafazh Haaduu pada ayat di atas, berkonotasi positif, yang menunjuk pada orang-orang Yahudi yang beriman. Dengan demikian, orang-orang Yahudi sekalipun, jika beriman kepada Allah, hari akhirat dan mengerjakan amal shaleh, maka mereka akan memperoleh ganjaran di sisi Allah. Ini menunjukkan bahwa pemikiran 213 Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, jilid 1, juz. 1, hal. 75 214 Ibid 123 dari orang-orang Yahudi beriman kepada Allah, dapat dijadikan sebagai pedoman dan ajaran dalam kehidupan beragama. Kedua, di dalam surah al-Hajj, ayat 17 Artinya; Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi Keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. Ayat ini memberikan kesan pertengahan, sebab golongan Yahudi disejajarkan dengan orang-orang beriman, namun juga dengan orangorang Majusi dan pelaku syrik, dimana golongan-golongan ini akan diberikan keputusan terakhir di akhirat nanti. Artinya, kejelasan status hukum orang Yahudi pada kata Haadu di dalam ayat ini, bahwa mengenai mereka akan diputuskan di akhirat nanti. Berbeda dengan ayat pembahasan sebelumnya, yang memastikan akan ganjaran kepada orang-orang Yahudi beriman. 2. Penggunaan lafazh Hudna, yang oleh penafsir dan ahli bahasa menunjuk pada arti 'kaum Yahudi yang bertaubat' dan menunjukkan makna positif dapat di jumpai dalam satu tempat di dalam al-Qur'an yaitu pada surah al-A'raf, ayat 156; 124 Artinya; Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia Ini dan di akhirat; Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayatayat kami". Kata Hudna pada ayat ini dengan jelas diartikan sebagai pernyataan taubat atau kembali kepada jalan Allah, sebagaimana dalam kalimat "Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau". Ayat ini merupakan bagian dari rangkaian kisah nabi Musa bersama kaumnya yang diabadikan di surah al-Maidah dari ayat 103 sampai ayat 171. Sebagaimana diketahui bahwa di ayat 159 surah al-Maidah ini juga dinyatakan bahwa "dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk dengan haq (kebenaran) dan dengan itulah mereka menjalankan keadilan". Demikianlah uraian tentang lafazh-lafazh yang berakar kata Ha- wa-da, yang berkonotasi positif didalam al-Qur'an yaitu Haadu dan Hudna. Adapun lafazh-lafazh yang tidak menggunakan lafazh dengan akar kata Ha-wa-da namun dengan maksud yang serupa yang secara tidak langsung menunjuk juga kaum Yahudi, namun bermakna positif 125 dapat dijumpai dalam lafazh bani Israel, beberapa firman Allah itu antara lain adalah sebagai berikut; 1. Di dalam surah al-Baqarah, ayat 122; Artinya; Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang Telah Kuanugerahkan kepadamu dan Aku Telah melebihkan kamu atas segala umat. 2. Di dalam surah al-Baqarah, ayat 211; Artinya; Tanyakanlah kepada Bani Israil: "Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran) yang nyata, yang Telah kami berikan kepada mereka". dan barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, Maka Sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya. 3. di dalam surah as-Sajdah, ayat 23-24; Artinya; Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), Maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (AlQuran itu) dan kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi 126 Bani Israil. Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpinpemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar[1195]. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami. 4. di dalam surah al-Dukhan, ayat 30-33; Artinya; Dan Sesungguhnya telah kami selamatkan Bani Israil dari siksa yang menghinakan. dari (azab) Fir'aun. Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas. Dan Sesungguhnya telah kami pilih mereka dengan pengetahuan (kami) atas bangsa-bangsa. Dan kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata 5. di dalam surah al-Jatsiyah, ayat 16-17; Artinya; Dan Sesungguhnya Telah kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). Dan kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama); Maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan Karena kedengkian yang ada di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu berselisih padanya. 127 6. di dalam surah al-A'raf, ayat 137; Artinya; Dan kami pusakakan kepada kaum yang Telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah kami beri berkah padanya. dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Demikian beberapa konsep dasar pemikiran Yahudi yang direkam di dalam al-Qur'an, melalui akar-akar historis pemikiran Yahudi di masa lampau, menjadikan kondisi Yahudi-Yahudi di masa modern dapat dilacak dan diruntut baik secara teologis, historis maupun sosiologis dan fenomenologis. C. KESAN NEGATIF PEMIKIRAN KAUM YAHUDI DALAM AL-QUR'AN 1. Lafazh-lafazh Haaduu yang menunjuk pada kaum Yahudi dan berkonotasi negatif (sumbang) di dalam al-Qur'an, selain lafazh yang bermakna positif, sebagaimana telah dikemukakan pada bagian B di atas adalah sebagai berikut; Pertama, di dalam surah an-Nisa, ayat 46 yaitu; 128 Artinya; Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. mereka Berkata : "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. dan (mereka mengatakan pula) : "Dengarlah" sedang kamu Sebenarnya tidak mendengar apa-apa. dan (mereka mengatakan) : "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. sekiranya mereka mengatakan : "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, Karena kekafiran mereka. mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. Kedua, Surah an-Nisa, ayat 160 yaitu; Artinya; Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Ketiga, surah al-Maidah, ayat 41 yaitu; Artinya; Hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orangorang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu 129 diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:"Kami Telah beriman", padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataanperkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan Ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan Ini Maka hati-hatilah". barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. Keempat, di dalam surah al-An'am, ayat 146, yaitu Artinya; Dan kepada orang-orang Yahudi, kami haramkan segala binatang yang berkuku, dan dari sapi dan domba, kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan Sesungguhnya kami adalah Maha benar. (al-An'am; 146) Kelima, di dalam surah al-Nahl, ayat 118, yaitu; Artinya; 130 Dan terhadap orang-orang Yahudi, kami haramkan apa yang Telah kami ceritakan dahulu kepadamu; dan kami tiada menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. Keenam, di dalam surah al-Jumu'ah, ayat 6; Artinya; Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa Sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, Maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar". 2. Lafazh Huudan yang bermakna negative atau bernada sumbang, dapat ditemukan antara lain adalah sebagai berikut ; Pertama, di dalam surah al-Baqarah, ayat 111 yaitu Artinya; Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". Kedua, di dalam surah al-Baqarah, ayat 135 Artinya; 131 Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk". Katakanlah : "Tidak, melainkan (Kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik". Ketiga, di dalam surah al-Baqarah Juga, ayat 140; Artinya; Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah[92] yang ada padanya?" dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. 3. Lafazh-lafazh al-Yahud, dapat dijumpai antara lain adalah sebagai berikut : Pertama, seruan agar tidak mengikuti langkah-langkah dan jejak ajakan orang-orang Yahudi (dan Nasrani), dapat dijumpai di dalam surah al-Baqarah, ayat 120; Artinya; Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan 132 Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. Dalam penafsiran ayat di atas ditemukan sejumlah makna tentang kata "millat" di dalam ayat sehingga dalam penafsirannya terdapat perbedaan. Namun secara umum memaknai sebagai agama, hal ini dapat dijumpai misalnya dalam beberapan tafsir antara lain adalah tafsir Fi Zhilal al-Qur'an, dan sebagainya. Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya " Fi Zhilal al-Qur'an" bahwa inti ayat ini adalah tentang perseturuan akidah. 215 Sayyid qutb tidak menjelaskan makna kata "millat"216 secara khusus dalam ayat ini, namun di ayat yang lain ketika menjelaskan makna " millat" misalnya di dalam ayat 130 surah al-Baqarah,bahwa "millat" Ibrahim adalah agama Islam dalam ungkapannya "hazihi hiya millat ibrahim, al-Islam al- Khalish al-Sharih…" (inilah millat Ibrahim yaitu al-Islam yang sesungguhnya.217 Ini mengindikasikan bahwa makna "millat" di sini 215 Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya "Fi Zhilal al-Qur'an", hal 108, Kairo, dar al-Syuruk, cet 32, 2004, Jilid 1, Juz 1, hal 108 216 Di dalam kitab al-Ta'rifat, karya al-Jurjani dikatakan bahwa "al-Din" dan kata "al-Millat" satu makna dalam zatnya. Namun dalam pengungkapan terdapat perbedaan, dimana dari segi makna ketaatan ia disebut " diinan", sedangkan dari segi penggabungan disebur "Millat". Ada pendapat yang mengatakan bahwa kata "al-Din dinisbahkan kepada Allah, sedangkan kata "al-Islam" dinisbahkan kepada Rasulnya. Al-Jurjani, al-Ta'rifat, Kairo, Dar al-Rasyad, tth., hal. 117-118. Makna yang serupa dijumpai dalam kitab "Mufradat li al-fazh al-Qur'an" karya al-Raghib al-Ashfahani, yang mengatakan bahwa "al-Millat" seperti "al-Din" yaitu sebagai nama terhadap sesuatu yang disyariatkan Allah melalui lisan para Nabi agar kembali sampai kepada Allah. Ia menambahkan pula bahwa perbedaannya bahwa kata " al-Millat" tidak digandengkan kecuali kepada Nabi disandarkan, dan tidak digunakan kecuali disandarkan kepada syariat Allah. Al-Raghib, al-Mufradat li Alfazh al-Qur'an, hal. 773 217 Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya "Fi Zhilal al-Qur'an", hal. 115 133 adalah agama218, meskipun kata "Islam" sendiri memiliki makna yang beragam. Dalam tafsir Departemen Agama sendiri dengan jelas diartikan kata "al-Millat" sebagai agama, sebagaimana kita lihat dalam terjemahan di atas bahw "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka". Dengan demikian, mayoritas ahli tafsir cendrung mengartikan kata "al-Millat" sebagai agama. Kedua, orang-orang Yahudi yang meklaim diri dan kaum mereka sebagai anak-anak Allah dan kesasih-Nya, dikemukakan di surah alMaidah, ayat 18; Artinya; Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu). 218 Unsur-unsur atau pilar-pilar agama sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Ibrahim al-Fayyumi adalah Allah, Rasul dan Manusia. Allah dalam pandangan agama meliputi unsur Esa, Suci, dan Pencipta. Sedangkan rasul dalam pandangan agama meliputi masnusia, wahyu dan mukjizat. Sementara manusia meliputi materi, ruh dan hubungan-hubungan. Lihat Ibrahim al-Fayyumi, Muhadharah fi manhaj al-Din al-Muqaranah, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamy, 1996, hal 16. 134 Ketiga, Larangan Allah untuk menjadikan kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin (wali), dan ancaman Allah terhadap mereka yang menjadikan sebagai pemimpin (wali), dapat ditemukan di dalam Surah al-Maidah, ayat 51; Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpinpemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Keempat, anggapan, keyakinan serta klaim kaum Yahudi bahwa tangan Allah telah terbelenggu, padahal tidak demikian adanya, dapat ditemukan di dalam surah al-Maidah, ayat 64; Artinya; Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu. 135 (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. Kelima, sikap orang Yahudi sebagai golongan yang paling keras dan kasar memusuhi orang-orang yang beriman kepada Allah, dapat dijumpai di dalam surah al-Maidah, ayat 82 Artinya; Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orangorang Yahudi dan orang-orang musyrik. dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami Ini orang Nasrani". yang demikian itu disebabkan Karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendetapendeta dan rahib-rahib, (juga) Karena Sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri. Keenam, Saling mengklaim kebenaran antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani mengenai siapa putra Allah. Pihak Yahudi memastikan Uzair sebagai putra Allah, dan pihak Nasrani al-Masih adalah putra Allah, ditemukan di dalam surah al-Taubah, ayat 30; 136 Artinya; Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orangorang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? 4. Lafazd Yahudiyan di dalam al-Qur'an, hanya dijumpai dalam satu tempat yaitu di dalam surah al-Imran ayat 67; Artinya; Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. Demikianlah uraian mengenai konsep-konsep dasar tentang Yahdui di dalam al-Qur'an, yang digali dari akar kata Ha-wa-da, baik dalam bentuk pola kata; Haadu, Huudan, Yahudiyan dan al-Yahud yang berkonotasi negatif. Selanjutnya, untuk memerdalam dan memperluas kajian ini maka perlu disempurnakan pembahasan ini dengan mengungkap bentukbentuk lafazh lain di dalam al-Qur'an yang secara tidak langsung menunjuk pada komunitas Yahudi, dan kandungannya bersifat atau 137 berkonotasi negatif, seperti kata ahl-kitab219dan sebagainya. Sebab sebenarnya lebih dari sepertiga kisah di dalam al-Qur'an adalah kisah para nabi dan rasul sebelum Muhammad yang hampir keseluruhannya adalah dari kalangan atau keturunan bani Israel. 219 Mengenai ahl al-Kitab secara baik dan runtut diuraikan dalam penelitian disertasi, oleh Muhammad Ghalib M, dengan judul "wawasan al-Qur'an tentang ahl alKitab" pada tahun 987. Yang kemudian diterbitkan dalam edisi buku berjudul " Ahl alKitab; Makna dan Cakupannya", oleh Penerbit Yayasan Paramadina, di Jakarta, pada tahun 1998. 138 BAB IV KONSEP TEOLOGI YAHUDI DALAM PANDANGAN AL-QUR'AN Keseluruhan teori-teori dan konsep-konsep pemikiran teologi Yahudi di dalam al-Qur'an yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah dalam kerangka tinjauan historis, komparatif dan teologis. kerangka historis merupakan suatu keniscayaan, karena interaksi nabi Muhammad dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani di masa awal Islam. Dalam kerangka komparatif dimaksudkan sebagai perbandingan antara teologi kaum Yahudi/bani Israel di masa awal dengan teologi Yahudi yang sampai kepada Muhammad, dan dalam kerangka teologis, yang memang merupakan fokus penelitian ini, sebagai upaya mengungkap orisinalitas teologi Yahudi. Teologi Yahudi terjelaskan secara universal sejak al-Qur'an sempurna diturunkan yang ditandai dengan wafatnya nabi Muhammad Saw., sebagai konsekuensi logis diresmikannya menjadi kitab suci terakhir dan Muhammad sebagai nabi dan rasul penutup yang mendapat tugas menyampaikannya. Islam berpandangan bahwa aspek-aspek keimanan itu secara teknis teologis, disebut sebagai arkan al-Iman (pilar-pilar keimanan), yang didasarkan pada al-Qur'an. Sebagaimana dinyatakan di dalam 139 Surah an-Nisa ayat 136, meliputi keimanan kepada Allah, kepada kitabkitabnya, malaikat, rasul-rasul dan iman kepada hari Akhir.220 Aspekaspek keimanan tersebut tidak saja menjadi paradigma keimanan bagi Islam akan tetapi juga bagi agama samawi lainnya yaitu agama Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, pada dasarnya setiap kali dilakukan pengkajian dan penelitian tentang teologi Yahudi, tidak akan terlepas oleh wawasan teologi Kristen maupun Islam.221 Tiga agama samawi tersebut, masingmasing pada dasarnya memiliki konsepsi teologi yang bersumber pada keesaan Tuhan yaitu Allah Swt yang Esa. Selain itu, teologi kenabian dan teologi kitab sucinya serta hari akhirat dengan segala implikasinya, masing-masing merupakan suatu kesatuan teologis.222 Artinya, kesinambungan dan mata rantai kebenaran teologi 'Yahudi', 'Nasrani' dan "Islam" dipastikan tidak terbantahkan lagi. 220 Umumnya para mufasssir klasik maupun modern ketika menafsirkan ayat yang tertera pada surah an-Nisa ayat 136, menginterpretasikan sebagai pilar-pilar keimanan yang kokoh. 221 Teolgi Yahudi dengan teologi Islam, Yahudi dengan Kristen dan Kristen dengan Islam, adalah tema-tema teologis yang selalu memerlukan sikap kebijaksanaan dari masing-masing pihak. Mempertahankan teologi masing-masing sebagai kebenaran bukanlah sikap fanatisme, akan tetapi lebih pada ungkapan ekspresi teologis, dan hanya dengan sikap keteguhan dan kekokohan (sebagai ganti dari kata fanatisme) dalam beraqidah, beragama, dan bertauhid akan memperjelas permasalahan teologis yang dianut oleh umat manusia. Tanpa kejelasan dan ketegasan teologis setiap agama, justru akan memperumit permasalahan keberagamaan dan toleransinya dalam kehidupan ini. 222 Al-Qur'an secara lugas dan jelas, menyatakan bahwa teologi Ibrahim, Musa, Ya'qub, hingga Isa dan Muhammad adalah sama persis yaitu teologi keesaan Allah. Hal ini tampak dalam surah-surah seperti QS. Al-Baqarah;2 ; 213, QS. An-Nisa; 4; 136137, 150-152 dan 163-164, QS. al-An'am; 7; 84-86, QS. Asy-Syuara; 26; 16-17, QS. Az-Zumar; 39; 65, QS. Asy-Syuraa; 42; 13, QS. al-Hadid; 57; 25, dan sebagainya. 140 Klaim teologi Yahudi berawal dari kisah mengenai tokoh yang dijadikan sebagai bapak leluhur Israel – sebagaimana Islam dan Kristen – yaitu Abraham (Ibrahim as.). Namun kisah-kisah tentang Ibrahim yang terdapat di dalam kitab perjanjian lama, sebagaimana dikutip oleh Adian Husain dari David F. Hinson, bahwa cerita-cerita tentang Ibrahim bukanlah kisah melainkan legenda, yang ditulis beberapa abad setelah meninggal Ibrahim.223 Akidah murni bangsa Israel adalah beriman kepada Allah Yang Maha Esa, beriman kepada malaikat, beriman kepada rasul, kitab dan hari Akhir, dan juga beriman kepada apa yang berhubungan dengan pahala dan dosa.224 Dasar-dasar akidah murni ini dapat dicermati di dalam al-Qur'an, terutama melalui kisah nabi Ibrahim as, dan nabi-nabi setelahnya, bahkan sejak nabi Adam as.225 Islam sendiri, melalui konsepsi al-Qur'an telah merangkum kisah teologi bangsa Yahudi (di samping Nashrani), baik melalui wahyuwahyu yang diturunkan di Mekah maupun di Madinah. Surah-surah Makiyyah berbicara tentang Bani Israel, masing-masing di Surah alA'raf, Yunus, al-Isra', Thaha, al-Syu'ara', al-Qashash, Ghafir dan alDukhan. Sementara surah-surah Madaniyah, masing-masing adalah surah al-Baqarah, Ali-Imran, al-Maidah, al-Mujadalah, al-Hasyr, al- 223 Adian Husain, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen dan Islam, Op.cit, 224 Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Op.cit, hal. 109 Mengenai ini dapat ditelaah di dalam surah al-An'am ayat 79-86 hal. 25 225 141 Shaff dan al-Jum'ah.226 Dengan demikian konsepsi pemikiran teologi Yahudi di dalam al-Qur'an banyak ditemukan terutama melalui kisahkisah perseteruan kaum Yahudi dengan para nabi dan umat-umat beragama yang lain atau bangsa lain. Dari segi sumber-sumber pemikiran teologi Yahudi secara umum, sebagaimana ditulis oleh Ahmad Muhammad Zayed, bahwa sumbersumber rujukan akidah dan pemikiran Yahudi adalah kitab Taurat, Talmud dan Protokolat.227 Sementara itu, Ahmad Syalaby, juga menagatakan bahwa sumber pemikiran Yahudi adalah al-'Ahd al-Qadim, Talmud dan Protokolat.228 Anwar al-Jundi menambahkan sumber lain yaitu rihlat al-Syatat (kitab sejarah hitam bangsa Yahudi).229 Artinya, dari sumber-sumber ini akan diketahui dasar-dasar akidah dan pemikiran Yahudi dalam beragama dan keberagamaannya. Dan dengan demikian, akan diketahui apakah terdapat hubungan logis antara teologi dalam versi kitab-kitab pegangan mereka dengan kitab al-Qur'an yang banyak memuat kisah-kisah teologi Yahudi. Kisah-kisah itu adalah baik ketika berhadapan dengan nabi dan rasul di masa bani Israel, maupun di masa nabi Isa as. dan lebih lagi, di masa nabi Muhammad Saw. 226 Al-Raghib al-Ashfahani Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'Alaqat baena al-Yahud wa alNashara, wa atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, dar al-Ma'aly, 2000, hal 54. 228 Ahmad Syalby, al-Yahudiyyat, hal. 237 229 Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'alaqat baena al-Yahud wa alNashara, wa atsaruha li al-'Alam al-Islamy, Amman, dar al-Ma'aly, 2000, hal. 54 227 142 Berikut ini uraian secara deskriptif dan mendalam mengenai teologi Yahudi terhadap pilar-pilar keimanan – sebagaimana menjadi pilar-pilar keimanan bagi agama lain – mereka tentang Tuhan, kitab suci, rasul dan hari kiamat dalam perspektif al-Qur'an, dengan membagi ke dalam sub dan sub-sub bahasan yang relevan dengan fokus penelitian. A. PANDANGAN TEOLOGI YAHUDI TENTANG TUHAN 1. Teologi Ketuhanan Dalam Kitab-Kitab Yahudi Secara umum, konsep Yahudi yang sangat penting – selain tentang konsep masyarakat Yahudi – adalah dan utama adalah Tuhan. Oleh karena itu, gerakan mistik menegaskan bahwa Tuhan dan Taurat adalah satu.230 Konsep tentang Tuhan di dalam tradisi Yahudi sangat banyak ditemukan kontroversi dam paradoksal mengenai keterangan yang diperoleh – terutama dalam karya-karya buku dan penelitian yang berusaha mempertemukan kesamaan dan kebenaran semua agama dewasa ini -, namun dalam penelitian ini hanya akan dikemukakan beberapa bagian penting saja, namun refresentatif untuk memaknai Tuhan dalam tradisi Yahudi baik di masa klasik maupun modern. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa kaum Yahudi memiliki beberapa kitab yang dipedomani sebagai kitab suci, seperti 230 Wilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, Jakarta, Teraju, 2005, hal 158 143 Taurat, Talmud, Perjanjian lama dan Protokolat. Kitab Taurat lima menggambarkan Tuhan dalam bentuk manusia. Oleh Karena itu Tuhan digambarkan sebagai yang berjalan di antara awan, melewati sekelompok bangsa Israel. Nama Tuhan kaum Yahudi sebagaimana dikatakan di dalam berbagai kitab-kitab dalam bahasa latin mereka ialah Yahwe atau YHWH. Kata "Yahwe" digunakan sebagai salah satu nama yang ditujukan kepada Tuhan dalam Al-kitab Yahudi.231 Term YHWH juga digunakan oleh sebagian penulis untuk maksud yang sama yang berarti tuan, yaitu Tuhan.232 Penulisan kata Tuhan mereka memiliki sifat-sifat, sebagaimana sifat yang dimilili oleh manusia. Tentang ke-Esa-an Tuhan dalam kitab Syema233, sebagaimana termaktub di dalam kitab Ulangan 6;4, dikatakan bahwa " Dengarlah, hai anak Israel; Tuhan itu Allah kita, Tuhan Itu Esa , kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu". Kalimat ini juga dijumpai dalam Markus 12; 28-29 ungkapan Yesus yang menyatakan "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai anak Israel; Tuhan itu Allah kita, Tuhan Itu 231 Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, proses Terbentuk dan Pengaruhnya, Jakarta, Kanisius, 2006, hal.160 232 Kata ini digunakan oleh Thomas McElwain, sebanyak lima kali, di dalam bukunya berjudul Islam in The Bible, yang diterjemahkan bebas dalam bahasa Indonesia, "Bacalah Bible". Lihat Thomas McElwain, Bacalah Bible, Jakarta, Citra, 2006, hal. 51, 53, 55, 119 dan 279 233 Syema atau Shema adalah term yang digunakan untuk sebuah pernyataan tentang persatuan Tuhan, diambil dari alkitab Ibrani, digunakan sebagai bagian dari perayaan Liturgi. Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, proses Terbentuk dan Pengaruhnya, Jakarta, Kanisius, 2006, hal.159 144 Esa".234 Inilah antara lain yang membantah anggapan penuhanan diri Yesus oleh kalangan Nasrani. Sementara itu, tentang sifat-sifat Tuhan di dalam kitab Talmud, dinyatakan bahwa Tuhan adalah serupa dengan sifat manusia; ia memiliki sifat cinta, marah, benci, tertawa, menangis, memakai pakaian, duduk di atas arsy dan dikelilingi para malaikat, dan mempelajari Taurat 3 kali dalam setiap hari.235 Dalam Kitab Eksodus, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syalaby, mengemukakan beberapa point tentang sifat tuhan yaitu bahwa Yahweh tidak mengakui dirinya sebagai yang Maha Tahu, ia meminta kepada bangsa Israel untuk memberi petunjuk kepadanya. Yahweh juga tidak ma'shum (terbebas dari kesalahan). Yahweh adalah tuhan yang sangat garang, penghancur dan terlalu panatis kepada umatnya, sebab ia bukanlah Tuhan untuk semua bangsa, akan tetapi tuhan bagi bangsa Israel saja, sehingga Tuhan Yahweh adalah musuh bagi tuhan-tuhan yang lain, sebagaimana Israel adalah musuh bagi bangsa-bangsa yang lain. Tuhan Yahweh juga mengajarkan mencuri.236 J. Shotweil menyatakan, seperti dikutip oleh Ahmad Syalaby, bahwa pada awal kemunculan bangsa Yahudi, mereka adalah bangsa 234 Jerald F. Dirks, Abrahamic Faith, op.cit, hal.68; bandingkan dalam Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, proses Terbentuk dan Pengaruhnya, Jakarta, Kanisius, 2006, hal.63 235 Kamil Sa'fan, al-Yahudu wa Saraadiib al-Giituu ila Maqashiir al-Faatiikan, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth, hal.37 236 Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Op.cit. hal 155-156 145 yang nomad, yang didominasi oleh pemikiran-pemikiran primitif seperti ketakutan pada makhluk-makhluk halus dan kepercayaan pada ruh-ruh. Mereka juga dikenal sebagai penyembah batu-batuan, domba dan pepohonan.237 Mereka menyembah patung, matahari, bulan dan bintang. Gustavo Labon menyebutkan bahwa penyembahan matahari, bulan dan bintang berlangsung di sepanjang abad umat Suriyah, terutama dilakukan oleh anak bani Israel.238 Orang Yahudi juga sangat tamak dengan harta, sampai mereka menjadikan harta sebagai Tuhan, yang karena itulah Isa al-Masih pernah berkhotbah kepada bani Israel, dalam ungkapan "janganlah kamu menyembah dua Tuhan yaitu Allah dan Harta".239 Dengan demikian tampak jelas konsep Tuhan di dalam tradisi kaum Yahudi dari zaman ke zaman, yang pada awalnya adalah konsep ketuhanan yang benar, namun kemudian teologi ketuhanan menjadi berbalik dengan menggambarkan Tuhan mereka sebagai makhluk dalam sifat-sifatnya yang memiliki kekurangan, baik sebagai manusia yang harus disaksikan dengan mata, seperti para raja sesembahan mereka, maupun sebagai bentuk ciptaan Allah yang lain seperti matahari, bulan, bintang, patung dan sebagainya. 237 Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Antaran, 2006, hal 149 238 Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi, Muqaranat al-Adyan; al-yahudiyah, wa alMasihiyyat, wa al-Islam wa al-Istisyra, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyat, 1994, Juz 1, hal. 229 239 Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, Baerut, Dar al-'ilmi li al-Malayin, 1986, cet 11, hal. 32, 146 2. Teologi Ketuhanan Yahudi dalam Perspektif al-Qur'an Orang-orang Yahudi memiliki teologi yang unik tentang Tuhan sebagaimana dikisahkan di dalam al-Qur'an. Keunikan ini tampak misalnya, dalam permintaannya kepada nabi Musa as. tentang Tuhan yang diinginkan yaitu tuhan bani Israel. Demikian halnya penetapan golongan diri mereka sebagai anak-anak Allah. Bahkan menurutnya, golongan mereka saja yang dicintai oleh Allah dan sebagai kekasih- kekasih-Nya, sampai pada persoalan genderisme anak-anak tuhan. Semua bentuk teologi demikian menjadi sangat khusus dijumpai dalam agama Yahudi. Meski demikian akan diperoleh informasi lain dalam khazanah tafsir al-Qur'an bahwa di antara mereka terdapat golongan yang disebut-sebut sebagai golongan yang beriman kepada Allah, dimana alQur'an memuji sikap kesalehan dan ketaatan mereka serta sikap tauhid mereka, hanya saja dalam golongan yang tidak banyak, sebagaimana akan diuraikan selanjutnya. a. Tuhan Yahudi Menurut al-Qur'an 147 Dalam perspektif al-Qur'an, pada dasarnya orang Yahudi bani Israel beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa,240 dimana digambarkan bentuk keimanan Ibrahim dan keturunannya sebagai hamba yang beriman kepada Tuhan Yang Satu, yaitu Allah Swt. Hal ini dapat dianalisa dalam firman-firman Allah sebagai berikut; Artinya; Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh kami Telah memilihnya di dunia dan Sesungguhnya dia di akhirat benarbenar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia Berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".241 240 Secara khusus mengenai ke-Esaan Allah di dalam al-Qur'an dapat dirujuk antara lain kepada QS; an-Nisa; 4; 171, al-An'am;6 ;19, al-Kahfi; 18; 110, al-Hajj; 22; 34, ar-Ruum;33 ;28, az-Zumar;39; 4, dan al-Ikhlas; 112; 1-4. 241 QS. Al-Baqarah; 2; 130-133 148 Dalam ayat tersebut di atas mengindikasikan bahwa keturunan Ibrahim, kemudian keturunan Ismail dan Ishak yaitu Ya'qub dari bani Israel adalah termasuk kategori penganut-penganut "Islam" pertama. Hal mana bahwa ketika Ya'qub berwasiat kepada anak-anaknya mengenai siapa yang akan disembah, lalu dijawab oleh anak-anak Ya'qub bahwa Tuhan yang disembah adalah Tuhan Ibrahim, Ismail dan Ishak yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dan bahwa mereka hanya akan taat dan patuh kepada-Nya. Makna yang serupa dengan ayat di atas, digambarkan pula dalam ayat-ayat yang lain seperti di dalam surah Ali-Imran, ayat 110, surah al-A'raf ayat 137, 159 dan 168, surah al-Sajdah ayat 24. Oleh karena itu, berdasarkan kisah-kisah Yahudi bangsa Israel di dalam al-Qur'an, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan mukmin dan golongan kufur. Golongan yang mukmin dengan semangat keagamaan dan keimanannya. jihadnya, Sementara kesabaran golongan dan kufur keteguhan adalah memegang golongan yang menyembah anak sapi, menyembah harta dan emas, meminta tuhan khusus buat mereka, menuntut nabi Musa agar memperlihatkan Allah, melanggar perjanjian mereka dengan Allah, mendustakan dan membunuh para nabi dan rasul, dan sebagainya. 149 Artinya, konsep awal tentang Tuhan di kalangan bani Israel adalah konsep yang benar. Namun kemudian konsep teologi ketuhanan mereka ini diubah menurut hawa nafsu mereka. Di dalam ayat lain, yang secara khusus mengkhitab bani Israel untuk tidak menyembah selain kepada Allah semata, secara jelas dikemukakan di dalam surah al-Baqarah 83-85; Artinya; Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, Kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya. Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap 150 mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. Tiga ayat di atas berkenaan dengan kisah orang Yahudi di Madinah pada permulaan Hijrah. Yahudi Bani Quraizhah bersekutu dengan suku Aus, dan Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan orang-orang Khazraj. antara suku Aus dan suku Khazraj sebelum Islam selalu terjadi persengketaan dan peperangan yang menyebabkan Bani Quraizhah membantu Aus dan Bani Nadhir membantu orang-orang Khazraj. Sampai antara kedua suku Yahudi itupun terjadi peperangan dan tawan menawan, Karena membantu sekutunya. tapi jika Kemudian ada orang-orang Yahudi tertawan, maka kedua suku Yahudi itu bersepakat untuk menebusnya kendatipun mereka tadinya berperangperangan.242 Perlu diketahui bahwa sebenarnya dialog ketuhanan telah berlangsung sejak lama antara para nabi dan kalangan penentang Tuhan. Raja Namrud Babilionia di masa Ibrahim di kenal sebagai penentang ajaran ketuhanan, dimana Ibrahim mengajak dan menyerukan kepada raja Namrud dalam penyembahan kepada Allah semata dan 242 Departemen Agama 151 mengutuk semua bentuk penyembahan selain kepada Allah. 243 Karena itulah di dalam al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 258-260, dikisahkan dialog Ibrahim dengan raja, dimana raja memandang dirinya sebagai partner Tuhan, sebagai tuhan lain yang memiliki kekuasaan dalam menghidupkan dan mematikan manusia. Namun Ibrahim dalam dialog itu menantang Namrud menjadikan matahari terbit dari barat, dan terdiamlah raja tanpa mampu melakukan apa-apa.244 b. Uzair Sebagai Putra Allah Pada masa Nabi Muhammad Saw. Klaim kebenaran yang sangat bersemangat dari mayoritas kaum Yahudi untuk menjadi putra Allah, tampak ketika mereka mengangkat Uzair sebagai putra Allah. Sebagaimana kaum Nasrani menobatkan al-Masih sebagai putra Allah. Lantas siapa yang dimaksud dengan Uzair? Saling mengklaim kebenaran antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani mengenai siapa putra Allah. Pihak Yahudi memastikan Uzair sebagai putra Allah, dan pihak Nasrani al-Masih adalah putra Allah, ditemukan di dalam surah al-Taubah, ayat 30; Artinya; 243 244 Afifah Abdul Fattah Thabarah, al-Yahud fi al-Qur'an, hal 111-113 Sayyid Qutb, fi Zhilal al-Qur'an, juz , hal. 297-298 152 Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orangorang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? Dalam tafsir Ibnu Jarir, ditemukan keterangn keterangan hadits mengenai sebab turunnya ayat di atas. Dari Ibnu Abbas berkata; bahwa Nabi Saw. mendatangi Sallam bin Masykam, Nu'man bin Aufa, Syas bin qaes dan Malik bin al-Shaef, lalu mereka berkata; "bagaimana kami mengikuti engkau Muhammad, sedangkang engkau telah meninggalkan kiblat kami, dan kamu tidak menganggap Uzair sebagai putra Allah?, lalu turunlah ayat di atas. c. Kaum Yahudi Sebagai Kekasih Allah Orang-orang Yahudi yang meklaim diri dan kaum mereka sebagai anak-anak Allah dan kesasih-Nya, dikemukakan di surah al-Maidah, ayat 18; Artinya; Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan 153 menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu). Klaim orang-orang Yahudi ini dinyatakan pada saat nabi Muhammad mengajak mereka untuk mentaati Allah, dan mengingatkan dalam celaannya, yang justru mengatakan kepada nabi Muhammad bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Dalam tafsir Ibnu Jarir, sebagaimana dikutip oleh Sayyid Thantawi, disebutkan sebuah keterangan hadits dari Ibnu Abbas berkata; bahwa Nabi Saw. mendatangi Nu'man bin Ada, Bahry bin Amru, Syas bin 'Ady dan berbicara kepada mereka, mengajak kepada jalan Allah, dan mengingatkannya dalam mencela Allah, lalu mereka berkata; apakah engkau menakut-nakuti kami Muhammad? Mereka menjawab; kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Allah.245 Ayat inilah yang kemudian menjadi landasan kaum Yahudi menyebut diri dan golongan mereka sebagai " Sya'ab Allah al-Mukhtar" (bangsa pilihan Allah). d. Tuhan Yang Diinginkan Adalah puncak teori ketuhanan Orang Yahudi bani Israel ketika meminta kepada Musa agar dijadikan Tuhan khusus buat golongan 245 Muhammad Sayyifd Thanthawi, Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Op.cit, hal. 496 154 mereka, sebagaimana Tuhan golongan yang lain. Hal ini dikisahkan di dalam surah al-A'raf, ayat 138-141. Artinya; Dan kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu Ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. Musa menjawab: "Patutkah Aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal dialah yang Telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah Hai Bani Israil), ketika kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu". Di dalam ayat ini digambarkan bagaimana umat Musa menghendaki "Tuhan" menurut keinginan mereka. Mereka menuntut nabi musa agar dibuatkan "tuhan" yang khusus buat mereka. Dengan menggunakan kata perintah "ij'al " (buatkan atau jadikan), kepada musa, menjadi dalil kuat bahwa ketidakrasionalannyya, yaitu dengan menuntut tuhan itu semacam berhala yang dapat disembah dan dapat dilihat 155 dengan mata.246 Dialog antara nabi Musa as. dan pengikut Fir'aun di dalam ayat ini menjelaskan secara tegas bahwa umat nabi Musa telah melampau batas dalam pemahamannya tentang "Tuhan", sehingga mereka menantang nabi Musa agar membuatkannya "Tuhan", yang pada akhirnya nabi musa bersikap tegas bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang patut disembah, sembari ingin meyakinkan bahwa Allah telah memuliakan bani Israel yang seharusnya tidak ada yang patut disembah selain kepada Allah. e. Tangan Tuhan Terbelenggu Substansi dari konsep teologi ini adalah memandang bahwa Tuhan memiliki kekurangan, sebagaimana manusia memiliki sifat kekurangan. Oleh karena itu kaum Yahudi mengklaim bahwa tangan Allah telah terbelenggu, padahal dipastikan tidak demikian adanya, dapat ditemukan di dalam surah al-Maidah, ayat 64; Artinya; Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang 246 Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah, hal. 496 156 diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan. Makna ayat ini menggambarkan pandangan kaum Yahudi tentang kekuasaan Allah yang terbatas dengan menganggap bahwa tangan Allah terbelunggu. Quraish Shihab menyatakan bahwa tidak mustahil orangorang Yahudi berpandangan secara hakiki dalam memaknai kata " al- Yad" sebagaimana tangan manusia, sebab tidak jarang mereka menggambarkan Tuhan dalam bentuk manusia, bahkan seringkali mereka menyipati Tuhan dengan sifat manusia.247 Para ulama sendiri berbeda pendapat mengenai arti " al-Yad". Ada yang tidak ingin berkomentar kecuali berkata bahwa hanya Allah Yang Maha Mengetahui artinya. Ada pula yang memandang bahwa memang Allah memiliki tangan, tetapi tidak serupa dengan tangan makhluk. Ada pula yang memaknainya secara majazi yaitu sebagai anugerah, kekuasaan, qudrah (kekuatan) dan kerajaan. Namun dalam perbedaan tersebut, umumnya sepakat bahwa tangan yang dimaksud adalah bukan tangan yang serupa dengan tangan makhluk Allah, karena tiada sesuatupun yang dapat menyerupainya.248 Dengan demikian makna "al- 247 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2006, Volume 3, cet. 5, hal 146-47 248 Ibid 157 Yad", lebih dipahami sebagai anugerah dan kekuasaan, dalam konteks ayat ini. Mahir Ahmad Aga menyatakan bahwa pensifatan orang-orang Yahudi tentang tangan Allah yang terbelenggu merupakan sikap yang bodoh dan keji, yang karenanya ketika mereka ditanyai tentang nafkah mereka berkata ; Allah itu fakir dan kamilah yang kaya dan bahwa tangan Allah terbelenggu. Lalu kemudian Allah menjatuhkan sanksi kepada orang-orang Yahudi atas pandangan mereka mengenai sifat Allah.249 Dari beberapa point konsepsi tentang Tuhan dalam perspektif alQur'an dapat diformulasikan menjadi dua bagian; Pertama, dari kaum Yahudi Kufur, dibagi menjadi tiga konsep pemikiran ketuhanan; bahwa Tuhan harus dapat dilihat dengan mata dan mereka tidak dapat menyembah kepada sesuatu yang tidak dilihatnya; bahwa Tuhan yang dinginkan adalah hanya untuk kalangan sendiri saja yaitu tuhan-tuhan Israel saja, sedangak bagi umat yang lain diyakini memiliki tuhan tersendiri dan bahwa Tuhan mereka senantiasa berseteru dengan tuhan umat-umat yang lain; dan meyakini wujud putra Allah yaitu Uzair. Kedua, dari golongan Yahudi beriman dapat diformulasikan konsep ketuhanan mereka yang tidak berbeda dengan konsep 249 Mahir Ahmad Aga, Al-Yahud, Fitnat al-Tarikh, Baerut, Dar al-Fikr, 2002, Cet.1, hal. 120 158 ketuhanan yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw yaitu Allah Yang Esa dan Tidak ada makhluk yang menyerupai-Nya. B. PANDANGAN TEOLOGIS YAHUDI TENTANG KITAB SUCI Sebelum menguraikan konsep pemikiran dan teologi Yahudi tentang kitab suci dalam perspektif al-Qur'an, terlebih dahulu akan disajikan pemikiran-pemikiran yang diyakini oleh bangsa Yahudi secara umum. Hal ini dimaksudkan agar dalam menelaah gagasan-gagasan dan ide-ide Judais tentang kitab suci dapat dikomparasikan antara sumbersumber Qur'aniyyah yang merupakan wahyu Allah dan sumber-sumber pemikiran manusia itu sendiri, yang dikembangkan sebagai bentuk kreatifitas nalar manusia, sebagaimana dilakukan oleh kaum Yahudi, yang telah melahirkan kitab "Taurat" versi baru dan kitab "Talmud" serta kitab-kitab lainnya yang diklaim sebagai kitab suci seperti Mishnah dan Gemara. Sub bahasan ini akan menguraikan teori-teori dan konsepkonsep teologi Yahudi tentang kitab suci atau wahyu-wahyu Allah yang diuturunkan kepada para nabi dan rasul bani Israel hingga nabi Muhammad Saw. 1. Pandangan Teologis Yahudi Tentang Kitab Suci 159 Kitab suci250 atau al-kitab al-muqaddas kaum Yahudi diyakini tidak dirangkum oleh satu orang dan tidak dalam satu zaman. Menurut mereka kitab sucinya ditulis oleh banyak orang dan berlangsung selama 16 abad lamanya yaitu dari abad 16 SM – 1 M.251 Oleh karena itu kitab suci "Perjanjian Lama"252 atau "al-'Ahd al-Qadim"253 dipertentangkan mulai dari persoalan penamaan kitab, susunan, pembagian hingga pada jumlah ayat-ayatnya. Jumlah pembagian diperdebatkan dari jumlah 250 Istilah "kitab suci", holy book, atau Scipture, ataupun biasa disebut the Sacred Book adalah term yang lahir di Barat dan penuh problem. Problematik term ini sangat luas dikenal dalam khazanah pemikiran Yahudi dan Nasrani. Wilfred Cantwell Smith secara berulang kali menyebut dalam karyanya What is a Scipture? A Comparative approach bahwa kitab suci adalah sebagai sebuah aktivitas manusia. Ia sangat bersemangat memperlakukan kitab suci bukan sebagai bersifat inheren, telah ada sebelumnya, tetapi melalui proses yang melibatkan manusia dan komunitasnya. M. Amin Abdullah (Rektor UIN Sunan Kalijaga) dalam pengantar terjemahan edisi Indonesia karya Smith What is a Scipture? A Comparative approach tersebut, mengatakan bahwa Smith berusaha menempatkan semua kitab suci sejajar, dan bahwa kitab suci bukan hanya satu, yaitu bahwa masing-masing kitab suci hanyalah sebagian dari campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia dalam ruang dan waktu terntu. Wiilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, hal. 22-23. 251 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu Hazm, Op.cit, hal 32. 252 Bagi orang Yahudi Istilah "Lama" atau old dalam nama kitab suci "Perjanjian Lama" berarti abadi, dan bukan berarti kuno, yang lebih terdahulu, permulaan dan digantikan. Menurut mereka Istilah "Lama" berarti ia tetap bertahan terhadap ujian waktu. Namun, pada masa tertentu dan kalangan Kristen tertentu pernah berimajinasi bahwa Kitab Perjanjian Lama Gereja adalah kitab Bibel untuk kaum Yahudi. Wiilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, hal. 151-152 253 Ali Abdul Wahid Wafi, menyatakan bahwa kitab suci bagi agama Yahudi disebut "al-'Ahd al-qadim" atau Ancien Testament (old Testament) atau Taurat, sedangkan kitab suci Nasrani adalah Nouveau Testament (new Testament) atau Injil. Kedua kitab ini; Taurat dan Injil sudah lazim disebut dengan Bibel. Sedangkan kata "Perjanjian" atau "al-'Ahd" adalah berarti perjanjian yang dibebankan Allah kepada manusia, yang mengikat manusia dalam kehidupannya. Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muaddasah fi al-Adyan al-Sabiah, Kairo, Fajjalah, tth, hal. 3 dan 13. Adapun mengenai penamaan kitab suci Yahudi "Perjanjian Lama" atau Taurat baru muncul sejak memasuki abad Masehi, untuk membedakan antara kitab "Perjanjian Baru" yaitu Injil. Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li alIslam, hal 70 160 minimal yaitu terdiri 5 hingga 7 safar, dan maksimal mencapai 49 safar.254 Kini, diketahui bahwa kehidupan bangsa Yahudi dalam konteks pemikiran dan teologis bersumber dari salah satu dari sejumlah nashnash kitab suci, baik secara terpisah maupun secara bersamaan, dan kitab utama lainnya, yang dipandang sebagai kebenaran yaitu; Taurat yang kemudian dikenal dengan nama al-'Ahd al-Qadim (Perjanjian lama)255, al-Syari'at al-Syafawiyah atau Misynah (wahyu lisan)256 dan 254 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu Hazm, Op.cit, hal 34 255 Kitab "al-'Ahd al-Qadim" atau "Perjanjian lama" atau "old Testament" ini sebagaimana telah dikemukan sebelumnya, merupakan kitab yang terdiri dari 39 safar (pembahasan kitab), yang berisikan perjanjian antara Allah dan manusia. Secara garis besar terdiri dari 4 (empat bagian yaitu); a)kutub Musa atau Pantateuch atau asfar alKhamsah (kitab lima) karena terdiri dari 5 asfar yaitu kitab atau safar takwin atau kejadian (genesis), safar al-khuruj atau eksodus (keluaran), dan safar tastniyyat atau kitab ulangan (Deuteuronomy), safar laawin (kitab imamat), safar al-'Adad (bilangan) yang juga berisikan ibadah dan mu'amalat b) asfar al-Tarikhiyyah (kitab sejarah) yang terdiri dari 12 safar c) Asfar al-anasyid atau asfar al-Syi'riyyah (kitab syair-syair nasehat) yang terdiri dari 5 asfar dan d) asfar al-Anbiya (kitab tentang para nabi), yang terdiri dari 17 asfar. Lebih jauh, lihat Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar alMuqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam, Kairo, an-Nahdhah, Tth. hal 13-16; bandingkan Jerald F. Dirk, Ibrahim sang Sahabat Tuhan,Jakarta, Serambi, 2004, hal.220; Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya, hal.88-89 256 "Misynah" yang biasa juga ditulis "Mishnah" adalah hukum-hukum tambahan yang diberikan oleh Tuhan kepada nabi Musa di gunung Sinai dan diteruskan dari mulut ke mulut selama berabad-abad, yang merupakan bagian dari Tlmud. Dikatakan pula bahwa ia adalah kitab suci Yahudi kumpulan dan rangkuman ajaran yang merupakan penafsiran atas kitab Taurat yang dibuat dan dirankum oleh para rabbi Judais, atas anjuran seorang pendeta Yahudi bernama Yudas, sekitar 150 tahun setelah wafatnya al-Masih, karena menurut para rabbi, dikhawatirkan kalau kemudian penafsiran-penafsiran itu diotak-atik oleh orang tertentu sehingga melenceng dari keaslian. Kata 'Misynah' di artikan sebagai 'syariat yang diulang-ulang' atau ajaran yang diulang dari ajaran Musa, karena syariat Nabi Musa yang terkandung di dalam Lima Kitab Nabi Musa atau biasa disebut "The Pantateuch" di tulis berulang ulang dalam kitab ini. Adapun secara terminologi, kata Misynah dimaknai sebagai penjelasan atau tafsir tentang hal-hal yang masih kabur dalam syariat nabi Musa serta penyempurnaannya. Oleh karena itu, perkembangan misynah ini, banyak dicampuri perkataan para rabbi Yahudi. Lebih jelasnya, lihat ichael Keene, al-Kitab; Sejarah, proses Terbentuk dan Pengaruhnya, Jakarta, Kanisius, 2006, hal.156; bandingkan 161 al-Talmud (kitab hukum)257 serta Protokolat258 pemerintahan Yahudi, dan sebagainya. Dengan demikian, jika diurut kitab kaum Yahudi maka "Taurat" sebagai yang pertama, kemudian "Misynah", lalu disusul dengan kitab "Talmud". Bangsa Yahudi tidak saja berpedoman pada kitab-kitab suci kuno, akan tetapi juga kitab-kitab suci modern. Sumber-sumber nash tersebut mengiringi perkembangan pemikiran teologi Yahudi di sepanjang zaman. Sebagaimana telah dikemukakan dalam prolog sub bahasan ini bahwa kitab-kitab di atas tidak saja menjadi sumber-sumber teologi mereka, akan tetapi juga menjadi sumber pemikiran Yahudi dalam Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud, Kitab 'Hitam' Yahudi yang Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.189; lihat pula Hasan Zhazha, op.cit, hal 66; S.J.Moyal, alTalmud Ashluhu wa tasalsuluh wa adabuh, Damaskus, Dar al-Takwin li al-Nasyr, 2005, di dalam buku terakhir ini diuraikan oleh S.J.Moyal keseluruhan isi Mishnah yang terdiri dari enam jilid dan setiap bagian terdiri dari beberapa mishnah. 257 Talmud merupakan salah satu kitab yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi, yang berisikan ajaran-ajaran agama yang bersifat lisan. Talmud adalah kumpulan dari dua sumber kitab yaitu a) kitab 'Gemara', yang merupakan tambahantambahan penafsiran yang diperoleh oleh para rabbi Yahudi dari dua sumber yaitu 'Talmud Yerussalem' di Palestina pada tahun 230 M, dan 'Talmud Babil' yang diperoleh dari para rabbi Yahudi di Babiliona pada tahun 500 M dan b) kitab 'Misynah' itu sendiri. Namun demikian antara Misynah dan Gemara, adakalanya masing-masing berdiri sendiri, adakalanya bergabung. Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud, Kitab 'Hitam' Yahudi yang Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal. 35 dan 189-190; bandingkan dalam Ahmad Syalabi, Sejarah Yahudi dan Zionisme, op.cit, hal. 266-269. Yang menarik bahwa Talmud ini tidak saja dikenal sebagai tafsir atas Mishnah akan tetapi juga dikenal sebagai tafsir atas bibel. Wiilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, hal. 177 258 Protokolat, merupakan istilah yang menunjuk pada posinter-pointer hasil ceramah para, keputusan-keputusan sebuah majelis yang diperkirakan muncul pada akhir abad ke 19 atau tahun 1897 dalam sebuah konfrensi Yahudi internasional di Bassel, Swiss, yang kemudian naskah-naskahnya ditemukan pada tahun 1901 dan disebarkan oleh Sergi Nilos, pada tahun 1902. Secara umum isi protokolat ini, sebagaimana diklasifikasi oleh Ahmad Syalabi, terdiri dari dua bagian yaitu; mengenai posisi Yahudi di dunia ini dan posisi dan kedudukan Yahudi setelah menjadi penguasa ala mini. Ibid, hal. 276-296; bandingkan dengan Yusuf Mahmud Yusuf, Israel, alBidayah wa al-Nihayah, Kairo, Ttp, 1994. hal 147; mengenai protokal ini juga di dalam Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an; Op.cit, hal. 624-629 162 berbagai aspek kehidupannya. Melalui sumber-sumber tersebut, kaum Yahudi tampil dalam berbagai perseteruan beragama dan keberagamaan Yahudi dari masa ke masa, hingga saat sekarang ini. Tentang Kitab Taurat, yang menjadi bagian dari kitab Perjanjian Lama, telah dikemukakan dalam bab 3, dalam permbahasan relevansi al-Taurat dengan al-Qur'an. Sehingga di sini, hanya akan dikemukan kitab Talmud lebih mendalam. Yudaisme di masa Talmud berbeda dengan Yudaisme di masa Torah (Taurat), Yudaisme sekarang berbeda dengan Yudaisme Talmud.259 Kini, Kitab Talmud adalah kitab yang dipandang terpenting bagi kaum Yahudi bahkan lebih penting dari pada kitab Taurat. Talmud bukan saja sebagai sumber dalam penetapan hukum agama, akan tetapi juga sebagai ideology dan prinsip-prinsip serta arahan bagi penyusunan kebijakan Negara dan pemerintah Yahudi Israel. Bahkan, kitab Talmud menjadi pandangan hidup (weelltanchaung) bagi orang Yahudi pada umumnya.260 Sedemikian pentingnya Talmud bagi bangsa Israel, sehingga sebuah wasiat dalam Talmud Edisi Erubin, yang mengingatkan kaum Yahudi dengan mengatakan; wahai anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari pada ahli kitab (Talmud) dari pada ayatayat Taurat.261 Sebuah pernyataan yang cukup meyakinkan bagi kaum 259 Bernard Lewis, Yahudi-Yahudi Islam, Jakarta, Nizham Press bekerjasama dengan Zikrul Hakim, 2001, hal.5 260 A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal 38 261 Ibid 163 Yahudi untuk menjadikan Talmud sebagai pedoman prioritas dari kitabkitab lainnya. Padahal, dalam banyak referensi sebenarnya terdapat kontroversi yang luar biasa di kalangan para pengkaji Talmud, di samping Taurat mengenai keutamaan kedua kitab tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa bagi bangsa Yahudi, disamping kitab Talmud adalah kitab yang paling suci dan paling agung, dan bukan kitab selainnya, yang karena itu kitab Talmud menjadi kitab pedoman hidup mereka. Sedangkan di sisi lain, kitab Talmud, penurut pengakuan dari para rabbi Yahudi, Talmud hanyalah sebuah kitab rekaman yang dibuat-buat oleh para petinggi agama mereka, dan tidak seperti Taurat yang jelas-jelas merupakan kitab suci dari langit.262 Sampai saat ini, hanya tiga agama samawi yang memiliki kumpulan kitab suci (selain yang berupa mashahif) yang merupakan wahyu Allah yaitu kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Mengenai kitab Zabur,263 yang diturunkan kepada Nabi Daud, yang tentu saja diyakini dan diimani sebagai kitab suci – khususnya bagi umat Islam-, penulis belum menemukan suatu penelitian yang mumpuni mengenai penjabarannya sebagaimana Taurat, misalnya, yang telah melahirkan kitab-kitab Perjanjian Lama, Talmud dann Protokolat. 262 Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud, Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.22 Kitab 'Hitam' Yahudi yang 263 LIhat pada bagian 2, sub bahasan ini, dikemukakan bahwa kitab zabur di dalam al-Qur'an disebutkan sebanyak tiga kali. Nama lain dari kitab ini, disebut Mazmur. 164 Bagi umat Islam, al-Qur'an yang digunakan hingga saat ini merupakan kebenaran mutlak yang tiada pernah diragukan oleh semua umat Islam. Sementara kitab suci Injil – bukan injil perjanijian lama maupun baru – adalah juga merupakan kitab suci yang diyakini kebenarannya. Sementara itu, kitab suci Taurat yang diterima oleh yang diyakini oleh bangsa Yahudi di masa awal adalah kitab kebenaran, sebagaimana kebenaran kitab suci Injil dan al-Qur'an.264 Semua bentuk Yudaisme mengakui Taurat dan tulisan-tulisan Tanach atau tanakh265 (al-Kitab Yahudi) lainnya, yang membentuk perjanjian lama. Tanakh adalah Akronim yang menunjukkan kitab kitab suci Yahudi. Tanakh digunakan secara umum dalam Yudaisme, yang dikumpulkan, disunting dan didistribusikan sekitar antara abad ke 7 hingga 10 M.266 Demikian mengenai kitab suci dalam pandangan kitab-kitab kaum Yahudi dari zaman ke zaman, yang senantiasa mengalami perubahan, tidak saja dari segi sebagai kitab-kitab suci baru, dengan nama yang 264 Istilah kebenaran yang dimaksudkan di sini adalah terletak kebenaran pada wahyu-wahyu itu sendiri sebagai kalam Allah beserta kandungannya sehingga ia dapat disebut sebagai kebenaran pokok (ultimate truth) baik itu Taurat, Zabur, Injil, maupun al-Qur'an, dan juga dipandang sebagai kebenaran mutlak. Adapun penafsirannya adalah bersifat relatif dalam mengklaim kebenarannya. Kecuali oleh makna wahyu misalnya pada tafsir wahyu yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi sebuah kebenaran yang diterima sebab kepadanyalah wahyu-wahyu Allah diturunkan melalui perantara malaikat Jibril. Sehingga dialah yang dipastikan paling memahaminya. 265 Term Tanakh adalah kata ganti nama diri yang merupakan nama sebuah kitab. Nama ini bukan sebuah istilah dari dari para rabbi. Sejak awal Tanakh dibangun dari tiga nama bahasa Yahudi; Hukum (Taurat), para Nabi (Prophet) dan Tulisantulisan (Writings). Wiilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, hal. 153-154 266 Thomas McElwain, Bacalah Bibel, Merajut Benang Merah Tiga Iman, Jakarta, Citra, 2006, hal 3 dan 22 165 baru, akan tetapi pemaknaan kitab suci itu sendiri beserta kandungannya, senantiasa mengalami perubahan dari masa ke masa, sampai sekarang. 2. Teologi Yahudi Tentang Kitab Suci Menurut al-Qur'an Perintah Allah mengimani utusan-Nya dari para Nabi dan Rasul, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui sama derajatnya dengan mengimani kitab-kitab-Nya baik yang sampai naskahnya kepada kita maupun yang tidak sampai.267 Oleh karena itu, Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa, Zabur yang diturunkan kepada nabi Daud, Injil yang diturunkan kepada nabi Isa dan al-Qur'an yang diturunkan kepada nabi Muhammad, kesemuanya diimani secara bersamaan. Lantas, bagaimana kaum Yahudi mengimani kitab suci yang diturunkan pada masa mereka? Sebagai umat beragama, apalagi di masa awal, tentu saja kaum Yahudi shaleh mengimani kitab suci yang diturunkan kepada mereka. Namun apakah dalam perkembangannya mereka tetap berpegang dengan keimanannya yang awal? Menurut keterangan al-Qur'an, kaum Yahudi telah melakukan pembongkaran dan 267 Naskah yang dimaksud di sini tentu saja adalah naskah orisinil Taurat, Injil dan Zabur serta mashahif-mashahif (lembaran wahyu) lainnya dari kalam Allah baik dari segi bahasa teksnya maupun tulisannya. Namun bagi umat Islam, persoalan sampai tidaknya, bukanlah penghalang untuk mengimaninya sebab di dalam Islam mengenai keimanan kepada kitab suci yang menghimpun wahyu-wahyu Allah ini di dalam berbagai kitab yang diturunkan sebelum masa nabi Muhammad Saw. sangat jelas dikemukakan di dalam al-Qur'an. 166 penggantian kitab suci yang turun pada mereka. Kaum Yahudi telah meyakini kitab baru, yaitu Taurat menurut versi mereka. Karenanya, Allah sejak awal menantang orang-orang Yahudi akan Taurat yang dimaksud, sebagaimana difirmankan; Artinya; Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar". Kitab Taurat disebutkan di dalam al-Qur'an – sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya-sebanyak 18 kali.268 Sementara kitab Zabur disebutkan di dalam al-Qur'an sebanyak 3 kali.269 Sedangkan kitab Injil disebutkan di dalam al-Qur'an sebanyak 12 kali.270 Keterangan ini membuktikan bahwa umat Islam meyakini, mempercayai dan mengimani kitab-kitab suci yang diturunkan sebelum Islam dan para nabi dan rasul yang menerimanya. 268 Lihat pembahasan sub C, pada bab 3 disertasi ini. bahwa Kata Taurat disebutkan di dalam surah al-Imran 6 kali, al-Maidah 7 kali, dan selebihnya di surah al-A'raf, al-Taubah, al-Fath, al-Shaf, dan al-Jum'ah. Muhammad Fuad abdul Baqi, Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-qur'an, hal. 194 269 Lihat dalam QS. an-Nisa; 4; 163; Al-Isra; 17; 55, dan al-Anbiya;21 ;105106. 270 Lihat al-A'raf;7 ;157 167 Oleh karena itu, jika umat Yahudi mengimani kitab Taurat dan sebagian mengimani Zabur, dan mengingkari kitab injil dan al-Qur'an, sementara umat Nasrani mengimani kitab Taurat, Zabur dan Injil dan mengingkari al-Qur'an, sedangkan umat Islam mengimani kitab Taurat, Zabur, Injil dan al-Qur'an, sebagaimana umat Islam juga mengimani semua rasul dan nabi yang diutus dari kalangan bani Israel maupun yang bukan dari bani Israel.271 Dari sini tampak sikap obyektifitas umat Islam yang meyakini semua kitab suci, dan sikap subyektifitas umat Yahudi yang tidak mengimani kitab injil dan al-Qur'an dan umat Nasrani yang tidak mengimani al-Qur'an. Al-Qur'an sebagai kitab suci sangat berbeda posisinya di bagi umat Islam dan kitab suci bagi kaum Yahudi. Bagi umat Islam kitabkitab tafsir atas al-Qur'an tidak diposisikan sebagai "kitab suci", sementara dalam tradisi Yahudi – sebagaimana telah dikemukakan sebelumya – memposisikan kitab-kitab tafsiran272 atas Taurat sebagai kitab suci bahkan lebih suci dari Taurat, sebagaimana Talmud diposisikan sebagai kitab yang lebih suci dari pada Taurat, meskipun Taurat yang dimaksudkan sendiri pada dasarnya sudah tidak orisinil. 271 Shalah berpendapat bahwa Islam bersikap obyektif dalam konteks keimanan kepada kitab-kitab suci yang diturunkan Allah, sementara Yahudi dan Nasrani, hanya mengakui dan mengimani sebagian dan mengingkari yang lain, sehingga ia menyebutnya sebagai sikap subyektif-etnik. Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits alQur'an 'an al-Taurat, Op.cit, hal. 24 272 Di dalam tradisi Islam dikenal berbagai disiplin yang terkait dengan alQur'an, terutama disiplin ilmu-ilmu seperti 'ulum al-ur'an, 'ulum al-Tafsir, ilmu qira'at, 'ulum al-Hadits dan sebagainya. 168 Ringkasnya, bahwa al-Qur'an menolak kitab Taurat Yahudi (al- 'Ahd al-Qadim) atau Perjanjian Lama, karena ia bukan kitab sebagaimana yang diturunkan kepada nabi Musa as. Penolakan ini dapat ditelusuri dalam beberapa firman Allah, yaitu QS. Al-Baqarah; 75 dan 79, QS. Ali-Imran; 77-78, QS. An-Nisa'; 36, QS. Al-Maidah; 13 dan 41, QS. Al-An'am; 91, QS. Al-Jum'ah; 5.273 a. Hanya Kitab Mereka Yang Harus Diimani Salah satu ciri utama orang yang beriman kepada wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya adalah mereka yang memiliki ilmu yang mendalam dan mereka yang beriman kepada Allah. Hal ini dinyatakan di dalam surah an-Nisa', ayat 162, yang artinya; Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang Telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang Telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. orang-orang Itulah yang akan kami berikan kepada mereka pahala yang besar. Mengingat dua ciri utama di atas tidak dimiliki oleh orang-orang Yahudi di masa Nabi, maka itu, ketika dikhitab untuk beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah, mereka dengan lantang menentang perintah Allah dan hanya akan mengimani kitab Taurat, karena mereka merasa cukup dengan mengimani Taurat saja, tanpa yang lain. 273 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, hal. 163-165 169 Sikap keras orang-orang Yahudi di atas, yang ketika disampaikan kepada mereka agar mengimani kitab-kitab Allah, mereka memberikan jawaban tegas, yaitu bahwa mereka hanya mengimani apa yang diturunkan kepada mereka di masanya dan tidak mengimani atau bersikap kufur terhadap kitab-kitab selainnya, digambarkan dengan jelas di dalam firman Allah; Artinya; Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah," mereka berkata: "Kami Hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?". Sesungguhnya Musa Telah datang kepadamu membawa buktibukti kebenaran (mukjizat), Kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan Sebenarnya kamu adalah orang-orang yang zalim. Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari kamu dan kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" mereka menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". dan Telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi Karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan 170 yang Telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)".274 Ayat di atas menggambarkan dialog yang terjadi antara nabi Muhammad Saw. dengan kaum Yahudi di masa beliau. Dalam dialog ini digambarkan argument-argument kedua belah pihak yang bertukar hujjah dengan apa yang diyakini kebenarannya, yang satu dipihak kebatilan dan kesesatan yaitu dari penentang isi al-Qur'an dan yang lain adalah di pihak kebenaran, yaitu pihak nabi Muhammad Saw dan nabinabi lainnya. Kaum Yahudi dan Nasrani di masa Nabi Muhammad Saw., mengingkari keberadaan al-Qur'an sebagai kitab suci. Mereka hanya menerima Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa as., saja sebagaimana dalam kalimat ayat " nu'minu bima unzila 'alaena" (kami hanya beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami), sementara yang lain ditentang dan diingkari. Mereka beralasan bahwa mereka hanya dibebani untuk mengimani Taurat saja, dan tidak untuk kitab yang lain.275 Kalimat wa yakfuruna bima wara-ahu, di dalam ayat di atas menurut Ibnu Jarir adalah pengingkaran kaum Yahudi atas kitab selain kitab Taurat.276 Sayyid qutb di dalam tafsirnya, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan wa yakfuruna bima wara-ahu adalah sikap 274 QS. Al-Baqarah; 2; 91-93 Sayyid Thantawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah, hal. 545-555 276 Tafsir Ibnu Jarir, Juz 1, hal. 418 275 171 penolakan kaum Yahudi, baik yang diturunkan kepada nabi Isa yaitu Injil maupun yang diturunkan kepada nabi Muhammad yaitu al-Qur'an diingkari oleh mereka.277 Di dalam tafsir al-Kasysyaf dikemukakan oleh al-Zamaksyari, bahwa yang diingkari oleh kaum Yahudi adalah kandungannya yang serupa dengan kandungan Taurat.278 b. Keimanan yang Tanggung terhadap Kitab-kitab Suci Kaum Yahudi berpandangan bahwa kitab yang benar hanyalah kitab mereka saja yaitu yang diturunkan kepada nabi Musa as. yakni Taurat. Oleh karena itu, salah satu sikap teologis yang tidak konsisten kaum Yahudi terhadap kalam Allah adalah menerima sebagian dan menolak sebagian yang lain. Baik keimanan mereka pada sebagian kitab Taurat itu sendiri, maupun kepada sebagian kitab-kitab suci yang ada. Hal ini digambarkan di dalam surah al-Baarah ayat 85, dalam firmanNya; Artinya; Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat), dan ingkar kepada sebagian yang lain. 277 278 Sayyid qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, Jilid 1, Juz 1, hal 90-91 Tafsir al-Kasysyaf, Juz 1, hal. 224 172 Karakter orang-orang Yahudi di dalam ayat ditegaskan di dalam al-Qur'an bahwa pada dasarnya di dalam hati orang-orang Yahudi adalah beriman, namun jiwa mereka dibolak-balik sehingga enggan menerima wahyu Allah, padahal Allah Maha Tahu akan apa yang ada dalam hati mereka. Karakter orang-orang Yahudi tersebut, ditunjukkan di dalam firman Allah; Artinya; Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. 279 Lebih tegas lagi, di dalam firman Allah dikemukakan hakikat isi hati orang Yahudi, tat kala mendengar firman-firman-Nya, dimana Allah berfirman; Artinya; Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang Telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami Telah beriman, Maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).280 Seiring dengan ayat-ayat di atas, Allah juga menyebutkan di dalam ayat yang lain mengenai kemungkinan sikap kaum Yahudi 279 280 Surah an-Nisa ayat; 63 QS. Al-Maidah; 83 173 terhadap al-Qur'an, sebagaimana di nyatakan dalam firman-firmanNya; Artinya; "….dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan".281 Ayat ini menceritakan tentang kebekuan jiwa orang-orang Yahudi, yang semakin kafir, durhaka dan sombong, ketika mereka mendengar ayat-ayat Allah. Sikap ini dilakukan karena pada dasarnya mereka mengetahui kebenaran firman Allah, namun karena ayat-ayat Allah membongkar rahasia dan aib mereka, yaitu penyimpangan dan pemalsuan yang mereka lakukan, serta sifat kebencian mereka kepada Islam dan kebenaran dibongkar, maka itulah mereka enggan beriman kepada wahyu-wahyu Allah yang diturunkan.282 Namun demikian Allah senantiasa mendorong untuk memberikan pemahaman dan keyakinan kepada orang Yahudi (dan Nasrani) ahl al- kitab, bahwa kehidupan mereka tidak akan berarti tanpa mengamalkan secara sempurna kandungan Taurat maupun Injil. Secara baik diilustrasikan di dalam surah al-Maidah, ayat 68; Artinya' 281 282 QS. Al-Maidah; 64 Mahir Ahmad Aga, al-Yahud, finat al-Tarikh, op.cit, hal. 120. 174 Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil, dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu. Dari sejumlah ayat-ayat di atas dapat dirumuskan semakin Muhammad Saw berusaha memberikan pemahaman dan keyakinan mengenai kebenaran wahyu Allah dan menjalankan kandungan wahyuwahyu Allah, menampakkan pada saat kekufurannya yang sama, terhadap orang ayat-ayat Yahudi Allah. semakin Faktor kekufuran ini antara lain adalah karena wahyu-wahyu Allah selain memuji golongan Yahudi, namun juga membongkar hakikat isi hati mereka, dan hakikat perbuatan golongan Yahudi (dan Nasrani). C. PANDANGAN TEOLOGI KENABIAN YAHUDI Allah mengisahkan sebagian para nabi dan rasul yang menjadi utusan-Nya di dalam al-Qur'an. Nabi dan rasul yang dikisahkan di dalam al-Qur'an sejak nabi Adam sampai Muhammad Saw. Mayoritas nabi adalah keturunan bani Israel. Namun penutup nabi adalah keturunan bangsa Arab yaitu nabi Muhammad Saw. Semua nabi dan rasul harus diimani oleh umat Islam, Yahudi dan Nasrani, baik ia bertemu ataupun tidak pernah bertemu. 175 Oleh karena itu di dalam Islam kenabian merupakan sebuah keniscayaan mengenal dalam Allah kehidupan yang ghaib, beragama manusia. memerlukan Sebab perantara untuk dalam memperkenalkan diri-Nya. Oleh karena para nabi membawa risalah, maka semua utusan Allah dari para Nabi dan Rasul memiliki ciri-ciri seperti kema'shuman (kesucian) dari kekufuran, amanah dan dipercaya, jujur dan cerdas serta sehat jasmani.283 Berbeda dengan konsep kenabian di dalam tradisi Yahudi, yang membangun konsep teologi kenabiannya sesuai dengan kehendak mereka, dan ini dibuktikan dengan membuatkan kisah-kisah baru dan teologi-teologi baru tentang nabi, mana yang yang harus diimani dan mana yang harus diingkari. 1. Teologi Kenabian Yahudi Dalam Kitab-Kitabnya Teologi kenabian Yahudi di dalam kitab-kitab yang dipedomani seperti Taurat dan Talmud sebagai versi kitab suci baru, sangat bertolak belakang dengan teologi kenabian dalam Taurat mereka dalam versi al-Qur'an. Sifat-sifat kenabian di dalam kitab mereka tidak mencerminkan kenabian yang sesungguhnya. Oleh karenanya akan ditemukan beberapa kisah-kisah aneh tentang kehidupan para nabi dan rasul dalam kitab Taurat maupun Talmud yang diyakini sebagai kitab sucinya. 283 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahudi wa al-Imam Ibnu Hazm, Damskus, Dar-al-Qalam, 2004, hal 409 176 Sebagai contoh, mengenai teologi kaum Yahudi dalam hal sifat nabi, sebagaimana ditujukan kepada Nuh dan nabi Luth as. Kepada Nabi Nuh di dalam kitab perjanjian lama dikisahkan dalam kitab Kejadian; 9; 20-26, bahwa nabi Nuh adalah seorang petani anggur, seorang pemabuk yang kerap meminum arak hingga kepalanya berputar-putar dan akalnya hilang. Dalam keadaan mabuk itu ia sering membuka pakaiannya hingga telanjang bulat dan terbukalah seluruh pakaiannya. Kejadian itu disaksikan oleh putranya Ham (bapak Kan'an), kemudian menceritakan kepada kedua saudaranya yaitu Sam dan Yafet, dan kedua anaknya menutupi kembali aurat ayahnya, Nuh.284 Orang-orang Yahudi meyakini bahwa Nabi Luth as. telah bersetubuh dengan kedua putrinya. Dalam kitab kejadian 19; 30-38 dikisahkan bahwa suatu ketika di sebuah penginapannya bersama kedua putrinya, sang kakak berkata kepada adiknya; ayah kita telah tua dan saat ini tidak satupun wanita yang bersamanya, maka mari kita berpesta khamar dengannya dan bersetubuh dengannya sehingga kitapun memperoleh keturunan darinya. Ringkas cerita sang kakak melakukan hubungan dengan ayahnya dan memperoleh keturunan yang diberi nama Mouab, disusul adiknya dan memperoleh keturunan yang diberi nama 'Ammoun.285 284 Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud,kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.146 285 Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu Hazm, Damskus, Dar-al-Qalam, 2004, hal. 419 177 Di dalam kitab Talmud disebutkan bahwa orang orang Yahudi sangat menantikan kedatangan al-Masih atau al-Mahdi. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Masih atau Al-Masih adalah juru selamat yang akan membebaskan orang-orang Yahudi dari perbudakan, melepaskan mereka dari kekangan bangsa-bangsa lain, dan memerintah menurut syariat, maka keadilan akan merata dan bumi akan menjadi subur. 286 Muhammad Asy-Syarqawi yang mengutip dari "Kamus al-Kitab al-Muqaddas", bahwa orang-orang Ibrani terus menantikan kedatangan al-Masih dari generasi ke generasi. Dalam kitab kejadian 12;3 disebutkan bahwa "Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan darimu semua kaum di muka bumi ini akan mendapat berkat". Dalam kitab kejadian 22;18 dikatakan bahwa "dari keturunanmulah semua bangsa di bumi ini akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firmanku", dan di dalam kitab kejadian 49;40 dikatakan bahwa "Tongkat kerajaan tidak akan pernah beranjak dari orang-orang Yehuda ataupun lambang pemerintahan diantara kakinya". Di dalam Talmud disebutkan bahwa jika Al-Masih telah datang, tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi ini akan tumbuh sedemikian suburnya sehingga binatang-binatang ternak pun menjadi besar-besar 286 Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud,kitab Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.210 Hitam Yahudi yang 178 dan gemuk. Dunia akan makmur dan kekuasaan akan kembali kepada mereka. 2. Teologi Kenabian Yahudi Dalam al-Qur'an Sejarah Yahudi adalah sejarah kenabian. Sejarah bani Israel adalah sejarah mayoritas para nabi dan rasul Allah. Oleh karena itu, dalam menelaah teologi kenabian Yahudi maka akan sangat tampak dalam interaksi mereka dengan para nabi yang diutus di masanya, hingga pada sikap mereka terhadap kenabian nabi Muhammad Saw. Para Nabi di masa bani Israel digambarkan oleh al-Qur'an sebagai sosok yang mulia. Para nabi dan rasul adalah hamba-hamba pilihan utusan Allah kepada umat manusia. Hal ini dengan jelas dikemukakan di dalam Al-Qur'an; Artinya; Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Sejarah bani Israel adalah bermula dari nabi Musa, yang akarakarnya sampai kepada nabi Ibrahim as. Para pakar Muslim memberikan komentar penghormatan dan pengagungan kepada nabi Ibrahim as. Hal ini digambarkan oleh Ahmad Syalaby, yang juga mengutip dari Abdul Wahab al-Najjar yang mengatakan; 179 Akidah benar merasuki jiwanya, menguasai pikirannya, memamsuki langkah hatinya, dan mempegaruhi setiap perasaannya. Ketika ia dilempar dalam bara api, ia pun menganggapnya remeh. Menerima setiap penderitaan dan pantang mundur. Reaksi pemberontakannya terhadap berhalaberhala disalurkan dalam melaluiucapan dan sikap. Pembelaan terhadap akidah dan teologisnya sangat kuat, tanpa ada rasa takut terhadap kekuasaan raja atau kumpulan suku. Walau demikian, ibrahim adalah sosok yang sangat lembut, yang dibuktikan dalam usahanya memintakan ampun bagi bapaknya, meski ia tahu bapaknya adalah orang yang sesat.287 Gambaran para pakar Muslim di atas, tampaknya diilhami oleh ayat-ayat Allah yang mengkisahkan kehidupan Ibrahim di dalam surah al-Syu'ara, ayat 69-89 yang artinya; Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia Berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah?" Mereka menjawab: "Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya". Berkata Ibrahim: "Apakah berhala-berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?, Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?" Mereka menjawab: "(Bukan Karena itu) Sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian". Ibrahim berkata: "Maka apakah kamu Telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, Kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, Karena Sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta Alam, (yaitu Tuhan) yang Telah menciptakan aku, Maka dialah yang menunjuki aku, Dan Tuhanku, yang dia memberi makan dan minum kepadaku, Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku, Dan yang akan mematikan aku, Kemudian akan menghidupkan Aku (kembali), Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat". 287 Ahmad Syalaby, al-Yahudiyyat, hal. 147 180 (Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah Aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, Dan jadikanlah Aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) Kemudian, Dan jadikanlah Aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, Dan ampunilah bapakku, Karena Sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, Dan janganlah Engkau hinakan Aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, Demikiann halnya di dalam surah Maryam, ayat 41-45, Allah berfirman yang artinya Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia Berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? Wahai bapakku, Sesungguhnya Telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah aku, niscaya Aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, Sesungguhnya Aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan". Begitu pula di dalam surah Ibrahim sendiri, pada ayat 35, dikatakan, yang artinya; Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. 181 Sebagaimana diketahui bersama bahwa akidah nabi Ibrahim adalah juga akidah kepada keturunan-keturunannya. Yang dengan demikian akidah Ibrahim juga diturunkan kepada nabi Nuh, Ya'kub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Harun dan Sulaiman, dan juga kepad Daud. 288 Al-Qur'an mengisyaratkan prinsip kenabian yang diakui oleh kaum Yahudi disebutkan di dalam al-Qur'an QS. al-Baqarah ayat 91, al-Isra ayat 2, al-Qashash 48 dan al-An'am ayat 91. Al-Qur'an menjelaskan kepada umat manusia beragama terkhusus kepada umat Yahudi dan Nasrani, dimana ditegaskan teologi kenabian mereka di dalam kitab suci Taurat dan Injil, yaitu bahwa mereka meyakini nabi Muhammad sebagai utusan Allah karena berita itu terdapat di dalam kitab mereka. Hal ini dapat dicermati dalam firman Allah; Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan 288 Lihat QS. al-Al-An'am, ayat 79-86 dan QS. al-Baqarah ayat 130-133, 182 kepadanya (Al beruntung289 Quran), mereka Itulah orang-orang yang Yang dimaksud dengan "nabi yang ummi" di sini adalah nabi Muhammad Saw. tafsiran ini adalah kesepakatan yang sudah menjadi ijma' (konsensus) bagi di kalangan para mufassir klasik dan modern. 290 Maka itu secara khsusus, di dalam ayat ini dicatat bahwa orang Yahudi menyatakan suatu pernyataan penolakannya kepada Muhammad ketika mereka berkata bahwa tidak ada dosa baginya dalam kaitan dengan mempercayai Muhammad sebagai utusan Allah, mereka juga memandang tidak memiliki beban dengan Muhammad. Hal ini dapat dianalisa dalam firman Allah, yang mengatakan; Artinya; Di antara ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka Berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka Mengetahui. (Bukan demikian), Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. 289 290 QS. Al-A'raf, ayat 157 Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, hal. 66 183 Kedua ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah menjelaskan kepada Muhammad mengenai sikap orang Yahudi ketika bermuamalah dengannya. Bahwa diantara ahlul kitab ada yang dapat dipercaya dalam hal harta dan ada yang tidak dapat dipercaya atau mengkhianatnya dalam hal harta. Alasan dan hujjah mereka yang mengkhianati Muhammad adalah bahwa Muhammad adalah seorang ummi dari kalangan Arab, dan menurutnya tidak ada suatu beban atau dosa terkait dengan segala harta yang dimakannya dari orang-orang Arab, termasuk nabi Muhammad Saw. Ahlul kitab berpendapat bahwa tidak ada syariat atau aturan yang melarang untuk melakukan apa yang dikehendaki terkait dengan persoalam muamalah dalam harta. Bahwa mereka melakukan semua ini secara sadar, karena mengetahui dengan baik akan sikap dustanya kepada Allah dan utusan-Nya. Maka Muhammad pun berkata kepada mereka bahwa sesungguhnya mereka itu tidak demikian adanya.291 Di dalam al-Qur'an tampak tidak mensandingkan nabi Musa as dengan kitab Taurat yang diturunkan kepadanya. Oleh karena itu, tidak satupun ayat di dalam al-Qur'an, yang mendampingkan nama nabi Musa as dengan Taurat, sebagaimana nama nabi Isa disandingkan dengan Injil 291 Sayyid Thanthawi, banu Israel fi al-Qur'an, hal. 590 184 dan Daud dengan Zabur serta Muhammad dengan al-Qur'an.292 Hal demikian dapat dibandingkan dalam firman-firman Allah berikut ini ; 1. Persandingan Isa dengan Injil Artinya; Kemudian kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul kami dan kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan kami berikan kepadanya Injil dan kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengadaadakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik. 2. Persandingan Daud dengan Zabur Artinya; Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. dan Sesungguhnya Telah kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan kami berikan Zabur kepada Daud. 3. Persandingan Muhammad dengan al-Qur'an 292 Husni Yusuf al-'Athir, al-Qur'an wa al-Yahud, Kairo, Maktabah anNafizdah, 2004, hal 70 185 Artinya; Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung. Dalam tafsir Departemen Agama disebutkan penjelasan bahwa yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ialah surat AlFaatihah yang terdiri dari tujuh ayat. sebagian ahli tafsir mengatakan tujuh surat-surat yang panjang yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, AlMaaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al An'aam dan Al-Anfaal atau AtTaubah.293 Kaum Yahudi mengklaim bahwa yang berhak menjadi Nabi dan Rasul hanyalah keturunan bani Israel. Oleh karena itu, sejak kehadiran Nabi Isa di susul oleh Muhammad mereka mengingkari dan memusuhi dan memeranginya. Hal ini direkam dalam kitab suci al-Qur'an, sebagai kitab suci terakhir yang diwahyukan Allah Swt. Nabi-nabi dari kalangan bani Israel yang popular dinyatakan di dalam al-Qur'an terkait dengan ajaran bangsa Yahudi secara berurut adalah masing-masing nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub, Yusuf, kemudian disusul nabi Musa, Harun, Daud dan Sulaiman. 293 Al-Qur'an dan Terjemahan, Depag RI. 186 Nabi Ibrahim yang menjadi sorotan dalam setiap kali berbicara mengenai agama dan keyakinan. Karena itu istilah ' Abrahamic Faiths'294 telah dikenal luas saat ini untuk menunjuk tiga agama besar yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Hal mana istilah ini digunakan dalam kontek historis dan factual yaitu bahwa ketiga agama tersebut sama-sama merujuk pada pigur Ibrahim atau Abraham. Namun demikian, perspektif historis-teologis, sebagaimana diklaim oleh Yahudi dan Nashrani telah ditepis oleh al-Qur'an bahwa Ibrahim bukanlah Yahudi dan juga bukan Nashrani akan tetapi adalah Muslim.295 Para nabi di dalam al-Qur'an secara historis diungkap dalam empat kelompok, yaitu 1) dari Nabi Adam as. hingga Nuh as. 2) dari Masa Nuh as. hingga Ibrahim as 3) dari Nabi Ibrahim as. hingga Isa 4) dari wafatnya Isa hingga Kehadiran Muhammad. Namun demikian sejak kedatangan Muhammad menjadi nabi untuk sekalian manusia, dan inilah teologi kenabian terakhir dalam agamaagama samawi. Sebagaimana difirmankan Allah; 294 Di Maryland, Amerika, telah terbit buku berjudul Abrahamic Faits; Judais, Cristianity and Islam Similarities and Contrasts, karya Jerald. F. Dirks yang diterbitkan oleh Amana Publication, pada tahun 2004, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Santi Indra Astuti, dan diterbitkan oleh Serambi Ilmu Semesta pada tahun 2006. 295 QS. Ali-Imran;3; 67 187 Artinya; Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". Dengan demikian berakhirlah teologi kenabian dalam agama samawi, termasuk bagi kaum Yahudi yang hidup sejak masa Muhammad hingga akhirat kelak nanti. Sebab Muhammad adalah utusan Allah yang terakhir. D. PANDANGAN YAHUDI TENTANG HARI AKHIR 1. Teologi Keakhiratan Yahudi Secara Umum Sejarawan agama Yahudi mengatakan bahwa akidah tentang hari kebangkitan Yahudi, bisa jadi merupakan pengaruh dari akidah pasca para nabi di masa sabiy, dan juga bisa jadi merupakan pengaruh dari agama-agama Persia, yang meyakini adanya hari kebangkitan. 296 Sementara mengenai pembalasan dan ganjaran manusia, oleh Muhammad Khalifah Hasan Ahmad menjelaskan bahwa pada awalnya orang Yahudi tidak memandang adanya tanggungjawab inividu, akan 296 Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, Tarikh al-DIyanat al-Yahudiyyah, Op.cit, hal.160 188 tetapi yang ada adalah tangggung jawab bersama di akhirat nanti. 297 Kedua keterangan ini akan berbeda dengan uraian berikut ini. Agama Yahudi bukanlah suatu akidah atau aturan hukum yang diterima sebagai komitmen untuk dipertahankan, tetapi agama Yahudi, yang merupakan sebuah aturan yang mengatur prilaku manusia, dan menjadi kewajiban demikian dipandang bagi orang-orang Kohler sebagai yang dasar mengikutinya.298 pembentukan Hal konsep pemikiran agama Yahudi, yaitu bahwa balasan dan pahala bergantung pada pebuatan manusia dan bukan didasarkan pada keimanan dan keyakinan.299 Pada dasarnya agama Yahudi tidak memiliki akidah dan keimanan, termasuk mengenai hari akhirat atau hari pembalasan. Ahmad Syalabi mengemukakan bahwa orang-orang Yahudi mementingkan amal perbuatan dari pada masalah keimanan, yang menurutnya tidak begitu dipandang urgen, sehingga hampir-hampir tidak memiliki akidah yang diyakini. Bagi mereka aktivitas keseharian lebih penting dari pada berkeyakinan yang benar. Obyek nalar mereka tidak pernah ingin memikirkan apa dibalik yang tampak, dibalik alam ini. Bahwa pembalasan didasarkan pada pekerjaan dan bukan pada keyakinan dan 297 Ibid, hal. 161 298 Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah, 1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205 299 Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah, 1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205 189 keimanan atau akidah.300 Arthur Hertzberg berpendapat bahwa kitab suci diturunkan bukan untuk kepentingan kehidupan neraka atau surga, akan tetapi diturunkan untuk kepentingan hidup di dunia itu sendiri. Maka itu dalam agama mereka tidak dikenal adanya kehidupan yang abadi.301 Dalam sekte dan aliran pemikiran keagamaan Yahudi dijumpai perbedaan ajaran mengenai teologi keakhiratan yang mencolok mengenai apakah ada kehidupan akhirat atau tidak? Namun tampaknya tidak terjadi perbedaan pendapat jika yang mengatakan bahwa kehidupan akhirat itu ada, yang berkeyakinan bahwa hanya orang Yahudi yang berhak menjadi penduduk surga. Mengenai ini, sangat problematis kajiannya di dalam khazanah kehidupan bangsa Yahudi, karena kesan kontradiktif sangat jelas di antara mereka. Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab II, bagian D, penelitian ini, bahwa di dalam tradisi Yahudi terdapat perbedaan mengenai iman kepada hari kebangkitan dan hari akhir. Ada yang percaya dengan hari kebangkitan, pembalasan dan hari akhirat seperti kelompok al-Farisiyyin, namun pada umumnya aliran-aliran keagamaan Yahudi tidak mempercayai hari akhir. Kebalikan dengan sebagian kecil 300 Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah, 1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205 301 Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah, 1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205-207 190 dari sekte Yahudi seperti al-Ghanishiyat al-Shabi'ah yang mempercayai kehidupan akhirat.302 Will Durant mengatakan bahwa orang Yahudi tidak pernah mengindikasikan adanya kehidupan akhirat setelah kematian, dan tidak ada sesuatu yang abadi dalam agama mereka, yang karena itu baginya pembalasan terbatas pada kehidupan dunia saja. 303 Taurat yang dipedomani oleh orang Yahudi, tidak ditemukan di dalamnya disebutkan tentang ruh dan hari akhirat.304 Demikian halnya dengan kitab Talmud, tidak mengindikasikan adanya ungkapan mengenai alam lain atau akhirat.305 Dikatakan dalam Talmud (Erubin 2b); barang siapa yang tidak taat kepada para rabbi mereka maka akan dihukum dengan cara dijerang di dalam kotoran manusia yang mendidih di neraka. 306 Maka itu, tidak heran jika golongan as-Shadduqin, yang merupakan salah satu sekte dan aliran Yahudi mengingkari hari kebangkitan dan hari kiamat.307 Aliran atau sekte ini – sebagaimana dikemukakan dalam bab II, memandang ajaran tentang akhirat dan hari kebangkita, atau hari pembalasan merupakan bid'ah. Sekte yang dikenal 302 303 Hasan Zhazha, al-fikr al-Diniy al-Yahud, hal. 243 Will. Durant, Qishshat al-Hadharat, Kairo, al-Qiraat li al-Jami', Jilid 2, hal. 345 304 Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, Baerut, Dar al-'ilmi li al-Malayin, 1986, cet 11, hal. 33 305 Ibid, hal 34 306 A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.40 307 Ibid, hal 33, pada catatan kaki, dikemukakan oleh Abdul Fattah Thabarah bahwa lemahnya akidah orang Yahudi dibuktikan dengan adanya kelompok yang tidak percaya dengan hari akhirat yaitu golongan Shadduqin, dan golongan yang percaya yaitu golongan Farisiyyin.. 191 lebih cendrung kepada politik, harta dan semua bentuk duniawi ini memang mengabaikan persoalan-persoalan keagamaan.308 Kebalikan dari pandangan di atas, ditemukan pula berbagai sumber mengenai pandangan yang mengatakan bahwa dalam kitab Talmud tersebutkan kalimat bahwa " Surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang Yahudi saja, siapapun yang bukan Yahudi tidak akan masuk surga, melainkan akan masuk neraka semuanya di akhirat kelak".309 Dan, pandangan inilah – sebagaimana akan dibahas dalam bagian 2 sub bahasan ini – yang lebih benar, bahwa memang kaum Yahudi dan Nasrani berkeyakinan bahwa surga hanya akan dihuni oleh kaum Yahudi dan Nasrani saja. Meski demikian, pengingkaran tentang hari akhirat, tidak dipegangi oleh seluruh seluruh umat Yahudi, sebab pada masa Islam, terdapat orang Yahudi yang mengklaim bahwa kehidupan hari akhirat – sebagaimana akan diuraikan dalam sub bahasan selanjutnya – hanya diperuntukkan secara khusus bagi umat Yahudi.310 Artinya sebagian mereka meyakini keberadaan kehidupan akhirat dan hari pembalasan atau mengimani adanya surga dan neraka, hanya saja bagi mereka surga untuk Yahudi dan neraka untuk yang selain Yahudi, bahwa roh mereka lebih baik dari pada roh selain mereka. 308 A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.25 Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud, Kitab 'Hitam' Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.209 310 Ibid, hal 34 309 Yahudi yang 192 2. Teologi Yahudi tentang Hari Kiamat dalam Al-Qur'an Sebagai gambaran awal, dalam pembahasan ini, bahwa di dalam al-Qur'an disebutkan sebuah ayat yang memastikan bahwa orang-orang Yahudi akan dibangkitkan di akhirat kelak, dan bahwa atas perbuatan kekufuran dan sikap menentang mereka terhadap ajaran-ajaran para utusan-Nya, akan dihisab di akhirat kelak, demikian jelas dikemukakn di dalam surah al-A'raf ayat 167, dimana Allah berfirman; Artinya; Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa Sesungguhnya dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan Sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.311 Ayat serupa juga ditunjukkan di dalam surah al-Baqarah ayat 260, yang artinya; Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku Telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, Kemudian panggillah 311 Al-Qur'an dan terjemahan, Departemen Agama 193 mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 312 Terjemahan di atas adalah menurut At-Thabari dan ibnu Katsir, sedang menurut abu muslim Al Ashfahani pengertian ayat diatas bahwa Allah memberi penjelasan kepada nabi Ibrahim a.s. tentang cara dia menghidupkan orang-orang yang mati. Disuruh-Nya nabi Ibrahim a.s. mengambil empat ekor burung lalu memeliharanya dan menjinakkannya hingga burung itu dapat datang seketika, bilamana dipanggil. Kemudian, burung-burung yang sudah pandai itu, diletakkan di atas tiap-tiap bukit seekor, lalu burung-burung itu dipanggil dengan satu tepukan/seruan, niscaya burung-burung itu akan datang dengan segera, walaupun tempatnya terpisah-pisah dan berjauhan. Maka demikian pula Allah menghidupkan orang-orang yang mati yang tersebar di mana-mana, dengan satu kalimat cipta hiduplah kamu semua Pastilah mereka itu hidup kembali. jadi menurut abu muslim sighat amr (bentuk kata perintah) dalam ayat ini, pengertiannya khabar (bentuk berita) sebagai cara penjelasan. pendapat beliau Ini dianut pula oleh Ar Razy dan Rasyid Ridha.313 Hari akhir diyakini kelompok minoritas kaum Yahudi sebagai hari pembalasan. Orang Yahudi mengklaim bahwa yang akan masuk syurga hanyalah penganut Yahudi dan Nashrani. Artinya, selain Yahudi dan 312 313 Al-Qur'an dan terjemahan, Departemen Agama Al-Qur'an dan terjemahan, Departemen Agama 194 Nasrani akan menjadi penghuni neraka. Di sisi lain orang Yahudi berkeyakinan pula bahwa kalaupun akan mendapat penyiksaan maka mereka hanya akan disiksa dalam bebera hari saja. Orang Yahudi juga berkeyakinan bahwa dosa-dosa mereka terampuni. Pemikiran-pemikiran yang sekaligus menjadi teologi kaum Yahudi di atas terungkap dalam pernyataan-pernyataan teologisnya di dalam al-Qur'an tentang hari akhirat dan yang terkait dengan pembalasan, sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut; a. Tidak Tersentuh Api Neraka Kecuali Beberapa Hari Saja Keyakinan kaum Yahudi bahwa mereka tidak akan mendapat penyiksaan panjang di akhirat kelak, kecuali hanya beberapa saja, tergambarkan dalam al-Qur'an dalam dua tempat, yaitu; Pertama, di dalam surah al-Baqarah, ayat 80-83 Artinya; Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu Hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?". (bukan demikian), 195 yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia Telah diliputi oleh dosanya, mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orangorang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. Di dalam tafsir Sayyid qutb dijelaskan bahwa kalimat istifham di dalam ayat dikemukakan selain sebagai bentuk ketetapan, juga sebagai bentuk istifham yang mengandung makna pengingkaran dan bantahan. 314 Hal mana Allah menjelaskan dengan hujjah yang tajam dalam menjawab prasangka batil kaum Yahudi tentang pembalasan bagi kaum Yahudi di akhirat kelak. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dikatakan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah ketika itu orang Yahudi berpendapat bahwa dari setiap seribu tahun, mereka hanya disiksa satu hari, yang karena ia berkeyakinan bahwa dunia ini berusia 7 (tujuh) ribu tahun, maka dengan demikian ia hanya disiksa selama 7 (tujuh) hari saja. Maka turunlah ayat di atas 315 Ibnu Jarir menyebutkan sebab turunnya ayat ini,sebagaimana di riwayatkan oleh Ibnu Zaid, bahwa Rasulullah pernah berkata kepada orang Yahudi; siapa penghuni neraka menurut kitab tauratmu? Lalu 314 Sayyid qutb, fi Zhilal al-Qur'an, Kairo, Dar al-Syuru, Jilid 1, juz 1, cet. 33, 2004, hal. 85 315 Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim, juz 1, hal. 218 196 dijawab; sesungguhnya Tuhan kami, pernah marah kepada kami sekali, maka kami dimasukkan ke neraka selama 40 hari, lalu kami keluar dan kalian meneruskan menjadi penghuni neraka, lalu Rasulullah bersabda; kalian berdusta, lalu turunlah ayat ini. 316 As-Suyuthi juga menyebutkan bahwa bahwa jumlah hari yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah 40 hari.317 Kedua, di dalam surah al-Imran ayat 23-24 Allah berfirman; Artinya; Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang Telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran). Hal itu adalah Karena mereka mengaku: "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung". mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan. Sebagaimana dalam ayat pertama di atas, dalam ayat ini juga berbicara dalam kaitan dengan pemberian Allah kepada mereka kitab Taurat, namun dingkarinya, sehingga mereka menyalahi kandungan Taurat mengenai siksa di akhirat yang sebenarnya dengan menggantikan pandangn mereka menjadi hukum baru baginya yaitu 316 317 Ibnu Jarir, Juz 1, hal. 382 As-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, hal. 11 197 bahwa siksaan bagi mereka di akhirat, hanya akan dilalui beberapa hari saja.318 b. Surga Hanya Akan Ditempati Oleh Orang Yahudi Bagi sebagian kecil dari orang-orang Yahudi yang mempercayai adanya hari akhir, berpendapat bahwa surga tidak berhak dimasuki oleh kelompok agama lain. Mengenai ini dapat dijumpai dalam firman Allah, di dalam dua tempat yaitu pada surah al-Baqarah ayat 111-112 dan 9496. Pertama, firman Allah surah al-Baqarah, ayat 111-112, yang berbunyi; Artinya; Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 318 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, al-Syakhshiyat al-Yahudiyyat, Damaskus, dar al-Qalam, 1988, hal 136-137 198 Makna umum dua ayat ini adalah bahwa baik kaum Yahudi, maupun kaum Nasrani, sama-sama mengklaim golongannya saja sebagai penghuni surga. Keduanya membuat klaim yang tidak didasarkan pada akal sehat, dan juga tidak disandarkan pada dalil-dalil yang kuat. Keduanya hanya sekedar bercita-cita yang bersifat anganangan mereka kepada Allah, yang karenanya Allah meminta kepada Muhammad agar menuntut hujjah dan argument pembuktian dari kaum Yahudi dan Nasrani tentang klaim tersebut, dalam ungkpan "Haatuu burhanakum in kuntum shadiqin" (tunjukkan alasan, logika dan hujjahmu), jika memang benar klaim-klaim kalian".319 Ibnu Jarir mempertanyakan dua bentuk berita yang menyatu di dalam ayat ini, yaitu; berita Yahudi dan Nasrani, yang seakan berita tentang klaim Yahudi, sama dengan berita tentang klaim Nasrani, sebagai bentuk ''athaf" (berita tambahan), dimana orang mendorong orang nasrani memperoleh pahala di sisi Allah, demikian juga orang Nasrani berharap agar orang Yahudi juga demikian? Namun yang terpenting di dalam ayat ini menurut Ibnu Jarir adalah kalimat sanggahan, yaitu kalimat "tilka amaniyyuhum" dalam ayat di atas, yaitu bahwa apa yang dipropagandakan oleh orang Yahudi dan Nasrani adalah semata harapan mereka saja agar golongan lain tidak ikut masuk ke dalam surga, padahal klaim mereka sama sekali tidak berdasar dan 319 Sayyid Thanthawi, banu Israel fi al-Qur'an, hal. 569 199 tidak beralasan. Kata "tilka" di dalam ayat ini menunjuk pada berita "tentang berita klaim Yahudi dan Nasrani" yang berpendapat bahwa orang Islam tidak berhak masuk surga, baik menurut orang Yahudi maupun menurut pandangan orang Nasrani.320 Sementara Al-Syamakhsyary menjelaskan dalam perspektif lain dengan mengatakan bahwa kalimat "tilka amaniyyuhum", kata tunjuk di sini, dimaksudkan sebagai kata tunjuk untuk beberapa harapan orangorang Yahudi, Nasrani yaitu agar kebaikan tidak diturunkan kepada golongan selain mereka berdua, dan agar selainnya semuanya dijadikan kufur, sementara kata "amaniyyuhum" dimaksudkan adalah harapanharapan batil dari mereka tersebut.321 Abdul Fattah al-Khalid, mengatakan bahwa klaim orang Yahudi mengenai kekhususan surga bagi mereka merupakan khayalan belaka, tidak akan berwujud, anggapan yang keluar dari hati yang rusak, sebagai akibat dari egoisme mereka, sehingga apapun klaim mereka mengenai surga sebagai persembahan untuk golongan mereka saja, tidak akan pernah terwujud sampai hari akhirat pun tiba. 322 Itulah sebabnya di ayat lain dikatakan, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani mengajak kepada semua manusia agar menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, sebagaimana difirmankan dalam surah al-Baqarah 320 Ibnu Jarir, Tafsir Ibnu Jarir, juz 1, hal.491 Al-Syamakhsyary, al-Kasysyaf, juz 1, hal 230 322 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, al-Syakhshiyat al-Yahudiyat min Khilal alQur'an, Damaskus, Dar al-kalam, 1988, hal. 138 321 200 ayat 135 yang artinya; "Mereka berkata; maka hendaklah kamu menjadi Yahudi atau Nasrani…". Sebab mereka memandang diri mereka sebagai orang-orang yang beriman dan mendapat petunjuk Allah.323 Dengan demikian dapat dirangkum beberapa makna ayat di atas sebagai berikut; pertama, menyangkal apa yang akan terjadi kepada orang lain selain golongan Yahudi dan Nasrani di akhirat kelak, kedua, menjelaskan bahwa orang Yahudi dan Nasrani tidak akan masuk surga jika tidak termasuk dalam kategori Islam, yang berserah diri dan beriman kepada Allah. Ketiga, bahwa amal yang diterima oleh Allah adalah amal yang ikhlas, dan amal yang sesuai dengan syariat Allah, yang diridhai, yaitu syariat Islam. Ayat di atas akan lebih jelas konteksnya jika dianalisa ayat pembahasan selanjutnya. Kedua, di dalam surah al-Baqarah juga, ayat 94-96 pada surah yang sama, dikemukakan pula mengenai kepercayaan kaum Yahudi bahwa kehidupan akhirat adalah kekhususan bagi mereka, sebagaimana difirmankan Allah; 323 Ibid, 139 201 Artinya; Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, Maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selamalamanya, Karena kesalahan-kesalahan yang Telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha mengetahui siapa orang-orang yang aniaya. Ayat ini sebagai sanggahan atas propaganda, anggapan dan klaim orang-orang Yahudi dan Nasrani di dalam pembahasan ayat sebelumnya di atas. Allah menyanggah klaim orang-orang Yahudi dan Nasrani, melalui lisan Muhammad, bahwa jika mereka mengingkan kematian maka minta agar mereka segera memohon kematian, untuk membuktikan klaim mereka tentang penghuni surga, sebab jika memang ia meyakini bahwa dirinya ahli surga maka tentu ia sangat merindukannya dan ingin segera sampai ke surga, namun yang terjadi adalah sama sekali orang-orang Yahudi tidak menginginkan yang demikian, sebab mereka menyadari dosa-dasa yang telah diperbuatnya, dan semua ini Allah Maha Mengetahui akan apa yang ada dalam hati mereka yang sebenarnya, dimana mereka mengklaim apa yang bukan haknya dan menafikan dirinya sebagai penduduk neraka.324 Ibnu Jarir mengomentari kata "fatamannau al-maut" dalam ayat ini dengan mengutip salah satu bunyi hadits nabi yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang artinya; "sekiranya orang Yahudi bercita-cita 324 Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an, hal. 574 202 kematian, maka ia pasti akan mati, dan sungguh ia akan melihat tempatnya di neraka".325 Keterangan yang sama terdapat juga dalam tafsir Ibnu Katsir, namun dalam sanad yang berbeda, yaitu bahwa hadits tersebut berasal dari Ahmad bin Hambal, dari Abdul Karim.326 Dalam konteks ini, ditemukan pula di dalam tafsir al-Zamaksyary, al-Kasysyaf, yang memaknai kalimat "wa lan yatamannauhu abadan" (mereka sama sekali tidak menginginkan kematian", dengan kalimat serupa yaitu kalimat "wa lan taf'aluu" (sama sekali tidak akan sanggup melakukannya), ketika Allah menantang orang-orang kafir untuk membuat sesuatu yang menyerupai al-Qur'an, lalu Allah berkata "sama sekali kalian tidak akan mampu melakukannya".327 Ayat-ayat di atas masing-masing mengkisahkan klaim kaum Yahudi tentang kehidupan akhirat yang dipercayai sebagai sebuah kehidupan istimewa bagi mereka. c. Klaim tentang Dosa-Dosa Orang Yahudi Terampuni Anggapan-anggapan dan kepercayaan kaum Yahudi yang batil dan zhalim adalah keyakinannya tentang pembalasan dan pengampunan yang akan diperoleh dari Tuhan atas perbuatan-perbuatannya di dunia. Hal ini tergambarkan secara jelas di dalam surah al-A'raf, ayat 168169, yang berbunyi; 325 Ibnu Jarir, juz 1, hal 427 Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Karim, juz 1, hal 127 327 Al-Zamakhsyary, al-Kasysyaf, juz 11, 225 326 203 Artinya; Dan kami bagi-bagi mereka di dunia Ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka Telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti? Makna ayat ini diuraikan secara baik oleh Afif Abdul Fattah Thabarah; bahwa berdasarkan sejarah hitam Yahudi, Allah membagi kelompok Yahudi di muka bumi menjadi beberapa golongan yaitu; golongan orang-orang shaleh, golongan orang-orang yang tidak shaleh. Mereka telah diuji oleh Allah dengan kenikmatan dan keburukan dengan harapan agar mereka menyadari akan dosa-dosanya. Lalu generasi mereka pun diberikan kitab Taurat sebagai petunjuk, namun mereka tidak mengamalkannya, bahkan mereka menikmati dunia dengan cara 204 yang diluar ketentuan Allah (syariat)-Nya, sembari berkata; "Allah akan memberikan pengampunannya atas perbuatan-perbuatan kita", lalu diberikan jalan Taubat, namun jalan taubat juga tidak diamalkan, bahkan semakin bersemangat memperoleh harta dengan jalan yang menentang syariat Allah.328 Afif Thabarah kemudian menguatkan makna ayat ini dengan mengutip firman Allah yang lain di dalam surah an-Nisa', ayat 122-123, bahwa orang-orang Islam yaitu umat Muhammad dikhatab oleh Allah agar tidak bercita-cita sebagaimana dicita-citakan oleh orang-orang ahl al-Kitab dari kalangan Yahudi (dan Nasrani) untuk menentukan urusan pembalasan dan ganjaran di akhirat kelak nanti. 329 Muhammad Ahmad Ahdhar menjelaskan ayat di atas dengan mengatakan bahwa generasi Yahudi masa awal karena berpegang teguh dengan Taurat yaitu Yahudi yang shaleh dan ada yang tidak shaleh, namun kemudian mereka menyalahi hukum-hukum Taurat, dan menghalalkan yang haram, sampai pada keyakinan bahwa meskipun mereka berbuat demikian, Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan tidak akan disiksa karena dosa yang mereka perbuat, dan hal ini dikarenakan oleh keyakinan mereka tentang klaim atas golonganyannya sebagai bangsa pilihan Tuhan.330 328 Afif Abdul Fattah Thabarah, al-Yahud fi al-Qur'an, hal. 41 Ibid, hal. 41-42 330 Muhammad Ahmad Ahdhar, Sya'ab Allah al-Mukhtar, hal. 154 329 205 Dari sejumlah padangan pandangan-pandangan pemikiran mengenai hari akhir kaum Yahudi tampak dengan jelas bahwa orangorang Yahudi sangat berpihak kepada kehudupan dunia. Hal ini memang diilustrasikan dalam firman Allah di dalam surah al-Baqarah ayat 96, yang mengatakan; Artinya; Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari pada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan. Ayat ini menjelaskan bahwa kenikmatan yang paling agung adalah kehidupan dunia, terbukti dengan ketamakan mereka yang menginginkan kehidupan yang panjang, selama 1000 tahun lamanya, mereka membenci kematian, dengan prasangka bahwa dengan begitu dirinya akan lepas dari siksa akhirat, karena memang mereka juga berkeyakinan bahwa kenikmatan akhirat pun hanya untuk mereka saja.331 Sayyi Qutb menjelaskan konteks ayat di atas dengan mengatakan bahwa kehidupan bagi mereka benar-benar kehidupan itu sendiri saja, baginya tidak penting apakah kehidupan itu mulia atau buruk, mereka 331 Muhammad Ahmad Ahdhar, Sya'ab Allah al-Mukhtar, hal. 154 206 memang tidak berharap adanya pertemuan dengan Allah di akhirat kelak, dan mereka idak merasakan adanya kehidupan lain, selain dari kehidupan dunia ini.332 Artinya, orang-orang Yahudi memang dikenal sangat gigih dan tamak dengan kehidupan duniawi. Sebagaimana direkam di dalam kitab Talmud mereka, ditemukan beberapa point terkait dengan ketamakan dan kerakusan Yahudi yaitu; pada Sanherdin 57a, tersebut bunyi ayat; "seorang Yahudi tidak wajib membayar upah kepada orang kafir yang bekerja baginya", demikian halnya di dalam Baba Kamma 37a, dikatakan bahwa "jika lembu seorang Yahudi melukai lembu kepunyaan orang Kan'an, tidak perlu ada ganti rugi; tetapi jika lembu orang Kan'an melukai lembu orang Yahudi maka orang itu harus membayar ganti sepenuh-penuhnya", bahkan di dalam Baba Mezia 24a, dikatakan; "bahwa jika seorang Yahudi menemukan barang hilang milik orang kafir, ia tidak wajib mengembalikan kepada pemiliknya".333 Intinya, bahwa pembicaraan dan pembahasan tentang hari akhir bagi orang-orang Yahudi tidak begitu berarti baginya, sebagaimana agama-agama lain yang memandang kehidupan akhirat sebagai kehidupan yang hakiki, sehingga sangat berarti baginya. Karena itulah umat Yahudi bagi para pengkaji dapat dibagi menjadi dua bagian corak kehidupan yaitu; mereka yang menikmati kehidupan dunia dengan 332 333 Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, Juz 1, Jilid 1, hal. 92 A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal. 41 207 bahagia dan bebas. Golongan ini dalam pemikiran Yahudi yang dipandang sebagai orang-orang yang hidup dalam ridha Tuhan mereka. Sedangkan golongan lain yaitu golongan yang hidup di luar dari komunitas Tuhan Yahudi, yang hidup di dalam komunitas kafir, namun mereka berkeyakinan bahwa mereka berhak hidup menikmati hasilhasil perbuatan mereka dalam kehidupan yang lain. 334. 334 Ahmad Muhammad Zaed, Haqiqat al-'Alaqat baena al-Yahud wa alNashara, wa Atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, dal-Ma'ali, 2000, cet 1, hal. 51-52 208 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pemaparan sebelumnya ditemukan beberapa kesimpulan sebagai temuan penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bahwa etimologi dan terminologi Yahudi di dalam al-Qur'an digunakan dalam beberapa bentuk konsep yang beragam yaitu Hadu, Hudna Huud, al-Yahud dan Yahudiyan. Sementara itu kata lain yang menunjuk pada makna kaum Yahudi, dijumpai pula di dalam al-Qur'an menggunakan kata ahl al-Kitab, al-Dhaliin, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan Teologi Yahudi dalam perspektif al-Qur'an adalah berbicara diseputar pilar-pilar keimanan yaitu iman kepada wujud Allah, keesaan Allah, zat dan sifat-sifat Allah, wujud nabi dan rasul Allah serta kesuciannya, kebenaran kitab suci, keberadaan malaikat, dan wujud hari akhirat 2. Fenomena Teologi Yahudi dalam al-Qur'an digambarkan dalam bentuk kisah-kisah interaksi mereka dengan para nabi dan utusan Allah. Kaum atau bangsa Yahudi pada masa awal diturunkannya dengan Teologi Yahudi pada masa masa perkembangannya. Teologi Yahudi di masa awal adalah teologi 209 Islam, sedangkan teologi selanjutnya adalah teologi yang telah te reduk. Hal ini digambarkan al-Qur'an dalam nada sumbang dan nada positif. 3. Al-Qur'an menginformasikan dua bentuk teologi Yahudi yang betentangan dalam pilar-pilar keimanan dan bersifat paradoksal. Teologi yang satu, kaum Yahudi disejajarkan dengan teologi rukun Iman agama Islam di masa Muhammad sehingga mereka disebut sebagai orang beriman dan orang shaleh, sedangkan yang lain merupakan lawan dari rukun Iman dalam agam Islam yaitu iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab Allah, rasul-rasul Allah, Hari Akhirat. Aplikasi bentuk teologi yang menentang pilar-pilar keimanan adalah; Tentang Allah mereka mempersekutukkannya dengan meyembah berbagai bentuk berhala (QS. Al-A'raf; 148-156), menjadikan golongan mereka sebagai putra-putra Allah sehingga dapat disembah, mengangkat Uzaer sebagai putra Allah (QS. AlMaidah; 18), mengklaim golongan mereka sebagai kekasih Allah (QS. Al-Maidah; 18), mengklaim golongannya sebagai bangsa pilihan Allah karena banyak dimuliakan dan diistimewakan Allah melalui nikmat-nikmat yang dikaruniakan kepadanya (QS. AlMaidah; 18), dan mensifati Allah dengan sifat-sifat manusia seperti keyakinannya bahwa tangan Allah terbelenggu (QS. Al- 210 Maidah; 64), mereka juga ingin melihat Allah dengan mata kepala mereka (QS. Al-Baqarah; 55), bahkan mereka menginginkan Tuhan yang khsusus bagi mereka sebagaimana tuhan-tuhan agama lain (QS. Al-A'raf; 138) Terhadap kitab-kitab suci, Taurat, injil dan zabur mereka palsukan, kalaupun mereka menerima wahyu Allah, mereka hanya mengambil sebagian dan membuang sebagian yang lain Terhadap rasul mereka mengimani sebagian dan mengingkari yang lain, mereka juga tidak merasa ada beban dan syariat yang mengatur untuk bermuamalah dengan orang-orang Arab seperti nabi Muhammad Saw., hingga pada akhirnya meyakini bahwa kematian nabi adalah bagian dari iman mereka, mereka juga memandang Ibrahim sebagai pengikut agama mereka, yang kemudian dijawab oleh Allah (QS. Al-Imran; 67) Terhadap keberadaan hari akhirat atau hari kebangkitan dan pembalasan mereka mengklaim golongan Yahudi (bersama Nasrani) yang berhak masuk surga sedangkan yang lain adalah tempatnya di neraka (QS. Al-Baqarah; 111-112), keyakinan golongan Yahudi hanya mendapat siksa neraka dalam beberapa hari saja (QS. Al-Baqarah; 80), bahwa hari akhirat adalah hanya untuk mereka, serta mereka berkeyakinan akan pengampunan Allah meski mereka melakukan dosa-dosa besar, yang terkait 211 dengan persoalan teologis. Sedangkan aplikasi bentuk teologi kedua adalah kebalikan dari aplikasi teologisnya yang murni. Yang dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa klaim-klaim teologi Yahudi yang digambarkan al-Qur'an adalah dua bentuk teologi yaitu teologi yang kering dari logika, hujjah, argument dan sumber orisinil, dan teologi yang benar dan orisinil. B. SARAN-SARAN Mengingat penelitian hanya mengambil satu bagian dari sejumlah pembahasan mengenai Yahudi, maka penulis menyarankan beberapa point penting sebagai berikut: 1. Diharapkan penelitian ini dapat diteruskan dan dikembangkan lewat penelitian-penelitian lanjutan dalam aspek-aspek yang belum terjawab dalam penelitian ini, misalnya dari aspek ibadah Yahudi, tradisi keagamaannya, dan sebagainya. 2. Sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, Universitas Islam Negeri (UIN) makassar, dituntut untuk menampilkan interpretasi yang obyektif mengenai agama-agama di dunia dan perkembangannya, terutama agama Yahudi yang oleh sebagian sejarawan dan peneliti hingga saat ini masih memandang agama Yahudi sebagai agama historis belaka. 212 DAFTAR PUSTAKA A. Hanafi, Teologi Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna, tth. Ahmad Amin, Islam dari masa ke Masa, Bandung, Remaja Rosda Karya, 1993, cet. 3 Abdul Halim Mahmud, al-Islamu wa al-'Aql, Kairo, Dar al-Ma'arif, tth, Imarah, Muhammad, al-Wasith fi al-Mazahib wa al-Mushthalat alIslamiyyat, Kairo, an-Nahdhah, 2004. Fu'ad al-Baqi, Muhammad al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur'an al-Karim, Baerut, Dar al-Fikr, 1987. Faruq Sherif, al-Qur'an menurut al-Qur'an, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2001. Rahardjo, Dawam, Ensiklopedi al-Qur'an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta, Paramadina, 2002, cet.2 Al-Ashfahani, Al-Raghib, Mufradat fi gharib al-Qur'an, Mesir, Mushtafa al-Babi al-Halaby, 1961 Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab Syahadah, Muhammad Nuruddin, al-Yahudu wa al-Tathbi' fi al-Qur'an al-Karim, Amma, dar Ammar, 1999 Thanthawi, Muhammad Sayyid, Banuu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruk, 2001, cet.1 Syalaby, Ahmad, al-Yahudiyah. Kairo, al-Nahdhah al-Mishriyah, 1996. Khadr, Muhammad Ahmad, Sya'ab allah al-Mukhtar, Kairo, Toubiji li alNaskh wa al-Tashwir, tth. Zhazha, Hasan, al-Fikr al-Yahudiy, Athwaruh wa Mazahibuh, Baerut, Dar al-Syamiyah, 1999, cet. 4 Yusuf, Muhammad Yusuf, Israil; al-Bidayah wa al-Nihayat, ttp, 1994, cet.1 213 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia Whaling, Frank, Aneka Pendekatan Studi Agama (Petter Connolly, Editor Nasution, Harun, Theologi Islam, h. ix Aga, Mahir Ahmad, Al-Yahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar alFikr, 2002 Abdul Majid Diyat, Tarikh al-Yahudu wa atsaruhum fi Mishr li Taqiyuddin al-Maqrizy, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth Al-Arqam al-Za'by, Haqaiq Muttahidah, 1990 'an al-Yahudiyah, Suriah, Dar al- Abdul Jalil Syalaby, al-Yahud wa al-Yahudiyyah, Kairo, Dar Akhbar alYaum, Edisi Maret 1997 Ahmad Sa'ad al-Din al-Basthy, Muqaranat al-Adyan ; al-Yahudiyyah wa al-Masihiyyah wa al-Islam wa al-Istisyraq, Kairo, Ma'had alDirasat al-Islamiyyah, Juz 1, 1994 Maheswara, A., Rahasia Kecerdasan Yahudi, Yokyakarta, Pinus Publisher, 2007 Husein, Adian, Tinjauan Historis; Konflik Yahudi, Kristen dan Islam, Jakarta, Gema Insani, 2004 Ahmad, Muhammad Khalifah Hasan, tarikh al-Diyanah al-Yahudiyyah, Kairo, Dar Quba, 1998 Dimont, Max J., Kisah Hidup Bangsa Yahudi, Ttt, Masaeni, 2002 Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998 Carr, William G., Yahudi Menggenggam Dunia, Jakarta, al-Kautsar, 2006, cet 4 Muhammad Dhiya' Rahman al-A'zhami, al-Yahudiyat wa al-Masihiyat, Madinah, Maktabah al-Dar, 1988 214 Keene, Michael, al-KItab; Sejarah, Proses terbentuk dan Pengaruhnya, Yokyakarta, Kanisisus, 2006 Mustafa Muslim, Ma'alim qur'aniyyah fi al-Shira' ma'a al-Yahud, Damaskus, dar al-qalam, 1999 Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'Alaqah baena al-Yahud wa alNashara wa atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, Dar alMa'ali, 2000 Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar al-'Ulum, 2003 Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, Jakarta, Sahara Publisher, 2004 Shabir Thaemah, banu Israel fi al-Qur'an al-Karim wa Naba' al-'Ahd al-Qadim, Baerut, 'alam al-Kutub, 1984, cet.1 Sejarah Peradaban Islam (Siti Maryam dkk, Editor), Yokyakarta, LESFI Sunan IAIN Kalijaga, 2003 Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam Muhammad Ibrahim Fayyumi, Muhadharat fi Manhaj al-Din al-Muqarin, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyat, 1996 Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004 Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya " Fi Zhilal al-Qur'an" Kairo, dar al-Syuruk, cet 32, 2004, Jilid 1, Juz.1 Al-Jurjani, al-Ta'rifat, Kairo, Dar al-Rasyad, tth Muhammad Ghalib M, Ahl al-Kitab; Makna dan Cakupannya", oleh Penerbit Yayasan Paramadina, di Jakarta, pada tahun 1998. Wilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, Jakarta, Teraju, 2005 Thomas McElwain, Bacalah Bible, Jakarta, Citra, 2006 215 Jerald F. Dirks, Abrahamic Faith Kamil Sa'fan, al-Yahudu wa Saraadiib al-Giituu ila Maqashiir alFaatiikan, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Antaran, 2006 Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi, Muqaranat al-Adyan; al-yahudiyah, wa al-Masihiyyat, wa al-Islam wa al-Istisyra, Kairo, Ma'had alDirasat al-Islamiyyat, 1994, Juz 1 Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, Baerut, Dar al-'ilmi li al-Malayin, 1986, cet 11 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2006, Volume 3, cet. 5 F. Dirk, Ibrahim sang Sahabat Tuhan,Jakarta, Serambi, 2004 S.J.Moyal, al-Talmud Ashluhu wa tasalsuluh wa adabuh, Damaskus, Dar al-Takwin li al-Nasyr, 2005 Bernard Lewis, Yahudi-Yahudi Islam, Jakarta, bekerjasama dengan Zikrul Hakim, 2001 Nizham Press Tafsir Ibnu Jarir, Juz 1 Tafsir al-Kasysyaf, Juz 1 Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim, juz 1 Ibnu Jarir, Juz 1 As-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, Juz 1, Jilid 1 Husni Yusuf al-'Athir, al-Qur'an wa al-Yahud, Kairo, Maktabah anNafizdah Will. Durant, Qishshat al-Hadharat, Kairo, al-Qiraat li al-Jami', 1998, Jilid 2 216