- Universitas Udayana Repository

advertisement
BUKU AJAR (BAHAN AJAR)
HAK-HAK EKONOMI NEGARA BERKEMBANG DALAM
INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL
Oleh :
I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
HAK-HAK EKONOMI NEGARA BERKEMBANG DALAM INSTRUMEN
HUKUM INTERNASIONAL
Pada tahun-tahun terakhir sebelum berakhirnya Abad ke-20, negara
berkembang dihadapkan pada berbagai pertanyaan fundamental yang memerlukan
suatu keputusan eksistensial atau exsistensial decision dalam menentukan tempatnya
dalam konstelasi perkembangan global yang sedang berjalan. Pada Abad ke-16 dan
ke-17, awal ekspansi Eropa ke seluruh dunia, yang berakhir dengan dominasi Barat,
kita tidak dapat membaca peta global yang sedang berubah sehingga tidak dapat
menentukan strategi jangka panjang yang harus dianut. Namun sekarang negara
berkembang dapat memilih strategi, karena dapat membaca perkembangan yang
sedang terjadi. Pertanyaan utama yang secara fundamental harus dihadapi oleh negara
berkembang adalah:
1. Apa yang dikehendaki oleh negara berkembang mengenai keadaan interen pada
masing-masing masyarakat kita.
2. Apa yang dikehendaki oleh negara berkembang mengenai keadaan dan konstelasi
eksteren yang sedang berubah pesat.1
Jawaban terhadap pertanyaan fundamental tersebut harus mencakup elemen
aspiratif dan ideal maupun elemen yang mengandung realisme serta pengakuan
bahwa tidak semua hal berada ditangan kita untuk ditentukan. Pertanyaan
fundamental tersebut tidak dapat dijawab hanya dengan teori abstrak dan juga tidak
1
H.S. Kartadjoemena, 2000, Substansi Perjanjian GATT/WTO Dan Mekanisme Penyelesaian
Sengketa, Cet. 1, UI-Press, Jakarta, h. 286-287.
2
dapat dijawab tanpa melifat konteks riil yang sedang kita hadapi, yaitu konteks
interdependensi. Dapat diperkirakan bahwa interdependensi antarnegara dan antar
masyarakat di dunia ini akan semakin meningkat. Interdependensi tersebut akan
banyak menunjang laju pertumbuhan perekonomian dunia. Tetapi hal itu tidak akan
mewujudkan surga dalam dunia. Adanya interdependensi dan laju pertumbuhan yang
tinggi tidak otomatis dapat menyelamatkan negara berkembang tanpa suatu strategi
yang jelas dan tanpa perumusan mengenai apa yang dikehendaki oleh negara
berkembang. Proses tersebut mengandung risiko maupun peluang. Bagi negara
berkembang,
dalam
proses
interdependensi
global
yang
semakin
meluas,
tantangannya adalah: bagaimana memanfaatkan peluang yang ada dan mencegah
dampak negatif yang dapat timbul.2
Demikian pula halnya dalam kepentingan ekonomi negara berkembang pada
era globalisasi ini, negara berkembang harus mampu memanfaatkan peluang yang
ada dan mencegah dampak negatif yang dapat timbul. Negara-negara berkembang
yang ada di dunia ini harus mampu memahami dan memanfaatkan hak-hak
ekonominya, sehingga dapat menumbuhkembangkan dan melindungi perekonomian
negara yang bersangkutan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dan
kesejahtraan rakyat di negara-negara berkembang. Terpenting juga bahwa
negara-negara industri besar yang tergolong dalam negara-negara maju harus
menghormati dan melindungi hak-hak ekonomi negara berkembang.
Perlindungan hak-hak ekonomi negara berkembang terdapat dalam beberapa
instrumen Hukum Internasional. Instrumen-instrumen Hukum Internasional memuat
2
Ibid.
3
konsep-konsep pembangunan internasional yang sangat penting dan berguna bagi
pembangunan ekonomi di negara-negara ketiga atau negara-negara berkembang.
Hak-hak ekonomi negara berkembang ini terdapat didalam beberapa
instrumen Hukum Internasional, antara lain:
A. International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (UNGA
Resolution 2200 A (XXI) of 16 December 1966).3
Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Rakyat setiap negara memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, untuk
secara bebas menentukan status politik dan mewujudkan pembangunan
ekonomi mereka.
2. Rakyat setiap negara dapat, untuk keperluan mereka, secara bebas
menggunakan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengabaikan
berbagai kewajiban kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip
saling menguntungkan, dan prinsip-prinsip hukum internasional. Dalam kasus
apapun setiap orang harus dihindarkan dari hal-hal yang menyulitkan
kehidupan mereka.
3. Setiap negara anggota Convenant ini harus meningkatkan pewujudan hak
untuk menentukan nasib sendiri dan menghormati hak tersebut sesuai dengan
ketentuan Piagam PBB.4
B. UNGA Resolution On Permanent Sovereignty Over Natural Resources 1942
(UNGA Resolution 1803 (XVII), 14 December 1942).5
B.1. Hal-hal yang mendasar sebagai berikut:
3
Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 2.
4
Pasal 1 Covenant.
5
Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 3.
4
1. Konvenan Hak Azasi Manusia tentang Self-determination, menyatakan:
”rakyat dapat, untuk kepentingan diri mereka sendiri, secara merdeka
memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa menghambat
kewajiban internasional dalam kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan
prinsip saling menguntungkan, dan hukum internasional”.6
2. Resolusi Majelis Umum PBB 1314 (XIII), 12 Desember 1958, tentang selfdetermination, dalam hubungan dengan kekayaan dan sumberdaya alam
dengan tetap mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasinal dan Piagam
PBB dan Commission on Permanent Sovereignty over Natural Resources,
yang antara lain merekomendasikan penguatan prinsip kerjasama internasional
dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang.
3.
Resolusi
Majelis
Umum
PBB
1515
(XV),
15
Desember
1960,
merekomendasikan penghormatan terhadap hak berdaulat setiap negara untuk
memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka, menurut kebutuhan
nasional mereka, dan penghormatan terhadap kemerdekaan ekonomi negaranegara.
B.2. Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
3. Hak berdaulat penuh rakyat dan suatu bangsa terhadap kekayaan dan
sumber daya alamnya harus digunakan untuk kepentingan pembangunan
nasionalnya dan kesejahateraan hidup mereka.
4. Penerapan kedaulatan rakyat dan bangsa secara bebas dan menguntungkan
terhadap sumber daya alamnya harus didasarkan pada hubungan saling
6
Paragraf kedua.
5
menghormati dan saling menguntungkan antara satu negara dengan negara
lainnya berdasarkan azas kedaulatan dan kesederajatan.
C. Charter Of Economic Rights And Duties Of States 1972 (UNGA Resolution 3281
(XXIX), 12 December 1972).7
Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Setiap negara memiliki hak berdaulat dan tak terhapuskan (inalienable) untuk
menentukan sistem ekonominya sendiri menurut kehendak rakyatnya, tanpa
campur tangan, tekanan, ancaman, pihak luar dalam bentuk apapun.
2. Dalam pengeksploitasian sumber daya alam oleh dua atau lebih negara, setiap
negara harus bekerjasama berdasarkan sistem informasi dan konsultasi
pendahuluan untuk mencapai pemanfaatan yang optimum tanpa akibat buruk
terhadap kepentingan legitimit negara lainnya.
3. Setiap negara memiliki hak untuk ikut serta dalam perdagangan internasional
dan bentuk kerjasama ekonomi lainnya dengan mengabaikan perbedaan politik,
ekonomi dan sistem sosial mereka. Tidak ada satupun negara memperoleh
perlakuan diskriminasi dalam hal apapun karena perbedaan yang melekat pada
dirinya. Dalam kaitan dengan tujuan perdagangan internasional dan kerjasama
ekonomi internasional lainnya, setiap negara bebas menentukan bentuk
kerjasama luar negeri mereka dan ikut serta dalam pengaturan multilateral
maupun bilateral, sesuai dengan kewajiban dan kebutuhan kerjasama ekonomi
internasional mereka.
4. Setiap negara memiliki hak untuk ikut serta dalam organisasi produsen-produsen
komoditas primer dalam rangka pengembangan ekonomi nasional, untuk
7
Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 6.
6
mendapatkan pendanaan atau keuangan yang stabil untuk pembangunan mereka
dan, sesuai dengan tujuan mereka, membantu keberlanjutan proses pertumbuhan
ekonomi
dunia, khususnya
menggerakkan
pembangunan negara-negara
berkembang. Dalam hubungan dengan itu, setiap negara memiliki kewajiban
untuk menghormati hak-hak tersebut dengan mencegah penerapan tindakan
politik dan ekonomi yang dapat membatasi hak-hak itu.
5. Setiap negara memiliki tanggungjawab primer untuk memajukan ekonomi,
sosial dan budaya rakyatnya. Untuk tujuan ini, setiap negara memiliki hak dan
kewajiban untuk menentukan tujuan dan cara pembangunannya, sepenuhnya
menggerakkan dan menggunakan sumber daya alamnya, untuk mengadakan
perubahan sosial-ekonomi yang progresif dan menjamin partisipasi penuh
rakyatnya dalam proses dan kemanfaatan pembangunan.
6. Negara-negara memiliki hak, dengan persetujuan para pihak, untuk berpartisipasi
dalam kerjasama sub-regional, regional, dan interregional selaras dengan tujuan
pembangunan sosial-ekonomi mereka. Seluruh negara yang terlibat dalam
kerjasama seperti itu memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa kebijakankebijakan dari kelompok-kelompok tersebut di mana mereka menjadi
anggotanya berkaitan dengan ketentuan dari Piagam ini dan bersifat
outward-looking, konsisten dengan kewajiban-kewajiban internasional mereka
dan kepentingan kerjasama internasinal, dan sepenuhnya memperhatikan
kepentingan sah negara-negara ketiga, khususnya negara-negara sedang
berkembang.
7
7. Setiap negara memiliki hak untuk menikmati manfaat dari pembangunan dan
kemajuan sains dan teknologi untuk penggerakan pembangunan sosial ekonomi
mereka.
8. Setiap negara harus memfasilitasi akses negara-negara berkembang untuk
pencapaian teknologi dan sains modern, pengalihan teknologi dan penciptaan
teknologi asli untuk kepentingan negara-negara berkembang dalam bentuk dan
sesuai dengan prosedur yang terbaik bagi kebutuhan dan ekonomi mereka. Untuk
keperluan itu, negara maju harus bekerjasama dengan negara-negara berkembang
dalam pendirian, penguatan dan pembangunan infrastruktur sains dan teknologi
mereka dan kegiatan teknologi untuk memperluas dan mengubah ekonomi
negara-negara berkembang.
9. Seluruh negara harus bekerjasama dalam penelitian dalam rangka pengembangan
panduan atau regulasi alih teknologi yang lebih diterima secara internasional,
dengan perhatian penuh terhadap kepentingan negara-negara berkembang.
10. Setiap negara mengemban kewajiban untuk bekerjasama dalam memajukan
perdagangan dunia yang lebih stabil, luas, dan bebas, perbaikan kesejahteraan
dan standar kehidupan seluruh rakyat, khususnya pada negara-negara
berkembang. Dalam hubungan dengan ini, negara-negara harus mengambil
tindakan-tindakan yang diarahkan pada pengamanan keuntungan-keuntungan
tambahan untuk perdagangan internasional negara-negara berkembang dalam
rangka mencapai peningkatan substansial dalam perolehan devisa luar negeri
mereka,
diversifikasi
ekspor
mereka,
akselerasi
tingkat
pertumbuhan
perdagangan mereka, dengan memperhatikan kebutuhan pembangunan mereka,
8
perbaikan peluang mereka untuk berpartisipasi dalam perluasan perdagangan dan
neraca perdagangan dunia yang lebih menguntungkan bagi negara-negara
berkembang dalam menikmati keuntungan yang dihasilkan oleh perkembangan
tersebut.
11. Kerjasama internasional untuk pembangunan adalah tujuan dan kewajiban
bersama negara-negara. Setiap negara harus bekerjasama dengan usaha-usaha
negara-negara berkembang untuk menggerakkan pembangunan sosial ekonomi
mereka dengan cara menyediakan kondisi eksternal yang baik dan dengan
memperluas bantuan-bantuan secara aktif bagi mereka, sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan pembangunan mereka, dengan sepenuhnya memperhatikan kedaulatan
dan kesederajatan negara-negara dan bebas dari persyaratan apapun yang diambil
dari kedaulatan mereka.
12. Negara-negara maju harus memperluas, memperbaiki dan memperbesar prefrensi
tarif umum yang tidak bersifat timbal-balik dan diskriminatif bagi negara-negara
berkembang sesuai dengan kesimpulan yang disepakati dan keputusan yang
terkait yang ditetapkan sehubungan dengan ketentuan ini, dalam kerangka kerja
organisasi internasional yang berkompeten. Negara-negara maju juga harus
memberikan pertimbangan-pertimbangan yang kuat untuk penentapan tindakan
tarif pada sektor yang lainnya, pada bidang-bidang yang memungkinkan dan
perlu melalui cara yang memungkinkan perlakuan yang dapat memberikan
kekhususan dan perlakuan lebih baik, untuk menciptakan perdagangan dan
keperluan pembangunan negara-negara berkembang. Dalam pelaksanaan
hubungan ekonomi internasional negara-negara maju harus dengan sukarela
9
menghindarkan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan dampak negatif
terhadap pembangunan nasional negara-negara berkembang, sebagaimana
dilakukan melalui perlakuan khusus tariff umum dan tindakan-tindakan khusus
lainnya yang disepakati secara umum menurut kebutuhan mereka.
13. Dengan pandangan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi negara-negara
berkembang dan menjembatani kesenjangan antara negara-negara maju dan
negara-negara berkembang, negara-negara maju harus memberikan perlakuan
khusus secara umum, tidak bersifat timbal balik dan tidak diskriminatif bagi
negara-negara berkembang dalam bidang kerjasama ekonomi internasional yang
memungkinkan.
14.
Negara-negara
berkembang harus,
berdasarkan
usaha
mereka
sendiri
meningkatkan perdagangan mereka secara keseluruhan, diberikan dengan
memberikan perhatian terhadap kemungkinan untuk memperluas perdagangan
mereka dengan negara-negara sosialis, dengan menetapkan persyaratanpersyaratan perdagangan bagi negara-negara ini yang bersifat tidak inferior
dibanding dengan yang mereka berikan kepada negara-negara maju.
15. Setiap negara harus mendukung tujuan dan kebutuhan-kebutuhan pembangunan
negara-negara berkembang yang diakui atau disetujui secara bersama dan saling
menguntungkan dengan mengutamakan increased net flow dari sumber daya
alam riil kepada negara-negara berkembang dari seluruh sumber daya alam,
dengan memperhatikan segala kewajiban dan komitment yang ditetapkan oleh
negara bersangkutan, dalam rangka memperkuat kembali usaha-usaha negara
berkembang untuk menggerakkan pembangunan ekonomi dan soaial mereka.
10
16. Untuk meningkatkan mobilitas sumber daya mereka secara efektif, negara-negara
berkembang harus memperkuat kerjasama ekonomi mereka dan memperluas
perdagangan
yang saling mengutungkan
untuk dapat menggerakkan
pembangunan ekonomi dan sosial mereka. Setiap negara, khususnya negaranegara maju, secara individual maupun melalui organisasi internasional yang
berkompeten di mana mereka menjadi anggotanya, harus menyediakan dukungan
dan kerjasama yang tepat dan efektif.
17. Setiap negara mengemban kewajiban untuk melakukan hubungan ekonomi yang
saling menguntungkan dengan memperhatikan kepentingan negara lain.
Khususnya, menghindarkan tindakan yang dapat merugikan kepentingan negaranegara berkembang.
18. Dalam pembangunan ekonomi dunia jangka panjang, masyarakat internasional,
khususnya anggota-anggotanya yang telah maju, harus memberi perhatian
khusus terhadap masalah dan kepentingan negara-negara terkebelakang termasuk
negara-negara sedang berkembang, negara-negara berkembang yang tidak
berpantai dan negara-negara berkembang kepulauan, untuk membantu mereka
memecahkan kesulitan-kesulitan dan dengan demikian menyumbang terhadap
pembangunan ekonomi dan sosial mereka.
19. Perdagangan internasional harus dilaksanakan tanpa merugikan negara-negara
berkembang berkenaan dengan pemberlakuan perlakuan khusus dalam hal nondiskriminasi umum dan non-resiprositas, berdasarkan kemanfaatan yang saling
menguntungkan, keuntungan yang berkeadilan dan pertukaran perlakuan mostfavoured-nation.
11
20. Seluruh negara harus bekerjasama dengan negara-negara berkembang dalam
rangka meningkatkan kemampuan mereka untuk memperoleh devisa dari
transaksi-transaksi tidak nyata, sesuai dengan potensi dan kebutuhan mereka dan
konsisten dengan tujuan-tujuan di atas.
D. Declaration On The Establishment Of A New International Economic Order
(NIEO) 1974 (UNGA Spec. Sess. A/RES/3201 (S-VI), 1974).8
Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Hak setiap negara untuk menentukan sistem ekonomi dan sosial yang ditekankan
sebagai sesuatu yang terpenting bagi pembangunan mereka sendiri dan tidak
merupakan obyek diskriminasi dari apapun sebagai akibatnya.
2. Hak negara-negara berkembang dan rakyat yang berada dalam wilayah jajahan
dan dominasi rasial dan pendudukan asing untuk mewujudkan kebebasan mereka
dan hak untuk mengatur secara efektif sumberdaya alam dan kegiatan ekonomi
mereka.
3. Perluasan bantuan bagi negara-negara berkembang, rakyat dan wilayah yang
berada di bawah dominasi asing dan penjajah, pendudukan asing, diskriminasi
rasial atau warna kulit atau obyek dari ekonomi, politik atau bentuk tindak
kebijakan menekan lainnya untuk memperoleh dari mereka sub-ordinasi untuk
menggunakan hak-hak berdaulat mereka dan untuk mengamankan dari mereka
kemanfaatan atas segala hal.
4. Perluasan bantuan aktif terhadap negara-negara berkembang oleh seluruh anggota
komunitas internasional, bebas dari persyaratan-persyaratan politik dan militer.
8
Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 19.
12
5. Jaminan bahwa salah satu tujuan reformasi sistem moneter internasional haruslah
peningkatan pembangunan pada negara-negara berkembang dan sirkulasi sumber
daya riil yang memadai bagi mereka.
6. Perlakuan khusus dan perlakuan yang tidak didasarkan prinsip timbal balik bagi
negara-negara berkembang, dalam hal memungkinkan, dalam seluruh bidang
kerjasama ekonomi internasional.
7. Pengamanan persyaratan-persyaratan yang menguntungkan untuk pengalihan
sumber-sumber keuangan untuk negara-negara berkembang.
8. Pemberian akses terhadap perkembangan sains dan teknologi modern bagi
negara-negara berkembang, dan meningkatkan alih teknologi dan penciptaan
teknologi asli untuk keperluan negara-negara berkembang dalam bentuk dan
sesuai dengan prosedur yang pling sesuai dengan kemapuan ekonomi mereka.
9. Penguatan, melalui tindakan individuail dan kolektif, ekonomi yang saling
menguntungkan, perdagangan, keiangan dan kerjasama teknis antar negara-negara
berkembang, terutama dengan dasar perlakuan khusus.
10. Penyediaan fasilitas peran dalam mana prosedur perusahaan dapat bergerak dalam
kerangka kerja kerjasama internasional dan, dengan memperhatikan tujuannya,
antara lain pembantuan peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia yang
berkelanjutan dan penggerakan pembangunan negara-negara berkembang.
Dengan demikian, bahwasannya pembahasan hukum berdasarkan konsep
pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam yang berbasis
pembangunan sosial dan ekonomi harus dibahas sebagai bagian dari konsep-konsep
pembangunan, khusus di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai
13
bagian dari konsep pembangunan internasional di bawah PBB, para penulis
menganggap The Charter of Economic Right and Duties of State sebagai langkah
awal kearah kodifikasi dan perkembangan baru (the codification and progressive
development of law) dari Prinsip-Prinsip Hukum Internasional bertalian dengan
persoalan Tata Ekonomi Internasional Baru (The New International Economic Order,
1974 ). Deklarasi PBB tentang pembentukan suatu Tata Ekonomi Internasional Baru,
sebagai deklarasi politik diterima tanpa pungutan suara. Piagam ini diterima sebagai
instrumen universal untuk mengatur hubungan ekonomi internasional.9
Demikianlah beberapa hak-hak ekonomi negara berkembang dalam instrumen
Hukum Internasional.
HAK-HAK NEGARA BERKEMBANG DALAM BIDANG INVESTASI
Kepentingan negara berkembang dalam tatanan masyarakat internasional
sangat perlu mendapat perhatian. Yang sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana
nasib negara berkembang dalam proses yang semakin global dan interdependen,
dengan kegiatan ekonomi yang semakin borderless dimana satuan-satuan usaha, yang
semakin multinasional, semakin bertindak secara otonom, dan negara maju semakin
menghendaki keterbukaan pasar dan kesempatan usaha di seluruh dunia. Kemudian
timbul
pertanyaan:
apakah
negara
berkembang
mampu
mempertahankan
9
http://www.goegle.com, Daud Silalahi, 2003, Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka
Pengelolaan (Termasuk Perlindungan) Sumber Daya Alam Yang Berbasis Pembangunan Sosial Dan
Ekonomi, makalah ini disampaikan pada: Seminar Pembangunan Nasional VIII, dengan tema: Penegakan
Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh: Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, dilaksanakan di Denpasar 14-18 Juli 2003,
diakses 23-Januari-2006, 23.11 WITA.
14
eksistensinya menghadapi perubahan yang pesat tersebut? Bagaimana negara
berkembang harus bersikap secara menyeluruh agar dapat memanfaatkan
perkembangan global yang sedang berjalan tanpa terlindas oleh suatu proses yang
tidak terkendali ?10
Pertanyaan tersebut sangat relevan dan perlu dijawab dengan kepala dingin.
Bahwasannya negara berkembang harus menentukan sikap mengenai apa yang ingin
dicapai secara fundamental. Sehingga terdapat inti dari pilihan strategis, adalah:
bagaimana dapat memanfaatkan interdependensi yang menguntungkan, sementara
juga dapat meraih otonomi yang seluas mungkin dalam penentuan nasibnya sendiri.
Sejauh mana pilihan tersebut merupakan pilihan yang mutually exclusive antara
kemakmuran dan kemerdekaan, serta sejauh mana kita dapat melakukan kedua hal itu
tanpa adanya kontradiksi.11
Terkait dengan hal di atas, perlu juga dikaji tentang posisi negara berkembang
dalam era liberalisasi investasi saat ini. Terutama dalam posisi negara berkembang
menerima kehadiran investasi asing. Mencermati berbagai pendapat tentang
kehadiran investor, lalu timbul suatu pertanyaan yakni, apakah setiap permohonan
investasi yang diajukan oleh investor asing harus diterima begitu saja oleh negara
penerima modal ataukah investor asing harus mengikuti peraturan tentang penanaman
modal yang ditentukan oleh negara penerima modal?12 Dalam hal ini menarik
disimak seperti apa yang dikemukakan oleh Detlev F. Vagts:
10
H.S. Kartadjoemena, op. cit., h. 285.
Ibid., h. 286.
12
Sentosa Sembiring, op. cit., h. 28.
11
15
”Suatu pemerintah yang mempertimbangkan sungguh-sungguh setiap usulan
penanaman modal asing dihadapkan pada dilema antara hasrat untuk
menggunakan penanaman modal tersebut sebagai sarana mencapai sasaran
nasional tertentu dan adanya ketakutan kalau bermacam-macam nilai nasional
akan terancam oleh penanaman modal tersebut. Yang mendukung dan yang
melawan sulit untuk ditimbang atau dihitung dengan cara yang memuaskan.
Godaan-godaan mengizinkan teori lasses-faire berlaku cukup besar, namun
karena pemerintah semakin jeli melihat ketidaksamaan antara kepentingan
nasional dan bisnis, maka pemerintah lebih berminat untuk menetapkan
pembangunan ekonomi dalam pengawasan seksama yang terkoordinasi,
mereka merasa lebih sulit membiarkan hal-hal tersebut berjalan sesuai dengan
kemauan arah bisnis swasta.”13
Jika dicermati secara seksama pandangan penulis di atas, tampak bahwa suatu
negara yang berdaulat mempunyai otoritas untuk mengatur negaranya termasuk
masalah investasi (foreign direct invesment). Kedaulatan suatu negara (termasuk
negara berkembang) untuk mengatur masalah investasinya adalah merupakan hak
dari negara tersebut. Hak negara, khususnya hak negara berkembang dalam bidang
investasi sangat menentukan kehidupan perekonomian negara berkembang tersebut.
Dengan demikian maka sangat relevan jika hak negara berkembang dalam bidang
investasi tersebut diatur dalam instrumen Hukum Internasional. Adapun hak-hak
negara berkembang dalam bidang investasi diatur dalam instrumen Hukum
Internasional sebagai berikut:
A. International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (UNGA
Resolution 2200 A (XXI) of 16 December 1966).14
13
Detlev F. Vagts, dalam: Peranan Hukum Dalam Perekonomian Di Negara Berkembang.
Penyunting: T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Cet. 1,
Hlm. 68, dalam: Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung, h. 28-29.
14
Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 2.
16
Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
Rakyat setiap negara dapat, untuk keperluan mereka, secara bebas menggunakan
kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa mengabaikan berbagai kewajiban
kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan prinsip saling menguntungkan, dan
prinsip-prinsip hukum internasional. Dalam kasus apapun setiap orang harus
dihindarkan dari hal-hal yang menyulitkan kehidupan mereka.
B. UNGA Resolution On Permanent Sovereignty Over Natural Resources 1942
(UNGA Resolution 1803 (XVII), 14 December 1942).15
B.1 Hal-hal yang mendasar sebagai berikut:
1. Konvenan Hak Azasi Manusia tentang Self-determination, menyatakan:
”rakyat dapat, untuk kepentingan diri mereka sendiri, secara merdeka
memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka tanpa menghambat
kewajiban internasional dalam kerjasama ekonomi internasional, berdasarkan
prinsip saling mnguntungkan, dan hukum internasional”.16
2.
Resolusi
Majelis
Umum
PBB
1515
(XV),
15
Desember
1960,
merekomendasikan penghormatan terhadap hak berdaulat setiap negara untuk
memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alam mereka, menurut kebutuhan
nasional mereka, dan penghormatan terhadap kemerdekaan ekonomi negaranegara.
B.2 Memuat prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Hak berdaulat penuh rakyat dan suatu bangsa terhadap kekayaan dan sumber
daya alamnya harus digunakan untuk kepentingan pembangunan nasionalnya
dan kesejahateraan hidup mereka.
15
16
Ibid, h. 3.
Paragraf kedua.
17
2. Eksplorasi, pengembangan dan pengalihan suatu sumber daya alam termasuk
modal asing yang diimpor yang diperlukan untuk tujuan tersebut, harus sesuai
dengan aturan dan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu dan
ditentukan secara merdeka oleh rakyat dan bangsa tersebut dalam hubungan
dengan perizinan, pembatasan atau larangan-larangan untuk kegiatan
tersebut.
3. Dalam hal suatu perizinan diberikan, modal asing dan segala perolehan yang
dihasilkan oleh modal tersebut harus diatur menurut persyaratan-persyaratan
yang ditentukan oleh hukum nasional dan internasional yang berlaku.
Keuntungan yang diperoleh harus dinikmati secara proporsional berdasarkan
kesepakatan, misalnya antara investor dengan negara tuan rumah, dengan
jaminan tidak merugikan salah satu pihak terutama sehubungan dengan
kedaulatan negara terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya.
4. Nasionalisasi (nationalization), ekspropriasi (expropriation) atau rekuisisi
(requisition) harus didasarkan pada alasan-alasan kemanfaatan publik,
keamanan atau kepentingan nasional yang dianggap melampaui kepentingankepentingan individu atau kepentingan pribadi murni, baik dalam maupun luar
negeri. Dalam hal, hal tersebut terjadi, pemilik harus mendapat kompensasi
yang layak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara pengambil
tindakan dan hukum internasional yang berlaku. Dalam hal terjadi perbedaan
pendapat tentang jumlah kompensasi yang diberikan maka yurisdiksi negara
pengambil tindakanlah yang harus digunakan. Namun demikian, berdasarkan
persetujuan dari negara dan pihak-pihak yang bersangkutan, penyelesaian
18
sengketan harus dilakukan melalui prosedur arbitrase atau peradilan
internasional.
5. Penerapan kedaulatan rakyat dan bangsa secara bebas dan menguntungkan
terhadap sumber daya alamnya harus didasarkan pada hubungan saling
menghormati dan saling menguntungkan antara satu negara dengan negara
lainnya berdasarkan azas kedaulatan dan kesederajatan.
6. Kerjasama pembangunan ekonomi internasional negara-negara berkembang,
dalam bentuk penanaman modal publik maupun pribadi, perdagangan barang
dan jasa, bantuan teknis, atau pertukaran informasi ilmiah, harus diperuntukan
bagi pembangunan nasional mereka dan harus berdasarkan penghormatan
terhadap kebebasan dan kedaulatan terhadap kekayaan dan sumber daya alam
mereka.
7. Pelanggaran terhadap hak rakyat dan bangsa sehubungan dengan kedaulatan
terhadap kekayaan dan sumber daya alamnya dianggap bertentangan dengan
jiwa dan prinsip-prinsip Piagam PBB dan merugikan kerjasama pembangunan
nasional dan perdamaian internasional.
8. Persetujuan penanaman modal asing berlaku mengikat berdasarkan
azas
kebebasan, oleh atau diantara negara-negara, berdasarkan azas etikad baik:
negara dan organisasi internasional harus secara langsung menghormati
kedaulatan rakyat dan bangsa-bangsa terhadap kekayaan dan sumber daya
alam mereka sesuai dengan Piagam dan prinsip-prinsip yang ditentukan
didalam Resolusi ini.
19
C. Charter Of Economic Rights And Duties Of States 1972 (UNGA Resolution 3281
(XXIX), 12 December 1972).17
Memuat hal-hal penting sebagai berikut:
1. Setiap negara memiliki hak mengatur dan menggunakan kewenangan
terhadap modal asing didalam yurisdiksinya menurut hukum, kebijakan,
prioritas dan tujuan nasionalnya. Tidak ada negara ditekan untuk
memberikan perlakuan khusus terhadap modal asing.
2. Setiap negara memiliki hak mengatur dan mengawasi kegiatan
perusahaan transnasional di dalam
yurisdiksi nasionalnya dan
mengambil tindakan yang dapat menjamin bahwa kegiatan mereka sesuai
dengan hukum, aturan, kebijakan yang berlaku, dan
sesuai dengan
kebijakan ekonomi dan sosial mereka. Perusahaan transnasional tidak
boleh mencampuri urusan dalam negeri negara tuan rumah. Setiap negara
harus, dengan sepenuhnya memperhatikan hak-hak berdaulat mereka,
bekerjasama dengan negara lain dalam menggunakan hak yang diatur
dalam paragraf ini;
3. Setiap negara memiliki hak untuk melakukan nasionalisasi, ekspropriasi
atau alih kepemilikan hak milik asing oleh negara tuan rumah harus
disertai kompensasi yang layak, sesuai dengan seluruh hukum dan
kebijakan dan seluruh keadaan yang dipandang pertinen oleh negara
bersangkutan. Dalam hal masalah kompensasi berkembang menjadi
sengketa, harus diselesaikan menurut hukum nasional negara tuan rumah,
17
Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra, h. 6.
20
melalui lembaga peradilannya, kecuali secara sukarela disepakati oleh
negara-negara terkait untuk menyelesaikan melalui cara-cara damai
lainnya, berdasarkan prinsip kedaulatan dan kesederajatan negara dan
prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian (principle of free
choice of means).
4. Dalam pengeksploitasian sumber daya alam oleh dua atau lebih negara,
setiap negara harus bekerjasama berdasarkan sistem informasi dan
konsultasi pendahuluan untuk mencapai pemanfaatan yang optimum
tanpa akibat buruk terhadap kepentingan legitimit negara lainnya.
5. Tidak satupun negara memiliki hak untuk mendorong penanaman modal
yang mungkin mengakibatkan kesulitan pembebasan suatu wilayah yang
berada dibawah pendudukan dengan kekuatan militer.
Demikianlah hak-hak negara berkembang dalam bidang investasi yang
terdapat dalam instrumen Hukum Internasional.
21
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Detlev F. Vagts, dalam: Peranan Hukum Dalam Perekonomian Di Negara Berkembang.
Penyunting: T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1986. Cet. 1, Hlm. 68, dalam: Sentosa Sembiring, 2007, Hukum
Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung.
H.S. Kartadjoemena, 2000, Substansi Perjanjian GATT/WTO Dan Mekanisme
Penyelesaian Sengketa, Cet. 1, UI-Press, Jakarta.
Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung.
B. Dokumen Internasional
Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Pengaturan Perdagangan Internasional, diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia oleh Ida Bagus Wyasa Putra.
C. Artikel
http://www.goegle.com, Daud Silalahi, 2003, Pembangunan Berkelanjutan Dalam
Rangka Pengelolaan (Termasuk Perlindungan) Sumber Daya Alam Yang
Berbasis Pembangunan Sosial Dan Ekonomi, makalah ini disampaikan pada:
Seminar Pembangunan Nasional VIII, dengan tema: Penegakan Hukum Dalam
Era Pembangunan Berkelanjutan, diselenggarakan oleh: Badan Pembinaan
Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, dilaksanakan
di Denpasar 14-18 Juli 2003, diakses 23-Januari-2006, 23.11 WITA.
22
Download