BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini di Indonesia lembaga keuangan berkembang dengan begitu pesatnya. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pertumbuhan lembaga keuangan yang ada dari tahun ke tahun baik itu lembaga keuangan syariah maupun lembaga keuangan konvensional. Lembaga keuangan konvensional meliputi bank yang terdiri dari bank umum baik itu bank milik pemerintahan maupun bank milik swasta, bank perkreditan,koperasi dan lembaga keuangan lainnya sedangkan lembaga keuangan syariah meliputi bank syariah, bank perkeditan syariah, BMT (Baitul Maall Wa Tanwil) dan juga pegadaian syariah maupun koperasi syariah. Lembaga keuangan konvensional dan lembaga keuangan syariah dibedakan karena ada perbedaan yang mendasar antara keduanya. Jika lembaga keuangan konvensional menggunakan bunga maka dalam lembaga keuangan syariah tidak ada bunga namun mengunakan prinsip bagi hasil. Hal ini disebabkan karena menurut syariat Islam bunga termasuk riba sehingga hukumnya riba. Nurhayati dan Wasilah (2011) menjelaskan bahwa riba berasal dari bahasa Arab Al-ziyadah yang berarti tambahan sedangkan menurut istilah riba adalah tambahan yang disyaratkan atau diharuskan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (‘iwad) yang dibenarkan 1 syariah atas penambahan tersebut. Jadi dalam hal ini riba adalah pertambahan nilai yang jumlahnya telah ditentukan oleh pihak yang menginginkan pertambahan jumlah tersebut. Contoh paling sederhana dari riba adalah misalnya : Tuan Achmad meminjam uang kepada Tuan Budi sebesar Rp5.000; dalam jangka waktu satu minggu. Pada waktu meminjamkan Tuan Budi mengharuskan kepada Tuan Achmad untuk mengembalikan uangnya sebesar Rp6.000; maka jumlah pertambahan nilai pengembalian sebesar Rp1.000; tersebut disebut dengan riba. Dalam hukum Islam sendiri tidak diperkenankan untuk melakukan praktek riba tersebut. Larangan riba itu banyak disebutkan dan dijelaskan secara gamblang dalam Al-Quran yang menjadi pedoman hukum umat Islam. Selain dari dalam Al-Qur’an ada juga Hadist yang menjelaskan tentang larangan untuk melakukan riba. Hadist merupakan kitab pedoman kedua yng digunakan oleh umat Islam setelah Al-Qur’an. MUI pun mengeluarkan fatwa bahwa riba hukumnya haram dan dilarang sehingga MUI pun melarang adanya bunga dalam transaksi keuangan. Sejak saat adanya fatwa tersebut itu mulai muncul lembaga keuangan syariah yang berdiri dengan tujuan untuk menciptakan transaksi yang sesuai dengan Islam tanpa menggunakan bunga melainkan dengan menggunakan prinsip bagi hasil. Hal ini ditandai dengan berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah yang tidak menggunakan bunga tetapi menggunakan prinsip bagi hasil yang diharapkan dengan berdirinya lembaga keuangan syariah ini maka transaksi yang digunakan akan sesuai dengan syariat Islam. 2 Lembaga keuangan syariah yang muncul pertama kali adalah Bank Muamalat. Bank Muamalat merupakan bank yang menggunakan sistem transaksi sesuai Islam sehingga tidak menggunakan prinsip bunga tetapi menggunakan prinsip bagi hasil. Setelah Bank Muamalat berdiri maka mulai bermunculan bank-bank syariah yang lainnnya seperti Bank Mandiri Syariah,Bank Syariah BRI,Bank Mega Syariah dan lain sebagainya. Banyaknya lembaga keuangan syariah yang berdiri tersebut karena banyak masyarakat yang mulai tertarik untuk melakukan investasi di lembaga keuangan syariah. Namun meskipun banyak peminatnya pertumbuhan bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional tentu saja lebih lambat bank syariah apalagi bagaimanapun lembaga keuangan syariah merupakan hal yang baru sehingga kesadaran dan pengetahuan masyarakat masih minim. Hal itu dikarenakan masyarakat telah terbiasa menggunakan bunga dan belum terbiasa dengan prinsip bagi hasil. Selain itu masyarakat juga berpikir bahwa bunga lebih menguntungkan dibandingkan dengan bagi hasil. Selain itu kebanyakan masyarakat juga tidak banyak mengetahui bagaimana perhitungan bagi hasil tersebut sehingga menurut mereka perhitungannya sangat rumit. Hal itu terjadi karena lembaga keuangan syariah juga jarang mau menjelaskan secara detail bagiamana perhitungan nisbah bagi hasil tersebut bahkan terkadang pegawai lembaga keuangan syariah juga tidak mengetahui bagaimana perhitungan nisbahnya. Transaksi yang digunakan dalam lembaga keuangan syariah juga berbeda dengan yang ada di lembaga keuangan konvensional. Lebih lanjut, Nurhayati dan 3 Wasilah (2011) menyebutkan bahwa ada beberapa transaksi atau dalam lembaga keuangan syariah sering disebut dengan akad yang biasanya digunakan oleh lembaga keuangan syariah yaitu sebagai berikut : 1. Akad Mudharabah Mudharabah diartikan sebagai akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan usaha dengan laba yang dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak. 2. Akad Musyarakah Musyarakah adalah akad kerja sama yang didasarkan atas bagi hasil sedangkan menurut PSAK 106 musyarakah adalah akad kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih untuk satu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana/modal dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan jika terjadi kerugian akan dihitung berdasarkan porsi kontribusi dana/modal. 3. Akad Murabahah Murabahah adalah jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli; sedangkan biaya perolehan sendiri merupakan jumlah yang dibayarkan untuk memperoleh suatu barang sampai dengan barang tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual kembali atau digunakan. 4 4. Akad salam Akad Salam merupakan akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Akad salam ini diatur lebih lanjut dalam PSAK 103. 5. Akad Istishna Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan. 6. Akad Ijarah Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah tanpa diikuiti pemindahan kepemilikan barang. Akad ini bisa dikatakan dengan sewamenyewa dan diatur dalam PSAK 107. 7. Akad sharf Sharf merupakan transaksi jual beli suatu valuta antara valuta lainnya. 8. Akad wadiah Wadiah merupakan simpanan atau deposito barang atau dana kepada pihak lainnya untuk tujuan keamanan. Jadi akad wadiah ini sama seperti menabung atau menyimpan deposito. 9. Akad Al-Wakalah 5 Al Wakalah merupakan akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak ke pihak lain. Selain akad tersebut masih ada akad lainnya yaitu Akad Al-Kafalah, Qardhul Hasan, Akad Al-Hiwalah, Akad Al-Rahn, Akad Ju’alah. Namun akad-akad tersebut jarang digunakan. Akad yang banyak digunakan adalah akad yang sudah umum digunakan dimasyarakat misalnya tabungan,simpan pinjam,jual beli barang karena masyarakat juga cenderung menggunakan akad yang dimengerti oleh mereka. Selain itu banyaknya jumlah akad atau transaksi tersebut dimaksudkan untuk memberikan pilihan kepada nasabah untuk memilih akad/transaksi sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga saat ini tidak semua lembaga keuangan syariah memiliki semua transaksi tersebut. Transaksi atau akad yang banyak dan umum digunakan oleh lembaga keuangan syariah antara lain: Mudharabah,Murabahah, Musyarakah,Wadiah dan Ijarah. Banyaknya jumlah akad/transaksi tergantung dari besarnya lembaga keuangan syariah tersebut. Lembaga keuangan syariah yang sudah besar dan mempunyai nasabah yang besar tentu saja sudah memiliki berbagai jenis transakasi atau akad yang ditawarkan. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah dalam lingkup yang lebih kecil atau mikro. Lembaga keuangan mikro biasanya tidak memiliki banyak akad namun persyaratannya lebih simple dan sederhana daripada lembaga keuangan dalam kelas menengah keatas seperti bank. Selain itu masyarakat awam yang tinggal di daerah-daerah terpencil biasanya akan kesulitan untuk mencari dan mengaksesnya sehingga kini di daerah- 6 daerah kecil muncul lembaga-lembaga keuangan baik itu lembaga keuangan konvensional maupun syariah. Lembaga keuangan syariah dalam lingkup mikro yang mulai banyak tumbuh dan digemari masyarakat banyak adalah BMT. Akad yang banyak diminati masyarakat dalam BMT adalah Mudharabah. Oleh karena itu pada penelitian kali ini akan membahas tentang lembaga keuangan mikro yang mulai menjamur berdiri diberbagai wilayah yaitu BMT dengan fokus pada akad mudharabah sebagai akad yang paling banyak digemari masyarakat. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang dirumuskan adalah bagaimana suatu BMTsebagai lembaga keuangan syariah dalam menentukan nisbah bagi hasil pada akad mudharahah. 1.3 PEMBATASAN PENELITIAN Akad/transaksi yang ada pada lembaga keuangan syariah sangat beragam jenisnya sehingga pada penelitian kali ini hanya akan membahas pada akad mudharabah saja tanpa melibatkan akad yang lainnya karena dalam penelitian kali ini hanya fokus pada penentuan nisbah bagi hasil akad mudharabah saja. 7 1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana BMT menentukan nisbah atau rasio bagi hasil yang telah disepakati bersama antara BMT dengan para mitranya dalam akad mudharabah. 1.5 MANFAAT PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang penetuan nisbah bagi hasil mudharabah . b. Memberikan masukan kepada BMT tentang bagimana cara menentukan nisbah bagi hasil yang sesuai dengan peraturan pemerintah. c. Bagi peneliti selanjutnya mengingat keterbatasan dalam penelitian ini maka penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya untuk lebih mengetahui bagaimana lembaga keuangan menentukan nisbah bagi hasil kepada para mitranya. 8