I II Jurnal Dewan Pers Edisi No. 10, Desember 2015 Kesehatan Perusahaan Pers DEWAN PERS III IV Jurnal Dewan Pers Edisi No. 10, Oktober 2015 Kesehatan Perusahaan Pers Penanggung Jawab: Bagir Manan Redaktur: Ninok Leksono, Ray Wijaya, Imam Wahyudi Editor: Samsuri, Winarto Desain sampul dan tata letak: Dedy M Kholik Sekretariat: Lumongga Sihombing, SE Dra. Deritawati, MSi Drs. Hartono Sri Lestari Watini Cetakan Pertama, Desember 2015 Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) 10 + 136 halaman, 17 X 23 cm ISSN: 2085-6199 DEWAN PERS Sekretariat Dewan Pers: Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jl. Kebon Sirih 34, Jakarta 10110 Telp. (021) 3521488, 3504877, 3504874-75, Faks. (021) 3452030 E-mail: [email protected] Website: www.dewanpers.or.id Twitter: @dewanpers V VI DAFTAR ISI Pengantar Kesehatan Perusahaan Pers: Kunci Profesionalisme Wartawan .......................................................... | IX Penelitian 1 Kesehatan Perusahaan Pers di Sumatera Utara....................................... | 3 Penelitian 2 Kesehatan Perusahaan Pers di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat................................................................... | 45 Penelitian 3 Kesehatan Perusahaan Pers di Sulawesi Selatan..................................... | 75 VII VIII Pengantar Kesehatan Perusahaan Pers: Kunci Profesionalisme Wartawan Tidak salah jika komunitas pers Indonesia mendeklarasikan “kesehatan pers” hampir enam tahun silam, tepatnya saat peringatan Hari Pers Nasional tahun 2010 di Palembang. Kita ingat saat itu, selain kesehatan perusahaan pers butir lain yang dimasukkan dalam apa yang dikenal sebagai Piagam Palembang adalah penegakan Kode Etik Jurnalistik, Perlindungan terhadap Wartawan, dan pelaksanaan Standar Kompetensi Wartawan. Memang oleh sementara pihak Piagam tersebut dinilai ringan saja bagi pihak penandatangan, yakni 19 perusahaan pers yang tergolong sudah mapan, tetapi tidak demikian halnya bagi perusahaan pers, khususnya di daerah, yang masih dalam taraf perjuangan untuk menjadi sehat. Namun, sebenarnya para penggagas Piagam juga sudah menyadari akan situasi yang ada, sehingga terhadap perusahaan pers diberikan tempo dua tahun untuk meningkatkan diri sebagai masa transisi. Selama masa tersebut, perusahaan pers juga diberi kelonggaran untuk melaksanakan isi Piagam sesuai kemampuan. Kini, bukan hanya masa transisi dua tahun yang sudah terlewati, tetapi Piagam juga sudah berumur hampir enam tahun. Harapan yang ada tentu saja, perusahaan pers di Indonesia sudah dalam kondisi lebih baik dan siap untuk menegakkan isi Piagam. Untuk melihat kondisi mutakhir ini lah, khususnya yang menyangkut kesehatan perusahaan pers, Dewan Pers bekerja-sama dengan sejumlah pihak, melaksanakan penelitian ini. Untuk mendapatkan gambaran umum yang diharapkan cukup mewakili, penelitian dilakukan di tiga wilayah, yakni Sumatera Utara, oleh Kippas, Medan, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat oleh Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, dan Sulawesi oleh Jurnal Celebes. Berdasarkan pengamatan Dewan Pers selama melakukan aktivitas di daerah-daerah selama periode 2013-2015, sebenarnya gambaran kesehatan perusahaan pers di berbagai daerah telah diperoleh. Tampaknya hasil penelitian ini sedikit-banyak menguatkan pengamatan sekilas tadi. Sebagaimana ditemukan oleh penelitian, banyak perusahaan pers yang dalam kondisi sehat di Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jabar. Sebagian menyebut, salah satu strategi untuk mempertahankan kesehatan perusahaan adalah kerjasama dengan pemerintah lokal. Hal ini tentu saja sempat memunculkan pertanyaan, apakah hal itu tidak mengorbankan independensi? Namun hal ini dijawab, bahwa kritik tetap bisa diberikan. Kesehatan perusahaan juga bisa dipertahankan dengan melakukan efisiensi, seperti merekrut tenaga yang baru saja menyelesaikan studi (fresh graduate), atau merekrut kontributor yang tidak digaji tetap. Semua itu dimaksudkan untuk menekan pengeluaran. IX Sementara dari 18 suratkabar di Sumut (yang diteliti 10), banyak disinggung mengenai kesejahteraan wartawan yang belum begitu menggembirakan. Sebagian perusahaan pers yang berdiri setelah era Reformasi dinilai masih belum memenuhi Upah Minimum Provinsi Sumut tahun 2014 sebesar Rp 1,7 juta/bulan. Posisi wartawan tidak beruntung, karena tidak memiliki akses terhadap kondisi finansial perusahaan. Sementara di Sulawesi, wajah industri media yang menonjol – dalam hal ini Fajar dan Tribun Timur – mereka ada di bawah dua grup industri besar, yakni Grup Jawa Pos dan Grup Kompas-Gramedia. Dalam situasi media cetak yang tertekan oleh bangkitnya media baru, khususnya online, media yang ada juga giat melakukan konvergensi. Selain itu, hasil penelitian juga memperlihatkan masih adanya kesenjangan dalam memberikan kesejahteraan antara media mapan dan media yang belum mapan. Hal ini juga menjelaskan, mengapa jurnalis banyak yang sering pindah kerja, karena mencari peluang kesejahteraan lebih baik. Terkait dengan semakin ketatnya persaingan di industri media, dan pada sisi lain kondisi perekonomian makro dewasa ini yang tidak begitu baik, maka memang semakin penting lah bagi pengelola industri media untuk pandai-pandai mengelola perusahaan. Jika disinggung media online yang makin populer, di sini juga masih perlu dicari model pendapatan (revenue stream) yang jitu untuk mengompensasi penurunan penghasilan yang diterima oleh media cetak. Dalam kaitan ini pula perlu dikaji, seberapa jauh dinamika pilkada dan persaingan politik di daerah yang sering disebut mampu mendinamisasi pers daerah bisa ikut memberi tambahan pendapat bagi pers lokal. Bagaimana prosesnya, upaya menyehatkan pers daerah harus terus dipelajari dan diprioritaskan. Selain menjadi bagian dari amanat Piagam Palembang, kita juga melihat kaitan yang jelas, bahwa perusahaan pers yang tidak sehat tidak akan mampu menggaji wartawannya secara profesional. Hal ini pada gilirannya juga akan membuat perusahaan pers tersebut untuk menuntut profesionalisme wartawan, yang juga dihadapkan pada tuntutan hidup riil yang juga makin sulit. Penelitian ini mungkin saja di sana-sini masih membutuhkan tambahan data. Namun apa yang diketengahkan setidaknya bisa memberi gambaran awal tentang kesehatan perusahaan pers di Tanah Air. Jakarta, 13 Desember 2015 Ninok Leksono Ketua Komisi Pengembangan Profesi Wartawan, Penelitian dan Pendataan Perusahaan Pers X Kesehatan Perusahaan Pers Penelitian 1 Kesehatan Perusahaan Pers di Sumut INDONESIA Oleh Tim Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (KIPPAS) 1 Kesehatan Perusahaan Pers 2 Kesehatan Perusahaan Pers Kesehatan Perusahaan Pers di Sumatera Utara Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Puluhan surat kabar harian, mingguan dan bulanan, tabloid serta majalah menyerbu Kota Medan tidak lama setelah reformasi Mei 1998. Nama-nama media yang berlahiran pasca-reformasi itu tergolong unik, kalau tidak dikatakan aneh dan kontroversial. Contohnya seperti tabloid mingguan Edison Berani. Nama tabloid itu diambil dari nama pemilik tabloid, yaitu Edison Lumbanbatu, bekas jurnalis harian Sinar Pagi.1 Sebagian ada yang menggunakan nama suku yang ada di Sumatera Utara seperti Berita Melayu, Tapanuli Pos, KaroPos atau Simalungun Pos. Ada juga yang menggunakan nama surat kabar yang pernah melegenda dalam sejarah perjuangan pers di Sumatera Utara, misalnya Pewarta Deli.2 Selain soal nama, latar belakang profesi orang yang terjun ke bisnis media pasca-reformasi pun beragam. Ada yang berprofesi sebagai pengacara, pimpinan ormas pemuda, loper koran, politisi dan preman. Tidak sedikit media pers yang terbit pasca-reformasi diterbitkan dengan modal yang minim. Bangunan yang dijadikan kantor redaksi pun ada yang mengontrak sebuah rumah kecil di tengah- 1. Pada edisi 15 April 2000, tabloid itu menampilkan cover seorang laki-laki berkumis lebat dan berjambang yang di-close up sembari telanjang setengah dada. Sebuah judul berita di atas foto ditulis dengan font ukuran besar: “Abdillah Tersangka” sedangkan pada bagian bawah sebuah judul berita terpampang tak kalah provokatifnya: “Dirut BPDSU Tewas”. Namun yang jelas, cover tabloid tersebut bukanlah Abdillah, sang walikota Medan yang dijadikan tersangka kasus money politic, maupun foto Dirut BPDSU yang tewas, tapi foto diri Edison Lumbanbatu! Tabloid ini hanya bertahan beberapa edisi, setelah tak dijumpai lagi di pasaran. Belakangan Edison kemudian menerbitkan surat kabar Tapanuli Pos. Lihat J Anto, “Jurnalis(me) Premanisme di Medan”, dalam Jurnalis Indonesia di lima Kota: Memahami Preferensi Jurnalis Dalam Meliput AIDS, Gender, Dan Kesehatan Reproduks, Tim Peneliti LP3Y, 2006: Sleman, Yogyakarta, LP3Y dan Ford Foundation. 2. Memasuki masa-masa kemerdekaan tahun 1945, surat kabar yang pertama kali terbit di Sumatera Utara adalah Pewarta Deli, yang semasa pendudukan Jepang tak lagi dibenarkan terbit. Pemrakarsa untuk menghidupkan kembali Pewarta Deli adalah Mohammad Said dan Amarullah Ombak Lubis. Pada waktu itu, di Sumatera Utara Pasukan Sekutu baru saja mendarat untuk melakukan pengambilalihan kekuasaan dari pemerintahan militer Jepang. Belanda yang membonceng pasukan Sekutu, mencoba menanamkan kembali pengaruhnya ke sejumlah kalangan untuk berkuasa kembali di Indonesia. Latar belakang inilah yang mendorong sejumlah aktivis pergerakan yang mencita-citakan Indonesia yang merdeka dari berbagai kekuatan negara lain, melakukan berbagai upaya perlawanan. Salah satu medan yang dipilih adalah melalui penerbitan surat kabar yang dijadikan suara bagi kaum republik. Mohammad Said kemudian menerbitkan Pewarta Deli. Orientasi pemberitaan Pewarta Deli memang pro republik. Hal inilah yang membuat pihak Sekutu antipati terhadap surat kabar tersebut. J Anto ibid. 3 Kesehatan Perusahaan Pers tengah pemukiman warga. Ada yang menggunakan posko sebuah Organisasi Karya Pemuda (OKP), akibatnya kantor tersebut mirip sebuah kios dagang. Bahkan ada yang memanfaatkan bangunan kecil yang lebih menyerupai kios penjualan rokok, dimana di dalam kios tersebut ada seorang perempuan, sebuah pesawat telepon dan sebuah mesin ketik. Tak ada kesibukan yang mencerminkan bahwa di dalam kios tengah berjalan sebuah usaha bisnis media. Modal kerja yang minim, pada gilirannya juga akan berdampak pada kelayakan upah yang diberikan kepada jurnalis, karyawan dan kelangsungan bisnis perusahaan pers itu sendiri. Keadaan ini pada gilirannya juga rawan menimbulkan praktek-praktek yang bertentangan dengan etika jurnalistik dan menomorduakan kualitas informasi yang disajikan. Situasi penerbitan di Medan pasca kejatuhan Soeharto memang dapat diibaratkan seperti kuda yang baru dilepas dari tali kekang. Tatkala SIUPP yang semula dijadikan instrumen politik pengendalian rezim terhadap institusi media ditiadakan, maka terjadi euforia di sektor bisnis media. Pada saat rezim Orde Baru Soeharto masih berkuasa, jumlah media cetak di Medan hanya ada 14 buah penerbitan. Sebanyak 6 buah berbentuk surat kabar harian, yaitu Waspada, Sinar Indonesia Baru (SIB), Analisa, Mimbar Umum, Medan Pos dan Garuda, sedangkan 8 lagi berbentuk mingguan. Sekalipun terjadi booming penerbitan, sebenarnya tidak mudah untuk memastikan secara akurat jumlah media pers yang terbit di Medan. Masalahnya tak semua media pers, terutama yang terbit pasca-reformasi, memiliki usia panjang. Sebagian besar dari mereka bak patah tumbuh hilang berganti. Faktornya beragam, namun umumnya tergantung kepentingan pemilik. Media pers seperti ini di Medan sering diplesetkan “koran tempo”, artinya tempo-tempo terbit, tempo-tempo tidak. Pada tahun 2002 dalam catatan KIPPAS setidaknya sudah ada 95 penerbitan (baru dan lama) di Sumut seperti terdapat pada tabel berikut: 3. Lihat Jurnalis Indonesia di lima Kota: Memahami Preferensi Jurnalis Dalam Meliput AIDS, Gender, Dan Kesehatan Reproduks, Tim Peneliti LP3Y, 2006: Sleman, Yogyakarta, LP3Y dan Ford Foundation. 4 Kesehatan Perusahaan Pers Tabel 1. Jenis, Periode Terbit dan Nama Media Pers di Medan Tahun 2002 No Jenis dan Periode Terbit Nama Media Jumlah 1. Surat Kabar Harian (1) Analisa, (2) Waspada, (3) Sinar Indonesia Baru, (4) Mimbar Umum, (5) Medan Bisnis, (6) Mediator, (7) Medan Pos, (8) Sumatra, (9) Realita Pos, (10) Portibi DNP, (11) Garuda, (12) Perjuangan, (13) Sumut Pos, (14) Barisan Baru, (15) Berita Sore, (16) Sinar Medan, (17) Analog, (18) Realitas, (19) Pos Metro, (20) Nusantara Pos, (21) Indonesia Baru 18 2. Surat Kabar Dua harian (22) Ekspres, (23) Suara Barisan Baru 2 3. Surat Kabar Mingguan (24) Prestasi, (25) Prinsip Intelektual, (26) Stabilitas, (27) Pewarta Deli, (28) Warta Indonesia Independen, (29) Gebrak, (30) Demi Masa, (31) Independen Sangkakala, (32) Prestasi Prima, (33) Simalungun Pos, (34) Teruna Baru, (35) President, (36) Pena Indonesia, (37) Karo Pos, (38) Tapanuli Pos, (39) Suara Republik, (40) Senior Indonesia Reformasi, (41) Independen Prima, (42) Independen Patriot Jaya, (43) Independen Pos Kriminal, (44) Mitra Minang Pos, (45) Aneka Minggu, (46) Bijak, (47) Suara Medan, (48) Media Merdeka, (49) Suasana, (50) Promosi Indonesia, (51) Suara KOSWARI, (52) Gema Aspirasi, (53) Berita Melayu, (54) Cakrawala Metropolitan, (55) Citra Indonesia, (55) Edison Berani, (56) Lembaga Indonesia, (57) Suara Rakyat, (58) TOP (Tim Observasi Pers), (59) Media Idealis, (60) Suara Pekerja Merdeka, (61) Suara Nurani, (62) Panorama Baru, (63) Suara Oposisi, (64) Otonom, (65) Sangkakala, (66) Suara Medan, (67) Media Merdeka, (68) Citra Indonesia, (69) tKs Medan Sumut, (70) Komat-kamit, (71) Berantas, (72) Lura’ Pos, (73) Bintang Sumatra, (74) Berita Sensor, (75) Deli Pos, (76) Forum Independen, (77) Indonesia Lestari, (78) Nusantara Pos, (79) Panji Demokrasi, (80) President, (81) Suara Medan, (82) Tekad Baru, (83) Wahana Indonesia Baru 62 4. Dua Mingguan (84 ) Proklamasi, (85) Suara Buruh, (86) Kriminal 3 5. Surat Kabar Bulananan (87) Bijaksana, (88) Aktual 2 6. Majalah Bulanan (89) Detektif & Kriminal, (90) Delik & Debat, (91)Dedikator, (92) Infosari 3 7. Majalah/Tabloid (93) DeRAP, (94) Detektif Supranatural, (95) Dunia Wanita Dua Bulanan Jumlah 3 95 5 4 Kesehatan Perusahaan Pers Pada tahun 2013, sesuai katalog Pers persaingan yang makin ketat dalam Nasional Dewan Pers tahun 2013, tercatat memperebutkan ceruk pasar pelanggan hanya ada13 perusahaan pers di Sumut. dan iklan. Tentu saja di lapangan, masih banyak Sebagai entitas bisnis mereka harus media pers di Sumut, baik yang terbit bersaing tidak hanya dengan perusahaan harian, mingguan yang masih sejenis dengan ceruk pasar yang relatif Pada tahun dan 2013,bulanan sesuai katalog Pers Nasional Dewan Pers tahun 2013, tercatat hanya 4 terbit hingga saat pers ini. di Sumut. Tentu saja di lapangan, kecil, masih tapi juga harus kue iklan banyak mediaberebut pers di Sumut, ada13 perusahaan 5Mereka dituntut Dari hasil pendataan yang dilakukan yang tidak terlalu besar. baik yang terbit harian, mingguan dan bulanan yang masih terbit hingga saat ini. KIPPAS pada tahun 2014, saat ini ada mampu menghidupi para karyawan, sebanyakDari 17 hasil suratpendataan kabar harian terbit termasuk para2014, jurnalis yang menjalankan yang yang dilakukan KIPPAS pada tahun saat ini ada sebanyak tiap yaitu:harian yang terbit tiap hari, yaitu: fungsi dan tugas jurnalistik secara 17 hari, surat kabar Tabel 2. Surat kabar Harian di Medan Tahun 2014 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Nama Media Waspada Analisa Sinar Indonesia Baru Medan Pos Sumut Pos Medan Bisnis Pos Metro Batak Pos Bersinar Portibi Orbit 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Top Metro Sumut 24 Tribun Medan Pro Media Jurnal Asia Realitas Mimbar Umum Umumnya surat kabar harian itu terbit profesional seperti halnya para jurnalis Umumnya surat Jumlah kabar harian terbit dan dicetak di Medan. dan dicetak di Medan. suratitukabar media-media besar. Jumlah surat kabar tersebut belum termasuk kehadiran media online seperti politica.com, dnaberita.com, tersebut belum termasuk kehadiran media Tentu saja reformasi tidak hanya medanbagus.com, kabarmedan.com dsb. Masuknya pemain-pemain media yang baru, telahtetapi online seperti politica.com, dnaberita. membuahkan kemerdekaan pers, menambah tingkat persaingan kabarmedan. yang makin ketat dalam ceruk pasarmelaksanakan pelanggan com, medanbagus.com, jugamemperebutkan menuntut pers dapat dan iklan. com dsb. Masuknya pemain-pemain (menegakkan) profesionalisme pers, baik media yang baru, telahbisnis menambah tingkat menyangkut jurnalistik maupun Sebagai entitas mereka harus bersaing tidak hanya produk dengan perusahaan sejenis dengan ceruk pasar yang relatif kecil, tapi juga harus berebut kue iklan yang tidak terlalu dituntut mampu para karyawan, para13jurnalis yangPers di 4.besar. BukuMereka Data Pers Nasional Tahunmenghidupi 2013 yang diterbitkan Dewan termasuk Pers memuat Perusahaan Sumut, dengan rincian 10 Harian, 3 Mingguan dan 1 Bulanan. Di halnya luar yang tercatat di menjalankan fungsi dan tugas jurnalistik secara profesional seperti paraterdaftar jurnalisdan mediakatalog Dewan Pers, ada puluhan media lainnya yang terdaftar. media besar. 5. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Sekretariat Daerah tahun 2013 memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada 20 media di Kota Medan. Bantuan yang diberikan berkisar antara Rp. 30 juta – Rp 75 juta per media. Bantuan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pemberitaan media yang dibantu. Adapun media yang mendapat kucuran dana harian sampai media mingguan. Diantara 20 media penerima Bansos yang ditampung di Buku APBD Sumut tahun 2013 itu, hanya ada 2 media yang dikenal baik, selebihnya tidak pernah dikenal masyarakat atau belum pernah melihat 4 Buku Data Pers Nasional Tahun 2013 yang diterbitkan Dewan Pers memuat 13 Perusahaan Pers di wujud korannya. Sumber: http://jurnalasia.com/2013/12/14/47-media-terima-dana-hibah/ 6 Sumut, dengan rincian 10 Harian, 3 Mingguan dan 1 Bulanan. Di luar yang terdaftar dan tercatat di katalog Dewan Pers, ada puluhan media lainnya yang terdaftar. 5 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Sekretariat Daerah tahun 2013 memberikan bantuan sosial (Bansos) kepada 20 media di Kota Medan. Bantuan yang diberikan berkisar antara Rp. 30 juta – Rp 75 juta per media. Bantuan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pemberitaan media yang dibantu. Adapun media yang mendapat kucuran dana harian sampai media mingguan. Kesehatan Perusahaan Pers aspek pengelolaan pers (managemen pers yang baik). Dewan Pers dengan berpijak pada ketentuan UU Pers No. 40 tahun 1999 telah menetapkan peraturan tentang Standar Perusahaan Pers (SPP) dan Standar Organisasi Perusahaan Pers (SOPP). SPP yang telah diedarkan Dewan Pers ke perusahaan-perusahaan pers di tanah air pada Januari 2014, memuat ketentuan sebagai berikut: • Perusahaan pers harus berbadan hukum dalam bentuk PT atau badan hukum yang dibentuk berdasar peraturan perundang-undangan. Khusus tentang ketentuan badan hukum perusahaan pers yang dianjurkan berbentuk PT ini Dewan pers mengharapkan pada Juli 2014 ketentuan tersebut dipenuhi seluruh perusahaan pers di tanah air. • Perusahaan pers harus mendapat pengesahan dari Departemen Hukum dan HAM atau instansi lain yang berwenang. • Perusahaan pers memiliki modal dasar sekurang-kurangnya sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau ditentukan oleh Peraturan Dewan Pers. • Perusahaan pers memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan perusahaan secara teratur sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan. • Perusahaan pers wajib memberi upah kepada jurnalis dan karyawannya sekurang-kurangnya • • • • sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun. Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada jurnalis dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama. Perusahaan pers wajib memberikan perlindungan hukum kepada jurnalis dan karyawannya yang sedang menjalankan tugas perusahaan. Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para jurnalis dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya. Perusahaan pers memberikan pendidikan dan atau pelatihan kepada jurnalis dan karyawannya untuk meningkatkan profesionalisme. 2. Rumusan Masalah P ermas alahannya, s ejauh mana perusahaan pers di Sumatera Utara telah memenuhi ketentuan Standar Perusahaan Pers dari Dewan Pers? Bertolak dari latar belakang ini Dewan Pers bekerjasama dengan KIPPAS melakukan survei tentang kesehatan perusahaan-perusahaan pers (di) daerah. Penelitian tersebut diharapkan bisa menjawab sejumlah pertanyaaan berikut: 7 Kesehatan Perusahaan Pers 1. Bagaimana gambaran umum persoalan-persoalan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pers di daerah Sumut? 2. Persoalan-persoalan spesifik apa yang dihadapi pers di daerah? Misalnya terkait dengan ceruk pasar, tingkat kompetisi antarperusahaan pers (cetak/elektroki/ online), perebutan kue iklan, ketersediaan SDM, dsb. 3. Bagaimana strategi perusahaan pers agar bisa bertahan dan berkembang sebagai entitas bisnis sekaligus sosial? Misalnya terkait permodalan, kreativitas pemasaran, pengelolaan SDM, hubungan manajemen dengan karyawan (termasuk jurnalis), dsb. 4. Sejauh mana kesehatan perusahaan pers mempengaruhi kinerja para jurnalisnya dalam aktivitas jurnalistiknya? Seberapa sering perusahaan menyelenggarakan pelatihan bagi para jurnalisnya atau mengirim dan membiayai para jurnalisnya mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya? 5. Bagaimana kebijakan perusahaan tentang hubungan para jurnalisnya dengan narasumber dan pengiklan? (Apakah jurnalis boleh menerima imbalan tertentu dari narasumber atas kegiatan jurnalistiknya? Apakah jurnalis boleh membantu mencari iklan? Bagaimana hubungan antara bagian redaksi dengan bagian periklanan?) 8 3. Tujuan Survei Survei ini bertujuan untuk memperoleh gambaran atau potret tentang kesehatan 10 perusahaan Pers di Sumatera Utara dan bagaimana strategi perusahaanperusahaan tersebut agar tetap bertahan dan bahkan berkembang ke depan. 4. Waktu Survei Survei dilakukan selama tiga bulan, yaitu mulai September- November 2014. 5. Metodologi dan Sampel Survei Untuk memperoleh data utama, survei ini menggunakan metode wawancara dengan menggunakan kuisioner. Responden diutamakan adalah pemilik perusahaan pers. Dalam susunan boks redaksi representasi mereka diwakili oleh pemimpin umum atau perusahaan. Jika responden pemilik perusahaan menolak diwawancara, maka tim pewawancara meminta rekomendasi pihak yang bersedia untuk menggantikannya. Responden pengganti biasanya adalah pemimpin redaksi atau redaktur yang ditunjuk. Untuk memverifikasi hasil wawancara dengan pemilik perusahaan pers atau wakil redaktur yang ditunjuk, dilakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) atau kegiatan diskusi terfokus. Peserta FGD adalah jurnalis dari kesepuluh suratkabar yang disurvei. Ada tiga isu utama yang digali selama FGD, pertama, tentang aspek kesejahteraan jurnalis (berapa upah terendah dan tertinggi yang diterima jurnalis di Medan, apakah jurnalis mendapat dengan gaji ke 13, di luar THR, berapa persentase kenaikan Kesehatan Perusahaan Pers gaji wartaswan setiap tahun, apa saja bentuk tunjangan yang diterima jurnalis). Kedua, aspek profesionalitas jurnalis (apakah ada program pengembangan kapasitas profesionalisme dari litbang, apakah ada program pengiriman jurnalis untuk mengikuti pelatihan di lembaga luar), Ketiga, aspek kesehatan institusi media (bagaimana kecenderungan besaran oplah dalam menghadapi persaingan karena kehadiran kompetitor, media online, media sosial baru, apa siasat yang dilakukan manajemen dan redaksi untuk mempertahankan atau meningkatkan oplah, apa siasat yang dilakukan manajemen dan redaksi untuk mempertahankan atau meningkatkan iklan). Untuk memperkaya bahasan hasil wawancara dan FGD, survei ini juga menggunakan sumber-sumber data sekunder yang diperoleh lewat riset pustaka dan online, juga dengan menggunakan metode observasi tidak terstruktur yang dilakukan selama kurang lebih 15 tahun dari hasil pergaulan KIPPAS dengan sejumlah jurnalis senior yang sering dilibatkan dari program KIPPAS. Dengan menggunakan berbagai metode tersebut, diharapkan hasil survei dapat menjawab dan menggali data makro dan kuantitatif serta data mikro dan kualitatif yang menggambarkan kesehatan perusahaan pers di Sumut. Sebagai sampel, dari 18 suratkabar harian di Medan, KIPPAS mengambil 6. sampel sebanyak 10 perusahaan pers, yaitu Sinar Indonesia Baru (SIB), Waspada, Andalas, Tribun Medan, Realitas, Medan Pos, Sumut Pos, Jurnal Asia, Pro Media dan Batak Pos Bersinar. Pemilihan sampel tersebut dengan mempertimbangkan lama terbit media pers dengan mengategorikan media pers yang terbit jauh sebelum era reformasi dan pasca-reformasi. Dengan membandingkan lama terbit, diharapkan dapat diperoleh perbandingan tentang tingkat kesehatan perusahaan pers. ‘‘ dari 18 suratkabar harian di Medan, KIPPAS mengambil sampel sebanyak 10 perusahaan pers, yaitu Sinar Indonesia Baru (SIB), Waspada, Andalas, Tribun Medan, Realitas, Medan Pos, Sumut Pos, Jurnal Asia, Pro Media dan Batak Pos Bersinar. ‘‘ Harian Sinar Indonesia Baru, Waspada dan Medan Pos terbit sebelum era reformasi,6 sementara tujuh lainnya yaitu Tribun Medan, Sumut Pos, Realitas, Tim survei sebenarnya telah berusaha melobi wakil Pemimpin Umum Harian Analisa dan mengirimkan surat permohonan wawancara agar bersedia menjadi salah satu responden. Namun pihak Analisa secara lisan menolak permohonan wawancara tersebut. 9 Kesehatan Perusahaan Pers Batak Pos, Jurnal Asia, Andalas dan Pro Media terbit setelah era reformasi. Pemilihan kesepuluh sampel media pers tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kesehatan perusahaan pers di Sumatera Utara. 6. Pertanyaan Penelitian Ada enam pertanyaan pokok yang akan dijawab dari hasil survei ini: Pertama, bagaimana gambaran umum persoalan-persoalan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pers di Sumatera Utara, misalnya terkait dengan ceruk pasar, tingkat kompetisi antar-perusahaan pers (cetak/elektronik/online), perebutan kue iklan, ketersediaan SDM, dsb. Kedua, bagaimana strategi perusahaan pers agar bisa survive dan berkembang sebagai entitas bisnis sekaligus sosial, seperti permodalan, kreativitas pemasaran, pengelolaan SDM, hubungan manajemen dengan karyawan (termasuk jurnalis)? Ketiga, sejauh mana kesehatan perusahaan pers mempengaruhi kinerja para jurnalisnya dalam aktivitas jurnalistiknya? Keempat, seberapa sering perusahaan menyelenggarakan pelatihan bagi para jurnalisnya atau mengirim dan membiayai para jurnalisnya mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya? Kelima, bagaimana kebijakan perusahaan tentang hubungan para jurnalisnya dengan narasumber dan pengiklan? (Apakah jurnalis boleh menerima imbalan tertentu dari narasumber atas kegiatan jurnalistiknya?Apakah jurnalis boleh membantu mencari iklan? 10 Keenam, bagaimana hubungan antara bagian redaksi dengan bagian periklanan? Kesehatan Perusahaan Pers Bab II Hasil - Hasil Penelitian 2.1. Lama Terbit Dan Permodalan Standar Perusahaan Pers merinci ada 17 poin yang harus dipenuhi agar perusahaan pers dapat menjalankan fungsinya dengan baik sebagai wahana komunikasi massa, pelaksana kegiatan jurnalistik, penyebar informasi dan pembentuk opini publik.7 Salah satu persyaratan awal yang harus dipenuhi adalah memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan perusahaan secara teratur sekurang-kurangnya selama enam bulan dan memiliki modal sekurang-kurang Rp 50 juta (lima puluh juta rupiah). Sebuah Perusahaan pers yang baru berdiri harus mampu menghasilkan produk jurnalistik minimal enam bulan berturut-turut dan mampu membiayai perusahaan persnya dan karyawannya dalam jangka waktu tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepuluh perusahaan yang disurvei telah memenuhi standar kecukupan modal dan kemampuan memproduksi karya jurnalistik selama enam bulan berturutturut. Perusahaan pers yang paling muda usianya adalah PT Media Promedia Info Global yang menerbitkan surat kabar Promedia. Surat kabar ini milik Azhari Ananda M Sinik.8 Promedia terbit perdana 29 April 2014, atau tujuh bulan yang lalu. Sebelum berubah menjadi harian, surat kabar ini terbit dalam format tabloid sejak tahun 2012 jelang pelaksanaan pemilihan gubernur Sumatera Utara. Sempat berhenti selama dua tahun, atas kesepakatan beberapa jurnalisnya, kemudian diterbitkan kembali dalam format harian. Bentuk kepemilikan harian ini adalah perorangan. Perusahaan ini masih bertahan hingga sekarang walaupun menurut pemiliknya sampai saat ini belum balik modal (break even point). Perusahaan pers ini dibangun dengan modal awal sekitar 60 jutaan rupiah dan mempekerjakan 80 orang karyawan (staf dan jurnalis) baik yang bertugas di Medan maupun di luar Medan. Sedangkan perusahaan pers yang paling tua usianya adalah PT Penerbitan 7. Pada tanggal 16 Januari 2014 Dewan Pers mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor 01/SE-DP /I/2014 tentang pelaksanaan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers. Dalam suratnya, Dewan Pers mengharapkan perusahaan pers yang belum memenuhi ketentuan di atas untuk segera melakukan perbaikan atau pembenahan hingga batas waktu tanggal 1 Juli 2014. Jika dikemudian hari timbul permasalahan atau pengaduan dari masyarakat terhadap perusahaan pers yang tidak memenuhi ketentuan di atas hingga batas waktu 1 Juli 2014, Dewan Pers mempertimbangkan untuk merekomendasikan penanganannya kepada aparat penegak hukum. 8. Azhari Ananda M. Sinik masih tergolong kerabat dari Ibrahim Sinik pemilik Medan Pos Group yang juga menerbitkan Majalah Misteri. 11 Kesehatan Perusahaan Pers Harian Waspada yang berdiri pada tanggal 11 Januari 1947. Tokoh pendirinya adalah Mohammad Said dan Ani Idrus. Sejarah berdirinya Waspada tidak terlepas dari nasionalisme pendirinya sehingga surat kabar tersebut dikenal sangat anti terhadap kolonial Belanda, aktif menentang pendirian Negara Sumatera Timur yang dianggap sebagai boneka Belanda dan menjadi corong perjuangan kaum republiken. Kelahiran koran Waspada9 memang tidak lepas dari situasi politik di Sumatera Utara waktu itu, dimana mendekati akhir tahun 1946, Belanda memiliki gelagat untuk memperluas wilayah kekuasaan militernya atas sejumlah wilayah Sumatera Utara, setelah wilayah Medan Area, ditimbang terimakan Sekutu kepada Belanda. Dalam pandangan Mohammad Said, kemungkinan terjadinya agresi oleh pihak Belanda bukan tidak mungkin. Oleh karena itu Mohammad Said tergerak untuk mengingatkan tokoh-tokoh pergerakan yang ada di Sumatera Utara agar waspada dengan ancaman tersebut. Hal inilah yang mengilhaminya untuk menerbitkan surat kabar yang kemudian diberi nama Waspada. Setelah Mohammad Said dan Ani Idrus meninggal, kepemilikan Waspada kemudian diambilalih oleh generasi keduanya. Saat ini Pimpinan Umum dipegang oleh Dr. Hj Rayati Syafrin, dan Pemred Prabudi Said. Bentuk perusahaan masih belum terbuka, masih dikelola keluarga. Saat ini PT Penerbitan Harian Waspada memiliki 200 karyawan tetap dan honor yang bekerja sebagai jurnalis dan karyawan. Untuk wilayah Medan, perusahaa pers ini mempekerjakan 25 orang jurnalis. Beberapa orang jurnalis yang bekerja di Waspada ada yang berstatus PNS, khususnya di Aceh. Jurnalis yang juga PNS ini pada awalnya adalah jurnalis biasa, namun pada perjalanannya mereka mengikuti seleksi calon penerimaan PNS di kabupaten dimana mereka bertugas, dan dinyatakan lolos seleksi tetap bekerja sambilan sebagai jurnalis Waspada. Bahkan pada pilkada 2013 ada juga jurnalis Waspada yang berstatus PNS di Aceh Singkil muncul sebagai kandidat bupati, namun kalah dalam kontestasi.10 Setelah PT Harian Waspada, perusahaan pers kedua yang dari segi usia tergolong sudah lama adalah PT Sinar Agung Berdikari yang menerbitkan Medan Pos pada tanggal 9 Mei 1966. Sebelum berubah nama menjadi Medan Pos, harian ini dulunya bernama Sinar Revolusi (1966), dan berubah menjadi Sinar Pembangunan (1974), dan kemudian pada tahun 1990 resmi berubah menjadi Medan Pos dan bertahan sampai sekarang ini. Pendiri sekaligus pemiliknya adalah Hj. 9. Bagian tentang sejarah Waspada ini diambil dari buku Mohammad Said, Mengenal Berdirinya Waspada, dan 50 Tahun Waspada. 10. Kebijakan untuk membolehkan jurnalis yang sudah PNS tetap menjadi jurnalis, tidak hanya dilakukan Waspada, tapi juga harian Analisa. Dua orang jurnalis (koresponden) Analisa yang bertugas di Aceh Singkil dan Aceh Tenggara juga berstatus PNS, awalnya mereka adalah jurnalis. 12 Kesehatan Perusahaan Pers Ibrahim Sinik, seorang jurnalis dan aktivis 1966 yang dikenal anti komunis. Karena surat kabar ini isi beritanya lebih banyak meliput peristiwa kriminalitas, maka jurnalis Medan Pos umumnya ngepos di kantor Kepolisian dan Kejaksaan. Mereka semua diangkat menjadi redaktur. Siang sampai sore biasanya mereka bekerja di pos masing-masing dan pada sore hari baru kembali ke kantor. Oplah tertinggi adalah 16.000 eksemplar. Penjualan paling banyak di Medan sebanyak 60 persen. Saat ini harian Medan Pos telah memiliki 75 jurnalis, sebanyak 40 orang di tempat di Medan dan sekitarnya, dan 35 orang lainnya adalah wartawan daerah. Dari jumlah tersebut, ada sebanyak 46 jurnalis yang telah menjadi anggota PWI Sumut, sisanya belum bisa bergabung ke PWI karena terkendala tingkat pendidikan yang dipersyaratkan PWI minimal harus berpendidikan Diploma-3. Perusahaan pers lain yang tergolong memiliki usia cukup tua adalah PT Harian Sinar Indonesia Baru yang berdiri tanggal 9 Mei 1970 dan menerbitkan koran Sinar Indonesia Baru. Pendiri sekaligus pemilik surat kabar ini adalah GM Panggabean.11 Sebelum mendirikan SIB, GM Panggabean merupakan pemimpin umum koran Sinar Harapan edisi Sumatera Utara. Ia juga pernah bekerja di surat kabar Waspada, dan Berita Buana edisi Sumut. Di harian Waspada, dia sempat menjadi orang kepercayaan H. Mohammad Said (HMS) dan Hj. Ani Idrus, pendiri dan pemimpin Waspada. Bahkan GM Panggabean sempat menjabat Kuasa Usaha Harian Waspada. Bagi GM Panggabean, kedua tokoh pers itu telah dianggap sebagai guru, orangtua dan sesepuh yang sangat dihormati.12 Setelah sakit dan tidak lagi bekerja di Sinar Harapan edisi Sumut, GM Panggabean kemudian mendirikan SIB karena menurutnya sudah saatnya dia membuat surat kabar sendiri, disamping dia juga merasa sudah siap berdasarkan keberhasilannnya bekerja di Sinar Harapan, Waspada maupun Berita Buana. Apalagi pada waktu itu Muhammad Said, juga sangat memberikan dukungan. Pada awal berdirinya, Sinar Indonesia Baru hanya memiliki 30 jurnalis, kantornya menyewa di sebuah ruangan lantai dua di Jalan Suprapto, dekat kantor Gapensi. Mesin ketik yang digunakan juga sudah tua-tua.13 Surat kabar dengan segmen pembaca orang Batak beragama Kristen itu kini telah memiliki gedung bertingkat sendiri, diperkuat oleh 125 jurnalis. Mereka ditugaskan di Medan maupun di daerah-daerah di Sumatera Utara. Saat ini Pemimpin Umum Sinar Indonesia Baru dijabat oleh GM Chandra Panggabean, sedangkan Pemred harian Imanuel Panggabean. 11. GM Panggabean lahir di Sibolga, 8 Juni 1929, dan meninggal di Singapura, 20 Januari 2011. 12. http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2613-pejuang-batak-berjiwanasional 13. Wawancara dengan Manapar Manullang, Sekretaris Redaksi SIB, tanggal 13 September 2003. Catatan: Manapar Manullang meninggal dunia tanggal 14 April 2011akibat serangan jantung. 13 Kesehatan Perusahaan Pers Perusahaan pers lain yang merupakan pemain baru di bisnis media pers adalah PT. Media Angkasa yang menerbitkan surat kabar Jurnal Asia. Surat kabar ini merupakan reinkarnasi dari harian Global yang saat beralih kepemilikan kemudian berganti nama menjadi Jurnal Medan. Pada 2012 Jurnal Medan ditutup oleh pemiliknya. Oleh sejumlah mantan jurnalisnya, setelah mendapat investor baru kemudian didirikan Jurnal Asia yang terbit sejak tahun 2012. Harian ini memiliki oplah 5.000 sampai 10.000an eksemplar. Jumlah oplahnya tidak tetap setiap harinya, karena di harian ini berlaku sistim order, membuat oplahnya satu waktu bisa menjadi besar sehingga pada hari-hari tertentu penjualan bisa meningkat. Order Jurnal Asia biasanya datang dari daerah. PT Star Media Internusa yang menerbitkan surat kabar Andalas, berdiri sejak 14 Juli 2005. Harian ini ini didirikan oleh sejumlah orang yang pernah bergabung dengan harian Analisa. Mereka adalah orang-orang yang memilih keluar saat terjadi konflik kepemilikan tahun 2004 di Analisa. Pada awal penerbitannya, saham harian Andalas dimiliki oleh 9 orang pemegang saham. Namun sejak tahun 2008 lalu, harian Andalas hanya memiliki satu orang pemegang saham yaitu Iskandar ST,14 yang juga pemilik Radio Star News dan harian KPK Pos. Saat ini Perusahaan ini memiliki sembilan jurnalis kota, lima redaktur dan 59 jurnalis daerah untuk seluruh kabupaten di Sumatera Utara dan Aceh. PT Medan Media Pers yang menerbitkan harian Sumut Pos. Surat kabar yang berdiri sejak 1 Oktober 2001. Sumut Pos merupakan hasil merger antara Radar Medan (segmentasi pembaca kota Medan) dan Radar Nauli (segmentasi pembaca di luar kota Medan). Tergabung dalam Jawa Pos Media Group. Satu tahun kemudian perusahaan ini memiliki anak perusahaan diberi nama Pos Metro Medan, Metro Siantar, Metro Langkat, Metro Binjai dan Metro Asahan. Perusahaan pers berusia 14 tahun ini memiliki modal awal lebih dari 50 jutaan rupiah. Saat ini perusahaan pers ini memiliki lebih dari 50 jurnalis yang bertugas di Medan dan daerah (Tebing Tinggi, Langkat dan Pakpak Barat). PT Harian Tribun Medan yang menerbitkan harian Tribun Medan baru berusia sekitar 4 tahun lalu, tepatnya berdiri pada 27 September 2010. Harian ini tergabung dalam group Kompas Gramedia. Pendirian Tribun Medan tidak terlepas dari motif bisnis media penerbit Kompas Gramedia yang melihat masih terbukanya ceruk pasar media mengingat penduduk Medan yang berjumlah sekitar 2,8 juta hingga 3 juta orang. Kehadiran Tribun Medan adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat Medan. Koran Tribun Medan ditujukan untuk pembaca middle up jadi 14. Star Media Grup yang mengelola surat kabar Harian Andalas, surat kabar mingguan KPKPos, Radio Berita Starnews 102,6 FM, dan media online Starberita.com. Iskandar ST pada Pemilu legislatif 2014 menjadi caleg DPR RI dari Partai Nasdem dan menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Nasdem Sumut. 14 Kesehatan Perusahaan Pers penerbitannya tidak akan mengganggu media yang sudah ada, karena media yang sudah ada itu tidak sama segmen pembacanya dengan Tribun Medan. Hasil survei Tribun, selama dua tahun terbit tidak terganggu dari segi oplah. Oplah Tribun per harinya adalah 60 ribu dimana 70 persen dijual di Medan dan sisanya dijual di daerah. Sistem marketingnya atau distribusi dilakukan dua cara yaitu melalui agen perusahaan dan pengecer khusus di lampu merah. Dengan koordinator khusus yang ditempatkan di setiap wilayah. Yayasan Wawasan Realitas yang menerbitkan harian Realitas merupakan satu-satunya surat kabar yang badan usahanya masih berbentuk yayasan. Berdiri tanggal 28 April 2011. Pemilik awalnya adalah perusahaan agen perjalanan Trophy Tour & Travel, sebuah biro perjalanan terbesar di Medan yang memberi subsidi selama tiga tahun. Pemilik Trophy Tour adalah Wirnardi Lie yang juga pemilik maskapai Jatayu Air.15 Pada awal penerbitannya orientasi isi koran ini adalah pariwisata, sesuai dengan bisnis jasa Trophy Tour. Seiring waktu, isi Realitas kemudian beralih ke isu-isu umum. Sekarang ini status pemilikannya adalah saham bersama. Jurnalis yang dipekerjakan di harian Realitas hampir 90% anggota PWI16 dan separuhnya (50 persen) sudah mengikuti uji kompetensi. Oplah media ini setiap harinya adalah 3000-5000, dipasarkan di Sumatera Utara dan Aceh. Pasaran paling kuat adalah di Aceh. Di Sumut daerah pemasaran realitas ada di Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Asahan, Tanjung Balai, Madina, Taput dan Tapanuli Tengah. Jurnalis harian ini berjumlah 85 orang, 40 jurnalis yang bertugas di Medan seluruhnya adalah pegawai tetap. PT Harian Batak Pos Bersinar yang menerbitkan harian Batak Pos Bersinar dulunya bernama Batak Pos, namun sejak April 2013, dilakukan pembenahan dari sisi managemen dan redaksi. Sesudah dievaluasi selama setahun, pada tanggal 16 September 2014 ditetapkan harian Batak Pos Bersinar sebagai New Edition dengan manajemen baru dan kepemilikan yang baru, namun kantor dan alamat redaksi tetap di alamat lama. Saat ini Batak Pos Bersinar memiliki 62 jurnalis dimana 10 orang bekerja di Medan dan 52 lainnya bertugas di daerah dan kota Jakarta. Menurut Manajemen, surat kabar ini belum didaftarkan ke Dewan Pers. Oplah perharinya 5000 eksempelar, terbit 16 halaman dengan harga eceran Rp 2.000. Untuk selengkapnya, informasi tentang lama pendirian/penerbitan 10 media pers yang disurvei dapat dilihat pada tabel berikut: 15. Sumber: http://kabarinews.com/kekuatan-bisnis-tionghoa-medan-yang-dahsyat/37274 16. Ketua PWI Sumut, Muhammad Syahrir, adalah jurnalis harian Realitas yang terpilih sebagai Ketua PWI Sumut pada Konfercab PWI Sumut yang dilaksanakan di Aula Martabe kantor Gubernur Sumut di Medan pada April 2010. 15 Kesehatan Perusahaan Pers Tabel 3: Perusahaan Pers di Sumut No. Nama Surat Kabar Tanggal Terbit Usia 1. Waspada 11 Januari 1947 68 tahun 2. SIB 20 Mei 1970 44 tahun 3. Medan Pos 9 Mei 1966 49 tahun 4. Sumut Pos 1 Oktober 2001 13 tahun 5. Andalas 14 Juli 2005 9 tahun 6. Tribun Medan 27 September 2010 4 tahun 7. Realitas 28 April 2011 3 tahun 8. Jurnal Asia Tahun 2012 2 tahun 9. Batak Pos Bersinar April 2013 1 tahun 10. Promedia 29 April 2014 7 bulan ‘‘ BadanHukum HukumPerusahaan PerusahaanPers Pers Badan Yang dimaksud dengan perusahaan Yang badan dimaksudhukum dengan Indonesia perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang pers adalah Sesuai Pasal 1 menyelenggarakan usaha pers meliputi media cetak, media elektronik, dan kantor yang menyelenggarakan usaha perusahaan pers berita, serta perusahaanmedia media cetak, lainnyamedia yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, angka 2 UU Pers, meliputi perusahaan atau menyalurkan informasi (Standar Perusahaan Pers poin 1). Perusahaan pers harus elektronik, dan kantor berita, serta badan hukum untuk berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Badan Hukum lainnya untuk perusahaan pers perusahaan media lainnya yang secara menyelenggarakan adalah bentuk yayasan atau koperasi. khusus menyelenggarakan, menyiarkan, usaha pers adalah atau menyalurkan Sesuai Pasal 1informasi angka 2 UU (Standar Pers, badan hukum untuk menyelenggarakan usaha pers Perusahaan Pers poin Perusahaan adalah badan hukum1). yang “secara pers khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau badan hukum yang harus berbadan hukum Perseroan menyebarluaskan informasi” denganTerbatas demikian bentuk badan hukum untuk usaha pers tidak khusus (PT). lainnya untuk dapat Badan dicampur Hukum dengan usaha lain selain bidang pers. Jenis “secara badan hukum ini telah diatur dan menjadi ketentuan perundang-undangan. Selain harus menyelenggarakan, berbentuk badan hukum, perusahaan perusahaan pers adalah bentuk yayasan perskoperasi. juga harus terdaftar secara resmi atau mendapat pengesahan dari Departemen Hukum dan atau menyiarkan atau HAM (butir 3 Standar Perusahaan Pers). Perusahaan pers harus berbadan Hukum PT karena Sesuai Pasal 1 angka 2 UU Pers, badan harus dikelola prinsip ekonomi agar kualitasmenyebarluaskan pers dan kesejahteraan jurnalis dan hukum untuk berdasarkan menyelenggarakan usaha karyawan semakin meningkat dan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.17 pers adalah badan hukum yang “secara informasi” khusus menyelenggarakan, menyiarkan Bagaimana dengan perusahaan pers di Sumut? Hasil penelitian menunjukkan kalau atau menyebarluaskan informasi” dengan sepuluh perusahaan pers yang disurvei telah berbadan hukum, dimana 9 perusahaan (90%) demikian bentuk badan hukum untuk berbadan Hukum Perseroan Terbatas (PT) dan hanya satu media pers (10%) yang masih ‘‘ 1617 Ibid hal Hal 126 15 Kesehatan Perusahaan Pers usaha pers tidak dapat dicampur dengan media pers (10%) yang masih berbentuk usaha lain selain bidang pers. Jenis badan yayasan. Sembilan perusahaan pers yang hukum ini telah diatur dan menjadi berbadan Hukum PT adalah Andalas, ketentuan perundang-undangan. Selain Sumut Pos, Sinar Indonesia Baru, Tribun harus berbentuk badan hukum, perusahaan Medan, Jurnal Asia,Waspada, Medan pers juga harus terdaftar secara resmi atau Pos, Batak Pos dan Promedia. Sedangkan mendapat pengesahan dari Departemen media pers yang berbentuk Yayasan Hukum dan HAM (butir 3 Standar adalah harian Realitas (lihat tabel 2) berbentuk yayasan. Sembilan perusahaan pers yang berbadan Hukum PT adalah Andalas, Perusahaan Pers). Perusahaan pers harus Sumut Pos, Sinar Indonesia Baru, Tribun Medan, Jurnal Asia,Waspada, Medan Pos, Batak berbadan Hukum PT karena harus dikelola Menurut Ketua Dewan Pers Bagir Pos dan Promedia. Sedangkan media pers yang berbentuk Yayasan adalah harian Realitas berdasarkan prinsip ekonomi agar kualitas Manan, ketentuan pers harus berbadan (lihat tabel 2) Tabel 4: Jenis Badan Hukum 10 Perusaan Pers di Sumut No. Nama Surat Kabar Jenis Badan Hukum 1 Andalas PT.Star Media Internusa 2 Sumut Pos PT.Media Medan Pers 3 SIB PT. Harian Sinar Indonesia Baru 4 Tribun Medan PT. Harian Tribun Medan 5 Batak Pos Bersinar PT. Harian Batak Pos Bersinar 6 Realitas Yayasan Wawasan Realitas 7 Jurnal Asia PT.Media Angkasa 8 Waspada PT. Penerbitan Harian Waspada 9 Medan Pos PT. Sinar Agung Berdikara 10 Promedia PT. Promedia Info Global pers dan kesejahteraan jurnalis dan hukum bukan bermaksud untuk merugikan Dewan Pers Manan, ketentuan pers berbadan hukum justru karyawan Menurut semakinKetua meningkat danBagir tidak perusahaan pers,harus namun sebaliknya, bukan bermaksud untuk sosialnya. merugikan 17perusahaansangat pers, namun sebaliknya, justru sangat pers. meninggalkan kewajiban menguntungkan perusahaan menguntungkan perusahaan pers. Menurutnya, dengan berstatus PT, maka jika terjadi Bagaimana dengan perusahaan pers Menurutnya, dengan berstatus PT, maka sengketa hukum di kemudian hari, maka yang akan disita adalah aset PT, bukan jurnalis. di Sumut? Hasil penelitian menunjukkan jika terjadi sengketa hukum di kemudian kalau sepuluh yang hari, yangotomatis akan disita adalah aset Berbedaperusahaan jika perusahaanpers pers itu berbentuk CV maka atau firma, yang berlaku disurvei berbadan hukum, dimana PT,ada bukan jurnalis. adalahtelah tanggung jawab pribadi. Artinya, jika sampai penyitaan maka harta pribadi milik jurnalis juga ikut disitaberbadan . Menurut Bagir Manan, penataan perusahaan persperusahaan ini sangat penting 9 perusahaan (90%) Hukum Berbeda jika pers itu untuk menjamin dan untuk CV memenuhi hak masyarakat Perseroan Terbataspelaksanaan (PT) dan kemerdekaan hanya satu persberbentuk atau firma, otomatis yang mendapatkan informasi berkualitas dan adil. Dewan Pers mengharapkan perusahaan pers yang belum 17. Ibid hal memenuhi Hal 126 ketentuan bentuk perusahaan pers ini untuk segera melakukan perbaikan atau pembenahan hingga batas waktu tanggal 1 Juli 2014.18 18 Di Kota Kediri, Jatim, ada sebuah sengketa antara seorang pemilik hotel dengan tiga perusahaan 17 Kesehatan Perusahaan Pers berlaku adalah tanggung jawab pribadi. Artinya, jika sampai ada penyitaan maka harta pribadi milik jurnalis juga ikut disita. Menurut Bagir Manan, penataan perusahaan pers ini sangat penting untuk menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers dan untuk memenuhi hak masyarakat mendapatkan informasi berkualitas dan adil. Dewan Pers mengharapkan perusahaan pers yang belum memenuhi ketentuan bentuk perusahaan pers ini untuk segera melakukan perbaikan atau pembenahan hingga batas waktu tanggal 1 Juli 2014.18 Potret Kesejahteraan Jurnalis Sumut Penataan perusahaan pers bukan hanya meliputi bentuk badan usaha saja dan berbagai kelengkapannya, tapi yang paling penting adalah kesejahteraan jurnalis dan karyawan. Terkait dengan kesejahteraan jurnalis, diatur secara khusus dalam satu pasal Undang-Undang Pers No 40 tahun 1999. Perusahaan pers wajib memberikan upah kepada jurnalis dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun. Perusahaan Pers memberikan kesejahteraan kepada jurnalis dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya (Pasal 10 UU No. 40/1999, dan poin 8 dan 9 SPP). Pengupahan ini diatur secara khusus untuk menghindari adanya perusahaan pers hanya memodali jurnalisnya dengan kartu pers tanpa memberi gaji, dan hakhak lainnya meminta jurnalis untuk mencari penghasilan sendiri. Standar Perusahaan Pers ini tidak berbeda dengan perusahaan non pers, misalnya dalam hal kewajiban memberikan upah kepada jurnalis dan karyawan sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun seperti diatur dalam UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Aturan ini sangat tegas diberlakukan karena perusahaan pers yang memberikan upah lebih rendah dari upah minimum provinsi atau kabupaten/kota dapat dipidana paling rendah 1 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta. Organisasi Jurnalis, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada kongres ke-8 Tahun 2011mulai mengkampanyekan basic salary (honor dasar) kepada perusahaan media, khususnya bagi koresponden/ kontributor. AJI mengusulkan agar jurnalis memperoleh upah di atas upah layak dan meminta perusahaan media membangun iklim industrial yang sehat serta menghormati hak-hak pekerja. Jurnalis yang profesional dan karya yang baik dari jurnalis yang diupah dengan layak akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Menurut AJI, ada tiga masalah besar yang dihadapi jurnalis di Indonesia. 18. Di Kota Kediri, Jatim, ada sebuah sengketa antara seorang pemilik hotel dengan tiga perusahaan pers. Dua dari tiga perusahaan pers ini berbentuk PT sehingga cukup menggunakan hak jawab. Sedangkan satu lagi karena tak berbentuk PT maka jurnalis perusahaan itu akhirnya dipenjara karena dituduh mencemarkan nama baik. 18 Kesehatan Perusahaan Pers Ketiga hal itu adalah rendahnya kesejahteraan hidup, hambatan berserikat, serta minimnya jaminan keselamatan saat menjalankan tugas. Diungkapkan, hasil survei AJI menunjukkan baru sekitar 40 persen perusahaan media yang memberi gaji layak untuk jurnalis. Dinilai sangat ironis mengingat beban kerja jurnalis yang tinggi tak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan dan jaminan keselamatan dalam bertugas. 19 Bukan hanya AJI, kesejahteraan jurnalis televisi juga menjadi perhatian IJTI. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dalam konferensi di kota Manado bulan Oktober 2014 lalu menghasilkan 8 Prakarsa Manado, sebuah upaya untuk mendorong perusahaan pers meningkatkan kesejahteraan jurnalis televisi. Terkait dengan upah minimum provinsi telah ditegaskan dalam instruksi Presiden No.9 tahun 2014 tentang UMP Sumatera Utara 2014 adalah Rp.1.505.850 dan Upah Minimum Kabupaten/Kota untuk Kota Medan (UMK) adalah Rp 1.851.500.20 Dengan peraturan tersebut maka gaji minimum buruh/karyawan termasuk jurnalis di Sumut adalah minimal Rp. 1,5 juta/ perbulan. Pengupahan tidak hanya 12 kali setahun, tetapi minimal harus diberikan 13 kali dalam setahun. Gaji ke-13 yang disebutkan di sini adalah penambahan gaji sebesar satu bulan gaji yang diberikan perusahaan kepada karyawannya yang biasanya diberikan dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR). Hasil survei terhadap 10 perusahaan pers di Sumut menunjukkan ada dua kategori pengupahan yang diterapkan oleh 10 surat kabar tersebut. Kategori pertama adalah gaji masa percobaan jurnalis (probation salary), ketika mulai bekerja di perusahaan surat kabar. Kategori kedua adalah gaji jurnalis tetap. Untuk kategori probation salary (tiga bulan) perusahaan pers di sumut memberikan gaji masa percobaan jauh di bawah UMR dan UMK Sumut. ‘‘ Hasil survei terhadap 10 perusahaan pers di Sumut menunjukkan ada dua kategori pengupahan yang diterapkan oleh 10 surat kabar tersebut. ‘‘ Hasil survei memperlihatkan gaji masa percobaan yang diperoleh jurnalis adalah Rp.400 ribu perbulan bahkan ada yang tidak bergaji sama sekali. Untuk gaji masa percobaan, sebanyak (4) empat perusahaan pers (40%) menggaji jurnalisnya antara Rp 400 ribu sampai Rp 1 juta perbulan, dan ada 3 perusahaan pers (30%) yang memberi upah Rp 1,1 juta- Rp 1,5 juta, sedangkan 3 perusahaan 19. Sumber: http://www.dahlandahi. com/ 2013/06/survei-aji-2013-jumlah-gaji-wartawan.html 20. Medan Bisnis online, 18 Desember 2013 dan Medan Bagus.com tanggal 17 Desember 2014. 19 Kategori pertama adalah gaji masa percobaan jurnalis (probation salary), ketika mulai bekerja di perusahaan surat kabar. Kategori kedua adalah gaji jurnalis tetap. Untuk kategori Kesehatan Pers probationPerusahaan salary (tiga bulan) perusahaan pers di sumut memberikan gaji masa percobaan jauh di bawah UMR dan UMK Sumut. Hasil survei memperlihatkan gaji masa percobaan yang diperoleh jurnalis adalah Rp.400 ribu perbulan bahkan ada yang tidak bergaji sama sekali. Untuk gaji masa percobaan, sebanyak (4) empat perusahaan pers (40%) menggaji pers (30%) memberi upah dengan pers tersebut FGD jurnalisnya antara Rp 400 ribu sampaibatasan Rp 1 juta perbulan, dan ada 3 pada perusahaan pers“Gambaran (30%) UMP Sumut (Rp. 1,6-2 juta). Kesejahteraan jurnalis Medan yang memberi upah Rp 1,1 juta- Rp 1,5 juta, sedangkan 3 perusahaan pers (30%) memberiUntuk Daridengan surveibatasan ini juga diketahui umumnya upah UMP Sumut (Rp. 1,6-2 juta). Mendorong Profesionalisme Pers” yang perusahaan pers tidak menggaji jurnalis berlangsung pada tanggal 11 November Dari survei ini juga diketahui pers menggaji jurnalis yang yang bertugas di daerah. Jurnalisumumnya daerah perusahaan 2014 lalu ditidak Medan. bertugas di daerah. Jurnalis daerah hanya memperoleh honor sesuai dengan jumlah beritamasih hanya memperoleh honor sesuai dengan Menurut pengakuan jurnalis yang dikirimkan. jumlah berita yang dikirimkan. banyak jurnalis yang tidak mendapatkan Tabel 5: Range probition salary (gaji masa percobaan) Jurnalis Pada 10 Perusahaan Pers di Sumut 2014 No 1 2 3 4 Basic Salary Rp. 400.000 – Rp 1.000.000 Rp. 1.100.000 – Rp 1.500.000 Rp. 1.600.000 – Rp. 2.500.000  Rp 2.500.000 Jumlah Media 4 3 3 0 Persentase 40% 30% 30% 0% Untuk gaji jurnalis tetap, empat gaji sama sekali, kecuali kartu pers dan perusahaan pers gaji biasanya Untuk gaji (50%) jurnalis memberikan tetap, empat perusahaan pers (50%)dilakukan memberikanoleh gaji perusahaan sesuai UMP pers sesuai yang mingguan. Menurut pengakuan SumutUMP sebesarSumut Rp. 1,5sebesar juta – Rp.Rp. 1,8 1,5 juta, juta sebanyak dua terbit perusahaan pers (20%) memberikan – gaji Rp. sedikit 1,8 juta, sebanyak duaRpperusahaan diatas UMP yaitu 2 juta – Rp. 2,5seorang juta danjurnalis, hanya 3 lama (tiga) terbitnya perusahaansurat pers kabar (30%) yangmemberikan menggaji jurnalisnya di atas diatas Rp. 2,5 juta. (lihatmenjamin tabel 6) pers (20%) gaji sedikit tidak pengupahan yang baik, UMP yaitu Rp 2 juta – Rp. 2,5 juta dan terbukti sebuah surat kabar yang sudah hanya 3 (tiga) perusahaan pers (30%) berumur lebih dari 20 tahun di Medan tidak yang menggaji jurnalisnya di atas Rp. 2,5 pernah menggaji jurnalisnya. Baru tiga juta. (lihat tabel 6) tahun belakangan perusahaan itu mulai 20 Medan Bisnis online, 18 Desember 2013 dan Medan Bagus.com tanggal 17 Desember 2014. Tabel 6. Range Gaji Jurnalis Tetap 10 Perusahaan Pers 18 di Sumut 2014 No Gaji TetapJurnalis Jumlah Media Prosentase 1 Rp. 1.500.000 – Rp. 1,8.000.000 5 50% 2 Rp. 2.000.000 – Rp. 2.500.000 2 20% 3 30% 3  Rp. 2.500.000 Range penggajian jurnalis di atas dibuat memberikan gaji kepada jurnalis sebesar berdasarkan wawancara 400 ribu perbulan untuk Rangehasil penggajian jurnalistim di peneliti atas dibuat Rp berdasarkan hasil wawancara tim jurnalis peneliti dan KIPPAS PerusahaanPers redaktur digaji Rp. 600 rupiah KIPPASdengan dengan 10 10 Pimpinan Pimpinan Perusahaan di Sumuthanya yang berlangsung sejakribu akhir Pers di Sumut yang berlangsung sejak setelah ada tuntutan yang semakin September lalu dan dikonfirmasi kepada masing-masing jurnalis media pers tersebut padakeras akhir lalu dan dikonfirmasi dan karyawannya. FGD September “Gambaran Kesejahteraan jurnalis Medan dari Untukjurnalis Mendorong Profesionalisme Termasuk Pers” yang berlangsung pada tanggal 11 November lalu di Medan. kepada masing-masing jurnalis media2014karena adanya tekanan dari Dewan Pers. 20 Menurut pengakuan jurnalis masih banyak jurnalis yang tidak mendapatkan gaji sama sekali, kecuali kartu pers dan biasanya dilakukan oleh perusahaan pers yang terbit mingguan. Menurut pengakuan seorang jurnalis, lama terbitnya surat kabar tidak menjamin pengupahan yang baik, terbukti sebuah surat kabar yang sudah berumur lebih dari 20 tahun di Medan tidak Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Menurut pengakuan jurnalis masih banyak jurnalis yang tidak mendapatkan gaji sama sekali, kecuali kartu pers dan biasanya dilakukan oleh perusahaan pers yang terbit mingguan. ‘‘ Surat kabar yang terbit mingguan sangat jarang atau bahkan umumnya tidak memberikan gaji kepada jurnalis, perusahaan hanya memberikan bendera saja (Kartu Pers) kepada jurnalisnya. Ibaratnya jurnalis diperlakukan bak anak ayam yang disuruh mencari makan sendiri. Bahkan tak jarang disuruh memberi makan sang induk.21 Hasil survei juga menunjukkan perusahaan pers biasanya menggunakan sistem kontrak kepada jurnalis. Seorang jurnalis yang dikontrak, jika tidak memenuhi target akan mendapat sanksi. Sebaliknya jika ia dapat memenuhi masa kontrak, ia berhak dapat pesangon. Perusahaan pers yang mengikat jurnalis dengan sistem kontrak biasanya umumnya dikontrak pertahun atau lebih. Namun ada modus “licik” yang dilakukan perusahaan pers dan merugikan jurnalis. Biasanya sebelum masa kontrak kerja berakhir, pihak perusahaan menciptakan situasi hubungan kerja yang membuat jurnalis merasa tidak kerasan. Akibatnya karena merasa kerjanya sudah tidak kondusif lagi, jurnalis akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dan tidak berhak mendapatkan pesangon dari perusahaan. Dari hasil diskusi dengan 10 jurnalis tersebut terungkap pola-pola penggajian yang dilakukan perusahaan pers di Sumut kepada jurnalisnya. Ada tiga (3) pola penggajian jurnalis yang diterapkan oleh 10 perusahaan pers di Sumatera Utara dan itu menjadi pilihan jurnalis yaitu pola 1, jurnalis hanya mendapatkan gaji saja tanpa honor tulisan, sedangkan pola 2 jurnalis tidak dapat gaji tapi hanya honor pertulisan ‘‘ Ada tiga (3) pola penggajian jurnalis yang diterapkan oleh 10 perusahaan pers di Sumatera Utara dan itu menjadi pilihan jurnalis ‘‘ 21. Karut marut seperti inilah yang telah menciptakan munculnya istilah premanisme pers yang banyak dikeluhkan oleh sejumlah perusahaan di Sumut, khususnya perusahaan perkebunan negara, dimana staf humas perusahaan milik negara itu kerap menjadi objek pemerasan jurnalis. Kisah-kisah pemerasan seperti ini sering diperoleh KIPPAS saat menjadi salah satu narasumber kursus-kursus kehumasan yang diadakan oleh Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Medan. Dari kondisi ini juga kemudian uncul istilah “uang minyak”, “uang makan siang”, “uang jasa kurir”. 21 Kesehatan Perusahaan Pers yang dihitung per berita. Sedangkan pola 3 adalah jurnalis mendapatkan gaji dan honor tulisan sekaligus. Pola pertama dan pola kedua paling umum dipraktekkan, sedangkan pola ke 3 hanya diperoleh jurnalis yang bekerja di media yang cukup makmur. Untuk honor tulisan bagi jurnalis tak bergaji juga berbeda-beda antara satu media dengan yang lainnya. Seorang jurnalis yang diundang dalam FGD mengatakan bahwa honor pertulisan di medianya hanya dihargai Rp65.000/ berita, namun menurutnya masih banyak perusahaan pers yang memberi honor berita lebih kecil dari itu. Menurutnya, mencari berita tidak mudah, sehingga jurnalis yang dibayar perberita ini sering mendapat honor kurang memadai karena tidak mencapai target yang ditetapkan oleh media. Sistem honor per berita ini umumnya berlaku untuk mereka yang berstatus sebagai koresponden, terkecuali untuk media-media besar seperti Analisa, Waspada dan Sinar Indonesia Baru. Sistem ini juga telah memunculkan anomali lain, dimana instansi pemerintah tempat koresponden bertugas, juga membayar berita jurnalis per bulan sesuai jumlah berita yang dihasilkan koresponden untuk instansi mereka. Alasan beberapa perusahaan untuk tidak memberikan gaji layak kepada jurnalis umumnya klasik semisal karena masih merupakan media masih baru atau masih merugi dan belum balik modal. Hak Atas Kesejahteraan lain Pada Pasal 10 UU Pers No. 40 22 tahun 1999 disebutkan perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada jurnalis dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya. Pasal ini kemudian dikonkritkan dalam butir ke 9 Standar Perusahaan Pers yang menyebutkan perusahaan pers memberikan kesejahteraan lain kepada jurnalis seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham, dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. Survei terhadap 10 media pers di Sumut memperlihatkan pemberian kesejahteraan lain dalam peningkatan gaji/kenaikan gaji, bonus dan asuransi dan kewajiban lainnya belum dilakukan perusahaan pers kepada jurnalis. Peningkatan gaji jurnalis pertahun misalnya baru diberlakukan oleh lima perusahaan pers (50%), sedangkan lima ‘‘ Survei terhadap 10 media pers di Sumut memperlihatkan pemberian kesejahteraan lain dalam peningkatan gaji/kenaikan gaji, bonus dan asuransi dan kewajiban lainnya belum dilakukan perusahaan pers kepada jurnalis. ‘‘ Kesehatan Perusahaan Pers perusahaan pers (50%) lainnya belum menerapkan sistem kenaikan gaji secara teratur kepada jurnalis/karyawannya. Kenaikan gaji diberikan tergantung situasi ekonomi. Biaya tunjangan kesehatan (asuransi) baru diberikan oleh enam (6) perusahaan pers (60%) sedangkan empat perusahaan pers (40%) belum memberikan jaminan kesehatan kepada jurnalisnya, meskipun dalam wawancara, perusahaan pers ini mengaku sedang mengurusnya. Bentuk kesejahteraan lain seperti kepemilikan saham dan pembagian laba bersih, dan pemberian bonus belum ada sama sekali. Hasil survei memperlihatkan perusahaan pers yang memberikan pembagian laba hanya diterapkan satu perusahaan pers (10%) dan menurut pengakuan jurnalis tersebut sudah termasuk dalam gaji yang diterimanya. Untuk melihat gambaran pemberian kesejahteraan lainnya, oleh 10 perusahaan pers akan diuraikan secara rinci. PT Harian Waspada memberlakukan kenaikan gaji tiap tahun berdasarkan lama kerja. jurnalis. Besaran kenaikan gaji berkisar antara 10-20 persen. Namun di perusahaan pers ini tidak ada pemberian gaji ke-13 secara khusus. Bagi PT Harian Waspada gaji ke-13 adalah THR yang diberikan kepada karyawan pada hari Raya Idul Fitri bagi yang muslim dan uang Tahun Baru untuk yang non muslim. Selama ini belum ada pemberian bonus untuk karyawan dan jurnalis. Bentuk kesejahteraan lain yang diberikan berupa fasilitas kesehatan yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tetapi tidak semua karyawan perusaahaan ini mendapat fasilitas kesehatan BPJS. Hanya karyawan dan jurnalis yang berstatus sebagai pekerja tetap yang berhak mendapatkan, sedangkan jurnalis honorer tidak mendapat fasilitas kesehatan ini. BPJS yang diberikan adalah fasilitas kamar kelas 2 apabila mendapat perawatan di Rumah Sakit. Bentuk kesejahteraan lain adalah pada akhir masa kerja, karyawan dan jurnalis akan mendapatkan uang pensiun. Harian Medan Pos tidak memberlakukan sistem kenaikan gaji setiap tahunnya. Juga tidak ada pemberian gaji ke-13 secara khusus. Bagi Medan Pos gaji ke-13 adalah THR yang diberikan setiap tahunnya kepada jurnalis saat hari Raya Idul Fitri dan Natal. Tidak ada pemberian bonus, tapi setiap perayaan ulang tahun, harian ini memberikan hadiah berupa plakat dan uang kepada jurnalis berprestasi dan biro-biro. Hadiah diberikan atas nama pribadi pimred bukan dari perusahaan pers. Untuk pembagian laba tidak diatur secara khusus, tapi pimred mengaku, kalau ada keuntungan perusahaan biasanya akan dibagi kepada jurnalis. Untuk jaminan kesehatan sampai saat ini di Medan Pos belum memberikan kepada jurnalis. Namun demikian perusahaan pers ini berencana akan memberikan jaminan kesehatan berupa BPJS. Sebenarnya jaminan kesehatan kepada jurnalis sebelumnya pernah diberikan dalam bentuk ASKES yang dikelola bersama PWI. Namun belakangan pengelolaan jaminan kesehatan ini tidak ada lagi karena banyak surat kabar yang tidak membayarkan iuran ASKES 23 Kesehatan Perusahaan Pers jurnalisnya. Harian Sinar Indonesia Baru memberikan kenaikan gaji berdasarkan kenaikan UMP, jika UMP naik maka otomatis gaji jurnalis Sinar Indonesia Baru akan naik. Tunjangan hari Raya (THR) diberikan setiap tahun sebesar satu bulan gaji. Sedangkan Bonus berupa insentif diberikan setiap perayaan ulang tahun SIB kepada jurnalis berprestasi. Harian ini memberikan jaminan kesehatan adalah berupa BPJS kelas 3 untuk karyawan tetap yang dibiayai dari pemotongan gaji karyawan sebesar 2,5 persen setiap bulannya. Untuk jurnalis tetap SIB memberikan gaji dengan tanggung jawab mengirimkan minimal 2 berita perhari. Harian Sumut Pos memberlakukan kenaikan gaji pertahun berdasarkan prestasi dan dan disiplin kerja jurnalis. Prestasi dinilai dengan akreditasi, dimana nilai tertinggi adalah akreditasi A. Kenaikan gaji untuk karyawan berprestasi maksimal sampai dengan Rp. 400 ribu. Sama seperti media lainnya, gaji ke-13 diberikan dalam bentuk THR. Pembagian laba (profit sharing) terkadang diberikan tapi tidak ditentukan besarannya. Jaminan kesehatan diberikan berupa BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan. Untuk kesehatan, karyawan mendapat BPJS kelas 1. Harian Andalas tidak memberlakukan sistim kenaikan gaji pertahun, karena perusahaan masih fokus pada pengembangan perusahaan. Pembagian keuntungan perusahaan ada, karena di akta notaris harian Andalas sudah dicantumkan bahwa 20% keuntungan perusahaan akan dibagikan kepada jurnalis dan itu sudah 24 dilakukan. Tidak ada pemberian bonus, namun sama seperti harian lainnya, setiap ulang tahun Andalas, juga memberikan penghargaan kepada jurnalis dan redaktur berprestasi. Untuk jaminan kesehatan diberikan BPJS kesehatan yang pembagian kelas perawatannya berdasarkan jabatan/ posisi jurnalis diperusahaan. Sedangkan untuk perlindungan kepada jurnalis juga diberikan BPJS ketenagakerjaan. Harian Tribun Medan memberikan kenaikan gaji kepada jurnalis secara teratur setiap tahunnya. Jurnalis juga menerima gaji ke-13 dalam bentuk THR. Pemberian bonus sesuai prestasi (Personal Achievement). Besarannya tidak sama, kadang seorang jurnalis bisa memperoleh bonus dalam jumlah besar. Jurnalis berakreditasi A, perusahaan memutuskan untuk memberikan bonus sampai 200%. Selain itu ada juga insentif kepada jurnalis yang bekerja melebihi target, seperti menulis berita lebih banyak dari yang ditargetkan perbulannya. Kelebihan berita itu akan dibayar oleh Tribun Medan kepada jurnalis. Selain itu Tribun Medan memberikan jaminan hari tua kepada jurnalis. Untuk pembagian laba sudah dialokasikan secara khusus dan pembagian dimasukkan dalam komponen gaji. Keuntungan perusahaan yang diperoleh dari kelebihan target capaian, selisihnya akan dibagi dua, dimana 50 persen untuk perusahaan dan 50 persen lagi dibagikan kepada semua karyawan dan jurnalis. Sedangkan jaminan kesehatan di Tribun Medan diberikan program asuransi kesehatan swasta. Asuransi swasta diberikan untuk karyawan tetap sedangkan jurnalis Kesehatan Perusahaan Pers kontrak menggunakan BPJS. Namun tahun 2015 semua karyawan akan diberi BPJS, walaupun sebelumnya sudah ada Inhealth. Harian Realitas tidak pernah membuat ketentuan tentang kenaikan gaji setiap tahun. Kenaikan gaji setiap tahun, tergantung situasi ekonomi dan situasi keuangan perusahaan. Gaji ke-13 diberikan dalam bentuk THR. Tidak ada bonus dan juga pembagian laba perusahaan. Untuk perlindungan kesehatan harian Realitas memberikan BPJS kelas 3 untuk jurnalis sampai tingkat redaksi. Jurnal Asia sudah memberlakukan sistem kenaikan gaji pertahun. Kenaikan gaji berdasarkan prestasi dan banyaknya jumlah berita yang dihasilkan. Prestasi dinilai berdasarkan grade, dimana grade A akan memperoleh kenaikan gaji Rp.200.000 pertahun, grade B Rp. 100 ribu pertahun, dan Grade C mendapat kenaikan gaji Rp. 50.000 pertahun. Gaji ke-13 diberikan dalam bentuk THR sebesar 1 bulan gaji. THR mulai diberikan untuk karyawan yang sudah bekerja tiga bulan, dan jumlahnya proporsional. Tidak ada pemberian bonus kecuali uang pulsa yang diberikan Rp. 50 ribu perbulan kepada jurnalis. Perlindungan kesehatan seperti BPJS belum ada. Promedia sebagai media termuda sama sekali belum ada sistem kenaikan gaji karena media ini mengaku masih berusia muda. Untuk THR sudah diberikan tapi jumahnya proporsional mengingat media ini belum berusia setahun. Belum ada bonus dan pembagian laba. Demikian juga dengan asuransi belum diberikan kepada jurnalis. Namun demikian, Promedia memiliki rencana akan memberikan jaminan asuransi untuk jurnalis dan pembentukan koperasi untuk seluruh karyawan Promedia. Harian Batak Pos Bersinar belum memberlakukan kenaikan gaji per tahun karena masih tahap pembenahan manajemen yang baru. Yang dilakukan saat ini adalah pemberian gaji jurnalis tetap sesuai UMR dan gaji dibayar tepat waktu. Ada pemberian THR sebesar satu bulan gaji kepada jurnalis. Untuk perlindungan asuransi (BPJS) masih tahap pengurusan. Hak jurnalis atas kesejahteraan lain diluar gaji untuk sepuluh perusahaan pers di Sumut dapat dipetakan sebagai berikut: Tabel 7. Kesejahteraan Non Gaji yang diterima jurnalis pada 10 Perusahaan Pers di Sumut Tahun 2014 N o Media Kenaikan Gaji/Tahu n Bonus/Insenti f THR (gaji ke-13) Asuransi Pemilika n saham Pembagia n laba Uang Pensiun/jamina n hari tua Uang pulsa 1 Promedi a - - Diberi proporsiona l - - - - - 2 Batak Pos Bersinar - - 1 bulan gaji - - - - - 3 Jurnal Asia Naik sesuai prestasi - 1 bulan gaji - - - - Rp. 50 ribu/bula n 4 Realitas Kenaikan gaji melihat sikon ekonomi - 1 bulan gaji BPJS kelas 3 - - - - 25 Promedi a - 2 Batak Pos Bersinar - 3 Jurnal Asia Naik sesuai prestasi - 1 bulan gaji - - - - Rp. 50 ribu/bula n 4 Realitas Kenaikan gaji melihat sikon ekonomi - 1 bulan gaji BPJS kelas 3 - - - - 5 Tribun Ada Bonus sesuai prestasi 1 bulan gaji Inhealth dan BPJS - 50% untuk karyawan ada - 6 Andalas - Insentif ultah perusahaan 1 bulan gaji BPJS berdasarka n jabatan - 20% diakte notaris - - 7 Sumut Pos Naik sesuai prestasi - 1 bulan gaji BPJS kelas 1 - Kadangkadang - - 8 SIB Sesuai kenaikan UMP Insentif ultah perusahaan 1 bulan gaji BPJS kls 3 - - - - 9 Medan Pos - Insentif pada ultah perusahaan 1 bulan gaji - - - - - 10 Waspada 10-20 Persen 1 bulan gaji BPJS kls 2 - - Sesuai lama kerja - 1 - Diberi proporsiona l - - - - - - 1 bulan gaji - - - - - Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Terkait dengan masih perusahaan pers yang belum memberikan jaminan Terkait dengan masihadanya adanya kesehatanpers (BPJS), seorang jurnalis dari harian Batak Pos Bersinar meminta peran Dewan Pers perusahaan yang belum memberikan untuk menjembatani dan mendorong perusahaan pers agar jurnalis mendapat jaminan jaminan kesehatan (BPJS), seorang Jurnalis juga berharap kesehatan. jurnalis dari harian Batak Pos Bersinar Dewan Pers dapat meminta Jurnalis peranjuga Dewan berharapPers Dewanuntuk Pers dapat menjembatani agar perusahaan pers dapat menjembatani mendorong menjembatani agar memberikan dan laporan keuanganperusahaan (laba rugi) untuk mengetahui kesehatan keuangan pers. persMenurut agar pengakuan jurnalis mendapat jaminan jurnalis yang mengikuti FGD, sekitar 60 persen jurnalis di Sumatera perusahaan pers dapat kesehatan. Utara dinilai belum mendapat jaminan kesehatan (BPJS). Terkait dengan kesejahteraan, memberikan laporan Jurnalis juga berharap Dewan Persmanajemen dapat seorang jurnalis Medan Pos mengaku perusahaan sering membedakan penggajian menjembatani agarkaryawan. perusahaan pers dapat jurnalis dengan Karyawan dianggap lebihkeuangan layak untuk mendapatkan UMR (laba gaji rugi) dibanding jurnalis alasan,(laba karyawan memberikan laporandengan keuangan rugi)memiliki jam kerja yang jelas yaitu masuk jam 8 untuk mengetahui untuk mengetahui kesehatan keuangan 24 pers. Menurut pengakuan jurnalis yang kesehatan keuangan mengikuti FGD, sekitar 60 persen jurnalis pers. di Sumatera Utara dinilai belum mendapat jaminan kesehatan (BPJS). Terkait dengan dengan karyawan. Karyawan dianggap kesejahteraan, seorang jurnalis Medan lebih layak untuk mendapatkan gaji Pos mengaku manajemen perusahaan UMR dibanding jurnalis dengan alasan, sering membedakan penggajian jurnalis karyawan memiliki jam kerja yang jelas ‘‘ 26 Kesehatan Perusahaan Pers yaitu masuk jam 8 pagi dan pulang pukul 5 sore. Sementara jurnalis tidak memiliki jam kerja yang ketat seperti itu dan sebagian jurnalis malah hanya kerja beberapa jam saja. Profesionalitas Jurnalis Persaingan yang semakin sengit untuk memperebutkan ceruk pasar pembaca dan iklan menuntut pelaku media dikelola secara profesional. Salah satu upaya yang harus dilakukan media pers adalah upaya peningkatan kualitas kompetensi jurnalis untuk menjaga mutu berita. Kualitas pemberitaan sebuah institusi media memang memiliki korelasi dengan tingkat aksesibilitas para pengiklan. Kualitas kompetensi jurnalis, dari sisi internal perusahaan pers umumnya merupakan peran dari litbang media seperti program pengiriman jurnalis untuk mengikuti pelatihan-pelatihan ke luar. 1. Fungsi litbang dan kompetensi jurnalis Hasil survei terhadap 10 perusahaan pers di Sumatera Utara menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan media pers memiliki litbang. Dari 10 media yang disurvei, hanya ada 5 media yang telah memiliki bagian litbang (50%) yaitu Sinar Indonesia Baru, Sumut Pos, Jurnal Asia, harian Waspada, dan Promedia, sedangkan 5 perusahaan pers yang tidak memiliki litbang sendiri (50%) adalah Tribun Medan, Andalas, Realitas, Medan Pos dan Batak Pos Bersinar. Meskipun telah memiliki litbang, namun sebagian perusahaan pers mengaku litbang di perusahaannya tidak fokus untuk mengurusi pelatihan jurnalis dan pengembangan SDM, tetapi lebih difungsikan untuk mengurusi pemasaran surat kabar. Contohnya litbang Sinar Indonesia Baru diakui sangat jarang melakukan pelatihan dan peningkatan SDM, tetapi lebih banyak bekerja untuk mengembangkan segmentasi pasar. Hal yang hampir sama juga berlaku di litbang Jurnal Asia dan Promedia. Bagian Litbang Jurnal Asia lebih banyak ditugaskan untuk pemasaran surat kabar misalnya melihat isu apa yang layak untuk menjadi Headline (HL) dan isu-isu apa saja yang menarik di lapangan. ‘‘ Meskipun telah memiliki litbang, namun sebagian perusahaan pers mengaku litbang di perusahaannya tidak fokus untuk mengurusi pelatihan jurnalis dan pengembangan SDM, tetapi lebih difungsikan untuk mengurusi pemasaran surat kabar. ‘‘ 27 Kesehatan Perusahaan Pers Sedangkan litbang Promedia memiliki tugas untuk mengembangkan perusahaan baik internal maupun eksternal. Bahkan dari pengakuan beberapa jurnalis yang ikut FGD, sebagian litbang di perusahaan pers hanya formalitas saja yang kerjanya hanya menghitung absen karyawan dan jurnalis saja. Banyak perusahaan pers dimana bagian litbangnya saja tidak punya perpustakaan untuk keperluan referensi bagi jurnalis. Akibatnya penelusuran informasi di mesin pencari informasi di dunia maya seperti Google menjadi satu alternatif yang digunakan jurnalis di Sumut. Bagian Litbang yang sudah berjalan cukup baik adalah milik harian Waspada dan Sumut Pos. Bagian Litbang Harian Waspada aktif melakukan pelatihanpelatihan internal untuk jurnalisnya. Selain Litbang, harian Waspada juga memiliki Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi dan Pembangunan (STIK-P) yang juga difungsikan untuk mendapatkan calon-calon jurnalis untuk harian ini. Selain pelatihan internal, Waspada juga mengirimkan jurnalis untuk mengikuti pelatihan di Lembaga Pers DR Soetomo (LPDS) Jakarta dan juga pelatihan ekternal berupa undangan ke luar negeri seperti India, Jepang, Irak, Singapura, dan Australia. Demikian juga litbang harian Sumut Pos yang berfungsi melakukan pelatihanpelatihan jurnalis dan perekrutan jurnalis baru. Untuk perekrutan jurnalis baru litbang Sumut Pos bekerjasama dengan Universitas Medan Area (UMA) dalam 22. Etika Dewan Pers, periode 2013-2016, Hal 141. 28 hal penyelenggaraan psikotes bagi jurnalis yang akan direkrut. Bagi perusahaan pers yang tidak memiliki litbang, lebih banyak memanfaatkan pelatihan-pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan pihak luar seperti AJI, PWI, LPDS, Yayasan KIPPAS Medan yang setiap tahun hampir rutin melakukan pelatihan-pelatihan jurnalistik. Sedangkan untuk pelatihan internal dan perekrutan dilakukan sendiri oleh para redakturnya. Selain fungsi litbang, standar kompetensi jurnalis juga menjadi salah satu hal yang disurvei karena merupakan salah satu alat ukur profesionalisme jurnalis. Standar kompetensi jurnalis diperlukan untuk melindungi kepentingan publik dan hak pribadi masyarakat. Kompetensi jurnalis meliputi kemampuan memahami etika dan hukum pers, konsepsi berita, penyusunan dan penyuntingan berita serta bahasa, termasuk di dalamnya kemampuan teknis sebagai jurnalis profesional, yaitu mencari, memperoleh, menyimpan, memiliki, mengolah serta membuat dan menyiarkan berita.22 Hasil survei terhadap 10 perusahaan pers di Sumut, terkait dengan kebijakan uji kompetensi jurnalis menunjukkan baru diterapkan oleh enam media (60%) yaitu Waspada, Andalas, Sinar Indonesia Baru, Medan Pos, Sumut Pos dan Realitas. Harian Waspada memiliki 25 orang jurnalis yang sudah mengikuti uji kompetensi, disusul Realitas yang sudah memiliki 24 jurnalis yang sudah mengikuti uji kompetensi. Kesehatan Perusahaan Pers Harian Sinar Indonesia Baru, Sumut Pos dan Medan Pos hanya menyebutkan beberapa jurnalis dan redakturnya saja yang sudah mengikuti uji kompetensi, sementara jurnalisnya yang lain belum sama sekali. Sedangkan empat media pers (40%) belum menerapkan uji kompetensi bagi jurnalisnya yaitu Batak Pos Bersinar, Jurnal Asia, Tribun Medan dan Promedia. Jurnal Asia menyebutkan bahwa uji kompetensi bukan merupakan kewajiban perusahaan pers, sedangkan Promedia berpendapat enggan mengikuti kewajiban uji kompetensi karena kegiatan itu terkesan hanya dimonopoli oleh PWI. Sedangkan Batak Pos Bersinar sangat ingin bila jurnalisnya ikut uji kompetensi, walaupun dari perusahaan sendiri belum mewajibkan. Harian Tribun Medan tidak secara rinci menyebutkan apakah jurnalisnya diwajibkan untuk ikut uji kompetensi atau tidak, namun untuk meningkatkan profesionalisme jurnalis Tribun Medan memberikan pelatihan menyangkut halhal yang spesifik yang langsung dilakukan mentor dari Jakarta. Tabel 8. Kesertaan Sepuluh Perusahaan pers di Sumut terhadap Standar Kompetensi Wartawan tahun 2014 No 2. Nama Media Sudah Ikut Uji Komptensi Keterangan 1. Waspada 25 jurnalis/redaktur - 2. Realitas 24 jurnalis/redaktur - 3. Sinar Indonesia Baru Redaktur Tanpa angka eksak 4. Sumut Pos Redaktur Idem 5. Medan Pos Redaktur Idem 6. Batak Pos Bersinar - Ingin walau belum mewajibkan 7. Jurnal Asia - Ada kesan dimonopoli di PWI Sumut 8. Tribun Medan - Dilakukan oleh mentor dari Jakarta 9. Andalas - Bukan kewajiban Suap dan Amplopisme Ukuran profesionalisme jurnalis adalah mematuhi seluruh aturan dan kode etik jurnalistik ketika menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya. 29 Kesehatan Perusahaan Pers 2. Suap dan Amplopisme Ukuran profesionalisme jurnalis adalah mematuhi seluruh aturan dan kode etik jurnalistik ketika menjalankan tugastugas jurnalistiknya. Salah satu kode etik jurnalistik yang penting adalah amanat bagi seluruh jurnalis agar tidak menerima imbalan dari narasumber. Dengan difasilitasi Dewan Pers, sebanyak 29 organisasi jurnalis di Indonesia bahkan telah sepakat untuk membentengi diri dari amplopisme dengan membuat kode etik bersama dimana Pasal 6 menyatakan: ”Jurnalis Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.” Sejumlah organisasi jurnalis bahkan membuat sendiri kode etik mereka di luar ketentuan KEJ. Walau istilahnya berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, namun intinya sama: melarang amplopisme. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam kode etiknya misalnya menyebutkan “jurnalis dilarang menerima sogokan” (Kode Etik AJI Pasal 13). Sedangkan kode etik Persatuan Jurnalis Indonesia (PWI) menyebutkan “Jurnalis Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi objektivitas pemberitaan” (Pasal 4 Kode etik PWI). Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyebutkan “Jurnalis televisi Indonesia tidak menerima imbalan apapun berkaitan dengan profesinya”23 Kode Etik Jurnalistik seyogianya ditaati oleh seluruh jurnalis dan perusahaan pers. Apalagi KEJ termaktub dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999. Bagaimana realisasi ketaaatan terhadap kode etik tentang larangan bagi jurnalis untuk menerima amplop saat menjalankan tugas jurnalistik di Sumut? Hasil Survei terhadap 10 perusahan pers di Sumatera Utara memperlihatkan sejumlah perusahaan pers tidak menaati kode etik yang telah disepakati bersama ini. Sejumlah perusahaan pers yang disurvei masih tidak memberikan larangan ‘‘ Hasil Survei terhadap 10 perusahan pers di Sumatera Utara memperlihatkan sejumlah perusahaan pers tidak menaati kode etik yang telah disepakati bersama 23. Rafiudina, Jurnalis Dalam Kepungan Suap, 2013, Jakarta: Dewan Pers, hlm. 13 30 ‘‘ yang tegas terhadap jurnalisnya dalam hal menerima amplop dari narasumber. Dari 10 surat kabar yang disurvei, hanya ada dua surat kabar (20%) yang memberikan larangan tegas terhadap jurnalisnya yaitu Tribun Medan dan Batak Pos Bersinar. Tribun Medan misalnya dari awal berdiri sudah ada enam jurnalis yang diberhentikan karena menerima amplop. Pihak redaktur tidak melihat berapa besaran jumlah uang yang diterima. Ada Kesehatan Perusahaan Pers jurnalis yang ketahuan menerima amplop Rp 100.000 dipecat, apalagi yang terima Rp 25.000.000. Uang yang terlanjur diterima jurnalis akan dikembalikan kepada narasumber Tribun Medan. Harian Batak Pos Bersinar tidak mengatur secara ketat, namun bagi jurnalis yang ketahuan menerima amplop akan diberi sanksi yaitu mengembalikannya kepada narasumber, atau narasumber diminta mengambilnya kembali. Kalau ada laporan resmi tentang jurnalis Batak Pos Bersinar yang menerima amplop, akan diberi tindakan. Sedangkan delapan perusahaan pers (80%) tidak memberikan larangan sama sekali terhadap jurnalisnya. Beberapa alasan yang diberikan redaksi antara lain amplop itu adalah ucapan terimakasih dari narasumber jadi tidak ada larangan menerima amplop. Alasan lainnya adalah tim redaksi tidak kuasa melarang karena sekeras apapun larangan dibuat bahkan sudah disampaikan dalam rapat redaksi, jurnalis tetap menerima amplop. Yang dilarang adalah memeras narasumber. Selama tidak mempengaruhi penulisan berita, jurnalis tidak dilarang menerima amplop. Berikut pendapat dan tanggapan 10 pimpinan perusahaan pers di survei terkait dengan amplopisme. Tabel 9: Sikap Terhadap Amplopisme Dari 10 Perusahaan Pers di Sumut Tahun 2014 1 Pimred Promedia “Sebatas itu tidak menyangkut pemberitaan, jangan kita potong rejeki jurnalis kita. Diminta jangan, tetapi kalau diberi ya diterima”. 2 Pimred Sumut Pos “Sudah mulai melarang terima amplop, “jangan pakai amplop, tinggalkan pola-pola lama, minta iklan saja” 3 Pimred Harian Realitas “Tidak ada larangan untuk menerima amplop, tapi yang dilarang memeras. Amplop wajar karena hanya ucapan terimakasih. Tapi kalau ketahuan melakukan pemerasan akan dipecat.” 4 Pimred Medan Pos “Kami tidak bisa melarang, sekeras apapun melarang. Kami sudah sampaikan juga dirapat redaksi, jangan pernah memeras orang, dan jangan pernah membuat narasumber merasa terganggu” 5 Kepala Litbang SIB “Selama tidak mempengaruhi penulisan berita, tidak ada larangan untuk menerima amplop”. 6 Pimred Jurnal Asia “Sebenarnya dilarang terima amplop, tapi menurut saya tidak ada masalah selama itu tidak mempengaruhi isi berita. Kalau ketahuan perusahaan sebenarnya kena tegur” 7 Humas Harian Waspada “Amplop tidak menjadi penentu dimuat atau 31 tidaknya berita. Intinya kalau jurnalis mau terima itu tidak ada hubungannya dengan berita. Makanya itu biasanya ucapan terimakasih” ada larangan untuk menerima amplop”. Jurnal Asia Kesehatan Perusahaan Pers 6 Pimred “Sebenarnya dilarang terima amplop, tapi menurut saya tidak ada masalah selama itu tidak mempengaruhi isi berita. Kalau ketahuan perusahaan sebenarnya kena tegur” 7 Humas Harian Waspada “Amplop tidak menjadi penentu dimuat atau tidaknya berita. Intinya kalau jurnalis mau terima itu tidak ada hubungannya dengan berita. Makanya itu biasanya ucapan terimakasih” 8 Pimred Andalas “Pihak perusahaan melarang keras untuk meminta uang. Kalau dapat jatah tidak masalah, misalnya uang transport atau honor. Setiap kasus yang dibuka tidak pernah kami jadikan uang.” 9 Pimpinan Umum Batak Pos Bersinar “Kalau secara garis besar jurnalis tidak boleh menerima amplop, karena kita akan berikan sanksi, kita minta narasumber untuk mengambil kembali”. Kalau narasumber memberikan itu masalah komunikasi, intinya perusahaan tidak mengambil resiko jika ada jurnalis menerima amplop. Laporan menerima amplop secara resmi hingga saat ini belum ada, tapi kalau ada kabar langsung kita beri tindakan” 10 Pemimpin Perusahaan Tribun Medan “Kita sudah buat kontrak jurnalis tidak bisa menerima amplop, kalau terbukti menerima amplop akan diberhentikan, tanpa surat peringatan. Sejak Tribun terbit, sudah ada 6 orang jurnalis yang diberhentikan karena terbukti menerima amplop dari 3. Perlindungan Hukum Bagi Jurnalis Perlindungan hukum terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya dewasa ini semakin menjadi kebutuhan utama mengingat resiko jurnalis mendapat perlakuan kekerasan saat menjalankan tugas jurnalistk sangat tinggi. Dalam satu riset yang dilakukan LBH Pers Padang mencatat Sumatera Utara menempati urutan teratas terjadinya kasus 29 kekerasan terhadap jurnalis di Sumatera, dengan jumlah 6 kasus, pada posisi kedua Riau dengan 4 kasus, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan masing-masing 3 kasus, Lampung 2 kasus, Aceh dan Kepulauan Riau 1 kasus. Pada tahun 2013, Sumatera Utara masih menjadi wilayah tertinggi kasus pers dengan jumlah 10 kasus.24 Salah satu penyebab penyelesaian yang lamban adalah karena pengaruh/relasi antara pelaku dengan pemilik perusahaan 24. Laporan Ronny Saputra SH, Direktur LBH Padang tertanggal 30 Desember 2013. Bebeberapa kasus besar kekerasan terhadap pers terjadi pada tahun 2013, sebut saja kasus Pembakaran Rumah M. Yunus jurnalis Metro 24 Jam di Sumatera Utara dan M. Syabarsyah alias Ucok Gondrong Jurnalis Harian Sumut 24. Kasus Penyiksaan Suwandi Anwar Jurnalis Harian Orbit Sumatera Utara. Kesemuanya sampai saat ini tidak jelas penanganannya. Jika berpedoman pada Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Harusnya dalam jangka waktu paling lama 6 bulan kasus tersebut telah selesai dilakukan penyelidikan dan penyidikan dan telah disidangkan di Pengadilan. 32 Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Terkait dengan perlindungan terhadap jurnalis, sembilan perusahaan pers di Sumut (90%) mengaku sejak awal sudah memberikan perlindungan hukum kepada jurnalisnya dengan menetapkan kuasa hukum masingmasing. ‘‘ sehingga banyak kasus tidak diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku. Terkait dengan perlindungan terhadap jurnalis, sembilan perusahaan pers di Sumut (90%) mengaku sejak awal sudah memberikan perlindungan hukum kepada jurnalisnya dengan menetapkan kuasa hukum masing-masing. Hanya Andalas satu-satunya koran yang tidak menyediakan kuasa hukum terhadap jurnalisnya yang berkasus. Beberapa kasus hukum yang dihadapi jurnalis Andalas selama ini biasanya langsung ditangani dan diselesaikan oleh pimpinan redaksi Andalas. Menurut pimpinan redaksi harian Andalas, kasuskasus yang dihadapi jurnalis masih bisa ditangani sendiri apalagi saat ini sudah ada Dewan Pers yang membantu menyelesaikan persoalan-persoalan pers. Strategi Mencari dan Meningkatkan Perolehan Iklan Bagi media cetak mencari dan memperoleh iklan adalah hal yang utama, karena selain pendapatan dari oplah, iklan adalah sumber pendapatan untuk menghidupi perusahaan pers. Persaingan yang makin ketat antar media di Sumatera Utara, terlebih sejak tahun 2010 mulai muncul media baru yang melakukan strategi konvergensi, membuat setiap perusahaan pers berusaha mencari strategi untuk meraup pendapatan dari pengiklan. Salah satu cara yang ditempuh adalah melibatkan jurnalis sebagai agen iklan khusus. Idealnya jurnalis hanya mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan mencari, mengolah dan menuliskan informasi. Sedangkan mencari iklan adalah tugas bagian marketing atau pemasaran. Namun di Sumatera Utara, dengan alasan jurnalis lebih dekat dengan narasumber, dan memiliki akses istimewa, umumnya perusahaan pers yang disurvei memberikan tugas sampingan kepada jurnalis untuk mencari iklan dan berita/ tulisan aktivitas pemko/pemkab. Sebanyak 9 perusahaan pers (90%) yang disurvei mengaku bahwa jurnalis diperbolehkan untuk mencari iklan khususnya iklaniklan yang sifatnya personal (pribadi) seperti iklan para caleg, pengangkatan pejabat, ulang tahun kabupaten, ulang tahun suratkabar, penghargaan yang diterima pejabat pemerintah dan iklan personal lainnya. Umumnya fee yang diterima jurnalis berkisar antara 30 – 40 persen dari nilai iklan. 33 Kesehatan Perusahaan Pers Narasumber seperti pejabat dan pengusaha lebih suka memasang iklan mereka lewat jurnalis. Selain untuk kepentingan mempererat hubungan dengan jurnalis juga untuk memperpendek administrasi. Untuk iklan perusahaan biasanya akan ditangani bagian pemasaran karena lebih susah secara administrasi, misalnya terkait PPH atau sistem pembayaran. Jurnalis yang ngepos di Dinas Pendidikan, biasanya akan mengejar iklan penerimaan mahasiswa baru atau siswa baru. Namun tidak jarang, jurnalis juga bisa mendapatkan iklan produk barang atau jasa. Namun untuk kategori iklan seperti ini, biasanya terjadi setelah jurnalis “membantai” produk barang atau jasa tersebut lewat pemberitaan di medianya. Harian Batak Pos memberikan fee penjualan iklan yang lebih besar dibanding harian lain. Jurnalis yang mendapatkan iklan akan mendapat fee sebesar 40% dari harga iklannya. Teknik yang digunakan Batak Pos Bersinar mencari iklan dengan cara melakukan pendekatan dengan perusahaan-perusahaan juga perorangan halaman seperti caleg. Untuk para caleg ada paket perbulan dengan harga 1 juta dengan ukuran kartu nama di halaman dalam. Untuk halaman depan lebih besar lagi, tapi harganya ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan pengiklan. Iklan yang biasanya dipasang di Batak Pos Bersinar adalah pelantikan pejabat, advetorial, galeria, photo, produk mobil, obat-obatan dan kegiatan seremonial. Usaha lain untuk perolehan iklan adalah memperkenalkan ke publik ada koran Batak Pos kepada para pengusaha 34 dan melakukan pendekatan kepada pemerintah, perusahaan swasta. Selain melibatkan jurnalis dalam pencarian iklan, teknik lain adalah sistem banting harga. Harga iklan di koran Analisa akan jauh mahal dengan iklan di harian lain. Sebuah iklan produk dengan space yang agak besar di Analisa akan dihargai puluhan juta, sementara jika dipasang di harian lain akan jauh lebih murah dengan space yang sama. Menyadari realita itu, perusahaan-perusahaan pers kecil umumnya tidak berani mematok tarif iklan. Harga iklan akhirnya ditentukan berdasarkan negosiasi. Dalam hal pelibatan jurnalis untuk mencari iklan, hanya Tribun Medan, yang memiliki kebijakan tidak memperbolehkan mereka mencari iklan. Iklan diurus bagian pemasaran dengan membuat paket-paket iklan untuk dijual dan memasarkan ke klien yang butuh promosi. Ceruk iklan yang menjadi target Tribun Medan adalah sektor properti. Biasanya Tribun Medan juga mulai serius menggarap versi online. Diperkirakan ke depan akan mulai terjadi migrasi para pengiklan dari cetak ke online. Saat ini diperkirakan iklan Tribun Medan versi online masih bergerak antar 11% menjadi 12% dari total pendapatan iklan Tribun Medan. ‘‘ Dalam hal pelibatan jurnalis untuk mencari iklan ‘‘ Kesehatan Perusahaan Pers Andalas memiliki ceruk iklan khusus berupa iklan rumah dan iklan mobil. Ada 4 halaman yang khusus disediakan andalas untuk ceruk iklan mobil dan rumah yang terbit setiap hari. Bahkan untuk hari Kamis Andalas menyediakan 8 halaman iklan khusus untuk rumah, mobil dan lowongan kerja. Strategi membuat iklan dengan ceruk khusus ini membuat masyarakat mencitrakan bahwa Andalas identik dengan iklan rumah dan mobil. Sumut Pos memiliki strategi khusus dalam rangka meraih iklan, yaitu dengan mengkhususkan pada bursa properti dan otomotif serta provider jasa telekomunikasi. Selain itu Sumut Pos juga memiliki rubrik khusus bernama Medan Society (1 halaman) yang berisi liputan eksklusif even-even tertentu yang diselenggarakan suatu lembaga, organisasi atau komunitas dan diberlakukan sebagai iklan. Sebagai kompensasi pihak perusahaan akan memberikan 100 eksemplar Sumut Pos. Strategi Mempertahankan Meningkatkan Oplah dan Harian Tribun Medan selalu mencermati survei AC Nielsen terkait perkembangan oplah surat kabar saingan. Di Sumatera Utara berdasarkan hasil survei Nielsen, Tribun Medan merupakan surat kabar yang masuk kategori paling banyak dibaca masyarakat. Berdasarkan hasil survei itu dibuat kebijakan untuk menambah atau tidak oplah koran mereka. Namun untuk tiga tahun terakhir ini, Tribun Medan tidak lagi terfokus untuk menambah oplah, tapi lebih mempertahankan pembaca yang ada. Tribun Medan juga fokus kepada pengembangan media online sebagai bagian dari strategi konvergensi untuk meraup iklan. Strategi lain yang dilakukan Tribun Medan untuk mempertahankan oplah adalah menulis berita yang sifatnya mengungkap sesuatu kasus (investigatif reporting). Alasannya orang lebih tertarik membaca berita yang mengungkap sesuatu daripada berita-berita biasa. Sebut saja yang dilakukan Tribun Medan, yang belakangan ditiru beberapa surat kabar lain, adalah menurunkan pasukan pengecer yang ada di setiap perempatan lalu lintas di kota Medan. Bagi Tribun Medan menambah oplah adalah hal yang tidak mudah mengingat persaingan antar media yang ketat. Selain itu meningkatkan oplah juga akan berdampak pada peningkatan subsidi mengingat Tribun Medan dijual di bawah harga ongkos cetak. Oplah Tribun Medan sendiri kini perhari sekitar 45.000-55.000 eksemplar. Harian Sinar Indonesia Baru berusaha meningkatkan oplah dengan cara mengejar pembaca dari jemaat HKBP (Batak Kristen) yang diperkirakan berjumlah 4 jutaan. Untuk itu mereka menyediakan 2 halaman untuk rubrik marsipatura hutanabe yang memuat berita-berita dari berbagai daerah yang mayoritas dihuni masyarakat Batak. Juga lembar budaya, 25. Tribun Medan terbit 24 halaman. Tribun Medan dijual Rp 1.000 per eksemplar sementara koran lain di Medan dijual Rp 3.0000 per eksemplar. Strategi dumping harga seperti ini dikeluhkan hampir oleh semua perusahaan pers di Sumut. 35 Kesehatan Perusahaan Pers ada mimbar agama Kristen. Selain itu halaman satu juga banyak diisi dengan berita-berita yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat Batak. Sinar Indonesia Baru juga selalu membangun persepsi sebagai satusatunya surat kabar orang Batak. Tidak heran, peristiwa yang bersangkut paut dengan orang Batak, sekalipun terjadi di luar Sumatera Utara akan memperoleh tempat di Sinar Indonesia Baru. Namun demikian Sinar Indonesia Baru juga mengejar pembaca dari suku lain dengan menyediakan rubrik untuk beritaberita umum. Termasuk dari masyarakat Batak Islam dengan menyediakan rubrik Mimbar Jumat. Oplah Sinar Indonesia Baru saat ini diklaim mencapai 80.000 eksemplar. Pada umumnya perusahaan pers di Sumut dalam rangka menaikkan oplah surat kabar mereka, punya trik sendirisendiri. Yang umum misalnya dilakukan dengan meliput profil seseorang yang berpengaruh di masyarakat. Setelah profil tokoh bersangkutan dimuat, narasumber disuruh memborong sekian ratus eksemplar. Biasanya berkisar 100 – 1.000 eksemplar. Bahkan sewaktu pemilukada atau pemilu legislatif, jumlah yang harus diborong bisa mencapai 2.000 - 3.000 eksemplar. Teknik lain dengan membuat liputan isu khusus, misalnya pelantikkan pengurus organisasi dan acara seremoni komunitas. Misalnya pesta marga raja Hutagalung, diberikan dipesta itu kepada semua yang hadir. Kalau perlu sudah dicetak sehari sebelum acara, sehingga sebelum acara berlangsung sudah bisa 36 ‘‘ Pada umumnya perusahaan pers di Sumut dalam rangka menaikkan oplah surat kabar mereka, punya trik sendiri-sendiri. Yang umum misalnya dilakukan dengan meliput profil seseorang yang berpengaruh di masyarakat. ‘‘ dibagi-bagi. Ada juga yang memilih teknik pemberitaan yang sensasional seperti Pos Metro biasanya menaikkan oplah dengan membuat detail berita pembunuhan sadis. Harian Batak Pos Bersinar mempertahankan oplah dengan memperbanyak konten-konten kebudayaan lokal, memelihara pelanggan fanatik dan konsen untuk memuat informasi tentang enam puak Batak yang ada di masyarakat secara bergantian. Usaha lain untuk mempertahankan oplah ada mengembangkan Batak Pos online yang kini memiliki viewer 69.235 viewer, dan merekrut jurnalis yang berbeda untuk mengurusi media online termasuk pemrednya juga berbeda. Target Batak Pos adalah orang Batak yang jumlahnya sekitar 6 jutaan. Target mendapatkan 12.000 pembaca dari enam jutaan itu. Saat ini oplah Batak Pos Kesehatan Perusahaan Pers Bersinar 5.000 eksemplar dengan pembeli adalah pelanggan lama dan orang-orang yang fanatik dengan kebatakannya. Wilayah penjualannya mulai dari Aceh, Tapsel, Dairi, Labura, Labusel, Rantau Parapat dan Jakarta.26 Promedia yang mendekati segmen masyarakat Tionghoa sering membuat liputan khusus tentang kasus-kasus yang dialami warga Tionghoa Medan. Mereka memanfaatkan kelemahan Analisa, yang dianggap sebagai surat kabar orang Tionghoa, yang tak berani bersuara keras membela warga Tionghoa. Dengan memuat aspirasi tokoh-tokoh warga Tionghoa yang tengah terlibat dalam sebuah konflik, umumnya oplah mereka terdongkrak naik. Jurnal Asia mempertahankan bahkan meningkatkan jumlah oplah dengan memberlakukan sistem order. Jurnal Asia menawarkan liputan tentang kegiatan suatu kelompok atau komunitas. Pada saat terbit jumlah oplah akan ditambah sesuai dengan permintaan pihak yang diberitakan tersebut atau atas permintaan jurnalis yang meliputkegiatan itu. Waspada memiliki strategi khusus dalam meningkatkan oplah mereka. Saat pemilukada surat kabar yang mencitrakan sebagai koran politik Sumut ini menyelenggarakan poling popularitas kandidat versi pembaca Waspada. Prosentase popularitas dihitung dari jumlah formulir yang digunting dari koran Waspada dan dikirim pembaca ke kantor redaksi. Dengan strategi seperti ini maka kandidat yang membutuhkan pencitraan lewat media akan terdorong untuk mengirim formulir sebanyak mungkin untuk meningkatkan hasil poling. Kejelian seperti ini membuat oplah Waspada bisa mencapai 100.000 eksemplar saat penyelenggaraan pemilukada. Peningkatan oplah juga bisa dilakukan berdasarkan permintaan jurnalis Waspada di daerah yang menilai berita yang mereka tulis bisa menjadi bahan perbincangan hangat di daerah. Redaksi akan merespon permintaan tambahan oplah namun tanggung jawab untuk penjualannya menjadi tanggung jawab jurnalis. Hal ini mengingat dalam hal penjualan koran secara eceran, Waspada tidak mengenal sistem konsinyasi.27 26. Seorang jurnalis senior dari surat kabar yang memiliki segmen pembaca sama dengan Batak Pos mengkrtitik politik pemberitaan Batak Pos yang “menghantam” tokoh Batak, misalnya yang dilakukan terhadap seorang mantan walikota yang tersangkut korupsi. Berita besar-besaran dengan menguliti si tokoh, menurut wartawan tersebut justru jadi bumerang bagi Batak Pos. 27. Praktek umum di Sumut, jurnalis di daerah umumnya diberi beban tambahan lain untuk menjual koran. Rata-rata per hari seorang koresponden bisa mendapatkan penghasilan berkisar Rp 30.000 – Rp. 70.000 dari penjualan koran. Penghasilan itu diperoleh dari komisi penjualan. Dari perusahaan pers komisi penjualan diberikan lebh besar dibandingkan penjualan lewat agen. Namun demikian ada juga perusahaan pers yang tidak memperbolehkan jurnalis berhubungan pihak distribusi atau pemasaran tapi melulu dengan pihk redaksi. 37 Kesehatan Perusahaan Pers 38 Kesehatan Perusahaan Pers Bab III Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Pers berkualitas menurut Bekti Nugroho, bukan hanya pers yang mampu menyajikan konten-konten berita atau informasi berkualitas kepada masyarakat, tetapi juga harus dapat bertahan dalam ceruk pasar yang semakin kompetitif dalam persaingan pers yang sehat dan siap menghadapi perkembangan pesat teknologi dan komunikasi. Masyarakat membutuhkan pers seperti ini agar dapat memberi pengaruh signifikan bagi perkembangan politik, budaya ekonomi dan sosial yang lebih baik di daerahnya masing-masing.28 Pers yang sehat dalam segi bisnis akan mampu mensejahterakan jurnalis dengan memberikan hak-hak jurnalis yang akan diikuti dengan kewajiban jurnalis bekerja secara profesional untuk memajukan perusahaan pers tempatnya bekerja. Hasil survei terhadap sepuluh perusahaan pers di Sumut umumnya memperlihatkan bahwa tingkat kesejahteraan jurnalis, terutama dilihat dari parameter gaji bulanan yang diterima, belum menggembirakan. Ada perbedaan yang cukup signifikan antara gaji yang diterima jurnalis dari perusahaan pers yang terbit sebelum reformasi dengan yang diterima jurnalis dari perusahaan pers yang terbit pasca reformasi. Gaji yang diterima jurnalis perusahaan pers yang lahir pasca reformasi umumnya belum memenuhi UMP Sumut tahun 2014 sebesar Rp 1,7 juta. Kondisi berbeda dialami jurnalis dari perusahaan pers yang sudah eksis jauh sebelum reformasi yang umumnya sudah di atas UMP. Namun demikian ada kekecualian bagi perusahaa pers yang lahir pasca reformasi yang tergabung dalam konglomerasi media besar. Tentang kewajiban berbagi keuntungan dari laba perusahaan umumnya juga belum bisa dipenuhi pihak perusahaan. Jurnalis umumnya tidak mendapat akses informasi tentang laporan keuangan tahunan perusahaan pers. Memang ada dua perusahaan pers yang mengaku telah membagi laba perusahaan kepada jurnalisnya, namun berapa besar jumlah laba yang diterima, tak pernah diketahui jurnalis karena pihak perusahaan mengklaim telah menggabungkan dalam gaji yang diterima jurnalis. Terkait fasilitas jaminan kesehatan, masih ada sebagian kecil yang belum memberikan jaminan. Sebagian besar sudah memberikan jaminan kesehatan berupa fasilitas BPJS. Salah satu dampak ikutan dari kesejahteraan jurnalis yang masih minim adalah memberi peluang jurnalisnya untuk mendapatkan dari tempatnya ngepos. Kebijakan membolehkan jurnalis merangkap sebagai pencari iklan, berlaku 28. Bekti Nugroho, “Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas”, Buletin Dewan Pers tahun 2013, Hal VII. 39 Kesehatan Perusahaan Pers untuk perusahaan pers yang lahir sebelum maupun pasca reformasi. Bahkan bagi perusahaan pers yang tidak memberikan gaji, pendapatan dari iklan dianggap sebagai pengganti gaji. Kebijakan seperti ini berpotensi untuk menimbulkan independensi jurnalis terhadap narasumber. Namun di Sumut, hal ini akan terus menjadi dilema sepanjang masalah kesejahteraan jurnalis belum mampu diberikan oleh pihak perusahaan pers. Berbagai temuan dari survei ini, menyadarkan pentingnya perusahaan pers di Sumut, baik yang terbit sebelum masa reformasi maupun pasca reformasi, untuk secepatnya berbenah diri memperbaiki kualitas pengelolaan manajemen perusahaan pers agar mampu bertahan dari persaingan yang makin keras itu. Rekomendasi Standar Perusahaan Pers merupakan salah satu enforcement bagi perusahaan pers di daerah agar lebih memerhatikan kesehatan manajemen usaha dan kesejahteraan jurnalis. Namun dalam beberapa hal, ada beberapa parameter yang perlu dikaji ulang: Pertama terkait besaran modal awal jika perusahaan pers diwajibkan berbentuk PT. Seharusnya durasi jangka penerbitannya harus lebih dari 6 bulan. Idealnya antara 1 – 3 tahun secara kontinu. Alasannya agar ada kepastian ekonomi dan kesejahteraan jurnalis dari perusahaan. Untuk itu ketentuan besaran modal awal Rp 50.000.000 harus disesuaikan dengan persyaratan pendirian PT oleh Menhumkam atau ada kecukupan modal yang memadai. Di sisi lain juga 40 perlu ada persyaratan tiras minimal 3.000 eksemplar dan dipasarkan ke masyarakat dengan bukti penjualan dari agen di daerah. Hal ini penting mengingat di Sumut ada perusahaan pers dadakan yang mencetak surat kabar hanya 100 – 200 eksemplar. Kedua, Dewan Pers diharapkan dapat memberikan penilaian kompetensi terhadap perusahaan pers yang telah memenuhi Standar Perusahaan Pers secara menyeluruh baik dari sisi bentuk badan usaha, kesejahteraan jurnalis dan karyawan, oplah yang cenderung meningkat, ketaatan membayar pajak dsb. Penilaian kompetensi terhadap Standar Perusahaan Pers oleh Dewan Pers dapat menjadi pembelajaran bagi perusahaan pers untuk tidak main-main dalam berbisnis media. Di sisi lain masyarakat juga dapat memilah dan memilih surat kabar yang kompeten dari sisi usaha. Tim Survei: J Anto, Pemilianna Pardede Santy Pardede, Debora Sinambela Penulis: J Anto, Pemilianna Pardede Supervisi: M. Yazid Kesehatan Perusahaan Pers 41 Kesehatan Perusahaan Pers 42 Kesehatan Perusahaan Pers PENELITIAN 2 Kesehatan Perusahaan Pers di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat Oleh Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) 43 Kesehatan Perusahaan Pers 44 Kesehatan Perusahaan Pers Kesehatan Perusahaan Pers di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat Bab I Pengantar Permasalahan Pers daerah sudah berkembang dalam waktu yang cukup lama. Pada dasarnya istilah pers daerah mengacu pada pers yang terbit di luar Jakarta. David T. Hill dalam bukunya, Pers di Masa orde Baru (2011) menyebutkan pers daerah sebagai pers pinggiran, bersama dengan sejumlah penerbitan lain seperti pers mahasiswa, pers daerah -- baik yang berbahasa Indonesia atau yang berbahasa daerah (Hill 2011:135-170). Hill menggambarkan bahwa industri pers di Indonesia setidaknya sejak tahun 1966 didominasi oleh surat-surat kabar nasional yang berbasis di Jakarta dan didistribusikan ke kota-kota besar di seluruh Indonesia, dan mereka inilah yang disebut sebagai “Pers Indonesia”, sementara itu di daerah ada juga surat-surat kabar sederhana berbahasa Indonesia, namun mereka semata-mata bertahan hidup dari remah-remah yang tersisa dari media cetak nasional (Hill 2011:144). Namun Hill juga mengatakan bahwa pendapat ini kemudian dipatahkan pada akhir tahun 1980-an seiring dengan kemunculan sederet jagoan dari daerah. Menurut Hill, “Kejutan ini sebagian besar disebabkan oleh kesepakatan berbagai kerjasama untuk urusan modal industri media cetak yang banyak membantu, ditambah dengan pengembangan perekonomian di daerah secara umum.” Cerita sukses tentang pers daerah agak langka, karena surat kabar daerah berskala kecil mesti berhadap-hadapan dengan imperium pers asal Jakarta yang tengah mengembangkan sayap. Sedangkan modal yang dibutuhkan agar tetap bisa mengejar lajunya perubahan teknologi dalam industri pers kian lama kian melambung. Di saat yang sama pemasukan iklan disedot oleh televisi. Akibatnya surat kabar kecil di daerah mesti berjuang matimatian. Pilihan yang tersedia tidak banyak, bergabung dengan satu atau sejumlah lawan bisnis mereka dalam payung imperium kelompok media atau melawan sendirian dengan segudang keterbatasan modal, sirkulasi, tingkat ketrampilan staf dan teknologi. 45 Kesehatan Perusahaan Pers Sederetan kelemahan di pilihan yang terakhir membuat koran-koran kecil di daerah makin jauh tertinggal di belakang para pesaing mereka yang telah menggalang jaringan (Hill 2011:145). Jawa Pos sebagai koran nasional yang terbit dari luar Jakarta (Surabaya) namun liputannya mencakup seluruh wilayah Indonesia. Jawa Pos awalnya diambil alih oleh kelompok Tempo pada bulan April 1982 ketika Tempo waktu itu ditutup sementara oleh pemerintah karena liputan soal pemilu. Aslinya Jawa Pos lahir pada tahun 1949 di Surabaya. Dahlan Iskan, Kepala Biro Tempo di Surabaya yang mendapat kepercayaan untuk memimpin Jawa Pos membuktikan bahwa ia sukses yang tak terbayangkan sebelumnya. Dalam catatan Hill, dalam hanya satu dekade, perusahaan Jawa Pos yang tadinya tak dikenal menjadi salah satu dari 200 perusahaan terbaik di Indonesia dan menempati peringkat 188 dalam daftar perusahaan pembayar pajak tahun 1990. Pada tahun 1992 Jawa Pos menjadi suratkabar ketiga terbesar di Indonesia dengan sirkulasi mencapai 350.000 (Hill 2011:106-107). Pada periode itu pula Jawa Pos mulai melakukan ekspansi ke berbagai daerah, mengembangkan suratkabar lain di kota Surabaya, hingga juga memiliki stasiun radio, sejumlah tabloid dan majalah. Pada masa Orde Baru, pertumbuhan pers daerah dapat dikatakan terhambat karena masalah perijinan yang dikelola oleh Departemen Penerangan memberikan 46 restriksi untuk pengembangan surat kabar di daerah. Namun setelah reformasi pada tahun 1998, maka dapat dikatakan bahwa pers daerah berkembang dengan kecepatan yang luar biasa. Jumlah penerbitan seIndonesia yang hingga akhir masa Orde Baru hanya mencapai 300 penerbitan, pada masa reformasi jumlahnya bisa mencapai 1.500 hingga 1.700 penerbitan di seluruh Indonesia. Ada suatu eforia dalam merayakan kemerdekaan saat itu. Namun demikian seiring dengan berjalannya waktu, upaya untuk menata perkembangan dalam industri media cetak membuat kemudian muncul sejumlah langkah untuk membuat pers tumbuh sebagai institusi bisnis yang sehat. Jika mengacu pada Standar Perusahaan Pers, maka kita akan melihat ada banyak institusi media yang dipertanyakan kesehatannya secara bisnis. Standar perusahaan pers yang diumumkan oleh Dewan Pers dan disetujui para perusahaan pers pada tanggal 6 Desember 2007, menulis 17 poin yang menetapkan suatu institusi pers bisa dianggap sebagai perusahaan pers yang baik jika misalnya antara lain memenuhi ketentuan ini: • Perusahaan pers memiliki modal dasar sekurang-kurangnya sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau ditentukan oleh Peraturan Dewan Pers. • Perusahaan pers memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan perusahaan secara teratur sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan. Kesehatan Perusahaan Pers • • • • • Penambahan modal asing pada perusahaan pers media cetak dilakukan melalui pasar modal dan tidak boleh mencapai mayoritas, untuk media penyiaran tidak boleh lebih dari 20 persen dari seluruh modal. Perusahaan pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun. Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada wartawan dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama. Perusahaan pers wajib memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dan karyawannya yang sedang menjalankan tugas perusahaan. Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya. Apakah ketentuan ini dipenuhi oleh perusahaan pers yang hendak dianggap sehat atau tidak, inilah yang hendak dilihat dalam penelitian ini. Lebih jauh penelitian ini mencoba untuk menggambarkan persoalan apa yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pers di daerah (baik itu terkait dengan ceruk pasar, tingkat kompetisi antarperusahaan pers lain, perebutan kue iklan, dan juga ketersediaan Sumber Daya Manusia). Di luar itu yang akan juga ditunjukkan adalah apa saja strategi perusahaan pers agar bisa survive dalam iklim persaingan yang demikian keras, serta juga yang terkait dengan bagaimana kantor media mengatur hubungan antara media tersebut dengan narasumbernya dalam rangka menjaga etika dan integritas media tadi. Potret makro kondisi pers Indonesia hari ini bisa dilihat dari data yang dikeluarkan oleh SPS (Serikat Perusahaan Pers – dahulu bernama Serikat Penerbit Suratkabar) 47 4 Kesehatan Perusahaan Pers DATA MEDIA CETAK NASIONAL 2006-2013 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Surat kabar harian Jumlah Tiras media 251 6.058.486 269 7.217.600 290 7.490.252 302 8.080.694 349 8.744.483 401 9.255.646 400 9.504.355 394 9.582.794 Surat kabar mingguan Jumlah Tiras media 235 1.081.953 247 1.353.953 224 1.039.853 232 1.063.353 240 1.084.075 284 991.716 230 646.200 220 537.600 Majalah Jumlah media 258 297 318 322 294 411 455 421 Tiras 5.525.857 5.735.857 5.925.857 6.234.357 6.235.243 8.404.602 8.904.975 7.805.056 Tabloid Jumlah media 142 167 173 177 188 265 239 219 Tiras 4.732.055 4.782.555 4.621.055 5.427.955 5.400.803 6.593.112 4.290.223 4.369.725 Sumber: Media Directory 2013/2014, Integrasi Multi Platform & Monetisasi Digital, SPS Serikat PerusahaanMedia Pers, 2014, Asmono Wikan (2011) Sumber: Directory 2013/2014, Integrasi Multi Platform & Monetisasi Digital, SPS Serikat Perusahaan Pers, 2014, Asmono Wikan (2011) 48 Kesehatan Perusahaan Pers Bab II Kondisi Pers diBAB Tiga Propinsi Jawa II Bagian Barat 5 5 KONDISI PERS DI TIGA PROPINSI BAB II JAWA BAGIAN BARAT KONDISI PERSdiDIsini TIGA PROPINSIyang JAWAtidak BAGIAN BARAT Tiga propinsi yang diteliti tergolong masuk dalam Tiga propinsi yang diteliti di adalah sini adalahpers Provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Tiga wilayah ini masih tergolong sebagai wilayah yang dekat dengan ibukota Jakarta, dan DKI Provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa grup-grup media besar sebagaimana Jakarta sendiri juga dimasukkan dalam penelitian, untuk juga melihat pers yang memang terbit Barat. TigaTiga wilayah ini masih dipetakan olehDKIHaryanto Lim propinsi yang ditelititergolong di sini adalah Provinsi Banten, dan(2011), Jawa di Jakarta, namun tidak tergolong grup-grup media yang telah menjadi Jakarta konglomerat. PersBarat. yang Tiga wilayah ini masih tergolong sebagai wilayah yang dekat dengan ibukota Jakarta, dan DKI sebagai wilayah yang dekat dengan (2011) atau Nugroho (2012). Pers yang diteliti di DKI Jakarta adalah pers yang tidak tergolong masuk dalam grup-grup media besar di Jakarta sendiridipetakan juga dalam penelitian, untuk juga melihat pers (2012). yang terbit ibukota Jakarta, dan dimasukkan DKI Jakarta sendiri luar grup dan berlokasi di memang Jakarta artinya sebagaimana oleh Haryanto (2011), Lim (2011) atau Nugroho Pers yang di di Jakarta, namun tidak tergolong grup-grup media keterjangkauan yang telah menjadi konglomerat. Pers yang luar grup dan berlokasi di Jakarta artinya memiliki yang terbatas pada kota ini jugaditeliti dimasukkan dalam penelitian, untuk memiliki keterjangkauan yang terbatas diuntuk DKI Jakarta pers yang tidak tergolong masuk dan itu persadalah ini bisa disandingkan dengan persdalam daerahgrup-grup propinsimedia lain. besar jugasaja, melihat pers yang seperti memang terbit di Lim pada kotaatau iniNugroho saja,didan untuk itu pers sebagaimana dipetakan oleh Haryanto (2011), (2011) (2012). Pers yang di luar grup dan tidak berlokasi di Jakartagrup-grup artinya memiliki keterjangkauan yang terbatas pada kota ini Jakarta, namun tergolong seperti ini bisa disandingkan dengan pers saja, dan untuk itu pers seperti ini bisa disandingkan dengan pers daerah di propinsi lain. media yang telah menjadi konglomerat. daerah di propinsi lain. DATA MEDIA CETAK / PERS DI JAWA BARAT Pers yang diteliti di DKI Jakarta adalah DATA MEDIA / PERS DI Surat JAWA BARAT SuratCETAK kabar harian kabar Majalah Tabloid mingguan Tahun Jumlah Tiras Jumlah Tiras Jumlah Tiras Jumlah Tiras Surat kabar harian Surat kabar media Majalah Tabloid media media media 2011 20 678.660 mingguan 17 84.500 19 34.000 13 80.000 Tahun Jumlah Tiras Tiras Tiras Tiras 2012 26 462.500 Jumlah 17 56.500 Jumlah 19 84.500 Jumlah 10 84.500 media media media media 2013 23 520.500 17 55.500 19 84.500 10 84.500 2011 20 678.660 17 84.500 19 34.000 13 80.000 2012 : Media 26 Directory 462.500 17 Integrasi 56.500 19 10 84.500 Sumber 2013/2014, Multi Platform &84.500 Monetisasi Digital, SPS Serikat 2013 23 2014. 520.500 17 55.500 19 84.500 10 84.500 Perusahaan Pers, Sumber : Media Directory 2013/2014, Integrasi Platform & SPS Monetisasi Sumber : Media Directory 2013/2014, Integrasi Multi PlatformMulti & Monetisasi Digital, Serikat Digital, SPS Serikat Perusahaan Pers, 2014. Perusahaan Pers, 2014. Sementara itu untuk kondisi pers di wilayah Banten bisa melihat pada tabel di bawah Sementara itu untuk kondisi pers di ini: wilayah Banten bisa melihat pada tabel Sementara itu untuk kondisi pers di wilayah Banten bisa melihat pada tabel di bawah di bawah ini: ini: DATA MEDIA CETAK / PERS DI BANTEN DATA MEDIA CETAK PERS DI Surat BANTEN kabar Majalah Surat kabar/ harian Tabloid mingguan Tahun Jumlah Tiras Jumlah Tiras Jumlah Tiras Jumlah Tiras Surat kabar harian media Surat kabar media Majalah Tabloid media media 2011 9 81000 mingguan 9 17000 7 30000 6 15000 Tahun Jumlah Tiras Tiras Tiras Tiras 2012 10 124000 Jumlah 10 19000 Jumlah 8 31000 Jumlah 3 16000 media media media media 2013 11 168500 9 18000 8 31000 4 17500 2011 9 81000 9 17000 7 30000 6 15000 Sumber : Media Directory 2013/2014, Integrasi Multi Platform &16000 Monetisasi 2012 : Media 10Directory 124000 10 Integrasi 19000 8 31000 3 Digital, Sumber 2013/2014, Multi Platform & Monetisasi SPS Serikat 2013 SPS Serikat 11 2014. 168500 9 18000 8 31000 4 17500 Digital, Perusahaan Pers, 2014. Perusahaan Pers, SumberDan : Media 2013/2014, Platform Monetisasi Digital,ini. SPS Serikat49 dataDirectory tentang media cetak diIntegrasi provinsi Multi DKI bisa diihat&dari tabel di bawah Perusahaan Pers, 2014. Dan data tentang media cetak di provinsi DKI bisa diihat dari tabel di bawah ini. Kesehatan Perusahaan Pers 6 DATA MEDIA CETAK / PERS DI DKI JAKARTA 6 Dan dataSurat tentang bisa diihat dari tabel di bawah ini. kabar media harian cetak Suratdi provinsi kabarDKI Majalah Tabloid mingguan DATA MEDIA CETAK / PERS DI DKI JAKARTA Tahun Jumlah Tiras Jumlah Tiras Jumlah Tiras Jumlah Tiras media media media media 2011 45 kabar3.069.534 21 198.500 281 7.842.202 Tabloid 73 5.030.525 Surat harian Surat kabar Majalah 2012 41 3.150.534 mingguan 18 170.500 322 8.057.686 63 3.676.725 Tahun Jumlah Tiras Tiras Tiras Tiras 2013 43 3.229.534 Jumlah 20 152.000 Jumlah 293 7.064.706 Jumlah 56 3.650.725 media media media media Sumber 2013/2014, Multi Platform Digital,73 SPS Serikat 2011 : Media 45 Directory 3.069.534 21Integrasi 198.500 281 & Monetisasi 7.842.202 5.030.525 Perusahaan Pers, 2012 41 2014. 3.150.534 18 170.500 322 8.057.686 63 3.676.725 2013 43 3.229.534 20 152.000 293 7.064.706 56 3.650.725 Sumber : Media Directory 2013/2014, Integrasi MultiIntegrasi Platform & Monetisasi Digital, SPS Sumber : Media Directory 2013/2014, Multi Platform &Serikat Monetisasi Perusahaan Pers, 2014. Digital, SPS Perusahaan Pers,bahwa 2014.2 propinsi lain yaitu Banten dan Jawa Barat DariSerikat data di atas kita bisa melihat terbilang inferior jika disandingkan dengan data dari provinsi DKI Jakarta yang juga menjadi Dari dataperkembangan di atas kita bisa melihat perkembangan di tingkat nasional. barometer di tingkat nasional. Sejumlah pers lahir di ibukota Jakarta dengan jangkauan yang menasional baik itu Banten surat kabar harian, surat kabar bahwa 2 propinsi lain yaitu Sejumlah pers mingguan, lahir di majalah ibukotadanJakarta tabloid. Dari data di atas kita bisa melihat bahwa 2 propinsi lain yaitu Banten dan Jawa Barat dan terbilang Jawa Barat terbilang inferior jika dengan jangkauan yang menasional inferior jika disandingkan dengan data dari provinsi DKI Jakarta yang juga menjadi disandingkan dengan data dari provinsi baik pers itu surat surat kabar barometer perkembangan di tingkat nasional. Sejumlah lahir dikabar ibukotaharian, Jakarta dengan yang menasional baik itu surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah dan DKIjangkauan Jakarta yang juga menjadi barometer mingguan, majalah dan tabloid. tabloid. TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI BANTEN TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI BANTEN Gambaran lokasi Gambaranumum umum lokasi TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI BANTEN BantenBanten adalah daerah pengembangan dariJawa Jawa Barat bagian Barat, danterdiri Banten adalah daerah pengembangan dari Barat bagian Barat, dan Banten 1 1: atas 4 kabupaten dan 4 kota seperti berikut : terdiri atas 4 kabupaten dan 4 kota seperti berikut Gambaran umum lokasi Banten adalah daerah pengembangan dari Jawa Barat bagian Barat, Logo dan Banten terdiri No. Kabupaten/Kota Ibu berikut kota 1 : Bupati/Walikota atas 4 kabupaten dan 4 kota seperti 1 Kabupaten Lebak Rangkasbitung Hj. Iti Ocatavia Jayabaya 1 3 Kabupaten Serang Lebak Rangkasbitung A Hj.Taufik Iti Ocatavia Jayabaya Ciruas Nuriman 3 5 Kabupaten Serang Kota Cilegon -Ciruas Kota Cilegon - No. Kabupaten/Kota Ibu kota 2 Kabupaten Pandeglang Pandeglang Bupati/Walikota Erwan Kurtubi 2 4 Pandeglang Tigaraksa Pandeglang Kabupaten Tangerang Erwan Kurtubi Ahmed Zaki Iskandar Kota SerangTangerang Kabupaten Tubagus Haerul Jaman Ahmed Zaki Iskandar 6 4 5 1. 50 -Tigaraksa Logo A Taufik Nuriman Tb Iman Ariyadi Tb Iman Ariyadi 1 Sumber Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Banten 1 Sumber Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Banten 6 Kota Serang - Tubagus Haerul Jaman Sumber Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Banten Kesehatan Perusahaan Pers Secara umum ada 7 koran lokal yang masih terbit: Radar Banten (grup Jawa Pos), Banten Raya atau Baraya (grup Jawa Pos), Banten Pos (grup Pikiran Rakyat), Satelit Pos (grup Rakyat Merdeka), Tangsel Pos (grup Rakyat Merdeka), Tangsel Ekspres (grup Jawa Pos), dan Kabar Banten (grup Pikiran Rakyat). Semuanya adalah Koran berjaringan, baik dari grup Jawa Pos, grup Rakyat Merdeka, grup Pikiran Rakyat. Secara umum, Koran-koran ini masih terbit rutin. Banten Pos masih mencetak korannya di Bandung, di markas Pikiran Rakyat. Rachmat Ginandjar, direktur Kabar Banten, yang ditemui tim peneliti mengatakan bahwa Banten Pos memiliki direktur dengan status karyawan Pikiran Rakyat yang ditempatkan di Banten Pos di Serang. Banten Pos memiliki kantor redaksi di kota Serang. Kantor iklannya pun di kota yang sama, namun tidak satu gedung cuma berjarak 100 meter saja dari kantor redaksinya. Kantor iklannya berada persis di pinggir jalan, sehingga terlihat lebih strategis. Sedangkan kantor redaksi menempati gedung tua, dan agak tersembunyi dari pinggir jalan. Banten Pos sendiri ditempatkan sebagai koran regional, bukan hanya beredar lokal di Serang saja. Sirkulasi Koran ini menyebar di semua kabupaten dan kota di provinsi Banten. Menurut Rachmat sempat ada beberapa media yang di luar jaringan perusahaan pers besar, seperti Banten Muda, tapi umurnya tidak lama. “Sepertinya berat bila media lokal muncul di sini, mungkin ‘‘ Banten Pos sendiri ditempatkan sebagai koran regional, bukan hanya beredar lokal di Serang saja. Sirkulasi Koran ini menyebar di semua kabupaten dan kota di provinsi Banten. ‘‘ karena biaya dan dukungan dari kantor yang berjaringan lebih memudahkan daripada hanya mengandalkan media dari lokal saja. Kebutuhan media kan bukan hanya modal, tapi sumber daya manusia, informasi dan jaringan yang juga diperlukan.” Demikian diungkapkan Rachmat. Suratkabar lain yang cukup besar di wilayah Banten adalah Banten Pos yang telah terbit sejak 2 Mei 2011. Pemimpin Redaksi Banten Pos adalah H. Adam Adhariyudin yang juga ditemui oleh tim peneliti. Perusahaan yang menaungi Banten Pos adalah PT. Banten Berita Merdeka dengan modal dasar tidak termasuk tanah dan bangunan senilai Rp1 Miliar. Banten Pos adalah bagian dari Grup Rakyat Merdeka, dengan pemegang saham H. Margiono, selaku Komisaris Utama Rakyat Merdeka Group, dan jumlah karyawannya mencapai 60 orang. 51 Kesehatan Perusahaan Pers Persoalan Gaji, Iklan dan Sumber Daya Manusia Dalam pandangan Rachmat surat kabar Kabar Banten tergolong sehat, karena menurutnya, “Kami masih untung, terbukti dengan masih terbit dengan oplag 19 ribu eksemplar. Selain itu, kami juga masih mampu membayar gaji pegawai sekitar 50 orang, di mana setengahnya adalah wartawan baik di Serang maupun di kabupaten/kota di dalam provinsi Banten. Kami juga rutin memberikan Tunjangan hari Raya, dan staff dan karyawan kami berstatus tetap, termasuk wartawan yang tinggal di kabupaten kota di provinsi Banten. Rachmat mengaku bahwa fasilitas gaji dan tunjangan cukup baik di Kabar Banten. Standar UMK setempat yakni Rp 2,4 juta pada 2014, namun Rachmat tak mau menyebutkan jumlah gaji secara pasti, namun dia menjamin tunjangan dan gaji yang diterima cukup layak untuk hidup di wilayah Banten. “Selain itu wartawan juga mendapatkan uang transport, juga uang liputan dsb. Menurutnya standar hidup di Serang dan daerah lain di provinsi Banten lebih rendah dari Jakarta. Namun standar hidup di Banten tak jauh berbeda dengan di Bandung, di mana kantor pusat dan para awak Pikiran Rakyat berada. Terkait dengan pemasukan dari iklan, Kabar Banten mengakui bahwa pemasukan utama masih dari iklan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten / kota. “Bentuk iklannya seperti ucapan selamat, advertorial. Sebagai contoh, kalau ada 52 pengangkatan pejabat baru atau ada yang meninggal dunia, hasilnya lumayan dari ucapan selamat atau ucapan dukacita itu.” Pemasukan iklan lain dari pihak swasta atau produk-produk belum begitu banyak, dan Rachmat mengaku memang belum digarap secara serius. Hasil penjualan koran belum menutupi biaya produksi koran, namun dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah, sebagian ongkos produksi jadi tertutupi. Terkait dengan sumber daya manusia, menurut Rachmat, para wartawan juga mendapat pelatihan, termasuk pendidikan untuk kompetensi wartawan yang diadakan oleh Dewan Pers. Tetapi yang lebih dominan adalah pelatihaan yang dilakukan di grup media, dalam hal ini grup Pikiran Rakyat. H. Adam Adhariyudin, mengatakan bahwa di Banten Pos struktur penggajian diputuskan berdasarkan ketentuan peraturan perusahaan dan mengacu pada ketentuan dan berlaku di daerah, tempat perusahaan berdiri. Perusahaan yang menaungi Banten Pos juga tercatat sebagai Perusahaan Kena Pajak (PKP) yang memiliki NPWP sendiri. Adam optimis bahwa perkembangan Banten Pos, paling tidak dalam dalam enam bulan ke depan jadi lebih stabil. Persoalan lain yang terkait dengan masalah SDM dan Iklan, diakui Adam menjadi persoalan yang cukup pelik bagi perusahaan pers di daerah. Menurutnya, kue iklan tetap sama jumlahnya, sementara jumlah media yang ada terus bertambah. Kesehatan Perusahaan Pers Kondisi ini menuntut perusahaan untuk melakukan sejumlah strategi untuk bisa mendapatkannya. Adam menuturkan kesulitannya untuk mendapatkan SDM berkualitas sesuai kompetensi yang dibutuhkan. “Pencari kerja ada banyak, namun untuk yang memenuhi spesifikasi tertentu tidaklah mudah.” Selain itu surat kabar juga dituntut melakukan hubungan yang baik di internal perusahaan antara SDM yang ada dan manajemen, serta memberikan kenyamanan kerja terhadap para pegawai. Misalnya, memberikan gaji yang layak, dan jaminan kesehatan, jaminan cuti, serta memberikan reward serta punishment sebagai ketentuan yang diterapkan dalam sebuah tuntutan kepastian secara aturan. Kesehatan pers memiliki pengaruh besar dalam efektifitas kerja pegawai (wartawan). Sementara itu untuk peningkatan kemampuan para wartawan maka diadakan sejumlah pelatihan, namun untuk itu dilakukan oleh grup (Rakyat Merdeka Grup sebagai kepalanya) melalui program kerja perusahaan. Harian Banten Raya, sebuah koran yang bernaung di bawah grup Jawa Pos, tepatnya di bawah grup Radar Banten, mengakui bahwa mereka mengalami persaingan yang luar biasa di wilayah ‘‘ Kesehatan pers memiliki pengaruh besar dalam efektifitas kerja pegawai (wartawan). Sementara itu untuk peningkatan kemampuan para wartawan maka diadakan sejumlah pelatihan ‘‘ Banten ini, karena Taufik Rohman, pemimpin redaksinya mengakui bahwa hariannya mengalami penurunan sirkulasi dari tahun ke tahun. Jumlah karyawan Banten Raya yang organik sebanyak 17 orang, dan non organik 13 orang. Ia mengakui bahwa korannya mendapat dukungan dari media induknya, Radar Banten, yang menurut istilahnya adalah “Divisi 1”, sementara Jawa Pos News Network adalah holding companynya. “Salah satu bukti dukungannya adalah dengan disediakannya kami kantor redaksi yang baru dan lebih representatif sejak Agustus 2014 di tempat yang sekarang (Ruko PCI Cilegon).” Tutur Taufik. 2 2. Grup Jawa Pos menganut suatu sistem pengembangan perusahaan yang mendesentralisir grup-grup yang ada di bawahnya. Hari ini tak kurang 150 suratkabar di seluruh Indonesia dimiliki oleh Grup Jawa Pos, namun pengelolaan ini dilakukan lewat “kapal-kapal” yang mengoordinasi koran-koran lain di bawah grupnya. Ada kesan bahwa setiap bagian dari grup ini pun diberi keleluasaan untuk mengembangkan media tersendiri hingga di beberapa wilayah terkadang ada beberapa suratkabar yang sebenarnya merupakan bagian dari grup Jawa Pos juga, namun melalui anak perusahaan yang berbeda. Lebih jauh soal sejarah Jawa Pos lihat Hill (2011:104-108, juga 144-150), juga lihat Wangkar (2013:95-132). Tentang sosok Dahlan Iskan, lihat Ali Arahman (2007) 53 Kesehatan Perusahaan Pers Harian Banten Raya walaupun beralamat di Cilegon namun pasarnya mencakup seluruh regional Banten: Serang, Cilegon, Pandeglang, Lebak dan Tangerang. Koran ini menarget pembaca umum dari segala usia, profesi dan kelas sosial ekonomi. Selain melayani pelanggan rumah tangga, Banten Raya juga didistribusikan di tempat-tempat umum/loper koran, serta di kantor-kantor instansi pemerintah maupun swasta. Taufik mengakui bahwa SDM untuk koran Banten Raya tak semuanya sarjana S1, namun menurutnya mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan jurnalistik, tata artistik, dan pemasaran yang sudah cukup mumpuni. “Ini juga tak lepas dari pemberian pelatihan dari grup kami yang diberikan secara berkala, baik pelatihan penulisan, fotografi, lay out, marketing.” Taufik menilai perusahaannya sudah cukup sehat. “Karyawan dan jurnalis kami, meski belum semuanya digaji sesuai Upah Minimum Kota (di Cilegon UMK adalah Rp 2,443 jt) namun kami berikan insentif dan tunjangan lain. Yakni kami ikutsertakan mereka dalam program BPJS Ketenagakerjaan (dulu Jamsostek), undian umroh karyawan, family tour, insentif mendapatkan iklan sebesar 20%.” Taufik menyebutkan bahwa jurnalis di Banten Raya diperkenankan mencari iklan, namun sifatnya tidak wajib. Sementara itu Humas Kota Serang, Trisno B. Prasetyo, mengatakan bahwa kesehatan perusahaan pers di daerah 54 Serang masih belum merata kesehatannya. “Masih ada perusahaan pers yang alamatnya tidak jelas. Atau ada yang satu alamat digunakan untuk 4 nama media yang berbeda-beda. Ini biasanya muncul ketika musim Lebaran atau hari-hari besar keagamaan tiba. Mungkin motifnya untuk mencari THR. Ada juga media yang wartawannya sering berganti-ganti, keluar masuk.” Ia tidak menampik bahwa di wilayah kota Serang ada perusahaan media yang sehat, namun media yang sifatnya grup atau jaringan seperti Radar Banten, Banten Raya, Banten Pos, Kabar Banten (grup JPNN, Rakyat Merdeka, dan Pikiran Rakyat). Sejumlah media online juga ia nilai sudah cukup profesional seperti Fesbuk Banten News, Wong Banten, Berita Cilegon Online. Strategi survive Mengandalkan iklan dari pemerintah provinsi, kabupaten atau kota, adalah hal yang sering dipraktekkan oleh banyak koran lokal, dan demikian pula yang dilakukan oleh Kabar Banten, selain juga bahwa wartawan juga diperbolehkan mencari iklan, hanya sebagai pembuka peluang awal. Dalam kaitan dengan iklan ini, Kabar Banten menjelaskan policy mereka yang terkait dengan wartawan yang juga mencari iklan bagi korannya. “Di Koran kami ada divisi periklanan sendiri. Namun demikian para jurnalis dibolehkan untuk menerima iklan, tapi tetap diharapkan Kesehatan Perusahaan Pers tidak memengaruhi sikap dalam liputan terhadap pemberi iklan. Misalnya, saat dia (jurnalis) bertemu narasumber, dan narasumber itu mau memasang iklan, bisa saja dia melalui jurnalis tersebut untuk pasang iklan.” Demikian dijelaskan Rachmat. Strategi lain diambil oleh Banten Pos dimana perusahaan ini pun berkembang dengan melahirkan anak perusahaan lain berupa perusahaan Event Organizer (EO) dan media online bernama www.bantenpos. co, yang telah berdiri sendiri dengan di bawah payung badan hukum, masingmasing. Adam mengakui persaingan dengan sesama media di wilayah Banten cukup ketat, dan “Kompetitor kami saat ini bukan hanya antar media cetak yang satu rumpun (Koran), tapi juga perkembangan teknologi telah memberikan kemudahan informasi melalui dunia digital.” Namun demikian Adam melihat sebenarnya hal ini membuka peluang baru untuk jadi suatu lahan lain untuk digarap, yaitu segmen kalangan remaja dan segmen lain (wanita), yang juga menantang untuk dijelajahi. Adam menekankan bahwa untuk perusahaan tetap survive, maka perusahaan surat kabar harus kreatif dan mampu menyuguhkan produk yang diinginkan pasar, Untuk pasar yang terbilang kecil, Taufik Rohman, Pemimpin Redaksi Banten Raya mengakui kompetisi yang tinggi antar sesama perusahaan media di Banten, terutama dalam hal meraih dan meningkatkan pangsa pasar pembaca, serta dalam memperbesar raihan kue iklan. Untuk itu Taufik merumuskan strategi untuk menghadapi persaingan tersebut adalah dengan menerapkan SMART REPORTING dan filosofi PRO BIS, “Artinya gaya penulisan kami upayakan selalu soft, bersahabat, tidak provokatif, serta mengangkat potensi-potensi bisnis yang ada di wilayah Banten. Selain itu kami mewajibkan jurnalis kami selalu konfirmasi kepada para narasumber yang terlibat, sebelum tulisan tersebut dimuat.” Kebijakan redaksi terhadap narasumber Di Banten Pos, H. Adam Adhariyudin, menekankan bahwa kebijakan perusahaan, mengedepankan etika jurnalistik dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik dalam melakukan tugas maupun menjalin hubungan dengan narasumber maupun pengiklan. Wartawan dilarang menerima imbalan yang dikhawatirkan akan mempengaruhi kulaitas maupun nilai berita. Di Banten Pos, wartawan diperbolehkan berkontribusi dalam memberikan iklan, namun tidak diwajibkan. Membicarakan masalah kebijakan redaksi terkait dengan hubungannya dengan narasumber, Humas PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT. KIEC), Nana Stiana, mengatakan bahwa secara umum, pihaknya bermitra kerja dengan jurnalis/pers daerah, dan menurutnya mereka sudah menerapkan jurnalisme yg positif dan profesional. “Hubungan kami pun secara personal dengan para jurnalis dan pimpinan perusahaan sudah lebih erat. Kami juga sering melakukan 55 Kesehatan Perusahaan Pers kerjasama kegiatan, pensponsoran maupun pengiklanan dengan pers daerah kami.” Namun begitu, Nana pun mengakui bahwa masih ada persoalan di pers daerah yang perlu terus mendapatkan perhatian. Yang paling utama adalah berkaitan dengan tingkat kesehatan perusahaan pers tersebut, misalnya ada beberapa harian yang alamat redaksinya tidak jelas, tidak tetap, berpindah-pindah, frekuensi terbit yang kadang terbit kadang tidak. Lalu soal penampilan atau attitude para jurnalis ketika meliput event yang diadakan oleh perusahaannya, atau ketika bertemu dengan narasumber di kantornya yang ia gambarkan sedikit agak kurang rapi atau terlalu bersemangat. Lebih jauh Nana memberikan penilaian, bahwa untuk jurnalis atau pers daerah yang merupakan anggota dari grup/jaringan seperti JPNN atau Pikiran Rakyat, ia menilai wartawan ini sudah cukup baik, profesional dan berimbang dalam memberitakan tentang perusahaannya. “Namun memang untuk harian yang ‘abal-abal’ beberapa masih sedikit merepotkan. Misalnya memaksa meminta memasang iklan di medianya. Atau meminta penggantian biaya peliputan. Tentu tidak kami penuhi kalau sifatnya sudah memaksa dan jumlah yg diminta di luar kemampuan kami. Tapi sekarang praktik itu sudah tidak ada lagi. Karena kami bersikap tegas untuk hal seperti itu.”. 56 Secara khusus perusahaan yang dahulu dikenal dengan nama Krakatau Steel ini memang tidak menganggarkan ‘uang transport’ kepada para jurnalis yang meliput kegiatan-kegiatan perusahaan. “Namun kami upayakan selalu ada. Kami bagi rata untuk semua jurnalis yang hadir. Lebih sebagai ucapan terimakasih saja, atau kami istilahkan sebagai uang ‘kadeudeuh’. Menurut kami, sebagai sarana menjalin hubungan baik, jurnalis sah-sah saja menerima pemberian ‘kadeudeuh’ dari kami selama sifatnya tidak memaksa, medianya jelas, dan anggaran kami ada.” Pernyataan Nana ini terdengar tidak konsisten dan sangat berhati-hati dalam melontarkan pendapat yang sesungguhnya Nana juga mengatakan bahwa untuk membina hubungan baik dengan pers di daerah, pihaknya berpikir tidak selamanya harus dengan pemberian uang. “Kami upayakan dengan cara lain, misalnya kerjasama pemasangan iklan. Lalu dengan pemberian voucher-voucher potongan harga menginap di hotel yg kami kelola. Atau mengajak wartawan untuk mengikuti tour bersama perusahaan kami.” Di perusahaan KIEC, kelompok kerja wartawan atau Pokja memang tidak diberikan ruangan khusus. Namun ia mengaku bahwa ia mengetahui siapa saja wartawan yang biasa meliput perusahaannya, karena ia memiliki database, pun ia juga tahu siapa wartawan yang dituakan, siapa yg ditugasi medianya. “Hal ini membuat kami tak terlalu sulit Kesehatan Perusahaan Pers untuk menginformasikan rencana kegiatan perusahaan yang akan diselenggarakan. Tinggal telepon satu wartawannya, lalu dia akan menginformasikan ke temantemannya.” Humas Kota Serang, Trisno B. Prasetyo, tak menampik kenyataan bahwa ada saja wartawan menawarkan iklan ke instansinya. Untuk menghadapi situasi ini Trisno memilih kebijakan, “Kalau ada anggarannya kami usahakan bagi rata memasang iklan di media mereka. Kalau anggarannya kurang, tentu kami memasang iklan ke sebagian saja.” ‘‘ Humas Kota Serang, Trisno B. Prasetyo, tak menampik kenyataan bahwa ada saja wartawan menawarkan iklan ke instansinya. ‘‘ Untuk peliputan kegiatan pemerintahan biasanya Trisno tidak memberikan ‘transport’ ke jurnalis. “Sesekali sih ada. Dan mereka pun sudah paham bahwa tidak semua kegiatan pemerintahan, humas akan memberi transport. Tidak ada anggaran khusus di kami untuk pemberian transport maupun THR. Mungkin kalau di peliputan Pemprov ada anggaran khusus. Namun dalam pemerintah Kota tidak.” Ujarnya. Pengalaman yang kurang menyenangkan pernah Trisno alami ketika ada wartawan media abal-abal memaksa meminta (menodong) biaya atas berita tentang Pemkot yang telah dia buat. Ia kontan menolaknya. Menurutnya “Jurnalis dan pers daerah bagi kami merupakan mitra strategis dalam menyampaikan hasil-hasil pembangunan di kota Serang. Sedapat mungkin kami selalu memberikan pelayanan yang terbaik bagi mereka. Misalnya tadi dengan memfasilitasi ruang Pokja Wartawan Kota.” TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT (KOTA CIREBON) Gambaran umum lokasi Sebagai wilayah Jawa Barat paling timur, Cirebon adalah salah satu kota yang cukup penting dan cukup berkembang perekonomiannya. Di kota yang demikian dinamis maka perkembangan medianya pun cukup dinamis. Di kota ini sejumlah media lokal menyemarakkan arus informasi bagi warga, mulai dari sejumlah media cetak, radio, beberapa media online. Di kota Cirebon tercatat ada sejumlah koran harian: Radar Cirebon, (koran Jaringan JPNN), Kabar Cirebon (koran jaringan Pikiran Rakyat), Rakyat Cirebon (Koran Jaringan Rakyat Merdeka), Fajar Cirebon (dimiliki pemodal lokal). Sementara itu untuk media online ada Aboutcirebon.com dan Cirebontrust.com. Untuk media televisi ada: Cirebon TV dan Radar Cirebon TV. 57 Kesehatan Perusahaan Pers Persoalan Iklan, SDM Khaeudin Imawan, Pemimpin Redaksi Cirebontrust.com, saat ditemui tim peneliti menuturkan bahwa persoalan besar untuk perkembangan media di wilayah Cirebon adalah persoalan iklan, dimana sebagian besar media setempat masih mengandalkan iklan yang datang dari pemerintah daerah. Menurutnya iklan produk umumnya diberikan kepada media berjaringan, misal kalau iklan sabun, lebih banyak pengiklan memberikan iklan kepada media di Bandung (ibukota Jabar) atau media nasional (jakarta). Nanti dari media pusatnya, barulah iklan itu disebar ke jaringan media di bawahnya. Cirebontrust.com sendiri baru berdiri pada bulan Juli 2014, jadi baru empat bulan berdiri. Jumlah karyawannya ada 30 orang, terdiri dari 5 orang karyawan perusahaan (sekretaris, keuangan, iklan), wartawan: 3 orang redaktur, 3 orang jurnalis, dan 15 orang contributor, kemudian bagian IT (information technology) 2 orang, plus satu orang yang mengelola media sosial. Gaji minimal Upah Minimun Kota, yakni sekitar Rp 1,226 juta. Khaeudin yang baru 4 bulan bekerja, namun ikut membidani lahirnya media ini, gajinya sebagai Pimpred Rp 2,4 juta di luar transport, pulsa. Untuk karyawan lainnya ada tunjangan transport, tunjangan makan, tunjangan pulsa untuk komunikasi. “Tapi kita belum sampai ke gaji ke -13. Karena kita masih baru.” tuturnya. Mengenai pemodalan, situs ini dimiliki oleh pengusaha batik lokal, sehingga ada saling dukung antara bisnis batik dan 58 promosi melalaui media online. Biaya untuk membuat media online juga relatif lebih murah. “Kami menyewa kantor dengan harga sekitar Rp 30 juta pertahun, cukup nyaman dan representatif untuk bekerja.” Khaeudin yakin bahwa media online ke depannya akan berjalan baik, dan media ini akan semakin mendapat tempat karena posisi kota Cirebon yang makin strategis karena pertemuan antara jalan tol lintas Jawa, juga stasiun kereta api, dan rencana pembangunan Bandara Internasional. Khaeudin mengaku bahwa sebenarnya pasar media di Cirebon masih terbuka, karena ia melihat bahwa selain iklan dari kalangan pemerintah, iklan produk pun masih ada banyak. Menurutnya kompetisi media di daerah tidak terlalu tinggi karena menjurutnya segmen media kurang lebih sama. “Hanya gaya penulisan yang berbeda. Di media kami yang online, kami tak merasa tersaingi karena tingkat keterbacaan dan jumlah orang yang melihat ke situs online kami paling tinggi di Cirebon.” Namun secara umum, tingkat frekeuensi berita di situsnya sudah cukup baik. Update terus menerus dilakukan selama 24 jam. Terkait dengan masalah SDM, Kaeudin mengakui bahwa ia sebagai perusahaan baru lebih memilih jurnalis baru dengan cara mendidik mahasiswa untuk menjadi koresponden (tidak digaji rutin). “Memang ada beberapa wartawan kami yang sudah digaji rutin.” Dengan kondisi ini, Khaeudin mengaku bahwa perusahaannya adalah perusahaan yang sehat dan hal ini akan meningkatkan kinerja jurnalis. “Misalnya, Kesehatan Perusahaan Pers tingkat update berita di media kami, tentu akan meningkatkan peringkat kterbacaan maupun jumlah orang yang suka atau men-share. Dengan informasi peringakat kepopuleran ini , tentu pengiklan akan datang.” Bicara masalah pelatihan bagi karyawannya, Khaeudin mengakui bahwa karena medianya masih baru maka belum ada pelatihan formal di dalam perusahaan. Yang dilakukan kemudian adalah wartawan muda diterjunkan sambil dibimbing langsung oleh dirinya atau redaktur yang membawahi desk tertentu. Tentang kondisi pers di wilayah Cirebon, Dodi Solihudin, Staf Humas Pemerintah Kota Cirebon mengatakan bahwa persoalan utama yang dihadapi adalah menyangkut soal sirkulasi dan profesionalisme. “Walaupun tak semua media demikian, tapi soal kemampuan jurnalistik wartawan di sini kadang masih menjadi masalah.” Katanya yang ditemui tim peneliti pada pertengahan November 2014 lalu. Pihak Humas Kota Cirebon memang sering bekerjasama dengan sejumlah media lokal untuk iklan sosialisasi kegiatan pemerintah kota Cirebon. Kerjasama dilakukan dengan sejumlah media utama di Cirebon seperti: Radar Cirebon, Kabar Cirebon, Rakyat Cirebon, dan Fajar Cirebon). Media ini menurut Dodi memiliki pembaca yang lumayan besar di kota Cirebon. Di luar kerjasama iklan, Humas Pemkot juga melanggan sejumlah suratkabar tersebut, yang tiap media bisa dilanggan hingga 250-1.000 eksemplar per harinya. ‘‘ Tentang kondisi pers di wilayah Cirebon, Dodi Solihudin, Staf Humas Pemerintah Kota Cirebon mengatakan bahwa persoalan utama yang dihadapi adalah menyangkut soal sirkulasi dan profesionalisme. ‘‘ Dodi menyebutkan pihaknya memiliki anggaran tersendiri untuk wartawan, yang jumlahnya terus meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2012, pos untuk wartawan dianggarkan hingga Rp 2,3 milyar, lalu tahun 2013 meningkat menjadi Rp 2,5 milyar, untuk tahun 2014 makin meningkat menjadi Rp 4,5 milyar dan untuk tahun 2015 angkanya diproyeksinya menjadi Rp 3 milyar. Menurut Dodi, kebijakan umum pemerintah kota terkait dengan hubungan dengan media, pemkot menghargai adanya kreatifitas dari kalangan media, misalnya, usulan untuk membuat iklan, advertorial, atau cara-cara menyoisialisaikan beritaberita program pemerintah. Karena itu selain media inti yang ada di Cirebon (Radar Ciebon, Kabar Cirebon, Rakyat Cirebon, dan Fajar Cirebon), pihak 59 Kesehatan Perusahaan Pers Humas juga tetap menghargai secara wajar liputan media-media yang “noninti” (wartawan bodrex). Strategi survive Salah satu strategi yang dikembangkan untuk memperpanjang usia dari situs berita Cirebontrust.com, Khaeudin mengakui ia bekerja sama dengan sejumlah kampus, termasuk mengadakan event bersama kampus. Dengan event ini, maka ada kegiatan meramaikan atau promosi situsnya, dan event ini juga baik untuk merekrut calon jurnalis dari kampus. Kebijakan narasumber redaksi terhadap Di Cirebontrust.com, kebijakan perusahaan memperbolehkan jurnalis boleh aja membuka jalan untuk iklan dari narasumber. Namun invoice dan pengurusan diserahkan pada bagian iklan. Dari sisi humas pemerintah, Dodi Solihudin, staf Humas Pemkot Cirebon mengatakan bahwa ia terkadang pernah mengalami hal yang kurang menyenangkna dengan wartawan, misalnya pada saat menghadapi kesalahan pemberitaan. “Ketika kami mengoreksi beritanya, masih saja media tersebut menggunakan data yang salah padahal pihak humas sudah menjelaskan data yang benar.” Di luar soal itu, Dodi merasa bahwa hubungan Humas Pemkot dengan media bagus. “Pemberitaan sangat positif, mereka juga terkadang mengkritik kebijakan/ penampilan kerja pemerintah kota. Walaupun terkadang ada kasus 60 ‘‘ Salah satu strategi yang dikembangkan untuk memperpanjang usia dari situs berita Cirebontrust. com, Khaeudin mengakui ia bekerja sama dengan sejumlah kampus, termasuk mengadakan event bersama kampus. ‘‘ kesalahan dalam pemberitaan, biasanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan.” Sejauh ini juga ia mengatakan tidak ada kasus gugatan ke dewan pers ataupun gugatan ke ranah hukum pidana / perdata. Terkait dengan imbalan yang diterima wartawan dalam kehadiran pada konferensi pers, Dodi mengatakan bahwa pihaknya tidak boleh memberikan imbalan. “Tidak ada alokasi dananya di internal kami. Tapi memang ada beberapa event yang saya lihat ada yang memberikan amplop tapi bukan acara pemkot Cirebon. Misalnya, ada acara dari Depdagri, atau dari Pemprov Jabar, wartawan yang hadir disediakan imbalan.” Jika menulis suatu berita, apakah ia bisa menerima imbalan atas berita yang telah ditulisnya? Dodi menjawab bahwa hal ini sebenarnya tidak boleh, tetapi ada kebijakan dari atasan untuk menghargai kreatifitas wartawan, jadi pemkot Kesehatan Perusahaan Pers setidaknya membeli terbitan tersebut (dengan disertai bukti terbitnya). KONDISI PERS NON GROUP DI DKI JAKARTA Pers non grup di Jakarta tergolong sedikit, dan salah satu dari yang sedikit itu adalah koran Sinar Harapan, koran sore yang sudah terbit sejak tahun 1963 dan menjadi salah satu koran tertua di Jakarta. Koran ini sempat beberapa kali mengalami pembredelan pada masa Orde Baru, namun setelah Orde Baru jatuh pada bulan Mei 1998, koran sore ini terbit kembali. Tim peneliti berbicara dengan Fransisca Ria Susanti, redaktur senior Sinar Harapan, tentang kondisi medianya. Menurut Santi, panggilan singkat Fransisca Ria Susanti, saat ini sangat sulit jika media berkembang dengan hanya mengandalkan satu macam outlet media saja. Menghadapi situasi persaingan yang demikian ketat maka harus ada banyak inovasi yang dilakukan oleh media. “Saat ini seolah jadi keharusan media cetak juga harus ada media onlinenya, lalu kita pun dituntut untuk membuat inovasi dan kreativitas lain.” Persoalan yang menurut Santi dilematis adalah ada tuntutan harus membuat media online, sementara itu media ini belum tentu mendatangkan iklan, kecuali jika ditawarkan paket memasukkan iklan di media cetak dan media online. Terkait dengan masalah SDM, maka Santi pun melihat hal lain yang terdengar ironis, justru pada saat ini Indonesia memiliki teknologi informasi yang cukup bagus, informasi dengan gampang dicari, namun sulit cari kualitas wartawan yang bagus. “Wartawan yang kami rekrut, lalu ikut tes tertulis, wawancara, tes psikologi, magang, namun setelah tiga bulan bekerja, rata-rata tumbang ketika ke lapangan. Mengapa demikian? Saya menilai militansi mereka rendah, sudah mengeluh ketika narsum susah ditemui, dibentak narsum, sesuatu yang biasa diterima wartawan tetapi mental mereka tidak cukup kuat.” Santi menyimpulkan bahwa kegigihan wartawan jaman sekarang sudah memudar, dan ada penurunan kualitas wartawan jaman sekarang dibandingkan dengan wartawan-wartawan jaman dulu. Untuk strategi survive, Sinar Harapan mencoba untuk bertahan dengan menyajikan informasi yang lebih indepth (mendalam). Menurutnya “Orang sudah jenuh dengan informasi yang cepat, berita dari media sosial, televisi. Mereka butuh sesuatu yang lebih lihat ada apa di balik berita itu.” SH juga mengupayakan agar waktu terbit SH semakin awal, dari yang 15.00 tersedia di pasar, sudah beberapa saat belakangan ini SH mencoba untuk mengejar waktu jam 12.00 koran ini sudah tersedia di pasar. Untuk itu pasar SH masih fokus di kawasan Jabodetabek, sementara untuk peredaran di wilayah lain, SH kerjasama dengan maskapai penerbangan Garuda. 61 Kesehatan Perusahaan Pers Inovasi lain yang dilakukan SH adalah dengan menggelar seminar atau diskusi yang dilakukan oleh bagian marketing, dengan sponsor oleh sejumlah perusahaan. Kegiatan ini dilaksanakan dua tiga bulan sekali. Ada juga seminar yang besar, dan diskusi dwibulanan itu diikuti oleh paling tidak 100 orang, dan bertempat di Palalada, gedung Grand Indonesia. Topik yang diangkat Sinar Harapan sangat beragam mulai dari isu ekonomi syariah, pengelolaan sumber daya air, wilayah pesisir, dan lain-lain. Seminar lain yang lebih besar, bisa berbicara soal CSR, mengambil tempat di hotel Aryaduta, dan bisa mendatangkan tak kurang dari 200 orang peserta. Inovasi lain yang dilakukan SH misalnya dengan melakukan kegiatan Jelajah adat nusantara: Togean di Sulawesi, Sunda, dan Kalimantan di Putusibau. Dengan metode ini maka dihasilkan konten media yang berbeda dengan media lainnya, dan menurut Santi kegiatan semacam ini masih bisa diteruskan Koran SH yang tadinya dimiliki oleh Grup Sinar Kasih (lihat Hill 2011:101104) kini telah dimiliki oleh perusahaan Gajah Tunggal sejak tahun 2001. Sejauh ini Santi merasa tidak ada intervensi pemilik terhadap isi suratkabar, dan itu juga karena ada sosok wartawan senior Aristides Katoppo, yang masih terus menjaga independensi koran SH. Saat ini SH memiliki wartawan plus koresponden sekitar 50-60 orang (di 62 Jakarta 50 orang), serta karyawan di luar wartawan: marketing dan sirkulasi 50-an. Menurut Santi, masalah dalam pengelolaan SDM: patokan KPI (Key Performance Index) belum diterapkan maksimal, akhirnya mengandalkan orang yang punya passion ke SH, jurnalistik, akan mengerjakan dengan senang hati, tapi yang masuk ke situ untuk karier, akan sesuka-sukanya. Menurut Santi yang juga pernah menjadi redaktur eksekutif SH, SH adalah perusahaan pers yang sehat, dalam artinya pemasukan tetap lebih besar daripada pengeluaran, tapi secara sebagai sebuah institusi jurnalistik sehat. “Di SH ada perdebatan antara reporter dan editor, tidak ada intervensi pemilik modal dll.” SH dengan tegas melarang wartawan untuk terima amplop. Di SH karyawan mendapatkan 13 kali gaji. Rentang gaji bagi lulusan baru adalah Rp 3 jutaan, sedangkan redaktu mendapat gaji sekitar Rp 7 jutaan. Terkait dengan kebijakan soal iklan, Santi mengatakan bahwa di SH boleh wartawan membukakan pintu untuk mencari iklan, karena ia punya jaringan, tapi ia bukan yang deal soal iklan, itu bagian marketing. Seharusnya dapat komisi, tapi seringkali tidak. Komisi besarnya adaah 3 persen. Kesehatan Perusahaan Pers Bab III Analisis 1. Gambaran umum lokasi a. Jakarta: persaingan cukup tinggi. Pada kategori Koran sore, Sinar Harapan bersaing dengan Terbit dan Suara pembaruan. PUkul 13 media sore sudah beredar di pasaran Jakarta. b. Serang: persaingan tidak terlalu berat, dalam arti kue iklan masih diperebutkan 5 pemain media cetak. Umumnya pihak Pemkot masih mendominasi pasar iklan dan pembelian Koran seingga sirkulasi pers lokal di Banten relative tidak bermasalah. c. Hampir semua media utama di Banten adalah media berjaringan, sehingga sulit melihat kondisi pers lokal yang dimiliki oleh pengusana pers dari daerah Banten. d. Cirebon: persaingan tidak terlalu ketat namun kue iklan sendiri tidak terlalu besar. Kota yang cukup besar dengan jumlah media yang cukup banyak. 2. Persoalan Iklan, SDM a. Jakarta: kreatifitas media diperlukan agar Iklan dapat datang. b. SDM cukup baik, dan umumnya mendapat pendidikan jurnalistik. c. Serang:kreatifitas dibutuhkan untuk mendapat iklan di luar pemerintah kota. d. SDM umumnya cukup baik, pasokan dari universitas yang ada di tingkat lokal cukup banyak pula. Pendidikan jurnalisitk diadakan di internal, walaupun tidak banyak. Di Radar Banten dan Kabar Banten bahkan lebih dari setengah jurnalisnya sudah mendapat sertifikasi ujian Kompetensi wartawan. e. Cirebon: kreatifitas dibutuhkan untuk mendapat iklan di luar pemerintah kota. Namun dalam perkembangan mulai ada pemasukan dari pengiklan dari kalangan swasta, walaupun tidak terlalu banyak. f. SDM masih sangat terbatas, karena itu rekrutan harus didik lagi di dalam media. Dalam kasus online, SDM jurnalis lebih pada contributor yang dibayar per berita ketimbang digaji tetap. Pelatihan jurnalistik atau mengikuti UKW dari Dewan pers sangat terbatas, karena media mengaku tak punya banyak dana dan keterbatasan SDM. 3. Strategi bertahan/ survive: a. Jakarta: perlu inovasi terhadap konten dan juga inovasi dalam m en d ap at k an i k l an . P erl u dikembangkan kegiatan lain di luar kegiatan jurnalistik seperti membentuk komunitas, mengembangkan seminar yang dibutuhkan pasar dengan 63 Kesehatan Perusahaan Pers kerjasama dengan sejumlah perusahaan b. Serang: memaksimalkan potensi wartawan yang ada, sehingga overhead untuk gaji tidak membengkak. Karena semua media di Banten berjaringan, maka untuk iklan dapat berbagai dengan iklan dari pusat. Selain itu tetap mengandalkan pemasukan dari pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. c. C i r e b o n : m e m a k s i m a l k a n potensi wartawan yang ada, sehingga overhead untuk gaji tidak membengkak. Karena umumnyamengandalkan iklan dari pemda, peluang untuk mendapatkan iklan dari swasata terbuka, missal dari perusahaan batik, atau dari pengusaha hotel yang mulai marak di Cirebon dan sekitarnya.. Selain itu tetap mengandalkan pemasukan dari pemerintah daerah baik di tingkat kota Cirebon maupun kota lain di wilayah III Jawa Barat. liputan terbaik baik dari segi pemilihan isu dan pengemasan pemberitaan. c. Serang: Kesehatan perusahaan pers relative cukup baik. Utamanya karena mereka semua adalah Koran berjaringan, artinya pemodal relative lebih kuat karena jaringan dapat saling membantu informasi, keuangan, sampai soal penyediaan SDM. d. Cirebon: kesehatan perusahaan pers relative cukup baik. Walaupun tiras tidak sebesar Banten atau Jakarta, ini disebabkan cakupan wilayah dan potensi pembaca yang tidak sebesar Banten atau Jakarta.Sumber utama pendapatan masih mengandalkan pemerintah daerah. Salah satu bentu efisiensi keuangan adalah tidak merekrut banyak jurnalis yang sudah jadi, tapi mendidik calon jurnalis yang masih baru sehingga bayaran tak semahal yang sudah senior. Selain itu, dimungkinkan untuk membayar wartawan contributor yang dibayar per laporan. 4. Kesehatan dan kinerja jurnalis a. Jakarta: persaingan cukup tinggi. Pada kategori Koran sore, Sinar Harapan bersaing dengan Terbit dan Suara pembaruan. PUkul 13 media sore sudah beredar di pasaran Jakarta. b. Kesehatan jurnalis cukup baik, dilihat pemasukan lebih besar dari pengeluaran. Kinerja jurnalis juga cukup baik dengan mengupayakan 5. Kebijakan redaksi terhadap narasumber 1. Jakarta: hampir semua menolak amplop dari narasumber. Hanya saja dalam iklan, wartawan diperbolehkan mendapat iklan dari narasumber tapi pengurusan dan penagihan dilakukan oleh divisi iklan. 2. Serang: semua media memboleh wartawannya mencari iklan, 64 Kesehatan Perusahaan Pers tapi penagihan tetap dilakukan oleh divisi iklan. Amplop tidak diperbolehkan sama sekali untuk menjaga indpendensi. 3. Cirebon: semua media memboleh wartawannya mencari iklan, tapi penagihan tetap dilakukan oleh divisi iklan. Amplop tidak diperbolehkan sama sekali untuk menjaga indpendensi. Tapi kalaupun ada desakan pemberian kompensasi oleh narasumber, maka jurnalis akan melaporkan ke media, lalu uang itu diberi ganjaran ruang iklan atau advertorial. 65 Kesehatan Perusahaan Pers 66 Kesehatan Perusahaan Pers Bab IV Kesimpulan Sehat atau tidak sehat pers lokal? Penelitian dilakukan di Jakarta, Serang dan Cirebon. Dari beberapa media baik wartawan dan pemiliknya, serta beberapa humas baik dari humas Pemda, DPRD maupun perusahaan yang diwawancarai, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hampir semua media yang masih terbit dapat dikatakan sehat secara jurnalistik dan secara bisnis perusahaan. 2. Kesehatan secara jurnalistik dapat dilihat dari adanya pemberitaan yang berusaha memenuhi kode etik jurnalistik. Selain itu, hampir semua media mengakui mendorong jurnalisnya untuk mengikuti pelatihan jurnalistik. 3. Kesehatan secara bisnis, dapat dilihat dari perhitungan yang wajar antara penghasilan media dan pemasukannya. Penghasilan utama media adalah dari iklan. Pemasukan dari penjualan Koran tidak menjadi sumber utama pendapatan perusahaan. Sedangkan media online di daerah, seperti pada kasus media cirebontrust.com menempatkan suntikan modal dari pengusaha batik lokal. Pemasukan dari iklan, menjadi andalan pemasukan media. Pada kasus Serang dan Cirebon, media Koran mengandalkan iklan dan sirkulasi dari kerjasama dengan Pemerintah setempat, baik pemerintah kota dan pemerintah kabupaten sekitar. 4. Kualitas SDM di berbagai daerah beragam. Di Jakarta, pada kasus media yang diteliti menempatkan jurnalis dalam kualitas yang cukup baik. Hampir semua wartawannya pernah mengalami pendidikan jurnalisitik. Demikian pula wartawan didorong untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Demikian pula di Serang. Media lokal (Koran) yang diteliti adalah Koran yang berjaringan. Di antaranya berjaringan degnan media Pikiran Rakyat, Rakyat Merdeka, dan JPNN. Hampir semua awak media mengakui mereka mendapatkan pelatihan jurnalistik yang dilakuikan oleh kantor pusat. Sebagian besar malah sudah mendapatkan sertifikat kompetensi wartawan. Berbeda halnya dengan media lokal 67 Kesehatan Perusahaan Pers non jaringan seperti yang terjadi di Cirebon. Mereka umumnya melakukan pelatihan jurnalistik di internal media mereka. Sebagian dikirim apabila ada acara seminar atau pelatihan jurnalistik yang dilakuakn oleh kampus atau oleh institusi lain termasuk kegiatan dari pemerintah lokal. Dalam kasus Fajar Cirebon, baru 2 orang wartawan yang dikirim untuk mengikuti UKW. Menurut informasi mereka sangat terbatas dalam hal dana dan undangan dalam mengikuti UKW. Karena biaya UKW harus ditanggun oleh media masing-masing sedangkan secara keuangan dana untuk pelatihan masih terbatas. 5. Strategi survive (strategi bertahan) media menurut para wartawan adalah dengan menjadi media dengan liputan yang menarik. Menarik dari segi keunggulan isu, ekslusifitas dan kecepatan pemberitaan, maupun penampilan tata letak dan isi liputan. Persoalannya, terurtama di luar Jakarta, sumber berita kebanyakan berasal dari pemerintah/pejabat/ anggota parlemen. Karena itu, menurut humas, terkadang para wartawan kecewa apabila sebuah berita didapatkan dulu oleh salah satu media. 68 Kemudian dari iklan, kebanyakan media lokal di luar Jakarta mengandalklan pemerintah setempat. Demikian pula dengan sirkulasi Koran mereka yang dibeli pemerintah lokal dalam jumlah yang cukup besar seperti 1000 exemplar perhari. 6. Kebijakan redaksi terhadap narasumber Hampir semua kebijakan redaksi media di luar Jakarta menolak pemberian imbalan dari narasumber. Walaupun dalam beberapa kasus ada pula konfrensi pers yang meberikan amplop, namun hampir semua humas mengatakan bahwa acara tersebut bukan acara mereka. Informasinya, acara yang memberikan amplop biasa diselenggarakan oleh pmerintah pusat atau pemerintah provisinsi, atau sekali-kali apabila ada acara yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta. Namun mengenai wartawan yang mendapatkan iklan dari narasumber, hampir semua media membolehkan. Hanya saja, ketentuan umumnya bahwa wartawan hanya boleh menjadi pemula hubungan dengan pengiklan, namun pengurusan tagihan akan diselesaikan oleh bagian periklanan. Fenomena wartawan mencari iklan terjadi di semua lokasi: Jakarta, Cirebon dan Serang. Dari informasi iklan Kesehatan Perusahaan Pers ini, wartawan akan mendapatkan komisi dari hasil iklan, besarannya sekitar 2-5 persen. Kesimpulan: 1. Media yang bertahan di 3 daerah yang diteliti umumnya sehat secara bisnis dan perusahaan. 2. Media yang berjaringan, umumnya lebih sehat baik secara bisnis dan perusahaan. 3. Media lokal yang diteliti hanya ada di Cirebon. Memang ada media lokal di serang dalam bentuk online, namun tidak berorientasi ke profit dan masih menggunakan model citizen journalism. 4. Straetgi bertahan adalah dengan bekerjasama dengan pemerintah lokal. Walaupun ada bahaya independensi, namun mereka menyiasati dengan memberikan kritik yang membangun kepada kebijakan pemerintah atau kinerja dewan. 5. Secara perusahaan, media juga melakukan penghematan. MIsalnya dalam perektrutan jurnalis di media daerah, mereka lebih memilih jurnalis baru yang direkrut dari kampus. Pada kasus media online, mereka memilih untuk mengikat para contributor yang tidak digaji tetap. Dengan demikian kompensasi bayaran disesuaikan dengan jumlah laporan pemberitaan. Hal ini mengurangi beban biaya rutin penggajian. 6. Kapasitas jurnalistik masih terbatas terutama di daerah. Mereka terhambat karena dana untuk pelatihan juranlistik terbatas. Siasatnya dilakukan dengan melakukan coaching di dalam media, selain mengirimkan wartawan ke acara pelatihan atau seminar media di daerah setempat. 7. Kebijakan wartawan amplop dilarang dalam kebijakan redaksi. Namun dalam beberapa kasus ada beberapa acara yang menyerahkan amplop. Siasat media adalah dengan memasukkannya dalam anggara iklan/advertorial. Banyak pula wartawan bodrex yang masih beredar di daerah, tapi tidak mempunyai media yang terbit secara regular (hal ini perlu diteliti dalam penelitan lain, karena semua narasumber dalam penelitian ini berasal dari media yang “jelas”). 8. Independensi redaksi dari pemilik terjaga. Umumnya semua awak media baik di Jakarta, Cirebon dan Serang tidak pernah mengalami intervensi dari pemilik. *** 69 Kesehatan Perusahaan Pers DAFTAR RUJUKAN Ali, Arahman (2007), “Dahlan Iskan: Dari Jurnalis ke Raja Media”, dalam Taufik Rahzen et.al, Tanah Air Bahasa: Seratus Jejak Pers Indonesia, Yogyakarta: I Boekoe Haryanto, Ignatius (2011) “Media Ownership and Its Implication for journalists and journalism in Indonesia”, in Krishna Sen & David T. Hill, eds. Politics and Media in Twenty-First Century Indonesia: Decade of Democracy, London: Routledge. Hill, David (2011) Pers di Masa Orde Baru, terj., Jakarta: Yayasan Obor Indonesia & Lembaga Studi Pers dan Pembangunan. Triharyanto, Basil & Salam, Fahri, eds. (2013), Dapur Media: Antologi Liputan Media di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pantau. Wangkar, Max (2013), “Jawa Pos adalah Dahlan Iskan”, dalam Basil Triharyanto & Fahri Salam, eds. Dapur Media: Antologi Liputan Media di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pantau. SPS Serikat Perusahaan Pers (2014) Media Directory 2013/2014, Integrasi Multi Platform & Monetisasi Digital,. Wikan, Wikan (2011) “Masa Depan Media Cetak Indonesia”, Jurnal Dewan Pers no.5, Mei DAFTAR NARASUMBER Rachmat Ginandjar, Direktur Kabar Banten H. Adam Adhariyudin, Pemimpin Redaksi Banten Pos Taufik Rohman, Pemimpin Redaksi Banten Raya Nana Stiana, Humas PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT. KIEC) Trisno B. Prasetyo, Humas Kota Serang Khaeudin Imawan, Pemimpin Redaksi Cirebontrust.com Dodi Solihudin, Staf Humas Pemerintah Kota Cirebon Fransisca Ria Susanti, Redaktur Senior Sinar Harapan 70 Kesehatan Perusahaan Pers 71 Kesehatan Perusahaan Pers 72 Kesehatan Perusahaan Pers PENELITIAN 3 Kesehatan Perusahaan Pers di Sulawesi Selatan Oleh Jurnal Celebes, Makassar 73 Kesehatan Perusahaan Pers 74 Kesehatan Perusahaan Pers Kesehatan Perusahaan Pers di Sulawesi Selatan Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada masa Orde Baru, hanya ada dua surat kabar harian yang eksis di Sulawesi Selatan dan empat surat kabar mingguan yang terbitnya kurang teratur. Rezim Orde Baru ‘’membatasi’’ usaha media lewat Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Setelah reformasi tahun 1998, tercatat sekitar 50 penerbitan pers di daerah ini. Waktu terus bergulir dan kemudian terseleksi secara alamiah. Satu per satu penerbitan media berguguran dan tersisa penerbitan yang ditunjang oleh perusahaan yang sehat. Kalaupun ukuran kesehatan perusahaan terlalu tinggi, setidaknya pengelolanya berbadan usaha dan siap jatuh-bangun mempertahankan penerbitan mereka di tengah-tengah persaingan ketat. Persaingan di tengah pesatnya industri media dan kebebasan mengelola perusahaan media. Kini industri media massa di Sulawesi Selatan pun harus berjuang di tengah pergulatan bisnis media yang tersekat dalam kekuatan grup-grup besar. Media yang dikelola dengan usaha sendiri, tidak berafiliasi dengan grup media besar, makin tersingkir. Pasca Orde Baru memang terjadi lonjakan jumlah penerbitan pers di Indonesia. Penerbitan pers baru tumbuh menjamur seiring dengan melonggarnya perizinan dan iklim kebebasan berpolitik. Namun tidak semua lembaga atau perusahaan pers tersebut mampu bertahan lama. Sebagian bahkan cepat mati karena menghadapi ketatnya persaingan. Sebagian lain hidup dengan berbagai keterbatasan karena ketiadaan modal, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas dan manajemen yang kurang baik. Hal ini terutama dialami perusahaan pers di daerah. Pers telah tumbuh sebagai industri. Oleh sebab itu, perusahaan pers harus sehat secara bisnis agar mampu menjalankan fungsi sosialnya melalui kegiatan jurnalistik. Kesehatan perusahaan pers sangat berpengaruh pada aktivitas para jurnalisnya. Fenomena Jurnalis amplop misalnya merupakan contoh keterkaitan kesejahteraaan jurnalis dengan aktivitas jurnalistik mereka. Jurnalis dengan gaji kecil rentan tergoda menyalahgunakan profesinya karena mendapat imbalan finansial. Secara kelembagaan perusahaan pers dengan kondisi keuangan yang 75 Kesehatan Perusahaan Pers tidak sehat mudah goyah menghadapi tekanan pemasang iklan untuk melakukan kebijakan tertentu meskipun mungkin melanggar etika jurnalistik. Perusahaan pers mempunyai fungsi sosial, budaya, juga politik yang berbeda dari perusahaan pada umumnya yang semata-mata berorientasi bisnis. Kepentingan bisnis perusahaan pers tidak dibenarkan mempengaruhi kualitas produknya yang bersifat melayani kepentingan publik. Ini tentu tidak mudah. Perusahaan pers (di) daerah harus bersaing dengan perusahaan sejenis di daerah dengan ceruk pasar yang relatif kecil. Sementara jumlah pesaing cukup besar. Juga, mereka harus berebut kue iklan yang tidak terlalu besar. Selain itu terjadi persaingan antar jenis media yaitu media cetak, media penyiaran dan media online. Mereka dituntut mampu menghidupi para karyawannya, termasuk para jurnalis yang harus menjalankan fungsi dan tugas jurnalistik secara profesional seperti halnya para jurnalis media-media besar. Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 mewajibkan pers harus dikelola lewat badan usaha (badan hukum). Terkait hal itu, Dewan Pers telah mengeluarkan peraturan menyangkut perusahaan pers agar bisa menjalankan fungsinya secara sehat. Beberapa butir yang penting yaitu: • Perusahaan pers harus berbadan hukum dalam bentuk PT atau badan hukum yang dibentuk berdasar peraturan perundangundangan. • Perusahaan pers harus mendapat pengesahan dari Departemen 76 • • • • • • • Hukum dan HAM atau instansi lain yang berwenang. Perusahaan pers memiliki modal dasar sekurang-kurangnya sebesar Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) atau ditentukan oleh Peraturan Dewan Pers. Perusahaan pers memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk menjalankan kegiatan perusahaan secara teratur sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan. Perusahaan pers wajib memberi upah kepada Jurnalis dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun. Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada Jurnalis dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama. Perusahaan pers wajib memberikan perlindungan hukum kepada Jurnalis dan karyawannya yang sedang menjalankan tugas perusahaan. Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para Jurnalis dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya. Perusahaan pers memberikan pendidikan dan atau pelatihan Kesehatan Perusahaan Pers kepada Jurnalis dan karyawannya untuk meningkatkan profesionalisme. Pers di Sulawesi Selatan, sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, meski dikelola dalam badan usaha, tetapi tidak dipungkiri banyak menghadapi tantangan yang berat dalam persiangan yang ketat. Jika mengacu kepada peraturan perundangan-undangan dan ketentuan dari Dewan Pers, hal menarik sejauh mana pers, terutama pers daerah berusaha memenuhi ketentuan tersebut di tengahtengah persiangan multi-sektor ini. Untuk itu JURnaL Celebes yang didukung Dewan Pers melaksanakan penelitian kesehatan perusahaan pers di Sulawesi Selatan. Penelitian ini ingin mengungkap kondisi pers di Sulawesi Selatan. Bagaimana perusahaan pers mengembangkan strategi untuk bisa bertahan? Bagaimana menyeimbangkan pengelolaan pers sebagai industri dan adanya jaminan kesejahteraan bagi karyawannya? 2. Adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana perusahaan pers di Sulawesi Selatan memberi menjamin kesejahteraan bagi karyawan dan jurnalis. 3. Adanya gambaran tentang bagaimana strategi perusahaan pers di Sulawesi Selatan untuk bisa bertahan dan berkembang di tengah-tengah persaingan. D. Keluaran (Ouput) Sebuah dokumen hasil penelitian/riset tentang kesehatan beberapa perusahaan pers di Sulawesi Selatan, sebagai hasil analisis dan kajian berdasarkan metode yang digunakan. B. Tujuan Mendapat gambaran tentang kesehatan perusahaan pers di Sulawesi Selatan, dan bagaimana strategi perusahaanperusahaan tersebut agar tetap bertahan dan bahkan berkembang di tengah-tengah persaingan yang ketat. C. Hasil yang Diharapkan 1. Adanya gambaran yang jelas tentang kondisi perusahaanperusahaan pers di Sulawesi Selatan. 77 Kesehatan Perusahaan Pers 78 Kesehatan Perusahaan Pers Bab II Metodelogi Penelitian A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis ataupun membuat prediksi (Rakhmat 2001:24). Penelitian deskriptif berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data, dan juga menyajikan, menganalisis dan mengintepretasi data (Achmadi 2007:44). Penelitian deskriptif bertujuan untuk (Rakhmat, 2001:25): 1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. 2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktekpraktek yang berlaku. 3. Membuat perbandingan dan evaluasi. 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. 5. Penelitian deskriptif akan memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu (Koentjoroningrat, 1983:30). B. Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, 25 September – 24 November 2014. C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan, mencakup 3 (Tiga) kabupaten/ kota yaitu Makassar, Bulukumba dan Parepare. Media-media yang menjadi target penelitian yaitu: 1. Tribun Timur (Makassar). 2. Fajar (Makassar). 3. Berita Kota (Makassar). 4. U j u n g p a n d a n g Ekspres (Makassar). 5. Cakrawala (Makassar). 6. Rakyat Sulsel (Makassar). 7. Pare Pos (Parepare). 8. Radar Selatan (Bulukumba). 9. Kabar Makassar (Makassar). 10. Celebes Online (Makassar). D. Responden dan Informan Penelitian Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu wawancara mendalam kepada informan terpilih dan wawancara tertutup berupa kuisioner pada 20 responden dari kalangan jurnalis/redaktur, serta 10 kuisioner profil untuk masing-masing pemimpin perusahaan. Responden penelitian ini antara lain redaktur dan jurnalis dengan dua kategori, yaitu telah bekerja di media bersangkutan selama 1-5 tahun serta yang telah bekerja 79 Kesehatan Perusahaan Pers lebih dari 5 tahun di media masingmasing. Jumlah responden sebanyak 20, yaitu masing-masing 2 (dua) orang untuk tiap-tiap media mewakili jurnalis dan karyawan non-jurnalis. Sedangkan untuk informan penelitian ini antara lain: ‘‘ Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu wawancara mendalam kepada informan terpilih dan wawancara tertutup berupa kuisioner pada 20 responden dari kalangan jurnalis/redaktur, serta 10 kuisioner profil untuk masing-masing pemimpin perusahaan. ‘‘ a. Pemimpin perusahaan media terdiri dari: Abdul Haris Suardi (Harian Tribun Timur), Ruslan Ramli (Harian Fajar), Mustawa Nur (Harian BKM), Muhtar (harian Upeks), Akbar Hamdan (Harian Pare Pos), Sunarti Zain (Harian Radar Selatan), Al Ullah Azhar (Harian Rakyat Sulsel), Andri Mardian (Harian TNC). b. Akademisi/Peneliti Komunikasi: Muliadi Mau (Unhas) c. Asosiasi jurnalis (PJI, AJI, PWI): 80 Jumadi Mappanganro (PJI), Laode Arumahi (PWI Sulsel) dan Gunawan Mahsyar (AJI Makassar). E. Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan melalui berbagai cara antara lain: 1. Wawancara mendalam (indepth interview). 2. Wawancara tertutup (kuisioner). 3. Telaah literatur (dokumen, jurnal, buku-buku, dan sumber lainnya). F. Sumber Data Sumber data dari penelitian ini adalah data primer, yaitu data-data dari hasil wawancara dan kuisioner, sementara data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari sumber lain berupa dokumendokumen, jurnal, buku-buku dan lain sebagainya. G.Jenis Data Jenis data dari penelitian ini adalah data kualitatif berupa hasil wawancara mendalam dari sejumlah informan, serta data kuantitatif berupa tampilan data-data hasil olahan kuisioner. H.Metode Pengolahan Data Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan menggunakan matriks kualitatif. Sementara untuk pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan SPSS. Data hasil olahan SPSS akan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel. Kesehatan Perusahaan Pers Bab III Gambaran Umum Lokasi Penelitian A.Gambaran Umum Provinsi Sulawesi Selatan 1. Kondisi Geografis Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai luas wilayah 45.764,53 km 2, memiliki daerah administratif 21 kabupaten, tiga kota, 304 kecamatan, dan 2.953 desa/ kelurahan. Propinsi Sulsel berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur serta sebelah Barat dan Timur masing-masing dengan Selat Makassar dan Laut Flores. Sulawesi Selatan terletak antara 0°12’ - 8° Lintang Selatan dan 116°48’ -122°36’ Bujur Timur. Geografi wilayah mencakup pesisir dan pulau, dataran rendah dan dataran tinggi, dengan 67 aliran sungai dan tiga danau. Terdapat gunung Bawakaraeng di selatan, serta gunung Lompobattang dan Rante Mario di Utara, pada bagian tengah membentang bukit karst sepanjang Maros dan Pangkep, dengan klimatologi yang terbedakan antar musim pada pantai Barat dan Timur. 2. Kondisi Demografi Perkembangan penduduk Sulsel hingga tahun 2012 memperlihatkan peningkatan dengan tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun 2006 hingga tahun 2011 sebesar 1,2 persen. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada Tahun 2012 adalah sebesar 8.190.222 jiwa. Jumlah penduduk terbesar Tahun 2012 di Kota Makassar yang merupakan pusat kegiatan perekonomian dan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah penduduk sebesar 1.369.606 jiwa. Terendah adalah Kab. Selayar 124.553 jiwa. 3. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulsel selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi sebesar 7,78 persen, pada tahun 2009 melambat menjadi sebesar 6,23 persen. Namun pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi kembali meningkat menjadi 8,19 persen. Sementara pada tahun 2011 pertumbuhan melambat menjadi 7,61 dan kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 8,37 persen. Namun demikian, dalam kurun waktu 2008-2012 pertumbuhan ekonomi Sulsel selalu berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Nasional yaitu 6,23 persen dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulsel telah melampaui kinerja Nasional, bahkan mengalami peningkatan pertumbuhan yang tinggi pada tahun 2012 ketika pertumbuhan nasional menurun. Meningkatnya perkembangan ekonomi ini ditandai dengan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 81 Kesehatan Perusahaan Pers Sulsel dari tahun ke tahun. Perkembangan Nilai PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 selama kurun waktu 2008-2012 mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 nilai PDRB tercatat sebesar Rp. 44,549.80 milyar kemudian pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp. 59,708.60 milyar sehingga selama periode tersebut PDRB ADHK Provinsi Sulawesi Selatan naik sebesar Rp. 15,158.79 milyar. 4. PDRB Nilai dan kontribusi sektor dalam PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mengalami peningkatan selama kurun waktu 20082012. Sebagai daerah yang bertumpu pada hasil-hasil pertanian, maka sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulsel. Pada tahun 2012, kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Sulawesi Selatan mencapai nilai Rp.15.494,20 milyar, meskipun sepanjang tahun 2008–2012 peranan sektor ini menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun. 5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Selama periode 2008 hingga 2012 angka IPM Sulsel mengalami peningkatan sebesar 2,5 poin, pada tahun 2012, IPM Sulsel berada pada peringkat 18 secara nasional. Angka IPM tahun 2012 menurut kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan memperlihatkan adanya variasi yang relatif besar yaitu dari 65,56 (Jeneponto) hingga 82 79,49 (Makassar). Penyebab terjadinya variasi angka tersebut disebabkan sebahagian oleh kondisi sosial, ekonomi, kultural serta geografis yang berpengaruh pada bidang pendidikan, kesehatan dan pendapatan/daya beli dari masing-masing daerah. B. Lokasi Riset Riset ini dilakukan melalui pengumpulan informasi dan wawancara mendalam terhadap 10 media cetak dan online di Sulawesi Selatan. Delapan media berkantor di Makassar, antara lain Harian Fajar, Harian Tribun Timur, Harian Berita Kota Makassar (BKM), Harian The New Cakrawala (TNC), Kabar Makassar Online, Celebes Online, Harian Ujungpandang Ekspres (Upeks) dan Harian Rakyat Sulsel (Rasul). Sedangkan dua media lainnya berasal dari daerah luar Makassar, yaitu Harian Radar Selatan di Kabupaten Bulukumba, dan Harian Pare Pos di Kota Parepare. ‘‘ Riset ini dilakukan melalui pengumpulan informasi dan wawancara mendalam terhadap 10 media cetak dan online di Sulawesi Selatan. ‘‘ media berkantor di Makassar, antara lain Harian Fajar, Harian Tribun Timur, Harian Berita Kota Makassar (BKM), Harian The New Cakrawala (TNC), Kabar Kesehatan Perusahaan Pers Makassar Online, Celebes Online, Harian Ujungpandang Ekspres (Upeks) dan Harian Rakyat Sulsel (Rasul). Sedangkan dua media lainnya berasal dari daerah luar Makassar, yaitu Harian Radar Selatan di Kabupaten Bulukumba, dan Harian Berikut gambaran umum tentang Paretempat Pos di Kota media lokasiParepare. riset tersebut: gambaran umum tentang media tempat lokasi riset tersebut: Tabel Berikut 1. Responden Riset Kesehatan Perusahaan Media di Sulsel 2014 Tabel 1. Responden Riset Kesehatan Perusahaan Media di Sulsel 2014 No 1 Perusahaan Media Nama Media Tanggal dan tahun berdiri Cetak 80.00090.000 6 Juni 2000 Cetak 5.000 exp 5 biro 27 Biro/Kontrib utor Cetak 1.600 exp 10 Biro Cetak 26.000 exp Cetak 1500 exp 12 Kontributor 6 Biro/6 koresponden Online - Online 4.0005000 exp 7 8 PT Makassar Media Cemerlang Kabar Makassar Celebes Online PT Berita Kota Makassar Berita Kota 27 Juni 1997 9 10 Pare Pos Radar Selatan Sumber: Data Primer, 2014 300 orang 9 Februari 2004 18 Agustus 2000 7 April 2008 29 Agustus 2009 6 23 kab/kota 25 Mitra daerah - Tribun Timur Ujungpan dang Ekspres The New Cakrawala 5 Jurnalis /Karyawan Cetak PT. Bosowa Media Grafika PT Fajar Ujungpandang Intermedia PT Cakrawala Adi Komunika PT Ajatappareng Press Intermedia PT Radar Bulukumba 4 Biro /Kontributor Cetak Fajar Rakyat Sulsel 3 Oplah atau Hits /Hari 70.00080.000 exp PT Media Fajar PT Rakyat Sulsel Intermedia 2 Jenis Media 1 Juni 2012 Dari Tabel 1 di atas terlihat gambaran singkat tentang kondisi media cetak di Sulsel. Dua media terbesar dari segi oplah adalah Harian Tribun Timur dengan oplah perhari 80 ribu- 90 ribu eksemplar, sementara Harian Fajar berkisar antara 70 ribu – 80 ribu eksemplar. Media lain yang cukup besar adalah Harian Pare Pos dengan rata-rata oplah per hari mencapai 26 ribu eksemplar. Sementara media cetak dengan oplah terendah adalah Harian The Cetak 7 mitra daerah 25 orang 125 tetap/170 tidak tetap 55 Orang 30 orang 38 Orang 30 orang 20 orang - - 24 Biro - New Cakrawala (TNC) yang hanya 1600 eksemplar per hari. Dari segi jumlah karyawan Harian Tribun Timur dan Harian Fajar juga memiliki jumlah karyawan/jurnalis yang cukup besar, yaitu 300 orang untuk Harian Fajar (tanpa ada rincian jumlah karyawan tetap dan tidak tetap), sementara untuk Tribun Timur memiliki 125 karyawan tetap dan sekitar 170 karyawan tidak tetap. 83 Kesehatan Perusahaan Pers 84 Kesehatan Perusahaan Pers Bab IV Hasil dan Pembahasan C.Perkembangan Industri Media di Sulawesi Selatan 1. Pasang Surut Perkembangan Media di Sulawesi Selatan Di bawah rezim otoriter Orde Baru, secara kuantitatif jumlah media cetak di Sulawesi Selatan tidak banyak. Sama halnya di daerah lain, pers di jazirah selatan Pulau Sulawesi ini juga mengalami pasang surut dalam berbagai keterbatasan dan di bawah bayang-bayang pemerintahan Presiden Soeharto. Sebutlah misalnya Harian Pedoman Rakyat, salah satu koran tertua di Indonesia, mengalami kejayaan di masa Orde Baru, koran terbesar di Indonesia Timur ini kemudian ‘mati’ di era konglomerasi media pascareformasi. Selain itu ada Harian Tegas yang silih berganti dari harian ke mingguan, kembali ke harian, yang merupakan salah satu saingan Harian Pedoman Rakyat. Ada juga Harian Makassar Press (Mapres) yang juga silih berganti dari harian kemudian mengguan. Pos Makassar, media lainnya, juga mengalami pergantian wujud dari harian ke mingguan. Media lain yang sempat muncul adalah koran mingguan Mimbar Karya yang bisa terbit kontinyu di masa Orde Baru. Selain itu, ada beberapa majalah dan mingguan yang kemudian menyudahi riwayat. Koran-koran tersebut, kini sudah terkubur waktu setelah zaman, kekuasaan berganti dan revolusi bisnis media massa. Ketika reformasi, puluhan media massa diterbitkan berbagai pihak, memanfaatkaan ketiadaan lagi ‘rezim’ Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Sebagian hanya satu atau dua kali terbit, sebagian mampu bertahan. Salah satu di antaranya adalah Tabloid Demos. Tabloid yang berubah wujud dari Majalah Semangat Baru ini mampu bertahan beberapa tahun, tetapi kemudian harus juga ‘beristirahat’ panjang karena keterbatasan modal dan sumber daya manusia. Pertanyaan kemudian, mengapa korankoran yang begitu gigih bahkan bisa tegak di era Orde Baru itu kemudian satu persatu meninggalkan nama? Jawabnya sederhana, tidak mampu bersaing di era konglomerasi dan gagalnya transformasi semangat dan orientasi. Laode Arumahi, mantan Pemimpin Redaksi Harian Pedoman Rakyat menyatakan, bangkrutnya koran ini tahun 2007 tak perlu dipahami dengan analisa yang rumit. Menurutnya, harian yang terbit 1 Maret 1947 ini harus menyudahi riwayat kejayannya karena ada dua hal. Pertama, koran ini tidak mampu bersiang di era transformsi dari bisnis tunggal ke konglomerasi (grup) media, serta perubahan manajemen dan orientasi bisnis media massa. Kedua, tidak suksesnya para pemilik generasi pertama menyiapkan pelanjut generasi kedua. Di era generasi kedua, media ini mengalami disorientasi 85 Kesehatan Perusahaan Pers dan konflik internal. Kondisi ini rentan menyikapi perubahan karena ada kubu yang tetap berusaha mempertahankan status quo, dan sebagian menginginkan perubahan. Apa yang dialami Harian Pedoman Rakyat berlaku sebaliknya untuk Harian Fajar. Harian yang kini sudah berusia 33 tahun juga malang melintang di era Orde Baru. Pada masa kejayaan Harian Pedoman Rakyat, Fajar menjadi satu-satunya pesaing yang kerap membayangi Pedoman Rakyat di tengah keterbatasannya. Namun, kecermatan pengelola Harian Fajar untuk bertransformasi dari bisnis tunggal ke konglomerasi dengan bergabung ke Jawa Pos Group, merupakan awal dari koran ini bangkit dan besar di era baru industri media. Di bawah manajemen Jawa Pos Group, Harian Fajar dengan cepat melaju menerobos berbagai kendala. Dari lingkaran bisnis Jawa Pos Group, Harian Fajar pun kemudian mengembangkan grup sendiri di Sulsel bahkan di Indonesia Timur dengan nama Fajar Group. Sebutlah misalnya Harian Berita Kota Makassar (BKM), Harian Ujungpandang Ekspres (Upeks), Harian Pare Pos, Harian Palopo Pos, Harian Radar Selatan, Harian Rakyat Sulsel (Rasul) dan Radar Makassar. Di luar Sulawesi Selatan antara lain Harian Kendari Ekspres, Harian Ambon Ekspres, Harian Timor Ekspres. Fajar Group pun mengembangkan bisnis media bukan hanya berupa cetak, tetapi juga radio dan televisi. Di Makassar, misalnya ada Fajar TV dan Radio Fajar FM. 86 ‘‘ Di bawah manajemen Jawa Pos Group, Harian Fajar dengan cepat melaju menerobos berbagai kendala. Dari lingkaran bisnis Jawa Pos Group, Harian Fajar pun kemudian mengembangkan grup sendiri di Sulsel bahkan di Indonesia Timur dengan nama Fajar Group. ‘‘ Perkembangan yang cukup pesat ini kemudian membuat Fajar tidak saja berkonsentrasi pada bisnis media tetapi menjadi holding usaha yang mengembangkan bisnis non-media, misalnya yayasan pendidikan yang mengembangkan Universitas Fajar (UNIFA). Bahkan sejak beberapa tahun lalu sudah merambah ke bisnis di bidang pertanian dan pertambangan. Dalam usia 33 tahun, Harian Fajar kini menempati dan mengelola gedung perkantoran di Menara Graha Pena. Sebuah bangunan menjulang lebih dari sepuluh lantai di Jalan Urip Sumaharjo, Makassar. Kesehatan Perusahaan Pers Di Sulsel saat ini berkembang berbagai media, baik media cetak, elektronik, maupun media online. Dalam riset ini mencoba memfokuskan pada delapan media cetak yang merupakan representasi dari bisnis media yang eksis di Sulawesi Selatan. Semula tim riset merencanakan 10 media yakni dengan dua media online. Namun, dalam proses riset, kedua media online yang dianggap sebagai represetasi media online tersebut, enggan memberikan akses untuk menjadi responden riset ini. Salah satu media yang juga menjadi responden riset ini adalah Harian Tribun Timur. Tribun Timur dan Harian Fajar kini menjadi dua besar koran di Sulawesi Selatan. Keduanya bersaing ketat samasama ingin menjadi terdepan. Harian Tribun Timur dibangun tahun 2004 oleh Kompas Gramedia Group (KGG) bekerjasama sama dengan salah satu grup usaha berbasis di Sulawesi Selatan yakni Bosowa Group. Dengan manajemen mapan KGG dan dikelola unit bisnis koran daerah, Tribun Timur menjadi fenomenal di Makassar. Dengan konsep life style news, koran ini mampu merebut segmen masyarakat menengah perkotaan, terutama di Makassar. Dalam usia 10 tahun, Tribun Timur telah memanfaatkan konvergensi media antara cetak dan online dengan mendayagunakan media sosial. Terkait dengan potensi itu, Tribun Timur juga memberikan ‘panggung’ kepada publik (warga) untuk berpartisipasi dalam menyampaikan berita lewat citizen report. Adopsi jurnalisme warga ini, menurut koordinator liputan harian ini, Jumadi Mappanganro memberikan kontribusi ‘‘ Tribun Timur juga memberikan ‘panggung’ kepada publik (warga) untuk berpartisipasi dalam menyampaikan berita lewat citizen report. ‘‘ yang cukup signifikan bagi koran yang berulang tahun setiap tanggal 9 Februari ini. Salah satu koran berformat metro di Makassar adalah Harian Berita Kota Makassar (BKM). Media ini dikembangkan di bawah naungan Fajar Group. Pengelola usaha media ini tidak memulai rintisan baru. Harian BKM merupakan ‘‘take over’’ dari sebuah tabloid mingguan yang terbit tahun 1990-an yakni Bina Baru. Fajar Group mengambil alih media ini pada tahun 1998 dengan mengubah nama dan bentuk, dari tabloid mingguan menjadi koran Harian BKM. Koran yang kini berusia 17 tahun ini memang diformat untuk koran metro. Pada awalnya berkantor di salah satu ruko di Jl. Abdullah Daeng Sirua, Makassar, tetapi setelah adanya gedung Graha Pena, koran yang memperingati ulang tahun setiap tanggal 28 Juni ini bersama anak perusahaan Fajar Group lainnya juga 87 Kesehatan Perusahaan Pers berkantor di Graha Pena. Berkembangnya Harian Fajar, tidak hanya melahirkan Harian BKM. Pada tahun 2000, Fajar Group juga membangun koran baru dengan nama Harian Ujungpandang Ekspres (Upeks). Harian yang diluncurkan pada 6 Juni 2000 ini semula diformat sebagai koran khusus untuk berita-berita ekonomi. Namun lambat laun format ekonomi dikombinasi dengan berita umum sehingga tidak menjadi koran ekonomi murni. Kini Upeks menjadi salah satu media yang telah berkembang. Media ini juga berkantor di Graha Pena Makassar bersama media atau unit-unit usaha di Fajar Group lainnya. Fajar Group yang berkembang di bawah naungan Jawa Pos Group ini terus mengembangkan sayap media. Pada tahun 2008, melebarkan ekspansi bisnis media ke wilayah selatan Sulawesi Selatan. Fajar mengembangkan Harian Radar Bulukumba di Kabupaten Bulukumba. Saat itu, pasar media bagian selatan ini memang masih lowong. Harian Radar Bulukumba kemudian berganti nama menjadi Harian Radar Selatan. Kini koran ini menjadi satu-satunya media harian yang menggarap pasar di bagian selatan Sulsel tersebut, mencakup wilayah Bukulumba, Sinjai, Takalar dan Bantaeng. Dari wilayah selatan Sulsel, Fajar Group kembali menggarap bagian tengah pesisir Sulawesi Selatan dengan mendirikan Harian Pare Pos di Kota Parepare. Koran harian ini mulai terbit 18 Agustus 2000. Pasca reformasi 1998, di kawasan tengah Sulsel ini juga terbit beberapa koran 88 mingguan. Namun, media-media dadakan memanfaatkan kebebasan menerbitkan media itu satu-persatu tumbang dihadang berbagai kendala. Harian Pare Pos tetap eksis hingga kini. Media yang terbit di Kota Parepare ini beredar di wilayan pesisir dan bagian tengah Sulsel meliputi Parepare, Barru, Pinrang, Sidrap, Soppeng dan Wajo. Bahkan Harian Pare Pos juga kini beredar di wilayah Sulawesi Barat. Kemudian di bagian utara Sulsel, Fajar Group juga menerbitan koran di Kota Palopo dengan nama Harian Palopo Pos. Koran ini untuk menjangkau wilayah Luwu Raya yakni selain Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, hingga Tana Toraja. Palopo Pos menjadi satu-satunya koran harian yang beredar di wilayah utara Sulsel. Dengan pertimbangan geograrafis, Harian Palopo Pos tidak menjadi responden dalam riset ini. Meskipun sebagian orang menilai jumlah pasar koran harian di Sulsel sudah jenuh dengan jumlah media yang ada, tetap saja ada pihak yang masih ingin mengembangkan usaha pers. Pada tahun 2011, Irman Yasin Limpo (Adik dari Gubernur Sulsel) mendirikan koran Harian Cakrawala. Namun, setelah terbit lebih dari satu tahun, media ini kemudian mandeg beberapa bulan. Koran harian ini kemudian terbit diambil dengan memperbaharui komposisi kepemilikan saham dalam sebuah grup usaha bernama Gomedia pada Januari 2014. Nama Harian Cakrawala pun mengalami sedikit perubahan menjadi The New Cakrawala (TNC). Harian TNC kini dikembangkan dengan kepemilikan Kesehatan Perusahaan Pers baru oleh keluarga Ikhsan Yasin Limpo (Adik gubernur Sulsel yang lain dan kini masih menjabat sebagai Bupati Gowa) dan beberapa individu. Gomedia juga sedang membangun media televisi. Lahirnya media baru bukan hanya Harian TNC. Fajar Group masih juga melihat ada peluang di tengah-tengah perkembangan. Fajar Group berkolaborasi dengan keluarga Ikhsan Yasin Limpo menerbitkan sebuah koran berbasis politik diberi nama Harian Rakyat Sulsel (Rasul). Koran yang diluncurkan 1 Juni 2012 ini mengonsentrasikan sebagai media khusus untuk informasi politik. Koran harian ini terbit di Makassar dengan hampir seluruh beritanya adalah informasi tentang politik. Salah satu upaya Fajar Group memanfaatkan ceruk pasar dalam pemilihan legislatif, kepala daerah maupun pemilihan presiden secara langsung. Perkembangan pesat media di Sulsel tidak serta menunjukkan sebuah kondisi yang sehat terkait iklim usaha media. Meskipun secara kekuatan finansial, media-media yang ada masih bisa bertahan hingga saat ini namun itu bukan berarti tak ada persoalan di dalamnya. Secara umum, Muliadi Mau, pengamat komunikasi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) melihat perkembangan media cetak di Sulsel sebenarnya cukup bagus, meski lebih bersifat ekspansif dari dari grup media besar, yaitu Fajar Group dan Kompas Gramedia Group (KGG). Selebihnya tak ada yang baru. Muliadi juga melihat adanya perkembangan yang massif pada media radio dan televise. Untuk frekuensi saja, baik media radio maupun TV sudah full frekuensi, hingga kemudian terus merambah ke daerahdaerah. “Secara keseluruhan perkembangan media di Sulsel cukup baik secara kuantitatif namun secara kualitatif masih perlu dikembangkan. Yang menjadi persoalan adalah peminat pemasangan iklan lokal itu yang perlu diperhatikan,” ungkap Muliadi. Ketua Perkumpulan Jurnalis Indonesia (PJI), Jumadi Mappanganro, perkembangan media di Sulsel juga melihat cukup baiknya perkembangan media di Sulsel. Indikatornya adalah di setiap proses rekruitmen jurnalis banyak yang kemudian mendaftar dan dapat bertahan hingga saat ini. “Kalau mereka bisa bertahan maka bisa berarti bahwa kebutuhan mereka mungkin telah tercukupi. Kalau perusahaan merugi pasti mereka tutup. Selama ini, beberapa tahun terakhir ini, di Sulsel baru ada satu koran yang tutup yaitu Pedoman Rakyat. Itupun juga mungkin hanya karena ada mis manajemen ya.” Jumadi justru melihat lambatnya perkembangan di media TV, kecuali untuk TV lokal yang punya konglomerasi, seperti MNC Group yang ada di Makassar, Sindo TV, RCTI. Sedangkan media TV lokal lainnya belum terlihat sehat. Indikatornya dari segi pemasukan iklan. Dicontohkan pada Celebes TV, yang iklannya masih didominasi oleh iklan Bosowa, sebagai pemilik. 89 Kesehatan Perusahaan Pers “Jadi saya yakin kalau tidak ada iklan dari luar ya mereka akan hidup dari mana? Itu indikatornya kenapa saya bilang tidak sehat kalau TV lokal,” ungkap Jumadi. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Gunawan Mahsar, juga melihat pesatnya perkembangan media di Sulsel, khususnya Makassar. Hanya saja, menurutnya, perkembangan pesat ini tidak dibarengi dengan kesehatan perusahaan dalam menjamin kesejehteraan jurnalis dan karyawannya. Biaya-biaya operasional yang seharusnya ada di setiap perusahaan pers juga tidak ada. Meski mungkin sehat secara finansial karena datangnya investor-investor besar yang ekspansif ke bisnis media, namun Gunawan melihat bahwa tidak semua pemilik media memiliki komitmen yang riil untuk menyehatkan medianya, dalam artian menyehatkan bisnisnya dan juga menyehatkan orang-orang yang bernaung di medianya. Senior di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Laode Arumahi, melihat perkembangan perusahaan media di Sulsel juga relatif bagus, dengan indikator banyaknya koran baru bermunculan beberapa tahun terakhir. Begitupun di media elektronik TV dan radio lokal. Meski demikian, Arumahi melihat perkembangan ini belum sepenuhnya sehat, terutama pada sisi pemasukan. Indikatornya pada pemasukan iklan. Menurutnya, untuk mengukur kemampuan finansial sebuah media itu dari iklannya, karena iklan lah sumber utama pemasukan media. UU sendiri melarang penjualan berita. 90 “Jadi secara potensi Sulsel itu cukup besar, tapi kesadaran masyarakat industri untuk memasang iklan itu masih rendah. Kesadaran para pengusaha harus didorong lagi. Kemudian kita bisa petakan iklan itu dari produk-produk perusahaan, bisa juga dari promosi atau sosialisasi dari lembaga-lembaga pemerintah terhadap program kerja instansinya. Kalau dari sisi pemerintah sudah agak bagus, inikan terkait bagaimana mereka memberikan pertanggungjawaban publik terhadap kinerja mereka.” 2. Peran Percetakan Bagi media cetak, peran percetakan sangat menentukan, karena hampir sebagian besar biaya produksi terserap ke percetakan. Bahkan sebagian koran harus berhenti terbit lantaran kesulitan bahkan tidak punya biaya cetak. Fajar Group justru membangun percetakan untuk mencetak semua koran dalam grupnya di Sulsel, yakni Harian BKM, Harian Upeks, Harian Radar Selatan, Harian Pare Pos, Harian Palopo Pos, dan Harian Rasul. Dengan demikian, Fajar Group membangun percetakan yang representatif untuk bisa mencetak korankoran tersebut dalam waktu yang sudah diatur secara ketat. Saat ini, Fajar Group memiliki tiga percetakan. Ketiganya selain mencetak koran di bawah bendera Fajar, juga usaha percetakan ini menerima orderan dari pihak luar, yang juga sebagai anak perusahaan dari Fajar Group. Justru itulah, menurut Ruslan Ramli (Fajar), peranan percetakan di Fajar Group Kesehatan Perusahaan Pers sangat menentukan. Dengan percetakan akan menekan biaya produksi. “sangat besar pengaruhnya sebab percetakan merupakan alat vital untuk perusahaan pers, tanpa percetakan tentu biaya produksi akan lebih besar. Dengan adanya percetakan akan menekan biaya produksi,” katanya. Upaya Fajar Group untuk membangun percetakan untuk koran-koran grupnya di Sulsel, telah mampu mengatasi sebagian beban dari anak-anak perusahaan media di grupnya. Meski masing-masing anak perusahaan membayar biaya cetak kepada percetakan Fajar, tetapi pola ini bagi media-media di bawah bendera Fajar Group dianggap membantu. Hal ini mengingat investasi percetakan yang sangat bersar yang tidak memungkinkan mampu dibangun oleh media-media cetak yang punya modal investasi terbatas. Untuk sebuah percetakan ini dengan segala kelengkapan dan bangunannya jumlah modal yang disiapkan bisa mencapai Rp 6 miliar. Tentang ketergantungan kepada percetakan milik Fajar Group, Mustawa Nur (BKM) menilai ada plus-minusnya. Plusnya, pihak BKM sudah tidak memikirkan lagi untuk bisa mencetak koran atau tidak. “Bulan ini kita belum bisa bayar biaya cetak, koran kita tetap akan dicetak. Akan beda dengan koran yang berdiri sendiri. Kalau tidak punya biaya cetak, tentu tidak akan bisa terbit,” ungkap Mustawa Nur. Minusnya, dari segi pengaturan waktu cetak (deadline). Karena percetakan mencetak lebih dari satu koran dalam waktu hampir bersamaan, maka jadwalnya diatur ketat dan tepat. Dengan demikian berpengaruh pada deadline redaksi. Redaksi harus patuh pada waktu yang ditentukan, meskipun saat-saat tertentu ada berita yang mesti membutuhkan waktu untuk menunggu. Sama-sama berada di bawah holding Fajar Group, apa yang diungkapkan oleh Mustawa Nur juga diamini oleh Sunarti Zain (Radar Selatan) dan Akbar Hamdan (Pare Pos), maupun Al Ullah Azhar (Rasul). Hanya saja, bagi Al Ullah Azhar, lantaran demikian pentingnya fungsi percetakan, koran berbasis berita politik ini bermimpi bisa punya percetakan sendiri ke depan. Menyadari pentingnya peran percetakan bagi media cetak, pengelola koran Harian The New Cakrawala (TNC) berusaha memiliki percetakan pada tahap awal koran ini didirikan. Koran yang didirikan tahun 2012 dengan nama Cakrawala dan kemudian 2014 ini diambil alih oleh kepemilikan baru ini punya percetakan sendiri, meskipun unit percetakan dikelola menajemen yang terpisah. Bagi Andri Mardian (TNC), meski dikelola dengan unit usaha sendiri, dan TNC harus membayar biaya percetakan, tetapi keberadaan percatakan ini sangat menentukan. “Iya sangat besar pengaruhnya karena kalau redaksi berjalan, sedangkan tidak ada yang cetak, maka tidak bisa terbit, 91 Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Menyadari pentingnya peran percetakan bagi media cetak, pengelola koran Harian The New Cakrawala (TNC) berusaha memiliki percetakan pada tahap awal koran ini didirikan. Koran yang didirikan tahun 2012 dengan nama Cakrawala dan kemudian 2014 ini diambil alih oleh kepemilikan baru ini punya percetakan sendiri, meskipun unit percetakan dikelola menajemen yang terpisah. ‘‘ tentu kami akan mengalami kerugian. Kalau misalnya koran ini hanya mementingkan saja eksisnya, misalnya kami mencetak di luar. Misalnya saja, percetakan ini bermasalah, misalnyanya rusak, itu akan menimbulkan kerugian juga buat kami, karena kami sudah beli kertas, dan tinta. jadi sangat menentukan keberadaan percetakan bagi koran,” papar Andri. 92 Harian Tribun Timur yang berada di bawah bendera bisnis Kompas Gramedia Group (KGG) bekerjasama dengan Bosowa Group, juga punya percetakan sendiri. Koran yang berdiri pada tahun 2004 ini lebih dahulu terbit sebelum ada percetakannya. Tribun Timur ketika itu bekerjasama dengan PT Percetakan Sulawesi milik Harian Pedoman Rakyat dengan sistem cetak jarak jauh dilakukan oleh Harian Kompas. Namun sekitar satu tahun kemudian, Tribun Timur membangun percetakan yang berada di satu lokasi dengan kantor redaksi harian ini. Percetakan ini selain mencetak Harian Tribun Timur, juga mencetak berbagai produk cetakan media lainnya. Dengan demikian, semua media cetak yang eksis di Sulawesi Selatan yang masuk dalam responden penelitian ini, semuanya memiliki jaminan adanya percetakan. Media-media cetak yang ada di bawah naungan Fajar Group memberi jaminan percetakan bagi medianya di Sulsel. TNC meskipin merupakan media yang belum lama didirikan, tetapi didukung percetakan. 3. SDM Jadi Kendala Manajemen Dalam persaingan mengembangkan pasar, koran-koran di Sulsel juga menghadapi berbagai kendala. Meski demikian, kendala-kendala dianggap sebagai tantangan yang memacu upaya berinovasi untuk bersaing. Terkait dengan faktor manajemen di tengah-tengah persaingan, Harian Tribun Timur justru menekankan pada tim kerja yang solid. Solidnya peran tim ini penting Kesehatan Perusahaan Pers untuk membangun sinergi menghadapi persaingan. “Kendala dalam bisnis apa saja itu pasti ada, termasuk bisnis koran pun ada persaingan dengan sesama koran, persaingan kualitas layanan, persaingan dalam pelayanan untuk mendapatkan pelanggan yang sebanyak-banyaknya. Tetapi bagi kami hal tersebut bukan menjadi kendala. Makanya dibutuhkan kreativitas dari manajemen, yang menggerakkan karyawan dan jurnalis untuk menghasilkan produk-produk inovatif dan dibutuhkan pembaca,” papar Abdul Haris Suardi. Tidak ada kendala yang berat dalam hal manajemen juga dialami Harian Fajar. Sebagai koran daerah yang sudah mapan, kalau pun ada kendala, lebih pada hal-hal yang teknis. Selain itu, kedala sumber daya manusia, karena ketika ada karyawan atau jurnalis yang keluar, perusahaan harus cepat menggantikan kekosongan tersebut pada saat itu juga. “Kendala manajemen itu sudah biasa. Ada kendala memaksa kita harus kreatif, misalnya kendala perangkat yang tiba-tiba rusak, belum tentu lansung harus baik. Kalau ada jurnalis yang keluar atau atau dipindahkan, tidak mungkin langsung ada penggantinya. Harus melalui mekanisme perekrutan,” ungkap Ruslan Ramli. Berada di bawah naungan usaha Fajar Group, soal manajemen tidak menjadi masalah bagi Harian BKM. Di tengahtengah persaingan, media ini tetap menjaga tim yang bersinergi untuk bisa memenuhi tuntutan pembaca daan pasar. Sedangkan faktor sumber daya manusia sering menjadi kendala di koran di bawah Fajar Group lainnya. Harian Pare Pos misalnya, masih membutuhkan kualitas sumber daya lebih memadai untuk memaksimalkan kualitas dan penetrasi pasar di beberapa kabupaten tempat beredarnya koran ini. Sedangkan bagi Harian Radar Selatan, masalah hambatan terkait dengan manajemen, juga bukan merupakan kendala utama, karena jika ada kendala dikonsultasikan dengan holding usaha Fajar Group. Jalan keluar akan ditemukan bersama melalui mekanisme ini. Koran lainnya Harian Upeks, mengalami hambatan manajeman pada perusahaan ini berdiri. “Lazimnya, tahun pertama sampai tahun ketiga, perusahaan media belum ada keuntungan. Kadang juga dalam satu bulan tidak ada keuntungan, tetapi perusahaan harus tetap mencetak koran agar bisa bertahan, karena mungkin saja di bulan depannya bisa dapat keuntungan,” ungkap Muhtar. Persoalan sumber daya manusia menjadi salah satu faktor kendala bagi Harian Rasul. Sebagai koran yang baru berusia dua tahun, sumber daya manusia yang kuat sangat dibutuhkan. Sementara untuk menemukan sumber daya tersebut, butuh rekruitmen, dan kadang setelah direkrut dan bekerja, tiba-tiba berhenti atau keluar. Karena itu, Rasul menaruh problem sumber daya manusia sebagai 93 Kesehatan Perusahaan Pers salah satu kendala yang saat ini yang harus bisa diatasi. Lainnya hal dengan Harian TNC. Sebagai koran yang masih berusia muda, media yang mulai terbit tahun 2012 ini masih menghadapi berbagi kendala. Menurut Andri Mardian, salah satu diantaranya sumber daya manusia, terutama jurnalis. Menurut dia, hampir semua jurnalis yang bekerja di TNC bukan berlatar pendidikan jurnalistik. Dengan demikian, pihak perusahaan harus bekerja keras lagi membangun keahlian dan menyatukan visi untuk urusan jurnalistik, dan tidak semua orang yang sudah ada di dalam, memiliki standar kapasitas untuk menjalankan perusahaan media cetak. Kendala lainnya, menurut Andri, adalah koordinasi antara percetakan, redaksi, distribusi, sirkulasi dan juga marketing. Kadang-kadang kendala redaksi berimbas ke bagian percetakan. Misalnya redaksi terlambat melakukan deadline, koran baru akan bisa dicetak subuh. Kemudian marketing yang tidak kordinasi dengan redaksi, justru akan menjadi masalah. Misalnya redaktur telah mengisi semua berita halamannya, tibatiba bagian iklan menggusur berita di halaman yang sudah selesai. “Akhirnya kami membuat peraturan menyelaraskan hal tersebut, yaitu peraturan tentang koordinasi, tapi ada beberapa toleransi yang kami buat. Intinya adalah saling menopang antara redaksi, percetakan, marketing, sirkulasi dan distribusi. Karena kami menganggap ini suatu bagian yang tidak lepas. Kalau satu macet, semuanya kena, kalau satu lancar 94 semuanya harus lancer” jelas Andri. 4. Indikator Perusahaan Berjalan Baik Setelah 15 tahun reformasi, koran di Sulsel yang bertahan adalah media yang sudah berkembang stabil dan sebagian yang mulai berkembang. Bagi pengelola media-media tersebut, dengan berbagai dinamika, menyatakan sebuah perusahaan media berproses dengan baik apabila mampu terbit berkala dan memenuhi semua kewajiban. Ruslan Ramli (Harian Fajar) menyatakan, indikatornya pertama dari segi finansial penggajian berjalan lancar, kemudian ketersediaan sarana, infrastruktur bagus. Misalnya komputer yang lengkap, sumber daya manusia berkualitas, ada percetakannya ada, mateterial percetakan terus tersedia. Kemudian iklan yang lancar dengan jumlah pelanggan yang terus tumbuh. Menurutnya, Harian Fajar sebagian sudah berada pada indikator yang ideal seperti itu. Hal yang hampir sama juga dikemukakan Abdul Haris Suardi (Harian Tribun Timur). Indikator media tersebut stabil yaitu ketika perusahaan bisa memenuhi kewajiban, mengaji karyawan dan jurnalisnya secara layak. Terkait dengaan itu, indikator utama perusahaan media itu berjalan dengan baik, ketika perusahaan tersebut memperoleh keuntungan. “Kalau dari sudut pandang saya, dari bisnis tentu saja indikatornya ya tidak rugi, jadi kalau perusahaan untung otomatis karyawan akan mendapatkan penghasilan Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Indikator media tersebut stabil yaitu ketika perusahaan bisa memenuhi kewajiban, mengaji karyawan dan jurnalisnya secara layak. Terkait dengaan itu, indikator utama perusahaan media itu berjalan dengan baik, ketika perusahaan tersebut memperoleh keuntungan. ‘‘ yang layak. Nah, untuk tidak rugi itu tadi, bagaimana menghadapi kendala untuk mempertahankan dan membesarkan perusahaan,” tambah Haris. Indikator yang sama juga dikemukakan oleh Sunarti Zain (Harian Radar Selatan). Menurutnya, Radar Selatan menggunakan indikator media bisa sehat kalau bisa menggaji jurnalis dan karyawan dengan layak, memiliki laporan keuangan yang baik, punya kantor sendiri, punya visi dan misi yang jelas. Dari itemitem terebut, item terakhir yang belum terpenuhi. Namun, sebagai media lokal mengindikasikan bahwa perusahaan berjalan dengan baik. Sementara Mustawa Nur (Harian BKM) juga menilai kesejahteraan karyawan dan jurnalis menjadi indikator media tersebut sudah berproses dengan baik. Ada hubungan korelatif, ketika kebutuhan karyawan dan jurnalis terpenuhi, akan berdampak pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Sebagai koran yang masih berusia relatif muda, Harian TNC berpacu untuk meningkatkan manajemen yang sehat. Menurut Andri Mardian, indikator sebuah perusahaan media pada kondisi baik ketika karyawan dan manajemenya bisa sehat. Sehat karyawan itu bukan sehat secara fisik saja tetapi sehat sesuai dengan standar, mulai dari standar kompetensi sampai standar profesional kerja. Kalau memenuhi dua hal ini artinya bahwa dia sudah memenuhi standar sebuah media cetak. Sementara sehatnya perusahaan dilihat dari kondisi keuangannya, apakah cash flow dan in flow-nya terjaga dengan baik. Kalau tidak terjaga dengan baik, akan mempengaruhi pada bagian-bagian lain seperti percetakan, redaksi, marketing, distribusi. “Meskipun perusahaan sehat tetapi karyawannya tidak, hal tersebut akan percuma. Cash in flow yang meskipun didanai oleh komisaris akhirnya akan habis jika karyawan perusahaan tidak sehat,” tambahnya. Sedangkan bagi Harian Rasul dan Harian Pare Pos menilai indikator berjalan baiknya media mereka adalah oplah dan iklan. Menurut Al Ullah Azhar (Harian 95 Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Sehat karyawan itu bukan sehat secara fisik saja tetapi sehat sesuai dengan standar, mulai dari standar kompetensi sampai standar profesional kerja. ‘‘ Rasul), indikator yang dapat digunakan untuk menilai perusahaan pers yang sehat adalah oplah dan iklan. Karena itu, media yang juga berusia masih sangat muda itu kini menggenjot bagaimana oplah dan iklan itu bisa stabil dan berimbang. “Jelas kita bisa mengukur kemampuan sendiri. Melihat berapa eceran yang terjual. Untuk mengetahui isu yang kita angkat apakah disukai atau tidak oleh masyarakat. Dapat dilihat dari iklan dan jangkauan,” tambah Akbar Hamdan (Harian Pare Pos). 5. Faktor Penghambat Perkembangan Industri Pers di Daerah Pascareformasi ketika mendirikan perusahaan pers tidak lagi harus berbekal Surat Izin Usaha Penerbutan Pers (SIUPP) membuat banyak pihak mendirikan perusahaan pers. Hal pentingnya adalah kesempatan ini memungkinkan bangkitnya perusahaan-perusahaan media di daerah. Grup-grup media di pusat pun 96 kemudian mengembangkan perusahaan media di daerah-daerah. Salah satunya adalah Kompas Gramedia Group (KGG) dengan mengembangkan koran lokal di bawa bendera Pers Daerah (Persda) dengan menerbitkan harian Tribun di sejumlah daerah. Di Sulsel ada harian Tribun Timur. Demikian juga dengan Jawa Pos Group telah melahirkan ratusan media lokal yang terbit di berbagai daerah. Petrus Suryadi Sutrisno dari Lembaga Kajian Informasi dalam tulisannya di Jurnal Dewan Pers menggambarkan fenomena kebangkitan pers daerah. Menurut Petrus, bangkitnya pers daerah memberi peluang kepada pengusaha baik nasional maupun lokal untuk berinvestasi di industri media massa lokal. “Pers daerah atau lokal di Indonesia rata-rata memiliki peluang untuk bangkit dan eksis sebagai industri pers karena tersedianya potensi perekonomian dan bisnis di masing-masing daerah serta ketertarikan investor di luar daerah.” (Petrus, Jurnal Dewan Pers, 2011:89). Seiring dengan konglomerasi media, definisi pers daerah atau media lokal telah berubah. Pers daerah bukan lagi media lokal yang tumbuh mandiri dan berkembang di daerah secara tunggal. Pers daerah saat ini adalah pengembangan bisnis group konglomerasi media nasional yang mengelola media di daerah-daerah. Perusahaan media lokal yang menjadi bagian dari group bisnis konglomerasi di Sulsel tanpa menghadapi hambatan yang serius dalam konteks pengembangan. Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Pers daerah bukan lagi media lokal yang tumbuh mandiri dan berkembang di daerah secara tunggal. Pers daerah saat ini adalah pengembangan bisnis group konglomerasi media nasional yang mengelola media di daerah-daerah. ‘‘ Sebaliknya, media yang tumbah mandiri, tidak berafiliasi dengan grup media konglomerasi, baik masa Orde Baru maupun reformasi, mengalami kesulitan dan perlahan-lahan mati. Media berada dalam jaringan konglomerasi menghadapi tantangan bersaing antar-media yang cukup ketat. Persaingan ini bukan terjadi antargrup secara eksternal. Secara internal, masing-masing grup meski dalam pola pengembangan saling mendukung, tetapi dalam proses pengembangan bisnis, antaranggota grup bersaing untuk mendapatkan pelanggan dan pasar iklan. Media-media yang berada di bawah holding Fajar Group, meski dalam kebutuhan produksi, semuanya samasama mendapat dukungan dari holding untuk saran percetakan dan lain-lain. Tetapi media-media tersebut, dalam konteks pengembangan bisnis, saling bersaing antar satu dengan lain. Holding menciptakan kompetisi. Harian Fajar yang berada dalam jaringan Jawa Pos Group misalnya melihat tidak ada hambatan serius dalam pengelolaan media di daerah. Hambatan tersebut justru ada pada faktor instabilitas sehingga berpengaruh pada proses produksi dan pemasaran media. “Ketika terjadi kerusuhan atau demo misalnya, itu menjadi penghambat. Kota lumpuh, jalur distribusi terganggu, koran terlambat atau tidak bisa diantar, dan pelanggan akan komplain. Pada saat ada demo, jurnalis sulit sampai ke kantor. Karyawan percetakan pun susah ke kantor. Nah kalau karyawan percetakan terlambat otomatis suplai ke pelanggan juga akan terlambat. Jika ini berulang-ulang, akan berdampak pada berkurangnya kepercayaan pelanggan,” ungkap Ruslan Ramli (Harian Fajar). Bila Harian Fajar melihat instabilitas menjadi faktor yang menghambat pengembangan media ini, pesaingnya Harian Tribun Timur merasa optimis, bahwa media lokal punya prospek yang cerah ke depan. “saya, hampir tidak ada hambatan serius untuk media cetak karena kecenderungannya media itu kembali ke lokal. Untuk media nasional sendiri terutama yang bergerak di media cetak, pasti akan mendapatkan tantangan yang hebat dari media lokal, sebab kalau kita melihat perkembangan media cetak lokal, 97 Kesehatan Perusahaan Pers kalau ukurannya oplah kecenderungannya terus meningkat. Ini juga dialami oleh Tribun Timur,’’ ungkap Abdul Haris Suardi (Harian Tribun Timur). Lain halnya dengan Harian Upeks. Bagi media ini, hambatan cukup serius dalah terbatasnya potensi iklan, sementara diperebutkan banyak media. Media massa baik cetak, elektronik maupun online terus bertambah, sementara potensi iklan tidak bertambah. Hampir semua mengandalkan iklan nasional karena potensi iklan lokal sangat terbatas. “Individu, perusahaan swasta, lembaga pemerintah cenderung tidak meningkatkan budget iklan, sementara media lokal terus bertambah. Potensi iklan yang terbatas ini kemudian diperebutkan banyak media. Dalam kondisi itu, yang dibutuhkan tentu kita harus meningkatkan kualitas dan melakukan inovasi-inovasi yang dibutuhkan pembaca dan pemasang iklan. Kondisi ini menjadi salah satu hambatan bagi media-media lokal,’’ ungkap Muhtar (Ujungpandang Ekspres). Media lain di bawah Fajar Group justru menghawatirkan perkembangan media online. Akbar Hamdan (Harian Pare Pos) menyatakan, sebagai harian cetak yang terbit di kota kecil ini, relatif tidak ada hambatan yang berat. Namun, pihaknya menghawatirkan dengan pesatnya perkembangan media online. “Sejauh ini saya rasa, memang yang paling mengkhawatirkan adalah perkembangan media online. Jadi kami 98 buat versi onlinenya juga. Tapi keuntungan kita di daerah, masyarakat lebih suka membaca versi cetak. Karena masyarakat di daerah lebih mudah mengakses yang cetak, dengan sarana internet yang masih terbatas,” ungkap Akbar Hamdan. Kekhawatiran yang sama, ternyata juga dipikirkan pengelola media Fajar Group lainnya, Harian Rasul. Perkembangan teknologi informasi yang menyeret publik ke sosial media dan bermedia lewat gadget, menjadi salah satu hambatan bagi Rasul. Karenanya, meski baru sekitar dua tahun terbit, media ini sudah berkonvergensi dengan versi online. Bahkan di versi online tersebut, rakyatsulsel.com juga melibatkan publik untuk berpartisipasi lewat berita warga (citizen report). “Faktor yang menghambat industri media cetak di daerah adalah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang mengubah tradisi masyarakat menggunakan media. Kebiasaan masyarakat kota adalah memiliki gadget, melihat perkembangan ini kami mengantisipasi dengan menyiapkan portal. Penurunan oplah di koran cenderung terjadi, ini tak terlepas dari pengaruh media online,” ungkap Al Ullah Azhar (Harian Rasul). Bila media-media di Fajar Group dan Harian Tribun Timur melihat hambatan media lokal adalah persaingan jenis media, serta optimisme menghadapi perubahan, lain hal dengan Harian TNC. Sebagai pendatang baru yang masih berusia muda, harian ini menhadapi kendala persaingan Kesehatan Perusahaan Pers dengan media-media yang sudah ada dan mapan. Hal menarik, karena persaingan tersebut bukan hanya bagaimana berstrategi memperoleh langganan dan iklan, tetapi juga pemasaran di lapangan. Andri Mardian (TNC) menyatakan hambatan tersebut berupa adanya persaingan tidak sehat di lapangan atau di penjualan eceran. Menurut dia, ada pihak pesaing yang diperkirakan sengaja mengatur penjual koran eceran, sehingga koran tertentu sengaja disembunyikan dari display. “Saya pernah mengalami selama kurang lebih dua bulan. Ada pesaing menutup semua display koran kita, semua agen. Jadi setiap kami pasang koran di display penjual eceran, koran kami ditutupi dengan koran pesaing. Ada juga kasus yang kita terima. Pagi kami sudah taruh koran di agen, sorenya kami ambil korannya itu masih utuh. Ternyata setelah diselidiki, koran itu dibeli seseorang, satu bundel, ditarik oleh dia, tapi sorenya dikembalikan. Saya tidak menuduh koran lain melakukan tetapi tidak ada kemungkinan kalau pihak lain yang melakukan hal tersebut kalau bukan saingan. Ada juga agen dibayar pihak tertentu untuk menyimpan koran kami. Di flyover loper kami yang menjual koran kami diintimidasi oleh loper-loper yang lain. Tetapi pesoalan ini sudah kami cari solusinya,” ungkap Andri Mardian. Hampir semua media yang menjadi responden riset ini menganggap masalah persaingan, perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu hambatan. Hal menarik diungkapkan pihak Harian Radar Selatan. Media ini menyatakan salah satu hambatan adalah masalah independensi media. Menurut Sunarti Zain (Harian Radar Selatan) mengelola media dalam lingkaran group dan menjaga keseimbangan sebagai media lokal yang terbit di kabupaten, tantangan yang dihadapi adalah independensi. Ada kepentingan yang mesti diakomodasi meski akan menabrak ekspektasi publik terhadap media. ‘‘ Hampir semua media yang menjadi responden riset ini menganggap masalah persaingan, perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu hambatan. ‘‘ 6. Strategi Perusahaan Pers untuk Bertahan Di tengah-tengah persaingan ketat, media massa lokal harus berupaya untuk terus terbit atau eksis. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, banyak pihak yang punya semangat untuk membanagun media. Namun, jika modalnya lebih pada semangat tanpa strategi bersaing, media yang dibangun tidak akan berumur panjang. 99 Kesehatan Perusahaan Pers Bagi Harian Tribun Timur, kuncinya adalah berupaya untuk bisa memenuhi ekspektasi publik atau pembaca. Berupaya untuk membuat produk yang disukai pembaca. Pembaca saat ini, sudah berbeda dengan pembaca koran tahun 70-an, 80-an, 90-an atau awal tahun 2000-an. Harian Tribun berpandangan bahwa di era yang serba instan ini, pembaca menginginkan sesuatu yang praktis, memberikan petunjuk atau tips-tips. Karena itu, Tribun Timur tetap mempertahankan format pemberitaannya yang memenuhi kebutuhan masyarakat perkotaan dengan mengacu pada gaya hidup masyarakat kekinian. Selain itu, harian ini juga memanfaatkan berkembangnya jurnalis warga seiring pesatnya perkembangan media sosial. Harian Tribun Timur membuka halaman untuk peran partisipatif warga lewat citizen report. Lewat berita warga ini, Tribun Timur mengakomodasi peran pembaca yang lebih luas. “Memenuhi ekspestasi pembaca. Ekspestasi pembaca itu tidak hanya apa yang dibutuhkan oleh pembaca, apa yang diinginkan oleh pembaca tapi kita berusaha memenuhi harapan-harapan mereka. Dari kami di bagian bisnis tentu saja membuat program-program yang bisa bermanfaat untuk pembaca. Halaman koran itu tidak hanya menjual berita atau tulisan, tetapi kami membuat benefitbenefit seperti dengan menggunting koran dapat diskon atau potongan harga dari beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan kami. Kami membuat member card untuk pelanggan yang memberi nilai 100 tambah berupa diskon di berbagai took,’’ ungkap Abdul Haris Suardi (Harian Tribun Timur). Menjaga kepercayaan pembaca atau relasi, menjadi hal penting bagi Harian Radar Selatan untuk tetap eksis. Kepercayaan masyarakat tersebut harus dijawab dengan pelayanan yang baik, memberikan kepuasan kepada para relasi, baik terkait dengan keredaksian maupun layanan iklan dan sirkulasi. Sementara Harian Pare Pos, menekankan stretegi dengan menitiberatkan pada kualitas sumber daya manusia. Sebab dengan kualitas manusia yang memenuhi standar profesionalisme, semua bagian baik redaksi maupun perusahaan mampu menghasilkan produk yang dibutuhkan masyarakat. Hal penting juga bagi Harian Pare Pos, adalah mengembangkan jaringan bisnis dan jaringan pemberitaan. Keduanya harus disinergikan untuk memenuhi tuntutan pembaca. Strategi Harian Pare Pos ini tentu sejalan dengan Harian Fajar. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ditempatkan sebagai bagian dari strategi untuk tetap eksis. “Sumber daya manusianya harus selalu di-upgrate. Tidak boleh begitu-begitu terus ilmunya, harus selalu ada workshop, pelatihan dan pendidikan. Dari sisi produksi beritanya harus selalu menarik dan aktual tampilannya harus selalu fresh. Pelayanan harus bagus. Meskipun bagus beritanya, tapi tidak ditopang oleh pelayanan yang baik, akan kita kalah Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Menjaga kepercayaan pembaca atau relasi, menjadi hal penting bagi Harian Radar Selatan untuk tetap eksis. Kepercayaan masyarakat tersebut harus dijawab dengan pelayanan yang baik, memberikan kepuasan kepada para relasi, baik terkait dengan keredaksian maupun layanan iklan ‘‘ bersaing. Misalnya beritanya bagus tapi sampai ke pelanggan jam sembilan atau jam sepuluh itu pasti akan ditinggalkan oleh pelanggan. Sekarang ini kan bagaimana berita yang bagus disokong oleh pelayanan yang bagus pula,” ungkap Ruslan Ramli (Harian Fajar). Sementara bagi Harian Upeks, menggenjot peningkatan iklan dengan terus memperluas relasi. Koran ini selalu berupaya terlibat dalam berbagai kegiatan. Kepada relasi iklan, selalu memberikan diskon. Selain itu secara aktif melakukan promosi-promosi periklanan. Dengan cara itu, menurut Muhtar, media ini bisa bersaing merebut potensi iklan yang tertabas, terutama iklan lokal. Bagi media yang berusia belia Harian Rasul tetap bisa eksis salah satunya mendayagunakan versi onnline media ini. Dengan demikian, ketika berita yang tidak sempat terpublikasi di versi cetak, akan diterbitkan atau dipublikasikan lewat versi online. Stategi menciptakan kegiatan juga ditempuh Harian BKM. Menurut Mustawa Nur mereka menghindari sistem memberi utang kepada pelanggan dan dibayar di belakang hari pada instansi pemerintah, serta menumpuk iklan pada relasi sekian bulan baru dibayar atau dilunasi. Pola ini akan merugikan media, karena perusahaan media membutuhkan biaya rutin untuk bisa berpoduksi. “Tidak monoton hanya mengejar saja karena media sekarang kalau tidak menciptakan ruang, tidak bisa maju. Karena itu, kami lebih banyak membuat event berpihak pada masyarakat. Misalnya, kami membuat kegiatan gerakan kebersihan, membersihkan kawasan lorong-lorong. Ketika membuktikan kerja partisipatif berupa perbaikan sarana publik, misalnya di lorong-loronglorong. Ini akan membangun imej di lorong tersebut bahwa BKM melakukan aksi nyata untuk masyarakat,’’ ungkap Mustawa Nur. Sementara bagi Harian TNC, masih konsentrasi untuk bagaimana media ini bisa terjual langsung, selain dengan pola berlangganan. Melihat koran ini mengadapi tantangan serius di titik-titik tertentu, pemasaran harian yang bernaung 101 Kesehatan Perusahaan Pers di bawah group usaha media lokal Gomedia ini mencari alternatif lain agar tetap eceran koran ini bisa terjual. Andri Mardian (Harian TNC) meyakini di titik-titik tertentu, koran mereka mendapat penolakan pihak pesaing. Pihak pesaing menurut Andri, menempuh cara tidak adil dengan mengintimidasi para loper yang menjual korannya. “Kami menarik koran kami dari Flyover. Kami tidak lagi berjualan di sana. Kami mencari tempat lain yang lebih aman, karena saya juga tidak bisa menjamin keamanan loper dan agen yang ada di sana. Kami memilih mengalah, karena kami tidak bisa membayar agen lebih mahal dari koran lain. Mereka membayar agen yang mengepalai beberapa loper di daerah tersebut, jadi agen dibayar agar tidak menerima koran kami.’’ Diakui Andri, perusahannya tak bisa menyanggupi untuk membayar sama ataupun lebih tinggi dari koran pesaing tersebut. Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah mengalah. Tak ada perlawanan yang bisa dilakukan. Ia tak yakin ada pengawasan terkait persaingan usaha seperti itu. Ia juga tak yakin itu bisa diadukan ke dewan pers. “Apakah hal ini bisa diadukan ke Dewan Pers? Apakah tugasnya Dewan Pers? Kalau tugas Dewan Pers memantau persaingan bisnis koran, boleh saya melapor tapi kalau memantaunya soal konten berita, misalnya ada komplain. Sampai saat ini belum ada yang memantau 102 persaingan bisnis. Meskipun ada KPPU tapi saya belum tahu apakah KPPU berwenang dalam hal ini.” 7. Kekuatan Media Lokal Semua koran yang menjadi responden riset ini, memiliki optimisme yang sama tentang media lokal atau pers di daerah. Media lokal memiliki kelebihan dari media nasional, terutama media cetak. Pembaca umumnya menjadikan televisi atau berita berita online sebagai rujukan. Ketua Serikat Penerbit Korankabar (SPS), Asmono Wikan menyatakan saat ini koran di daerah menjadi raja. Dalam tulisannya berjudul Masa Depan Media Cetak Indonesia, yang dimuat di Jurnal Dewan Pers Edisi Mei 2011, berdasarkan survei SPPS 2009, menempatkan 91,4 persen responden membaca koran daerah. Sementara sisanya membaca koran nasional yang terbit di Jakarta. Kalangan muda usia remaja pun hanya sedikit membaca koran nasional yakni 8,8 persen. Kenyataan ini membangun optimisme masing-masing koran lokal di Sulsel. Masing-masing media di Sulsel dibutuhkan pembaca karena memiliki pemberitaan yang mengerti masyarakatnya. “Koran lokal khususnya Fajar secara subyektif, itu masih lebih diterima oleh masyarakat di banding pemain lain. Kenapa? Karena kami tahu apa yang menjadi kebutuhan masyarakat Sulsel, apa yang diinginkan, model penyajian yang bagaimana yang disukai,” ungkap Ruslan Ramli (Fajar). Kesehatan Perusahaan Pers Harian Tribun Timur pun punya keyakinan dan optimisme, bahwa kekuatan media lokal jauh di atas keberadaan media nasional yang beredar di daerah. Hal ini karena faktor kedekatan (proksimitas). Selain pembaca, semua stakeholder ada di daerah, sumberdaya juga lebih potensial. Tetapi bagi Harian Tribun Timur, melihat koran nasional itu bukan sebagai pesaing. Meskipun media lokal memiliki potensi lebih besar, namun itu bukan berarti menjadi jaminan media lokal akan mampu bertahan dalam persaingan, tetapi diperlukan kreativitas dan inovasi. Harian TNC sebagai media yang baru berkembang, tetap optimis, situasi dimana media lokal merajai daerahnya masingmasing. Lokalitas dan proksimitas membuat media nasional sulit untuk menggeser media lokal. “Kami tidak melihat media nasional sebagai pesaing, karena bagi kami sendiri, koran itu bukan sebagai pesaing tapi sejauh mana kreativitas kita untuk membesarkan. Pada saat kreativitas mati maka koran kita bisa mati di tengahtengah persaingan,” ungkap Abdul Haris Suardi (Harian Tribun Timur). Meski dalam konteks lokal, Harian Upeks mengaku punya segmen menengah ke atas. Harian Pare Pos melihat media lokal menjadi raja di daerahnya. Karena itu, menurut Akbar Hamdan, harian ini optimis, ekpansi media-media nasional sulit untuk mengusur tempat media lokal di tengahtengah pembaca. Penting dibutuhkan adalah bagaimana mempertahankan dan mengelola potensi itu. “Karena media lokal mengedepankan isu-isu lokal yang dekat dengan pembacanya. Media lokal juga menjadi acuan bagi daerah yang menjadi wilayah edar media tersebut,” ungkap Akbar Hamdan. “Apalagi masyarakat di Sulsel masih lebih tertarik terhadap berita tentang mereka sendiri daripada berita nasional. Kebanyakan berita nasional isunya lebih nasional seperti politik di DPR, yang tidak terlalu berpengaruh banyak di Sulsel,” ungkap Andri Mardian (Harian TNC). “Media lokal mempunyai pasar tersendiri dan sasaran kami adalah pelaku bisnis dan ekonomi menengah ke atas, karna koran kami bergerak dalam bisnis,” ungkap Muhtar. 8. Kemitraan Media dan Pemerintah Pemerintah daerah adalah salah satu mitra strategis bagi perusahaan media di daerah. Ada saling ketergantungan antar keduanya. Pemerintah tidak hanya berpotensi sebagai pelanggan loyal dalam jumlah yang besar. Sebuah instansi misalnya, seperti Kantor Bupati/Walikota, bisa berlangganan hingga 40 eksemplar. Pemda juga adalah salah satu klain utama iklan di media massa, khususnya di daerah. Di sisi lain, media lokal, menjadi ajang aktualisasi diri pejabat daerah, untuk menyampaikan capaian kinerja yang telah mereka raih. 103 Kesehatan Perusahaan Pers ‘‘ Pemerintah daerah adalah salah satu mitra strategis bagi perusahaan media di daerah. Ada saling ketergantungan antar keduanya. Pemerintah tidak hanya berpotensi sebagai pelanggan loyal dalam jumlah yang besar. ‘‘ Kemitraan antar pemerintah dan media juga berlaku dalam tataran ideal. Media membantu dalam memajukan isu-isu pelayanan publik. Isu pelayanan publik bahkan telah menjadi isu strategis yang diolah sedemikian rupa oleh media lokal untuk menarik minat pembaca/pemirsa dalam mengkonsumsi media mereka. Hampir semua media lokal menyediakan kolom layanan publik di media mereka. Bentuknya macam-macam, mulai dari kolom kegiatan instansi/pemerintah daerah, kolom aduan warga hingga ada yang menyiapkan kolom khusus bagi warga untuk menulis sendiri kegiatan ataupun keluhannya melalui citizen reporting. Inovasi yang dilakukan media ini misalnya dilakukan oleh Harian BKM. Mereka misalnya membuat khusus tentang pengaduan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) melalui 104 SMS (SMS Gateway) kepada media tersebut. Ada hadiah bagi pembaca yang mampu menunjukkan, misalnya, pungutan liar dalam pelayanan. Upaya ini diakui Harian BKM dilakukan dalam rangka menggerakkan masyarakat. “Semua orang baca BKM, jadi kalau di sini ada bangunan tidak ada IMB, SMS saja kami akan kasih hadiah. Jadi kalau ada belok-belok, kita awasi di situ sehingga kita ciptakan kredibilitas orang yang dilayani dan melayani sesuai koridor. Karena kan komunikasi tidak bisa berjalan kalau tidak dibuatkan satu format, tapi kalau media memfasilitasi maka media ini akan menyampaikan ke publik konsep pelayanan benar seperti apa,” ungkap Mustawa Nur (Harian BKM). Bagi Harian BKM kerjasama dengan pemerintah adalah sangat penting. Mereka menggunakan pola Good News is Good News. Melalui pendekatan seperti ini, seorang camat misalnya akan membeli koran demi menjawab keluhan warga dan warga juga dipastikan membeli koran. SMS dari pembaca sendiri akan dimuat di media beserta jawaban dai instansi yang dikeluhkan. Melalui pendekatan ini dinilai mampu meningkatkan oplah koran mereka. Dengan pola kemitraan ini Harian BKM menilai kedua belah pihak akan sama diuntungkan. “Semua orang berlangganan koran karena dia mendorong kemajuan daerahnya. Jadi filosofinya tidak ada media maju di daerah yang tidak maju. Kalau Kesehatan Perusahaan Pers daerah maju media pasti maju bagaimana media maju dorong kemajuan.” Bagi Harian Fajar sendiri, sebagaimana diakui Ruslan Ramli, kemitraan dengan pemerintah sangat penting. Pemerintah sendiri menganggap media itu sebagai katalisator. Kalau medianya propaganda destruktif, pemerintah akan terancam tapi kalau medianya memberitakan konstruktif itu akan memacu daerah. Dicontohkan Ruslan, ketika terjadi demonstrasi, lalu media memanas-manasi, maka masyarakat akan terpancing. Namun, kalau media pandai meredam isu maka tidak akan melebar. Makanya antara pemerintah dan media sangat terkait. Media dinilai antara lain sebagai corong buat pemerintah untuk mendatangkan investor. Media seperti Harian Rasul bahkan menggantungkan keberlanjutannya melalui kontrak kerjasama dengan pemerintah provinsi Sulsel. Kerja sama ini dilakukan, baik dalam bentuk pemberitaan kegiatan maupun iklan. Kontrak dengan Pemda persentasenya mencapai lebih dari 50 persen, dari keseluruhan kontrak kerja sama yang dilakukan Harian Rasul. Tak heran juga porsi pemberitaan terkait Pemprov Sulsel mendapat porsi besar di media ini. Tidak hanya dengan Pemrov Sulsel, Harian Rasul juga membangun kemitraan dengan 10 Pemda di Kabupaten/Kota di Sulselantara lain: Pemerintah Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Maros, Pangkajene’ dan Kepulauan (Pangkep), Barru, Kota Parepare, Sidenreng Rappang, meski kebanyakan pada kerjasama langganan koran. Pentingnya kemitraan dengan pemerintah juga diakui oleh Andri Mardian (Harian TNC). Andri menilai pemerintah sebagai motor penggerak yang paling kuat posisinya adalah pemerintah, sehingga pengaruh pemerintah itu sangat kuat untuk mempengaruhi masyarakat. “Jadi ketika ada kerjasama dengan media, jadi peran penting pemerintah itu tersalurkan dengan cara yang lebih masif, lebih kuat.” Pandangan lain, meski mirip, juga diakui oleh Akbar Hamdan (Harian Pare Pos). Ia menilai kerjasama dengan pemerintah dari segi bisnis sangat penting dan menguntungkan, meski dari segi oplah dinilai tidak terlalu berdampak. “Kalau di Fajar kita punya paradigman Good News is the Best News. Bisa saja program pemerintah yang positif malah disukai oleh pembaca. Sehingga akan menjadi simbiosis mutualisme dengan pemerintah.” Dari Harian Upeks sendiri sedikit unik, karena selain kerjasama melalui periklanan dan sosialisasi kegiatan Pemda juga mendapatkan subsidi dari pemerintah, meski tak dijelaskan lebih jauh tentang bagaimana subsidi itu diberikan. Harian Tribun Timur sendiri sangat hatihati dalam bermitra dengan pemerintah. Diakui oleh Abdul Haris Suardi bahwa kerjasama dengan pemerintah daerah tidak dalam dalam posisi mengatur isi 105 Kesehatan Perusahaan Pers pemberitaan. Kerjasama sebatas menjual karena dianggap membosankan bagi space khusus dalam bentuk advertorial, pembaca. yang beritanya ditulis oleh bagian humas tidak akan dimuat. Harian Tribun Timur juga tidakTantangan begitu tertarik dengan D.Beragam Industri Pers instansi bersangkutan. di Daerah Menurut Abdul Haris Suardi, kalau dari pemberitaan seremonial karena dianggap membosankan bagi pembaca. sisi bisnis kerjasama dengan pemerintah 1. Target Pasar Potensial Pengkelasan pembaca biasa tetap penting meski tidak boleh dominan. D. Beragam Tantangan Industri Pers didiistilahkan Daerah dengan size atau kelas A untuk Pembaca umum tetap menjadi sasaran utama Harian Tribun Timur. Apabila kalangan atas, size atau kelas B untuk 1. Target Pasar Potensial bekerjasama dengan pemerintah itu sudah menengah dan C untuk bawah. Sebagian Pengkelasan pembaca biasa diistilahkan dengan size atau kelas A untuk dianggap mengganggu kenyamanan besar media lokal di Sulsel menyasar size A dan B.dan DariC seluruh media cetak yang pembaca, berita-berita yang menengah kalanganmisalnya atas, sizeada atau kelas B untuk untuk bawah. Sebagian tidak sesuai dengan keinginan dan harapan menjadi responden kami, hanya Harian besar media lokal di Sulsel menyasar size A dan B. Dari seluruh media cetak yang pelanggan, maka tidak akan dimuat. BKM yang menyatakan diri lebih banyak menyasar pembaca kalangan Harian Tribun Timurkami, jugahanya tidak Harian begitu BKM menjadi responden yang menyatakan diri lebihmenengah banyak tertarik dengan pemberitaan seremonial bawah, atau size B dan C. menyasar pembaca kalangan menengah bawah, atau size B dan C. Tabel 2 Target Pembaca Media Lokal di Sulsel No Media 1. Fajar 2. Tribun Timur 3. Berita Kota 4. Ujungpandang Ekspres 5. Rakyat Sulsel 6. Cakrawala 7. Pare Pos 8. Radar Selatan 9. Celebes Online 10. Kabar Makassar Sumber: Data Primer, 2014 Target/Kelas Pembaca Menengah-Atas Menengah-Atas Menengah-Bawah Menengah-Atas Menengah-Atas Menengah-Atas-Bawah Menengah-Atas Menengah-Atas - Terkait hal ini, Ruslan Ramli (Fajar), menyatakan pemilihan target pembaca dari kalangan menengah ke atas didasarkan pada pertimbangan bahwa isu-isu yang mereka bangun memang lebih banyak diperuntukkan untuk kalangan menengah ke atas. 106 “Kami ini kan grup. Nah di grup itu tidak saling mematikan segmentasinya ada yang kelas bawah ada yang kelas khusus menengah, ada yang menengah dan Kesehatan Perusahaan Pers Terkait hal ini, Ruslan Ramli (Fajar), menyatakan pemilihan target pembaca dari kalangan menengah ke atas didasarkan pada pertimbangan bahwa isu-isu yang mereka bangun memang lebih banyak diperuntukkan untuk kalangan menengah ke atas. “Kami ini kan grup. Nah di grup itu tidak saling mematikan segmentasinya ada yang kelas bawah ada yang kelas khusus menengah, ada yang menengah dan menengah ke atas.” Hal yang sama diakui oleh Abdul Haris Suardi (Harian Tribun Timur). “Kami Tribun Timur memang dari awal kami menyasar kelas menengah ke atas, dalam pemasaran itu dikenal dengan segmentasi psikografis. Segmentasi psikografis itu adalah pemetaan gaya hidup dari masyarakat. Kami tidak menempatkan bahwa di setiap kabupaten mesti ada jurnalis. Jadi misalnya Gubernur ke luar negeri, itu bukan menjadi berita kami, tapi kami mengangkat misalnya Gubernur menggunakan sepatu apa, jam tangan merek apa dan sebagainya. Dari konten-konten seperti itu kami memposisikan media kami itu berada di kelas A dan B.” Al Ullah Azhar (Harian Rasul) menyatakan hal yang hampir sama. Menurutnya pemilihan target size A dan B ini karena media ini memang dominan pada konten berita politik yang umumnya dikonsumsi oleh kelas menengah ke atas. “Kita tidak bisa bersaing dengan Fajar dan Tribun, untuk bertahan kami harus memiliki konten yang jelas. Ketika konten jelas, semuanya menjadi jelas baik dari segi pemasaran dan iklan. Karena kontennya politik, rata-rata pembaca berasal dari kalangan menengah ke atas yang tertarik dengan masalah politik.” Sunarti Zain (Harian Radar Selatan) sendiri mengakui pemilihan kelas menengah ke atas dengan pertimbangan bahwa kelas inilah yang memiliki dana untuk membeli atau berlangganan koran. Akbar Hamdan (Harian Pare Pos) juga melihatnya dari pertimbangan daya beli masyarakat. Menurutnya, selama ini pangsa pasar yang dominan pembacanya tetap pada kelas atas atau size A. Muhtar (Harian Upeks) sendiri mengakui pemilihan target pembaca pada kelas menengah ke atas karena pertimbangan konten media tersebut yang didominasi oleh berita ekonomi dan bisnis. Sementara Mustawa Nur (Harian BKM) mengakui mereka lebih fokus pada kelas menengah ke bawah, meski tidak menutup kemungkinan untuk pembaca kelas atas. “Jadi orang bawah kita prioritaskan. Makanya korannya paling murah kemudian halamannya tipis. Koran metro tidak usah terlalu panjang, tidak usah analisis, yang informatif saja yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga lebih efektif.” 107 Kesehatan Perusahaan Pers Hal berbeda juga pada Harian TNC yang tidak melihat pada pengkelasan pembaca. berita kriminal dan kekerasan. Dalam perkembangannya, media ini berputar haluan, tidak lagi terlalu menonjolkan berita kriminal dan kekerasan. Alasannya “Kami sepenuhnya berorientasi pada adalah dari segi bisnis yang kurang pembaca pemerintah atau PNS,” ungkap menguntungkan. Andri Mardian. Menurut Mustawa Nur (Harian BKM), kalau melihat kecenderungannya sebuah 2. Segmen Pembaca koran metro memang bersifat spesifik Semua media lokal di Sulsel atau pada isu-isu kompleksitas perkotaan, dan 2. Segmen Pembaca manapun jelas memiliki segmen tidak bersifat berita umum. Orientasinya Semua mediasegmen lokal ini di biasanya Sulsel atau manapun jelas berita memiliki segmen pembaca. Penentuan kalau bukan pada pembunuhan, merupakan hasil riset dan telaah yang merupakan air mata dan laki-laki. pembaca. Penentuan segmen ini biasanya hasildunia riset dan telaah Namun yang panjang. Semua media jelas memiliki belakangan disadari ternyata tidak panjang. Semua media jelas memiliki pemilihan segmenpositif ini. alasan-alasan pemilihan segmen ini. alasan-alasan memberikan dampak pada Terkait segmen pembaca media kesehatan perusahaan. Terkait segmen pembaca media responden ini bisa dilihat pada tabel responden ini bisa dilihat pada tabel berikut: berikut: “Ketika pengiklan kita sodori, mereka Tabel 3. Segmen Pembaca Media Lokal di Sulsel No Media 1. Fajar 2. Tribun Timur 3. Berita Kota Makassar 4. Ujungpandang Ekspres 5. Rakyat Sulsel 6. The New Cakrawala 7. Pare Pos 8. Radar Selatan 9. Celebes Online 10. Kabar Makassar Sumber: Data Primer, 2014 Segmen Umum Umum Kota Bisnis Pokitikus/professional Umum Umum PNS/Kelompok Muda - Harian BKMBKM misalnya memilih sebagai sebagai tidak mau Makanya Harian misalnya memilih korankarena metrodarah atau semua. kota. Di awal koran metro atau kota. Di awal berdirinya, paradigma saya ubah bukan koran crime, berdirinya, ketikaberupa masih Bina berupaBaru Bina Baru sampai koran kemudian menjadifokus Harian baik ketikabaik masih tapi sebagai kota dengan pada sampai kemudian menjadi Harian BKM, isu pelayanan publik dan kota. Karena BKM, media ini banyak menyajikan berita-berita kriminal dan kekerasan. Dalam media ini banyak menyajikan berita- semua mau bersentuhan Pemkot dalam perkembangannya, media ini berputar haluan, tidak lagi terlalu menonjolkan 108 berita kriminal dan kekerasan. Alasannya adalah dari segi bisnis yang kurang menguntungkan. Kesehatan Perusahaan Pers kaitan dilayani dan melayani, ketika ada orang bersentuhan dan buntu maka jalan keluarnya ada di koran BKM.” Harian Fajar sendiri bersifat koran umum tanpa memfokuskan pada segmen tertentu. Pada Harian Rasul diakui Al Ullah Azhar sebenarnya tidak secara ketat menentukan segmen pembaca mereka, namun karena dari segi konten sudah jelas yakni politik, maka secara otomatis segmen pembaca merupakan orang-orang yang senang dengan isu-isu politik. Hal yang hampir sama diakui pula oleh Harian TNC yang memilih segmen umum, tanpa membedakan atau memfoksukan pada kelompok pembaca tertentu. “Semuanya harus baca karena semua untuk kepentingan bersama,” ungkap Andri Mardian (Harian TNC). Harian Radar Selatan sendiri memilih segmen pembaca pada pemerintah atau PNS dan kelompok muda, baik dari kalangan politikus, pengusaha, dan kelompok profesional lainnya. Pertimbangannya karena jumlah PNS di daerah yang sangat besar dan selama ini menjadi kelompok pembaca potensial. Di Kabupaten Bulukumba sendiri misalnya terdapat sekitar 7000 PNS. Belum termasuk daerah lain yang menjadi jangkauan Harian Radar Selatan seperti Kabupaten Sinjai, Bantaeng dan Selayar. Untuk Harian Upeks sendiri memilih segmen pelaku usaha atau bisnis. Sementara Harian Tribun Timur fokus pada segmen pembaca masyarakat kota. ‘‘ Harian Radar Selatan sendiri memilih segmen pembaca pada pemerintah atau PNS dan kelompok muda, baik dari kalangan politikus, pengusaha, dan kelompok profesional lainnya. Pertimbangannya karena jumlah PNS di daerah yang sangat besar dan selama ini menjadi kelompok pembaca potensial. ‘‘ 3. Kehadiran Media Online Kehadiran media berbasis online tidak serta menggeser peran media cetak. Alihalih melihatnya sebagai pesaing, media cetak justru kemudian memanfaatkan media online sebagai bagian terintegrasi dengan media cetak yang mereka miliki. Saingan utama dari media cetak sendiri adalah media cetak lainnya. Bagi Ruslan Ramli (Harian Fajar) media online adalah sebuah media alternatif dan tidak menggerus jumlah oplah cetak mereka. Ini dibuktikan dengan pertumbuhan oplah cetak Harian Fajar yang terus bertumbuh setiap tahunnya. 109 Kesehatan Perusahaan Pers “Media cetak tetap tumbuh, padahal kalau kita berfikir secara sederhana begitu ada online pembaca akan berkurang, tapi di kami tidak demikian. Jadi masingmasing punya segmen pasar tidak saling berkompetisi tapi saling melengkapi.” justru media induk mereka sendiri, yaitu Harian Fajar. Keberadaan media online tidak mempengaruhi atau berdampak pada penurunan oplah Harian Pare Pos. Itu karena sebagian besar pembaca masih senang dengan media cetak. Menurut Abdul Haris Suardi, Tribun Timur sendiri menganut paham multichannel dan multiplatfon, yang berarti bahwa mereka tidak melihat TV atau online sebagai pesaing, tapi malah membesarkan media online tersebut sebagai bagian dari bisnis. “Kalau yang media online pembacanya rata-rata adalah anak muda sehingga strategi kita dengan membuat juga halaman yang bisa dibaca anak muda.” “Kalau anda bisa melihat tribunmakassar.com atau tribunnews. com, kami ini sudah di posisi nomor dua di Indonesia, dalam hal kunjungan visitor unik. Artinya dalam jumlah orang yang mengklik dari address atau alamat yang berbeda, kami tertinggi kedua setelah detik.com. Jadi kami tidak melihat media online sebagai pesaing, justru kami sedang bermigrasi ke sana dan itu sudah kita lakukan 4-5 tahun yang lalu. Makanya pada saat sekarang penggunaan saranasarana media informasi seperti gadget, komputer tentu kami tidak canggung lagi kami langsung bisa. Walaupun dari kami sendiri cetak masih merupakan penghasilan terbesar utama. Jadi online bukan suatu saingan. Jadi begitu orang menyebut Tribun Timur bukan hanya cetak tapi dia bisa online, sosmed, jadi keseluruhannya sebagai satu bagian.” “Saingan dari perusahaan kami adalah media lokal yang lainnya. Media online bukan menjadi saingan kami karena media online hanya sebentar saja ada di dunia maya dan kalau media cetak lokal bisa kapan saja dibaca. Kalau tidak ada waktu membacanya pada saat baru terbit, bisa saja keesokan harinya baru dibaca.” Harian Pare Pos juga tidak melihat media online sebagai pesaing. Menurut Akbar Hamdan, saingan utama mereka 110 Ini juga diakui oleh Muhtar (Harian Upeks): Berbeda dengan media lain, Harian TNC dan Harian Radar Selatan justru melihat media online dan TV sebagai kompetitor utama mereka. “Ini kemudian menjadi tantangan bagi redaksi bagaimana menggali lebih lanjut informasi yang sebelumnya telah ditampilkan di media online dan TV,” ungkap Andri Mardian (TNC). Sementara Sunarti Zain (Radar Selatan) melihat kelebihan media online dari segi kecepatan akses informasi dan updating berita. Kesehatan Perusahaan Pers Harian BKM justru tidak perduli dengan kemungkinan adanya persaingan antara cetak dan online. Bagi Mustawa Nur, siapa punya ide gagasan lebih cerdas itulah pemenangnya dan sebanyak apapun koran muncul tak masalah selama memang dibutuhkan masyarakat. 4. Media Prospektif untuk Iklan Bagi media lokal sendiri, media cetak dan TV masih berpeluang mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibanding media lainnya. Di Sulsel, iklan di media cetak bahkan lebih tinggi dibanding media-media lainnya, seperti TV, radio ataupun media online. Meski demikian, daya tarik media elektronika semakin diminati seiring dengan pertumbuhan media TV di Makassar. Saat ini terdapat 5 TV lokal yang aktif mengudara, sementara beberapa TV lainnya tengah dalam persiapan. Ruslan Ramli (Harian Fajar) mengakui telah adanya pergeseran pengiklan ke media penyiaran karena target pasar yang lebih luas, mencakup semua kalangan ataupun golongan masyarakat. Media online sendiri masih berupaya merangkak. Pendapatan iklan dari media online meski mengalami peningkatan namun masih jauh dari pendapatan media iklan di media-media lainnya. Adanya keterbatasan space dan durasi mengiklan yang lama di media online menjadi tantangan tersendiri. Sebagai contoh, iklan dengan harga yang sama, misalnya Rp 4 juta, di media online dan cetak, memiliki waktu pemuatan yang berbeda. Di media cetak, iklan ini hanya akan dimuat sehari saja, sementara di media online durasi pemuatan terjadwal, bisa sampai sebulan atau bahkan lebih. Daya tawar dan daya tarik iklan di media online lokal masih tertinggal dibanding media-media lainnya, meskipun dalam setahun terakhir terjadi peningkatan minat yang signifikan dalam jumlah pengiklan di media online. Menurut Akbar Hamdan (Harian Pare Pos), biaya operasional media online tidak sebesar media cetak sehingga kemudian harga iklannya pun tidak dipatok semahal media cetak. Di daerah sendiri, media cetak masih menjadi primadona untuk pengiklan, sementara media online masih sangat terbatas. 5. Sumber Pendapatan Iklan Terbesar Pemerintah dan swasta masih merupakan pangsa pasar terbesar bagi media di daerah. Iklan dari individu juga cukup besar pada event-event tertentu, seperti event politik Pilkada, Pileg dan Pilpres. Pada tahun 2013, sejumlah pemilihan kepala daerah berlangsung di sejumlah daerah di Sulsel, sementara pada 2014 terdapat event pemilihan legislatif dan pilpres. Di Harian Fajar sendiri, sebagaimana diakui Ruslan Ramli, pendapatan iklan dari swasta dan pemerintah masih sangat dominan melebihi iklan politik dari individu dari caleg dan partai politik. “Kalau secara riilnya saya kurang tahu, tapi gambarannya bahwa tahun 2014 ini merupakan tahun politik jadi iklan-iklan partai dan caleg cukup banyak, tapi masih dibawah iklan swasta maupun pemerintah. Perorangan ada juga tapi tidak lebih besar di banding swasta, parpol maupun 111 Kesehatan Perusahaan Pers pemerintah. Hitung-hitungan tahun ini beda tipislah antara swasta, pemerintah dan parpol tapi masih tetap unggul swasta.” Hal yang hampir sama diakui oleh Harian Tribun Timur. Abdul Haris Suardi memperkirakan pendapatan iklan per tahun pada kisaran Rp 1 miliar dengan sebagian besar pengiklan dari pemerintah dan swasta. Event politik, seperti Pilkada, Pileg dan Pilpres diakui turut menggenjot pendapatan iklan. Meski demikian, Harian Tribun Timur sendiri masih sepenuhnya bergantung pada iklan swasta yang nilai rata-ratanya masih jauh dibanding iklaniklan politik. Harian BKM sendiri mengakui pendapatan iklan akan tergantung pada musim atau event yang tengah berlangsung. Berita Kota sepenuhnya bergantung pada swasta. Mereka bahkan mengadakan berbagai event untuk menarik pelanggan dan pengiklan. Sementara nilai iklan dari pemerintah sendiri masih jauh di bawah pendapatan iklan dari swasta. Harian TNC, Rasul, Radar Selatan dan Upeks juga masih sangat menggantungkan pendapatan dari pemerintah. Untuk Harian TNC sendiri belum begitu populer bagi kalangan swasta. Dominasi iklan dari pemerintah sendiri, khususnya pemerintah provinsi karena pemilik Harian TNC ini adalah keluarga dari Gubernur Sulsel yang sekarang. Meski demikian, Harian TNC saat ini berupaya menggaet pengiklan dari swasta sebagai pasar baru. 112 “Saat ini kami lagi mencoba untuk tidak hanya bekerjasama dengan pemerintah tetapi juga dengan pihak swasta. Meskipun hitungan-hitungannya kecil, kami ingin memberikan gambaran bahwa kelompok lain pun bisa beriklan di Cakrawala bukan hanya pemerintah, yang lain juga bisa.” Sementara Harian Pare Pos sendiri masih didominasi oleh swasta pemerintah. Terkait pendapatan iklan pertahun, sebagai sebuah media lokal dengan wilayah cakupan lebih sempit, kinerja Harian Pare Pos dilihat dari segi perolehan iklan tergolong besar. Jika dalam setahun Harian Radar Selatan meraup iklan mencapai Rp 800 juta, yang sebagian besar dari pemerintah, maka Harian Pare Pos bisa memperoleh sampai Rp 5 miliar, yang sebagian besar dari swasta. Jumlah ini juga melampaui pendapatan iklan di Harian Tribun Timur dan Harian Upeks yang sekitaran Rp 1 miliar per tahun, Harian BKM sekitar Rp 3 miliar per tahun dan Harian TNC sekitar Rp 600 juta per tahun. 6. Daya Tarik Media Lokal untuk Pengiklan Kehadiran media nasional di daerah tidak serta merta menggeser peran media lokal di daerah. Sebagian media melihat media nasional bukanlah sebagai ancaman yang berarti dan tidak berdampak besar bagi perolehan iklan mereka. Media lokal sendiri diakui memiliki daya tarik tersendiri bagi pengiklan karena faktor kedekatan lokasi (proksimitas). Meski demikian, terdapat juga pandangan Kesehatan Perusahaan Pers berbeda, dengan melihat potensi sumber daya media nasional yang lebih besar dan afiliasinya ke daerah. Menurut Ruslan Ramli (Harian Fajar), media lokal jelas memiliki daya tarik tersendiri karena adanya kepentingan pengiklan di daerah. Bagi Ruslan, para pengiklan akan melihat Makassar dan Sulsel secara istimewa, dengan potensi yang sangat luar biasa. dikenal oleh masyarakat adalah media lokal, namun pengiklan juga kadang melihat brand. Dari segi konten berita, media lokal dianggap dapat bersaing dengan media lokal nasional, meski dari segi iklan masih sulit untuk bersaing. Andri Mardian (Harian TNC) sendiri mengakui tidak merasa risau bersaing dengan media nasional karena mereka memiliki konten berita yang berbeda. “Sulsel ini potensi pertaniannya sangat luas, potensi lautnya, serta potensi ekpornya sangat tinggi. Ini menjadi tarik tersendiri bagi pengiklan.” “Cakrawala memberi pilihan lain yang nilainya sama dengan media nasional. Menurut saya media nasional yang menyediakan rubrik nasional sebenarnya mereka tertarik dengan berita daerah, karena mereka tahu orang-orang juga tertarik pada berita lokal.” Abdul Haris Suardi (Harian Tribun Timur) juga melihatnya kurang lebih sama. “Media lokal lebih dekat serta langsung, dan memang kecendrungan sekarang pembaca media cetak akan lebih memilih media lokal. Berita nasional kan sudah ter-cover oleh berita telivisi, baik itu dari segi berita politiknya, hukum, ekonomi dan sebagainya.” Muhtar (Harian Upeks) juga berpandangan bahwa kekuatan media lokal pada konten berita, yang menggambarkan perisitiwa-peristiwa lokal yang lebih dekat dengan pembaca. Media nasional atau yang berafiliasi dengan media nasional seperti Kompas, Sindo, Media Indonesia, hanya orang-orang tertentu saja yang membacanya. Menurut Al Ullah Azhar (Harian Rasul) media lokal memiliki kelebihan tersendiri, pengiklan melihat bahwa yang Sunarti Zain (Harian Radar Selatan) juga mengakui bahwa media lokal masih kalah bersaing dengan media nasional. Meski demikian, ia menilai media lokal bisa bersaing selama ia mampu melakukan inovasi-inovasi baru. Mustawa Nur (Harian BKM) juga tidak merasa risau dengan persaingan dengan media lain ataupun media nasional. Itu justru menjadi tantangan untuk evaluasi diri dan perbaikan manajemen perusahaan. “Tidak mau saya dihantui, jadi saya tidak mau pusing karena pikiran saya tidak ada kompetisi mengenai banyaknya rumah tapi kompetisi ada pada alam berpikir. Saya mau jadikan surga di kantor saya sendiri.” 113 Kesehatan Perusahaan Pers 7. Strategi Khusus Media Untuk tetap eksis, perusahaan media lokal umumnya menerapkan strategi dan inovasi tertentu. Tingginya tingkat persaingan dalam memperoleh pembaca dan pengiklan melahirkan inovasi-inovasi baru bagi media. Terkait hal ini, Ruslan Ramli (Harian Fajar) mengakui tak memiliki strategi khusus, tapi selalu menciptakan satu program yang berbeda dibanding media lain. Harian Fajar mencoba mengkreasikan apa yang tidak dimiliki media lain, sehingga ini yang menjadi pembeda dengan media lain. “Kalau kemudian itu sudah diikuti lagi ya kami ciptakan lagi yang baru, kami yang menjadi inisiatornya dan yang lain sebagai follower-nya.” ‘‘ Harian Fajar mencoba mengkreasikan apa yang tidak dimiliki media lain, sehingga ini yang menjadi pembeda dengan media lain. ‘‘ Bagi Harian Tribun Timur strategi dalam menggaet pengiklan dilakukan berdasar data. Data survei dari pihak ketiga, seperti perusahaan survei Nielsen, menjadi referensi kuat bagi Tribun Timur untuk meyakinkan pengiklan bahwa mereka adalah tempat yang tempat untuk 114 mengiklan, sebagaimana dikatakan Abdul Haris Suardi: “Kami mengambil data dari pihak ketiga untuk meyakinkan pengiklan atau klien bahwa kami adalah media yang tepat, untuk 3-5 tahun terakhir secara praktis kami memang belum pernah dilampaui oleh media pesaing. Kami masih teratas di survei Nielsen. Dari data Nilsen kami sudah 245 ribu pembaca dan pesaing terdekat itu hanya 89 ribuan. Jadi dengan itu saja kami sudah cukup percaya diri.” Harian Rasul sendiri lebih banyak mengandalkan media online dalam menggaet pembaca dan pengiklan. Kehadiran portal ini dianggap dapat menaikkan brand perusahaan, menutupi kekurangan mereka sebagai media yang masih baru. Diakui Al Ullah Azhar bahwa saat ini banyak yang lebih mengenal Harian Rasul sebagai media online dibanding sebagai media cetak. Dalam dua tahun saja Harian Rasul sudah dikunjungi pembaca portal mencapai 26 juta kunjungan. Sebagai media cetak yang tidak memiliki basis online, Harian TNC lebih banyak melakukan strategi khusus dalam penempatan kolom iklan. “Kami pasang satu kolom untuk tempat beriklan. Misalnya tulisannya: kolom ini siap untuk menjadi tempat iklan atau biasanya kami taruh hotline. Strategi lain yaitu melakukan listing terhadap jaringan yang ada di redaksi, dicatat nomornya kemudian dihubungi secara kontinyu, dan Kesehatan Perusahaan Pers kalau mereka sudah beriklan, dan punya kegiatan yang mau dirilis kami berikan free rilis, kami beritakan secara gratis. Contohnya juga advertorial. Tapi kalau untuk membawa pengiklan ke manamana, kami tidak punya strategi semacam itu.” Strategi khusus dari Harian Radar Selatan diakui Sunarti Zain antara lain dengan memberikan data mengenai jumlah oplah, readership dan lain-lain. Informasi berbasis data dinilai sangat menarik bagi pengiklan. Sementara Harian Pare Pos lebih menekankan pada konten berita dengan mengolah isu dengan baik agar bisa menarik lebih banyak pembaca. Ini dinilai akan berdampak pada antusias pengiklan untuk mengiklankan produk mereka. Mustawa Nur (Harian Upeks) sendiri lebih menekankan pada pembangunan relasi atau jaringan pertemanan. Asumsinya bahwa orang baru mau beriklan di suatu koran karena sudah ada hubungan relasi yang sudah terjalin dengan baik sebelumnya. 8. Media Lokal versus Media Nasional Pandangan media lokal terkait keberadaan media nasional ditanggapi beragam oleh para narasumber pimpinan media. Sebagian melihatnya sebagai ancaman, sebagian tidak. Menurut Ruslan Ramli (Harian Fajar), ketika berhadapan dengan media nasional, Harian Fajar merasa cukup percaya diri karena pada dasarnya media lokal itu adalah penguasa di daerahnya, sehingga merasa tidak perlu ada strategi khusus ketika berhadapan dengan media nasional. Bagi Harian Rasul sendiri, strategi khusus untuk menarik pengiklan jika dihadapkan dengan media nasional sejenis yaitu dengan menyiapkan tampilan iklan yang lebih menarik. Antara lain dengan menyiapkan model advertorial dengan dukungan pemberitaan, yang tidak hanya sekedar iklan. Harian Radar Selatan dan Harian Pare Pos mengakui akan mengedepankan lokal konten, bahwa media lokal menjadi raja di daerahnya sendri. Sementara Harian Upeks mengedepankan relasi atau jaringan bisnis. Harian Tribun Timur sendiri tidak khawatir adanya persaingan iklan dengan media nasional, karena pada dasarnya sebuah perusahaan nasional biasanya memang telah mengalokasikan anggarannya untuk media lokal. Pengiklan yang dari luar pasti akan melirik media lokal di daerah itu sendiri. Bagi Harian Tribun Timur media nasional bukanlah suatu saingan. 9. Media Cetak versus Media Elektronik dan Online Ketika harus bersaing dengan media lokal lain meski berbeda platform diakui Ruslan Ramli (Harian Fajar) bukan sebuah masalah besar karena masingmasing media telah mempunyai segmen tersendiri. Iklan televisi misalnya, akan berbeda dengan iklan media cetak. “Kalau televisi tentu saja audio visual, jadi iklannya bergerak dan bersuara, kami ini cetak jadi sangat konservatif. Di internet kalau mereka hanya bermain 115 Kesehatan Perusahaan Pers di visual saja dan akan kalah juga, sebab ini barang kan bisa streeming ya, jadi kekuatannya ada pada audio visual juga.” Harian Rasul sendiri lebih pada memperkuat media online yang mereka punyai termasuk memperluas jangkauan sebarannya melalui media sosial. Strategi Harian Radar Selatan, menurut Sunarti Zain, yaitu menyampaikan informasi secara detail bahwa media lokal masih sangat dibutuhkan dan berbeda dengan media online atau elektronik. E. Strategi Bertahan Perusahaan Pers di Sulsel 1. Strategi Bertahan di Masa Sulit Berbeda dengan jenis usaha lain, bisnis media memiliki keunikan tersendiri. Ketika dalam bisnis lain orientasi lebih ditujukan kepada pencapaian keuntungan sebesar-besarnya, maka dalam bisnis media tetap harus mempertimbangkan sisi sosialnya. Bisnis media adalah bisnis kepercayaan. Ketika pelaku usaha media ini tak mampu merebut kepercayaan pembaca/pemirsa dan pengiklan maka akan segera tenggelam. Selain itu, bisnis media juga harus disadari bahwa keuntungannya tak begitu besar dan sangat padat karya. Mulai dari tenaga redaksi, sampai pengecer. Artinya, kalau mau bisnis di sektor ini, tak cukup dengan hitung-hitungan bisnis semata. Dalam hal ini idealisme masih diperlukan, yakni menyebarluaskan informasi untuk membuat setiap orang lebih memahami kebenaran dan menjadi lebih cerdas untuk bisa hidup lebih demokratis dengan sesama. 116 ‘‘ Bisnis media adalah bisnis kepercayaan. Ketika pelaku usaha media ini tak mampu merebut kepercayaan pembaca/pemirsa dan pengiklan maka akan segera tenggelam. ‘‘ Sebagian besar media memiliki dinamika pasang surut dan bahkan ada yang mengalami masa sulit dan kritis. Berbagai faktor bisa menjadi penyebabnya, baik bersifat internal maupun eksternal. Ini umumnya dialami media di awal-awal berdirinya mereka. Seperti halnya media lain, Harian Fajar juga pernah mengalami masa sulit. Di awal-awal media ini, pertengahan tahun 1980-an, media ini sempat mengalami goncangan besar. Beberapa faktor penyebabnya karena kekuatan finansial yang masih lemah, perolehan iklan yang di bawah target dan faktor-faktor lain, yang saling terkait. Namun tantangan ini bisa dilalui dan menjadikan Harian Fajar sebagai media besar yang mampu bertahan sampai 33 tahun. “Ketika pertengahan tahun delapan puluhan kami pernah mengalami masa sulit, ya mengenai faktor finansial yang belum begitu kuat, pendanaan yang masih membutuhkan kerja keras untuk Kesehatan Perusahaan Pers mencari uang, sehingga perlu injeksi dana dan itu masih sangat susah. Strategi menghadapinya ya dengan semangat kerja keras dari semua lini, serta tetap menjaga loyalitas bagi perusahaan,” ungkap Ruslan Ramli dari Fajar menjelaskan tentang situasi ini. Bergabungnya Harian Fajar ke jaringan Jawa Pos Group, seperti telah dijelaskan sebelumnya, membuat media ini mendapatkan amunisi baru untuk bangkit dan besar hingga saat ini. Harian Fajar sendiri cukup percaya diri dalam persaingan media cetak di Sulsel karena telah memiliki pembaca fanatik, dan menyebar merata di hampir seluruh Sulsel. Ini juga oleh didukung oleh adanya biro di daerah yang tidak hanya fokus pada pemberitaan atau peliputan namun juga dalam membangun jejaring bisnis, mengembangkan relasi dengan pemerintah daerah dan swasta. Target utamanya bukan hanya pada meningkatkan jumlah pelanggan namun juga pada perolehan iklan-iklan. Salah satu tantangan yang dihadapi media ini, sebagaimana diakui oleh Ruslan Ramli, adalah distribusi ke daerahdaerah yang jauh dari Makassar, misalnya Luwu Utara dan Luwu Timur. Jarak jauh membuat adanya keterlambatan distribusi Koran. Koran terbitan hari ini baru bisa dibaca di daerah yang jauh itu pada malam hari atau malah pada keesokan harinya. Harian Fajar juga banyak melakukan inovasi-inovasi. Salah satunya, misalnya, yang cukup terkenal adalah konsep kemitraan dengan pemerintah daerah melalui FIPO Award. Setiap tahun FIPO Award ini memberikan penghargaan kepada daerah-daerah yang dinilai memiliki terobosan atau inovasi terkait pelayanan publik. Meskipun memiliki manajemen terpisah dari Harian Fajar, namun keberadaan FIPO ini jelas sangat tergantung pada eksistensi Harian Fajar, sebagai media mereka menyampaikan program-program yang inovatif dari pemerintah. Meskipun terjalin kemitraan antara media dengan pemerintah, namun diakui Ruslan hal itu tak mempengaruhi indepensi media ketika suatu ketika harus memberitakan informasi-informasi yang bersifat kritikan kepada pemerintah daerah bersangkutan. Harian Tribun Timur sebagai media cetak pendatang baru di Sulsel adalah cerita sukses media lokal yang berkembang baik dengan mengandalkan inovasi, baik dalam pemberitaan maupun pemasaran produk. Selama dua tahun sejak berdiri, media ini belum berorientasi pada keuntungan namun lebih pada penetrasi pasar. Berbagai program dilakukan, mulai dari pembagian koran secara gratis kepada pelanggan (3 bulan langganan gratis), membagi-bagi di pinggir jalan dan masuk kampus, hingga penjualan koran dengan harga yang lebih murah dibanding media lain. Dalam pemberitaan, Tribun Timur juga menyasar kelas menengah ke atas dengan banyak memberi informasi life style. Mereka juga memberi ruang yang lebih banyak untuk memuat fotofoto. Dalam hal iklan, mereka berani memberikan harga yang lebih rendah dibanding media-media cetak lainnya. Strategi mendatangi pasar secara door to door ini cukup efektif dalam 117 Kesehatan Perusahaan Pers mendongkrak penetrasi pasar Harian Tribun Timur. Dalam beberapa tahun saja Harian Tribun Timur menjadi pesaing berat bagi Harian Fajar, yang cukup lama merajai pasar media cetak di Sulsel. Dalam beberapa survei Nielsen bahkan harian ini dianggap telah melampaui jumlah pembaca Fajar. Strategi lain yang kemudian dikembangkan oleh harian ini adalah dengan memaksimalkan media online. Keberadaan media online ini diakui memiliki dampak yang luas pada perluasan pangsa pasarnya. ‘‘ Strategi mendatangi pasar secara door to door ini cukup efektif dalam mendongkrak penetrasi pasar Harian Tribun Timur. ‘‘ Media ini bukannya tanpa masalah dalam perkembangannya. Sejumlah masalah yang timbul kadang bersumber pada kebijakan pemerintah, misalnya kenaikan harga BBM, yang membuat mereka harus memperketat anggaran, meningkatkan efisiensi anggaran dan beragam program lain. Tantangan lain yang dialami Harian Tribun Timur adalah selera pembaca yang berubah, kemudian migrasi pembaca ke media lain. Hanya saja hal ini dinilai masih merupakan hal yang wajar, dan bukan sebagai beban. 118 “Kami mengupayakan terus ada inovasi-inovasi, jadi kami selalu diingatkan oleh direksi bahwa tanpa inovasi kita akan mati,” ungkap Haris. Media lain yang cukup stabil dalam menghadapi masa-masa sulit adalah Harian Pare Pos. Sejak kelahirannya tahun 2000 lalu, hampir tak pernah menghadapi masalah yang berarti. Meksipun diakui terkadang mereka mengalami penurunan jumlah pelanggan karena faktor eksternal, misalnya daya beli masyarakat yang menurun akibat kenaikan BBM, sementara kebutuhan informasi masih dianggap sebagai kebutuhan tersier bagi masyarakat. Harian Pare Pos sendiri mengklaim diri sebagai ‘penguasa’ di Kota Parepare dan sekitarnya, yang bironya bahkan mencapai Kabupaten Mamuju Utara di Sulawesi Barat. Tantangan lain yang dihadapi Harian Pare Pos adalah pada kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Meski mereka menyadari bahwa dengan SDM yang baik dan profesional akan berdampak pada pertambahan pembaca mereka. Harian Upeks tak menafikan kesulitan yang mereka hadapi di awal-awal pendirian mereka. Dalam beberapa bulan penerbitannya bahkan terkadang merugi atau tidak mencapai target. Bagi Harian Upeks, tantangan utama yang mereka hadapi adalah pada ketidakpastian penjualan koran setiap harinya, sehingga penjualan koran tidak dapat terlalu diharapkan. Mereka sepenuhnya bergantung pada iklan. Kesehatan Perusahaan Pers Bagi Harian Rasul, kendala utama mereka karena belum adanya percetakan sendiri, sementara biaya cetak semakin tinggi. Di sisi lain harga koran dipatok tak melebihi Rp 3 ribu agar bisa berasing dengan media lain. Salah satu strategi adalah dengan mengoptimalkan portal berita, dimana portal ini dibuat agar pembaca tertarik membaca berita lebih lanjut di versi cetak. Selain itu, link berita pada portal di-broadcast dengan BBM, Twitter dan Facebook. Dari portal berita ini sendiri Harian Rasul mendapatkan pendapatan iklan yang cukup besar. Media lain yang sampai saat ini masih bertahan adalah Harian TNC. Meski sempat terpuruk dan mengganti manajemen dan nama Cakrawala menjadi The New Cakrawala. Oplah media ini, dibanding media cetak lain, masih sangat terbatas yaitu hanya 1.600 eksemplar per hari. Ini dianggap sebagai tantangan tersendiri bagi Harian TNC sebagaimana diakui Andri Mardian. “Masyarakat yang lebih enak membeli koran yang oplahnya lebih banyak, sampai 16.000 lembar sedangkan kami 1.600 lembar.” Tantangan lain yang dihadapi Harian TNC adalah masih terbatasnya sistem transportasi atau distibusi mereka, yang tidak sebanyak koran lain. “Untuk produksi tidak ada masalah tapi jangkauan tempat, karena ada beberapa wilayah yang belum kami masuki (black spot) itulah yang menjadi masalah,” ungkap Andri. 2. Peranan Biro di Daerah Keberadaan biro di daerah mungkin menjadi salah satu penopang bagi media untuk bisa eksis, karena pasar media sebenarnya juga berada di daerah, khususnya di kalangan pemerintah. Bagi sebagian besar media, keberadaan biro ini sangat penting sehingga kemudian semua input dari daerah senantiasa menjadi pertimbangan bagi media. Masukanmasukan ini misalnya terkait pada eventevent tertentu, misalnya kapan sebuah event berlangsung di daerah biro itu berada. Ini misalnya diakui oleh Ruslan Ramli (Harian Fajar). “Masukan dari daerah selalu kami terima. Terutama ide-ide yang kami anggap yang produktif. Misalnya di daerah memberi masukan bahwa tanggal ini adalah hari jadi daerah tersebut, apa keinginan pemerintah setempat, jadi kami buatkan space untuk daerah tersebut, misalnya kami angkat pertumbuhan pembangunannya, nah ini kan ide yang produktif jadi tidak ada salahnya kami beri kado kepada pembaca di daerah itu melalui Fajar.” Hal yang sama diakui oleh Al Ullah Azhar (Harian Rasul). “Perusahaan sering mendapat masukan dari bagian pemasaran dan biro daerah. Masukan biasanya diberikan pada saat rapat umum yang dilakukan secara rutin seminggu sekali. Misalnya pada saat pemilihan legislatif, biro daerah dan bagian pemasaran mengusulkan pemberitaan 119 Kesehatan Perusahaan Pers mengenai calon anggota dewan, karena para caleg ini membutuhkan ruang untuk publikasi. Strategi ini berhasil, banyak caleg yang memanfaatkan ruang yang diberikan Rakyat Sulsel untuk menyebarkan informasi mereka. Contoh lain yaitu usulan rubrik khusus untuk otomotif dan properti, usulan ini diberikan oleh bagian pemasaran, ini menarik banyak pengiklan otomotif dan properti.” Dengan melihat kondisi sejumlah media di atas maka dapat disimpulkan bahwa eksistensi media akan sangat bergantung pada banyak faktor, antara lain pada inovasi-inovasi, baik dalam pemberitaan maupun pemasaran. Dengan menggunakan FIPO Award, Fajar mampu mempertahankan pangsa pasarnya di kalangan pemerintah daerah, sementara Tribun Timur lebih pada strategi pemasaran, distribusi massif dengan pola door to door, penjualan koran dengan harga murah dan bahkan pembagian secara gratis pada eventevent tertentu. Tribun Timur juga sukses menggaet pengiklan dengan cara memberi harga yang lebih rendah dibanding media lain. Adanya kolom citizen report juga dianggap mampu mendekatkan media ini kepada pembacanya dan meluaskan jangkauan jumlah pembaca mereka. Strategi lain, yang hampir dilakukan oleh seluruh media, adalah memberdayakan biro di daerah dalam meraup pembaca dan iklan. Pada momenmomen tertentu, misalnya hari jadi sebuah daerah, akan menjadi ladang iklan bagi hampir seluruh media. 120 Ketangguhan perusahaan dalam bertahan menurut Laode Arumahi dari PWI Sulsel juga tak terlepas dari kemapanan manajerial perusahaan. Manajemen yang sudah mapan akan berpengaruh kepada kinerja marketingnya, kemudian kesejahteraan karyawannya atau jurnalisnya akan turut meningkat. Menurut Ketua PJI Sulsel, Jumadi Mappanganro, terdapat banyak faktor yang berpengaruh pada perkembangan perusahaan pers di daerah dan saling berkaitan satu dengan yang lain. “Jadi tidak ada bisa satu bidang yang mengatakan bahwa dialah yang menentukan eksis tidaknya suatu perusahaan, jadi semua bidang sangat berpengaruh, misalnya marketing mati maka matilah. Misalnya walaupun jurnalis hebat membuat berita tapi tidak didukung oleh marketing yang handal pula tentu tidak akan membuahkan pelanggan yang banyak. Demikian pula dari manajemen kalau tidak bisa mengatur perusahaan dengan baik tentu perusahaan tersebut akan gagal.” F. Kesehatan Perusahaan dan Kinerja Jurnalis 1. Kesejahteraan Jurnalis Kesehatan perusahaan pers di daerah jelas berdampak pada kinerja jurnalis, begitu pun sebaliknya. Perusahaan yang mampu menggaji karyawannya dengan layak, dengan segala tunjangan-tunjangan lainnya seperti insentif kinerja, asuransi, perlindungan hukum, dan sebagainya. Kesehatan Perusahaan Pers Menurut Laode Arumahi (PWI Sulsel), antara kinerja perusahaan dengan kesejahteraan jurnalis dan karyawan itu memang harus paralel saling membutuhkan. Ketika perusahaan menghendaki kinerjanya bagus, maka sumberdaya manusianya (jurnalis dan karyawan) harus fokus pada pekerjaannya. Harus saling membutuhkan. Tidak mungkin perusahaan menjadi bagus kalau karyawannya tidak fokus pada pekerjaan di perusahaannya. “Meskipun kalau kita berbicara kesejahteraan itukan relatif tergantung dari tingkat dan gaya hidup karyawan dan jurnalis, misalnya digaji 5 juta tetapi gaya hidupnya melebihi gajinya, maka itukan juga tidak cukup. Maka gaya hidup mereka harus normal sajalah.” Menurut Ketua AJI Makassar, Gunawan Mahsar, kinerja perusahaan jangan semata dilihat dari kesehatan finansial tapi juga kesehatan kredibilitas. Ini menurutnya seperti lingkaran setan, karena gaji rendah akhirnya jurnalis menerima amplop sehingga mempengaruhi konten berita. Ketika jurnalis kemudian sudah terbeli maka berarti kredibilitasnya bisa dipertanyakan sehingga sebuah media menjadi tidak obyektif lagi. masih kami ditemukan. Ketidakpuasan umumnya bersifat klasik, misalnya gaji yang kurang dan dinilai tak sebanding dengan apa yang mereka kerjakan, insentif akhir tahun yang kurang, hingga kondisi persaingan di internal perusahaan sendiri yang kadang menimbulkan perasaan kurang nyaman. Sejumlah jurnalis mengakui mereka harus menutupi kekurangan penghasilan tersebut dengan berbagai cara, misalnya dengan membantu dalam mencari iklan, menerima amplop untuk event-event tertentu ataupun semata memanfaatkan profesi mereka di media untuk memperkuat relasi. Standar gaji bagi setiap media memang berbeda-beda. Sejumlah media bahkan memberi gaji masih di bawah UMR Makassar, Rp 1,8 juta (2015 naik menjadi Rp 1,9 juta). Terkait gaji ini, tabel berikut dapat memberi sedikit gambaran akan tingkat kesejahteraan bisa dilihat pada tabel berikut: “Jadi pilar paling utama kesehatan sebuah media sehat adalah kesejahteraan jurnalis yang harus ada.” Di beberapa media yang kami datangi, keluhan-keluhan atas perusahaan dari jurnalis ataupun karyawan non-jurnalis 121 bahkan memberi gaji masih di bawah UMR Makassar, Rp 1,8 juta (2015 naik tertentu ataupun semata memanfaatkan profesi mereka di media untuk Kesehatan menjadiPerusahaan Rp 1,9 Pers juta). Terkait gaji ini, tabel berikut dapat memberi sedikit memperkuat relasi. gambaran akan tingkat kesejahteraan bisa dilihat pada tabel berikut: Standar gaji bagi setiap media memang berbeda-beda. Sejumlah media bahkan memberi gaji masih di bawah UMR Makassar, Rp 1,8 juta (2015 naik Tabel 4. Besaran gaji bulanan menjadi Rp 1,9 juta). Terkait gaji ini, tabel berikut dapat memberi sedikit gambaran akan tingkat kesejahteraan bisa dilihat pada tabel berikut: Besaran gaji Frekuensi (n) Persen (%) ≤ 1,8 juta 2 10.0 Tabel 4. Besaran gaji7 bulanan 1,8 - 2,7 juta 35.0 2.700.001 - 3,6 juta 4 20.0 3.600.001 - 4,5 gaji jut 5 (n) 25.0 Besaran Frekuensi Persen (%) > 4,5 juta 2 10.0 ≤ 1,8 juta 2 10.0 Total 20 100.0 1,8 - 2,7 juta 7 35.0 Sumber: Data Primer, 2014 2.700.001 - 3,6 juta 4 20.0 3.600.001 4,5 jut 5 25.0 Pada tabel di bawah terlihat presentase responden yang menyatakan >Pada 4,5 jutatabel di bawah terlihat kerja 2 yang sama dengan dari 10.0 segi gaji ketidakpuasan cukup besar, yaitu 55%. Mereka umumnya menganggap gaji presentase responden yang menyatakan berbeda jauh. Total 20 100.0yang ketidakpuasan yaitu 55%. Persoalan jurnalis diini, Sumber: Datacukup Primer, 2014 mereka terima tidakbesar, sebanding dengan kinerja dan kesejahteraan beban kerja mereka Mereka umumnya menganggap gaji diakui Gunawan Mahshar (AJI Makassar), lapangan. yang mereka sebanding banyak bermasalah Pada terima tabel ditidak bawah terlihat presentase responden pada yangjurnalis-jurnalis menyatakan dengan kinerja dan beban kerja mereka di biasa, sementara gaji di tataran level yang ketidakpuasan cukup besar, yaitu 55%. Mereka umumnya menganggap gaji yang lapangan.Tabel 5. Tingkat kepuasan responden tinggi, misalnya standar gajinya atas besaran gajiredaktur yang diterima lebih mereka terima tidak sebanding dengan sudah kinerja danbaik. beban kerja mereka di Tabel 5. Tingkat kepuasan responden Terkait gaji ini, menurut Muliadi Mau Tingkat Kepuasan Responden Besaran Gaji Frekuensi (n) Persen (%) lapangan. atas besaran gaji yang diterima (Unhas), dari segi penggajian ia menilai Ya 9 45.0 Tabel 5. Tingkat kepuasan responden atas besaran gaji yang diterima Tidak 11 55.0 Tingkat Kepuasan Responden Besaran Gaji Ya Tidak Total Sumber: Data Primer, 2014 Frekuensi (n) 9 11 20 Persen (%) 45.0 55.0 100.0 penggajian di media Kompas memang Group berbeda-beda. Taklebih semua StandarStandar penggajian di media memang masih jauh baik berbeda-beda. Tak semua perusahaan dibanding Fajar Group. perusahaan media menggaji jurnalisnya secara layak. Apalagi di sejumlah media media menggaji jurnalisnya secara juga Apalagi memberlakukan pembedaan antara karyawan jurnalis tetap dan tidak layak. di sejumlah media juga “Fajar atau itu level manajemen menengah memberlakukan pembedaan ke atas kalaudari ke segi bawah tetap, yang meskipun memilikiantara beban kerja yangmasih samaoke, dengan gajidia karyawan atau jurnalis tetap dan tidak lemah, apalagi kalau yang di daerah. Yang berbeda tetap, yangjauh. meskipun memiliki beban lebih parah itu di radio, kebanyakan karena Persoalan kesejahteraan jurnalis ini, diakui Gunawan Mahshar (AJI 122 Makassar), banyak bermasalah pada jurnalis-jurnalis biasa, sementara gaji di tataran level yang tinggi, misalnya redaktur standar gajinya sudah lebih baik. tataran level yang tinggi, misalnya redaktur standar gajinya sudah lebih baik. Terkait gaji ini, menurut Muliadi Mau (Unhas), dari segi penggajian Kesehatan Perusahaania Pers menilai Kompas Group masih jauh lebih baik dibanding Fajar Group. hobby, gajinya dibayarkan karena faktor keterikatan “Fajar sehingga itu level manajemen menengah ketersebut atas masih oke, kalau ke bawahdengan dia secara pas-pasan. Sedangkan TV masih media bersangkutan secara dan lemah, apalagi kalau yang di daerah. Yang lebih parah itu di radio, emosional kebanyakan lumayan.” jugasecara karenapas-pasan. belum menemukan karena hobby, sehingga gajinya dibayarkan Sedangkan media TV lain yang lebih cocok baginya. masih lumayan.” Uniknya, meskipun sebagian besar responden menyatakan tidak puas dengan Terk ai t t i n g k at k en y am an an , Uniknya, meskipun sebagian besar responden tidak puas di gaji yang mereka terima, tingkat kepuasan sebagaimana menyatakan ditunjukkan tabel mereka bawah, jumlah responden yangkinerja merasa denganterhadap gaji yangkinerja merekaperusahaan terima, tingkat kepuasan mereka terhadap cukup besar, sebagaimana ditunjukkan tidak nyaman dengan lingkungan kerja perusahaan cukup besar, sebagaimana ditunjukkan tabel berikut: tabel berikut: medianya mencapai 25%, yang rata-rata Tabel 6. Tingkat Kepuasan Responden terhadap Kinerja Perusahaan Tingkat Kepuasan Frekuensi (n) Persen (%) Sangat puas 4 Puas 13 Kurang puas 3 Total 20 Sumber: Data Primer, 2014 Terkait tingkat kenyamanan, sebagaimana ditunjukkan tabel 20.0 65.0 15.0 100.0 di bawah, jumlah responden yang merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerja medianya Adapun responden yang menjawab kurang puas ini, sebanyak 15% di Adapun responden yang menjawab karena manajemen yang buruk, gaji kurang puas ini, sebanyak 15% bawah standar serta iklim persaingan mencapai rata-rata karenatersebut manajemen buruk, gaji di dengan bawah di menyatakan25%, tetapyang bertahan di media karenayang faktor keterikatan menyatakan tetap bertahan di media perusahaan itu sendiri. standar serta iklim persaingan di perusahaan itu sendiri. media bersangkutan secara emosional dan juga karena belum menemukan media lain yang lebih cocok baginya. Tabel 7. Tingkat kenyaman responden terhadap lingkungan kerja Tingkat Kenyamanan Sangat Nyaman Nyaman Kurang Nyaman Total Sumber: Data Primer, 2014 Frekuensi (n) Persen (%) 2 13 5 20 10.0 65.0 25.0 100.0 Terkait adanya perlakuan yang berbeda di perusahaan terhadap karyawan bisa dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Perbedaan fasilitas terhadap karyawan Perbedaan Fasilitas Ya 123 Frekuensi (n) Persen (%) 13 65.0 Nyaman 13 5 20 Kurang Perusahaan Nyaman Pers Kesehatan Total Sumber: Data Primer, 2014 65.0 25.0 100.0 perlakuan yang berbeda di perusahaan terhadap karyawan TerkaitTerkait adanyaadanya perlakuan yang berbeda media memang menerapkan mekanisme dibisa perusahaan terhadap karyawan bisa penggajian yang berbeda antara yang dilihat pada tabel berikut: dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Perbedaan fasilitas terhadap karyawan Perbedaan Fasilitas Frekuensi (n) Persen (%) Ya 13 65.0 Tidak 7 35.0 Tunjangan Frekuensi (n) Persen (%) Total 20 100.0 Ya ada Data Primer, 2014 17 85.0 Sumber: Tidak ada 3 15.0 KetikaKetika tim riset menggali hal ini dan organik dan yang belum organik atau tim riset menggali perusahaan Total 20 hal ini dan mengkonfirmasi pada100.0 mengkonfirmasi pada perusahaan pers, magang. Sumber: Data Primer, 2014 pers, dinyatakan adanya perbedaan fasilitas ini besar hal lumrah. di dinyatakan bahwabahwa adanya perbedaan Sebagian jurnalisSebab, dan karyawan fasilitas ini hal lumrah. Sebab, di sebagian yang disurvei, sekitar 85 persen, mengakui sebagian media biasanya ada dua jenis karyawan, yaitu yang tetap atau organik Meskiada demikian, takkaryawan, semua responden menerima tersebut media biasanya dua jenis adanyayang insentif ataubonus bonus kinerja dan yang belum tetap atau magang. Sejumlah media memang menerapkan yaitu yang tetap atau organik dan yang yang mereka terima dari perusahaan, merasa puas dengan apa yang mereka terima. Terdapat sekitar 6 responden atau mekanisme yang berbeda antara yang organik dan yang belum organik belum tetappenggajian atau magang. Sejumlah sebagaimana ditunjukkan tabel di bawah: 30 persen yang menyakatakan kurang sesuai. atau magang. Sebagian besar jurnalis dan karyawan disurvei, 85 persen, Tabel 9 Tingkat Kesesuaian Tunjanganyang dengan Harapansekitar Responden mengakui adanya insentif atau bonus kinerja yang mereka terima dari perusahaan, Persen Tingkat Kesesuaian Tunjangan dengan harapan Frekuensi (n) sebagaimana ditunjukkan tabel di bawah: (%) Sangat sesuai 1 5.0 Sesuai 10 50.0 Tabel 9. Tunjangan/Insentif/Bonus Kerja Kurang sesuai 6 30.0 Total 17 85.0 System 3 15.0 20 100.0 Sumber: Data Primer, 2014 Jurnalis yang disurvei juga tidak seluruhnya mendapat gaji tambahan dari Meski demikian, tak semua responden Jurnalis yang disurvei juga tidak gaji pokok mereka perbulannya. Terdapat 7 responden (35%) yang yang menerima bonus tersebut merasa seluruhnya mendapat gajimenyatakan tambahan dari puastidak dengan apa yang gaji pokok merekamenerima. perbulannya. Terdapat menerima, meskimereka sebagianterima. besarnya (65%) menyatakan Terdapat sekitar 6 responden atau 30 7 responden (35%) yang menyatakan persen yang menyakatakan kurang sesuai. tidak menerima, meski sebagian besarnya Tabel 10. Gaji tambahan 13) (65%)(gaji menyatakan menerima. Gaji Tambahan 124 Ya Tidak Total Frekuensi (n) Persen (%) 13 7 20 65.0 35.0 100.0 Jurnalis yang disurvei juga tidak seluruhnya mendapat gaji tambahan dari Perusahaan Pers gaji pokok mereka perbulannya. Terdapat 7 responden (35%)Kesehatan yang menyatakan tidak menerima, meski sebagian besarnya (65%) menyatakan menerima. Tabel 10. Gaji tambahan (gaji 13) Gaji Tambahan Frekuensi (n) Persen (%) Ya 13 Tidak 7 Total 20 Sumber: Data Primer, 2014 65.0 35.0 100.0 Asuransi juga menjadi salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh Asuransi juga menjadi salah satu terdapat 5 responden (25%) menyatakan perusahaan pers. Sayangnya, sebagaimana ditunjukkan tabel di bawah, masih kewajiban yang harus dipenuhi oleh tidak mendapatkan fasilitas asuransi dari terdapat 5 responden (25%) menyatakan tidak mendapatkan fasilitas asuransi dari perusahaan pers. Sayangnya, sebagaimana perusahaan. perusahaan. tabel di bawah, masih ditunjukkan Tabel 11. Fasilitas asuransi dari perusahaan Tabel 11. Fasilitas asuransi dari perusahaan Fasilitas Asuransi Frekuensi (n) Fasilitas Asuransi Frekuensi (n) Ya Ya Tidak Tidak Total Total Sumber: Data Primer, 2014 Sumber: Data Primer, 2014 15 15 5 5 20 20 Persen (%) Persen (%) 75.0 75.0 25.0 25.0 100.0 100.0 Terkait penyertaan saham dalam perusahaan, sebagaimana ditunjukkan Terkait penyertaan sahamdalam dalam perusahaan, ditunjukkan responden sebagaimana justru tidak memiliki Terkait penyertaan saham Tabel 12 di bawah, sebagian besar responden justru tidak memiliki penyertaan penyertaan saham, yaitu sebanyak perusahaan, sebagaimana ditunjukkan Tabel 12 di bawah, sebagian besar responden justru tidak memiliki penyertaan 18 Tabel 12yaitu di sebanyak bawah, 18 sebagian besar saham, responden (90%).responden (90%). saham, yaitu sebanyak 18 responden (90%). Tabel 12. Penyertaan saham Tabel 12. Penyertaan saham Penyertaan Saham Penyertaan Saham Ya Ya Tidak ada Tidak ada Total Total Sumber: Data Primer, 2014 Sumber: Data Primer, 2014 Frekuensi (n) Frekuensi (n) 2 2 18 18 20 20 Persen (%) Persen (%) 10.0 10.0 90.0 90.0 100.0 100.0 Perlindungan hukum juga adalah bagian dari kesejahteraan jurnalis dan Perlindungan hukum juga adalah bagian dari kesejahteraan jurnalis dan karyawan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pers. Sayangnya, sebanyak 6 karyawan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pers. Sayangnya, sebanyak 6 125 responden (30%) justru tidak mengetahui hal ini secara pasti. Bahkan terdapat 1 responden (30%) justru tidak mengetahui hal ini secara pasti. Bahkan terdapat 1 responden (5%) yang mengakui tak adanya upaya perlindungan hukum ini. responden (5%) yang mengakui tak adanya upaya perlindungan hukum ini. Total 20 Sumber: Data Primer, 2014 100.0 Kesehatan Perusahaan Pers Perlindungan hukum juga adalah bagian dari kesejahteraan jurnalis dan Perlindungan hukum juga adalah responden (30%) justru tidak mengetahui karyawan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pers. Sayangnya, sebanyak 6 bagian dari kesejahteraan jurnalis dan hal ini secara pasti. Bahkan terdapat respondenyang (30%)harus justru dipenuhi tidak mengetahui ini secara pasti. terdapat 1 tak karyawan oleh hal 1 responden (5%)Bahkan yang mengakui perusahaan sebanyak 6 upaya adanyaperlindungan upaya perlindungan hukum ini. respondenpers. (5%) Sayangnya, yang mengakui tak adanya hukum ini. Tabel 13. Jaminan perlindungan hokum Jaminan Perlindungan Hukum Frekuensi (n) Ya ada Tidak ada Tidak tahu Total Sumber: Data Primer, 2014 13 1 6 19 Persen (%) 65.0 5.0 30.0 95.0 2.2.Pengembangan Sumber pengembangan SDM, yang jumlahnya Pengembangan Sumber DayaDaya Manusia Manusia bisa mencapai miliaran rupiah dalam Perusahaan sendiri melihat jurnalis setahun. mereka sebagai Perusahaan sendiri melihat jurnalis Tidak sebuah hanya modal untuk besar. jurnalis, mereka sebagai sebuah modal besar. workshop yang bersifat rutin juga banyak Umumnya media-media besar, seperti Harian Fajar dan Harian Tribun Timur Umumnya media-media besar, seperti dilakukan untuk tenaga pemasaran, yang Harian Fajar dan Harian Tribun Timur bisa dilakukan 4 – 5 kali satu bulan. memiliki mekanisme pengembangan Hampir semua media melakukan SDM yang lebih rapi dan berkelanjutan. pelatihan bagi jurnalis yang baru direkruit, Fajar Group sendiri memiliki mekanisme tidak hanya terkait pengetahuan tentang pengembangan SDM bersifat terpusat. jurnalistik dasar tetapi juga menjelaskan Pelaksanaan workshop untuk jurnalis dari kebijakan media bersangkutan. Sejumlah perusahaan anggota Fajar Group dikelola media yang tidak melakukan pelatihan secara terpusat, yang biasa disebut Fajar khusus karena mereka biasanya Holding. mempekerjakan jurnalis pindahan dari Hampir semua media juga memiliki media lain. Fenomena jurnalis yang anggaran khusus untuk pengembangan pindah-pindah media adalah hal yang SDM. Kecuali Harian TNC, yang lumrah di Sulsel. pengembangannya bersifat mentoring, Media juga umumnya telah misalnya redaktur melakukan mentoring menyelenggarakan pelatihan lanjutan bagi pada jurnalis, sementara jurnalis memberi jurnalisnya. Pengetahuan teknis jurnalis mentoring pada jurnalis magang. terkait desk dimana dia bekerja dinilai Harian Tribun Timur juga mengakui sangat penting. Ini misalnya menonjol memiliki penganggaran khusus untuk pada Harian Tribun Timur dan Harian 126 sangat penting. Ini misalnya menonjol pada Harian Tribun Timur dan Harian Kesehatan Perusahaan Fajar. Harian Fajar biasanya 3 kali dalam setahun, sementara Harian TribunPers Timur 4-5 kali dalam setahun. Harian Upeks 1 kali dalam setahun. Harian Pare Pos dan Harian Radar Selatan akan megikuti kebijakan induk mereka Fajar Fajar. Harian Fajar biasanya 3 kali dalam pengembangan ini bersifat diskusi pada Group.sementara Harian BKM bahwa pengembangan ini bersifat setahun, Hariansendiri Tribun menyatakan Timur pertengahan bulan setiap bulannya. Terkait 4-5diskusi kali dalam setahun. Harian 1 keikutsertaan jurnalis dan karyawan pada pertengahan bulanUpeks setiap bulannya. Terkait keikutsertaan jurnalis dan kali dalam setahun. Harian Pare Pos dan dalam pelatihan yang diselenggarakan karyawan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan bisa dilihat pada Harian Radar Selatan akan megikuti oleh perusahaan bisa dilihat pada tabel tabel berikut: kebijakan induk mereka Fajar Group. berikut: Harian BKM sendiri menyatakan bahwa Tabel 14. Keikutsertaan responden dalam pelatihan yang diadakan oleh perusahaan Ya yang diadakan oleh 19 95.0 Keikutsertaan pelatihan Frekuensi (n) Persen Tidak Pernah 1 5.0(%) perusahaan 20 100.0 Total Ya 19 95.0 Sumber: Data Primer, Tidak2014 Pernah 1 5.0 20 100.0 Total di atas terlihat bahwa sebagian besar responden mengakui telah Sumber:Dari Datatabel Primer, 2014 mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Terdapat satu Dari tabel di atas terlihat ketika besar direkruit tidak lagi mendapatkan Dari tabel di atas terlihat bahwa bahwa sebagian responden mengakui telah responden yang menyatakan tidak telah pernah mengikuti sebagian besar responden mengakui pelatihan. adalah jurnalis di salah satu mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Terdapat satu mengikuti pelatihan diselenggarakan Tabelpelatihan. berikut menunjukkan intensitas media yang ketikayang direkruit tidak lagi mendapatkan responden yangTerdapat menyatakan tidak pernah responden mengikuti adalah jurnalis di salah satu oleh perusahaan. satu responden dalam pelatihan yang Tabel berikut menunjukkan intensitas responden dalam pelatihan yang yang menyatakan tidak pernah mengikuti dilaksanakan oleh perusahaan sendiri. media yang ketika direkruit tidak lagi mendapatkan pelatihan. dilaksanakan perusahaan sendiri. adalah jurnalis oleh di salah satu media yang Tabel berikut menunjukkan intensitas responden dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan sendiri. Tabel 15. Intensitas Keikutsertaan Responden dalam Pelatihan yang Dilaksanakan oleh Perusahaan Tabel 15. Intensitas Keikutsertaan Responden dalam Pelatihan yang Dilaksanakan Intensitas Keikutsertaan Responden Pelatihan Frekuensi Persen oleh dalam Perusahaan yang Dilaksanakan oleh Perusahaan (n) (%) 1 -2 kali 7 35.0 Intensitas Keikutsertaan Responden dalam Pelatihan Frekuensi Persen - 4 kali yang Dilaksanakan oleh3 Perusahaan (n) 8 (%)40.0 51 -6 17 5.0 -2 kali 35.0 lebih 6 kali 38 15.0 3 -dari 4 kali 40.0 19 90.0 5 Total -6 kali 1 5.0 13 10.0 lebihSystem dari 6 kali 15.0 20 100.0 Total Total 19 90.0 Sumber: Data Primer, 2014 System 1 10.0 20 100.0 Total di atas Sumber:Dari Datatabel Primer, 2014terlihat bahwa sebagian besar responden, sebanyak 8 127 responden (40%) mengatakan telah mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali di Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar responden, sebanyak 8 perusahaan pers dimana dia bekerja. Bagian terkecil adalah yang telah mengikuti responden (40%) mengatakan telah mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali di pelatihan sebanyak 5-6 kali sebanyak 1 responden (5%). Sumber: Data Primer, 2014 Kesehatan Perusahaan Dari tabelPers di atas terlihat bahwa sebagian besar responden, sebanyak 8 responden (40%) mengatakan telah mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali di perusahaan pers dimana dia bekerja. Bagian terkecil adalah yang telah mengikuti Dari tabel di atas terlihat bahwa Selain pelatihan di perusahaan sendiri, pelatihanbesar sebanyak 5-6 kali sebanyak 1 responden sebagian responden, sebanyak media (5%). juga umumnya mengikutkan 8 responden mengatakan telahsendiri, jurnalisnya padaumumnya workshopmengikutkan atau pelatihan Selain(40%) pelatihan di perusahaan media juga mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali yang dilakukan dan dibiayai oleh lembaga jurnalisnya pada workshop atau pelatihan yang dilakukan dan dibiayai oleh di perusahaan pers dimana dia bekerja. lain. Namun ini akan tergantung pada lembagaterkecil lain. Namun ini akan tergantung ketersediaan SDM di lapangan. Bagian adalah yang telah pada ketersediaan SDM di lapangan. IniIni bisa mengikuti pelatihan sebanyak 5-6 kali dilihat pada tabel berikut: bisa dilihat pada tabel berikut: sebanyak 1 responden (5%). Tabel 16. Keikutsertaan responden dalam pelatihan yang dilaksakan oleh pihak lain Ya 11 55.0 Keikutsertaan Responden Dalam Pelatihan Yang Frekuensi Persen Tidak pernah 9 45.0(%) Dilaksakan Oleh Pihak Lain (n) Total 20 90.0 Ya 11 55.0 Sumber: Data Primer, 2014 Tidak pernah 9 45.0 Total 20 90.0 Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 11 responden (55%) Sumber: Data Primer, 2014 menyatakan telah mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh lembaga lain. Dari sebanyak tabel terlihat bahwa sebanyak 11 responden (55%) di bagian administrasi, marketing Dari tabel di atasdi terlihat bahwa(45%) Selebihnya 9atas responden menyatakan belum pernah, yangdan distribusi. sebanyak 11 responden (55%) menyatakan menyatakanadalah telahkaryawan mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh lembaga lain. seluruhnya bagian administrasi, dan distribusi. Tabel marketing berikut menunjukkan intensitas telah mengikuti pelatihan yangdidilakukan Selebihnya sebanyak 9 responden (45%) menyatakan belum pernah, yang responden yang oleh lembaga Selebihnya sebanyak Tabellain. berikut menunjukkan intensitas respondendalam dalam pelatihan pelatihan yang dilaksanakan oleh pihak lain. 9 responden (45%) menyatakan belum seluruhnya adalah karyawan dilaksanakan oleh pihak lain.di bagian administrasi, marketing dan distribusi. pernah, yang seluruhnya adalah karyawan Tabel berikut menunjukkan intensitas responden dalam pelatihan yang Tabel 17. Intensitas yang diikuti responden yang dilaksanakan oleh dilaksanakan oleh pihakpelatihan lain. pihak lain Tabel 17.Pelatihan Intensitas Yang pelatihan yang diikuti responden yang dilaksanakan oleh Intensitas Diikuti Responden Persen (%) pihak lain Frekuensi (n) Yang Dilaksanakan Oleh Pihak Lain 1 -2 kali 4 20.0 Intensitas Pelatihan Yang Diikuti Responden Persen (%) 3 -4 kali 5Frekuensi (n) 25.0 Yang Dilaksanakan Oleh Pihak Lain lebih dari 6 kali 24 10.0 1 -2 kali 20.0 Total 11 55.0 3 -4 kali 5 25.0 System 9 45.0 lebih dari 6 kali 2 10.0 20 100.0 Total Total 11 55.0 Sumber: Data Primer, 2014 System 9 45.0 20 100.0 Total Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar responden telah mengikuti Sumber: Data Primer, 2014 pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga lain sebanyak 3-4 kali, yaitu 5 128 Dari(25%), tabel di atas terlihat sebagian mengikuti responden sementara yangbahwa terendah adalahbesar yangresponden mengikutitelah pelatihan lebih pelatihan oleh lembaga dari 6 kali,yang yaitu diselenggarakan sebanyak 2 responden (10%). lain sebanyak 3-4 kali, yaitu 5 Kesehatan Perusahaan Pers Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar responden telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga lain sebanyak 3-4 kali, yaitu 5 responden (25%), sementara yang terendah adalah yang mengikuti pelatihan lebih dari 6 kali, yaitu sebanyak 2 responden (10%). Dari sejumlah tabel di atas setidaknya menggambarkan bahwa hampir semua media di Sulsel telah melakukan berbagai upaya pengembangan SDM melalui pelaksanaan workshop atau pelatihan jurnalistik dan manajemen kepada jurnalis dan karyawan non-jurnalis lainnya. Upaya-upaya mengikutsertakan mereka dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh pihak lain juga kerap dilakukan, meskipun itu hanya sebagian besar untuk jurnalis dan sangat jarang untuk non jurnalis. Hanya saja tak diperoleh penjelasan lebih jauh terkait model dan kualitas pelatihan yang dikembangkan oleh perusahaan. Laode Arumahi (PWI Sulsel) sendiri menilai mekanisme pelatihan yang dikembangkan sejumlah perusahaan media belum seperti yang diharapkan. Menurutnya, justru yang banyak terjadi selama ini adalah media di Sulsel lebih banyak hanya memanfaatkan karyawannya untuk mengumpulkan berita seadanya dan mereka menyerahkan kepada jurnalis untuk meningkatkan kapasitasnya sendiri. “Saya tidak tahu apakah tidak ada yang kapabel atau yang profesional yang melakukan pendidikan untuk karyawan sehingga media-media itu tidak mengirimkan jurnalisnya untuk dididik. Kalau dulu kan masih ada seperti LP3Y dan Dr. Soetomo yang rajin melakukan pelatihan. Tetapi saya lihat sekarang itu agak kurang, apakah lembaga itu memberikan syarat biaya yang tinggi sehingga media-media malas mengirim orangnya atau apa.” Media-media juga lebih banyak melakukan pelatihan internal (in house traning), tetapi itu juga dinilai tidak optimal karena tidak banyak media yang melakukan itu. Menurutnya, yang bisa melakukan pelatihan-pelatihan tersebut adalah yang pertama perguruan tinggi yang membina fakultas komunikasi dan jurnalistik. Kedua lembagalembaga yang memang didirikan untuk konsentrasi membuat pelatihan-pelatihan jurnalis, yang ketiga adalah organisasi profesi seperti AJI, PWI, PJI. Secara umum organisasi-organisasi ini dinilai mempunyai program peningkatan kompetensi. “Hanya saja, dilihat dari faktanya itu tidak dilakukan secara rutin bahkan ada kecenderungan peningkatan kapasitas itu dilakukan sesuai dengan event-event tertentu. Jurnalis juga tidak mempunyai semangat untuk mengikuti pelatihan-pelatihan itu. Saya tidak tahu apa masalahnya, apakah dia melihat lembaganya tidak kapabel atau narasumbernya memperlihatkan prestasi yang baik. Ini yang harus dijawab kenapa orang tidak tertarik untuk ikut pelatihanpelatihan.” 129 Kesehatan Perusahaan Pers Ketua AJI Makassar, Gunawan Mahsar, juga melihat belum adanya upaya pengembangan SDM yang baik di media. Indikasiya pada ketidaktersediaan divisi Litbang di media-media tersebut serta dari segi pelaksanaan training jurnalis baru yang tidak melalui proses rekruitmen yang ketat dan terencana. “Sekarang yang kita lihat banyak lowongan untuk jurnalis tidak ketat, ratarata yang mendaftar pasti lulus. Jadi ada guyonan, menjadi jurnalis itu pekerjaan sementara. Karena para pemilik media lebih mencari kuantitas, mencari jurnalis yang militan dan mau dibayar rendah. Walau ada jurnalis berkualitas tapi untuk dibayar tinggi tidak mau. Akhirnya mencari bayaran murah kualitas serendahrendahnya. Dan ini tidak berlaku di media lokal saja media nasional pun melakukan hal sama, akhirnya kualitas jurnalis semakin rendah.” G.Independensi Media 1. Hubungan dengan Narasumber dan Pengiklan Para pakar, pengamat media maupun delapan perusahaan media yang menjadi responden di Makassar sepakat menentang pemberian imbalan peliputan kepada jurnalis dengan alasan apapun dan dalam bentuk apapun. Ada yang secara tegas memberikan sanksi, menuangkan larangan dalam kontrak kerja dan panduan kerja. Namun ada pula yang hanya mengingatkan secara lisan. Begitupula pemisahan kerja antara redaksi dan bagian iklan, masih ada 130 ‘‘ Para pakar, pengamat media maupun delapan perusahaan media yang menjadi responden di Makassar sepakat menentang pemberian imbalan peliputan kepada jurnalis dengan alasan apapun dan dalam bentuk apapun. ‘‘ beberapa media yang tidak jelas menyikapinya. Ada yang membolehkan jurnalis mencari iklan, ada yang melarang tapi bisa memaklumi jika ada yang melakukan deal dengan pengiklan. Adapula yang tegas membatasi bantuan jurnalis hanya sebatas memberi nomor kontak dan menghubungkan pengiklan dengan bagian iklan dan manajemen. Muliadi Mau (Unhas), Laode Arumahi (PWI Sulsel) dan Jumadi Mappanganro (PJI) sepakat mengatakan, jika narasumber memberikan imbalan, maka sadar atau tidak sadar akan berpengaruh pada tulisan jurnalis. Sebagai manusia biasa, kebaikan dari pemberi imbalan, akan memengaruhi penulisan berita terkait narasumber tersebut. Dan itu akan memperburuk citra jurnalis sebagai orang yang “bisa dibeli”. Semua responden perusahaan pers juga mengakui tidak membolehkan jurnalisnya Kesehatan Perusahaan Pers menerima imbalan peliputan. Penegasan untuk tidak menerima imbalan ini ada yang tertulis di dalam aturan perusahaan, bahkan tertuang di dalam buku aturan kerja dan dalam kontrak kerja seperti yang diterapkan oleh Harian Tribun Timur, Harian Fajar, Harian Pare Pos, Harian TNC, Harian BKM, Harian Upeks dan Harian Radar Selatan. Kecuali Harian Rasul yang hanya melakukan larangan secara lisan saja. Untuk penerapan sanksi dan pengawasan internal, hanya Harian Tribun Timur yang berani menegaskan adanya sanksi pemecatan. Tidak hanya pada kasus jurnalis menerima imbalan berupa uang tunai dari narasumber. Menerima imbalan berupa voucher pun dianggap pelanggaran. Jurnalis yang membuat kesepakatan harga sendiri, terkait iklan dengan pengiklan juga akan mendapat sanksi pemecatan. Sementara, media lainnya, meskipun secara tertulis menegaskan pelarangan bagi para jurnalisnya namun pada kenyataannya mengakui agak sulit menegakkan aturan tersebut. Jika ada narasumber yang tidak terkait kasus publik memberikan uang atau hadiah sebagai ucapan terimakasih, biasanya pihak redaksi dapat memaklumi. Apalagi, jika imbalan tersebut diberikan secara sukarela dan ikhlas oleh narasumber, tanpa diminta oleh jurnalisnya. Namun dalam kasus jurnalis meminta imbalan dan kemudian narasumber merasa dirugikan dan melaporkan, barulah perusahaan memiliki alasan kuat untuk memberikan sanksi pemecatan kepada jurnalis tersebut. Istilahnya, lebih baik menghindari. Tapi kalau sudah menolak kemudian narasumber dan pengiklan sendiri yang memaksa untuk memberikan, jurnalis memiliki alasan pembenaran yang kuat untuk menerimanya. Harian Rasul mengaku sebagai satusatunya harian politik yang menyampaikan larangan kepada jurnalis menerima imbalan hanya secara lisan. Padahal, sebagai harian yang menyasar ceruk pasar orang-orang politik, pemberian imbalan ini sangat rentan memengaruhi penulisan berita. Pelarangan secara lisan ini sangat rawan dalam penegakan independensi pemberitaan. Dari perspektif jurnalistik, pemisahan antara bagian redaksi dan iklan, menurut Muliadi, harus jelas. Namun dari sisi bisnis, jurnalis juga tidak boleh menolak. Jurnalis bisa menindaklanjuti dengan menyampaikan kepada marketing. Seorang jurnalis juga harus memiliki kemampuan marketing, atau manajemen namun yang menindaklanjuti adalah marketing. Sayangnya, manajemen tugas dan pemisahan kerja iklan dan jurnaistik ini, sering tumpang tindih. Perusahaan pers di Makassar dan Sulsel menurut penilaian para pakar dan asosiasi jurnalis, umumnya belum sehat. Salah satu indikatornya, manajemen perusahaan masih tumpang tindih. Menurut Jumadi Mappanganro (PJI), sebagian besar media yang ada di Sulsel masih membolehkan jurnalisnya mencari iklan. Padahal, kerja jurnalis harusnya terpisah dari kerja marketing ataupun iklan. Dari sisi bisnis, jurnalis juga tidak boleh menolak tawaran iklan. Menurut Muliadi, seorang jurnalis juga harus memiliki 131 Kesehatan Perusahaan Pers kemampuan marketing, atau manajemen. Tetapi yang harusnya menindaklanjuti adalah bagian iklan atau marketing. Para pakar sepakat, saat jurnalis meliput tibatiba instasi yang diliput mau memasang iklan maka jurnalis bersangkutan dapat memberitahu marketing untuk menindaklanjuti. Setelah ditindaklanjuti oleh marketing sang jurnalis boleh diberikan fee oleh kantornya. Menurut Laode Arumahi (PWI Sulsel), jurnalis bisa bertemu dengan pengiklan. Tetapi pertemuan itu tidak boleh berbicara teknis. Jurnalis juga bisa menyampaikan informasi ke perusahaan agar menugaskan orang yang terkait dengan periklanan dan bisa berbicara langsung dengan calon pengiklan. Bagaimanapun, kekuatan sebuah perusahaan ada pada iklan. Karena itu, jurnalis tidak boleh bersikap masa bodoh. “Yang penting kita tidak campur aduk antara tugas jurnalistik dengan bagian periklanan,” jelas Arumahi. Dalam hal pemisahan tugas antara redaksi dan iklan, sering sekali terjadi gesekan tugas. Hampir di semua media, bagian iklan melibatkan dan membutuhkan bantuan jurnalis. Tetapi kebijakan tentang keterlibatan jurnalis dalam pengurusan iklan ini berbeda-beda. Misalnya, Harian Tribun Timur dan Harian Fajar. Kedua media ini melarang jurnalis mencari dan menawarkan iklan. Tetapi tetap saja membolehkan jurnalisnya atau pihak redaksi memfasilitasi pertemuan antara calon pengiklan dengan pihak manajemen dan bagian iklan. Setelah 132 mempertemukan atau memberikan nomor telepon dan menghubungkan bagian iklan dan pengiklan, tugas mereka dianggap selesai sampai. Selanjutnya, untuk masalah harga dan seterusnya, jurnalis dilarang terlibat lebih jauh karena dianggap bisa memengaruhi independensinya. Pada Harian BKM, meski jurnalis tidak boleh mencari atau menawarkan iklan, tetapi jika ada iklan yang masuk melalui perantara jurnalis, maka pihak kantor nantinya akan memberikan kompensasi. Bantuan lobi dari pihak redaksi atau jurnalis terhadap pengiklan juga diakomodir di Harian Pare Pos dan Harian Radar Selatan. Kedua media ini meski memiliki bagian iklan tersendiri, tetap membutuhkan bagian redaksi sebagai pelobi terhadap para pengiklan. Alasannya, pengiklan biasanya punya hubungan emosional dengan redaksi. Sementara Harian Upeks, Harian Rasul dan Harian TNC secara gamblang mengatakan jurnalis boleh membantu mencari iklan bahkan sampai deal harga. Asalkan tugas pokoknya mencari berita tidak terganggu. Di Harian Upeks lebih jauh sudah diatur jumlah komisi yang ditetapkan bagi jurnalis yang membantu mencari iklan. Jika yang mendapatkan iklan seorang jurnalis organik maka ia mendapatkan komisi sebesar 15%. Sedangkan bagi jurnalis yang masih berstatus kontrak atau non organik, akan mendapatkan komisi 30%. Biasanya, setelah melakukan lobi dengan relasi, jurnalis akan menghubungi bagian iklan untuk menindaklanjuti hal tersebut. Pemisahan yang paling jelas antara redaksi dan iklan pada akhirnya hanya Kesehatan Perusahaan Pers menunjuk pemisahan pada ruang kerja. Padahal, yang dimaksud adalah pemisahan kewenangan dan independensi masingmasing bagian. Kerjasama yang saling menguntungkan antara redaksi dan iklan adalah hal yang membuat kedua bagian atau divisi ini sulit dipisahkan. Keduanya dianggap sama penting, saling menopang. ‘‘ Pemisahan yang paling jelas antara redaksi dan iklan pada akhirnya hanya menunjuk pemisahan pada ruang kerja. Padahal, yang dimaksud adalah pemisahan kewenangan dan independensi masing-masing bagian. ‘‘ “Pemisahan jelas antara bagian iklan dan redaksi sama sekali tidak ada. Setiap kali kami rapat evaluasi, selalu bersama. Kalau fisiknya, meraka ada di (lantai) bawah. Kami di (lantai) atas,” jelas Akbar Hamdan (Pare Pos). Perusahaan pers mengakui, kadang ada pengiklan ingin diberitakan sesuai dengan keinginanannya. Untuk menyiasati hal tersebut, beberapa redaksi menyediakan halaman khusus atau halaman advertorial. Halaman ini dapat memuat berita promosi untuk suatu produk atau program pemerintah. Ini bukan produk redaksi tapi produk bagian iklan. Halaman advertorial ini dianggap menjadi solusi agar redaksi tetap bisa mengakomodir kepentingan pengiklan dan bagian iklan. Tetapi di sisi lain, pihak redaksi tetap bisa menjaga intervensi dari para pengiklan. Meski kontribusi jurnalis dalam pemasukan iklan cukup besar disebabkan hubungan emosionalnya dengan pengiklan. Tapi perusahaan pers tetap mengatakan hal itu tidak akan berpengaruh pada independensi jurnalis dan pemberitaan. Apalagi kalau berita tersebut sudah menjadi peristiwa publik. “Kami tidak menjual berita, menjelekjelekan orang lain agar mau beriklan. Tapi untuk servis,” jawab Andry Mardian (Harian TNC). Meski mengaku menolak imbalan, tapi secara tidak langsung pernyataan Andry Mardian ini menyiratkan adanya ‘servis’ tertentu pada pemberitaan terhadap pengiklan. Namun ada faktor lain yang sampai saat ini masih menjadi ancaman terbesar bagi independensi ruang redaksi itu sendiri, yakni pimpinan perusahaan atau sikap para pemegang saham. Kepentingan dan intervensi pemegang saham inilah yang biasanya sulit untuk ditolak. Kewenangan distributif ada di tangan pimpinan perusahaan. Kewenangan ini lalu dibagi ke pimpinan redaksi, bagian pemasaran, bagian iklan, dan produksi. Kadangkala, kewenangan itu diambilalih 133 Kesehatan Perusahaan Pers oleh pemegang saham atau pimpinan perusahaan. Dan ini yang masih sangat sering terjadi di media yang ada di Sulsel. Pada kenyataannya, kita bisa melihat hal ini juga terjadi pada media nasional. Pada umumnya perusahaan media tidak melarang adanya peranan redaksi dalam kerjasama pemasangan iklan. Namun bagi media seperti Harian Tribun Timur dan Harian Fajar, pemisahan itu lebih jelas dan tegas dibanding media lain. Penegasan ini dilakukan semata-mata untuk menghindari adanya intervensi pengiklan pada redaksi. 134 Kesehatan Perusahaan Pers BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi A.Kesimpulan Di Sulsel saat ini hanya ada dua media cetak di bawah naungan dua grup besar media yang menguasai pasar media dan persaingan. Harian Fajar di bawah Grup Jawa Pos dan Harian Tribun Timur milik Kompas Gramedia Group. Selain dua harian tersebut, ada beberapa koran yang bisa eksis, tetapi masih di bawah holding Fajar Group. Persaingan ketat dihadapi media-media massa di Sulsel karena terbatasnya kue iklan, terutama iklan lokal. Sumber iklan yang besar dari pihak swasta dikuasai oleh dua kekuatan yakni Fajar Group dan Tribun Timur. Untuk mencari ceruk pasar di tengah persaingan itu, hampir semua media cetak di Sulsel menjalin jaringan kerja sama secara inovatif dengan pihak pemerintah daerah. Selain itu, mediamedia juga mengembangkan inovasi dalam pemberitaan dan periklanan, dikemas melalui berbagai kegiatan. Perkembangan media online yang cukup pesat, membuat sebagian media cetak merasa terancam. Karena itu, Harian Tribun Timur misalnya, menempatkan media versi onlinenya sebagai kekuatan pendukung utama terhadap versi cetak. Pola konvergensi ini juga dikembangkan oleh Haran Fajar dan kemudian diikuti oleh media-media dalam grup usaha tersebut. Dalam persaingan ketat, kualitas sumber daya manusia menjadi penentu. Hampir semua media di Sulawesi Selatan menyadarinya. Karena itu, upaya meningkatkan kemampuan jurnalis dan karyawan menjadi salah satu prioritas. Beberapa perusahaan pers rutin mengadakan diskusi di internal redaksi. Media yang mapan memberi kesejahteraan yang baik kepada jurnalis dan karyawan, yakni gaji yang layak disertai berbagai tunjangan. Sebaliknya, kesejahteraan jurnalis masih menjadi masalah di media belum mapan. Di Sulsel saat ini ada fenomena jurnalis berpindah-pindah kerja karena masalah kesejahteraan. B. Rekomendasi 1. Investasi di dalam industri media seharusnya tidak sekedar bermodalkan finansial dan semangat, namun harus dilihat dari sisi sosial dan idealisme. Perlu manajemen yang baik tidak hanya pada pencapaian keuntungan finansial tapi juga pada pola hubungan relasi yang baik antara pemilik dengan karyawan. 2. Modal utama perusahaan pers adalah pada sumber daya manusia, sehingga seharusnya investasi terbesar media ditujukan kepada pengembangan SDM. Perusahaan juga harus memberi jaminan kesejahteraan kepada karyawan, dengan memberi 135 Kesehatan Perusahaan Pers gaji yang cukup, perlindungan asuransi, perlindungan hukum dan berbagai insentif lainnya. Dengan karyawan yang terjamin kesejahteraannya maka akan berdampak pada semakin meningkatnya kualitas mereka dan ini juga akan berdampak pada kinerja perusahaan. 3. Perusahaan pers yang mampu bertahan adalah mereka yang mampu melakukan berbagai inovasi-inovasi, baik dari aspek pemasaran produk, pemasaran iklan maupun dari segi konten berita. Berbagai inovasi yang cukup sukses misalnya ditunjukkan oleh kemitraan Harian Fajar dengan pemerintah daerah melalui FIPO Award atau Harian Tribun Timur melalui pelibatan partisipasi warga melalui kolom citizen report. Kerjasama Tribun Timur dengan sejumlah marchand melalui member card belanja diskon juga menjadi inovasi pemasaran yang cukup efektif dalam menarik pembaca dan jumlah pengiklan. 4. Perusahaan pers juga seharusnya tidak mengandalkan ‘hidup’ dari kemitraan dengan pemerintah daerah, namun juga dengan pangsa pasar lainnya, khususnya swasta. Diperlukan pendekatan baru untuk menarik swasta agar beriklan di media. Upaya yang dilakukan Harian Upeks dengan terus membangun relasi dengan swasta patut menjadi contoh yang baik. 5. Media cetak harus mengikuti 136 perkembangan teknologi informasi. Penggunaan media online dan media sosial secara massif sebagaimana dilakukan oleh Harian Rakyat Sulsel dan Tribun Timur ternyata mampu mengangkat popularitas dan tingkat keterbacaan media. Ini juga akan berdampak secara signifikan kepada peningkatan jumlah pemasukan dari iklan. Kesehatan Perusahaan Pers 137 Kesehatan Perusahaan Pers 138 Kesehatan Perusahaan Pers 139