distribusi spasial karakteristik kimia tanah tambak di

advertisement
DISTRIBUSI SPASIAL KARAKTERISTIK KIMIA TANAH TAMBAK
DI KABUPATEN DEMAK, PROVINSI JAWA TENGAH
SPATIAL DISTRIBUTION CHARACTERISTICS OF SOIL CHEMISTRY POND
IN THE DISTRICT DEMAK , CENTRAL JAVA PROVINCE
Anugriati,1 Akhmad Mustafa, 2 Rajuddin Syamsuddin3
1
Bagian Ilmu Perikanan, Universitas Pasca Perikanan Unhas, 2Bagian Pemetaan, Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 3Bagian Kualitas Air, Fakultas Ilmu Perikanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi:
Anugriati SKel
Fakultas Ilmu Perikanan
Universitas Hasanuddin
Maros, 90511
HP: 085299366357
Email: [email protected]
Abstrak:
Identifikasi distribusi spasial karakteristik tanah memiliki peran penting dalam banyak sistem bio-lingkungan
termasuk lingkungan tambak. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui distribusi
spasial karakteristik kimia tanah tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Penentuan titik pengukuran
dan pengambilan contoh tanah secara acak sederhana pada 67 titik. Sebanyak 11 karakteristik kimia tanah diukur di
lapangan dan dianalisis di laboratorium. Geostatistik dengan metode Kriging dalam Program ArcGIS 9.3 digunakan
dalam interpolasi terhadap data tanah yang ada. Distribusi spasial karakteristik kimia tanah ditampilkan dengan
memanfaatkan citra World Viuw. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum karakteristik kimia tanah
tambak di Kabupaten Demak Jenis tanah yang umum dijumpai di kawasan pertambakan Kabupaten Demak adalah
tanah aluvial nonsulfat masam, Rata-rata potensial redoks tanah tambak di Kabupaten Demak bernilai negatif yaitu 102 mV, Kandungan C-organik tanah di tambak Kabupaten Demak bervariasi dari 0,51 sampai 2,72% dengan ratarata 1,60%, kandungan PO4 di tanah tambak Kabupaten Demak tergolong rendah sebab hanya berkisar antara 3,27
dan 53,01 ppm dengan rata-rata 20,75 ppm, Kandungan unsur toksin seperti Fe dan Al di tambak Kabupaten Demak
tergolong rendah yaitu rata-rata 529,6 dan 205,0 ppm. Karakteristik tanah yang menunjukkan kemasaman tanah
memiliki pola distribusi spasial yang relatif sama dan demikian juga halnya dengan karakteristik tanah yang
menunjukkan kandungan unsur hara tanah juga memiliki pola distribusi spasial yang relatif sama. Disarankan agar
pengelolaan tanah yang dilakukan di tambak di Kabupaten Demak disesuaikan dengan karakteristik tanahnya yang
tergambar pada pola distribusi spasial dari masing-masing karakteristik tanah.
Kata kunci: spasial, tanah, tambak, Kabupaten Demak
Abstract
Identification of the spatial distribution of soil characteristics have an important role in many environments
including the system of bio - pond environment. This research aimed to investigasi the spatial distribution of the
chemical characteristics of the fishpond land in Demak Regency, Central Java Province. The measurement point and
the random soil samples werechosen in 67 point. The total of 11 chemical soil characteristics were measured in the
field and then analyzed in the laboratory. The geo-statistics using Kriging method in the ARcGIS 9.3 program was
used in the interpolation on the existing soil data. The spatial distribution of the soil chemical characteristics were
presented using the World View photos. The research result indicated that in general, the soil chemical
characteristics in the fish ponds in Demak Regency was of the type which was usually found in the fish ponds areas
in Demak Regency, i,e. the non-sulfate sour alluvial soil. In average, the redox potensials of the soil of the fish ponds
in Demak had a negative value of 102 mV. The C-content of the soil in the ponds in Demak Regency varied from 0.51
to 2.72% with average of 1.60%, the PO4 content was categorized as low, because it was around 3.27 and 53.01
ppm with average of 20.75 ppm. The toxin element contents, such as Fe and Al, was categorized as low, the average
toxin content being between 529.6 and 205/0 ppm. The soil characteristics which showed soil acidity had relatively
the same spatial distribution patterns, and so were the spatial distribution patterns of the soil characteristics which
indicated the nutrient content.
Keywords: spatial , land , farms , Demak
PENDAHULUAN
Demak merupakan salah satu kabupaten di Provinasi Jawa Tengah yang memiliki panjang
garis pantai 72,14 km, sehingga memiliki potensi perikanan tangkap maupun perikanan budidaya
terutama budidaya tambak. Budidaya tambak di Kabupaten Demak tersebar di empat kecamatan
yaitu Kecamatan Karangtengah, Sayung, Bonang, dan Wedung dengan luas total 7.945,97 ha.
Kabupaten Demak sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Nomor
KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan telah ditetapkan sebagai kawasan
Minapolitan bersama 13 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Keputusan Direktur Jenderal
Perikanan Budidaya Nomor Kep.240/DJ-PB/2012 tetang Penetapan 87 Lokasi Sentra Produksi
Perikanan Budidaya sebagai Kawasan Minapolitan Percontohan tahun 2013 telah menetapkan
bahwa Kabupaten Demak sebagai lokasi kawasan minapolitan percontohan.
Kementerian
Kelautan dan Perikanan juga telah menetapkan program Industrialisasi budidaya tambak untuk
udang dan ikan bandeng di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, termasuk Kabupaten
Demak. Perjanjian Kerja Sama antara Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dengan Kabupaten
Demak Nomor 2553/DPB/HK.320.D2/V/2012 dan Nomor 523/147/2012 tentang Revitalisasi
Tambak untuk Mencapai Industrialisasi udang tahun 2012-2014 menetapkan Kabupaten Demak
sebagai lokasi revitaslisasi tambak untuk mencapai industrialisasi udang.
Kriging adalah salah satu metode intepolasi spasial yang memanfaatkan nilai spasial pada
lokasi tersampel untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang belum dan/atau tidak tersampel.
Kriging di bawah asumsi kestasioneran sehingga jika asumsi kestasioneran tersebut dilanggar
maka Kriging menghasilkan nilai prediksi yang kurang presisif. Selain itu, nilai prediksi kurang
presisif juga dapat dihasilkan jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier). Kriging
yang umum digunakan diantaranya adalah Ordinary Kriging yang tidak mengakomodir adanya
pencilan (Darmanto dan Soepraptini, 2009).
Identifikasi dari distribusi spasial karakteristik tanah memiliki suatu peran penting dalam
banyak sistem bio-lingkungan (Zuo et al., 2008; Dong et al., 2009; Akbarzadeh dan TaghizadehMehrjardi, 2010; Zare-Mehrjardi et al., 2010).
Pengetahuan mengenai variabilitas spasial
karakteristik tanah dan hubungan antarkarakteristik tanah adalah penting untuk evaluasi praktek
pengelolaan tanah (Huang et al., 2001). Variabilitas adalah salah satu karakteristik hakiki dari
kualitas tanah dan dalam ekosistem yang sama kualitas tanah dapat memperlihatkan variasi
spasial yang nyata (Robinson dan Metternicht, 2006). Variasi-variasi tersebut adalah terutama
muncul dari faktor-faktor dan proses pedogenesis dan penggunaan lahan (Ersahin, 2003), serta
praktek-praktek pengelolaan tanah (PanGozalez et al., 2000; Anuar et al., 2008). Dengan statistik
klasik yang mempertimbangkan data tanah sebagai data bebas, maka implementasinya sering
menghasilkan hasil yang tidak realistis (Hasany-Pak, 1998 dalam Zare-Mehrjardi et al., 2010).
Di samping itu, suatu asumsi yang bertentangan ketika digunakan statistik klasik adalah bahwa
karakteristik tanah pada suatu bentanglahan tidak berdistribusi secara acak (variabilitas tidak
hanya acak tetapi juga tidak berkorelasi terhadap lokasi spasial) (Essington, 2004).
Karakteristik tanah secara alami dapat berbeda-beda secara terus-menerus dalam waktu
dan tempat, dan untuk kondisi seperti itu sangat sulit jika mungkin mengukur kualitas tanah pada
setiap titik di lapangan (Madyaka, 2008). Geostatistik dapat digunakan untuk mengkarakteristik
dan mengukur variabilitas spasial dari karakteristik tanah, melakukan interpolasi secara rasional
dan mengestimasi perbedaan dari nilai yang diinterpolasi (Lin et al., 2001; Essington, 2004).
Oleh karena itu, diaplikasikan metode geostatistik untuk lebih mengerti distribusi spasial dari
karakteristik tanah tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu
dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial karakteristik kimia
tanah tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian berupa pengambilan contoh tanah dan air serta wawancara dengan responden
dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2013 di Kecamatan Karangtengah dan dan Sayung,
Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.
Analisis kualitas tanah dan air masing-masing
dilaksanakan di Laboratorium Tanah dan Laboratorium Air, Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
Pengumpulan Data
Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik kimia tanah. Penentuan titik
pengukuran dan pengambilan contoh tanah ditentukan secara acak sederhana pada 104 titik
pengukuran dan pengambilan contoh tanah, mengikuti petunjuk Hazelton dan Murphy (2009).
Peubah kualitas tanah yang diukur langsung di lapangan adalah pH F (pH tanah yang diukur di
lapangan) dengan pH-meter (Ahern dan Rayment, 1998), pHFOX (pH tanah yang diukur di
lapangan setelah dioksidasi dengan hidrogen peroksida (H2O2) 30%) dengan pH-meter dan
potensial redoks dengan redox-meter. Contoh tanah diambil pada dua kedalaman tanah yaitu 00,2 dan 0,5-0,7 m dari permukaan tanah. Untuk analisis peubah kualitas tanah lainnya, maka
contoh tanah yang ada secepatnya dimasukkan dalam kantong plastik dan selanjutnya
dimasukkan dalam cool box yang diberi es, karena adanya contoh tanah yang tergolong tanah
sulfat masam.
Sisa tumbuhan segar, kerikil, cangkang, dan kotoran lainnya dibuang dan
bongkahan besar dikecilkan dengan tangan. Contoh tanah diovenkan pada suhu 80-85oC selama
48 jam (Ahern dan Blunden, 1998), untuk tanah sulfat masam, sedangkan contoh tanah lainnya
dikeringanginkan. Setelah kering, contoh tanah dihaluskan dengan cara ditumbuk pada lumpang
porselin dan diayak dengan ayakan ukuran lubang 2 mm dan selanjutnya dianalisis di
Laboratorium Tanah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) di Maros. Kualitas
tanah yang dianalisis di laboratorium meliputi pHKCl (pH dari ekstrak KCl), pHOX, SP (sulfur
peroksida), SKCl (sulfur yang diekstrak dengan KCl), SPOS (SP-SKCl), TPA (Titratable Peroxide
Acidity atau sebelumnya dikenal dengan Total Potential Acidity), TAA (Titratable Actual Acidity
atau sebelumnya dikenal dengan Total Actual Acidity), TSA (Titratable Sulfidic Acidity atau
sebelumnya dikenal dengan Total Sulfidic Acidity) (TPA-TAA), pirit, karbon organik dengan
metode Walkley dan Black, N-total dengan metode Kjedhal, PO4 dengan metode Bray 1 atau
Olsen (tergantung pH tanah), Fe dengan spektrofotometer, dan Al dengan spektrofotometer.
Analisis Data
Peta Penutup/Penggunaan Lahan yang digunakan berasal dari hasil klasifikasi Citra
ALOS (Advanced Land Observing Satellite) AVNIR-2 (The Advanced Visible and Near Infrared
Radiometer type 2) akuisisi 16 Mei 2008 (2 scene), 16 Oktober 2008 (1 scene), dan 17 September
2009 (1 scene) dengan Program ER Mapper 7.1 yang diintegrasikan dengan peta dasar dari peta
Rupabumi Indonesia. Informasi spasial lain yang diperoleh dari data primer dan sekunder juga
diintegrasikan dengan peta Penutup/Penggunaan Lahan. Data dari peubah karakteristik tanah
dianalisis dengan metode statistik klasik untuk mendapatkan minimum, maksimum, rata-rata,
standar deviasi, koefisien variasi, keruncingan dan pada kedalaman tanah yang sama. Metode
Kriging (Essington, 2004; Lin, 2008), dalam Program ArcGIS 9.3 digunakan dalam interpolasi
terhadap data tanah yang ada pada kedalaman tanah 0-0,2 m.
HASIL
Pada table 1 rata-rata nilai pHF sebesar 7.17 dengan keruncingan sebesar 0.022 dan
kemencengan sebesar 0.398. Pada pHFOX rata-rata 6.74, nilai keruncingan sebesar 0.983 dan
kemencengan sebesar -1.039, untuk variable pHF-pHFOX rata-rata sebesar 0.43, nilai
keruncingan sebesar 0.926 dan kemencengan sebesar 0.771, sedangkan variable pHKCL rata-rata
sebesar 7.67, nilai keruncingan sebesar 6.379 dan kemencengan sebesar -2.099.
Untuk Rasio C:N rata-rata sebesar 26.64, nilai keruncingan sebesar -0.500 dan
kemencengan sebesar 1.096, untuk variable pirit rata-rata sebesar 2.46 nilai keruncingan sebesar
5.588 dan kemencengan sebesar 2.100, untuk variable N.Total nilai rata-rata sebesar 0.07, nilai
keruncingan sebesar -0.555 dan kemencengan sebesar -0.347. Untuk variabrl PO4 rata-rata
sebesar 21.28, nilai keruncingan sebesar -0.843 dan kemencengan sebesar 0.811 dan untuk bahan
organic nilai rata-rata sebesar 1.63 nilai keruncingan sebesar -0.952 dan kemencengan sebesar 0.065.Pada variable toksikologi Fe dan Al, Fe memiliki nilai rata-rata sebesar 500.14, nilai
keruncingan sebesar 1.024 dan kemencengan sebesar 0.540 sedangkan variable Al rata-rata
202.53 nilai keruncingan sebesar 1.452 dan kemencengan sebesar -1.446.
Pada Gambar 1 Pada Kabupaten Demak bisa dilihat sebaran pHF yang tersebar di tambak
rata-rata berada pada kisaran 6.857-7.143, nilai pHF-pHFOX berkisar 0.428-1.1429 memiliki
kelayakan sedang untuk budidaya tambak, kisaran pHFOX tersebar merata diKabupaten Demak
yaitu 5.786-6.47 dan 6.47-7.058, Pada sebaran pHKCL tersebar paling merata dengan kisaran
7.2702-7.5184 dan 7.5184-7.6488 pada beberapa petak diKabupaten Demak. Pada gambar 2
Kisaran ketersediaan nitrogen-total pada tambak di Kabupaten Demak yaitu 0.1328-0.243%,
Hasil analisa pada laboratorium tanah kandungan fospor kandungan yang paling banyak tersebar
disetiap tambak berada pada kisaran 8.596-17.309 mg/L, Kandungan bahan organik tanah juga
cukup variatif pada setiap stasiun. Kandungan bahan organik berada pada kisaran 1.563-2.0793%
dan 1.0685-1.2528%, Pada Kabupaten Demak kisaran Rasio CN yang paling banyak merata
disetiap petakan tambak berada pada kisaran 42.403-84.31. Pada gambar 3 kisaran sebaran Fe
dan Al pada tanah dasar tambak yaitu 269.042-431.432 ppm dan 73.400-237.857 ppm.
PEMBAHASAN
Jenis tanah yang umum dijumpai di kawasan pertambakan Kabupaten Demak adalah
tanah aluvial nonsulfat masam. Rata-rata potensial redoks tanah tambak di Kabupaten Demak
bernilai negatif yaitu -102 mV yang menunjukkan bahwa tanah dalam kondisi tereduksi yang
dapat menghasilkan senyawa yang bersifat racun bagi organisme akuatik seperti senyawa sulfida,
nitrit, dan amonia.
Hal ini sebagai akibat dari tambak yang seluruhnya berisi isi
karena
digunakan untuk polikultur udang windu dan ikan bandeng, sehingga terbentuk kondisi reduksi
pada tanah dasar tambak.
pHF adalah pH tanah yang diukur di lapangan dalam kondisi tanah jenuh dengan air,
sedangkan pHFOX adalah pH tanah yang diukur di lapangan setelah dioksidasi sempurna dengan
H2O2 (hidrogen peroksida) 30% (Ahern dan Rayment, 1998). pHF dan pHFOX tanah tambak di
Kabupaten Demak rata-rata 6,84 dan 6,64. Nilai selisih antara pHF dan pHFOX (pHF - pHFOX)
yang rendah ini menunjukkan bahwa tanah tambak di Kabupaten Demak tidak memiliki potensi
kemasaman yang tinggi.
Semua bahan organik mengandung karbon berkombinasi dengan satu atau lebih unsure
lainnya.
Kandungan C-organik yang rendah menyebabkan terhambatnya perkembangan
makanan alami, sedangkan kandungan C-organik yang terlalu tinggi akan
menyebabkan
tingginya kebutuhan oksigen untuk menguraikannya. Kandungan C-organik tanah di tambak
Kabupaten Demak bervariasi dari 0,51 sampai 2,72% dengan rata-rata 1,60%. Kandungan Corganik tanah tambak ini tergolong rendah dan cukup. Hal ini juga menunjukkan bahwa tanah
tambak di Kabupaten Demak tidak tergolong sebagai tanah organosol atau tanah gambut. Tanah
gambut adalah tanah yang dicirikan dengan kandungan C-organik yang melebihi 15%.
Ketersediaan fosfat (PO4) > 60 ppm dalam tanah tambak dapat digolongkan sebagai slight
atau tergolong baik dengan faktor pembatas yang sangat mudah diatasi.
Oleh karena itu,
kandungan PO4 di tanah tambak Kabupaten Demak tergolong rendah sebab hanya berkisar antara
3,27 dan 53,01 ppm dengan rata-rata 20,75 ppm.
Kandungan unsur toksin seperti Fe dan Al di tambak Kabupaten Demak tergolong rendah
yaitu rata-rata 529,6 dan 205,0 ppm. Di tambak tanah sulfat masam yang dicirikan dengan
kandungan Fe dan Al yang tinggi dapat mencapai 4.955,7 dan 636,0 ppm di Kabupaten Luwu,
Provinsi Sulawesi Selatan.
Nilai pHF-pHFOX sering digunakan sebagai salah satu peubah kualitas tanah untuk
mengetahui potensi kemasamann dari tanah. pHF adalah pH tanah yang diukur di lapangan
dalam kondisi tanah jenuh dengan air, sedangkan pHFOX adalah pH tanah yang diukur di lapangan
setelah dioksidasi sempurna dengan H2O2 (hidrogen peroksida) 30% (Ahern & Rayment, 1998).
Terlihat pada peta bahwa nilai pHF-pHFOX berkisar 0.428-1.1429 memiliki kelayakan sedang
untuk budidaya tambak dan kisaran -1 – (- 0.286) memiliki kelayakan yang tinggi untuk
budidaya. Pada tanah sulfat masam, pHF-pHFOX dapat melebihi nilai 5.
Kisaran pHFOX tersebar merata diKabupaten Demak yaitu 5.786-6.47 dan 6.47-7.0581,
Indikator kimiawi tanah sulfat masam dapat dilihat dari peubah kualitas tanah yaitu pH F dan
pHFOX yang menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Pada sebaran pHKCL tersebar paling
merata dengan kisaran 7.2702-7.5184 dan 7.5184-7.6488 pada beberapa petak diKabupaten
Demak.
Kisaran ketersediaan nitrogen-total pada tambak di Kabupaten Demak yaitu 0.13280.243%, ketersediaan nitrogen total cukup rendah untuk budidaya tambak. Fosfor adalah unsur
esensial sebagai sumber energi pada banyak bentuk kehidupan. Pada sistem akuatik, fosfor
merupakan unsur esensial untuk produksi primer. Ketersediaan fosfat lebih besar 60 mg/L dalam
tanah tambak dapat digolongkan sebagai slight atau tergolong baik dengan faktor pembatas yang
sangat mudah diatasi. Hasil analisa pada laboratorium tanah kandungan fospor kandungan yang
paling banyak tersebar disetiap tambak berada pada kisaran 8.596-17.309 mg/L. pada beberapa
tambak kisaran kandungan fosfor berada pada kisaran 37.48-84.14 mg/L, Umumnya kandungan
fosfor >60 mg/L. Berdasarkan kesuburan tanah, dalam hal ini kandungan fospat tanah, maka
kesesuaian lahan actual tambak di Kabupaten Demak tergolong cukup sesuai untuk budiadaya
tambak. Tidak perlu melakukan pemupukan yang mengandung fosfat seperti TSP atau SP-36.
Kandungan bahan organik tanah juga cukup variatif pada setiap stasiun. Kandungan
bahan organik berada pada kisaran 1.563-2.0793% dan 1.0685-1.2528%), melaporkan bahwa
kandungan bahan organik yang layak bagi pakan alami di tambak adalah minimal 9%. Jika bahan
organik di tambak lebih dari 9% maka tambak tidak perlu dipupuk, karena alga dapat tumbuh
subur di tambak tersebut. Laporan lainnya mengatakan bahwa kandungan bahan organik >16%
pertumbuhan pakan alami (alga) sangat melimpah, <9% menipis, dan <6% sangat menipis. Pada
Kabupaten Demak rata-rata bahan organiknya dibawah <6% Penyebabnya diduga karena tambak
tersebut telah lama digunakan sehingga kandungan bahan organiknya menurun. Bahan organik di
tambak dapat berpengaruh terhadap kestabilan tanah, konsumsi oksigen, sumber unsur hara, dan
kesesuaian habitat di dasar tambak.
Konsentrasi Fe dan Al pada tanah dasar tambak yang tersebar paling banyak merata
disetiap petakan tambak di lokasi penelitian dengan kedalaman 0 – 20 cm berkisar 269.042431.432 ppm dan 73.400-237.857 ppm untuk Konsentrasi Al, Kisaran nilai konsentrasi Fe dan Al
tanah tersebut masih dalam kategori baik untuk kegiatan budidaya tambak. Untuk menghilangkan
kemasaman dan konsentrasi Fe dan Al di dasar tambak, perbaikan tanah dasar tambak
(reklamasi) dapat dilakukan dengan jalan menjemuran tanah dasar, perendaman, dan pencucian
tambak. Dengan penjemuran dan perendaman terjadi pemecahan senyawa pirit yang tidak dapat
larut menjadi senyawa yang larut dalam air, kemudian pencucian dilakukan untuk menghilangkan
konsentrasi Fe dan Al yang masih mengendap di dasar tambak. Tahap akhir yang dilakukan
untuk mencegah keracunan Fe dan Al di tambak dengan meningkatkan pH tanah melalui
pengapuran dan pengaturan drainase.
KESIMPULAN DAN SARAN
Tanah tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah tergolong tanah aluvial
nonsulfat masam. Karakteristik kimia tanah yang menunjukkan kemasaman tanah memiliki pola
distribusi spasial yang relatif sama dan demikian juga halnya dengan karakteristik kimia tanah
yang menunjukkan kandungan unsur hara tanah juga memiliki pola distribusi spasial yang relatif
sama. Derajat kemasaman tanah yang rendah dan sebaliknya kandungan PO4 yang tinggi.
Disarankan agar pengelolaan tanah yang dilakukan di tambak Kabupaten Demak disesuaikan
dengan karakteristik kimia tanahnya yang tergambar pada pola distribusi spasial dari masingmasing karakteristik kimia tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, C.R. and Blunden. B. (1998). Designing a soil sampling and analysis program. In:
Ahern, C.R., Blunden, B. and Stone, Y. (eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods
Guidelines. Acid Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. pp.
2.1-2.6.
Ahern, C.R. and Rayment, G.E. (1998). Codes for acid sulfate soils analytical methods. In:
Ahern, C.R., Blunden, B., and Stone, Y. (eds.), Acid Sulfate Soils Laboratory Methods
Guidelines. Acid Sulfate Soil Management Advisory Committee, Wollongbar, NSW. pp.
3.1-3.5.
Anuar, A.R., Goh, K.J., Heoh, T.B. and Ahmed, O.H. ( 2008). Spatial Variability of Soil
Inorganic N in a Mature Oil Palm Plantation in Sabah, Malaysia. American Journal of
Applied Sciences, 5(9): 1239-1246.
Akbarzadeh, A. & Taghizadeh-Mehrjardi, R. (2010). Spatial Distribution of Some Soil
Properties, Using Geostatistical Methods in Khezrabad Region (Yazd) of Iran.
ProEnvironment, 3: 100–109.
Darmanto dan Soepraptini. (2009). Robust Kriging untuk Interpolasi Spasial pada Data Spasial
Berpencilan (Outlier). Laporan Penelitian. Departemen Matematika FMIPA Universitas
Brawijaya. Tidak diterbitkan.
Dong, X.W., Zhang, X.K., Bao, X.L. & Wang, J.K. (2009). Spatial distribution of soil
nutrients after the establishment of sand-fixing shrubs on sand dune. Plant Soil
Environment, 55(7): 288–294
Ersahin, S. (2003). Comparing ordinary kriging and cokriging to estimate infiltration rate. Soil
Science, 67:1848-1855.
Essington, M.E. (2004). Soil and Water Chemistry: An Integrative Approach. CRC Press, Boca
Raton. 534 pp.
Hazelton, P. and Murphy, B. (2009). Interpreting Soil Test Results: What do All the Numbers
Mean? CSIRO Publishing, Collingwood. 152 pp.
Huang, X., Skidmore, E.L. & Tibke, G. (2001). Spatial variability of soil properties along a
transect of CRP and continuously cropped land. In: Stott, D.E., Mohtar, R.E. and
Steinhardt, G.C. (eds.), Sustaining the Global Farm. Selected papers from 10th
International Soil Conservation Organization Meeting held May 24-29, 1999 at Purdue
University and the USDA-ARS National Soil Erosion Research Laboratory. pp. 641-647
Lin, Y.P., Chang, T.K., & Teng, T.P. (2001). Characterization of soil lead by comparing
sequential Gaussian simulation, simulated annealing simulation and kriging methods.
Environmental Geology, 41: 189-199.
Madyaka, M. (2008). Spatial Modelling and Prediction of Soil Salinization Using SaltMod in a
GIS Environment. Master of Science Thesis. International Institute for Geo-Information
Science and Earth Observation, Enschede, the Netherlands. 128 pp.
PanGonzalez, A., Vieira, S.R. & Taboada, C.M.T. (2000). The effect of cultivation on the spatial
variability of selected properties of an umbric horizon. Geoderma, 97(3-4): 273-292.
Robinson, T.P. and Metternicht, G. 2006. Testing the performance of spatial interpolation
techniques for mapping soil properties. Computer and Electronics in Agriculture, 50: 97108.
Zuo, X.A., Zhao, H.L., Zhao, X.Y., Zhang, T.H., Guo, Y.R., et al. (2008). Spatial pattern and
heterogeneity of soil properties in sand dunes under grazing and restoration in Horqin
Sandy Land, Northern China. Soil and Tillage Research, 99: 202–212.
Zare-Mehrjardi, M., Taghizadeh-Mehrjardi, R. & Akbarzadeh, A. (2010). Evaluation of
geostatistical techniques for mapping spatial distribution of soil pH, salinity and plant
cover affected by environmental factors in Southern Iran. Notulae Scientia Biologicae,
2(4): 92-103.
Tabel 1. Kualitas tanah tambak pada kedalaman 0-0,2 m di Kabupaten Demak,
Provinsi Jawa Tengah.
Peubah
Minimum
Maksimu
Rata-
Standar
Koefisien
m
rata
Deviasi
Variasi
Keruncingan
Kemencengan
pHF
6.91
7.75
7.17
0.290
0.084
0.022
0.398
pHFOX
6.30
7.43
6.74
0.573
0.329
0.983
-1.039
pHF-pHFOX
0.61
1.76
0.43
0.597
0.356
0.926
0.771
pHKCl
7.79
8.00
7.67
0.253
0.064
6.379
-2.099
RasioCN
15.35
56.16
26.64
16.753
280.675
-0.500
1.096
Pirit (%)
0.00
15.26
2.46
2.602
105.951
5.588
2.100
N-total (%)
0.06
0.11
0.07
0.027
0.001
-0.555
-0.347
PO4 (ppm)
18.67
53.01
21.28
17.955
322.368
-0.843
0.811
0.88
2.72
1.63
0.678
0.459
-0.952
-0.065
Bahan organik
(%)
244.64
Fe (ppm)
408.50
1025.30
500.14
7
59852.161
1.024
0.540
Al (ppm)
187.00
300.80
202.53
91.528
8377.455
1.452
-1.446
Gambar 1. Peta sebaran Phf,pHFOX,pHKCL dan pHF-pHFOX Kabupaten Demak,
Provinsi Jawa Tengah
Gambar 2. Peta Sebaran N. Total,Rasio CN,PO4, C.organik dan P2O5 pada Kabupaten
Demak, Provinsi Jawa Tengah
Gambar 3. Peta sebaran Fe, dan Al pada Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah
Download