penggunaan peta konsep untuk menganalisis

advertisement
PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGANALISIS
MISKONSEPSI SISWA
(Penelitian Deskritif di SMP N 3 Tangerang Selatan)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh:
LIDYAWATI
NIM: 108016100072
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi yang
berjudul Penggunaan
Peta
Konsep Untuk
Menganalisis
Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, Program
Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang
berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan
oleh fakultas.
Jakarta,
Januari 2014
Yang mengesahkan:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Baiq Hana Susanti, M.Sc
Meiry Fadilah Noor, M.Si
NIP: 19700209 200003 2 001
NIP: 19800516 200710 2 001
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang
berjudul Penggunaan
Peta
Konsep Untuk
Menganalisis
Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 25 Februari 2014 di hadapan
dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam
bidang Pendidikan Biologi.
Jakarta, April 2014
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal
Tanda Tangan
..........................
..........................
..........................
..........................
..........................
..........................
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)
Baiq Hana Susanti, M.Sc
NIP. 19700209 200003 2 001
Penguji I
Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd
NIP. 19650115 198703 1 020
Penguji II
Eny S. Rosyidatun, S.Si., M.A
NIP. 19750924 200604 2 001
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Dra. Nurlena, M.A., Ph.D.
NIP. 19591020 198603 2 001
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Lidyawati
NIM
: 108016100072
Jurusan
: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi
Alamat
: Kp. Cikalagan No. 26 Rt. 002 / Rw. 010 DesaCileungsi, Kec.
Cileungsi - Kab. Bogor
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa
skripsi
yang
berjudul Penggunaan
Peta
Konsep
Untuk
Menganalisis Miskonsepsi Siswa adalah benar hasil karya sendiri dibimbing
dosen:
1. Baiq Hana Susanti, M.Sc.
NIP: 19700209 200003 2 001
Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi
2. Meiry Fadilah Noor, M. Si.
NIP: 19800516 200710 2 001
Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.
Jakarta, Januari 2014
yang menyatakan
Lidyawati
ABSTRAK
Lidyawati. Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa
(Penelitian Deskriptif di SMP N 3 Tangerang Selatan). Skripsi, Program Studi
Pendidikan Biologi,Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
April 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan peta konsep sebagai
upaya untuk menganalisis miskonsepsi siswa. Peta konsep merupakan alat yang
digunakan dalam mengevaluasi proses pembelajaran. Pembelajaran dengan peta
konsep dapat diterapkan untuk menyelidiki pengetahuan yang dimilikisiswa, cara
belajar siswa, dan miskonsepsi pada siswa, sehingga dapatdigunakanuntuk
mengevaluasi proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP N
3 Tangerang Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang
digunakan
adalah
deskriptif.
Pengambilan
sampel dilakukan
dengan
menggunakan teknik random sampling diperoleh 45 siswa dari tiga kelas dengan
ketentuan guru yang mengajar bidang studi tersebut sama. Materi yang digunakan
untuk menganalisis miskonsepsi merupakan konsep yang telah dipelajari, yaitu
konsep sistem pencernaan pada manusia. Instrumen yang digunakan adalah peta
konsep acuan dan pedoman wawancara. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan,
yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan. Data hasil penelitian
dianalisis dengan statistik deskriptif kuantitatif dan kualitatif.Hasil menunjukkan
bahwa rata-rata peta konsep dalam kriteria rendah.Rendahnya peta konsep siswa
disebabkanolehterdapatnya sebaran pernyataan pengetahuan siswa dengan ratarata miskonsepsi 17,4% dan tidak tahu konsep 49,4%, sehingga rata-rata siswa
yang tahu konsep hanya sebesar 33,2%. Adapun subkonsep yang memberikan
persentase miskonsepsi terbesar, yaitu padamulut (46,7%), usus besar (48,9%),
subkonsep pencernaan secara mekanik dan pencernaan secara kimiawi yang
masing-masing (40%).Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa peta konsep
efektif digunakan untuk mengetahuimiskonsepsi siswa pada konsep sistem
pencernaan pada manusia.
Kata Kunci: Miskonsepsi,Peta Konsep, dan Sistem Pencernaan pada
Manusia
i
ABSTRACT
Lidyawati. The Use of Concept Map for Analyzing Student Misconceptions
(Descriptive Research at SMP N 3South Tangerang).BA Thesis, The Study
Program of Biology Education, Department of Natural Science Education,
Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah StateIslamic
University Jakarta, April 2014.
This study aims to determine the use of concept maps in order to analyze the
students misconceptions. Concept map is a tool used in evaluating the learning
process. Learning with concept maps can be applied to investigate the knowledge
of students, student learning, and student misconceptions, so it can be used to
evaluate the learning process. This research was conducted in class VIII SMP N 3
South Tangerang school year 2012/2013. The method used was descriptive
method. Sampling was done using random sampling techniques gained 45
students from three classes with the provisions of the teachers who teach the same
subjects. The material used to analyze misconceptions is a concept that has been
studied, namely the concept of the human digestive system. The instrument used
was a concept map reference and interview guide. The study was conducted in
three stages, namely preparation, execution, and conclusions-making. The data
were analyzed with quantitative and qualitative descriptive statistics. The results
obtained showed that the average concept maps in the low criteria. The low
student concept maps caused by the presence of the distribution of knowledge
statements students with misconceptions average of 17.4% and 49.4% did not
know the concept, so that the average student knows the concept of only 33.2%.
The subconceptsgiving the largest percentage of misconception,were related to
mouth (46.7%), large intestines (48.9%), and subconceptmechanical digestion
and chemical digestion (40%, each of them). Thus, it can be stated that the
concept map was effectively used to identifystudentsmisconceptions of the human
digestive system concept.
Keywords: Concept Map, Human Digestive System, and Misconceptions.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur senantiasa tercurah
kepada Allah SWT atas rahmat,
menciptakan
manusia
dengan
hidayah serta karunia-Nya yang telah
sangat
sempurna
dan
memberikan
ilmu
pengetahuan lebih dari makhluk ciptaan-Nyayang lain. Shalawat serta salam
terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAWsebagai sauri tauladan yang
baik bagi seluruh manusia, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa”.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam rangka menyelesaian
studistarta 1 (S1) untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan(S.pd) yang diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan untuk menerapkan dan mengembangkan teoriteori yang penulis peroleh selama kuliah.
Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya peran serta dari pihak lain
yang
telah banyak
memberikan doa, dorongan, bantuan, bimbingan dan
petunjuk. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis dengan segenap kerendahan
dan ketulusan hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA., Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai
Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya
dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Meiry Fadilah Noor, M.Si Dosen Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
4. Para dosen-dosen yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan
pengetahuan, selama penulis mengikuti perkuliahan.
iii
iv
5. Maryono, S.E.M.M.Pd., Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Tangerang Selatan,
yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan
memberikan bantuannya selama penelitian.
6. Laila Lubis, S. Pd., Guru bidang studi Biologi SMP Negeri 3 Tangerang
Selatan, yang telah banyak memberikan waktunya, bantuan, arahan, saran dan
motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian.
7. Siswa/i kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan atas kesediaanya menjadi
responden
dan
kerjasamanya
yang
telah
banyak
membantu
dalam
pelaksanaan penelitian ini.
8. Alm. Bapak Omon dan Ibu R. Yayat tercinta dan terkasih, selaku kedua orang
tua penulis yang selalu berjuang memelihara, mendidik, dan mencurahkan
kasih sayangnya tiada tara tanpa pamrih, memanjatkan do’a yang tiada hentihentinya akan keberhasilan penulis, dan memberi bantuan baik moril maupun
materil
serta
semangat
kepada
penulis.
Semoga
Allah
senantiasa
melindunginya.
9. Adik-adikku tersayang (Sity Adhitia S. dan Ilham Yudhistira) yang sabar
menuntun, memberi saran, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
10. Teman-teman seperjuangan (Ana, Nelly, Aan, Suci, Lia, Yuli, Titik, Nurma,
Irma, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima
kasih atas doa, motivasi, dan semangatnya.
11. Keluarga
besar
memperhatikan,
HCC
dan
menanyakan,
seseorang
yang
selalu saling mendoakan,
mengingatkan, dan memotivasi, memberikan
semangat penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
12. Penghuni Kosan Ceria Hahaha.. Khususnya adik-adikku (Yuli dan Amel),
terimakasih atas doa, perhatian, motivasi, dan dukungan yang diberikan
kepada penulis.
13. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2008 yang memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
banyak memberikan dukungan, saran, nasehat serta perhatian kepada penulis
v
dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik
Bapak, Ibu dan Saudara/i sekalian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Amien Ya Robbal’Alamin.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................i
ABSTRACT ...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ......................................................................1
B. IdentifikasiMasalah ...........................................................................7
C. PembatasanMasalah ..........................................................................7
D. PerumusanMasalah............................................................................8
E. Tujuandan Manfaat Penelitian...........................................................8
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teoritis ...................................................................................10
1. Konsep .........................................................................................10
2. Konsepsi.......................................................................................14
3. Miskonsepsi ..................................................................................15
a. Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya ..............................15
b. Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa ...........................18
4. Peta Konsep .................................................................................19
a. Pengertian Peta Konsep ..........................................................19
b. Tujuan Pembelajaran Peta Konsep .........................................21
c. Ciri-ciri Peta Konsep...............................................................22
d. Macam-macam Peta Konsep...................................................23
vi
vii
e. Fungsi Peta Konsep.................................................................25
f. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep ...............................25
g. Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep................................27
h. Rubrik Penilaian Peta Konsep ................................................28
B. Temuan HasilPenelitianyang Relevan...............................................31
C. KerangkaBerpikir ..............................................................................34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat danWaktuPenelitian .............................................................36
B. MetodePenelitian...............................................................................36
C. Unit Analisis ......................................................................................37
D. Instrumen Penelitian..........................................................................37
E. Kalibrasi Instrumen ...........................................................................38
F. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................39
G. Langkah-langkah Pengumpulan Data...............................................41
1. Tahap Persiapan ...........................................................................41
2. Tahap Pelaksanaan .......................................................................41
3. Tahap Penarikan Kesimpulan .......................................................41
H. Teknik Analisis Data ........................................................................41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian .............................................................................43
1. Gambaran Karakteristik Responden yang Diteliti ........................43
2. Hasil Penelitian Peta Konsep Siswa.............................................44
3. Hasil Pengolahan Sebaran Pernyataan Peta Konsep Siswa .........47
4. Hasil Wawancara Siswa ...............................................................48
B. Pembahasan.......................................................................................51
viii
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................62
B. Saran ................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................64
LAMPIRAN ..............................................................................................................67
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep ..............................................................30
Gambar 3.1 Peta Konsep Acuan .................................................................................38
Gambar 4.1 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Rendah ...............................................52
Gambar 4.2 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Sedang ...............................................53
Gambar 4.3 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Tinggi .................................................54
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi ................................................................................16
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Membuat Peta Konsep .................................................26
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tiap Kelas Berdasarkan Jenis Kelamin ..............44
Tabel 4.2 Nilai Peta Konsep Siswa.............................................................................45
Tabel 4.3 JumlahSiswaBerdasarkanKriteriaTinggi, Sedang, danRendah...................46
Tabel 4.4 Jumlah Rata-rata Proposisi, Hierarki, danKaitanSilang..............................46
Tabel 4.5 Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep (TK), Miskonsepsi (M),
dan Tidak Tahu Konsep (TTK) ..................................................................47
Tabel 4.6 Rekapitulasi Kisi-kisi Hasil Wawancara Siswa..........................................49
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Buku Paket Siswa Ke-1 .................................................................... 67
Lampiran 2 Buku Paket Siswa Ke-2 ..................................................................... 81
Lampiran 3 Validasi Instrumen dan Instrumen Peta Konsep Acuan (PKA)......... 93
Lampiran 4 Panduan Pembuatan dan Penyusunan Peta Konsep........................... 96
Lampiran 5 LembarKerja Siswa (LKS) ................................................................ 103
Lampiran 6 Hasil Peta Konsep Siswa.................................................................... 110
Lampiran 7 Perhitungan Peta Konsep Berdasarkan Kriteria Penilaian .................. 119
Lampiran 8 Hasil Penilaian Peta Konsep Siswa .................................................... 121
Lampiran 9 Hasil Temuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Sesuai
PKA.................................................................................................... 123
Lampiran10 HasilTemuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Di Luar
PKA.................................................................................................... 133
Lampiran11 Hasil Wawancara Guru ...................................................................... 136
Lampiran12 Hasil Wawancara Siswa ..................................................................... 139
Lampiran 13 Uji Referensi .................................................................................... 145
Lampiran 14 Surat Bimbingan Skripsi.................................................................... 152
Lampiran 15 Surat Permohonan Izin Observasi ................................................... 153
Lampiran 16 Surat Permohonan Izin Penelitian ................................................... 154
Lampiran 17 Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 155
Lampiran 18 Foto-foto Penelitian ........................................................................... 156
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan
kepribadian dan kecerdasan. Usaha ini dapat dilakukan dengan membina potensi
atau kemampuan yang ada di manusia itu sendiri. Proses usaha tersebut bertujuan
mencerdaskan pendidikan Indonesia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Menurut Muhibinsyah dalam Sagala, pendidikan diartikan sebagai sebuah proses
dengan
metode-metode
tertentu,
agar
siswa
memperoleh
pengetahuan,
pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.1
Pendidikan sendiri bukan saja usaha proses transfer informasi guru kepada
siswa, namun interaksi yang terjadi antara guru dan siswa, sehingga siswa tidak
saja mengetahui tetapi juga memahami pembelajaran yang diajarkan. Mengingat
sangat pentingnya
kehidupan,
usaha untuk
maka usaha
mencapai tujuan pendidikan nasional bagi
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Usaha
memperbaiki pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih
baik khususnya dalam hal pemahaman siswa terhadap suatu konsep dalam
pembelajaran di kelas.
Pendidikan menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, yaitu
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peseta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 2
Usaha yang lemah dalam kualitas pendidikan di Indonesia menjadi masalah
besar. Hal ini dibuktikan fakta yang berasal dari temuan hasil survei yang
1
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 3.
2
Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 Tentang
Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V, h. 60-61.
1
2
dilakukan oleh The Trends International Mathematics and Science Studies
(TIMSS) pada tahun 2007 untuk siswa sekolah menengah, Indonesia berada pada
posisi ke 36 dari 48 negara untuk matematika. Nilai rata-rata yang didapat siswa
Indonesia pun sangat rendah yaitu 397 sementara rata-rata nilai seluruh negara
yang disurvei adalah 452. Pada bidang studi sains pun tidak jauh berbeda,
Indonesia berada pada posisi 35 dari 48 negara dengan nilai rata-rata, yaitu 427
sementara rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei adalah 467. 3
Sedangkan pada Programme for International Student Assesment (PISA)
berdasarkan hasil survei 31 negara dengan sampel siswa yang berusia 15 tahun
pada tahun 2009, siswa Indonesia menunjukkan masih sangat rendah dengan
diperlihatkan hasil dari literasi membaca memperoleh nilai rata-rata, yaitu 402
dari nilai rata-rata keseluruhan survei 432 dengan posisi negara ke-23. Literasi
matematika memperoleh nilai rata-rata, yaitu 371 dari nilai rata-rata keseluruhan
survei 436 dengan posisi negara ke-27. Serta literasi sains memperoleh nilai ratarata, yaitu 383 dari nilai rata-rata keseluruhan survei 439 dengan posisi negara ke26.4
Berdasarkan hasil TIMSS dan PISA memperlihatkan pendidikan matematika
dan sains pada siswa Indonesia sangatlah rendah. Salah satu penyebab dari
lemahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini adalah kurangnya pemahaman
konsep, disebabkan dalam proses pembelajaran di kelas, anak kurang didorong
untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membangun pemahaman konsep
dalam mentalnya. Sedangkan dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran
sains, yaitu biologi siswa dituntut
untuk memahami dan menghayati bagaimana
konsep itu diperoleh, menghubungkan satu konsep dengan konsep lain dan
menggunakan konsep-konsep tersebut untuk menunjang konsep sains lainnya.
3
Patrick Gonzales, et. al, Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement
of U.S. Fourth- and Eighth-Grade Students in an International Context (NCES 2009–001Revised),
National Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences, U.S. Department of
Education. Washington, DC, (2009), p. 7 & 32.
4
Howard L. Fleischman, et. al, Highlights From PISA 2009: Performance of U.S. 15 -Year Old
Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context (NCES 2011004). U.S. Department of Education, National Center for Education Statistics. Washington, DC:
U.S. Government Printing Office, (2010), p. 9, 18, & 24.
3
Rendah dan lemahnya pemahaman konsep siswa di Indonesia disebabkan
proses pembelajaran sains khususnya biologi yang dilakukan guru di kelas masih
menerapkan belajar hanya menghapalkan konsep-konsep semata dalam prosesnya,
bukan belajar bermakna dengan menemukan sendiri konsep-konsepnya. Ausubel
dalam Dahar menyatakan pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang
mengaitkan antar informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat
pada struktur kognitif seorang siswa.5 Hal ini yang diharapkan melalui proses
pembelajaran bermakna tersebut dapat membuat pemahaman konsep siswa
menjadi lebih baik dan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap suatu konsep,
sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.
Permasalahan
yang
kini dihadapi di dalam dunia pendidikan adalah
bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang umumnya dikaitkan dengan
tinggi atau rendahnya pemahaman konsep siswa yang diperolehnya ketika
mendapatkan
informasi pengetahuan.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh
pengelola pendidikan dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa agar prestasi
belajar siswa meningkat, salah satunya dengan melakukan perubahan kurikulum
dan perubahan proses pembelajaran di kelas yang pada kenyataannya masih
banyak guru yang masih mengunakan pembelajaran konvensional.
Masalah ini juga ditemukan khususnya pada sekolah menengah pertama di
SMP N 3 Tangerang Selatan mengenai pemahaman konsep siswa terhadap
pembelajaran biologi khususnya. Pemahaman siswa mengenai konsep-konsep
biologi dan hubungan saling keterkaitan antar konsep merupakan masalah yang
cukup
memperihatinkan
dalam pemikiran
struktur
kognitif siswa.
Hal ini
disebabkan dari beberapa faktor, yaitu pemahaman konsep awal atau prakonsepsi
siswa yang berasal dari pengalaman, baik lingkungan maupun konsep yang telah
didapatkan sebelumnya, guru, buku teks, dan lain sebagainya. Selain itu juga cara
mengajar dalam proses pembelajaran sains khususnya biologi akan lebih efektif,
jika pembelajaran tersebut didukung dengan metode yang tepat.
Berdasarkan
wawancara
yang dilakukan di sekolah tersebut sebelum
melakukan penelitian, diketahui guru masih menggunakan strategi pembelajaran
5
Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 95.
4
konvensional yang biasanya sering digunakan setiap mengajar biologi. Strategi
pembelajaran tersebut pada dasarnya tidak selalu cocok untuk semua konsep yang
diajarkan kepada siswa, sehingga kurang maksimal. Kebiasaan siswa pun
mendukung pemahaman siswa terhadap pembelajaran biologi, yang terkadang
malas membaca karena materi yang terlalu banyak dan tidak memperhatikan
dengan baik ketika guru menjelaskan di kelas.
Pembelajaran biologi merupakan pelajaran yang akan lebih mudah dipahami
apabila menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang sesuai, karena bagi
sebagian
siswa
sangatlah
membosankan
dalam
belajar
konsep
yang
pembahasanya banyak. Oleh sebab itu diharapkan dapat memecahkan masalahmasalah yang dihadapi siswa, sehingga lebih menyadari kebenaran konsepnya.
Berdasarkan sifat dari mata pelajaran biologi tersebut maka dalam kegiatan
belajar mengajar siswa hendaknya dilatih untuk menyatukan konsep-konsep,
siswa dapat memahami lebih baik konsep-konsep tersebut dengan mencermati
bagaimana konsep tersebut saling terkait dan berhubungan satu dengan yang
lainnya.6 Sehingga pemahaman siswa terhadap hakekat sains khususnya biologi
menjadi utuh dan memiliki makna, karena pada umumnya kebanyakan konsep
biologi bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami oleh siswa. Konsep yang bersifat
abstrak
tergolong
sulit
dan
hal ini dapat
menjadi penyebab
terjadinya
kesalahpahaman konsep (miskonsepsi) pada siswa. Beberapa konsep biologi yang
tergolong sulit dan ada kemungkinan terdapat miskonsepsi adalah mengenai
respirasi, ekologi, fotosintesis, genetis, klasifikasi,
7
organ internal, sistem organ,
dan proses tubuh manusia.8
Beberapa
topik
penelitian
miskonsepsi
biologi
yang
telah
dilakukan
contohnya yang diungkapkan oleh Stavy dan Wax dalam Suparno terhadap siswa
umur 11-12 tahun mengenai konsep tanaman, menemukan sekitar 57% siswa
6
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 291.
Ceren Tekkaya, “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”, Hacettepe Universites
Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.261.
8
Imbi Henno & Priit Reiska, “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology ”,
dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting
Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia &
Helsinki, 2008), p. 1.
7
5
mempunyai anggapan bahwa tanaman itu hidup, 66% siswa berpikir bahwa
tanaman bereproduksi, dan 88% berpikir tanman itu membutuhkan makanan. 9
Amir
dan
Tamir
dalam Suparno
menyatakan
temuannya,
mengenai ada
miskonsepsi siswa pada konsep fotosintesis adalah suatu proses pernapasan pada
tanaman.10 Hal itu jelas pada pernyataan kedua pakar ahli tersebut, siswa salah
memahami mengenai konsep tanaman karena tanaman dapat membuat makan
sendiri dan memperolehnya dari hasil fotosintesis tersebut, sehingga hal tersebut
menunjukkan
bahwa
masih
ditemukan
miskonsepsi siswa
meskipun
telah
dipelajari konsepnya oleh siswa.
Miskonsepsi (kesalahan konsep) merupakan konsepsi siswa hasil dari
konstruksi mengenai pengetahuannya yang tidak sesuai atau berbeda dengan
konsep para ahli ilmiah.11 Salah satu upaya mengatasi kesulitan siswa dalam
pemahaman konsep
yang menyebabkan miskonsepsi, yaitu dengan metode
pembelajaran peta konsep yang digunakan untuk mendeteksi kesalahan konsep.
Selain itu, peta konsep dapat digunakan untuk menyelidiki apa yang telah
diketahui
siswa,
mempelajari
cara
(miskonsepsi), dan sebagai alat evaluasi.
belajar,
mengungkap
konsepsi
salah
12
Peta konsep salah satu alasan yang kuat untuk memfasilitasi pembelajaran
bermakna yang berfungsi sebagai dasar untuk membantu mengorganisasikan
pengetahuan konsep dan struktur kognitif siswa.
13
Pada pembelajaran dengan
menggunakan peta konsep banyak aktifitas-aktifitas yang dilakukan siswa seperti
menentukan konsep penting, membangun dan melengkapi peta konsep, berdiskusi
dengan siswa lain, menanggapi pertanyaan guru, bertanya dan menyimpulkan
materi pelajaran. Semua aktifitas ini bermanfaat bagi siswa karena siswa mencari
9
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika , (Jakarta:
Grasindo, 2005), h. 10.
10
Ibid.
11
Dahar, op. cit., h. 153.
12
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
h. 32-33.
13
Joseph D. Novak, “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”,
http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Co
ncept%Maps.pdf diakses tgl 13 Januari 2012
6
pengalaman dan mengalami sendiri. Hal ini akan membuat belajar lebih menarik
dan berhasil, sehingga dalam pembelajaran diharapkan siswa lebih paham konsep.
Penggunaan peta konsep pada pembelajaran, siswa bisa melihat materi
pelajarannya secara jelas dan dapat mempelajarinya dengan lebih bermakna serta
dapat mengungkap miskonsepsi siswa pada suatu konsep. Peta konsep adalah
diagram hirarkis dua dimensi yang menggambarkan keterkaitan antara dan
diantara konsep-konsep individu.14 Sehingga peta konsep dapat menjadikan siswa
lebih menguasai struktur dasar, menciptakan
ingatan yang bukan hanya hafalan
saja tetapi juga menjadikan belajar lebih bermakna. Ini karena siswa telah
memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna dalam bidang studi itu,
dengan demikian dapat mendetail menghubungkan antara konsep baru dengan
yang lama. Belajar bermakna akan terjadi bila proses kognitif di mana siswa dapat
mengaitkan informasi baru dengan hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya, 15
dalam hal ini penggunaan peta konsep dapat membantu siswa memahami suatu
konsep, sehingga diharapkan tidak ditemukan miskonsepsi.
Miskonsepsi pada siswa didapatkan sewaktu berada di sekolah ketika belajar
di kelas, dari pengalaman dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam
kehidupan sehari-hari,16 seperti sama halnya yang telah disebutkan sebelumnya
masih ditemukan miskonsepsi pada beberapa konsep. Berdasarkan uraian diatas,
salah satunya pada konsep sistem organ manusia, seperti yang telah ditemukan
oleh Tunnicliffe dalam Henno mengenai kesulitan siswa memahami konsep
sistem ekskresi dan pencernaan manusia dengan upaya untuk mengetahui
kesalahan konsep tersebut dengan menggunakan peta konsep.17 Peta konsep dapat
menghubungkan antara pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan informasi
yang baru diterimanya sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi
yang diajarkan guru dan hubungan antara konsep-konsep disertai proposisi yang
sesuai dapat menimbulkan kebermaknaan yang diharapkan tidak ditemukan
14
Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, “The Effect of Concept Mapping Instructional
Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner,” Journal of
Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012, p.139.
15
Ormrod, op. cit., h. 286.
16
Suparno, op. cit., h. 2
17
Imbi Henno & Priit Reiska, loc. cit.
7
miskonsepsi dalam konsep tersebut. Oleh sebab itu, peta konsep diharapkan
efektif
dalam
menciptakan
pengetahuan
bermakna,
menggambarkan
dan
mengetahui kesalahpahaman konsep, dan menelusuri perubahan konseptual siswa
dalam memahami suatu konsep.
Berdasarkan yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis
Miskonsepsi Siswa pada Konsep Sistem Pencernaan Pada Manusia”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka dapat
diidentifikasikan masalah yang timbul antara lain :
1.
Masih rendahnya hasil pendidikan di Indonesia khususnya pembelajaran
matematika dan sains.
2.
Masih
rendahnya
kualitas
tingkat
pemahaman
konsep
siswa
pada
pembelajaran sains khususnya biologi di sekolah menengah pertama.
3.
Metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional.
4.
Pada umumnya siswa menganggap biologi adalah mata pelajaran yang sulit
dan
membosankan,
mengakibatkan
materi
rendahnya
terlalu
banyak
pemahaman
untuk
konsep-konsep
dihapalkan
biologi,
yang
sehingga
dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka hanya dibatasi
pada:
1.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan.
2.
Penelitian berfokus pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah
diajarkan kepada siswa.
3.
Analisis
miskonsepsi
yang
terjadi
berdasarkan Novak dan Gowin, 1984.
menggunakan
peta
konsep
acuan
8
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka permasalahan akan dicari jawabannya dalam penelitian ini:
“Bagaimana Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa
pada Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia di Kelas VIII SMP N 3
Tangerang Selatan?”
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Secara
umum
tujuan
dalam
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep pada konsep sistem pencernaan
pada manusia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a.
Mengetahui konsepsi siswa dengan menggunakan peta konsep setelah
penerapannya pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah
dipelajari sebelumnya di semester ganjil.
b.
Menganalisis miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep guna mengetahui
kesalahpahaman konsep
pada
siswa kelas VIII pada konsep sistem
pencernaan manusia.
c.
Memperoleh informasi mengenai persentase miskonsepsi siswa dari kelas
VIII pada konsep sistem pencernaan pada manusia menggunakan peta
konsep.
2.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a.
Bagi
guru
biologi,
hasil penelitian
ini memberikan
informasi tentang
subkonsep dalam konsep sistem pencernaan manusia yang dimiskonsepsi
oleh
siswa,
sehingga
diharapkan
para
guru
dapat
menindaklanjuti
miskonsepsi tersebut dan diharapkan lebih variatif, efektif, serta inovatif
dalam menentukan strategi atau metode ketika proses belajar mengajar agar
bisa meminimalisir miskonsepsi baik
pada materi ajar konsep sistem
pencernaan pada manusia maupun materi ajar yang lainnya.
9
b.
Bagi siswa dapat meningkatkan aktivitas selama proses pembelajaran
khususnya pemahaman konsepnya, mendorong siswa untuk terampil dalam
membuat peta konsep sebagai bentuk lain rangkuman, dan mengetahui
kesalahpahaman (miskonsepsi) yang terjadi didiri siswa terhadap materi ajar
konsep sistem pencernaan pada manusia.
c.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini memberikan informasi tentang analisis
miskonsepsi
menggunakan
peta
konsep
dan
juga
dapat
menambah
pengetahuan serta wawasan dalam penerapan pembelajaran di kelas dengan
metode peta konsep kaitannya dengan pemahaman konsep dan miskonsepsi
siswa pada materi ajar konsep sistem pencernaan pada manusia.
d.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar
dan masukkan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya baik yang
sejenis maupun dengan cara lainnya untuk mengungkap atau mengetahui
miskonsepsi siswa.
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teoretis
1.
Konsep
Konsep dan konsepsi merupakan dua istilah yang sering dipertukarkan
penggunaanya, padahal keduanya berbeda baik dalam pengertian maupun
penggunaannya. Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan
berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik. 1
Konsep dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti ide atau pengertian
yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.
2
Adapun pengertian konsep dapat
didefenisikan dengan berbagai rumusan seperti yang dikemukakan beberapa
pendapat para ahli.
Beberapa ahli berpendapat mengenai pengertian konsep, yaitu menurut
Sagala, konsep sebagai hasil pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang
dinyatakan
dalam definisi sehingga melahirkan produk
pengetahuan yang
meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep dapat diperoleh melalui fakta,
peristiwa, pengalaman, generalisasi dan berpikir abstrak.3 Menurut Dahar,
konsep merupakan penyajian internal sekelompok stimulus, konsep yang tidak
dapat diamati atau abstrak, oleh karena itu konsep harus disimpulkan dari
perilaku.4
Menurut
Rustaman,
konsep
merupakan
abstraksi
yang
menggambarkan ciri-ciri, karakter atau atribut yang sama dari kelompok objek,
baik merupakan proses, peristiwa, benda, atau fenomena di alam yang
membedakannya dari kelompok
lainnya.5
Menurut Yustin,
konsep-konsep
merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar, aturan-aturan dan akhirnya
1
Nuryani Y. Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri
Malang, 2005), h. 169.
2
Hasan Alwi, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka,
2007), Cet. Ke-3, h. 588.
3
Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabete, 2006), h. 71.
4
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 62.
5
Rustaman., op. cit. h. 51.
10
11
memecahkan masalah.6
merupakan
pemikiran
peristiwa/kejadian,
Dengan demikian dapat dinyataan bahwa konsep
seseorang
fenomena alam,
yang
pengalaman,
diperolehnya
generalisasi,
dari
fakta,
ataupun hasil
berpikir abstrak yang menggambarkan ciri-ciri atau karakter baik yang sama
dalam suatu kelompok tertentu maupun yang membedakannya dengan kelompok
lainnya, sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. Oleh sebab itu siswa
disarankan agar dapat mempelajari konsep-konsep sehingga pembelajaran dapat
tersampaikan secara bermakna.
Konsep pada pembelajaran siswa khususnya biologi merupakan konsep
abstrak. Konsep
yang membutuhkan penjabaran dan pemahaman konsep yang
baik dan benar. Proses memahami konsep tersebut dapat dipelajari dengan lebih
mengutamakan belajar konsep dasar terlebih dahulu pada suatu materi, sehingga
diharapkan sampai kepada hal-hal yang dimaksudkan untuk dimengerti oleh
siswa. Belajar konsep merupakan landasan dasar dalam berpikir dan proses
mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasinya sebagai
hasil utama dari pendidikan.7 Belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan
kualitatif, perubahan itu terdiri atas penambahan lebih banyak stimulus pada
suatu respon materi yang dipelajari dan peningkatan jumlah berbagai hubungan
stimulus dengan respon.
Pemahaman atau penguasaan konsep sangat penting bagi siswa yang sedang
belajar, dan dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep merupakan tujuan akhir
dari setiap proses pembelajaran siswa. Oleh karena itu, pemahaman konsep
merupakan hasil utama dari proses pembelajaran, karena sangat menentukan
untuk keberhasilan pencapaian aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor dan
juga terkadang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.
Proses belajar konsep pada siswa dapat menguji kebenaran dari suatu
pengetahuan baru yang didapatkan dari proses belajar mengajar untuk menjawab
suatu masalah yang ada hubungannya satu dengan yang lain, sehingga
6
Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Biologi Melalui
Penggunaan Peta Konsep Pada Siswa Kelas Ii4 Smp Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran
2004/2005, (Universitas Riau Pekanbaru: Jurnal Biogenesis Vol 2 (2):59-63, 2006), h. 59.
7
Ratna Wilis Dahar, loc. cit.
12
memperoleh pemahaman konsep yang baik. Perolehan pemahaman konsep
dalam
belajar
pengalaman
konsep
dalam
ilmu
proses
pengetahuan
belajar
baik
khususnya
biologi berdasarkan
di lingkungan
sekolah
ataupun
lingkungan sekitar di luar sekolah, misalnya keluarga. Belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu melalaui interaksi dengan lingkungan. 8
Belajar untuk memperoleh pemahaman konsep yang baik efektifnya sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada. Faktor-faktor itu adalah
sebagai berikut:9
a. Faktor
kegiatan,
penggunaan dan ulangan,
apa yang dipelajari perlu
digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara kontinu dibawah
kondisi yang serasi, sehingga penguasaan hasil belajar menjadi lebih mantap.
b. Belajar
memerlukan
latihan
dengan
jalan: relearning,
recalling,
dan
reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali akan lebih
mudah dipahami.
c. Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa
berhasil dan mendapat kepuasaan.
d. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam
belajarnya. Keberhasilan akan mendorong belajar lebih baik, dan sebaliknya.
e. Faktor asosiasi, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan
yang baru, secara berurutan diasosiasikan
sehingga menjadi satu satuan
pengalaman.
f.
Pengalaman masa lampau, menjadi dasar untuk menerima pengalaman dan
pengertian yang baru.
g. Faktor kesiapan belajar, murid yang telah belajar akan lebih mudah untuk
menerima pengajaran dan sebaliknya.
h. Faktor minat dan usaha, belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar
lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila murid
tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa
sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya.
8
9
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta : Bumi aksara, 2011), h. 28.
Ibid., h. 33.
13
i.
Faktor psikologis, kondisi kesehatan siswa sangat berpengaruh dalam proses
belajarnya.
j.
Faktor intelegensi, murid yang cerdas akan relatif lebih berhasil dalam
pembelajarannya, karena ia lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan
dan sebaliknya.
Sehingga dapat diambil kesimpulan belajar konsep yang efektif adalah belajar
yang telah memenuhi faktor-faktor tersebut. Apabila beberapa faktor saja tidak
ada maka siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar bermakna
untuk memahami suatu konsep yang menciptakan proses belajar mengajar tidak
hanya tahu tetapi memahami apa yang dipelajari.
Setelah siswa belajar konsep dilakukan penilaian terhadap hasil belajar
penguasaan konsep yang memiliki tujuan dalam mengukur penguasaan dan
pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives). Konsep dasar keilmuan
(content objectives) ini dapat berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci
dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus
dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas.10 Oleh sebab itu penguasaan atau
pemahaman konsep siswa terhadapsuatu materi pembelajaran harus baik.
Konsep yang diterima siswa ketika belajar konsep terkadang ada yang
bersifat konkrit dan abstrak, tetapi khususnya dalam pembelajaran biologi
konsep-konsep tersebut akan menjadi abstrak apabila dalam proses belajar
mengajar hanya berupa hafalan saja tanpa ada tindak lanjut, seperti contohnya
melakukan eksperiment yang berupa praktik dari penerapan konsep yang
didapatkan siswa di kelas ketika belajar biologi ataupun dengan strategi
pembelajaran
yang
dapat
melibatkan
siswa
langsung
ikut
serta
dalam
mempelajari konsep tersebut. Belajar konsep dengan menggunakan strategi yang
tepat, yang menuntut pemahaman konsep lebih baik dengan disertai perbuatan
langsung sehingga belajar biologi lebih bermakna dan tidak abstrak lagi.
10
Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN Press,
2006), h. 14.
14
2.
Konsepsi
Berbeda dengan konsep
yang merupakan dasar pemikiran seseorang,
konsepsi merupakan hasil dari pengalaman seseorang tentang sesuatu (stimulus).
Konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal
dari kata to conceive yang artinya cara menerima.11 Sedangkan dalam kamus
besar bahasa Indonesia memiliki arti “pengertian” atau “pendapat (paham)”.
12
Adapun konsepsi primitif disebut juga prakonsepsi siswa, karena didasarkan
instuisi atau akal sehat dalam memahami peristiwa alam yang diamati.
Prakonsepsi ini sering bertentangan satu sama lainnya (tidak konsisten) dan
sering tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuan. Oleh karena itu prakonsepsi
siswa disebut juga konsep alternatif atau miskonsepsi.
Dari beberapa hasil penelitian menunjukan,
kegiatan
pembelajaran
secara
formal,
siswa
13
bahwa sebelum mengikuti
telah
memiliki
prakonsep
(preconcept) mengenai pelajaran yang akan dipelajari. Prakonsep tersebut
terbentuk dari hasil interaksi siswa dalam kehidupan sehari-hari terhadap
lingkungan, peristiwa alam dan masyarakat di sekitarnya.
14
Prakonsep siswa akan membentuk konsepsi dalam pengalamannya belajar
mendapatkan pemahaman. Konsepsi merupakan perubahan yang terjadi dari
hasil belajar, menurut pandangan konstruktivisme dalam West & Pines dalam
Rustaman, keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau
kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan
pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan
dengar.15 Dari tidak tahu atau sedikit tahu menjadi tahu, sehingga menghasilkan
pemahaman konsep yang baik, yang diharapkan sama seperti konsep para
ilmuan.
Pembelajaran
dan
perspektif
konstruktivisme
mengenai
konsepsi
mengandung empat kegiatan inti. 1) pembelajaran konstruktivisme berkaitan
11
Rustaman., op. cit., h. 170.
Alwi., loc. cit.
13
Suhirman, “Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Sains”,
Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Th. 6, No. 2, Oktober 1998, h. 79.
14
Ibid.,78-79.
15
Rustaman, loc. cit.
12
15
dengan
pengetahuan
awal
(prior
knowledge)
siswa,
2)
pembelajaran
konstruktivisme mengandung kegiatan pengalaman nyata (experince), 3) dalam
pembelajaran konstruktivisme terjadi interaksi sosial (social interaction), dan 4)
pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan siswa terhadap lingkungan
(sense making).
16
Konstruktivisme memandang, bahwa guru tidak hanya
berfungsi sebagai satu-satunya sumber informasi di sekolah yang tujuannya
mendidik siswa supaya pintar, tetapi sebagai salah satu sumber yang aktif dalam
mempersiapkan fasilitas belajar dan menciptakan kondisi belajar yang kondusif,
sehingga diharapkan konsepsi siswa mengenai suatu konsep baik dan benar tidak
terjadi kesalahpahaman konsep (miskonsepsi).
3.
Miskonsepsi
a.
Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya
Miskonsepsi berasal dari serapan bahasa Inggris “misconception” yang
artinya dalam bahasa Indonesia salah paham.
17
Sedangkan dalam kamus besar
bahasa Indonesia salah paham memiliki arti salah dan keliru dalam memahami
pembicaraan,
pernyataan atau sikap
18
orang lain.
miskonsepsi lainnya menurut para ahli sebagai berikut:
Beberapa pengertian
19
1) Menurut Novak, miskonsepsi sebagai suatu interprestasi konsep-konsep,
dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
2) Menurut Brown, miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan
mendefinisikannya
sebagai
suatu
gagasan
yang
tidak
sesuai
dengan
pengertian ilmiah yang sekarang diterima.
3) Menurut Feldsin, miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang
tidak benar antara konsep-konsep.
4) Menurut Fowler, miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan
konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,
16
Ibid.
John M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Gramedia,
1996), Cet. XXIII, h. 382.
18
Alwi., op. cit., h. 982
19
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisik a, (Jakarta:
Grasindo, 2005) h. 4-5.
17
16
kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsepkonsep yang tidak benar.
Berdasarkan para ahli tersebut, maka miskonsepsi dapat dinyatakan sebagai
kekeliruan atau kesalahan terhadap suatu konsep dalam menginterprestasikan
hubungan antar konsep yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Kekeliruan tersebut menyebabkan suatu konsep menjadi tidak benar dan tidak
bermakna bila dikaitkan dengan konsep-konsep lainnya.
Secara lengkap, Suparno menyebutkan faktor penyebab miskonsepsi siswa
berdasarkan lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks,
konteks, dan cara mengajar.
pada tabel 2.1 dibawah ini.
Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan
20
Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi
No.
1.
Sebab Utama
Siswa
Sebab Khusus
Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning
yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif
siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa
2.
Pengajar
Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu biologi, tidak
membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru -siswa
tidak baik
3.
Buku teks
Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan
buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku
fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya
yang perlu
4.
Konteks
Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang
salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang
keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan
senang tidak senang, bebas atau dalam keadaan tertekan)
5.
Cara mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, tidak mengungkapkan
miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai
kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll
20
Suparno, op. cit., h. 53.
17
Miskonsepsi dapat terjadi pada saat siswa menyelesaikan atau menghadapi
suatu permasalahan/soal latihan dengan jawaban salah atau tidak
tepat.
Kesalahan tersebut terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab, menurut
Driver dalam Dahar miskonsepsi terbentuk disebabkan karena pemikiran siswa
cendrung mendasarkan pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah,
siswa
lebih
cendrung
memperhatikan
perubahan
daripada
situasi
diam,
penjelasan siswa diterangkan dengan cara berpikir mereka yang mengikuti
urutan kausal linier, gagasan siswa mempunyai berbagai konotasi, siswa sering
menggunakan gagasan yang berbeda untuk menginterprestasikan situasi/masalah
yang digunakan oleh para ahli dengan cara yang sama. 21 Selain itu juga
kemungkinan faktor lainnya,
seperti kelengkapan informasi yang diterima,
kesalahan penyampaian dalam buku teks atau informasi tambahan dari media
pembelajaran yang digunakan, kesalahan dari siswa yang terlalu dituntun atau
pasif dan menerima apa adanya dari guru, materi yang terlalu kompleks dan
tidak sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, atau materi yang
dibahas sangat jauh berbeda dengan kehidupan/pengalaman siswa sehari-hari
yang siswa temui.
Miskonsepsi pada siswa sendiri dapat bertahan lama dan sulit dibetulkan,
sehingga sifatnya dapat menetap pada siswa.22 Mengatasi miskonsepsi siswa
tidaklah mudah karena sejumlah miskonsepsi bersifat kekal meskipun telah
diusahakan
untuk
menjelaskannya
dengan
penalaran
yang
logis
melalui
penunjukkan perbedaannya dengan pengamatan sebenarnya yang diperoleh dari
percobaan, model dan media serta strategi pembelajaran yang digunakan.
Penyebab dari menetapnya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membentuk
pengetahuan dalam kepalanya persis dengan pengalaman yang diperolehnya, apa
lagi akan lebih sulit apabila dapat menjawab menyelesaikan suatu masalah dan
berguna dalam kehidupan sehari-harinya.23 Oleh sebab itu, begitu pengetahuan
terbentuk dalam diri siswa dari pengalaman yang diperolehnya langsung maka
21
Dahar, op. cit., h. 154-155.
Musa Dikmenli, “Misconceptions of Cell Division Help by Student Teacher in Biology:
Drawing Analysis,” Journal Scientific Research and Essay Vol. 5 (2) , 2010), p. 235.
23
Suparno, op. cit., h.31.
22
18
akan menjadi sulit untuk memberi tahu siswa tersebut untuk mengubah
miskonsepsinya yang sudah lama dialami dan tertanam dalam struktur kognitif
siswa.
Meskipun demikian penyebab miskonsepsi dapat berkurang pada siswa, hal
ini terjadi apabila siswa tersebut mengalami perubahan struktur kognitif yang
dikarenakan
siswa
merasa
tidak
yakin
lagi
dengan
pengetahuan
yang
dimilikinya, sehingga siswa akan berusaha mencari alternatif pemecahannya.
Jika dengan itu masalah tersebut teratasi, maka siswa akan melakukan
reorganisasi
pengetahuannya
kembali.24
Sehingga
diharapkan
pemahaman
konsep siswa terhadap suatu konsep menjadi lebih baik.
b.
Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa
Cara-cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konseptual
dan kesalahpahaman siswa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan
pilihan beberapa item, peta konsep, analogi dalam mengajar dan gambar
25
serta
selain itu juga dengan jaringan konseptual dan strategi perubahan konseptual,26
yang dapat menditeksi miskonsepsi terhadap suatu materi yang telah dipelajari
oleh siswa.
Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran, yaitu dengan pendekatan perubahan konseptual melalui strategi
pengajaran seperti analogi, peta konsep, teks perubahan konseptual dan teks-teks
refutational
yang
dapat
digunakan
untuk
menghilangkan
kesalahpahaman
siswa.27 Oleh sebab itu, miskonsepsi yang terdapat pada siswa perlu dicari tahu,
diperbaiki pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga siswa belajar lebih
bermakna dan tidak mudah lupa.
24
Suhirman, op. cit., h. 80.
Imbi Henno & Priit Reiska, “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology”,
dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting
Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia &
Helsinki, 2008), p. 1.
26
Dikmenli, op. cit., p. 245.
27
Ceren Tekkaya, “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”, Hacettepe Universites
Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.263.
25
19
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat diidentifikasi salah satunya
dengan
penggunaan
strategi pembelajaran yang tepat,
contohnya dengan
penggunaan peta konsep pada pembelajaran di kelas. Penggunaan peta konsep
dapat memberikan kemudahan baik untuk guru dan siswa, karena dapat
memperlihatkan
dihubungkan
gambaran
oleh
kata
besar
suatu
penghubung,
konsep-konsep
sehingga maksud
penting
yang
dari pembelajaran
tersebut dapat diharapkan lebih mudah dipahami. Selain itu, dari peta konsep
juga dapat terlihat lebih jelas konsep-konsep tersebut satu dengan lainnya
memiliki
kebermaknaan
atau
tidak,
sehingga
dapat
mengetahui
letak
kesalahpahaman (miskonsepsi). Peta konsep dibandingkan dengan cara lainnya,
selain untuk mengetahui miskonsepsi dapat digunakan juga sebagai alat evaluasi
alternatif selain menggunakan test.
Mengingat strategi belajar mengajar dapat mengetahui miskonsepsi pada
siswa, maka perlu menciptakan sistem strategi pelaksanaan pembelajaran yang
lebih mendorong kepada kesiapan mental dan penguasaan materi lebih baik yang
salah satunya bisa menggunakan bantuan peta konsep, seperti yang diungkapkan
Tekkaya, menyatakan untuk mempromosikan pembelajaran yang bermakna,
harus ditemukan cara untuk menghilangkan dan mencegah kesalahpahaman. 28
4.
Peta Konsep
a.
Pengertian Peta Konsep
Pemetaan konsep menurut Novak dalam Ricardo dianggap sebagai teknik
belajar yang utama digunakan untuk representasi grafis dari
pengetahuan.
Teknik ini sebelumnya dibuat dan dikembangkan di Cornell University dan
didasarkan pada teori "Belajar Bermakna" yang diusulkan oleh Ausubel. Teori
ini mendukung hipotesis bahwa "Faktor yang paling penting dalam belajar
adalah subjek apa yang telah diketahui ".29
28
Ibid.
Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The Employ ment Relationts
Degree, Journal of International Education Research-Special Edition Vol. 7, No. 5, 2011, p. 23.
29
20
Pemetaan konsep menurut Martin dalam Trianto, merupakan inovasi baru
yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaraan bermakna
dalam kelas.30 Peta konsep merupakan suatu gambaran besar konsep yang
tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan
konsep. Konsep-konsep pada peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk
belajar bermakna oleh siswa, mengetahui seberapa banyak siswa tahu konsep
yang dipelajari dari suatu materi. Oleh sebab itu peta konsep dapat dikatakan
suatu proses untuk menilai pembelajar terhadap pengenalan konsep.
Novak & Canas dalam Ricardo mengatakan peta konsep pada awalnya
dikembangkan sebagai alat analisis data yang kuat dengan cara yang lebih tepat
merupakan alat grafis untuk mengatur dan mewakili pengetahuan. Peta konsep
dibuat dengan mencakup konsep-konsep yang ditutup dengan lingkaran atau
kotak, setelah itu konsep-konsep dihubungan dengan garis yang diberi kata-kata
disebut juga sebagai kata penghubung atau frase penghubung antara dua
konsep.31
Pemetaan
konsep
merangsang
siswa
untuk
mengartikulasikan
dan
mengeksternalisasi serta menggambarkan secara grafis keadaan yang sebenarnya
dari pengetahuan mereka. Novak dan Gowin
dalam Ricardo, mencatat bahwa
pemetaan konsep adalah kegiatan kreatif, dimana pelajar harus mengerahkan
upaya untuk memperjelas makna konsep dalam pengetahuan domain yang
spesifik,
dengan
mengidentifikasi
konsep-konsep
penting,
membangun
hubungan konsep, dan struktur yang menunjukkan mereka. Pemetaan konsep
dapat menjadi kegiatan yang sangat baik dalam menilai pengetahuan siswa
sebelumnya.
Pengetahuan
tersebut
sangat
penting
dalam
prakonsepsi siswa sebagai faktor dalam pembelajaran berikutnya.
Selain
itu
Novak
dan
Gowin
juga
dalam
menentukan
32
Yarden
menyatakan
mengembangkan teknik peta konsep sebagai cara menangkap pemahaman
30
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) , (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), Cet. Ke-3, h. 157.
31
Ricardo & Pabio, op. cit., p. 24.
32
Ibid.
21
peserta tentang konsep portal (penghubung). Metode ini awalnya digunakan
sebagai cara untuk "menentukan bagaimana perubahan dalam pemahaman
konseptual yang terjadi pada siswa"33 dan mendeteksi miskonsepsi siswa. Novak
& Gowin dalam Suparno, menyatakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi
menggunakan peta konsep dengan melihat apakah hubungan antara konsepkonsep itu benar atau salah.34
b.
Tujuan Pembelajaran Peta Konsep
Pembelajaran dengan peta konsep seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
dapat diterapkan untuk berbagai tujuan yaitu menyelidiki apa yang telah
diketahui siswa (pengetahuan awal siswa), menyelidiki cara belajar siswa,
mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa (miskonsepsi) dan sebagai alat
evaluasi pembelajaran35 serta dapat juga digunakan untuk rangkuman materi
pelajaran siswa, memudahkan siswa ketika menghapal konsep yang satu dengan
yang lainnya.
Penggunaan peta konsep dalam menyelidiki pengetahuan siswa mengenai
pemahamannya
terhadap
suatu
pembelajaran
akan
lebih
mudah
terlihat
hubungan antar konsepnya. Siswa dalam menentukan hubungan keterkaitan
antara satu konsep dengan konsep yang lain saling berhubungan akan sangat
membantu
siswa dalam menyelesaikan soal-soal sains khususnya biologi.
Struktur kognitif seseorang dapat dibangun secara hierarkis dengan konsepkonsep dan proposisi-proposisi dari yang bersifat umum ke khusus. Hal tersebut
menciptakan
belajar akan lebih bermakna bila siswa menyadari adanya kaitan-
kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang
saling berhubungan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa penggunaan peta
konsep
dapat
membantu
untuk
memahami
mengemukakan seluruh pengetahuan siswa
konsep
siswa
dan
dapat
yang diperoleh siswa mengenai
suatu masalah.
33
Hagit Yarden, et al., Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory Cell Biolo gy
to College Freshmen, Journal Bioscene Volume 30 (1), 2004, p. 4.
34
Suparno, op. cit., h. 121.
35
Dahar, op. cit., h. 110-111.
22
c.
Ciri-ciri Peta Konsep
Agar
pemahaman
terhadap
peta
konsep
mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:
lebih
jelas,
maka
Dahar
36
1) Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang
studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat
sendiri peta konsep
siswa melihat bidang studi itu lebih jelas, dan
mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang
studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan
hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang
membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran
tanpa memperlihatkan gambar satu dimensi saja. Peta Konsep bukan hanya
menggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan hubungan antara
konsep-konsep.
3) Cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep
memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih
inklusif dari pada konsep-konsep lain.
4) Adanya hierarki, jika dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu
konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep
tersebut.
Ciri-ciri peta konsep tersebut dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan
yang dapat ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam
permasalahan yang ditemukan oleh siswa. Peta konsep yang dibuat siswa dapat
membantu guru untuk mengetahui macam-macam konsep yang ditanamkan
dalam pembelajaran
lebih
besar dari yang diajarkan,
untuk
mengetahui
miskonsepsi yang dimiliki siswa, dan untuk memperkuat pemahaman konseptual
guru
36
sendiri
dan
disiplin
ilmunya.
Pemahaman
ini
akan
memperbaiki
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
h. 31.
23
perencanaan dan instruksi guru. Pemetaan yang jelas dapat menghindari
miskonsepsi yang dibentuk siswa. Selain itu peta konsep merupakan suatu cara
pembelajaran yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah
informasi baru yang didapatkannya.
d.
Macam-macam Peta Konsep
Menurut Nur dalam Trianto, peta konsep ada empat macam, yaitu pohon
jaringan (network tree), rantai kejadian (event chains), peta konsep siklus (cycle
concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).37
1) Pohon Jaringan (network tree)
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang
lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep
menunjukan hubungan antara ide-ide itu. Kata-kata yang ditulis pada garis
memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu
pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftarlah konsep-konsep utama yang
berkaitan dengan konsep itu. Periksalah daftar dan mulai menempatkan ide-ide
atau konsep-konsep dalam sususnan yang berkaitan itu dari konsep utama dan
berikan hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan
cocok digunakan
untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:
a) menunjukan sebab akibat
b) suatu hirarki
c) prosedur yang bercabang
d) istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubunganhubungan.
2) Rantai Kejadian (events chain)
Nur
untuk
mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan
memberikan
suatu
urutan
kejadian,
langkah-langkah
dalam suatu
prosedur, atau tahap –tahap dalam suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian,
pertama-tama temukan satu kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini
37
Trianto, op. cit., h. 160-163.
24
disebut rantai awal. Kemudian, temukan kejadian berikutnya dalam rantai itudan
lanjutkan sampai mencapai suatu hasil. Rantai kejadian cocok digunakan untuk
memvisualisasikan hal-hal berikut:
a) memberikan tahap-tahap dari suatu proses
b) langkah-langkah dalam suatu prosedur linier
c) suatu urutan kejadian.
3) Peta Konsep Siklus (cycle consept map)
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil
final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian
awal. Karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan kembali
ke kejadian awal, siklus itu berulang dengan sendirinya. Peta konsep siklus
cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian
kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulangulang.
4) Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan
curah pendapat ide-ide berangkat dari suatu ide central, sehingga dapat
memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide ini
dan ini berkaitan dengan ide sentral itu namun belum tentu jelas hubungannya
satu sama lain. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan
hal-hal berikut:
a) tidak menurut hierarki
b) kategori yang tidak parallel
c) hasil curah pendapat.
Jelas terlihat dari macam-macam peta konsep di atas dalam materi pelajaran
dalam proses belajar mengajar yang diwujudkan dalam bentuk bagan yang
menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat berperan dalam pembelajaran
bermakna sebagai media pengajaran yang baik dan menarik karena melalui peta
konsep materi-materi pelajaran yang dianggap sulit dan rumit terlihat mudah
untuk dipahami dan dimengerti.
25
e.
Fungsi Peta Konsep
Fungsi peta konsep dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk belajar
bermakna. Menurut Sulistio dalam Zulfiani mengemukakan macam-macam cara
tentang penggunaan peta konsep untuk pembelajaran sains sebagai berikut:
38
1) Merencanakan pembelajaran
2) Perencanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum
3) Mengembangkan pengajaran
4) Diskusi
5) Laporan praktikum
6) Belajar buku teks
7) Tes
8) Instruksi melalui komputer
9) Gambaran pengetahuan sendiri
10) Analisis miskonsepsi siswa
11) Menganalisis buku teks
f.
Langkah-langkah Membuat Peta Konsep
Peta konsep yang baik agar fungsi dan tujuan pembelajran tercapai, maka
harus mengikuti tata cara dalam pembuatannya. Cara untuk membuat peta
konsep,
yaitu
siswa
dilatih
untuk
mengidentifikasi
ide-ide
kunci
yang
berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu
pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hierarki dan
terkadang peta konsep memfokus pada hubungan sebab akibat. Peta konsep
mempunyai peranan penting dalam belajar bermakna siswa karena dapat
membantu siswa memahami suatu materi pelajaran. Oleh sebab itu Arends
dalam Trianto mengemukakan langkah-langkah membuat peta konsep sebagai
berikut:
38
Zulfiani, dkk., op. cit., h. 35-36.
26
Tabel 2.2 Langkah-langkah Membuat Peta Konsep
Langkah 1
mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi
sejumlah konsep
Langkah 2
mengidentifikasi
ide-ide
atau
konsep-konsep
sekunder
yang menunjang ide utama
Langkah 3
menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta
tersebut
Langkah 4
mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama
yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut
dengan ide utama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pula langkah-langkah
menyusun peta konsep sebagai berikut:
39
1) memilih suatu bahan bacaan
2) menentukan konsep-konsep yang relevan
3) mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif
ke yang paling tidak inklusif
4) menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep
yang paling inklusif diletakkan di bagian atas (puncak) bagan tersebut lalu
dihubungkan
dengan
kata
penghubung
misalnya
“terdiri
atas”,
“menggunakan”, dan lain-lain.
Selain itu terdapat langkah-langkah lainnya dalam peta konsep seperti yang
dijelaskan oleh Ault:
40
1) Pilih item/materi untuk pemetaan
2) Pilih dan garisbawahi kata kunci atau frasa
3) Peringkatkan daftar konsep yang paling abstrak dan inklusif dari paling
umum ke spesifik
39
Trianto, loc. cit.
Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, “The Effect of Concept Mapping Instructional
Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner,” Journal of
Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012 , p. 139.
40
27
4) Tingkatan konsep menurut dua kriteria: konsep yang sama yang berfungsi
pada tingkat abstraksi dan konsep yang berhubungan erat
5) Mengatur konsep sebagai bentuk dua dimensi analog untuk jalannya peta.
Setiap konsep berlaku atau berpotensi untuk memahami suatu tujuan,
dimana jalannya ditentukan oleh konsep lain di wilayah tetangganya.
6) Link konsep terkait dengan garis dan label setiap barisnya membentuk
proposisi.
Berdasarkan kedua langkah-langkah membuat peta konsep di atas sebenarnya
keduannya hampir sama saja dalam proses penentuan dan penyusunan konsepkonsepnya agar tercipta suatu struktur yang hierarki , sehingga terjadi
kebermaknaan antar konsep. Dalam pembelajaran agar lebih bermakna, yaitu
dengan penyajian peta konsep, siswa dilatih untuk mencari tahu sendiri konsepkonsep, memperkuat dan memperkaya konsep-konsep itu secara mandiri, serta
dapat membantu memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep tesebut.
g.
Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep
Beberapa kelebihan peta konsep, diantaranya: 1). Peta konsep tidak hanya
sebagai alat belajar, tetapi juga sebagai alat evaluasi yang dapat mendorong
siswa belajar bermakna,
2). Peta konsep juga efektif dalam mengidentifikasi
baik ide-ide yang valid dan tidak valid pada siswa,41 3). Peta konsep adalah
konstruksi hubungan antara konsep-konsep dan ekspresi hubungan dua konsep
yang terkait satu dengan lainnya.
42
4). Peta konsep sebagai salah satu cara untuk
meringkas pemahaman yang diperoleh oleh siswa setelah mereka mempelajari
suatu konsep.43 Berdasarkan hal tersebut, kelebihan peta konsep tidak secara
langsung dapat mendorong aktivitas siswa yang kreatif, meningkatkan proses
41
Joseph D. Novak, “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”,
http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Und erlying%20Co
ncept%Maps.pdf diakses 13 Januari 2012.
42
Dawn M. Zimmaro, et. al., “Validation of Concept Maps As a Representation of Structural
Knowledge”, http://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%validation.pdf diakses 8
Januari 2013.
43
Joseph D. Novak, loc. cit.
28
belajar bermakna, dan memperlihat dalam bentuk gambaran besar suatu konsep
yang dipelajari sehingga dapat membantu dalam pemahaman konseptual siswa.
Sedangkan kekurangan yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran
menggunakan peta konsep yaitu:
44
(1) Menuntut pemahaman dan penguasaan materi yang lebih dan benar,
sehingga
beberapa
siswa
yang
tidak
menguasai
materi
dalam
mengembangkan peta konsep (concept maps).
(2) Dalam proses kognitif siswa umunya tidak mampu menghubungkan anatara
konsep yang satu dengan konsep lainnya atau hanya mengembangkan
sedikit konsep dan menganggap sebagai pekerjaan yang menyibukan.
(3) Mengubah proses belajar siswa dimana siswa baru dapat benar-benar
memahami setelah materi dipelajari bukan sebelumnya.
(4) Dalam penilaiannya, peta konsep tidak dapat diukur secara sederhana
karena banyaknya konsep-konsep yang disebutkan belum tentu siswa
tersebut menguasai dan memahami materi.
h.
Rubrik Penilaian Peta Konsep Novak
Salah satu kegunaan peta konsep adalah dapat digunakan sebagai alat
evaluasi
dalam
proses
pembelajaran,
artinya
kemampuan
siswa
dalam
memahami konsep dapat diukur dengan menilai peta konsep yang dibuat siswa.
Penilaian terhadap peta konsep dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kuantitatif penilaian dilakukan dengan pemberian skor terhadap kriteriakriteria penyusun suatu peta konsep. Sedangkan untuk penilaian kualitatif
diperoleh dari sebaran pernyataan yang dibentuk oleh kata penghubung,
sehingga membentuk suatu proposisi yang bermakna. Dalam peta konsep
tersebut pun diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi) dalam
memahami suatu hubungan antar konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa.
44
Tom Vilberg, “Using Concept Mapping in a Sensation and Perception Course” A Paper
Presented at the National Institute for the Teaching of Psychology University.,1996. [Online].
Tersedia: http://riven clarion.edu/trivelberg/conceptmap.html. diakses 18 Januari 2012.
29
Adapun menurut Novak penilaian kuantitatif (penskoran) suatu peta konsep
yang dibuat oleh siswa dapat dilakukan berdasarkan:
45
1. Proposisi adalah antara dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung.
Proposisi dikatakan
sahih
untuk
mendapatkan belajar bermakna,
jika
menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap proposisi yang sahih
diberi skor 1.
2. Hirarki adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang
paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas
konsep yang lebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih
jika urutan penempatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih
diberi skor 5.
3. Kaitan Silang adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu
hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan silang dikatakan
sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan
kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang
dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat
dalam menghubungkan kedua konsep sehingga hubungan antara kedua
konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang yang sahih
diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi
skor 2.
4. Contoh adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai dengan atribut
konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut tidak dituliskan di dalam
kotak karena contoh bukanlah konsep. Untuk setiap contoh yang sahih diberi
skor 1.
5. Selain itu, kriteria concept map dapat dibangun dan mencetak materi yang
akan dipetakan. Kemudian membagi skor siswa dengan skor kriteria peta
untuk memberikan persentase perbandingan. (Catatan bahwa beberapa siswa
dapat melakukan lebih baik dari kriteria dan menerima lebih dari 100%.).
45
Concept Mapping Rubrics, http://centeach.uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10 Oktober
2012.
30
Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep
Rubrik peta konsep merupakan seperangkat alat standar yang digunakan dan
telah
ditetapkan
untuk
menilai
mengartikulasikan dalam menulis
kriteria
yang
kompleks
dan
subjektif,
kriteria dan standar instruktur yang
akan
digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan siswa. Rubrik peta konsep dapat
membantu menilai kriteria untuk tujuan belajar, dapat membantu penilaian
hubungan antar konsep untuk isi matapelajaran, dan dapat membantu membuat
penilaian kriteria yang transparan.
Penilaian atau penskoran terhadap peta konsep dengan cara membandingkan
peta konsep acuan yang mengacu pada rubik penilain peta konsep Novak yang
telat dibuat sebelum pembelajaran dengan peta konsep siswa yang sesuai kriteria
yang
telah
ditentukan.
Berdasarkan
hasil
penilain
tersebut
guru
dapat
mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar dalam suatu materi tertentu,
melihat sejauh mana siswa memahami materi tersebut, mengidentifikasi dan
31
membantu guru menganalisis ada tidaknya kesalahan konsep (miskonsepsi) dari
siswa.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Yustin Yusuf, dengan judul “Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar
Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri 2
Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005”.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I) dan Sistem
Pernapasan (Siklus II), maka dapata disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
persentase aktifitas siswa, yaitu 72,40% termasuk kategori baik (Siklus I)
menjadi 81,05% termasuk kategori baik sekali (Siklus II). Rata-rata hasil belajar
siswa dari nilai post test pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I), yaitu
79,18% termasuk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian 82,05% (tidak
tuntas) meningkat pada poko bahasan Sistem Pernapasan (Siklus II) menjadi
nilai post test, yaitu 84,04% termauk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian,
yaitu 92,31% (tuntas).46
Imbi Henno et. al., dengan judul “Using Concept Mapping as Assessment
Tool in School Biology.” Penelitian ini menggunakan peta konsep sebagai alat
untuk mengumpulkan data dan sebagai alat penilaian siswa. Subjek penelitian ini
termasuk 29 peta konsep siswa sekolah menengah dari sekolah tinggi keilmuan
pada siswa kelas 9 tahun ajaran 2006/2007 yang telah diberikan perlakuaan tes
biologi sekitar sekali sebulan. Topik yang dijadikan bahan penelitian adalah
sistem pencernaan manusia dan sistem ekskresi yang dibuat peta konsep
menggunakan
program CmapTools.
Untuk
pertama kalinya siswa latihan
membuat peta konsep mengenai sistem syaraf manusia menggunakan buku teks
biologi dalam kelas komputer. Penelitian dilakukan setelah dua minggu belajar
(4 pertemuan) sistem pencernaan dan ekskresi dan mencatat PR dari buku teks
untuk
46
penilaian sumatif dalam kelas komputer,
selama 45 menit siswa
Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi Melalui
Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP N 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005,
Jurnal Biogenesis Universitas Riau Pekanbaru Vol. 2, 2006, h. 59.
32
memahami peta konsep hubungan antara sistem pencernaan dengan sistem
ekskresi menggunakan software alata peta konsep. Fokus pertanyaan penelitian
untuk peta konsep tersebut, yaitu bagaimana nutrisi diserap ke dalam darah,
kotoran meninggalkan tubuh, dan urin terbentuk. Penilaian peta konsep siswa
sebagian besar dihitung dalam hal nama-nama konsep, hubungan kata-kata yang
digunakan antar konsep dan proposisi yang sahih dan tidak sahih, daftar konsep
dan proposisi mengenai hubungan yang bermakna dari buku teks biologi. Ratarata skor didapatkan hasil koefisien kolerasi yang diukur dari isi, proposisi dan
kaitan silang pada peta konsep.
pengetahuan
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa
dasar para siswa mengenai sistem organ tubuh mengalami
peningkatan. Para siswa mengidentifikasi istilah pada fungsi organ setelah
belajar menggunakan peta konsep menjadi lebih baik. Selain itu, siswa dalam
membuat peta konsep dapat menjelaskan konsep dan secara berangsur menjadi
tahu mengenai hubungan antar sistem pencernaan dan sistem ekskresi pada
manusia.47
Penelitian yang dilakukan oleh Uuh Siti Musidah, Sarjana Pendidikan
Pendidikan Biologi, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2010 dengan
judul
“Identifikasi
Miskonsepsi
Menggunakan Peta Konsep”,
Siswa
pada
Konsep
Ekosistem dengan
bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi
yang terjadi pada siswa dalam belajar konsep ekosistem. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan subyek penelitian siswa kelas X di
SMA Negeri 19 Bandung sebanyak 40 siswa yang ditentukan secara purposive
sampling. Instrumen yang digunakan berupa peta konsep acuan dan angket.
Hasil penelitian menunjukkan siswa mengalami miskonsepsi dalam belajar
ekosistem sebesar 16.67% pada subkonsep interaksi antar komponen ekosistem,
subkonsep komponen ekosistem sebesar 8.33% siswa, subkonsep aliran energi
sebesar 3% siswa, dan subkonsep macam-macam ekosistem sebesar 0.18%
siswa. Miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh siswa adalah subkonsep
47
Imbi Henno & Priit Reiska, “Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology”,
dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting
Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia &
Helsinki, 2008), h. 1.
33
“Interaksi antar komponen ekosistem”. Miskonsepsi disebabkan karena siswa
tidak bisa menghubungkan konsep yang satu dengan konsep yang lain. Banyak
faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
miskonsepsi,
diantaranya:
ketidaklengkapan informasi yang diterima, pengalaman siswa, dan minat belajar
siswa yang rendah. Miskonsepsi juga bersumber dari lingkungan siswa yaitu dari
teman sekelasnya.48
Fransisca Dina Susilawati, dalam skripsinya “Implementasi Strategi Peta
Konsep
Dalam
Cooperatif
Learning
Sebagai
Upaya
Meminimalisasi
Miskonsepsi Bioteknologi” Di Sma Negeri 8 Surakarta, Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret-Surakarta (2008). Penelitian ini
merupakan penelitian tindakan kelas / Classroom Action Research (CAR).
Subyek penelitian adalah siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah teknik tes untuk kemampuan kognitif, teknik angket
untuk kemampuan afektif, respon siswa terhadap strategi yang diterapkan, dan
performance guru di gunakan teknik observasi untuk mengetahui kemampuan
psikomotorik.
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan
bahwa:
1.Penggunaan strategi concept mapping (peta konsep) dapat meningkatkan
kualitas
mapping
pembelajaran
(peta
materi bioteknologi.
konsep)
dapat
2.Penggunaan
strategi concept
meminimalisasi miskonsepsi pada
materi
bioteknologi di SMA Negeri 8 Surakarta.49
Sri Mursiti, dengan judul “Pembelajaran dengan Penyajian Peta Konsep
Sebagai Alternatif Mengatasi Kesulitan
Mahasiswa
Memahami Biosintesis
Alkaloid pada Matakuliah Kimia Organik Bahan Alam, dalam jurnal Widya
Tama, Vol. 4 No. 2, Juni 2007. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Kimia
FMIPA UNNES. Subyek penelitiannya adalah mahasiswa semester V yang
sedang menempuh mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam sebanyak 25 orang.
Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, tes, dan observasi. Hasil
48
Uuh Siti Musidah, “Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Ekosistem dengan
Menggunakan Peta Konsep di kelas X SMA N 19 Bandung,” Skripsi pada FPMIPA UPI
Bandung, Bandung, 2010, tidak dipublikasikan, h. 60.
49
Fransisca Dina Susilawati,” Implementasi Strategi Peta Konsep dalam Cooperatif Learning
Sebagai Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Bioteknologi di SMA N 8 Surakarta ,” Skripsi pada
Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta, 2008, tidak dipublikasikan, h. 7.
34
penelitian pada siklus I, siklus II, dan siklus III menunjukkan peningkatan hasil
belajar mahasiswa yang terlihat dari peningkatan persentase ketuntasan belajar
dan skor sebesar ≥ 71 yang diperoleh mahasiswa. Pada siklus I adalah 76%,
siklus II sebesar 84%, dan siklus III sebesar 92%. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran dengan penyajian peta
konsep dapat membantu mengatasi kesulitan mahasiswa dalam memahami
biosintesis alkaloid pada matakuliah Kimia Organik Bahan Alam. 50
C. Kerangka Berpikir
Proses belajar mengajar di sekolah antara guru dan siswa mengalami saling
interaksi dalam pertukaran ilmu. Interaksi ini menentukan berhasil tidaknya
belajar siswa. Dalam interaksi dengan siswa, guru dituntut untuk menguasai
empat kompetensi, yaitu pedagogik, sosial, kepribadian dan profesional dalam
proses belajar mengajar agar semua materi yang disampaikan dengan baik.
Guru untuk melakukan interaksi dengan siswa akan menggunakan suatu
pendekatan, strategi, metode bahkan media yang mudah diterima dan mendapat
respon yang baik dari siswa. Siswa yang dapat berinteraksi dalam pembelajaran
maka diharapkan dapat meningkat prestasi belajar. Dimisalkan pembelajaran
biologi yang berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam semesta
secara sistematis, dalam pembelajaran biologi siswa tidak hanya diharapkan
mampu menguasai fakta-fakta, namun diharapkan dapat mengetahui konsepkonsep yang satu dengan lainnya yang saling berhubungan. Sehingga dalam
mengembangkan pembelajaran biologi di kelas, hendaknya ada strategi yang
diberikan
terdapat
keterlibatan
aktif
siswa
dalam
menemukan
sendiri
pengetahuan dengan interaksi dalam lingkungan belajar.
Strategi pembelajaran yang dapat mendukung proses belajar konsep pada
siswa, yaitu dengan diciptakan belajar bermakna. Seperti pada konsep sistem
pencernaan pada manusia, seorang guru harus dapat mengembangkan berbagai
50
Sri Mursiti, “Pembelajaran Dengan Penyajian Peta Konsep Sebagai Alternatif Mengatasi
Kesulitan Mahasiswa Memahami Biosintesis Alkaloid Pada Mata Kuliah Kimia Organik Bahan
Alam di FMIPA Universitas Negeri Malang”, Jurnal Widya Tama, vol. 4 no. 2, 2007, h. 67.
35
kemampuan siswa
dengan strategi pembelajaran yang sesuai agar dapat
memperlihatkan hubungan antar konsep-konsep.
Salah satunya melalui strategi pembelajaran yang tepat diharapkan siswa
tidak hanya mengetahui dengan cara menghafalkan saja tetapi lebih ke belajar
memahami setiap konsep-konsep yang telah dipelajari, yaitu dengan peta konsep
dapat digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsepkonsep dalam bentuk proposisi. Sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat
lebih mudah dipahami dan dimengerti yang menjadikan siswa memiliki konsepsi
ilmiah
dalam
membantu
pencapaian
pemahamannya,
mengidentifikasi dan
mengungkap
yang
diharapkan
juga
dapat
kesalahpahaman (miskonsepsi)
siswa terhadap suatu konsep.
Melalui penelitian deskriptif ini peta konsep digunakan untuk menganalisis,
mencari tahu kesalahan-kesalahan yang menyimpang dari konsepsi ilmiah yang
terdapat di siswa, khususnya dalam konsep sistem pencernaan pada manusia.
Konsep sistem pencernaan pada manusia merupakan konsep yang abstrak
dengan banyaknya pembahasan konsepnya. Oleh sebab itu, kemungkinan dapat
menyulitkan
siswa
dalam
mempelajari,
menghafalkan,
dan
memahaminya,
sehingga mungkin saja ditemukan miskonsepsi pada konsep tersebut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP N 3 Tangerang Selatan Jalan Ir. H.
Juanda Ciputat 15412 tahun pelajaran 2012/2013 pada tanggal 29 April s.d 13
Mei 2013.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk
penelitian
yang
paling
dasar.
Ditunjukan
untuk
mendeskripsikan
atau
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat
alamiah ataupun rekayasa manusia.1 Penelitian deskriptif tidak memberikan
perlakuan,
manipulasi
menggambarkan
suatu
pengubahan
kondisi apa
pada
variabel-variabel
adanya
bebas,
tetapi
di lapangan ketika penelitian
berlangsung.2
Pada penelitian ini mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang
terjadi akibat proses pembelajaran, informasi yang dikaji mengenai karakteristik
tingkat
pemahaman
siswa
melalui observasi.
Fakta-fakta
yang
ditemukan
dideskripsikan menurut apa adanya pada saat penelitian berlangsung. Penelitian
ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui
miskonsepsi pada siswa kelas VIII SMP pada konsep sistem pencernaan pada
manusia.
Informasi dikumpulkan melalui peta konsep yang dibuat oleh siswa dengan
penilaiannya berdasarkan Novak & Gowin, pembuatan peta konsep dimaksudkan
untuk mengetahui kemampuan siswa membuat peta konsep dengan dibarengi
berapa banyak siswa mengalami miskonsepsi pada konsep sistem pencernaan
1
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2005), Cet. Ke-1, h..72.
2
Ibid., h. 73.
36
37
pada manusia. Selanjutnya dilakukan wawancara untuk mendapatkan informasi
tambahan data penelitian.
C. Unit Analisis
Unit
analisis
berupa
populasi dan
sampel.
Populasi adalah
wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.3 Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. 4 Dalam
penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 3
Tangerang Selatan. Dengan pertimbangan bahwa pada kelas VIII tersebut
diajarkan oleh guru bidang studi biologi yang sama dan sudah diajarkan konsep
sistem pencernaan pada manusia, sehingga didapatlah 3 kelas VIII sebagai
populasi yang mewakili keseluruhan kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.5 Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.6
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 15 siswa dari masing-masing
kelas
tersebut.
Pengambilan
sampel peneliti menggunakan
teknik
random
sampling atau acak, karena semua siswa pada tiap kelas dianggap memiliki
kesempatan yang sama. Dengan demikian total siswa yang dijadikan sampel
sebanyak 45 siswa.
D. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan dua buah instrumen untuk memperoleh data
penelitian, yaitu berupa peta konsep acuan dan pedoman wawancara. Peta konsep
acuan merupakan standar dalam penilaian atau bahan rujukan dalam menilai peta
konsep yang dibuat oleh siswa yang diperlihatkan oleh gambar 3.1. Peta konsep
3
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. Ke-10 h. 117.
4
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik , Ed. Rev., Cet. 14,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.173.
5
Sugiyono, op. cit., h. 118.
6
Arikunto, op. cit., h. 174.
38
acuan disusun berdasarkan konsep-konsep kunci yang telah dibuat sebelumnya
bersamaan dengan guru bidang studi dan dosen pembimbing, lalu peta konsep
yang sudah disusun tersebut selanjutnya divalidasi oleh ahli.
Instrumen
kedua,
yaitu
pedoman
wawancara.
Pedoman
wawancara
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengungkapkan maksud dan tujuan
yang akan dicari sebagai sumber data tambahan. Pada penelitian ini menggunakan
dua jenis pedoman wawancara, yaitu wawancara guru dan wawancara siswa.
Adapun ruang lingkup pertanyaan pada wawancara guru meliputi pembelajaran
biologi, konsep sistem pencernaan pada manusia, penggunaan peta konsep pada
konsep sistem pencernaan pada manusia, dan miskonsepsi pada konsep sistem
pencernaan pada manusia.7 Sedangkan pada wawancara siswa meliputi aspek
siswa, guru, buku teks, metode mengajar, dan konsep sistem pencernaan pada
manusia.8
Sistem Pencernaan pada Manusia
mencakup
Peta Konsep Acuan
mencakup
Saluran Pencernaan
H. 1
Kelenjar Pencernaan
meliputi
meliputi
Mekanisme
Kerja
H. 2
Organ-Organ
Pencernaan
terdiri dari
terdiri dari
terdiri dari
terdiri dari
Mekanik
Kimiawi
Esofagus
Mulut
terdiri dari
terdiri dari
terdiri dari
Lambung
Kelenjar
Hati
Usus Besar
Usus Halus
Kelenjar
Pankreas
H. 3
terjadi
terjadi
terjadi
H. 4
Lidah
Gigi
terjadi
H. 5
terdiri atas
terdiri atas
terdiri atas
terdapat
Gerakan
Peristaltik
Air Liur
Kolon
Jejenum
meliputi
Kardiak
Fundus
Pilorus
Enzim
Pepsin
HCL
Saluran
Empedu
Saluran
Pankreas
Enzim
Laktase
Usus
Datar
Enzim
Maltase
Enzim
Peptidase
menghasilkan
Enzim
Lipase
Usus
Turun
Enzim
Tripsin
Enzim
Sukrose
Proposisi
sahih
Proposisi
sahih: 46
: 47x x1 =1 46
= 47
penyakitnya
Gatritis
Enzim
Amilase
penyakitnya
penyakitnya
H. 6
menghasilkan
Usus
Naik
terdapat
Enzim
Renin
menghasilkan
Apendiks
meliputi
terdapat
terjadi
Rektum
Sekum
terdapat
terdapat
Enzim
Pliatin
Ileum
Duodenum
Bagianbagiannya
Diare
Konstipasi
Apendiksitis
Hierarki
sahih :
Hierarki
sahih
Kaitan silang
Kaitan silang :
Contoh
Contoh
:
Total
Total
Gambar 3.1 Peta Konsep Acuan
7
8
Lampiran 11, h. 135-137
Lampiran 12, h. 138-143
:
:6 x6 x5 =5 30
= 30
: 5 x 10 = 50
5 x 10 = 50
: 0x 1= 0
:0 x 1 = =0 127
= 126
39
E. Kalibrasi Instrumen
Uji keabsahan data sering ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas.
Validitas
adalah
suatu
ukuran untuk
menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen.9 Instrumen dikatakan valid
jika
telah memiliki
validitas instrumen yang dapat memenuhi persyaratan ketentuan yang ada.10
Dalam penelitian ini alat untuk mengecek kevalidan instrumen adalah dengan
validitas isi dan konstruk. Validitas isi, yaitu instrumen harus disusun terlebih
dahulu berdasarkan materi pelajaran yang telah diajarkan. Sedangkan
validitas
konstruk dengan pelaksanaan untuk mendapatkan kevalidan dikonsultasikan pada
dosen yang kompeten pada bidangnya, misal dosen pembimbing dan guru biologi
di sekolah atau tim ahli (judgement) dengan kesesuaiannya terhadap tujuan
instruksional.
Reliabilitas merupakan ketepatan suatu test yang apabila diujikan kembali
kepada subjek yang sama menghasilkan data yang dapat dipercaya karena benar
sesuai kenyataan.11
Reliabilitas menunjukan sesuatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik.12 Oleh sebab itu, realibilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana
hasil pengukuran dari suatu instrumen mewakili karakteristik yang diukur.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan dua teknik, yaitu observasi dengan
peta konsep dan wawancara. Seperti para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan
data,
yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh dengan cara
observasi.13
Observasi
dilakukan
secara
terbuka,
dimana
peneliti
menginformasikan ke siswa untuk melakukan pengumpulan data dan mengatakan
sedang melakukan penelitian.
9
Arikunto, op. cit., h. 211.
Surhasimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT.Bumi Aksara, September
2009) Cet. Ke-9, h..65.
11
Ibid., h.90.
12
Surhasimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed. Rev., Cet. 14,
(Jakarta:Rineka Cipta, 2010), h. 221.
13
Sugiyono,op. cit., h.310.
10
40
Adapun teknik observasi yang menggunakan peta konsep didasari pada
kelengkapan sebaran pernyataan pengetahuan siswa yang dibagi menjadi tiga
kriteria, yaitu tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep. Kriteria tersebut
disimpulkan
berdasarkan
pernyataan
Novak
mengenai peta konsep,
yang
digunakan untuk menditeksi miskonsepsi dan penjabaran sebaran pernyataan
keseluruhan tersebut dapat dilihat pada lampiran 2.
Berdasarkan dari pernyataan Novak yang telah dijabarkan di bab dua, dapat
diambil kesimpulan kriteria tahu konsep (TK) dikatakan apabila pernyataan antar
konsep ada proposisi/hierarki/kaitan silang sahih yang disertai kata penghubung
yang tepat sehingga menimbulkan kebermaknaan. Sedangkan kriteria miskonsepsi
(M) dikatakan apabila pernyataan antar konsep tidak terdapat hubungan yang
tepat
dari proposisi/hierarki/kaitan silang yang tidak
disertai dengan kata
penghubung yang tepat sehingga menimbulkan makna yang rancu tidak sesuai
dengan para ahli. Dan dari kriteria tersebut ada beberapa kriteria yang tidak
termasuk dalam kriteria yang dihasilkan dari pernyataan Novak. Oleh karena itu,
peneliti membuat kriteria diluar yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu kriteria
tidak tahu konsep (TTK) dikatakan apabila antar konsep tidak terdapat
proposisi/hierarki/kaitan silang tidak disertai dengan kata penghubung dan juga
terdapat konsep-konsep yang hilang.
Pada teknik kedua, yaitu wawancara dilakukan menggunakan pedoman
wawancara
yang
telah
dipersiapkan
sebelumnya.
Jenis
wawancara
yang
digunakan yaitu wawancara semiterstruktur, dimana pelaksanaanya lebih bebas
bila
dibandingkan
dengan
wawancara
terstruktur. 14
Wawancara
ini
juga
dimaksudkan untuk menelusuri permasalahan dalam penggunaan peta konsep
untuk menganalisis miskonsepsi siswa secara lebih luas. Wawancara dilakukan
setelah diperoleh data pengolahan hasil penilaian peta konsep siswa. Wawancara
dilakukan pada tiga siswa yang memiliki nilai peta konsep tinggi, sedang, dan
rendah dari tiap perwakilan kelas. Sedangkan wawancara guru dimaksudkan
untuk meneliti cara mengajar guru, konsep yang dianalisis, dan alat yang
14
Ibid., h. 320.
41
dijadikan alat ukur miskonsepsi. Adapun ruang lingkup dan aspek wawancara
terdapat pada lampiran 11 dan 12.
G. Langkah-langkah Pengumpulan Data
1.
Tahap Persiapan
Melakukan observasi ke sekolah dan wawancara guru mengenai data yang
diperlukan untuk penelitian, membuat instrument penelitian peta konsep acuan,
panduan pembuatan dan penyusunan peta konsep, dan pedoman wawancara.
Kemudian
semua
instrumen
pengambilan
data
dipertimbangan
berdasarkan
judgment untuk validitas dan reliabilitas dan kemudian diperbaiki berdasarkan
yang disarankan judgment.
2.
Tahap Pelaksanaan
Melakukan pengambilan data penelitian berupa peta konsep yang dibuat
siswa yang menjadi sample penelitian. Data diambil setelah diberikan penjelasan
mengenai peta konsep: keguanaan, cara menyusun dan membuat peta konsep serta
tujuan
pembuatan
peta
konsep,
yaitu
salah
satunya
untuk
menganalisis
miskonsepsi siswa. Kemudian setelah data didapatkan, dianalisis berdasarkan
rubik penilaian peta konsep acuan berdasarkan Novak, lalu nilai peta konsep
siswa dikelompokan berdasarkan kriteria tinggi, sedang, dan rendah sebagai dasar
untuk melakukan pedoman wawancara siswa. Selain itu, mengolah data peta
konsep berdasarkan sebaran pernyataan pengetahuan yang dilihat berdasarkan
proposisi, hierarki, dan kaitan silang yang sahih. Mengelompokan hasilnya
berdasarkan tingkat pemahaman tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.
Seluruh data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dan kualitatif mengenai
miskonsepsi pada siswa dan menentukan pada subkonsep apa yang paling banyak
mengalami miskonsepsi di konsep sistem pencernaan pada manusia.
3.
Tahap Penarikan Kesimpulan
Tahap akhir yang merupakan pengolahan kesimpulan berupa persentase
miskonsepsi yang dialami siswa kelas VIII mengenai konsep sistem pencernaan
pada manusia dan khususnya pada subkonsep tersebut.
42
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif,
yaitu menjelaskan suatu gambaran kondisi atau permasalahan apa adanya ketika
penelitian berlangsung dengan tidak menguji hipotesis atau pun membandingkan
data penelitian dengan yang sudah ada. Analisis data dilakukan secara statistik
deskriftif terhadap data kualitatif dan data kuantitatif yang berupa peta konsep
siswa dan wawancara. Data dalam penelitian ini berupa data peta konsep siswa
yang dianalisis kesesuaiannya dengan peta konsep acuan yang tervalidasi ahli.
Adapun ketentuan penskoran untuk menilai kemampuan siswa membuat peta
konsep adalah dengan cara memberi skor sesuai dengan peta konsep acuan dan
diberi penilaian berdasarkan penilaian peta konsep menurut Novak. Setelah itu
data peta konsep siswa dianalisis berdasarkan sebaran pengetahuan yang
dikelompokan berdasarkan tingkatan pemahaman yang tahu konsep, miskonsepsi,
dan tidak tahu konsep. Kemudian data diolah untuk mengetahui persentase
miskonsepsi yang terjadi pada siswa di konsep sistem pencernaan pada manusia.
Seluruh data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriftif persentase.
Langkah-langkah menganalisis data menurut Sudjana dalam Mursiti adalah
menghitung data yang diperoleh dari masing-masing responden dan memasukan
data yang diperoleh ke rumus deskriftif persentase, yaitu dengan rumus:
∑
∑
Menurut
Arikunto
dalam Mursiti,
analisis deskriptif dilakukan dengan
pemberian gambaran pelaksanaan dan hasil yang diperoleh.
15
15
Sri Mursiti, Pembelajaran Dengan Penyajian Peta Konsep Sebagai Alternatif Mengatasi
Kesulitan Mahasiswa Memahami Biosintesis Alkaloid Pada Mata Kuliah Kimia Organik Bahan
Alam, Jurnal Widya Tama FMIPA Universitas Negeri Malang Vol. 4 no. 2, 2007), h.69.
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian
Penelitian mengenai konsep sistem pencernaan pada manusia didasarkan pada
aspek nilai rata-rata total dan sebaran hubungan antar konsep-konsepnya. Acuan
yang digunakan nilai rata-rata total untuk peta konsep pada penelitian ini berasal
dari analisis berdasarkan kriteria Novak dan Gowin, 1984. Kriteria ini terdiri atas
proposisi, hierarki, dan kaitan silang yang sahih untuk melihat kebenaran dalam
pembuatan peta konsep siswa, berdasarkan gagasan yang mendasari pembentukan
peta konsep dalam teori belajar kognitif Ausubel.1 Kemudian sebaran pernyataan
antar konsep mengenai sistem pencernaan pada manusiadengan menganalisis
konsep-konsep yang tercantum sesuai atau tidakyang disertai ada tidaknya
proposisi, proposisi tersebut sahih atau tidak, hierarki, dan juga kaitan silang yang
tepat untuk menciptakan peta konsep yang baik.Penilaian dengan kriteria yang
mengacu pada Novak dan Gowin beserta sebaran pernyataan antar konsep akan
memunculkan
kebermaknaan
antar
konsep.Sehingga
dapat
mengidentifikasi
miskonsepsi dalam konsep sistem pencernaan pada manusia di peta konsep siswa.
Selain melakukan analisis peta konsep secara kuantitatif berupa persentase,
dilakukan juga analisis secara kualitatif dengan wawancara terhadap siswa
mengenai pembelajaran biologi, penggunaan peta konsep, dan konsep-konsep
pada sistem pencernaan manusia.
1.
Gambaran Karakteristik Responden yang Diteliti
Penelitian ini melibatkan 45 orang siswa yang berasal dari tiga kelas (A, B,
dan C) yang diambil sebanyak 15 orang dari setiap kelas. Kelas yang terpilih
dalam penelitian ini dikumpulkan berdasarkan guru bidang studi yang sama
1
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h.106108.
43
44
dengan karakteristik
jenis kelamin setiap kelas diambil secara acak dan
representatif. Gambaran karakteristik jenis kelamin dari ke-15 siswa kelas yang
dijadikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tiap Kelas Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah/Kelas
JenisKel
Jumlah
amin
Kelas A
Kelas B
Kelas C
L
7
6
4
17
P
8
9
11
28
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden seluruhnya sebanyak
45 orang siswa terdiri dari responden wanita sebesar 62% dan laki-laki sebesar
38%.
2.
Hasil Penilaian Peta Konsep Siswa
Peta konsepyang dibuat siswa dinilai berdasarkan peta konsep acuan yang
telahdivalidasi oleh ahli.2 Peta konsep yang dibuat siswa pada umumnya
bervariasi. Peta konsep yang dibuat siswa ada yang sesuai dengan peta konsep
acuan3 , namun ada pula beberapa konsep yang hilang serta baru muncul di luar
dari peta konsep acuan.4 Susunan peta konsep siswa umumnya dimulai dari konsep
sistem pencernaan pada manusia mencakup konsep saluran pencernaan dan
kelenjar pencernaan. Sebagian peta konsep ada yang menambahkan konsep
mengenai kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan pada manusia.5 Peta
konsep yang disusun oleh siswa sudah menunjukan struktur kognitif secara
hierarki, meskipun ada beberapa perbedaan dalam proposisi dan kaitan silangyang
dibuat siswa. Penilaian peta konsep siswa dikelompokan berdasarkan kriteria
dengan nilai tinggi, sedang dan rendah.6 Adapun hasil peta konsep siswa mengenai
konsep sistem pencernaan pada manusia dapat dilihat pada tabel berikut:
2
Lampiran 3, h. 96-98
Lampiran 9, h. 123-131
4
Lampiran 10, h. 132-134
5
Lampiran 9, loc. cit.
6
Lampiran 7, h. 119-120
3
45
Tabel 4.2 Nilai Peta Konsep Siswa
Skor Penilaian
Nama
Siswa
Jumlah
Skor
Total
(127)
(% )
Kriteria
P (47)
H (30)
KS (50)
C10
35
25
30
90
70,9
Sedang
B39
29
30
30
89
70,1
Sedang
A2
31
30
20
81
63,7
Sedang
A10
28
30
22
80
62,9
Sedang
A19
29
30
20
79
62,2
Sedang
A8
35
30
10
75
59,1
Sedang
C19
15
25
30
70
55,1
Sedang
B5
24
25
20
69
54,3
Sedang
C16
22
25
22
69
54,3
Sedang
C17
22
25
22
69
54,3
Sedang
A7
27
25
12
64
50,4
Sedang
B17
20
30
10
60
47,2
Sedang
C31
23
25
10
58
45,7
Sedang
A31
19
25
12
56
44,1
Rendah
C20
11
20
22
53
41,7
Rendah
C18
27
25
0
52
40,9
Rendah
A32
24
25
2
51
40,2
Rendah
A46
24
25
2
51
40,2
Rendah
B15
19
20
12
51
40,2
Rendah
B1
25
25
0
50
39,4
Rendah
B33
23
25
2
50
39,4
Rendah
B35
23
25
2
50
39,4
Rendah
B7
24
25
0
49
38,6
Rendah
C1
24
25
0
49
38,6
Rendah
C24
22
25
2
49
38,6
Rendah
A27
16
20
12
48
37,8
Rendah
B34
22
25
0
47
37
Rendah
C43
20
25
2
47
37
Rendah
B18
20
25
0
45
35,4
Rendah
C23
8
15
22
45
35,4
Rendah
C35
19
25
0
44
34,6
Rendah
A18
18
25
0
43
33,9
Rendah
A17
14
25
4
43
33,9
Rendah
46
SkorPenilaian
Skor
Nama
Jumlah
Total
Siswa
P
H
KS
(127)
(47)
(30)
(50)
A41
17
25
0
42
B27
16
25
0
41
A5
16
20
4
40
B16
18
20
0
38
C28
18
20
0
38
A25
16
20
0
36
C14
16
20
0
36
B23
14
20
0
34
B30
14
20
0
34
C9
14
20
0
34
A30
15
15
0
30
B9
9
15
0
24
Keterangan:
A2 = Siswa Kelas A No.Absen 2
P = Proposisi
H = Hierarki
KS = Kaitan Silang
(% )
Kriteria
33,1
32,3
31,5
29,9
29,9
28,3
28,3
26,8
26,8
26,8
23,6
18,9
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Dari hasil di atas, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Kriteria Tinggi, Sedang, dan
Rendah
Skor Penilaian
Peta Konsep Siswa
72,9% - 100%
45,9% - 71,9%
18,9% - 44,9%
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Siswa
0
13
32
Persentase
(% )
0
28,9
71,1
Selain itu,diperlihatkan juga pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Jumlah Rata-rata Proposisi, Hierarki, dan Kaitan Silang
Skor Penilaian
P
H
Jumlah
(47)
(30)
Rata-rata
20,6
23,8
Persentase (% )
43,8
79,3
KS
(50)
7,9
15,8
Skor Total
52,3
41,2
Dari ketiga tabel di atas dapat dilihat nilai peta konsep siswa dianggap belum
mampu mengkonstruk konsep-konsep sistem pencernaan pada manusia dengan
baik. Oleh karena masih belum mampu menggunakan proposisi yang sesuai antar
konsep dan antar hierarki dengan kata penghubung yang tepat. Hal ini ditunjukkan
pula dengannilai rata-rata keseluruhan peta konsep siswa, yaitu 52,4dengan
persentase 41,6% yang termasuk ke dalam kriteria rendah.Nilai tersebut jelas
47
tidak didapatkan dari kaitan silang dan proposisi yang sahih, tetapi dari hierarki
yang tercipta pada peta konsep siswa.
3.
Hasil Pengolahan Sebaran Pernyataan Peta Konsep Siswa
Hasil yang didapatkan dari peta konsep siswa
pencernaan
pada
miskonsepsi
dan
manusia
tidak
menunjukkan
tahu
konsep.
bahwa
Hasil
mengenai konsep sistem
siswa
tabulasi
masih
mengalami
sebaran
pernyataan
pengetahuan dari peta konsep yang dibuat siswa7 dengan peta konsep acuan yang
dibuat sebelumnyaberdasarkan kriteria yang tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak
tahu konsep.8 Dari kriteriatersebut untuk menentukan tingkat pemahaman siswa
berdasarkan peta konsep Novak maka dapat dilihat hasil pengelompokannya pada
tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep (TK), Miskonsepsi
(M), dan Tidak Tahu Konsep (TTK)
Presentase (% )
Konsep Sistem
Pencernaan pada
Manusia
Sistem pencernaan pada
manusia
Saluran pencernaan
Mekanisme kerja
Organ-organ pencernaan
Mulut
Air liur
Kerongkongan
Lambung
Usus halus
Duodenum
Jejenum
Usus besar
Kolon
Kelenjar Pencernaan
Kelenjar hati
7
8
Lampiran 9, loc. cit.
Lihat Bab III, h. 38.
Tahu
Konsep
(TK)
Miskonsepsi
(M)
1a
84,4
15,6
Tidak
Tahu
Konsep
(TTK)
0
1b
1c
1d
1e
1f
1g
1h
1i
1j
1k
1l
1m
1n
1o
1p
2a
2b
88,9
100
71,1
28,9
17,8
11,1
24,4
13,3
22,2
84,4
6,7
4,4
0
20
2,2
88,9
11,1
8,9
0
28,9
46,7
0
6,7
2,2
24,4
2,2
0
20
26,7
48,9
0
6,7
2,2
26,7
2,2
0
0
24,4
82,2
82,2
73,3
62,2
75,6
15,6
73,3
68,9
51,1
80
91,1
8,9
62,2
No.
Pernyataan
48
Presentase (% )
Konsep Sistem
Pencernaan pada
Manusia
No.
Pernyataan
Tahu
Konsep
(TK)
Miskonsepsi
(M)
2,2
28,9
20
6,7
28,9
40
Tidak
Tahu
Konsep
(TTK)
91,1
42,2
40
0
40
60
33,2
17,4
49,4
2b*
Kelenjar pankreas
2c
Pencernaan secara
3a*
mekanik
Pencernan secara
3b *
kimiawi
Rata-rata
Keterangan : * kaitan silang
Dari tabel di atas,masih terdapat miskonsepsi di peta konsep siswa, yaitu
tertinggi pada penyusun konsep mulut (pernyataan 1e) denganpersentasesebesar
46,7% dan konsep usus besar (pernyataan 1n)dengan persentase sebesar48,9%
dan tidak ditemukan miskonsepsi pada konsep mekenisme kerja, air liur, usus
halus
dan kolon.
Hal ini dikarenakan beberapa siswa ada
yang tidak
mencantumkan konsep tersebut. Sedangkan untuk kaitan silang tertinggi yang
dimiskonsepsikan pada konsep pencernaan secaramekanik dengan konsep gigi
dankonseppencernaansecarakimiawidengankonsepenzim
ptyalin,
lambungdanusushalus(pernyataan 3adan 3b) dengan persentase sebesar 40%. Hal
ini dikarenakan siswa belum mampu membuat kaitan silang yang tepat antar
konsep dengan kata penghubung yang sesuai. Ada pun ditemukan konsep-konsep
di luar yang tercantum di peta konsep acuan yang berasal dari beberapa peta
konsep siswa dapat dilihat pada lampiran 10.
4.
Hasil Wawancara Siswa
Wawancara dilakukan dengan mengambil perwakilan sebanyak tiga siswa
dari tiap nilaitertinggi, sedang, dan rendah.Hasil wawancara tersebut dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
49
Tabel 4.6Rekapitulasi Kisi-kisi Hasil Wawancara Siswa9
No.
1.
Aspek
Siswa
Pertanyaan
Minat
siswa
terhadap
pembelajaran biologi konsep
sistem pencernaan pada manusia
Subkonsep sistem pencernaan
pada manusia yang dianggap
sulit
Cara belajar siswa
belajar di sekolah
2.
Persentase (% )
sebelum
Konsep sistem pencernaan pada
manusia yang bertentangan
dengan pengetahuan siswa
Konsep
Sistem Kesulitan
dalam memahami
Pencernaan pada konsep sistem pencernaan pada
Manusia
manusia
Menggunakan Peta
Konsep
Kesulitan membuat peta konsep
sistem pencernaan pada manusia
9
3.
Guru
4.
Cara Mengajar
Lamipran 12, h. 138-143
 Suka (55,6%)
 Tidak suka(44,4%)
 Saluran pencernaan (22,2%)
 Organ-organ
pencernaan
(33,3%)
 Kelenjar pencernaan (11,1%)
 Kelainan dan penyakit (33,3%)
 Belajar dahulu di rumah
(11,1%)
 Kadang-kadang (44,4%)
 Tidak (44,4%)
 Subkonsep
enzim
ptialin
(22,2%)
 Tidak ada (77,8%)
 Konsep dari organ-organ dan
kelaianan dan penyakit pada
sistem pencernaan (55,6%)
 Konsep
dari
kelenjar
pencernaan (22,2%)
 Kelainan dan penyakit sistem
pencernaan (22,2%)
 Mencantumkan dan meletakan
setiap konsep pada peta konsep
(100%)
 Paham (44,4%)
 Sedikitpaham (55,6%)
 Lebih paham (44,4%)
 Sedikit paham (55,6%)
Pemahaman
terhadap
peta
konsep yang dibuat siswa
Pendapat siswa mengenai peta
konsep untuk miskonsepsi pada
sistem pencernaan manusia
Pendapat
siswa
mengenai  Mudah (11,1%)
kegiatan pembuatan peta konsep  Sedikit sulit (55,6%)
 Sulit (33,3%)
Kesesuaian penjelesan guru  Sesuai (44,4%)
dengan buku dan pengetahuan  Tidak sesuai (55,6%)
siswa sebelumnya
Pendapat
siswa
mengenai  Benar (100%)
konsep tersebut
Cara
mengajar
ketika  Sudah baik (100%)
menerangkan konsep sistem
pencernaan pada manusia
Cara mengajar yang diinginkan  Tanya jawab (33,3%)
siswa
 Tugas
kelompok
dan
presentasi (11,1%)
 PPT menggunakan infokus
(11,1%)
 Diskusi kelompok (11,1%)
 Tugas individu (33,3%)
50
No.
5.
Aspek
Buku Teks
Pertanyaan
Persentase (% )
Buku teks yang digunakan guru
dan siswa
Kegunaan buku teks untuk
membantu siswa
Bahasa
dan
kedalaman
pembahasan
Konsep yang bertentangan dalam
buku dengan pengetahuan siswa
sebelumnya
 Buku BSE dan satu buku
terbitan lain (100%)
 Membantu siswa (100%)




Mudah dipahami (22,2%)
Tidak mudah dipahami (77,8%)
Ada (22,2%)
Tidak ada (77,8%)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa hanyasebagian besar yang
menyukai pembelajaran biologi konsep sistem pencernaan pada manusia dan
membiasakan diri belajar di rumah konsep tersebut sebelum dipelajari di sekolah.
Selain itu lebih dari 70% menyatakan konsep yang disampaikan sudah sesuai
dengan pengetahuan sebelumnya. Meskipun demikian masih ditemukan kesulitankesulitan siswa dalam mempelajari konsep-konsep tersebut misalkan kelainan dan
penyakit sistem pencernaan karena mencakup organ yang terinfeksi dan istilah
ilmiah yang digunakan sehingga tidak mudah untuk memahami dan mempelajari
konsep tersebut.
Berdasarkan aspek penggunaan peta konsep sistem pencernaan pada manusia
untuk menganalisis pengetahuan siswa, hasil wawancara menyatakan sebagian
besar masih mengalami kesulitan dalam memahami dan menjelaskan konsep
tersebut dengan peta konsep. Hal ini mungkin dikarenakan seluruh siswa masih
kesulitan mencantumkan dan meletakkan konsep-konsep pada peta konsep yang
dibuat
berdasarkan
proposisi,
hierarki,
dan
kaitatan
silang
yang
akan
dicantumkan, disertai kata penghubung yang tepat. Salah satunya sebagian besar
mengalami kesulitan dalam menyebutkan konsep organ-organ pencernaan dan
kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan. Selain itu juga, ditunjukkan oleh
pernyataan siswa lebih dari 50% masih sedikit sulit dalam kegiatan pembuatan
peta konsep sistem pencernaan pada manusia.
Sedangkan pada aspek guru,meskipun lebih dari 50% siswa menyatakan
penjelasan yang disampaikan kurang lengkap, konsep-konsep yang disampaikan
sudah benar sesuai dengan buku teks. Berdasarkan metode mengajar pun guru
sudah baik dalam penyampaian konsep kepada siswa, yaitu dengan tanya jawab
51
dan menggunakan media gambar. Hal ini didukung juga dari hasil pernyataan
siswa terlihat lebih banyak siswa yang menginginkan tanya jawab dan tugas
individu, yaitu salah satunya dengan tugas menggambar organ-organ pencernaan
beserta bagian-bagiannya.
Berdasarkan wawancara,diketahui bahwa buku teks yang digunakan siswa
dan guru adalah buku BSE dan satu buku dari terbitan lain. Akan tetapi yang
dominan dipakai buku terbitan lain di kelas. Meskipun kenyataanya dari segi
bahasa dan kedalam pembahasaan buku tersebut lebih dari 70% menyatakan tidak
mudah dipahami dan dipelajari oleh siswa. Hal ini ditunjukkan contohnya pada
konsep organ-organ pencernaan dan kelainan dan penyakit sistem pencernaan
yang penjelasanya masih sulit dimengerti sehingga menimbulkan pertentangan
dengan pengetahuan siswa, yaitu mengenai kelengkapan penjelasan konsep
tersebut pada buku teks.
B. Pembahasan
Dari tabel 4.2 diketahui sebagian besar nilai peta konsep siswa termasuk
kriteria rendah dengan tidak ditemukan siswa yang memiliki kriteria tinggi yang
diperlihatkan oleh tabel 4.3. Hal ini dikarenakan berdasarkan dari tabel 4.4
memperlihatkan nilai rata-rata proposisi dan kaitan silang kurang dari 50%
dengan nilai rata-rata kaitan silang sebesar 15,8% masih sangat jauh di bawah
nilai peta konsep acuan. Padahal kaitan silang yang sahih memberikan nilai skor
tertinggi dibandingkan proposisi dan hierarki.
Berdasarkan dari nilai tabel tersebut, nilai rendah peta konsep yang didapat
siswa disebabkan siswa tidak bisa membuat proposisi dan kaitan silang dengan
disertai kata penghubung yang tepat. Padahal proposisi terdiri dari beberapa
unsur, yaitu suatu hubungan dan sekumpulan argumen, berupa suatu hubungan
berperan menerangkan dan membatasi suatu argumen.
10
Proposisi bukan saja
berupa kata, frasa, dan kalimat tetapi berupa gagasan yang bersifat lebih abstrak. 11
Seseorang menyimpan memorinya sebagai proposisi bermakna sehingga ia mudah
10
11
Dahar, op.cit., h.32
Ibid., h. 34
52
untuk menyampaikan gagasan itu kepada orang lain. Proposisi dikatakan shahih
jika menggunakan kata penghubung yang tepat, dengan nilai skor 1.
Hierarkitidak valid
karenakonsep yang
dicantumkansalah
Proposisitidak valid karena kata
penghubung yang digunakantidaktepat
Gambar 4.1 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Rendah
Sedangkan kaitan silangadalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep
pada satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan silang
dikatakan
sahih
jika
menggunakan
kata
penghubung
yang
tepat
dalam
menghubungkan kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan
silang dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang
tepat dalam menghubungkan kedua konsep,sehingga hubungan antara kedua
konsep tersebut menjadi kurang jelas, untuk setiap kaitan silang yang sahih diberi
skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi skor
2.Kaitan silang memperlihatkan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang
lain masih terdapat hubungan.
53
Hierarkitidak valid
karenaadakonsepyang
lebihinklunsiftidakdicantumkan
di atasnya
Kaitansilangtidak
valid karenakonsep
yang dikaitkansalah
Gambar 4.2 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Sedang
Nilai rata-rata peta konsep siswa memperlihatkan proposisi dan kaitan silang
yang dibuat siswa masih di bawah peta konsep acuan dibandingkan hierarki. Oleh
sebab itu siswa pada umumnya dianggap belum tahu konsep sistem pencernaan
pada manusia karena tidak dapat membuat proposisi dan kaitan silang yang sahih,
meskipun mendapatkan nilai hierarki yang cukup baik. Hierarkiadalah tingkatan
dari konsep yang paling umum sampai konsep yang paling khusus. Urutan
penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas konsep yang lebih khusus.
Hierarki dikatakan sahih jika urutan penempatan konsepnya benar, untuk setiap
hierarki yang sahih diberi skor 5.
54
Hierarki dikatakan valid
karena konsep tersusun
dari umum ke khusus
Gambar 4.3 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Tinggi
Nilai peta konsep yang rendah disebabkan adanya miskonsepsi pada
siswa.Berdasarkan pada tabel 4.5 dari hasil analisis rata-rata siswa mengalami
miskonsepsi pada konsep sistem pencernaan pada manusia, yaitu sebesar 17,4%.
Menurut Mc Clure, menyebutkan salah satu faktor-faktor yang berperan sebagai
kesalahan dalam tes peta konsep sendiri juga, yaitu variasi dalam kemampuan
pemetaan konsep siswa, variasi dalam pengetahuan konten yang mengevaluasi
peta konsep dan konsistensi peta konsep yang dievaluasi dapat memunculkan nilai
yang bervariasi.12 Oleh sebab itu, konsistensi penilaian peta konsep siswa
dilakukan secara kuntitatif dan kualitatif berdasarkan perbandingannya dengan
peta konsep acuan yang tervalidasi ahli sebagai acuannya, sehingga dapat
diketahui miskonsepsi yang terjadi di peta konsep siswa.
Analisis miskonsepsi yang terjadi pada siswa berdasarkan sebaran pernyataan
pengetahuan dari peta konsep siswa. Seperti sama halnya yang diungkapkan
Zeilik, menyatakan analisis peta konsep dengan cara berfokus terutama pada
aspek kualitatif dari peta konsep siswa dengan penekanan pada akurasi atau
12
John R. Mc Mclure, et. al., “Concept Map Assessment of Classroom Learning: Reliability,
Validity and Logistical Practicality,”Journal of Research in Science Teaching, Vol. 36, No. 4,
1999, p. 477.
55
keabsahan yang mewakili pengetahuan siswa. 13 Peta konsep yang dibuat siswa
dianalisis berdasarkan tiga kategori yang diambil dari Novak, yaitu dari proposisi
setiap konsep, hierarki, dan kaitan silang antar konsep dalam hierarki yang sama
atau pun berbeda. Sedangkan untuk contoh tidak dimasukkan dan dalam peta
konsep acuan pun tidak dicantumkan karena contoh tersebut bisa digantikan
dengan kaitan silang antar konsep yang menunjukkan hubungan antar konsep.
Contoh sendiri merupakan kejadian atau objek spesifik yang sesuai untuk
menjelaskan suatu konsep.14 Oleh karena itu dalam peta konsep tidak dianjurkan
adanya pengulangan konsep yang sama karena dapat menyulitkan dalam penilaian
peta konsep disebabkan adanya konsep ganda.
Peta konsep siswa dibandingkan dengan peta konsep acuan yang tervalidasi
dengan
melihat pernyataan-pernyataan dari proposisi yang berada pada peta
konsep siswa. Dari hasil analisis peta konsep siswa juga ditemukan juga selain
konsep-konsep yang sesuai dengan peta konsep acuan juga terdapat konsepkonsep baru yang muncul yang beberapa ada yang sahih dan tidak. Hal ini juga
disebutkan oleh Yarden, bahwa dari konsep-konsep yang sama sejumlah peta
konsep berbeda dapat dibangun, selama konsep-konsep sahih tersebut dapat
mewakili hubungan yang benar antara konsep-konsep.15
Hasil analisis menunjukan tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang
diidentifikasi satu persatu dengan mengecek kebenaran peta konsep siswa yang
berupa sebaran pernyataan pengetahuan. Tingkat pemahaman konsep tersebut
kemudian dikelompokkan menjadi tiga,yaitu tahu konsep, miskonsepsi, dan tidak
tahu konsep. Tahu konsep apabila konsep-konsep tersebut sama seperti peta
konsep acuan dengan disertai proposisi, hierarki, dan kaitan silang yang sahih
yang masing-masing menggunakan kata penghubung yang sesuai.
Miskonsepsi
apabila konsep-konsep sesuai peta konsep acuan, tetapi tidak disertai proposisi,
hierarki, dan kaitan
13
silang yang sahih dengan kata penghubung yang kurang
Michael Zeilik, Concept Mapping, Tersedia di
http://www.wcer.wise.edu/archive/cI1/flag/cat/conmap/conmap7.htm diakses 10 Oktober 2012.
14
Concept Mapping Rubrics , Tersedia di http://centeach,uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10
Oktober 2012.
15
Hagit Yarden, et al., Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory Cell Biolog y
to College Freshmen, Journal Bioscene,Vol. 30 (1), 2004, p. 5
56
tepat, sehingga pernyataan tersebut bisa saja menimbulkan dua pemahaman yang
berbeda. Sedangkan kriteria tidak tahu konsep apabila konsep-konsep yang
tercantum tidak sesuai dan tidak sahih berdasarkan proposisi, hierarki, dan kaitan
silang serta tidak adanya kata penghubung yang tepat atau pun tidak dicantumkan
padapetakonsep.
Berfokus pada penelitian untuk mencari tahu miskonsepsi yang ditemukan
pada siswa di kelas VIII SMP Negeri 3 Tangerang Selatan dalam belajar konsep
sistem pencernaan pada manusia dilihat dari hasil sebaran pernyataan pada peta
konsep siswa. Hal ini menunjukkan bahwa masih ditemukan miskonsepsi pada
siswa yang disebabkan oleh konsep-konsep tersebut dalam penjelasan di buku
atau pengetahuan yang didapatkan dari guru kurang lengkap. Subkonsep yang
dimiskonsepsikan tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya. Seorang
siswadapat mengalami miskonsepsi atau tidak paham konsep dibedakan secara
sederhana dengan membandingkan benar tidaknya sebaran pernyataan peta
konsep yang dibuat siswa dengan peta konsep acuan yang telah tervalidasi ahli
dengan melihat subkonsep dari konsep yang tercantum,yaitu proposisi, hierarki,
dan kaitan silang yang tepat.
Miskonsepsi yang dialami siswa juga dikarenakan dalam membuat peta
konsep ini masih banyak kesulitan bagi siswa dalam menentukan dan meletakan
konsep dengan kata penghubung yang tepat yang didukung dari pernyataan
wawancara siswa. Hal inipun secara tidak langsung dapat dijadikan sebagai alat
evaluasi terhadap materi yang telah dipelajari oleh siswa. Guru dengan peta
konsep
dapat
mengetahui
penggunaannya untuk
menganalisis
konsep
juga
yang
sejauh
mana
pemahaman
siswa,
dan
kesalahpahaman (miskonsepsi) terhadap
telah dipelajari tersebut.
Sejalan dengan yang diungkapkan
Kharatmal, bahwa keuntungan peta konsep digunakan untuk alat diagnostik,
pedagogis, penilaian, pengumpulan data, alat pengetahuan organisasi yang efektif
dalam
memperlihatkan
pengetahuan,
menggambarkan
kesalahpahaman,
menelusuri perubahan konseptual siswa dalam memahami suatu konsep.16
16
Meena Kharatmal, “Concept Mapping for Eliciting Students Understanding of Science”,
Journal Indian Educational Review, Vol. 45, No. 2,2009, p. 34-35.
57
Hasil analisis miskonsepsi pada peta konsep siswa pada tabel 4.5juga
memperlihatkan paling banyak terjadi pada konsep mulut, yaitupernyataan 1e
denganpersentase 46,7% dan konsep usus besar, yaitu pernyataan1n dengan
persentase 48,9%. Sedangkan untuk kaitan silang antar konsep pada pernyataan 3a
dan 3b mengalami paling banyak miskonsepsi siswa dengan persentase 40%.
Miskonsepsi
yang
muncul
mungkin
dikarenakan
siswa
tersebut
yang
mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Sehingga tidak mustahil kejadian ini
dapat memunculkan kesalahan dalam menyusun peta konsep tersebut. Hal ini
dapat pula dikarenakan siswa belum terbiasa mengkonstruksi konsep sistem
pencernaan pada manusia secara tepat dan belum mempunyai kerangka ilmiah
yang dapat digunakan sebagai patokan dalam membangun pengetahuannya. Oleh
sebab itu, siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang didapatkan yang
mungkin berasal dari pengalamannya sehari-hari.
Pada konsep mulut berdasarkan lampiran 9ditemukan pada siswa kelas VIII
yang mengalami miskonsepsi dengan proposisi berdasarkan tabel 4.3adalah pada
pernyataan 1e, yaitu: Mulut terdapat gigi dan lidah (13,3%), Mulut terdapat lidah,
air liur, dan enzim ptialin (2,2%), Mulut terdapat enzim ptialin (11,1%), mulut
terdapat gigi, lidah, dan enzim (4,5%), Mulut terdapat mulut, gigi, dan enzim
ptialin (4,5%), Mulut terdiri dari gigi, lidah, dan enzim ptialin (2,2%), Mulut
terdiri atas gigi, lidah, dan enzim ptialin (2,2%), Mulut terdiri atas gigi dan lidah
(2,2%), Mulut terdiri atas mulut, gigi, dan air liur (2,2%), dan Mulut terjadi gigi
dan lidah (2,2%).
Hal ini menunjukan bahwa masih lebih banyak siswa yang
menyatakan di mulut hanya terdapat gigi dan lidah, sedangkan ada juga konsep
enzim ptialin diletakan di bawah konsep mulut, padahal seharusnya enzim ptialin
ada di bawah konsep air liur. Sehingga hal inilah yang menyebabkan terjadinya
miskonsepsi.
Pada konsep usus besar pada pernyataan 1n yaitu: usus besar terdiri atas usus
buntu (2,2%), usus besar terdiri dari kolon dan rektum (17,8%), usus besar terdiri
atas kolon dan rektum (4,5%), usus besar dibagi menjadi kolon dan rektum
(4,5%), usus besar terdapat kolon dan rektum (4,5%),
ususbesarterdiriatasenzim
lipase, amilase, dan tripsin (2,2%), usus besar terbagi atas kolon dan rektum
58
(6,7%), usus besar terdapat kolon, rektum dan bakteri E.coli (2,2%), usus besar
penyakitnya diare, apendiksitis, konstipasi, dan hemoroid (2,2%), dan usus besar
penyakitnya apendiksitis dan konstipasi (2,2%). Hal ini menunjukan bahwa siswa
masih belum paham mengenai subkonsep saluran pencernaan dalam menentukan
konsep-konsep yang tercantum, siswa rata-rata kebanyakan menyatakan hanya
ada 2 buah konsep di bawah konsep usus besar, padahal usus besar terdiri dari
kolon, rektum, sekum dan apendiks.17
Pada kaitan silang antar konsep berdasarkan lampiran 9 ditemukan pada
siswa kelas VIII yang mengalami miskonsepsi dengan proposisi yang paling
banyak diperlihatkan pada tabel 4.3 adalah pada pernyataan 3a, yaitu: pencernaan
secara mekanik terdapat di mulut (15,6%), pencernaan secara mekanik alat
pemprosesnya
mulut
(2,2%),
(17,8%),pencernaan
secara
dan
pencernaan
mekanik
mekanik
melalui
terjadi di mulut
mulut
(2,2%),
danpencernaansecaramekanikenzim di mulut (2,2%). Hal ini menunjukkan bahwa
siswa masih belum paham mengenai kaitan silang antar konsep
tentang
pencernaan secara mekanik yang diperlihatkan oleh pernyataan siswa mengenai
pencernaan mekanik terjadi di mulut. Pernyataan tersebut kurang tepat, padahal
pencernaan mekanik di mulut terjadi dengan bantuan gigi.
Selain itu juga pada pernyataan 3b, yaitu: pencernaan secara kimiawi terjadi
di mulut (2,2%),
pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung (4,4%),
pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung dan usus halus (15,6%), pencernaan
secara kimiawi terdapat di enzim ptialin (4,4%), pencernaan secara kimiawi
terdapat di usus halus dan usus besar (4,4%), pencernaan secara kimiawi terjadi di
kerongkongan (2,2%), pencernaan secara kimiawi terdapat di mulut (2,2%),
pencernaan secara kimiawi melalui lambung (2,2%), dan pencernaan secara
kimiawi enzim di mulut (2,2%). Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih belum
paham mengenaikaitan silang antar konsep tentang pencernaan secara kimiawi
yang diperlihatkan oleh pernyataan siswa tersebut kurang tepat dari konsepkonsep yang dikaitkan tidak lengkap, padahal pencernaan secara kimiawi terjadi
di enzim ptialin, lambung, dan usus halus.
17
Lampiran 6, h.114-118
59
Namun berdasarkan hasil analisis tersebutpada table 4.5, walaupun terjadi
miskonsepsi pada peta konsep yang dibuat siswa tidak sebesar persentase kategori
dalam tidak
tahu
konsep.
Miskonsepsi yang
muncul tersebutakibat
dari
kesalahpahaman konsep yang terbentuk dari pengetahuannya yang berbeda
dengan pengetahuan para ahli.18 Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan
Dahar, bahwa miskonsepsi biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsepkonsep pada peta konsep siswa yang mengakibatkan proposisi yang salah19
dimana peta konsep adalah teknik untuk eksternalisasi konsep dan proposisi yang
menyatakan
hubungan
antara
bermakna.20 Walaupun demikian
konsep-konsep
agar
terjadi
pembelajaran
mengakibatkan pemahaman siswa tidak sesuai
dengan harapan dimana timbul bukan dari pembelajaran hapalan saja. Selain itu,
menurut Marbach-Ad dalam Yarden menyatakan bahwa miskonsepsi dapat juga
terjadi dari kecenderungan siswa dalam memahami istilah atau konsep-konsep
yang sebagian definisi bersifat tumpang tindih, dimana diantara konsep-konsep
tersebut memiliki nama yang sama.21 Contohnya ditemukan dalam peta konsep
siswa ada pernyataan yang menyebutkan bahwa organkerongkongan menjadi
tenggorokan.22
Selain yang telah disebutkan miskonsepsi yang dianalisis sesuai peta konsep
acuan ditemukan juga pernyatan-pernyataan proposisi di luar yang dicantumkan
meskipun tidak semua ditemukan dalam peta konsep siswa. Sebagian besar
pernyataan
tersebut
juga
mengalami miskonsepsi.
Pernyataan proposisi ini
muncul mungkin diakibatkan karena buku teks yang siswa gunakan ketika belajar
di kelas. Hal ini ditunjukkan dari wawancara siswa lebih dari 70% menyatakan
buku teks yang digunakan dari segi bahasa dan kedalaman pembahasan masih
sulit untuk dimengerti siswa. Sehingga dapat disimpulkan mungkin saja hal ini
terjadi karena buku teks itu mempengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep
yang dipelajari siswa dari segi isi, bahasa dan keterbacaannya. Hal ini sejalan
18
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep Dalam Pendidikan Fisika , (Jakarta:
Grasindo, 2005), h. 6.
19
Dahar, op. cit., h. 111.
20
Yarden, et al.,op. cit, p.4.
21
Ibid.
22
Lampiran 9, h.125
60
dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 43 ayat 5 yang menyatakan buku teks pelajaran dinilai
kelayakan isi, kelayakan bahasa, kelayakan penyajian dan kegrafikaannya oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan dan ditetapkan oleh Peraturan Menteri.23
Penilaian terhadap buku teks sangatlah diperlukan agar dapat membantu guru
dan siswa menggunakan dan memehami konsep dalam materi yang akan
diajarkan, sehingga tidak terjadi miskonsepsi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 11 Tahun 2005
Pasal 1 tentang buku teks pelajaran, yaitu Buku teks pelajaran adalah buku
acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang membuat materi pembelajaran
dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan
kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun
berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. 24
Penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa sendiri selain yang telah
disebutkan juga sebelumnya, didukung pula dari pernyataan Suparno, yaitu
miskonsepsi terjadi dapat berasal dari siswa itu sendiri, pengajar atau guru di
sekolah, buku teks pelajaran yang digunakan, konteks dan cara mengajar guru di
kelas.25
Sedangkan menurut Tekkaya faktor lain juga yang memberikan
konstribusi munculnya miskonsepsi adalah ketika siswa menggabungkan konsepkonsep baru yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada. Sehingga dapat
menciptakan konseptual konflik dalam pikiran siswa. 26 Misalkan konsep yang
mereka ketahui atau didapatkan di tingkatan sekolah sebelumnya yang memang
ternyata masih mengandung miskonsepsi.
Miskonsepsi yang dialami siswa pada hakikatnya bertentangan dengan
pengetahuan para ilmuan. Selain itu, kenyataannya hal tersebut sulit untuk
diluruskan sesuai pemikiran para ahli. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
Suparno, berdasarkan pengalamannya, miskonsepsi sulit dibenahi atau dibetulkan,
23
Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008
Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V, h.164.
24
Ibid., h. 60-61.
25
Suparno, op. cit. h. 53.
26
Ceren Tekkaya, “Misconceptions as Barrier to Understanding Biology”, Hacettepe Universites
Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.260.
61
terlebih bila miskonsepsi itu dapat membantu memecahkan persoalan tertentu, 27
misalkan permasalahn dalam kehidupan sehari-hari, maka miskonsepsi itu akan
melekat selama belum ada konsep yang benar-benar masuk akal yang dapat
dipahami oleh siswa.
Dalam hal ini peranan guru sangat penting untuk
mengetahui pada tingkatan pemahaman manakah pengetahuan siswa mengenai
suatu konsep dan guru pun perlu belajar mengerti cara berpikir siswa sehingga
dapat membantu agar pemahaman siswa benar dan mengembangkanya mendekati
pemahaman
para
ilmuan
sehingga
diharapkan
tidak
ditemukan
kembali
kesalapahaman konsep.
Berdasarkan hasil dari penilaian dan analisis terhadap peta konsep siswa
menunjukkan kemampuan siswa membuat peta konsep termasuk kedalam kriteria
rendah
dengan
pemahaman
mereka
mengenai konsep
tersebut ditemukan
miskonsepsi sebesar 17,4% dengan lebih banyak yang tidak tahu konsep sebesar
49,4%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penggunaan peta konsep untuk
menganalisis miskonsepsi siswa efektif dalam mengetahui tingkat pemahaman
dan mengungkapkan miskonsepsi siswa.
Hasil penelitian ini senada dengan apa yang diungkapkan Novak & Gowin
dalam Suparno, menyatakan peta konsep mengungkapkan hubungan berarti antara
konsep-konsep dan menegaskan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hierarki,
dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta
konsep tersebut. Peta konsep diidentifikasi dengan melihat hubungan antara
konsep-konsep itu benar atau salah dan biasanya juga dilihat dari proposisi yang
digunakan salah serta tidak adanya hubungan lengkap antar konsep. 28 Oleh sebab
itu perlu ada cara untuk mengatasi masalah yang terjadi pada siswa, seperti
dengan mengungkap miskonsepsi tersebut, mencari penyebabnya dan mengambil
tindakan yang sesuai terhadap miskonsepsi yang mereka alami. Misalkan dari cara
belajar siswa, cara mengajar guru dan bahkan buku teks yang mungkin terdapat
miskonsepsi dalam menjelaskan konsep pelajaran.
27
28
Suparno, op. cit. h. 7.
Ibid., h. 121.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta konsep untuk menganalisis
miskonsepsi siswa
efektif menyelidiki kesalapahaman pada konsep
sistem
pencernaan pada manusia. Miskonsepsi yang ditemukan pada konsep sistem
pencernaan
pada
manusia
adalah
17,4%.
Adapun
subkonsep
yang
dimiskonsepsikan terbesar terdapat pada subkonsep mulut dengan rata-rata 46,7%,
usus besar dengan rata-rata 48,9%, dan subkonsep pencernaan secara mekanik
serta subkonsep pencernaan kimiawi dengan rata-rata 40%.
Miskonsepsi yang
terjadi pada
siswa
tersebut berdasarkan penelitian
menggunakan peta konsep dan wawancara, disebabkan karena berbagai hal, yaitu
dari hasil analisis peta konsep siswa diketahui ketidaklengkapan konsep-konsep
yang tercantum, tidak menggunakan kata penghubung yang tepat, dan tidak dapat
membuat kaitan silang yang tepat. Sedangkan dari wawancara diketahui motivasi
dan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran biologi, cara belajar, pengetahuan
siswa yang berasal dari pengalamannya dahulu, dan ketidaklengkapan informasi
yang didapat ketika proses belajar mengajar, serta buku teks pelajaran yang
digunakan siswa dari bahasa dan kedalaman pembahasan yang sulit dipahami.
B. Saran
Berikut ini beberapa saran yang diajukan peneliti, yaitu:
1.
Bagi guru, diharapkan lebih memperhatikan dalam menyampaikan konsep
yang diajarkannya agar siswa tidak mengembangkan konsepsi yang salah dan
tidak mengemukakan konsep berdasarkan pendapatnya sendiri. Kemudian
memilih dan merancang strategi pembelajaran yang tepat agar kesalahan
dalam memahami konsep (miskonsepsi) tidak terjadi pada siswa. Diharapkan
juga guru dapat memberikan remediasi secepat mungkin ketika ditemukan
miskonsepsi pada siswa tersebut, karena jika dibiarkan akan terus terjadi dan
62
63
dapat mengganggu pemahaman konsep siswa selanjutnya yang terkadang
masih berkaitan antar konsep tersebut.
2.
Memberikan latihan yang lebih sering kepada siswa untuk membuat peta
konsep agar terhindar dari kesalahan dalam membuat peta konsep dan dalam
penyusunannya harus didukung dengan motivasi, sehingga peta konsep yang
dibuat menjadi bermakna serta diharapka tidak ditemukan miskonsepsi pada
peta konsepnya.
3.
Bagi peneliti lain,
diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai miskonsepsi pada konsep-konsep biologi dengan melakukan teknik
analisis yang lainya, seperti CRI, pilihan ganda beralasan, analogi, two-tier
test, wawancara klinis, test esai tertulis, dan atau gabungan dari beberapa
teknik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Pustaka. 2007.
Arikunto,
Surhasimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.Bumi
Aksara. 2009.
-----.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Concept Mapping Rubrics, Tersedia di http://centeach.uiowa.edudiakses tanggal
10 Oktober 2012
Dahar, Ratna Wilis.Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
2011.
Dikmenli, Musa. Misconceptions of Cell Division Help by Student Teacher in
Biology: Drawing Analysis. Turkey: Journal Scientific Research and
Essay Vol. 5 (2), 2010.
Dina Susilawati, Fransisca, “Implementasi Strategi Peta Konsep dalam Cooperatif
Learning Sebagai Upaya Meminimalisasi Miskonsepsi Bioteknologi di
SMA N 8 Surakarta.”Skripsidi Universitas Sebelas Maret Surakarta:
2008. tidak diterbitkan.
Echols, John M., dan Hassan Shadily. An English-Indonesia Dictionary. Jakarta:
Gramedia. 1996.
Fleischman, Howard L.,et al.,Highlights From PISA 2009: Performance of U.S.
15-Year Old Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in
an International Context (NCES2011-004). Washington, DC: U.S.
Department of Education, National Center for Education Statistics,U.S.
Government Printing Office. 2010.
Gonzales, Patrick, et al,. Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science
Achievement of U.S. Fourth- and Eighth-Grade Students in an
International Context (NCES 2009–001Revised).Washington, DC: U.S.
Department of Education,National Center for Education Statistics,
Institute of Education Sciences. 2009.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta :Bumi Aksara. 2011.
Henno, Imbi & Priit Reiska. “Using Concept Mapping as Assessment Tool in
School Biology”, dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D.
Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting Educators, Proc. Of the
64
65
Third Int. Conference on Concept Mapping, (Finland: Tallin. Estonia &
Helsinki, 2008.
Kharatmal, Meena, Concept Mapping for Eliciting Students Understanding of
Science, (Mumbai: Journal Indian Educational Review, Vol. 45, No. 2,
2009.
Mclure, John R. Mc.et al. Concept Map Assessment of Classroom Learning:
Reliability, Validity and Logistical Practicality.Journal of Research in
Science Teaching Arizona.Vol. 36, No. 4, 1999.
Mursiti, Sri. Pembelajaran Dengan Penyajian Peta Konsep Sebagai Alternatif
Mengatasi Kesulitan Mahasiswa Memahami Biosintesis Alkaloid Pada
Mata Kuliah Kimia Organik Bahan Alam. Jurnal Widya Tama.Vol. 4 no.
2, 2007.
Novak, Joseph D. “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct
Them”,
http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/T
he%20Underlying%20Concept%Maps.pdf diakses tgl 13 Januari 2012
Ormrod, Jeanne Ellis. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga. 2008.
Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The Employment
Relationts Degree. Spain: Journal of International Education ResearchSpecial Edition Vol. 7, No. 5, 2011.
Rustaman, Nuryani Y., dkk. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang:
Universitas Negeri Malang. 2005.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2010.
Siti Musidah, Uuh. “Identifikasi MiskonsepsiSiswa pada Konsep Ekosistem
dengan Menggunakan PetaKonsepdi kelas X SMA N19 Bandung.”
Skripsi di FPMIPA UPI Bandung: 2010. Tidak dipublikasikan.
Sofyan, Ahmad, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta:
UIN Press. 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.
Suhirman.
Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam
Pembelajaran Sains. Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan
Penelitian. No. 2, 1998.
66
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. 2005.
Suparno, Paul. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika.
Jakarta: Grasindo. 2005.
Tekkaya,
Ceren.
“Misconceptions
as
Barrier
to
Understanding
Biology”.Hacettepe Universites Egitium Fakultesi Dergizi. Ankara.
2002.
Tom, Vilberg. ”Using Concept Mapping in a Sensation and Perception Course”
A Paper Presented at the National Institute for the Teaching of
Psychology University., 1996. [Online]. Tersedia: http://riven
clarion.edu/trivelberg/conceptmap.html. diakses tanggal 18Januari 2012.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan,
dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.
Udeani, Uchenna & Philomena N. Okafor, The Effect of Concept Mapping
Instructional Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary
School Slow Learner. Nigeria: Journal of Emerging Trends in
Educational Reseach and Policy Studies, 2012.
Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun
2008 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V,
h. 60-61.
Yarden, Hagit., et al. Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory
Cell Biology to College Freshmen. Israel: Journal Bioscene Volume 30
(1), 2004.
Yusuf, Yustin, dkk. Upaya Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Biologi
Melalui Penggunaan Peta Konsep Pada Siswa Kelas Ii4 Smp Negeri 2
Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005. Jurnal Biogenesis. Vol 2, 2006.
Zimmaro, Dawn M., et al. “Validation of Concept Maps As a Representation of
Structural
Knowledge”,
http://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%validation.pdf
diakses 8 Januari 2013.
Zulfiani, dkk,. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta. 2009.
Lampiran 1
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
Lampiran 2
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
Lampiran 3
93
94
95
Lampiran 4
CONCEPT MAP
(PETA KONSEP)
PANDUAN PENYUSUNAN DAN PEMBUATAN
PETA KONSEP
Oleh :
LIDYAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
96
97
A. Tujuan Pembuatan Peta Konsep :
1. Siswa dapat menentukan proposisi yang sesuai untuk menghubungkan
antara konsep yang satu dengan yang lainnya agar terjadi
kebermaknaan
2. Siswa dapat membuat hierarki dari tiap tingkatan konsep, dari yang
umum ke khusus (kompleks)
3. Siswa dapat membuat kaitan silang antara konsep yang satu dengan
konsep disebrang lainnya
4. Siswa dapat memberikan contoh dari setiap konsep
5. Siswa dapat mengalami belajar bermakna melalui peta konsep
sehingga diharapkan tidak terjadi lagi kesalahpahaman
6. Penggunaan peta konsep untuk menganalisis kesalahpahaman
(Misconception) siswa.
B. Landasan Teori :
1. Peta Konsep
Pemetaan konsep menurut Novak dalam Ricardo dianggap
sebagai teknik belajar yang utama digunakan untuk representasi grafis
dari
pengetahuan. Teknik ini sebelumnya dibuat dan dikembangkan
di Cornell University dan didasarkan pada teori "Belajar Bermakna"
diusulkan
oleh Ausubel.
Teori ini mendukung hipotesis bahwa
"Faktor yang paling penting dalam belajar adalah subjek apa yang
telah diketahui ". Menurut Novak juga pemetaan konsep adalah suatu
proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi
pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam hirarki, mulai
dari yang paling umum, kurang umum, dan konsep-konsep yang lebih
spesifik. Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk belajar
bermakna. Sehingga dalam mempelajari suatu konsep diharapkan
tidak terjadi kesalahpahaman (Misconception).
2. Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis Kesalahpahaman
(Misconception)
Menurut Novak dalam Suparno, miskonsepsi sebagai suatu
interprestasi konsep-konsep, dalam suatu pernyataan yang tidak dapat
diterima, yang tidak sesuai dengan konsep para ahli sebelumnya.
98
Sedangkan menurut Fowler, miskonsepsi sebagai pengertian yang
tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikai
contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda,
dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Dari
penjabaran
di
atas
mengenai
kesalahpahaman
(Misconception) dapat dilihat dan disimpulkan bahwa kesalahpahamn
terjadi akibat
hubungan antara konsep-konsep, klasifikasi contoh
yang salah untuk suatu konsep, hubungan tingkatatan hirarki antar
konsep yang tidak benar, dan adanya kaitan silang antara konsepkonsep yang tidak tepat atau bahkan salah, sehingga menimbulkan
konsepsi yang salah tidak terciptanya kebermaaknaan. Dalam Suparno
menyatakan faktor penyebab miskonsepsi bisa dibagi menjadi lima
sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks, konteks,
dan cara mengajar.
Kesulitan dalam mengatasi masalah miskonsepsi memang sulit
diubah dan awet melekat pada seseorang. Ada pun cara yang
digunakan
untuk
menentukan
pemahaman
konseptual
dan
kesalahpahaman siswa dengan beberapa cara, yaitu dengan pertanyaan
terbuka, two-tier tes diagnostik, wawancara dan gambar serta selain
itu
juga
salah
satunya
dengan
menggunakan
peta
konsep,
menggunakan analogi dalam mengajar dan sebagainya.
Pemetaan konsep dapat menjadi kegiatan yang sangat baik
dalam menilai pengetahuan sebelumnya siswa, yang sangat penting
karena pengetahuan sebelumnya merupakan penentukan faktor dalam
pembelajaran berikutnya. Fungsi peta konsep dalam kegiatan belajar
mengajar
adalah
untuk
belajar
bermakna.
Menurut
Sulistio
mengemukakan macam-macam cara tentang penggunaan peta konsep
untuk
pembelajaran
miskonsepsi siswa.
sains
salah
satunya
adalah
menganalisis
99
3. Cara Membuat Peta Konsep
Langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut: (1)
memilih suatu bahan bacaan, (2) menentukan konsep-konsep yang
relevan (konsep telah ditentukan oleh peneliti) , (3) mengelompokkan
(mengurutkan ) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang
paling tidak inklusif, dan
(4) menyusun konsep-konsep tersebut
dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di
bagian atas (puncak) bagan tersebut
lalu dihubungkan dengan kata
penghubung misalnya “terdiri atas”, “menggunakan”, dan lain-lain.
4. Penilaian Peta Konsep Untuk Menganalisis Miskonsepsi
Peta konsep siswa dianalisis secara kuantitatif dengan rubik
penilaian yang mengacu pada Novak. Secara kuantitatif penilaian
dilakukan dengan pemberian skor terhadap kriteria-kriteria penyusun
suatu peta konsep (concept maps). Sedangkan untuk penilaian
kualitatif diperoleh dari kata penghubung yang membentuk suatu
proposisi yang bermakna sehingga tidak terjadi kesalahan konsep
(miskonsepsi) dalam memahami suatu hubungan antar konsep-konsep
yang
dipelajari.
Adapun
menurut
Novak
penilaian
kuantitatif
(penskoran) suatu peta konsep yang dibuat oleh siswa dapat dilakukan
berdasarkan:
a. Proposisi adalah antara dua konsep yang dihubungkan oleh kata
penghubung. Proposisi dikatakan sahih untuk mendapatkan belajar
bermakna, jika menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk
setiap proposisi yang sahih diberi skor 1.
b. Hirarki adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai
konsep yang paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih
umum dituliskan di atas konsep yang lebih khusus dituliskan di
bawahnya.
Hierarki dikatakan
sahih jika urutan penempatan
konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih diberi skor 5.
100
c. Kaitan Silang adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep
pada satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan
silang dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang
tepat dalam menghubungkan kedua konsep pada hierarki yang
berbeda. Sementara itu, kaitan silang dikatakan kurang sahih jika
tidak
menggunakan
kata
penghubung
yang
tepat
dalam
menghubungkan kedua konsep sehingga hubungan antara kedua
konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang
yang sahih diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang
yang kurang sahih diberi skor 2.
d. Contoh adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai
dengan atribut konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut
tidak dituliskan di dalam kotak karena contoh bukanlah konsep.
Untuk setiap contoh yang sahih diberi skor 1.
e. Selain itu, kriteria concept map dapat dibangun dan mencetak
materi yang akan dipetakan. Kemudian membagi skor siswa
dengan
skor
kriteria
peta
(peta
acuan)
untuk
memberikan
persentase perbandingan. (Catatan bahwa beberapa siswa dapat
melakukan lebih baik dari kriteria dan menerima lebih dari 100%.).
101
Gambar 1. Contoh Skor Peta Konsep
Berdasarkan Penilaian Novak & Gowin (1984)
Penilaian atau penskoran terhadap peta konsep yang dibuat siswa
dibandingkan dengan mengacu pada rubik penilain peta konsep Novak
yang telat dibuat sebelum pembelajaran (peta konsep acuan) untuk
menilainya dengan dibandingkan antara peta konsep siswa dengan peta
konsep acuan sesuai kriteria yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil
penskoran tersebut guru dapat mengevaluasi keberhasilan proses belajar
mengajar dalam suatu materi tertentu dan dilihat sejauh mana siswa
memahami materi tersebut serta selain itu pula dapat mengidentifikasi
dalam
menganalisis
ada
tidaknya
kesalahan
konsep
dari
siswa
(miskonsepsi) pada suatu materi pelajaran. Adapun rumus perhitungan
secara kualitatif yaitu dengan persentase berikut ini:
102
∑
∑
Referensi
Imbi Henno & Priit Reiska, Using Concept Mapping As
Assessment Tool In School Biology, (Finland: Concept Mapping:
Connecting Educators, Proc. Of The Third Int. Conference on
Concept Mapping diakses di http://
cmc.ihmc.us/cmc2008papers/cmc2008-p404.pdf pada tanggal 20
September 2012). p. 1
Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam
Pendidikan Fisika , (Jakarta: Grasindo, 2005) h. 4-5
Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The
Employment Relationts Degree, (Spain: Journal of International
Education Research-Special Edition 2011 Vol. 7, No. 5), p. 23
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) Ed. Pertama, Cet. Ke3, h. 160
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 35-36
http://centeach.uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10 Oktober
2012
Lampiran 5
Lembar Kerja Siswa
Petunjuk Pembuatan Peta Konsep
1. Bacalah wacana dengan seksama.
2. Tuliskan konsep-konsep penting yang ditemukan dalam wacana.
3. Urutkan konsep-konsep tersebut dari yang paling umum ke yang lebih
khusus atau contoh.
4. Hubungkan setiap konsep tersebut dengan kata penghubung yang sesuai
(misal: meliputi, terbagi menjadi, terdiri dari dan lain sebagainya).
5. Gunakan kertas HVS yang telah disediakan untuk menyusun peta konsep.
6. Beri nama pada HVS di pojok kanan atas.
WACANA
Sistem Pencernaan pada Manusia
Makanan merupakan sumber energi dan sumber bahan baku untuk membangun
tubuh. Makanan yang kita makan tidak dapat langsung kita gunakan. Sebelum
dapat digunakan tubuh, makanan dicerna dalam sistem pencernaan. Sistem
pencernaan manusia terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar-kelenjar yang
berperan dalam proses pencernaan. Saluran pencernaan merupakan alat yang
dilalui oleh bahan makanan. Adapun kelenjar pencernaan merupakan bagian yang
mengeluarkan enzim untuk membantu mencerna makanan.
A. Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan manusia sangat panjang, yaitu sekitar 9 meter. Saluran
pencernaan meliputi mekanisme kerja dan organ-organ pencernaan makanan
yang terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, dan usus besar.
1. Mekanisme Kerja
Sistem pencernaan pada manusia meliputi mekanisme kerja dalam proses
pencernaan makan di dalam saluran pencernaan dapat digolongkan menjadi
103
104
dua, yaitu pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Pencernaan mekanik
adalah proses pengubahan makanan dari bentuk yang besar atau kasar menjadi
bentuk yang kecil atau halus. Pencernaan kimiawi adalah proses pengubahan
makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan
bantuan enzim.
a. Pencernaan secara mekanik, yaitu contohnya pengunyahan dengan gigi,
pergerakan otot-otot lidah dan pipi untuk mencampur makanan dengan air
ludah sehingga terbentuklah suatu bolus untuk ditelan.
b. Pencernaan secara kimiawi, yaitu contohnya pemecahan zat pati (amilum)
oleh ptialin menjadi maltosa. Ptialin bekerja di rongga mulut dengan pH 6,3
- 6,8. Selain itu juga pencernaan secara kimia terjadi di lambung dan usus
halus
dengan bantuan enzim-enzim yang berperan membantu proses
pencernaan makanan.
2. Organ-organ Pencernaan
Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ. Organ tersebut
mencerna
makanan
melalui
proses
mekanik
maupun
kimiawi.
Berikut
penjelasan organ-organ pencernaan pada manusia.
a. Mulut
Mulut merupakan organ pencernaan yang pertama bertugas dalam
proses
pencernaan
makanan.
Fungsi
utama
mulut
adalah
untuk
menghancurkan makanan sehingga ukurannya cukup kecil untuk ditelan ke
dalam perut. Mulut dapat menghaluskan makanan karena di dalam mulut
terdapat gigi dan lidah. Giigi berfungsi menghancurkan makanan. Adapun
fungsi lidah adalah membolak-balikan makan sehingga semua makanan
dihancurkan secara merata. Selain itu, lidah merupakan indra pengecap juga
ia membantu menelan makan. Gigi dan lidah termasuk alat pemroses
pencernaan makanan dengan mekanisme kerja secara mekanik.
Selain pencernaan makanan secara mekanik, di mulut juga terjadi
pencernaan secara kimiawi karena terdapat juga air liur yang menghasilkan
enzim ptialin. Adapun enzim ptialin mengubah amilum menjadi karbohidrat
yang lebih sederhana, yaitu maltosa.
105
b. Kerongkongan (Esofagus)
Setelah makanan diperlakukan secara mekanik dan kimiawi di dalam
mulut, selanjutnya makanan akan didorong oleh lidah menuju saluran
kerongkongan, yang panjangnya kurang lebih 20 cm dan lebar 2 cm. Di
dalam kerongkongan ini makanan hanya lewat selama kurang lebih 6 detik.
Kerongkongan atau esofagus berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke
lambung.
Pada saat melewati kerongkongan, makan didorong masuk ke lambung
oleh adanya gerakan peristaltik otot-otot kerongkongan. Hal ini dikarenakan
dinding kerongkongan tersusun atas otot polos yang melingkar dan
memanjang serta berkontraksi dan berelaksasi secara bergantian. Akibatnya,
makanan berangsur-angsur terdorong masuk ke lambung. Di kerongkongan
makanan hanya lewat saja dan tidak mengalami proses mekanisme kerja
sistem pencernaan.
c. Lambung
Lambung merupakan semacam kantong yang terletak di rongga perut,
tepatnya di bawah diafragma (sekat rongga badan) agak ke kiri. Lambung
terdiri atas tiga bagian, yaitu kardiak (bagian atas), fundus (bagian tengah),
dan pilorus (bagian bawah).
Lambung mempunyai dua macam otot lingkar yang berfungsi mengatur
masuk atau keluarnya makanan di lambung. Otot lingkar yang pertama
adalah otot lingkar kardiak yang terletak di ujung lambung yang berbatasan
dengan kerongkongan. Ototlingkar yang kedua adalah
otot lingkar pilorus
yang terletak di ujung lambung yang berbatasan dengan usus halus.
Dinding lambung terdiri atas tiga lapisan otot, yaitu otot memanjang,
melingkar, dan miring. Kontraksi ketiganya dapat menyebabkan makanan
teraduk secara merata dengan getah lambung yang dihasilkan oleh kelenjar
di bagian fundus. Proses pengadukan ini membuat makan berubah bentuk
lebih halus lagi seperti bubur (kim). Dalam getah lambung terdapat asam
klorida
(HCl),
enzim pepsinogen,
dan
renin.
HCl berfungsi untuk
mematikan bakteri yang terbawa oleh makanan, merangsang sekresi getah
106
usus,
dan mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin berfungsi
mencerna protein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil yang disebut
pepton. Renin berfungsi mengumpulkan protein susu (kasein) yang terdapat
di dalam susu.
d. Usus Halus
Usus halus merukana saluran dengan panjang sekitar 6,5 meter dengan
diameter 2,5 cm. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Pada bagian ini bermuara saluran dari kantong empedu dan
pankreas. Saluran empedu berupa suatu kantung yang panjangnya 7 – 10
cm terletak di bawah hati. Saluran empedu mengalirkan getah (kelenjar)
empedu yang dihasilkan oleh hati. Getah empedu sangat berperan dalam
pencernaan
lemak
dengan
cara
mengurangi
tegangan
permukaan
sehingga lemak berubah menjadi emulsi lemak dan mengaktifkan lipase.
Pigmen getah empedu memberi warna khas pada feses (tinja) dan urine.
Saluran pankreas menyalurkan getah (kelenjar) pankreas yang
dihasilkan
oleh
pankreas
di
bawah
lambung.
Getah
pankreas
mengandung tiga macam enzim, yaitu lipase, amilase, dan tripsin.
2) Usus Kosong (Jejenum)
Usus ini dinamakan usus kosong karena pada mayat usus ini selalu
kosong. Di bagian inilah semua proses pencernaan berakhir. Sudah zat
tepung sudah dicerna menjadi glukosa; semua protein sudah dicerna
menjadi asam amino; dan semua lemak sudah dicerna menjadi asam
lemak
dan gliserol.
Vitamin dan mineral tidak mengalami proses
pencernaan, tetapi langsung diserap oleh usus halus.
Kelanjar-kelenjar
yang
ada
di
dalam
jejenum
dan
ileum
menghasilkan getah usus yang mengandung beberapa enzim, antara lain
maltase, sukrose, dan laktase. Getah usus juga mengandung erepsinogen
yang harus diaktifkan enterokinase (aktivator enzim) menjadi erepsin,
suatu enzim peptidase. Maltase berfungsi mencerna maltosa menjadi dua
107
molekul glukosa. Sukrose berfungsi mencerna sukrosa menjadi glukosa
dan fruktosa. Laktase berfungsi mencerna laktosa menjadi galaktosa.
Peptidase berfungsi mencerna polipeptidase menjadi asam-asam amino.
3) Usus Penyerapan (Ileum)
Jejenum dan ileum memiliki panjang dengan perbandingan 2:3. Di
bagian ini,
sari-sari makanan diserap. Untuk mempercepat proses
penyerapan sari-sari makan, usus halus dilengkapi dengan struktur
berbentuk lipatan/lekukan di dalamnya. Lekukan itu disebut vili (jonjotjonjot usus) dan berfungsi memperluas bidang penyerapan sehingga
penyerapan sari-sari makanan menjadi lebih efisien.
e. Usus Besar
Panjang usus besar lebih kurang satu meter. Usus besar dibagi menjadi
dua bagian, yaitu usus tebal (kolon) dan poros usus (rektum). Usus tebal
terdiri atas tiga bagian, yaitu naik, mendatar dan menurun. Tepat setelah
klep ileosekum (klep/katup yang terdapat antara usus halus dan usus besar)
terdapat usus buntu (sekum). Di bawah usus buntu terdapat semacam tabung
yang panjangnya beberapa sentimeter disebut umbai cacing (apendiks).
Sisa-sia pencernaan yang masuk ke dalam usus besar sebagian besar
berbentuk
cairan.
Hal itu terjadi karena selama proses pencernaan
berlangsung terjadi penambahan air untuk membantu proses pencernaan.
Air berasal dari kelenjar di sepanjang saluran pencernaan. Oleh karena itu,
di dalam usus besar terjadi penyerapan kembali air ke dalam tubuh. Di usus
besar
mendatar
sisa-sisa
pencernaan makin mengental dan sisa-sisa
pencernaan ini sudah memadat di usus besar turun.
Jadi, fungsi usus besar yang pertama adalah menyerab air dari sisa-sisa
pencernaan sehingga membentuk feses yang agak padat. Fungsi usus besar
yang kedua adalah menyimpan tinja sampai dikeluarkan dari tubuh melalui
anus.
Di dalam usus
besar
terdapat baktri Escherichia coli yang
menguntungkan bagi tubuh kita. Bakteri tersebut berperan membusukan
sisa-sisa makanan menjadi feses, berperan dalam pembentukan vitamin K,
dan menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen. Gangguan
108
pada usus besar karena bakteri yang bersifat patogen (dapat menimbulkan
penyakit) akan menyebabkan penyerapan air terganggu sehingga feses
berbentuk cair. Sebaliknya penyerapan air yang terlalu banyak karena feses
terlalu lama berada di dalam usus besar menyebabkan feses menjadi sangat
padat dan bahkan keras. Keadaan itu menyulitkan proses buang air besar
(defekasi).
Sisa-sia pencernaan dapat bergerak di sepanjang usus besar akibat
gerakan mendorong,
kemudian melewati rektum dan akhirnya keluar
melalui anus.Seluruh proses pencernaan, mulai dari makanan masuk ke
dalam mulut sampai keluar berbentuk feses umumnya berlangsung antara 12
sampai 24 jam.
B. Kelenjar Pencernaan
Kelenjar adalah organ tubuh yang menghasilkan getah tertentu. Kelenjar
yang membantu pencernaan makanan disebut kelenjar pencernaan. Kelenjar
pencernaan mempunyai fungsi untuk menghasilkan enzim-enzim pencernaan.
Kelenjar-kelenjar pencernaan manusia sebagai berikut..
1. Kelenjar Hati
Hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar. Hati menghasilkan cairan
empedu yang ditampung di dalam kantung empedu. Cairan empedu
berfungsi untuk mengemulsikan lemak dan mengaktifkan lipase. Lipase
yang terdapat di getah empedu di dalam kelenjar hari berfungsi untuk
mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
2. Kelenjar Pankreas
Pankreas terletak di antara duodenum di belakang lambung. Pankreas
menghasilkan geta pankreas yang di dalamnya terdapat enzim tripsin,
amilase, dan lipase. Enzim tripsin untuk menguraikan protein menjadi asam
amino. Enzim amilase mengubah karbohidrat (amilum) menjadi glukosa
(maltosa).
109
C. Kelainan dan Penyakit pada Sistem Pencernaan
Gangguan terhadap sistem pencernaan dapat terjadi karena beberapa hal,
misalnya sesuatu yang masuk ke dalam sistem pencernaan (berupa racun dan
mikroorganisme penyebab penyakit), kelainan pada organ-organ pencernaan,
atau karena kebiasaan makan yang tidak sehat. Gangguan dan penyakit yang
menyerang sistem pencernaan makanan sebagai berikut.
1. Gastritis, yaitu radang kronis yang terjadi pada lapisan mukosa dinding
lambung, penyebabnya karena makanan yang terkena kuman atau kelebihan
HCl.
2. Apendisitis, penyebabnya karena adanya radang yang terjadi pada usus
buntu. Keadaan ini bisa disebabkan karena makanan yang membusuk atau
karena infeksi bakteri.
3. Diare, Diare (mencret) dapat ditimbulkan karena adanya iritasi pada selaput
dinding kolon oleh bakteri disentri, diet yang jelek, zat-zat beracun, rasa
gelisah, atau makanan yang dapat menimbulkan iritasi pada dinding usus.
4. Konstipasi,
disebut juga sembelit, yaitu keadaan sulit buang air besar pada
seseorang. Ini bisa disebabkan karena penyerapan air di dalam usus besar
yang berlebih, sehingga feses menjadi keras. Perasaan stres dan takut juga
dapat memicunya.
5. Hemoroid, penyakit ini muncul karena pecahnya pembuluh vena di daerah
anus. Sembelit dapat memicu terjadinya kelainan ini.
Lampiran 6
Peta Konsep Nilai Rendah
A30
110
111
A5
112
B27
113
Peta Konsep Nilai Sedang
C24
114
B18
115
A46
116
Peta Konsep Nilai Tinggi
B29
117
C10
118
A10
Lampiran 7
Perhitungan persentase skor penilaian peta konsep siswa sebagai berikut:
∑
∑
Sedangkan untuk menentukan kriteria skor penilaian peta konsep siswa tinggi,
sedang dan rendah adalah dengan cara:
1. Menentukan Persentase Skor Penilaian Peta Konsep Tinggi
Skor penilaian peta konsep tertinggi = Skor penilaian peta konsep acuan = 127
Persentase skor penilaian peta konsep tertinggi
=
=
= 100 %
2. Menentukan Persentase Skor Pnilaian Peta Konsep Terendah
Skor penilaian peta konsep terendah = Skor penilaian peta konsep siswa
terendah
Persentase skor penilaian peta konsep terendah kelas A
=
=
= 18,9%
3. Menentukan Rentang Persentase Skor Penilaian Peta Konsep
Persentase skor penilaian PK
terendah
= 100 % - 18,9%
= 81,1%
4. Menentukan Interval Kelas Persentase Skor Penilaian Peta Konsep
Interval kelas persentase
=
=
= 27%
119
120
Kriteria Skor Penilaian Peta Konsep Siswa
No
Skor Penilaian Peta
Kriteria
Konsep Siswa
Jumlah
Persentase
Siswa
(%)
1.
72,9 % - 100 %
Tinggi
0
0
2.
45,9 % - 71,9 %
Sedang
13
28,9
3.
18,9 % - 44,9 %
Rendah
32
71,1
121
Lampiran 8
Nilai Peta Konsep Siswa
Skor Penilaian
Nama
Siswa
Jumlah
Skor
Total
(127)
(% )
Kriteria
P (47)
H (30)
KS (50)
C10
35
25
30
90
70,9
Sedang
B39
29
30
30
89
70,1
Sedang
A2
31
30
20
81
63,7
Sedang
A10
28
30
22
80
62,9
Sedang
A19
29
30
20
79
62,2
Sedang
A8
35
30
10
75
59,1
Sedang
C19
15
25
30
70
55,1
Sedang
B5
24
25
20
69
54,3
Sedang
C16
22
25
22
69
54,3
Sedang
C17
22
25
22
69
54,3
Sedang
A7
27
25
12
64
50,4
Sedang
B17
20
30
10
60
47,2
Sedang
C31
23
25
10
58
45,7
Sedang
A31
19
25
12
56
44,1
Rendah
C20
11
20
22
53
41,7
Rendah
C18
27
25
0
52
40,9
Rendah
A32
24
25
2
51
40,2
Rendah
A46
24
25
2
51
40,2
Rendah
B15
19
20
12
51
40,2
Rendah
B1
25
25
0
50
39,4
Rendah
B33
23
25
2
50
39,4
Rendah
B35
23
25
2
50
39,4
Rendah
B7
24
25
0
49
38,6
Rendah
C1
24
25
0
49
38,6
Rendah
C24
22
25
2
49
38,6
Rendah
A27
16
20
12
48
37,8
Rendah
B34
22
25
0
47
37
Rendah
C43
20
25
2
47
37
Rendah
B18
20
25
0
45
35,4
Rendah
C23
8
15
22
45
35,4
Rendah
C35
19
25
0
44
34,6
Rendah
A18
18
25
0
43
33,9
Rendah
122
A17
14
25
4
43
33,9
Rendah
A41
17
25
0
42
33,1
Rendah
B27
16
25
0
41
32,3
Rendah
A5
16
20
4
40
31,5
Rendah
B16
18
20
0
38
29,9
Rendah
C28
18
20
0
38
29,9
Rendah
A25
16
20
0
36
28,3
Rendah
C14
16
20
0
36
28,3
Rendah
B23
14
20
0
34
26,8
Rendah
B30
14
20
0
34
26,8
Rendah
C9
14
20
0
34
26,8
Rendah
A30
15
15
0
30
23,6
Rendah
B9
Ratarata
(% )
9
15
0
24
18,9
Rendah
20,6
23,8
7,9
52,3
41,2
Rendah
43,8
79,3
15,8
Keterangan:
A2 = Siswa Kelas A No.Absen 2
P = Proposisi
H = Hierarki
KS = Kaitan Silang
Lampiran 9
Tabel Sebaran Pernyataan Pengetahuan Berdasarkan Peta Konsep yang
Dibuat Siswa Mengenai Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia
No.
1.
Subkonsep
Sistem
Pencernaan
pada Manusia
Pernyataan
a
Proposisi
valid:
1. meliputi
2. mencakup
3. terdiri atas
4. terdiri dari
Pertanyaan Siswa
Sistem pencernaan pada manusia
meliputi saluran pencernaan, kelenjar
pencernaan, kelainan dan penyakit
pada sistem pencernaan (TK)
Sistem pencernaan pada manusia
meliputi saluran pencernaan dan
kelenjar pencernaan (TK)
Sistem pencernaan meliputi saluran
pencernaan, kelainan dan penyakit
pada sistem pencernaan (M)
Sistem pencernaan pada manusia
mencakup
saluran
pencernaan,
kelenjar pencernaan, kelainan dan
penyakit pada sistem pencernaan
(TK)
Sistem pencernaan pada manusia
terdiri atas saluran pencernaan,
kelenjar pencernaan, kelainan dan
penyakit pada sistem pencernaan
(TK)
Sistem pencernaan pada manusia
terdiri atas saluran pencernaan dan
kelenjar pencernaan (TK)
Sistem pencernaan pada manusia
terdiri dari saluran pencernaan,
kelenjar pencernaan, kelainan dan
penyakit pada sistem pencernaan
(TK)
Sistem pencernaan pada manusia
meliputi proses pencernaan dan
organ-organ pencernaan (M)
Sistem pencernaan pada manusia
meliputi proses pencernaan, kelainan
dan penyakit pada sistem pencernaan
(M)
Sistem pencernaan pada manusia
meliputi sistem pencernaan, kelenjar
pencernaan, kelainan dan penyakit
pada sistem pencernaan (M)
Sistem pencernaan pada manusia
meliputi mekanisme kerja, organorgan pencernaan dan kelenjar
123
Persentase
(% )
Jumlah
Siswa
37,8
Keterangan
Konsep baru
muncul
“valid”
33,3
4,4
4,4
2,2
Salah
satu
konsep
hilang
Konsep baru
muncul
“valid”
Konsep baru
muncul
“valid”
2,2
4,4
2,2
4,4
Hierarki
hilang dan
konsep baru
muncul
“tidak valid”
Konsep baru
muncul
“tidak valid”
2,2
Pengulangan
konsep
2,2
Hierarki
hilang
124
Saluran
Pencernaan
b
Proposisi
valid:
1. terdiri atas
2. terdiri dari
3. meliputi
4. terbagi atas
Mekanisme
Kerja
c
Proposisi
valid:
1. dengan
2. terdiri dari
3. terdiri atas
4. terjadi
5. dibagi
menjadi
6. digolongkan
menjadi
7. terdapat
8. meliputi
Organ-organ
Pencernaan
d
Proposisi
valid:
1. terdiri dari
2. terdiri atas
3. terdapat
pencernaan (M)
Saluran pencernaan terdiri atas
mekanisme kerja dan organ-organ
pencernaan (TK)
Saluran
pencernaan
meliputi
mekanisme kerja dan organ-organ
pencernaan (TK)
Saluran pencernaan terdiri dari
mekanisme kerja dan organ-organ
pencernaan (TK)
Saluran pencernaan terbagi atas
mekanisme kerja dan organ-organ
pencernaan (TK)
Saluran pencernaan terdiri atas
kerongkongan, mekanisme kerja,
organ-organ pencernaan dan anus
(M)
Saluran
pencernaan
teriri dari
mekanisme kerja dan organ-organ
pernapasan (M)
Proses pencernaan terdiri dari
mekanisme kerja (M)
Sistem pencernaan terdiri dari
mekanisme kerja dan organ-organ
pencernaan (M)
Tidak ada konsep (TTK)
Mekanisme kerja dengan pencernaan
secara mekanik dan kimiawi (TK)
Mekanisme
kerja
terdiri dari
pencernaan secara mekanik dan
kimiawi (TK)
Mekanisme
kerja
terdiri atas
pencernaan secara mekanik dan
kimiawi (TK)
Mekanisme kerja terjadi pencernaan
secara mekanik dan kimiawi (TK)
Mekanisme kerja dibagi menjadi
pencernaan secara mekanik dan
kimiawi (TK)
Mekanisme
kerja
digolongkan
menjadi pencernaan secara mekanik
dan kimiawi (TK)
Mekanisme
kerja
terdapat
pencernaan secara mekanik dan
kimiawi (TK)
Mekanisme
kerja
meliputi
pencernaan secara mekanik dan
kimiawi (TK)
Organ-organ pencernaan terdiri dari
mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus dan usus besar (TK)
Organ-organ pencernaan terdiri atas
mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus dan usus besar (TK)
Organ-organ
pencernaan
4,4
15,6
60
8.9
2.2
Konsep lain
muncul
“tidak valid”
2,2
Konsep lain
muncul
“tidak valid”
Hierarki
hilang
Hierarki
hilang
2.2
2.2
2.2
2,2
28,9
17,8
31,1
8,9
2,2
6,7
2,2
35,6
22,2
8,9
125
4. meliputi
Mulut
e
Proposisi
valid:
1. terdapat
2. terdiri dari
3. terdiri atas
terdapatmulut,
kerongkongan,
lambung, usus halus dan usus besar
(TK)
Organ-organ pencernaan meliputi
mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus dan usus besar (TK)
Organ-organ
pencernaan
dibagi
menjadi
mulut,
kerongkongan,
lambung, usus halus dan usus besar
(M)
Organ-organ
pencernaan terjadi
mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus dan usus besar (M)
Organ-organ
pencernaan terjadi
mulut, kerongkongan, lambung dan
usus halus (M)
Organ-organ pencernaan terdiri dari
mulut, kerongkongan, lambung, dan
usus halus (M)
Organ-organ pencernaan terdiri atas
mulut, lambung, usus halus dan usus
besar (M)
Organ-organ pencernaan terdiri dari
mulut, tenggorokan, lambung, usus
halus dan usus besar (M)
Organ-organ pernapasan terdiri dari
mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus, dan usus besar (M)
Mulut terdapat gigi, lidah dan air
liur (TK)
Mulut terdapat gigi dan lidah (M)
4,4
4,4
11,1
2,2
4,4
2,2
2,2
2,2
Konsep
tidak tepat
24,4
13,3
Mulut terdapat lidah, air liur dan
enzim ptialin (M)
2,2
Mulut terdapat enzim ptialin (M)
11,1
Mulut terdapat gigi, lidah dan enzim
(M)
4,4
Mulut terdapat mulut, gigi dan
enzim ptialin (M)
Mulut terdapat atas mulut, gigi dan
enzim ptialin (M)
Mulut terdiri dari gigi, lidah dan
enzim ptialin (M)
2,2
Mulut terdiri dari gigi, lidah dan air
liur (TK)
Mulut terdiri atas gigi, lidah dan
enzim ptialin (M)
4,4
Mulut terdiri atas gigi dan lidah (M)
2,2
2,2
2,2
2,2
Salah
satu
konsep
hilang
Salah
satu
konsep
hilang
Hierarki
hilang
Salah
satu
konsep
hilang
Pengulangan
konsep
Pengulangan
konsep
Salah
satu
konsep
hilang
Salah
satu
konsep
hilang
Salah
satu
konsep
126
Air Liur
f
Kerongkongan
Proposisi
valid:
1. terdapat
g
Proposisi
valid:
1. terjadi
2. terdapat
h
Proposisi
valid:
1. terdiri dari
2. terdiri atas
3. terdapat
4. terbagi
menjadi
i
Proposisi
valid:
1. terdapat
Mulut terdiri atas mulut, gigi dan air
liur (M)
Mulut terjadi gigi dan lidah (M)
2,2
Mulut (tidak ada kata penghubung)
gigi, lidah dan air liur (TTK)
Konsep tidak ada (TTK)
Air liur terdapat enzim ptialin (TK)
Air
liur
(tidak
ada
kata
penghubung) enzim (TTK)
Konsep tidak ada (TTK)
2,2
Kerongkongan
terjadi
gerakan
peristaltik (TK)
Kerongkongan
terdapat gerakan
peristaltik (TK)
Kerongkongan terjadi penyaluran
makanan dari mulut ke lambung (M)
Kerongkongan terdapat otot polos
(M)
Konsep tidak ada (TTK)
Lambung terdiri dari kardiak,
fundus dan pilorus (TK)
Lambung terdiri atas kardiak,
fundus dan pilorus (TK)
Lambung terdapat kardiak, fundus
dan pilorus (TK)
Lambung terjadi kardiak, fundus dan
pilorus (M)
Lambung terbagi menjadi kardiak,
fundus dan pilorus (TK)
Konsep tidak ada (TTK)
Lambung terdapat enzim pepsin,
enzim renin dan HCl (TK)
Lambung terdapat getah lambung
(M)
Lambung
terdiri
atas
enzim
pepsinogen (M)
Lambung
menghasilkan
enzim
pepsin (M)
Lambung
terdapat
enzim
pepsinogen dan renin (M)
Lambung meliputi enzim pepsinogen
dan renin (M)
Lambung terdapat enzim renin (M)
2,2
hilang
Pengulangan
konsep
Proposisi
tidak tepat
dan
Salah
satu konsep
hilang
22,2
15,6
2,2
82,2
8,9
2,2
2,2
4,4
Konsep
tidak tepat
Konsep
tidak tepat
82,2
13,4
4,4
4,4
2,2
Proposisi
tidak tepat
2,2
73,3
13,3
2,2
4,4
2,2
4,4
2,2
2,2
Lambung terdapat enzim (M)
2,2
Lambung terdapat enzim ptialin dan
pepsinogen (M)
2,2
Ada konsep
hilang
Ada konsep
hilang
Ada konsep
hilang
Ada konsep
hilang
Ada konsep
hilang
Ada konsep
hilang
Ada konsep
hilang
Ada konsep
hilang
127
j
Usus Halus
Proposisi
valid:
penyakitnya
k
Proposisi
valid:
1. terdiri atas
2. terdiri dari
3. terbagi
menjadi
4. terbagi atas
Duodenum
l
Proposisi
valid:
1. terdapat
Jejunum
m
Proposisi
valid:
1. terdapat
2. mengandun
g
Lambung
terdapat
enzim
pepsinogen (M)
Konsep tidak ada (TTK)
Lambung penyakitnya gatritis (TK)
Lambung terjadi gastritis (M)
2,2
62,2
22,2
2,2
Konsep tidak ada (TTK)
75,6
Usus halus terdiri atas usus dua
belas jari, usus kosong dan usus
penyerapan (TK)
Usus halus terbagimenjadi usus dua
belas jari, usus kosong dan usus
penyerapan (TK)
Usus halus terdapat duodenum,
jejenum dan ileum (TK)
Usus halus terdiri dari duodenum,
jejenum dan ileum (TK)
Usus halus terbagi atas duodenum,
jejenum dan ileum (TK)
Konsep tidak ada (TTK)
Duodenum
terdapat
saluran
pankreas dan saluran empedu (TK)
Duodenum terdapatenzim lipase,
amilase dan tripsin (M)
Duodenum terdiri atas enzim lipase
dan tripsin (M)
Duodenum meliputi enzim lipase,
amilase dan tripsin (M)
Konsep tidak ada (TTK)
Jejunum terdapat enzim laktase,
sukrose dan maltase (M)
Jejunum terdapat enzim laktase,
sukrose, maltase dan peptidase (TK)
Jejunum mengandung enzim laktase,
sukrose dan maltase (M)
Jejunum terdapat enzim (M)
15,6
Jejunum terdiri atas enzim maltase
(M)
2,2
Jejunum meliputi enzim maltase,
sukrose dan laktase (M)
2,2
Jejunum terdapataktivator (M)
2,2
Jejunum terdapat enzim maltase (M)
2,2
Konsep tidak ada (TTK)
68,9
Ada konsep
hilang
Proposisi
tidak tepat
13,3
17,8
26,7
11,1
15,6
6,7
15,6
2,2
2,2
73,3
13,3
Konsep
tidak tepat
Konsep
tidak tepat
Konsep
tidak tepat
Ada konsep
yang hilang
4,4
2,2
2,2
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
dan
proposisi
tidak tepat
Ada konsep
yang hilang
dan
proposisi
tidak tepat
Konsep baru
dan
tidak
tepat
Ada konsep
yang hilang
128
Usus Besar
n
p
Usus besar terdiri atas usus buntu
(M)
Usus besar terdiri dari kolon dan
rektum (M)
Usus besar terdiri atas kolon dan
rektum (M)
Usus besar dibagi menjadi kolon
dan rektum (M)
Usus besar terdapat kolon dan
rektum (M)
Usus besar terdiri atas enzim lipase,
amilase dan tripsin (M)
Usus besar terbagi atas kolon dan
rektum (M)
Usus besar terdapat kolon, rektum
dan bakteri E.coli (M)
Usus besar penyakitnya diare,
apendiksitis, konstipasi dan hemoroid
(M)
Usus besar penyakitnya apendiksitis
dan konstipasi (M)
Konsep tidak ada (TTK)
Kolon terdiri dari usus naik,
mendatar dan menurun (TK)
Kolon terdiri atas usus naik,
mendatar dan menurun (TK)
Kolon meliputi usus naik, mendatar
dan menurun (TK)
Kolon dibagi menjadi usus naik,
mendatar dan menurun (TK)
Kolon terbagi atas usus naik,
mendatar dan menurun (TK)
Konsep tidak ada (TTK)
Kolon penyakitnya diare (M)
Proposisi
valid:
1. penyakitnya
Kolon
penyakitnya diare dan
konstipasi (TK)
Kolon penyakitnya apendiksitis (M)
2,2
Konsep tidak ada (TTK)
Kelenjar
pencernaan
meliputi
kelenjar hati dan kelenjar pankreas
(TK)
Kelencar pencernaan terdiri atas
kelenjar hati dan kelenjar pankreas
(TK)
Kelencar pencernaan terdiri dari
kelenjar hati dan kelenjar pankreas
(TK)
Kelenjar
pencernaan
terbagi
menjadi kelenjar hati dan kelenjar
pankreas (TK)
Kelenjar pencernaan terbagi atas
kelenjar hati dan kelenjar pankreas
88,9
6,7
Proposisi
valid:
1. terdiri atas
2. terdiri dari
3. dibagi
menjadi
4. terbagi atas
5. terdapat
Kolon
o
Proposisi
valid:
1. terdiri dari
2. terdiri atas
3. meliputi
4. dibagi
menjadi
5. terbagi atas
2.
Kelenjar
Pencernaan
a
Proposisi
valid:
1. meliputi
2. terdiri atas
3. terdiri dari
4. terbagi
menjadi
5. terbagi atas
6. terdapat
2,2
17,8
4,4
4,4
4,4
2,2
6,7
2,2
2,2
2,2
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
Konsep
tidak tepat
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
Hierarki
hilang
Hierarki
hilang
51,1
8,9
4,4
2,2
2,2
2,2
80
6,7
2,2
8,9
55,6
6,7
8,9
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
129
b
Proposisi
valid:
1. terdapat
2. menghasilka
n
(TK)
Kelenjar
pencernaan
terdapat
kelenjar hati dan kelenjar pankreas
(TK)
Kelenjar pencernaan terjadi dari
kelenjar hati dan kelenjar pankreas
(M)
Konsep tidak ada (TTK)
Kelenjar hati (tidak ada kata
penghubung)cairan empedu (TTK)
Kelenjar hati terjadi tripsin, amilase
dan lipase (M)
Kelenjar
hati
terdapatkantung
empedu (M)
Kelenjar hati terdapat enzim lipase
(TK)
Kelenjar hati menghasilkancairan
empedu (M)
2,2
2,2
Proposisi
tidak tepat
8,9
2,2
2,2
2,2
Proposisi
tidak tepat
dan konsep
baru muncul
“tidak valid”
Konsep
tidak tepat
6,7
8,9
Kelenjar hati memiliki arti cairan
empedu yang ditampung di dalam
kantung empedu (M)
2,2
Kelenjar hati (tidak ada kata
penghubung) menghasilkan cairan
empedu dan lipase (TTK)
Kelenjar hati terdiri dari cairan
empedu dan getah empedu (M)
2,2
Kelenjar hati terjadi menghasilkan
cairan empedu dan lipase (M)
Kelenjar hati menghasilkan empedu
dan lipase (TK)
Kelenjar hati (tidak ada kata
penghubung) tripsin (TTK)
Kelenjar hati menghasilkan lipase
dan gliserol (M)
2,2
Kelenjar hati terdapat cairan empedu
(M)
4,4
2,2
Konsep
muncul
“valid”
konsep
utama
hilang
Konsep
muncul
“valid”
konsep
utama
hilang
baru
dan
baru
dan
Pengulangan
konsep
dengan
istilah
berbeda dan
konsep
utama hilang
Proposisi
tidak tepat
4,4
2,2
2,2
Konsep baru
muncul
“tidak valid”
Konsep baru
muncul
“valid”
tetapi
konsep
130
utama hilang
b*
Proposisi
valid:
1. terdapat
Kelenjar
Pankreas
c
Proposisi
valid:
1. menghasilka
n
2. terdapat
3. terdiri atas
4. terdiri dari
Konsep tidak ada (TTK)
Kelenjar hati terdapat enzim lipase
(TK)
Kelenjar hati terjadi lipase (M)
55,6
2,2
Kelenjar hati terdapat getah empedu
(M)
Kelenjar hati terjadi gliserol (M)
2,2
Kaitan silang tidak ada (TTK)
Kelenjar pankreas terdiri atas enzim
tripsin, amilase dan lipase (TK)
Kelenjar pankreas menghasilkan
enzim tripsin, amilase dan lipase
(TK)
Kelenjar pankreas (tidak ada kata
penghubung) enzim (TTK)
Kelenjar pankreas menghasilkan
enzim amilase (M)
Kelenjar pankreas menghasilkan
getah pankreas dan enzim amilase
(M)
91,1
2,2
Kelenjar pankreas terjadi di pankreas
menghasilkan getah pankreas dan
enzim amilase (M)
2,2
Kelenjar pankreas terdapat enzim
tripsin, amilase dan lipase (TK)
Kelenjar pankreas terdapat enzim
(M)
11,1
Kelenjar pankreas terdapat enzim
tripsin dan amilase (M)
Kelenjar pankreas terdapat enzim
tripsin dan lipase (M)
Kelenjar pankreas memiliki arti
getah pankreas di dalam enzim
tripsin, amilase dan lipase (M)
Kelenjar pankreas
terletak
di
pankreas (M)
Kelenjar pankreas terjadi kelenjar
hati (M)
Kelenjar pankreas terbagi atas enzim
tripsin, amilase dan lipase (M)
Kelenjar pankreas terdiri dari enzim
tripsin, amilase dan lipase (TK)
4,4
2,2
2,2
Proposisi
antar
hierarki
tidak tepat
Konsep
tidak tepat
Konsep
tidak tepat
13,3
2,2
2,2
2,2
4,4
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
Ada konsep
yang hilang
Konsep baru
muncul
“valid”
tetapi
konsep
utama hilang
Konsep baru
muncul
“valid”
tetapi
konsep
utama hilang
Konsep
tidak
lengkap
Ada konsep
yang hilang
Ada konsep
yang hilang
Proposisi
tidak tepat
Hierarki
hilang
Konsep
tidak tepat
Proposisi
tidak tepat
131
3.
Pencernaan
secara
mekanik
Pencernaan
secara
kimiawi
a
Proposisi
valid:
1. terjadi
2. menggunaka
n
3. alat
pemprosesn
ya
4. terdapat
b
Proposisi
valid:
1. terjadi
2. terdapat
Kelenjar
pankreas
menghasilkangetah pankreas (M)
Konsep tidak ada (TTK)
Pencernaan secara mekanik terdapat
di mulut (M)
2,2
40
15,6
Pencernaan secara mekanik terjadi di
gigi (TK)
Pencernaan
secara
mekanik
menggunakan gigi (TK)
Pencernaan secara mekanik alat
pemprosesnya mulut (M)
11,1
Pencernaan secara mekanik terdapat
di gigi (TK)
Pencernaan secara mekanik terjadi di
mulut (M)
4,4
Ada konsep
yang hilang
Kaitan
konsep antar
hierarki
tidak tepat
2,2
2,2
17,8
Pencernaan secara mekanik terjadi di
kerongkongan (TK)
Pencernaan secara mekanik melalui
mulut (M)
2,2
Pencernaan secara mekanik enzim di
mulut (M)
2,2
Kaitan silang tidak ada (TTK)
Pencernaan secara kimiawi terjadi di
mulut (M)
40
2,2
Pencernaan secara kimiawi terjadi di
lambung (M)
4,4
Pencernaan secara kimiawi terjadi di
lambung dan usus halus (M)
15,6
Pencernaan secara kimiawi terdapat
di enzim ptialin (M)
4,4
Pencernaan secara kimiawi terdapat
di usus halus dan usus besar (M)
4,4
Pencernaan secara kimiawi terjadi di
kerongkongan (M)
2,2
Pencernaan secara kimiawi terdapat
di mulut (M)
2,2
2,2
Kaitan
konsep antar
hierarki
tidak tepat
Kaitan
konsep antar
hierarki
tidak tepat
Kaitan
konsep antar
hierarki
tidak tepat
Kaitan
konsep antar
hierarki
tidak tepat
Kaitan
konsep antar
hierarki
tidak tepat
Kaitan antar
konsep ada
yang hilang
Kaitan antar
konsep ada
yang hilang
Kaitan antar
konsep ada
yang hilang
Ada kaitan
antar konsep
yang hilang
dan konsep
tidak tepat
Kaitan antar
konsep tidak
tepat
Kaitan
konsep antar
132
Pencernaan secara kimiawi melalui
lambung (M)
2,2
Pencernaan secara kimiawi enzim di
mulut (M)
2,2
Kaitan silang tidak ada (TTK)
60
hierarki
tidak tepat
Kaitan antar
konsep ada
yang hilang
Kaitan antar
hierarki
tidak tepat
133
Lampiran 10
Tabel Temuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Di Luar Peta Konsep
Acuan Berdasarkan Peta Konsep yang Dibuat Siswa Mengenai Konsep
Sistem Pencernaan pada Manusia
No
1.
2.
3.
4.
5.
Subkonsep
Sistem
pencernaan pada
manuisa
Pencernaan
Secara Mekanik
Pencernaan
Secara Kimiawi
Mulut*
Air Liur
Pernyataan Siswa
Proses pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan
kelenjar pencernaan (M)
Pencernaan secara mekanik artinya pengunyahan
dengan gigi,pergerakan otot-otot lidah dan pipi (M)
Pencernaan secara mekanik terdiri dari gigi dan lidah
(M)
Pencernaan secara mekanik (tidak ada kata
penghubung) lidah, pipi dan gigi (TTK)
Pencernaan secara mekanik contohnya pengunyahan
dengan gigi dan pergerakan otot lidah (M)
Pencernaan secara mekanik contohnya pengunyahan
dengan gigi (M)
Pencernaan secara mekanik terdapat pengunyahan
dengan gigi dan pergerakan otot lidah dan pipi (M)
Pencernaan secara mekanik terjadi pengunyahan dengan
gigi dan pergerakan otot lidah (M)
Pencernaan secara mekanik terjadi pengunyahan dengan
gigi (M)
Pencernaan secara mekanik terdiri dari otot lidah dan
otot pipi (M)
Pencernaan secara mekanik terdapat lidah (M)
Pencernaan secara kimiawi contohnyapemecahan zat
amilum (M)
Pencernaan secara kimiawi contohnyapemecahan zat
pati oleh ptialin menjadi maltosa (M)
Pencernaan secara kimiawi terdapat amilum (M)
Pencernaan secara kimiawi terjadi di lambung dan usus
halus (M)
Pencernaan secara kimiawi terdapat enzim ptialin (M)
Pencernaan secara kimiawi terjadi pemecahan zat pati
oleh ptialin menjadi maltosa (M)
Pencernaan secara kimiawi terdapat pemecahan zat pati
oleh ptialin menjadi maltosa (M)
Pencernaan secara kimiawi (tidak ada kata
penghubung) zat pati dan enzim (TTK)
Pencernaan secara kimiawi artinya pemecahan zat pati
oleh ptialin menjadi maltosa dengan bantuan enzim (M)
Mulut terjadi gigi dan lidah (M)
Enzim terdapat ptialin (M)
Enzim ptialin memecah amilum (TK)
Persentase
(% )
Jumlah
Siswa
4,4
2,2
2,2
2,2
2,2
11,1
2,2
4,4
2,2
2,2
2,2
2,2
11,1
4,4
2,2
2,2
6,7
2,2
2,2
2,2
2,2
4,4
2,2
134
6.
7.
8.
Enzim ptialin
Kerongkongan*
Lambung
9.
Usus Halus
10.
Duodenum
11.
12.
13.
14.
15.
Saluran empedu
Getah empedu
Saluran pankreas
Jejunum*
Ileum
16.
Usus Besar
Gigi dan lidah meliputi enzim ptialin (M)
Mulut menghasilkan ptialin (M)
Air liur terdapatptialin enzim (TK)*
Ptialin terdapat amilum (M)
Kerongkongan terdiri dari apendiksitis (M)
Enzim terdapat lipase, amilase, tripsin, pepsin, renin,
dan HCL (M)
Lambung terdiri dari gastritis (M)*
Lambung terjadi enzim pepsinogen (M)*
Lambung terdapat kelenjar pankreas (M)*
Lambung terdapatpepsinogen enzim (M)*
Lambung terjadi gastritis (TK)*
Lambung disebabkan gastritis (M)*
Lambung terdapat gastritis (TK)*
Lambung penyakitnya gastritis (TK)*
Lambung terjadi gatritis dan diare (M)*
Usus halus penyakitnya diare (M)
Usus halus penyakitnya apendiksitis (M)
Usus halus terdiri dari diare (M)*
Usus halus terdapat apendiksitis (M)*
Usus halus penyakitnya diare (M)*
Usus halus penyakitnya apendiksitis (M)*
Usus halus terdapat apendiksitis dan diare (M)*
Usus halus terjadi apendiksitis (M)*
Duodenum terdapat enzim amilase, lipase, dan tripsin
(TK)
Duodenum terdapat lipase (M)*
Duodenum dan kolon penyakitnya hemoroid,
apendiksitis, diare dan kostipasi (M)*
Saluran empedu mengalirkan getah empedu (TK)
Getah empedu yang dihasilkan hati (TK)
Saluran pankreas mengalirkan getah pankreas (TK)
Jejunum terdapat aktivator enzim (M)
Ileum terdapat vili (TK)
Ileum terdapat enzim maltase, sukrosa dan laktase (M)
Usus besar penyakitnya diare, konstipasi dan hemoroid
(M)
Usus besar penyakitnya konstipasi (M)
Usus besar penyakitnya usus buntu (M)
Usus besar terdapat enzim (M)*
Usus besar terdapat konstipasi (M)*
Usus besar penyakitnya konstipasi (M)*
Usus besar terjadi konstipasi (M)*
Usus besar terdapat diare (M)*
Usus besar terdapat apendiksitis dan konstipasi (M)*
Usus besar terdapat apendiksitis dan diare (M)*
Usus besar penyakitnya apendiksitis dan konstipasi
(M)*
Usus besar disebabkan oleh apendiksitis dan diare (M)*
Usus besar terjadi apendiksitis (M)*
Usus besar terdapat apendiksitis, diare dan konstipasi
(M)*
Usus besar terjadi usus naik, mendatar dan menurun
4,4
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
15,6
2,2
13,3
6,7
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
4,4
6,7
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
8,9
2,2
4,4
6,7
2,2
2,2
2,2
4,4
8,9
2,2
6,7
2,2
4,4
2,2
8,9
2,2
2,2
135
17.
Kolon*
18.
19..
Sekum
Kelenjar
pencernaan*
Kelenjar Hati
20.
21.
22.
23.
24.
25.
Kelenjar Pankreas
Kelainan
dan
Penyakit
pada
Sistem
Pencernaan
Manusia
Gatritis
Apendiksitis
Diare
(M)*
Kolon terdapat diare (M)
Kolon terjadi konstipasi (M)
Kolon penyakit diare (M)
Kolon terjadi diare (M)
Sekum meliputi enzim (M)
Kelenjar pencernaan termasuk organ-organ pencernaan
(M)
Cairan empedu yang ditampung di dalam kantung
empedu terdapat di empedu (M)
Getah empedu penyakitnya apendiksitis (M)
Kelenjar hati terdapat enzim lipase (TK)*
Kelenjar hati terjadi lipase (M)*
Kelenjar hati terdapat getah empedu (M)*
Kelenjar hati terjadi gliserol (M)*
Kelenjar hati terjadi kantung empedu (M)
Getah pankreas di dalam enzim tripsin, amilase dan
lipase terdapat di duodenum belakang lambung (M)
Pankreas terdapat enzim
Enzim meliputi amilase, tripsin, dan lipase (TK)
Enzim (tidak ada kata penghubung) amilase, tripsin,
dan lipase (TTK)
Enzim terbagi menjadi enzim tripsin, amilase dan lipase
(M)
Enzim terdiri dari enzim (TTK)*
Getah pankreas yang dihasilkan hati (M)*
Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terdiri
dari diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid
(TK)
Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terdiri
atas diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid
(TK)
Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan meliputi
diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid
(TK)
Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan
penyakitnya diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan
hemoroid (TK)
Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terdapat
diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid
(TK)
Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan terbagi
atas diare, gatritis, konstipasi, apendiksitis dan hemoroid
(M)
Kelainan sistem pencernaan terdiri atas diare, gatritis,
konstipasi, apendiksitis dan hemoroid (TK)
Gastritis menimbulkan radang kronis (M)
Apendiksitis menimbulkan infeksi bakteri (M)
Diare menimbulkan iritasi pada usus (M)
Keterangan: *kaitan silang
2,2
2,2
2,2
2,2
4,4
4,4
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
26,7
11,1
4,4
2,2
6,7
4,4
4,4
2,2
2,2
2,2
Lampiran 11
Lembar Wawancara Guru
Ruang Lingkup
Pembelajaran
Biologi
Konsep
Pencernaan
Manusia
Indikator
 Metode pembelajaran yang
digunakan dalam proses
belajar mengajar
Pertanyaan
1. Metode pembelajaran apa
yang sering digunakan
dalam proses belajar di
kelas?
Jawabaan& Alasan
Berbagai macam metode yang dipergunakan
seperti ceramah, tanya jawab, diskusi
kelompok, praktikum (torso).
 Buku yang digunakan dalam
pembelajaran biologi
2. Buku apa yang digunakan
dalam pembelajaran
biologi?
3. Metode pembelajaran apa
yang biasanya digunakan
dalam konsep sistem
pencernaan manusia?
Buku dari pemerintah (BSE), buku IPA
yang disarankan sekolah, dan LKS
 Metode yang efektif dalam
mengajarkan konsep sistem
pencernaan pada manusia
4. Metode apa yang biasanya
efektif digunakan dalam
mengajarkan konsep sistem
pencernaan pada manusia?
Metode demontrasi (media gambar dan
torso)
 Kesulitan yang dihadapi
dalam mengajarkan konsep
sistem pencernaan pada
manusia
5. Kesulitan apakah yang
biasanya dihadapi dalam
mengajarkan konsep sistem
pencernaan pada manuisa?
Ketika menerangkan konsep enzim-enzim
pencernaan pada manusia: tempat
dihasilkannya, kegunaannya, dan nama
enzim-enzimnya yang merupakan istilah
asing sehingga siswa sulit untuk mengingat
Sistem  Metode pembelajaran yang
pada
digunakan dalam konsep
sistem pencernaan manusia
136
Ceramah, Metode demontrasi (media
gambar dan torso), diskusi kelompok, dan
tanya jawab.
137
dan memahaminya.
Penggunaan
Konsep
Konsep
Pencernaan
Manusia
 Cara mengatasi kesuliatan
yang dihadapi dalam
mengajarkan konsep sistem
pencernaan pada manusia
6. Bagaimana mengatasi
kesulitan yang dihadapi
tersebut?
a. Meminta siswa untuk membuat catatan
kecil untuk ditempel ditempat-tempat
yang terlihat sehingga bisa untuk dibaca
dan dihapalkan.
b. Tanya jawab dengan meminta siswa
menyebutkan enzim-enzim pencernaan
pada manusia
 Konsep sistem pencernaan
pada manusia yang sulit
diajarkan dan dipahami oleh
siswa
7. Materi apakah pada konsep
sistem pencernaan manusia
yang biasanya sulit
diajarkan dan dipahami
oleh siswa?
8. Apakah guru suka
menggunakan peta konsep
dalam menjelaskan materi
khususnya tentang konsep
sistem pencernaan pada
manusia?
Enzim-enzim pencernaaan pada manusia.
9. Apakah guru pernah
menggunakan peta konsep
untuk mengevaluasi hasil
Iya, pernah dengan membuatkan terlebih
dahulu struktur dan labelnya. Tetapi
hasilnya kurang maksimal.
Peta  Penggunaan peta konsep
pada
dalam pembelajaran biologi
Sistem
konsep sistem pencernaan
pada
pada manusia
 Penggunaan peta konsep
untuk mengevaluasi hasil
belajar siswa khususnya
Iya, pernah menjelaskan materi
menggunakan peta konsep yang ada di buku
paket IPA pada konsep sistem pencernaan
pada manusia.
138
konsep sistem pencernaan
pada manusia
Miskonsepsi pada
Konsep Sistem
Pencernaan
Manusia
 Diagnosis (analisis)
miskonsepsi
belajar siswa khususnya
konsep sistem pencernaan
pada manusia?
10. Pernahkah guru mencoba
mendiagnosis
(menganalisis)
kesalahpahaman/miskonsep
si dalam suatu materi
pelajaran biologi khususnya
konsep sistem pencernaan
pada manusia?
Iya, pernah pada kelas 7 materi konsep
ekosistem, pertumbuhan dan perkembangan
lalu kelas 8 materi konsep sistem pernapasan
dan transportasi pada manusia.
 Faktor penyebab miskonsepsi
yang dialami siswa
11. Menurut guru apakah yang
menjadi faktor penyebab
miskonsepsi yang dialami
siswa?
Kebiasaan siswa yang kurang minat dalam
membaca buku dan tidak fokus
memperhatikan ketika guru sedang
menerangkan materi pelajaran.
 Upaya yang dilakukan dalam
mengatasi miskonsepsi siswa
12. Upaya apakah yang
dilakukan guru dalam
mengatasi miskonsepsi
tersebut? Bagaimanakah
hasilnya?
Meriview atau mengulangi materi yang
dianggap terjadi miskonsepsi untuk
membenarkan kembali konsepnya dan
melakukan praktikum apabila materinya
memungkinkan untuk dipraktekan.
Meskipun demikian hasil yang didapatkan
siswa masih banyak mengalami miskonsepsi
dan cendrung sama saja tidak ada
perubahan.
139
Lampiran 12
Lembar Wawancara Siswa
Aspek
Siswa
Jawaban &Alasan
Kelas B
1. Bagaimana
pendapat
T: Sulit dipahami karena
anda
tentang
konsepnya yang terlalu
pembelajaran
biologi
banyak
khususnya konsep sistem
S: Sama
pencernaan
pada
R: Suka karena mudah
manusia, mengapa?
dipahami
2. Subkonsep apakah yang
T: Kelaianan dan penyakit
anda anggap sulit untuk
sistem pencernaan pada
dipelajari dan dipahami
manusia, nama-namanya
dalam belajar konsep
asing didengar karena
sistem pencernaan pada
nama ilmiah
manusia,mengapa?
S: Organ-organ pencernaan,
karena
banyak
subkonsepnya
dan
terdapat
nama-nama
ilmiah
R: Kelenjar pencernaan,
karena sulit memahami
penjelasannya dan namanama enzimnya
3. Bagaimana
kebiasaan T:
Iya,
kadang-kadang T: Iya, tetapi jarang karena
anda, belajar di rumah
belajar terlebih dahulu di
sulit
kalau
Pernyataan
Kelas A
T: Sulit dipahami karena
konsepnya yang terlalu
banyak
S: Sama
R: Cukup mudah dipahami
konsep-konsepnya
T:
Saluran pencernaan,
karena terlalu banyak
subkonsep yang ada
didalamnya
S: Sama
R: Organ-organ pencernaan,
karena
banyak
subkonsepnya
dan
terdapat
nama-nama
ilmiah
Kelas C
T: Suka, apa lagi dibuat peta
konsep
lebih
mudah
memahaminya
S: Asik, mudah dipahami
R: Seru, karena memang suka
biologi
T: Organ-organ pencernaan,
karena
banyak
subkonsepnya
dan
terdapat
nama-nama
ilmiah
S: Kelaianan dan penyakit
sistem pencernaan pada
manusia,
nama-namanya
asing didengar karena
nama ilmiah
R: Sama
T:
Iya,
kadang-kadang
belajar terlebih dahulu di
140
Guru
sebelum belajar konsep
rumah, mempelajari intimempelajarinya
sendiri
rumah, mempelajari intisistem pencernaan pada
inti
dari
setiap
di rumah
inti
dari
setiap
manuisa
ketika
di
pembahasannya
S: Sama
pembahasannya
sekolah?
S: Tidak, karena sibuk R: Tidak, karena tidak S:
Iya,
karena
untuk
dengan tugas lainnya
mengerti
pembahasan
mempermudah
dalam
R: Sama
yang dipelajari
mempelajarinya
di
sekolah
R: Tidak, karena tidak
terbiasa
4. Jelaskan adakah konsep T: Tidak ada, karena sesuai T: Ada, pada air liur tidak T: Tidak ada, karena sesuai
sistem pencernaan pada
dengan konsep yang
terdapat
enzim
dengan konsep yang telah
manuisa
bertentangan
telah
diketahui
pencernaan
diketahui sebelumnya
dengan konsep yang
sebelumnya
S: Sama
S: Sama
anda pelajari sebelumnya S: Sama
R: Tidak ada, karena sesuai R: Sama
di
rumah
atau R: Sama
dengan konsep yang
lingkungan
sekitar?
telah
diketahui
Sebutkan!
sebelumnya
5. Bagaimana konsep yang T: Ada, pada beberapa T: Ada, pada beberapa T: Tidak ada
dikemukakan
oleh
konsep
sistem
konsep
sistem S:Ada, pada beberapa konsep
gurumu adakah yang
pencernaan,
pencernaan,
sistem
pencernaan,
tidak sesuai dengan buku
penjelasannya kurang
penjelasannya kurang
penjelasannya kurang
atau pengetahuan yang S: Sama
S: Sama
R: Tidak ada
anda telah ketahui atau R: Tidak ada
R:Tidak ada
pelajari sebelumnya?
6. Menurut anda konsep T: Iya, benar sesuai dengan T: Iya, benar sesuai dengan T: Iya, benar sesuai dengan
tersebut benar atau salah,
yang dijelaskan di buku
yang dijelaskan di buku
yang dijelaskan di buku
mengapa?
S: Sama
S: Sama
S: Sama
R: Sama
R: Sama
R: Sama
141
Buku Teks
Metode
Mengajar
7. Buku apakah yang anda
gunakan untuk belajar
konsep
sistem
pencernaan
pada
manusia?
8. Bagaimana buku tersebut
memudahkan
anda
mempelajari
konsep
sistem pencernaan pada
manusia
atau
malah
justru menyulitkan untuk
memahami
setiap
konsepnya?
9. Bagaimana bahasa dan
kedalaman
pembahasannya?
T: Buku paket dari sekolah T: Buku paket dari sekolah T: Buku paket dari sekolah
(BSE dan Platinum)
(BSE dan Platinum)
(BSE dan Platinum)
S: Sama
S: Sama
S: Sama
R: Sama
R: Sama
R: Sama
T:
Iya, karena dapat T: Iya, karena dapat T:Iya,
karena
dapat
membantu memudahkan
membantu memudahkan
membantu
memudahkan
untuk belajar memahami
untuk belajar memahami
untuk belajar memahami
setiap konsep yang akan
setiap konsep yang akan
setiap konsep yang akan
dipelajari
dipelajari
dipelajari
S: Sama
S: Sama
S: Sama
R: Sama
R: Sama
R: Sama
T: Beberapa ada yang sulit
untuk dipahami
S: Sama
R: Sama
T:Tidak ada
S:
Penjelasan mengenai
organ-organ pada sistem
pencernaan
kurang
lengkap
R: Tidak ada
T: Mudah dipahami
S: Beberapa ada yang sulit
untuk dipahami
R: Sama
T:
Penjelasan mengenai
kelainnan dan penyakit
pada sistem pencernaan
kurang lengkap
S: Tidak ada
R: Sama
T: Mudah dipahami
S:Beberapa ada yang sulit
untuk dipahami
R: Sama
T: Tidak ada
S: Sama
R: Sama
10. Jelaskan dalam buku
tersebut apakah terdapat
konsep
yang
bertentangan
dengan
pengetahuanmu
sebelumnya
mengenai
sistem pencernaan pada
manusia?
11. Bagaimana
pendapat T: Sudah baik, karena T: Sudah baik, karena T:Sudah
baik,
karena
anda
mengenai cara
menggunakan
media
menggunakan
media
menggunakan
media
mengajar
yang
gambar dan tanya jawab
gambar dan tanya jawab
gambar dan tanya jawab
142
digunakan oleh gurumu
dalam
menerangkan
konsep
sistem
pencernaan
pada
manusia? Mengapa?
12. Metode
atau
cara
mengajar apakah yang
anda inginkan ketika
belajar konsep sistem
pencernaan
pada
manusia?
Konsep Sistem 13. Kesulitan apakah yang
Pencernaan
anda alami ketika dalam
pada Manusia
memahami
konsep
Menggunakan
sistem pencernaan pada
Peta Konsep
manusia?
14. Kesulitan apa yang anda
alami dalam membuat
peta konsep mengenai
konsep
sistem
S: Sama
R: Sama
S: Sama
R: Sama
S: Sama
R: Sama
T: Tanya jawab
T:
PPT
menggunakan T: Tugas individu
S: Sama
infokus
S: Sama
R: Tugas kelompok dan S: Tugas individu (Co: R: Tanya jawab
presentasi
menggambar)
R: Diskusi kelompok
T:
Menghapalkan T: Menghapalkan bahasa
subkonsep bagian-bagian
dari
setiap
nama
dari organ-organ sistem
ilmiahnya
pencernaan
dan S: Menghapalkan kelaianan
penyakitnya
dan penyakit pada sistem
S: Sama
pencernaan
manusia
R:
Menghapalkan
karena
terkadang
subkonsep bagian-bagian
memakai istilah ilmiah
dari organ-organ sistem R:
Menghapalkan
pencernaan, penyakitnya
subkonsep bagian-bagian
dan enzim pencernaan
dari organ-organ sistem
pencernaan
dan
penyakitnya
T:
Mencantumkan
dan T:
Mencantumkan
dan
meletakan
setiap
meletakan
setiap
konsepnya pada hierarki
konsepnya pada hierarki
dan membuat
kaitan
dan membuat
kaitan
T:
Menghapalkan enzimenzim pencernaan dan
letaknya
S: Sama
R: Menghapalkan subkonsep
bagian-bagian dari organorgan sistem pencernaan
dan penyakitnya
T:
Mencantumkan
dan
meletakan
setiap
konsepnya pada hierarki
dan membuat kaitan silang
143
pencernaan
pada
manusia? Mengapa?
15. Bagaimanakah
dengan
peta konsep yang anda
buat, dapatkah anda
menjelaskan
dan
memahami
konsep
sistem pencernaan pada
manusia?
silang
disertai
kata
silang
disertai
kata
disertai kata penghubung
penghubung yang tepat
penghubung yang tepat
yang tepat (Co: Penyakit
(Co:
Penyakit
dan
(Co:
Penyakit
dan
dan kelaianan pada sistem
enzim-enzimnya)
enzim-enzimnya)
pencernaan manusia)
S: Sama (Co: Enzim-enzim S: Sama
S:Sama (Co: Enzim-enzim
pencernaan)
R: Sama (Co: Enzim-enzim
pencernaan)
R: Sama
pencernaan)
R:Sama (Co: Penyakit dan
kelaianan pada sistem
pencernaan manusia)
T: Sedikit paham, hanya T: Iya, paham dan dapat T: Iya, paham dan dapat
beberapa
dapat
menjelaskan
konsep
menjelaskan
konsep
menjelaskan
sistem pencernaan pada
sistem pencernaan pada
menggunakan
peta
manusia
menggunakan
manusia
menggunakan
konsep karena keliru
peta konsep yang dapat
peta konsep yang dapat
meletakan konsep tiap
membantu
ketika
membantu
ketika
hirarki dan masih banyak
mempelajari
dan
mempelajari
dan
konsep
yang
belum
menghapalnya
sebagai
menghapalnya
sebagai
tercantum
rangkuman
rangkuman
S: Sama
S: Sama
S: Sama
R: Sama
R: Sedikit paham dan hanya R: Sedikit paham dan hanya
beberapa
dapat
beberapa
dapat
menjelaskan
menjelaskan
menggunakan
peta
menggunakan peta konsep
konsep karena keliru
karena keliru meletakan
meletakan konsep tiap
konsep tiap hirarki dan
hirarki dan masih banyak
masih banyak
konsep
konsep
yang
belum
yang belum tercantum
tercantum
144
16. Bagaimana
pendapat T: Sedikit lebih paham
anda
mengenai
setelah menggunakan
penggunaan peta konsep
peta konsep karena
pada sistem pencernaan
terkadang masih keliru
manusia
khususnya
dalam pembagian
untuk memahami konsep
konsep-konsepnya
tersebut sehingga tidak S: Sama
terjadi kesalahpahaman R: Lebih dapat
(miskonsepsi)
dalam
memehaminya karena
mempelajarinya?
lebih mudah
Mengapa?
mempelajari
menggunakan peta
konep
17. Bagaimana
pendapat T: Sulit karena tidak terlalu
anda mengenai kegiatan
paham pembahasan
pembuatan peta konsep
subkonsep-konsepnya
sistem pencernaan pada
yang tercakup dalam
manusia, mengapa?
sistem pencernaan pada
manusia
S: Sama
R: Sama
T: Memahaminya karena
konsep-konsep yang
tercantum lebih jelas
terlihat pembagiannya
dan cakupan
pembahasaannya
S: Sama
R: Sedikit lebih paham
setelah menggunakan
peta konsep karena
terkadang masih keliru
dalam pembagian
konsep-konsepnya
T: Menyenangkan karena
konsep sistem
pencernaan pada
manusia menjadi mudah
dipelajari dan dipahami
sebagai sebuah
rangkuman
S: Sedikit sulit karena masih
bingung meletakan
setiap subkonsep dari
konsep sistem
pencernaan pada
manusia
R: Sama
T: Memahaminya karena
konsep-konsep yang
tercantum lebih jelas
terlihat pembagiannya dan
cakupan pembahasaannya
S: Sedikit lebih paham
setelah menggunakan peta
konsep karena terkadang
masih keliru dalam
pembagian konsepkonsepnya
R: Sama
T: Sedikit sulit karena masih
bingung menggunakan
kata penghubung
(proposisi) yang tepat
S: Sama
R: Sedikit sulit karena masih
bingung meletakan setiap
subkonsep dari konsep
sistem pencernaan pada
manusia
145
146
147
148
149
150
151
152
Lampiran 14
152
153
153
154
Lampiran 16
154
155
Lampiran 17
155
Lampiran 18
FOTO-FOTO PENELITIAN
156
Download
Study collections