423-Jurnal Dewan Pers Edisi Ke

advertisement
I
II
Jurnal Dewan Pers
Edisi No. 10, Desember 2015
Kesehatan
Perusahaan Pers
DEWAN PERS
III
IV
Jurnal Dewan Pers
Edisi No. 10, Oktober 2015
Kesehatan Perusahaan Pers
Penanggung Jawab: Bagir Manan
Redaktur: Ninok Leksono, Ray Wijaya, Imam Wahyudi
Editor: Samsuri, Winarto
Desain sampul dan tata letak: Dedy M Kholik
Sekretariat: Lumongga Sihombing, SE
Dra. Deritawati, MSi
Drs. Hartono
Sri Lestari
Watini
Cetakan Pertama, Desember 2015
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
10 + 136 halaman, 17 X 23 cm
ISSN: 2085-6199
DEWAN PERS
Sekretariat Dewan Pers:
Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jl. Kebon Sirih 34, Jakarta 10110
Telp. (021) 3521488, 3504877, 3504874-75, Faks. (021) 3452030
E-mail: [email protected]
Website: www.dewanpers.or.id
Twitter: @dewanpers
V
VI
DAFTAR ISI
Pengantar
Kesehatan Perusahaan Pers:
Kunci Profesionalisme Wartawan ..........................................................
| IX
Penelitian 1
Kesehatan Perusahaan Pers di Sumatera Utara....................................... | 3
Penelitian 2
Kesehatan Perusahaan Pers di Banten,
DKI Jakarta, dan Jawa Barat................................................................... | 45
Penelitian 3
Kesehatan Perusahaan Pers di Sulawesi Selatan..................................... | 75
VII
VIII
Pengantar
Kesehatan Perusahaan Pers:
Kunci Profesionalisme Wartawan
Tidak salah jika komunitas pers Indonesia mendeklarasikan “kesehatan pers” hampir
enam tahun silam, tepatnya saat peringatan Hari Pers Nasional tahun 2010 di Palembang.
Kita ingat saat itu, selain kesehatan perusahaan pers butir lain yang dimasukkan dalam
apa yang dikenal sebagai Piagam Palembang adalah penegakan Kode Etik Jurnalistik,
Perlindungan terhadap Wartawan, dan pelaksanaan Standar Kompetensi Wartawan.
Memang oleh sementara pihak Piagam tersebut dinilai ringan saja bagi pihak penandatangan, yakni 19 perusahaan pers yang tergolong sudah mapan, tetapi tidak demikian
halnya bagi perusahaan pers, khususnya di daerah, yang masih dalam taraf perjuangan
untuk menjadi sehat. Namun, sebenarnya para penggagas Piagam juga sudah menyadari
akan situasi yang ada, sehingga terhadap perusahaan pers diberikan tempo dua tahun
untuk meningkatkan diri sebagai masa transisi. Selama masa tersebut, perusahaan pers
juga diberi kelonggaran untuk melaksanakan isi Piagam sesuai kemampuan.
Kini, bukan hanya masa transisi dua tahun yang sudah terlewati, tetapi Piagam juga
sudah berumur hampir enam tahun. Harapan yang ada tentu saja, perusahaan pers di
Indonesia sudah dalam kondisi lebih baik dan siap untuk menegakkan isi Piagam.
Untuk melihat kondisi mutakhir ini lah, khususnya yang menyangkut kesehatan
perusahaan pers, Dewan Pers bekerja-sama dengan sejumlah pihak, melaksanakan
penelitian ini.
Untuk mendapatkan gambaran umum yang diharapkan cukup mewakili, penelitian
dilakukan di tiga wilayah, yakni Sumatera Utara, oleh Kippas, Medan, Banten, DKI
Jakarta, dan Jawa Barat oleh Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, dan Sulawesi oleh
Jurnal Celebes.
Berdasarkan pengamatan Dewan Pers selama melakukan aktivitas di daerah-daerah
selama periode 2013-2015, sebenarnya gambaran kesehatan perusahaan pers di berbagai
daerah telah diperoleh. Tampaknya hasil penelitian ini sedikit-banyak menguatkan
pengamatan sekilas tadi.
Sebagaimana ditemukan oleh penelitian, banyak perusahaan pers yang dalam
kondisi sehat di Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jabar. Sebagian menyebut, salah
satu strategi untuk mempertahankan kesehatan perusahaan adalah kerjasama dengan
pemerintah lokal. Hal ini tentu saja sempat memunculkan pertanyaan, apakah hal itu
tidak mengorbankan independensi? Namun hal ini dijawab, bahwa kritik tetap bisa
diberikan.
Kesehatan perusahaan juga bisa dipertahankan dengan melakukan efisiensi, seperti
merekrut tenaga yang baru saja menyelesaikan studi (fresh graduate), atau merekrut
kontributor yang tidak digaji tetap. Semua itu dimaksudkan untuk menekan pengeluaran.
IX
Sementara dari 18 suratkabar di Sumut (yang diteliti 10), banyak disinggung
mengenai kesejahteraan wartawan yang belum begitu menggembirakan. Sebagian
perusahaan pers yang berdiri setelah era Reformasi dinilai masih belum memenuhi
Upah Minimum Provinsi Sumut tahun 2014 sebesar Rp 1,7 juta/bulan. Posisi wartawan
tidak beruntung, karena tidak memiliki akses terhadap kondisi finansial perusahaan.
Sementara di Sulawesi, wajah industri media yang menonjol – dalam hal ini Fajar
dan Tribun Timur – mereka ada di bawah dua grup industri besar, yakni Grup Jawa Pos
dan Grup Kompas-Gramedia.
Dalam situasi media cetak yang tertekan oleh bangkitnya media baru, khususnya
online, media yang ada juga giat melakukan konvergensi.
Selain itu, hasil penelitian juga memperlihatkan masih adanya kesenjangan dalam
memberikan kesejahteraan antara media mapan dan media yang belum mapan. Hal ini
juga menjelaskan, mengapa jurnalis banyak yang sering pindah kerja, karena mencari
peluang kesejahteraan lebih baik.
Terkait dengan semakin ketatnya persaingan di industri media, dan pada sisi lain
kondisi perekonomian makro dewasa ini yang tidak begitu baik, maka memang semakin
penting lah bagi pengelola industri media untuk pandai-pandai mengelola perusahaan.
Jika disinggung media online yang makin populer, di sini juga masih perlu dicari
model pendapatan (revenue stream) yang jitu untuk mengompensasi penurunan
penghasilan yang diterima oleh media cetak.
Dalam kaitan ini pula perlu dikaji, seberapa jauh dinamika pilkada dan persaingan
politik di daerah yang sering disebut mampu mendinamisasi pers daerah bisa ikut
memberi tambahan pendapat bagi pers lokal.
Bagaimana prosesnya, upaya menyehatkan pers daerah harus terus dipelajari dan
diprioritaskan. Selain menjadi bagian dari amanat Piagam Palembang, kita juga melihat
kaitan yang jelas, bahwa perusahaan pers yang tidak sehat tidak akan mampu menggaji
wartawannya secara profesional. Hal ini pada gilirannya juga akan membuat perusahaan
pers tersebut untuk menuntut profesionalisme wartawan, yang juga dihadapkan pada
tuntutan hidup riil yang juga makin sulit.
Penelitian ini mungkin saja di sana-sini masih membutuhkan tambahan data. Namun
apa yang diketengahkan setidaknya bisa memberi gambaran awal tentang kesehatan
perusahaan pers di Tanah Air.
Jakarta, 13 Desember 2015
Ninok Leksono
Ketua Komisi Pengembangan Profesi Wartawan,
Penelitian dan Pendataan Perusahaan Pers
X
Kesehatan Perusahaan Pers
Penelitian 1
Kesehatan Perusahaan Pers di Sumut
INDONESIA
Oleh Tim Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (KIPPAS)
1
Kesehatan Perusahaan Pers
2
Kesehatan Perusahaan Pers
Kesehatan Perusahaan Pers di
Sumatera Utara
Bab I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Puluhan surat kabar harian, mingguan
dan bulanan, tabloid serta majalah
menyerbu Kota Medan tidak lama setelah
reformasi Mei 1998. Nama-nama media
yang berlahiran pasca-reformasi itu
tergolong unik, kalau tidak dikatakan
aneh dan kontroversial. Contohnya seperti
tabloid mingguan Edison Berani. Nama
tabloid itu diambil dari nama pemilik
tabloid, yaitu Edison Lumbanbatu, bekas
jurnalis harian Sinar Pagi.1
Sebagian ada yang menggunakan
nama suku yang ada di Sumatera Utara
seperti Berita Melayu, Tapanuli Pos,
KaroPos atau Simalungun Pos. Ada juga
yang menggunakan nama surat kabar
yang pernah melegenda dalam sejarah
perjuangan pers di Sumatera Utara,
misalnya Pewarta Deli.2 Selain soal nama,
latar belakang profesi orang yang terjun
ke bisnis media pasca-reformasi pun
beragam. Ada yang berprofesi sebagai
pengacara, pimpinan ormas pemuda,
loper koran, politisi dan preman.
Tidak sedikit media pers yang terbit
pasca-reformasi diterbitkan dengan
modal yang minim. Bangunan yang
dijadikan kantor redaksi pun ada yang
mengontrak sebuah rumah kecil di tengah-
1.
Pada edisi 15 April 2000, tabloid itu menampilkan cover seorang laki-laki berkumis lebat dan
berjambang yang di-close up sembari telanjang setengah dada. Sebuah judul berita di atas foto ditulis
dengan font ukuran besar: “Abdillah Tersangka” sedangkan pada bagian bawah sebuah judul berita
terpampang tak kalah provokatifnya: “Dirut BPDSU Tewas”. Namun yang jelas, cover tabloid tersebut
bukanlah Abdillah, sang walikota Medan yang dijadikan tersangka kasus money politic, maupun foto
Dirut BPDSU yang tewas, tapi foto diri Edison Lumbanbatu! Tabloid ini hanya bertahan beberapa
edisi, setelah tak dijumpai lagi di pasaran. Belakangan Edison kemudian menerbitkan surat kabar
Tapanuli Pos. Lihat J Anto, “Jurnalis(me) Premanisme di Medan”, dalam Jurnalis Indonesia di lima
Kota: Memahami Preferensi Jurnalis Dalam Meliput AIDS, Gender, Dan Kesehatan Reproduks, Tim
Peneliti LP3Y, 2006: Sleman, Yogyakarta, LP3Y dan Ford Foundation.
2. Memasuki masa-masa kemerdekaan tahun 1945, surat kabar yang pertama kali terbit di Sumatera Utara
adalah Pewarta Deli, yang semasa pendudukan Jepang tak lagi dibenarkan terbit. Pemrakarsa untuk
menghidupkan kembali Pewarta Deli adalah Mohammad Said dan Amarullah Ombak Lubis. Pada
waktu itu, di Sumatera Utara Pasukan Sekutu baru saja mendarat untuk melakukan pengambilalihan
kekuasaan dari pemerintahan militer Jepang. Belanda yang membonceng pasukan Sekutu, mencoba
menanamkan kembali pengaruhnya ke sejumlah kalangan untuk berkuasa kembali di Indonesia.
Latar belakang inilah yang mendorong sejumlah aktivis pergerakan yang mencita-citakan Indonesia
yang merdeka dari berbagai kekuatan negara lain, melakukan berbagai upaya perlawanan. Salah satu
medan yang dipilih adalah melalui penerbitan surat kabar yang dijadikan suara bagi kaum republik.
Mohammad Said kemudian menerbitkan Pewarta Deli. Orientasi pemberitaan Pewarta Deli memang
pro republik. Hal inilah yang membuat pihak Sekutu antipati terhadap surat kabar tersebut. J Anto ibid. 3
Kesehatan Perusahaan Pers
tengah pemukiman warga. Ada yang
menggunakan posko sebuah Organisasi
Karya Pemuda (OKP), akibatnya kantor
tersebut mirip sebuah kios dagang. Bahkan
ada yang memanfaatkan bangunan kecil
yang lebih menyerupai kios penjualan
rokok, dimana di dalam kios tersebut
ada seorang perempuan, sebuah pesawat
telepon dan sebuah mesin ketik. Tak ada
kesibukan yang mencerminkan bahwa di
dalam kios tengah berjalan sebuah usaha
bisnis media.
Modal kerja yang minim, pada
gilirannya juga akan berdampak pada
kelayakan upah yang diberikan kepada
jurnalis, karyawan dan kelangsungan
bisnis perusahaan pers itu sendiri.
Keadaan ini pada gilirannya juga rawan
menimbulkan praktek-praktek yang
bertentangan dengan etika jurnalistik dan
menomorduakan kualitas informasi yang
disajikan.
Situasi penerbitan di Medan pasca
kejatuhan Soeharto memang dapat
diibaratkan seperti kuda yang baru
dilepas dari tali kekang. Tatkala SIUPP
yang semula dijadikan instrumen politik
pengendalian rezim terhadap institusi
media ditiadakan, maka terjadi euforia di
sektor bisnis media.
Pada saat rezim Orde Baru Soeharto
masih berkuasa, jumlah media cetak di
Medan hanya ada 14 buah penerbitan.
Sebanyak 6 buah berbentuk surat kabar
harian, yaitu Waspada, Sinar Indonesia
Baru (SIB), Analisa, Mimbar Umum,
Medan Pos dan Garuda, sedangkan 8 lagi
berbentuk mingguan.
Sekalipun terjadi booming penerbitan,
sebenarnya tidak mudah untuk
memastikan secara akurat jumlah media
pers yang terbit di Medan. Masalahnya
tak semua media pers, terutama yang
terbit pasca-reformasi, memiliki usia
panjang. Sebagian besar dari mereka bak
patah tumbuh hilang berganti. Faktornya
beragam, namun umumnya tergantung
kepentingan pemilik. Media pers seperti
ini di Medan sering diplesetkan “koran
tempo”, artinya tempo-tempo terbit,
tempo-tempo tidak.
Pada tahun 2002 dalam catatan KIPPAS
setidaknya sudah ada 95 penerbitan (baru
dan lama) di Sumut seperti terdapat pada
tabel berikut:
3. Lihat Jurnalis Indonesia di lima Kota: Memahami Preferensi Jurnalis Dalam Meliput AIDS, Gender,
Dan Kesehatan Reproduks, Tim Peneliti LP3Y, 2006: Sleman, Yogyakarta, LP3Y dan Ford Foundation. 4
Kesehatan Perusahaan Pers
Tabel 1. Jenis, Periode Terbit dan Nama Media Pers
di Medan Tahun 2002
No
Jenis dan
Periode Terbit
Nama Media
Jumlah
1.
Surat Kabar
Harian
(1) Analisa, (2) Waspada, (3) Sinar Indonesia Baru, (4) Mimbar
Umum, (5) Medan Bisnis, (6) Mediator, (7) Medan Pos, (8)
Sumatra, (9) Realita Pos, (10) Portibi DNP, (11) Garuda, (12)
Perjuangan, (13) Sumut Pos, (14) Barisan Baru, (15) Berita
Sore, (16) Sinar Medan, (17) Analog, (18) Realitas, (19) Pos
Metro, (20) Nusantara Pos, (21) Indonesia Baru
18
2.
Surat Kabar
Dua harian
(22) Ekspres, (23) Suara Barisan Baru
2
3.
Surat Kabar
Mingguan
(24) Prestasi, (25) Prinsip Intelektual, (26) Stabilitas, (27)
Pewarta Deli, (28) Warta Indonesia Independen, (29) Gebrak,
(30) Demi Masa, (31) Independen Sangkakala, (32) Prestasi
Prima, (33) Simalungun Pos, (34) Teruna Baru, (35) President,
(36) Pena Indonesia, (37) Karo Pos, (38) Tapanuli Pos, (39)
Suara Republik, (40) Senior Indonesia Reformasi, (41)
Independen Prima, (42) Independen Patriot Jaya, (43)
Independen Pos Kriminal, (44) Mitra Minang Pos, (45) Aneka
Minggu, (46) Bijak, (47) Suara Medan, (48) Media Merdeka,
(49) Suasana, (50) Promosi Indonesia, (51) Suara KOSWARI,
(52) Gema Aspirasi, (53) Berita Melayu, (54) Cakrawala
Metropolitan, (55) Citra Indonesia, (55) Edison Berani, (56)
Lembaga Indonesia, (57) Suara Rakyat, (58) TOP (Tim
Observasi Pers), (59) Media Idealis, (60) Suara Pekerja
Merdeka, (61) Suara Nurani, (62) Panorama Baru, (63) Suara
Oposisi, (64) Otonom, (65) Sangkakala, (66) Suara Medan, (67)
Media Merdeka, (68) Citra Indonesia, (69) tKs Medan Sumut,
(70) Komat-kamit, (71) Berantas, (72) Lura’ Pos, (73) Bintang
Sumatra, (74) Berita Sensor, (75) Deli Pos, (76) Forum
Independen, (77) Indonesia Lestari, (78) Nusantara Pos, (79)
Panji Demokrasi, (80) President, (81) Suara Medan, (82) Tekad
Baru, (83) Wahana Indonesia Baru
62
4.
Dua Mingguan
(84 ) Proklamasi, (85) Suara Buruh, (86) Kriminal
3
5.
Surat Kabar
Bulananan
(87) Bijaksana, (88) Aktual
2
6.
Majalah
Bulanan
(89) Detektif & Kriminal, (90) Delik & Debat, (91)Dedikator,
(92) Infosari
3
7.
Majalah/Tabloid (93) DeRAP, (94) Detektif Supranatural, (95) Dunia Wanita
Dua Bulanan
Jumlah
3
95
5
4
Kesehatan Perusahaan Pers
Pada tahun 2013, sesuai katalog Pers persaingan yang makin ketat dalam
Nasional Dewan Pers tahun 2013, tercatat memperebutkan ceruk pasar pelanggan
hanya ada13 perusahaan pers di Sumut. dan iklan.
Tentu saja di lapangan, masih banyak
Sebagai entitas bisnis mereka harus
media pers di Sumut, baik yang terbit bersaing tidak hanya dengan perusahaan
harian, mingguan
yang masih
sejenis
dengan
ceruk
pasar
yang
relatif
Pada tahun dan
2013,bulanan
sesuai katalog
Pers Nasional
Dewan
Pers tahun
2013,
tercatat
hanya
4
terbit
hingga
saat pers
ini. di Sumut. Tentu saja di lapangan,
kecil, masih
tapi juga
harus
kue iklan
banyak
mediaberebut
pers di Sumut,
ada13
perusahaan
5Mereka dituntut
Dari
hasil
pendataan
yang
dilakukan
yang
tidak
terlalu
besar.
baik yang terbit harian, mingguan dan bulanan yang masih terbit hingga saat ini.
KIPPAS pada tahun 2014, saat ini ada mampu menghidupi para karyawan,
sebanyakDari
17 hasil
suratpendataan
kabar harian
terbit
termasuk
para2014,
jurnalis
yang
menjalankan
yang yang
dilakukan
KIPPAS
pada tahun
saat ini
ada sebanyak
tiap
yaitu:harian yang terbit tiap hari, yaitu: fungsi dan tugas jurnalistik secara
17 hari,
surat kabar
Tabel 2. Surat kabar Harian di Medan
Tahun 2014
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Nama Media
Waspada
Analisa
Sinar Indonesia Baru
Medan Pos
Sumut Pos
Medan Bisnis
Pos Metro
Batak Pos Bersinar
Portibi
Orbit
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Top Metro
Sumut 24
Tribun Medan
Pro Media
Jurnal Asia
Realitas
Mimbar Umum
Umumnya surat kabar harian itu terbit profesional seperti halnya para jurnalis
Umumnya
surat Jumlah
kabar harian
terbit dan
dicetak di Medan.
dan dicetak
di Medan.
suratitukabar
media-media
besar. Jumlah surat kabar
tersebut
belum
termasuk
kehadiran
media
online
seperti
politica.com,
dnaberita.com,
tersebut belum termasuk kehadiran media
Tentu saja reformasi
tidak hanya
medanbagus.com,
kabarmedan.com
dsb.
Masuknya
pemain-pemain
media
yang
baru,
telahtetapi
online seperti politica.com, dnaberita. membuahkan kemerdekaan
pers,
menambah
tingkat persaingan kabarmedan.
yang makin ketat dalam
ceruk
pasarmelaksanakan
pelanggan
com,
medanbagus.com,
jugamemperebutkan
menuntut pers
dapat
dan iklan.
com dsb. Masuknya pemain-pemain (menegakkan) profesionalisme pers, baik
media yang
baru,
telahbisnis
menambah
tingkat
menyangkut
jurnalistik
maupun
Sebagai
entitas
mereka harus
bersaing
tidak hanya produk
dengan perusahaan
sejenis
dengan ceruk pasar yang relatif kecil, tapi juga harus berebut kue iklan yang tidak terlalu
dituntut
mampu
para karyawan,
para13jurnalis
yangPers di
4.besar.
BukuMereka
Data Pers
Nasional
Tahunmenghidupi
2013 yang diterbitkan
Dewan termasuk
Pers memuat
Perusahaan
Sumut, dengan
rincian
10 Harian,
3 Mingguan
dan 1 Bulanan.
Di halnya
luar yang
tercatat di
menjalankan
fungsi
dan tugas
jurnalistik
secara profesional
seperti
paraterdaftar
jurnalisdan
mediakatalog
Dewan Pers, ada puluhan media lainnya yang terdaftar.
media
besar.
5. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Sekretariat Daerah tahun 2013 memberikan bantuan
sosial (Bansos) kepada 20 media di Kota Medan. Bantuan yang diberikan berkisar antara Rp. 30 juta –
Rp 75 juta per media. Bantuan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pemberitaan
media yang dibantu. Adapun media yang mendapat kucuran dana harian sampai media mingguan.
Diantara 20 media penerima Bansos yang ditampung di Buku APBD Sumut tahun 2013 itu, hanya ada
2 media yang dikenal baik, selebihnya tidak pernah dikenal masyarakat atau belum pernah melihat
4
Buku
Data
Pers Nasional
Tahun
2013 yang diterbitkan Dewan Pers memuat 13 Perusahaan Pers di
wujud
korannya.
Sumber:
http://jurnalasia.com/2013/12/14/47-media-terima-dana-hibah/
6
Sumut, dengan rincian 10 Harian, 3 Mingguan dan 1 Bulanan. Di luar yang terdaftar dan tercatat di
katalog Dewan Pers, ada puluhan media lainnya yang terdaftar.
5
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Sekretariat Daerah tahun 2013 memberikan bantuan
sosial (Bansos) kepada 20 media di Kota Medan. Bantuan yang diberikan berkisar antara Rp. 30 juta –
Rp 75 juta per media. Bantuan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pemberitaan
media yang dibantu. Adapun media yang mendapat kucuran dana harian sampai media mingguan.
Kesehatan Perusahaan Pers
aspek pengelolaan pers (managemen pers
yang baik).
Dewan Pers dengan berpijak pada
ketentuan UU Pers No. 40 tahun 1999
telah menetapkan peraturan tentang
Standar Perusahaan Pers (SPP) dan
Standar Organisasi Perusahaan Pers
(SOPP). SPP yang telah diedarkan Dewan
Pers ke perusahaan-perusahaan pers di
tanah air pada Januari 2014, memuat
ketentuan sebagai berikut:
• Perusahaan pers harus berbadan
hukum dalam bentuk PT atau badan
hukum yang dibentuk berdasar
peraturan perundang-undangan.
Khusus tentang ketentuan badan
hukum perusahaan pers yang
dianjurkan berbentuk PT ini
Dewan pers mengharapkan pada
Juli 2014 ketentuan tersebut
dipenuhi seluruh perusahaan pers
di tanah air.
• Perusahaan pers harus mendapat
pengesahan dari Departemen
Hukum dan HAM atau instansi
lain yang berwenang.
• Perusahaan pers memiliki modal
dasar sekurang-kurangnya sebesar
Rp.50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) atau ditentukan oleh
Peraturan Dewan Pers.
• Perusahaan pers memiliki
kemampuan keuangan yang
cukup untuk menjalankan
kegiatan perusahaan secara teratur
sekurang-kurangnya selama 6
(enam) bulan.
• Perusahaan pers wajib memberi
upah kepada jurnalis dan
karyawannya sekurang-kurangnya
•
•
•
•
sesuai dengan upah minimum
provinsi minimal 13 kali setahun.
Perusahaan pers memberi
kesejahteraan lain kepada
jurnalis dan karyawannya seperti
peningkatan gaji, bonus, asuransi,
bentuk kepemilikan saham dan
atau pembagian laba bersih, yang
diatur dalam Perjanjian Kerja
Bersama.
Perusahaan
pers
wajib
memberikan perlindungan hukum
kepada jurnalis dan karyawannya
yang sedang menjalankan tugas
perusahaan.
Perusahaan pers dikelola sesuai
dengan prinsip ekonomi, agar
kualitas pers dan kesejahteraan
para jurnalis dan karyawannya
semakin meningkat dengan
tidak meninggalkan kewajiban
sosialnya.
Perusahaan pers memberikan
pendidikan dan atau pelatihan
kepada jurnalis dan karyawannya
untuk
meningkatkan
profesionalisme.
2. Rumusan Masalah
P ermas alahannya, s ejauh mana
perusahaan pers di Sumatera Utara telah
memenuhi ketentuan Standar Perusahaan
Pers dari Dewan Pers?
Bertolak dari latar belakang ini
Dewan Pers bekerjasama dengan KIPPAS
melakukan survei tentang kesehatan
perusahaan-perusahaan pers (di) daerah.
Penelitian tersebut diharapkan bisa
menjawab sejumlah pertanyaaan berikut:
7
Kesehatan Perusahaan Pers
1. Bagaimana gambaran umum
persoalan-persoalan yang dihadapi
oleh perusahaan-perusahaan pers
di daerah Sumut?
2. Persoalan-persoalan spesifik apa
yang dihadapi pers di daerah?
Misalnya terkait dengan ceruk
pasar, tingkat kompetisi antarperusahaan pers (cetak/elektroki/
online), perebutan kue iklan,
ketersediaan SDM, dsb.
3. Bagaimana strategi perusahaan
pers agar bisa bertahan dan
berkembang sebagai entitas
bisnis sekaligus sosial? Misalnya
terkait permodalan, kreativitas
pemasaran, pengelolaan SDM,
hubungan manajemen dengan
karyawan (termasuk jurnalis), dsb.
4. Sejauh mana kesehatan perusahaan
pers mempengaruhi kinerja
para jurnalisnya dalam aktivitas
jurnalistiknya? Seberapa sering
perusahaan menyelenggarakan
pelatihan bagi para jurnalisnya
atau mengirim dan membiayai
para jurnalisnya mengikuti
pelatihan untuk meningkatkan
keterampilannya?
5. Bagaimana kebijakan perusahaan
tentang hubungan para jurnalisnya
dengan narasumber dan pengiklan?
(Apakah jurnalis boleh menerima
imbalan tertentu dari narasumber
atas kegiatan jurnalistiknya?
Apakah jurnalis boleh membantu
mencari iklan? Bagaimana
hubungan antara bagian redaksi
dengan bagian periklanan?)
8
3. Tujuan Survei
Survei ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran atau potret tentang kesehatan
10 perusahaan Pers di Sumatera Utara
dan bagaimana strategi perusahaanperusahaan tersebut agar tetap bertahan
dan bahkan berkembang ke depan.
4. Waktu Survei
Survei dilakukan selama tiga bulan,
yaitu mulai September- November 2014.
5. Metodologi dan Sampel Survei
Untuk memperoleh data utama, survei
ini menggunakan metode wawancara
dengan menggunakan kuisioner.
Responden diutamakan adalah pemilik
perusahaan pers. Dalam susunan boks
redaksi representasi mereka diwakili oleh
pemimpin umum atau perusahaan. Jika
responden pemilik perusahaan menolak
diwawancara, maka tim pewawancara
meminta rekomendasi pihak yang bersedia
untuk menggantikannya. Responden
pengganti biasanya adalah pemimpin
redaksi atau redaktur yang ditunjuk.
Untuk memverifikasi hasil wawancara
dengan pemilik perusahaan pers atau
wakil redaktur yang ditunjuk, dilakukan
kegiatan Focus Group Discussion (FGD)
atau kegiatan diskusi terfokus. Peserta
FGD adalah jurnalis dari kesepuluh
suratkabar yang disurvei. Ada tiga isu
utama yang digali selama FGD, pertama,
tentang aspek kesejahteraan jurnalis
(berapa upah terendah dan tertinggi
yang diterima jurnalis di Medan, apakah
jurnalis mendapat dengan gaji ke 13, di
luar THR, berapa persentase kenaikan
Kesehatan Perusahaan Pers
gaji wartaswan setiap tahun, apa saja
bentuk tunjangan yang diterima jurnalis).
Kedua, aspek profesionalitas jurnalis
(apakah ada program pengembangan
kapasitas profesionalisme dari litbang,
apakah ada program pengiriman jurnalis
untuk mengikuti pelatihan di lembaga
luar), Ketiga, aspek kesehatan institusi
media (bagaimana kecenderungan
besaran oplah dalam menghadapi
persaingan karena kehadiran kompetitor,
media online, media sosial baru, apa
siasat yang dilakukan manajemen dan
redaksi untuk mempertahankan atau
meningkatkan oplah, apa siasat yang
dilakukan manajemen dan redaksi untuk
mempertahankan atau meningkatkan
iklan).
Untuk memperkaya bahasan hasil
wawancara dan FGD, survei ini juga
menggunakan sumber-sumber data
sekunder yang diperoleh lewat riset
pustaka dan online, juga dengan
menggunakan metode observasi tidak
terstruktur yang dilakukan selama kurang
lebih 15 tahun dari hasil pergaulan
KIPPAS dengan sejumlah jurnalis senior
yang sering dilibatkan dari program
KIPPAS.
Dengan menggunakan berbagai
metode tersebut, diharapkan hasil survei
dapat menjawab dan menggali data makro
dan kuantitatif serta data mikro dan
kualitatif yang menggambarkan kesehatan
perusahaan pers di Sumut.
Sebagai sampel, dari 18 suratkabar
harian di Medan, KIPPAS mengambil
6.
sampel sebanyak 10 perusahaan pers, yaitu
Sinar Indonesia Baru (SIB), Waspada,
Andalas, Tribun Medan, Realitas, Medan
Pos, Sumut Pos, Jurnal Asia, Pro Media
dan Batak Pos Bersinar.
Pemilihan sampel tersebut dengan
mempertimbangkan lama terbit media
pers dengan mengategorikan media pers
yang terbit jauh sebelum era reformasi dan
pasca-reformasi. Dengan membandingkan
lama terbit, diharapkan dapat diperoleh
perbandingan tentang tingkat kesehatan
perusahaan pers.
‘‘
dari 18 suratkabar
harian di Medan,
KIPPAS mengambil
sampel sebanyak 10
perusahaan pers, yaitu
Sinar Indonesia Baru (SIB),
Waspada, Andalas, Tribun
Medan, Realitas, Medan
Pos, Sumut Pos, Jurnal
Asia, Pro Media dan Batak
Pos Bersinar.
‘‘
Harian Sinar Indonesia Baru,
Waspada dan Medan Pos terbit sebelum
era reformasi,6 sementara tujuh lainnya
yaitu Tribun Medan, Sumut Pos, Realitas,
Tim survei sebenarnya telah berusaha melobi wakil Pemimpin Umum Harian Analisa dan mengirimkan
surat permohonan wawancara agar bersedia menjadi salah satu responden. Namun pihak Analisa
secara lisan menolak permohonan wawancara tersebut.
9
Kesehatan Perusahaan Pers
Batak Pos, Jurnal Asia, Andalas dan Pro
Media terbit setelah era reformasi.
Pemilihan kesepuluh sampel
media pers tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran tentang kesehatan
perusahaan pers di Sumatera Utara.
6. Pertanyaan Penelitian
Ada enam pertanyaan pokok yang
akan dijawab dari hasil survei ini:
Pertama, bagaimana gambaran umum
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
perusahaan-perusahaan pers di Sumatera
Utara, misalnya terkait dengan ceruk
pasar, tingkat kompetisi antar-perusahaan
pers (cetak/elektronik/online), perebutan
kue iklan, ketersediaan SDM, dsb.
Kedua, bagaimana strategi perusahaan
pers agar bisa survive dan berkembang
sebagai entitas bisnis sekaligus sosial,
seperti permodalan, kreativitas pemasaran,
pengelolaan SDM, hubungan manajemen
dengan karyawan (termasuk jurnalis)?
Ketiga, sejauh mana kesehatan
perusahaan pers mempengaruhi kinerja
para jurnalisnya dalam aktivitas
jurnalistiknya?
Keempat, seberapa sering perusahaan
menyelenggarakan pelatihan bagi para
jurnalisnya atau mengirim dan membiayai
para jurnalisnya mengikuti pelatihan
untuk meningkatkan keterampilannya?
Kelima, bagaimana kebijakan
perusahaan tentang hubungan para
jurnalisnya dengan narasumber dan
pengiklan? (Apakah jurnalis boleh
menerima imbalan tertentu dari narasumber
atas kegiatan jurnalistiknya?Apakah
jurnalis boleh membantu mencari iklan?
10
Keenam, bagaimana hubungan antara
bagian redaksi dengan bagian periklanan?
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab II
Hasil - Hasil Penelitian
2.1. Lama Terbit Dan Permodalan
Standar Perusahaan Pers merinci ada 17
poin yang harus dipenuhi agar perusahaan
pers dapat menjalankan fungsinya dengan
baik sebagai wahana komunikasi massa,
pelaksana kegiatan jurnalistik, penyebar
informasi dan pembentuk opini publik.7
Salah satu persyaratan awal yang harus
dipenuhi adalah memiliki kemampuan
keuangan yang cukup untuk menjalankan
kegiatan perusahaan secara teratur
sekurang-kurangnya selama enam bulan
dan memiliki modal sekurang-kurang Rp
50 juta (lima puluh juta rupiah). Sebuah
Perusahaan pers yang baru berdiri harus
mampu menghasilkan produk jurnalistik
minimal enam bulan berturut-turut dan
mampu membiayai perusahaan persnya
dan karyawannya dalam jangka waktu
tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sepuluh perusahaan yang disurvei telah
memenuhi standar kecukupan modal
dan kemampuan memproduksi karya
jurnalistik selama enam bulan berturutturut.
Perusahaan pers yang paling muda
usianya adalah PT Media Promedia Info
Global yang menerbitkan surat kabar
Promedia. Surat kabar ini milik Azhari
Ananda M Sinik.8 Promedia terbit perdana
29 April 2014, atau tujuh bulan yang lalu.
Sebelum berubah menjadi harian, surat
kabar ini terbit dalam format tabloid
sejak tahun 2012 jelang pelaksanaan
pemilihan gubernur Sumatera Utara.
Sempat berhenti selama dua tahun,
atas kesepakatan beberapa jurnalisnya,
kemudian diterbitkan kembali dalam
format harian.
Bentuk kepemilikan harian ini adalah
perorangan. Perusahaan ini masih
bertahan hingga sekarang walaupun
menurut pemiliknya sampai saat ini
belum balik modal (break even point).
Perusahaan pers ini dibangun dengan
modal awal sekitar 60 jutaan rupiah dan
mempekerjakan 80 orang karyawan (staf
dan jurnalis) baik yang bertugas di Medan
maupun di luar Medan.
Sedangkan perusahaan pers yang
paling tua usianya adalah PT Penerbitan
7. Pada tanggal 16 Januari 2014 Dewan Pers mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor 01/SE-DP
/I/2014 tentang pelaksanaan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers. Dalam suratnya,
Dewan Pers mengharapkan perusahaan pers yang belum memenuhi ketentuan di atas untuk segera
melakukan perbaikan atau pembenahan hingga batas waktu tanggal 1 Juli 2014. Jika dikemudian
hari timbul permasalahan atau pengaduan dari masyarakat terhadap perusahaan pers yang tidak
memenuhi ketentuan di atas hingga batas waktu 1 Juli 2014, Dewan Pers mempertimbangkan untuk
merekomendasikan penanganannya kepada aparat penegak hukum.
8. Azhari Ananda M. Sinik masih tergolong kerabat dari Ibrahim Sinik pemilik Medan Pos Group yang
juga menerbitkan Majalah Misteri.
11
Kesehatan Perusahaan Pers
Harian Waspada yang berdiri pada tanggal
11 Januari 1947. Tokoh pendirinya adalah
Mohammad Said dan Ani Idrus. Sejarah
berdirinya Waspada tidak terlepas
dari nasionalisme pendirinya sehingga
surat kabar tersebut dikenal sangat
anti terhadap kolonial Belanda, aktif
menentang pendirian Negara Sumatera
Timur yang dianggap sebagai boneka
Belanda dan menjadi corong perjuangan
kaum republiken.
Kelahiran koran Waspada9 memang
tidak lepas dari situasi politik di Sumatera
Utara waktu itu, dimana mendekati akhir
tahun 1946, Belanda memiliki gelagat
untuk memperluas wilayah kekuasaan
militernya atas sejumlah wilayah
Sumatera Utara, setelah wilayah Medan
Area, ditimbang terimakan Sekutu kepada
Belanda. Dalam pandangan Mohammad
Said, kemungkinan terjadinya agresi oleh
pihak Belanda bukan tidak mungkin. Oleh
karena itu Mohammad Said tergerak untuk
mengingatkan tokoh-tokoh pergerakan
yang ada di Sumatera Utara agar waspada
dengan ancaman tersebut.
Hal inilah yang mengilhaminya
untuk menerbitkan surat kabar yang
kemudian diberi nama Waspada. Setelah
Mohammad Said dan Ani Idrus meninggal,
kepemilikan Waspada kemudian
diambilalih oleh generasi keduanya. Saat
ini Pimpinan Umum dipegang oleh Dr. Hj
Rayati Syafrin, dan Pemred Prabudi Said.
Bentuk perusahaan masih belum terbuka,
masih dikelola keluarga.
Saat ini PT Penerbitan Harian
Waspada memiliki 200 karyawan tetap
dan honor yang bekerja sebagai jurnalis
dan karyawan. Untuk wilayah Medan,
perusahaa pers ini mempekerjakan 25
orang jurnalis. Beberapa orang jurnalis
yang bekerja di Waspada ada yang
berstatus PNS, khususnya di Aceh.
Jurnalis yang juga PNS ini pada
awalnya adalah jurnalis biasa, namun pada
perjalanannya mereka mengikuti seleksi
calon penerimaan PNS di kabupaten
dimana mereka bertugas, dan dinyatakan
lolos seleksi tetap bekerja sambilan
sebagai jurnalis Waspada. Bahkan pada
pilkada 2013 ada juga jurnalis Waspada
yang berstatus PNS di Aceh Singkil
muncul sebagai kandidat bupati, namun
kalah dalam kontestasi.10
Setelah PT Harian Waspada,
perusahaan pers kedua yang dari segi
usia tergolong sudah lama adalah PT
Sinar Agung Berdikari yang menerbitkan
Medan Pos pada tanggal 9 Mei 1966.
Sebelum berubah nama menjadi Medan
Pos, harian ini dulunya bernama Sinar
Revolusi (1966), dan berubah menjadi
Sinar Pembangunan (1974), dan
kemudian pada tahun 1990 resmi berubah
menjadi Medan Pos dan bertahan sampai
sekarang ini.
Pendiri sekaligus pemiliknya adalah Hj.
9. Bagian tentang sejarah Waspada ini diambil dari buku Mohammad Said, Mengenal Berdirinya
Waspada, dan 50 Tahun Waspada.
10. Kebijakan untuk membolehkan jurnalis yang sudah PNS tetap menjadi jurnalis, tidak hanya dilakukan
Waspada, tapi juga harian Analisa. Dua orang jurnalis (koresponden) Analisa yang bertugas di Aceh
Singkil dan Aceh Tenggara juga berstatus PNS, awalnya mereka adalah jurnalis.
12
Kesehatan Perusahaan Pers
Ibrahim Sinik, seorang jurnalis dan aktivis
1966 yang dikenal anti komunis. Karena
surat kabar ini isi beritanya lebih banyak
meliput peristiwa kriminalitas, maka
jurnalis Medan Pos umumnya ngepos di
kantor Kepolisian dan Kejaksaan. Mereka
semua diangkat menjadi redaktur. Siang
sampai sore biasanya mereka bekerja di
pos masing-masing dan pada sore hari
baru kembali ke kantor. Oplah tertinggi
adalah 16.000 eksemplar. Penjualan paling
banyak di Medan sebanyak 60 persen.
Saat ini harian Medan Pos telah
memiliki 75 jurnalis, sebanyak 40 orang
di tempat di Medan dan sekitarnya, dan
35 orang lainnya adalah wartawan daerah.
Dari jumlah tersebut, ada sebanyak 46
jurnalis yang telah menjadi anggota PWI
Sumut, sisanya belum bisa bergabung ke
PWI karena terkendala tingkat pendidikan
yang dipersyaratkan PWI minimal harus
berpendidikan Diploma-3.
Perusahaan pers lain yang tergolong
memiliki usia cukup tua adalah PT Harian
Sinar Indonesia Baru yang berdiri tanggal
9 Mei 1970 dan menerbitkan koran Sinar
Indonesia Baru. Pendiri sekaligus pemilik
surat kabar ini adalah GM Panggabean.11
Sebelum mendirikan SIB, GM
Panggabean merupakan pemimpin umum
koran Sinar Harapan edisi Sumatera
Utara. Ia juga pernah bekerja di surat
kabar Waspada, dan Berita Buana
edisi Sumut. Di harian Waspada, dia
sempat menjadi orang kepercayaan H. Mohammad Said (HMS) dan Hj. Ani
Idrus, pendiri dan pemimpin Waspada.
Bahkan GM Panggabean sempat menjabat
Kuasa Usaha Harian Waspada. Bagi GM
Panggabean, kedua tokoh pers itu telah
dianggap sebagai guru, orangtua dan
sesepuh yang sangat dihormati.12
Setelah sakit dan tidak lagi bekerja
di Sinar Harapan edisi Sumut, GM
Panggabean kemudian mendirikan SIB
karena menurutnya sudah saatnya dia
membuat surat kabar sendiri, disamping
dia juga merasa sudah siap berdasarkan
keberhasilannnya bekerja di Sinar
Harapan, Waspada maupun Berita Buana.
Apalagi pada waktu itu Muhammad Said,
juga sangat memberikan dukungan.
Pada awal berdirinya, Sinar Indonesia
Baru hanya memiliki 30 jurnalis,
kantornya menyewa di sebuah ruangan
lantai dua di Jalan Suprapto, dekat kantor
Gapensi. Mesin ketik yang digunakan
juga sudah tua-tua.13 Surat kabar dengan
segmen pembaca orang Batak beragama
Kristen itu kini telah memiliki gedung
bertingkat sendiri, diperkuat oleh 125
jurnalis. Mereka ditugaskan di Medan
maupun di daerah-daerah di Sumatera
Utara.
Saat ini Pemimpin Umum Sinar
Indonesia Baru dijabat oleh GM Chandra
Panggabean, sedangkan Pemred harian
Imanuel Panggabean.
11. GM Panggabean lahir di Sibolga, 8 Juni 1929, dan meninggal di Singapura, 20 Januari 2011.
12. http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/2613-pejuang-batak-berjiwanasional
13. Wawancara dengan Manapar Manullang, Sekretaris Redaksi SIB, tanggal 13 September 2003. Catatan:
Manapar Manullang meninggal dunia tanggal 14 April 2011akibat serangan jantung.
13
Kesehatan Perusahaan Pers
Perusahaan pers lain yang merupakan
pemain baru di bisnis media pers adalah
PT. Media Angkasa yang menerbitkan
surat kabar Jurnal Asia. Surat kabar
ini merupakan reinkarnasi dari harian
Global yang saat beralih kepemilikan
kemudian berganti nama menjadi Jurnal
Medan. Pada 2012 Jurnal Medan ditutup
oleh pemiliknya. Oleh sejumlah mantan
jurnalisnya, setelah mendapat investor
baru kemudian didirikan Jurnal Asia
yang terbit sejak tahun 2012. Harian ini
memiliki oplah 5.000 sampai 10.000an eksemplar. Jumlah oplahnya tidak
tetap setiap harinya, karena di harian ini
berlaku sistim order, membuat oplahnya
satu waktu bisa menjadi besar sehingga
pada hari-hari tertentu penjualan bisa
meningkat. Order Jurnal Asia biasanya
datang dari daerah.
PT Star Media Internusa yang
menerbitkan surat kabar Andalas, berdiri
sejak 14 Juli 2005. Harian ini ini didirikan
oleh sejumlah orang yang pernah
bergabung dengan harian Analisa. Mereka
adalah orang-orang yang memilih keluar
saat terjadi konflik kepemilikan tahun
2004 di Analisa. Pada awal penerbitannya,
saham harian Andalas dimiliki oleh 9
orang pemegang saham. Namun sejak
tahun 2008 lalu, harian Andalas hanya
memiliki satu orang pemegang saham
yaitu Iskandar ST,14 yang juga pemilik
Radio Star News dan harian KPK Pos.
Saat ini Perusahaan ini memiliki sembilan
jurnalis kota, lima redaktur dan 59
jurnalis daerah untuk seluruh kabupaten
di Sumatera Utara dan Aceh.
PT Medan Media Pers yang
menerbitkan harian Sumut Pos. Surat
kabar yang berdiri sejak 1 Oktober 2001.
Sumut Pos merupakan hasil merger antara
Radar Medan (segmentasi pembaca kota
Medan) dan Radar Nauli (segmentasi
pembaca di luar kota Medan). Tergabung
dalam Jawa Pos Media Group.
Satu tahun kemudian perusahaan
ini memiliki anak perusahaan diberi
nama Pos Metro Medan, Metro Siantar,
Metro Langkat, Metro Binjai dan Metro
Asahan. Perusahaan pers berusia 14 tahun
ini memiliki modal awal lebih dari 50
jutaan rupiah. Saat ini perusahaan pers
ini memiliki lebih dari 50 jurnalis yang
bertugas di Medan dan daerah (Tebing
Tinggi, Langkat dan Pakpak Barat).
PT Harian Tribun Medan yang
menerbitkan harian Tribun Medan baru
berusia sekitar 4 tahun lalu, tepatnya
berdiri pada 27 September 2010. Harian
ini tergabung dalam group Kompas
Gramedia.
Pendirian Tribun Medan tidak terlepas
dari motif bisnis media penerbit Kompas
Gramedia yang melihat masih terbukanya
ceruk pasar media mengingat penduduk
Medan yang berjumlah sekitar 2,8 juta
hingga 3 juta orang.
Kehadiran Tribun Medan adalah untuk
memenuhi kebutuhan informasi bagi
masyarakat Medan. Koran Tribun Medan
ditujukan untuk pembaca middle up jadi
14. Star Media Grup yang mengelola surat kabar Harian Andalas, surat kabar mingguan KPKPos, Radio
Berita Starnews 102,6 FM, dan media online Starberita.com. Iskandar ST pada Pemilu legislatif
2014 menjadi caleg DPR RI dari Partai Nasdem dan menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai
Nasdem Sumut.
14
Kesehatan Perusahaan Pers
penerbitannya tidak akan mengganggu
media yang sudah ada, karena media
yang sudah ada itu tidak sama segmen
pembacanya dengan Tribun Medan. Hasil
survei Tribun, selama dua tahun terbit
tidak terganggu dari segi oplah. Oplah
Tribun per harinya adalah 60 ribu dimana
70 persen dijual di Medan dan sisanya
dijual di daerah. Sistem marketingnya atau
distribusi dilakukan dua cara yaitu melalui
agen perusahaan dan pengecer khusus di
lampu merah. Dengan koordinator khusus
yang ditempatkan di setiap wilayah.
Yayasan Wawasan Realitas yang
menerbitkan harian Realitas merupakan
satu-satunya surat kabar yang badan
usahanya masih berbentuk yayasan.
Berdiri tanggal 28 April 2011. Pemilik
awalnya adalah perusahaan agen
perjalanan Trophy Tour & Travel, sebuah
biro perjalanan terbesar di Medan yang
memberi subsidi selama tiga tahun.
Pemilik Trophy Tour adalah Wirnardi
Lie yang juga pemilik maskapai Jatayu
Air.15 Pada awal penerbitannya orientasi
isi koran ini adalah pariwisata, sesuai
dengan bisnis jasa Trophy Tour. Seiring
waktu, isi Realitas kemudian beralih ke
isu-isu umum.
Sekarang ini status pemilikannya
adalah saham bersama. Jurnalis yang
dipekerjakan di harian Realitas hampir
90% anggota PWI16 dan separuhnya (50
persen) sudah mengikuti uji kompetensi.
Oplah media ini setiap harinya adalah
3000-5000, dipasarkan di Sumatera Utara
dan Aceh. Pasaran paling kuat adalah di
Aceh. Di Sumut daerah pemasaran realitas
ada di Tebing Tinggi, Pematang Siantar,
Asahan, Tanjung Balai, Madina, Taput
dan Tapanuli Tengah. Jurnalis harian ini
berjumlah 85 orang, 40 jurnalis yang
bertugas di Medan seluruhnya adalah
pegawai tetap.
PT Harian Batak Pos Bersinar yang
menerbitkan harian Batak Pos Bersinar
dulunya bernama Batak Pos, namun sejak
April 2013, dilakukan pembenahan dari
sisi managemen dan redaksi. Sesudah
dievaluasi selama setahun, pada tanggal
16 September 2014 ditetapkan harian
Batak Pos Bersinar sebagai New Edition
dengan manajemen baru dan kepemilikan
yang baru, namun kantor dan alamat
redaksi tetap di alamat lama.
Saat ini Batak Pos Bersinar memiliki
62 jurnalis dimana 10 orang bekerja di
Medan dan 52 lainnya bertugas di daerah
dan kota Jakarta. Menurut Manajemen,
surat kabar ini belum didaftarkan ke
Dewan Pers. Oplah perharinya 5000
eksempelar, terbit 16 halaman dengan
harga eceran Rp 2.000.
Untuk selengkapnya, informasi tentang
lama pendirian/penerbitan 10 media pers
yang disurvei dapat dilihat pada tabel
berikut:
15. Sumber: http://kabarinews.com/kekuatan-bisnis-tionghoa-medan-yang-dahsyat/37274
16. Ketua PWI Sumut, Muhammad Syahrir, adalah jurnalis harian Realitas yang terpilih sebagai Ketua
PWI Sumut pada Konfercab PWI Sumut yang dilaksanakan di Aula Martabe kantor Gubernur Sumut
di Medan pada April 2010.
15
Kesehatan Perusahaan Pers
Tabel 3: Perusahaan Pers di Sumut
No.
Nama Surat Kabar
Tanggal Terbit
Usia
1.
Waspada
11 Januari 1947
68 tahun
2.
SIB
20 Mei 1970
44 tahun
3.
Medan Pos
9 Mei 1966
49 tahun
4.
Sumut Pos
1 Oktober 2001
13 tahun
5.
Andalas
14 Juli 2005
9 tahun
6.
Tribun Medan
27 September 2010
4 tahun
7.
Realitas
28 April 2011
3 tahun
8.
Jurnal Asia
Tahun 2012
2 tahun
9.
Batak Pos Bersinar
April 2013
1 tahun
10.
Promedia
29 April 2014
7 bulan
‘‘
BadanHukum
HukumPerusahaan
PerusahaanPers
Pers
Badan
Yang dimaksud dengan perusahaan
Yang badan
dimaksudhukum
dengan Indonesia
perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang
pers adalah
Sesuai Pasal 1
menyelenggarakan
usaha pers meliputi
media cetak, media elektronik, dan kantor
yang
menyelenggarakan
usaha perusahaan
pers
berita, serta
perusahaanmedia
media cetak,
lainnyamedia
yang secara khusus
menyelenggarakan,
menyiarkan,
angka
2 UU Pers,
meliputi
perusahaan
atau
menyalurkan
informasi
(Standar
Perusahaan
Pers
poin
1).
Perusahaan
pers harus
elektronik, dan kantor berita, serta
badan hukum untuk
berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Badan Hukum lainnya untuk perusahaan pers
perusahaan media lainnya yang secara
menyelenggarakan
adalah bentuk yayasan atau koperasi.
khusus menyelenggarakan, menyiarkan,
usaha
pers adalah
atau menyalurkan
Sesuai Pasal 1informasi
angka 2 UU (Standar
Pers, badan hukum untuk
menyelenggarakan
usaha pers
Perusahaan
Pers poin
Perusahaan
adalah badan
hukum1). yang
“secara pers
khusus menyelenggarakan,
menyiarkan
atau
badan hukum yang
harus
berbadan hukum
Perseroan
menyebarluaskan
informasi”
denganTerbatas
demikian bentuk badan hukum untuk usaha pers tidak
khusus
(PT).
lainnya
untuk
dapat Badan
dicampur Hukum
dengan usaha
lain selain
bidang pers. Jenis “secara
badan hukum ini
telah diatur dan
menjadi ketentuan
perundang-undangan.
Selain harus menyelenggarakan,
berbentuk badan hukum, perusahaan
perusahaan
pers adalah
bentuk yayasan
perskoperasi.
juga harus terdaftar secara resmi atau mendapat pengesahan dari Departemen Hukum dan
atau
menyiarkan atau
HAM
(butir
3 Standar
Perusahaan
Pers).
Perusahaan pers harus berbadan Hukum PT karena
Sesuai
Pasal
1 angka
2 UU Pers,
badan
harus dikelola
prinsip ekonomi
agar kualitasmenyebarluaskan
pers dan kesejahteraan jurnalis dan
hukum
untuk berdasarkan
menyelenggarakan
usaha
karyawan
semakin
meningkat
dan
tidak
meninggalkan
kewajiban
sosialnya.17
pers adalah badan hukum yang “secara
informasi”
khusus menyelenggarakan,
menyiarkan
Bagaimana dengan perusahaan pers di Sumut? Hasil penelitian menunjukkan kalau
atau
menyebarluaskan
informasi”
dengan
sepuluh perusahaan pers yang disurvei telah berbadan hukum, dimana 9 perusahaan (90%)
demikian
bentuk
badan
hukum
untuk
berbadan Hukum Perseroan Terbatas (PT)
dan hanya satu media pers (10%) yang masih
‘‘
1617 Ibid hal Hal 126
15
Kesehatan Perusahaan Pers
usaha pers tidak dapat dicampur dengan media pers (10%) yang masih berbentuk
usaha lain selain bidang pers. Jenis badan yayasan. Sembilan perusahaan pers yang
hukum ini telah diatur dan menjadi berbadan Hukum PT adalah Andalas,
ketentuan perundang-undangan. Selain Sumut Pos, Sinar Indonesia Baru, Tribun
harus berbentuk badan hukum, perusahaan Medan, Jurnal Asia,Waspada, Medan
pers juga harus terdaftar secara resmi atau Pos, Batak Pos dan Promedia. Sedangkan
mendapat pengesahan dari Departemen media pers yang berbentuk Yayasan
Hukum dan HAM (butir 3 Standar adalah harian Realitas (lihat tabel 2)
berbentuk yayasan. Sembilan perusahaan pers yang berbadan Hukum PT adalah Andalas,
Perusahaan
Pers). Perusahaan pers harus
Sumut Pos, Sinar Indonesia Baru, Tribun Medan, Jurnal Asia,Waspada, Medan Pos, Batak
berbadan
Hukum
PT karena harus dikelola
Menurut Ketua Dewan Pers Bagir
Pos dan Promedia. Sedangkan media pers yang berbentuk Yayasan adalah harian Realitas
berdasarkan
prinsip
ekonomi agar kualitas Manan, ketentuan pers harus berbadan
(lihat tabel
2)
Tabel 4: Jenis Badan Hukum 10 Perusaan Pers di Sumut
No.
Nama Surat Kabar
Jenis Badan Hukum
1
Andalas
PT.Star Media Internusa
2
Sumut Pos
PT.Media Medan Pers
3
SIB
PT. Harian Sinar Indonesia Baru
4
Tribun Medan
PT. Harian Tribun Medan
5
Batak Pos Bersinar
PT. Harian Batak Pos Bersinar
6
Realitas
Yayasan Wawasan Realitas
7
Jurnal Asia
PT.Media Angkasa
8
Waspada
PT. Penerbitan Harian Waspada
9
Medan Pos
PT. Sinar Agung Berdikara
10
Promedia
PT. Promedia Info Global
pers dan kesejahteraan jurnalis dan hukum bukan bermaksud untuk merugikan
Dewan Pers
Manan,
ketentuan pers
berbadan
hukum justru
karyawan Menurut
semakinKetua
meningkat
danBagir
tidak
perusahaan
pers,harus
namun
sebaliknya,
bukan bermaksud
untuk sosialnya.
merugikan 17perusahaansangat
pers, namun
sebaliknya, justru
sangat pers.
meninggalkan
kewajiban
menguntungkan
perusahaan
menguntungkan
perusahaan
pers.
Menurutnya,
dengan
berstatus
PT,
maka
jika
terjadi
Bagaimana dengan perusahaan pers Menurutnya, dengan berstatus
PT, maka
sengketa hukum di kemudian hari, maka yang akan disita adalah aset PT, bukan jurnalis.
di Sumut? Hasil penelitian menunjukkan jika terjadi sengketa hukum di kemudian
kalau sepuluh
yang
hari,
yangotomatis
akan disita
adalah aset
Berbedaperusahaan
jika perusahaanpers
pers itu
berbentuk
CV maka
atau firma,
yang berlaku
disurvei
berbadan
hukum,
dimana
PT,ada
bukan
jurnalis.
adalahtelah
tanggung
jawab pribadi.
Artinya,
jika sampai
penyitaan
maka harta pribadi milik
jurnalis juga ikut
disitaberbadan
. Menurut Bagir
Manan, penataan
perusahaan
persperusahaan
ini sangat penting
9 perusahaan
(90%)
Hukum
Berbeda
jika
pers itu
untuk menjamin
dan untuk CV
memenuhi
hak masyarakat
Perseroan
Terbataspelaksanaan
(PT) dan kemerdekaan
hanya satu persberbentuk
atau firma,
otomatis yang
mendapatkan informasi berkualitas dan adil. Dewan Pers mengharapkan perusahaan pers yang
belum
17. Ibid
hal memenuhi
Hal 126 ketentuan bentuk perusahaan pers ini untuk segera melakukan perbaikan
atau pembenahan hingga batas waktu tanggal 1 Juli 2014.18
18
Di Kota Kediri, Jatim, ada sebuah sengketa antara seorang pemilik hotel dengan tiga perusahaan
17
Kesehatan Perusahaan Pers
berlaku adalah tanggung jawab pribadi.
Artinya, jika sampai ada penyitaan maka
harta pribadi milik jurnalis juga ikut
disita. Menurut Bagir Manan, penataan
perusahaan pers ini sangat penting untuk
menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers
dan untuk memenuhi hak masyarakat
mendapatkan informasi berkualitas
dan adil. Dewan Pers mengharapkan
perusahaan pers yang belum memenuhi
ketentuan bentuk perusahaan pers ini
untuk segera melakukan perbaikan atau
pembenahan hingga batas waktu tanggal
1 Juli 2014.18
Potret Kesejahteraan Jurnalis Sumut
Penataan perusahaan pers bukan hanya
meliputi bentuk badan usaha saja dan
berbagai kelengkapannya, tapi yang paling
penting adalah kesejahteraan jurnalis dan
karyawan. Terkait dengan kesejahteraan
jurnalis, diatur secara khusus dalam satu
pasal Undang-Undang Pers No 40 tahun
1999.
Perusahaan pers wajib memberikan
upah kepada jurnalis dan karyawannya
sekurang-kurangnya sesuai dengan
upah minimum provinsi minimal 13 kali
setahun. Perusahaan Pers memberikan
kesejahteraan kepada jurnalis dan
karyawan pers dalam bentuk kepemilikan
saham dan atau pembagian laba bersih
serta bentuk kesejahteraan lainnya (Pasal
10 UU No. 40/1999, dan poin 8 dan 9
SPP).
Pengupahan ini diatur secara khusus
untuk menghindari adanya perusahaan
pers hanya memodali jurnalisnya dengan
kartu pers tanpa memberi gaji, dan hakhak lainnya meminta jurnalis untuk
mencari penghasilan sendiri.
Standar Perusahaan Pers ini tidak
berbeda dengan perusahaan non
pers, misalnya dalam hal kewajiban
memberikan upah kepada jurnalis dan
karyawan sekurang-kurangnya sesuai
dengan upah minimum provinsi minimal
13 kali setahun seperti diatur dalam UU
No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Aturan ini sangat tegas diberlakukan
karena perusahaan pers yang memberikan
upah lebih rendah dari upah minimum
provinsi atau kabupaten/kota dapat
dipidana paling rendah 1 tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp 100 juta.
Organisasi Jurnalis, Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) pada kongres ke-8 Tahun
2011mulai mengkampanyekan basic
salary (honor dasar) kepada perusahaan
media, khususnya bagi koresponden/
kontributor. AJI mengusulkan agar
jurnalis memperoleh upah di atas upah
layak dan meminta perusahaan media
membangun iklim industrial yang sehat
serta menghormati hak-hak pekerja.
Jurnalis yang profesional dan karya yang
baik dari jurnalis yang diupah dengan
layak akan meningkatkan pendapatan
perusahaan.
Menurut AJI, ada tiga masalah besar
yang dihadapi jurnalis di Indonesia.
18. Di Kota Kediri, Jatim, ada sebuah sengketa antara seorang pemilik hotel dengan tiga perusahaan
pers. Dua dari tiga perusahaan pers ini berbentuk PT sehingga cukup menggunakan hak jawab.
Sedangkan satu lagi karena tak berbentuk PT maka jurnalis perusahaan itu akhirnya dipenjara
karena dituduh mencemarkan nama baik.
18
Kesehatan Perusahaan Pers
Ketiga hal itu adalah rendahnya
kesejahteraan hidup, hambatan berserikat,
serta minimnya jaminan keselamatan saat
menjalankan tugas.
Diungkapkan, hasil survei AJI
menunjukkan baru sekitar 40 persen
perusahaan media yang memberi gaji
layak untuk jurnalis. Dinilai sangat ironis
mengingat beban kerja jurnalis yang
tinggi tak berbanding lurus dengan tingkat
kesejahteraan dan jaminan keselamatan
dalam bertugas. 19 Bukan hanya AJI,
kesejahteraan jurnalis televisi juga
menjadi perhatian IJTI. Ikatan Jurnalis
Televisi Indonesia (IJTI) dalam konferensi
di kota Manado bulan Oktober 2014 lalu
menghasilkan 8 Prakarsa Manado, sebuah
upaya untuk mendorong perusahaan pers
meningkatkan kesejahteraan jurnalis
televisi.
Terkait dengan upah minimum provinsi
telah ditegaskan dalam instruksi Presiden
No.9 tahun 2014 tentang UMP Sumatera
Utara 2014 adalah Rp.1.505.850 dan Upah
Minimum Kabupaten/Kota untuk Kota
Medan (UMK) adalah Rp 1.851.500.20
Dengan peraturan tersebut maka gaji
minimum buruh/karyawan termasuk
jurnalis di Sumut adalah minimal Rp.
1,5 juta/ perbulan. Pengupahan tidak
hanya 12 kali setahun, tetapi minimal
harus diberikan 13 kali dalam setahun.
Gaji ke-13 yang disebutkan di sini adalah
penambahan gaji sebesar satu bulan
gaji yang diberikan perusahaan kepada
karyawannya yang biasanya diberikan
dalam bentuk Tunjangan Hari Raya
(THR).
Hasil survei terhadap 10 perusahaan
pers di Sumut menunjukkan ada dua
kategori pengupahan yang diterapkan
oleh 10 surat kabar tersebut.
Kategori pertama adalah gaji masa
percobaan jurnalis (probation salary),
ketika mulai bekerja di perusahaan
surat kabar. Kategori kedua adalah gaji
jurnalis tetap. Untuk kategori probation
salary (tiga bulan) perusahaan pers di
sumut memberikan gaji masa percobaan
jauh di bawah UMR dan UMK Sumut.
‘‘
Hasil survei terhadap
10 perusahaan pers di
Sumut menunjukkan
ada dua kategori
pengupahan yang
diterapkan oleh 10 surat
kabar tersebut.
‘‘
Hasil survei memperlihatkan gaji masa
percobaan yang diperoleh jurnalis
adalah Rp.400 ribu perbulan bahkan ada
yang tidak bergaji sama sekali. Untuk
gaji masa percobaan, sebanyak (4)
empat perusahaan pers (40%) menggaji
jurnalisnya antara Rp 400 ribu sampai Rp
1 juta perbulan, dan ada 3 perusahaan
pers (30%) yang memberi upah Rp 1,1
juta- Rp 1,5 juta, sedangkan 3 perusahaan
19. Sumber: http://www.dahlandahi. com/ 2013/06/survei-aji-2013-jumlah-gaji-wartawan.html
20.
Medan Bisnis online, 18 Desember 2013 dan Medan Bagus.com tanggal 17 Desember 2014.
19
Kategori pertama adalah gaji masa percobaan jurnalis (probation salary), ketika mulai
bekerja di perusahaan surat kabar. Kategori kedua adalah gaji jurnalis tetap. Untuk kategori
Kesehatan
Pers
probationPerusahaan
salary (tiga
bulan) perusahaan pers di sumut memberikan gaji masa percobaan
jauh di bawah UMR dan UMK Sumut. Hasil survei memperlihatkan gaji masa percobaan
yang diperoleh jurnalis adalah Rp.400 ribu perbulan bahkan ada yang tidak bergaji sama
sekali. Untuk gaji masa percobaan, sebanyak (4) empat perusahaan pers (40%) menggaji
pers
(30%) memberi
upah
dengan
pers tersebut
FGD
jurnalisnya
antara Rp 400
ribu
sampaibatasan
Rp 1 juta perbulan,
dan ada 3 pada
perusahaan
pers“Gambaran
(30%)
UMP
Sumut
(Rp.
1,6-2
juta).
Kesejahteraan
jurnalis
Medan
yang memberi upah Rp 1,1 juta- Rp 1,5 juta, sedangkan 3 perusahaan pers (30%)
memberiUntuk
Daridengan
surveibatasan
ini juga
diketahui
umumnya
upah
UMP
Sumut (Rp.
1,6-2 juta). Mendorong Profesionalisme Pers” yang
perusahaan pers tidak menggaji jurnalis berlangsung pada tanggal 11 November
Dari survei
ini juga diketahui
pers
menggaji jurnalis yang
yang bertugas
di daerah.
Jurnalisumumnya
daerah perusahaan
2014 lalu
ditidak
Medan.
bertugas
di
daerah.
Jurnalis
daerah
hanya
memperoleh
honor
sesuai
dengan jumlah
beritamasih
hanya memperoleh honor sesuai dengan
Menurut pengakuan
jurnalis
yang dikirimkan.
jumlah berita yang dikirimkan.
banyak jurnalis yang tidak mendapatkan
Tabel 5: Range probition salary (gaji masa percobaan) Jurnalis
Pada 10 Perusahaan Pers di Sumut 2014
No
1
2
3
4
Basic Salary
Rp. 400.000 – Rp 1.000.000
Rp. 1.100.000 – Rp 1.500.000
Rp. 1.600.000 – Rp. 2.500.000
 Rp 2.500.000
Jumlah
Media
4
3
3
0
Persentase
40%
30%
30%
0%
Untuk gaji jurnalis tetap, empat gaji sama sekali, kecuali kartu pers dan
perusahaan
pers
gaji biasanya
Untuk
gaji (50%)
jurnalis memberikan
tetap, empat perusahaan
pers (50%)dilakukan
memberikanoleh
gaji perusahaan
sesuai UMP pers
sesuai
yang
mingguan.
Menurut
pengakuan
SumutUMP
sebesarSumut
Rp. 1,5sebesar
juta – Rp.Rp.
1,8 1,5
juta, juta
sebanyak
dua terbit
perusahaan
pers (20%)
memberikan
– gaji
Rp. sedikit
1,8 juta,
sebanyak
duaRpperusahaan
diatas
UMP yaitu
2 juta – Rp. 2,5seorang
juta danjurnalis,
hanya 3 lama
(tiga) terbitnya
perusahaansurat
pers kabar
(30%)
yangmemberikan
menggaji jurnalisnya
di atas diatas
Rp. 2,5 juta.
(lihatmenjamin
tabel 6)
pers
(20%)
gaji sedikit
tidak
pengupahan yang baik,
UMP yaitu Rp 2 juta – Rp. 2,5 juta dan terbukti sebuah surat kabar yang sudah
hanya 3 (tiga) perusahaan pers (30%) berumur lebih dari 20 tahun di Medan tidak
yang menggaji jurnalisnya di atas Rp. 2,5 pernah menggaji jurnalisnya. Baru tiga
juta. (lihat tabel 6)
tahun belakangan perusahaan itu mulai
20
Medan Bisnis online, 18 Desember 2013 dan Medan Bagus.com tanggal 17 Desember 2014.
Tabel 6. Range Gaji Jurnalis Tetap
10 Perusahaan Pers
18 di Sumut 2014
No
Gaji TetapJurnalis
Jumlah
Media
Prosentase
1
Rp. 1.500.000 – Rp. 1,8.000.000
5
50%
2
Rp. 2.000.000 – Rp. 2.500.000
2
20%
3
30%
3
 Rp. 2.500.000
Range penggajian jurnalis di atas dibuat memberikan gaji kepada jurnalis sebesar
berdasarkan
wawancara
400 ribu
perbulan
untuk
Rangehasil
penggajian
jurnalistim
di peneliti
atas dibuat Rp
berdasarkan
hasil
wawancara
tim jurnalis
peneliti dan
KIPPAS
PerusahaanPers redaktur
digaji Rp. 600
rupiah
KIPPASdengan
dengan 10
10 Pimpinan
Pimpinan Perusahaan
di Sumuthanya
yang berlangsung
sejakribu
akhir
Pers
di
Sumut
yang
berlangsung
sejak
setelah
ada
tuntutan
yang
semakin
September lalu dan dikonfirmasi kepada masing-masing jurnalis media pers tersebut padakeras
akhir
lalu dan dikonfirmasi
dan karyawannya.
FGD September
“Gambaran Kesejahteraan
jurnalis Medan dari
Untukjurnalis
Mendorong
Profesionalisme Termasuk
Pers”
yang berlangsung
pada tanggal
11 November
lalu di Medan.
kepada
masing-masing
jurnalis
media2014karena
adanya tekanan dari Dewan Pers.
20
Menurut pengakuan jurnalis masih banyak jurnalis yang tidak mendapatkan gaji sama
sekali, kecuali kartu pers dan biasanya dilakukan oleh perusahaan pers yang terbit mingguan.
Menurut pengakuan seorang jurnalis, lama terbitnya surat kabar tidak menjamin pengupahan
yang baik, terbukti sebuah surat kabar yang sudah berumur lebih dari 20 tahun di Medan tidak
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Menurut pengakuan
jurnalis masih banyak
jurnalis yang tidak
mendapatkan gaji sama
sekali, kecuali kartu pers
dan biasanya dilakukan
oleh perusahaan pers
yang terbit mingguan.
‘‘
Surat kabar yang terbit mingguan
sangat jarang atau bahkan umumnya
tidak memberikan gaji kepada jurnalis,
perusahaan hanya memberikan bendera
saja (Kartu Pers) kepada jurnalisnya.
Ibaratnya jurnalis diperlakukan bak
anak ayam yang disuruh mencari makan
sendiri. Bahkan tak jarang disuruh
memberi makan sang induk.21
Hasil survei juga menunjukkan
perusahaan pers biasanya menggunakan
sistem kontrak kepada jurnalis. Seorang
jurnalis yang dikontrak, jika tidak
memenuhi target akan mendapat sanksi.
Sebaliknya jika ia dapat memenuhi
masa kontrak, ia berhak dapat pesangon.
Perusahaan pers yang mengikat jurnalis
dengan sistem kontrak biasanya umumnya
dikontrak pertahun atau lebih. Namun ada
modus “licik” yang dilakukan perusahaan
pers dan merugikan jurnalis. Biasanya
sebelum masa kontrak kerja berakhir,
pihak perusahaan menciptakan situasi
hubungan kerja yang membuat jurnalis
merasa tidak kerasan. Akibatnya karena
merasa kerjanya sudah tidak kondusif
lagi, jurnalis akhirnya memutuskan untuk
mengundurkan diri dan tidak berhak
mendapatkan pesangon dari perusahaan.
Dari hasil diskusi dengan 10 jurnalis
tersebut terungkap pola-pola penggajian
yang dilakukan perusahaan pers di Sumut
kepada jurnalisnya. Ada tiga (3) pola
penggajian jurnalis yang diterapkan oleh
10 perusahaan pers di Sumatera Utara dan
itu menjadi pilihan jurnalis yaitu pola 1,
jurnalis hanya mendapatkan gaji saja tanpa
honor tulisan, sedangkan pola 2 jurnalis
tidak dapat gaji tapi hanya honor pertulisan
‘‘
Ada tiga (3) pola
penggajian jurnalis
yang diterapkan oleh
10 perusahaan pers di
Sumatera Utara dan itu
menjadi pilihan jurnalis
‘‘
21. Karut marut seperti inilah yang telah menciptakan munculnya istilah premanisme pers yang banyak
dikeluhkan oleh sejumlah perusahaan di Sumut, khususnya perusahaan perkebunan negara, dimana staf
humas perusahaan milik negara itu kerap menjadi objek pemerasan jurnalis. Kisah-kisah pemerasan
seperti ini sering diperoleh KIPPAS saat menjadi salah satu narasumber kursus-kursus kehumasan
yang diadakan oleh Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Medan. Dari kondisi ini juga kemudian
uncul istilah “uang minyak”, “uang makan siang”, “uang jasa kurir”.
21
Kesehatan Perusahaan Pers
yang dihitung per berita. Sedangkan pola
3 adalah jurnalis mendapatkan gaji dan
honor tulisan sekaligus. Pola pertama dan
pola kedua paling umum dipraktekkan,
sedangkan pola ke 3 hanya diperoleh
jurnalis yang bekerja di media yang cukup
makmur.
Untuk honor tulisan bagi jurnalis tak
bergaji juga berbeda-beda antara satu
media dengan yang lainnya. Seorang
jurnalis yang diundang dalam FGD
mengatakan bahwa honor pertulisan di
medianya hanya dihargai Rp65.000/
berita, namun menurutnya masih banyak
perusahaan pers yang memberi honor
berita lebih kecil dari itu. Menurutnya,
mencari berita tidak mudah, sehingga
jurnalis yang dibayar perberita ini sering
mendapat honor kurang memadai karena
tidak mencapai target yang ditetapkan
oleh media.
Sistem honor per berita ini umumnya
berlaku untuk mereka yang berstatus
sebagai koresponden, terkecuali untuk
media-media besar seperti Analisa,
Waspada dan Sinar Indonesia Baru. Sistem
ini juga telah memunculkan anomali
lain, dimana instansi pemerintah tempat
koresponden bertugas, juga membayar
berita jurnalis per bulan sesuai jumlah
berita yang dihasilkan koresponden untuk
instansi mereka.
Alasan beberapa perusahaan untuk
tidak memberikan gaji layak kepada
jurnalis umumnya klasik semisal karena
masih merupakan media masih baru atau
masih merugi dan belum balik modal.
Hak Atas Kesejahteraan lain
Pada Pasal 10 UU Pers No. 40
22
tahun 1999 disebutkan perusahaan
pers memberikan kesejahteraan kepada
jurnalis dan karyawan pers dalam bentuk
kepemilikan saham dan atau pembagian
laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya. Pasal ini kemudian dikonkritkan
dalam butir ke 9 Standar Perusahaan
Pers yang menyebutkan perusahaan pers
memberikan kesejahteraan lain kepada
jurnalis seperti peningkatan gaji, bonus,
asuransi, bentuk kepemilikan saham, dan
atau pembagian laba bersih, yang diatur
dalam perjanjian kerja bersama.
Survei terhadap 10 media pers di Sumut
memperlihatkan pemberian kesejahteraan
lain dalam peningkatan gaji/kenaikan gaji,
bonus dan asuransi dan kewajiban lainnya
belum dilakukan perusahaan pers kepada
jurnalis.
Peningkatan gaji jurnalis pertahun
misalnya baru diberlakukan oleh lima
perusahaan pers (50%), sedangkan lima
‘‘
Survei terhadap 10
media pers di Sumut
memperlihatkan
pemberian kesejahteraan
lain dalam peningkatan
gaji/kenaikan gaji,
bonus dan asuransi dan
kewajiban lainnya belum
dilakukan perusahaan
pers kepada jurnalis.
‘‘
Kesehatan Perusahaan Pers
perusahaan pers (50%) lainnya belum
menerapkan sistem kenaikan gaji secara
teratur kepada jurnalis/karyawannya.
Kenaikan gaji diberikan tergantung situasi
ekonomi. Biaya tunjangan kesehatan
(asuransi) baru diberikan oleh enam (6)
perusahaan pers (60%) sedangkan empat
perusahaan pers (40%) belum memberikan
jaminan kesehatan kepada jurnalisnya,
meskipun dalam wawancara, perusahaan
pers ini mengaku sedang mengurusnya.
Bentuk kesejahteraan lain seperti
kepemilikan saham dan pembagian laba
bersih, dan pemberian bonus belum ada
sama sekali. Hasil survei memperlihatkan
perusahaan pers yang memberikan
pembagian laba hanya diterapkan satu
perusahaan pers (10%) dan menurut
pengakuan jurnalis tersebut sudah
termasuk dalam gaji yang diterimanya.
Untuk melihat gambaran pemberian
kesejahteraan lainnya, oleh 10 perusahaan
pers akan diuraikan secara rinci.
PT Harian Waspada memberlakukan
kenaikan gaji tiap tahun berdasarkan lama
kerja. jurnalis. Besaran kenaikan gaji
berkisar antara 10-20 persen. Namun di
perusahaan pers ini tidak ada pemberian
gaji ke-13 secara khusus. Bagi PT Harian
Waspada gaji ke-13 adalah THR yang
diberikan kepada karyawan pada hari
Raya Idul Fitri bagi yang muslim dan
uang Tahun Baru untuk yang non muslim.
Selama ini belum ada pemberian bonus
untuk karyawan dan jurnalis. Bentuk
kesejahteraan lain yang diberikan berupa
fasilitas kesehatan yang diselenggarakan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Tetapi tidak semua karyawan
perusaahaan ini mendapat fasilitas
kesehatan BPJS. Hanya karyawan
dan jurnalis yang berstatus sebagai
pekerja tetap yang berhak mendapatkan,
sedangkan jurnalis honorer tidak
mendapat fasilitas kesehatan ini.
BPJS yang diberikan adalah fasilitas
kamar kelas 2 apabila mendapat perawatan
di Rumah Sakit. Bentuk kesejahteraan lain
adalah pada akhir masa kerja, karyawan
dan jurnalis akan mendapatkan uang
pensiun.
Harian Medan Pos tidak
memberlakukan sistem kenaikan gaji
setiap tahunnya. Juga tidak ada pemberian
gaji ke-13 secara khusus. Bagi Medan Pos
gaji ke-13 adalah THR yang diberikan
setiap tahunnya kepada jurnalis saat hari
Raya Idul Fitri dan Natal. Tidak ada
pemberian bonus, tapi setiap perayaan
ulang tahun, harian ini memberikan
hadiah berupa plakat dan uang kepada
jurnalis berprestasi dan biro-biro.
Hadiah diberikan atas nama pribadi
pimred bukan dari perusahaan pers.
Untuk pembagian laba tidak diatur secara
khusus, tapi pimred mengaku, kalau ada
keuntungan perusahaan biasanya akan
dibagi kepada jurnalis. Untuk jaminan
kesehatan sampai saat ini di Medan Pos
belum memberikan kepada jurnalis.
Namun demikian perusahaan pers ini
berencana akan memberikan jaminan
kesehatan berupa BPJS.
Sebenarnya jaminan kesehatan kepada
jurnalis sebelumnya pernah diberikan
dalam bentuk ASKES yang dikelola
bersama PWI. Namun belakangan
pengelolaan jaminan kesehatan ini tidak
ada lagi karena banyak surat kabar
yang tidak membayarkan iuran ASKES
23
Kesehatan Perusahaan Pers
jurnalisnya.
Harian Sinar Indonesia Baru
memberikan kenaikan gaji berdasarkan
kenaikan UMP, jika UMP naik maka
otomatis gaji jurnalis Sinar Indonesia Baru
akan naik. Tunjangan hari Raya (THR)
diberikan setiap tahun sebesar satu bulan
gaji. Sedangkan Bonus berupa insentif
diberikan setiap perayaan ulang tahun
SIB kepada jurnalis berprestasi. Harian
ini memberikan jaminan kesehatan adalah
berupa BPJS kelas 3 untuk karyawan
tetap yang dibiayai dari pemotongan
gaji karyawan sebesar 2,5 persen setiap
bulannya. Untuk jurnalis tetap SIB
memberikan gaji dengan tanggung jawab
mengirimkan minimal 2 berita perhari.
Harian Sumut Pos memberlakukan
kenaikan gaji pertahun berdasarkan
prestasi dan dan disiplin kerja jurnalis.
Prestasi dinilai dengan akreditasi, dimana
nilai tertinggi adalah akreditasi A.
Kenaikan gaji untuk karyawan berprestasi
maksimal sampai dengan Rp. 400 ribu.
Sama seperti media lainnya, gaji ke-13
diberikan dalam bentuk THR. Pembagian
laba (profit sharing) terkadang diberikan
tapi tidak ditentukan besarannya. Jaminan
kesehatan diberikan berupa BPJS
kesehatan dan ketenagakerjaan. Untuk
kesehatan, karyawan mendapat BPJS
kelas 1.
Harian Andalas tidak memberlakukan
sistim kenaikan gaji pertahun,
karena perusahaan masih fokus pada
pengembangan perusahaan. Pembagian
keuntungan perusahaan ada, karena di akta
notaris harian Andalas sudah dicantumkan
bahwa 20% keuntungan perusahaan akan
dibagikan kepada jurnalis dan itu sudah
24
dilakukan. Tidak ada pemberian bonus,
namun sama seperti harian lainnya, setiap
ulang tahun Andalas, juga memberikan
penghargaan kepada jurnalis dan redaktur
berprestasi. Untuk jaminan kesehatan
diberikan BPJS kesehatan yang pembagian
kelas perawatannya berdasarkan jabatan/
posisi jurnalis diperusahaan. Sedangkan
untuk perlindungan kepada jurnalis juga
diberikan BPJS ketenagakerjaan.
Harian Tribun Medan memberikan
kenaikan gaji kepada jurnalis secara
teratur setiap tahunnya. Jurnalis juga
menerima gaji ke-13 dalam bentuk THR.
Pemberian bonus sesuai prestasi (Personal
Achievement). Besarannya tidak sama,
kadang seorang jurnalis bisa memperoleh
bonus dalam jumlah besar. Jurnalis
berakreditasi A, perusahaan memutuskan
untuk memberikan bonus sampai 200%.
Selain itu ada juga insentif kepada
jurnalis yang bekerja melebihi target,
seperti menulis berita lebih banyak dari
yang ditargetkan perbulannya. Kelebihan
berita itu akan dibayar oleh Tribun Medan
kepada jurnalis.
Selain itu Tribun Medan memberikan
jaminan hari tua kepada jurnalis. Untuk
pembagian laba sudah dialokasikan secara
khusus dan pembagian dimasukkan dalam
komponen gaji. Keuntungan perusahaan
yang diperoleh dari kelebihan target
capaian, selisihnya akan dibagi dua,
dimana 50 persen untuk perusahaan dan
50 persen lagi dibagikan kepada semua
karyawan dan jurnalis. Sedangkan
jaminan kesehatan di Tribun Medan
diberikan program asuransi kesehatan
swasta. Asuransi swasta diberikan untuk
karyawan tetap sedangkan jurnalis
Kesehatan Perusahaan Pers
kontrak menggunakan BPJS. Namun
tahun 2015 semua karyawan akan diberi
BPJS, walaupun sebelumnya sudah ada
Inhealth.
Harian Realitas tidak pernah membuat
ketentuan tentang kenaikan gaji setiap
tahun. Kenaikan gaji setiap tahun,
tergantung situasi ekonomi dan situasi
keuangan perusahaan. Gaji ke-13 diberikan
dalam bentuk THR. Tidak ada bonus dan
juga pembagian laba perusahaan. Untuk
perlindungan kesehatan harian Realitas
memberikan BPJS kelas 3 untuk jurnalis
sampai tingkat redaksi.
Jurnal Asia sudah memberlakukan
sistem kenaikan gaji pertahun. Kenaikan
gaji berdasarkan prestasi dan banyaknya
jumlah berita yang dihasilkan. Prestasi
dinilai berdasarkan grade, dimana
grade A akan memperoleh kenaikan gaji
Rp.200.000 pertahun, grade B Rp. 100
ribu pertahun, dan Grade C mendapat
kenaikan gaji Rp. 50.000 pertahun. Gaji
ke-13 diberikan dalam bentuk THR
sebesar 1 bulan gaji. THR mulai diberikan
untuk karyawan yang sudah bekerja tiga
bulan, dan jumlahnya proporsional. Tidak
ada pemberian bonus kecuali uang pulsa
yang diberikan Rp. 50 ribu perbulan
kepada jurnalis. Perlindungan kesehatan
seperti BPJS belum ada.
Promedia sebagai media termuda sama
sekali belum ada sistem kenaikan gaji
karena media ini mengaku masih berusia
muda. Untuk THR sudah diberikan tapi
jumahnya proporsional mengingat media
ini belum berusia setahun. Belum ada
bonus dan pembagian laba. Demikian juga
dengan asuransi belum diberikan kepada
jurnalis. Namun demikian, Promedia
memiliki rencana akan memberikan
jaminan asuransi untuk jurnalis dan
pembentukan koperasi untuk seluruh
karyawan Promedia.
Harian Batak Pos Bersinar belum
memberlakukan kenaikan gaji per
tahun karena masih tahap pembenahan
manajemen yang baru. Yang dilakukan
saat ini adalah pemberian gaji jurnalis
tetap sesuai UMR dan gaji dibayar tepat
waktu. Ada pemberian THR sebesar
satu bulan gaji kepada jurnalis. Untuk
perlindungan asuransi (BPJS) masih tahap
pengurusan.
Hak jurnalis atas kesejahteraan lain
diluar gaji untuk sepuluh perusahaan pers
di Sumut dapat dipetakan sebagai berikut:
Tabel 7. Kesejahteraan Non Gaji yang diterima jurnalis pada
10 Perusahaan Pers di Sumut Tahun 2014
N
o
Media
Kenaikan
Gaji/Tahu
n
Bonus/Insenti
f
THR (gaji
ke-13)
Asuransi
Pemilika
n saham
Pembagia
n laba
Uang
Pensiun/jamina
n hari tua
Uang
pulsa
1
Promedi
a
-
-
Diberi
proporsiona
l
-
-
-
-
-
2
Batak
Pos
Bersinar
-
-
1 bulan gaji
-
-
-
-
-
3
Jurnal
Asia
Naik
sesuai
prestasi
-
1 bulan gaji
-
-
-
-
Rp. 50
ribu/bula
n
4
Realitas
Kenaikan
gaji
melihat
sikon
ekonomi
-
1 bulan gaji
BPJS kelas
3
-
-
-
-
25
Promedi
a
-
2
Batak
Pos
Bersinar
-
3
Jurnal
Asia
Naik
sesuai
prestasi
-
1 bulan gaji
-
-
-
-
Rp. 50
ribu/bula
n
4
Realitas
Kenaikan
gaji
melihat
sikon
ekonomi
-
1 bulan gaji
BPJS kelas
3
-
-
-
-
5
Tribun
Ada
Bonus sesuai
prestasi
1 bulan gaji
Inhealth
dan BPJS
-
50% untuk
karyawan
ada
-
6
Andalas
-
Insentif ultah
perusahaan
1 bulan gaji
BPJS
berdasarka
n jabatan
-
20%
diakte
notaris
-
-
7
Sumut
Pos
Naik
sesuai
prestasi
-
1 bulan gaji
BPJS kelas
1
-
Kadangkadang
-
-
8
SIB
Sesuai
kenaikan
UMP
Insentif ultah
perusahaan
1 bulan gaji
BPJS kls 3
-
-
-
-
9
Medan
Pos
-
Insentif pada
ultah
perusahaan
1 bulan gaji
-
-
-
-
-
10
Waspada
10-20
Persen
1 bulan gaji
BPJS kls 2
-
-
Sesuai lama
kerja
-
1
-
Diberi
proporsiona
l
-
-
-
-
-
-
1 bulan gaji
-
-
-
-
-
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Terkait
dengan masih
perusahaan pers yang belum memberikan jaminan
Terkait
dengan
masihadanya
adanya
kesehatanpers
(BPJS),
seorang
jurnalis
dari harian Batak Pos Bersinar meminta peran Dewan Pers
perusahaan
yang
belum
memberikan
untuk menjembatani dan mendorong perusahaan pers agar jurnalis mendapat jaminan
jaminan kesehatan (BPJS), seorang
Jurnalis juga berharap
kesehatan.
jurnalis dari harian Batak Pos Bersinar
Dewan Pers dapat
meminta Jurnalis
peranjuga
Dewan
berharapPers
Dewanuntuk
Pers dapat menjembatani agar perusahaan pers dapat
menjembatani
mendorong
menjembatani
agar
memberikan dan
laporan
keuanganperusahaan
(laba rugi) untuk mengetahui
kesehatan keuangan
pers.
persMenurut
agar pengakuan
jurnalis mendapat
jaminan
jurnalis yang mengikuti FGD, sekitar 60 persen jurnalis di Sumatera
perusahaan pers dapat
kesehatan.
Utara dinilai belum mendapat jaminan kesehatan (BPJS). Terkait dengan kesejahteraan,
memberikan
laporan
Jurnalis
juga berharap
Dewan
Persmanajemen
dapat
seorang jurnalis
Medan Pos
mengaku
perusahaan
sering membedakan
penggajian
menjembatani
agarkaryawan.
perusahaan
pers dapat
jurnalis dengan
Karyawan
dianggap lebihkeuangan
layak untuk mendapatkan
UMR
(laba gaji
rugi)
dibanding jurnalis
alasan,(laba
karyawan
memberikan
laporandengan
keuangan
rugi)memiliki jam kerja yang jelas yaitu masuk jam 8
untuk mengetahui
untuk mengetahui kesehatan keuangan 24
pers. Menurut pengakuan jurnalis yang
kesehatan keuangan
mengikuti FGD, sekitar 60 persen jurnalis
pers.
di Sumatera Utara dinilai belum mendapat
jaminan kesehatan (BPJS). Terkait dengan dengan karyawan. Karyawan dianggap
kesejahteraan, seorang jurnalis Medan lebih layak untuk mendapatkan gaji
Pos mengaku manajemen perusahaan UMR dibanding jurnalis dengan alasan,
sering membedakan penggajian jurnalis karyawan memiliki jam kerja yang jelas
‘‘
26
Kesehatan Perusahaan Pers
yaitu masuk jam 8 pagi dan pulang
pukul 5 sore. Sementara jurnalis tidak
memiliki jam kerja yang ketat seperti itu
dan sebagian jurnalis malah hanya kerja
beberapa jam saja.
Profesionalitas Jurnalis
Persaingan yang semakin sengit untuk
memperebutkan ceruk pasar pembaca dan
iklan menuntut pelaku media dikelola
secara profesional. Salah satu upaya yang
harus dilakukan media pers adalah upaya
peningkatan kualitas kompetensi jurnalis
untuk menjaga mutu berita. Kualitas
pemberitaan sebuah institusi media
memang memiliki korelasi dengan tingkat
aksesibilitas para pengiklan. Kualitas
kompetensi jurnalis, dari sisi internal
perusahaan pers umumnya merupakan
peran dari litbang media seperti program
pengiriman jurnalis untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan ke luar.
1. Fungsi litbang dan kompetensi
jurnalis
Hasil survei terhadap 10 perusahaan
pers di Sumatera Utara menunjukkan
bahwa tidak semua perusahaan media
pers memiliki litbang. Dari 10 media
yang disurvei, hanya ada 5 media yang
telah memiliki bagian litbang (50%) yaitu
Sinar Indonesia Baru, Sumut Pos, Jurnal
Asia, harian Waspada, dan Promedia,
sedangkan 5 perusahaan pers yang tidak
memiliki litbang sendiri (50%) adalah
Tribun Medan, Andalas, Realitas, Medan
Pos dan Batak Pos Bersinar.
Meskipun telah memiliki litbang,
namun sebagian perusahaan pers
mengaku litbang di perusahaannya tidak
fokus untuk mengurusi pelatihan jurnalis
dan pengembangan SDM, tetapi lebih
difungsikan untuk mengurusi pemasaran
surat kabar.
Contohnya litbang Sinar Indonesia
Baru diakui sangat jarang melakukan
pelatihan dan peningkatan SDM,
tetapi lebih banyak bekerja untuk
mengembangkan segmentasi pasar. Hal
yang hampir sama juga berlaku di litbang
Jurnal Asia dan Promedia. Bagian Litbang
Jurnal Asia lebih banyak ditugaskan
untuk pemasaran surat kabar misalnya
melihat isu apa yang layak untuk menjadi
Headline (HL) dan isu-isu apa saja yang
menarik di lapangan.
‘‘
Meskipun telah memiliki
litbang, namun sebagian
perusahaan pers
mengaku litbang di
perusahaannya tidak
fokus untuk mengurusi
pelatihan jurnalis dan
pengembangan SDM,
tetapi lebih difungsikan
untuk mengurusi
pemasaran surat kabar.
‘‘
27
Kesehatan Perusahaan Pers
Sedangkan litbang Promedia memiliki
tugas untuk mengembangkan perusahaan
baik internal maupun eksternal. Bahkan
dari pengakuan beberapa jurnalis yang
ikut FGD, sebagian litbang di perusahaan
pers hanya formalitas saja yang kerjanya
hanya menghitung absen karyawan dan
jurnalis saja. Banyak perusahaan pers
dimana bagian litbangnya saja tidak punya
perpustakaan untuk keperluan referensi
bagi jurnalis. Akibatnya penelusuran
informasi di mesin pencari informasi di
dunia maya seperti Google menjadi satu
alternatif yang digunakan jurnalis di
Sumut.
Bagian Litbang yang sudah berjalan
cukup baik adalah milik harian Waspada
dan Sumut Pos. Bagian Litbang Harian
Waspada aktif melakukan pelatihanpelatihan internal untuk jurnalisnya.
Selain Litbang, harian Waspada
juga memiliki Sekolah Tinggi Ilmu
Komunikasi dan Pembangunan (STIK-P)
yang juga difungsikan untuk mendapatkan
calon-calon jurnalis untuk harian ini.
Selain pelatihan internal, Waspada juga
mengirimkan jurnalis untuk mengikuti
pelatihan di Lembaga Pers DR Soetomo
(LPDS) Jakarta dan juga pelatihan
ekternal berupa undangan ke luar negeri
seperti India, Jepang, Irak, Singapura, dan
Australia.
Demikian juga litbang harian Sumut
Pos yang berfungsi melakukan pelatihanpelatihan jurnalis dan perekrutan jurnalis
baru. Untuk perekrutan jurnalis baru
litbang Sumut Pos bekerjasama dengan
Universitas Medan Area (UMA) dalam
22. Etika Dewan Pers, periode 2013-2016, Hal 141.
28
hal penyelenggaraan psikotes bagi jurnalis
yang akan direkrut. Bagi perusahaan pers
yang tidak memiliki litbang, lebih banyak
memanfaatkan pelatihan-pelatihan
jurnalistik yang diselenggarakan pihak
luar seperti AJI, PWI, LPDS, Yayasan
KIPPAS Medan yang setiap tahun hampir
rutin melakukan pelatihan-pelatihan
jurnalistik. Sedangkan untuk pelatihan
internal dan perekrutan dilakukan sendiri
oleh para redakturnya.
Selain fungsi litbang, standar
kompetensi jurnalis juga menjadi salah
satu hal yang disurvei karena merupakan
salah satu alat ukur profesionalisme
jurnalis. Standar kompetensi jurnalis
diperlukan untuk melindungi kepentingan
publik dan hak pribadi masyarakat.
Kompetensi jurnalis meliputi kemampuan
memahami etika dan hukum pers, konsepsi
berita, penyusunan dan penyuntingan
berita serta bahasa, termasuk di dalamnya
kemampuan teknis sebagai jurnalis
profesional, yaitu mencari, memperoleh,
menyimpan, memiliki, mengolah serta
membuat dan menyiarkan berita.22
Hasil survei terhadap 10 perusahaan
pers di Sumut, terkait dengan kebijakan
uji kompetensi jurnalis menunjukkan
baru diterapkan oleh enam media
(60%) yaitu Waspada, Andalas, Sinar
Indonesia Baru, Medan Pos, Sumut Pos
dan Realitas. Harian Waspada memiliki
25 orang jurnalis yang sudah mengikuti
uji kompetensi, disusul Realitas yang
sudah memiliki 24 jurnalis yang sudah
mengikuti uji kompetensi.
Kesehatan Perusahaan Pers
Harian Sinar Indonesia Baru, Sumut
Pos dan Medan Pos hanya menyebutkan
beberapa jurnalis dan redakturnya saja
yang sudah mengikuti uji kompetensi,
sementara jurnalisnya yang lain belum
sama sekali. Sedangkan empat media pers
(40%) belum menerapkan uji kompetensi
bagi jurnalisnya yaitu Batak Pos Bersinar,
Jurnal Asia, Tribun Medan dan Promedia.
Jurnal Asia menyebutkan bahwa uji
kompetensi bukan merupakan kewajiban
perusahaan pers, sedangkan Promedia
berpendapat enggan mengikuti kewajiban
uji kompetensi karena kegiatan itu
terkesan hanya dimonopoli oleh PWI.
Sedangkan Batak Pos Bersinar sangat
ingin bila jurnalisnya ikut uji kompetensi,
walaupun dari perusahaan sendiri belum
mewajibkan.
Harian Tribun Medan tidak secara
rinci menyebutkan apakah jurnalisnya
diwajibkan untuk ikut uji kompetensi
atau tidak, namun untuk meningkatkan
profesionalisme jurnalis Tribun Medan
memberikan pelatihan menyangkut halhal yang spesifik yang langsung dilakukan
mentor dari Jakarta.
Tabel 8. Kesertaan Sepuluh Perusahaan pers di Sumut
terhadap Standar Kompetensi Wartawan tahun 2014
No
2.
Nama Media
Sudah Ikut Uji Komptensi
Keterangan
1. Waspada
25 jurnalis/redaktur
-
2. Realitas
24 jurnalis/redaktur
-
3. Sinar Indonesia Baru
Redaktur
Tanpa angka eksak
4. Sumut Pos
Redaktur
Idem
5. Medan Pos
Redaktur
Idem
6. Batak Pos Bersinar
-
Ingin walau belum
mewajibkan
7. Jurnal Asia
-
Ada kesan
dimonopoli di PWI
Sumut
8. Tribun Medan
-
Dilakukan oleh
mentor dari Jakarta
9. Andalas
-
Bukan kewajiban
Suap dan Amplopisme
Ukuran profesionalisme jurnalis adalah mematuhi seluruh aturan dan kode etik
jurnalistik ketika menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya.
29
Kesehatan Perusahaan Pers
2. Suap dan Amplopisme
Ukuran profesionalisme jurnalis
adalah mematuhi seluruh aturan dan kode
etik jurnalistik ketika menjalankan tugastugas jurnalistiknya.
Salah satu kode etik jurnalistik yang
penting adalah amanat bagi seluruh
jurnalis agar tidak menerima imbalan dari
narasumber. Dengan difasilitasi Dewan
Pers, sebanyak 29 organisasi jurnalis di
Indonesia bahkan telah sepakat untuk
membentengi diri dari amplopisme
dengan membuat kode etik bersama
dimana Pasal 6 menyatakan: ”Jurnalis
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi
dan tidak menerima suap.”
Sejumlah organisasi jurnalis bahkan
membuat sendiri kode etik mereka di
luar ketentuan KEJ. Walau istilahnya
berbeda dari satu organisasi ke
organisasi lain, namun intinya sama:
melarang amplopisme. Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) dalam kode etiknya
misalnya menyebutkan “jurnalis dilarang
menerima sogokan” (Kode Etik AJI
Pasal 13). Sedangkan kode etik Persatuan
Jurnalis Indonesia (PWI) menyebutkan
“Jurnalis Indonesia menolak imbalan
yang dapat mempengaruhi objektivitas
pemberitaan” (Pasal 4 Kode etik PWI).
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
menyebutkan “Jurnalis televisi Indonesia
tidak menerima imbalan apapun berkaitan
dengan profesinya”23
Kode Etik Jurnalistik seyogianya
ditaati oleh seluruh jurnalis dan
perusahaan pers. Apalagi KEJ termaktub
dalam Undang-Undang Pers No. 40 tahun
1999. Bagaimana realisasi ketaaatan
terhadap kode etik tentang larangan bagi
jurnalis untuk menerima amplop saat
menjalankan tugas jurnalistik di Sumut?
Hasil Survei terhadap 10 perusahan
pers di Sumatera Utara memperlihatkan
sejumlah perusahaan pers tidak menaati
kode etik yang telah disepakati bersama
ini. Sejumlah perusahaan pers yang
disurvei masih tidak memberikan larangan
‘‘
Hasil Survei terhadap
10 perusahan pers
di Sumatera Utara
memperlihatkan
sejumlah perusahaan
pers tidak menaati kode
etik yang telah disepakati
bersama
23. Rafiudina, Jurnalis Dalam Kepungan Suap, 2013, Jakarta: Dewan Pers, hlm. 13
30
‘‘
yang tegas terhadap jurnalisnya dalam hal
menerima amplop dari narasumber.
Dari 10 surat kabar yang disurvei,
hanya ada dua surat kabar (20%) yang
memberikan larangan tegas terhadap
jurnalisnya yaitu Tribun Medan dan Batak
Pos Bersinar. Tribun Medan misalnya dari
awal berdiri sudah ada enam jurnalis yang
diberhentikan karena menerima amplop.
Pihak redaktur tidak melihat berapa
besaran jumlah uang yang diterima. Ada
Kesehatan Perusahaan Pers
jurnalis yang ketahuan menerima amplop
Rp 100.000 dipecat, apalagi yang terima
Rp 25.000.000. Uang yang terlanjur
diterima jurnalis akan dikembalikan
kepada narasumber Tribun Medan.
Harian Batak Pos Bersinar tidak
mengatur secara ketat, namun bagi jurnalis
yang ketahuan menerima amplop akan
diberi sanksi yaitu mengembalikannya
kepada narasumber, atau narasumber
diminta mengambilnya kembali. Kalau
ada laporan resmi tentang jurnalis Batak
Pos Bersinar yang menerima amplop,
akan diberi tindakan.
Sedangkan delapan perusahaan pers
(80%) tidak memberikan larangan sama
sekali terhadap jurnalisnya. Beberapa
alasan yang diberikan redaksi antara lain
amplop itu adalah ucapan terimakasih
dari narasumber jadi tidak ada larangan
menerima amplop. Alasan lainnya adalah
tim redaksi tidak kuasa melarang karena
sekeras apapun larangan dibuat bahkan
sudah disampaikan dalam rapat redaksi,
jurnalis tetap menerima amplop. Yang
dilarang adalah memeras narasumber.
Selama tidak mempengaruhi penulisan
berita, jurnalis tidak dilarang menerima
amplop.
Berikut pendapat dan tanggapan 10
pimpinan perusahaan pers di survei terkait
dengan amplopisme.
Tabel 9: Sikap Terhadap Amplopisme
Dari 10 Perusahaan Pers di Sumut Tahun 2014
1
Pimred Promedia
“Sebatas itu tidak menyangkut pemberitaan, jangan
kita potong rejeki jurnalis kita. Diminta jangan,
tetapi kalau diberi ya diterima”.
2
Pimred Sumut Pos
“Sudah mulai melarang terima amplop, “jangan
pakai amplop, tinggalkan pola-pola lama, minta
iklan saja”
3
Pimred Harian Realitas
“Tidak ada larangan untuk menerima amplop, tapi
yang dilarang memeras. Amplop wajar karena hanya
ucapan terimakasih. Tapi kalau ketahuan melakukan
pemerasan akan dipecat.”
4
Pimred Medan Pos
“Kami tidak bisa melarang, sekeras apapun
melarang. Kami sudah sampaikan juga dirapat
redaksi, jangan pernah memeras orang, dan jangan
pernah membuat narasumber merasa terganggu”
5
Kepala Litbang SIB
“Selama tidak mempengaruhi penulisan berita, tidak
ada larangan untuk menerima amplop”.
6
Pimred Jurnal Asia
“Sebenarnya dilarang terima amplop, tapi menurut
saya tidak ada masalah selama itu tidak
mempengaruhi isi berita. Kalau ketahuan perusahaan
sebenarnya kena tegur”
7
Humas Harian Waspada
“Amplop tidak menjadi penentu dimuat atau
31
tidaknya berita. Intinya kalau jurnalis mau terima itu
tidak ada hubungannya dengan berita. Makanya itu
biasanya ucapan terimakasih”
ada larangan untuk menerima amplop”.
Jurnal Asia
Kesehatan
Perusahaan
Pers
6 Pimred
“Sebenarnya dilarang terima amplop, tapi menurut
saya tidak ada masalah selama itu tidak
mempengaruhi isi berita. Kalau ketahuan perusahaan
sebenarnya kena tegur”
7
Humas Harian Waspada
“Amplop tidak menjadi penentu dimuat atau
tidaknya berita. Intinya kalau jurnalis mau terima itu
tidak ada hubungannya dengan berita. Makanya itu
biasanya ucapan terimakasih”
8
Pimred Andalas
“Pihak perusahaan melarang keras untuk meminta
uang. Kalau dapat jatah tidak masalah, misalnya
uang transport atau honor. Setiap kasus yang dibuka
tidak pernah kami jadikan uang.”
9
Pimpinan Umum Batak Pos Bersinar
“Kalau secara garis besar jurnalis tidak boleh
menerima amplop, karena kita akan berikan sanksi,
kita minta narasumber untuk mengambil kembali”.
Kalau narasumber memberikan itu masalah
komunikasi, intinya perusahaan tidak mengambil
resiko jika ada jurnalis menerima amplop. Laporan
menerima amplop secara resmi hingga saat ini belum
ada, tapi kalau ada kabar langsung kita beri
tindakan”
10 Pemimpin Perusahaan Tribun Medan
“Kita sudah buat kontrak jurnalis tidak bisa
menerima amplop, kalau terbukti menerima amplop
akan diberhentikan, tanpa surat peringatan. Sejak
Tribun terbit, sudah ada 6 orang jurnalis yang
diberhentikan karena terbukti menerima amplop dari
3. Perlindungan Hukum Bagi Jurnalis
Perlindungan hukum terhadap jurnalis
dalam menjalankan tugas jurnalistiknya
dewasa ini semakin menjadi kebutuhan
utama mengingat resiko jurnalis mendapat
perlakuan kekerasan saat menjalankan
tugas jurnalistk sangat tinggi.
Dalam satu riset yang dilakukan LBH
Pers Padang mencatat Sumatera Utara
menempati urutan teratas terjadinya kasus
29
kekerasan terhadap jurnalis di Sumatera,
dengan jumlah 6 kasus, pada posisi kedua
Riau dengan 4 kasus, Sumatera Barat dan
Sumatera Selatan masing-masing 3 kasus,
Lampung 2 kasus, Aceh dan Kepulauan
Riau 1 kasus. Pada tahun 2013, Sumatera
Utara masih menjadi wilayah tertinggi
kasus pers dengan jumlah 10 kasus.24
Salah satu penyebab penyelesaian yang
lamban adalah karena pengaruh/relasi
antara pelaku dengan pemilik perusahaan
24. Laporan Ronny Saputra SH, Direktur LBH Padang tertanggal 30 Desember 2013. Bebeberapa kasus
besar kekerasan terhadap pers terjadi pada tahun 2013, sebut saja kasus Pembakaran Rumah M. Yunus
jurnalis Metro 24 Jam di Sumatera Utara dan M. Syabarsyah alias Ucok Gondrong Jurnalis Harian
Sumut 24. Kasus Penyiksaan Suwandi Anwar Jurnalis Harian Orbit Sumatera Utara. Kesemuanya
sampai saat ini tidak jelas penanganannya. Jika berpedoman pada Peraturan Kapolri No. 14 Tahun
2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Harusnya dalam jangka waktu paling lama 6
bulan kasus tersebut telah selesai dilakukan penyelidikan dan penyidikan dan telah disidangkan di
Pengadilan.
32
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Terkait dengan
perlindungan
terhadap jurnalis,
sembilan perusahaan
pers di Sumut (90%)
mengaku sejak awal
sudah memberikan
perlindungan hukum
kepada jurnalisnya
dengan menetapkan
kuasa hukum masingmasing.
‘‘
sehingga banyak kasus tidak diselesaikan
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Terkait dengan perlindungan terhadap
jurnalis, sembilan perusahaan pers di
Sumut (90%) mengaku sejak awal sudah
memberikan perlindungan hukum kepada
jurnalisnya dengan menetapkan kuasa
hukum masing-masing.
Hanya Andalas satu-satunya koran
yang tidak menyediakan kuasa hukum
terhadap jurnalisnya yang berkasus.
Beberapa kasus hukum yang dihadapi
jurnalis Andalas selama ini biasanya
langsung ditangani dan diselesaikan
oleh pimpinan redaksi Andalas. Menurut
pimpinan redaksi harian Andalas, kasuskasus yang dihadapi jurnalis masih
bisa ditangani sendiri apalagi saat ini
sudah ada Dewan Pers yang membantu
menyelesaikan persoalan-persoalan pers.
Strategi Mencari dan Meningkatkan
Perolehan Iklan
Bagi media cetak mencari dan
memperoleh iklan adalah hal yang utama,
karena selain pendapatan dari oplah,
iklan adalah sumber pendapatan untuk
menghidupi perusahaan pers. Persaingan
yang makin ketat antar media di Sumatera
Utara, terlebih sejak tahun 2010 mulai
muncul media baru yang melakukan
strategi konvergensi, membuat setiap
perusahaan pers berusaha mencari strategi
untuk meraup pendapatan dari pengiklan.
Salah satu cara yang ditempuh
adalah melibatkan jurnalis sebagai agen
iklan khusus. Idealnya jurnalis hanya
mengerjakan hal-hal yang berkaitan
dengan mencari, mengolah dan
menuliskan informasi. Sedangkan mencari
iklan adalah tugas bagian marketing atau
pemasaran.
Namun di Sumatera Utara, dengan
alasan jurnalis lebih dekat dengan
narasumber, dan memiliki akses istimewa,
umumnya perusahaan pers yang disurvei
memberikan tugas sampingan kepada
jurnalis untuk mencari iklan dan berita/
tulisan aktivitas pemko/pemkab. Sebanyak
9 perusahaan pers (90%) yang disurvei
mengaku bahwa jurnalis diperbolehkan
untuk mencari iklan khususnya iklaniklan yang sifatnya personal (pribadi)
seperti iklan para caleg, pengangkatan
pejabat, ulang tahun kabupaten, ulang
tahun suratkabar, penghargaan yang
diterima pejabat pemerintah dan iklan
personal lainnya. Umumnya fee yang
diterima jurnalis berkisar antara 30 – 40
persen dari nilai iklan.
33
Kesehatan Perusahaan Pers
Narasumber seperti pejabat dan
pengusaha lebih suka memasang iklan
mereka lewat jurnalis. Selain untuk
kepentingan mempererat hubungan
dengan jurnalis juga untuk memperpendek
administrasi.
Untuk iklan perusahaan biasanya
akan ditangani bagian pemasaran karena
lebih susah secara administrasi, misalnya
terkait PPH atau sistem pembayaran.
Jurnalis yang ngepos di Dinas
Pendidikan, biasanya akan mengejar iklan
penerimaan mahasiswa baru atau siswa
baru. Namun tidak jarang, jurnalis juga
bisa mendapatkan iklan produk barang
atau jasa. Namun untuk kategori iklan
seperti ini, biasanya terjadi setelah jurnalis
“membantai” produk barang atau jasa
tersebut lewat pemberitaan di medianya.
Harian Batak Pos memberikan fee
penjualan iklan yang lebih besar dibanding
harian lain. Jurnalis yang mendapatkan
iklan akan mendapat fee sebesar 40% dari
harga iklannya. Teknik yang digunakan
Batak Pos Bersinar mencari iklan dengan
cara melakukan pendekatan dengan
perusahaan-perusahaan juga perorangan
halaman seperti caleg. Untuk para caleg
ada paket perbulan dengan harga 1 juta
dengan ukuran kartu nama di halaman
dalam. Untuk halaman depan lebih besar
lagi, tapi harganya ditentukan berdasarkan
kesepakatan dengan pengiklan.
Iklan yang biasanya dipasang di Batak
Pos Bersinar adalah pelantikan pejabat,
advetorial, galeria, photo, produk mobil,
obat-obatan dan kegiatan seremonial.
Usaha lain untuk perolehan iklan adalah
memperkenalkan ke publik ada koran
Batak Pos kepada para pengusaha
34
dan melakukan pendekatan kepada
pemerintah, perusahaan swasta.
Selain melibatkan jurnalis dalam
pencarian iklan, teknik lain adalah sistem
banting harga. Harga iklan di koran Analisa
akan jauh mahal dengan iklan di harian
lain. Sebuah iklan produk dengan space
yang agak besar di Analisa akan dihargai
puluhan juta, sementara jika dipasang di
harian lain akan jauh lebih murah dengan
space yang sama. Menyadari realita
itu, perusahaan-perusahaan pers kecil
umumnya tidak berani mematok tarif
iklan. Harga iklan akhirnya ditentukan
berdasarkan negosiasi.
Dalam hal pelibatan jurnalis untuk
mencari iklan, hanya Tribun Medan, yang
memiliki kebijakan tidak memperbolehkan
mereka mencari iklan. Iklan diurus bagian
pemasaran dengan membuat paket-paket
iklan untuk dijual dan memasarkan ke
klien yang butuh promosi. Ceruk iklan
yang menjadi target Tribun Medan adalah
sektor properti.
Biasanya Tribun Medan juga
mulai serius menggarap versi online.
Diperkirakan ke depan akan mulai terjadi
migrasi para pengiklan dari cetak ke
online. Saat ini diperkirakan iklan Tribun
Medan versi online masih bergerak antar
11% menjadi 12% dari total pendapatan
iklan Tribun Medan.
‘‘
Dalam hal pelibatan
jurnalis untuk mencari
iklan
‘‘
Kesehatan Perusahaan Pers
Andalas memiliki ceruk iklan khusus
berupa iklan rumah dan iklan mobil.
Ada 4 halaman yang khusus disediakan
andalas untuk ceruk iklan mobil dan
rumah yang terbit setiap hari. Bahkan
untuk hari Kamis Andalas menyediakan 8
halaman iklan khusus untuk rumah, mobil
dan lowongan kerja. Strategi membuat
iklan dengan ceruk khusus ini membuat
masyarakat mencitrakan bahwa Andalas
identik dengan iklan rumah dan mobil.
Sumut Pos memiliki strategi khusus
dalam rangka meraih iklan, yaitu
dengan mengkhususkan pada bursa
properti dan otomotif serta provider jasa
telekomunikasi. Selain itu Sumut Pos
juga memiliki rubrik khusus bernama
Medan Society (1 halaman) yang berisi
liputan eksklusif even-even tertentu yang
diselenggarakan suatu lembaga, organisasi
atau komunitas dan diberlakukan
sebagai iklan. Sebagai kompensasi
pihak perusahaan akan memberikan 100
eksemplar Sumut Pos.
Strategi Mempertahankan
Meningkatkan Oplah
dan
Harian Tribun Medan selalu
mencermati survei AC Nielsen terkait
perkembangan oplah surat kabar saingan.
Di Sumatera Utara berdasarkan hasil
survei Nielsen, Tribun Medan merupakan
surat kabar yang masuk kategori paling
banyak dibaca masyarakat. Berdasarkan
hasil survei itu dibuat kebijakan untuk
menambah atau tidak oplah koran mereka.
Namun untuk tiga tahun terakhir
ini, Tribun Medan tidak lagi terfokus
untuk menambah oplah, tapi lebih
mempertahankan pembaca yang ada.
Tribun Medan juga fokus kepada
pengembangan media online sebagai
bagian dari strategi konvergensi untuk
meraup iklan. Strategi lain yang dilakukan
Tribun Medan untuk mempertahankan
oplah adalah menulis berita yang sifatnya
mengungkap sesuatu kasus (investigatif
reporting). Alasannya orang lebih tertarik
membaca berita yang mengungkap
sesuatu daripada berita-berita biasa.
Sebut saja yang dilakukan Tribun Medan,
yang belakangan ditiru beberapa surat
kabar lain, adalah menurunkan pasukan
pengecer yang ada di setiap perempatan
lalu lintas di kota Medan.
Bagi Tribun Medan menambah oplah
adalah hal yang tidak mudah mengingat
persaingan antar media yang ketat.
Selain itu meningkatkan oplah juga akan
berdampak pada peningkatan subsidi
mengingat Tribun Medan dijual di bawah
harga ongkos cetak. Oplah Tribun Medan
sendiri kini perhari sekitar 45.000-55.000
eksemplar.
Harian Sinar Indonesia Baru berusaha
meningkatkan oplah dengan cara mengejar
pembaca dari jemaat HKBP (Batak
Kristen) yang diperkirakan berjumlah 4
jutaan. Untuk itu mereka menyediakan
2 halaman untuk rubrik marsipatura
hutanabe yang memuat berita-berita dari
berbagai daerah yang mayoritas dihuni
masyarakat Batak. Juga lembar budaya,
25. Tribun Medan terbit 24 halaman. Tribun Medan dijual Rp 1.000 per eksemplar sementara koran lain
di Medan dijual Rp 3.0000 per eksemplar. Strategi dumping harga seperti ini dikeluhkan hampir oleh
semua perusahaan pers di Sumut.
35
Kesehatan Perusahaan Pers
ada mimbar agama Kristen. Selain itu
halaman satu juga banyak diisi dengan
berita-berita yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat Batak.
Sinar Indonesia Baru juga selalu
membangun persepsi sebagai satusatunya surat kabar orang Batak. Tidak
heran, peristiwa yang bersangkut paut
dengan orang Batak, sekalipun terjadi di
luar Sumatera Utara akan memperoleh
tempat di Sinar Indonesia Baru.
Namun demikian Sinar Indonesia Baru
juga mengejar pembaca dari suku lain
dengan menyediakan rubrik untuk beritaberita umum. Termasuk dari masyarakat
Batak Islam dengan menyediakan rubrik
Mimbar Jumat. Oplah Sinar Indonesia
Baru saat ini diklaim mencapai 80.000
eksemplar.
Pada umumnya perusahaan pers di
Sumut dalam rangka menaikkan oplah
surat kabar mereka, punya trik sendirisendiri. Yang umum misalnya dilakukan
dengan meliput profil seseorang yang
berpengaruh di masyarakat. Setelah profil
tokoh bersangkutan dimuat, narasumber
disuruh memborong sekian ratus
eksemplar. Biasanya berkisar 100 – 1.000
eksemplar. Bahkan sewaktu pemilukada
atau pemilu legislatif, jumlah yang harus
diborong bisa mencapai 2.000 - 3.000
eksemplar.
Teknik lain dengan membuat liputan
isu khusus, misalnya pelantikkan
pengurus organisasi dan acara seremoni
komunitas. Misalnya pesta marga raja
Hutagalung, diberikan dipesta itu kepada
semua yang hadir. Kalau perlu sudah
dicetak sehari sebelum acara, sehingga
sebelum acara berlangsung sudah bisa
36
‘‘
Pada umumnya
perusahaan pers di
Sumut dalam rangka
menaikkan oplah surat
kabar mereka, punya
trik sendiri-sendiri.
Yang umum misalnya
dilakukan dengan
meliput profil seseorang
yang berpengaruh di
masyarakat.
‘‘
dibagi-bagi. Ada juga yang memilih teknik
pemberitaan yang sensasional seperti Pos
Metro biasanya menaikkan oplah dengan
membuat detail berita pembunuhan sadis.
Harian Batak Pos Bersinar
mempertahankan oplah dengan
memperbanyak konten-konten
kebudayaan lokal, memelihara pelanggan
fanatik dan konsen untuk memuat
informasi tentang enam puak Batak yang
ada di masyarakat secara bergantian.
Usaha lain untuk mempertahankan oplah
ada mengembangkan Batak Pos online
yang kini memiliki viewer 69.235 viewer,
dan merekrut jurnalis yang berbeda
untuk mengurusi media online termasuk
pemrednya juga berbeda.
Target Batak Pos adalah orang Batak
yang jumlahnya sekitar 6 jutaan. Target
mendapatkan 12.000 pembaca dari enam
jutaan itu. Saat ini oplah Batak Pos
Kesehatan Perusahaan Pers
Bersinar 5.000 eksemplar dengan pembeli
adalah pelanggan lama dan orang-orang
yang fanatik dengan kebatakannya.
Wilayah penjualannya mulai dari Aceh,
Tapsel, Dairi, Labura, Labusel, Rantau
Parapat dan Jakarta.26
Promedia yang mendekati segmen
masyarakat Tionghoa sering membuat
liputan khusus tentang kasus-kasus yang
dialami warga Tionghoa Medan. Mereka
memanfaatkan kelemahan Analisa, yang
dianggap sebagai surat kabar orang
Tionghoa, yang tak berani bersuara
keras membela warga Tionghoa. Dengan
memuat aspirasi tokoh-tokoh warga
Tionghoa yang tengah terlibat dalam
sebuah konflik, umumnya oplah mereka
terdongkrak naik.
Jurnal Asia mempertahankan bahkan
meningkatkan jumlah oplah dengan
memberlakukan sistem order. Jurnal Asia
menawarkan liputan tentang kegiatan
suatu kelompok atau komunitas. Pada
saat terbit jumlah oplah akan ditambah
sesuai dengan permintaan pihak yang
diberitakan tersebut atau atas permintaan
jurnalis yang meliputkegiatan itu.
Waspada memiliki strategi khusus
dalam meningkatkan oplah mereka.
Saat pemilukada surat kabar yang
mencitrakan sebagai koran politik Sumut
ini menyelenggarakan poling popularitas
kandidat versi pembaca Waspada.
Prosentase popularitas dihitung dari
jumlah formulir yang digunting dari koran
Waspada dan dikirim pembaca ke kantor
redaksi. Dengan strategi seperti ini maka
kandidat yang membutuhkan pencitraan
lewat media akan terdorong untuk
mengirim formulir sebanyak mungkin
untuk meningkatkan hasil poling. Kejelian
seperti ini membuat oplah Waspada
bisa mencapai 100.000 eksemplar saat
penyelenggaraan pemilukada.
Peningkatan oplah juga bisa dilakukan
berdasarkan permintaan jurnalis Waspada
di daerah yang menilai berita yang mereka
tulis bisa menjadi bahan perbincangan
hangat di daerah. Redaksi akan merespon
permintaan tambahan oplah namun
tanggung jawab untuk penjualannya
menjadi tanggung jawab jurnalis. Hal ini
mengingat dalam hal penjualan koran
secara eceran, Waspada tidak mengenal
sistem konsinyasi.27
26. Seorang jurnalis senior dari surat kabar yang memiliki segmen pembaca sama dengan Batak Pos
mengkrtitik politik pemberitaan Batak Pos yang “menghantam” tokoh Batak, misalnya yang dilakukan
terhadap seorang mantan walikota yang tersangkut korupsi. Berita besar-besaran dengan menguliti si
tokoh, menurut wartawan tersebut justru jadi bumerang bagi Batak Pos.
27. Praktek umum di Sumut, jurnalis di daerah umumnya diberi beban tambahan lain untuk menjual
koran. Rata-rata per hari seorang koresponden bisa mendapatkan penghasilan berkisar Rp 30.000 –
Rp. 70.000 dari penjualan koran. Penghasilan itu diperoleh dari komisi penjualan. Dari perusahaan
pers komisi penjualan diberikan lebh besar dibandingkan penjualan lewat agen. Namun demikian
ada juga perusahaan pers yang tidak memperbolehkan jurnalis berhubungan pihak distribusi atau
pemasaran tapi melulu dengan pihk redaksi.
37
Kesehatan Perusahaan Pers
38
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab III
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Pers berkualitas menurut Bekti
Nugroho, bukan hanya pers yang mampu
menyajikan konten-konten berita atau
informasi berkualitas kepada masyarakat,
tetapi juga harus dapat bertahan dalam
ceruk pasar yang semakin kompetitif
dalam persaingan pers yang sehat dan
siap menghadapi perkembangan pesat
teknologi dan komunikasi. Masyarakat
membutuhkan pers seperti ini agar
dapat memberi pengaruh signifikan bagi
perkembangan politik, budaya ekonomi
dan sosial yang lebih baik di daerahnya
masing-masing.28
Pers yang sehat dalam segi bisnis
akan mampu mensejahterakan jurnalis
dengan memberikan hak-hak jurnalis
yang akan diikuti dengan kewajiban
jurnalis bekerja secara profesional untuk
memajukan perusahaan pers tempatnya
bekerja.
Hasil survei terhadap sepuluh
perusahaan pers di Sumut umumnya
memperlihatkan bahwa tingkat
kesejahteraan jurnalis, terutama dilihat
dari parameter gaji bulanan yang diterima,
belum menggembirakan. Ada perbedaan
yang cukup signifikan antara gaji yang
diterima jurnalis dari perusahaan pers
yang terbit sebelum reformasi dengan
yang diterima jurnalis dari perusahaan
pers yang terbit pasca reformasi.
Gaji yang diterima jurnalis perusahaan
pers yang lahir pasca reformasi umumnya
belum memenuhi UMP Sumut tahun 2014
sebesar Rp 1,7 juta. Kondisi berbeda
dialami jurnalis dari perusahaan pers yang
sudah eksis jauh sebelum reformasi yang
umumnya sudah di atas UMP. Namun
demikian ada kekecualian bagi perusahaa
pers yang lahir pasca reformasi yang
tergabung dalam konglomerasi media
besar.
Tentang kewajiban berbagi
keuntungan dari laba perusahaan
umumnya juga belum bisa dipenuhi pihak
perusahaan. Jurnalis umumnya tidak
mendapat akses informasi tentang laporan
keuangan tahunan perusahaan pers.
Memang ada dua perusahaan pers yang
mengaku telah membagi laba perusahaan
kepada jurnalisnya, namun berapa besar
jumlah laba yang diterima, tak pernah
diketahui jurnalis karena pihak perusahaan
mengklaim telah menggabungkan dalam
gaji yang diterima jurnalis.
Terkait fasilitas jaminan kesehatan,
masih ada sebagian kecil yang belum
memberikan jaminan. Sebagian besar
sudah memberikan jaminan kesehatan
berupa fasilitas BPJS.
Salah satu dampak ikutan dari
kesejahteraan jurnalis yang masih minim
adalah memberi peluang jurnalisnya
untuk mendapatkan dari tempatnya
ngepos. Kebijakan membolehkan jurnalis
merangkap sebagai pencari iklan, berlaku
28. Bekti Nugroho, “Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas”, Buletin Dewan Pers tahun 2013, Hal VII.
39
Kesehatan Perusahaan Pers
untuk perusahaan pers yang lahir sebelum
maupun pasca reformasi. Bahkan bagi
perusahaan pers yang tidak memberikan
gaji, pendapatan dari iklan dianggap
sebagai pengganti gaji.
Kebijakan seperti ini berpotensi
untuk menimbulkan independensi
jurnalis terhadap narasumber. Namun di
Sumut, hal ini akan terus menjadi dilema
sepanjang masalah kesejahteraan jurnalis
belum mampu diberikan oleh pihak
perusahaan pers.
Berbagai temuan dari survei ini,
menyadarkan pentingnya perusahaan pers
di Sumut, baik yang terbit sebelum masa
reformasi maupun pasca reformasi, untuk
secepatnya berbenah diri memperbaiki
kualitas pengelolaan manajemen
perusahaan pers agar mampu bertahan
dari persaingan yang makin keras itu.
Rekomendasi
Standar Perusahaan Pers merupakan
salah satu enforcement bagi perusahaan
pers di daerah agar lebih memerhatikan
kesehatan manajemen usaha dan
kesejahteraan jurnalis. Namun dalam
beberapa hal, ada beberapa parameter
yang perlu dikaji ulang:
Pertama terkait besaran modal
awal jika perusahaan pers diwajibkan
berbentuk PT. Seharusnya durasi jangka
penerbitannya harus lebih dari 6 bulan.
Idealnya antara 1 – 3 tahun secara
kontinu. Alasannya agar ada kepastian
ekonomi dan kesejahteraan jurnalis
dari perusahaan. Untuk itu ketentuan
besaran modal awal Rp 50.000.000 harus
disesuaikan dengan persyaratan pendirian
PT oleh Menhumkam atau ada kecukupan
modal yang memadai. Di sisi lain juga
40
perlu ada persyaratan tiras minimal 3.000
eksemplar dan dipasarkan ke masyarakat
dengan bukti penjualan dari agen di
daerah.
Hal ini penting mengingat di Sumut ada
perusahaan pers dadakan yang mencetak
surat kabar hanya 100 – 200 eksemplar.
Kedua, Dewan Pers diharapkan
dapat memberikan penilaian kompetensi
terhadap perusahaan pers yang telah
memenuhi Standar Perusahaan Pers
secara menyeluruh baik dari sisi bentuk
badan usaha, kesejahteraan jurnalis
dan karyawan, oplah yang cenderung
meningkat, ketaatan membayar pajak dsb.
Penilaian kompetensi terhadap Standar
Perusahaan Pers oleh Dewan Pers dapat
menjadi pembelajaran bagi perusahaan
pers untuk tidak main-main dalam
berbisnis media. Di sisi lain masyarakat
juga dapat memilah dan memilih surat
kabar yang kompeten dari sisi usaha.
Tim Survei:
J Anto, Pemilianna Pardede
Santy Pardede, Debora Sinambela
Penulis:
J Anto, Pemilianna Pardede
Supervisi:
M. Yazid
Kesehatan Perusahaan Pers
41
Kesehatan Perusahaan Pers
42
Kesehatan Perusahaan Pers
PENELITIAN 2
Kesehatan Perusahaan Pers
di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat
Oleh Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)
43
Kesehatan Perusahaan Pers
44
Kesehatan Perusahaan Pers
Kesehatan Perusahaan Pers
di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat
Bab I
Pengantar Permasalahan
Pers daerah sudah berkembang
dalam waktu yang cukup lama. Pada
dasarnya istilah pers daerah mengacu
pada pers yang terbit di luar Jakarta.
David T. Hill dalam bukunya, Pers di
Masa orde Baru (2011) menyebutkan
pers daerah sebagai pers pinggiran,
bersama dengan sejumlah penerbitan
lain seperti pers mahasiswa, pers
daerah -- baik yang berbahasa
Indonesia atau yang berbahasa daerah
(Hill 2011:135-170).
Hill menggambarkan bahwa industri
pers di Indonesia setidaknya sejak tahun
1966 didominasi oleh surat-surat kabar
nasional yang berbasis di Jakarta dan
didistribusikan ke kota-kota besar di
seluruh Indonesia, dan mereka inilah
yang disebut sebagai “Pers Indonesia”,
sementara itu di daerah ada juga surat-surat
kabar sederhana berbahasa Indonesia,
namun mereka semata-mata bertahan
hidup dari remah-remah yang tersisa dari
media cetak nasional (Hill 2011:144).
Namun Hill juga mengatakan bahwa
pendapat ini kemudian dipatahkan
pada akhir tahun 1980-an seiring
dengan kemunculan sederet jagoan
dari daerah. Menurut Hill, “Kejutan
ini sebagian besar disebabkan oleh
kesepakatan berbagai kerjasama untuk
urusan modal industri media cetak
yang banyak membantu, ditambah
dengan pengembangan perekonomian
di daerah secara umum.”
Cerita sukses tentang pers daerah
agak langka, karena surat kabar daerah
berskala kecil mesti berhadap-hadapan
dengan imperium pers asal Jakarta
yang tengah mengembangkan sayap.
Sedangkan modal yang dibutuhkan
agar tetap bisa mengejar lajunya
perubahan teknologi dalam industri
pers kian lama kian melambung. Di saat
yang sama pemasukan iklan disedot
oleh televisi. Akibatnya surat kabar
kecil di daerah mesti berjuang matimatian. Pilihan yang tersedia tidak
banyak, bergabung dengan satu atau
sejumlah lawan bisnis mereka dalam
payung imperium kelompok media atau
melawan sendirian dengan segudang
keterbatasan modal, sirkulasi, tingkat
ketrampilan staf dan teknologi.
45
Kesehatan Perusahaan Pers
Sederetan kelemahan di pilihan yang
terakhir membuat koran-koran kecil
di daerah makin jauh tertinggal di
belakang para pesaing mereka yang
telah menggalang jaringan (Hill
2011:145).
Jawa Pos sebagai koran nasional
yang terbit dari luar Jakarta (Surabaya)
namun liputannya mencakup seluruh
wilayah Indonesia. Jawa Pos awalnya
diambil alih oleh kelompok Tempo pada
bulan April 1982 ketika Tempo waktu
itu ditutup sementara oleh pemerintah
karena liputan soal pemilu. Aslinya
Jawa Pos lahir pada tahun 1949 di
Surabaya. Dahlan Iskan, Kepala Biro
Tempo di Surabaya yang mendapat
kepercayaan untuk memimpin Jawa
Pos membuktikan bahwa ia sukses yang
tak terbayangkan sebelumnya. Dalam
catatan Hill, dalam hanya satu dekade,
perusahaan Jawa Pos yang tadinya
tak dikenal menjadi salah satu dari
200 perusahaan terbaik di Indonesia
dan menempati peringkat 188 dalam
daftar perusahaan pembayar pajak
tahun 1990. Pada tahun 1992 Jawa Pos
menjadi suratkabar ketiga terbesar di
Indonesia dengan sirkulasi mencapai
350.000 (Hill 2011:106-107). Pada
periode itu pula Jawa Pos mulai
melakukan ekspansi ke berbagai
daerah, mengembangkan suratkabar
lain di kota Surabaya, hingga juga
memiliki stasiun radio, sejumlah
tabloid dan majalah.
Pada masa Orde Baru, pertumbuhan
pers daerah dapat dikatakan terhambat
karena masalah perijinan yang dikelola
oleh Departemen Penerangan memberikan
46
restriksi untuk pengembangan surat kabar
di daerah. Namun setelah reformasi pada
tahun 1998, maka dapat dikatakan bahwa
pers daerah berkembang dengan kecepatan
yang luar biasa. Jumlah penerbitan seIndonesia yang hingga akhir masa Orde
Baru hanya mencapai 300 penerbitan,
pada masa reformasi jumlahnya bisa
mencapai 1.500 hingga 1.700 penerbitan
di seluruh Indonesia. Ada suatu eforia
dalam merayakan kemerdekaan saat itu.
Namun demikian seiring dengan
berjalannya waktu, upaya untuk menata
perkembangan dalam industri media cetak
membuat kemudian muncul sejumlah
langkah untuk membuat pers tumbuh
sebagai institusi bisnis yang sehat. Jika
mengacu pada Standar Perusahaan Pers,
maka kita akan melihat ada banyak
institusi media yang dipertanyakan
kesehatannya secara bisnis.
Standar perusahaan pers yang
diumumkan oleh Dewan Pers dan disetujui
para perusahaan pers pada tanggal 6
Desember 2007, menulis 17 poin yang
menetapkan suatu institusi pers bisa
dianggap sebagai perusahaan pers yang
baik jika misalnya antara lain memenuhi
ketentuan ini:
• Perusahaan pers memiliki modal
dasar sekurang-kurangnya
sebesar Rp.50.000.000 (lima
puluh juta rupiah) atau ditentukan
oleh Peraturan Dewan Pers.
• Perusahaan pers memiliki
kemampuan keuangan yang
cukup untuk menjalankan
kegiatan perusahaan secara teratur
sekurang-kurangnya selama 6
(enam) bulan.
Kesehatan Perusahaan Pers
•
•
•
•
•
Penambahan modal asing pada
perusahaan pers media cetak
dilakukan melalui pasar modal dan
tidak boleh mencapai mayoritas,
untuk media penyiaran tidak boleh
lebih dari 20 persen dari seluruh
modal.
Perusahaan pers wajib memberi
upah kepada wartawan dan
karyawannya sekurang-kurangnya
sesuai dengan upah minimum
provinsi minimal 13 kali setahun.
Perusahaan pers memberi
kesejahteraan lain kepada
wartawan dan karyawannya seperti
peningkatan gaji, bonus, asuransi,
bentuk kepemilikan saham dan
atau pembagian laba bersih, yang
diatur dalam Perjanjian Kerja
Bersama.
Perusahaan pers wajib memberikan
perlindungan hukum kepada
wartawan dan karyawannya
yang sedang menjalankan tugas
perusahaan.
Perusahaan pers dikelola sesuai
dengan prinsip ekonomi, agar
kualitas pers dan kesejahteraan
para wartawan dan karyawannya
semakin meningkat dengan
tidak meninggalkan kewajiban
sosialnya.
Apakah ketentuan ini dipenuhi oleh
perusahaan pers yang hendak dianggap
sehat atau tidak, inilah yang hendak
dilihat dalam penelitian ini. Lebih
jauh penelitian ini mencoba untuk
menggambarkan persoalan apa yang
dihadapi oleh perusahaan-perusahaan
pers di daerah (baik itu terkait dengan
ceruk pasar, tingkat kompetisi antarperusahaan pers lain, perebutan kue
iklan, dan juga ketersediaan Sumber
Daya Manusia). Di luar itu yang akan
juga ditunjukkan adalah apa saja
strategi perusahaan pers agar bisa
survive dalam iklim persaingan yang
demikian keras, serta juga yang terkait
dengan bagaimana kantor media
mengatur hubungan antara media
tersebut dengan narasumbernya dalam
rangka menjaga etika dan integritas
media tadi.
Potret makro kondisi pers
Indonesia hari ini bisa dilihat dari data
yang dikeluarkan oleh SPS (Serikat
Perusahaan Pers – dahulu bernama Serikat
Penerbit Suratkabar)
47
4
Kesehatan Perusahaan Pers
DATA MEDIA CETAK NASIONAL 2006-2013
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Surat kabar harian
Jumlah
Tiras
media
251
6.058.486
269
7.217.600
290
7.490.252
302
8.080.694
349
8.744.483
401
9.255.646
400
9.504.355
394
9.582.794
Surat kabar mingguan
Jumlah
Tiras
media
235
1.081.953
247
1.353.953
224
1.039.853
232
1.063.353
240
1.084.075
284
991.716
230
646.200
220
537.600
Majalah
Jumlah
media
258
297
318
322
294
411
455
421
Tiras
5.525.857
5.735.857
5.925.857
6.234.357
6.235.243
8.404.602
8.904.975
7.805.056
Tabloid
Jumlah
media
142
167
173
177
188
265
239
219
Tiras
4.732.055
4.782.555
4.621.055
5.427.955
5.400.803
6.593.112
4.290.223
4.369.725
Sumber: Media Directory 2013/2014, Integrasi Multi Platform & Monetisasi Digital, SPS Serikat
PerusahaanMedia
Pers, 2014,
Asmono Wikan
(2011)
Sumber:
Directory
2013/2014,
Integrasi Multi Platform & Monetisasi
Digital, SPS Serikat Perusahaan Pers, 2014, Asmono Wikan (2011)
48
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab II
Kondisi Pers diBAB
Tiga
Propinsi Jawa
II
Bagian Barat
5
5
KONDISI PERS DI TIGA PROPINSI
BAB II JAWA BAGIAN BARAT
KONDISI
PERSdiDIsini
TIGA
PROPINSIyang
JAWAtidak
BAGIAN
BARAT
Tiga propinsi
yang diteliti
tergolong
masuk
dalam
Tiga propinsi
yang diteliti
di adalah
sini adalahpers
Provinsi Banten,
DKI
Jakarta dan
Jawa Barat.
Tiga
wilayah
ini
masih
tergolong
sebagai
wilayah
yang
dekat
dengan
ibukota
Jakarta,
dan
DKI
Provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa grup-grup media besar sebagaimana
Jakarta
sendiri
juga
dimasukkan
dalam
penelitian,
untuk
juga
melihat
pers
yang
memang
terbit
Barat. TigaTiga
wilayah
ini
masih
dipetakan
olehDKIHaryanto
Lim
propinsi
yang
ditelititergolong
di sini adalah
Provinsi
Banten,
dan(2011),
Jawa
di Jakarta, namun
tidak
tergolong
grup-grup
media
yang telah
menjadi Jakarta
konglomerat.
PersBarat.
yang
Tiga
wilayah
ini
masih
tergolong
sebagai
wilayah
yang
dekat
dengan
ibukota
Jakarta,
dan
DKI
sebagai
wilayah
yang
dekat
dengan
(2011)
atau
Nugroho
(2012).
Pers
yang
diteliti di DKI Jakarta adalah pers yang tidak tergolong masuk dalam grup-grup media besar di
Jakarta
sendiridipetakan
juga
dalam
penelitian,
untuk
juga
melihat
pers (2012).
yang
terbit
ibukota
Jakarta,
dan dimasukkan
DKI
Jakarta
sendiri
luar
grup
dan
berlokasi
di memang
Jakarta
artinya
sebagaimana
oleh
Haryanto
(2011),
Lim
(2011)
atau
Nugroho
Pers yang
di
di Jakarta,
namun
tidak tergolong
grup-grup
media keterjangkauan
yang telah menjadi
konglomerat.
Pers
yang
luar
grup
dan
berlokasi
di
Jakarta
artinya
memiliki
yang
terbatas
pada
kota
ini
jugaditeliti
dimasukkan
dalam penelitian,
untuk
memiliki
keterjangkauan
yang terbatas
diuntuk
DKI Jakarta
pers
yang
tidak tergolong
masuk
dan
itu persadalah
ini bisa
disandingkan
dengan
persdalam
daerahgrup-grup
propinsimedia
lain. besar
jugasaja,
melihat
pers
yang seperti
memang
terbit
di Lim
pada
kotaatau
iniNugroho
saja,didan
untuk
itu pers
sebagaimana
dipetakan
oleh Haryanto
(2011),
(2011)
(2012).
Pers yang
di
luar grup
dan tidak
berlokasi
di Jakartagrup-grup
artinya memiliki
keterjangkauan
yang terbatas pada
kota ini
Jakarta,
namun
tergolong
seperti
ini bisa disandingkan
dengan
pers
saja, dan untuk itu pers seperti ini bisa disandingkan dengan pers daerah di propinsi lain.
media
yang telah menjadi konglomerat. daerah di propinsi lain.
DATA MEDIA CETAK / PERS DI JAWA BARAT
Pers yang diteliti di DKI Jakarta adalah
DATA MEDIA
/ PERS DI Surat
JAWA BARAT
SuratCETAK
kabar harian
kabar Majalah
Tabloid
mingguan
Tahun
Jumlah
Tiras
Jumlah Tiras
Jumlah Tiras
Jumlah
Tiras
Surat kabar harian
Surat
kabar media
Majalah
Tabloid
media
media
media
2011
20
678.660 mingguan
17
84.500
19
34.000
13
80.000
Tahun
Jumlah
Tiras
Tiras
Tiras
Tiras
2012
26
462.500 Jumlah
17
56.500 Jumlah
19
84.500 Jumlah
10
84.500
media
media
media
media
2013
23
520.500
17
55.500
19
84.500
10
84.500
2011
20
678.660
17
84.500
19
34.000
13
80.000
2012 : Media
26 Directory
462.500
17 Integrasi
56.500
19
10
84.500
Sumber
2013/2014,
Multi Platform
&84.500
Monetisasi Digital,
SPS
Serikat
2013
23 2014.
520.500
17
55.500
19
84.500
10
84.500
Perusahaan
Pers,
Sumber
: Media
Directory
2013/2014,
Integrasi
Platform
& SPS
Monetisasi
Sumber : Media
Directory
2013/2014,
Integrasi Multi
PlatformMulti
& Monetisasi
Digital,
Serikat
Digital,
SPS Serikat
Perusahaan Pers, 2014.
Perusahaan
Pers, 2014.
Sementara itu untuk kondisi pers di wilayah Banten bisa melihat pada tabel di bawah
Sementara
itu untuk kondisi pers di
ini:
wilayah Banten bisa melihat pada tabel
Sementara itu untuk kondisi pers di wilayah Banten bisa melihat pada tabel di bawah
di bawah
ini:
ini:
DATA MEDIA CETAK / PERS DI BANTEN
DATA MEDIA
CETAK
PERS DI Surat
BANTEN kabar Majalah
Surat
kabar/ harian
Tabloid
mingguan
Tahun
Jumlah
Tiras
Jumlah Tiras
Jumlah
Tiras
Jumlah
Tiras
Surat kabar harian media
Surat
kabar media
Majalah
Tabloid
media
media
2011
9
81000 mingguan
9
17000
7
30000
6
15000
Tahun
Jumlah
Tiras
Tiras
Tiras
Tiras
2012
10
124000 Jumlah
10
19000 Jumlah
8
31000 Jumlah
3
16000
media
media
media
media
2013
11
168500
9
18000
8
31000
4
17500
2011
9
81000
9
17000
7
30000
6
15000
Sumber
: Media
Directory
2013/2014,
Integrasi
Multi
Platform
&16000
Monetisasi
2012 : Media
10Directory
124000
10 Integrasi
19000
8
31000
3 Digital,
Sumber
2013/2014,
Multi
Platform
& Monetisasi
SPS
Serikat
2013 SPS Serikat
11 2014.
168500
9
18000
8
31000
4
17500
Digital,
Perusahaan
Pers,
2014.
Perusahaan
Pers,
SumberDan
: Media
2013/2014,
Platform
Monetisasi
Digital,ini.
SPS Serikat49
dataDirectory
tentang media
cetak diIntegrasi
provinsi Multi
DKI bisa
diihat&dari
tabel di bawah
Perusahaan Pers, 2014.
Dan data tentang media cetak di provinsi DKI bisa diihat dari tabel di bawah ini.
Kesehatan Perusahaan Pers
6
DATA MEDIA CETAK / PERS DI DKI JAKARTA
6
Dan dataSurat
tentang
bisa diihat dari tabel
di bawah ini.
kabar media
harian cetak
Suratdi provinsi
kabarDKI
Majalah
Tabloid
mingguan
DATA MEDIA CETAK / PERS DI DKI
JAKARTA
Tahun
Jumlah
Tiras
Jumlah Tiras
Jumlah
Tiras
Jumlah
Tiras
media
media
media
media
2011
45 kabar3.069.534
21
198.500
281
7.842.202 Tabloid
73
5.030.525
Surat
harian
Surat
kabar Majalah
2012
41
3.150.534 mingguan
18
170.500
322
8.057.686
63
3.676.725
Tahun
Jumlah
Tiras
Tiras
Tiras
Tiras
2013
43
3.229.534 Jumlah
20
152.000 Jumlah
293
7.064.706 Jumlah
56
3.650.725
media
media
media
media
Sumber
2013/2014,
Multi Platform
Digital,73
SPS Serikat
2011 : Media
45 Directory
3.069.534
21Integrasi
198.500
281 & Monetisasi
7.842.202
5.030.525
Perusahaan
Pers,
2012
41 2014.
3.150.534
18
170.500
322
8.057.686
63
3.676.725
2013
43
3.229.534
20
152.000
293
7.064.706
56
3.650.725
Sumber : Media
Directory
2013/2014,
Integrasi MultiIntegrasi
Platform & Monetisasi
Digital, SPS
Sumber
: Media
Directory
2013/2014,
Multi Platform
&Serikat
Monetisasi
Perusahaan
Pers, 2014.
Digital,
SPS
Perusahaan
Pers,bahwa
2014.2 propinsi lain yaitu Banten dan Jawa Barat
DariSerikat
data di atas
kita bisa melihat
terbilang inferior jika disandingkan dengan data dari provinsi DKI Jakarta yang juga menjadi
Dari
dataperkembangan
di atas kita
bisa melihat
perkembangan
di tingkat
nasional.
barometer
di tingkat
nasional. Sejumlah
pers lahir di ibukota
Jakarta dengan
jangkauan
yang menasional
baik itu Banten
surat kabar harian,
surat kabar
bahwa
2 propinsi
lain yaitu
Sejumlah
pers mingguan,
lahir di majalah
ibukotadanJakarta
tabloid. Dari data di atas kita bisa melihat bahwa 2 propinsi lain yaitu Banten dan Jawa Barat
dan terbilang
Jawa Barat
terbilang inferior jika dengan jangkauan yang menasional
inferior jika disandingkan dengan data dari provinsi DKI Jakarta yang juga menjadi
disandingkan
dengan data
dari provinsi
baik pers
itu surat
surat kabar
barometer perkembangan
di tingkat
nasional. Sejumlah
lahir dikabar
ibukotaharian,
Jakarta dengan
yang menasional
baik itu
surat kabar harian,
surat kabar
mingguan,
majalah dan
DKIjangkauan
Jakarta yang
juga menjadi
barometer
mingguan,
majalah
dan tabloid.
tabloid.
TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI BANTEN
TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI BANTEN
Gambaran
lokasi
Gambaranumum
umum lokasi
TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI BANTEN
BantenBanten
adalah
daerah
pengembangan
dariJawa
Jawa
Barat
bagian
Barat,
danterdiri
Banten
adalah
daerah
pengembangan dari
Barat
bagian
Barat, dan
Banten
1
1:
atas
4
kabupaten
dan
4
kota
seperti
berikut
:
terdiri
atas
4
kabupaten
dan
4
kota
seperti
berikut
Gambaran umum lokasi
Banten adalah daerah pengembangan dari Jawa Barat bagian Barat, Logo
dan Banten terdiri
No.
Kabupaten/Kota
Ibu berikut
kota 1 :
Bupati/Walikota
atas 4 kabupaten
dan 4 kota seperti
1
Kabupaten Lebak
Rangkasbitung Hj. Iti Ocatavia Jayabaya
1
3
Kabupaten Serang
Lebak
Rangkasbitung A
Hj.Taufik
Iti Ocatavia
Jayabaya
Ciruas
Nuriman
3
5
Kabupaten
Serang
Kota
Cilegon
-Ciruas
Kota Cilegon
-
No.
Kabupaten/Kota
Ibu kota
2 Kabupaten Pandeglang Pandeglang
Bupati/Walikota
Erwan Kurtubi
2
4
Pandeglang Tigaraksa
Pandeglang
Kabupaten Tangerang
Erwan Kurtubi
Ahmed
Zaki Iskandar
Kota
SerangTangerang
Kabupaten
Tubagus
Haerul
Jaman
Ahmed Zaki
Iskandar
6
4
5
1.
50
-Tigaraksa
Logo
A Taufik
Nuriman
Tb
Iman Ariyadi
Tb Iman Ariyadi
1
Sumber Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Banten
1
Sumber Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Banten
6
Kota Serang
-
Tubagus Haerul Jaman
Sumber Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Banten
Kesehatan Perusahaan Pers
Secara umum ada 7 koran lokal yang
masih terbit: Radar Banten (grup Jawa
Pos), Banten Raya atau Baraya (grup Jawa
Pos), Banten Pos (grup Pikiran Rakyat),
Satelit Pos (grup Rakyat Merdeka),
Tangsel Pos (grup Rakyat Merdeka),
Tangsel Ekspres (grup Jawa Pos), dan
Kabar Banten (grup Pikiran Rakyat).
Semuanya adalah Koran berjaringan,
baik dari grup Jawa Pos, grup Rakyat
Merdeka, grup Pikiran Rakyat. Secara
umum, Koran-koran ini masih terbit rutin.
Banten Pos masih mencetak korannya di
Bandung, di markas Pikiran Rakyat.
Rachmat Ginandjar, direktur Kabar
Banten, yang ditemui tim peneliti
mengatakan bahwa Banten Pos memiliki
direktur dengan status karyawan Pikiran
Rakyat yang ditempatkan di Banten Pos
di Serang. Banten Pos memiliki kantor
redaksi di kota Serang. Kantor iklannya
pun di kota yang sama, namun tidak satu
gedung cuma berjarak 100 meter saja
dari kantor redaksinya. Kantor iklannya
berada persis di pinggir jalan, sehingga
terlihat lebih strategis. Sedangkan kantor
redaksi menempati gedung tua, dan agak
tersembunyi dari pinggir jalan. Banten
Pos sendiri ditempatkan sebagai koran
regional, bukan hanya beredar lokal di
Serang saja. Sirkulasi Koran ini menyebar
di semua kabupaten dan kota di provinsi
Banten.
Menurut Rachmat sempat ada beberapa
media yang di luar jaringan perusahaan
pers besar, seperti Banten Muda, tapi
umurnya tidak lama. “Sepertinya berat
bila media lokal muncul di sini, mungkin
‘‘
Banten Pos sendiri
ditempatkan sebagai
koran regional, bukan
hanya beredar lokal di
Serang saja. Sirkulasi
Koran ini menyebar di
semua kabupaten dan
kota di provinsi Banten.
‘‘
karena biaya dan dukungan dari kantor
yang berjaringan lebih memudahkan
daripada hanya mengandalkan media
dari lokal saja. Kebutuhan media kan
bukan hanya modal, tapi sumber daya
manusia, informasi dan jaringan yang
juga diperlukan.” Demikian diungkapkan
Rachmat.
Suratkabar lain yang cukup besar di
wilayah Banten adalah Banten Pos yang
telah terbit sejak 2 Mei 2011. Pemimpin
Redaksi Banten Pos adalah H. Adam
Adhariyudin yang juga ditemui oleh
tim peneliti. Perusahaan yang menaungi
Banten Pos adalah PT. Banten Berita
Merdeka dengan modal dasar tidak
termasuk tanah dan bangunan senilai Rp1
Miliar. Banten Pos adalah bagian dari
Grup Rakyat Merdeka, dengan pemegang
saham H. Margiono, selaku Komisaris
Utama Rakyat Merdeka Group, dan
jumlah karyawannya mencapai 60 orang.
51
Kesehatan Perusahaan Pers
Persoalan Gaji, Iklan dan Sumber
Daya Manusia
Dalam pandangan Rachmat surat
kabar Kabar Banten tergolong sehat,
karena menurutnya, “Kami masih untung,
terbukti dengan masih terbit dengan oplag
19 ribu eksemplar. Selain itu, kami juga
masih mampu membayar gaji pegawai
sekitar 50 orang, di mana setengahnya
adalah wartawan baik di Serang maupun di
kabupaten/kota di dalam provinsi Banten.
Kami juga rutin memberikan Tunjangan
hari Raya, dan staff dan karyawan kami
berstatus tetap, termasuk wartawan yang
tinggal di kabupaten kota di provinsi
Banten.
Rachmat mengaku bahwa fasilitas
gaji dan tunjangan cukup baik di Kabar
Banten. Standar UMK setempat yakni Rp
2,4 juta pada 2014, namun Rachmat tak
mau menyebutkan jumlah gaji secara pasti,
namun dia menjamin tunjangan dan gaji
yang diterima cukup layak untuk hidup di
wilayah Banten. “Selain itu wartawan juga
mendapatkan uang transport, juga uang
liputan dsb. Menurutnya standar hidup di
Serang dan daerah lain di provinsi Banten
lebih rendah dari Jakarta. Namun standar
hidup di Banten tak jauh berbeda dengan
di Bandung, di mana kantor pusat dan
para awak Pikiran Rakyat berada.
Terkait dengan pemasukan dari iklan,
Kabar Banten mengakui bahwa pemasukan
utama masih dari iklan pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten / kota.
“Bentuk iklannya seperti ucapan selamat,
advertorial. Sebagai contoh, kalau ada
52
pengangkatan pejabat baru atau ada yang
meninggal dunia, hasilnya lumayan dari
ucapan selamat atau ucapan dukacita itu.”
Pemasukan iklan lain dari pihak swasta
atau produk-produk belum begitu banyak,
dan Rachmat mengaku memang belum
digarap secara serius. Hasil penjualan
koran belum menutupi biaya produksi
koran, namun dengan bekerja sama
dengan pemerintah daerah, sebagian
ongkos produksi jadi tertutupi.
Terkait dengan sumber daya manusia,
menurut Rachmat, para wartawan juga
mendapat pelatihan, termasuk pendidikan
untuk kompetensi wartawan yang
diadakan oleh Dewan Pers. Tetapi yang
lebih dominan adalah pelatihaan yang
dilakukan di grup media, dalam hal ini
grup Pikiran Rakyat.
H. Adam Adhariyudin, mengatakan
bahwa di Banten Pos struktur penggajian
diputuskan berdasarkan ketentuan
peraturan perusahaan dan mengacu pada
ketentuan dan berlaku di daerah, tempat
perusahaan berdiri. Perusahaan yang
menaungi Banten Pos juga tercatat sebagai
Perusahaan Kena Pajak (PKP) yang
memiliki NPWP sendiri. Adam optimis
bahwa perkembangan Banten Pos, paling
tidak dalam dalam enam bulan ke depan
jadi lebih stabil.
Persoalan lain yang terkait dengan
masalah SDM dan Iklan, diakui Adam
menjadi persoalan yang cukup pelik bagi
perusahaan pers di daerah. Menurutnya,
kue iklan tetap sama jumlahnya, sementara
jumlah media yang ada terus bertambah.
Kesehatan Perusahaan Pers
Kondisi ini menuntut perusahaan untuk
melakukan sejumlah strategi untuk bisa
mendapatkannya. Adam menuturkan
kesulitannya untuk mendapatkan SDM
berkualitas sesuai kompetensi yang
dibutuhkan. “Pencari kerja ada banyak,
namun untuk yang memenuhi spesifikasi
tertentu tidaklah mudah.”
Selain itu surat kabar juga dituntut
melakukan hubungan yang baik di
internal perusahaan antara SDM yang
ada dan manajemen, serta memberikan
kenyamanan kerja terhadap para pegawai.
Misalnya, memberikan gaji yang layak,
dan jaminan kesehatan, jaminan cuti, serta
memberikan reward serta punishment
sebagai ketentuan yang diterapkan dalam
sebuah tuntutan kepastian secara aturan.
Kesehatan pers memiliki pengaruh
besar dalam efektifitas kerja pegawai
(wartawan). Sementara itu untuk
peningkatan kemampuan para wartawan
maka diadakan sejumlah pelatihan, namun
untuk itu dilakukan oleh grup (Rakyat
Merdeka Grup sebagai kepalanya) melalui
program kerja perusahaan.
Harian Banten Raya, sebuah koran
yang bernaung di bawah grup Jawa Pos,
tepatnya di bawah grup Radar Banten,
mengakui bahwa mereka mengalami
persaingan yang luar biasa di wilayah
‘‘
Kesehatan pers memiliki
pengaruh besar dalam
efektifitas kerja pegawai
(wartawan). Sementara
itu untuk peningkatan
kemampuan para
wartawan maka diadakan
sejumlah pelatihan
‘‘
Banten ini, karena Taufik Rohman,
pemimpin redaksinya mengakui bahwa
hariannya mengalami penurunan sirkulasi
dari tahun ke tahun. Jumlah karyawan
Banten Raya yang organik sebanyak 17
orang, dan non organik 13 orang.
Ia mengakui bahwa korannya mendapat
dukungan dari media induknya, Radar
Banten, yang menurut istilahnya adalah
“Divisi 1”, sementara Jawa Pos News
Network adalah holding companynya.
“Salah satu bukti dukungannya adalah
dengan disediakannya kami kantor redaksi
yang baru dan lebih representatif sejak
Agustus 2014 di tempat yang sekarang
(Ruko PCI Cilegon).” Tutur Taufik. 2
2. Grup Jawa Pos menganut suatu sistem pengembangan perusahaan yang mendesentralisir grup-grup
yang ada di bawahnya. Hari ini tak kurang 150 suratkabar di seluruh Indonesia dimiliki oleh Grup
Jawa Pos, namun pengelolaan ini dilakukan lewat “kapal-kapal” yang mengoordinasi koran-koran
lain di bawah grupnya. Ada kesan bahwa setiap bagian dari grup ini pun diberi keleluasaan untuk
mengembangkan media tersendiri hingga di beberapa wilayah terkadang ada beberapa suratkabar
yang sebenarnya merupakan bagian dari grup Jawa Pos juga, namun melalui anak perusahaan yang
berbeda. Lebih jauh soal sejarah Jawa Pos lihat Hill (2011:104-108, juga 144-150), juga lihat Wangkar
(2013:95-132). Tentang sosok Dahlan Iskan, lihat Ali Arahman (2007)
53
Kesehatan Perusahaan Pers
Harian Banten Raya walaupun
beralamat di Cilegon namun pasarnya
mencakup seluruh regional Banten:
Serang, Cilegon, Pandeglang, Lebak dan
Tangerang. Koran ini menarget pembaca
umum dari segala usia, profesi dan
kelas sosial ekonomi. Selain melayani
pelanggan rumah tangga, Banten Raya
juga didistribusikan di tempat-tempat
umum/loper koran, serta di kantor-kantor
instansi pemerintah maupun swasta.
Taufik mengakui bahwa SDM untuk
koran Banten Raya tak semuanya sarjana
S1, namun menurutnya mereka adalah
orang-orang yang memiliki kemampuan
jurnalistik, tata artistik, dan pemasaran
yang sudah cukup mumpuni. “Ini juga tak
lepas dari pemberian pelatihan dari grup
kami yang diberikan secara berkala, baik
pelatihan penulisan, fotografi, lay out,
marketing.”
Taufik menilai perusahaannya sudah
cukup sehat. “Karyawan dan jurnalis
kami, meski belum semuanya digaji
sesuai Upah Minimum Kota (di Cilegon
UMK adalah Rp 2,443 jt) namun kami
berikan insentif dan tunjangan lain. Yakni
kami ikutsertakan mereka dalam program
BPJS Ketenagakerjaan (dulu Jamsostek),
undian umroh karyawan, family tour,
insentif mendapatkan iklan sebesar 20%.”
Taufik menyebutkan bahwa jurnalis di
Banten Raya diperkenankan mencari
iklan, namun sifatnya tidak wajib.
Sementara itu Humas Kota Serang,
Trisno B. Prasetyo, mengatakan bahwa
kesehatan perusahaan pers di daerah
54
Serang masih belum merata kesehatannya.
“Masih ada perusahaan pers yang
alamatnya tidak jelas. Atau ada yang satu
alamat digunakan untuk 4 nama media
yang berbeda-beda. Ini biasanya muncul
ketika musim Lebaran atau hari-hari
besar keagamaan tiba. Mungkin motifnya
untuk mencari THR. Ada juga media yang
wartawannya sering berganti-ganti, keluar
masuk.”
Ia tidak menampik bahwa di wilayah
kota Serang ada perusahaan media yang
sehat, namun media yang sifatnya grup
atau jaringan seperti Radar Banten,
Banten Raya, Banten Pos, Kabar Banten
(grup JPNN, Rakyat Merdeka, dan
Pikiran Rakyat). Sejumlah media online
juga ia nilai sudah cukup profesional
seperti Fesbuk Banten News, Wong
Banten, Berita Cilegon Online.
Strategi survive
Mengandalkan iklan dari pemerintah
provinsi, kabupaten atau kota, adalah hal
yang sering dipraktekkan oleh banyak
koran lokal, dan demikian pula yang
dilakukan oleh Kabar Banten, selain juga
bahwa wartawan juga diperbolehkan
mencari iklan, hanya sebagai pembuka
peluang awal.
Dalam kaitan dengan iklan ini, Kabar
Banten menjelaskan policy mereka yang
terkait dengan wartawan yang juga
mencari iklan bagi korannya. “Di Koran
kami ada divisi periklanan sendiri. Namun
demikian para jurnalis dibolehkan untuk
menerima iklan, tapi tetap diharapkan
Kesehatan Perusahaan Pers
tidak memengaruhi sikap dalam liputan
terhadap pemberi iklan. Misalnya, saat
dia (jurnalis) bertemu narasumber, dan
narasumber itu mau memasang iklan,
bisa saja dia melalui jurnalis tersebut
untuk pasang iklan.” Demikian dijelaskan
Rachmat.
Strategi lain diambil oleh Banten Pos
dimana perusahaan ini pun berkembang
dengan melahirkan anak perusahaan lain
berupa perusahaan Event Organizer (EO)
dan media online bernama www.bantenpos.
co, yang telah berdiri sendiri dengan di
bawah payung badan hukum, masingmasing. Adam mengakui persaingan
dengan sesama media di wilayah Banten
cukup ketat, dan “Kompetitor kami saat ini
bukan hanya antar media cetak yang satu
rumpun (Koran), tapi juga perkembangan
teknologi telah memberikan kemudahan
informasi melalui dunia digital.” Namun
demikian Adam melihat sebenarnya hal
ini membuka peluang baru untuk jadi
suatu lahan lain untuk digarap, yaitu
segmen kalangan remaja dan segmen
lain (wanita), yang juga menantang untuk
dijelajahi. Adam menekankan bahwa
untuk perusahaan tetap survive, maka
perusahaan surat kabar harus kreatif
dan mampu menyuguhkan produk yang
diinginkan pasar,
Untuk pasar yang terbilang kecil,
Taufik Rohman, Pemimpin Redaksi
Banten Raya mengakui kompetisi yang
tinggi antar sesama perusahaan media di
Banten, terutama dalam hal meraih dan
meningkatkan pangsa pasar pembaca,
serta dalam memperbesar raihan kue iklan.
Untuk itu Taufik merumuskan strategi
untuk menghadapi persaingan tersebut
adalah dengan menerapkan SMART
REPORTING dan filosofi PRO BIS,
“Artinya gaya penulisan kami upayakan
selalu soft, bersahabat, tidak provokatif,
serta mengangkat potensi-potensi bisnis
yang ada di wilayah Banten. Selain itu
kami mewajibkan jurnalis kami selalu
konfirmasi kepada para narasumber yang
terlibat, sebelum tulisan tersebut dimuat.”
Kebijakan redaksi terhadap narasumber
Di Banten Pos, H. Adam Adhariyudin,
menekankan bahwa kebijakan perusahaan,
mengedepankan etika jurnalistik dalam
menjalankan tugas-tugas jurnalistik
dalam melakukan tugas maupun
menjalin hubungan dengan narasumber
maupun pengiklan. Wartawan dilarang
menerima imbalan yang dikhawatirkan
akan mempengaruhi kulaitas maupun
nilai berita. Di Banten Pos, wartawan
diperbolehkan berkontribusi dalam
memberikan iklan, namun tidak
diwajibkan.
Membicarakan masalah kebijakan
redaksi terkait dengan hubungannya
dengan narasumber, Humas PT Krakatau
Industrial Estate Cilegon (PT. KIEC),
Nana Stiana, mengatakan bahwa secara
umum, pihaknya bermitra kerja dengan
jurnalis/pers daerah, dan menurutnya
mereka sudah menerapkan jurnalisme
yg positif dan profesional. “Hubungan
kami pun secara personal dengan para
jurnalis dan pimpinan perusahaan sudah
lebih erat. Kami juga sering melakukan
55
Kesehatan Perusahaan Pers
kerjasama kegiatan, pensponsoran
maupun pengiklanan dengan pers daerah
kami.”
Namun begitu, Nana pun mengakui
bahwa masih ada persoalan di pers
daerah yang perlu terus mendapatkan
perhatian. Yang paling utama adalah
berkaitan dengan tingkat kesehatan
perusahaan pers tersebut, misalnya ada
beberapa harian yang alamat redaksinya
tidak jelas, tidak tetap, berpindah-pindah,
frekuensi terbit yang kadang terbit kadang
tidak. Lalu soal penampilan atau attitude
para jurnalis ketika meliput event yang
diadakan oleh perusahaannya, atau ketika
bertemu dengan narasumber di kantornya
yang ia gambarkan sedikit agak kurang
rapi atau terlalu bersemangat.
Lebih jauh Nana memberikan
penilaian, bahwa untuk jurnalis atau
pers daerah yang merupakan anggota
dari grup/jaringan seperti JPNN atau
Pikiran Rakyat, ia menilai wartawan
ini sudah cukup baik, profesional dan
berimbang dalam memberitakan tentang
perusahaannya. “Namun memang untuk
harian yang ‘abal-abal’ beberapa masih
sedikit merepotkan. Misalnya memaksa
meminta memasang iklan di medianya.
Atau meminta penggantian biaya
peliputan. Tentu tidak kami penuhi kalau
sifatnya sudah memaksa dan jumlah yg
diminta di luar kemampuan kami. Tapi
sekarang praktik itu sudah tidak ada lagi.
Karena kami bersikap tegas untuk hal
seperti itu.”.
56
Secara khusus perusahaan yang dahulu
dikenal dengan nama Krakatau Steel ini
memang tidak menganggarkan ‘uang
transport’ kepada para jurnalis yang
meliput kegiatan-kegiatan perusahaan.
“Namun kami upayakan selalu ada. Kami
bagi rata untuk semua jurnalis yang
hadir. Lebih sebagai ucapan terimakasih
saja, atau kami istilahkan sebagai uang
‘kadeudeuh’. Menurut kami, sebagai
sarana menjalin hubungan baik, jurnalis
sah-sah saja menerima pemberian
‘kadeudeuh’ dari kami selama sifatnya
tidak memaksa, medianya jelas, dan
anggaran kami ada.” Pernyataan Nana
ini terdengar tidak konsisten dan sangat
berhati-hati dalam melontarkan pendapat
yang sesungguhnya
Nana juga mengatakan bahwa untuk
membina hubungan baik dengan pers
di daerah, pihaknya berpikir tidak
selamanya harus dengan pemberian
uang. “Kami upayakan dengan cara lain,
misalnya kerjasama pemasangan iklan.
Lalu dengan pemberian voucher-voucher
potongan harga menginap di hotel yg
kami kelola. Atau mengajak wartawan
untuk mengikuti tour bersama perusahaan
kami.”
Di perusahaan KIEC, kelompok
kerja wartawan atau Pokja memang
tidak diberikan ruangan khusus. Namun
ia mengaku bahwa ia mengetahui siapa
saja wartawan yang biasa meliput
perusahaannya, karena ia memiliki
database, pun ia juga tahu siapa wartawan
yang dituakan, siapa yg ditugasi medianya.
“Hal ini membuat kami tak terlalu sulit
Kesehatan Perusahaan Pers
untuk menginformasikan rencana kegiatan
perusahaan yang akan diselenggarakan.
Tinggal telepon satu wartawannya, lalu
dia akan menginformasikan ke temantemannya.”
Humas Kota Serang, Trisno B.
Prasetyo, tak menampik kenyataan bahwa
ada saja wartawan menawarkan iklan ke
instansinya. Untuk menghadapi situasi
ini Trisno memilih kebijakan, “Kalau
ada anggarannya kami usahakan bagi
rata memasang iklan di media mereka.
Kalau anggarannya kurang, tentu kami
memasang iklan ke sebagian saja.”
‘‘
Humas Kota Serang,
Trisno B. Prasetyo, tak
menampik kenyataan
bahwa ada saja wartawan
menawarkan iklan ke
instansinya.
‘‘
Untuk peliputan kegiatan pemerintahan
biasanya Trisno tidak memberikan
‘transport’ ke jurnalis. “Sesekali sih ada.
Dan mereka pun sudah paham bahwa
tidak semua kegiatan pemerintahan,
humas akan memberi transport. Tidak ada
anggaran khusus di kami untuk pemberian
transport maupun THR. Mungkin kalau di
peliputan Pemprov ada anggaran khusus.
Namun dalam pemerintah Kota tidak.”
Ujarnya.
Pengalaman
yang
kurang
menyenangkan pernah Trisno alami ketika
ada wartawan media abal-abal memaksa
meminta (menodong) biaya atas berita
tentang Pemkot yang telah dia buat. Ia
kontan menolaknya. Menurutnya “Jurnalis
dan pers daerah bagi kami merupakan
mitra strategis dalam menyampaikan
hasil-hasil pembangunan di kota Serang.
Sedapat mungkin kami selalu memberikan
pelayanan yang terbaik bagi mereka.
Misalnya tadi dengan memfasilitasi ruang
Pokja Wartawan Kota.”
TEMUAN LAPANGAN DI PROVINSI
JAWA BARAT (KOTA CIREBON)
Gambaran umum lokasi
Sebagai wilayah Jawa Barat paling
timur, Cirebon adalah salah satu kota yang
cukup penting dan cukup berkembang
perekonomiannya. Di kota yang demikian
dinamis maka perkembangan medianya
pun cukup dinamis. Di kota ini sejumlah
media lokal menyemarakkan arus
informasi bagi warga, mulai dari sejumlah
media cetak, radio, beberapa media online.
Di kota Cirebon tercatat ada sejumlah
koran harian: Radar Cirebon, (koran
Jaringan JPNN), Kabar Cirebon (koran
jaringan Pikiran Rakyat), Rakyat Cirebon
(Koran Jaringan Rakyat Merdeka),
Fajar Cirebon (dimiliki pemodal lokal).
Sementara itu untuk media online ada
Aboutcirebon.com dan Cirebontrust.com.
Untuk media televisi ada: Cirebon TV dan
Radar Cirebon TV.
57
Kesehatan Perusahaan Pers
Persoalan Iklan, SDM
Khaeudin Imawan, Pemimpin Redaksi
Cirebontrust.com, saat ditemui tim
peneliti menuturkan bahwa persoalan
besar untuk perkembangan media di
wilayah Cirebon adalah persoalan iklan,
dimana sebagian besar media setempat
masih mengandalkan iklan yang datang
dari pemerintah daerah. Menurutnya iklan
produk umumnya diberikan kepada media
berjaringan, misal kalau iklan sabun,
lebih banyak pengiklan memberikan iklan
kepada media di Bandung (ibukota Jabar)
atau media nasional (jakarta). Nanti dari
media pusatnya, barulah iklan itu disebar
ke jaringan media di bawahnya.
Cirebontrust.com sendiri baru berdiri
pada bulan Juli 2014, jadi baru empat
bulan berdiri. Jumlah karyawannya ada
30 orang, terdiri dari 5 orang karyawan
perusahaan (sekretaris, keuangan,
iklan), wartawan: 3 orang redaktur, 3
orang jurnalis, dan 15 orang contributor,
kemudian bagian IT (information
technology) 2 orang, plus satu orang yang
mengelola media sosial. Gaji minimal
Upah Minimun Kota, yakni sekitar Rp
1,226 juta. Khaeudin yang baru 4 bulan
bekerja, namun ikut membidani lahirnya
media ini, gajinya sebagai Pimpred Rp
2,4 juta di luar transport, pulsa. Untuk
karyawan lainnya ada tunjangan transport,
tunjangan makan, tunjangan pulsa untuk
komunikasi. “Tapi kita belum sampai
ke gaji ke -13. Karena kita masih baru.”
tuturnya.
Mengenai pemodalan, situs ini dimiliki
oleh pengusaha batik lokal, sehingga ada
saling dukung antara bisnis batik dan
58
promosi melalaui media online. Biaya
untuk membuat media online juga relatif
lebih murah. “Kami menyewa kantor
dengan harga sekitar Rp 30 juta pertahun,
cukup nyaman dan representatif untuk
bekerja.” Khaeudin yakin bahwa media
online ke depannya akan berjalan baik,
dan media ini akan semakin mendapat
tempat karena posisi kota Cirebon yang
makin strategis karena pertemuan antara
jalan tol lintas Jawa, juga stasiun kereta
api, dan rencana pembangunan Bandara
Internasional.
Khaeudin mengaku bahwa sebenarnya
pasar media di Cirebon masih terbuka,
karena ia melihat bahwa selain iklan dari
kalangan pemerintah, iklan produk pun
masih ada banyak. Menurutnya kompetisi
media di daerah tidak terlalu tinggi karena
menjurutnya segmen media kurang
lebih sama. “Hanya gaya penulisan yang
berbeda. Di media kami yang online,
kami tak merasa tersaingi karena tingkat
keterbacaan dan jumlah orang yang
melihat ke situs online kami paling tinggi
di Cirebon.” Namun secara umum, tingkat
frekeuensi berita di situsnya sudah cukup
baik. Update terus menerus dilakukan
selama 24 jam.
Terkait dengan masalah SDM,
Kaeudin mengakui bahwa ia sebagai
perusahaan baru lebih memilih jurnalis
baru dengan cara mendidik mahasiswa
untuk menjadi koresponden (tidak digaji
rutin). “Memang ada beberapa wartawan
kami yang sudah digaji rutin.”
Dengan kondisi ini, Khaeudin
mengaku bahwa perusahaannya adalah
perusahaan yang sehat dan hal ini akan
meningkatkan kinerja jurnalis. “Misalnya,
Kesehatan Perusahaan Pers
tingkat update berita di media kami, tentu
akan meningkatkan peringkat kterbacaan
maupun jumlah orang yang suka atau
men-share. Dengan informasi peringakat
kepopuleran ini , tentu pengiklan akan
datang.”
Bicara masalah pelatihan bagi
karyawannya, Khaeudin mengakui
bahwa karena medianya masih baru maka
belum ada pelatihan formal di dalam
perusahaan. Yang dilakukan kemudian
adalah wartawan muda diterjunkan sambil
dibimbing langsung oleh dirinya atau
redaktur yang membawahi desk tertentu.
Tentang kondisi pers di wilayah
Cirebon, Dodi Solihudin, Staf Humas
Pemerintah Kota Cirebon mengatakan
bahwa persoalan utama yang dihadapi
adalah menyangkut soal sirkulasi dan
profesionalisme. “Walaupun tak semua
media demikian, tapi soal kemampuan
jurnalistik wartawan di sini kadang masih
menjadi masalah.” Katanya yang ditemui
tim peneliti pada pertengahan November
2014 lalu.
Pihak Humas Kota Cirebon memang
sering bekerjasama dengan sejumlah
media lokal untuk iklan sosialisasi
kegiatan pemerintah kota Cirebon.
Kerjasama dilakukan dengan sejumlah
media utama di Cirebon seperti: Radar
Cirebon, Kabar Cirebon, Rakyat Cirebon,
dan Fajar Cirebon). Media ini menurut
Dodi memiliki pembaca yang lumayan
besar di kota Cirebon. Di luar kerjasama
iklan, Humas Pemkot juga melanggan
sejumlah suratkabar tersebut, yang tiap
media bisa dilanggan hingga 250-1.000
eksemplar per harinya.
‘‘
Tentang kondisi pers
di wilayah Cirebon,
Dodi Solihudin, Staf
Humas Pemerintah Kota
Cirebon mengatakan
bahwa persoalan
utama yang dihadapi
adalah menyangkut
soal sirkulasi dan
profesionalisme.
‘‘
Dodi menyebutkan pihaknya memiliki
anggaran tersendiri untuk wartawan, yang
jumlahnya terus meningkat tiap tahunnya.
Pada tahun 2012, pos untuk wartawan
dianggarkan hingga Rp 2,3 milyar, lalu
tahun 2013 meningkat menjadi Rp 2,5
milyar, untuk tahun 2014 makin meningkat
menjadi Rp 4,5 milyar dan untuk tahun
2015 angkanya diproyeksinya menjadi Rp
3 milyar.
Menurut Dodi, kebijakan umum
pemerintah kota terkait dengan hubungan
dengan media, pemkot menghargai adanya
kreatifitas dari kalangan media, misalnya,
usulan untuk membuat iklan, advertorial,
atau cara-cara menyoisialisaikan beritaberita program pemerintah. Karena itu
selain media inti yang ada di Cirebon
(Radar Ciebon, Kabar Cirebon, Rakyat
Cirebon, dan Fajar Cirebon), pihak
59
Kesehatan Perusahaan Pers
Humas juga tetap menghargai secara
wajar liputan media-media yang “noninti” (wartawan bodrex).
Strategi survive
Salah satu strategi yang dikembangkan
untuk memperpanjang usia dari situs berita
Cirebontrust.com, Khaeudin mengakui ia
bekerja sama dengan sejumlah kampus,
termasuk mengadakan event bersama
kampus. Dengan event ini, maka ada
kegiatan meramaikan atau promosi
situsnya, dan event ini juga baik untuk
merekrut calon jurnalis dari kampus.
Kebijakan
narasumber
redaksi
terhadap
Di Cirebontrust.com, kebijakan
perusahaan memperbolehkan jurnalis
boleh aja membuka jalan untuk iklan
dari narasumber. Namun invoice dan
pengurusan diserahkan pada bagian iklan.
Dari sisi humas pemerintah, Dodi
Solihudin, staf Humas Pemkot Cirebon
mengatakan bahwa ia terkadang
pernah mengalami hal yang kurang
menyenangkna dengan wartawan,
misalnya pada saat menghadapi kesalahan
pemberitaan. “Ketika kami mengoreksi
beritanya, masih saja media tersebut
menggunakan data yang salah padahal
pihak humas sudah menjelaskan data
yang benar.” Di luar soal itu, Dodi
merasa bahwa hubungan Humas Pemkot
dengan media bagus. “Pemberitaan sangat
positif, mereka juga terkadang mengkritik
kebijakan/ penampilan kerja pemerintah
kota. Walaupun terkadang ada kasus
60
‘‘
Salah satu strategi yang
dikembangkan untuk
memperpanjang usia dari
situs berita Cirebontrust.
com, Khaeudin mengakui
ia bekerja sama dengan
sejumlah kampus,
termasuk mengadakan
event bersama kampus.
‘‘
kesalahan dalam pemberitaan, biasanya
diselesaikan dengan cara kekeluargaan.”
Sejauh ini juga ia mengatakan tidak ada
kasus gugatan ke dewan pers ataupun
gugatan ke ranah hukum pidana / perdata.
Terkait dengan imbalan yang
diterima wartawan dalam kehadiran
pada konferensi pers, Dodi mengatakan
bahwa pihaknya tidak boleh memberikan
imbalan. “Tidak ada alokasi dananya di
internal kami. Tapi memang ada beberapa
event yang saya lihat ada yang memberikan
amplop tapi bukan acara pemkot Cirebon.
Misalnya, ada acara dari Depdagri, atau
dari Pemprov Jabar, wartawan yang hadir
disediakan imbalan.”
Jika menulis suatu berita, apakah ia
bisa menerima imbalan atas berita yang
telah ditulisnya? Dodi menjawab bahwa
hal ini sebenarnya tidak boleh, tetapi ada
kebijakan dari atasan untuk menghargai
kreatifitas wartawan, jadi pemkot
Kesehatan Perusahaan Pers
setidaknya membeli terbitan tersebut
(dengan disertai bukti terbitnya).
KONDISI PERS NON GROUP DI DKI
JAKARTA
Pers non grup di Jakarta tergolong
sedikit, dan salah satu dari yang sedikit
itu adalah koran Sinar Harapan, koran
sore yang sudah terbit sejak tahun 1963
dan menjadi salah satu koran tertua di
Jakarta. Koran ini sempat beberapa kali
mengalami pembredelan pada masa Orde
Baru, namun setelah Orde Baru jatuh
pada bulan Mei 1998, koran sore ini terbit
kembali.
Tim peneliti berbicara dengan
Fransisca Ria Susanti, redaktur senior
Sinar Harapan, tentang kondisi medianya.
Menurut Santi, panggilan singkat
Fransisca Ria Susanti, saat ini sangat sulit
jika media berkembang dengan hanya
mengandalkan satu macam outlet media
saja. Menghadapi situasi persaingan yang
demikian ketat maka harus ada banyak
inovasi yang dilakukan oleh media. “Saat
ini seolah jadi keharusan media cetak
juga harus ada media onlinenya, lalu kita
pun dituntut untuk membuat inovasi dan
kreativitas lain.”
Persoalan yang menurut Santi dilematis
adalah ada tuntutan harus membuat media
online, sementara itu media ini belum
tentu mendatangkan iklan, kecuali jika
ditawarkan paket memasukkan iklan di
media cetak dan media online.
Terkait dengan masalah SDM, maka
Santi pun melihat hal lain yang terdengar
ironis, justru pada saat ini Indonesia
memiliki teknologi informasi yang cukup
bagus, informasi dengan gampang dicari,
namun sulit cari kualitas wartawan yang
bagus. “Wartawan yang kami rekrut, lalu
ikut tes tertulis, wawancara, tes psikologi,
magang, namun setelah tiga bulan bekerja,
rata-rata tumbang ketika ke lapangan.
Mengapa demikian? Saya menilai
militansi mereka rendah, sudah mengeluh
ketika narsum susah ditemui, dibentak
narsum, sesuatu yang biasa diterima
wartawan tetapi mental mereka tidak
cukup kuat.” Santi menyimpulkan bahwa
kegigihan wartawan jaman sekarang sudah
memudar, dan ada penurunan kualitas
wartawan jaman sekarang dibandingkan
dengan wartawan-wartawan jaman dulu.
Untuk strategi survive, Sinar
Harapan mencoba untuk bertahan dengan
menyajikan informasi yang lebih indepth
(mendalam). Menurutnya “Orang sudah
jenuh dengan informasi yang cepat, berita
dari media sosial, televisi. Mereka butuh
sesuatu yang lebih lihat ada apa di balik
berita itu.” SH juga mengupayakan agar
waktu terbit SH semakin awal, dari yang
15.00 tersedia di pasar, sudah beberapa
saat belakangan ini SH mencoba untuk
mengejar waktu jam 12.00 koran ini
sudah tersedia di pasar. Untuk itu pasar
SH masih fokus di kawasan Jabodetabek,
sementara untuk peredaran di wilayah
lain, SH kerjasama dengan maskapai
penerbangan Garuda.
61
Kesehatan Perusahaan Pers
Inovasi lain yang dilakukan SH adalah
dengan menggelar seminar atau diskusi
yang dilakukan oleh bagian marketing,
dengan sponsor oleh sejumlah perusahaan.
Kegiatan ini dilaksanakan dua tiga bulan
sekali. Ada juga seminar yang besar,
dan diskusi dwibulanan itu diikuti oleh
paling tidak 100 orang, dan bertempat di
Palalada, gedung Grand Indonesia. Topik
yang diangkat Sinar Harapan sangat
beragam mulai dari isu ekonomi syariah,
pengelolaan sumber daya air, wilayah
pesisir, dan lain-lain. Seminar lain yang
lebih besar, bisa berbicara soal CSR,
mengambil tempat di hotel Aryaduta, dan
bisa mendatangkan tak kurang dari 200
orang peserta.
Inovasi lain yang dilakukan SH
misalnya dengan melakukan kegiatan
Jelajah adat nusantara: Togean di
Sulawesi, Sunda, dan Kalimantan di
Putusibau. Dengan metode ini maka
dihasilkan konten media yang berbeda
dengan media lainnya, dan menurut
Santi kegiatan semacam ini masih bisa
diteruskan
Koran SH yang tadinya dimiliki oleh
Grup Sinar Kasih (lihat Hill 2011:101104) kini telah dimiliki oleh perusahaan
Gajah Tunggal sejak tahun 2001. Sejauh
ini Santi merasa tidak ada intervensi
pemilik terhadap isi suratkabar, dan itu
juga karena ada sosok wartawan senior
Aristides Katoppo, yang masih terus
menjaga independensi koran SH.
Saat ini SH memiliki wartawan plus
koresponden sekitar 50-60 orang (di
62
Jakarta 50 orang), serta karyawan di
luar wartawan: marketing dan sirkulasi
50-an. Menurut Santi, masalah dalam
pengelolaan SDM: patokan KPI (Key
Performance Index) belum diterapkan
maksimal, akhirnya mengandalkan orang
yang punya passion ke SH, jurnalistik,
akan mengerjakan dengan senang hati,
tapi yang masuk ke situ untuk karier, akan
sesuka-sukanya.
Menurut Santi yang juga pernah
menjadi redaktur eksekutif SH, SH adalah
perusahaan pers yang sehat, dalam artinya
pemasukan tetap lebih besar daripada
pengeluaran, tapi secara sebagai sebuah
institusi jurnalistik sehat. “Di SH ada
perdebatan antara reporter dan editor,
tidak ada intervensi pemilik modal dll.”
SH dengan tegas melarang wartawan
untuk terima amplop. Di SH karyawan
mendapatkan 13 kali gaji. Rentang gaji
bagi lulusan baru adalah Rp 3 jutaan,
sedangkan redaktu mendapat gaji sekitar
Rp 7 jutaan.
Terkait dengan kebijakan soal iklan,
Santi mengatakan bahwa di SH boleh
wartawan membukakan pintu untuk
mencari iklan, karena ia punya jaringan,
tapi ia bukan yang deal soal iklan, itu
bagian marketing. Seharusnya dapat
komisi, tapi seringkali tidak. Komisi
besarnya adaah 3 persen.
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab III
Analisis
1. Gambaran umum lokasi
a. Jakarta: persaingan cukup tinggi.
Pada kategori Koran sore, Sinar
Harapan bersaing dengan Terbit
dan Suara pembaruan. PUkul
13 media sore sudah beredar di
pasaran Jakarta.
b. Serang: persaingan tidak terlalu
berat, dalam arti kue iklan masih
diperebutkan 5 pemain media
cetak. Umumnya pihak Pemkot
masih mendominasi pasar iklan
dan pembelian Koran seingga
sirkulasi pers lokal di Banten
relative tidak bermasalah.
c. Hampir semua media utama di
Banten adalah media berjaringan,
sehingga sulit melihat kondisi pers
lokal yang dimiliki oleh pengusana
pers dari daerah Banten.
d. Cirebon: persaingan tidak terlalu
ketat namun kue iklan sendiri tidak
terlalu besar. Kota yang cukup
besar dengan jumlah media yang
cukup banyak.
2. Persoalan Iklan, SDM
a. Jakarta: kreatifitas media
diperlukan agar Iklan dapat datang.
b. SDM cukup baik, dan umumnya
mendapat pendidikan jurnalistik.
c. Serang:kreatifitas dibutuhkan
untuk mendapat iklan di luar
pemerintah kota.
d. SDM umumnya cukup baik,
pasokan dari universitas yang ada
di tingkat lokal cukup banyak pula.
Pendidikan jurnalisitk diadakan di
internal, walaupun tidak banyak.
Di Radar Banten dan Kabar
Banten bahkan lebih dari setengah
jurnalisnya sudah mendapat
sertifikasi ujian Kompetensi
wartawan.
e. Cirebon: kreatifitas dibutuhkan
untuk mendapat iklan di luar
pemerintah kota. Namun dalam
perkembangan mulai ada
pemasukan dari pengiklan dari
kalangan swasta, walaupun tidak
terlalu banyak.
f. SDM masih sangat terbatas,
karena itu rekrutan harus didik
lagi di dalam media. Dalam kasus
online, SDM jurnalis lebih pada
contributor yang dibayar per berita
ketimbang digaji tetap. Pelatihan
jurnalistik atau mengikuti UKW
dari Dewan pers sangat terbatas,
karena media mengaku tak punya
banyak dana dan keterbatasan
SDM.
3. Strategi bertahan/ survive:
a. Jakarta: perlu inovasi terhadap
konten dan juga inovasi dalam
m en d ap at k an i k l an . P erl u
dikembangkan kegiatan lain
di luar kegiatan jurnalistik
seperti membentuk komunitas,
mengembangkan seminar
yang dibutuhkan pasar dengan
63
Kesehatan Perusahaan Pers
kerjasama dengan sejumlah
perusahaan
b. Serang: memaksimalkan potensi
wartawan yang ada, sehingga
overhead untuk gaji tidak
membengkak. Karena semua
media di Banten berjaringan, maka
untuk iklan dapat berbagai dengan
iklan dari pusat. Selain itu tetap
mengandalkan pemasukan dari
pemerintah daerah baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota.
c. C i r e b o n : m e m a k s i m a l k a n
potensi wartawan yang ada,
sehingga overhead untuk gaji
tidak membengkak. Karena
umumnyamengandalkan iklan
dari pemda, peluang untuk
mendapatkan iklan dari swasata
terbuka, missal dari perusahaan
batik, atau dari pengusaha hotel
yang mulai marak di Cirebon
dan sekitarnya.. Selain itu tetap
mengandalkan pemasukan dari
pemerintah daerah baik di tingkat
kota Cirebon maupun kota lain di
wilayah III Jawa Barat.
liputan terbaik baik dari segi
pemilihan isu dan pengemasan
pemberitaan.
c. Serang: Kesehatan perusahaan
pers relative cukup baik.
Utamanya karena mereka semua
adalah Koran berjaringan, artinya
pemodal relative lebih kuat karena
jaringan dapat saling membantu
informasi, keuangan, sampai soal
penyediaan SDM.
d. Cirebon: kesehatan perusahaan
pers relative cukup baik. Walaupun
tiras tidak sebesar Banten atau
Jakarta, ini disebabkan cakupan
wilayah dan potensi pembaca
yang tidak sebesar Banten atau
Jakarta.Sumber utama pendapatan
masih mengandalkan pemerintah
daerah. Salah satu bentu efisiensi
keuangan adalah tidak merekrut
banyak jurnalis yang sudah jadi,
tapi mendidik calon jurnalis yang
masih baru sehingga bayaran
tak semahal yang sudah senior.
Selain itu, dimungkinkan untuk
membayar wartawan contributor
yang dibayar per laporan.
4. Kesehatan dan kinerja jurnalis
a. Jakarta: persaingan cukup tinggi.
Pada kategori Koran sore, Sinar
Harapan bersaing dengan Terbit
dan Suara pembaruan. PUkul
13 media sore sudah beredar di
pasaran Jakarta.
b. Kesehatan jurnalis cukup baik,
dilihat pemasukan lebih besar dari
pengeluaran. Kinerja jurnalis juga
cukup baik dengan mengupayakan
5. Kebijakan redaksi terhadap
narasumber
1. Jakarta: hampir semua menolak
amplop dari narasumber. Hanya
saja dalam iklan, wartawan
diperbolehkan mendapat iklan dari
narasumber tapi pengurusan dan
penagihan dilakukan oleh divisi
iklan.
2. Serang: semua media memboleh
wartawannya mencari iklan,
64
Kesehatan Perusahaan Pers
tapi penagihan tetap dilakukan
oleh divisi iklan. Amplop tidak
diperbolehkan sama sekali untuk
menjaga indpendensi.
3. Cirebon: semua media memboleh
wartawannya mencari iklan,
tapi penagihan tetap dilakukan
oleh divisi iklan. Amplop tidak
diperbolehkan sama sekali untuk
menjaga indpendensi. Tapi
kalaupun ada desakan pemberian
kompensasi oleh narasumber,
maka jurnalis akan melaporkan ke
media, lalu uang itu diberi ganjaran
ruang iklan atau advertorial.
65
Kesehatan Perusahaan Pers
66
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab IV
Kesimpulan
Sehat atau tidak sehat pers lokal?
Penelitian dilakukan di Jakarta, Serang
dan Cirebon. Dari beberapa media baik
wartawan dan pemiliknya, serta beberapa
humas baik dari humas Pemda, DPRD
maupun perusahaan yang diwawancarai,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hampir semua media yang masih
terbit dapat dikatakan sehat secara
jurnalistik dan secara bisnis
perusahaan.
2. Kesehatan secara jurnalistik dapat
dilihat dari adanya pemberitaan
yang berusaha memenuhi kode
etik jurnalistik. Selain itu,
hampir semua media mengakui
mendorong jurnalisnya untuk
mengikuti pelatihan jurnalistik.
3. Kesehatan secara bisnis, dapat
dilihat dari perhitungan yang
wajar antara penghasilan media
dan pemasukannya. Penghasilan
utama media adalah dari iklan.
Pemasukan dari penjualan
Koran tidak menjadi sumber
utama pendapatan perusahaan.
Sedangkan media online di
daerah, seperti pada kasus media
cirebontrust.com menempatkan
suntikan modal dari pengusaha
batik lokal.
Pemasukan dari iklan, menjadi
andalan pemasukan media. Pada
kasus Serang dan Cirebon, media
Koran mengandalkan iklan dan
sirkulasi dari kerjasama dengan
Pemerintah setempat, baik
pemerintah kota dan pemerintah
kabupaten sekitar.
4. Kualitas SDM di berbagai daerah
beragam. Di Jakarta, pada kasus
media yang diteliti menempatkan
jurnalis dalam kualitas yang
cukup baik. Hampir semua
wartawannya pernah mengalami
pendidikan jurnalisitik. Demikian
pula wartawan didorong untuk
mengikuti Uji Kompetensi
Wartawan (UKW).
Demikian pula di Serang. Media
lokal (Koran) yang diteliti adalah
Koran yang berjaringan. Di
antaranya berjaringan degnan
media Pikiran Rakyat, Rakyat
Merdeka, dan JPNN. Hampir
semua awak media mengakui
mereka mendapatkan pelatihan
jurnalistik yang dilakuikan oleh
kantor pusat. Sebagian besar malah
sudah mendapatkan sertifikat
kompetensi wartawan.
Berbeda halnya dengan media lokal
67
Kesehatan Perusahaan Pers
non jaringan seperti yang terjadi
di Cirebon. Mereka umumnya
melakukan pelatihan jurnalistik di
internal media mereka. Sebagian
dikirim apabila ada acara seminar
atau pelatihan jurnalistik yang
dilakuakn oleh kampus atau oleh
institusi lain termasuk kegiatan
dari pemerintah lokal.
Dalam kasus Fajar Cirebon, baru
2 orang wartawan yang dikirim
untuk mengikuti UKW. Menurut
informasi mereka sangat terbatas
dalam hal dana dan undangan
dalam mengikuti UKW. Karena
biaya UKW harus ditanggun oleh
media masing-masing sedangkan
secara keuangan dana untuk
pelatihan masih terbatas.
5. Strategi survive (strategi bertahan)
media menurut para wartawan
adalah dengan menjadi media
dengan liputan yang menarik.
Menarik dari segi keunggulan
isu, ekslusifitas dan kecepatan
pemberitaan, maupun penampilan
tata letak dan isi liputan.
Persoalannya, terurtama di luar
Jakarta, sumber berita kebanyakan
berasal dari pemerintah/pejabat/
anggota parlemen. Karena itu,
menurut humas, terkadang para
wartawan kecewa apabila sebuah
berita didapatkan dulu oleh salah
satu media.
68
Kemudian dari iklan, kebanyakan
media lokal di luar Jakarta
mengandalklan pemerintah
setempat. Demikian pula dengan
sirkulasi Koran mereka yang dibeli
pemerintah lokal dalam jumlah
yang cukup besar seperti 1000
exemplar perhari.
6. Kebijakan redaksi terhadap
narasumber
Hampir semua kebijakan
redaksi media di luar Jakarta
menolak pemberian imbalan dari
narasumber. Walaupun dalam
beberapa kasus ada pula konfrensi
pers yang meberikan amplop,
namun hampir semua humas
mengatakan bahwa acara tersebut
bukan acara mereka. Informasinya,
acara yang memberikan amplop
biasa diselenggarakan oleh
pmerintah pusat atau pemerintah
provisinsi, atau sekali-kali apabila
ada acara yang diselenggarakan
oleh perusahaan swasta.
Namun mengenai wartawan
yang mendapatkan iklan dari
narasumber, hampir semua
media membolehkan. Hanya
saja, ketentuan umumnya bahwa
wartawan hanya boleh menjadi
pemula hubungan dengan
pengiklan, namun pengurusan
tagihan akan diselesaikan oleh
bagian periklanan. Fenomena
wartawan mencari iklan terjadi
di semua lokasi: Jakarta, Cirebon
dan Serang. Dari informasi iklan
Kesehatan Perusahaan Pers
ini, wartawan akan mendapatkan
komisi dari hasil iklan, besarannya
sekitar 2-5 persen.
Kesimpulan:
1. Media yang bertahan di 3 daerah
yang diteliti umumnya sehat secara
bisnis dan perusahaan.
2. Media yang berjaringan, umumnya
lebih sehat baik secara bisnis dan
perusahaan.
3. Media lokal yang diteliti hanya ada
di Cirebon. Memang ada media
lokal di serang dalam bentuk
online, namun tidak berorientasi
ke profit dan masih menggunakan
model citizen journalism.
4. Straetgi bertahan adalah dengan
bekerjasama dengan pemerintah
lokal. Walaupun ada bahaya
independensi, namun mereka
menyiasati dengan memberikan
kritik yang membangun kepada
kebijakan pemerintah atau kinerja
dewan.
5. Secara perusahaan, media
juga melakukan penghematan.
MIsalnya dalam perektrutan
jurnalis di media daerah, mereka
lebih memilih jurnalis baru yang
direkrut dari kampus. Pada kasus
media online, mereka memilih
untuk mengikat para contributor
yang tidak digaji tetap. Dengan
demikian kompensasi bayaran
disesuaikan dengan jumlah laporan
pemberitaan. Hal ini mengurangi
beban biaya rutin penggajian.
6. Kapasitas jurnalistik masih
terbatas terutama di daerah.
Mereka terhambat karena dana
untuk pelatihan juranlistik
terbatas. Siasatnya dilakukan
dengan melakukan coaching di
dalam media, selain mengirimkan
wartawan ke acara pelatihan atau
seminar media di daerah setempat.
7. Kebijakan wartawan amplop
dilarang dalam kebijakan redaksi.
Namun dalam beberapa kasus ada
beberapa acara yang menyerahkan
amplop. Siasat media adalah
dengan memasukkannya dalam
anggara iklan/advertorial. Banyak
pula wartawan bodrex yang masih
beredar di daerah, tapi tidak
mempunyai media yang terbit
secara regular (hal ini perlu diteliti
dalam penelitan lain, karena semua
narasumber dalam penelitian ini
berasal dari media yang “jelas”).
8. Independensi redaksi dari pemilik
terjaga. Umumnya semua awak
media baik di Jakarta, Cirebon dan
Serang tidak pernah mengalami
intervensi dari pemilik.
***
69
Kesehatan Perusahaan Pers
DAFTAR RUJUKAN
Ali, Arahman (2007), “Dahlan Iskan: Dari Jurnalis ke Raja Media”, dalam Taufik
Rahzen et.al, Tanah Air Bahasa: Seratus Jejak Pers Indonesia, Yogyakarta: I Boekoe
Haryanto, Ignatius (2011) “Media Ownership and Its Implication for journalists and
journalism in Indonesia”, in Krishna Sen & David T. Hill, eds. Politics and Media in
Twenty-First Century Indonesia: Decade of Democracy, London: Routledge.
Hill, David (2011) Pers di Masa Orde Baru, terj., Jakarta: Yayasan Obor Indonesia &
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan.
Triharyanto, Basil & Salam, Fahri, eds. (2013), Dapur Media: Antologi Liputan Media
di Indonesia, Jakarta: Yayasan Pantau.
Wangkar, Max (2013), “Jawa Pos adalah Dahlan Iskan”, dalam Basil Triharyanto &
Fahri Salam, eds. Dapur Media: Antologi Liputan Media di Indonesia, Jakarta: Yayasan
Pantau.
SPS Serikat Perusahaan Pers (2014) Media Directory 2013/2014, Integrasi Multi
Platform & Monetisasi Digital,.
Wikan, Wikan (2011) “Masa Depan Media Cetak Indonesia”, Jurnal Dewan Pers no.5,
Mei
DAFTAR NARASUMBER
Rachmat Ginandjar, Direktur Kabar Banten
H. Adam Adhariyudin, Pemimpin Redaksi Banten Pos
Taufik Rohman, Pemimpin Redaksi Banten Raya
Nana Stiana, Humas PT Krakatau Industrial Estate Cilegon (PT. KIEC)
Trisno B. Prasetyo, Humas Kota Serang
Khaeudin Imawan, Pemimpin Redaksi Cirebontrust.com
Dodi Solihudin, Staf Humas Pemerintah Kota Cirebon
Fransisca Ria Susanti, Redaktur Senior Sinar Harapan
70
Kesehatan Perusahaan Pers
71
Kesehatan Perusahaan Pers
72
Kesehatan Perusahaan Pers
PENELITIAN 3
Kesehatan Perusahaan Pers
di Sulawesi Selatan
Oleh Jurnal Celebes, Makassar
73
Kesehatan Perusahaan Pers
74
Kesehatan Perusahaan Pers
Kesehatan Perusahaan Pers
di Sulawesi Selatan
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada masa Orde Baru, hanya ada dua
surat kabar harian yang eksis di Sulawesi
Selatan dan empat surat kabar mingguan
yang terbitnya kurang teratur. Rezim Orde
Baru ‘’membatasi’’ usaha media lewat
Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).
Setelah reformasi tahun 1998, tercatat
sekitar 50 penerbitan pers di daerah ini.
Waktu terus bergulir dan kemudian
terseleksi secara alamiah. Satu per
satu penerbitan media berguguran dan
tersisa penerbitan yang ditunjang oleh
perusahaan yang sehat. Kalaupun ukuran
kesehatan perusahaan terlalu tinggi,
setidaknya pengelolanya berbadan usaha
dan siap jatuh-bangun mempertahankan
penerbitan mereka di tengah-tengah
persaingan ketat. Persaingan di tengah
pesatnya industri media dan kebebasan
mengelola perusahaan media.
Kini industri media massa di Sulawesi
Selatan pun harus berjuang di tengah
pergulatan bisnis media yang tersekat
dalam kekuatan grup-grup besar. Media
yang dikelola dengan usaha sendiri, tidak
berafiliasi dengan grup media besar,
makin tersingkir.
Pasca Orde Baru memang terjadi
lonjakan jumlah penerbitan pers di
Indonesia. Penerbitan pers baru tumbuh
menjamur seiring dengan melonggarnya
perizinan dan iklim kebebasan berpolitik.
Namun tidak semua lembaga atau
perusahaan pers tersebut mampu bertahan
lama. Sebagian bahkan cepat mati
karena menghadapi ketatnya persaingan.
Sebagian lain hidup dengan berbagai
keterbatasan karena ketiadaan modal,
kurangnya sumber daya manusia yang
berkualitas dan manajemen yang kurang
baik. Hal ini terutama dialami perusahaan
pers di daerah.
Pers telah tumbuh sebagai industri.
Oleh sebab itu, perusahaan pers
harus sehat secara bisnis agar mampu
menjalankan fungsi sosialnya melalui
kegiatan jurnalistik.
Kesehatan perusahaan pers sangat
berpengaruh pada aktivitas para
jurnalisnya. Fenomena Jurnalis amplop
misalnya merupakan contoh keterkaitan
kesejahteraaan jurnalis dengan aktivitas
jurnalistik mereka. Jurnalis dengan gaji
kecil rentan tergoda menyalahgunakan
profesinya karena mendapat imbalan
finansial.
Secara kelembagaan perusahaan
pers dengan kondisi keuangan yang
75
Kesehatan Perusahaan Pers
tidak sehat mudah goyah menghadapi
tekanan pemasang iklan untuk melakukan
kebijakan tertentu meskipun mungkin
melanggar etika jurnalistik.
Perusahaan pers mempunyai fungsi
sosial, budaya, juga politik yang
berbeda dari perusahaan pada umumnya
yang semata-mata berorientasi bisnis.
Kepentingan bisnis perusahaan pers
tidak dibenarkan mempengaruhi kualitas
produknya yang bersifat melayani
kepentingan publik. Ini tentu tidak mudah.
Perusahaan pers (di) daerah harus
bersaing dengan perusahaan sejenis di
daerah dengan ceruk pasar yang relatif
kecil. Sementara jumlah pesaing cukup
besar. Juga, mereka harus berebut kue
iklan yang tidak terlalu besar.
Selain itu terjadi persaingan antar jenis
media yaitu media cetak, media penyiaran
dan media online. Mereka dituntut mampu
menghidupi para karyawannya, termasuk
para jurnalis yang harus menjalankan
fungsi dan tugas jurnalistik secara
profesional seperti halnya para jurnalis
media-media besar.
Undang-Undang Pers No.40 Tahun
1999 mewajibkan pers harus dikelola
lewat badan usaha (badan hukum). Terkait
hal itu, Dewan Pers telah mengeluarkan
peraturan menyangkut perusahaan pers
agar bisa menjalankan fungsinya secara
sehat. Beberapa butir yang penting yaitu:
• Perusahaan pers harus berbadan
hukum dalam bentuk PT atau
badan hukum yang dibentuk
berdasar peraturan perundangundangan.
• Perusahaan pers harus mendapat
pengesahan dari Departemen
76
•
•
•
•
•
•
•
Hukum dan HAM atau instansi
lain yang berwenang.
Perusahaan pers memiliki modal
dasar sekurang-kurangnya sebesar
Rp.50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) atau ditentukan oleh
Peraturan Dewan Pers.
Perusahaan pers memiliki
kemampuan keuangan yang
cukup untuk menjalankan
kegiatan perusahaan secara teratur
sekurang-kurangnya selama 6
(enam) bulan.
Perusahaan pers wajib memberi
upah kepada Jurnalis dan
karyawannya sekurang-kurangnya
sesuai dengan upah minimum
provinsi minimal 13 kali setahun.
Perusahaan pers memberi
kesejahteraan lain kepada
Jurnalis dan karyawannya seperti
peningkatan gaji, bonus, asuransi,
bentuk kepemilikan saham dan
atau pembagian laba bersih, yang
diatur dalam Perjanjian Kerja
Bersama.
Perusahaan
pers
wajib
memberikan perlindungan hukum
kepada Jurnalis dan karyawannya
yang sedang menjalankan tugas
perusahaan.
Perusahaan pers dikelola sesuai
dengan prinsip ekonomi, agar
kualitas pers dan kesejahteraan
para Jurnalis dan karyawannya
semakin meningkat dengan
tidak meninggalkan kewajiban
sosialnya.
Perusahaan pers memberikan
pendidikan dan atau pelatihan
Kesehatan Perusahaan Pers
kepada Jurnalis dan karyawannya
untuk
meningkatkan
profesionalisme.
Pers di Sulawesi Selatan, sebagaimana
daerah lainnya di Indonesia, meski
dikelola dalam badan usaha, tetapi tidak
dipungkiri banyak menghadapi tantangan
yang berat dalam persiangan yang
ketat. Jika mengacu kepada peraturan
perundangan-undangan dan ketentuan
dari Dewan Pers, hal menarik sejauh
mana pers, terutama pers daerah berusaha
memenuhi ketentuan tersebut di tengahtengah persiangan multi-sektor ini.
Untuk itu JURnaL Celebes yang
didukung Dewan Pers melaksanakan
penelitian kesehatan perusahaan pers
di Sulawesi Selatan. Penelitian ini ingin
mengungkap kondisi pers di Sulawesi
Selatan. Bagaimana perusahaan pers
mengembangkan strategi untuk bisa
bertahan? Bagaimana menyeimbangkan
pengelolaan pers sebagai industri dan
adanya jaminan kesejahteraan bagi
karyawannya?
2. Adanya gambaran yang jelas
tentang bagaimana perusahaan
pers di Sulawesi Selatan memberi
menjamin kesejahteraan bagi
karyawan dan jurnalis.
3. Adanya gambaran tentang
bagaimana strategi perusahaan
pers di Sulawesi Selatan untuk
bisa bertahan dan berkembang di
tengah-tengah persaingan.
D. Keluaran (Ouput)
Sebuah dokumen hasil penelitian/riset
tentang kesehatan beberapa perusahaan
pers di Sulawesi Selatan, sebagai hasil
analisis dan kajian berdasarkan metode
yang digunakan.
B. Tujuan
Mendapat gambaran tentang kesehatan
perusahaan pers di Sulawesi Selatan,
dan bagaimana strategi perusahaanperusahaan tersebut agar tetap bertahan
dan bahkan berkembang di tengah-tengah
persaingan yang ketat.
C. Hasil yang Diharapkan
1. Adanya gambaran yang jelas
tentang kondisi perusahaanperusahaan pers di Sulawesi
Selatan.
77
Kesehatan Perusahaan Pers
78
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab II
Metodelogi Penelitian
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang hanya memaparkan situasi atau
peristiwa, tidak mencari atau menjelaskan
hubungan, tidak menguji hipotesis ataupun
membuat prediksi (Rakhmat 2001:24).
Penelitian deskriptif berusaha
untuk menuturkan pemecahan masalah
yang ada berdasarkan data-data, dan
juga menyajikan, menganalisis dan
mengintepretasi data (Achmadi 2007:44).
Penelitian deskriptif bertujuan untuk
(Rakhmat, 2001:25):
1. Mengumpulkan informasi aktual
secara rinci yang melukiskan
gejala yang ada.
2. Mengidentifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktekpraktek yang berlaku.
3. Membuat perbandingan dan
evaluasi.
4. Menentukan apa yang dilakukan
orang lain dalam menghadapi
masalah yang sama dan belajar
dari pengalaman mereka untuk
menetapkan rencana dan keputusan
pada waktu yang akan datang.
5. Penelitian deskriptif akan memberi
gambaran secermat mungkin
mengenai suatu individu, keadaan,
gejala atau kelompok tertentu
(Koentjoroningrat, 1983:30).
B. Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan selama 3
(tiga) bulan, 25 September – 24 November
2014.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi
Selatan, mencakup 3 (Tiga) kabupaten/
kota yaitu Makassar, Bulukumba dan
Parepare. Media-media yang menjadi
target penelitian yaitu:
1. Tribun Timur (Makassar).
2. Fajar (Makassar).
3. Berita Kota (Makassar).
4. U j u n g p a n d a n g
Ekspres
(Makassar).
5. Cakrawala (Makassar).
6. Rakyat Sulsel (Makassar).
7. Pare Pos (Parepare).
8. Radar Selatan (Bulukumba).
9. Kabar Makassar (Makassar).
10. Celebes Online (Makassar).
D. Responden dan Informan Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian ini
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu
wawancara mendalam kepada informan
terpilih dan wawancara tertutup berupa
kuisioner pada 20 responden dari kalangan
jurnalis/redaktur, serta 10 kuisioner
profil untuk masing-masing pemimpin
perusahaan.
Responden penelitian ini antara lain
redaktur dan jurnalis dengan dua kategori,
yaitu telah bekerja di media bersangkutan
selama 1-5 tahun serta yang telah bekerja
79
Kesehatan Perusahaan Pers
lebih dari 5 tahun di media masingmasing. Jumlah responden sebanyak 20,
yaitu masing-masing 2 (dua) orang untuk
tiap-tiap media mewakili jurnalis dan
karyawan non-jurnalis.
Sedangkan untuk informan penelitian
ini antara lain:
‘‘
Pengambilan data
dalam penelitian ini
dilakukan melalui dua
pendekatan, yaitu
wawancara mendalam
kepada informan terpilih
dan wawancara tertutup
berupa kuisioner pada 20
responden dari kalangan
jurnalis/redaktur, serta
10 kuisioner profil untuk
masing-masing pemimpin
perusahaan.
‘‘
a. Pemimpin perusahaan media
terdiri dari: Abdul Haris Suardi
(Harian Tribun Timur), Ruslan
Ramli (Harian Fajar), Mustawa
Nur (Harian BKM), Muhtar (harian
Upeks), Akbar Hamdan (Harian
Pare Pos), Sunarti Zain (Harian
Radar Selatan), Al Ullah Azhar
(Harian Rakyat Sulsel), Andri
Mardian (Harian TNC).
b. Akademisi/Peneliti Komunikasi:
Muliadi Mau (Unhas)
c. Asosiasi jurnalis (PJI, AJI, PWI):
80
Jumadi Mappanganro (PJI),
Laode Arumahi (PWI Sulsel)
dan Gunawan Mahsyar (AJI
Makassar).
E. Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan melalui
berbagai cara antara lain:
1. Wawancara mendalam (indepth
interview).
2. Wawancara tertutup (kuisioner).
3. Telaah literatur (dokumen, jurnal,
buku-buku, dan sumber lainnya).
F. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah
data primer, yaitu data-data dari hasil
wawancara dan kuisioner, sementara data
sekunder adalah data-data yang diperoleh
dari sumber lain berupa dokumendokumen, jurnal, buku-buku dan lain
sebagainya.
G.Jenis Data
Jenis data dari penelitian ini adalah
data kualitatif berupa hasil wawancara
mendalam dari sejumlah informan, serta
data kuantitatif berupa tampilan data-data
hasil olahan kuisioner.
H.Metode Pengolahan Data
Pengolahan data kualitatif dilakukan
dengan menggunakan matriks
kualitatif. Sementara untuk pengolahan
data kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan SPSS. Data hasil olahan
SPSS akan ditampilkan dalam bentuk
tabel-tabel.
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab III
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
A.Gambaran Umum Provinsi Sulawesi
Selatan
1. Kondisi Geografis
Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai
luas wilayah 45.764,53 km 2, memiliki
daerah administratif 21 kabupaten, tiga
kota, 304 kecamatan, dan 2.953 desa/
kelurahan.
Propinsi Sulsel berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara
dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi
Tenggara di sebelah Timur serta sebelah
Barat dan Timur masing-masing dengan
Selat Makassar dan Laut Flores.
Sulawesi Selatan terletak antara 0°12’
- 8° Lintang Selatan dan 116°48’ -122°36’
Bujur Timur. Geografi wilayah mencakup
pesisir dan pulau, dataran rendah dan
dataran tinggi, dengan 67 aliran sungai dan
tiga danau. Terdapat gunung Bawakaraeng
di selatan, serta gunung Lompobattang
dan Rante Mario di Utara, pada bagian
tengah membentang bukit karst sepanjang
Maros dan Pangkep, dengan klimatologi
yang terbedakan antar musim pada pantai
Barat dan Timur.
2. Kondisi Demografi
Perkembangan penduduk Sulsel
hingga tahun 2012 memperlihatkan
peningkatan dengan tingkat pertumbuhan
penduduk dari tahun 2006 hingga
tahun 2011 sebesar 1,2 persen. Jumlah
penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada
Tahun 2012 adalah sebesar 8.190.222
jiwa. Jumlah penduduk terbesar Tahun
2012 di Kota Makassar yang merupakan
pusat kegiatan perekonomian dan ibukota
Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah
penduduk sebesar 1.369.606 jiwa.
Terendah adalah Kab. Selayar 124.553
jiwa.
3. Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sulsel selama lima
tahun terakhir mengalami pertumbuhan
yang fluktuatif. Pada tahun 2008
pertumbuhan ekonomi sebesar 7,78
persen, pada tahun 2009 melambat
menjadi sebesar 6,23 persen. Namun
pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi
kembali meningkat menjadi 8,19 persen.
Sementara pada tahun 2011 pertumbuhan
melambat menjadi 7,61 dan kembali
meningkat pada tahun 2012 menjadi 8,37
persen. Namun demikian, dalam kurun
waktu 2008-2012 pertumbuhan ekonomi
Sulsel selalu berada di atas rata-rata
pertumbuhan ekonomi Nasional yaitu 6,23
persen dengan laju pertumbuhan yang
lebih tinggi. Hal ini menunjukkan kinerja
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulsel
telah melampaui kinerja Nasional, bahkan
mengalami peningkatan pertumbuhan
yang tinggi pada tahun 2012 ketika
pertumbuhan nasional menurun.
Meningkatnya perkembangan
ekonomi ini ditandai dengan peningkatan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
81
Kesehatan Perusahaan Pers
Sulsel dari tahun ke tahun. Perkembangan
Nilai PDRB Provinsi Sulawesi Selatan
Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
2000 selama kurun waktu 2008-2012
mengalami peningkatan. Pada tahun
2008 nilai PDRB tercatat sebesar Rp.
44,549.80 milyar kemudian pada tahun
2012 meningkat menjadi Rp. 59,708.60
milyar sehingga selama periode tersebut
PDRB ADHK Provinsi Sulawesi Selatan
naik sebesar Rp. 15,158.79 milyar.
4. PDRB
Nilai dan kontribusi sektor dalam
PDRB Provinsi Sulawesi Selatan Atas
Dasar Harga Berlaku (ADHB) mengalami
peningkatan selama kurun waktu 20082012. Sebagai daerah yang bertumpu
pada hasil-hasil pertanian, maka sektor
pertanian masih memberikan kontribusi
terbesar terhadap pembentukan PDRB
Provinsi Sulsel. Pada tahun 2012,
kontribusi Sektor Pertanian terhadap
PDRB Sulawesi Selatan mencapai nilai
Rp.15.494,20 milyar, meskipun sepanjang
tahun 2008–2012 peranan sektor ini
menunjukkan kecenderungan yang
semakin menurun.
5. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM)
Selama periode 2008 hingga 2012
angka IPM Sulsel mengalami peningkatan
sebesar 2,5 poin, pada tahun 2012, IPM
Sulsel berada pada peringkat 18 secara
nasional.
Angka IPM tahun 2012 menurut
kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan
memperlihatkan adanya variasi yang relatif
besar yaitu dari 65,56 (Jeneponto) hingga
82
79,49 (Makassar). Penyebab terjadinya
variasi angka tersebut disebabkan
sebahagian oleh kondisi sosial, ekonomi,
kultural serta geografis yang berpengaruh
pada bidang pendidikan, kesehatan dan
pendapatan/daya beli dari masing-masing
daerah.
B. Lokasi Riset
Riset ini dilakukan melalui
pengumpulan informasi dan wawancara
mendalam terhadap 10 media cetak dan
online di Sulawesi Selatan. Delapan
media berkantor di Makassar, antara
lain Harian Fajar, Harian Tribun Timur,
Harian Berita Kota Makassar (BKM),
Harian The New Cakrawala (TNC), Kabar
Makassar Online, Celebes Online, Harian
Ujungpandang Ekspres (Upeks) dan
Harian Rakyat Sulsel (Rasul). Sedangkan
dua media lainnya berasal dari daerah luar
Makassar, yaitu Harian Radar Selatan di
Kabupaten Bulukumba, dan Harian Pare
Pos di Kota Parepare.
‘‘
Riset ini dilakukan
melalui pengumpulan
informasi dan wawancara
mendalam terhadap 10
media cetak dan online di
Sulawesi Selatan.
‘‘
media berkantor di Makassar, antara lain Harian Fajar, Harian Tribun Timur,
Harian Berita Kota Makassar (BKM), Harian The New Cakrawala (TNC), Kabar
Kesehatan Perusahaan Pers
Makassar Online, Celebes Online, Harian Ujungpandang Ekspres (Upeks) dan
Harian Rakyat Sulsel (Rasul). Sedangkan dua media lainnya berasal dari daerah
luar
Makassar,
yaitu Harian
Radar
Selatan di Kabupaten Bulukumba, dan Harian
Berikut
gambaran
umum
tentang
Paretempat
Pos di Kota
media
lokasiParepare.
riset tersebut:
gambaran umum tentang media tempat lokasi riset tersebut:
Tabel Berikut
1. Responden
Riset Kesehatan Perusahaan Media di Sulsel 2014
Tabel 1. Responden Riset Kesehatan Perusahaan Media di Sulsel 2014
No
1
Perusahaan Media
Nama
Media
Tanggal
dan tahun
berdiri
Cetak
80.00090.000
6 Juni
2000
Cetak
5.000 exp
5 biro
27
Biro/Kontrib
utor
Cetak
1.600 exp
10 Biro
Cetak
26.000
exp
Cetak
1500 exp
12
Kontributor
6 Biro/6
koresponden
Online
-
Online
4.0005000 exp
7
8
PT Makassar
Media Cemerlang
Kabar
Makassar
Celebes Online
PT Berita Kota
Makassar
Berita
Kota
27 Juni
1997
9
10
Pare Pos
Radar
Selatan
Sumber: Data Primer, 2014
300 orang
9 Februari
2004
18
Agustus
2000
7 April
2008
29
Agustus
2009
6
23 kab/kota
25 Mitra
daerah
-
Tribun
Timur
Ujungpan
dang
Ekspres
The New
Cakrawala
5
Jurnalis
/Karyawan
Cetak
PT. Bosowa
Media Grafika
PT Fajar
Ujungpandang
Intermedia
PT Cakrawala Adi
Komunika
PT Ajatappareng
Press
Intermedia
PT Radar
Bulukumba
4
Biro
/Kontributor
Cetak
Fajar
Rakyat
Sulsel
3
Oplah
atau Hits
/Hari
70.00080.000
exp
PT Media Fajar
PT Rakyat Sulsel
Intermedia
2
Jenis
Media
1 Juni
2012
Dari Tabel 1 di atas terlihat gambaran
singkat tentang kondisi media cetak di
Sulsel. Dua media terbesar dari segi
oplah adalah Harian Tribun Timur dengan
oplah perhari 80 ribu- 90 ribu eksemplar,
sementara Harian Fajar berkisar antara
70 ribu – 80 ribu eksemplar. Media lain
yang cukup besar adalah Harian Pare Pos
dengan rata-rata oplah per hari mencapai
26 ribu eksemplar. Sementara media cetak
dengan oplah terendah adalah Harian The
Cetak
7 mitra
daerah
25 orang
125
tetap/170
tidak tetap
55 Orang
30 orang
38 Orang
30 orang
20 orang
-
-
24 Biro
-
New Cakrawala (TNC) yang hanya 1600
eksemplar per hari.
Dari segi jumlah karyawan Harian
Tribun Timur dan Harian Fajar juga
memiliki jumlah karyawan/jurnalis yang
cukup besar, yaitu 300 orang untuk Harian
Fajar (tanpa ada rincian jumlah karyawan
tetap dan tidak tetap), sementara untuk
Tribun Timur memiliki 125 karyawan
tetap dan sekitar 170 karyawan tidak tetap.
83
Kesehatan Perusahaan Pers
84
Kesehatan Perusahaan Pers
Bab IV
Hasil dan Pembahasan
C.Perkembangan Industri Media di
Sulawesi Selatan
1. Pasang Surut Perkembangan Media
di Sulawesi Selatan
Di bawah rezim otoriter Orde Baru,
secara kuantitatif jumlah media cetak
di Sulawesi Selatan tidak banyak.
Sama halnya di daerah lain, pers di
jazirah selatan Pulau Sulawesi ini juga
mengalami pasang surut dalam berbagai
keterbatasan dan di bawah bayang-bayang
pemerintahan Presiden Soeharto.
Sebutlah misalnya Harian Pedoman
Rakyat, salah satu koran tertua di
Indonesia, mengalami kejayaan di masa
Orde Baru, koran terbesar di Indonesia
Timur ini kemudian ‘mati’ di era
konglomerasi media pascareformasi.
Selain itu ada Harian Tegas yang silih
berganti dari harian ke mingguan, kembali
ke harian, yang merupakan salah satu
saingan Harian Pedoman Rakyat. Ada juga
Harian Makassar Press (Mapres) yang
juga silih berganti dari harian kemudian
mengguan. Pos Makassar, media lainnya,
juga mengalami pergantian wujud dari
harian ke mingguan.
Media lain yang sempat muncul adalah
koran mingguan Mimbar Karya yang bisa
terbit kontinyu di masa Orde Baru. Selain
itu, ada beberapa majalah dan mingguan
yang kemudian menyudahi riwayat.
Koran-koran tersebut, kini sudah
terkubur waktu setelah zaman, kekuasaan
berganti dan revolusi bisnis media massa.
Ketika reformasi, puluhan media
massa diterbitkan berbagai pihak,
memanfaatkaan ketiadaan lagi ‘rezim’
Surat Izin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP). Sebagian hanya satu atau dua
kali terbit, sebagian mampu bertahan.
Salah satu di antaranya adalah Tabloid
Demos. Tabloid yang berubah wujud
dari Majalah Semangat Baru ini mampu
bertahan beberapa tahun, tetapi kemudian
harus juga ‘beristirahat’ panjang karena
keterbatasan modal dan sumber daya
manusia.
Pertanyaan kemudian, mengapa korankoran yang begitu gigih bahkan bisa
tegak di era Orde Baru itu kemudian satu
persatu meninggalkan nama? Jawabnya
sederhana, tidak mampu bersaing di era
konglomerasi dan gagalnya transformasi
semangat dan orientasi.
Laode Arumahi, mantan Pemimpin
Redaksi Harian Pedoman Rakyat
menyatakan, bangkrutnya koran ini tahun
2007 tak perlu dipahami dengan analisa
yang rumit. Menurutnya, harian yang
terbit 1 Maret 1947 ini harus menyudahi
riwayat kejayannya karena ada dua hal.
Pertama, koran ini tidak mampu bersiang
di era transformsi dari bisnis tunggal
ke konglomerasi (grup) media, serta
perubahan manajemen dan orientasi bisnis
media massa. Kedua, tidak suksesnya para
pemilik generasi pertama menyiapkan
pelanjut generasi kedua. Di era generasi
kedua, media ini mengalami disorientasi
85
Kesehatan Perusahaan Pers
dan konflik internal. Kondisi ini rentan
menyikapi perubahan karena ada kubu
yang tetap berusaha mempertahankan
status quo, dan sebagian menginginkan
perubahan.
Apa yang dialami Harian Pedoman
Rakyat berlaku sebaliknya untuk Harian
Fajar. Harian yang kini sudah berusia
33 tahun juga malang melintang di
era Orde Baru. Pada masa kejayaan
Harian Pedoman Rakyat, Fajar menjadi
satu-satunya pesaing yang kerap
membayangi Pedoman Rakyat di tengah
keterbatasannya.
Namun, kecermatan pengelola
Harian Fajar untuk bertransformasi dari
bisnis tunggal ke konglomerasi dengan
bergabung ke Jawa Pos Group, merupakan
awal dari koran ini bangkit dan besar
di era baru industri media. Di bawah
manajemen Jawa Pos Group, Harian
Fajar dengan cepat melaju menerobos
berbagai kendala. Dari lingkaran bisnis
Jawa Pos Group, Harian Fajar pun
kemudian mengembangkan grup sendiri
di Sulsel bahkan di Indonesia Timur
dengan nama Fajar Group. Sebutlah
misalnya Harian Berita Kota Makassar
(BKM), Harian Ujungpandang Ekspres
(Upeks), Harian Pare Pos, Harian Palopo
Pos, Harian Radar Selatan, Harian Rakyat
Sulsel (Rasul) dan Radar Makassar. Di
luar Sulawesi Selatan antara lain Harian
Kendari Ekspres, Harian Ambon Ekspres,
Harian Timor Ekspres.
Fajar Group pun mengembangkan
bisnis media bukan hanya berupa cetak,
tetapi juga radio dan televisi. Di Makassar,
misalnya ada Fajar TV dan Radio Fajar
FM.
86
‘‘
Di bawah manajemen
Jawa Pos Group, Harian
Fajar dengan cepat
melaju menerobos
berbagai kendala. Dari
lingkaran bisnis Jawa
Pos Group, Harian
Fajar pun kemudian
mengembangkan grup
sendiri di Sulsel bahkan
di Indonesia Timur
dengan nama Fajar
Group.
‘‘
Perkembangan yang cukup pesat
ini kemudian membuat Fajar tidak
saja berkonsentrasi pada bisnis media
tetapi menjadi holding usaha yang
mengembangkan bisnis non-media,
misalnya yayasan pendidikan yang
mengembangkan Universitas Fajar
(UNIFA). Bahkan sejak beberapa tahun
lalu sudah merambah ke bisnis di bidang
pertanian dan pertambangan.
Dalam usia 33 tahun, Harian Fajar
kini menempati dan mengelola gedung
perkantoran di Menara Graha Pena.
Sebuah bangunan menjulang lebih dari
sepuluh lantai di Jalan Urip Sumaharjo,
Makassar.
Kesehatan Perusahaan Pers
Di Sulsel saat ini berkembang berbagai
media, baik media cetak, elektronik,
maupun media online. Dalam riset ini
mencoba memfokuskan pada delapan
media cetak yang merupakan representasi
dari bisnis media yang eksis di Sulawesi
Selatan. Semula tim riset merencanakan
10 media yakni dengan dua media online.
Namun, dalam proses riset, kedua media
online yang dianggap sebagai represetasi
media online tersebut, enggan memberikan
akses untuk menjadi responden riset ini.
Salah satu media yang juga menjadi
responden riset ini adalah Harian Tribun
Timur. Tribun Timur dan Harian Fajar
kini menjadi dua besar koran di Sulawesi
Selatan. Keduanya bersaing ketat samasama ingin menjadi terdepan.
Harian Tribun Timur dibangun tahun
2004 oleh Kompas Gramedia Group
(KGG) bekerjasama sama dengan salah
satu grup usaha berbasis di Sulawesi
Selatan yakni Bosowa Group. Dengan
manajemen mapan KGG dan dikelola unit
bisnis koran daerah, Tribun Timur menjadi
fenomenal di Makassar. Dengan konsep
life style news, koran ini mampu merebut
segmen masyarakat menengah perkotaan,
terutama di Makassar.
Dalam usia 10 tahun, Tribun Timur
telah memanfaatkan konvergensi
media antara cetak dan online dengan
mendayagunakan media sosial. Terkait
dengan potensi itu, Tribun Timur juga
memberikan ‘panggung’ kepada publik
(warga) untuk berpartisipasi dalam
menyampaikan berita lewat citizen report.
Adopsi jurnalisme warga ini, menurut
koordinator liputan harian ini, Jumadi
Mappanganro memberikan kontribusi
‘‘
Tribun Timur
juga memberikan
‘panggung’ kepada
publik (warga) untuk
berpartisipasi dalam
menyampaikan
berita lewat citizen
report.
‘‘
yang cukup signifikan bagi koran yang
berulang tahun setiap tanggal 9 Februari
ini.
Salah satu koran berformat metro
di Makassar adalah Harian Berita
Kota Makassar (BKM). Media ini
dikembangkan di bawah naungan Fajar
Group. Pengelola usaha media ini tidak
memulai rintisan baru.
Harian BKM merupakan ‘‘take over’’
dari sebuah tabloid mingguan yang terbit
tahun 1990-an yakni Bina Baru. Fajar
Group mengambil alih media ini pada
tahun 1998 dengan mengubah nama dan
bentuk, dari tabloid mingguan menjadi
koran Harian BKM.
Koran yang kini berusia 17 tahun ini
memang diformat untuk koran metro.
Pada awalnya berkantor di salah satu ruko
di Jl. Abdullah Daeng Sirua, Makassar,
tetapi setelah adanya gedung Graha Pena,
koran yang memperingati ulang tahun
setiap tanggal 28 Juni ini bersama anak
perusahaan Fajar Group lainnya juga
87
Kesehatan Perusahaan Pers
berkantor di Graha Pena.
Berkembangnya Harian Fajar,
tidak hanya melahirkan Harian BKM.
Pada tahun 2000, Fajar Group juga
membangun koran baru dengan nama
Harian Ujungpandang Ekspres (Upeks).
Harian yang diluncurkan pada 6 Juni 2000
ini semula diformat sebagai koran khusus
untuk berita-berita ekonomi. Namun
lambat laun format ekonomi dikombinasi
dengan berita umum sehingga tidak
menjadi koran ekonomi murni.
Kini Upeks menjadi salah satu media
yang telah berkembang. Media ini juga
berkantor di Graha Pena Makassar
bersama media atau unit-unit usaha di
Fajar Group lainnya.
Fajar Group yang berkembang di
bawah naungan Jawa Pos Group ini terus
mengembangkan sayap media. Pada tahun
2008, melebarkan ekspansi bisnis media
ke wilayah selatan Sulawesi Selatan.
Fajar mengembangkan Harian Radar
Bulukumba di Kabupaten Bulukumba.
Saat itu, pasar media bagian selatan
ini memang masih lowong. Harian Radar
Bulukumba kemudian berganti nama
menjadi Harian Radar Selatan. Kini
koran ini menjadi satu-satunya media
harian yang menggarap pasar di bagian
selatan Sulsel tersebut, mencakup wilayah
Bukulumba, Sinjai, Takalar dan Bantaeng.
Dari wilayah selatan Sulsel, Fajar
Group kembali menggarap bagian
tengah pesisir Sulawesi Selatan dengan
mendirikan Harian Pare Pos di Kota
Parepare. Koran harian ini mulai terbit 18
Agustus 2000.
Pasca reformasi 1998, di kawasan
tengah Sulsel ini juga terbit beberapa koran
88
mingguan. Namun, media-media dadakan
memanfaatkan kebebasan menerbitkan
media itu satu-persatu tumbang dihadang
berbagai kendala. Harian Pare Pos tetap
eksis hingga kini. Media yang terbit di
Kota Parepare ini beredar di wilayan
pesisir dan bagian tengah Sulsel meliputi
Parepare, Barru, Pinrang, Sidrap, Soppeng
dan Wajo. Bahkan Harian Pare Pos juga
kini beredar di wilayah Sulawesi Barat.
Kemudian di bagian utara Sulsel, Fajar
Group juga menerbitan koran di Kota
Palopo dengan nama Harian Palopo Pos.
Koran ini untuk menjangkau wilayah
Luwu Raya yakni selain Kota Palopo,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara,
Kabupaten Luwu Timur, hingga Tana
Toraja. Palopo Pos menjadi satu-satunya
koran harian yang beredar di wilayah
utara Sulsel. Dengan pertimbangan
geograrafis, Harian Palopo Pos tidak
menjadi responden dalam riset ini.
Meskipun sebagian orang menilai
jumlah pasar koran harian di Sulsel
sudah jenuh dengan jumlah media yang
ada, tetap saja ada pihak yang masih
ingin mengembangkan usaha pers. Pada
tahun 2011, Irman Yasin Limpo (Adik
dari Gubernur Sulsel) mendirikan koran
Harian Cakrawala. Namun, setelah terbit
lebih dari satu tahun, media ini kemudian
mandeg beberapa bulan.
Koran harian ini kemudian terbit
diambil dengan memperbaharui komposisi
kepemilikan saham dalam sebuah grup
usaha bernama Gomedia pada Januari
2014. Nama Harian Cakrawala pun
mengalami sedikit perubahan menjadi
The New Cakrawala (TNC). Harian TNC
kini dikembangkan dengan kepemilikan
Kesehatan Perusahaan Pers
baru oleh keluarga Ikhsan Yasin Limpo
(Adik gubernur Sulsel yang lain dan kini
masih menjabat sebagai Bupati Gowa)
dan beberapa individu. Gomedia juga
sedang membangun media televisi.
Lahirnya media baru bukan hanya
Harian TNC. Fajar Group masih juga
melihat ada peluang di tengah-tengah
perkembangan. Fajar Group berkolaborasi
dengan keluarga Ikhsan Yasin Limpo
menerbitkan sebuah koran berbasis politik
diberi nama Harian Rakyat Sulsel (Rasul).
Koran yang diluncurkan 1 Juni
2012 ini mengonsentrasikan sebagai
media khusus untuk informasi politik.
Koran harian ini terbit di Makassar
dengan hampir seluruh beritanya adalah
informasi tentang politik. Salah satu
upaya Fajar Group memanfaatkan ceruk
pasar dalam pemilihan legislatif, kepala
daerah maupun pemilihan presiden secara
langsung.
Perkembangan pesat media di Sulsel
tidak serta menunjukkan sebuah kondisi
yang sehat terkait iklim usaha media.
Meskipun secara kekuatan finansial,
media-media yang ada masih bisa
bertahan hingga saat ini namun itu bukan
berarti tak ada persoalan di dalamnya.
Secara umum, Muliadi Mau, pengamat
komunikasi dari Universitas Hasanuddin
(Unhas) melihat perkembangan media
cetak di Sulsel sebenarnya cukup bagus,
meski lebih bersifat ekspansif dari dari
grup media besar, yaitu Fajar Group
dan Kompas Gramedia Group (KGG).
Selebihnya tak ada yang baru. Muliadi
juga melihat adanya perkembangan yang
massif pada media radio dan televise.
Untuk frekuensi saja, baik media radio
maupun TV sudah full frekuensi, hingga
kemudian terus merambah ke daerahdaerah.
“Secara keseluruhan perkembangan
media di Sulsel cukup baik secara
kuantitatif namun secara kualitatif masih
perlu dikembangkan. Yang menjadi
persoalan adalah peminat pemasangan
iklan lokal itu yang perlu diperhatikan,”
ungkap Muliadi.
Ketua Perkumpulan Jurnalis
Indonesia (PJI), Jumadi Mappanganro,
perkembangan media di Sulsel juga
melihat cukup baiknya perkembangan
media di Sulsel. Indikatornya adalah di
setiap proses rekruitmen jurnalis banyak
yang kemudian mendaftar dan dapat
bertahan hingga saat ini.
“Kalau mereka bisa bertahan maka bisa
berarti bahwa kebutuhan mereka mungkin
telah tercukupi. Kalau perusahaan merugi
pasti mereka tutup. Selama ini, beberapa
tahun terakhir ini, di Sulsel baru ada satu
koran yang tutup yaitu Pedoman Rakyat.
Itupun juga mungkin hanya karena ada
mis manajemen ya.”
Jumadi justru melihat lambatnya
perkembangan di media TV, kecuali untuk
TV lokal yang punya konglomerasi, seperti
MNC Group yang ada di Makassar, Sindo
TV, RCTI. Sedangkan media TV lokal
lainnya belum terlihat sehat. Indikatornya
dari segi pemasukan iklan. Dicontohkan
pada Celebes TV, yang iklannya masih
didominasi oleh iklan Bosowa, sebagai
pemilik.
89
Kesehatan Perusahaan Pers
“Jadi saya yakin kalau tidak ada iklan
dari luar ya mereka akan hidup dari mana?
Itu indikatornya kenapa saya bilang tidak
sehat kalau TV lokal,” ungkap Jumadi.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) Makassar, Gunawan Mahsar,
juga melihat pesatnya perkembangan
media di Sulsel, khususnya Makassar.
Hanya saja, menurutnya, perkembangan
pesat ini tidak dibarengi dengan
kesehatan perusahaan dalam menjamin
kesejehteraan jurnalis dan karyawannya.
Biaya-biaya operasional yang seharusnya
ada di setiap perusahaan pers juga tidak
ada. Meski mungkin sehat secara finansial
karena datangnya investor-investor besar
yang ekspansif ke bisnis media, namun
Gunawan melihat bahwa tidak semua
pemilik media memiliki komitmen yang
riil untuk menyehatkan medianya, dalam
artian menyehatkan bisnisnya dan juga
menyehatkan orang-orang yang bernaung
di medianya.
Senior di Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI), Laode Arumahi, melihat
perkembangan perusahaan media di
Sulsel juga relatif bagus, dengan indikator
banyaknya koran baru bermunculan
beberapa tahun terakhir. Begitupun di
media elektronik TV dan radio lokal.
Meski demikian, Arumahi melihat
perkembangan ini belum sepenuhnya
sehat, terutama pada sisi pemasukan.
Indikatornya pada pemasukan iklan.
Menurutnya, untuk mengukur kemampuan
finansial sebuah media itu dari iklannya,
karena iklan lah sumber utama pemasukan
media. UU sendiri melarang penjualan
berita.
90
“Jadi secara potensi Sulsel itu cukup
besar, tapi kesadaran masyarakat industri
untuk memasang iklan itu masih rendah.
Kesadaran para pengusaha harus didorong
lagi. Kemudian kita bisa petakan iklan
itu dari produk-produk perusahaan, bisa
juga dari promosi atau sosialisasi dari
lembaga-lembaga pemerintah terhadap
program kerja instansinya. Kalau dari
sisi pemerintah sudah agak bagus, inikan
terkait bagaimana mereka memberikan
pertanggungjawaban publik terhadap
kinerja mereka.”
2. Peran Percetakan
Bagi media cetak, peran percetakan
sangat menentukan, karena hampir
sebagian besar biaya produksi terserap ke
percetakan. Bahkan sebagian koran harus
berhenti terbit lantaran kesulitan bahkan
tidak punya biaya cetak.
Fajar Group justru membangun
percetakan untuk mencetak semua koran
dalam grupnya di Sulsel, yakni Harian
BKM, Harian Upeks, Harian Radar
Selatan, Harian Pare Pos, Harian Palopo
Pos, dan Harian Rasul. Dengan demikian,
Fajar Group membangun percetakan yang
representatif untuk bisa mencetak korankoran tersebut dalam waktu yang sudah
diatur secara ketat.
Saat ini, Fajar Group memiliki tiga
percetakan. Ketiganya selain mencetak
koran di bawah bendera Fajar, juga
usaha percetakan ini menerima orderan
dari pihak luar, yang juga sebagai anak
perusahaan dari Fajar Group. Justru itulah, menurut Ruslan Ramli
(Fajar), peranan percetakan di Fajar Group
Kesehatan Perusahaan Pers
sangat menentukan. Dengan percetakan
akan menekan biaya produksi.
“sangat besar pengaruhnya sebab
percetakan merupakan alat vital untuk
perusahaan pers, tanpa percetakan tentu
biaya produksi akan lebih besar. Dengan
adanya percetakan akan menekan biaya
produksi,” katanya.
Upaya Fajar Group untuk membangun
percetakan untuk koran-koran grupnya di
Sulsel, telah mampu mengatasi sebagian
beban dari anak-anak perusahaan media
di grupnya. Meski masing-masing anak
perusahaan membayar biaya cetak
kepada percetakan Fajar, tetapi pola ini
bagi media-media di bawah bendera
Fajar Group dianggap membantu. Hal
ini mengingat investasi percetakan yang
sangat bersar yang tidak memungkinkan
mampu dibangun oleh media-media cetak
yang punya modal investasi terbatas.
Untuk sebuah percetakan ini dengan
segala kelengkapan dan bangunannya
jumlah modal yang disiapkan bisa
mencapai Rp 6 miliar.
Tentang ketergantungan kepada
percetakan milik Fajar Group, Mustawa
Nur (BKM) menilai ada plus-minusnya.
Plusnya, pihak BKM sudah tidak
memikirkan lagi untuk bisa mencetak
koran atau tidak.
“Bulan ini kita belum bisa bayar biaya
cetak, koran kita tetap akan dicetak. Akan
beda dengan koran yang berdiri sendiri.
Kalau tidak punya biaya cetak, tentu tidak
akan bisa terbit,” ungkap Mustawa Nur.
Minusnya, dari segi pengaturan waktu
cetak (deadline). Karena percetakan
mencetak lebih dari satu koran dalam
waktu hampir bersamaan, maka jadwalnya
diatur ketat dan tepat. Dengan demikian
berpengaruh pada deadline redaksi.
Redaksi harus patuh pada waktu yang
ditentukan, meskipun saat-saat tertentu
ada berita yang mesti membutuhkan
waktu untuk menunggu.
Sama-sama berada di bawah holding
Fajar Group, apa yang diungkapkan oleh
Mustawa Nur juga diamini oleh Sunarti
Zain (Radar Selatan) dan Akbar Hamdan
(Pare Pos), maupun Al Ullah Azhar
(Rasul). Hanya saja, bagi Al Ullah Azhar,
lantaran demikian pentingnya fungsi
percetakan, koran berbasis berita politik
ini bermimpi bisa punya percetakan
sendiri ke depan.
Menyadari pentingnya peran
percetakan bagi media cetak, pengelola
koran Harian The New Cakrawala
(TNC) berusaha memiliki percetakan
pada tahap awal koran ini didirikan.
Koran yang didirikan tahun 2012 dengan
nama Cakrawala dan kemudian 2014 ini
diambil alih oleh kepemilikan baru ini
punya percetakan sendiri, meskipun unit
percetakan dikelola menajemen yang
terpisah.
Bagi Andri Mardian (TNC), meski
dikelola dengan unit usaha sendiri, dan
TNC harus membayar biaya percetakan,
tetapi keberadaan percatakan ini sangat
menentukan.
“Iya sangat besar pengaruhnya karena
kalau redaksi berjalan, sedangkan tidak
ada yang cetak, maka tidak bisa terbit,
91
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Menyadari pentingnya
peran percetakan bagi
media cetak, pengelola
koran Harian The New
Cakrawala (TNC) berusaha
memiliki percetakan
pada tahap awal koran
ini didirikan. Koran
yang didirikan tahun
2012 dengan nama
Cakrawala dan kemudian
2014 ini diambil alih
oleh kepemilikan baru
ini punya percetakan
sendiri, meskipun unit
percetakan dikelola
menajemen yang
terpisah.
‘‘
tentu kami akan mengalami kerugian.
Kalau misalnya koran ini hanya
mementingkan saja eksisnya, misalnya
kami mencetak di luar. Misalnya saja,
percetakan ini bermasalah, misalnyanya
rusak, itu akan menimbulkan kerugian
juga buat kami, karena kami sudah beli
kertas, dan tinta. jadi sangat menentukan
keberadaan percetakan bagi koran,”
papar Andri.
92
Harian Tribun Timur yang berada di
bawah bendera bisnis Kompas Gramedia
Group (KGG) bekerjasama dengan
Bosowa Group, juga punya percetakan
sendiri. Koran yang berdiri pada tahun
2004 ini lebih dahulu terbit sebelum
ada percetakannya. Tribun Timur ketika
itu bekerjasama dengan PT Percetakan
Sulawesi milik Harian Pedoman Rakyat
dengan sistem cetak jarak jauh dilakukan
oleh Harian Kompas.
Namun sekitar satu tahun kemudian,
Tribun Timur membangun percetakan
yang berada di satu lokasi dengan kantor
redaksi harian ini. Percetakan ini selain
mencetak Harian Tribun Timur, juga
mencetak berbagai produk cetakan media
lainnya.
Dengan demikian, semua media
cetak yang eksis di Sulawesi Selatan
yang masuk dalam responden penelitian
ini, semuanya memiliki jaminan adanya
percetakan. Media-media cetak yang ada
di bawah naungan Fajar Group memberi
jaminan percetakan bagi medianya
di Sulsel. TNC meskipin merupakan
media yang belum lama didirikan, tetapi
didukung percetakan.
3. SDM Jadi Kendala Manajemen
Dalam persaingan mengembangkan
pasar, koran-koran di Sulsel juga
menghadapi berbagai kendala. Meski
demikian, kendala-kendala dianggap
sebagai tantangan yang memacu upaya
berinovasi untuk bersaing.
Terkait dengan faktor manajemen di
tengah-tengah persaingan, Harian Tribun
Timur justru menekankan pada tim kerja
yang solid. Solidnya peran tim ini penting
Kesehatan Perusahaan Pers
untuk membangun sinergi menghadapi
persaingan.
“Kendala dalam bisnis apa saja itu
pasti ada, termasuk bisnis koran pun
ada persaingan dengan sesama koran,
persaingan kualitas layanan, persaingan
dalam pelayanan untuk mendapatkan
pelanggan yang sebanyak-banyaknya.
Tetapi bagi kami hal tersebut bukan
menjadi kendala. Makanya dibutuhkan
kreativitas dari manajemen, yang
menggerakkan karyawan dan jurnalis
untuk menghasilkan produk-produk
inovatif dan dibutuhkan pembaca,” papar
Abdul Haris Suardi.
Tidak ada kendala yang berat dalam
hal manajemen juga dialami Harian Fajar.
Sebagai koran daerah yang sudah mapan,
kalau pun ada kendala, lebih pada hal-hal
yang teknis. Selain itu, kedala sumber daya
manusia, karena ketika ada karyawan atau
jurnalis yang keluar, perusahaan harus
cepat menggantikan kekosongan tersebut
pada saat itu juga.
“Kendala manajemen itu sudah biasa.
Ada kendala memaksa kita harus kreatif,
misalnya kendala perangkat yang tiba-tiba
rusak, belum tentu lansung harus baik.
Kalau ada jurnalis yang keluar atau atau
dipindahkan, tidak mungkin langsung ada
penggantinya. Harus melalui mekanisme
perekrutan,” ungkap Ruslan Ramli.
Berada di bawah naungan usaha Fajar
Group, soal manajemen tidak menjadi
masalah bagi Harian BKM. Di tengahtengah persaingan, media ini tetap
menjaga tim yang bersinergi untuk bisa
memenuhi tuntutan pembaca daan pasar.
Sedangkan faktor sumber daya
manusia sering menjadi kendala di koran
di bawah Fajar Group lainnya. Harian
Pare Pos misalnya, masih membutuhkan
kualitas sumber daya lebih memadai
untuk memaksimalkan kualitas dan
penetrasi pasar di beberapa kabupaten
tempat beredarnya koran ini.
Sedangkan bagi Harian Radar
Selatan, masalah hambatan terkait dengan
manajemen, juga bukan merupakan
kendala utama, karena jika ada kendala
dikonsultasikan dengan holding usaha
Fajar Group. Jalan keluar akan ditemukan
bersama melalui mekanisme ini.
Koran lainnya Harian Upeks,
mengalami hambatan manajeman pada
perusahaan ini berdiri.
“Lazimnya, tahun pertama sampai
tahun ketiga, perusahaan media belum
ada keuntungan. Kadang juga dalam
satu bulan tidak ada keuntungan, tetapi
perusahaan harus tetap mencetak koran
agar bisa bertahan, karena mungkin saja di
bulan depannya bisa dapat keuntungan,”
ungkap Muhtar.
Persoalan sumber daya manusia
menjadi salah satu faktor kendala bagi
Harian Rasul. Sebagai koran yang baru
berusia dua tahun, sumber daya manusia
yang kuat sangat dibutuhkan. Sementara
untuk menemukan sumber daya tersebut,
butuh rekruitmen, dan kadang setelah
direkrut dan bekerja, tiba-tiba berhenti
atau keluar. Karena itu, Rasul menaruh
problem sumber daya manusia sebagai
93
Kesehatan Perusahaan Pers
salah satu kendala yang saat ini yang
harus bisa diatasi.
Lainnya hal dengan Harian TNC.
Sebagai koran yang masih berusia
muda, media yang mulai terbit tahun
2012 ini masih menghadapi berbagi
kendala. Menurut Andri Mardian, salah
satu diantaranya sumber daya manusia,
terutama jurnalis. Menurut dia, hampir
semua jurnalis yang bekerja di TNC bukan
berlatar pendidikan jurnalistik. Dengan
demikian, pihak perusahaan harus bekerja
keras lagi membangun keahlian dan
menyatukan visi untuk urusan jurnalistik,
dan tidak semua orang yang sudah ada di
dalam, memiliki standar kapasitas untuk
menjalankan perusahaan media cetak.
Kendala lainnya, menurut Andri,
adalah koordinasi antara percetakan,
redaksi, distribusi, sirkulasi dan juga
marketing. Kadang-kadang kendala
redaksi berimbas ke bagian percetakan.
Misalnya redaksi terlambat melakukan
deadline, koran baru akan bisa dicetak
subuh. Kemudian marketing yang tidak
kordinasi dengan redaksi, justru akan
menjadi masalah. Misalnya redaktur telah
mengisi semua berita halamannya, tibatiba bagian iklan menggusur berita di
halaman yang sudah selesai.
“Akhirnya kami membuat peraturan
menyelaraskan hal tersebut, yaitu
peraturan tentang koordinasi, tapi ada
beberapa toleransi yang kami buat. Intinya
adalah saling menopang antara redaksi,
percetakan, marketing, sirkulasi dan
distribusi. Karena kami menganggap ini
suatu bagian yang tidak lepas. Kalau satu
macet, semuanya kena, kalau satu lancar
94
semuanya harus lancer” jelas Andri.
4. Indikator Perusahaan Berjalan Baik
Setelah 15 tahun reformasi, koran di
Sulsel yang bertahan adalah media yang
sudah berkembang stabil dan sebagian
yang mulai berkembang. Bagi pengelola
media-media tersebut, dengan berbagai
dinamika, menyatakan sebuah perusahaan
media berproses dengan baik apabila
mampu terbit berkala dan memenuhi
semua kewajiban.
Ruslan Ramli (Harian Fajar)
menyatakan, indikatornya pertama
dari segi finansial penggajian berjalan
lancar, kemudian ketersediaan sarana,
infrastruktur bagus. Misalnya komputer
yang lengkap, sumber daya manusia
berkualitas, ada percetakannya ada,
mateterial percetakan terus tersedia.
Kemudian iklan yang lancar dengan
jumlah pelanggan yang terus tumbuh.
Menurutnya, Harian Fajar sebagian
sudah berada pada indikator yang ideal
seperti itu.
Hal yang hampir sama juga
dikemukakan Abdul Haris Suardi (Harian
Tribun Timur). Indikator media tersebut
stabil yaitu ketika perusahaan bisa
memenuhi kewajiban, mengaji karyawan
dan jurnalisnya secara layak. Terkait
dengaan itu, indikator utama perusahaan
media itu berjalan dengan baik, ketika
perusahaan tersebut memperoleh
keuntungan.
“Kalau dari sudut pandang saya, dari
bisnis tentu saja indikatornya ya tidak rugi,
jadi kalau perusahaan untung otomatis
karyawan akan mendapatkan penghasilan
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Indikator media
tersebut stabil yaitu
ketika perusahaan bisa
memenuhi kewajiban,
mengaji karyawan
dan jurnalisnya secara
layak. Terkait dengaan
itu, indikator utama
perusahaan media itu
berjalan dengan baik,
ketika perusahaan
tersebut memperoleh
keuntungan.
‘‘
yang layak. Nah, untuk tidak rugi itu tadi,
bagaimana menghadapi kendala untuk
mempertahankan dan membesarkan
perusahaan,” tambah Haris.
Indikator yang sama juga dikemukakan
oleh Sunarti Zain (Harian Radar
Selatan). Menurutnya, Radar Selatan
menggunakan indikator media bisa
sehat kalau bisa menggaji jurnalis dan
karyawan dengan layak, memiliki laporan
keuangan yang baik, punya kantor sendiri,
punya visi dan misi yang jelas. Dari itemitem terebut, item terakhir yang belum
terpenuhi. Namun, sebagai media lokal
mengindikasikan bahwa perusahaan
berjalan dengan baik.
Sementara Mustawa Nur (Harian
BKM) juga menilai kesejahteraan
karyawan dan jurnalis menjadi indikator
media tersebut sudah berproses dengan
baik. Ada hubungan korelatif, ketika
kebutuhan karyawan dan jurnalis
terpenuhi, akan berdampak pada kinerja
perusahaan secara keseluruhan.
Sebagai koran yang masih berusia
relatif muda, Harian TNC berpacu untuk
meningkatkan manajemen yang sehat.
Menurut Andri Mardian, indikator sebuah
perusahaan media pada kondisi baik
ketika karyawan dan manajemenya bisa
sehat.
Sehat karyawan itu bukan sehat secara
fisik saja tetapi sehat sesuai dengan
standar, mulai dari standar kompetensi
sampai standar profesional kerja. Kalau
memenuhi dua hal ini artinya bahwa dia
sudah memenuhi standar sebuah media
cetak. Sementara sehatnya perusahaan
dilihat dari kondisi keuangannya, apakah
cash flow dan in flow-nya terjaga dengan
baik. Kalau tidak terjaga dengan baik, akan
mempengaruhi pada bagian-bagian lain
seperti percetakan, redaksi, marketing,
distribusi.
“Meskipun perusahaan sehat tetapi
karyawannya tidak, hal tersebut akan
percuma. Cash in flow yang meskipun
didanai oleh komisaris akhirnya akan
habis jika karyawan perusahaan tidak
sehat,” tambahnya.
Sedangkan bagi Harian Rasul dan
Harian Pare Pos menilai indikator berjalan
baiknya media mereka adalah oplah dan
iklan. Menurut Al Ullah Azhar (Harian
95
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Sehat karyawan itu
bukan sehat secara fisik
saja tetapi sehat sesuai
dengan standar, mulai
dari standar kompetensi
sampai standar
profesional kerja.
‘‘
Rasul), indikator yang dapat digunakan
untuk menilai perusahaan pers yang sehat
adalah oplah dan iklan. Karena itu, media
yang juga berusia masih sangat muda itu
kini menggenjot bagaimana oplah dan
iklan itu bisa stabil dan berimbang.
“Jelas kita bisa mengukur kemampuan
sendiri. Melihat berapa eceran yang
terjual. Untuk mengetahui isu yang kita
angkat apakah disukai atau tidak oleh
masyarakat. Dapat dilihat dari iklan dan
jangkauan,” tambah Akbar Hamdan
(Harian Pare Pos).
5. Faktor Penghambat Perkembangan
Industri Pers di Daerah
Pascareformasi ketika mendirikan
perusahaan pers tidak lagi harus berbekal
Surat Izin Usaha Penerbutan Pers (SIUPP)
membuat banyak pihak mendirikan
perusahaan pers. Hal pentingnya
adalah kesempatan ini memungkinkan
bangkitnya perusahaan-perusahaan media
di daerah.
Grup-grup media di pusat pun
96
kemudian mengembangkan perusahaan
media di daerah-daerah. Salah satunya
adalah Kompas Gramedia Group (KGG)
dengan mengembangkan koran lokal
di bawa bendera Pers Daerah (Persda)
dengan menerbitkan harian Tribun di
sejumlah daerah.
Di Sulsel ada harian Tribun Timur.
Demikian juga dengan Jawa Pos Group
telah melahirkan ratusan media lokal yang
terbit di berbagai daerah.
Petrus Suryadi Sutrisno dari Lembaga
Kajian Informasi dalam tulisannya di
Jurnal Dewan Pers menggambarkan
fenomena kebangkitan pers daerah.
Menurut Petrus, bangkitnya pers daerah
memberi peluang kepada pengusaha baik
nasional maupun lokal untuk berinvestasi
di industri media massa lokal.
“Pers daerah atau lokal di Indonesia
rata-rata memiliki peluang untuk bangkit
dan eksis sebagai industri pers karena
tersedianya potensi perekonomian dan
bisnis di masing-masing daerah serta
ketertarikan investor di luar daerah.”
(Petrus, Jurnal Dewan Pers, 2011:89).
Seiring dengan konglomerasi media,
definisi pers daerah atau media lokal
telah berubah. Pers daerah bukan lagi
media lokal yang tumbuh mandiri dan
berkembang di daerah secara tunggal.
Pers daerah saat ini adalah pengembangan
bisnis group konglomerasi media nasional
yang mengelola media di daerah-daerah.
Perusahaan media lokal yang menjadi
bagian dari group bisnis konglomerasi di
Sulsel tanpa menghadapi hambatan yang
serius dalam konteks pengembangan.
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Pers daerah bukan
lagi media lokal yang
tumbuh mandiri dan
berkembang di daerah
secara tunggal. Pers
daerah saat ini adalah
pengembangan bisnis
group konglomerasi
media nasional yang
mengelola media di
daerah-daerah.
‘‘
Sebaliknya, media yang tumbah mandiri,
tidak berafiliasi dengan grup media
konglomerasi, baik masa Orde Baru
maupun reformasi, mengalami kesulitan
dan perlahan-lahan mati.
Media berada dalam jaringan
konglomerasi menghadapi tantangan
bersaing antar-media yang cukup ketat.
Persaingan ini bukan terjadi antargrup
secara eksternal. Secara internal,
masing-masing grup meski dalam pola
pengembangan saling mendukung, tetapi
dalam proses pengembangan bisnis, antaranggota grup bersaing untuk mendapatkan
pelanggan dan pasar iklan.
Media-media yang berada di bawah
holding Fajar Group, meski dalam
kebutuhan produksi, semuanya samasama mendapat dukungan dari holding
untuk saran percetakan dan lain-lain.
Tetapi media-media tersebut, dalam
konteks pengembangan bisnis, saling
bersaing antar satu dengan lain. Holding
menciptakan kompetisi.
Harian Fajar yang berada dalam
jaringan Jawa Pos Group misalnya
melihat tidak ada hambatan serius dalam
pengelolaan media di daerah. Hambatan
tersebut justru ada pada faktor instabilitas
sehingga berpengaruh pada proses
produksi dan pemasaran media.
“Ketika terjadi kerusuhan atau demo
misalnya, itu menjadi penghambat. Kota
lumpuh, jalur distribusi terganggu, koran
terlambat atau tidak bisa diantar, dan
pelanggan akan komplain. Pada saat ada
demo, jurnalis sulit sampai ke kantor.
Karyawan percetakan pun susah ke kantor.
Nah kalau karyawan percetakan terlambat
otomatis suplai ke pelanggan juga akan
terlambat. Jika ini berulang-ulang,
akan berdampak pada berkurangnya
kepercayaan pelanggan,” ungkap Ruslan
Ramli (Harian Fajar).
Bila Harian Fajar melihat instabilitas
menjadi faktor yang menghambat
pengembangan media ini, pesaingnya
Harian Tribun Timur merasa optimis,
bahwa media lokal punya prospek yang
cerah ke depan.
“saya, hampir tidak ada hambatan
serius untuk media cetak karena
kecenderungannya media itu kembali
ke lokal. Untuk media nasional sendiri
terutama yang bergerak di media cetak,
pasti akan mendapatkan tantangan yang
hebat dari media lokal, sebab kalau kita
melihat perkembangan media cetak lokal,
97
Kesehatan Perusahaan Pers
kalau ukurannya oplah kecenderungannya
terus meningkat. Ini juga dialami oleh
Tribun Timur,’’ ungkap Abdul Haris
Suardi (Harian Tribun Timur).
Lain halnya dengan Harian Upeks.
Bagi media ini, hambatan cukup serius
dalah terbatasnya potensi iklan, sementara
diperebutkan banyak media. Media massa
baik cetak, elektronik maupun online terus
bertambah, sementara potensi iklan tidak
bertambah. Hampir semua mengandalkan
iklan nasional karena potensi iklan lokal
sangat terbatas.
“Individu, perusahaan swasta, lembaga
pemerintah cenderung tidak meningkatkan
budget iklan, sementara media lokal terus
bertambah. Potensi iklan yang terbatas ini
kemudian diperebutkan banyak media.
Dalam kondisi itu, yang dibutuhkan
tentu kita harus meningkatkan kualitas
dan melakukan inovasi-inovasi yang
dibutuhkan pembaca dan pemasang iklan.
Kondisi ini menjadi salah satu hambatan
bagi media-media lokal,’’ ungkap Muhtar
(Ujungpandang Ekspres).
Media lain di bawah Fajar Group justru
menghawatirkan perkembangan media
online. Akbar Hamdan (Harian Pare Pos)
menyatakan, sebagai harian cetak yang
terbit di kota kecil ini, relatif tidak ada
hambatan yang berat. Namun, pihaknya
menghawatirkan dengan pesatnya
perkembangan media online.
“Sejauh ini saya rasa, memang
yang paling mengkhawatirkan adalah
perkembangan media online. Jadi kami
98
buat versi onlinenya juga. Tapi keuntungan
kita di daerah, masyarakat lebih suka
membaca versi cetak. Karena masyarakat
di daerah lebih mudah mengakses yang
cetak, dengan sarana internet yang masih
terbatas,” ungkap Akbar Hamdan.
Kekhawatiran yang sama, ternyata juga
dipikirkan pengelola media Fajar Group
lainnya, Harian Rasul. Perkembangan
teknologi informasi yang menyeret publik
ke sosial media dan bermedia lewat gadget,
menjadi salah satu hambatan bagi Rasul.
Karenanya, meski baru sekitar dua tahun
terbit, media ini sudah berkonvergensi
dengan versi online. Bahkan di versi
online tersebut, rakyatsulsel.com juga
melibatkan publik untuk berpartisipasi
lewat berita warga (citizen report).
“Faktor yang menghambat industri
media cetak di daerah adalah pesatnya
perkembangan teknologi informasi
yang mengubah tradisi masyarakat
menggunakan media. Kebiasaan
masyarakat kota adalah memiliki
gadget, melihat perkembangan ini kami
mengantisipasi dengan menyiapkan
portal. Penurunan oplah di koran
cenderung terjadi, ini tak terlepas dari
pengaruh media online,” ungkap Al Ullah
Azhar (Harian Rasul).
Bila media-media di Fajar Group dan
Harian Tribun Timur melihat hambatan
media lokal adalah persaingan jenis media,
serta optimisme menghadapi perubahan,
lain hal dengan Harian TNC. Sebagai
pendatang baru yang masih berusia muda,
harian ini menhadapi kendala persaingan
Kesehatan Perusahaan Pers
dengan media-media yang sudah ada dan
mapan.
Hal menarik, karena persaingan
tersebut bukan hanya bagaimana
berstrategi memperoleh langganan dan
iklan, tetapi juga pemasaran di lapangan.
Andri Mardian (TNC) menyatakan
hambatan tersebut berupa adanya
persaingan tidak sehat di lapangan atau
di penjualan eceran. Menurut dia, ada
pihak pesaing yang diperkirakan sengaja
mengatur penjual koran eceran, sehingga
koran tertentu sengaja disembunyikan
dari display.
“Saya pernah mengalami selama
kurang lebih dua bulan. Ada pesaing
menutup semua display koran kita,
semua agen. Jadi setiap kami pasang
koran di display penjual eceran, koran
kami ditutupi dengan koran pesaing.
Ada juga kasus yang kita terima. Pagi
kami sudah taruh koran di agen, sorenya
kami ambil korannya itu masih utuh.
Ternyata setelah diselidiki, koran itu
dibeli seseorang, satu bundel, ditarik oleh
dia, tapi sorenya dikembalikan. Saya tidak
menuduh koran lain melakukan tetapi
tidak ada kemungkinan kalau pihak lain
yang melakukan hal tersebut kalau bukan
saingan. Ada juga agen dibayar pihak
tertentu untuk menyimpan koran kami.
Di flyover loper kami yang menjual koran
kami diintimidasi oleh loper-loper yang
lain. Tetapi pesoalan ini sudah kami cari
solusinya,” ungkap Andri Mardian.
Hampir semua media yang menjadi
responden riset ini menganggap masalah
persaingan, perkembangan teknologi
informasi sebagai salah satu hambatan.
Hal menarik diungkapkan pihak Harian
Radar Selatan. Media ini menyatakan
salah satu hambatan adalah masalah
independensi media.
Menurut Sunarti Zain (Harian Radar
Selatan) mengelola media dalam lingkaran
group dan menjaga keseimbangan sebagai
media lokal yang terbit di kabupaten,
tantangan yang dihadapi adalah
independensi. Ada kepentingan yang
mesti diakomodasi meski akan menabrak
ekspektasi publik terhadap media.
‘‘
Hampir semua media
yang menjadi responden
riset ini menganggap
masalah persaingan,
perkembangan teknologi
informasi sebagai salah
satu hambatan.
‘‘
6. Strategi Perusahaan Pers untuk
Bertahan
Di tengah-tengah persaingan ketat,
media massa lokal harus berupaya untuk
terus terbit atau eksis. Seperti telah
diungkapkan sebelumnya, banyak pihak
yang punya semangat untuk membanagun
media. Namun, jika modalnya lebih
pada semangat tanpa strategi bersaing,
media yang dibangun tidak akan berumur
panjang.
99
Kesehatan Perusahaan Pers
Bagi Harian Tribun Timur, kuncinya
adalah berupaya untuk bisa memenuhi
ekspektasi publik atau pembaca. Berupaya
untuk membuat produk yang disukai
pembaca.
Pembaca saat ini, sudah berbeda dengan
pembaca koran tahun 70-an, 80-an, 90-an
atau awal tahun 2000-an. Harian Tribun
berpandangan bahwa di era yang serba
instan ini, pembaca menginginkan sesuatu
yang praktis, memberikan petunjuk atau
tips-tips. Karena itu, Tribun Timur tetap
mempertahankan format pemberitaannya
yang memenuhi kebutuhan masyarakat
perkotaan dengan mengacu pada gaya
hidup masyarakat kekinian.
Selain itu, harian ini juga memanfaatkan
berkembangnya jurnalis warga seiring
pesatnya perkembangan media sosial.
Harian Tribun Timur membuka halaman
untuk peran partisipatif warga lewat
citizen report. Lewat berita warga ini,
Tribun Timur mengakomodasi peran
pembaca yang lebih luas.
“Memenuhi ekspestasi pembaca.
Ekspestasi pembaca itu tidak hanya apa
yang dibutuhkan oleh pembaca, apa
yang diinginkan oleh pembaca tapi kita
berusaha memenuhi harapan-harapan
mereka. Dari kami di bagian bisnis tentu
saja membuat program-program yang
bisa bermanfaat untuk pembaca. Halaman
koran itu tidak hanya menjual berita atau
tulisan, tetapi kami membuat benefitbenefit seperti dengan menggunting koran
dapat diskon atau potongan harga dari
beberapa perusahaan yang bekerjasama
dengan kami. Kami membuat member
card untuk pelanggan yang memberi nilai
100
tambah berupa diskon di berbagai took,’’
ungkap Abdul Haris Suardi (Harian
Tribun Timur).
Menjaga kepercayaan pembaca
atau relasi, menjadi hal penting bagi
Harian Radar Selatan untuk tetap eksis.
Kepercayaan masyarakat tersebut harus
dijawab dengan pelayanan yang baik,
memberikan kepuasan kepada para relasi,
baik terkait dengan keredaksian maupun
layanan iklan dan sirkulasi.
Sementara Harian Pare Pos,
menekankan stretegi dengan
menitiberatkan pada kualitas sumber daya
manusia. Sebab dengan kualitas manusia
yang memenuhi standar profesionalisme,
semua bagian baik redaksi maupun
perusahaan mampu menghasilkan produk
yang dibutuhkan masyarakat.
Hal penting juga bagi Harian Pare Pos,
adalah mengembangkan jaringan bisnis
dan jaringan pemberitaan. Keduanya
harus disinergikan untuk memenuhi
tuntutan pembaca.
Strategi Harian Pare Pos ini tentu
sejalan dengan Harian Fajar. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia ditempatkan
sebagai bagian dari strategi untuk tetap
eksis.
“Sumber daya manusianya harus selalu
di-upgrate. Tidak boleh begitu-begitu
terus ilmunya, harus selalu ada workshop,
pelatihan dan pendidikan. Dari sisi
produksi beritanya harus selalu menarik
dan aktual tampilannya harus selalu
fresh. Pelayanan harus bagus. Meskipun
bagus beritanya, tapi tidak ditopang oleh
pelayanan yang baik, akan kita kalah
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Menjaga kepercayaan
pembaca atau relasi,
menjadi hal penting
bagi Harian Radar Selatan
untuk tetap eksis.
Kepercayaan masyarakat
tersebut harus dijawab
dengan pelayanan
yang baik, memberikan
kepuasan kepada para
relasi, baik terkait
dengan keredaksian
maupun layanan iklan
‘‘
bersaing. Misalnya beritanya bagus tapi
sampai ke pelanggan jam sembilan atau
jam sepuluh itu pasti akan ditinggalkan
oleh pelanggan. Sekarang ini kan
bagaimana berita yang bagus disokong
oleh pelayanan yang bagus pula,” ungkap
Ruslan Ramli (Harian Fajar).
Sementara bagi Harian Upeks,
menggenjot peningkatan iklan dengan
terus memperluas relasi. Koran ini selalu
berupaya terlibat dalam berbagai kegiatan.
Kepada relasi iklan, selalu memberikan
diskon. Selain itu secara aktif melakukan
promosi-promosi periklanan. Dengan
cara itu, menurut Muhtar, media ini bisa
bersaing merebut potensi iklan yang
tertabas, terutama iklan lokal.
Bagi media yang berusia belia Harian
Rasul tetap bisa eksis salah satunya
mendayagunakan versi onnline media
ini. Dengan demikian, ketika berita yang
tidak sempat terpublikasi di versi cetak,
akan diterbitkan atau dipublikasikan lewat
versi online.
Stategi menciptakan kegiatan juga
ditempuh Harian BKM. Menurut Mustawa
Nur mereka menghindari sistem memberi
utang kepada pelanggan dan dibayar di
belakang hari pada instansi pemerintah,
serta menumpuk iklan pada relasi sekian
bulan baru dibayar atau dilunasi. Pola ini
akan merugikan media, karena perusahaan
media membutuhkan biaya rutin untuk
bisa berpoduksi.
“Tidak monoton hanya mengejar
saja karena media sekarang kalau tidak
menciptakan ruang, tidak bisa maju.
Karena itu, kami lebih banyak membuat
event berpihak pada masyarakat.
Misalnya, kami membuat kegiatan gerakan
kebersihan, membersihkan kawasan
lorong-lorong. Ketika membuktikan
kerja partisipatif berupa perbaikan
sarana publik, misalnya di lorong-loronglorong. Ini akan membangun imej di
lorong tersebut bahwa BKM melakukan
aksi nyata untuk masyarakat,’’ ungkap
Mustawa Nur.
Sementara bagi Harian TNC, masih
konsentrasi untuk bagaimana media
ini bisa terjual langsung, selain dengan
pola berlangganan. Melihat koran ini
mengadapi tantangan serius di titik-titik
tertentu, pemasaran harian yang bernaung
101
Kesehatan Perusahaan Pers
di bawah group usaha media lokal
Gomedia ini mencari alternatif lain agar
tetap eceran koran ini bisa terjual.
Andri Mardian (Harian TNC) meyakini
di titik-titik tertentu, koran mereka
mendapat penolakan pihak pesaing. Pihak
pesaing menurut Andri, menempuh cara
tidak adil dengan mengintimidasi para
loper yang menjual korannya.
“Kami menarik koran kami dari
Flyover. Kami tidak lagi berjualan di
sana. Kami mencari tempat lain yang
lebih aman, karena saya juga tidak bisa
menjamin keamanan loper dan agen yang
ada di sana. Kami memilih mengalah,
karena kami tidak bisa membayar agen
lebih mahal dari koran lain. Mereka
membayar agen yang mengepalai
beberapa loper di daerah tersebut, jadi
agen dibayar agar tidak menerima koran
kami.’’
Diakui Andri, perusahannya tak bisa
menyanggupi untuk membayar sama
ataupun lebih tinggi dari koran pesaing
tersebut. Langkah yang dilakukan
selanjutnya adalah mengalah. Tak ada
perlawanan yang bisa dilakukan. Ia tak
yakin ada pengawasan terkait persaingan
usaha seperti itu. Ia juga tak yakin itu bisa
diadukan ke dewan pers.
“Apakah hal ini bisa diadukan ke
Dewan Pers? Apakah tugasnya Dewan
Pers? Kalau tugas Dewan Pers memantau
persaingan bisnis koran, boleh saya
melapor tapi kalau memantaunya soal
konten berita, misalnya ada komplain.
Sampai saat ini belum ada yang memantau
102
persaingan bisnis. Meskipun ada KPPU
tapi saya belum tahu apakah KPPU
berwenang dalam hal ini.”
7. Kekuatan Media Lokal
Semua koran yang menjadi responden
riset ini, memiliki optimisme yang sama
tentang media lokal atau pers di daerah.
Media lokal memiliki kelebihan dari
media nasional, terutama media cetak.
Pembaca umumnya menjadikan televisi
atau berita berita online sebagai rujukan.
Ketua Serikat Penerbit Korankabar
(SPS), Asmono Wikan menyatakan saat
ini koran di daerah menjadi raja. Dalam
tulisannya berjudul Masa Depan Media
Cetak Indonesia, yang dimuat di Jurnal
Dewan Pers Edisi Mei 2011, berdasarkan
survei SPPS 2009, menempatkan 91,4
persen responden membaca koran daerah.
Sementara sisanya membaca koran
nasional yang terbit di Jakarta. Kalangan
muda usia remaja pun hanya sedikit
membaca koran nasional yakni 8,8 persen.
Kenyataan ini membangun optimisme
masing-masing koran lokal di Sulsel.
Masing-masing media di Sulsel dibutuhkan
pembaca karena memiliki pemberitaan
yang mengerti masyarakatnya.
“Koran lokal khususnya Fajar secara
subyektif, itu masih lebih diterima oleh
masyarakat di banding pemain lain.
Kenapa? Karena kami tahu apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat Sulsel,
apa yang diinginkan, model penyajian
yang bagaimana yang disukai,” ungkap
Ruslan Ramli (Fajar).
Kesehatan Perusahaan Pers
Harian Tribun Timur pun punya
keyakinan dan optimisme, bahwa kekuatan
media lokal jauh di atas keberadaan media
nasional yang beredar di daerah. Hal ini
karena faktor kedekatan (proksimitas).
Selain pembaca, semua stakeholder ada di
daerah, sumberdaya juga lebih potensial.
Tetapi bagi Harian Tribun Timur,
melihat koran nasional itu bukan sebagai
pesaing. Meskipun media lokal memiliki
potensi lebih besar, namun itu bukan
berarti menjadi jaminan media lokal akan
mampu bertahan dalam persaingan, tetapi
diperlukan kreativitas dan inovasi.
Harian TNC sebagai media yang baru
berkembang, tetap optimis, situasi dimana
media lokal merajai daerahnya masingmasing. Lokalitas dan proksimitas
membuat media nasional sulit untuk
menggeser media lokal.
“Kami tidak melihat media nasional
sebagai pesaing, karena bagi kami
sendiri, koran itu bukan sebagai pesaing
tapi sejauh mana kreativitas kita untuk
membesarkan. Pada saat kreativitas mati
maka koran kita bisa mati di tengahtengah persaingan,” ungkap Abdul Haris
Suardi (Harian Tribun Timur).
Meski dalam konteks lokal, Harian
Upeks mengaku punya segmen menengah
ke atas.
Harian Pare Pos melihat media lokal
menjadi raja di daerahnya. Karena itu,
menurut Akbar Hamdan, harian ini optimis,
ekpansi media-media nasional sulit untuk
mengusur tempat media lokal di tengahtengah pembaca. Penting dibutuhkan
adalah bagaimana mempertahankan dan
mengelola potensi itu.
“Karena media lokal mengedepankan
isu-isu lokal yang dekat dengan
pembacanya. Media lokal juga menjadi
acuan bagi daerah yang menjadi wilayah
edar media tersebut,” ungkap Akbar
Hamdan.
“Apalagi masyarakat di Sulsel masih
lebih tertarik terhadap berita tentang
mereka sendiri daripada berita nasional.
Kebanyakan berita nasional isunya lebih
nasional seperti politik di DPR, yang tidak
terlalu berpengaruh banyak di Sulsel,”
ungkap Andri Mardian (Harian TNC).
“Media lokal mempunyai pasar
tersendiri dan sasaran kami adalah pelaku
bisnis dan ekonomi menengah ke atas,
karna koran kami bergerak dalam bisnis,”
ungkap Muhtar.
8. Kemitraan Media dan Pemerintah
Pemerintah daerah adalah salah satu
mitra strategis bagi perusahaan media
di daerah. Ada saling ketergantungan
antar keduanya. Pemerintah tidak hanya
berpotensi sebagai pelanggan loyal dalam
jumlah yang besar. Sebuah instansi
misalnya, seperti Kantor Bupati/Walikota,
bisa berlangganan hingga 40 eksemplar.
Pemda juga adalah salah satu klain utama
iklan di media massa, khususnya di
daerah. Di sisi lain, media lokal, menjadi
ajang aktualisasi diri pejabat daerah, untuk
menyampaikan capaian kinerja yang telah
mereka raih.
103
Kesehatan Perusahaan Pers
‘‘
Pemerintah daerah
adalah salah satu mitra
strategis bagi perusahaan
media di daerah. Ada
saling ketergantungan
antar keduanya.
Pemerintah tidak hanya
berpotensi sebagai
pelanggan loyal dalam
jumlah yang besar.
‘‘
Kemitraan antar pemerintah dan media
juga berlaku dalam tataran ideal. Media
membantu dalam memajukan isu-isu
pelayanan publik. Isu pelayanan publik
bahkan telah menjadi isu strategis yang
diolah sedemikian rupa oleh media lokal
untuk menarik minat pembaca/pemirsa
dalam mengkonsumsi media mereka.
Hampir semua media lokal menyediakan
kolom layanan publik di media mereka.
Bentuknya macam-macam, mulai dari
kolom kegiatan instansi/pemerintah
daerah, kolom aduan warga hingga ada
yang menyiapkan kolom khusus bagi
warga untuk menulis sendiri kegiatan
ataupun keluhannya melalui citizen
reporting.
Inovasi yang dilakukan media ini
misalnya dilakukan oleh Harian BKM.
Mereka misalnya membuat khusus
tentang pengaduan pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) melalui
104
SMS (SMS Gateway) kepada media
tersebut. Ada hadiah bagi pembaca
yang mampu menunjukkan, misalnya,
pungutan liar dalam pelayanan. Upaya
ini diakui Harian BKM dilakukan dalam
rangka menggerakkan masyarakat.
“Semua orang baca BKM, jadi kalau
di sini ada bangunan tidak ada IMB,
SMS saja kami akan kasih hadiah. Jadi
kalau ada belok-belok, kita awasi di situ
sehingga kita ciptakan kredibilitas orang
yang dilayani dan melayani sesuai koridor.
Karena kan komunikasi tidak bisa berjalan
kalau tidak dibuatkan satu format, tapi
kalau media memfasilitasi maka media
ini akan menyampaikan ke publik konsep
pelayanan benar seperti apa,” ungkap
Mustawa Nur (Harian BKM).
Bagi Harian BKM kerjasama dengan
pemerintah adalah sangat penting. Mereka
menggunakan pola Good News is Good
News. Melalui pendekatan seperti ini,
seorang camat misalnya akan membeli
koran demi menjawab keluhan warga dan
warga juga dipastikan membeli koran.
SMS dari pembaca sendiri akan dimuat
di media beserta jawaban dai instansi
yang dikeluhkan. Melalui pendekatan ini
dinilai mampu meningkatkan oplah koran
mereka.
Dengan pola kemitraan ini Harian
BKM menilai kedua belah pihak akan
sama diuntungkan.
“Semua orang berlangganan koran
karena dia mendorong kemajuan
daerahnya. Jadi filosofinya tidak ada media
maju di daerah yang tidak maju. Kalau
Kesehatan Perusahaan Pers
daerah maju media pasti maju bagaimana
media maju dorong kemajuan.”
Bagi Harian Fajar sendiri, sebagaimana
diakui Ruslan Ramli, kemitraan dengan
pemerintah sangat penting. Pemerintah
sendiri menganggap media itu sebagai
katalisator. Kalau medianya propaganda
destruktif, pemerintah akan terancam tapi
kalau medianya memberitakan konstruktif
itu akan memacu daerah. Dicontohkan
Ruslan, ketika terjadi demonstrasi, lalu
media memanas-manasi, maka masyarakat
akan terpancing. Namun, kalau media
pandai meredam isu maka tidak akan
melebar. Makanya antara pemerintah dan
media sangat terkait. Media dinilai antara
lain sebagai corong buat pemerintah untuk
mendatangkan investor.
Media seperti Harian Rasul bahkan
menggantungkan keberlanjutannya
melalui kontrak kerjasama dengan
pemerintah provinsi Sulsel. Kerja sama ini
dilakukan, baik dalam bentuk pemberitaan
kegiatan maupun iklan. Kontrak dengan
Pemda persentasenya mencapai lebih
dari 50 persen, dari keseluruhan kontrak
kerja sama yang dilakukan Harian Rasul.
Tak heran juga porsi pemberitaan terkait
Pemprov Sulsel mendapat porsi besar di
media ini.
Tidak hanya dengan Pemrov Sulsel,
Harian Rasul juga membangun kemitraan
dengan 10 Pemda di Kabupaten/Kota
di Sulselantara lain: Pemerintah Kota
Makassar, Kabupaten Gowa, Takalar,
Jeneponto, Maros, Pangkajene’ dan
Kepulauan (Pangkep), Barru, Kota
Parepare, Sidenreng Rappang, meski
kebanyakan pada kerjasama langganan
koran.
Pentingnya kemitraan dengan
pemerintah juga diakui oleh Andri
Mardian (Harian TNC). Andri menilai
pemerintah sebagai motor penggerak yang
paling kuat posisinya adalah pemerintah,
sehingga pengaruh pemerintah itu sangat
kuat untuk mempengaruhi masyarakat.
“Jadi ketika ada kerjasama dengan
media, jadi peran penting pemerintah itu
tersalurkan dengan cara yang lebih masif,
lebih kuat.”
Pandangan lain, meski mirip, juga
diakui oleh Akbar Hamdan (Harian
Pare Pos). Ia menilai kerjasama dengan
pemerintah dari segi bisnis sangat penting
dan menguntungkan, meski dari segi
oplah dinilai tidak terlalu berdampak.
“Kalau di Fajar kita punya paradigman
Good News is the Best News. Bisa saja
program pemerintah yang positif malah
disukai oleh pembaca. Sehingga akan
menjadi simbiosis mutualisme dengan
pemerintah.”
Dari Harian Upeks sendiri sedikit
unik, karena selain kerjasama melalui
periklanan dan sosialisasi kegiatan Pemda
juga mendapatkan subsidi dari pemerintah,
meski tak dijelaskan lebih jauh tentang
bagaimana subsidi itu diberikan.
Harian Tribun Timur sendiri sangat hatihati dalam bermitra dengan pemerintah.
Diakui oleh Abdul Haris Suardi bahwa
kerjasama dengan pemerintah daerah
tidak dalam dalam posisi mengatur isi
105
Kesehatan Perusahaan Pers
pemberitaan. Kerjasama sebatas menjual karena dianggap membosankan bagi
space khusus dalam bentuk advertorial, pembaca.
yang beritanya ditulis oleh bagian humas
tidak akan
dimuat. Harian Tribun Timur
juga tidakTantangan
begitu tertarik
dengan
D.Beragam
Industri
Pers
instansi
bersangkutan.
di
Daerah
Menurut
Abdul
Haris
Suardi,
kalau
dari
pemberitaan seremonial karena dianggap membosankan bagi pembaca.
sisi bisnis kerjasama dengan pemerintah 1. Target Pasar Potensial
Pengkelasan pembaca biasa
tetap penting meski tidak boleh dominan.
D. Beragam
Tantangan
Industri
Pers didiistilahkan
Daerah dengan size atau kelas A untuk
Pembaca
umum
tetap menjadi
sasaran
utama
Harian
Tribun
Timur. Apabila kalangan atas, size atau kelas B untuk
1. Target
Pasar
Potensial
bekerjasama dengan pemerintah itu sudah menengah dan C untuk bawah. Sebagian
Pengkelasan pembaca biasa diistilahkan dengan size atau kelas A untuk
dianggap mengganggu kenyamanan besar media lokal di Sulsel menyasar size
A dan B.dan
DariC seluruh
media cetak
yang
pembaca,
berita-berita
yang menengah
kalanganmisalnya
atas, sizeada
atau
kelas B untuk
untuk bawah.
Sebagian
tidak sesuai dengan keinginan dan harapan menjadi responden kami, hanya Harian
besar media lokal di Sulsel menyasar size A dan B. Dari seluruh media cetak yang
pelanggan, maka tidak akan dimuat. BKM yang menyatakan diri lebih banyak
menyasar
pembaca kalangan
Harian
Tribun
Timurkami,
jugahanya
tidak Harian
begitu BKM
menjadi
responden
yang menyatakan
diri lebihmenengah
banyak
tertarik dengan pemberitaan seremonial bawah, atau size B dan C.
menyasar pembaca kalangan menengah bawah, atau size B dan C.
Tabel 2 Target Pembaca Media Lokal di Sulsel
No Media
1.
Fajar
2.
Tribun Timur
3.
Berita Kota
4.
Ujungpandang Ekspres
5.
Rakyat Sulsel
6.
Cakrawala
7.
Pare Pos
8.
Radar Selatan
9.
Celebes Online
10. Kabar Makassar
Sumber: Data Primer, 2014
Target/Kelas Pembaca
Menengah-Atas
Menengah-Atas
Menengah-Bawah
Menengah-Atas
Menengah-Atas
Menengah-Atas-Bawah
Menengah-Atas
Menengah-Atas
-
Terkait hal ini, Ruslan Ramli (Fajar), menyatakan pemilihan target
pembaca dari kalangan menengah ke atas didasarkan pada pertimbangan bahwa
isu-isu yang mereka bangun memang lebih banyak diperuntukkan untuk kalangan
menengah ke atas.
106
“Kami ini kan grup. Nah di grup itu tidak saling mematikan segmentasinya ada
yang kelas bawah ada yang kelas khusus menengah, ada yang menengah dan
Kesehatan Perusahaan Pers
Terkait hal ini, Ruslan Ramli (Fajar),
menyatakan pemilihan target pembaca dari
kalangan menengah ke atas didasarkan
pada pertimbangan bahwa isu-isu yang
mereka bangun memang lebih banyak
diperuntukkan untuk kalangan menengah
ke atas.
“Kami ini kan grup. Nah di grup itu
tidak saling mematikan segmentasinya
ada yang kelas bawah ada yang kelas
khusus menengah, ada yang menengah
dan menengah ke atas.”
Hal yang sama diakui oleh Abdul Haris
Suardi (Harian Tribun Timur).
“Kami Tribun Timur memang dari
awal kami menyasar kelas menengah ke
atas, dalam pemasaran itu dikenal dengan
segmentasi psikografis. Segmentasi
psikografis itu adalah pemetaan gaya
hidup dari masyarakat. Kami tidak
menempatkan bahwa di setiap kabupaten
mesti ada jurnalis. Jadi misalnya Gubernur
ke luar negeri, itu bukan menjadi berita
kami, tapi kami mengangkat misalnya
Gubernur menggunakan sepatu apa,
jam tangan merek apa dan sebagainya.
Dari konten-konten seperti itu kami
memposisikan media kami itu berada di
kelas A dan B.”
Al Ullah Azhar (Harian Rasul)
menyatakan hal yang hampir sama.
Menurutnya pemilihan target size A dan
B ini karena media ini memang dominan
pada konten berita politik yang umumnya
dikonsumsi oleh kelas menengah ke atas.
“Kita tidak bisa bersaing dengan
Fajar dan Tribun, untuk bertahan kami
harus memiliki konten yang jelas. Ketika
konten jelas, semuanya menjadi jelas baik
dari segi pemasaran dan iklan. Karena
kontennya politik, rata-rata pembaca
berasal dari kalangan menengah ke atas
yang tertarik dengan masalah politik.”
Sunarti Zain (Harian Radar Selatan)
sendiri mengakui pemilihan kelas
menengah ke atas dengan pertimbangan
bahwa kelas inilah yang memiliki dana
untuk membeli atau berlangganan koran.
Akbar Hamdan (Harian Pare Pos)
juga melihatnya dari pertimbangan daya
beli masyarakat. Menurutnya, selama ini
pangsa pasar yang dominan pembacanya
tetap pada kelas atas atau size A.
Muhtar (Harian Upeks) sendiri
mengakui pemilihan target pembaca
pada kelas menengah ke atas karena
pertimbangan konten media tersebut
yang didominasi oleh berita ekonomi dan
bisnis.
Sementara Mustawa Nur (Harian
BKM) mengakui mereka lebih fokus pada
kelas menengah ke bawah, meski tidak
menutup kemungkinan untuk pembaca
kelas atas.
“Jadi orang bawah kita prioritaskan.
Makanya korannya paling murah
kemudian halamannya tipis. Koran
metro tidak usah terlalu panjang, tidak
usah analisis, yang informatif saja yang
dibutuhkan masyarakat. Sehingga lebih
efektif.”
107
Kesehatan Perusahaan Pers
Hal berbeda juga pada Harian TNC
yang tidak melihat pada pengkelasan
pembaca.
berita kriminal dan kekerasan. Dalam
perkembangannya, media ini berputar
haluan, tidak lagi terlalu menonjolkan
berita kriminal dan kekerasan. Alasannya
“Kami sepenuhnya berorientasi pada adalah dari segi bisnis yang kurang
pembaca pemerintah atau PNS,” ungkap menguntungkan.
Andri Mardian.
Menurut Mustawa Nur (Harian BKM),
kalau melihat kecenderungannya sebuah
2. Segmen Pembaca
koran metro memang bersifat spesifik
Semua
media
lokal
di
Sulsel
atau
pada isu-isu kompleksitas perkotaan, dan
2. Segmen Pembaca
manapun jelas memiliki segmen tidak bersifat berita umum. Orientasinya
Semua
mediasegmen
lokal ini
di biasanya
Sulsel atau
manapun
jelas berita
memiliki
segmen
pembaca.
Penentuan
kalau
bukan pada
pembunuhan,
merupakan
hasil riset
dan telaah
yang merupakan
air mata dan
laki-laki.
pembaca.
Penentuan
segmen
ini biasanya
hasildunia
riset dan
telaah Namun
yang
panjang. Semua media jelas memiliki belakangan disadari ternyata tidak
panjang.
Semua
media jelas
memiliki
pemilihan
segmenpositif
ini.
alasan-alasan
pemilihan
segmen
ini. alasan-alasan
memberikan
dampak
pada
Terkait
segmen
pembaca
media
kesehatan
perusahaan.
Terkait segmen pembaca media responden ini bisa dilihat pada tabel
responden ini bisa dilihat pada tabel
berikut:
berikut:
“Ketika pengiklan kita sodori, mereka
Tabel 3. Segmen Pembaca Media Lokal di Sulsel
No Media
1.
Fajar
2.
Tribun Timur
3.
Berita Kota Makassar
4.
Ujungpandang Ekspres
5.
Rakyat Sulsel
6.
The New Cakrawala
7.
Pare Pos
8.
Radar Selatan
9.
Celebes Online
10. Kabar Makassar
Sumber: Data Primer, 2014
Segmen
Umum
Umum
Kota
Bisnis
Pokitikus/professional
Umum
Umum
PNS/Kelompok Muda
-
Harian
BKMBKM
misalnya
memilih
sebagai sebagai
tidak mau
Makanya
Harian
misalnya
memilih
korankarena
metrodarah
atau semua.
kota. Di
awal
koran metro atau kota. Di awal berdirinya, paradigma saya ubah bukan koran crime,
berdirinya,
ketikaberupa
masih Bina
berupaBaru
Bina Baru
sampai koran
kemudian
menjadifokus
Harian
baik ketikabaik
masih
tapi sebagai
kota dengan
pada
sampai kemudian menjadi Harian BKM, isu pelayanan publik dan kota. Karena
BKM, media ini banyak menyajikan berita-berita kriminal dan kekerasan. Dalam
media ini banyak menyajikan berita- semua mau bersentuhan Pemkot dalam
perkembangannya, media ini berputar haluan, tidak lagi terlalu menonjolkan
108
berita kriminal dan kekerasan. Alasannya adalah dari segi bisnis yang kurang
menguntungkan.
Kesehatan Perusahaan Pers
kaitan dilayani dan melayani, ketika ada
orang bersentuhan dan buntu maka jalan
keluarnya ada di koran BKM.”
Harian Fajar sendiri bersifat koran
umum tanpa memfokuskan pada segmen
tertentu.
Pada Harian Rasul diakui Al Ullah
Azhar sebenarnya tidak secara ketat
menentukan segmen pembaca mereka,
namun karena dari segi konten sudah
jelas yakni politik, maka secara otomatis
segmen pembaca merupakan orang-orang
yang senang dengan isu-isu politik.
Hal yang hampir sama diakui pula oleh
Harian TNC yang memilih segmen umum,
tanpa membedakan atau memfoksukan
pada kelompok pembaca tertentu.
“Semuanya harus baca karena semua
untuk kepentingan bersama,” ungkap
Andri Mardian (Harian TNC).
Harian Radar Selatan sendiri memilih
segmen pembaca pada pemerintah
atau PNS dan kelompok muda, baik
dari kalangan politikus, pengusaha,
dan kelompok profesional lainnya.
Pertimbangannya karena jumlah PNS di
daerah yang sangat besar dan selama ini
menjadi kelompok pembaca potensial.
Di Kabupaten Bulukumba sendiri
misalnya terdapat sekitar 7000 PNS.
Belum termasuk daerah lain yang menjadi
jangkauan Harian Radar Selatan seperti
Kabupaten Sinjai, Bantaeng dan Selayar.
Untuk Harian Upeks sendiri memilih
segmen pelaku usaha atau bisnis.
Sementara Harian Tribun Timur fokus
pada segmen pembaca masyarakat kota.
‘‘
Harian Radar Selatan
sendiri memilih
segmen pembaca pada
pemerintah atau PNS
dan kelompok muda,
baik dari kalangan
politikus, pengusaha,
dan kelompok
profesional lainnya.
Pertimbangannya karena
jumlah PNS di daerah
yang sangat besar dan
selama ini menjadi
kelompok pembaca
potensial.
‘‘
3. Kehadiran Media Online
Kehadiran media berbasis online tidak
serta menggeser peran media cetak. Alihalih melihatnya sebagai pesaing, media
cetak justru kemudian memanfaatkan
media online sebagai bagian terintegrasi
dengan media cetak yang mereka miliki.
Saingan utama dari media cetak sendiri
adalah media cetak lainnya.
Bagi Ruslan Ramli (Harian Fajar)
media online adalah sebuah media
alternatif dan tidak menggerus jumlah
oplah cetak mereka. Ini dibuktikan dengan
pertumbuhan oplah cetak Harian Fajar
yang terus bertumbuh setiap tahunnya.
109
Kesehatan Perusahaan Pers
“Media cetak tetap tumbuh, padahal
kalau kita berfikir secara sederhana begitu
ada online pembaca akan berkurang, tapi
di kami tidak demikian. Jadi masingmasing punya segmen pasar tidak saling
berkompetisi tapi saling melengkapi.”
justru media induk mereka sendiri, yaitu
Harian Fajar. Keberadaan media online
tidak mempengaruhi atau berdampak
pada penurunan oplah Harian Pare Pos.
Itu karena sebagian besar pembaca masih
senang dengan media cetak.
Menurut Abdul Haris Suardi,
Tribun Timur sendiri menganut paham
multichannel dan multiplatfon, yang
berarti bahwa mereka tidak melihat TV
atau online sebagai pesaing, tapi malah
membesarkan media online tersebut
sebagai bagian dari bisnis.
“Kalau yang media online pembacanya
rata-rata adalah anak muda sehingga
strategi kita dengan membuat juga
halaman yang bisa dibaca anak muda.”
“Kalau anda bisa melihat
tribunmakassar.com atau tribunnews.
com, kami ini sudah di posisi nomor dua
di Indonesia, dalam hal kunjungan visitor
unik. Artinya dalam jumlah orang yang
mengklik dari address atau alamat yang
berbeda, kami tertinggi kedua setelah
detik.com. Jadi kami tidak melihat media
online sebagai pesaing, justru kami sedang
bermigrasi ke sana dan itu sudah kita
lakukan 4-5 tahun yang lalu. Makanya
pada saat sekarang penggunaan saranasarana media informasi seperti gadget,
komputer tentu kami tidak canggung
lagi kami langsung bisa. Walaupun dari
kami sendiri cetak masih merupakan
penghasilan terbesar utama. Jadi online
bukan suatu saingan. Jadi begitu orang
menyebut Tribun Timur bukan hanya
cetak tapi dia bisa online, sosmed, jadi
keseluruhannya sebagai satu bagian.”
“Saingan dari perusahaan kami adalah
media lokal yang lainnya. Media online
bukan menjadi saingan kami karena
media online hanya sebentar saja ada di
dunia maya dan kalau media cetak lokal
bisa kapan saja dibaca. Kalau tidak ada
waktu membacanya pada saat baru terbit,
bisa saja keesokan harinya baru dibaca.”
Harian Pare Pos juga tidak melihat
media online sebagai pesaing. Menurut
Akbar Hamdan, saingan utama mereka
110
Ini juga diakui oleh Muhtar (Harian
Upeks):
Berbeda dengan media lain, Harian
TNC dan Harian Radar Selatan justru
melihat media online dan TV sebagai
kompetitor utama mereka.
“Ini kemudian menjadi tantangan
bagi redaksi bagaimana menggali lebih
lanjut informasi yang sebelumnya telah
ditampilkan di media online dan TV,”
ungkap Andri Mardian (TNC).
Sementara Sunarti Zain (Radar
Selatan) melihat kelebihan media online
dari segi kecepatan akses informasi dan
updating berita.
Kesehatan Perusahaan Pers
Harian BKM justru tidak perduli
dengan kemungkinan adanya persaingan
antara cetak dan online. Bagi Mustawa
Nur, siapa punya ide gagasan lebih
cerdas itulah pemenangnya dan sebanyak
apapun koran muncul tak masalah selama
memang dibutuhkan masyarakat.
4. Media Prospektif untuk Iklan
Bagi media lokal sendiri, media cetak
dan TV masih berpeluang mendapatkan
keuntungan yang lebih besar dibanding
media lainnya. Di Sulsel, iklan di media
cetak bahkan lebih tinggi dibanding
media-media lainnya, seperti TV, radio
ataupun media online. Meski demikian,
daya tarik media elektronika semakin
diminati seiring dengan pertumbuhan
media TV di Makassar. Saat ini terdapat
5 TV lokal yang aktif mengudara,
sementara beberapa TV lainnya tengah
dalam persiapan.
Ruslan Ramli (Harian Fajar) mengakui
telah adanya pergeseran pengiklan ke
media penyiaran karena target pasar yang
lebih luas, mencakup semua kalangan
ataupun golongan masyarakat.
Media online sendiri masih berupaya
merangkak. Pendapatan iklan dari media
online meski mengalami peningkatan
namun masih jauh dari pendapatan media
iklan di media-media lainnya. Adanya
keterbatasan space dan durasi mengiklan
yang lama di media online menjadi
tantangan tersendiri. Sebagai contoh, iklan
dengan harga yang sama, misalnya Rp 4
juta, di media online dan cetak, memiliki
waktu pemuatan yang berbeda. Di media
cetak, iklan ini hanya akan dimuat sehari
saja, sementara di media online durasi
pemuatan terjadwal, bisa sampai sebulan
atau bahkan lebih. Daya tawar dan daya
tarik iklan di media online lokal masih
tertinggal dibanding media-media lainnya,
meskipun dalam setahun terakhir terjadi
peningkatan minat yang signifikan dalam
jumlah pengiklan di media online.
Menurut Akbar Hamdan (Harian Pare
Pos), biaya operasional media online tidak
sebesar media cetak sehingga kemudian
harga iklannya pun tidak dipatok semahal
media cetak. Di daerah sendiri, media
cetak masih menjadi primadona untuk
pengiklan, sementara media online masih
sangat terbatas.
5. Sumber Pendapatan Iklan Terbesar
Pemerintah dan swasta masih
merupakan pangsa pasar terbesar bagi
media di daerah. Iklan dari individu juga
cukup besar pada event-event tertentu,
seperti event politik Pilkada, Pileg dan
Pilpres. Pada tahun 2013, sejumlah
pemilihan kepala daerah berlangsung di
sejumlah daerah di Sulsel, sementara pada
2014 terdapat event pemilihan legislatif
dan pilpres.
Di Harian Fajar sendiri, sebagaimana
diakui Ruslan Ramli, pendapatan iklan
dari swasta dan pemerintah masih sangat
dominan melebihi iklan politik dari
individu dari caleg dan partai politik.
“Kalau secara riilnya saya kurang tahu,
tapi gambarannya bahwa tahun 2014 ini
merupakan tahun politik jadi iklan-iklan
partai dan caleg cukup banyak, tapi masih
dibawah iklan swasta maupun pemerintah.
Perorangan ada juga tapi tidak lebih
besar di banding swasta, parpol maupun
111
Kesehatan Perusahaan Pers
pemerintah. Hitung-hitungan tahun ini
beda tipislah antara swasta, pemerintah
dan parpol tapi masih tetap unggul
swasta.”
Hal yang hampir sama diakui oleh
Harian Tribun Timur. Abdul Haris Suardi
memperkirakan pendapatan iklan per
tahun pada kisaran Rp 1 miliar dengan
sebagian besar pengiklan dari pemerintah
dan swasta. Event politik, seperti Pilkada,
Pileg dan Pilpres diakui turut menggenjot
pendapatan iklan. Meski demikian, Harian
Tribun Timur sendiri masih sepenuhnya
bergantung pada iklan swasta yang nilai
rata-ratanya masih jauh dibanding iklaniklan politik.
Harian BKM sendiri mengakui
pendapatan iklan akan tergantung pada
musim atau event yang tengah berlangsung.
Berita Kota sepenuhnya bergantung pada
swasta. Mereka bahkan mengadakan
berbagai event untuk menarik pelanggan
dan pengiklan. Sementara nilai iklan dari
pemerintah sendiri masih jauh di bawah
pendapatan iklan dari swasta.
Harian TNC, Rasul, Radar Selatan dan
Upeks juga masih sangat menggantungkan
pendapatan dari pemerintah.
Untuk Harian TNC sendiri belum
begitu populer bagi kalangan swasta.
Dominasi iklan dari pemerintah sendiri,
khususnya pemerintah provinsi karena
pemilik Harian TNC ini adalah keluarga
dari Gubernur Sulsel yang sekarang.
Meski demikian, Harian TNC saat ini
berupaya menggaet pengiklan dari swasta
sebagai pasar baru.
112
“Saat ini kami lagi mencoba untuk
tidak hanya bekerjasama dengan
pemerintah tetapi juga dengan pihak
swasta. Meskipun hitungan-hitungannya
kecil, kami ingin memberikan gambaran
bahwa kelompok lain pun bisa beriklan
di Cakrawala bukan hanya pemerintah,
yang lain juga bisa.”
Sementara Harian Pare Pos sendiri
masih didominasi oleh swasta pemerintah.
Terkait pendapatan iklan pertahun,
sebagai sebuah media lokal dengan
wilayah cakupan lebih sempit, kinerja
Harian Pare Pos dilihat dari segi perolehan
iklan tergolong besar. Jika dalam setahun
Harian Radar Selatan meraup iklan
mencapai Rp 800 juta, yang sebagian
besar dari pemerintah, maka Harian Pare
Pos bisa memperoleh sampai Rp 5 miliar,
yang sebagian besar dari swasta. Jumlah
ini juga melampaui pendapatan iklan di
Harian Tribun Timur dan Harian Upeks
yang sekitaran Rp 1 miliar per tahun,
Harian BKM sekitar Rp 3 miliar per tahun
dan Harian TNC sekitar Rp 600 juta per
tahun.
6. Daya Tarik Media Lokal untuk
Pengiklan
Kehadiran media nasional di daerah
tidak serta merta menggeser peran media
lokal di daerah. Sebagian media melihat
media nasional bukanlah sebagai ancaman
yang berarti dan tidak berdampak besar
bagi perolehan iklan mereka. Media
lokal sendiri diakui memiliki daya tarik
tersendiri bagi pengiklan karena faktor
kedekatan lokasi (proksimitas). Meski
demikian, terdapat juga pandangan
Kesehatan Perusahaan Pers
berbeda, dengan melihat potensi sumber
daya media nasional yang lebih besar dan
afiliasinya ke daerah.
Menurut Ruslan Ramli (Harian Fajar),
media lokal jelas memiliki daya tarik
tersendiri karena adanya kepentingan
pengiklan di daerah. Bagi Ruslan, para
pengiklan akan melihat Makassar dan
Sulsel secara istimewa, dengan potensi
yang sangat luar biasa.
dikenal oleh masyarakat adalah media
lokal, namun pengiklan juga kadang
melihat brand. Dari segi konten berita,
media lokal dianggap dapat bersaing
dengan media lokal nasional, meski dari
segi iklan masih sulit untuk bersaing.
Andri Mardian (Harian TNC) sendiri
mengakui tidak merasa risau bersaing
dengan media nasional karena mereka
memiliki konten berita yang berbeda.
“Sulsel ini potensi pertaniannya
sangat luas, potensi lautnya, serta potensi
ekpornya sangat tinggi. Ini menjadi tarik
tersendiri bagi pengiklan.”
“Cakrawala memberi pilihan lain yang
nilainya sama dengan media nasional.
Menurut saya media nasional yang
menyediakan rubrik nasional sebenarnya
mereka tertarik dengan berita daerah,
karena mereka tahu orang-orang juga
tertarik pada berita lokal.”
Abdul Haris Suardi (Harian Tribun
Timur) juga melihatnya kurang lebih
sama.
“Media lokal lebih dekat serta
langsung, dan memang kecendrungan
sekarang pembaca media cetak akan lebih
memilih media lokal. Berita nasional kan
sudah ter-cover oleh berita telivisi, baik
itu dari segi berita politiknya, hukum,
ekonomi dan sebagainya.”
Muhtar (Harian Upeks) juga
berpandangan bahwa kekuatan media lokal
pada konten berita, yang menggambarkan
perisitiwa-peristiwa lokal yang lebih dekat
dengan pembaca. Media nasional atau
yang berafiliasi dengan media nasional
seperti Kompas, Sindo, Media Indonesia,
hanya orang-orang tertentu saja yang
membacanya.
Menurut Al Ullah Azhar (Harian
Rasul) media lokal memiliki kelebihan
tersendiri, pengiklan melihat bahwa yang
Sunarti Zain (Harian Radar Selatan)
juga mengakui bahwa media lokal masih
kalah bersaing dengan media nasional.
Meski demikian, ia menilai media lokal
bisa bersaing selama ia mampu melakukan
inovasi-inovasi baru.
Mustawa Nur (Harian BKM) juga tidak
merasa risau dengan persaingan dengan
media lain ataupun media nasional. Itu
justru menjadi tantangan untuk evaluasi
diri dan perbaikan manajemen perusahaan.
“Tidak mau saya dihantui, jadi saya
tidak mau pusing karena pikiran saya
tidak ada kompetisi mengenai banyaknya
rumah tapi kompetisi ada pada alam
berpikir. Saya mau jadikan surga di kantor
saya sendiri.”
113
Kesehatan Perusahaan Pers
7. Strategi Khusus Media
Untuk tetap eksis, perusahaan media
lokal umumnya menerapkan strategi
dan inovasi tertentu. Tingginya tingkat
persaingan dalam memperoleh pembaca
dan pengiklan melahirkan inovasi-inovasi
baru bagi media.
Terkait hal ini, Ruslan Ramli (Harian
Fajar) mengakui tak memiliki strategi
khusus, tapi selalu menciptakan satu
program yang berbeda dibanding
media lain. Harian Fajar mencoba
mengkreasikan apa yang tidak dimiliki
media lain, sehingga ini yang menjadi
pembeda dengan media lain.
“Kalau kemudian itu sudah diikuti lagi
ya kami ciptakan lagi yang baru, kami
yang menjadi inisiatornya dan yang lain
sebagai follower-nya.”
‘‘
Harian Fajar mencoba
mengkreasikan apa
yang tidak dimiliki
media lain, sehingga ini
yang menjadi pembeda
dengan media lain.
‘‘
Bagi Harian Tribun Timur strategi
dalam menggaet pengiklan dilakukan
berdasar data. Data survei dari pihak
ketiga, seperti perusahaan survei Nielsen,
menjadi referensi kuat bagi Tribun Timur
untuk meyakinkan pengiklan bahwa
mereka adalah tempat yang tempat untuk
114
mengiklan, sebagaimana dikatakan Abdul
Haris Suardi:
“Kami mengambil data dari pihak
ketiga untuk meyakinkan pengiklan atau
klien bahwa kami adalah media yang
tepat, untuk 3-5 tahun terakhir secara
praktis kami memang belum pernah
dilampaui oleh media pesaing. Kami
masih teratas di survei Nielsen. Dari data
Nilsen kami sudah 245 ribu pembaca dan
pesaing terdekat itu hanya 89 ribuan. Jadi
dengan itu saja kami sudah cukup percaya
diri.”
Harian Rasul sendiri lebih banyak
mengandalkan media online dalam
menggaet pembaca dan pengiklan.
Kehadiran portal ini dianggap dapat
menaikkan brand perusahaan, menutupi
kekurangan mereka sebagai media yang
masih baru. Diakui Al Ullah Azhar bahwa
saat ini banyak yang lebih mengenal
Harian Rasul sebagai media online
dibanding sebagai media cetak. Dalam
dua tahun saja Harian Rasul sudah
dikunjungi pembaca portal mencapai 26
juta kunjungan.
Sebagai media cetak yang tidak
memiliki basis online, Harian TNC lebih
banyak melakukan strategi khusus dalam
penempatan kolom iklan.
“Kami pasang satu kolom untuk tempat
beriklan. Misalnya tulisannya: kolom
ini siap untuk menjadi tempat iklan atau
biasanya kami taruh hotline. Strategi lain
yaitu melakukan listing terhadap jaringan
yang ada di redaksi, dicatat nomornya
kemudian dihubungi secara kontinyu, dan
Kesehatan Perusahaan Pers
kalau mereka sudah beriklan, dan punya
kegiatan yang mau dirilis kami berikan
free rilis, kami beritakan secara gratis.
Contohnya juga advertorial. Tapi kalau
untuk membawa pengiklan ke manamana, kami tidak punya strategi semacam
itu.”
Strategi khusus dari Harian Radar
Selatan diakui Sunarti Zain antara lain
dengan memberikan data mengenai
jumlah oplah, readership dan lain-lain.
Informasi berbasis data dinilai sangat
menarik bagi pengiklan.
Sementara Harian Pare Pos lebih
menekankan pada konten berita dengan
mengolah isu dengan baik agar bisa
menarik lebih banyak pembaca. Ini dinilai
akan berdampak pada antusias pengiklan
untuk mengiklankan produk mereka.
Mustawa Nur (Harian Upeks) sendiri
lebih menekankan pada pembangunan
relasi atau jaringan pertemanan.
Asumsinya bahwa orang baru mau
beriklan di suatu koran karena sudah
ada hubungan relasi yang sudah terjalin
dengan baik sebelumnya.
8. Media Lokal versus Media Nasional
Pandangan media lokal terkait
keberadaan media nasional ditanggapi
beragam oleh para narasumber pimpinan
media. Sebagian melihatnya sebagai
ancaman, sebagian tidak.
Menurut Ruslan Ramli (Harian Fajar),
ketika berhadapan dengan media nasional,
Harian Fajar merasa cukup percaya diri
karena pada dasarnya media lokal itu
adalah penguasa di daerahnya, sehingga
merasa tidak perlu ada strategi khusus
ketika berhadapan dengan media nasional.
Bagi Harian Rasul sendiri, strategi
khusus untuk menarik pengiklan jika
dihadapkan dengan media nasional sejenis
yaitu dengan menyiapkan tampilan iklan
yang lebih menarik. Antara lain dengan
menyiapkan model advertorial dengan
dukungan pemberitaan, yang tidak hanya
sekedar iklan.
Harian Radar Selatan dan Harian
Pare Pos mengakui akan mengedepankan
lokal konten, bahwa media lokal menjadi
raja di daerahnya sendri. Sementara
Harian Upeks mengedepankan relasi atau
jaringan bisnis.
Harian Tribun Timur sendiri tidak
khawatir adanya persaingan iklan
dengan media nasional, karena pada
dasarnya sebuah perusahaan nasional
biasanya memang telah mengalokasikan
anggarannya untuk media lokal. Pengiklan
yang dari luar pasti akan melirik media
lokal di daerah itu sendiri. Bagi Harian
Tribun Timur media nasional bukanlah
suatu saingan.
9. Media Cetak versus Media
Elektronik dan Online
Ketika harus bersaing dengan media
lokal lain meski berbeda platform diakui
Ruslan Ramli (Harian Fajar) bukan
sebuah masalah besar karena masingmasing media telah mempunyai segmen
tersendiri. Iklan televisi misalnya, akan
berbeda dengan iklan media cetak.
“Kalau televisi tentu saja audio visual,
jadi iklannya bergerak dan bersuara,
kami ini cetak jadi sangat konservatif.
Di internet kalau mereka hanya bermain
115
Kesehatan Perusahaan Pers
di visual saja dan akan kalah juga, sebab
ini barang kan bisa streeming ya, jadi
kekuatannya ada pada audio visual juga.”
Harian Rasul sendiri lebih pada
memperkuat media online yang mereka
punyai termasuk memperluas jangkauan
sebarannya melalui media sosial.
Strategi Harian Radar Selatan, menurut
Sunarti Zain, yaitu menyampaikan
informasi secara detail bahwa media lokal
masih sangat dibutuhkan dan berbeda
dengan media online atau elektronik.
E. Strategi Bertahan Perusahaan Pers
di Sulsel
1. Strategi Bertahan di Masa Sulit
Berbeda dengan jenis usaha lain, bisnis
media memiliki keunikan tersendiri.
Ketika dalam bisnis lain orientasi lebih
ditujukan kepada pencapaian keuntungan
sebesar-besarnya, maka dalam bisnis
media tetap harus mempertimbangkan
sisi sosialnya. Bisnis media adalah bisnis
kepercayaan. Ketika pelaku usaha media
ini tak mampu merebut kepercayaan
pembaca/pemirsa dan pengiklan maka
akan segera tenggelam. Selain itu,
bisnis media juga harus disadari bahwa
keuntungannya tak begitu besar dan
sangat padat karya. Mulai dari tenaga
redaksi, sampai pengecer. Artinya, kalau
mau bisnis di sektor ini, tak cukup dengan
hitung-hitungan bisnis semata. Dalam
hal ini idealisme masih diperlukan,
yakni menyebarluaskan informasi untuk
membuat setiap orang lebih memahami
kebenaran dan menjadi lebih cerdas
untuk bisa hidup lebih demokratis dengan
sesama.
116
‘‘
Bisnis media adalah
bisnis kepercayaan.
Ketika pelaku usaha
media ini tak mampu
merebut kepercayaan
pembaca/pemirsa dan
pengiklan maka akan
segera tenggelam.
‘‘
Sebagian besar media memiliki
dinamika pasang surut dan bahkan
ada yang mengalami masa sulit dan
kritis. Berbagai faktor bisa menjadi
penyebabnya, baik bersifat internal
maupun eksternal. Ini umumnya dialami
media di awal-awal berdirinya mereka.
Seperti halnya media lain, Harian Fajar
juga pernah mengalami masa sulit. Di
awal-awal media ini, pertengahan tahun
1980-an, media ini sempat mengalami
goncangan besar. Beberapa faktor
penyebabnya karena kekuatan finansial
yang masih lemah, perolehan iklan yang
di bawah target dan faktor-faktor lain,
yang saling terkait. Namun tantangan
ini bisa dilalui dan menjadikan Harian
Fajar sebagai media besar yang mampu
bertahan sampai 33 tahun.
“Ketika pertengahan tahun delapan
puluhan kami pernah mengalami masa
sulit, ya mengenai faktor finansial yang
belum begitu kuat, pendanaan yang
masih membutuhkan kerja keras untuk
Kesehatan Perusahaan Pers
mencari uang, sehingga perlu injeksi
dana dan itu masih sangat susah. Strategi
menghadapinya ya dengan semangat kerja
keras dari semua lini, serta tetap menjaga
loyalitas bagi perusahaan,” ungkap Ruslan
Ramli dari Fajar menjelaskan tentang
situasi ini.
Bergabungnya Harian Fajar ke
jaringan Jawa Pos Group, seperti telah
dijelaskan sebelumnya, membuat
media ini mendapatkan amunisi baru
untuk bangkit dan besar hingga saat
ini. Harian Fajar sendiri cukup percaya
diri dalam persaingan media cetak di
Sulsel karena telah memiliki pembaca
fanatik, dan menyebar merata di hampir
seluruh Sulsel. Ini juga oleh didukung
oleh adanya biro di daerah yang tidak
hanya fokus pada pemberitaan atau
peliputan namun juga dalam membangun
jejaring bisnis, mengembangkan relasi
dengan pemerintah daerah dan swasta.
Target utamanya bukan hanya pada
meningkatkan jumlah pelanggan namun
juga pada perolehan iklan-iklan.
Salah satu tantangan yang dihadapi
media ini, sebagaimana diakui oleh
Ruslan Ramli, adalah distribusi ke daerahdaerah yang jauh dari Makassar, misalnya
Luwu Utara dan Luwu Timur. Jarak jauh
membuat adanya keterlambatan distribusi
Koran. Koran terbitan hari ini baru bisa
dibaca di daerah yang jauh itu pada malam
hari atau malah pada keesokan harinya.
Harian Fajar juga banyak melakukan
inovasi-inovasi. Salah satunya, misalnya,
yang cukup terkenal adalah konsep
kemitraan dengan pemerintah daerah
melalui FIPO Award. Setiap tahun FIPO
Award ini memberikan penghargaan
kepada daerah-daerah yang dinilai
memiliki terobosan atau inovasi terkait
pelayanan publik. Meskipun memiliki
manajemen terpisah dari Harian Fajar,
namun keberadaan FIPO ini jelas sangat
tergantung pada eksistensi Harian Fajar,
sebagai media mereka menyampaikan
program-program yang inovatif dari
pemerintah. Meskipun terjalin kemitraan
antara media dengan pemerintah, namun
diakui Ruslan hal itu tak mempengaruhi
indepensi media ketika suatu ketika
harus memberitakan informasi-informasi
yang bersifat kritikan kepada pemerintah
daerah bersangkutan.
Harian Tribun Timur sebagai
media cetak pendatang baru di Sulsel
adalah cerita sukses media lokal yang
berkembang baik dengan mengandalkan
inovasi, baik dalam pemberitaan maupun
pemasaran produk. Selama dua tahun sejak
berdiri, media ini belum berorientasi pada
keuntungan namun lebih pada penetrasi
pasar. Berbagai program dilakukan,
mulai dari pembagian koran secara gratis
kepada pelanggan (3 bulan langganan
gratis), membagi-bagi di pinggir jalan dan
masuk kampus, hingga penjualan koran
dengan harga yang lebih murah dibanding
media lain. Dalam pemberitaan, Tribun
Timur juga menyasar kelas menengah ke
atas dengan banyak memberi informasi
life style. Mereka juga memberi ruang
yang lebih banyak untuk memuat fotofoto. Dalam hal iklan, mereka berani
memberikan harga yang lebih rendah
dibanding media-media cetak lainnya.
Strategi mendatangi pasar secara
door to door ini cukup efektif dalam
117
Kesehatan Perusahaan Pers
mendongkrak penetrasi pasar Harian
Tribun Timur. Dalam beberapa tahun saja
Harian Tribun Timur menjadi pesaing
berat bagi Harian Fajar, yang cukup
lama merajai pasar media cetak di Sulsel.
Dalam beberapa survei Nielsen bahkan
harian ini dianggap telah melampaui
jumlah pembaca Fajar. Strategi lain yang
kemudian dikembangkan oleh harian ini
adalah dengan memaksimalkan media
online. Keberadaan media online ini
diakui memiliki dampak yang luas pada
perluasan pangsa pasarnya.
‘‘
Strategi mendatangi
pasar secara door to door
ini cukup efektif dalam
mendongkrak penetrasi
pasar Harian Tribun Timur.
‘‘
Media ini bukannya tanpa masalah
dalam perkembangannya. Sejumlah
masalah yang timbul kadang bersumber
pada kebijakan pemerintah, misalnya
kenaikan harga BBM, yang membuat
mereka harus memperketat anggaran,
meningkatkan efisiensi anggaran dan
beragam program lain.
Tantangan lain yang dialami Harian
Tribun Timur adalah selera pembaca yang
berubah, kemudian migrasi pembaca
ke media lain. Hanya saja hal ini dinilai
masih merupakan hal yang wajar, dan
bukan sebagai beban.
118
“Kami mengupayakan terus ada
inovasi-inovasi, jadi kami selalu
diingatkan oleh direksi bahwa tanpa
inovasi kita akan mati,” ungkap Haris.
Media lain yang cukup stabil dalam
menghadapi masa-masa sulit adalah
Harian Pare Pos. Sejak kelahirannya tahun
2000 lalu, hampir tak pernah menghadapi
masalah yang berarti. Meksipun diakui
terkadang mereka mengalami penurunan
jumlah pelanggan karena faktor
eksternal, misalnya daya beli masyarakat
yang menurun akibat kenaikan BBM,
sementara kebutuhan informasi masih
dianggap sebagai kebutuhan tersier bagi
masyarakat. Harian Pare Pos sendiri
mengklaim diri sebagai ‘penguasa’ di
Kota Parepare dan sekitarnya, yang
bironya bahkan mencapai Kabupaten
Mamuju Utara di Sulawesi Barat.
Tantangan lain yang dihadapi Harian
Pare Pos adalah pada kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia yang masih
terbatas. Meski mereka menyadari bahwa
dengan SDM yang baik dan profesional
akan berdampak pada pertambahan
pembaca mereka.
Harian Upeks tak menafikan kesulitan
yang mereka hadapi di awal-awal
pendirian mereka. Dalam beberapa bulan
penerbitannya bahkan terkadang merugi
atau tidak mencapai target.
Bagi Harian Upeks, tantangan
utama yang mereka hadapi adalah pada
ketidakpastian penjualan koran setiap
harinya, sehingga penjualan koran
tidak dapat terlalu diharapkan. Mereka
sepenuhnya bergantung pada iklan.
Kesehatan Perusahaan Pers
Bagi Harian Rasul, kendala utama
mereka karena belum adanya percetakan
sendiri, sementara biaya cetak semakin
tinggi. Di sisi lain harga koran dipatok
tak melebihi Rp 3 ribu agar bisa berasing
dengan media lain. Salah satu strategi
adalah dengan mengoptimalkan portal
berita, dimana portal ini dibuat agar
pembaca tertarik membaca berita lebih
lanjut di versi cetak. Selain itu, link berita
pada portal di-broadcast dengan BBM,
Twitter dan Facebook. Dari portal berita
ini sendiri Harian Rasul mendapatkan
pendapatan iklan yang cukup besar.
Media lain yang sampai saat ini
masih bertahan adalah Harian TNC.
Meski sempat terpuruk dan mengganti
manajemen dan nama Cakrawala menjadi
The New Cakrawala. Oplah media ini,
dibanding media cetak lain, masih sangat
terbatas yaitu hanya 1.600 eksemplar
per hari. Ini dianggap sebagai tantangan
tersendiri bagi Harian TNC sebagaimana
diakui Andri Mardian.
“Masyarakat yang lebih enak membeli
koran yang oplahnya lebih banyak,
sampai 16.000 lembar sedangkan kami
1.600 lembar.”
Tantangan lain yang dihadapi Harian
TNC adalah masih terbatasnya sistem
transportasi atau distibusi mereka, yang
tidak sebanyak koran lain.
“Untuk produksi tidak ada masalah tapi
jangkauan tempat, karena ada beberapa
wilayah yang belum kami masuki (black
spot) itulah yang menjadi masalah,”
ungkap Andri.
2. Peranan Biro di Daerah
Keberadaan biro di daerah mungkin
menjadi salah satu penopang bagi media
untuk bisa eksis, karena pasar media
sebenarnya juga berada di daerah,
khususnya di kalangan pemerintah. Bagi
sebagian besar media, keberadaan biro ini
sangat penting sehingga kemudian semua
input dari daerah senantiasa menjadi
pertimbangan bagi media. Masukanmasukan ini misalnya terkait pada eventevent tertentu, misalnya kapan sebuah
event berlangsung di daerah biro itu
berada.
Ini misalnya diakui oleh Ruslan Ramli
(Harian Fajar).
“Masukan dari daerah selalu kami
terima. Terutama ide-ide yang kami
anggap yang produktif. Misalnya di
daerah memberi masukan bahwa tanggal
ini adalah hari jadi daerah tersebut, apa
keinginan pemerintah setempat, jadi kami
buatkan space untuk daerah tersebut,
misalnya kami angkat pertumbuhan
pembangunannya, nah ini kan ide yang
produktif jadi tidak ada salahnya kami
beri kado kepada pembaca di daerah itu
melalui Fajar.”
Hal yang sama diakui oleh Al Ullah
Azhar (Harian Rasul).
“Perusahaan sering mendapat masukan
dari bagian pemasaran dan biro daerah.
Masukan biasanya diberikan pada saat
rapat umum yang dilakukan secara rutin
seminggu sekali. Misalnya pada saat
pemilihan legislatif, biro daerah dan bagian
pemasaran mengusulkan pemberitaan
119
Kesehatan Perusahaan Pers
mengenai calon anggota dewan, karena
para caleg ini membutuhkan ruang
untuk publikasi. Strategi ini berhasil,
banyak caleg yang memanfaatkan ruang
yang diberikan Rakyat Sulsel untuk
menyebarkan informasi mereka. Contoh
lain yaitu usulan rubrik khusus untuk
otomotif dan properti, usulan ini diberikan
oleh bagian pemasaran, ini menarik
banyak pengiklan otomotif dan properti.”
Dengan melihat kondisi sejumlah
media di atas maka dapat disimpulkan
bahwa eksistensi media akan sangat
bergantung pada banyak faktor, antara
lain pada inovasi-inovasi, baik dalam
pemberitaan maupun pemasaran.
Dengan menggunakan FIPO Award,
Fajar mampu mempertahankan pangsa
pasarnya di kalangan pemerintah daerah,
sementara Tribun Timur lebih pada
strategi pemasaran, distribusi massif
dengan pola door to door, penjualan
koran dengan harga murah dan bahkan
pembagian secara gratis pada eventevent tertentu. Tribun Timur juga sukses
menggaet pengiklan dengan cara memberi
harga yang lebih rendah dibanding media
lain. Adanya kolom citizen report juga
dianggap mampu mendekatkan media
ini kepada pembacanya dan meluaskan
jangkauan jumlah pembaca mereka.
Strategi lain, yang hampir
dilakukan oleh seluruh media, adalah
memberdayakan biro di daerah dalam
meraup pembaca dan iklan. Pada momenmomen tertentu, misalnya hari jadi sebuah
daerah, akan menjadi ladang iklan bagi
hampir seluruh media.
120
Ketangguhan perusahaan dalam
bertahan menurut Laode Arumahi
dari PWI Sulsel juga tak terlepas dari
kemapanan manajerial perusahaan.
Manajemen yang sudah mapan akan
berpengaruh kepada kinerja marketingnya,
kemudian kesejahteraan karyawannya
atau jurnalisnya akan turut meningkat.
Menurut Ketua PJI Sulsel, Jumadi
Mappanganro, terdapat banyak faktor
yang berpengaruh pada perkembangan
perusahaan pers di daerah dan saling
berkaitan satu dengan yang lain.
“Jadi tidak ada bisa satu bidang
yang mengatakan bahwa dialah yang
menentukan eksis tidaknya suatu
perusahaan, jadi semua bidang sangat
berpengaruh, misalnya marketing mati
maka matilah. Misalnya walaupun jurnalis
hebat membuat berita tapi tidak didukung
oleh marketing yang handal pula tentu
tidak akan membuahkan pelanggan yang
banyak. Demikian pula dari manajemen
kalau tidak bisa mengatur perusahaan
dengan baik tentu perusahaan tersebut
akan gagal.”
F. Kesehatan Perusahaan dan Kinerja
Jurnalis
1. Kesejahteraan Jurnalis
Kesehatan perusahaan pers di daerah
jelas berdampak pada kinerja jurnalis,
begitu pun sebaliknya. Perusahaan yang
mampu menggaji karyawannya dengan
layak, dengan segala tunjangan-tunjangan
lainnya seperti insentif kinerja, asuransi,
perlindungan hukum, dan sebagainya.
Kesehatan Perusahaan Pers
Menurut Laode Arumahi (PWI
Sulsel), antara kinerja perusahaan
dengan kesejahteraan jurnalis dan
karyawan itu memang harus paralel
saling membutuhkan. Ketika perusahaan
menghendaki kinerjanya bagus, maka
sumberdaya manusianya (jurnalis dan
karyawan) harus fokus pada pekerjaannya.
Harus saling membutuhkan. Tidak
mungkin perusahaan menjadi bagus kalau
karyawannya tidak fokus pada pekerjaan
di perusahaannya.
“Meskipun kalau kita berbicara
kesejahteraan itukan relatif tergantung
dari tingkat dan gaya hidup karyawan
dan jurnalis, misalnya digaji 5 juta tetapi
gaya hidupnya melebihi gajinya, maka
itukan juga tidak cukup. Maka gaya hidup
mereka harus normal sajalah.”
Menurut Ketua AJI Makassar, Gunawan
Mahsar, kinerja perusahaan jangan semata
dilihat dari kesehatan finansial tapi juga
kesehatan kredibilitas. Ini menurutnya
seperti lingkaran setan, karena gaji
rendah akhirnya jurnalis menerima
amplop sehingga mempengaruhi konten
berita. Ketika jurnalis kemudian sudah
terbeli maka berarti kredibilitasnya bisa
dipertanyakan sehingga sebuah media
menjadi tidak obyektif lagi.
masih kami ditemukan. Ketidakpuasan
umumnya bersifat klasik, misalnya gaji
yang kurang dan dinilai tak sebanding
dengan apa yang mereka kerjakan,
insentif akhir tahun yang kurang, hingga
kondisi persaingan di internal perusahaan
sendiri yang kadang menimbulkan
perasaan kurang nyaman. Sejumlah
jurnalis mengakui mereka harus menutupi
kekurangan penghasilan tersebut dengan
berbagai cara, misalnya dengan membantu
dalam mencari iklan, menerima amplop
untuk event-event tertentu ataupun semata
memanfaatkan profesi mereka di media
untuk memperkuat relasi.
Standar gaji bagi setiap media memang
berbeda-beda. Sejumlah media bahkan
memberi gaji masih di bawah UMR
Makassar, Rp 1,8 juta (2015 naik menjadi
Rp 1,9 juta). Terkait gaji ini, tabel berikut
dapat memberi sedikit gambaran akan
tingkat kesejahteraan bisa dilihat pada
tabel berikut:
“Jadi pilar paling utama kesehatan
sebuah media sehat adalah kesejahteraan
jurnalis yang harus ada.”
Di beberapa media yang kami datangi,
keluhan-keluhan atas perusahaan dari
jurnalis ataupun karyawan non-jurnalis
121
bahkan memberi gaji masih di bawah UMR Makassar, Rp 1,8 juta (2015 naik
tertentu ataupun semata memanfaatkan profesi mereka di media untuk
Kesehatan
menjadiPerusahaan
Rp 1,9 Pers
juta). Terkait gaji ini, tabel berikut dapat memberi sedikit
memperkuat relasi.
gambaran akan tingkat kesejahteraan bisa dilihat pada tabel berikut:
Standar gaji bagi setiap media memang berbeda-beda. Sejumlah media
bahkan memberi gaji masih di bawah UMR Makassar, Rp 1,8 juta (2015 naik
Tabel 4. Besaran gaji bulanan
menjadi Rp 1,9 juta). Terkait gaji ini, tabel berikut dapat memberi sedikit
gambaran akan tingkat kesejahteraan bisa dilihat pada tabel berikut:
Besaran gaji
Frekuensi (n)
Persen (%)
≤ 1,8 juta
2
10.0
Tabel 4. Besaran gaji7 bulanan
1,8 - 2,7 juta
35.0
2.700.001 - 3,6 juta
4
20.0
3.600.001
- 4,5 gaji
jut
5 (n)
25.0
Besaran
Frekuensi
Persen
(%)
> 4,5 juta
2
10.0
≤ 1,8 juta
2
10.0
Total
20
100.0
1,8 - 2,7 juta
7
35.0
Sumber: Data Primer, 2014
2.700.001 - 3,6 juta
4
20.0
3.600.001
4,5
jut
5
25.0
Pada tabel di bawah terlihat presentase responden yang menyatakan
>Pada
4,5 jutatabel di bawah terlihat kerja
2 yang sama dengan dari
10.0
segi gaji
ketidakpuasan
cukup
besar,
yaitu
55%.
Mereka
umumnya
menganggap
gaji
presentase
responden
yang
menyatakan
berbeda
jauh.
Total
20
100.0yang
ketidakpuasan
yaitu 55%.
Persoalan
jurnalis diini,
Sumber:
Datacukup
Primer,
2014
mereka terima
tidakbesar,
sebanding
dengan kinerja
dan kesejahteraan
beban kerja mereka
Mereka umumnya menganggap gaji diakui Gunawan Mahshar (AJI Makassar),
lapangan.
yang
mereka
sebanding
banyak bermasalah
Pada terima
tabel ditidak
bawah
terlihat presentase
responden pada
yangjurnalis-jurnalis
menyatakan
dengan kinerja dan beban kerja mereka di biasa, sementara gaji di tataran level yang
ketidakpuasan cukup besar, yaitu 55%. Mereka umumnya menganggap gaji yang
lapangan.Tabel 5. Tingkat kepuasan responden
tinggi,
misalnya
standar gajinya
atas besaran
gajiredaktur
yang diterima
lebih
mereka terima tidak sebanding dengan sudah
kinerja
danbaik.
beban kerja mereka di
Tabel 5. Tingkat kepuasan responden
Terkait gaji ini, menurut Muliadi Mau
Tingkat Kepuasan Responden Besaran Gaji
Frekuensi (n)
Persen (%)
lapangan.
atas besaran gaji yang diterima
(Unhas), dari segi penggajian ia menilai
Ya
9
45.0
Tabel 5. Tingkat
kepuasan
responden
atas
besaran
gaji
yang
diterima
Tidak
11
55.0
Tingkat Kepuasan Responden Besaran Gaji
Ya
Tidak
Total
Sumber: Data Primer, 2014
Frekuensi (n)
9
11
20
Persen (%)
45.0
55.0
100.0
penggajian
di media Kompas
memang Group
berbeda-beda.
Taklebih
semua
StandarStandar
penggajian
di media memang
masih jauh
baik
berbeda-beda.
Tak
semua
perusahaan
dibanding
Fajar
Group.
perusahaan media menggaji jurnalisnya secara layak. Apalagi di sejumlah media
media menggaji jurnalisnya secara
juga Apalagi
memberlakukan
pembedaan
antara karyawan
jurnalis
tetap dan
tidak
layak.
di sejumlah
media juga
“Fajar atau
itu level
manajemen
menengah
memberlakukan
pembedaan
ke atas
kalaudari
ke segi
bawah
tetap, yang meskipun
memilikiantara
beban kerja
yangmasih
samaoke,
dengan
gajidia
karyawan atau jurnalis tetap dan tidak
lemah, apalagi kalau yang di daerah. Yang
berbeda
tetap,
yangjauh.
meskipun memiliki beban
lebih parah itu di radio, kebanyakan karena
Persoalan
kesejahteraan
jurnalis
ini, diakui Gunawan Mahshar (AJI
122
Makassar), banyak bermasalah pada jurnalis-jurnalis biasa, sementara gaji di
tataran level yang tinggi, misalnya redaktur standar gajinya sudah lebih baik.
tataran level yang tinggi, misalnya redaktur standar gajinya sudah lebih baik.
Terkait gaji ini, menurut Muliadi Mau (Unhas), dari
segi penggajian
Kesehatan
Perusahaania
Pers
menilai Kompas Group masih jauh lebih baik dibanding Fajar Group.
hobby,
gajinya dibayarkan
karena
faktor
keterikatan
“Fajar sehingga
itu level manajemen
menengah ketersebut
atas masih
oke,
kalau
ke bawahdengan
dia
secara
pas-pasan.
Sedangkan
TV
masih
media
bersangkutan
secara
dan
lemah, apalagi kalau yang di daerah. Yang lebih parah itu di radio, emosional
kebanyakan
lumayan.”
jugasecara
karenapas-pasan.
belum menemukan
karena hobby, sehingga gajinya dibayarkan
Sedangkan media
TV
lain
yang
lebih
cocok
baginya.
masih lumayan.”
Uniknya, meskipun sebagian besar
responden menyatakan tidak puas dengan
Terk ai t t i n g k at k en y am an an ,
Uniknya,
meskipun
sebagian
besar
responden
tidak
puas di
gaji yang mereka terima, tingkat kepuasan sebagaimana menyatakan
ditunjukkan
tabel
mereka
bawah,
jumlah
responden
yangkinerja
merasa
denganterhadap
gaji yangkinerja
merekaperusahaan
terima, tingkat
kepuasan
mereka
terhadap
cukup besar, sebagaimana ditunjukkan tidak nyaman dengan lingkungan kerja
perusahaan cukup besar, sebagaimana ditunjukkan tabel berikut:
tabel berikut:
medianya mencapai 25%, yang rata-rata
Tabel 6. Tingkat Kepuasan Responden terhadap Kinerja Perusahaan
Tingkat Kepuasan
Frekuensi (n)
Persen (%)
Sangat puas
4
Puas
13
Kurang puas
3
Total
20
Sumber: Data Primer, 2014
Terkait tingkat kenyamanan, sebagaimana ditunjukkan tabel
20.0
65.0
15.0
100.0
di bawah,
jumlah
responden
yang
merasa
tidak
nyaman
dengan
lingkungan
kerja
medianya
Adapun
responden
yang
menjawab
kurang
puas ini,
sebanyak
15% di
Adapun
responden
yang
menjawab
karena
manajemen
yang
buruk,
gaji
kurang
puas
ini,
sebanyak
15%
bawah
standar
serta
iklim
persaingan
mencapai
rata-rata
karenatersebut
manajemen
buruk,
gaji di dengan
bawah di
menyatakan25%,
tetapyang
bertahan
di media
karenayang
faktor
keterikatan
menyatakan tetap bertahan di media perusahaan itu sendiri.
standar
serta iklim persaingan
di perusahaan
itu sendiri.
media bersangkutan
secara emosional
dan juga
karena belum menemukan media
lain yang lebih cocok baginya.
Tabel 7. Tingkat kenyaman responden terhadap lingkungan kerja
Tingkat Kenyamanan
Sangat Nyaman
Nyaman
Kurang Nyaman
Total
Sumber: Data Primer, 2014
Frekuensi (n)
Persen (%)
2
13
5
20
10.0
65.0
25.0
100.0
Terkait adanya perlakuan yang berbeda di perusahaan terhadap karyawan
bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Perbedaan fasilitas terhadap karyawan
Perbedaan Fasilitas
Ya
123
Frekuensi (n)
Persen (%)
13
65.0
Nyaman
13
5
20
Kurang Perusahaan
Nyaman Pers
Kesehatan
Total
Sumber: Data Primer, 2014
65.0
25.0
100.0
perlakuan
yang berbeda
di perusahaan
terhadap karyawan
TerkaitTerkait
adanyaadanya
perlakuan
yang berbeda
media
memang menerapkan
mekanisme
dibisa
perusahaan
terhadap
karyawan
bisa
penggajian
yang
berbeda
antara
yang
dilihat pada tabel berikut:
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Perbedaan fasilitas terhadap karyawan
Perbedaan Fasilitas
Frekuensi (n)
Persen (%)
Ya
13
65.0
Tidak
7
35.0
Tunjangan
Frekuensi (n)
Persen (%)
Total
20
100.0
Ya ada Data Primer, 2014 17
85.0
Sumber:
Tidak ada
3
15.0
KetikaKetika
tim riset
menggali hal ini
dan organik dan yang belum
organik atau
tim riset menggali
perusahaan
Total
20 hal ini dan mengkonfirmasi pada100.0
mengkonfirmasi pada perusahaan pers, magang.
Sumber:
Data Primer,
2014
pers,
dinyatakan
adanya
perbedaan fasilitas
ini besar
hal lumrah.
di
dinyatakan
bahwabahwa
adanya
perbedaan
Sebagian
jurnalisSebab,
dan karyawan
fasilitas
ini
hal
lumrah.
Sebab,
di
sebagian
yang
disurvei,
sekitar
85
persen,
mengakui
sebagian media biasanya ada dua jenis karyawan, yaitu yang tetap atau organik
Meskiada
demikian,
takkaryawan,
semua responden
menerima
tersebut
media biasanya
dua jenis
adanyayang
insentif
ataubonus
bonus
kinerja
dan
yang
belum
tetap
atau
magang.
Sejumlah
media
memang
menerapkan
yaitu
yang
tetap
atau
organik
dan
yang
yang
mereka
terima
dari
perusahaan,
merasa puas dengan apa yang mereka terima. Terdapat sekitar 6 responden atau
mekanisme
yang berbeda
antara yang
organik dan
yang belum
organik
belum
tetappenggajian
atau magang.
Sejumlah
sebagaimana
ditunjukkan
tabel
di bawah:
30 persen yang menyakatakan kurang sesuai.
atau magang.
Sebagian
besar jurnalis
dan karyawan
disurvei,
85 persen,
Tabel 9 Tingkat
Kesesuaian
Tunjanganyang
dengan
Harapansekitar
Responden
mengakui adanya insentif atau bonus kinerja yang mereka terima dari perusahaan,
Persen
Tingkat Kesesuaian
Tunjangan
dengan harapan Frekuensi (n)
sebagaimana
ditunjukkan
tabel di bawah:
(%)
Sangat sesuai
1
5.0
Sesuai
10
50.0
Tabel
9.
Tunjangan/Insentif/Bonus
Kerja
Kurang sesuai
6
30.0
Total
17
85.0
System
3
15.0
20
100.0
Sumber: Data Primer, 2014
Jurnalis yang disurvei juga tidak seluruhnya mendapat gaji tambahan dari
Meski demikian, tak semua responden
Jurnalis yang disurvei juga tidak
gaji
pokok
mereka
perbulannya.
Terdapat
7
responden
(35%) yang
yang menerima bonus tersebut merasa seluruhnya mendapat
gajimenyatakan
tambahan dari
puastidak
dengan
apa yang
gaji pokok
merekamenerima.
perbulannya. Terdapat
menerima,
meskimereka
sebagianterima.
besarnya (65%)
menyatakan
Terdapat sekitar 6 responden atau 30 7 responden (35%) yang menyatakan
persen yang menyakatakan kurang sesuai. tidak menerima, meski sebagian besarnya
Tabel 10. Gaji tambahan
13)
(65%)(gaji
menyatakan
menerima.
Gaji Tambahan
124
Ya
Tidak
Total
Frekuensi (n)
Persen (%)
13
7
20
65.0
35.0
100.0
Jurnalis yang disurvei juga tidak seluruhnya mendapat gaji tambahan dari
Perusahaan Pers
gaji pokok mereka perbulannya. Terdapat 7 responden (35%)Kesehatan
yang menyatakan
tidak menerima, meski sebagian besarnya (65%) menyatakan menerima.
Tabel 10. Gaji tambahan (gaji 13)
Gaji Tambahan
Frekuensi (n)
Persen (%)
Ya
13
Tidak
7
Total
20
Sumber: Data Primer, 2014
65.0
35.0
100.0
Asuransi juga menjadi salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh
Asuransi juga
menjadi salah
satu terdapat
5 responden
(25%) menyatakan
perusahaan
pers. Sayangnya,
sebagaimana
ditunjukkan
tabel di bawah,
masih
kewajiban yang harus dipenuhi oleh tidak mendapatkan fasilitas asuransi dari
terdapat 5 responden (25%) menyatakan tidak mendapatkan fasilitas asuransi dari
perusahaan pers. Sayangnya, sebagaimana perusahaan.
perusahaan. tabel di bawah, masih
ditunjukkan
Tabel 11. Fasilitas asuransi dari perusahaan
Tabel 11. Fasilitas asuransi dari perusahaan
Fasilitas Asuransi
Frekuensi (n)
Fasilitas Asuransi
Frekuensi (n)
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Total
Total
Sumber: Data Primer, 2014
Sumber: Data Primer, 2014
15
15
5
5
20
20
Persen (%)
Persen (%)
75.0
75.0
25.0
25.0
100.0
100.0
Terkait penyertaan saham dalam perusahaan, sebagaimana ditunjukkan
Terkait
penyertaan
sahamdalam
dalam perusahaan,
ditunjukkan
responden sebagaimana
justru tidak
memiliki
Terkait
penyertaan
saham
Tabel
12
di
bawah,
sebagian
besar
responden
justru
tidak
memiliki
penyertaan
penyertaan
saham,
yaitu
sebanyak
perusahaan,
sebagaimana
ditunjukkan
Tabel 12 di bawah, sebagian besar responden justru tidak memiliki penyertaan 18
Tabel
12yaitu
di sebanyak
bawah, 18
sebagian
besar
saham,
responden
(90%).responden (90%).
saham, yaitu sebanyak 18 responden (90%).
Tabel 12. Penyertaan saham
Tabel 12. Penyertaan saham
Penyertaan Saham
Penyertaan Saham
Ya
Ya
Tidak ada
Tidak ada
Total
Total
Sumber: Data Primer, 2014
Sumber: Data Primer, 2014
Frekuensi (n)
Frekuensi (n)
2
2
18
18
20
20
Persen (%)
Persen (%)
10.0
10.0
90.0
90.0
100.0
100.0
Perlindungan hukum juga adalah bagian dari kesejahteraan jurnalis dan
Perlindungan hukum juga adalah bagian dari kesejahteraan jurnalis dan
karyawan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pers. Sayangnya, sebanyak 6
karyawan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pers. Sayangnya, sebanyak 6 125
responden (30%) justru tidak mengetahui hal ini secara pasti. Bahkan terdapat 1
responden (30%) justru tidak mengetahui hal ini secara pasti. Bahkan terdapat 1
responden (5%) yang mengakui tak adanya upaya perlindungan hukum ini.
responden (5%) yang mengakui tak adanya upaya perlindungan hukum ini.
Total
20
Sumber: Data Primer, 2014
100.0
Kesehatan Perusahaan Pers
Perlindungan hukum juga adalah bagian dari kesejahteraan jurnalis dan
Perlindungan
hukum
juga adalah
responden
(30%)
justru tidak
mengetahui
karyawan yang harus
dipenuhi
oleh perusahaan
pers.
Sayangnya,
sebanyak
6
bagian dari kesejahteraan jurnalis dan hal ini secara pasti. Bahkan terdapat
respondenyang
(30%)harus
justru dipenuhi
tidak mengetahui
ini secara pasti.
terdapat 1 tak
karyawan
oleh hal
1 responden
(5%)Bahkan
yang mengakui
perusahaan
sebanyak
6 upaya
adanyaperlindungan
upaya perlindungan
hukum ini.
respondenpers.
(5%) Sayangnya,
yang mengakui
tak adanya
hukum ini.
Tabel 13. Jaminan perlindungan hokum
Jaminan Perlindungan Hukum
Frekuensi (n)
Ya ada
Tidak ada
Tidak tahu
Total
Sumber: Data Primer, 2014
13
1
6
19
Persen
(%)
65.0
5.0
30.0
95.0
2.2.Pengembangan
Sumber
pengembangan SDM, yang jumlahnya
Pengembangan Sumber
DayaDaya
Manusia
Manusia
bisa mencapai miliaran rupiah dalam
Perusahaan
sendiri
melihat
jurnalis setahun.
mereka sebagai
Perusahaan
sendiri
melihat
jurnalis
Tidak sebuah
hanya modal
untuk besar.
jurnalis,
mereka
sebagai
sebuah
modal
besar.
workshop
yang
bersifat
rutin
juga
banyak
Umumnya media-media besar, seperti Harian Fajar dan Harian Tribun Timur
Umumnya media-media besar, seperti dilakukan untuk tenaga pemasaran, yang
Harian Fajar dan Harian Tribun Timur bisa dilakukan 4 – 5 kali satu bulan.
memiliki mekanisme pengembangan
Hampir semua media melakukan
SDM yang lebih rapi dan berkelanjutan. pelatihan bagi jurnalis yang baru direkruit,
Fajar Group sendiri memiliki mekanisme tidak hanya terkait pengetahuan tentang
pengembangan SDM bersifat terpusat. jurnalistik dasar tetapi juga menjelaskan
Pelaksanaan workshop untuk jurnalis dari kebijakan media bersangkutan. Sejumlah
perusahaan anggota Fajar Group dikelola media yang tidak melakukan pelatihan
secara terpusat, yang biasa disebut Fajar khusus karena mereka biasanya
Holding.
mempekerjakan jurnalis pindahan dari
Hampir semua media juga memiliki media lain. Fenomena jurnalis yang
anggaran khusus untuk pengembangan pindah-pindah media adalah hal yang
SDM. Kecuali Harian TNC, yang lumrah di Sulsel.
pengembangannya bersifat mentoring,
Media juga umumnya telah
misalnya redaktur melakukan mentoring menyelenggarakan pelatihan lanjutan bagi
pada jurnalis, sementara jurnalis memberi jurnalisnya. Pengetahuan teknis jurnalis
mentoring pada jurnalis magang.
terkait desk dimana dia bekerja dinilai
Harian Tribun Timur juga mengakui sangat penting. Ini misalnya menonjol
memiliki penganggaran khusus untuk pada Harian Tribun Timur dan Harian
126
sangat penting. Ini misalnya menonjol pada Harian Tribun Timur dan Harian
Kesehatan
Perusahaan
Fajar. Harian Fajar biasanya 3 kali dalam setahun, sementara
Harian
TribunPers
Timur 4-5 kali dalam setahun. Harian Upeks 1 kali dalam setahun. Harian Pare
Pos dan Harian Radar Selatan akan megikuti kebijakan induk mereka Fajar
Fajar. Harian Fajar biasanya 3 kali dalam pengembangan ini bersifat diskusi pada
Group.sementara
Harian BKM
bahwa pengembangan
ini bersifat
setahun,
Hariansendiri
Tribun menyatakan
Timur pertengahan
bulan setiap bulannya.
Terkait
4-5diskusi
kali dalam
setahun. Harian
1 keikutsertaan
jurnalis dan
karyawan
pada pertengahan
bulanUpeks
setiap bulannya.
Terkait keikutsertaan
jurnalis
dan
kali dalam setahun. Harian Pare Pos dan dalam pelatihan yang diselenggarakan
karyawan dalam pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan bisa dilihat pada
Harian Radar Selatan akan megikuti oleh perusahaan bisa dilihat pada tabel
tabel berikut:
kebijakan
induk mereka Fajar Group. berikut:
Harian BKM sendiri menyatakan bahwa
Tabel 14. Keikutsertaan responden dalam pelatihan yang diadakan oleh
perusahaan
Ya yang diadakan oleh
19
95.0
Keikutsertaan pelatihan
Frekuensi
(n)
Persen
Tidak
Pernah
1
5.0(%)
perusahaan
20
100.0
Total
Ya
19
95.0
Sumber: Data Primer,
Tidak2014
Pernah
1
5.0
20
100.0
Total
di atas
terlihat bahwa sebagian besar responden mengakui telah
Sumber:Dari
Datatabel
Primer,
2014
mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Terdapat satu
Dari tabel
di atas
terlihat
ketika besar
direkruit
tidak lagi
mendapatkan
Dari tabel
di atas
terlihat bahwa
bahwa sebagian
responden
mengakui
telah
responden
yang
menyatakan
tidak telah
pernah mengikuti
sebagian
besar
responden
mengakui
pelatihan. adalah jurnalis di salah satu
mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh perusahaan. Terdapat satu
mengikuti
pelatihan
diselenggarakan
Tabelpelatihan.
berikut menunjukkan intensitas
media yang
ketikayang
direkruit
tidak lagi mendapatkan
responden
yangTerdapat
menyatakan
tidak pernah responden
mengikuti adalah
jurnalis
di salah satu
oleh
perusahaan.
satu responden
dalam
pelatihan
yang
Tabel berikut menunjukkan intensitas responden dalam pelatihan yang
yang
menyatakan
tidak
pernah
mengikuti
dilaksanakan
oleh
perusahaan
sendiri.
media yang ketika direkruit tidak lagi mendapatkan pelatihan.
dilaksanakan
perusahaan
sendiri.
adalah
jurnalis oleh
di salah
satu media
yang
Tabel berikut menunjukkan intensitas responden dalam pelatihan yang
dilaksanakan
oleh perusahaan
sendiri.
Tabel 15. Intensitas
Keikutsertaan
Responden dalam Pelatihan yang Dilaksanakan
oleh Perusahaan
Tabel 15. Intensitas Keikutsertaan Responden dalam Pelatihan yang Dilaksanakan
Intensitas Keikutsertaan Responden
Pelatihan Frekuensi
Persen
oleh dalam
Perusahaan
yang Dilaksanakan oleh Perusahaan
(n)
(%)
1
-2
kali
7
35.0
Intensitas Keikutsertaan Responden dalam Pelatihan Frekuensi
Persen
- 4 kali
yang Dilaksanakan oleh3 Perusahaan
(n) 8
(%)40.0
51 -6
17
5.0
-2 kali
35.0
lebih
6 kali
38
15.0
3 -dari
4 kali
40.0
19
90.0
5 Total
-6 kali
1
5.0
13
10.0
lebihSystem
dari 6 kali
15.0
20
100.0
Total
Total
19
90.0
Sumber: Data Primer, 2014
System
1
10.0
20
100.0
Total
di atas
Sumber:Dari
Datatabel
Primer,
2014terlihat bahwa sebagian besar responden, sebanyak 8
127
responden (40%) mengatakan telah mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali di
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar responden, sebanyak 8
perusahaan pers dimana dia bekerja. Bagian terkecil adalah yang telah mengikuti
responden (40%) mengatakan telah mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali di
pelatihan sebanyak 5-6 kali sebanyak 1 responden (5%).
Sumber: Data Primer, 2014
Kesehatan Perusahaan
Dari tabelPers
di atas
terlihat bahwa sebagian besar responden, sebanyak 8
responden (40%) mengatakan telah mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali di
perusahaan pers dimana dia bekerja. Bagian terkecil adalah yang telah mengikuti
Dari tabel di atas terlihat bahwa
Selain pelatihan di perusahaan sendiri,
pelatihanbesar
sebanyak
5-6 kali sebanyak
1 responden
sebagian
responden,
sebanyak
media (5%).
juga umumnya mengikutkan
8 responden
mengatakan
telahsendiri,
jurnalisnya
padaumumnya
workshopmengikutkan
atau pelatihan
Selain(40%)
pelatihan
di perusahaan
media juga
mengikuti pelatihan sebanyak 3-4 kali yang dilakukan dan dibiayai oleh lembaga
jurnalisnya pada workshop atau pelatihan yang dilakukan dan dibiayai oleh
di perusahaan pers dimana dia bekerja. lain. Namun ini akan tergantung pada
lembagaterkecil
lain. Namun
ini akan
tergantung
ketersediaan
SDM
di lapangan.
Bagian
adalah
yang
telah pada
ketersediaan
SDM
di lapangan.
IniIni
bisa
mengikuti pelatihan sebanyak 5-6 kali dilihat pada tabel berikut:
bisa dilihat pada tabel berikut:
sebanyak 1 responden (5%).
Tabel 16. Keikutsertaan responden dalam pelatihan yang dilaksakan oleh pihak
lain
Ya
11
55.0
Keikutsertaan Responden Dalam Pelatihan Yang
Frekuensi
Persen
Tidak pernah
9
45.0(%)
Dilaksakan Oleh Pihak Lain
(n)
Total
20
90.0
Ya
11
55.0
Sumber: Data Primer,
2014
Tidak pernah
9
45.0
Total
20
90.0
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 11 responden (55%)
Sumber: Data Primer, 2014
menyatakan telah mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh lembaga lain.
Dari sebanyak
tabel
terlihat
bahwa
sebanyak
11
responden
(55%)
di bagian
administrasi,
marketing
Dari tabel
di atasdi terlihat
bahwa(45%)
Selebihnya
9atas
responden
menyatakan
belum
pernah,
yangdan
distribusi.
sebanyak
11
responden
(55%)
menyatakan
menyatakanadalah
telahkaryawan
mengikuti
pelatihan
yang dilakukan
oleh
lembaga lain.
seluruhnya
bagian
administrasi,
dan distribusi.
Tabel marketing
berikut menunjukkan
intensitas
telah
mengikuti pelatihan
yangdidilakukan
Selebihnya
sebanyak
9
responden
(45%)
menyatakan
belum
pernah,
yang
responden
yang
oleh lembaga
Selebihnya
sebanyak
Tabellain.
berikut
menunjukkan
intensitas
respondendalam
dalam pelatihan
pelatihan yang
dilaksanakan
oleh
pihak
lain.
9 responden
(45%)
menyatakan
belum
seluruhnya adalah
karyawan
dilaksanakan
oleh pihak
lain.di bagian administrasi, marketing dan distribusi.
pernah, yang seluruhnya adalah karyawan
Tabel berikut menunjukkan intensitas responden dalam pelatihan yang
Tabel 17. Intensitas
yang diikuti responden yang dilaksanakan oleh
dilaksanakan
oleh pihakpelatihan
lain.
pihak lain
Tabel 17.Pelatihan
Intensitas Yang
pelatihan
yang diikuti
responden yang dilaksanakan oleh
Intensitas
Diikuti
Responden
Persen (%)
pihak
lain Frekuensi (n)
Yang Dilaksanakan Oleh Pihak Lain
1 -2 kali
4
20.0
Intensitas Pelatihan Yang Diikuti Responden
Persen (%)
3 -4 kali
5Frekuensi (n)
25.0
Yang Dilaksanakan Oleh Pihak Lain
lebih
dari 6 kali
24
10.0
1 -2 kali
20.0
Total
11
55.0
3 -4 kali
5
25.0
System
9
45.0
lebih dari 6 kali
2
10.0
20
100.0
Total
Total
11
55.0
Sumber:
Data
Primer,
2014
System
9
45.0
20
100.0
Total
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar responden telah mengikuti
Sumber: Data Primer, 2014
pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga lain sebanyak 3-4 kali, yaitu 5
128
Dari(25%),
tabel di
atas terlihat
sebagian
mengikuti
responden
sementara
yangbahwa
terendah
adalahbesar
yangresponden
mengikutitelah
pelatihan
lebih
pelatihan
oleh lembaga
dari 6 kali,yang
yaitu diselenggarakan
sebanyak 2 responden
(10%). lain sebanyak 3-4 kali, yaitu 5
Kesehatan Perusahaan Pers
Dari tabel di atas terlihat bahwa
sebagian besar responden telah mengikuti
pelatihan yang diselenggarakan oleh
lembaga lain sebanyak 3-4 kali, yaitu
5 responden (25%), sementara yang
terendah adalah yang mengikuti pelatihan
lebih dari 6 kali, yaitu sebanyak 2
responden (10%).
Dari sejumlah tabel di atas setidaknya
menggambarkan bahwa hampir semua
media di Sulsel telah melakukan berbagai
upaya pengembangan SDM melalui
pelaksanaan workshop atau pelatihan
jurnalistik dan manajemen kepada jurnalis
dan karyawan non-jurnalis lainnya.
Upaya-upaya mengikutsertakan mereka
dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh
pihak lain juga kerap dilakukan, meskipun
itu hanya sebagian besar untuk jurnalis
dan sangat jarang untuk non jurnalis.
Hanya saja tak diperoleh penjelasan lebih
jauh terkait model dan kualitas pelatihan
yang dikembangkan oleh perusahaan.
Laode Arumahi (PWI Sulsel) sendiri
menilai mekanisme pelatihan yang
dikembangkan sejumlah perusahaan
media belum seperti yang diharapkan.
Menurutnya, justru yang banyak terjadi
selama ini adalah media di Sulsel
lebih banyak hanya memanfaatkan
karyawannya untuk mengumpulkan
berita seadanya dan mereka menyerahkan
kepada jurnalis untuk meningkatkan
kapasitasnya sendiri.
“Saya tidak tahu apakah tidak ada
yang kapabel atau yang profesional
yang melakukan pendidikan untuk
karyawan sehingga media-media itu tidak
mengirimkan jurnalisnya untuk dididik.
Kalau dulu kan masih ada seperti LP3Y
dan Dr. Soetomo yang rajin melakukan
pelatihan. Tetapi saya lihat sekarang
itu agak kurang, apakah lembaga itu
memberikan syarat biaya yang tinggi
sehingga media-media malas mengirim
orangnya atau apa.”
Media-media juga lebih banyak
melakukan pelatihan internal (in house
traning), tetapi itu juga dinilai tidak
optimal karena tidak banyak media yang
melakukan itu. Menurutnya, yang bisa
melakukan pelatihan-pelatihan tersebut
adalah yang pertama perguruan tinggi
yang membina fakultas komunikasi
dan jurnalistik. Kedua lembagalembaga yang memang didirikan untuk
konsentrasi membuat pelatihan-pelatihan
jurnalis, yang ketiga adalah organisasi
profesi seperti AJI, PWI, PJI. Secara
umum organisasi-organisasi ini dinilai
mempunyai program peningkatan
kompetensi.
“Hanya saja, dilihat dari faktanya
itu tidak dilakukan secara rutin bahkan
ada kecenderungan peningkatan
kapasitas itu dilakukan sesuai dengan
event-event tertentu. Jurnalis juga
tidak mempunyai semangat untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan itu. Saya
tidak tahu apa masalahnya, apakah dia
melihat lembaganya tidak kapabel atau
narasumbernya memperlihatkan prestasi
yang baik. Ini yang harus dijawab kenapa
orang tidak tertarik untuk ikut pelatihanpelatihan.”
129
Kesehatan Perusahaan Pers
Ketua AJI Makassar, Gunawan
Mahsar, juga melihat belum adanya upaya
pengembangan SDM yang baik di media.
Indikasiya pada ketidaktersediaan divisi
Litbang di media-media tersebut serta
dari segi pelaksanaan training jurnalis
baru yang tidak melalui proses rekruitmen
yang ketat dan terencana.
“Sekarang yang kita lihat banyak
lowongan untuk jurnalis tidak ketat, ratarata yang mendaftar pasti lulus. Jadi ada
guyonan, menjadi jurnalis itu pekerjaan
sementara. Karena para pemilik media
lebih mencari kuantitas, mencari jurnalis
yang militan dan mau dibayar rendah.
Walau ada jurnalis berkualitas tapi untuk
dibayar tinggi tidak mau. Akhirnya
mencari bayaran murah kualitas serendahrendahnya. Dan ini tidak berlaku di media
lokal saja media nasional pun melakukan
hal sama, akhirnya kualitas jurnalis
semakin rendah.”
G.Independensi Media
1. Hubungan dengan Narasumber dan
Pengiklan
Para pakar, pengamat media maupun
delapan perusahaan media yang
menjadi responden di Makassar sepakat
menentang pemberian imbalan peliputan
kepada jurnalis dengan alasan apapun dan
dalam bentuk apapun. Ada yang secara
tegas memberikan sanksi, menuangkan
larangan dalam kontrak kerja dan panduan
kerja. Namun ada pula yang hanya
mengingatkan secara lisan.
Begitupula pemisahan kerja antara
redaksi dan bagian iklan, masih ada
130
‘‘
Para pakar, pengamat
media maupun delapan
perusahaan media yang
menjadi responden
di Makassar sepakat
menentang pemberian
imbalan peliputan
kepada jurnalis dengan
alasan apapun dan dalam
bentuk apapun.
‘‘
beberapa media yang tidak jelas
menyikapinya. Ada yang membolehkan
jurnalis mencari iklan, ada yang melarang
tapi bisa memaklumi jika ada yang
melakukan deal dengan pengiklan.
Adapula yang tegas membatasi bantuan
jurnalis hanya sebatas memberi nomor
kontak dan menghubungkan pengiklan
dengan bagian iklan dan manajemen.
Muliadi Mau (Unhas), Laode Arumahi
(PWI Sulsel) dan Jumadi Mappanganro
(PJI) sepakat mengatakan, jika narasumber
memberikan imbalan, maka sadar atau
tidak sadar akan berpengaruh pada tulisan
jurnalis. Sebagai manusia biasa, kebaikan
dari pemberi imbalan, akan memengaruhi
penulisan berita terkait narasumber
tersebut. Dan itu akan memperburuk citra
jurnalis sebagai orang yang “bisa dibeli”.
Semua responden perusahaan pers juga
mengakui tidak membolehkan jurnalisnya
Kesehatan Perusahaan Pers
menerima imbalan peliputan. Penegasan
untuk tidak menerima imbalan ini ada
yang tertulis di dalam aturan perusahaan,
bahkan tertuang di dalam buku aturan
kerja dan dalam kontrak kerja seperti yang
diterapkan oleh Harian Tribun Timur,
Harian Fajar, Harian Pare Pos, Harian
TNC, Harian BKM, Harian Upeks dan
Harian Radar Selatan. Kecuali Harian
Rasul yang hanya melakukan larangan
secara lisan saja.
Untuk penerapan sanksi dan
pengawasan internal, hanya Harian Tribun
Timur yang berani menegaskan adanya
sanksi pemecatan. Tidak hanya pada
kasus jurnalis menerima imbalan berupa
uang tunai dari narasumber. Menerima
imbalan berupa voucher pun dianggap
pelanggaran. Jurnalis yang membuat
kesepakatan harga sendiri, terkait iklan
dengan pengiklan juga akan mendapat
sanksi pemecatan.
Sementara, media lainnya, meskipun
secara tertulis menegaskan pelarangan
bagi para jurnalisnya namun pada
kenyataannya mengakui agak sulit
menegakkan aturan tersebut. Jika ada
narasumber yang tidak terkait kasus
publik memberikan uang atau hadiah
sebagai ucapan terimakasih, biasanya
pihak redaksi dapat memaklumi. Apalagi,
jika imbalan tersebut diberikan secara
sukarela dan ikhlas oleh narasumber,
tanpa diminta oleh jurnalisnya.
Namun dalam kasus jurnalis meminta
imbalan dan kemudian narasumber
merasa dirugikan dan melaporkan, barulah
perusahaan memiliki alasan kuat untuk
memberikan sanksi pemecatan kepada
jurnalis tersebut. Istilahnya, lebih baik
menghindari. Tapi kalau sudah menolak
kemudian narasumber dan pengiklan
sendiri yang memaksa untuk memberikan,
jurnalis memiliki alasan pembenaran yang
kuat untuk menerimanya.
Harian Rasul mengaku sebagai satusatunya harian politik yang menyampaikan
larangan kepada jurnalis menerima
imbalan hanya secara lisan. Padahal,
sebagai harian yang menyasar ceruk pasar
orang-orang politik, pemberian imbalan
ini sangat rentan memengaruhi penulisan
berita. Pelarangan secara lisan ini sangat
rawan dalam penegakan independensi
pemberitaan.
Dari perspektif jurnalistik, pemisahan
antara bagian redaksi dan iklan, menurut
Muliadi, harus jelas. Namun dari sisi
bisnis, jurnalis juga tidak boleh menolak.
Jurnalis bisa menindaklanjuti dengan
menyampaikan kepada marketing.
Seorang jurnalis juga harus memiliki
kemampuan marketing, atau manajemen
namun yang menindaklanjuti adalah
marketing. Sayangnya, manajemen tugas
dan pemisahan kerja iklan dan jurnaistik
ini, sering tumpang tindih.
Perusahaan pers di Makassar dan Sulsel
menurut penilaian para pakar dan asosiasi
jurnalis, umumnya belum sehat. Salah
satu indikatornya, manajemen perusahaan
masih tumpang tindih. Menurut Jumadi
Mappanganro (PJI), sebagian besar media
yang ada di Sulsel masih membolehkan
jurnalisnya mencari iklan. Padahal,
kerja jurnalis harusnya terpisah dari kerja
marketing ataupun iklan.
Dari sisi bisnis, jurnalis juga tidak boleh
menolak tawaran iklan. Menurut Muliadi,
seorang jurnalis juga harus memiliki
131
Kesehatan Perusahaan Pers
kemampuan marketing, atau manajemen.
Tetapi yang harusnya menindaklanjuti
adalah bagian iklan atau marketing. Para
pakar sepakat, saat jurnalis meliput tibatiba instasi yang diliput mau memasang
iklan maka jurnalis bersangkutan
dapat memberitahu marketing untuk
menindaklanjuti. Setelah ditindaklanjuti
oleh marketing sang jurnalis boleh
diberikan fee oleh kantornya.
Menurut Laode Arumahi (PWI Sulsel),
jurnalis bisa bertemu dengan pengiklan.
Tetapi pertemuan itu tidak boleh berbicara
teknis. Jurnalis juga bisa menyampaikan
informasi ke perusahaan agar menugaskan
orang yang terkait dengan periklanan dan
bisa berbicara langsung dengan calon
pengiklan. Bagaimanapun, kekuatan
sebuah perusahaan ada pada iklan. Karena
itu, jurnalis tidak boleh bersikap masa
bodoh.
“Yang penting kita tidak campur aduk
antara tugas jurnalistik dengan bagian
periklanan,” jelas Arumahi.
Dalam hal pemisahan tugas antara
redaksi dan iklan, sering sekali terjadi
gesekan tugas. Hampir di semua media,
bagian iklan melibatkan dan membutuhkan
bantuan jurnalis. Tetapi kebijakan tentang
keterlibatan jurnalis dalam pengurusan
iklan ini berbeda-beda.
Misalnya, Harian Tribun Timur dan
Harian Fajar. Kedua media ini melarang
jurnalis mencari dan menawarkan iklan.
Tetapi tetap saja membolehkan jurnalisnya
atau pihak redaksi memfasilitasi
pertemuan antara calon pengiklan dengan
pihak manajemen dan bagian iklan. Setelah
132
mempertemukan atau memberikan nomor
telepon dan menghubungkan bagian iklan
dan pengiklan, tugas mereka dianggap
selesai sampai. Selanjutnya, untuk masalah
harga dan seterusnya, jurnalis dilarang
terlibat lebih jauh karena dianggap bisa
memengaruhi independensinya.
Pada Harian BKM, meski jurnalis tidak
boleh mencari atau menawarkan iklan,
tetapi jika ada iklan yang masuk melalui
perantara jurnalis, maka pihak kantor
nantinya akan memberikan kompensasi.
Bantuan lobi dari pihak redaksi
atau jurnalis terhadap pengiklan juga
diakomodir di Harian Pare Pos dan
Harian Radar Selatan. Kedua media ini
meski memiliki bagian iklan tersendiri,
tetap membutuhkan bagian redaksi
sebagai pelobi terhadap para pengiklan.
Alasannya, pengiklan biasanya punya
hubungan emosional dengan redaksi.
Sementara Harian Upeks, Harian
Rasul dan Harian TNC secara gamblang
mengatakan jurnalis boleh membantu
mencari iklan bahkan sampai deal harga.
Asalkan tugas pokoknya mencari berita
tidak terganggu. Di Harian Upeks lebih
jauh sudah diatur jumlah komisi yang
ditetapkan bagi jurnalis yang membantu
mencari iklan. Jika yang mendapatkan
iklan seorang jurnalis organik maka
ia mendapatkan komisi sebesar 15%.
Sedangkan bagi jurnalis yang masih
berstatus kontrak atau non organik, akan
mendapatkan komisi 30%. Biasanya,
setelah melakukan lobi dengan relasi,
jurnalis akan menghubungi bagian iklan
untuk menindaklanjuti hal tersebut.
Pemisahan yang paling jelas antara
redaksi dan iklan pada akhirnya hanya
Kesehatan Perusahaan Pers
menunjuk pemisahan pada ruang kerja.
Padahal, yang dimaksud adalah pemisahan
kewenangan dan independensi masingmasing bagian. Kerjasama yang saling
menguntungkan antara redaksi dan iklan
adalah hal yang membuat kedua bagian
atau divisi ini sulit dipisahkan. Keduanya
dianggap sama penting, saling menopang.
‘‘
Pemisahan yang paling
jelas antara redaksi dan
iklan pada akhirnya
hanya menunjuk
pemisahan pada ruang
kerja. Padahal, yang
dimaksud adalah
pemisahan kewenangan
dan independensi
masing-masing bagian.
‘‘
“Pemisahan jelas antara bagian iklan
dan redaksi sama sekali tidak ada. Setiap
kali kami rapat evaluasi, selalu bersama.
Kalau fisiknya, meraka ada di (lantai)
bawah. Kami di (lantai) atas,” jelas Akbar
Hamdan (Pare Pos).
Perusahaan pers mengakui, kadang ada
pengiklan ingin diberitakan sesuai dengan
keinginanannya. Untuk menyiasati hal
tersebut, beberapa redaksi menyediakan
halaman khusus atau halaman advertorial.
Halaman ini dapat memuat berita
promosi untuk suatu produk atau program
pemerintah. Ini bukan produk redaksi tapi
produk bagian iklan. Halaman advertorial
ini dianggap menjadi solusi agar redaksi
tetap bisa mengakomodir kepentingan
pengiklan dan bagian iklan. Tetapi di sisi
lain, pihak redaksi tetap bisa menjaga
intervensi dari para pengiklan.
Meski kontribusi jurnalis dalam
pemasukan iklan cukup besar
disebabkan hubungan emosionalnya
dengan pengiklan. Tapi perusahaan pers
tetap mengatakan hal itu tidak akan
berpengaruh pada independensi jurnalis
dan pemberitaan. Apalagi kalau berita
tersebut sudah menjadi peristiwa publik.
“Kami tidak menjual berita, menjelekjelekan orang lain agar mau beriklan.
Tapi untuk servis,” jawab Andry Mardian
(Harian TNC).
Meski mengaku menolak imbalan, tapi
secara tidak langsung pernyataan Andry
Mardian ini menyiratkan adanya ‘servis’
tertentu pada pemberitaan terhadap
pengiklan.
Namun ada faktor lain yang sampai
saat ini masih menjadi ancaman terbesar
bagi independensi ruang redaksi itu
sendiri, yakni pimpinan perusahaan atau
sikap para pemegang saham. Kepentingan
dan intervensi pemegang saham inilah
yang biasanya sulit untuk ditolak.
Kewenangan distributif ada di tangan
pimpinan perusahaan. Kewenangan ini
lalu dibagi ke pimpinan redaksi, bagian
pemasaran, bagian iklan, dan produksi.
Kadangkala, kewenangan itu diambilalih
133
Kesehatan Perusahaan Pers
oleh pemegang saham atau pimpinan
perusahaan. Dan ini yang masih sangat
sering terjadi di media yang ada di Sulsel.
Pada kenyataannya, kita bisa melihat hal
ini juga terjadi pada media nasional.
Pada umumnya perusahaan media
tidak melarang adanya peranan redaksi
dalam kerjasama pemasangan iklan.
Namun bagi media seperti Harian Tribun
Timur dan Harian Fajar, pemisahan itu
lebih jelas dan tegas dibanding media lain.
Penegasan ini dilakukan semata-mata
untuk menghindari adanya intervensi
pengiklan pada redaksi.
134
Kesehatan Perusahaan Pers
BAB V
Kesimpulan dan Rekomendasi
A.Kesimpulan
Di Sulsel saat ini hanya ada dua media
cetak di bawah naungan dua grup besar
media yang menguasai pasar media dan
persaingan. Harian Fajar di bawah Grup
Jawa Pos dan Harian Tribun Timur milik
Kompas Gramedia Group. Selain dua
harian tersebut, ada beberapa koran yang
bisa eksis, tetapi masih di bawah holding
Fajar Group.
Persaingan ketat dihadapi media-media
massa di Sulsel karena terbatasnya kue
iklan, terutama iklan lokal. Sumber iklan
yang besar dari pihak swasta dikuasai
oleh dua kekuatan yakni Fajar Group dan
Tribun Timur. Untuk mencari ceruk pasar
di tengah persaingan itu, hampir semua
media cetak di Sulsel menjalin jaringan
kerja sama secara inovatif dengan pihak
pemerintah daerah. Selain itu, mediamedia juga mengembangkan inovasi
dalam pemberitaan dan periklanan,
dikemas melalui berbagai kegiatan.
Perkembangan media online yang
cukup pesat, membuat sebagian media
cetak merasa terancam. Karena itu, Harian
Tribun Timur misalnya, menempatkan
media versi onlinenya sebagai kekuatan
pendukung utama terhadap versi cetak.
Pola konvergensi ini juga dikembangkan
oleh Haran Fajar dan kemudian diikuti
oleh media-media dalam grup usaha
tersebut.
Dalam persaingan ketat,
kualitas sumber daya manusia menjadi
penentu. Hampir semua media di
Sulawesi Selatan menyadarinya. Karena
itu, upaya meningkatkan kemampuan
jurnalis dan karyawan menjadi salah satu
prioritas. Beberapa perusahaan pers rutin
mengadakan diskusi di internal redaksi.
Media yang mapan memberi
kesejahteraan yang baik kepada jurnalis
dan karyawan, yakni gaji yang layak
disertai berbagai tunjangan. Sebaliknya,
kesejahteraan jurnalis masih menjadi
masalah di media belum mapan. Di
Sulsel saat ini ada fenomena jurnalis
berpindah-pindah kerja karena masalah
kesejahteraan.
B. Rekomendasi
1. Investasi di dalam industri
media seharusnya tidak sekedar
bermodalkan finansial dan
semangat, namun harus dilihat
dari sisi sosial dan idealisme. Perlu
manajemen yang baik tidak hanya
pada pencapaian keuntungan
finansial tapi juga pada pola
hubungan relasi yang baik antara
pemilik dengan karyawan.
2. Modal utama perusahaan pers
adalah pada sumber daya
manusia, sehingga seharusnya
investasi terbesar media ditujukan
kepada pengembangan SDM.
Perusahaan juga harus memberi
jaminan kesejahteraan kepada
karyawan, dengan memberi
135
Kesehatan Perusahaan Pers
gaji yang cukup, perlindungan
asuransi, perlindungan hukum
dan berbagai insentif lainnya.
Dengan karyawan yang terjamin
kesejahteraannya maka akan
berdampak pada semakin
meningkatnya kualitas mereka
dan ini juga akan berdampak pada
kinerja perusahaan.
3. Perusahaan pers yang mampu
bertahan adalah mereka yang
mampu melakukan berbagai
inovasi-inovasi, baik dari aspek
pemasaran produk, pemasaran
iklan maupun dari segi konten
berita. Berbagai inovasi yang cukup
sukses misalnya ditunjukkan oleh
kemitraan Harian Fajar dengan
pemerintah daerah melalui FIPO
Award atau Harian Tribun Timur
melalui pelibatan partisipasi warga
melalui kolom citizen report.
Kerjasama Tribun Timur dengan
sejumlah marchand melalui
member card belanja diskon juga
menjadi inovasi pemasaran yang
cukup efektif dalam menarik
pembaca dan jumlah pengiklan.
4. Perusahaan pers juga seharusnya
tidak mengandalkan ‘hidup’ dari
kemitraan dengan pemerintah
daerah, namun juga dengan pangsa
pasar lainnya, khususnya swasta.
Diperlukan pendekatan baru untuk
menarik swasta agar beriklan di
media. Upaya yang dilakukan
Harian Upeks dengan terus
membangun relasi dengan swasta
patut menjadi contoh yang baik.
5. Media cetak harus mengikuti
136
perkembangan teknologi
informasi. Penggunaan media
online dan media sosial secara
massif sebagaimana dilakukan
oleh Harian Rakyat Sulsel dan
Tribun Timur ternyata mampu
mengangkat popularitas dan
tingkat keterbacaan media. Ini
juga akan berdampak secara
signifikan kepada peningkatan
jumlah pemasukan dari iklan.
Kesehatan Perusahaan Pers
137
Kesehatan Perusahaan Pers
138
Kesehatan Perusahaan Pers
139
Download