bab eliminasi - Keperawatan, Kesehatan dan Religius

advertisement
BAB
2
ELIMINASI
Tujuan instruksional :
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan pembaca mampu :
1) Menjelaskan pengertian proses pencernaan
2) Menjelaskan fungsi sistem pencernaan
3) Menjelaskan susunan saluran pencernaan
4) Menjelaskan mulut (oris)
5) Menjelaskan faring
6) Menjelaskan oesofagus
7) Menjelaskan lambung (gaster)
8) Menjelaskan usus halus
9) Menjelaskan hati ( hepar)
10) Menjelaskan paru kandung empedu
11) Menjelaskan pankreas
12) Menjelaskan usus besar
13) Menjelaskan peritoneum
14) Mendeskripsikan perubahan umum fisiologis dalam eliminasi
15) Mengkaji pola eliminasi klien
16) Membuat daftar diagnose keperawatan
17) Mendeskripsikan implikasi keperawatan
18) Membuat daftar tindakan keperawatan
Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawat harus memahami
eliminasi normal dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi.
Asuhan keperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan
emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal
juga harus meminimalkan rasa ketidaknyamanan.
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan
dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzym dan zat
cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
A. Fungsi Sistem Pencernaan
Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus menerus
pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, sehingga siap diabsorbsi. Selama dalam
proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang dapat
diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh. Berbagai perubahan sifat makanan
terjadi karena kerja berbagai enzim yang terkandung dalam berbagai cairan
pencerna
Beberapa pengertian secara umum mengenai proses pencernaan adalah
sebagai berikut :
1. Ingesti, adalah masuknya makanan ke dalam mulut, disini terjadi proses
pemotongan dan penggilingan makanan yang dilakukan secara mekanik oleh
gigi.
2. Peristalsis, adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
3. Digesti, adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul
kecil sehingga absorbsi dapat berlangsung.
4. Egesti, (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga
bakteri, dalam bentuk feses dari saluran pencernaan.
5. Absorbsi, adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran
pencernaan kedalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh
sel-sel tubuh.
Gambar 1
Garis-garis besar saluran
makanan
B. Susunan Saluran Pencernaan Secara Umum
Saluran pencernaan makanan secara umum terdiri atas bagian-bagian sebagai
berikut : Mulut - Pharynx (tekak) - Oesophagus (kerongkongan) - Ventrikulus / gaster
(lambung) - Usus halus - Colon (usus besar) - Anus. Semua organ pencernaan bekerja
sama untuk memastikan bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah
absorpsi nutrisi dengan aman dan efektif
1. Mulut (Oris)
Mulut merupakan jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ
aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Pencernaan kimiawi dan
mekanis dimulai di mulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi
berukuran yang dapat ditelan. Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptialin,
yang mengawali pencernaan unsur-unsur makanan tertentu. Saliva mencairkan dan
melunakkan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah ditelan
Secara umum mulut terdiri atas 2 bagian yaitu:
a. Bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah belakang
bersambung dengan faring
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, dibawahnya terletak
kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selaput ini kaya akan pembuluh
darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Disebelah luar mulut
ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa).
Gambar 2 :
Mulut dan bagian-bagiannya
Dimulut ada beberapa bagian yang perlu diketahui yaitu antara lain :
a. Palatum
Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu:
1) Palatum Durum (palatum keras), yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari
sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang
palatum
2) Palatum mole (palatum lunak), terletak dibelakang yang merupakan lipatan
menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput
lendir.
b. Rongga mulut
1) Gigi,
Manusia memiliki 2 susunan gigi 2 yaitu gigi primer dan gigi sekunder.
- Gigi primer, dimulai dari ruang diantara dua gigi depan yang terdiri dari dua
gigi seri, satu taring, dua geraham (molar), dan untuk total keseluruhan 20
gigi.
- Gigi sekunder, terdiri dari dua gigi seri, satu taring, dua premolar (bicuspid)
dan tiga geraham (tricuspid) untuk total keseluruhan 32 buah.
Juga gigi ada 2 (dua) macam, yaitu :
- Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan
- Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah.
Fungsi gigi adalah dalam proses mastikasi (pengunyaan). Makanan yang masuk
dalam mulut dipotong menjadi bagian-bagian kecil dan bercampur dengan saliva
untuk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.
2) Lidah,
Lidah berfungsi untuk menggerakkan makanan saaat dikunyah atau ditelan.
Selain itu juga untuk pengecapan dan produksi wicara. Lidah terdiri dari otot serat
lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, dilekatkan pada frenulum lingua. Dibagian
belakang pangkal lidah terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan
nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan
nafas. kerja otot lidah ini dapat digerakkan atas 3 bagian, yaitu :
- Radiks lingua = pangkal lidah
- Dorsum lingua = punggung lidah
- Apeks lingua = ujung lidah
Pada lidah terdapat indera peraba dan perasa :
- Asin, dibagian lateral lidah.
- Manis, dibagian ujung dan anterior lidah.
- Asam, dibagian lateral lidah.
- Pahit, dibagian belakang lidah.
c. Kelenjar ludah (saliva)
Merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus wartoni dan
duktus stensoni. Kelenjar ini mensekresi saliva kedalam rongga oral. Kelenjar
ludah (saliva) dihasilkan didalam rongga mulut, yang disarafi oleh saraf-saraf tak
sadar.
Disekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu:
1) Kelenjar parotis, Letaknya dibawah depan dari telinga diantara prosesus
mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni
2) Kelenjar sub maksilaris (sub mandibular), terletak dibawah rongga mulut
bagian belakang, duktusnya bernama duktus wartoni, bermuara di rongga
mulut dekat dengan frenulun lingua. Ukuran kurang lebih sebesar kacang
kenari
3) Kelenjar sub lingualis, Letaknya dibawah selaput lendir dasar rongga mulut
bermuara didasar rongga mulut
Fungsi saliva :
1) Memudahkan makanan untuk dikunyah oleh gigi dan dibentuk menjadi bolus,
yaitu gumpalan yang siap untuk ditelan sehingga terjadi pelarutan makanan
secara kimia
2) Mempertahankan bagian mulut dan lidah tetap lembab atau basah sehingga
memudahkan lidah bergerak saat bicara
3) Mengandung ptyalin atau amilase, yaitu suatu enzim yang mengubah zat
tepung menjadi maltosa dan polisakarida
4) Sebagai zat buangan seperti asam urat dan urea, serta berbagai zat lain
seperti obat, virus, dan logam dieksresi kedalam saliva
5) Sebagai zat antibakteri dan antibody yang berfungsi untuk membersihkan
rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral serta mencegah
kerusakan gigi.
Kendali syaraf pada saliva
Aliran saliva dapat dipicu melalui stimulus psikis (pikiran akan makanan),
mekanis (keberadaan makanan), atau kimiawi (jenis makanan). Stimulus dibawah
melalui serabut aferen dalam syaraf cranial V, VII, IX dan X menuju nuclei
salivatori inferior dan superior dalam medulla. Semua kelenjar saliva dipersyarafi
serabut simpatis dan parasimpatis.
Komposisi Saliva
Saliva terutama terdiri dari sekresi serosa, yaitu 98 % air dan mengandung enzim
amilase serta berbagai jenis ion (natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium, juga
sekresi mucus yang lebih kental dan lebih sedikit yang mengandung glikoprotein
(musin), ion dan air.
2. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(osefagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amande) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
yang letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang .
Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara
masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan
masuk ke belakang dari jalan nafas dan didepan dari ruas tulang belakang.
Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus priformis masuk ke osofagus
tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan
ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara. Permulaan
menelan, otot mulut dan lidah konstraksi secara bersamaan.
Gambar 3 Osefagus dan struktur yang berhubungan
3. Oesofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya
sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2.54 cm, mulai dari faring
sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus berawal pada area
laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esofagus. Esofagus terletak dibelakang
trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma
masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.
Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring kelambung melalui
gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mucus untuk
melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi enzim
pencernaan.
Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan
sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam oesofagus
karena gerakan peristaltic yang berlangsung hanya beberapa detik saja.
Begitu makanan memasuki bagian atas esofagus, makanan berjalan melalui
sfingter esofagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular, yang mencegah udara
memasuki esofagus dan makanan mengalami refluks (bergerak ke belakang) kembali
ke tenggorok. Bolus makanan menelusuri esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm.
Makanan didorong oleh gerakan peristaltik lambat yang dihasilkan oleh kontraksi
involunter dan relaksasi otot halus secara bergantian. Pada saat bagian esophagus
berkontraksi di atas bolus makanan, otot sirkular di bawah (atau di depan) bolus
berelaksasi. Kontraksi-relaksasi otot halus yang saling bergantian ini mendorong
makanan menuju gelombang berikutnya Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak
menuruni esofagus dan mencapai sfingter esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus
bagian bawah terletak di antara esophagus dan lambung. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan sfingter esofagus bagian bawah meliputi antasid, yang
meminimalkan refluks, dan nikotin serta makanan berlemak, yang meningkatkan
refluks.
4. Lambung (gaster)
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diafragma di depan pancreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Dalam keadaan kosong lambung menyerupai bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2
liter. Di dalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis
dan kimiawi dipecah untuk dicerna. Sebelum makanan meninggalkan lambung,
makanan diubah menjadi materi semicair yang disebut kimus. Kimus lebih mudah
dicerna dan diabsorbsi daripada makanan padat. Klien yang sebagian lambungnya
diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung yang Cepat
gastritis) dapat mengalami masalah
(seperti pada
Bagian-bagian lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama didaerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan osofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diapragma
di depan pankreas dan limpa,menempel disebelah kiri fundus utreri.
Regia-regia lambung terdiri dari :
a. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri osteum
kardium dan biasanya penuh berisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvantura minor.
c. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
membentuk spinter pilorus
d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum
kardiak sampai ke pilorus.
e. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke pilorus
inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor
sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Fungsi lambung :
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
Kapasitas lambung normal
memungkinkan adanya interval waktu yang panjang antara saat makan dan
kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini
dapat terakomodasi dibagian bawah saluran.
b. Produksi kimus, aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (masssa
homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan
mendorongnya kedalam duodenum
c. Digesti protein, lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan
asam klorida
d. Produksi mucus, mucus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barier
setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari
sekresinya sendiri
e. Produksi faktor inntrinsik, yaitu glikoprotein yang disekresi sel parietal dan
vitamin B12 yang didapat dari makanan yang dicerna dilambung yang terikat
pada faktor instrinsik. Komplek faktor instrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum
usus halus, diamana tempat vitamin B12 di absorbsi
f. Absorbsi, dilambung hanya terjadi absorbsi nutrien sedikit. Beberapa zat yang
diabsorbsi antara lain adalah beberapa obat yang larut lemak (aspirin) dan
alcohol diabsorbsi pada dinding lambung serta zat yang larut dalam air
terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
Getah cerna lambung
Getah cerna lambung yang dihasilkan adalah :
a) Pepsin, fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton), walaupun tidak banyak pencernaan yang berlangsung di lambung.
b) Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai anti septik dan
desinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi
pepsin. Konsentrasi HCl mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan
asam-basa tubuh. HCI membantu mencampur dan memecah makanan di
lambung.
c) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein
dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit yang memecah lemak menjadi asam lemak
yang merangsang getah lambung.
e) Lendir melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktivitas enzim.
Digesti dalam Lambung
a. Digesti protein
Pepsinogen yang diekskresi oleh sel chief diubah menjadi pepsin oleh asam
klorida yang disekresi oleh sel parietal. Pepsin menghidrolisis protein menjadi
polipeptida. pepsin adalah enzim yang hanya bekerja dengan PH dibawah 5
b. Lemak
Enzim Lipase yang disekresi oleh sel chief menghidrolisis lemak susu menjadi
asam lemak dan gliserol, tetapi aktivitasnya terbatas dalam kadar PH yang
rendah
c. Karbohidrat
Enzim amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat tepung bekerja pada PH
netral. Enzim ini terbawa bersama bolus dan tetap bekerja dalam lambung
sampai asiditas lambung menembus bolus. Lambung tidak mensekresi enzim
untuk mencerna karbohidrat
Kendali pada Pengosongan Lambung
Pengosongan lambung dimulai secara reflek pada saat peregangan lambung,
pelepasan gastrin, kekentalan kimus dan jenis makanan. Karbohidrat dapat masuk
lebih cepat, protein lebih lambat dan lemak tetap dalam lambung selama 3 – 6 jam.
Pengosongan lambung dihambat oleh hormon duodenum yang juga menghambat
sekresi lambung dan oleh reflek umpan balik entero gastric dari duodenum. Faktor
inilah (hormon dan syaraf) yang mencegah terjadinya pengisian yang berlebih pada
usus dan memberikan waktu yang lebih lama untuk digesti dalam usus halus. Sinyal
umpan balik memungkinkan kimus memasuki usus halus pada kecepatan tertentu
sehingga dapat diproses
Kendali rangsangan makan
Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf sehingga
menimbulkan rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan
hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh sistem
saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan
rasa takut.
5. Usus Halus
Pengertian
Adalah saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar, yang merupakan
tuba terlilit yang merentang dari sfingter pylorus sampai katup ileosekal, tempatnya
menyatu dengan usus besar dengan diameter sekitar 2,5 cm dan panjang 6 m.
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki
usus halus.
Fungsi usus halus
a. menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapilerkapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses penyerapan sebagai
berikut :
- menyerap protein dalam bentuk asam amino,
- karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
b. Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air, garam dan vitamin.
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki
usus halus. Kimus bercampur dengan enzim-enzim pencernaan (mis., empedu dan
amilase) saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi (kontraksi dan relaksasi otot
halus secara bergantian) mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk
dicerna. Pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya sementara
berhenti sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan perlahan melalui usus
halus untuk memungkinkan absorpsi. Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorbsi di
dalam usus halus. Enzim dari pankreas (misalnya amilase) dan empedu dari kandung
empedu dilepaskan ke dalam duodenum. Enzim di dalam usus halus memecah
lemak, protein, dan karbohidrat menjadi unsur-unsur dasar. Nutrisi hampir
seluruhnya diabsorbsi oleh duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorpsi vitaminvitamin tertentu, zat besi, dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu,
proses pencernaan akan mengalami perubahan besar. Inflamasi, reseksi bedah, atau
obstruksi dapat mengganggu peristaltik, mengurangi area absorpsi, atau
menghambat aliran kimus.
Susunan usus halus
Usus halus dibagi menjadi tiga bagian: duodenum, jejunum, dan ileum
a. Duodenum,
Organ ini disebut juga usus 12 jari panjangnya 25 – 30 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pancreas yang
menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida.
Duodenum merupakan bagian yang terpendek dari usus halus
b. Yeyenum
Adalah bagian kelanjutan dari duodenum yang panjangnya kurang lebih 1 – 1,5
m.
c. Ileum
Ileum merentang sampai menyatu dengan usus besar dengan panjang 2-2,5
meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan
perantaraan lubang yang bernama Orifisium Ileoseikalis, Orifisium ini diperkuat
oleh spinter; ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau
valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens
tidak masuk kembali ke ileum.
Mukosa usus halus, yaitu permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan
mukosa dan mikrovilli memudahkan pencernaan dan absorpsi, lipatan ini
dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang memperbesar permukaan usus.
Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan
bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif
dalam pencernaan.
Gambar 6.4 : Bagian usus halus dan usus besar
Gerakan Usus Halus
Pergerakan usus halus dipicu oleh peregangan dan secara reflek dikendalikan
oleh system syaraf otak.
Gerakan usus halus antara lain adalah :
a. Segmentasi irama, yaitu pergerakan percampuran utama dengan mencampur
kimus dengan cairan pencernaan dan memaparkannya kepermukaan
absorbtif. Gerakan ini berupa gerakan konstriksi dan relaksasi yang bergantian
dari cincin-cincin otot dinding usus yang membagi isi menjadi segmensegmen dan mendorong kimus bergerak maju mundur dari satu segmen yang
relaks kesegmen lain. Gerakan segmental memisahkan beberapa segmen usus
dari yang lain, hal ini memungkinkan isi lumen yang cair bersentuhan dengan
dinding usus dan akhirnya siap diabsorbsi.
b. Peristalsis, yaitu kontraksi ritmis otot polos longitudinal dan sirkuler yang
mendorong dan menggerakkan kimus kearah bawah disepanjang saluran
c. Gerakan pendulum / ayunan, menyebabkan isi usus bercampur.
Kelenjar yang dihasilkan Usus Halus
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan yaitu :
a. Enterokinase, mengaktifkan enzim tripsinogen pancreas menjadi tripsin yang
kemudian mengurai protein dan peptida yang lebih kecil
b. Aminopeptidase, Tetrapeptidase dan dipeptidase yang mengurai peptida
mejadi asam amino bebas
c. Amilase usus yang menghidrolisis zat tepung menjadi disakarida (maltosa,
sukrosa dan laktosa)
d. Maltase, isomaltase, lactase dan sukrase yang memecah disakarida maltosa,
laktosa, dan sukrosa menjadi monosakarida
e. Lipase usus yang memecah monogliserida menjadi asam lemak dan gliserol
f. Erepsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino.
g. Laktase, mengubah laktase menjadi monosakarida.
h. Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakarida.
i. Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
Absorpsi Makanan
Makanan yang telah dicerna oleh berbagai getah pencerna yaitu ludah, getah
lambung, getah pancreas, dan sukus enterikus menjadi bentuk yang sederhana
(protein menjadi asam amino, lemak menjadi gliserol dan asam lemak, karbohidrat
menjadi monosakarida). Akhirnya siap untuk diabsorbsi didalam usus halus melalui
dua saluran yaitu pembulu kapiler darah dan saluran limfe di Vili usus halus, dan
oleh vena porta dibawah kehati untuk mengalami beberapa perubahan.
Absorpsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung didalam
usus halus melalui 2 (dua) saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran
limfe yang berada di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal,
pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan
limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium.
Jalur dalam absorbsi, diusus halus melalui jalur absorbtif, yaitu produk-produk
seperti monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol, juga air, elektrolit,
vitamin dan cairan pencernaan diabsorbsi menembus membran sel epitel
duodenum dan yeyenum. Hanya sedikit yang berlangsung diileum keculai garamgaram empedu dan vitamin B12
6. Usus Besar
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena sebagai
tempat pembuangan, maka diusus besar sebagian nutrien telah dicerna dan
diabsorbsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Makanan biasanya
memerlukan waktu 2 (dua) sampai 5 (lima) hari untuk menempuh ujung saluran
pencernaan. 2 (Dua) sampai 6 (enam) jam dilambung, 6 (enam) sampai 8 (delapan)
jam diusus halus, dan sisa waktunya berada diusus besar.
Fungsi usus besar
Fungsi usus besar antara lain adalah :
a. Menyerap air dan elektrolit 80 % sampai 90 % dari makanan dan mengubah
dari cairan menjadi massa
b. Tempat tinggal sejumlah bakteri koli, yang mampu mencerna sejumlah kecil
selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari.
c. Memproduksi vitamin antara lain Vitamin K, ribovlafin, dan tiamin serta
berbagai gas
d. Penyiapan selulosa yang berupa hidrat arang dalam tumbuh-tumbuhan, buahbuahan dan sayuran hijau.
Anatomi usus besar
Panjangnya 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke
luar adalah selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
jaringan ikat. Ukurannya lebih besar dari pada usus halus, disini terdapat taenia coli
dan apendiks epiploika, mukosanya lebih halus daripada usus halus dan tidak
memiliki villi, tidak memiliki lapatan-lipatan sirkuler (plicae circulares). Serabut otot
longitudinal dalam muskulus externa membentuk tiga pita, taenia coli yang menarik
kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut haustra. Dibagian bawah
terdapat katup ileosekal yaitu katup antara usus halus dan usus besar. Katup ini
tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltic, sehingga
memungkinkan kimus mengalir 15 ml sekali masuk dan untuk total aliran sebanyak
500 ml/hari.
Usus besar terdiri dari caecum, colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, colon sigmoid, rectum dan canalis ani serta spinkter ani.
Gambar 6 anatomi usus besar
a. SEKUM
Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup ileosekal. Katup ini
merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan kembalinya isi
kolon ke usus halus.
b. KOLON
Walaupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurun saat
kimus bergerak di sepanjang kolon. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, kolon
transversal, kolon desenden, dan kolon sigmoid. Kolon dibangun oleh jaringan
otot, yang memungkinkannya menampung dan mengeliminasi produk buangan
dalam jumlah besar.
Kolon memiliki empat fungsi yang saling berkaitan: absorpsi, proteksi, sekresi, dan
eliminasi. Sejumlah besar volume air, natrium dan klorida diabsorbsi oleh kolon
setiap hari. Pada waktu makanan bergerak melalui kolon, terjadi kontraksi
haustral. Kontraksi ini sama dengan konnaksi segmental usus halus, tetapi
berlangsung lebih lama sampai 5 menit. Kontraksi membentuk kantung berukuran
besar di dinding kolon, menyediakan daerah permukaan yang luas untuk absorpsi.
Kolon melindungi dirinya dengan melepaskan suplai lendir. Lendir dalam
kondisi normal berwarna jernih sampai buram dengan konsistensi berserabut.
Lendir melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding bagian dalamnya.
Lubrikasi terutama penting pada ujung distal kolon, tempat isi kolon menjadi lebih
kering dan lebih keras. Fungsi sekresi kolon membantu keseimbangan asam basa.
Bikarbonat disekresi untuk mengganti klorida. Sekitar 4 sampai 9 mEq kalium
dilepaskan setiap hari oleh usus besar. Perubahan serius pada fungsi kolon,
seperti diare, dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit. Akhirnya, kolon
mengeliminasikan produk buangan dan gas (flatus). Flatus timbul akibat menelan
gas, difusi gas dari aliran darah ke dalam usus, dan kerja bakteri pada karbohidrat
yang tidak dapat diabsorbsi. Fermentasi karbohidrat (seperti yang terjadi pada
kubis dan bawang) menghasilkan gas di dalam usus, yang dapat menstimulasi
peristaltik. Orang dewasa dalam kondisi normal menghasilkan 400 sampai 700 ml
flatus setiap hari.
Kontraksi peristaltik yang lambat menggerakkan isi usus ke kolon. Isi usus
adalah stimulus utama untuk terjadinya kontraksi. Produk buangan dan gas
memberikan tekanan pada dinding kolon. Lapisan otot meregang, menstimulasi
refleks yang menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltik masa, mendorong
makanan yang tidak tercema menuju rektum. Gerakan ini terjadi hanya tiga
sampai empat kali sehari, tidak seperti gelombang peristaltis yang sering timbul di
dalam usus halus (biasanya terdengar selama auskultasi). Saat gerakan peristaltik
masa terjadi, segmen besar kolon berkontraksi akibat respons refleks gastrokolik
dan duodenokolik. Gerakan ini terjadi apabila lambung atau duodenum terisi
makanan. Pengisian makanan ke dalam lambung atau duodenum ini mencetuskan
impuls saraf yang menstimulasi dinding otot kolon. Gerakan peristaltic masa
paling kuat terjadi pada jam setelah makan.
c. REKTUM
Apabila masa feses atau gas bergerak ke dalam rektum untuk membuat
dindingnya berdistensi, maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan
kontrol volunter dan kontrol involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos
yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Saat rektum mengalami distensi, saraf
sensorik distimulasi dan membawa impuls-implus yang menyebabkan relaksasi
sfingter interna, memungkinkan lebih banyak feses yang memasuki rektum. Pada
saat yang sama, impuls bergerak ke otak untuk menciptakan suatu kesadaran
bahwa individu perlu melakukan defekasi.
Saat sfingter interna relaksasi, sfingter eksterna juga relaksasi. Orang dewasa
dan anak-anak yang sudah menjalani toilet training (pelatihan defekasi) dapat
mengontrol sfingter eksternanya secara volunter (sadar). Apabila waktu untuk
defekasi tidak tepat, konstriksi otot levator ani membuat anus tertutup dan
defekasi tertunda. Pada saat defekasi, sfingter eksterna berelaksasi. Tekanan
untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan intra
abdomen atau melakukan Valsava manuver. Manuver Valsalva ialah kontraksi
volunter otot-otot abdomen saat individu mengeluarkan napas secara paksa,
sementara glotis menutup (menahan napas saat mengedan).
Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid, disebut feses. Sigmoid
menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi. Rektum merupakan
bagian akhir pada saluran GI. Dalam kondisi normal, rektum tidak berisi feses
sampai defekasi. Rektum dibangun oleh lipatan-lipatan jaringan vertikal dan
transversal. Setiap lipatan vertical berisi sebuah arteri dan lebih dari satu vena.
Apabila vena menjadi distensi akibat tekanan selama mengedan, maka terbentuk
hemoroid. Hemoroid dapat membuat proses defekasi terasa nyeri. Apabila masa
feses atau gas bergerak ke dalam rectum untuk membuat dindingnya berdistensi,
maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan kontrol volunter dan kontrol
involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos yang dipersarafi oleh sistem
saraf otonom. Saat rektum mengalami distensi, saraf sensorik distimulasi dan
membawa impuls-implus yang menyebabkan relaksasi sfingter interna,
memungkinkan lebih banyak feses yang memasuki rektum. Pada saat yang sama,
impuls bergerak ke otak untuk menciptakan suatu kesadaran bahwa individu
perlu melakukan defekasi. Saat sfingter interna relaksasi, sfingter eksterna juga
relaksasi.
Orang dewasa dan anak-anak yang sudah menjalani toilet training (pelatlhan
defekasi) dapat mengontrol sfingter eksternanya secara volunter (sadar). Apabila
waktu untuk defekasi tidak tepat, konstriksi otot levator ani membuat anus
tertutup dan defekasi tertunda. Pada saat defekasi, sfingter eksterna berelaksasi.
Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan meningkatkan
tekanan intraabdomen atau melakukan Valsava manuver. Manuver Valsalva ialah
kontraksi volunteer otot-otot abdomen saat individu mengeluarkan napas secara
paksa, sementara glotis menutup (menahan napas saat mengedan).
Defekasi.
Defekasi sebagian merupakan refleks, sebagian lagi merupakan aktivitas volunter
(yaitu dengan mengejan terjadi kontraksi diafragma dan otot abdominal untuk
meningkatkan tekanan intra abdominal).
Komposisi Feses mengandung :
- Air mencapai 75 % sampai 80 %,
- Sepertiga materi padatnya adalah bakteri
- Dan sisanya yang 2 % sampai 3 % adalah nitrogen, zat sisa organik dan anorganik
dari sekresi pencernaan, serta mucus dan lemak.
- Feses juga mengandung sejumlah bakteri kasar, atau serat dan selulosa yang
tidak tercerna
- Warna coklat berasal dari pigmen empedu
- Dan bau berasal dari kerja bakteri
C. Beberapa organ yang membantu dalam proses pencernaan
1. Hati ( Hepar)
Anatomi hepar
Organ yang paling besar didalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya 1500 kg.
Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma.
Hepar terletak di quadran kanan atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindungi
oleh tulang rusuk (costae), sehingga dalam keadaan normal (hepar yang sehat tidak
teraba). Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah yang
tidak teroksigenasi tetapi kaya akan nutrien vena porta hepatica.
Pembagian Hati
Hati dibagi atas 2 lapisan utama yaitu :
- Permukaan atas berbentuk cembung, terletak dibawah diafragma
- Permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transfersus
dan fisura longitudinal yang memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas
hati, selanjutnya hati dibagi 4 belahan yaitu Lobus kanan, lobus kiri, lobus
kaudata, dan lobus quadratus.
Pembulu darah pada hati
Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu :
- Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberi 80 % darah pada hati,
darah ini mempunyai kejenuhan 95-100% masuk ke hati akan membentuk
jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai
vena hepatika.
- Vena porta, yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior
menghantarkan 20 % darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70%
sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini
membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus
halus. Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan
setiap lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh sinusoid darah atau kapiler
hepatika. Pembuluh darah halus berjalan diantara lobulus hati disebut Vena
interlobuler.
Gambar 7 : Posisi hati
Gambar 8 : Posisi hati dan pembulu darah pada hati
Fungsi Hati
a. Sekresi,
- Hati memproduksi empedu dibentuk dalam sistem retikulo endotelium
yang dialirkan ke empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi
lemak
- Menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa menjadi glikogen
b. Metabolisme,
- Hati berperan serta dalam memepertahankan homeostatik gula darah .
- Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya
kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh.
- Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah yang rusak
dan hasil penguraian protein menghasilkan urea dari asam amino berlebih
dan sisa nitrogen. Hati menerima asam amino diubah menjadi ureum
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin.
- Hati mensintesis lemak dari karbohidrat dan protein
c. Penyimpanan
- Hati menyimpan glikogen, lemak, vitamin A, D, E, K, dan zat besi yang
disimpan sebagai feritin, yaitu suatu protein yang mengandung zat besi
dan dapat dilepaskan bila zat besi diperlukan.
- Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan disimpan di suatu
tempat dalam tubuh, dikeluarkannya sesuai dengan pemakaiannya dalam
jaringan
d. Detoksifikasi
- Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat dan
memfagositosis eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi dalam darah
- Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dieksresi dalam empedu
dan urin (mendetoksifikasi).
e. Membentuk dan menghancurkan sel-sel darah merah selama 6 bulan masa
kehidupan fetus yang kemudian diambil alih oleh sumsum tulang belakang.
2. Kandung Empedu
Pengertian
Sebuah kantong berbentuk terang dan merupakan membran berotot, letaknya
dalam sebuah lobus disebelah permukaan bawah hati sampai pinggir depannya,
panjangnya 8-12 cm berisi 60 cm3.
Anatomi sekresi empedu
Empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang
kemudian menjadi duktus hepatica kanan dan kiri. Duktus hepatica menyatu untuk
membentuk duktus hepatic komunis yang kemudian menyatu dengan duktus
sisticus dari kandung empedu dan keluar dari hati sebagai duktus empedu komunis.
Duktus empedu komunis bersama dengan duktus pancreas bermuara diduodenum
atau dialihkan untuk penyimpanan dikandung empedu.
Fungsi Kandung Empedu
- Sebagai persediaan getah empedu dan membuat getah empedu menjadi
kental.
- Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati jumlah setiap
hari dari setiap orang dikeluarkan 500-1000 ml sehari yang digunakan untuk
mencerna lemak 80% dari getah empedu pigmen (warna) insulin dan zat
lainnya.
Kendali Sekresi Aliran Empedu
Sekresi empedu diatur oleh faktor impuls parasimpatis dan hormon sekretin dan
CCK. CCK dilepas untuk mengkontraksi otot kandung empedu dan merelaksasi
sfingter oddi, cairan empedu kemudian didorong kedalam duodenum
Gambar 9 :
Posisi hati dan
Kandung
empedu
Komposisi Getah Empedu
Getah empedu adalah suatu cairan yang disekresi setiap hari oleh sel hati yang
dihasilkan setiap hari 5000-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah
produksi meningkat sewaktu mencerna lemak.
Empedu berwarna kuning kehijauhan yang terdiri dari 97 % air, pigmen empedu
dan garam-garam empedu.
a. Pigmen empedu, terdiri dari biliverdin . Pigmen ini merupakan hasil
penguraian hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah terdisintegrasi.
Pigmen utamanya adalah bilirubin yang memberikan warna kuning pada
urine dan feses. Warna kekuningan pada jaringan (jaundice) merupakan
akibat dari peningkatan kadar bilirubin darah dan ini merupakan indikasi
kerusakan fungsi hati, peningkatan dekstruksi sel darah merah, atau obstruksi
duktus empedu oleh batu empedu.
b. Garam-garam empedu, yang terbentuk dari asam empedu yang berikatan
dengan kolesterol dan asam amino. Setelah diekskresi kedalam usus garam
tersebut direabsorbsi dari ileum bagian bawah kembali kehati dan didaur
ulang kembali, peristiwa ini disebut sebagai sirkulasi enterohepatika garam
empedu.
Fungsi dari garam empedu dalam usus halus adalah :
- Emulsifikasi lemak, garam empedu mengemulsi globules lemak besar
dalam usus halus yang kemudian dijadikan globules lemak lebih kecil dan
area permukaaan yang lebih luas untuk kerja enzim
- Absorbsi lemak, garam empedu juga membantu mengabsorbsi zat
terlarut lemak dengan cara memfasilitasi jalurnya menembus membran
sel
- Pengeluaran kolesterol dari tubuh, garam empedu berikatan dengan
kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil yang disebut
micelle yang akan dibuang melalui feses
3. Pankreas
Pengertian
Pankreas adalah kelenjar terelongasi berukuran besar dibalik kurvatura besar
lambung.
Kelenjar Pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah
panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari duodenum sampai ke limpa dan
beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis I & II dibelakang
lambung.
Gambar 10 : Posisi Pankreas dan duodenum
Fungsi Pankreas
a. Fungsi eksokrin (asinar), yang membentuk getah penkreas yang berisi enzimenzim pencernaan dan larutan berair yang mengandung ion bikarbonat
dalam konsentrasi tinggi. Produk gabungan sel-sel asinar mengalir melalui
duktus pancreas, yang menyatu melalui duktus empedu komunis dan masuk
keduodenum dititik ampula hepatopankreas. Getah pankreas ini dikirim ke
dalam duodenum melalui duktus penkreatikus, yang bermuara pada papila
vateri yang terletak pada dinding duodenum. Pankreas menerima darah dari
arteri penkreatika dan mengalirkan darahnya ke vena kava inferior melalui
vena pankreatika.
b. Fungsi endokrin (pulau langerhans), sekelompok kecil sel epitelium yang
berbentuk pulau-pulau kecil atau kepulauan langerhans, yang bersama-sama
membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin dan glukagon yang
langsung dialirkan ke dalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa
melewati duktus untuk membantu metabolisme karbohidrat
Hasil Sekresi dan Komposisi cairan Pankreas
Cairan pancreas mengandung enzim –enzim untuk mencerna protein, karbohidrat
dan lemak.
- Enzim proteolitik pancreas (protease), yaitu
1) Tripsinogen, yang disekresi pancreas diaktivasi menjadi tripsin oleh
enterokinase yang diproduksi oleh usus halus. Tripsin mencerna protein
dan polipeptida besar untuk membentuk polipeptida dan peptida yang
lebih kecil.
2) Kimotripsin, teraktivasi dari kimotripsinogen oleh tripsin. Kimotripsin
memiliki fungsi yang sama seperti tripsin terhadap protein.
3) Karboksipeptidase, aminopeptidase dan dipeptidase, adalah enzim yang
melanjutkan proses pencernaan protein untuk menghasikan asam-asam
amino bebas.
- Lipase Pankreas, yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan
gliserol setelah lemak diemulsi oleh garam-garam empedu.
- Amilase pancreas, yang menghidrolisis zat tepung yang tidak tercerna oleh
amilase saliva menjadi disakarida (maltosa, sukrosa, dan laktosa).
- Rribonuklease dan deoksiribonuklease, yang menghidrolisis RNA dan DNA
menjadi blok-blok pembentuk nukleotidanya.
4. Peritonium
Pengertian
Peritonium merupakan membran tipis, halus dan lembab pada rongga abdomen
dan menutupi organ-organ abdomen serta terdiri dari membran serosa rangkap.
Bagian peritoneum
Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu:
- Peritonium parietalis, yang melapisi dinding rongga abdomen.
- Peritonium visceralis, yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
abdomen.
Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritonial atau
kantong peritonium. Pada laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan
merupakan saluran telur yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum.
Didalam peritonium banyak terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar
(omentum mayor) banyak terdapat lemak yang terdapat disebelah depan
lambung. Lipatan kecil (omentum minor) meliputi hati, kurvatura minor dan
lambung berjalan keatas dinding abdomen dan membentuk mesenterium usus
halus.
Fungsi Peritonium
- Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis
- Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga
peritonium tidak saling bergesekan
- Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen
- Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi
terhadap infeksi
- Tempat perlekatan organ-organ kedinding abdomen posterior dan satu sama
lainya
- Memungkinkan pembulu-pembulu dan persyarafan untuk mencapai organorgan tanpa harus dililit oleh lemak dan mengalami penekanan
- Menutupi atau melokalisir area yang terinfeksi dengan omentum mayus
Gambar 11 rongga peritonium
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI
Banyak faktor mempengaruhi proses eliminasi fekal. Pengetahuan tentang faktorfaktor ini memungkinkan perawat melakukan tindakan antisipasi yang diperlukan
untuk mempertahankan pola eliminasi normal.
Beberapa faktor tersebut antara lain adalah :
1. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan yang mempengaruhi status eliminasi
terjadi di sepanjang kehidupan.
a. Bayi
Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih sedikit menyekresi enzim
pencernaan. Beberapa makanan, seperti zatpati yang kompleks, ditoleransi
dengan buruk. Makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat karena
gerakan peristaltik berlangsung dengan cepat. Bayi tidak mampu mengontrol
defekasi karena kurangnya perkembangan neuromuskular. Perkembangan ini
biasanya tidak terjadi sampai usia 2 sampai 3 tahun.
b. remaja
Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat selama masa remaja. Sekresi HCI
meningkat, khususnya pada anak laki-laki. Anak remaja biasanya mengonsumsi
makanan dalam jumlah lebih besar.
c. Lansia
Sistem GI pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses
pencernaan dan eliminasi.
Beberapa keadaan lansia sebagai berikut :
- Beberapa lansia mungkin tidak lagi memiliki gigi sehingga mereka tidak
mampu mengunyah makanan dengan baik. Makanan, yang memasuki saluran
GI, hanya dikunyah sebagian dan tidak dapat dicerna karena jumlah enzim
pencernaan di dalam saliva dan volume asam lambung menurun seiring
dengan proses penuaan. Ketidakmampuan untuk mencerna makanan yang
mengandung lemak mencerminkan terjadinya kehilangan enzim lipase.
- Lansia yang dirawat di rumah sakit terutama berisiko mengalami perubahan
fungsi usus. Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa terdapat 91 % insiden
diare atau konstipasi. gerakan peristaltik menurun sehingga menyebabkan
melambatnya pengosongan esofagus.
- Pengosongan esofagus yang melambat dapat menimbulkan rasa tidak nyaman
di bagian epigaster abdomen. Materi pengabsorpsi pada mukosa usus
berubah, menyebabkan protein, vitamin, dan mineral berkurang.
- Lansia juga kehilangan tonus otot pada otot dasar perineum dan sfingter anus
sehingga
lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol
pengeluaran feses.
- Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk berdefekasi akibat
melambatnya impuls saraf sehingga mereka cenderung mengalami konstipasi
2. diet
- Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya
masa dalam materi feses.
- Dinding usus teregang, menciptakan gerakan peristaltik dan menimbulkan
reflex defekasi.
- Usus bayi yang belum matang biasanya tidak dapat mentoleransi makanan
berserat sampai usianya mencapai beberapa bulan.
- Dengan menstimulasi peristaltik, masa makanan berjalan dengan cepat
melalui usus, mempertahankan feses tetap lunak.
- Makanan-makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa):
 Buah-buahan mentah (apel, jeruk)
 Buah-buahan yang diolah (prum, aprikot)
 Sayur-sayuran (bayam, kangkung, kubis)
 Sayur-sayuran mentah (seledri, mentimun)
 Gandum utuh (sereal, roti)
- Mengonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan kemungkinan normalnya
pola eliminasi
- Makanan yang menghasilkan gas, seperti bawang, kembang kol, dan buncis
juga menstimulasi peristaltik. Gas yang dihasilkan membuat dinding usus
berdistensi, meningkatkan motilitas kolon.
- Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltik, tetapi juga dapat
menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.
- Beberapa jenis makanan, seperti susu dan produkproduk susu, sulit atau tidak
mungkin dicerna oleh beberapa individu. Hal ini disebabkan oleh intoleransi
laktosa. Laktosa, suatu bentuk karbohidrat sederhana yang ditemukan di
dalam susu, secara normal dipecah oleh enzim laktase. Intoleransi terhadap
makanan tertentu dapat mengakibatkan diare, distensi gas, dan kram.
3. Asupan cairan
- Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan
kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan
mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan
cairan yang menurun memperlambat pergerakan makanan yang melalui usus.
Orang dewasa harus minum 6 sampai 8 gelas (1400 sampai 2000 ml) cairan
setiap hari.
- Minuman ringan yang hangat dan jus buah memperlunak feses dan
meningkatkan peristaltik.
- Konsumsi susu dalam jumlah besar dapat memperlambat peristaltik pada
beberapa individu dan menyebabkan konstipasi.
4. Aktivitas fisik
- Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sementara imobilisasi menekan
motilitas kolon.
- Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan untuk
meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal.
5. Factor psikologis
- Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau marah, muncul
respons stres, yang memungkinkan tubuh membuat pertahanan. Untuk
menyediakan nutrisi yang dibutuhkan dalam upaya pertahanan tersebut,
proses pencernaan dipercepat dan peristaltik meningkat. Efek samping
peristaltik yang meningkat antara lain diare dan distensi gas.
- Apabila individu mengalami depresi, system saraf otonom memperlambat
impuls saraf dan peristaltic dapat menurun.
- Sejumlah penyakit pada saluran GI dapat dikaitkan dengan stres. Penyakit ini
meliputi colitis ulseratif, ulkus lambung, dan penyakit Crohn.,
6. Kebiasaan Pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus.
- Kebanyakan individu merasa lebih mudah melakukan defekasi di kamar mandi
mereka sendiri pada waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi
mereka.
- Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan
perubahan, seperti konstipasi.
- Individu harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya.
Klien yang dirawat di rumah sakit jarang dapat mempertahankan privasi saat
melakukan defekasi.
- Fasilitas kamar mandi seringkali digunakan bersama-sama dengan teman
sekamarnya, yang kebiasaan higienenya mungkin cukup berbeda.
- Penyakit yang diderita klien sering membatasi aktivitas fisiknya dan ia
membutuhkan pispot yang ditempatkan di samping tempat tidurnya.
- Pemandangan, suara, dan bau yang dihubungkan dengan kondisi tempat
fasilitas toilet digunakan bersama-sama atau saat menggunakan pispot sering
menimbulkan rasa malu. Rasa malu membuat klien mengabaikan
kebutuhannya untuk berdefekasi.
7. Posisi Selama Defekasi
- Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet
modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan
individu untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan
intraabdomen dan mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau
individu yang menderita penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu
bangkit dari tempat duduk toilet yang rendah.
- Alat untuk meninggikan tempat duduk toilet memampukan klien untuk
bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan.
- Untuk klien imobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit.
Posisi telentang tidak memungkinkan klien mengontraksi otot-otot yang
digunakan selama defekasi. Membantu klien ke posisi duduk yang lebih
normal pada pispot akan meningkatkan kemampuan defekasi.
8. Nyeri
- Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun,
pada sejumlah kondisi, termasuk
- hemoroid, bedah rektum, fistula rektum, bedah abdomen, dan melahirkan
anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika defekasi.
- Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi keinginannya
untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul.
- Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama
defekasi.
9. Kehamilan
- Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan
diberikan pada rektum. Obstruksi sementara akibat keberadaan fetus
mengganggu pengeluaran feses' Konstipasi adalah masalah umum yang
muncul pada trimester terakhir.
10. Pembedahan dan Anestesi
- Agens anestesi, yang digunakan selama proses pembedahan, membuat
gerakan peristaltik berhenti untuk sementara waktu
- Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung, sementara
akan menghentikan gerakan peristaltik. Kondisi ini disebut ileus paralitik yang
biasanya berlangsung sekitar 24 sampai48 jam. Apabila klien tetap tidak aktif
atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi normal usus
dapat terhambat lebih lanjut.
11. Obat-obatan
- Laksatif dan katartik melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic, apabila
digunakan dengan benar, laksatif dan katartik mempertahankan pola eliminasi
normal dengan aman.
- Obat-obatan, seperti disiklomin HCI (Bentyl) menekan gerakan peristaltik dan
mengobati diare
- Obat analgesik n'arkotik menekan gerakan peristaltik.
- Opiat umumnya menyebabkan konstipasi.
- Obat-obatan antikolinergik, seperti atropin, atau glikopirolat (Robinul),
menghambat sekresi asam lambung dan menekan motilitas saluran GI
12. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering
memerlukan dikosongkannya
- isi di bagian usus. Klien tidak diizinkan untuk makan atau minum setelah
tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan
yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian bawah, atau
serangkaian pemeriksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan
barium enema atau endoskopi, klien biasanya menerima katartik dau enema.
Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan
dengan normal.
MASALAH DEFEKASI YANG UMUM
1. Konstipasi
- Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh
pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan
saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait dengan konstipasi
- Mengedan selama defekasi menimbulkan masalah pada klien yang baru
menjalani bedah abdomen, ginekologi, atau bedah rectum
- klien yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, penyakit yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular (glaukoma), dan peningkatan
tekanan intrakranial harus mencegah konstipasi dan hindari penggunaan
manuver valsalva
2. lmpaksi
- Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum,
yang tidak dapat dikeluarkan. akibat dari konstipasi yang tidak diatas
- Klien yang menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien
yang paling berisiko mengalami impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak
sadar akan kebutuhannya untuk melakukan defekasi.
3. Diare
- Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengerluaran feses
yang cair dan tidak berbentuk
- Iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir.
Akibatnya, feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak mampu
mengontrol keinginan untuk defekasi.
- Tujuan terapi ialah menghilangkah kondisi-kondisi yang memicu diare dan
memperlambat gerakan peristaltic
4. lnkontinensia
- Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan
gas dari anus
- Inkontinensia dapat membahayakan citra tubuh klien . Dalam banyak situasi,
klien secara mental menyadari tetapi secara fisik tidak mampu mecegah
defekasi. Keadaan malu klien akibat feses yang mengotori bajunya dapat
menyebabkan isolasi sosial. Klien harus bergantung pada perawat untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya.
5. Flatulen
- Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan
kram yang diakibatkan oleh gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding
usus meregang dan berdistensi
- Dalam kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa)
atau melalui anus (pengeluaran flatus). Namun, jika ada penurunan motilitas
usus akibat penggunaan opiat, agens anestesi umum, bedah abdomen, atau
imobilisasi, flatulen dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan
distensi abdomen dan menimbulkan nyeri yang terasa sangat menusuk
6. Hemoroid
- Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum.
- Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal atau hemoroid eksternal.
- Hemoroid eksternal terlihat jelas sebagai penonjolan kulit, apabila lapisan
vena mengeras, akan terjadi perubahan warna menjadi keunguan.
- Hemoroid internal memiliki membrane mukosa di lapisan luarnya
- Peningkatan tekanan vena akibat mengedan saat defekasi, selama masa
kehamilan, pada gagal jantung kongestif, dan penyakit hati kronik dapat
menyebabkan hemoroid.
7. DIVERSI USUS
- Penyakit tertentu menyebabkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran
feses secara normal dari rektum. Hal ini menimbulkan suatu kebutuhan untuk
membentuk suatu lubang {stelnra) buatan yang permanen atau sementara
- Lubang yang dibuat melalui upaya bedah (ostomi) paling sering dibentuk di
ileum (ileostomi) atau di kolon (kolostomi)
PROSES KEPERAWATAN DAN ELIMINASI FEKAL
Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat
melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen,
menginspeksi karikteristik feses, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang
berhubungan
1. RIWAYAT KEPERAWATAN
Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi eliminasi.
a. Penentuan pola eliminasi klien yang biasa, termasuk frekuensi dan waktu
defekasi dalam sehari.
b. Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi normal.
Contoh rutinitas tersebut adalah konsumsi cairan panas, penggunaan
laksatif, pengonsumsian makanan tertentu, atau mengambil waktu untuk
defekasi selama kurun waktu tertentu dalam satu hari.
c. Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi
d. Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan wama khas
feses, konsistensi feses yang biasanya encer atau padat atau lunak atau keras
e. Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien inginkan dalam
sehari. perawat menghitung penyajian buah-buahan, sayur-sayuran, sereal,
dan roti
f. Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan jumlah cairan
g. Riwayat olahraga. perawat meminta klien menjelaskan tipe dan jumlah
olahraga yang dilakukannya setiap hari secara spesifik
h. Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan di rumah. Perawat mengkaji
apakah klien menggunakan enema, laksatif, atau makanan khusus sebelum
defekasi.
i. Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GI.
Informasi ini seringkali dapat membantu menjelaskan gejala-gejala yang
muncul.
j. Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memiliki ostomi, perawat
mengkaji frekuensi drainase feses, karakter feses, penampilan dan kondisi
stoma
k. Riwayat pengobatan. Perawat menanyakan apakah klien mengonsumsi obatobatan (seperti laksatif, antasid, suplemen zat besi, dan analgesik) yang
mungkin mengubah defekasi atau karakteristik feses.
l. Status emosional. Emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi secara
bermakna. Selama pengkajian, observasi emosi klien, nada suara, dan sikap
yang dapat menunjukkan perilaku penting yang mengindikasikan adanya
stres.
m. Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam kehidupannya.
Tempat klien tinggal dapat mempengaruhi kebiasaan klien dalam defekasi
dan berkemih.
n. Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan ketangkasan klien perlu dievaluasi
untuk menentukan perlu tidaknya peralatan atau personel tambahan untuk
membantu klien.
2.
PENGKAJIAN FISIK
Perawat melakukan pengkajian fisik system dan fungsi tubuh yang kemungkinan
dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi.
a. Mulut.
Pengkajian meliputi inspeski gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang buruk atau
struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan mengunyah.
b. Abdomen.
- Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna,
bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa
adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah
vena, stoma, dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristalis tidak
terlihat. Namun, gelombang peristaltik yang terlihat dapat merupakan
tanda adanya obstruksi usus
- Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk
mengkaji bising usus di setiap kuadran. Bising usus normal terjadi setiap 5
sampai 15 detik dan berlangsung selama ½ sampai beberapa detik. Sambil
mengauskultasi, perawat. Memperhatikan karakter dan frekuensi bising
usus
 Peningkatan nada hentakan pada bising usus atau bunyi "tinkling"
(bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika terjadi distensi.
 Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif (bising usus
kurang dari lima kali per menit) terjadi jika klien menderita ileus
paralitik, seperti yang terjadi pada klien setelah menjalani pembedahan
abdomen.
 Bising usus yang bernada tinggi dan hiperaktif (bising usus 35 kali atau
lebih per menit) terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi.
- Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area
nyeri tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot
abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada di
bawah abdomen tersebut
- Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas di dalam abdomen.
 Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani.
 Masa. tumor, dan cairan menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi.
c. Rektum
Perawat menginspeksi daerah di sekitar anus untuk melihat adanya lesi,
perubahan warna, inflamasi, dan hemoroid. Untuk memeriksa rektum,
perawat melakukan palpasi dengan hati-hati. Setelah mengenakan sarung
tangan sekali pakai, perawat mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk.
Kemudian perawat meminta klien mengedan dan saat klien melakukannya,
perawat memasukkan jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang sedang
relaksasi menuju umbilikus klien. Sfingter biasanya berkonstriksi mengelilingi
jari perawat. Perawat harus mempalpasi semua sisi dinding rektum klien
dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul atau tekstur yang
tidak teratur. Mukosa rektum normalnya lunak dan halus.
3.
Pemeriksaan Lab
a. Tes Guaiak, yaitu pemeriksaan darah samar di feses (fecal occult blood
testing, FOBT), yang menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam feses.
Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang tidak terdeteksi secara
visual
b. Visualisasi
langsung,
Instrumen
yang
dimasukkan
ke
dalam
mulut_(memperlihatkan saluran Gllagian atas atau upper GI, UGI) atau
rektum (memperlihatka-n saluran GI bagian bawah) memungkinkan dokter
menginspeksi integritas lendir, pembuluh darah; dan bagian orgun tubuh
c. Endoskop fiberoptik merupakan sebuah instrumen optic yang dilengkapi
dengan lensa pengamat, selang fleksibel yang panjang, dan sebuah sumber
cahaya pada bagian ujungnya. Alat ini memungkinkun penempatan struktur
pada ujung selang dan pemasukkan instrumen khusus untuk biopsi.
d. Visualisasi tidak langsung, apabila visualisasi tidak memungkinkan (seperti
struktur GI yang lebih dalam), dokter mengandalkan pemeriksaan sinar-X
tidak langsung. Klien menelan media kontras atau media diberikan sebagai
enema Salah satu media yang paling umum digunakan adalah barium, suatu
substansi radioopaq berwarna putih menyerupai kapur, yang diminumkan ke
klien seperti milkshake. Barium digunakan dalam pemeriksaan UGI dan
barium enema.
e. Media kontras biasanya dilengkapi dengan penyedap rasa agar rasanya lebih
baik.
Diagnosa Keperawatan
Contoh diagnose keperawatan menurut NANDA:
1. Konstipasi yang berhubungan dengan
a. Imobilitas
b. Kurang privasi
c. Asupan cairan kurang adekuat
2. Konstipasi kolon yang berhubungan dengan :
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a. Asupan serat kurang adekuat
b. Asupan cairan kurang adekuat
c. Penggunaan obat dan enema yang berlangsung lama
Konstipasi dirasakan yang berhubungan dengan :
a. Keyakinan atau budaya keluarga tentang kesehatan
b. Gangguan proses piker
Diare yang berhubungan dengan :
a. Stress dan ansietas
b. Asupan diet
Inkontinensia defekasi yang berhubungan dengan :
a. Keterlibatan neuromuskuler
b. Depresi, ansietas berat
Deficit perawatan diri (toileting) yang berhubungan dengan :
a. Penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh
b. Intoleransi aktivitas
Resiko kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan :
a. Inkontinensia feses
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan :
a. Adanya ostomi
b. Inkontinensia feses
Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan harus menetapkan tujuan dan kriteria hasil dengan
menggabungkan kebiasaan atau rutinitas eliminasi klien sebanyak mungkin. Tujuan
perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut:
- Memahami eliminasi normal
- Mengembangkan kebiasaan defekasi yang teratur.
- Memahami dan mempertahankan asupan cairan dan makanan yang tepat.
- Mengikuti program olahraga secara teratur'
- Memperoleh rasa nyaman.
- Mempertahankan integritas kulit.
- Mempertahankan konsep diri.
Implementasi
Keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada upaya meningkatkan
pemahaman klien dan keluarganya tentang eliminasi fekal. Di rumah, di rumah sakit,
atau di fasilitas perawatan jangka panjang, klien yang mampu belajar dapat
diajarkan tentang kebiasaan defekasi yang efektif. Perawat harus mengajarkan klien
dan keluarga tentang diet yang benar, asupan cairan yang adekuat, dan faktorfaktor
yang menstimulasi atau memperlambat peristaltik, seperti stres emosional.
Evaluasi
Keefektifan perawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan
dan hasil akhir yang diharapkan dari perawatan Secara optimal klien akan mampu
mengeluarkan feses yang lunak secara teratur tanpa merasa nyeri. Klien juga akan
memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan pola eliminasi normal
dan untuk mendemonstrasikan keberhasilan yang berkelanjutan, yang diukur
berdasarkan interval waktu tertentu dalam suatu periode yang panjang. Klien akan
mampu melakukan defekasi secara normal dengan memanipulasi komponenkomponen alamiah dalam kehidupan sehari-hari seperti diet, asupan cairan, dan
olahraga. Ketergantungan klien pada tindakan bantuan untuk membantu defekasi
seperti enema dan penggunaan laksatif, menjadi minimal. Klien akan merasa
nyaman dengan protokol ostomi dan mengidentifikasikan protocol tersebut sebagai
sesuatu yang dapat dipraktikkan secara pasti.
BEBERAPA PROSEDUR KEGIATAN DALAM ELIMINASI FEKAL
1. Meningkatkan Kebiasaan Defekasi Secara Teratur
Salah satu kebiasaan paling penting yang dapat perawat ajarkan tentang
kebiasaan defekasi ialah menetapkan waktu untuk melakukan defekasi. Perawat
menganjurkan klien untuk mulai menetapkan waktu defekasi yang paling
memungkinkan dalam sehari yang akan drjadikan sebagai rutinitas, biasanya
satu jam setelah makan. Apabila klien harqs menjalani tirah baring atau
membutuhkan bantuan dalam berjalan, perawat harus menawarkan sebuah
pispot atau membantu klien mencapai kamar mandi.
2. Meningkatkan Defekasi Normal
Untuk membantu klien berdefekasi secara normal dan tanpa rasa tidak nyaman,
sejumlah intervensi dapat menstimulasi refleks defekasi
a. Posisi Jongkok
Perawat mungkin perlu membantu klien yang memiliki kesulitan untuk
mengambil posisi jongkok akibat kelemahan otot atau masalah-masalah
mobilitas. Klien dapat membeli tempat duduk toilet yang dapat ditinggikan
untuk digunakan di rumah. Dengan tempat duduk seperti ini, klien tidak
perlu melakukan banyak upaya untuk berdiri atau duduk
b. Mengatur Posisi di Atas Pispot
- Klien yang menjalani tirah baring harus menggunakan pispot untuk
defekasi. Wanita menggunakan pispot sebagai tempat untuk
mengeluarkan urine dan feses, sementara pria menggunakan pispot
hanya untuk defekasi.
- Tesedia dua tipe pispot pispot yang reguler, terbuat dari bahan logam
atau plastik yang keras, dengan ujung bagian atas halus dan melengkung
serta tepi bagian bawahnya tajam dengan kedalaman sekitar 5 cm
-
-
Bagian ujung atas pispot tersebut memuat bokong dan sakrum, dengan
ujung bagian bawahnya tepat berada di bawah paha bagian atas. pispot
harus cukup tinggi sehingga feses dapat memasuki pispot. Pispot logam
harus dihangatkan dengan air terlebih dahulu, kemudian dikeringkan.
Apabila klien tidak dapat melakukan mobilisasi atau jika tidak aman
membiarkan klien melakukan upaya seperti di atas, klien dapat
menggeser badannya ke atas pispot dengan menggunakan langkahlangkah berikut:
♦ Rendahkan kepala tempat tidur yang datar dan bantu klien
menggeser badannya ke salah satu sisi, dengan punggung
membelakangi Anda.
♦ Taburkan bedak secukupnya ke bagian punggung dan bokong untuk
mencegah kulit menempel pada pispot.
♦ Letakkan pispot dengan mantap tepat di bawah bokong, turunkan
bedpan yang menempel dengan bokong klien di atas matras dengan
bagian yang bercelah mengarah ke kaki klien.
♦ Dengan meletakkan satu tangan pada pispot, letakkan tangan yang
lain di sekeliling pinggul distal klien. Minta klien untuk menggeser
tubuhnya ke atas pispot, dalam keadaan datar di atas tempat tidur.
Jangan menggeser pispot di bawah klien.
♦ Dengan posisi klien yang nyaman, tinggikan kepala tempat tidur 30
derajat.
♦ Letakkan sebuah handuk gulung atau di bawah kurva lumbal
punggung klien untuk menambah rasa nyaman.
♦ Tinggikan posisi lutut yang ditekuk atau minta klien menukukan lutut
untuk mengambil posisi jongkok. Jangan tinggikan lekukan lutut, jika
dikontraindikasikan
Gambar : Posisi di atas pispot .
a. Atas, posisi klien yang tidak benar.
b. Bawah, posisi klien yang benar
mengurangi ketegangan pada punggung
bagian belakang.
c. Katartik dan Laksatif.
Katartik dan laksatif memberi efek jangka pendek mengosongkan usus.
Agens ini juga digunakan untuk mengeluarkan feses pada klien yang
menjalani pemeriksaan saluran GI dan pembedahan abdomen. Katartik dan
laksatif tersedia dalam bentuk dosis oral, tablet, dan bubuk supositoria.
Supositoria katartik, seperti bisakodil (Dulcolax) dapat bereaksi dalam 30
menit.
d. Agens Antidiare.
Untuk klien yang menderita diare, seringnya pengeluaran feses yang encer
merupakan suatu masalah. Kebanyakan agens antidiare yang paling efektif
adalah opiat, seperti kodein fosfat, opium tintur (Paregoric), dan difenoksilat
(Lomotil). Agens opiat antidiare menurunkan tonus otot usus sehingga
memperlambat keluaran feses. Opiat menghambat gelombang peristaltic
yang menggerakkan feses ke arah depan, tetapi opiate juga meningkatkan
kontraksi segmen yang membuat isi usus tercampur.
e. Enema.
Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rektum dan kolon
sigmoid. Alasan utama enema ialah untuk meningkatkan defekasi dengan
menstimulasi peristaltik. Volume cairan, yang dimasukkan, memecah masa
feses, meregangkan dinding rektum, dan mengawali refleks defekasi. Enema
juga diberikan sebagai alat transportasi obat-obatan yang menimbulkan efek
local pada mukosa rectum.
Perawat memberikan enema dalam guatu paket komersial, unit sekali pakai,
atau dengan menggunakan peralatan yang dapat dipakai ulang, yang
dipersiapkan sebelum digunakan. Teknik steril tidak perlu dilakukan karena
di dalam kolon normalnya mengandung bakteri. Namun demikian, perawat
mengenakan sarung tangan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme
feses.
f. Pengeluaran Feses secara Manual.
Pada klien yang mengalami impaksi, masa feses mungkin terlalu besar untuk
dikeluarkan secara volunter. Apabila enema tidak berhasil, perawat harus
memecah masa feses dengan jari tangan dan mengeluarkannya bagian demi
bagian
Langkah-langkah untuk mengeluarkan feses secara manual ialah sebagai
berikut:
a. Jelaskan prosedur. Ukur tanda-tanda vital klien sebelum melakukan
prosedur. Bantu klien untuk berbaring miring dengan lutut fleksi dan
tubuhnya membelakangi Anda.
b. Selimuti badan dan ekstremitas bawah dengan sebuah selimut mandi
dan letakkan alas yang kedap air di bawah bokong. Tempatkan sebuah
pispot di samping klien.
c. Kenakan sarung tangan sekali pakai dan lumasi jari telunjuk tangan
dominan Anda dengan jeli pelumas.
d. Dengan perlahan masukkan jari telunjuk yang telah mengenakan sarung
tangan ke dalam rektum dan masukkan jari lebih dalam secara perlahan
di sepanjang dinding rektum menuju umbilikus.
e. Regangkan masa feses dengan mantap, dengan memijat-mijat daerah di
sekitarnya. Gerakkan jari ke dalam masa yang mengeras
f. Turunkan feses ke arah bawah menuju ujung rektum. Keluarkan feses
sedikit demi sedikit dan buang ke dalam pispot.
g. Kaji kembali denyut janrung klien dan lihat adanya tanda-tanda
keletihan. Hentikan prosedur jika denyut jantung menurun secara
signifikan atau jika irama jantung klien berubah.
h. Lanjutkan pembuangan feses dari usus sampai bersih dan biarkan klien
beristirahat di antara waktu enema tersebut.
i. Begitu prosedur selesai, beri lap basah dan handuk untuk mencuci dan
mengeringkan bokong dan daerah anus. Bantu sesuai kebutuhan.
j. Lepaskan pispot dan buang feses. Lepaskan sarung tangan dengan
membalik bagian dalam keluar, kemudian buang.
k. Bantu klien ke toilet atau bersihkan pispot jika keinginan untuk defekasi
timbul.
l. Cuci tangan. Catat hasil pengeluaran impaksi dengan menguraikan
karakteristik feses.
m. Prosedur dapat diikuti dengan pemberian enema atau katartik.
n. Kaji kembali tanda-tanda vital klien.
g. Bowel Training (pelatihan defekasi)
Program pelatihan melibatkan pengaturan kegiatan rutin sehari-hari. Klien
memperoleh kontrol reflex defekasi dengan berusaha melakukan defekasi
pada waktu yang sama setiap hari dan menggunakan tindakan yang dapat
meningkatkan defekasi
Program yang sukses dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
a. Mengkaji pola eliminasi normal dan mencatat waktu saat klien menderita
inkontinensia usus.
b. Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan
defekasi.
c. Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria
katartik sekurang-kurangnya setengah jam sebelum waktu defekasi yang
dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari feses sehingga supositoria
menyentuh mukosa usus).
d. Menawarkan minuman panas (teh panas) atau jus buah (us prune) (atau
cairan apapun yang secara normal menstimulasi peristaltik klien) sebelum
waktu defekasi
e. Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
f. Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15 sampai
20 menit).
g. Menginstruksikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat duduk
di atas tiolet, untuk memberikan tekanan manual dengan menggunakan
kedua tangan pada abdomen, dan untuk mengedan tetapi jangan
mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon.
h. Tidak mengritik atau membuat klien frustrasi jika ia gagal melakukan
defekasi.
i. Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat
secara teratur.
j. Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.
h. PERAWATAN OSTOMI
Ostomi inkontinen membutuhkan sebuah kantong untuk mengumpulkan
materi feses. Sistem kantong yang efektif melindungi kulit, menampung
materi feses, bebas dari bau yang tidak sedap, dan memberikan rasa nyaman
serta tidak menarik perhatian orang. Banyak sistem kantong yang tersedia.
Untuk memastikan bahwa kantong terpasang dengan benar dan memenuhi
kebutuhan klien, perawat mempertimbangkan lokasi ostomi, tipe dan
ukuran stoma, tipe dan jumlah keluaran stoma, ukuran dan kontur abdomen,
kondisi kulit di sekitar stoma, aktivitas fisik klien, keinginan pribadi klien,
usia,,dan keterampilan klien, serta biaya peralatan
3. MEMPERTAHANKAN ASUPAN CAIRAN DAN MAKANAN YANG SESUAI
Klien yang sering memiliki masalah konstipasi atau impaksi perlu meningkatkan
asupan makanan tinggi serat dan mengonsumsi lebih banyak cairan. Apabila
masalah eliminasi berupa diare, perawat dapat merekomendasikan makanan
yang mengandung rendah serat dan melarang konsumsi makanan yang
umumnya menimbulkan gangguan lambung atau kram abdomen. Terapi diet
penting untuk klien dengan ostomi. Selama minggu-minggu pertama setelah
pembedahan, banyak dokter merekomendasikan diet rendah serat, terutama
untuk klien ileostomi karena usus halus membutuhkan waktu untuk beradaptasi
terhadap diversi. Makanan rendah serat meliputi roti, mie; nasi, keju krim, telur
(tidak digoreng), jus buah yang disaring, daging tidak berlemak, ikan, dan daging
unggas.
4. MENINGKATKAN LATIHAN FISIK SECARA TERATUR
Program latihan harian membantu mencegah timbulnya masalah eliminasi.
Berjalan, mengendarai sepeda, atau berenang menstimulasi peristaltic. Perawat
harus berupaya mengupayakan ambulasi secepat mungkin untuk klien yang
sementara mengalami imobilisasi
Latihan membantu klien-klien yang terbaring di tempat tidur dalam
menggunakan bedpan. Klien dapat melakukan latihan berikut:
a. Berbaring telentang; kencangkan otot-otot abdomen seakan-akan
mendorong otot-otot tersebut ke dasar. Tahan sampai hitungan ketiga;
kemudian rileks. Ulangi 5 sampai l0 kali sesuai kemampuan klien.
b. Tekuk dan kontraksikan otot-otot paha dengan mengangkat satu lutut
dengan perlahan ke arah dada. Ulangi sekurang-kurangnya lima kali untuk
setiap tungkai dan tingkatkan frekuensi sesuai kemampuan klien.
5. MENINGKATKAN RASA NYAMAN
Banyak klien mengalami rasa tidak nyaman akibat perubahan dalam eliminasi.
Nyeri timbul saat jaringan hemoroid secara langsung teriritasi. Flatulen juga
dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, terutama jika terjadi distensi.
Tujuan utama untuk klien dengan hemoroid ialah supaya mereka dapat
mengeluarkan feses yang berbentuk lunak tanpa rasa nyeri.
- Asupan diet, cairan dan latihan fisik secara teratur yang tepat meningkatkan
kemungkinan feses menjadi lunak. Apabila klien mengalami konstipasi,
pengeluaran feses yang keras dapat mengakibatkan perdarahan dan iritasi.
- Kompres panas lokal pada hemoroid yang membengkak membuat rasa nyeri
hilang untuk sementara. Rendam duduk merupakan cara yang paling efektif
dalam memberikan rasa panas pada klien
- Untuk meredakan rasa tidak nyaman akibat flatulen, perawat harus
melakukan tindakan untuk mengurangi flatus atau meningkatkan pengeluaran
flatus. Menelan udara dapat meningkatkan flatus. Klien dapat mengurangi
jumlah udara yang tertelan dengan tidak meminum minuman ringan yang
mengandung karbonat, tidak menggunkan sedotan untuk minum, dan tidak
mengunyah permen karet atau pefinen yang keras. Apabila flatulen semakin
berat akibat penurunan peristaltik, sering digunakan selang nasogastrik untuk
mengeluarkan flatus.
- Apabila flatulen mengakibatkan kam abdomen, ambulasi meningkatkan
pengeluaran flatus, Meminta klien berjalan di sepanjang lorong dapat cukup
untuk menstimulasi peristaltik dan mengeluarkan gas. Apabila tindakan
konservatif gagal, flatulen dapat diredakan dengan memasukkan selang
rektum. Klien mengambil posisi berbaring miring saat perawat memasukkan
selang dengan cara yang sama seperti enema. Perawat dapat memasukkan
selang lebih dalam untuk mencapai daerah tempat flatus terakumulasi (15 cm
pada orang dewasa,5 sampai i0 cm pada anak). Setelah memasukkan selang,
perawat menginstruksikan klien untuk berbaring di atas tempat tidur dengan
tenang. Untuk mencegah tabung supaya tidak terlepas, perawat
menempelkannya pada salah satu bagian bokong. Sebuah balutan kasa atau
pelapis kedap air yang ditempaikan di sekeliling ujung selang rektum yang
terbuka akan menampung materi feses yang encer.
6. MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS KULIT
Klien yang mengalami diare atau inkontinensia feses berisiko mengalami
kerusakan kulit jika kandungan feses tertinggal di kulit merawat klien yang
mengalami kelemahan, yakni klien yang mengalami inkontinensia dan tidak
mampu meminta bantuan, perawat harus sering memeriksa defekasi klien.
Daerah anus dapat dilindungi dengan menggunakan jeli petrolatum, oksida zink,
atau minyak lain yang menjaga kelembaban kulit, mencegah kulit kering dan
pecah-pecah, Infeksi jamur pada kulit dapat timbul dengan mudah. Beberapa
agens antijamur berbentuk bubuk efektif untuk melawan jamur. Bedak bayi atau
tepung jagung tidak boleh digunakan karena materi tersebut tidak mengandung
materi medis dan seringkali melekat pada kulit serta sulit dibersihkan
7. MENINGKATKAN KONSEP DIRI
Apabila klien mengalami masalah eliminasi, konsep dirinya dapat terancam
klien mungkin menghindari sosialisasi dengan orang lain atau tidak berkeinginan
untuk melaksanakan tanggung jawab dalam merawat dirinya. perawat dapat
memainkan peranan penting dalam mengembalikan konsep diri klien melalui
intervensi berikut:
- Berikan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan masalah atau rasa
takutnya tentang masalah eliminasi.
- Berikan klien dan keluarganya informasi sehingga mereka dapat memahami
dan menangani masalah eliminasi
- Berikan umpan balik positif jika klien berupaya melakukan perawatan dirinya
secara mandiri.
- Bantu klien menangani kondisi tetapi jangan mengharapkan klien untuk
menyukainya.
- Jaga privasi klien selama prosedur berlangsung
- Perlihatkan sikap menerima dan memahami klien.
KONSEP INTI
♦ Fungsi utama proses eliminasi ialah mempertahankan keseimbangan cairan.
♦ Pemecahan mekanis unsur-unsur makanan, motilitas gastrointestinal, dan
absorpsi selektif serta sekresi substansi oleh usus besar mempengaruhi
karakter feses.
♦ Peristaltik masa di dalam usus besar paling kuat terjadi pada satu jam setelah
makan.
♦ Mengkomsumsi makanan yang mengandung tinggi serat dan meningkatkan
asupan cairan mempertahankan feses tetap lunak.
♦ Penggunuan laksatif secara teratur dapat mengakibatkan konstipasi.
♦ Stimulasi vagal yang memperlambat denyut jantung dapat terjadi selama
mengedan ketika defekasi, mengukur suhu melalui rektal, dan melakukan
enema.
♦ Bahaya paling besar dari diare ialah terjadinya ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
♦ Lokasi ostomi mempengaruhi konsistensi feses.
♦ Pengkajian pola eliminasi harus berfokus pada kebiasaan defekasi, faktorfaktor yang secara normal mempengaruhi defekasi, perubahan-perubahan
eliminasi saat ini, dan pemeriksaan fisik.
♦ Tes guaiak direkomendasikan untuk klien yang menggunakan antikoagulan,
menderita gangguan perdarahan atau gangguan gastrointestinal yang
menyebabkan perdarahan atau pada klien yang berisiko menderita kanker
kolon.
♦ Visualisasi langsung dan tidak langsung saluran
♦ gastrointestinal bagian bawah dapat dilakukan, apabila usus dibersihkan
sebelum prosedur dilakukan.
♦ Perawat harus mempertimbangkan frekuensi defekasi, karakteristik feses, dan
efek makanan pada fungsi pencernaan saat menyeleksi diet yang
diprogramkan untuk meningkatkan eliminasi normal.
♦ Pengaturan posisi yang benar di atas pispot memungkinkan klien mengambil
posisi yang serupa dengan posisi berjongkok tanpa menimbulkan ketegangan
otot.
♦ catartik atau laksatif harus diberikan sesaat sebelum waktu rutin defekasi.
♦ Pemberian enema yang benar adalah memasukkan larutan hangat secara
perlahan dalam jumlah yang tepat.
♦ Pemilihan dan penggunaan sistem kantung ostomi yang tepat adalah penting untuk
mencegah kerusakan kulit di sekitar stoma. Irigasi ostomi dilakukan dengan prinsip
yang sama dengan pemberian enema, kecuali diperlukannya diperlukannya sebuah
selang irigasi khusus dan klien tidak dapat mengontrol pengeluaran fesesnya.
♦ Bahaya selama mengeluarkan feses meliputi trauma pada mukosa rektum dan
stimulasi vagal.
♦ Kerusakan kulit dapat terjadi setelah feses cair berulang kali.
PROSES KEPERAWATAN DAN ELIMINASI FEKAL
pola eliminasi
Rutinitas meningkatkan eliminasi
Perubahan eliminasi
Deskripsi klien (karakteristik feses)
diet
Riwayat
keperawat
an
Asupan cairan tiap hari
Alat bantuan eliminasi
pembedahan
Diversi usus
pengobatan
Status emosional
Riwayat sosial
Mobilitas & ketangkasan
Pengkajian
mulut
Pemeriksaan
fisik
abdomen
rektum
Tes guaiak
Visualisasi langsung
Pemeriksaan
Lab
endoskop
Tes guaiak
Visualisasi tidak langsung
Media kontras
1.
Diagnosa
Perencanaan
Evaluasi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Konstipasi
Konstipasi kolon
Konstipasi yang dirasakan
Diare
Inkontinensia defekasi
Deficit perawatan diri
Resiko kerusakan integritas kulit
Gangguan citra tubuh
- Memahami eliminasi normal
- Mengembangkan kebiasaan defekasi yang
teratur.
- Memahami dan mempertahankan asupan
cairan dan makanan yang tepat.
- Mengikuti program olahraga secara teratur'
- Memperoleh rasa nyaman.
- Mempertahankan integritas kulit.
- Mempertahankan konsep diri.
- klien akan mampu mengeluarkan feses
yang lunak secara teratur tanpa merasa
nyeri.
- Klien juga akan memperoleh informasi
yang dibutuhkan untuk menetapkan pola
eliminasi
- Klien akan mampu melakukan defekasi
secara normal dengan memanipulasi
komponen-komponen alamiah dalam
kehidupan sehari-hari seperti diet, asupan
cairan, dan olahraga.
- Ketergantungan klien pada tindakan
bantuan untuk membantu defekasi seperti
enema dan penggunaan laksatif, menjadi
minimal.
- Klien akan merasa nyaman dengan
protokol ostomi dan mengidentifikasikan
protocol tersebut sebagai sesuatu yang
dapat dipraktikkan secara pasti.
Download