PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGANALISIS MISKONSEPSI SISWA (Penelitian Deskritif di SMP N 3 Tangerang Selatan) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) Oleh: LIDYAWATI NIM: 108016100072 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI Skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas. Jakarta, Januari 2014 Yang mengesahkan: Pembimbing I, Pembimbing II, Baiq Hana Susanti, M.Sc Meiry Fadilah Noor, M.Si NIP: 19700209 200003 2 001 NIP: 19800516 200710 2 001 LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 25 Februari 2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Biologi. Jakarta, April 2014 Panitia Ujian Munaqasah Tanggal Tanda Tangan .......................... .......................... .......................... .......................... .......................... .......................... Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA) Baiq Hana Susanti, M.Sc NIP. 19700209 200003 2 001 Penguji I Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd NIP. 19650115 198703 1 020 Penguji II Eny S. Rosyidatun, S.Si., M.A NIP. 19750924 200604 2 001 Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Dra. Nurlena, M.A., Ph.D. NIP. 19591020 198603 2 001 SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Lidyawati NIM : 108016100072 Jurusan : Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi Alamat : Kp. Cikalagan No. 26 Rt. 002 / Rw. 010 DesaCileungsi, Kec. Cileungsi - Kab. Bogor MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA Bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa adalah benar hasil karya sendiri dibimbing dosen: 1. Baiq Hana Susanti, M.Sc. NIP: 19700209 200003 2 001 Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi 2. Meiry Fadilah Noor, M. Si. NIP: 19800516 200710 2 001 Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri. Jakarta, Januari 2014 yang menyatakan Lidyawati ABSTRAK Lidyawati. Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa (Penelitian Deskriptif di SMP N 3 Tangerang Selatan). Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi,Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan peta konsep sebagai upaya untuk menganalisis miskonsepsi siswa. Peta konsep merupakan alat yang digunakan dalam mengevaluasi proses pembelajaran. Pembelajaran dengan peta konsep dapat diterapkan untuk menyelidiki pengetahuan yang dimilikisiswa, cara belajar siswa, dan miskonsepsi pada siswa, sehingga dapatdigunakanuntuk mengevaluasi proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP N 3 Tangerang Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling diperoleh 45 siswa dari tiga kelas dengan ketentuan guru yang mengajar bidang studi tersebut sama. Materi yang digunakan untuk menganalisis miskonsepsi merupakan konsep yang telah dipelajari, yaitu konsep sistem pencernaan pada manusia. Instrumen yang digunakan adalah peta konsep acuan dan pedoman wawancara. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan. Data hasil penelitian dianalisis dengan statistik deskriptif kuantitatif dan kualitatif.Hasil menunjukkan bahwa rata-rata peta konsep dalam kriteria rendah.Rendahnya peta konsep siswa disebabkanolehterdapatnya sebaran pernyataan pengetahuan siswa dengan ratarata miskonsepsi 17,4% dan tidak tahu konsep 49,4%, sehingga rata-rata siswa yang tahu konsep hanya sebesar 33,2%. Adapun subkonsep yang memberikan persentase miskonsepsi terbesar, yaitu padamulut (46,7%), usus besar (48,9%), subkonsep pencernaan secara mekanik dan pencernaan secara kimiawi yang masing-masing (40%).Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa peta konsep efektif digunakan untuk mengetahuimiskonsepsi siswa pada konsep sistem pencernaan pada manusia. Kata Kunci: Miskonsepsi,Peta Konsep, dan Sistem Pencernaan pada Manusia i ABSTRACT Lidyawati. The Use of Concept Map for Analyzing Student Misconceptions (Descriptive Research at SMP N 3South Tangerang).BA Thesis, The Study Program of Biology Education, Department of Natural Science Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah StateIslamic University Jakarta, April 2014. This study aims to determine the use of concept maps in order to analyze the students misconceptions. Concept map is a tool used in evaluating the learning process. Learning with concept maps can be applied to investigate the knowledge of students, student learning, and student misconceptions, so it can be used to evaluate the learning process. This research was conducted in class VIII SMP N 3 South Tangerang school year 2012/2013. The method used was descriptive method. Sampling was done using random sampling techniques gained 45 students from three classes with the provisions of the teachers who teach the same subjects. The material used to analyze misconceptions is a concept that has been studied, namely the concept of the human digestive system. The instrument used was a concept map reference and interview guide. The study was conducted in three stages, namely preparation, execution, and conclusions-making. The data were analyzed with quantitative and qualitative descriptive statistics. The results obtained showed that the average concept maps in the low criteria. The low student concept maps caused by the presence of the distribution of knowledge statements students with misconceptions average of 17.4% and 49.4% did not know the concept, so that the average student knows the concept of only 33.2%. The subconceptsgiving the largest percentage of misconception,were related to mouth (46.7%), large intestines (48.9%), and subconceptmechanical digestion and chemical digestion (40%, each of them). Thus, it can be stated that the concept map was effectively used to identifystudentsmisconceptions of the human digestive system concept. Keywords: Concept Map, Human Digestive System, and Misconceptions. ii KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur senantiasa tercurah kepada Allah SWT atas rahmat, menciptakan manusia dengan hidayah serta karunia-Nya yang telah sangat sempurna dan memberikan ilmu pengetahuan lebih dari makhluk ciptaan-Nyayang lain. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAWsebagai sauri tauladan yang baik bagi seluruh manusia, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam rangka menyelesaian studistarta 1 (S1) untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan(S.pd) yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan untuk menerapkan dan mengembangkan teoriteori yang penulis peroleh selama kuliah. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya peran serta dari pihak lain yang telah banyak memberikan doa, dorongan, bantuan, bimbingan dan petunjuk. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA., Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 3. Meiry Fadilah Noor, M.Si Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 4. Para dosen-dosen yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan, selama penulis mengikuti perkuliahan. iii iv 5. Maryono, S.E.M.M.Pd., Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Tangerang Selatan, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan bantuannya selama penelitian. 6. Laila Lubis, S. Pd., Guru bidang studi Biologi SMP Negeri 3 Tangerang Selatan, yang telah banyak memberikan waktunya, bantuan, arahan, saran dan motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian. 7. Siswa/i kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan atas kesediaanya menjadi responden dan kerjasamanya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. 8. Alm. Bapak Omon dan Ibu R. Yayat tercinta dan terkasih, selaku kedua orang tua penulis yang selalu berjuang memelihara, mendidik, dan mencurahkan kasih sayangnya tiada tara tanpa pamrih, memanjatkan do’a yang tiada hentihentinya akan keberhasilan penulis, dan memberi bantuan baik moril maupun materil serta semangat kepada penulis. Semoga Allah senantiasa melindunginya. 9. Adik-adikku tersayang (Sity Adhitia S. dan Ilham Yudhistira) yang sabar menuntun, memberi saran, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini. 10. Teman-teman seperjuangan (Ana, Nelly, Aan, Suci, Lia, Yuli, Titik, Nurma, Irma, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas doa, motivasi, dan semangatnya. 11. Keluarga besar memperhatikan, HCC dan menanyakan, seseorang yang selalu saling mendoakan, mengingatkan, dan memotivasi, memberikan semangat penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 12. Penghuni Kosan Ceria Hahaha.. Khususnya adik-adikku (Yuli dan Amel), terimakasih atas doa, perhatian, motivasi, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 13. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2008 yang memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah banyak memberikan dukungan, saran, nasehat serta perhatian kepada penulis v dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak, Ibu dan Saudara/i sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amien Ya Robbal’Alamin. Jakarta, Januari 2014 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................................i ABSTRACT ...............................................................................................................ii KATA PENGANTAR .............................................................................................iii DAFTAR ISI ............................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................ix DAFTAR TABEL ....................................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ......................................................................1 B. IdentifikasiMasalah ...........................................................................7 C. PembatasanMasalah ..........................................................................7 D. PerumusanMasalah............................................................................8 E. Tujuandan Manfaat Penelitian...........................................................8 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teoritis ...................................................................................10 1. Konsep .........................................................................................10 2. Konsepsi.......................................................................................14 3. Miskonsepsi ..................................................................................15 a. Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya ..............................15 b. Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa ...........................18 4. Peta Konsep .................................................................................19 a. Pengertian Peta Konsep ..........................................................19 b. Tujuan Pembelajaran Peta Konsep .........................................21 c. Ciri-ciri Peta Konsep...............................................................22 d. Macam-macam Peta Konsep...................................................23 vi vii e. Fungsi Peta Konsep.................................................................25 f. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep ...............................25 g. Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep................................27 h. Rubrik Penilaian Peta Konsep ................................................28 B. Temuan HasilPenelitianyang Relevan...............................................31 C. KerangkaBerpikir ..............................................................................34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat danWaktuPenelitian .............................................................36 B. MetodePenelitian...............................................................................36 C. Unit Analisis ......................................................................................37 D. Instrumen Penelitian..........................................................................37 E. Kalibrasi Instrumen ...........................................................................38 F. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................39 G. Langkah-langkah Pengumpulan Data...............................................41 1. Tahap Persiapan ...........................................................................41 2. Tahap Pelaksanaan .......................................................................41 3. Tahap Penarikan Kesimpulan .......................................................41 H. Teknik Analisis Data ........................................................................41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian .............................................................................43 1. Gambaran Karakteristik Responden yang Diteliti ........................43 2. Hasil Penelitian Peta Konsep Siswa.............................................44 3. Hasil Pengolahan Sebaran Pernyataan Peta Konsep Siswa .........47 4. Hasil Wawancara Siswa ...............................................................48 B. Pembahasan.......................................................................................51 viii BAB V PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................62 B. Saran ................................................................................................63 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................64 LAMPIRAN ..............................................................................................................67 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep ..............................................................30 Gambar 3.1 Peta Konsep Acuan .................................................................................38 Gambar 4.1 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Rendah ...............................................52 Gambar 4.2 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Sedang ...............................................53 Gambar 4.3 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Tinggi .................................................54 ix DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi ................................................................................16 Tabel 2.2 Langkah-Langkah Membuat Peta Konsep .................................................26 Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tiap Kelas Berdasarkan Jenis Kelamin ..............44 Tabel 4.2 Nilai Peta Konsep Siswa.............................................................................45 Tabel 4.3 JumlahSiswaBerdasarkanKriteriaTinggi, Sedang, danRendah...................46 Tabel 4.4 Jumlah Rata-rata Proposisi, Hierarki, danKaitanSilang..............................46 Tabel 4.5 Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep (TK), Miskonsepsi (M), dan Tidak Tahu Konsep (TTK) ..................................................................47 Tabel 4.6 Rekapitulasi Kisi-kisi Hasil Wawancara Siswa..........................................49 x DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Buku Paket Siswa Ke-1 .................................................................... 67 Lampiran 2 Buku Paket Siswa Ke-2 ..................................................................... 81 Lampiran 3 Validasi Instrumen dan Instrumen Peta Konsep Acuan (PKA)......... 93 Lampiran 4 Panduan Pembuatan dan Penyusunan Peta Konsep........................... 96 Lampiran 5 LembarKerja Siswa (LKS) ................................................................ 103 Lampiran 6 Hasil Peta Konsep Siswa.................................................................... 110 Lampiran 7 Perhitungan Peta Konsep Berdasarkan Kriteria Penilaian .................. 119 Lampiran 8 Hasil Penilaian Peta Konsep Siswa .................................................... 121 Lampiran 9 Hasil Temuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Sesuai PKA.................................................................................................... 123 Lampiran10 HasilTemuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Di Luar PKA.................................................................................................... 133 Lampiran11 Hasil Wawancara Guru ...................................................................... 136 Lampiran12 Hasil Wawancara Siswa ..................................................................... 139 Lampiran 13 Uji Referensi .................................................................................... 145 Lampiran 14 Surat Bimbingan Skripsi.................................................................... 152 Lampiran 15 Surat Permohonan Izin Observasi ................................................... 153 Lampiran 16 Surat Permohonan Izin Penelitian ................................................... 154 Lampiran 17 Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 155 Lampiran 18 Foto-foto Penelitian ........................................................................... 156 xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan kepribadian dan kecerdasan. Usaha ini dapat dilakukan dengan membina potensi atau kemampuan yang ada di manusia itu sendiri. Proses usaha tersebut bertujuan mencerdaskan pendidikan Indonesia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Menurut Muhibinsyah dalam Sagala, pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu, agar siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.1 Pendidikan sendiri bukan saja usaha proses transfer informasi guru kepada siswa, namun interaksi yang terjadi antara guru dan siswa, sehingga siswa tidak saja mengetahui tetapi juga memahami pembelajaran yang diajarkan. Mengingat sangat pentingnya kehidupan, usaha untuk maka usaha mencapai tujuan pendidikan nasional bagi harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Usaha memperbaiki pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik khususnya dalam hal pemahaman siswa terhadap suatu konsep dalam pembelajaran di kelas. Pendidikan menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, yaitu Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peseta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 2 Usaha yang lemah dalam kualitas pendidikan di Indonesia menjadi masalah besar. Hal ini dibuktikan fakta yang berasal dari temuan hasil survei yang 1 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 3. 2 Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V, h. 60-61. 1 2 dilakukan oleh The Trends International Mathematics and Science Studies (TIMSS) pada tahun 2007 untuk siswa sekolah menengah, Indonesia berada pada posisi ke 36 dari 48 negara untuk matematika. Nilai rata-rata yang didapat siswa Indonesia pun sangat rendah yaitu 397 sementara rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei adalah 452. Pada bidang studi sains pun tidak jauh berbeda, Indonesia berada pada posisi 35 dari 48 negara dengan nilai rata-rata, yaitu 427 sementara rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei adalah 467. 3 Sedangkan pada Programme for International Student Assesment (PISA) berdasarkan hasil survei 31 negara dengan sampel siswa yang berusia 15 tahun pada tahun 2009, siswa Indonesia menunjukkan masih sangat rendah dengan diperlihatkan hasil dari literasi membaca memperoleh nilai rata-rata, yaitu 402 dari nilai rata-rata keseluruhan survei 432 dengan posisi negara ke-23. Literasi matematika memperoleh nilai rata-rata, yaitu 371 dari nilai rata-rata keseluruhan survei 436 dengan posisi negara ke-27. Serta literasi sains memperoleh nilai ratarata, yaitu 383 dari nilai rata-rata keseluruhan survei 439 dengan posisi negara ke26.4 Berdasarkan hasil TIMSS dan PISA memperlihatkan pendidikan matematika dan sains pada siswa Indonesia sangatlah rendah. Salah satu penyebab dari lemahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini adalah kurangnya pemahaman konsep, disebabkan dalam proses pembelajaran di kelas, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membangun pemahaman konsep dalam mentalnya. Sedangkan dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran sains, yaitu biologi siswa dituntut untuk memahami dan menghayati bagaimana konsep itu diperoleh, menghubungkan satu konsep dengan konsep lain dan menggunakan konsep-konsep tersebut untuk menunjang konsep sains lainnya. 3 Patrick Gonzales, et. al, Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourth- and Eighth-Grade Students in an International Context (NCES 2009–001Revised), National Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences, U.S. Department of Education. Washington, DC, (2009), p. 7 & 32. 4 Howard L. Fleischman, et. al, Highlights From PISA 2009: Performance of U.S. 15 -Year Old Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context (NCES 2011004). U.S. Department of Education, National Center for Education Statistics. Washington, DC: U.S. Government Printing Office, (2010), p. 9, 18, & 24. 3 Rendah dan lemahnya pemahaman konsep siswa di Indonesia disebabkan proses pembelajaran sains khususnya biologi yang dilakukan guru di kelas masih menerapkan belajar hanya menghapalkan konsep-konsep semata dalam prosesnya, bukan belajar bermakna dengan menemukan sendiri konsep-konsepnya. Ausubel dalam Dahar menyatakan pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang mengaitkan antar informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat pada struktur kognitif seorang siswa.5 Hal ini yang diharapkan melalui proses pembelajaran bermakna tersebut dapat membuat pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik dan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap suatu konsep, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Permasalahan yang kini dihadapi di dalam dunia pendidikan adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang umumnya dikaitkan dengan tinggi atau rendahnya pemahaman konsep siswa yang diperolehnya ketika mendapatkan informasi pengetahuan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pengelola pendidikan dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa agar prestasi belajar siswa meningkat, salah satunya dengan melakukan perubahan kurikulum dan perubahan proses pembelajaran di kelas yang pada kenyataannya masih banyak guru yang masih mengunakan pembelajaran konvensional. Masalah ini juga ditemukan khususnya pada sekolah menengah pertama di SMP N 3 Tangerang Selatan mengenai pemahaman konsep siswa terhadap pembelajaran biologi khususnya. Pemahaman siswa mengenai konsep-konsep biologi dan hubungan saling keterkaitan antar konsep merupakan masalah yang cukup memperihatinkan dalam pemikiran struktur kognitif siswa. Hal ini disebabkan dari beberapa faktor, yaitu pemahaman konsep awal atau prakonsepsi siswa yang berasal dari pengalaman, baik lingkungan maupun konsep yang telah didapatkan sebelumnya, guru, buku teks, dan lain sebagainya. Selain itu juga cara mengajar dalam proses pembelajaran sains khususnya biologi akan lebih efektif, jika pembelajaran tersebut didukung dengan metode yang tepat. Berdasarkan wawancara yang dilakukan di sekolah tersebut sebelum melakukan penelitian, diketahui guru masih menggunakan strategi pembelajaran 5 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 95. 4 konvensional yang biasanya sering digunakan setiap mengajar biologi. Strategi pembelajaran tersebut pada dasarnya tidak selalu cocok untuk semua konsep yang diajarkan kepada siswa, sehingga kurang maksimal. Kebiasaan siswa pun mendukung pemahaman siswa terhadap pembelajaran biologi, yang terkadang malas membaca karena materi yang terlalu banyak dan tidak memperhatikan dengan baik ketika guru menjelaskan di kelas. Pembelajaran biologi merupakan pelajaran yang akan lebih mudah dipahami apabila menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang sesuai, karena bagi sebagian siswa sangatlah membosankan dalam belajar konsep yang pembahasanya banyak. Oleh sebab itu diharapkan dapat memecahkan masalahmasalah yang dihadapi siswa, sehingga lebih menyadari kebenaran konsepnya. Berdasarkan sifat dari mata pelajaran biologi tersebut maka dalam kegiatan belajar mengajar siswa hendaknya dilatih untuk menyatukan konsep-konsep, siswa dapat memahami lebih baik konsep-konsep tersebut dengan mencermati bagaimana konsep tersebut saling terkait dan berhubungan satu dengan yang lainnya.6 Sehingga pemahaman siswa terhadap hakekat sains khususnya biologi menjadi utuh dan memiliki makna, karena pada umumnya kebanyakan konsep biologi bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami oleh siswa. Konsep yang bersifat abstrak tergolong sulit dan hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman konsep (miskonsepsi) pada siswa. Beberapa konsep biologi yang tergolong sulit dan ada kemungkinan terdapat miskonsepsi adalah mengenai respirasi, ekologi, fotosintesis, genetis, klasifikasi, 7 organ internal, sistem organ, dan proses tubuh manusia.8 Beberapa topik penelitian miskonsepsi biologi yang telah dilakukan contohnya yang diungkapkan oleh Stavy dan Wax dalam Suparno terhadap siswa umur 11-12 tahun mengenai konsep tanaman, menemukan sekitar 57% siswa 6 Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 291. Ceren Tekkaya, “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”, Hacettepe Universites Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.261. 8 Imbi Henno & Priit Reiska, “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology ”, dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia & Helsinki, 2008), p. 1. 7 5 mempunyai anggapan bahwa tanaman itu hidup, 66% siswa berpikir bahwa tanaman bereproduksi, dan 88% berpikir tanman itu membutuhkan makanan. 9 Amir dan Tamir dalam Suparno menyatakan temuannya, mengenai ada miskonsepsi siswa pada konsep fotosintesis adalah suatu proses pernapasan pada tanaman.10 Hal itu jelas pada pernyataan kedua pakar ahli tersebut, siswa salah memahami mengenai konsep tanaman karena tanaman dapat membuat makan sendiri dan memperolehnya dari hasil fotosintesis tersebut, sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa masih ditemukan miskonsepsi siswa meskipun telah dipelajari konsepnya oleh siswa. Miskonsepsi (kesalahan konsep) merupakan konsepsi siswa hasil dari konstruksi mengenai pengetahuannya yang tidak sesuai atau berbeda dengan konsep para ahli ilmiah.11 Salah satu upaya mengatasi kesulitan siswa dalam pemahaman konsep yang menyebabkan miskonsepsi, yaitu dengan metode pembelajaran peta konsep yang digunakan untuk mendeteksi kesalahan konsep. Selain itu, peta konsep dapat digunakan untuk menyelidiki apa yang telah diketahui siswa, mempelajari cara (miskonsepsi), dan sebagai alat evaluasi. belajar, mengungkap konsepsi salah 12 Peta konsep salah satu alasan yang kuat untuk memfasilitasi pembelajaran bermakna yang berfungsi sebagai dasar untuk membantu mengorganisasikan pengetahuan konsep dan struktur kognitif siswa. 13 Pada pembelajaran dengan menggunakan peta konsep banyak aktifitas-aktifitas yang dilakukan siswa seperti menentukan konsep penting, membangun dan melengkapi peta konsep, berdiskusi dengan siswa lain, menanggapi pertanyaan guru, bertanya dan menyimpulkan materi pelajaran. Semua aktifitas ini bermanfaat bagi siswa karena siswa mencari 9 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika , (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 10. 10 Ibid. 11 Dahar, op. cit., h. 153. 12 Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 32-33. 13 Joseph D. Novak, “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”, http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Co ncept%Maps.pdf diakses tgl 13 Januari 2012 6 pengalaman dan mengalami sendiri. Hal ini akan membuat belajar lebih menarik dan berhasil, sehingga dalam pembelajaran diharapkan siswa lebih paham konsep. Penggunaan peta konsep pada pembelajaran, siswa bisa melihat materi pelajarannya secara jelas dan dapat mempelajarinya dengan lebih bermakna serta dapat mengungkap miskonsepsi siswa pada suatu konsep. Peta konsep adalah diagram hirarkis dua dimensi yang menggambarkan keterkaitan antara dan diantara konsep-konsep individu.14 Sehingga peta konsep dapat menjadikan siswa lebih menguasai struktur dasar, menciptakan ingatan yang bukan hanya hafalan saja tetapi juga menjadikan belajar lebih bermakna. Ini karena siswa telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna dalam bidang studi itu, dengan demikian dapat mendetail menghubungkan antara konsep baru dengan yang lama. Belajar bermakna akan terjadi bila proses kognitif di mana siswa dapat mengaitkan informasi baru dengan hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya, 15 dalam hal ini penggunaan peta konsep dapat membantu siswa memahami suatu konsep, sehingga diharapkan tidak ditemukan miskonsepsi. Miskonsepsi pada siswa didapatkan sewaktu berada di sekolah ketika belajar di kelas, dari pengalaman dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari,16 seperti sama halnya yang telah disebutkan sebelumnya masih ditemukan miskonsepsi pada beberapa konsep. Berdasarkan uraian diatas, salah satunya pada konsep sistem organ manusia, seperti yang telah ditemukan oleh Tunnicliffe dalam Henno mengenai kesulitan siswa memahami konsep sistem ekskresi dan pencernaan manusia dengan upaya untuk mengetahui kesalahan konsep tersebut dengan menggunakan peta konsep.17 Peta konsep dapat menghubungkan antara pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan informasi yang baru diterimanya sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi yang diajarkan guru dan hubungan antara konsep-konsep disertai proposisi yang sesuai dapat menimbulkan kebermaknaan yang diharapkan tidak ditemukan 14 Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, “The Effect of Concept Mapping Instructional Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner,” Journal of Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012, p.139. 15 Ormrod, op. cit., h. 286. 16 Suparno, op. cit., h. 2 17 Imbi Henno & Priit Reiska, loc. cit. 7 miskonsepsi dalam konsep tersebut. Oleh sebab itu, peta konsep diharapkan efektif dalam menciptakan pengetahuan bermakna, menggambarkan dan mengetahui kesalahpahaman konsep, dan menelusuri perubahan konseptual siswa dalam memahami suatu konsep. Berdasarkan yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa pada Konsep Sistem Pencernaan Pada Manusia” B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka dapat diidentifikasikan masalah yang timbul antara lain : 1. Masih rendahnya hasil pendidikan di Indonesia khususnya pembelajaran matematika dan sains. 2. Masih rendahnya kualitas tingkat pemahaman konsep siswa pada pembelajaran sains khususnya biologi di sekolah menengah pertama. 3. Metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional. 4. Pada umumnya siswa menganggap biologi adalah mata pelajaran yang sulit dan membosankan, mengakibatkan materi rendahnya terlalu banyak pemahaman untuk konsep-konsep dihapalkan biologi, yang sehingga dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa. C. Pembatasan Masalah Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka hanya dibatasi pada: 1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan. 2. Penelitian berfokus pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah diajarkan kepada siswa. 3. Analisis miskonsepsi yang terjadi berdasarkan Novak dan Gowin, 1984. menggunakan peta konsep acuan 8 D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka permasalahan akan dicari jawabannya dalam penelitian ini: “Bagaimana Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa pada Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia di Kelas VIII SMP N 3 Tangerang Selatan?” E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep pada konsep sistem pencernaan pada manusia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui konsepsi siswa dengan menggunakan peta konsep setelah penerapannya pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah dipelajari sebelumnya di semester ganjil. b. Menganalisis miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep guna mengetahui kesalahpahaman konsep pada siswa kelas VIII pada konsep sistem pencernaan manusia. c. Memperoleh informasi mengenai persentase miskonsepsi siswa dari kelas VIII pada konsep sistem pencernaan pada manusia menggunakan peta konsep. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi guru biologi, hasil penelitian ini memberikan informasi tentang subkonsep dalam konsep sistem pencernaan manusia yang dimiskonsepsi oleh siswa, sehingga diharapkan para guru dapat menindaklanjuti miskonsepsi tersebut dan diharapkan lebih variatif, efektif, serta inovatif dalam menentukan strategi atau metode ketika proses belajar mengajar agar bisa meminimalisir miskonsepsi baik pada materi ajar konsep sistem pencernaan pada manusia maupun materi ajar yang lainnya. 9 b. Bagi siswa dapat meningkatkan aktivitas selama proses pembelajaran khususnya pemahaman konsepnya, mendorong siswa untuk terampil dalam membuat peta konsep sebagai bentuk lain rangkuman, dan mengetahui kesalahpahaman (miskonsepsi) yang terjadi didiri siswa terhadap materi ajar konsep sistem pencernaan pada manusia. c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini memberikan informasi tentang analisis miskonsepsi menggunakan peta konsep dan juga dapat menambah pengetahuan serta wawasan dalam penerapan pembelajaran di kelas dengan metode peta konsep kaitannya dengan pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa pada materi ajar konsep sistem pencernaan pada manusia. d. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dan masukkan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya baik yang sejenis maupun dengan cara lainnya untuk mengungkap atau mengetahui miskonsepsi siswa. BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teoretis 1. Konsep Konsep dan konsepsi merupakan dua istilah yang sering dipertukarkan penggunaanya, padahal keduanya berbeda baik dalam pengertian maupun penggunaannya. Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik. 1 Konsep dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. 2 Adapun pengertian konsep dapat didefenisikan dengan berbagai rumusan seperti yang dikemukakan beberapa pendapat para ahli. Beberapa ahli berpendapat mengenai pengertian konsep, yaitu menurut Sagala, konsep sebagai hasil pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep dapat diperoleh melalui fakta, peristiwa, pengalaman, generalisasi dan berpikir abstrak.3 Menurut Dahar, konsep merupakan penyajian internal sekelompok stimulus, konsep yang tidak dapat diamati atau abstrak, oleh karena itu konsep harus disimpulkan dari perilaku.4 Menurut Rustaman, konsep merupakan abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri, karakter atau atribut yang sama dari kelompok objek, baik merupakan proses, peristiwa, benda, atau fenomena di alam yang membedakannya dari kelompok lainnya.5 Menurut Yustin, konsep-konsep merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar, aturan-aturan dan akhirnya 1 Nuryani Y. Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005), h. 169. 2 Hasan Alwi, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. Ke-3, h. 588. 3 Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabete, 2006), h. 71. 4 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 62. 5 Rustaman., op. cit. h. 51. 10 11 memecahkan masalah.6 merupakan pemikiran peristiwa/kejadian, Dengan demikian dapat dinyataan bahwa konsep seseorang fenomena alam, yang pengalaman, diperolehnya generalisasi, dari fakta, ataupun hasil berpikir abstrak yang menggambarkan ciri-ciri atau karakter baik yang sama dalam suatu kelompok tertentu maupun yang membedakannya dengan kelompok lainnya, sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. Oleh sebab itu siswa disarankan agar dapat mempelajari konsep-konsep sehingga pembelajaran dapat tersampaikan secara bermakna. Konsep pada pembelajaran siswa khususnya biologi merupakan konsep abstrak. Konsep yang membutuhkan penjabaran dan pemahaman konsep yang baik dan benar. Proses memahami konsep tersebut dapat dipelajari dengan lebih mengutamakan belajar konsep dasar terlebih dahulu pada suatu materi, sehingga diharapkan sampai kepada hal-hal yang dimaksudkan untuk dimengerti oleh siswa. Belajar konsep merupakan landasan dasar dalam berpikir dan proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasinya sebagai hasil utama dari pendidikan.7 Belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan kualitatif, perubahan itu terdiri atas penambahan lebih banyak stimulus pada suatu respon materi yang dipelajari dan peningkatan jumlah berbagai hubungan stimulus dengan respon. Pemahaman atau penguasaan konsep sangat penting bagi siswa yang sedang belajar, dan dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep merupakan tujuan akhir dari setiap proses pembelajaran siswa. Oleh karena itu, pemahaman konsep merupakan hasil utama dari proses pembelajaran, karena sangat menentukan untuk keberhasilan pencapaian aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor dan juga terkadang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa. Proses belajar konsep pada siswa dapat menguji kebenaran dari suatu pengetahuan baru yang didapatkan dari proses belajar mengajar untuk menjawab suatu masalah yang ada hubungannya satu dengan yang lain, sehingga 6 Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep Pada Siswa Kelas Ii4 Smp Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005, (Universitas Riau Pekanbaru: Jurnal Biogenesis Vol 2 (2):59-63, 2006), h. 59. 7 Ratna Wilis Dahar, loc. cit. 12 memperoleh pemahaman konsep yang baik. Perolehan pemahaman konsep dalam belajar pengalaman konsep dalam ilmu proses pengetahuan belajar baik khususnya biologi berdasarkan di lingkungan sekolah ataupun lingkungan sekitar di luar sekolah, misalnya keluarga. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalaui interaksi dengan lingkungan. 8 Belajar untuk memperoleh pemahaman konsep yang baik efektifnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:9 a. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan, apa yang dipelajari perlu digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara kontinu dibawah kondisi yang serasi, sehingga penguasaan hasil belajar menjadi lebih mantap. b. Belajar memerlukan latihan dengan jalan: relearning, recalling, dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali akan lebih mudah dipahami. c. Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapat kepuasaan. d. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam belajarnya. Keberhasilan akan mendorong belajar lebih baik, dan sebaliknya. e. Faktor asosiasi, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan yang baru, secara berurutan diasosiasikan sehingga menjadi satu satuan pengalaman. f. Pengalaman masa lampau, menjadi dasar untuk menerima pengalaman dan pengertian yang baru. g. Faktor kesiapan belajar, murid yang telah belajar akan lebih mudah untuk menerima pengajaran dan sebaliknya. h. Faktor minat dan usaha, belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila murid tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya. 8 9 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta : Bumi aksara, 2011), h. 28. Ibid., h. 33. 13 i. Faktor psikologis, kondisi kesehatan siswa sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. j. Faktor intelegensi, murid yang cerdas akan relatif lebih berhasil dalam pembelajarannya, karena ia lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan dan sebaliknya. Sehingga dapat diambil kesimpulan belajar konsep yang efektif adalah belajar yang telah memenuhi faktor-faktor tersebut. Apabila beberapa faktor saja tidak ada maka siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar bermakna untuk memahami suatu konsep yang menciptakan proses belajar mengajar tidak hanya tahu tetapi memahami apa yang dipelajari. Setelah siswa belajar konsep dilakukan penilaian terhadap hasil belajar penguasaan konsep yang memiliki tujuan dalam mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives). Konsep dasar keilmuan (content objectives) ini dapat berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas.10 Oleh sebab itu penguasaan atau pemahaman konsep siswa terhadapsuatu materi pembelajaran harus baik. Konsep yang diterima siswa ketika belajar konsep terkadang ada yang bersifat konkrit dan abstrak, tetapi khususnya dalam pembelajaran biologi konsep-konsep tersebut akan menjadi abstrak apabila dalam proses belajar mengajar hanya berupa hafalan saja tanpa ada tindak lanjut, seperti contohnya melakukan eksperiment yang berupa praktik dari penerapan konsep yang didapatkan siswa di kelas ketika belajar biologi ataupun dengan strategi pembelajaran yang dapat melibatkan siswa langsung ikut serta dalam mempelajari konsep tersebut. Belajar konsep dengan menggunakan strategi yang tepat, yang menuntut pemahaman konsep lebih baik dengan disertai perbuatan langsung sehingga belajar biologi lebih bermakna dan tidak abstrak lagi. 10 Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN Press, 2006), h. 14. 14 2. Konsepsi Berbeda dengan konsep yang merupakan dasar pemikiran seseorang, konsepsi merupakan hasil dari pengalaman seseorang tentang sesuatu (stimulus). Konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal dari kata to conceive yang artinya cara menerima.11 Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti “pengertian” atau “pendapat (paham)”. 12 Adapun konsepsi primitif disebut juga prakonsepsi siswa, karena didasarkan instuisi atau akal sehat dalam memahami peristiwa alam yang diamati. Prakonsepsi ini sering bertentangan satu sama lainnya (tidak konsisten) dan sering tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuan. Oleh karena itu prakonsepsi siswa disebut juga konsep alternatif atau miskonsepsi. Dari beberapa hasil penelitian menunjukan, kegiatan pembelajaran secara formal, siswa 13 bahwa sebelum mengikuti telah memiliki prakonsep (preconcept) mengenai pelajaran yang akan dipelajari. Prakonsep tersebut terbentuk dari hasil interaksi siswa dalam kehidupan sehari-hari terhadap lingkungan, peristiwa alam dan masyarakat di sekitarnya. 14 Prakonsep siswa akan membentuk konsepsi dalam pengalamannya belajar mendapatkan pemahaman. Konsepsi merupakan perubahan yang terjadi dari hasil belajar, menurut pandangan konstruktivisme dalam West & Pines dalam Rustaman, keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar.15 Dari tidak tahu atau sedikit tahu menjadi tahu, sehingga menghasilkan pemahaman konsep yang baik, yang diharapkan sama seperti konsep para ilmuan. Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengenai konsepsi mengandung empat kegiatan inti. 1) pembelajaran konstruktivisme berkaitan 11 Rustaman., op. cit., h. 170. Alwi., loc. cit. 13 Suhirman, “Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Sains”, Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Th. 6, No. 2, Oktober 1998, h. 79. 14 Ibid.,78-79. 15 Rustaman, loc. cit. 12 15 dengan pengetahuan awal (prior knowledge) siswa, 2) pembelajaran konstruktivisme mengandung kegiatan pengalaman nyata (experince), 3) dalam pembelajaran konstruktivisme terjadi interaksi sosial (social interaction), dan 4) pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan siswa terhadap lingkungan (sense making). 16 Konstruktivisme memandang, bahwa guru tidak hanya berfungsi sebagai satu-satunya sumber informasi di sekolah yang tujuannya mendidik siswa supaya pintar, tetapi sebagai salah satu sumber yang aktif dalam mempersiapkan fasilitas belajar dan menciptakan kondisi belajar yang kondusif, sehingga diharapkan konsepsi siswa mengenai suatu konsep baik dan benar tidak terjadi kesalahpahaman konsep (miskonsepsi). 3. Miskonsepsi a. Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya Miskonsepsi berasal dari serapan bahasa Inggris “misconception” yang artinya dalam bahasa Indonesia salah paham. 17 Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia salah paham memiliki arti salah dan keliru dalam memahami pembicaraan, pernyataan atau sikap 18 orang lain. miskonsepsi lainnya menurut para ahli sebagai berikut: Beberapa pengertian 19 1) Menurut Novak, miskonsepsi sebagai suatu interprestasi konsep-konsep, dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. 2) Menurut Brown, miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima. 3) Menurut Feldsin, miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. 4) Menurut Fowler, miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, 16 Ibid. John M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Gramedia, 1996), Cet. XXIII, h. 382. 18 Alwi., op. cit., h. 982 19 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisik a, (Jakarta: Grasindo, 2005) h. 4-5. 17 16 kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsepkonsep yang tidak benar. Berdasarkan para ahli tersebut, maka miskonsepsi dapat dinyatakan sebagai kekeliruan atau kesalahan terhadap suatu konsep dalam menginterprestasikan hubungan antar konsep yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kekeliruan tersebut menyebabkan suatu konsep menjadi tidak benar dan tidak bermakna bila dikaitkan dengan konsep-konsep lainnya. Secara lengkap, Suparno menyebutkan faktor penyebab miskonsepsi siswa berdasarkan lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar. pada tabel 2.1 dibawah ini. Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan 20 Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi No. 1. Sebab Utama Siswa Sebab Khusus Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa 2. Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu biologi, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru -siswa tidak baik 3. Buku teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya yang perlu 4. Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau dalam keadaan tertekan) 5. Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll 20 Suparno, op. cit., h. 53. 17 Miskonsepsi dapat terjadi pada saat siswa menyelesaikan atau menghadapi suatu permasalahan/soal latihan dengan jawaban salah atau tidak tepat. Kesalahan tersebut terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab, menurut Driver dalam Dahar miskonsepsi terbentuk disebabkan karena pemikiran siswa cendrung mendasarkan pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah, siswa lebih cendrung memperhatikan perubahan daripada situasi diam, penjelasan siswa diterangkan dengan cara berpikir mereka yang mengikuti urutan kausal linier, gagasan siswa mempunyai berbagai konotasi, siswa sering menggunakan gagasan yang berbeda untuk menginterprestasikan situasi/masalah yang digunakan oleh para ahli dengan cara yang sama. 21 Selain itu juga kemungkinan faktor lainnya, seperti kelengkapan informasi yang diterima, kesalahan penyampaian dalam buku teks atau informasi tambahan dari media pembelajaran yang digunakan, kesalahan dari siswa yang terlalu dituntun atau pasif dan menerima apa adanya dari guru, materi yang terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, atau materi yang dibahas sangat jauh berbeda dengan kehidupan/pengalaman siswa sehari-hari yang siswa temui. Miskonsepsi pada siswa sendiri dapat bertahan lama dan sulit dibetulkan, sehingga sifatnya dapat menetap pada siswa.22 Mengatasi miskonsepsi siswa tidaklah mudah karena sejumlah miskonsepsi bersifat kekal meskipun telah diusahakan untuk menjelaskannya dengan penalaran yang logis melalui penunjukkan perbedaannya dengan pengamatan sebenarnya yang diperoleh dari percobaan, model dan media serta strategi pembelajaran yang digunakan. Penyebab dari menetapnya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membentuk pengetahuan dalam kepalanya persis dengan pengalaman yang diperolehnya, apa lagi akan lebih sulit apabila dapat menjawab menyelesaikan suatu masalah dan berguna dalam kehidupan sehari-harinya.23 Oleh sebab itu, begitu pengetahuan terbentuk dalam diri siswa dari pengalaman yang diperolehnya langsung maka 21 Dahar, op. cit., h. 154-155. Musa Dikmenli, “Misconceptions of Cell Division Help by Student Teacher in Biology: Drawing Analysis,” Journal Scientific Research and Essay Vol. 5 (2) , 2010), p. 235. 23 Suparno, op. cit., h.31. 22 18 akan menjadi sulit untuk memberi tahu siswa tersebut untuk mengubah miskonsepsinya yang sudah lama dialami dan tertanam dalam struktur kognitif siswa. Meskipun demikian penyebab miskonsepsi dapat berkurang pada siswa, hal ini terjadi apabila siswa tersebut mengalami perubahan struktur kognitif yang dikarenakan siswa merasa tidak yakin lagi dengan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga siswa akan berusaha mencari alternatif pemecahannya. Jika dengan itu masalah tersebut teratasi, maka siswa akan melakukan reorganisasi pengetahuannya kembali.24 Sehingga diharapkan pemahaman konsep siswa terhadap suatu konsep menjadi lebih baik. b. Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa Cara-cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konseptual dan kesalahpahaman siswa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan pilihan beberapa item, peta konsep, analogi dalam mengajar dan gambar 25 serta selain itu juga dengan jaringan konseptual dan strategi perubahan konseptual,26 yang dapat menditeksi miskonsepsi terhadap suatu materi yang telah dipelajari oleh siswa. Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran, yaitu dengan pendekatan perubahan konseptual melalui strategi pengajaran seperti analogi, peta konsep, teks perubahan konseptual dan teks-teks refutational yang dapat digunakan untuk menghilangkan kesalahpahaman siswa.27 Oleh sebab itu, miskonsepsi yang terdapat pada siswa perlu dicari tahu, diperbaiki pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga siswa belajar lebih bermakna dan tidak mudah lupa. 24 Suhirman, op. cit., h. 80. Imbi Henno & Priit Reiska, “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology”, dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia & Helsinki, 2008), p. 1. 26 Dikmenli, op. cit., p. 245. 27 Ceren Tekkaya, “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”, Hacettepe Universites Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.263. 25 19 Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat diidentifikasi salah satunya dengan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat, contohnya dengan penggunaan peta konsep pada pembelajaran di kelas. Penggunaan peta konsep dapat memberikan kemudahan baik untuk guru dan siswa, karena dapat memperlihatkan dihubungkan gambaran oleh kata besar suatu penghubung, konsep-konsep sehingga maksud penting yang dari pembelajaran tersebut dapat diharapkan lebih mudah dipahami. Selain itu, dari peta konsep juga dapat terlihat lebih jelas konsep-konsep tersebut satu dengan lainnya memiliki kebermaknaan atau tidak, sehingga dapat mengetahui letak kesalahpahaman (miskonsepsi). Peta konsep dibandingkan dengan cara lainnya, selain untuk mengetahui miskonsepsi dapat digunakan juga sebagai alat evaluasi alternatif selain menggunakan test. Mengingat strategi belajar mengajar dapat mengetahui miskonsepsi pada siswa, maka perlu menciptakan sistem strategi pelaksanaan pembelajaran yang lebih mendorong kepada kesiapan mental dan penguasaan materi lebih baik yang salah satunya bisa menggunakan bantuan peta konsep, seperti yang diungkapkan Tekkaya, menyatakan untuk mempromosikan pembelajaran yang bermakna, harus ditemukan cara untuk menghilangkan dan mencegah kesalahpahaman. 28 4. Peta Konsep a. Pengertian Peta Konsep Pemetaan konsep menurut Novak dalam Ricardo dianggap sebagai teknik belajar yang utama digunakan untuk representasi grafis dari pengetahuan. Teknik ini sebelumnya dibuat dan dikembangkan di Cornell University dan didasarkan pada teori "Belajar Bermakna" yang diusulkan oleh Ausubel. Teori ini mendukung hipotesis bahwa "Faktor yang paling penting dalam belajar adalah subjek apa yang telah diketahui ".29 28 Ibid. Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The Employ ment Relationts Degree, Journal of International Education Research-Special Edition Vol. 7, No. 5, 2011, p. 23. 29 20 Pemetaan konsep menurut Martin dalam Trianto, merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaraan bermakna dalam kelas.30 Peta konsep merupakan suatu gambaran besar konsep yang tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan konsep. Konsep-konsep pada peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk belajar bermakna oleh siswa, mengetahui seberapa banyak siswa tahu konsep yang dipelajari dari suatu materi. Oleh sebab itu peta konsep dapat dikatakan suatu proses untuk menilai pembelajar terhadap pengenalan konsep. Novak & Canas dalam Ricardo mengatakan peta konsep pada awalnya dikembangkan sebagai alat analisis data yang kuat dengan cara yang lebih tepat merupakan alat grafis untuk mengatur dan mewakili pengetahuan. Peta konsep dibuat dengan mencakup konsep-konsep yang ditutup dengan lingkaran atau kotak, setelah itu konsep-konsep dihubungan dengan garis yang diberi kata-kata disebut juga sebagai kata penghubung atau frase penghubung antara dua konsep.31 Pemetaan konsep merangsang siswa untuk mengartikulasikan dan mengeksternalisasi serta menggambarkan secara grafis keadaan yang sebenarnya dari pengetahuan mereka. Novak dan Gowin dalam Ricardo, mencatat bahwa pemetaan konsep adalah kegiatan kreatif, dimana pelajar harus mengerahkan upaya untuk memperjelas makna konsep dalam pengetahuan domain yang spesifik, dengan mengidentifikasi konsep-konsep penting, membangun hubungan konsep, dan struktur yang menunjukkan mereka. Pemetaan konsep dapat menjadi kegiatan yang sangat baik dalam menilai pengetahuan siswa sebelumnya. Pengetahuan tersebut sangat penting dalam prakonsepsi siswa sebagai faktor dalam pembelajaran berikutnya. Selain itu Novak dan Gowin juga dalam menentukan 32 Yarden menyatakan mengembangkan teknik peta konsep sebagai cara menangkap pemahaman 30 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) , (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. Ke-3, h. 157. 31 Ricardo & Pabio, op. cit., p. 24. 32 Ibid. 21 peserta tentang konsep portal (penghubung). Metode ini awalnya digunakan sebagai cara untuk "menentukan bagaimana perubahan dalam pemahaman konseptual yang terjadi pada siswa"33 dan mendeteksi miskonsepsi siswa. Novak & Gowin dalam Suparno, menyatakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi menggunakan peta konsep dengan melihat apakah hubungan antara konsepkonsep itu benar atau salah.34 b. Tujuan Pembelajaran Peta Konsep Pembelajaran dengan peta konsep seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dapat diterapkan untuk berbagai tujuan yaitu menyelidiki apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal siswa), menyelidiki cara belajar siswa, mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa (miskonsepsi) dan sebagai alat evaluasi pembelajaran35 serta dapat juga digunakan untuk rangkuman materi pelajaran siswa, memudahkan siswa ketika menghapal konsep yang satu dengan yang lainnya. Penggunaan peta konsep dalam menyelidiki pengetahuan siswa mengenai pemahamannya terhadap suatu pembelajaran akan lebih mudah terlihat hubungan antar konsepnya. Siswa dalam menentukan hubungan keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain saling berhubungan akan sangat membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal sains khususnya biologi. Struktur kognitif seseorang dapat dibangun secara hierarkis dengan konsepkonsep dan proposisi-proposisi dari yang bersifat umum ke khusus. Hal tersebut menciptakan belajar akan lebih bermakna bila siswa menyadari adanya kaitan- kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang saling berhubungan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa penggunaan peta konsep dapat membantu untuk memahami mengemukakan seluruh pengetahuan siswa konsep siswa dan dapat yang diperoleh siswa mengenai suatu masalah. 33 Hagit Yarden, et al., Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory Cell Biolo gy to College Freshmen, Journal Bioscene Volume 30 (1), 2004, p. 4. 34 Suparno, op. cit., h. 121. 35 Dahar, op. cit., h. 110-111. 22 c. Ciri-ciri Peta Konsep Agar pemahaman terhadap peta konsep mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: lebih jelas, maka Dahar 36 1) Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep siswa melihat bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna. 2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan gambar satu dimensi saja. Peta Konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan hubungan antara konsep-konsep. 3) Cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain. 4) Adanya hierarki, jika dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep tersebut. Ciri-ciri peta konsep tersebut dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan yang dapat ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam permasalahan yang ditemukan oleh siswa. Peta konsep yang dibuat siswa dapat membantu guru untuk mengetahui macam-macam konsep yang ditanamkan dalam pembelajaran lebih besar dari yang diajarkan, untuk mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswa, dan untuk memperkuat pemahaman konseptual guru 36 sendiri dan disiplin ilmunya. Pemahaman ini akan memperbaiki Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 31. 23 perencanaan dan instruksi guru. Pemetaan yang jelas dapat menghindari miskonsepsi yang dibentuk siswa. Selain itu peta konsep merupakan suatu cara pembelajaran yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi baru yang didapatkannya. d. Macam-macam Peta Konsep Menurut Nur dalam Trianto, peta konsep ada empat macam, yaitu pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (event chains), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).37 1) Pohon Jaringan (network tree) Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep menunjukan hubungan antara ide-ide itu. Kata-kata yang ditulis pada garis memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftarlah konsep-konsep utama yang berkaitan dengan konsep itu. Periksalah daftar dan mulai menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam sususnan yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut: a) menunjukan sebab akibat b) suatu hirarki c) prosedur yang bercabang d) istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubunganhubungan. 2) Rantai Kejadian (events chain) Nur untuk mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap –tahap dalam suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian, pertama-tama temukan satu kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini 37 Trianto, op. cit., h. 160-163. 24 disebut rantai awal. Kemudian, temukan kejadian berikutnya dalam rantai itudan lanjutkan sampai mencapai suatu hasil. Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut: a) memberikan tahap-tahap dari suatu proses b) langkah-langkah dalam suatu prosedur linier c) suatu urutan kejadian. 3) Peta Konsep Siklus (cycle consept map) Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan kembali ke kejadian awal, siklus itu berulang dengan sendirinya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulangulang. 4) Peta Konsep Laba-laba (spider concept map) Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan curah pendapat ide-ide berangkat dari suatu ide central, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide ini dan ini berkaitan dengan ide sentral itu namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut: a) tidak menurut hierarki b) kategori yang tidak parallel c) hasil curah pendapat. Jelas terlihat dari macam-macam peta konsep di atas dalam materi pelajaran dalam proses belajar mengajar yang diwujudkan dalam bentuk bagan yang menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat berperan dalam pembelajaran bermakna sebagai media pengajaran yang baik dan menarik karena melalui peta konsep materi-materi pelajaran yang dianggap sulit dan rumit terlihat mudah untuk dipahami dan dimengerti. 25 e. Fungsi Peta Konsep Fungsi peta konsep dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk belajar bermakna. Menurut Sulistio dalam Zulfiani mengemukakan macam-macam cara tentang penggunaan peta konsep untuk pembelajaran sains sebagai berikut: 38 1) Merencanakan pembelajaran 2) Perencanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum 3) Mengembangkan pengajaran 4) Diskusi 5) Laporan praktikum 6) Belajar buku teks 7) Tes 8) Instruksi melalui komputer 9) Gambaran pengetahuan sendiri 10) Analisis miskonsepsi siswa 11) Menganalisis buku teks f. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep Peta konsep yang baik agar fungsi dan tujuan pembelajran tercapai, maka harus mengikuti tata cara dalam pembuatannya. Cara untuk membuat peta konsep, yaitu siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hierarki dan terkadang peta konsep memfokus pada hubungan sebab akibat. Peta konsep mempunyai peranan penting dalam belajar bermakna siswa karena dapat membantu siswa memahami suatu materi pelajaran. Oleh sebab itu Arends dalam Trianto mengemukakan langkah-langkah membuat peta konsep sebagai berikut: 38 Zulfiani, dkk., op. cit., h. 35-36. 26 Tabel 2.2 Langkah-langkah Membuat Peta Konsep Langkah 1 mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep Langkah 2 mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama Langkah 3 menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut Langkah 4 mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pula langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut: 39 1) memilih suatu bahan bacaan 2) menentukan konsep-konsep yang relevan 3) mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif 4) menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas (puncak) bagan tersebut lalu dihubungkan dengan kata penghubung misalnya “terdiri atas”, “menggunakan”, dan lain-lain. Selain itu terdapat langkah-langkah lainnya dalam peta konsep seperti yang dijelaskan oleh Ault: 40 1) Pilih item/materi untuk pemetaan 2) Pilih dan garisbawahi kata kunci atau frasa 3) Peringkatkan daftar konsep yang paling abstrak dan inklusif dari paling umum ke spesifik 39 Trianto, loc. cit. Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, “The Effect of Concept Mapping Instructional Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner,” Journal of Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012 , p. 139. 40 27 4) Tingkatan konsep menurut dua kriteria: konsep yang sama yang berfungsi pada tingkat abstraksi dan konsep yang berhubungan erat 5) Mengatur konsep sebagai bentuk dua dimensi analog untuk jalannya peta. Setiap konsep berlaku atau berpotensi untuk memahami suatu tujuan, dimana jalannya ditentukan oleh konsep lain di wilayah tetangganya. 6) Link konsep terkait dengan garis dan label setiap barisnya membentuk proposisi. Berdasarkan kedua langkah-langkah membuat peta konsep di atas sebenarnya keduannya hampir sama saja dalam proses penentuan dan penyusunan konsepkonsepnya agar tercipta suatu struktur yang hierarki , sehingga terjadi kebermaknaan antar konsep. Dalam pembelajaran agar lebih bermakna, yaitu dengan penyajian peta konsep, siswa dilatih untuk mencari tahu sendiri konsepkonsep, memperkuat dan memperkaya konsep-konsep itu secara mandiri, serta dapat membantu memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep tesebut. g. Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep Beberapa kelebihan peta konsep, diantaranya: 1). Peta konsep tidak hanya sebagai alat belajar, tetapi juga sebagai alat evaluasi yang dapat mendorong siswa belajar bermakna, 2). Peta konsep juga efektif dalam mengidentifikasi baik ide-ide yang valid dan tidak valid pada siswa,41 3). Peta konsep adalah konstruksi hubungan antara konsep-konsep dan ekspresi hubungan dua konsep yang terkait satu dengan lainnya. 42 4). Peta konsep sebagai salah satu cara untuk meringkas pemahaman yang diperoleh oleh siswa setelah mereka mempelajari suatu konsep.43 Berdasarkan hal tersebut, kelebihan peta konsep tidak secara langsung dapat mendorong aktivitas siswa yang kreatif, meningkatkan proses 41 Joseph D. Novak, “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”, http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Und erlying%20Co ncept%Maps.pdf diakses 13 Januari 2012. 42 Dawn M. Zimmaro, et. al., “Validation of Concept Maps As a Representation of Structural Knowledge”, http://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%validation.pdf diakses 8 Januari 2013. 43 Joseph D. Novak, loc. cit. 28 belajar bermakna, dan memperlihat dalam bentuk gambaran besar suatu konsep yang dipelajari sehingga dapat membantu dalam pemahaman konseptual siswa. Sedangkan kekurangan yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran menggunakan peta konsep yaitu: 44 (1) Menuntut pemahaman dan penguasaan materi yang lebih dan benar, sehingga beberapa siswa yang tidak menguasai materi dalam mengembangkan peta konsep (concept maps). (2) Dalam proses kognitif siswa umunya tidak mampu menghubungkan anatara konsep yang satu dengan konsep lainnya atau hanya mengembangkan sedikit konsep dan menganggap sebagai pekerjaan yang menyibukan. (3) Mengubah proses belajar siswa dimana siswa baru dapat benar-benar memahami setelah materi dipelajari bukan sebelumnya. (4) Dalam penilaiannya, peta konsep tidak dapat diukur secara sederhana karena banyaknya konsep-konsep yang disebutkan belum tentu siswa tersebut menguasai dan memahami materi. h. Rubrik Penilaian Peta Konsep Novak Salah satu kegunaan peta konsep adalah dapat digunakan sebagai alat evaluasi dalam proses pembelajaran, artinya kemampuan siswa dalam memahami konsep dapat diukur dengan menilai peta konsep yang dibuat siswa. Penilaian terhadap peta konsep dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kuantitatif penilaian dilakukan dengan pemberian skor terhadap kriteriakriteria penyusun suatu peta konsep. Sedangkan untuk penilaian kualitatif diperoleh dari sebaran pernyataan yang dibentuk oleh kata penghubung, sehingga membentuk suatu proposisi yang bermakna. Dalam peta konsep tersebut pun diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi) dalam memahami suatu hubungan antar konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa. 44 Tom Vilberg, “Using Concept Mapping in a Sensation and Perception Course” A Paper Presented at the National Institute for the Teaching of Psychology University.,1996. [Online]. Tersedia: http://riven clarion.edu/trivelberg/conceptmap.html. diakses 18 Januari 2012. 29 Adapun menurut Novak penilaian kuantitatif (penskoran) suatu peta konsep yang dibuat oleh siswa dapat dilakukan berdasarkan: 45 1. Proposisi adalah antara dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung. Proposisi dikatakan sahih untuk mendapatkan belajar bermakna, jika menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap proposisi yang sahih diberi skor 1. 2. Hirarki adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas konsep yang lebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih jika urutan penempatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih diberi skor 5. 3. Kaitan Silang adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan silang dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep sehingga hubungan antara kedua konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang yang sahih diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi skor 2. 4. Contoh adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai dengan atribut konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut tidak dituliskan di dalam kotak karena contoh bukanlah konsep. Untuk setiap contoh yang sahih diberi skor 1. 5. Selain itu, kriteria concept map dapat dibangun dan mencetak materi yang akan dipetakan. Kemudian membagi skor siswa dengan skor kriteria peta untuk memberikan persentase perbandingan. (Catatan bahwa beberapa siswa dapat melakukan lebih baik dari kriteria dan menerima lebih dari 100%.). 45 Concept Mapping Rubrics, http://centeach.uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10 Oktober 2012. 30 Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep Rubrik peta konsep merupakan seperangkat alat standar yang digunakan dan telah ditetapkan untuk menilai mengartikulasikan dalam menulis kriteria yang kompleks dan subjektif, kriteria dan standar instruktur yang akan digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan siswa. Rubrik peta konsep dapat membantu menilai kriteria untuk tujuan belajar, dapat membantu penilaian hubungan antar konsep untuk isi matapelajaran, dan dapat membantu membuat penilaian kriteria yang transparan. Penilaian atau penskoran terhadap peta konsep dengan cara membandingkan peta konsep acuan yang mengacu pada rubik penilain peta konsep Novak yang telat dibuat sebelum pembelajaran dengan peta konsep siswa yang sesuai kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil penilain tersebut guru dapat mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar dalam suatu materi tertentu, melihat sejauh mana siswa memahami materi tersebut, mengidentifikasi dan 31 membantu guru menganalisis ada tidaknya kesalahan konsep (miskonsepsi) dari siswa. B. Hasil Penelitian yang Relevan Yustin Yusuf, dengan judul “Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005”. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I) dan Sistem Pernapasan (Siklus II), maka dapata disimpulkan bahwa terjadi peningkatan persentase aktifitas siswa, yaitu 72,40% termasuk kategori baik (Siklus I) menjadi 81,05% termasuk kategori baik sekali (Siklus II). Rata-rata hasil belajar siswa dari nilai post test pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I), yaitu 79,18% termasuk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian 82,05% (tidak tuntas) meningkat pada poko bahasan Sistem Pernapasan (Siklus II) menjadi nilai post test, yaitu 84,04% termauk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian, yaitu 92,31% (tuntas).46 Imbi Henno et. al., dengan judul “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology.” Penelitian ini menggunakan peta konsep sebagai alat untuk mengumpulkan data dan sebagai alat penilaian siswa. Subjek penelitian ini termasuk 29 peta konsep siswa sekolah menengah dari sekolah tinggi keilmuan pada siswa kelas 9 tahun ajaran 2006/2007 yang telah diberikan perlakuaan tes biologi sekitar sekali sebulan. Topik yang dijadikan bahan penelitian adalah sistem pencernaan manusia dan sistem ekskresi yang dibuat peta konsep menggunakan program CmapTools. Untuk pertama kalinya siswa latihan membuat peta konsep mengenai sistem syaraf manusia menggunakan buku teks biologi dalam kelas komputer. Penelitian dilakukan setelah dua minggu belajar (4 pertemuan) sistem pencernaan dan ekskresi dan mencatat PR dari buku teks untuk 46 penilaian sumatif dalam kelas komputer, selama 45 menit siswa Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP N 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005, Jurnal Biogenesis Universitas Riau Pekanbaru Vol. 2, 2006, h. 59. 32 memahami peta konsep hubungan antara sistem pencernaan dengan sistem ekskresi menggunakan software alata peta konsep. Fokus pertanyaan penelitian untuk peta konsep tersebut, yaitu bagaimana nutrisi diserap ke dalam darah, kotoran meninggalkan tubuh, dan urin terbentuk. Penilaian peta konsep siswa sebagian besar dihitung dalam hal nama-nama konsep, hubungan kata-kata yang digunakan antar konsep dan proposisi yang sahih dan tidak sahih, daftar konsep dan proposisi mengenai hubungan yang bermakna dari buku teks biologi. Ratarata skor didapatkan hasil koefisien kolerasi yang diukur dari isi, proposisi dan kaitan silang pada peta konsep. pengetahuan Kesimpulan dari penelitian ini bahwa dasar para siswa mengenai sistem organ tubuh mengalami peningkatan. Para siswa mengidentifikasi istilah pada fungsi organ setelah belajar menggunakan peta konsep menjadi lebih baik. Selain itu, siswa dalam membuat peta konsep dapat menjelaskan konsep dan secara berangsur menjadi tahu mengenai hubungan antar sistem pencernaan dan sistem ekskresi pada manusia.47 Penelitian yang dilakukan oleh Uuh Siti Musidah, Sarjana Pendidikan Pendidikan Biologi, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2010 dengan judul “Identifikasi Miskonsepsi Menggunakan Peta Konsep”, Siswa pada Konsep Ekosistem dengan bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa dalam belajar konsep ekosistem. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan subyek penelitian siswa kelas X di SMA Negeri 19 Bandung sebanyak 40 siswa yang ditentukan secara purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa peta konsep acuan dan angket. Hasil penelitian menunjukkan siswa mengalami miskonsepsi dalam belajar ekosistem sebesar 16.67% pada subkonsep interaksi antar komponen ekosistem, subkonsep komponen ekosistem sebesar 8.33% siswa, subkonsep aliran energi sebesar 3% siswa, dan subkonsep macam-macam ekosistem sebesar 0.18% siswa. Miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh siswa adalah subkonsep 47 Imbi Henno & Priit Reiska, “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology”, dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia & Helsinki, 2008), h. 1. 33 “Interaksi antar komponen ekosistem”. Miskonsepsi disebabkan karena siswa tidak bisa menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi, diantaranya: ketidaklengkapan informasi yang diterima, pengalaman siswa, dan minat belajar siswa yang rendah. Miskonsepsi juga bersumber dari lingkungan siswa yaitu dari teman sekelasnya.48 Fransisca Dina Susilawati, dalam skripsinya “Implementasi Strategi Peta Konsep Dalam Cooperatif Learning Sebagai Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Bioteknologi” Di Sma Negeri 8 Surakarta, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret-Surakarta (2008). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas / Classroom Action Research (CAR). Subyek penelitian adalah siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes untuk kemampuan kognitif, teknik angket untuk kemampuan afektif, respon siswa terhadap strategi yang diterapkan, dan performance guru di gunakan teknik observasi untuk mengetahui kemampuan psikomotorik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1.Penggunaan strategi concept mapping (peta konsep) dapat meningkatkan kualitas mapping pembelajaran (peta materi bioteknologi. konsep) dapat 2.Penggunaan strategi concept meminimalisasi miskonsepsi pada materi bioteknologi di SMA Negeri 8 Surakarta.49 Sri Mursiti, dengan judul “Pembelajaran dengan Penyajian Peta Konsep Sebagai Alternatif Mengatasi Kesulitan Mahasiswa Memahami Biosintesis Alkaloid pada Matakuliah Kimia Organik Bahan Alam, dalam jurnal Widya Tama, Vol. 4 No. 2, Juni 2007. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Subyek penelitiannya adalah mahasiswa semester V yang sedang menempuh mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam sebanyak 25 orang. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, tes, dan observasi. Hasil 48 Uuh Siti Musidah, “Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Ekosistem dengan Menggunakan Peta Konsep di kelas X SMA N 19 Bandung,” Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung, Bandung, 2010, tidak dipublikasikan, h. 60. 49 Fransisca Dina Susilawati,” Implementasi Strategi Peta Konsep dalam Cooperatif Learning Sebagai Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Bioteknologi di SMA N 8 Surakarta ,” Skripsi pada Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta, 2008, tidak dipublikasikan, h. 7. 34 penelitian pada siklus I, siklus II, dan siklus III menunjukkan peningkatan hasil belajar mahasiswa yang terlihat dari peningkatan persentase ketuntasan belajar dan skor sebesar ≥ 71 yang diperoleh mahasiswa. Pada siklus I adalah 76%, siklus II sebesar 84%, dan siklus III sebesar 92%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran dengan penyajian peta konsep dapat membantu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam memahami biosintesis alkaloid pada matakuliah Kimia Organik Bahan Alam. 50 C. Kerangka Berpikir Proses belajar mengajar di sekolah antara guru dan siswa mengalami saling interaksi dalam pertukaran ilmu. Interaksi ini menentukan berhasil tidaknya belajar siswa. Dalam interaksi dengan siswa, guru dituntut untuk menguasai empat kompetensi, yaitu pedagogik, sosial, kepribadian dan profesional dalam proses belajar mengajar agar semua materi yang disampaikan dengan baik. Guru untuk melakukan interaksi dengan siswa akan menggunakan suatu pendekatan, strategi, metode bahkan media yang mudah diterima dan mendapat respon yang baik dari siswa. Siswa yang dapat berinteraksi dalam pembelajaran maka diharapkan dapat meningkat prestasi belajar. Dimisalkan pembelajaran biologi yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam semesta secara sistematis, dalam pembelajaran biologi siswa tidak hanya diharapkan mampu menguasai fakta-fakta, namun diharapkan dapat mengetahui konsepkonsep yang satu dengan lainnya yang saling berhubungan. Sehingga dalam mengembangkan pembelajaran biologi di kelas, hendaknya ada strategi yang diberikan terdapat keterlibatan aktif siswa dalam menemukan sendiri pengetahuan dengan interaksi dalam lingkungan belajar. Strategi pembelajaran yang dapat mendukung proses belajar konsep pada siswa, yaitu dengan diciptakan belajar bermakna. Seperti pada konsep sistem pencernaan pada manusia, seorang guru harus dapat mengembangkan berbagai 50 Sri Mursiti, “Pembelajaran Dengan Penyajian Peta Konsep Sebagai Alternatif Mengatasi Kesulitan Mahasiswa Memahami Biosintesis Alkaloid Pada Mata Kuliah Kimia Organik Bahan Alam di FMIPA Universitas Negeri Malang”, Jurnal Widya Tama, vol. 4 no. 2, 2007, h. 67. 35 kemampuan siswa dengan strategi pembelajaran yang sesuai agar dapat memperlihatkan hubungan antar konsep-konsep. Salah satunya melalui strategi pembelajaran yang tepat diharapkan siswa tidak hanya mengetahui dengan cara menghafalkan saja tetapi lebih ke belajar memahami setiap konsep-konsep yang telah dipelajari, yaitu dengan peta konsep dapat digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsepkonsep dalam bentuk proposisi. Sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti yang menjadikan siswa memiliki konsepsi ilmiah dalam membantu pencapaian pemahamannya, mengidentifikasi dan mengungkap yang diharapkan juga dapat kesalahpahaman (miskonsepsi) siswa terhadap suatu konsep. Melalui penelitian deskriptif ini peta konsep digunakan untuk menganalisis, mencari tahu kesalahan-kesalahan yang menyimpang dari konsepsi ilmiah yang terdapat di siswa, khususnya dalam konsep sistem pencernaan pada manusia. Konsep sistem pencernaan pada manusia merupakan konsep yang abstrak dengan banyaknya pembahasan konsepnya. Oleh sebab itu, kemungkinan dapat menyulitkan siswa dalam mempelajari, menghafalkan, dan memahaminya, sehingga mungkin saja ditemukan miskonsepsi pada konsep tersebut. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP N 3 Tangerang Selatan Jalan Ir. H. Juanda Ciputat 15412 tahun pelajaran 2012/2013 pada tanggal 29 April s.d 13 Mei 2013. B. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar. Ditunjukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.1 Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi menggambarkan suatu pengubahan kondisi apa pada variabel-variabel adanya bebas, tetapi di lapangan ketika penelitian berlangsung.2 Pada penelitian ini mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang terjadi akibat proses pembelajaran, informasi yang dikaji mengenai karakteristik tingkat pemahaman siswa melalui observasi. Fakta-fakta yang ditemukan dideskripsikan menurut apa adanya pada saat penelitian berlangsung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi pada siswa kelas VIII SMP pada konsep sistem pencernaan pada manusia. Informasi dikumpulkan melalui peta konsep yang dibuat oleh siswa dengan penilaiannya berdasarkan Novak & Gowin, pembuatan peta konsep dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan siswa membuat peta konsep dengan dibarengi berapa banyak siswa mengalami miskonsepsi pada konsep sistem pencernaan 1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. Ke-1, h..72. 2 Ibid., h. 73. 36 37 pada manusia. Selanjutnya dilakukan wawancara untuk mendapatkan informasi tambahan data penelitian. C. Unit Analisis Unit analisis berupa populasi dan sampel. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.3 Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. 4 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 3 Tangerang Selatan. Dengan pertimbangan bahwa pada kelas VIII tersebut diajarkan oleh guru bidang studi biologi yang sama dan sudah diajarkan konsep sistem pencernaan pada manusia, sehingga didapatlah 3 kelas VIII sebagai populasi yang mewakili keseluruhan kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.5 Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.6 Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 15 siswa dari masing-masing kelas tersebut. Pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik random sampling atau acak, karena semua siswa pada tiap kelas dianggap memiliki kesempatan yang sama. Dengan demikian total siswa yang dijadikan sampel sebanyak 45 siswa. D. Instrumen Penelitian Pada penelitian ini menggunakan dua buah instrumen untuk memperoleh data penelitian, yaitu berupa peta konsep acuan dan pedoman wawancara. Peta konsep acuan merupakan standar dalam penilaian atau bahan rujukan dalam menilai peta konsep yang dibuat oleh siswa yang diperlihatkan oleh gambar 3.1. Peta konsep 3 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. Ke-10 h. 117. 4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , Ed. Rev., Cet. 14, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.173. 5 Sugiyono, op. cit., h. 118. 6 Arikunto, op. cit., h. 174. 38 acuan disusun berdasarkan konsep-konsep kunci yang telah dibuat sebelumnya bersamaan dengan guru bidang studi dan dosen pembimbing, lalu peta konsep yang sudah disusun tersebut selanjutnya divalidasi oleh ahli. Instrumen kedua, yaitu pedoman wawancara. Pedoman wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengungkapkan maksud dan tujuan yang akan dicari sebagai sumber data tambahan. Pada penelitian ini menggunakan dua jenis pedoman wawancara, yaitu wawancara guru dan wawancara siswa. Adapun ruang lingkup pertanyaan pada wawancara guru meliputi pembelajaran biologi, konsep sistem pencernaan pada manusia, penggunaan peta konsep pada konsep sistem pencernaan pada manusia, dan miskonsepsi pada konsep sistem pencernaan pada manusia.7 Sedangkan pada wawancara siswa meliputi aspek siswa, guru, buku teks, metode mengajar, dan konsep sistem pencernaan pada manusia.8 Sistem Pencernaan pada Manusia mencakup Peta Konsep Acuan mencakup Saluran Pencernaan H. 1 Kelenjar Pencernaan meliputi meliputi Mekanisme Kerja H. 2 Organ-Organ Pencernaan terdiri dari terdiri dari terdiri dari terdiri dari Mekanik Kimiawi Esofagus Mulut terdiri dari terdiri dari terdiri dari Lambung Kelenjar Hati Usus Besar Usus Halus Kelenjar Pankreas H. 3 terjadi terjadi terjadi H. 4 Lidah Gigi terjadi H. 5 terdiri atas terdiri atas terdiri atas terdapat Gerakan Peristaltik Air Liur Kolon Jejenum meliputi Kardiak Fundus Pilorus Enzim Pepsin HCL Saluran Empedu Saluran Pankreas Enzim Laktase Usus Datar Enzim Maltase Enzim Peptidase menghasilkan Enzim Lipase Usus Turun Enzim Tripsin Enzim Sukrose Proposisi sahih Proposisi sahih: 46 : 47x x1 =1 46 = 47 penyakitnya Gatritis Enzim Amilase penyakitnya penyakitnya H. 6 menghasilkan Usus Naik terdapat Enzim Renin menghasilkan Apendiks meliputi terdapat terjadi Rektum Sekum terdapat terdapat Enzim Pliatin Ileum Duodenum Bagianbagiannya Diare Konstipasi Apendiksitis Hierarki sahih : Hierarki sahih Kaitan silang Kaitan silang : Contoh Contoh : Total Total Gambar 3.1 Peta Konsep Acuan 7 8 Lampiran 11, h. 135-137 Lampiran 12, h. 138-143 : :6 x6 x5 =5 30 = 30 : 5 x 10 = 50 5 x 10 = 50 : 0x 1= 0 :0 x 1 = =0 127 = 126 39 E. Kalibrasi Instrumen Uji keabsahan data sering ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas. Validitas adalah suatu ukuran untuk menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.9 Instrumen dikatakan valid jika telah memiliki validitas instrumen yang dapat memenuhi persyaratan ketentuan yang ada.10 Dalam penelitian ini alat untuk mengecek kevalidan instrumen adalah dengan validitas isi dan konstruk. Validitas isi, yaitu instrumen harus disusun terlebih dahulu berdasarkan materi pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan validitas konstruk dengan pelaksanaan untuk mendapatkan kevalidan dikonsultasikan pada dosen yang kompeten pada bidangnya, misal dosen pembimbing dan guru biologi di sekolah atau tim ahli (judgement) dengan kesesuaiannya terhadap tujuan instruksional. Reliabilitas merupakan ketepatan suatu test yang apabila diujikan kembali kepada subjek yang sama menghasilkan data yang dapat dipercaya karena benar sesuai kenyataan.11 Reliabilitas menunjukan sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.12 Oleh sebab itu, realibilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dari suatu instrumen mewakili karakteristik yang diukur. F. Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan dua teknik, yaitu observasi dengan peta konsep dan wawancara. Seperti para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh dengan cara observasi.13 Observasi dilakukan secara terbuka, dimana peneliti menginformasikan ke siswa untuk melakukan pengumpulan data dan mengatakan sedang melakukan penelitian. 9 Arikunto, op. cit., h. 211. Surhasimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT.Bumi Aksara, September 2009) Cet. Ke-9, h..65. 11 Ibid., h.90. 12 Surhasimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed. Rev., Cet. 14, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), h. 221. 13 Sugiyono,op. cit., h.310. 10 40 Adapun teknik observasi yang menggunakan peta konsep didasari pada kelengkapan sebaran pernyataan pengetahuan siswa yang dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep. Kriteria tersebut disimpulkan berdasarkan pernyataan Novak mengenai peta konsep, yang digunakan untuk menditeksi miskonsepsi dan penjabaran sebaran pernyataan keseluruhan tersebut dapat dilihat pada lampiran 2. Berdasarkan dari pernyataan Novak yang telah dijabarkan di bab dua, dapat diambil kesimpulan kriteria tahu konsep (TK) dikatakan apabila pernyataan antar konsep ada proposisi/hierarki/kaitan silang sahih yang disertai kata penghubung yang tepat sehingga menimbulkan kebermaknaan. Sedangkan kriteria miskonsepsi (M) dikatakan apabila pernyataan antar konsep tidak terdapat hubungan yang tepat dari proposisi/hierarki/kaitan silang yang tidak disertai dengan kata penghubung yang tepat sehingga menimbulkan makna yang rancu tidak sesuai dengan para ahli. Dan dari kriteria tersebut ada beberapa kriteria yang tidak termasuk dalam kriteria yang dihasilkan dari pernyataan Novak. Oleh karena itu, peneliti membuat kriteria diluar yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu kriteria tidak tahu konsep (TTK) dikatakan apabila antar konsep tidak terdapat proposisi/hierarki/kaitan silang tidak disertai dengan kata penghubung dan juga terdapat konsep-konsep yang hilang. Pada teknik kedua, yaitu wawancara dilakukan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Jenis wawancara yang digunakan yaitu wawancara semiterstruktur, dimana pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. 14 Wawancara ini juga dimaksudkan untuk menelusuri permasalahan dalam penggunaan peta konsep untuk menganalisis miskonsepsi siswa secara lebih luas. Wawancara dilakukan setelah diperoleh data pengolahan hasil penilaian peta konsep siswa. Wawancara dilakukan pada tiga siswa yang memiliki nilai peta konsep tinggi, sedang, dan rendah dari tiap perwakilan kelas. Sedangkan wawancara guru dimaksudkan untuk meneliti cara mengajar guru, konsep yang dianalisis, dan alat yang 14 Ibid., h. 320. 41 dijadikan alat ukur miskonsepsi. Adapun ruang lingkup dan aspek wawancara terdapat pada lampiran 11 dan 12. G. Langkah-langkah Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan Melakukan observasi ke sekolah dan wawancara guru mengenai data yang diperlukan untuk penelitian, membuat instrument penelitian peta konsep acuan, panduan pembuatan dan penyusunan peta konsep, dan pedoman wawancara. Kemudian semua instrumen pengambilan data dipertimbangan berdasarkan judgment untuk validitas dan reliabilitas dan kemudian diperbaiki berdasarkan yang disarankan judgment. 2. Tahap Pelaksanaan Melakukan pengambilan data penelitian berupa peta konsep yang dibuat siswa yang menjadi sample penelitian. Data diambil setelah diberikan penjelasan mengenai peta konsep: keguanaan, cara menyusun dan membuat peta konsep serta tujuan pembuatan peta konsep, yaitu salah satunya untuk menganalisis miskonsepsi siswa. Kemudian setelah data didapatkan, dianalisis berdasarkan rubik penilaian peta konsep acuan berdasarkan Novak, lalu nilai peta konsep siswa dikelompokan berdasarkan kriteria tinggi, sedang, dan rendah sebagai dasar untuk melakukan pedoman wawancara siswa. Selain itu, mengolah data peta konsep berdasarkan sebaran pernyataan pengetahuan yang dilihat berdasarkan proposisi, hierarki, dan kaitan silang yang sahih. Mengelompokan hasilnya berdasarkan tingkat pemahaman tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep. Seluruh data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dan kualitatif mengenai miskonsepsi pada siswa dan menentukan pada subkonsep apa yang paling banyak mengalami miskonsepsi di konsep sistem pencernaan pada manusia. 3. Tahap Penarikan Kesimpulan Tahap akhir yang merupakan pengolahan kesimpulan berupa persentase miskonsepsi yang dialami siswa kelas VIII mengenai konsep sistem pencernaan pada manusia dan khususnya pada subkonsep tersebut. 42 H. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif, yaitu menjelaskan suatu gambaran kondisi atau permasalahan apa adanya ketika penelitian berlangsung dengan tidak menguji hipotesis atau pun membandingkan data penelitian dengan yang sudah ada. Analisis data dilakukan secara statistik deskriftif terhadap data kualitatif dan data kuantitatif yang berupa peta konsep siswa dan wawancara. Data dalam penelitian ini berupa data peta konsep siswa yang dianalisis kesesuaiannya dengan peta konsep acuan yang tervalidasi ahli. Adapun ketentuan penskoran untuk menilai kemampuan siswa membuat peta konsep adalah dengan cara memberi skor sesuai dengan peta konsep acuan dan diberi penilaian berdasarkan penilaian peta konsep menurut Novak. Setelah itu data peta konsep siswa dianalisis berdasarkan sebaran pengetahuan yang dikelompokan berdasarkan tingkatan pemahaman yang tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep. Kemudian data diolah untuk mengetahui persentase miskonsepsi yang terjadi pada siswa di konsep sistem pencernaan pada manusia. Seluruh data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriftif persentase. Langkah-langkah menganalisis data menurut Sudjana dalam Mursiti adalah menghitung data yang diperoleh dari masing-masing responden dan memasukan data yang diperoleh ke rumus deskriftif persentase, yaitu dengan rumus: ∑ ∑ Menurut Arikunto dalam Mursiti, analisis deskriptif dilakukan dengan pemberian gambaran pelaksanaan dan hasil yang diperoleh. 15 15 Sri Mursiti, Pembelajaran Dengan Penyajian Peta Konsep Sebagai Alternatif Mengatasi Kesulitan Mahasiswa Memahami Biosintesis Alkaloid Pada Mata Kuliah Kimia Organik Bahan Alam, Jurnal Widya Tama FMIPA Universitas Negeri Malang Vol. 4 no. 2, 2007), h.69. BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian Penelitian mengenai konsep sistem pencernaan pada manusia didasarkan pada aspek nilai rata-rata total dan sebaran hubungan antar konsep-konsepnya. Acuan yang digunakan nilai rata-rata total untuk peta konsep pada penelitian ini berasal dari analisis berdasarkan kriteria Novak dan Gowin, 1984. Kriteria ini terdiri atas proposisi, hierarki, dan kaitan silang yang sahih untuk melihat kebenaran dalam pembuatan peta konsep siswa, berdasarkan gagasan yang mendasari pembentukan peta konsep dalam teori belajar kognitif Ausubel.1 Kemudian sebaran pernyataan antar konsep mengenai sistem pencernaan pada manusiadengan menganalisis konsep-konsep yang tercantum sesuai atau tidakyang disertai ada tidaknya proposisi, proposisi tersebut sahih atau tidak, hierarki, dan juga kaitan silang yang tepat untuk menciptakan peta konsep yang baik.Penilaian dengan kriteria yang mengacu pada Novak dan Gowin beserta sebaran pernyataan antar konsep akan memunculkan kebermaknaan antar konsep.Sehingga dapat mengidentifikasi miskonsepsi dalam konsep sistem pencernaan pada manusia di peta konsep siswa. Selain melakukan analisis peta konsep secara kuantitatif berupa persentase, dilakukan juga analisis secara kualitatif dengan wawancara terhadap siswa mengenai pembelajaran biologi, penggunaan peta konsep, dan konsep-konsep pada sistem pencernaan manusia. 1. Gambaran Karakteristik Responden yang Diteliti Penelitian ini melibatkan 45 orang siswa yang berasal dari tiga kelas (A, B, dan C) yang diambil sebanyak 15 orang dari setiap kelas. Kelas yang terpilih dalam penelitian ini dikumpulkan berdasarkan guru bidang studi yang sama 1 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h.106108. 43 44 dengan karakteristik jenis kelamin setiap kelas diambil secara acak dan representatif. Gambaran karakteristik jenis kelamin dari ke-15 siswa kelas yang dijadikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tiap Kelas Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah/Kelas JenisKel Jumlah amin Kelas A Kelas B Kelas C L 7 6 4 17 P 8 9 11 28 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden seluruhnya sebanyak 45 orang siswa terdiri dari responden wanita sebesar 62% dan laki-laki sebesar 38%. 2. Hasil Penilaian Peta Konsep Siswa Peta konsepyang dibuat siswa dinilai berdasarkan peta konsep acuan yang telahdivalidasi oleh ahli.2 Peta konsep yang dibuat siswa pada umumnya bervariasi. Peta konsep yang dibuat siswa ada yang sesuai dengan peta konsep acuan3 , namun ada pula beberapa konsep yang hilang serta baru muncul di luar dari peta konsep acuan.4 Susunan peta konsep siswa umumnya dimulai dari konsep sistem pencernaan pada manusia mencakup konsep saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Sebagian peta konsep ada yang menambahkan konsep mengenai kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan pada manusia.5 Peta konsep yang disusun oleh siswa sudah menunjukan struktur kognitif secara hierarki, meskipun ada beberapa perbedaan dalam proposisi dan kaitan silangyang dibuat siswa. Penilaian peta konsep siswa dikelompokan berdasarkan kriteria dengan nilai tinggi, sedang dan rendah.6 Adapun hasil peta konsep siswa mengenai konsep sistem pencernaan pada manusia dapat dilihat pada tabel berikut: 2 Lampiran 3, h. 96-98 Lampiran 9, h. 123-131 4 Lampiran 10, h. 132-134 5 Lampiran 9, loc. cit. 6 Lampiran 7, h. 119-120 3 45 Tabel 4.2 Nilai Peta Konsep Siswa Skor Penilaian Nama Siswa Jumlah Skor Total (127) (% ) Kriteria P (47) H (30) KS (50) C10 35 25 30 90 70,9 Sedang B39 29 30 30 89 70,1 Sedang A2 31 30 20 81 63,7 Sedang A10 28 30 22 80 62,9 Sedang A19 29 30 20 79 62,2 Sedang A8 35 30 10 75 59,1 Sedang C19 15 25 30 70 55,1 Sedang B5 24 25 20 69 54,3 Sedang C16 22 25 22 69 54,3 Sedang C17 22 25 22 69 54,3 Sedang A7 27 25 12 64 50,4 Sedang B17 20 30 10 60 47,2 Sedang C31 23 25 10 58 45,7 Sedang A31 19 25 12 56 44,1 Rendah C20 11 20 22 53 41,7 Rendah C18 27 25 0 52 40,9 Rendah A32 24 25 2 51 40,2 Rendah A46 24 25 2 51 40,2 Rendah B15 19 20 12 51 40,2 Rendah B1 25 25 0 50 39,4 Rendah B33 23 25 2 50 39,4 Rendah B35 23 25 2 50 39,4 Rendah B7 24 25 0 49 38,6 Rendah C1 24 25 0 49 38,6 Rendah C24 22 25 2 49 38,6 Rendah A27 16 20 12 48 37,8 Rendah B34 22 25 0 47 37 Rendah C43 20 25 2 47 37 Rendah B18 20 25 0 45 35,4 Rendah C23 8 15 22 45 35,4 Rendah C35 19 25 0 44 34,6 Rendah A18 18 25 0 43 33,9 Rendah A17 14 25 4 43 33,9 Rendah 46 SkorPenilaian Skor Nama Jumlah Total Siswa P H KS (127) (47) (30) (50) A41 17 25 0 42 B27 16 25 0 41 A5 16 20 4 40 B16 18 20 0 38 C28 18 20 0 38 A25 16 20 0 36 C14 16 20 0 36 B23 14 20 0 34 B30 14 20 0 34 C9 14 20 0 34 A30 15 15 0 30 B9 9 15 0 24 Keterangan: A2 = Siswa Kelas A No.Absen 2 P = Proposisi H = Hierarki KS = Kaitan Silang (% ) Kriteria 33,1 32,3 31,5 29,9 29,9 28,3 28,3 26,8 26,8 26,8 23,6 18,9 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Dari hasil di atas, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Kriteria Tinggi, Sedang, dan Rendah Skor Penilaian Peta Konsep Siswa 72,9% - 100% 45,9% - 71,9% 18,9% - 44,9% Kriteria Tinggi Sedang Rendah Jumlah Siswa 0 13 32 Persentase (% ) 0 28,9 71,1 Selain itu,diperlihatkan juga pada tabel berikut ini: Tabel 4.4 Jumlah Rata-rata Proposisi, Hierarki, dan Kaitan Silang Skor Penilaian P H Jumlah (47) (30) Rata-rata 20,6 23,8 Persentase (% ) 43,8 79,3 KS (50) 7,9 15,8 Skor Total 52,3 41,2 Dari ketiga tabel di atas dapat dilihat nilai peta konsep siswa dianggap belum mampu mengkonstruk konsep-konsep sistem pencernaan pada manusia dengan baik. Oleh karena masih belum mampu menggunakan proposisi yang sesuai antar konsep dan antar hierarki dengan kata penghubung yang tepat. Hal ini ditunjukkan pula dengannilai rata-rata keseluruhan peta konsep siswa, yaitu 52,4dengan persentase 41,6% yang termasuk ke dalam kriteria rendah.Nilai tersebut jelas 47 tidak didapatkan dari kaitan silang dan proposisi yang sahih, tetapi dari hierarki yang tercipta pada peta konsep siswa. 3. Hasil Pengolahan Sebaran Pernyataan Peta Konsep Siswa Hasil yang didapatkan dari peta konsep siswa pencernaan pada miskonsepsi dan manusia tidak menunjukkan tahu konsep. bahwa Hasil mengenai konsep sistem siswa tabulasi masih mengalami sebaran pernyataan pengetahuan dari peta konsep yang dibuat siswa7 dengan peta konsep acuan yang dibuat sebelumnyaberdasarkan kriteria yang tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.8 Dari kriteriatersebut untuk menentukan tingkat pemahaman siswa berdasarkan peta konsep Novak maka dapat dilihat hasil pengelompokannya pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep (TK), Miskonsepsi (M), dan Tidak Tahu Konsep (TTK) Presentase (% ) Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia Sistem pencernaan pada manusia Saluran pencernaan Mekanisme kerja Organ-organ pencernaan Mulut Air liur Kerongkongan Lambung Usus halus Duodenum Jejenum Usus besar Kolon Kelenjar Pencernaan Kelenjar hati 7 8 Lampiran 9, loc. cit. Lihat Bab III, h. 38. Tahu Konsep (TK) Miskonsepsi (M) 1a 84,4 15,6 Tidak Tahu Konsep (TTK) 0 1b 1c 1d 1e 1f 1g 1h 1i 1j 1k 1l 1m 1n 1o 1p 2a 2b 88,9 100 71,1 28,9 17,8 11,1 24,4 13,3 22,2 84,4 6,7 4,4 0 20 2,2 88,9 11,1 8,9 0 28,9 46,7 0 6,7 2,2 24,4 2,2 0 20 26,7 48,9 0 6,7 2,2 26,7 2,2 0 0 24,4 82,2 82,2 73,3 62,2 75,6 15,6 73,3 68,9 51,1 80 91,1 8,9 62,2 No. Pernyataan 48 Presentase (% ) Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia No. Pernyataan Tahu Konsep (TK) Miskonsepsi (M) 2,2 28,9 20 6,7 28,9 40 Tidak Tahu Konsep (TTK) 91,1 42,2 40 0 40 60 33,2 17,4 49,4 2b* Kelenjar pankreas 2c Pencernaan secara 3a* mekanik Pencernan secara 3b * kimiawi Rata-rata Keterangan : * kaitan silang Dari tabel di atas,masih terdapat miskonsepsi di peta konsep siswa, yaitu tertinggi pada penyusun konsep mulut (pernyataan 1e) denganpersentasesebesar 46,7% dan konsep usus besar (pernyataan 1n)dengan persentase sebesar48,9% dan tidak ditemukan miskonsepsi pada konsep mekenisme kerja, air liur, usus halus dan kolon. Hal ini dikarenakan beberapa siswa ada yang tidak mencantumkan konsep tersebut. Sedangkan untuk kaitan silang tertinggi yang dimiskonsepsikan pada konsep pencernaan secaramekanik dengan konsep gigi dankonseppencernaansecarakimiawidengankonsepenzim ptyalin, lambungdanusushalus(pernyataan 3adan 3b) dengan persentase sebesar 40%. Hal ini dikarenakan siswa belum mampu membuat kaitan silang yang tepat antar konsep dengan kata penghubung yang sesuai. Ada pun ditemukan konsep-konsep di luar yang tercantum di peta konsep acuan yang berasal dari beberapa peta konsep siswa dapat dilihat pada lampiran 10. 4. Hasil Wawancara Siswa Wawancara dilakukan dengan mengambil perwakilan sebanyak tiga siswa dari tiap nilaitertinggi, sedang, dan rendah.Hasil wawancara tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 49 Tabel 4.6Rekapitulasi Kisi-kisi Hasil Wawancara Siswa9 No. 1. Aspek Siswa Pertanyaan Minat siswa terhadap pembelajaran biologi konsep sistem pencernaan pada manusia Subkonsep sistem pencernaan pada manusia yang dianggap sulit Cara belajar siswa belajar di sekolah 2. Persentase (% ) sebelum Konsep sistem pencernaan pada manusia yang bertentangan dengan pengetahuan siswa Konsep Sistem Kesulitan dalam memahami Pencernaan pada konsep sistem pencernaan pada Manusia manusia Menggunakan Peta Konsep Kesulitan membuat peta konsep sistem pencernaan pada manusia 9 3. Guru 4. Cara Mengajar Lamipran 12, h. 138-143 Suka (55,6%) Tidak suka(44,4%) Saluran pencernaan (22,2%) Organ-organ pencernaan (33,3%) Kelenjar pencernaan (11,1%) Kelainan dan penyakit (33,3%) Belajar dahulu di rumah (11,1%) Kadang-kadang (44,4%) Tidak (44,4%) Subkonsep enzim ptialin (22,2%) Tidak ada (77,8%) Konsep dari organ-organ dan kelaianan dan penyakit pada sistem pencernaan (55,6%) Konsep dari kelenjar pencernaan (22,2%) Kelainan dan penyakit sistem pencernaan (22,2%) Mencantumkan dan meletakan setiap konsep pada peta konsep (100%) Paham (44,4%) Sedikitpaham (55,6%) Lebih paham (44,4%) Sedikit paham (55,6%) Pemahaman terhadap peta konsep yang dibuat siswa Pendapat siswa mengenai peta konsep untuk miskonsepsi pada sistem pencernaan manusia Pendapat siswa mengenai Mudah (11,1%) kegiatan pembuatan peta konsep Sedikit sulit (55,6%) Sulit (33,3%) Kesesuaian penjelesan guru Sesuai (44,4%) dengan buku dan pengetahuan Tidak sesuai (55,6%) siswa sebelumnya Pendapat siswa mengenai Benar (100%) konsep tersebut Cara mengajar ketika Sudah baik (100%) menerangkan konsep sistem pencernaan pada manusia Cara mengajar yang diinginkan Tanya jawab (33,3%) siswa Tugas kelompok dan presentasi (11,1%) PPT menggunakan infokus (11,1%) Diskusi kelompok (11,1%) Tugas individu (33,3%) 50 No. 5. Aspek Buku Teks Pertanyaan Persentase (% ) Buku teks yang digunakan guru dan siswa Kegunaan buku teks untuk membantu siswa Bahasa dan kedalaman pembahasan Konsep yang bertentangan dalam buku dengan pengetahuan siswa sebelumnya Buku BSE dan satu buku terbitan lain (100%) Membantu siswa (100%) Mudah dipahami (22,2%) Tidak mudah dipahami (77,8%) Ada (22,2%) Tidak ada (77,8%) Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa hanyasebagian besar yang menyukai pembelajaran biologi konsep sistem pencernaan pada manusia dan membiasakan diri belajar di rumah konsep tersebut sebelum dipelajari di sekolah. Selain itu lebih dari 70% menyatakan konsep yang disampaikan sudah sesuai dengan pengetahuan sebelumnya. Meskipun demikian masih ditemukan kesulitankesulitan siswa dalam mempelajari konsep-konsep tersebut misalkan kelainan dan penyakit sistem pencernaan karena mencakup organ yang terinfeksi dan istilah ilmiah yang digunakan sehingga tidak mudah untuk memahami dan mempelajari konsep tersebut. Berdasarkan aspek penggunaan peta konsep sistem pencernaan pada manusia untuk menganalisis pengetahuan siswa, hasil wawancara menyatakan sebagian besar masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menjelaskan konsep tersebut dengan peta konsep. Hal ini mungkin dikarenakan seluruh siswa masih kesulitan mencantumkan dan meletakkan konsep-konsep pada peta konsep yang dibuat berdasarkan proposisi, hierarki, dan kaitatan silang yang akan dicantumkan, disertai kata penghubung yang tepat. Salah satunya sebagian besar mengalami kesulitan dalam menyebutkan konsep organ-organ pencernaan dan kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan. Selain itu juga, ditunjukkan oleh pernyataan siswa lebih dari 50% masih sedikit sulit dalam kegiatan pembuatan peta konsep sistem pencernaan pada manusia. Sedangkan pada aspek guru,meskipun lebih dari 50% siswa menyatakan penjelasan yang disampaikan kurang lengkap, konsep-konsep yang disampaikan sudah benar sesuai dengan buku teks. Berdasarkan metode mengajar pun guru sudah baik dalam penyampaian konsep kepada siswa, yaitu dengan tanya jawab 51 dan menggunakan media gambar. Hal ini didukung juga dari hasil pernyataan siswa terlihat lebih banyak siswa yang menginginkan tanya jawab dan tugas individu, yaitu salah satunya dengan tugas menggambar organ-organ pencernaan beserta bagian-bagiannya. Berdasarkan wawancara,diketahui bahwa buku teks yang digunakan siswa dan guru adalah buku BSE dan satu buku dari terbitan lain. Akan tetapi yang dominan dipakai buku terbitan lain di kelas. Meskipun kenyataanya dari segi bahasa dan kedalam pembahasaan buku tersebut lebih dari 70% menyatakan tidak mudah dipahami dan dipelajari oleh siswa. Hal ini ditunjukkan contohnya pada konsep organ-organ pencernaan dan kelainan dan penyakit sistem pencernaan yang penjelasanya masih sulit dimengerti sehingga menimbulkan pertentangan dengan pengetahuan siswa, yaitu mengenai kelengkapan penjelasan konsep tersebut pada buku teks. B. Pembahasan Dari tabel 4.2 diketahui sebagian besar nilai peta konsep siswa termasuk kriteria rendah dengan tidak ditemukan siswa yang memiliki kriteria tinggi yang diperlihatkan oleh tabel 4.3. Hal ini dikarenakan berdasarkan dari tabel 4.4 memperlihatkan nilai rata-rata proposisi dan kaitan silang kurang dari 50% dengan nilai rata-rata kaitan silang sebesar 15,8% masih sangat jauh di bawah nilai peta konsep acuan. Padahal kaitan silang yang sahih memberikan nilai skor tertinggi dibandingkan proposisi dan hierarki. Berdasarkan dari nilai tabel tersebut, nilai rendah peta konsep yang didapat siswa disebabkan siswa tidak bisa membuat proposisi dan kaitan silang dengan disertai kata penghubung yang tepat. Padahal proposisi terdiri dari beberapa unsur, yaitu suatu hubungan dan sekumpulan argumen, berupa suatu hubungan berperan menerangkan dan membatasi suatu argumen. 10 Proposisi bukan saja berupa kata, frasa, dan kalimat tetapi berupa gagasan yang bersifat lebih abstrak. 11 Seseorang menyimpan memorinya sebagai proposisi bermakna sehingga ia mudah 10 11 Dahar, op.cit., h.32 Ibid., h. 34 52 untuk menyampaikan gagasan itu kepada orang lain. Proposisi dikatakan shahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat, dengan nilai skor 1. Hierarkitidak valid karenakonsep yang dicantumkansalah Proposisitidak valid karena kata penghubung yang digunakantidaktepat Gambar 4.1 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Rendah Sedangkan kaitan silangadalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan silang dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep,sehingga hubungan antara kedua konsep tersebut menjadi kurang jelas, untuk setiap kaitan silang yang sahih diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi skor 2.Kaitan silang memperlihatkan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lain masih terdapat hubungan. 53 Hierarkitidak valid karenaadakonsepyang lebihinklunsiftidakdicantumkan di atasnya Kaitansilangtidak valid karenakonsep yang dikaitkansalah Gambar 4.2 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Sedang Nilai rata-rata peta konsep siswa memperlihatkan proposisi dan kaitan silang yang dibuat siswa masih di bawah peta konsep acuan dibandingkan hierarki. Oleh sebab itu siswa pada umumnya dianggap belum tahu konsep sistem pencernaan pada manusia karena tidak dapat membuat proposisi dan kaitan silang yang sahih, meskipun mendapatkan nilai hierarki yang cukup baik. Hierarkiadalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas konsep yang lebih khusus. Hierarki dikatakan sahih jika urutan penempatan konsepnya benar, untuk setiap hierarki yang sahih diberi skor 5. 54 Hierarki dikatakan valid karena konsep tersusun dari umum ke khusus Gambar 4.3 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Tinggi Nilai peta konsep yang rendah disebabkan adanya miskonsepsi pada siswa.Berdasarkan pada tabel 4.5 dari hasil analisis rata-rata siswa mengalami miskonsepsi pada konsep sistem pencernaan pada manusia, yaitu sebesar 17,4%. Menurut Mc Clure, menyebutkan salah satu faktor-faktor yang berperan sebagai kesalahan dalam tes peta konsep sendiri juga, yaitu variasi dalam kemampuan pemetaan konsep siswa, variasi dalam pengetahuan konten yang mengevaluasi peta konsep dan konsistensi peta konsep yang dievaluasi dapat memunculkan nilai yang bervariasi.12 Oleh sebab itu, konsistensi penilaian peta konsep siswa dilakukan secara kuntitatif dan kualitatif berdasarkan perbandingannya dengan peta konsep acuan yang tervalidasi ahli sebagai acuannya, sehingga dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi di peta konsep siswa. Analisis miskonsepsi yang terjadi pada siswa berdasarkan sebaran pernyataan pengetahuan dari peta konsep siswa. Seperti sama halnya yang diungkapkan Zeilik, menyatakan analisis peta konsep dengan cara berfokus terutama pada aspek kualitatif dari peta konsep siswa dengan penekanan pada akurasi atau 12 John R. Mc Mclure, et. al., “Concept Map Assessment of Classroom Learning: Reliability, Validity and Logistical Practicality,”Journal of Research in Science Teaching, Vol. 36, No. 4, 1999, p. 477. 55 keabsahan yang mewakili pengetahuan siswa. 13 Peta konsep yang dibuat siswa dianalisis berdasarkan tiga kategori yang diambil dari Novak, yaitu dari proposisi setiap konsep, hierarki, dan kaitan silang antar konsep dalam hierarki yang sama atau pun berbeda. Sedangkan untuk contoh tidak dimasukkan dan dalam peta konsep acuan pun tidak dicantumkan karena contoh tersebut bisa digantikan dengan kaitan silang antar konsep yang menunjukkan hubungan antar konsep. Contoh sendiri merupakan kejadian atau objek spesifik yang sesuai untuk menjelaskan suatu konsep.14 Oleh karena itu dalam peta konsep tidak dianjurkan adanya pengulangan konsep yang sama karena dapat menyulitkan dalam penilaian peta konsep disebabkan adanya konsep ganda. Peta konsep siswa dibandingkan dengan peta konsep acuan yang tervalidasi dengan melihat pernyataan-pernyataan dari proposisi yang berada pada peta konsep siswa. Dari hasil analisis peta konsep siswa juga ditemukan juga selain konsep-konsep yang sesuai dengan peta konsep acuan juga terdapat konsepkonsep baru yang muncul yang beberapa ada yang sahih dan tidak. Hal ini juga disebutkan oleh Yarden, bahwa dari konsep-konsep yang sama sejumlah peta konsep berbeda dapat dibangun, selama konsep-konsep sahih tersebut dapat mewakili hubungan yang benar antara konsep-konsep.15 Hasil analisis menunjukan tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang diidentifikasi satu persatu dengan mengecek kebenaran peta konsep siswa yang berupa sebaran pernyataan pengetahuan. Tingkat pemahaman konsep tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga,yaitu tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep. Tahu konsep apabila konsep-konsep tersebut sama seperti peta konsep acuan dengan disertai proposisi, hierarki, dan kaitan silang yang sahih yang masing-masing menggunakan kata penghubung yang sesuai. Miskonsepsi apabila konsep-konsep sesuai peta konsep acuan, tetapi tidak disertai proposisi, hierarki, dan kaitan 13 silang yang sahih dengan kata penghubung yang kurang Michael Zeilik, Concept Mapping, Tersedia di http://www.wcer.wise.edu/archive/cI1/flag/cat/conmap/conmap7.htm diakses 10 Oktober 2012. 14 Concept Mapping Rubrics , Tersedia di http://centeach,uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10 Oktober 2012. 15 Hagit Yarden, et al., Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory Cell Biolog y to College Freshmen, Journal Bioscene,Vol. 30 (1), 2004, p. 5 56 tepat, sehingga pernyataan tersebut bisa saja menimbulkan dua pemahaman yang berbeda. Sedangkan kriteria tidak tahu konsep apabila konsep-konsep yang tercantum tidak sesuai dan tidak sahih berdasarkan proposisi, hierarki, dan kaitan silang serta tidak adanya kata penghubung yang tepat atau pun tidak dicantumkan padapetakonsep. Berfokus pada penelitian untuk mencari tahu miskonsepsi yang ditemukan pada siswa di kelas VIII SMP Negeri 3 Tangerang Selatan dalam belajar konsep sistem pencernaan pada manusia dilihat dari hasil sebaran pernyataan pada peta konsep siswa. Hal ini menunjukkan bahwa masih ditemukan miskonsepsi pada siswa yang disebabkan oleh konsep-konsep tersebut dalam penjelasan di buku atau pengetahuan yang didapatkan dari guru kurang lengkap. Subkonsep yang dimiskonsepsikan tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya. Seorang siswadapat mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep dibedakan secara sederhana dengan membandingkan benar tidaknya sebaran pernyataan peta konsep yang dibuat siswa dengan peta konsep acuan yang telah tervalidasi ahli dengan melihat subkonsep dari konsep yang tercantum,yaitu proposisi, hierarki, dan kaitan silang yang tepat. Miskonsepsi yang dialami siswa juga dikarenakan dalam membuat peta konsep ini masih banyak kesulitan bagi siswa dalam menentukan dan meletakan konsep dengan kata penghubung yang tepat yang didukung dari pernyataan wawancara siswa. Hal inipun secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai alat evaluasi terhadap materi yang telah dipelajari oleh siswa. Guru dengan peta konsep dapat mengetahui penggunaannya untuk menganalisis konsep juga yang sejauh mana pemahaman siswa, dan kesalahpahaman (miskonsepsi) terhadap telah dipelajari tersebut. Sejalan dengan yang diungkapkan Kharatmal, bahwa keuntungan peta konsep digunakan untuk alat diagnostik, pedagogis, penilaian, pengumpulan data, alat pengetahuan organisasi yang efektif dalam memperlihatkan pengetahuan, menggambarkan kesalahpahaman, menelusuri perubahan konseptual siswa dalam memahami suatu konsep.16 16 Meena Kharatmal, “Concept Mapping for Eliciting Students Understanding of Science”, Journal Indian Educational Review, Vol. 45, No. 2,2009, p. 34-35. 57 Hasil analisis miskonsepsi pada peta konsep siswa pada tabel 4.5juga memperlihatkan paling banyak terjadi pada konsep mulut, yaitupernyataan 1e denganpersentase 46,7% dan konsep usus besar, yaitu pernyataan1n dengan persentase 48,9%. Sedangkan untuk kaitan silang antar konsep pada pernyataan 3a dan 3b mengalami paling banyak miskonsepsi siswa dengan persentase 40%. Miskonsepsi yang muncul mungkin dikarenakan siswa tersebut yang mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Sehingga tidak mustahil kejadian ini dapat memunculkan kesalahan dalam menyusun peta konsep tersebut. Hal ini dapat pula dikarenakan siswa belum terbiasa mengkonstruksi konsep sistem pencernaan pada manusia secara tepat dan belum mempunyai kerangka ilmiah yang dapat digunakan sebagai patokan dalam membangun pengetahuannya. Oleh sebab itu, siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang didapatkan yang mungkin berasal dari pengalamannya sehari-hari. Pada konsep mulut berdasarkan lampiran 9ditemukan pada siswa kelas VIII yang mengalami miskonsepsi dengan proposisi berdasarkan tabel 4.3adalah pada pernyataan 1e, yaitu: Mulut terdapat gigi dan lidah (13,3%), Mulut terdapat lidah, air liur, dan enzim ptialin (2,2%), Mulut terdapat enzim ptialin (11,1%), mulut terdapat gigi, lidah, dan enzim (4,5%), Mulut terdapat mulut, gigi, dan enzim ptialin (4,5%), Mulut terdiri dari gigi, lidah, dan enzim ptialin (2,2%), Mulut terdiri atas gigi, lidah, dan enzim ptialin (2,2%), Mulut terdiri atas gigi dan lidah (2,2%), Mulut terdiri atas mulut, gigi, dan air liur (2,2%), dan Mulut terjadi gigi dan lidah (2,2%). Hal ini menunjukan bahwa masih lebih banyak siswa yang menyatakan di mulut hanya terdapat gigi dan lidah, sedangkan ada juga konsep enzim ptialin diletakan di bawah konsep mulut, padahal seharusnya enzim ptialin ada di bawah konsep air liur. Sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Pada konsep usus besar pada pernyataan 1n yaitu: usus besar terdiri atas usus buntu (2,2%), usus besar terdiri dari kolon dan rektum (17,8%), usus besar terdiri atas kolon dan rektum (4,5%), usus besar dibagi menjadi kolon dan rektum (4,5%), usus besar terdapat kolon dan rektum (4,5%), ususbesarterdiriatasenzim lipase, amilase, dan tripsin (2,2%), usus besar terbagi atas kolon dan rektum 58 (6,7%), usus besar terdapat kolon, rektum dan bakteri E.coli (2,2%), usus besar penyakitnya diare, apendiksitis, konstipasi, dan hemoroid (2,2%), dan usus besar penyakitnya apendiksitis dan konstipasi (2,2%). Hal ini menunjukan bahwa siswa masih belum paham mengenai subkonsep saluran pencernaan dalam menentukan konsep-konsep yang tercantum, siswa rata-rata kebanyakan menyatakan hanya ada 2 buah konsep di bawah konsep usus besar, padahal usus besar terdiri dari kolon, rektum, sekum dan apendiks.17 Pada kaitan silang antar konsep berdasarkan lampiran 9 ditemukan pada siswa kelas VIII yang mengalami miskonsepsi dengan proposisi yang paling banyak diperlihatkan pada tabel 4.3 adalah pada pernyataan 3a, yaitu: pencernaan secara mekanik terdapat di mulut (15,6%), pencernaan secara mekanik alat pemprosesnya mulut (2,2%), (17,8%),pencernaan secara dan pencernaan mekanik mekanik melalui terjadi di mulut mulut (2,2%), danpencernaansecaramekanikenzim di mulut (2,2%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih belum paham mengenai kaitan silang antar konsep tentang pencernaan secara mekanik yang diperlihatkan oleh pernyataan siswa mengenai pencernaan mekanik terjadi di mulut. Pernyataan tersebut kurang tepat, padahal pencernaan mekanik di mulut terjadi dengan bantuan gigi. Selain itu juga pada pernyataan 3b, yaitu: pencernaan secara kimiawi terjadi di mulut (2,2%), pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung (4,4%), pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung dan usus halus (15,6%), pencernaan secara kimiawi terdapat di enzim ptialin (4,4%), pencernaan secara kimiawi terdapat di usus halus dan usus besar (4,4%), pencernaan secara kimiawi terjadi di kerongkongan (2,2%), pencernaan secara kimiawi terdapat di mulut (2,2%), pencernaan secara kimiawi melalui lambung (2,2%), dan pencernaan secara kimiawi enzim di mulut (2,2%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih belum paham mengenaikaitan silang antar konsep tentang pencernaan secara kimiawi yang diperlihatkan oleh pernyataan siswa tersebut kurang tepat dari konsepkonsep yang dikaitkan tidak lengkap, padahal pencernaan secara kimiawi terjadi di enzim ptialin, lambung, dan usus halus. 17 Lampiran 6, h.114-118 59 Namun berdasarkan hasil analisis tersebutpada table 4.5, walaupun terjadi miskonsepsi pada peta konsep yang dibuat siswa tidak sebesar persentase kategori dalam tidak tahu konsep. Miskonsepsi yang muncul tersebutakibat dari kesalahpahaman konsep yang terbentuk dari pengetahuannya yang berbeda dengan pengetahuan para ahli.18 Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan Dahar, bahwa miskonsepsi biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsepkonsep pada peta konsep siswa yang mengakibatkan proposisi yang salah19 dimana peta konsep adalah teknik untuk eksternalisasi konsep dan proposisi yang menyatakan hubungan antara bermakna.20 Walaupun demikian konsep-konsep agar terjadi pembelajaran mengakibatkan pemahaman siswa tidak sesuai dengan harapan dimana timbul bukan dari pembelajaran hapalan saja. Selain itu, menurut Marbach-Ad dalam Yarden menyatakan bahwa miskonsepsi dapat juga terjadi dari kecenderungan siswa dalam memahami istilah atau konsep-konsep yang sebagian definisi bersifat tumpang tindih, dimana diantara konsep-konsep tersebut memiliki nama yang sama.21 Contohnya ditemukan dalam peta konsep siswa ada pernyataan yang menyebutkan bahwa organkerongkongan menjadi tenggorokan.22 Selain yang telah disebutkan miskonsepsi yang dianalisis sesuai peta konsep acuan ditemukan juga pernyatan-pernyataan proposisi di luar yang dicantumkan meskipun tidak semua ditemukan dalam peta konsep siswa. Sebagian besar pernyataan tersebut juga mengalami miskonsepsi. Pernyataan proposisi ini muncul mungkin diakibatkan karena buku teks yang siswa gunakan ketika belajar di kelas. Hal ini ditunjukkan dari wawancara siswa lebih dari 70% menyatakan buku teks yang digunakan dari segi bahasa dan kedalaman pembahasan masih sulit untuk dimengerti siswa. Sehingga dapat disimpulkan mungkin saja hal ini terjadi karena buku teks itu mempengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari siswa dari segi isi, bahasa dan keterbacaannya. Hal ini sejalan 18 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika , (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 6. 19 Dahar, op. cit., h. 111. 20 Yarden, et al.,op. cit, p.4. 21 Ibid. 22 Lampiran 9, h.125 60 dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 43 ayat 5 yang menyatakan buku teks pelajaran dinilai kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian dan kegrafikaannya oleh Badan Standar Nasional Pendidikan dan ditetapkan oleh Peraturan Menteri.23 Penilaian terhadap buku teks sangatlah diperlukan agar dapat membantu guru dan siswa menggunakan dan memehami konsep dalam materi yang akan diajarkan, sehingga tidak terjadi miskonsepsi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 11 Tahun 2005 Pasal 1 tentang buku teks pelajaran, yaitu Buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang membuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. 24 Penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa sendiri selain yang telah disebutkan juga sebelumnya, didukung pula dari pernyataan Suparno, yaitu miskonsepsi terjadi dapat berasal dari siswa itu sendiri, pengajar atau guru di sekolah, buku teks pelajaran yang digunakan, konteks dan cara mengajar guru di kelas.25 Sedangkan menurut Tekkaya faktor lain juga yang memberikan konstribusi munculnya miskonsepsi adalah ketika siswa menggabungkan konsepkonsep baru yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada. Sehingga dapat menciptakan konseptual konflik dalam pikiran siswa. 26 Misalkan konsep yang mereka ketahui atau didapatkan di tingkatan sekolah sebelumnya yang memang ternyata masih mengandung miskonsepsi. Miskonsepsi yang dialami siswa pada hakikatnya bertentangan dengan pengetahuan para ilmuan. Selain itu, kenyataannya hal tersebut sulit untuk diluruskan sesuai pemikiran para ahli. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Suparno, berdasarkan pengalamannya, miskonsepsi sulit dibenahi atau dibetulkan, 23 Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V, h.164. 24 Ibid., h. 60-61. 25 Suparno, op. cit. h. 53. 26 Ceren Tekkaya, “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”, Hacettepe Universites Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.260. 61 terlebih bila miskonsepsi itu dapat membantu memecahkan persoalan tertentu, 27 misalkan permasalahn dalam kehidupan sehari-hari, maka miskonsepsi itu akan melekat selama belum ada konsep yang benar-benar masuk akal yang dapat dipahami oleh siswa. Dalam hal ini peranan guru sangat penting untuk mengetahui pada tingkatan pemahaman manakah pengetahuan siswa mengenai suatu konsep dan guru pun perlu belajar mengerti cara berpikir siswa sehingga dapat membantu agar pemahaman siswa benar dan mengembangkanya mendekati pemahaman para ilmuan sehingga diharapkan tidak ditemukan kembali kesalapahaman konsep. Berdasarkan hasil dari penilaian dan analisis terhadap peta konsep siswa menunjukkan kemampuan siswa membuat peta konsep termasuk kedalam kriteria rendah dengan pemahaman mereka mengenai konsep tersebut ditemukan miskonsepsi sebesar 17,4% dengan lebih banyak yang tidak tahu konsep sebesar 49,4%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penggunaan peta konsep untuk menganalisis miskonsepsi siswa efektif dalam mengetahui tingkat pemahaman dan mengungkapkan miskonsepsi siswa. Hasil penelitian ini senada dengan apa yang diungkapkan Novak & Gowin dalam Suparno, menyatakan peta konsep mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan menegaskan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hierarki, dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta konsep tersebut. Peta konsep diidentifikasi dengan melihat hubungan antara konsep-konsep itu benar atau salah dan biasanya juga dilihat dari proposisi yang digunakan salah serta tidak adanya hubungan lengkap antar konsep. 28 Oleh sebab itu perlu ada cara untuk mengatasi masalah yang terjadi pada siswa, seperti dengan mengungkap miskonsepsi tersebut, mencari penyebabnya dan mengambil tindakan yang sesuai terhadap miskonsepsi yang mereka alami. Misalkan dari cara belajar siswa, cara mengajar guru dan bahkan buku teks yang mungkin terdapat miskonsepsi dalam menjelaskan konsep pelajaran. 27 28 Suparno, op. cit. h. 7. Ibid., h. 121. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta konsep untuk menganalisis miskonsepsi siswa efektif menyelidiki kesalapahaman pada konsep sistem pencernaan pada manusia. Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep sistem pencernaan pada manusia adalah 17,4%. Adapun subkonsep yang dimiskonsepsikan terbesar terdapat pada subkonsep mulut dengan rata-rata 46,7%, usus besar dengan rata-rata 48,9%, dan subkonsep pencernaan secara mekanik serta subkonsep pencernaan kimiawi dengan rata-rata 40%. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa tersebut berdasarkan penelitian menggunakan peta konsep dan wawancara, disebabkan karena berbagai hal, yaitu dari hasil analisis peta konsep siswa diketahui ketidaklengkapan konsep-konsep yang tercantum, tidak menggunakan kata penghubung yang tepat, dan tidak dapat membuat kaitan silang yang tepat. Sedangkan dari wawancara diketahui motivasi dan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran biologi, cara belajar, pengetahuan siswa yang berasal dari pengalamannya dahulu, dan ketidaklengkapan informasi yang didapat ketika proses belajar mengajar, serta buku teks pelajaran yang digunakan siswa dari bahasa dan kedalaman pembahasan yang sulit dipahami. B. Saran Berikut ini beberapa saran yang diajukan peneliti, yaitu: 1. Bagi guru, diharapkan lebih memperhatikan dalam menyampaikan konsep yang diajarkannya agar siswa tidak mengembangkan konsepsi yang salah dan tidak mengemukakan konsep berdasarkan pendapatnya sendiri. Kemudian memilih dan merancang strategi pembelajaran yang tepat agar kesalahan dalam memahami konsep (miskonsepsi) tidak terjadi pada siswa. Diharapkan juga guru dapat memberikan remediasi secepat mungkin ketika ditemukan miskonsepsi pada siswa tersebut, karena jika dibiarkan akan terus terjadi dan 62 63 dapat mengganggu pemahaman konsep siswa selanjutnya yang terkadang masih berkaitan antar konsep tersebut. 2. Memberikan latihan yang lebih sering kepada siswa untuk membuat peta konsep agar terhindar dari kesalahan dalam membuat peta konsep dan dalam penyusunannya harus didukung dengan motivasi, sehingga peta konsep yang dibuat menjadi bermakna serta diharapka tidak ditemukan miskonsepsi pada peta konsepnya. 3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai miskonsepsi pada konsep-konsep biologi dengan melakukan teknik analisis yang lainya, seperti CRI, pilihan ganda beralasan, analogi, two-tier test, wawancara klinis, test esai tertulis, dan atau gabungan dari beberapa teknik tersebut. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. Arikunto, Surhasimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.Bumi Aksara. 2009. -----.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Concept Mapping Rubrics, Tersedia di http://centeach.uiowa.edudiakses tanggal 10 Oktober 2012 Dahar, Ratna Wilis.Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. 2011. Dikmenli, Musa. Misconceptions of Cell Division Help by Student Teacher in Biology: Drawing Analysis. Turkey: Journal Scientific Research and Essay Vol. 5 (2), 2010. Dina Susilawati, Fransisca, “Implementasi Strategi Peta Konsep dalam Cooperatif Learning Sebagai Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Bioteknologi di SMA N 8 Surakarta.”Skripsidi Universitas Sebelas Maret Surakarta: 2008. tidak diterbitkan. Echols, John M., dan Hassan Shadily. An English-Indonesia Dictionary. Jakarta: Gramedia. 1996. Fleischman, Howard L.,et al.,Highlights From PISA 2009: Performance of U.S. 15-Year Old Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context (NCES2011-004). Washington, DC: U.S. Department of Education, National Center for Education Statistics,U.S. Government Printing Office. 2010. Gonzales, Patrick, et al,. Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourth- and Eighth-Grade Students in an International Context (NCES 2009–001Revised).Washington, DC: U.S. Department of Education,National Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences. 2009. Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta :Bumi Aksara. 2011. Henno, Imbi & Priit Reiska. “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology”, dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting Educators, Proc. Of the 64 65 Third Int. Conference on Concept Mapping, (Finland: Tallin. Estonia & Helsinki, 2008. Kharatmal, Meena, Concept Mapping for Eliciting Students Understanding of Science, (Mumbai: Journal Indian Educational Review, Vol. 45, No. 2, 2009. Mclure, John R. Mc.et al. Concept Map Assessment of Classroom Learning: Reliability, Validity and Logistical Practicality.Journal of Research in Science Teaching Arizona.Vol. 36, No. 4, 1999. Mursiti, Sri. Pembelajaran Dengan Penyajian Peta Konsep Sebagai Alternatif Mengatasi Kesulitan Mahasiswa Memahami Biosintesis Alkaloid Pada Mata Kuliah Kimia Organik Bahan Alam. Jurnal Widya Tama.Vol. 4 no. 2, 2007. Novak, Joseph D. “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”, http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/T he%20Underlying%20Concept%Maps.pdf diakses tgl 13 Januari 2012 Ormrod, Jeanne Ellis. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga. 2008. Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The Employment Relationts Degree. Spain: Journal of International Education ResearchSpecial Edition Vol. 7, No. 5, 2011. Rustaman, Nuryani Y., dkk. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang. 2005. Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2010. Siti Musidah, Uuh. “Identifikasi MiskonsepsiSiswa pada Konsep Ekosistem dengan Menggunakan PetaKonsepdi kelas X SMA N19 Bandung.” Skripsi di FPMIPA UPI Bandung: 2010. Tidak dipublikasikan. Sofyan, Ahmad, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: UIN Press. 2007. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010. Suhirman. Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian. No. 2, 1998. 66 Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005. Suparno, Paul. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo. 2005. Tekkaya, Ceren. “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”.Hacettepe Universites Egitium Fakultesi Dergizi. Ankara. 2002. Tom, Vilberg. ”Using Concept Mapping in a Sensation and Perception Course” A Paper Presented at the National Institute for the Teaching of Psychology University., 1996. [Online]. Tersedia: http://riven clarion.edu/trivelberg/conceptmap.html. diakses tanggal 18Januari 2012. Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010. Udeani, Uchenna & Philomena N. Okafor, The Effect of Concept Mapping Instructional Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner. Nigeria: Journal of Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012. Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V, h. 60-61. Yarden, Hagit., et al. Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory Cell Biology to College Freshmen. Israel: Journal Bioscene Volume 30 (1), 2004. Yusuf, Yustin, dkk. Upaya Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep Pada Siswa Kelas Ii4 Smp Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005. Jurnal Biogenesis. Vol 2, 2006. Zimmaro, Dawn M., et al. “Validation of Concept Maps As a Representation of Structural Knowledge”, http://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%validation.pdf diakses 8 Januari 2013. Zulfiani, dkk,. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009. Lampiran 1 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 Lampiran 2 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 Lampiran 3 93 94 95 Lampiran 4 CONCEPT MAP (PETA KONSEP) PANDUAN PENYUSUNAN DAN PEMBUATAN PETA KONSEP Oleh : LIDYAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 96 97 A. Tujuan Pembuatan Peta Konsep : 1. Siswa dapat menentukan proposisi yang sesuai untuk menghubungkan antara konsep yang satu dengan yang lainnya agar terjadi kebermaknaan 2. Siswa dapat membuat hierarki dari tiap tingkatan konsep, dari yang umum ke khusus (kompleks) 3. Siswa dapat membuat kaitan silang antara konsep yang satu dengan konsep disebrang lainnya 4. Siswa dapat memberikan contoh dari setiap konsep 5. Siswa dapat mengalami belajar bermakna melalui peta konsep sehingga diharapkan tidak terjadi lagi kesalahpahaman 6. Penggunaan peta konsep untuk menganalisis kesalahpahaman (Misconception) siswa. B. Landasan Teori : 1. Peta Konsep Pemetaan konsep menurut Novak dalam Ricardo dianggap sebagai teknik belajar yang utama digunakan untuk representasi grafis dari pengetahuan. Teknik ini sebelumnya dibuat dan dikembangkan di Cornell University dan didasarkan pada teori "Belajar Bermakna" diusulkan oleh Ausubel. Teori ini mendukung hipotesis bahwa "Faktor yang paling penting dalam belajar adalah subjek apa yang telah diketahui ". Menurut Novak juga pemetaan konsep adalah suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam hirarki, mulai dari yang paling umum, kurang umum, dan konsep-konsep yang lebih spesifik. Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk belajar bermakna. Sehingga dalam mempelajari suatu konsep diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman (Misconception). 2. Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis Kesalahpahaman (Misconception) Menurut Novak dalam Suparno, miskonsepsi sebagai suatu interprestasi konsep-konsep, dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima, yang tidak sesuai dengan konsep para ahli sebelumnya. 98 Sedangkan menurut Fowler, miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikai contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Dari penjabaran di atas mengenai kesalahpahaman (Misconception) dapat dilihat dan disimpulkan bahwa kesalahpahamn terjadi akibat hubungan antara konsep-konsep, klasifikasi contoh yang salah untuk suatu konsep, hubungan tingkatatan hirarki antar konsep yang tidak benar, dan adanya kaitan silang antara konsepkonsep yang tidak tepat atau bahkan salah, sehingga menimbulkan konsepsi yang salah tidak terciptanya kebermaaknaan. Dalam Suparno menyatakan faktor penyebab miskonsepsi bisa dibagi menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar. Kesulitan dalam mengatasi masalah miskonsepsi memang sulit diubah dan awet melekat pada seseorang. Ada pun cara yang digunakan untuk menentukan pemahaman konseptual dan kesalahpahaman siswa dengan beberapa cara, yaitu dengan pertanyaan terbuka, two-tier tes diagnostik, wawancara dan gambar serta selain itu juga salah satunya dengan menggunakan peta konsep, menggunakan analogi dalam mengajar dan sebagainya. Pemetaan konsep dapat menjadi kegiatan yang sangat baik dalam menilai pengetahuan sebelumnya siswa, yang sangat penting karena pengetahuan sebelumnya merupakan penentukan faktor dalam pembelajaran berikutnya. Fungsi peta konsep dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk belajar bermakna. Menurut Sulistio mengemukakan macam-macam cara tentang penggunaan peta konsep untuk pembelajaran miskonsepsi siswa. sains salah satunya adalah menganalisis 99 3. Cara Membuat Peta Konsep Langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut: (1) memilih suatu bahan bacaan, (2) menentukan konsep-konsep yang relevan (konsep telah ditentukan oleh peneliti) , (3) mengelompokkan (mengurutkan ) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif, dan (4) menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas (puncak) bagan tersebut lalu dihubungkan dengan kata penghubung misalnya “terdiri atas”, “menggunakan”, dan lain-lain. 4. Penilaian Peta Konsep Untuk Menganalisis Miskonsepsi Peta konsep siswa dianalisis secara kuantitatif dengan rubik penilaian yang mengacu pada Novak. Secara kuantitatif penilaian dilakukan dengan pemberian skor terhadap kriteria-kriteria penyusun suatu peta konsep (concept maps). Sedangkan untuk penilaian kualitatif diperoleh dari kata penghubung yang membentuk suatu proposisi yang bermakna sehingga tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi) dalam memahami suatu hubungan antar konsep-konsep yang dipelajari. Adapun menurut Novak penilaian kuantitatif (penskoran) suatu peta konsep yang dibuat oleh siswa dapat dilakukan berdasarkan: a. Proposisi adalah antara dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung. Proposisi dikatakan sahih untuk mendapatkan belajar bermakna, jika menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap proposisi yang sahih diberi skor 1. b. Hirarki adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas konsep yang lebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih jika urutan penempatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih diberi skor 5. 100 c. Kaitan Silang adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan silang dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep sehingga hubungan antara kedua konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang yang sahih diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi skor 2. d. Contoh adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai dengan atribut konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut tidak dituliskan di dalam kotak karena contoh bukanlah konsep. Untuk setiap contoh yang sahih diberi skor 1. e. Selain itu, kriteria concept map dapat dibangun dan mencetak materi yang akan dipetakan. Kemudian membagi skor siswa dengan skor kriteria peta (peta acuan) untuk memberikan persentase perbandingan. (Catatan bahwa beberapa siswa dapat melakukan lebih baik dari kriteria dan menerima lebih dari 100%.). 101 Gambar 1. Contoh Skor Peta Konsep Berdasarkan Penilaian Novak & Gowin (1984) Penilaian atau penskoran terhadap peta konsep yang dibuat siswa dibandingkan dengan mengacu pada rubik penilain peta konsep Novak yang telat dibuat sebelum pembelajaran (peta konsep acuan) untuk menilainya dengan dibandingkan antara peta konsep siswa dengan peta konsep acuan sesuai kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil penskoran tersebut guru dapat mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar dalam suatu materi tertentu dan dilihat sejauh mana siswa memahami materi tersebut serta selain itu pula dapat mengidentifikasi dalam menganalisis ada tidaknya kesalahan konsep dari siswa (miskonsepsi) pada suatu materi pelajaran. Adapun rumus perhitungan secara kualitatif yaitu dengan persentase berikut ini: 102 ∑ ∑ Referensi Imbi Henno & Priit Reiska, Using Concept Mapping As Assessment Tool In School Biology, (Finland: Concept Mapping: Connecting Educators, Proc. Of The Third Int. Conference on Concept Mapping diakses di http:// cmc.ihmc.us/cmc2008papers/cmc2008-p404.pdf pada tanggal 20 September 2012). p. 1 Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika , (Jakarta: Grasindo, 2005) h. 4-5 Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The Employment Relationts Degree, (Spain: Journal of International Education Research-Special Edition 2011 Vol. 7, No. 5), p. 23 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) Ed. Pertama, Cet. Ke3, h. 160 Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 35-36 http://centeach.uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10 Oktober 2012 Lampiran 5 Lembar Kerja Siswa Petunjuk Pembuatan Peta Konsep 1. Bacalah wacana dengan seksama. 2. Tuliskan konsep-konsep penting yang ditemukan dalam wacana. 3. Urutkan konsep-konsep tersebut dari yang paling umum ke yang lebih khusus atau contoh. 4. Hubungkan setiap konsep tersebut dengan kata penghubung yang sesuai (misal: meliputi, terbagi menjadi, terdiri dari dan lain sebagainya). 5. Gunakan kertas HVS yang telah disediakan untuk menyusun peta konsep. 6. Beri nama pada HVS di pojok kanan atas. WACANA Sistem Pencernaan pada Manusia Makanan merupakan sumber energi dan sumber bahan baku untuk membangun tubuh. Makanan yang kita makan tidak dapat langsung kita gunakan. Sebelum dapat digunakan tubuh, makanan dicerna dalam sistem pencernaan. Sistem pencernaan manusia terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar-kelenjar yang berperan dalam proses pencernaan. Saluran pencernaan merupakan alat yang dilalui oleh bahan makanan. Adapun kelenjar pencernaan merupakan bagian yang mengeluarkan enzim untuk membantu mencerna makanan. A. Saluran Pencernaan Saluran pencernaan manusia sangat panjang, yaitu sekitar 9 meter. Saluran pencernaan meliputi mekanisme kerja dan organ-organ pencernaan makanan yang terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, dan usus besar. 1. Mekanisme Kerja Sistem pencernaan pada manusia meliputi mekanisme kerja dalam proses pencernaan makan di dalam saluran pencernaan dapat digolongkan menjadi 103 104 dua, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanik adalah proses pengubahan makanan dari bentuk yang besar atau kasar menjadi bentuk yang kecil atau halus. Pencernaan kimiawi adalah proses pengubahan makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan bantuan enzim. a. Pencernaan secara mekanik, yaitu contohnya pengunyahan dengan gigi, pergerakan otot-otot lidah dan pipi untuk mencampur makanan dengan air ludah sehingga terbentuklah suatu bolus untuk ditelan. b. Pencernaan secara kimiawi, yaitu contohnya pemecahan zat pati (amilum) oleh ptialin menjadi maltosa. Ptialin bekerja di rongga mulut dengan pH 6,3 - 6,8. Selain itu juga pencernaan secara kimia terjadi di lambung dan usus halus dengan bantuan enzim-enzim yang berperan membantu proses pencernaan makanan. 2. Organ-organ Pencernaan Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ. Organ tersebut mencerna makanan melalui proses mekanik maupun kimiawi. Berikut penjelasan organ-organ pencernaan pada manusia. a. Mulut Mulut merupakan organ pencernaan yang pertama bertugas dalam proses pencernaan makanan. Fungsi utama mulut adalah untuk menghancurkan makanan sehingga ukurannya cukup kecil untuk ditelan ke dalam perut. Mulut dapat menghaluskan makanan karena di dalam mulut terdapat gigi dan lidah. Giigi berfungsi menghancurkan makanan. Adapun fungsi lidah adalah membolak-balikan makan sehingga semua makanan dihancurkan secara merata. Selain itu, lidah merupakan indra pengecap juga ia membantu menelan makan. Gigi dan lidah termasuk alat pemroses pencernaan makanan dengan mekanisme kerja secara mekanik. Selain pencernaan makanan secara mekanik, di mulut juga terjadi pencernaan secara kimiawi karena terdapat juga air liur yang menghasilkan enzim ptialin. Adapun enzim ptialin mengubah amilum menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, yaitu maltosa. 105 b. Kerongkongan (Esofagus) Setelah makanan diperlakukan secara mekanik dan kimiawi di dalam mulut, selanjutnya makanan akan didorong oleh lidah menuju saluran kerongkongan, yang panjangnya kurang lebih 20 cm dan lebar 2 cm. Di dalam kerongkongan ini makanan hanya lewat selama kurang lebih 6 detik. Kerongkongan atau esofagus berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Pada saat melewati kerongkongan, makan didorong masuk ke lambung oleh adanya gerakan peristaltik otot-otot kerongkongan. Hal ini dikarenakan dinding kerongkongan tersusun atas otot polos yang melingkar dan memanjang serta berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian. Akibatnya, makanan berangsur-angsur terdorong masuk ke lambung. Di kerongkongan makanan hanya lewat saja dan tidak mengalami proses mekanisme kerja sistem pencernaan. c. Lambung Lambung merupakan semacam kantong yang terletak di rongga perut, tepatnya di bawah diafragma (sekat rongga badan) agak ke kiri. Lambung terdiri atas tiga bagian, yaitu kardiak (bagian atas), fundus (bagian tengah), dan pilorus (bagian bawah). Lambung mempunyai dua macam otot lingkar yang berfungsi mengatur masuk atau keluarnya makanan di lambung. Otot lingkar yang pertama adalah otot lingkar kardiak yang terletak di ujung lambung yang berbatasan dengan kerongkongan. Ototlingkar yang kedua adalah otot lingkar pilorus yang terletak di ujung lambung yang berbatasan dengan usus halus. Dinding lambung terdiri atas tiga lapisan otot, yaitu otot memanjang, melingkar, dan miring. Kontraksi ketiganya dapat menyebabkan makanan teraduk secara merata dengan getah lambung yang dihasilkan oleh kelenjar di bagian fundus. Proses pengadukan ini membuat makan berubah bentuk lebih halus lagi seperti bubur (kim). Dalam getah lambung terdapat asam klorida (HCl), enzim pepsinogen, dan renin. HCl berfungsi untuk mematikan bakteri yang terbawa oleh makanan, merangsang sekresi getah 106 usus, dan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin berfungsi mencerna protein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang disebut pepton. Renin berfungsi mengumpulkan protein susu (kasein) yang terdapat di dalam susu. d. Usus Halus Usus halus merukana saluran dengan panjang sekitar 6,5 meter dengan diameter 2,5 cm. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). 1) Usus dua belas jari (Duodenum) Pada bagian ini bermuara saluran dari kantong empedu dan pankreas. Saluran empedu berupa suatu kantung yang panjangnya 7 – 10 cm terletak di bawah hati. Saluran empedu mengalirkan getah (kelenjar) empedu yang dihasilkan oleh hati. Getah empedu sangat berperan dalam pencernaan lemak dengan cara mengurangi tegangan permukaan sehingga lemak berubah menjadi emulsi lemak dan mengaktifkan lipase. Pigmen getah empedu memberi warna khas pada feses (tinja) dan urine. Saluran pankreas menyalurkan getah (kelenjar) pankreas yang dihasilkan oleh pankreas di bawah lambung. Getah pankreas mengandung tiga macam enzim, yaitu lipase, amilase, dan tripsin. 2) Usus Kosong (Jejenum) Usus ini dinamakan usus kosong karena pada mayat usus ini selalu kosong. Di bagian inilah semua proses pencernaan berakhir. Sudah zat tepung sudah dicerna menjadi glukosa; semua protein sudah dicerna menjadi asam amino; dan semua lemak sudah dicerna menjadi asam lemak dan gliserol. Vitamin dan mineral tidak mengalami proses pencernaan, tetapi langsung diserap oleh usus halus. Kelanjar-kelenjar yang ada di dalam jejenum dan ileum menghasilkan getah usus yang mengandung beberapa enzim, antara lain maltase, sukrose, dan laktase. Getah usus juga mengandung erepsinogen yang harus diaktifkan enterokinase (aktivator enzim) menjadi erepsin, suatu enzim peptidase. Maltase berfungsi mencerna maltosa menjadi dua 107 molekul glukosa. Sukrose berfungsi mencerna sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Laktase berfungsi mencerna laktosa menjadi galaktosa. Peptidase berfungsi mencerna polipeptidase menjadi asam-asam amino. 3) Usus Penyerapan (Ileum) Jejenum dan ileum memiliki panjang dengan perbandingan 2:3. Di bagian ini, sari-sari makanan diserap. Untuk mempercepat proses penyerapan sari-sari makan, usus halus dilengkapi dengan struktur berbentuk lipatan/lekukan di dalamnya. Lekukan itu disebut vili (jonjotjonjot usus) dan berfungsi memperluas bidang penyerapan sehingga penyerapan sari-sari makanan menjadi lebih efisien. e. Usus Besar Panjang usus besar lebih kurang satu meter. Usus besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu usus tebal (kolon) dan poros usus (rektum). Usus tebal terdiri atas tiga bagian, yaitu naik, mendatar dan menurun. Tepat setelah klep ileosekum (klep/katup yang terdapat antara usus halus dan usus besar) terdapat usus buntu (sekum). Di bawah usus buntu terdapat semacam tabung yang panjangnya beberapa sentimeter disebut umbai cacing (apendiks). Sisa-sia pencernaan yang masuk ke dalam usus besar sebagian besar berbentuk cairan. Hal itu terjadi karena selama proses pencernaan berlangsung terjadi penambahan air untuk membantu proses pencernaan. Air berasal dari kelenjar di sepanjang saluran pencernaan. Oleh karena itu, di dalam usus besar terjadi penyerapan kembali air ke dalam tubuh. Di usus besar mendatar sisa-sisa pencernaan makin mengental dan sisa-sisa pencernaan ini sudah memadat di usus besar turun. Jadi, fungsi usus besar yang pertama adalah menyerab air dari sisa-sisa pencernaan sehingga membentuk feses yang agak padat. Fungsi usus besar yang kedua adalah menyimpan tinja sampai dikeluarkan dari tubuh melalui anus. Di dalam usus besar terdapat baktri Escherichia coli yang menguntungkan bagi tubuh kita. Bakteri tersebut berperan membusukan sisa-sisa makanan menjadi feses, berperan dalam pembentukan vitamin K, dan menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen. Gangguan 108 pada usus besar karena bakteri yang bersifat patogen (dapat menimbulkan penyakit) akan menyebabkan penyerapan air terganggu sehingga feses berbentuk cair. Sebaliknya penyerapan air yang terlalu banyak karena feses terlalu lama berada di dalam usus besar menyebabkan feses menjadi sangat padat dan bahkan keras. Keadaan itu menyulitkan proses buang air besar (defekasi). Sisa-sia pencernaan dapat bergerak di sepanjang usus besar akibat gerakan mendorong, kemudian melewati rektum dan akhirnya keluar melalui anus.Seluruh proses pencernaan, mulai dari makanan masuk ke dalam mulut sampai keluar berbentuk feses umumnya berlangsung antara 12 sampai 24 jam. B. Kelenjar Pencernaan Kelenjar adalah organ tubuh yang menghasilkan getah tertentu. Kelenjar yang membantu pencernaan makanan disebut kelenjar pencernaan. Kelenjar pencernaan mempunyai fungsi untuk menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Kelenjar-kelenjar pencernaan manusia sebagai berikut.. 1. Kelenjar Hati Hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar. Hati menghasilkan cairan empedu yang ditampung di dalam kantung empedu. Cairan empedu berfungsi untuk mengemulsikan lemak dan mengaktifkan lipase. Lipase yang terdapat di getah empedu di dalam kelenjar hari berfungsi untuk mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol. 2. Kelenjar Pankreas Pankreas terletak di antara duodenum di belakang lambung. Pankreas menghasilkan geta pankreas yang di dalamnya terdapat enzim tripsin, amilase, dan lipase. Enzim tripsin untuk menguraikan protein menjadi asam amino. Enzim amilase mengubah karbohidrat (amilum) menjadi glukosa (maltosa). 109 C. Kelainan dan Penyakit pada Sistem Pencernaan Gangguan terhadap sistem pencernaan dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya sesuatu yang masuk ke dalam sistem pencernaan (berupa racun dan mikroorganisme penyebab penyakit), kelainan pada organ-organ pencernaan, atau karena kebiasaan makan yang tidak sehat. Gangguan dan penyakit yang menyerang sistem pencernaan makanan sebagai berikut. 1. Gastritis, yaitu radang kronis yang terjadi pada lapisan mukosa dinding lambung, penyebabnya karena makanan yang terkena kuman atau kelebihan HCl. 2. Apendisitis, penyebabnya karena adanya radang yang terjadi pada usus buntu. Keadaan ini bisa disebabkan karena makanan yang membusuk atau karena infeksi bakteri. 3. Diare, Diare (mencret) dapat ditimbulkan karena adanya iritasi pada selaput dinding kolon oleh bakteri disentri, diet yang jelek, zat-zat beracun, rasa gelisah, atau makanan yang dapat menimbulkan iritasi pada dinding usus. 4. Konstipasi, disebut juga sembelit, yaitu keadaan sulit buang air besar pada seseorang. Ini bisa disebabkan karena penyerapan air di dalam usus besar yang berlebih, sehingga feses menjadi keras. Perasaan stres dan takut juga dapat memicunya. 5. Hemoroid, penyakit ini muncul karena pecahnya pembuluh vena di daerah anus. Sembelit dapat memicu terjadinya kelainan ini. Lampiran 6 Peta Konsep Nilai Rendah A30 110 111 A5 112 B27 113 Peta Konsep Nilai Sedang C24 114 B18 115 A46 116 Peta Konsep Nilai Tinggi B29 117 C10 118 A10 Lampiran 7 Perhitungan persentase skor penilaian peta konsep siswa sebagai berikut: ∑ ∑ Sedangkan untuk menentukan kriteria skor penilaian peta konsep siswa tinggi, sedang dan rendah adalah dengan cara: 1. Menentukan Persentase Skor Penilaian Peta Konsep Tinggi Skor penilaian peta konsep tertinggi = Skor penilaian peta konsep acuan = 127 Persentase skor penilaian peta konsep tertinggi = = = 100 % 2. Menentukan Persentase Skor Pnilaian Peta Konsep Terendah Skor penilaian peta konsep terendah = Skor penilaian peta konsep siswa terendah Persentase skor penilaian peta konsep terendah kelas A = = = 18,9% 3. Menentukan Rentang Persentase Skor Penilaian Peta Konsep Persentase skor penilaian PK terendah = 100 % - 18,9% = 81,1% 4. Menentukan Interval Kelas Persentase Skor Penilaian Peta Konsep Interval kelas persentase = = = 27% 119 120 Kriteria Skor Penilaian Peta Konsep Siswa No Skor Penilaian Peta Kriteria Konsep Siswa Jumlah Persentase Siswa (%) 1. 72,9 % - 100 % Tinggi 0 0 2. 45,9 % - 71,9 % Sedang 13 28,9 3. 18,9 % - 44,9 % Rendah 32 71,1 121 Lampiran 8 Nilai Peta Konsep Siswa Skor Penilaian Nama Siswa Jumlah Skor Total (127) (% ) Kriteria P (47) H (30) KS (50) C10 35 25 30 90 70,9 Sedang B39 29 30 30 89 70,1 Sedang A2 31 30 20 81 63,7 Sedang A10 28 30 22 80 62,9 Sedang A19 29 30 20 79 62,2 Sedang A8 35 30 10 75 59,1 Sedang C19 15 25 30 70 55,1 Sedang B5 24 25 20 69 54,3 Sedang C16 22 25 22 69 54,3 Sedang C17 22 25 22 69 54,3 Sedang A7 27 25 12 64 50,4 Sedang B17 20 30 10 60 47,2 Sedang C31 23 25 10 58 45,7 Sedang A31 19 25 12 56 44,1 Rendah C20 11 20 22 53 41,7 Rendah C18 27 25 0 52 40,9 Rendah A32 24 25 2 51 40,2 Rendah A46 24 25 2 51 40,2 Rendah B15 19 20 12 51 40,2 Rendah B1 25 25 0 50 39,4 Rendah B33 23 25 2 50 39,4 Rendah B35 23 25 2 50 39,4 Rendah B7 24 25 0 49 38,6 Rendah C1 24 25 0 49 38,6 Rendah C24 22 25 2 49 38,6 Rendah A27 16 20 12 48 37,8 Rendah B34 22 25 0 47 37 Rendah C43 20 25 2 47 37 Rendah B18 20 25 0 45 35,4 Rendah C23 8 15 22 45 35,4 Rendah C35 19 25 0 44 34,6 Rendah A18 18 25 0 43 33,9 Rendah 122 A17 14 25 4 43 33,9 Rendah A41 17 25 0 42 33,1 Rendah B27 16 25 0 41 32,3 Rendah A5 16 20 4 40 31,5 Rendah B16 18 20 0 38 29,9 Rendah C28 18 20 0 38 29,9 Rendah A25 16 20 0 36 28,3 Rendah C14 16 20 0 36 28,3 Rendah B23 14 20 0 34 26,8 Rendah B30 14 20 0 34 26,8 Rendah C9 14 20 0 34 26,8 Rendah A30 15 15 0 30 23,6 Rendah B9 Ratarata (% ) 9 15 0 24 18,9 Rendah 20,6 23,8 7,9 52,3 41,2 Rendah 43,8 79,3 15,8 Keterangan: A2 = Siswa Kelas A No.Absen 2 P = Proposisi H = Hierarki KS = Kaitan Silang Lampiran 9 Tabel Sebaran Pernyataan Pengetahuan Berdasarkan Peta Konsep yang Dibuat Siswa Mengenai Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia No. 1. Subkonsep Sistem Pencernaan pada Manusia Pernyataan a Proposisi valid: 1. meliputi 2. mencakup 3. terdiri atas 4. terdiri dari Pertanyaan Siswa Sistem pencernaan pada manusia meliputi saluran pencernaan, kelenjar pencernaan, kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan (TK) Sistem pencernaan pada manusia meliputi saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan (TK) Sistem pencernaan meliputi saluran pencernaan, kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan (M) Sistem pencernaan pada manusia mencakup saluran pencernaan, kelenjar pencernaan, kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan (TK) Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas saluran pencernaan, kelenjar pencernaan, kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan (TK) Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan (TK) Sistem pencernaan pada manusia terdiri dari saluran pencernaan, kelenjar pencernaan, kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan (TK) Sistem pencernaan pada manusia meliputi proses pencernaan dan organ-organ pencernaan (M) Sistem pencernaan pada manusia meliputi proses pencernaan, kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan (M) Sistem pencernaan pada manusia meliputi sistem pencernaan, kelenjar pencernaan, kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan (M) Sistem pencernaan pada manusia meliputi mekanisme kerja, organorgan pencernaan dan kelenjar 123 Persentase (% ) Jumlah Siswa 37,8 Keterangan Konsep baru muncul “valid” 33,3 4,4 4,4 2,2 Salah satu konsep hilang Konsep baru muncul “valid” Konsep baru muncul “valid” 2,2 4,4 2,2 4,4 Hierarki hilang dan konsep baru muncul “tidak valid” Konsep baru muncul “tidak valid” 2,2 Pengulangan konsep 2,2 Hierarki hilang 124 Saluran Pencernaan b Proposisi valid: 1. terdiri atas 2. terdiri dari 3. meliputi 4. terbagi atas Mekanisme Kerja c Proposisi valid: 1. dengan 2. terdiri dari 3. terdiri atas 4. terjadi 5. dibagi menjadi 6. digolongkan menjadi 7. terdapat 8. meliputi Organ-organ Pencernaan d Proposisi valid: 1. terdiri dari 2. terdiri atas 3. terdapat pencernaan (M) Saluran pencernaan terdiri atas mekanisme kerja dan organ-organ pencernaan (TK) Saluran pencernaan meliputi mekanisme kerja dan organ-organ pencernaan (TK) Saluran pencernaan terdiri dari mekanisme kerja dan organ-organ pencernaan (TK) Saluran pencernaan terbagi atas mekanisme kerja dan organ-organ pencernaan (TK) Saluran pencernaan terdiri atas kerongkongan, mekanisme kerja, organ-organ pencernaan dan anus (M) Saluran pencernaan teriri dari mekanisme kerja dan organ-organ pernapasan (M) Proses pencernaan terdiri dari mekanisme kerja (M) Sistem pencernaan terdiri dari mekanisme kerja dan organ-organ pencernaan (M) Tidak ada konsep (TTK) Mekanisme kerja dengan pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Mekanisme kerja terdiri dari pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Mekanisme kerja terdiri atas pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Mekanisme kerja terjadi pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Mekanisme kerja dibagi menjadi pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Mekanisme kerja digolongkan menjadi pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Mekanisme kerja terdapat pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Mekanisme kerja meliputi pencernaan secara mekanik dan kimiawi (TK) Organ-organ pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar (TK) Organ-organ pencernaan terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar (TK) Organ-organ pencernaan 4,4 15,6 60 8.9 2.2 Konsep lain muncul “tidak valid” 2,2 Konsep lain muncul “tidak valid” Hierarki hilang Hierarki hilang 2.2 2.2 2.2 2,2 28,9 17,8 31,1 8,9 2,2 6,7 2,2 35,6 22,2 8,9 125 4. meliputi Mulut e Proposisi valid: 1. terdapat 2. terdiri dari 3. terdiri atas terdapatmulut, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar (TK) Organ-organ pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar (TK) Organ-organ pencernaan dibagi menjadi mulut, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar (M) Organ-organ pencernaan terjadi mulut, kerongkongan, lambung, usus halus dan usus besar (M) Organ-organ pencernaan terjadi mulut, kerongkongan, lambung dan usus halus (M) Organ-organ pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, dan usus halus (M) Organ-organ pencernaan terdiri atas mulut, lambung, usus halus dan usus besar (M) Organ-organ pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, lambung, usus halus dan usus besar (M) Organ-organ pernapasan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, dan usus besar (M) Mulut terdapat gigi, lidah dan air liur (TK) Mulut terdapat gigi dan lidah (M) 4,4 4,4 11,1 2,2 4,4 2,2 2,2 2,2 Konsep tidak tepat 24,4 13,3 Mulut terdapat lidah, air liur dan enzim ptialin (M) 2,2 Mulut terdapat enzim ptialin (M) 11,1 Mulut terdapat gigi, lidah dan enzim (M) 4,4 Mulut terdapat mulut, gigi dan enzim ptialin (M) Mulut terdapat atas mulut, gigi dan enzim ptialin (M) Mulut terdiri dari gigi, lidah dan enzim ptialin (M) 2,2 Mulut terdiri dari gigi, lidah dan air liur (TK) Mulut terdiri atas gigi, lidah dan enzim ptialin (M) 4,4 Mulut terdiri atas gigi dan lidah (M) 2,2 2,2 2,2 2,2 Salah satu konsep hilang Salah satu konsep hilang Hierarki hilang Salah satu konsep hilang Pengulangan konsep Pengulangan konsep Salah satu konsep hilang Salah satu konsep hilang Salah satu konsep 126 Air Liur f Kerongkongan Proposisi valid: 1. terdapat g Proposisi valid: 1. terjadi 2. terdapat h Proposisi valid: 1. terdiri dari 2. terdiri atas 3. terdapat 4. terbagi menjadi i Proposisi valid: 1. terdapat Mulut terdiri atas mulut, gigi dan air liur (M) Mulut terjadi gigi dan lidah (M) 2,2 Mulut (tidak ada kata penghubung) gigi, lidah dan air liur (TTK) Konsep tidak ada (TTK) Air liur terdapat enzim ptialin (TK) Air liur (tidak ada kata penghubung) enzim (TTK) Konsep tidak ada (TTK) 2,2 Kerongkongan terjadi gerakan peristaltik (TK) Kerongkongan terdapat gerakan peristaltik (TK) Kerongkongan terjadi penyaluran makanan dari mulut ke lambung (M) Kerongkongan terdapat otot polos (M) Konsep tidak ada (TTK) Lambung terdiri dari kardiak, fundus dan pilorus (TK) Lambung terdiri atas kardiak, fundus dan pilorus (TK) Lambung terdapat kardiak, fundus dan pilorus (TK) Lambung terjadi kardiak, fundus dan pilorus (M) Lambung terbagi menjadi kardiak, fundus dan pilorus (TK) Konsep tidak ada (TTK) Lambung terdapat enzim pepsin, enzim renin dan HCl (TK) Lambung terdapat getah lambung (M) Lambung terdiri atas enzim pepsinogen (M) Lambung menghasilkan enzim pepsin (M) Lambung terdapat enzim pepsinogen dan renin (M) Lambung meliputi enzim pepsinogen dan renin (M) Lambung terdapat enzim renin (M) 2,2 hilang Pengulangan konsep Proposisi tidak tepat dan Salah satu konsep hilang 22,2 15,6 2,2 82,2 8,9 2,2 2,2 4,4 Konsep tidak tepat Konsep tidak tepat 82,2 13,4 4,4 4,4 2,2 Proposisi tidak tepat 2,2 73,3 13,3 2,2 4,4 2,2 4,4 2,2 2,2 Lambung terdapat enzim (M) 2,2 Lambung terdapat enzim ptialin dan pepsinogen (M) 2,2 Ada konsep hilang Ada konsep hilang Ada konsep hilang Ada konsep hilang Ada konsep hilang Ada konsep hilang Ada konsep hilang Ada konsep hilang 127 j Usus Halus Proposisi valid: penyakitnya k Proposisi valid: 1. terdiri atas 2. terdiri dari 3. terbagi menjadi 4. terbagi atas Duodenum l Proposisi valid: 1. terdapat Jejunum m Proposisi valid: 1. terdapat 2. mengandun g Lambung terdapat enzim pepsinogen (M) Konsep tidak ada (TTK) Lambung penyakitnya gatritis (TK) Lambung terjadi gastritis (M) 2,2 62,2 22,2 2,2 Konsep tidak ada (TTK) 75,6 Usus halus terdiri atas usus dua belas jari, usus kosong dan usus penyerapan (TK) Usus halus terbagimenjadi usus dua belas jari, usus kosong dan usus penyerapan (TK) Usus halus terdapat duodenum, jejenum dan ileum (TK) Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum (TK) Usus halus terbagi atas duodenum, jejenum dan ileum (TK) Konsep tidak ada (TTK) Duodenum terdapat saluran pankreas dan saluran empedu (TK) Duodenum terdapatenzim lipase, amilase dan tripsin (M) Duodenum terdiri atas enzim lipase dan tripsin (M) Duodenum meliputi enzim lipase, amilase dan tripsin (M) Konsep tidak ada (TTK) Jejunum terdapat enzim laktase, sukrose dan maltase (M) Jejunum terdapat enzim laktase, sukrose, maltase dan peptidase (TK) Jejunum mengandung enzim laktase, sukrose dan maltase (M) Jejunum terdapat enzim (M) 15,6 Jejunum terdiri atas enzim maltase (M) 2,2 Jejunum meliputi enzim maltase, sukrose dan laktase (M) 2,2 Jejunum terdapataktivator (M) 2,2 Jejunum terdapat enzim maltase (M) 2,2 Konsep tidak ada (TTK) 68,9 Ada konsep hilang Proposisi tidak tepat 13,3 17,8 26,7 11,1 15,6 6,7 15,6 2,2 2,2 73,3 13,3 Konsep tidak tepat Konsep tidak tepat Konsep tidak tepat Ada konsep yang hilang 4,4 2,2 2,2 Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang dan proposisi tidak tepat Ada konsep yang hilang dan proposisi tidak tepat Konsep baru dan tidak tepat Ada konsep yang hilang 128 Usus Besar n p Usus besar terdiri atas usus buntu (M) Usus besar terdiri dari kolon dan rektum (M) Usus besar terdiri atas kolon dan rektum (M) Usus besar dibagi menjadi kolon dan rektum (M) Usus besar terdapat kolon dan rektum (M) Usus besar terdiri atas enzim lipase, amilase dan tripsin (M) Usus besar terbagi atas kolon dan rektum (M) Usus besar terdapat kolon, rektum dan bakteri E.coli (M) Usus besar penyakitnya diare, apendiksitis, konstipasi dan hemoroid (M) Usus besar penyakitnya apendiksitis dan konstipasi (M) Konsep tidak ada (TTK) Kolon terdiri dari usus naik, mendatar dan menurun (TK) Kolon terdiri atas usus naik, mendatar dan menurun (TK) Kolon meliputi usus naik, mendatar dan menurun (TK) Kolon dibagi menjadi usus naik, mendatar dan menurun (TK) Kolon terbagi atas usus naik, mendatar dan menurun (TK) Konsep tidak ada (TTK) Kolon penyakitnya diare (M) Proposisi valid: 1. penyakitnya Kolon penyakitnya diare dan konstipasi (TK) Kolon penyakitnya apendiksitis (M) 2,2 Konsep tidak ada (TTK) Kelenjar pencernaan meliputi kelenjar hati dan kelenjar pankreas (TK) Kelencar pencernaan terdiri atas kelenjar hati dan kelenjar pankreas (TK) Kelencar pencernaan terdiri dari kelenjar hati dan kelenjar pankreas (TK) Kelenjar pencernaan terbagi menjadi kelenjar hati dan kelenjar pankreas (TK) Kelenjar pencernaan terbagi atas kelenjar hati dan kelenjar pankreas 88,9 6,7 Proposisi valid: 1. terdiri atas 2. terdiri dari 3. dibagi menjadi 4. terbagi atas 5. terdapat Kolon o Proposisi valid: 1. terdiri dari 2. terdiri atas 3. meliputi 4. dibagi menjadi 5. terbagi atas 2. Kelenjar Pencernaan a Proposisi valid: 1. meliputi 2. terdiri atas 3. terdiri dari 4. terbagi menjadi 5. terbagi atas 6. terdapat 2,2 17,8 4,4 4,4 4,4 2,2 6,7 2,2 2,2 2,2 Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang Konsep tidak tepat Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang Hierarki hilang Hierarki hilang 51,1 8,9 4,4 2,2 2,2 2,2 80 6,7 2,2 8,9 55,6 6,7 8,9 Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang 129 b Proposisi valid: 1. terdapat 2. menghasilka n (TK) Kelenjar pencernaan terdapat kelenjar hati dan kelenjar pankreas (TK) Kelenjar pencernaan terjadi dari kelenjar hati dan kelenjar pankreas (M) Konsep tidak ada (TTK) Kelenjar hati (tidak ada kata penghubung)cairan empedu (TTK) Kelenjar hati terjadi tripsin, amilase dan lipase (M) Kelenjar hati terdapatkantung empedu (M) Kelenjar hati terdapat enzim lipase (TK) Kelenjar hati menghasilkancairan empedu (M) 2,2 2,2 Proposisi tidak tepat 8,9 2,2 2,2 2,2 Proposisi tidak tepat dan konsep baru muncul “tidak valid” Konsep tidak tepat 6,7 8,9 Kelenjar hati memiliki arti cairan empedu yang ditampung di dalam kantung empedu (M) 2,2 Kelenjar hati (tidak ada kata penghubung) menghasilkan cairan empedu dan lipase (TTK) Kelenjar hati terdiri dari cairan empedu dan getah empedu (M) 2,2 Kelenjar hati terjadi menghasilkan cairan empedu dan lipase (M) Kelenjar hati menghasilkan empedu dan lipase (TK) Kelenjar hati (tidak ada kata penghubung) tripsin (TTK) Kelenjar hati menghasilkan lipase dan gliserol (M) 2,2 Kelenjar hati terdapat cairan empedu (M) 4,4 2,2 Konsep muncul “valid” konsep utama hilang Konsep muncul “valid” konsep utama hilang baru dan baru dan Pengulangan konsep dengan istilah berbeda dan konsep utama hilang Proposisi tidak tepat 4,4 2,2 2,2 Konsep baru muncul “tidak valid” Konsep baru muncul “valid” tetapi konsep 130 utama hilang b* Proposisi valid: 1. terdapat Kelenjar Pankreas c Proposisi valid: 1. menghasilka n 2. terdapat 3. terdiri atas 4. terdiri dari Konsep tidak ada (TTK) Kelenjar hati terdapat enzim lipase (TK) Kelenjar hati terjadi lipase (M) 55,6 2,2 Kelenjar hati terdapat getah empedu (M) Kelenjar hati terjadi gliserol (M) 2,2 Kaitan silang tidak ada (TTK) Kelenjar pankreas terdiri atas enzim tripsin, amilase dan lipase (TK) Kelenjar pankreas menghasilkan enzim tripsin, amilase dan lipase (TK) Kelenjar pankreas (tidak ada kata penghubung) enzim (TTK) Kelenjar pankreas menghasilkan enzim amilase (M) Kelenjar pankreas menghasilkan getah pankreas dan enzim amilase (M) 91,1 2,2 Kelenjar pankreas terjadi di pankreas menghasilkan getah pankreas dan enzim amilase (M) 2,2 Kelenjar pankreas terdapat enzim tripsin, amilase dan lipase (TK) Kelenjar pankreas terdapat enzim (M) 11,1 Kelenjar pankreas terdapat enzim tripsin dan amilase (M) Kelenjar pankreas terdapat enzim tripsin dan lipase (M) Kelenjar pankreas memiliki arti getah pankreas di dalam enzim tripsin, amilase dan lipase (M) Kelenjar pankreas terletak di pankreas (M) Kelenjar pankreas terjadi kelenjar hati (M) Kelenjar pankreas terbagi atas enzim tripsin, amilase dan lipase (M) Kelenjar pankreas terdiri dari enzim tripsin, amilase dan lipase (TK) 4,4 2,2 2,2 Proposisi antar hierarki tidak tepat Konsep tidak tepat Konsep tidak tepat 13,3 2,2 2,2 2,2 4,4 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 Ada konsep yang hilang Konsep baru muncul “valid” tetapi konsep utama hilang Konsep baru muncul “valid” tetapi konsep utama hilang Konsep tidak lengkap Ada konsep yang hilang Ada konsep yang hilang Proposisi tidak tepat Hierarki hilang Konsep tidak tepat Proposisi tidak tepat 131 3. Pencernaan secara mekanik Pencernaan secara kimiawi a Proposisi valid: 1. terjadi 2. menggunaka n 3. alat pemprosesn ya 4. terdapat b Proposisi valid: 1. terjadi 2. terdapat Kelenjar pankreas menghasilkangetah pankreas (M) Konsep tidak ada (TTK) Pencernaan secara mekanik terdapat di mulut (M) 2,2 40 15,6 Pencernaan secara mekanik terjadi di gigi (TK) Pencernaan secara mekanik menggunakan gigi (TK) Pencernaan secara mekanik alat pemprosesnya mulut (M) 11,1 Pencernaan secara mekanik terdapat di gigi (TK) Pencernaan secara mekanik terjadi di mulut (M) 4,4 Ada konsep yang hilang Kaitan konsep antar hierarki tidak tepat 2,2 2,2 17,8 Pencernaan secara mekanik terjadi di kerongkongan (TK) Pencernaan secara mekanik melalui mulut (M) 2,2 Pencernaan secara mekanik enzim di mulut (M) 2,2 Kaitan silang tidak ada (TTK) Pencernaan secara kimiawi terjadi di mulut (M) 40 2,2 Pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung (M) 4,4 Pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung dan usus halus (M) 15,6 Pencernaan secara kimiawi terdapat di enzim ptialin (M) 4,4 Pencernaan secara kimiawi terdapat di usus halus dan usus besar (M) 4,4 Pencernaan secara kimiawi terjadi di kerongkongan (M) 2,2 Pencernaan secara kimiawi terdapat di mulut (M) 2,2 2,2 Kaitan konsep antar hierarki tidak tepat Kaitan konsep antar hierarki tidak tepat Kaitan konsep antar hierarki tidak tepat Kaitan konsep antar hierarki tidak tepat Kaitan konsep antar hierarki tidak tepat Kaitan antar konsep ada yang hilang Kaitan antar konsep ada yang hilang Kaitan antar konsep ada yang hilang Ada kaitan antar konsep yang hilang dan konsep tidak tepat Kaitan antar konsep tidak tepat Kaitan konsep antar 132 Pencernaan secara kimiawi melalui lambung (M) 2,2 Pencernaan secara kimiawi enzim di mulut (M) 2,2 Kaitan silang tidak ada (TTK) 60 hierarki tidak tepat Kaitan antar konsep ada yang hilang Kaitan antar hierarki tidak tepat 133 Lampiran 10 Tabel Temuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Di Luar Peta Konsep Acuan Berdasarkan Peta Konsep yang Dibuat Siswa Mengenai Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia No 1. 2. 3. 4. 5. Subkonsep Sistem pencernaan pada manuisa Pencernaan Secara Mekanik Pencernaan Secara Kimiawi Mulut* Air Liur Pernyataan Siswa Proses pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan (M) Pencernaan secara mekanik artinya pengunyahan dengan gigi,pergerakan otot-otot lidah dan pipi (M) Pencernaan secara mekanik terdiri dari gigi dan lidah (M) Pencernaan secara mekanik (tidak ada kata penghubung) lidah, pipi dan gigi (TTK) Pencernaan secara mekanik contohnya pengunyahan dengan gigi dan pergerakan otot lidah (M) Pencernaan secara mekanik contohnya pengunyahan dengan gigi (M) Pencernaan secara mekanik terdapat pengunyahan dengan gigi dan pergerakan otot lidah dan pipi (M) Pencernaan secara mekanik terjadi pengunyahan dengan gigi dan pergerakan otot lidah (M) Pencernaan secara mekanik terjadi pengunyahan dengan gigi (M) Pencernaan secara mekanik terdiri dari otot lidah dan otot pipi (M) Pencernaan secara mekanik terdapat lidah (M) Pencernaan secara kimiawi contohnyapemecahan zat amilum (M) Pencernaan secara kimiawi contohnyapemecahan zat pati oleh ptialin menjadi maltosa (M) Pencernaan secara kimiawi terdapat amilum (M) Pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung dan usus halus (M) Pencernaan secara kimiawi terdapat enzim ptialin (M) Pencernaan secara kimiawi terjadi pemecahan zat pati oleh ptialin menjadi maltosa (M) Pencernaan secara kimiawi terdapat pemecahan zat pati oleh ptialin menjadi maltosa (M) Pencernaan secara kimiawi (tidak ada kata penghubung) zat pati dan enzim (TTK) Pencernaan secara kimiawi artinya pemecahan zat pati oleh ptialin menjadi maltosa dengan bantuan enzim (M) Mulut terjadi gigi dan lidah (M) Enzim terdapat ptialin (M) Enzim ptialin memecah amilum (TK) Persentase (% ) Jumlah Siswa 4,4 2,2 2,2 2,2 2,2 11,1 2,2 4,4 2,2 2,2 2,2 2,2 11,1 4,4 2,2 2,2 6,7 2,2 2,2 2,2 2,2 4,4 2,2 134 6. 7. 8. Enzim ptialin Kerongkongan* Lambung 9. Usus Halus 10. Duodenum 11. 12. 13. 14. 15. Saluran empedu Getah empedu Saluran pankreas Jejunum* Ileum 16. Usus Besar Gigi dan lidah meliputi enzim ptialin (M) Mulut menghasilkan ptialin (M) Air liur terdapatptialin enzim (TK)* Ptialin terdapat amilum (M) Kerongkongan terdiri dari apendiksitis (M) Enzim terdapat lipase, amilase, tripsin, pepsin, renin, dan HCL (M) Lambung terdiri dari gastritis (M)* Lambung terjadi enzim pepsinogen (M)* Lambung terdapat kelenjar pankreas (M)* Lambung terdapatpepsinogen enzim (M)* Lambung terjadi gastritis (TK)* Lambung disebabkan gastritis (M)* Lambung terdapat gastritis (TK)* Lambung penyakitnya gastritis (TK)* Lambung terjadi gatritis dan diare (M)* Usus halus penyakitnya diare (M) Usus halus penyakitnya apendiksitis (M) Usus halus terdiri dari diare (M)* Usus halus terdapat apendiksitis (M)* Usus halus penyakitnya diare (M)* Usus halus penyakitnya apendiksitis (M)* Usus halus terdapat apendiksitis dan diare (M)* Usus halus terjadi apendiksitis (M)* Duodenum terdapat enzim amilase, lipase, dan tripsin (TK) Duodenum terdapat lipase (M)* Duodenum dan kolon penyakitnya hemoroid, apendiksitis, diare dan kostipasi (M)* Saluran empedu mengalirkan getah empedu (TK) Getah empedu yang dihasilkan hati (TK) Saluran pankreas mengalirkan getah pankreas (TK) Jejunum terdapat aktivator enzim (M) Ileum terdapat vili (TK) Ileum terdapat enzim maltase, sukrosa dan laktase (M) Usus besar penyakitnya diare, konstipasi dan hemoroid (M) Usus besar penyakitnya konstipasi (M) Usus besar penyakitnya usus buntu (M) Usus besar terdapat enzim (M)* Usus besar terdapat konstipasi (M)* Usus besar penyakitnya konstipasi (M)* Usus besar terjadi konstipasi (M)* Usus besar terdapat diare (M)* Usus besar terdapat apendiksitis dan konstipasi (M)* Usus besar terdapat apendiksitis dan diare (M)* Usus besar penyakitnya apendiksitis dan konstipasi (M)* Usus besar disebabkan oleh apendiksitis dan diare (M)* Usus besar terjadi apendiksitis (M)* Usus besar terdapat apendiksitis, diare dan konstipasi (M)* Usus besar terjadi usus naik, mendatar dan menurun 4,4 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 15,6 2,2 13,3 6,7 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 4,4 6,7 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 8,9 2,2 4,4 6,7 2,2 2,2 2,2 4,4 8,9 2,2 6,7 2,2 4,4 2,2 8,9 2,2 2,2 135 17. Kolon* 18. 19.. Sekum Kelenjar pencernaan* Kelenjar Hati 20. 21. 22. 23. 24. 25. Kelenjar Pankreas Kelainan dan Penyakit pada Sistem Pencernaan Manusia Gatritis Apendiksitis Diare (M)* Kolon terdapat diare (M) Kolon terjadi konstipasi (M) Kolon penyakit diare (M) Kolon terjadi diare (M) Sekum meliputi enzim (M) Kelenjar pencernaan termasuk organ-organ pencernaan (M) Cairan empedu yang ditampung di dalam kantung empedu terdapat di empedu (M) Getah empedu penyakitnya apendiksitis (M) Kelenjar hati terdapat enzim lipase (TK)* Kelenjar hati terjadi lipase (M)* Kelenjar hati terdapat getah empedu (M)* Kelenjar hati terjadi gliserol (M)* Kelenjar hati terjadi kantung empedu (M) Getah pankreas di dalam enzim tripsin, amilase dan lipase terdapat di duodenum belakang lambung (M) Pankreas terdapat enzim Enzim meliputi amilase, tripsin, dan lipase (TK) Enzim (tidak ada kata penghubung) amilase, tripsin, dan lipase (TTK) Enzim terbagi menjadi enzim tripsin, amilase dan lipase (M) Enzim terdiri dari enzim (TTK)* Getah pankreas yang dihasilkan hati (M)* Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terdiri dari diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (TK) Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terdiri atas diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (TK) Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan meliputi diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (TK) Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan penyakitnya diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (TK) Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terdapat diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (TK) Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terbagi atas diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (M) Kelainan sistem pencernaan terdiri atas diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (TK) Gastritis menimbulkan radang kronis (M) Apendiksitis menimbulkan infeksi bakteri (M) Diare menimbulkan iritasi pada usus (M) Keterangan: *kaitan silang 2,2 2,2 2,2 2,2 4,4 4,4 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 26,7 11,1 4,4 2,2 6,7 4,4 4,4 2,2 2,2 2,2 Lampiran 11 Lembar Wawancara Guru Ruang Lingkup Pembelajaran Biologi Konsep Pencernaan Manusia Indikator Metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar Pertanyaan 1. Metode pembelajaran apa yang sering digunakan dalam proses belajar di kelas? Jawabaan& Alasan Berbagai macam metode yang dipergunakan seperti ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, praktikum (torso). Buku yang digunakan dalam pembelajaran biologi 2. Buku apa yang digunakan dalam pembelajaran biologi? 3. Metode pembelajaran apa yang biasanya digunakan dalam konsep sistem pencernaan manusia? Buku dari pemerintah (BSE), buku IPA yang disarankan sekolah, dan LKS Metode yang efektif dalam mengajarkan konsep sistem pencernaan pada manusia 4. Metode apa yang biasanya efektif digunakan dalam mengajarkan konsep sistem pencernaan pada manusia? Metode demontrasi (media gambar dan torso) Kesulitan yang dihadapi dalam mengajarkan konsep sistem pencernaan pada manusia 5. Kesulitan apakah yang biasanya dihadapi dalam mengajarkan konsep sistem pencernaan pada manuisa? Ketika menerangkan konsep enzim-enzim pencernaan pada manusia: tempat dihasilkannya, kegunaannya, dan nama enzim-enzimnya yang merupakan istilah asing sehingga siswa sulit untuk mengingat Sistem Metode pembelajaran yang pada digunakan dalam konsep sistem pencernaan manusia 136 Ceramah, Metode demontrasi (media gambar dan torso), diskusi kelompok, dan tanya jawab. 137 dan memahaminya. Penggunaan Konsep Konsep Pencernaan Manusia Cara mengatasi kesuliatan yang dihadapi dalam mengajarkan konsep sistem pencernaan pada manusia 6. Bagaimana mengatasi kesulitan yang dihadapi tersebut? a. Meminta siswa untuk membuat catatan kecil untuk ditempel ditempat-tempat yang terlihat sehingga bisa untuk dibaca dan dihapalkan. b. Tanya jawab dengan meminta siswa menyebutkan enzim-enzim pencernaan pada manusia Konsep sistem pencernaan pada manusia yang sulit diajarkan dan dipahami oleh siswa 7. Materi apakah pada konsep sistem pencernaan manusia yang biasanya sulit diajarkan dan dipahami oleh siswa? 8. Apakah guru suka menggunakan peta konsep dalam menjelaskan materi khususnya tentang konsep sistem pencernaan pada manusia? Enzim-enzim pencernaaan pada manusia. 9. Apakah guru pernah menggunakan peta konsep untuk mengevaluasi hasil Iya, pernah dengan membuatkan terlebih dahulu struktur dan labelnya. Tetapi hasilnya kurang maksimal. Peta Penggunaan peta konsep pada dalam pembelajaran biologi Sistem konsep sistem pencernaan pada pada manusia Penggunaan peta konsep untuk mengevaluasi hasil belajar siswa khususnya Iya, pernah menjelaskan materi menggunakan peta konsep yang ada di buku paket IPA pada konsep sistem pencernaan pada manusia. 138 konsep sistem pencernaan pada manusia Miskonsepsi pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia Diagnosis (analisis) miskonsepsi belajar siswa khususnya konsep sistem pencernaan pada manusia? 10. Pernahkah guru mencoba mendiagnosis (menganalisis) kesalahpahaman/miskonsep si dalam suatu materi pelajaran biologi khususnya konsep sistem pencernaan pada manusia? Iya, pernah pada kelas 7 materi konsep ekosistem, pertumbuhan dan perkembangan lalu kelas 8 materi konsep sistem pernapasan dan transportasi pada manusia. Faktor penyebab miskonsepsi yang dialami siswa 11. Menurut guru apakah yang menjadi faktor penyebab miskonsepsi yang dialami siswa? Kebiasaan siswa yang kurang minat dalam membaca buku dan tidak fokus memperhatikan ketika guru sedang menerangkan materi pelajaran. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi miskonsepsi siswa 12. Upaya apakah yang dilakukan guru dalam mengatasi miskonsepsi tersebut? Bagaimanakah hasilnya? Meriview atau mengulangi materi yang dianggap terjadi miskonsepsi untuk membenarkan kembali konsepnya dan melakukan praktikum apabila materinya memungkinkan untuk dipraktekan. Meskipun demikian hasil yang didapatkan siswa masih banyak mengalami miskonsepsi dan cendrung sama saja tidak ada perubahan. 139 Lampiran 12 Lembar Wawancara Siswa Aspek Siswa Jawaban &Alasan Kelas B 1. Bagaimana pendapat T: Sulit dipahami karena anda tentang konsepnya yang terlalu pembelajaran biologi banyak khususnya konsep sistem S: Sama pencernaan pada R: Suka karena mudah manusia, mengapa? dipahami 2. Subkonsep apakah yang T: Kelaianan dan penyakit anda anggap sulit untuk sistem pencernaan pada dipelajari dan dipahami manusia, nama-namanya dalam belajar konsep asing didengar karena sistem pencernaan pada nama ilmiah manusia,mengapa? S: Organ-organ pencernaan, karena banyak subkonsepnya dan terdapat nama-nama ilmiah R: Kelenjar pencernaan, karena sulit memahami penjelasannya dan namanama enzimnya 3. Bagaimana kebiasaan T: Iya, kadang-kadang T: Iya, tetapi jarang karena anda, belajar di rumah belajar terlebih dahulu di sulit kalau Pernyataan Kelas A T: Sulit dipahami karena konsepnya yang terlalu banyak S: Sama R: Cukup mudah dipahami konsep-konsepnya T: Saluran pencernaan, karena terlalu banyak subkonsep yang ada didalamnya S: Sama R: Organ-organ pencernaan, karena banyak subkonsepnya dan terdapat nama-nama ilmiah Kelas C T: Suka, apa lagi dibuat peta konsep lebih mudah memahaminya S: Asik, mudah dipahami R: Seru, karena memang suka biologi T: Organ-organ pencernaan, karena banyak subkonsepnya dan terdapat nama-nama ilmiah S: Kelaianan dan penyakit sistem pencernaan pada manusia, nama-namanya asing didengar karena nama ilmiah R: Sama T: Iya, kadang-kadang belajar terlebih dahulu di 140 Guru sebelum belajar konsep rumah, mempelajari intimempelajarinya sendiri rumah, mempelajari intisistem pencernaan pada inti dari setiap di rumah inti dari setiap manuisa ketika di pembahasannya S: Sama pembahasannya sekolah? S: Tidak, karena sibuk R: Tidak, karena tidak S: Iya, karena untuk dengan tugas lainnya mengerti pembahasan mempermudah dalam R: Sama yang dipelajari mempelajarinya di sekolah R: Tidak, karena tidak terbiasa 4. Jelaskan adakah konsep T: Tidak ada, karena sesuai T: Ada, pada air liur tidak T: Tidak ada, karena sesuai sistem pencernaan pada dengan konsep yang terdapat enzim dengan konsep yang telah manuisa bertentangan telah diketahui pencernaan diketahui sebelumnya dengan konsep yang sebelumnya S: Sama S: Sama anda pelajari sebelumnya S: Sama R: Tidak ada, karena sesuai R: Sama di rumah atau R: Sama dengan konsep yang lingkungan sekitar? telah diketahui Sebutkan! sebelumnya 5. Bagaimana konsep yang T: Ada, pada beberapa T: Ada, pada beberapa T: Tidak ada dikemukakan oleh konsep sistem konsep sistem S:Ada, pada beberapa konsep gurumu adakah yang pencernaan, pencernaan, sistem pencernaan, tidak sesuai dengan buku penjelasannya kurang penjelasannya kurang penjelasannya kurang atau pengetahuan yang S: Sama S: Sama R: Tidak ada anda telah ketahui atau R: Tidak ada R:Tidak ada pelajari sebelumnya? 6. Menurut anda konsep T: Iya, benar sesuai dengan T: Iya, benar sesuai dengan T: Iya, benar sesuai dengan tersebut benar atau salah, yang dijelaskan di buku yang dijelaskan di buku yang dijelaskan di buku mengapa? S: Sama S: Sama S: Sama R: Sama R: Sama R: Sama 141 Buku Teks Metode Mengajar 7. Buku apakah yang anda gunakan untuk belajar konsep sistem pencernaan pada manusia? 8. Bagaimana buku tersebut memudahkan anda mempelajari konsep sistem pencernaan pada manusia atau malah justru menyulitkan untuk memahami setiap konsepnya? 9. Bagaimana bahasa dan kedalaman pembahasannya? T: Buku paket dari sekolah T: Buku paket dari sekolah T: Buku paket dari sekolah (BSE dan Platinum) (BSE dan Platinum) (BSE dan Platinum) S: Sama S: Sama S: Sama R: Sama R: Sama R: Sama T: Iya, karena dapat T: Iya, karena dapat T:Iya, karena dapat membantu memudahkan membantu memudahkan membantu memudahkan untuk belajar memahami untuk belajar memahami untuk belajar memahami setiap konsep yang akan setiap konsep yang akan setiap konsep yang akan dipelajari dipelajari dipelajari S: Sama S: Sama S: Sama R: Sama R: Sama R: Sama T: Beberapa ada yang sulit untuk dipahami S: Sama R: Sama T:Tidak ada S: Penjelasan mengenai organ-organ pada sistem pencernaan kurang lengkap R: Tidak ada T: Mudah dipahami S: Beberapa ada yang sulit untuk dipahami R: Sama T: Penjelasan mengenai kelainnan dan penyakit pada sistem pencernaan kurang lengkap S: Tidak ada R: Sama T: Mudah dipahami S:Beberapa ada yang sulit untuk dipahami R: Sama T: Tidak ada S: Sama R: Sama 10. Jelaskan dalam buku tersebut apakah terdapat konsep yang bertentangan dengan pengetahuanmu sebelumnya mengenai sistem pencernaan pada manusia? 11. Bagaimana pendapat T: Sudah baik, karena T: Sudah baik, karena T:Sudah baik, karena anda mengenai cara menggunakan media menggunakan media menggunakan media mengajar yang gambar dan tanya jawab gambar dan tanya jawab gambar dan tanya jawab 142 digunakan oleh gurumu dalam menerangkan konsep sistem pencernaan pada manusia? Mengapa? 12. Metode atau cara mengajar apakah yang anda inginkan ketika belajar konsep sistem pencernaan pada manusia? Konsep Sistem 13. Kesulitan apakah yang Pencernaan anda alami ketika dalam pada Manusia memahami konsep Menggunakan sistem pencernaan pada Peta Konsep manusia? 14. Kesulitan apa yang anda alami dalam membuat peta konsep mengenai konsep sistem S: Sama R: Sama S: Sama R: Sama S: Sama R: Sama T: Tanya jawab T: PPT menggunakan T: Tugas individu S: Sama infokus S: Sama R: Tugas kelompok dan S: Tugas individu (Co: R: Tanya jawab presentasi menggambar) R: Diskusi kelompok T: Menghapalkan T: Menghapalkan bahasa subkonsep bagian-bagian dari setiap nama dari organ-organ sistem ilmiahnya pencernaan dan S: Menghapalkan kelaianan penyakitnya dan penyakit pada sistem S: Sama pencernaan manusia R: Menghapalkan karena terkadang subkonsep bagian-bagian memakai istilah ilmiah dari organ-organ sistem R: Menghapalkan pencernaan, penyakitnya subkonsep bagian-bagian dan enzim pencernaan dari organ-organ sistem pencernaan dan penyakitnya T: Mencantumkan dan T: Mencantumkan dan meletakan setiap meletakan setiap konsepnya pada hierarki konsepnya pada hierarki dan membuat kaitan dan membuat kaitan T: Menghapalkan enzimenzim pencernaan dan letaknya S: Sama R: Menghapalkan subkonsep bagian-bagian dari organorgan sistem pencernaan dan penyakitnya T: Mencantumkan dan meletakan setiap konsepnya pada hierarki dan membuat kaitan silang 143 pencernaan pada manusia? Mengapa? 15. Bagaimanakah dengan peta konsep yang anda buat, dapatkah anda menjelaskan dan memahami konsep sistem pencernaan pada manusia? silang disertai kata silang disertai kata disertai kata penghubung penghubung yang tepat penghubung yang tepat yang tepat (Co: Penyakit (Co: Penyakit dan (Co: Penyakit dan dan kelaianan pada sistem enzim-enzimnya) enzim-enzimnya) pencernaan manusia) S: Sama (Co: Enzim-enzim S: Sama S:Sama (Co: Enzim-enzim pencernaan) R: Sama (Co: Enzim-enzim pencernaan) R: Sama pencernaan) R:Sama (Co: Penyakit dan kelaianan pada sistem pencernaan manusia) T: Sedikit paham, hanya T: Iya, paham dan dapat T: Iya, paham dan dapat beberapa dapat menjelaskan konsep menjelaskan konsep menjelaskan sistem pencernaan pada sistem pencernaan pada menggunakan peta manusia menggunakan manusia menggunakan konsep karena keliru peta konsep yang dapat peta konsep yang dapat meletakan konsep tiap membantu ketika membantu ketika hirarki dan masih banyak mempelajari dan mempelajari dan konsep yang belum menghapalnya sebagai menghapalnya sebagai tercantum rangkuman rangkuman S: Sama S: Sama S: Sama R: Sama R: Sedikit paham dan hanya R: Sedikit paham dan hanya beberapa dapat beberapa dapat menjelaskan menjelaskan menggunakan peta menggunakan peta konsep konsep karena keliru karena keliru meletakan meletakan konsep tiap konsep tiap hirarki dan hirarki dan masih banyak masih banyak konsep konsep yang belum yang belum tercantum tercantum 144 16. Bagaimana pendapat T: Sedikit lebih paham anda mengenai setelah menggunakan penggunaan peta konsep peta konsep karena pada sistem pencernaan terkadang masih keliru manusia khususnya dalam pembagian untuk memahami konsep konsep-konsepnya tersebut sehingga tidak S: Sama terjadi kesalahpahaman R: Lebih dapat (miskonsepsi) dalam memehaminya karena mempelajarinya? lebih mudah Mengapa? mempelajari menggunakan peta konep 17. Bagaimana pendapat T: Sulit karena tidak terlalu anda mengenai kegiatan paham pembahasan pembuatan peta konsep subkonsep-konsepnya sistem pencernaan pada yang tercakup dalam manusia, mengapa? sistem pencernaan pada manusia S: Sama R: Sama T: Memahaminya karena konsep-konsep yang tercantum lebih jelas terlihat pembagiannya dan cakupan pembahasaannya S: Sama R: Sedikit lebih paham setelah menggunakan peta konsep karena terkadang masih keliru dalam pembagian konsep-konsepnya T: Menyenangkan karena konsep sistem pencernaan pada manusia menjadi mudah dipelajari dan dipahami sebagai sebuah rangkuman S: Sedikit sulit karena masih bingung meletakan setiap subkonsep dari konsep sistem pencernaan pada manusia R: Sama T: Memahaminya karena konsep-konsep yang tercantum lebih jelas terlihat pembagiannya dan cakupan pembahasaannya S: Sedikit lebih paham setelah menggunakan peta konsep karena terkadang masih keliru dalam pembagian konsepkonsepnya R: Sama T: Sedikit sulit karena masih bingung menggunakan kata penghubung (proposisi) yang tepat S: Sama R: Sedikit sulit karena masih bingung meletakan setiap subkonsep dari konsep sistem pencernaan pada manusia 145 146 147 148 149 150 151 152 Lampiran 14 152 153 153 154 Lampiran 16 154 155 Lampiran 17 155 Lampiran 18 FOTO-FOTO PENELITIAN 156