madrasah - FITK UIN Malang

advertisement
ISSN 1979-5599
MADRASAH
JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DASAR
Vol. 7 No. 1 Juli - Desember 2014
MADRASAH
JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DASAR
Vol. 7 No. 1 Juli-Desember 2014
Mitra Bestari
Mudjia Rahardjo (UIN Maliki Malang)
Ibrahim Bafadlal (Univ. Negeri Malang)
Umar Nimran (Univ. Brawijaya Malang)
Rohmat Wahab (Univ. Negeri Yogyakarta)
Dede Rosyada (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Penanggungjawab
Nur Ali
Pimpinan Redaksi
Ruma Mubarak
Penyunting
Agus Mukti Wibowo
Bintoro Wibowo
Design Grafis
Igif Rizekiya Suprayogi
Sekretariat
Ayu Muhayyinah
Madrasah adalah jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah
(PGMI) Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim Malang, terbit berkala semester sekali (Juli dan
Januari), sebagai wahana komunikasi insan akademik dalam bidang
kependidikan dan pembelajaran dasar. Redaksi mengundang para
pakar dan akademisi untuk menyumbangkan naskah, baik berupa
hasil penelitian, opini mendalam, maupun book review yang sesuai
dengan disiplin ilmu kependidikan dan pembelajaran dasar. Naskah
yang dimuat adalah naskah asli dan belum pernah dipublikasikan di
media massa lain.







 
 

 
 
 

 
 
 

 
 
 

 
 



 
 



 
 


  
 



 
  
 









 





  



 




  





DAFTAR ISI
Evaluasi Program Pembelajaran Tematik di MI Mitra PGMI
STAIN Ponorogo
Athok Fu’adi = 1-26
Total Physical Response (TPR) untuk Meningkatkan Teknik
Maharah Al-Kalam Pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah
Rodifatul Chasanah = 27-52
Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada Materi Pendidikan
Agama Islam (PAI) di MI Hidayatul Islam Mentoro Tuban
I’anatut Thoifah = 53-70
Antara Profesi, Kompetensi dan Tugas Kependidikan
Seorang Guru
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh = 71-88
Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya di SD/MI
Bintoro Widodo = 89-100
Pengembangan Buku Ajar Tematik dengan Pendekatan
Integrasi Sains dan Agama di Kelas 4 Sekolah Dasar
Islam Raudlatul Jannah Sidoarjo
Nuril Nuzulia = 101-112
Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai Civil Society
di Madrasah
Baharuddin = 113-136
Pengembangan Buku Ajar Tematik Integratif
Semua Mata Pelajaran di Sekolah Dasar Islam
Sulistyowati = 137-162
Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah dalam
Pelaksanaan Kurikulum 2013 dengan Multiple Intellegences
dan Emotional Intelligence Pada Madrasah Ibtidaiyah
Nur Ali = 163-182
EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN TEMATIK
DI MI MITRA PGMI STAIN PONOROGO
Athok Fu’adi1
Abstract
The purpose of this research is to evaluate thematic learning in Islamic
School that becomes partner of PGMI (Education of Islamic Elementary
School Teachers) that includes: 1) teachers’ context in thematic learning, 2)
implementation of thematic learning, 3) supporting and inhibiting factors
of thematic learning.
This research is a qualitative research and the subject of research is teacher
in the lower class. The research instrument in this research is the researcher
itself. The data is collected through conducting interview, observation,
and documentation. Data validation is collected through conducting
triangulation and observation continuously. Data analysis is done since
collected data using interactive model that consist of three steps, such as
data reduction, input data, and make conclusion.
The result of this research shows that the teachers’ context in thematic
learning for beginner class is already appropriate, whereas for their teaching
experience is still less. However, from the result of training, it can be
concluded that teachers actually could implement thematic learning well.
The implementation of thematic learning is already good; it can be seen from
the existence of lesson plans, display of students’ tasks, and also portfolio
assessment which includes a lot of students’ practices and discussions. The
supporting and inhibiting factors in the thematic learning is resulted from
the teachers, the students, and the environment but those factors could be
solved and finally the result is the thematic learning could be done well.
Keywords: Evaluation, thematic learning.
A. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran di MI untuk setiap mata pelajaran
dilakukan secara terpisah untuk kelas atas (IV-VI), sedangkan untuk
1 Dosen Tetap STAIN Ponorogo, Jl. Pramuka No. 156 Ronowijayan, Siman, Ponorogo
63471, Telp: 0352-481271.
1
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
kelas bawah (1-3) dengan pembelajaran tematik. Menurut BSNP (2006:
35), penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di MI/SD
dikarenakan perkembangan peserta didik pada kelas rendah Sekolah
Dasar pada umumnya berada pada tingkat perkembangan yang
masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta
baru mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana.
Oleh karena itu proses pembelajaran masih bergantung kepada objek
konkret dan pengalaman yang dialami secara langsung. Pembelajaran
yang dilakukan dengan mata pelajaran terpisah akan menyebabkan
kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat
kesulitan bagi peserta didik mengaitkan konsep dengan kehidupan
nyata mereka sehari-hari. Akibatnya, para siswa tidak mengerti
manfaat dari materi yang dipelajarinya untuk kehidupan nyata.
Sesuai dengan prinsip perkembangan bahwa perkembangan fisik
anak tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental, sosial, dan
emosionalnya. Perkembangan itu akan terpadu dengan pengalaman,
kehidupan, dan lingkungan. Anak usia SD/MI menurut Piaget
masih berada pada tahap berfikir operasional konkrit. Pada tahap ini
penerapan pendekatan pembelajaran terpadu (tematik) dipandang
tepat dan sesuai sebagai model pembelajaran siswa di SD/MI, terutama
di kelas awal. Di dalam pembelajaran tematik dapat dikembangkan
beberapa kecerdasan sekaligus secara holistik, dimana model tematik
tidak hanya menekankan pada ranah kognitif saja, tetapi juga meliputi
afektif, dan psikomotor.
Menurut beberapa ahli pembelajaran model tematik (terpadu)
dianggap sesuai dengan karakteristik perkembangan anak SD/
MI. Siswa-sisiwi pada madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar
pada kelas satu, dua, dan tiga termasuk pada rentangan usia dini
yang seluruh aspek perkembangan kecerdasan (IQ, EQ, dan SQ)
tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat
perkembangannya tersebut masih memandang bahwa segala sesuatu
itu sebagai keutuhan (holistik) dan mampu memahami hubungan
antara konsep secara sederhana. Proses pembelajarannya masih
tergantung pada objek-objek kongkrit dan pengalaman yang dialami
siswa-siswi secara langsung.
2
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
Padahal pada usia pendidikan dasar/madrasah ibtidaiyah lebihlebih pada kelas awal (kelas 1, 2, 3) perkembangan pemikiran siswa
masih bersifat holistik (keutuhan) sehingga pembelajaran terpisah
tersebut akan menyulitkan mereka. Hal tersebut banyak menyebabkan
secara nasional masih tingginya angka siswa mengulang kelas
bahkan putus sekolah hingga dewasa ini. Data tahun 1999/2000
memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu 11,6 %, kelas dua
7,5 %, kelas tiga 6,13 %, kelas empat 4,64 %, kelas lima 3,1%, dan kelas
enam mencapai 0,37 %. Pada tahun yang sama angka putus sekolah
kelas satu sebesar 4,22 %, masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kelas dua 0,83 %, kelas tiga 2,27 %, kelas empat 2,71 %, kelas
lima 3,79 %, dan kelas enam 1,78 %.
Di samping itu, kondisi yang memprihatinkan tersebut juga
disebabkan oleh variabel lain yakni salah satunya kurangnya
pendidikan prasekolah atau Taman Kanak-kanak di daerah-daerah
plosok dan terpencil. Sehingga masih banyak sebenarnya para siswa
yang belum siap masuk MI meskipun usia mereka sudah 6 tahun
lebih. Berdasarkan pertimbangan pemikiran tersebut di atas dan guna
implementasi standar isi (SI) pendidikan yang termuat dalam Standar
Nasional Pendidikan, maka pelaksanaan pembelajaran pada kelas
awal (klas 1, 2, 3) MI akan lebih tepat jika dikelola dengan pembelajaran
terpadu/terintegrasi melalui pendekatan Pembelajaran tematik untuk
semua mata pelajaran. Maka untuk memberikan gambaran kongkrit
tentang pembelajaran tematik untuk menjadi acuan maka perlu
disiapkan model pelaksanaan pembelajaran tematik bagi MI kelas 1,
2, dan 3.
Pelaksanaan pembelajaran tematik sudah dilaksanakan pada MI
Mitra PGMI STAIN Ponorogo, karena madrasah-madarsah tersebut
didampingi untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
kurikulum KTSP, yaitu pembelajaran tematik untuk kelas awal.
Salah satu MI Mitra yang telah melaksanakan sepenuhnya adalah MI
Ma’arif Setono, maka penelitian evaluasi ini dilakukan di MI Mitra
untuk melihat hasil yang telah dilakukan selama didampingi PGMI
STAIN Ponorogo.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
3
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah konteks guru pada kelas awal di MI Mitra Ma’arif
Setono?
2.
Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran tematik di MI Mitra
Ma’arif Setono yang meliputi perencanaan, media, metode
pembelajaran?
3.
Bagaimanakah hambatan dan dukungan pada implementasi
pembelajaran tematik di MI Mitra Ma’arif Setono?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui konteks guru di kelas awal karena kelas awal dengan
pembelajaran tematik mempunyai karakteristik pembelajaran
tersendiri.
2.
Mengetahui hasil dari perencanaan, media, metode pembelajaran
tematik yang telah dilaksanakan.
3.
Mengetahui hasil pembelajaran tematik di MI Mitra Ma’arif
Setono.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.
Hasil penelitian dapat memberikan dorongan dan masukan bagi
guru-guru pengajar pembelajaran tematik di MI Mitra Ma’arif
Setono.
2.
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan untuk
stakeholder yang terlibat dalam pendidikan di MI Mitra Ma’arif
Setono.
3.
Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dilakukan dengan semakin
mendalam hal-hal yang belum diteliti.
4.
Penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan di dunia
pendidikan.
4
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
E. Tinjauan Pustaka & Landasan Teori
1.
Pembelajaran Tematik
Istilah pembelajaran tematik sering juga disebut dengan
pembelajaran terpadu dan dipersamakan dengan integrated teaching and
learning, integrated curriculum approach, a coherent curriculum approach.
Konsep ini telah lama dikemukakan oleh John Dewey sebagai upaya
untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswasiswi dan kemampuan pengetahuannya. (Sa’ud, Udin Syaefuddin,
dkk, 2006: 4). Ia memberikan pengertian bahwa pembelajaran
terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan
siswa-siswi dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada
interaksi dengan lingkungan dan pengalaman kehidupannya. Hal
ini membantu siswa-siswi untuk belajar menghubungkan apa yang
telah dipelajari dan apa yang sedang dipelajari. Pembelajaran terpadu
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswasiswi secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik,
bermakna, dan otentik. (Puskur, 2006: 7). Pembelajaran terpadu adalah
pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema
tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu
dikaitkan dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau
direncanakan, baik dalam satu bidang studi atau lebih, maupun dengan
beragam pengalaman belajar siswa, maka pembelajaran menjadi lebih
bermakna. (Subroto, Tisno Hadi dan Ida Siti Herawati, 2003: 9). Maka
pada umumnya Pembelajaran Tematik/terpadu adalah pembelajaran
yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa
isi matapelajaran dengan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari
pebelajar sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi
pebelajar.
Pengemasan pengalaman belajar yang dirancang oleh guru
yang demikian akan sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan
pengalaman siswa-siswi dan menjadikan proses pembelajaran lebih
efektif dan menarik. (Depdiknas, 2006: 10) Pembelajaran tematik
akan menjadi suatu keterkaitan dengan pengalaman konseptual yang
dipelajari dengan isi bidang studi lain yang relevan akan membentuk
skema, sehingga akan diperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, dan kebulatan pandangan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
5
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui
pembelajaran terpadu. (Sa’ud, Udin Syaefuddin, dkk, 2006: 5)
2.
Tujuan Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki banyak keuntungan yang dapat
dicapai sebagai berikut:
a.
Memudahkan pemusatan perhatian pada satu tema tertentu.
b.
Siswa-siswi
mampu
mempelajari
pengetahuan
dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar isi mata
pelajaran dalam tema yang sama.
c.
Pemahaman materi mata pelajaran lebih mendalam dan
berkesan.
d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan
mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi
siswa.
e.
Lebih dapat dirasakan manfaat dan makna belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas.
f.
Siswa-siswi lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi
dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatau kemampuan
dalam suatu mata pelajaran dan sekaligus dapat mempelajari
mata pelajaran lain.
g.
Guru dapat menghemat waktu sebab matapelajaran yang
disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus, dan
diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, dan waktu selebihnya
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau
pengayaan materi. (Tim Pustaka Yustisia, 2007: 253)
3.
Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik
Ruang lingkup pembelajaran tematik meliputi seluruh mata
pelajaran inti pada kelas 1, 2, dan 3 Madarasah Ibtidaiyah (Sekolah
Dasar). Yaitu meliputi Pendidikan Agama Islam, Bahasa Indonesia,
Sains, IPS, Pendidikan Kewarganegaraan, Seni Budaya dan
Ketrampilan, dan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.
Landasan yuridis bagi pembelajaran tematik berkaitan dengan
berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan
pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah
6
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Pembelajar
yang menyatakan bahwa setiap pembelajar berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9).
Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(bab V pasal 1 B) menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya. (UUSPN 2003)
4.
Model Kurikulum Pembelajaran tematik
Model kurikulum pembelajaran terpadu menurut beberapa
ahli kurikulum yang termasuk di dalamnya pembelajaran tematik
dipaparkan meliputi (1) pengorganisasian dan (2) klasifikasinya
sebagai berikut: (Trianto, 2007: 35)
a.
Pengorganisasian Kurikulum
Organisasi kurikulum pada umumnya, ada tiga tipe kurikulum
pembelajaran, yakni: Separated Subject Curriculum, Correlated
Curriculum, dan Integrated Curriculum. (Sanjaya, 2004: 167)
b.
Separated Subject Curriculum
Tipe ini bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang
sempit, di mana antara mata pelajaran yang satu dengan yang
lainnya menjadi terpisah-pisah, terlepas dan tidak mempunyai
kaitan sama sekali, sehingga banyak jenis mata pelajaran
menjadi sempit ruang lingkupnya.
c.
Correlated Curriculum
Correlated Curriculum adalah suatu bentuk kurikulum yang
menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri
[karakteristik] tiap bidang studi tersebut. Hubungan [korelasi]
antar mata pelajaran tersebut dapat dilakukan melalui beberapa
cara, antara lain:
1) Insidental, artinya secara kebetulan ada hubungan antar mata
pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Sebagai
contoh; bidang studi IPA [baca Sains] juga disinggung
tentang Geografi, Anthropologi, dan sebagainya.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
7
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
2) Hubungan yang lebih erat. Misalnya, suatu pokok
permasalahan yang diperbincangkan dalam berbagai bidang
studi.
3) Batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan, yaitu
dengan menghilangkan batasan masing-masing mata
pelajaran tersebut, disebut dengan Broad Field. (Sanjaya,
2004: 167)
d.
Integrated Curriculum
Secara istilah, integrasi memiliki sinonim dengan perpaduan,
penyatuan, atau penggabungan dari dua objek atau lebih.
(Mamik, Sutirjo Sri Istuti, 2005: 26) Selanjutnya, pengertian
integrasi, adalah perpaduan, penyatuan, atau penggabungan
dari dua objek atau lebih. Hal ini sejalan dengan pengertian
yang dikemukakan oleh Sukandi yakni integrasi adalah
penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi
utuh. Sarana dan prasarana yang kurang memadai yang dapat
menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut. (Sukandi, 2003:
50)
5. Kompetensi Guru
a. Guru
Guru adalah seseorang yang mempunyai kewajiban dalam
membimbing dalam proses pembelajaran. Sebagai komponen
yang sangat penting, guru harus mempunyai suatu kemampuan
yang sesuai dengan fungsi dan tujuan sekolah. Mengetahui
kondisi siswa adalah suatu keharusan bagi guru dalam
pembelajaran. Oleh karena itu, guru juga diharapkan mengetahui
materi pelajaran yang harus dipelajari dan didalami, dalam
kondisi apa harus disajikan. Dengan demikian, guru dituntut
untuk profesional dan mampu mengetahui apa yang merupakan
kemajuan dalam diri siswa.
Guru yang baik harus lebih dalam dalam berbagai masalah, lebih
mengerti, lebih memiliki ilmu pengetahuan, lebih sempurna
daripada orang-orang pada umumnya. (Gordon, 1986: 26)
Sedangkan dalam Noeng Muhadjir dalam telaah histories penelitian
tentang efektivitas keberhasilan guru dalam menjalankan
tugas kependidikannya, Medley menemukan beberapa asumsi
8
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
keberhasilan guru, yang pada akhirnya dijadikan titik tolak
dalam pengembangannya, yaitu: pertama, asumsi sukses guru
tergantung pada kepribadiannya; kedua, asumsi sukses guru
tergantung pada penguasaan metode; ketiga, asumsi sukses guru
tergantung pada frekuensi dan intensitas aktivitas interaktif
guru dengan siswa; dan keempat, asumsi bahwa apapun dasar
dan alasannya penampilan gurulah yang terpenting sebagai
tanda memiliki wawasan, ada indikator menguasai materi, ada
indikator menguasai strategi pembelajaran. (Noeng Muhadjir,
1987: 56)
Seorang guru harus memiliki kemampuan untuk melaksanankan
tugasnya secara tepat dan bertanggung jawab. Jadi, kompetensi
profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan
kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya,
artinya, guru yang piawai dalam melakukan profesinya.
(Muhibbin, 1997: 229) Oleh karena itu, guru harus dapat
menunjukkan kemampuan yang lebih baik dibanding dengan
yang diajar, baik pada penguasaan keahliannya maupun pada
metode dan strategi belajar mengajar yang dipilihnya. Guru
harus senantiasa belajar dengan mengikuti perkembangan
zaman. Dalam pembelajaran di sekolah pemilihan sumber daya
guru harus dilakukan atas dasar kompetensi guru. Melihat
semakin majunya kondisi sekarang ini, dibutuhkan penguasaan
kemampuan yang lebih luas, kepribadian yang baik dengan
diikuti kompetensi pada keilmuannya.
b. Karakteristik Kompetensi Guru
Raka Joni mengemukakan dan merumuskan tiga kemampuan yang
harus dimiliki oleh guru yang profesional. Ketiga kemampuan itu
dikenal dengan tiga kompetensi, yaitu: kompetensi profesional,
kompetensi personal, dan kompetensi sosial.
1). Kompetensi Profesional adalah kompetensi guru dalam
memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang
subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan kepada
peserta didik, menguasai metodologi, dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode
yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses
pembelajaran.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
9
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
2). Kompetensi Personal, adalah kompetensi guru dalam
memiliki sikap dan kepribadian yang mantap, sehingga
menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Guru harus
memiliki kepribadian yang patut diteladani seperti yang
dikemukaan oleh Ki Hajar Dewantara: ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Dalam
proses pendidikan yang demokratis, guru berfungsi sebagai
fasilitator dan motivator. Guru lebih banyak bersifat tut
wuri handayani, dengan memberikan dorongan dan motivasi
agar siswa dapat memperluas kemampuan pandangan
untuk mengembangkan berbagai alternatif dalam aktivitas
kehidupan.
3). Kompetensi Sosial, artinya bahwa guru harus memiliki
kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid
maupun dengan sesama rekan guru, kepala sekolah,
karyawan, dan anggota masyarakat sekolah lainnya.
(Suharsimi, 1990: 239)
6. Klasifikasi Pengintegrasian Tema
Pembelajaran
terpadu
dibedakan
berdasarkan
pola
pengintegrasian materi atau tema. Berdasarkan pola tersebut,
digemukakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran
terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan), (2)
the connected model (model terhubung), (3) the nested model (model
tersarang), (4) the squenced model (model terurut), (5) the shared model
(model terbagi), (6) webbed model (model terjaring), (7) the threaded
model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9)
the immersed model (model terbenam), dan (10) the networked model
(model jaringan). (Fogarty R, 1991: 15)
Secara umum dari kesepuluh model pembelajaran terpadu
tersebut dapat dikelompokkan menjadi klasifikasi pengintegrasian
kurikulum, yakni: pertama, pengintegrasian di dalam satu disiplin
ilmu; kedua, pengintegrasian beberapa disiplin ilmu; dan ketiga,
pengintegrasian di dalam dan beberapa disiplin ilmu.
Menurut Samani (2007: 3) ada tiga model yang dipandang layak
untuk dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan
formal MI. Ketiga model tersebut yang banyak kaitannnya dengan
10
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
pembelajaran tematik adalah model keterhubungan (connected),
model jaring laba-laba (webbed), dan model keterpaduan
(integrated).
7.
Prinsip-prisip Pembelajaran Tematik
Dalam uraian materi prinsip pembelajaran tematik akan
dibahas meliputi prinsip dasar, prinsip pelaksanaan, dan langkah
pelaksanaannya.
a.
Prinsip Dasar
Pembelajaran tematik memiliki prinsip-prinsip dasar (Tim
Penulis, 2007: 31) : penggalian tema, pengelolaan pembelajaran,
prinsip evaluasi, dan prinsip reaksi. Prinsip-prinsip ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1). Penggalian tema. Prinsip ini merupakan prinsip utama dalam
pembelajaran tematik. Artinya, tema-tema yang saling
tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama
dalam pembelajaran. Dengan demikian, dalam penggalian
tema tersebut hendaklah memperhatikan beberapa
persyaratan:
a) Tema hendaknya tidak terlalau luas, namun dengan
mudah digunakan untuk memadukan banyak mata
pelajaran
b) Tema harus bermakna, maksudnya adalah tema yang
dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa
untuk belajar selanjutnya
c)
Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
psikologis anak
d) Tema harus mewadahi sebagian besar minat anak
e) Tema hendaknya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar
f)
Tema hendaknya sesuai dengan kurikulum yang
berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi)
g) Tema hendaknya sesuai dengan ketersediaan dengan
sumber belajar. (Depdiknas, 2005: 56)
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
11
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
1) Prinsip Pengelolaan Pembelajaran. Dalam pembelajaran
tematik, guru hanya fasilitator dan mediator maka perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) guru tidak menjadi
single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses
pembelajaran; (b) pemberian tanggung jawab individu
dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang
menuntut adanya kerjasama kelompok.; dan (c) guru harus
mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama
sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan. (Depdiknas,
2005: 56)
2) Prinsip Evaluasi. Berkaitan dengan evaluasi ini diperlukan
langkah-langkah positif antara lain: (a) Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk; dan (b) mengevaluasi diri
sendiri (self evaluation) di samping bentuk evalauasi lain;
(c) guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi
perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria
keberhasilan pencapaian tujuan.
3) Prinsip Reaksi. Pada umumnya dampak pengiring yang
penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh dalam
pembelajaran. Karena itu guru dituntut agar mempu
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran tercapai
secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus
bereaksi terhadap aksi siswa alam semua peristiwa serta
tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu
kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik
memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan
kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan hal-hal yang
dicapai sebagai dampak pengiring.
8.
Evaluasi Program Pembelajaran Tematik
Evaluasi program pembelajaran tematik dilakukan dengan
melihat bagaimana proses perekrutan sehingga akan diketahui
bagaimana latarbelakang guru yang mengajar tematik. Hasil evaluasi
program pembelajaran tematik ini akan menyangkut guru, siswa,
sarana-prasarana, sumber media, sebagai berikut:
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreatif, baik
dalam menyiapkan kegiatan pengalamanan belajar bagi anak, juga
12
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
maupun dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan
mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik
dan menyenangkan, serta utuh.
Siswa harus siap mengikuti pembelajaran yang dalam
pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja, baik secara individual,
pasangan, kelompok kecil maupun klasikal. Pembelajaran tematik
pada hakikatnya menekankan pada siswa baik secara individual
maupun kelompok tuntuk aktif mencari, menggali, dan menemukan
konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Maka dalam
pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu
melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar menyenangkan.
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam
pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi
kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan,
bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, dan bercakap-cakap. Untuk
dapat melihat perkembangan pembelajaran maka perlu diadakan
evaluasi, yang dalam hal ini menggunakan model evaluasi Stake.
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Stake menekankan
pada dua jenis deskripsi (descriptions) dan pertimbangan (judgements)
serta membedakan tiga jenis fase dalam evaluasi program, yaitu:
1) Persiapan atau pendahuluan (antecedents)
2) Proses/transaksi (transaction-processes)
3) Keluaran atau hasil (outcomes, output)
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik Di Mi Mitra PGMI STAIN Ponorogo
Intents
Rationale
Observation
Standards
Judgements
Antecendents
Transactions
Outcomes
Descriptions matrix berhubungan dengan Intens (goal = tujuan) dan
observations (effect = akibat). Judgement berhubungan dengan standar (tolok ukur
13
, Vol. 7,(pertimbangan).
No. 1, Juli-Desember
2014
= kriteria) dan judgement
Stake
menegaskan bahwa ketika
evaluator menimbang-menimbang dalam menilai suatu program pendidikan, tentu
melakukan perbandingan realatif (antara suatu program dengan yang lain) dan/atau
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
Descriptions matrix berhubungan dengan intens (goal = tujuan)
dan observations (effect = akibat). Judgement berhubungan dengan
standar (tolok ukur = kriteria) dan judgement (pertimbangan). Stake
menegaskan bahwa ketika evaluator menimbang-menimbang dalam
menilai suatu program pendidikan, tentu melakukan perbandingan
realatif (antara suatu program dengan yang lain) dan/atau
perbandingan absolut (suatu program dengan standar).
Penekanan paling besar pada model ini adalah pendapat
bahwa evaluator membuat keputusan tentang program yang sedang
dievaluasi. Stake menunjukkan bahwa description adalah berbeda
dengan pertimbangan (judgment). Dalam model ini, data tentang
Antecendent (input), Transaction (Proses) dan outcomes (product) tidak
hanya dibandingkan untuk menentukan kesenjangan antara yang
diperoleh dengan yang diharapkan, tetapi juga dibandingkan dengan
standar yang mutlak agar diketahui dengan jelas kemanfaatan
kegiatan dalam suatu program. Dengan tegas Stake menegaskan
bahwa bukanlah evaluasi jika tanpa pertimbangan. (Suharsimi
Arikunto, 1998: 203)
F.
Metode Penelitian
1.
Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi, model evaluasi
yang digunakan adalah Stake’s Countenance Model, Center for
Instructional Research and Curriculum Evaluation University of Illinois.
Model Stake’s sama dengan model CIPP dan CSE-UCLA (Center for
Study of Evaluation at the University of California at Los Angeles) di mana
ketiganya cenderung komprehensif dan mulai dari proses evaluasi
selama tahap perencanaan dari pengembangan program (Kaufman
and Susan, 1980:123). Stake mengidentifikasi tiga tahap dari evaluasi
program pendidikan dan faktor yang mempengaruhinya yaitu: 1.
Antecedents phase; sebelum program diimplementasikan: Kondisi/
kejadian apa yang ada sebelum implementasi program? Apakah
kondisi/kejadian ini akan mempengaruhi program? 2. Transactions
phase; pelaksanaan program: Apakah yang sebenarnya terjadi selama
program dilaksanakan? Apakah program yang sedang dilaksanakan itu
sesuai dengan rencana program? 3. Outcomes phase, mengetahui akibat
implementasi pada akhir program. Apakah program itu dilaksanakan
14
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
sesuai dengan yang diharapkan? Apakah klien menunjukkan
perilaku pada level yang tinggi di banding dengan pada saat mereka
berada sebelum program dilaksanakan?.(Issac, Stephen and William
B Michael, 1982: 123) Setiap tahapan tersebut dibagi menjadi dua
bagian, yaitu description (deskripsi) dan judgment (penilaian) Model
Stake akan dapat memberikan gambaran pelaksanaan program secara
mendalam dan mendetail. Oleh karena itu persepsi orang-orang yang
terlibat dalam sistem pendidikan seperti perilaku guru, peran kepala
sekolah, perilaku siswa dan situasi proses belajar mengajar di sekolah
adalah kenyataan yang harus diperhatikan.
2.
Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian evaluasi dilakukan dalam konteks yang menyeluruh
dalam pembelajaran tematik di MI Mitra. Kegunaannya adalah untuk
menggali data yang dibutuhkan dalam rumusan masalah seperti yang
dapat dilihat dalam Bab I. Subjek penelitian diambil dari penelusuran
data dengan cara memilah sesuai dengan data yang diinginkan.
Karena penelitian ini difokuskan dalam evaluasi pembelajaran
tematik, subjek penelitian diperlakukan sebagai masukan dalam
memperoleh kesimpulan. Sedangkan infrormasi dari kepala sekolah
lewat wakil kepala sekolah urusan kurikulum, petugas perpustakaan,
guru bidang studi lain, kepala TU, sebagai data pendukung.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket,
observasi, wawancara dan dokumentasi.
1.
Angket, merupakan seperangkat pertanyan tertulis yang
diberikan kepada kepala sekolah, guru dan siswa dengan
maksud mengungkapkan keadaan atau kesan yang ada pada diri
responden maupun di luar dirinya.
2.
Observasi, digunakan untuk cross cek data mengenai pembelajaran
tematik.
3.
Wawancara, digunakan untuk mendapatkan data tentang proses
pembelajaran tematik, dalam hal ini perencanaan, media, dan
metode pembelajaran. Pengumpulan data dengan wawancara
ditujukan pada informan terpilih yang pertimbangannya adalah
relevansi dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan untuk
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
15
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
melengkapi data observasi dan sebagai bentuk triangulasi data.
Wawancara dilakukan dengan pertanyaan terstruktur dan
bebas.
4.
Dokumentasi, digunakan untuk mendapatkan data mengenai
kesiapan sarana dan prasarana, perencanaan kegiatan, siswa,
jumlah guru, dan kondisi sekolah serta hal-hal lain yang
berkenaan dengan penelitian ini.
4.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan peneliti sebagai key
instrument. Dalam kapasitasnya sebagai key instrument, peneliti
bertindak sebagai perencana, dan pelaksana pengumpulan data di
lapangan, dan juga sekaligus analis dan pelapor hasil penelitian.
Peneliti mengandalkan pemahaman yang mendalam terhadap
fenomena-fenomena perilaku yang ada di lapangan melalui pedoman
pengamatan dan pedoman wawancara yang didukung dengan
formulir dokumentasi.
5.
Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah berikutnya adalah mengorganisasi
data dan menganalisis data melalui data melalui analisis data melalui
analisis dinteraktif. Teknik analisis kualitatif yang digunakan adalah
model interaktif sebagai berikut:
Reduksi data digunakan untuk memilih dan menyederhanakan
data-data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Penyajian data digunakan untuk menyajikan sekumpulan data/
informasi dengan sistematis dan tersusun agar mudah dipahami
secara utuh dan integral. Verifikasi (menarik kesimpulan) didasarkan
pada hasil pembahasan dan hasil analisis dengan memperhatikan
problem penelitian sehingga dapat memberikan arti penting temuan
penelitian, dengan maksud mencari makna tentang data yang
dikumpulkan. Setelah data di lapangan terkumpul, peneliti langsung
melakukan analisis untuk menghindari bertumpuknya data yang
mengakibatkan tereduksinya validitas dan kredibilitas data. Jenis
analisis yang dilakukan adalah analisis interaktif, yang terdiri dari
tiga alur kegiatan yang berjalan secara simultan, yaitu: reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. (Miles, & Huberman,
1992: 16-19)
16
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
G. Hasil Penelitian Evaluasi Pembelajaran Tematik di MI Mitra
PGMI
1. Konteks Guru Kelas Awal
a. Latar Belakang pendidikan
Latar belakang pendidikan guru rata-rata s1 tetapi sudah ada
yang S1 pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, adapun jumlah
guru ada tiga orang, yang satu orang sudah S1 yang dua baru
lulusan S1.Pengalaman kerja pada guru di bawah lima tahun,
tetapi untuk strategi mengajarnya baik.
b. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Untuk persiapan pembelajaran guru-guru membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan membuat tema, jaringjaring tema, dan menyusunnya menjadi Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Sementara itu, hasil observasi guru sudah
membuat RPP tetapi sedikit yang membuat RPP secara lengkap.
Hasil tema jaringan untuk persiapan sudah ada, karena guru
diberi bantuan buku-buku yang sudah ada program dan materi
tematik. Silabus dapat dilihat di meja guru-guru di lembaga, dan
persiapan pelaksanaan pembelajaran. Guru hanya siap dalam
satu atau dua pertemuan saja untuk RPPnya sedangkan selama
semester atau setahun belum siap.
Guru melaksanakan pembelajaran tematik dengan variasi
dengan menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran
dan media yang dipakai untuk dapat melaksanakn kurikulum
KTSP, yaitu Tematik. Metode ceramah digunakan guru untuk
memberikan pengertian dan juga penugasan. Tugas kelompok
digunakan untuk pembelajaran yang aktif yang tematik dan
agar cepat bekerjasama dengan siswa lainnya. Formasi kursi di
kelas ditata sesuai dengan formasi yang membuat siswa dapat
aktif dengan tematik. Pembelajaran tematik yang aktif dengan
memanfaatkan pengelolaan kelas guru membuat pembelajaran
semakin menarik.Pajangan dalam kelas dapat dilihat ketika kita
masuk ruangan kelas. Didalam kelas, alat peraga hanya sedikit.
Sebagian ditaruh di perpustakaan dan ruangan khusus.
Proses pelaksanaan penilaian guru menerapkan tes dan tes, kalau
non tes guru membuat penilaian portofolio, sehingga dapat
melihat keaktifan siswa dalam mengumpulkan tugas portofolio.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
17
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
c. Dukungan dan Hambatan
Dukungan yang ada berasal dari komite madrasah, kepala
sekolah, dan gurunya sendiri dengan tekun belajar sesuai dengan
pelatihan yang diikuti selama dilakukan oleh PGMI sebagai
mitra. Hambatan sedangkan nya, adalah waktu yang terjadi
masih kurang karena banyaknya waktu untuk keluarga dan halhal lainnya. Selain itu, pada waktu sore kelas tersebut dipakai
kelas lain sehingga pajangan hilang.
H. Pembahasan Evaluasi Pembelajaran Tematik di MI Mitra
PGMI
1. Latar Belakang Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
latar belakang pendidikan terakhir yang dimiliki oleh guru pada
kelas awal adalah S1 dan lulusan dari Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI). Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh
guru saat ini tentunya sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan
model pembelajaran tematik. Karena untuk pembelajaran di kelas awal
membutuhkan guru yang sesuai dengan kompetensi pada pendidikan
dasar, adanya guru-guru lulusan pendidikan dasar maupun madrasah
ibtidaiyah maka akan memberikan modal pembelajaran yang sesuai
dengan kurikulum KTSP 2006.
a. Pengalamam Guru Mengajar
Pengalaman guru mengajar menjadikan kendala dalam
pembelajaran di kelas awal, karena kemampuan guru akan
mempengaruhi dalam penyampaian pembelajaran. guru yang
menjadi subjek penelitian rata-rata kurang di bawah lima
tahun dalam pengalaman mengajar. Kondisi ini mempengaruhi
keberhasilan penerapan model pembelajaran tematik. Hal ini
terutama berhubungan dengan tingkat kepahaman guru akan
karakteristik siswa madrasah ibtidaiyah dan penguasaan guru
terhadap keterampilan mengajar.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
a. Persiapan Pembelajaran Temtik
18
Pengembangan desain model pembelajaran tematik yang
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model pembelajaran
tematik yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
1). Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran secara menyeluruh dan utuh akan semua standar
kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai
mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :
2). Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD) ke dalam Indikator
Pada penjabaran SK dan KD ke dalam indikator yang
perlu dipertimbangkan adalah kesesuaian antara indikator
dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran.
Selain itu juga indikator harus dirumuskan dalam kata kerja
operasional yang terukur dan atau dapat diamati.
3). Menentukan Tema
Menurut BSNP (2006) cara untuk menentukan tema dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu; (1) mempelajari SK dan
KD yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran,
dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai; dan
(2) menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat
keterpaduan, untuk menentukan tema tersebut, guru dapat
bekerjasama dengan peserta didik sehingga sesuai dengan
minat dan kebutuhan anak.
Penentuan tema dilakukan berdasarkan minat dan kedekatan tema
tersebut dengan diri dan lingkungan siswa. Menurut Meinbach,
dkk (1995) penentuan tema dapat berasal dari berbagai sumber, di
antaranya :
a) Topik-topik yang ada dalam kurikulum (Kompetensi Dasar)
Contohnya : binatang-binatang, pengenalan musim, cuaca,
tanaman, hidup sehat, matahari dan bulan, mesin sederhana,
cahaya dan panas, bertetangga, bermasyarakat, transportasi,
kehidupan keluarga, tumbuh menjadi besar dan berolahraga
b) Isu-isu yang langsung menimpa diri siswa. Contohnya :
pekerjaan rumah, kejadian dalam keluarga, saudara kandung,
aturan-aturan, masalah sampah
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
19
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
c)
Masalah-masalah yang lebih cenderung kepada sesuatu yang
sifatnya umum. Contohnya : penggunaan energi, kriminalitas,
sumber-sumber alamiah, lingkungan dan makanan
d) Kejadian khusus. Contohnya : ulang tahun, liburan, nonton
sirkus dan perjalanan wisata.
e)
Minat siswa, berkenaan dengan kegemaran atau aktivitas.
Contohhnya : teman dan tetangga, liburan, eksplorasi ruang
angkasa, naik pesawat terbang atau kapal laut, sesuatu yang
menakutkan siswa, alam laut atau pegunungan dan tema-tema
yang berasal dari film (dinosaurus, monster, shark).
f)
Ketertarikan pada bacaan. Contohnya : kisah petualangan, fiksi,
puisi, kisah misteri, cerita-cerita dongeng, cerita-cerita olah
raga, dan buku-buku dari penulis favorit
g) Lebih lanjut Meinbach, dkk (1995) menyatakan beberapa prinsip
yang harus diperhatikan dalam pemilihan tema, yaitu :
h) Tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk
memadukan banyak bidang studi
i)
Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa.
j)
Bermakna, maksudnya bahwa tema yang dipilih untuk
dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar
selanjutnya
k) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses
berpikir pada diri siswa.
l)
Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan tingkat
perkembangan psikologis anak, termasuk minat kebutuhan dan
kemampuannya.
3) Identifikasi dan Analisis Standar
Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator
Kompetensi
(SK),
Melakukan identifikasi dan analisis untuk setiap SK, KD dan
indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua SK, KD
dan indikator terbagi habis, akan tetapi jika terdapat kompetensi
yang tidak tercakup pada tema tertentu tetap diajarkan melalui tema
lain ataupun disajikan secara tersendiri. Artinya untuk SK, KD dan
indikator yang tidak dapat dipadukan dengan mata pelajaran lain
disajikan secara tersendiri.
20
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
Selain itu pula dimungkinkan untuk dilakukannya
penggabungan kompetensi dasar lintas semester, dengan tetap
memperhatikan organisasi materi pelajaran yang diberikan kepada
siswa.
a.
Menetapkan Jaringan Tema
Jaringan tema dibuat untuk menghubungkan KD dan indikator
dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan
terlihat kaitan antara tema, KD dan indikator dari setiap mata
pelajaran. Jaringan tema ini dikembangkan sesuai dengan alokasi
waktu setiap tema.
b. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap
sebelumnya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus.
Komponen silabus terdiri dari SK, KD, indikator, pengalaman
belajar, alat/sumber dan penilaian
c. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang
telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen RPP
tematik meliputi :
a) Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan
dipadukan, kelas, semester dan waktu/banyaknya jam
pertemuan yang dialokasikan).
b) Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.
c)
Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa
dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator.
d) Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret
yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan
materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai
kompetensi dan indikator. Kegiatan ini tertuang dalam
kegiatan pembukaan, inti dan penutup)
e)
Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar
pencapaian kompetensi dasar, serta sumber bahan yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai
dengan KD yang harus dikuasai.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
21
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
f)
2.
Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang
akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar peserta
didik serta tindak lanjut hasil penilaian).
Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Pelaksanaan pembelajaran tematik merupakan inti dari aktivitas
pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan ramburambu yang telah disusun dalam perencanaan sebelumnya. Pada
tahapan ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan dari rancangan
desain yang telah disusun. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan
guru dalam melaksanakan model pembelajaran tematik.
Kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran tematik
yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pada kemampuan
guru untuk menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Peningkatan kemampuan guru ini tidak lepas dari meningkatnya
pemahaman dan keterampilan guru dalam mengembangkan materi
pembelajaran yang terkait dengan tema. Kemampuan guru
dalam mengembangkan materi pembelajaran ini erat hubungannya
dengan pemilihan tema yang menjadi fokus pembelajaran. Menurut
pengakuan guru, pemilihan tema yang dekat dengan diri dan
lingkungan siswa sangat membantu guru dalam mengembangkan
materi pembelajaran. Di samping itu pula, pemilihan tema juga sangat
mempengaruhi motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain
itu juga tema yang menjadi fokus pembelajaran membuat siswa
tidak merasa dibebani dengan adanya pemilihan bidang studi yang
ketat, karena melalui pembelajaran tematik membuat mereka belajar
sesuatu yang utuh dan padu.
Menurut Dunkin ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi
kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru yaitu (1)
Formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman
hidup yang menjadi latar belakang sosial mereka (2) Teacher training
experience, meliputi pengalaman-pengalman yang berhubungan dengan
aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, (3) Training properties
, segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru,
seperti sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan intelegensi guru
baik dalam kemampuan guru dalam pengelola pembelajaran maupun
kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran. (Wina
Sanjaya, 2006)
22
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
Evaluasi terhadap proses pembelajaran terutama ditujukan
untuk melihat dampak pengiring yang dihasilkan dari penerapan
pembelajaran tematik terhadap siswa, seperti kemampuan
bertanya, mengeluarkan pendapat dan bekerjasama. Sedangkan
evaluasi terhadap produk pembelajaran dilakukan untuk mengetahui
tingkat ketercapaian terhadap penguasaan materi yang diajarkan. Hal
ini dilakukan dengan penilaian portofolio.
3. Dukungan dan hambatan
Keberhasilan proses pembelajaran ditentukan oleh banyak
faktor, diantaranya adalah guru, siswa, sarana dan prasarana serta
lingkungan.
a. Guru
Guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam
implementasi model pembelajaran tematik. Keberhasilan
penerapan model pembelajaran tematik ini terutama berhubungan
dengan kualitas atau kemampuan yang dimiliki oleh guru.
b. Faktor siswa
Perkembangan anak dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga
jika guru dapat menguasai lingkungan pembelajaran maka akan
dapat menerapkan pembelajaran tematik yang ada.
c. Sarana dan prasarana
Untuk sarana prasarana sudah cukup memadai apalagi Madrasah
Ibtidaiyah Setono ini merupakan madrasah mitra PGMI STAIN
Ponorogo, sehingga sarana prasaran sangat mencukupi untuk
melakukan pembelajaran di sekolah.
I.
Kesimpulan Dan Saran
1. Kesimpulan
a.
Konteks guru dalam pembelajaran tematik untuk kelas
awal sudah sesuai, sedangkan untuk pengalaman mengajar
kurang, tetapi hasil dari pelatihan yang ada hasilnya guruguru dapat menerapkan pembelajaran Tematik dengan
baik.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
23
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
b.
Pelaksanaan pembelajaran tematik sudah berjalan baik,
dengan indikasi adanya RPP, dan juga pajangan dari hasil
kerja siswa serta menggunakan penilaian portofolio untuk
yang banyak praktek dan kerja kelompok.
c.
Dukungan dan hambatan dalam pembelajaran Tematik
berasal dari guru, siswa dan lingkungan, tetapi hal-hal
tersebut dapat dilalui dan hasilnya pembelajaran tematik
dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Saran
a.
Untuk guru-gurunya agar ditingkatkan kemampuan
pembelajaran dengan melalui pelatihan-pelatihan dalam
rangka untuk meingkatkan kapasitas guru.
b.
Untuk pelaksanakaan pembelajaran tematik agar dilakukan
diskusi-diskusi kecil dengan guru lainnya agar pembelajaran
tematik semakin lancar.
c.
Dukungan dari komite maupun kepala sekolah digunakan
dengan sebaik-baiknya untuk mengembangkan kemampuan
guru.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan.2006.Model Kurikulum Satuan
Pendidikan dan Model SilabusMatapelajaran MI/SD. Jakarta: BP
Cipta Jaya.
Depdiknas. 2006. Strategi Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa Siswi.
Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2005. Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta:
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan.
Fogarty R,1991. The Mindfull School: How to Integrate the Curricula.
Palatine, Illinois: Skylight Publishing, inc.
Gordon, Thomas. 1986. Guru yang Efektif: Cara untuk Mengatasi Kesulitan
dalam Kelas. (penyadur: Mudjito). Jakarta: Rajawali.
Hurlock, Elizabets. (1978). Perkembangan anak. Jakarta: Gelora aksara
pratama
Hurloch, Elizabeth. (1980). Developmental Psychology.New York: Mc.
Graw Hill. Inc
24
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
Hurlock, Elizabeth B. (1996). Psikologi Perkembangan, Jakarta:
Erlangga
-----------------------. (1991). Perkembangan Anak Jilid 1, Jakarta:
Erlangga
_______________.
Erlangga
(1991). Perkembangan Anak Jilid 2, Jakarta:
Hilgard, E.R., & Bower, G.H. (1975). Theory of learning (5nd ed).
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Inggridwati Kurnia. (2007). Perkembangan Peserta Didik, Jakarta:
Depdiknas
Issac, Stephen and William B Michael. 1982. Handbook in Research
and Evaluation. 2nd edition, San Diego: California, Edits
Publisher
Kaufman, Roger. and Susan Thomas,1980. Evaluation Without Fear,
London
Mamik, Sutirjo Sri Istuti. 2005. Tematik: Pembelajaran Efektif dalam
Kurikulum 2004. Malang: Bayumedia Publishing
Muhadjir, Noeng. 1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial, Suatu
Teori Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin
Muhibbin Syah. 1997. Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Miles, M.B., & Huberman, A.M.1992. Analisis data kualitatif. (Terjemahan
Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress).
Puskur Balitbang. 2006. Pembelajaran Tematik.Jakarta: Depdiknas.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media.
Sanjaya, Wina. 2004. Pengembangan Kurikulum dan Proses Pembelajaran.
Bandung: San Grafika.
Sa’ud, Udin Syaefuddin, dkk. 2006. Pembelajaran Terpadu. Bandung:
UPI Press.
Subroto, Tisno Hadi dan Ida Siti Herawati. 2003. Pembelajaran Terpadu,
Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
25
Athok Fu’adi - Evaluasi Program Pembelajaran Tematik...
Sukandi, U. 2003. Belajar Aktif & Terpadu. Surabaya: Duta Graha
Pustaka.
Samani, Muchlas. 2007. Menggagas Pendidikan Bermakna: Integrasi Life
Skill-KBK-CTL-MBS, Surabaya: SIC.
Suharsimi Arikunto.1998. Evaluasi Pendidikan.Jakarta: Rineka
Sukmadinata. (2003). Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung:
Rosdakarya
Sumantri, Mulyani, dan Nana Syaodih. (2007). Perkembangan Peserta
Didik. Cet.XVII. Jakarta: Universitas Terbuka
Syamsu Yusuf LN. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Cet.VII. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tim Pustaka Yustisia. 2007. Panduan Lengkap KTSP.
Pustaka Yustisia.
Yogyakarta:
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Tim Penulis. 2007. Model Silabus Tematik Sekolah Dasar Kelas 1. Jakarta:
Grasindo.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003
Tim Penulis 2009.Pembelajaran Tematik. Jakarta: LAPIS-PGMI
26
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
TOTAL PHYSICAL RESPONSE (TPR)
UNTUK MENINGKATKAN TEKNIK MAHARAH
AL-KALAM PADA SISWA MADRASAH IBTIDAIYAH
Rodifatul Chasanah 1
Abstrak
Teach Arabic to motivated Arabic learning students in tpr. While usually
thought of as a powerful language learning approach for beginning students,
TPR actually has great potential for learners at any level of ability. The
basic idea behind Total Physical Response is that a language learner learns
to hear something in the language and then physically respond to it. This
method was designed to accelerate listening comprehension of a foreign
language by having subjects give a physical response when they heard a
foreign utterance. This suggested that perhaps listening training should be
continued for a long time without an attempt to speak before the student is
asked to make any utterance in the foreign language.
Key note : Total Physical Response, Maharah Al-Kalam di Madrasah Ibtidaiyah
A. Pendahuluan
Bahasa masih diyakini menjadi salah satu instrumen yang cukup
fundamental dalam menentukan pencapaian beragam keberhasilan
dan memiliki peran sentral khususnya dalam perkembangan
intelektual, sosial, dan emosional seseorang. Cukup beralasan
manakala dalam dunia pendidikan, bahasa diharapkan membantu
peserta didik mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang
lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat, menemukan serta mengkonstruksi kemampuan analitis
dan imaginatif dalam dirinya.
Pada titik inilah betapa tidak dapat dihindari tindakan pertama
dan paling penting dilakukan manusia sebagai makhluk sosial
melalui bahasa adalah berkomunikasi yang berguna sebagai media
1 Dosen PPBA Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, email:diefa_
[email protected]
27
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
mempertukarkan pengalaman, mengemukakan dan menerima
pikiran, mengutarakan perasaan, atau saling mengekspresikan
maupun menyetujui sebuah pendirian. Pada gilirannya, bahasa
pun menjadi alat komunikasi paling dominan, yang karenanya
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran bahasa melalui beberapa
keterampilannya seperti mendengar, berbicara, membaca, dan
menulis menjadi kompetensi yang harus dikuasai karena diyakini
akan sangat menunjang seseorang dalam berbagai sektor kehidupan
terlebih lagi di era global ini.
Menjadi terang bahwa salah satu fungsi utama bahasa adalah
sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, pendapat
dan perasaan kepada orang lain. Melalui bahasa manusia dapat saling
berhubungan (berkomunikasi), saling berbagai pengalaman, saling
belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual.
Sungguhpun demikian penguasaan dan penggunaan bahasa sebagai
alat komunikasi yang baik dan benar belum selalu memuaskan.
Dalam perhatian Larry, Gilbert King, & Bill (2004: 78) masih ada
sejumlah peserta didik yang selalu ragu untuk berbicara. Ada rasa
takut berbicara kalau mengatakan hal yang salah atau mengatakan
hal yang benar dengan cara yang salah.
Adalah kian meyakinkan, dalam komunikasi lisan, dari
sekian keterampilan dalam pembelajaran bahasa itu, keberadaan
keterampilan berbicara seperti diyakini (Fachrurrozi, dan Mukhshon
: 14) menjadi keterampilan khusus, dan menempati peran paling
strategis, karena bereduksi menjadi suatu bentuk perilaku manusia
yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,
semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga
dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi
kontrol sosial. Setidaknya berangkat dari penjelasan yang cukup
reasionable inilah menurut Iskandarwassid, dan Dadang Sunendar
(2008 : 241) menjadikan keterampilan berbicara harus dimiliki peserta
didik sehingga memiliki kemampuan untuk mereproduksi arus
sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan
perasaan, dan keinginannya kepada orang lain.
Demikian halnya dengan keterampilan berbicara dalam Bahasa
Arab, terlihat misalnya selain keberadaannya termasuk dalam
rumpun bahasa Semit yang maju, bahasa arab seperti ditegaskan
28
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
Umam (2006:9) juga sebagai bahasa al-Qur’an, bahkan kosakata dalam
bahasa Indonesia juga banyak yang menyerap dari bahasa Arab, dan
disinilah keberadaanya berpengaruh dalam pasang surut peradaban
dunia. Menjadi sangat beralasan apabila Bahasa Arab menjadi salah
satu pelajaran dalam kegiatan pendidikan di negeri ini, yang kemudian
secara konseptual, pembelajaran Bahasa Arab didefinisikan dengan:
‫ كما هّأنا أداة‬,‫ ومجع كلمة افردها‬.‫اللغة هي الوسيلة العظمى لضم صفوف االمة الواحدة‬
ّ ‫عما‬
‫ وهي وسيلة التفاهم بني إفراد اجلما عة الوا حدة‬,‫ والة لعرض ما ينتجه العقل‬.‫يفكر املرأ‬
ّ ‫للتعبري‬
)V,‫ املرجع ىف اللغة العرا بية ىف حنوها وصرفها‬,‫(على رضا‬
Melalaui definisi tersebut secara sederhana dapat dipahami
bahwa pembelajaran bahasa Arab adalah proses interaksi peserta
didik dengan lingkungannya (dalam hal ini adalah bahasa Arab)
sehingga terjadi perubahan perilaku siswa dimana mereka dapat
memahami, mengerti, dan menguasai keterampilan bahasa Arab
yang meliputi menulis, membaca, mendengarkan, berbicara dengan
baik dan benar.
Kian terang bahwa Bahasa Arab merupakan mata pelajaran
yang mengembangkan ketrampilan berkomunikasi lisan dan tulisan
untuk memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, persaaan
serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya.
Keseluruhan aspek pembelajaran Bahasa Arab meliputi menyimak,
berbicara, membaca dan menulis saling berhubungan, misalnya,
ketrampilan mendengarkan memberikan kontribusi terhadap
perkembangan berbicara, kedua kemampuan tersebut diperkuat oleh
kemampuan membaca, semantara ketrampilan menulis memberikan
kontribusi pada ketrampilan membaca daam bentuk teks atau
dokumentasi.
Keterampilan berbicara dalam pembelajaran bahasa yang
diyakini menempati peran utama dalam komunikasi juga tidak dapat
dihindari dalam pembelajaran bahasa Arab yang disebut dengan
Maharah al-Kalam, yang secara bahasa sepadan dengan istilah speaking
skill dalam bahasa Inggris dimana arti sederhananya dipahami sebagai
keterampilan berbicara. Sementara berbicara dimaknai sebagai
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
29
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan, maka Maharah al-Kalam adalah kemampuan
seseorang untuk mengucapkan artikulasi bunyi-bunyi Arab (ashwath
‘arabiyyah) atau kata-kata dengan aturan-aturan kebahasaan (qawa’id
nahwiyyah wa sharfiyyah) tertentu untuk menyampaikan ide-ide dan
perasaan. Karena itu pengajaran bahasa Arab bagi non-Arab pada
tahap awal seperti digambarkan Fachrurrozi dan Erta (2011 : 129-130)
bertujuan, antara lain, supaya siswa bisa mengucapkan bunyi-bunyi
Arab dengan benar (khususnya yang tidak ada padanannya pada
bahasa lain) dan dengan intonasi yang tepat, bisa melafalkan bunyibunyi huruf yang berdekatan, bisa membedakan pengucapan harakat
panjang dan pendek, mampu mengungkapkan ide dengan kalimat
lengkap dalam berbagai kondisi, mampu berbicara dengan kalimat
sederhana dengan nada dan intonasi yang sesuai, bisa berbicara
dalam situasi formal dengan rangkaian kalimat yang sederhana dan
pendek, serta mampu berbicara dengan lancar seputar topik-topik
yang umum.
Sementara itu, keberhasilan belajar bergantung pada beragam
faktor pendukung, seperti siswa, guru dan metode yang digunakan
dalam pembelajaran untuk mempermudah dalam menguasai
ilmu pengetahuan kebahasaan, sehingga tidak jarang dijumpai
kesulitan jika dalam proses belajar tidak sesuai dengan karakteristik
metodenya. Berangkat dari itu, metode pembelajaran Bahasa Arab
mendapat perhatian para ahli pembelajaran Bahasa dengan melakukan
berbagai kajian dan peneitian untuk mengetahui efektifitas berbagai
metode pembelajaran.
B. Konstruksi Maharah al-Kalam; Formulasi, Teknik dan Strategi
Pembelajaran
1.
Pengertian Maharah al-Kalam
Secara terminologi, Maharah al-Kalam adalah kemampuan
mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan, atau
perasaan kepada lawan bicara. Dalam makna yang lebih luas, berbicara
Tarigan & Heri Guntur (1994 : 15) menurut merupakan suatu sistem
tanda-tanda yang dapat didengar dan dilihat yang memanfaatkan
30
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk menyampaikan
pikiran dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Pada hakekatnya maharah al-kalam merupakan kemahiran
menggunakan bahasa yang paling rumit, yang dimaksud dengan
kemahiran berbicara adalah kemahiran mengutarakan buah pikiran
dan perasaan dengan kata-kata dan kalimat yang benar, ditinjau dari
sistem gramatikal, tata bunyi, di samping aspek maharah berbahasa
lainnya yaitu menyimak, membaca, dan menulis.
Kemampuan berbicara (maharah al-kalam) dijelaskan Imam (2009 :
22) didasari oleh; kemampuan mendengarkan (reseptif), kemampuan
mengucapan (produktif), dan pengetahuan (relative) kosa-kata dan
pola kalimat yang memungkinkan siswa dapat mengkomunikasikan
maksud/fikirannya. Secara umum maharah al-kalam bertujuan agar
mampu berkomunikasi lisan secara baiok dan wajar dengan bahasa
yang mereka pelajari. Secara baik dan wajar mengandung arti
menyampaikan pesan kepada orang lain dalam cara yang secara
sosial dapat diterima. Sasaran teknik ini memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menggunakan bahasa Arab pada situasi
yang alami dengan sikap spontanitas kreatif, disamping penguasaan
tata bahasa. Lebih fokusnya adalah menyampaikan makna atau
maksud yang tepat sesuai dengan tuntunan dan fungsi komunikasi
pada waktu tertentu.
Kemahiran berbicara (maharah al-kalam) merupakan salah satu
kemahiran berbahasa yang aktif-produktif, kemampuan berbicara
menuntut penguasaan terhadap beberapa aspek dan kaidah
penggunaan bahasa (Djiwandono, 1996). Secara umum, proses
pembelajaran maharah kalam tidak jauh berbeda dengan pembelajaran
kemahiran berbahasa lainnya yang bersifat gradual. Namun masingmasing dari maharah memiliki ciri dalam proses pembelajarannya.
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas secara umum
tentang Pendekatan, Metode, Strategi, dan Teknik Pembelajaran
Maharah Kalam yang diharapkan mampu memberikan kemudahan
dan pemahaman bagi para pendidik maupun peserta didik dalam
proses pembelajaran Maharah al-kalam.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
31
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
2.
Pendekatan Pembelajaran Maharah al-kalam
Pendekatan (Madkhal/ approach) adalah seperangkat asumsi
berkenaan dengan hakikat bahasa dan belajar mengajar bahasa
bersifat aksiomatis. Berikut adalah paparan tentang macam-macam
pendekatan, diantaranya adalah :
1) Pendekatan Humanistik (Humanistic Approach)
Pendekatan ini memberi tempat yang utama pada peserta didik
karena mereka adalah subjek utama dalam kegiatan pendidikan.
Pendekatan ini berasumsi bahwa peserta didik memiliki potensi,
kekuatan, dan kemampuan untuk berkembang serta memiliki
kebutuhan emosional, spiritual, dan intelektual yang harus
diperhatikan. Penyampaian materi tidak dijadikan sebagai suatu
yang menekan, membebani, melainkan bagaimana penguasaan
bahasa menjadi kebutuhan peserta didik sebagaimana kebutuhan
lainnya. Langkah pertama untuk merealisasikan tujuan hal
itu adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bercakap tentang diri dan perasaannya serta bergantian
mengungkapkan berbagai hal mengenai diri mereka. Proses ini
bisa memenuhi kebutuhan pembelajar untuk aktualisasi diri.
2) Pendekatan Teknik (Media-Based Approach)
Pendekatan yang didasarkan pada pemanfaatan media
pembelajaran dan teknik-teknik pendidikan. Pendekatan ini
berpendapat bahwa media dan teknik pembelajaran sangat
berperan dalam menyampaikan pengalaman belajar serta bisa
mengubah pengalaman belajar menjadi pengalaman yang
nyata (terindra). Pendekatan ini bertujuan untuk memberikan
cara untuk menjelaskan materi – materi dengan menggunakan
gambar-gambar, peta, lukisan, menghadirkan contoh yang nyata,
kartun dan lain sebagainya yang sekiranya dapat membantu
memahamkan siswa tentang pesan-pesan kata bahasa asing.
3) Pendekatan Mendengar-Mengucapkan (Aural Oral Approach)
32
Pendekatan ini mengandaikan bahwa bahasa adalah apa yang
didengar dan diucapkan, bukan simbol. Sedangkan tulisan
hanyalah representasi dari ujaran. Dari asumsi ini dapat dikatakan
bahwa bahasa adalah ujaran. Pembelajaran bahasa harus dimulai
dengan mendengarkan bunyi-bunyi bahasa yang berbentuk kata
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
dan kalimat. Jadi pendidik meminta peserta didiknya menirukan
pelafalan kata/kalimat untuk dihafal, sebelum membaca dan
menulis diajarkan. Asumsi lain dari pendekatan ini bahwa bahasa
adalah kebiasaan. Suatu prilaku akan menjadi kebiasaan apabila
diulang berkali-kali. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab
dengan pendekatan aural oral approach ini menuntut adanya
kegiatan pembelajaran bahasa yang dilakukan dengan teknik
pengulangan atau repetisi.
4) Pendekatan Komunikatif (Communicative Approach)
Pendekatan yang menitikberatkan pengajaran bahasa secara
konunikatif artinya pengajaran yang dilandasi oleh teori
komunikatif atau fungsi bahasa. Tujuan pengajaran bahasa dalam
pendekatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan
komunikatif serta prosedur pengajaran ketrampilan berbahasa
yang saling memiliki ketergantungan antara bahasa dan
komunikasi. Menurut Hymes, terdapat empat faktor yang menjadi
pembangun dan menjadi ciri penanda kompetensi komunikatif
ini, yaitu kegramatikalan (penguasaan tata bahasa secara
baik), keberterimaan (saling dapat dipahami dan memahami),
ketepatan (konteks dengan situasi yang berkembang), dan
keterlaksanaan (praktik yang dilakukan secara terus-menerus).
Tujuan pengajaran bahasa adalah untuk menolong pembelajar
mencapai kemampuan komunikatif.
3.
Metode Pembelajaran Maharah al-kalam
Metode (Thariqah/Method) dijelaskan Murtadho (2008 : 221) adalah
perencanaan secara menyeluruh yang terkait dengan penyajian bahan
ajar bahasa secara sistematis dan bersifat prosedural digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Berikut metodemetode yang telah berkembang dalam pembelajaran, yaitu
1) Metode Nahwu wa tarjamah
Penerapan metode ini banyak menekankan pada penggunaan
nahwu (tata bahasa) dan praktik penerjemahan dari bahasa dan ke
dalam bahasa sasaran. Metode ini bahkan harus kita akui sebagai
metode yang paling populer digunakan dalam pembelajaran
bahasa baik di sekolah, pesantren maupun di perguruan tinggi.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
33
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
2) Thariqah Mubassyaroh (Metode Langsung/Direct Method)
Metode ini lahir sebagai reaksi terhadap penggunaan metode
nahwu wa tarjamah yang mengajarkan bahasa seperti bahasa
yang mati. Metode ini memberikan banyak waktu untuk melatih
keterampilan berbicara sebagai ganti dari keterampilan membaca,
menulis, dan menterjemahkan. Dalam prakteknya, metode ini
selalu mengaitkan antara kata-kata yang diajarkan menggunakan
model meniru dan menghapal dengan objek-objek yang ditunjuk
oleh kata-kata tersebut, antara suatu kalimat dengan situasi
yang diungkapkannya. Dengan demikian metode ini dinamakan
metode langsung.
3) Thariqah Sam’iyah Syafawiyah (Audio Lingual Method)
Beragam asumsi yang mendukung dalam metode ini antara lain :
a) Essensi bahasa adalah berbicara. Sedangkan menulis
merupakan bagian dari gambaran berbicara. Oleh karena
itu perhatian dalam pengajaran bahasa asing hendaklah
dicurahkan untuk tercapainya keterampilan berbicara,
bukannya keterampilan membaca atau menulis.
b) Proses pengajaran bahasa hendaklah mengikuti urutan –
urutan tertentu, yaitu : mendengar, berbicara, membaca,
dan menulis.
c)
Metode pemerolehan bahasa adalah dengan pembentukan
kebiasaan-kebiasaan dalam bahasa, yaitu dengan jalan
berlatih secara bertahap.
4) Metode Eklektik
Metode ini muncul sebagai respon atas munculnya ketiga metode
di atas. Asumsi-asumsi metode ini adalah :
a) Tak ada satu metode pun yang sempurna, sebagaimana
halnya tidak ada satu metode pun yang salah total, sehingga
setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
b) Prinsip utama dalam pengajaran terpusat pada pembelajar
dan kebutuhannya. Bukannya kepada metode tertentu
tanpa memperhitungkan kebutuhan pembelajar. Seorang
guru hendaklah merasa bebas dalam memilih metode
34
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
yang akan digunakannya sesuai dengan kondisi siswa, dan
dengan tidak menutup mata dari berbagai penemuan baru
dalam metodologi pengajaran. Seorang guru mungkin dapat
memilih satu metode atau beberapa metode yang sesuai
dengan kebutuhan siswa dan situasi belajar-mengajar.
4.
Strategi Pembelajaran Maharah al-kalam
Poin penting dalam mendefinisikan belajar telah digariskan Slamet
(2003:2) sebagai proses usaha yang diupayakan untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalamannya sendiri dengan lingkungannya. Sebaliknya,
mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur,
mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat
menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar
mengajar. Pada tahap berikutnya mengajar didefinisikan Nana
Sudjana (1989: 29) sebagai suatu proses memberikan bimbingan atau
bantuan kepada siswa dalam proses belajar mengajar..
Ehlers dan Lee (1963 : 27) dalam bukunya mengatakan bahwa:
Good theaching will have to aspect. It will include the communication
of positive knowledge and accepted principles a long with an analysis of
the line of reasoning, or wherever appropriate, the repetition, or at least the
description of the experiments by wich the conclusions were reached. The
other aspect discussion of diverse view on issues stiil unstelled.
Dapat dimengerti bahwa mengajar yang baik meliputi dua
aspek, yaitu terciptanya komunikasi atau memberikan suatu ilmu
pengetahuan yang positif dan diterimanya sebuah analisis sebagai
dasar pemikiran atau merupakan sedikit gambaran dari suatu
percobaan (penelitian) yang mana kesimpulannya dapat dijangkau.
Aspek yang lain adalah mendiskusikan macam-macam pendapat
atau pendengaran dalam suatu hal yang belum pasti kebenarannya.
Sementara itu, kegiatan belajar mengajar dideskripsikan Suryatna
Rafi’i (1985 : 52) suatu kondisi yang sengaja diciptakan, gurulah yang
menciptakan nya guna membelajarkan siswa. Guru yang mengajar
dan siswa belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan siswa
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
35
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
terlibat dalam interaksi dengan bahan pelajaran sebagai medianya.
Kegiatan belajar mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuannya
tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan
dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.
Perlu diketahui bahwa proses belajar yang bermakna adalah
proses belajar yang melibatkan berbagai aktivitas siswa. Untuk itu
guru harus berupaya untuk mengaktifkan siswa. Sebagai salah satu
komponen pembelajaran, metode mempunyai peran yang sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar. Bahkan dapat dikatakan
bahwa dalam kegiatan belajar mengajar semuanya menggunakan
metode. Karena metode menurut Abdul Hamid (2008 : 3) merupakan
suatu alat untuk menyajikan bahan atau materi pelajaran dalam
rangka untuk mencapai tujuan pengajaran yang akan disampaikan
kepada peserta didik. Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat (tt:1)
metode adalah suatu cara kerja yang sistematis dan umum, seperti
cara kerja ilmu pengetahuan.
Disamping itu perlu ditegaskan bahwa pembelajaran sendiri
merupakan suatu upaya yang disengaja dan direncanakan sedemikian
rupa oleh pihak guru, sehingga memungkinkan terciptanya suasana
dan aktivitas belajar yang kondusif bagi para siswanya. Sehingga
Radliyah Zaenudin (2005 : 92) menyimpulkan bahwa proses
pembelajaran merupakan dua rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh seorang pendidik yang hal ini disebut mengajar disusul oleh
kegiatan yang disebut belajar yang berlangsung pada waktu yang
telah ditentukan guna mencapai tujuan tertentu.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran merupakan cara yang sistematis dalam
menyampaikan materi kepada siswa guna mencapai tujuan yang
diinginkan, dengan melihat definisi tersebut diatas, maka tujuan
metode pembelajaran adalah :
a) Memberi jalan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang
ditempuh oleh guru dan siswa.
b) Memberi gambaran rencana secara meyeluruh dalam pencapaian
tujuan pembelajaran secara sistematis
c)
36
Memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
Melihat dari definisi dan tujuan metode pembelajaran diatas,
maka dapat disimpulkan pula metode ialah cara atau jalan yang
ditempuh oleh guru untuk meyampaikan materi pelajaran kepada
siswa. Karena itu setelah guru memikirkan bahan pelajaran, maka
hendaklah ia memikirkan cara penyampaian bahan tersebut dalam
pikiran siswa. Guru menurut Abu Bakar Muhamad (1981 : 8) harus
memikirkan metode yang paling baik untuk menyusun bahan itu,
dan menjadikan susunanan bahan mata pelajaran itu sebagai mata
rantai sambung menyambung.
Dengan metode pembelajaran yang digunakan dapatlah
memudahkan siswa belajar sesuatu yang berguna dan bermanfaat,
bagaimana memadukan antara isi dan nilai yang terkandung dalam
pembelajaran, dan belajar diharapkan dapat membentu siswa untuk
meningkatkan kemampuan yang sesuai dengan tujuan instruksional
yang ingin dicapai. Strategi merupakan rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Sedangkan dalam konteks
pembelajaran, strategi adalah kemampuan internal seseorang untuk
berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Artinya
bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berpikir
untuk menganalisis, memecahkan masalah dalam mengambil
keputusan. Peserta didik akan mempunyai kontrol yang tinggi yaitu
analisis yang tajam, tepat dan akurat.
Strategi sebagai dasar pembelajaran khususnya Bahasa Arab
meliputi empat komponen utama yaitu:
1) Mengefektikan tujuan pembelajaran
Keaktifan belajar siswa dalam bahasa menjadi kunci, baik aktif
belajar maupun pengembangan materi kebahasaan. Strategi yang
diambil harus senantiasa bermuara untuk menciptakan keaktifan,
baik secara fisik maupun mental, akan tetapi aktif mental lebih
diutamakan.
2) Menentukan kembali pendekatan pembelajaran
Dalam belajar bahasa, seseorang diberi kebebasan untuk
menggunakan strategi yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah strategi yang dapat
menggugah semangat untuk mengembangkan ilmu yang telah
diterima. Sehingga peserta didik setelah belajar merasa ilmu
yang sedang dipelajari bermanfaat dan mempunyai keberanian
untuk mengekspresikan ide atau gagasan kepada teman
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
37
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
4) Menetapkan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai
akhir.
Belajar bahasa Arab khususnya maharah al-kalam harus mengikuti
pola tadarruj (dari yang mudah sampai ke yang sulit).
5) Menetapkan ukuran keberhasilan
Dalam strategi pembelajaran suatu kegiatan pembelajaran yang
dikerjakan pendidik dan peserta didik dilakukan secara optimal
agar pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien atau
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya.
C. Mengimplementasikan Total Physical Response (TPR) dalam
Pembelajaran Maharotul Kalam pada Madrasah Ibtidaiyah
1.
Pemahaman Konsep Total Physical Response (TPR)
Total Physical Response seperti dipahami Ghazali (2010 : 96)
merupakan metode pembelajaran bahasa yang menggunakan
perintah-perintah lisan dengan tujuan agar siswa dapat menunjukkan
pemahamannya terhadap maksud dari perintah-perintah lisan itu.
Secara teknis, guru memberikan beberapa contoh melalui gerakan
maupun tindakan yang diperintahkan itu sehingga siswa secara tidak
langsung mendapatkan struktur tatabahasa dan kosakata dari bahasa
target. Selama periode latihan menyimak, siswa diminta untuk
merespon perintah dari guru, kemudian siswa berganti peran dengan
gurunya memproduksi bahasa dengan cara memberikan perintah
kepada teman sekelasnya bahkan dengan gurunya. Kemampuan
membaca dan menulis digunakan untuk menunjang komponen lisan/
menyimak ini. Para siswa diminta untuk menuliskan semua kosakata
dan struktur tatabahasa yang telah diajarkan dalam pertemuan itu
pada buku tulis mereka pada akhir pelajaran. Metode ini sangat
membantu untuk mempermudah guru dan siswa dalam proses
pembelajaran kosakata karena metode ini juga dapat dikombinasikan
dengan gambar/benda nyata dan juga gerakan tubuh, agar siswa
dapat memahami dan mengekspresikannya.
Berangkat dari beberapa pengalaman yang berhasil dihimpun,
diyakini bahwa pembelajaran bahasa dengan metode TPR ini
disukai sebagian besar siswa, terlihat misalnya ketika siswa diminta
memperagakan makna kosakata dalam proses pembelajaran, mereka
38
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
dengan meresponnya dengan berdiri dari tempat duduknya untuk
memperagakan kosakata tersebut. Selain itu, siswa juga tidak merasa
bosan karena mereka belajar sambil melakukan (learning by doing), dan
menurut Nurhidayati dan Ridwan (2005:10), sejalan dengan dengan
salah satu karekteristik anak-anak dalam pembelajaran bahasa yaitu
anak-anak belajar sambil bekerja/learning by doing.
Melalui penerapan metode TPR dalam pengajaran kosakata
bahasa Arab, siswa secara langsung dapat mengetahui makna kosakata
tersebut tanpa harus meraba-raba makna kosakata itu sendiri. Betapa
tidak, dengan peragaan secara otomatis siswa secara langsung
dapat mengetahui makna kosakata tanpa melaui metode terjemah.
Disinilah nampaknya relevan dengan dengan teori perkembangan
kognitif Piaget, yaitu anak-anak pada usia Madrasah Ibtidaiyah,
perkembangan kognitifnya masih berada pada tahap operasi konkrit
(concrete operational).
Sejauh ini telah ada beberapa macam metode yang biasa digunakan
seorang guru atau instruktur dalam meningkatkan kemampuan
belajar peserta didiknya seperti metode diskusi, ceramah, inquiry dan
lain-lain. Dengan maksud meyakinkan, dalam pembelajaran Bahasa
Arab nampaknya metode Total Physical Response dirasa cukup efektif
untuk mencapai kualitas hasil belajar yang jauh lebih baik khusunya
dalam Maharotul Kalam.
1.
Pengertian Metode TPR (Total Physical Response)
Richards J, mendefinisikan TPR dengan:
“a language teaching method built around the coordination of speech and
action; it attempts to teach language through physical (motor) activity”.
Metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi
perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action); dan berusaha
untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor). Sedangkan
menurut Larsen dan Diane dalam Technique and Principles in
Language Teaching, TPR atau disebut juga ”the comprehension approach”
atau pendekatan pemahaman yaitu suatu metode pendekatan bahasa
asing dengan instruksi atau perintah.
Secara historis, metode ini dikembangkan oleh James J. Asher
di Universitas San Jose California dan sukses dalam pengembangan
metode ini pada pembelajaran bahasa asing pada anak-anak. Ia
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
39
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
berpendapat bahwa pengucapan langsung pada anak mengandung
suatu perintah, dan selanjutnya akan merespon kepada fisiknya
sebelum mereka memulai untuk menghasilkan respon verbal atau
ucapan. Tidak mengherankan apabila kemudian metode pembelajaran
ini kemudian lebih akrab sering disebut Asher Method yang artinya
memakai masa waktu yang cukup untuk mendengar dan mengamati
perintah sebelum seseorang diajak berbicara dalam bahasa Asing.
Secara aplikatif, metode TPR ini sangat mudah dan ringan
dalam segi penggunaan bahasa dan juga mengandung unsur gerakan
permainan sehingga dapat menghilangkan stress pada peserta didik
karena masalah-masalah yang dihadapi dalam pelajarannya terutama
pada saat mempelajari bahasa asing, dan juga dapat menciptakan
suasana hati yang positif pada peserta didik yang dapat memfasilitasi
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
siswa dalam pelajaran tersebut. Guru atau instruktur memiliki peran
aktif dan langsung dalam menerapkan metode TPR ini. Menurut
Asher ”The instructor is the director of a stage play in which the students
are the actors”, yang berarti bahwa guru (instruktur) adalah sutradara
dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa sebagai pelaku atau
pemerannya. Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari,
siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran. Siswa
dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar dan pelaku.
Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian dan merespon secara
fisik pada perintah yang diberikan guru baik secara individu maupun
kelompok. Adapun inti dari pendekatan awal yang digunakan adalah
membuat peserta didik diam, mendengarkan perintah lalu sejalan
dengan apa yang dilakukan oleh pendidik, mereka menuruti apa
saja yang diperintahkan oleh pengajar tersebut. Peserta didik belajar
dengan cara melakukan perbuatan secara fsik berdasar atas perintah
pendidik, kemudian atas perintah teman sejawat.
2.
Bentuk Aktivitas dengan Metode TPR dalam Proses Belajar
Mengajar.
Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode
TPR ini banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan oleh guru dan
siswa antara lain:
a) Latihan dengan menggunakan perintah (Imperative Drill ),
merupakan aktivitas utama yang dilakukan guru di dalam kelas
40
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
dari metode TPR. Latihan berguna untuk memperoleh gerakan
fisik dan aktivitas dari siswa.
b) Dialog atau percakapan (conversational dialogue).
c)
Bermain peran (Role Play), dapat dipusatkan pada aktivitas
sehari-hari seperti di sekolah, restoran, pasar, dan sebagainya.
d) Presentasi dengan alat peraga.
e)
Aktivitas membaca (Reading) dan menulis (Writing) untuk
menambah perbendaharaan kata (vocabularies) dan juga melatih
pada susunan kalimat berdasarkan tenses dan sebagainya.
3.
Teori pembelajaran TPR
Teori pembelajaran bahasa melalui TPR yang diterapkan pertama
kali oleh Asher menyajikan beberapa hipotesa pembelajaran yang
berpengaruh yaitu:
1) Terdapat bio-program bawaan yang spesifik untuk pembelajaran
bahasa yang menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk
pengembangan bahasa pertama dan kedua.
2) Lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang
berbeda pada otak kiri dan kanan.
3) Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan
dipelajari oleh peserta didik, stress yang lebih rendah kapasitasnya
maka pembelajaran menjadi lebih baik.
Demikian tentang metode pembelajaran TPR yang saat ini
kemungkinan besar agak asing sekalipun sesungguhnya bukanlah
metode baru yang sekiranya lebih baik diantara metode-metode
pembelajaran yang lain. Betapapun demikian ada baiknya jika metode
ini dipergunakan dengan sumsi akan memberikan manfaat dalam
meningkatkan motivasi belajar terutama dalam pelajaran bahas.
2.
Implementasi Total Physical Response (TPR) dalam
Pembelajaran Maharotul Kalam pada Siswa Madrasah
Ibtidaiyah
Dimana setiap lembaga pendidikan mempunyai perbedaan
dalam menentukan tujuan tersebut. Adapun mata pelajaran bahasa
arab di madrasah ibtidaiyah memiliki tujuan sebagai berikut:
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
41
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
a) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam bahasa
arab, baik lisan maupun tulis yang mencakup empat kemahiran
berbahasa, yakni menyimak (istima’), berbicara (kalam), membaca
(qira’ah), dan menulis (kitabah).
b) Menumbuhkan kesadaran pentingnya bahasa arab sebagai salah
satu bahasa asing untuk menjadi alat utama belajar, khususnya
dalam mengkaji sumber-sumber ajaran islam.
c)
Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara
bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala budaya. Dengan
demikian, peserta didik diharapkan memiliki wawasan lintas
budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya.
Adapun tema materi bahasa arab di madrasah ibtidaiyah
adalah:
a) Kelas lV Semester l : At-Ta’âruf, al-Adawâtul-madrasiyyah, dan alMihnah; dan Semester 2: Al-‘Unwân, Usratî, dan A’dlâ ul-insân;
b) Kelas V Semester 1: Fil-Bait, Fil-Hadîqah dan al-Alwân; dan
Semester 2: Fil-Madrasah, fil-Ma’mal, fil-Maktabah dan fil-mqshaf;
c)
Kelas VI Semester l : As-Sâ’ah dan al-Af’âlul-yaumiyyah; dan
Semester 2: Al-Wâjibul-manziliy.
Berkenaan dengan tujuan dan materi penyelenggaran pembelajaran
bahasa arab di Madrasah Ibtidaiyah tersebut, teknik (Uslub/Technique)
merupakan implementasi perencanaan pembelajaran di dalam kelas
berupa berbagai macam strategi untuk menyajikan bahan ajar dalam
rangka mencapai tujuan khusus pembelajaran. Beberapa teknik
Maharah al-kalam dalam pembelajaran bahasa Arab antara lain :
1) Prakomunikatif dipahami sebagai pola aktivitas pembelajaran
Maharah al-kalam yang menuntut guru lebih banyak menyediakan
materi secara lebih variatif yang pada gilirannya akan membawa
siswa lebih merasa belajar. Dengan beragam teknik pada tahapan
prakomunikatif ini diprediksikan siswa dapat memahami
pembelajaran dasar maharah al-kalam yang secara bertahap dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Al-hifz ala al-hiwar (hafalan dialog)
42
Dalam teknik ini latihan meniru dan menghafalkan dialogdialog mengenai berbagai macam situasi dan kesempatan.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
Melalui latihan ini diharapkan pelajar dapat mencapai
kemahiran yang baik dalam percakapan dan latihan tersebut
dilakukan secara terus-menerus.
b) Al-hiwar bil al-shuwar (dialog melalui gambar)
Melalui teknik ini diharapkan dapat memahami fakta
melalui gramar yang diungkapkan secara lisan sesuai
dengan tingkatan siswa, guru dalam hal ini membawa
gambar-gambar dan menunjukkkan satu persatu kepada
siswa dengan menggunakan metode tanya jawab sehingga
terciptalah kondisi yang sesuai diinginkan maksud dari
media gambar tersebut.
‫هذا كثاب ما هذا ؟‬
‫هذه كراسة ما هذه ؟‬
‫ذلك باب ما تلك ؟‬
‫تلك جملة ما تلك ؟‬
c)
Al-hiwar al-muwajjah (dialog terpimpin)
Pada teknik ini diupayakan siswa dapat melengkapi
pembicaraan yang sesuai dengan situasi tertentu dengan
keadaan yang dilatihkan. Pada prakteknya guru dapat
memberikan contoh tanya jawab dalam bahasa Arab,
misalnya tentang shalat tarawih. Dalam tanya jawab ini
guru memberikan kalimat-kalimat untuk dapat direspon
oleh siswa, misalnya:
‫انا اريد أن أذهب اىل مسج الكرامة مبرتافورا معك اريد أن أدهب اىل مسجد‬
‫و أنت ؟‬, ‫الكرامة مبرتافورا هدالليل لصالت الرتاويح‬
‫بل أذهب اىل املصلى قريب من املدرسة‬, ‫ال أدهب اىل هاك‬, ‫ال‬
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
43
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
d) Al-tamtsil al-suluki (dramatisasi tindakan)
Pada teknik ini diharapkan siswa dapat mengungkapkan
suatu aktivitas secara lisan. Guru melakukan upaya tindakan
tertentu seperti tersenyum, tertawa duduk, dan sebagainya,
kemudian siswa dapat memberikan jawaban sesuai dengan
tindakan guru tersebut.
‫أنت تتبسم ماذ أعمل ؟‬
‫أنت تضحك‬
e) Tathbiq al-namadzij
‫أنت جتلس على الكرسي‬
Pada teknik ini diharapkan siswa dapat mengungkapkan
kalimat lengkap melalui pola-pola kalimat yang
belum disempurnakan. Melalui praktik pola dengan
menyempurnakan kalimat tertentu yang didahului soal-soal
yang tidak lengkap, acak, atau penambahan yang sudah
lengkap. Dalam prakteknya dapat melalui pola kalimat
antara lain penambahan, penyisipan, substitusi, integrasi,
menyusun, melengkapi dan lain-lain.
2) Komunikatif adalah pola aktivitas dalam pembelajaran Maharah
al-kalam yang lebih mengandalkan kreativitas para pelajar dalam
melakukan latihan. Pada tahap ini keterlibatan guru secara
langsung mulai dikurangi untuk memberi kesempatan kepada
mereka mengembangkan kemampuan sendiri. Para pelajar pada
tahap ini ditekankan untuk lebih banyak berbicara daripada
guru. Sedangkan penyajian latihan diberikan secara bertahap
dan dianjurkan agar materi latihan dipilih sesuai dengan kondisi
kelas. Teknik yang dapat diterapkan dalam aktivitas komunikatif
secara bertahap adalah sebagai berikut:
a) Percakapan kelompok (al-hiwar al-jama’i)
44
Dalam satu kelas para pelajar dibagi ke dalam kelompokkelompok sesuai kebutuhan. Setiap kelompok diberi judul
cerita yang sederhana.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
b) Bermain peran (al-tamtsil)
Pada aktivitas ini guru memberikan tugas peran tertentu
yang harus dilakukan oleh para pelajar. Peran yang diberikan
harus disesuaikan dengan tingkat penguasaan bahasa para
pelajar.
c)
Praktik ungkapan sosial (tathbiq al-tabirat al-ijtima’iyyah)
Ungkapan sosial maksudnya adalah priaku-prilaku sosial
saat berkomunikasi yang diungkapkan secara lisan, misalnya
memberi hormat, mengungkapkan rasa kagum, gembira,
ucapan perpisahan, dan lain-lain.
d) Praktek lapangan (al-mumarasah fi al-mujtama’)
Praktik lapangan disini adaah bercakap-cakap dengan penutur
asli bahasa Arab di luar kelas.
5.
Aktivitas dan Teknik dalam Pembelajaran Maharah Al-Kalam
Kalam diidentikkan dengan penggunaan bahasa secara lisan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah :
1) pelafalan, 2) pilihan kata, 3) isi pembicaraan, 4) intonasi, 5) struktur
kata dan kalimat, 6) sistematika pembicaraan, 7) cara memulai dan
mengakhiri pembicaraan, dan 8) penampilan yaitu seperti gerak-gerik
atau penguasaan diri.
Aktivitas latihan prakomunikatif adalah latihan-latihan
yang memberikan maksud agar peserta didik dapat mempelajari
kemampuan-kemampuan dasar dalam kegiatan maharah al-kalam
seperti latihan penerapan pola dialog, kosakata, kaidah, mimik muka,
dan sebagainya. Pada aktivitas ini keterlibatan guru dalam latihan
cukup banyak berperan aktif dalam memberikan latihan yang di
setiap unsur memerlukan banyak contoh.
Teknik yang dapat diterapkan dalam aktivitas
prakomunikatif secara bertahap adalah sebagai berikut:
latihan
a. Al-hifz ala al-hiwar (hapalan dialog)
Dalam teknik ini latihan meniru dan menghapalkan dialog-dialog
mengenai berbagai macam situasi dan kesempatan. Melalui
latihan ini diharapkan pelajar dapat mencapai kemahiran yang
baik dalam percakapan yang dilakukan secara wajar dan tidak
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
45
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
dibuat-buat. Kendatipun pada awalnya latihan ini dibuat secara
pola berdasarkan hapalan, namun akan mencapai kemampuan
berkomunikasi secara wajar jika hal ini dilakukan secara terusmenerus.
b. Al-hiwar bil al-shuwar (dialog melalui gambar)
Melalui teknik ini diharapkan dapat memahami fakta melalui
gamar yang diungkapkan secara lisan sesuai denga tingkatan
siswa, guru dalam hal ini membawa gambar-gambar dan
menunjukkkan satu persatu kepada siswa dengan menggunakan
metode tanya jawab sehingga terciptalah kondisi yang sesuai
diinginkan maksud dari media gambar tersebut.
‫هذ تلميذ‬
‫من هذا ؟‬
‫هذا كثاب‬
‫ما هذا ؟‬
‫هذه استاذة‬
‫من هذه ؟‬
‫هذه كراسة‬
‫ما هذه ؟‬
‫ذلك فالح‬
‫من ذلك ؟‬
‫ذلك باب‬
‫ما تلك ؟‬
‫تلك طبيبة‬
‫من تلك ؟‬
‫تلك جملة‬
‫ما تلك ؟‬
‫امسي عائشة‬
ِ ‫ما‬
‫امسك‬
‫امسي يوسف‬
ً ‫ما‬
‫امسك‬
c. Al-hiwar al-muwajjah (dialog terpimpin)
Pada teknik ini diupayakan siswa dapat melengkapi pembicaraan
yang sesuai dengan situasi tertentu dengan keadaan yang
dilatihkan. Pada prakteknya guru dapat memberikan contoh
tanya jawab dalam bahasa Arab, misalnya tentang shalat tarawih.
Dalam tanya jawab ini guru memberikan kalimat-kalimat untuk
dapat direspon oleh siswa, misalnya:
‫اريد أن أدهب اىل مسجد انا اريد أن أذهب اىل مسج الكرامة مبرتافورا معك‬
‫ بل أذهب اىل املصلى قريب‬,‫ ال أدهب اىل هاك‬,‫الكرامة مبرتافورا هدالليل لصالت ال‬
‫من املدرسة‬
d. Al-tamtsil al-suluki (dramatisasi tindakan)
46
‫ و أنت ؟‬,‫الرتاويح‬
Pada teknik ini diharapkan siswa dapat mengungkapkan suatu
aktivitas secara lisan. Guru melakukan upaya tindakan tertentu
seperti tersenyum, tertawa duduk, dan sebagainya, kemudian
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
siswa dapat memberikan jawaban sesuai dengan tindakan guru
tersebut.
‫أنت تتبسم‬
‫ماذ أعمل ؟‬
‫أنت تضحك‬
‫أنت جتلس على الكرسي‬
e. Tathbiq al-namadzij
Pada teknik ini diharapkan siswa dapat mengungkapkan kalimat
lengkap melalui pola-pola kalimat yang belum disempurnakan.
Melalui praktek pola dengan menyempurnakan kalimat
tertentu yang didahului soal-soal yang tidak lengkap, acak, atau
penambahan yang sudah lengkap. Dalam prakteknya dapat
melalui pola kalimat antara lain penambahan, penyisipan,
substitusi, integrasi, menyusun, melengkapi dan lain-lain.
1.
Al-tazyid (penambahan)
‫قرأ أمحد اجمللة صباحا‬
‫قرأ أمحد اجمللة‬
‫قرأ أمحد اجمللة مساء‬
‫قرأ أمحد اجمللة ليال‬
2.
Al-takhlil (penyisipan)
‫ذهب التلميذ اليوم اىل املكتبة‬
‫ذهب التلميذ اىل املكتبة‬
‫ذهب التلميذ بعد الظهر اىل املكتبة‬
‫ذهب التلميذ قبل العصر املكتبة‬
3.
Al-tabdil (substitusi)
‫الدكان كبري‬
‫البيت كبري‬
‫الغرفة واسعة‬
‫احلديقة واسعة‬
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
‫املسجد كبري‬
‫املكتبة واسعة‬
47
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
4.
5.
Al-tadmij (integrasi)
‫عرفت أن التعلم مفيد‬
‫عرفت – التعلم مفيد‬
‫ذهب علي ا السوق‬
Al-tartib (menyusun)
Kata tersusun
Kata Acak
‫ للعمرة – اسافر – انا اسافر اىل مكة و املدينة مع اسريت‬- ‫مكة – اىل‬
‫للعمرة‬
‫ انا‬-‫اسريت – املدينة – مع – و‬
‫اىل – التجارية – ذهب – أصحابه ذهب حممد اىل املكتبة التجارية مع‬
‫أصحابه‬
6.
‫ مع‬- ‫– املكتبة – حممد‬
Takmil al-jumlah (melengkapi kalimat)
Pelengkap
Kalimat tak lengkap
‫املوز‬
.... ‫عثمان حيب الربتقال ولكن حيي حيب‬
‫رخيص‬
.... ‫ وهذا الكراسة‬,‫هذا الكتاب غلي‬
Pola aktiftas pembelajaran maharah al-kalam pada tingkatan
prakomunikatif menuntut pengajar/guru lebih dapat menyediakan
materi yang lebih bervariatif sehingga akan membawa siswa
lebih merasa belajar. Dengan teknik-teknik yang pada tahapan
prakomunikatif diharapkan siswa dapat memahami pembelajaran
dasar maharah al-kalam, sehingga dapat dilanjutkan dengan
pembelajaran dengan teknik komunikatif.
D. Kesimpulan dan Saran
Pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidayah juga
mengembangkan keterampilan berkomunikasi baik secara lisan
maupun tulisan, secara reseptif dan ekspresif untuk memahami,
dan mengungkapkan informasi, perasaan serta pengembangan ilmu
pengetahuan agama dan umum. Pengusaan empat skill merupakan
target setiap pembelajaran bahasa termasuk bahasa Arab.
48
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
Dalam pembelajaran bahasa arab, keterampilan berbicara
mutlak sangat diperlukan, termasuk keterampilan menyimak dan
berbicara saling berkaitan. Pola aktiftas pembelajaran maharah alkalam pada tingkatan prakomunikatif menuntut guru lebih dapat
menyediakan materi yang lebih bervariatif sehingga akan membawa
siswa lebih merasa belajar. Dengan teknik-teknik yang pada tahapan
prakomunikatif diharapkan siswa dapat memahami pembelajaran
dasar maharah al-kalam, sehingga dapat dilanjutkan dengan
pembelajaran dengan teknik komunikatif. Teknik pembelajaran
berbicara atau maharah al-kalam perlu dibina dan dikembangkan serta
banyak latihan sehingga menumbuhkan minat siswa dalam berbicara
(kalam). Guru seyogyanya hendaklah membuat setiap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan setidaknya memberikan kegairahan
belajar bagi siswa, dan TPR dapat dijadikan sebagai salah satu metode
untuk direkomendasikan dalam pembelajaran bahasa Arab.
DAFTAR PUSTAKA
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya, 2011
Abd al-Rahman bin Ibrahim al-Fauzan, dkk, al-Arabiyyah Baina Yadaik,
(Riyadh; Mu’assasat al Waqaf al-Islami, 2003)
Abdul Hamid, dkk. 2008, Pembelajaran Bahasa Arab, UIN Malang
Press
Abu Bakar Muhamad, 1981, Metode Khusus Pengajaran Bahasa Arab,
Surabaya: Usaha Nasional.
Ali Ridho, ttt ‫املرجع فى اللغة العرا بية فى نحوها وصرفها‬Beirut : Darul Fiqri Jus
Awal
Ahmad Fuad Effendy, 2005, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang:
Fachrurrozi, Aziz dan Mukhshon Nawawi. 2010. ‫تدريس أساليب‬
‫ العرب ّية اللغوية املهارات‬. Jakarta.
Chatibul Umam, 1980, Aspek-Aspek Fundamental Dalam Mempelajari
Bahasa Arab, Bandung: PT Al-Ma’arif
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
49
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Effendy, Ahmad Fuad. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab.
Malang: Misykat.
Ehlers and Lee,1963, Crucial issues in education, united states America :
Holt Rinehart and Winston
Fachrurrozi, Aziz dan Erta Mahyuddin. 2011. Teknik Pembelajaran
Bahasa Arab. Tangerang.
Ghazali, Abdus Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: Refika
Aditama.
Hasan, Muhammad Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian
Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hidayah, Aina Khusnul. 2008. Pengaruh Penggunaan Metode Total
Physical Response (TPR) terhadap Pemahaman Kosakata Bahasa
Jerman pada Anak Usia Dini di TK Akademika Tahun Ajaran
2007-2008. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang.
Heri Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
Bandung: Angkasa, 1994
Imam Makruf, Strategi Pembelajaran Bahasa Arab Aktif, Need’s Press,
Semarang, 2009
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran
Bahasa. Bandung.
Kurnia, Fulan Dwi. Penggunaan Lagu untuk Meningkatkan Motivasi dan
Hasil Belajar Bahasa Arab Siswa Kelas V SDI Surya Buana Malang.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas
Negeri Malang.
Loise Ma’luf, Al Munjid fil Lughoh wal A’laam, Beirut: Dar el-Mashreq,
2005) Cet. 41.
Misykat. Mulyanto Sumardi,1974, Pengajaran Bahasa Asing (Sebuah
Tinjauan Dari Segi Metodologis) Jakarta: Bulan Bintang
Murtadho, Nurul. 2008. Penyelarasan Materi dan Model RPP Bahasa
Arab untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Bahasa,
Sastra, Seni (tahun 36, no 2) hal 221.
50
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
Nurhidayati & Ridwan, Nur Anisah. (Eds.). 2005. Strategi Pembelajaran
Bahasa Arab untuk Anak. Malang: Program Due-Like Jurusan
Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Nana Sudjana, 1989, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung :
Sinar Baru
Radliyah Zaenudin, 2005, Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran
Bahasa Arab, Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group
Sri Utari Subyakto-Nababan, Metodologi Pengajaran Bahasa, (Jakarta;
Gramedia Pustaka Utama, 1993)
Slamet, 2003, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya Jakarta :
Rineka Cipta
Suja’i, 2008, Inovasi pembelajaran Bahasa Arab, Semarang : Walisongo
Press
Suryatna Rafi’i, 1985, Teknik Evaluasi, Bandung : Angkasa
Tarigan, H. G, DR, Prof. 1993. Pengajaran Kosakata. Bandung:
Angkasa.
Tayar Yusuf Dan Syaiful Anwar, 1995, Metodologi Pengajaran Agama
Dan Bahasa Arab, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta
:Bumi Aksara
Zubaidah, Siti. 2009. Tarqiyyatu Mahaaratul Kitaabah Bistikhdaami
Usluub al Kitaabah Addarbiyah (Derby Writing) fil Madrasah al
Muthawassithah al Islaamiyyah Nurul Huda Malang. Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang.
Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
51
Rodifatul Chasanah - Total Physical Response (TPR)...
52
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN TEMATIK
PADA MATERI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
DI MI HIDAYATUL ISLAM MENTORO TUBAN
I’anatut Thoifah1
Abstract
Learning is a process two-way communication, teaching performed by
the teacher, as an educator the students learned performed by a student.
It is a model that a many forms, between one to the other to have different
characteristics. That can be appropriated with characteritics every student
all that is already deeply affect the quality of learning process and the result
of the students. This research is to find out how the thematic and what
steps the thematic on a learn in elementary school of MI Hidayatul Islam
Mentoro. And this research is able to identify the effectiveness of thematic
To get the data needed, researchers use some method is the observation, the
interview, documentation.While for the accumulated data processing using
descriptive analysis by researchers.Research shows that models basically
thematic ‘ s learning Islamic Education (PAI) in elementary school of MI
Hidayatul Islam Mentoro Tuban.
Key world: Efektivity, Learning, Thematic
A. Pendahuluan
Salah satu tugas sekolah adalah memberikan pengajaran kepada
anak didik. Mereka harus memperoleh kecakapan dan pengetahuan
dari sekolah, disamping mengembangkan pribadinya. Pemberian
kecakapan dan pengetahuan kepada siswa disebut dengan proses
belajar mengajar. Proses belajar mengajar diberikan oleh guru di
sekolah dengan pendekatan-pendekatan, cara-cara, atau metodemetode tertentu.
Dalam proses belajar mengajar, guru tetap menduduki posisi
yang penting sebab mulai dari perencanaan pembelajaran sampai pada
pelaksanaan pembelajaran bahkan sampai pada proses evaluasi guru
yang mendesainya. Meskipun demikian, keberhasilan pembelajaran
1 Dosen Tetap UNISLA Lamongan. Alamat Jalan veteran No.53A Lamongan Telp.
0322-324706.
53
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
tidak mutlak terfokus pada guru, karena masih ada komponen lain
dalam proses belajar mengajar.
Sebagaimana yang disampaikan E. Mulyasa (2007:35) bahwa
semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar
terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan
dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan
tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia
adalah makhluk lemah, yang dalam perkembanganya senantiasa
membutuhkan orang lain, sejak lahir bahkan pada saat meninggal.
Semua itu menunjukan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain
dalam perkembanganya. Demikian halnya peserta didik, ketika orang
tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh
harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara
optimal. Minat, bakat, kemampuan, dan potensi-potensi lain yang
dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal
tanpa bantuan guru. Dalam hal ini guru perlu memperhatikan peserta
didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan yang
lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar.
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah
terjadi interakasi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang
menggerakkanya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah
yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang
bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru
ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik, dengan
menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan.
Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan
yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang
harmonis antara dua yakni penggerak kegiatan belajar mengajar,
guru dengan anak didik.
Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus
dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami
anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Semua kendala
yang terjadi dan dapat menjadi penghambat jalannya proses belajar
mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik maupun
yang bersumber dari luar diri anak didik, harus guru hilangkan, dan
bukan membiarkanya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih
banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
54
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
Sebelum proses belajar mengajar berlangsung terlebih dulu
guru juga membuat program, mulai dari program tahunan, program
semester, rencana pekan efektif, silabus, rencana pembelajaran sampai
pada penggunaan pendekatan yang akan diterapkanya, sebab dengan
pendekatan guru akan tahu keberadaan anak didik, mungkin dari
bakat atau minat secara dini akan diketahui oleh guru. Hal tersebut
dilakukan oleh seorang guru agar proses pembelajaran itu dapat
mencapai target.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain bahwa dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan
pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa
merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan
menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai
pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan
mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran. Guru
yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan
anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang
anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan
dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang
keliru dalam menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak
didik sebagai individu dengan segala perbedaan, sehingga mudah
melakukan pendekatan dalam pengajaran. (Syaifil Bahri Djamarah
dan Aswan Zain, 2006: 54)
Adapun pendekatan yang dipilih, yang terpenting dalam
pembelajaran adalah menempatkan peserta anak didik sebagai
pusat aktivitas. Peserta didik tidak hanya terbatas “mempelajari
tentang suatu hal”, melainkan bagaimana proses belajar mengajar itu
mampu memperkaya khazanah pengalaman belajar dan mempelajari
bagaimana cara belajar. Proses pengalaman belajar tersebut dituangkan
dalam kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan fenomena
alam sekitarnya. Dalam pembelajaran tematik, pembelajaran tidak
semata-mata mendorong peserta didik untuk mengetahui (learning to
know), tapi belajar juga untuk melakukan (learning to do), belajar untuk
menjadi (learning to be), dan belajar untuk hidup bersama (learning to
live together).
Oleh karena itu, kurikulum nasional membutuhkan pengembangan
dan penyesuaian dengan kebutuhan serta kultur madrasah dan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
55
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
masyarakat. Pembelajaran tematik dalam hal ini, menjadi salah satu
alternatif menyiasati kurikulum yang padat dan muatan kegiatan
yang banyak dengan berbagai mata pelajaran. Pendekatan tematik
tidak mengesampingkan kurikulum nasional, justru merupakan
upaya strategis untuk mengembangkan dan melaksanakanya secara
efisien dan efektif. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran tematik
mengandalkan infrastruktur dan tenaga pendidik, serta fasilitas yang
memadai. Pembelajaran tematik dimaksudkan sebagai kegiatan
pembelajaran dengan memadukan materi beberapa mata pelajaran
dalam satu tema.(Departeman Agama, 2005: 4)
Guru dituntut untuk mampu menyampaikan dan membuat
pembelajaran yang efektif. Efektivitas di sini bermakna ketepatan
guna, hasil guna, menunjang tujuan. (Iyus Apartanto dan M. Dahlan
Al Bahri, 1994: 128) Sedangkan menurut W.J.S. Purwodarminto (1987:
219) berpendapat bahwa Efektifitas adalah: keberhasilan guna atau
keberhasilan dan kegunaan dari suatu pekerjaan yang lebih tepat dan
mantap. Sejalan dengan hal tersebut, Syaiful juga menjelaskan bahwa
pembelajaran ialah proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik sebagai murid. (Syaiful Sagala, 2006: 61)
Menurut Najib Sulhan (2006: 7), pembelajaran adalah suatu
sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang
direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara
sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuantujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Sejalan dengan hal tersebut, pembelajaran adalah suatu proses
yang dinamis, berkembang secara terus menerus sesuai dengan
pengalaman siswa. Semakin banyak pengalaman yang dilakukan
siswa, maka akan semakin kaya, luas, dan sempurna pengetahuan
mereka. (Wina Sanjaya, 2005: 194)
Dari beberapa pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa
efektivitas pembelajaran tematik adalah keberhasilan proses belajar
mengajar dengan mengintegrasikan materi dari beberapa mata
pelajaran dalam satu topik pembicaraan yang disebut dengan tema.
56
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
Dalam kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi
unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka
mencapai tujuan pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur
lingkungan belajar agar siswa semakin bergairah dan bersemangat.
Dengan seperangkat teori dan pengalaman yang dimiliki, guru
menggunakannya untuk mempersiapkan program pengajaran dengan
baik dan sistematis.
Sedang dalam menyampaikan materi banyak model
pembelajaran yang diterapkan oleh guru, karena model pembelajaran
saat ini banyak bentuknya, yang antara yang satu dengan yang
lain mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Hal itu dapat
disesuaikan dengan karakteritik setiap siswa. Semua yang sudah
didesain sangat mempengaruhi kualitas proses dan hasil belajar siswa.
Dari sekian banyak model pembelajaran itu diantaranya adalah model
pembelajaran tematik. Sedang makna dari pembelajaran tematik
tersebut akan peneliti uraikan berikut ini.
Dalam buku dari Departemen Agama Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Pelaksanan Pembelajaran Tematik
mengatakan bahwa pembelajaran tematik adalah pembelajaran
tematik merupakan pola pembelajaran yang mengintegrasikan
pengetahuan, keterampilan, kreativitas, nilai dan sikap pembelajaran
dengan menggunakan tema. Pembelajaran tematik dengan demikian
adalah “pembelajaran terpadu atau terintegrasi” yang melibatkan
beberapa pelajaran bahkan lintas rumpun mata pelajaran yang diikat
dalam tema-tema tertentu. Pembelajaran ini melibatkan beberapa
kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator dari suatu mata
pelajaran atau bahkan beberapa mata pelajaran.
Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari
aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar
mengajar. Diterapkanya pendekatan tematik dalam pembelajaran,
membuka ruang yang luas bagi peserta didik untuk mengalami
sebuah pengalaman belajar yang lebih bermakna, berkesan, dan
menyenangkan.
Pengertian yang sama yang disampaikan Najib Sulhan dalam
bukunya Pembangunan Karakter Anak Manajemen Pembelajaran
Guru Menuju Sekolah Efektif bahwa model pembelajaran tematik ini
memungkinkan terintegrasinya antar konsep, antar pokok bahasan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
57
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
dalam satu mata pelajaran atau bahkan antar pokok bahasan/tema
pada mata pelajaran yang lain. Dalam hal ini, guru harus mampu
membangun bagan keterpaduan melalui tema.
Model pembelajaran tematik juga sering disebut dengan
model pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu sebagai suatu
konsep yang merupakan pendekatan proses belajar mengajar yang
melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
yang bermakna kepada anak. Dikatakan bermakna karena dalam
pembelajaran terpadu ini anak-anak diajak untuk memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung
dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka
pelajari.
Hakikat pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem
pembelajaran yang memungkinkan siswa (secara individu maupun
kelompok) aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta
prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Dalam
pengembangan pembelajaran tematik atau terpadu di sekolah dasar
ada beberapa hal yang mendasari, yaitu:
1.
Sesuai dengan penghayatan dunia kehidupan anak yang bersifat
holistik
2.
Sesuai dengan pemetaan mata pelajaran-mata pelajaran di
sekolah dasar sehingga mampu membuahkan penguasaan isi
pembelajaran secara utuh.
3.
Idealisasi pelaksanaan kurikulum
dikembangkan secara integratif.
1994
yang
selayaknya
Pelaksanaan model pembelajaran tematik ini mempunyai tiga
sasaran utama, yaitu: keterpaduan materi pengajaran, keterpaduan
prosedur penyampaian, dan keterpaduan pengalaman belajar.
Keterpaduan materi pelajaran merupakan suatu pendekatan atau
bentuk organisasi materi pelajaran sebagai suatu stimulus yang akan
dipelajari siswa. Keterpaduan materi ini dapat dilakukan dengan
mengelompokkan materi yang mempunyai kedekatan.
Keterpaduan prosedur penyampaian mempunyai pengertian
bahwa langkah dalam proses belajar mengajar bukan sekedar
menyampaikan informasi. Siswa harus banyak terlibat dalam setiap
58
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran lebih diarahkan pada proses
pemberian bantuan agar siswa mampu belajar untuk mengolah
informasi secara maksimal.
Keterpaduan pengalaman belajar merupakan konsekuensi logis
dari keterpaduan materi dan keterpaduan penyajian yang dilakukan
guru. Hasil belajar siswa harus terbentuk dalam suatu akumulasi total.
Hasil belajar bukan hanya ditandai oleh pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap secara sempit, melainkan harus menyangkut fungsi dan
kemakmuran dari pengalaman belajar. Artinya siswa harus dapat
memanfaatkan pengalaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum baru yang
menekankan kompetensi dilakukan untuk mencapai hasil belajar yang
lebih baik. Untuk mencapai harapan tersebut perlu dikembangkan
strategi belajar yang tepat. Dari sekian banyak strategi belajar dan konsep
pembelajaran harus dipilih yang paling efektif dan kontekstual. Salah
satu strategi pembelajaran tersebut adalah pembelajaran kontekstual
yang sekarang sedang dikembangkan, seperti pembelajaran efektif,
CTL (Contevtual teaching Learning), AJEL (Active, Joyful, and Effective
Learning), dan sebagainya. Prinsipnya, sebagai sebuah pembelajaran
yang memiliki karakteristik pemberdayaan peserta didik, aktivitas,
pemodelan, demontrasi, bernyanyi, menghasilkan karya, dan
terintegrasi dengan kehidupan nyata peserta didik (kontekstual),
maka dalam prakteknya pembelajaran tematik sekuat mungkin
meminimalkan penerapan metode ceramah. Adapun karakteristik
pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:
1.
Terintegrasi dengan lingkungan atau bersifat kontekstual, artinya
pembelajaran dikemas dalam sebuah format keterkaitan antara
“kemampuan peserta didik dalam menemukan masalah” dengan
“memecahkan masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari”.
2.
Memiliki tema sebagai alat pemersatu beberapa mata pelajaran
atau bahan kajian.
3.
Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
(joyful learning).
4.
Pembelajaran memberikan pengalaman langsung yang bermakna
bagi peserta didik.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
59
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
5.
Menanamkan konsep dari berbagai mata pelajaran atau bahan
kajian dalam satu proses pembelajaran tertentu.
6.
Pemisahan atau pembedaan antara satu mata pelajaran dengan
mata pelajaran yang lain sulit dilakukan.
7.
Pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minat peserta didik.
8.
Pembelajaran bersifat fleksibel.
9.
Penggunaan variasi metode dalam pembelajaran.
Dalam pemaparan sebelumnya sudah dijelaskan bahwa
pembelajaran tematik diarahkan agar proses pembelajaran menjadi
lebih bermakna bagi peserta didik. Dengan menerapkan pembelajaran
tematik, peserta didik dan guru banyak mendapatkan manfaat, di
antara manfaat tersebut adalah (Departeman Agama, Direktorat
Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pedoman, 17):
1.
Pembelajaran mampu meningkatkan pemahaman konseptual
peserta didik terhadap realitas sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya, disadari atau tidak, setiap anak
selalu memanipulasi objek dan berinteraksi dengan orang lain.
Pada saat itu, mereka memperoleh informasi yang relevan,
kemudian memadukan dengan pengetahuan dan pemahaman
yang telah mereka miliki sebelumnya. Dari proses tersebut,
anak-anak mengembangkan sejumlah pengalaman, membangun
pengetahuan, dan pada akhirnya mengembangkan konsep baru
tentang suatu realitas.
2.
Pembelajaran tematik memungkinkan peserta didik mampu
mengeksplorasi pengetahuan melalui serangkaian proses
kegiatan pembelajaran. Melalui pembelajaran tema, proses mental
anak bekerja secara aktif dalam menghubungkan informasi yang
terpisah-pisah menjadi satu kesatuan yang utuh. Pembelajaran
tema memudahkan peserta didik untuk menghubungkan halhal lain yang mereka pelajari dalam kegiatan lain, juga dalam
pembelajaran ini peserta didik diarahkan untuk mengintegrasikan
isi dan proses pembelajaran lintas kompetensi sekaligus, misalnya
antara pengembangan kognisi, estetika, dan bahasa. Penggalian
pemahaman peserta didik dilakukan dengan cara mendorong
terfungsikanya berbagai gaya belajar peserta didik, baik melalui
60
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
pengalaman mendengar (audio), melihat (visual), interaksi
interpersonal (hubungan sosial), maupun gaya belajar lainnya.
Ketika pembelajaran dipandu oleh tema, tentu pengalamanpengalaman tersebut akan membuat peserta didik semakin
tertarik untuk lebih mengetahui suatu persoalan (tema) secara
lebih mendalam. Sehingga, secara psikologis proses pembelajaran
seperti ini mampu menjawab kebutuhan dan keinginan peserta
didik terhadap problem (tema-tema khusus) yang ada di benak
mereka.
3.
Pembelajaran tematik mampu meningkatkan keeratan hubungan
antar peserta didik. Tema-tema pembelajaran yang erat
hubunganya dengan pola kehidupan sosial, sangat membantu
peserta didik agar mampu beradaptasi dan berganti peran dalam
melakukan pekerjaan yang berbeda. Misalnya, tema “organisasi”
memungkinkan peserta didik mempunyai peran yang berbeda
satu sama lain. Dalam tema ini saja, antara peserta didik dengan
peserta didik yang lain dapat berganti peran dan fungsi yang
berbeda. Belum lagi ketika peserta didik bekerja sama dalam
melakukan kegiatan lainya, tentu setiap peserta didik selalu
belajar beradaptasi dan dihadapkan dengan peran-peran yang
berbeda.
4.
Pembelajaran tematik membantu guru dalam meningkatkan
profesionalismenya. Pembelajaran tematik membutuhkan
kecermatan dan keseriusan guru, mulai dari menemukan
tema yang kontekstual, merancang rencana pembelajaran,
menyiapkan metode pembelajaran yang tepat, merumuskan
tujuan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran secara
konsisten dengan tema pembelajaran, sampai menyusun
instrumen penilaian (evaluasi) yang relevan dengan kegiatan
pembelajaran. Serangkaian kegiatan ini tentu membutuhkan
bukan hanya ketekunan dan kesungguhan dalam merancang
desain pembelajaran, melainkan juga secara tidak langsung
membuat guru tertantang untuk mempelajari hal-hal baru yang
dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
seorang pendidik. Sehingga, dengan proses tersebut guru selalu
memperbaharui wawasan dan kompetensinya.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
61
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
Menurut Najib Sulhan (2006 :58) ada beberapa langkah untuk
menyusun program model pembelajaran tematik, antara lain:
1.
Membuat pemetaan kompetensi dasar pada tema-tema
2.
Menentukan tema sentral
3.
Memetakan pokok bahasan berdasarkan GBPP dan kurikulum
yang berlaku
4.
Mengalokasikan waktu dalam pembelajaran
5.
Membuat bagan/skema keterpaduan melalui tema sentral
6.
Merumuskan tujuan pembelajaran
7.
Membuat skenario pembelajaran
8.
Menentukan alat dan media pembelajaran
9.
Merencanakan evaluasi
Dalam suatu urusan, keberhasilan merupakan tujuan mutlak yang
ingin dicapai, baik itu tujuan jangka pendek, menegah, maupun jangka
panjang. Untuk mencapai keberhasilan tersebut biasanya seseorang
melakukan usaha-usaha, cara-cara tertentu dengan semangat yang
tinggi agar apa yang diharapkan dapat terwujud dan sesuai dengan
yang diharapkan.
Begitu pula guru, sebelum guru memulai proses belajar mengajar
terlebih dulu membuat perangkat pengajaran. Perangkat pengajaran
tersebut dibuat sedemikian rupa, mulai dari program tahunan,
program semester, silabus sampai pada rencana pembelajaran. Hal
itu semua dilakukan dan disiapkan guna untuk mencari out put pada
anak didik atau keberhasilan yang ingin dicapainya.
B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
pembelajaran tematik pada materi PAI di MI Hidayatul Islam
Mentoro Tuban. Metode yang dipakai untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah field research, yaitu untuk penelitian yang
dilakukan di kancah atau di medan terjadinya gejala-gejala. (Sutrisno
Hadi, 2001: Jilid 1,10)
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua
anak yang berada di kelas III pada MI Hidayatul Islam Mentoro
Tuban yang berjumlah 21 siswa. Adapun variabel dalam penelitian
ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
62
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
a) Efektivitas Pembelajaran tematik sebagai variabel X dengan
indikator sebagai berikut:
-
Kelayakan dan kualifikasi guru terhadap keberhasilan
pembelajaran tematik
-
Sistem dan media yang dapat menunjang pembelajaran
tersebut
b) Hasil belajar siswa sebagai variabel Y dengan indikator sebagai
berikut:
-
Nilai hasil belajar anak dalam raport
-
Prestasi siswa.
Dalam hal ini metode pengumpulan data digunakan untuk
memperoleh data yang diperlukan, baik yang berhubungan dengan
studi literatur maupun yang dihasilkan dari data empiris melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan angket dan
kuesioner digunakan untuk mendapatkan data-data dari obyek
penelitian yang berupa data-data tentang model-model pembelajaran
yang dipakai oleh guru, termasuk juga data-data tentang kegiatan
belajar anak-anak.
Penskoran dilakukan untuk memasukan data-data angket yang
telah diperoleh kemudian dijumlahkan masing-masing jawaban yang
telah diberikan responden dalam angket penelitian yang terdiri atas 10
item soal dengan alternatif jawaban dan bobot nilai sebagai berikut:
1) Untuk alternatif jawaban a dengan skor 4
2) Untuk alternatif jawaban b dengan skor 3
3) Untuk alternatif jawaban c dengan skor 2
4) Untuk alternatif jawaban d dengan skor 1
Menentukan kualifikasi dan interval nilai dengan menggunakan
rumus:
R = H – L + 112
Keterangan:
R
= Jarak pengukuran range
H = Nilai tertinggi
L
= Nilai terendah
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
63
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
1
= Bilangan konstan
Jumlah interval
Adapun untuk menginterpretasikan nilai data yang telah
diperoleh adalah sebagai berikut:
Interval (i)
Antara 81 sampai dengan 100
Antara 61 sampai dengan 80
Antara 41 sampai dengan 60
Antara 21 sampai dengan 40
Interpretasi
Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
-
Menentukan table frekuensi dan mencari nilai rata-rata (mean
dari variabel (x) dan variabrl (y)
Untuk variabel (x) Mx=∑x
N
Untuk variabel (y) My=∑y
N
b.
Analisis uji hipotesis
Analisis uji hipotesis digunakan untuk mengolah data yang telah
terkumpul dari hasil penelitian yang bersifat kuantitatif, maka
pada tahapan ini peneliti menempuh langkah untuk mencari
teknik antar prediktor dan krioteroium melalui teknik korelasi
produk momen dengan rumus:
rry=Σxy
(Σx2) (Σy2)
di mana:
Σxy=Σxy – (Σ x X Σ y)
N
Σx2 = Σx2 – Σx2
Σy2 = Σy2 – Σy2
64
N
N
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
C. Hasil Penelitian
Dalam pembelajaran tematik dapat dikatakan efektif adalah
ketika nilai yang diperoleh siswa sesudah menggunakan tematik
lebih meningkat bila dibanding sebelum menggunakan tematik. Hasil
dan analisa data ini dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari
kegiatan pembelajaran tematik yang dilaksanakan di MI Hidayatul
Islam Mentoro Kec. Soko Kab. Tuban pada mata pelajaran fiqih. Pada
pelaksanaan ini peneliti menggunakan kelas III yang terdiri dari 21
siswa. Dalam analisis statistik t hitung lebih besar dari pada t tabel (3,
844 > 2, 021). Dengan demikian, Ho ditolak dan Ha diterima.Pengujian
hipotesis menyimpulkan bahwa perhitungan nilai antara variabel (x)
yaitu pembelajaran sebelum menggunakan metode tematik dengan
variabel (y) sesudah menggunakan pembelajaran tematik diperoleh
nilai yang signifikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau Ha
diterima itu berarti terdapat perbedaan prestasi siswa antara sebelum
menggunakan pembelajaran tematik dan sesudah menggunakan
pembelajaran tematik.
Sedangkan hasil analisis non-statistik menunjukkan bahwa
dari observasi dapat disimpulkan bahwa kelas anggota populasi
mempunyai karakteristik yang sama sehingga memungkinkan untuk
diadakan teknik sampling secara random. Sedangkan dari data
observasi dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) Siswa semakin aktif dalam pembelajaran
(2) Interaksi antar siswa lebih hidup
(3) Dalam pembelajaran siswa menjadi lebih semangat
(4) Siswa lebih peka terhadap lingkungan, baik fenomena alam
maupun realitas sosial yang terjadi di sekitar.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh data angket yang diperoleh
dianalisis berdasarkan prosentase hasil jawaban angket siswa
berjumlah 21 anak. Hasil jawabannya adalah sebagai berikut:
(1) 47,6 % dari siswa merasa terkesan dan senang terhadap perpaduan
dari beberapa mata pelajaran dalam satu tema, 23.8 % kadangkadang, 14,3 % tidak terkesan, dan 14,3 %tetap tidak terkesan
dengan perpaduan beberapa mata pelajaran dalam satu tema.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
65
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
(2) 33,4 % siswa merasa mudah mengaitkan hubungan suatu materi
pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain, 47,6 % siswa
kadang-kadang mudah, dan 19 % tidak merasakan
(3) 42,8 % siswa selalu berkelompok dalam mengerjakan tugas, 38,
% siswa sering berkelompok, 9,6 % kadang-kadang, dan 9,6 %
tidak pernah.
(4) 28,6 % siswa merasa sangat cukup waktu yang diberikan guru
untuk berfikir dan bertanya, 28,6 % merasa cukup, 23,8 % tidak
cukup, dan 19 % merasa kurang.
(5) 57,2 % siswa selalu tidak senang dengan metode ceramah dan
42,8 % siswa lagi mengatakan senang dengan metode ceramah.
(6) 47,6 % siswa merasa tidak ada perbedaan antara satu mata
pelajaran dengan pelajaran yang lain, 23,8% siswa merasa kadangkadang, 23,8 % merasa tidak ada perbedaan satu pelajaran dengan
pelajaran yang lainya, dan hanya 4,8 % siswa yang menyatakan
tetap tidak ada perbedaan.
(7) 38 % siswa merasa selalu terdorong giat belajar setelah berdiskusi,
19,1 % siswa merasa sering terdorong giat belajar, 19,1 % siswa
kadang-kadang, dan 23,8 % tetap tidak merasa terdorong setelah
berdiskusi.
(8) 47,6 % siswa sangat merasa sedang belajar sambil bermain, 23,8
% siswa sering merasa, 14,3 % kadang-kadang, dan 14,3 % tidak
pernah merasa.
(9) 42,8 % siswa menyatakan bahwa pembelajaran sangat sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa, 9,6 % kadang-kadang sesuai,
33,4 % siswa tidak sesuai, dan 14,2 % sangat tidak sesuai dengan
minat dan kebutuhan siswa.
(10) 71,4 % siswa merasa sangat terdorong untuk bekerjasama,
toleransi, dan komunikasi dengan teman, 19 % siswa kadangkadang terdorong, dan 9,6 % siswa tidak terdorong untuk
kerjasama, toleransi maupun berkomunikasi.
Dari penjelasan tersebut d iatas, dapat diketahui bahwa
efektivitas pembelajaran tematik pada mata pelajaran fiqih adalah
dapat meningkatkan hasil belajar di MI Hidayatul Islam Mentoro
Soko Tuban. Nilai-nilai tersebut menjadi bukti bahwa efektivitas
pembelajaran tematik menjadi pendorong siswa dalam belajar.
66
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran model tematik
berdampak pada keberhasilan belajar siswa.
D. Pembahasan
Setelah data terkumpul dan
diinterpretasikan sebagai berikut:
dianalisis,
maka
dapat
1.
Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan, karena
terhitung t hitung lebih besar dari pada t tabel (3,844 > 2,021)
maka Ho ditolak yang berarti Ha diterima atau terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sebelum
menggunakan metode tematik dan sesudah menggunakan
tematik. Hal ini berarti hipotesis penelitian ini diterima.
2.
Berdasarkan hasil analisis data observasi, dapat diinterpretasikan
bahwa dalam pembelajaran tematik keaktifan siswa lebih tampak
dibandingkan dengan sebelum menggunakan metode tematik.
3.
Berdasarkan hasil analisis angket, dapat diinterpretasikan bahwa
pembelajaran tematik sesuai diterapkan di kelas III MI Hidayatul
Islam Mentoro Soko Tuban, karena hampir 85% siswa merasa:
a) Terkesan dan senang dengan perpaduan beberapa mata
pelajaran dalam satu tema.
b) Mudah mengaitkan hubungan suatu materi pelajaran yang
satu dengan pelajaran yang lain.
c)
Selalu berkelompok dalam mengerjakan tugas.
d) Cukup waktu untuk berfikir dan bertanya.
e)
Kurang tepat dengan hanya memakai metode ceramah.
f)
Tidak ada perbedaan antara mata pelajaran yang satu dengan
pelajaran yang lain.
g) Terdorong giat belajar setelah berdiskusi.
h) Bermain sambil belajar.
i)
Telah sesuai dengan minat dan kebutuhan.
j)
Terdorong untuk kerja sama, toleransi, dan komunikasi
terhadap teman.
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa penelitian ini
masih jauh dari kata kesempurnaan, sebab masih banyak kekurangan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
67
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
dan kendala uang menjadi penghambat bagi terlaksananya penelitian
ini. Hal ini terjadi karena keterbatasan kemampuan peneliti dan juga
sarana pra-sarana yang kurang, baik dari waktu, sampel maupun
indikator.
Pada saat peneliti mengadakan penelitian ini, yaitu penelitian
tentang efektivitas pembelajaran tematik pada materi Pendidikan
Agama Islam (PAI), yang dalam hal ini adalah Madrasah Ibtidaiyah
Hidayatul Islam Mentoro Kecamatan Soko Tuban, hasilnya
menunjukkan signifikan.
E. Kesimpulan
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu sebagai suatu
konsep yang merupakan pendekatan proses belajar mengajar yang
melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman
yang bermakna kepada anak didik. Dikatakan bermakna karena
dalam pembelajaran terpadu ini anak-anak diajak untuk memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung
dan menghubungkan dengan konsep lain yang sudah mereka pelajari.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran tematik diantaranya:
a.
Membuat pemetaan kompetensi dasar pada tema-tema
b.
Menentukan tema sentral
c.
Memetakan pokok bahasan berdasarkan GBPP dan kurikulum
yang berlaku.
d. Mengalokasikan waktu dalam pembelajaran
e.
Membuat bagan/skema keterpaduan melalui tema sentral
f.
Merumuskan tujuan pembelajaran
g.
Membuat skenario pembelajaran
h. Menentukan alat dan media pembelajaran
i.
68
Merencanakan evaluasi
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Departeman Agama, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam.
2005 Pedoman PelaksanaanPembelajaran Tematik. Jakarta.
Apartanto, Iyus dan M. Dahlan Al Bahri. 1994. Kamus Ilmiah Populer.
Surabaya PT Arkola.
Purwodarminto, W.J.S. . 1987 Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: CV
Alfabeta.
Sulhan, Najib. 2006. Pembangunan karakter anak manajemen pembelajaran
guru menuju sekolah efektif. Surabaya: SIC.
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis
kompetensi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hadi, Sutrisno.2001. Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Andi
Offset.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
69
I’anatut Thoifah - Efektivitas Pembelajaran Tematik Pada...
70
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
ANTARA PROFESI, KOMPETENSI DAN TUGAS
KEPENDIDIKAN SEORANG GURU
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh1
Abstract
Experts of education introduce various theory of learning, so that learning
can run effective and efficient, and it is no needs many times. In fact,
there is no any theory that shows strategy of learning completely. There
are many factors that must be considered, both of internal and external
factors. The most influential of external factors is teacher. Whether
students able to receive material well or not is influenced by teacher. At
home, the responsibility of student in the hand of parents, but at school
the responsibility of student taken by teacher. In the daily activity, society
put high expectation to teacher, since they want their children experience
positive -constructive changes.
Keywords: profession, competence, teacher.
A. Pendahuluan
Permasalahan belajar sebenarnya memiliki kandungan substansi
yang “misterius’. Berbagai macam teori belajar telah ditawarkan para
pakar pendidikan dengan bertahan dapat ditempuh secara efektif dan
efisien, dengan implikasi waktu cepat dan hasilnya banyak. Namun,
sampai saat ini belum ada satu pun teori yang dapat menawarkan
strategi belajar secara tuntas.
Kompleksitas persoalan yang terkait dengan belajar inilah yang
menjadi penyebab sulitnya menuntaskan strategi belajar. Ada banyak
faktor yang mesti dipertimbangkan dalam belajar, baik yang bersifat
internal maupun yang eksternal. Diantara sekian banyak faktor
eksternal terdapat guru yang sangat berpengaruh terhadap siswa.
Sukses tidaknya para siswa dalam belajar di sekolah, sebagai penyebab
tergantung pada guru. Ketika berada di rumah, para siswa berada
dalam tanggung jawab orang tua, tetapi di sekolah tanggung jawab
1 Dosen Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Nahdlatul
Ulama Surabaya Jl. Raya Jemursari 51-57 Surabaya (RSI Jemursari Surabaya) Telp.
031-8479070, 8472040 Fax. 031-8433670.
71
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
itu diambil oleh guru. Sementara itu, masyarakat menaruh harapan
yang besar agar anak-anak mengalami perubahan-perubahan positifkonstruktif akibat mereka berinteraksi dengan guru.
Harapan ini menjadi suatu yang niscaya terutama ketika dikaitkan
dengan mutu pendidikan. Pembahasan mutu pendidikan betapapun
akan terfokuskan pada input-proses-output. Input terkait dengan
masyarakat sebagai “pemasok”, sedangkan output terkait dengan
masyarakat sebagai pengguna. Adapun proses terkait dengan guru
sebagai pembimbing. Dataran proses inilah yang paling determinan
dalam mewujudkan situasi pembelajaran di sekolah baik yang
membelenggu maupun sebaliknya membebaskan, membangkitkan
dan menyadarkan.
B. Profesionalisme Guru
Profesionalisme menjadi taruhan ketika mengahadapi tuntutantuntutan pembelajaran demokratis karena tuntutan tersebut
merefleksikan suatu kebutuhan yang semakin kompleks yang berasal
dari siswa; tidak sekedar kemampuan guru menguasai pelajaran
semata tetapi juga kemampuan lainnya yang bersifat psikis, strategis
dan produktif. Tuntutan demikian ini hanya bisa dijawab oleh guru
yang professional.
Oleh karena itu, Sudarwan Danim menegasakan bahwa tuntutan
kehadiran guru yang profesional tidak pernah surut, karena dalam
latar proses kemanusiaan dan pemanusiaan, ia hadir sebagai subjek
paling diandalkan, yang sering kali disebut sebagai Oemar Bakri.
(Sudarwan Danim, 2003: 191-192)
Istilah professional berasal dari profession, yang mengandung arti
sama dengan occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian
yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Ada beberapa
pengertian yang berkaitan dengan professionalisme yaitu okupasi,
profesi dan amatif. Terkadang membedakan antar para professional,
amatir dan delitan. Maka para professional adalah para ahli di dalam
bidangnya yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan yang
khusus untuk pekerjaan itu. (Yamin, Martinis: 2006).
Kemudian bagaimanakah hubungan profesional dengan
kompetensi? M. Arifin menegaskan bahwa kompetensi itu bercirikan
tiga kemampuan profesional, yaitu kepribadian guru, penguasa
72
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
ilmu dan bahan pelajaran, dan ketrampilan mengajar yang disebut
the teaching triad. Ini berarti antara profesi dan kompetensi memilki
hubungan yang erat: profesi tanpa kompetensi akan kehilangan
makna, dan kompetensi tanpa profesi akan kehilangan guna. (M.
Arifin, 1991: 105)
Untuk memahami profesi, penulis mengenalinya melalui ciricirnya. Adapun ciri-ciri dari suatu profesi adalah:
1.
Memiliki suatu keahlian khusus
2.
Merupakan suatu panggilan hidup
3.
Memiliki teori-teori yang baku secara universal
4.
Mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri
sendiri
5.
Dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi yang
aplikatif
6.
Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya
7.
Mempunyai kode etik
8.
Mempunyai klien yang jelas
9.
Mempunyai organisasi profesi yang kuat
10. Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang
lain. (Martinis, 2006).
Ciri-ciri tersebut masih general, karena belum dikaitkan dengan
bidang keahlian tertentu. Bagi profesi guru berarti ciri-ciri itu lebih
spesifik lagi dalam kaitannya dengan tugas-tugas pendidikan dan
pengajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
Seorang guru yang mendidik harus memiliki kompetensi.
Kompentensi yang harus dimiliki di antaranya adalah :
1.
Kompetensi Pribadi
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian
ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai
model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai
seorang model guru harus memiliki kompetensi yang
berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal
competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan
dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
73
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
agama yang dianutnya; (2) kemampuan untuk menghormati
dan menghargai antar umat beragama; (3) kemampuan untuk
berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang
berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan sifat-sifat terpuji
sebagai seorang guru, misalnya sopan santun dan tata karma
dan; (5) bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan
dan kritik.
2.
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan
yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan.
Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting.,
sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan.
Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat
dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan untuk
menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan
pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional,
kurikuler maupun tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam
bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan
perkembangan siswa dan paham tentang teori-teori belajar;
(3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai
dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam
mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran;
(5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media
dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan
evaluasi pembelajaran; (7) kemampuan dalam menyusun
program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan
unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan
penyuluhan dan; (9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian
dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
3.
Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai
anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1)
kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan
teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional;
(2) kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi
setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk
menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara
74
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
kelompok. (Mulyasa, 2008)
Kemudian ada empat pilar pendidikan yang akan membuat
manusia semakin maju:
1) Learning to know (belajar untuk mengetahui), artinya belajar
itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya
dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam.
2) Learning to do (belajar, berbuat/melakukan), setelah kita
memahami dan mengerti dengan benar apa yang kita pelajari
lalu kita melakukannya.
3) Learning to be (belajar menjadi seseorang). Kita harus mengetahui
diri kita sendiri, siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita hidup?
Dengan demikian kita akan bisa mengendalikan diri dan memiliki
kepribadian untuk mau dibentuk lebih baik lagi dan maju dalam
bidang pengetahuan.
4) Learning to live together (belajar hidup bersama). Sejak Allah
menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak
dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang
dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia
harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan,
saling menasehati dan saling mengasihi, serta tentunya saling
menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain.
Pada butir ke 4 di atas, tampaklah bahwa kompetensi sosial
mutlak dimiliki seorang guru. Yang dimaksud dengan kompetensi
sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar (Standar Nasional Pendidikan, penjelasan
Pasal 28 ayat 3 butir d). Karena itu guru harus dapat berkomunikasi
dengan baik secara lisan, tulisan, dan isyarat; menggunakan teknologi
komunikasi dan informasi; bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Memang guru harus memiliki pengetahuan yang luas,
menguasai berbagai jenis bahan pembelajaran, menguasai teori dan
praktek pendidikan, serta menguasai kurikulum dan metodologi
pembelajaran. Namun sebagai anggota masyarakat, setiap guru harus
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
75
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu, ia harus menguasai
psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar
manusia, memiliki keterampilan membina kelompok, keterampilan
bekerjasama dalam kelompok, dan menyelesaikan tugas bersama
dalam kelompok.
Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan dan juga
sebagai anggota masyarakat, guru harus memiliki kepribadian yang
mencerminkan seorang pendidik. Guru harus bisa digugu dan ditiru.
Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa
dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau
diteladani. Guru sering dijadikan panutan oleh masyarakat. Untuk
itu guru harus mengenal nilai-nilai yang dianut dan berkembang di
masyarakat tempat melaksanakan tugas dan bertempat tinggal.
Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru
perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat,
misalnya melalui kegiatan olahraga, keagamaan, dan kepemudaan.
Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak, pergaulannya
akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa
diterima oleh masyarakat.
Bila guru memiliki kompetensi sosial, maka hal ini akan diteladani
oleh para murid. Sebab selain kecerdasan intelektual, emosional
dan spiritual, peserta didik perlu diperkenalkan dengan kecerdasan
sosial (social intelegence), agar mereka memiliki hati nurani, rasa
perduli, empati dan simpati kepada sesama. Pribadi yang memiliki
kecerdasan sosial ditandai adanya hubungan yang kuat dengan Allah,
memberi manfaat kepada lingkungan, dan menghasilkan karya untuk
membangun orang lain. Mereka santun dan peduli sesama, jujur dan
bersih dalam berperilaku.
Sumber kecerdasan adalah intelektual sebagai pengolah
pengetahuan antara hati dan akal manusia. Dari akal muncul
kecerdasan intelektual dan kecerdasan bertindak yang memandu
kecerdasan bicara dan kerja. Sedangkan dari hati muncul kecerdasan
spiritual, emosional dan sosial.
Sosial inteligensi membentuk manusia yang setia pada
kebersamaan. Apabila ada satu warganya yang menderita merupakan
penderitaan bersama. Sebaliknya, apabila ada kebahagiaan yang
dialami salah satu warga merupakan kebahagiaan seluruh masyarakat.
76
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
Dalam tingkatan nasional, sosial intelegensi membimbing para
pemimpin untuk selalu peka terhadap kesulitan rakyatnya dengan
mengutamakan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
Cara mengembangkan kecerdasan sosial di lingkungan sekolah
antara lain: diskusi, hadap masalah, bermain peran, kunjungan
langsung ke masyarakat dan lingkungan sosial yang beragam.
Jika kegiatan dan metode pembelajaran tersebut dilakukan secara
efektif maka akan dapat mengembangkan kecerdasan sosial bagi
seluruh warga sekolah, sehingga mereka menjadi warga yang peduli
terhadap kondisi sosial masyarakat dan ikut memecahkan berbagai
permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat.
Mengenai kompetensi, di Indonesia telah ditetapkan sepuluh
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai instructional leader,
yaitu: (1) memiliki kepribadian ideal sebagai guru; (2) penguasaan
landasan pendidikan; (3) menguasai bahan pengajaran; (4) kemampuan
menyusun program pengajaran; (6) kemampuan menilai hasil dan
proses belajar mengajar; (7) kemampuan menyelenggarakan program
bimbingan; (8) kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah;
(9) kemampuan bekerja sama dengan teman sejawat dan masyarakat;
dan (10) kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk
keperluan pengajaran.
Dengan begitu, tugas guru menjadi lebih luas lagi dari
pada proses mentransmisikan pengetahuan, membangun afeksi,
dan mengembangkan fungis psikomotorik, karena di dalamnya
terkandung fungsi-fungsi produksi. Guru yang mogok mengajar
apapun alasannya merupakan counter productive proses pendidikan
dan pembelajaran yang bermisi kemanusiaan universal itu. dari sisi
etika keguruan juga tidak layak terjadi sebab figur guru menjadi
panutan di kalangan masyarakat setidaknya bagi para siswanya
sendiri. Disini predikat guru sebagai pendidik itu berkonotasi dengan
tindakan-tindakan yang senantiasa memberi contoh yang baik dalam
semua perilakunya.
Sebagai pendidik, guru harus professional sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab
IX pasal 39 ayat 2:
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
77
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada mayarakat, terutama
bagi pendidikan pada pergurua tinggi. (Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional:
6)
Ketentuan ini mencakup tipe macam kegiatan yang harus
dilaksanakan oleh guru yaitu pengajaran, penelitan, dan pengabdian
masyarakat. Beban ini tidak ada bedanya dengan beban bagi dosen.
Tiga macam kegiatan tersebut secara hierarkis melambangkan
tiga upaya berjenjang dan meluas gerakannya. Pengajaran
melambangkan pelaksanaan tugas rutin, penelitian melambangkan
upaya pengembangan profesi, sedang pengabdian melambangkan
pemberian kontribusi sosial kepada masyarakat akibat prestasi yang
dicapai tersebut.
Dari ketiga kegiatan tersebut, terutama penelitian menuntut
sikap guru dinamis sebagai seorang professional. Seorang profesional
adalah seorang yang terus menerus berkembang atau trainable.
Untuk mewujudkan keadaan dinamis ini pendidikan guru harus
mampu membekali kemampuan kreativitas, rasionalitas, ketrlatihan
memecahkan masalah, dan kematangan emosionalnya. Semua bekal ini
dimaksudkan agar dapat mewujudkan guru yang berkualitas sebagai
tenaga profesional yang sukses dalam menjalankan tugasnya.
Keberhasilan guru dapat ditinjau dari dua segi proses dan dari
segi hasil. Dari segi proses, guru berhasil bila mampu melibatkan
sebagian besar peserta didik secara aktif baik fisik, mental maupun
sosial dalam proses pembelajaran, juga dari gairah dan semangat
mengajarnya serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil,
guru berhasil bila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah
perilaku pada sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik.
Sebaliknya,dari sisi siswa, belajar akan berhasil bila memenuhi dua
persyaratan: (1) belajar merupakan sebuah kebutuhan siswa, dan (2)
ada kesiapan untuk belajar, yakni kesiapan memperoleh pengalamanpengalaman baru baik pengetahuan maupun keterampilan.
Hal ini merupakan gerakan dua arah, yaitu gerakan profesional
dari guru dan gerakan emosional dari siswa. Apabila yang bergerak
78
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
hanya satu pihak, maka tentu tidak akan berhasil, yang dalam istilah
sehari-hari disebut bertepuk sebelah tangan. Sehebat-hebatnya potensi
guru selagi tidak direspons positif oleh siswa, pasti tidak berarti apaapa. Jadi gerakan dua arah dalam menyukseskan pembelajaran antara
guru dan siswa itu sebagai gerakan sinergis.
Bagi guru yang profesional, dia harus memiliki kriteria-kriteria
tertentu yang positif. Gilbert H. Hunt menyatakan bahwa guru yang
baik itu harus memenuhi tujuh kriteria:
1) Sifat positif dalam membimbing siswa
2) Pengetahuan yang mamadai dalam mata pelajaran yang dibina
3) Mampu menyampaikan materi pelajaran secara lengkap
4) Mampu menguasai metodologi pembelajaran
5) Mampu memberikan harapan riil terhadap siswa
6) Mampu merekasi kebutuhan siswa
7) Mampu menguasi manajemen kelas. (Gilbert H. Hunt, 1999: 1516)
Disamping itu, ada satu hal yang perlu mendapatkan
perhatian khusus bagi guru yang profesional yaitu kondisi nyaman
lingkungan belajar yang baik secara fisik maupun psikis. Undangundang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40 ayat 2 bagian 2 di
muka menyebut dengan istilah menyenangkan. Demikian juga E.
Mulyasa menegaskan, bahwa tugas guru yang paling utama adalah
bagaimana mengondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan,
agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua peserta didik
sehingga timbul minat dan nafsunya untuk belajar. (Mulyasa, 2002:
187). Adapun Bobbi Deporter dan Mike Hernachi menyarankan agar
memasukkan musik dan estetika dalam pengalama belajar siswa.
karena musik berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis
siswa yang diiringi musik membuat pikiran selalu siap dan mampu
berkonsentrasi. Dalam situasi otak kiri sedang bekerja, musik akan
membangkitkan reaksi otak kanan yang intuitif dan kreatif sehingga
masukannya dapat dipadukan dengan keseluruhan proses. (Bobbi
Deporter, 2002).
Terkait dengan suasana yang nyaman ini, perlu dipikirkan oleh
guru yang profesional yaitu menciptakan situasi pembelajaran yang
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
79
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
bisa menumbuhkan kesan hiburan. Mungkin semua siswa menyukai
hiburan, tetapi mayoritas mereka jenuh dengan belajar. Bagi mereka
belajar adalah membosankan, menjenuhkan, dan di dalam kelas seperti
di dalam penjara. Dari evaluasi yang didasarkan pada pengamatan
ini, maka sangat dibutuhkan adanya proses pembelajaran yang
bernuansa menghibur. Nuansa pembelajaran ini menjadi “pekerjaan
rumah”bagi para guru khususnya guru yang profesional.
C. Pembelajaran Demokratis
Sebagai upaya untuk keluar dari pembelajaran yang membelenggu
tersebut menuju pada pembelajaran yang membebaskan dibutuhkan
keterbukaan dan sikap lapang dada dari guru untuk memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa guna mengekspresikan
gagasan dan pikirannya. Freir mengatakan,” pendekatan yang
membebaskan merupakan proses di mana pendidikan mengondisikan
siswa untuk mengenal dan mengungkapkan kehidupan yang senyata
secara kritis. Dalam pendidikan yang membebaskan ini tidak ada
subjek yang membebaskan atau objek yang dibebaskan karena tidak
ada dikotomi antara subjek dan objek. Guru dan siswa sama-sama
subjek dan objek sekaligus. Keduanya dimungkinkan saling take
and give (menerima dan memberi). Hanya saja, jika guru sebagai
pembelajar senior, maka siswa sebagai pembelajar junior,jadi tetap
ada perbedaan pengalaman dan karena perbedaan inilah sehingga
guru tetap lebih banyak memberi kepada siswa dari pada siswa
memberi kepada guru. Namun pemberian guru kepada siswa itu
sifatnya dorongan, rangsangan atau pancingan agar siswa berkreasi
sendiri, bukan sebagai stimulus. (Paulo Freire, 2002: 28)
Aliran ini sesungguhnya telah berpandangan progresif.
Peran siswa telah dimaksimalkan jauh melebihi peran-peran
tradisionalnya dalam himpitan pengajaran model gaya komando.
Upaya memaksimalkan peran siswa ini sebagai bentuk riil dari misi
pembebasan siswa dari keterbelengguan akibat penindasan guru.
Melalui pembebasan ini, diharapkan siswa memiliki kemandirian
yang tinggi dalam memberdyakan potensi yang dimiliki untuk
berpendapat, bersikap dan berkreasi sendiri.
Oleh karena itu, mesti ada dialog. “ciri aksi budaya yang
memperjuangkan kebebasan adalah dialog, sedangkan yang
mengarah pada dominasi justru anti dialog dan mendomistifikasikan
80
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
rakyat.” (Djohar, 2003). Tangung jawab guru yang menempatkan
diri sebagai teman dialog bagi siswa lebih besar dari pada guru yang
hanya memindahkan informasi yang harus diingat siswa (Tilaar, 2000:
137). Sebab guru sedang memupuk sikap keberanian, sikap kritis, dan
sikap toleran terhadap pandangan yang berbeda bahkan bertentangan
sekalipun, melalui tradisi saling tukar pandangan dalam menyiapkan
suatu masalah.
Tradisi dialogis ini sebagai salah satu bentuk suasana yang
mendukung pembelajaran demokratis, yaitu suasana yang melibatkan
para siswa dalam proses pembelajaran secara maksimal dengan
memperhatikan sepenuhnya terhadap inisiatif, pemikiran, gagasan,
ide, kreativitas, dan karya siswa. Mereka diberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk menjadi subjek dalam proses pembelajaran.
Mengingat pentingnya dialog ini, maka pemerintah
mengamanatkan melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional yang ditetapkan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi
oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Amanat itu terdapat pada
pasal 40 ayat 2. Isi dari pasal tersebut adalah:
Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban:
1.
Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis dan dialogis.
2.
Mempunyai komitemen secara professional untuk meningkatkan
mutu pendidikan, dan,
3.
Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi,
dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan
kepadanya. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, : 6)
Seiring dengan demokrasi politik. Ada tuntutan demokrasi
pendidikan dalam prakteknya berimplikasi pada demokrasi
pembelajaran dengan indikasi menciptakan suasana dialogis. Dengan
demikian, peranan guru dalam penyampaian pengetahuan menjadi
sangat berkurang yang digantikan oleh peranan siswa yang semakin
menguat. Tuntutan dialog belakangan ini sebagai suatu yang tak
terelakkan lagi dalam kehidupan pendidikan demokratis, sekaligus
membuktikkan adanya pergeseran posisi siswa dari posisi objek ke
posisi subjek dalam berbagai kesempatan.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
81
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
Demikian pula, pergantian istilah anak didik, terdidik maupun
objek didik menjadi peserta didik bahkan pembelajar bukan hanya
persoalan semantik, melainkan perubahan paradigma pembelajaran
yang banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran pendidikan yang
berorientasi pada kondisi demokratis dan emansipatoris, dengan
memerankan siswa agar lebih produktif,progresif dan pro-aktif
dibandingkan peran masa lampaunya. Bagaimana istilah peserta
didik apalagi pembelajar akan selalu mengesankan kondisi aktif pada
istilah anak didik, terdidik maupun objek didik.
Oleh karena itu, belakangan ini pengertian perencananaan untuk
memberi peluang pada siswa-siswanya mengembangkan aktivitas
belajar, serta mengeksplorasi berbagai pengalaman baru untuk
mencapai berbagai kompetensi yang diidealkannya, dan telah menjadi
kesepakatan-kesepakatan kelas bersama dengan gurunya. (Gilbert H.
Hunt, 1999: 15-16). Guru tidak banyak ikut campur dalam mereka
mengatur dan menegur pekerjaan anak, akan tetapi membiarkan
bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing Sikap in cocok
dengan kurikulum ‘student centered”.
Selanjutnya, perkembangan paling menarik terjadi sejak 25 tahun
terakhir bahwa guru-guru di berbagai sekolah di Amerika melakukan
transaksi kurikulum dengan para siswanya. Guru menawarkan
berbagai kompetensi pada siswanya, sedang siswa memilih serta
menentukan sendiri apa yang mereka pelajari dengan gurunya itu.
Implikasi adalah terjadi kajian dari sesama siswa untuk menentukan
berbagai bahan materi pelajaran yang akan mereka pelajari dalam
masa tertentu. Inilah yang disebut sebagai curriculum as transaction
and curriculum as inquiry. (S.K Kockar, 1967: 28)
Kasus ini benar-benar menggambarkan pembelajaran demokratis
lantaran melibatkan siswa dalam menentukan sendiri kompetensi
maupun bahan pelajaran sesuai dengan selera dan kebutuhan
mereka sendiri tanpa paksaan maupun intervensi guru. Keterlibatan
siswaseperti ini makin mendesak untuk direalisasikan, sehingga
dibutuhkan guru yang benar-benar professional.
D. Proses Pembelajaran yang Membelenggu
Ada ungkapan yang menarik dari Emille Durkheim. Dia
melukiskan dua fungsi pendidikan yang saling bertentangan yaitu
82
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
pendidikan sebagai pembelenggu dan pendidikan sebagai pembebas
individu. (Sodiq. A Kuntoro, 1985: 34).
Letak daya tarik dari pernyataan ini terdapat pada fungsi
pendidikan sebagai pembelenggu. Selama ini, kebanyakan masyarakat
hanya memahami fungsi pendidikan sebagai pembebas individu.
Ternyata pendidikan bisa berfungsi sebaliknya, sebagai pembelenggu.
Hal ini memberi pemahaman berikutnya bahwa pendidikan bisa
juga “berbahaya”bagi kemandirian, kreativitas, dan kebebasan siswa
sebagai individu.
Dalam kaitannya dengan fungsi negatif, yakni pendidikan
sebagai pembelenggu ini agaknya dapat dilacak dari model-model
pembelajaran yang dilaksanakan guru di dalam kelas. Jika kita
adakan evaluasi, di kalangan kita sendiri memang terdapat gejalagejala perilaku guru dalam pembelajaran di kelas yang tidak kondusif
mengakibatkan daya kritis siswa, bahkan dalam batas-batas tertentu
membahayakan masa depan siswa seperti sikap guru yang sinis
terhadap jawaban yang salah.
Dalam suatu kelas tidak jarang guru melempar suatu pertanyaan
yang harus dijawab siswa. Ada seorang siswa yang berani menjawab
pertanyaan dengan penuh keyakinan dan harapan mendapat simpati
guru. Apa yang terjadi justru di luar dugaan dengan jawaban itu
teman-temannya di sekitar tertawa sedang guru mengatakan, “tidak,
itu salah. Saya heran melihatmu”. Kasus ini menurut Bobbi Deporter
and Mike Hernacki, adalah awal terbentuknya citra negatif diri.
Sejak saat itu belajar menjadi tugas sangat berat. Keraguan tumbuh
dalam dirinya, dan dia mulai mengurangi resiko sedikit demi sedikit,
sebab dia merasa malu dan dipermalukan di hadapan banyak anak.
Kesan negatif ini terus membayangi dalam perkembangan lantaran
komentar itu. (Bobbi Deporter, 2002).
Komentar negatif selama ini seringkali diterima anak bukan saja
di sekolah, melainkan juga di rumah atau di lingkungan masyarakat.
Pada 1982, seorang pakar masalah kepercayaan diri, Jack Canfield
melaporkan bahwa hasil penelitian dalam sehari setiap anak rata-rata
menerima 460 komentar negatif atau kritik dan hanya 75 komentar
positif yang bersifat mendukung. Jadi, komentar negatif enam kali
lebih banyak dari pada komentar positif. (Jerry Aldridge And Renetta
Soldman, 2002: 77). Suasana seperti ini berbahaya bagi masa depan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
83
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
anak, mereka bisa merasa tegang dan terbebani ketika misalnya
disuruh belajar. Dinding-dinding kelas dirasakan sebagai dindingdinding tempat penjara.
Model pembelajaran berikutnya yang dapat membelenggu dan
menindas siswa adalah sebagaimana yang disebut Paulo Freire sebagai
pendidikan ”gaya bank”. Model ini menurut pengamatan Freire,
menjadi sebuah kegiatan menabung: para murid sebagai celengannya
sedangkan guru sebagai penabungnya. (Freire: 51-52). Ruang gerak
yang disediakan bagi kegiatan murid hanya terbatas pada menerima,
mencatat dan menyimpan. (Mska Masstlon, 1972: 43). Semakin banyak murid yang meyimpan tabungan, semakin kurang mengembangkan
kesadaran kritisnya. (Donald P. Kauchosck And Paul D. Eggen, 1998:
6).
Sesungguhnya, belajar itu merupakan pekerjaan yang cukup
berat, yang menuntut skap kritis sistemik (sistemic critical attitude) dan
kemampuan intelektual yang hanya dapat diperoleh dengan praktek
langsung. Sikap kritis sama sekali tidak dapat dihasilkan melalui
pendidikan yang bergaya bank (banking action) ini. (Freire: 51-52).
Dalam pendidikan model ini, yang dibutuhkan bukan pemahaman
isi, tetapi sekedar hafal (memorization). Bukan memahami teks, tetapi
hanya menghafal dan jika siswa siswa melakukannya berarti siswa
telah memenuhi kewajibannya. (Dede Rosyada, 2004: 92). Padahal
hafalan hanya akan menumpuk pengetahuan dalam arti pasif, karena
tanpa upaya pengembangan sama sekali sebagai yang menjadi
karakternya selama ini.
Selanjutnya pembelajaran model bank ini telah menempatkan
guru dan siswa dalam posisi berhadap-hadapan. Guru sebagai subyek
dan siswa sebagai obyek, guru yang “menakdirkan” sedangkan siswa
yang “ditakdirkan”, guru sebagai peran dan siswa sebagai yang
diperankan. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan guru sebagai
penindas sedang siswa sebagai tertindas. Freire setidaknya telah
mengungkapkan peran yang kontras itu sebagai berikut:
a.
guru mengajar, murid diajar
b.
guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa
c.
guru berfikir, murid dipikirkan
d. guru bercerita, murid patuh mendengarkan
84
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
e.
guru menentukan peraturan, murid diatur
f.
guru memilih
menyetujuinya
g.
guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melaui
perbuatan gurunya.
dan
memaksakan
pilihannya,
murid
h. guru memiliki bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta
pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
i.
guru mencampuradukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan
kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi
kebebasan murid
j.
guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah objek
belaka. (Freire: 51-52)
Pengajaran model demikian ini memosisiskan guru sebagai pihak
yang ”menang”, sedangkan siswa sebagai pihak yang “kalah”, suatu
dikotomi yang mestinya tidak layak terjadi, mengingat pengajaran
bukan proses perbandingan sehingga ada yang menang dan ada yang
kalah. Dengan istilah lain, pengajar ini terkadang disebut pengajaran
model komando. Seorang komandan dalam militer posisinya selalu
diatas, memegang perintah yang harus ditaati.
Pengajaran model gaya komando ini memerankan guru, yang
oleh S. Nasution disebut guru yang bertipe dominatif sebagai
lawan dari tipe integratif. (Nasution, 1999: 116). Pengajaran tersebut
mendapat kritik keras karena mematikan semangat demokratisasi
dan kreativitas siswa, tidak menghargai siswa dan keagamaannya.
Guru merasa memiliki wewenang apa saja yang berkaitan dengan
pembelajaran dan tidak boleh diganggu gugat oleh siswa maupun
pihak lain, praktis, pengajaran model tersebut hanya menjadikan
guru pandai sepihak sedangkan siswa tetap bodoh, pasif, kering ide
atau gagasan, stagnan, tertindas dan terbelenggu.
Upaya pembelajaran yang ternyata berbalik membelenggu ini
tidak lepas begitu saja, karena akibat demikian tidak pernah disadari
guru dominatif tersebut-selagi belum ada gugatan secara maksimal
untuk mewujudkan pembelajaran yang benar-benar demokratis
sebagai kebutuhan pendidikan secara mendesak.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
85
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
E. Kesimpulan
Permasalahan belajar sebenarnya memiliki kandungan substansi
yang “misterius’. Berbagai macam teori belajar telah ditawarkan para
pakar pendidikan supaya belajar dapat ditempuh secara efektif dan
efisien, dengan implikasi waktu cepat dan hasilnya banyak. Namun,
sampai saat ini belum ada satupun teori yang dapat menawarkan
strategi belajar secara tuntas. Masih banyak persoalan-persoalan
belajar yang belum tersentuh oleh teori-teori tersebut.
Kompleksitas persoalan yang terkait dengan belajar inilah
yang menjadi penyebab sulitnya menuntaskan strategi belajar. Ada
banyak faktor yang mesti dipertimbangkan dalam belajar, baik yang
bersifat internal maupun yang eksternal. Diantara sekian banyak
faktor eksternal terdapat guru yang sangat berpengaruh terhadap
siswa. Sukses tidaknya para siswa dalam belajar di sekolah, sebagai
penyebab tergantung pada guru.
Selama ini, model pembelajaran dalam pendidikan masih
seperti ungkapan paul Freire, pendidikan ”gaya bank” yang
bersifat penindasan pada siswa. Keadaan ini harus diubah menjadi
pendidikan (pembelajaran) yang demokratis yang membawa misi
pembebasan bagi mereka. Untuk mewujudkan model pendidikan
yang emansipatoris itu dibutuhkan guru yang profesional.
Profesionalitas guru tercermin dalam berbagai keahlian yang
dibutuhkan pembelajaran baik terkait dengan bidang keilmuan
yang diajarkan,”kepribadian”, metodologi, pembelajaran, maupun
psikologi belajar. DAFTAR PUSTAKA
Bobbi Deporter dan Mieke Hernachi, Quantum Learning: Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan, (Bandung: Kaifa, 2002).
Donald P. Kauchosck And Paul D. Eggen, Learning And Teaching
Research Basic Methods,(Baston: Allya And Baron, 1998).
Djohar, Pendidikan Strategik Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan,
(Yogyakarta: LESFI, 2003).
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Prenada
Media, 2004).
86
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan
Implementas, (Bandug: PT Remaja Rosdakarya,2002).
Mulyasa, E. Standart Kompetensi dan Sertifikasi Guru. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008).
Gilbert H. Hunt, Et Al. efectie Teaching, Preparation And Implementation,
Illnois: Charless C. Thomas Publiesher, 1999).
H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru PendidikanNasional, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2000).
Jerry Aldridge And Renetta Soldman, Current Issues And Trends In
Education, (Boston, USA: Allya And Baron, 2002).
Mska Masstlon,Tracking from Command to Discovery, (California;
Wadsworth Publishing Company, 1972).
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan(Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991).
Paulo Freire, Politik Pendidikan dan Kebudayaan, Kekuasaan dan
Pembebasan, (Yogyakarta: Kerjasama Pustaka Pelajar dengan
ead, 2002).
S.K Kockar, Methods And Technique of Teaching, (Delhi India: Sterling
Publisher, 1967).
Sodiq. A Kuntoro, Dimensi Manusia dalam Pemikiran Indonesia.
Yogyakarta: CV Bur Cahaya, 1985).
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, (Ttp: Pustaka Widyatama, Tt).
Sudarwan Danim, Agenda Pemabruan Sistem Pendidikan,(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003).
Yamin, Martinis. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. (Jakarta:
Gaung Persada, 2006).
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
87
Nurul Lail Rosyidatul Mu’ammaroh - Antara Profesi, Kompetensi dan...
88
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
PENDIDIKAN KESEHATAN DAN APLIKASINYA DI
SD/MI
Bintoro Widodo1
Abstract
Health education is part of the overall efforts of health (promotive, preventive,
curative and rehabilitative) which focuses on efforts to increase healthy
living behaviors. In the concept of health education is an effort to influence /
encourage others (individuals, groups and communities) in order to behave
in a healthy life. Operationally in health education are all activities to
provide / improve the knowledge, attitudes and practices of communities
in maintaining and improving health. Health education is synonymous
with health counseling because both of them are expected behavior changeoriented which is healthy behaviors, so it has the ability to recognize health
problems himself, his family and his group in improving health. Health
education is a part of health promotion is a process to improve the ability
of communities to maintain and improve their health and not just relate
themselves to increase the knowledge, attitudes and practices of health, but
also increase or improve the environment (both physical and non-physical)
in order to maintain and improve health.
Keywords: health education, school, environment.
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok maupun
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan mempunyai peran
yang penting dalam mewujudkan manusia yang sehat. Kesehatan
merupakan dambaan setiap manusia. Manusia yang sehat dapat
melakukan aktivitasnya dengan optimal. Pendidikan kesehatan
dapat diberikan melalui pendidikan formal maupun non formal. Di
lingkungan sekolah pendidikan kesehatan dapat dimasukan dalam
mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan atau
mata pelajaran lainnya yang relevan. Selain itu, dapat dilakukannya
melalui program usaha kesehatan sekolah. Pendidikan kesehatan
penting untuk menunjang program-program kesehatan yang lain.
1 Dosen PGMI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maliki Malang
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
89
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
Istilah pendidikan kesehatan telah dirumuskan oleh para ahli
pendidikan kesehatan dalam berbagai pengertian, tergantung pada
sudut pandang masing-masing.
Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari keseluruhan
upaya kesehatan (promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif)
yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan prilaku
hidup sehat. Secara konsep pendidikan kesehatan merupakan
upaya mempengaruhi/mengajak orang lain (individu, kelompok
, dan masyarakat) agar berprilaku hidup sehat. Secara operasional
pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan untuk memberikan/
meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek masyaarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmojo, 2003).
Pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan
karena keduannya berorientasi pada perubahan perilaku yang
diharapkan, yaitu prilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan
mengenal masalah kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya
dalam meningkatkan kesehatannya. Pendidikan kesehatan
merupakan bagian dari promosi kesehatan, yaitu suatu proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya dan tidak hanya mengaitkan diri pada
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek kesehatan saja, tetapi
juga meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun
non fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka (notoatmodjo, 2007).
Menurut Nyswander yang di kutip Notoatmodjo (1997),
menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah proses perubahan
perilaku yang dinamis bukan proses pemindahan materi dari
seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Hal
itu dapat dilihat dari definisi yang dia kemukakan, yaitu: pendidikan
kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang
dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan
masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada
seseorang atau orang lain, bukan seperangkat prosedur yang
harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi
sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah
secara dinamis, yang di dalamnya seseorang menerima atau menolak
informasi, sikap maupun praktek baru, yang berhubungan dengan
tujuan hidup sehat. Menurut Committee President on Health Education
90
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
yang di kutip oleh Notoatmodjo (1997), pendidikan kesehatan adalah
proses yang menjembatani kesejangan antara informasi kesehatan dan
praktek kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk memperoleh
informasi dan membuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya
menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan
membentuk kebiasaan yang menguntungkan kesehatan. Pendidikan
kesehatan menurut Wahid dkk, (2007) adalah proses perubahan
perilaku yang dinamis, di mana perubahan tersebut bukan sekedar
proses trasfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan
pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi
adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat
sendiri. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang, dengan
bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk
membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya dan tidak hanya mengaitkan diri pada
peningkatan pengetahuan, sikap dan pratik kesehatan saja, tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun
non fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan
dengan penuh kesadaran.
B. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan merupakan domain yang akan
di tuju dari pendidikan kesehatan. Tujuan pendidikan kesehatan
adalah mengubah perilaku dari yang merugikan kesehatan atau
tidak sesuai dengan norma kesehatan ke arah tingkah laku yang
menguntungkan kesehatan atau norma yang sesuai dengan kesehatan.
Pendidikan kesehatan memiliki beberapa tujuan antara lain:
1.
Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan
masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan
lingkungan sehat, serta peran aktif dalam upaya mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal.
2.
Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, dan
masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik,
mental maupun sosial sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
91
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
3.
Menurut WHO, tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk
mengubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam
bidang kesehatan (Effendy, 1998).
Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu
menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri, maupun
memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya,
dengan sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan
dukungan dari luar, dan mampu memutuskan kegiatan yang tepat guna
untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO,
tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajad kesehatan;
baik secara fisik, menta,l maupun sosialnya, sehingga produktif
secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan di semua
program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi
lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program
kesehatan lainnya (Wahid, 2007). Tujuan pendidikan kesehatan adalah
untuk mengubah pemahaman individu, kelompok dan masyarakat di
bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang
bernilai mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dapat
menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat
dan sesuai (Herawati dkk, 2001).
Jadi tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk memperoleh
pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya kesehatan untuk
tercapainya perilaku kesehatan sehingga dapat meningkatkan
derajatkesehatan fisik, mental, dan sosial, sehingga produktif secara
ekonomi maupun sosial untuk mengubah perilaku masyarakat yang
tidak sehat menjadi sehat. Secara khusus tujuan pendidikan kesehatan
dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan,
2. Menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan utama di masyarakat,
3. Meningkatkan pengembangan dan penggunaan sarana dan
prasarana kesehatan secara tepat, 4. Meningkatkan tanggung
jawab dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, 5. Memiliki
daya tangkal atau pemberantasan terhadap penularan penyakit,
6. Memiliki kemauan dan kemampuan masyarakat terkait dengan
promotif (peningkatan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif
dan rehabilitative (penyembuhan dan pemulihan).
92
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
C. Ruang lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai
dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, tempat pelayanan
pendidikan kesehatan, dan tingkat pelayanan kesehatan. Berdasarkan
dimensi sasaran pendidikan kesehatan dibagi menjadi: 1. Pendidikan
kesehatan individu dengan sasaran individu, 2. Pendidikan kesehatan
kelompok dengan sasaran kelompok, 3. Pendidikan kesehatan
masyarakat dengan sasaran masyarakat.
Berdasarkan dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan
dibagi menjadi: 1. Pendidkan kesehatan di sekolah dengan sasaran
murid atau siswa, yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). Implementasi yang lain dapat dilakukan
pula melalui kegiatan Palang Merah Remaja (PMR), bahkan dalam
kurikulum juga dimasukkan dalam mata pelajaran tertentu misalnya
saja mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan,
2. Pendidikan kesehatan di pusat kesehatan masyarakat, balai
kesehatan, rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga pasien, 3.
Pendidikan kesehatan ditempat-tempat kerja dengan sasaran buruh
atau karyawan.
Berdasarkan dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan
kesehatan dapat dibagi: 1. Promosi kesehatan (health promotion) yaitu
peningkatan derajad atau setatus kesehatan masyarakat yang dilakukan
melalui pendidikan, penyuluhan ataupun pelatihan kesehatan,
2. Perlindungan umum dan khusus (general and specific protection)
yaitu usaha untuk melindungi masyarakat untuk memberikan
perlindungan ataupun pencegahan terhadap terjangkitnya suatu
penyakit contohnya dengan program imunisasi, 3. Diagnosis dini
dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment) yaitu
suatu usaha awal untuk mendeteksi suatu penyakit akibat rendahnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan
penyakit, 4. Pembatasan kecacatan (disability limitation) yaitu suatu
usaha mencegah terjadinya kecacatan akibat pengobatan yang
kurang tuntas akibat ketidak tahuan masyarakat atau menganggap
bahwa penyakitnya sudah sembuh, dan 5. Rehabitasi (rehabitation)
yaitu suatu usaha untuk memulihkan akibat sakit atau cedera yang
terkadang orang enggan atau malu untuk melakukannya.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
93
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
Saat ini istilah pendidikan kesehatan lebih di kenal dengan
istilah promosi kesehatan. Promosi kesehatan merupakan revitalisasi
pendidikan kesehatan pada masa lalu. Promosi kesehatan merupakan
program kesehatan yang dirancang untuk membawa kebaikan yang
berupa perubahan perilaku, baik di dalam masyarakat maupun
lingkungan, sedangkan pendidikan kesehatan merupakan pemberian
informasi mengenai perubahan perilaku hidup sehat.
D. Pengertian kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan berasal dari dua kata yaitu kesehatan
dan lingkungan yang pengertiannya sebagai berikut. Sehat (menurut
WHO) adalah suatu keadaan yang baik dari fisik, mental, sosial dan
bukan hanya terhindar dari penyakit atau. Lingkungan adalah sesuatu
yang berada di alam sekitar baik berupa bahan, kekuatan, kehidupan ,
maupun zat yang memiliki potensi menyebabkan penyakit. Kesehatan
lingkungan pada hakekatnya adalah sesuatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap
terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Kesehatan
lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologis yang harus ada
antara manisia dengan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan
sehat dari manusia. Kesehatan lingkungan menurut himpunan ahli
kesehatan lingkungan adalah suatu kondi lingkungan yang mampu
menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara manusia dan
lingkungan untuk mendukung tercapainya realitas hidup manusia
yang sehat, sejahtera dan bahagia. Kesehatan lingkungan adalah
upaya untuk melindungi kesehatan manusia melalui pengelolaan
pengawasan dan pencegahan faktor-faktor lingkungan yang dapat
mengganggu kesehatan manusia.
Menurut July Soemirat tahun (2011), kesehatan lingkungan dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara lingkungan
dengan kesehatan manusia, tumbuhan, dan hewan dengan tujuan
untuk meningkatkan faktor lingkungan yang menguntungkan
(eugenik) dan mengendalikan faktor yang merugikan (disgenik),
sedemikian rupa sehingga resiko terjadinya gangguan kesehatan
dan keselamatan jadi terkendali. Kesehatan lingkungan adalah ilmu
dan seni untuk mencegah pengganggu menanggulagi kerusakan dan
meningkatkan/memulihkan fungsi lingkungan melalui pengelolaan
unsur-unsur/faktor-faktor lingkungan yang beresiko terhadap
94
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
kesehatan manusia dengan cara identifikasi, analisis, interfensi/
rekayasa, sehingga tersedianya lingkungan yang menjamin bagi
derajad kesehatan manusia secara optimal. Ilmu kesehatan lingkungan
diberi batasan sebagai ilmu yang mempelajari dinamika hubungan
interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dengan
segala macam perubahan komponen lingkungan hidup seperti
spesies kehidupan, bahan, zat atau kekuatan di sekitar manusia, yang
menimbulkan ancaman, atau berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahan (Umar
Fahmi Achmadi 1991).
Dengan demikian kesehatan lingkungan adalah keseimbangan
dalam ekologis terhadap berbagai masalah kesehatan sebagai akibat
dari hubangan interaktif antara berbagai bahan, kekuatan, kehidupan,
dan zat yang memiliki potensi penyebab sakit yang timbul akibat
adanya perubahan lingkungan dengan masyarakat, serta menerapkan
upaya pencegahan gangguan kesehatan yang ditimbulkannnya.
Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan
sosial kemasyaratan, bahkan merupakan salah satu unsur penentuan
dalam kesejahteraan penduduk. Lingkungan yang sehat sangat
dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarkat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan meningkatkan
efisiensi kerja dan belajar.
E. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan,
antara lain: 1) Penyediaan air minum, 2) Pengelolaan air buangan
dan pengendalian pencemaran, 3) Pembuangan sampah padat, 4)
Pengendalian vektor, 5) Pencegahan/pengendalian pencemaran
tanah oleh ekskreta manusia, 6) Higiene makanan termasuk higiene
susu, 7) Pengendalian pencemaran udara, 8) Pengendalian radiasi, 9)
Kesehatan kerja, 10) Pengendalian kebisingan, 11) Perumahan dan
pemukiman, 12) Aspek kesehatan lingkungan dan trasportasi udara,
13) Perencanaan daerah dan perkotaan, 14) Pencegahan kecelakaan,
15) Rekreasi umum dan periwisata, 16) Tidakan-tindakan sanitasi
yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana
alam dan perpindahan penduduk, 17) Tindakan pencegahan yang
di perlukan untuk menjamin lingkungan. Menurut Pasal 22 ayat 3
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992, ruang lingkup kesehatan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
95
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
lingkungan: 1) Penyehatan air dan udara, 2) Pengamanan limbah
padat/sampah, 3) Pengamanan limbah cair, 4) Pengamanan limbah
gas, 5) Pengamanan radiasi, 6) Pengamanan kebisingan, 7) Pengaman
vektor penyakit, 8) Penyehatan dan pengamanan lainnya: misalnya
pasca bencana.
1.
Penyediaan air minum
Air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi
kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia. Oleh karenanya air
minum mutlak harus tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang
memadai. Untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut diperlukan
sistem penyediaan air minum yang berkualitas, sehat, efisien, dan
efektif, terintregasi dengan sektor-sektor lainnya terutama sektor
sanitasi, sehingga masyarakat dapat hidup sehat dan produktif.
Sumber-sumber air minum pada umumnya dan di daerah pedesaan
khususnya tidak terlindung sehingga air tersebut tidak atau kurang
memenuhi persyaratan kesehatan. Untuk itu perlu pengolahan terlebih
dahulu. Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air
tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan
kesehatan, setidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut.
Air yang sehat menurut Notoatmodjo (2003) harus mempunyai
persyaratan sebagai berikut:
a.
syarat fisik; persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah
bening (tak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu antara 1025 °C dan tidak meninggalkan endapan. Cara mengenal air yang
memenuhi persyaratan fisik ini dapat dengan mudah diamati.
b.
syarat bakteriologis; air untuk keperluan minum yang sehat
harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara
untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri
patogen adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut.
c.
syarat kimia; air minum yang sehat harus mengandung zat-zat
tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula, tidak mengandung
bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zatzat kimiawi yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 –
9,2. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air
akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
96
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
d. syarat radiologi; konduktivitas atau daya hantar, pesistivitas,
dan PTT atau TDS (kemampuan air bersih untuk menghantarkan
arus listrik).
Penyediaan air harus memenuhi kuantitas dan kualitas, yaitu:
aman dan higienis, baik dan layak minum, tersedia dalam jumlah
yang cukup, dan harganya relatif murah atau terjangkau oleh sebagian
besar masyarakat. Batasan-batasan penyediaan air yang bersih dan
aman, antara lain: bebas dan kontaminasi kuman atau bibit penyakit ,
bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak berasa
dan tidak berbau, dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan
domestik dan rumahtangga, serta memenuhi standar minimal yang
ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI.
2.
Pengendalian pencemaran udara
Pencemaran udara adalah kondisi udara yang tercemar dengan
adanya bahan, zat-zat asing atau komponen lain di udara yang
menyebabkan berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau
oleh proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran udara
mempengaruhi sistem kehidupan makhluk hidup seperti gangguan
kesehatan, ekosistem yang berkaitan dengan manusia. Pencemaran
udara dibedakan menjadi pencemaran primer dan pencemaran
sekunder. Pencemaran primer adalah subtansi pencemaran yang
ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon
monoksida adalah sebuah contoh dari pencemaran udara primer
karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemaran sekunder
adalah subtansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemarpencemar primer di atmofer. Sumber pencemaran udara akibat
kegiatan manusia antara lain: transportasi, industri, pembangkit
listrik, pembakaran (perapian, kompor dan berbagai jenis bahan
bakar) gas buangan pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti
(CFC). Sumber pencemaran udara alami antara lain: gunung berapi,
kebakaran hutan, dan denitrifikasi biologi. Pengendalian pencemaran
udara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu pengendalian pada
sumber pencemaran dan pengeceran limbah gas. Pengendalian pada
sumber pencemaran merupakan metode yang lebih efektif, karena
hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan
diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
97
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari
dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan penanggulangan
emisi senyawa pencemar.
F.
Tujuan pemeliharaan kesehatan lingkungan
Tujuan pemeliharaan kesehatan lingkungan menurut Sumantri
(2010) adalah:
1.
Melakukan koreksi atau perbaikan
Terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia.
2.
Melakukan usaha pencegahan
Dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam
usaha meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup
manusia.
3.
Melakukan kerjasama dan menerapkan program terpadu
Diantara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga
non pemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah
penyakit.
4.
Mengurangi pemanasan global
Dengan menanam tumbuhan sebanyak-banyaknya pada lahan
kosong, maka kita juga ikut serta mengurangi pemanasan global,
karbon, zat O2 (oksigen) yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan dan
zat tidak langsung zat CO2 (carbon) yang menyebabkan atmosfir
bumi berlubang ini terhisap oleh tumbuhan dan secara langsung
zat O2 yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati oleh manusia
tersebut untuk bernafas.
5.
Menjaga kebersihan lingkungan
Agar lingkungan sehat maka harus dijaga kebersihannya, karena
lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bersih dari segala
penyakit dan sampah.
98
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Feri. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas. Jakarta: Salemba
Medika.
Herawati, dkk. 2001. Pendidikan kesehatan dalam keperawatan, Jakarta:
EGC
Juli Soemirat, 2011. Kesehatan lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Notoatmodjo, Soekidjo, 1993.Pengantar pendidikan dan prilaku kesehatan.
Yogyakarta: Andi Offset.
Umar Fahmi Achmadi. 1991. Transformasi kesehatan lingkungan dan
kesehatan kerja di Indonesia. Jakarta: UI Press
Wahid dkk. 2007. Promosi kesehatan. Yogyakarta: Graha ilmu
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
99
Bintoro Widodo - Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya...
100
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
PENGEMBANGAN BUKU AJAR TEMATIK DENGAN
PENDEKATAN INTEGRASI SAINS DAN AGAMA
DI KELAS 4 SEKOLAH DASAR ISLAM RAUDLATUL
JANNAH SIDOARJO
Nuril Nuzulia1
Abstract
Purpose of this development is to fulfill the needs of learning material
especially in the Islamic Elementary School. In fact, thematic learning
separated from religion; therefore continuity of learning model that will be
applied is needed. This day, general subject different with religion subject,
therefore in this research, researcher integrated between general subjects
with religion subject. This development of teaching material is using Dick
and Lou Carey model. The result of this development is Thematic Book for
student 4th grade of Islamic Elementary School. Product of this development
is tested in a series such as: (1) validation of contents, learning design, and
learning, (2) Tested on small group and tested on class.
Keywords:Development, Teaching Material, Thematic, Integration
between Sciences and Religion
A. Pendahuluan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan, (Sistem Pendidikan Nasional no 20, 2003)
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertaggung jawab.
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan
manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu
perubahan atatu perkembangan pendidikan adalah hal yang memang
1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
101
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.
Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat
perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa
depan (Trianto, 2010: 2)
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa
mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi
peserta didik, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan
memecahkan problem kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan
harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta
didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting ketika
seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia
kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.
Mencermati bahan uji publik kurikulum 2013 dapat disimpulkan
bahwa kurikulum ini bukanlah formula pendidikan yang baru, tetapi
merupakan tahap lanjutan dari kurikulum sebelumnya yaitu 2004
(KBK) dan 2006 (KTSP). Hal ini dapat dilihat dari target pembelajaran
yang masih mengacu pada kompetensi sikap, pengetahuan dan
ketrampilan secara terpadu (KBK) dan setiap satuan pendidikan
diharuskan menyusun kurikulum sendiri dengan mempertimbangkan
kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi
daerah (KTSP) (Trianto, 2010: 14).
Target kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan peserta
didik yang berakhlak mulia (afektif), berketrampilan (psikomotorik)
dan perpengetahuan (kognitif) yang berkesinambungan. Materi
pembelajaran akan diarahkan pada target pencapaian kompetensi
yang tepat guna dengan materi pembelajaran yang esensial dan sesuai
dengan tingkat perkembangan anak. Proses pembelajaran diharapkan
mengarah pada active student center dan kontekstual dengan dipandu
buku teks yang berisi materi dan proses pembelajaran (tutorial). Guru
bertindak sebagai motivator dan fasilitator pembelajaran.
Kurikulum ini sangatlah ideal karena sesuai dengan teori
pendidikan modern seperti students center active learning, contectual
learning, contructivisme theory, democtratic dan humanis learning.
Konsep ini bukanlah sesuatu yang asing bagi pendidik dan pemegang
kebijakan pendidikan karena sudah lama dikenal. Namun konsep
102
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
yang sangat logis, sederhana dan manusiawi ini pada akhirnya hanya
akan menjadi sebuah teori di meja kerja jika tanpa didukung sumber
daya yang memadai dan perjuangan keras, karena pada prakteknya
akan ditemui banyak kendala.
Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi
Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka
pembelajaran pada Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyyah lebih
sesuai jika dikelola dalam model pembelajaran terpadu melalui
pendekatan pembelajaran tematik yang merupakan salah satu dari
model pembelajaran inovatif, konstrukstif, dan progresif.
Akan tetapi pada kenyataannya, masih terdapat masalah dalam
penerapan kurikulum baru tersebut, antara lain:
1.
SDM guru belum berkembang sesuai dengan harapan kurikulum
2013.
2.
Pembelajaran belum terpusat sepenuhnya kepada siswa
3.
Buku dari Kemendikbud, materi agama dan umum masih
terpisah.
4.
Belum adanya buku tematik dengan pendekatan integrasi sains
dan agama
Masyarakat Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim,
dituntut untuk memberikan perhatian lebih terhadap Al Qur’an
dan Hadis yang merupakan pedoman dan petunjuk hidup. Sejauh
mana perhatian dari pemahaman masyarakat Indonesia terhadap
Al Qur’an dan Hadis serta kemampuan mengamalkan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya merupakan tolak ukur kuwalitas
keislaman mereka. Sehingga merupakan sebuah konsekuensi yakni
upaya pemenuhan terhadap hak-hak Al Qur’an maupun hadis untuk
didekati secara ilmiah, apalagi oleh para pendidik dan peserta didik
dalam mempelajari buku tematik. Namun yang terjadi, pembelajaran
di Sekolah Dasar Islam tidak jauh beda dengan pembelajaran di
Sekolah Dasar. Kebanyakan pembelajaran dalam buku tematik di SDI
tidak menyertakan pemahaman terhadap kandungan ayat-ayat Al
Quran maupun Hadis (Sultan Ahmed, 2010: 25-57).
Al Qur’an dan as Sunnah sesungguhnya tidak pernah membedakan
ilmu agama dan sains (umum). Adapun ilmu yang pernah termaktub
dalam kitab al Qur’an adalah ilmu yang bersifat universal. Sedangkan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
103
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
pembagian adanya ilmu agama dan sains (umum) adalah hasil dari
sumber-sumber objek kajiannya.
Buku ajar sebagai salah satu media pembelajaran, mempunyai
peranan penting dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai acuan
bagi siswa dan guru untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Bagi siswa buku ajar menjadi bahan acuan yang diserap isinya dalam
proses sehingga dapat menjadi pengetahuan. Sedangkan bagi guru,
buku ajar menjadi salah satu acuan penyampaian ilmu kepada siswa.
Hal ini penting sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas 11 tahun
2005 yakni :
“Buku pelajaran merupakan buku acuan wajib untuk digunakan
di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka
peningkatan keimanan dan ketaqwaan, budi pekerti dan kepribadian,
kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kemampuan dan kepekaan estesis, potensi fisik dan kesehatan yang
disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.”
Ada banyak buku yang tersedia di pasaran, ada juga buku paket
bahan ajar yang sudah disusun secara nasional oleh Depdiknas. Namun
demikian tetap merupakan sebuah tanggung jawab professional bagi
guru maupun pihak yang berkepentingan untuk mengembangkan
sendiri buku ajar yang dibutuhkan untuk pembelajarannya. Hal ini
dikarenakan dunia pendidikan adalah dunia yang dinamis, sedinamis
manusia sebagai subjek belajarnya dengan berbagai konteks sosial,
ekonomi, budaya, politik yang selalu melatarbelakangi sepanjang
waktu (Andi Prastowo, 2011: 2).
Pemilihan topik pengembangan dalam penelitian ini, ditujukan
pada buku ajar tematik yang sudah ada dan dipakai dalam pembelajaran
oleh satuan pendidikan Sekolah Dasar Islam Raudlatul Jannah Sidoarjo
khususnya kelas 4. Penelitian pengembangan ini dipilih karena
setelah mencermati bentuk fisik dan muatan materi serta desain yang
ditampilkan oleh buku tersebut, dapat dikatakan belum memenuhi
semua unsur atau faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pengembangan buku ajar baik dari segi materi maupun desainnya,
serta belum adanya integrasi dengan agama.
Hal ini adalah tepat ketika pembelajaran tematik di Sekolah
Dasar Islam mulai dipraktikkan dengan integrasi sains dan agama,
supaya pengetahuan terhadap materi dengan disertai ayat-ayat Al
104
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Qur’an dan Hadis akan menumbuhkan pemahaman secara umum
dan agamis yang dapat menginternalisasi dalam kognitif, afektif, dan
psikomotorik peserta didik.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian dan pengembangan atau research and development.
Pengembangan atau research and development adalah metode penelitian
yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2011: 257).
Dalam pengembangan bahan ajar ini, pengembang
menggunakan model desain pengembangan Dick and Lou Carey.
Prosedur pengembangan model ini terdiri dari sepuluh tahap yaitu:
(1) Identifying Instructional goal (mengidentifikasi tujuan umum
pembelajaran), (2) Conducting Instructional Analysis (Melaksanakan
analisis pembelajaran), (3) Identifying Entry Behaviors, Characteristics
(Mengenal tingkah laku masukan dan karakteristik siswa), (4) Writing
Performance Objectives (Merumuskan tujuan khusus pembelajaran),
(5) Developing Criterion-Referenced Test (Mengembangkan butir tes
acuan), (6) Developing Instructional Strategy (mengembangkan strategi
pembelajaran), (7) Developing and Selecting Instruction(menyeleksi dan
mengembangkan bahan pembelajaran), (8) Designing and Conducting
Formative Evaluation (merancang dan melaksanakan evaluasi formatif),
(9) Revising Instruction (Merevisi bahan pembelajaran).
C. Hasil Penelitian
1.
Uji Ahli Isi
Berdasarkan hasil penilaian ahli isi terhadap buku ajar tematik
dengan pendekatan integrasi sains dan agama sebagaimana
dicantumkan dalam (lamp. 1) , maka dapat dihitung prosentase
tingkat pencapaian buku ajar sebagai berikut:
persentase = 85 x 1 x 100 % = 85 x 100 % = 85 %
20 x 5
100
2.
Uji Ahli Desain Pembelajaran
Berdasarkan hasil penilaian ahli desain pembelajaran terhadap
buku ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
105
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
agama sebagaimana dicantumkan dalam, maka dapat dihitung
prosentase tingkat pencapaian buku ajar sebagai berikut:
persentase = 91 x 1 x 100 % = 91 x 100 % = 91 %
20 x 5
100
3.
Uji Ahli Pembelajaran
a.
Penyajian Data
Berdasarkan hasil penilaian ahli pembelajaran terhadap buku
ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan agama
sebagaimana dicantumkan dalam, maka dapat dihitung
prosentase tingkat pencapaian buku ajar sebagai berikut:
persentase = 61 x 1 x 100 % = 61 x 100 % = 93, 84 %
13 x 5
65
1.
Uji Coba Kelompok Kecil
Berdasarkan hasil uji coba kelompok kecil terhadap buku
ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan agama
sebagaimana dicantumkan dalam tabel 4.4, maka dapat dihitung
prosentase tingkat pencapaian buku ajar sebagai berikut:
persentase =
2.
305 x 1 x 100 % = 93,84 %
13 x (5) x 5
Uji Coba Lapangan
a.
Penyajian Data
Berdasarkan hasil uji coba lapangan terhadap buku ajar tematik
dengan pendekatan integrasi sains dan agama sebagaimana
dicantumkan tabel, maka dapat dihitung prosentase tingkat
pencapaian buku ajar sebagai berikut:
persentase = 1432 x 1 x 100 % = 88,12 %
13 x (25) x 5
3.
Penyajian Data Pre- Test dan Post- Test
Tabel nilai pre-test dan post-test yang didapat dari siswa kelas 4
B pada saat uji coba lapangan adalah sebagai berikut:
106
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Tabel 4.6 Hasil Uji Coba Lapangan pada Pre-Test
Kriteria
<75
>75
N
10
15
P (%)
40 %
60 %
Keterangan
Tidak tuntas
Tuntas
Tabel 4.7 Hasil Uji Coba Lapangan pada Post-Test
Kriteria
<75
>75
N
0
25
P (%)
100 %
Keterangan
Tuntas
Tabel 4.8 Paired Sampel t-test
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
sebelum
73.40
sesudah
87.440
N
25
25
Std. Deviation
3.742
3.831
Std. Error Mean
.748
.766
Paired Samples Correlations
Pair 1
sebelum & sesudah
N
25
Correlation
.487
Sig.
.014
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
95% Confidence
Std. Interval of the
Std.
Error Difference
Deviation Mean Lower
Upper t
Pair 1 sebelum
-14.04 3.819
sesudah
.764
-15.576
df
Sig.
(2-tailed)
-12.424 -18.350 24 .000
Dalam mengambil keputusan, dapat dilihat dari sig (2 tailed) ,
apabila sig < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
D. Pembahasan
1.
Analisis Pengembangan Buku Ajar
Prosedur pengembangan buku ajar ini ditempuh melalui
beberapa tahap yaitu: 1) tahap studi pendahuluan dengan melakukan
penilaian kebutuhan dan analisis kurikulum, 2) tahap pengembangan
buku ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan agama yang
menggunakan model Dick and Carrey dan tahap uji coba atau validasi
produk.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
107
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Produk pengembangan buku ajar ini telah dilakukan
penyempurnaan secara bertahap melalui review, penilaian dan uji
coba ahli isi, penilaian dan uji coba ahli desain pembelajaran, penilaian
dan ahli pembelajaran yang dilakukan oleh guru tematik dan siswa
SDI kelas 4 SI Raudlatul Jannah Sidoarjo. Aspek yang diungkap untuk
melakukan revisi meliputi unsur-unsur kelengkapan dan kelayakan
komponen, ketepatan isi, keefektifan pembelajaran dan kemenarikan
pembelajaran. Hasil review dan uji coba menjadi bahan penyempurna
produk pengembangan untuk di uji cobakan di lapangan.
2.
Analisis Tingkat Efektifitas, Efesien, Kemenarikan Buku Ajar
Tematik dengan Pendekatan Integrasi Sains dan Agama di
Kelas 4 SDI Raudlatul Jannah Sidoarjo
Pengembangan buku ajar tematik dengan pendekatan integrasi
sains dan agama ini telah divalidasi oleh ahli isi, ahli desain
pembelajaran, ahli pembelajaran sehingga dapat dipakai oleh siswa.
Berdasarkan hasil penilaian ahli isi terhadap buku ajar sebagaimana
dicantumkan pada bab IVprosentase tingkat pencapaian buku ajar
85 %. Hal ini membuktikan bahwa buku ajar ini sudah baik untuk
digunakan menurut ahli isi.
Menurut ahli desain pembelajaran terhadap buku ajar sebagaimana
dicantumkan pada bab IV prosentase tingkat pencapaian buku ajar 91
%. Hal ini membuktikan bahwa buku ini sudah baik untuk digunakan
menurut ahli desain pembelajaran.
Menurut ahli pembelajaran terhadap buku ajar sebagaimana
dicantumkan pada bab IV prosentase tingkat pencapaian buku ajar
93, 84 %. Hal ini membuktikan bahwa buku ini sudah baik untuk
digunakan menurut ahli pembelajaran.
Adapun data uji coba kelompok kecil dan uji coba lapangan yang
juga membuktikan bahwa buku ini sudah baik untuk digunakan.
Adapun data prosentase tingkat pencapaian data uji coba kelompok
kecil 93, 84 %, uji coba kelompok besar 88, 12 %. Hal ini juga
membuktikan bahwa buku ini sudah baik untuk digunakan.
Berdasarkan skor penilaian dari seluruh penilaian, baik dari uji
ahli maupun hasil uji kelompok terhadap buku ajar adalah baik. Maka
secara umum produk pengembangan buku ajar itu telah memenuhi
kelayakan. Meskipun demikian, ada saran dan masukan berupa
perbaikan cover dan tata bahasa yang dapat dijadikan bahan revisi.
108
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Pretest merupakan langkah awal yang dilakukan guru, karena
digunakan untuk menjajahi proses pembelajaran ilmu pengetahuan
umum yang dikembangkan dengan pendekatan integrasi sains dan
agama dalam pembelajaran. Adapun hasil dari pretes ini memang
kurang memuaskan, dan nampak bahwa siswa masih kesulitan
menjawab soal-soal yang sederhana. Setelah diadakan post tes,
dilakukan proses pembelajaran ilmu pengetahuan umum yang
telah diintegrasikan dengan pendekatan sains dan agama dengan
pembelajaran scientific.
Dalam mempelajari buku ajar ini siswa banyak disuguhkan ceritacerita islami yang dapat membuat siswa lebih faham tentang manfaat
ilmu agama untuk kehidupannya, sehingga siswa diharapkan tidak
hanya cerdas dalam hal pelajaran umum, namun juga agama yang
dapat menginternalisasi dalam kognitif, afektif, dan psikomotorik
peserta didik.
Guna mencapai sikap aktif siswa di kelas, terbukti bahwa
peran guru tidak membiarkan kondisi di kelas berjalan apa adanya
dalam berdiskusi atau berpikir kritis. Akan tetapi guru berusaha
mengembangkan pengetahuan ilmiah mereka dengan berdiskusi,
tanya jawab dari contoh-contoh peristiwa yang sudah disiapkan.
Kemajuan keefektifan siswa ini dapat dilihat dalam kesehariannya
yang aktif dan dalam hasil akhirnya di post test.
E. Penutup
Berdasarkan proses pengembangan dan hasil uji coba terakhir
terhadap buku ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan
agama untuk kelas 4 ini dipaparkan sebagai berikut:
1.
Pengembangan buku ajar ini menghasilkan produk berupa buku
tematik dengan pendekatan integrasi sains dan agama untuk
siswa.
2.
Hasil uji coba pengembangan buku ajar tematik dengan
pendekatan integrasi sains dan agama memiliki tingkat keefektifan
dan kemenarikan yang tinggi berdasarkan hasil tanggapan dan
penilaian guru dan uji coba kelompok kecil dan uji coba kelompok
besar, yakni siswa kelas 4 SDI Raudlatul Jannah Sidoarjo
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
109
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
a.
Tanggapan penilaian ahli isi terhadap buku ajar tematik
dengan pendekatan integrasi sains dan agama adalah 85 %
dengan kualifikasi baik
b.
Tanggapan penilaian ahli desain pembelajaran terhadap
buku ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan
agama adalah 91 % dengan kualifikasi sangat baik.
c.
Tanggapan penilaian ahli pembelajaran terhadap buku
ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan agama
adalah 93,84 % dengan kualifikasi sangat baik.
d. Tanggapan penilaian uji coba kelompok kecil terhadap buku
ajar tematik dengan pendekatan integrasi sains dan agama
adalah 93,84 % dengan kualifikasi sangat baik.
e.
3.
Tanggapan penilaian Uji coba lapangan terhadap buku ajar
tematik dengan pendeatan integrasi sains dan agama adalah
88, 12 % dengan kualifikasi baik.
Perolehan hasil belajar berdasarkan uji coba lapangan yang
diukur menggunakan ters pencapaian hasil belajar yaitu dengan
merujuk Sign (2-tailed) sebesar 0,000, maka ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata skor tes awal (pre-test) dengan tes akhir
(post-test) setelah menggunakan buku ajar hasil pengembangan.
Dengan demikian, buku ajar tematik dengan pendekatan integrasi
sains dan agama bagi siswa kelas 4 ini dapat dikatakan mempunyai
kualitas baik. Hal ini dikarenakan penggunaan buku ajar ini dapat
membantu meningkatkan keefektifan dan kemenarikan pembelajaran
dan membantu mempermudah siswa belajar serta membantu
meningkatkan perolehan belajar siswa dalam proses pembelajaran
tematik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulhameed, Sultan. 2010. Al-Quran Untuk Hidupmu.Jakarta:Penerbit
zaman.
Belawati, Tian.2003. Materi pokok Pengembangan Bahan Ajar Edisi ke
satu, Jakarta : Universitas Terbuka.
Buseri, Kamrani, 2003. Antologi Pendidikan Islam dan Dakujah.
Yogyakarta, UII Press, 2003.
110
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Creswell, John W. 2012. Research Design (Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, Mixed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Depdiknas.2006. Strategi Pembelajaran yang Mengaktifkan Siswa. Jakarta:
Depdiknas.
Lou Carey, Walter Dick , 1978. The Systematic Design of Instruction.
USA: Scott, Foresman and Company.
Nata , Abuddin. 1993. Al-Quran dan Hadist. Jakarta: Rajawali Press.
Natsir , Muhammad. 1973. Kapita Selecta. Jakarta: Bulan Bintang.
Nata , Abuddin.2005. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Pannen. 2001. Penulisan Bahan Ajar. Jakarta: Pusat antar Universitas.
Prastowo , Andi. 2011. Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta:Diva Press.
Prabowo, 2010. Konsep Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan
Implementasisinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukandi. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu. Surabaya: Duta Graha Pustaka,
2003.
Trianto. 2001. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Wahid, Abdurrahman. 2006. Islamku Islam Anda Islam Kita Agama
Masyarakat Negara Demokrasi, The Wahid Institute. Jakarta.
Abdul Aziz, Pengembangan Bahan Ajar Mata Pelajaran Fiqh Dengan
Pendekatan Kontekstual Berbasis Masyarakat Petani, Tesis.
Program studi PGMI. Universitas Islam Negeri MALIKI
Malang, 2011.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
111
Nuril Nuzulia - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
112
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai Civil
Society di Madrasah
Baharuddin1
Abstrac
In an effort to realize the civil society (civil society) need for serious efforts
to build and develop civic cultur (cultural refinement). Compressive point,
the social aspect and the social networks that are considered a weak point
for the creation of a strong horizontal social entities. With an emphasis on
that aspect, is expected madrasa can lead to cooperation among citizens in
resolving public issues around it. The existence of social change in valuesbased education civil society produces promising practices, but not a few
social changes it gave birth to the contrary, become more childbirth social
practices that “do not educate”. Where the importance we look back at how
the process of social change in education based on the values of civil society
could bring about a change in the desired direction.
Keyword: Madrasah, Civil Society, learning Society
A. Pendahuluan
Di Indonesia, istilah civil society telah lama menjadi perbincangan
di antara para ilmuan atau pun para pakar. Beragam istilah mereka
gunakan dalam perbincangannya. Ada yang menggunakan istilah
civil society, masyarakat sipil, ada pula yang memakai istilah
masyarakat madani. Perbincangan istilah tesebut tidak lain mengarah
pada bagaimana melakukan usaha-usaha penguatan masyarakat,
“Masyarakat yang berkeadilan, yang menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM), memahami nilai-nilai pluralisme, dan berkeadaban
(civility)”.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia
dituntut pula mampu memainkan peran dalam membentuk tatanan
civil society. Proses pengembangan kapasitas fungsional lembaga
pendidikan seperti madrasah dalam ikut serta memberikan kontribusi
dalam membentuk tatanan civil society dilakukan dengan cara (1)
1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144.
113
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
kegiatan pembelajaran diintegrasikan dengan nilai-nilai yang menjadi
pilar pokok civil society, dan (2) proses pembelajaran didukung
pula dengan kemampuan guru mengaitkan mata pelajaran dengan
isu-isu civil society. Dalam konteks ini, pembelajaran civil society
di madrasah menjadi suatu proses perencanaan dan penyusunan
sistem pembelajaran civil society yang dapat menjadi bahan ajar dan
acuan yang digunakan untuk memperkaya dan mmperkuat tujuan
pendidikan nasional dalam aspek kemanusiaan (Suparlan, 2011: 79).
Perlunya pengarusutamaan wacana pemikiran civil society
dalam dunia pendidikan Islam terutama madrasah dikarenakan isu
seputar civil society, yang di Indonesia telah diterjemahkan menjadi
“masyarakat sipil” atau “masyarakat madani”, sebenarnya merupakan
imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia Barat,
khususnya di negara-negara industri maju, tepatnya Eropa Barat dan
Amerika Serikat (Dawam, 1999:133).
civil society merupakan terjemahan dari bahasa latin, “civilis
societas”. Masyarakat Madani adalah masyarakat yang dapat
mengaktualisasikan Islam dalam kebersamaan atau pewujudan
tauhid sosial penuh keterbukaan, meminjam istilahnya Damardjati
Supadjar (Widodo, dkk, 2000: 34). Kata “Madani” itu sendiri
berasal dari bahasa Arab yang artinya civil atau civilized (beradab).
Istilah Masyarakat Madani adalah terjemahan dari civil society
(Qodri, 2004: 126).
Akan tetapi, walaupun di Indonesia istilah masyarakat madani
telah memasyarakat, dan maknanya “sejalan” dengan semangat
Al-Qur’an, sampai saat ini belum ada respon yang “positif” dari
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pengelola madrasah perlu
merespon keberadaan civil society dalam bentuk mengakomodasi
nilai dan materi civil society dalam sistem pembelajaran yang dianut.
Operasional pengintegrasian pembelajaran civil society di madrasah
memang perlu dilakukan secara cermat. Paling tidak Hamalik sudah
menegaskan tigal hal penting dalam mengembangkan kurikulum
madrasah yang disisipi dengan nilai-nilai civil society, yakni:
a) Prinsip keseimbangan; keseimbangan secara proporsional dan
fungsional, antara materi keislaman dan materi civil society, antara
semua mata ajaran, dan antara aspek-aspek perilaku yang ingin
dikembangkan.
114
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
b) Prinsip keterpaduan; dengan melibatkan semua pihak, baik
di tingkat sekolah maupun intersektoral dalam merumuskan
kesepakatan tentang pengimplementasian nilai-nilai civil society
di madrasah. Keterpaduan juga dalam proses pembelajaran civil
society, baik dalam interaksi antara siswa dan guru maupun
antara teori dan praktek.
c)
Prinsip mutu; berorientasi pada pendidikan mutu dan mutu
pendidikan. Pendidikan mutu berarti pelaksanaan pembelajaran
yang bermutu, sedangkan mutu pendidikan berorientasi pada
hasil pendidikan yang berkualitas.
Melalui penanaman nilai-nilai civil society diharapkan
memunculkan kesadaran perlunya civil society di kalangan umat
Islam. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi stereotip tentang
civil society sebagai produk impor dari luar negeri yang mengancam
tatanan kebangsaan dan kemasyarakatan. Agar kesadaran masyarakat
terus meningkatkan tentang penting nilai-nilai civil society maka
perlu dilakukan langkah kongkret mengembangkan nilai-nilai
civil society dalam dunia pendidikan Islam. Hal ini sebagaimana
dikatakan Magnis Suseno (Widodo dkk, 2000:55) yang mengatakan
keberadaan masyarakat madani sejatinya didekati secara faktual
dan bukannya dengan pendekatan normatif. Langkah-langkah
kongkrit tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1)
pemilihan penyusunan tujuan pendidikan nilai-nilai civil society baik
itu tujuan jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek.
(2) Pemilihan isi pendidikan nilai-nilai civil society yang harus sesuai
dengan tujuan Islam serta mencakup ranah pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Setiap unit kurikulum nilai-nilai civil society harus
disusun berdasarkan urutan yang logis dan sistimatis. (3) Pemilihan
proses belajar mengajar nilai-nilai civil society dengan menggunakan
metode yang sesuai. (4) Pemilihan dan penentuan media dan alat
pengajaran nilai-nilai civil society diharuskan baik dan tepat, serta (5)
Pemilihan kegiatan penilaian ataupun tes yang tepat sesuai dengan
tujuan dan isi nilai-nilai civil society tersebut (Syaodih, 2002: 132-134).
Namun, yang terpenting adalah adanya wacana pembelajaran
masyarakat madani di madrasah, melainkan bagaimana masyarakat
memahami wacana masyarakat madani di Indonesia secara lebih
komprehensif. Secara normatif dapat ditanyakan: bagaimana
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
115
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
masyarakat madani dalam perspektif Islam dapat diperkuat apalagi
diwujudkan? Kemana sebaiknya pendidikan nilai-nilai civil society
dalam pandangan Islam diarahkan? Maka, “Masyarakat Madani”
tentu bukan gagasan yang “diimpor” maupun gagasan yang “tidak
diimpor”, karena ia sama sekali bukan sebuah gagasan, melainkan
sebuah kenyataan yang ada atau tidak ada, atau untuk sebagian ada
tetapi tidak peduli apakah kita menggagasnya atau tidak.
B. Kesadaran Nilai-Nilai Civil Society di Madrasah
Pada hakekatnya masyarakat madani (mengikuti faham Hegel,
1770-1851 M) adalah kehidupan masyarakat di luar lingkungan
keluarga, primordial atau lingkungan kenalan pribadi yang diminati
secara pribadi, di satu pihak dan di lain pihak (barang kali diatur,
tetapi) tidak ditentukan, diadakan oleh negara. Jadi, secara filosofis,
masyarakat madani dikembangkan dalam madrasah karena
dinamikanya sendiri, bukan karena dorongan, apalagi inisiatifinisiatif dari negara. Input-input dari negara (yang tentu terusmenerus ada) ditampung dengan respon yang mandiri (hubungan
negara-masyarakat madani bukan generatif), melainkan menurut
ideal type-nya dialogal dialegtis. Pernyataan ini senada dengan apa
yang ditegaskan oleh Luqman Hakim dalam Widodo Usman dkk,
(Ed) 2000:132, bahwa masyarakat sipil (civil society), bermula dari
pergumulan masyarakat Barat untuk mengurangi peranan negara
(state) terhadap kehidupan masyarakat.
Hikam (1996:3) menilai pemahaman yang akurat mengenai
masyarakat Madani memiliki kepentingan agar masyarakat Indonesia
memahami wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan
bercirikan antara lain; kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan
(self-generation), dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian
tinggi berhadapan dengan negara, dan keterkaitan dengan normanorma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Dengan
demikian, untuk menumbuhkan kesadaran tentang nilai-nilai civil
society di madrasah tanpa ada kesalahpahaman, meminjam konsep
Hamalik, dapat dilakukan dengan:
a) Merumuskan tujuan penanaman nilai-nilai civil society yang
selaras dengan filsafat dan pendidikan nasional. Hal inilah
yang menjadikan nilai-nilai civil society sebagai bahan dalam
merumuskan tujuan institusional dan tujuan kurikulum pada
116
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
madrasah.
b) Penyusun materi dan nilai-nilai civil society dilakukan atas landasan
sosial budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat, lebih
pada masyarakat dimana madrasah berada.
c)
Penyusunan materi dan nilai-nilai civil society dilaksanakan
dengan mempertimbangkan perkembangan peserta didik di
madrasah, secara fisik dan psikologi
d) Penyusunan materi dan nilai-nilai civil society didasarkan atas
keadaan lingkungan madrasah yang meliputi, lingkungan
manusiawi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
lingkungan hidup serta lingkungan alam.
e)
Penyusunan materi dan nilai-nilai civil society bersumber
kepada kebutuhan pembangunan, yang mencakup semua aspek
pembangunan.
f)
Penyusunan materi dan nilai-nilai civil society dikembangkan dari
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistim nilai
dan kemanusiawian serta budaya bangsa. (Hamalik: 2009: 34).
Sebagai sebuah ruang politik dan kajian pendidikan di madrasah,
civil society adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya
perilaku, tindakan dan refleksi mandiri, dan tidak terkungkung oleh
kondisi kehidupan material, serta terserap dalam jaringan-jaringan
kelembagaan politik resmi. Oleh karena itu, pendidikan berbasis
nilai-nilai civil society di madrasah, tersirat pentingnya pemahaman
masyarakat madani. Hal itu berimbas kepada tumbuhnya kesadaran
warga madrasah dalam memposisikan diri di ruang publik yang bebas,
di mana tempat komunikasi bisa dilakukan oleh warga masyarakat,
juga dipahami sebagai sesuatu bukan sebagai sesuatu yang jadi.
Keberadaan pembelajaran masyarakat madani di madrasah, tidak
lain dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa upaya merealisasikan
atau mewujudkan wacana masyarakat madani harus dilakukan
semenjak di bangku sekolah. Hal ini diperlukan prasyarat-prasyarat
yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani
khususnya di lingkungan masyarakat muslim. Prasyarat ini tidak
dapat dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya
saja, melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi
dasar dan nilai bagi eksistensi masyarakat madani di lingkungan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
117
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
masyarakat muslim. Karakteristik tersebut antara lain adalah adanya
Free Public Sphere, demokrasi, toleransi, pluralisme, keadilan sosial
(social justice) dan berkeadaban (Rozak, dkk. (Ed) 2003:247)
Upaya mewujudkan civil society di lingkungan madrasah, tentunya
beragam cara dapat dilakukan. Di antaranya dengan mengagendakan
politik dan ekonomi dalam format reformasi oleh Riswanda Imawan,
keadilan dan kesetaraan gender oleh Mary Astuti, wudlu konseptual
dan eksistensial oleh Darmadjati Supadjar (Widodo, dkk (Ed):34, 103,
219) dan lain sebagainya. Namun, dari sekian usaha dan upaya yang
mencoba diterapkan pada hakekatnya tidak terlepas dari kondisi
dan peran madrasah yang ada di Indonesia. Oleh karenanya penulis
memandang konsep masyarakat belajar (learning society) cukup
strategis dan berpeluang dalam upaya mewujudkan masyarakat
madani (civil society) khususnya di lingkungan masyarakat muslim
khususnya dengan mengoptimalkan peran madrasah sebagai ujung
tombak pendidikan.
Pertanyaannya, kenapa harus masyarakat belajar (learning
society)? Pendidikan berbasis nilai-nilai civil society di madrasah
merupakan tonggak kehidupan manusia dalam mengamalkan nilainilai masyarakat madani dengan mudah dan benar. Pendidikan
berbasis nilai-nilai civil society memiliki potensi kuat untuk mendorong
timbulnya kesadaran memanusiakan manusia, sehingga mampu
mengelola bumi beserta isinya (khalifah fi al-ardh). Serta dengan
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society-lah, bangsa ini bisa ”terjajah”
oleh diskiriminasi, konflik, demoralisasi dan sebagainya. Sayangnya,
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society belum dianggap sebagai
salah satu faktor pokok penyebab terpuruknya bangsa ini, walaupun
hal ini termasuk keprihatinan bersama, meminjam istilah Indra Djati
Sidi (2001:13). Tudingan-tudingan sebagian besar pengamat bahkan
para politisi yang mengatakan bahwa ekonomi dan politiklah yang
menentukan baik buruknya suatu bangsa, merupakan salah satu
contohnya. Bangsa ini lupa, bahwa sesuatu harus dimulai dengan
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society yang baik. Pendidikan
berbasis nilai-nilai civil society di negeri ini selalu dijadikan alat politik
dan alat mencari popularitas (Djauzak Ahmad, Kompas, 17/01/2005).
118
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
Faktanya, masalah pendidikan berbasis nilai-nilai civil society,
kelihatannya tidak ada habis-habisnya menjadi wacana publik.
Karena besaran masalah dan implikasinya terhadap kelangsungan
eksistensi bangsa, pendidikan berbasis nilai-nilai civil society terlalu
besar untuk diselesaikan oleh salah satu komponen sistem masyarakat
kita, apakah itu pemerintah yang dalam hal ini ”bertindak” sebagai
pembuat kebijakan (public policy), lembaga pendidikan (sekolah),
para pakar pendidikan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
atau komponen lainnya, semisal keluarga. (Syafnir, dkk. 2003:v).
Bahkan, Syafnir Ronisef, (2003: viii), mengatakan bahwa pendidikan
merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa.
Oleh karenanya, kemajuan suatu bangsa dan kemajuan pendidikan
adalah suatu determinasi; kebetulan, rangkaian yang terputuskan
(Kamus Populer, 1994:106).
Meminjam konsep al-Ghazali, pendidikan berbasis nilai-nilai
civil society dapat dijadikan sebagai proses memanusiakan manusia
sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya, melalui pelbagai
ilmu pengetahuan, yang disampaikan dalam bentuk pengajaran
secara bertahap, di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung
jawab orang tua (yang melahirkan dan yang mendidik, guru dan
masyarakat) menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi
menusia yang sempurna (Ibnu Rusn, 1998:68). Pendapat Al-Ghazali
di atas, secara konstektual semakna dengan apa yang ditegaskan
oleh Indra Djati Sidi (2001:4) yang mengatakan bahwa persoalan
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society tidak hanya menjadi
persolan ”individu”-sekolah semata-, melainkan menjadi masalah
masyarakat secara keseluruhan.
Pemahaman akan dunia pendidikan berbasis nilai-nilai civil society
yang terfokus pada sistem pembelajaran madrasah pada aspek formal
saja sejatinya tidaklah tepat. Konsep pendidikan (mendidik) yang ada
seyogyanya diartikan secara luas. Hal ini dipahami untuk menyebut
semua upaya guna mengembangkan tiga hal, yaitu: pandangan
hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup, dalam mengembangkan
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society. Sedangkan cara untuk
mencapai ketiga-tiganya adalah ketika tiga jenis pendidikan dapat
berjalan seperti yang diharapkan, pendidikan formal, informal, dan
non formal.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
119
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
Noercholish Madjid mengatakan bahwa membincang pendidikan,
tentu melibatkan banyak hal yang harus direnungkan. Oleh karena itu,
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society meliputi keseluruhan tingkah
laku manusia yang dilakukan demi memperoleh kesinambungan,
pertahanan dan peningkatan hidup dalam mewujudkan nilai-nilai
civil society di dalam masyarakat. Dengan proses tersebut, keseluruhan
tingkah laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur
(berakhlak karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan
bertanggung jawab pribadi di hari kemudian serta kesadaran untuk
memahami nilai-nilai civil society sebagai sebuah kesalehan sosial
(Indra, 2001:xi).
Pandangan Noercholish Madjid di atas, tampaknya sesuai dengan
pemikiran Naquib Al-Attas dalam tulisannya tentang ”Islamisasi
Ilmu” (Pemikiran Islam Kontemporer, 2003:344) yang mengatakan
bahwa pendidikan bertujuan untuk membentuk dan menghasilkan
manusia yang ”baik”. Dengan kata lain, pendidikan berbasis nilainilai civil society adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan
ke dalam diri manusia dalam usaha membentuk tatanan kehidupan
yang menghargai nilai-nilai perbedaan dan harmonisasi keragaman.
Manusia adalah makhluk rasional, sehingga mereka mampu
merumuskan makna-makna nilai-nilai civil society yang melibatkan
penilaian, pembedaan, dan penjelasan.
Kehidupan manusia tidak dapat dikekang atau dibelenggu
oleh manusia yang lainnya. Hal ini mengandung pengertian bahwa
manusia bebas melakukan segala aktivitas yang dikehendakinya
dengan tidak menghilangkan esensi serta nilai-nilai kemanusiaannya.
Oleh karena itu, konsep berbasis nilai-nilai civil society seyogyanya
dipahami oleh peserta didik di madrasah tidak hanya menjadi obyek,
tapi juga menjadi subyek yang akan menciptakan suasana yang lebih
kondusif dalam lingkungan pendidikan Islam dan dapat mencapai
tujuan pendidikan berbasis nilai-nilai civil society secara komprehensif
(Freire: 2001:60).
Dalam hal pendidikan berbasis nilai-nilai civil society, kita tidak
mungkin hanya bertumpu pada madrasah atau yang lebih dikenal
sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah-dengan tetap ’berwajah’
lama-, apalagi madrasah ”diminta untuk bertanggung jawab atas
tercipta dan lahirnya peserta didik yang dapat mengintegralkan tiga
120
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
dimensi-kemampuan-, Intellectual Quotient (IQ), Emotional Quotient
(EQ), dan Spiritual Quotient (SQ) berbasis nilai-nilai civil society. Oleh
karena itu, masalah pendidikan berbasis nilai-nilai civil society tidak
hanya menjadi masalah ”individu” madrasah, melainkan menjadi
masalah seluruh stakeholders pendidikan.
Madrasah memiliki posisi strategis dalam menginternalisasi nilainilai civil society di tengah masyarakat. Maka, sepatutnya, madrasah
tidak hanya diartikan secara formal-institusional, melainkan ada di
mana-mana, terutama dalam keluarga dan lingkungan masyarakat
sekitar. Melalui proses tersebut, suasana pembelajaran berbasis nilainilai civil society yang diharapkan dapat melahirkan iklim kondusif
bagi lahir dan berkembangnya, yang menurut Indra Djati Sidi, disebut
”learning society” (masyarakat belajar).
Pembicaraan tentang konsep pendidikan berbasis nilai-nilai di
madrasah bertujuan pada membentuk paradigma peserta didik yang
sesuai dengan nilai-nilai kewajaran dan keadaban (civility). Semua
umat muslim pasti mempunyai harapan dan cita-cita bagaimana
sebuah kehidupan menuju kepada yang lebih baik. Karena itu,
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society pada gilirannya berperan
mempersiapkan setiap peserta didik untuk selalu berprilaku penuh
keadaban (civility). Keadaan inilah yang secara praktis sangat
dibutuhkan dalam setiap gerak dan perilaku peserta didik dalam
menghayati nilai-nilai civil society sebagai realitas sosial.
Pada sisi lain, kita sering menyaksikan adanya beberapa kasus
yang berkorelasi dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh
penguasa. Hal tersebut merupakan realitas yang sering dilihat, diamati
dan didengar dalam setiap pemberitaan pers, baik media elektronika
maupun media cetak. Misalnya, kasus penindasan yang terjadi di
Indonesia, tatkala Orde Baru masih berkuasa, yakni penindasan
terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil oleh penguasa
dengan alasan pembangunan. Pengekangan dan pembungkaman pers
dengan adanya pemberedelan beberapa media massa oleh penguasa,
serta pembantaiaan para ulama (kyai) dengan dalil dukun santet
sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok (oknum) yang
tidak bertanggung jawab. Apabila ini yang sering terjadi, masihkah
ada harapan terciptanya masyarakat madani di negeri ini?.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
121
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara
pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat atau masyarakat (civil)
dalam konteks ”inteksirelationship”, baik antara rakyat dengan negara,
maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif
tersebut akan memposisiskan rakyat sebagai bagian integral dalam
komunitas negara yang memiliki kekuatan bargaining dan menjadi
komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa
kritis yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara
demokratis dan berkeadaban (Rosyada, dkk. 2003:237-238).
Pendidikan berbasis nilai-nilai civil society pada akhirnya akan
berperan menciptakan masyarakat berkeadaban (civilize culture
society), yaitu suatu masyarakat yang anggota-anggotanya mengetahui
dan bisa terus menjalankan aturan dan mekanisme yang sudah dibuat
dan disepakati bersama. Secara kontras–yang membedakannya
dari kultur masyarakat primitif (primitif culture society)–budaya
masyarakat berkeadaban cenderung memandang bahwa pemuasan
kebutuhan dan hasrat (nafsu) itu tidak dianggap sebagai sesuatu
yang penting untuk mempertahankan hidup. Budaya masyarakat
berkeadaban dan mengorbankan kesenangan sementara demi meraih
hidup kedepan yang lebih maju. Karena itu, kelompok masyarakat
yang sudah ”civilize” akan sangat menghormati aturan bersama yang
sudah disepakati.
C. Realitas Pendidikan Civil Society di Madrasah
Selama ini, model pendidikan dan proses belajar di madrasah
selalu berjalan tidak seimbang (not balance), antara kemauantujuan-pembuat kebijakan (public policy), pelaksana kebijakan, dan
stakholders. Akibatnya, realitas pendidikan di madrasah dengan
peserta didik “berjalan sendiri-sendiri”. Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan terkesan dengan rasa percaya diri yang cukup
tinggi, melakukan “bongkar pasang” kebijakan (policy) ‘hanya’ demi
menghindari anggapan “tambal sulam” kebijakan pendidikan, yang
hal itu diasumsikan sebagai pikiran-pikiran “inovatif”, pergantian
kurikulum pendidikan misalnya–yang berdampak tidak “baik” dalam
kacamata publik.
Pemerintah “tidak mau” melibatkan “publik terdidik” dalam
membahas bagaimana sebaiknya sistem pendidikan itu dirancang
dan diterpkan di negara ini. Bahkan mungkin, penyebab utama
122
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
ketertinggalan kita dari negara lain dalam pelbagai kehidupan,
entah ekonomi, hukum, pendidikan, dan lain-lain disebabkan oleh
menkulturnya “sentralisasi” pengelolaan negara yang berlebihan
(Kompas, 14/02/2005). Akhirnya, sampai saat ini kebijakan pendidikan
(public policy), masih terkesan “demi menghabiskan proyek”, bila
sudah seperti ini, bagaimana nasib pendidikan kita ke depan?
Tentunya, nasib pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah saja, melainkan menjadi tanggung jawab kita semua. Satu
yang menjadi keniscayaan, masyarakat mesti selalu kritis melihat
setiap kebijakan yang kerap kali tidak memihak terhadap masyarakat
dan sering memihak pada “masyarakat elit kapitalis” di sana.
Dalam konteks pendidikan berbasis nilai-nilai civil society,
pelaksana kebijakan termasuk para guru dituntut mampu
mengembangkan materi pembelajaran yang memosisikan siswa
sebagai subjek pembelajaran. Misalnya metode dan suasana
pengajaran di madrasah, peserta didik dipersiapkan mau menerima
seluruh informasi sekaligus untuk menelaah, mengkaji dan bahkan
menghasilkan hasil belajar yang mampu melahirkan kreatifitas.
Sayangnya, tatkala yang dipelajari di madrasah ternyata tidak
integratif dengan kehidupan atau realitas sehari-hari, yang mereka
saksikan bertolak belakang dengan pelajaran di madrasah.
Budaya dan mental semacam ini pada gilirannya membuat siswa
tidak mampu mengaktifkan kemampuan otaknya dalam memahami
berbasis nilai-nilai civil society. Akibatnya, mereka tidak memilki
keberaniaan menyampaikan pendapat, lemah dalam penalaran
dan lain sebagainya dalam mengupas problematika pendidikan
berbasis nilai-nilai civil society. Demi membangun paradigma dan visi
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society yang mampu menjawab
tantangan zaman, maka stakeholders madrasah harus menempuh
dua gagasan, pertama: hendaknya mengubah paradigma teaching
(mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini, proses
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society menjadi “proses bagaimana
belajar bersama antara guru dan anak didik” dalam memahami
realitas sosial sebagai sebuah kekayaan harmoni.
Dalam konteks ini, guru juga termasuk dalam proses belajar
berbasis nilai-nilai civil society, sehingga lingkungan madrasah menjadi
learning society (masyarakat belajar). Hal ini sesuai dengan empat visi
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
123
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
UNISCO (United Ntions Educational Scientif And Cultural Organization),
sebagaimana dikutip Indra Djati Sidi dalam buku Menuju Masyarakat
Belajar (2001: 25-26).
Keempat visi dimaksud adalah [1] Learning to think (belajar
berpikir) yang berarti pendidikan berbasis nilai-nilai civil society
berorientasi pada pengetahuan yang logis dan rasional, sehingga
anak didik mampu bersikap kritis serta memiliki semangat (ghirah)
yang tinggi, [2] Learning to do (belajar berbuat atau hidup) yang
berarti bagaimana anak didik memiliki keterampilan menyelesaikan
problem keseharian dalam konteks masyarakat madani, [3] Learning
to life together (belajar hidup bersama) yang berarti bagaimana anak
didik dapat memahami bahwa ia hidup di dunia ini tidak sendirian,
termasuk makhluk sosial. Keempat visi tersebut pada akhirnya
menjadi “Learning how to learn” (“belajar bagaimana belajar”).
Alhasil, pendidikan berbasis nilai-nilai civil society di madrasah
tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan
aspek kognitif saja, melainkan juga berorientasi pada bagaimana
“mencipta” anak didik yang bisa belajar dari lingkungan, dari
pengalaman dan kehebatan orang lain, dari keaktifan dan luasnya
hamparan alam-sehingga mereka mampu-untuk mengembangkan
sikap-sikap kreatif dan daya berpikir imaginatif.
Kedua, gagasan dimaksud adalah berkaitan dengan metode
pengajaran yang tidak lagi mementingkan subjeck matter (pokok intinya)
seperti yang tetuang dalam Garis-Garis Besar Progam Pelajaran [GBPP
yang rigid] dari pada siswa itu sendiri. Sebab, pola seperti ini secara
tidak langsung “memaksa” anak didik untuk menguasai pengetahuan
dan melahap pelbagai informasi yang terkait dengan nilai-nilai civil
society dari guru, tanpa memberi peluang pada anak didik untuk
melakukan perenungan sescara kritis, guru memberi sesuai GBPP,
anak didik menerima. Inilah sebenarnya yang biasa disebut dengan
model “gaya bank” (banking system), meminjam istilah Paulo Freire.
Teinspirasi dari Freire mengatakan bahwa pendidikan berbasis nilainilai civil society tidak hanya menekankan pada kesadaran kritis tapi
juga kreatif, sanggup menciptakan terobosan penting dalam menjawab
pelbagai persoalan masyarakat yang mengitarinya (Freire, 2004:10).
Pertanyaanya adalah apakah anak didik akan berstatus sebagai
objek atau klien, dan ia berstatus sebagai subjek atau warga dalam
124
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society? (Zamrani, dalam Suyudi,
2005:279). Inilah sebenarnya yang harus ditelusuri sescara lebih
mendalam. Selanjutnya, “status” inilah yang akan mengkonstruk anak
didik menuju proses “menjadi”, menjadi lebih baik atau sebaliknya!
Dengan demikian sebuah metode yang lebih cocok dan relevan
bagi anak didik madrasah di masa sekarang dan akan datang, mutlak
ditemukan untuk kemudian diterapkan. Apapun nama metode
tersebut, bukan hal yang “penting”, asalkan lebih menekankan peran
aktif anak (peserta) didik. Guru tetap dianggap berpengalaman dan
lebih banyak pengetahuannya, tapi ia bukan pemegang satu-satunya
kebenaran, sebab kebenaran bisa jadi datang dari siswa. Jadi, metode
tersebut bersifat dialogis menjadi suatu hal yang niscaya.
Negara berkembang seperti Indonesia, pengembangan
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society seyogyanya dilihat sebagai
suatu proses kelangsungan peradaban bangsa. Oleh karena itu,
faktor-faktor psiko budaya juga penting untuk diikutsertakan dalam
merancang pendidikan, dan penting segera diciptakan karena situasi
dan kodisi untuk kemudian keberhasilan suatu proses belajar akan
semakin tercipta pula.
Masyarakat Indonesia, masih dalam proses dan pasca industri,
sekaligus pasca reformasi-mengalami pelbagai macam tranformasi-,
terutama menyangkut pelbagai aspek sosial psikologis dan budaya
dalam kehidupan pribadi dan keluarga serta masyarakat. Pada
dasarnya, transformasi sosial dan budaya dapat dikendalikan,
khususnya dalam sektor pendidikan. Transformasi tersebut selalu
dikaitkan dengan masyarakat industri. Adapun ciri-ciri masyarakat
industri, menurut Torstern Husen (tanpa tahun, hlm.38 dan 94)
sebagai berikut: [1] Tingginya mobilitas penduduk dari pedesaan
ke perkotaan. [2] Perubahan struktur dan jumlah keluarga dari
keluarga besar dan luas ke keluarga inti, ditandai dengan banyaknya
perempuan bekerja di luar rumah, sehingga pendidikan anak menjadi
terbengkalai, padahal kerjasama antara orang tua dan sekolah
menjadi penting demi kesuksesan pendidikan anak. [3] Kondisi
ekonomi nasional sangat ditentukan oleh hubungan dagang dengan
pasar internasional yang semakin kompetitif. [4] Pendidikan formal
hanya dijadikan wahana untuk meraih keinginan memperbaiki nasib,
wahana untuk bergerak ke atas mencapai kehidupan sosial ekonomi
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
125
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
yang lebih baik. Sistem seleksi tenaga kerja cenderung menentukan
syarat tingkat pendidikan formal tertentu, yang karena persyaratan
itu, tenaga kerja kurang terdidik semakin tersisih. Berkaitan dengan
masalah ini, terdapat tiga orientasi yang berkembang dalam dunia
pendidikan. Pertama, pendidikan berbasis nilai-nilai civil society
hanya berorientasi ijazah, sehingga banyak lembaga yang bertindak
sebagai produsen ijazah (pabrik ijazah) dengan aneka harga (Kompas,
09/12/1999). Kedua, madrasah hanya berorientasi pada sekolah
tanpa peduli apakah madrasah itu akan mengembangkan potensi
yang dimilkinya atau malah menghasilkan out put yang memahami
zaman dan ujung-ujungnya menambah angka pengangguran (Azra,
1999: 164). Ketiga, pendidikan berbasis nilai-nilai civil society hanya
berorientasi pada pendidikan itu sendiri, tanpa peduli apakah
pendidikan itu formal, non formal ataupun informal, yang penting
pendidikan dapat berlangsung, meminjam istilah Ivan Illich atau
bahasanya Roem Topatimasang, “Sekolah itu Candu” (1999 cet. II).
Jadi, apabila pelbagai orientasi pendidikan berbasis nilai-nilai civil
society di atas masih “berlaku” dalam kontek kekinian dan ke-disini-an,
maka sulit kiranya-peluang-bagi masyarakat belajar (learning society)
yang fokus kepada penanaman nilai-nilai civil society untuk tercipta.
Kemudian, manusia moden saat ini, tidak sedikit yang menyukai
“hal-hal yang berbau instan. Tidak mau menempuh pendidikan
sebagaimana jalur yang “diundangkan”, membeli gelar misalnya,
yang hal ini didukung lembaga penjual gelar yang semakin menggila
dan merajalela. Akan tetapi, apabila minimal tiga orientasi di atas
tereliminir, maka peluang bagi masyarakat belajar (learning society)
semakin besar-akan tercipta bahkan bisa jadi mudah terwujud.
D. Masyarakat Belajar sebagai Saranan Penciptaan Pendidikan
Berbasis Nilai-Nilai civil society
Dalam proses penciptaan masyarakat belajar (learning society) yang
memiliki kepedulian terhadap nilai-nilai civil society, perlu dilakukan,
yaitu: [1] lingkungan atau jalur madrasah dan luar madrasah [2]
dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat [3] kegiatan yang
tidak pernah putus atau disebut juga pendidikan seumur hidup (life
long education).
Sedangkan upaya-usaha lain yang relatif bisa dilakukan dalam
rangka mewujudkan masyarakat belajar (learning society) ada dua hal
126
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
vital yang perlu menjadi perhatian, yakni: [1] pemberdayaan keluarga
menjadi keluarga yang gemar membaca. Keluarga mengarahkan
proses tumbuh beerkembangnya generasi muda dalam masyarakat
madani. Keluarga menjadi tempat pertama dan utama dalam
menumbuhkan berbasis nilai-nilai civil society untuk selalu mencoba,
berpikir kritis, inovatif dan lain sebagainya. Kenapa keluarga?
Karena keluarga mempunyai banyak fungsi, antara lain: fungsi
keagamaan, cinta kasih, reproduksi, pendidikan, sosial dan lain-lain.
[2] peningkatan partisipasi masyarakat. Bagaimana masyarakat dapat
berfungsi sebagai kontrol sosial terhadap penerapan nilai-nilai civil
society di tengah masyarakat.
Dalam masyarakat belajar (learning society), pendidikan berbasis
nilai-nilai civil society diharapkan berasal dari, oleh, dan untuk
masyarakat. Dengan demikian, pendidikan berbasis nilai-nilai civil
society diharapkan dapat mempertebal rasa saling memiliki terhadap
keadaan yang ada dalam masyarakat dan negara, yang pada gilirannya
akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap
keberlangsungan kehidupan masyarakat yang mengelilinginya.
Akhirnya, dengan masyarakat belajar (learning society) diharapkan
akan terwujud apa yang disebut masyarakat madani (civil society).
Perubahan adalah sebuah keniscayaan sejarah. Ia hadir mengiringi
perjalanan hidup kita. Jatuh bangunnya peradaban manusia di masa
lalu mengindikasikan bahwa proses perubahan selalu berjalan secara
dinamis dan dialektis, tidak deterministik (bersifat menentukan).
Perubahan, dengan demikian merupakan gambaran yang ideal dari
sebuah cita-cita, dan refleksi kesadaran serta imaji dari masyarakat.
Kehadirannya mampu membangkitkan energi terpendam dalam diri
Muhammad Saw., Karl Mark, hingga Osama bin Laden. Energi yang
misterius inilah yang kemudian menjadi tenaga pendorong perubahan
yang sangat dasyat dibelahan dunia ini.
Luther King sempat memimpikan perubahan sosial, ”keluar
dari sebuah situasi yang membuat terasing (alienasi) dari dunianya,
”pendidikan”. Disana ada nuansa ketidakadilan, ketimpangan,
penindasan, dan lain sebagainya. Mengubah situasi sosial memang
bukan pekerjaan yang mudah, tetapi sejarah telah membuktikan
bahwa manusia seperti Muhammad mampu berbuat sesuatubahkan merubah situasi Arab, menghapus perbudakan, misalnya
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
127
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
dan seterusnya menuju kemerdekaan yang hakiki dan manfaatnya
dirasakan sampai saat ini. Pendidikan berbasis nilai-nilai civil society
diyakini memiliki unsur perubahan sosial. Pendidikan berbasis nilainilai civil society memiliki faktor-faktor penting yang mengiringi
perubahan itu sendiri. Menurut Dr. Ausuf Ali (1998), seorang perintis
sains-sains sosial Islam, mengatakan bahwa faktor- faktor perubahan
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society, meliputi: [1] munculnya
kritik terhadap realitas dan praktik sosial yang ada, yang dilakukan
oleh mereka cenderung terhadap tatanan baru [2] adanya paradigma
baru tentang nilai-nilai, norma, dan sistem penjelas yang berbeda [3]
partisipasi sosial yang dipilih oleh mereka yang cenderung dengan
tatanan baru tersebut dalam mentransformasi masyarakat.
Masyarakat Madani tentunya bukan hanya sebuah gambaran
ideal tentang cita praktik kehidupan bersama, tetapi lebih dari itu, ia
merupakan sesuatu ” yang ada disini”, yang dekat dengan kehidupan
kita. Tentunya bagaimana membangun masyarakat yang memilki tiga
ciri: kebebasan, persamaan, dan toleransi. Merujuk pada Malik Fadjar
(1999), masyarakat madani (civil society) yang ingin diwujudkan
di Indonesia berorientasi pada: [1] masyarakat yang religius dan
bermoral, [2] demokrasi pluralistik yang menghargai perbedaan
pendapat, keanekaragaman suku, agama, dan budaya [3] tertib dan
sadar hukum serta menjunjung tinggi hukum sebagai aturan tertinggi
yang mengikat kehidupan bermasyarakat [4] mengakui mejunjung
tinggi HAM, egalitarianisme, dan tidak diskriminatif [5] profesional
dan skilful, memiliki keunggulan intelektual, keterampilan, dan
profesionalisme yang komperatif dan kompetitif, dalam persaingan
global [6] masyarakat yang terbuka dan memiliki tradisi belajar
(learning).
Dengan demikian, dalam rangka mewujudkan masyarakat
madani (civil society) diperlukan proses yang panjang dan kesabaran
yang tak pernah henti. Dalam kontek kehidupan bangsa sekarang ini,
dimana moralitas dan akhlak sudah hampir terkubur dalam gempita
konsumerisme dan hedonisme, maka kehadiran pendidikan berbasis
nilai-nilai civil society yang membebaskan menjadi suatu hal yang
niscaya. Pendidikan yang berbasis nilai-nilai civil society membebaskan
masyarakatnya dari; kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan.
Hal ini akan dapat tercipta tatkala pendidikan berbasis nilai-nilai civil
society mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada siswa
128
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
sebagai manusia dengan harkat dan martabatnya, unque individual;
individu yang unik atau tak sama (John dan Hassan, 1995:616),
yang bebas memberikan layanan agar mereka mampu melakukan
aktualisasi diri, meminjam istilah Maslow, ilmuan psikologi.
Perwujudan masyarakat madani (civil society) di Indonesia,
didorong melalui penciptaan masyarakat belajar (learning society).
Inilah inti dan makna yang terkandung dalam masyarakat belajar.
Sesungguhnya hakikat learning society merupakan ”ruh” masyarakat
madani. Masyarakat Belajarpun adalah proses menuju pendidikan
yang membebaskan. Dalam masyarakat belajar, tidak ada obyektifikasi
terhadap peserta didik, yang ada adalah subyektifikasi, peserta
didik diposisikan sebagai warga dalam pendidikan. Apabila iklim
ini tercipata, maka proses belajar mengajar menjadi lebih hidup dan
lebih bermakna. Pada akhirnya, belajar adalah proses menyenangkan,
menuju pada perubahan sikap yang lebih ”baik”.
Disinilah pendidikan berbasis nilai-nilai civil society memiliki
peranan yang sangat penting. Sebab pada dasarnya pendidikan
berbasis nilai-nilai civil society yang membuat peserta didik ”bring
educated”. Hal ini berimplikasi kepada pendidikan berbasis nilainilai civil society yang dianggap bisa berperan mengkikis habis
semua indikasi-indikasi ”primitive culture”. Dengan demikian akan
terwujudlah apa yang disebut masyarakat madani (civil society).
Sedangkan kemungkinan adanya kekuatan ”civil” sebagai
bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah
wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni masyarakat madani.
Wacana masyarakat madani di madrasah, merupakan wacana yang
mengalami proses yang sangat panjang. Ia muncul bersamaan
dengan proses modernisasi dan demokratisasi, terutama pada saat
terjadi transformasi dari masyarakat feodal menuju masyarakat Barat
modern, yang pada saat itu dikenal dengan istilah civil society.
Di tengah lemahnya peran negara (state) dalam menciptakan
harapan masyarakat yang berbasis demokrasi, maka penguatan
civil society merupakan agenda yang sangat penting (urgen). Secara
teoritis, menurut Larry Diamond seperti dikutip Hasan Syadzly
(Azra, 2003: iv) mengatakan bahwa civil society dapat memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi tumbuh kembangnya demokrasi.
Pertama, pendidikan berbasis nilai-nilai civil society menyediakan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
129
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
wahana sumber daya politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk
menjaga dan mengawasi keseimbangan negara. Asosiasi independen
dan media yang bebas memberikan dasar bagi pembatasan kekuasaan
negara melalui kontrol publik. Kedua, beragam dan pluralnya dalam
masyarakat sipil dengan pelbagai kepentingannya, bila diorganisir dan
terkelola dengan baik, maka hal ini dapat menjadi dasar yang penting
bagi persaingan yang demokrartis. Ketiga, pendidikan berbasis nilainilai civil society juga akan memperkaya peranan partai-partai politik
dalam hal partisipasi politik, meningkatkan evektifitas politik dan
meningkatkan kesadaran kewarganegaraan (citizenship). Keempat,
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society ikut menjaga stabilitas
negara. Dalam arti bahwa pendidikan berbasis civil society, karena
kemadiriannya terhadap negara, mampu menjaga independensinya
yang berarti secara diam-diam mengarungi peran negara. Kelima,
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society sebagai wadah bagi seleksi
dan lahirnya para pemimpin politik yang baru. Keenam, pendidikan
berbasis nilai-nilai civil society menghalangi dominasi rezim otoriter.
Keprihatinan bangsa yang telah dilanda krisis multidimensi dan
pelbagai aspek kehidupan-membuat peran pendidikan berbasis nilainilai civil society, khususnya di madrasah, dipertanyakan. Bahkan
pendidikan berbasis nilai-nilai civil society secara tidak langsung
diminta uintuk ’bertanggung jawab’. Pendidikan pada dasarnya sangat
berperan terhadap terwujudnya masyarakat madani (civil society),
masyarakat yang gandrung akan adanya keadilan, egalitarianisme
(persamaan) dan demokrasi.
Prinsip
masyarakat
belajar
(learning
society)
adalah
memberdayakan peran masyarakat dan keluarga dalam bidang
pendidikan. Sedangkan civil society ditejemahkan sebagai masyarakat
madani yang mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban, dan
perkotaan. Disini agama merupakan sumber, peradaban adalah
prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya (Widodo,dkk (Ed)
2002:30).
Dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society),
maka konsep masyarakat belajar (learning society) menjadi suatu hal
yang niscaya dan bisa jadi merupakan ’satu-satunya’ cara strategis
dalam upaya mewujudkan masyarakat madani (civil society). Karena
untuk mencipta masyarakat madani, dasarnya adalah pendidikan
130
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
yang berbasis nilai-nilai civil society dan learning society (masyarakat
belajar).
Maka, untuk memastikan pernyataan di atas dan melihat secara
rigit serta menemukan ’ruh’ masyarakat belajar (learning society)
sebagai titik kejelasan-dalam upaya mencipta dan mewujudkan
memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya nilai-nilai civil
society. Tanpa harus digerakkan oleh institusi dalam bentuk apapun
dan meniscayakan peran keluarga dan lingkungan. Masyarakat
Belajar, menitikberatkan pada bagaimana pendidikan berbasis nilainilai civil society dapat diperoleh dari mana saja dan kapan saja, tidak
terikat dengan ruang dan waktu.
Setiap aktivitas yang dilakukan dalam pendidikan berbasis nilainilai civil society selalu dipahami sebagai proses belajar. Karenanya,
madrasah itu ada di mana-mana, tidak hanya ada dalam madrasah
yang sering disebut dengan formal institusional. Dalam masyarakat
belajar, pendidikan berbasis nilai-nilai civil society dilaksanakan
dalam keluarga dan lingkungan masyarakat termasuk penentu
sukses tidaknya men-konstruk anak didik menuju pembentukan yang
berpotensi memiliki tiga bidang kompetensi; pertama, bidang kognitif
kedua, afektif, dan ketiga, psikomotorik. Sehingga pendidikan menjadi
tanggung jawab bersama.
Prinsip-prinsip yang sering diambil dari masyarakat belajar
(learning society) dalam menanamkan pendidikan nilai-nilai civil
society antara lain: Pengetahuan dibangun oleh anak didik secara
aktif, tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, mengajar
adalah membantu siswa belajar, tekanan dalam proses belajar lebih
pada proses bukan pada hasil akhir dan guru atau pendidik bertindak
sebagai fasilitator.
Pada intinya, masyarakat madani (civil society) adalah masyarakat
yang berperadaban, masyarakat yang hidupnya didasarkan pada
ruh Islam, masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi,
masyarakat yang cinta keadilan, masyarakat yang menghargai
persamaan hak, dan prinsip agalitarianime. Untuk mewujudkan
masyarakat madani, madrasah harus mampu menciptakan masyarakat
belajar di dalam dan di luar kelas. Dengan lahir dan terciptanya
masyarakat belajar di madrasah, sesungguhnya dengan sendirinya
masyarakat madani akan tercipta tidak hanya di madrasah namun
juga masyarakat luas.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
131
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
E. Simpulan
Terbentuknya masyarakat belajar (learning society) di madrasah
sebagai upaya mewujudkan masyarakat madani (civil society),
dilakukan mensinergikan kesamaan visi antara pihak terkait;
pembuat kebijakan publik (public policy), pemerintah, pelaksana
kebijakan publik, ”institusi atau lembaga pendidikan”, para pendidik,
orang tua, anak didik, pemerhati pendidikan dan atau para pakar
pendidikan, lembaga atau organisasi kemasyarakatan, lembaga
swadaya masyarakat dan masyarakat pada umumnya.
Dalam mengembangkan masyarakat belajar (learning society),
seyogyanya dipahami sebagai usaha dan kebutuhan bersama. Oleh
karenanya, kerjasama antar pihak terkait, merupakan hal yang
niscaya. Dalam usaha mencipta iklim masyarakat belajar (learning
society) terutama di madrasah, sebaiknya seorang pendidik tidak lagi
bertindak sebagai subjek, akan tetapi, pendidik bertindak sebagai
motivator dengan tidak menafikan pendidik sebagai teman berpikir
anak didik yang senantiasa memiliki pengetahuan yang lebih, anak
didik diposisikan sebagai subjek.
Pendidik hendaknya mengubah paradigma ”mengajar” (teaaching)
menjadi belajar (learning), sehingga tercipta masyarakat belajar
(learning society). Masyarakat hendaknya meninggalkan paradigma
bahwa pendidikan itu hanya ada di madrasah, apalagi memasrahkan
atau bahkan mengasumsikan madrasalah yang bertanggung jawab
atas masa depan putra-putrinya, termasuk moralnya.
Pada gilirannya, civic culture (budaya keadaban) dapat mendorong
terciptanya iklim kondusif
masyarakat madani (civil society).
Disampng itu, pemerintah dan masyarakat, hendaknya memahami
ruh masyarakat madani sebagai langkah dalam mewujudkan: nilainilai persamaan antar warga, keadilan, pluralisme, dan penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) serta terbangunnya keadaban
(civility).
Hendaknya, pendidikan politik warga negara (civic education)
bukan hanya ditekankan pada aspek peningkatan kesadaran dan
pengetahuan, tetapi juga dengan melakukan fasilitasi peserta
didik maupun warga negara dengan tujuan mendorong agar
lebih menguatkan partisipasi masyarakat dengan secara langsung
melibatkan mereka dalam melakukan kontrol kebijakan publik (public
polcy).
132
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasan, M., dan Mukti Ali, 2003, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya.
Azra, Azyumardi, 1999a, Esai-esai Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam, Jakarta: Logos.
_____________, 1999b, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos.
Azizy, Qodry, 2004, Melawan Globalisasi, Reinterpretasi ajaran
Islam: Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Burhanuddin, (ed), 2003, Mencari Akar Kultural Civil Society di
Indonesia, Jakarta: INCIS CSSP-USAID.
Daradjat, Zakiah, dkk. 1996, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi
Aksara dan Depag RI.
DePorter, Bobbi dan Hernack, Mike, 2002, Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Bandung: Kaifa.
Djati Sidi, Indra, 2001, Menuju Masyarakat Belajar, Jakarta:
Paramadina.
Echols, John M, dan Shadily, Hassan, 1995, Kamus Inggris Indonesia,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fadjar, A. Malik, et al.,1999, Platform Reformasi Pendidikan dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ditjen Binbaga Islam,
Depag RI.
Furqan, Arief. 1992, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif,
Surabaya: Usaha Nasional.
Freire, Paulo, 2004, Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan
Radikal Paulo Freire, Yogyakarta: Resist Book.
Hadi, Sutrisno, 1987a, Metode Researh I, Yogyakarta: Afsed.
__________, 1987b, Metode Researh I, Yogyakarta: Afsed.
Hikam, Muhammad A.S., 1996, Demokrasi dan Civil Society,
Jakarta: LP3ES
_______________, 1999, Pengantar (1) Nahdlatul Ulama, Civil
Society, dan Proyek Pencerahan, dalam Ahmad Baso, Civil Society versus
Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran Civil Society Dalam Wacana
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
133
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
Islam Indonesia. Bandung: Pustaka Hidayah dan Lakpesdam NU.
Husen, Torsten, 1995, Masyarakat Belajar, terj. Surono Hergsewono,
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
..........................,2000, Islam, Demokratisasi dan Pemberdayaan Civil
Society, Jakarta: Erlangga.
Khudari shaleh, A., (Ed.) 2003, Pemikiran Islam Kontemporer,
Yogyakarta, Jendela.
Nadjib Zuhdi dan Williem Kehelay, 2000, Kamus Lengkap Praktis,
Surabaya, Fajar Mulya.
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk, 2003, Pembelajaran Kontekstual,
Malang: UM PRESS.
Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, 1994, Kamus Ilmiah
Populer, Arkola: Surabaya.
Rahardjo, Dawan, 1999, Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah
dan Perubahan Sosial, Jakarta: LP3ES Indonesia.
Ronisef, Syafnir, dkk., (Ed.) 2003, Menggugat Benang Kusut
Pendidikan, Jakarta: Transformasi UNJ dan Pustaka Pelajar.
Rozak, Abdul, dkk.., (Ed.) 2003, Civic Education: Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Subhan, Imam, (Ed.) 2003, Siasat Gerakan Kota: Menuju Masyarakat
Baru, Yogyakarta, Penerbit Shalahuddin.
Sidi, Indra Djati, 2001, Menuju Masyarakat Belajar, Jakarta:
Paramadina dan PT.Logos Wacana Ilmu.
Soejono dan Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian: Suatu
Pemikiran dan Penerapan, Jakarta, Rineka Cipta.
Sufyanto, 2001, Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutik
Masyarakat Madani Noercholis Madjid, Pustaka Pelajar dan YLP2IF,
Yogyakarta.
Suharsono, ”Ideologi Intelektual”, dalam Warta Himpunan, Edisi
Juni-Agustus 1998.
Surachmad, Winarno, 1990, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar,
Metode, dan Teknik. Bandung.
Suyadi, 2005, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an, Yogyakarta:
Mikraj.
134
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
Topatimasang, Roem, 1999 cet. II, Sekolah itu Candu, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Usman, Widodo, dkk.., (Ed) 2000, Membongkar Mitos Masyarakat
Madani, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Suparlan. 2011. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktek, Bandung : Remaja Rosda Karya, Cet. V.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
135
Baharuddin - Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai...
136
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
PENGEMBANGAN BUKU AJAR TEMATIK
INTEGRATIF SEMUA MATA PELAJARAN
DI SEKOLAH DASAR ISLAM
Sulistyowati1
Abstract
Development of the first class textbook using a thematic approach to
integrative learning in Islamic primary school (SDI) based on the fact that
the unavailability of special thematic textbook for students who attend
school in Islamic institutions that accommodate all subjects including PAI
and manners. The approach chosen thematic learning because students in
the early grades still think holistically. They see something to make a whole,
so that the thematic approach is the right approach to use.In this textbook
development, developers use development methods in general, the planning,
development, validation, testing, and dissemination. Development design
model used is a model of Dick and Lou Carey. The results showed that the
textbook class I by using thematic integrative learning approach has a level
of effectiveness, efficiency, and attractiveness high. This is indicated by the
test results are in good category according to a scale of 5 and an increase in
student scores of 7.38. Thus, it can be said the development has contributed
to the settlement of problems that arise in schools, especially on thematic
integrative learning all subjects, including religion in class I. The product
of this development can be disseminated to students who have the same
characteristics.
Keywords: Development, Textbook, Thematic Integrative Learning
A. Pendahuluan
Pemerintah telah mengupayakan berbagai cara untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu cara yang
ditempuh adalah dengan melakukan pengembangan kurikulum
pendidikan, terutama untuk pendidikan tingkat dasar. Dari zaman ke
zaman, kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak
perubahan dengan berbagai landasan filosofis yang mendasarinya.
1 Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144
137
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Mulai tahun 2004, dengan diluncurkannya KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi), corak kurikulum yang dikembangkan sudah
mulai mengarah pada landasan teori belajar konstruktivisme, yakni
menekankan pada pembangunan pengetahuan pada diri siswa. Dua
tahun kemudian pembaruan kurikulum dilakukan oleh pemerintah
dengan menetapkan KTSP sebagai kurikulum pendidikan nasional.
KTSP ini cukup lama dijalankan sebelum akhirnya pemerintah
menetapkan kurikulum baru, yakni Kurikulum 2013.
Secara umum, khususnya pada pendidikan dasar (SD/MI)
terdapat beberapa perubahan muatan kurikulum dari KTSP ke
Kurikulum 2013. Jika pada KTSP pembelajaran berbasis tema atau
pembelajaran tematik hanya dilakukan di kelas bawah, maka dalam
kurikulum 2013 semua pembelajaran pada jenjang kelas dilakukan
secara tematik. Untuk melancarkan penerapan kurikulum 2013,
pemerintah telah menyiapkan paket kurikulum beserta bahan ajarnya.
Pemerintah juga meluncurkan bahan ajar tematik untuk kelas I dan IV
demi melancarkan penerapan kurikulum baru ini.
Pendekatan tematik integratif dipilih dan digunakan dalam
penerapan kurikulum 2013 dengan alasan untuk menyesuaikan
dengan tingkat berpikir siswa, khususnya siswa kelas awal yang
berusia antara 6-8 tahun. Perkembangan tingkat berpikir anak
pada usia 6-8 tahun berada pada tahap operasional konkret, yakni
anak mampu memahami suatu pengetahuan yang nyata. Piaget
menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (Monks,
2004: 208). Menurut Piaget, setiap anak memiliki struktur kognitif
yang disebut schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran
sebagai pemahaman terhadap objek yang ada di lingkungannya.
Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimiliasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada
dalam pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep
dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika
berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan
pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara demikian, secara
bertahap anak dapat membangun pengetahuan melalui interaksi
dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku
belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya
dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan
138
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
karena proses belajar memang terjadi dalam konteks interaksi diri
anak dengan lingkungan.
Siswa pada kelas awal masuk pada rentangan usia dini. Pada
usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ,
dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya
mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir
holistik) dan memahami hubungan antara konsep secara sederhana.
Proses pembelajaran masih bergantung pada objek-objek konkret dan
pengalaman yang dialami secara langsung (Monks, 2004: 215).
Tema pengembangan kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan
insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui
penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana),
dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi (Kemendikbud, 2013).
Pengembangan kurikulum 2013, selain untuk memberi jawaban
terhadap beberapa permasalahan yang melekat pada kurikulum 2006,
bertujuan juga untuk mendorong siswa, mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang diperoleh atau diketahui setelah siswa
menerima materi pembelajaran. Melalui pendekatan itu diharapkan
siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang jauh lebih baik, mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih
produktif. Sedikitnya ada lima entitas, masing-masing siswa,
pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen satuan pendidikan,
negara dan bangsa, serta masyarakat umum, yang diharapkan
mengalami perubahan. Pada diri guru, sedikitnya ada empat aspek
yang harus diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi
dan keterlaksanaan kurikulum 2013, yaitu kompetensi pedagogi;
kompetensi akademik (keilmuan); kompetensi sosial; dan kompetensi
manajerial atau kepemimpinan.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan
dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak
generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu
, kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa
depan. Adapun objek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan
penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam,
sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa
kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
139
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif,
sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai
persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang
lebih baik.
Kenyataan yang ada di lapangan sekarang ini, uji coba kurikulum
masih di beberapa sekolah tertentu, khususnya Sekolah Dasar. Untuk
wilayah MI belum ada penerapan kurikulum 2013 secara resmi
dari pemerintah. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh
peneliti, sejauh ini madrasah yang ada di bawah naungan Kementrian
Agama belum ada yang menerapkan kurikulum 2013. Hal ini karena
dari pihak Kemenag juga belum mengeluarkan pengumuman resmi
tentang perubahan kurikulum di pendidikan Islam. Kemenag baru
memberikan wacana terkait dengan penerapan kurikulum baru
sehingga MI pun masih belum menerapkan kurikulum 2013. Mereka
masih menggunakan KTSP sebagai acuan dalam pelaksanaan
pembelajaran.
SDI As-Salam merupakan salah satu contoh sekolah yang sudah
menerapkan kurikulum 2013 untuk kelas I dan IV. Mata pelajaran
yang ditematikkan adalah semua mata pelajaran umum kecuali PAI
dan Bahasa Daerah. Buku ajar yang digunakan masih terpisah antara
tematik umum dan agama. Beberapa guru tematik menuturkan
bahwa, untuk SDI yang bukan sekolah fullday cukup kerepotan
dengan beberapa beban pelajaran yang diberikan dengan waktu yang
cukup singkat. Satu kali pembelajaran, seyogyanya selesai secara
tuntas dalam sehari. Akan tetapi, pada kenyataannya jam pelajaran
satu hari tidak full untuk tematik. Ada beberapa jam untuk mata
pelajaran lain seperti PAI, mata pelajaran agama tambahan, dan
muatan lokal. Kendala yang dalami oleh guru tematik adalah lamanya
waktu pelaksanaan pembelajaran yang dirasa kurang maksimal pada
setiap pertemuan. Masalah teknis lain yang muncul adalah belum
adanya bahan ajar, khususnya buku teks untuk guru dan siswa dalam
melaksanakan pembelajaran yang khusus untuk SDI. Tentunya
SDI mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan siswa MI,
di mana nuansa islami menjadi penting untuk dihadirkan dalam
pembelajaran melalui buku ajar yang digunakan. Selama ini buku
tematik integratif yang digunakan sebagai penunjang pembelajaran
menggunakan kurikulum 2013 hanya buku tunggal yang diterbitkan
oleh Kemendikbud.
140
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Buku tematik integratif yang diterbitkan oleh Kemendikbud masih
terpisah antara tematik mata pelajaran umum dan agama. Realita
tersebut didukung dengan asumsi bahwa latar belakang keagamaan
siswa di sekolah umum berbeda-beda tidak semua beragama Islam.
Berdasarkan realitas tersebut, seyogyanya pemerintah mengeluarkan
buku tematik yang berbeda bagi tipe sekolah yang berbeda seperti SDI
dan MI yang semua siswanya beragama Islam. Pembelajaran tematik
integratif merupakan metode yang tepat untuk mengintegrasikan
semua mata pelajaran termasuk agama. Hal ini sekaligus menghapus
paradigma dikotomi ilmu pengetahuan. Asumsi tersebut diperkuat
oleh pendapat Menteri Agama Suryadharma Ali yang menegaskan
bahwa kini sudah saatnya para tenaga pendidik atau pun guru
mengerahkan perhatian untuk mengintegrasikan ilmu agama
dengan ilmu lainnya. Dengan demikian, ke depan tidak ada lagi
dikotomi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan lain, tetapi saling
melengkapi.
“Para guru agama sudah saatnya dapat mengimplementasikan
dan menjadikan penerapanan kurikulum 2013 sebagai momentum
mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dan ilmu lainnya,” demikian
pernyataan yang dikeluarkan oleh Menag saat mengisi sebuah acara.
Pernyataan tersebut mengisyaratkan bahwa sudah saatnya penggerak
pendidikan Islam melakukan perubahan dalam menyiapkan
bahan ajar sebagai sarana pelaksanaan pembelajaran. Dikotomi
ilmu pengetahuan harus dihapuskan, mata pelajaran umum bisa
disandingkan dan ditematikkan dengan mata pelajaran agama sebagai
sebuah upaya membentuk akhlak siswa.
Berdasarkan kondisi tersebut, penulis berinisiatif untuk melakukan
penelitian pengembangan buku ajar kelas I dengan menggunakan
Pendekatan Pembelajaran Tematik Integratif khusus untuk siswa
SDI atau MI. Hal ini diperlukan karena karakteristik siswa SDI dan
MI berbeda dengan karakteristik siswa SD. Selain itu, penelitian
pengembangan ini juga diharapkan mampu memberikan solusi
masalah yang muncul di masyarakat. Buku ajar yang dikembangkan
dalam penelitian pengembangan ini berbasis pada pendekatan saintifik
sebagaimana tuntutan kurikulum 2013. Subjudul yang ada di buku
ajar langsung spesifik pada komponen saintifik, seperti mengamati,
menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
141
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Rumusan masalah dalam penelitian ini tentu mencakup
produk apa yang akan dihasilkan dan mampukah produk hasil
pengembangan tersebut meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
kemenarikan pembelajaran tematik integratif. Tujuan penelitian ini
untuk menghasilkan produk yang mampu meningkatkan efektivitas,
efisiensi, dan kemenarikan pembelajaran tematik integratif.
B. Metode
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan
penelitian pengembagan ini adalah dengan melakukan perencanaan
terlebih dahulu. Penulis atau pengembang menganalisis kebutuhan
pembelajaran yang muncul di sekolah. Dari hasil analisis tersebut
muncul draft pengembangan buku yang disusun berdasarkan
masalah yang ada dengan menggunakan pendekatan yang sesuai
untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam penelitian ini pendekatan
pembelajaran tematik integratif dipilih untuk menyelesaikan
beberapa permasalahan yang sudah diuangkap dalam latar belakang.
Setelah produk buku ajar dikembangkan, produk tersebut divalidasi
dan diujicoba untuk mengetahui tingkat efektifitas, efisiensi, dan
kemenarikannya. Dari hasil validasi dan uji coba tersebut, buku ajar
direvisi untuk selanjutnya didesiminasikan untuk digunakan pada
siswa yang memiliki karakteristik yang sama. Adapun secara rinci
tahapan pengembangan buku ajar sebagaimana berikut.
1.
Identifying Instructional Goal (mengidentifikasi tujuan umum
pembelajaran)
Langkah pertama yang dilakukan mengidentifikasi tujuan umum
pembelajaran tematik integratif dengan melakukan analisis
kebutuhan untuk menentukan tujuan. Langkah ini berarti
menentukan apa yang diinginkan untuk dapat dilakukan peserta
didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tematik integratif.
Tujuan umum adalah pernyataan yang menjelaskan kemampuan
apa saja yang harus dimiliki oleh siswa setelah selesai mengikuti
suatu pelajaran. Tujuan umum diidentifikasi berdasarkan hasil
analisis kebutuhan, kurikulum 2013, masukan dari para ahli
materi.
142
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
2.
Conducting Instructional Analysis (melaksanakan analisis
pembelajaran)
Setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis untuk mengidentifikasi keterampilanketerampilan bawaan yang harus dipelajari peserta didik dalam
rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus.
3.
Identifying Entry Behaviors, Characteristics (mengenal tingkah
laku masukan dan karakteristik siswa)
Dalam mengidentifikasi isi materi yang akan dimasukkan dalam
pembelajaran, hal ini membutuhkan identifikasi atas keterampilanketerampilan spesifik dan pengetahuan awal yang harus dimiliki
oleh peserta didik untuk siap memasuki pembelajaran dan
menggunakan buku ajar. Demikian karakteristik umum peserta
didik juga sangat penting untuk diketahui dalam mendesain
pembelajaran.
4.
Writing Performance Objectives (merumuskan tujuan khusus
pembelajaran)
Tujuan pembelajaran khusus adalah rumusan mengenai
kemampuan atau perilaku yang diharapkan dapat dimiliki oleh
para siswa sesudah mengikuti suatu program pembelajaran
tertentu. Kemampuan atau perilaku tersebut harus dirumuskan
secara spesifik dan operasional sehingga dapat diamati dan
diukur. Dengan demikian, tingkat pencapaian siswa dalam
perilaku yang ada dalam tujuan pembelajaran khusus dapat
diukur dengan tes atau alat pengukur yang lainnya. Penulisan
tujuan pembelajaran khusus digunakan sebagai dasar dalam
mengembangkan strategi pembelajaran dan menyusun kisi-kisi
tes pembelajaran.
5.
Developing Criterion-Referenced Test (mengembangkan butir
tes acuan patokan)
Instrumen tes penilaian dapat dirumuskan berdasarkan rumusan
tujuan-tujuan khusus pembelajaran yang telah disusun.
6.
Developing Instructional Strategy (mengembangkan strategi
pembelajaran)
Langkah ini merupakan upaya memilih, menata, dan
mengembangkan komponen-komponen umum pembelajaran dan
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
143
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
prosedur-prosedur yang akan digunakan untuk membelajarkan
peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar dengan mudah
sesuai karakteristiknya dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan.
7.
Developing and selecting Instruction
mengembangkan bahan pembelajaran)
Langkah pokok dari kegiatan desain pembelajaran tematik
integratif ini adalah langkah pengembangan dan pemilihan
bahan pembelajaran. Adapun hasil produk pengembangan ini
berupa printed material yang berupa buku ajar pembelajaran
tematik integratif mata pelajaran umum dan agama kelas I tema
“Benda, Binatang, dan Tumbuhan di Sekaitarku” untuk SDI.
8.
Designing and Conducting Formative Evaluation (merancang
dan melaksanakan evaluasi formatif)
Setelah bahan-bahan pembelajaran dihasilkan, dilakukan
evaluasi formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk memperoleh
data guna merevisi bahan pembelajaran yang dihasilkan untuk
membuat lebih efektif. Evaluasi formatif dilakukan pada dua
kelompok, yaitu evaluasi oleh para ahli dan evaluasi penggunaan
buku ajar bagi peserta didik.
9.
Revising Instruction (merevisi bahan pembelajaran)
Langkah terakhir ini menurut Dick and Carey adalah langkah
merevisi bahan pembelajaran. Data yang diperoleh dari
evaluasi formatif dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk
memecahkan kesulitan yang dihadapi siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran juga untuk merevisi pembelajaran agar
lebih efektif.
(menyeleksi
dan
Setelah bahan selesai dikembangkan, tahap selanjutnya adalah
penilaian. Tahap penilaian yang dilaksanakan dalam pengembangan
ini adalah tahap konsultasi, tahap validasi ahli, dan tahap uji coba
lapangan berskala kelompok besar. Masing-masing tahap ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
144
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
1.
Tahap Konsultasi
Tahap konsultasi terdiri dari beberapa kegiatan berikut.
a.
Dosen pembimbing melakukan pengecekan terhadap buku
ajar yang dikembangkan. Dosen pembimbing memberikan
arahan dan saran perbaikan buku ajar yang kurang.
b.
Pengembang melakukan perbaikan buku ajar tema “Benda,
Binatang, dan Tanaman di Sekitarku” kelas I dengan
menggunakan Pendekatan Pembelajaran Tematik Integratif
(buku siswa dan guru) berdasarkan hasil konsultasi yang
dilakukan.
2.
Tahap Validasi Ahli
Tahap validasi ahli terdiri dari beberapa kegiatan berikut.
a.
Ahli materi, ahli desain pembelajaran, ahli bahasa, dan ahli
pembelajaran (guru kelas I) memberikan penilaian dan
masukan berupa kritik dan saran terhadap buku ajar tema
“Benda, Binatang, dan Tanaman di Sekitarku” kelas I dengan
menggunakan Pendekatan Pembelajaran Tematik Integratif
yang dihasilkan.
b.
Pengembang melakukan analisis data penilaian dan masukan
berupa kritik dan saran.
c.
Pengembang melakukan perbaikan buku ajar berdasarkan
kritik dan saran.
3.
Tahap Uji Coba Lapangan
Uji coba lapangan terdiri dari beberapa kegiatan berikut.
a.
Pengembangan mengamati siswa yang sedang belajar
menggunakan buku ajar tema “Benda, Binatang, dan Tanaman
di Sekitarku” kelas I dengan menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Tematik Integratif hasil pengembangan.
b.
Siswa memberikan penilaian terhadap buku ajar tema
“Benda, Binatang, dan Tanaman di Sekitarku” kelas I dengan
menggunakan Pendekatan Pembelajaran Tematik Integratif
hasil pengembangan.
c.
Pengembang melakukan analisis data hasil penilaian.
d. Pengembang melakukan perbaikan buku ajar berdasarkan
hasil analisis penilaian.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
145
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
C. Paparan Hasil
Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini
berupa buku teks panduan panduan pelaksanaan pembelajaran beserta
evaluasinya atau yang disebut buku guru. Buku panduan ini berisi
langkah-langkah praktis sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran.
Selain itu, penelitian pengembangan ini juga menghasilkan buku teks
untuk siswa atau yang disebut buku siswa. Buku ini berfungsi sebagai
sarana pelaksanaan pembelajaran tematik sehari-hari untuk siswa.
Buku ini mencakup materi dan kegiatan aktif siswa yang dikemas
melalui tahapan saintifik untuk membangun pengetahuan siswa.
Adapun validasi yang akan dipaparkan adalah validasi oleh ahli
materi, ahli desain/media pembelajaran, dan ahli bahasa. Uji coba
yang dipaparkan adalah uji coba kepada siswa dan guru tematik
kelas I.
1.
Uji Ahli Materi
Berikut ini akan dipaparkan data hasil validasi atau penilaian
terhadap buku ajar yang dikembangkan.
a.
Muatan isi buku ajar sangat sesuai dengan rumusan SKL yang
ditetapkan oleh pemerintah.
b.
Muatan isi buku ajar sangat sesuai dengan rumusan KI yang
ditetapkan oleh pemerintah.
c.
Muatan isi buku ajar sangat sesuai dengan rumusan KD yang
harus dicapai dalam pembelajaran.
d. Materi/isi buku ajar sangat sesuai dan mendukung pencapaian
kompetensi inti dan kompetensi dasar.
e.
Materi dan isi bahan ajar sangatsesuai dengan tema.
f.
Buku ajar memuat aspek yang perlu dikembangkan yaitu: sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dengan baik.
g.
Materi/isi buku ajar memadai untuk
kompetensi siswa dalam pembelajaran.
mengembangkan
h. Penyajian materi/isi mampu menumbuhkan motivasi untuk
mengetahui lebih jauh.
i.
Informasi pembelajaran sesuai dengan standar proses.
j.
Informasi keterpaduan: Penerapan model pembelajaran tematik
146
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
terpadu sudah baik dengan didampingi beberapa metode
pembelajaran activelearning.
k.
Strategi yang digunakan sangat sesuai dengan pendekatan
saintifik.
l.
Instrumen penilaian sesuai dengan standar penilaian autentik.
Adapun saran perbaikan buku ajar yang diberikan oleh ahli
materi adalah sebagai berikut.
a.
Penulis dan editor sebaiknya tidak sama, agar lebih objektif
dalam penilaian.
b.
Penerbit tidak perlu dicantumkan.
2.
Uji Ahli Desain/Media Pembelajaran
Validasi ahli media/desain pembelajaran yang diberikan
oleh Bapak Agus Maimun mencakup seluruh bagian produk
pengembangan, baik desain visual, tata bahasa, maupun muatan
buku ajar. Validasi diberikan untuk menilai kelayakan buku ajar
yang dikembangkan. Secara umum, buku ajar yang dikembangkan
sudah baik, hanya perlu beberapa revisi demi perbaikan buku ajar
yang dikembangkan tersebut. Berikut ini akan dipaparkan data hasil
validasi atau penilaian terhadap buku ajar yang dikembangkan.
a.
Tata letak kulit buku ajar tematik integratif bagian depan,
punggung, dan belakang serasi dan mempunyai satu kesatuan.
b.
Pada kulit buku ajar tematik integratif memiliki pusat pandang
(point center) yang jelas.
c.
Ukuran unsur-unsur tata letak pada kulit buku ajar tematik
integratif proporsional (judul, sub judul, pengarang, ilustrasi,
logo).
d. Tata letak kulit buku ajar tematik integratif mempunyai irama
(rhythm) yang jelas.
e.
Buku ajar tematik integratif memiliki tata letak konsisten antara
kulit dan isi buku.
f.
Buku ajar tematik integratif memiliki tata letak pada isi tematik
integratif konsisten antara bagian depan, isi (pokok bahasan),
dan bagian belakang demikian juga tata letak antarbab.
g.
Buku ajar tematik integratif memiliki kontras yang cukup.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
147
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
h. Buku ajar tematik integratif memiliki tata warna dan kombinasi
yang harmonis, sesuai karakter materi dan sasaran pembaca.
i.
Ilustrasi buku ajar tematik integratif mampu merefleksikan isi
buku.
j.
Ilustrasi isi buku ajar tematik integratif sesuai dengan tuntutan
materi bahasan.
k.
Ilustrasi buku ajar tematik integratif mampu mengungkapkan
karakter objek.
l.
Ilustrasi buku ajar tematik integratif mempunyai garis/raster
yang tajam/jelas.
m. Ilustrasi buku ajar tematik integratif foto memiliki detail yang
jelas/tajam.
n. Warna ilustrasi buku ajar tematik integratif sesuai kenyataan
(natural), dengan kombinasi yang menarik.
o.
Kualitas ilustrasi buku ajar tematik integratif serasi dalam satu
buku.
p. Jenis huruf yang digunakan pada kulit buku ajar tematik integratif
dan isi buku sama, dan sesuai dengan karakter materinya dan
tingkat usia pembacanya; sederhana dan mudah dibaca.
q.
Judul buku ajar tematik integratif lebih dominan dibandingkan
sub judul, nama pengarang, maupun nama penerbit.
r.
Ukuran huruf isi buku ajar tematik integratif sesuai dengan
forma/ukuran dan tingkat usia pembacanya.
s.
Variasi huruf pada buku ajar tematik integratif tidak lebih dari
2 jenis huruf, dengan efek huruf tidak berlebihan dan tidak
menggunakan huruf hias.
Adapun saran perbaikan buku ajar yang diberikan oleh ahli
media/desain pembelajaran adalah sebagai berikut.
a.
Kata sapa kamu diganti dengan kata ananda. Akan tetapi untuk
kata ganti boleh menggunakan kata –mu, misal kata rumahmu.
b.
Penggunaan kata tanya tidak boleh di tengah kalimat.
c.
Muatan ditambah dengan integrasi agama.
148
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
3.
Uji Ahli Bahasa
Validasi ahli bahasa yang diberikan oleh Ibu Siti Anniyat mencakup
seluruh bagian produk pengembangan, baik tata bahasa, font, warna
huruf, maupun muatan buku ajar. Validasi diberikan untuk menilai
kelayakan buku ajar yang dikembangkan. Secara umum, buku ajar
yang dikembangkan sudah baik, hanya perlu beberapa revisi demi
perbaikan buku ajar yang dikembangkan tersebut. Berikut ini akan
dipaparkan data hasil validasi atau penilaian terhadap buku ajar yang
dikembangkan.
a.
Bahasa yang digunakan sangat etis, komunikatif, mudah
dipahami, tidak mengandung unsur ambigu, sesuai dengan
sasaran pembaca.
b.
Bahasa (ejaan, tanda baca, kosa kata, kalimat dan paragraf) sesuai
dengan kaidah, istilah yang digunakan baku.
c.
Ejaan yang digunakan dalam buku ajar tematik integratif ini
sesuai dengan kaidah tata bahasa.
d. Paragraf yang digunakan pada buku ajar tematik integratif ini
sesuai dengan tema.
e.
Kalimat yang digunakan pada buku ajar tematik integratif ini
efektif.
f.
Tanda baca yang digunakan pada buku ajar tematik integratif ini
sesuai dengan kaidah tata bahasa.
g.
Kosa kata yang digunakan pada buku ajar tematik integratif ini
sesuai.
h. Bahasa yang digunakan dalam buku ajar tematik integratif ini
komunikatif
Adapun saran perbaikan buku ajar yang diberikan oleh ahli
bahasa adalah sebagai berikut.
a.
Pengguanaan tanda baca lebih dicermati lagi.
b.
Latihan di rumah perlu ditinjau ulang mengingat ideal waktunya
hanya ½ kali tatap muka.
c.
Penggunaan warna huruf pada background yang terang sebaiknya
memilih warna huruf yang gelap.
d. Do’a diusahakan bervariasi dalam satu tema.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
149
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
4.
Validasi dan Uji Coba Guru Tematik Kelas I
Berikut ini akan dipaparkan data hasil validasi dan uji coba
terhadap buku ajar yang dikembangkan.
a.
Muatan isi buku ajar sudah sesuai dengan rumusan SKL yang
ditetapkan oleh pemerintah.
b.
Muatan isi buku ajar sudah sangat sesuai dengan rumusan KI
yang ditetapkan oleh pemerintah.
c.
Muatan isi buku ajar sudah sesuai dengan rumusan KD yang
harus dicapai dalam pembelajaran.
d. Materi/isi buku ajar sesuai dan mendukung pencapaian
kompetensi inti dan kompetensi dasar.
e.
Materi dan isi bahan ajar sesuai dengan tema.
f.
Buku ajar memuat aspek yang perlu dikembangkan yaitu: sikap,
pengetahuan, dan keterampilan dengan baik.
g.
Materi/isi buku ajar memadai untuk
kompetensi siswa dalam pembelajaran.
mengembangkan
h. Penyajian materi/isi mampu menumbuhkan motivasi untuk
mengetahui lebih jauh.
i.
Informasi pembelajaran sesuai dengan standar proses.
j.
Informasi keterpaduan: Penerapan model pembelajaran tematik
terpadu sudah cukup baik dengan didampingi beberapa metode
pembelajaran activ elearning.
k.
Strategi yang digunakan sesuai dengan pendekatan saintifik.
l.
Instrumen penilaian sesuai dengan standar penilaian autentik.
m. Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran
cukup.
n. Menghemat waktu belajar dengan adanya PAI dan Budi Perkerti
dalam tematik.
o.
Desain buku dan isi menarik minat belajar.
Adapun saran perbaikan buku ajar yang diberikan oleh guru
tematik kelas I adalah sebagai berikut.
a.
150
Gambar perlu ditinjau ulang untuk unsur keselarasan dan
kemenarikan.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
b.
Beberapa kolom/tabel yang menggunakan model tanpa
border tengah sebaiknya diganti dengan model yang umum
menggunakan garis.
5.
Uji Coba Perorangan
Berikut ini akan dipaparkan data hasil uji coba perorangan
terhadap buku ajar yang dikembangkan. Sampel acak yang diambil
adalah tiga siswa.
a.
Materi yang ada di buku ajar tematik integratif sangat mudah
dipahami satu orang, mudah dipahami satu orang, dan cukup
mudah dipahami satu orang.
b.
Daya tarik menggunakan buku ajar tematik integratif sangat
senang belajar menggunakan buku ajar ini dua orang dan satu
orang menyatakan kurang senang.
c.
Motivasi belajar menggunakan buku ajar tematik integratif
sangat bersemangat menggunakan buku ajar ini dua orang dan
satu orang menyatakan kurang bersemangat.
d. Bahasa yang digunakan dalam buku ajar mendapat penilaian
sangat mudah dipahami satu orang, mudah dipahami satu orang,
dan kurang mudah dipahami satu orang.
e.
Penggunaan kata-kata dalam buku ajar tematik integratif ini
tidak menemukan kata-kata sulit dalam buku ajar ini dua orang
dan satu orangmenyatakan sering menemukan kata sulit.
f.
Perintah/petunjuk mengerjakan soal sangat mudah dipahami
dua orang dan satu orang menyatakan mudah dipahami.
g.
Soal/latihan yang ada pada buku ajar tematik integratif ini sangat
mudah dipahami tiga orang.
h. Gambar yang ada pada buku ajar tematik integratif ini sangat
menarik dua orang dan satu orang menyatakan cukup menarik.
i.
Jenis dan ukuran huruf dalam buku ajar sangat mudah dibaca
satu orang, mudah dibaca satu orang, dan satu orang menyatakan
cukup mudah dibaca.
j.
Buku ajar tematik integratif mengakomodasi kemampuan
bekerjasama dengan teman dan lingkungan sangat membantu
dua orang dan satu orang membantu siswa untuk mampu
bekerjasama dengan teman dan lingkungan.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
151
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
6.
Uji Coba Kelompok Kecil
Berikut ini akan dipaparkan data hasil uji coba kelompok kecil
terhadap buku ajar yang dikembangkan. Sampel acak yang diambil
enam orang.
a.
Materi yang ada di buku ajar tematik integratif sangat mudah
dipahami dua orang, mudah dipahami tiga orang, dan cukup
mudah dipahami satu orang.
b.
Daya tarik menggunakan buku ajar tematik integratif sangat
senang belajar menggunakan buku ajar ini tiga orang, dua orang
menyatakan senang, dan satu orang menyatakan cukup senang.
c.
Motivasi belajar menggunakan buku ajar tematik integratif
sangat bersemangat menggunakan buku ajar ini tiga orang dan
tiga orang menyatakan bersemangat.
d. Bahasa yang digunakan dalam buku ajar sangat mudah dipahami
dua orang dan empat orang menyatakan mudah dipahami.
e.
Penggunaan kata-kata dalam buku ajar tematik integratif ini
tidak menemukan kata-kata sulit dalam buku ajar ini lima orang
dan satu orang menyatakan sering menemukan kata sulit.
f.
Perintah/petunjuk mengerjakan soal sangat mudah dipahami
dua orang dan empat orang menyatakan mudah dipahami.
g.
Soal/latihan yang ada pada buku ajar tematik integratif ini sangat
mudah dipahami lima orang dan satu orang menyatakan mudah
dipahami.
h. Gambar yang ada pada buku ajar tematik integratif ini sangat
menarik tiga orang, satu orang menyatakan menarik, dan dua
orang menyatakan cukup menarik.
i.
Jenis dan ukuran huruf dalam buku ajar sangat mudah dibaca
dua orang, mudah dibaca tiga orang, dan satu orang menyatakan
kurang mudah dibaca.
j.
Buku ajar tematik integratif mengakomodasi kemampuan
bekerjasama dengan teman dan lingkungan sangat membantu
empat orang dan membantu siswa untuk mampu bekerjasama
dengan teman dan lingkungan dua orang.
152
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
7.
Uji Coba Lapangan
Berikut ini akan dipaparkan data hasil uji lapangan terhadap
buku ajar yang dikembangkan. Siswa yang menilai berjumlah 21
orang.
a.
Materi yang ada di buku ajar tematik integratif sangat mudah
dipahami dua belas orang, mudah dipahami enam orang, dan
cukup mudah dipahami tiga orang.
b.
Daya tarik menggunakan buku ajar tematik integratif sangat
senang belajar menggunakan buku ajar ini tiga belas orang, lima
orang menyatakan senang, dua orang menyatakan cukup senang,
dan satu orang menyatakan kurang senang.
c.
Motivasi belajar menggunakan buku ajar tematik integratif
sangat bersemangat menggunakan buku ajar ini empat belas
orang, enam orang menyatakan bersemangat, dan satu orang
menyatakan cukup bersemangat.
d. Bahasa yang digunakan dalam buku ajar sangat mudah dipahami
sebelas orang, delapan orang menyatakan mudah dipahami, dan
dua orang menyatakan cukup mudah dipahami.
e.
Penggunaan kata-kata dalam buku ajar tematik integratif ini
enam belas orang tidak menemukan kata-kata sulit dalam buku
ajar ini, dua orang menyatakan jarang menemukan, satu orang
menyatakan sedikit menemukan, satu orang menyatakan banyak
menemukan, dan satu orang menyatakan sering menemukan
kata sulit.
f.
Perintah/petunjuk mengerjakan soal sangat mudah dipahami
sebelas orang, sembilan orang menyatakan mudah dipahami,
dan satu orang menyatakan cukup mudah dipahami.
g.
Soal/latihan yang ada pada buku ajar tematik integratif ini sangat
mudah dipahami lima belas orang, tiga orang menyatakan mudah
dipahami, dua orang menyatakan cukup mudah dipahami, dan
satu orang menyatakan kurang mudah dipahami.
h. Gambar yang ada pada buku ajar tematik integratif sangat
menarik enam belas orang, dua orang menyatakan menarik, dan
tiga orang menyatakan cukup menarik.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
153
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
i.
Jenis dan ukuran huruf dalam buku ajar sangat mudah dibaca
sebelas orang, mudah dibaca tujuh orang, dua orang menyatakan
cukup mudah dibaca, dan satu orang menyatakan kurang mudah
dibaca.
j.
Buku ajar tematik integratif mengakomodasi kemampuan
bekerjasama dengan teman dan lingkungan sangat membantu
lima belas orang, lima orang menyatakan membantu, dan satu
orang menyatakan cukup membantu.
Rekapitulasi nilai yang diperoleh siswa selama uji coba, baik nilai
pre-test maupun post-test adalah sebagai berikut.
Tabel Rekapitulasi Nilai Pre-test dan Post-test
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Nama Siswa
Abi
Haidar
Aida
Intan
Farras
Azza
Najwa Syarif
Hafizh
Izzan
Humam
Yafi
Harits
Nashwan
Naufal
Najwa M
Giza
Atiya
Soraya
Umar
Zidan
Fatih
88
86
85
87
80
82
96
83
89
93
89
88
81
81
92
74
92
85
67
82
89
pre-Test
Nilai
Post-Test
100
89
100
84
84
100
100
95
100
100
100
68
100
95
100
89
100
78
89
84
89
D. Pembahasan
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan
semua pendapat, saran dan tanggapan validator yang didapat dari
lembar kritik dan saran. Data dari angket merupakan data kualitatif
154
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
/�$
*���
6E
6E
�$
�$ �"(��&���%
�$ �"(��&���%
�"(��&���%
)��������������
)�������������� �����������������������������������
)�������������� ���������������������������������������������������������
���������������������������������������������������������
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
�������������������'�����������������������������������������������������������
�������������������'�����������������������������������
�������������������'�����������������������������������������������������������
yang dikuantitatifkan menggunakan
skala Linkert yang berkriteria
������������������������������������������������������������?���������������
�����������������������������������������������������
������������������������������������������������������������?���������������
empat tingkat kemudian dianalisis melalui perhitungan persentase
����
�� �����
�� ��������
�� ����������
� �������
�� ����������
�� ���������
�������
�� ���
����
� �����
� ��������
� ����������
� �������
����������
� �����
����
�����
��������
����������
����������
���������
����
��� �� ����
����
skor item
pada
setiap jawaban
dari� �������
setiap
pertanyaan
dalam
angket.
&�(���������������������������������������+������������������������������
Untuk menetukan persentase
tersebut dapat dipergunakan rumus
&�(���������������������������������������+���������
&�(���������������������������������������+������������������������������
sebagai berikut (Arikunto, 2003: 313):
����������������������������������$:���������
2��212%�
����������������������������������$:���������
����������������������������������$:���������
2��212%�
�
� � � ���
� �� �� ���
��
��
��
���
�
� ��
� �� ��
1���������2�
1���������2�
1���������2�
2��212%�
Keterangan:
���������3�������������������
���������3�������������������
���������3�������������������
P adalah prosentase kelayakan
�
� 2��������������������������4���������5������
�jawaban
2��������������������������4���������5�����������6
: jumlah total skor
validator (nilai nyata)
� �� 2��������������������������4���������5�����������6
: jumlah total skor
tertinggi (nilai harapan)
�
� � 2������������������������������������5������
�jawaban
2������������������������������������5����������3��6
� �� �� 2������������������������������������5����������3��6
Dalam
pemberian
makna� dan
pengambilan
keputusan untuk
�����
�� 3��������
�����
���
�� 3����������
��3������
�� �
�����
� ��3��������
� ����� ��� ���
� 3�����
�����
3��������
�
�����
���
3����������
��3������
�
merevisi buku ajar digunakan kualifikasi yang memiliki kriteria
����4���
�� ����
���������
�� �����7����
�� ����
�� ��������
�� ���
sebagai berikut:
� ����
� ���� � ���������
� �����7����
� ����
��
����4���
���� �� ����
���� ������4���
���������
�����7����
���� �� ��������
��������
��������
���
Tabel Kualifikasi Tingkat
Kelayakan Berdasar Persentase Rata-rata
�������2
�������2
�������2
Tingkat pencapaian
Kualifikasi
Keterangan
90 – 100 %
Sangat baik
Tidak perlu revisi
#���
75 – 89 % ���"�������*�+������%)+����"����+�%��"
Baik
Tidak perlu
revisi��" �"%���"�����< #���
���"�������*�+������%)+����"����+�%��"
���"�������*�+������%)+����"����+�%��"
#���
��" �"%���"�����< ���
��� ��
65 – 74 %
Cukup
Direvisi
�����������������������������������������������
�����*�+���
�"�"
�%)�%
��%)+���-"%!�-���%
�����*�+���
55 – 64 %��%)+���-"%!�-���%
Kurang
Direvisi
�������������������
��%)+���-"%!�-���%
�����*�+���
�"�"
�%)�%
EE �I�1
)�������������'���
0 – 54 %
Sangat kurang ����������
E �I�1 Direvisi
�J
����������
�I�1 �J
�J
����������
)�������������'���
F/�I�6E�J
#���
)�������������'���
F/�I�6E�J
#���
F/�I�6E�J
#��� dikumpulkan)�������������'���
Sedangkan
untuk data uji coba lapangan
dengan
���������������������&�������������������
0/�I�F!�J
@����
����'���
@����
@����(post-test) dalam rangka
����'���
menggunakan0/�I�F!�J
tes awal (pre-test) dan tes0/�I�F!�J
akhir
//�I�0!�J
"�����
����'���
�(��
�
$���+��%
�
���
�
��
�
�����
�
$���+��%
//�I�0!�J
"�����
//�I�0!�J
"�����
����'���� ����� � ����
untuk mengetahui
hasil belajar kelompok
uji coba sasaran yakni siswa
�I�/!�J
������������
����'���
�I�/!�J
������������
������������
����'���
kela 1 sebelum �I�/!�J
dan sesudah ����������&������������������������(�������1��������
menggunakan
produk pengembangan
buku ajar. Teknik analisa datanya menggunakan Dependent Sample
������������
� ����
� �&����
)����� � ������� � ������ � ��
Test. Kriteria ujinya adalah uji-t
pada Dependent
Sample
Test.
"��������&�������������&�5����������������������"��!
Adapun rumus yang digunakan
dengan tingkat kemaknaan
0,05% adalah:
��� ���!"�#��$�%"�&�$��"�'����(����������)*�+�����������������������������������������
:������������������������������������������
��� ���!"�#��$�%"�&�$��"�'����(����������)*�+���
��� ���!"�#��$�%"�&�$��"�'����(����������)*�+�����������������������������������������
��
��
�
��
:�����������������������������������������������
�$ �������%�������7���#�����&������" �
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
155
#�����������������������������������������
�����������������������������������;�����������&�
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Adapun rincian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1.
Hasil analisis validasi ahli materi
Berdasarkan data hasil penilaian, dapat diketahui bahwa buku
ajar secara umum sudah baik dari segi muatan isinya. Hal ini
ditunjukkan dari persentase yang diperoleh dari data penelitian.
Skor yang didapatkan adalah 57 dengan skor maksimal 60, maka
diperoleh persen validitas sebesar 95%. Berdasarkan konversi
skala 5, maka buku ajar tidak perlu revisi. Semua item kriteria
yang dinilai valid.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh dari kritik dan
saran ahli materi, perlu dilakukan perbaikan mengenai bagian
pendahuluan buku ajar. Untuk editor sebaiknya bukan penulis
sendiri agar penilaian terhadap buku ajar lebih objektif. Untuk
bagian penerbit tidak perlu ditulis. Saran-saran perbaikan
dari ahli materi dijadikan bahan pertimbangan penulis untuk
menyempurnakan produk pengembangan yang dihasilkan.
2.
Hasil analisis validasi ahli media
Berdasarkan data hasil penilaian, dapat diketahui bahwa buku
ajar secara umum sudah baik dari segi desain medianya. Hal ini
ditunjukkan dari persentase yang diperoleh dari data penelitian.
Skor yang didapatkan adalah 84 dengan skor maksimal 95, maka
diperoleh persen validitas sebesar 88,42%. Berdasarkan konversi
skala 5, maka buku ajar tidak perlu revisi. Semua item kriteria
yang dinilai valid.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh dari kritik dan saran
ahli media/desain pengembangan, perlu dilakukan perbaikan
mengenai tata bahasa dan penggunaan kata sapaan pada teks
percakapan. Muatan isi sebisa mungkin dikaitkan dengan
keagamaan. Untuk kata sapaan kamu diganti dengan kata ananda
agar lebih sopan dan akrab dengan siswa. Akan tetapi, untuk kata
ganti –mu tetap boleh digunakan. Saran-saran perbaikan dari
ahli media/desain pembelajaran dijadikan bahan pertimbangan
penulis untuk menyempurnakan produk pengembangan yang
dihasilkan.
156
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
3.
Hasil analisis validasi ahli bahasa
Berdasarkan data hasil penilaian, dapat diketahui bahwa buku
ajar secara umum sudah baik dari segi bahasa. Hal ini ditunjukkan
dari persentase yang diperoleh dari data penelitian. Skor yang
didapatkan adalah 35 dengan skor maksimal 40, maka diperoleh
persen validitas sebesar 87,50%. Berdasarkan konversi skala
5, maka buku ajar tidak perlu revisi. Semua item kriteria yang
dinilai valid.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh dari kritik dan saran
ahli bahasa, perlu dilakukan perbaikan mengenai penggunaan
tanda baca dan warna huruf. Tinjauan kembali untuk latihan
di rumah, sebisa mungkin tidak lebih dari ½ kali tatap muka
dan do’a diusahakan yang bervariasi dalam satu tema. Saransaran perbaikan dari ahli bahasa dijadikan bahan pertimbangan
penulis untuk menyempurnakan produk pengembangan yang
dihasilkan.
4.
Hasil analisis validasi dan uji coba gurutematik kelas I
Berdasarkan data hasil penilaian, dapat diketahui bahwa buku
ajar secara umum sudah baik dari segi bahasa. Hal ini ditunjukkan
dari persentase yang diperoleh dari data penelitian. Skor yang
didapatkan adalah 60 dengan skor maksimal 75, maka diperoleh
persen validitas sebesar 80%. Berdasarkan konversi skala 5, maka
buku ajar tidak perlu revisi. Akan tetapi, jika melihat analisis
tiap item pernyataan angket validasi, ada satu item yang kurang
valid, yakni item 10. Berdasarkan konversi skala 5, maka perlu
dilakukan revisi pada item yang dimaksud, yakni mengenai
unsur keterpaduan tematik, khususnya konsistensi pada unsur
saintifiknya.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh dari kritik dan saran
guru tematik kelas I, perlu dilakukan perbaikan mengenai
penggunaan gambar dan tabel. Selain itu, konsistensi subjudul
lebih dispesifikkan ke dalam unsur saintifik. Saran-saran
perbaikan dari guru tematik kelas I dijadikan bahan pertimbangan
penulis untuk menyempurnakan produk pengembangan yang
dihasilkan.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
157
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
5.
Hasil analisis uji coba perorangan
Berdasarkan analisis data pada tabel 5.5, dapat diketahui bahwa
buku ajar secara umum sudah baik untuk digunakan sebagai
media pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dari persentase yang
diperoleh dari data penelitian. Skor yang didapatkan adalah
124 dengan skor maksimal 150, maka diperoleh persen validitas
sebesar 82,67%. Berdasarkan konversi skala 5, maka buku ajar
tidak perlu revisi. Akan tetapi, bila ditinjau dari item kriteria
yang dinilai, maka perlu ada revisi pada item 4 dan 5. Beberapa
siswa menemukan kata sulit sehingga menghambat pemahaman.
Dengan demikian, perlu ditinjau ulang mengenai pemilihan atau
penulisan kata dalam buku supaya mudah dipahami oleh siswa.
6.
Hasil analisis uji coba kelompok kecil
Berdasarkan analisis data pada tabel 5.6, dapat diketahui bahwa
buku ajar secara umum sudah baik untuk digunakan sebagai
media pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dari persentase yang
diperoleh dari data penelitian. Skor yang didapatkan adalah
264 dengan skor maksimal 300, maka diperoleh persen validitas
sebesar 88%. Berdasarkan konversi skala 5, maka buku ajar tidak
perlu revisi. Semua item kriteria yang dinilai valid.
7.
Hasil analisis uji coba langan
Berdasarkan analisis data pada tabel 5.7, dapat diketahui bahwa
buku ajar secara umum sudah baik untuk digunakan sebagai
media pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dari persentase yang
diperoleh dari data penelitian. Skor yang didapatkan adalah 945
dengan skor maksimal 1050, maka diperoleh persen validitas
sebesar 90%. Berdasarkan konversi skala 5, maka buku ajar tidak
perlu revisi. Semua item kriteria yang dinilai valid.
8.
Analisis pre-test dan post-test
Data yang ada pada tabel nilai selanjutnya dimasukkan dalam
program SPSS 16 untuk dianalisis menggunakan uji-t sampel
berpasangan. Adapun H0 dan H1 dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
H0 = tidak ada perbedaan prestasi siswa sebelum dan sesudah
menggunakan buku ajar tematik integratif.
158
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
H1 = ada perbedaan prestasi siswa sebelum dan sesudah
menggunakan buku ajar tematik integratif.
Signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak.
Berdasarkan tabel 5.8 dan hasil analisis SPSS 16 di atas, dapat
dilihat bahwa nilai rata-rata siswa sebelum dan sesudah menggunakan
buku ajar terdapat perbedaan. Nilai rata-rata siswa meningkat dari
85,19 menjadi 92,57. Dengan demikian kesimpulannya dalah buku
ajar yang dikembangkan mampu meningkatkan prestasi atau hasil
belajar siswa.
Berdasarkan hasil analisis SPSS 16 uji-t sampel berpasangan
menunjukkan bahwa signifikansi yang diperoleh sebesar 0,002. Hal
ini bisa dilihat pada bagian Paired Samples Test Sig. (2-tailed) sebesar
0,002. Karena signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan
H1 diterima. Kesimpulan dari hasil analisis SPSS 16 adalah adanya
perbedaan prestasi belajar atau hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah menggunakan buku ajar yang dikembangkan.
Dari paparan analisis rata-rata nilai siswa sebelum dan sesudah
menggunakan buku ajar pada tabel 5.8 dan analisis nilai menggunakan
SPSS 16 dapat disimpulkan bahwa, buku ajar yang dikembangkan
mampu memfasilitasi dan membantu siswa meningkatkan prestasi
belajar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan nilai ratarata siswa sebelum dan sesudah menggunakan buku ajar. Dengan
demikian, buku ajar tematik integratif mata pelajaran umum dan
agama yang dikembangkan menggunakan pendekatan saintifik
ini dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kemenarikan
pembelajaran.
E. Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan proses pengembangan dan hasil uji coba terhadap
buku ajar pembelajaran tematik integratif kelas I, dapat dipaparkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pengembangan buku ajar ini telah menghasilkan produk berupa:
(1) buku siswa dan (2) buku guru tematik integratif kelas I dengan
pendekatan saintifik dan tematik semua mata pelajaran termasuk
PAI dan Budi Pekerti.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
159
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
2.
Hasil uji coba pengembangan buku ajar tematik integratif kelas
I memiliki tingkat efektivitas, efisiensi, dan kemenarikan yang
cukup tinggi berdasarkan tanggapan dan penilaian guru tematik
kelas I dan siswa kelas I SDI As-Salam Kota Malang pengguna
buku ajar sebagaimana berikut:
a.
Tanggapan penilaian guru tematik kelas I terhadap hasil
pengembangan buku ajar tematik integratif sebagai berikut:
Penggunaan buku ajar hasil pengembangan memiliki
tingkat keefektifan, efisiensi, dan kemenarikan yang cukup
tinggi, berdasarkan penilaian guru tematik terhadap semua
komponen mencapai 80% (baik).
b.
Tanggapan penilaian siswa kelas I SDI As-Salam sebagai objek
uji coba terhadap buku ajar tematik integratif mendapatkan
hasil sebagai berikut:
Penggunaan buku ajar hasil pengembangan memiliki tingkat
keefektifan, efisiensi, dan kemenarikan yang tinggi, berdasarkan
rata-rata penilaian siswa terhadap semua komponen mencapai 90%
(sangat baik).
Perolehan hasil belajar berdasarkan uji coba lapangan yang
diukur menggunakan tes pencapaian hasil belajar setelah dianalisis
menunjukkan:
a.
Rata-rata perolehan hasil belajar pada tes akhir 92,57 lebih baik
bila dibanding dengan tes awal yang mencapai nilai 85,19.
Peningkatan perolehan rata-rata hasil belajar siswa mencapai
7,38 setelah menggunakan buku ajar hasil pengembangan.
b.
Merujuk pada hasil analisis SPSS 16, signifikansi yang diperoleh
adalah 0,002. Signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05
sehingga diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata skor tes awal dan skor tes akhir.
Dengan demikian, ada perbedaan perolehan hasil belajar siswa
setelah menggunakan buku ajar yang dikembangkan.
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan umum
yang menyatakan bahwa buku ajar yang dikembangkan mempunyai
kualitas yang baik. Penggunaan buku ajar hasil pengembangan
membantu meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kemenarikan
pembelajaran sekaligus membantu meningkatkan hasil belajar siswa.
160
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan
penelitian ini, masih banyak materi yang komponen pembelajaran
lainnya yang belum dikembangkan, sehingga peneliti-peneliti
selanjutnya perlu melakukan pengembangan terhadap komponen
pembelajaran lainnya. Penelitian pengembangan ini belum sampai
pada tahap ujicoba produk secara keseluruhan, sehingga peneliti
selanjutnya akan lebih baik lagi jika melakukan uji coba secara
keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Dick, Walter and Lou Carey. 1978. The Systematic Design of Instruction.
USA.
F.J. Monks, A.M.P. Knoers. 2002. “Psikologi Perkembangan: Pengantar
dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta; Gajah Mada University
Press.
Fogarty R. 1991. The Mindfull School: How to Integrate the Curricula.
Palatine, Illinois: IRI/Skylight Publishing.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaa. 2013. Kumpulan Dokumen
Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud
Woodford, Kate. 2003. Cambridge Advanced Learner’s Dictionary. USA:
Cambridge University Press
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
161
Sulistyowati - Pengembangan Buku Ajar Tematik...
162
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
SUPERVISI PEMBELAJARAN
KEPALA MADRASAH DALAM PELAKSANAAN
KURIKULUM 2013 DENGAN MULTIPLE
INTELLEGENCES DAN EMOTIONAL INTELLIGENCE
PADA MADRASAH IBTIDAIYAH
Oleh: Nur Ali 1
Abstract
One of the principal’s responsibility as an instructional supervition toward
the teachers at Islamic Secondary School (Madrasah Ibtidaiyah) is to improve
teacher’s competencies in implementing thematic-scientific approach in
teaching learning process. Supervisor must held supervition well.
Generally the principals of Madrasah as supervisor had not implemented the
principles of supervitin yet in implementing an instructional supervition.
Beside that he/she didnot also used persuasive approach. Therefore to
improve the quality of persuasive, the supervisor should to understand
about multiple intellegences dan belong to hight Emotional Intelligence
becouse the activities of supervition were related to the oportunity of the
teachers and students to develop the interest, talent and social interaction
beetwen supervisor and teachers of islamic secondary school.
This article is to describe about the principal instructional supervition
of islamic secondary school (ISS) in implementing the curriculum 2013
with using multiple intellegences and emotional intelligence at ISS. The
Principal of Islamic Secondary School who had understood the multiple
intellegences well and belong to the hight emotional Intelligence more
success in implementing instructional supervition and be able to develop
the interpersonal, intrapersonal intellegences and can also develop selfmotivation and the teachers of ISS to implement thematic-scientific
approach well.
Key Word: Thematic, saintific, multiple intellegences, Emotional
Intelligence, Instructional supervition.
1 Dosen Tetap pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maliki
Malang, email; [email protected]
163
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
A. PENDAHULUAN
Pelaksanaan kurikulum 2013 terutama pada aspek implementasi
pendekatan tematik-saintifik pada madrasah ibtidaiyah masih
menyisakan banyak masalah. Hal ini nampak sekali ketika para
guru sedang mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan guru
(PLPG) sebagai peserta sertifikasi dalam jabatan. Padahal tinggi
rendahnya mutu pendidikan banyak dipengaruhi oleh kualitas proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, peningkatan
kemampuan guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran
di madrasah menjadi tanggungjawab kepala madrasah sebagai
supervisor, pembina dan atasan langsung guru. Karena itu ia harus
melaksanakan supervisi secara baik dan benar sesuai dengan prinsipprinsip supervisi serta teknik dan pendekatan yang tepat.
Supervisi yang dilakukan kepala madrasah, antara lain untuk
meningkatkan kompetensi guru-guru dalam kegiatan belajar
mengajar, sehingga diharapkan dapat memenuhi misi pembelajaran
yang diembannya, atau misi pendidikan nasional dalam lingkup yang
lebih luas. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa masalah profesi
guru dalam mengembankan kegia­tan belajar mengajar akan selalu ada
dan terus berlanjut seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga bimbingan dan pembinaan yang profesional dari
kepala madrasah selalu dibutuhkan guru secara berkesinam­bungan.
Pembinaan tersebut, disamping untuk meningkatkan semangat kerja
guru, juga diharapkan dapat memberi dampak positif terhadap
munculnya sikap profesional guru. Oleh karena itu sepervisi yang
dilakukan oleh kepala sekolah/ madrasah memiliki dampak positif
dalam menumbuhkan dan men­gembangkan profesi guru, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya para
kepala sekolah / madrasah sebagai supervisor dalam melaksanakan
supervisi belum sesuai dengan prinsip-prinsip supervisi dan
kebanyakan pendekatannya kurang persuasive, padahal cara
pendekatan yang tepat sangat menentukan keberhasilan supervisi,
karena menyangkut interaksi sosial antara supervisor dengan guru.
Hasil penelitian Nursalim, M. (2001) menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya keterampilan mengajar guru banyak dipengaruhi oleh
kepala madrasah sebagai supervisor bukan sebagai administrator,
164
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
demikian pula hasil penelitian Hadi (1992) mengenai kefektifan
guru dan keefektifan pola pendekatan supervisi kepala sekolah
menunjukkan bahwa sebagian besar guru-guru STM se-Malang
mempunyai persepsi bahwa pola pendekatan supervisi kolaboratif
dan non-direktif merupakan pola yang paling efektif yang dapat
diterapkan oleh kepala madrasah. Pola direktif kurang efektif
menurut persepsi sebagian besar guru. Hasil penelitian Mantja
(1989) menyimpulkan bahwa nilai-nilai budaya mendasari pemilihan
implementasi teknik supervisi pengajaran. Karena itu Mantja
menyarankan agar dalam pelaksanaan supervisi pengajaran nilainilai budaya yang positif digunakan dalam membangun komunikasi
supervisi. Di samping nilai-nilai budaya yang positif, Pidarta (1992)
menyarankan bahwa seyogyanya supervisor memiliki kompetensi
yang sama dengan guru, hanya bobotnya harus lebih tinggi. Namun,
kondisi tersebut sulit dite­mui, dengan kata lain tidak semua bidang
studi dikuasai oleh kepala madrasah sebagai supervisor. Seba­liknya
faktor dari para guru terutama para guru yang kurang mampu dan
merasa malu untuk menghadap kepala sekolah/ madrasah juga
menjadi kendala pelaksanaan supervisi pembelajaran. Kondisi seperti
ini dapat dimengerti karena ada beberapa orang guru merasa segan
meminta bantuan secara langsung kepada kepala sekolah/ madrasah,
sebaliknya mereka merasa lebih senang meminta bantuan kepada
teman sekerjanya yang memiliki kemampuan lebih baik dari dirinya.
Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa pelaksanaan supervisi
pembelajaran kepala sekolah/madrasah belum dapat berjalan secara
optimal, di samping itu, realitas di atas juga mengindikasikan bahwa
proses pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah
sebagai supervisi untuk membantu guru belum dapat berjalan secara
efektif. Untuk itu perlu dicarikan cara pemecahannya sehingga
kepala madrasah dapat melaksanakan tugasnya sebagai supervisor
pembelajaran secara optimal.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka permasalahannya adalah
bagaimana sebaiknya kepala sekolah/madrasah sebagai supervisor
pembelajaran melaksanakan tugasnya secara efektif dalam membantu
guru meningkatkan kemampuan pengelolaan kegiatan pembelajaran
secara professional terutama dengan diberlakukannya pendekatan
tematik saintifik pada kurikulum 2013 di lingkungan madrasah
ibtidaiyah .
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
165
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
B. PEMBELAJARAN TEMATIK SAINTIFIK
Pembelajaran merupakan kegiatan terstruktur yang didesain
oleh pendidikan/guru untuk para siswanya agar mereka belajar
baik melalui tatap muka maupun non-tatap untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Untuk mencapai target pembelajaran tersebut
pemerintah telah menetapkan standar proses pembelajaran melalui
peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses
yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan
proses pembelajaran. Dari keempat proses tersebut perencanaan
proses pembelajaran memiliki peran cukup strategis karena di
dalamnya terdapat model dan pendekatan pembelajaran yang akan
digunakan perlu di sesuaikan lebih dulu dengan karakteristik peserta
didik.
Berdasarkan pada kurikulum 2013, pendekatan pembelajaran
yang digunakan untuk pendidikan madrasah ibtidaiyah yaitu
pendekatan tematik yang biasanya juga disebut dengan pembelajaran
tematik terpadu sebagaimana yang diamanahkan dalam Peraturan
Pemerintah nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses. Pendekatan
tematik merupakan pola pembelajaran yang mengintegrasikan
pengetahuan, keterampilan, kreativitas, nilai dan sikap pembelajaran
dengan menggunakan tema dalam beberapa pelajaran bahkan rumpun
mata pelajaran yang diikat dalam tema-tema tertentu (Kemendikbud;
2013; 3). Perlunya digunakan pembelajaran tematik terpadu tersebut
karena disinyalir oleh para ahli bahwa pelaksanaan pembelajaran
tematik pada kurikulum sebelumnya lebih cenderung disipliner, sarat
beban kognitif. Dengan pendekatan pembelajaran tematik terpadu
diharapkan kegiatan pembelajarannya senantiasa mengintegrasikan
perkembangan yang terjadi disekelilinganya, pertumbuhan dan
kemampuan pengetahuan siswanya berdasarkan pada hasil interaksi
dengan lingkungan dan pengamalannya serta pengalaman dalam
kehidupannya. Oleh karena itu, apa yang sedang dipelajari para
siswa di madrasah akan memiliki hubungan dan relevan dengan apa
yang sedang terjadi pada saat ini di lingkungan sekitarnya. Menurut
Trianto, 2009;81-83 bahwa pembelajaran tematik terpadu akan
terjadi ketika peristiwa dari sebuah topik menjadi faktor pendorong
dalam pelaksanaan kurikulum karena dalam pembelajaran tematik
terpadu diawali dengan tema tertentu dan kemudian dari tema
166
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
tersebut dikaitkan dengan beberapa pokok bahasan atau sub pokok
bahasan lain, semua hal tersebut dilakukan secara terdesain sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Badan standar nasional pendidikan (BSNP) sebagaimana yang
dikutip oleh Madjid (2014; 66) menjelaskan bahwa pendekatan
pembelajaran tematik dilakukan pada pembelajaran pada jenjang SDMI dikarenakan perkembangan peserta didik khususnya pada kelas
rendah masih memandang bahwa segala sesuatu itu adalah suatu
keutuhan (holistik) yang proses pembelajarannya menggunakan
objek konkrit dan pengalaman. Karena itu kurikulum 2013 juga
masih tetap menekankan pada pembelajaran tematik untuk jenjang
pendidikan sekolah dasar-madrasah ibtidaiyah serta menjadi salah
satu pembelajaran alternatif dengan pertimbangan antara lain; anakanak di tingkat SD-MI masih melihat dunia sebagai suatu yang
terhubung tidak terpisah-pisah serta dengan adanya keterkaitan
antar mata pelajaran pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dapat
meningkatkan hasil pembelajaran siswa.
Untuk mewujudkan peningkatan hasil pembelajaran siswa
melalui pembelajaran tematik terpadu diperlukan pemahaman
tentang prinsip-prinsip pembelajaran tematik terpadu. Dalam modul
pelatihan kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud
(2013;189) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
tematik terpadu terdapat tujuh prinsip dalam menentukan tema
yaitu (i) tema hendaknya tidak terlalu luas dan dapat dengan mudah
digunakan untuk memadukan banyak bidang studi, mata pelajaran
atau disiplin ilmu, (ii) tema yang dipilih dapat memberikan bekal bagi
peserta didik untuk belajar lebih lanjut, (iii) tema disesuaikan dengan
tingkat perkembangan peserta didik, (iv) tema harus mampu mewadahi
sebagian besar minat anak, (v) tema harus mempertimbangkan
peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi dalam rentang waktu belajar,
(vi) tema yang dipilih sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dan
(vii) tema yang dipilih sesuai dengan ketersediaan sumber belajar.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip tersebut dalam
pembelajaran tematik terpadu yang didukung dengan standarisasi
proses yang dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
disebut dengan istilah eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (EEK) baik
konfirmasi sejawat maupun konfirmasi dari guru serta dilengkapi
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
167
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
dengan penggunaan pendekatan saintifik yang dalam kurikulum
2013 disebut pula dengan istilah lima atau enam M (5/6-M) yakni
mengamati, menanya, mencoba atau mengumpulkan informasi,
menalar dan menyimpulkan, serta mengkomunikasikan, maka
kualitas pembelajaran pada jenjang MI-SD dapat meningkat. Implikasi
dari kegiatan pembelajaran tersebut adalah ada beberapa kompetensi
siswa madrasah ibtidaiyah (MI) yang dapat dikembangkan dan akan
menjadi modal dasar untuk pendidikan selajutnya yang antara lain; (i)
dengan mengamati, siswa MI terelatih kesungguhannya dan memiliki
kompetensi ketelitian dan terbiasa mencari informasi, (ii) dengan
menanya siswa MI dapat mengembangkan kreativitas dan rasa ingin
tahunya serta memperoleh kompetensi merumuskan pertanyaan
untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat, (iii) dengan mengumpulkan informasi dan
mencoba, siswa MI mampu mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan,
serta terbiasa menghargai pendapat orang lain. Dengan modal sikap
tersebut siswa MI memiliki kompetensi untuk berkomunikasi dan
menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai
cara yang dipelajari dan mengembangkan kebiasaan belajar serta
belajar sepanjang hayat. (iv) Dengan menalar dan menyimpulkan,
siswa MI akan memiliki kompetensi pengolahan informasi yang
dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman
sampai pada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai
kepada yang bertentangan serta kompetensi untuk menerapkan
prosedur dan kemampuan berpikir induktif dan deduktif, dan (v)
dengan mengkomunikasikan, siswa MI dapat mengembangkan
sikap jujur, teliti dan toleransi serta memiliki kompetensi untuk
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan
jelas, serta mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan
benar.
C. Implementasi Emotional Intelligence dan Multiple Intellegences
dalam Pembelajaran
1.
Emotional Intelligence
Emotional intelligence adalah kemampuan untuk menyadari
diri sendiri, memotivasi diri, mengatur diri sendiri, empati dan
168
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
membina hubungan dengan orang lain atau disebut dengan istilah
lain keterampilan social (Goleman (1999). Kemampuan dalam
menyadari diri sendiri, memotivasi diri dan mengatur diri sendiri
dimasukkan dalam kategori kecakapan pribadi yaitu kecakapan
untuk menentukan bagaimana seseorang atau kita mengelola diri
sendiri (interpersonal), Sedangkan kemampuan dalam berempati dan
membina hubungan dengan orang lain dimasukkan dalam kategri
kecakapan sosial yaitu kecakapan untuk menentukan bagaimana
seseorang atau kita menangani suatu hubungan dengan orang lain.
Gardner (1993) menyebut dengan istilah inteligensi antarpersonal
(bagian dari multiple intellegences) yaitu kemampuan untuk memahami
orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka
bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan mereka. Dengan
demikian, maka dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki
emotional intelligence cukup bagus, maka ia memiliki kecakapan
dalam mengetahui dan menangani perasaannya sendiri serta mampu
membaca dan menghadapi perasaan orang lain secara efektif serta
memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan karena mampu
bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Goleman (1999) Empati merupakan unsur pokok
emotional intelligence yang memiliki peranan penting dalam
kehidupan social manusia. Kemampuan berempati yaitu kemampuan
seseorang untuk memahami perasaan orang lain. Empati dibangun
berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka kita kepada emosi
diri sendiri, semakin terampil pula kita membaca perasaan orang
lain. Hal ini mengisyaratkan bahwa empai menjadi faktor yang
sangat menentukan keberhasilan seseorang untuk mencapai prestasi
terutama dalam kelompok social seperti misalnya seseorang yang
menjadi anggota dari ikatan guru di madrasah, seseorang menjadi
anggota suatu organisasi tertentu, dan atau supervisi pembelajaran
dll. Dengan dimilikinya empati, maka seseorang dapat membaca dan
memahami perasaan-perasaan sesama anggota kelompok lainnya, dan
selanjutnya ia dapat menempatkan diri secara proporsional di dalam
kelompok tersebut, dan biasanya situasi seperti ini akan membantu
orang dalam berkomunikasi dengan baik dan mencapai sukses.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
169
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
2.
Multiple Intellegences
Dalam konsep tradisional, Intelegensi yang biasa juga disebut
dengan kecerdasan yaitu kemampuan untuk menjawab berbagai
jenis tes kecerdasan yang hasilnya dijadikan sebagai ukuran untuk
menetapkan bahwa seseorang itu kecerdasannya tinggi atau rendah.
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni (IPTEKS) dan dampak yang ditimbulkan di masyarakat
maka konsep tersebut belum mampu mengukur kemampuan
seseorang yang cukup banyak dan bervariasi. Karena itu konsep
intelegensi tersebut dikembangkan oleh Gardner (1993) sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan produk
yang dinilai tinggi dalam budaya masyarakat tertentu. Konsep ini
ternyata juga masih mengalami kendala dan belum seimbang ketika
digunakan pada masyarakat yang budayanya sudah tinggi karena
pengukurannya hanya menekankan pada kemampuan problem
solving dan mengabaikan kemampuan untuk menghasilkan produk.
Oleh sebab itu Gardner (1999) menyempurnakan konsep intelegensi
sebagai potensi biopsikologis untuk memproses informasi yang bisa
diaktifkan dalam suatu latar budaya untuk memecahkan masalah
atau menghasilkan produk yang dihargai tinggi dalam suatu buadaya
tertentu. Oleh karena itu dia kemudian mendefinisasikan intelegensi
sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan
produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi
yang nyata.
Berdasarkan pada definisi yang kedua tersebut dapat disimpulkan
bahwa dalam diri manusia terdapat potensi biopsikologis yakni
kemampuan seseorang tidak hanya terbatas pada olah pikir yang
sifatnya skolastik, karena itu Gardner berpendapat bahwa manusia
memliki multiple intellegences yang terdiri atas (i) Linguistic, (ii) Logicalmathematical, (iii) SPATIAL (ruang visual), (iv) Bodily-kinesthetic, (v)
Musical, (iv) Interpersonal, (vii) Intrapersonal, (viii) Naturalist, dan
(ix) Existential.
Untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasan tersebut dalam
lingkup pendidikan dan pembelajaran diperlukan berbagai pusat
Belajar atau kegiatan intra kurikuler dan ekstra kurikuler. Kaitan
antara jenis intelegensi dan kegiatan yang perlu dikembangkan dalam
pendidikan dan pembelajaran dapat disimpulkan pada bagan berikut
ini;
170
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
MATERI
NO
INTELEGENSI
TEMATIK
Linguistic
1.
Logical2.
mathematical
3.
SPATIAL (ruang
visual)
4.
Bodily-kinesthetic
5.
Musical
6.
Interpersonal
7.
Intrapersonal
8.
Naturalist
9.
Existential
Terkait
dengan Bhs,
ips, sejarah,
agama,
Terkait
dengan
Matematika,
IPA,
ekonomi,
fikih, dll
Terkait
dengan Keg.
menggambar
Terkait
dengan Olah
raga
Terkait
dengan
Musik, seni
suara
Biologi
KEMAMPUAN
YANG
DIKEMBANGKAN
KEGIATAN
EKSTRA
KURIKULER
PUSAT
BELAJAR
YANG
DIPERLUKAN
Pusat Membaca
Skill berpikir, logika,
komputer, dll
Mading,
public speak,
klpk pidato,
dll.
Group Sains ,
lomba sains
Skill melukis,
menggambar, baca
peta
Skill tari, berbagai
olah raga, dll.
Group lukis,
catur,
bangunan, dll
Group drama,
tari, dll
Skill musik dan
sejarahnya
Group band,
koor, dll
Studi lapangan dll.
Osis, dll
Refleksi dll.
Tugas
renungan di
rmh
Kemping,
pencinta alam
Penelitian
Skill berbicara,
menulis, komunikasi,
drama
Lingk. Berkebun,
berternak dll.
Pembiasaan, latihan
kritis
Pusat MIPA
Sanggar Seni
Buadaya dan
Olah Raga
Pusat Seni
Pusat Diklat
Kepri-badian
Pusat Riset
Diadaptasi
dari dari
P. Suparno
(2002, hal.
54) hal. 54)
Diadaptasi
P. Suparno
(2002,
Berdasarkan
padabagan
bagan didi
atas,atas,
maka pembejaran
yang
Berdasarkan
pada
maka pembejaran
yang
menggunakan pendekatan
tematik
saintifik
pada madrasah
ibtidaiyah menjadi
menggunakan
pendekatan
tematik
saintifik
pada madrasah
ibtidaiyah
menjadi
mudah
untuk
dan
pengembangkan
mudah untuk
merancang
danmerancang
pengembangkan
kegiatan
pembelajarannya.kegiatan
pembelajarannya. Seperti misalnya guru madrasah ibtidaiyah yang
Seperti misalnya guru madrasah ibtidaiyah yang akan mengajar dengan tema
akan mengajar dengan tema diriku, maka dia dapat mengubah ruang
diriku, maka dia dapat mengubah ruang kelas menjadi ruang pusat membaca
kelas
menjadi ruang pusat membaca dimana para siswa dapat belajar
dimana
para siswa
dapat belajar
tema tersebut
dengan intelegensi
linguistik,
tema tersebut
dengan
intelegensi
linguistik,
spatial, interpersonal,
intrapersonal,
sepertiintrapersonal,
kegiatan membaca
buku,membaca
peta, menulis,
melukis,
spatial, interpersonal,
seperti kegiatan
buku, peta,
bercerita,
dan sebagainya
menulis, melukis,
bercerita, dan sebagainya
D. Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah
Pembinaan kepada guru merupakan bentuk bantuan professional
yang diberikan oleh kepala madrasah dalam supervisi pembelajaran.
9
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
171
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi professional
dan pedagogik guru di samping kompetensi sosial, kepribadian dan
kepemimpinan guru madrasah.
Untuk mewujudkan tugas tersebut, maka kepala madrasah
dipersyaratkan untuk memiliki kompetensi. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun
2007 Tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah dinyatakan
bahwa kepala madrasah perlu memiliki lima (5) yaitu kompetensi
Kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
Terkait dengan kompetensi supervisi kepala madrasah, ada tiga
domain kompetensi yang perlu dimiliki oleh kepala madrasah
yaitu; (i) merencanakan program supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru, (ii) melaksanakan supervisi
akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan
teknik supervisi yang tepat, dan (iii) menindaklanjuti hasil supervisi
akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru. Dengan tiga domain kompetensi tersebut kepala madrasah
dimungkinkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran melalui
pembinaan program pembelajaran yang dilakukan. Ada beberapa
indikator yang menunjukkan keberhasilan suatu madrasah sebagai
dampak dari pembinaan program pembelajaran yang dilakukan oleh
kepala madrasah yaitu; (i) keterikatan yang tinggi kepala madrasah
terhadap perbaikan pembelajaran, (ii) partisipasi yang kuat dalam
kegiatan-kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas,
(iii) pemantauan terprogram terhadap penggunaan efektifitas waktu
pembelajaran, (iv) memiliki sikap positif ke arah para guru, tenaga
kependidikan, pustakawan, laboran, dan para siswa.
Ada beberapa tahapan dalam proses pembinaan program
pembelajaran yang dapat diadaptasi oleh kepala madrasah dalam
melaksanakan supervisi pembelajaran yaitu;
1.
Penilaian sasaran program, dalam tahap ini kepala madrasah
dapat menguji keadaan program pembelajaran yang ada dengan
tuntutan masyarakat dan kebutuhan mereka yang belajar.
2.
Merencanakan perbaikan program, dalam tahap ini kepala
madrasah dapat membentuk struktur yang tepat, mengusahakan
dan memanfaatkan infrastruktur serta mengadakan spesifikasi
sumber-sumber yang diperlukan untuk program.
172
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
3.
Melaksanakan perubahan program, diantaranya memotivasi para
guru, tenaga kependidikan, membantu program pembelajaran
dan melibatkan masyarakat.
4.
Melakukan evaluasi perubahan program, dalam tahap ini kepala
madrasah perlu memperhatikan kegiatan perencanaan evaluasi
dan penggunaan alat ukur yang tepat untuk hasil pembelajaran
(Wahjosumidjo, 1999; 208)
Tahap-tahap tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai
berikut;
TAHAP I
TAHAP II
MENILAI
TUJUAN
PROGRAM
1. Tuntutan
masyarakat
2. Tuntutan siswa
3. Menghubungkan tujuan
dengan siswa
Apakah
Kebutuhan
dg tujuan
sejalan
tidak
tidak
Menjamin
Program
Baru
ya
ya
MERENCANAKA
N PERUBAHAN
PROGRAM
1. Menyusun
struktur
2. Mencari
informasi
3. Spesifikasi
input
tidak
tidak
TAHAP IV
Bagaimana
hasil yg dicapai
MENILAI HASIL
PROGRAM
- Merencanakan
evaluasi
- Mempergunakan
instrumen
evaluasi
- Alat ukur
ya
Apakah
Perencanaan
Program
tepat
TAHAP III
MELAKSANA
KAN
PERUBAHAN
PROGRAM
- Memotivasi
staf
- Membnatu
program
pembelajaran
- Pekerja dg
masyarakat
ya
Apakah
Program dilaks
sesuai rencana
Diadaptasi dari james M Lipham dalam Wahjosumidjo, (1999; 208).
Diadaptasi dari james M Lipham dalam Wahjosumidjo, (1999;
208).
Berkaitan dengan kompetensi guru SD/MI yang akan menjadi sasaran
program supervisi pembelajaran oleh Kepala Sekolah, pemerintah dalam dalam ini
Berkaitan dengan kompetensi guru SD/MI yang akan menjadi
sasaran program supervisi pembelajaran oleh Kepala Sekolah,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
pemerintah dalam dalam ini kementerian pendidikan telah menetapkan
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
kualifikasi
dan kompetensi guru sebagaimana diatur dalam Peraturan
Kompetensi
Guru menjelaskan
bahwa ada
beberapa Indonesia
kompetensi pedagogik
Menteri
Pendidikan
Nasional
Republik
Nomorguru
16 Tahun
MI-SD
yang
perlu
dimiliki
yaitu
(i)
menguasai
karakteristik
peserta
didik
dari
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
aspek fisik, moral,
sosial, ada
kultural,
emosional,kompetensi
dan intelektual, pedagogik
(ii) menguasai teori
menjelaskan
bahwa
beberapa
guru MISDbelajar
yangdan
perlu
dimilikipembelajaran
yaitu (i) menguasai
karakteristik
peserta didik
prinsip-prinsip
yang mendidik,
(iii) mengembangkan
kementerian pendidikan telah menetapkan kualifikasi dan kompetensi guru
kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu,
(iv) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (v) memanfaatkan teknologi
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (vi) memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimiliki, (vii) berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
173
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual,
(ii) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
mendidik, (iii) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu, (iv) menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik, (v) memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (vi) memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki, (vii) berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan peserta didik, (viii) menyelenggarakan
penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (ix) memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran,
dan (x) melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran. Sedangkan kompetensi profesional yang harus dimiliki
oleh guru MI-SD yaitu; (i) menguasai materi, struktur, konsep, dan
pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu,
(ii) menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu, (iii) mengembangkan
materi pembelajaran yang diampu secara kreatif, (iv) mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif, dan (v) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
Kompetensi yang perlu dimiliki guru MI tersebut cukup strategis
karena terkait dengan bagaimana proses pembelajaran itu dimulai
dan bagaimana pula cara mengelola kegitannya. Oleh karena itu
kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran bagi guru MI menjadi
keniscayaan terutama dengan adanya amanah kurikulum 2013 yang
memuat diantaranya tentang penggunaan pendekatan tematik dan
saintifik. Untuk itu orientasi supervisi pembelajaran bagi guru MI
yang akan dilakukan oleh kepala madrasah harus sesuai dengan
target dan kebutuhan guru. Glickman (1981) membagi orientasi
supervisi pembelajaran menjadi tiga berdasarkan kemampuan guru
yaitu; (1) direktif, (2) non-direktif, dan (3) kolaboratif. Pertama,
orientasi direktif diterapkan manakala supervisor menemukan
guru yang dalam mengembangkan dirinya sendiri sangat rendah,
sehingga supervisor (kepala madrasah) harus banyak memberikan
petunjuk dengan contoh-contoh kongrit disertai dengan tugas-tugas.
Kedua, orientasi non-direktif digunakan apabila tanggungjawab
guru dalam mengembangkan dan membina dirinya sendiri tinggi.
174
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
Supervisor (kepala madrasah) hanya sekedar fasilitator. Ketiga,
orientasi kolaboratif digunakan apabila tanggungjawab antara guru
dengan supervisor seimbang. Supervisor (kepala madrasah) bersamasama saling memberi dan saling meminta melalui diskusi, sehingga
diperoleh kesepakatan.
Oliva (1984) membagi orientasi supervisi menjadi dua yaitu;
(1) orientasi langsung, dan (2) tidak langsung. Pertama, orientasi
langsung didasarkan pada asumsi bahwa (i) pengawasan dilakukan
atas dasar kewenangan seseorang yang memiliki posisi dalam hirarkhi
organisasi, (ii) orang yang lebih tinggi dan ahli, (iii) penghargaan
yang penting adalah eksternal terutama dari atasan, (iv) bekerja itu
sifatnya rasional sehingga dalam supervisi tidak perlu membicarakan
perasaan dan hubungan antar pribadi. Kedua, orientasi tidak
langsung didasarkan pada asumsi bahwa; (i) pengawasan terhadap
situasi tergantung pada tuntutan masalah, (ii) Keahliann didasarkan
pada ilmu dan pengalaman bukan pada jabatan, (iii) hasil kerja guru
merupakan alat evaluasi terbaik bagi pengukuran performansi, (iv)
penghargaan instrinsik adalah penting disamping penghargaan
ekstrinsik, (v) guru harus didengar dan dipahami oleh supervisor,
(vi) bekerja tidak hanya rasional tetapi juga emosional, (vii) perlu
penyelesaian masalah secara kolaboratif.
Sergiovanni (1982) membedakan pendekatan supervisi
pembelajaran menjadi tiga yaitu; (1) pendekatan ilmiah, (2) pendekatan
artistic, dan (3) pendekatan klinis. Pendekatan ilmiah berpandangan
bahwa pembelajaran dipandang sebagai ilmu. Karena itu perbaikan
pembelajaran harus dilakukan dengan menggunakan metodemetode ilmiah, yaitu merumuskan masalah berdasrkan kerangka
teori pembelajaran, menyusun hipotesis, mengumpulkan data,
menganalisis data dengan menggunakan teknik analisis yang relevan,
menguji hipotesis dan menarik kesimpulan. Pendekatan artistic
merekomendasikan agar pembina turut mengamati, merasakan dan
mengapresiasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Supervisor
(kepala madrasah) harus mengikuti mengajar guru dengan cermat,
telaten dan utuh. Sedangkan pendekatan klinis diangkat dari model
hubungan diagnosis terapi dalam melaksanakan pembinaan guru.
Dalam pendekatan klinis pembinaan dilakukan secara kolegial antara
pembina dengan guru. Melalui hubungan kolegial atau sejawat
diharapkan kemampuan mengajar guru dapat ditingkatkan.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
175
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
Dari berbagai orientasi dan pendekatan di atas tampak bahwa
pada hakikatnya kegiatan supervisi melibatkan hubungan antara
manusia yang satu dengan yang lain, yaitu supervisor dengan guru
untuk mencapai suatu tujuan. Karena keterkaitannya dengan pola
hubungan antar manusia itulah maka sulit untuk dilepaskan dari
sikap, motivasi, emosi dan tata nilai yang dianut oleh dua orang
atau lebih yang berinteraksi. Untuk itu dalam pelaksanaan supervisi
pembelajaran Kepala Madrasah diperlukan penerapan multiple
intellegences dan Emotional Intelligence terutama domain kecakapan
sosial (Goleman (1999) atau dengan istilah Gardner (1993) Inteligensi
interpersonal dan intrapersonal dan penyediaan pusat-pusat belajar bagi
penyaluran dan peningkatan masing-masing intelegensi yang dimiliki
oleh masing-masing guru dan siswa.
E. Implementasi Emotional Intelligence Dan Multiple Intellegences
Dalam Pelaksanaan Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah
Tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan kemampuan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik secara optimal.
Banyak instrumen yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan
diantaranya, ketersediaan sumber belajar yang handal, adanya bahan
belajar yang relevan, tersedianya sarana dan prasarana yang memadai,
terciptanya suasana yang kondusif didukung dengan pembiayaan
yang mencukupi. Diantara instrumen tersebut di atas, yang sangat
berpengaruh adalah kepemimpinan kepala madrasah terutama
supervisi pembelajarannya kepada para guru. Kepala madrasah
sebagai supervisor pada intinya adalah mengajak para guru dan tenaga
kependidikan lainnya untuk menjalankan tugas kependidikan secara
efektif. Ketidak mampuan kepala madrasah menjalin hubungan antar
pribadi dapat membuat kinerja setiap orang rendah, seperti misalnya
memunculkan permusuhan dan apatis, menurunkan motivasi, kurang
dapat dipercaya, dan lain-lainnya. Kekuatan dan kelemahan kepala
madrasah dalam emotional intelligence (kecakapan pribadi dan
kecakapan sosial) dapat diukur antara lain dari suasana kondusif atau
tidak dari madrasah yang dipimpinnya. Karena suasana madrasah
sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar yang pada
gilirannya nanti berpengaruh juga pada prestasi belajar siswa.
Indikator suasana madrasah dan belajar, diantaranya mencakup;
komunikasi yang transparan, fleksibilitas dalam proses pembelajaran,
176
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
kesempatan menemukan inovasi, rasa kepemilikan dan tanggung
jawab terhadap proses pendidikan, dan penetapan standar belajar
yang tinggi.
Pola pendekatan supervisi kepala madrasah juga sangat
berpengaruh terhadap kinerja para guru dan keberhasilan belajar
siswa. Madrasah yang dipimpin oleh kepala madrasah yang memiliki
pola direktif kurang efektif dalam pelaksanaan supervisi. Hasil
penelitian Hadi (1992) mengenai kefektifan guru dan keefektifan pola
pendekatan supervisi kepala madrasah menunjukkan bahwa sebagian
besar guru-guru STM se-Malang mempunyai persepsi bahwa pola
pendekatan supervisi kolaboratif dan non-direktif merupakan pola
yang paling efektif yang dapat diterapkan oleh kepala madrasah.
Pola direktif kurang efektif menurut persepsi sebagian besar guru.
Hasil-hasil penelitian di Amerika mengenai 3 model supervisi
tersebut menunjukkan bahwa guru-guru lebih berpikir positif jika
kepala madrasahnya menerapkan model supervisi kolaboratif dan
non-direktif (Blumnerg, 1974). Senada dengan hal itu, hasil penelitian
Nursalim, M. (2001) juga menunjukkan bahwa tinggi rendahnya
keterampilan mengajar guru banyak dipengaruhi oleh kepala
madrasah sebagai supervisor bukan sebagai administrator.
Berkaitan dengan pentingnya peran kepala madrasah itu,
maka wajar jika banyak pihak menyatakan bahwa keberhasilan
kepala madrasah juga bergantung pada tanggungjawabnya kepada
kejadian sehari-hari di madrasah. Oleh karena itu, Kepala madrasah
juga perlu berempati kepada para guru, staf dan anggota timnya.
Kepala madrasah juga dituntut mampu mengemukakan harapannya
berkaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi supaya lebih baik
dikemudian hari. Dalam kaitannya dengan empati ini, Goleman
(1999) menyatakan bahwa empati merupakan salah satu kecakapan
sosial yang perlu dimiliki oleh seseorang yang pekerjaanya berkaitan
dengan orang lain. Sedangkan kemampuan berempati antara pria
dan wanita berbeda-beda. Hasil penelitian Goleman (1999) tentang
gender dan empati menunjukkan bahwa (i) wanita lebih cenderung
mengalami penyesuaian perasaan (berempati) terhadap orang lain
dari pada pria, (ii) wanita lebih baik dalam mendeteksi perasaan yang
disembunyikan orang lain dari pada pria.
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
177
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
Dengan demikian, kepala sekokah sebagai supervisor
pembelajaran yang berhubungan dengan para guru yang cukup
variatif perlu memiliki kecakapan sosial yang berupa “empati”
yang merupakan salah satu domain dari emotional intelligence dan
interpersonal-intrapersonal yang merupakan dua domain dari multiple
intellegences. Dengan dimilikinya empati dan interpersonal-intrapersonal,
maka kepala madrasah dapat membaca dan memahami perasaanperasaan para guru yang disupervisi dan tenaga kependidikan lainnya,
dan selanjutnya ia dapat menempatkan diri secara proporsional di
dalam kelompok tersebut serta mengabil keputusan sesuai dengan
kebutuhan para guru dan siswa yang cukup variatif. Kondisi yang
demikian itu memungkinkan seseorang dapat berkomunikasi dengan
baik dan mencapai sukses.
Implementasi Emotional Intelligence dan multiple intellegences
dalam supervisi pembelajaran kepala madrasah dapat dilakukan
dengan cara antara lain
(1) menghayati dunia perasaan guru yang disupervisi serta dapat
melihat dunia luar menurut pola acuan guru
(2) mengkomunikasikan penghayatannya dengan menunjukkan
bahwa dirinya memahami perasaan, tingkahlaku, dan
pengalamanpara guru serta kebutuhan mereka yang disupervisi
secara pribadi
Dari domain yang ada pada Emotional Intelligence dan multiple
intellegences yang secara teknis mudah untuk diterapkan dalam
pelaksanaan supervisi pembelajaran Kepala Madrasah yaitu “empaty
dan interpersonal dan intrapersonal”. Domain tersebut dapat dilakukan
dalam bentuk antara lain; yaitu;
(1) mendeskripsikan perasaan yang diungkapkan guru yang
disupervisi
(2) menghayati perasaan dan emosi sendiri
(3) menghayati
disupervisi
dan
mengidentifikasi
perasaan
guru
yang
(4) mengidentifikasi pengalaman dan tingkahlaku guru yang
disupervisi.
Terkait dengan interpersonal dan intrapersonal dalam kegiatan
supervisi pembelajaran oleh kepala madarasah, seorang individu bisa
178
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
dikatakan memiliki intelegensi bila telah bergaul/berkomunikasi
dengan individu lainnya. Karena itu istilah self dalam psikologi
memiliki dua arti yaitu; sikap dan perasaan seseorang terhadap
dirinya sendiri dan suatu keseluruhan proses psikologis yang
menguasai tingkah laku dan penyesuaian diri. Gardner (1999)
mengartikan interpersonal intellegence sebagai kemampuan seseorang
untuk memahami dirinya sendiri, memiliki model bekerja efektif
sendiri, rasa khawatir, dan kemampuan-kemampuan yang lain serta
menggunakan pengetahuan tersebut secara efektif untuk mengatur
hidupnya sendiri. Sedangkan intrapersonal intellegence adalah
kemampuan seseorang untuk memahami maksud, motivasi, dan
kebutuhan orang lain, dan konsekwensinya serta mampu bekerja
sama dengan orang lain.
Implementasi “empaty dan interpersonal dan intrapersonal
intellegence” yang merupakan domain dalam Emotional Intelligence dan
multiple intellegences turut berperan dalam pencapaian prestasi kerja.
Penelitian yang dilakukan Cooper (1999;2004) menyatakan bahwa
orang yang tingkat Emotional Intelligence -nya tinggi, lebih berhasil
dalam pekerjaannya, dapat membangun hubungan personal dengan
baik, dan dapat memotivasi dirinya dan orang lain. Cooper juga
mengemukakan bahwa orang yang memiliki Emotional Intelligence
(EI) tinggi dapat meningkatkan kekuatan intuisi, senantiasa percaya
dan dipercaya orang lain, memiliki integritas, dapat menemukan
solusi pemecahan masalah dalam keadaan darurat, sehingga dapat
melakukan kepemimpinan secara efektif. Menurut Goleman (1999)
Domain Emotional Intelligence yang paling sering mengantar orang
berhasil yaitu; inisiatif, semangat juang (motivasi) dan kemampuan
menyesuaikan diri, kemampuan memimpin tim, percaya diri dan
empati.
Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa semakin baik
multiple intellegences dan Emotional Intelligence terutama pada domain
“empati dan interpersonal-intrapersonal” seseorang,
semakin
efektif dalam melaksanakan pekerjaannya. Gilmore (1974) Fromn,
E.M. (1975) menyatakan bahwa individu yang produktif memiliki
ciri-ciri sebagai berikut; (1) tindakannya konstruktif, (2) memiliki
kepercayaan diri, (3) bertanggung jawab, (4) memiliki rasa cinta
terhadap pekerjaan (empati), (5) mempunyai pandangan ke depan,
(6) kreatif, imajinatif dan inovatif. Cici-ciri orang produktif itu, pada
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
179
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
hakikatnya sudah masuk ke dalam Emotional Intelligence dan multiple
intellegences . Dengan demikian, untuk menjadi orang yang produktif,
perlu memiliki emotional intelligence dan multiple intellegences.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut;
1.
Pola Pendekatan dan orientasi supervisi Kepala Madrasah
memiliki pengaruh terhadap kinerja para guru dan keberhasilan
belajar siswa.
2.
Tinggi rendahnya kualitas pengelolaan kegiatan mengajar guru
banyak dipengaruhi oleh kualitas kepala madrasah sebagai
supervisor, bukan sebagai administrator.
3.
Emotional Intelligence dan Multiple intellegences kepala madrasah
banyak berperan dalam pencapaian prestasi kerjanya.
4.
Kepala Madrasah yang memiliki Emotional Intelligence dan Multiple
intellegences tinggi, lebih berhasil dalam melaksanakan tugasnya
dan dapat meningkatkan empati dan membangun hubungan
interpersonal dan intrapersonal serta memotivasi dirinya dan
para guru dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Blumberg, A. 1974. Superavision on Teacher: A Private Supervision in
Seceondary School. Cambridge: Massachusets, Houghton
Mifflin Company
Cooper, B.S.,& Randall, E.V., 1999. Accuracy or Advocacy: The Politics of
research in education. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.
Cooper, B.S., Fusarelli, LD, & Randall, E.V., 2004. Better Policies, Better
School: Theory and Aplications: Boston: Pearson Education, Inc.
Fromn, E.M. 1975. Man for Him Self. Fawest Premier Book.
Gardner, H., 1993, Frame of Mind: The Theory of Multiple intelligences,
New York: Basic Books
Gardner, H., 1999, Intelligence refremed: Multiple intelligences for the 21
th century, New York: Basic Books.
Gardner, H., 1999, The disciplined mind: What all students should
understand, New York: Simon & Schuster Inc.
180
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
Gardner, H., 1991, The unschooled mind: How children think and how
schools should teach, New York: Basic Books.
Gardner, H., 1999, Multiple intelligences: Kecerdasan Majmuk Teori
dalam Praktek. Batam: Interaksara
Gilmore, J.V. 1974. The Productive Personality. San Fransisco, Albion
Publishing
Glickman, C.D. 1981. Developmental Supervision: Alternative Practices
for Helping Teacher Improve Instruction. Alexandra: ASCD.
Goleman, D. (1999). Working with Emotional Intelligence. London:
Bloomsbury Publishing Plc.
Hadi, H. 1992. Persepsi Guru STM Se-Kab. Malang tentang Kefektifan Guru
dan Keefektifan Pola-pola Pendekatan Supervisi Kepala Madrasah.
Tesis tidak diterbitkan , Malang: Fakultas Pascasarjana UM
Malang.
Kemendikbud, 2013. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013,
Jakarta: BPSDM dikbud dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
-----------, 2013. Pembinaan SD, Buku Teknis buku Siswa dan buku Guru,
Jakarta: Kemendikbud
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Mantja, W. 1989, Supervisi Pengajaran: Kasus Pembinaan Profesional Guru
SD Negeri Kelompok Budaya Etnik Madura di Krajan, Disertasi
tidak dipublikasikan. Malang: Fakultas Pascasarjana IKIP
Malang.
Nursalim, M. 2001. Peranan Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah,
Keterampilan Mengajar Guru dan Prestasi Belajar Siswa SLTPN
Kota Malang: Suatu Kajian Korelasional, Tesis tidak diterbitkan
, Malang: Fakultas Pascasarjana UM Malang
Lipham, dkk.1985, The Principalship Concepts, Competencies and Cases.
London: Longman, Inc.
Oliva, P.E, 1984. Supervision for Today Schools. New York: Longman
Inc.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 13 Tahun 2007 Tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
181
Nur Ali - Supervisi Pembelajaran Kepala Madrasah...
Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses.
Pidarta, M. 1992. Pemikiran tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sergiovanni, T.J., & Starrat, R.J.1979. Emerging Pattern of Supervision:
Human Perspectives. New York: McGraw Hill Book, Co.
Sergiovanni, T.J. 1982. Supervision of Teaching. ASCD.
Suparno, P. 2002. Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah.
Yogjakarta: Kanisius.
Trianto, 2009, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta: PT,
Prestasi Pustaka Karya
Wahjosumidjo, 1999, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik
dan Permasalahannya. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada
182
, Vol. 7, No. 1, Juli-Desember 2014
PEDOMAN PENULISAN
A. Tulisan berupa hasil penelitian/kajian konseptual tentang studi
Islam yang belum pernah dipeblikasikan (orisinil)
B. Sistematika dan Teknis Penulisan :
1.
Hasil Penelitian mencakup : judul, nama penulis, alamat
penulis dan lembaga, abstrak, key words, pendahuluan,
metodologi, paparan hasil, pembahasan, kesimpulan dan
saran, dan references
2.
Kajian Konseptual mencakup: Judul, nama penulis, alamat
penulis dan lembaga, abstrak, keywords, pendahuluan, Isi
atau pembahasan (terbagi atas bagian/sub-sub bagian),
kesimpulan dan saran, dan references
3.
Judul terdiri dari 5-14 kata (bahasa Indonesia) 5-10 (bahasa
Inggris), mencerminkan isi artikel
4.
Nama penulis tanpa gelar, dilengkapi alamat korespondensi,
No. Telp. dan alamat e-mail dan nama lembaga tempat kerja
atau tempat penelitian dilakukan dan alamat lembaga
5.
Abstrak berisi paparan singkat tujuan, metode, ringkasan
hasil dan kesimpulan, ditulis dalam satu alinea berbahasa
Inggris, paling banyak 200 kata, ada kata kunci (key words)
yang berisi konsep-konsep penting yang dibahas dalam
artikel yang berbentuk kata atau frase
6.
Hasil kajian dipaparkan dalam bentuk yang mudah
dipahami (tabel dan/atau gambar), selain dalam bentuk
verbal, sehingga mudah diingat
7.
Hasil analisis telah ditafsirkan secara subtantif,dibandingkan
dengan temuan sebelumnya yang sejenis, dibandingkan
dengan teori terkait untuk mengarah pada verifikasi teori
tersebut
8.
Kesimpulan mengandung sesuatu yang baru, terkait
langsung dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan,
memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu terkait
9. Cara pengacuan menggunakan innote (dalam teks) dengan
memberikan senarai kemuktakhiran pustaka yang diacu
contoh:
•
Ibrahim Bafadlal (2001:25) mengemukakan bahwa
syariat Islam bersifat Universal untuk semua bangsa di
Dunia
•
Syariat Islam bersifat Universal untuk semua bangsa di
dunia (Ibrahim Bafadlal, 2001:25)
C. Pustaka yang diacu harus relevan dengan masalah yang
dikaji;lebih banyak berasal dari sumber primer daripada
sekunder; lebih banyak dari sumber yang diterbitkan 10 tahun
terakhir (kecuali kajian historis); lebih banyak dari jurnal ilmiah;
disusun berdasar urutan abjad; tanpa nomer; nama belakang
didahulukan tanpa koma, bila dua orang atau lebih dipisahkan
dengan koma (,) menggunakan sistem; nama.tahun. judul buku.
Kota penerbit; nama penerbit.
Download