BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan kelompok dalam masyarakat yang paling rentan terserang penyakit. Hal ini karena mereka belum mempunyai cukup perlindungan (imunitas atau kekebalan tubuh) terhadap penyakit (Biddulph, 1999). Salah satu penyakit yang umumnya diderita oleh bayi dan balita adalah jenis penyakit infeksius. Penyakit infeksius tersebut antara lain, infeksi saluran napas, dan diare. Penyakit infeksi saluran napas merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Menurut Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2013), kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh Dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya. Di hampir semua daerah endemik seperti Indonesia, insidensi demam banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun karena seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa 1 2 kekebalan tubuh anak belum terbentuk secara sempurna (Setyowati, 2013). Data dari Survei Kesehatan Nasional tahun 2011 tentang angka kesakitan bayi dan balita menunjukkan bahwa 45,2% bayi berumur 1 tahun, dan 54,8% balita umur 1-4 tahun. Diantara umur 0-4 tahun ditemukan prevalensi demam sebesar 33,4%, batuk 28,7%, nafas cepat 26,5% dan diare 11,4% (Khosire, 2009). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa presentase paling tinggi adalah panas (demam). Demam yang dimaksud disini merupakan suatu tanda dan gejala penyakit infeksi yang dialami oleh anak. Panas tinggi atau demam umumnya dapat terjadi pada semua tingkatan umur manusia, mulai dari bayi hingga orang lanjut usia sekalipun. Hal ini tak lepas dari berbagai kemungkinan masuknya mikroorganisme patogen kedalam tubuh. Namun, demam pada bayi dan anak balita merupakan salah satu kasus yang tak dapat diabaikan begitu saja. Perlakuan dan penanganan yang salah, lambat, dan tidak tepat akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita, bahkan dapat membahayakan keselamatan jiwanya. Hal tersebut dapat terjadi karena demam dapat menyebabkan dehidrasi, penurunan kesadaran bahkan kejang. Oleh karena itu, pengetahuan yang lengkap berkaitan 3 dengan demam pada balita wajib dikuasai dengan baik oleh para ibu agar tidak salah dalam menangani anak yang sedang demam. Sehingga, bukan kepanikan yang muncul ketika anak mengalami demam, melainkan sikap yang tepat dan tindakan atau pertolongan pertama yang segera dilakukan untuk mencegah akibat yang lebih buruk (Widjaja, 2001). Disamping itu, kejadian demam pada anak sering menimbulkan phobia tersendiri bagi banyak ibu. Keyakinan untuk segera menurunkan panas ketika anak demam sudah melekat erat dalam benak ibu. Demam diidentikkan dengan penyakit karena kurangnya pengetahuan ibu, sehingga saat demam berhasil diturunkan, ibu merasa lega karena menganggap penyakit akan segera pergi bersama turunnya panas tubuh. Selain demam yang penting diperhatikan pada gejala yang timbul, keinginan untuk menenangkan kegelisahan ibu inilah yang terkadang memaksa dokter memberikan obat penurun panas walaupun sebenarnya mungkin tidak terutama diperlukan pada kasus tertentu misalnya demam yang diakibatkan oleh pertumbuhan gigi baru pada anak (Harjaningrum, 2004). Terdapat terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh para ibu, misalnya dengan memberikan air mineral yang cukup yaitu 1,4 liter per hari atau 6 gelas agar anak terhindar dari 4 dehidrasi atau melakukan kompres hangat untuk menurunkan demam anak (Harjaningrum, 2004). Menurut Suwardana, dkk (1998) mengatakan bahwa kompres hangat dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi (penguapan). Air hangat juga bisa membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar yang selanjutnya membuat pori-pori terbuka. Itu berarti memudahkan pengeluaran panas dari tubuh. Menurut Hartanto (2003), bahwa kompres dingin tidak efektif untuk menurunkan suhu tubuh anak demam, dan bisa menyebabkan anak menggigil karena terjadi vasokontriksi atau penyempitan pembuluh darah. Akibatnya, panas yang seharusnya dialirkan oleh darah ke kulit agar keluar tubuh, menjadi terhalang dan tubuh pun akan bertambah panas. Dari penjelasan di atas, menunjukan bahwa karakteristik seorang ibu merupakan salah satu bagian yang dapat menunjang pencegahan demam pada anak. Ibu adalah bagian terpenting dari penyelenggaraan rumah tangga yang dengan kelembutan, kehalusannya dan waktunya yang banyak dihabiskan untuk merawat dan mengasuh anak secara terampil agar anak tumbuh dengan sehat. Begitu juga ketika anak mengalami demam, ibu harus mempunyai sikap yang tepat untuk menghadapinya. Sikap yang tepat yang dimaksud merupakan suatu pengetahuan yang tepat disertai kesediaan 5 kecenderungan bertindak yang tepat pula. Sikap seorang ibu dalam menghadapi demam akan sangat mempengaruhi apakah demam akan menurun atau meningkat. Ibu yang mengetahui demam dan memiliki sikap yang tepat dalam memberikan perawatan, dapat mencegah dampak negatif demam yang tidak diatasi dengan benar (Harjaningrum, 2004). Pengetahuan ibu diperlukan agar tindakan yang diberikan tidak salah yaitu ibu menentukan tindakan pada saat anak demam dan menurunkan suhu tubuh anak, serta kapan ibu harus membawa anak ke petugas kesehatan. Seorang ibu dalam menangani demam sangat dipengaruhi oleh budaya dan perilaku lingkungan sekitar ibu berada. Perilaku ibu terhadap anak juga berbeda sesuai dengan perkembangan anak, harapan orang tua, pengawasan dan praktik pengasuhan anak (Wong, 2004). Kurangnya informasi dan pengetahuan dapat membuat tindakan ibu menjadi salah. Kesalahan yang sering terjadi di lingkungan kita seperti anak demam justru diselimuti dengan selimut tebal. Tingginya suhu tubuh juga tidak bisa dijadikan indikasi bahwa penyakit yang diderita anak merupakan penyakit yang parah, sebab pada saat itu tubuh sedang berusaha melakukan perlawanan terhadap penyakit akibat infeksi. Dengan demikian demam dapat turun dengan 6 sendirinya dalam waktu 1-2 hari, sehingga tidak selalu membutuhkan pengobatan (Ismoedijanto, 2002). Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan 5 orang ibu di TK Purwanida I Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti Salatiga, semua partisipan atau ibu mengatakan bahwa anak mereka pernah mengalami demam. Dalam satu tahun terakhir, rata-rata demam yang dialami oleh anak adalah 3-4 kali. Menurut pendapat para ibu, demam yang dialami oleh anak mereka disebabkan oleh sakit flu dan batuk. Dua dari tiga orang partisipan juga mengatakan bahwa mereka belum terlalu mengerti bagaimana cara menangani anak demam. Melihat dari tumbuh kembang anak secara fisik, dan bahaya-bahaya yang timbul pada anak ketika demam, maka banyak pertanyaan yang timbul mengenai penanganan demam pada anak selama ini. Apakah penanganan yang dilakukan oleh ibu sudah tepat dan apakah pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu sudah cukup mengenai penanganan demam pada anak. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik “ketepatan penanganan demam yang diberikan oleh ibu pada saat anak demam”. 7 1.2 Fokus Penelitian Fokus penelitian dalam permasalahan ini adalah bagaimana penanganan yang sudah diberikan oleh ibu selama ini ketika anaknya mengalami demam? Apakan tindakan yang diberikan sudah tepat atau belum? Ruang lingkup ilmu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ilmu keperawatan anak khususnya mengenai penanganan demam pada anak. 1.3 Signifikansi dan Keunikan Penelitian Melihat dari cara ibu melakukan penanganan terhadap demam, maka dalam penelitian ini akan meneliti apakah penanganan demam yang diberikan oleh para ibu sudah tepat. Sebelumnya telah ada penelitian yang meneliti tentang Gambaran Pengetahuan Masyarakat dalam Swamedikasi Demam di RT. II Desa Jangkang Kecamatan Pasak Talawang Kabupaten Kapuas, oleh Huda (2014). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel yaitu 70 orang. Hasil penelitian diperoleh bahwa berdasarkan karakteristik umur, semakin tinggi tingkat umur maka pengetahuan masyarakat tersebut mengenai swamedikasi demam semakin baik pula. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, bahwa perempuan lebih mengetahui mengenai swamedikasi demam dibandingkan laki-laki. Berdasarkan karakteristik pendidikan, 8 semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin baik pula pengetahuan masyarakat dalam swamedikasi demam tersebut. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, masyarakat yang bekerja dan memiliki tingkat pekerjaan yang tinggi maka pengetahuan mengenai swamedikasi demam juga semakin baik. Sedangkan, penelitian kali ini akan berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih fokus terhadap orang yang paling dekat dengan penderita demam yaitu ibu dari si anak. Ibu merupakan anggota keluarga pertama yang paling khawatir jika anaknya sakit. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian seperti apa penanganan yang diberikan oleh ibu untuk anaknya. 1.4 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui ketepatan ibu menangani demam pada anak dan mendeskripsikan penangan demam yang dilakukan oleh ibu untuk menangani demam pada anak di TK Purwanida I Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sidomukti, Salatiga. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penanganan demam yang tepat pada anak. 9 a. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Ilmu Keperawatan mengembangkan wawasan sebagai tambahan penelitian lebih serta acuan untuk pengetahuan dan referensi kepustakaan untuk lanjut dibidang keperawatan kesehatan anak misalnya seperti ilmu Pediatric. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam mengkaji permasalahan dalam penelitian tentang ketepatan penanganan yang diberikan oleh ibu saat anak demam. 1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi Orang tua (partisipan) atau masyarakat Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kesehatan kaitannya dengan ketepatan penanganan pertama saat menghadapi anak demam. b. Instansi Kesehatan atau Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan kegiatan penyuluhanpenyuluhan atau pemberian pendidikan kesehatan tentang penanganan demam pada anak balita.