- Repositori UIN Alauddin Makassar

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisikan kumpulan
firman-firman Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw.
Sebagai kitab samawi yang terakhir. Proses turunnya Al-Qur’an
berlangsung secara berangsur-angsur yang umumnya dikaitkan dengan
peristiwa-peristiwa yang muncul, kemudian dihimpun menjadi sebuah
kitab suci untuk dijadikan bukti sebagai petunjuk bagi para ilmuan,
peringatan bagi mereka yang ingkar serta pedoman bagi orang yang
lalai dan melampaui batas.1
Ayat-ayat al-Qur’an memiliki makna yang sangat luas dengan
kemungkinan arti yang tak terbatas. Al-Qur’an adalah teks yang
terbuka, yang memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas. Tidak
satupun yang berhak mengklaim bahwa penafsiran yang dihasilkannya
merupakan penafsiran yang paling benar dan menutup kemungkinan
penafsiran dari pihak lain. Dengan demikian, ayat selalu terbuka untuk
menerima interpretasi baru, tidak pernah pasti dan tetap dalam
1
Lihat Muhammad Farid Wajdi, Dairat Ma’rif al-Qarn al-Isyrin, Jilid VII
(Beirut: al-Maktabah al-Islamiyah al-Jaadidah, t.th), h. 666.
1
interpretasi tunggal.2 Seirama dengan ungkapan tersebut
Muhammad
Abdullah Darraz berpendapat mengenai keterbukaan makna al-Qur’an.
Ayat-ayat al-Qur’an setiap sudutnya memancarkan cahaya yang
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya. Tidak
mustahil, bila orang lain dipersilahkan memandangnya, ia akan melihat
banyak cahaya.3
Dari pemaparan di atas, terlihat ada dua landasan dasar yang
cukup untuk melihat urgensi tafsir, yaitu kebutuhan manusia untuk
mengimplementasikan dua fungsi al-Qur’an dan makna ayat-ayatnya
yang sangat terbuka, sehingga kajian atas maknanya terus menuntut
penerjemahan aktual. Kebutuhan akan tafsir sebenarnya telah dirasakan
sejak nabi masih hidup. Beberapa sahabat menbutuhkan penjelasan atas
beberapa ayat al-Qur’an yang maknanya masih samar bagi mereka.
Untuk itu mereka meminta penjelasan dari Nabi saw. 4 Hanya saja
kebutuhan akan penafsiran al-Qur’an pada masa itu tidak sebesar
dengan bebutuhan umat pada masa-masa berikutnya.
2
Lihat Suardi Putro, Islam dan Modernitas (Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1998),
h. 69.
3
Muhammad Abdullah Darraz, al-Naba’ al-Adzim (Cet. I; Mesir: Dar alMurabithin, 1997), h. 147-148. Lihat juga M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an
(Cet. I; Bandung: Mizan, 1992), h. 16.
4
Pada kenyataannya, para sahabat menemukan beberapa ayat yang artinya
masih samar bagi mereka. Mamun demikian, kasusnya sangat sedikit. Ini disebabkan
karena mereka hidup bersama nabi yang perkataan dan perbuatannya merupakan
personifikasi wahyu. Para sahabat dapat memahami arti ayat melalui apa yang ia
saksikan dari ibadah, muamalah dan aktifitas Nabi. Lihat Muhammad Ibrahim ’Abd. AlRahman, al-Tafsir al-Nabawi li al-Qur’an al-Karim wa Mawqif al-Mufassirin minhu
(Cairo: Maktabah al-Saqafah al-Diniyah, 1995), h. 24.
2
Kebutuhan akan penafsiran al-Qur’an semakin terasa semenjak
putusnya wahyu dan meninggalnya Rasulullah saw. Semenjak itu, kajian
dan penafsiran terhadap al-Qur’an semakin marak. Secara umum, dalam
menafsirkan al-Qur’an ada empat metode yang biasanya dipergunakan
oleh para mufassir.5
Dalam upaya memahami kandungan al-Qur’an, para ulama tafsir
pada umumnya menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya
dalam
mushaf.
Tetapi
dalam
perkembangan
selanjutnya,
muncul
gagasan untuk mengungkap petunjuk al-Qur’an terhadap suatu masalah
tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian topik yang
sama untuk kemudian dikaitkan antara satu ayat dengan ayat yang
5
Secara umum ada empat metode yang dipergunakan dalam menafsirkan alQur’an, yaitu metode tahlili, metode tafsir yang berusaha untuk menerangkan arti
ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya berdasarkan urut-urutan ayat dari Mushaf,
dengan menonjolkan pengertian dan kandungan lafaz-lafaznya; sebab-sebab turunnya,
hadis-hadis yang berhubungan dengannya, pendapat-pendapat para mufassir
terdahulu dan mufassir itu sendiri yang tentunya diwarnai oleh latar belakang
pendidikan dan keahliannya. Kemudian metode Mawdu’i, yaitu metode tafsir yang
berusaha mencari jawaban al-Qur’an tentang suatu masalah tertentu dengan jalan
menghimpun seluruh ayat yang dimaksud, lalu menganalisannya lewat ilmu-ilmu bantu
yang relevan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep yang
utuh dari al-Qur’an tentang masalah tersebut. Selanjutnya metode Ijmali adalah
metode penafsiran al-Qur’an berdasarkan urut-urutan ayat secara ayat per ayat
dengan suatu uraian yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat
dikonsumsi oleh, baik masyarakat awam maupun kaum intelektual. Terakhir adalah
metode al-Muqarin adalah metode yang menafsirkan sekelompok ayat al-Qur’an atau
surat tertentu, dengan cara membandingkan ayat dengan ayat, atau antara ayat
dengan hadis, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan
segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan itu. Lihat ’Abd, al-Hay
al-Farmawi, al-Bidayat fi al-Tafsir al-Mawdu’i (Mesir: Maktabah Jumhuriyah Misr,
1997), h. 52.
3
lainnya, sehingga pada akhirnya dapat diambil kesimpulan tentang
masalah tersebut menurut petunjuk al-Qur’an.6
Salah satu masalah yang dibicarakan al-Qur’an adalah al-Yahud.
Yahudi sebagai salah satu agama yang diturunkan Allah swt. Kepada
Nabi Musa as. Adalah agama yang menyeru pada tauhid (aqidat altawhid) dan masih memiliki persambungan aqidah dengan umat Islam.
Allah swt. sendiri memberikan pembenaran terhadap sebagian ajaran
al-Tawrah (kitab suci agama Yahudi), dan al-Injil (kitab suci agama
Nasrani) serta mengoreksi sebagian lainnya.7
Konsep teologis8 dapat dijumpai dalam berbagai agama dan kitab
sucinya. Sebab teologi memang membahas ajaran-ajaran dasar dari
suatu agama, antara lain yang paling pokok adalah persoalan atau kajian
teologi9. Oleh karena itu, salah satu konsekuensi logis manusia
beragama (beriman) kepada adanya Tuhan adalah mengimani secara
M. Quraish Shihab, op.cit., h.114. 6
7
Lihat QS. Ali Imran (3) : 3
8
Pengkajian dan penelitian tentang teologi tidak hanya diminati oleh kalangan
akademisi teologi, akan tetapi juga para ahli filsafat, sejarah, sosiologi, antropologi
dan ahli psikologi. Pasalnya, karena persoalan teologi meliputi banyak cakupan dan
aspek pandangan yang beragam, dalam banyak topik dan disiplin ilmu. Maka itulah
akan dijumpai persoalan asal-usul agama dan fenomenanya juga banyak dikaji oleh
tokoh-tokoh seperti Emil Durkheim dari sosiologi, Sigmund Freud, C.G. Jung dan
Erich Fromm dari psikologi, William James dari filsafat, E.B. Taylor, B. Malinouski,
J.G.Frazer, dan R.H.Lewis dari antropologi, Rudholf Otto dari sejarawan, dan
sebagainya lihat Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yokyakarta:
LKIS 2002), h. 311-340.
9
Di abad pertengahan, kajian teologi pernah disebut sebagai the queen of the
science (ilmu pengetahuan yang paling tinggi dan otoritatif, dimana semua hasil
penelitian rasional harus sesuai dengan teologi. Saat itu, pandangan keagamaan
mendominasi pemikiran manusia, yang jika ada perdebatan pandangan maka
pandangan keagamaan harus dimenangkan. Berbeda dengan pada saat berkembangnya
dunia dan sains empirisme, kajian teologi kemudian mengalami pasang surut dan
mengalami kemandekan. Lebih jauh lihat Amin Abdullah, Studi Agama-agama,
(Jakarta: PustakaPelajar, 1996), h. 43-44
4
mutlak
akan
wahyu-wahyu-Nya10,
atau
kitab-kitab-Nya11
yang
diturunkan kepada utusan-utusan atau rasul-rasul Tuhan, serta tentang
hari pembalasan (akhirat) dan mengimani Qadha (ketetapan)-Nya dan
takdir-Nya.
Agama-agama samawi menjalani sejarahnya sebagai agama
ketuhanan yang sama, namun dalam corak ritual yang berbeda. Masingmasing memiliki kelebihan tersendiri. Allah mengistimewakan bani
Israel atas bangsa-bangsa lain dari aspek keagamaannya karena agama
Yahudi ketika itu adalah satu-satunya agama ketuhanan yang ada, dan
ketika wahyu tentang hamba-hamba beriman yang diturunkan di masa
itu dikhatabkan kepada bani Israel, karena merekalah satu-satunya
yang memilih beriman kepada Allah. Sementara kaum paganisme (para
penyembah berhala), bintang-bintang dan planet-planet serta api,
10
Istilah 'wahyu' yang popular di kalangan para ahli agama dimaknai sebagai
kalamullah (perkataan Tuhan) yang diturunkan kepada para utusan Allah, melalui
malaikat Jibril, untuk kemudian disampaikan dan didakwahkan oleh para utusannya itu.
Lihat Muhammad Imarah, al-Wasith fi al-Mazahib wa al-Mushthalat al-Islamiyyat,
(Kairo: al-Nahdhah, 2004), h. 173
11
Istilah 'kitab' digunakan oleh semua agama, sebagai kumpulan lembaranlembaran ajaran yang bersumber dari Allah, yang dinamai wahyu, sebagaimana dikenal
dalam agama Yahudi adalah al-Taurat, bagi Nasrani adalah al-Injil dan bagi umat
Islam adalah al-Qur'an. Hanya saja, istilah "kitab" kemudian mengalami perkembangan
makna yang lebih luas, baik sebagai kitab suci maupun sebagai kitab penafsiran kitab
suci, ataupun kitab-kitab yang tidak terkait dengan kitab suci ataupun kitab tafsiran
atas kitab suci (holy book). Dalam bahasa Arab, terminology "al-Kitab al-Muqaddas"
kerap digunakan secara bersama oleh kaum Yahudi dan Nasrani, baik untuk menunjuk
Perjanjian Lama maupun Perjanjian baru. Mengenai ini diuraikan oleh Muhammad
Ahmad Khadr (mantan wakil menteri agama Mesir), Sya'ab Allah al-Mukhtar, Kairo,
ttp,tth, hal. 157
5
pohon, batu dan sebagainya tidak mengubah penyembahan mereka
kepada Allah, sementara wahyu agama ketuhanan telah diturunkan. 12
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika bani Israel diberikan
kenikmatan dan karunia yang melimpah oleh Allah dan memuliakannya
di atas umat-umat yang lain, karena keimanan dan ketakwaan mereka.
Sehingga kepada bani Israel diturunkan Taurat sebagai petunjuk dan
cahaya kehidupan, diberikan mukjizat yang mengagungkan, ditunjukkan
kemenangan atas musuh-musuhnya, dan menjadikan banyak di antara
mereka menjadi raja dan nabi.13
Namun kemudian keadaan menjadi berbeda setelah kedatangan
Isa as., dimana Isa merupakan nabi terakhir yang diutus dari kalangan
bani Israel, sebab di masa ini kebanykan bani Israel telah berbalik
menjadi penentang Allah, menyeleweng dari agama yang benar,
misalnya dengan melakukan perubahan dan memalsukan kitab Taurat,14
12
Muhammad Ahmad Khadr, Sya'ab allah al-Mukhtar, (Kairo: Toubiji li alNaskh wa al-Tashwir, tth). H. 210
13
Muhammad Ahmad Khadr, Sya'ab allah al-Mukhtar, (Kairo: Toubiji li alNaskh wa al-Tashwir, tth). h. 211
14
Mengenai pemalsuan kitab Taurat, diuraikan secara runtut dan mendalam
oleh Ismail Nashir al-Shamady, melalui 3 karya bukunya yang diterbitkan oleh
Penerbit 'Ala al-Din, di Damaskus, pada tahun 2005, buku-buku tersebut adalah; 1)
Jilid satu berjudul, Naqd al-Nash al-Tauraty; al-Ta'rikh al-Tauraty al-Muzayyaf
baena Israel al-Kan'aniyyat, wa Israel al-'Ibariyyat wa Israel al Shuhyuniyyat buku
setebal 414 halaman ini mengkritisi bukti-bukti pemalsuan Taurat menurut
pendekatan sastra dan historis yang dilakukan oleh Yahudi, bersamaan dengan teksteks peradaban Negara-negara Timur Dekat Kuno 2) Jilid dua, berjudul Al-Ta'rikh al-
Tauraty wa al-Tarikh ; al-Ta'rikh al-Tauraty al-Muzayyaf baena Israel alKan'aniyyat, wa Israel al-'Ibariyyat wa Israel al Shuhyuniyyat, buku ini mengkaji
Taurat dalam kaitan dengan sejarah dan geografis mengenai Palestina dan Israel, di
masa lampau 3) Jilid Tiga, berjudul, Al-Ta'rikh al-Tarikhy maa baena al-Saby al-
Babily wa Israel al-Shuhyuniyyat, al-Ta'rikh al-Tauraty al-Muzayyaf baena Israel alKan'aniyyat, wa Israel al-'Ibariyyat wa Israel al Shuhyuniyyat , buku ini menekankan
6
yang puncaknya perubahan akidah mereka adalah prilaku orang-orang
Yahudi yang sangat bersemangat ingin membunuh nabi Isa. as 15 dan
mengumumkan perang melawan pengikut nabi Isa as. 16
Padahal, sebagimana diketahu bersama bahwa risalah yang
dibawa oleh nabi Isa as. dengan Inijilnya adalah juga agama ketuhanan.
Agama Nasrani
serupa ajarannya dengan agama Yahudi yang dianut
oleh bani Israel. Namun yang terjadi adalah bahwa bani Israel
menentang keberadaan Isa.as., bahkan berlangsung hingga kedatangan
nabi Muhammad Saw. yang diutus untuk menyebarkan agama Islam.
Melalui kitab al-Qur'an, orang-orang Yahudi dikenal sangat keras
menentang keberadaan Muhammad. Dan apa yang dialami oleh penganut
agama Nasrani berupa siksaan dari orang-orang Yahudi, dialami juga
oleh Muhammad, dan ironisnya penganut agama Nasrani ikut melakukan
permusuhan dengan Islam. Maka, baik Yahudi maupun Nasrani,
pada bagian sejarah akhir Yahudi dalam Tauratnya, hingga pada masa Ghetto, atau
Yahudi asing dan Yahudi Modern.
15
Mengenai semangat dan kegirangan membunuh Isa dan pengakuan mereka
telah membunuh nabi Isa, yang sekaligus dibantah oleh Allah, telah diabadikan di
dalam al-Qur'an pada surah an-Nisa' ayat 156-158, yang artinya; "Dan Karena
kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan
kedustaan besar (zina). Dan Karena Ucapan mereka: "Sesungguhnya kami Telah
membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak
membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang
yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang
berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan
tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang
dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa
yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah Telah mengangkat
Isa kepada-Nya. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".
16
Ibid
7
keduanya tidak memahami kesatuan esensi agama-agama samawi,
sehingga keduanya menentang Islam.
Adanya konsep kesatuan ajaran semua agama samawi sendiri,
yang bersumber dari wahyu Allah, menjadikan wahyu sebagai sesuatu
yang determinan bagi setiap manusia beragama atau beriman. 17 Sebagai
contoh, di dalam al-Qur'an pada banyak tempat dikemukakan secara
tegas mengenai kesatuan ajaran agama yang dibawa oleh para nabi dan
rasul sebagai berikut, misalnya ; Qs. al-Baqarah; 2; 62, al-Imran; 3;64,
al-Anbiya; 21; 25, al-Mu'minun; 23; 23, al-A'raf; 7; 65 dan 73, alAnkabut; 29; 16, Yunus; 10;48, al-Maidah; 3; 69 dan 117 dan al-Ra'ad
13; 36, dan lain-lain.18
17
Konsep 'kesatuan ajaran' agama, sebenarnya secara mudah dapat dicermati
dengan teliti dalam kajian-kajian sejarah para Nabi dan Rasul beserta ajarannya mulai
dari Adam hingga Muhammad Saw. yang termaktub dalam kitab-kitab suci seperti alQur'an. Hanya saja, konsep "kesatuan ajaran" agama ini menjadi dilematis ketika
ajaran-ajaran agama, misalnya agama-agama samawi, direduksi orisinalitas ajarannya
oleh para penganutnya, baik dalam tataran teks, maupun dalam tataran makna dan
kandungannya. Kondisi ini menyebabkan konsep "kesatuan ajaran" agama-agama
samawi yang dikembangkan hingga saat ini, justru semakin memperumit persoalan,
sebab bahasa-bahasa dan ungkapan terminologi yang digunakan seperti "Semua
agama satu", "semua agama benar", "semua agama sama" yang tadinya dimaksudkan
sebagai upaya mengembangkan sikap toleransi dalam beragama, namun justru
membawa masalah baru, memperkeruh dan memperuncing permusuhan dalam
beragama, karena redaksi yang digunakan justru memicu keraguan dan kebimbangan
umat beragama untuk mengoreksi kebenaran agama yang dianutnya. Sebagai contoh
tesis "semua agama benar", jika yang dimaksudkan di sini adalah semua ajaran
agama-agama yang ada saat ini, maka hal itu akan mengantarkan setiap pemeluk
agama akan kembali meragukan agama yang dianutnya sebagai agama yang diimani
selama ini, sembari berkata "berarti lebih baik kalau menganut semua ajaran agama".
Dalam konteks ini, penulis berpendapat bahwa persoalan teologis yang menjadi titik
sentral perbedaan keyakinan setiap agama, seharusnya dibiarkan mengalir apa
adanya, sebab jika persoalan teologis diotak-atik – meskipun dengan maksud yang
dipandang baik - , maka penulis yakin justru akan menghilangkan makna teologi itu
sendiri.
18
Klasifikasi ayat-ayat ini, lebih lengkap dapat dilihat dalam Muhammad Fu'ad
al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur'an al-Karim, (Baerut: Dar al-Fikr,
1987)
8
Teologi keimanan19 dalam perspektif al-Qur'an, sebagaimana
tercermin dalam rukun iman agama Islam, yaitu iman kepada Allah, iman
kepada malaikat, dan iman kepada hari akhirat serta qadha dan qadar,
disamping beriman kepada kitab-kitab Allah dan rasul-rasul-Nya.20
Oleha karena Islam, pertama kali, memang datang dengan missi teologi,
lalu kemudian berkembang ke dalam persoalan-persoalan lain.21
Salah satu yang menjadi titik sentral persoalan teologi adalah
mengenai keimanan kepada kitab suci. Karena itu, tampaknya hampir
semua
agama
sepakat
berpandangan
bahwa
kitab
suci
menjadi
keniscayaan diakuinya eksistensi setiap agama. Hal ini dikarenakan
agama sebagai kebenaran yang konsekuensinya adalah memiliki
sumber-sumber kebenaran pula yaitu kitab suci. Mengabaikan kitab
suci dalam suatu agama, dipastikan akan berbalik menjadi suatu
19
Konsep dasar iman di dalam al-Qur'an memiliki pengertian transendental.
Konsep Islam tentang Iman biasanya memperlawan dengan kata Kufur atau Musyrik,
dan sering kali mensandingkan kata iman dengan amal shaleh, sedangkan keimanan
yang paling banyak dikemukan di dalam ayat-ayat adalah iman kepada Allah
berdampingan iman kepada hari Akhirat. Kemudian disusul dengan iman kepada Kitabkitab dan Rasul-rasul Allah.
20
Konsep Iman digambarkan oleh Faruq Sherif, dengan mengutip sejumlah
ayat-ayat antara lain adalah Q.S. 30; 22-24, Q.S. 16; 69, Q.S. 29;35, 8;2-3, 9;112,
25;64, 49;14. 47; 12, 2;82-83, 16; 106, 2;25, 47;34, 3;86, 2;217, 4; 115, 3;80 dan 89,
63;3, 4; 137, 9; 12, 47;28, 5;54, 3;28, , 6; 108, 2;46, 104, dan 223, 2;46, 18; 105,
41;54, 32; 10, 11;29, dan sebagainya. Faruq Sherif, al-Qur'an menurut al-Qur'an,
(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001), h, 162-167
21
Pergeseran teologi Yahudi dan Nasrani dari beriman menjadi golongan yang
Ingkar; Pengingkaran kaum Yahudi dan Nasrani kepada Allah, dengan mengganti
wahyu-wahyu Allah, membunuh para Nabi dan rasul utusan Allah, mempertuhankan
ciptaan Allah, saling mengklaim tentang Tuhan dengan segala implikasinya kepada
golongan masing-masing, menyebabkan Islam, sebagai agama yang datang untuk
menentang klaim-klaim teologi Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, dalam pandangan
penulis, persoalan teologi merupakan persoalan paling awal yang diperjuangkan Islam,
dan bukan persoalan-persoalan lain.
9
kekacauan teologi, sebab kitab merupakan bagian vital dalam teologi
suatu agama.
Bagi umat Islam, al-Qur'an merupakan kitab suci terakhir
menurut keyakinan dan akidahnya.22 Al-Qur'an juga diyakini umat Islam
sebagai kitab kebenaran mutlak sepanjang masa, sejak diturunkannya
hingga akhir zaman.23 Bagi orang Yahudi masa awal, kitab suci alTaurat - dan ini dijustifikasi oleh Injil dan al-Qur'an-, juga menjadi
kitab kebenaran mutlak yang diyakini dan diamalkan dengan baik,
meskipun di dalam perkembangannya kemudian kitab suci mereka
diingkari kebenarannya sehingga dipalsukannya.
Demikian halnya dengan kitab Injil bagi umat Nashrani di masa
awal, menjadi kitab suci yang diyakini kebenarannya – dan ini juga
dijustifikasi kebenarannya oleh al-Qur'an - , dan sebagaimana kitab alTaurat dipalsukan oleh kaum Yahudi, umat Nashrani juga memalsukan
dengan melakukan penambahan maupun pengurangan atas teks aslinya.
Fenomena-fenomena upaya pengingkaran terhadap kitab suci alTaurat, al-Injil, maupun al-Qur'an secara orisinil banyak dijumpai dalam
ayat-ayat al-Qur'an.24
Oleh karena itu, al-Qur'an memperingatkan orang-orang beriman
kepada Allah (umat Islam) agar tidak seperti orang Yahudi yang tidak
22
Qs. al-Maidah; 5: 3
Qs. al-Baqarah; 2:2
24
Fakta-fakta historis Yahudi (dan Nashrani) dapat dijumpai secara gamblang
dalam al-Qur'an. Misalnya dalam QS. al-Baqarah: 75-76, Ali Imran: 93-95, AlMaidah:13, 41 dan sebagainya
23
10
mengamalkan kitab suci mereka yaitu Taurat. Dalam hal ini, Orang
Yahudi diperumpamakan seperti keledai yang membawa kitab-kitab
mereka yang tebal, karena telah mengingkarinya sehingga kemudian
dipalsukan.25
Agama Islam dan agama Yahudi (seperti Yahudi di masa awal;
ahlul kitab), keduanya merupakan agama kebenaran ( al-Haq). Keduanya
memiliki kitab suci yang bersumber dari Allah, sehingga dengan
demikian, baik Islam maupun Yahudi memiliki teologi ketuhanan yang
sama yaitu Allah. Hal ini seiring dengan penempatan Islam di dalam alQur'an pada masa awal yang menempatkan secara obyektif bersamasama dengan agama lain, khususnya agama Yahudi dan Nasrani,
sebagaimana dikemukakan dalam surah Ali-Imran, ayat 64;
               
                
Artinya;
Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita
persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian
kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah".
jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri
(kepada Allah)".
Ajakan dakwah Muhammad Saw., di dalam ayat ini merupakan
perintah dari Allah, yang ingin meyakinkan kepada kaum Yahudi dan
25
Lihat QS; 62: 5
11
Nasrani agar bersama-bersama meyakini dan mengakui kebenaran
kitab-kitab suci yang diturunkan kepada bani Israel baik kepada Musa
yaitu Taurat, Daud yaitu Zabur, Isa yaitu Injil, maupun wahyu yang
diturunkan kepada Muhammad Saw. yaitu al-Qur'an. Maka itulah
dimensi wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad itu
bersifat universal, yang senantiasa menjadi bukti dan persaksian bagi
seluruh umat manusia dalam kehidupan mereka baik di dunia maupun di
akhirat. Mengenai ini dapat dicermati dua firman Allah berikut ini
Yang pertama, tentang kesaksian Islam atau agama kebenaran
yang didasarkan pada wahyu-wahyu Allah, terhadap semua perbuatan
manusia, dikemukakan di dalam surah al-Baqarah, ayat 143, Allah
berfirman
           
                  
                 

Artinya;
Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui
(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah;
12
dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Yang kedua, Allah juga berfirman di dalam surah al-Hajj, ayat 78,
yang menjelaskan hakikat Islam, sejak masa Ibrahim as. hingga masa
Muhammad Saw. sebagaimana difirmankan;
                
              
              
  
Artinya;
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai
kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula)
dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu
dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia,
Maka
Dirikanlah
sembahyang,
tunaikanlah
zakat
dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka
dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.
Dari beberapa ayat di atas, yang menggambarkan hakikat
kebenaran agama-agama Allah, yang diturunkan kepada hambanya
melalui utusan-utusan-Nya sejak masa awal peradaban umat manusia,
hingga masa utusannya yang terakhir kepada Muhammad Saw.,
diperintahkan Allah agar semua penganut agama Allah mengakuinya
sebagai kebenaran.
13
Namun demikian, adalah fakta bahwa yang terjadi di lapangan
adalah
klaim-klaim
kaum
Yahudi
dan
Nasrani,
yang
hanya
membenarkan agama mereka, sehinnga mengingkari agama-agama lain.
Ketegaran dan ketegasan al-Qur'an kemudian memberikan garis
dialogis serta tantangan bagi mereka untuk membuktikan kebenaran
yang diyakininya,26 sebagaimana di
firmankan Allah :
               
                
              
                 
       
Artinya;
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan
masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong
belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu
adalah orang yang benar". (Tidak demikian) bahkan barangsiapa
yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat
kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati. Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu
tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani
berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu
pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab.
demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan
seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara
26
Watak kaum Yahudi dan Nasrani yang mengingkari agama Ibrahim dan saling
mengklaim kebenaran, secara cermat diisyratkan oleh Dawam Raharjo dalam; Dawam
Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur'an; Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci,
Jakarta, Paramadina, 2002, cet.2, h. 147-149
14
mereka pada hari kiamat,
berselisih padanya.27
tentang
apa-apa
yang
mereka
Keterangan ayat di atas, mengindikasikan kuat bahwa sikap
menentang Yahudi dan Nasrani, yang saling mengklaim kebenaran pada
golongannya masing-masing, telah dijawab secara tegas oleh al-Qur'an
bahwa baik agama Yahudi maupun agama Nasrani sebenarnya memiliki
kitab suci masing-masing.28 Ayat ini hanya bagian kecil dari sejumlah
ayat yang menerangkan tentang klaim-klaim teologi Yahudi di dalam alQur'an, dan juga dijumpai dalam kitab-kitab suci mereka, baik dalam
Taurat, Talmud, Mishna, maupun dalam Gemara, sebagaimana akan
dianalisa dalam bab-bab penelitian selanjutnya.
Dengan
demikian
titik
persoalan
yang
merunyamkan
problematikan teologi Yahudi (dan Nasrani) adalah pola pikir dan sikap
penentangan mereka dalam menanggapi wahyu-wahyu yang terdapat
dalam berbagai kitab suci maupun berupa lembaran (gulungan) wahyu
dibawa oleh utusan-utusan Allah, seperti Nabi Ibrahim, Musa, Ya'qub,
Daud hingga Isa dan Nabi Muhammad Saw.
Dalam konteks perseteruan Yahudi dan Nasrani di masa awal,
kaum Yahudi mengklaim bahwa Ibrahim yang dikenal sebagai bapak
monotheisme adalah penganut agama mereka. Demikian halnya kaum
Nasrani mengklaim Ibrahim adalah penganut Agama mereka. Artinya
kaum Yahudi dan kaum Nasrani sama-sama mengklaim Ibrahim adalah
27
28
Al-Baqarah; 2; 111-113
Dawam Raharjo, Ensiklopedi al-Qur'an, op.cit., h. 148
15
penganut agama mereka masing-masing.29 Namun semua teologi
semacam ini dibantah secara tegas dan tegas oleh al-Qur'an, bahwa
Ibrahim bukanlah Yahudi dan bukan pula Nasrani, yang melakukan
kemusyrikan, sebagaimana kaum Yahudi dan Nasrani mengingkari dan
memusyrikkan Allah, akan tetapi Ibrahim adalah seorang yang Hanif
(lurus) yaitu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah). 30
Secara khusus kaum Yahudi, yang lebih dikenal dengan sebutan
bani Israil, atau bangsa Ibrani memiliki sejarah panjang dalam sejarah
nabi-nabi dan rasul rasul. Di dalam al-Qur'an sendiri kata yang
menunjuk pengertian kata 'Yahudi' yang berakar pada kata Hada-
yahudu-haudan31, lalu kemudian berubah menjadi Hadu, hudna, dan
hud32, yang kemudian berkembang menjadi beberapa bentuk kata baik
penambahan maupun pengurangan huruf, disebutkan sebanyak 22 kali, 33
sebagaimana akan dikemukakan lebih rinci dalam pembahasan bab-bab
selanjutnya.
Terminologi 'Yahudi'34 telah menyimpan banyak konsep terutama
konsep teologis. Dalam kaitan ini, kata 'Yahudi' dapat diasosiasikan
29
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur'an ,h. 70-71
Di dalam surah Ali-Imran, ayat 161-163 dijelaskan penegasan bahwa Nabi
Ibrahim bukanlah penganut Yahudi maupun Nasrani.
31
al-Raghib al-Ashfahani, Mufradat fi gharib al-Qur'an, Mesir, Mushtafa alBabi al-Halaby, 1961, h. 546
32
Faeruz Abadi, Lisan al-Arab, Juz 3, h. 439
33
Muhammad Fu'ad al-Baqi, al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur'an alKarim, Baerut, Dar al-Fikr, 1987, h.739
34
Terminologi 'Yahudi" harus dibedakan dengan istilah 'Bani Israil', apalagi
istilah 'Yahudi Israel' abad 20. Terminologi Yahudi mengalami perubahan signifikan
dari zaman ke zaman, baik pada masa sebelum Nabi Muhammad, Masa Muhammad dan
30
16
dalam banyak aspek teologi, baik sebagai agama, maupun sebagai kaum
yang mempercayai nabi-nabi dan rasul, demikian halnya dengan 'kitab
suci'
atau
mashahifnya (lembaran-lembaran wahyu) sebagaimana
diperoleh oleh nabi Ibrahim dan Musa.
Hakikat teologi Yahudi di masa awal terjelma dalam firmanfirman Allah yang diturunkan kepada kaum Yahudi ketika itu. Wahyuwahyu teologis yang diturunkan kepada mereka meliputi persoalan
tauhid, iman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya serta wahyu dan kitab
suci-Nya, kebenaran (al-haq), dan sebagainya. Dan, al-Qur'an lah yang
menjadi sumber valid dan orisinil mengenai hakikat teologi Yahudi di
masa awal kelahirannya.
Muhammad Nuruddin Syahadah, menguraikan tentang perintahperintah Allah kepada kaum Yahudi dengan membagi kepada beberapa
bagian yaitu; 1)tauhid 2) iman, 3)mengikuti kebenaran 4) tsawabith al-
Taurat (kekokohan Taurat) 5)al-Mitsaq (perjanjian) 6) al-Ifaa bi al'Ahd (memenuhi janji) 7)al-Taqwa 8)dakwah dan pelaksanaannya
9)Shabar dan shalat 10)hari Akhir 11)ayat-ayat Musa 12)mengimani
risalah Muhammad.35
pasca Muhammad. Hal ini untuk menghindari kekeliruan dalam menggunakan kata
'Yahudi' dalam setiap term-term di bidang politik kebangsaan, ekonomi, agama, dan
sebagainya. Oleh karena itu pengistilahan 'Yahudi' yang obyektif, orisinil dan benar
baiknya dirujuk kepada kitab-kitab yang paling orisinil seperti kitab suci al-Qur'an.
Untuk pembahasan ini secara luas akan dibahas dalam bab 2 penelitian disertasi ini.
35
Muhammad Nuruddin Syahadah, al-Yahudu wa al-Tathbi' fi al-Qur'an alKarim, Amma, dar Ammar, 1999, h. 63-70
17
Sebaliknya, teguran-teguran Allah kepada kaum Yahudi yang
direkam di dalam al-Qur'an, yang sekaligus sebagai kesan negatif kaum
Yahudi, sebagaimana diuraikan oleh Muhammad Sayyid Thanthawi,36
dapat ditemukan dalam sejumlah topik dan persoalan seperti persoalan
tauhid, mengingkari perjanjian, buruknya akhlak mereka kepada Allah,
kepada malaikat dan pembunuhan yang dilakukan kepada para Nabi
serta sikap pengingkaran mereka kepada kebenaran.37
Kesan negatif dan positif di atas mengenai prilaku teologi kaum
Yahudi di dalam al-Qur'an akan tampak bertolak belakang dengan apa
yang termaktub keterangan tentang isi kitab yang diklaim "al-Taurat",
"al-Talmud", dan macam-macam kitab suci lainnya, versi non alQur'an, atau yang diyakini kebenarannya oleh kaum Yahudi. Di dalam
khazanah "kitab suci" kaum Yahudi di sepanjang zaman akan ditemukan
sejumlah sumber pemikiran teologi yang berusaha mengaburkan teologi
Ibrahim.38
36
Muhammad Sayyid Thanthawi, Banuu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah,
Kairo, Dar al-Syuruk, 2001, cet.1, hal 393
37
Mengenai persoalan yang dimaksud dapat dirujuk ke dalam al-Qur'an QS; alBaqarah; 83-87, al-Maidah; 12-13, al-Imran 182.
38
Mengenai ini dapat ditelusuri beberapa uraian menarik dan beragam
mengenai al-'Ahd al-Qadim, al-Talmud dan Protokol-protokol pemimpin zionism,
yang konon dijadikan sebagai sumber pemikiran dalam berbagai aspek ajaran agama,
terutama aspek teologi, misalnya di dalam kitab; Ahmad Syalaby, al-Yahudiyah. Kairo,
al-Nahdhah al-Mishriyah, 1996, cet. 11, hal 237-290; Muhammad Ahmad Khadr,
Sya'ab allah al-Mukhtar, Kairo, Toubiji li al-Naskh wa al-Tashwir, tth. hal 25-29;
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Yahudiy, Athwaruh wa Mazahibuh, Baerut, Dar al-Syamiyah,
1999, cet. 4, hal. 9190; Yusuf Muhammad Yusuf, Israil; al-Bidayah wa al-Nihayat, ttp,
1994, cet1, hal. 130-167, dan lain sebagainya, sebagaimana akan diuraikan dalam
bab-bab selanjutnya.
18
Karena itu, teologi kaum Yahudi dalam sejarahnya di sepanjang
zaman, tidak saja sekedar sulit diteliti, akan tetapi lebih dari itu, sangat
kompleks dan penuh dilematis, sebab mereka memiliki berbagai versi
kitab suci yang diyakini kebenarannya, seperti klaim bahwa Talmud
lebih suci dari pada Taurat, demikian halnya dengan kitab Mishnah dan
Gemara yang dipandang sebagai kitab tafsiran suci, sehingga bagi yang
orang Yahudi yang membaca Taurat tanpa Mishna dan Gemara, disebut
sebagai golongan kafir. Sementara itu, Protokal Yahudi yang muncul di
abad ke 18 juga dipandang sebagai lembaran-lembaran suci yang harus
dipedomani oleh kaum Yahudi. Meskipun Protokolat ini lebih dikenal
sebagai kitab politik dan ekonomi, namun tidak sedikit dari mereka yang
menyebutnya sebagai lembaran-lembaran suci.
Sebagaimana akan dibahas secara luas dan mendalam dalam bab
empat penelitian ini, bahwa teologi ketuhanan, teologi kenabian, teologi
kitab suci dan teologi keakhiratan Yahudi akan, akan didapati berbagai
probelamatika konseptual dan teoritis, terkait dengan klaim-klaim
teologis Yahudi yang dikembangkan dalam ranah pemikiran mereka.
Di satu sisi, sebagian penganut Yahudi sebagaimana dinyatakan
dalam berbagai ayat bahwa mereka demikian bersemangat dan panatik,
bahkan menantang para nabi dan rasul untuk menghadirkan Tuhan yang
khusus untuk mereka, yaitu tuhan yang dapat dilihat dengan mata
kepada. Mereka juga sangat termotivasi untuk memandang Taurat
19
sebagai kitab universal, yang paling benar sehingga tidak lagi menerima
kitab Injil di masa Isa as dan al-Qur'an di masa Muhammad saw. Hal
lain, tampak dalam keyakinannya akan penghuni surga yang hanya
dapat dihuni oleh golongan Yahudi, sedangkan golongan lain yang
disebutnya golongan kufur akan masuk neraka semua. Kesemua klaimklaim kebenaran Yahudi tersebut, tidak diragukan sama sekali, sebagai
bentuk pengingkaran yang total terhadap kandungan kitab suci mereka
sendiri yang orisinil, yaitu Taurat, sebagaiman oleh kelompok minoritas
Yahudi mengimaninya dan menjalankannya secara baik.
Di sisi lain, sekolompok dari minoritas Yahudi pasca Musa ada
yang masih beriman kepada Allah, berpegang teguh pada Taurat dan
menerima Daud dengan zaburnya, Isa dengan Injilnya dan Muhammad
dengan al-Qur'annya. Di antara lafazh-lafazh dan ungkapan yang
digunakan al-Qur'an untuk menunjuk orang Yahudi yang beriman, dapat
dijumpai sejumlah lafazh dan ungkapan seperti " allzhina Haaduu"39,
"Umatun yahduna bi al-haq wa bihi ya'dilun"40, "minhum al-Shalihun"41
"bimaa Shabaruu"42, "minhum al-Mu'minuun"43, "minhum aimmatan
Yahduna bi amrina lamaa shabaruu"44, dan lain sebagainya.
39
Lafazh ini, dalam waktu yang sama juga ada yang berkonotasi sumbang, lihat
dalam pembahasan bab III.
40
Q.S. al-A'raf, ayat 159
41
Q.S. al-A'raf, ayat, 158
42
Q.S. al-A'raf, ayat 137
43
Q.S. al-A'raf, ayat 159
44
Q.S. al-Sajdah, ayat 24
20
Teologi keimanan orang-orang Yahudi minoritas yang orisinil
tersebut di atas, merupakan hakikat teologi Yahudi menurut Taurat, Injil
dan al-Qur'an. Bukan teologi yang terdapat di dalam Perjanjian Lama
ataupun Perjanjian Baru, yang diklaim sebagai ganti Taurat dan Injil.
Keutamaan dan keistimewaan Yahudi bani Israel beriman di dalam alQur'an diabadikan oleh Allah, sebagai pelajaran bagi umat-umat lain.
Allah memuliakan dan mengutamakan bani Israel dari pada kaum Fir'aun
misalnya, direkam di dalam surah al-Baqarah, ayat 47; al-Maidah, ayat
20; al-Sajdah, ayat 23-24; al-Dukhan, ayat 32; Yunus, ayat 93, dan alJatsiyah, ayat 16.45
Demikianlah uraian al-Qur'an mengenai keadaan kaum Yahudi
atau bani Israel, yang hampir semua kisah di dalam al-Qur'an memang
menceritakan tentang kehidupannya. Hal ini sangat logis, sebab
memang mayoritas kehidupan nabi dan rasul adalah berasal dari bani
Israel, sehingga dengan sendirinya, kisah-kisah merekalah yang
dominant diceritakan di dalam kitab suci al-Qur'an.
45
Keutamaan bani Israel di dalam ayat, tidak sebagai dalih untuk membenarkan
klaim Yahudi sebagai "Sya'ab Allah al-Mukhtar" yaitu "bangsa pilihan Allah", sebab
ayat-ayat di atas masing-masing memiliki konteks yang berbeda. Artinya, klaim
Yahudi sebagai "Bangsa Pilihan Tuhan", yang mendekati arti kebahasaan dalam firman
Allah "wa anni fadhdhaltukum 'ala al-Alamin" (Aku telah melebihkan kamu atas segala
umat" dalam pandangan penulis, sama sekali berbeda dan tidak berhubungan secara
teologis, sebab terbukti mereka menolak al-Qur'an secara nyata. Namun demikian,
tidak menutup kemungkinan memang, bahwa ayat ini dijadikan oleh bangs Yahudi
sebagai justifikasi atas keutamaan dan keistimewaan bangsa Yahudi, yang mengklaim
bangsanya sebagai "bangsa pilihan Tuhan". Dan bila ini dilakukan, berarti bangsa
Yahudi bersikap hipokrit, karena mereka hanya mengambil wahyu Allah yang
menguntungkan mereka.
21
Dari gambaran di atas dapat dipahami bahwa konsep teologi
Yahudi yang orisinil sebagaimana dikemukakan di dalam al-Qur'an , jika
dikaitkan dengan perkembangan wacana pemikiran yang berkembang,
sejak masa pra kenabian Muhammad hingga memasuki abad 21 ini, telah
menimbulkan
berbagai
problematika
signifikan
dan
serius,
serta
substantif yang berimplikasi pada obyektifitas keilmuan. Oleh karena
itu, judul atau pokok pembahasan disertasi ini " Konsep Teologi Yahudi
dalam al-Qur'an" dipandang perlu dilakukan kajian dan penelitian, yang
didasarkan pada beberapa pertimbangan teologis dan akademis.
Pertama, pertimbangan teologis. Bahwa sebagai penganut Islam
yang mengimani semua Rasul dan Utusan-Nya, serta kitab suci dan
ajaran-Nya, dikaitkan dengan kesimpangsiuran pemaknaan teologi
Yahudi selama ini, memerlukan penelitian yang lebih obyektif terhadap
sumber-sumber pemikiran teologi yang berkembang di kalangan
Yahudi. Sebab dalam keyakinan penulis, yang ditunjang dengan datadata dan sumber orisinil di dalam al-Qur'an, bahwa teologi Yahudi pada
dasarnya adalah teologi agama yang benar, sebagimana Islam, namun
akibat pemahaman mereka yang berubah total, maka kemudian teologi
dibagi menjadi dua jenis yaitu teologi yang batil dan teologi yang benar.
Kedua, pertimbangan akademis, bahwa dari berbagai karya
penelitian maupun buku secara umum dan karya-karya lainnya tentang
konsep
teologi
yahudi
yang
orisinil,
tidak
mendapat
perhatian
22
pengkajian yang lebih memadai, sehingga menimbulkan "pelecehan
akademis" yang tidak obyektif dalam memperlakukan suatu teologi dan
ideology tertentu.
Atas dasar pertimbangan yang menjadi dasar dan latar belakang
pemikiran di atas, maka disertasi ini disusun dalam judul " Konsep
Teologi Yahudi dalam Al-Qur'an ".
B. PENGERTIAN ISTILAH, BATASAN MASALAH DAN PENGERTIAN
JUDUL
1. Pengertian Istilah
Yang dimaksud dengan konsep atau concept di sini adalah
pengertian dan gambaran
umum suatu ide atau pemikiran tertentu. 46
Kata konsep yang digandengkan dengan kata Yahudi yaitu konsep
Yahudi, maka dimaksudkan di sini adalah pengertian-pengertian dan
gambaran umum tentang Yahudi. Terkait dengan penelitian, pengertian
dan gambaran umum di sini memuat suatu pemahaman bahwa suatu
agama tidak dapat didefenisikan dan dijabarkan dalam satu aspek saja,
akan tetapi dalam berbagai aspek keilmuan, misalnya aspek-aspek;
teologi-ontologis, epistemologis maupun aksiologis, meskipun dalam
penelitian ini dibatasi pada aspek ontologis saja, yaitu pandanganpandangan umum tentang teologi Yahudi.
46
Kamus Bahasa Indonesia
23
Sedangkan istilah Teologi, sebagaimana dikutip oleh Frank
Whaling dari H.D Liddle dan R. Scott dari mengacu pada 'tuhan-tuhan'
atau 'Tuhan'.47 Namun demikian, dalam penelitian ini istilah teologi yang
dimaksud adalah konsep-konsep yang mengacu pada Tuhan yaitu Allah
Swt. Dan bukan 'tuhan-tuhan' yang dipersepsikan oleh Frank Whaling.
Harun Nasution menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan teologi di
dalam Islam – al-Qur'an – adalah juga disebut ilmu tauhid yang mengkaji
tentang sifat-sifat Tuhan terutama kajian pengertian peng-Esa-an
Tuhan.48
Menurut Frank Whaling, gagasan teologi yang dikembangkan
dewasa ini adalah teologi yang didasarkan pada asusmsi bahwa teologi
bersifat khusus bagi masing-masing tradisi keagamaan, dimana teologi
muncul
dari
suatu
tradisi
untuk
mengkonsepsualisasikan
dan
mengeksprsikan pandangan dunia dan keimanan yang dipresentasikan
oleh tradisi ini.49
Pengertian Yahudi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
agama Yahudi pada masa awal kemunculannya hingga masa Islam.
Pembatasan pengertian di sini didasarkan pada agumentasi bahwa umat
Yahudi baik pada masa pra Islam maupun pada pasca kehadiran Islam
47
Frank Whaling, dalam Aneka Pendekatan Studi Agama (Petter Connolly,
Editor, h.313
48
Harun Nasution, Theologi Islam, h. ix
49
Ibid
24
telah mengalami problematika teologis yang berantakan, sehingga
teologi mereka tampak tidak lagi mampu menunjukkan orisinalitasnya.
Terakhir tentang pengertian al-Qur'an. Dari segi arti dan makna
al-Qur'an, sebagai kitab suci, dapat dirumuskan pengetiannya sebagai
kumpulan wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah
melalui malaikat Jibril selama kurang lebih 23 tahun di Jazirah Arabia
(Mekah dan Madinah) yaitu sekitar antara tahun 10 Sebelum Hijriah
(disingkat SH) hingga 13 Hijriah. Al-Qur'an telah mendefenisikan
dirinya sendiri sebagaimana dijumpai dalam banyak tempat di dalam alQur'an, yang kemudian dirumuskan oleh Nabi Muhammad Saw, dan
dikembangkan
oleh
para
pengikutnya
dari
kalangan
ahlul-ilmi
(intelektual)-nya.
Secara khusus dalam penelitian ini, al-Qur'an difokuskan pada
posisi
sebagai
subyek,
yang
memberikan
komentar
dan
medokumentasikan tentang teologi Yahudi, tauhid, keyakinan dan
kisah-kisah serta pola pikir bangsa Yahudi dalam kehidupan beragama
mereka. Dengan demikian al-Qur'an al-Karim sebagai kitab suci, yang
sangat menentukan dalam memahami keberadaan sejarah agama-agama
samawi, terutama agama yang dianut oleh mayoritas bani Israil, yaitu
agama Yahudi.
25
2. Pembatasan Masalah
Batasan masalah penelitian diringkas dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apa yang dimaksud dengan teologi Yahudi dalam perspektif alQur'an, asal-usul dan perkembangan Yahudi?
b. Bagaimana al-Qur'an menjelaskan fenomena dan sumber-sumber
teologi Yahudi (al-Taurat)?
c. Bagaimana konsep orisinil pemikiran teologi Yahudi sebagaimana
termaktub di dalam al-Qur'an?
3. Pengertian Judul
Pengertian judul "Konsep Teologi Yahudi dalam al-Qur'an"
memberikan pengertian umum yaitu studi atas suatu kumpulan teori dan
konsep pemikiran agama Yahudi tentang teologi (akidah dan tauhid)
dengan segala implikasinya seperti termaktub di dalam al-Qur'an.
Dari judul penelitian di atas, terdapat dua variabel yaitu Yahudi
dan al-Qur'an. Sementara pisau analisisnya adalah teologi dengan
segala konsepsinya tentang Yahudi di dalam al-Qur'an, terutama
menyangkut kitab suci al-Taurat, yang merupakan kitab suci kebenaran
Yahudi yang dijustifikasi oleh al-Qur'an.
Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa pengertian judul
disertasi ini berusaha mendeskripsikan secara obyektif hubungan-
26
hubungan logis antara teologi dengan al-Qur'an di satu sisi, dan Yahudi
dan al-Qur'an pada sisi yang lain. Hubungan-hubungan tersebut akan
mengungkap konsep-konsep teologi dalam agama Yahudi dengan
menggunakan ayat-ayat yang bersumber dari kitab suci al-Qur'an.
C. KAJIAN PUSTAKA
Berbagai aspek kajian tentang Yahudi dalam kaitannya dengan alQur'an (atau Islam) telah dibahas oleh para pemikir, akademisi maupun
peneliti di sepanjang zaman, namun masih bersifat umum dan parsia. Di
samping itu pendekatan yang digunakan, belum tampak kajian teologis
yang serius tentang teologi Yahudi dalam al-Qur'an. Meski demikian
terdapat Karya-karya penelitian maupun karya lainnya yang terkait
dengan pokok permasalahan penelitian disertasi ini, sehingga dapat
dijadikan perbandingan dan sekaligus referensi. Karya-karya ilmiah
tersebut, antara lain adalah sebagai berikut :
Pertama, karya buku berjudul al-Yahudu fi al-Qur'an; tahlil 'ilmy
'ala nushus al-Qur'an fi al-Yahudi 'ala Dhau'i al-Ahdats al-Hadhirah
ma'a qishash anbiya' Allah Ibrahim, Yusuf wa Musa 'alaehim al-Salam",
oleh Afif Abdul Fattah Thabarah, diterbitkan oleh dar al-'ilmi li alMalayin, di Baerut, Libanon, pada tahun 1996, dalam cetakan kesebelas.
Karya ini mendeskripsikan secara ilmiah mengenai fenomena Yahudi
dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur'an dan mengkaitkannya dengan
27
peristiwa kekinian. Pada bagian awal, ia menguraikan kehidupan Yahudi
di masa awal, hingga perseteruan Yahudi dengan Islam di masa
Muhammad Saw. Dalam bagian terakhir dari buku ini, Afif Abdul Fattah
berusaha menjelaskan metode al-Qur'an dalam menunjukkan wujud dan
keesaan Allah. Dengan demikian pada bagian tertentu dari buku ini,
dapat menjadi masukan dalam penelitian penulis, meskipun dalam
kapasitas yang masih sangat terbatas, terutama dalam kaitannya dengan
konsep teologi Yahudi dalam al-Qur'an.
Kedua, karya buku berjudul hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, yang
ditulis oleh Shalah Abdul Fattah al-Khalid, yang diterbitkan oleh
penerbit oleh dar al-'Ulum li al-Nasyr wa al-Tauzi', Amman, Yordania
pada tahun 2003. Dalam bagian pertama, buku ini berusaha menjelaskan
mengenai kewajiban beriman kepada Rasul dan kitab-kitab yang
dibawanya. Bagian selanjutnya hingga akhir ia membahas tentang
Taurat di dalam al-Qur'an. Karya ini mengungkap secara cermat dan
mendalam mengenai Taurat, baik taurat yang dibenarkan al-Qur,an
maupun Taurat yang disangkal oleh al-Qur'an (palsu). Taurat sebagai
kitab suci, yang merupakan
salah satu petunjuk paling utama terkait
dengan teologi agama Yahudi telah mengalami pemalsuan luar biasa
yang dilakukan oleh penganut agama Yahudi di masanya.
Ketiga, karya disertasi Muhammad Syekh Thanthawi, berjudul
Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, yang diterbitkan dalam bentuk
28
buku, oleh Dar al-Syuruk, di Kairo, pada tahun 1997, cetakan kedua.
Karya disertasi ini secara umum berusaha mendeskripsikan sejarah dan
prilaku Bani Israil (Yahudi) dalam perspektif al-Qur'an dan al-Sunnah.
Karya ini sekalgus menegaskan fenomena kerusakan moral yang
berkembang di era modern merupakan warisan masa lampau, antara lain
dari Bani Isail sebagaimana termaktub dalam kisah-kisah Bani Israil
kitab suci al-Qur'an. Karya ini terkesan subyektif, meskipun sumbersumbernya orisinil, sebab kesan dominan dalam karya ini adalah
dominasi negatif tentang fenomena tingkah laku orang-orang Yahudi
baik sebagai umat beragama maupun sebagai bangsa yang eksis hingga
sekarang.
Keempat, buku berjudul Muaranat al-Adyan (bagian satu) alYahudiyah, karya Ahmad Syalaby, yang diterbitkan oleh Al-Nahdhah,
cetakan keduabelas, pada tahun 1996, di Kairo. Pokok-pokok bahasan
buku setebal 377 halaman ini, diawali dari pembahasan mengenai
sejarah Yahudi, nabi-nabi bani Israil dan sumber-sumber pemikiran dan
fenomena kejahatan-kejahatan Yahudi. Buku ini membantu penulisan
disertasi ini untuk dijadikan sebagai referensi dalam mengembangkan
perihal pembahasan mengenai konsep teologi Yahudi di dalam alQur'an. Meski demikian, karya ini masih mengkaji secara global, dan
tidak secara spesifik meneliti tentang konsep teologi Yahudi menurut
perspektif al-Qur'an.
29
Kelima, al-Yahudu wa al-Tathbi' fi al-Qur'an al-Karim, karya
Muhammad Nuruddin Syahadah,yang diterbitkan di Amman, Yordania
pada tahun 1999. Karya ini mengawali bahasannya dengan menguraikan
sekilas tentang sejarah awal Yahudi sampai pada masa kini. Karya ini
berusaha menyingkap akar-akar pemikiran bangsa Yahudi dalam kaitan
dengan sikap permusuhannya dengan Islam melalui jalur pemikiran,
ekonomi dan politik. Dengan demikian karya belum menukik mengulas
mengenai teologi Yahudi secara mendalam, akan tetapi lebih pada
kontek kekinian, meskipun tetap mengemukakan persoalan teologi
Yahudi secara parsial. Namun demikian karya ini penting menjadi bahan
bagi
penulisan
disertasi,
sebab
pada
bagian-bagian
tertentu
menguraikan al-Qur'an dalam kaitannya dengan bangsa Yahudi.
Terakhir, Banu Israil fi Mizan al-Qur'an, karya al-Bahy al-Khuly,
yang terbitkan dan pertama kali dicetak oleh Dar al-Qalam, Damaskus,
pada tahun 2003. karya setebal 380 halaman ini menemukan beberapa
kesimpulan penting antara lain; bahwa mereka diperingatkan dengan
tegas oleh nabi Ya'qub agar tidak membuat kisah-kisah palsu. Ia juga
menemukan bahwa apa yang termaktub diabadikan di dalam al-Qur'an
tentang kaum Yahudi merupakan catatan obyektif atas keadaan mereka
dari generasi ke generasi. Juga ditemukan bahwa pada dasarnya penulis
dan
cendekiawan
Eropa
mencatat
kebenaran
al-Qur'an
tentang
peristiwa-peristiwa yang dijalani oleh kaum Yahudi di sepanjang
30
sejarah. Dengan demikian karya ini menjadi sangat menarik bagi penulis
untuk menjadikan bahan penelitian disertasi penulis, yang selanjutnya
penelitian ini dapat menemukan temuan lain tentang teologi Yahudi di
dalam al-Qur'an.
Karya-karya lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
buku-buku tentang Taurat dan Talmud
dalam aspek teologisnya,
dimana
sumber
kedua
kitab
ini
menjadi
penting
untuk
mengkomunikasikan dengan apa yang terdapat di dalam al-Qur'an
tentang teologi Yahudi.
Diantara kitab tentang Taurat adalah karya Abdul Wahab Abdul
Salam Thawilah, yang meneliti matan karya Imam Ibnu Hazm (384H 456 H), yang berjudul "Taurat al-Yahudi wa al-Imam Ibnu Hazm", yang
diterbitkan di Damaskus, oleh Dar al- al-Qalam, pada tahun 2004,
cetakan pertama. Karya setebal 567 halaman ini, mengupas secara
mendalam mengenai Taurat. Mulai dari problematika terminologis
sampai pada ragam kitab suci Yahudi yang diklaim sebagai kitab suci
lain, yang merupakan kitab-kitab penafsiran dan penjabaran Taurat.
Karya ini, sesuai dengan masa teks klasik yang diteliti, banyak sekali
penjelasan dan komentar peneliti atas matan teks yang ditulis oleh
Imam Ibnu Hazm, di masa Andalusia, Spanyol, pada paruh awal abad ke
empat Hijriah.
31
Sedangkan karya tentang Talmud, digunakan karya terjemahan
S.J. Moyal dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Arab, berjudul al-
Talmud; Ashluhu wa tasalsuluh wa Aadabuh, diterbitkan di Damaskus,
dar al-Takwin, pada tahun 2005. Karya ini memuat informasi tentang
asal usul Talmud, kisah-kisah para penerima Taurat, kemudian
mengenai
para
pendeta
yang
menafsirkan
Taurat,
sebagaimana
dijabarkan dalam ayat-ayat Mishna. Karya ini penting dalam kaitan
dengan tema penelitian, sebab sejarah Talmud juga sangat beragam dari
satu buku ke buku yang lain.
Kitab tentang Talmud yang lain adalah buku berjudul al-Kanz al-
Marshud fi Qawaid al-Talmud, karya terjemahan Yusuf Nashrullah ke
dalam bahasa Arab, dan dipengantari oleh Mushtafa Ahmad Zarqa dan
Hasan Zhazha, dari bahasa. Buku ini sebenarnya merupakan kumpulan
dari dua buku yang ditulis oleh masing-masing Rohleng, seorang warga
Prancis yang berjudul "al-Yahud 'ala Hasbi al-Talmud" dan Syarl Loren,
seorang sejarawan berkebangsaan Prancis dalam bukunya " Tarikh
Suriyah li sanat 1840 M". Buku ini memuat bahasan mengenai Talmud
dalam kaitannya dengan fenomena kerusakan bumi dan kerusakan etika.
Terakhir buku berjudul "Talmud kitab hitam Yahudi yang
menggemparkan", karya Muhammad Asy-Syarqawi, diterbitkan oleh
penerbit Sahara, di Jakarta, pada tahun 2004 yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dari judul aslinya " al-Kitab al-Aswad, al-Kanz
32
al-Marshud fi Fadhaih al-Talmud". Karya lain adalah buku yang ditulis
oleh Muhammad Mahmud Shubhi, berjudul al-Talmud wa atsaruh fi
tadmir al-Basyaraiyyat wa alhadharat al-Insaniyyat yang diterbitkan
oleh penerbit Dar al-Warraq, di Baerut, dan pertama kali dicetak pada
tahun 2005.
D. MANFAAT DAN KEGUNAAN PENELITIAN
Wacana 'teologi global' dan 'teologi universal' yang kemudian
melahirkan semacam 'etika global' yang semakin mengemuka, seiring
dengan digelarnya pertemuan-pertemuan dan dialog-dialog ilmiah antar
agama di abad 20 hingga abad 21 ini, merupakan fenomena yang patut
dicermati dan membutuhkan kepekaan teologi tersendiri bagi setiap
agama untuk melakukan penegaran interpretasi atas teologi mereka.
Kebutuhan melakukan kajian-kajian tentang teologi agama masih
dipandang signifikan hingga dewasa ini, mengingat peran agama masih
dipandang urgen dan senantiasa menjadi bagian yang determinan dalam
setiap pencapaian kemajuan peradaban modern.
Secara historis Agama Yahudi, Nashrani dan Islam sebagai agama
samawi yang lahir di wilayah dan kawasan Jazirah Arabia mendominasi
konsep keagamaan di dunia Internasional dewasa ini, memerlukan
pengkajian dan penelitian mendalam (reinterpretasi), terutama dalam
pengembangan pemikiran teologi yang menjadi dasar pokok setiap
33
agama. Teologi agama samawi seperti Yahudi menjadi sangat fenomenal
dalam perkembangannya, sehingga mendesak kaum intelektual dan
cendkiawannya untuk melakukan penelitian tentangnya, dengan harapan
agar persoalan teologi diantara agama-agama samawi semakin jelas
titik-titik kesamaan teologinya.
Di lingkungan akademisi tingkat pascasarjana di Indonesia belum
ditemukan penelitian-penelitian mendalam dan komprehenshif tentang
teologi Yahudi dalam perspektif al-Qur'an. Atau teologi kitab suci
versus kitab suci di antara agama-agama yang ada, yang dalam hal ini
adalah perspektif al-Qur'an (Islam) dalam memandang teologi Taurat
(Yahudi). Hal ini penting, sebagai upaya untuk menyingkap hubungan
teologis antar agama yang diyakini bersumber dari satu sumber mutlak
yaitu wahyu (Allah).
Oleh karena itu diharapkan penelitian ini dapat memberikan
temuan-temuan baru terkait dengan pemikiran teologi agama Yahudi
yang diklaim sebagai agama kebenaran satu-satunya bagi pemeluknya,
melalui perspektif al-Qur'an yang merekam berbagai informasi tentang
fenomena teologi Yahudi dan Nashrani serta teologi-teologi lainnya. Di
samping itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi setiap pengkaji teologi agama atau kitab suci di
lingkungan perguruan tinggi di Indonesia. Secara khusus di lingkungan
Universitas Islam Negri dan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia,
34
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi
akademisi-akademisi muslim dalam melakukan pembacaan terhadap
fenomena teologis keagamaan yang berkembang.
Di
sisi
lain
penelitin
disertasi
ini
juga
bertujuan
untuk
memperkenalkan aliran teologi Yahudi yang masih dipahami secara
parsial, juga dimaksudkan untuk memberikan pandangan yang lebih
mendalam dan ilmiah kepada masyarakat yang masih memahami teologi
Yahudi
dengan
argument-argumen
nalar
belaka,
atau
dengan
menggunakan dalil-dalil naqli secara parsial, tanpa mempertautkan
sejumlah dalil yang lebih utuh dan komprehenshif.
E. METODE PENELITIAN DAN KERANGKA TEORITIS
Jenis penelitian disertasi ini adalah penelitian kualitatif 50, yang
menggunakan pendekatan deskriptif, historis dan komparatif. Sebagai
penelitian yang bersifat deskriptif, salah satu konsekuensi logis adalah
juga menjadi metode library research (pustaka). Dengan melakukan
penelusuran kepustakaan terutama kepustakaan tentang kitab suci alQur'an di satu sisi dan al-Taurat pada sisi yang lain, berikut kitab
Talmud yang dibuat oleh bangsa Yahudi.
Penelitian kualitatif . Sebagaimana dikemukan oleh S. Nasution, diantara ciriciri penelitian kualitatif adalah; dari segi desain ia bersifat umum, fleksibel, dan
berkembang dalam proses penelitian. Dari segi data bersifat bersifat deskriptif, dan
menggunakan analisis induktif. S. Nasution, Penelitian Kuantitatif/Naturalistik, (Cet.
III; Bandung: Tarsito, 2003), hal. 13
50
35
Mengingat
al-Qur'an
hanya
dapat
dipahami
melalui
ilmu
interpretasi atau ilmu ulum al-Qur'an dan ulum al-Tafsir yang menjadi
cikal bakal lahirnya pola dan model pemikiran tentang tafsir al-Qur'an,
maka penelitian ini menetapkan sumber-sumber primer lain, baik
berupa kitab-kitab tafsir maupun pemikiran tentang penafsiran. Dalam
pengertian lain, aspek-aspek teologis dalam al-Qur'an dikaji dari
berbagai sumber tafsir yang bersifat tafsir teologis, baik berupa tafsir
klasik maupun modern.
Oleh karena itu, tersebutlah misalnya rujukan primer lain
penelitian disertasi ini seperti tafsir al-Thabary, tafsir Ibnu Katsir,
tafsir al-Qurtuby dan sebagainya. Disamping itu pemikiran tentang
tafsir yang berusaha mengembangkan pola dan model penafsiran
modern yang ditulis oleh para ahli dibidangnya seperti al-Zahaby,
Wahbah Zuhaily, Sayyid Qutb, dan Quraisy Shihab.
Selanjutnya, karya-karya para penulis dan peneliti tentang
Yahudi
dengan
segala
keterkaitannya,
dijadikan
sebagai
sumber
sekunder, sebagai interpretator terhadap al-Qur'an dan Tafsirnya, yang
membahas tentang Yahudi dari aspek teologisnya dan keyakinannya.
Misalnya karya Abdul Wahab al-Masiry, Muhammad Imarah dan karya
Sina Abdul Latif Shabri.
Sumber-sumber
di
atas
akan
digali
dengan
menggunakan
kerangka teori teologis yan berkembang. Sebenarnya pendekatan
36
teologi dalam studi agama tertentu, dipandang oleh sebagian kalangan
bersifat meragukan, namun bagi sebagian lain memandangnya sebagai
yang bersifat debatable.51 Dengan demikian persolan teologi merupakan
persoalan yang kompleks, sebab teologi suatu agama, dalam bagian
particular akan berseteru dengan teologi agama lain, demikian halnya
dalam bagian yang lebih universal dapat mengalami hal yang sama.
Oleh karena itu, diperlukan suatu teori tentang comparative
theology of religion (perbandingan teologi agama-agama)52 dalam
meneliti suatu model teologi tertentu. Penelitian disertasi ini termasuk
dalam konteks comparative theology of religion, sebab sesuai dengan
judul "Teologi Yahudi dalam Perspektif al-Qur'an", secara jelas
bermaksud mengkritisi dan menganalisa teologi agama Yahudi dalam
perspektif al-Qur'an, sebuah kitab suci yang merupakan tema teologis
dalam agama Islam, dan juga bagi setiap agama.
Teologi agama menggambarkan peran transendensi manusia.
Teologi transendensi manusia bermaksud menyatakan bahwa untuk
berbicara mengenai kondisi dan situasi realita yang dihadapi, perlu
menangkap kembali pesan-pesan dari hubungan antara alam, humanitas
dan
transendensi
antara
tubuh,
pikiran
dan
jiwa
antara
ilmu
51
Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yokyakarta, LKIS
2002, hal. 340
52
Teori ini diambil dari terminology Frank Whailing dalam tulisannya mengenai
pendekatan teologi dalam studi agama-agama. Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan
Studi Agama, Yokyakarta, LKIS 2002, hal. 312
37
kealamanan, ilmu humanitas, dan studi-studi keagamaan.53 Kristen
berbicara tentang Tuhan, Yahudi berbicara tentang Yahweh dan Islam
berbicara tentang Allah, demikian halnya Hindu tentang tuhan Brahma
dan Budha berbicara tentang tuhan Nirvana, dimana dari konteks ini
masing-masing
menggunakan
hubungan-hubungan
dan
media
transenden dengan realita, seperti Tuhan Kristen melalui Yesus, Tuhan
Yahudi melalui Taurat, dan Allah melalui al-Qur'an, Brahma melalui
Atman (dewa personal), dan Nirvana melalui Budha atau Dharma.54 Hal
demikian menjelaskan kepada kita bahwa kajian teologis umumnya tidak
dapat dapat melepaskan dari tema tentang Tuhan, kitab suci, Rasul atau
Nabi dan semacamnya karena melalui tema-tema teologi inilah akan
dijumpai hakikat suatu ajaran agama.
Lebih jauh, menurut Amin Abdullah, teologi agama tidak saja
tidak saja menerangkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan,
tetapi juga melibatkan kesadaran kelompok penganut agama (sosiologi),
pemenuhan kebutuhan untuk membentuk kepribadian dan ketenangan
jiwa (psikologi), etika dan corak pandangan hidup untuk memenuhi
kesejateraan hidup (ekonomi), hingga pada kaitannya dengan nilai-nilai
etika secara fundamental (filosofis).55 Artinya, pendekatan agama harus
53
Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yokyakarta, LKIS
2002, hal. 358
54
Petter Conolly (ed), Aneka Pendekatan Studi Agama, Yokyakarta, LKIS
2002, hal. 340.
55
M. Amin Abdullah, Studi Agama-agama, Jakarta, Pustaka Pelajar, 1996, hal.
10
38
melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam mendekatinya, yaitu dengan
menggunakan multi dimensional approaches. Maka itu studi agama di
masa sekarang, tidak dapat melepaskan diri dari persaingan disiplin
ilmu-ilmu
baru
seperti
psicology of religion (psikologi agama),
sociology of religion (sosiologi agam), history of religion (sejarah
agama) atau phenomenology of religion (fenomenologi agama).
Penelitian disertasi ini, meskipun tidak mengunakan secara
secara khusus dari sejumlah pendekatan tersebut di atas, namun dalam
bagian-bagian tertentu, akan bersentuhan dengan pendekatan atau
teori-teori tersebut, misalnya dalam studi historis agama Yahudi dari
masa ke masa – sebagaimana akan diuraikan dalam bab 2 -, demikian
halnya dalam bab 3 yang akan menganalisis hubungan Taurat dan alQur'an baik dalam perspektif agama Yahudi sendiri maupun dalam
perspektif al-Qur'an.
Sebagai studi penelitian teologi terhadap agama Yahudi dalam
perspektif kitab suci al-Qur'an, maka tidak dapat dihindari klaim-klaim
teologis sebagaimana yang dikemukakan al-Qur'an tentang hakikat
agama Yahudi dan prilaku para penganut agama Yahudi. Sebab alQur'an telah mencatat sikap-sikap dan prilaku keagamaan Yahudi,
disamping Nasrani, yang sikap-sikap itu sangat bersifat teologis,
terlepas dari apakah semua ini sesuai dengan kitab-kitab suci agama
Yahudi seperti Taurat, Talmud, dan Perjanjian Lama.
39
Al-Qur'an dalam perspektifnya sendiri, atau teologi al-Qur'an
menurut
perspektif
al-Qur'an,
memisahkan
teologi
yang
benar
dikalangan bani Israel di sepanjang sejarahnya dari teologi yang batil.
Demikian halnya dengan teologi Nasrani, al-Qur'an melakukan hal sama
atasnya digambarkan teologi yang benar dan yang bathil dari kalangan
Nasrani. Bahkan beberapa teologi lain seperti teologi shabi'iun dan
teologi majusi, juga dipisahkan fenomena teologi mereka di dalam alQur'an, teologi mana yang benar dan teologi mana yang batil, yang
diterapkan di sepanjang sejarahnya. Namun demikian, dari sejumlah
teologi yang termaktub di dalam al-Qur'an, tampak teologi Yahudi dan
Nasrani
mendominasi
lembaran
ayat-ayat
al-Qur'an.
Hal
ini
dikarenakan masa dan jangka perjalanan teologi mereka berlangsung
demikian panjang, hingga memang mencapai ribuan tahun lamanya.
Dalam
mengesakan
Allah
misalnya,
al-Qur'an
menegaskan
kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa merupakan kepercayaan
yang dibawakan oleh semua nabi dan rasul, mulai dari nabi Adam hingga
nabi Muhammad Saw., namun manusia sendirilah yang menguban dan
mengganti kepercayaan itu dengan yang lain. 56 Ahmad Amin, meringkas
ayat-ayat Tauhid, dengan mengutip sejumlah ayat, yang menurutnya
merupakan sari tauhid Islam yaitu QS. Al-Baqarah;2 ; 22, 115, 116,
56
Ahmad Amin, Islam dari masa ke Masa, Bandung, Remaja Rosda Karya,
1993, cet. 3, hal 50
40
117, 163, 164, 177 dan 255, QS. Al-An'am ; 7; 151 dan al-Ikhlas; 115;
1-4.57
Lebih eksplisit lagi uraian Abdul Halim Mahmud, mantan Grand
Syaekh
universitas
al-Azhar,
Mesir,
yang
menyatakan
bahwa
keseluruhan bagian kandungan al-Qur'an, menjadikan kalimat " Laa ilaha
illa Allah" sebagai inti dan substansi (jauhar) akidah Islam, bahkan
kesatuan tauhid agama-agama tercermin dalam surah al-Syuura, ayat
13, yang menyatakan58;
Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang
Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami
wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama (meng-Esakan
Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan
larangan-Nya) dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya
orang yang kembali (kepada-Nya).
Demikian para ulama-ulama Islam, berusaha menjelaskan teori
Tauhid dalam perspektif al-Qur'an, yang memandang bahwa esesnsi
teori teologis, ketauhidan, dalam Islam dan seluruh agama-agama
samawi yang dibawakan oleh para utusan Allah adalah meng-Esa-kan
Allah, yang dengan demikian, keseluruhan isi wahyu di dalam kitab-
57
Ibid, hal. 47-50
58
Abdul Halim Mahmud, al-Islamu wa al-'Aql, Kairo, Dar al-Ma'arif, tth, hal
115-116
41
kitab yang diturunkan Allah, menjadi bagian dari esensi tauhid kepada
Allah.
Teologi al-Qur'an tidak saja berpijak pada akal semata, akan
tetapi lebih dari itu teologi al-Qur'an berpijak pada intuisi dan perasaan,
dan karena itulah teologi dapat dialami oleh semua orang, baik orang
berilmu secara medalam maupun orang bodoh. Jika sekiranya teologi
hanya dapat dipahami oleh golongan berakal tinggi, berarti teologi itu
tidak mengakar pada manusia. A. Hanafi menguraikan ini secara baik di
dalam bukunya "Teologi Islam", yang mengatakan bahwa ulama-ulama
teologi Islam percaya kepada Tuhan dan apa yang dibawakan oleh
Rasul-rasul-Nya, kemudian kepercayaan itu hendak diperkuat dengan
argument-argumen logika dan pikiran.59
Secara disiplin ilmu, keseluruhan teori teologi Islam banyak dikaji
dalam disiplin ilmu yang disebut ilmu kalam. 60 Secara terminology, Ilmu
Kalam adalah ilmu yang dengannya hakikat agama dapat dikokohkan
dengan
menggunakan
argument-argumen
yang
menghilangkan keraguan yang muncul tentangnya.61
kokoh
dan
Dinamai Ilmu
Kalam karena perdebatan (pembicaraan) didalamnya banyak berbicara
tentang sifat takdir, keadilan Tuhan, perbuatan Allah dan perbuatan
59
A. Hanafi, Teologi Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna, tth, hal. 25
Tokoh popular Ilmu Kalam adalah Hasan al-Bashri (21 H – 110 H), yang
pada awalnya tema pembicaraan ilmu ini adalah tentang sifat takdir (al-Qadr), sebelum
munculnya pembicaraan dan perdebatan mengenai "al-Qur'an sebagai makhluk".
61
Muhammad Imarah, al-Wasith fi al-Mazahib wa al-Muhthalahat alIslamiyyat, Kairo, al-Nahdhah, 2004, hal. 241
60
42
manusia, kebebasan berkehendak, al-Jabar (paksaan), al-Takhyiir
(pemilihan), dan al-Tasyiir .62 Sementara sang pembicara atau pendebat
disebut mutakallim (pendebat kata-kata), dan karena itu pula para ahli
debat yang pintar merangkai kata-kata disebut mutakallim, dan ini juga
disebut teolog muslim.
Nama lain dari ilmu kalam, juga kerap disebut Ilmu Tauhid, Ilmu
Ushuluddin,
Ilmu
al-Nazhar
wa
al-Istidlal
(pendapat
dan
cara
berargumen), dan juga disebut al-Fiqh al-Akbar menurut Imam Abi
Hanifah (80 H -150 H). Tema-tema ilmu kalam yang utama antara lain
adalah tentang zat Allah dan sifat-sifat Allah. Tema lain yang
merupakan bagian dari dua tema tersebut adalah tentang perbuatan
Allah, tentang hisab Allah di akhirat atas perbuatan hamba-hamba-Nya
selama di dunia.63 Namun demikian, inti dari semua pembicaraan Ilmu
Kalam dapat dirumuskan sebagai ilmu tentang iman, akidah dan tauhid.
Dalam kaitan dengan penelitian disertasi ini, adalah tema tentang
keimanan kepada kitab-kitab suci, wahyu-wahyu Allah, yang diturunkan
melalui malaikat Jibril, kepada utusan-utusan Allah. Melalui wahyu Allah
lah diperoleh pemahaman tentang keimanan kepada Allah, Rasul-rasul
Allah, malaikat-malaikat-Nya, hari kiamat, dan sebagainya. Artinya,
konsep-konsep teologi Islam, keseluruhannya terdapat di dalam alQur'an.
62
63
Ibid, hal.243
Ibid, hal. 241
43
Dengan berawal dari keimanan kepada kitab suci al-Qur'an, akan
menjadi modal dasar yang paling asasi dalam memahami keseluruhan
bentuk teologi agama-agama di dunia ini. Sebab al-Qur'an telah
merangkum model-model teologi yang telah ada sejak Adam as. hingga
teologi Muhammad Saw. Hal ini menjadi keistimewaan tersendiri bagi
al-Qur'an yang menjadi kitab teologi Islam yang bersifat universal.
Dengan demikian semakin jelas corak teologi al-Qur'an dan
bagaimana memahami teologi yang terdapat di dalamnya, berusaha
meyakinkan kepada semua manusia bahwa baik agama Yahudi, Nasrani
maupun Islam, secara teori didasarkan pada teologi ketauhidan atau
teologi ketuhanan, disusul dengan teologi kenabian, dan seterusnya.
F. GARIS-GARIS BESAR ISI DISERTASI
Penelitian disertasi ini secara garis besar berisikan sebagai
berikut:
Pertama, dalam bab pendahuluan, mengemukakan faktor-faktor
yang melatarbelakangi penulisan disertasi tentang konsep yahudi dalam
al-Qur'an ditinjau dari aspek teologis. Kemudian merumuskan dan
membatasi pokok permasalahan, mengungkapkan kerangka teori dan
metode serta pendekatan yang digunakan dalam penelitian.
Kedua, mendeskripsikan pengertian etimologi maupun terminologi
tentang yahudi dan problematikanya, berikut sejarah perkembangan
44
agama Yahudi dan Kaum Yahudi di sepanjang zaman, terutama dalam
kaitannya dengan kajian teologis, dan secara spesifik bagian historis
yang dikemukakan di dalam al-Qur'an. Dalam bab ini juga diuraikan
sekte-sekte kegamaan Yahudi dan pemikirannya.
Ketiga, menjelaskan dan mengkritisi mengenai kaum Yahudi dan
Taurat dalam al-Qur'an, yang akan menguraikan sub bab bahasan
Taurat dalam al-Qur'an, kesan positif dan negatif kaum Yahudi di dalam
al-Qur'an.
Keempat, mencermati dan mengkritisi pemikiran teologi Yahudi di
dalam al-Qur'an meliputi konsep Tuhan, Kitab suci, Rasul dan keimanan
terhadap alam akhirat.
Kelima, mendeskripsikan hasil-hasil temuan penelitian, sekaligus
mengajukan saran-saran ilmiah dalam pengembangan dan perluasan
penelitian tentang Yahudi dalam perspektif lain.
45
BAB II
MAKNA DAN SEJARAH YAHUDI
A. MAKNA YAHUDI DAN PROBLEMATIKANYA
1. Secara Etimologi
Secara kebahasaan, terjadi perbedaan pendapat apakah kata
'Yahudi' adalah kata serapan dari bahasa asing atau dari kata arab?.
Sebagian berpendapat bahwa kata 'Yahudi' adalah pecahan dari dari
bahasa Arab yaitu al-Hud (taubat), ada pula yang mengatakan 'Yahudi
adalah nama Qabilah (keturunan, suku) yang disebut 'Yahuza' yang
kemudian diarabkan, menggantikan hurup 'zda' menjadi 'da'. Ibnu Araby
sendiri memaknai 'Yahudi' sebagai 'kembali dari kebaikan menuju
keburukan atau sebaliknya dari keburukan kepada kebaikan'. Ada pula
yang bependapat bahwa kata 'Yahudi' adalah serapan dari kata asing,
dan bukan dari bahasa arab.64
Namun demikian, dari berbagai sumber yang dikemukakan oleh
para ahli bahasa Arab ditemukan bahwa kata 'Yahudi' adalah berasal
dari bahasa arab. Arti kata 'Yahudi' dalam bahasa Arab merupakan
derivasi (tashrif) kata dari hada, yahudu, hudan dan tahawwada, yang
berarti kembali kepada kebenaran.65 Jika dirujuk ke dalam kitab suci al-
64
65
Shalah Abudl Fattah Khalid, a;-Syakhshiyat al-Yahudiyat, hal. 26
Abdul Fattah Thabarah, al-Yahudu fi al-Qur'an, hal. 12
46
Qur'an, maka diperoleh akar kata Yahudi dalam beberapa bentuk, antara
lain seperti dinyatakan dalam ayat yang berbunyi;
   
Artinya;
Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. 66
Dengan
demikian
secara
etimologi,
jika
didasarkan
pada
keterangan di atas maka dapat dipahami bahwa arti pokok dari Yahudi
adalah sifat kembali kepada kepada ( al-Haq) yaitu kebenaran. Inilah
makna asal dari kata Yahudi.
Namun makna di atas tidak tunggal ditemukan dalam berbagai
literatur. Sebab dalam perkembangannya kemudian menjadi beragam
arti
jika dikaitkan dengan nama orang, sifat, kabilah dan kelompok
tertentu.
Mahir Ahmad Aga misalnya menguraikan, bahwa penamaan
Yahudi dikarenakan kaum Yahudi bergerak-gerak (yatahawwad) ketika
membaca kitab suci mereka yaitu kitab Taurat. 67
Dikatakan pula, dinamakan 'Yahudi' karena dinisbahkan kepada
anak keempat dari keturunan Nabi Ya'qub, yang bernama 'Yahuda', yang
nama aslinya adalah 'Yehuza', seorang pemimpin bagi 11 orang anak
66
QS : al-A'raf; 156
Mahir Ahmad Aga, Al-Yahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar al-Fikr,
2002, h. 28
67
47
keturunan Ya'qub lainnya. Penisbahan kepada 'Yehuza' dibenarkan dan
dikuatkan oleh para ulama.68
Taqiyuddin al-Maqrizy sendiri, sebagaimana dikutip oleh Abdul
Majid Diyat, mengupas sumber kata 'Yahudi' dengan mengemukakan
bahwa kata "yahudi" berasal dari sumber kata " Yahudan", oleh sebab
itu, semua keturunan Ya'qub disebut yahudi, termasuk cucu-cucu
Ya'qub keturunan dari anaknya 'Yahuza bin Ya'qub'.69
Murad Faraj al-Yahud, menguraikan dalam bentuk lain dengan
mengembalikan kata "yahudi" kepada sumber kata "yadu" tanpa
menyebutkan huruf 'ha' yang berarti tanda 'pujian dan syukur', karena
ketika Yahuza dilahirkan ibunya berkata padanya 'udih' tanpa menyebut
huruf 'ha'.70 Dengan demikian, sampai di sini dapat diketahui bahwa kata
Yahudi diambil dari nama salah seorang anak keturunan Ya'qub, dan ini
menunjukkan bahwa Yahudi tidak serta merta berarti agama, akan tetapi
dapat berarti dan bermakna yang lain.
Di sisi lain, kata 'Yahudi' di dalam tashrif dapat berarti dan
menjadi kata kerja (fi'il)71 dan juga dapat menjadi ism (kata benda)72.
68
Ibid
69
Abdul Majid Diyat, Tarikh al-Yahudu wa atsaruhum fi Mishr li Taqiyuddin
al-Maqrizy, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth, hal. 19
70
Ibid
71
Dalam bentuk fi'il madhi (Lampau) disebutkan pola-pola kata kerja hadu ;
kata kerja lampau yang disandarkan kepada dhamir ghaib plural. Kemudian hudna;
kata kerja lampau yang disandarkan kepada dhamir mutakallim, dan kata Hud ; Jama'
(plural) dari haid, yang berarti taubat, yaitu kembali kepada kebenaran. Lihat dalam
Lisan al-Arab, Jilid 3, hal. 439.
48
Sebagai kata kerja dijumpai penggunaannya di dalam al-Qur'an, seperti
kata hudna (sebagaimana telah diutarakan di atas) yang berarti
bertaubat dan kata tahawwada yang berarti bergerak-gerak. Sementara
sebagai kata benda dijumpai kata 'al-Yahud' dan 'Yahudiyan' dan
Huudan yang berarti bangsa atau kaum Yahudi, dan agama Yahudi.
Namun tampaknya, dalam sebagai kata 'benda' tersebut
-
sebagaimana akan diuraikan dalam nomor 3 sub bahasan ini –, yang
menjadi problematik dalam pemaknaannya, yaitu jika ia menjadi atau
digunakan sebagai kata benda. Untuk itu, pemaknaan secara etimologi,
masih berkemungkinan kabur jika tidak disempurnakan dalam makna
terminologi. Oleh karena itu, arti dan makna Yahudi, akan lebih
dipahami dalam pembahasan berikutnya.
2. Secara Terminologi
Sebagai kelanjutan dari pemaknaan etimologi di atas, maka
pemaknaan terminologi dalam bahasan ini akan disajikan secara terbuka
bagi setiap penggunaan kata 'Yahudi' dalam berbagai lapangan dan
aspek penggunaan. Di dapati bawa terminologi 'Yahudi', ada kalanya
berdiri sendiri, dan ada kalanya digunakan term lain dengan maksud
72
Dalam bentuk ism (kata benda) yaitu 'Yahudi' yang dimakna sebagi
sekelompok yang mensifati kata kerja hada. Abdul Baqi, Mu'jam al-Mufahras li alAlfazd al-Qur'an, hal 739 dan 775
49
yang sama yaitu ibraniyyun (Ibrani)73 dan Banu Israel (Bani Israil)74,
bahkan nasab mereka juga menamai dirinya ' Samiyyin'75, ini di satu sisi.
Pada sisi yang lain, penggunaan term 'Yahudi' kemudian berkembang
sejak memasuki terminologi formal di bidang displin kajian sosiologi dan
politik.76 Hal ini tampak sejak abad ke 19 hingga memasuki abad 21
73
Penamaan 'Ibrani' yang menunjuk kepada kaum Yahudi' digunakan sejak
masa Ibrahim hingga Ya'qub, dan terus digunakan hingga saat ini. Namun umumnya
para ahli mengatakan bahwa kata 'Ibrani' dinisbahkan kepada peristiwa 'abar
(penyebrangan) nabi Ibrahim di sungai Eufrat dan sungai-sungai lainnya, dari wilayah
Kildaniyah ke Kan'an. Terjadi perbedaan di kalangan sejarawan mengenai sungai
tempat penyebrangan Ibrahim, ada yang mengatakan sungai Eufrat dan ada pula yang
mengatakan sungai Yordan. Al-Arqam al-Za'by, Haqaiq 'an al-Yahudiyah, Suriah, Dar
al-Muttahidah, 1990, hal.16; lihat pula Mahmud Nuruddin Syahadah, al-Yahudu wa alTathbi' fi al-Qur'an, hal.19; Abdul Jalil Syalaby, al-Yahud wa al-Yahudiyyah, Kairo,
Dar Akhbar al-Yaum, Edisi Maret 1997, hal 11-15 ; lihat pula Ahmad Sa'ad al-Din alBasthy, Muqaranat al-Adyan ; al-Yahudiyyah wa al-Masihiyyah wa al-Islam wa alIstisyraq, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyah, Juz 1, 1994, hal. 16
74
Di dalam al-Qur'an kata Bani Israel diungkapkan dalam al-Qur'an sebanyak
41 kali. Bani Israel merupakan bangsa yang dikasihi Tuhan, diberikan karunia dan
nikmat yang melimpah ruah, dan kenikmatan lainnya sebagaimana didapati dalam
surah al-Shaaf; 61; 4, al-Baqarah; 2; 40 dan 83, al-Maidah; 5; 16, Thaha; 20; 80,
Yunus 10; 93, al-Isra; 17; 104, Ali-Imran; 3; 105 yang kesemuanya selain berisikan
selain seruan agar kaum Yahudi mengikuti ajaran para utusan/Rasul Bani Israel seperti
yang dibawa oleh Nabi Isa sebagai penerus ajaran Nabi Musa, juga merupakan bangsa
yang pembangkan dan penentang dan sulit diatur sebagaimana dijumpai dalam al-Isra;
17;4, al-Maidah;5;78, dan al-Naml;27;78. Al-Arqam al-Za'by menyatakan bahwa
sebutan Israel dinisbahkan kepada nabi Allah Israel, Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim as.
Kata Israel ini juga diambil dari kata 'isra' yang berarti hamba atau manusia, dan 'iel'
yang berarti Tuhan, yang dengan demikian kata Israel berarti hamba Tuhan. Ibid.
75
Bangsa Yahudi juga menyebut dirinya dengan sebutan "Samiyyin", karena
memandang nasabnya dari Sam bin Nuh as, lihat Al-Arqam al-Za'by, Haqaiq 'an alYahudiyah, Suriah, Dar al-Muttahidah, 1990, hal.16. Namun pandangan ini ditepis oleh
Abdul Jalil Syalabi yang mengatakan bahwa peneliti modern berpandangan tentang
penamaan "Samiyyin" bagi bangsa Ibrani/Yahudi, bahwa tidak demikian adanya,
sebagaimana diceritakan dalam kitab safat takwin (kitab penciptaan) dalam kitab suci
mereka yang menyebut sebagai "samiyyin", akan tetapi sesungguhnya penamaan itu
ditujukan pada kelompok manusia tertentu, lihat Abdul Jalil Syalaby, al-Yahud wa alYahudiyyah, Kairo, Dar Akhbar al-Yaum, Edisi Maret 1997, hal 12
76
Penggunaan term 'Yahudi' dalam politik cendrung mengkaburkan pemaknaan
Yahudi dalam terminologi teologi murni. Sebagai contoh dengan munculnya term-term
'zionism' atau al-Shuhyuny, dan 'protokolat' juga berpeluang melahirkan berbagai
pemaknaan yang menjauhkan makna dari akar-akarnya, sehingga term Yahudi pun
mengalami reduksi yang menjadikan munculnya pandangan negatif terhadap Yahudi
dalam pengertian sebagai agama samawi.
50
sekarang, hal mana ada kalanya kata Israel menempati kata Yahudi atau
sebaliknya.
Banyak
pendapat
mengenai
penamaan
Yahudi.
Semakin
beragamnya term Yahudi digunakan, tidak lain sebagai upaya yang
sungguh-sungguh untuk membongkar hubungan-hubungan terminologis
antara kata 'Yahudi', 'Ibrani' dan 'Israel' dari masa ke masa, baik secara
historis, geografis, politik maupun secara teologis. Dari proses-proses
ini kemudian akan ditemukan makna isthilahy (terminologi) yang lebih
mumpuni.
Namun demikian, yang pasti bahwa term Yahudi, Israel dan Ibrani
dipandang sebagai term yang popular dalam sejarah Bani Israil kuno.
Setiap term ini memiliki argument tersendiri. Jika istilah ' Ibrani'
umumnya para ahli menisbahkan kepada nama 'Ibrahim Ibrani', maka
istilah 'Israel' dinisbahkan kepada keturunan nenek moyang mereka
yang berasal dari Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim.77
Dalam versi kitab Injil sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sa'ad alDin al-Basathi dari kitab kejadian, ayat 32 dan 35 dikatakan bahwa
Ya'kub dinamai Israel, sesuai dengan bunyinya; "ketika Ya'qub di Tanya,
siapa namamu? Ia berkata; Ya'qub, lalu dikatakan padanya, namamu
77
Oleh karena itu, ada versi yang mengatakan bahwa Ya'qub mendapat gelar
'Israel' yang berasal dari bahasa Ibrani, yang berarti kampiun (hamba) Tuhan, yang
identik dengan nama 'Abdullah' dalam bahasa Arab. Dengan demikian jika diruntut,
urutan kemunculan tiga terminologi pertama kali dikenal adalah Ibrani, kemudian
Israel dan terakhir adalah Yahudi. Lihat, A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi,
Yokyakarta, Pinus Publisher, 2007, hal.13.
51
tidak akan disebut lagi Ya'qub, akan tetapi dengan nama Israel, sebab
engkau berjihad bersama Allah dan manusia dan engkau berhasil".78
Orang-orang Ibrani menyebutnya "Yasrail" - dan bukan "Israel"- , yang
terdiri dari kata "yasra" yang berarti ghalab (kemenangan) dan "iel"
yang berarti al-Qaadir (yang maha mengetahui).79
Sementara itu, istilah Yahudi sendiri dirujuk kepada peristiwa
pertobatan mereka dari menyembah selain Allah dan kembalinya kepada
kebenaran (al-Haq). Artinya term Yahudi lebih berarti sebagai bentuk
pertobatan bangsa Yahudi dari perbuatan dosa mereka. Hanya saja
dalam kenyataannya, di dalam ayat-ayat al-Qur'an kata al-Yahud atau
Yahudiyan, berkonotasi negatif, sehingga makna pertobatan menjadi
kurang tepat.
3. Problematika Terminologis; antara Historis dan Teologis
Dari pemaparan secara etimologi dan terminologi di atas,
meskipun telah diduga tampak utuh, namun bukan berarti telah bebas
dari problematika terminologis dalam tinjaun historis dan teologis.
Sebab perkembangan makna suatu terminologi dari zaman ke zaman
mengalami perubahan yang signifikan, baik yang berujung pada kesan
78
Ahmad Sa'ad al-Din al-Basthy, Muqaranat al-Adyan ; al-Yahudiyyah wa alMasihiyyah wa al-Islam wa al-Istisyraq, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyah, Juz
1, 1994, hal.17.
79
Ibid
52
negatif maupun kesan positif. Kesan positif negatif dan positif ini
umumnya berorientasi teologis.
Dalam penggunaan terminologi Yahudi yang beragam, maka
menarik apa yang diuraikan oleh Adian Husain dalam membahas
mengenai 'klaim historis Yahudi', bahwa term Yahudi digunakan selain
sebagai
bangsa,
terminologi
juga
hingga
sebagai
saat
ini,
agama.80
maka
Jika
tampak
dicermati
demikian
perang
rumit
permasalahannya, dikarenakan term ini memiliki makna ganda yaitu
sebagai bangsa dan sebagai agama, bahkan sebagai kabilah yang dalam
penggunaannya bisa saja dimaknai sebagai bangsa, namun orientasinya
sebagai agama, demikian pula sebaliknya, atau mungkin juga pada
keduanya sekaligus.
Dalam penelitian ini akan dikemukakan sejumlah kata yang
menunjuk pada pengertian 'Yahudi' yang digunakan dalam konteks yang
beragam seperti bani Israel dan ahlul al-Kitab, dan lain-lain. Namun
demikian, yang akan mendominasi adalah pengertian terminologi
'Yahudi' dalam konteks teologis, sebagaimana akan diuraikan pada
pembahasan bab bab selanjutnya. Artinya, permahaman terhadap
konsep teologi Yahudi sebagai agama samawi.
80
Yahudi sebagai agama (Judaisme) di dalam tradisi mereka baru muncul pada
abad ke 19, seperti dikutip oleh Adian Husein dari Pilkington, bahwa rabbi-rabbi
Yahudi di Amerika sepakat untuk mendefenisikan Judaisme sebagai pengalaman
keagamaan sejarah dari bangsa Yahudi, yang dengan demikian agama Yahudi adalah
agama sejarah. Artinya; penamaan, tata cara dan ritualnya dibentuk oleh sejarah.
Adian Husein, Tinjauan Historis; Konflik Yahudi, Kristen dan Islam, Jakarta, Gema
Insani, 2004, hal l5 dan 19
53
Problematika term 'Yahudi' di masa kini menjadi sangat krusial
ketika derivasi kata 'Yahudi' dihubungkan ke dalam perlbagai disiplin
kajian, tanpa menjelaskan apa yang dimaksudkannya. Tendensi teologis
seringkali menjadi faktor dominan dalam mengasosialan kata Yahudi
dalam berbagai wacana dan pembicaraan massa. Bagi dunia Islam, fokus
term Yahudi hampir tidak mendapatkan ruang positif, sebagai agama
Samawi.
Penggunaan term 'Yahudi' dikaitkan dengan agama bangsa Israel
abad 20, yang kemudian menyebabkan munculnya term 'pluralisme
agama' memasuki problematika serius, dikarenakan penggunaan term
'Yahudi' sebagai agama, tidak dibedakan dengan term 'Yahudi' sebagai
Bangsa. Seperti halnya penggunaan term 'Yahudi' dikaitkan dengan
Negara Israel yang diproklamirkan sejak tahun 1947, seharusnya
diposisikan sebagai kelompok manusia yang harus diberikan kebebasan
untuk hidup di muka bumi, sehingga tidak perlu dipahami term 'Yahudi'
sebagai agama dalam kontek kekinian, tetapi sebagai komunitas yang
sejak masa klasik memang terkucilkan oleh mayoritas penduduk
sekitarnya, dikarenakan oleh ulah mereka sendiri.
Dalam kontek di atas, maka pendekatan historis dan teologis
menjadi bagian penting dalam memasuki konteks terminologi. Yahudi
dalam
pengertian Bani Israel terkadang mengacaukan
pemikiran
penafsiran terhadap pemaknaan Yahudi sebagai agama. Oleh karena itu
54
sangat urgen dikaji lebih mendalam mengenai pemaknaan teologi Yahudi
dalam term-term Yahudi dan Bani Isr ael.
Iwadhullah al-Hijazi, sebagaimana dikutip oleh Sa'ad al-Din alHijazi mengatakan bahwa penggunaan term al-Yahud di dalam alQur'an digunakan untuk memperingatkan dan menunjuk sikap negatif
mereka yaitu sikap kufur dan pembangkangannya kepada ajaran dan
risalah para rasul dan nabi. Berbeda ketika kata 'bani Israel' digunakan
sebagai bentuk penghormatan dan mengingatkan mereka akan nikmatnikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya, dan mengajaknya kepada
jalan kebenaran.81
Oleh karena itu, secara khusus, penggunaan term-term Yahudi di
dalam al-Qur'an ditemukan dalam berbagai konteks, seperti kata 'hadu',
'hudna', 'hûdan', 'al-Yahud' dan 'yahudiyan' yang berakar pada akar kata
ha-wa-da, yang disebutkan sebanyak 30 kali dalam al-Qur'an, masingmasing; 11 kali dalam bentuk fi'il Madhi (kata kerja bentuk lampau), 10
kali dalam bentuk mashdar dan ism 'alam (kata benda nama) yaitu hud,
dan 9 kali dalam bentuk ism 'alam (kata benda nama)Yahud yaitu al-
Yahud dan Yahudiyyan.
Kata Haaduu, yang terdiri dari kata dari ha-waw-dal mengandung
pengertian; kembali secara perlahan-lahan, bersuara lembut dan
berjalan dengan merangkak-rangkak. Menurut Muhammad Fu'ad Abdul
81
Sa'ad al-Din al-Basatahi, Muqanat al-Adyan, Kairo, Ma'had Dirasat alIslamiyat, 1994, hal. 21
55
Baqi. Kata Huud yang menunjuk kepada nama
Nabi Hud disebutkan
sebaganyak 7 kali. Sedangkan kata Huud yang menunjuk pada Yahudi
sebanyak 3 kali. Sementara al-Yahud yang dapat berarti kaum atau
bangsa, juga sebagai agama dan keyakinan, disebutkan sebanyak 10
kali.
Penggunaan
membingungkan
kata
Yahudi
pembaca
tentu
mengenai
saja
diharapkan
tidak
Yahudi.
Namun
dalam
kenyataannya, dalam perkembangan istilah Yahudi, tidak terhindarkan
pemakaiannya oleh banyak kalangan dalam membahas bangsa Yahudi
mengaitkannya dengan Israel sekarang ini, tanpa menelusuri Yahudi di
masa lampau. Jebakan istilah 'Yahudi' dalam kancah politik dan ekonomi
dalam perkembangan terakhir, telah menyeret agama ke dalam gerbong
dialektika yang tiada akhirnya.
Hingga abad 19 nama Yahudi atau Judais disebut sebagai agama
muncul dalam bentuknya yang baru. Adian Husaini, sebagaimana dikutip
dari Pilkington, mengatakan bahwa pada tahun 1937 para rabbi
(pendeta)
Yahudi
bersepakat
mendefinisikan
Yahudi
sebagai
"pengalaman keagamaan sejarah dari bangsa Yahudi", yang dengan
demikian agama Yahudi adalah agama sejarah, dan bahwa penamaan
Yahudi, tata cara ritual Yahudi dibentuk oleh sejarah. 82
82
Adian Husain, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen dan Islam, Jakarta,
Gema Insani Press, 2004, hal 15
56
Orang-orang Yahudi kini lebih mengutamakan disebut sebagai
israliyyun (bangsa Israel) atau banu Israel (anak keturunan Israel) dari
pada Ibraniyyun (bangsa Ibrani) karena penamaan Israel merupakan
sebutan Allah atas nenek moyang mereka yaitu Ya'qub, sebagaimana
sebutan Israel juga terkait dengan janji keberkahan Allah yang
diberikan Ya'qub dan anak keturunannya, juga atas tanah Kan'an dan
terakhir karena sebutan Israel sebagai sya'ab mukhtaran (bangsa
pilihan).83
Padahal
secara
historis,
seperti
yang
dikemukakan
oleh
Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, bahwa tahun 932 SM, yaitu masa
wafatnya Nabi Sulaiman as, merupakan awal sejarah penggunaan istilah
"Yahudi"
dan
"Israel".
Menurutnya,
penamaan
spesifik
tersebut
dilatarbelakangi oleh faktor politik dan geografis pada masa perpecahan
antara kerajaan Daud dan kerajaan Sulaiman. Secara politik masingmasing menunjuk pada politik kerajaan tertentu yaitu kerajaan 'Yahuza'
di Utara dan kerajaan 'Israel' di Selatan. Dalam waktu yang sama secara
geografis, berarti Yahudi di bagian Utara dan Israel di Selatan. 84
Dengan demikian term Yahudi dewasa ini, cenderung lebih
bersifat historis ketimbang sebagai agama samawi, sebagaimana
pemaknaannya di masa lampau.
83
Abdul Majid Diyat, Tarikh al-Yahudu wa atsaruhum fi Mishr li Taqiyuddin
al-Maqrizy, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth, hal. 19
84
Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, al-Tarikh al-Diyanat al-Yahudiyyat, hal
27
57
B. YAHUDI PADA MASA SEBELUM ISLAM
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa penamaan dan
terminologi 'Yahudi' lebih luas maknanya dari pada terminologi 'Ibrani'
dan 'Bani Israel'.85 Meskipun secara historis dan penggunaannya, Ibrani
dan Bani Israel lebih awal muncul, namun keluasan pembahasan
terminologi
'Yahudi'
dari
pada
Bani
Israel
dan
Ibrani,
besar
kemungkinan term Yahudi amat terkait dengan pembahasan sebagai
'agama', yang merupakan fitrah wujud manusia sejak masa Nabi Adam
as.
Sejarah membuktikan bahwa kelompok bani Israel memiliki peran
besar
dalam
pembentukan
Yudaisme
dan
perkembangannya
di
sepanjang masa. Menurut Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, di antara
persitiwa historis yang penting mengiringi pembentukan Yudaisme
adalah ketika bani Israel meninggalkan Mesir, dan perseteruannya
dengan bangsa Kan'an, hingga pada peristiwa bani Israel dengan bangsa
Asyury, bangsa Babilyona dan bangsa Romawi. Peristiwa-peristiwa
tersebut menyebabkan pembagian sejarah agama "Yudaisme" dibagi
menjadi beberapa periode yaitu pertama, Masa kuno yang disebut
85
Dalam konteks historis, terdapat sejumlah pendapat yang beragam mengenai
asal usul bangsa Yahudi, Ibrani dan Bani Israil. Antara lain dari pendapat itu adalah
Jawwad Ali, yang mengatakan bahwa terminologi Yahudi lebih luas maknanya dari
pada 'Ibrani' dan 'Bani Israel', yang menurutnya, selain disematkan kepada kaum Ibrani
juga disematkan kepada non ibrani yang memeluk agama Yahudi. Lihat, Mahir Ahmad
Aga, Al-Yahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar al-Fikr, 2002, h. 28
58
sebagai Yudaisme al-Aabaa (nenek moyang) mereka yang dipelopori
oleh utusan Tuhan dari para Nabi dan Rasul-rasul kepada bani Israel
secara turun temurun. Kedua, Masa Asyura, Babyliona dan Romawi
merupakan periode yang berperan memberikan corak historis agama
bani Israel yang bercorak baru.86
Berdasarkan
hal
di
atas,
maka
Yudaisme
mengalami
perkembangan historis yang sangat determinan, bahkan mengalami
perubahan nama dari masa ke masa, mulai dari nama 'agama ibriyah' di
masa sejarah Ibrani, kemudia menjadi 'agama bani Israel' sejak masa
Ya'qub hingga masa Babyliona, dan terakhir di masa yang paling
mutakhir muncul zionoisme yang disebut sebagai agama.87
Untuk mengungkap semua ini maka diperlukan suatu uraian
sejarah yang lebih runtut dan lebih akurat, karena sejarah merupakan
guru terbaik peradaban manusia.88 Max J. Dimont membuat runtutan
historika Judais sebelum masa Islam dengan membandingkan dengan
sejarah Pagan. Ia mencatat bahwa sejarah Yahudi dimulai dari tahun
sekitar
tahun
2000
SM,
ketika
Abraham
(Ibrahim)
mengawali
pengembaraannya hingga memasuki abad Masehi, masa kelahiran Yesus
86
Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, tarikh al-Diyanah al-Yahudiyyah, Kairo,
Dar Quba, 1998, 254-255
87
Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, tarikh al-Diyanah al-Yahudiyyah, Kairo,
Dar Quba, 1998, 254-255
88
Cicero mengatakan bahwa ketika kita melangkahhkan kaki, maka
sesungguhnya langkah itu adalah berjalan di atas sejarah. Mahir Ahmad Aga, AlYahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar al-Fikr, 2002, h. 19
59
Kristus pada Abad 1 M.89
Uraian sejarah kisah hidup bangsa Yahudi
dengan segala tantangan dan implikasinya dibahas oleh Max J. Dimont
tidak saja pada masa Sebelum Masehi akan tetapi hingga memasuki
abad Masehi abad ke 20, tahun 1947 M.90
Oleh karena itu, mengingat penelitian ini adalah bersifat normatif
teologis, maka perpektif yang akan digunakan tentu saja tidak hanya
menggunakan versi sejarah sebagaimana ditulis oleh Max. J. Dimont dan
yang lainnya, akan tetapi menggunakan perspektif kitab suci al-Qur'an.
Meski
demikian,
dalam
rangka
mengurai
sejarah
Yahudi
lebih
mendalam, runtut dan orisinil serta universal diperlukan dukungan
pendekatan dan tinjauan historis yang berpangkal pada perangkat data
dan sumber-sumber informasi yang universal dan akurat, baik berupa
kitab suci dan penafsirannya, maupun uraian informasi-informasi dan
penelitian yang dilakukan oleh kalangan ahli sejarah agama, khususnya
sejarah agama samawi.
Di antara sumber formal informasi universal dan akurat dalam
mengungkap tentang Yahudi di masa lampau adalah kitab suci, seperti
kitab suci al-Qur'an, yang isi dan kandungannya berasal dari pencipta
alam semesta beserta isinya.91 Di sisi lain, kitab suci Perjanjian Lama
89
Max J. Dimont, Kisah Hidup Bangsa Yahudi, Ttt, Masaeni, 2002, hal.12-13;
dan 58-59 dan hal 106
90
Ibid, hal.5
91
Sebagaimana diketahui bersama bahwa sepertiga dari isi al-Qur'an adalah
kisah hidup manusia di sepanjang sejarah kehidupan sebelum masa Islam terutama
kisah para Rasul dan Nabi beserta kaumnya.
60
menjadi sumber tunggal dalam mengungkap perihal Israel kuno hingga
abad ke 19 M, bahkan kitab tersebut juga menjadi kitab utama dalam
mengungkap keseluruhan sejarah kuno Timur dekat.92
Di samping sumber-sumber kitab suci al-Qur'an dan Perjanjian
lama, juga terdapat sumber-sumber ilmiah baik yang berupa penemuan
arkeolog, peninggalan-peninggalan kuno maupun manuskrip-manuskrip
kuno yang bercerita tentang sejarah peradaban kuno , serta buku-buku
sejarah tentang Yahudi yang ditulis oleh para pakar sejarah dan berupa
ensiklopedi
yang memuat ringkasan sejarah Yahudi yang disepakati
oleh mayoritas sejarawan.
1. Asal Usul Yahudi
Tidak mudah melakukan penelusuran dan pelacakan asal usul
Yahudi yang akurat dan orisinil, sebab hingga kini belum ada penelitian
yang memastikan hasil penelitiannya sebagai temuan yang dipastikan
kebenarannya
yang
menyebabkan
munculnya
truth claim
(klaim
kebenaran).
Menurut Barakat Ahmad, bahwa tidak terdapat suatu keterangan
historis yang pasti mengenai awal munculnya pendudukan bangsa
Yahudi di Jazirah Arabia, sebelum masa Islam. Namun menurutnya,
pelacakan setidaknya dapat dirujuk kepada masa abad pertama Masehi,
dimana
sebuah
bukti
empiris
ditemukan
suatu
kuburan
yang
92
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diny al-Yahudy; athwaruh wa mazahibuh, Baerut,
Dar al-SYamiyah, 1999, cet, 4, hal 9
61
bertulisakan nama 'Yahudiyan' pada batu nisannya, yang diperkirakan
batu itu berumur sejak sekitar pada tahun 42 M, atau dalam versi lain
45 Tahun SM.93
Lain halnya dengan William G. Carr yang menyatakan bahwa
bangsa Yahudi yang ada sekarang, asal-usulnya masih disengketakan
oleh sejarawan, apakah Yahudi itu golongan Semitik atau non semitik.
Yahudi Semitik misalnya, oleh sebagian berpendapat bahwa mereka
berasal dari Abraham, dan sebagian lain berpendapat bahwa mereka
adalah bangsa campuran antara berbagai unsur ( mixed care) yang
dipersatukan oleh watak dan nasib dari bangsa Suriyah, Akidan dan
Phinisian.94
Kerumitan yang sama diakui oleh Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi,
yang mengemukakan bahwa sejarawan belum mampu memberikan
kepastian masa awal lahirnya Yahudi di dunia Arab, namun diduga dari
keterangan para sejarawan dapat dipandang sebagai keterangan sejarah
yang
mendekati
kebenaran.95
Menurutnya,
mayoritas
sejarawan
berpendapat bahwa keberadaan Yahudi berawal dari hijrah pertama
yang dilakukan oleh keturunan Sam bin Nuh as, yang dilakukan dari
bagian selatan sungai Eufrat di Irak menuju
Kan'an (Palestina
93
Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat alMashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 61-62
94
Menurut William, Yahudi kini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu Yahudi
Semitik dan Yahudi Ezkinaz (non Semitik). William G. Carr, Yahudi Menggenggam
Dunia, Jakarta, al-Kautsar, 2006, cet 4, hal 16-17
95
Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi Muqaranat al-Adyan (al-Yahudiyat wa alMasihiyat, wa al-Islam) wa al-Istisyraq, Kairo, Ma'had Zamalek, 1994, h.15
62
sekarang),96 yang telah didiami oleh bangsa Arab sejak 5000 tahun
SM.97 Memperkuat pendapat tersebut, Muhammad Dhiya' Rahman alA'zhami menyebutkan bahwa sekitar 3000 tahun SM keturunan Kan'an
bin Ham bin Nuh as. pertama kali berada di Palestina. 98
Seiring dengan pandangan di atas, Arqam al-Za'by mengatakan
bahwa asal usul bangsa Yahudi berasal dari negri-ngeri Kaldaniyyun,
dimana nabi Ibrahim as. berhijrah dari sana menuju Kan'an (Palestina
sekarang), dan disanalah penduduk asli Palestina bermukim di atas
sebidang
tanah
dan
membangun
tempat
persembahan
dan
penyembelihan (mazbah) yaitu masing-masing dari bangsa Hatsiyyun,
Yabusiyyun dan Kan'aniyyun.99 Dalam uraian lain ditemukan bahwa asal
usul Yahudi berasal dari bangsa Semit. Terdapat beberapa kesamaan
yang jelas antara bangsa Yahudi dan bangsa Semit lainnya seperti
Babilion, Assyria, Kan'an, Aram, Habasyah, Nabath, Arab dan lain
sebagainya.100
96
Menarik dikomentari tentang penduduk pertama Palestina, sebagaimana
dikemukakan oleh para sejarawan dan arkeolog modern. Arkeolog Modern pada
umumnya bersepakat bahwa bangsa Mesir dan Kan'an telah mendiami Palestina sejak
tahun 3000 SM Hingga 1700 SM, selanjutnya disusul kedatangan bangsa Hyokos,
Hittile dan Filistin mendiami Palestina. Uraian senada, lahir dari Charles Foster Kent,
seperti dikutip oleh Ahmad Syalaby, bahwa bangsa Phoenik adalah bangsa yang
pertama kali mendatangi Palestina sekitar 3000 SM, kemudian disusul oleh bangsa
(kabilah) Kan'an pada tahun 2500 SM, lalu kabilah Palestin dari pulau Creta tahun
1200 SM. Adian Husein MA, Tinjauan Historis; Konflik Yahudi Kristen dan Islam,
Jakarta, Gema Insani Press, 2004, hal 21-22
97
Ibid
98
Muhammad Dhiya' Rahman al-A'zhami, al-Yahudiyat wa al-Masihiyat,
Madinah, Maktabah al-Dar, 1988, h. 35
99
Arqam al-Za'by, hal. 26
100
Mahir Ahmad Aga, hal.15
63
Ahmad Barakat menguraikan sejarah Yahudi di wilayah Arab
dengan mengatakan, sebagaimana dikutip dari ' the encyclopedia of the
jewish religion', bahwa kisah kelompok Yahudi pertama di wilayah
Jazirah Arabia dapat diurut hingga masa Musa as, yang mengajak
kepada para pengikutnya melakukan perlawanan kepada para penguasa
yang disebut 'Amaliq', yang merupakan bangsa keturuan asli Aduumy
yang disebut dalam kitab Yahudi sebagai musuh abadi terbesar bagi
keturunan bani Israel.101
Dari beberapa uraian di atas dapat diketahui bahwa periode
Ibrahim as dan keturunannya. merupakan awal keberadaan Yahudi.
Bagaimanapun Ibrahim as. menjadi titik sentral yang menentukan dalam
sejarah dan asal usul keturunan bangsa Yahudi. Nama Ibrahim as bin
Azar, yang berasal dari Babyliona itu tidak dapat dilepaskan dari
sejarah dan asal usul Yahudi.102 Karena itulah penamaan Yahudi sendiri
diduga kuat berawal dari rumpun keturunan Ibrahim, kemudian anak
keturunan Ishak bin Ibrahim yaitu masa anak keturunan Ya'qub as. yang
bernama 'Yahudza'.103
101
Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat
al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 62
102
Diperkirakan Ibrahim as. bin Azar tampil dalam sejarah sekitar 3700 SM.
Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, Yokyakarta, Pinus Book, 2007, hal 15
103
Nama-nama anak Ya'qub yang 12 adalah; Rubin, simon, Lewi, Yahuza,
Zebulon, Isak Hardan, Gad, Asyar, Naftaly, Yusuf Bunyamin. Ibid, hal.15
64
2. Sejarah Yahudi dari Periode Pengembaraan hingga Masa
Muhammad Saw.
Sejarah awal peradaban manusia, dicatat telah dimulai sejak
tahun 5000 SM. Jika dicermati uraian sejarah dari para sejarawan,
didapati bahwa sejarah awal Yahudi dimulai sejak tahun 2000 SM.
Artinya, hingga masa Muhammad, sejarah Yahudi telah memasuki usia
peradabannya menjadi 2500 tahun. Dengan demikian diantara sejarah
agama samawi, sejarah Yahudi menjadi sejarah agama tertua.
Sejarah hidup Yahudi dipetakan oleh Max J. Dimont, berawal dari
periode masa pengembaraan yang berlangsung dari tahun 2000 SM
hingga tahun 1200 SM, kemudian periode independent, periode yang
berlangsung dari tahun 1200 SM. hingga tahun 900 SM. Lalu periode
dominasi Assyria dan Babyliona, dari tahun 800 SM hingga tahun 500
SM. kemudian periode dominasi Persia yang berlangsung dari tahun 500
SM sampai 300 SM.104 J. Dimont juga membagi sejarah Yahudi lebih
rinci, dari tahun 1300 SM hingga 100 SM. Selanjutnya, ia pun
merincikan sejarah Yahudi dari 100 SM hingga 600 SM, yang secara
garis besar berkisah tentang Mosses, Kristus dan Kaisar. Di sisi lain,
secara khusus Periode Talmudik, yang berlangsung dari 500 SM hingga
1700 M, dan periode ini menjadi awal dari munculnya bibit-bibit
104
Max J. Dimont, Kisah Hidup Bangsa Yahudi, ttp, Masaseni, 2002, hal. 12
65
Talmud, yang dimulai dari munculnya kitab Mishna, lalu disusul kitab
Gemara, dan dari sinilah kemudian memasuki era Talmud, hingga
berakhirnya
era
Talmud
di
masa
Getho-getho
Eropa
di
abad
pertengahan. Namun catatan penting dari periode ini adalah bahwa
Talmudisme menuntaskan tiga hal yaitu mengubah sifat Jehovah,
mengubah sifat orang Yahudi dan mengubah ide Yahudi tentang
Pemerintahan.
105
Kemudian J.Dimont membagi sejarah Yahudi yang disebutnya
sebagai periode Islamik yang berlangsung dari tahun 500 M – 1500 M.
Dalam
periode
ini,
ia
menggambarkan
sebagai
periode
singkat
penganiayaan Yahudi, dimana orang-orang Yahudi bersama orangorang Kristen menolak bergabung dengan Muhammad, yang disebutnya
sebagai penuntun hewan unta. Dalam bagian sejarah lain ia membagi
sejarah Yahudi abad pertengahan yang diurut dari tahun 500 M hingga
1800 M. Periode sejarah Yahudi modern Yahudi dari tahun 1600 M
sampai 1900 M. dan sebagai catatan penting bahwa jika sejarah Yahudi
dalam periode pertengahan bergerak berlawanan arah dengan sejarah
Kristen, maka sebaliknya, di abad modern sejarah Yahudi berjalan
paralel dengan Kristen. Secara khusus periode modern dipandang
sebagai suatu sindrom eksistensialis, dalam lima gejala utama yaitu
105
Ibid, hal. 133-136
66
illusinya Eropa Barat, regresifnya Eropa Timur, Amnesianya Amerika,
mimpi buruknya Nazi dan kesadarannya Israelia. 106
Dalam uraian lain, dikemukakan Mahir Ahmad Aga, bahwa rumpun
Bani Israel berkembang melalui rantai sejarah kenabian dari masa
Ibrahim hingga Isa a.s. Menurut catatan sejarah, kerajaan Yahudi
pertama berdiri tahun 1025 SM. Di masa awal-awal kerajaan Yahudi
tersebut runtutan pemegang kepemimpinan di mulai Thalut atau Syaul,
Daud, hingga Sulaiman.as.107 Berbeda dengan Michael Keene, meruntut
periodesasi kerajaan-kerajaan tersebut, masing-masing yaitu Syaul
sekitar tahun 1050 SM, kemudian Daud dari tahun 1000 SM hingga 951
SM, dan Sulaiman (Salomo) dari tahun 961 SM hingga 922 SM.108
3. Kisah Historis Yahudi Dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an dan kaum Yahudi, al-Qur'an dan Bani Israel, dan alQur'an dan ahlul kitab atau dengan sebutan yang lain sekalipun adalah
tema-tema yang banyak dijumpai dalam penelitian dan pengkajian studi
teologi Islam maupun pada bidang-bidang lainnya. Al-Qur'an baik pada
periode diturunkannya di Mekah maupun Madinah telah merekam kisahkisah bani Israel mulai dari sifat-sifat, karakter, watak dan akhlak
106
Ibid, hal. 155, 177 dan 249
Mahir Ahmad Agha, op,cit, hal 35
108
Michael Keene, al-KItab; Sejarah, Proses terbentuk dan Pengaruhnya,
107
Yokyakarta, Kanisisus, 2006, hal.16-17
67
mereka secara umum dalam berinteraksi dengan risalah para Rasul dan
Nabi, agama dan Tuhan.109
Mustafa Muslim menyebutkan bahwa kisah-kisah bani Israel dan
Yahudi direkam lebih dari sepertiga surah di dalam al-Qur'an. Sebagai
contoh, surah al-Baqarah, yang dinamai dengan sapi bani Israel; surah
Ali-Imran yang dinamai sebagai keluarga/keturunan bani Israel; surah
al-Maidah, yang merupakan hidangan makanan yang diminta oleh bani
Israel. dan ; surah al-Isra, yang dinamai juga dengan surah bani
Israel.110
Banyak
orang
yang
mempertanyakan
mengapa
kisah-kisah
Yahudi terbentang luas direkam di dalam al-Qur'an? Apa yang menjadi
sasaran dan rahasia dibalik itu?. Apakah dimaksudkan agar kisah-kisah
mereka yang menyimpang dari kalam Allah itu dan sikap menentang
Allah, malaikat, dan para utusan Allah, dan kitab-kitab suci selain
Taurat, dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi orang-orang Islam?
ataukah ulah bangsa Yahudi terhadap bangsa Arab? Ataukah karena
kitab "Taurat" yang diturunkan kepada bani Israel, Yahudi, dipandang
oleh mereka sebagai kitab yang lebih sempurna dari al-Qur'an? Ataukah
karena orang-orang Yahudi merupakan golongan yang paling gencar
109
Shalah Abdul Fattah Khalid, al-Syakhshiyat, al-Yahudiyat min Khilal alQur'an, h. 11
110
Mustafa Muslim, Ma'alim qur'aniyyah fi al-Shira' ma'a al-Yahud, Damaskus,
dar al-qalam, 1999, hal.8
68
dan bersemangat melakukan permusuhan dan menghancurkan risalah
Islam yang dibawa oleh Muhammad?
Dalam konteks tersebut di atas, Mustafa Muslim, membenarkan
faktor-faktor di atas sehingga kisah-kisah Yahudi direkam Allah dalam
wahyu-Nya yang diturunkan kepada Muhammad, namun terdapat faktor
lain yang tampaknya penting, yaitu karena perseteruan antara Yahudi
dan orang-orang Islam akan berlangsung hingga akhir kiamat.111
Hikmah diabadikannya kisah-kisah Bani Israel adalah agar
menjadi ibrah (pelajaran) bagi manusia secara umum dan penganut
agama secara khusus. Sayyed Qutb, sebagaimana dikutip oleh Shalah
Abdul Fattah, bahwa uraian Sayyed Qutb mengenai hikmah-hikmah dari
kisah-kisah Bani Israel di dalam al-Qur'an mengandung hikmah dari
berbagai aspek, terutama dalam kaitan dengan sikap-sikap bani Israel
terhadap semua agama dan ajarannya.112
Sangat menarik apa yang uraikan oleh Shabir Thu'aemah, dalam
sebuah uaraiannya yang berusaha meringkas sejarah bani Israel di
dalam
al-Qur'an
dengan
mengklasifikasi
lafazh-lafazh
yang
menunjukkan kisah-kisah bani Israel atau Yahudi. Ia mengatakan bahwa
kata "Israel" yang disebutkan sebanyak 2 (dua kali) dan kata "bani
Israeel" disebutkan sebanyak 41 kali. Sementara itu, jika dilihat dari
kisah para nabi mereka, masing-masing disebutkan dalam bilangan yang
111
Ibid
112
Shalah Abdul
Fattah Khalid, al-Syakhshiyat, al-Yahudiyat min Khilal al-
Qur'an, hal. 16
69
beragam yaitu nabi Ya'qub disebutkan sebanyak 41 kali sedangkan
keturunan Ya'qub disebutkan 2 kali. Nama Ishak (bapak nabi Ya'qub)
disebutkan sebanyak 17 kali, nama Ibrahim dan Ismail disebutkan
sebanyak 69 kali, nama Yusuf bin Ya'kub disebutkan sebanyak 37 kali,
nama Musa disebutkan 136 kali (27 turun di Mekah dan 109 turun di
Madinah), nama Harun disebutkan sebanyak 20 kali, dan nama Isa
disebutkan 25 kali, sedangkan ibu Isa, Maryam, disebutkan sebanyak 34
kali.113
Sementara itu, lafazh-lafazh yang terkait dengan wacana Yahudi
dan
bani
Israel
juga
diuraikan
oleh
Shabir
Thu'aimah
dengan
mengklasifikasi kata-kata "Ahl al-Kitab" disebutkan sebanyak 31 kali,
yang diturunkan di Mekah, dan 9 kali diturunkan di Madinah. Kata
"Taurat" disebutkan 18 kali (satu diantaranya turun di Mekah), kata
"Injil" 12 kali ( satu diantaranya turun di Mekah), kata "Nashara" 1
kali.114
Sebenarnya banyak lagi lafazh-lafazh yang terkait dengan
sejarah bani Israil dan kaum Yahudi, misalnya nama Daud, Sulaiman,
Zakariya, Yahya dan sebagainya yang asal-usul mereka adalah
keturunan bani Israel. Ditambah Lagi dengan kisah-kisah pelaku sejarah
bani Israel dari garis saudara-saudara Yusuf, dan al-Aziz, Istri al-Aziz,
113
Shabir Thu'aimah, Banu Israel baena Naba' al-Qur'an wa khabar al-Ahd alqadim, Baerut, Alam al-Kutub, 1984, hal, 120
114
Shabir Thu'aimah, Banu Israel baena Naba' al-Qur'an wa khabar al-Ahd alqadim, Baerut, Alam al-Kutub, 1984, hal, 121
70
perempuan-perempuan dan raja-raja mereka, fir'aun, Haman, Qarun,
raja Saba', Istri Imran, dan seterusnya. Namun demikian. kiranya rincian
di atas dapat menjadi gambaran dan sekaligus sebagai hujjah bagi kita
bahwa kisah-kisah historis bani Israel, memang cukup banyak dicatat
sebagai
peristiwa
yang
penuh
makna
dalam
menyikapi
teologi
keberagamaan, terutama teologi agama kaum Yahudi.
Yang pasti bahwa semua kisah di atas baru tercatat secara benar
dan baik ketika di masa Muhammad Saw, yaitu dengan diturunkannya
al-Qur'an kepadanya. Oleh karena itu, selanjutnya di sini akan diuraikan
kisah Yahudi atau pengikut-pengikut ajaran bani Israel, di masa Islam,
yaitu di masa Nabi Muhammad Saw.
C. YAHUDI DI MASA AWAL ISLAM DAN SETELAHNYA
Masa kehadiran Islam yang dibawa oleh Muhammad Saw. sejak
pengangkatannya pada abad ke 7 M. menjadi suatu periode yang
menentukan bagi tapak Yahudi di sepanjang zaman. Babak demi babak
sejarah Yahudi di Masa Muhammad diabadikan dalam sebuah kitab suci,
yaitu al-Qur'an. Diri Seorang Nabi Muhammad sendiri menjadi tokoh
sentral yang menentukan dalam menyambungkan sejarah Yahudi dari
masa sebelumnya hingga diturunkannya al-Qur'an hingga sempurna.
Melalui dialog dan kontak-kontak yang terjadi antara Nabi Muhamamd
Saw
dan
masyarakat
Yahudi,
juga
nasrani,
akan
tampak
jelas
71
rekamannya di dalam al-Qur'an dan al-Hadits. Maka itu, keteranganketerangan Rasulullah Saw. ini, mempertegas keberadaan dan kaum
Yahudi
dan
ajaran-ajarannya
yang
diyakini
kebenarannya
oleh
mayoritas penganut Yahudi di masa itu, bahkan melampaui masanya.
1. Yahudi Pada Masa Nabi Muhammad
a. Periode Mekah
Secara sosio historis, sebelum pengangkatan Muhammad sebagai
Nabi, telah terjadi kontak antara Muhammad dengan kaum Yahudi
bersama kaum penyembah berhala. Sejak Muhammad memasuki usia 12
tahun telah diperingatkan oleh seorang pendeta Kristen bernama
Buhaira, melalui paman Muhammad Abu Thalib agar keponakannya
dijaga keberadaannya dari orang-orang Yahudi, karena tanda-tanda
kenabian yang dilihat pada diri Muhammad. Namun baru pada periode
pengangkatan Muhammad sebagai nabi di Mekah hingga hijrahnya,
kaum Yahudi berada dibelakang para pemuka Quraisy penyembah
berhala (Paganisme) memerangi Muhammad sejak dakwah secara
sembunyi-sembunyi dimulai.115
115
Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'Alaqah baena al-Yahud wa alNashara wa atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, Dar al-Ma'ali, 2000, hal 134135
72
Kaum Yahudi memang tidak menetap di Mekah, namun mereka
aktif melakukan perjalanan ke Mekah, sehingga di Mekah belum terjadi
pertemuan sengit antara Yahudi dan Muhammad Saw. 116
Sebagian kaum Yahudi seperti seperti juga kabilah Auz dan
Khazraj mengunjungi Mekah dengan tujuan untuk perdagangan dan
aktivitas lainnya, dan sebaliknya orang-orang Mekah mengunjungi
Khaibar untuk tujuan keluarga dan kerabat dari keturunan mereka. 117
Dengan demikian sejak di Mekah kaum Yahudi telah mengetahui
keberadaan Muhammad dan ajaran yang dibawa, melalui perjalanan
yang intens dilakukan oleh kaum Yahudi dari Madinah ke Mekah.
Nabi Muhammad sendiri telah mengetahui sebagian kisah hidup
Yahudi ketika masih di Mekah, melalui wahyu-wahyu yang diturunkan,
sebagaimana telah dikemukakan dalam sub bahasan B, nomor 3, di atas
bahwa beberapa ayat diturunkan di Mekah terkait dengan tokoh-tokoh
pelaku sejarah di masa Bani Israel.
b. Periode Madinah (Yatsrib)
Dari tahun 632 SM hingga 561 SM yang disebut sebagai "zaman
Nebukhadnezzar", bangsa Yahudi telah berada di wilayah Madinah.
Mereka hidup berpencar di daerah Taema', Khaibar, Yatsrib, Mudzainib
116
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar
al-'Ulum, 2003, hal 60.
117
Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah,
Kairo, Dar al-Syuruq, 2000, cet.2, hal 123
73
dan Maahzhur.118 Jika dibandingkan dengan kelompok dan suku-suku
lainnya seperti suku Auz dan Khazraj, kaum Yahudi lebih unggul dan
menonjol dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan maupun militer. 119
Oleh karena itu, maka wajar jika dikemudian hari khususnya oleh
imigran muhajirin yang dipimpin oleh Rasulullah Saw.,
mereka cukup
diperhitungkan kekuatannya.
Dalam uraian lain yang senada, dikemukakan Shabir Thaema,
bahwa pada pertengahan pengangkatan nabi Muhammad Saw., secara
geopolitik dan ekonomi, wilayah Hijaz Arab bagian Timur dikuasai oleh
kabilah-kabilah Yahudi secara berimbang dengan wilayah kekuasaan
bangsa
Quraisy,
penguasa
Mekah.
Jika
kabilah-kabilah
Yahudi
menguasai menguasai Hijaz bagian Timur hingga Taima 120, maka
kekuasaan Quraisy juga meliputi bagian selatan Hijaz yang dimulai dari
Yatsrib sampai Thaif.121
Kaum
Yahudi 'Bani Qaenuqa', seperti dikutip oleh
Shabir
Thaemah dari Ibnu Khaldun, bahwa Bani Qaenuqa' hidup bersama
kabilah bani Auf dan bani al-Najjar hidup berdampingan bersama
kabilah 'Auz dan Khazraj. Sementara Bani Quraizhah hidup di bagian
118
Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang
Menggemparkan, Jakarta, Sahara Publisher, 2004, hal.9,
119
Ibid, hal 10
120
Kota Taema' dikenal sebagai kota para Nabi bagi kaum Yahudi, dan Taima
juga dapat disebut sebagai kota pertama didiami di wilayah Jazirah Arabia oleh kabilah
yang menyerupai kabilah Yahudi di masa lampau sebagaimana disebutkan dalam kitab
suci mereka. Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat
al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 61
121
Shabir Thaemah, banu Israel fi al-Qur'an al-Karim wa Naba' al-'Ahd alQadim, Baerut, 'alam al-Kutub, 1984, cet.1, hal. 47
74
Selatan Timur Yatsrib, dan Bani al-Nadhir hidup di bagian Barat
Yastrib. Namun, pusat utama Yahudi berada pada posisi selatan Hijaz
(wilayah Khaebar) yaitu antara Yatsrib dan Taema. 122
Banyak lagi kelompok-kelompok Yahudi yang bermukim di
Madinah (Yatsrib) saat kedatangan Nabi Muhammad Saw selaian Bani
Nadhir dan Quraizhah yang dikenal itu, seperti Yahudi Bani 'Auf, Yahudi
Bani al-Najjar, Yahudi Bani Sa'idah dan Yahudi Bani Jasm, Yahudi Bani
Aus, Bani Tsa'labah, Bani Syathibah, Bani Zariq, Bani Haritsah dan Bani
Quenqa'.123 Menurut Ahmad Barakat, sebagaimana disebutkan di dalam
sirah Nabawi karya Ibnu Hisyam dan Sirah Nabawi Ibnu Ishak, bahwa
nama-nama kelompok Yahudi tersebut tersebut umumnya termaktub
dalam shahifat atau Piagam Madinah, kecuali Bani Zariqah dan Bani
Hritsah tidak disebutkan sebab keduanya merupakan musuh Rasulullah
Saw.124
Secara prinsip, pada masa Nabi Muhmmad, keberadaan Yahudi
menduduki posisi terhormat. Awal pertemuan kaum Yahudi dengan Nabi
Muhammad di Madinah menjadi titik awal eksistensi Yahudi (dan
Nasrani) di tengah-tengah komunitas umat Islam. Konsep 'pluralisme'
atau 'toleransi' agama pun telah tertancap di Madinah, sebagai konsep
yang dilahirkan dari oleh Nabi Muhammad Saw. yang kemudian dirujuk
122
Ibid
123
Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo, Haeat
al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998, hal 85-86
124
Ibid
75
sebagai dasar-dasar pemikiran konsep pluralisme kehidupan beragama.
Nabi Muhammad senantiasa memperlakukan kaum Yahudi di Madinah
dengan baik. Beliau memberikan kebebasan beragama dan jaminan atas
nyawa dan harta mereka di bawah sebuah kesepakatan bersama. Meski
demikian, Muhammad tetap menjalankan dakwahnya ditengah-tengah
pluralitas keberagamaan di Madinah.
Namun demikian sikap ideal Nabi Muhammad tersebut tidak
mendapat sambutan positip dari kaum Yahudi Yatsrib. Mereka terutama
dari kalangan kaum Yahudi dari bani Qaenuqa, Bani Nadhir dan Bani
Quraizdlah, dan kelompok-kelompok Yahudi lain-lainnya melakukan
sikap permusuhan terhadap Muhammad, sehubungan dengan pesatnya
perkembangan Islam di Madinah, yang sangat berbeda dengan dugaan
sebelumnya bahwa ajaran yang dibawa oleh Muhammad adalah berasal
dari bangsa atau keturunan mereka yaitu bani Israel, meskipun
sebelumnya telah diketahui mengenai kedatangan Muhammad melalui
kitab suci mereka.125
Muhammad Sayyed Thanthawi mencatat peperangan yang terjadi
antara kelompok Islam dan kelompok Yahudi di masa Nabi Muhammad
Saw selama di Madinah yaitu Perang Bani Qaenuqa, perang Bani Nadhir,
perang Bani Quraizhah dan perang Khaibar. Perang Bani Qainuqa terjadi
pada tahun ke 2 H, sedangkan perang bani Nadhir terjadi pada tahun ke
125
Sejarah Peradaban Islam (Siti Maryam dkk, Editor), Yokyakarta, LESFI
Sunan IAIN Kalijaga, 2003, hal 264-310
76
4 H dan perang Bani Quraizhah terjadi setelah perang Nadhir, yaitu
pada tahun ke 5 H.126
Puncak kisah kontak Yahudi dan Islam pada masa Nabi selama
periode Madinah adalah ditandai dengan tercetusnya perjanjian "Piagam
Madinah"127 atau Shahifat al-Madinah, yang merupakan perjanjian dan
kesepakatan yang dibuat oleh Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan
pedoman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat secara damai
dan tenteram di tengah-tengah pluralitas keberagamaan.
2. Yahudi Pada Masa Sahabat, Tabi'in Hingga Utsmaniyyah
Banyak orang Yahudi pada masa sepeninggal Nabi Muhammad
Saw. masuk Islam. Abdullah bin Saba, misalnya, seorang Yahudi yang
berasal dari Yaman adalah tokoh popular yang dikenal sebagai Yahudi
masuk Islam dan melancarkan fitnah, Ali adalah wasiat Nabi sepeninggal
Nabi, bahkan mengatakan bahwa Ali adalah seorang Nabi. Tidak hanya
sampai di sini, bahkan ia berkata bahwa Ali adalah Tuhan. Karena itulah
kemudian nama Abdullah bin Saba' dikenal sebagai tokoh yang banyak
meriwayatkan keterangan-keterangan Israiliyyat. Abdullah bin Saba'
126
Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo,
Dar al-Syuruq, 2002, Cet. 2 h. 365
127
Mengenai point-point kesepakatan "Piagam Madinah" yang terdiri dari 48
point atau pasal secara jelas memposisikan kaum Yahudi secara terhormat, dan
tampak jelas prinsip-prinsip persamaan dalam kehidupan bermasyarakat. Muhammad
Sayyid Thanthawi, Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruq, 2002,
Cet. 2 hal. 139-142
77
disebut sebagai tokoh yang menyulut fitnah hingga terbunuhnya
Khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. 128
Pada masa Umayyah dan Abbasih, sebagaimana di masa Nabi,
kaum Yahudi menjalani kehidupannya secara terhormat. Bangsa Yahudi
mendapatkan perlindungan dari para khalifah di masa Umayyah dan
Abbasiah, dan demikian seterusnya hingga masa Utsmananiyyah orangorang Yahudi tampak dalam sejarahnya di wilayah-wilayah Islam hidup
dalam kebijaksanaan dan keramahan Islam terhadap mereka. Namun
sejarah
karakter
Yahudi
yang
pembunuh
para
nabi
dan
rasul,
menyebabkan mereka tidak pernah padam dari peperangan dari satu
tempat ke tempat yang lain, dari satu bidang ke bidang lain, dan dari
waktu ke waktu, senantiasa menginginkan dua hal, yaitu tanah yang
dijanjikan dan sebagai bangsa pilihan Tuhan di sepanjang zaman.
3. Yahudi di Masa Modern/Masa Utsmaniyyah
Pada
masa
pemerintahan
Utsmaniyyah
bangsa
Yahudi
kebanyakan hidup di wilayah Turki bagian Timur dan wilayah-wilayah
lainnya seperti di Baghdad, Halab (Aleppo), Damaskus, Kairo dan
Yaman. Keberadaan mereka sebagai 'ahl al-Zimmah' yang kehidupannya
dijamin
terlindungi
sehingga
dapat
menjalani
kebebasan
hidup
beragama, dan tidak sebagaimana nasib kaum Yahudi yang berada di
128
Mahir Ahmad Agha, al-Yahud, Fitnah al-Tarikh, hal 123
78
Spanyol dan Portugal.129 Ketika masa pemerintahan Bayazid II menjadi
Khalifah, dua orang pendeta Yahudi Eropa datang meminta kepadanya
agar mengizinkan mereka hijrah ke Negara Turki Utsmani, dan ia pun
diizinkan oleh Bayazid.130
Kaum Yahudi berkembang pesat di Turki, hingga pada akhirnya
menimbulkan keresahan dan pergolakan. Karakter kaum Yahudi yang
telah ada sejak 4000 sebelumnya, kembali mengguncang Negara Turki,
setelah memperoleh posisis strategis dan terhormat, di dunia bisnis, di
pemerintahan, dunia pers, mereka pun mengatur program terselubung
dengan berpura-pura masuk Islam, memakai nama-nama Islam, dan
semua ini dilakukan untuk menghangcurkan Islam dan rakyat Turki.
Kelompok ini dinamai "Yahudi Dunamah".131
Hingga tahun 1913 M orang-orang Yahudi Zionisme di Turki,
berada di puncak pengaruhnya, dimana mereka telah memiliki wibawa di
kalangan pejabat teras Turki Utsmaniyah, dan berhasil mendirikan
"Partai Turki Muda", kemudian mendirikan "Partai Persatuan dan
Pembangunan". Di balik topeng nasionalisme Turki mereka mendapat
empat kursi menteri, salah satunya adalah Gawed, seorang ahli akuntan
yang menduduki jabatan sebagai menteri keuangan, dan ia berasal dari
Yahudi Dunamah.132
129
Mahir Ahmad Aga, al-yahud, fitnat al-Tarikh, hal 102
130
Ibid
131
Ibid
Ibid
132
79
4. Yahudi dan Pembentukan Negara Palestina
Agar sejarah Yahudi lebih dekat dengan zaman penelitian ini
maka diperlukan uraian mengenai perkembangan temuan sejarah Yahudi
di era modern, setidaknya hingga terbentuknya Negara Israel, yang
diklaim sebagai hak dan milik bangsa Yahudi atau anak keturunan bani
Israel. Sebab peralihan sejarah Yahudi yang paling dekat dengan zaman
sekarang adalah masa dikenalnya bangsa Yahudi sebagai bangsa yang
memiliki Negara sendiri, yang dimulai sejak tahun 1948.
Sejarah bangsa Yahudi yang dijadikan sebagai matarantai sejarah
Yahudi secara formal oleh pemerintah Negara Israel adalah didasarkan
pada urutan sejarah yang dimulai dari masa Ibrahim sampai tahun
berdirinya Negara Israel pada tahun 1948. Bagi bangsa Yahudi,
pendirian Negara Israel adalah sah secara teologis dan historis,
meskipun telah mendapat kritik historis dan teologis yang dipandang
menyimpang seperti dilakukan oleh Paul Fundley, Roger Garoudy dan
Israel Shahak.133 Selama 4000 tahun lamanya, yaitu dari abad 20 SM
hingga abad 20 M, pengembaraan hidup Yahudi akhirnya eksis kembali
menemukan peradabannya, jati dirinya, sebagai bangsa yang pernah
menetap, kemudian berpindah-pindah, dan kemudian menetap dengan
mendirikan Negara Israel di Palestina.
133
Adian Husain, Konflik, hal 20-21
80
Setidaknya ada dua doktrin primer yang dikembangkan oleh
Israel Yahudi terkait dengan gerakan zionisme dan gerakan keagamaan
mereka dalam sejarah modern, serta upaya kolonialisasi di Palestina
yaitu; Israel sebagai "bangsa pilihan Tuhan" 134 dan "tanah yang
dijanjikan Tuhan"135 atau Janji Tuhan atas tanah yang dijanjikan. Dua
doktrin ini berasal dari kitab suci mereka yaitu Taurat dan Talmud, dan
diformulasikan kembali dalam kitab "protokolat". 136 Dua doktrin inilah
yang dijadikan ideologi Yahudi modern baik secara teologis, historis,
politis maupun secara ekonomi.
Terbukti pada tahun 1897, melalui konfrensi Basel, Hertsel
mengatakan kepada peserta konfrensi; "kita berkumpul di sini adalah
untuk meletakkan pondasi untuk membangun prinsip-prinsip yang dapat
mengikatkan bangsa Yahudi". Ia juga berkata "zionis bukan merupakan
aliran kecil yang ditunjang dengan kepulangan orang-orang Yahudi ke
134
Dikatakan di dalam Taurat, kitab Ulangan 7;6; "sebab engkaulah umat yang
kudus bagi Allah, Tuhanmu, engkaulah yang dipilih oleh Allah, dari segala bangsa di
muka bumi ini untuk menjadi kesayagannya". Sebagai penguat dari teks taurat ini,
dikatakan pula dalam kitab Imamat 20;24 bahwa "Akulah Allah, Tuhanmu, yang
memisahkan kamu dari bangsa-bangsa yang lain". Lihat, Muhammad Asy-Syarqawi,
Talmud; kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, hal. 114
135
Di dalam taurat, pada Kitab Kejadian; 15; 18-21 dikatakan "Pada hari itu
Tuhan berjanji kepada "Iwam" seraya berkata untuk keturunanmu aku beri tanah ini
dari sungai Mesir (Niel) hingga sungai besar (Eufrat)". Mahir Ahmad Aga, al-Yahud,
fitnah al-Tarikh, hal 261 hal. 270. Dalam kitab Kejadian; 17; 7-9; "Akulah Allah Yang
Maha Kuasa, hiduplah dihadapanku dengan tidak bercela. Dari pihakku, inilah janjiku
kepadamu; engkau akan menjadi bapak sejumlah besar bangsa. Aku berjanji kepadamu
dan kepada keturunanmu sepanjang masa bahwa aku akan menjadikan seluruh tanah
Kan'an menjadi milikmu dan milik keturunamu untuk selama-lamanya. Dan aku
menjadi Tuhan dari kalian semua. Kalian harus memegang teguh janjiku ini".
Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang Menggemparkan, hal.
100
136
Mahir Ahmad Aga, al-Yahud, fitnah al-Tarikh, hal 261
81
Palestina, tetapi sebagai gerakan massa, pertain-petani, pekerjapekerja, manajer-manajer, interpreuner-interpreuner, sarjana-sarjana
dan
intelektual-intelektual".137
Oleh
karena
itu,
konfrensi
ini
–
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syalabi, dari Max Margolois dan
Alexander Marx, melalui bukunya berdua berjudul " A history of the
Jewish People", kemudian menelorkan sebuah keputusan penting yang
berbunyi; "sesungguhnya, cita-cita zionisme ialah mendirikan tanah air
untuk bangsa Yahudi, yang diakui secara resmi dan secara hukum,
sehingga dengan pendirian itu bangsa Yahudi dapat hidup aman, dari
tekanan-tekanan, dan tanah air itu tiada lain adalah Palestina". 138
Adanya dukungan kuat dari Eropa dan Amerika, menjadi factor yang
sangat menentukan dalam pembentukan Negara Israel di Palestina.
Dengan demikian, sangat jelas, bahwa cita-cita bangsa Yahudi
mencaplok Palestina untuk dijadikan sebagai Negara Yahudi agar
eksistensinya lebih kuat di mata Dunia dan hukum internasional,
merupakan keinginan yang didasarkan pada teologi agamanya di dalam
kitab suci mereka.
D. SEKTE-SEKTE KEAGAMAAN YAHUDI DAN PEMIKIRANNYA
Setiap agama memiliki sekte-sekte atau aliran-aliran (mazhabmazhab) tertentu. Dalam sejarah keagamaan Yahudi para pakar
137
138
Max. J. Dimont, Kisah Hidup Bangsa Yahudi, opcit., hal. 348
Ahmad Syalaby, al-Yahudiyyah, hal. 105
82
menyebutkan ragam sekte dan aliran Yahudi Klasik dan modern. Hasan
Zhaha membaginya menjadi 16 aliran yaitu; al-Asykenaz, al-Safard, al-
Samiriyyun, al-Farisiyyun, al-Shadduqiyyun, al-qanauun,139 al-Asiyyin
atau al-Asiniyyiin,140 al-Abiyyuiniyyin,141 al-Ghanusiyah al-Shabiah,142
al-Yuudjaniyah,143 al-qurra'un, al-Maranus,144
al-Danmah atau al-
139
sekte ini dalam kajian sejarah agama-agama sebenarnya dikenal sebagai
bagian dari sekte al-Pharesien, namun sekte al-qannaun ini lebih ekstrem dan lebih
radikal, keras, sehingga disebut sebagai golongan sesat Yahudi. Mereka senang
menggunakan cara kekerasan, membunuh, merampok, terror untuk mencapai
kepentingan politik dan kelompoknya. Mereka menentang ajaran iman yang selain dari
ajaran sekte al-Rabbaniyyin (pendeta) dan al-Pharisien. Hasan Zhazha, al-Fikr alDiniy al-Yahud, hal.217-220
140
Sekte ini dikenal ajarannya antara lain; 1)mengasingkan diri dari orang 2)
menggunakan pakaian putih dan suka wangi-wangian 3) memelihara rambut dan
jenggot panjang 4) mengharamkan bentuk peribadatan dengan penyembelihan
5)mereka juga disebut sebut sebagai orang mengharamkan dirinya menikah, karena
berhubungan badan antara laki-laki dan perempuan dipandang najis 6) percaya dengan
qadha dan qadar 7) giat bekerja dan professional sehingga mereka tidak menerima
zakat dan uluran tangan orang lain 8) menentang perbudakan dan mengakui kebebasan
untuk semua orang. 9) berpegang teguh pada taurat, meskipun nyawa taruhannya. 10)
mengharamkan makan daging dan semua yang mengalirkan darah serta hanya
memakan bahan nabati. 11) hidup secara berkelompok dengan masing-masing
pemimpinnya. 12) mempercayai terbitnya matahari sebagai masa terbaik dalam
beribadah (shalat) sehingga mereka bangun dari tidurnya sebelum terbit matahari
untuk melakukan ritual shalat. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.225-227
141
Al-Abiyuniyyun diartikan sebagai orang yang memihak kepada kaum lemah,
fakir dan miskin. Karena itu sekte ini disebut sebagai sekte sufi dalam Yahudi.
Ajarannya yang paling penting adalah penolakan mereka terhadap Trinitas. Sekte ini
memandang Isa sebagai manusia biasa, sebagai rasul saja, tidak lebih dari itu. Maka
itu dua musuh besar sekte ini yaitu; umat Kristenn yang dibawah ajaran kudus Paulus
dan Yahudi yang berpegang pada Talmud. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud,
hal.236-240
142
Sekte ini memiliki ajaran pokok yaitu; 1) Mempercayai ajaran Musa 2)
beriman kepada Allah, malaikat dan jin, namun mereka juga menyembah bintangbintang tertentu 3)Percaya dengan hari akhir 4) Percaya dengan Yohana Ma'madan
sebagai nabi utusan. 5) Mensucikan perkawinan, sehingga mereka mengharamkan
perceraian dan poligami (dua istri), kecuali dalam kondisi darurat. 6) dikenal kaya
dengan dongen dan hikayat tentang alam dan peristiwanya, yang kemudian dikenal
sebagai penyebar Israiliyyat. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.241-243
143
Sekte ini disebut-sebut sebagai nama yang dinisbahkan kepada seseorang
yang mengaku nabi dan disebut sebagai al-Mahdi al-Muntazhar, namanya adalah
Yudjana, yang dikenal sebagai murid dari Abu Isa al-Ashfahani. Penganut sekte ini
dikenal banyak melakukan ritual puasa, shalat dan zakat. Hasan Zhazha, al-Fikr alDiniy al-Yahud, hal.244-246
83
Daumanah,145 al-Ishlahiyyun,146
al-Falasyah147 dan banu Israel.148
Untuk yang terakhir sekte "Banu Israel" merupakan sekte yang asal
usulnya muncul di India, sebelum abad pertengahan. Seorang musafir
Yahudi, Benyamin Tatile, dikenal sebagai orang memperkenalkan sekte
ini, disampin Musan bin Sam'un.149 Dinamai sekte ini karena umat-umat
yang lain tidak menyukai sebutan "Yahudi". Mereka mempercayai alKitab, akan tetapi tidak mengenal Talmud, sebagaimana sekte-sekte
kecil Yahudi lainnya. Sekte ini kemudian menyebar ke benua Asia,
terutama di China, yang mulai ditemukan sejak abad ke 17 M. 150
144
Sekte ini lahir di Spanyol pada akhir abad ke 15, ketika katolik sedang di
puncak kekuatan dan umat Islam berhasil diusir habis dari Spanyol. Nama Maranus
dalam bahasa Spanyol dan Prancis diartikan dengan banyak makna yaitu; munafik,
penghianat, pencuri, busuk, pembohong dan sejenisnya. Para ahli agama Yahudi di
abad pertengahan menyebutnya sebagai orang yang tercela, namun tidak berdosa dan
tidak dibebani hokum, sehingga mereka dipandang anak-anak Israel berhak
memperoleh kewajiban dan hak, sementara generasi ahli agama Yahudi belakangan
memandang al-Maranus sebagai kelompok yang serupa dengan khawarij dalam Islam.
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.257-260
145
Sekte yang asal-usulnya dikenal dari dua tradisi yaitu tradisi Yahudi dan
tradisi Islam. ajarannya yang utama antara lain; 1) perkawinan adalah sunnah yang
wajib 2) mengharamkan poligami 3) mengutamakan hari nikah pada hari senin dan
kamis 4) Pernikahan dilakukan oleh pemimpin sekte dan memberkahi pengantin
sebanyak tujuh kali dan pesta musik berbahasa ibrani 5) Khitan adalah syariat
baginya, sebagaimana wajib dalam agama Yahudi 6) memiliki kuburan khusus. Hasan
Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.261-263
146
Tokoh pendiri sekte ini adalah Musa Mandelson, bin Manahim (1729-1786)
di Berlin. Ajarannya adalah; bahwa Yahudi adalah sebagai agama dan tidak sebagai
bangsa, sehingga tidak menerima term Yahudi Inggris,Yahudi Rusia dan sebagainya.
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.264-267
147
Sekte kecil Yahudi yang lahir di Habasyah, Afrika, dan ketika mereka
memasuki Palestina, dibolehkan oleh para pendeta Yahudi di Israel, untuk memeluk
agama Yahudi, dan bila tidak maka akan dicap kafir. Pada dasarnya mereka tidak
menerima Talmud dan Mishna, tetapi menerima Perjanjian Lama yaitu kitab Musa dan
kitab nabi-nabi setelahnya. Memiliki ragam upacara keagamaan. Memelihara ajaran
khitan dan perkawinan. Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.264-267
148
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.201-274
149
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal.272
150
Ibid, hal.272
84
Dari aliran-aliran tersebut pada umumnya orang Yahudi membagi
sekte dan aliran mereka membagi menjai dua sekte besar yaitu
Asykenaz dan al-Safard.151 Sedangkan dari segi fanatisme sekte,
secara umum ada dua aliran di antara aliran atau sekte di atas, yang
paling ekstrem dan saling bermusuhan kuat adalah sekte al-Farisiyyun
dan al-Shaduqiyyun.
Adapun aliran atau sekte Asykenaz Yahudi hidup di Eropa bagian
Timur. Kata Asykenaz menunjuk pada pemikiran Yahudi pada abad
pertengahan di wilayah Eropa. Namun sebagian besar mereka hidup di
bagian Selatan dan Timur Prancis, Jerman, Austria dan Negara-negara
Eropa Timur umunya serta Uni sovyet. Penganut sekte Asykenaz ini
telah kehilangan kemampuan berbahasa sebagaimana bahasa warisan
nenek moyang mereka yaitu bahasa Ibrani, meskipun dalam beribadah
mereka tetap menggunakan bahasa Ibrani. Dalam praktek beribadah,
mereka berbeda dengan sekte-sekte lainnya, misalnya dari segi teksteks
kitab
ibadahnya,
upacara
keagamaan,
dalam
hal
makanan,
minuman, pakaian dan sebagainya.152
Sementara sekte al-Safard dikenal hidup di wilayah Laut Putih
Tengah, dan kata al-Safard digunakan untuk menunjuk corak pemikiran
Yahudi pada abad pertengahan di jazirah Iberia, yang meliputi Spanyol
dan Portugal. Sebagaimana Asykenaz, sekte ini juga telah kehilangan
151
152
Ibid, h. 202
Ibid
85
kemampuan berbahasa Ibrani, terutama setelah peristiwa "Diaspora'
pada tahun 70 M dan 135 M, sehingga mereka pun menggunakan bahasa
Spanyol, yang disebut Ladino dan Latini, yang didominasi oleh bahasa
latin Spanyol dan sedikit campuran bahasa Ibrani. 153
Namun dari sejumlah sekte dan aliran faham keagamaan Yahudi di
sepanjang sejarahnya, dan masing-masing memandang golongannya
sebagai kelompok yang berpegang teguh pada dasar-dasar dan ruh
agama Yahudi, diklasifikasikan oleh Ali-Abdul Wahid Wafi menjadi lima
kelompok saja yaitu;
1. Al-Farisiyyin (Pharisien)
Al-Farisiyyin dikenal sebagai suku Yahudi kuno. 154 Kelompok atau
golongan al-Pharisien155 ini merupakan aliran agama Yahudi yang
banyak memiliki pengikut baik di masa klasik hingga masa modern di
abad Masehi. Tidak diketahui persis kapan dan siapa yang mendirikan
aliran ini. Namun kebanyakan berpendapat, sebagaimana dikemukakan
153
Ibid, hal.203
154
Ahmad Syalaby, Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006,
hal. 207
155
ِ◌Dalam bahasa Ibrani nama al-Pharisien disebut "Furusyeim" yang diartikan
sebagai orang-orang golongan istimewa. Maka itu mereka menggelar diri mereka
sebagai "Hasadaem" yaitu orang-orang yang bertakwa. Lihat Hasan Zhazha, al-Fikr
al-Diniy al-Yahudiy, hal. 210. Al-Farisiyyin juga dimaknai sebagai " memisahkan diri",
sehingga kelompok ini diserupakan dengan aliran Mu'tazilah di dalam Islam. Maka itu,
menurut Ahmad Syalabi, sebagaimana dikutip dari Guignebert, bahwa aktivitas alPharisien, adalah pada level pemikiran. Mereka lebih berorientasi pada penafsiranpenafsiran Kitab Taurat dan melakukan kritik di dalam kandungannya. Ahmad Syalaby,
Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006, hal. 204-207 . Dijumpai
pula makna Pharesien sebagai "yang terpisah" atau "yang terpencil".
86
oleh sejarawan Yahudi Vlavius Josephus, bahwa kelompok ini dibentuk
pada masa Jonathan, yang merupakan teman dekat nabi Daud. 156
Kelompok ini dikenal dengan beberapa ajarannya yang sangat
ekstrem, antara lain yaitu157;
Pertama, mengakui semua isi kitab Perjanjian lama dan ucapan
oral yang dinisbahkan kepada Taurat dan Talmud. Bahwa yang
membuat Talmud adalah para rabbi (ahli fiqh) mereka.
Kedua, meyakini hari pembalasan, dan meyakini bahwa orangorang shaleh yang meninggal akan menyebar di bumi ini untuk
bergabung dengan kerajaan al-Masih al-Muntazhar, yang mempercayai
akan datang ke bumi dan memasukkan semua manusia ke dalam agama
Musa.
Sebenarnya sekte al-Pharisien tidak saja diknenal sebagai aliran
keagamaan, akan tetapi juga sebagai aliran politik. 158 Al-Pharisien
dikenal sebagai partai yang popular. Isu utama politiknya adalah
156
Dijumpai keterangan Talmud yang menyatakan bahwa sekte al-Farisiyyin,
muncul sekitar tahun 200 SM. Dikatakan pula bahwa dari para rabbi dari sekte inilah
lahir para penyusun Talmud. Karena itu, sekte ini disebut sebagai sekte yang paling
berbahaya, paling berpengaruh dan paling banyak anggotanya dari dulu hingga
sekarang. Mereka mengikuti jejak rabbi Ezra (w.444 SM) dan juga para penulis tokohtokoh Sinagog yang mengakui bahwa Erza adalah guru besar Yahudi setelah Musa.
Muhammad Asy-Syarqawi, Talmid; kitab Yahudi yang Menggemparkan, hal 55-56
157
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li
al-Islam, hal 62-74
158
Mengenai ini digambarkan oleh Ahmad Syalaby yang mengatakan bahwa
beberapa peneliti memandang al-Pharisien ini tidak membentuk kelompok keagamaan,
akan tetapi membentuk partai politik yang bernafaskan agama. Kelompok ini mengakui
bahwa Negara Yahudi akan kembali menemukan tempatnya, yang karena itulah iya
meyakini kedatangan Al-Masih yang akan mengembalikan kerajaan Tuhan yang
hilang. Karena itu, sekte ini menginginkan agar bangsa Yahudi berpegang pada akidah
nenek moyang mereka sebelum bangsa Yahudi jatuh ke tangan Palestina. Ahmad
Syalaby, Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006, hal. 206-207
87
mengenai
kebebasan
beragama.
Mereka
meyakini
bahwa
untuk
memperoleh kemerdekaan bukan ditempuh dengan jalan revolusi, akan
tetapi melalui datangnya Putra Daud, sang juru selamat utusan
Tuhan.159
Dari ajaran-ajaran al-Pharisien yang dikenal keras dan ekstrem
ini mendapat kecaman dari kalangan masehi.160 Sekte ini dianggap
sangat mengancam keberadaan agama masehi di masa awal abad
masehi,
karena
kedudukannya
di
kedalaman
dalam
ilmunya,
imperium
kepemimpinannya
Romawi
yang
bekerja
dan
sama
melakukan program penghancuran dan kolonialisme.161
2. Al-Shaduqin (Saduceens)
Sekte ini disebut sebagai sekte klasik yang sezaman dengan
kelahiran sekte al-Pharasien. Bahkan sekte ini dianggap sebagai sekte
yang paling awal muncul di dalam tradisi kesektean Yahudi. Asal usul
sekte ini, menurut riwayat Pharisien kuno, bahwa seorang pembesar
pendeta peribadatan Haekal II, yang hidup pada tahun 300 SM memiliki
dua murid bernama Shaduq dan Betus, dan diprediksi penamaan al-
Shadduqiyyun diambil dari nama Shaduq tersebut. Meskipun nama Betus
159
A.Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.25
Para penulis Injil menempatkan suku Yahudi kuno ini sebagai golongan
penentang al-Masih, Isa. As. dan kerena itulah ia banyak ditinggalkan oleh para
pengikutnya karena merasa telah melakukan aib. Hukselly, seorang peneliti,
mengatakan bahwa kata al-Farisy menjadi suatu aib bagi orang yang mengatakannya.
Ahmad Syalaby, Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi Intaran, 2006, hal. 206208
161
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahudiy, hal. 210
160
88
juga disebut sebagai nama sekte yaitu al-Bitusiyyun, namun keduanya
merupakan dua nama sekte yang pada hakikatnya sama, dengan tanpa
menafikan
adanya
pandangan
yang
berpendapat
bahwa
al-
Shadduqiyyun adalah sekte sendiri dan al-Bitusiyyun juga merupakan
sekte sendiri.162
Ajaran pokok aliran ini dapat disimpulkan sebagai berikut;
a. Tidak mengimani kebangkitan manusia dari kuburnya
b. Tidak mengimani kehidupan yang abadi bagi manusia, mereka
hanya percaya dengan kehidupan dunia
c. Menolak adanya ganjaran kebaikan dan pembalasan keburukan di
akhirat
d. Mengingkari wujud malaikat dan setan
e. Mengingkari Qadha dan Qadar atas manusia yang ditetapkan dari
lauh al-Mahfuzh
f. Meyakini bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri dan
dengan demikian ia bebas berbuat dan bertanggung jawab secara
bebas
g. Mempercayai kesucian kitab Perjanjian Lama dan tidak percaya
dengan Talmud dan sejenisnya.163
162
163
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahudiy, hal. 214
Ibid, hal. 216
89
Sekte ini juga berkeyakinan bahwa pembalasan baik bagi orangorang shaleh dan pembalasan buruk bagi orang pendosa hanya dijalani
selama hidup di dunia.
Kelompok atau aliran ini dikenal sebagai partai kependetaan ( al-
Kuhnat), dan sebagai penanggungjawab tentang peribadatan bangunan
Haekal. Mereka terdiri tingkat masyarakat yang aristokrat, karena
pengaruh dari Hellenisme, dan melakukan hubungan erat dengan bangsa
Romawi. Kelompok ini dikenal sebagai aliran konservatif dan tekstual
dalam memahami kitab suci.164
Aliran ini juga dikenal memegang teguh ajaran Yunani tentang
kehendak bebas. Berbeda dengan aliran Pharisien yang berpandangan
bahwa kehendak itu dibatasi dengan takdir Tuhan. 165 Oleh karena itu
aliran ini, dalam banyak hal memiliki keserupaan dengan aliran
Mu'tazilah dalam Islam.
3. Al-Samiriyyah atau al-Samiriyyun
Penamaan
al-Samiriyyah
ini
menurut
Abdul
Wahid
Wafi
kemungkinan karena aliran ini muncul di daerah Samiriy, salah satu
wilayah di Palestina. Sebutan Samiriyyah digunakan untuk menyebut
164
Muhammad Ibrahim Fayyumi, Muhadharat fi Manhaj al-Din al-Muqarin,
Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyat, 1996, hal. 162; bandingkan A.Maheswara,
Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.25
165
A. Maheswara, Kecerdasan Yahudi, hal.26
90
penganut Yahudi yang bukan dari kalangan bani Israel yang berasimilasi
dengan bangsa Israel.166
Ajaran pokok aliran ini adalah menerima sebagian dari perjanjian
lama, yakni mereka tidak menerima kecuali kitab pertama dari
Perjanjian Lama, kemudia safar (kitab) Yusya' dan safr para Hakim ( al-
qudhat) dan keseluruhan Talmud. Aliran ini juga tidak mempercayai hari
kebangkitan dan hari kiamat. Ibnu Hazm, menyatakan sebagaimana
dikutip oleh Ali Abdul Wahid Wafi, bahwa mereka membatilkan semua
nabi bani Israel yang datang setelah Musa dan Yusuf. Maka itu, mereka
mengingkari nabi Syam'un, Daud, Sulaiman, Ilyas, Yasa', Habquq,
Zakaria dan yang lainnya.167
Hasan Zhazha secara baik menguraikan ajaran-ajaran pokok
aliran al-Samiriyyun, dengan membagi ke dalam beberapa pokok akidah
yang dianut, yaitu;
a. Mengimanin bahwa Tuhan hanya satu, dan bahwa Tuhan itu
adalah bersifat rohani
b. Mengimani nabi Musa as. adalah rasul Allah, dan bahwa Musa
adalah nabi penutup
c. Mengimani bahwa Taurat yang dibawa Musa adalah suci, dan
merupakan wahyu dari Allah, kalam Allah.
166
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li
al-Islam, hal 67
167
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li
al-Islam, hal 66-67
91
d. Mengimani bahwa bukit Jurzeim yang berseberangan dengan
kota Nablus adalah tempat suci yang hakiki dan merupakan satusatunya kiblat bagi bani Israel.168
4. Al-Hasadiyyin
Aliran ini lahir pada akhir abad ke 2 SM. Aliran ini memiliki
perbedaan dengan sekte Yahudi lain baik dari segi akidah, ibadah
maupun tradisinya.169
Di antara yang membedakan dengan sekte lain, misalnya dalam
hal ibadah adalah bahwa sekte atau aliran ini mengharamkan adanya
persembahan atau pengorbanan yang dipandang sebagai ibadah utama
di dalam aliran Yahudi yang lain. Aliran ini banyak melakukan syiarnya
dengan kegiatan mandi dan berwudhu. Mereka menentang peperangan
dan diskriminasi antar ras.170
Sedangkan dari aspek hukum dan sistem kemanusiaan, sekte alHasadiyyin
mengingkari
perbedaan
ras,
dan
menjunjung
prinsip
persamaan dalam nilai-nilai kemanusiaan yang sama, dan menjunjung
perdamaian antar bangsa. Mereka juga menentang sistem perbudakan.
Yang menarik bahwa sekte ini menentang kepemilikan individu atau
168
Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diniy al-Yahud, hal. 206
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li
al-Islam, hal 67
170
Ibid
169
92
kapitalisme,
dan
memandang
bahwa
kepemilikan
harta
adalah
kepemilikan bersama.171
Ciri yang unik adalah dari aspek hukum keluarga. sekte ini
mengharamkan perkawinan dan menganjurkan hidup menduda, menjauhi
wanita.
Kebalikan
dengan
sekte
lain
Yahudi
yang
mewajibkan
perkawinan bagi yang mampu, dan bagi yang tidak kawin sedangkan ia
mampu disediakan hukuman seperti hukum pembunuh, karena dianggap
telah memadamkan cahaya Tuhan, mengurangi perlindungan Tuhan atas
bumi Israel dan menjauhkan rahmat Tuhan dari Israel. Sebagian ahli
agama mereka berfatwa bahwa bagi yang telah berusia 20 tahun dan
belum kawin, maka hakim dapat mengawinkan mereka secara paksa.172
Sebagian sejarawan berpendapat –meskipun dari segi bukti-bukti
adalah lemah- bahwa Yohana al-Ma'madan atau nabi Yahya bin Zakaria
as adalah penganut aliran ini.173 Sekte ini tidak berusia panjang, karena
akhir abad 1M telah pupus, yang berarti sekte ini eksis selama 2 hingga
3 abad lamanya.
5. Al-Qurrain atau al-'Ananiyyin
Kelompok aliran atau sekte al-Qurra'in merupakan kelompok
keagamaan yang paling modern di antara empat aliran keagamaan
Yahudi di atas. Didirikan pada akhir abad 8 M. oleh Anan bi Daud, salah
171
Ibid, hal 68
Ibid, hal. 69
173
Ibid, hal 70
172
93
seorang ulama Yahudi di Baghdad, pada masa pemerintahan Abbasiah,
tepatnya di masa Khalifah Abbas Abi Ja'far yang masa pemerintahannya
berlangsung dari tahun 754 M hingga tahun 775M. Dinamakan al-
'Ananiyyin sebagai nisbah kepada pendirinya Anan bin Daud, sedangkan
dinamai juga al-qurrain dinisbahkan kepada nama "Maqra"174 yang
berarti kitab atau yang tertulis, yang termaktub di dalam kitab
Perjanjian Lama, dan karena itulah mereka dikenal sebagai orang yang
berpegang teguh hanya kepada kitab Perjanjian Lama saja.175
Ajaran pokok aliran adalah bahwa mereka hanya berpegang teguh
pada apa yang berasal dari Perjanjian Lama saja, dan menolak Talmud
yang ditulis oleh para rabbi sekte Pharisien, dan ajaran-ajaran lainnya
seperti wasiat dan pengajaran dari para pendeta Yahudi. 176 Sekte ini
sama dengan sekte Shadduqiyyin dan sekte al-Samiriyyin menolak
Talmud. Pengikut dari Aliran ini masih menyebar di berbagai Negara
hingga dewasa ini.
174
Hasan Zhazha menguraikan penamaan al-Qurrain, bahwa ia diambil dari
kitab Taurat atau perjanjian lama, yaitu dari kata al-Maqra atau al-maqru., yang
berarti sebuah kitab bacaan yang berisikan teks-teks suci yang tertulis dan
diturunkan Tuhan, yang bernama "al-Maqra". Hasan Zhazha, al-Fikr al-Diny alYahud, hal. 247
175
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li
al-Islam, hal 70
176
Muhammad Asy-Syarqawi, Talmid; kitab Yahudi yang Menggemparkan, hal
55-56
94
BAB III
KLASIFIKASI KONSEP-KONSEP DASAR DAN SUMBER PEMIKIRAN
TENTANG YAHUDI DI DALAM AL-QUR'AN
Konsep
dasar
tentang
Yahudi
di
dalam
al-Qur'an
dapat
diklasifikasikan dalam beberapa pembagian dan bidang pemikiran yang
menjadi identitasnya. Oleh karena itu dalam bab pembahasan ini akan
dideskripsikan uraian ayat-ayat al-Qur'an dan penafsirannya mengenai
Yahudi dengan menampilkan semua terminologi tentang konsep Yahudi
yang termaktub di dalam al-Qur'an, baik yang menggunakan kata dasar
ha-wa-da maupun yang menggunakan kata lain dan dimaksudkan untuk
menunjuk Yahudi, atau yang terkait dengan agama dan kaum Yahudi
seperti kata bani Israel, ahl al-Kitab dan sebagainya.
Ayat-ayat yang dimaksud tersebut di atas, selanjutnya akan
diklasifikasikan ke dalam pembagian lain yaitu ayat-ayat yang memuat
kesan tentang kisah masa lampau kaum Yahudi dengan segala
derivasinya, baik yang bersifat negatif maupun yang bersifat positif.
Namun, sebelumnya terlebih dahulu akan diuraikan tentang hubungan
al-Qur'an dengan al-Taurat agar dapat mengantarkan pemahaman kita
95
secara akurat mengenai konsep-konsep dasar dan sumber pemikiran
kaum Yahudi.
A. RELEVANSI AL-QUR'AN DENGAN TAURAT
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa kitab suci Taurat atau
Torah dan kitab suci al-Qur'an, memiliki hubungan yang erat, karena
keduanya bersumber dari wahyu Allah. Eratnya hubungan ini dapat
dicermati ketika kandungan Taurat berbicara tentang "ke-Esa-an
Allah", dan mengenai akan datanganya nabi-nabi dan ajarannya
(risalahnya) setelah Musa sebagai penerima Taurat, yang dalam hal
yang sama juga dikemukakan di dalam al-Qur'an.
Sebagian berpendapat bahwa kata "Taurat" adalah berasal dari
bahasa Ibrani "torah" yang berarti al-Ta'lim (Pengajaran) atau al-
Syari'ah al-Diniyyah (syariat keagamaan). Taurat juga dimaknai sebagai
al-Namus (wahyu) atau al-Huda (petunjuk).177 Taurat juga sering
disebut oleh kaum Yahudi sebagai al-Asfar al-Khamsah (kitab suci
Musa yang lima), dan bahkan terakhir disebut al-Ahd al-Qadim
(perjanjian lama)178. Namun demikian kedua penamaan terakhir baik itu
177
Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu
Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004, hal 52; lihat pula Muhammad
Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah, Kairo, Dar al-Syuruq, 2000,
cet.2, hal. 71
178
Will Durant, penulis kisah-kisah peradaban, menyebutkan bahwa Perjanjian
Lama tidak saja sebagai kitab syariat, akan tetapi juga sebagai kitab sejarah, syair,
dan fsilsafat utama. Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam
Ibnu Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004, hal 70. Perlu ditegaskan
96
"al-'Ahd al-qadim" maupun "asfar al-Khamsah", dianggap keliru
menurut versi ensiklopedi Britanica, karena menurut mereka yang
dipandang benar adalah nama kitab suci Taurat itu sendiri. 179
Lebih jauh, para ahli bahasa Arab dan mufassir berbeda pendapat
mengenai asal kata Taurat, apakah kata Taurat berasal dari kata bahasa
Arab atau bahasa asing? Untuk menguraikan mengenai perbedaan
pendapat tentang Taurat secara etimologi dan terminology, maka perlu
dikemukakan dua jenis pendapat yang berbeda, yaitu 180;
Pertama, bahwa kata Taurat berasal dari bahasa Arab, dan bukan
merupakan bahasa asing. Sebagaimana dikemukakan oleh al-Ragib alAshfahani, bahwa huruf 'ta' pada kata Taurat terdapat unsur maqlub
(dibalik), yang asal katanya dari 'al-waryu yang berarti mengusir
keburukan dengan pancaran cahaya.
Kedua, bahwa kata Taurat merupakan kata asing yang menjadi
nama untuk kitab yang diturunkan kepada nabi Musa. Berasal dari
bahasa Ibrani yaitu 'Thauraa' yang berarti
petunjuk. Sebagaimana
dikatakan oleh Imam Muhammad Thahir bin Asyura bahwa Taurat
adalah nama kitab yang diturunkan kepada nabi Musa as. Kata Taurat
kembali disini bahwa stilah Perjanjian Lama baru muncul sejak awal abad Masehi,
untuk membedakan dengan kitab Injil dalam Perjanjian Baru.
179
Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang
Menggemparkan, Jakarta, Sahara Publisher, 2004, hal 6
180
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar
al-'Ulum, 2003, hal 55
97
juga dinisbahkan kepada tempat turunnya wahyu 'Taurat' di bukit 'Thur'
di Sina, Mesir.
Dari dua pendapat di atas, oleh Shalah Abdul Fatah merajihkan
pandangan yang mengatakan bahwa kata Taurat adalah kata asing, yaitu
berasal dari bahasa Ibrani, dan bukan berasal dari bahasa Arab. Adapun
pandangan yang mengatakan bahwa Taurat berasal dari kata ' waray'
atau 'taara' merupakan pendapat yang tertolak. Ia menambahkan, adalah
tepat jika kata Taurat merupakan nama benda yaitu kitab yang
diturunkan kepada nabi Musa as.181
Selanjutnya,
Shalah
Abdul
Fattah
Khalid,
lebih
jauh
mengklasifikasi keterangan tentang Taurat di dalam al-Qur'an dengan
membagi menjadi dua bagian yaitu Taurat al-Rabbaniyyah dan Taurat
al-Yahudiyah. Taurat al-Rabbaniyyah diturunkan kepada Nabi Musa as,
dan Taurat al- Yahudiyah adalah Taurat yang merupakan karangan para
al-Ahbar (pendeta).182
Dalam konteks tersebut di atas muncul pertanyaan tentang siapa
penulis kitab Taurat? Para ahlul Kitab sepakat bahwa yang menulis
kitab Taurat yang ada pada mereka adalah nabi Musa as. sendiri, dan
bahwa semua itu diturunkan Allah kepada nabi Musa as. tiada dusta
didalamnya dan tiada pemalsuan. Bisa jadi pandangan ini didasarkan
pada sejumlah bunyi ayat dalam kitab Keluaran 17;14, "lalu Tuhan
181
Ibid
182
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar
al-'Ulum, 2003, hal 8.
98
berkata kepada Musa; Tulislah catatan-catatan di dalam sebuah
kitab…". Dalam ayat 24;4 juga disebutkan "lalu Musa menulis semua
perkataan Tuhan". Demikian di dalam ayat 34; 37-38, dikatakan " dan
Tuhan berkata kepada Musa; tulislah bagimu kalimat-kalimat ini…"183
Argumen-argumen di atas yang dijadikan hujjah oleh kaum
Yahudi yang mengklaim bahwa Musa as. sendiri adalah pernulis kitab
Taurat, dibantah oleh para ahli baik dari kalangan mereka sendiri
maupun dari kalangan non Yahudi. Spinonoza, seorang filosof Yahudi
Polandia mengatakan bahwa seperti jelasnya terang matahari, Musa as
bukanlah pengarang kitab Taurat, dan ia bukan penulisnya. Menurutnya,
pengarang Taurat dilakukan oleh seseorang, beberapa abad
pasca
periode Musa. Spionoza juga berpendapat bahwa Musa menulis kitab
lain, yang bentuk dan volumenya lebih kecil dari asfar al-Khamsah,
yang disebut Taurat.184
Muhammad Farid Wajdi, yang juga mengutip dari Ensiklopedia
Dairah al-Ma'ararif, Laros, ditemukan bahwa secara geolologi, historis
dan linguistic, Taurat tidak ditulis oleh Musa, akan tetapi dikerjakan
oleh pendeta yang tidak dikenal namanya, yang ditulis berdasarkan apa
yang di dengar dari riwayat-riwayat sebelum Babilionia.185
183
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52
Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu
Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004, hal 72
184
185
Ibid
99
Namun terlepas dari kontroversi penulisan Taurat, karena Taurat
(asfar al-Khamsah) atau Kitab lima, telah disepakati sebagai bagian dari
perjanjian
lama,
sehinga
yang
terpenting
sebenarnya
adalah
mempertegas Taurat yang dimaksudkan. Jika Taurat yang dijumpai
dalam referensi selain al-Qur'an, maka akan dijumpai Taurat yang sama
sekali
berbeda
substansi
kandungannya
dengan
Taurat
yang
diinformasikan secara orisinil di dalam al-Qur'an. Dalam kitab Taurat
versi referensi non al-Qur'an, dikatakan bahwa Isi Taurat terdiri dari
lima kitab (Sifr) yaitu; Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat,
Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan. Agar lebih mendalam pemahaman
kita tentang Taurat versi non al-Qur'an, maka berikut ini diuraikan
mengenai kandungan lima kitab Taurat.
1. Kitab Kejadian
Kitab Kejadian (al-Takwin), disebut dalam bahasa Yunani dengan
kata "Genesis", sementara dalam bahasa Ibrani disebut " beresit" yang
berarti "permulaan". Kitab ini disebut kitab "Penciptaan", karena kitab
ini membuka catatan tentang penciptaan alam semesta. Juga berbicara
tentang sejarah janji-janji tuhan sejak nabi Adam as diciptakan hingga
masa nabi Yusuf as.186
Secara garis besar, kitab ini dibagi menjadi 2 bagian; a) sejarah
permulaan manusia, yang terdiri dari 11 yaitu pasal 1 sampai pasal 11
186
Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya, hal.
88; lihat juga Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52; Ahmad
Syalaby, Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 241
100
b) sejarah keturunan manusia, terdiri dari 28 pasal dari pasal 12 sampai
pasal 50.187
Di dalam kitab inilah dikisahkan cerita tentang laki-laki dan
perempuan pertama atau penciptaan manusia pertama, kisah Nuh as dan
air bah, mengenai permulaan bangsa Yahudi dari masa Ibrahim as dan
Sarah, Ya'kub dan keturunannya hingga Yusuf as dan keluarganya di
Mesir.188
2. Kitab Keluaran (Khuruj)
Kitab Keluaran (al-Khuruj), disebut juga dengan kitab Eksodus
(exodus) atau hijrah. Dikatakan keluaran karena terkait dengan
keluarnya bani Israel dari Mesir menuju Timur Yordania. 189 Kitab ini
Terdiri dari dua bagian; a) sejarah bani Israel di Mesir, yang terdiri dari
15 pasal yaitu; dari pasal 1 sampai pasal 15 b) sejarah bani Israel di
gurun sahara, padang pasir dari pasal 16 sampai pasal 185, dan
Mengenai Musa di Padang pasir, Sinai, cerita tentang penerimaan Musa
atas Taurat, hingga perjalanannya ke Tanah Suci di Palestina, terdiri
dari 26 pasal, mulai dari pasal 19 sampai pasal 45. Dan, di di dalam
kitab inilah disebutkan wasiat sepuluh atau sepuluh perintah Tuhan.190
187
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52
Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya, hal.
88; Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 53; Ahmad Syalaby,
Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 241
189
Ahmad Syalaby, Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 241
190
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 53
188
101
3. Kitab Imamat (al-Ahbar)
Kitab Imamat (Leviticus) atau al-Ahbar, yang juga disebut al-
Lawiyyin, dan dalam bahasa Ibrani disebut Vayikra yang berarti "ia
memanggil". Kitab ini pertama-tama dikenal sebagai kitab hukum dari
para imam karena berisi hukum-hukum tentang kurban bianatang.
Meski demikian tema pertama kitab ini adalah tentang kekudusan, hal
mana kaum Yahudi dikenal untuk menjadi kudus karena Tuhan itu
Kudus, Tuhan adalah Kudus.191 Kitab ini terdiri dari 27 pasal, masingmasing; dari pasal 1 sampai 7 berisi mengenai hewan kurban yang
dikorbankan untuk ibadah; dari pasal 8 sampai 10 membahas mengenai
pengangkatan pendeta Harun dan anak-anaknya; dari pasal 11 sampai
16 tentang tata cara bersuci dan hukum najis; dari pasal 17 sampai 26
membahas tentang upacara keagamaan di tempat peribadatan ( al-
haekal); dan pasal 27 mengenai syarat-syarat hewan kurban, manusia
yang dikurbankan dan kepemilikan.192
4. Kitab Bilangan (al-'Adad)
Kitab Bilangan (numeral) ini, dalam bahasa Ibrani disebut
Bemibdar, yang berarti "dalam kemurkaan". Disebut bilangan karena
berisikan angka-angka tentang statistik bani Israel, baik dari sukunya,
prajuritnya, hingga pada jumlah harta dan kekayaannya, seperti tertulis
dalam pasal 1, 4 dan 26. Juga termaktub didalamnya mengenai jumlah
191
192
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 54
Ibid
102
hewan
kurban
dan
pendistribusiannya.193
Tampaknya
kitab
ini
menyempurnakan kandungan kitab Keluaran.
5. Kitab Ulangan (Tikrar)
Pada awalnya kitab ini dinamai "Repetisi" atau pengulangan
Taurat, karena banyaknya pengulangan di sana sini. Sebgai contoh, di
dalam kitab inilah terjadi pengulangan tentang wasiat sepuluh atau
sepuluh perintah Tuhan, sebagaimana juga termaktub di dalam kitab
Keluaran, meskipun dalam bentuk yang sedikit berbeda uraiannya. Di
dalam kitab inilah disebutkan mengenai perpisahan dan keutamaan nabi
Musa as. disebutkan sebelum ia meninggal di bukit Muab. Para
penterjemah Yunani menyebutkan bahwa dalam kitab ini secara
berulang dikemukakan tentang syariat.194
Adapun kandungan Taurat menurut versi al-Qur'an dikemukakan
garis-garis besar substansi kandungan Taurat yaitu; sebagai kitab,
petunjuk, cahaya, hikmah, berita para nabi dan rasul di masa bani Israel
dan yang akan datang hingga Muhammad; kumpulan hukum-hukum
Alah, tentang makanan dan minuman; termaktub mengenai tauhid dan
193
194
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 52
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud, 55
103
keimanan, kepada Iman kepada Allah, rasul dan Kitab-kitabnya, dan
sebagainya.195
Selanjutnya, jika dirujuk kepada al-Qur'an, maka kata Taurat
disebutkan sebanyak 18 kali, baik yang Makiyyah maupun yang
Madaniyyah. Sebanyak 6 kali di sebutkan di dalam surah ali-Imran, dan
7 kali di dalam surah al-Maidah, dan masing-masing di surah al-A'raf,
al-Taubah, al-Fath, al-Shaf dan al-Jum'ah disebutkan hanya 1 (satu)
kali. Keseluruhan ayat-ayat tersebut merupakan ayat-ayat Madaniyyah
kecuali ayat yang di surah al-Fath merupakan surah Makiyyah.196
Disebutkannya secara berulang kata "Taurat" di dalam al-Qur'an
menjadi indikasi kuat mengenai hubungan erat dan kesamaan ajaran
dasar antara al-Qur'an dan al-Taurat.
Agar lebih dipahami secara mendalam hubungan al-Qur'an
dengan kitab Taurat, maka diperlukan uraian menyeluruh tentang katakata Taurat dan pemaknaannya di dalam al-Qur'an. Digunakan ayatayat al-Qur'an karena tidak tersedia kitab suci Taurat. Ayat-ayat yang
perlu dikemukakan di sini tentang kata "Taurat" antara lain adalah
sebagai berikut;
1.
Pensifatan tentang keberadaan Muhammad sebagai penutup
rasul
di
dalam
kitab
Taurat
(dan
Injil),
sebagaimana
difirmankan;
195
Ahmad Syalaby, Muqaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, hal 257
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman, Dar
al-'Ulum, 2003, hal 60.
196
104
  

         
 
 
 
   
    
  
 
   
  
  
    
 
   

    
 
  
           
             
       
Artinya;
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban
dan
belenggu-belenggu
yang
ada
pada
mereka[574]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya.
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orangorang yang beruntung.197
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa sikap obyektifitas alQur'an mengenai kitab-kitab suci sebelumnya, tercermin jelas dalam
ayat di atas yang merupakan perspektifnya mengenai kandungan
Taurat. Bahwa diantara mereka mengimani akan lahirnya rasul penutup
sebagaimana terdapat di dalam kitab Taurat dan Injil. Ayat ini juga
menegaskan seruan ajaran Taurat yang juga mengajak kepada kebaikan
dan
mencegah
dari
kemungkaran,
mengharamkan yang buruk.
menghalalkan
yang
baik
dan
Dengan demikian, kesejajaran Taurat
dengan al-Qur'an dari aspek amar ma'ruf dan nahi mungkar secara jelas
ditegaskan dalam ayat tersebut.
197
QS al-A'raf; 157
105
2.
Pemberitaan tentang perkataan Nabi Isa as. kepada bani
Israel
tentang
kerasulan
dirinya,
sebagaimana
telah
dinyatakan dalam kitab Taurat, difirmankan Allah;
     
  
 
  
   
   
 
  
    
  
 
    
   
  
    
    
   
 
 
    
               
Artinya;
Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil,
Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan
Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira
dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku,
yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu
datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."198
Ayat ini lebih tegas dari pada ayat sebelumnya. Jika yang
pertama hanya mengindisikan mengenai Muhammad, namun dalam ayat
ini secara tegas diberitakan akan kedatangan utusan Allah yang
bernama Ahmad atau Muhammad Saw. dan secara runtut disampaikan
oleh Isa as, kepada bani Israel akan kebenaran ajaran Injil, sebagaimana
kebenaran ajaran Taurat mengenai perihal kedatangan rasul baru dan
penutup yaitu Muhammad Saw. Yang menarik lagi dari ayat ini adalah
bahwa
sudah
diprediksikan
akan
sikap
orang-orang
yang
akan
mengingkari keberadaan Muhammad, dengan menganggapnya sebagai
sihir belaka.
198
QS. Al-Shaff; 6
106
3.
Pengabaian orang-orang Yahudi terhadap
Taurat, dapat
dijumpai dalam firman Allah;
 

   
  
   
   
     
 
  
 
  
  
 
   
  
  
  
  
 
  
         
 
 
 
   
  
         
Artinya;
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat,
Kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang
membawa
kitab-kitab
yang
tebal.
Amatlah
buruknya
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan
Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. 199
Ayat ini memberikan kesan kuat mengenai penentang Taurat dari
kalangan Yahudi bani Israel, dengan mendustakan ayat-ayat Allah,
padahal ayat-ayat Allah yang di dalam al-Qur'an adalah juga kebenaran
sebagaimana kebenaran kitab Taurat. Karena itulah mereka digambar
seperti keledai karena memandang Taurat itu sebagai beban, sehingga
tidak diamalkannya.
4.
Penyampaian
Rasulullah
kepada
sahabatnya
mengenai
Taurat, dikemukakan dalam firman Allah;
                
  
            
 
    
     
 
     
  
 
 
   
 
 
 
    
   
  
 
            
            
199
QS. al-Jumu'ah; 5
107
Artinya;
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir,
tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku'
dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam
Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka
tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia
dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.200
Kebalikan daripada sifat ingkar, ayat ini menggambarkan sifat
orang-orang Yahudi bani Israel yang memiliki sifat jihad dan pengasih
dalam
menyebarkan
dakwah
Taurat.
Demikian
halnya
al-Qur'an
menggambarkan Muhammad dan para pengikutnya melakukan jihad
dalam berdakwah dengan tetap memiliki sifat kasih saying.
5.
Janji Allah kepada mereka yang mengimani Taurat (selain alQur'an dan Injil), difirmankan
              
 
 
   
    
    
   
    
  
         
 
    
 
 
   

  
   
   
   
 
              
Artinya;
200
QS. Al-Fath; 29
108
Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri
dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.
mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang
besar. 201
Kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an masing-masing menjanjikan
pahala dan balasan bagi mereka yang mengorbankan dirinya demi
memperjuangkan agama Allah. Masing-masing kitab ini meyakinkan
akan janji Allah yang selalu ditepati dalam kaitan dengan balasan dan
ganjaran perbuatan hamba-Nya.
6.
Firman Allah yang menyatakan bahwa kitab Suci Taurat, Injil
dan al-Qur'an adalah sama-sama merupakan wahyu dari
Allah, Dia berfirman;
                 
  

      
  
 
   
   
   
   
    
   
 
 
     
  
        
   
        
Artinya;
Alif laam miim.. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus
makhluk-Nya. Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu
dengan Sebenarnya; membenarkan Kitab yang Telah. Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Sebelum (Al Quran), menjadi petunjuk bagi manusia, dan dia
menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir
201
QS. At-Taubah; 9; 111
109
terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan
Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).202
Ayat di atas menjelaskan hakikat dasar bentuk akidah, baik
mengenai tauhid kepada Allah, mengimani kitab-kitab beserta para nabi
dan rasul yang menerima wahyu. Bahwa Taurat dan Injil menjadi
petunjuk bagi manusia, menjadi pembeda kebenaran dari kebatilan,
sebelum datangnya al-Qur'an. Dengan demikian baik Taurat, injil
maupun al-Qur'an seiring dalam kebenarannya. Ketiga kitab inilah yang
menjadi pembeda atau yang dapat membedakan dengan kitab-kitab
lainnya.
7.
Ketika Allah mengutus Isa sebagai Nabi dan sebagai Rasul,
yang
akan
mengajarkan
kitab
Taurat
dan
Injil,
Allah
berfirman;
                  
   
  
          
 
    
Artinya;
Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah
berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah Hanya cukup
Berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia. Dan Allah akan
mengajarkan kepadanya Al Kitab, hikmah, Taurat dan Injil.203
202
203
QS. Ali-Imran; 3; 1-4
QS. Ali-Imran; 3; 47-48
110
Ayat tersebut berusaha meyakinkan kepada pengikut Isa bahwa
Maryam dapat melahirkan Isa as tanpa disentuh oleh lelaki. Hal ini
merupakan kuasa Allah atas apa yang dikehendaki, meskipun banyak
yang merasa heran, takjub dan memandangnya tidak masuk akal,
termasuk Maryam sendiri yang berkata "bagaimana mungkin aku
mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang
lelaki?".
8.
Ketika Allah mengutus Isa as. kepada bani Israel sebagai
Rasul, dan Isa pun mengumumkan kepada mereka tentang
dirinya, dan apa yang akan disampaikan Isa kepada bani
Israel, Allah berfirman;

   
   
 
   
   
 
   
   
  
 
 
       

 
 
  

  
   
 
  
      
Artinya;
Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang
sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang Telah
diharamkan untukmu, dan Aku datang kepadamu dengan
membawa suatu tanda (mukjizat) daripada Tuhanmu. Karena itu
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. 204.
Sebagaimana di ayat nomor 2 di atas, di ayat ini, Isa as. juga
menyampaikan pembenaran Injil atas Taurat kepada bani Israel, yaitu
204
QS. Ali-Imran;3 ; 50
111
Taurat
yang
mengajrakan
apa-apa
yang
diharamkan
Allah
dan
mengenai tanda-tanda kekuasaan Allah.
9.
Ketika Ahlul
kitab
dari kalangan Yahudi dan Nasrani
mendustakan Allah, dengan menyatakan bahwa Ibrahim
adalah pengikut mereka, dan bahwa kitab Taurat dan Injil
diturunkan sebelum Ibrahim as., Allah berfirman;
    

  
   
  
  
 
 
        
        
    
  


  
  
  
  
   
 
   
 
Artinya;
Hai ahli kitab, Mengapa kamu bantah membantah tentang hal
Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan
sesudah Ibrahim. apakah kamu tidak berpikir? 205
Ayat ini mengkisahkan prilaku ahlul kitab di masa nabi Muhmmad
Saw. Para ahlul kitab mengklaim bahwa Ibrahim adalah termasuk
bagian dari golongannya. Padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah
masa Ibrahim as. Artinya Taurat dan Injil tidak dapat dijadikan sebagai
dasar untuk mengklaim kebenaran Ibrahim sebagai kebenarannya juga.
Sebab, Taurat dan Injil tidak diturnkan pada masa Ibrahim.
10. Ketika Allah memastikan sikap dusta kaum Yahudi dalam soal
penghalalan semua makanan bagi bani Israel, pada hal
205
QS. Ali-Imran;3 ; 65
112
demikian adalah sebelum Taurat diturunkan kepada mereka,
Allah berfirman;
                
   

 
 
 
     
               
       
Artinya;
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan
yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri
sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan
ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka
bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang
benar".206
Ayat ini menceritakan kisah perbuatan bani Israel, mengenai
ajaran Taurat yang diduga telah mengharamkan beberapa makanan,
padahal yang diharamkan oleh mereka adalah klaim haram yang telah
ada sejak sebelum Taurat datang. Maka itulah, Allah menantang orangorang bani Israel, untuk menghadirkan Taurat yang dimaksud telah
mengharamkan
makanan-makanan.
Akhirnya
praduga
mereka
terbongkar kemudian bahwa mereka telah mengada-ada dalam hal
pengharaman makanan.
11. Ketika Allah membantah keinginan Yahudi di Madinah yang
mengingkari Muhammad, dengan memandang bahwa kitab
Taurat
di
tangan
mereka,
sementara
mereka
tidak
menjalankan kandungan Taurat, Dia berfirman;
206
QS.Ali-Imran; 3; 93
113
              
   

  

     
  
  
 
 
        
 
 
 
  
   
  
 
     

   
   
     
Artinya;
Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim
mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang didalamnya
(ada) hukum Allah, Kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari
putusanmu)? dan mereka sungguh-sungguh bukan orang yang
beriman.207
Ayat ini menepis keinginan orang-orang Yahudi di Madinah yang
menginginkan pemutusan perkara-perkaranya dilakukan oleh nabi
Muhammad saw., padahal sebenarnya hukum-hukum perkara mereka
telah ada di dalam Taurat. Mereka melakukan ini hanya sebagai sikap
provokasi, sebab setelah mendengar putusan hukum dari Muhammad
saw misalnya, dipastikan mereka tidak akan menjalankan juga. Juga,
sekiranya mereka percaya dengan Muhammad saw., maka tentu saja
mereka akan menjadi orang yang menjalankan kandungan Taurat dan
Injil sebelumnya, sebelum menjalankan apa yang datang dari nabi
Muhammad saw.
12. Ketika Allah menurunkan kitab Taurat berikut sifat-sifat dan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, Dia berfirman;
207
QS. Al-Maidah;5 ;43
114
         

 
 
    
  
  
 
   

      
 
  
     
 
              
              
              
Artinya;
Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya
(ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab
itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang
menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan
memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi
terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia,
(tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayatayat-Ku dengan harga yang sedikit. barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.208
Ayat yang merupakan lanjutan ayat sebelumnya ini, menegaskan
kandungan Taurat yaitu petunjuk dan cahaya Allah. Yaitu petunjuk
menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan, sedangkan Cahaya disini
adalah syariat Allah yang akan menerangi kehidupan manusia. Maka itu
diharapakan para nabi, orang Yahudi beriman dan pendeta-pendeta
(rahbaniyyin) dapat menjadi saksi dengan memberikan keputusankeputusan perkara hukum, sebagai petunjuk dan penerang bagi
kehidupan.
13. Ketika Allah menetapkan bahwa Nabi Isa as. adalah utusan
Allah kepada bani Israel, yang datang untuk membenarkan
208
QS. Al-Maidah;5 ;44
115
kitab Taurat yang diturunkan sebelumnya, sebagaimana
difirmankan;
               
           
Artinya;
Dan kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa
putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu:
Taurat. dan kami Telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang
didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan
membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. dan
menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang
bertakwa.209
Di dalam ayat ini disebutkan dua kali kata Taurat. Yang pertama
sebagai kebenaran Taurat atas persaksian Isa as. Kata Taurat yang
kedua adalah persaksian Injil atas kebenaran Taurat, yang mengandug
petunjuk dan cahanya.
Kemudian
di
dalam
ayat
ini
digunakan
kata
Mushaddiq
(pembenar), ini juga di karenakan pelaku pembenar yang berbeda yaitu
pembenar yang dilakukan Isa, karena memerintahkan kepada umatnya
agar menerapkan kandungan Taurat, dan pembenar yang kedua adalah
wahyu yang termaktub di dalam Injil mengenai kebenaran Taurat.
14. Ketika
Allah
memberikan
hukuman
atas
pengingkaran
Ahlulkitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, karena tidak
209
QS. Al-Maidah;5 ;46
116
ingin
mengamalkan
kandungan
Taurat
dan
Injil,
yang
sekiranya mereka mengamalkannya maka akan memperoleh
nikmat-nikmat Allah, sebagaimana difirmankan;
             
 
  
   
  
   
 
       
 
 
         
      
  
            
   
         
Artinya;
Dan sekiranya ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah kami
tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami
masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh kenikmatan.
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum)
Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka
dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas
dan dari bawah kaki mereka. diantara mereka ada golongan yang
pertengahan. dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka.210
Ayat ini mengkhitab ahlul kitab, baik dari kalangan Yahudi
maupun Nasrani di masa Muhammad Saw. Kepada mereka dijanjikan
penghapusan atas kesalahan-kesalahannya kalau seandainya mereka
beriman dan bertakwa, sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh
Muhammad dimasa dimana mereka hidup. Oleh karena itu, dalam ayat
selanjutnya
ditegaskan
kembali
bahwa
jika
sekiranya
mereka
mengamalkan apa yang terkandung di dalam Taurat, Injil dan kitabkitab wahyu lainnya maka tentu mereka akan memperoleh karunia dari
langit dan bumi. Dalam konteks ini pula, golongan Yahudi dan Nasrani
210
QS. Al-Maidah;5 ; 65-66
117
diklasifikasikan oleh ayat ini menjadi dua golongan, yaitu; golongan
yang pertengahan, dan ini golongan minoritas; kemudia golongan
mayoritas adalah mereka yang amat buruk prilakunya, yaitu tidak
beriman, tidak bertakwa, dan tidak mengamalkan kandungan Taurat,
Injil, al-Qur'an dan kumpulan wahyu-wahyu Allah lainnya.
15. Ketika Rasulullah diperintahkan Allah menasehati kaum
Yahudi bahwa mereka tidak akan memperoleh sesuatu
kecuali jika mereka menegakkan apa yang terdapat dalam
kitab Taurat dan Injil, Allah berfirman;
               
                
Artinya;
Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama
sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil,
dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu".
Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari
Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada
kebanyakan dari mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati
terhadap orang-orang yang kafir itu.211
Ayat ini menjelaskan kepada kitab bahwa golongan Ahlul Kitab
dari kalangan Yahudi dan Nasrani – sebagaimana seruan Allah melalui
lisan Muhammad saw, - adalah golongan yang tidak akan dipandang
sebagai orang yang
211
beragama, sedikitpun,
sampai mereka
mau
QS. Al-Maidah;5 ;68
118
mengamalkan Taurat, Injil dan al-Qur'an. Ayat ini juga mengindikasikan
kesedihan Muhammad saw., akan apa yang akan disampaikannya
kepada golongan ahlul Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, namun
Allah menegaskan kepadanya agar tidak bersedih dengan prilaku
kedurhakaan para ahlul kitab terhadap Taurat, Injil dan al-Qur'an.
16. Ketika
Nabi
memperoleh
Isa
difirmankan
nikmat
Allah
di
padanya
Akhirat
bahwa
mereka
sebagaimana
ia
diberikan nikmat di dunia berupa pengajaran tentang al-kitab,
hikmah, Taurat dan Injil, Allah berfirman;
             
       
 
     
  
   
  
  
     
 
 
  
 
 
    
   
  
  
 
 
  
              
            
            
 
Artinya;
(ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam,
ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku
menguatkan kamu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara
dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah
dewasa; dan (Ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis,
hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu
membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan
ijin-Ku, Kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu
menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan
(Ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak
dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan
seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati
119
dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di
waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka
membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir
diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang
nyata".212
Ayat ini berisi kisah yang mengilustrasikan hubungan Isa as
dengan bani Israel, dimana kepada diri Isa as ditunjukkan kelebihankelebihan berupa mukjizat dari Allah yaitu; kemampuan menyembuhkan
orang sakit hingga kepada kemampuan menghidupkan orang mati.
Mukjizat lain adalah berupa ilmu yang diberikan Allah yaitu nikmat
kemampuan tulis menulis, hikmah, dan Taurat serta Injil. Hal lain,
sebagaimana Isa dilahirkan tanpa ayah juga merupakan karunia dan
mukjizat dari Allah. Demikian halnya dengan kemampuan Isa as –
melalui malaikat jibril (ruh al-qud) - berbicara sejak masih dalam
buaian, sehingga di waktu dewasa dapat berbicara.
Keseluruhan ayat-ayat di atas merupakan bentuk pengakuan dan
penegasan al-Qur'an atas kebenaran kitab suci Taurat yang diturunkan
kepada nabi Musa as.. Artinya, bahwa relevansi dan hubungan
ajarannya memiliki kesamaan sifat yaitu berkedudukan sebagai wahyu
Allah dan sebagai kebenaran mutlak. Ayat-ayat di atas juga telah
menjelaskan dengan menggunakan metode dialog yang terjadi antara
212
QS. Al-Maidah;5 ; 110
120
para nabi dan rasul utusan Allah dengan umat dan kaumnya yang sama
sekali tidak mengindahkan Taurat, Injil dan al-Qur'an.
Di
sisi
lain,
sehubungan
dengan
ayat-ayat
yang
telah
dikemukakan di atas mengenai relevansi kuat antara Taurat dan alQur'an, kembali dipertanyakan sebagian kalangan bagaimana keterangan
orisinalitas informasi dan catatan tentang Taurat yaitu isi dan
kandungan ajaran yang sebenarnya, sebagaimana wujud kitab suci alQur'an saat ini?. Apakah Taurat yang dimaksudkan di dalam al-Qur'an
atau yang diturunkan kepada Nabi Musa as, juga seperti Taurat yang
biasa diklaim oleh kaum Yahudi masa kini, dengan nama al-'Ahd al-
Qadim (perjanjian lama) sebagai kitab suci?
Mengenai hal tersebut, meskipun telah dijelaskan dalam bagian A
bab ini, namun kembali akan dikaji dan dianalisa lebih mendalam dalam
bab
empat
penelitian
ini,
namun
sebagai
komentar
awal
perlu
dikemukakan dalam sub bab pembahasan ini bahwa kitab Taurat yang
terdapat di dalam berberapa kitab yang diyakini kebenarannya sebagai
wahyu Allah oleh kaum Yahudi seperti Talmud dan perjanjian lama,
demikian halnya dalam ajaran protokolat mereka adalah palsu dan
bukan wahyu Allah. Yang benar bahwa kitab Taurat yang sesungguhnya
adalah kitab yang ajaran-ajarannya terdapat di dalam kitab suci Injil
maupun kitab suci al-Qur'an.
121
B. KESAN POSITIF TENTANG YAHUDI DALAM
AL-QUR'AN
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa di dalam alQur'an terdapat beberapa lafazh yang menunjuk pada komunitas Yahudi
yaitu al-Yahud, Yahudiyyan, Huuudan, Hadu, bani Israel dan Ahl al-
Kitab dan sebagainya. Namun demikian, dari semua term-term yang
digunakan di dalam al-Qur'an, untuk hal yang menunjukkan kesan atau
yang berkonotasi positif hanya terbatas pada kata-kata tertentu seperti
lafazh haadu dan bani Israel. berikut ini akan diuraikan lafazh-lafzah
yang menunjuk pada arti kaum Yahudi, yang kadang disebutkan dalam
golongan orang-orang beriman, dan kadang disebutkan baik dengan
orang beriman maupun dengan pelaku-pelaku syirik, namun tetap
bermakna positif, karena tidak diikuti dengan kalimat ayat tentang
kepastian siksa. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut;
1. Untuk penggunaan lafazh Haaduu yang bermakna positif di
dalam al-Qur'an dapat dijumpai antara lain adalah;
Pertama, di dalam surah al-Baqarah, ayat 62;
 
 
  
      
   
   
  

  
   
  
      
 


        
 
   
 
            
Artinya;
Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara
mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian
122
dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.
Bunyi ayat ini hampir sama dengan bunyi surah al-Maidah ayat
69, pada ayat 69 ini tidak terdapat kalimat falahum ajruhum 'inda
rabbihim, sedangkan di ayat di atas terdapat kalimat itu. Kemudian di
ayat 69 al-Maidah menggunakan fa laa khaufun, sedangkan di ayat di
atas menngunakan wa laa khaufun.
Lafazh Haadu di sini, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli
tafsir, adalah mereka dari kalangan Yahudi yang beriman kepada Musa
as dan ajarannya. Sayyid qutb menafsirkan allazhina Haaduu, dapat
bermakna dua ; "orang-orang Yahudi yang kembali kepada ajaran
kebenaran yaitu kepada Allah" dan ; "anak keturunan Yahuza". 213
Karena itu dalam akhir uraiannya menafsirkan ayat ini ia berkata;
bahwa siapapun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan
mengerjakan amal shaleh, maka mereka semuanya akan memperoleh
ganjaran dari Allah, sehingga mereka tidak perlu takut dan bersedih. 214
Dengan demikian lafazh Haaduu pada ayat di atas, berkonotasi
positif, yang menunjuk pada orang-orang Yahudi yang beriman. Dengan
demikian, orang-orang Yahudi sekalipun, jika beriman kepada Allah,
hari akhirat dan mengerjakan amal shaleh, maka mereka akan
memperoleh ganjaran di sisi Allah. Ini menunjukkan bahwa pemikiran
213
Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, jilid 1, juz. 1, hal. 75
214
Ibid
123
dari orang-orang Yahudi beriman kepada Allah, dapat dijadikan sebagai
pedoman dan ajaran dalam kehidupan beragama.
Kedua, di dalam surah al-Hajj, ayat 17
  

    
  
  
 
    
 
 
    
  
    
   
     
 
 
        
 
   
 
           
Artinya;
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi,
orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang
Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi Keputusan
di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah
menyaksikan segala sesuatu.
Ayat ini memberikan kesan pertengahan, sebab golongan Yahudi
disejajarkan dengan orang-orang beriman, namun juga dengan orangorang Majusi dan pelaku syrik, dimana golongan-golongan ini akan
diberikan keputusan terakhir di akhirat nanti. Artinya, kejelasan status
hukum orang Yahudi pada kata Haadu
di dalam ayat ini, bahwa
mengenai mereka akan diputuskan di akhirat nanti. Berbeda dengan
ayat pembahasan sebelumnya, yang memastikan akan ganjaran kepada
orang-orang Yahudi beriman.
2. Penggunaan lafazh Hudna, yang oleh penafsir dan ahli bahasa
menunjuk pada arti 'kaum Yahudi yang bertaubat' dan menunjukkan
makna positif dapat di jumpai dalam satu tempat di dalam al-Qur'an
yaitu pada surah al-A'raf, ayat 156;
124
    

 
  
  
 
 
   
      
 
     
 
      
 
   
   
 
     
  
             
  
Artinya;
Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia Ini dan di akhirat;
Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah
berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku
kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan
Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang
menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayatayat kami".
Kata Hudna pada ayat ini dengan jelas diartikan sebagai
pernyataan taubat atau kembali kepada jalan Allah, sebagaimana dalam
kalimat "Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau". Ayat
ini merupakan bagian dari rangkaian kisah nabi Musa bersama kaumnya
yang diabadikan di surah al-Maidah dari ayat 103 sampai ayat 171.
Sebagaimana diketahui bahwa di ayat 159 surah al-Maidah ini juga
dinyatakan bahwa "dan di antara kaum Musa itu terdapat suatu umat
yang memberi petunjuk dengan haq (kebenaran) dan dengan itulah
mereka menjalankan keadilan".
Demikianlah uraian tentang lafazh-lafazh yang berakar kata Ha-
wa-da, yang berkonotasi positif didalam al-Qur'an yaitu Haadu dan
Hudna. Adapun lafazh-lafazh yang tidak menggunakan lafazh dengan
akar kata Ha-wa-da namun dengan maksud yang serupa yang secara
tidak langsung menunjuk juga kaum Yahudi, namun bermakna positif
125
dapat dijumpai dalam lafazh bani Israel, beberapa firman Allah itu antara
lain adalah sebagai berikut;
1. Di dalam surah al-Baqarah, ayat 122;
 
 
      
 
 
   
      
   
 
 
    
    
  
        
   
  
   
Artinya;
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang Telah Kuanugerahkan kepadamu dan Aku Telah melebihkan kamu atas
segala umat.
2. Di dalam surah al-Baqarah, ayat 211;
  

       
  
   
  
   
   
 
             
  
     
  
   
  
   
 

  
Artinya;
Tanyakanlah kepada Bani Israil: "Berapa banyaknya tanda-tanda
(kebenaran) yang nyata, yang Telah kami berikan kepada
mereka". dan barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah
datang nikmat itu kepadanya, Maka Sesungguhnya Allah sangat
keras siksa-Nya.
3. di dalam surah as-Sajdah, ayat 23-24;
   

  
    
 
     
      
        
  
  
  
   
      
 
   
            
Artinya;
Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepada Musa Al-Kitab
(Taurat), Maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (AlQuran itu) dan kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi
126
Bani Israil. Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpinpemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika
mereka sabar[1195]. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat
kami.
4. di dalam surah al-Dukhan, ayat 30-33;
 
   
 
   
    
 
      

 
     
 
 
   
 
    
  
   
  
      
 
 
  
              
Artinya;
Dan Sesungguhnya telah kami selamatkan Bani Israil dari siksa
yang menghinakan. dari (azab) Fir'aun. Sesungguhnya dia adalah
orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang
melampaui batas. Dan Sesungguhnya telah kami pilih mereka
dengan pengetahuan (kami) atas bangsa-bangsa. Dan kami telah
memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan
(kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata
5. di dalam surah al-Jatsiyah, ayat 16-17;
 

      
     
   
   
  
  
             
     
  
   
   
  
       
 
  
                  
        
Artinya;
Dan Sesungguhnya Telah kami berikan kepada Bani Israil Al
Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan kami berikan kepada
mereka rezki-rezki yang baik dan kami lebihkan mereka atas
bangsa-bangsa (pada masanya). Dan kami berikan kepada
mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan
(agama); Maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang
kepada mereka pengetahuan Karena kedengkian yang ada di
antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara
mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu
berselisih padanya.
127
6. di dalam surah al-A'raf, ayat 137;
            
     

 
   
  
  

           
 
  
   
  
   
  
 
  
 
   
   
 
  
   
Artinya;
Dan kami pusakakan kepada kaum yang Telah ditindas itu,
negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang
telah kami beri berkah padanya. dan telah sempurnalah perkataan
Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan
kesabaran mereka.
Demikian beberapa konsep dasar pemikiran Yahudi yang direkam
di dalam al-Qur'an, melalui akar-akar historis pemikiran Yahudi di masa
lampau, menjadikan kondisi Yahudi-Yahudi di masa modern dapat
dilacak dan diruntut baik secara teologis, historis maupun sosiologis
dan fenomenologis.
C. KESAN NEGATIF PEMIKIRAN KAUM YAHUDI DALAM
AL-QUR'AN
1. Lafazh-lafazh Haaduu yang menunjuk pada kaum Yahudi dan
berkonotasi negatif (sumbang) di dalam al-Qur'an, selain lafazh yang
bermakna positif, sebagaimana telah dikemukakan pada bagian B di atas
adalah sebagai berikut;
Pertama, di dalam surah an-Nisa, ayat 46 yaitu;
128
 

 
    
 
 
     
 
    
 
  
     
   
 
  
   
    
   
 
 
   
 
               
          
Artinya;
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari
tempat-tempatnya. mereka Berkata : "Kami mendengar", tetapi
kami tidak mau menurutinya. dan (mereka mengatakan pula) :
"Dengarlah" sedang kamu Sebenarnya tidak mendengar apa-apa.
dan (mereka mengatakan) : "Raa'ina", dengan memutar-mutar
lidahnya dan mencela agama. sekiranya mereka mengatakan :
"Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah
kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan
tetapi Allah mengutuk mereka, Karena kekafiran mereka. mereka
tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.
Kedua, Surah an-Nisa, ayat 160 yaitu;
    
  
  
 
 
 
 
 
   
   
  
  
   
 
    
    
   
 


   
  
  
  
Artinya;
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan
atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah.
Ketiga, surah al-Maidah, ayat 41 yaitu;
             
  

  
  
  
  

 
 
 
 
 
   

 
 
    
 
 
   

   
 
       
  
               
                  
             
Artinya;
Hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orangorang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu
129
diantara
orang-orang
yang
mengatakan
dengan
mulut
mereka:"Kami Telah beriman", padahal hati mereka belum
beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang
Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan
amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang
belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataanperkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan:
"Jika diberikan Ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka)
kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan
Ini Maka hati-hatilah". barangsiapa yang Allah menghendaki
kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak
sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah
orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka.
mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh
siksaan yang besar.
Keempat, di dalam surah al-An'am, ayat 146, yaitu
 
 
  
 
 
 
   
    
 
       
    

    
 
  
 

   
   
 


    
 
               
 
Artinya;
Dan kepada orang-orang Yahudi, kami haramkan segala binatang
yang berkuku, dan dari sapi dan domba, kami haramkan atas
mereka lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat
di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau
yang bercampur dengan tulang. Demikianlah kami hukum mereka
disebabkan kedurhakaan mereka; dan Sesungguhnya kami adalah
Maha benar. (al-An'am; 146)
Kelima, di dalam surah al-Nahl, ayat 118, yaitu;
  

 
      
   
 
  
  
    
    
   
  
 
      
   
 
 
    
 
 
Artinya;
130
Dan terhadap orang-orang Yahudi, kami haramkan apa yang
Telah kami ceritakan dahulu kepadamu; dan kami tiada
menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri
mereka sendiri.
Keenam, di dalam surah al-Jumu'ah, ayat 6;
    
        
   
   
   
       
 
   
  
 
      
 


        
 
 
Artinya;
Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika
kamu mendakwakan bahwa Sesungguhnya kamu sajalah kekasih
Allah bukan manusia-manusia yang lain, Maka harapkanlah
kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar".
2. Lafazh Huudan yang bermakna negative atau bernada sumbang,
dapat ditemukan antara lain adalah sebagai berikut ;
Pertama, di dalam surah al-Baqarah, ayat 111 yaitu
 

  
     
 
   
 
     
    
  
     
 
   
    
   
 
 
      
   
Artinya;
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan
masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong
belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu
adalah orang yang benar".
Kedua, di dalam surah al-Baqarah, ayat 135
   

 
   
  
     
  
 
 
       
  
    
    
  
     
   

   

Artinya;
131
Dan mereka berkata: "Hendaklah kamu menjadi penganut agama
Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk".
Katakanlah : "Tidak, melainkan (Kami mengikuti) agama Ibrahim
yang lurus. dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang
musyrik".
Ketiga, di dalam surah al-Baqarah Juga, ayat 140;

  
     
    
  
 
   
 
    


 
   
  
 
   
 
    
  
  
  
 
                  
 
Artinya;
Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan
bahwa Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, adalah
penganut agama Yahudi atau Nasrani?" Katakanlah: "Apakah
kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih
zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari
Allah[92] yang ada padanya?" dan Allah sekali-kali tiada lengah
dari apa yang kamu kerjakan.
3. Lafazh-lafazh al-Yahud, dapat dijumpai antara lain adalah
sebagai berikut :
Pertama, seruan agar tidak mengikuti langkah-langkah dan jejak
ajakan orang-orang Yahudi (dan Nasrani), dapat dijumpai di dalam
surah al-Baqarah, ayat 120;
     

 
     
 
  
 
 

 
   
     
    
  
 
  
   
       
 
 
 
    
                
Artinya;
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
hingga
kamu
mengikuti
agama
mereka.
Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan
132
Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi
pelindung dan penolong bagimu.
Dalam penafsiran ayat di atas ditemukan sejumlah makna tentang
kata "millat" di dalam ayat sehingga dalam penafsirannya terdapat
perbedaan. Namun secara umum memaknai sebagai agama, hal ini dapat
dijumpai misalnya dalam beberapan tafsir antara lain adalah tafsir Fi
Zhilal al-Qur'an, dan sebagainya.
Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya " Fi Zhilal al-Qur'an"
bahwa inti ayat ini adalah tentang perseturuan akidah. 215 Sayyid qutb
tidak menjelaskan makna kata "millat"216 secara khusus dalam ayat ini,
namun di ayat yang lain ketika menjelaskan makna " millat" misalnya di
dalam ayat 130 surah al-Baqarah,bahwa "millat" Ibrahim adalah agama
Islam dalam ungkapannya "hazihi hiya millat ibrahim, al-Islam al-
Khalish al-Sharih…"
(inilah
millat
Ibrahim
yaitu
al-Islam
yang
sesungguhnya.217 Ini mengindikasikan bahwa makna "millat" di sini
215
Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya "Fi Zhilal al-Qur'an", hal 108,
Kairo, dar al-Syuruk, cet 32, 2004, Jilid 1, Juz 1, hal 108
216
Di dalam kitab al-Ta'rifat, karya al-Jurjani dikatakan bahwa "al-Din" dan
kata "al-Millat" satu makna dalam zatnya. Namun dalam pengungkapan terdapat
perbedaan, dimana dari segi makna ketaatan ia disebut " diinan", sedangkan dari segi
penggabungan disebur "Millat". Ada pendapat yang mengatakan bahwa kata "al-Din
dinisbahkan kepada Allah, sedangkan kata "al-Islam" dinisbahkan kepada Rasulnya.
Al-Jurjani, al-Ta'rifat, Kairo, Dar al-Rasyad, tth., hal. 117-118. Makna yang serupa
dijumpai dalam kitab "Mufradat li al-fazh al-Qur'an" karya al-Raghib al-Ashfahani,
yang mengatakan bahwa "al-Millat" seperti "al-Din" yaitu sebagai nama terhadap
sesuatu yang disyariatkan Allah melalui lisan para Nabi agar kembali sampai kepada
Allah. Ia menambahkan pula bahwa perbedaannya bahwa kata " al-Millat" tidak
digandengkan kecuali kepada Nabi disandarkan, dan tidak digunakan kecuali
disandarkan kepada syariat Allah. Al-Raghib, al-Mufradat li Alfazh al-Qur'an, hal. 773
217
Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya "Fi Zhilal al-Qur'an", hal. 115
133
adalah agama218, meskipun kata "Islam" sendiri memiliki makna yang
beragam.
Dalam tafsir Departemen Agama sendiri dengan jelas diartikan
kata
"al-Millat"
sebagai
agama,
sebagaimana
kita
lihat
dalam
terjemahan di atas bahw "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka".
Dengan demikian, mayoritas ahli tafsir cendrung mengartikan
kata "al-Millat" sebagai agama.
Kedua, orang-orang Yahudi yang meklaim diri dan kaum mereka
sebagai anak-anak Allah dan kesasih-Nya, dikemukakan di surah alMaidah, ayat 18;
 
    
   
   
  
  
   
   
       
   
        
  
 
  
     
    
   
                 
 
Artinya;
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah
anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka
Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu
bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi
kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang
diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah
kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala
sesuatu).
218
Unsur-unsur atau pilar-pilar agama sebagaimana dikemukakan oleh
Muhammad Ibrahim al-Fayyumi adalah Allah, Rasul dan Manusia. Allah dalam
pandangan agama meliputi unsur Esa, Suci, dan Pencipta. Sedangkan rasul dalam
pandangan agama meliputi masnusia, wahyu dan mukjizat. Sementara manusia meliputi
materi, ruh dan hubungan-hubungan. Lihat Ibrahim al-Fayyumi, Muhadharah fi manhaj
al-Din al-Muqaranah, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamy, 1996, hal 16.
134
Ketiga, Larangan Allah untuk menjadikan kaum Yahudi dan
Nasrani sebagai pemimpin (wali), dan ancaman Allah terhadap mereka
yang menjadikan sebagai pemimpin (wali), dapat ditemukan di dalam
Surah al-Maidah, ayat 51;
        
         
  
          
  
          
 
   
     
 
        
                
                 
  
Artinya;
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang
Yahudi
dan
Nasrani
menjadi
pemimpinpemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Keempat, anggapan, keyakinan serta klaim kaum Yahudi bahwa
tangan Allah telah terbelenggu, padahal tidak demikian adanya, dapat
ditemukan di dalam surah al-Maidah, ayat 64;
   

 
  
  
 
    
  
             
  
   
  
       
  
       
   
               
                
    
Artinya;
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu",
Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah
yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu.
135
(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia
menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan
menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara
mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di
antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api
peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat
kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang
yang membuat kerusakan.
Kelima, sikap orang Yahudi sebagai golongan yang paling keras
dan kasar memusuhi orang-orang yang beriman kepada Allah, dapat
dijumpai di dalam surah al-Maidah, ayat 82

     

 

        
  


     
        
 
     
 
 
   
 
  
 
 
   
             
  
Artinya;
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras
permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orangorang Yahudi dan orang-orang musyrik. dan Sesungguhnya kamu
dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang
yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya
kami Ini orang Nasrani". yang demikian itu disebabkan Karena di
antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendetapendeta dan rahib-rahib, (juga) Karena Sesungguhnya mereka
tidak menymbongkan diri.
Keenam, Saling mengklaim kebenaran antara orang-orang Yahudi
dan orang-orang Nasrani mengenai siapa putra Allah. Pihak Yahudi
memastikan Uzair sebagai putra Allah, dan pihak Nasrani al-Masih
adalah putra Allah, ditemukan di dalam surah al-Taubah, ayat 30;
136

 
 
     
    
    
  

  
 
 
    
   
    
  
      
  
    
   
            
Artinya;
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orangorang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah
itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru
perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah
mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?
4. Lafazd Yahudiyan di dalam al-Qur'an, hanya dijumpai dalam
satu tempat yaitu di dalam surah al-Imran ayat 67;
   
   
 
   
  
    
  
  
  
 

 
      
  
      
 
    
  
Artinya;
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani,
akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri
(kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan
orang-orang musyrik.
Demikianlah uraian mengenai konsep-konsep dasar tentang
Yahdui di dalam al-Qur'an, yang digali dari akar kata Ha-wa-da, baik
dalam bentuk pola kata; Haadu, Huudan, Yahudiyan dan al-Yahud yang
berkonotasi negatif.
Selanjutnya, untuk memerdalam dan memperluas kajian ini maka
perlu disempurnakan pembahasan ini dengan mengungkap bentukbentuk lafazh lain di dalam al-Qur'an yang secara tidak langsung
menunjuk pada komunitas Yahudi, dan kandungannya bersifat atau
137
berkonotasi negatif, seperti kata ahl-kitab219dan sebagainya. Sebab
sebenarnya lebih dari sepertiga kisah di dalam al-Qur'an adalah kisah
para nabi dan rasul sebelum Muhammad yang hampir keseluruhannya
adalah dari kalangan atau keturunan bani Israel.
219
Mengenai ahl al-Kitab secara baik dan runtut diuraikan dalam penelitian
disertasi, oleh Muhammad Ghalib M, dengan judul "wawasan al-Qur'an tentang ahl alKitab" pada tahun 987. Yang kemudian diterbitkan dalam edisi buku berjudul " Ahl alKitab; Makna dan Cakupannya", oleh Penerbit Yayasan Paramadina, di Jakarta, pada
tahun 1998.
138
BAB IV
KONSEP TEOLOGI YAHUDI DALAM PANDANGAN AL-QUR'AN
Keseluruhan teori-teori dan konsep-konsep pemikiran teologi
Yahudi di dalam al-Qur'an yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah dalam kerangka tinjauan historis, komparatif dan teologis.
kerangka historis merupakan suatu keniscayaan, karena interaksi nabi
Muhammad dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani di masa awal
Islam. Dalam kerangka komparatif dimaksudkan sebagai perbandingan
antara teologi kaum Yahudi/bani Israel di masa awal dengan teologi
Yahudi yang sampai kepada Muhammad, dan dalam kerangka teologis,
yang
memang
merupakan
fokus
penelitian
ini,
sebagai
upaya
mengungkap orisinalitas teologi Yahudi. Teologi Yahudi terjelaskan
secara universal sejak al-Qur'an sempurna diturunkan yang ditandai
dengan wafatnya nabi Muhammad Saw., sebagai konsekuensi logis
diresmikannya menjadi kitab suci terakhir dan Muhammad sebagai nabi
dan rasul penutup yang mendapat tugas menyampaikannya.
Islam berpandangan bahwa aspek-aspek keimanan itu secara
teknis teologis, disebut sebagai arkan al-Iman (pilar-pilar keimanan),
yang didasarkan pada al-Qur'an. Sebagaimana dinyatakan di dalam
139
Surah an-Nisa ayat 136, meliputi keimanan kepada Allah, kepada kitabkitabnya, malaikat, rasul-rasul dan iman kepada hari Akhir.220 Aspekaspek keimanan tersebut tidak saja menjadi paradigma keimanan bagi
Islam akan tetapi juga bagi agama samawi lainnya yaitu agama Yahudi
dan Nasrani.
Oleh karena itu, pada dasarnya setiap kali dilakukan pengkajian
dan penelitian tentang teologi Yahudi, tidak akan terlepas oleh wawasan
teologi Kristen maupun Islam.221 Tiga agama samawi tersebut, masingmasing pada dasarnya memiliki konsepsi teologi yang bersumber pada
keesaan Tuhan yaitu Allah Swt yang Esa. Selain itu, teologi kenabian
dan teologi kitab sucinya serta hari akhirat dengan segala implikasinya,
masing-masing
merupakan
suatu
kesatuan
teologis.222
Artinya,
kesinambungan dan mata rantai kebenaran teologi 'Yahudi', 'Nasrani'
dan "Islam" dipastikan tidak terbantahkan lagi.
220
Umumnya para mufasssir klasik maupun modern ketika menafsirkan ayat
yang tertera pada surah an-Nisa ayat 136, menginterpretasikan sebagai pilar-pilar
keimanan yang kokoh.
221
Teolgi Yahudi dengan teologi Islam, Yahudi dengan Kristen dan Kristen
dengan Islam, adalah tema-tema teologis yang selalu memerlukan sikap kebijaksanaan
dari masing-masing pihak. Mempertahankan teologi masing-masing sebagai
kebenaran bukanlah sikap fanatisme, akan tetapi lebih pada ungkapan ekspresi
teologis, dan hanya dengan sikap keteguhan dan kekokohan (sebagai ganti dari kata
fanatisme) dalam beraqidah, beragama, dan bertauhid akan memperjelas permasalahan
teologis yang dianut oleh umat manusia. Tanpa kejelasan dan ketegasan teologis
setiap agama, justru akan memperumit permasalahan keberagamaan dan toleransinya
dalam kehidupan ini.
222
Al-Qur'an secara lugas dan jelas, menyatakan bahwa teologi Ibrahim, Musa,
Ya'qub, hingga Isa dan Muhammad adalah sama persis yaitu teologi keesaan Allah. Hal
ini tampak dalam surah-surah seperti QS. Al-Baqarah;2 ; 213, QS. An-Nisa; 4; 136137, 150-152 dan 163-164, QS. al-An'am; 7; 84-86, QS. Asy-Syuara; 26; 16-17, QS.
Az-Zumar; 39; 65, QS. Asy-Syuraa; 42; 13, QS. al-Hadid; 57; 25, dan sebagainya.
140
Klaim teologi Yahudi berawal dari kisah mengenai tokoh yang
dijadikan sebagai bapak leluhur Israel – sebagaimana Islam dan Kristen
– yaitu Abraham (Ibrahim as.). Namun kisah-kisah tentang Ibrahim yang
terdapat di dalam kitab perjanjian lama, sebagaimana dikutip oleh Adian
Husain dari
David F. Hinson, bahwa cerita-cerita tentang Ibrahim
bukanlah kisah melainkan legenda, yang ditulis beberapa abad setelah
meninggal Ibrahim.223
Akidah murni bangsa Israel adalah beriman kepada Allah Yang
Maha Esa, beriman kepada malaikat, beriman kepada rasul, kitab dan
hari Akhir, dan juga beriman kepada apa yang berhubungan dengan
pahala dan dosa.224 Dasar-dasar akidah murni ini dapat dicermati di
dalam al-Qur'an, terutama melalui kisah nabi Ibrahim as, dan nabi-nabi
setelahnya, bahkan sejak nabi Adam as.225
Islam sendiri, melalui konsepsi al-Qur'an telah merangkum kisah
teologi bangsa Yahudi (di samping Nashrani), baik melalui wahyuwahyu yang diturunkan di Mekah maupun di Madinah. Surah-surah
Makiyyah berbicara tentang Bani Israel, masing-masing di Surah alA'raf, Yunus, al-Isra', Thaha, al-Syu'ara', al-Qashash, Ghafir dan alDukhan. Sementara surah-surah Madaniyah, masing-masing adalah
surah al-Baqarah, Ali-Imran, al-Maidah, al-Mujadalah, al-Hasyr, al-
223
Adian Husain, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen dan Islam, Op.cit,
224
Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Op.cit, hal. 109
Mengenai ini dapat ditelaah di dalam surah al-An'am ayat 79-86
hal. 25
225
141
Shaff dan al-Jum'ah.226 Dengan demikian konsepsi pemikiran teologi
Yahudi di dalam al-Qur'an banyak ditemukan terutama melalui kisahkisah perseteruan kaum Yahudi dengan para nabi dan umat-umat
beragama yang lain atau bangsa lain.
Dari segi sumber-sumber pemikiran teologi Yahudi secara umum,
sebagaimana ditulis oleh Ahmad Muhammad Zayed, bahwa sumbersumber rujukan akidah dan pemikiran Yahudi adalah kitab Taurat,
Talmud dan Protokolat.227
Sementara itu, Ahmad
Syalaby, juga
menagatakan bahwa sumber pemikiran Yahudi adalah al-'Ahd al-Qadim,
Talmud dan Protokolat.228 Anwar al-Jundi menambahkan sumber lain
yaitu rihlat al-Syatat (kitab sejarah hitam bangsa Yahudi).229 Artinya,
dari sumber-sumber ini akan diketahui dasar-dasar akidah dan
pemikiran Yahudi dalam beragama dan keberagamaannya. Dan dengan
demikian, akan diketahui apakah terdapat hubungan logis antara teologi
dalam versi kitab-kitab pegangan mereka dengan kitab al-Qur'an yang
banyak memuat kisah-kisah teologi Yahudi. Kisah-kisah itu adalah baik
ketika berhadapan dengan nabi dan rasul di masa bani Israel, maupun di
masa nabi Isa as. dan lebih lagi, di masa nabi Muhammad Saw.
226
Al-Raghib al-Ashfahani
Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'Alaqat baena al-Yahud wa alNashara, wa atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, dar al-Ma'aly, 2000, hal 54.
228
Ahmad Syalby, al-Yahudiyyat, hal. 237
229
Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'alaqat baena al-Yahud wa alNashara, wa atsaruha li al-'Alam al-Islamy, Amman, dar al-Ma'aly, 2000, hal. 54
227
142
Berikut ini uraian secara deskriptif dan mendalam mengenai
teologi Yahudi terhadap pilar-pilar keimanan – sebagaimana menjadi
pilar-pilar keimanan bagi agama lain – mereka tentang Tuhan, kitab
suci, rasul dan hari kiamat dalam perspektif al-Qur'an, dengan membagi
ke dalam sub dan sub-sub bahasan yang relevan dengan fokus
penelitian.
A. PANDANGAN TEOLOGI YAHUDI TENTANG TUHAN
1. Teologi Ketuhanan Dalam Kitab-Kitab Yahudi
Secara umum, konsep Yahudi yang sangat penting – selain
tentang konsep masyarakat Yahudi – adalah dan utama adalah Tuhan.
Oleh karena itu, gerakan mistik menegaskan bahwa Tuhan dan Taurat
adalah satu.230 Konsep tentang Tuhan di dalam tradisi Yahudi sangat
banyak ditemukan kontroversi dam paradoksal mengenai keterangan
yang diperoleh – terutama dalam karya-karya buku dan penelitian yang
berusaha mempertemukan kesamaan dan kebenaran semua agama
dewasa ini -, namun dalam penelitian ini hanya akan dikemukakan
beberapa bagian penting saja, namun refresentatif untuk memaknai
Tuhan dalam tradisi Yahudi baik di masa klasik maupun modern.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa kaum Yahudi
memiliki beberapa kitab yang dipedomani sebagai kitab suci, seperti
230
Wilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, Jakarta, Teraju, 2005,
hal 158
143
Taurat, Talmud, Perjanjian lama dan Protokolat. Kitab Taurat lima
menggambarkan Tuhan dalam bentuk manusia. Oleh Karena itu Tuhan
digambarkan
sebagai
yang
berjalan
di
antara
awan,
melewati
sekelompok bangsa Israel.
Nama Tuhan kaum Yahudi sebagaimana dikatakan di dalam
berbagai kitab-kitab dalam bahasa latin mereka ialah Yahwe atau
YHWH. Kata "Yahwe" digunakan sebagai salah satu nama yang
ditujukan kepada Tuhan dalam Al-kitab Yahudi.231 Term YHWH juga
digunakan oleh sebagian penulis untuk maksud yang sama yang berarti
tuan, yaitu Tuhan.232 Penulisan kata Tuhan mereka memiliki sifat-sifat,
sebagaimana sifat yang dimilili oleh manusia.
Tentang ke-Esa-an Tuhan dalam kitab Syema233, sebagaimana
termaktub di dalam kitab Ulangan 6;4, dikatakan bahwa " Dengarlah, hai
anak Israel; Tuhan itu Allah kita, Tuhan Itu Esa , kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap kekuatanmu". Kalimat ini juga dijumpai dalam Markus
12; 28-29 ungkapan Yesus yang menyatakan "Hukum yang terutama
ialah: Dengarlah, hai anak Israel; Tuhan itu Allah kita, Tuhan Itu
231
Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, proses Terbentuk dan Pengaruhnya,
Jakarta, Kanisius, 2006, hal.160
232
Kata ini digunakan oleh Thomas McElwain, sebanyak lima kali, di dalam
bukunya berjudul Islam in The Bible, yang diterjemahkan bebas dalam bahasa
Indonesia, "Bacalah Bible". Lihat Thomas McElwain, Bacalah Bible, Jakarta, Citra,
2006, hal. 51, 53, 55, 119 dan 279
233
Syema atau Shema adalah term yang digunakan untuk sebuah pernyataan
tentang persatuan Tuhan, diambil dari alkitab Ibrani, digunakan sebagai bagian dari
perayaan Liturgi. Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, proses Terbentuk dan
Pengaruhnya, Jakarta, Kanisius, 2006, hal.159
144
Esa".234 Inilah antara lain yang membantah anggapan penuhanan diri
Yesus oleh kalangan Nasrani.
Sementara itu, tentang sifat-sifat Tuhan di dalam kitab Talmud,
dinyatakan bahwa Tuhan adalah serupa dengan sifat manusia; ia
memiliki sifat cinta, marah, benci, tertawa, menangis, memakai pakaian,
duduk di atas arsy dan dikelilingi para malaikat, dan mempelajari Taurat
3 kali dalam setiap hari.235
Dalam Kitab Eksodus, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syalaby,
mengemukakan beberapa point tentang sifat tuhan yaitu bahwa Yahweh
tidak mengakui dirinya sebagai yang Maha Tahu, ia meminta kepada
bangsa Israel untuk memberi petunjuk kepadanya. Yahweh juga tidak
ma'shum (terbebas dari kesalahan). Yahweh adalah tuhan yang sangat
garang, penghancur dan terlalu panatis kepada umatnya, sebab ia
bukanlah Tuhan untuk semua bangsa, akan tetapi tuhan bagi bangsa
Israel saja, sehingga Tuhan Yahweh adalah musuh bagi tuhan-tuhan
yang lain, sebagaimana Israel adalah musuh bagi bangsa-bangsa yang
lain. Tuhan Yahweh juga mengajarkan mencuri.236
J. Shotweil menyatakan, seperti dikutip oleh Ahmad Syalaby,
bahwa pada awal kemunculan bangsa Yahudi, mereka adalah bangsa
234
Jerald F. Dirks, Abrahamic Faith, op.cit, hal.68; bandingkan dalam Michael
Keene, al-Kitab; Sejarah, proses Terbentuk dan Pengaruhnya, Jakarta, Kanisius,
2006, hal.63
235
Kamil Sa'fan, al-Yahudu wa Saraadiib al-Giituu ila Maqashiir al-Faatiikan,
Kairo, Dar al-Fadhilah, tth, hal.37
236
Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Op.cit. hal 155-156
145
yang nomad, yang didominasi oleh pemikiran-pemikiran primitif seperti
ketakutan pada makhluk-makhluk halus dan kepercayaan pada ruh-ruh.
Mereka juga dikenal sebagai penyembah batu-batuan, domba dan
pepohonan.237 Mereka menyembah patung, matahari, bulan dan bintang.
Gustavo Labon menyebutkan bahwa penyembahan matahari, bulan dan
bintang berlangsung di sepanjang abad
umat Suriyah, terutama
dilakukan oleh anak bani Israel.238 Orang Yahudi juga sangat tamak
dengan harta, sampai mereka menjadikan harta sebagai Tuhan, yang
karena itulah Isa al-Masih pernah berkhotbah kepada bani Israel, dalam
ungkapan "janganlah kamu menyembah dua Tuhan yaitu Allah dan
Harta".239
Dengan demikian tampak jelas konsep Tuhan di dalam tradisi
kaum Yahudi dari zaman ke zaman, yang pada awalnya adalah konsep
ketuhanan yang benar, namun kemudian teologi ketuhanan menjadi
berbalik dengan menggambarkan Tuhan mereka sebagai makhluk dalam
sifat-sifatnya yang memiliki kekurangan, baik sebagai manusia yang
harus disaksikan dengan mata, seperti para raja sesembahan mereka,
maupun sebagai bentuk ciptaan Allah yang lain seperti matahari, bulan,
bintang, patung dan sebagainya.
237
Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi
Antaran, 2006, hal 149
238
Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi, Muqaranat al-Adyan; al-yahudiyah, wa alMasihiyyat, wa al-Islam wa al-Istisyra, Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyat, 1994,
Juz 1, hal. 229
239
Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, Baerut, Dar al-'ilmi li
al-Malayin, 1986, cet 11, hal. 32,
146
2. Teologi Ketuhanan Yahudi dalam Perspektif al-Qur'an
Orang-orang Yahudi memiliki teologi yang unik tentang Tuhan
sebagaimana dikisahkan di dalam al-Qur'an. Keunikan ini tampak
misalnya, dalam permintaannya kepada nabi Musa as. tentang Tuhan
yang diinginkan yaitu tuhan bani Israel. Demikian halnya penetapan
golongan diri mereka sebagai anak-anak Allah. Bahkan menurutnya,
golongan
mereka saja yang dicintai oleh Allah dan sebagai kekasih-
kekasih-Nya, sampai pada persoalan genderisme anak-anak tuhan.
Semua bentuk teologi demikian menjadi sangat khusus dijumpai dalam
agama Yahudi.
Meski demikian akan diperoleh informasi lain dalam khazanah
tafsir al-Qur'an bahwa di antara mereka terdapat golongan yang
disebut-sebut sebagai golongan yang beriman kepada Allah, dimana alQur'an memuji sikap kesalehan dan ketaatan mereka serta sikap tauhid
mereka, hanya saja dalam golongan yang tidak banyak, sebagaimana
akan diuraikan selanjutnya.
a. Tuhan Yahudi Menurut al-Qur'an
147
Dalam perspektif al-Qur'an, pada dasarnya orang Yahudi bani
Israel beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa,240 dimana digambarkan
bentuk keimanan Ibrahim dan keturunannya sebagai hamba yang
beriman kepada Tuhan Yang Satu, yaitu Allah Swt. Hal ini dapat
dianalisa dalam firman-firman Allah sebagai berikut;
                
                
                
               
         
Artinya;
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang
yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh kami Telah
memilihnya di dunia dan Sesungguhnya dia di akhirat benarbenar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya
berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab:
"Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam". Dan Ibrahim
Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya
Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika
Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia Berkata kepada
anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka
menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek
moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha
Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya".241
240
Secara khusus mengenai ke-Esaan Allah di dalam al-Qur'an dapat dirujuk
antara lain kepada QS; an-Nisa; 4; 171, al-An'am;6 ;19, al-Kahfi; 18; 110, al-Hajj;
22; 34, ar-Ruum;33 ;28, az-Zumar;39; 4, dan al-Ikhlas; 112; 1-4.
241
QS. Al-Baqarah; 2; 130-133
148
Dalam ayat tersebut di atas mengindikasikan bahwa keturunan
Ibrahim, kemudian keturunan Ismail dan Ishak yaitu Ya'qub dari bani
Israel adalah termasuk kategori penganut-penganut "Islam" pertama.
Hal mana bahwa ketika Ya'qub berwasiat kepada anak-anaknya
mengenai siapa yang akan disembah, lalu dijawab oleh anak-anak
Ya'qub bahwa Tuhan yang disembah adalah Tuhan Ibrahim, Ismail dan
Ishak yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dan bahwa mereka hanya akan taat
dan patuh kepada-Nya.
Makna yang serupa dengan ayat di atas, digambarkan pula dalam
ayat-ayat yang lain seperti di dalam surah Ali-Imran, ayat 110, surah
al-A'raf ayat 137, 159 dan 168, surah al-Sajdah ayat 24.
Oleh karena itu, berdasarkan kisah-kisah Yahudi bangsa Israel di
dalam al-Qur'an, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan
mukmin dan golongan kufur. Golongan yang mukmin dengan semangat
keagamaan
dan
keimanannya.
jihadnya,
Sementara
kesabaran
golongan
dan
kufur
keteguhan
adalah
memegang
golongan
yang
menyembah anak sapi, menyembah harta dan emas, meminta tuhan
khusus buat mereka, menuntut nabi Musa agar memperlihatkan Allah,
melanggar
perjanjian
mereka
dengan
Allah,
mendustakan
dan
membunuh para nabi dan rasul, dan sebagainya.
149
Artinya, konsep awal tentang Tuhan di kalangan bani Israel
adalah konsep yang benar. Namun kemudian konsep teologi ketuhanan
mereka ini diubah menurut hawa nafsu mereka.
Di dalam ayat lain, yang secara khusus mengkhitab bani Israel
untuk tidak menyembah selain kepada Allah semata, secara jelas
dikemukakan di dalam surah al-Baqarah 83-85;
            
            
            
             
            
             
                 
 
Artinya;
Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil
daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. Dan (ingatlah), ketika
kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan
menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan
mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu,
Kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu
mempersaksikannya. Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh
dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada
kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap
150
mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika
mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka,
padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. apakah
kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan bagi orang yang
berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang
kamu perbuat.
Tiga ayat di atas berkenaan dengan kisah orang Yahudi di
Madinah pada permulaan Hijrah. Yahudi Bani Quraizhah bersekutu
dengan suku Aus, dan Yahudi dari Bani Nadhir bersekutu dengan
orang-orang Khazraj. antara suku Aus dan suku Khazraj sebelum Islam
selalu terjadi persengketaan dan peperangan yang menyebabkan Bani
Quraizhah membantu Aus dan Bani Nadhir membantu orang-orang
Khazraj. Sampai antara kedua suku Yahudi itupun terjadi peperangan
dan tawan menawan, Karena membantu sekutunya. tapi jika Kemudian
ada orang-orang Yahudi tertawan, maka kedua suku Yahudi itu
bersepakat untuk menebusnya kendatipun mereka tadinya berperangperangan.242
Perlu
diketahui
bahwa
sebenarnya
dialog
ketuhanan
telah
berlangsung sejak lama antara para nabi dan kalangan penentang
Tuhan. Raja Namrud Babilionia di masa Ibrahim di kenal sebagai
penentang ajaran ketuhanan, dimana Ibrahim mengajak dan menyerukan
kepada raja Namrud dalam penyembahan kepada Allah semata dan
242
Departemen Agama
151
mengutuk semua bentuk penyembahan selain kepada Allah. 243 Karena
itulah di dalam al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 258-260, dikisahkan
dialog Ibrahim dengan raja, dimana raja memandang dirinya sebagai
partner Tuhan, sebagai tuhan lain yang memiliki kekuasaan dalam
menghidupkan dan mematikan manusia. Namun Ibrahim dalam dialog itu
menantang
Namrud
menjadikan
matahari
terbit
dari
barat,
dan
terdiamlah raja tanpa mampu melakukan apa-apa.244
b. Uzair Sebagai Putra Allah
Pada masa Nabi Muhammad Saw. Klaim kebenaran yang sangat
bersemangat dari mayoritas kaum Yahudi untuk menjadi putra Allah,
tampak
ketika
mereka
mengangkat
Uzair
sebagai
putra
Allah.
Sebagaimana kaum Nasrani menobatkan al-Masih sebagai putra Allah.
Lantas siapa yang dimaksud dengan Uzair?
Saling mengklaim kebenaran antara orang-orang Yahudi dan
orang-orang Nasrani mengenai siapa putra Allah. Pihak Yahudi
memastikan Uzair sebagai putra Allah, dan pihak Nasrani al-Masih
adalah putra Allah, ditemukan di dalam surah al-Taubah, ayat 30;

 
 
     
    
    
  

  
 
 
    
   
    
  
      
  
    
   
            
Artinya;
243
244
Afifah Abdul Fattah Thabarah, al-Yahud fi al-Qur'an, hal 111-113
Sayyid Qutb, fi Zhilal al-Qur'an, juz , hal. 297-298
152
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orangorang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah
itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru
perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah
mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?
Dalam tafsir Ibnu Jarir, ditemukan keterangn keterangan hadits
mengenai sebab turunnya ayat di atas. Dari Ibnu Abbas berkata; bahwa
Nabi Saw. mendatangi Sallam bin Masykam, Nu'man bin Aufa, Syas bin
qaes dan Malik bin al-Shaef, lalu mereka berkata; "bagaimana kami
mengikuti engkau Muhammad, sedangkang engkau telah meninggalkan
kiblat kami, dan kamu tidak menganggap Uzair sebagai putra Allah?, lalu
turunlah ayat di atas.
c. Kaum Yahudi Sebagai Kekasih Allah
Orang-orang Yahudi yang meklaim diri dan kaum mereka sebagai
anak-anak Allah dan kesasih-Nya, dikemukakan di surah al-Maidah,
ayat 18;
 
    
   
   
  
  
   
   
       
   
        
  
 
  
     
    
   
                 
 
Artinya;
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah
anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka
Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu
bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi
kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang
diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan
153
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah
kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala
sesuatu).
Klaim
orang-orang
Yahudi
ini
dinyatakan
pada
saat
nabi
Muhammad mengajak mereka untuk mentaati Allah, dan mengingatkan
dalam celaannya, yang justru mengatakan kepada nabi Muhammad
bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.
Dalam
tafsir
Ibnu
Jarir,
sebagaimana
dikutip
oleh
Sayyid
Thantawi, disebutkan sebuah keterangan hadits dari Ibnu Abbas
berkata; bahwa Nabi Saw. mendatangi Nu'man bin Ada, Bahry bin Amru,
Syas bin 'Ady dan berbicara kepada mereka, mengajak kepada jalan
Allah, dan mengingatkannya dalam mencela Allah, lalu mereka berkata;
apakah engkau menakut-nakuti kami Muhammad? Mereka menjawab;
kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Allah.245
Ayat inilah yang kemudian menjadi landasan kaum Yahudi
menyebut diri dan golongan mereka sebagai " Sya'ab Allah al-Mukhtar"
(bangsa pilihan Allah).
d. Tuhan Yang Diinginkan
Adalah puncak teori ketuhanan Orang Yahudi bani Israel ketika
meminta kepada Musa agar dijadikan Tuhan khusus buat golongan
245
Muhammad Sayyifd Thanthawi, Banu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah,
Op.cit, hal. 496
154
mereka, sebagaimana Tuhan golongan yang lain. Hal ini dikisahkan di
dalam surah al-A'raf, ayat 138-141.
             
                   
             
           
       
Artinya;
Dan kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, Maka
setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap
menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa.
buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa Tuhan (berhala)". Musa menjawab:
"Sesungguh-nya kamu Ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan)". Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu
mereka kerjakan. Musa menjawab: "Patutkah Aku mencari Tuhan
untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal dialah yang
Telah melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah Hai Bani
Israil), ketika kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan
kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat,
yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan
hidup wanita-wanitamu. dan pada yang demikian itu cobaan yang
besar dari Tuhanmu".
Di
dalam
ayat
ini
digambarkan
bagaimana
umat
Musa
menghendaki "Tuhan" menurut keinginan mereka. Mereka menuntut
nabi musa agar dibuatkan "tuhan" yang khusus buat mereka. Dengan
menggunakan kata perintah "ij'al " (buatkan atau jadikan), kepada musa,
menjadi dalil kuat bahwa ketidakrasionalannyya, yaitu dengan menuntut
tuhan itu semacam berhala yang dapat disembah dan dapat dilihat
155
dengan mata.246 Dialog antara nabi Musa as. dan pengikut Fir'aun di
dalam ayat ini menjelaskan secara tegas bahwa umat nabi Musa telah
melampau batas dalam pemahamannya tentang "Tuhan", sehingga
mereka menantang nabi Musa agar membuatkannya "Tuhan", yang pada
akhirnya nabi musa bersikap tegas bahwa tiada Tuhan selain Allah,
yang patut disembah, sembari ingin meyakinkan bahwa Allah telah
memuliakan bani Israel yang seharusnya tidak ada yang patut disembah
selain kepada Allah.
e. Tangan Tuhan Terbelenggu
Substansi dari konsep teologi ini adalah memandang bahwa
Tuhan memiliki kekurangan, sebagaimana manusia memiliki sifat
kekurangan. Oleh karena itu kaum Yahudi mengklaim bahwa tangan
Allah telah terbelenggu, padahal dipastikan tidak demikian adanya,
dapat ditemukan di dalam surah al-Maidah, ayat 64;
   

 
  
  
 
    
  
             
  
   
  
       
  
       
   
               
                
    
Artinya;
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu",
Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah
yang dila'nat disebabkan apa yang Telah mereka katakan itu.
(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; dia
menafkahkan sebagaimana dia kehendaki. dan Al Quran yang
246
Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah, hal. 496
156
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan
menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara
mereka. dan kami Telah timbulkan permusuhan dan kebencian di
antara mereka sampai hari kiamat. setiap mereka menyalakan api
peperangan Allah memadamkannya dan mereka berbuat
kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang
yang membuat kerusakan.
Makna ayat ini menggambarkan pandangan kaum Yahudi tentang
kekuasaan Allah yang terbatas dengan menganggap bahwa tangan Allah
terbelunggu. Quraish Shihab menyatakan bahwa tidak mustahil orangorang Yahudi berpandangan secara hakiki dalam memaknai kata " al-
Yad" sebagaimana tangan manusia, sebab tidak jarang mereka
menggambarkan Tuhan dalam bentuk manusia, bahkan seringkali
mereka menyipati Tuhan dengan sifat manusia.247
Para ulama sendiri berbeda pendapat mengenai arti " al-Yad". Ada
yang tidak ingin berkomentar kecuali berkata bahwa hanya Allah Yang
Maha Mengetahui artinya. Ada pula yang memandang bahwa memang
Allah memiliki tangan, tetapi tidak serupa dengan tangan makhluk. Ada
pula yang
memaknainya secara
majazi yaitu sebagai anugerah,
kekuasaan, qudrah (kekuatan) dan kerajaan. Namun dalam perbedaan
tersebut, umumnya sepakat bahwa tangan yang dimaksud adalah bukan
tangan yang serupa dengan tangan makhluk Allah, karena tiada
sesuatupun yang dapat menyerupainya.248 Dengan demikian makna "al-
247
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2006, Volume 3,
cet. 5, hal 146-47
248
Ibid
157
Yad", lebih dipahami sebagai anugerah dan kekuasaan, dalam konteks
ayat ini.
Mahir Ahmad Aga menyatakan bahwa pensifatan orang-orang
Yahudi tentang tangan Allah yang terbelenggu merupakan sikap yang
bodoh dan keji, yang karenanya ketika mereka ditanyai tentang nafkah
mereka berkata ; Allah itu fakir dan kamilah yang kaya dan bahwa
tangan Allah terbelenggu. Lalu kemudian Allah menjatuhkan sanksi
kepada orang-orang Yahudi atas pandangan mereka mengenai sifat
Allah.249
Dari beberapa point konsepsi tentang Tuhan dalam perspektif alQur'an dapat diformulasikan menjadi dua bagian;
Pertama, dari kaum Yahudi Kufur, dibagi menjadi tiga konsep
pemikiran ketuhanan; bahwa Tuhan harus dapat dilihat dengan mata dan
mereka tidak dapat menyembah kepada sesuatu yang tidak dilihatnya;
bahwa Tuhan yang dinginkan adalah hanya untuk kalangan sendiri saja
yaitu tuhan-tuhan Israel saja, sedangak bagi umat yang lain diyakini
memiliki tuhan tersendiri dan
bahwa Tuhan mereka
senantiasa
berseteru dengan tuhan umat-umat yang lain; dan meyakini wujud putra
Allah yaitu Uzair.
Kedua, dari golongan Yahudi beriman dapat diformulasikan
konsep
ketuhanan
mereka
yang
tidak
berbeda
dengan
konsep
249
Mahir Ahmad Aga, Al-Yahud, Fitnat al-Tarikh, Baerut, Dar al-Fikr, 2002,
Cet.1, hal. 120
158
ketuhanan yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw yaitu Allah
Yang Esa dan Tidak ada makhluk yang menyerupai-Nya.
B. PANDANGAN TEOLOGIS YAHUDI TENTANG KITAB SUCI
Sebelum menguraikan konsep pemikiran dan teologi Yahudi
tentang kitab suci dalam perspektif al-Qur'an, terlebih dahulu akan
disajikan pemikiran-pemikiran yang diyakini oleh bangsa Yahudi secara
umum. Hal ini dimaksudkan agar dalam menelaah gagasan-gagasan dan
ide-ide Judais tentang kitab suci dapat dikomparasikan antara sumbersumber Qur'aniyyah yang merupakan wahyu Allah dan sumber-sumber
pemikiran manusia itu sendiri, yang dikembangkan sebagai bentuk
kreatifitas nalar manusia, sebagaimana dilakukan oleh kaum Yahudi,
yang telah melahirkan kitab "Taurat" versi baru dan kitab "Talmud"
serta kitab-kitab lainnya yang diklaim sebagai kitab suci seperti
Mishnah dan Gemara.
Sub bahasan ini akan menguraikan teori-teori dan konsepkonsep teologi Yahudi tentang kitab suci atau wahyu-wahyu Allah yang
diuturunkan kepada para nabi dan rasul bani Israel hingga nabi
Muhammad Saw.
1. Pandangan Teologis Yahudi Tentang Kitab Suci
159
Kitab suci250 atau al-kitab al-muqaddas kaum Yahudi diyakini
tidak dirangkum oleh satu orang dan tidak dalam satu zaman. Menurut
mereka kitab sucinya ditulis oleh banyak orang dan berlangsung selama
16 abad lamanya yaitu dari abad 16 SM – 1 M.251 Oleh karena itu kitab
suci "Perjanjian Lama"252 atau "al-'Ahd al-Qadim"253 dipertentangkan
mulai dari persoalan penamaan kitab, susunan, pembagian hingga pada
jumlah ayat-ayatnya. Jumlah pembagian diperdebatkan dari jumlah
250
Istilah "kitab suci", holy book, atau Scipture, ataupun biasa disebut the
Sacred Book adalah term yang lahir di Barat dan penuh problem. Problematik term ini
sangat luas dikenal dalam khazanah pemikiran Yahudi dan Nasrani. Wilfred Cantwell
Smith secara berulang kali menyebut dalam karyanya What is a Scipture? A
Comparative approach bahwa kitab suci adalah sebagai sebuah aktivitas manusia. Ia
sangat bersemangat memperlakukan kitab suci bukan sebagai bersifat inheren, telah
ada sebelumnya, tetapi melalui proses yang melibatkan manusia dan komunitasnya. M.
Amin Abdullah (Rektor UIN Sunan Kalijaga) dalam pengantar terjemahan edisi
Indonesia karya Smith What is a Scipture? A Comparative approach tersebut,
mengatakan bahwa Smith berusaha menempatkan semua kitab suci sejajar, dan bahwa
kitab suci bukan hanya satu, yaitu bahwa masing-masing kitab suci hanyalah sebagian
dari campur tangan Tuhan dalam kehidupan manusia dalam ruang dan waktu terntu.
Wiilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, hal. 22-23.
251
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu
Hazm, Op.cit, hal 32.
252
Bagi orang Yahudi Istilah "Lama" atau old dalam nama kitab suci "Perjanjian
Lama" berarti abadi, dan bukan berarti kuno, yang lebih terdahulu, permulaan dan
digantikan. Menurut mereka Istilah "Lama" berarti ia tetap bertahan terhadap ujian
waktu. Namun, pada masa tertentu dan kalangan Kristen tertentu pernah berimajinasi
bahwa Kitab Perjanjian Lama Gereja adalah kitab Bibel untuk kaum Yahudi. Wiilfred
Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, hal. 151-152
253
Ali Abdul Wahid Wafi, menyatakan bahwa kitab suci bagi agama Yahudi
disebut "al-'Ahd al-qadim" atau Ancien Testament (old Testament) atau Taurat,
sedangkan kitab suci Nasrani adalah Nouveau Testament (new Testament) atau Injil.
Kedua kitab ini; Taurat dan Injil sudah lazim disebut dengan Bibel. Sedangkan kata
"Perjanjian" atau "al-'Ahd" adalah berarti perjanjian yang dibebankan Allah kepada
manusia, yang mengikat manusia dalam kehidupannya. Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar
al-Muaddasah fi al-Adyan al-Sabiah, Kairo, Fajjalah, tth, hal. 3 dan 13. Adapun
mengenai penamaan kitab suci Yahudi "Perjanjian Lama" atau Taurat baru muncul
sejak memasuki abad Masehi, untuk membedakan antara kitab "Perjanjian Baru" yaitu
Injil. Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li alIslam, hal 70
160
minimal yaitu terdiri 5 hingga 7 safar, dan maksimal mencapai 49
safar.254
Kini, diketahui bahwa kehidupan bangsa Yahudi dalam konteks
pemikiran dan teologis bersumber dari salah satu dari sejumlah nashnash kitab suci, baik secara terpisah maupun secara bersamaan, dan
kitab utama lainnya, yang dipandang sebagai kebenaran yaitu; Taurat
yang kemudian dikenal dengan nama al-'Ahd al-Qadim (Perjanjian
lama)255, al-Syari'at al-Syafawiyah atau Misynah (wahyu lisan)256 dan
254
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu
Hazm, Op.cit, hal 34
255
Kitab "al-'Ahd al-Qadim" atau "Perjanjian lama" atau "old Testament" ini
sebagaimana telah dikemukan sebelumnya, merupakan kitab yang terdiri dari 39 safar
(pembahasan kitab), yang berisikan perjanjian antara Allah dan manusia. Secara garis
besar terdiri dari 4 (empat bagian yaitu); a)kutub Musa atau Pantateuch atau asfar alKhamsah (kitab lima) karena terdiri dari 5 asfar yaitu kitab atau safar takwin atau
kejadian (genesis), safar al-khuruj atau eksodus (keluaran), dan safar tastniyyat atau
kitab ulangan (Deuteuronomy), safar laawin (kitab imamat), safar al-'Adad (bilangan)
yang juga berisikan ibadah dan mu'amalat b) asfar al-Tarikhiyyah (kitab sejarah) yang
terdiri dari 12 safar c) Asfar al-anasyid atau asfar al-Syi'riyyah (kitab syair-syair
nasehat) yang terdiri dari 5 asfar dan d) asfar al-Anbiya (kitab tentang para nabi),
yang terdiri dari 17 asfar. Lebih jauh, lihat Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar alMuqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah li al-Islam, Kairo, an-Nahdhah, Tth. hal 13-16;
bandingkan Jerald F. Dirk, Ibrahim sang Sahabat Tuhan,Jakarta, Serambi, 2004,
hal.220; Michael Keene, al-Kitab; Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya,
hal.88-89
256
"Misynah" yang biasa juga ditulis "Mishnah" adalah hukum-hukum tambahan
yang diberikan oleh Tuhan kepada nabi Musa di gunung Sinai dan diteruskan dari
mulut ke mulut selama berabad-abad, yang merupakan bagian dari Tlmud. Dikatakan
pula bahwa ia adalah kitab suci Yahudi kumpulan dan rangkuman ajaran yang
merupakan penafsiran atas kitab Taurat yang dibuat dan dirankum oleh para rabbi
Judais, atas anjuran seorang pendeta Yahudi bernama Yudas, sekitar 150 tahun
setelah wafatnya al-Masih, karena menurut para rabbi, dikhawatirkan kalau kemudian
penafsiran-penafsiran itu diotak-atik oleh orang tertentu sehingga melenceng dari
keaslian. Kata 'Misynah' di artikan sebagai 'syariat yang diulang-ulang' atau ajaran
yang diulang dari ajaran Musa, karena syariat Nabi Musa yang terkandung di dalam
Lima Kitab Nabi Musa atau biasa disebut "The Pantateuch" di tulis berulang ulang
dalam kitab ini. Adapun secara terminologi, kata Misynah dimaknai sebagai penjelasan
atau tafsir tentang hal-hal yang masih kabur dalam syariat nabi Musa serta
penyempurnaannya. Oleh karena itu, perkembangan misynah ini, banyak dicampuri
perkataan para rabbi Yahudi. Lebih jelasnya, lihat ichael Keene, al-Kitab; Sejarah,
proses Terbentuk dan Pengaruhnya, Jakarta, Kanisius, 2006, hal.156; bandingkan
161
al-Talmud (kitab hukum)257 serta Protokolat258 pemerintahan Yahudi,
dan sebagainya. Dengan demikian, jika diurut kitab kaum Yahudi maka
"Taurat" sebagai yang pertama, kemudian "Misynah", lalu disusul
dengan kitab "Talmud". Bangsa Yahudi tidak saja berpedoman pada
kitab-kitab suci kuno, akan tetapi juga kitab-kitab suci modern.
Sumber-sumber nash tersebut mengiringi perkembangan pemikiran
teologi Yahudi di sepanjang zaman.
Sebagaimana telah dikemukakan dalam prolog sub bahasan ini
bahwa kitab-kitab di atas tidak saja menjadi sumber-sumber teologi
mereka, akan tetapi juga menjadi sumber pemikiran Yahudi dalam
Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud, Kitab 'Hitam' Yahudi yang Menggemparkan,
Jakarta, Sahara, 2004, hal.189; lihat pula Hasan Zhazha, op.cit, hal 66; S.J.Moyal, alTalmud Ashluhu wa tasalsuluh wa adabuh, Damaskus, Dar al-Takwin li al-Nasyr,
2005, di dalam buku terakhir ini diuraikan oleh S.J.Moyal keseluruhan isi Mishnah
yang terdiri dari enam jilid dan setiap bagian terdiri dari beberapa mishnah.
257
Talmud merupakan salah satu kitab yang dianggap suci oleh orang-orang
Yahudi, yang berisikan ajaran-ajaran agama yang bersifat lisan. Talmud adalah
kumpulan dari dua sumber kitab yaitu a) kitab 'Gemara', yang merupakan tambahantambahan penafsiran yang diperoleh oleh para rabbi Yahudi dari dua sumber yaitu
'Talmud Yerussalem' di Palestina pada tahun 230 M, dan 'Talmud Babil' yang
diperoleh dari para rabbi Yahudi di Babiliona pada tahun 500 M dan b) kitab 'Misynah'
itu sendiri. Namun demikian antara Misynah dan Gemara, adakalanya masing-masing
berdiri sendiri, adakalanya bergabung. Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud, Kitab
'Hitam' Yahudi yang Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal. 35 dan 189-190;
bandingkan dalam Ahmad Syalabi, Sejarah Yahudi dan Zionisme, op.cit, hal. 266-269.
Yang menarik bahwa Talmud ini tidak saja dikenal sebagai tafsir atas Mishnah akan
tetapi juga dikenal sebagai tafsir atas bibel. Wiilfred Cantwell Smith, Kitab Suci
Agama-Agama, hal. 177
258
Protokolat, merupakan istilah yang menunjuk pada posinter-pointer hasil
ceramah para, keputusan-keputusan sebuah majelis yang diperkirakan muncul pada
akhir abad ke 19 atau tahun 1897 dalam sebuah konfrensi Yahudi internasional di
Bassel, Swiss, yang kemudian naskah-naskahnya ditemukan pada tahun 1901 dan
disebarkan oleh Sergi Nilos, pada tahun 1902. Secara umum isi protokolat ini,
sebagaimana diklasifikasi oleh Ahmad Syalabi, terdiri dari dua bagian yaitu; mengenai
posisi Yahudi di dunia ini dan posisi dan kedudukan Yahudi setelah menjadi penguasa
ala mini. Ibid, hal. 276-296; bandingkan dengan Yusuf Mahmud Yusuf, Israel, alBidayah wa al-Nihayah, Kairo, Ttp, 1994. hal 147; mengenai protokal ini juga di dalam
Muhammad Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an; Op.cit, hal. 624-629
162
berbagai aspek kehidupannya. Melalui sumber-sumber tersebut, kaum
Yahudi tampil dalam berbagai perseteruan beragama dan keberagamaan
Yahudi dari masa ke masa, hingga saat sekarang ini.
Tentang Kitab Taurat, yang menjadi bagian dari kitab Perjanjian
Lama, telah dikemukakan dalam bab 3, dalam permbahasan relevansi
al-Taurat dengan al-Qur'an. Sehingga di sini, hanya akan dikemukan
kitab Talmud lebih mendalam.
Yudaisme di masa Talmud berbeda dengan Yudaisme di masa
Torah
(Taurat),
Yudaisme
sekarang
berbeda
dengan
Yudaisme
Talmud.259 Kini, Kitab Talmud adalah kitab yang dipandang terpenting
bagi kaum Yahudi bahkan lebih penting dari pada kitab Taurat. Talmud
bukan saja sebagai sumber dalam penetapan hukum agama, akan tetapi
juga sebagai ideology dan prinsip-prinsip serta arahan bagi penyusunan
kebijakan Negara dan pemerintah Yahudi Israel. Bahkan, kitab Talmud
menjadi pandangan hidup (weelltanchaung) bagi orang Yahudi pada
umumnya.260 Sedemikian pentingnya Talmud
bagi bangsa Israel,
sehingga sebuah wasiat dalam Talmud Edisi Erubin, yang mengingatkan
kaum Yahudi dengan mengatakan; wahai anakku, hendaklah engkau
lebih mengutamakan fatwa dari pada ahli kitab (Talmud) dari pada ayatayat Taurat.261 Sebuah pernyataan yang cukup meyakinkan bagi kaum
259
Bernard Lewis, Yahudi-Yahudi Islam, Jakarta, Nizham Press bekerjasama
dengan Zikrul Hakim, 2001, hal.5
260
A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal 38
261
Ibid
163
Yahudi untuk menjadikan Talmud sebagai pedoman prioritas dari kitabkitab lainnya.
Padahal, dalam banyak referensi sebenarnya terdapat kontroversi
yang luar biasa di kalangan para pengkaji Talmud, di samping Taurat
mengenai
keutamaan
kedua
kitab
tersebut.
Sebagaimana
telah
dikemukakan bahwa bagi bangsa Yahudi, disamping kitab Talmud adalah
kitab yang paling suci dan paling agung, dan bukan kitab selainnya,
yang karena itu kitab Talmud menjadi kitab pedoman hidup mereka.
Sedangkan di sisi lain, kitab Talmud, penurut pengakuan dari para rabbi
Yahudi, Talmud hanyalah sebuah kitab rekaman yang dibuat-buat oleh
para petinggi agama mereka, dan tidak seperti Taurat yang jelas-jelas
merupakan kitab suci dari langit.262
Sampai saat ini, hanya tiga agama samawi yang memiliki
kumpulan kitab suci (selain yang berupa mashahif) yang merupakan
wahyu Allah yaitu kitab Taurat, Injil dan al-Qur'an. Mengenai kitab
Zabur,263 yang diturunkan kepada Nabi Daud, yang tentu saja diyakini
dan diimani sebagai kitab suci – khususnya bagi umat Islam-, penulis
belum
menemukan
suatu
penelitian
yang
mumpuni
mengenai
penjabarannya sebagaimana Taurat, misalnya, yang telah melahirkan
kitab-kitab Perjanjian Lama, Talmud dann Protokolat.
262
Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud,
Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.22
Kitab
'Hitam'
Yahudi
yang
263
LIhat pada bagian 2, sub bahasan ini, dikemukakan bahwa kitab zabur di
dalam al-Qur'an disebutkan sebanyak tiga kali. Nama lain dari kitab ini, disebut
Mazmur.
164
Bagi umat Islam, al-Qur'an yang digunakan hingga saat ini
merupakan kebenaran mutlak yang tiada pernah diragukan oleh semua
umat Islam. Sementara kitab suci Injil – bukan injil perjanijian lama
maupun baru – adalah juga merupakan kitab suci yang diyakini
kebenarannya. Sementara itu, kitab suci Taurat yang diterima oleh yang
diyakini oleh bangsa Yahudi di masa awal adalah kitab kebenaran,
sebagaimana kebenaran kitab suci Injil dan al-Qur'an.264
Semua bentuk Yudaisme mengakui Taurat dan tulisan-tulisan
Tanach atau tanakh265 (al-Kitab Yahudi) lainnya, yang membentuk
perjanjian lama. Tanakh adalah Akronim yang menunjukkan kitab kitab
suci Yahudi. Tanakh digunakan secara umum dalam Yudaisme, yang
dikumpulkan, disunting dan didistribusikan sekitar antara abad ke 7
hingga 10 M.266
Demikian mengenai kitab suci dalam pandangan kitab-kitab kaum
Yahudi dari zaman ke zaman, yang senantiasa mengalami perubahan,
tidak saja dari segi sebagai kitab-kitab suci baru, dengan nama yang
264
Istilah kebenaran yang dimaksudkan di sini adalah terletak kebenaran pada
wahyu-wahyu itu sendiri sebagai kalam Allah beserta kandungannya sehingga ia dapat
disebut sebagai kebenaran pokok (ultimate truth) baik itu Taurat, Zabur, Injil, maupun
al-Qur'an, dan juga dipandang sebagai kebenaran mutlak. Adapun penafsirannya
adalah bersifat relatif dalam mengklaim kebenarannya. Kecuali oleh makna wahyu
misalnya pada tafsir wahyu yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi
sebuah kebenaran yang diterima sebab kepadanyalah wahyu-wahyu Allah diturunkan
melalui perantara malaikat Jibril. Sehingga dialah yang dipastikan paling
memahaminya.
265
Term Tanakh adalah kata ganti nama diri yang merupakan nama sebuah
kitab. Nama ini bukan sebuah istilah dari dari para rabbi. Sejak awal Tanakh dibangun
dari tiga nama bahasa Yahudi; Hukum (Taurat), para Nabi (Prophet) dan Tulisantulisan (Writings). Wiilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, hal. 153-154
266
Thomas McElwain, Bacalah Bibel, Merajut Benang Merah Tiga Iman,
Jakarta, Citra, 2006, hal 3 dan 22
165
baru,
akan
tetapi
pemaknaan
kitab
suci
itu
sendiri
beserta
kandungannya, senantiasa mengalami perubahan dari masa ke masa,
sampai sekarang.
2. Teologi Yahudi Tentang Kitab Suci Menurut al-Qur'an
Perintah Allah mengimani utusan-Nya dari para Nabi dan Rasul,
baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui sama derajatnya
dengan mengimani kitab-kitab-Nya baik yang sampai naskahnya
kepada kita maupun yang tidak sampai.267 Oleh karena itu, Taurat yang
diturunkan kepada nabi Musa, Zabur yang diturunkan kepada nabi Daud,
Injil yang diturunkan kepada nabi Isa dan al-Qur'an yang diturunkan
kepada nabi Muhammad, kesemuanya diimani secara bersamaan.
Lantas, bagaimana kaum Yahudi mengimani kitab suci yang
diturunkan pada masa mereka? Sebagai umat beragama, apalagi di masa
awal, tentu saja kaum Yahudi shaleh mengimani kitab suci yang
diturunkan kepada mereka. Namun apakah dalam perkembangannya
mereka tetap berpegang dengan keimanannya yang awal? Menurut
keterangan al-Qur'an, kaum Yahudi telah melakukan pembongkaran dan
267
Naskah yang dimaksud di sini tentu saja adalah naskah orisinil Taurat, Injil
dan Zabur serta mashahif-mashahif (lembaran wahyu) lainnya dari kalam Allah baik
dari segi bahasa teksnya maupun tulisannya. Namun bagi umat Islam, persoalan
sampai tidaknya, bukanlah penghalang untuk mengimaninya sebab di dalam Islam
mengenai keimanan kepada kitab suci yang menghimpun wahyu-wahyu Allah ini di
dalam berbagai kitab yang diturunkan sebelum masa nabi Muhammad Saw. sangat
jelas dikemukakan di dalam al-Qur'an.
166
penggantian kitab suci yang turun pada mereka. Kaum Yahudi telah
meyakini kitab baru, yaitu Taurat menurut versi mereka. Karenanya,
Allah sejak awal menantang orang-orang Yahudi akan Taurat yang
dimaksud, sebagaimana difirmankan;
               
   

 
 
 
     
               
        
   
Artinya;
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan
yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri
sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan
ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka
bawalah Taurat itu, lalu Bacalah dia jika kamu orang-orang yang
benar".
Kitab Taurat disebutkan di dalam al-Qur'an – sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya-sebanyak 18 kali.268 Sementara kitab Zabur
disebutkan di dalam al-Qur'an sebanyak 3 kali.269 Sedangkan kitab Injil
disebutkan di dalam al-Qur'an sebanyak 12 kali.270 Keterangan ini
membuktikan bahwa umat Islam meyakini, mempercayai dan mengimani
kitab-kitab suci yang diturunkan sebelum Islam dan para nabi dan rasul
yang menerimanya.
268
Lihat pembahasan sub C, pada bab 3 disertasi ini. bahwa Kata Taurat
disebutkan di dalam surah al-Imran 6 kali, al-Maidah 7 kali, dan selebihnya di surah
al-A'raf, al-Taubah, al-Fath, al-Shaf, dan al-Jum'ah. Muhammad Fuad abdul Baqi,
Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-qur'an, hal. 194
269
Lihat dalam QS. an-Nisa; 4; 163; Al-Isra; 17; 55, dan al-Anbiya;21 ;105106.
270
Lihat al-A'raf;7 ;157
167
Oleh karena itu, jika umat Yahudi mengimani kitab Taurat dan
sebagian mengimani Zabur, dan mengingkari kitab injil dan al-Qur'an,
sementara umat Nasrani mengimani kitab Taurat, Zabur dan Injil dan
mengingkari al-Qur'an, sedangkan umat Islam mengimani kitab Taurat,
Zabur, Injil dan al-Qur'an, sebagaimana umat Islam juga mengimani
semua rasul dan nabi yang diutus dari kalangan bani Israel maupun yang
bukan dari bani Israel.271 Dari sini tampak sikap obyektifitas umat Islam
yang meyakini semua kitab suci, dan sikap subyektifitas umat Yahudi
yang tidak mengimani kitab injil dan al-Qur'an dan umat Nasrani yang
tidak mengimani al-Qur'an.
Al-Qur'an sebagai kitab suci sangat berbeda posisinya di bagi
umat Islam dan kitab suci bagi kaum Yahudi. Bagi umat Islam kitabkitab tafsir atas al-Qur'an tidak diposisikan sebagai "kitab suci",
sementara dalam tradisi Yahudi – sebagaimana telah dikemukakan
sebelumya – memposisikan kitab-kitab tafsiran272 atas Taurat sebagai
kitab suci bahkan lebih suci dari Taurat, sebagaimana Talmud
diposisikan sebagai kitab yang lebih suci dari pada Taurat, meskipun
Taurat yang dimaksudkan sendiri pada dasarnya sudah tidak orisinil.
271
Shalah berpendapat bahwa Islam bersikap obyektif dalam konteks keimanan
kepada kitab-kitab suci yang diturunkan Allah, sementara Yahudi dan Nasrani, hanya
mengakui dan mengimani sebagian dan mengingkari yang lain, sehingga ia
menyebutnya sebagai sikap subyektif-etnik. Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits alQur'an 'an al-Taurat, Op.cit, hal. 24
272
Di dalam tradisi Islam dikenal berbagai disiplin yang terkait dengan alQur'an, terutama disiplin ilmu-ilmu seperti 'ulum al-ur'an, 'ulum al-Tafsir, ilmu qira'at,
'ulum al-Hadits dan sebagainya.
168
Ringkasnya, bahwa al-Qur'an menolak kitab Taurat Yahudi (al-
'Ahd
al-Qadim)
atau
Perjanjian
Lama,
karena
ia
bukan
kitab
sebagaimana yang diturunkan kepada nabi Musa as. Penolakan ini dapat
ditelusuri dalam beberapa firman Allah, yaitu QS. Al-Baqarah; 75 dan
79, QS. Ali-Imran; 77-78, QS. An-Nisa'; 36, QS. Al-Maidah; 13 dan 41,
QS. Al-An'am; 91, QS. Al-Jum'ah; 5.273
a. Hanya Kitab Mereka Yang Harus Diimani
Salah satu ciri utama orang yang beriman kepada wahyu-wahyu
Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya adalah mereka yang memiliki
ilmu yang mendalam dan mereka yang beriman kepada Allah. Hal ini
dinyatakan di dalam surah an-Nisa', ayat 162, yang artinya;
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka
dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang
Telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang Telah
diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian. orang-orang Itulah yang akan kami berikan kepada
mereka pahala yang besar.
Mengingat dua ciri utama di atas tidak dimiliki oleh orang-orang
Yahudi di masa Nabi, maka itu, ketika dikhitab untuk beriman kepada
kitab-kitab yang diturunkan Allah, mereka dengan lantang menentang
perintah Allah dan hanya akan mengimani kitab Taurat, karena mereka
merasa cukup dengan mengimani Taurat saja, tanpa yang lain.
273
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, hal. 163-165
169
Sikap keras orang-orang Yahudi di atas, yang ketika disampaikan
kepada mereka agar mengimani kitab-kitab Allah, mereka memberikan
jawaban tegas, yaitu bahwa mereka hanya mengimani apa yang
diturunkan kepada mereka di masanya dan tidak mengimani
atau
bersikap kufur terhadap kitab-kitab selainnya, digambarkan dengan
jelas di dalam firman Allah;
              
                
            
            
            
   
Artinya;
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al
Quran yang diturunkan Allah," mereka berkata: "Kami Hanya
beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami". dan mereka
kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al
Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang
ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu membunuh
nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?".
Sesungguhnya Musa Telah datang kepadamu membawa buktibukti kebenaran (mukjizat), Kemudian kamu jadikan anak sapi
(sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan Sebenarnya
kamu adalah orang-orang yang zalim. Dan (ingatlah), ketika kami
mengambil janji dari kamu dan kami angkat bukit (Thursina) di
atasmu (seraya kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa
yang kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!" mereka
menjawab: "Kami mendengar tetapi tidak mentaati". dan Telah
diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak
sapi Karena kekafirannya. Katakanlah: "Amat jahat perbuatan
170
yang Telah diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu
beriman (kepada Taurat)".274
Ayat di atas menggambarkan dialog yang terjadi antara nabi
Muhammad Saw. dengan kaum Yahudi di masa beliau. Dalam dialog ini
digambarkan argument-argument kedua belah pihak yang bertukar
hujjah dengan apa yang diyakini kebenarannya, yang satu dipihak
kebatilan dan kesesatan yaitu dari penentang isi al-Qur'an dan yang lain
adalah di pihak kebenaran, yaitu pihak nabi Muhammad Saw dan nabinabi lainnya.
Kaum Yahudi dan Nasrani di masa Nabi Muhammad Saw.,
mengingkari keberadaan al-Qur'an sebagai kitab suci. Mereka hanya
menerima Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa as., saja
sebagaimana dalam kalimat ayat " nu'minu bima unzila 'alaena" (kami
hanya beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami), sementara
yang lain ditentang dan diingkari. Mereka beralasan bahwa mereka
hanya dibebani untuk mengimani Taurat saja, dan tidak untuk kitab yang
lain.275
Kalimat wa yakfuruna bima wara-ahu, di dalam ayat di atas
menurut Ibnu Jarir adalah pengingkaran kaum Yahudi atas kitab selain
kitab Taurat.276 Sayyid qutb di dalam tafsirnya, menyebutkan bahwa
yang dimaksud dengan wa yakfuruna bima wara-ahu adalah sikap
274
QS. Al-Baqarah; 2; 91-93
Sayyid Thantawi, Banu Israel fi al-Qur'an wa al-Sunnah, hal. 545-555
276
Tafsir Ibnu Jarir, Juz 1, hal. 418
275
171
penolakan kaum Yahudi, baik yang diturunkan kepada nabi Isa yaitu Injil
maupun yang diturunkan kepada nabi Muhammad yaitu al-Qur'an
diingkari oleh mereka.277
Di dalam tafsir al-Kasysyaf dikemukakan oleh al-Zamaksyari,
bahwa yang diingkari oleh kaum Yahudi adalah kandungannya yang
serupa dengan kandungan Taurat.278
b. Keimanan yang Tanggung terhadap Kitab-kitab Suci
Kaum Yahudi berpandangan bahwa kitab yang benar hanyalah
kitab mereka saja yaitu yang diturunkan kepada nabi Musa as. yakni
Taurat. Oleh karena itu, salah satu sikap teologis yang tidak konsisten
kaum Yahudi terhadap kalam Allah adalah menerima sebagian dan
menolak sebagian yang lain. Baik keimanan mereka pada sebagian kitab
Taurat itu sendiri, maupun kepada sebagian kitab-kitab suci yang ada.
Hal ini digambarkan di dalam surah al-Baarah ayat 85, dalam firmanNya;
    
Artinya;
Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat), dan
ingkar kepada sebagian yang lain.
277
278
Sayyid qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, Jilid 1, Juz 1, hal 90-91
Tafsir al-Kasysyaf, Juz 1, hal. 224
172
Karakter orang-orang Yahudi di dalam ayat ditegaskan di dalam
al-Qur'an bahwa pada dasarnya di dalam hati orang-orang Yahudi
adalah beriman, namun jiwa mereka dibolak-balik sehingga enggan
menerima wahyu Allah, padahal Allah Maha Tahu akan apa yang ada
dalam hati mereka. Karakter orang-orang Yahudi tersebut, ditunjukkan
di dalam firman Allah;
             
  
Artinya;
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang
di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka,
dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka
perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. 279
Lebih tegas lagi, di dalam firman Allah dikemukakan hakikat isi
hati orang Yahudi, tat kala mendengar firman-firman-Nya, dimana Allah
berfirman;
Artinya;
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada
Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air
mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang Telah mereka
ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya
Tuhan kami, kami Telah beriman, Maka catatlah kami bersama
orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan
kenabian Muhammad s.a.w.).280
Seiring dengan ayat-ayat di atas, Allah juga menyebutkan di
dalam ayat yang lain mengenai kemungkinan sikap kaum Yahudi
279
280
Surah an-Nisa ayat; 63
QS. Al-Maidah; 83
173
terhadap al-Qur'an, sebagaimana di nyatakan dalam firman-firmanNya;
Artinya;
"….dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu
sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran
bagi kebanyakan di antara mereka. dan kami Telah timbulkan
permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat.
setiap mereka menyalakan api peperangan Allah memadamkannya
dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak
menyukai orang-orang yang membuat kerusakan".281
Ayat ini menceritakan tentang kebekuan jiwa orang-orang
Yahudi, yang semakin kafir, durhaka dan sombong, ketika mereka
mendengar ayat-ayat Allah. Sikap ini dilakukan karena pada dasarnya
mereka mengetahui kebenaran firman Allah, namun karena ayat-ayat
Allah membongkar rahasia dan aib mereka, yaitu penyimpangan dan
pemalsuan yang mereka lakukan, serta sifat kebencian mereka kepada
Islam dan kebenaran dibongkar, maka itulah mereka enggan beriman
kepada wahyu-wahyu Allah yang diturunkan.282
Namun demikian Allah senantiasa mendorong untuk memberikan
pemahaman dan keyakinan kepada orang Yahudi (dan Nasrani) ahl al-
kitab, bahwa kehidupan mereka tidak akan berarti tanpa mengamalkan
secara
sempurna
kandungan
Taurat
maupun
Injil.
Secara
baik
diilustrasikan di dalam surah al-Maidah, ayat 68;
Artinya'
281
282
QS. Al-Maidah; 64
Mahir Ahmad Aga, al-Yahud, finat al-Tarikh, op.cit, hal. 120.
174
Katakanlah: "Hai ahli kitab, kamu tidak dipandang beragama
sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil,
dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu".
Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari
Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada
kebanyakan dari mereka; Maka janganlah kamu bersedih hati
terhadap orang-orang yang kafir itu.
Dari sejumlah ayat-ayat di atas dapat dirumuskan semakin
Muhammad Saw berusaha memberikan pemahaman dan keyakinan
mengenai kebenaran wahyu Allah dan menjalankan kandungan wahyuwahyu
Allah,
menampakkan
pada
saat
kekufurannya
yang
sama,
terhadap
orang
ayat-ayat
Yahudi
Allah.
semakin
Faktor
kekufuran ini antara lain adalah karena wahyu-wahyu Allah selain
memuji golongan Yahudi, namun juga membongkar hakikat isi hati
mereka, dan hakikat perbuatan golongan Yahudi (dan Nasrani).
C. PANDANGAN TEOLOGI KENABIAN YAHUDI
Allah mengisahkan sebagian para nabi dan rasul yang menjadi
utusan-Nya di dalam al-Qur'an. Nabi dan rasul yang dikisahkan di
dalam al-Qur'an sejak nabi Adam sampai Muhammad Saw. Mayoritas
nabi adalah keturunan bani Israel. Namun penutup nabi adalah
keturunan bangsa Arab yaitu nabi Muhammad Saw. Semua nabi dan
rasul harus diimani oleh umat Islam, Yahudi dan Nasrani, baik ia
bertemu ataupun tidak pernah bertemu.
175
Oleh karena itu di dalam Islam kenabian merupakan sebuah
keniscayaan
mengenal
dalam
Allah
kehidupan
yang
ghaib,
beragama
manusia.
memerlukan
Sebab
perantara
untuk
dalam
memperkenalkan diri-Nya. Oleh karena para nabi membawa risalah,
maka semua utusan Allah dari para Nabi dan Rasul memiliki ciri-ciri
seperti kema'shuman (kesucian) dari kekufuran, amanah dan dipercaya,
jujur dan cerdas serta sehat jasmani.283
Berbeda dengan konsep kenabian di dalam tradisi Yahudi, yang
membangun konsep teologi kenabiannya sesuai dengan kehendak
mereka, dan ini dibuktikan dengan membuatkan kisah-kisah baru dan
teologi-teologi baru tentang nabi, mana yang yang harus diimani dan
mana yang harus diingkari.
1. Teologi Kenabian Yahudi Dalam Kitab-Kitabnya
Teologi kenabian Yahudi di dalam kitab-kitab yang dipedomani
seperti Taurat dan Talmud sebagai versi kitab suci baru, sangat
bertolak belakang dengan teologi kenabian dalam Taurat mereka dalam
versi al-Qur'an. Sifat-sifat kenabian di dalam kitab mereka tidak
mencerminkan kenabian yang sesungguhnya. Oleh karenanya akan
ditemukan beberapa kisah-kisah aneh tentang kehidupan para nabi dan
rasul dalam kitab Taurat maupun Talmud yang diyakini sebagai kitab
sucinya.
283
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahudi wa al-Imam Ibnu
Hazm, Damskus, Dar-al-Qalam, 2004, hal 409
176
Sebagai contoh, mengenai teologi kaum Yahudi dalam hal sifat
nabi, sebagaimana ditujukan kepada Nuh dan nabi Luth as. Kepada Nabi
Nuh di dalam kitab perjanjian lama dikisahkan dalam kitab Kejadian; 9;
20-26, bahwa nabi Nuh adalah seorang petani anggur, seorang
pemabuk yang kerap meminum arak hingga kepalanya berputar-putar
dan akalnya hilang. Dalam keadaan mabuk itu ia sering membuka
pakaiannya hingga telanjang bulat dan terbukalah seluruh pakaiannya.
Kejadian itu disaksikan oleh putranya Ham (bapak Kan'an), kemudian
menceritakan kepada kedua saudaranya yaitu Sam dan Yafet, dan kedua
anaknya menutupi kembali aurat ayahnya, Nuh.284
Orang-orang Yahudi meyakini bahwa Nabi Luth as. telah
bersetubuh dengan kedua putrinya.
Dalam kitab kejadian 19; 30-38
dikisahkan bahwa suatu ketika di sebuah penginapannya bersama kedua
putrinya, sang kakak berkata kepada adiknya; ayah kita telah tua dan
saat ini tidak satupun wanita yang bersamanya, maka mari kita berpesta
khamar
dengannya
dan
bersetubuh
dengannya
sehingga
kitapun
memperoleh keturunan darinya. Ringkas cerita sang kakak melakukan
hubungan dengan ayahnya dan memperoleh keturunan yang diberi nama
Mouab, disusul adiknya dan memperoleh keturunan yang diberi nama
'Ammoun.285
284
Muhammad
Asy-Syarqawi,
Talmud,kitab
Hitam
Yahudi
yang
Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.146
285
Abdul Wahab Abdul Salam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu
Hazm, Damskus, Dar-al-Qalam, 2004, hal. 419
177
Di dalam kitab Talmud disebutkan bahwa orang orang Yahudi
sangat
menantikan
kedatangan
al-Masih
atau
al-Mahdi.
Mereka
berkeyakinan bahwa Al-Masih atau Al-Masih adalah juru selamat yang
akan membebaskan orang-orang Yahudi dari perbudakan, melepaskan
mereka dari kekangan bangsa-bangsa lain, dan memerintah menurut
syariat, maka keadilan akan merata dan bumi akan menjadi subur. 286
Muhammad Asy-Syarqawi yang mengutip dari "Kamus al-Kitab
al-Muqaddas", bahwa orang-orang Ibrani terus menantikan kedatangan
al-Masih dari generasi ke generasi. Dalam kitab kejadian 12;3
disebutkan
bahwa
"Aku
akan
memberkati
orang-orang
yang
memberkati engkau, dan darimu semua kaum di muka bumi ini akan
mendapat berkat". Dalam kitab kejadian 22;18 dikatakan bahwa "dari
keturunanmulah semua bangsa di bumi ini akan mendapat berkat,
karena engkau mendengarkan firmanku", dan di dalam kitab kejadian
49;40 dikatakan bahwa "Tongkat kerajaan tidak akan pernah beranjak
dari orang-orang Yehuda ataupun lambang pemerintahan diantara
kakinya".
Di dalam Talmud disebutkan bahwa jika Al-Masih telah datang,
tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi ini akan tumbuh sedemikian
suburnya sehingga binatang-binatang ternak pun menjadi besar-besar
286
Muhammad
Asy-Syarqawi,
Talmud,kitab
Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.210
Hitam
Yahudi
yang
178
dan gemuk. Dunia akan makmur dan kekuasaan akan kembali kepada
mereka.
2. Teologi Kenabian Yahudi Dalam al-Qur'an
Sejarah Yahudi adalah sejarah kenabian. Sejarah bani Israel
adalah sejarah mayoritas para nabi dan rasul Allah. Oleh karena itu,
dalam menelaah teologi kenabian Yahudi maka akan sangat tampak
dalam interaksi mereka dengan para nabi yang diutus di masanya,
hingga pada sikap mereka terhadap kenabian nabi Muhammad Saw.
Para Nabi di masa bani Israel digambarkan oleh al-Qur'an
sebagai sosok yang mulia. Para nabi dan rasul adalah hamba-hamba
pilihan utusan Allah kepada umat manusia. Hal ini dengan jelas
dikemukakan di dalam Al-Qur'an;
            
Artinya;
Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari
manusia; Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.
Sejarah bani Israel adalah bermula dari nabi Musa, yang akarakarnya sampai kepada nabi Ibrahim as.
Para
pakar Muslim
memberikan komentar penghormatan dan pengagungan kepada nabi
Ibrahim as. Hal ini digambarkan oleh Ahmad Syalaby, yang juga
mengutip dari Abdul Wahab al-Najjar yang mengatakan;
179
Akidah benar merasuki jiwanya, menguasai pikirannya,
memamsuki
langkah
hatinya,
dan
mempegaruhi
setiap
perasaannya. Ketika ia dilempar dalam bara api, ia pun
menganggapnya remeh. Menerima setiap penderitaan dan
pantang mundur. Reaksi pemberontakannya terhadap berhalaberhala disalurkan dalam melaluiucapan dan sikap. Pembelaan
terhadap akidah dan teologisnya sangat kuat, tanpa ada rasa takut
terhadap kekuasaan raja atau kumpulan suku. Walau demikian,
ibrahim adalah sosok yang sangat lembut, yang dibuktikan dalam
usahanya memintakan ampun bagi bapaknya, meski ia tahu
bapaknya adalah orang yang sesat.287
Gambaran para pakar Muslim di atas, tampaknya diilhami oleh
ayat-ayat Allah yang mengkisahkan kehidupan Ibrahim di dalam surah
al-Syu'ara, ayat 69-89 yang artinya;
Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim.
Ketika ia Berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang
kamu sembah?"
Mereka menjawab: "Kami menyembah berhala-berhala dan kami
senantiasa tekun menyembahnya".
Berkata Ibrahim: "Apakah berhala-berhala itu mendengar
(doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?,
Atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau
memberi mudharat?"
Mereka menjawab: "(Bukan Karena itu) Sebenarnya kami
mendapati nenek moyang kami berbuat demikian".
Ibrahim berkata: "Maka apakah kamu Telah memperhatikan apa
yang selalu kamu sembah,
Kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?,
Karena Sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah
musuhku, kecuali Tuhan semesta Alam,
(yaitu Tuhan) yang Telah menciptakan aku, Maka dialah yang
menunjuki aku,
Dan Tuhanku, yang dia memberi makan dan minum kepadaku,
Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku,
Dan yang akan mematikan aku, Kemudian akan menghidupkan
Aku (kembali),
Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada
hari kiamat".
287
Ahmad Syalaby, al-Yahudiyyat, hal. 147
180
(Ibrahim berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan
masukkanlah Aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh,
Dan jadikanlah Aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang
datang) Kemudian,
Dan jadikanlah Aku termasuk orang-orang yang mempusakai
surga yang penuh kenikmatan,
Dan ampunilah bapakku, Karena Sesungguhnya ia adalah
termasuk golongan orang-orang yang sesat,
Dan janganlah Engkau hinakan Aku pada hari mereka
dibangkitkan,
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,
Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih,
Demikiann halnya di dalam surah Maryam, ayat 41-45, Allah
berfirman yang artinya
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al
Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat
membenarkan lagi seorang nabi.
Ingatlah ketika ia Berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku,
Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?
Wahai bapakku, Sesungguhnya Telah datang kepadaku
sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka
ikutilah aku, niscaya Aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang
lurus.
Wahai
bapakku,
janganlah
kamu
menyembah
syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha
Pemurah.
Wahai bapakku, Sesungguhnya Aku khawatir bahwa kamu akan
ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi
kawan bagi syaitan".
Begitu pula di dalam surah Ibrahim sendiri, pada ayat 35,
dikatakan, yang artinya;
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku
beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
181
Sebagaimana diketahui bersama bahwa akidah nabi Ibrahim
adalah juga akidah kepada keturunan-keturunannya. Yang dengan
demikian akidah Ibrahim juga diturunkan kepada nabi Nuh, Ya'kub dan
anak cucunya, Isa, Ayyub, Harun dan Sulaiman, dan juga kepad Daud. 288
Al-Qur'an mengisyaratkan prinsip kenabian yang diakui oleh
kaum Yahudi disebutkan di dalam al-Qur'an QS. al-Baqarah ayat 91,
al-Isra ayat 2, al-Qashash 48 dan al-An'am ayat 91. Al-Qur'an
menjelaskan kepada umat manusia beragama terkhusus kepada umat
Yahudi dan Nasrani, dimana ditegaskan teologi kenabian mereka di
dalam kitab suci Taurat dan Injil, yaitu bahwa mereka meyakini nabi
Muhammad sebagai utusan Allah karena berita itu terdapat di dalam
kitab mereka. Hal ini dapat dicermati dalam firman Allah;
          
           
             
        
Artinya;
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
288
Lihat QS. al-Al-An'am, ayat 79-86 dan QS. al-Baqarah ayat 130-133,
182
kepadanya (Al
beruntung289
Quran),
mereka
Itulah
orang-orang
yang
Yang dimaksud dengan "nabi yang ummi" di sini adalah nabi
Muhammad Saw. tafsiran ini adalah kesepakatan yang sudah menjadi
ijma' (konsensus) bagi di kalangan para mufassir klasik dan modern. 290
Maka itu secara khsusus, di dalam ayat ini dicatat bahwa orang
Yahudi menyatakan suatu pernyataan penolakannya kepada Muhammad
ketika mereka berkata bahwa tidak ada dosa baginya dalam kaitan
dengan mempercayai Muhammad sebagai utusan Allah, mereka juga
memandang tidak memiliki beban dengan Muhammad. Hal ini dapat
dianalisa dalam firman Allah, yang mengatakan;
               
                
               
Artinya;
Di antara ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan
kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di
antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan
kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali
jika kamu selalu menagihnya. yang demikian itu lantaran mereka
mengatakan: "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang
ummi. Mereka Berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka
Mengetahui. (Bukan demikian), Sebenarnya siapa yang menepati
janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertakwa.
289
290
QS. Al-A'raf, ayat 157
Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, hal. 66
183
Kedua ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah menjelaskan
kepada Muhammad mengenai sikap orang Yahudi ketika bermuamalah
dengannya. Bahwa diantara ahlul kitab ada yang dapat dipercaya dalam
hal harta dan ada yang tidak dapat dipercaya atau mengkhianatnya
dalam hal harta. Alasan dan hujjah mereka yang mengkhianati
Muhammad adalah bahwa Muhammad adalah seorang ummi dari
kalangan Arab, dan menurutnya tidak ada suatu beban atau dosa terkait
dengan segala harta yang dimakannya dari orang-orang Arab, termasuk
nabi Muhammad Saw. Ahlul kitab berpendapat bahwa tidak ada syariat
atau aturan yang melarang untuk melakukan apa yang dikehendaki
terkait dengan persoalam muamalah dalam harta. Bahwa mereka
melakukan semua ini secara sadar, karena mengetahui dengan baik
akan sikap dustanya kepada Allah dan utusan-Nya. Maka Muhammad
pun berkata kepada mereka bahwa sesungguhnya mereka itu tidak
demikian adanya.291
Di dalam al-Qur'an tampak tidak mensandingkan nabi Musa as
dengan kitab Taurat yang diturunkan kepadanya. Oleh karena itu, tidak
satupun ayat di dalam al-Qur'an, yang mendampingkan nama nabi Musa
as dengan Taurat, sebagaimana nama nabi Isa disandingkan dengan Injil
291
Sayyid Thanthawi, banu Israel fi al-Qur'an, hal. 590
184
dan Daud dengan Zabur serta Muhammad dengan al-Qur'an.292
Hal
demikian dapat dibandingkan dalam firman-firman Allah berikut ini ;
1. Persandingan Isa dengan Injil
            
             
              
Artinya;
Kemudian kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul
kami dan kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan kami
berikan kepadanya Injil dan kami jadikan dalam hati orang- orang
yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. dan mereka
mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya
kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengadaadakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak
memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka
kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka
pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.
2. Persandingan Daud dengan Zabur
              
  
Artinya;
Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di
bumi. dan Sesungguhnya Telah kami lebihkan sebagian nabi-nabi
itu atas sebagian (yang lain), dan kami berikan Zabur kepada
Daud.
3. Persandingan Muhammad dengan al-Qur'an
292
Husni Yusuf al-'Athir, al-Qur'an wa al-Yahud, Kairo, Maktabah anNafizdah, 2004, hal 70
185
       
Artinya; Dan Sesungguhnya kami Telah berikan kepadamu tujuh
ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.
Dalam tafsir Departemen Agama disebutkan penjelasan bahwa
yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ialah surat AlFaatihah yang terdiri dari tujuh ayat. sebagian ahli tafsir mengatakan
tujuh surat-surat yang panjang yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, AlMaaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al An'aam dan Al-Anfaal atau AtTaubah.293
Kaum Yahudi mengklaim bahwa yang berhak menjadi Nabi dan
Rasul hanyalah keturunan bani Israel. Oleh karena itu, sejak kehadiran
Nabi Isa di susul oleh Muhammad mereka mengingkari dan memusuhi
dan memeranginya. Hal ini direkam dalam kitab suci al-Qur'an, sebagai
kitab suci terakhir yang diwahyukan Allah Swt.
Nabi-nabi dari kalangan bani Israel yang popular dinyatakan di
dalam al-Qur'an terkait dengan ajaran bangsa Yahudi secara berurut
adalah masing-masing nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'qub, Yusuf,
kemudian disusul nabi Musa, Harun, Daud dan Sulaiman.
293
Al-Qur'an dan Terjemahan, Depag RI.
186
Nabi Ibrahim yang menjadi sorotan dalam setiap kali berbicara
mengenai agama dan keyakinan. Karena itu istilah ' Abrahamic Faiths'294
telah dikenal luas saat ini untuk menunjuk tiga agama besar yaitu
Yahudi, Kristen dan Islam. Hal mana istilah ini digunakan dalam kontek
historis dan factual yaitu bahwa ketiga agama tersebut sama-sama
merujuk pada pigur Ibrahim atau Abraham. Namun demikian, perspektif
historis-teologis, sebagaimana diklaim oleh Yahudi dan Nashrani telah
ditepis oleh al-Qur'an bahwa Ibrahim bukanlah Yahudi dan juga bukan
Nashrani akan tetapi adalah Muslim.295
Para nabi di dalam al-Qur'an secara historis diungkap dalam
empat kelompok, yaitu 1) dari Nabi Adam as. hingga Nuh as. 2) dari
Masa Nuh as. hingga Ibrahim as 3) dari Nabi Ibrahim as. hingga Isa 4)
dari wafatnya Isa hingga Kehadiran Muhammad.
Namun demikian sejak kedatangan Muhammad menjadi nabi untuk
sekalian manusia, dan inilah teologi kenabian terakhir dalam agamaagama samawi. Sebagaimana difirmankan Allah;
                
             
  
294
Di Maryland, Amerika, telah terbit buku berjudul Abrahamic Faits; Judais,
Cristianity and Islam Similarities and Contrasts, karya Jerald. F. Dirks yang diterbitkan
oleh Amana Publication, pada tahun 2004, dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Santi Indra Astuti, dan diterbitkan oleh Serambi Ilmu Semesta pada
tahun 2006.
295
QS. Ali-Imran;3; 67
187
Artinya;
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit
dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia,
yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)
dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
Dengan demikian berakhirlah teologi kenabian dalam agama
samawi, termasuk bagi kaum Yahudi yang hidup sejak masa Muhammad
hingga akhirat kelak nanti. Sebab Muhammad adalah utusan Allah yang
terakhir.
D. PANDANGAN YAHUDI TENTANG HARI AKHIR
1. Teologi Keakhiratan Yahudi Secara Umum
Sejarawan agama Yahudi mengatakan bahwa akidah tentang hari
kebangkitan Yahudi, bisa jadi merupakan pengaruh dari akidah pasca
para nabi di masa sabiy, dan juga bisa jadi merupakan pengaruh dari
agama-agama Persia, yang meyakini adanya hari kebangkitan. 296
Sementara
mengenai
pembalasan
dan
ganjaran
manusia,
oleh
Muhammad Khalifah Hasan Ahmad menjelaskan bahwa pada awalnya
orang Yahudi tidak memandang adanya tanggungjawab inividu, akan
296
Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, Tarikh al-DIyanat al-Yahudiyyah,
Op.cit, hal.160
188
tetapi yang ada adalah tangggung jawab bersama di akhirat nanti. 297
Kedua keterangan ini akan berbeda dengan uraian berikut ini.
Agama Yahudi bukanlah suatu akidah atau aturan hukum yang
diterima sebagai komitmen untuk dipertahankan, tetapi agama Yahudi,
yang merupakan sebuah aturan yang mengatur prilaku manusia, dan
menjadi
kewajiban
demikian
dipandang
bagi
orang-orang
Kohler
sebagai
yang
dasar
mengikutinya.298
pembentukan
Hal
konsep
pemikiran agama Yahudi, yaitu bahwa balasan dan pahala bergantung
pada pebuatan manusia dan bukan didasarkan pada keimanan dan
keyakinan.299
Pada dasarnya agama Yahudi tidak memiliki akidah dan keimanan,
termasuk mengenai hari akhirat atau hari pembalasan. Ahmad Syalabi
mengemukakan
bahwa
orang-orang
Yahudi
mementingkan
amal
perbuatan dari pada masalah keimanan, yang menurutnya tidak begitu
dipandang urgen, sehingga hampir-hampir tidak memiliki akidah yang
diyakini. Bagi mereka aktivitas keseharian lebih penting dari pada
berkeyakinan yang benar. Obyek nalar mereka tidak pernah ingin
memikirkan
apa
dibalik
yang
tampak,
dibalik
alam
ini.
Bahwa
pembalasan didasarkan pada pekerjaan dan bukan pada keyakinan dan
297
Ibid, hal. 161
298
Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah,
1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205
299
Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah,
1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205
189
keimanan atau akidah.300 Arthur Hertzberg berpendapat bahwa kitab
suci diturunkan bukan untuk kepentingan kehidupan neraka atau surga,
akan tetapi diturunkan untuk kepentingan hidup di dunia itu sendiri.
Maka itu dalam agama mereka tidak dikenal adanya kehidupan yang
abadi.301
Dalam sekte dan aliran pemikiran keagamaan Yahudi dijumpai
perbedaan
ajaran
mengenai
teologi
keakhiratan
yang
mencolok
mengenai apakah ada kehidupan akhirat atau tidak? Namun tampaknya
tidak
terjadi
perbedaan
pendapat
jika
yang
mengatakan
bahwa
kehidupan akhirat itu ada, yang berkeyakinan bahwa hanya orang
Yahudi yang berhak menjadi penduduk surga. Mengenai ini, sangat
problematis kajiannya di dalam khazanah kehidupan bangsa Yahudi,
karena kesan kontradiktif sangat jelas di antara mereka.
Sebagaimana
telah
dikemukakan
dalam
bab
II,
bagian
D,
penelitian ini, bahwa di dalam tradisi Yahudi terdapat perbedaan
mengenai iman kepada hari kebangkitan dan hari akhir. Ada yang
percaya dengan hari kebangkitan, pembalasan dan hari akhirat seperti
kelompok al-Farisiyyin, namun pada umumnya aliran-aliran keagamaan
Yahudi tidak mempercayai hari akhir. Kebalikan dengan sebagian kecil
300
Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah,
1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205
301
Ahmad Syalabi, Muaranat al-Adyan; al-Yahudiyyah, Kairo, An-Nahdhah,
1996, Juz 1, cet. 11, hal. 205-207
190
dari sekte Yahudi seperti al-Ghanishiyat al-Shabi'ah yang mempercayai
kehidupan akhirat.302
Will Durant mengatakan bahwa orang Yahudi tidak pernah
mengindikasikan adanya kehidupan akhirat setelah kematian, dan tidak
ada sesuatu yang abadi dalam agama mereka, yang karena itu baginya
pembalasan terbatas pada kehidupan dunia saja. 303 Taurat yang
dipedomani oleh orang Yahudi, tidak ditemukan di dalamnya disebutkan
tentang ruh dan hari akhirat.304 Demikian halnya dengan kitab Talmud,
tidak mengindikasikan adanya ungkapan mengenai alam lain atau
akhirat.305 Dikatakan dalam Talmud (Erubin 2b); barang siapa yang tidak
taat kepada para rabbi mereka maka akan dihukum dengan cara
dijerang di dalam kotoran manusia yang mendidih di neraka. 306
Maka
itu,
tidak
heran
jika
golongan
as-Shadduqin,
yang
merupakan salah satu sekte dan aliran Yahudi mengingkari hari
kebangkitan dan hari kiamat.307 Aliran atau sekte ini – sebagaimana
dikemukakan dalam bab II, memandang ajaran tentang akhirat dan hari
kebangkita, atau hari pembalasan merupakan bid'ah. Sekte yang dikenal
302
303
Hasan Zhazha, al-fikr al-Diniy al-Yahud, hal. 243
Will. Durant, Qishshat al-Hadharat, Kairo, al-Qiraat li al-Jami', Jilid 2, hal.
345
304
Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, Baerut, Dar al-'ilmi li
al-Malayin, 1986, cet 11, hal. 33
305
Ibid, hal 34
306
A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.40
307
Ibid, hal 33, pada catatan kaki, dikemukakan oleh Abdul Fattah Thabarah
bahwa lemahnya akidah orang Yahudi dibuktikan dengan adanya kelompok yang tidak
percaya dengan hari akhirat yaitu golongan Shadduqin, dan golongan yang percaya
yaitu golongan Farisiyyin..
191
lebih cendrung kepada politik, harta dan semua bentuk duniawi ini
memang mengabaikan persoalan-persoalan keagamaan.308
Kebalikan dari pandangan di atas, ditemukan pula berbagai
sumber mengenai pandangan yang mengatakan bahwa dalam kitab
Talmud tersebutkan kalimat bahwa " Surga hanya diperuntukkan bagi
orang-orang Yahudi saja, siapapun yang bukan Yahudi tidak akan
masuk surga, melainkan akan masuk neraka semuanya di akhirat
kelak".309 Dan, pandangan inilah – sebagaimana akan dibahas dalam
bagian 2 sub bahasan ini –
yang lebih benar, bahwa memang kaum
Yahudi dan Nasrani berkeyakinan bahwa surga hanya akan dihuni oleh
kaum Yahudi dan Nasrani saja.
Meski
demikian,
pengingkaran
tentang
hari
akhirat,
tidak
dipegangi oleh seluruh seluruh umat Yahudi, sebab pada masa Islam,
terdapat orang Yahudi yang mengklaim bahwa kehidupan hari akhirat –
sebagaimana akan diuraikan dalam sub bahasan selanjutnya – hanya
diperuntukkan secara khusus bagi umat Yahudi.310 Artinya sebagian
mereka meyakini keberadaan kehidupan akhirat dan hari pembalasan
atau mengimani adanya surga dan neraka, hanya saja bagi mereka surga
untuk Yahudi dan neraka untuk yang selain Yahudi, bahwa roh mereka
lebih baik dari pada roh selain mereka.
308
A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal.25
Muhammad Asy-Syarqawi, Talmud, Kitab 'Hitam'
Menggemparkan, Jakarta, Sahara, 2004, hal.209
310
Ibid, hal 34
309
Yahudi
yang
192
2. Teologi Yahudi tentang Hari Kiamat dalam Al-Qur'an
Sebagai gambaran awal, dalam pembahasan ini, bahwa di dalam
al-Qur'an disebutkan sebuah ayat yang memastikan bahwa orang-orang
Yahudi akan dibangkitkan di akhirat kelak, dan bahwa atas perbuatan
kekufuran dan sikap menentang mereka terhadap ajaran-ajaran para
utusan-Nya, akan dihisab di akhirat kelak, demikian jelas dikemukakn di
dalam surah al-A'raf ayat 167, dimana Allah berfirman;
              
      
Artinya;
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu memberitahukan, bahwa
Sesungguhnya dia akan mengirim kepada mereka (orang-orang
Yahudi) sampai hari kiamat orang-orang yang akan menimpakan
kepada mereka azab yang seburuk-buruknya. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan Sesungguhnya dia adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.311
Ayat serupa juga ditunjukkan di dalam surah al-Baqarah ayat
260, yang artinya;
Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan
orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?"
Ibrahim menjawab: "Aku Telah meyakinkannya, akan tetapi agar
hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau
demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya
olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu
bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, Kemudian panggillah
311
Al-Qur'an dan terjemahan, Departemen Agama
193
mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan
Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. 312
Terjemahan di atas adalah menurut At-Thabari dan ibnu Katsir,
sedang menurut abu muslim Al Ashfahani pengertian ayat diatas bahwa
Allah memberi penjelasan kepada nabi Ibrahim a.s. tentang cara dia
menghidupkan orang-orang yang mati. Disuruh-Nya nabi Ibrahim a.s.
mengambil empat ekor burung lalu memeliharanya dan menjinakkannya
hingga burung itu dapat datang seketika, bilamana dipanggil. Kemudian,
burung-burung yang sudah pandai itu, diletakkan di atas tiap-tiap bukit
seekor, lalu burung-burung itu dipanggil dengan satu tepukan/seruan,
niscaya burung-burung itu akan datang dengan segera, walaupun
tempatnya terpisah-pisah dan berjauhan. Maka demikian pula Allah
menghidupkan orang-orang yang mati yang tersebar di mana-mana,
dengan satu kalimat cipta hiduplah kamu semua Pastilah mereka itu
hidup kembali. jadi menurut abu muslim sighat amr (bentuk kata
perintah) dalam ayat ini, pengertiannya khabar (bentuk berita) sebagai
cara penjelasan. pendapat beliau Ini dianut pula oleh Ar Razy dan
Rasyid Ridha.313
Hari akhir diyakini kelompok minoritas kaum Yahudi sebagai hari
pembalasan. Orang Yahudi mengklaim bahwa yang akan masuk syurga
hanyalah penganut Yahudi dan Nashrani. Artinya, selain Yahudi dan
312
313
Al-Qur'an dan terjemahan, Departemen Agama
Al-Qur'an dan terjemahan, Departemen Agama
194
Nasrani akan menjadi penghuni neraka. Di sisi lain orang Yahudi
berkeyakinan pula bahwa kalaupun akan mendapat penyiksaan maka
mereka hanya akan disiksa dalam bebera hari saja. Orang Yahudi juga
berkeyakinan bahwa dosa-dosa mereka terampuni.
Pemikiran-pemikiran yang sekaligus menjadi teologi kaum Yahudi
di atas terungkap dalam pernyataan-pernyataan teologisnya di dalam
al-Qur'an tentang hari akhirat dan yang terkait dengan pembalasan,
sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut;
a. Tidak Tersentuh Api Neraka Kecuali Beberapa Hari Saja
Keyakinan kaum Yahudi bahwa mereka tidak akan mendapat
penyiksaan panjang di akhirat kelak, kecuali hanya beberapa saja,
tergambarkan dalam al-Qur'an dalam dua tempat, yaitu;
Pertama, di dalam surah al-Baqarah, ayat 80-83
                  
              
            
               
           
       
Artinya;
Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh
api neraka, kecuali selama beberapa hari saja." Katakanlah:
"Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak
akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu Hanya mengatakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?". (bukan demikian),
195
yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia Telah diliputi oleh
dosanya, mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya. Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh,
mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Dan
(ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah
kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orangorang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia, Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu
tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu,
dan kamu selalu berpaling.
Di dalam tafsir Sayyid qutb dijelaskan bahwa kalimat istifham di
dalam ayat dikemukakan selain sebagai bentuk ketetapan, juga sebagai
bentuk istifham yang mengandung makna pengingkaran dan bantahan. 314
Hal mana Allah menjelaskan dengan hujjah yang tajam dalam menjawab
prasangka batil kaum Yahudi tentang pembalasan bagi kaum Yahudi di
akhirat kelak.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dikatakan bahwa sebab turunnya ayat
ini adalah ketika itu orang Yahudi berpendapat bahwa dari setiap seribu
tahun, mereka hanya disiksa satu hari, yang karena ia berkeyakinan
bahwa dunia ini berusia 7 (tujuh) ribu tahun, maka dengan demikian ia
hanya disiksa selama 7 (tujuh) hari saja. Maka turunlah ayat di atas 315
Ibnu Jarir menyebutkan sebab turunnya ayat ini,sebagaimana di
riwayatkan oleh
Ibnu Zaid, bahwa Rasulullah pernah berkata kepada
orang Yahudi; siapa penghuni neraka menurut kitab tauratmu? Lalu
314
Sayyid qutb, fi Zhilal al-Qur'an, Kairo, Dar al-Syuru, Jilid 1, juz 1, cet. 33,
2004, hal. 85
315
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim, juz 1, hal. 218
196
dijawab; sesungguhnya Tuhan kami, pernah marah kepada kami sekali,
maka kami dimasukkan ke neraka selama 40 hari, lalu kami keluar dan
kalian meneruskan menjadi penghuni neraka, lalu Rasulullah bersabda;
kalian berdusta, lalu turunlah ayat ini. 316 As-Suyuthi juga menyebutkan
bahwa bahwa jumlah hari yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah 40
hari.317
Kedua, di dalam surah al-Imran ayat 23-24 Allah berfirman;
              
               
      
Artinya;
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang Telah diberi
bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab
Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka;
Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu
membelakangi (kebenaran). Hal itu adalah Karena mereka
mengaku: "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali
beberapa hari yang dapat dihitung". mereka diperdayakan dalam
agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan.
Sebagaimana dalam ayat pertama di atas, dalam ayat ini juga
berbicara dalam kaitan dengan pemberian Allah kepada mereka kitab
Taurat, namun dingkarinya, sehingga mereka menyalahi kandungan
Taurat
mengenai
siksa
di
akhirat
yang
sebenarnya
dengan
menggantikan pandangn mereka menjadi hukum baru baginya yaitu
316
317
Ibnu Jarir, Juz 1, hal. 382
As-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, hal. 11
197
bahwa siksaan bagi mereka di akhirat, hanya akan dilalui beberapa hari
saja.318
b. Surga Hanya Akan Ditempati Oleh Orang Yahudi
Bagi sebagian kecil dari orang-orang Yahudi yang mempercayai
adanya hari akhir, berpendapat bahwa surga tidak berhak dimasuki oleh
kelompok agama lain. Mengenai ini dapat dijumpai dalam firman Allah,
di dalam dua tempat yaitu pada surah al-Baqarah ayat 111-112 dan 9496.
Pertama, firman Allah surah al-Baqarah, ayat 111-112, yang
berbunyi;
               
                
      
Artinya;
Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan
masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau
Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong
belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu
adalah orang yang benar". (Tidak demikian) bahkan barangsiapa
yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat
kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.
318
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, al-Syakhshiyat al-Yahudiyyat, Damaskus,
dar al-Qalam, 1988, hal 136-137
198
Makna umum dua ayat ini adalah bahwa baik kaum Yahudi,
maupun kaum Nasrani, sama-sama mengklaim golongannya saja
sebagai
penghuni
surga.
Keduanya
membuat
klaim
yang
tidak
didasarkan pada akal sehat, dan juga tidak disandarkan pada dalil-dalil
yang kuat. Keduanya hanya sekedar bercita-cita yang bersifat anganangan mereka kepada Allah, yang karenanya Allah meminta kepada
Muhammad agar menuntut hujjah dan argument pembuktian dari kaum
Yahudi dan Nasrani tentang klaim tersebut, dalam ungkpan "Haatuu
burhanakum in kuntum shadiqin" (tunjukkan alasan, logika dan
hujjahmu), jika memang benar klaim-klaim kalian".319
Ibnu Jarir mempertanyakan dua bentuk berita yang menyatu di
dalam ayat ini, yaitu; berita Yahudi dan Nasrani, yang seakan berita
tentang klaim Yahudi, sama dengan berita tentang klaim Nasrani,
sebagai bentuk ''athaf" (berita tambahan), dimana orang mendorong
orang nasrani memperoleh pahala di sisi Allah, demikian juga orang
Nasrani berharap agar orang Yahudi juga demikian? Namun yang
terpenting di dalam ayat ini menurut Ibnu Jarir adalah kalimat
sanggahan, yaitu kalimat "tilka amaniyyuhum" dalam ayat di atas, yaitu
bahwa apa yang dipropagandakan oleh orang Yahudi dan Nasrani adalah
semata harapan mereka saja agar golongan lain tidak ikut masuk ke
dalam surga, padahal klaim mereka sama sekali tidak berdasar dan
319
Sayyid Thanthawi, banu Israel fi al-Qur'an, hal. 569
199
tidak beralasan. Kata "tilka" di dalam ayat ini menunjuk pada berita
"tentang berita klaim Yahudi dan Nasrani" yang berpendapat bahwa
orang Islam tidak berhak masuk surga, baik menurut orang Yahudi
maupun menurut pandangan orang Nasrani.320
Sementara Al-Syamakhsyary menjelaskan dalam perspektif lain
dengan mengatakan bahwa kalimat "tilka amaniyyuhum", kata tunjuk di
sini, dimaksudkan sebagai kata tunjuk untuk beberapa harapan orangorang Yahudi,
Nasrani yaitu agar kebaikan tidak diturunkan kepada
golongan selain mereka berdua, dan agar selainnya semuanya dijadikan
kufur, sementara kata "amaniyyuhum" dimaksudkan adalah harapanharapan batil dari mereka tersebut.321
Abdul Fattah al-Khalid, mengatakan bahwa klaim orang Yahudi
mengenai kekhususan surga bagi mereka merupakan khayalan belaka,
tidak akan berwujud, anggapan yang keluar dari hati yang rusak,
sebagai akibat dari egoisme mereka, sehingga apapun klaim mereka
mengenai surga sebagai persembahan untuk golongan mereka saja,
tidak akan pernah terwujud sampai hari akhirat pun tiba. 322
Itulah
sebabnya di ayat lain dikatakan, bahwa orang-orang Yahudi dan
Nasrani mengajak kepada semua manusia agar menjadi penganut agama
Yahudi atau Nasrani, sebagaimana difirmankan dalam surah al-Baqarah
320
Ibnu Jarir, Tafsir Ibnu Jarir, juz 1, hal.491
Al-Syamakhsyary, al-Kasysyaf, juz 1, hal 230
322
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, al-Syakhshiyat al-Yahudiyat min Khilal alQur'an, Damaskus, Dar al-kalam, 1988, hal. 138
321
200
ayat 135 yang artinya; "Mereka berkata; maka hendaklah kamu menjadi
Yahudi atau Nasrani…". Sebab mereka memandang diri mereka sebagai
orang-orang yang beriman dan mendapat petunjuk Allah.323
Dengan demikian dapat dirangkum beberapa makna ayat di atas
sebagai berikut; pertama, menyangkal apa yang akan terjadi kepada
orang lain selain golongan Yahudi dan Nasrani di akhirat kelak, kedua,
menjelaskan bahwa orang Yahudi dan Nasrani tidak akan masuk surga
jika tidak termasuk dalam kategori Islam, yang berserah diri dan
beriman kepada Allah. Ketiga, bahwa amal yang diterima oleh Allah
adalah amal yang ikhlas, dan amal yang sesuai dengan syariat Allah,
yang diridhai, yaitu syariat Islam.
Ayat di atas akan lebih jelas konteksnya jika dianalisa ayat
pembahasan selanjutnya.
Kedua, di dalam surah al-Baqarah juga, ayat 94-96 pada surah
yang sama, dikemukakan pula mengenai kepercayaan kaum Yahudi
bahwa kehidupan akhirat adalah kekhususan bagi mereka, sebagaimana
difirmankan Allah;
              
             
323
Ibid, 139
201
Artinya;
Katakanlah: "Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat
(surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain,
Maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. Dan
sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selamalamanya, Karena kesalahan-kesalahan yang Telah diperbuat oleh
tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha mengetahui siapa
orang-orang yang aniaya.
Ayat ini sebagai sanggahan atas propaganda, anggapan dan klaim
orang-orang Yahudi dan Nasrani di dalam pembahasan ayat sebelumnya
di atas. Allah menyanggah klaim orang-orang Yahudi dan Nasrani,
melalui lisan Muhammad, bahwa jika mereka mengingkan kematian
maka
minta
agar
mereka
segera
memohon
kematian,
untuk
membuktikan klaim mereka tentang penghuni surga, sebab jika memang
ia
meyakini
bahwa
dirinya
ahli
surga
maka
tentu
ia
sangat
merindukannya dan ingin segera sampai ke surga, namun yang terjadi
adalah sama sekali orang-orang Yahudi tidak menginginkan yang
demikian, sebab mereka menyadari dosa-dasa yang telah diperbuatnya,
dan semua ini Allah Maha Mengetahui akan apa yang ada dalam hati
mereka yang sebenarnya, dimana mereka mengklaim apa yang bukan
haknya dan menafikan dirinya sebagai penduduk neraka.324
Ibnu Jarir mengomentari kata "fatamannau al-maut" dalam ayat
ini dengan mengutip salah satu bunyi hadits nabi yang diriwayatkan dari
Ibnu Abbas, yang artinya; "sekiranya orang Yahudi bercita-cita
324
Sayyid Thanthawi, Banu Israel fi al-Qur'an, hal. 574
202
kematian, maka ia pasti akan mati, dan sungguh ia akan melihat
tempatnya di neraka".325 Keterangan yang sama terdapat juga dalam
tafsir Ibnu Katsir, namun dalam sanad yang berbeda, yaitu bahwa hadits
tersebut berasal dari Ahmad bin Hambal, dari Abdul Karim.326
Dalam konteks ini, ditemukan pula di dalam tafsir al-Zamaksyary,
al-Kasysyaf, yang memaknai kalimat "wa lan yatamannauhu abadan"
(mereka sama sekali tidak menginginkan kematian", dengan kalimat
serupa yaitu kalimat "wa lan taf'aluu" (sama sekali tidak akan sanggup
melakukannya), ketika Allah menantang orang-orang kafir untuk
membuat sesuatu yang menyerupai al-Qur'an, lalu Allah berkata "sama
sekali kalian tidak akan mampu melakukannya".327
Ayat-ayat di atas masing-masing mengkisahkan klaim kaum
Yahudi tentang kehidupan akhirat yang dipercayai sebagai sebuah
kehidupan istimewa bagi mereka.
c. Klaim tentang Dosa-Dosa Orang Yahudi Terampuni
Anggapan-anggapan dan kepercayaan kaum Yahudi yang batil
dan zhalim adalah keyakinannya tentang pembalasan dan pengampunan
yang akan diperoleh dari Tuhan atas perbuatan-perbuatannya di dunia.
Hal ini tergambarkan secara jelas di dalam surah al-A'raf, ayat 168169, yang berbunyi;
325
Ibnu Jarir, juz 1, hal 427
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Karim, juz 1, hal 127
327
Al-Zamakhsyary, al-Kasysyaf, juz 11, 225
326
203
           
            
               
                  

Artinya;
Dan kami bagi-bagi mereka di dunia Ini menjadi beberapa
golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di
antaranya ada yang tidak demikian. dan kami coba mereka
dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk,
agar mereka kembali (kepada kebenaran). Maka datanglah
sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat,
yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata:
"Kami akan diberi ampun". dan kelak jika datang kepada mereka
harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan
mengambilnya (juga). bukankah perjanjian Taurat sudah diambil
dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan
terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka Telah
mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. dan kampung
akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu
sekalian tidak mengerti?
Makna ayat ini diuraikan secara baik oleh Afif Abdul Fattah
Thabarah; bahwa berdasarkan sejarah hitam Yahudi, Allah membagi
kelompok Yahudi di muka bumi menjadi beberapa golongan yaitu;
golongan orang-orang shaleh, golongan orang-orang yang tidak shaleh.
Mereka telah diuji oleh Allah dengan kenikmatan dan keburukan dengan
harapan agar mereka menyadari akan dosa-dosanya. Lalu generasi
mereka pun diberikan kitab Taurat sebagai petunjuk, namun mereka
tidak mengamalkannya, bahkan mereka menikmati dunia dengan cara
204
yang diluar ketentuan Allah (syariat)-Nya, sembari berkata; "Allah akan
memberikan pengampunannya atas perbuatan-perbuatan kita", lalu
diberikan jalan Taubat, namun jalan taubat juga tidak diamalkan, bahkan
semakin bersemangat memperoleh harta dengan jalan yang menentang
syariat Allah.328
Afif Thabarah kemudian menguatkan makna ayat ini dengan
mengutip firman Allah yang lain di dalam surah an-Nisa', ayat 122-123,
bahwa orang-orang Islam yaitu umat Muhammad dikhatab oleh Allah
agar tidak bercita-cita sebagaimana dicita-citakan oleh orang-orang
ahl al-Kitab dari kalangan Yahudi (dan Nasrani) untuk menentukan
urusan pembalasan dan ganjaran di akhirat kelak nanti. 329
Muhammad Ahmad Ahdhar menjelaskan ayat di atas dengan
mengatakan bahwa generasi Yahudi masa awal karena berpegang teguh
dengan Taurat yaitu Yahudi yang shaleh dan ada yang tidak shaleh,
namun
kemudian
mereka
menyalahi
hukum-hukum
Taurat,
dan
menghalalkan yang haram, sampai pada keyakinan bahwa meskipun
mereka berbuat demikian, Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan
tidak akan disiksa karena dosa yang mereka perbuat, dan hal ini
dikarenakan oleh keyakinan mereka tentang klaim atas golonganyannya
sebagai bangsa pilihan Tuhan.330
328
Afif Abdul Fattah Thabarah, al-Yahud fi al-Qur'an, hal. 41
Ibid, hal. 41-42
330
Muhammad Ahmad Ahdhar, Sya'ab Allah al-Mukhtar, hal. 154
329
205
Dari
sejumlah
padangan
pandangan-pandangan
pemikiran
mengenai hari akhir kaum Yahudi tampak dengan jelas bahwa orangorang Yahudi sangat berpihak kepada kehudupan dunia. Hal ini memang
diilustrasikan dalam firman Allah di dalam surah al-Baqarah ayat 96,
yang mengatakan;
             
             
Artinya;
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling
loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari
orang-orang musyrik. masing-masing mereka ingin agar diberi
umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak
akan menjauhkannya dari pada siksa. Allah Maha mengetahui apa
yang mereka kerjakan.
Ayat ini menjelaskan bahwa kenikmatan yang paling agung adalah
kehidupan
dunia,
terbukti
dengan
ketamakan
mereka
yang
menginginkan kehidupan yang panjang, selama 1000 tahun lamanya,
mereka membenci kematian, dengan prasangka bahwa dengan begitu
dirinya akan lepas dari siksa akhirat, karena memang mereka juga
berkeyakinan bahwa kenikmatan akhirat pun hanya untuk mereka
saja.331
Sayyi Qutb menjelaskan konteks ayat di atas dengan mengatakan
bahwa kehidupan bagi mereka benar-benar kehidupan itu sendiri saja,
baginya tidak penting apakah kehidupan itu mulia atau buruk, mereka
331
Muhammad Ahmad Ahdhar, Sya'ab Allah al-Mukhtar, hal. 154
206
memang tidak berharap adanya pertemuan dengan Allah di akhirat
kelak, dan mereka idak merasakan adanya kehidupan lain, selain dari
kehidupan dunia ini.332
Artinya, orang-orang Yahudi memang dikenal sangat gigih dan
tamak dengan kehidupan duniawi. Sebagaimana direkam di dalam kitab
Talmud mereka, ditemukan beberapa point terkait dengan ketamakan
dan kerakusan Yahudi yaitu; pada Sanherdin 57a, tersebut bunyi ayat;
"seorang Yahudi tidak wajib membayar upah kepada orang kafir yang
bekerja baginya", demikian halnya di dalam Baba Kamma 37a, dikatakan
bahwa "jika lembu seorang Yahudi melukai lembu kepunyaan orang
Kan'an, tidak perlu ada ganti rugi; tetapi jika lembu orang Kan'an
melukai lembu orang Yahudi maka orang itu harus membayar ganti
sepenuh-penuhnya", bahkan di dalam Baba Mezia 24a, dikatakan;
"bahwa jika seorang Yahudi menemukan barang hilang milik orang kafir,
ia tidak wajib mengembalikan kepada pemiliknya".333
Intinya, bahwa pembicaraan dan pembahasan tentang hari akhir
bagi orang-orang Yahudi tidak begitu berarti baginya, sebagaimana
agama-agama
lain
yang
memandang
kehidupan
akhirat
sebagai
kehidupan yang hakiki, sehingga sangat berarti baginya. Karena itulah
umat Yahudi bagi para pengkaji dapat dibagi menjadi dua bagian corak
kehidupan yaitu; mereka yang menikmati kehidupan dunia dengan
332
333
Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, Juz 1, Jilid 1, hal. 92
A. Maheswara, Rahasia Kecerdasan Yahudi, hal. 41
207
bahagia dan bebas. Golongan ini dalam pemikiran Yahudi yang
dipandang sebagai orang-orang yang hidup dalam ridha Tuhan mereka.
Sedangkan golongan lain yaitu golongan yang hidup di luar dari
komunitas Tuhan Yahudi, yang hidup di dalam komunitas kafir, namun
mereka berkeyakinan bahwa mereka berhak hidup menikmati hasilhasil perbuatan mereka dalam kehidupan yang lain. 334.
334
Ahmad Muhammad Zaed, Haqiqat al-'Alaqat baena al-Yahud wa alNashara, wa Atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, dal-Ma'ali, 2000, cet 1, hal.
51-52
208
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan sebelumnya ditemukan beberapa kesimpulan
sebagai temuan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bahwa etimologi dan terminologi Yahudi di dalam al-Qur'an
digunakan dalam beberapa bentuk konsep yang beragam yaitu
Hadu, Hudna Huud, al-Yahud dan Yahudiyan. Sementara itu kata
lain yang menunjuk pada makna kaum Yahudi, dijumpai pula di
dalam al-Qur'an menggunakan kata ahl al-Kitab, al-Dhaliin, dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan Teologi Yahudi dalam
perspektif
al-Qur'an
adalah
berbicara diseputar
pilar-pilar
keimanan yaitu iman kepada wujud Allah, keesaan Allah, zat dan
sifat-sifat Allah, wujud nabi dan rasul Allah serta kesuciannya,
kebenaran kitab suci, keberadaan malaikat, dan wujud hari
akhirat
2. Fenomena Teologi Yahudi dalam al-Qur'an digambarkan dalam
bentuk kisah-kisah interaksi mereka dengan para nabi dan
utusan Allah. Kaum atau bangsa Yahudi pada masa awal
diturunkannya
dengan
Teologi
Yahudi
pada
masa
masa
perkembangannya. Teologi Yahudi di masa awal adalah teologi
209
Islam, sedangkan teologi selanjutnya adalah teologi yang telah te
reduk. Hal ini digambarkan al-Qur'an dalam nada sumbang dan
nada positif.
3. Al-Qur'an menginformasikan dua bentuk teologi Yahudi yang
betentangan dalam pilar-pilar keimanan dan bersifat paradoksal.
Teologi yang satu, kaum Yahudi disejajarkan dengan teologi
rukun Iman agama Islam di masa Muhammad sehingga mereka
disebut sebagai orang beriman dan orang shaleh, sedangkan
yang lain merupakan lawan dari rukun Iman dalam agam Islam
yaitu iman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab Allah, rasul-rasul
Allah, Hari Akhirat. Aplikasi bentuk teologi yang menentang
pilar-pilar keimanan adalah;
Tentang Allah mereka mempersekutukkannya dengan meyembah
berbagai bentuk berhala (QS. Al-A'raf; 148-156), menjadikan
golongan mereka sebagai putra-putra Allah sehingga dapat
disembah, mengangkat Uzaer sebagai putra Allah (QS. AlMaidah; 18), mengklaim golongan mereka sebagai kekasih Allah
(QS. Al-Maidah; 18), mengklaim golongannya sebagai bangsa
pilihan Allah karena banyak dimuliakan dan diistimewakan Allah
melalui nikmat-nikmat yang dikaruniakan kepadanya (QS. AlMaidah; 18), dan mensifati Allah dengan sifat-sifat manusia
seperti keyakinannya bahwa tangan Allah terbelenggu (QS. Al-
210
Maidah; 64), mereka juga ingin melihat Allah dengan mata kepala
mereka (QS. Al-Baqarah; 55), bahkan mereka menginginkan
Tuhan yang khsusus bagi mereka sebagaimana tuhan-tuhan
agama lain (QS. Al-A'raf; 138)
Terhadap kitab-kitab suci, Taurat, injil dan zabur mereka
palsukan, kalaupun mereka menerima wahyu Allah, mereka hanya
mengambil sebagian dan membuang sebagian yang lain
Terhadap rasul mereka mengimani sebagian dan mengingkari
yang lain, mereka juga tidak merasa ada beban dan syariat yang
mengatur untuk bermuamalah dengan orang-orang Arab seperti
nabi Muhammad Saw., hingga pada akhirnya meyakini bahwa
kematian nabi adalah bagian dari iman mereka, mereka juga
memandang Ibrahim sebagai pengikut agama mereka, yang
kemudian dijawab oleh Allah (QS. Al-Imran; 67)
Terhadap keberadaan hari akhirat atau hari kebangkitan dan
pembalasan
mereka
mengklaim
golongan
Yahudi
(bersama
Nasrani) yang berhak masuk surga sedangkan yang lain adalah
tempatnya di neraka (QS. Al-Baqarah; 111-112), keyakinan
golongan Yahudi hanya mendapat siksa neraka dalam beberapa
hari saja (QS. Al-Baqarah; 80), bahwa hari akhirat adalah hanya
untuk mereka, serta mereka berkeyakinan akan pengampunan
Allah meski mereka melakukan dosa-dosa besar, yang terkait
211
dengan persoalan teologis. Sedangkan aplikasi bentuk teologi
kedua adalah kebalikan dari aplikasi teologisnya yang murni.
Yang dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa klaim-klaim
teologi Yahudi yang digambarkan al-Qur'an adalah dua bentuk
teologi yaitu teologi yang kering dari logika, hujjah, argument dan
sumber orisinil, dan teologi yang benar dan orisinil.
B. SARAN-SARAN
Mengingat penelitian hanya mengambil satu bagian dari sejumlah
pembahasan mengenai Yahudi, maka penulis menyarankan beberapa
point penting sebagai berikut:
1. Diharapkan penelitian ini dapat diteruskan dan dikembangkan
lewat penelitian-penelitian lanjutan dalam aspek-aspek yang
belum terjawab dalam penelitian ini, misalnya dari aspek ibadah
Yahudi, tradisi keagamaannya, dan sebagainya.
2. Sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, Universitas Islam
Negeri (UIN) makassar, dituntut untuk menampilkan interpretasi
yang
obyektif
mengenai
agama-agama
di
dunia
dan
perkembangannya, terutama agama Yahudi yang oleh sebagian
sejarawan dan peneliti hingga saat ini masih memandang agama
Yahudi sebagai agama historis belaka.
212
DAFTAR PUSTAKA
A. Hanafi, Teologi Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna, tth.
Ahmad Amin, Islam dari masa ke Masa, Bandung, Remaja Rosda Karya,
1993, cet. 3
Abdul Halim Mahmud, al-Islamu wa al-'Aql, Kairo, Dar al-Ma'arif, tth,
Imarah, Muhammad, al-Wasith fi al-Mazahib wa al-Mushthalat alIslamiyyat, Kairo, an-Nahdhah, 2004.
Fu'ad al-Baqi, Muhammad al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fazh al-Qur'an
al-Karim, Baerut, Dar al-Fikr, 1987.
Faruq Sherif, al-Qur'an menurut al-Qur'an, Jakarta, Serambi Ilmu
Semesta, 2001.
Rahardjo, Dawam, Ensiklopedi al-Qur'an; Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci, Jakarta, Paramadina, 2002, cet.2
Al-Ashfahani, Al-Raghib, Mufradat fi gharib al-Qur'an, Mesir, Mushtafa
al-Babi al-Halaby, 1961
Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab
Syahadah, Muhammad Nuruddin, al-Yahudu wa al-Tathbi' fi al-Qur'an
al-Karim, Amma, dar Ammar, 1999
Thanthawi, Muhammad Sayyid, Banuu Israil fi al-Qur'an wa al-Sunnah,
Kairo, Dar al-Syuruk, 2001, cet.1
Syalaby, Ahmad, al-Yahudiyah. Kairo, al-Nahdhah al-Mishriyah, 1996.
Khadr, Muhammad Ahmad, Sya'ab allah al-Mukhtar, Kairo, Toubiji li alNaskh wa al-Tashwir, tth.
Zhazha, Hasan, al-Fikr al-Yahudiy, Athwaruh wa Mazahibuh, Baerut,
Dar al-Syamiyah, 1999, cet. 4
Yusuf, Muhammad Yusuf, Israil; al-Bidayah wa al-Nihayat, ttp, 1994,
cet.1
213
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia
Whaling, Frank, Aneka Pendekatan Studi Agama (Petter Connolly,
Editor
Nasution, Harun, Theologi Islam, h. ix
Aga, Mahir Ahmad, Al-Yahudu; Fitnat al-Tarikh, Damaskus, Dar alFikr, 2002
Abdul Majid Diyat, Tarikh al-Yahudu wa atsaruhum fi Mishr li
Taqiyuddin al-Maqrizy, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth
Al-Arqam al-Za'by, Haqaiq
Muttahidah, 1990
'an
al-Yahudiyah,
Suriah,
Dar
al-
Abdul Jalil Syalaby, al-Yahud wa al-Yahudiyyah, Kairo, Dar Akhbar alYaum, Edisi Maret 1997
Ahmad Sa'ad al-Din al-Basthy, Muqaranat al-Adyan ; al-Yahudiyyah
wa al-Masihiyyah wa al-Islam wa al-Istisyraq, Kairo, Ma'had alDirasat al-Islamiyyah, Juz 1, 1994
Maheswara, A.,
Rahasia Kecerdasan Yahudi, Yokyakarta, Pinus
Publisher, 2007
Husein, Adian, Tinjauan Historis; Konflik Yahudi, Kristen dan Islam,
Jakarta, Gema Insani, 2004
Ahmad, Muhammad Khalifah Hasan, tarikh al-Diyanah al-Yahudiyyah,
Kairo, Dar Quba, 1998
Dimont, Max J., Kisah Hidup Bangsa Yahudi, Ttt, Masaeni, 2002
Barakat Ahmad, Muhammad wa al-Yahudi; Nazhrat Jadidah, Kairo,
Haeat al-Mashriyyat al-Ammah li al-Kitab, 1998
Carr, William G., Yahudi Menggenggam Dunia, Jakarta, al-Kautsar,
2006, cet 4
Muhammad Dhiya' Rahman al-A'zhami, al-Yahudiyat wa al-Masihiyat,
Madinah, Maktabah al-Dar, 1988
214
Keene, Michael, al-KItab; Sejarah, Proses terbentuk dan Pengaruhnya,
Yokyakarta, Kanisisus, 2006
Mustafa Muslim, Ma'alim qur'aniyyah fi al-Shira' ma'a al-Yahud,
Damaskus, dar al-qalam, 1999
Ahmad Muhammad Zayed, Haqiqat al-'Alaqah baena al-Yahud wa alNashara wa atsaruha 'ala al-'Alam al-Islamy, Amman, Dar alMa'ali, 2000
Shalah Abdul Fattah al-Khalid, Hadits al-Qur'an 'an al-Taurat, Amman,
Dar al-'Ulum, 2003
Muhammad Abdullah al-Syarqawi, Talmud; kitab Hitam Yahudi yang
Menggemparkan, Jakarta, Sahara Publisher, 2004
Shabir Thaemah, banu Israel fi al-Qur'an al-Karim wa Naba' al-'Ahd
al-Qadim, Baerut, 'alam al-Kutub, 1984, cet.1
Sejarah Peradaban Islam (Siti Maryam dkk, Editor), Yokyakarta, LESFI
Sunan IAIN Kalijaga, 2003
Ali Abdul Wahid Wafi, al-Asfar al-Muqaddasah fi al-Adyan al-Sabiqah
li al-Islam
Muhammad Ibrahim Fayyumi, Muhadharat fi Manhaj al-Din al-Muqarin,
Kairo, Ma'had al-Dirasat al-Islamiyyat, 1996
Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Taurat al-Yahud wa al-Imam Ibnu
Hazm al-Andalusy, Damaskus, Dar al-Qalam, 2004
Sayyid qutb mengatakan di dalam tafsirnya " Fi Zhilal al-Qur'an" Kairo,
dar al-Syuruk, cet 32, 2004, Jilid 1, Juz.1
Al-Jurjani, al-Ta'rifat, Kairo, Dar al-Rasyad, tth
Muhammad Ghalib M, Ahl al-Kitab; Makna dan Cakupannya", oleh
Penerbit Yayasan Paramadina, di Jakarta, pada tahun 1998.
Wilfred Cantwell Smith, Kitab Suci Agama-Agama, Jakarta, Teraju,
2005
Thomas McElwain, Bacalah Bible, Jakarta, Citra, 2006
215
Jerald F. Dirks, Abrahamic Faith
Kamil Sa'fan, al-Yahudu wa Saraadiib al-Giituu ila Maqashiir alFaatiikan, Kairo, Dar al-Fadhilah, tth
Ahmad Syalaby, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Yokyakarta, Arti Bumi
Antaran, 2006
Ahmad Sa'ad al-Din al-Basathi, Muqaranat al-Adyan; al-yahudiyah, wa
al-Masihiyyat, wa al-Islam wa al-Istisyra, Kairo, Ma'had alDirasat al-Islamiyyat, 1994, Juz 1
Afif Abdul Fattah Thabarah, Al-Yahud fi al-Qur'an, Baerut, Dar al-'ilmi
li al-Malayin, 1986, cet 11
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta, Lentera Hati, 2006, Volume
3, cet. 5
F. Dirk, Ibrahim sang Sahabat Tuhan,Jakarta, Serambi, 2004
S.J.Moyal, al-Talmud Ashluhu wa tasalsuluh wa adabuh, Damaskus, Dar
al-Takwin li al-Nasyr, 2005
Bernard Lewis, Yahudi-Yahudi Islam, Jakarta,
bekerjasama dengan Zikrul Hakim, 2001
Nizham
Press
Tafsir Ibnu Jarir, Juz 1
Tafsir al-Kasysyaf, Juz 1
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim, juz 1
Ibnu Jarir, Juz 1
As-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul
Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur'an, Juz 1, Jilid 1
Husni Yusuf al-'Athir, al-Qur'an wa al-Yahud, Kairo, Maktabah anNafizdah
Will. Durant, Qishshat al-Hadharat, Kairo, al-Qiraat li al-Jami', 1998,
Jilid 2
216
Download