BAB II TEORI DASAR

advertisement
BAB II TEORI DASAR
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Penelitian dan Pengembangan HTTR
High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR), dengan inharent safety
dan mampu menghasilkan panas bertemperatur tinggi hingga 1000 oC di luar
reaktor, dapat mencapai pemanfaatan yang efektif di energi nuklir dalam berbagai
bidang. Sebagai contoh, HTGR memungkinkan dapat memproduksi hidrogen
dengan memanfaatkan suplai temperatur yang tinggi. Hidrogen diharapkan
sebagai sumber energi alternatif pengganti energi yang berasal dari fossil. Oleh
karena itu, HTGR diharapkan berkontribusi terhadap lingkungan global dan
menyediakan berbagai suplai energi. [2]
Japan Atomic Energy Research Institute (JAERI) telah melakukan
penelitian dan pengembangan HTGR sejak 1960-an, untuk mendirikan dan
meningkatkan teknologi HTGR. JAERI memutuskan untuk membangun HTTR
(High Temperature Engineering Test Reactor) berdasarkan Program Jangka
Panjang Untuk Pengembanagan dan Pemanfaatan Energi Nuklir yang direvisi
tahun 1987. HTTR adalah jenis reaktor temperatur tinggi berpendingin gas (High
Temperatur Gas-cooled Reactor, HTGR). JAERI mendapatkan izin dari
pemerintahan jepang untuk pendirian HTTR pada November 1990, dan mulai
melakukan konstruksi fisik di Oarai Research Establishment pada Maret 1991.
Dan kekritisan pertama telah dicapai pada November 1998.
HTTR merupakan sebuah reaktor test dengan daya termal 30 MW dan
suhu keluaran pendingin 950 oC. Reaktor yang memakai jenis elemen bakar “pinin-block” ini mampu mendemonstrasikan penggunaan panas nuklir untuk proses
dengan sebuah penukar panas perantara (Intermediate Heat Exchanger, IHX).
Dengan menggunakan HTTR, pengembangan dan penelitian teknologi dasar dan
inovatif dari reaktor gas temperatur tinggi dapat dilakukan. [3]
-6-
BAB II TEORI DASAR - 7 JAERI melakukan beragam penelitian dan pengembangan teknologi
mutakhir HTGR dengan topik-topik utama sebagai berikut: bidang elemen bakar
nuklir, percobaan-percobaan iradiasi mengungkapkan bahwa kualitas elemen
bakar dapat diperbaiki melalui modifikasi pada proses fabrikasi elemen bakar.
Percobaan-percobaan pemanasan pasca iradiasi (post-irradiation heating) di
bawah kondisi tak normal telah dilakukan untuk mempelajari kelakuan hasil fisi
dan unjuk kerja elemen bakar. Di bidang material grafit, studi-studi tentang sifat
mekanik dan metode uji tak-merusak telah dilakukan untuk menunjang desain dan
pemeriksaan komponen-komponen teras serta penyangga teras HTTR. Untuk
bidang material logam, pengembangan dan penelitian tentang campuran logam
(alloy) suhu tinggi untuk aplikasi bahan struktur telah dilakukan.
Untuk menunjang pengembangan dan penelitian teknik nuklir, pada teras
terbaru Very high Temperature Reactor Critical Assembly (VHTRC) dimasukan
juga batang-batang racun (poison rods) selain batang bahan bakar (fuel rods).
Teras tersebut telah dipakai untuk studi kekritisan dan karakteristik neutronik dari
teras HTTR. Penelitian-penelitian juga pada perpindahan panas, dinamika fluida
dan teknik visualisasi aliran dalam kondisi kecelakaan hilang pendingin, pecahnya
pipa pendingin primer dan pipa tegak (standing pipe) HTTR telah dilakukan. [4]
Pengembangan dan penelitian HTTR untuk aplikasi panas nuklir tinggi,
yakni produksi hidrogen dengan proses elektrolisis suhu tinggi, steam reforming
dan sulfur-iodine water splitting cycle sedang dilakukan. Sebuah sistem produksi
dan ko-produksi methanol yang akan disambungkan ke HTTR sedang didesain
yaitu Nuclear Process Heat Utilization System (NPHUS).
2.2.1 Produksi hidrogen (HTTR-IS proses)
JAEA merencanakan membangun sistem untuk keperluan produksi
hidrogen. Sistem ini diberi nama HTTR-IS, yaitu sistem proses produksi hidrogen
yang bersal dari High Temperature Test Reactor (HTTR). Sistem HTTR-IS ini
akan didemonstrasikan pertama kali di dunia menggunakan panas dari reaktor
BAB II TEORI DASAR - 8 nuklir untuk produksi hidrogen. Kemampuan produksi hidrogennya diperkirakan
sekitar 1000 Nm3/h. [5]
Gambar 2.1 Sistem proses produksi pada HTTR-IS
Siklus pemecahan air dengan Termokimia mempunyai potensi yang sangat
besar utnuk merealisasikan produksi hidrogen dari air menggunakan HTGR.
Pemecahan air tersebut dengan mengkombinasikan reaksi kimia endotermik. IS
proses (SI proses) adalah salah satu proses termokimia yang sedang dipelajari dan
diteliti oleh General Atomic. Prosesnya, panas akan menguraikan (dekomposisi)
asam sulfat dengan memanfaatkan reaksi kimia endotermik, yang panasnya
diperoleh dari HTRG. IS proses memiliki potensi yang sangat besar terutama
produksi hidrogen dalam skala besar.
JAEA
melalui
R&D
di
teknologi HTGR
dan
IS-proses
teleh
mengembangkan konstruksi dan operasinya pada HTTR. IS proses sedang
dipelajari oleh JAEA sehingga membagi dalam beberapa topik:
1. studi proses kontrol untuk siklus tertutup produksi hidrogen,
2. studi metode proses solusi HIx (solusi HI-I2-H2O) untuk mencapai
efisiensi panas,
3. seleksi material industri dan pengembangan konsep komponen utama
seperti penguapan asam sulfat.
Berdasarkan hasil studi tersebut JAEA merencanakan akan melakukan pilot test
pada IS-proses ini.
BAB II TEORI DASAR - 9 -
Gambar 2.2 Skema reaksi IS-proses
Siklus termokimia untuk produksi hidrogen dinamakan IS (Iodine-Sulfure)
atau SI proses, operasi siklusnya ada 3 reaksi kimia diluar dekomposisi air secara
termal menggunakan panas dengan temperature di bawah 1000 oC, yang berasal
dari panas yang dihasilkan HTGR. IS proses terdiri dari reaksi kimia sebagai
berikut:
Reaksi (1) dikenal sebagai reaksi bunsen, proses eksotermik sebagai gas
SO2 reaksi absorpsi dengan campuran air-Iodine. Hasil HI dan H2SO4 dapat
dipisahkan dengan fase cair-cair pemisahan asam sulfat dan penemuan solusi HIx
oleh peneliti General Atomic. Reaksi (2) pemisahan endotermik dan dapat dibawa
ke dalam fase gas atau fase cair menggunakan katalis. Reaksi (3) proses dalam
dua tahap di bawah ini, yaitu:
Reaksi pertama merupakan reaksi spontan pada temperatur 300-500 oC,
sedangkan reaksi kedua terjadi pada temperature 750-850 oC dan ditambahkan
dengan katalis. Panas nuklir pada temperature tinggi dapat diperoleh dari HTGR
dengan digunakan asam sulfat sebagai dekomposisi. Skema reaksi proses tersebut
dapat dilihat pada gambar 2.2. Sedangkan secara umum proses siklus yang akan
dilakukan pada pilot test yang akan diaplikasikan pada HTGR seperti pada
gambar 2.3.
BAB II TEORI DASAR - 10 -
Gambar 2.3 Skema sederhana pilot test plant
2.2 Reaksi Fisi
Reaksi fisi adalah inti dari reaksi yang terjadi di dalam reaktor nuklir.
Reaksi fisi terjadi apabila sebuah inti berat yang bersifat fisil seperti U235 atau
Pu239 terbelah dua menjadi inti yang lebih ringan. Proses yang terjadi tersebut
tentulah bukan reaksi spontan, tetapi diperlukan sebuah nukleon yang bersifat
netral yang dapat membelah inti tersebut. Maka, digunakanlah neutron untuk
menembak inti tersebut dengan energi atau kecepatan tertentu. Selanjutnya
neutron merupakan pokok pembicaraan yang meliputi keseimbangan jumlah
neutron atau energi neutron. Reaksi inti yang terjadi di dalam reaktor: [7]
n + U 235 → Produksi Fisi + n + Energi
Setiap reaksi fisi terjadi menghasilkan energi yang besarnya kira-kira 200
MeV yang berubah menjadi panas yang digunakan dalam reaktor nuklir. Selain
itu, juga dihasilkan 2-3 neutron yang dapat kembali bereaksi dengan inti fisil yang
menghasilkan reaksi berantai. Keadaan yang diinginkan dalam reaktor adalah
keseimbangan jumlah neutron, sehingga jumlah neutron yang membentuk reaksi
fisi adalah tetap. Secara teori, pembahasan neutronik di dalam reaktor ada dalam
penyelesaian persamaan difusi. [7]
BAB II TEORI DASAR - 11 -
2.3 Persamaan Transport Boltzman dan Persamaan Difusi
Pendesainan sebuah reaktor nuklir, memerlukan perhitungan yang tepat.
Banyak hal dan faktor yang harus diperhitungkan dengan sangat teliti, karena
sedikit kesalahan saja, akan menyebabkan bahaya besar bagi kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya. Dalam mendesain nuklir, salah satu masalah pokok
yang harus diperhatikan adalah besar dan distribusi neutron di dalam reaktor.
Termasuk distribusi dan besarnya laju dari berbagai reaksi nuklir yang terjadi di
dalam reaktor. Besar dan distribusi neutron di dalam reaktor dikenal dengan
transport neutron, yaitu gerakan neutron ditinjau sebagai aliran dalam teras
reaktor, termasuk tabrakan yang dialami neutron, hilangnya neutron karena
diserap oleh material-material dalam reaktor, dan keluarnya neutron dari dalam
reaktor. Dengan mengetahui distribusi dan populasi neutron di dalam reaktor,
kestabilan reaksi berantai dapat terjaga.
Persamaan yang terkait dengan permasalahan di atas adalah persamaan
Transport
Boltzmann.
Persamaan
Transport
Boltzmann
menggambarkan
fenomena transport partikel yang bermuatan atau netral. Banyak aplikasi yang
dapat diterapkan ke dalam persamaan ini, termasuk di dalamnya perhitungan
dalam desain reaktor nuklir, perhitungan penahan radiasi, dan lain-lain. Namun
persamaan Transport Boltzmann ini sulit untuk dipecahkan secara matematis.
Untuk memecahkan persamaan ini, diasumsikan gerakan neutron di dalam
reaktor sebagai proses difusi. Efek yang didapat dari asumsi ini bahwa neutron
cenderung untuk berdifusi dari daerah dengan kerapatan neutron tinggi ke daerah
dengan kerapatan neutron yang lebih rendah, hal ini serupa dengan proses difusi
panas dari daerah bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur lebih rendah.
Persamaan difusi menyatakan bahwa energi neutron-neutron diasumsikan
memiliki group-group energi dan solusi dari persamaan ini adalah dapat
menghasilkan bentuk distribusi fluks neutron terhadap ruang dan berikutnya dapat
dihasilkan pula bentuk distribusi daya yang bergantung pada ruang. Karena
persamaan difusi menyatakan bahwa energi neutron-neutron diasumsikan
BAB II TEORI DASAR - 12 memiliki group-group energi maka persamaan ini sering juga disebut persamaan
difusi multigroup.
Dalam penurunan persamaan difusi ini diterapkan konsep keseimbangan
jumlah neutron yang masuk dan neutron yang keluar dari teras. Persamaan
keseimbangan jumlah neutron adalah sebagai berikut:
⎤
⎤ ⎡ Neutron
⎡ Perubahan⎤ ⎡ Perubahan⎤ ⎡Sumber ⎤ ⎡ Neutron
⎤
⎡ Laju
⎥
⎥ ⎢masuk
⎥ ⎢neutron ⎥ ⎢hilang
⎥ ⎢karena
⎢karena
⎢ Perubahan⎥
⎥
⎥+⎢
⎥−⎢
⎥+⎢
⎥−⎢
⎥ = −⎢
⎢
⎥
⎥ ⎢karena
⎢leakage ⎥ ⎢absorpsi ⎥ ⎢dari fisi ⎥ ⎢karena
⎢ Jumlah ⎥
⎥
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎢
⎢
⎥
⎢
⎦ ⎣hamburan( g )⎦ ⎣hamburan( g )⎦
⎦ ⎣( g )
⎦ ⎣( g )
⎣
⎣neutron( g ) ⎦
Indeks [g] menunjukan nilai dari group energi neutron. Dari energi yang
terbesar hingga energi yang terkecil. Dari persamaan kesetimbangan neutron di
atas, tanda positif (+) menyatakan bahwa neutron-neutron tersebut bertambah,
sedangkan tanda negatif (-) menyatakan neutron-neutron berkurang atau hilang.
Jika ditulis secara matematis, persamaan kesetimbangan neutron di atas
akan berbentuk sebagai berikut :
1 ∂φ g
= −∇.D g ∇φ g − ∑
ν g ∂t
ag
+ S g −∑
sg
φ g +∑
g'
Σ sgg ' φ g '
[2.1]
dengan suku sumber neutron :
S g=
xg
keff
∑ vg 'Σ fg 'φ g '
g'
[2.2]
Perubahan neutron yang hilang karena adanya absorpsi maupun hamburan dapat
digabung menjadi suku removal, sebagai berikut:
∑ Rg φ g = ∑ ag φ g + ∑ sg φ g
Dalam keadaan steady state:
1 ∂φ g
= 0
ν g ∂t
Sehingga persamaan multigroup akan berubah menjadi :
[2.3]
BAB II TEORI DASAR - 13 -
∇.Dg ∇φ g + ∑
Rg
φg =
χg
keff
∑ vg 'Σ fg 'φ g ' + ∑ Σ sgg 'φ g
g'
[2.4]
g'
dengan:
D
≡ tetapan difusi
Σi
≡ penampang lintang makroskopik reaksi ke-i
νΣf
≡ probabilitas terjadinya reaksi per detik
φ
≡ flux neutron tergantung terhadap ruang dan energi
keff
≡ faktor multiplikasi efektif
∇.D g ∇φ g
≡ suku bocoran (leakage)
Sg
≡ sumber neutron
∑
ag
φg
≡ suku absorbsi
∑
sg
φg
≡ jumlah neutron masuk karena hamburan
∑Σ
sg ' g
φg '
≡ jumlah neutron berkurang karena hamburan
g'
2.4 Solusi Persamaan Difusi Multigroup
Persamaan difusi dapat diselesaikan secara numerik dengan menggunakan
metoda beda hingga, SOR (Successive Over Relation). Solusi persamaan ini
diselesaikan untuk kasus silinder dua dimensi dalam arah radial (r) dan arah aksial
(z).
Persamaan difusi multigroup :
− ∇.Dg ∇φ g + ∑ Rg φ g =
χg
k eff
∑υ ∑
gi
gi
fg i
φ g i + ∑∑ sg i g φ g
[2.5]
gi
Persamaan difusi ini, diintegralkan terhadap volume silinder :
∫ − ∇.D ∇φ d r + ∫ ∑
3
g
i, j
g
φ d 3r =
Rg g
i, j
χg
k
∫ ∑υ ∑
i
i, j g
gi
fgi
φg i d 3r + ∫ ∑∑sgi g φg i d 3r
i
i, j g
[2.6]
BAB II TEORI DASAR - 14 -
Teorema Gauss digunakan pada untuk mengubah suku bocoran menjadi
integral permukaan. Bentuk persamaan difusi bila dituliskan dengan metoda
numerik beda hingga (finite-difference) untuk suatu elemen ruang berindeks i
(dalam arah radial) dan j (dalam arah axial) adalah :
− ∫ Dg∇φg .da + ∑Rg φig, jV i, j =
i, j
χg
k
∑υ ∑
gi
gi
fg i
φig, ijV i, j + ∑∑sg i g φsg i gV i, j
[2.7]
gi
Maka, suku bocoran akan menjadi :
⎧⎛
φ ig+ 1, j − φ ig, j i , i + 1, j
φ ig, j − φ ig− 1, j i − 1, i , j ⎞ ⎫
⎜
⎟ +⎪
A
A
− Dg
⎪⎜ D g
⎟
Δ
Δ
r
r
⎪⎝
⎠ ⎪
− ∫ D g ∇ φ g .da = ⎨
⎬ [2.8]
i , j +1
i, j
i, j
i , j −1
⎞
φg − φg
φg − φg
i, j
⎪ ⎛⎜
i , j , j +1
i , j + 1, j ⎟ ⎪
A
A
− Dg
⎪⎜ D g
⎟ ⎪
Δz
Δz
⎠ ⎭
⎩⎝
Secara lengkap, model numerik persamaan difusi multigroup dapat
dituliskan sebagai berikut :
⎛ D g A i , j , j + 1 ⎞ i , j + 1 ⎛ D g A i , i + 1, j ⎞ i + 1 , j ⎛ D g A i − 1, i , j
⎜
⎟φ g + ⎜
⎟φ g + ⎜
⎜
⎟
⎜
⎟
⎜
Δ
Δ
Δr
z
r
⎝
⎠
⎝
⎠
⎝
i , j , j +1
i , i + 1, j
i − 1, i , j
i , j − 1, j
⎧⎪ D g A
Dg A
Dg A
Dg A
+
+
+
+
⎨
Δz
Δr
Δr
Δz
⎪⎩
χg
∑ υ i ∑ fg i φ ig, ijV i , j + ∑i ∑ sgg i φ ig, jV i , j
k gi g
g
⎞ i − 1, j ⎛ D g A i , j − 1, j
⎟φ g + ⎜
⎟
⎜
Δz
⎠
⎝
⎫⎪
∑ Rg V i , j ⎬⎪ φ ig, j =
⎭
⎞ i , j −1
⎟φ g +
⎟
⎠
[2.9]
Jika diberlakukan syarat batas jarak ekstrapolasi, maka akan didapatkan :
∂φ
∂r
= 0 dan
R =0
∂φ
∂z
=0
[2.10]
R =0
φ ( R + 0.7 λtr ) = 0,
φ ( Z + 0.7 λtr ) = 0
Hal ini diberlakukan pada seluruh ruang, sehingga akan terbentuk matriks
pentadiagonal M. Sehingga pada akhirnya persamaan di atas dapat ditulis dalam
bentuk sederhana :
M φ =S
[2.11]
Dari persamaan tersebut, kita dapat mengetahui besarnya fluks neutron dengan
melakukan invers matriks M. Selain didapatkan distribusi fluks terhadap ruang,
harga K-ff dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai berikut:
BAB II TEORI DASAR - 15 -
1. Tebak harga φ
(0)
dan k(0)
2. hitung sumber neutron
S (0) =
χg
k
∑υ ∑ φ
(0)
gi
gi
3. Hitung φ
(0)
i , j (0)
g
gi
+ ∑∑ φgi , j (0)
g i sg i g
dengan menyelesaikan matriks pentadiagonal dengan
menggunakan metode SOR sampai konvergen, syarat konvergen
φi( m+1) − φi( m )
<ε
φi( m +1)
4. Hitung
k (1) = k (0)
∑∑υ ∑ φ
i, j
g
i
gi
∑∑υ g
i, j
gi
i
fg
i
∑φ
fg i
i , j (1)
g
V i, j
i , j (0)
g
V i, j
5. Ulangi langkah 2 sampai tercapai konvergen
k ( m +1) − k ( n )
<ε
k ( m+1)
2.5 Parameter Neutronik
2.5.1
Faktor multiplikasi (keff)
Sesuai dengan penjelasan tentang reaksi fisi di atas, neutron memiliki
peranan penting pada reaksi berantai yang terjadi di dalam reaktor nuklir.
Neutron-neutron akan tercipta akibat dari reaksi fisi, dan akan bergerak di dalam
reaktor hingga pada akhirnya berkurang atau musnah karena proses leakage,
capture dan scattering. Leakage adalah proses keluarnya neutron dari reaktor,
capture adalah kemungkinan terjadinya reaksi antara neutron dengan inti lain
tetapi tidak menghasilkan reaksi fisi. Proses yang lain adalah scattering adalah
terjadinya tumbukan antara neutron dengan inti lain dan mengurangi energi
neutron.
Sejumlah neutron yang dihasilkan dari reaksi-reaksi fisi yang terjadi akan
menumbuk dan bereaksi dengan bahan bakar fisil untuk memicu reaksi fisi
berikutnya. Banyaknya neutron yang bereaksi akan menentukan kelahiran
BAB II TEORI DASAR - 16 -
neutron-neutron baru hasil reaksi fisi tersebut. Dan neutron-neutron hasil reaksi
fisi tersebut merupakan neutron generasi baru.
Untuk keperluan tertentu, kita dapat mengukur jumlah neutron yang
berada dalam dua generasi neutron yang berurutan. Kemudian kita dapat
mendefinisikan rasio neutron-neutron yang dikenal dengan faktor multiplikasi (k).
k eff ≡
Jumlah neutron pada suatu generasi
Jumlah neutron pada generasi sebelumnya
Sebenarnya, jumlah neutron hasil reaksi fisi pada suatu generasi sebanding dengan
jumlah reaksi fisi yang terjadi pada generasi tersebut, sehingga kita dapat
mendefinisikan faktor multiplikasi (keff) menggunakan jumlah reaksi fisi yang
terjadi di dalam generasi tersebut. [7]
Jika faktor multipliasi (keff) = 1, maka jumlah neutron dalam suatu
generasi akan sama dengan jumlah neutron dalam generasi sebelumnya, dan
karenanya reaksi berantai yang terjadi akan independen terhadap waktu. Dan
sebuah sistem seperti ini disebut dengan kritis. Jika faktor multiplikasi (keff) < 1,
maka jumlah neutron dalam sebuah generasi akan lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah neutron dalam generasi sebelumnya, dan reaksi berantai yang
terjadi akan terus berkurang, sistem seperti ini disebut dengan subkritis. Berbeda
dengan kritis dan subkritis, sebuah sistem dikatakan superkritis dengan faktor
multiplikasi (keff) >1, jika jumlah neutron pada suatu generasi lebih banyak dari
jumlah neutron pada generasi sebelumnya, sehingga reaksi berantai semakin lama
akan semakin banyak bahkan bisa tidak terkontrol dan akan menyebabkan efek
seperti pada bom nuklir. Hal ini sangat berbahaya dan harus dihindari. [7]
N(t)
k > 1 superkritis
N(0)
k = 1 kritis
k < 1 subkritis
Gambar 2.4 Grafik Banyaknya Neutron terhadap Waktu di dalam Reaktor
BAB II TEORI DASAR - 17 -
2.5.2
Reaktivitas (ρ)
Reaktivitas, merupakan faktor yang menyatakan tingkat kereaktifan
reaktor. Faktor reaktivitas (ρ) ini sangat berkaitan dengan faktor multiplikasi
(keff). [7]
Reaktivitas(ρ ) ≡
Δkeff keff − 1
≡
keff
keff
Dari persamaan di atas, dapat diturunkan dengan mudah bahwa ketika faktor
multiplikasi (keff) = 1 atau ketika berada dalam keadaan kritis, maka nilai
reaktivitas (ρ) akan bernilai 0, dan seperti pengertian di atas, hal ini menunjukan
reaksi berantai yang independen terhadap waktu dan jumlah neutron pada suatu
generasi sama dengan jumlah neutron pada generasi sebelumnya. Pada keadaan
subkritis keff < 1, maka reaktivitas (ρ) akan bernilai negatif (-). Hal ini berarti
bahwa jumlah neutron pada suatu generasi akan lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah neutron pada generasi sebelumnya, dan reaksi fisi yang terjadi
dalam reaktor akan tereduksi tergantung terhadap waktu. Sedangkan jika faktor
multiplikasi keff > 1, dengan kata lain reaktivitas (ρ) akan bernilai positif (+),
sehingga reaksi yang terjadi akan terus bertambah seiring dengan waktu.
2.6 Distribusi Daya
Pengayaan (enrichment) bahan bakar, geometri teras, tipe dan penempatan
kontrol serta rancangan elemen bahan bakar adalah paramaeter yang
mempengaruhi distribusi daya. Distribusi daya selain penting untuk menentukan
standarisasi keamanan suatu teras, juga memegang peranan dalam analisis
termohidrolik dari teras reaktor nantinya, misalnya dalam hal menentukan
perubahan temperatur inlet-outlet teras reaktor. Kondisi ideal dari distribusi daya
adalah merata dalam teras secara radial maupun aksial. Jika distribusi daya dalam
teras tidak merata, berarti menunjukkan adanya pengumpulan daya pada satu
daerah, ini akan memungkinkan daerah tersebut mencapai temperatur yang terlalu
tinggi sehinggai akan dapat mengurangi performance teras atau bahkan
BAB II TEORI DASAR - 18 -
menyebabkan kegagalan pada teras. Konfigurasi teras reaktor yang heterogen
akan mengakibatkan adanya variasi fluks neutron ataupun distribusi daya untuk
beberapa daerah tertentu.
Rapat daya bersatuan watt/cc menyatakan besarnya daya yang dihasilkan
persatuan volume di satu mesh. Sedangkan rapat daya rata-rata adalah besaran
yang menyatakan jumlah rapat daya yang dihasilkan diseluruh mesh dalam teras
aktif dibagi jumlah total mesh. Besaran daya maksimum yang dihasilakan reaktor
dikenal sebagai “power peaking factor” yang merupakan perbandingan antara
rapat daya maksimum dengan rapat daya rata-rata, sehingga dapat diformulasikan
sebagai berikut : [7]
FPP =
φmax
φave
Nilai power–peaking akan meningkat bila lebar daerah moderator kita perbesar
atau dengan memperbesar nilai pengayaan pada bahan bakar yang kita
pergunakan. Untuk memperkecil nilai power-peaking salah satu cara yang dapat
dipergunakan yaitu dengan cara memperkecil daerah bahan bakar.
2.7 Bahan Bakar dan Rantai Konversi Uranium dan Thorium
Uranium adalah unsur yang ada di alam dan bahan logam yang memiliki
kerapatan (density) yang sangat tinggi. Bijih uranium dapat diekstrak dan
dikonvert secara kimiawi menjadi uranium okside. Uranium di alam dapat
ditemukan dalam 3 isotop yang berbeda, yaitu U-238, U-235, dan U-235. Isotop
lainnya dapat disintesis, dan semua isotop uranium adalah bersifat radioaktif. U238 merupakan uranium yang kelimpahan di alam paling banyak yaitu 99,27%
(t1/2 = 4.47x109 tahun).
Isotop – isotop uranium dapat dipisahkan untuk meningkatkan konsentrasi
satu isotop terhadap yang lainnya. Proses ini yang dikenal dengan enrichment
(pengayaan). Fraksi pengayaan misalnya U-235 yang lebih baik untuk reaktor
nuklir power dan untuk membuat senjata nuklir.
BAB II TEORI DASAR - 19 -
Material uranium yang fertil dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan
mengkonversinya terlebih dahulu menjadi fisil melalui penembakan neutron (n,α).
U-238 mengabsorpsi neutron menjadi U-239 yang secara alami dapat meluruh
menjadi Np-239. Berikut ini adalah rantai konversi U-238 dan U-235: [7]
Np237
Am241
β
U235 ⎯⎯⎯
→U236 ⎯⎯⎯
→U237
(n,γ )
(n,γ )
β
Pu 239 ⎯⎯⎯
→ Pu 240 ⎯⎯⎯
→ Pu 241 ⎯⎯⎯
→ Pu 242
( n ,γ )
( n ,γ )
( n ,γ )
Np239
β
(a)
U238 ⎯⎯⎯
→U239
(n,γ )
(b)
Gambar 2.5 Reaksi uranium di dalam core (a) U-235 dan (b) U-238
Sedangkan, thorium adalah bahan logam yang terdapat di alam dan
termasuk golongan logam transisi, dengan struktur kristal face center cubic, fcc.
Bentuk thorium mempunyai ukuran butiran yang besar dan dalam jumlah kecil
thorium dapat ditemukan dalam sebagian besar bebatuan dan tanah. Thorium pada
umumnya berada dalam mineral tertentu, antara lain thorium banyak terdapat
dalam bentuk monazite (thorium posfat). Monazite mengandung sekitar 12%
thorium oksida (ThO2) dan merupakan sumber terbesar thorium.
Jumlah thorium di bumi sangat melimpah yaitu sekitar 3 kali lebih banyak
dari uranium. Bahan bakar thorium dapat bekerja dalam daerah energi termal dan
seperti halnya uranium, thorium dapat digunakan pula sebagai bahan bakar nuklir.
Meskipun termasuk material fertil, Th-232 dapat menyerap neutron lambat untuk
menghasilkan U-233 yang merupakan material fisil. Satu hal yang penting, U-233
lebih baik dari material fisil lain karena ia memiliki daerah cross section absorpsi
neutron lebih besar, sehingga kemampuan teras reaktor menghasilkan material
fisil pada keadaan irradiation yang cukup lama akan lebih besar pula. Hal ini akan
berdampak positif pada pengurangan bahan bakar, sehingga tentunya akan lebih
ekonomis.
BAB II TEORI DASAR - 20 -
Ada beberapa keistimewaan secara neutronik dalam penggunaan bahan
bakar thorium antara lain, U-233 mempunyai jumlah neutron hasil fisi per neutron
penyerapan pada keadaan termal (η) yang besar dan nilai perbandingan
penangkapan (capture) pada keadaan resonansi epitermal terhadap fisi yang kecil.
Selain itu, juga ada beberapa keuntungan non-neutronik yaitu, pertama bahan
bakar ini sangat stabil karena susunan stokiometrinya dan juga konduktivitas
termal ThO2 yang lebih besar dibandingkan UO2. kedua, thorium dioksida
mempunyai titik leleh lebih besar (17000C) dan titik didih lebih besar 5000C
dibandingkan uranium dioksida. Ketiga, thorium memiliki koefesien ekspansi
termal yang lebih rendah.
Berdasarkan keistimewaan-keistimewaan diatas, meskipun akan lebih
sedikit mahal dalam fabrikasinya, Th tetap berpotensi menjadi bahan bakar masa
depan, karena bahan bakar ini akan memberikan faktor kapasitas pembangkit dan
burnup yang lebih tinggi sehingga dapat umur operasi akan lebih lama, limbahnya
akan berbentuk lebih stabil dan insoluble dan sangat resistan terhadap penghasilan
material-senjata (weapon-material proliferation) sehingga akan lebih ekonomis
dan mengurangi biaya pembuangan limbah bahan bakar.
Material thorium yang fertil dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan
mengkonversinya terlebih dahulu menjadi fisil melalui penembakan neutron (n,α).
Th-232 mengabsorpsi neutron menjadi Th-233 yang secara alami dapat meluruh
menjadi Pa-233 dan kemudian menjadi U-233 yang fisil. Berikut ini adalah rantai
konversi Th-232 dan U-233 : [8]
U ⎯⎯⎯
→ U 234 ⎯⎯⎯
→U 235 ⎯⎯⎯
→U 236
( n ,γ )
( n ,γ )
( n ,γ )
233
92
β − (27.d )
233
91
Pa
β − ( 23.4m)
Th ⎯⎯⎯
→ Th 233
( n ,γ )
232
90
Gambar 2.6 Reaksi thorium di dalam core Th232-U233
BAB II TEORI DASAR - 21 -
Dalam rantai konversi, akan dikenal nilai Converting Ratio (CR) yaitu
nilai yang dapat menunjukkan tingkat pengkonversian dimana jika nilai CR
kurang dari satu maka disebut converter. CR dapat didefinisikan sbb :
CR =
FP
,
FD
FP= material fisil yang terproduksi
FD= materail fisil yang hilang
2.8 Burnable Poisons
Umur suatu reaktor secara umum dapat ditentukan dengan jumlah bahan
bakar awal yang diisi kedalam teras reaktor. Ini berpengaruh pada ekses
reaktivitas,
semakin
banyak
bahan
bakar
maka
semakin
besar
ekses
reaktivitasnya, karena material fisil akan semakin banyak pula. sehingga ini akan
berpengaruh pada elemen kontrol reaktor. [8]
Jika teras diisi dengan material Burnable poisons(BP) yaitu material
berharga cross section absorpsi yang tinggi (poison) pada bahan bakar awal, yang
notebane mempunyai cross section fisi tinggi, maka ini tentu saja akan
mempengaruhi ekses reaktivitas awal reaktor. Absorpber-absorpber ini akan
menangkap/meyerap neutron lebih cepat dari fuel burnup, sehingga akan
berkontribusi dalam meniadakan ekses negatif yang pada akhirnya akan
berdaampak pada umur teras.
BP mempunyai beberapa keuntungan diantaranya dapat menambah umur
teras tanpa mengurangi control safety, dapat mengurangi jumlah kontrol secara
mekanik, dan dapat juga memperbaiki distribusi daya pada teras, seperti menekan
reaktivitas di region tertentu. Oleh karena itu, BP yang dapat ditambahkan
kedalam bahan bakar harus mempunyai karakteristik khusus. Pertama, harga cross
section
absorpsi
harus
lebih
tinggi
dari
bahan
bakar
agar
dapat
menangkap/meyerap lebih cepat dari burnup bahan bakar. Kedua dapat
meninggalkan sedikit sisa poison pada akhir fuel cycle, jadi isotop yang
membentuk oleh neutron capture dalam poison harus isotop yang mempunyai
cross section absorpsi yang kecil. Penambaahan BP pada bahan bakar tidak
mempengaruhi integritas struktur dari teras.
BAB II TEORI DASAR - 22 -
2.9 Alur Perhitungan SRAC-EWS
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SRAC-EWS
(Standart termal Reactor Analysis Code system - Engineering Work Station),
program yang dikembangkan oleh JAERI (Japan Atomic Energy Reasearch
Institute). Program ini dapat membantu dalam mendesain dan menganalisa
reaktor, khususnya reaktor termal. SRAC-EWS memanfaatkan data nuklida yang
berasal dari JENDL3.2 untuk menghasilkan data penampang lintang mikroskopik
dan makroskopik yang efektif dari masing-masing komposisi material teras
reaktor.
Perhitungan cell menggunakan geometri berbentuk hexagonal untuk
elemen bahan bakar dan silinder geometri untuk perisai lentari, perisai dapat ganti,
batang kendali dan dummy block bahan bakar. Keseluruhan perhitungan teras
menggunakan CITATION modul dari kode komputer SRAC-EWS dengan
geometri θ - R - Z.
MULAI
SRAC PUBLIC
LIBRARY
PERHITUNGAN
CELL & BURNUP
JENDL 3 2 ENDF/B JEF
m burn up
SRAC USER LIBRARY
Flux, Mikroskopik,
Makroskopik
HOMOGENISASI
& COLLAPSING
n cell
PERHITUNGAN
CORE
m burn up
DATA HASIL
PERHITUNGAN
SELESAI
Gambar 2.7 Diagram blok perhitungan desain reaktor dengan SRAC
BAB II TEORI DASAR - 23 -
Langkah perhitungan, untuk pertama kali SRAC-EWS akan menghitung
cell dan burn-up untuk setiap cell bahan bakar, kemudian dihomogenisasi dan
digabung berdasarkan grup energi yang telah ditentukan. Perhitungan berulang
sesuai dengan input banyaknya burn-up dan cell bahan bakar yang dilibatkan.
Hasil perhitungan akan disimpan pada user library yang kemudian akan
digunakan CITATION modul untuk mencari faktor multiplikasi, reaktivitas dan
distribusi daya teras reaktor.
Download